Post on 08-Jun-2015
III. HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN
A. TANAMAN CENGKEH
Tanaman cengkeh (Syzygium aromaticum), termasuk dalam family Myrtaceae.
Daunnya bundar telur sungsang, dan daun yang masih muda berwarna merah
jambu kekuning-kuningan, buahnya berupa buni, berbentuk lonjong, dan
berwarna merah tua (Gambar 1).
Gambar 1. Tanaman Cengkeh
Cengkeh merupakan tanaman tropis berakar tunggang, bercabang dan kuat. Tinggi
tanaman dapat mencapai 15 meter dan dapat mencapai umur sampai lebih dari
100 tahun, mempunyai daun berbentuk lonjong yang berbunga pada pucuk-
pucuknya. Tangkai buah pada awalnya berwarna hijau, dan berwarna merah jika
bunga sudah mekar. Cengkeh akan dipanen jika sudah mencapai panjang 1,5 - 2
cm (Anonim, 2002).
Tanaman cengkeh memiliki kandungan minyak atsiri yang cukup tinggi. Setiap
bagian pohon mengandung minyak, mulai dari bunga, daun, gagang hingga akar.
Kandungan minyak cengkeh pada tanaman cengkeh bervariasi jumlahnya, namun
yang tertinggi terdapat pada bagian bunga yaitu sekitar 14 – 21%, sedangkan pada
gagang cengkeh yaitu sekitar 5 – 6% (Guenther, 1987).
Semua bagian dari tanaman cengkeh mempunyai kandungan yang relatif sama,
yang berbeda hanya jumlahnya saja. Di bawah ini Tabel yang menunjukkan sifat
atau karakteristik dari minyak gagang cengkeh.
Tabel 1. Karakteristik Minyak Gagang Cengkeh
Karakteristik KeteranganNama botani Syzygium aromaticumMetode ekstraksi umumnya
Penyulingan uap
Warna Kuning emas bercahayaKonsistensi Medium, sedikit berminyakCatatan keharuman MenengahKekuatan dari aroma KuatGambaran keharuman Pedas, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai
dengan bau tanaman.Kegunaan Arthritis, asma, bronchitis, rematik, sprains, nyeri
otot, sakit gigi.Unsur utama Eugenol, eugenyl asetat, caryophyllene,
isocaryophyllene.(Sumber: www.aromaweb.com).
11
B. MINYAK ATSIRI
1. Sejarah Perkembangan Minyak Atsiri
Minyak atsiri pertama kali dibuat oleh bangsa Mesir, Persia, dan India.
Sebenarnya penyulingan minyak atsiri waktu itu terbatas pada terpenten dan
kamfor. Perdagangan minyak wangi dan salep telah sejak lama di Negara-Negara
Timur, Yunani, Roma Kuno. Bahan yang digunakan bukan minyak atsiri
melainkan bunga, akar-akaran tanaman yang wangi, kemudian dimasukkan
kedalam botol yang telah berisi minyak. Selanjutnya botol yang telah berisi
minyak serta bunga dan akar-akaran tersebut dijemur (Anonim, 1999).
Penyulingan minyak atsiri pada zaman tersebut, belum menggunakan sistem
pencataan yang sistematis. Sehingga, data-data tentang metode-metode, tujuan
dan hasil penyulingan tersebut, hampir tak ada lagi dan sangat kabur.
Penelitian sistematis tentang sejumlah minyak atsiri dapat dikatakan dimulai oleh
ahli kimia Prancis J. B. Dumas (1800-1884), perkembangan penting dalam ilmu
kimia tentang minyak atsiri selanjutnya adalah penyelidikan oleh ahli kimia
Prancis M. Barthelot (1827-1907), yaitu mengenai kandungan hidrokarbon pada
minyak atsiri. Penelitian berikutnya di bidang minyak atsiri meliputi penemuan
minyak atsiri baru dan penelitian terhadap komponennya.
Minyak atsiri merupakan komoditas ekspor cukup penting bagi Indonesia.
Beberapa komoditas seperti minyak nilam, pala, dan minyak cengkeh merupakan
pemasok terbesar ke pasar dunia. Minyak atsiri hampir seluruhnya diproduksi
oleh petani dalam usaha skala kecil dengan teknologi sederhana, mulai dari teknik
12
budidaya sampai pengolahan. Dengan demikian, produktivitas tanaman dan mutu
minyak umumnya lebih rendah dari harga produk yang sama dari negara produsen
lainnya (Hobir dan Emmyzar, 1995).
2. Sumber
Minyak atsiri yang dikenal juga dengan nama minyak eteris atau minyak terbang
(essential oil, volatile oil) adalah minyak mudah menguap dan diperoleh dari
tanaman dengan cara penyulingan uap atau suatu hasil reaksi hidrolisis bahan
tanaman yang mudah menguap dari kandungan senyawa esensi tanaman itu
(Zulchi dan Aisni., 2002). Minyak tersebut menguap pada suhu kamar tanpa
mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan bau
tanaman penghasilnya. Umumnya larut dalam pelarut organik dan tak larut dalam
air (Anonim, 2002).
Tanaman yang menghasilkan minyak atsiri diperkirakan berjumlah 150-200
spesies tanaman, yang termasuk dalam family Pinaceae, Labiateae, Compositae,
Lauraceae, Myrtaceae dan Umbelliferaceae. Minyak atsiri dapat bersumber pada
setiap bagian tanaman yaitu dari daun, bunga, buah, biji, batang atau kulit, dan
akar.
Ditinjau dari segi bahan bakunya, minyak atsiri dapat dibedakan atas minyak atsiri
primer dan sekunder. Minyak atsiri produk primer adalah minyak atsiri sebagai
hasil utama dari suatu bahan, misalnya nilam, dan akar wangi; sedangkan produk
sekunder adalah hasil tambahan atau limbah dari suatu bahan misalnya minyak
lada, pala, cengkeh, kunyit, dll. (Adriani, 2001).
13
3. Komposisi Kimia
Pada umumnya variasi komposisi minyak atsiri disebabkan oleh perbedaan jenis
tanaman penghasil, kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur panenan, metode
ekstraksi yang dipergunakan dan cara penyimpanan minyak.
a. Komposisi Kimia Minyak Atsiri Secara Umum
Minyak atsiri umumnya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia
yang terbentuk dari unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O) serta
beberapa persenyawaan kimia yang mengandung unsur nitrogen (N) dan
belerang (S).
Pada umumnya komponen kimia dalam minyak atsiri dibagi menjadi 2
golongan yaitu:
1. Hidrokarbon
Persenyawaan yang termasuk golongan hidrokarbon terbentuk dari unsur
hidrogen (H) dan karbon (C). Komponen kimia yang termasuk golongan
hidrokarbon yang dominan menentukan bau dan sifat khas setiap jenis
minyak yaitu persenyawaan terpen.
Persenyawaan terpen berbau kurang wangi, sukar larut dalam alkohol
encer, terutama jika terkena cahaya matahari dan oksigen udara. Minyak
yang mengandung terpen jika disimpan dalam waktu lama akan
membentuk sejenis resin dan sukar larut dalam alkohol.
Untuk tujuan tertentu misalnya untuk pembuatan parfum, fraksi terpen
perlu dipisahkan sehingga didapatkan minyak atsiri yang bebas terpen.
14
Tujuan dari pemisahan fraksi terpen dari minyak atsiri yaitu 1).
memperbesar kelarutan minyak dalam alkohol, 2). memperbesar resistensi
minyak terhadap kerusakan yang diakibatkan oleh proses oksidasi cahaya
dan 3) memperbesar konsentrasi senyawa kimia golongan “oxygenated
hydrocarbon” yang berbau lebih wangi.
2. “Oxygenated hydrocarbon”
Komponen kimia dari golongan ini terbentuk dari unsur karbon (C),
hidrogen (H), dan oksigen (O). Persenyawaan kimia yang merupakan
golongan ini yaitu alkohol, aldehid, keton, ester, dan eter.
Pada umumnya sebagian besar minyak atsiri terdiri dari campuran
persenyawaan golongan hidrokarbon dan “oxygenated hydrocarbon”.
Disamping itu, minyak atsiri mengandung resin dan lilin dalam jumlah kecil
yang merupakan komponen tidak menguap (Guenther, 1987).
Di bawah ini merupakan Tabel golongan persenyawaan kimia yang terdapat
dalam minyak atsiri (Tabel 2).
15
Tabel 2. Persenyawaan Kimia yang Terkandung Dalam Minyak Atsiri
Golongan Persenyawaan kimia
1). Hidrokarbon (C5H8)n Ocimene, myocene, cyonene pinere, syslvestrene, limonene, camphene, phelanddrene, fenchene, geraniolene, endesniol, caryophilene dan santalene.
2). “Oxygenated hydrocarbon”a. Alkohol (R-OH)
- Alkohol alifatis Geraniol, nerol, sitronellol, terpineol, borneol, linaleol, menthol, santalol, isopulegol, penchil alkohol, sedrol, farnesol, fenil etil alkohol, sinnamil alkohol, metil alkohol
- Alkohol siklis Thimol, carvacrol, eugenol, vanilinc. Keton (R-CO-R) Camphor, vione, carvone, menthone,
pulegone, fenchone, piperitone, dan asetofennon.
d. Ester (R-COOR) Ester-ester dari asam aseta, butirat, siglat, salisilat, benzoat.
e. Eter (R-O-R) Anethole, metil cavicole, safrole, eucalyptole, ascaridole.
(Sumber: Ketaren, 1990)
b. Sifat Fisiko Kimia Minyak Atsiri
1. Sifat fisik
Biasanya minyak atsiri tak berwarna atau berwarna kekuning-kuningan
dan beberapa minyak atsiri berwarna kemerah-merahan, jika lebih lama di
udara akan mengabsorbsi oksigen hingga berwarna lebih gelap dan
berubah baunya serta menjadi lebih kental.
2. Sifat kimia
Sifat kimia minyak atsiri ditentukan oleh persenyawaan kimia yang
terdapat didalamnya terutama terpen, aldehid, ester, asam. Perubahan
kimia yang terjadi pada senyawa-senyawa tersebut dapat mengakibatkan
kerusakan pada minyak atsiri.
16
C. MINYAK CENGKEH
1. Komposisi Kimia
Minyak cengkeh merupakan minyak atsiri yang diperoleh dari tanaman cengkeh
(Syzygium aromaticum). Minyak atsiri ini dapat diperoleh dari bunga, gagang, dan
daun tanaman cengkeh. Kualitas minyaknya dievaluasi dari kandungan fenol,
terutama eugenol. Kadar eugenol dalam minyak cengkeh dipengaruhi oleh asal
minyaknya. Kadar terbanyak dan kualitas yang baik dapat dihasilkan oleh minyak
yang diperoleh dari bunga dan gagang cengkeh. Kualitas minyak daun cengkeh
hanya sedikit lebih rendah dibandingkan dengan minyak bunga atau gagang
cengkeh (Aksan, 2007). Perbandingan kadar eugenol dalam minyak cengkeh
berdasarkan asalnya, tersaji pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan Eugenol Dalam Minyak Cengkeh
Asal Minyak Kadar EugenolBunga 90 - 95%Gagang 83 - 95%Daun 82 - 87%
(Sumber: Guenther, 1990)
Kandungan minyak cengkeh pada bagian tanaman tersebut bervariasi jumlahnya.
Bunga mengandung sekitar 20% minyak, sedangkan bagian gagang dan daun
sekitar 4-6% minyak (Guenther, 1990). Selain itu, kandungan minyak saat
ekstraksi dipengaruhi oleh lamanya proses penyulingan (Zulchi dan Aisni, 2002).
Minyak atsiri dalam bunga dan gagang cengkeh mengandung eugenol dan
kariofilen, yang merupakan komponen kimia yang memberikan rasa getir dan bau
17
pedas dari cengkeh. Di bawah ini merupakan Tabel perbandingan komposisi
kimia bunga dan gagang cengkeh.
Tabel 4. Komposisi Kimia Bunga dan Gagang Cengkeh
Komponen Bunga cengkeh (%) Gagang cengkeh (%)Air 5, 0 – 8,3 8,7 – 10,2Abu 5,3 – 7,6 6,9 – 9,0Minyak atsiri 14,0 – 21,0 5,0 – 6,0“Fixed oil” dan resin 5,0 – 10,00 3,5 – 4,0Protein 5,0 – 7,0 5,8 – 6,0Serat kasar 6,0 – 9,0 13,0 – 19,0Tanin 10,0 – 18,0 Sekitar 10(Sumber: Ketaren, 1989)
Pada umumnya minyak cengkeh terdiri dari campuran berbagai persenyawaan
kimia, yaitu:
a. Eugenol [CH2=CHCH2C6H3(OCH3)OH)]
Eugenol merupakan persenyawaan kimia yang paling penting di dalam
minyak cengkeh dan jumlahnya dapat mencapai 83-95%. Eugenol bersifat
mudah menguap, tidak berwarna atau berwarna agak kuning dan
mempunyai rasa getir (Guenther, 1990). Karakteristik eugenol dapat
dilihat pada Tabel (Lampiran 5).
Eugenol dapat diisolasi dari minyak dengan menambahkan NaOH atau
KOH 3%, sehingga menghasilkan natrium atau kalium eugenolat
(Anonim, 2006). Gambar di bawah ini menggambarkan reaksi antara
eugenol dan penambahan NaOH, sehingga menghasilkan natrium
eugenolat (Gambar 2).
18
Gambar 2. Reaksi Antara Eugenol dengan NaOH
Eugenol digunakan sebagai bahan baku parfum, pemberi flavor, dan dalam
bidang pengobatan sebagai antiseptik dan anestesi. Eugenol juga
digunakan pada pembuatan isoeugenol untuk memproduksi vanilin
sintetis. Saat ini, kebanyakan vanilin sintetis dibuat dari fenol atau dari
lignin (Anonim, 2002).
b. Eugenol asetat [CH3CH=CHC6H3(OCH3)COOCH3]
Eugenol asetat terdapat juga pada minyak gagang cengkeh, tetapi dalam
jumlah yang sangat kecil. Eugenol asetat dapat dibuat dari eugenol dengan
cara asetilasi eugenol, menggunakan asetat anhidrit.
c. Kariofilen (Caryophyllene) C15H24
Di dalam minyak cengkeh terdapat alpha dan betha kariofilen dengan
jumlah 5-12%. Kariofilen dapat dipisahkan dari minyak dengan
menambahkan larutan soda 70%, kemudian diekstraksi dengan ester.
Selanjutnya, diuapkan di atas penagas air.
19
d. Metil n-amil keton
Senyawa dalam minyak daun cengkeh yang terdapat dalam jumlah yang
sangat sedikit, dan merupakan senyawa yang menimbulkan bau khas
minyak daun cengkeh.
2. Mutu Minyak Gagang Cengkeh (Clove Steam Oil)
Mutu minyak gagang cengkeh, ditentukan oleh kadar eugenol. Kadar eugenol
dalam minyak gagang cengkeh ditentukan oleh kondisi gagang sebelum disuling
(dirajang atau tanpa rajang) dan metode penyulingan (Ketaren, 1985).
Di Indonesia belum ada suatu standar mutu yang pasti untuk minyak gagang
cengkeh. Di bawah ini Tabel standar mutu dari minyak gagang cengkeh menurut
Essensial Oil Association of USA (EOA).
TABEL 5. STANDAR MUTU MINYAK GAGANG CENGKEH
Karakteristik NilaiPenampakan dan odor Kuning sampai berwarna coklat terangPutaran optik 0o sampai -1o30o
Kadar eugenol 89% sampai 95%Kelarutan dalam alkohol Larut dalam 2 bagian/lebih dari alkohol 70%Indeks bias pada suhu 20 oC 1.5340 sampai 1.5380(Sumber: EOA, 2006).
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu minyak sangat ditentukan oleh sifat dan
senyawa kimia yang terkandung di dalamnya. Sifat fisik seperti bobot jenis,
indeks bias, putaran optik, dan kelarutan dalam etanol 70% dapat dijadikan
kriteria untuk menentukan kemurnian minyak.
20
Apabila bobot jenis, indeks bias, dan putaran optik menunjukkan angka yang
tertinggi, kemungkinan minyak cengkeh tersebut mengandung bahan-bahan lain
seperti mineral dan lemak. Apabila sifat itu menunjukkan angka yang rendah,
maka kemungkinan minyak tersebut mempunyai kadar eugenol yang rendah
(Rusli dkk., 1979).
3. Manfaat
Minyak cengkeh ternyata punya khasiat yang cukup besar dan merupakan baku
industri farmasi dan pestisida nabati. Hasil penelitian Balai Penelitian Tanaman
Obat dan Rempah (BALITTRO) menunjukan bahwa, minyak cengkeh juga dapat
dipakai sebagai bahan baku pembuatan balsam yang dapat menghilangkan rasa
sakit, terutama reumatik. Di samping itu dapat digunakan juga sebagai obat kumur
dan permen.
Bukan itu saja, hasil penelitian BALITTRO juga menunjukkan eugenol yang
terdapat dalam minyak cengkeh ternyata dapat mengendalikan jamur patogen
pada tanaman. Contohnya, jamur Fusarium oxysporum yang menyebabkan
penyakit busuk batang pada tanaman vanili dan jamur tular tanah yang umumnya
menjadi penghambat produksi tanaman hortikultura dan perkebunan.
21
D. PROSES PENYULINGAN MINYAK GAGANG CENGKEH
Penyulingan dapat didefinisikan sebagai pemisahan komponen-komponen suatu
campuran dari dua jenis cairan atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap dari
masing-masing zat tersebut (Guenther, 1990).
Mekanisme penyulingan yaitu sebagai berikut: pada suhu air mendidih, sebagian
minyak atsiri akan larut dalam air yang terdapat dalam kelenjar. Campuran
minyak dalam air ini akan berdifusi ke luar dengan peristiwa osmosis melalui
selaput membran yang sedang mekar sampai di permukaan bahan, dan selanjutnya
menguap. Dengan pemanasan oleh uap atau air, minyak atsiri akan dibebaskan
dari kelenjar minyak dalam jaringan tanaman. Untuk mengganti minyak yang
diuapkan ini, sejumlah minyak masuk ke dalam larutan dan menembus membran
sel bersamaan dengan masuknya air. Proses ini berlangsung terus sampai seluruh
zat menguap didifusikan dari dalam kelenjar minyak dan diuapkan oleh uap air
panas (Guenther, 1987).
1. Pengeringan
Proses penyulingan gagang cengkeh ini dimulai dari proses penjemuran. Tujuan
dari penjemuran ini adalah menguapkan sebagian air dalam bahan sehingga
proses penyulingan mudah dan lebih singkat, serta untuk menguraikan zat tidak
berbau sehingga berbau wangi.
Proses penjemuran dilakukan diatas lantai beton atau tikar, selama 6 hari dibawah
sinar matahari. Penjemuran tersebut dilakukan hingga gagang cengkeh berwarna
coklat tua. Mutu cengkeh kering yang baik yaitu berwarna coklat kekuning-
22
kuningan, dan berat cengkeh yang dihasilkan sekitar 31 - 35% dari berat basah
(Ketaren, 1985).
Kehilangan minyak selama proses pengeringan lebih besar dari kehilangan
minyak selama proses penyimpanan. Hal ini terjadi karena pada proses
pengeringan, air dalam tanaman akan berdifusi sambil mengangkut minyak atsiri
dan akhirnya menguap (Guenther, 1990). Sehingga, minyak atsiri yang berada
dalam tanaman akan berkurang karena sebagian minyak atsiri telah ikut menguap
bersama air yang menguap akibat proses pengeringan.
2. Pengukuran Kadar Air
Prinsip: Penentuan banyaknya air dengan cara destilasi dengan suatu cairan
organik yang tak bercampur dengan air, dan dikumpulkan dalam suatu
tabung berukuran (Gambar 3).
Gambar 3. Tabung Pengukuran Kadar Air
Tujuan dilakukannya pengukuran kadar air yaitu untuk menentukan berapa kadar
air optimum yang terdapat dalam bahan, sebelum di suling.
Prosedur:
23
1) Gagang cengkeh kering sebanyak 10 g dirajang, kemudian dimasukkan ke
dalam labu ukur.
2) Menambahkan toluen hingga terendam seluruhnya.
3) Labu tersebut digabungkan dengan tabung esktraktor destilasi.
4) Memanaskan selama 3-4 jam dengan menggunakan hotplate.
5) Mengamati hasilnya.
Hasil:
Pengukuran kadar air ini dilakukan pemanasan selama 2,5 jam. Hasilnya, air yang
didapat yaitu sebanyak 1,1 mL.
Perhitungan:
Rumus perhitungan kadar air:
Kadar air =
Keterangan:
V = Volume air yang ditampung (mL)
M = Massa bahan yang diuji (g)
Dengan anggapan rapat massa air tepat 1 g/mL.
Kadar air bahan =
= 11%
Pembahasan:
24
Pengukuran kadar air dilakukan untuk mengetahui berapa kadar air yang terdapat
dalam bahan. Sehingga kita bisa mengetahui berapa kadar air yang optimal dalam
penyulingan minyak
Pada saat pemanasan, minyak dalam bahan akan larut bersama toluen sedangkan
air yang tidak larut dengan toluen akan menguap dan masuk kedalam tabung
ekstraktor destilasi. Pengujian ini berdasarkan berat jenis dari air. Berat jenis
Toluen lebih ringan daripada air. Sehingga pada saat pemanasan, air yang
menguap serta menetes ke penampung akan berada di bagian bawah toluen.
Setelah pemanasan selama 2,5 jam didapatkan kadar air sebesar 1,1 ml. Kadar air
pada bahan mempengaruhi kadar minyak cengkeh pada saat penyulingan.
Semakin tinggi kadar air, maka kadar rendemennya akan semakin kecil, sehingga
menghasilkan minyak yang sedikit. Oleh karena itu, bahan yang akan disuling
harus cukup kering, agar menghasilkan minyak yang cukup banyak. Menurut
Ketaren (1989), gagang cengkeh yang baik untuk disuling mempunyai kadar air
8,7 – 10,2%. Jadi kadar air dalam gagang cengkeh tersebut (11%), kurang kering
dan kurang baik untuk disuling.
3. Penyulingan Minyak Gagang Cengkeh
Secara garis besar proses penyulingan minyak atsiri yaitu secara perlahan-lahan
cairan dalam alat penyuling didihkan, sehingga campuran uap terdiri dari uap air
dan uap minyak. Campuran tersebut mengalir melalui pipa kondensor, sehingga
uap tersebut dicairkan kembali dengan sistem pendinginan dari luar, yaitu
biasanya dengan air dingin. Dari kondensor, kondensat tersebut ditampung dalam
25
tabung pemisah (receiver); dan dalam tabung tersebut minyak atsiri akan terpisah
dari air suling (Guenther, 1987).
Proses penyulingan ini menggunakan tipe air dan uap (skala lab). Hal itu di
karenakan, bahan yang akan disuling berjumlah sedikit. Ketel tersebut dapat
menampung gagang cengkeh sebanyak 2,1 kg. Alat-alat seperti ketel, kondensor,
yang digunakan pada penyulingan ini hampir sama dengan menggunakan ketel
besar. Perbedaannya hanya pada bentuk alat dan kapasitas. Di bawah ini
merupakan Gambar alat penyulingan tipe air dan uap (skala lab).
Gambar 4. Alat Penyulingan Tipe Air dan Uap
a). Peralatan Penyulingan
Peralatan penyulingan minyak atsiri umumnya terdiri dari:
1. Ketel suling (retort)
Ketel suling adalah tempat bahan yang akan disuling. Ketel suling
umumnya berbentuk suatu silinder yang terbuat dari seng tebal
(galvanized sheed metal) yang dilengkapi dengan penutup yang dapat
26
ditutup rapat (Gambar 5). Pada tutup tersebut dipasang pipa untuk
mengalirkan uap ke kondensor.
Gambar 5. Ketel Penyulingan Tipe Air dan Uap
Ketel dapat dibuat dari plat tembaga, alumunium, plat besi (galvanized
iron), baja dan stainless steel. Stainless steel merupakan bahan logam yang
paling baik, namun harganya cukup mahal.
Masalah dalam penggunaan logam tersebut sebagai bahan dasar ketel
adalah karena ia dapat bereaksi dengan minyak atsiri, atau berfungsi
sebagai katalisator dalam proses oksidasi minyak atsiri. Dengan demikian
jenis logam yang digunakan berpengaruh terhadap mutu minyak atsiri
yang dihasilkan (Ketaren, 1985).
2. Tabung pendingin (condensor)
Condensor merupakan suatu alat yang berupa tabung silinder dan di
dalamnya terdapat pipa lurus (tubular condensor) atau berbentuk spiral
(coil condensor) yang berfungsi untuk mengubah uap menjadi bentuk cair
(Gambar 6). Pengeluaran panas lebih efektif menggunakan tubular
27
condensor, karena mempunyai permukaan yang lebih luas (Ketaren,
1985).
Gambar 6. Pipa Condensor
Aliran air dalam kondensor harus berlawanan dengan aliran uap air dan
minyak, sehingga kondensat yang akan keluar dari suatu kondensor
mempunyai suhu yang hampir sama dengan suhu air pendingin yang
masuk ke kondensor.
Kondensor umumnya terbuat dari tembaga yang dilapis timah, alumunium
atau stainless steel. Besi dan tembaga tanpa lapisan tidak baik dipakai
karena komposisi minyak akan bereaksi pada logam tersebut sehingga
warna minyak berubah.
Pada proses penyulingan minyak cengkeh skala industri, kondensor yang
digunakan yaitu berupa kolam atau air sungai yang mengalir Bagan proses
pengolahan minyak daun cengkeh skala industri dapat dilihat pada
Lampiran 4.
3. Alat pemisah minyak (oil separator)
Hasil kondensasi (kondensat) dari kondensor ditampung dengan alat
pemisah minyak dan air, disebut “florentine flask”. Alat ini di desain
28
sedemikian rupa, sehingga dapat langsung memisahkan minyak dan air
yang keluar dari kondensor.
Bila berat jenis minyak lebih ringan daripada air, maka minyak tersebut
akan berada dibagian atas air. Minyak gagang cengkeh mempunyai berat
jenis yang lebih besar daripada air (Bj minyak > Bj air), sehingga mengendap
di bagian bawah tabung. Di bawah ini merupakan Gambar dari oil
separator.
Gambar 7. Oil Separator
b). Metode-Metode Penyulingan
1) Penyulingan dengan air (water distilation)
Pada sistem penyulingan dengan air, bahan yang akan disuling langsung
kontak dengan air mendidih. Keuntungan dari penggunaan sistem
penyulingan ini adalah baik digunakan untuk menyuling bahan yang
berbentuk tepung dan bunga-bungaan yang mudah membentuk gumpalan
jika terkena panas.
29
Kelemahan dari penyulingan ini adalah pengekstraksian minyak atsiri
tidak dapat berlangsung dengan sempurna, walaupun bahan dirajang.
Penyulingan air memerlukan ketel penyulingan yang lebih besar, ruangan
yang lebih luas dan jumlah bahan bakar yang lebih banyak. Kelemahan
lainnya adalah akibat komponen minyak yang bertitik didih tinggi dan
bersifat larut dalam air tidak dapat menguap secara sempurna, maka
komponen minyak yang dihasilkan tidak lengkap (Guenther, 1987).
2) Penyulingan dengan air dan uap (water and steam distilation)
Pada sistem penyulingan ini, bahan diletakkan di atas saringan berlubang
yang terletak beberapa sentimeter di atas permukaan air dalam ketel
penyuling. Kemudian ketel tersebut dipanaskan, hingga airnya menguap.
Keuntungan menggunakan sistem penyulingan ini adalah karena uap
berpenetrasi secara merata ke dalam jaringan bahan dan suhu dapat
dipertahankan sampai 100 oC. Lama penyulingan relatif lebih singkat,
rendemen minyak lebih besar dan mutunya lebih baik jika dibandingkan
dengan minyak hasil sistem sulingan dengan air, serta bahan yang disuling
tidak dapat menjadi gosong.
Kelemahan dari sistem penyulingan ini yaitu jumlah uap yang dibutuhkan
besar. Dalam hal ini sejumlah besar uap akan mengembun dalam
tumpukan bahan, sehingga bahan bertambah basah, mengalami aglutinasi,
dan menghasilkan minyak dalam waktu yang lama (Guenther, 1987). Di
bawah ini, merupakan Gambar dari alat penyulingan dengan uap dan air.
30
Gambar 8. Alat Penyulingan Dengan Uap dan Air
3) Penyulingan dengan uap langsung (steam distilation)
Pada sistem ini, air sebagai sumber uap panas terdapat dalam “boiler”
yang letaknya terpisah dari ketel penyuling, dan kemudian dialirkan
kedalam tumpukan bahan didalam ketel. Di bawah ini merupakan Gambar
dari penyulingan dengan uap langsung.
Gambar 9. Alat Penyulingan Dengan Uap Langsung
Sistem penyulingan ini baik digunakan untuk mengekstraksi minyak dari
biji-bijian, akar dan kayu-kayuan yang umumnya mengandung komponen
31
minyak yang bertidik didih tinggi serta bertekstur keras, misalnya minyak
gagang cengkeh.
c). Proses Penyulingan minyak gagang cengkeh
Prosedur penyulingan:
1) Mengisi ketel dengan air hingga sepertiganya.
2) Meletakkan saringan di atasnya, dan mengisikan gagang cengkeh kering
yang telah ditimbang ke dalamnya.
3) Menutup dan mengencangkan tutup ketel dengan baut.
4) Meletakkan ketel tersebut di atas pemanas dan memasangkan kondensor
dan tabung penampung minyak.
5) Memanaskan ketel hingga air yang menguap menetes dari kondensor.
6) Pemanasan sampai kira-kira minyak tak ada lagi yang menetes.
Hasil:
Pada proses penyulingan ini selama ± 14 jam pemanasan, didapatkan minyak
gagang cengkeh sebanyak 62 ml (2,95% dari 2,1 Kg). Minyak gagang cengkeh
yang dihasilkan berwarna kuning transparan, beraroma khas cengkeh, serta pedas.
Pembahasan:
Proses penyulingan ini dilakukan selama 2 hari, yaitu hari pertama selama 9 jam
dan hari kedua selama 5 jam. Hal tersebut dilakukan, karena diperkirakan masih
ada minyak yang terdapat dalam gagang cengkeh tersebut. Sehingga setelah
dilakukan penyulingan pertama, dilakukan kembali penyulingan kedua hingga tak
ada lagi minyak yang menetes dari kondensor. Penyulingan gagang cengkeh
32
dengan menggunakan alat penyuling yang baik, membutuhkan lama penyulingan
sekitar 8-24 jam, dan hal ini tergantung dari ukuran dan jenis insolasi ketel
(Ketaren, 1985). Setelah 14 jam pemanasan, didapatkan minyak sebanyak 62 ml
(2,95% dari 2,1 Kg). Menurut Sofyan dkk. (1979), penggunaan api yang besar
akan meningkatkan rendemen, kadar eugenol, bobot jenis, indeks bias, dan
putaran optik.
Menurut Guenther (1989), kadar minyak dalam gagang cengkeh sebanyak 4 – 6
persen. Tetapi hasil yang didapat yaitu sebanyak 2,95%, yang berarti berbeda
dengan teori. Hal itu bisa disebabkan beberapa faktor yaitu:
a. Pada proses penjemuran, gagang cengkeh kurang kering sehingga masih
banyak kadar air dalam bahan, sehingga minyak sulit menguap pada saat
penyulingan.
b. Gagang cengkeh tidak dirajang terlebih dahulu, sehingga kelenjar minyak
tidak dapat terbuka dengan sebanyak mungkin sehingga mempersulit
penguapan minyak atsiri dalam bahan mentah yang akan diolah.
c. Waktu penyulingan yang kurang lama, sehingga menghasilkan rendemen
yang kurang banyak.
Kesimpulan:
Hasil dari penyulingan gagang cengkeh sebanyak 2,1 kg, menghasilkan minyak
gagang cengkeh sebanyak 62 ml. Nilai tersebut jauh dibawah nilai standar dari
minyak gagang cengkeh yaitu sekitar 5,0 – 6,0% (Ketaren, 1985). Hal tersebut
dapat disebabkan pada proses penjemuran yang kurang baik, tak adanya
33
perajangan terhadap gagang cengkeh sebelum disuling, serta penggunaan api yang
kurang besar.
Dengan demikian, setelah didapatkan minyak gagang cengkeh berarti proses
penyulingan telah selesai. Proses selanjutnya yaitu proses pengawasan mutu
minyak gagang cengkeh. (Skema proses penyulingan dan pengawasan mutu
minyak gagang cengkeh seperti terlihat pada Lampiran 3).
E. PENGAWASAN MUTU MINYAK GAGANG CENGKEH
Pengawasan mutu minyak gagang cengkeh bertujuan untuk mengetahui
kemurnian dan komposisi dari minyak gagang cengkeh, apakah telah sesuai
dengan standar mutu yang telah ditetapkan sebelumnya.
1. Penentuan Bobot Jenis/Berat Jenis
Prinsip: Metode ini didasarkan pada perbandingan antara berat minyak pada suhu
yang ditentukan dengan berat air pada volum yang sama dengan volum
minyak pada suhu tertentu.
Prosedur:
1. Mencuci dan membersihkan piknometer kemudian membasuh secara
berturut-turut dengan etanol dan dietil eter.
2. Mengeringkan bagian dalamnya dengan arus udara kering
3. Mengisi piknometer dengan minyak gagang cengkeh.
4. Menimbang piknometer dalam neraca analitik.
34
5. Mencuci kembali piknometer, kemudian membasuh kembali secara
berturut-turut dengan etanol dan dietil eter.
Hasil:
Piknometer kosong : 8,7981 g
Piknometer + minyak : 14,0214 g
Piknometer + air : 13,7818 g
Perhitungan:
Bobot jenis dt25 dicari dengan menggunakan rumus:
dt25 =
Keterangan:
dt25 = Bobot jenis pada suhu 25 oC.
m = Berat piknometer kosong (g).
m1 = Piknometer + minyak (g).
m2 = Piknometer + air (g).
Sehingga, dt25 =
=
= 1,0480
Bobot jenis dt125 dicari dengan menggunakan rumus:
dt125 = dt1 + 0,0007 (t1-t)
Keterangan:
35
dt125 = Bobot jenis pada suhu pengerjaan.
t1 = Suhu ruangan pengerjaan (oC).
t = Suhu standar (25 oC).
0,0007 = Koefisien perhitungan standar.
Sehingga, bobot jenis minyak pada dt125 yaitu:
dt125 = 1,0480 + 0,0007 (26-25)
= 1,0487
Kesimpulan:
Nilai bobot jenis dari minyak gagang cengkeh yang didapat yaitu sebesar 1,0487.
Berdasarkan standar mutu minyak gagang cengkeh dari EOA, nilai tersebut telah
sesuai dengan standar yaitu 1,018 sampai 1,056.
2. Penentuan Indeks Bias
Prinsip: Bila seberkas sinar mengenai sebuah bidang batas dari 2 zat yang
transparan maka cahaya tersebut sebagian akan dipantulkan, diabsorbsi
dan diteruskan. Tergantung pada besarnya sudut jatuh maka sinar yang
diteruskan mungkin searah dengan sinar jatuh atau ditentukan dengan
arah yang dibelokkan/dibiaskan.
Rumus penentuan indeks bias:
Indeks bias = Nt + 0,0004 (t – 25 oC)
Keterangan:
Nt = Pembacaan yang dilakukan pada suhu pengerjaan t1
0,0004 = Faktor koreksi
36
t = Suhu ruangan pengerjaan (oC)
Prosedur kerja:
1. Prisma refraktometer dibersihkan dengan alkohol.
2. Membersihkan prisma tersebut dengan tissue hingga kering.
3. Meneteskan minyak cengkeh di atas prisma menggunakan pipet tetes.
4. Menutup prisma dan mengatur slide, sehingga memperoleh garis batas
yang jelas antara terang dan gelap.
5. Mengatur saklar sampai garis ini berimpit dengan titik potong dari 2 garis
yang bersilangan.
6. Membaca nilai indeks bias pada skala yang terdapat di refraktometer.
Gambar 10. Refraktometer
Hasil:
Pada suhu ruangan pengerjaan 29 oC didapatkan nilai indeks bias sebesar 1,5360.
Perhitungan:
Indeks bias = 1,5310 + 0,0004 (29 - 25)
= 1,5310 + 0,0016
= 1,5326
Pembahasan:
37
Pada pengujian indeks bias, didapat hasil yaitu 1,5326. Berdasarkan standar mutu
minyak gagang cengkeh dari EOA, nilai tersebut kurang sesuai dengan standar
mutu dari EOA yaitu 1,5340 sampai 1,5380. Karena nilai yang didapat hampir
mendekati nilai tersebut, dapat diperkirakan perbedaan tersebut terjadi karena
kekurang telitian dari pengamat dalam mengamati skala yang terdapat pada
refraktometer.
Angka indeks bias menunjukkan sifat fisik dari minyak cengkeh yang diukur
berdasarkan penyimpangan atau bias dari sinar yang melewatinya pada suhu
tertentu (Samsoeqi T. dan Nanan N., 1987). Sifat fisik ini erat hubungannya
dengan komponen-komponen kimia penyusun minyak gagang cengkeh.
Kesimpulan:
Nilai indeks bias minyak gagang cengkeh yang didapat yaitu sebesar 1,5326.
Berdasarkan standar mutu minyak gagang cengkeh dari EOA, nilai tersebut
kurang sesuai dengan standar mutu dari EOA yaitu 1,5340 sampai 1,5380.
3. Uji Eugenol
Prinsip: Kadar eugenol dapat diketahui dengan penambahan KOH atau NaOH
dimana eugenol bereaksi dengan NaOH menjadi natrium eugenolat.
Dari sisa minyak yang tak bereaksi, kadar eugenol dapat diketahui.
Prosedur kerja:
1. Mengisi labu cassia dengan KOH 4% sebanyak 80 ml.
2. Menambahkan 10 ml minyak cengkeh ke dalamnya.
3. Mengocok dengan shaker selama 30 menit.
38
4. Menambahkan NaOH sebanyak 4ml.
5. Mengocok labu, sehingga gelembung didalam labu tersebut naik.
6. Menutup dan mendiamkannya semalam.
7. Mengamati dan mencatat nilai yang terdapat pada labu.
Gambar 11. Labu Cassia
Hasil:
Nilai yang tertera pada labu cassia yaitu 0,8 ml.
Perhitungan:
Kandungan eugenol pada minyak gagang cengkeh dihitung menggunakan rumus:
Kadar Eugenol =
Keterangan:
10 = Volume minyak yang diukur.
0,8 = Nilai yang didapat dari pembacaan pada labu cassia.
Jadi, kadar eugenol minyak gagang cengkeh ini yaitu:
39
Kadar Eugenol =
= 92%
Pembahasan:
Uji eugenol ini bertujuan untuk menentukan kadar eugenol dalam minyak gagang
cengkeh yang diuji. Dari hasil pengujian, kadar eugenol yang didapat yaitu
sebesar 92%. Nilai tersebut telah sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan
EOA yaitu sebesar 89% sampai 95%. Semakin tinggi kadar eugenol dalam
minyak gagang cengkeh, maka mutu minyak atsiri akan semakin baik (Ketaren,
1985).
Kesimpulan:
Kadar eugenol minyak gagang cengkeh yang didapat yaitu sebesar 92%.
Berdasarkan standar mutu minyak gagang cengkeh dari EOA, nilai tersebut telah
sesuai dengan standar dari EOA yaitu sebesar 89% sampai 95%.
4. Uji Kromatografi Gas
Prinsip: Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan campuran berdasarkan
pada distribusi zat sampel diantara dua fasa.
Tujuan dari pengujian minyak atsiri menggunakan kromatografi gas ini yaitu
untuk mengetahui kemurnian dari komponen-komponen minyak gagang cengkeh
yang diuji secara akurat (sistem komputer)
Prosedur kerja:
40
1. Memasukkan sampel sebanyak 1 ml kedalam tabung
2. Meletakkan tabung tersebut pada lubang yang terdapat pada injector.
3. Mengatur variabel-variabel pengujian pada komputer.
4. Menekan tombol start pada komputer untuk memulai proses.
5. Menunggu selama 60 menit, hingga proses selesai.
6. Mengamati nilai yang tampil pada monitor.
Gambar 12. Alat Kromatografi Gas
Gambar 13. Bagan Peralatan Kromatografi Gas
Bagian-bagian alat kromatografi gas:
41
a. Gas pembawa
Gas pembawa berfungsi sebagai fasa bergerak. Umumnya helium dan
nitrogen digunakan sebagai gas pembawa. Tekanan gas yang berada dalam
tangki gas dengan sendirinya membantu menggerakkan gas tersebut
melalui komponen-komponen kromatografi gas.
Gambar 14. Gas Pembawa
b. Sistem penyuntikan sampel (Injector)
Tujuan penyuntik sampel dalam kromatografi gas untuk memasukkan
sampel ke dalam turus. Sampel disuntik melalui septum yang segera
tertutup setelah jarum tersebut dicabut. Sampel yang disuntik akan masuk
ke dalam liner dan dipanaskan serta hingga menguap. Sampel yang telah
menguap kemudian akan digerakkan masuk ke dalam turus/kolom.
42
Gambar 15. Injector
c. Kolom/turus
Turus digunakan untuk memisahkan sampel dari komponen-
komponennya. Turus yang digunakan untuk kromatografi gas biasanya
turus kapilari dengan kebiasaannya panjang melebihi 10 meter malah ada
yang mencapai 30 dan 50 meter, bergantung kepada keperluan analisis.
Turus kromatografi gas dapat dibedakan berdasarkan jenis padatannya.
Ada yang dari jenis polar, non polar dan intermediate. Komponen-
komponen yang telah terpisah di dalam turus kapilari tersebut, akan
bergerak masuk ke dalam detektor.
Gambar 16. Kolom
43
d. Detektor
Detektor mengukur kepekatan sesuatu komponen yang telah keluar dari
turus. Detektor kemudian akan mengantarkan isyarat kepada sistem
pengendalian data. Terdapat berbagai jenis detektor untuk kromatografi
gas contohnya, TCD dan FID.
e. Sistem pengendalian data
Sistem pengendalian data berfungsi untuk menerjemahkan isyarat yang
diterima dari pengesan, menjadi bentuk grafik atau data. Grafik biasanya
berbentuk puncak. Data yang diperoleh biasanya tentang ketinggian
puncak. Dari grafik dan data tersebut nilai-nilai seperti kepekatan sampel
dan profail sampel yang dianalisis dapat diketahui. Alat perekam
(chromatopac) dan komputer yang dilengkapi program penganalisis data
adalah dua contoh sistem pengendalian data.
Gambar 17. Alat Sistem Pengendalian Data
Hasil:
Pemrosesan ini dilakukan selama 60 menit. Setelah 60 menit, nilai kandungan
eugenol yang terlihat setelah 26, 255 menit sebesar 89,23822%. Grafik hasil
pengujian kromatografi gas ini terdapat pada Lampiran 7.
44
Pembahasan:
Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan campuran berdasarkan pada
distribusi zat sampel diantara dua fasa. Terdapat berbagai jenis alat kromatografi,
pada pengujian kromatografi ini dilakukan dengan menggunakan alat
kromatografi gas. Pengujian kromatografi bertujuan untuk mengetahui kemurnian
dari komponen-komponen dari minyak atsiri yang diuji.
Komponen pada minyak gagang cengkeh yang paling menentukan kualitas suatu
minyak cengkeh yaitu eugenol. Nilai-nilai dari komponen-komponen yang lain
tidak terlalu mempengaruhi mutu. Menurut Guenther (1990), kadar eugenol pada
minyak gagang cengkeh yaitu sebanyak 83 - 95%. Pada pengujian ini, didapat
nilai eugenol sebesar 89,23822%. Nilai berarti telah sesuai dengan teori. Sehingga
dapat diambil kesimpulan bahwa minyak gagang cengkeh tersebut cukup murni.
Kesimpulan:
Kadar eugenol yang didapat yaitu (89,23822%). Berdasarkan standar mutu
minyak gagang cengkeh dari EOA, nilai tersebut (89,23822%) telah sesuai dengan
standar mutu dari EOA yaitu 89% sampai 95%.
5. Penentuan Putaran Optik
Prinsip: Suatu sudut yang melalui bidang dari sinar terpolarisasi diputar oleh
suatu lapisan minyak yang tebalnya 10 cm pada suhu tertentu. Tiap
minyak mempunyai kemampuan menutupi bidang polarisasi kekanan
dan ke kiri.
45
Prosedur kerja:
1. Memasukkan minyak cengkeh dalam tabung polarimeter hingga penuh.
2. Menutup dengan rapat tabung polarimeter.
3. Memasukkan tabung tersebut kedalam polarimeter.
4. Menyalakan polarimeter dan mengamati minyak melalui lubang intip.
5. Membaca nilai putaran optik pada skala yang terdapat pada alat.
Gambar 18. Polarimeter
Hasil:
Nilai yang tercantum pada skala polarimeter yaitu sebesar 179o.
Perhitungan:
Putara optik = Nilai skala pada polarimeter – 180o
= 179o –180o
= -1o
Pembahasan:
Sebagian besar minyak atsiri jika ditempatkan dalam sinar atau cahaya yang
dipolarisasikan mempunyai sifat memutar budang polarisasi ke kanan
46
(dextrorotation) atau ke kiri (laevorotation). Sifat optis aktif suatu minyak
ditentukan dengan polarimeter dan nilainya dinyatakan dalam derajat rotasi.
Sudur rotasi tergantung dari sifat cairan, panjang tabung yang dilalui sinar,
panjang gelombang sinar yang digunakan dan suhu (Guenther, 1987).
Derajat rotasi dan arahnya, penting untuk menentukan kriteria kemurnian. Arah
perputaran bidang polarisasi (rotasi) biasanya menggunakan tanda (+) untuk
menunjukkan dextrorotation (rotasi ke arah kanan), dan tanda (-) untuk
laevorotation (rotasi ke kiri).
Kesimpulan:
Nilai putaran optik yang didapat yaitu –1o. Berdasarkan standar mutu minyak
gagang cengkeh dari EOA, nilai tersebut telah sesuai dengan standar dari EOA
yaitu 0o sampai –1o30o.
6. Kelarutan Alkohol
Istilah-istilah yang digunakan untuk menyatakan kelarutan minyak atsiri adalah
sebagai berikut:
Larut atau larut seluruhnya, berarti minyak tersebut membentuk larutan
yang bening dan arah perbandingan-perbandingan seperti dinyatakan.
Larut dengan kekeruhan, berarti bahwa kelarutan yang dihasilkan tak
sepenuhnya bening dan cerah, akan tetapi kekeruhannya tak melebihi
kekeruhan dari pembanding yang dibuat.
Prosedur kerja:
1. Memasukkan 1 ml minyak cengkeh kedalam tabung reaksi.
47
2. Memasukkan etanol 70% kedalam buret.
3. Menambahkan setetes demi setetes alkohol kedalam tabung sambil
dikocok sampai menjadi jenuh.
4. Membaca berapa volume etanol 70% yang digunakan sampai larutan
tersebut menjadi bening.
Hasil:
Etanol 70% berkurang sebanyak 2 ml.
Pembahasan:
Salah satu sifat dari minyak atsiri yaitu larut dalam alkohol 70%. Dalam hal ini
minyak gagang cengkeh menurut EOA, larut dalam 2 bagian atau lebih dari etanol
70%. Dari hasil pengujian, nilai kelarutan minyak gagang cengkeh yang diuji
telah sesuai dengan standar yang ditetapkan EOA.
Kesimpulan:
Nilai kelarutan terhadap etanol 70% yaitu sebanyak 1 ml, yang berarti larut
dengan perbandingan kelarutan 1:2. Berdasarkan standar mutu minyak gagang
cengkeh dari EOA, nilai tersebut sesuai dengan standar dari EOA yaitu larut
dalam 2 bagian atau lebih dari etanol 70%.
Dari hasil pengujian mutu minyak gagang cengkeh, secara skematis dapat dilihat
pada Tabel di bawah ini.
48
Tabel 6. Nilai Mutu Minyak Gagang Cengkeh yang Diuji
Karakteristik Nilai Uji Nilai Standar (EOA)
Keterangan
Bobot jenis pada 25 oC 1,047 1,018 – 1,056 Sesuai standarPutaran optik -1o 0o – 1o30o Sesuai standarIndeks bias pada 29 oC 1,5329 1,5340 – 1,5380
(Pada 20 oC)Kurang sesuai
Eugenol (%) 92 89% – 95%. Sesuai standarKelarutan dalam etanol 70% 1 : 2
bening1 : 2 atau lebih Sesuai standar
F. PENANGANAN MINYAK ATSIRI
Penanganan minyak atsiri perlu mendapat perhatian dalam rangka menjaga
kestabilan mutu minyak tersebut.
1. Penjernihan
Minyak atsiri yang baru disuling biasanya masih mengandung sejumlah kecil
air suling, yang terdispersi dalam minyak dan sejumlah kotoran lainnya,
sehingga akan terjadi reaksi yang lambat antara air dan minyak atsiri
(Guenther, 1990). Pemisahan air dalam minyak dapat dilakukan dengan
penambahan garam natrium sulfat anhidrit, selanjutnya dikocok dan disaring
dengan kertas saring.
Perjernihan minyak atsiri ini merupakan salah satu usaha dalam meningkatkan
stabilitas mutu minyak atsiri selama penyimpanan dan pengangkutan.
49
2. Pengemasan Minyak atsiri
Persyaratan bahan kemasan untuk produk yang diperdagangkan adalah
sebagai berikut:
1. Dapat menjamin mutu produk yang dikemas.
2. Mudah dipakai.
3. Tak mempersulit penanganan.
4. Dapat melindungi isi pada waktu pengangkutan.
5. Tak beracun dan tak bereaksi dengan isi.
6. Mempunyai bentuk dan rupa yang menarik.
Khusus untuk minyak atsiri, bahan kemasan harus memenuhi persyaratan
tertentu yaitu:
1. Tidak dapat bereaksi dengan minyak atsiri.
2. Tidak dapat dilalui cahaya.
3. Tidak dipengaruhi oleh oksigen udara, air dan akan lebih baik jika
bersifat insulator panas.
Minyak atsiri dalam jumlah kecil baik disimpan dalam botol berwarna,
sedangkan dalam jumlah besar disimpan dalam drum dilapisi dengan bahan
yang tak bereaksi dengan minyak.
Gelas
Warna botol yang paling baik digunakan untuk penyimpanan minyak
atsiri adalah botol resisten terhadap cahaya (yaitu botol berwarna biru,
amber, dan hijau). Botol tersebut sebaiknya ditutup dengan gabus. Gelas
50
merupakan wadah kemasan yang baik untuk minyak atsiri, karena minyak
tak bereaksi dengan gelas. Namun tidak praktis, karena mudah pecah,
sehingga menyulitkan dalam pengangkutan.
Drum
Pada umumnya, minyak atsiri untuk tujuan ekspor dikemas dalam drum
yang terbuat dari logam. Drum tersebut biasanya terbuat dari alumunium,
seng dan besi (yang dilapisi dengan bahan yang tak bereaksi dengan
minyak atsiri, misalnya timah putih). Alumunium dan stainless steel baik
digunakan untuk wadah kemasan, namun jarang digunakan karena
harganya mahal.
Plastik atau film
Berbagai jenis plastik telah dikenal sebagai bahan kemasan, namun belum
umum digunakan sebagai wadah kemasan minyak atsiri. Karena berbagai
pertimbangan antara lain, sebagian plastik dapat larut dalam minyak atsiri
dan kurang praktis selama pengangkutan.
Kondisi ruangan selama penyimpanan, pengapalan (pengangkutan), dan
pemasaran merupakan faktor yang dapat menurunkan mutu minyak, terutama jika
disimpan dalam waktu yang cukup lama. Penyimpanan sebaiknya dilakukan
dalam gudang atau ruangan dingin dan tidak dikenai oleh cahaya matahari
langsung. Secara skematis penanganan minyak atsiri dapat dilihat pada Tabel di
bawah ini.
51
Tabel 7. Penanganan Minyak Atsiri
Cara Penanganan Keterangan1. Penjernihan a. Air, dihilangkan dengan penambahan Na2SO4 anhidrit
(natrium sulfat tak larut air) .b. Ion logam, dihilangkan dengan penambahan asam sitrat
atau tartarat (ion logam larut dalam asam). 2. Pengemasan a. Pengisian
Ruang kosong (head space) 5%; atau ruang kosong diisi gas CO2 atau N2.
b. Bahan kemasan:Gelas : 1) Tidak bereaksi (baik).
2) Tidak praktis.Plastik: P.V.C, P.V.D.C., dsb. (minyak atsiri tertentu dapat bereaksi).Drum: 1). Besi, galvanis (baik).
2). Alumunium (baik, tidak tahan terhadap fenol).3). Stainless steel (baik, mahal).4). Tembaga (buruk).5). Besi dilapisi zat coating (kemungkinan minyak
dapat bereaksi).3. Penyimpanan a. Suhu dibawah 20 oC.
b. Tidak kena cahaya.c. Terpisah dari bahan berbau.
(Sumber: Guenther, 1990).
52