Post on 19-Jan-2016
description
UJI AKTIVITAS ANTINYAMUK ELEKTRIK DENGAN BAHAN AKTIF MINYAK DAUN JERUK PURUT (Citrus hystrix)
TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti
SKRIPSI
Oleh
Indira Yuli Harini
NIM 092010101050
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2012
ii
UJI AKTIVITAS ANTINYAMUK ELEKTRIK DENGAN BAHAN AKTIF MINYAK DAUN JERUK PURUT (Citrus hystrix)
TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti
SKRIPSI
diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Pendidikan Dokter (S1)
dan mencapai gelar Sarjana Kedokteran
Oleh
Indira Yuli Harini
NIM 092010101050
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2012
iii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada orang-orang yang keberadaannya,
baik secara langsung maupun tidak langsung, sangat berpengaruh dalam penulisan
skripsi ini, yaitu:
1. Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya yang tidak
pernah putus, beserta Nabi Muhammad SAW yang selalu menjadi panutanku
dalam menapaki setiap tangga kehidupan.
2. Orang tuaku, Moh. Dhori, S.T dan Mahanani, S.Pd serta adikku Amalia
Rachmawati atas segala kasih sayang, kesabaran, doa, pengertian, serta
semangat yang luar biasa selama ini mendukungku dengan bantuan materil,
sehingga menjadi motivator terbesarku untuk meraih kesuksesan.
3. Guru-guru dari TK hingga perguruan tinggi, yang dengan tulus
memberikan ilmu yang bermanfaat dan membimbingku untuk meraih cita-
cita yang luhur.
4. Seluruh sejawat Avicenna FK angkatan 2009.
5. Keluarga besar TBM Vertex Fakultas Kedokteran Universitas Jember
yang selalu memberikan saya cinta, inspirasi, dan persaudaraan seumur
hidup.
7. Almamater Fakultas Kedokteran Universitas Jember.
iv
MOTO
Dan Allah tidak menjadikannya (pemberian bala bantuan itu) melainkan
sebagai kabar gembira bagi (kemenangan) mu, dan agar hatimu
tenang karenanya. Dan tidak ada kemenangan itu, selain
dari Allah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana
(Terjemahan Surat Ali-Imran ayat 126)*)
*)Departemen Agama Republik Indonesia. 2005. Al Qur’an dan Terjemahannya.
Bandung: CV. Penerbit Diponegoro Bandung.
v
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
nama : Indira Yuli Harini
NIM : 092010101050
menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul “Uji
Aktivitas Antinyamuk Elektrik dengan Bahan Aktif Minyak Daun Jeruk Purut
(Citrus hystrix) terhadap Nyamuk Aedes aegypti ” adalah benar-benar hasil karya
sendiri, kecuali kutipan yang sudah saya sebutkan sumbernya, belum pernah
diajukan pada mana pun, dan bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas
keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung
tinggi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa ada tekanan
dan paksaan dari pihak mana pun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika
ternyata di kemudian hari pernyataan ini tidak benar.
Jember, 25 Oktober 2012
Yang menyatakan,
Indira Yuli Harini
NIM. 092010101050
vi
SKRIPSI
UJI AKTIVITAS ANTINYAMUK ELEKTRIK DENGAN BAHAN AKTIF MINYAK DAUN JERUK PURUT (Citrus hystrix)
TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti
Oleh :
Indira Yuli Harini
NIM 092010101050
Pembimbing :
Dosen Pembimbing Utama : dr. Wiwien Sugih Utami, M.Sc.
Dosen Pembimbing Anggota : Lidya Ameliana, S.Si., Apt., M.Farm.
vii
PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul “Uji Aktivitas Antinyamuk Elektrik dengan Bahan Aktif
Minyak Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix) terhadap Nyamuk Aedes aegypti” telah
diuji dan disahkan pada :
hari, tanggal :
tempat : Fakultas Kedokteran Universitas Jember
Tim Penguji :
NIP. 19690901 199903 1 003
Mengesahkan
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Jember,
Dosen Penguji I
dr. Edy Junaidi, M.Sc NIP. 19750801 200312 1 003
Dosen Penguji II
dr. M. Ihwan Narwanto, M.Sc NIP. 19800218 200501 1 001
Dosen Penguji III
dr. Wiwien Sugih Utami, M.Sc. NIP. 19760922 200501 2 001
Dosen Penguji IV
Lidya Ameliana, S.Si., Apt., M.Farm. NIP. 19800405 200501 2 005
dr. Enny Suswati, M.Kes. NIP. 1970021 4199903 2 001
viii
RINGKASAN
Uji Aktivitas Antinyamuk Elektrik dengan Bahan Aktif Minyak Daun Jeruk
Purut (Citrus hystrix) terhadap Nyamuk Aedes aegypti; Indira Yuli Harini;
092010101050; 2012; 88 halaman; Fakultas Kedokteran Universitas Jember.
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan
oleh virus dengue dengan vektor utamanya adalah Aedes aegypti (A. aegypti),
sedangkan vektor potensialnya adalah Aedes albopictus. Di Indonesia penyakit
DBD berpotensi menjadi wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB). Di wilayah
DKI Jakarta, sepanjang tahun 2009 kasus DBD tertinggi terjadi pada bulan April
sebanyak 4.261 penderita, dengan 3 orang meninggal.
Upaya untuk mengendalikan perkembangan nyamuk A. aegypti telah
banyak dilakukan, antara lain dengan cara kimia, cara fisik dan pengendalian
hayati. Sampai sekarang pengendalian nyamuk masih dititikberatkan pada
penggunaan insektisida kimia. Akibat penggunaan insektisida yang berulang-
ulang menimbulkan masalah baru yaitu membunuh serangga yang bukan target
dan timbulnya resistensi vektor.
Nyamuk A. aegypti sudah toleran terhadap
insektisida kelompok piretroid sintetik.
Tanaman yang mengandung minyak atsiri dapat digunakan sebagai obat
penolak serangga (daya repelan) alami. Daun jeruk purut berpotensi sebagai
antinyamuk alami karena kandungan minyak atsirinya. Kandungan yang terdapat
pada daun jeruk purut antara lain tanin, steroid triterpenoid dan minyak atsiri yang
terdiri dari komponen sitronelal, sitronelol, linalool, dan geraniol. Senyawa-
senyawa tersebut yang diduga mampu memberikan efek insektisida.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas minyak daun
jeruk purut (Citrus hystrix) pada konsentrasi 1%, 5%, 10%, dan 20% sebagai
antinyamuk elektrik terhadap nyamuk Aedes aegypti dan menentukan EC90 dari
minyak daun jeruk purut.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan eksperimental
sederhana (Posttest Only Control Group Design). Sampel yang digunakan pada
ix
penelitian ini adalah nyamuk Aedes aegypti betina steril yang tidak terpapar virus
dengue yang berumur 2 – 5 hari. Sampel kemudian dibagi menjadi kelompok
perlakuan dan kontrol, masing-masing 25 ekor dengan tiga kali pengulangan.
Kelompok perlakuan dipaparkan dengan minyak daun jeruk purut dengan
berbagai konsentrasi, yaitu 1%, 5%, 10%, dan 20%, sedangkan kelompok kontrol
menggunakan praletrin dan d-aletrin sebagai kontrol positif dan etanol 70%
sebagai kontrol negatif. Masing - masing bahan uji dimasukkan dalam alat liquid
vaporizer dan dinyalakan selama 1 jam. Perhitungan jumlah nyamuk A. aegypti
yang lumpuh (knockdown) dilakukan setelah nyamuk diberikan perlakuan selama
1 jam, kemudian hasilnya dicatat dan dianalisis dengan analisis Chi Square dan
analisis Probit.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa minyak daun jeruk purut
(Citrus hystrix) memiliki potensi sebagai antinyamuk elektrik terhadap nyamuk
Aedes aegypti. Efektifitas antinyamuk terjadi pada konsentrasi minyak 20%.
Jumlah nyamuk yang knockdown setelah terpapar dengan minyak daun jeruk
purut menunjukkan hasil yang meningkat seiring dengan kenaikan konsentrasi
minyak yang diberikan. Analisis data dengan Chi Square menunjukkan bahwa ada
hubungan antara pemberian berbagai konsentrasi minyak daun jeruk purut
terhadap jumlah nyamuk yang knockdown dengan nilai p < 0,05 sebesar 0,000.
Efektifitas antinyamuk elektrik daun jeruk purut terjadi pada konsentrasi 20% v/v
dalam etanol. Setiap konsentrasi minyak memiliki hasil yang berbeda signifikan
dengan kontrol positif (p < 0,05). Hasil analisis probit untuk mengetahui nilai
EC90 pada minyak daun jeruk purut sebesar 15,4% v/v dalam etanol.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah minyak daun jeruk purut (Citrus
hystrix) efektif sebagai antinyamukan terhadap nyamuk Aedes aegypti pada
konsentrasi 20% v/v dalam etanol dan memiliki nilai EC90 pada konsentrasi
15,4% v/v dalam etanol.
x
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Aktivitas
Antinyamuk Elektrik dengan Bahan Aktif Minyak Daun Jeruk Purut (Citrus
hystrix) terhadap Nyamuk Aedes aegypti”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi
salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) pada Fakultas
Kedokteran Universitas Jember.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. dr. Enny Suswati, M.Kes. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Jember atas segala fasilitas dan kesempatan yang diberikan selama menempuh
pendidikan kedokteran di Universitas Jember;
2. dr. Hairrudin, M. Kes dan dr. Ida Sri Surani selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang telah membimbing selama penulis menjadi mahasiswa;
3. dr. Wiwien Sugih Utami, M.Sc selaku Dosen Pembimbing I, Ibu Lidya
Ameliana, S.Si., Apt., M. Farm selaku Dosen Pembimbing II, dr. Edy Junaidi,
M.Sc selaku Dosen Penguji I, dan dr. M. Ihwan Narwanto, M.Sc selaku Dosen
Penguji II yang dengan penuh kesabaran telah meluangkan waktu, tenaga,
pikiran dan perhatian, serta memberikan bimbingan dan petunjuk dalam
penyusunan skripsi ini;
4. Seluruh staf pengajar dan karyawan/karyawati Fakultas Kedokteran Universitas
Jember atas bimbingan serta bantuannya;
5. Orang tuaku, Moh. Dhori dan Mahanani, serta adikku Amalia Rachmawati atas
segala kasih sayang, kesabaran, doa, pengertian, serta semangat yang luar biasa
selama ini;
6. Rekan-rekan kelompok penelitian, Ferdila dan Malfin yang senantiasa saling
mendukung dan berjuang bersama sampai akhir penelitian;
7. Keluarga besar Batu Raden 14, yang telah menggores tiap lembar hidupku
dengan sejuta warna-warni persahabatan;
xi
8. Seluruh sejawat Avicenna FK 2009, yang menjadi teman seperjuangan terhebat
selama tiga tahun ini;
9. Saudara-saudaraku di TBM VERTEX, yang telah memberikan semangat dan
menjadi keluarga di perantauan ini;
10. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas segala
bantuan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan
skripsi ini. Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Jember, 25 Oktober 2012 Penulis
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ……………………………………………… i
HALAMAN JUDUL ……………………………………………….... ii
HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………….. iii
HALAMAN MOTO ……………………………………………….... iv
HALAMAN PERNYATAAN ……………………………………..... v
HALAMAN PEMBIMBINGAN …………………………………… vi
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………..... vii
RINGKASAN ………………………………………………………… viii
PRAKATA …………………………………………………………… x
DAFTAR ISI ………………………………………………………… xii
DAFTAR TABEL …………………………………………………… xv
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………… xvi
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………... xvii
BAB 1. PENDAHULUAN …………………………………………... 1
1.1 Latar Belakang …………………………………….... 1
1.2 Perumusan Masalah ………………………………… 3
1.3 Tujuan ……………………………………………….. 3
1.3.1 Tujuan Umum ………………………………….. 3
1.3.2 Tujuan Khusus ………………………………….. 3
1.4 Manfaat Penelitian ………………………………….. 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………..... 4
2.1 Demam Berdarah Dengue ………………………….. 4
2.1.1 Etiologi ………………………………………...... 4
2.1.2 Nyamuk Aedes aegypti ………………………….. 5
2.1.3 Cara Penularan ………………………………...... 15
2.1.4 Epidemiologi ……………………………………. 15
xiii
2.1.5 Tanda dan Gejala Klinik …………….................... 16
2.1.6 Diagnosa Klinis …………………………………. 17
2.2 Insektisida ……………………………………………. 18
2.2.1 Klasifikasi Insektisida …………………………… 20
2.2.2 Aplikasi Insektisida ……………………………... 21
2.3 Jeruk Purut (Citrus hystrix) ……………………… 22
2.3.1 Morfologi ……………………………………… 22
2.3.2 Taksonomi ………………………………………. 23
2.3.3 Kandungan Kimia dan Manfaat Daun Jeruk Purut 23
2.4 Destilasi ……………………………………………… 28
2.4.1 Definisi Penyulingan …………………………… 28
2.4.2 Sistem Penyulingan ……………………………… 29
2.5 Kerangka Teori ……………………………………… 31
2.6 Kerangka Konseptual ……………………………….. 32
2.7 Hipotesis Penelitian ………………………………… 33
BAB 3. METODE PENELITIAN ………………………………….. 34
3.1 Jenis penelitian ……………………………………… 34
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ………………………. 34
3.3 Rancangan Penelitian ……………………………….. 34
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian …………………….. 35
3.4.1 Populasi ………………………………………….. 35
3.4.2 Sampel …………………………………………… 35
3.4.3 Besar Sampel ……………………………………. 36
3.5 Variabel Penelitian ………………………………….. 36
3.5.1 Variabel Bebas ………………………………….. 36
3.5.2 Variabel Terikat ………………………………… 36
3.5.3 Variabel Terkendali ……………………………... 36
3.6 Definisi Operasional ………………………………… 37
3.6.1 Minyak Jeruk Purut (Citrus hystrix) …………….. 37
3.6.2 Konsentrasi Minyak Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix) 37
3.6.3 Kontrol Positif dan Negatif…………….……………37
xiv
3.6.4 Kriteria Perhitungan Nyamuk …………………… 37
3.6.5 EC90 ……………………………………………… 37
3.7 Alat dan Bahan Penelitian ………………………….. 38
3.7.1 Alat Penelitian …………………………………... 38
3.7.2 Bahan Penelitian ………………………………… 38
3.8 Prosedur Penelitian ………………………………… 39
3.8.1 Cara Penyulingan Minyak Daun Jeruk Purut …… 39
3.8.2 Persiapan Larutan Uji …………………………… 39
3.8.3 Persiapan Sampel Nyamuk ……………………… 40
3.8.4 Perhitungan Massa Cairan yang Terpakai ………. 41
3.8.5 Tahap pengujian …………………………………. 41
3.9 Analisis Data …………………………………………. 42
3.10 Alur Penelitian ………………………………………. 43
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………... 44
4.1 Hasil Penelitian ……………………………………… 44
4.1.1 Hasil Perhitungn Massa yang Terpakai …………. 44
4.1.2 Potensi Minyak sebagai Antinyamuk
TerhadapNyamuk Aedes aegypti ………………… 45
4.2 Analisis Data ………………………………………… 47
4.3 Pembahasan …………………………………………. 48
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………….. 52
5.1 Kesimpulan ………………………………………….. 52
5.2 Saran …………………………………………………. 52
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………….. 53
LAMPIRAN …………………………………………………………. 59
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
3.8.2 Konsentrasi Minyak Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix)………….. 40
4.1.1 Massa Rata-rata Minyak yang Digunakan ………………………. 44
4.1.2. Perbedaan Efektivitas Antinyamuk dalam Berbagai Konsentrasi 45
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1.1 Virus Dengue ……………………………………………………. 5
B.1 Telur Aedes aegypti ……………………………………………….. 6
B.2 Larva Aedes aegypti ………………………………………………. 7
B.3 Pupa Aedes aegypti ……………………………………………….. 8
B.4 Nyamuk Dewasa Aedes aegypti ………………………………….. 10
C. Daur Hidup Nyamuk Aedes aegypti ……………………………….. 10
2.1.3 Penyebaran Infeksi Virus Dengue di Indonesia ………………… 16
2.3.1 Daun Jeruk Purut ………………………………………………… 23
C.1 Sitronelal ………………………………………………………….. 26
C.2 Sitronelol ………………………………………………………….. 27
C.3 Linalool ……………………………………………………………. 27
C.4 Geraniol …………………………………………………………… 28
2.5 Kerangka Teori ……………………………………………………. 31
2.6 Kerangka Konseptual ……………………………………………… 32
3.10 Alur Penelitian …………………………………………………… 43
4.1.3 Diagram Batang Persentase Jumlah Nyamuk Knockdown ……… 46
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
A. Analisis Data ………………………………………………………. 59
A.1 Uji Chi Square ………………………………………......... 59
A.2 Uji Mc Nemar ……………………………………………. 61
A.3 Uji Probit …………………………………………………. 64
B. Foto Penelitian …………………………………………………….. 67
B.1 Alat dan Bahan Penelitian ……………………………….. 67
B.2 Sampel Penelitian ………………………………………… 69
B.3 Kegiatan Penelitian ………………………………………. 69
C. Surat Keterangan ………………………………………………….. 71
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan
oleh virus dengue dengan vektor utamanya adalah Aedes aegypti (A. aegypti),
sedangkan vektor potensialnya adalah Aedes albopictus (DepKes RI, 2005). Di
Indonesia penyakit DBD berpotensi menjadi wabah atau Kejadian Luar Biasa
(KLB). Di wilayah DKI Jakarta, sepanjang tahun 2009 kasus DBD tertinggi
terjadi pada bulan April sebanyak 4.261 penderita, dengan 3 orang meninggal
(Depkes, 2009)
Nyamuk A. aegypti di samping sebagai vektor penyakit DBD juga
mengganggu kehidupan manusia karena nyamuk betina menggigit dan mengisap
darah terutama pada pagi hari antara pukul 08.00-12.00 dan sore hari pukul 15.00
- 17.00.
Nyamuk ini hidup secara domestik yaitu lebih senang tinggal di dalam
rumah daripada di luar rumah (Gandhahusada, 2000).
Untuk mengatasi masalah penyakit DBD telah banyak usaha dilakukan
antara lain dengan cara terapi spesifik dan pengembangan vaksin.
Usaha-usaha
tersebut sampai saat ini hasilnya masih belum memuaskan. Alternatif yang paling
memberi harapan untuk pemberantasan penyakit DBD adalah pengendalian
kepadatan populasi vektornya (Gandhahusada, 2000).
Upaya untuk mengendalikan perkembangan nyamuk A. aegypti telah
banyak dilakukan, antara lain dengan cara kimia, cara fisik dan pengendalian
hayati. Sampai sekarang pengendalian nyamuk masih dititikberatkan pada
penggunaan insektisida kimia. Akibat penggunaan insektisida yang berulang-
ulang menimbulkan masalah baru yaitu membunuh serangga yang bukan target
dan timbulnya resistensi vektor.
Nyamuk A. aegypti sudah toleran terhadap
insektisida kelompok piretroid sintetik (Damar, 1997).
Menurut Pesticide Action Network North America (PANNA, 2010)
praletrin pun termasuk piretroid sintetik yang dapat menyebabkan iritasi kulit dan
2
mata, kesemutan, mati rasa, pusing, diare, air liur berlebihan, otot berkedut dan
kejang. World Health Organization (WHO, 2002), menyatakan bahwa praletrin
menyebabkan mutagenesis terhadap sel ovarium hamster cina. Contoh piretroid
sintetik lain adalah d- aletrin dan permetrin yang berkontribusi dalam disfungsi
sistem reproduksi, gangguan mental dan kanker.
Indonesia yang kaya akan flora, mempunyai berbagai jenis tanaman yang
berpotensi sebagai obat-obatan ataupun bioinsektisida, termasuk sebagai repelan.
Tanaman yang mengandung minyak atsiri dapat digunakan sebagai obat penolak
serangga (daya repelan). Selama ini tanaman yang sering digunakan sebagai
antinyamuk antara lain sereh, kulit jeruk, bunga lavender, dll. Tanaman lain yang
berpotensi sabagai repelan adalah daun jeruk purut. Daun jeruk purut yang
biasanya digunakan sebagai bumbu masakan ternyata memiliki kandungan
minyak atsiri yang berpotensi sebagai repelan.
Berdasarkan penelitian (Dalimartha, 2000) daun jeruk purut mengandung
tanin 1,8%, steroid triterpenoid dan minyak atsiri 1,5% v/v, sedang kulit buah
mengandung saponin, tanin 1%, steroid triterpenoid dan minyak atsiri yang
mengandung sitrat 2-2,5% v/v. Kandungan utama daun jeruk purut adalah minyak
atsiri yang bisa mencapai kadar antara 2-3,5%. Beberapa jenis minyak atsiri dari
berbagai tumbuhan telah digunakan atau mempunyai aktivitas penolak serangga
(insect repellent) (Windono, 2003). Minyak atsiri daun jeruk purut mengandung
komponen utama antara lain sitronelal dengan jumlah 81,49%, sitronelol 8,22 %,
linalool 3,69% , dan geraniol 0,31% (Koswara, 2009). Senyawa-senyawa tersebut
yang diduga mampu memberikan efek insektisida.
Penelitian yang akan dilakukan meliputi uji aktivitas antinyamuk elektrik
dengan bahan aktif minyak daun jeruk purut (Citrus hystrix) terhadap nyamuk A.
aegypti. Antinyamuk dalam bentuk elektrik dipilih karena tidak menimbulkan
asap, dapat digunakan sebagai aroma terapi karena memiliki bau yang
menyenangkan serta tidak kontak langsung dengan kulit sehingga iritasi lebih
minimal.
3
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah aktivitas minyak daun jeruk purut dengan konsentrasi 1%,
5%, 10%, dan 20% sebagai antinyamuk elektrik terhadap nyamuk Aedes
aegypti?
2. Berapakah nilai EC90 (Effective Concentration) minyak daun jeruk purut
sebagai antinyamuk elektrik?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui adanya potensi antinyamuk minyak daun jeruk purut
(Citrus hystrix) sebagai antinyamuk elektrik terhadap nyamuk Aedes aegypti.
1.3.2 Tujuan khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah:
a. Mengetahui perbedaan aktivitas antinyamuk elektrik minyak daun jeruk
purut pada konsentrasi 1%, 5%, 10%, dan 20% .
b. Mencari nilai EC90 (Effective Concentration) minyak daun jeruk purut
(Citrus hystrix ) terhadap nyamuk A. aegypti.
1.4 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
1. Dapat dijadikan sebagai sumber informasi tentang aktivitas minyak daun
jeruk purut sebagai antinyamuk elektrik.
2. Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang potensi minyak daun
jeruk purut sebagai antinyamuk terhadap nyamuk A. aegypti.
3. Sebagai bahan perbandingan bagi penelitian tentang antinyamuk yang
lebih luas dan lebih dalam.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Demam Berdarah Dengue
Demam berdarah dengue (DBD) atau dengue hemorrhagic fever adalah
penyakit virus yang ditularkan oleh nyamuk yang saat ini menjadi perhatian utama
masyarakat karena merupakan satu dari beberapa penyakit menular yang menjadi
masalah kesehatan di dunia terutama negara berkembang.
2.1.1 Etiologi
DBD disebabkan oleh satu dari empat bahan antigenik (virus) yang dikenal
dengan berbagai serotipe 1-4 (DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4) dari genus
Flavivirus, famili Flaviridae. Virus ini terdapat dalam darah penderita 1-2 hari
sebelum demam. Virus ini terdapat dalam darah penderita (viremia) selama 4-7 hari.
Infeksi dengan satu dari empat serotipe ini tidak menimbulkan kekebalan (protektif)
silang. Orang yang tinggal di daerah endemik dapat tertular oleh empat jenis virus
sepanjang waktu. Infeksi dengan satu serotipe virus akan menghasilkan reaksi
kekebalan yang lama terhadap virus itu, tetapi tidak terhadap serotipe yang lain
Sejauh ini di Indonesia dikenal dua jenis vektor DBD yaitu nyamuk Aedes
aegypti dan A. albopictus. Siklus normal infeksi DBD terjadi antara manusia –
nyamuk Aedes – manusia. Sumber penularan berasal dari darah penderita yang telah
dihisap oleh nyamuk betina baru kemudian dapat menularkan virus DBD setelah
melewati masa inkubasi 8-10 hari yang membuat virus mengalami replikasi
(perbanyakan) dan penyebaran yang berakhir pada infeksi saluran kelenjar ludah
sehingga nyamuk menjadi tertular selama hidupnya.
5
Gambar 2.1.1 Virus Dengue (Malavige et al., 2004)
2.1.2 Nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti termasuk dalam kelas serangga yang menggangu
manusia melalui gigitannya. Nyamuk ini merupakan vektor utama dari virus dengue
yang menyebabkan penyakit demam berdarah dengue (DBD).
A. Taksonomi
Aedes aegypti di dalam sistem nomenklatur diklasifikasikan sebagai
berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Subphylum : Unimaria
Kelas :Insecta
Ordo : Diptera
Sub-ordo : Nematocera
Superfamili : Culicoidea
Famili : Culicidae
Sub-famili : Culicinae
Genus : Aedes
Spesies : Aedes aegypti (Gandahusada, 2000)
6
B. Morfologi
1. Telur
Karakteristik telur Aedes adalah berbentuk bulat pancung yang mula-mula
berwarna putih kemudian berubah menjadi hitam. Telur tersebut diletakkan secara
terpisah di permukaan air untuk memudahkannya menyebar dan berkembang menjadi
larva di dalam media air. Media air yang dipilih untuk tempat peneluran adalah air
bersih yang stagnan (tidak mengalir) (Mortimer, 1998).
Telur nyamuk Aedes aegypti berbentuk oval memanjang, warna hitam, ukuran
0,5-0,8 mm, permukaan poligonal, tidak memilki alat pelampung, dan diletakkan satu
per satu pada benda-benda yang terapung atau pada dinding bagian dalam tempat
penampungan air yang berbatasan langsung dengan permukaan air. Dilaporkan
bahwa dari telur yang dilepas, sebanyak 85% melekat di dinding tempat
penampungan air, sedangkan 15% lainnya jatuh ke permukaan air (Soegijanto, 2006).
Gambar B.1 Telur Aedes aegypti (Sumber: CDC, 2005)
2. Larva
Larva nyamuk semuanya hidup di air yang stadiumnya terdiri atas empat
instar. Keempat instar itu dapat diselesaikan dalam waktu 4 hari – 2 minggu
tergantung keadaan lingkungan seperti suhu air dan persediaan makanan. Ada empat
7
tingkatan (instar) larva Aedes aegypti, masing-masing tingkatan mempunyai ciri-ciri
dan ketahanan yang berbeda. Tingkatan larva tersebut adalah sebagai berikut:
1) Larva instar I berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm atau 1-2 hari setelah telur
menetas, duri-duri (spinae) pada dada belum jelas dan corong pernafasan pada
siphon belum jelas.
2) Larva instar II berukuran 2,5 – 3,5 mm atau 2-3 hari setelah telur menetas, duri-
duri belum jelas, corong kepala mulai menghitam.
3) Larva instar III berukuran 4-5 mm atau 3-4 hari setelah telur menetas, duri-duri
dada mulai jelas dan corong pernafasan berwarna coklat kehitaman.
4) Larva instar IV berukuran paling besar yaitu 5-6 mm atau 4-6 hari setelah telur
menetas, dengan warna kepala gelap (Wahyuni, 2005).
Gambar B.2 Larva Aedes aegypti (Sumber: Cutwa et al., 2008)
3. Pupa
Sebagaimana larva, pupa juga membutuhkan lingkungan akuatik (air). Pupa
adalah fase inaktif yang tidak membutuhkan makan, dan gerakannya lebih lincah
daripada larva. Pupa juga tetap membutuhkan oksigen untuk bernapas maka dari itu
posisi pupa pada saat istirahat sejajar dengan permukaan air. Untuk keperluan
pernapasannya pupa berada di dekat permukaan air. Lama fase pupa tergantung
8
dengan suhu air dan spesies nyamuk yang lamanya dapat berkisar antara satu hari
sampai beberapa minggu.
Pupa nyamuk A. aegypti bentuk tubuhnya bengkok, dengan bagian kepala
dada (cephalothorax) lebih besar bila dibandingkan dengan bagian perutnya,
sehingga tampak sepert tanda baca “koma”. Pada bagian punggung (dorsal) dada
terdapat alat bernapas seperti terompet. Pada ruas perut ke-8 terdapat sepasang alat
pengayuh yang berguna untuk berenang. Alat pengayuh tersebut berjumbai panjang
dan bulu dinomor 7 pada ruas perut ke-8 tidak bercabang (Soegijanto, 2006).
Gambar B. 3 Pupa Aedes aegypti (Sumber: Cutwa et al., 2008)
4. Nyamuk Dewasa
Nyamuk A. aegypti dikenal dengan sebutan black white mosquito atau tiger
mosquito karena tubuhnya memiliki ciri khas yaitu adanya garis-garis dan bercak-
bercak putih keperakan di atas dasar warna hitam. Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus memiliki morfologi yang sangat mirip, namun bila dilihat dengan lebih
teliti masing-masing nyamuk memiliki ciri khas. Nyamuk A. aegypti ciri khas yang
utama adalah ada dua garis lengkung yang berwarna putih keperekan di kedua sisi
lateral dan dua buah garis putih sejajar digaris median dari punggungnya yang
berwarna dasar hitam (lyre shaped marking) menyerupai bentuk harpa. Nyamuk A.
9
albopictus pada bagian mesonotum/punggung terdapat gambaran garis tebal putih
yang memanjang. (Soegijanto, 2006).
Nyamuk yang telah keluar dari selongsong pupa akan diam beberapa saat di
selongsong pupa untuk mengeringkan sayapnya. Perbedaan nyamuk betina dan jantan
dapat dilihat dari ukuran palpa dan jumlah bulu dari antena. Ukuran palpa pada
nyamuk betina lebih pendek daripada nyamuk jantan. Bulu antena pada nyamuk
jantan lebat (plumosa) sedangkan nyamuk betina pendek dan jarang (pilosa).
Proboscis halus dan panjang yang melebihi panjang kepala, gunanya untuk mengisap
dan menusuk. Pada nyamuk betina proboscis dipakai sebagai alat untuk menghisap
darah, sedangkan pada nyamuk jantan untuk menghisap bahan-bahan cair seperti
cairan tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, dan juga keringat (Natadisastra, 2009).
Nyamuk A. aegypti yang berjenis kelamin betina merupakan nyamuk yang
berpotensi sebagai vektor virus dengue. Nyamuk betina dewasa menghisap darah
manusia pada siang hari,baik di dalam rumah atau di luar rumah. Untuk menjadi
kenyang, nyamuk betina memerlukan 2-3 kali hinggap dan menghisap darah (multiple
bitter). Pengisapan darah dilakukan dari pagi sampai petang dengan dua puncak
waktu yaitu setelah matahari terbit (jam 08.00-12.00) dan sebelum matahari terbenam
(jam 15.00-17.00). Umur nyamuk betina dewasa di alam bebas kira-kira 10 hari,
sedangkan di laboratorium mencapai umur 2 bulan. A.aegypti dengan bantuan angin
mampu terbang sejauh radius 2 kilometer, walaupun umumnya jarak terbangnya
pendek, yaitu kurang lebih 40 meter (Natadisastra, 2009).
Secara umum nyamuk Aedes aegypti sebagaimana serangga lainnya
mempunyai tanda pengenal sebagai berikut :
a. Terdiri dari tiga bagian, yaitu : kepala, dada, dan perut.
b. Pada kepala terdapat sepasang antena yang berbulu dan moncong yang
panjang (proboscis) untuk menusuk kulit hewan/manusia dan menghisap
darahnya.
c. Pada dada ada 3 pasang kaki yang beruas serta sepasang sayap depan dan
sayap belakang yang mengecil yang berfungsi sebagai penyeimbang (halter)
10
Gambar B. 4 Nyamuk dewasa Aedes aegypti (Sumber: Cutwa et al., 2008)
C. Daur Hidup
Nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna yaitu dari telur,
jentik, kepompong sampai menjadi nyamuk. Stadium telur, jentik, dan kepompong
hidup di dalam air. Telur akan menetas menjadi jentik biasanya berlangsung selama
6-8 hari, dan stadium pupa (kepompong) berlangsung selama 2-4 hari. Pupa menjadi
nyamuk selama 2 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa mencapai 9-
10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 minggu (Depkes RI, 2004).
Gambar C. Daur Hidup Nyamuk Aedes aegypti (Sumber: Hopp and Foley, 2001)
11
D. Tempat Perkembangbiakan
Kehidupan nyamuk Aedes aegypti dipengaruhi oleh lingkungan fisik maupun
lingkungan biologik. Lingkungan merupakan tempat interaksi vektor penular
penyakit DBD dengan manusia yang dapat mengakibatkan terjadinya penyakit DBD.
Lingkungan fisik mempengaruhi kehidupan nyamuk antara lain ketinggian tempat,
curah hujan, temperatur dan kecepatan angin. Ketinggian 1.000 meter di atas
permukaan laut tidak ditemukan nyamuk Aedes aegypti karena pada ketinggian
tersebut suhu terlalu rendah sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk
(Depkes RI, 1998).
Tempat perindukan utama Aedes aegypti adalah tempat-tempat berisi air
bersih yang berdekatan letaknya dengan rumah penduduk, biasanya tidak melebihi
jarak 500 meter dari rumah. Tempat perindukan tersebut dapat berupa:
1) Tempat perindukan buatan manusia seperti, tempayan atau gentong tempat
penyimpanan air minum, bak mandi, jambangan atau pot bunga, kaleng, botol,
drum, ban mobil yang terdapat di halaman rumah atau di kebun yang berisi air
hujan.
2) Tempat perindukan alamiah seperti, kelopak daun tanaman (keladi, pisang),
tempurung kelapa, tonggak bambu, dan lubang yang berisi air hujan
(Gandahusada, 2000).
E. Pengendalian Nyamuk
Pengendalian terhadap nyamuk Aedes aegypti merupakan cara yang saat ini
dipikirkan dalam penanggulangan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk ini, karena
sampai saat ini masih belum ditemukan obat anti virus yang efektif maupun vaksin
yang dapat melindungi diri terhadap infeksi virus. Tujuan pengendalian vektor utama
adalah untuk menurunkan kepadatan populasi nyamuk A. aegypti sampai serendah
mungkin sehingga kemampuan sebagai vektor penyakit menurun (Soegijanto, 2006).
Berhubung hingga saat ini belum ditemukan obat untuk membunuh virus
dengue dan vaksin antidengue. Salah satu cara untuk melawan serangan virus dengue
adalah memutus rantai penularan penyakit DBD. Cara pencegahannya masih tetap
12
selama vaksin yang ampuh belum ditemukan, yaitu membasmi nyamuk Aedes
(Rahayu, 2008). Kegiatan pengendalian vektor DBD dapat dilakukan dengan empat
cara, yaitu:
1) Pengendalian lingkungan
Langkahnya terdiri dari pengendalian terhadap nyamuk dewasa dan
pradewasa. Pada prinsipnya pengelolaan lingkungan ini adalah mengusahakan agar
kondisi lingkungan menjadi tidak atau kurang disenangi oleh nyamuk sehingga umur
nyamuk berkurang dan tidak mempunyai kesempatan untuk menularkan penyakit
atau mengusahakan agar penularan virus dengue terhadap nyamuk dan manusia
berkurang. Usaha pada nyamuk dewasa dapat dilakukan dengan cara menambah
pencahayaan ruangan dalam rumah, lubang ventilasi, mengurangi tanaman perdu,
tidak membiasakan menggantungkan pakaian di kamar, memakai kelambu serta
memasang kawat kasa. Untuk pengendalian terhadap nyamuk pradewasa pengelolaan
lingkungan tempat perindukan ini adalah usaha untuk menghalangi nyamuk
meletakkan telurnya atau menghalangi proses perkembangbiakan nyamuk (Dinata,
2008).
Langkah nyata pengendalian terhadap nyamuk pradewasa salah satunya
dengan melakukan Pembersihan Sarang Nyamuk (PSN). PSN sabagai suatu tindakan
mekanik mempunyai tujuan pokok, yaitu mengurangi sumber/sarang nyamuk
(source reduction) agar populasinya dalam kepadatan minimal. Tindakan yang
dilakukan pada dasarnya ialah pemberantasan jentik atau mencegah agar nyamuk
tidak dapat berkembang biak. Cara – cara PSN yang paling umum dilakukan adalah:
a. Menguras bak mandi dan tempat – tempat penampungan air sekurang –
kurangnya seminggu sekali. Ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa
perkembangan telur menjadi nyamuk selama 7 – 10 hari.
b. Menutup rapat tempat penampungan air seperti tempayan, drum dan tempat
air lain, menutup lubang – lubang pada bambu pagar dan lubang pohon dengan
tanah, serta membersihkan air yang tergenang di atap rumah.
13
c. Membersihkan pekarangan dan halaman rumah dari barang – barang bekas
seperti kaleng bekas dan botol pecah sehingga tidak menjadi sarang nyamuk
( Rahmawati, 2009).
2) Pengendalian secara kimia
Pengendalian secara kimia yakni berupa pengendalian vektor dengan bahan
kimia, baik bahan kimia sebagai racun, sebagai bahan penghambat pertumbuhan
ataupun sebagai hormon. Penggunaan bahan kimia untuk pengendalian vektor harus
mempertimbangkan kerentanan terhadap pestisida yang digunakan, bisa diterima
masyarakat, aman terhadap manusia dan organisme lainnya, stabilitas dan aktivitas
pestisida, dan keahlian petugas dalam penggunaan pestisida (Dinata, 2007). Perlu
dipertimbangkan juga resiko timbulnya resistensi vektor yang juga dapat diturunkan
pada keturunannya (Rahayu, 2008).
Cara ini dapat dilakukan untuk nyamuk dewasa maupun larva. Untuk
nyamuk dewasa saat ini dilakukan pengasapan (thermal fogging) atau pengabutan
(colg fogging = Ultra low volume). Pemberantasan nyamuk dewasa tidak dengan
menggunakan penyemprotan pada dinding (residual spraying) karena nyamuk Aedes
tidak suka hinggap pada dinding, melainkan pada benda – benda yang tergantung
seperti kelambu dan pakaian yang tergantung. Untuk pemakaian di rumah tangga
dipergunakan berbagai jenis insektisida yang disemprotkan ke dalam kamar atau
ruangan, misalnya golongan organofosfat atau pyrethroid syntetic. Untuk
pemberantasan larva bisa menggunakan abate 1% SG (Soluble Granule). Cara ini
biasanya digunakan dengan menaburkan abate ke dalam tempat penampungan air
seperti bak mandi, tempayan, dan drum diharapkan dapat mencegah jentik nyamuk
timbul (Safitri, 2009).
3) Pengendalian cara radiasi
Pengendalian nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor penyakit DBD dapat
dilakukan dengan Teknik Serangga Mandul (TSM). Teknik ini merupakan sistem
pengendalian nyamuk yang menggunakan nyamuk itu sendiri sebagai pengendali.
Usaha ini bertujuan untuk mengendalikan atau menekan populasi Aedes aegypti pada
14
habitatnya dengan TSM. Nyamuk yang digunakan sebagai pengendali pada TSM
adalah nyamuk jantan yang sudah dimandulkan dengan teknologi nuklir. Pelaksanaan
TSM dengan cara melepaskan nyamuk ke alam bebas (lapangan atau ke rumah-
rumah) dengan jumlah sekitar sembilan kali populasi lapang yang diawali dengan
survey populasi (lokasi), serta diakhiri dengan evaluasi populasi dan kasus DBD
(Rahayu, 2008). Nyamuk jantan tetap dapat berkopulasi, namun nyamuk betina tidak
dapat menghasilkan telur yang fertil (Rahmawati, 2009).
4) Pengendalian secara biologis
Cara ini menggunakan agen biologik lain atau produknya yang dapat
mematikan nyamuk dewasa atau jentik Aedes aegypti, baik dari golongan
mikroorganisme, hewan invertebrata atau hewan vertebrata. Sebagai pengendali
hayati, kelompok makhluk hidup tersebut dapat berperan sebagai patogen, parasit
atau pemangsa. Beberapa jenis ikan seperti ikan kepala timah (Panchax panchax),
mujair (Cyprinus carpio) dan ikan gabus (Gambusia affinis) adalah pemangsa yang
cocok untuk larva nyamuk, tetapi kurang cocok untuk semua tempat perindukan
Aedes aegypti. Beberapa jenis cacing nematoda seperti Romarnomersis iyengati dan
Romarnomersis culiciforax merupakan parasit pada larva nyamuk, tetapi juga kurang
sesuai untuk semua tempat perindukan Aedes aegypti (Soegijanto, 2004).
Pengendalian hayati dapat juga dengan memanfaatkan tanaman antinyamuk
(insektisida hidup pengusir nyamuk). Kemampuan jenis tanaman ini sebagai pengusir
nyamuk bisa dianggap istimewa. Penyebabnya adalah bau menyengat yang keluar
dari tanaman ini. Bau menyengat inilah yang diduga tidak disukai serangga.
Penggunaan tanaman ini cukup mudah, yaitu cukup diletakkan didalam ruangan atau
ditanam di pekarangan rumah. Contoh tanaman hidup pengusir nyamuk adalah
lavender, zodia, serai wangi, akar wangi dan geranium (Rahmawati, 2009).
Cara – cara pengendalian vektor DBD tersebut ternyata tidak 100%
memuaskan. Karena itu konsep pengendalian terpadu dengan melibatkan semua cara
dapat diterapkan sesuai situasi dan kondisi biologis, bionomis, ekologi vektornya,
15
serta mempertimbangkan keuntungan dan kerugiannya, baik dari segi biaya ataupun
pengaruhnya terhadap kualitas lingkungan hidup (Dinata, 2008; Rahmawati, 2009).
2.1.3 Cara Penularan
Cara penularan virus DBD adalah melalui tusukan stilet nyamuk Aedes betina
terhadap inang penderita DBD. Nyamuk Aedes yang bersifat antropofilik lebih
menyukai menghisap darah manusia dibandingkan dengan darah hewan. Darah yang
diambil dari inang yang menderita sakit mengandung virus DBD, kemudian
berkembang biak di dalam tubuh nyamuk sekitar 8 -10 hari. Setelah itu nyamuk
sudah terinfeksi virus DBD dan efektif menularkan virus. Apabila nyamuk terinfeksi
itu menggigit inang (manusia) untuk mengisap cairan darah, maka virus yang berada
di dalam air liurnya masuk ke dalam sistem aliran darah manusia. Setelah mengalami
masa inkubasi sekitar empat sampai enam hari, penderita akan mulai mendapat
demam yang tinggi.
A. aegypti mempunyai kemampuan untuk menularkan virus terhadap
keturunannya secara transovarial atau melalui telurnya (Yulfi, 2006). Hasil penelitian
lain melaporkan bahwa hanya A. albopictus yang mampu menularkan virus melalui
keturunanya sementara A. aegypti tidak. Keturunan nyamuk yang menetas dari telur
nyamuk terinfeksi virus DBD secara outomatis menjadi nyamuk terinfeksi yang dapat
menularkan virus DBD kepada inangnya yaitu manusia (Roche, 2002).
2.1.4 Epidemiologi
A. aegypti tersebar luas di seluruh Indonesia meliputi semua provinsi yang
ada. Walaupun spesies ini ditemukan di kota-kota pelabuhan yang penduduknya
padat, namun spesies nyamuk ini juga ditemukan di daerah pedesaan yang terletak di
sekitar kota pelabuhan. Penyebaran A. aegypti dari pelabuhan ke desa disebabkan
karena larva A. aegypti terbawa melalui transportasi yang mengankut benda-benda
berisi air hujan pengandung larva spesies ini.
16
Walaupun nyamuk ini umurnya pendek, yaitu kira-kira 10 hari, tetapi dapat
menularkan virus yang masa inkubasinya antara 3-10 hari (Natadisastra, 2009).
Gambar 2.1.3 Penyebaran infeksi virus dengue di Indonesia (Sumber: Depkes RI, 2009)
2.1.5 Tanda dan Gejala Klinik
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan laboratorium.
1. Kriteria Klinis
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus
selama 2-7 hari.
b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan : uji torniket positif, peteki,
ekimosis, purpura, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis
dan malena.
Uji torniket dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan tekanan darah.
Selanjutnya diberikan tekanan di antara sistolik dan diastolik pada alat pengukur yang
dipasang pada lengan di atas siku, tekanan ini diusahakan konsisten selama
percobaan. Setelah dilakukan tekanan selama 5 menit, diperhatikan timbulnya peteki
pada seluruh volar di lengan bawah. Pembacaan dilakukan setelah bendungan dilepas
selama 15 menit. Uji dinyatakan positif apabila didapat lebih dari 20 peteki.
c. Pembesaran hati (hepatomegali).
d. Syok (renjatan), ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan gelisah (WHO, 1997).
17
2. Kriteria Laboratorium
a. Trombositopeni ( < 100.000 sel/ml)
b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih.
Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat yaitu:
a. Derajat I. Demam disertai dengan gejala umum nonspesifik seperti nyeri
kepala, mialgia, artralgia, satu-satunya manifestasi perdarahan ditunjukkan
melalui uji torniket yang positif.
b. Derajat II. Selain manifestasi yang dialami pasien derajat I, perdarahan
spontan juga terjadi, biasanya dalam bentuk perdarahan kulit dan atau perdarahan
lainnya.
c. Derajat III. Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai
hepatomegali dan ditemukan gejala-gejala kegagalan sirkulasi meliputi nadi yang
cepat dan lemah, tekanan nadi menurun atau hipotensi disertai kulit lembab dan
dingin serta gelisah.
d. Derajat IV. Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai
hepatomegali dan ditemukan gejala syok (renjatan) yang sangat berat dengan
tekanan darah dan denyut nadi yang tidak terukur (WHO, 1997).
2.1.6 Diagnosa Klinis
Infeksi virus dengue dapat asimptomatis atau dapat menimbulkan demam
dengue atau demam berdarah dengue.
a) Demam Dengue (DD)
Demam dengue merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai
dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
- Nyeri kepala
- Nyeri retro-orbital mialgia/artralgia
- Ruam kulit
- Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bending positif)
- Leukopeni
18
- Pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan pasien DD/DBD
yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama (Suhendro,
dkk., 2009)
b) Demam Berdarah Dengue (DBD)
Demam berdarah dengue berbeda dengan demam dengue. Perbedaan ini
ditemukan adanya kebocoran plasma pada DBD. DBD dapat ditegakkan
bila semua hal di bawah ini terpenuhi :
- Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik
- Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
Uji bendung positif
Peteki, ekimosis, atau purpura
Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi),
atau perdarahan dari tempat lain
Hematemesis atau melena
- Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ul)
- Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocora plama)
sebagai berikut:
Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan
umur dan jenis kelamin
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi caiaran,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya
- Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, atau hipoproteinemia
(Suhendro, dkk., 2009)
2.2 Insektisida
Insektisida adalah bahan yang mengandung persenyawaan kimia yang
digunakan untuk membunuh serangga Insektisida yang baik (ideal) mempunyai sifat
sebagai berikut :
19
1. Mempunyai daya bunuh yang besar dan cepat serta tidak berbahaya bagi
binatang vertebrata termasuk manusia dan ternak.
2. Harganya murah dan mudah didapat dalam jumlah yang besar.
3. Mempunyai susunan kimia yang stabil dan tidak mudah terbakar.
4. Mudah digunakan dan dapat dicampur dengan berbagai macam bahan pelarut.
5. Tidak berwarna dan tidak berbau yang tidak menyenangkan (Gandahusada,
2006).
Menurut cara masuknya insektisida ke dalam tubuh serangga dapat dibagi
menjadi tiga kelompok sebagai berikut:
a. Racun lambung (racun perut)
Racun lambung atau racun perut adalah insektisida yang membunuh serangga
sasaran dengan cara masuk ke pencernaan melalui makanan yang dimakan.
Insektisida akan masuk ke organ pencernaan serangga dan diserap oleh dinding usus
kemudian ditranslokasikan ke tempat sasaran yang mematikan sesuai dengan jenis
bahan aktif insektisida, misalkan menuju ke pusat syaraf serangga, menuju ke organ-
organ respirasi, meracuni sel-sel lambung dan sebagainya. Oleh karena itu, serangga
harus memakan tanaman yang sudah disemprot insektisida yang mengandung residu
dalam jumlah yang cukup untuk membunuh (Elfahmi, 2011).
b. Racun kontak
Racun kontak adalah insektisida yang masuk ke dalam tubuh serangga melalui
kulit, celah/lubang alami pada tubuh (trakea) atau langsung mengenai mulut
serangga. Serangga akan mati apabila bersinggungan langsung (kontak) dengan
insektisida tersebut. Kebanyakan racun kontak juga berperan sebagai racun perut
(Elfahmi, 2011).
c. Racun pernafasan
Racun pernafasan adalah insektisida yang masuk melalui trakea serangga
dalam bentuk partikel mikro yang melayang di udara. Serangga akan mati bila
menghirup partikel mikro insektisida dalam jumlah yang cukup. Kebanyakan racun
pernafasan berupa gas, asap, maupun uap dari insektisida cair (Elfahmi, 2011).
20
2.2.1 Klasifikasi Insektisida
Insektisida dapat diklasifikasikan berdasarkan rumus kimia :
1. Organoklorin, golongan ini terdiri atas ikatan karbon, klorin, dan hidrogen.
Insektisida ini sedikit digunakan di negara berkembang karena secara kimia
insektisida organoklor adalah senyawa yang tidak reaktif, memiliki sifat yang
tahan atau persisten, baik dalam tubuh maupun dalam lingkungan, memiliki
kelarutan sangat tinggi dalam lemak dan memiliki kemampuan terdegradasi yang
lambat. Contoh dari kelompok ini adalah DDT (Dichloro Diphenyl
Trichlorethane) dan linden (Soemirat, 2003).
2. Organofosfat, golongan ini terdiri dari ikatan karbon dan fosfatida
organofosfat sering disebut insektisida antikolinesterase karena mempunyai efek
yang sama dalam sistem syaraf (perifer dan pusat). Contoh dari kelompok ini
adalah DEET (N,N-Diethyl-meta-toluamide) (Soemirat, 2003).
3. Karbamat, memiliki cara kerja yang sama dengan organofosfat yaitu
insektisida antikolinesterase, tapi keduanya mempunyai ikatan dan struktur kimia
yang berbeda.
4. Piretroid
a. Piretroid Alam
Piretrum adalah insektisida alami, yang merupakan ekstrak dari bunga
Chrysantemum, Phyretrum cinerariaefollium (Dalmantian insect flower).
Insektisida ini sudah lama dikenal dan sangat efektif.
b. Piretroid Sintetik
Sintetis ester dapat dibagi menjadi dua sub golongan yang didasarkan pada
struktur dan gejala keracunan. Yang pertama adalah tipe Alletrin, Tetrometrin,
Praletrin, dan Phenotrin dimana efek yang dihasilkan menyerupai efek DDT.
Tipe yang kedua adalah semua ester mengandung sianida, seperti Fenvolerat,
Deltametrin, dan Cifenometrin (Soemirat, 2003).
21
2.2.2 Aplikasi Insektisida
Beberapa cara penggunaan insektisida antara lain:
1. Penyemprotan (Spraying)
Penyemprotan merupakan metode aplikasi yang paling banyak digunakan.
Diperkirakan 75% pestisida di dunia paling banyak diaplikasikan dengan cara
disemprotkan, baik secara konvesional di darat (ground spraying) maupun di udara
(aerial spraying). Cairan yang disemprotkan dapat berupa larutan, emulsi atau
suspensi. Dalam penyemprotan, larutan pestisida akan dipecah menjadi butiran
semprot yang selanjutnya akan didistribusikan ke bidang sasaran penyemprotan
(Djojosumarto, 2008).
2. Cara Pengasapan/Fogging
Aplikasi dengan pengasapan, menggunakan alat pengasap yang sering disebut
swing fog. Hanya digunakan untuk insektisida yang dapat dicampur dengan minyak
tanah / solar sehingga akan membentuk droplet yang berbentuk asap. Cara
pengasapan ini cukup efektif, terutama untuk pengendalian Organisme Pengganggu
Tanaman (OPT) di ruang tertutup atau gudang. Apabila cara pengasapan ini akan
digunakan di pertanaman terbuka, maka pelaksanaannya sebaiknya pada saat pagi
hari sebelum banyak angin (Tarumingkeng, 2011).
3. Aerosol
Sebenarnya aerosol mirip dengan fogging tetapi tidak menggunakan
pemanasan. Aerosol banyak digunakan pada aplikasi insektisida rumah tangga dan
pengendalian vektor penyakit (Djojosumarto, 2008).
4. Cara Fumigasi
Aplikasi bersifat gas (fumigan) dengan cara fumigasi, pada umumnya
dilakukan untuk pengendalian hama gudang, tetapi dapat juga untuk nematoda di
dalam tanah. Fumigasi tanah dilakukan dengan cara suntikan, semprotan dengan
traktor yang dilengkapi alat penyemprot dan pembalik tanah, atau melalui siraman
bahan fumigasi (fumigan) ke dalam parit-parit lahan yang akan difumigasi, tanah
ditutup plastik lalu gas dialirkan melalui pipa-pipa khusus (Djojosumarto, 2008).
22
5. Cara Penghembusan (Dusting)
Cara penghembusan biasanya dilakukan terhadap pestisida formulasi tepung
hembus atau debu ( dust), dengan menggunakan alat penghembus (duster)
(Djojosumarto, 2008).
6. Cara penaburan
Aplikasi pestisida dengan cara penaburan (soil incorporation) pada umumnya
dilakukan untuk pestisida formulasi butiran /granul, yang bersifat sistemik dengan
sasaran yang hidup di dalam jaringan tanaman atau di dalam tanah (Djojosumarto,
2008).
2.3 Jeruk Purut (Citrus hystrix)
2.3.1 Morfologi
Jeruk purut adalah salah satu anggota suku jeruk-jerukan, Rutacea, dari jenis
Citrus. Nama latinnya adalah Citrus hystrix. Buahnya tidak umum dimakan, karena
tidak enak rasanya. Banyak mengandung asam dan berbau wangi agak keras. Tinggi
pohonnya antara 2 dan 12 meter. Batangnya agak kecil, bengkok atau bersudut dan
bercabang rendah. Batang yang telah tua berbentuk bulat, berwarna hijau tua, dapat
polos atau berbintik-bintik (Koswara, 2009).
Daun jeruk purut berwarna hijau kekuningan dan berbau sedap. Bentuknya
bulat dengan ujung tumpul dan bertangkai. Tangkai daun bersayap lebar, sehingga
hampir menyerupai daun. Daun ini banyak dipakai untuk bumbu macam-macam
masakan (Dalimartha, 2000).
Buahnya lebih kecil dari kepalan tangan, bentuknya seperti buah pir, tetapi
banyak tonjolan dan berbintil. Kulit buahnya tebal dan berwarna hijau. Buah yang
matang benar berwarna sedikit kuning. Warna daging buahnya hijau kekuningan,
rasanya sangat masam dan agak pahit (Koswara, 2009).
Kulit buah jeruk purut berkhasiat sebagai antibakteri karena mengandung
minyak atsiri. Buah jeruk purut banyak digunakan untuk menghilangkan bau ikan,
pewangi pada tepung tawar dan pencuci rambut. Komposisi minyak atsiri umumnya
23
terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur karbon
(C), hidrogen (H), dan oksigen (O) serta beberapa persenyawaan kimia yang
mengandung unsur nitrogen (N) dan belerang (S) (Ketaren, 1985).
Gambar 2.3.1 Daun Jeruk Purut
(Sumber: Winarni, 2011)
2.3.2 Taksonomi
Klasifikasi dari jeruk purut :
Divisio : Spermathophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Geraniales
Famili : Rutaceae
Genus : Citrus
Spesies : Citrus hystrix D. C. (Hutapea, 1993)
2.3.3 Kandungan Kimia dan Manfaat Daun Jeruk Purut
A. Tanin
Tanin merupakan salah satu zat anti nutrisi yang terkandung dalam beberapa
bahan pakan seperti pada leguminosa dan biji-bijian. Tanin terbagi kedalam dua
24
kelompok besar yaitu tanin terhidrolisa dan tanin terkondensasi. Penggunaan tanin
secara berlebihan tentunya akan memberikan efek negatif seperti penurunan
konsumsi dan penurunan tingkat pertumbuhan. Hal ini dapat terjadi karena tanin
menghambat penyerapan protein yang tersedia sehingga tidak bisa digunakan
(Healthlink, 2000).
Tanin juga memiliki aktivitas antibakteri. Efek antibakteri tanin antara lain
melalui reaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim, dan destruksi atau inaktivasi
fungsi materi genetik, secara garis besar mekanisme yang diperkirakan adalah sebagai
berikut toksisitas tanin dapat merusak membran sel bakteri, senyawa astringen tanin
dapat menginduksi pembentukan kompleks senyawa ikatan terhadap enzim atau
subtrat mikroba dan pembentukan suatu kompleks ikatan tanin terhadap ion logam
yang dapat menambah daya toksisitas tanin itu sendiri. Tanin diduga dapat
mengkerutkan dinding sel atau membran sel sehingga mengganggu permeabilitas sel
itu sendiri. Akibat terganggunya permeabilitas,sel tidak dapat melakukan aktivitas
hidup sehingga pertumbuhannya terhambat atau bahkan mati (Healthlink, 2000).
B. Steroid triterpenoid
Triterpenoid adalah senyawa metabolit sekunder yang kerangka karbonnya
berasal dari enam satuan isoprena dan diturunkan dari hidrokarbon C 30 asiklik ,
yaitu skualena. Senyawa ini berbentuk siklik atau asiklik dan sering memiliki gugus
alkohol, aldehida, atau asam karboksilat (Widiyati, 2006).
Steroid adalah suatu golongan senyawa triterpenoid yang mengandung inti
siklopentana. Dahulu sering digunakan sebagai hormon kelamin, asam empedu, dll.
Tetapi pada tahun-tahun terakhir ini makin banyak senyawa steroid yang ditemukan
dalam jaringan tumbuhan. Tiga senyawa yang biasa disebut fitosterol terdapat pada
hampir setiap tumbuhan tinggi yaitu sitosterol, stigmasterol, dan kampesterol
(Robinson, 1995)
Senyawa steroid triterpenoid bebas merupakan salah satu kandungan metabolit
sekunder yang banyak digunakan sebagai obat antara lain untuk mengobati gangguan
kulit, diabetes, gangguan menstruasi, malaria, kerusakan hepar, antifungi, antibakteri
25
dan antivirus. Senyawa steroid triterpenoid pada saponin banyak digunakan sebagai bahan
baku untuk pembuatan hormon steroid sebagai insektisida, antiinflamasi dan analgesik.
Triterpenoid sebagai insektisida dimana triterpenoid ini dapat mempertahankan
serangga dalam stadium imatur yang berlangsung lebih lama dari waktu normal
sehingga tidak dapat moulting atau ganti kulit dengan sempurna (Robinson, 1995).
C. Minyak atsiri
Minyak atsiri atau minyak eteris adalah minyak yang bersifat mudah
menguap, yang terdiri dari campuran zat yang mudah menguap, dengan komposisi
dan titik didih yang berbeda-beda serta diperoleh dari tanaman dengan cara
penyulingan uap (Guenther, 1987).
Sebagian besar minyak atsiri terdiri dari persenyawaan kimia mudah
menguap, termasuk golongan hidrokarbon siklik dan hidrokarbon isosiklik serta
turunan hidrokarbon yang telah mengikat oksigen. Minyak atsiri mengandung
bermacam-macam komponen kimia yang berbeda, namun komponen tersebut dapat
digolongkan ke dalam 4 kelompok besar yang dominan menentukan sifat minyak
atsiri, yaitu:
a. Terpen, yang ada hubunganya dengan isoprena atau isopentana.
b. Persenyawaan berantai lurus, tidak mengandung rantai cabang.
c. Turunan benzen.
d. Bermacam-macam persenyawaan lainnya (Guenther, 1987).
Minyak atsiri memiliki sifat yang menguntungkan, salah satunya yaitu dapat berperan
sebagai bakterisida dan fungisida. Karena memiliki sifat bakterisida,beberapa jenis
minyak atsiri telah digunakan untuk mengobati infeksi urogenital (Guenther, 1987).
Kandungan utama minyak atsiri:
1. Sitronelal
Sitronelal merupakan senyawa monoterpena yang mempunyai gugus aldehida,
ikatan rangkap dan rantai karbon yang memungkinkan untuk mengalami reaksi
siklisasi aromatisasi. Sitronelal adalah cairan tak berwarna, dengan bau menyegarkan.
Pada tekanan 1 atm dan suhu kamar sitronelal berbentuk cair dengan berat jenis
26
0,8480-0,8560 gram/ml. Indek bias pada suhu 20 oC adalah 1,446. Sitronelal bersifat
mudah menguap, tidak larut dalam air dan larut dalam alkohol dan eter
(Kateren.1985). Struktur kimia sitronelal adalah sebagai berikut:
Gambar C.1 Sitronelal (Sumber: Kaniawati dkk., 2004)
Senyawa sitronelal dalam konsentrasi tinggi memiliki sifat racun kontak.
Sebagai racun kontak, zat tersebut dapat menyebabkan kematian akibat kehilangan
cairan secara terus menerus sehingga tubuh serangga kekurangan cairan, sedangkan
dalam konsentrasi rendah dapat bersifat sebagai racun perut (Fikri, 2010).
2. Sitronelol
Sitronelol 3,7-dimethyloct-6-en-1-ol, atau sering disebut juga dihidrogeraniol
adalah suatu monoterpenoid alami dengan formula C10H20O merupakan derivat dari
sitronelal yang dapat diperoleh dari proses reduksi dengan pereduksi natrium
borohidrid (NaBH4). Sitronelol berbentuk cair berwana jernih hingga kuning pucat.
Sitronelol memiliki titik didih 222oC, berat jenis 0,857 g/cm3, sifat kelarutannya tidak
larut dalam air, namun larut dalam alkohol. Oleh karena itu sitronelol memiliki sifat yang
stabil.
Dalam dunia perdagangan, sitronelol dikenal dengan nama rhodinol (campuran
sitronelol dan geraniol). Rhodinol ini digunakan dalam industri kosmetik dan sabun
(Sastrohamidjojo, 1981).
27
Gambar C.2 Sitronelol (Sumber: Kaniawati dkk., 2004)
3. Linalool
Linalool adalah bahan kimia alkohol alami terpene yang banyak ditemukan
pada bunga dan tanaman rempah-rempah. Linalool memiliki rumus kimia C10H18O,
berbentuk cair berwarna jernih hingga sedikit kekuningan, titik didih 198 - 200 oC,
berat jenis 0.860 - 0.875, dan tidak larut dalam air. Linalool digunakan sebagai bau di
60-80% dari produk kebersihan dan wewangian meliputi sabun, deterjen, sampo, dan
lotion. Selain itu, linalool digunakan sebagai insektisida kecoa. Linalool digunakan
dalam beberapa produk pengusir nyamuk
Linalool sebagai racun kontak yang meningkatkan aktivitas saraf sensorik pada
serangga, lebih besar menyebabkan stimulasi saraf motor yang menyebabkan kejang dan
kelumpuhan beberapa serangga, seperti kutu dewasa (Nurdjannah, 2004).
EINGambar C.3 Linalool (Sumber: Karlaganis, 2002)
4. Geraniol
Geraniol, 3,7-dimethyl-2,6-octadien-l-ol atau sering disebut juga sebagai
rhodinol adalah salah satu senyawa monoterpenoid dan alkohol dengan formula
28
C10H18O. Merupakan komponen utama dari minyak rose. Geraniol dijumpai juga
pada tanaman geranium dan jeruk. Senyawa ini tidak dapat larut dalam air, tetapi
larut dalam bahan pelarut organik yang umum. Baunya menyengat dan sering
digunakan sebagai parfum. Geraniol termasuk bahan kimia alam yang efektif untuk
mengusir nyamuk, lalat, dan semut.
Geraniol dapat mengakibatkan kematian 65% pada larva ulat kubis diduga
geraniol memiliki sifat sebagai racun lambung, karena pada hari pertama terjadi kontak
belum memperlihatkan gejala keracunan, tetapi setelah larva-larva tersebut makan baru
menimbulkan gejala keracunan bagi larva tersebut (Thamrin, 2008).
Gambar C.4 Geraniol (Sumber: Kaniawati dkk., 2004)
2.4 Destilasi
Minyak atsiri adalah zat cair yang mudah menguap bercampur dengan
persenyawaan padat yang berbeda dalam hal komposisi dan titik cairnya, larut dalam
pelarut organik dan tidak larurt dalam air. Berdasarkan sifat tersebut, salah satu cara
untuk mendapatkan minyak atsiri dengan destilasi (Sumitra, 2003).
2.4.1 Definisi Penyulingan (Distillation)
Destilasi adalah proses pemisahan komponen yang berupa cairan atau padatan
dari 2 macam campuran atau lebih berdasarkan perbedaan titik uapnya, dan proses ini
dilakukan terhadap minyak atsiri yang tidak larut dalam air. Jumlah air yang menguap
bersama-sama dengan uap air ditentukan oleh 3 faktor, yaitu besarnya tekanan uap
29
yang digunakan, berat molekul dari masing-masing komponen dalam minyak, dan
kecepatan minyak keluar dari bahan yang mengandung minyak.
Pada permulaan penyulingan, hasil sulingan sebagian besar terdiri dari
komponen minyak yang bertitik didih rendah, selanjutnya disusul dengan komponen
yang bertitik didih lebih tinggi dan pada saat mendekati akhir penyulingan jumlah
minyak dalam hasil sulingan akan bertambah kecil. Proses penyulingan minyak dapat
dipercepat dengan menaikkan suhu dan tekanan atau menggunakan sistem
“superheated steam”. Akan tetapi hal ini hanya dapat dilakukan terhadap minyak
atsiri yang sukar mengalami dekomposisi pada suhu yang lebih tinggi (Sumitra,
2003).
2.4.2 Sistem Penyulingan
Dalam perkembangan pengolahan minyak atsiri telah dikenal 3 macam sistem
penyulingan.
a) Penyulingan dengan Air (Water distillation)
Pada sistem penyulingan dengan air, bahan yang akan disuling langsung
kontak dengan air mendidih. Suatu keuntungan dari penggunaan sistem penyulingan
ini adalah karena baik digunakan untuk menyuling bahan yang berbentuk tepung dan
bunga-bungaan yang mudah membentuk gumpalan jika kena panas. Kelemahan dari
cara penyulingan tersebut adalah karena tidak baik digunakan untuk bahan-bahan
yang fraksi sabun, bahan yang larut dalam air dan bahan yang sedang disuling dapat
hangus jika suhu tidak diawasi (Sumitra, 2003).
b) Penyulingan dengan Air dan Uap (Water and Steam Distillation)
Pada sistem penyulingan ini, bahan diletakkan di atas piring yang berupa
ayakan yang terletak beberapa sentimeter di atas permukaan air dalam ketel
penyuling. Kecepatan difusi uap melalui bahan dan keluarnya minyak dari sel
kelenjar minyak ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu kepadatan bahan dalam ketel
penyulingan, tekanan uap, berat jenis dan kadar air bahan, dan berat molekul dari
komponen kimia dalam minyak.
30
Keuntungan dengan menggunakan sistem penyulingan tersebut adalah karena
uap berpenetrasi secara merata kedalam jaringan bahan dan suhu dapat dipertahankan
sampai 100°C. Lama penyulingan relatif lebih singkat, rendemen minyak lebih besar
dan mutunya lebih baik jika dibandingkan dengan minyak hasil dari sistem
penyulingan dengan air (Sumitra, 2003).
c) Penyulingan dengan Uap (Steam Distillation)
Pada sistem ini, air sebagai sumber uap panas terdapat dalam ketel uap
“boiler” yang letaknya terpisah dari ketel penyulingan. Uap yang dihasilkan
mempunyai tekanan lebih tinggi dari tekanan udara luar. Penyulingan dengan uap
sebaiknya dimulai dengan tekanan uap yang rendah (kurang lebih 1 atmosfir),
kemudian secara berangsur-angsur tekanan uap dinaikkan menjadi kurang lebih 3
atmosfir. Permulaan penyulingan yang dilakukan pada tekanan tinggi, dapat
menyebabkan komponen kimia dalam minyak akan mengalami dekomposisi. Minyak
dalam bahan bila sudah habis tersuling, maka perlu perbesaran tekanan uap lagi yang
bertujuan untuk menyuling komponen kimia yang bertitik didih tinggi.
Sistem penyulingan ini baik digunakan untuk mengekstraksi minyak dari biji-
bijian, akar dan kayu-kayuan pada umnumnya mengandung komponen minyak yang
bertitik didih tinggi, misalnya minyak cengkeh, kayu manis, akar wangi, sereh ,dan
minyak kamfer, kayu putih, serta jenis minyak lainnya yang bertitik didih tinggi.
Sistem penyulingan ini tidak baik dilakukan terhadap bahan yang mengandung
minyak atsriri yang mudah rusak oleh pemanasan dan air. Minyak yang dihasilkan
dengan cara penyulingan, baunya akan sedikit berubah dari bau asli alamiah, terutama
minyak atsiri yang berasal dari bunga-bungaan (Sumitra,2003).
31
2.5 Kerangka Teori
DBD Pencegahan Pengendalian
Penyebab
Virus Dengue Fisik Kimia Hayati Terpadu
Vektor
Nyamuk Aedes aegypti Insektisida nabati
Eksplorasi tanaman
Sebagai insektisida
Nabati
Minyak Citrus hystrix
Tanin Steroid Sitronelal+ Linalool Geraniol
Triterpenoid Sitronelol
Diharapkan bisa melumpuhkan (knockdown)
nyamuk Aedes aegypti
Keterangan:
Yang telah diteliti
Yang akan diteliti
32
2.6 Kerangka Konseptual
Minyak Daun Jeruk Purut
Dipaparkan ke nyamuk Aedes aegypti
Mempengaruhi keadaan fisik & metabolisme nyamuk
- Umur nyamuk
- Jenis kelamin nyamuk
- Waktu kontak - Daya tahan nyamuk
- Suhu udara - Kelembaban udara
Jumlah nyamuk Aedes aegypti yang
lumpuh (knockdown)
Keterangan:
Variabel bebas Variabel terkendali
Variabel terikat Variabel tak terkendal
33
Minyak daun jeruk purut (Citrus hystrix) yang mengandung banyak senyawa
aktif diantaranya adalah tanin, steroid triterpenoid, sitronelal, sitronelol, linalool, dan
geraniol yang apabila dipaparkan terhadap nyamuk Aedes aegypti, senyawa -
senyawa ini akan berperan sebagai racun kontak, racun perut maupun racun
pernapasan yang akan mempengaruhi keadaan fisik dan metabolisme nyamuk. Hal ini
diharapkan nyamuk-nyamuk tersebut akan lumpuh (knockdown) setelah terpapar
minyak daun jeruk purut. Dalam proses ini ada beberapa keadaan yang
mempengaruhi seperti umur nyamuk, jenis kelamin nyamuk, waktu kontak, suhu,
kelembaban udara, dan daya tahan tubuh nyamuk.
2.7 Hipotesis Penelitian Hipotesis pada penelitian ini adalah
1. Minyak daun jeruk purut (Citrus hystrix) memiliki potensi sebagai antinyamuk
elektrik terhadap nyamuk Aedes aegypti.
2. Peningkatan konsentrasi minyak daun jeruk purut (Citrus hystrix) dapat
melumpuhkan (knockdown) nyamuk Aedes aegypti sebanyak 90% dalam jumlah
sampel pada perlakuan.
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada uji aktivitas antinyamuk elektrik
dengan bahan aktif minyak daun jeruk purut (Citrus hystrix) terhadap nyamuk A.
aegypti adalah eksperimental laboratorium
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Entomologi Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Timur Surabaya dan Laboratorium Farmasetika Fakultas Farmasi
Universitas Jember pada bulan September 2012.
3.3 Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah true experimental design, yang
dilaksanakan untuk mengetahui aktivitas antinyamuk minyak daun jeruk purut
terhadap nyamuk Aedes aegypti. Sementara itu, desain yang digunakan dalam
penelitian adalah post test only control group design (Pratiknya, 2003:130), yaitu
suatu desain penelitian yang terdiri dari kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen yang telah diberi perlakuan paparan minyak selama 60 menit dengan
penghitungan nyamuk yang lumpuh (knockdown).
Penelitian ini menggunakan 450 ekor nyamuk Aedes aegypti yang dibagi
dalam 6 kelompok perlakuan sebagai berikut:
35
K(+) X(+) DK(+)
K(-) X(-) DK(-)
Po S P1 X1 DP1
P2 X2 DP2
P3 X3 DP3
P4 X4 DP4
Keterangan:
Po : Populasi
S : Sampel (Nyamuk A. aegypti)
K (+) : Kelompok kontrol positif
K (-) : Kelompok kontrol negatif
P1-P4 : Kelompok perlakuan 1-4
X (+) : Perlakuan berupa kontak dengan kontrol positif yang mengandung
bahan aktif praletrin 13 g/l dan d-aletrin 0,01 g/l) selama 1 jam
X (-) : Perlakuan berupa kontak dengan kontrol negatif (etanol 70 %)
selama 1 jam
X1-X4 : Perlakuan berupa kontak dengan minyak daun jeruk purut
konsentrasi 1 %,5 %,10 %, 20 %, selama 1 jam
DK (+) : Data perlakuan dengan kontrol (+), praletrin 13 g/l dan d-aletrin
0,01 g/l
DK (-) : Data perlakuan dengan kontrol (-), etanol 70 %
DP1-DP5 : Data perlakuan dengan minyak atsiri daun jeruk purut 1 %,5 %,
10%, 20 %,
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian
3.4.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah nyamuk Aedes aegypti.
3.4.2 Sampel
Nyamuk A. aegypti betina steril (tidak terpapar oleh virus dengue) yang
berumur 2-5 hari.
36
3.4.3 Besar sampel
Besar sampel dalam penelitian ini adalah 450 ekor nyamuk betina steril
yang dibagi menjadi 6 kelompok baik perlakuan maupun kontrol, masing –
masing sejumlah 25 ekor. Sampel diambil berdasarkan kriteria yang telah
ditentukan. Penentuan sampel ditetapkan dengan menggunakan software G Power
(Faul et al., 2007).
X2 test - Goodness-of-fit tests: Contingency tables
Analysis : A priori : Compute required sample size
Input : Effect size w = 0.22
α err prob = 0.05
Power (1-β err prob) = 0.95
Df = 4
Output : Noncentrality parameter λ = 18.5856000
Critical X2 = 9.4877290
Total sample size = 384
Actual power = 0.9501581
3.5 Variabel Penelitian
3.5.1 Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah minyak daun jeruk purut
dengan konsentrasi 1 %, 5 %, 10 %, 20 %
3.5.2 Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah jumlah nyamuk Aedes
aegypti yang lumpuh (knockdown) setelah terpapar dengan antinyamuk elektrik
yang mengandung minyak daun jeruk purut (Citrus hystrix).
3.5.3 Variabel Terkendali
Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah:
a) Tahap perlakuan nyamuk A. aegypti dewasa.
37
b) Lamanya waktu kontak dengan antinyamuk elektrik yang mengandung
minyak daun jeruk purut, yaitu selama 1 jam.
c) Jumlah nyamuk yang digunakan 25 ekor nyamuk dalam satu kotak.
d) Umur nyamuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2-5 hari.
3.6 Definisi Operasional
3.6.1 Minyak Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix)
Minyak berasal dari daun jeruk purut yang masih segar, berwarna hijau
muda hingga hijau tua, permukaannya mengkilat dan berbau khas daun jeruk
purut. Proses dihasilkannya minyak dari penyulingan daun dengan sistem air dan
uap.
3.6.2 Konsentrasi Minyak Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix)
Konsentrasi minyak diperoleh dari pengenceran 100% minyak ditambah
dengan etanol 70%. Konsentrasi yang digunakan adalah 1%, 5%, 10%, dan 20%.
Jumlah larutan uji yang digunakan sebesar 10 ml tiap konsentrasi.
3.6.3 Kontrol Positif dan Negatif
Kontrol positif adalah antinyamuk yang mengadung bahan aktif praletrin
13 g/l dan d-aletrin 0,01 g/l. Kontrol negatif yang digunakan adalah etanol 70 %.
3.6.4 Kriteria Perhitungan Nyamuk
Nyamuk yang masuk dalam perhitungan adalah nyamuk A. aegypti yang
knockdown. Knockdown adalah serangga yang mengalami kelumpuhan (paralysis)
akibat insektisida yang menyebabkan nyamuk jatuh dan tetap dalam keadaan
seperti itu yang akhirnya serangga tidak mampu mengkoordinasi gerakannya
(WHO, 2009).
3.6.5 EC90
Effective Concentration90 merupakan konsentrasi zat yang dapat
menyebabkan knockdown pada 90% hewan coba (nyamuk Aedes aegypti) yang
38
terpapar dengan berbagai konsentrasi selama perlakuan. EC90 digunakan sebagai
parameter untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi minyak daun jeruk
purut dengan aktivitas antinyamuk terhadap A. aegypti (Susilowati, 2009).
3.7 Alat dan Bahan Penelitian
3.7.1 Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
a) Alat suling sistem air dan uap. Bagian-bagian utama dari alat penyuling ini
adalah:
- ketel penyulingan
- tabung pendingin (kondensor)
- tabung pemisah minyak (Florentine flask)
b) Alat liquid vaporizer
c) Pisau
d) Gelas ukur
e) Pipet volume, untuk mengakur pengenceran menjadi beberapa konsentrasi.
f) Kandang uji (60x60x60) cm3, kotak berbentuk kubus yang keenam sisinya
ditutupi kaca dan pada salah satu sisinya terdapat sebuah lubang yang
tertutup kain untuk memasukkan alat liquid vaporizer.
g) Stopwatch , untuk mengukur waktu pengamatan.
h) Aspirator, untuk menyedot dan memindahkan nyamuk.
i) Botol kaca gelap, sebagai tempat penyimpanan minyak
3.7.2 Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
a) Daun jeruk purut (Citrus hystrix)
b) Praletrin 13 g/l dan d-aletrin 0,01 g/l sebagai kontrol positif
c) Etanol 70 %
d) Nyamuk A. aegypti betina berumur 2-5 hari
e) Kapas dan air gula, sebagai makanan nyamuk.
39
3.8 Prosedur Penelitian
3.8.1 Cara Penyulingan Minyak Daun Jeruk Purut
Minyak daun jeruk purut diperoleh dengan penyulingan sistem air dan uap
atau biasa disebut sistem kukus. Penyulingan dilakukan di Lab. Rekayasa Proses
Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember.
Proses penyulingan diawali dengan daun jeruk purut segar dicuci hingga
bersih kemudian dirajang kecil-kecil. Hasil rajangan dimasukkan kedalam alat
penyulingan. Bahan rajangan diletakkan dalam saringan yang berada di atas dasar
ketel yang berisi air mendidih. Air mendidih ini tidak menyinggung saringan dan
uap air hasil pendidihan akan naik ke atas membawa minyak bersama-sama keluar
kemuadian masuk ke bagian kondensor.
Uap air dilewatkan dalam pipa dan didinginkan oleh air di kondensor dan
terjadi kondensasi yaitu uap diembunkan menjadi zat cair berupa campuran (air +
minyak) yang keluar melalui pipa pada bagian ujung tabung pendingin. Hasil
kondensasi (kondensat) ditampung dalam tabung pemisah minyak (florentine
flask). Tabung ini yang akan memisahkan campuran antara air dan minyak.
Setelah terpisah minyak disimpan di dalam botol kaca yang berwarna gelap.
Daun jeruk purut yang diperlukan untuk pembuatan minyak sebanyak 3
kg. Selama proses distilasi yang dilakukan selama 4-5 jam dihasilnya minyak
atsiri sebanyak 20 ml. Minyak atsiri tersebut disimpan dalam botol kaca berwarna
gelap.
3.8.2 Persiapan Larutan Uji
Hasil penyulingan daun jeruk purut menghasilkan minyak dengan
konsentrasi 100%. Minyak daun jeruk purut akan diencerkan dengan
menambahkan etanol 70%. Pengenceran minyak daun jeruk purut menggunakan
rumus pengenceran:
40
V1 x C1 = V2 x C2
Keterangan: V1 = Volume yang dicari V2 = Volume yang diinginkan C1 = Konsentrasi minyak awal C2 = Konsentrasi yang diinginkan
Hasil dari perhitungan pembuatan larutan uji dengan mencapurkan minyak
daun jeruk purut dengan pelarut etanol 70% untuk mendapatkan konsentrasi 1%,
5%, 10%, dan 20% dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 3.8.2 Konsentrasi Minyak Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix)
Konsentrasi
(%)
Minyak daun jeruk purut yang
dibutuhkan
(V1 x C1 = V2 x C2) (ml)
Etanol 70% yang dibutuhkan
(Vtotal-Vminyak
daun jeruk purut) (ml)
1 V1.100% = 10.1%
V1 = 0,1
10 - 0.1 = 9,9
5 V1.100% = 10.5%
V1 = 0,5
10 – 0,5 = 9,5
10 V1.100% = 10.10%
V1 = 1
10 – 1 = 9
20 V1.100% = 10.20%
V1 = 2
10 – 2 = 8
3.8.3 Persiapan Sampel Nyamuk
Nyamuk A. aegypti yang digunakan dalam penelitian adalah nyamuk A.
aegypti yang diperoleh dari Laboratorium Entomologi Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Timur di Surabaya. Nyamuk A. aegypti yang digunakan adalah nyamuk
betina yang berusia 2-5 hari. Nyamuk diambil dari tempat penangkaran
menggunakan aspirator, kemudian dimasukkan dalam kandang uji. Nyamuk yang
digunakan adalah nyamuk yang belum pernah menggigit manusia dan dipuasakan
41
selama satu hari sebelum perlakuan. Penelitian ini membutuhkan 6 kandang uji,
pada tiap-tiap kandang uji terdapat 25 ekor nyamuk A. aegypti, jadi jumlah
nyamuk yang dibutuhkan dalam penelitian secara keseluruhan sebanyak 450 ekor.
3.8.4 Perhitungan Massa Cairan yang Terpakai
Cara-cara penghitungan massa cairan yang terpakai adalah sebagai
berikut:
1. Memasukkan minyak daun jeruk purut ke dalam alat liquid vaporizer
sebanyak 10 ml
2. Menimbang alat liquid vaporizer yang berisi minyak daun jeruk purut.
3. Menggunakan alat liquid vaporizer yang berisi minyak selama satu jam.
4. Menimbang kembali alat liquid vaporizer yang berisi minyak daun jeruk
purut.
5. Menghitung berat rata-rata setiap kali penggunaan yang diperlukan dalam
eksperimen.
3.8.5 Tahap Pengujian
Langkah-langkah pengujian dalam penelitian adalah sebagai berikut:
1. Kandang uji dan alat liquid vaporizer dibersihkan.
2. Nyamuk A. aegypti dimasukkan ke dalam kandang uji, masing-masing 25
ekor.
3. Persiapan larutan yang akan diuji, yaitu minyak daun jeruk purut dengan
berbagai konsentrasi, praletrin 13 g/l dan d-aletrin 0,01 g/l, dan etanol 70%
4. Masukkan ke dalam alat liquid vaporizer untuk masing-masing larutan uji.
5. Nyalakan alat selama satu jam, kemudian amati jumlah nyamuk yang mati
dan pingsan setiap 15, 30, 45, dan 60 menit. Letakkan di dalam kandang
a. Kandang uji 1 dipasang alat liquid vaporizer yang berisi etanol 70 %
(sebagai kontrol negatif).
b. Kandang uji 2 dipasang alat liquid vaporizer yang berisi praletrin 13 g/l
dan d-aletrin 0,01 g/l (sebagai kontrol positif).
42
c. Kandang uji 3, 4, 5, 6 dipasang alat liquid vaporizer yang berisi minyak
daun jeruk purut konsentrasi 1 %, 5 %, 10 %, 20 %.
6. Hitung jumlah nyamuk yang lumpuh (knockdown) setelah paparan selama
60 menit.
7. Dilakukan tabulasi hasil yang diperoleh, selanjutnya dianalisis.
3.9 Analisis Data
Hasil data yang diperoleh kemudian dilakukan analisis statistik untuk
menyimpulkan hasil eksperimen. Analisis data dilakukan dengan menggunakan
uji Chi Square untuk mengetahui hubungan antara pengaruh konsentrasi minyak
daun jeruk purut terhadap nyamuk A. aegypti yang mengalami kelumpuhan
(knockdown). Analisis data uji Probit digunakan untuk mencari nilai EC90 dari
minyak daun jeruk purut terhadap nyamuk A. aegypti dalam waktu pengamatan 60
menit perlakuan. Analisis dilakukan dengan menggunakan program komputer.
.
43
3.10 Alur Penelitian
Persiapan alat Penyulingan minyak dan bahan daun jeruk purut Penetasan telur menjadi Pengenceran minyak nyamuk A. aegypti daun jeruk purut menjadi 4 konsentrasi Masukkan masing-masing 25
ekor nyamuk pada 6 kandang uji Percobaan Kontrol Perlakuan
Alat liquid vaporizer dimasukkan ke dalam kandang dan dinyalakan selama satu jam
Evaluasi percobaan diamati tiap menit ke- 15, 30, 45, 60
Dihitung nyamuk A. aegypti yang lumpuh (knockdown)
Analisis data
K (-)
Etanol
70%
K (+) Praletrin 13 g/dl & d-aletrin 0,01 g/dl
P1 Minyak
daun jeruk purut 1 %
P2 Minyak
daun jeruk purut 5%
P3 Minyak
daun jeruk purut 10%
P4 Minyak
daun jeruk purut 20%
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2012. Kegiatan dalam
penelitian ini meliputi penyulingan minyak daun jeruk purut, perhitungan massa
cairan yang terpakai, dan uji potensi minyak sebagai antinyamuk terhadap
nyamuk Aedes aegypti yang lumpuh (knockdown) setelah perlakuan 60 menit.
4.1.1 Hasil Perhitungan Massa yang Terpakai
Penggunaan alat liquid vaporizer menyebabkan sebagian larutan
mengalami penguapan. Besarnya jumlah larutan yang menguap dapat
mempengaruhi efektivitas minyak diukur dari jumlah nyamuk yang knockdown.
Jumlah massa larutan uji yang menguap selama proses pemanasan dapat dilihat
pada table di bawah ini:
Tabel 4.1.1 Massa Rata-rata Minyak yang Digunakan
Konsentrasi (%)
Berat Awal ± SD (gram)
Berat Akhir ± SD (gram)
Berat Sampel ± SD (gram)
Kontrol + 12.22 ± 0.01 12.07 ± 0.01 0.14 ± 0.01 Kontrol - 12.28 ± 0.32 12.10 ± 0.02 0.18 ± 0.01
1 12.16 ± 0.01 12.00 ± 0.03 0.16 ± 0.02 5 12.17 ± 0.01 11.91 ± 0.03 0.25 ± 0.01 10 12.24 ± 0.04 11.97 ± 0.02 0.26 ± 0.02 20 12.23 ± 0.02 11.96 ± 0.03 0.27 ± 0.01
Jumlah 73.32 ± 0.09 72.04 ± 0.05 1.28 ± 0.05 Kontrol positif (praletrin 13 g/l dan d-aletrin 0,01 g/l) Kontrol negatif (etanol 70%)
Hasil dari berat sampel menunjukkan bahwa setiap kenaikan konsentrasi,
jumlah larutan yang menguap juga semakin besar. Konsentrasi 20% menunjukkan
penguapan yang terbesar. Jumlah larutan yang menguap juga mempengaruhi
jumlah nyamuk yang knockdown. Semakin besar konsentrasi kandungan bahan
aktif juga semakin besar. Jumlah nyamuk yang knockdown semakin meningkat
karena bahan aktif yang menggangu syitem fisiologis nyamuk juga semakin
45
besar.Pada kontrol positif menunjukkan jumlah larutan yang menguap paling
sedikit, namun karena kandungan bahan aktifnya lebih poten maka kontrol positif
tetap memiliki keefektifan yang tinggi.
4.1.2 Potensi Minyak sebagai Antinyamuk Terhadap Nyamuk Aedes aegypti
Penelitian dilakukan dengan mengamati jumlah nyamuk Aedes aegypti
yang lumpuh (knockdown) setelah dikontakkan dengan minyak daun jeruk purut
pada beberapa konsentrasi sebagai perlakuan, praletrin 13 g/l dan d-aletrin 0,01 g/l
sebagai kontrol positif, dan etanol 70% sebagai kontrol negatif. Hasil
pengamatan didapatkan jumlah nyamuk Aedes aegypti yang lumpuh (knockdown)
terjadi pada setiap kelompok, baik kelompok perlakuan dengan berbagai
konsentrasi, maupun kelompok kontrol.
Pemaparan minyak daun jeruk purut sebagai antinyamuk elektrik terhadap
A. aegypti memberikan hasil yang berbeda-beda. Perbedaan ini dipengaruhi oleh
konsentrasi masing-masing minyak. Potensi minyak sebagai antinyamuk
dibuktikan dengan adanya jumlah nyamuk yang knockdown. Keefektifan minyak
sebagai antinyamuk diukur dari jumlah nyamuk yang knockdown sebanyak 90%
dari jumlah sampel pada tiap konsentrasi. Minyak daun jeruk purut perlu
dibandingkan dengan kontrol positif untuk mengetahui potensinya sebagai
antinyamuk. Hasil keefektifan antinyamuk daun jeruk purut dapat dilihat pada
tabel di bawah ini:
Tabel 4.1.2 Perbedaan Efektivitas Antinyamuk dalam Berbagai Konsentrasi
Konsentrasi Kondisi Nyamuk Persentase Nyamuk Knocdown Knockdown Hidup
Kontrol + 75 0 100 %
Kontrol - 2 73 2.7%
1% 52 23 69%
5% 58 17 77 %
10% 66 9 88%
20% 69 6 92%
Total 322 128
46
Jumlah nyamuk knocdwon dengan jumlah terbanyak didapatkan pada
kelompok kontrol positif, kemudian kelompok perlakuan dengan konsentrasi
tertinggi. Pada konsentrasi 20% v/v dalam etanol menyebabkan 92% nyamuk
knockdown. Hasil tersebut dinyatakan sebagai efektifitas antinyamuk minyak daun
jeruk purut. Perbedaan konsentrasi minyak daun jeruk purut (Citrus hystrix)
memberikan pengaruh yang berbeda terhadap jumlah nyamuk yang lumpuh
(knockdown). Adanya pengaruh minyak daun jeruk purut (Citrus hystrix) tersebut
mulai terlihat setelah diberikan perlakuan terhadap minyak daun jeruk purut pada
konsentrasi yang terendah yaitu 1% sudah dapat melumpuhkan nyamuk A. aegypti
sebanyak 69%. Konsentrasi yang tertinggi yaitu 20% dapat melumpuhkan 92%
dari jumlah nyamuk setelah perlakuan selama 60 menit.
Kenaikan tingkat konsentrasi minyak daun jeruk purut diikuti pula
kenaikan jumlah nyamuk yang mengalami knockdown. Hubungan yang
menunjukkan peningkatan konsentrasi berpengaruh pada peningkatan persentase
nyamuk yang knockdown dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 4.1.3 Persentase nyamuk knockdown dengan berbagai konsentrasi minyak daun jeruk purut.
6977
88 92100
2.70
20
40
60
80
100
120
1% 5% 10% 20% K+ K-
Per
sen
tase
Nya
mu
k K
no
ckd
ow
n (%
)
Konsentrasi
47
4.2 Analisis Data
Uji Chi Square berguna untuk menguji hubungan atau pengaruh dua buah variabel
nominal dan mengukur kuatnya hubungan antara variabel yang satu dengan
variabel nominal lainnya (C = Coefisien of contingency). Data yang digunakan
adalah kategorik tidak berpasangan. Syarat uji Chi Square adalah sel yang
mempunyai nilai expected kurang dari 5, maksimal 20% dari jumlah sel Data
yang dimiliki memenuhi syarat untuk dilakukan uji Chi square. Dasar
pengambilan keputusan berdasarkan pada probabilitas sebagai berikut, p > 0,05
maka H0 diterima dan apabila p < 0,05 maka H0 ditolak (Usman., dkk. 2000).
Hasil analisis menggunakan Chi Square didapatkan nilai 0,000 atau p < 0,05. Hal
tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan antara pemberian berbagai
konsentrasi minyak daun jeruk purut terhadap jumlah nyamuk yang knockdown
(perhitungan pada lampiran). Setelah didapatkan hasil yang signifikan maka perlu
membandingkan antara tiap-tiap konsentrasi minyak daun jeruk purut dengan
kontrol positif. Hal ini untuk mengetahui konsentrasi mana sajakah yang memiliki
perbedaan yang signifikan dengan kontrol positif. Uji yang digunakan adalah Mc
Nemar dengan pengambilan keputusan berdasarkan probabilitas p < 0,05 maka H0
ditolak. Perbandingan antara kontrol positif dengan konsentrasi 1% dan 5% hasil
diperoleh 0,000 (p < 0,05) sangat berbeda signifikan, kontrol positif dengan
konsentrasi 10% didapatkan hasil 0,004 (p < 0,05) berbeda signifikan, dan kontrol
positif dengan konsentrasi 20% hasilnya 0.031(p < 0,05) juga berbeda signifikan.
Semua konsentrasi (1%, 5%, 10%, 20%) menunjukkan adanya hasil yang berbeda
signifikan dengan kontrol positif (p < 0.05).
Effective Concentration (EC90) merupakan konsentrasi dari minyak daun
jeruk purut yang menyebabkan nyamuk knockdown sebesar 90% dari jumlah
sampel penelitian dalam waktu 60 menit. Semakin kecil harga EC90, maka
semakin poten bahan uji tersebut dalam membunuh nyamuk Aedes aegypti. Hasil
analisis menggunakan uji Probit menunjukkan bahwa EC90 diperoleh pada
konsentrasi minyak daun jeruk purut sebesar 15,4% v/v dalam etanol
(perhitungan pada lampiran).
48
4.3 Pembahasan
Penelitianas uji aktivitas minyak daun jeruk purut sebagai antinyamuk
elektrik menunjukkan hasil bahwa minyak daun jeruk purut (Citrus hystrix)
memiliki potensi sebagai antinyamuk elektrik terhadap nyamuk Aedes aegypti.
Jumlah nyamuk yang lumpuh (knockdown) setelah terpapar dengan minyak daun
jeruk purut menunjukkan hasil yang meningkat seiring dengan kenaikan
konsentrasi minyak yang diberikan. Penelitian yang dilakukan oleh Susilowati
(2009) yang juga menggunakan minyak daun jeruk purut sebagai repelan telah
terbukti memiliki daya repelensi yang meningkat sesuai dengan peningkatan
jumlah konsentrasi minyak. Hasil penelitian tersebut menunjukkan minyak daun
jeruk purut kurang efektif sebagai repelan untuk menolak nyamuk sebanyak 95%
selama 6 jam. Penelitian yang lain (Tawatsin, 2001) menyebutkan minyak atsiri
daun jeruk purut sebagai repelan terbukti memiliki daya proteksi selama 3 jam.
Hasil ini sayangnya merupakan nilai efektivitas yang terendah dibandingkan
dengan tanaman lain yaitu kunyit, sitronelal, dan basil yang memberikan daya
perlindungan selama 8 jam.
Hasil penelitian uji aktivitas minyak daun jeruk purut sebagai antinyamuk
elektrik dari alisis data menggunaka Chi Square menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara pemberian berbagai konsentrasi minyak daun
jeruk purut terhadap jumlah nyamuk yang lumpuh (knockdown) dengan nilai p <
0,05 sebesar 0, 000. Semakin tinggi konsentrasi semakin besar pula jumlah
nyamuk yang knockdown. Setiap larutan uji mengandung sejumlah bahan aktif
yang berbeda tergantung besar konsentrasinya. Konsentrasi yang kecil (1%) pada
larutan uji kandungan bahan aktif yang terkandung lebih sedikit daripada
konsentrasi tinggi (20%) sehingga jumlah nyamuk yang knockdown berbeda.
Kandungan bahan aktif yang tinggi tentu akan lebih banyak bereaksi dengan
nyamuk yang menggangu metabolism nyamuk. Konsentrasi minyak daun jeruk
purut yang efektif menimbulkan knockdown nyamuk sebanyak 90% terjadi pada
konsentrasi 20%. Jadi konsentrasi 20% merupakan yang paling efektif dari semua
konsentrasi yang telah diujikan. Analisis data selanjutnya menggunakan Mc
Nemar untuk menentukan konsentrasi minyak daun jeruk purut yang memiliki
49
perbedaan yang bermakna dengan kontrol positif (praletrin 13 g/l dan d-aletrin
0.01 g/l). Hasil analisa menyatakan bahwa semua konsentrasi menunjukkan
perbedaan yang signifikan dengan kontrol positif (p < 0,05).
Uji efektivitas konsentrasi minyak daun jeruk purut menggunakan analisis
Probit untuk mengetahui nilai EC atau Effective Consentration dalam menghitung
keefektifan minyak yang menyebabkan nyamuk lumpuh (knockdown). Nilai EC
yang diharapkan dapat dicapai dalam penelitian adalah EC90. Pemilihan nilai EC90
diharapkan dapat diketahui konsetrasi minyak daun jeruk purut dengan
keefektifan yang mendekati hasil kontrol positif dalam melumpuhkan
(knockdown) nyamuk. Hasil analisis Probit menunjukkan bahwa minyak daun
jeruk purut yang dapat melumpuhkan 90% nyamuk (EC90) terjadi pada
konsentrasi 15,4% v/v dalam etanol.
Dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, penelitian minyak daun
jeruk purut sebagai antinyamuk elektrik menunjukkan hasil yang efektif pada
konsentrasi 20% v/v dalam etanol dan dapat mencapai EC90 sebesar 15,4% v/v
dalam etanol yang menyebabkan nyamuk lumpuh (knockdown) setelah perlakuan
selama 1 jam.
Minyak daun jeruk purut (Citrus hystrix) memiliki potensi sebagai
insektisida karena kandungan berbagai zat kimia yang terkandung di dalamnya.
Kandungan daun jeruk purut tersebut antara lain tanin, steroid triterpenoid, dan
minyak atsiri. Di dalam minyak atsiri terdiri dari komponen kimia aktif seperti
sitronelal, sitronelol, linalool, dan geraniol (Dalimartha, 2000). Tanin memberikan
efek negatif terhadap pertumbuhan serangga yaitu menurunkan kemampuan
konsumsi terhadap makanan. Steroid triterpenoid mempertahankan serangga
dalam stadium imatur yang berlangsung lebih lama dari waktu normal sehingga
tidak dapat moulting atau ganti kulit dengan sempurna (Robinson, 1995).
Sitronelal sebagai racun kontak, zat tersebut apabila dalam konsentrasi tinggi
dapat menyebabkan kematian akibat kehilangan cairan secara terus menerus
sehingga tubuh serangga kekurangan cairan (Fikri, 2010). Linalool sebagai racun
kontak yang meningkatkan aktivitas saraf sensorik pada serangga, menyebabkan
stimulasi saraf motor sehingga nyamuk menjadi kejang dan lumpuh (Nurdjannah,
50
2004). Geraniol bersifat sebagai racun lambung yang menyebabkan keracunan.
Melihat dari mekanisme kerja kandungan bahan aktif diatas maka efektivitas
minyak daun jeruk purut (Citrus hystrix) dapat digunakan sebagai antinyamuk
terhadap Aedes aegypti (Koswara, 2009).
Umur nyamuk merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap daya
tahan nyamuk terhadap pajanan senyawa kimia. Kisaran umur nyamuk A. aegypti
yang digunakan dalam penelitian adalah rentang usia antara 2-5 hari. Rentang usia
2-5 hari merupakan rentang umur terbaik dari nyamuk. Pada umur dibawah 2 hari,
keadaan fisik nyamuk masih lemah sehingga akan mempermudah terjadinya
kematian pada nyamuk, sementara pada umur di atas 5 hari ketahanan tubuh
nyamuk telah menurun yang akan mengakibatkan meningkatnya resiko kematian
(Hadi dan Soviana, 2000).
Posisi alat liquid vaporizer diletakkan di bagian tengah kandang. Posisi ini
harus sama agar penyebaran uap minyak dapat menyebar merata dan sama di
setiap kandang. Lama waktu kontak antara nyamuk dengan minyak daun jeruk
purut berpengaruh terhadap efek pajanan dari minyak daun jeruk purut terhadap
nyamuk A. aegypti. Aplikasi waktu paparan yang efektif kurang lebih satu jam.
Waktu kontak yang terlalu singkat akan mengurangi lama interaksi antara
senyawa kimia dengan nyamuk sasaran yang akan menurunkan jumlah nyamuk
yang mati, sementara waktu kontak yang terlalu lama akan meningkatkan lama
interaksi antara senyawa kimia dengan nyamuk sasaran yang akan meningkatkan
jumlah nyamuk yang mati (Boewono, 2003). Berdasarkan Guideline WHO (2009)
waktu paparan untuk uji antinyamuk elektrik selama 60 menit.
Kontrol positif yang mengandung dua bahan aktif, praletrin dan d-aletrin
yang keduanya memiliki efek knockdown terhadap nyamuk. Kombinasi bahan
aktif praletrin dan d-aletrin memiliki aktivitas yang tinggi sebagai antinyamuk
dengan jumlah knockdown 100%. Piretroid bekerja sebagai racun kontak,
melewati kutikula serangga dan menyerang bagian sistem saraf sehingga serangga
tidak dapat mengendalikan gerakannya. Serangga akan mengalami kejang dan
lumpuh yang akhirnya akan mati (Misni, dkk., 2011).
51
Keefektifan antinyamuk alami yang berasal dari tumbuhan dipengaruhi
oleh banyak faktor. Ini termasuk jenis bahan aktif dan formulasi, metode
pengaplikasiaan, keadaan lingkungan, serta faktor manusia (human error).
Berdasarkan hasil analisis di atas terbukti bahwa minyak daun jeruk purut
berpotensi sebagai antinyamuk elektrik terhadap nyamuk Aedes aegypti.
Konsentrasi yang efektif sebagai antinyamuk elektrik adalah 20% v/v dalam
etanol. Kadar konsentrasi yang berbeda berpengaruh terhadap jumlah nyamuk
yang knockdown. Nilai EC90 diperoleh pada konsentrasi 15,4% v/v dalam etanol.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian Uji Aktivitas Antinyamuk Elektrik dengan
Bahan Aktif Minyak Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix) terhadap Nyamuk Aedes
aegypti, dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Minyak daun jeruk purut (Citrus hystrix) efektif sebagai antinyamuk
elektrik terhadap nyamuk Aedes aegypti pada konsentrasi 20% v/v dalam
etanol
2. Minyak daun jeruk purut memiliki nilai EC90 pada konsentrasi 15,4% v/v
dalam etanol sebagai antinyamuk elektrik terhadap nyamuk Aedes aegypti.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan maka diberikan saran-
saran yang dapat dipergunakan dalam mengadakan perbaikan dimasa yang akan
datang yaitu sebagai berikut :
1. Diharapkan dilakukan penelitian lanjutan mengenai potensi minyak daun
jeruk purut sebagai antinyamuk alami dalam bentuk formula lain terhadap
nyamuk Aedes aegypti.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mencari zat aktif yang terkandung
dalam minyak daun jeruk purut yang memiliki potensi sebagai antinyamuk.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut potensi minyak daun jeruk purut
terhadap berbagai stadium nyamuk Aedes aegypti.
DAFTAR PUSTAKA
Ahad, Reddy, Kumar, Prasad, Ravindra, Sekhar, Kumar, dan Mohan. 2010. Formulatio and Evaluation of Home Made Poly Herbal Liquid Mosquito Repellent. JITPS. Vol. 1 (2): 98-105.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2011. Bahaya DEET pada Insect- Repellent.
http://ik.pom.go.id/wp-conte/uploads/2011/11/BahayaDEETpadaInsect.pdf. [10 Juli 2012].
Boewono, D. 2003. Pedoman Uji Hayati Insektisida Rumah-Tangga (Household
Insecticides). Salatiga : BPVRP. CDC. 2005. Aedes aegypti eggs. http://www .cdc.gov/ ncidod/dv bid/arbor/mosq
eggs.htm. [1 September 2012] Chahaya, I. 2011. Pemberantasan Vektor Demam Berdarah di Indonesia. Cutwa, Michele, Francis, dan O’Meara. 2008. Identification Guide to Common
Mosquitoes of Florida. Florida: Forida Medical Entomology Laboratory Uneversity of Florida. http://www .stanford.edu/ group/virus /flavi/2000/ de ngue.htm. [10 Agustus 2012].
Dalimartha, Setiawan. 2006. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid IV. Jakarta:
Puspa Swara. Departemen Kesehatan RI. 2005. Pencegahan dan Pemberantasan Demam
Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta : Depkes. Departemen Kesehatan RI. 2005. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2003. Jakarta
: Depkes. Departemen Kesehatan RI. 2009. Indikator Kesehatan Indonesia 2005-2009.
Jakarta: Depkes. Dinata, A. 2007. Basmi Lalat dengan Jeruk Manis. Balitbang Kesehatan Depkes RI.
http://www.litbang.depkes.go.id/lokaciamis/artikel/lalat-arda.htm.[7 Agustus 2012].
54
Elfahmi, Mifta. 2011. Seri Pengenalan Pestisida. http://ditjenbun. deptan.go.id/ bbp2tpmed/ index.php?option=com_content&view=article&id=104:seri-pengenalan-pestisida [24 Juni 2012].
Faul, Erdfelder, Lang, & Buchner. 2007. G*Power 3: A flexible statistical power
analysis program for the social, behavioral, and biomedical sciences. Behavior Research Methods. Vol. 39. 175-191
Fikri, M. Iqbal. 2010. Identification and Toxicity Test of Citronellal From
Cymbopogon nardus Leaves as A Antifeedant of Toward Thrips in Jatropha curcas. Alchemy. Vol. 2 (1): 104-157.
Gandahusada, S., Ilahude, H., Pribadi, dan Wita. 2006. Parasitologi Kedokteran.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Guenther, E. 1987. Minyak atsiri I. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Hadi, U. K. dan Soviana, S. 2002. Ektoparasit: Pengenalan, Diagnosis dan
Pengendaliannya. Bogor : Lababoratorium Entomologi bagian Parasitologi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
Healthlink Online Resources. 2000. Tannins. http://www.healthlink.com.au Hopp, MJ and Foley, J. 2001. Global-scale Relationships Between Climate and
the Dengue Fever Vector Aedes aegypti. Climate Change.Vol. 48: 441-463 Hutapea, JR. 1993. Inventaris Tanaman Obat Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Republik Indonesia. Jakarta : Badan Litbang Kesehatan Depkes RI.
Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Jakarta: Rineka Cipta. Kaniawati, Dwi., Kadarohman, A., dan Dwiyanti, Gebri. 2004. Konversi
Sitronelal Hasil Isolasi Minyak Sereh Wangi Menjadi Sitronelol dan Isopulegol. Bandung: FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia.
Kardinan, A. 2005. Tanaman Pengahasil Minyak Atsiri. Jakarta: Agro Media
Pustaka. Kardinan, Agus. 2007. Potensi Selasih sebagai Repellent terhadap Nyamuk Aedes
aegypti. Jurnal Littri .Vol 13(2): 0853-8212. Kardinan. 2002. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi. Jakarta: Penebar
Swadana.
55
Karlaganis, Georg. 2002. Linalool. UNEP Publication. Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: Balai Pustaka. Koswara, S. 2009. Menyuling dan Menepungkan Minyak Atsiri Daun Jeruk Purut
http://www.ebookpangan.com/ARTIKEL/MENYULING%20DAN%20MENEPUNGKAN%2INYAK%20ASIRI.pdf. [20 Mei 2012].
Kristina, Isminah dan Wulandari. 2004. Demam Berdarah Dengue. Depkes RI Lenny, Sovia. 2006. Senyawa Terpenoida dan Steroida. Medan: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Loh, Awang, Omar, dan Rahmani. 2011. Insecticidal Properties of Citrus hystrix
DC Leaves Essential Oil against Spodoptera litura Fabricius. J. Med. Plant. Res. Vol. 5 (16): 3739-3744.
Malavige, Fernando, S., Fernando, D.J., Seneviratne. 2004. Dengue Viral
Infection. Med J. Vol. 80: 588-601. Marjuki, Muh Ismail. 2009. Daya Bunuh Beberapa Obat Nyamuk Bakar
Terhadap Kematian Nyamuk Anopheles aconitus Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Martini., Santosa, Ludfi., dan Murni Windadari. 2002. Efektifitas Repellent (Daya
Tolak) Dari Berbagai Jenis Daun Jeruk (Citrus sp) Terhadap Kontak Nyamuk Aedes aegypti. Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.
Misni, N., dan Sulaiman, S. 2011. The effect of Piper aduncum Linn. (Family:
Piperaceae) Essential Oil as Aerosol SprayAagainst Aedes aegypti (L.) and Aedes albopictus Skuse. Tropical Biomedicine .28(2): 249–258.
Mortimer, R. 1998. Aedes aegypti and Dengue Fever . www.microscopy-
uk.org.uk/mag/art98/aedrol.html. [15 Agustus 2012]. Munawaroh, Safaatul., dan Handayani, Prima. 2010. Ekstraksi Minyak Daun
Jeruk Purut (Citrus hystrix D.C.) dengan Pelarut Etanol dan N-Heksana. Jurnal Kompetensi Teknik. Vol. 2 (1): 164-171.
Natadisastra, D., dan Agoes, R. 2009. Parasitologi Kedokteran Ditinjau dari
Organ Tubuh yang Diserang. Jakarta: EGC. PANNA. 2010. Prallethrin. http:www.pesticideinfo.org. [15 September 2012].
56
Pratiknya, A. W. 2007. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran & Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Rachmawati, S. 2008. Study Macroscopic, dan dan Skrining Fitokimia Daun
Andredera cordifolia (Ten) Steenesis. Surabaya: Universitas Airlangga. Rahayu, R,. Mairawita, dan Putra, S. 2008. Sosialisasi dan Aplikasi Penggunaan
Tanaman Pengusir Nyamuk kepada Masyarakat Kota Padang di Daerah yang Rentan Terkena Penyakit Demam Berdarah. Warta Pengabdian Andalas .Vol. XIV (20).
Risnasari, Iwan. 2002. Tanin. Medan: Fakultas Pertanian Jurusan Ilmu Kehutanan
USU. Robinsn. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Alih Bahasa oleh
Padnawinata K. Ed VI. Bandung: ITB. Rochej J. P. 2002. Print Media Coverage of Risk Tradeoffs Assosiated with West
Nile Enchephalitis and Pesticide Spraying. Journal of Urban Health. Vol. 79 (8): 82-90.
Sastrohamidjojo, H. 1981. Study of Some Indonesian Essential Oil. Yogyakarta:
FMIPA UGM. Sastrohamidjojo, Hardjono. 1981. Study of Indonesian Essentilas Oils.
Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pasti dan Alam Universitas Gadjah Mada. Soedarto. 2007. Sinopsis Kedokteran Tropis. Surabaya : Airlangga University
Press. Soegeng, S. 2003.Demam Berdarah Dengue. Surabaya: Airlangga University
Press. Soegijanto, S. 2006. Demam Berdarah Dengue. Edisi 2. Surabaya : Airlangga
University Press Soemirat, J. 2003. Toksikologi Lingkungan. Yogyakarta: Kanisius. Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. 2009. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing Sumarmo. 2005. Demam Berdarah (Dengue) pada Anak. Jakarta: UI Press. Sumitra, Omit. 2003. Memproduksi Minyak Atsiri Biji Pala. Jakarta: Direktorat
Pendidikan Menengah Kejuruan.
57
Supartha, I Wayan. 2008. Pengendalian Terpadu Vektor Virus Demam Berdarah Dengue, Aedes aegypti (Linn.) dan Aedes albopictus (Skuse) (Diptera: Culicidae). Bali: Fakultas Pertanian Universitas Udayana.
Suryaningrum, Sintha. 2009. Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Buah Jeruk Purut
(Citrus hystrix D.C) Terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Skripsi. Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Susilowati, D., Rahayu, M. P., dan Prastiwi, R. 2009. Efek Penolak Serangga
(Insect Repellent) dan Larvasida Ekstrak Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix DC) Terhadap Aedes aegypti. Biomedika. Vol. 2 (1): 31-39.
Tarumingkeng, R. 1992. Insektisida. Jakarta: PT Ukrida. Tawatsin, A., Wratten, S.D., Scott, R. R., Thavara, U., and Techadamrongsin, Y.
2001. Repellency of Volatile Oils from Plants against Three Mosquito Vectors. Journal of Vector Ecology. Vol. 26 (1): 76-82.
Thamrin, M. 2008. Potensi Ekstrak Flora Lahan Rawa Sebagai Pestisida Nabati.
Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. Wahyuni, S. 2005. Daya Bunuh Ekstrak Serai (Andropogen nardus) Terhadap
Nyamuk Aedes aegypti. Semarang: Fakultas Ilmu Keolahragaan Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang.
WHO. Demam Berdarah Dengue, Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan, dan
Pengendalian. Ed.2 Alih Bahasa oleh Monica Ester. 1999. Jakarta : EGC WHO. 2009. Guidelines for Efficacy Testing of Household Insectiside Products
Mosquito Coils, Vaporizer Mats, Laquid Vaporizers, Ambient, Emanator and Aerosol.
Widiarti, Bawono, D.T., dan Suskamdani. 1997. Uji Bioefikasi
Beberapa Insektisida Rumah Tangga Terhadap Nyamuk Vektor Demam Berdarah. Cermin Dunia Kedokteran, No. 119: 35-38.
Widiyanti, Manik N.L.P,. dan Muyadiharja, S. 2004. Uji toksisitas Jamur
Metarhiptizum anisopliae Terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti. Media Litbang Kesehatan. Vol. XIV (3): 25-30.
Widiyati, Eni. 2006. Penentuan Adanya Senyawa Triterpenoid dan Uji Aktivitas
Biologis pada Beberapa Spesies Tanaman Obat Tradisional Masyarakat Pedesaan Bengkulu.Jurnal Gradien. Vol. 2 (1) : 116-122
Winarni, Lastri Mei. 2011. Manfaat Jeruk Purut. http://perkebunanlastri
.wordpress .com/2011/05/22/manfaat-jeruk-purut/. [1 September 2012].
58
Windono, Elisawati, Sari, Andina, Azalea. 2003. Uji Efek Penolak Serangga (Insect repellent) Minyak Atsiri dan Fraksi Minyak Atisiri Daun Jeruk Purut (Cytrus hystrix DC.). Indonesian Scientific Journal Database. Vol 3 (2): 82-91.
Windono, Tri., Gusparyanti., dan Santosa, H. M. 1993. Pengaruh Proses
Pelayuan Daun Sereh Dapur (Cymbopogon nardur L.) Rendle Terhadap Kadar dan Kualitas Minyak Atsiri. Surabaya: Fakultas Farmasi Universitas Surabaya.
Yulfi, Hemma. 2006. Persistency of transovarian dengue virus in Aedes aegypti.
Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
59
LAMPIRAN A
A.1 Uji Chi Square
Perlakuan * Kondisi Crosstabulation
Kondisi
Total Knocdown Hidup
Perlakuan K+ Count 75 0 75
% within Perlakuan 100.0% .0% 100.0%
% within Kondisi 23.3% .0% 16.7%
% of Total 16.7% .0% 16.7%
K- Count 2 73 75
% within Perlakuan 2.7% 97.3% 100.0%
% within Kondisi .6% 57.0% 16.7%
% of Total .4% 16.2% 16.7%
1% Count 52 23 75
% within Perlakuan 69.3% 30.7% 100.0%
% within Kondisi 16.1% 18.0% 16.7%
% of Total 11.6% 5.1% 16.7%
5% Count 58 17 75
% within Perlakuan 77.3% 22.7% 100.0%
% within Kondisi 18.0% 13.3% 16.7%
60
% of Total 12.9% 3.8% 16.7%
10% Count 66 9 75
% within Perlakuan 88.0% 12.0% 100.0%
% within Kondisi 20.5% 7.0% 16.7%
% of Total 14.7% 2.0% 16.7%
20% Count 69 6 75
% within Perlakuan 92.0% 8.0% 100.0%
% within Kondisi 21.4% 4.7% 16.7%
% of Total 15.3% 1.3% 16.7%
Total Count 322 128 450
% within Perlakuan 71.6% 28.4% 100.0%
% within Kondisi 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 71.6% 28.4% 100.0%
61
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 231.464a 5 .000
Likelihood Ratio 249.350 5 .000
Linear-by-Linear Association 26.354 1 .000
N of Valid Cases 450
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 21.33.
A.2 Uji Mc Nemar
K+ & K-
K+
K-
Mati Hidup
Mati 2 73
Hidup 0 0
Test Statisticsb
K+ & K-
N 75
Chi-Squarea 71.014
Asymp. Sig. .000
62
a. Continuity Corrected
b. McNemar Test
K+ & 1%
K+
1%
Mati Hidup
Mati 52 23
Hidup 0 0
Test Statisticsb
K+ & 1%
N 75
Exact Sig. (2-tailed) .000a
a. Binomial distribution used.
b. McNemar Test
K+ & 5%
K+
5%
Mati Hidup
Mati 58 17
Hidup 0 0
Test Statisticsb
63
K+ & 5%
N 75
Exact Sig. (2-tailed) .000a
a. Binomial distribution used.
b. McNemar Test
K+ & 10%
K+
10%
Mati Hidup
Mati 66 9
Hidup 0 0
Test Statisticsb
K+ & 10%
N 75
Exact Sig. (2-tailed) .004a
a. Binomial distribution used.
b. McNemar Test
K+ & 20%
K+
20%
Mati Hidup
Mati 69 6
64
K+ & 20%
K+
20%
Mati Hidup
Mati 69 6
Hidup 0 0
Test Statisticsb
K+ & 20%
N 75
Exact Sig. (2-tailed) .031a
a. Binomial distribution used.
b. McNemar Test
A.3 Uji Probit
Cell Counts and Residuals
Number
konsentrasi
Number of
Subjects
Observed
Responses
Expected
Responses Residual Probability
P
R
O
B
I
T
dimensi on1
1 1.000 25 11 17.798 -6.798 .712
2 1.000 25 20 17.798 2.202 .712
3 1.000 25 21 17.798 3.202 .712
4 5.000 25 15 19.404 -4.404 .776
5 5.000 25 22 19.404 2.596 .776
6 5.000 25 21 19.404 1.596 .776
7 10.000 25 16 21.092 -5.092 .844
8 10.000 25 25 21.092 3.908 .844
9 10.000 25 25 21.092 3.908 .844
10 20.000 25 19 23.363 -4.363 .935
11 20.000 25 25 23.363 1.637 .935
65
Cell Counts and Residuals
Number
konsentrasi
Number of
Subjects
Observed
Responses
Expected
Responses Residual Probability
P
R
O
B
I
T
dimensi on1
1 1.000 25 11 17.798 -6.798 .712
2 1.000 25 20 17.798 2.202 .712
3 1.000 25 21 17.798 3.202 .712
4 5.000 25 15 19.404 -4.404 .776
5 5.000 25 22 19.404 2.596 .776
6 5.000 25 21 19.404 1.596 .776
7 10.000 25 16 21.092 -5.092 .844
8 10.000 25 25 21.092 3.908 .844
9 10.000 25 25 21.092 3.908 .844
10 20.000 25 19 23.363 -4.363 .935
11 20.000 25 25 23.363 1.637 .935
12 20.000 25 25 23.363 1.637 .935
Confidence Limits
Probability 95% Confidence Limits for konsentrasi
Estimate Lower Bound Upper Bound
PROBITa
dimensi on1
.010 -56.627 . .
.020 -51.182 . .
.030 -47.728 . .
.040 -45.129 . .
.050 -43.016 . .
.060 -41.217 . .
.070 -39.639 . .
.080 -38.227 . .
.090 -36.942 . .
.100 -35.760 . .
.150 -30.864 . .
.200 -26.973 . .
.250 -23.635 . .
.300 -20.638 . .
.350 -17.860 . .
.400 -15.224 . .
66
.450 -12.674 . .
.500 -10.164 . .
.550 -7.655 . .
.600 -5.104 . .
.650 -2.469 . .
.700 .309 . .
.750 3.307 . .
.800 6.645 . .
.850 10.536 . .
.900 15.431 . .
.910 16.614 . .
.920 17.898 . .
.930 19.311 . .
.940 20.888 . .
.950 22.687 . .
.960 24.801 . .
.970 27.399 . .
.980 30.854 . .
.990 36.298 . .
a. A heterogeneity factor is used.
67
LAMPIRAN B
B.1 Alat dan Bahan Penelitian
Gambar 1. Alat Destilasi Gambar 2. Alat untuk Membuat Konsentrasi Larutan Uji
68
Gambar 3. Alat dan Bahan Untuk Perlakuan
69
B. 2 Sampel Penelitian
Gambar 3. Nyamuk Aedes aegypti
B. 3 Kegiatan Penelitian
Gambar 4. Membuat Konsentrasi Larutan Uji
Gambar 5. Memindahkan Nyamuk Menggunakan Aspirator
70
Gambar 6. Proses Perlakuan dengan Menyalakan Alat Selama 60 Menit
Gambar 7. Nyamuk Knockdown dan Mati
Gambar 7. Menghitung Jumlah Nyamuk yang Knockdown dan Mati
71
LAMPIRAN C