Post on 25-Nov-2020
IDENTIFIKASI PENYEBAB ASFIKSIA PADA
BAYI BARU LAHIR DI RSUD KOTA KENDARI
SULAWESI TENGGARA TAHUN 2015-2016
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan
Program Studi Diploma III Kebidanan Politeknik Kesehatan Kendari
Disusun Oleh :
BRIGITA OKTARINA NIM. P00324014047
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI DIII
2017
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri
1. Nama : Brigita Oktarina
2. Tempat dan Tanggal Lahir : Kendari, 27 Maret 1996
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Suku/Kebangsaan : Tolaki/Indonesia
6. Alamat : Ds. Puuwonua Kec. Lalonggasumeeto
B. Pendidikan
1. SDN Rapambinupaka Tamat Tahun 2008
2. MTSN Soropia Tamat Tahun 2011
3. SMAN 7 Kendari Tamat Tahun 2014
4. Terdaftar Sebagai Mahasiswa Poltekkes Kendari Jurusan Kebidanan
Tahun 2014 Sampai Sekarang
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Brigita Oktarina
NIM : P00324014047
Program Studi : Diploma III Jurusan Kebidanan
Judul KTI : Identifikasi Penyebab Asfiksia pada Bayi Baru Lahir di
RSUD Kota Kendari Sulawesi Tenggara Tahun 2015-
2016
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tugas akhir yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan
tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran
saya sendiri. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa tugas akhir
ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas
perbuatan tersebut.
Kendari, Juli 2017
Yang membuat pernyataan, Brigita Oktarina
NIM P00324014047
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
limpahan rahmat, hidayah, dan karunia yang diberikan sehingga Karya Tulis
Ilmiah ini yang berjudul “Identifikasi Penyebab Asfiksia Pada Bayi Baru
Lahir Di RSUD Kota Kendari Sulawesi Tenggara Tahun 2015-2016” dapat
terselesaikan dengan baik.
Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini melewati perjalanan panjang, penulis
mendapat petunjuk dan bimbingan dari berbagai pihak baik secara
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Askrening, SKM, M. Kes
selaku pembimbing I dan Ibu Hj. Syahrianti, S. Si. T, M. Kes selaku
pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan pemikirannya dengan
penuh kesabaran dan tanggung jawab guna memberikan petunjuk dan
bimbingan kepada penulis dalam proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak,
baik lembaga maupun pribadi sebagai berikut :
1. Bapak Petrus, SKM, M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kendari.
2. Ibu Halijah, SKM, M.Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan Politeknik
Kesehatan Kendari.
3. Ibu Sultina Sarita, SKM, M. Kes, Ibu Hendra Yulita, SKM, MPH, dan Ibu
Yustiari, SST, M. Keb selaku penguji Karya Tulis Ilmiah ini.
4. Seluruh Dosen dan Staf Prodi D III Kebidanan Politeknik Kesehatan
Kendari.
5. Teristimewa kepada Ayahanda Muh. Syahid dan Ibunda Nurman serta
saudara-saudariku tersayang Pandi Pranata dan Jovitha Maulidya yang
memberikan dukungan moril dan materiil.
6. Terkhusus sahabat-sahabatku Ririn, Risky, Mirda, Yani, Indah,
Deandra, Arni, Wiwik, Hanny, dan Kiki yang senantiasa memberi doa,
dukungan, dan persahabatan terindah serta senantiasa menemani
dalam suka dan duka kepada penulis.
Penulis menyadari dalam penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu, saran dan kritikan yang sifatnya membangun sangat penulis
harapkan demi kemajuan penelitian selanjutnya. Semoga Karya Tulis
Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya. Amin.
Kendari, Juli 2017
Penulis
ABSTRAK
Identifikasi Penyebab Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir Di RSUD Kota Kendari Sulawesi Tenggara Tahun 2015-2016
Brigita Oktarina1, Askrening2, Hj. Syahrianti2
Latar Belakang : Asfiksia adalah keadaan dimana bayi setelah lahir tidak bernafas secara spontan dan teratur. Asfiksia menyebabkan kematian neonatus antara 8-35% di negara maju, sedangkan di negara berkembang antara 31-56,5%. Insidensi asfiksia pada bayi baru lahir di Indonesia kurang lebih 40/1000 lahir hidup. Tujuan : Untuk mengidentifikasi penyebab asfiksia pada bayi baru lahir di RSUD Kota Kendari tahun 2015-2016. Metode Penelitian : Penelitian dekskriptif dengan sampel penelitian adalah bayi-bayi yang mengalami asfiksia tahun 2015-2016 berdasarkan data register di Ruang Teratai RSUD Kota Kendari Sulawesi Tenggara berjumlah 119 bayi. Kesimpulan : Penyebab asfiksia pada bayi baru lahir di RSUD Kota Kendari tahun 2015-2016 masa gestasi ibu yang berisiko (<37 minggu dan >42 minggu) sebanyak 65 kasus (54,6%), lama persalinan ibu yang berisiko ( > 18 jam multipara dan > 24 jam primipara) sebanyak 69 kasus (58%), kelainan letak yang berisiko sebanyak 64 kasus (53,8%), dan berat lahir tidak berisiko (2500-4000 gram) sebanyak 89 kasus (74,8%). Saran : Bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian yang serupa dengan penelitian ini agar menambah jumlah variabel penelitian sehingga mendapatkan hasil yang maksimal. Kata Kunci : Asfiksia Daftar Pustaka : 26 (1999-2016)
1. Mahasiswi DIII Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari
2. Dosen Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................... i LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................ iii DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................. iv SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................ v KATA PENGANTAR ........................................................................ vi ABSTRAK ........................................................................................ viii DAFTAR ISI ...................................................................................... ix DAFTAR TABEL .............................................................................. x DAFTAR GAMBAR .......................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................. 1 B. Rumusan Masalah ........................................................ 3 C. Tujuan Penelitian .......................................................... 3 D. Manfaat Penelitian ........................................................ 4 E. Keaslian Penelitian ......................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka ............................................................ 6 B. Landasan Teori ............................................................ 30 C. Kerangka Konsep ......................................................... 32
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian ......................................... 33 B. Tempat dan Waktu Penelitian ...................................... 33 C. Populasi dan Sampel ................................................... 33 D. Variabel Penelitian ....................................................... 34 E. Definisi Operasional ....................................................... 34 F. Jenis dan Cara Pengumpulan Data ............................... 36 G. Pengolahan Data ......................................................... 37 H. Penyajian Data .............................................................. 37 I. Analisa Data ................................................................. 38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum RSUD Kota Kendari ........................ 39 B. Hasil Penelitian ............................................................ 43 C. Pembahasan ................................................................ 45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .................................................................. 54 B. Saran ............................................................................ 54
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Scoring APGAR Bayi Baru Lahir ......................................... 16
Tabel 2. Tenaga Kesehatan dan Non Kesehatan di RSUD Kota Kendari
Tahun 2017 ........................................................................ 42
Tabel 3. Distribusi Asfiksia Berdasarkan Masa Gestasi .................... 43
Tabel 4. Distribusi Asfiksia Berdasarkan Lama Persalinan ............... 44
Tabel 5. Distribusi Asfiksia Berdasarkan Kelainan Letak .................. 44
Tabel 6. Distribusi Asfiksia Berdasarkan Berat Lahir ........................ 45
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Manajemen Bayi Baru Lahir menurut APN ................... 11
Gambar 2.2 Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir............................. 24
Gambar 2.3 Kerangka Konsep.......................................................... 32
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Pengambilan Data Awal Penelitian Lampiran 2 Master Tabel Penelitian Lampiran 3 Surat Izin Penelitian dari Badan Penelitian dan
Pengembangan Provinsi Sulawesi Tenggara Lampiran 4 Surat Izin Penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa Politik dan
Pelindung Masyarakat Kota Kendari Lampiran 5 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari RSUD
Kota Kendari Sulawesi Tenggara
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi setelah lahir tidak bernafas
secara spontan dan teratur (Asri, 2010). Asfiksia adalah suatu keadaan
bayi baru lahir yang mengalami gagal bernapas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak dapat memasukkan
oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya
(Dewi, 2011).
Asfiksia menyebabkan kematian neonatus antara 8-35% di
negara maju, sedangkan di negara berkembang antara 31-56,5%.
Indisiden asfiksia pada menit pertama 47/1000 lahir hidup dan pada 5
menit 15,7/1000 lahir hidup untuk semua neonatus. Insidensi asfiksia
pada bayi baru lahir di Indonesia kurang lebih 40/1000 lahir hidup
(Gilang, 2011). Sasaran Millenium Development Goals (MDGs) yaitu
Angka Kematian Bayi (AKB) turun menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup
pada tahun 2015. Untuk mencapai target tersebut perlu upaya
percepatan yang lebih besar dan kerjasama antara tenaga kesehatan
(Depkes, 2014).
Faktor yang menyebabkan asfiksia pada bayi baru lahir antara
lain faktor keadaan ibu, faktor keadaan bayi, faktor plasenta, dan faktor
persalinan. Faktor keadaan ibu meliputi hipertensi pada kehamilan (pre-
eklamsia dan eklamsi) (24%), perdarahan antepartum (plasenta previa
dan solusio plasenta) (28%), anemia dan Kekurangan Energi Kronis
(KEK) berkisar kurang dari 10%, infeksi berat (11%), dan kehamilan
postdate. Faktor keadaan bayi meliputi prematuritas (15%), BBLR
(20%), kelainan kongenital (1-3%), ketuban bercampur mekonium.
Faktor plasenta meliputi lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali
pusat, prolapsus tali pusat. Faktor neonatus meliputi depresi pernafasan
karena obat-obat anastesi atau analgetika yang diberikan pada ibu, dan
trauma persalinan misalnya perdarahan intrakranial (2-7%). Faktor
persalinan meliputi partus lama atau macet (2,8-4,9%), persalinan
dengan penyulit (letak sungsang, kembar, distosia bahu, vakum
ekstraksi, forsep) (3-4%) dan Ketuban Pecah Dini (KPD) (10-12%).
Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan
secara sempurna. Salah satu dampak dari asfiksia adalah penurunan
kualitas hidup dengan berkurangnya suplai O2 ke organ otak. Bila terjadi
pada bayi maka dapat mengganggu tumbuh kembang otak yang
kemudian dapat mempengaruhi intelegensi bayi (Mochtar, 2010).
Data yang diperoleh dari RSUD Kota Kendari tahun 2013 jumlah
asfiksia sebanyak 281 bayi (29,11%) dari 965 persalinan normal, tahun
2014 jumlah asfiksia sebanyak 116 (8,22%) bayi dari 1410 persalinan
normal, tahun 2015 jumlah asfiksia sebanyak 85 bayi (10,45%) dari 813
persalinan normal, dan tahun 2016 jumlah asfiksia sebanyak 34 bayi
(6,37%) dari 533 persalinan normal. Asfiksia berkontribusi terhadap
risiko morbiditas dan mortalitas sehingga penulis tertarik untuk
melakukan penelitian “Identifikasi Penyebab Asfiksia pada Bayi Baru
Lahir di RSUD Kota Kendari Sulawesi Tenggara Tahun 2017”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat
dirumuskan masalah “Apakah penyebab asfiksia pada bayi baru lahir di
RSUD Kota Kendari Sulawesi Tenggara tahun 2015-2016?”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui penyebab asfiksia pada bayi baru lahir di RSUD
Kota Kendari Sulawesi Tenggara tahun 2015-2016.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui asfiksia bayi baru lahir berdasarkan masa
gestasi di RSUD Kota Kendari Sulawesi Tenggara tahun 2015-
2016.
b. Untuk mengetahui asfiksia bayi baru lahir berdasarkan lama
persalinan di RSUD Kota Kendari Sulawesi Tenggara tahun
2015-2016.
c. Untuk mengetahui asfiksia bayi baru lahir berdasarkan kelainan
letak di RSUD Kota Kendari Sulawesi Tenggara tahun 2015-
2016.
d. Untuk mengetahui asfiksia bayi baru lahir berdasarkan berat lahir
di RSUD Kota Kendari Sulawesi Tenggara tahun 2015-2016.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat memberikan informasi dan gambaran tentang kejadian
asfiksia pada bayi baru lahir di RSUD Kota Kendari sehingga dapat
digunakan dalam perencanaan program kesehatan ibu dan anak
untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian
Bayi (AKB) khususnya di Kota Kendari Sulawesi Tenggara.
2. Bagi Tempat Penelitian
Dapat menjadi bahan evaluasi dalam pengembangan dan
peningkatan kualitas pelayanan guna mendorong penurunan angka
kejadian asfiksia.
3. Bagi Peneliti
Sebagai aplikasi antara ilmu yang didapat di intitusi dengan kondisi
kenyataan di lapangan serta untuk menambah wawasan, pola pikir,
pengalaman, dan meningkatkan pengetahuan tentang kejadian
asfiksia.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian ini sebelumnya pernah diteliti oleh beberapa orang
peneliti diantaranya :
1. Yulistyaningrum, Dwi Indah (2012) Gambaran Perilaku Bidan dan
Perawat dalam Penanganan Asfiksia Ringan dan Sedang pada Bayi
Baru Lahir di RSUD Dr. Harjono S. Ponorogo. Desain yang
digunakan adalah metode dekskriptif. Populasi penelitian ini adalah
seluruh bidan dan perawat yang menangani bayi asfiksia ringan dan
sedang pada tanggal 15 Mei-18 Juni 2012. Teknik pengambilan
sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah total sampling.
2. Lumatauw, Sutriani (2014) Hubungan Pengetahuan dan Sikap
Perawat dengan Penanganan Asfiksia Berat pada Bayi Baru Lahir di
Ruang NICU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Desain yang
digunakan adalah cross sectional dengan metode survey analitik..
Populasi penelitian ini adalah semua perawat yang menangani bayi
dengan asfiksia berat pada bulan Desember 2013-Januari 2014.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini
adalah total sampling
3. Perbedaan dengan penelitian ini adalah terletak dari judul, sampel,
tempat, dan waktu penelitian. Jumlah variabel yang digunakan
adalah 4 variabel yang mengacu pada factor-faktor yang
mempengaruhi asfiksia dengan menggunakan desain penelitian
dekskriptif dan teknik pengambilan sampel yaitu total sampling.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Tinjauan tentang Bayi Baru Lahir
a. Pengertian Bayi Baru Lahir
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dari
kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat badan lahir
2500 gram sampai dengan 4000 gram (Kristiyanasari, 2009).
Bayi baru lahir merupakan individu yang sedang bertumbuh dan
baru saja mengalami trauma kelahiran serta harus dapat
melakukan penyesuaian diri dari kehidupan kehidupan intrauterin
ke kehidupan ekstrauterin (Dewi, 2011). Kesimpulannya adalah
bayi baru lahir merupakan bayi lahir yang dapat melakukan
penyesuaian diri dari kehidupan intrauterin ke kehidupan
ekstrauterin.
b. Asuhan Segera Bayi Baru Lahir
Bidan harus mengetahui kebutuhan tradisional bayi dalam
beradaptasi dengan kehidupan diluar uteri sehingga ia dapat
membuat persiapan yang tepat untuk kedatangan bayi baru lahir.
Adapun asuhannya sebagai berikut (Fraser, 2009):
1) Pencegahan kehilangan panas seperti mengeringkan bayi
baru lahir, melepaskan handuk yang basah, mendorong
kontak kulit dari ibu ke bayi, membedong bayi dengan handuk
yang kering.
2) Membersihkan jalan nafas.
3) Memotong tali pusat.
4) Identifikasi dengan cara bayi diberikan identitas baik berupa
gelang nama maupun kartu identitas.
5) Pengkajian kondisi bayi seperti pada menit pertama dan
kelima setelah lahir, pengkajian tentang kondisi umum bayi
dilakukan dengan menggunakan nilai apgar.
c. Asuhan Bayi Baru Lahir
Menurut Saifuddin (2010) Asuhan bayi baru lahir adalah
sebagai berikut:
1) Pertahankan suhu tubuh bayi 36,5 C.
2) Pemeriksaaan fisik bayi.
3) Pemberian vitamin K pada bayi baru lahir dengan dosis 0,5 –
1 mg I.M.
4) Mengidentifikasi bayi dengan alat pengenal seperti gelang.
5) Lakukan perawatan tali pusat.
6) Dalam waktu 24 jam sebelum ibu dan bayi dipulangkan
kerumah diberikan imunisasi.
7) Mengajarkan tanda-tanda bahaya bayi pada ibu seperti
pernafasan bayi tidak teratur, bayi berwarna kuning, bayi
berwarna pucat, suhu meningkat, dll.
8) Mengajarkan orang tua cara merawat bayi.
d. Hal-hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Asuhan Pada Bayi Baru
Lahir
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam asuhan pada
bayi baru lahir menurut APN (2008):
1) Persiapan kebutuhan resusitasi untuk setiap bayi dan siapkan
rencana untuk meminta bantuan, khususnya bila ibu tersebut
memiliki riwayat eklamsia, perdarahan, persalinan lama atau
macet, persalinan dini atau infeksi.
2) Jangan mengoleskan salep apapun atau zat lain ke tali pusat.
Hindari pembungkusan tali pusat. tali pusat yang tidak
tertutup akan mengering dan puput lebih cepat dengan
komplikasi yang lebih sedikit.
3) Bila memungkinkan jangan pisahkan ibu dengan bayi dan
biarkan bayi bersama ibunya paling sedikit 1 jam setelah
persalinan.
4) Jangan tinggalkan ibu dan bayi seorang diri dan kapanpun.
e. Prinsip Asuhan Bayi Baru Lahir Normal
Prinsip asuhan bayi baru lahir normal (Hidayat, 2010):
1) Cegah kehilangan panas berlebihan.
2) Bebaskan jalan nafas.
3) Rangsangan taktil.
4) Laktasi (dimulai dalam waktu 30 menit pertama).
f. Cara Kehilangan Panas Tubuh Pada Bayi Baru Lahir
Menurut Yanti (2009) proses kehilangan panas pada
tubuh bayi baru lahir sebagai berikut:
1) Evaporasi yaitu proses kehilangan panas melalui cara
penguapan oleh karena temperatur lingkungan lebih rendah
dari pada temperatur tubuh (bayi dalam keadaan basah).
2) Konduksi yaitu proses kehilangan panas tubuh melalui kontak
langsung dengan benda yang mempunyai suhu lebih rendah.
3) Konveksi yaitu proses penyesuaian suhu tubuh melalui
sirkulasi udara terhadap lingkungan.
4) Radiasi yaitu proses hilangnya panas tubuh bayi bila diletakan
dekat dengan benda yang lebih rendah suhunya dari tubuh.
g. Cara Mencegah Terjadinya Kehilangan Panas
Menurut APN (2008) untuk mencegah terjadinya
kehilangan panas pada bayi baru lahir adalah sebagai berikut:
1) Keringkan tubuh bayi tanpa membersihkan verniks.
2) Letakkan bayi agar terjadi kotak kulit ibu ke kulit bayi.
3) Selimuti ibu dan bayi dan pakaikan topi di kepala bayi.
4) Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir.
h. Penanganan Bayi Baru Lahir
Menurut Wiknjosastro (2012) menyebutkan bahwa
penanganan bayi baru lahir seperti dibawah ini:
1) Menilai bayi dengan cepat (dalam 30 menit), kemudian
meletakan bayi diatas perut ibu dengan posisi kepala bayi
sedikit lebih rendah dari tubuhnya, bila bayi mengalami
asfiksia lakukan resusitasi.
2) Segera membungkus kepala dan badan bayi dengan handuk
dan biarkan kontak kulit ibu-bayi lakukan penyuntikan
oksitosin.
3) Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3cm dari
pusat bayi dan memasang klem kedua 2cm dari klem
pertama.
4) Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi
dari gunting dan memotong tali pusat diantara klem.
5) Mengeringkan bayi, mengganti handuk yang basah dan
menyelimuti bayi dengan kain yang bersih dan kering,
menutupi bagian kepala.
6) Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkan ibu untuk
memeluk bayinya dan memulai pemberian ASI.
i. Manajemen Bayi Baru Lahir
Gambar 2.1 Manajemen Bayi Baru Lahir menurut APN (2008)
Persiapan
Penilaian:
1. Apakah bayi cukup bulan? 2. Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium? 3. Apakah bayi menangis atau bernafas? 4. Apakah tonus otot bayi baik?
Bayi cukup bulan, ketuban jernih, menangis atau
bernafas, tonus otot baik
Bayi tidak cukup bulan, dan atau tidak menangis atau tidak
bernafas atau megap - megap dan atau tonus otot tidak baik
Air ketuban bercampur mekonium
A
Manajemen bayi ba ru lahir normal
B
Manajemen Asfiksia bayi baru lahir
C
Manajemen air ketuban bercampur mekonium
2. Tinjauan tentang Asfiksia
a. Pengertian Asfiksia
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi setelah lahir tidak
bernafas secara spontan dan teratur (Asri, 2010). Asfiksia adalah
suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami gagal bernapas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi
tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan
zat asam arang dari tubuhnya (Dewi, 2011). Kesimpulan dari
pengertian diatas asfiksia adalah suatu keadaan dimana bayi
tidak dapat bernafas secara spontan setelah lahir.
b. Etiologi Asfiksia Bayi Baru Lahir
Secara umum dikarenakan adanya gangguan
pertukaran gas atau pengangkutan O2 dari ibu ke janin, pada
masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. kegagalan
pernafasan pada bayi bisa disebabkan karena terjadi hipoksia,
solusio plasenta, prematur, tali pusat menumbung, partus lama,
dll (Kristiyanasari, 2009).
c. Patofisiologi
Bayi baru lahir mempunyai karakteristik yang unik.
Transisi dari kehidupan janin intrauterin ke kehidupan bayi
ekstrauterin, menunjukan perubahan sebagai berikut, alveoli paru
janin dalam uterus berisi cairan paru. Pada saat lahir dan bayi
mengambil nafas pertama, udara memasuki alveoli paru dan
cairan paru diabsorbsi oleh jaringan paru.
Pada nafas kedua dan berikutnya, udara yang masuk ke
alveoli bertambah banyak dan cairan paru diabsorbsi sehingga
kemudian seluruh alveoli berisi udara yang mengandung oksigen.
Aliran darah paru meningkat secara dramatis. Hal ini disebabkan
ekspansi paru yang membutuhkan tekanan puncak inspirasi dan
tekanan akhir ekspirasi yang lebih tinggi. Ekspansi paru dan
peningkatan tekanan oksigen alveoli, keduanya menyebabkan
penurunan resistensi vaskuler paru dan meningkatkan aliran
darah setelah lahir.
Aliran intrakardinal dan ekstrakardinal mulai beralih arah
yang kemudian diikuti penutupan dukus arteriosus. Kegagalan
penurunan resistensi vaskuler paru menyebabkan hipertensi
pulmonal persisten pada bayi baru lahir, dengan aliran darah paru
yang inadekuat dan hipoksemia relatif. Ekspansi paru yang
inadekuat menyebabkan gagal nafas (Sholeh, 2008).
Pernafasan spontan pada bayi baru lahir bergantung
pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Proses
kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat
sementara pada bayi.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau
pengangkutan oksigen selama kehamilan dan persalinan akan
terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi
fungsi sel tubuh dan tidak teratasi akan menyebabkan kematian.
Asfiksia akan dimulai dengan suatu periode apnu (primari apnea)
disertai dengan penurunan frekuensi jantung, selanjutnya bayi
akan memperlihatkan usaha bernafas yang kemudian diikuti oleh
pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha
bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada pada
periode apnu kedua. Pada tingkat ini ditemukan bradikardi dan
penurunan tekanan darah.
Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula
gangguan metabolisme dan pemeriksaan keseimbangan asam
basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama dan pertukaran gas
mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan
berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi metabolisme anaerobik
yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh
terutama pada jantung dan hati akan berkurang asam organik
terjadi akibat metabolisme ini akan menyebabkantumbuhnya
asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi
perubahan tingkat kardiovaskuler yang disebabkan oleh
beberapa keadaan diantaranya hilangnya sumber glikogen dalam
jantung akan mempengaruhi fungsi jantung. Terjadinya metabolik
asidosis menyebabkan penurunan sel jarinan termasuk otot
jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung dan
pengisian udara alveolus yang kurang adekuat dan
menyebabkan tingginya resistensinya pembuluh darah paru
sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem tubuh lain akan
mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan kardiovaskuler
yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak.
Kerusakan sel otak yang terjadi kematian (Maryunani, 2009).
d. Klasifikasi Klinis
Menurut Kristiyanasari (2009) Asfiksia dikelompokkan
menjadi beberapa klasifikasi di bawah ini :
1) Asfiksia berat (nilai APGAR 0 – 3).
2) Asfiksia sedang (nilai APGAR 4 – 6).
3) Asfiksia ringan(nilai APGAR 7 – 10).
Tabel 1 Scoring APGAR Bayi Baru Lahir
(Sumber Oxorn, 2010)
e. Manifestasi Klinik
Asfiksia biasanya merupakan akibat dari hipoksia janin
yang menimbulkan tanda-tanda klinis pada janin atau bayi berikut
ini (Maryunani, 2009):
1) DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak
teratur.
2) Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala.
3) Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot
dan organ lain.
4) Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen.
Tanda Angka 0 Angka 1 Angka 2
Frekuensi denyut jantung
Tidak ada Dibawah
100 Diatas 100
Upaya respirasi Tidak ada Lambat,
tidak teratur
Baik, menangis
kuat
Tonus otot Lumpuh Fleksi
ekstremitas Gerak aktif
Reflek terhadap rangsangan respon ketika kateter dimasukan dalam lubang hidung
Tidak ada respon
menyeringai Batuk atau
bersin
Warna Biru-putih
Badan merah muda: ektremitas biru
Seluruh tubuh berwarna merah muda
5) Brakikardia (penurunan frekuensi jantung) karena
kekurangan oksigen pada otot-otot jantung atau sel-sel otak.
6) Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot
jantung, kehilangan darah, kekurangan aliran darah yang
kembali ke plasenta sebelum dan selama proses persalinan.
7) Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi
cairan paruparu atau nafas tidak teratur atau megap-megap.
8) Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen dalam
darah.
9) Pucat.
f. Penegakan Diagnosis Asfiksia
1) Anamnesis
Dalam wawancara dengan penderita (ibu), bidan
menanyakan atau mengkaji (Maryunani, 2009):
a) Adanya riwayat usia kehamilan kurang bulan
b) Adanya riwayat air ketuban bercampur mekonium
c) Adanya riwayat lahir tidak bernafas atau menangis
d) Adanya riwayat gangguan atau kesulitan waktu lahir (lilitan
tali pusat, sungsang, ekstrasi vakum, ekstrasi forsep, dll).
2) Pemeriksaan fisik
Pada saat pemeriksaan fisik bayi ditemukan:
a) Bayi tidak bernafas atau megap – megap
b) Denyut jantung kurang dari 100 x/menit
c) Kulit sianosis, pucat
d) Tonus otot menurun
g. Penatalaksanaan Asfiksia
Penatalaksanaan asfiksia neonatorum adalah resusitasi
neonatus atau bayi. Semua bayi dengan depresi pernafasan
harus mendapat resusitasi yang adekuat. Bila bayi kemudian
terdiagnosa sebagai asfiksia neonatorum, maka tindakan medis
kelanjutan yang komprehensif. Tindakan resusitasi neonatorum
akan dipastikan sendiri kemudian, namun pada intinya
penatalaksanaan terhadap asfiksia neonatorum (Maryunani,
2009):
1) Asfiksia berat
Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten melalui pipa
endotrakeal, dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah
diperkaya dengan O2. Tekanan O2 yang diberikan tidak 30cm
H – 20. Bila pernafasan spontan tidak timbul, lakukan
message jantung dengan ibu jari yang menekan pertengahan
sternum 80 – 100 kali per menit.
2) Asfiksia sedang atau ringan
Pasang relkik pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri)
selama 30 – 60 detik. Bila gagal, lakukan pernafasan kodok
(frog breating) 1 – 2 menit yaitu: kepala bayi ekstensi maksimal
beri O2 1 – 2 liter permenit melalui kateter dalam hidung, buka
tutup mulut dan hidung serta gerakan dagu keatas bawah
secara teratur 20 kali permenit.
3) Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi
(naiknya makanan dari kerongkongan / lambung tanpa disertai
rasa mual ataupun kontraksi otot perut yang sangat kuat).
h. Penanganan Asfiksia pada BBL (Resusitasi)
Penanganan asfiksia pada bayi baru lahir menurut
Wiknjosastro (2012), Tindakan resusitasi bayi baru lahir
mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi:
A : Memastikan saluran nafas terbuka
1) Meletakan kepala dalam posisi defleksi : bahu diganjal.
2) Menghisap mulut, hidung dan kadang-kadang trakea.
3) Bila perlu masukan pipa endotrakeal (pipa ET)
untuk memastikan saluran nafas terbuka.
B : Memulai pernafasan
1) Memakai rangsangan taktil untuk memulai pernafasan.
2) Memakai VTP, bila perlu seperti:
a) Sungkup dan balon.
b) Pipa ET dan balon.
c) Mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
C : Mempertahankan sirkulasi darah
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara
kompresi dada dan pengobatan. Persiapan yang harus dilakukan
pada saat resusitasi yaitu persiapan keluarga, persiapan tempat
resusitasi, persiapan alat resusitasi, persiapan diri. Menilai bayi
yang perlu diresusitasi dengan cara Bila bayi belum lahir air
ketuban bercampur mekonium, Setelah bayi lahir, nilai 3 tanda
utama yaitu pernafasan, frekuensi jantung, dan warna kulit
(Hidayat, 2010).
Tindakan resusitasi menurut Hidayat (2010), Penilaian
awal dari lahirnya bayi kemudian bayi bersih dari mekonium, bayi
bernafas atau menagis, tonus otot baik, warna kulit kemerahan,
cukup bulan. Langkah awal yang harus dilakukan yaitu
hangatkan bayi, atur posisi, isap lendir, keringkan dan rangsang
taktil, atur kembali posisi, lakukan penilaian. Ventilasi adalah
tahapan tindakan resusitasi untuk memasukan jumlah volume
udara kedalam paru dengan tekanan positif untul membuka
alveoli paru agar bayi bisa bernafas spontan dan teratur.
Langkah-langkah:
a) Pasang sungkup.
b) Ventilasi 2 kali (tekanan 30 APN, 40 resusitasi).
c) Ventilasi 20 kali dalam 30 detik.
d) Setiap 30 detk ventilasi, lakukan penilaian.
e) Siapkan rujukan bila bayi belum bernafas normal setelah 2
menit.
f) Ventilasi dihentikan setelah 20 menit (bila tidak berhasil).
Resusitasi berhasil lakukan asuhan paska resusitasi
selama 2 jam
a) Letakan bayi di dada ibu, selimuti keduannya.
b) Susui bayi sambil dibelai.
c) Lakukan asuhan neonatal normal dengan cara beri vitamin K1
mg/hari selama 3 hari (1 tab 5 mg), beri salep / tetes mata.
Tanda-tanda kesulitan bernafas pada bayi:
a) Tarikan dinding dada dalam, nafas megapp-megap frekuensi
< 30 kali / > 60 kali/menit.
b) Pantau bayi berwarna pucat, biru, lemas.
c) Jaga bayi tetap hangat dan kering.
d) Tunda memandikan sampai dengan 6 – 24 jam.
e) Kondisi memburuk rujuk.
Rujuk bayi bila ada tanda (setelah resusitasi):
a) Frekuensi nafas < 30 kali / > 60 kali / menit.
b) Ada tarikan dinding dada.
c) Merintih, nafas megap-megap, nafas bunyi saat ekspirasi dan
inspirasi.
d) Tubuh pucat atau kebiruan.
e) Bayi lemas.
Jika rujuk catat :
a) Nama ibu, alamat, tanggal dan waktu bayi baru lahir.
b) Kondisi bayi seperti gawat janin sebelumnya, air ketuban
mekonium, tangisan bayi, waktu memulai resusitasi, langkah
resusitasi yang dilakukan, hasil resusitasi.
i. Terapi Medikamentosa
Terapi yang dilakukan pada bayi yang mengalami asfiksia
sebagai berikut:
1) Epinefrin
Indikasi :
a) Denyut jantung bayi < 60 kali/metit setelah paling tidak 30
detik dilakukan ventilasi adekuat dan kompresi dada
belum ada respon.
b) Asistolik.
Dosis: 0,1 – 0,3 ml/kg dalam larutan 1:10.000.
Cara: IV atau Endotrakeal. Dapat diulang setiap 3 – 5
menit bila perlu.
2) Cairan pengganti volume darah
Indikasi :
a) BBL yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia
dan tidak ada respon dengan resusitasi.
b) Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan
atau syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk,
nadi kecil/ lemah dan pada resusitasi tidak memberikan
respon yang adekuat. Jenis cairan:
Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer
Laktat)
Tranfusi darah golongan O negatif jika diduga
kehilangan darah banyak dan bila fasilitas tersedia.
Dosis: Dosis awal 10 ml/kg BB IV pelan selama 5 – 10
menit. Dapat diulang sampai menunjukan repon klinis.
3) Natrium bikarbonat
Indikasi:
Asidosis metabolik secara klinis (nafas cepat dan dalam,
sianosis)
Prasyarat: bayi dapat dilakukan ventilasi dengan efektif
Dosis: 1 – 2 mEq/kg BB atau 2 – 4 ml/kg BB (4,2%) atau 1 –
2 ml/kg BB (7,4%)
Cara: diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5%
sama banyak diberikan secara intravena dengan kecepatan
minimal 2 menit. Efek samping: pada keadaan
hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat
merusak fungsi miokardium dan otak.
Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir
Gambar 2.2
Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir
Bayi Lahir Asuhan Bayi Normal
Langkah Awal:
1. Jaga bayi tetap hangat 2. Atur posisi bayi 3. Isap lendir 4. Keringkan dan rangsang taktil 5. R eposisi
Nilai nafas
Bayi bernafas normal
Asuhan paska resusitasi
1. Pemantauan 2. Pencegahan hipotermi 3. Inisiasi menyusu dini 4. Pemberian vitamin K 5. Pencegahan infeksi 6. Pemeriksaan fisik 7. Pencatatan & pelaporan
Bayi tidak bernafas / bernafas megap - megap:
Ventilasi
1. Pasang sungkup 2. Ventilasi 2X dengan tekanan 30 cm air 3. Bila dada mengembang lakukan ventilasi
20 X dengan tekanan 20 cm air selama 30 detik
Bayi mulai bernafas
Nilai nafas
Bayi tidak bernafas / bernafas megap - megap:
1. Ulangi ventilasi sebanyak 20X selama 30 detik 2. Hentikan ventilasi &nilai kembali nafas tiap 30 detik 3. Bila bayi tidak bernafas spontan sesudah 2 menit
resusitasi, siapkan rujukan 1. Konseling 2. Lanjutkan resusitasi 3. Pemantauan 4. Pencegahan hipotermi 5. Pemberian vit K 6. Pencegahan infeksi 7. Pencatatan & pelaporan
Bila rujuk
Bila tidak mau dirujuk & tidak berhasil:
1. Sesudah 10 menit pertimbangkan untuk menghentikan resusitasi
2. Konseling 3. Pencatatan & pelaporan
3. Tinjauan tentang Faktor Risiko terjadinya Asfiksia pada Bayi
Baru Lahir
a. Faktor Ibu
Faktor-faktor risiko tinggi pada ibu yang dapat menyebabkan
asfiksia pada bayi baru lahir antara lain :
1) Primi tua
Primi tua adalah kehamilan pertama pada wanita dengan usia
> 30 tahun. Pada wanita tua ada kecenderungan besar untuk
terjadi pre-eklamsi dan hipertensi yang dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan dan persalinan terlalu dini.
2) Riwayat obstetri jelek
Wanita dengan ostetri jelek adalah wanita yang pada
kehamilan sebelumnya berdampak jelek, seperti : aborsi, lahir
mati, kematian neonatal dini, dan bayi abnormal. Perlu
diketahui informasi tentang kehamilan sebelumnya dan
penyebab kematian bayi. Faktor-faktor penyebab misalnya
pre-eklamsi, hipertensi, panggul sempit, diabetes mellitus.
3) Grande multi para
Grande multi para yaitu para wanita yang telah melahirkan
lebih 5 kali. Grande multi para mempunyai kemungkinan yang
lebih besar untuk terjadi kehamilan ganda, plasenta previa,
dan perdarahan antepartum. Mudah terjadi malpresentasi dan
malposisi oleh karena kelemahan otot-otot dinding perut.
Komplikasi persalinan ialah meningkatnya risiko terjadinya
lahir mati dan kematian neonatal dini.
4) Masa gestasi
a) Persalinan preterm
Persalinan preterm adalah persalinan dengan masa
gestasi kurang 2 hari atau kurang 37 minggu lengkap.
Kesulitan utama pada persalinan prematur adalah
perawatan bayinya, semakin muda usia kehamilan
semakin besar morbiditas dan mortalitasnya.
b) Serotinus
Serotinus adalah persalinan dengan masa kehamilan
melewati 294 hari atau lebih 42 minggu lengkap
(kehamilan lewat waktu). Masalah perinatal pada
persalinan serotinus berkaitan dengan fungsi plasenta
yang mulai menurun setelah 42 minggu, berakibat
peningkatan terjadinya gawat janin dengan risiko 3 kali.
5) Anemia
Seseorang dinyatakan menderita anemia bila kadar Hb dalam
darah kurang 12 g%. Wanita hamil dianggap menderita
anemia patologik jika kadar Hb kurang 10 g%. Wanita hamil
dengan kadar Hb 10-12 g% disebut mengalami anemia
fisiologik atau pseudoanemia. Anemia memberi pengaruh
kurang baik bagi ibu, baik dalam kehamilan persalinan,
maupun nifas dan masalahnya. Berbagai penyulit yang dapat
timbul akibat anemia seperti : abortus, partus prematurus,
partus lama oleh karena inersia uteri, perdarahan post partum
oleh karena atonia uteri, syok, infeksi intra partum maupun
post partum, dekompensasi kordis.
6) Penyakit ibu
Penyakit ibu sebelum atau semasa hamil yang dapat
berakibat asfiksia antara lain : hipertensi, asma, diabetes
mellitus, penyakit jantung.
7) Ketuban pecah dini
Ketuban pecah dini yaitu pecah ketuban 6 jam atau lebih
sebelum kelahiran. Kepustakaan lain, ketuban pecah dini
adalah pecah ketuban lebih dari 18 jam sebelum kelahiran.
8) Partus lama
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung 12 jam atau
lebih bayi belum lahir. Semakin lama persalinan semakin
tinggi morbiditas dan mortalitas janin dan semakin sering
terjadi keadaan : asfiksia, trauma serebri, cedera, pecahnya
ketuban lama sebelum kelahiran.
9) Panggul sempit
Persalinan dengan panggul sempit dapat menimbulkan
bahaya bagi ibu dan janin. Panggul sempit dapat
mengakibatkan partus lama dan meningkatkan kejadian
asfiksia.
10) Infeksi intrauterin
Infeksi intrauterin dapat menyebar ke janin dan menyebabkan
infeksi, yang dapat meningkatkan asfiksia.
b. Faktor janin
1) Fetal distress (gawat janin)
Fetal distress adalah gangguan fungsi jantung janin yang
ditandai dengan frekuensi detak jantung <100 atau >160 per
menit, detak jantung janin tidak teratur serta keluar mekonium
pada letak kepala. Fetal distress merupakan manifestasi
asfiksia janin. Sebagian asfiksia janin akan berlanjut menjadi
asfiksia bayi baru lahir.
2) Kehamilan ganda
Bila proses fertilisasi menghasilkan janin lebih dari satu
makan kehamilan tersebut disebut dengan kehamilan ganda.
Kehamilan ganda termasuk kategori kehamilan risiko tinggi
yang dapat meningkatkan kejadian asfiksia.
3) Kelainan letak
a) Letak sungsang
Angka kematian bayi pada persalinan letak sungsang
lebih tinggi dibandingkan letak kepala. Hipoksia terjadi
akibat terjepitnya tali pusat antara kepala dan panggul
pada waktu kepala memasuki rongga panggul serta akibat
retraksi uterus yang dapat menyebabkan lepasnya
plasenta sebelum kepala lahir. Kelahiran kepala janin lebih
8 menit setelah umbilikan lahir akan membahayakan
kehidupan janin. Selain itu, jika janin bernafas sebelum
hidung dan mulut lahir dapat membahayakan karena
mukus yang terhisap dapat menyumbat jalan nafas.
Bahaya asfiksia janin juga terjadi akibat tali pusat yang
menumbung.
b) Letak lintang
Persalinan dengan letak lintang memberikan prognosis
yang jelek baik terhadap ibu maupun janinnya. Faktor-
faktor yang mempengaruhi terjadinya asfiksia pada letak
lintang akibat tali pusat menumbung serta trauma akibat
versi ekstraksi melahirkan bayi.
4) Berat lahir
Berat lahir berkaitan dengan masa gestasi. Makin rendah
masa gestasi dan makin kecil bayi, makin tinggi morbiditas
dan mortalitasnya. Prognosis bayi berat lahir rendah
tergantung berat ringannya masalah perinatal. Makin rendah
berat bayi lahir makin tinggi kemungkinan terjadinya asfiksia
dan sindroma gangguan pernafasan.
c. Faktor plasenta
Fungsi plasenta mencapai puncak pada kehamilan 38 minggu
kemudian mulai menurun terutama setelah 42 minggu.
Rendahnya fungsi plasenta berkaitan dengan peningkatan
kejadian gawat janin seperti asfiksia dengan risiko 3 kali. Akibat
proses penuaan plasenta maka pemasokan makanan dan
oksigen menurun, janin akan mengalami pertumbuhan terhambat
dan penurunan berat disebut dismatur.
B. Landasan Teori
Berdasarkan beberapa konsep teori tersebut diatas, dengan
melihat permasalahan yang ada dan keterbatasan peneliti serta
keterbatasan data yang ada, maka penelitian ini dilakukan dalam
kerangka pikir bahwa asfiksia pada bayi baru lahir yang terjadi
merupakan hasil dari suatu proses yang dipengaruhi oleh faktor risiko
pada ibu, pada saat kehamilan dan persalinan, keadaan plasenta, dan
faktor risiko pada bayi.
Faktor risiko pada ibu meliputi masa gestasi, penyakit ibu, primi
tua, riwayat obstetri jelek, antenatal care, paritas, panggul sempit, usia
ibu, dan status gizi. Faktor risiko pada saat persalinan meliputi ketuban
pecah dini, tindakan persalinan, dan lama persalinan. Sedangkan faktor
risiko pada janin meliputi kelainan kongenital, berat bayi, kehamilan
ganda, dan kelainan letak. Pada penelitian ini tidak semua faktor risiko
(variabe bebas) ikut diteliti. Faktor risiko yang diteliti antara lain masa
gestasi, partus lama, kelainan letak, dan berat badan bayi.
Masa gestasi adalah periode sejak hari pertama haid terakhir
sampai bayi dilahirkan, dihitung dalam minggu. Semakin muda umur
kehamilan saat persalinan maka semakin tinggi morbiditas bayi dan
kejadian kelainan mental. Semakin tua umur kehamilan saat persalinan
maka semakin tinggi risiko gawat janin karena fungsi plasenta mulai
menurun setelah 42 minggu. Di samping itu ada pula komplikasi yang
lebih sering menyertainya seperti letak defleksi, posisi oksiput posterior,
distosia bahu, dan perdarahan postpartum.
Lama persalinan adalah waktu antara permulaan persalinan
yang salah satu tandanya yaitu kenceng-kenceng sering sampai
lahirnya bayi. Semakin lama persalinan semakin tinggi morbiditas dan
mortalitas janin dan semakin sering terjadi keadaan : asfiksia, trauma
serebri, cedera, pecahnya ketuban lama sebelum kelahiran.
Kelainan letak yaitu letak sungsang adalah keadaan dimana
sumbu janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan
bokong dibagian bawah kavum uteri sedangkan letak lintang adalah
keadaan dimana sumbu janin melintang dalam uterus dengan kepala
pada sisi yang satu dan bokong pada sisi yang lain. Hipoksia terjadi
akibat terjepitnya tali pusat antara kepala dan panggul pada waktu
kepala memasuki rongga panggul serta akibat retraksi uterus yang
dapat menyebabkan lepasnya plasenta sebelum kepala lahir. Letak
lintang akibat tali pusat menumbung serta trauma akibat versi ekstraksi
melahirkan bayi.
Berat lahir adalah berat bayi lahir yang diukur dalam waktu 24
jam setelah berlangsungnya persalinan oleh penolong persalinan.
Makin rendah masa gestasi dan makin kecil bayi, makin tinggi
morbiditas dan mortalitasnya. Prognosis bayi berat lahir rendah
tergantung berat ringannya masalah perinatal. Makin rendah berat bayi
lahir makin tinggi kemungkinan terjadinya asfiksia dan sindroma
gangguan pernafasan.
C. Kerangka Konsep
Berdasarkan uraian teori dalam rumusan masalah di atas, maka
penulis mengembangkan kerangka konsep sebagai berikut:
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.3 Kerangka Konsep
Masa gestasi
Lama persalinan
Kelainan letak
Berat lahir
Asfiksia pada bayi baru lahir
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dekskriptif
yaitu suatu metode penelitian dengan tujuan untuk mendekskripsikan
sesuatu hal atau objek.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Maret
2017 bertempat di RSUD Kota Kendari Sulawesi Tenggara.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bayi baru lahir
yang mengalami asfiksia pada tahun 2015-2016 di RSUD Kota
Kendari sebanyak 119 bayi.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah bayi baru lahir dengan asfiksia
yang ada di RSUD Kota Kendari Sulawesi Tenggara tahun 2015-
2016 sebanyak 119 orang. Teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini dengan menggunakan total sampling, yaitu teknik
pengambilan sampel secara keseluruhan dari seluruh populasi yang
ada (Arikunto, 2010).
D. Variabel Penellitian
1. Variabel Terikat (Dependent Variabel)
Variabel terikat (dependent variabel) adalah kejadian asfiksia pada
bayi baru lahir.
2. Variabel Bebas (Independent Variabel)
Variabel bebas (independent variabel) adalah masa gestasi, lama
persalinan, kelainan letak, dan berat lahir.
E. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan definisi yang membatasi ruang
lingkup atau pengertian variabel-variabel yang diamati atau diteliti
(Notoatmodjo, 2012).
1. Asfiksia adalah suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas
secara spontan setelah lahir. Diagnosis asfiksia berdasarkan
gambaran klinis dan pemeriksaan fisik (kriteria penilaian
menggunakan nilai APGAR.
2. Masa gestasi adalah periode sejak hari pertama haid terakhir sampai
bayi dilahirkan, dihitung dalam minggu. Perhitungan dilakukan oleh
pemeriksa/penolong persalinan.
Kriteria objektif :
a) Berisiko (< 37 minggu atau > 42 minggu)
b) Tidak berisiko (37-42 minggu)
3. Lama persalinan adalah waktu antara permulaan persalinan yang
salah satu tandanya yaitu kenceng-kenceng sering sampai lahirnya
bayi.
Kriteria objektif :
a) Berisiko (> 18 jam multipara dan > 24 jam primipara)
b) Tidak berisiko (≤ 18 jam multipara dan ≤ 24 jam primipara)
4. Kelainan letak yaitu letak sungsang adalah keadaan dimana sumbu
janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong
dibagian bawah kavum uteri sedangkan letak lintang adalah
keadaan dimana sumbu janin melintang dalam uterus dengan kepala
pada sisi yang satu dan bokong pada sisi yang lain.
Kriteria objektif :
a) Berisiko (letak sungsang, letak lintang)
b) Tidak berisiko (letak kepala)
5. Berat lahir adalah berat bayi lahir yang diukur dalam waktu 24 jam
setelah berlangsungnya persalinan oleh penolong persalinan.
Kriteria objektif :
a) Berisiko (< 2500 gram atau > 4000 gram)
b) Tidak berisiko (2500-4000 gram)
F. Jenis dan Cara Pengumpulan Data
1. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari
objek penelitian (Riwidikdo, 2013). Data sekunder dapat diperoleh
dari :
a. Studi dokumentasi
Studi dokumentasi yaitu semua bentuk sumber informasi yang
berhubungan dengan dokumentasi (Notoatmodjo, 2012). Pada
pengambilan penelitian ini, peneliti menggunakan catatan untuk
menyimpan dan mengambil informasi data medik yang di RSUD
Kota Kendari.
b. Studi kepustakaan
Studi kepustakaan yaitu memperoleh berbagai informasi baik
berupa teori-teori maupun konsep yang dikembangkan oleh
berbagai ahli dari buku-buku sumber yang ada (Notoatmodjo,
2012). Penulis mengumpulkan, membaca dan mempelajari buku-
buku, artikel dan sumber-sumber yang berkaitan dengan bayi
dengan asfiksia sehingga mempermudah dalam penyusunan
Karya Tulis Ilmiah.
G. Pengolahan Data
Menurut Notoatmodjo (2012), langkah-langkah yang digunakan
dalam pengolahan data secara manual, antara lain :
1. Editing (penyuntingan data)
Tahapan ini dilakukan untuk pengecekan dan perbaikan isian
formulir atau kuisioner.
2. Coding sheet (membuat lembaran kode)
Lembaran kode adalah instrummen berupa kolom-kolom untuk
merekan data secara manual.
3. Data Entry (memasukkan data)
Mengisi kolom-kolom atau kotak-kotak lembar kode sesuai dengan
jawaban masing-masing pertanyaan.
4. Tabulating (tabulasi)
Kegiatan membuat tabel-tabel data, sesuai dengan tujuan penelitian.
Pengolahan data dengan komputer.
5. Cleaning (pembersihan data)
Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai
dimasukkan, perlu di cek kembali untuk melihat kemungkinan
adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan dan
sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.
H. Penyajian Data
Data disajikan secara dekskriptif dalam bentuk narasi dan tabel
distribusi frekuensi.
I. Analisis Data
Analisis data dilakukan secara manual dengan menggunakan
kalkulator, kemudian hasilnya disajikan dalam bentuk tabel frekuensi
disertai penjelasan-penjelasan sedangkan dalam pengolahan data
maka digunakan rumus:
Keterangan :
P = Presentase hasil yang dicapai
f = frekuensi variabel yang diteliti
n = jumlah sampel penelitian
k = konstanta (Arikunto, 2010).
𝑃 =𝑓
𝑛 𝑥 K
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum RSUD Kota Kendari
Awalnya Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Kendari
terletak di Kota Kendari, tepatnya di Kelurahan Kandai Kecamatan
Kendari dengan luas lahan 3.527 m2 dan luas bangunan 1.800 m2,
dimana merupakan bangunan atau gedung peninggalan pemerintah
Hindia Belanda yang didirikan pada tahun 1927 dan telah mengalami
beberapa kali perubahan.
Sejak tanggal 4 Desember 2011, RSUD Kota Kendari
direlokalisasi di tempat baru. Saat ini, RSUD Abunawas terletak di Kota
Kendari, tepatnya di Jl. Brigjen Z.A. Zugianto No. 3 Kelurahan Kambu,
Kecamatan Kambu dengan luas lahan 13.000 m2 dan batas wilayah
sebagai berikut:
1. Sebelah utara berbatasan dengan tanah warga dan sungai.
2. Sebelah timur berbatasan dengan Jl. Z.A. Zugianto By Pass.
3. Sebelah selatan berbatasan dengan jalan masuk Rumah Jabatan
Wakil Walikota
4. Sebelah barat berbatasan dengan lokasi empang warga.
RSUD Kota Kendari adalah rumah sakit negeri kelas C sejak
tanggal 03 Oktober 2012 berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor: HK.03.05/I/1857/12, yang mampu memberikan
pelayanan kedokteran spesialis terbatas serta menampung pelayanan
rujukan dari puskesmas. Rumah sakit ini tersedia 107 tempat tidur inap,
lebih banyak dibanding setiap rumah sakit di Sulawesi Tenggara yang
tersedia rata-rata 50 tempat tidur inap.
Dilokasi baru RSUD Kota Kendari saat ini memiliki sarana gedung
sebagai berikut:
1. Gedung Anthurium (Kantor)
2. Gedung Bougenville (poliklinik)
3. Gedung (IGD)
4. Gedung Matahari (Radiologi)
5. Gedung Crysant (Kamar Operasi)
6. Gedung Asoka (ICU)
7. Gedung Teratai (Ponek)
8. Gedung Lavender (Rawat inap penyakit dalam)
9. Gedung Mawar (Rawat inap anak)
10. Gedung Melati (Rawat inap bedah)
11. Gedung Anggrek (Rawat inap VIP Kls I dan Kls II)
12. Gedung Instalasi Gizi
13. Gedung Loundry
14. Gedung Laboratorium
15. Gedung Kamar Jenazah
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Kendari mempunyai
visi yaitu “Rumah Sakit Pilihan Masyarakat”. sedangkan Misi Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Kendari, yaitu:
1. Meningkatkan pelayanan kesehatan dengan menciptakan
pelayanan yang bermutu, cepat, tepat serta terjangkau oleh
masyarakat.
2. Mendorong masyarakat untuk memanfaatkan RSUD Kota Kendari
menjadi rumah sakit mitra keluarga.
3. Meningkatkan sumber daya manusia, sarana dan prasarana medis
serta non medis serta penunjang medis, agar tercipta kondisi yang
aman dan nyaman bagi petugas, pasien dan keluarganya serta
masyarakat pada umumnya.
Motto RSUD Kota Kendari adalah Senyum, Salam, Sapa, Santun,
Sabar dan Empaty kepada setiap pengguna jasa rumah sakit. Tugas
pokok RSUD Abunawas Kota Kendari, yaitu:
1. Melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil
guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan,
yang dilakukan secara terpadu dengan upaya peningkatan dan
pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.
2. Melaksanakan pelayanan yang bermutu sesuai standar pelayanan.
RSUD Kota Kendari memiliki jumlah tenaga kesehatan dan non
kesehatan sebanyak 451 orang yang terdiri dari status PNS
sebanyak 194 orang dan status Non PNS atau sukarela sebanyak
244 orang. Untuk lebih jelasnya distribusi tenaga kesehatan dan non
kesehatan di RSUD Abunawas Kota Kendari disajikan pada tabel
berikut:
Tabel 2 Tenaga Kesehatan dan Non Kesehatan di RSUD Kota Kendari Tahun 2017
No Nama PNS Non PNS PNS Mou
Jumlah
1 Dokter Spesialis 12 4 8 24
2 Dokter Umum 9 5 3 17
3 Dokter Gigi 3 0 1 4
4 S1 Ners 3 18 0 21
5 S1 Perawat 19 7 0 26
6 D3 Perawat 31 100 1 132
7 SPK 11 1 0 12
8 S1 Perawat Gigi 1 0 0 1
9 D3 Perawat Gigi 2 3 0 5
11 D4 Kebidanan 8 0 0 8
12 D3 Kebidanan 20 35 0 55
13 S2 kesmas 7 0 0 7
14 S1 Kesmas 14 10 0 24
15 D3 Kesling 2 0 0 2
16 Apoteker 4 0 0 4
17 S1 Farmasi 3 1 0 4
18 D3 Farmasi 4 3 0 7
19 S1 Gizi 0 3 0 3
20 D3 Gizi 6 2 0 8
21 Analis Kesehatan 4 12 0 16
22 S1 Fisioterapi 1 0 0 1
23 D3 Fisioterapi 1 0 0 1
24 D3 Rekam Medik 1 0 0 1
25 S3 Akipuntur 1 0 0 1
26 S3 Okuvasi Terapi 1 0 0 1
27 S3 radiologi 1 1 0 2
28 D3 Teknik Gigi 1 0 0 1
29 S1 Psikologi 2 0 0 2
30 S1 Ekonomi 1 4 0 5
31 D1 Komputer 1 0 0 1
32 D3 Komputer 1 0 0 1
33 S1 Komputer 1 0 0 1
34 S1 Sosial Politik 2 1 0 3
35 S1 Tekno. Pangan 1 0 0 1
36 S2 Hukum 1 0 0 1
37 S2 Manajemen 2 0 0 2
38 S1 Manajemen 0 1 0 1
39 S1 Informatika 0 1 0 1
40 SMA 9 25 0 34
41 SMP dan SD 2 7 0 9
J U M L A H 194 244 13 451 Sumber: Profil RSUD Kota Kendari (diolah 2017)
B. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Asfiksia Berdasarkan Variabel Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil
sebagai berikut:
a. Masa gestasi
Tabel 3 Distribusi Asfiksia berdasarkan Masa Gestasi
Masa Gestasi Frekuensi (f) Persentase (%)
Berisiko (<37 minggu atau > 42
minggu) 65 54,6
Tidak berisiko (37-42 minggu)
54 45,4
Jumlah 119 100 Sumber : Data Sekunder (diolah 2017)
Tabel 2 menunjukkan bahwa kejadian asfiksia berdasarkan
masa gestasi berisiko (<37 minggu atau > 42 minggu) sebanyak
65 bayi (54,6%) dan masa gestasi tidak berisiko (37-42 minggu)
sebanyak 54 bayi (45,4%).
b. Lama persalinan
Tabel 4 Distribusi Asfiksia Berdasarkan Lama Persalinan
Lama Persalinan Frekuensi (f) Persentase (%)
Berisiko ( > 18 jam multipara dan > 24
jam primipara) 69 58
Tidak berisiko (≤ 18 jam multipara
dan ≤ 24 jam primipara)
50 42
Jumlah 119 100 Sumber : Data Sekunder (diolah 2017)
Tabel 3 menunjukkan bahwa kejadian asfiksia berdasarkan
lama persalinan berisiko ( > 18 jam multipara dan > 24 jam
primipara) sebanyak 69 bayi (58%) dan lama persalinan tidak
berisiko sebanyak 50 bayi (42%).
c. Kelainan letak
Tabel 5 Distribusi Asfiksia Berdasarkan Kelainan Letak
Kelainan Letak Frekuensi (f) Persentase (%)
Berisiko (letak sungsang, letang
lintang) 64 53,8
Tidak berisiko (letak kepala)
55 46,2
Jumlah 119 100
Sumber : Data Sekunder (diolah 2017)
Tabel 4 menunjukkan bahwa kejadian asfiksia berdasarkan
kelainan letak berisiko (letak sungsang, letang lintang) sebanyak
64 bayi (53,8%) dan tidak berisiko (letak kepala) sebanyak 55
bayi (46,2%).
d. Berat lahir
Tabel 6 Distribusi Asfiksia Berdasarkan Berat Lahir
Berat Lahir Frekuensi (f) Persentase (%)
Berisiko (< 2500 gram atau > 4000
gram) 30 25,2
Tidak berisiko (2500-4000 gram)
89 74,8
Jumlah 119 100 Sumber : Data Sekunder (diolah 2017)
Tabel 5 menunjukkan bahwa kejadian asfiksia berdasarkan
berat lahir berisiko (< 2500 gram atau > 4000 gram) sebanyak 30
bayi (25,2%) dan berat lahir yang tidak berisiko (2500-4000 gram)
sebanyak 89 bayi (74,8%).
C. Pembahasan
Kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di RSUD Kota Kendari tahun
2015-2016 sejumlah 119 kasus. Faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya asfiksia adalah usia ibu, riwayat obstetri yang jelek, paritas,
masa gestasi, penyakit ibu, ketuban pecah dini, lama persalinan,
panggul sempit, infeksi intrauterine, gawat janin, kehamilan ganda,
kelainan letak, berat lahir, dan faktor plasenta. Dalam penelitian ini,
peneliti fokus pada empat variabel yaitu masa gestasi, lama persalinan,
kelainan letak, dan berat lahir.
1. Identifikasi Penyebab Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Berdasarkan Masa Gestasi
Masa gestasi menurut WHO dibedakan atas tiga yaitu prematur
(<37 minggu), matur (37-42 minggu), dan post matur (>42 minggu).
Bayi prematur sering mengalami gangguan pernafasan karena
kekurangan surfaktan, pertumbuhan dan perkembangan paru yang
belum sempurna, otot pernapasan yang masih lemah, dan tulang iga
yang mudah melengkung (Wiknjosastro, 2012).
Berdasarkan teori usia kehamilan 37-42 minggu atau cukup
bulan, pada usia kehamilan tersebut fungsi organ-organ tubuh janin
sudah lengkap. Selain itu, janin sudah siap untuk hidup di luar
kandungan, sedangkan bayi yang dilahirkan oleh ibu di usia
kehamilan melebihi 42 minggu, kejadian asfiksia bisa disebabkan
oleh fungsi plasenta yang tidak maksimal lagi akibat proses
penuaan. Proses penuaan atau penurunan fungsi ini mengakibatkan
transportasi oksigen dan pasokan makanan juga menurun atau
terganggu (Rahma, 2013).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 119 bayi baru lahir
yang menderita asfiksia, frekuensi tertinggi pada kategori masa
gestasi ibu yang berisiko (<37 minggu dan >42 minggu) sebanyak 65
kasus (54,6%) dan frekuensi terendah pada kategori masa gestasi
ibu yang tidak berisiko (37-42 minggu) sebanyak 54 kasus (45,4%).
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Andi Sitti Rahma (2013) menunjukkan 104 bayi baru
lahir yang menderita asfiksia, frekuensi tertinggi pada kategori masa
gestasi ibu yang berisiko (<37 minggu dan >42 minggu) sebanyak 58
kasus (55,76%) dan frekuensi terendah pada kategori masa gestasi
ibu yang tidak berisiko (37-42 minggu) sebanyak 46 kasus (44,24%).
Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Wiknjosastro (2012)
bahwa fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38
minggu dan kemudian mulai menurun terutama setelah 42 minggu,
hal ini dapat dibuktikan dengan menurunnya kadar estriol dan
plasental laktogen. Selain itu, jumlah air ketuban juga berkurang
mengakibatkan perubahan abnormal pada jantung janin yang
akhirnya janin mengalami hipoksia dan kadang terjadi aspirasi
mekonium dan berakhir dengan kelahiran bayi asfiksia.
2. Identifikasi Penyebab Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Berdasarkan Lama Persalinan
Persalinan adalah rangkaian peristiwa mulai dari membuka dan
menipisnya serviks sampai dikeluarkannya produk konsepsi dari
uterus ke dunia luar. Persalinan yang normal pada multipara
maksimum berlangsung selama 16-18 jam dan primipara maksimum
berlangsung selama 24 jam (Wiknjosastro, 2012).
Partus lama meningkatkan efek berbahaya baik bagi ibu
maupun janin. Beratnya cedera terus meningkat dengan semakin
lamanya proses persalinan. Semakin lama persalinan, semakin
tinggi morbiditas serta mortalitas janin. Persalinan yang lama
berpengaruh lebih berat untuk janin, mengakibatkan insidensi
anoxia, kerusakan otak, asfiksia, dan kematian intrauterine yang
lebih tinggi (Oxorn, 2010).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 119 bayi baru lahir
yang menderita asfiksia, frekuensi tertinggi pada kategori lama
persalinan ibu yang berisiko ( > 18 jam multipara dan > 24 jam
primipara) sebanyak 69 kasus (58%) dan frekuensi terendah pada
kategori lama persalinan ibu yang tidak berisiko (≤ 18 jam multipara
dan ≤ 24 jam primipara sebanyak 50 kasus (42%).
Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Andi Sitti Rahma (2013) menunjukkan 104 bayi baru lahir yang
menderita asfiksia, frekuensi tertinggi pada kategori lama persalinan
ibu yang berisiko ( > 18 jam multipara dan > 24 jam primipara)
sebanyak 61 kasus (58,65%) dan frekuensi terendah pada kategori
lama persalinan ibu yang tidak berisiko (≤ 18 jam multipara dan ≤ 24
jam primipara sebanyak 43 kasus (41,35%).
Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Mochtar (2010) bahwa
partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam
pada primipara atau lebih dari 18 jam pada multipara. Sebagian
besar partus lama menunjukkan pemanjangan kala satu. Salah satu
penyebab persalinan lama yaitu karena kontraksi uterus yang
abnormal seperti kontraksi uterus yang hipotonik, hipertonik dan
kontraksi uterus yang tidak terkoordinasi. Sifat kontraksi yang
berubah-ubah menyebabkan pasokan oksigen ke janin tidak
adekuat, disamping itu juga meningkatkan kejadian perdarahan
intrakranial yang dapat menyebabkan asfiksia.
3. Identifikasi Penyebab Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Berdasarkan Kelainan Letak
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 119 bayi baru lahir
yang menderita asfiksia, frekuensi tertinggi pada kategori kelainan
letak yang berisiko sebanyak 64 kasus (53,8%) dan frekuensi
terendah pada kategori letak yang tidak berisiko (letak kepala)
sebanyak 55 kasus (46,2%).
Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi
janin terhadap ruang dalam uterus. Pada kehamilan < 32 minggu,
jumlah air ketuban relatif lebih banyak sehingga memungkinkan janin
bergerak dengan leluasa dan demikian janin dapat menempatkan diri
dalam letak sungsang/letak lintang. Pada kehamilan trimester akhir
janin tumbuh dengan cepat dan jumlah air ketuban relatif berkurang.
Karena bokong dan kedua tungkai yang terlipat lebih besar daripada
kepala maka bokong dipaksa untuk menempati ruang yang lebih luas
di fundus uteri, sedangkan kepala berada di dalam ruangan yang
lebih kecil di segmen bawah rahim. Letak sungsang dapat
memungkinkan ketegangan rahim meningkat, sedangkan pada letak
lintang bagian terendah janin adalah bahu sehingga tidak dapat
menutupi pintu atas panggul yang dapat menghalangi tekanan
terhdap membran bagian bawah maupun pembukaan serviks.
Pembukaan menjadi lebih lama, kemungkinan infeksi lebih besar
sehingga risiko terjadi asfiksia (Morgan & Hamilton, 2009).
Temuan ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh
Zakaria (1999) dimana hasil yang diperoleh terdapat hubungan
antara kelainan letak dan kejadian asfiksia. Menurut Prawirohardjo
(2007) bahwa pada persalinan letak sungsang dengan cara
pervaginam, kelahiran kepala yang lebih lama dari 8 menit stelah
umbilicus dilahirkan, akan membahayakan kehidupan janin. Selain
itu, bila janin bernafas sebelum hidung dan mulut lahir dapat
membahayakan karena mucus yang terhisap dapat menyumbat
jalan nafas sehingga dapat terjadi asfiksia.
Letak sungsang menyebabkan prognosis yang buruk pada ibu
maupun bayi, pada ibu bisa berupa robekan pada perineum lebih
besar, ketuban lebih cepat pecah, dan partus lebih lama, sehingga
akan mudah terkena infeksi. Prognosis tidak begitu baik bagi bayi
karena adanya gangguan peredaran darah plasenta setelah bokong
lahir dan juga setelah perut lahir, tali pusat terjepit antara kepala dan
panggul, bayi dimungkinkan bisa menderita asfiksia (Manuaba,
2007).
4. Identifikasi Penyebab Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Berdasarkan Berat Lahir
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 119 bayi baru lahir
yang menderita asfiksia, frekuensi tertinggi pada kategori berat lahir
tidak berisiko (2500-4000 gram) sebanyak 89 kasus (74,8%) dan
frekuensi terendah pada berat lahir berisiko (<2500 gram dan >4000
gram sebanyak 30 kasus (25,2%).
Hal tersebut terjadi dikarenakan ada kemungkinan bahwa berat
lahir pada sampel penelitian bukanlah satu-satunya faktor risiko yang
memengaruhi terjadinya asfiksia. Mungkin saja pada sampel
penelitian terdapat gangguan intrauteri yang menyebabkan
terjadinya asfiksia, akan tetapi tidak dapat diketahui oleh peneliti.
Selain hal tersebut, terdapat beberapa faktor risiko yang tidak
diamati oleh peneliti dan memiliki kemungkinan menjadi variabel
pengganggu seperti paritas, penyakit ibu, riwayat obstetri jelek, usia
ibu, jenis persalinan, dsb. Kebanyakan kejadian asfiksia merupakan
proses multifaktorial sehingga jarang sekali asfiksia terjadi akibat
salah satu faktor saja. Menurut Manuaba (2007), asfiksia
neonatorum merupakan kelanjutan dari kegawatan janin atau fetal
distress intrauteri. Fetal distress adalah keadaan ketidakseimbangan
antara kebutuhan O2 dan nutrisi janin sehingga menimbulkan
perubahan metabolisme janin menuju metabolisme anaerob yang
disebabkan oleh banyak hal terutama oleh faktor risiko ibu.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Novia Fajarwati (2014) menunjukkan bahwa frekuensi
tertinggi pada kategori berat lahir tidak berisiko (2500-4000 gram)
sebanyak 74 kasus (84,1%) dan frekuensi terendah pada berat lahir
berisiko (<2500 gram dan >4000 gram sebanyak 14 kasus (15,9%).
Berat lahir merupakan bagian dari faktor neonatus yang dapat
menyebabkan asfiksia neonatorum dan merupakan salah satu
indikator kesehatan bayi baru lahir. Bayi berat lahir rendah dan bayi
berat lahir lebih dimasukkan dalam kelompok berisiko karena pada
bayi berat lahir rendah dan bayi berat lahir lebih menunjukkan angka
kematian dan kesehatan yang lebih tinggi daripada berat bayi lahir
cukup. Bayi berat lahir rendah dan bayi berat lahir lebih merupakan
masalah penting dalam pengelolaannya karena mempunyai
kecenderungan ke arah peningkatan terjadinya infeksi, asfiksia,
ikterus dan hipoglikemi. Akan tetapi, berat badan lahir saja tidak
dapat memberi efek secara langsung terhadap terjadinya asfiksia
neonatorum dikarenakan asfiksia adalah kejadian dengan
multifaktorial (Manuaba, 2007).
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa masa
gestasi yang <37 minggu dan >42 minggu, lama persalinan yang >18
jam pada multipara dan >24 jam pada primipara, kelainan letak pada
bayi baru lahir serta berat badan bayi lahir yang <2500 gram dan
>4000 gram dapat membahayakan janin tetapi masih banyak bayi
yang mengalami asfiksia padahal bukan termasuk dalam kelompok
berisiko. Hal tersebut terjadi dikarenakan faktor risiko yang dapat
memengaruhi terjadinya asfiksia bukan hanya keempat variabel di
teliti. Mungkin saja pada sampel penelitian terdapat gangguan
intrauteri yang menyebabkan terjadinya asfiksia, akan tetapi tidak
dapat diketahui oleh peneliti. Selain hal tersebut, terdapat beberapa
faktor risiko yang tidak diamati oleh peneliti yaitu faktor ibu dan faktor
janin antara lain primi tua, riwayat obstetri jelek, grande multipara,
anemia, penyakit ibu sebelum dan semasa hamil, ketuban pecah
dini, panggul sempit, infeksi intrauterine, gawat janin, kehamilan
ganda serta rendahnya fungsi plasenta akibat proses penuaan
plasenta maka pemasokan makanan dan oksigen menurun
sehingga bayi mengalami berbagai macam bahaya janin seperti
asfiksia neonatorum (Rahmawati, 2016).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah
dikemukakan di atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Bayi baru lahir yang menderita asfiksia, frekuensi tertinggi pada
kategori masa gestasi ibu yang berisiko (<37 minggu dan >42
minggu) sebanyak 65 kasus (54,6%).
2. Bayi baru lahir yang menderita asfiksia, frekuensi tertinggi pada
kategori lama persalinan ibu yang berisiko ( > 18 jam multipara dan
> 24 jam primipara) sebanyak 69 kasus (58%).
3. Bayi baru lahir yang menderita asfiksia, frekuensi tertinggi pada
kategori kelainan letak yang berisiko sebanyak 64 kasus (53,8%).
4. Bayi baru lahir yang menderita asfiksia, frekuensi tertinggi pada
kategori berat lahir tidak berisiko (2500-4000 gram) sebanyak 89
kasus (74,8%).
B. Saran
1. Bagi petugas kesehatan dapat melakukan penatalaksanaan yang
tepat pada kasus asfiksia sehingga angka morbiditas dan mortalitas
bayi dapat berkurang.
2. Bagi institusi pendidikan dapat menambah referensi di perpustakaan
yang berhubungan dengan pelayanan kebidanan khususnya
Asfiksia Neonatorum.
3. Bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian yang
serupa dengan penelitian ini agar menambah jumlah variabel
penelitian sehingga mendapatkan hasil yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rieneka Cipta. Asri, D. 2010. Asuhan Persalinan Normal. Yogyakarta : Nuha Medika. Depkes RI. 2014. Profil Kesehatan Indonesia.
http://www.depkes.go.id.downloads.pdf. Di unduh pada tanggal 28 Januari 2017.
Dewi, V. N. L. 2011. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Jakarta :Salemba
Medika. Fajarwati, N. 2014. Hubungan Antara Berat Badan Lahir dan Kejadian
Asfiksia Neonatorum di RSUD Ulin Banjarmasin. Jurnal Fraser, Diane, M. Dan Cooper, M. A. 2009. Buku Ajar Bidan Myles. Jakarta
: EGC. Gilang. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Asfiksia
Neonatorum di RSD Tugurejo Semarang. Jurnal Hidayat, A. 2010. Asuhan Kebidanan Persalinan. Yogyakarta : Nuha
Medika. JNPK-KR. 2008. APN. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Prawirohardjo. Kristiyanasari, W. 2009. Neonatus dan Asuhan Keperawatan Anak.
Yogyakarta : Nuha Medika. Lumatauw, S. 2014. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Perawat dengan
Penanganan Asfiksia Berat pada Bayi Baru Lahir di Ruang NICU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Skripsi.
Manuaba, I.B.G., Chandra, M.I.A., Fajar, M.I.B.G. 2007. Pengantar Kuliah
Obstetri. Jakarta : EGC. Maryunani, A. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan dan Penyulit Pada
Neonatus. Jakarta : Trans Info Medika. Moctar, R. 2010. Sinopsis Obstetri Edisi 2 Jilid 1. Jakarta : Buku Kedokteran
EGC. Morgan, G & Hamilton, C. 2009. Obstetri dan Ginekologi : Panduan Praktik.
Jakarta : EGC
Notoatmodjo, S. 2012. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rieneka Cipta.
Oxorn. 2010. Patofisiologi dan Fisiologi Kehamilan. Yogyakarta : Yayasan
Essentia Medica. Prawirohardjo, S. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Rahma, A. 2013. Analisis Faktor Risiko Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru
Lahir di RSUD Syekh Yusuf Gowa dan RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2013. Jurnal.
Rahmawati, L. 2016. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir Di Ruang Medical Record RSUD Pariaman Tahun 2016. Jurnal.
Riwidikdo, H. 2013. Statistik Kesehatan. Yogyakarta : Rohima Press. Saifuddin, A.B. 2010. Buku Acuan Nasional Pelayanan Maternal Neonatal.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Sholeh. 2008. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta : Badan Penertbit IDAI. Wiknjosastro, H. 2012. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. Yanti. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan. Yogyakarta :Pustaka
Rihama. Yulistyaningrum, D. 2012. Gambaran Perilaku Bidan dan Perawat dalam
Penanganan Asfiksia Ringan dan Sedang pada Bayi Baru Lahir di RSUD Dr. Harjono S. Ponorogo. Karya Tulis Ilmiah.
Zakaria, A. 1999. Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Asfiksia
Neonatorum pada Bayi Berat Lahir Cukup di RSUP Dr. M. Djamil Padang, FK Universitas Andalas, Padang, 43 hlm.