Post on 22-Oct-2021
1
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Gulma
Gulma adalah tumbuhan yang tumbuhnya salah tempat. Sebagai
tumbuhan, gulma selalu berada di sekitar tanaman yang di budidayakan
berasosiasi dengannya secara khas. Gulma mudah tumbuh pada tempat yang
miskin nutrisi sampai yang kaya nutrisi. Umumnya, gulma mudah melakukan
regenerasi hingga unggul dalam persaingan dengan tanaman budidaya. Secara
fisik, gulma bersaing dengan tanaman budidaya dalam hal perolehan ruang,
cahaya, air, nutrisi, gas-gas penting, serta zat kimia (alelopati) yang di sekresikan.
Gulma sering di konotasikan di dalam kompetisi terhadap aktivitas
manusia atau pertanian. Kehadiran gulma dalam perkebunan kelapa sawit tidak di
kehendaki karena dapat mengakibatkan hal sebagai berikut. Menurunkan produksi
akibat bersaing dalam persaingan unsur hara, air, sinar matahari, dan ruang hidup,
meurunkan mutu produksi akibat terkontaminasi oleh bagian-bagian gulma,
mengeluarkan senyawa alelopati yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman,
menjadi inang bagi hama, di samping bersifat hotogen yang menyerang tanaman,
mengganggu tata guna air, secara umum gangguan yang disebabkan oleh gulma
tersebut tidak kasat mata dan berlangsung perlahan, disamping itu kehadiran
gulma akan meningkatkan biaya usaha tani karena adanya penambahan kegiatan
di pertanaman (Sembodo, 2010).
2
B. Pengendalian Gulma
Pengendalian gulma pada prinsipnya merupakan usaha untuk
meningkatkan daya saing tanaman pokok dan melemahkan daya saing gulma.
Keunggulan tanaman pokok harus ditingkatkan sedemikian rupa sehingga gulma
tidak mampu mengembangkan pertumbuhannya secara berdampingan atau pada
waktu bersamaan dengan tanaman pokok. Dalam pengertian ini, semua praktik
budi daya di pertanaman atau sejak penyiapan lahan dapat di bedakan antara yang
lebih meningkatkan daya saing gulma. Praktik budi daya yang keliru akan
berakibat pada meningkatkan daya saing gulma. Tidak ada satu pun metode atau
cara yang dapat mengendalikan semua spesies gulma secara tuntas di pertanaman.
Suatu metode mungkin dapat menekan spesies-spesies tertentu, tetapi
beberapa spesies yang lain justru mendapat pengaruh yang menguntungkan, baik
langsung maupun tidak langsung. Jika satu atau beberapa spesies gulma
“dibunuh” maka akan digantikan oleh spesies lain. Hal ini mungkin akan
menimbulkan masalah yang sangat berat dari spesies-spesies sebelumnya.
Pengendalian gulma harus memperhatikan species gulma yang terdapat dalam
crop (tanaman budidaya), cara perkembangbiakan dan cara penyebaran gulma
tersebut disamping itu pengendalian gulma harus memerhatikan teknik
pelaksanaan di lapangan atau faktor teknis, biaya yang di perlukan atau faktor
ekonomis, dan dampaknya negatif yang di timbulkan (Sukman, 2005).
3
C. Tanaman Menghasilkan (TM)
1. Pemeliharaan piringan, pasar pikul, dan TPH
Pada tanaman menghasilkan (TM), perawatan piringan untuk beberapa
tahun pertama sebaiknya dilakukan secara manual, yaitu lebar piringan yang
dikehendaki adalah 200 cm dari pangkal batang tanaman. Piringan berfungsi
sebagai tempat untuk menyebarkan pupuk. Selain itu, piringan juga merupakan
daerah jatuhnya tandan buah dan brondolan.
Gambar 1. Pengendalian Gulma di Piringan
2. Perawatan pasar pikul
Pada musim hujan, pasar pikul sangat licin, bahkan sering digenangi oleh
air. Oleh karena itu, pengendalian gulma sebaiknya dilakukan secara kimia karna
meskipun gulma-gulma mati, tetapi sisa-sisa bangkasan kering nya akan
melindungi permukaan pasar pikul agar tidak licin. Kondisi ini akan menyulitkan
tenaga pemanen untuk mengakat hasil panen. Pada areal gambut penyemprotan
herbisida dapat dilakukan dua bulan sekali, sedangkan pada tanaman mineral
dilakukan tiga bulan sekali. Pasar pikul berfungsi sebagai jalan untuk
mengangkut buah ke TPH dan menjalankan aktivitas oprasional lainnya.
4
Gambar 2. Pengendalian Gulma di Pasar Pikul
3. Tempat pengumpulan hasil (TPH)
TPH berfungsi sebagai tempat pengumpulan hasil panen sebelum di
angkut ke PKS. Agar berfungsi sebagaimana mestinya, sarana tersebut mutlak
memerlukan pemeliharaan yang berkesinambungan (Yustina, 2012).
D. Penggolongan Gulma
Berdasarkan morfologinya gulma dapat dibedakan menjadi :
1. Golongan rerumputan (gulma berdaun sempit/ Grasses)
Golongan rerumputan mencakup jenis gulma yang termasuk dalam famili
Gramineae. Selain merupakan komponen terbesar dari seluruh populasi gulma,
famili ini mempunyai daya adaptasi yang cukup tinggi, distribusi amat luas dan
mampu tumbuh baik pada lahan kering maupun tergenang, contohnya alang-
alang, rumput pahit, jampang pahit, kakawatan, gerinting, jejagoan, glagah,
jejahean dan bebontengan.
5
2. Golongan Teki (Sedges)
Golongan teki meliputi semua jenis gulma yang termasuk kedalam famili
Cyperaceae. Golongan teki terdiri dari 4000 spesies, lebih menyukai air kecuali
Cyperus rotundus L. Contohnya rumput teki, walingi, rumput sendayan, jekeng,
rumput 3 segi, dan rumput knop.
3. Golongan Berdaun Lebar (Broadleaf Weeds)
Golongan gulma berdaun lebar meliputi semua jenis gulma selain famili
Gramineae dan Cyperaceae. Golongan gulma berdaun lebar biasanya terdiri dari
famili paku-pakuan (pteridophyta) dan dicotyledoneae, Contohnya Bayam duri,
kremek, jengger ayam, kayu apu, wedusan, sembung dan meniran
(Gerbang pertanian, 2010).
E. Cara Pengendalian Gulma
1. Mekanis
Pengendalian gulma dengan cara ini merupakan usaha menekan
pertumbuhan gulma dengan cara merusak bagian-bagian sehingga gulma tersebut
mati atau pertubuhannya terhambat. Teknik pengendalian ini hanya
mengandalkan kekuatan fisik atau mekanik. Dalam praktek dilakukan secara
tradisional dengan tangan, alat sederhana, sampai penggunaan alat berat yang
lebih modren. Cara ini umumnya cukup baik dilakukan pada berbagai jenis
gulma setahun. Tetapi pada kondisi tertentu juga efektif bagi gulma-gulma
tahunan. Pengendalian mekanis merupakan cara yang relatif tua dan masih
banyak dilakukan meskipan secara ekonomis bisa lebih mahal dibandingkan cara-
cara yang lain.
6
a. Pengolahan tanah
Suatu usaha yang cukup praktis pada pengendalian gulma semusim
(annual), gulma dua semusim (biennial), gulma tahunan (perennial weeds), ialah
cara pengolahan tanah. Dalam pengendalian gulma semusim (annual) cukup
dibajak dangkal saja. Dengan cara ini gulma tersebut hanya dirusakkan bagian
yang ada di bagian atas permukaan tanah. Sedangkan untuk tipe gulma dua
semusim (biennal) bagian yang dirusak adalah bagian atas dan mahkotanya, dan
bagi gulma tahunan (perennial weeds) kedua bagian di bawah dan di atas tanah
dirusakkan. Kebanyakan gulma semusim (annual) dapat dikendalikan hanya
dengan sekali pemberoan. Bila tanah banyak mengandung biji gulma yang viabel,
maka perlu diikuti tahun kedua dengan pertanaman barisan dan pengolahan yang
bersih untuk mencegah pembentukan biji. Sedangkan untuk gulma tahunan
(perennial weeds), pemberoan semusim belum cukup. Sebaiknya perlakuan
digabung dengan penggunaan herbisida dan pengolahan yang bersih. Metode ini
cukup memadai dan beragam dengan spesies gulma, usia infestasi dan sifat tanah,
kesuburan serta kedalaman air tanah. Gulma tahunan (perennial weeds) yang
berakar dangkal sekali pembajakan cukup dapat mereduser, dengan “membawa”
akar ke atas dan dikeringkan. Pembajakan di atas akan menekan pembentukan
dan tunas baru. Untuk gulma tahunan (perennial weeds) berakar dalam
pembajakan berulangkali dan pada interval teratur akan menguarangi
perkembangannya. Perlakuan ini akan menguras cadangan pangan dalam akar
dengan berulangkali merusak bagian atas. Pada tanah ringan dan kurang subur
perlakuan tersebut sangat berhasil. Dari pengolahan tanah dapat disimpulkan
7
bahwa penimbunan titik tumbuh gulma dan mengganggu sistem perakaran dengan
pemotongan akar dapat membuat gulma mati, karena potongan-potongan akar
dapat mengering sebelum pulih kembali.
b. Penggenangan
Pelaksanaan penggenangan pada umumnya berhasil untuk gulma tahunan
(perennial weeds). Penggenangan dibatasi dengan pematang, dengan tinggi
kurang lebih 15-25 cm selama 3-8 minggu. Sebelumnya dibajak dilakukan
perendaman hingga semua bagian gulma terendam. Gulma tahunan (perennial
weeds) dan tumbuh dengan padi sawah pada umumnya diberantas dengan cara ini
dan sangat berhasil pada tanah ringan, sedang pada tanah keras dianjurkan.
c. Pembakaran
Pembakaran juga merupakan salah-satu cara mngendalikan gulma dengan
menggunakan alat pembakar (burner) yaitu semacam penyebar api kecil seperti
alat untuk mengelas. Pembakaran juga dilakukan dengan flame cultivator atau
weed burner yang menggunakan bahan bakar butane dan propone. Bahan
material hujau dapat dibakar dengan laju 3 mil per jam dan hal ini akan meningkat
dua kali lipat untuk bahan kering. Pembakaran juga dapat dilakukan dengan
pemberian panas dalam bentuk uap (sceaming), terutaman dalam usaha
mematikan biji gulma pada tempat-tempat tertentu seperti pembuatan bedengan.
d. Pencabutan
Pencabutan dengan tangan dilakukan untuk gulma annual dan bienual.
Sedangkan untuk gulma perenual, praktek pencabutan akan mengakibabtkan
terpotongnya dan tetinggalnya bagiannya di dalam tanah yang akhirnya akan
8
tumbuh gulma baru. Pencabutan bagi gulma yang terakhir (perenual) menjadi
berulang-ulang dan pekerjaan menjadi tidak efektif. Pada pertanaman, cara
pencabutan akan berhasil dengan baik bila diberi air sampai cukup basah sehingga
pencabutan dapat dilakukan dengan mudah. Pelaksanaan pencabutan yang baik
adalah pada saat sebelum pembentukan buji, sedang pencabutan pada saat gulma
sudah dewasa mengakibatkan kemungkinan adanya bagian bawah gulma yang
tidak tercabut sehingga tumbuh kembali.
e. Pembabatan (mowing)
Pembabatan pada umumnya hanya efektif untuk untuk mengendalikan
gulma-gulma yang bersipat setahun (annual) dan relatif kurang efektif untuk
gulma tahunan (perennial) pembabatan bisa dilakukan diperkebunan yang
mempunyai tanaman berupa pohon, padang rumput, tepi jalan umum, jalan kreta
api, dan halaman rumah. Efektivitas cara ini sangat ditentukan oleh saat dan
interval pembabatan. Pembabatan sebaiknya dilakukan pada saat daun gulma
sedang tumbuh lebat, menjelang berbunga dan sebelum membentuk biji
(Sukman dan Yakup, 2005).
2. Metode Pola Tanam Atau Persaingan
Menerapkan pola tanaman meningkatkan kemampuan sistem bertanam
(croping system). Sistem bertanam (croping system) berasosiasi dengan sejenis
gulma tertentu dengan khas. Menanam crop seperti ini terus menerus (beruntun)
dapat mengakibatkan akumulasi gulma. oleh karena itu, perencanaan pergiliran
tanaman tidak boleh mengabaikan faktor gulma. Pergiliran tanaman memberi
kemungkinan segolongan gulma tidak mempunyai kesempatan mengganggu
9
perkembangan pertanaman berikutnya. Pesaing kuat bagi suatu pertanaman
memberi banyak keuntungan. Misalnya, pertanaman itu cepat tumbuh, berkanopi
lebat sehingga cepat memberikan naungan pada daerah di bawahnya, dan cepat
masak untuk dipanen, karena persaingan yang diperebutkan adalah cahaya, air,
dan nutrisi, maupun ruangan.
3. Pengendalian Gulma Secara Hayati (biologycal control)
Metode pengendalian secara hayati bertujuan untuk menekan populasi
gulma dengan menggunakan organisme seperti serangga, kumbang, ternak,
mikroba, maupun ikan. Penerapan metode ini harus hati-hati dan memenuhi
syarat yaitu organisme yang digunakan sebagai pemangsa gulma harus spesifik,
kalau mungkin bersifat monofag, sehingga tidak menyerang tanaman.
Pengendalian hayati lainnya adalah penggunaan tanaman lain sebagai kompetitor
gulma, seperti LCC, yang dikenal juga sebagai metode pengendalian ekologi
(Sembodo, 2010).
4. Pengendalian Gulma Secara Kultur Preventif (Pencegahan)
Tindakan preventif (pencegahan) merupakan langkah yang paling tepat,
karena kerugian yang sesungguhnya pada tanaman budidaya belum sempat
terjadi. Gulma, baik sebagai tumbuhan dewasa, biji, atau bagian-bagian vegetatif
nya yang dapat tumbuh hendaknya dicegah masuknya kesuatau daerah yang
penting bagi tanaman budidaya (Soekisman, 1984).
5. Pengendalian Gulma Secara Kultur Teknis
Membiarkan tumbuhan tinggal pada suatu lahan dapat mengakibatkan
tanah menjadi tandus oleh perakaran dan jatuhnya air hujan tertahan oleh kanopi,
10
akibatnya erosi dapat dikurangi. Namun demikian pada suatu lahan yang
ditumbuhi sejenis atau beberapa jenis gulma, bila lahan tersebut hendak ditanami
dengan croping system, perlu diadakan pengolahan lahan terlebih dahulu.
Pengolahan tanah yang cukup dalam dan berulang kali dapat menghancurkan
tumbuhnya kebanyakan gulma meskipun tindakan semacam ini memerlukan
tambahan tenaga. Saat pengolahan tanah yang tepat perlu dipertimbangkan, yaitu
sebelum pembentukan tunas, jangan sampai gulma berbunga apa lagi membentuk
biji. Demikian pula jenis alat pengolah akan memberi pengaruh pada “bersihnya”
pengolahan tanah dari gulma. Alat pengolah yang sederhana sampai sempurna
akan memberi beda pada timbulnya gulma selanjutnya. Alat sederhana
menggunakan tenaga manusia atau hewan, sedang yang sempurna boleh
disebutkan alat berat yang menggunakan mesin. Disamping itu pengendalian
gulma secara kultur teknis dapat juga dilakukan dengan menggunakan tanaman
penutup tanah jenis kacangan. Cara ini bertujuan untuk mengurangi pengaruh
buruk dari gulma (Widya, 2009).
6. Pengendalian Gulma Secara Ekologis
Memodifikasikan lingkungan yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman
menjadi baik dan pertumbuhan gulma menjadi buruk adalah cara lain dalam
pengendalian gulma. Misalnya mengubah kedudukan air dan nutrisi dalam tanah
saat tertentu (pada saat ada atau tiada tanaman yang tumbuh pada suatu lahan),
dengan cara pemberoan setelah suatu tanaman dipanen, ataupun pemberian yang
diberi genangan. Di lain pihak membuat drainase bagi tanah berair dapat
membantu pengendalian gulma dan pengolahan lebih awal dapat dilaksanakan.
11
7. Pengendalian Gulma Secara Terpadu
Akibat parahnya penekanan gulma pada pertumbuhan membuat para
petani berusaha dengan sunguh-sunguh dalam menanganinya. Suatu
pengendalian gulma yang efektif melibatkan beberapa cara dalam waktu yang
berurutan dalam suatu musim tanam. Misalnya, satu jenis spesies pertanaman
kurang mampu menekan pertumbuhan gulma, pengendalian secara mekanik
sendiri tidak sempurna dalam mengatasi gulma tertentu. Maka timbul pemikiran
bahwa paduan antara beberapa cara pengendalian dalam satu musim tanam
diharapkan dapat mengatasi masalahnya. Seperti perpaduan antara pengendalian
secara mekanik diteruskan dengan pemberian herbisida pasca tumbuh,
penggunaan herbisida pra-tumbuh dan lain lagi perpaduan yang sekiranya dapat
menekan infestasi gulma yang sulit untuk dibasmi. Penentuan keputusan
pelaksanaan pengendalian secara terpadu sangat penting dalam keberhasilannya.
Apakah perpaduan cara pengendalian itu menguntungkan atau tidak. Kombinasi
dalam perpaduan yang tepat akan memberikan hasil yang maksimal dalam
pengendalian gulma (Shooichi Matsunaka, 2005).
8. Pengendalian Gulma Secara Kimiawi
Pengendalian gulma secara kimiawi adalah cara pengendalian gulma
dengan menggunakan herbisida, baik yang bersifat kontak maupun yang bersifat
sistemik. Keuntungan cara ini adalah penggunaan tenaga kerja yang relatif
sedikit. Namun cara ini dapat mengganggu organisme lain dalam kelestarian alam
(Widya, 2009).
12
F. Jenis-jenis atau Klasifikasi Gulma
1. Berdasarkan siklus hidup
Berdasarkan siklus hidupnya gulma dapat di bedakan menjadi gulma
semusim (annual weeds), gulma dua musim (biannual weeds), dan gulma tahunan
(perennial weeds).
a. Gulma semusim (annual weeds)
Gulma semusim menyelesaikan siklus hidupnya dalam satu tahun atau satu
musim. Ada gulma daun lebar semusim, teki semusim, dan rumput semusim,
Sebagai contoh adalah cyperus iria, echinchola crusgalli.
b. Gulma dua semusim (biannual weeds)
Gulma biannual weeds memerlukan dua musiman pertumbuhan untuk
menyelesaikan siklus hidupnya, biasanya berbentuk roset pada tahun pertama dan
pada tahun kedua menghasilkan bunga, memproduksi biji lalu mati. Jenis gulma
ini kurang umum dan kurang penting dibanding gulma annual. Contoh gulma
biannual daucus corata, sonchus arvensis.
c. Gulma tahunan (perennial weeds)
Gulma perennial hidup lebih dari dua tahun dan mungkin dalam
kenyataanya hampir tidak terbatas. Beberapa spesies gulma ini mungkin secara
alami berkembang biak secara biji, tetapi sangat reproduktif dengan potongan
batang, umbi, rhizomi, dan daun. Contoh gulma tahunan: imperata cylindrical,
mikania chordate, dan cyperus rotundus (Sukman dan Yakub,2004).
13
G. Biaya dan Cara Pengendalian Gulma
1. Dosis herbisida dan kalibrasi alat semprot
Dosis herbisida per Ha yang digunakan untuk pengendalian gulma sangat
tergantung dari jenis gulma sasaran. Untuk kepraktisan di lapangan, dosis
tersebut harus di konversi menjadi konsentrasi dan volume larutan semprot.
Untuk keperluan tersebut, terlebih dahulu harus dilakukan kalibrasi alat semprot,
nozel, dan kecepatan jalan untuk mengetahui kebutuhan volume semprot per Ha.
Selanjutnya, konsentrasi larutan semprot dihitung dengan memakai data dosis per
Ha dan kebutuhan volume larutan semprot per Ha. Sepuluh tahapan cara kalibrasi
alat semprot :
a. Periksalah bagian-bagian alat semprot yang dipakai dan jenis alat pemercik.
Alat pemercik yang perlu diperhatikan adalah bunga percikan dan keluaran.
Alat pemercik yang dipasang di traktor, harus diukur satu persatu, untuk setiap
alat pemercik keluaran harus sama banyaknya.
b. Alat semprot sebelum digunakan untuk penyemprotan pestisida dilapangan
harus dikalibrasi.
c. Isi tangki alat semprot dengan air, pompa sampai tekanan 1 kg/cm2 dan jaga
agar tetap konstan selama pengukuran air yang keluar per detik. Alat semprot
“KEF”, pakabak, atau SOLO” dengan memasang alat pengukur tekanan
(pressure gauge) pada tangki alat penyemprot. Atau dapat juga dilakukan
tanpa memasang alat pengukur tekanan, yakni dengan memompa sebanyak 7-
8 kali pertama, selanjutnya setiap 2 detik pompa lagi sebanyak 2 kali. Alat
semprot “CP-3” telah dilengkapi alat pengukur tekanan yang dipasang dalam
14
tangki. Pada kedudukan tekanan setinggi 1 kg/cm2. Pengukuran ini
digunakan untuk kalibrasi.
d. Buatlah patok/tanda pada jarak tertentu, misalnya 30 m untuk alat semprot
punggung dan 200 m alat semprot yang dipasang ditraktor.
e. Penyemprot yang terampil perlu dilatih kecepatan jalan sambil membawa alat
semprot punggung yang diisi dengan air, serta memompa sampai tekanan 1
kg/cm2. Misalnya untuk menentukan kecepatan jalam 3 km/jam maka
lakukanlah :
- Pasang patok/tanda setiap 8 m, 16 m, dan seterusnya.
- Lakukan latihan penyemprotan berulang-ulang, paling sedikit 5 kali
sampai jarak yang ditempuh selama 10 detik tepat pada masing-masing
patok.
- Hitung kecepatan jalan dalam km/jam menurut Tabel 1.
Tabel 1. Rata-Rata Kecepatan Jalan km/jam
Jarak yang ditempuh selama 10
detik dalam m
Rata-rata kecepatan jalan km/jam
5,5 2
8 3
11 4
14 5
Sumber : LPP, 1986
Dapat dihitung juga dengan menggunakan rumus :
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 (𝑚)
10 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘=
𝑥
3600 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
15
Rumus ini dibagi 1000 m agar diperoleh kecepatan jalan dalam km/jam.
Misalnya hasil latihan penyemprotan dengan alat penyemprot punggung.
Kecepatan rata-rata 5 kali pengamatan dengan jarak yang ditempuh selama 10
detik sepanjang 8 m.
Sumber : LPP, 1989
Kecepatan jalan alat semprot yang dipasang ditraktor, dapat dibaca pada
alat pengukur kecepatan (speedo meter),
f. Isi penuh tangki alat semprot dan lakukan sekali lagi pengujian dan latihan
penyemprotan dengan kecepatan, tekanan alat semprot dan jarak yang telah
ditentukan pada sebidang tanah seluas 2 x 30 m (petak). Latihan ini harus
benar-benar berhasil, yakni menyemprotkan air dengan volume tertentu pada
luas tanah tersebut, maka ketepatan membuka dan menutup klep pada batas
petak harus diperhatikan.
g. Untuk menentukan volume air yang telah disemprotkan pada petak tanah,
dapat dilakukan dengan mengisi air sampai keadaan permukaan air seperti
sebelum disemprotkan, air yang ditambahkan diukur dengan gelas ukur.
8
10 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘=
𝑥
3600 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
=2,880 𝑚. 𝑗𝑎𝑚
1000𝑚𝑘𝑚
= 2,88𝑘𝑚
𝑗𝑎𝑚 = 3 𝑘𝑚/𝑗𝑎𝑚
𝑥 = 2880𝑚
𝑗𝑎𝑚
16
h. Lebar bunga semprot yang mengenai tanah, ditentukan oleh jenis alat
pemercik dan tingginya, serta tekanan alat semprot. Misalnya polijet tip
berwarna merah, setinggi 60 cm dari permukaan tanah pada tekanan 1 kg/cm2,
lebar bunga semprotan adalah 2,25 m. Agar penyemprotan merata pada
suatu petak tanah maka alat pemercik tersebut efektir hanya sebesar 2,0 m.
i. Untuk menentukan volume air yang diperlukan dalam satu hektar, dapat
dipakai rumus :
Misalnya, lebar bunga semprotan 2 m, panjang petak percobaan 30 m dan air
yang diperlukan sebanyak 3,61, maka air yang diperlukan untuk 1 ha
sebanyak:
j. Satu tangki alat semprot punggung dapat diisi air sebanyak 15 I, sedangkan
telah ditentukan 1 ha diperlukan 1 kg bahan aktir 2,4-D (0,5 kg bahan aktir per
liter) atau sebanyak 2 I herbisida, 2,4-D dan luartan herbisida yang dipakai
sebanyak 600 I/ha, maka air yang diperlukan sebagai bahan pelarut sebanyak
600 I-2 I= 598 I/ha. Untuk satu tangki alat semprot (15 I) diperlukan :
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑖𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖 (𝐼)
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛 (𝑚)=
𝑥
1 ℎ𝑎
3,6 𝐼
2 𝑥 30 𝑚=
𝑥
10.000 𝑚2
60 𝑥 = 36.000
𝑥 = 600 𝐼/ℎ𝑎
2 𝐼
600=
𝑥
15
𝑥 =15 𝑥 2
600=
3
60 𝐼
= 50 𝑐𝑐 2,4 − 𝐷/𝑡𝑎𝑛𝑔𝑘𝑖
17
Selanjutnya untuk 1 tangki diperlukan air sebanyak 15 I – 50 cc = 14,95 liter
Dalam praktek pencampuran herbisida di lapangan, ternyata pencampuran
dalam tangki alat semprot tidak selalu hasilnya memuaskan, karena herbisida
berbentuk tepung tidak dapat larut dengan sempurna. Maka dianjurkan agar
pencampuran herbisida dilakukan dengan durm.
Untuk 1 drum 200 I liter, diperlukan 2,4-D sebanyak :
Selanjutnya untuk 1 drum diperlukan air sebanyak 2001-2/3 I = 199 1/3
liter untuk memperoleh campuran yang baik, maka drum diisi air sebanyak 50 I,
lalu tuangkan 2/3 I 2,4 – D dan diaduk. Selajutnya drum diisi dengan air sampai
penuh dan diaduk lagi.
2. Keuntungan penggunaan unit semprot
Adapun keuntungan penggunaan semprot adalah
a. Penghematan tenaga supervisi.
b. Control lebih baik.
c. Mobilitas tinggi.
d. Kualitas pencampuran racun lebih baik.
e. Pengorganisasian kerja lebih mudah (LPP, 1986).
3. Perhitungan dengan metode kuadran
Kuadrat adalah ukuran luas yang di hitung dalam satuan kuadrat (m², cm²,
dan sebagainya). Bentuk kuadrat bermacam-macam seperti lingkaran, segitiga,
2
600=
𝑥
200
𝑥 =200 𝑥 2
600=
2
3 𝐼
18
empat persegi panjang, dan bujur sangkar. Dalam pelaksanaan di lapangan, lebih
sering digunakan bujur sangkar.besar atau peubah yang dapat di ukur dengan
menggunakan metode ini adalah kerapatan, domonansi, frekuensi, nilai penting,
dan jumlah nisbah dominansi (JND) atau SDR (sumet dominance ratio), dengan
batasan sebagai berikut.
a. Kerapatan Mutlak (KM) = jumlah individu jenis gulma tertentu dalam
petak contoh.
b. Kerapatan Nisbi (KN) = kerapatan jenis gulma tertentu di bagi total
kerapatan mutlak semua jenis gulma.
c. Dominansi Mutlak (DM) = tingkat penutupan, luas basal, bobot kering,
atau volume jenis gulma tertentu dalam petak contoh.
d. Dominansi Nisbi (DN) = dominansi mutlak jenis gulma tertentu di bagi
total dominansi mutlak semua jenis gulma.
e. Frekuensi Mutlak (FM) = jumlah petak contoh yang memuat jenis gulma
tertentu
f. Frekuensi Nisbi (FN) = frekuensi mutlak jenis gulma tertentu di bagi total
frekuensi mutlak semua jenis gulma.
g. Nilai Penting (NP) = jumlah nilai semua peupah nisbi yang digunakan.
h. SDR = nilai penting di bagi jumlah peubah nisbi.
NP dan SDR dapat dihitung berdasarkan dua atau tiga peubah di atas,
misalnya dominansi dengan frekuensi, kerapatan dengan frekuensi, atau dominan,
kerapatan, dan frekuensi. Makin banyak peubah yang digunakan makin
mendekati nilai kebenaran yang akan diduga.
19
SDR menggambarkan kemampuan suatu jenis gulma tertentu untuk
mengusai sarana tumbuh yang ada. Semakin bernilai SDR maka gulma tersebut
semakin dominan. Apabila nilai SDR diurutkan dari nilai yang tertinggi hingga
yang terendah, semua gulm harus diberi nomor urut walaupun nilai SDR-nya
sama, maka diurutan dengan SDR tersebut menggambarkan komposisi jenis
gulma yang ada pada areal pengamatan. Perhitungan dalam analisa vegetasi
dengan menggunakan metode kuadrat akan dijelaskan berikut ini dengan
menggunakan data fiktif hasil pengamatan dilapangan. Data terebut dikumpulkan
dengan menggunakan peubah yang diamati berupa kerapatan gulma dan penutup
gulma (%) sebagai peubah dominansi.
Tabel 2. Jenis Gulma
Jenis
Gulma
Kerapatan
(individu/m2)
Dominasi
(%)
penutupan) KM KN DM DN FM FN
1 2 3 1 2 3
Alang-
alang
20 10 10 40 20 30 40 0.40 90 0.45 3 0.50
Wedusan 5 - 5 20 - 30 10 0.10 50 0.25 2 0.33
Teki - 50 - - 60 50 0.50 60 0.30 1 0.17
Total 100 200 6
Sumber : Sembodo, 2010
Contoh perhitungan untuk alang-alang :
KM = 20 + 10 + 10 = 40
KN = 40 : 100 = 0.40
DM = 40 + 20 + 30 = 90
DN = 90 : 200 = 0.45
NP = KN + DN + FN
= 0.40 + 0.45 + 0.50 = 1.35
FM = 3 (semua petak ada alang-alang)
20
FN = 3 : 6 = 0.50
SDR = NP : 3
= 1.35 : 3 = 0.45
SDR alang-alang sebesar 0.45 atau 45% tersebut berarti bahwa alang-
alang menguasai 45% sarana tumbuh yang ada. Dengan cara perhitungan di atas
dapat dihitung nilai SDR untuk Wedusan dan Teki, yaitu masing-masing sebesar
23% untuk Wedusan dan 32% untuk teki. Dari ketiga data tersebut dapat
disimpulkan bahwa alang-alang adalah gulma yang paling dominan dengan urutan
pertama kemudian disusul teki dan terakhir Wedusan.
Kebijakan pengendalian gulma yang diambil adalah bagaimana cara
menekan pertumbuhan alang-alang terlebih dahulu. Apabila pengendalian
dilakukan dengan menggunakan herbisida, maka herbisida yang dipilih harus
yang mampu mengendalikan alang-alang itu (Sembodo, 2010).