Post on 01-Jan-2016
description
BAB I
A. PENDAHULUAN
Tiroiditis Hashimoto (HT) merupakan penyakit autoimun yang berlatar
belakang genetik. Disebut juga tiroiditis autoimun atau kronik limfositik tiroiditis.
Tiroiditis Hashimoto merupakan penyakit autoimun spesifik yang sering terjadi. 1
Di Amerika suatu studi menemukan bahwa secara klinis penyakit ini
terjadi pada 1 dari 182 orang Amerika atau sekitar 0,55% .sementara di United
Kingdom (UK) bahwa prevalensi dari HT adalah sekitar 0,8%. Namun demikian
prevalensi HT meningkat prevalensinya menjadi 13,45 ketika dilakukan Fine
Needle Aspiration Biopsy (FNAB). Pada umunya Tiroiditis Hashimoto
menyebabkan terjadinya Hipotiroid pada penderita.1
Dalam suatu studi epidemiologi di Amerika ditemukan bahwa Tiroiditis
Hashimoto lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria, dan diantara wanita
Tiroiditis Hashimoto lebih sering terjadi pada wanita yang berusia tua. Diakatakan
juga bahwa angka kejadian Tiroditis Hashimoto pada populasi umunya adalah
2%. Dalam studi ini dikatakan bahwa Tiroiditis hasimoto menyebabkan hipotiroid
spontan pada penderita. Hipotiroid spontan terjadi pada 1,5% wanita sementara
pada pria hanya 0,1%. Menurut data yang dipeoleh, resiko terjadinya hipotiroid
adalah 4 kali lebih besar pada wanita berumur 60-70 tahun daripada 40-50 tahun.2
Secara subklinik hipotirod ditandai dengan meningkatnya Thyroid
stimulating Hormone (TSH), sementara serum T4 (thyroxine) dan T3
(triiodothyronin) relatif dalam batas normal. Kemudian pada perkembangan
penyakitnya maka akan terjadi pengurangan jumlah sel folikel tiroid, hipotiroid,
gondok, dan penurunan kadah TSH serta T4 dalam darah.2
Gondok dapat muncul tanpa disadari penderita, dapat timbul dengan ukran
besar ataupun kecil. Pada kebanyakan pasien kelenjar tiroid akan membesar. Pada
30% pasien kelenjar akan berbentuk lobular namun beberapa juga ada yg
berbentuk nodular.1
Pada suatu studi, keluhan yang biasanya muncul pada pasien-pasien yang
mengalami Tiroiditis hashimoto adalah gondok sekitar 55%, 18,3% mengeluhkan
gejala-gejala lain hipotiroid seperti terlambatnya pertumbuhan anak, peningkatan
berat badan, sementara 11,15 pasien terdiagnosa pada saat pemeriksaan kesehatan
rutin. Meskipun sering menimbulkan gambaran hipotiroid dan eutiroid namun
pada beberapa kasus penderita tiroiditis Hashimoto menunjukkan adanya gejala-
gejala yang berhubungan dengan Grave’s Disease dengan tanpa adanya Grave’s
Disease.1
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Kelenjar Tiroid dan Tiroid
Kelenjar tiroid terletak tepat dibawah laring pada kedua sisi dan setelah
anterior trakea, merupakan salah satu kelenjar endokrin terbesar, normalnya
memiliki berat 15 sampai 20 gram pada orang dewasa. Kelenjar tiroid
menyekresikan dua macam hormon utama yakni Tiroksin (T4) dan Triiodotironin
(T3). Kedua hormon ini akan meningkatkan metabolisme tubuh. Kekurangan
sekresi hormon ini akan menyebabkan penurunan metabolisme basal kira-kira 40-
50% dibawah normal, sementara kelebihan hormon ini dapat menyebabkan
peningkatan metabolisme basal samapi 60-100% diatas normal. Sekresi hormon
ini terutama dipengaruhi oleh TSH yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.
Selain itu kelenjar tiroid juga menyekresikan kalsitonin, hormon yang penting
bagi metabolisme kalsium.3
Kelenjar tiroid terdiri atas banyak sekali folikel-folikel yang tertutup yang
dipenuhi bahan sekretorik yang disebut koloid dan dibatasi oleh sel-sel epitel
kuboid yang mengeluarkan hormonnya ke bagian folikel tersebut. Unsur utama
dari koloid adalah glikoprotein tiroglobulin besar yang mengandung hormon
tiroid dalam molekul-molekulnya. Begitu hormon yang dieksresikan masuk
kedalam folikel hormon itu harus diabsorbsi kembali melalui epitel folikel
kedalam darah, sebelum dapat berfungsi dalam tubuh.3
Kira-kira 93% hormon-hormon aktif metabolisme yang disekresikan oleh
kelenjar tiroid adalah tiroksin dan 7% adalah triiodotironin. Akan tetapi, hampir
semua tiroksin akan diubah menjadi triiodotironin dalam jaringan, sehingga secara
fungsional keduanya bersifat sangat penting. Secara kualitatif fungsi kedua
hormon ini adalah sama, namun keduanya berbeda dalam kecepatan dan intensitas
kerjanya. Triiodotironin kira-kira empat kali lebih kuat daripada tiroksin, namun
jumlahnya dalam darah jauh lebih sedikit dan keberadaannya dalam darah jauh
lebih singkat daripada tiroksin.3
Gambar 1. Gambaran histologi Kelenjar tiroid
Gambar 2. Kelenjar Tidroid
Fungsi Fisiologis hormon tiroid adalah:3
1. Membantu metabolisme karbohidrat
2. Membantu metabolisme lemak
3. Menurunkan konsentrasi kolesterol dalm darah dan meningkatkan asam
lemak bebas
4. Meningkatkan laju metabolisme basal
5. Menurunkan berat badan
6. Meningkatkan aliran darah dan curah jantung
7. Meningkatkan motilitas saluran cerna
Kelenjar Tiroid akan mensekresikan hormon tiroid ketika kenlenjar
hipofisis anterior melepaskan TSH, TSH sendiri akan dilepaskan ketika
hipotalamus melepaskan thyroid Realesing Hormone (TRH).
Kelainan Hormon tiroid dapat berupa:4
1. Hipertiroid: Grave’s disease, Toxic Multinodular Goiter dan Toxic Nodule
2. Hipotiroid: Tiroiditis Hashimoto, Subakut Tiroiditis, Goiter (gondok)
2. TIROIDITIS HASHIMOTO
Definisi Tiroiditis hashimoto
Tiroiditis Hashimoto juga disebut kronik limfositik tiroiditis atau autoimun
tiroiditis, merupakan bentuk dari inflamasi kronik dari kelnjar tiroid. Inflamasi ini
kemudian akan merusak kelenjar tiroid sehingga menyebabkan penurunan fungsi
kelenjar tiroid yang juga mengakibatkan menurunnya fungsi hormon tiroid atau
juga disebut hipotiroid.
Tiroiditis Hashimoto meruapakan penyakit autoimun yang berarti sistem
imun dari suatu individu membuat pertahanan atau antibodi yang menyerang
jaringan tubuh sendiri sehingga mengganggu produksi dan fungsi hormon tiroid.
Kemudian dapat ditemukan banyaknya sel darah putih atau leukosit jenis limfosit
yang terakumulasi pada kelenjar tiroid. Limfosit inilah yang membentuk antibodi
dan menyerang kelenjar tiroid.5
Manifestasi klinik Tiroiditis Hashimoto:
1. Gondok
Gondok merupakan adalah gejala yang paling sring terjadi pada banyak
kelainan kelenjar tiroid, gondok merupakan gejala pembesaran kelenjar tiroid.
Gondok dapat terjadi menyeluruh ataupun bersifat seperti nodul. Kekurangan
iodium dapat menyebabkan gondok. Pada umumnya gondok dapat menyebabkan
penekanan disekitar daerah timbulnya. Gondok yang muncul dengan bentuk nodul
patut dicurigai sebagai keganasan.4
2. Peningkatan Berat badan
Peningkatan berat badan apada pasien dengan tiroiditis hashimoto terjadi
disebabkan karena terjadinya hipotiroid. Seperti telah dikatakan sebelumnya
bahwa gangguan tiroid akan menyebabkan terjadinya penurunan metabolisme
basal tubuh.3
3. Kelelahan
4. Konstipasi
5. Kurang berkeringat
6. frekuensi detak jantung menurun
Patogenesis
Patogenesis dari HT sendiri amatlah kompleks, merupakan suatu
perjalanan penyakit yang multiproses, melibatkan adanya gangguan pada genetik
serta gangguan pada lingkungan yang membawa perkembangan penyakit. Pada
suatu studi menggunakan hewan yang sebelumnya telah diketahui memilkiki
kelainan genetik didapati bahwa perjalanan penyakit tiroiditis dikarenakan adanya
kegagalan toleransi sistem imun yang dihasilkan oleh tubuh dan ekspansi
autoreaktif dari limfosit yang dihasilkan oleh tubuh.2
Sel-sel antibodi yang dihasilkan oleh tubuh ini kemudian menginfiltrasi
kelenjar tiroid. Peradangan dan infiltrasi pada kelenjar tiroid ini sendiri dapat
terjadi oleh karena adanya rangsangan dari lingkungan seperti tercukupi tidaknya
kebutuhan yodium sebgai bahan baku pembentukan tiroid, adanya infeksi bakteri
yang membentuk toksin dan mendorong terbentuknya antibodi, infeksi virus dan
lain-lain yang memaksa tirosit untuk menghasilkan tiroid-spesifik protein. Protein
ini bertindak sebagai sumber antigenik spesifik terhadap diri sendiri yang
kemudian menjadi menjadi antigen-presenting cells (APC) pada permukaan. Sel
ini kemudian yang menangkap antigen spesifik dan berjalan ke organ atau
kelenjar limfatik yang kemudian bertemu dengan autoreaktif T-sel (sel yang
bertahan akibat disregulasi atau kegagalan toleransi sistem imun) dan B-sel
merangsang dihasilkannya autoantibodi pada tiroid. Pada langkah selanjutnya
antigen memproduksi limfosit B, sitotoksik sel T dan makrofag yang meninvasi
dan terakumulasi dalam kelenjar tiroid yang pada akhirnya mengakibatkan
pembentukan/pelipatgandaan atoreaktif sel T, sel B, dan antibodi lain yang
menyebabkan deplesi dari tirosit lewat pembentukan sitokin, apoptosis,
sitotoksisitas yang mengarah pada terjadinya hipotiroid dan Tiroiditis hashimoto.
Secara ringkas akan digambarkan dalam skema berikut:2
Gambar 3. Patogenesis tiroiditis Hashimoto2
Peradangan pada kelenjar tiroid kemudian akan berlanjut menghasilkan
manifestasi klinik yang telah dibahas sebelumnya. Dalam suatu penelitian
diketahui bahwa terjadinya hipotiroid pada penderita tiroiditis hashimoto dapat
meningkatkan resiko terjadinya penyakit kardiovaskular. Dalam penelitian ini
disebutkan bahwa penurunan kada hormon tiroid dan peningkatan dari hormon
TSH akan menyebabkan terjadinya penebalan dinding pembuluh darah serta
kekakuan dinding pembulu darah.6
Pemeriksaan
Pada pemeriksaan fisik kelenjar tiroid dimulai dengan inspeksi, dari
inspeksi dapat ditemukan adnya masa di daerah leher.7 Namun, tidak semua
pasien dengan tiroiditis hashimoto akan mengalami gondok/goiter. Beberpa
pasien hipotiroid mengalami atrofi kelenjar tiroid.8
Kemudian dilakukan palpasi, yang perlu diperhatikan adalah ada atau
tidaknya abnormalitas pada kelenjar tiroid, ada tidaknya nyeri tekan pada tiroid,
nodul. Jika terdapat pembesaran pada kelenjar tiroid perhatikan pembesaran
tersebut apakah pembesaran menyebar, multinodular atau nodul tunggal.7
Nodul dan gondok merupakan kelainan yang seing ditemukan pada
kelainan tiroid. Nodul tiroid dapat diperiksa dengan palpasi pada 10% wanita dan
2% laki-laki. Pada pasien dengan umur kurang dari 16 tahundan lebih dari 45
tahun resiko keganasan meningkat. Adanya menandakan perlunya pemeriksaan
yang baik sehingga pasien tidak akan mengalami pengobatan yang kurang atau
lebih dari yang seharusnya diterima.9
Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan dari anamnesis dan pemeriksaan
kelenjar tiroid, untuk menyingkirkan kemungkinan keganasan.9
Faktor resiko Resiko Keganasan
Jenis Kelamin Pria lebih 2-3 kali lebih beresiko
mengalami keganasan
Umur <20 tahun: resiko 2 kali meningkat
>45tahun: meningkatkan resiko
>70 tahun: resiko meningkat 4 kali
Radiasi Ion 20-30 tahun setelah pajanan
40% resiko absolut keganasan nodul
tiroid pada pasien yang terpajan
Dosis kecil: 100 kali meningkat
Dosis tinggi: 300 kali meningkat
Riwayat Keluarga Adanya riwayat kenanasan
meningkatkan resiko keganasan
Ukuran >4 cm resiko kegansan meningkat
Pertumbuhan Pertumbuhan dalam beberapa minggu
meningkatkan resiko
Suara Suara parau meningkatkan resiko
keganasan
Sevikal Limfadenopati Beresiko tinggi keganasan
Karakteristik Pembengkakan Keras, padat dan terfiksasi resiko
keganasan meningkat
Kistik, mobile, tidak keras indikasi
keganasan kurang
Pemeriksaan Penunjang:9
1. X-Foto: biasanya dilakukan pada anak-anak untuk menunjukkan ada
tidaknya keterlambatan pertumbuhan tulang
2. Patologi Klinik: pemeriksaan kadar T3 dan T4 serta TSH
3. FNAB, CT-Scan dan MRI (bila diperlukan)
Penatalaksanaan
1. Farmakologi
Penderita dengan hipotiroid dapat diberikan tiroksin (terapi sulih hormon)
biasanya dimulai dengan dosis rendah 50µg/hari, khususnya pada pasien yang
lebih tua atau dengan miksedema berat ditingkatkan secara perlahan hingga dosis
150µg/hari. Pada penderita usia muda dapat dilakukan peningkatan dosis
secepatnya.8
2. Non-Farmakologi
Merupakan tindakan pembedahan. Tindakan pembedahan dapat berupa
pengankatan kelenjar tiroid atau yang disebut tiroidektomi. Pada pasien dengan
Hashimoto disease teknik tiroidektomi yang biasanya dilakukan adalah subtotal
tioridektomi. Sub-total tiroidektomi hanya dianjurkan dilakukan pada pasien
dengan gondok yang besar sehingga menimbulkan kompresi yang signifikan pada
daerah disekitarnya terutama pada jalan nafas, tidak terjadinya perbaikan kadar T4,
atau sukar disingkirkannya diagonis keganasan.10,11
BAB II
LAPORAN KASUS
I.IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Christy momongan
Umur : 43 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat / tanggal lahir : Tondano, 12 juni 1981
Agama : Kristen
Suku / bangsa : minahasa / Indonesia
Pendidikan terakhir : SMP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status perkawinan : Sudah Menikah
Jumlah anak : (belum punya anak)
Alamat : minahasa utara
Tanggal MRS : 18 oktober 2012
Tanggal pemeriksaan : 18 oktober 2012
Tempat pemeriksaan : RSUP Prof. kandou Manado
A. Keluhan Utama: benjolan dileher
B. Riwayat penyakit sekarang:
Awalnya Pasien mengeluhkan adanya benjolan dileher bagian tengah sejak
kira-kira 4 tahun yang lalu. Awalnya benjolan kecil tidak disadari oleh pasien
namun lama kelamaan membesar secara perlahan sebesar telur ayam. Benjolan
dirasakan tidak nyeri, tidak menggangu waktu bernafas, tidak mengganggu atau
mengubah suara, tidak ada kesulitan menelan, tidak disertai demam sebelumnya.
Pasien tidak memiliki riwayat jantung menebar, tangan tidak gemetar, mata tidak
melotot, pola tidur normal, tidak berkeringat banyak, nafsu makan kadang naik
turun, porsi makan cenderung sedikit, tidak diare, BB tidak dirasakan turun.
Pasien merasa lemas dan mudah lelah. BAB 1-2 kali dalam sehari. Tidak
didapatkan sulit BAB, dan BAK tidak ada keluhan. Pembesaran kelenjar getah
bening tidak ada. Beberapa anggota keluarga ada yang menderita sakit seperti ini.
C. Riwayat penyakit dahulu:
1. Riwayat penyakit serupa: disangkal
2. Riwayat asma : disangkal
3. Riwayat alergi : disangkal
D. Riwayat penyakit keluarga
1.Riwayat penyakit serupa: Ada keluarga penderita mengalami
sakit serupa
2.Riwayat asma : disangkal
3.Riwayat alergi : disangkal
II. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : baik
Derajat kesadaran : compos mentis
Kulit
Warna sawo matang, kelembaban baik, ujud kelainan kulit (-)
Kepala
Bentuk mesosefal, rambut hitam sukar dicabut
Mata
Bulu mata rontok (-), konjungtiva pucat (-/-), palpebra odem (-/-), cowong(-/-),
sklera ikterik (-/-), pupil isokor (2mm/2mm), refleks cahaya (+/+),air mata (+/+)
Hidung
Bentuk normal, nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), darah (-/-)
Mulut
Bibir sianosis (-), mukosa basah (+)
Telinga
Bentuk normal, tragus pain (-), mastoid pain (-), discharge (-/-)
Tenggorok
Uvula ditengah, tonsil T2-T2, mukosa faring hiperemis (-)
Leher
Bentuk normocolli, trakea di tengah, kelenjar getah bening tidak membesar, JVP
tidak meningkat, pembesaran kelenjar tiroid (+)Status lokalis : regio colli anterior
tampak benjolan ukuran 10 x 4 cm, sewarna kulit, konsistensi lunak kenyal,
berbatas tegas, mobile, permukaan rata, ikut bergerak saatmenelan, nyeri tekan (-),
bruit (-)
Thorax
Bentuk : normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan kiriPulmo : Inspeksi :
Pengembangan dada kanan = kiriPalpasi : Fremitus raba kanan = kiriPerkusi :
Sonor / Sonor di semua lapang paruBatas paru-hepar : SIC V kananBatas paru-
lambung : SIC VI kiriRedup relatif di : SIC V kananRedup absolut : SIC VI kanan
(hepar)Auskultasi : SD bronchovesikuler (+/+), suaratambahan (-/-)
Cor
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas nomal, regular,bising (-)
Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada, spasme (-)
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : timpani, asites (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
Ekstremitas
Akral dingin (-), edema (-)
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (13/10/12)
Leukosit : 990 GDS : 92
Natrium : 146 Eritrosit : 5,04
Creatinin : 0,7 Kalium : 3,99
Hemoglobin : 14,3 Ureum : 17
Chlorida : 102,7 Hematokrit : 43,1
Trombosit : 246 SGPT : 22
SGOT :23
FNAB : Tiroid hashimoto
Radiologi (X_foto cervical AP_Lateral) : tumor tiroid
IV. DIAGNOSIS KERJA
- tiroiditis hashimoto
V. FOLLOW UP
19/10/2012
S : (-)
O : TD : 110/70, Nadi : 82x/m, Respirasi 20x/m, Suhu : 36,7
Regio Colli anterior : benjolan ukuran 10x4 cm
A : Tiroiditis Hashimoto
P : Rencana Operasi
20/10/2012
S : Benjolan pada leher
O : TD : 110/70, Nadi : 80x/m, Respirasi 20x/m, Suhu : 36,6
Regio Colli anterior : benjolan ukuran 10x4 cm
A : Tiroiditis Hashimoto
P : Rencana Operasi
21/10/2012
S : Benjolan pada leher
O : TD : 110/70, Nadi : 84x/m, Respirasi 20x/m, Suhu : 36,5
Regio Colli anterior : benjolan ukuran 10x4 cm
A : Tiroiditis Hashimoto
P : Rencana Operasi
Besok periksa DL lengkap
22/10/2012
S : (-)
O : TD : 110/70, Nadi : 80x/m, Respirasi 20x/m, Suhu : 36,6
Regio Colli anterior : benjolan ukuran 10x4 cm
A : Tiroiditis Hashimoto
P : Rencana Operasi
Pemeriksaan Laboratorium 22/10/2012
Leukosit : 9800 Protein total : 8,0 Globulin : 3,2 Chlorida: 98
Eritrosit : 5,33 GDS : 76 SGOT : 19
Hemoglobin :14,8 Creatinin : 0,8 SGPT : 20
Hematokrit : 46 Ureum : 17 Natrium: 144
Trombosit : 214 Albumin : 4,8 Kalium : 3,92
Laporan Operasi (22 oktober 2012)
Penderita terlentang dengan GA,
Asepsis dan antisepsis lapangan operasi.
Insisi Horisontal 2 jari diatas sternum.
Insisi diperdalam lapis demi lapis tampak tiroid kanan membesar
diputuskan dilakukan pengangkatan tiroid lobus dekstra dan isthimus.
Preservasi N. Laringeus recurrent.
Jaringan diperiksakan ke patologi anatomi ukuran 4x4 cm.
Kontrol perdarahan pasang drain.
Luka operasi ditutup lapis demi lapis.
Operasi selesai.
Instruksi Post Op
- IVFD RL : D5 2:1
- Ceftriaxone 2x1 gr IV
- Ranitidine 2x1 amp IV
- Ketorolac 3x1 amp IV
- Puasa sampai bising usus (+) dan flatus (+)
- Cek DL post op,bila Hb < 10g/dL transfuse
PEMBAHASAN
Awalnya Pasien mengeluhkan adanya benjolan dileher bagian tengah sejak
kira-kira 4 tahun yang lalu. Awalnya benjolan kecil tidak disadari oleh pasien
namun lama kelamaan membesar secara perlahan sebesar telur ayam. Benjolan
dirasakan tidak nyeri, tidak menggangu waktu bernafas, tidak mengganggu atau
mengubah suara, tidak ada kesulitan menelan, tidak disertai demam sebelumnya.
Pasien tidak memiliki riwayat jantung berdebar, tangan tidak gemetar, mata tidak
melotot, pola tidur normal, tidak berkeringat banyak, nafsu makan kadang naik
turun, porsi makan cenderung sedikit, tidak diare, BB tidak dirasakan turun.
Pasien merasa lemas dan mudah lelah. BAB 1-2 kali dalam sehari. Tidak
didapatkan sulit BAB, dan BAK tidak ada keluhan. Pembesaran kelenjar getah
bening tidak ada. Beberapa anggota keluarga ada yang menderita sakit seperti ini.
Pada umumnya gejala tiroiditis hashimoto tidak memiliki gejala yang khas
hingga jangka waktu bertahun-tahun dan biasanya terdiagnosis ketika telah terjadi
pembesaran pada kelenjar tiroid. Pada pasien ini mengalami hal yang sama, tidak
nampak gejala yang spesifik akan terjadinya tiroiditis hashimoto dari gejala-gejala
diatas penderita sama sekali tidak mengalami gangguan berarti yang dapat
menyebabkan beturunnya kualitas hidup.
Dalam teori telah dikemukakan bahwa tiroiditis hashimoto merupakan
penyakit auto imun dimana penyebabnya belum diketahui dengan jelas, pada
pemeriksaan kadar hormon tiroid dalam darah dapat ditemukan gambaran eutiroid
maupun hipotiroid, dalam beberapa kasus jarang sekali terjadi hipertiroid.
Sehingga munculnya gejala seperti cepat lelah, kenaikan berat badan dapat
dijelaskan oleh karena adanya hipotiroid. Namun, pada pasien ini tidak terdapat
kelaianan pada pemeriksaan kadar hormon tiroid. Sehingga dapat dijelaskan
bahwa pasien tidak akan mengalami keluhan yang bermakna.
Untuk mendiagnosa tiroiditis hashimoto perlu dilakukan berbagai macam
pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan kadar tiroid dalam darah serta
yang paling baik adalah dengan pemeriksaan FNAB. Untuk kemudian dilakukan
pemeriksaan histopatologi. Pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan FNAB
dengan hasil pemeriksaan “Tiroiditis Hashimoto”.
Penatalaksanaan pada tiroiditis hashimoto adalah dengan terapi
konservatif. Karena pada umumnya pasien mengalami hipotiroid maka dapat
dberika terapi berupa pemberian obat sulih hormonan yaitu Levotiroxin yang
identik dengan tiroksin. Pengobatan ini tidak hanya untuk terapi sulih hormonal,
namun juga merupakan terapi yang dapat membantu mengurangu ukuran nodul
goiter. Jika pada pemeriksaan ditemukan hipertiroid maka dapat saja diberikan
obat anti-tiroid. Namun jika pasien tidak mengalami gangguan hormonal maka
tidak perlu dilakukan pengobatan karena umumnya asimptomatik.
Terapi lain yang dapat dilakukan adalah pengangkatan kelenjar tiroid atau
tiroidektomi. Namun, terapi ini dapat saja ditunda karena nodul pada umumnya
tiroiditis hashimoto biasanya dapat mengecil sejalan dengan waktu. Tiroidektomi
diindikasikan apabila terjadi gangguan pada jalan napas pasien. Hanya saja, nodul
pada kelenjar tiroid secara estetika mungkin akan mengganggu terutama pada
pasien-pasien wanita. Dalam indikasinya, alasan kosmetik dapat saja menjadi
indikasi dilakukannya tiroidektomi.
Pada pasien ini direncanakan untuk dilakukan tiroidektomi, tidak
ditemukan gejala-gejala obstruksi jalan napas, alasan dilakukannya tiroidektomi
adalah pasien merasa terganggu dengan adanya nodul di leher.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sari E, Karaoglu A, Yesilkaya E. HAshimoto's Thyroiditis in Children and
Adolescent. Autoimune Disorders. November 2011.
2. Chistiakov DA. Review Imunogenetics of Hashimoto's thyroiditis. Journal of
Autoimune Disesases. Maret 2005, 2:1.
3. Rachman LY, Hartanto H, Novrianti A. Guyton and Hall Fisiologi kedokteran.
Jakarta: EGC; 2008.
4. Weigel RJ. Thyroid. Surgery Basic Science and Clinical Evidence. New york:
Springer; 2008.
5. National Endocrine and Metabolic Diseases Informatin Service. HAshimoto's
Disease. US Department of Health and Human Service. Mei 2009.
6. Ciccone MM, Pergola GD, Porcelli MT, Scicchitano P, Caldarola P, et al.
Increased carotid IMT in overweight and obese women affected by hashimoto's
Thyroiditis: an adiposity and autoimune linkage?. BMC Cardiovascular disorder.
2010. h.1-8
7. Ester M, Kapoh R. Pemeriksaan Fisik dan Riwayat kesehatan Bates. Edisi 5.
Jakarta: EGC. 2008.
8. Hartanto H, Susi N, Wulansari P, Mahanani DA. Patofisiologi: Konsep klinis
proses-proses penyakit. Edisi 6. Volume 2.: EGC; 2006. h. 1225-36.
9. Eng CY, Quraishi MS, Bradley PJ. Management of Thyroid nodules in adult
patients. Head and Neck Oncology. 2010. 2:11.
10. Pasaribu ET. Pembedahan pada kelenjar tiroid. FK USU Divisi Onkologi
Departemen Ilmu Bedah. 2006.
11. Mulholland, Michael W, Lillemoe, Keith D, Doherty, eta al. Greenfield's
Surgery: Scientific Priciples And Practice. 4th edition.: Lippicot Williams and
Wilkins. 2006.