Post on 24-Jul-2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konsumsi rokok dan tembakau merupakan salah satu faktor risiko utama
terjadinya berbagai penyakit tidak menular seperti kardiovaskuler, stroke,
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), kanker paru, kanker mulut, dan kelainan
kehamilan. Penyakit-penyakit tidak menular tersebut saat ini merupakan penyebab
kematian utama di dunia, termasuk di negara kita Indonesia. Konsumsi
tembakau/rokok membunuh satu orang setiap detik. Global Youth Survey (GYTS)
Indonesia tahun 2006 melaporkan lebih dari 1/3 (37,3%) pelajar biasa merokok,
anak laki-laki lebih tinggi dari perempuan, yaitu pada anak laki-laki sebesar
61,3% responden sedangkan pada anak perempuan sebesar 15,5% responden.
(Kemenkes, 2010).
Tidak ada cara yang aman untuk merokok kecuali menghentikannya sama
sekali. Meskipun dipasar tersedia rokok dengan kadar nikotin yang rendah namun
tidak benar bahwa rokok yang rendah nikotin akan menghindarkan perokok dari
bahaya nikotin. Argumentasi bahwa rokok dengan kadar nikotin yang rendah
tidak berbahaya hanyalah untuk pembenaran tindakan semata. Satu hal jika ingin
hidup sehat dan tidak ingin mengalami gangguan kesehatan, tidak ada kompromi,
yakni berhenti dan jauhi rokok.
Dalam penelitian penentuan kadar nikotin dalam sebatang rokok,
menunjukkan bahwa kandungan dalam rokok kretek lebih besar dari rokok filter.
Perbedaan ini selain dikarenakan perbedaan dalam pembentukannya, juga
disebabkan karena asap rokok arus samping terus menerus dihasilkan selama
rokok menyala walaupun tidak sedang dihisap. Dengan kata lain bahwa kadar
nikotin yang dilepaskan ke udara lebih besar dari yang dihisap oleh perokok. Hal
ini membuktikan bahwa perokok pasif lebih berbahaya dari perokok aktif
(Susanna dkk, 2003).
Dalam penelitian lain oleh Nasution dari Universitas Sumatera Utara
tentang perilaku merokok pada remaja, didapat kesimpulan bahwa perokok pada
umumnya dimulai pada usia remaja (diatas 13 tahun). Ada beberapa faktor yang
1
menjadi pemicu remaja merokok yaitu disebabkan oleh faktor psikologis dan
dalam mengatasi stres. Semakin stres yang dialami, semakin banyak rokok yang
mereka konsumsi (Nasution, 2007).
Dari penelitian di Indonesia, terdapat 31% responden mulai merokok di
usia 10-17 tahun, 11% responden pada usia 10 tahun atau kelas V dan VI SD. Di
Jakarta Selatan di antara anak umur 12-18 tahun, 80%-nya telah menjadi perokok.
Survei yang diadakan Yayasan Jantung Indonesia tahun 1990 pada anak-anak
berusia 10-16 tahun menunjukkan angka perokok berusia 10 tahun 9% responden,
12 tahun 18% responden, 13 tahun 23% responden, 14 tahun 22% responden dan
15-16 tahun 28% responden (Istiqomah, 2003).
Berdasarkan data Riskesdas 2007, prevalensi merokok di Indonesia naik
dari tahun ke tahun. Persentase pada penduduk berumur >15 tahun adalah 35,4
persen aktif merokok (65,3 persen laki-laki dan 5,6 persen wanita), artinya 2
diantara 3 laki-laki adalah perokok aktif.
Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 prevalensi penduduk
yang pertama kali mulai merokok tiap hari pada kelompok umur 5-9 tahun di
Sulawesi Utara yaitu 1,1%. Pada kelompok umur 10-14 tahun yaitu 16,6% dan
pada kelompok umur 15-19 tahun yaitu 44,7% (Riskesdas, 2010). Hal ini
menunjukkan pada anak usia sekolah Menegah Pertama dengan umur berkisar 11-
15 tahun sudah tercatat ada yang telah merokok.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Karena dari pengalaman dan
penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih
langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengukuran
pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan
tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden
(Notoatmodjo, 2007).
Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat,
tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap
secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus
tertentu. Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara
2
langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden
terhadap suatu objek (Notoatmodjo, 2007).
Terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas.
Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support). Pengukuran
perilaku dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan wawancara terhadap
kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau bulan yang lalu
(recall). Pengukuran tidak langsung yakni dengan mengobservasi tindakan atau
kegiatan responden (Notoatmodjo, 2007).
Madrasah dilihat dari segi bahasa arab dari kata darasa yang artinya
belajar, sedangkan Madrasah itu sendiri berarti tempat belajar. Persamaan kata
Madrasah dalam bahasa Indonesia adalah sekolah, sementara itu pengertian yang
berasal dari bahasa arab diatas menunjukkan bahwa tempat belajar tidak mesti di
suatu tempat tertentu, tetapi bisa dilaksanakan dimana saja, misalnya dirumah,
surau, langgar atau di masjid. Secara istilah madrasah berarti lembaga pendidikan
yang mempunyai porsi lebih terhadap mata pelajaran agama khususnya Islam atau
sering disebut dengan sekolah agama. Dalam perkembangan selanjutnya, kata
Madrasah secara teknis mempunyai arti atau konotasi tertentu, yaitu suatu gedung
atau bangunan tertentu yang lengkap dengan segala sarana dan fasilitas yang
menunjang proses belajar agama (Muniarsih, 2008).
Perbedaan utama madrasah dengan pesantren terletak pada sistem
pendidikannya. Madrasah menganut sistem pendidikan formal (dengan kurikulum
nasional, pemberian pelajaran dan ujian yang terjadwal, bangku dan papan tulis
seperti umumnya sekolah model Barat) sedangkan pesantren menganut sistem
non-formal (dengan kurikulum yang sangat bersifat lokal, pemberian pelajaran
yang tidak seragam, sering tanpa ujian untuk mengukur keberhasilan belajar
siswa) (Akhwan, 2008).
Madrasah Tsanawiyah ialah lembaga pendidikan yang memberikan
pendidikan dan pengajaran tingkat menengah pertama dan menjadikan mata
pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang sekurang-kurangnya
30% disamping mata pelajaran umum (Muniarsih, 2008).
3
Madrasah Tsanawiyah Negeri Manado merupakan salah satu sekolah
Madrasah setingkat menengah pertama di Sulawesi Utara yang terletak di
Kecamatan Bunaken dengan siswa yang beragama Islam. Siswa merupakan
remaja generasi muda penerus bangsa. Salah satu persiapan dan perencanaan
untuk membentuk generasi muda yang sehat di antaranya dengan membebaskan
remaja dari cengkraman rokok. Hal ini menjadi alasan dilakukan penelitian
tentang tingkat pengetahuan dan sikap tentang bahaya rokok dengan tindakan
pencegahan merokok siswa di Madrasah Tsanawiyah Negeri Manado.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah apakah terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan tentang bahaya
rokok dengan tindakan pencegahan merokok dan apakah terdapat hubungan antara
sikap tentang bahaya rokok dengan tindakan pencegahan merokok siswa Sekolah
Madrasah Tsanawiyah Negeri Manado?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
antara tingkat pengetahuan dan sikap tentang bahaya rokok dengan tindakan
pencegahan merokok siswa di Sekolah Madrasah Tsanawiyah Negeri Manado.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan siswa Sekolah Madrasah
Tsanawiyah Negeri Manado tentang bahaya rokok.
2. Mengetahui gambaran sikap siswa Sekolah Madrasah Tsanawiyah Negeri
Manado terhadap bahaya rokok.
3. Mengetahui gambaran tindakan siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri
Manado tentang pencegahan merokok.
4. Mengetahui hubungan antara pengetahuan tentang bahaya rokok dengan
tindakan pencegahan merokok siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri
Manado.
5. Mengetahui hubungan antara sikap tentang bahaya rokok dengan tindakan
pencegahan merokok siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri Manado.
4
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Pendidikan
a. Memberikan informasi dan masukan kepada Madrasah Tsanawiyah Negeri
Manado mengenai perilaku merokok pada siswa.
b. Sebagai landasan dalam pembuatan kebijakan yang mengatur tentang
pengendalian rokok di Madrasah Tsanawiyah Negeri Manado.
c. Sebagai bahan bacaan dan wawasan bagi siswa dalam hal pemahaman dan
upaya pencegahan merokok.
2. Bagi Masyarakat dan Orang Tua
a. Bagi masyarakat dapat memberikan penjelasan apakah ada hubungan
antara tingkat pengetahuan dan sikap dengan tindakan merokok di
kalangan siswa sehingga dapat melakukan pencegahan penyakit-penyakit
yang diakibatkan kebiasaan merokok.
b. Bagi orang tua dapat memberikan gambaran pengaruh internal keluarga
terhadap kebiasaan merokok siswa sehingga orang tua dapat memberikan
upaya penanggulangan dan lebih memperhatikan perilaku khususnya
merokok.
3. Bagi Peneliti
Merupakan pengalaman yang sangat berharga dalam menambah pengetahuan
tentang bahaya rokok dan memperluas wawasan mengenai sikap tentang bahaya
rokok dan tindakan pencegahan merokok.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
2.1 Rokok
2.1.1 Pengertian Rokok
Menurut PP No. 81/1999 Pasal 1 ayat (1), rokok adalah hasil olahan tembakau
terbungkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman
Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang
mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan.
2.1.2 Kandungan Rokok
Adapun beberapa zat yang terkandung dalam rokok, yaitu :
1. Nikotin
Nikotin merupakan bahan kimia berminyak yang tidak berwarna dan merupakan
racun paling keras. Jika sesorang menyuntikkan sejumlah nikotin yang terkandung
dalam sebuah cerutu kepada seorang pria yang berpostur sedang, ia akan segera
mati dalam beberapa menit. Bila cerutu dihisap, tidak semua nikotin diserap dan
penyebarannya berlangsung lebih lama, yang memungkinkan tubuh untuk
menanggulangi racun tersebut (Istiqomah, 2003).
2. Karbon Monoksida (CO)
Karbon monoksida merupakan gas yang lebih muda terikat dengan hemoglobin
dibandingkan dengan oksigen. Hemoglobin terdapat di dalam sel darah merah dan
berfungsi untuk mengikat oksigen. Akibatnya, kandungan oksigen di dalam darah
menurun sehingga jantung harus bekerja lebih keras untuk menyediakan oksigen
bagi tubuh. Dalam jangka waktu lama, kandungan karbon monoksida yang tinggi
dapat menyebabkan pengerasan pembuluh darah pengerasan ini terutama pada
pembuluh darah yang membawa oksigen ke otot jantung (Saktiyono, 2004).
3. Tar
Zat ini sejenis cairan kental berwarna coklat tua atau hitam yang diperoleh dengan
cara distilasi dari kayu atau arang. Tar ini juga didapat dari getah tembakau. Tar
terdapat dalam rokok yang terdiri dari ratusan bahan kimia yang dapat
menyebabkan kanker pada hewan. Bilamana zat-zat itu dihisap waktu merokok
akan mengakibatkan kanker paru-paru (Nainggolan, 1990).
4. Timah Hitam (Pb)
Setiap satu batang rokok yang dihisap diperhitungkan mengandung 0,5
mikrogram timah hitam. Bila seseorang menghisap satu bungkus rokok perhari
6
berarti menghasilkan 10 mikrogram, sedangkan batas bahaya kadar Pb dalam
tubuh adalah 20 mikrogram/hari (Istiqomah, 2003).
5. Amoniak
Amoniak merupakan gas yang tidak berwarna yang terdiri dari nitrogen dan
hidrogen. Zat ini tajam baunya dan sangat merangsang. Begitu kerasnya racun
yang ada pada ammonia sehingga jika masuk sedikit pun ke dalam peredaran
darah akan mengakibatkan seseorang pingsan atau koma (Nainggolan, 1990).
6. Hidrogen Sianida (HCN)
Hidrogen sianida merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan
tidak memiliki rasa. Zat ini merupakan zat yang paling ringan, mudah terbakar
dan sangat efisien untuk menghalangi pernapasan dan merusak saluran
pernapasan. Sianida adalah salah satu zat yang mengandung racun yang sangat
berbahaya. Sedikit saja sianida dimasukkan langsung ke dalam tubuh dapat
mengakibatkan kematian (Nainggolan, 1990).
7. Nitrous Oxide
Nitrous oxide merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, dan bila terhisap dapat
menyebabkan hilangnya pertimbangan dan menyebabkan rasa sakit. Nitrous oxide
ini adalah zat yang pada mulanya dapat digunakan sebagai anastesia (zat pembius)
waktu diadakan operasi (Nainggolan, 1990).
8. Fenol
Fenol adalah campuran dari kristal yang dihasilkan dari distilasi beberapa zat
organik seperti kayu dan arang, serta diperoleh dari tar arang. Zat ini beracun dan
membahayakan karena fenol ini terikat ke protein dan menghalangi aktivitas
enzim (Nainggolan, 1990).
9. Hidrogen sulfide
Hidrogen sulfida adalah sejenis gas yang beracun yang mudah terbakar dengan
bau yang keras. Zat ini menghalangi oksidasi enzim (zat besi yang berisi pigmen)
(Nainggolan, 1990).
2.2 Pengetahuan Tentang Bahaya Rokok
2.2.1 Pengetahuan (Knowledge)
7
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
pancaindera manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2007).
Apabila seseorang menerima perilaku baru atau adopsi perilaku
berdasarkan pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku akan
berlangsung lama. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan
dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. Sebagai contoh para siswa
dilarang untuk merokok oleh orangtua atau guru di sekolah tanpa menjelaskan
efek atau dampak apa yang akan terjadi, maka para siswa akan mencoba untuk
merokok karena tidak didasari pengetahuan tentang bahaya rokok dan dampak
yang akan terjadi apabila merokok.
Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan,
yaitu (Notoatmodjo, 2007):
a. Tahu (know): diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima.
b. Memahami (comprehension): diartikan sebagai kemampuan menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan
materi secara benar.
c. Aplikasi (application): diartikan sebagai kemampuan menggunakan materi
yang dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya.
d. Analisis (analysis): diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjabarkan
materi atau objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu
struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (synthesis): diartikan sebagai suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada.
8
f. Evaluasi (Evaluation): diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek berdasarkan kriteria
yang telah ada.
2.2.2 Bahaya Rokok Terhadap Kesehatan
Menurut Miller yang dikutip oleh Istiqomah, “rokok merupakan penyebab utama
epidemik kanker paru-paru, korbannya sebanding banyaknya dengan korban
beberapa jenis infeksi pada masa lalu, seperti: kolera, tipus, dan tuberculosis.
Merokok juga merupakan penyebab utama bronchitis dan emfisema, dan timbul
sesak napas selama bertahun-tahun serta mengakibatkan kematian pada akhirnya.
Ini merupakan faktor pendorong terbesar yang menaikkan angka kematian karena
trombisis koroner, dan juga penyebaran degenerasi arteri yang berangsur
menutup arteri pada tungkai. Penutupan arteri di bagian itu menimbulkan rasa
nyeri luar biasa dan akhirnya menyebabkan kelumpuhan (Istiqomah, 2003).
Di Indonesia ada 57.000 jiwa meninggal setiap tahun akibat merokok atau
158 jiwa meninggal setiap hari akibat merokok. Selain itu, dijumpai 12-13 juta
jiwa di antaranya akan meninggal pada usia muda.
Sebagai penyebab polusi udara dalam ruangan, rokok memberikan polutan
berupa gas dan logam-logam berat. Gas dalam asap rokok berupa CO, NO2,
formaldehid, dan lain-lain yang bersifat karsinogenik. Sedangkan logam berat
yang berupa cadmium (Ca), arsen (As), krom (Cr), timah (Pb), nikel (Ni), dan
sebagainya yang bersifat racun bagi tubuh. Gangguan akut dari populasi ruangan
akibat asap rokok adalah bau kurang menyenangkan serta menyebabkan iritasi
mata, hidung, tenggorokan, menstimulasi kumatnya penyakit asma, kanker paru-
paru, gangguan pernapasan, dan beberapa hal penyakit menonjol bagi anak-anak,
misalnya penyakit telinga, infeksi saluran pernapasan. Dan batuk yang
menghasilkan dahak (Istiqomah, 2003).
Bila seseorang merokok, maka asap tembakau dihisap, karbon monoksida
dan nikotin mengalir ke dalam aliran darah dengan cara yang sama seperti oksigen
lalu dialirkan ke seluruh tubuh. Unsur-unsur tembakau yang tidak diserap
membentuk tar, yang akan berkumpul di dalam alur udara, paru-paru dan gigi.
Merokok mengganggu kerja paru-paru yang normal karena hemoglobin lebih
mudah membawa karbon dioksida daripada oksigen. Orang yang banyak merokok
9
berakibat paru-paru mereka banyak mengandung karbon monoksida sehingga
kadar oksigen di dalam darah berjumlah lebih kecil 15 persen daripada kadar
normal.
Asap rokok yang dihisap oleh yang bukan perokok (perokok pasif) bersifat
karsinogen yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Asap rokok membunuh satu
non-perokok dari setiap 8 orang yang meninggal akibat merokok. Beberapa
penelitian menemukan peningkatan resiko penyakit yang serius disebabkan
terpapar oleh asap rokok. Hasil penelitian menunjukkan terdapat peningkatan
resiko terkena penyakit jantung akibat terpapar asap rokok antara 23 hingga 25
persen. Dilaporkan juga adanya penurunan yang signifikan dari coronary flow
velocity reserve (kecepatan aliran darah) pada yang bukan perokok setelah 30
menit terpapar asap rokok, mengakibatkan menurunnya fungsi endothelial
sehingga terkena penyakit kardiovaskuler. Hal ini menunjukkan walaupun
seseorang terpapar asap rokok dalam waktu pendek dapat menghasilkan efek
negatif terhadap kesehatan dalam jangka panjang. Lebih dari 97 juta non-perokok
di Indonesia secara rutin terpapar asap rokok (Lembaga Demografi Universitas
Indonesia, 2008)
Lingkungan sekolah sebagai lembaga terpenting dalam membentuk pola
pikir anak dan memberi masukan-masukan tentang bahaya rokok melalui berbagai
ilmu pengetahuan serta menanamkan sikap disiplin baik terhadap pelanggaran
maupun penyalahgunaan bahan-bahan atau zat yang bersifat adiktif sehingga
dapat diaplikasikan di lingkungan masyarakat.
2.2.3 Bahaya Asap Rokok Terhadap Kesehatan
Asap rokok yang dihisap ke dalam paru oleh perokok disebut asap rokok utama
(mainstream smoke/MS) sedangkan asap rokok yang berasal dari ujung rokok
yang terbakar disebut asap rokok samping (sidestream smoke/SS). Polusi udara
yang ditimbulkan disebut asap rokok lingkungan (ARL) atau environment tobacco
smoke (ETS). Mereka yang menghisap ETS disebut perokok pasif. Mereka yang
tidak merokok tetapi terpaksa menghisap asap rokok dari lingkungannya mungkin
akan menderita berbagai penyakit akibat rokok kendati mereka sendiri tidak
merokok. Kandungan bahan kimia pada asap rokok sampingan ternyata lebih
tinggi dibandingkan dengan asap rokok utama antara lain karena tembakau
10
terbakar pada temperatur yang lebih rendah ketika sedang dihisap membuat
pembakaran menjadi kurang lengkap dan mengeluarkan lebih banyak bahan
kimia. Dalam hal perokok pasif, International Non Governmental Coalition
Against Tobacco (INGCAT) telah menyampaikan rekomendasi yang didukung
oleh lebih dari 60 negara di seluruh dunia yang dimuat dalam IUALTD News
Bulletin on Tobacco and Health 1997. Rekomendasi ini berbunyi ”paparan
terhadap asap rokok lingkungan yang sering kali disebut perokok pasif dapat
menyebabkan kanker paru dan kerusakan kardiovaskuler pada orang dewasa yang
tidak merokok dan dapat merusak kesehatan paru dan pernapasan pada anak”
(Haris dkk, 2012).
Pengaruh asap rokok pada organ tubuh dapat menimbulkan kelainan atau
penyakit pada hampir semua organ tubuh yaitu :
a. Otak : stroke, perubahan kimia otak
b. Mulut dan tenggorokan : kanker bibir, mulut, tenggorokan dan laring
c. Jantung : kelemahan arteri, meningkatkan serangan jantung
d. Paru : penyakit paru obstruktif kronik, kanker paru, asma
e. Hati : kanker hati
f. Abdomen : kanker lambung, pancreas dan usus besar
g. Ginjal dan kandung kemih : kanker
h. Reproduksi : impotensi, kanker leher rahim, mandul
i. Kaki : gangrene
Mekanisme asap rokok menimbulkan penyakit pada saluran pernapasan
seperti (Haris dkk, 2012):
(a) Penyakit paru obstruktif kronik
Iritasi saluran napas oleh asap rokok dan bahan toksik lain akan menimbulkan
reaksi inflamasi saluran napas sehingga terjadi deposit sel radang neutrofil
maupun makrofag di tempat tersebut. Neutrofil akan mengeluarkan elastase yang
berlebihan mengakibatkan metaplasia sel epitel sekretori dan hipertrofi kelenjar
mukus. Elastase netrofil menghambat mucociliary clearance. Di samping itu
elastase neutrofil akan merangsang produksi mukus berlebihan akibat hipertrofi
kelenjar dan metaplasia sel sekretori.
(b) Kanker paru
11
Telah diketahui perokok merupakan faktor risiko kanker paru. Asap rokok
mengandung bahan toksin dan iritan, mutagenik dan karsinogenik termasuk
reactive organic radicals (RORs) yang memicu proliferasi sel, kerusakan
kromosom, perubahan formasi DNA dan aktivasi onkogen.
(c) Interstitial lung disease (ILD)
Merupakan sekelompok penyakit heterogen paru umumnya ditandai dengan sesak
napas, batuk kering, diffuse interstitial infiltrate yang membatasi fungsi paru dan
gangguan pertukaran gas. Interstitial lung disease dapat berupa sarkoidosis,
fibrosis paru idiopatik (IPF), pneumokoniosis dan penyakit yang berhubungan
dengan jaringan ikat.
2.3 Sikap Tentang Bahaya Rokok
2.3.1 Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap
suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi
hanya dapat di tafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara
nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu
yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional
terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2007).
Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu :
a. Menerima (receiving): diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap seseorang
terhadap rokok dapat dilihat dari perhatian orang itu terhadap sosialisasi atau
penyuluhan mengenai rokok dan bahaya yang ditimbulkan dari merokok.
b. Merespon (responding): memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan
dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan
tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah adalah
berarti bahwa ada yang menerima ide tersebut. Misalnya seseorang dengan
mengetahui dampak dari bahaya merokok, orang tersebut tidak akan mencoba
untuk merokok. Bagi yang telah menjadi perokok, ia mau berusaha untuk
berhenti karena mengetahui apa dampak yang akan terjadi bila terus merokok.
12
c. Menghargai (valuing): mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
Misalnya seseorang dengan niat ingin menolong orang lain agar tidak
terjerumus lebih dalam dan menjadi pecandu berat rokok, sehingga dia
mengajak orang lain untuk tidak atau berhenti merokok dengan menjelaskan
bahaya rokok yang ia ketahui dengan harapan orang lain akan mendengar
ajakannya dan tidak lagi merokok.
d. Bertanggung jawab (responsible): bertanggung jawab atas segala sesuatu
yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling
tinggi. Misalnya seseorang dengan pengetahuan yang ia miliki tentang rokok
dan bahayanya maka ia bertanggungjawab atas apa yang dipilihnya untuk
tidak merokok. Berjanji dalam dirinya untuk menolak ajakan merokok dari
orang lain, menegur dengan baik apabila merokok di sekitarnya dan
menyarankan kepada orang lain untuk tidak atau berhenti merokok.
Dalam penentuan sikap yang utuh, pengetahuan, pikiran dan keyakinan
dan emosi memegang peranan yang penting. Sikap dimulai dari subjek yang telah
mendengar dan mengetahui tentang dampak yang ditimbulkan oleh rokok dan
bagaimana pencegahannya. Kemudian pengetahuan ini akan membawa subjek
untuk berpikir dan berusaha supaya diri dari subjek tidak terkena dampak dari
bahaya rokok. Dalam berpikir, komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja
sehingga subjek tersebut berniat untuk menjauhi atau tidak mencoba untuk
merokok sebagai upaya mencegah agar diri dari subjek tidak terkena dampak
bahaya rokok. Subjek ini mempunyai sikap tertentu terhadap objek yang berupa
bahaya rokok.
2.3.2 Bahaya Rokok Terhadap Motivasi Belajar
Motivasi (motivation) adalah mengapa individu bertingkah laku, berpikir, dan
memiliki perasaan dengan cara yang mereka lakukan, dengan penekanan pada
aktivasi dan arah dari tingkah lakunya (Santrock, 2003).
Kata motivasi digunakan untuk menggambarkan suatu dorongan,
kebutuhan atau keinginan untuk melakukan sesuatu yang khusus atau umum.
Seseorang dapat dimotivasi untuk makan jika belum makan selama 16 jam, untuk
menonton bioskop yang memutar film yang mendapatkan piala Oscar tahun ini,
13
dan untuk mendapatkan nilai bahasa Inggris yang lebih baik pada semester yang
akan datang. Dengan kata lain, kata motivasi dapat diterapkan pada tingkah laku
berbagai situasi (Djiwandono, 2002).
Salah satu kegunaan konsep motivasi adalah menggambarkan
kecenderungan umum seseorang dalam usahanya untuk mencapai tujuan tertentu.
Motivasi sering dilihat sebagai sifat-sifat kepribadian seseorang yang relatif stabil.
Motivasi sebagai suatu sifat yang stabil adalah suatu konsep yang berbeda dengan
motivasi untuk melakukan sesuatu yang spesifik atau khusus dalam situasi tertentu
(Djiwandono, 2002).
Beberapa remaja memiliki keinginan berprestasi yang sangat tinggi dan
mereka menghabiskan banyak waktu dalam berusaha agar berhasil, lainnya lagi
tidak bermotivasi untuk berhasil dan tidak bekerja keras agar berhasil. Kedua tipe
remaja ini berbeda dalam hal motivasi berprestasi (achievement motivation),
keinginan untuk menyelesaikan sesuatu, untuk mencapai suatu standar
kesuksesan, dan untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan untuk mencapai
kesuksesan (Santrock, 2003).
Rokok mempunyai zat yang bersifat adiktif atau dapat menimbulkan efek
kecanduan bagi perokok. Apabila seorang siswa mencoba untuk merokok, maka
resiko yang dipilih akan mengalami kecanduan dan berbagai penyakit akibat
merokok. Siapapun yang mengalami efek ketagihan akan melakukan usaha untuk
selalu terus merokok. Sebagai contoh pada saat kegiatan belajar mengajar di kelas.
Siswa yang telah kecanduan rokok dengan rela dapat meninggalkan pelajaran
yang sedang berlangsung demi untuk menghisap sebatang rokok. Ia berusaha
mencari rokok yang dapat menenangkan pikirannya yang kemungkinan menjadi
penyebab motivasi untuk belajar menurun.
Seorang yang merokok dalam jangka waktu cukup lama semakin
meningkatkan efek ketagihan dalam dirinya, sehingga tidak perduli dengan
pendidikan sebagai indikator keberhasilan masa depan. Oleh karena itu, para
orangtua dan guru di sekolah menjadi faktor penting selain diri siswa sendiri
sebagai faktor utama dalam menumbuhkan rasa tanggungjawab dan motivasi bagi
siswa remaja sebagai penerus cita-cita bangsa.
2.4 Tindakan Pencegahan Merokok
14
2.4.1 Tindakan
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Di
samping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak
lain.
Tindakan atau praktek mempunyai beberapa tingkatan (Notoatmodjo,
2007), yaitu:
a. Persepsi (perception): merupakan praktik tingkat pertama yaitu mengenal dan
memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.
b. Respon terpimpin (guided response): merupakan indikator praktik tingkat dua
yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai
dengan contoh.
c. Mekanisme (mecanism): merupakan praktik tingkat tiga yaitu apabila
seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau
sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.
d. Adopsi (adoption): suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa
mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian
mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses
selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang
diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah yang disebut tindakan atau praktek
(practice) kesehatan, atau dapat juga dikatakan perilaku kesehatan (overt
behavior).
Tindakan atau praktik kesehatan ini juga meliputi 4 faktor seperti
pengetahuan dan sikap kesehatan tersebut di atas, yaitu :
a. Tindakan atau praktik sehubungan dengan penyakit menular dan tidak
menular (jenis penyakit dan tanda-tandanya atau gejalanya, penyebabnya, cara
penularannya, cara pencegahannya, cara mengatasi atau menangani
sementara).
b. Tindakan atau praktik sehubungan dengan faktor-faktor yang terkait dan/atau
mempengaruhi kesehatan antara lain: gizi makanan, sarana air bersih,
15
pembuangan air limbah, pembuangan kotoran manusia, pembuangan sampah,
perumahan sehat, polusi udara dan sebagainya.
c. Tindakan atau praktik sehubungan dengan penggunaan (utilisasi) fasilitas
pelayanan kesehatan.
2.4.2 Strategi World Health Organization (WHO)
Untuk mengatasi epidemi tembakau, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
mengajak negara anggotanya menerapkan strategi MPOWER. Strategi ini
merupakan salah satu upaya untuk mengendalikan konsumsi tembakau tahun 2007
di Indonesia. MPOWER terdiri atas 6 (enam) upaya pengendalian tembakau yang
meliputi (WHO Indonesia, 2008):
1. Monitor Prevalensi Penggunaan Tembakau dan Pencegahannya
Monitoring penggunaan tembakau dan dampak yang ditimbulkannya harus
diperkuat untuk kepentingan perumusan kebijakan. Saat ini 2/3 negara
berkembang di seluruh dunia tidak memiliki data dasar penggunaan tembakau
pada anak muda dan orang dewasa dan Indonesia menduduki posisi ketiga
dalam proporsi perokok di dunia (Global Tobacco Control Report, 2008).
2. Perlindungan Terhadap Asap Tembakau
Asap rokok tidak hanya berbahaya bagi orang yang menghisap rokok tetapi
juga orang di sekitarnya (perokok pasif). Lebih dari separuh Negara di dunia,
dengan populasi mendekati 2/3 penduduk dunia, masih membolehkan
merokok di kantor pemerintah, tempat kerja dan di dalam gedung (WHO
Indonesia, 2008).
Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2003 pasal 22 menjelaskan peraturan
tentang kawasan bebas rokok yaitu setiap ruangan atau area yang dinyatakan
dilarang untuk kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi dan/atau
penggunaan rokok (PP No. 19 tahun 2003).
3. Optimalisasi Dukungan Untuk Berhenti Merokok
Ada 3 (tiga) bantuan yang diberikan seperti pelayanan konsultasi bantuan
berhenti merokok yang terintegrasi di pelayanan kesehatan primer, quitline
16
atau telepon layanan bantuan berhenti merokok yang mudah diakses dan
cuma-cuma serta terapi obat yang murah dengan pengawasan dokter.
4. Waspadakan Masyarakat Akan Bahaya Tembakau
Walaupun sebagian besar perokok tahu bahwa rokok berbahaya bagi
kesehatan namun kebanyakan dari mereka tidak tahu apa bahayanya. Karena
itulah, pesan kesehatan wajib dicantumkan dalam bentuk gambar penyakit
akibat rokok.
5. Eliminasi Iklan, Promosi, Dan Sponsor Tembakau
Larangan terhadap promosi produk tembakau adalah senjata yang ampuh
untuk memerangi tembakau. Di seluruh dunia, perusahaan tembakau
menghabiskan 10 milyar US Dollar setiap tahunnya untuk biaya promosi
(WHO Indonesia, 2008).
6. Raih Kenaikan Cukai Tembakau
Hal ini merupakan cara yang paling efektif dalam menurunkan pemakaian
tembakau dan mendorong perokok untuk berhenti.
2.4.3 Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok di Sekolah
Dalam mendukung peraturan pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2003
tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan Bagian Keenam tentang Kawasan
Tanpa Rokok bahwa pemerintah daerah wajib mewujudkan kawasan tanpa rokok
di tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja, dan tempat secara spesifik
sebagai tempat proses belajar mengajar dalam hal ini sekolah.
Untuk mewujudkan pengembangan kawasan tanpa rokok di sekolah,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyusun langkah-langkah
pengembangan kawasan tanpa rokok di tempat proses belajar mengajar.
Petugas kesehatan melaksanakan advokasi kepada pemimpin/pengelola
tempat proses belajar mengajar dengan menjelaskan perlunya Kawasan Tanpa
Rokok dan keuntungannya jika dikembangkan Kawasan Tanpa Rokok. Yang
perlu dilakukan oleh pimpinan/pengelola dalam hal ini kepala sekolah untuk
mengembangkan Kawasan Tanpa Rokok adalah sebagai berikut (Kemenkes,
2011):
a. Analisis Situasi
17
Penentu kebijakan/pimpinan di tempat proses belajar mengajar dalam hal ini
kepala sekolah melakukan pengkajian ulang tentang ada tidaknya kebijakan
Kawasan Tanpa Rokok dan bagaimana sikap dan perilaku sasaran seperti
karyawan, guru dan siswa terhadap kebijakan Kawasan Tanpa Rokok.
b. Pembentukan Komite atau Kelompok Kerja Penyusun Kebijakan Kawasan
Tanpa Rokok
Antara pimpinan sekolah, karyawan dan guru yang mewakili perokok dan
bukan perokok melakukan pertemuan atau rapat untuk menyampaikan
maksud dan tujuan diadakan Kawasan Tanpa Rokok, membahas rencana
kebijakan tentang pemberlakuan Kawasan Tanpa Rokok, meminta masukan
dan saran tentang penerapan Kawasan Tanpa Rokok, menetapkan
penanggung jawab Kawasan Tanpa Rokok dan mekanisme pengawasannya
serta membahas cara sosialisasi yang efektif bagi guru, karyawan dan siswa.
c. Membuat Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok
Komite atau kelompok kerja yang terbentuk selanjutnya membuat kebijakan
yang jelas tujuan dan cara melaksanakannya.
d. Penyiapan Infrastuktur
Membuat surat keputusan dari pimpinan atau kepala sekolah tentang
penanggung jawab dan pengawas Kawasan Tanpa Rokok di sekolah,
menyediakan instrument pengawasan, menyediakan materi sosialisasi
penerapan Kawasan Tanpa Rokok, pembuatan dan penempatan larangan
merokok, mekanisme dan saluran penyampaian pesan tentang Kawasan
Tanpa Rokok di sekolah melalui poster, stiker dan sebagainya, pelatihan bagi
pengawas Kawasan Tanpa Rokok dan pelatihan bagi karyawan, guru dan
siswa tentang cara berhenti merokok.
e. Sosialisasi Penerapan Kawasan Tanpa Rokok
Melakukan sosialisasi tentang penerapan Kawasan Tanpa Rokok di
lingkungan internal bagi karyawan, guru dan siswa, melaksanakan sosialisasi
tugas dan tanggung jawab dalam pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok.
f. Penerapan Kawasan Tanpa Rokok
Penyampaian pesan Kawasan Tanpa Rokok bagi karyawan, guru dan siswa
melalui poster, tanda larangan merokok, pengumuman, pengeras suara dan
18
sebagainya, penyediaan tempat bertanya dan pelaksanaan pengawasan
Kawasan Tanpa Rokok.
g. Pengawasan dan Penegakan Hukum
Pengawas Kawasan Tanpa Rokok di sekolah dan mencatat pelanggaran dan
menerapkan sanksi sesuai peraturan yang berlaku dan melaporkan hasil
pengawasan kepada otoritas pengawasan yang ditunjuk baik diminta atau
tidak.
h. Pemantauan dan Evaluasi
Melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala tentang kebijakan yang
telah dilaksanakan, meminta pendapat komite dan lakukan kajian terhadap
masalah yang ditemukan dan putuskan apakah perlu penyesuaian terhadap
masalah kebijakan.
2.5 Remaja
2.5.1 Pengertian Remaja
Menurut Depkes RI (2005), masa remaja merupakan suatu proses tumbuh
kembang yang berkesinambungan, yang merupakan masa peralihan dari kanak-
kanak ke dewasa muda.
Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun
bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja
ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12 atau 13 tahun sampai dengan 17
atau 18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17 atau 18 tahun dengan 21 atau 22
tahun adalah remaja akhir. Menurut Hukum di Amerika Serikat saat ini, individu
dianggap telah dewasa apabila telah mencapai usia 18 tahun, dan bukan 21 tahun
seperti ketentuan sebelumnya (Ali dan Asrori, 2011).
2.5.2 Makna Remaja
Kata remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescence yang berarti to grow atau
to grow maturity. Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang remaja seperti
Debrune mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-
kanak dan dewasa. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa
kanak-kanak dan dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun
dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal 20 tahunan (Ali dan Asrori,
2011).
19
Masa remaja meliputi usia antara 11 hingga 20 tahun. Adapun masa
remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja
akhir (16 atau17 tahun hingga 18 tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan
karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan
masa dewasa (Ali dan Asrori 2011).
Masa remaja merupakan masa antara kanak-kanak dan dewasa. Pada masa
remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang
berhubungan dengan perkembangan psikoseksual dan juga terjadi perubahan
dalam hubungan dengan orang tua dan cita-cita mereka dimana pembentukan cita-
cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.
2.5.3 Aspek Perkembangan Pada Remaja
Dalam perkembangan remaja terbagi menjadi tiga aspek sebagai berikut (Jahja,
2011):
1. Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak kapasitas
sensoris, dan keterampilan motorik. Perubahan pada tubuh ditandai dengan
pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan
kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari
tubuh kanak-kanak menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya ialah kematangan.
Perubahan fisik otak strukturnya semakin sempurna untuk meningkatkan
kemampuan kognitif.
2. Perkembangan Kognitif
Seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku adaptasi
secara biologis mereka. Remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka,
dimana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam
skema kognitif mereka. Remaja telah mampu membedakan antara hal-hal atau
ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga
menghubungkan ide-ide ini.
3. Perkembangan Kepribadian Sosial
Perkembangan kepribadian adalah perubahan cara individu berhubungan
dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik; sedangkan perkembangan sosial
20
berarti perubahan dalam berhubungan dengan orang lain. Perkembangan
kepribadian yang penting pada masa remaja ialah pencarian identitas diri.
Pencarian identitas diri adalah proses menjadi seseorang yang unik dengan peran
yang penting dalam hidup. Perkembangan sosial pada masa remaja lebih
melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orangtua.
2.6 Kerangka Konsep
21
2.7 Hipotesis
1. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan tentang bahaya rokok dengan
tindakan pencegahan merokok siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri Manado.
2. Ada hubungan antara sikap tentang bahaya rokok dengan tindakan
pencegahan merokok siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri Manado.
BAB III
22
Tindakan siswa
dalam pencegahan
merokok
Pengetahuan siswa
tentang bahaya rokok
Sikap siswa tentang
bahaya rokok
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah survei analitik dengan menggunakan pendekatan
cross sectional yaitu data yang dikumpulkan sesaat atau data yang diperoleh pada
saat melakukan penelitian.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Madrasah Tsanawiyah Negeri Manado, pada bulan
Maret – April 2012.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi Sumber
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII, VIII, IX di
Madrasah Tsanawiyah Negeri Manado dengan jumlah 717 siswa (Madrasah
Tsanawiyah Negeri Manado, 2012).
3.3.2 Sampel
Untuk populasi kecil atau lebih kecil dari 10.000, dapat menggunakan rumus
jumlah populasi diketahui dengan teknik Solvin (Siregar, 2010) :
n
=
N
1 + N e2
Keterangan :
N = besar populasi
n = besar sampel
e = perkiraan tingkat kesalahan (5%).
n =
N
1+Ne2=717
1+717(0 ,052 )=717
2, 7925=256 ,75≈257
responden
23
Namun mempertimbangkan respons rate, maka jumlah sampel ditambahkan 10%
dari jumlah sampel minimum, sehingga jumlah sampel yang diteliti digenapkan
menjadi 283 responden.
Pemilihan sampel dilakukan menggunakan sampel acak sistematik
(systematic random sampling) merupakan pengambilan sampel acak dilakukan
secara berurutan dengan interval tertentu. Cara penentuan jumlah sampel diambil
di setiap kelas dilakukan secara proporsi dengan mencari presentase perbandingan
antara jumlah siswa tiap kelas dengan total populasi siswa Madrasah Tsanawiyah
Negeri Manado. Hasil presentase dikalikan dengan jumlah total sampel yang
dibutuhkan sesuai dengan rumus untuk mendapatkan jumlah sampel yang akan
diambil di tiap kelas. Hasil yang diperoleh sebagai berikut :
Kelas VII ¿315717
× 283=124 siswa.
Kelas VIII =225717
×283=89 siswa.
Kelas IX =177717
×283=70 siswa.
Untuk mendapatkan responden penelitian diambil proporsi dari tiap-tiap
kelas, sehingga seluruh sampel terwakili dari tiap kelas. Langkah pertama
menggunakan rumus proporsi yaitu jumlah sampel tiap angkatan dibagi jumlah
kelas tiap angkatan. Setelah mendapatkan hasil proporsi selanjutnya mencari
interval tiap kelas dengan menggunakan rumus jumlah siswa tiap kelas dibagi
dengan hasil proporsi yang telah didapat sebelumnya. Langkah selanjutnya
memilih responden pertama untuk satu kelas dengan melakukan pencabutan undi
berdasarkan jumlah interval. Langkah terakhir dengan memilih responden tiap
kelas berdasarkan nomor undi dengan jarak interval yang diperoleh. Langkah-
langkah diatas terus dilakukan hingga mencapai jumlah sampel yang dibutuhkan.
3.4 Kriteria Inklusi
1. Hadir pada saat pengambilan sampel.
2. Bersedia menjadi responden pada saat pengambilan sampel.
3. Mampu berkomunikasi dengan baik (tidak dalam keadaan sakit).
24
3.5 Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan siswa Madrasah
Tsanawiyah Negeri Manado tentang pengetahuan mengenai bahaya rokok. Sikap
siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri Manado tentang bahaya rokok. Tindakan
siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri Manado tentang pencegahan merokok.
3.6 Definisi Operasional
1. Tingkat Pengetahuan
Tingkat pengetahuan dari responden tentang bahaya rokok yang meliputi
pengetahuan mengenai bahaya rokok terhadap kesehatan dan bahaya asap
rokok terhadap kesehatan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan
kuesioner baku yang telah diuji validitas dan realiabilitasnya, berisi 18
pernyataan mengenai pengetahuan tentang bahaya rokok.
Cara menjawab dengan memberikan tanda centang (√) pada jawaban
yang paling tepat sesuai dengan pernyataan yang diberikan. Jawaban akan
diberikan skor 1 untuk Benar dan skor 0 untuk Salah. Hasil akhir penilaian
tingkat pengetahuan tentang bahaya rokok menggunakan skala ordinal yang
dikategorikan atas baik, cukup dan kurang. Pembagian kategori skala ordinal
menggunakan rumus skor maksimum jumlah benar dikurangi skor minimum
jumlah benar dibagi tiga. Selanjtnya membuat ketgori berdasarkan rumus
diatas. Dikategorikan kurang jika responden menjawab 3-7 pernyataan benar,
dikategorikan cukup apabila responden menjawab 8-12 pernyataan benar dan
kategori baik apabila responden menjawab 13-18 pernyataan benar.
2. Sikap
Sikap tentang bahaya rokok dari responden meliputi bahaya rokok terhadap
motivasi belajar. Suatu reaksi atau tanggapan responden yang meliputi setuju
dan tidak setuju mengenai sikap tentang bahaya rokok. Pengukuran sikap
dilakukan secara tidak langsung dengan memberikan 17 pernyataan kepada
responden melalui kuesioner untuk mengetahui bagaimana pendapat responden
mengenai bahaya rokok bagi kesehatan, bahaya asap rokok terhadap kesehatan
dan bahaya rokok terhadap motivasi belajar.
25
Cara menjawab dengan memberikan tanda centang (√) pada jawaban
yang paling tepat sesuai dengan pernyataan yang diberikan. Jawaban akan
diberikan skor 1 untuk Setuju (S) dan skor 0 untuk Tidak Setuju (TS). Hasil
akhir penilaian sikap tentang bahaya rokok menggunakan skala nominal yang
dikategorikan atas baik dan tidak baik. Pembagian menjadi kategori skala
nominal menggunakan rumus median : X=X1+ X2
2
Nilai median diperoleh dari jumlah pernyataan dikalikan skor terendah
ditambah jumlah pernyataan dikalikan skor tertinggi dibagi dua. Berdasarkan
rumus median diatas diperoleh angka 9. Selanjutnya membuat kategori
berdasarkan nilai median tersebut. Dikategorikan baik apabila responden
menjawab ˃9 pernyataan Setuju dan dikategorikan tidak baik apabila
responden menjawab ≤9 pernyataan Setuju.
3. Tindakan
Tindakan nyata yang diambil responden dalam hal pencegahan merokok yang
meliputi apakah responden melakukan dengan baik atau tidak dalam upaya
tindakan pencegahan merokok dan untuk mengetahui bagaimana pendapat
reponden mengenai penerapan kawasan tanpa rokok di sekolah. Pengukuran
dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang berisi 16 pertanyaan yang
terbagi atas 13 pertanyaan untuk responden yang memiliki anggota keluarga
yang merokok dan 13 pertanyaan untuk responden yang tidak memiliki
anggota keluarga perokok.
Cara menjawab dengan memberikan tanda centang (√) pada jawaban
yang paling tepat sesuai dengan pernyatan yang diberikan. Jawaban akan
diberikan skor 1 untuk Ya dan 0 untuk Tidak. Hasil akhir penilaian tindakan
tentang pencegahan merokok menggunakan skala nominal yang dikategorikan
atas baik dan tidak baik. Pembagian menjadi kategori skala nominal
menggunakan rumus median : X=X1+ X2
2
Nilai median diperoleh dari jumlah pertanyaan dikalikan skor terendah
ditambah jumlah pertanyaan dikalikan skor tertinggi dibagi dua. Berdasarkan
rumus median diatas diperoleh angka 5. Selanjutnya membuat kategori
berdasarkan nilai median tersebut. Dikategorikan baik apabila responden
26
menjawab >5 pertanyaan Ya dan dikategorikan tidak baik apabila responden
menjawab ≤5 pertanyaan Ya.
4. Madrasah Tsanawiyah
Madrasah Tsanawiyah ialah lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan
dan pengajaran tingkat menengah pertama dan menjadikan mata pelajaran
agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang sekurang-kurangnya 30%
disamping mata pelajaran umum (Muniarsih, 2008).
5. Responden dalam penelitian ini merupakan siswa regular Madrasah
Tsanawiyah Negeri Manado kelas VII, kelas VIII dan kelas IX yang aktif
belajar pada tahun ajaran 2011-2012.
3.7 Instrumen Penelitian
1. Kuesioner
Alat ukur penelitian ini berbentuk kuesioner, dengan kategori tingkat
pengukuran ordinal dan nominal. Keseluruhan jawaban yang masuk diberi
skor dengan menggunakan skala Guttman untuk tingkat pengetahuan tentang
bahaya rokok, sikap tentang bahaya rokok dan tindakan pencegahan merokok.
Teknik yang dipakai untuk mengetahui validitas kuesioner adalah
dengan menggunakan uji pearson product moment, kemudian dilihat
penafsiran dari indeks korelasinya (r tabel). Jika hasil r hitung > r tabel, maka
item pertanyaan atau pernyataan dinyatakan valid. Pada pengujian ini
kuesioner dijalankan pada 50 orang siswa dari sekolah setingkat menengah
yaitu SMP Negeri 1 Manado. r tabel yang digunakan untuk 50 responden
adalah 0,279. Kuesioner tingkat pengetahuan tentang bahaya rokok yang
diujikan berisi 20 item pernyataan yang dijawab benar atau salah. kuesioner
mengenai sikap tentang bahaya rokok yang diujikan berisi 20 pernyataan
dengan jawaban setuju atau tidak setuju. Untuk kuesioner mengenai tindakan
pencegahan merokok yang diujikan berisi 16 pertanyaan dengan jawaban ya
atau tidak. Hasil uji validitas tingkat pengetahuan tentang bahaya rokok
menunjukkan sebanyak 18 pernyataan dinyatakan valid dengan r hitung > r
tabel dan 2 pernyataan dinyatakan tidak valid. Untuk sikap tentang bahaya
27
rokok menunjukkan 17 pernyataan valid dengan r hitung > r tabel dan 3
pernyataan tidak valid. Untuk tindakan pencegahan merokok menunjukkan 13
pertanyaan valid dengan r hitung > r tabel dan 3 pertanyaan tidak valid.
Uji reliabilitas kuesioner ini menggunakan rumus koefisien
Cronbach’s Alpha dengan program IBM SPSS versi 19. Jika hasil r hitung > r
tabel maka pernyataan atau pernyataan maka dinyatakan reliabel. Hasil uji
reliabilitas kuesioner tingkat pengetahuan tentang bahaya rokok yang berisi 18
pernyataan valid menunjukkan bahwa kuesioner tersebut reliabel dengan r
hitung > dari r tabel yaitu 0,622. Untuk hasil uji reliabilitas kuesioner sikap
tentang bahaya merokok yang berisi 17 pernyataan valid menunjukkan bahwa
kuesioner tersebut reliabel dengan r hitung > dari r tabel yaitu 0,642. Untuk
Hasil uji reliabilitas kuesioner tindakan pencegahan merokok yang berisi 10
pertanyaan valid untuk yang memiliki anggota keluarga perokok dan 10
pertanyaan valid untuk yang tidak memiliki anggota keluarga perokok
menunjukkan bahwa kuesioner tersebut reliabel dengan r hitung > dari r tabel
yaitu 0,654.
2. Alat tulis menulis
3. Komputer digunakan untuk mengetik hasil olahan dari data.
3.8 Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer
berupa karakteristik responden, pengetahuan tentang bahaya rokok, sikap tentang
bahaya rokok dan tindakan pencegahan merokok yang diperoleh melalui
kuesioner yang diisi oleh responden. Sedangkan data sekunder berupa gambaran
umum dan jumlah siswa dari Madrasah Tsanawiyah Negeri Manado. Metode dan
instrumen pengumpulan data menggunakan kuesioner. Kuesioner disebarkan
kepada responden yang telah ditentukan. Kuesioner terurai pernyataan, pertanyaan
dan jawaban yang akan diisi oleh responden. Jawaban disusun berdasarkan skala
nominal untuk pengetahuan tentang bahaya rokok, sikap tentang bahaya rokok
dan tindakan pencegahan merokok.
Mekanisme pengambilan data primer dalam penelitian dapat dijelaskan
sebagai berikut:
28
1. Awal kegiatan melakukan pertemuan dengan kepala sekolah dalam hal
meminta ijin untuk melakukan penelitian di Madrasah Tsanawiyah Negeri
Manado.
2. Pengambilan data dilakukan sebelum Ujian Akhir Nasional (UAN) pada
tanggal 11-13 April 2012.
3. Menghubungi Wakil Kepala Sekolah Bagian Kurikulum dengan menjelaskan
maksud dan tujuan penelitian serta menunjukkan surat permohonan ijin
penelitian dari Pembantu Dekan I Fakultas Kesehatan Masyarakat.
4. Menghubungi Wakil Kepala Sekolah bagian Kurikulum untuk membantu
mengumpulkan semua responden penelitian dari masing-masing kelas.
5. Nama-nama siswa yang terpilih sebagai responden dikumpulkan di satu
ruangan selanjutnya peneliti membagi kuesioner dan menjelaskan petunjuk
pengisian kuesioner serta kerahasiaan privasi dari responden.
6. Semua kuesioner yang sudah terisi dikumpul kembali oleh peneliti.
7. Langkah 4-6 dilakukan hingga memenuhi jumlah sampel yang dibutuhkan di
setiap angkatan.
3.9 Analisis Data
3.9.1 Analisis Univariat
Setiap variabel penelitian yang ada dianalisis secara deskriptif dengan menghitung
frekuensi dan persentase dari tiap variabel. Variabel yang dianalisis secara
univariat dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan tentang bahaya rokok,
sikap tentang bahaya rokok dan tindakan pencegahan merokok.
3.9.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara tingkat
pengetahuan tentang bahaya rokok dengan tindakan pencegahan merokok melalui
pengujian statistik yaitu uji Chi Square test dengan menggunakan program IBM
SPSS Statistics 19. Digunakan uji ini karena hasil akhir dari penilaian tingkat
pengetahuan tentang bahaya rokok menggunakan skala ordinal sedangkan hasil
akhir dari penilaian tindakan pencegahan merokok menggunakan skala nomial.
Uji Chi Square test merupakan jenis uji statistik yang dapat dipakai untuk menguji
hubungan dua variabel yang diteliti dan mengukur kuatnya hubungan antara
variabel satu dengan variabel nominal lainnya.
29
Hubungan antara sikap tentang bahaya rokok dengan tindakan pencegahan
merokok siswa melalui pengujian ststistik yaitu uji Chi Square test dengan
menggunakan program IBM SPSS Statistics 19. Digunakan uji ini karena hasil
akhir dari penilaian sikap tentang bahaya rokok sama dengan hasil penilaian dari
tindakan pencegahan merokok yaitu keduanya berbentuk skala nominal, selain itu
alasan menggunakan uji ini karena jumlah sampel dari penelitian ini besar.
30
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Madrasah Tsanawiyah Negeri Manado
4.1.1 Sejarah Singkat
Madrasah Tsanawiyah Negeri Manado didirikan pada Tahun 1979 yang
merupakan hasil peleburan dari PGAN 6 tahun Manado, dan proses penegriannya
adalah relokasi dari MTs Negeri Muara Tewe Kalimantan tengah menjadi MTs
Negeri Manado sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Agama tahun 1980. NSM
dan NPSN = 121 1 71 71 0001 dan 4102869. Kepala Madrasah Tsanawiyah
Negeri Manado sejak berdirinya adalah (Madrasah Tsanawiyah Negeri, 2012):
- Rosmaida Dahlan,BA ( 1979 – 1990 )
- Drs.Abdullah Adjriya ( 1990 – 1999 )
- Drs. Thaib Tubagus ( 1999 – 2001 )
- Drs. H. Moh. Oli’i ( 2001 – 2005 )
- H. Arif Hasan, S.Ag ( 2005 – 2008 )
- Drs. H. Syamsudin Rauf ( 2008 – sekarang )
4.1.2 Lokasi Madrasah
Madrasah Tsanawiyah Negeri Manado terletak di desa Bailang Kecamatan
Bunaken Kota Manado.
4.1.3 Jumlah Siswa
Tabel 4.1 Jumlah Siswa Madrasah Tsanawiyah Tahun Ajaran 2011/2012
KELASJenis Kelamin
Jumlah Ket.Laki-laki Perempuan
Kelas VII 149 166 315Kelas VIII 101 124 225Kelas IX 67 110 177
Total 317 400 717Sumber : Madrasah Tsanawiyah Negeri, 2012
31
4.2 Karakteristik Responden
Penelitian ini dilaksanakan di Madrasah Tsanawiyah Negeri Kota Manado.
Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 11-13 April 2012 sebelum pelaksanaan
Ujian Akhir Nasional Sekolah Menengah Pertama. Populasi siswa kelas VII, VIII
dan IX berjumlah 717 siswa dengan jumlah sampel sebanyak 257 responden
dimana jumlah sampel minimal ditambah 10% dengan menggunakan response
rate sehingga menjadi 283 responden. Dari 283 kuesioner yang dibagikan kepada
siswa yang terpilih sebagai responden, keseluruhannya memenuhi kriteria inklusi
untuk digunakan, sehingga dapat dilihat dengan karakteristik sebagai berikut.
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik
Karakteristik n %
Umur11-13 tahun14-16 tahun
18895
66,433,6
KelasVII VIII IX
124 89 70
43,8 31,4 24,7
Jenis KelaminLaki-laki
Perempuan130153
45,954,1
Nilai Rata-rataRapor Siswa
< 6969-79>79
9716026
34,356,59,2
Tabel 4.2 menggambarkan distribusi responden berdasarkan karakteristik.
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar reponden berada pada
kelompok umur 11-13 tahun dengan jumlah 188 responden dengan persentase
(66,4%) dan sebagian kecil berada pada kelompok umur 14-16 tahun dengan
jumlah 95 responden dengan persentase (33,6%).
Dilihat dari tingkat kelas, sebagian besar reponden berada pada tingkat VII
dengan persentase 43,8% dan selanjutnya diikuti oleh kelas VIII dengan
persentase 31,4% dan yang paling sedikit adalah kelas IX dengan persentase
24,7%. Berdasarkan jenis kelamin, perempuan memiliki persentase paling banyak
yaitu 54,1% dan laki-laki memiliki persentase dengan jumlah 49,5%. Berdasarkan
nilai rata-rata rapor siswa diperoleh nilai tertinggi terdapat pada kategori 69-79
32
dengan persentase 56,5% selanjutnya diikuti oleh nilai < 69 dengan persentase
34,3% dan persentase terendah dengan nilai >79 yaitu 9,2%.
4.3 Tingkat Pengetahuan Tentang Bahaya Rokok
Tabel 4.3 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Bahaya Rokok
Tingkat Pengetahuan tentang bahaya rokok
Jawaban
Jenis KelaminTotal
Laki-laki Perempuan
n % n % n %
1.Senyawa kimia dalam asap rokok sangat beracun
Benar 121 42,8 143 50,5 264 93,3
2.
Nikotin merupakan zat yang dapat menyebabkan penyakit tetapi tidak terkandung dalam rokok
Benar 90 31,8 115 40,6 205 72,4
3.Rokok bisa menyebabkan kecanduan
Benar 115 40,6 142 50,2 257 90,8
4. Merokok tidak menyebabkan gangguan pada wanita hamil
Benar 110 38,9 136 48,1 246 86,9
5.Merokok dapat menyebabkan penyakit yang bisa berakhir dengan kematian
Benar 118 41,7 138 48,8 256 90,5
6.Kanker mulut bukan merupakan penyakit yang disebabkan oleh rokok
Benar 75 26,5 107 37,8 182 64,3
7.Merokok tidak menyebabkan kerugian ekonomi (kerugian finansial/keuangan)
Benar 79 27,9 111 39,2 190 67,1
8.Memiliki teman yang merokok tidak mempengaruhi kebiasaan merokok
Benar 81 28,6 106 37,5 187 66,1
9.Media informasi/iklan bukan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kebiasaan merokok
Benar 43 15,2 65 23,0 108 38,2
10.
Perokok pasif adalah orang-orang yang menghirup asap rokok karena berada di sekitar orang yangsedang merokok
Benar 108 38,2 143 50,5 251 88,7
11.Perokok pasiflebih berisiko mengalami penyakit akibat asap rokok daripada perokok itu sendiri.
Benar 88 31,1 103 36,4 191 67,5
12.Asap rokok dapat menyebabkan orang lain yang menghirupnya terkena
Benar 120 42,4 140 49,5 260 91,9
33
penyakit
13.Infeksi saluran pernapasan bukan merupakan risiko bagi anak yang terpapar asap rokok
Benar 93 32,9 119 42,0 212 74,9
14. Rokok tidak menyebabkan polusi udara
Benar 96 33,9 122 43,1 218 77,0
Tingkat Pengetahuan tentang bahaya rokok
Jawaban
Jenis KelaminTotal
Laki-laki Perempuan
n % n % n %
15. Kebakaran bukan merupakan bahaya lain dari rokok
Benar 82 29,0 108 38,2 190 67,1
16.Salah satu tempat yang tepat dijadikan kawasan tanpa rokok adalah lingkungan sekolah.
Benar 62 21,9 69 24,4 131 46,3
17. Kebiasaan merokok tidak dapat dicegah
Benar 61 21,6 71 25,1 132 46,6
18.Penyuluhan bukan merupakan salah satu pencegahan bahaya rokok
Benar 67 23,7 86 30,4 153 54,1
Berdasarkan tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa responden perempuan
memiliki persentase paling besar yaitu 50,5% dengan jumlah 143 responden yang
mengetahui bahwa senyawa kimia dalam asap rokok sangat berbahaya. Sebanyak
115 responden perempuan dengan persentase 40,6% mengetahui bahwa nikotin
merupakan zat yang dapat menyebabkan penyakit dan terkandung dalam asap
rokok. Responden perempuan memiliki persentase paling banyak yaitu 50,2%
dengan jumlah 142 responden yang mengetahui bahwa rokok bisa menyebabkan
kecanduan. Responden perempuan dengan jumlah 136 responden memiliki
persentase tertinggi yaitu 48,1% yang mengetahui bahwa merokok dapat
menyebabkan gangguan pada wanita hamil. Sebanyak 138 responden perempuan
dengan persentasi tertinggi yaitu 48,8% yang mengetahui bahwa merokok dapat
menyebabkan penyakit yang bisa berakhir dengan kematian. Responden yang
mengetahui bahwa kanker mulut merupakan penyakit yang disebabkan oleh rokok
yaitu responden perempuan dengan persentase tertinggi yaitu 37,8% dengan
jumlah 107 responden.
Sebanyak 111 responden perempuan dengan persentase terbanyak yaitu
39,2% mengetahui bahwa merokok menyebabkan kerugian ekonomi (kerugian
finansial/keuangan). Responden perempuan dengan persentase tertinggi yaitu
34
37,5% dengan jumlah 106 responden mengetahui bahwa memiliki teman yang
merokok dapat mempengaruhi kebiasaan merokok. Responden yang mengetahui
bahwa media informasi/iklan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kebiasaan merokok yaitu 65 responden perempuan dengan persentase 23,0%.
Sebanyak 143 responden perempuan mengetahui bahwa perokok pasif adalah
orang-orang yang menghirup asap rokok karena berada di sekitar orang yang
sedang merokok dengan persentase 50,5% sebagai persentasi tertinggi. Responden
perempuan memiliki persentase tertinggi yaitu 36,4% dengan jumlah 103
responden yang mengetahui bahwa perokok pasif lebih beresiko mengalami
penyakit akibat asap rokok daripada perokok itu sendiri. Responden yang
mengetahui bahwa asap rokok dapat menyebabkan orang lain yang menghirupnya
terkena penyakit yaitu 140 responden perempuan dengan persentase 49,5%
sebagai persentase tertinggi.
Tabel 4.3 diatas juga menunjukkan bahwa responden perempuan memiliki
persentase lebih besar yaitu 42,0% dengan jumlah 119 responden yang
mengetahui bahwa infeksi saluran pernapasan merupakan resiko bagi anak yang
terpapar asap rokok. Sebanyak 122 responden perempuan dengan persentase
43,1% mengetahui bahwa rokok dapat menyebabkan polusi udara. Responden
perempuan memiliki persentase paling banyak yaitu 38,2% dengan jumlah 108
responden yang mengetahui bahwa kebakaran merupakan bahaya lain dari rokok.
Responden perempuan dengan jumlah 84 responden memiliki persentase tertinggi
yaitu 29,7% yang tidak mengetahui bahwa salah satu tempat yang tepat dijadikan
kawasan tanpa rokok adalah lingkungan sekolah dan yang mengetahui bahwa
salah satu tempat yang tepat dijadikan kawasan tanpa rokok adalah lingkungan
sekolah yaitu 69 responden perempuan dengan persentase 24,4%. Sebanyak 82
responden perempuan dengan persentase tertinggi yaitu 29,0% yang tidak
mengetahui bahwa penyuluhan merupakan salah satu pencegahan bahaya rokok
sedangkan 71 responden perempuan dengan persentase yaitu 25,1% yang
mengetahui bahwa kebiasaan merokok dapat dicegah. Responden mengetahui
bahwa penyuluhan merupakan salah satu pencegahan bahaya rokok yaitu
responden perempuan dengan persentase tertinggi yaitu 30,4% dengan jumlah 86
responden.
35
Tabel 4.4 Distribusi Gambaran Umum Tingkat Pengetahuan Responden Tentang
Bahaya Rokok
Tingkat Pengetahuan
Jenis KelaminTotal
Laki-laki Perempuann % n % n %
Baik 68 24,0 100 35,3 168 59,4Cukup 58 20,5 46 16,3 104 36,7Kurang 4 1,4 7 2,5 11 3,9
Tabel 4.4 menunjukkan keseluruhan hasil penelitian tingkat pengetahuan
tentang bahaya rokok direkapitulasi dan dikelompokkan menjadi tiga kategori
yang terdiri atas baik, cukup dan kurang. Tabel diatas menunjukkan bahwa
sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan baik dengan jumlah 168
responden yang terdiri atas 68 responden laki-laki (24,0%) dan 100 responden
perempuan (35,3%). Dikategorikan baik karena dapat menjawab 13 sampai 18
pernyataan dengan benar.
4.4 Sikap Tentang Bahaya Rokok
Tabel 4.5 Distribusi Sikap Responden Tentang Bahaya Rokok
Sikap Tentang Bahaya Rokok
JawabanJenis Kelamin
TotalLaki-laki Perempuann % n % n %
1.
Saya sependapat bahwa kandungan zat dalam rokok sangat berbahaya bagi tubuh.
Setuju 127 44,9 150 53,0 277 97,9
2.
Saya mendukung upaya pemerintah dalam memperketat penjualan rokok di kawasan umum.
Setuju 73 25,8 73 25,8 146 51,6
3.
Pihak sekolah sebaiknya melarang penjualan rokok secara bebas di lingkungan sekolah.
Setuju 118 41,7 147 51,9 265 93,6
4.
Saya mendukung jika lingkungan sekolah dijadikan kawasan bebas rokok.
Setuju 35 12,4 22 7,8 57 20,1
36
5.Asap rokok menghambat aktivitas belajar mengajar di sekolah.
Setuju 109 38,5 139 49,1 248 87,6
6.Semua guru tidak boleh merokok di lingkungan sekolah.
Setuju 117 41,3 147 51,9 264 93,3
7.Saya akan memberi tahu tentang bahaya rokok jika guru di sekitar saya merokok.
Setuju 111 39,2 141 49,8 252 89,0
Sikap Tentang Bahaya Rokok
JawabanJenis Kelamin
TotalLaki-laki Perempuann % n % n %
8.
Saya akan memberi tahu tentang bahaya rokok jika teman di sekitar saya merokok.
Setuju 124 43,8 146 51,6 270 95,4
9.Merokok berbahaya bagi kesehatan orang-orang di sekitar perokok.
Setuju 122 43,1 147 51,9 269 95,1
10.Rokok tidak dapat dijual bebas di lingkungan sekolah.
Setuju 117 41,3 142 50,2 259 91,5
11.Iklan rokok di lingkungan sekolah harus ditiadakan.
Setuju 117 41,3 136 48,1 253 89,4
12.
Saya mendukung upaya pemerintah menaikkan harga rokok untuk menurunkan angka populasi perokok.
Setuju 100 35,3 124 43,8 224 79,2
13.Merokok bukanlah hal yang membuat remaja menjadi “tambah gaul”.
Setuju 93 32,9 124 43,8 217 76,7
14.
Merokok bukanlah hal yang membuat remaja menjadi tambah “percaya diri”.
Setuju 90 31,8 124 43,8 214 75,6
15.Kebiasaan merokok dapat menurunkan prestasi belajar.
Setuju 117 41,3 140 49,5 257 90,8
16.Saya akan menolak rokok yang ditawarkan oleh teman saya.
Setuju 123 43,5 147 51,9 270 95,4
17.Kebiasaan merokok bukanlah sesuatu hal yang tidak bisa dihentikan.
Setuju 78 27,6 92 32,5 170 60,1
Tabel 4.5 menunjukkan sikap tentang bahaya rokok. Berdasarkan tabel
diatas sebagian besar setuju bahwa kandungan zat dalam rokok sangat berbahaya
bagi tubuh dengan persentase tertinggi oleh responden perempuan yaitu 53,0%
dengan jumlah 150 responden. Sebanyak 146 responden dengan persentase
tertinggi yaitu 51,6% setuju mendukung upaya pemerintah dalam memperketat
penjualan rokok di kawasan umum. Responden yang setuju jika pihak sekolah
37
sebaiknya melarang penjualan rokok secara bebas di lingkungan sekolah sebanyak
147 responden perempuan dengan persentase tertinggi 51,9%. Terdapat 35
responden laki-laki dengan persentase tertinggi (12,4%) dan 22 responden
perempuan (7,8%) setuju jika lingkungan sekolah dijadikan kawasan bebas rokok
berkategori sikap tidak baik. Sebagian besar responden perempuan setuju bahwa
asap rokok menghambat aktivitas belajar mengajar di sekolah dengan persentase
49,1% dan jumlah 139 responden. Responden yang setuju jika semua guru tidak
boleh merokok di lingkungan sekolah sebagian besar oleh responden perempuan
dengan persentase tertinggi 51,9% dan jumlah 147 responden.
Sebanyak 141 responden perempuan dengan persentase terbanyak yaitu
49,8% setuju akan memberi tahu tentang bahaya rokok jika guru disekitar mereka
merokok. Responden perempuan dengan persentase tertinggi yaitu 51,6% dengan
jumlah 146 responden setuju akan memberi tahu tentang bahaya rokok jika teman
disekitar responden merokok. Responden yang setuju bahwa merokok berbahaya
bagi kesehatan orang-orang di sekitar perokok yaitu 147 responden perempuan
dengan persentase 51,9%. Sebanyak 142 responden perempuan setuju sebaiknya
rokok tidak dapat dijual bebas di lingkungan sekolah dengan persentase 50,2%
sebagai persentase tertinggi. Responden perempuan memiliki persentase tertinggi
yaitu 48,1% dengan jumlah 136 responden yang setuju bila iklan rokok di
lingkungan sekolah harus ditiadakan. Responden yang setuju untuk mendukung
upaya pemerintah menaikkan harga rokok untuk menurunkan angka populasi
perokok yaitu 224 yang terdiri atas 100 responden laki-laki (35,3%) dan 124
responden perempuan (43,8%).
Tabel diatas juga menunjukkan bahwa 124 responden perempuan (43,8%)
setuju bahwa merokok bukanlah hal yang membuat remaja menjadi tambah gaul.
Sebanyak 214 responden yang terdiri atas 90 responden laki-laki (31,8%) dan 124
responden perempuan (43,8%) setuju bahwa merokok bukanlah hal yang
membuat remaja menjadi tambah percaya diri. Sebagian besar yang setuju bahwa
kebiasaan merokok dapat menurunkan prestasi belajar yaitu 140 responden
perempuan (49,5%) dan responden laki-laki (41,3%) dengan jumlah 117
responden. Sebanyak 147 responden perempuan (51,9%) setuju akan menolak
rokok yang ditawarkan oleh teman mereka. Terdapat 170 responden yang terdiri
38
atas 78 responden laki-laki (27,6%) dan 92 responden perempuan (32,5%) setuju
bahwa kebiasaan merokok bukanlah sesuatu hal yang tidak bisa dihentikan.
Tabel 4.6 Distribusi Gambaran Umum Sikap Responden Tentang Bahaya Rokok
Sikap Tentang Bahaya Rokok
Jenis KelaminTotal
Laki-laki Perempuann % n % n %
Baik 124 43,8 148 52,3 272 96,1Tidak Baik 6 2,1 5 1,8 11 3,9
Berdasarkan tabel 4.6 diatas menunjukkan keseluruhan hasil penelitian
dari sikap responden tentang bahaya rokok. Pengukuran sikap dikelompokkan
menjadi dua kategori yaitu baik dan tidak baik. Dari tabel diatas sebagian besar
responden menunjukkan sikap baik dengan jumlah 272 responden yang terbagi
atas 124 responden laki-laki (43,8%) dan 148 responden perempuan (52,3%).
4.5 Tindakan Tentang Pencegahan Merokok
Tabel 4.7 Distribusi Tindakan Responden Tentang Pencegahan Merokok Untuk
Responden Yang Memiliki Anggota Keluarga Perokok
Tindakan Pencegahan Merokok
Jawaban
Jenis KelaminTotal
Laki-laki Perempuan
n % n % n %
1.Apakah anda pernah memberitahu teman anda tentang bahaya rokok ?
Ya 98 34,6 125 44,2 223 78,8
2.
Pernahkah anda memberitahu teman anda tentang bahaya rokok bagi kesehatan ?
Ya 102 36,0 127 44,9 229 80,9
3.
Pernahkah anda memberitahu teman anda bahwa merokok dapat mempengaruhi kondisi finansial (keuangan) ?
Ya 55 19,4 73 25,8 128 45,2
4.
Pernahkah anda memberitahu teman anda bahwa iklan rokok dapat mempengaruhi kebiasaan merokok ?
Ya 54 19,1 52 18,4 106 37,5
5. Pernahkah anda menyampaikan tentang
Ya 86 30,4 113 39,9 199 70,3
39
bahaya rokok ketika teman di sekitar anda merokok ?
6.
Pernahkah anda menyampaikan kepada orang yang bukan perokok tentang bahaya rokok ?
Ya 51 18,0 83 29,3 134 47,3
7.
Apakah anda berupaya untuk menghindari pergaulan/ajakan teman anda untuk merokok ?
Ya 104 36,7 141 49,8 245 86,6
Tindakan Pencegahan Merokok
Jawaban
Jenis KelaminTotal
Laki-laki Perempuan
n % n % n %
8.Pernahkah anda memberi tahu keluarga anda tentang bahaya rokok ?
Ya 63 22,3 80 28,3 143 50,5
9.
Pernahkah anda memberi tahu tentang bahaya rokok ketika salah satu anggota keluarga anda merokok di depan atau di sekitar anda ?
Ya 60 21,2 80 28,3 140 49,5
10.
Pernahkah anda menyarankan anggota keluarga anda yang merokok untuk berhenti merokok ?
Ya 59 20,8 78 27,6 137 48,4
Tabel 4.7 menunjukkan tentang tindakan pencegahan bagi responden yang
memiliki anggota keluarga yang merokok. Pertanyaan dibagi atas 10 item
pertanyaan. Responden yang pernah memberitahu temannya tentang bahaya rokok
sebesar 44,2% dengan jumlah 125 responden. Sebanyak 73 responden perempuan
(25,8%) pernah memberitahu temannya bahwa merokok dapat mempengaruhi
kondisi finansial (keuangan). Responden yang terdiri atas 54 responden laki-laki
(19,1%) dan 52 responden perempuan (18,4%) dengan jumlah 106 responden
yang pernah memberitahu teman bahwa iklan rokok dapat mempengaruhi
kebiasaan merokok.
Responden yang pernah menyampaikan tentang bahaya rokok ketika teman
di sekitar merokok terdapat 113 responden perempuan (39,9%) dan 86 responden
laki-laki (30,4%). Sebanyak 83 responden perempuan dengan persentase tertinggi
(29,3%) pernah menyampaikan kepada orang yang bukan perokok tentang bahaya
rokok. Responden yang terdiri atas 104 responden laki-laki (36,7%) dan 141
responden perempuan (49,8%) dengan jumlah 245 responden berupaya untuk
menghindari pergaulan/ajakan teman untuk merokok.
40
Tabel diatas juga menunjukkan 80 responden perempuan dengan persentase
tertinggi 28,3% menyatakan pernah memberi tahu keluarga mereka yang merokok
tentang bahaya rokok. Responden yang pernah memberitahu tentang bahaya
rokok ketika salah satu anggota keluarga responden yang merokok di depan atau
di sekitar responden sebanyak 80 responden perempuan (28,3%). Terdapat 78
responden perempuan (27,6%) menyatakan pernah menyarankan anggota
keluarga yang merokok untuk berhenti merokok dengan persentase tertinggi.
Tabel 4.8 Distribusi Tindakan Responden Tentang Pencegahan Merokok Untuk
Responden Yang Tidak Memiliki Anggota Keluarga Perokok
Tindakan Pencegahan Merokok
JawabanJenis Kelamin
TotalLaki-laki Perempuann % n % n %
1.Apakah anda pernah memberitahu teman anda tentang bahaya rokok ?
Ya 98 34,6 125 44,2 223 78,8
2.
Pernahkah anda memberitahu teman anda tentang bahaya rokok bagi kesehatan ?
Ya 102 36,0 127 44,9 229 80,9
3.
Pernahkah anda memberitahu teman anda bahwa merokok dapat mempengaruhi kondisi finansial (keuangan) ?
Ya 55 19,4 73 25,8 128 45,2
4.
Pernahkah anda memberitahu teman anda bahwa iklan rokok dapat mempengaruhi kebiasaan merokok ?
Ya 54 19,1 52 18,4 106 37,5
5.
Pernahkah anda menyampaikan tentang bahaya rokok ketika teman di sekitar anda merokok ?
Ya 86 30,4 113 39,9 199 70,3
6.
Pernahkah anda menyampaikan kepada orang yang bukan perokok tentang bahaya rokok ?
Ya 51 18,0 83 29,3 134 47,3
7.
Apakah anda berupaya untuk menghindari pergaulan/ajakan teman anda untuk merokok ?
Ya 104 36,7 141 49,8 245 86,6
8.Pernahkah anda memberi tahu keluarga anda tentang bahaya rokok ?
Ya 24 8,5 39 13,8 63 22,3
9. Pernahkah anda dan anggota keluarga anda mendiskusikan atau
Ya 20 7,1 23 8,1 43 15,2
41
membicarakan manfaat tentang orang yang tidak merokok ?
10.
Pernahkah anda menunjukkan atau membagikan leaflet, brosur, poster, atau media informasi lain tentang bahaya merokok kepada anggota keluarga anda ?
Ya 16 5,7 20 7,1 36 12,7
Tabel 4.8 menunjukkan tentang tindakan pencegahan bagi responden yang
memiliki anggota keluarga yang merokok. Pertanyaan dibagi atas 10 item
pertanyaan. Responden yang pernah memberitahu temannya tentang bahaya rokok
sebesar 44,2%, dan terdapat 44,9% responden yang pernah memberitahu teman
tentang bahaya rokok bagi kesehatan. Sebanyak 73 responden perempuan (25,8%)
pernah memberitahu temannya bahwa merokok dapat mempengaruhi kondisi
finansial (keuangan). Terdapat 106 responden yang terdiri atas 54 responden laki-
laki (19,1%) dan 52 responden perempuan (18,4%) yang pernah memberitahu
teman bahwa iklan rokok dapat mempengaruhi kebiasaan merokok.
Responden yang pernah menyampaikan tentang bahaya rokok ketika teman
di sekitar merokok terdapat 113 responden perempuan (39,9%) dan 86 responden
laki-laki (30,4%). Sebanyak 83 responden perempuan dengan persentase tertinggi
(29,3%) pernah menyampaikan kepada orang yang bukan perokok tentang bahaya
rokok. Sebanyak 245 responden yang terdiri atas 104 responden laki-laki (36,7%)
dan 141 responden perempuan (49,8%) berupaya untuk menghindari
pergaulan/ajakan teman untuk merokok.
Tabel diatas juga menunjukkan 114 responden perempuan dengan
persentase tertinggi 40,3% menyatakan pernah memberi tahu keluarga mereka
yang tidak merokok tentang bahaya rokok. Responden yang pernah berdiskusi
atau membicarakan manfaat tentang orang yang tidak merokok sebanyak 23
responden perempuan (8,1%) dan 20 responden laki-laki (7,1%). Terdapat 20
responden perempuan (7,1%) menyatakan pernah menunjukkan atau membagikan
leaflet, brosur, poster atau media informasi lain tentang bahaya merokok kepada
anggota keluarga yang tidak merokok.
Tabel 4.9 Distribusi Gambaran Umum Responden Tentang Tindakan Pencegahan
Merokok
42
Tindakan Pencegahan Merokok
Jenis KelaminTotal
Laki-laki Perempuann % n % n %
Baik 83 29,3 111 39,2 194 68,6Tidak Baik 47 16,6 42 14,8 84 31,4
Tabel 4.9 diatas merupakan keseluruhan hasil penelitian tindakan
pencegahan responden. Pengukuran dalam tindakan ini dikelompokkan menjadi
dua kategori yaitu baik dan tidak baik. Data dalam tabel diatas menunjukkan
sebagian besar responden memiliki tindakan dengan kategori baik dengan jumlah
responden 194 yang terdiri atas 83 responden laki-laki (29,3%) dan 111 responden
perempuan (39,2%).
4.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pertanyaan Tambahan
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pertanyaan Tambahan Untuk
Responden
Pertanyaan Tambahan
Jenis KelaminTotal
Laki-laki Perempuann % n % n %
Ayah Perokok :Ya 91 32,2 97 34,3 188 66,4Tidak 39 13,8 56 19,8 95 33,6Ibu Perokok :Ya 9 3,2 11 3,9 20 7,1Tidak 121 42,8 142 50,2 263 92,9Pernah Merokok :Ya 52 18,4 7 2,5 59 20,8Tidak 79 28,0 146 51,6 225 79,6Sudah Berhenti Merokok :Ya 47 16,6 7 2,5 54 19,1Tidak 83 29,4 146 51,6 229 81
Berdasarkan Tabel 4.10 diatas menunjukkan bahwa responden yang
memiliki ayah perokok sebanyak 188 responden yang terdiri atas 91 responden
laki-laki (32,2%) dan 97 responden perempuan (34,3). Responden yang memiliki
ibu perokok sebanyak 20 responden yang terdiri atas 9 responden laki-laki (3,2%)
dan 11 responden perempuan (3,9%). Bagi responden yang pernah merokok
terdapat 59 respoden yang terdiri atas 52 responden laki-laki (18,4%) dan 7
responden perempuan (2,5%). Responden yang telah berhenti merokok terdapat
43
54 responden yang terdiri atas 47 responden laki-laki (16,6%) dan 7 responden
perempuan (2,5%).
4.7 Status Merokok
Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Status Merokok Responden
Status Merokok Jenis Kelamin
TotalLaki-laki Perempuan
n % n % n %Merokok : 4 1,5 0 0 4 1,5Tidak Merokok : 79 28,0 146 51,6 225 79,6Sudah Berhenti Merokok : 47 16,6 7 2,5 54 19,1Total 130 46,1 153 54,1 283 100
Berdasarkan tabel 4.11 untuk responden yang masih merokok sebanyak 4
responden yang merupakan responden laki-laki (1,5%). Sebagian besar responden
tidak merokok dengan persentase tertinggi (79,6%) yang terdiri atas 79 responden
laki-laki (28,0%) dan 146 responden perempuan (51,6%). Bagi responden yang
sudah berhenti merokok terdapat 54 responden yang terdiri atas 47 responden
laki-laki (16,6%) dan 7 responden perempuan (2,5%).
Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Informasi Status Merokok
Responden
Status MerokokJenis Kelamin
Total Laki-laki Perempuann % n % n %
Untuk PerokokPertama kali merokok :8-10 tahun 2 0,7 0 0 2 0,711-13 tahun 1 0,4 0 0 1 0,414-16 tahun 1 0,4 0 0 1 0,4Jenis rokok yang dikonsumsi :Non Filter 1 0,4 0 0 1 0,4
44
Filter 3 1,1 0 0 3 1,1Jumlah batang rokok rata-rata perhari :1 batang/hari 4 1,4 0 0 4 1,4Frekuensi merokok :1x seminggu 3 1,1 0 0 3 1,1Lainnya (1x sebulan) 1 0,4 0 0 1 0,4Alasan merokok :Orang tua merokok 1 0,4 0 0 1 0,4Mengikuti tren 1 0,4 0 0 1 0,4Diajak teman 4 1,4 0 0 4 1,4
Status MerokokJenis Kelamin Total
Laki-laki Perempuann % n % n %
Mengalami kecemasan 1 0,4 0 0 1 0,4Tempat memperoleh rokok:Supermarket 2 0,7 0 0 2 0,7Toko 2 0,7 0 0 2 0,7Warung dekat sekolah 1 0,4 0 0 1 0,4Lainnya (teman) 1 0,4 0 0 1 0,4Cara memperoleh rokok:Diberikan teman 4 1,4 0 0 4 1,4Beli sendiri 1 0,4 0 0 1 0,4Tempat merokok :Rumah 1 0,4 0 0 1 0,4Tempat umum 3 1,1 0 0 3 1,1Untuk Tidak MerokokAda anggota keluarga merokok dalam rumah :Ya 47 16,6 101 35,7 148 52,3Tidak 83 29,4 52 18,4 135 47,8Sering terpapar asap rokok di dalam rumah :Ya 43 15,2 92 32,5 135 47,7Tidak 87 30,8 61 21,6 148 52,4Sering terpapar asap rokok di tempat umum :Ya 72 25,4 132 46,6 204 72,0Tidak 58 20,5 21 7,5 79 28,0Alasan tidak merokok :Berbahaya bagi kesehatan 65 23,0 114 40,3 179 63,3Dilarang orang tua 20 7,1 42 14,8 62 21,9Tidak mau 18 6,4 48 17,0 66 23,3Beban ekonomi 7 2,5 11 3,9 18 6,4Kesadaran diri 4 1,4 24 8,5 28 9,9Lainnya (dilarang pacar) 1 0,4 0 0 1 0,4Untuk Yang Sudah Berhenti Merokok
45
Alasan berhenti merokok:Berbahaya bagi kesehatan 30 10,6 2 0,7 32 11,3Kesadaran diri 24 8,5 4 1,4 28 9,9Beban ekonomi 3 1,1 0 0 3 1,1Lainnya :Ingin jadi polisi 1 0,4 0 0 1 0,4Sakit 1 0,4 0 0 1 0,4Dilarang orang tua 2 0,7 1 0,4 3 1,1Masih sekolah 1 0,4 0 0 1 0,4
Berdasarkan Tabel 4.12 merupakan data status merokok dari responden.
Untuk perokok pada kelompok umur 8-10 tahun terdapat 2 responden (0,7%),
pada kelompok umur 11-13 tahun terdapat 1 responden (0,4%) dan pada
kelompok umur 14-16 tahun terdapat 1 responden (0,4%) dengan total jumlah
perokok sebanyak 4 responden. Jenis rokok filter dikonsumsi sebanyak 3
responden (1,1%) dan untuk jenis rokok non filter dikonsumsi sebanyak 1
responden (0,4%). Total responden perokok seluruhnya menghisap rata-rata 1
batang rokok per hari. Untuk frekuensi merokok 3 responden (1,1%) merokok 1
kali seminggu dan 1 responden (0,4%) sekali dalam sebulan. Alasan yang
menyebabkan responden merokok sebagian besar diajak teman sebanyak 4
responden (1,4%), 1 responden (0,4%) karena orang tua merokok, 1 reponden
(0,4%) karena mengikuti tren dan 1 responden (0,4%) karena mengalami
kecemasan atau stress. Sebanyak 2 responden (0,7%) memperoleh rokok dari
supermarket, sebanyak 2 responden (0,7%) memperoleh rokok dari toko, 1
responden (0,4%) dari warung dekat sekolah dan 1 responden diberikan oleh
teman. Untuk cara memperoleh rokok sebanyak 4 responden (1,4%) diberikan
oleh teman dan 1 responden (0,4%) beli sendiri. Sebagian besar tempat umum
dijadikan responden sebagai tempat untuk merokok dengan jumlah 3 responden
(1,1%) dan 1 responden (0,4%) menjadikan rumah sebagai tempat merokok.
Tabel 4.12 diatas juga menggambarkan bagi responden yang tidak
merokok. Responden yang memiliki keluarga yang merokok di dalam rumah
sebanyak 47 responden laki-laki (16,6%) dan 101 responden perempuan (35,7%).
Responden yang sering terpapar asap rokok di rumah sebanyak 43 responden laki-
laki (15,2%) dan 92 responden perempuan (32,5%). Sebanyak 72 responden laki-
laki (25,4%) dan 132 responden perempuan (46,6%) sering terpapar asap rokok di
tempat umum. Alasan responden tidak merokok sebagian besar karena berbahaya
46
bagi kesehatan dengan jumlah 65 responden laki-laki (23,0%) dan 114 responden
perempuan (40,3%), 62 responden (21,9%) karena dilarang orang tua, 66
responden (23,3%) karena tidak mau, 18 responden (6,4%) karena menjadi beban
ekonomi, 28 responden (9,9%) karena kesadaran diri dan 1 (0,4%) responden
karena dilarang oleh pacar.
Untuk responden yang sudah berhenti merokok sebagian besar responden
memilih faktor berbahaya bagi kesehatan sebagai alasan untuk berhenti merokok
dengan jumlah 32 responden (11,3%) sebagai persentase tertinggi. Sebanyak 28
responden (9,9%) dengan alasan karena kesadaran diri. Untuk alasan karena
menjadi beban ekonomi sebanyak 3 responden (1,1%). 1 responden (0,4%)
berhenti merokok karena ingin menjadi polisi, 1 responden (0,4%) karena sakit, 3
responden (1,1%) karena dilarang oleh orang tua dan 1 responden (0,4%) karena
masih sekolah.
Tabel 4.13 Kategori Tingkat Pengetahuan Tentang Bahaya Rokok, Sikap Tentang
Bahaya Rokok Dan Tindakan Pencegahan Merokok Berdasarkan
Karakteristik
Karakteristik
Pengetahuan Sikap Tindakan
Baik Cukup Kurang BaikTidak Baik
Baik Tidak baik
n % n % n % n % n % n % n %Umur:11-13 tahun14-16 tahun
10266
36,023,3
7628
26,99,9
101
3,50,4
18488
65,031,1
47
1,42,5
13262
46,621,9
5633
19,811,7
Kelas:VII VIII IX
605751
21,220,118,0
563018
19,810,66,4
821
2,80,70,4
1188866
41,731,123,3
614
2,10,41,4
767147
26,925,116,6
481823
17,06,48,1
Jenis Kelamin:Laki-lakiPerempuan
68100
24,035,5
5846
20,516,3
47
1,42,5
124148
43,852,3
65
2,11,8
83111
29,339,2
4742
16,614,8
Nilai Rata-rata Rapor Siswa:< 6969-79>79
3511023
12,438,98,1
57443
20,115,51,1
560
1,82,10
9215426
32,554,49,2
560
1,82,10
6511019
23,038,96,7
32507
11,317,72,5
Tabel 4.13 diatas menunjukkan kategori tingkat pengetahuan responden
tentang bahaya rokok, sikap tentang bahaya rokok dan tindakan pencegahan
merokok berdasarkan karakteristik. Tabel diatas menggambarkan bahwa sebagian
besar responden memiliki tingkat pengetahuan baik dilihat berdasarkan
karakteristik responden. Jika dilihat dari karakteristik berdasarkan umur, sebanyak
102 responden (36,0%) dengan kelompok umur 11-13 tahun memiliki persentase
47
tertinggi untuk kategori baik. Sedangkan kategori baik untuk kelompok umur 14-
16 tahun yaitu 66 responden (23,3%). Apabila dilihat berdasarkan kelas, sebanyak
60 responden kelas VII (21,2%) termasuk dalam kategori baik dengan persentase
tertinggi dan 56 responden kelas VIII (19,8%) dan 51 responden kelas IX (18,0%)
termasuk dalam kategori baik.
Berdasarkan jenis kelamin, sebanyak 100 responden perempuan (35,5%)
termasuk dalam kategori baik dengan persentase tertinggi dan 68 responden laki-
laki (24,0%) termasuk dalam kategori baik. Berdasarkan nilai rata-rata kelas,
sebanyak 110 responden (38,9%) dengan persentase terbanyak dalam kelompok
nilai rata-rata rapor siswa 69-79 termasuk dalam kategori baik dan sebanyak 57
responden (20,1%) dengan persentase terbanyak kedua dalam kelompok nilai rata-
rata <69 termasuk dalam kategori cukup.
Tabel tersebut juga menggambarkan bahwa sebagian besar responden
memiliki sikap baik dilihat berdasarkan karakteristik responden. Jika dilihat dari
karakteristik berdasarkan umur, sebanyak 184 responden (65,0%) dengan
kelompok umur 11-13 tahun memiliki persentase tertinggi untuk kategori baik dan
88 responden (31,1%) dengan kelompok umur 14-16 tahun untuk kategori baik
dengan persentase tertinggi kedua. Apabila dilihat berdasarkan kelas, sebanyak
118 responden kelas VII (41,7%) dengan persentase tertinggi untuk kategori baik,
88 responden untuk kelas VIII (31,1%) dan 66 responden untuk kelas IX (23,3%)
dengan kategori baik.
Apabila dilihat berdasarkan jenis kelamin, sebanyak 148 responden
perempuan (52,3%) dengan persentase tertinggi dan 124 responden laki-laki
(43,8%) dengan persentase tertinggi kedua yang termasuk dalam kategori baik.
Berdasarkan nilai rata-rata kelas, sebanyak 154 responden (54,4%) dengan
persentase tertinggi pada kelompok nilai rata-rata rapor siswa 69-79 untuk
kategori baik, 92 responden (32,5%) untuk persentase tertinggi kedua pada
kelompok nilai rata-rata<69 dan 26 responden (9,2%) untuk persentase tertinggi
ketiga pada kelompok nilai rata-rata >79 berada pada kategori dengan sikap baik.
Tabel diatas menggambarkan bahwa sebagian besar responden memiliki
tindakan baik dilihat berdasarkan karakteristik responden. Jika dilihat dari
karakteristik berdasarkan umur, sebanyak 132 responden (46,6%) dengan
48
kelompok umur 11-13 tahun memiliki persentase tertinggi untuk kategori baik dan
62 responden (21,9%) dengan kelompok umur 14-16 tahun untuk kategori baik
dengan persentase tertinggi kedua. Apabila dilihat berdasarkan kelas, sebanyak 76
responden kelas VII (26,9%) dengan persentase tertinggi untuk kategori baik, 71
responden untuk kelas VIII (25,1%) dan 47 responden kelas IX (16,6%) dengan
kategori baik.
Apabila dilihat berdasarkan jenis kelamin, sebanyak 111 responden
perempuan (39,2%) dengan persentase tertinggi dan 83 responden laki-laki
(29,3%) dengan persentase tertinggi kedua yang termasuk dalam kategori baik.
Berdasarkan nilai rata-rata kelas, sebanyak 110 responden (38,9%) dengan
persentase tertinggi pada kelompok nilai rata-rata rapor siswa 69-79 untuk
kategori baik, 65 responden (23,0%) untuk persentase tertinggi kedua pada
kelompok nilai rata-rata <69 dan 19 responden (6,7%) untuk persentase tertinggi
ketiga pada kelompok rata-rata >79 berada pada kategori dengan tindakan baik.
4.8 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Tentang Bahaya
Rokok Dengan Tindakan Pencegahan Merokok
Tabel 4.14 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang Bahaya Rokok
Dengan Tindakan Pencegahan Merokok Responden
Pengetahuan Tentang Bahaya Rokok
Tindakan Totalp Value
Baik % Tidak Baik % n
BaikCukupKurang
120695
42,424,41,8
48356
17,012,42,1
16810411
Total 194 68,6 89 31,4 283 p = 0,165
Tabel 4.14 diatas menunjukkan hasil penelitian hubungan antara tingkat
pengetahuan tentang bahaya rokok dengan tindakan pencegahan merokok. Tabel
diatas menunjukkan dari 283 responden sebagian besar berada pada tingkat
pengetahuan baik dan termasuk dalam kategori tindakan baik dengan jumlah 120
responden (42,4%).
Perhitungan menggunakan Chi-square test dengan bantuan program IBM
SPSS statistic version 19 menghasilkan nilai probabilitas sebesar 0,165 dengan
tingkat kesalahan 5% atau 0,05. Bila nilai probabilitas lebih tinggi dari tingkat
49
kesalahan maka dapat dinyatakan tidak terdapat hubungan antara kedua variabel.
Berdasarkan hasil yang diperoleh nilai probabilitas lebih besar dari tingkat
kesalahan maka dinyatakan tidak terdapat hubungan antara pengetahuan tentang
bahaya rokok dengan tindakan pencegahan merokok.
Tabel 4.15 Hubungan Antara Sikap Tentang Bahaya Rokok Dengan Tindakan
Pencegahan Merokok Responden
Sikap Tentang Bahaya Rokok
Tindakan Totalp Value
Baik % Tidak Baik % n
BaikTidak Baik
1913
67,51,1
818
28,62,8
27211
Total 194 68,6 89 31,4 283 p = 0,003
Data dalam tabel 4.15 diatas menunjukkan hasil penelitian hubungan
antara sikap tentang bahaya rokok dengan tindakan pencegahan merokok. Tabel
diatas menunjukkan dari 283 responden sebagian besar berada pada sikap baik
dan termasuk dalam kategori tindakan baik dengan jumlah 191 responden
(67,5%).
Perhitungan korelasi menggunakan Chi-square test dengan bantuan
program IBM SPSS statistic version 19 menghasilkan nilai probabilitas sebesar
0,003 dengan tingkat kesalahan 5% atau 0,05. Bila nilai probabilitas lebih kecil
dari tingkat kesalahan maka dapat dinyatakan terdapat hubungan antara kedua
variabel. Berdasarkan hasil yang diperoleh nilai probabilitas lebih kecil dari
tingkat kesalahan maka dinyatakan terdapat hubungan antara sikap tentang bahaya
rokok dengan tindakan pencegahan merokok.
50
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden
Manusia diciptakan secara unik, berbeda satu sama lain, dan tidak satu pun yang
memiliki ciri-ciri persis sama meskipun mereka itu kembar identik. Setiap
individu pasti memiliki karakteristik yang berbeda dengan individu lainnya.
Keunikan dan perbedaan individual itu oleh perbedaan faktor pembawaan dan
lingkungan yang dimiliki oleh masing-masing individu. Perbedaan individual
tersebut membawa implikasi imperatif terhadap layanan pendidikan untuk
memperhatikan karakteristik anak didik yang bervariasi (Ali dan Asrori, 2011).
Begitupun jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 283 responden
mempunyai karakteristik yang berbeda yang digolongkan dalam kelompok umur,
kelompok jenis kelamin, kelas dan nilai rata-rata rapor siswa. Jika dilihat
berdasarkan umur, yang tergolong dalam kelompok umur 11-13 tahun sebesar
66,4% dan kelompok umur 14-16 tahun sebesar 33,6%. Diantaranya 130
responden laki-laki (45,9%) dan 153 responden perempuan (54,1%) yang
merupakan sebagian besar responden dalam penelitian ini. Hasil penelitian oleh
Kumboyono (2010) di SMK Bina Bangsa Malang bahwa persentase tertinggi
merokok berjenis kelamin laki-laki. Hasil penelitian tersebut mendukung hasil
penelitian ini bahwa sebagian besar yang merokok adalah responden laki-laki
(1,5%). Siswa laki-laki cenderung memiliki perilaku merokok dikarenakan salah
satu faktor pergaulan remaja laki-laki lebih luas dibandingkan remaja perempuan.
Responden dalam penelitian ini adalah siswa yang tergolong dalam rentang usia
remaja remaja awal atau kaum muda (young nation) dengan rentang usia antara
10-24 tahun (WHO, 2005).
Berdasarkan karakteristik kelas, 43,8% berada pada persentase tertinggi
yaitu kelas VII. Kelas VII sebesar 31,4% dan kelas IX sebesar 24,7% yang
51
sebagian besar siswa mengalami perubahan mencolok dalam dirinya baik aspek
fisik maupun psikis sehingga menimbulkan reaksi emosional dan perilaku radikal
(Ali dan Asrori, 2011). Selama proses belajar mengajar di sekolah, para pendidik
dalam hal ini guru dapat mengetahui siswa yang berprestasi berdasarkan
pengetahuan dan perilaku yang ditunjukkan oleh siswa. Nilai rata-rata rapor
siswa di kelas dan rangking merupakan hasil yang dapat mengukur kemampuan
kognitif siswa. Apabila dilihat dari nilai rata-rata rapor oleh siswa, sebagian besar
berada pada nilai 69-79 dengan jumlah 160 responden (56,5%) selanjutnya nilai
<69 dengan 97 responden (34,3%) dan nilai >79 dengan 26 responden (9,2%)
merupakan siswa yang tergolong berprestasi.
5.2 Tingkat Pengetahuan Tentang Bahaya Rokok
Hasil penelitian mengenai tingkat pengetahuan tentang bahaya rokok
menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan
baik dengan jumlah 168 responden (59,4%).
Tingkat pengetahuan tentang bahaya rokok dalam penelitian ini terdiri atas
bahaya rokok bagi kesehatan dan bahaya asap rokok bagi kesehatan. Berdasarkan
hasil penelitian yang diperoleh sebagian besar responden berada pada kategori
berpengetahuan baik dengan 168 responden (59,4%) yang terdiri atas 68
responden laki-laki (24,0%) dan 100 responden perempuan (35,5%). Jika dilihat
dari umur sebagian besar responden yang berpengetahuan baik berada pada
kelompok umur 11-13 tahun dengan 102 responden (36,0%) dan 66 responden
pada kelompok umur 14-16 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa siswa yang
berada pada usia 11 tahun ke atas telah mampu mewujudkan suatu keseluruhan
dalam pekerjaannya yang merupakan hasil dari berpikir logis, mampu berpikir
abstrak dan memecahkan persoalan yang bersifat hipotesis (Ali dan Asrori,
2011).
Sebagian besar responden menjawab salah bahwa pernyataan salah satu
tempat yang tepat dijadikan kawasan bebas rokok adalah lingkungan sekolah. Hal
ini membuktikan bahwa mereka tidak tahu akibat jika rokok dibiarkan ada
dilingkungan sekolah. Masa para remaja dan remaja awal cenderung melakukan
sesuatu hal yang mereka tidak tahu dampak dari yang mereka lakukan, cenderung
mencoba hal yang baru karena pada masa ini merupakan masa dimana mereka
52
ingin dikatakan sudah dewasa. Seperti halnya merokok, dengan merokok mereka
dianggap jadi lebih dewasa, percaya diri dan istilah keren zaman modern “gaul”.
Hal ini merupakan analisis dari pihak remaja bahwa karena sudah dewasa dapat
menyelesaikan masalah mereka sendiri. Jika sekolah dijadikan kawasan tanpa
rokok responden akan merasa malu jika sekolah dikatakan kurang gaul atau
sudah tidak zaman oleh teman-teman sebaya responden dari sekolah yang
berbeda. Menurut responden merokok adalah hal yang biasa, karena masih
sekolah dengan umur yang tergolong remaja, rokok tidak dapat menyebabkan
penyakit dengan cepat.
Jika dilihat persentase jawaban dari responden mengenai tingkat
pengetahuan responden tentang bahaya rokok dan asap rokok bagi kesehatan
sebagian besar menjawab dengan benar. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian
besar siswa mengetahui bahaya rokok bagi kesehatan. Pernyataan mengenai
media informasi atau iklan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kebiasaan merokok sebagian besar menjawab salah dengan 175 responden
(61,8%) hal ini menunjukkan para siswa belum merasakan dampak dari media
iklan contohnya iklan rokok di televisi karena iklan rokok ditayangkan pada
pukul 22.00 wita ke atas. Hasil penelitian ini menunjukkan seluruh responden
dalam penelitian ini memiliki pengetahuan yang lebih baik dari hasil penelitian
oleh Loren (2010) pada mahasiswa Fakultas Kedokteran di Sumatera Utara,
sebagian besar responden berpengetahuan baik sebanyak 22 responden (7,2%).
Penelitian oleh Alamsyah (2007) di Kota Medan menyatakan remaja yang
mengetahui bahaya rokok terhadap kesehatan mempunyai persentase yang tinggi
sebesar 80,36% melebihi responden dari penelitian ini. Persentase yang tinggi
tersebut berkaitan dengan adanya peraturan yang mewajibkan iklan rokok di
media cetak atau media elektronik serta disetiap bungkus rokok untuk
mencantumkan bahaya rokok terhadap kesehatan termasuk penyakit yang
diakibatkan oleh rokok. Hal tersebut berbanding terbalik dengan hasil penelitian
ini, meskipun penelitian ini memiliki kesamaan sebagian besar responden
berpengetahuan baik, namun sebagian besar responden dalam penelitian ini
menyatakan salah bahwa media informasi atau iklan merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi kebiasaan merokok. Pernyataan tersebut dianggap salah oleh
53
sebagian besar responden karena mereka belum merasakan dampak dari iklan
rokok tersebut. Selain itu juga pada kenyataannya iklan rokok di media elektronik
seperti televisi hanya menampilkan pesan motivasi bukan berupa dampak dari
rokok itu sendiri seperti penyakit yang diakibatkan oleh rokok ataupun kematian.
5.3 Sikap Tentang Bahaya Rokok
Hasil penelitian mengenai sikap tentang bahaya rokok menunjukkan bahwa
sebagian besar responden memiliki sikap baik dengan jumlah 272 responden
(96,1%).
Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan
sikap dari perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan
bersikap dan berperilaku secara dewasa. Sikap merupakan salah satu aspek
psikologis individu yang sangat penting karena sikap merupakan kecenderungan
untuk berperilaku sehingga akan banyak mewarnai perilaku seseorang. Sikap
setiap orang berbeda atau bervariasi, baik kualitas maupun jenisnya sehingga
perilaku individu menjadi bervariasi (Ali M dan Asrori M, 2011).
Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar responden sudah dapat
merespon dengan baik mengenai bahaya rokok terhadap diri sendiri maupun
terhadap lingkungan sekitar. Dilihat dari umur sebagian besar merespon dengan
baik pada kelompok umur 11-13 tahun dengan jumlah 184 responden (65,0%).
Berdasarkan jenis kelamin sebagian besar responden perempuan merespon dengan
baik dengan jumlah 148 responden (52,3%) dan berada pada nilai rata-rata kelas
69-79 dengan jumlah 154 responden (54,4%). Hal ini menunjukkan bahwa
sebagian besar siswa menerima stimulus yang dalam hal ini pengetahuan dengan
baik. Namun belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi
merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Dengan kata lain, seluruh siswa
sudah mengetahui dengan baik mengenai bahaya rokok dan mempunyai niat atau
usaha untuk melakukan pencegahan terhadap bahaya rokok namun belum
dilaksanakan.
Sikap terhadap pernyataan jika lingkungan sekolah dijadikan kawasan
bebas rokok sebagian besar responden menjawab tidak setuju dengan jumlah 226
responden (79,9%). Hal ini menggambarkan terdapat perbedaan perkembangan
karakteristik individu pada aspek sikap (Ali dan Asrori, 2011), seperti semua
54
siswa setuju bahwa pihak sekolah sebaiknya melarang penjualan rokok di
lingkungan sekolah, namun sebagian besar siswa tidak setuju jika lingkungan
sekolah dijadikan kawasan bebas rokok.
Sebagian besar responden dalam penelitian ini dengan jumlah 257
responden (90,8%) menyatakan bahwa kebiasaan merokok dapat menurunkan
prestasi belajar. Artinya sebagian besar responden mengetahui kebiasaan rokok
dapat menggangu prestasi belajar dalam proses belajar mengajar. Namun dengan
motivasi belajar yang tinggi para siswa mampu berpikir dalam memilih sikap
yang baik atau tidak karena motivasi belajar terbagi atas faktor internal yang
merupakan cita-cita siswa ataupun kepribadian siswa dan faktor eksternal yang
merupakan pengaruh dari teman sebaya ataupun keluarga. Hal ini didukung oleh
penelitian dari Kumboyono (2010) di SMK Malang bahwa sebagian besar siswa
memiliki motivasi belajar yang tinggi sehingga tidak dapat dipengaruhi oleh
kebiasaan merokok.
Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar responden dalam
penelitian ini (96,1%) sudah dapat merespon dengan baik dibanding hasil
penelitian yang dilakukan oleh Noor (2004) di sekolah menengah pertama Kudus
dengan jumlah 93 responden (71,0%) penelitian yang dapat merespon dengan
baik tentang bahaya rokok.
Hal ini mendukung pernyataan Andi (1982:11) dalam buku Perkembangan
Anak Remaja (Rumini dan Sundari, 2004) bahwa masa remaja merupakan masa
peralihan dari masa anak-anak menuju kearah kedewasaan. Remaja yang sedang
tumbuh kembang seperti masa sekolah menengah pertama itu mempunyai
potensi-potensi, maka dapat dimanfaatkan sebagai generasi bangsa dengan
didukung oleh sikap yang baik.
5.4 Tindakan Pencegahan Merokok
Berdasarkan hasil penelitian mengenai tindakan pencegahan merokok siswa
Madrasah Tsanawiyah Negeri Manado menunjukkan sebagian besar responden
memiliki tindakan dengan kategori baik dengan jumlah 194 responden (68,6%).
Suatu sikap yang belum terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan seperti fasilitas. Di samping
55
faktor fasilitas, juga diperlukan pendukung (support) dari pihak lain. Misalnya
dari orang tua dan sekolah. Intervensi yang paling penting dilakukan oleh orang
tua dengan memberikan pengalaman dan informasi kepada anak. Misalnya
dengan cara memberikan kesempatan atau pengalaman seperti menghargai
keterampilan anak dan memberikan motivasi serta informasi bagi perkembangan
anak.
Sekolah merupakan lembaga formal yang diberi tanggung jawab untuk
meningkatkan perkembangan anak termasuk perkembangan berpikir anak. Para
guru merupakan tokoh yang sangat penting dalam kehidupan siswa, karena selain
tokoh intelektual, guru juga merupkan tokoh otoritas bagi peserta didiknya. Posisi
guru seperti ini sangat baik digunakan untuk perkembangan emosi dan perilaku
siswa terutama dalam upaya pencegahan merokok siswa. Salah satu cara dengan
menciptakan interaksi atau hubungan yang akrab dengan peserta didik sehingga
para guru dapat memahami keadaan siswa apabila siswa sedang mengalami
masalah, kecemasan atau stres. Dengan demikian para guru dapat mencegah
siswa untuk tidak beralih kepada rokok yang dianggap dapat menghilangkan
stres. Berdasarkan hal ini remaja perlu mendapat perhatian khusus dalam
pendidikan dan keikutsertaannya dalam masyarakat karena mereka mempunyai
kewajiban yang harus didukung hak-haknya untuk mempersiapkan diri sebagai
generasi yang ada. Dengan potensi yang dimiliki perlu diusahakan untuk menuju
perkembangan yang positif untuk mewujudkankan cita-cita bangsa.
Dalam penelitian ini sebagian besar responden memiliki tindakan yang
baik terhadap pencegahan merokok dengan jumlah 194 responden (68,6%).
Menurut Notoadmojo (2007) apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan
benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia
sudah mencapai praktik tingkat tiga yaitu mekanisme. Karena sebagian besar
responden memiliki pengetahuan yang baik tentang bahaya rokok, maka sikap
responden juga memilki sikap yang baik karena mendapat dan menerima
stimulus dengan baik sehingga dapat diaplikasikan tentang pencegahan merokok
dengan tindakan baik pula.
Sebagian besar responden (62,5%) penelitian menyatakan bahwa tidak
pernah memberitahu teman bahwa iklan rokok dapat mempengaruhi kebiasaan
56
merokok memang jelas tidak pernah memberitahu karena sebagian besar
responden (61,8%) menyatakan salah bahwa iklan rokok merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi kebiasaan merokok. Hal ini menyatakan bahwa
stimulus berupa pengertian , pemahaman dan penerimaan mengenai bahaya iklan
rokok ditolak artinya stimulus tersebut tidak efektif dalam mempengaruhi
individu sesuai dengan Teori Stimulus Organisme (SOR) dalam Notoadmojo
(2007).
Hal yang mendukung dalam pembentukan tindakan siswa yang baik
karena salah satu program pengembangan diri dari pihak sekolah. Pengembangan
diri dilakukan diluar jam sekolah yang didisi dengan kegiatan ekstrakulikuler
seperti olahraga, kesenian, konseling dan peningkatan nilai spiritual. Untuk tetap
menjaga dan memelihara agar para siswa tetap memiliki perilaku yang baik setiap
pengembangan diri dianjurkan untuk memberikan informasi mengenai bahaya
rokok dan pencegahannya sehingga dengan kebiasaan seperti demikian dapat
menanamkan pengetahuan yang baik yang dapat bertahan lama. Karena menurut
Notoatmodjo (2007) informasi yang didasari dari pengetahuan akan langgeng
atau berlangsung lama.
5.5 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang Bahaya Rokok Dengan
Tindakan Pencegahan Merokok
Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan responden
untuk dapat menjawab dengan benar semua pernyataan tentang bahaya rokok
yang diberikan. Berdasarkan perhitungan korelasi menggunakan Chi-square test
dengan bantuan program IBM SPSS Statistic version 19 menghasilkan nilai
probabilitas sebesar 0,165 dengan tingkat kesalahan 0,05 dengan jumlah 120
responden (42,4%) berada pada tingkat pengetahuan baik dan termasuk dalam
kategori tindakan baik. Apabila nilai probabilitas lebih tinggi dari tingkat
kesalahan maka dapat dinyatakan tidak terdapat hubungan antara kedua variabel
yang diteliti yaitu hubungan antara tingkat pengetahuan tentang bahaya rokok
dengan tindakan pencegahan merokok. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa hipotesis penelitian tidak diterima (p > 0,05).
Teori dari Festinger (Dissonance Theory) dalam Notoadmojo (2007)
menjelaskan bahwa ketidakseimbangan dalam diri seseorang yang akan
57
menyebabkan perubahan perilaku terjadi disebabkan karena adanya perbedaan
jumlah elemen kognitif yang seimbang dengan jumlah elemen kognitif yang tidak
seimbang serta sama-sama pentingnya. Hal ini akan menimbulkan konflik pada
diri individu tersebut. Teori ini mendukung hasil tidak terdapatnya hubungan
antara tingkat pengetahuan dan sikap bahwa dengan pengetahuan yang kurang
tidak membuat tindakan menjadi kurang baik. Melalui penyesuaian diri,
pengetahuan yang masih kurang diterima dapat disesuaikan dengan berpikir logis
untuk melakukan tindakan yang baik.
Sebagian besar responden (67,1%) mengetahui bahwa merokok
menyebabkan kerugian ekonomi atau kerugian financial/keuangan, namun dalam
tindakannya sebagian besar responden (54,8%) menjawab tidak pernah
memberitahu teman atau keluarga bahwa merokok dapat mempengaruhi kondisi
financial/keuangan. Pada umumnya masa remaja awal sifat berfikirnya belum
mencapai kematangan. Jadi para remaja awal dalam menilai benar atau salah
terhadap sekitarnya masih dipengaruhi oleh egosentris sehingga mereka
membantah apa yang dirasa tidak masuk akal. Orang dewasa/pendidik
memaklumi, sebab beranggapan bahwa kritik berangkat dari kerangka acuan
(frame of reference) remaja yang masih awal tetapi harus diberitahukan dan
mengingatkan mana yang benar demi perkembangan berpikir remaja (Rumini dan
Sundari, 2004). Pernyataan ini mendukung hasil dari penelitian ini.
Berdasarkan penelitian dari Purba (2009) terhadap siswa SMA Parulian 1
Medan didaptkan hasil tidak adanya hubungan antara tingkat pengetahuan dengan
kebiasaan merokok. Hal tersebut dikarenakan remaja hanya sekedar mengetahui
namun belum memahami, mengaplikasikan, mensistesis dan mengevaluasi apa
yang diketahui.
5.6 Hubungan Antara Sikap Tentang Bahaya Rokok Dengan Tindakan
Pencegahan Merokok
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara sikap tentang
bahaya rokok dengan tindakan pencegahan merokok siswa Madrasah Tsanawiyah
Negeri Manado dengan menghasilkan nilai probabilitas sebesar 0,003 dengan
tingkat kesalahan 5% atau 0,05 dengan jumlah 191 responden (67,5%) berada
pada sikap baik dan termasuk dalam kategori tindakan baik.
58
Menurut teori Lawrence Green bahwa perilaku seseorang atau masyarakat
tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan
sebagainya. Teori diatas mendukung hasil penelitian yang diperoleh bahwa
tindakan yang baik ditentukan pula oleh pengetahuan yang baik.
Berdasarkan perhitungan korelasi menggunakan Chi Square test dengan
bantuan program IBM SPSS Statistic version 19 menghasilkan nilai probabilitas
sebesar 0,003 dengan tingkat kesalahan 0,05. Apabila nilai probabilitas kurang
dari tingkat kesalahan maka dapat dinyatakan terdapat hubungan antara kedua
variabel yang diteliti yaitu hubungan antara sikap tentang bahaya rokok dengan
tindakan pencegahan merokok. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
hipotesis penelitian diterima (p < 0,05).
Sikap tidak dibawa sejak lahir, pembentukannya dimulai dalam
lingkungan, entah lingkungan ayah dan ibu dalam unit keluarga inti, entah
ditengah-tengah keluarga besar yang terdiri dari orangtua, saudara dan kerabat
dekat, semuanya mempunyai pengaruh terhadap perkembangan sikap seorang
individu (Nadeak, 1991). Pernyataan diatas mendukung hasil penelitian ini bahwa
sikap yang dibentuk di lingkungan yang baik seperti di keluarga yang harmonis,
di sekolah yang mendidik secara efektif, lingkungan masyarakat yang baik dan
ramah, maka akan mempengaruhi tindakan individu menjadi baik pula.
Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian oleh Noor (2004) di
sekolah menengah pertama Kudus dengan sebagian besar responden (48,39%)
memiliki sikap yang baik yang jumlah persentasenya terpaut jauh dengan hasil
penelitian ini sebesar (96,1%). Hal ini sesuai dengan teori menurut Lawrence
Green dalam Notoadmodjo (2007) bahwa sikap merupakan faktor pemudah atau
predisposisi (predisposing factors) dan faktor pendorong (renforcing factors)
yang terwujud dalam tindakan. Disimpulkan bahwa tindakan yang baik seseorang
ditentukan oleh sikap yang baik pula.
Pertumbuhan pengaruh dimulai sejak dini dalam kehidupan seorang anak.
Prinsip-prinsip yang sejati sejati harus diajarkan kepada mereka sejak masa
kecilnya, supaya sesudah mereka dewasa dapat berdiri tegak di atas fondasi itu.
Mereka tidak akan mudah digoyahkan oleh pengaruh sekelilingnya, tetapi mereka
59
akan menyesuaikan kondisi sekitarnya agar sesuai dengan fondasi yang
dimilikinya (Nadeak, 1991).
Teori dari Festinger (Dissonance Theory) dalam Notoadmojo (2007)
menjelaskan bahwa ketidakseimbangan dalam diri seseorang yang akan
menyebabkan perubahan perilaku terjadi disebabkan karena adanya perbedaan
jumlah elemn kognitif yang seimbang dengan jumlah elemen kognitif yang tidak
seimbang serta sama-sama pentingnya. Sebagian besar responden (87,6%) setuju
bahwa asap rokok menghambat aktivitas belajar disekolah namun sebagian besar
dari mereka (79,9%) tidak setuju apabila sekolah dijadikan kawasan bebas rokok.
Hal ini membuktikan bahwa terjadi konflik antara antara kedua elemen diatas.
Titik berat dari penyelesaian konflik ini adalah penyesuaian diri dan mendorong
remaja untuk berpikir analitis. Jika mereka setuju asap rokok dapat mengganggu
kegiatan proses belajar mengajar di sekolah hal yang dapat dilakukan untuk
mendorong terlaksananya suasana tersebut adalah dengan mendukung lingkungan
sekolah dijadikan kawasan bebas rokok. Ini membuktikan bahwa teori dari
Festinger mendukung hasil penelitian ini.
5.7 Responden Yang Masih Merokok
Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh 4 responden perokok aktif (1,5%) yang
terbagi atas kelompok umur 8-10 tahun 2 responden (0,7%), kelompok umur 11-
13 tahun 1 responden (0,4%) dan 1 responden (0,4%) pada kelompok umur 14-16
tahun yang sebagian besar perokok aktif ini oleh remaja laki-laki. Remaja awal
dalam keadaan yang kurang stabil ada kemungkinan cenderung untuk melakukan
penyesuaian yang salah seperti hal diatas (Rumini dan Sundari, 2004).
Sangat disayangkan ketika umur remaja yang terpaut sangat muda telah
kecanduan rokok. Hal ini dikatkan karena kemungkinan telah terjadi kesalahan
dalam pola asuh anak. Orang dewasa menganggap bahwa anak yang telah
dibiasakan bermain dengan rokok merupakan bahan tontonan yang lucu, oleh
karena itu pola asuh anak dalam keluarga sangat penting. Remaja yang merokok
beresiko mengalami dampak negatif bagi kesehatan dan beresiko lebih tinggi
mengalami hal-hal seperti mengembangkan masalah pernapasan seperti asma dan
batuk, mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas atletik karena kapasitas
paru-paru terganggu, memiliki gigi yang kuning dan bau mulut, cenderung rentan
60
menggunakan narkoba seperti ganja, alkohol dan kokain serta menjadi kecanduan
tembakau yang dirasa sangat sulit untuk berhenti.
Berdasarkan self concept atau citra diri akan menentukan sikap hidupnya.
Menurut Mapplere (1982:68) dalam Rumini dan Sundari (2004) menyebutkan
bahwa remaja awal sering memiliki citra diri yang lebih tinggi atau rendah dari
yang semestinya. Sehingga remaja laki-laki ini merokok untuk dapat
meningkatkan citra dirinya. Salah satu alasan yang dijawab oleh responden
perokok aktif antara lain sebagian besar karena diajak oleh teman sebayanya
(1,4%). Dorongan adalah rangsangan yang sangat kuat terhadap organisme
(manusia) untuk bertingkah laku. Stimulus-stimulus yang cukup kuat seperti
halnya ajakan dan sebagainya. Stimulus ini disebut dorongan primer yang menjadi
dasar utama untuk motivasi. Menurut Miller dan Dollard dalam Notoadmodjo
(2007) bahwa semua tingkah laku didasari oleh dorongan primer ini.
Alasan lain yang menyebabkan seorang remaja merokok karena orang
tuanya juga merokok (0,4%). Seorang remaja yang masih dalam taraf berpikir
yang belum matang, tentu masih meragukan sesuatu hal apakah baik atau buruk
bagi dirinya. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian oleh Purba (2009)
di Sekolah Menengah Umum di Medan bahwa sebagian besar responden perokok
oleh karena orang tua mereka juga perokok (38,3%). Hal ini disebabkan karena
keluarga merupakan panutan terbaik menurut para remaja, sehingga apapun yang
dilakukan oleh anggota keluarga cenderung baik menurut anggota keluarga lain
termasuk merokok dan apapun yang dilakukan kemungkinan besar diikuti oleh
anggota keluarga lain. Menurut Nasution (2007) bahwa dari survei terhadap
perokok faktor-faktor yang menyebabkan remaja merokok salah satunya yaitu
adanya orang tua atau saudara yang merokok.
Alasan mengalami kecemasan atau stress sehingga para remaja merokok
dikarenakan adanya masalah. Terdapat 1 responden (0,4%) menyatakan bahwa
karena stres, ia merokok. Dalam situasi seperti ini sesungguhnya mereka
mengalami stres yang berat, sehingga bagi mereka cara yang paling tepat ialah
melarikan diri dari masalah yang dihadapinya dengan merokok. Mereka berpikir
bahwa rokok dapat menghilangkan stres, padahal pada kenyataannya mereka
merasakan kenikmatan sesaat yang tidak akan pernah terlepas dari masalah yang
61
dihadapi. Merokok bukan menyelesaikan masalah tetapi bahkan menambah
masalah yaitu membuat remaja yang merokok menjadi ketagihan atau kecanduan
yang pada waktu lama menyebabkan kebiasaan dan menjadi perokok berat dengan
mengundang berbagai penyakit kronis bagi kesehatannya. Kebiasaan yang
destruktif ini menjadi terbawa-bawa sampai dewasa dan mendatangkan bahaya
bagi suasana keluarga, lingkungan dan masyarakat (Nadeak,1991).
5.8 Responden Yang Tidak Merokok
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh sebagian besar responden dengan status
tidak merokok dengan 225 responden (79,6%) yang terbagi atas 79 responden
laki-laki (28,0%) dan 146 responden perempuan (51,6%). Berdasarkan persentase
tersebut dapat dilihat sebagian besar responden wanita memiliki tingkat
pengetahuan yang baik tentang bahaya rokok sehingga mereka lebih memilih
untuk tidak merokok. Hal ini dikarenakan karena sebagian besar responden
memiliki pengetahuan yang baik tentang bahaya rokok (59,4%). Selain itu,
menurut Mursel seorang ahli psikologi dalam Mangkunegara (1993) berdasarkan
hasil penelitiannya menyelidiki IQ dalam hubungannya dengan faktor jenis
kelamin tidak terdapat perbedaan yang berarti antara taraf intelegensi laki-laki dan
perempuan. Hanya saja para ahli psikologi telah cenderung untuk menilai bahwa
perempuan menunjukkan lebih baik dalam kemampuan bahasa, ingatan, apresiasi
aestetis, pengamatan detail dan ketangkasan tangan.
Adapun alasan yang melatarbelakangi responden tidak merokok karena
tidak mau dengan jumlah 66 responden (23,3%). Alasan mereka tidak mau
dikaitkan akan berdampak pada prestasi atau cita-cita mereka. Jika seseorang
memiliki cita-cita atau pengharapan, baik pengaharapan jangka pendek maupun
panjang, maka segala tindakannya akan cenderung terarah pada pencapaian cita-
cita tersebut. Sebagai contoh, remaja yang ingin menjadi juara disekolah, maka ia
akan terus belajar giat, mengikuti kursus/les atau tambahan belajar,
memperbanyak bacaan buku dan sebagainya. Remaja menyibukkan dirinya
dengan berbagai prestasi daripada merokok yang hanya menghambur-hamburkan
uang untuk hal yang tidak bermanfaat. Dengan memiliki kebutuhan prestasi
diharapkan remaja tidak sempat untuk coba-coba ke hal-hal yang tidak bermanfaat
termasuk merokok.
62
Faktor karena dilarang oleh orang tua merupakan alasan terbanyak ketiga
oleh responden dengan jumlah 62 responden (21,9%). Dengan adanya orang tua
yang selalu mengingatkan akan bahaya rokok setiap saat, secara otomatis remaja
tersebut akan sendirinya mengambil keputusan dan berani berkata tidak atau
menolak merokok walaupun diajak oleh teman-temannya.
Pernyataan menurut Davey Hussey dan Phil Lowe dalam Istiqomah (2003)
mendukung hasil penelitian ini yang menjelaskan bahwa remaja mandiri,
berkualitas dan mempunyai konsep diri yang kuat, akan mengambil keputusan
berbasis pada dua aspek, yaitu aspek pikiran dan aspek perasaan. Sehingga remaja
dapat memilih sendiri hal yang mana baik untuk dirinya berdasarkan dua aspek
tersebut.
Adapun pertimbangan seseorang merokok dari segi pandangan agama
seperti agama islam. Rokok dikatakan haram apabila menyebabkan kerugian yang
berlebihan seperti menyebabkan penyakit kanker, jantung, paru-paru dan lainnya
yang berakhir pada kematian. Akan tetapi jika digunakan dalam dosis yang sesuai
rokok dapat dikatakan mubah atau makruh karena rokok bukanlah benda yang
memabukkan. Para remaja berpikir bahwa menghisap 1 batang rokok dalam sehari
masih termasuk dalam dosis yang ringan sehingga tidak haram dalam
melakukannya. Tetapi alangkah baiknya jika tidak melakukan hal tersebut dalam
hal ini merokok, karena dampak jangka panjang dari merokok dapat menyebabkan
penyakit yang dapat merubah hokum mubah atau makruh menjadi haram. Selain
itu juga walaupun merokok dalam dosis yang terggolong ringan tetapi dilakukan
setiap waktu sama halnya dengan menghambur-hamburkan uang dengan sia-sia
yang dalam hukum islam berarti haram karena harta dihambur-hamburkan yang
menyebabkan mubazir (membelanjakan uang dengan berlebih-lebihan untuk hal
yang tidak bermanfaat).
5.9 Responden Yang Sudah Berhenti Merokok
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh 54 responden (19,1%) yang
menyatakan pernah merokok dan telah berhenti. Terdapat salah satu alasan yaitu
karena berbahaya bagi kesehatan. Dari persentase tersebut dapat dilihat responden
memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang bahaya rokok sehingga mereka
lebih memilih untuk berhenti merokok daripada terus mengalami kecanduan yang
63
sulit untuk dihentikan meskipun kebiasaan merokok dapat dihentikan. Hal ini
dikarenakan karena sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang baik
tentang bahaya rokok (59,4%).
Alasan lainnya karena kesadaran yang tinggi akan bahaya rokok dengan
jumlah 28 responden (9,9%). Hal ini dikaitkan akan kesadaran bahaya rokok yang
dapat menyebabkan ketagihan atau kecanduan selamanya. Untuk itu sebaiknya
lebih cepat lebih baik untuk berhenti merokok seperti mengganti kebiasaan
merokok setelah makan dengan menghisap permen. Hal tersebut dilakukan setiap
selesai makan maka akan menjadi kebiasaan dan berhenti total jadi seorang
perokok.
Berusaha memulai kebiasaan dari pengalaman juga dapat dilakukan untuk
berhenti merokok. Misalnya dengan melihat teman yang belum sukses untuk
mencapai cita-cita yang diinginkan karena merokok, hal ini dapat dijadikan
cerminan bahwa rokok tidak bermanfaat bagi kesehatan terutama kaum remaja.
5.10 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah kurangnya konsentrasi dari responden
dalam menjawab pernyataan dan pertanyaan dalam kuesioner karena telah
mendekati Ujian Akhir Nasional dan masih diadakan pemantapan
belajar/pengayaan bagi kelas IX sehingga belum menjamin apakah responden
menjawab dengan baik dan tepat pernyataan dan pertanyaan kuesioner penelitian
yang dibagikan.
64
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan1. Tingkat pengetahuan siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri Manado tentang
bahaya rokok sebanyak 168 siswa memiliki tingkat pengetahuan bahaya
rokok baik, sebanyak 104 siswa memiliki tingkat pengetahuan bahaya rokok
cukup dan sebanyak 11 siswa memiliki tingkat pengetahuan kurang.
2. Sikap siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri Manado tentang bahaya rokok
sebanyak 272 siswa memiliki sikap merespon yang baik dan sebanyak 11
siswa memiliki sikap merespon yang kurang baik.
3. Tindakan siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri Manado tentang pencegahan
merokok sebanyak 194 siswa memiliki tindakan yang baik dan sebanyak 84
siswa memiliki tindakan yang kurang baik.
4. Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan tentang bahaya rokok dengan
tindakan pencegahan merokok siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri Manado
(p>0,05).
5. Terdapat hubungan antara sikap tentang bahaya rokok dengan tindakan
pencegahan merokok siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri Manado (p<0,05).
6.2 Saran
1. Memberikan informasi tentang bahaya rokok dan pencegahan merokok
kepada para siswa melalui program pengembangan diri di sekolah baik dalam
kegiatan intrakulikuler dan ekstrakulikuler seperti olahraga, kesenian,
pengembangan spiritual dan konseling.
2. Setiap siswa agar lebih selektif dalam menerima informasi mengenai
pengaruh rokok karena seringkali siswa menerima informasi tanpa dipahami
terlebih dahulu maksud dari informasi tersebut sehingga siswa dapat
mengambil tindakan nyata yang baik berdasarkan informasi yang diterima.
3. Orang tua agar lebih memahami keadaan dari siswa karena umur mereka
yang tergolong pra remaja dan remaja membutuhkan perhatian dan kontrol
karena setiap remaja memiliki reaksi yang berbeda-beda sehingga remaja
dapat berpikir dan memilih yang hal baik.
65
DAFTAR PUSTAKA
Akhwan M. 2008. Pengembangan Madrasah sebagai Pendidikan untuk Semua. (Online) (http://journal.uii.ac.id/index.php/JPI/article/viewFile/187/176) Diakses 21 Februari 2012
Alamsyah RM. 2007. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kebiasaan Merokok Dan Hubungannnya Dengan Status Penyakit Periodental Remaja. (Online) (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6703/1/09E02236.pdf) Diakses 28 April 2012
Ali M, Asrori M. 2011. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI Tahun 2010. 2010. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta
BPKP. 2012. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2003. (Online) (www.bpkp.go.id/uu/filedownload/4/62/999.bpkp) Diakses pada tanggal 11 Maret 2012 pukul 23.00 wita
Budiarto E. 2001. Biostatistika. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Djiwandono, SEW. 2002. Psikologi Pendidikan. Malang: Grasindo (hal 349-350)
Haris A, Ikhsan M, Rogayah R. 2012. Asap Rokok Sebagai Bahan Pencemar Dalam Ruangan. (hal 18-20). Jakarta: Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi/Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS Persahabatan Jakarta
Kemenkes RI. 2010. Panduan Penyelenggaraan Kegiatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia 31 Mei 2010. (Online) (http://www.depkes.go.id/downloads/2010_HTTS_Buku_panduan_draft2.pdf) Diakses 13 Maret 2012
Kemenkes RI. 2011. Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok di Tempat Proses Belajar Mengajar. Pusat Promosi Kesehatan Tahun 2011
Kemenkes RI. 2012. Lindungi Generasi Muda Dari Bahaya Rokok. (Online) (http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1528-lindungi-generasi-muda-dari-bahaya-merokok.html) Diakses 13 Maret 2012
Kumboyono, 2010. Hubungan Perilaku Merokok Dan Motivasi Belajar Anak Usia Remaja Di SMK Bina Bangsa Malang. Fakiultas kedokteran Universitas Brawijaya. Malang (hal 10)
66
Lembaga Demografi. 2008. Ekonomi Tembakau di Indonesia. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. (hal 12-13)
Loren J. 2010. Gambaran Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan: Universitas Sumatera Utara (hal 53)
Istiqomah U. 2003. Upaya Menuju Generasi Tanpa Merokok (Pendekatan Analisis untuk Menanggulangi dan Mengantisipasi Remaja Merokok). Surakarta: Penerbit SETIAJI
Jahja Y. 2011. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Penerbit Kencana
Mangkunegara AP. 1993. Perkembangan Intelegensi Anak dan Pengukuran IQ-nya. Bandung: Angkasa (hal 48-49)
Muniarsih. 2008. Masyarakat Dan Madrasah. (Online) (http://digilib.sunan-ampel.ac.id/files/disk1/149/hubptain-gdl-muniarsihn-7417-3-bab2.pdf ) Diakses 21 Februari 2012
Nainggolan. 1990. Anda Mau Berhenti Merokok ? Pasti Berhasil. Bandung: Indonesia Publishing House (hal 30)
Nasution, IK. 2007. Perilaku Merokok Pada Remaja. Medan: Universitas Sumatera Utara
Noor F. 2004. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Praktik Merokok Pada Remaja Sekolah Menengah Pertama Di Kabupaten Kudus. Semarang: Universitas Diponegoro
Notoadmojo S. 2007. Kesehatan Masyarakat: Ilmu Dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta (hal 150)
Notoadmojo S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta (hal 139-148)
Purba YC. 2009. Hubungan Karakteristik, Pengetahuan Dan Sikap Remaja Laki-laki Terhadap Kebiasaan Merokok. Medan: Universitas Sumatera Utara
Rumini S, Sundari S. 2004. Perkembangan Anak Dan Remaja. Jakarta: Rineka Cipta (hal 56-57)
Saktiyono. 2004. IPA Biologi 2. Jakarta: Esis (hal. 111)
Santrock JW. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga (hal 474)
Siregar S. 2010. Statistika Deskriptif untuk Penelitian. Jakarta: Rajawali Pers (hal 149)
Suriati NM. 2011. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi Dengan Perilaku seksual Pranikah Mahasiswa Fakultas Hukum
67
Universitas Sam Ratulangi Manado. Manado: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Susanna D, Hartono B, Fauzan H. 2003. Penentuan Kadar Nikotin Dalam Asap Rokok. Depok: Universitas Indonesia
WHO. 2005. Sexual and Reproductive Health of Adolescents and Youth in Malaysia (Online) (http://whqlibdoc.who.int/wpro/2007/9290612636_eng.pdf) Diakses 27 April 2012
World Health Organization. 2008. Upaya Pengendalian Konsumsi Tembakau. Jakarta: WHO Country Office for Indonesia
68
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Kiki Rizqiah Nurhamidin
NRI : 080112018
Bidang Minat : Administrasi Kebijakan Kesehatan
Fakultas : Kesehatan Masyarakat
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Manado, Mei 2012
Yang Membuat Pernyataan
Kiki Rizqiah Nurhamidin
69