Post on 22-Oct-2015
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini lingkungan menjadi masalah yang perlu dan harus mendapat
perhatian yang seksama karena saat ini lingkungan sudah mulai terancam oleh
berbagai dampak yang ditimbulkan karena berbagai aktifitas manusia. Hidup
merupakan sebuah proses yang harus dilalui oleh setiap orang. Dalam hidup
terdapat proses berinteraksi dengan sesamanya, yaitu, manusia dengan manusia,
manusia dengan lingkungan sekitar, dan lain sebagainya. Hal itu, tergolong dalam
unsur-unsur kehidupan di bumi.
Lingkungan merupakan sebuah tempat dimana terdapat interaksi makhluk
hidup tinggal. Di dalam lingkungan hidup terdapat segala bentuk dan bagian yang
tidak terpisahkan, seperti, air, tanah, dan udara. Semua itu saling mengisi satu sama
lain atau dapat dikatakan saling melengkapi dalam pemenuhan makhluk hidup.
Contoh, air sangat dibutuhkan makhluk hidup untuk minum, membersihkan diri,
melindungi diri dari teriknya sinar matahari, dan lain sebagainya. Tanah, digunakan
untuk menanam, menyimpan air, dan lain sebagainya. Udara, digunakan untuk
bernafas, terbang, dan lain sebagainya. Lingkungan terdiri dari komponen abiotik
dan komponen biotik. Komponen abiotik adalah segala yang tidak bernyawa seperti
tanah, udara, iklim, kelembaban, cahaya, bunyi, dan sebagainya. Sedangkan
komponen biotik adalah segala sesuatu yang bernyawa seperti tumbuhan, hewan,
manusia, dan mikroorganisme.
Permasalahan lingkungan dapat dikategorikan dalam masalah lingkungan
lokal, nasional, regional dan global. Pengkategorian tersebut berdasarkan pada
dampak dari permasalahan lingkungan, apakah dampaknya hanya lokal, nasional,
regional atau global. Bila kita melihat bumi secara utuh maka bumi merupakan satu
sistem yang utuh dan tidak bisa dipisah-pisahkan. Hal tersebut sesuai dengan teori
Gaia bahwa bumi merupakan kumpulan sistem-sistem hidup yang menjadi satu
kesatuan. Dalam sistem tersebut ada sub sistem, akan tetapi apabila ada perubahan
sekecil apapun dalam subsistem bumi maka akan memberikan dampak bagi bumi
sebagai satu system (Teori Chaos).
B. Rumusan Masalah
Makalah yang berjudul “Isu Lingkungan Nasional dan Lokal” ini akan
mengkaji tentang :
1. Bagaimana pengaruh manusia dalam lingkungan ?
2. Bagaimana memahami isu lingkungan nasional ?
3. Bagaimana memahami isu lingkungan lokal ?
C. Tujuan
Makalah yang berjudul “Isu Lingkungan Nasional dan Lokal” ini bertujuan
untuk :
1. Memahami pengaruh manusia dalam lingkungan
2. Memahami dan memiliki wawasan tentang isu lingkungan nasional
3. Memahami dan memiliki wawasan tentang isu lingkungan lokal
BAB IIPEMBAHASAN
A. Pengaruh Manusia dalam Lingkungan
Manusia dengan pengetahuannya mampu mengubah keadaan lingkungan
sehingga meguntungkan dirinya, untuk memenuhi kebutuhannya. Awalnya
perubahan itu dalam lingkungan yang kecil dan pengaruhnya sangat terbatas. Pada
zaman Neolitikum kira-kira 12.000 tahun yang lalu, nenek moyang kita dari
berburu kemudian memelihara hewan buruannya. Dari manusia pemburu berubah
menjadi manusia pemelihara, dari manusia nomadis berubah menjadi manusia
menetap. Mulailah berkembang cara bercocok tanam. Ekosistem sekarang ini dalah
ekosistem baru yang diciptakan manusia, sesuai dengan kebutuhan manusia.
Dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, kemampuan manusia untuk mengubah
lingkungan semakin besar. Sehingga, manusia ingin menguasai alam. Alam yang
awalnya tetap dapat mempertahankan keseimbangan sekarang keseimbangan itu
hilang dan timbul kerusakan di mana-mana karena, ulah tangan manusia. (Maskoeri
Jasin, 1988:132)
Berbagai kerusakan ditimbulkan manusia, sekarang ini banyak manusia
yang menyadari pentingnya alam untuk kelangsungan hidup mereka. Perlahan
manusia memperbaiki alam yang telah rusak dan mengurangi hal-hal yang
merugikan alam. Manusia melakukan upaya penyelamatan hutan dan makhluk
hidup lain yang menggantungkan kehidupannya pada alam. Namun, banyak pula
manusia yang terus mencemari alam tanpa memikirkan resiko yang ditimbulkan ke
depan. Mengembalikan keseimbangan alam merupakan pekerjaaan yang sulit dan
selalu menginginkan terciptanya lingkungan hidup seperti yang diharapkan.
B. Isu Lingkungan Nasional
Isu lingkungan nasional yaitu permasalahan lingkungan dan dampak yang
ditimbulkan dari permasalahan lingkungan tersebut mengakibatkan dampak dalam
skala nasional. Di negara Indonesia banyak terjadi perusakan lingkungan yang
mengakibatkan tidak seimbangnya ekosistem di alam. Menurut TIM IAD MIKU &
TIM MUP (2012:155), ada beberapa isu lingkungan nasional, diantaranya :
1. Banjir
Banjir merupakan suatu peristiwa terbenamnya daratan (yang pada
keadaan normal kering) karena meningkatnya volume air. Banjir dapat
disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya akibat pemanasan global, yaitu
dapat meningkatkan tinggi permukaan air laut, sehingga beberapa daerah di
pesisir pantai akan terkena luapan air tersebut. Selain itu banjir juga disebabkan
karena meningkatnya curah hujan dan tidak adanya saluran air yang baik dan
cukup untuk menampung air hujan. Banjir juga dapat disebabkan karena
peluapan air sungai akibat meningkatnya curah hujan atau karena sebab lain,
seperti pecahnya bendungan sungai. Banjir yang banyak melanda kota-kota
besar biasanya disebabkan karena kurangnya kesadaran masyarakat yang
membuanga sampah ke sungai atau saluran air lain. Banjir juga disebabkan
oleh kurangnya resapan air karena tanah telah tertutup bangunan. Banjir
menyebabkan kerugian pada segi perekonomian, kesehatan, dan lingkungan.
2. Kerusakan Hutan di Indonesia
Hutan di Indonesia banyak berkurang dan yang masih ada banyak mengalami kerusakan. Penyebab kerusaan hutan paling besar karena ulah manusia. Manusia melakukan eksploitasi dari hutan secara berlebihan dan mengabaikan segi ekologisnya. Faktor alam yang merusak hutan salah satunya adalah kebakaran hutan. Kebakaran hutan ini dipicu oleh musim kemarau yang panjang maupun pemanasan global.
3. Sampah
Manusia sebagai konsumen setiap harinya menghasilkan sampah/limbah. Libah yang dihasilkan berupa organik dan anorganik. Sampah anorganik dihasilkan dari rumah tangga maupun industri. Sampah merupakan masalah sosial yang dapat menyebabkan konflik. Di Indonesia masalah sampah kurang mendapat penanganan yang baik.
4. Banjir Lumpur Panas Sidoarjo
Banjir lumpur panas di Sidoarjo merupakan peristiwa menyemburnya
lumpur panas di lokasi pengeboran PT Lapindo Brantas sejak tanggal 27 Mei
2006. Banjir lumpur panas tersebut terus meningkat dan penyebab utama
semburan tersebut belum jelas. Semburan tersebut menyebabkan tergenangnya
kawasan pemukiman, pertanian, dan peridustrian. Masalah banjir lumpur panas ini
telah menjadi masalah nasional, yang memaksa pemerintah pusat turut campur
dalam upaya penanggulannya.
C. Isu Lingkungan Lokal
Kawasan hutan Aceh beserta sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
merupakan kekayaan yang perlu dilestarikan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya
untuk kepentingan rakyat, baik di tingkat lokal maupun secara nasional dalam
rangka pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan,
serta untuk menjamin bahwa rakyat memiliki kedaulatan dan hak-hak mereka atas
lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam yang adil dan lestari; Selain
itu, kawasan hutan Aceh merupakan wilayah yang secara alami terintegrasikan oleh
faktor-faktor bentangan alam, karakteristik khas dari flora dan fauna, keseimbangan
habitat dalam mendukung keseimbangan hidup keanekaragaman hayati, dan faktor-
faktor khas lainnya sehingga membentuk satu kesatuan ekosistem tersendiri.
Untuk mempertahankan, melestarikan, dan memulihkan fungsi kawasan
ekosistem hutan Aceh termasuk satwa dan tumbuhan, serta sumberdaya alam
lainnya yang terkandung di dalamnya yang akhir-akhir ini semakin menurun karena
berbagai kegiatan yang kurang memperhatikan aspek pelestarian alam dan
lingkungan, dipandang perlu melakukan berbagai bentuk kegiatan dalam rangka
penyelamatan hutan dan lingkungan Aceh.
Aceh memiliki hutan tropis seluas 3,25 juta hektar, yang diperkirakan
memiliki kandungan karbon sebesar 415 juta ton. Secara tidak langsung,
pemerintah dan pemerintah daerah di Aceh merespon solusi degradasi hutan melalui
perdagangan karbon. Melalui peluang ini, Aceh dengan otoritas khusus dalam
Undang Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) membuka peluang untuk menyatakan
bahwa secara legislasi KEL, tak boleh lagi dieksploitasi. Kawasan seluas 2,7 juta
hektar di KEL menjadi modal lingkungan sangat menentukan bagi pembangunan di
Aceh. Bahkan catatan Greenomics Indonesia mengungkapkan bahwa lebih dari
3.000 industri kecil, menengah, dan besar, yang beroperasi di Aceh dan Sumatera
Utara (Sumut) bergantung pada pasokan air dari KEL. Kawasan itu juga menjadi
penyuplai utama air bersih bagi lebih dari 4 juta penduduk Aceh dan Sumut. Pasal
150 UUPA tegas melarang pemberian izin untuk pengusahaan hutan, di kawasan
yang menjadi benteng ekologi Aceh itu.
Yang tak kalah mencemaskan adalah berubahnya lahan hutan menjadi
perkebunan. Pengubahan hutan menjadi perkebunan adalah penyakit lama yang tak
pernah sembuh. Dimulai sejak manusia mulai membutuhkan komoditas tertentu,
kini pembukaan hutan untuk dijadikan perkebunan tanaman industri/konsumsi telah
mengubah 70% hutan dunia. Di Indonesia, perkebunan yang paling rakus melahap
hutan adalah perkebunan kelapa sawit.
Perkebunan kelapa sawit dunia terkonsentrasi di dua Negara, yaitu
Indonesia dan Malaysia. Karena Malaysia, yang menyadari efek buruk perkebunan
sawit, telah melakukan moratorium sejak beberapa tahun lewat, maka kebutuhan
CPO dunia sebagian besar disediakan oleh Indonesia. Di tanah air, pulau yang
terbanyak ditanami kelapa sawit adalah Sumatera—dengan Aceh sebagai pusat
utamanya.
Luas hutan Aceh banyak menyusut akibat gerusan perkebunan kelapa sawit
yang mayoritas berada di Kabupaten Aceh Utara, Aceh Tamiang, Aceh Barat, Aceh
Timur, Aceh Barat Daya, Nagan Raya dan Aceh Singkil. Pembukaan lahan untuk
kelapa sawit telah lama diakui banyak menimbulkan korban. Cara pembukaan hutan
yang umumnya dibakar, atau pengeringan rawa, membantai keseimbangan
ekosistem dan melepaskan zat yang tidak diperlukan atau bahkan beracun ke dalam
ekosistem.
Penggerusan hutan menjadi perkebunan yang paling memprihatinkan terjadi
di kawasan Rawa Tripa. Rawa Tripa adalah salah satu dari tiga hutan rawa yang
berada di pantai Barat pulau Sumatera dengan luas mencapai ± 61.803 hektare.
Secara administratif, 60% luas Rawa Tripa berada di kecamatan Darul Makmur,
Nagan Raya. Sisanya berada di wilayah Babahrot, Aceh Barat Daya (Abdya).
Wilayah tersebut berada dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Di dalamnya
mengalir tiga sungai besar yang menjadi batas kawasan.
Rawa gambut Tripa memiliki peran sangat penting, yaitu sebagai pengatur
siklus air tawar dan banjir serta benteng alami bagi bencana tsunami. Selain itu,
Tripa juga dapat menjaga stabilitas iklim lokal, seperti curah hujan dan temperatur
udara yang berperan positif bagi produksi pertanian yang berada di sekitarnya.
Selain itu, berbagai jenis satwa penting dan langka yang terdapat di kawasan
hutan rawa gambut Tripa antara lain Beruang Madu (Helarctos Malayanus),
Orangutan Sumatera (Pongo abelii), Harimau Sumatera (Panthera Tigris
Sumatrensis), Buaya Muara (Crocodilus porosus), Burung Rangkok (Buceros sp),
dan berbagai jenis satwa liar lainnya. Bahkan hasil penelitian Prof. Carel Van
Schaik pada tahun 1996 menemukan kepadatan populasi orangutan tertinggi di
dunia terdapat di dalam kawasan hutan rawa gambut Tripa, Kluet dan Singkil.
Namun, Rawa Tripa saat ini mengalami kerusakan yang sangat parah akibat
pembukaan lahan oleh perusahaan perkebunan dan perambahan oleh masyarakat.
Menurut perkiraan, luas hutan di Rawa Tripa hanya tersisa kurang dari 50% dari
luas total 61.000 hektare. Saat ini, 36.185 hektare luas Rawa Tripa sudah menjadi
wilayah konsesi bagi 4 perusahaan Kelapa sawit besar yang beroperasi di Rawa
Tripa yaitu PT. Astra Agro Lestari (13.177 Ha), PT. Kalista Alam (6.888 Ha), PT.
Gelora Sawita Makmur (8.604 Ha) dan PT. Cemerlang Abadi (7.516 Ha). Dari total
luas konsesi HGU di rawa Tripa, 20.200 hektare di antaranya telah dibuka. Sisanya
berupa hutan primer dan sekunder yang akan segera mati sebagai dampak
pembukaan kanal-kanal oleh perusahaan yang akan mengeringkan rawa tersebut,
kalau tidak dihentikan dan mulai memperbaiki (restorasi, rehabilitasi) dalam waktu
dekat. Selain itu, teknik pembukaan lahan (land clearing) dengan cara pembakaran
kerap dilakukan oleh pihak HGU yang memperparah kerusakan di hutan Rawa
Tripa.
Keberadaan perkebunan kelapa sawit skala besar ini juga mengancam fungsi
hidrologis dari Rawa Tripa. Jika tidak mengalami gangguan, lahan gambut dapat
menyimpan air sebanyak 0,8 – 0,9 m3/m3. Dengan demikian lahan gambut dapat
mengatur debit air pada musim hujan dan musim kemarau (Murdiyarso et al, 2004).
Sehingga kerusakan gambut dapat berakibat pada bencana banjir seperti yang kerap
terjadi di desa-desa di sekitar Tripa selama ini.
BAB IIIPENUTUP
A. Kesimpulan
Manusia dengan pengetahuannya mampu mengubah keadaan lingkungan
sehingga meguntungkan dirinya, untuk memenuhi kebutuhannya. Awalnya
perubahan itu dalam lingkungan yang kecil dan pengaruhnya sangat terbatas.
Dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, kemampuan manusia untuk mengubah
lingkungan semakin besar. Sehingga, manusia ingin menguasai alam. Alam yang
awalnya tetap dapat mempertahankan keseimbangan sekarang keseimbangan itu
hilang dan timbul kerusakan di mana-mana karena, ulah tangan manusia
Ada beberapa masalah lingkungan nasional, diantaranya banjir, kerusakan
hutan di Indonesia, sampah, dan banjir lumpur panas di Sidoarjo. Selain masalah
lingkungan nasional, ada masalah lingkungan lokal.
Contohnya seperti di Aceh yaitu pengubahan hutan menjadi perkebunan. Luas
hutan Aceh banyak menyusut akibat gerusan perkebunan kelapa sawit.
Pembukaan lahan untuk kelapa sawit telah lama diakui banyak menimbulkan
korban. Cara pembukaan hutan yang umumnya dibakar, atau pengeringan rawa,
membantai keseimbangan ekosistem dan melepaskan zat yang tidak diperlukan
atau bahkan beracun ke dalam ekosistem.
B. Saran
Untuk mencegah pencemaran lingkungan Nasional dan Lokal dalam
hidup, maka ada beberapa hal yang harus di perhatikan oleh setiap manusia yakni:
Harus mengurangi perbuatan yang merugikan lingkungan,
Harus adanya kerjasama antara pemerintah dan masyarakat dalam menjaga
lingkungan.