Post on 17-Sep-2018
MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JANUARI 2012
1
IMPLEMENTASI MODEL SEGMENTASI PEMBULUH PADA CITRA RETINA FUNDUS MENGGUNAKAN ALGORITMA MODULAR SUPERVISED
Ika Rahmawati1, Handayani Tjandrasa
2, Isye Arieshanti
3
Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, ITS
email : chikapoka01@gmail.com1, handatj@its.ac.id
2, isye.arieshanti@gmail.com
3
ABSTRAKSI
Segmentasi pembuluh pada citra retina
fundus dilakukan untuk menganalisis
karakteristik pembuluh. Analisis karakteristik
pembuluh akan sangat membantu dalam
diagnosis penyakit. Pada Tugas Akhir ini,
diimplemetasikan algoritma modular
supervised untuk segmentasi pembuluh pada
citra retina fundus[1]. Algoritma yang
digunakan bersifat modular dan terdiri dari dua
modul dasar. Modul pertama adalah tahap
preprocessing citra dan proses vessel
enhancement. Preprocessing dilakukan dengan
mengambil green channel pada citra,
dilanjutkan dengan perbaikan kontras
menggunakan contrast-limited adaptive
histogram equalization (CLAHE). Vessel
enhancement merupakan proses pengenalan
pembuluh. Modul kedua meliputi proses
binarisasi gambar, operasi pembersihan, serta
penghilangan Field of View (FOV).
Serangkain proses tersebut menghasilkan
segmentasi pembuluh dari citra retina fundus.
Proses selanjutnya adalah optimasi parameter
standard deviasi dan threshold yang bersifat
supervised berdasarkan nilai Measure of
Performance (MOP). Optimasi ini bertujuan
untuk memaksimalkan performa model.
Metode ini telah diujikan pada
database DRIVE yang terdiri dari 40 foto
retina. Dengan database ini, didapatkan rata-
rata akurasi SNSP sebesar -0.058 (nilai akurasi
semakin bagus jika mendekati 0)
menggunakan dua parameter optimum yang
sudah didapatkan sebelumnya[1]. Metode ini
terbukti mampu mensegmentasi pembuluh
pada citra fundus mata berwarna dengan baik.
Kata Kunci: Segmentasi pembuluh darah
retina, Algoritma supervised, Citra retina.
1. PENDAHULUAN
Mata merupakan organ penting bagi
manusia. Sebagai indra penglihatan, mata
adalah organ yang sensitif. Terjadinya
ketidaknornamalan pada mata, akan sangat
mengganggu. Banyaknya penderita penyakit
mata, sebagian besar adalah penderita dengan
usia di atas 40 tahun. Dengan diagnosis awal,
beberapa penyakit mata tertentu akan lebih
mudah proses penyembuhannya.
Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk
mengetahui struktur pembuluh yaitu dengan
melakukan identifikasi melalui segmentasi
gambar retina yang ditangkap dengan kamera
mata fundus. Segmentasi merupakan salah satu
bidang penting dalam pengolahan citra digital.
Analisis karakteristik pembuluh darah retina
(melalui extraksi/segmentasi pembuluh) akan
sangat membantu dalam diagnosis medis[1-3].
Banyak riset dan penelitian yang dilakukan
untuk mengetahui jenis penyakit tertentu
melalui struktur pembuluh retina pada mata.
Beberapa penyakit yang dapat diketahui dari
hasil karakteristik pembuluh retina misalnya
occlusion pada pembuluh, hipertensi serta
diabetes.
Segmentasi pembuluh dapat dilakukan
dengan berbagai metode yang berbeda[2,4].
Beberapa algoritma segmentasi berdasarkan
srategi yang supervised telah diajukan pada
literatur[5-7]. Namun, biasanya dalam
implementasi pengolahan citra, semua
parameter yang digunakan dalam algoritma
pengolahan citra ditentukan secara heuristik.
Dalam implementasi Tugas Akhir ini, akan
diimplementasikan perangkat lunak segmentasi
yang menggunakan metode modular
supervised.
Algoritma modular supervised ini dipilih
karena memberikan hasil segmentasi dengan
nilai akurasi yang tinggi serta waktu komputasi
yang relatif cepat. Dengan algoritma modular
supervised nilai dua parameter penting
(standard deviation/sigma yang digunakan
dalam proses pengenalan pembuluh, dan
threshold yang digunakan dalam proses image
binarization) dioptimalkan berdasarkan
maximum nilai measure of performances
(MOPs) saat training phase. Dimana MOP
merupakan akurasi dari citra hasil segmentasi
dibandingkan dengan citra ground truth
manual database.
MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JANUARI 2012
2
2. DASAR PENGOLAHAN CITRA
Citra adalah gambar dua dimensi yang
dihasilkan dari gambar analog dua dimensi
yang kontinu menjadi gambar diskrit melalui
proses sampling. Proses sampling dibagi
menjadi 2, yaitu downsampling dan
upsampling. Downsampling merupakan proses
untuk menurunkan jumlah piksel atau resolusi
citra spasial sehingga menghasilkan nilai citra
yang lebih kecil. Sedangkan upsampling
merupakan proses untuk menaikkan jumlah
piksel atau peningkatan resolusi gambar[13].
2.1 CITRA GREEN CHANNEL
Channel merupakan istilah yang lazim
digunakan untuk menyebut komponen tertentu
dalam sebuah citra. Sebuah citra RGB
mempunyai tiga channel : red, green, dan blue.
RGB channel mengikuti reseptor warna pada
mata manusia dan digunakan dalam
menampilkan gambar pada komputer dan
scanner.
Dalam pengolahan citra selanjutnya
akan digunakan citra green channel.
Karena sifat refleksi dari permukaan mata,
red channel dari foto fundus terkadang
mengalami saturasi yang terlalu berlebihan
(oversaturated) terutama di daerah pusat
dan saraf optik. Sedangkan blue channel
dapat mengalami saturasi yang terlalu
rendah (undersaturated) dan terdapat
banyak noise.
2.2 PERBAIKAN CITRA
Perbaikan citra bertujuan meningkatkan
kualitas tampilan citra untuk mengkonversi
suatu citra agar memiliki format yang lebih
baik sehingga citra tersebut menjadi lebih
mudah diolah dengan mesin (komputer).
2.2.1 Contrast Limited Adaptive Histogram
Equalization (CLAHE)
Contrast Limited Adaptive Histogram
Equalization (CLAHE) termasuk teknik
perbaikan citra yang digunakan untuk
memperbaiki kontras pada citra. CLAHE
memperbaiki local kontras pada citra. CLAHE
meripakan generalisasi dari Adaptive
Histogram Equalization (AHE). Berbeda
dengan Histogram Equalization yang
beroperasi pada keseluruhan region pada citra,
CLAHE beroperasi pada region yang kecil dan
disebut dengan tile. Sebagai tambahan, untk
mengeliminasi adanya region boundaries,
CLAHE menerapkan interpolasi bilinear. Oleh
karena itu, region - region kecil yang
bertetangga tidak terlihat batasnya, atau terlihat
lebih halus.
Keuntungan menggunakan CLAHE
adalah perhitungan yang sederhana, mudah
digunakan dan menghasilkan output yang
bagus pada sebagian besar citra. Citra yang
menerapkan CLAHE memiliki noise yang
sedikit dan bisa menghindari adanya saturasi
kecerahan yang biasa terjadi pada Histogram
Equalization.
3. KONVOLUSI
Konvolusi adalah operasi matematika
sederhana yang banyak digunakan dalam
operasi pengolahan citra. Konvolusi dilakukan
dengan mengalikan secara bersamaan dua
array yang memiliki dimensi yang sama
dengan ukuran yang berbeda untuk
menghasilkan array baru dengan dimensi yang
sama. Konvolusi dapat digunakan dalam
pengolahan citra sebagai operator yang
outputnya merupakan nilai pixel kombinasi
linear sederhana dari nilai-nilai piksel input
tertentu.
Dalam konteks pengolahan citra, salah
satu array input biasanya berupa gambar
graylevel. Array kedua biasanya jauh lebih
kecil, berukuran dua-dimensi (meskipun
mungkin hanya sebuah piksel tunggal tebal),
dan biasanya disebut kernel.
4. MATRIKS HESSIAN
Matrik Hessian adalah matrik yang setiap
elemennya dibentuk dari turunan parsial kedua
dari suatu fungsi[10]. Misalkan f(x) fungsi
dengan n variabel yang memiliki turunan
parsial kedua dan turunannya kontinu, matrik
Hessian f(x) ditulis H direpresentasikan seperti
gambar 2.6.
(1)
Matrik Hessian dapat digunakan untuk
melakukan uji turunan kedua fungsi lebih
dari satu variabel, yaitu untuk mengidentifikasi
optimum relatif dari nilai fungsi tersebut.
Penggolongan titik stasioner fungsi dua
variabel dengan menggunakan matriks
Hessian[10].
MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JANUARI 2012
3
5. EIGENVALUE DAN EIGENVECTOR
Eigenvalue sering diartikan dengan
akar ciri. dalam bahasa yang lebih mudah
eigen value merupakan suatu nilai yang
menunjukkan seberapa besar pengaruh suatu
variabel terhadap pembentukan karakteristik
sebuah vektor atau matriks. eigen value
dinotasikan dengan λ[9]. Nilai λ paling besar
adalah yang memberikan karakteristik atau ciri
paling kuat pada suatu vektor atau matriks.
Eigenvalue merupakan nilai yang mewakili
total varian yang dijelaskan oleh setiap faktor.
Sedangkan eigenvektor digunakan untuk
menentukan arah. Untuk mencari eigenvalue
dari matriks persegi, digunaan persamaan
berikut :
(2)
6. BINARISASI GAMBAR
(THRESHOLDING)
Dalam image processing, mengubah
gambar menjadi biner artinya mengubah warna
tiap-tiap pixel pada gambar menjadi hanya
bernilai 0 atau 255, sehingga hanya berwarna
hitam dan putih. Dengan normalisasi gambar
bisa juga dinyatakan dengan warna tiap-tiap
pixel pada gambar 0 atau 1.
Thresholding adalah proses mengubah
citra berderajat keabuan menjadi citra biner
atau hitam putih sehingga dapat diketahui
daerah mana yang termasuk obyek dan
background dari citra secara jelas. Citra hasil
thresholding biasanya digunakan lebih lanjut
untuk proses pengenalan obyek serta ekstraksi
fitur[13].
Citra hasil thresholding dapat didefinisikan
sebagaimana persamaan berikut :
(3)
7. DETEKSI TEPI
Deteksi tepi (Edge Detection) pada suatu
citra adalah suatu proses yang menghasilkan
tepi-tepi dari obyek-obyek citra. Tujuan edge
detection ada dua, pertama untuk menandai
bagian yang menjadi detil citra. Kedua untuk
memperbaiki detil dari citra yang kabur, yang
terjadi karena derau atau adanya efek dari
proses akuisisi citra.
7.1 Deteksi Tepi Sobel
Salah satu contoh metode yang
mengimplementasikan deteksi tepi adalah
metode deteksi tepi Sobel. Secara sederhana,
operator Sobel menghitung gradien dari
intensitas citra pada setiap titik sehingga
didapatkan kemungkinan arah yang terbesar
yang bertambah dari warna yang terang sampai
warna gelap dan laju perubahan pada masing-
masing arah. Hasilnya akan menunjukkan
seberapa halus citra akan melakukan
perubahan pada titik tersebut. Pada banyak
aplikasi, sobel digunakan sebagai metode
komputasi gradien standar untuk mendapatkan
gradien citra dan tepi. Lebih spesifiknya,
deteksi tepi Sobel terdiri dari 2 directional
filter yaitu Gx dan Gy. Formula dari sobel
adalah sebagai berikut :
(4)
Gx Gy
Gambar 1. Matriks Konvolusi Sobel
8. Structuring Element dan Operasi
Morphology
Structuring element memegang peranan
penting dalam pengolahan citra dengan
morfologi. Pemilihan bentuk dan ukuran
structuring element sangat berpengaruh
terhadap hasil pengolahan citra. Penggunaan
dua buah structuring element yang berbeda
akan menghasilkan hasil yang berbeda juga
meski objek/citra yang dianalisa sama.
Pembahasan mengenai operasi morfologi
pada citra meliputi dasar-dasar matematika
morfologi meliputi Dilasi, Erosi, dan Opening
Operation.
Dilasi adalah operasi yang akan membuat
sebuah objek berkembang atau menebal sesuai
dengan bentuk Structuring Element yang
digunakan. Dalam operasi dilasi, citra asli akan
mengalami pelebaran dengan mengikuti bentuk
Structuring Element yang digunakan[10].
MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JANUARI 2012
4
dilasi A oleh B, dinotasikan dengan
dapat diperoleh dari persamaan
(4)
Erosi adalah operasi yang akan membuat
sebuah objek menyusut atau menipis. Seperti
pada operasi dilasi, objek akan menyusut atau
menipis sesuai dengan bentuk dan ukuran dari
Structuring Element[10]. Erosi A oleh B
didefinisikan oleh persamaan
(5)
Opening umumnya digunakan untuk
menghaluskan kontur dari sebuah objek,
memutuskan garis tipis yang menghubungkan
dua region besar, dan menghilangkan tonjolan
tipis[10]. Operasi opening dari himpunan A
oleh Structuring Element B, yang dinotasikan
dengan , didefinisikan pada persamaan
berikut :
(6)
9. METODE PERHITUNGAN
TINGKAT AKURSI
Perhitungan akurasi segmentasi citra
dapat dihitung dengan menggunakan nilai
SNSP[8] mengikuti persamaan
(7)
(8)
Dimana sensitivity merupakan ukuran
kemampuan mendeteksi pembuluh, sedangkan
specificity merupakan ukuran kemampuan
untuk mendeteksi yang bukan termasuk
pembuluh. Perhitungan sensitivity dan
specificity, ditunjukkan dalam persamaan
berikut
(9)
(10)
Sensitivity dan specificity memiliki nilai
range dari 0 sampai maksimum 1. True
negative merupakan jumlah piksel benar
terdeteksi sebagai background baik pada citra
groundtruth maupun pada citra hasil
segmentasi. False positive merupakan jumlah
piksel yang salah terdeteksi, dimana hasil
segmentasi menyatakan sebagai pembuluh,
tetapi pada citra groundtruth merupakan
background. Sedangkan false negative
merupakan jumlah piksel yang salah terdeteksi
sebagai background, dimana hasil segmentasi
menyatakan sebagai background, tetapi pada
citra groundtruth merupakan pembuluh.
10. SEGMENTASI CITRA RETINA
MENGGUNAKAN ALGORITMA
MODULAR SUPERVISED
Langkah-langkah dalam melakukan
segmentasi citra menggunakan algoritma
modular supervised adalah sebagai berikut[8] :
1. Merubah citra masukan ke green channel.
2. Memperbaiki kontras dengan contrast-
limited adaptive histogram equalization.
3. Melakukan konvolusi dengan turunan
kedua Gaussian 2D yang kemudian
membentuk Matriks Hessian[11] seperti
pada persamaan (1).
4. Mencari nilai eigenvalue dari matriks
seperti persamaan (2).
5. Melakukan normalisasi nilai piksel
berdasarkan nilai eigenvalue.
6. Menentukan piksel apakah termasuk
sebagai pembuluh atau bukan.
7. Mengubah citra menjadi biner dengan
metode thresholding.
8. Membersihkan elemen-elemen kecil yang
bukan termasuk pembuluh dengan
bantuan morphology opening seperti
persamaan (6).
9. Menghapuskan tepi retina yang bukan
termasuk pembuluh (Field Of View
removal), dengan tahapan berikut :
a. Citra masukan retina fundus dirubah
ke citra red channel.
b. Mendapatkan mask dengan
thresholding citra red channel.
c. Mendeteksi tepi dari citra hasil
keluaran tahap (b).
d. Menebalkan tepi yang terdeteksi
dengan morphology dilasi seperti
persamaan (4).
e. Pencocokan gambar hasil keluaran
tahap (d) dengan citra keluaran tahap
(8). Pada posisi tepi gambar (d), rubah
piksel pada gambar (8) menjadi
nol/background.
10. Melakukan optimasi paramter standard
deviasi/sigma dan threshold.
11. UJI COBA DAN EVALUASI
Uji coba dilakukan terhadap citra DRIVE
[12] yang berukuran 565x584 piksel dan
merupakan citra RGB.
MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JANUARI 2012
5
11.1 Perbandingan hasil akurasi segmentasi
citra dengan nilai threshold tetap dan
standard deviation/sigma yang berbeda-beda
Pada skenario uji coba ini akan
dibandingkan nilai akurasi segmentasi citra
yang dihasilkan dari masing-masing citra
dengan nilai standard deviasi/sigma dan
threshold yang berbeda-beda. Uji coba pertama
skenario ini akan diujikan pada citra 1_test.tif.
Gambar 2. Citra masukan 1_test.tif uji coba I
Pada skenario ini, proses segmentasi
akan diulang dengan memberikan nilai
parameter standard deviation/sigma 1, 2, 3, 4,
5 dan threshold 0.01, 0.05, 0.1, 0.15, 0.2.
Kemudian akan dilihat hasil segmentasi citra
dan akurasi dari hasil segmentasi citra tersebut.
Berikut ini ditunjukkan pada gambar 3
merupakan hasil keluaran citra dengan
threshold 0.01 dan sigma yang berbeda-beda,
yaitu 1, 2, 3, 4, 5.
Gambar 3. Uji Coba 1_test.tif dengan threshold 0.01;
(a)Citra green cahnnel; (b)Citra dengan sigma 1;
(c)Citra dengan sigma 2; (d)Citra dengan sigma 3;
(e)Citra dengan sigma 4; (f)Citra dengan sigma 5
Berikut ini ditunjukkan pada gambar 4
merupakan hasil keluaran citra dengan
threshold 0.05 dan sigma yang berbeda-beda,
yaitu 1, 2, 3, 4, 5.
Gambar 4. Uji Coba 1_test.tif dengan threshold 0.05;
(a)Citra green cahnnel; (b)Citra dengan sigma 1;
(c)Citra dengan sigma 2; (d)Citra dengan sigma 3;
(e)Citra dengan sigma 4; (f)Citra dengan sigma 5
Berikut ini ditunjukkan pada gambar 5
merupakan hasil keluaran citra dengan
threshold 0.1 dan sigma yang berbeda-beda,
yaitu 1, 2, 3, 4, 5.
Gambar 5. Uji Coba 1_test.tif dengan threshold 0.1;
(a)Citra green cahnnel; (b)Citra dengan sigma 1;
(c)Citra dengan sigma 2; (d)Citra dengan sigma 3;
(e)Citra dengan sigma 4; (f)Citra dengan sigma 5
Berikut ini ditunjukkan pada gambar 6
merupakan hasil keluaran citra dengan
MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JANUARI 2012
6
threshold 0.15 dan sigma yang berbeda-beda,
yaitu 1, 2, 3, 4, 5.
Gambar 6. Uji Coba 1_test.tif dengan threshold 0.15;
(a)Citra green cahnnel; (b)Citra dengan sigma 1;
(c)Citra dengan sigma 2; (d)Citra dengan sigma 3;
(e)Citra dengan sigma 4; (f)Citra dengan sigma 5
Berikut ini ditunjukkan pada gambar 7
merupakan hasil keluaran citra dengan
threshold 0.2 dan sigma yang berbeda-beda,
yaitu 1, 2, 3, 4, 5.
Gambar 7. Uji Coba 1_test.tif dengan threshold 0.2;
(a)Citra green cahnnel; (b)Citra dengan sigma 1;
(c)Citra dengan sigma 2; (d)Citra dengan sigma 3;
(e)Citra dengan sigma 4; (f)Citra dengan sigma 5
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa
semakin besar nilai threshold, rata-rata nilai
akurasi SNSP dari 10 gambar yang berbeda
akan semakin kecil. Dengan nilai threshold
yang sama, hasil akurasi SNSP akan semakin
kecil dan running time proses lebih lama
seiring dengan bertambahnya nilai sigma.
Tabel 1. Akurasi citra uji coba I
11.2 Perbandingan hasil akurasi segmentasi
citra dengan nilai standard deviation/sigma
yang tetap dan threshold yang berbeda-beda
Pada skenario uji coba yang kedua ini
akan dibandingkan hasil akurasi citra dari nilai
sigma tetap dan threshold yang berbeda-beda.
Uji coba dilakukan terhadap citra 19_test.tif.
Gambar 8. Citra masukan 19_test.tif uji coba II
Pada skenario ini, proses segmentasi akan
diulang dengan memberikan nilai parameter
threshold 0.01, 0.05, 0.1, 0.15, 0.2 dan
standard deviation/sigma 1, 2, 3, 4, 5.
Kemudian akan dilihat hasil segmentasi citra
dan akurasi dari hasil segmentasi citra tersebut.
Berikut ini ditunjukkan pada gambar 9
merupakan hasil keluaran citra dengan sigma 1
dan threshold yang berbeda-beda, yaitu 0.01,
0.05, 0.1, 0.15, 0.2.
MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JANUARI 2012
7
Gambar 9. Uji Coba 19_test.tif dengan sigma 1;
(a)Citra green cahnnel; (b)Citra dengan threshold
0.01; (c)Citra dengan threshold 0.05; (d)Citra dengan
threshold 0.1; (e)Citra dengan threshold 0.15; (f)Citra
dengan threshold 0.2
Berikut ini ditunjukkan pada gambar 10
merupakan hasil keluaran citra dengan sigma 1
dan threshold yang berbeda-beda, yaitu 0.01,
0.05, 0.1, 0.15, 0.2.
Gambar 10. Uji Coba 19_test.tif dengan sigma 2;
(a)Citra green cahnnel; (b)Citra dengan threshold
0.01; (c)Citra dengan threshold 0.05; (d)Citra dengan
threshold 0.1; (e)Citra dengan threshold 0.15; (f)Citra
dengan threshold 0.2
Berikut ini ditunjukkan pada gambar 11
merupakan hasil keluaran citra dengan sigma 1
dan threshold yang berbeda-beda, yaitu 0.01,
0.05, 0.1, 0.15, 0.2.
Gambar 11. Uji Coba 19_test.tif dengan sigma 3;
(a)Citra green cahnnel; (b)Citra dengan threshold
0.01; (c)Citra dengan threshold 0.05; (d)Citra dengan
threshold 0.1; (e)Citra dengan threshold 0.15; (f)Citra
dengan threshold 0.2
Berikut ini ditunjukkan pada gambar 12
merupakan hasil keluaran citra dengan sigma 1
dan threshold yang berbeda-beda, yaitu 0.01,
0.05, 0.1, 0.15, 0.2.
Gambar 12. Uji Coba 19_test.tif dengan sigma 4;
(a)Citra green cahnnel; (b)Citra dengan threshold
0.01; (c)Citra dengan threshold 0.05; (d)Citra dengan
threshold 0.1; (e)Citra dengan threshold 0.15; (f)Citra
dengan threshold 0.2
Berikut ini ditunjukkan pada gambar 12
merupakan hasil keluaran citra dengan sigma 1
MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JANUARI 2012
8
dan threshold yang berbeda-beda, yaitu 0.01,
0.05, 0.1, 0.15, 0.2.
Gambar 13. Uji Coba 19_test.tif dengan sigma 5;
(a)Citra green cahnnel; (b)Citra dengan threshold
0.01; (c)Citra dengan threshold 0.05; (d)Citra dengan
threshold 0.1; (e)Citra dengan threshold 0.15; (f)Citra
dengan threshold 0.2
Tabel 2. Akurasi citra uji coba II
Pada tabel di atas, berisi rata-rata nilai
akurasi SNSP, serta running time dari 10
gambar yang berbeda. Dari hasil uji coba yang
kedua ini, semakin besar nilai sigma, maka
akurasi SNSP akan semakin bagus, serta
running time proses lebih lama. Dengan nilai
sigma yang sama, hasil akurasi SNSP akan
semakin kecil seiring dengan bertambahnya
nilai threshold.
12. EVALUASI
Dari hasil uji coba yang telah dilakukan,
beberapa parameter yang digunakan selama uji
coba memberikan pengaruh terhadap hasil
segmentasi pembuluh darah retina pada citra
retina fundus dengan algoritma modular
supervised.
Perubahan nilai sigma, memberikan
pengaruh terhadap hasil akurasi segmentasi
citra. Apabila nilai sigma terlalu kecil, maka
citra hasil segmentasi akan semakin tipis. Hal
ini tidak sesuai dengan citra groundtruth,
sehingga mengakibatkan nilai akurasi yang
kecil. Karena groundtruth lebig tebal. Semakin
kecil nilai sigma yang diberikan, juga
mengakibatkan semakin sedikit pembuluh
darah yang bisa disegmentasi dan berakibat
pada semakin sedikit pula pembuluh yang bisa
dideteksi. Sebaliknya, apabila nilai sigma
terlalu besar maka citra keluaran segmentasi
semakin tebal pembuluhnya. Hal ini
mengakibatkan ketidaksesuaian dengan citra
groundtruth. Sehingga citra groundtruth
seolah-olah merupakan bagian dari citra
keluaran. Dengan jumlah pembuluh yang
semakin banyak terdeteksi, sehingga
mengakibatkan nilai akurasi yang baik.
Selain itu, perubahan nilai threshold
memberikan pengaruh terhadap hasil akurasi
segmentasi citra. Apabila nilai threshold terlalu
kecil, maka akan semakin banyak cabang-
cabang pembuluh darah yang masuk dalam
segmentasi, sehingga tidak sesuai dengan
pembuluh darah pada citra groundtruth dan
nilai akurasi kecil. Sebaliknya apabila nilai
threshold terlalu besar maka akan semakin
sedikit cabang-cabang kecil pada pembuluh
darah yang menghilang dan nilai akurasinya
pun juga akan kecil. Hal ini dapat dilihat dari
hasil segmentasi citra pembuluh darah, apabila
nilai threshold terlalu kecil, maka akan banyak
cabang-cabang kecil pada pembuluh darah
yang seharusnya hilang. Dan apabila nilai
threshold terlalu besar, akan ada cabang
pembuluh darah yang menghilang.
13. KESIMPULAN
Berdasarkan implementasi Tugas Akhir
ini, didapatkan beberapa kesimpulan :
1. Perangkat lunak untuk segmentasi
pembuluh darah dapat diimplementasikan
MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JANUARI 2012
9
dengan menggunakan algoritma modular
supervised. Algoritma ini terdiri dari
modul preprocessing, vessel
enhancement, image binarization,
cleaning, dan FOV removal.
2. Perangkat lunak ini terbukti mampu
mensegmentasi dengan baik, dibuktikan
dengan nilai rata-rata akurasi SNSP yang
cukup tinggi sekitar -0.058 (nilai SNSP
akan semakin bagus jika mendekati 0).
3. Nilai threshold berpengaruh terhadap
hasil akurasi segmentasi citra. Apabila
nilai threshold terlalu besar, maka nilai
akurasi kecil.
4. Nilai sigma mempengaruhi hasil akurasi
segmentasi citra. Apabila nilai sigma
terlalu kecil, maka nilai akurasi kecil.
14. DAFTAR PUSTAKA
[1]. C. Tsai, C. Stewart, H. Tanebaum, B.
Roysam, Model-based method for improving
the accuracy and repeatability of estimating
vascular bifurcation and crossovers from
retinal fundus images, IEEE Tr ans. I nf.
Technol. Biomed. 8 ( 2004) 122 – 130.
[2]. J . Staal, M . Abramoff, M. Niemeijer,
M. Vi ergever, B. van Ginneken, Ridge-based
vessel segmentation in color images of the
retina, IEEE Trans. Med. Imag. 23 (2004)
501 – 509.
[3]. M . M artinez-Perez, A. Hughes, S.
Thom, A. Bharath, K. Parker, Segmentation of
blood vessels from red-free and fluorescein
retinal images, Med. Image Anal. 11 ( 2007)
47 – 61.
[4]. C. Kirbas, F. Quek, A review of vessel
extraction t echniques and algorithms, ACM
Comput. Surv. 36 (2004) 81 – 121.
[5]. S. Salem, N. Salem, A. Nandi,
Segmentation of retinal blood vessels using a
novel clustering algorithm ( RACAL) with a
partial s upervision strategy, Med. Biol. Eng.
Comput. 45 ( 2007) 261 – 273.
[6]. J .V.B. Soares, J .J.G. Leandro, R.M.
Cesar, H.F. Jelinek, M.J. Cree, Retinal vessel s
egmentation using the 2-D Gabor wavelet and
supervised classification, IEEE Trans. Med.
Imag. 25 (2006) 1214 – 1222.
[7]. E. Ricci, R. Perfetti, Retinal blood
vessel segmentation using line operators and
support vector classification, IEEE Trans. M
ed. Imag. 26 (2007) 1357 – 1365.
[8]. Anzalone A, Izzarri F.B, Parodi M,
Storace M, A modular supervised algorithm
for vessel segmentation in red-free retinal
images. Computers in Biology and Medicine
38 (2008) 913 – 922.
[9]. Eigen Value (λ) , <URL: http://
nuvie81.wordpress.com/2008/08/29/eigen-
value-%CE%BB/ diakses pada 12 November
2012>
[10]. Gonzales, R.C., et al. 2004. Digital
Image Processing Using MATLAB 3rd
edition. United States of America : Prentice
Hall.
[11]. A. F. Frangi, W. J. Niessen, K. L.
Vincken, Max A. Viergever, Multiscale vessel
enhancement filtering, Image Sciences
Institute, University Hospital Utrecht (1998).
[12]. DRIVE (Digital Retinal Image for
Vessel Extraction). Drive Database, <URL:
http://www.isi.uu.nl/Research/Databases/DRI
VE/ diakses pada 15 Oktober 2011>
[13]. M. Iqbal, Dasar Pengolahan Citra
Menggunakan Matlab