Post on 30-Dec-2015
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan penyakit kanker merupakan
masalah kesehatan di berbagai Negara termasuk Indonesia. Berdasarkan data
Globocan, International Agency for Research on Cancer (IARC) tahun 2002, kanker
payudara menempati urutan pertama dari seluruh kanker pada perempuan (insidence
rate 38 per 100 000 perempuan). Di Indonesia, hasil pemeriksaan patologi
menyatakan lima kanker terbanyak adalah kanker leher rahim, payudara, kelenjar
getah bening, kulit dan nasofaring. Insidens kanker payudara di Indonesia belum
diketahui secara pasti karena belum ada registrasi kanker berbasis populasi. Tetapi
berdasarkan Globocan, IARC 2002, didapatkan estimasi insidens kanker payudara di
Indonesia sebesar 26 per 100 000 perempuan. Sampai saat ini belum ditemukan data
pasti yang menjadi faktor penyebab utama penyakit tumor/kanker payudara. Penyebab
tumor/kanker payudara sampai saat ini diduga akibat interaksi yang rumit dari banyak
faktor. Beberapa faktor yang meningkatkan risiko tumor/kanker payudara adalah usia
tua, menarche (pertama kali menstruasi) dini, usia makin tua saat menopause, usia
makin tua saat pertama kali melahirkan, tidak pernah hamil, riwayat keluarga
menderita kanker payudara (terutama ibu, saudara perempuan), riwayat pernah
menderita tumor jinak payudara, mengkonsumsi obat kontrasepsi hormonal dalam
jangka panjang, mengkonsumsi alkohol serta pajanan radiasi pada payudara terutama
saat periode pembentukan payudara. Beberapa kajian literature menyebutkan bahwa
pemakaian hormonal, obesitas, konsumsi alkohol, hamil pertama di usia tua, asupan
lemak, khususnya lemak jenuh berkaitan dengan peningkatan risiko kanker payudara.
1
Pertumbuhan jaringan payudara sangat sensitive terhadap estrogen, maka perempuan
yang terpajan estrogen dalam waktu jangka panjang akan memiliki risiko yang besar
terhadap terjadinya kanker payudara. Laporan dari Harvard School of Public Health
menyatakan bahwa terdapat peningkatan kanker payudara yang bermakna pada para
pengguna terapi estrogen replacement. Suatu metaanalisis menyatakan bahwa
walaupun tidak terdapat risiko kanker payudara pada pengguna kontrasepsi oral, akan
tetapi perempuan yang menggunakan obat ini untuk waktu yang lama mempunyai
risiko tinggi untuk mengalami kanker payudara sebelum menopause. Pajanan estrogen
dapat disebabkan oleh penggunaan kontrasepsi pil yang mengandung kombinasi
hormon estrogen dan progesteron. Di Indonesia penggunaan hormone sebagai alat
kontrasepsi sudah populer di masyarakat. Pemakaian kontrasepsi hormonal terbanyak
adalah jenis suntikan dan pil. Kontrasepsi oral (pil) yang paling banyak digunakan,
yaitu kombinasi estrogen dan progestin. Hasil analisis Ariawan menunjukkan
pemakaian alat kontasepsi hormonal di Indonesia adalah pil (31%), suntikan (38,5%)
dan implan (12,3%). Hasil penelitian Harianto et al, membuktikan bahwa pengguna
pil kontrasepsi kombinasi memiliki risiko 1,8 kali lebih tinggi untuk terkena kanker
payudara dibandingkan dengan bukan pengguna pil kontrasepsi kombinasi, namun
secara statistik tidak bermakna1.
II. Tujuan Penulisan
1. Untuk untuk mengkaji hubungan antara pemakaian kontrasepsi hormonal
dengan tumor/kanker payudara.
2. Memenuhi sebagian syarat mengikuti ujian Program Pendidikan Profesi di
Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan RSUD Panembahan Senopati Bantul
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. KONTRASEPSI HORMONAL2
Kontrasepsi hormonal adalah alat atau obat kontrasepsi yang bertujuan untuk
mencegah terjadinya kehamilan dimana bahan bakunya mengandung preparat
estrogen dan progesterone. Berdasarkan jenis dan cara pemakaiannya dikenal tiga
macam kontrasepsi hormonal yaitu : Kontrasepsi Suntikan, Kontrasepsi Oral (Pil) dan
Kontrasepsi Implant.
Kontrasepsi Suntikan
a. Jenisnya antara lain
1. Depo provera yang mengandung medroxyprogestin acetate 50 Mg
2. Cyclofem yang mengandung medroxyprogesteron acetate dan estrogen.
3. Norethindrone enanthate (Noresterat) 200 mg yang mengandung derivate
testosteron.
b. Mekanisme Kerja Kontrasepsi Suntikan (Hartanto H.2004)
1. Menghalangi pengeluaran FSH dan LH sehingga tidak terjadi pelepasan ovum
untuk terjadinya ovulasi dengan jalan menekan pembentukan releasing faktor
dari hipotalamus.
2. Mengentalkan lender serviks sehingga sulit untuk ditembus oleh spermatozoa.
3. Merubah suasana endometrium sehingga menjadi tidak sempurna untuk
implantasi dari hasil konsepsi.
c. Keuntungan dan Kerugian
Keuntungan ( Hartanto.H,2004 )
3
1. Noristerat pemberiannya sederhana diberikan 200 mg sekali setiap 8 minggu
untuk 6 bulan pertama 3 x suntikan pertama kemudian selanjutnya sekali tiap
12 minggu.
2. DMPA pemberiannya diberikan sekali dalam 12 minggu dengan dosis 150
mg.
3. Tingkat efektifitasnya tinggi
4. Tidak mengganggu pengeluaran laktasi dan tumbuh kembang bayi
5. Suntikan tidak ada hubungannya dengan saat bersenggama.
6. Tidak perlu menyimpan atau membeli persediaan.
7. Kontrasepsi suntikan dapat dihentikan setelah 3 bulan dengan cara tidak
disuntik ulang, sedangkan IUD dan implant yang non-bioderdable harus
dikeluarkan oleh orang lain.
8. Bila perlu, wanita dapat menggunakan kontrasepsi suntikan tanpa perlu
memberitahukan kepada siapapun termasuk suami atau keluarga lain.
9. Tidak ditemukan efek samping minor seperti pada POK yang disebabkan
estrogen, antara lain mual atau efek samping yang lebih serius seperti
timbulnya bekuan darah disamping estrogen juga dapat menekan produksi
ASI.
Kerugian (Hartanto,2004).
1. Perdarahan yang tidak menentu
2. Terjadinya amenorhoe yang berkepanjangan
3. Berat badan yang bertambah
4. Sakit kepala
5. Kembalinya kesuburan agak terlambat beberapa bulan
6. Jika terdapat atau mengalami side efek dari suntikan tidak dapat ditarik lagi.
4
7. Masih mungkin terjadi kehamilan, karena mempunyai angka kegagalan 0.7%.
8. Pemberiannya harus dilakukan oleh orang yang profesional.
9. Menimbulkan rasa sakit akibat suntikan
10. Memerlukan biaya yang cukup tinggi.
d. Saat Pemberian Yang Tepat (Wiknjosastro,2001)
1. Pasca persalinan
2. Segera diberika ketika masih di Rumah Sakit atau setelah 6 minggu post
partum dan sebelum berkumpul dengan suami.
3. Tepat pada jadwal suntikan berikutnya.
4. Pasca Abortus
5. Segera setelah perawatan atau sebelum 14 hari.
6. Jadwal waktu suntikan yang diperhitungkan. Interval : Hari kelima menstruasi,
Jadwal waktu suntikan diperhitungkan.
e. Kontra Indikasi ( Saifuddin A.B,2003)
1. Tersangka hamil
2. Perdarahan ginekologi ( perdarahan melalui vagina yang tidak diketahui
penyebabnya
3. Tumor/keganasan
4. Penyakit jantung, hati, hipertensi, DM, penyakit paru-paru hebat.
Cara Penggunaan ( Saifuddin AB,2003). Depo provera atau Depo progestin
disuntikan secara intra muscular tiap 12 minggu dengan kelonggaran batas waktu
suntik, biasa diberikan kurang satu minggu.
f. Efek Samping dan Penanggulangannya ( Hartanto,H.2004)
Efek samping
5
1. Gangguan Haid : Amenorhoe yaitu tidak datang haid setiap bulan selama
menggunakan kontrasepsi suntikan kecuali pada pemakaian cyclofem.
2. Spoting yaitu bercak-bercak perdarahan diluar haid yang terjadi selama
menggunakan kontrasepsi suntikan
3. Metrorhagia yaitu perdarahan yang berlebihan jumlahnya
4. Keputihan
5. Adanya cairan putih yang berlebihan yang keluar dari jalan lahir dan terasa
mengganggu ( jarang terjadi)
6. Perubahan berat badan : Berat badan bertambah beberapa kilogram dalam
beberapa bulan setelah menggunakan kontrasepsi suntikan
7. Pusing dan sakit kepala : Rasa berputar /sakit kepala, yang dapat terjadi pada
satu sisi, kedua sisi atau keseluruhan dari bagian kepala . Ini biasanya bersifat
sementara.
8. Hematoma
Warna biru dan rasa nyeri pada daerah suntikan akibat perdarahan di bawah
kulit.
Penanggulangannya (Saifuddin,A.B,2003)
1. Gangguan haid
Konseling : Memberikan penjelasan kepada calon akseptor bahwa pada
pemakaian kontrasepsi suntikan dapat menyebabkan gejala-gejala tersebut
adalah akibat pengaruh hormonal suntikan dan biasanya gejala-gejala
perdarahan tidak berlangsung lama
Pengobatan : Apabila pasien ingin mendapat haid, dapat diberikan pemberian
Pil KB hari I sampai ke II masing masing 3 tablet, selanjutnya hari ke IV
diberikan 1 x 1 selama 3 – 5 hari. Bila terjadi perdarahan, dapat pula diberikan
6
preparat estrogen misalnya: Lymoral 2 x 1 sehari sampai perdarahan berhenti.
Setelah perdarahan berhenti, dapat dilaksanakan “tepering off” ( 1 x 1 tablet )
2. Keputihan
Konseling : Menjelaskan kepada akseptor bahwa kontrasepsi suntikan jarang
terjadi keputihan. Bila hal ini terjadi juga, harus dicari penyebabnya dan
segera di berikan pengobatan.
Pengobatan : Pengobatan medis biasanya tidak diperlukan. Pada kasus dimana
cairan berlebihan dapat diberikan preparat Anti Cholinergis seperti
extrabelladona 10 mg dosis 2 x 1 tablet untuk mengurangi cairan yang
berlebihan. Perubahan warna dan bau biasanya disebabkan oleh adanya infeksi
3. Perubahan Berat Badan
Konseling : Menjelaskan kepada akseptor bahwa kenaikan berat badan adalah
salah satu efek samping kontrasepsi suntikan. Kenaikan berat badan dapat juga
disebabkan hal-hal lain. Hipotesa para ahli : DMPA merangsang pusat
pengendalian nafsu makan di hipotalamus yang menyebabkan akseptor makan
lebih banyak dari biasanya. Disamping itu dapat pula terjadi penurunan berat
badan.
Pengobatan : Pengobatan diet merupakan pilihan utama. Dianjurkan untuk
melaksanakan diet rendah kalori serta olahraga yang teratur. Bila terlalu kurus,
dianjurkan untuk diet tinggi kalori, bila tidak berhasil dianjurkan untuk ganti
cara kontrasepsi non hormonal.
4. Pusing dan Sakit Kepala
Konseling : Menjelaskan kepada akseptor bahwa efek samping tersebut
mungkin ada tetapi jarang terjadi dan biasanya bersifat sementara.
7
Pengobatan : Pemberian anti prostaglandin untuk mengurangi keluhan acetosal
500mg, 3 x 1 tablet/hari
5. Hematoma
Konseling : Menjelaskan kepada calon akseptor mengenai kemungkinan efek
samping
Pengobatan : Kompres dingin pada daerah yang membiru selama 2 hari.
Setelah itu diubah menjadi kompres hangat sehingga warna biru/kuning
menjadi hilang.
g. Komplikasi dan Penanggulangannya ( Saifuddin A.B,2003)
Komplikasi.
Abses : Rasa sakit dan panas didaerah suntikan. Bila terdapat abses teraba adanya
benjolan yang nyeri di daerah suntikan. Biasanya diakibatkan karena pemakaian
jarum suntik yang berulang dan tidak suci hama.
Penanggulangan : Pemberian antibiotic dosis tinggi (Ampicilin 500 mg, 3 x 1
tablet / hari). Bila abses: Berikan kompres untuk mendinginkan infeksi /
mematangkan abses misalnya kompres permanganas atau rivanol. Bila ada
fluktuasi pada abses, dapat dilakukan insisi abses, setelah itu diberikan tampon
dan drain jangan lupa berikan antibiotic sperti penatalaksanaan pada infeksi.
h. Tempat Pelayanan ( Wijono Wibisono, 2001)
1. Rumah Sakit / Rumah Sakit Bersalin / Rumah Bersalin
2. Puskesmas / Balai kesehatan Masyarakat / Poliklinik Swasta / Poliklinik
Pemerintah.
3. Poliklinik Keliling
4. Dokter / Bidan Praktek Swasta
8
Kontrasepsi Oral ( Pil )
Kontrasepsi oral adalah kontrasepsi untuk wanita yang berbentuk tablet,
mengandung hormon estrogen dan progestrone yang digunakan untuk mencegah
hamil.
Kontrasepsi oral terdiri atas lima macam yaitu :
a. Pil kombinasi, dalam satu pil terdapat estrogen dan progestrone sintetik yang
diminum 3 kali seminggu.
b. Pil sekunseal, Pil ini dibuat sedemikian rupa sehingga mirip dengan urutan
hormon yang dikeluarkan ovariun pada tiap siklus. Maka berdasarkan urutan
hormon tersebut,estrogen hanya diberikan selama 14 – 16 hari pertama di ikuti
oleh kombinasi progestrone dan estrogen selama 5 – 7 hari terakhir.
c. Pil mini, merupakan pil hormon yang hanya mengandung progestrone dalam dosis
mini ( kurang dari 0,5 mg) yang harus diminum setiap hari termasuk pada saat
haid.
d. Once a moth pil, pil hormon yang mengandung estrogen yang” Long acting ”
yaitu biasanya pil ini terutama diberikan untuk wanita yang mempunyai
Biological Half Life panjang
e. Morning after pil, merupakan pil hormon yang mengandung estrogen dosis tinggi
yang hanya diberikan untuk keadan darurat saja, seperti kasus pemerkosaan dan
kondom bocor.
Efek samping yang ditimbulkan kontrasepsi Oral ( Pil )
a. Nousea
b. Nyeri payudara
c. Gangguan Haid
d. Hipertensi
9
e. Acne
f. Penambahan berat badan.
Keuntungan Kontrasepsi Oral ( Pil )
a. Mudah menggunakannya
b. Cocok untuk menunda kehamilan pertama dari pasangan usia subur muda.
c. Mengurangi rasa sakit pada saat menstruasi
d. Dapat mencegah defesiensi zat besi (Fe)
e. Mengurangi resiko kanker ovarium.
f. Tidak mempengaruhi produksi ASI pada saat pemakaian pil yang mengandung
estrogen.
Kontrasepsi Implant.
Kontrasepsi implant mekanisme kerjanya adalah menekan ovulasi membuat getah
serviks menjadi kental dan membuat endometrium tidak sempat menerima hasil
konsepsi.
Efek samping Implant
Pada umumnya efek samping yang ditimbulkan implant tidak berbahaya. Yang paling
sering ditemukan adalah gangguan haid yang kejadiannya bervariasi pada setiap
pemakaian, seperti pendarahan haid yang banyak atau sedikit, bahkan ada pemakaian
yang tidak haid sama sekali. Keadaan ini biasanya terjadi 3 – 6 bulan pertama sesudah
beberapa bulan kemudian. Efek samping lain yang mungkin timbul, tetapi jarang
adalah sakit kepala, mual, mulut kering, jerawat, payudara tegang, perubahan selera
makan dan perubahan berat badan.
Keuntungan Implant.
10
a. Efektifitas tinggi setelah dipasang
b. Sistem 6 kapsul memberikan perlindungan untuk 5 tahun.
c. Tidak mengandung estrogen
d. Efek kontraseptif segera berakhir setelah implantnya dikeluarkan
e. Implant melepaskan progestin dengan kecepatan rendah dan konstant, sehingga
terhindar dari dosis awal yang tinggi.
f. Dapat mencegah terjadinya anemia
Kerugian Implant.
a. Insersi dan pengeluaran harus dikeluarkan oleh tenaga terlatih.
b. Petugas medis memerlukan latihan dan praktek untuk insersi dan pengangkatan
implant.
c. Lebih mahal
d. Sering timbul perubahan pola haid
e. Akseptor tidak dapat menghentikan implant sekehendaknya sendiri.
II. KANKER PAYUDARA
Kanker payudara adalah pertumbuhan jaringan payudara abnormal yang etiologinya
belum diketahui dengan pasti. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor
resiko yang menyebabkan seorang wanita menjadi lebih mungkin menderita kanker
payudara, beberapa faktor resiko tersebut adalah:
11
1. Usia.
sekitar 60% kanker payudara terjadi pada usia diatas 60 tahun. resiko terbesar
ditemukan pada wanita berusia diatas 75 tahun.
2. Pernah menderita kanker payudara. Wanita yang pernah menderita kanker in situ
atau kanker invasif memiliki resiko tertinggi untuk menderita kanker payudara.
setelah payudara yang terkena diangkat, maka resiko terjadinya kanker pada
payudara yang sehat meningkat sebesar 0,5-1%/tahun.
3. Riwayat keluarga yang menderita kanker payudara. Wanita yang ibu, saudara
perempuan atau anaknya menderita kanker, memiliki resiko 3 kali lebih besar
untuk menderita kanker payudara.
4. Faktor genetik dan hormonal. Telah ditemukan 2 varian gen yang tampaknya
berperan dalam terjadinya kanker payudara, yaitu brca1 dan brca2. Jika seorang
mwanita memiliki salah satu dari gen tersebut, maka kemungkinan menderita
kanker payudara sangat besar. gen lainnya yang juga diduga berperan dalam
terjadinya kanker payudara adalah p53, bard1, brca3 dan noey2. Kenyataan ini
menimbulkan dugaan bahwa kanker payudara disebabkan oleh pertumbuhan sel-
sel yang secara genetik mengalami kerusakan. Faktor hormonal juga penting karena
hormon memicu pertumbuhan sel. kadar hormon yang tinggi selama masa
reproduktif wanita, terutama jika tidak diselingi oleh perubahan hormonal karena
kehamilan, tampaknya meningkatkan peluang tumbuhnya sel-sel yang secara
genetik telah mengalami kerusakan dan menyebabkan kanker.
5. Pernah menderita penyakit payudara non-kanker. Resiko menderita kanker
payudara agak lebih tinggi pada wanita yang pernah menderita penyakit payudara
12
non-kanker yang menyebabkan bertambahnya jumlah saluarn air susu dan
terjadinya kelainan struktur jaringan payudara (hiperplasia atipik).
6. menarke (menstruasi pertama) sebelum usia 12 tahun, menopause setelah
usia 55 tahun, kehamilan pertama setelah usia 30 tahun atau belum pernah hamil.
semakin dini menarke, semakin besar resiko menderita kanker payudara. resiko
menderita kanker payudara adalah 2-4 kali lebih besar pada wanita yang
mengalami menarke sebelum usia 12 tahun. demikian pula halnya dengan
menopause ataupun kehamilan pertama. semakin lambat menopause dan
kehamilan pertama, semakin besar resiko menderita kanker payudara
7. Pemakaian pil kb atau terapi sulih estrogen. Pil kb bisa sedikit meningkatkan
resiko terjadinya kanker payudara, yang tergantung kepada usia, lamanya
pemakaian dan faktor lainnya. Belum diketahui berapa lama efek pil akan tetap
ada setelah pemakaian pil dihentikan. Terapi sulih estrogen yang dijalani selama
lebih dari 5 tahun tampaknya juga sedikit meningkatkan resiko kanker payudara
dan resikonya meningkat jika pemakaiannya lebih lama.
8. Obesitas pasca menopause. Obesitas sebagai faktor resiko kanker payudara masih
diperdebatkan. beberapa penelitian menyebutkan obesitas sebagai faktor resiko
kanker payudara kemungkinan karena tingginya kadar estrogen pada wanita yang
obes.
9. Pemakaian alkohol. Pemakaian alkoloh lebih dari 1-2 gelas/hari bisa meningkatkan
resiko terjadinya kanker payudara.
13
10. Bahan kimia. Beberapa penelitian telah menyebutkan pemaparan bahan kimia
yang menyerupai estrogen (yang terdapat di dalam pestisida dan produk industri
lainnya) mungkin meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara.
11. Des (dietilstilbestrol). Wanita yang mengkonsumsi des untuk mencegah keguguran
memiliki resiko tinggi menderita kanker payudara.
12. Penyinaran. Pemaparan terhadap penyinaran (terutama penyinaran pada dada),
pada masa kanak-kanak bisa meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara.
13. Faktor resiko lainnya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kanker rahim,
ovarium dan kanker usus besar serta adanya riwayat kanker dalam keluarga bisa
meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara.
Gejala
Gejala awal berupa sebuah benjolan yang biasanya dirasakan berbeda dari jaringan
payudara di sekitarnya, tidak menimbulkan nyeri dan biasanya memiliki pinggiran
yang tidak teratur. Pada stadium awal, jika didorong oleh jari tangan, benjolan bisa
digerakkan dengan mudah di bawah kulit. Pada stadium lanjut, benjolan biasanya
melekat pada dinding dada atau kulit di sekitarnya. Pada kanker stadium lanjut, bisa
terbentuk benjolan yang membengkak atau borok di kulit payudara. kadang kulit
diatas benjolan mengkerut dan tampak seperti kulit jeruk. Pada stadium lanjut bisa
timbul nyeri tulang, penurunan berat badan, pembengkakan lengan atau ulserasi kulit.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
1. benjolan atau massa di ketiak
2. perubahan ukuran atau bentuk payudara
3. keluar cairan yang abnormal dari puting susu (biasanya berdarah atau berwarna
14
kuning sampai hijau, mungkin juga bernanah)
4. perubahan pada warna atau tekstur kulit pada payudara, puting susu maupun
areola (daerah berwana coklat tua di sekeliling puting susu)
5. payudara tampak kemerahan
6. kulit di sekitar puting susu bersisik
7. puting susu tertarik ke dalam atau terasa gatal
8. nyeri payudara atau pembengkakan salah satu payudara .
Diagnosis
Anamnesis penderita kelainan payudara harus meliputi riwayat kehamilan dan
ginekologi.
Inspeksi, pasien diminta duduk tegak atau berbaring, atau keduanya.
Perhatikan bentuk kedua payudara, warna kulit, tonjolan, lekukan, retraksi, adanya
kulit berbintik, seperti kulit jeruk, ulkus, dan benjolan. Dengan lengan terangkat lurus
ke atas, kelainan terlihat lebih jelas.
Palpasi dilakukan dengan posisi pasien berbaringdengan bantal tipis di
punggung. Palpasi dilakukan dengan telapak jari tangan yang digerakkan perlahan –
lahan tanpa tekanan pada setiap kuadran payudara. Dengan memijat punting susu
dapat diketahui adanya pengeluaran cairan, darah, atau nanah.
Pemeriksaan Penunjang
Mammografi dapt menentukan benjolan yang kecil sekalipun. Tanda berupa
mikrokalsifiksi tidak khas untuk kanker. Bila secara klinis dicurigai ada tumor dan
pada mammografi tidak ditemukan apa-apa, pemeriksaan harus dilanjutkan dengan
biopsi sebab sering karsinoma tidak tampak pada mammogram. Sebaliknya bila
15
mamografi positif dan secara klinis tidak teraba tumor, pemeriksaan harus dilanjutkan
dengan pungsi atau biopsi di tempat yang ditunjukkan oleh foto tersebut. Mamografi
pada masa pramenopouse kurang bermanfaat karena ganbaran kanker dinatara
jaringan kelenjar kuarng tampak.
Ultrasonografi berguna untuk menentukan adanya kista.
Pemeriksaan sitologi pada sediaan yang diperoleh dari pungsi dengan jarum
halus ( FNA = Fine Needle Aspiration biopsi ) dapat dipakai untuk menentukan
apakah akan segera dipersiapkan pembedahan dengan sediaan beku atau akan
dilanjutkan dengan pemeriksaan lain atau langsung dilakukan ekstirpasi. Hasil positif
pada pemeriksaan sitologi bukan indikasi untuk bedah radikal karen hasil positif palsu
selalu dapat terjadi, sementara hasil negatif palsu sering terjadi.
Sediaan jaringan untuk pemeriksaan histologik dapat diperoleh secara pungsi
jarum besar yang menghasilkan suatu silinder jaringan yang cukup untuk pemeriksaan
termasuk teknik biokimia. Biopsi secara ini yang biasa disebut care biopsy, dapat
digunakan untuk biopsi kelainan yang tidak dapat diraba seperti temuan pada foto
mamma. Digunakan pendekatan secara stereofakasi USG atau pencitraan lain yang
juga digunakan pada FNA 4.
III. Hubungan Kontrasepsi Hormonal dengan Kejadian Kanker Payudara
a. Mekanisme
Kanker payudara adalah pertumbuhan jaringan payudara abnormal yang
etiologinya belum diketahui dengan pasti. Salah satu faktor risiko kanker payudara
ialah penggunaan kontrasepsi oral jangka panjang yang mengandung kombinasi
estrogen dan progesteron3
16
Studi kanker payudara secara konsisten menemukan peningkatan risiko yang
berkaitan dengan tingkat estrogen endogen darah yang tinggi. Indikator klinis yakni
peningkatan level estrogen darah, dan terpapar estrogen plus progestin eksogen
melalui terapi penggantian hormon dan penggunaan oral kontrasepsi. Pada hewan
percobaan, terapi estrogen mengarah pada perkembangan tumor payudara.
Pengamatan ini mendukung hipotesis bahwa estrogen adalah karsinogen-kelenjar
payudara. Mekanisme melalui mana estrogen berkontribusi untuk setiap tahap proses
karsinogenik (Inisiasi, promosi, dan kemajuan) yang kompleks. Bukti menunjukkan
partisipasi genotoksik metabolit estrogen dan estrogen-Receptor-dimediator genom
dan sinyal nongenomic yang memengaruhi proliferasi sel dan apoptosis dalam
jaringan payudara. Sejauh mana kedua jalur berkontribusi terhadap karsinogenesis
dan faktor lingkungan memodifikasi dampak dari jalur memerlukan penelitian lebih
lanjut. Meskipun demikian, pengetahuan tentang peran sentral estrogen di kanker
payudara telah menyebabkan perkembangan baru intervensi pencegahan dan terapi
yang mengganjal fungsi reseptor atau secara drastis mengurangi tingkat estrogen
endogen melalui penghambatan nya sintesis4.
Faktor Genetik dan lingkungan berpengaruh pada homeostasis estrogen dan
jaringan khusus untuk mengeksposure estrogen dan metabolitnya. Pengaruh relatif
dari fluktuasi konsentrasi estrogen serum terkait dengan siklus haid pada wanita
premenopause dan konsentrasi yang lebih stabil saat pascamenopause. Secara data
analisis estrogen dan metabolitnya terkait dengan baik inisiasi dan promosi kanker
payudara tetapi hubungan tersebut tidak bisa dijelaskan secara simpel atau sangat
rumit/kompleks. Bukti lebih lanjut hubungan antara estrogen dan risiko kanker
payudara baru-baru ini berasal dari Hasil uji klinis estrogen-receptor-selektif-
modulator. Pengaruh antiestrogenik dari tamoxifen mengakibatkan pengurangan
17
risiko payudara kanker pada premenopause sehat dan perempuan pascamenopause
pada peningkatan risiko untuk penyakit, dan raloxifene mengurangi risiko kanker
payudara pada pascamenopause wanita dengan osteoporosis. Meskipun hubungan
antara pajanan terhadap estrogen dan risiko kanker payudara telah teridentifikasi di
kelompok perempuan spesifik, tidak dapat memprediksi secara akurat risiko pada
seorang wanita individual. Laboratorium klinik penanda paparan estrogen, seperti
konsentrasi estrogen serum, kepadatan payudara pada mamografi, dan tulang
kepadatan mineral, mungkin terbukti menjadi alat yang berguna untuk menilai
seorang wanita risiko kanker payudara. berdasarkan risiko tersebut serta faktor risiko
lainnya, seperti keluarga dan riwayat reproduksi, dapat menyebabkan tidak hanya
untuk penilaian lebih akurat risiko pada wanita individu tetapi juga untuk pemahaman
yang lebih baik peran estrogen pada patogenesis kanker payudara5.
b. Hasil dari beberapa Penelitian
Walaupun telah terbukti adanya hubungan kadar estrogen dengan kejadian
kanker payudara, namun dalam dalam beberapa hasil penelitian ditemukan fakta
berlaianan tentang penggunaan kontrasepsi hormonal dengan kejadian kanker
payudara. Penelitian itu diantaranya :
1. Penelitian yang menemukan adanya hubungan bermakna antara penggunaan
kontrasepsi hormonal dengan kejadian kanker payudara
Evi Ludfiana,dengan FAKTOR RISIKO LAMA PENGGUNAAN PIL
KONTRASEPSI KOMBINASI TERHADAP KANKER PAYUDARA di RSUP Dr.
Kariadi Semarang, merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional
menyatakan bahwa lama penggunaan pil kontrasepsi kombinasi merupakan faktor
risiko untuk terjadinya kanker payudara, yaitu pasien yang menggunakan pil
kontrasepsi kombinasi lebih dari 12 tahun mempunyai risiko menderita kanker
payudara 1,6 kali lebih besar dibandingkan dengan pasien yang menggunakan pil
18
kontrasepsi kombinasi kurang dari 12 tahun3. Hasil perhitungan rasio prevalensi
sebesar 1,6 (RP>1) dengan interval kepercayaan 95% antara 1,1 – 2,3 (tidak
mencakup angka 1), maka rasio prevalensi dinyatakan bermakna, Berdasar penelitian
yang dilakukan, Frekwensi pasien yang menggunakan pil kontrasepsi kombinasi lebih
dari 12 tahun sebanyak 75 orang atau 51 % dan yang menggunakan pil kontrasepsi
kombinasi kurang dari 12 tahun sebanyak 72 orang atau 49%. Frekwensi pasien yang
menderita kanker payudara sebanyak 67 orang atau 45,6 % dan yang tidak menderita
kanker payudara sebanyak 80 orang atau 54,4 %.3
J Natl, dkk dalam Oral Contraceptives and Breast Cancer Risk Among Younger
Women dengan a population-based case-control study, menyatakan bahwa di antara
wanita yang lebih muda dari 45 tahun, penggunaan alat kontrasepsi oral selama 6
bulan atau lebih dikaitkan dengan RR untuk kanker payudara sebesar 13 (95% CI =
1,1-1,5). Risiko meningkat untuk kanker payudara yang terjadi sebelum usia 35 tahun
(RR = 1,7; 95% CI = 1,2-2,6), dengan RR naik menjadi 2,2 (95% CI = 1,2-4,1) untuk
pengguna 10 tahun atau lebih. RR untuk kanker payudara bagi mereka yang
menggunakan kontrasepsi oral mulai awal (sebelum usia 18 tahun) dan dilanjutkan
jangka panjang (> 10 tahun) bahkan lebih tinggi (RR = 3,1; 95% CI = 1,4-6,7). Bagi
mereka yang menggunakan kontrasepsi oral dalam waktu 5 tahun diagnosa kanker
lebih tinggi daripada mereka yang tidak, dengan efek yang paling ditandai untuk
wanita lebih muda dari usia 35 tahun.
Harianto,dkk dalam RISIKO PENGGUNAAN PIL KONTRASEPSI KOMBINASI
TERHADAP KEJADIAN KANKER PAYUDARA PADA RESEPTOR KB DI
PERJAN RS DR. CIPTO MANGUNKUSUMO. Penelitian di Perjan RS Dr Cipto
Mangunkusumo, menggunakan metode kasus kontrol berbasis di rumah sakit dengan
periode September-Desember 2004. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para
pengguna pil kontrasepsi kombinasi memiliki risiko untuk menderita kanker payudara
1.864 kali lebih besar dibandingkan dengan mereka yang tidak minum pil itu. Namun,
19
pil kontrasepsi kombinasi bukan merupakan faktor risiko utama tapi hanya faktor
pencetus untuk meningkatkan risiko kanker payudara6.
France,dkk dalam jurnal Use of Oral Contraceptives and Breast Cancer Risk The
Norwegian-Swedish Women’s Lifestyle and Health Cohort Study, sebuah studi kohort
prospektif yang dirancang khusus untuk meneliti peran kontrasepsi hormonal dalam
hubungannya dengan kanker payudara dilakukan di Norwegia dan Swedia,
menyatakan bahwa pengguna jangka panjang dari kontrasepsi oral yang beresiko
tinggi terhadap kanker payudara dibanding tidak pernah menggunakan (uji untuk tren,
P = 0,005). Penggunaan kontrasepsi oral baru-baru ini dikaitkan dengan risiko kanker
payudara meningkat. Penggunaan pil kontrasepsi oral kombinasi dan progestin
meningkatkan resiko pada tingkat yang sama.
Oral-contraceptive use and the risk of breast cancer. The Cancer and Steroid
Hormone Study of the Centers for Disease Control and the National Institute of Child
Health and Human Development oleh steve,dkk dalam Penelitian di Studi Centers for
Disease Control dengan metode case contol. Dibandingkan dengan wanita yang tidak
pernah menggunakan kontrasepsi oral, wanita yang telah menggunakan mereka
memiliki risiko relatif kanker payudara 1,0. Di antara perempuan yang digunakan
hanya satu formulasi oral kontrasepsi, ini perkiraan risiko relatif tidak berubah
menurut formulasi yang digunakan. Baik estrogen maupun jenis jenis progestin yang
terkandung dalam kontrasepsi oral yang digunakan adalah berhubungan dengan
peningkatan risiko kanker payudara mempunyai taraf yang sama.
M Althuis,dkk dalam jurnal Hormonal content and potency of oral contraceptives and
breast cancer risk among young women (2003) berbasis kasus kontrol. Wanita yang
menggunakan kontrasepsi oral yang mengandung lebih dari 35 g estradiol ethinyl per
pil yang berisiko tinggi kanker payudara dibandingkan pengguna sediaan dosis lebih
rendah bila dibandingkan dengan tidak pernah pengguna. Ditemukan tren signifikan
20
meningkatkan resiko kanker payudara untuk pil dengan progestin yang lebih tinggi
dan potensi estrogen (Ptrend <0,05), yang paling menonjol di kalangan wanita berusia
<35 tahun (Ptrend <0,01).
2. Hasil yang menunjukkan tidak ada hubungan hubungan kontrasepsi dengan
kejadian kanker
Tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara pil kontrasepsi
pil dengan tumor/kanker payudara. Namun ditemukan hubungan antara
umur, pendidikan dan jumlah anak dengan tumor/kanker payudara1
Di antara perempuan 35-64 tahun umur, atau mantan menggunakan
kontrasepsi oral tidak terkait dengan peningkatan risiko signifikan kanker
payudara
21
BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan
1. Kontrasepsi hormonal adalah alat atau obat kontrasepsi yang bertujuan untuk mencegah
terjadinya kehamilan dimana bahan bakunya mengandung preparat estrogen dan
progesterone.
2. Berdasarkan jenis dan cara pemakaiannya dikenal tiga macam kontrasepsi hormonal
yaitu : Kontrasepsi Suntikan, Kontrasepsi Oral (Pil) dan Kontrasepsi Implant
3. Kanker payudara adalah pertumbuhan jaringan payudara abnormal yang etiologinya
belum diketahui dengan pasti. Salah satu faktor risiko kanker payudara ialah
penggunaan kontrasepsi oral jangka panjang yang mengandung kombinasi estrogen dan
progesteron
4. Walaupun telah terbukti adanya hubungan kadar estrogen dengan kejadian kanker
payudara, namun dalam dalam beberapa hasil penelitian ditemukan fakta berlaianan
tentang penggunaan kontrasepsi hormonal dengan kejadian kanker payudara
22
Daftar Pustaka
1Sirait Anna dkk. Hubungan Kontrasepsi Pil dengan Tumor/Kanker Payudara di Indonesia.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Farmasi, Badan Penelitian dan
Pengembangan, Departemen Kesehatan RI
2BKKBN, 1996, Apa Yang Anda Harus Ketahui Tentang Alat Kontrasepsi, Hartono hanifa,
Keluarga Berencana dan Kontrasepsi
3Ludfiana, Evi. Faktor Resiko Lama Penggunaan Pil Kontrasepsi Kombinasi Terhadap Kanker
Payudara.
4Diana B. Petitti, Combination Estrogen–Progestin Oral Contraceptives, clinical practice, The
new england journal of medicine. n engl j med 349;15 www.nejm.org October 9, 2003.
Downloaded from www.nejm.org on April 28, 2010
23
5Franklin H. Mecanism of Disease. Estrogen and Risk of Breast Cancer. The New England
Journal of Medicine. N Engl J Med, Vol. 344, No. 4 January 25, 2001 www.nejm.org.
Downloaded from www.nejm.org on April 28, 2010
6Harianto dkk. Resiko Penggunaan Kontrasepsi Kombinasi terhadap Kejadian Kanker Payudara
Pada Reseptor KB di Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta Indonesia.
7Slamet, Lestari. Hubungan Karakteristik Ibu dan Lama Pemakaian Kontrasepsi Hormonal
Terhadap Kejadian Pra Kanker Leher Rahim di Puskesmas Kepil 2 Tahun 2009.
8Pratiwi, Muthiah. Pengaruh pemakaian alat kontrasepsi kombinasi progesteron estrogen
terhadap kejadian kanker leher rahim di RSUD Dr. Moewardi Surakarta
9Polly et al. Oral Contraseptives and Risk of Breast Cancer . The New England Journal of
Medicine. N Engl J Med, Vol. 346, No. 26 June 27, 2002. www.nejm.org. Downloaded from
www.nejm.org on April 28, 2010
10James et al. mechanisms of disease Estrogen Carcinogenesis in Breast Cancer. The
New England Journal of Medicine. n engl j med 354;3. www.nejm.org January 19, 2006.
Downloaded from www.nejm.org on April 28, 2010.
11Andrew. Clinical Practice : Hormonal Contraception in Women of Older Reproductive Age.
The new england journal of medicine. n engl j med 358;12 www.nejm.1262 org. march 20,
2008. Downloaded from www.nejm.org on April 28, 2010.
24
12Obstetri Williams Ed. 22
25