Post on 09-Sep-2018
i
GAMBARAN PELAKSANAAN TATALAKSANA PNEUMONIA BALITA
DI PUSKESMAS KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2017
(STUDI KASUS DI PUSKESMAS PAMULANG)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
FAZA FIDARANI
1113101000013
PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1439 H / 2017 M
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
Gambaran Pelaksanaan Tatalaksana Pneumonia Balita di Puskesmas Kota
Tangerang Selatan Tahun 2017 (Studi Kasus di Puskesmas Pamulang)
Faza Fidarani, NIM : 1113101000013
xv, 148 halaman, 3 bagan, 5 tabel, 7 lampiran
ABSTRAK
Pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita merupakan strategi untuk
pengendalian pneumonia balita dengan tujuan menemukan sedini mungkin dan
mengobati sampai sembuh sehingga tidak memperberat penyakit dan
menyebabkan kematian balita. Puskesmas Pamulang memiliki jumlah penemuan
kasus pneumonia balita tertinggi di Kota Tangerang Selatan. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui gambaran pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita
berdasarkan pedoman tatalaksana pneumonia balita dari Kementerian Kesehatan
di Puskesmas Pamulang Tahun 2017. Desain studi yang digunakan adalah
dekriptif kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Teknik yang dilakukan dalam
pengambilan data, yaitu wawancara mandalam, observasi, dan telaah dokumen
dengan waktu penelitian pada September sampai dengan Oktober tahun 2017.
Informan penelitian berjumlah 7 orang yang terdiri dari pemegang program
pneumonia balita, staf koordinator P2 ISPA, dan kepala Puskesmas Pamulang,
Staf pelaksana pneumonia balita di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, dan
tenaga kesehatan yang diobservasi di Puskesmas Pamulang yakni 2 Dokter dan 1
Bidan. Hasil penelitian menunjukan bahwa tenaga kesehatan yang mendapatkan
pelatihan pedoman tatalaksana pneumonia balita hanya pemegang program
pneumonia balita dan sasaran pneumonia balita yang belum sepenuhnya dipahami
oleh tenaga kesehatan. Proses tatalaksana menilai anak batuk atau kesukaran
bernapas pelaksanaannya sudah baik, klasifikasi dan menentukan tindakan sesuai
untuk 2 kelompok umur balita, pengobatan dan rujukan, konseling ibu, tindak
lanjut pneumonia balita, dan penerapan di Puskesmas belum terlaksana dengan
baik. Pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas Pamulang belum
sesuai dengan pedoman tatalaksana pneumonia balita dari Kementerian Kesehatan
terdiri dari klasifikasi dan menentukan tindakan sesuai untuk 2 kelompok umur
balita, pengobatan dan rujukan, konseling ibu, tindak lanjut pneumonia balita, dan
penerapan di Puskesmas.
Kata Kunci : Balita, Pelaksanaan Tatalaksana, Pneumonia
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
MAJOR OF PUBLIC HEALTH
DEPARTMENT OF HEALTH CARE MANAGEMENT
Management Implementation of Pneumonia on Toddler at Public Health
Center of South Tangerang City in 2017 (Case Study at Public Health Center
of Pamulang)
xv, 148 pages, 3 charts, 5 tables, 7 attachments
ABSTRACT
Guidelines for the management of toddler pneumonia is a strategy for
controlling pneumonia toddlers with the aim of finding as early as possible and
treating until healed, so it is not to aggravate the disease and cause death. Public
Health Center of Pamulang has the highest number of pneumonia cases in South
Tangerang City. The research aimed to describe the implementation of pneumonia
management guidelines for toddler at Public Health Center of Pamulang in 2017.
Qualitative research with a case study were conducted in this study. The data was
collected by performing in depth interview, observation, and documents review.
There were 7 informants which consist of 1 person in charge of toddler
pneumonia, 1 staff coordinator P2 ISPA, head of Pamulang public health center,
and 1 staff of Toddler Pneumonia of South Tangerang City Health Office;
meanwhile 2 doctors and 1 midwife in Pamulang Public Health Center were
observed. This research showed that only the programmer of toddler pneumonia
had ever been experiencing in training of pneumonia management guidelines for
toddler and pneumonia of toddler’s target had been thoroughly understood by
health personnel. This study revealed that the classification and determining
action for 2 age group of toddler, treatment and referral, counselling of mother,
follow up pneumonia of toddler, and the implementation has not been done well
according to guideline of pneumonia management for toddler. The Conclusion is
the implementation of pneumonia management of toddler at Public Health Center
of Pamulang has not been accordance with the guideline of pneumonia
management for toddler.
Keyword: Management Implementation, Pneumonia, Toddler
iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan Judul
GAMBARAN PELAKSANAAN TATALAKSANA PNEUMONIA BALITA
DI PUSKESMAS KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2017
(STUDI KASUS DI PUSKESMAS PAMULANG)
DISUSUN OLEH
FAZA FIDARANI
1113101000013
Telah disetujui, diperiksa dan untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 29 Desember 2017
Mengetahui,
Pembimbing
v
PANITIA SIDANG SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 3 Desember 2017
Penguji III
vi
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya meyatakan bahwa:
1. Skripsi ini adalah hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 27 Desember 2017
Faza Fidarani
vii
RIWAYAT HIDUP
Name : Faza Fidarani
Gender : Female
Birthday : June 15th
1995
Religion : Islam
Nationality : Indonesia
Phone Number : 085212237383
Email : Fazafidarani95@gmail.com
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunianya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaran
Pelaksanaan Tatalaksana Pneumonia Balita di Puskesmas Kota Tangerang
Selatan Tahun 2017 (Studi Kasus di Puskesmas Pamulang)”. Skripsi ini
disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan pendidikan strata satu
(S1) pada jurusan kesehatan masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam proses penyusuan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua dan keluarga, penulis mengucapkan terimakasih karena telah
memberikan doa dan kasih sayang serta motivasi dalam setiap kondisi
yang penulis hadapi.
2. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Fajar Ariyanti, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan pembimbing
yang telah memberikan bimbingan, motivasi, dan meluangkan waktu
sehingga skripsi ini dapat disusun dengan baik.
4. Riastuti Kusuma Wardani, MKM selaku pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, motivasi, dan meluangkan waktu sehingga
proposal skripsi dapat disusun dengan baik.
ix
5. Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan dan Puskesmas Pamulang yang
telah memberikan izin dan membantu dalam proses penelitian.
6. dr. Yuli Prapanca Satar, MARS dan Dewi Utami Iriani, M.Kes, Ph, D, dan
dr. Salmawati, MKM yang telah bersedia menjadi penguji dan
memberikan masukan dalam penulisan skripsi.
7. Seluruh teman-teman Kesehatan Masyarakat UIN angkatan 2013 dan
peminatan Manajemen Pelayanan Kesehatan 2013 yang telah banyak
memberikan bantuan, semangat dan do’a dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang besar meskipun
dengan berbagai keterbatasan yang dimiliki. Penulis mengharapkan kritik dan
saran dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Atas perhatian dan
dukungannya, penulis mengucapkan terima kasih.
Jakarta, 27 Desember 2017
Faza Fidarani
x
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. ii
ABSTRACT ........................................................................................................... iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN ........................................................................ iv
PANITIA SIDANG SKRIPSI ................................................................................. v
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... vi
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv
DAFTAR BAGAN ............................................................................................... xv
DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... xvi
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 6
1.3 Pertanyaan Penelitian ................................................................................. 6
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 6
1.4.1 Tujuan Umum ......................................................................................... 6
1.4.2 Tujuan Khusus ........................................................................................ 6
1.5 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 7
1.5.1 Manfaat Bagi Puskesmas di Kota Tangerang Selatan ............................ 7
1.5.2 Manfaat Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat ............................. 7
1.5.3 Manfaat Bagi Peneliti Lain ..................................................................... 7
1.6 Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................... 8
xi
BAB II ..................................................................................................................... 9
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 9
2.1 Pneumonia ..................................................................................................... 9
2.1.1 Definisi Pneumonia................................................................................. 9
2.1.2 Hubungan ISPA dan Pneumonia .......................................................... 10
2.1.3 Klasifikasi Pneumonia Balita................................................................ 10
2.1.4 Epidemiologi Pneumonia Balita ........................................................... 11
2.2 Tatalaksana Pneumonia Balita ................................................................... 15
2.3 Puskesmas .................................................................................................. 32
2.3.1 Definisi Puskesmas ............................................................................... 32
2.3.2 Fungsi Puskesmas ................................................................................. 33
2.4 Logic Models ............................................................................................. 34
2.5 Kerangka Teori ......................................................................................... 38
BAB III ................................................................................................................. 40
KERANGKA PIKIR DAN DEFINI ISTILAH .................................................... 40
3.1 Kerang Pikir ............................................................................................. 40
3.2 Definisi Istilah .......................................................................................... 42
BAB IV ................................................................................................................. 45
METODELOGI PENELITIAN ............................................................................ 45
4.1 Desain Penelitian ...................................................................................... 45
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................... 45
4.3 Informan Penelitian .................................................................................. 45
4.4 Instrumen Penelitian ................................................................................. 47
4.4 Sumber Data ............................................................................................. 47
4.6 Metode Pengumpulan Data ...................................................................... 48
4.7 Analisa Data ............................................................................................. 50
xii
4.8 Penyajian Data .......................................................................................... 52
4.9 Validasi Data ............................................................................................ 53
BAB V ................................................................................................................... 55
HASIL PENELITIAN ........................................................................................... 55
5.1 Gambaran Umum Puskesmas Pamulang .................................................. 55
5.2 Karakteristik Informan ............................................................................. 56
5.3 Pelaksanaan Tatalaksana Pneumonia Balita ............................................. 57
5.4 Gambaran Input Pelaksanaan Tatalaksana Pneumonia Balita.................. 58
5.4.1 Sumber Daya Manusia .......................................................................... 58
5.4.2 Sarana Prasarana .................................................................................. 62
5.4.3 Anggaran atau Dana............................................................................. 68
5.4.4 Sasaran .................................................................................................. 69
5.5 Gambaran Proses Pelaksanaan Tatalaksana Pneumonia Balita................ 72
5.5.1 Menilai anak batuk atau kesukaran bernapas ...................................... 72
5.5.2 Klasifikasi Tindakan Untuk Anak Umur 2 Bulan Sampai
Dengan 59 Bulan .................................................................................. 73
5.5.3 Klasifikasi Dan Tindakan Untuk Bayi Batuk Atau Kesukaran
Bernapas Umur <2 Bulan .................................................................... 75
5.5.4 Pengobatan dan Rujukan ...................................................................... 76
5.5.5 Konseling Ibu ........................................................................................ 79
5.5.6 Tindak Lanjut Pneumonia Balita .......................................................... 81
5.5.7 Penerapan di Puskesmas Pamulang ...................................................... 83
5.6 Gambaran Output Pelaksanaan Tatalaksana Pneumonia Balita ............... 87
5.7 Penemuan Kasus Pneumonia Balita ......................................................... 95
BAB VI ............................................................................................................... 109
PEMBAHASAN ................................................................................................. 109
xiii
6.1 Pelaksanaan Tatalaksana Pneumonia Balita .......................................... 109
6.2 Gambaran Input Pelaksanaan Tatalaksana Pneumonia Balita................ 110
6.2.1 Sumber Daya Manusia ........................................................................ 110
6.2.2 Sarana Prasarana ................................................................................. 114
6.2.3 Anggaran ............................................................................................. 116
6.2.4 Sasaran ............................................................................................... 117
6.3 Gambaran Proses Pelaksanaan Tatalaksana Pneumonia Balita.............. 119
6.3.1 Menilai Anak Batuk atau Kesukaran Bernapas ................................. 119
6.3.2 Membuat Klasifikasi Dan Menentukan Tindakan Sesuai
Untuk 2 Kelompok Umur Balita ........................................................ 122
6.3.3 Pengobatan dan Rujukan ................................................................... 124
6.3.4 Konseling Ibu ..................................................................................... 126
6.3.5 Tindak Lanjut Pneumonia Balita ........................................................ 129
6.3.6 Penerapan di Puskesmas Pamulang .................................................... 130
6.4 Gambaran Output Pelaksanaan Tatalaksana Pneumonia Balita ............. 132
BAB VII .............................................................................................................. 137
SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ 137
7.1 Simpulan .................................................................................................... 137
7.2 Saran .......................................................................................................... 139
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 141
LAMPIRAN ........................................................................................................ 148
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Istilah.............................................................................................42
Tabel 4.1 Trianggulasi Data........................................................................................54
Tabel 5.1 Karakteristik Informan................................................................................56
Tabel 5.2 Sarana Prasarana Puskesmas Pamulang.....................................................64
Tabel 5.3 Case Study Pneumonia Balita di Puskesmas Pamulang.............................95
xv
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Logic Models........................................................................................36
Bagan 2.2 Kerangka Teori.....................................................................................39
Bagan 3.1 Kerangka Pikir......................................................................................41
xvi
DAFTAR SINGKATAN
AIDS : Acquired Immune Deficiency Syndrome
APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
ASI : Air Susu Ibu
DKK : Data Dasar Keluarga
IDAI : Ikatan Dokter Anak Indonesia
ISPA : Infeksi saluran pernapasan akut
JKN : Jaminan Kesehatan Nasional
KIA : Kesehatan Ibu dan Anak
KIE : Komunikasi, Informasi, dan Edukasi
KNI : Kartu Nasehat Ibu
LB 1 : Laporan Bulanan 1
LB 3 : Laporan Bulanan 3
MDGS : Millenium Development Goals (MDGS)
MTBS : Manajemen Terpadu Balita Sakit
P2 : Program Pemberantasan Penyakit
PBB : Perserikatan Bangsa – Bangsa
xvii
Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar
RR : Respiratory rate
SDGS : Suistanable Development Goals
SDKI : Survei Demografi Kesehatan Indonesia
SDM : Sumber Daya Manusia
SK : Surat Keputusan
SRS : Survey Sistem Registrasi Sampel
TDDK : Tarikan dinding dada bagian bawah kedalam
UGD : Unit Gawat Darurat
UNICEF : United Nations Children’s Fund
WHO : World Health Organization
xviii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara yang bergabung menjadi anggota
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang telah berkomitmen untuk mencapai
Sustainable Development Goals (SDGs) dengan global goal yang terdiri dari 17
tujuan dan 169 target. Salah satu tujuan Sustainable Development Goals (SDGs)
dalam dunia kesehatan adalah kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan
bagi semua orang di segala usia. Pencapaian tujuan millenium Development Goals
(MDGS) yang belum tuntas pada tahun 2015 di sektor kesehatan yang perlu
diwujudkan yaitu upaya angka kematian bayi dan balita (Bappenas, 2016).
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering
terjadi pada anak. ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien
di sarana kesehatan. Terdapat sebanyak 40%-60% kunjungan pasien berobat ke
Puskesmas dan 15%-30% kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap
rumah sakit disebabkan oleh ISPA (Kemenkes RI, 2012).
ISPA dan Pneumonia sangat erat hubungannya terutama pada balita. ISPA
yang berlanjut dapat menjadi pneumonia, hal tersebut sering terjadi pada balita
terutama apabila mengalami gizi kurang atau buruk dan dikombinasi dengan
keadaan lingkungan yang tidak higienis (Mardjanis, 2010). Balita menderita ISPA
perlu mendapatkan penanganan segera, agar penyakit tidak berlanjut menjadi
pneumonia. Sejalan dengan hubungan ISPA dengan pneumonia, ruang lingkup
2
pengendalian ISPA oleh Kementerian Kesehatan pada awalnya fokus pada
pengendalian pneumonia balita (Kemenkes RI, 2012).
Pneumonia merupakan penyebab utama kematian balita di dunia, lebih
banyak dibandingkan dengan gabungan penyakit AIDS, malaria, dan campak.
Penyakit ini lebih banyak menyerang pada anak khususnya dibawah usia 5 tahun
dan diperkirakan 1,1 juta kematian setiap tahun disebabkan pneumonia (WHO,
2012). Diperkirakan 2 balita meninggal setiap menit disebabkan oleh pneumonia
(WHO, 2013). Pada tahun 2013 sekitar 940.000 anak meninggal akibat
pneumonia (15% dari semua kematian balita) (UNICEF, 2015).
Di Indonesia, pneumonia masih merupakan masalah besar mengingat angka
kematian akibat penyakit ini masih tinggi. Berdasarkan SDKI (Survei Demografi
Kesehatan Indonesia) pada tahun 2012, angka kematian bayi 32/1.000 kelahiran
hidup, angka kematian balita 40/1.000 kelahiran hidup, lebih dari ¾ kematian
balita tahun pertama kehidupan, terbanyak saat neonatus. Hasil survey Sistem
Registrasi Sampel (SRS) oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan tahun 2014 menyebutkan proporsi kematian pneumonia
pada balita di Indonesia sebesar 9,4% (Kemenkes RI, 2015).
Menurut profil kesehatan Indonesia tahun 2015, terjadi peningkatan angka
cakupan penemuan pneumonia balita sebesar 63,45% dari tahun sebelumnya yang
hanya berkisar antara 20%-30%. Angka kematian akibat pneumonia pada balita
tahun 2015 sebesar 0,16%, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2014 yang
sebesar 0,08%. Pada kelompok bayi angka kematian sedikit lebih tinggi yaitu
sebesar 0,17% dibandingkan pada kelompok umur 1-4 tahun yang sebesar 0,15%
(Kemenkes RI, 2015).
3
Menurut Riskesdas 2013, terjadi peningkatan untuk period prevalence
pneumonia semua umur dari 2,1 persen pada tahun 2007 menjadi 2,7 persen pada
tahun 2013. Period prevalence pneumonia balita di Indonesia adalah 18,5 per
1000 balita. Di provinsi Banten, prevalens pneumonia balita berdasarkan
diagnosis berada di atas rata-rata periode prevalens nasional yaitu sebesar 18,7 per
1000 balita. Sedangkan menurut profil Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
tahun 2015 diketahui bahwa kematian balita tertinggi adalah pneumonia balita,
dengan penemuan kasus pneumonia pada balita mencapai 5,739 per penderita
(Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2015).
Salah satu upaya penurunan angka kesakitan dan kematian yang akibat
pneumonia pada balita ditentukan oleh keberhasilan penemuan sedini mungkin
dan tatalaksana pneumonia balita di sarana pelayanan kesehatan. Sejak tahun 1990
Kementerian Kesehatan telah mengadaptasi, menggunakan dan menyebarluaskan
pedoman tatalaksana pneumonia balita. Pedoman sebagai panduan dalam
melaksanakan tatalaksana standar program yang bertujuan untuk menemukan
sedini mungkin dan mengobati sampai sembuh sehingga tidak memperberat
penyakitnya dan menyebabkan kematian (Kemenkes RI, 2015).
Pedoman dapat menjadi panduan untuk tenaga kesehatan baik untuk dokter,
bidan, perawat, maupun tenaga kesehatan lain dalam melaksanakan tatalaksana
pneumonia pada balita di pelayanan kesehatan dasar yakni Puskesmas. Puskesmas
adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Kemenkes RI, 2014).
4
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan, diketahui bahwa Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
mempunyai 25 Puskesmas dengan pencapaian penemuan kasus pneumonia pada
tahun 2014 sebesar 6,205 dan menurun pada tahun 2015 sebesar 5,739 penemuan
pneumonia balita yang lebih rendah dari target yang telah ditentukan.
Penemuan kasus pneumonia balita tertinggi di Kota Tangerang Selatan pada
tahun 2014 berada di Pamulang, Benda Baru, Jurang mangu, Pondok Betung,
Rawa Buntu, Paku Alam, Pisangan, Ciputat timur, Kampung sawah, dan Pondok
jagung. Pada tahun 2015 penemuan kasus pneumonia balita tertinggi berada di
Puskesmas Pamulang, Pondok aren, Pondok kacang timur, Benda baru, Jombang,
Serpong 1, Jurang manggu, Pondok betung, Rawa buntu, dan Bakti jaya (Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2015).
Penelitian yang dilakukan oleh Putriarti (2014) diketahui bahwa kurangnya
komitmen dari pelaksana dalam program P2 ISPA. Hal ini ditunjukkan dengan
tidak adanya pelatihan, tidak ada dana khusus yang dialokasikan untuk program
karena perencanaan tidak dibuat secara detail, sarana KIE tidak dimiliki oleh
Puskesmas, dan panduan yang belum sepenuhnya dimengerti oleh petugas
Puskesmas. Sedangkan penelitian lain yang dilakukan oleh Choiriyah (2015)
diketahui bahwa jumah tenaga P2 ISPA yang tersedia di Puskesmas belum sesuai
dengan pedoman yang ada, ketersediaan sarana-prasarana (material-machine),
ketersediaan input method dalam pelaksanaan surveilans penemuan penderita
pneumonia balita, sumber dana, ketersediaan market (sasaran informasi) belum
sesuai dengan pedoman yang ada.
5
Sehubungan dengan uraian berikut, dengan ini penulis memandang perlu
untuk meneliti lebih lanjut dengan pendekatan kualitatif mengenai pelaksanaan
tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2017.
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas karena Puskesmas sebagai sarana kesehatan
yang berhubungan langsung dengan masyarakat yang merupakan ujung tombak
dalam mencapai pembangunan kesehatan yang optimal dan akan mencapai target
nasional apabila petugas kesehatan mampu menjalankan program sesuai dengan
pedoman penatalaksanaan pneumonia balita dengan baik.
Adapun Puskesmas yang akan diteliti adalah Puskesmas yang mempunyai
angka temuan kasus pneumonia tertinggi di Kota Tangerang Selatan pada tahun
2014 dan 2015. Berdasarkan hasil laporan magang oleh Marlinawati (2015),
diketahui bahwa rendahnya penemuan pneumonia balita di Puskesmas Pamulang
karena belum optimal dalam melakukan deteksi kasus, penemuan penderita secara
aktif belum berjalan dengan baik, pencatatan kasus, pelacakan dan pemantauan
dengan kunjungan rumah belum berjalan dengan baik. Oleh karena itu, Puskesmas
Pamulang dijadikan tempat penelitian dengan tujuan dapat mengetahui bagaimana
gambaran pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas Kota
Tangerang Selatan tahun 2017.
6
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian terdapat masalah pada proses
pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita. Oleh sebab itu, untuk menggali
permasalahan tersebut peneliti memilih Puskesmas Pamulang sebagai tempat
penelitian karena angka penemuan kasus pneumonia balita tertinggi pada tahun
2014 sampai dengan tahun 2015 di Kota Tangerang Selatan dan hasil laporan
magang oleh Marlinawati (2015), diketahui bahwa rendahnya penemuan
pneumonia balita di Puskesmas Pamulang karena belum optimal dalam
melakukan deteksi kasus, penemuan penderita aktif, dan pemantauan dengan
kunjungan rumah yang belum berjalan dengan baik.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Bagaimana pelaksanaan tatalaksana Pneumonia Balita di Puskesmas Kota
Tangerang Selatan Tahun 2017 (Studi Kasus di Puskesmas Pamulang) ?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Diketahuinya gambaran pelaksanaan tatalaksana pneumonia Balita di
Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2017 (Studi Kasus di Puskesmas
Pamulang).
1.4.2 Tujuan Khusus
a. Diketahuinya masukan (input) gambaran pelaksanaan tatalaksana
pneumonia balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2017.
b. Diketahuinya proses (process) gambaran pelaksanaan tatalaksana
pneumonia balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2017.
7
c. Diketahuinya keluaran (output) gambaran pelaksanaan tatalaksana
pneumonia balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2017.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Bagi Puskesmas di Kota Tangerang Selatan
Mendapatkan masukan untuk perbaikan dan kelanjutan dalam gambaran
pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita sesuai dengan pedoman
tatalaksana pneumonia balita dari Kementerian Kesehatan di Puskesmas
Kota Tangerang Selatan.
1.5.2 Manfaat Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan referensi bagi mahasiswa dan
dosen mengenai pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita.
1.5.3 Manfaat Bagi Peneliti Lain
Dapat dijadikan referensi untuk bahan bacaan dan rujukan oleh peneliti
selanjutnya dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan
pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita.
8
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini berjudul “Gambaran Pelaksanaan Tatalaksana Pneumonia
Balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2017 dengan studi kasus di
Puskesmas Pamulang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pelaksanaan tatalaksana dan permasalahan pneumonia balita di Puskesmas Kota
Tangerang Selatan tahun 2017. Penelitian ini dilakukan oleh Mahasiswi
peminatan Manajemen Pelayanan Kesehatan Program Studi Kesehatan
Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan menggunakan
metode kualitatif. Cara pengumpulan data dilakukan dengan melakukan
wawancara mendalam, telaah dokumen, dan observasi yang telah dilaksanakan
di Puskesmas Pamulang bulan September sampai dengan Oktober tahun 2017.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pneumonia
2.1.1 Definisi Pneumonia
Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru
(alveoli) yang disebabkan terutama oleh bakteri dan merupakan penyakit saluran
pernapasan akut yang sering menyebabkan kematian (Kemenkes RI, 2010).
Penyebab pneumonia adalah berbagai mikroorganisme seperti virus, jamur, dan
bakteri (Kemenkes RI, 2015). Pneumonia mengakibatkan peradangan, dimana
terdapat konsolidasi yang menyebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat.
Pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada daerah yang mengalami konsolidasi
dan darah dialirkan ke sekitar alveoli yang tidak berfungsi (Somantri, 2008).
Anak yang menderita pneumonia, kemampuan paru-paru untuk
mengembang berkurang, sehingga tubuh bereaksi dengan bernapas cepat agar
tidak terjadi hipoksia (kekurangan oksigen). Apabila pneumonia bertambah parah,
paru akan bertambah kaku dan timbul tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam (Ninyoman, 2013). Anak dengan pneumonia dapat meninggal karena
hipoksia atau sepsis (infeksi menyeluruh) akibat kemampuan paru untuk
menyerap oksigen menjadi berkurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tidak
bisa bekerja (WHO, 2006).
10
2.1.2 Hubungan ISPA dan Pneumonia
ISPA dan Pneumonia sangat erat hubungannya terutama pada balita. ISPA
yang berlanjut dapat menjadi pneumonia, hal tersebut sering terjadi pada balita
terutama apabila mengalami gizi kurang atau buruk dan dikombinasi dengan
keadaan lingkungan yang tidak higienis (Mardjanis, 2010).
Hal ini menandakan bahwa jika balita menderita ISPA perlu mendapatkan
penanganan segera, agar penyakit tidak berlanjut menjadi pneumonia. Sejalan
dengan hubungan ISPA dengan pneumonia, ruang lingkup pengendalian ISPA
oleh Kementerian Kesehatan pada awalnya fokus pada pengendalian pneumonia
balita (Kemenkes RI, 2012).
2.1.3 Klasifikasi Pneumonia Balita
Pneumonia pada balita diklasifikasikan sesuai dengan gejala atau tanda dan
akan diberikan tindakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kondisi balita
tersebut. Berikut adalah klasifikasi pneumonia balita yang berumur 2 bulan
sampai dengan 59 bulan, antara lain :
a. Pneumonia berat adalah seorang anak yang melakukan pemeriksaan
ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (TTDK) atau
saturasi oksigen <90 pada balita.
b. Pneumonia adalah seorang anak yang melakukan pemeriksaan tidak
ditemukan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (TTDK),
namun ditemukan napas cepat 50x/menit atau lebih pada anak umur 2
bulan sampai dengan,12 bulan, dan 40 x/menit atau lebih pada umur 12
bulan sampai dengan 59 bulan. Sebagian besar anak yang menderita
11
pneumonia tidak akan menjadi pneumonia berat jika mendapatkan
pengobatan yang cepat dan tepat.
c. Batuk bukan pneumonia adalah seorang anak yang melakukan
pemeriksaan tidak ditemukan adanya tarikan dinding dada bagian bawah
ke dalam, tidak ada napas cepat, frekuensi napas kurang dari 50 x/menit
pada anak umur 2 bulan sampai dengan 12 bulan, dan kurang dari 40
x/menit umur 12 bulan sampai dengan 59 bulan (Kemenkes RI, 2015).
2.1.4 Epidemiologi Pneumonia Balita
Indonesia menduduki peringkat ke-6 dunia untuk kasus pneumonia balita
dengan jumlah penderita mencapai 6 juta jiwa. Diperkirakan sekitar separuh dari
total kasus kematian pada anak yang menderita pneumonia di dunia disebabkan
oleh bakteri pneumokokus (UNICEF, 2016). Epidemiologi pneumonia dapat
terjadi di semua negara tetapi data untuk perbandingan sangat sedikit, terutama di
negara berkembang. Pneumonia di negara berkembang disebut penyakit yang
terabaikan atau penyakit yang terlupakan karena begitu banyak anak meninggal
karena pneumonia tetapi sangat sedikit perhatian yang diberikan terhadap masalah
pneumona (Said, 2010). World Health Organization (WHO) memperkirakan
terdapat 15 negara dengan prediksi kasus baru dan kejadian pneumonia paling
tinggi anak-balita sebesar 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus diseluruh dunia.
Lebih dari setengah terjadi pada 6 negara, yaitu Indi 43 juta, China 21 juta,
Pakistas 10 juta, Bangladesh, Indonesia, dan Nigeria sebesar 6 juta kasus,
mencakup 44% populasi anak pada balita di dunia pertahun (World Pneumonia
Day, 2012). Adapun etiologi, tanda dan gejala, pencegahan, dan faktor risiko
balita pneumonia, sebagai berikut :
12
a. Etiologi
Berdasarkan studi mikrobiologik penyebab utama pneumonia anak
balita adalah streptococcus pneumoniae/ pneumococcus (30-50%) dan
hemophilus influenzae type b/ Hib (10-30%), diikuti staphylococcus
aureus dan klebsiela pneumoniae pada kasus berat. Bakteri lain seperti
mycoplasma pneumonia, chlamydia spp, pseudomonas spp, escherichia
coli. Pneumonia pada neonatus banyak disebabkan bakteri gram negatif
seperti klebsiella spp dan bakteri gram positif seperti S. Pneumoniae, S.
Aureus. Penyebab pneumonia karena virus disebabkan respiratory
syncytial virus (RSV), diikuti virus influenza A dan B, parainfluenza,
human metapneumovirus dan adenovirus. Pneumonia dapat juga
disebabkan oleh bahan-bahan lain misal bahan kimia (aspirasi makan/susu
atau keracunan hidrokarbon pada minyak tanah atau bensin) (Said, 2010).
b. Tanda Gejala
Gejala yang sering terlihat pada anak yang menderita pneumonia
adalah demam, batuk, kesulitan bernafas, terlihat adanya retraksi
interkostal, nyeri dada, penurunan bunyi nafas, pernafasan cuping hidung,
sianosis, batuk kering kemudian berlanjut ke batuk produktif dengan
adanya ronkhi basah, frekuensi nafas > 50 kali per menit (Marni, 2014).
c. Pencegahan
Pencegahan pneumonia selain menghindarkan atau mengurangi faktor
resiko, dapat juga dengan pendekatan di komunitas dengan meningkatkan
pendidikan kesehatan, perbaikan gizi, pelatihan petugas kesehatan dalam
diagnosis dan penatalaksanaan yang benar dan efektif. Upaya pencegahan
13
merupakan komponen strategis pemberantasan pneumonia pada anak
terdiri dari pencegahan melalui imunisasi dan nonimunisasi. Imunisasi
terhadap patogen yang bertanggung jawab terhadap pneumonia merupakan
strategi pencegahan spesifik (Kartasasmita, 2010).
Dari beberapa studi vaksin (vaccine probe) diperkirakan vaksin
pneumokokus konjungasi dapat mencegah penyakit dan kematian kasus
pneumonia pneumokokus 20-35% dan vaksin Hib mencegah penyakit dan
kematian kasus pneumonia Hib 15-30%. Sekarang ini di negara
berkembang direkomendasikan vaksin Hib untuk diintegrasikan ke dalam
program imunisasi rutin dan vaksin pneumokokus konjugasi
direkomendasikan sebagai vaksin yang dianjurkan (Said, 2010).
Pemberian zink dapat mencegah terjadinya pneumonia pada anak,
meskipun apabila digunakan untuk terapi zink kurang bermanfaat.
Pemberian zink 20 mg/hari pada anak pneumonia efektif terhadap
pemulihan demam, sesak nafas dan laju pernafasan (Marni, 2014).
Pencegahan non imunisasi sebagai upaya pencegahan nonspesifik
merupakan komponen yang masih sangat strategis. Banyak kegiatan yang
dapat dilakukan misalnya pendidikan kesehatan kepada berbagai
komponen masyarakat, terutama pada ibu anak balita tentang besarnya
masalah pneumonia dan pengaruhnya terhadap kematian anak, perilaku
preventif sederhana misalnya kebiasaan mencuci tangan dan hidup bersih,
perbaikan gizi dengan pola maka nan sehat; penurunan faktor risiko lain
seperti mencegah berat badan lahir rendah, menerapkan ASI eksklusif,
14
mencegah polusi udara dalam ruang yang berasal dari bahan bakar rumah
tangga dan perokok pasif di lingkungan rumah (Said, 2010).
d. Faktor Risiko
Faktor risiko dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor risiko
ekstrinsik (faktor yang berasal dari lingkungan yang memudahkan orang
terjangkit penyakit) dan faktor risiko intrinsik (faktor risiko yang berasal
dari dalam organisme sendiri) (Notoadmodjo, 2010). Faktor risiko dapat
digunakan untuk memprediksi, memperjelas penyebab dan mendiagnosa
kejadian penyakit.
Berbagai faktor risiko yang meningkatkan kejadian, beratnya penyakit
dan kematian karena pneumonia, yaitu status gizi (gizi kurang dan gizi
buruk memperbesar risiko), pemberian ASI ( ASI eksklusif mengurangi
risiko), suplementasi vitamin A (mengurangi risiko), suplementasi zinc
(mengurangi risiko), bayi berat badan lahir rendah (meningkatkan risiko),
vaksinasi (mengurangi risiko), dan polusi udara dalam kamar terutama
asap rokok dan asap bakaran dari dapur (meningkatkan risiko).
Pneumonia di pengaruhi 3 faktor yitu faktor lingkungan meliputi :
pencemaran udara dalam rumah, fentilasi rumah, kepadatan hunian ; faktor
resiko anak meliputi : umur, BBLR, status gizi, pemberian vitamin A,
status imunisasi dan faktor perilaku meliputi : perilaku pencegahan dan
penanggulangan penyakit pneumonia (Maryunani, 2010). Faktor resiko
meningkatnya angka kejadian dan keparahan penyakit antara lain:
prematuritas, malnutrisi, status sosial ekonomi rendah, terkena asap secara
15
pasif, dititipkan di penitipan anak, tinggal dirumah yang terlalu padat,
mempunyai riwayat pneumonia (Lalani, 2011).
2.2 Tatalaksana Pneumonia Balita
a. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan satu-satunya sumber daya organisasi yang
memiliki kuasa untuk merencanakan dan mengendalikan sumber daya yang lain
dalam organisasi (Sinurat, 2008). Pada penelitian ini menggunakan sumber daya
manusia atau tenaga kesehatan, dimana tenaga kesehatan adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (Kemenkes RI,
2014). Mereka terdiri atas orang-orang yang memberikan pelayanan kesehatan
seperti dokter, perawat, apoteker, teknisi laboratorium, manajemen dan tenaga
pendukung lainnya (WHO, 2006).
Untuk jenis dan jumlah tenaga kesehatan dihitung berdasarkan analisis
beban kerja, dengan mempertimbangkan jumlah pelayanan yang diselenggarakan,
jumlah penduduk dan persebarannya, karakteristik wilayah kerja, luas wilayah
kerja, ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama lainnya di
wilayah kerja, dan pembagian waktu kerja (Kemenkes RI, 2014). Berbagai macam
kondisi dalam memberikan pelayanan kesehatan membuat tenaga kesehatan
memerlukan kemampuan dan keterampilan melalui pelatihan untuk meningkatkan
peningkatan kompetensi tenaga kesehatan dalam pelaksanaan tatalaksana
pneumonia balita. Pelatihan kesehatan dilakukan melalui pelatihan teknis program
dan teknis fungsional secara berjenjang di semua tingkat administrasi untuk
16
menunjang profesionalisme, maka pelatihan berperan penting untuk peningkatan
kualitas (Kemenkes RI, 2012). Hal ini sejalan dengan penelitian Adnan (2013)
diketahui bahwa pelatihan berkontribusi paling dominan terhadap keterampilan
petugas dalam tatalaksana pneumonia.
b. Sarana Prasarana
Sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor penting dalam
memberikan pelayanan kesehatan yang harus disiapkan untuk menjalankan suatu
kegiatan. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu tempat yang digunakan
untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif,
kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah
dan/atau masyarakat. Dalam memberikan pelayanan kesehatan, Puskesmas harus
memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, peralatan kesehatan,
ketenagaan, kefarmasian dan laboratorium (Kemenkes RI, 2014).
c. Anggaran
Anggaran merupakan alat bantu bagi manajemen untuk mencapai tujuan
dari organisasi karena anggaran merupakan alat perencanaan dan pengendalian
dalam aktivitasi di dalam organisasi (Sirait, 2006). Anggaran atau pendanaan
untuk Puskesmas bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah
(APBD), anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), dan sumber-sumber
lain yang sah dan tidak mengikat. Pengelolaan dana dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan (Kemenkes RI, 2014).
d. Sasaran
Sasaran adalah sebuah target atau penjabaran dari tujuan, yang akan dicapai
oleh organisasi pada jangka waktu tertentu. Sasaran akan suatu pedoman
17
kesehatan harus spesifik dan juga kriterianya harus jelas sehingga mampu tercapai
secara efektif. Apabila sasaran mampu tercapai dengan baik, maka pelaksanaan
dari program dapat berjalan dengan baik serta tidak menyimpang dari ketentuan
yang telah ditentukan. Sasaran tatalaksana pneumonia balita adalah anak yang
menderita batuk atau kesukaran bernapas pemeriksaan yang dapat dilakukan yakni
menanyakan, melihat, dan mendengar keadaan balita (Kemenkes RI, 2015).
e. Proses Pelaksanaan Tatalaksana Pneumonia
Di Indonesia, pneumonia masih merupakan masalah besar mengingat angka
kematian penyakit pneumonia balita masih tinggi dengan period prevalence
sebesar 1.85% untuk pneumonia balita. Oleh karena itu, pada tahun 2015
Kementerian Kesehatan mengeluarkan pedoman tatalaksana pneumonia balita
yang dapat digunakan untuk tenaga kesehatan (dokter, perawat,bidan, pengelola
program pengendalian ISPA) dalam tatalaksana anak dengan batuk atau kesukaran
bernapas (Kemenkes RI, 2015).
Dalam pedoman terdapat proses manajemen kasus yang disajikan dalam
suatu bagan yang memperlihatkan urutan langkah-langkah cara pelaksanaan
tatalaksana pneumonia balita antara lain, sebagai berikut :
1. Menilai anak batuk atau kesukaran bernapas
Menilai berarti memperoleh informasi tentang penyakit anak dengan
melakukan anamnesi melalui wawancara (mengajukan pertanyaan kepada
ibu) dan pemeriksaan fisik balita dengan cara melihat dan mendengarkan
pernapasan. Cara pemeriksaan fisik yang digunakan adalah dengan
mencari beberapa tanda klinik tertentu yang mudah dimengerti dan
diajarkan tanpa penggunaan alat-alat kedokteraan. Tanda klinik adalah
18
napas cepat, tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (TDDK) dan
suara napas tambahan (wheezing dan stridor). Adapun tatalaksana yang
dapat dilakukan dalam proses menilai anak batuk dan kesukaran bernapas
untuk balita pneumonia, sebagai berikut :
a. Tanyakan :
Berapa umur anak ?
Apakah anak menderita batuk atau kesukaran bernapas ?
Sudah berapa lama ?
Apakah anak bisa minum atau menetek ? (Jika anak berusia
2 bulan-s.d 59 bulan ?
Apakah anak kurang bisa minum atau menetek ? (Jika anak
berusia <2 bulan )
Apakah anak demam ? sudah berapa lama ?
Apakah anak kejang ?
b. Lihat :
Apakah napas cepat ?
Apakah terlihat tarikan dinding dada bagian bawah kedalah
(TDDK) ?
Apakah terlihat kesadaran menurun ?
c. Dengar :
Apakah terdengar stridor ?
Apakah terdengar wheezing ?
Mengetahui keadaan balita melalui tindakan tatalaksana menayakan,
melihat, dan mendengar dengan penilaian yang teliti dapat menemukan
19
kasus sedini mungkin dan melakukan tatalaksana sesuai standar sehingga
dapat mencegah perburukan penyakit dan kematia pada balita.
2. Membuat klasifikasi dan menentukan tindakan sesuai untuk 2 kelompok
balita
Klasifikasi merupakan suatu kategori untuk menentukan tindakan
yang akan diambil oleh tenaga kesehatan dan bukan sebagai diagnosis
spesifik penyakit. Klasifikasi dapat memungkinkan seseorang dengan
cepat menentukan apakah kasus yang dihadapi adalah suatu penyakit
serius atau bukan, apakah perlu dirujuk segera atau tidak. Dalam membuat
klasifikasi harus dibedakan menjadi 2 kelompok yakni umur <2 bulan dan
kelompok umur 2 bulan sampai dengan 59 bulan. Menentukan tindakan
berarti mengambil tindakan pengobatan terhadap infeksi bakteri secara
garis besar dibedakan menjadi 3 yaitu rujuk segera ke RS, beri antibiotik
dirumah, dan beri pengawasan dirumah. ). Adapun tatalaksana yang dapat
dilakukan dalam membuat klasifikasi dan menentukan tindakan untuk 2
kelompok umur balita pneumonia, sebagai berikut :
a. Klasifikasi Dan Tindakan Untuk Anak Umur 2 Bulan S.D 59
Bulan
1. Menentukan penyakit sangat berat pada anak berumur 2 bulan-
<60 bulan dengan tanda bahaya, seperti tidak bisa minum,
kejang, kesadaran menurun, stridor pada waktu anak tenang, gizi
buruk, tampak biru (sianosis), ujung tangan dan kaki pucat dan
dingin.
Rujuk segera ke Rumah Sakit
20
Beri 1 dosis antibiotik
Obati demam (Jika ada)
Bila sedang kejang beri diazepam
Bila ada stidor, sianosis, dan ujung tangan dan kaki pucat
dan dingin berikan oksigen
Cegah agar gula darah tidak menurun
Jaga anak tetap hangat
2. Pneumonia berat pada anak umur 2 bulan s.d 59 bulan dengan
tanda/gejala, seperti tarikan dinding dada ke dalam (TDDK) atau
sturasi oksigen <90.
Rujuk ke Rumah Sakit
Sebelum meninggalkan Puskesmas, beri pengobatan pra
rujukan seperti pemberian antibiotik, atasi demam,
wheezing, kejang, dan sebagainya).
Beri oksigen maksimal 2-3 liter permenit
Berikan satu kali dosis antibiotik yang sesuai, sebelum
dirujuk ke RS
3. Pneumonia pada anak berumur 2 bulan s.d 59 bulan dengan
tanda/gejala yakni adanya napas cepat (50 x/menit atau lebih).
Berikan amoksisilin oral dosis tinggi 2 kali perhari untuk 3
hari
Beri pelega tenggorokan dan pereda batuk yang aman
Apabila batuk > 14 hari rujuk
Apabila wheezing berulang rujuk
21
Nasehati ibu untuk memberikan obat sesuai anjuran
petugas kesehatan dan bawa kembali jika keadaan anak
bertambah buruk serta jelaskan cara pemberian antibiotik
Kunjungan ulang dalam 3 hari
Obati wheezing bila ada
4. Batuk bukan pneumonia balita pada anak berumur 2 bulan s.d
59 bulan dengan tanda/ gejala, seperti tidak ada tarikan dinding
dada ke dalam dan tidak ada napas cepat.
Tidak memberikan antobiotik dan pasien dirawat dirumah
Anjurkan ibu untuk memberikan tindakan
penunjang/perawatan dirumah dan mengamati
kemungkinan adanya tanda-tanda pneumonia sesuai
konseling dari petugas kesehatan.
Beri pelega tenggorokan dan pereda batuk yang aman
Apabila batuk >14 rujuk
Apabila wheezing berulang rujuk
Nasehati kapan segera kembali
Kunjungan ulang dalam 5 hari bila tidak ada perbaikan
Obati wheezing bila ada
b. Klasifikasi Dan Tindakan Untuk Bayi Batuk Atau Kesukaran
Bernapas Umur <2 Bulan
1. Jika ditemukan bayo diklasifikasi pneumonia berat dengan
tanda, seperti TDDK kuat atau adanya napas cepat 60x/menit
atau lebih. Tindakan yang dilakukan, sebagai berikut:
22
Rujuk segera ke RS
Sebelum meninggalakan Puskesmas, beri pengobatan pra
rujukan seperti pemberian antibiotik, atasi demam,
wheezing, kejang, dan sebagainya). Tulis surat rujukan ke
RS dan anurka ibu agar membawa anak ke RS sesegera
mungkin.
Berikan 1 kali dosis antibiotik sebelum anak di rujuk
Anjurkan ibunya untuk tetap memberikan ASI.
Jaga bayi tetap hangat.
Jika tidak dapat dirujuk, lakukan pengobatan di
Puskesmas.
Sebelum menentukan klasifikasi lakukan penilaian tanda bahaya
untuk menentukan tindakan rujukan. Bila tidak ditemukan tanda bahaya,
tentukan klasifikasi apakah termasuk pneumonia sangat berat, pneumonia
berat, pneumonia, dan batuk bukan pneumonia.
3. Menentukan pengobatan dan rujukan
Menentukan petunjuk pengobatan yang tepat berarti memiliki
keterampilan untuk pemberian antibiotik, menjelaskan petunjuk perawatan
di rumah bagi ibu atau pengasuh, pengobatan demam dan wheezing.
Adapun tatalaksana yang dapat dilakukan dalam proses menentukan
pengobatan dan rujukan balita pneumonia, sebagai berikut :
a. Pengobatan
1. Pemberian Antibiotik Oral
a. Pneumonia 2- 12 bulan (4- <10 Kg)
23
Amoksilin Tablet (250mg) = 2 x 1 tablet/hr
Amoksilin Sirup 125mg dalam 5ml = 2 x 10 ml
EritromisinSirup 125mg dalam 5ml = 3 x 5 ml
b. Pneumonia 12 bulan- 5 tahun (10-19 Kg)
Amoksilin Tablet (250mg) = 2 x 2 tablet/hr
Amoksilin Sirup 125mg dalam 5ml = 2 x 20 ml
EritromisinSirup 125mg dalam 5ml = 3 x 10 ml
c. Tindakan Pra Rujukan
Anak usia 2 – < 60 bulan dengan pneumonia berat harus
ditangani dengan ampisilin parenteral (penisilin) dan
gentasimin sebagai pengobatan lini petama.
Ampisilin : 50 mg/kg BB IM diberikan hanya 1 kali
suntikan
Gentamisin : 7,5 mg/kg BB IM diberikan hanya 1 kali
suntikan
Bayi berumur <2 bulan pemberian antibitik oral merupakan
tindakan pra rujukan dan diberikan jika bayi masih bisa
minum atau diberikan dengan cara injeksi intramuskular.
2. Pengobatan Demam Tinggi
a. Demam tidak tinggi ( <38,5 ˚C)
Masihati ibunya untuk memberikan cairan lebih banyak.
Tidak diperlukan pemberian parasetamol.
b. Demam Tinggi ( > 38,5 ˚C)
24
Berikan parasetamol setiap 6 jam dengan sesuai sampai
demam mereda. Berikan parasetamol kepada ibu untuk 3
hari.
2 bulan - <6 bulan (4-7 Kg) : Tablet 500 mg (1), Tablet
100 (1/2), dan sirup 120 mg/5 ml (2,5 ml ½ sendok takar).
6 bulan - <3 tahun (7-<14 Kg) : Tablet 500 mg (1/4),
Tablet 100 (1), dan sirup 120 mg/5 ml (5ml 1 sendok)
3 tahun- 5 tahun (14-19 Kg) : Tablet 500 mg (1/2), Tablet
100 (2), dan sirup 120 mg/5 ml (7,5ml 1 1/2 sendok)
Bayi < 2 bulan kalau ada demam harus dirujuk, tidak
diberikan parasetamol untuk demamnya.
3. Pengobatan Mengi/ Wheezing
Inhalasi bronkodilator kerja cepat (Salbutamol nebulisasi,
salbutamol dengan MDI, atau suntikan epinefrin secara subkutan),
bila belum membaik dapat diberikan sampai 3 kali dalam 1 jam
Wheezing Tidak menghilang -> Bukan Asma -> Tatalaksana
Pneumonia
Wheezing dan sesak mereda/menghilang -> Asma ->
Tatalaksana Asma sesuai buku pedoman Asma
b. Rujukan
1. Pengobatan pra rujukan (antibiotk dosis pertama)
Bayi muda (<2 bulan) dengan penyakit sangat berat harus
ditangani dengan obat suntikan:
Ampisilin : 50 mg/kg BB IM diberikan hanya 1 kali suntikan
25
Gentamisin : 7,5 mg/kg BB IM diberikan hanya 1 kali
suntikan
Mencegah agar gula darah bayi tidak turun pada bayi < 2
bulan dengan cara memberikan ASI
Rujuk Segera
2. Merujuk Anak
Menjelaskan perlunya rujukan
Hilangkan kekhawatiran ibu dan bantu mengatasi setiap
masalah
Usahakan agar ibu mau membawa anaknya ke rumah sakit
dan bantulan semampu tenaga kesehatan untuk memecahkan
masalahnya
Beri ibu intruksi dan peralatan yang diperlukan untuk
merawat anak selama perjalanan ke rumah sakit.
3. Menulis surat rujukan
Isi data yang ada dalam surat rujukan yang akan dibawa ibu
ke RS
Beritahu ibu untuk memberikannya kepada petugas kesehatan
di RS
4. Jika rujukan tidak memungkinkan
Pemberian antibiotik untuk rawat inap
Usia anak 2 s.d 59 bulan dengan batuk atau kesukaran
bernapa pertama
26
Batuk & pilek bukan pneumonia -> Nasehat perawatan di
rumah
Naps cepat dan TTDK -> Amoxicilin oral dan nasehat
perawatan di rumah
Tanda bahaya umum -> antibiotik dosis pertama
Pneumonia berat -> rujuk kefasyankes untuk injeksi
antibiotic atau terapi penunjang.
Pemberian oksigen
Umur < 2 bulan, jumlah aliran oksigen 0,5/menit
Umur > 2 bulan, jumlah aliran oksigen 1/menit
4. Memberikan konseling bagi ibu
Memberikan konseling bagi ibu harus dilakukan pada balita dengan
klasifikasi pneumonia dengan tindakan rawat jalan dan diberi antibiotik.
Hal ini harus dilakukan mengingat ibu dibekali pengetahuan tentang dosis
maupun frekuensi pemberian antibiotiknya. Disamping itu dilakukan pula
penilaian cara pemberian makanan termasuk pemberian ASI, memberikan
anjuran pemberian makan yang baik serta kapan harus membawa anak
kembali ke sarana dan prasarana. Adapun tatalaksana yang dapat
dilakukan dalam proses konseling ibu untuk balita pneumonia, sebagai
berikut :
a. Mengajari ibu cara memberikan obat oral di rumah
1. Pemberian dosis pertama pada anak
Gunakan bagan pengobatan untuk menentukan obat dan dosis yang
sesuai
27
Beritahu ibu alasan pemberian obat kepada anak, termasuk
mengapa diberi obat oral dan masalah apa yang di dapati
Peragakan cara mengukur satu dosis
Memberi tablet : Tunjukkan kepada ibu jumlah obat dalam 1
dosis, peragakan cara membagi/membelah tablet dan bila
digerus tambahkan tetes air pada obat diamkan 1-2 menit
selanjutnya gerus obat.
Memberi Sirup : peragakan cara mengukur dosis dalam mililiter
(ml) secara benar dan menggunkan sendok takar atau sendok
makan dan minta ibu untuk melakukannya.
Setelah pemberian dosis pertama, ibu diminta mengawasi anak
selama 30 menit. Bila dalam 30 menit anak muntah, beri 1 dosis
lagi. Bila anak muntah lagi sampai timbul tanda dehidrasi maka
atasi dehidrasi, sebelum memberikan obat dosis berikutnya.
2. Menjelaskan cara pemberian antibiotik
Berikan antibiotik cukup untuk 3 hari dihabiskan
Cantumkan nama dan umur penderita
Cantumkan dosis yang tepat untuk penderita (jumlah tablet/sirup,
berapa sendok takar)
3. Cek pemahaman ibu sebelum meninggalkan Puskesmas
Ajukan pertanyaan sebagai berikut :
Setiap berapa kali mengobati anak, ada berapa macam obat ?
Kapan ibu memberikan obat ini ? untuk berapa lama ?
Berapa tablet setiap kali pemberian ?
28
Obat mana yang diberikan 2 kali setiap hari ?
Ajari petugas obat di Puskesmas untuk memberikan cara
pengobatan sesuai tatalaksana pneumonia balita
4. Nasehati ibu kapan harus kembali
Sesegera mungkin jika kondisi anak memburuk (sesak napas,
TDDK)
Setelah 48 jam minum antibiotik untuk kontrol ulang
b. Menggunakan buku KIA untuk petunjuk pemberian makanan,
cairan/ASI, serta tanda-tanda untuk kembali segera
1. Nasihat pemberian makanan
Pemberian makanan pada bayi yang tidak bisa menghisap dengan
baik
Pemberian makanan pada anak yang muntah
Pemberin makanan selama anak sakit
Pemberian makanan setelah anak sembuh
2. Nasihat Pemberian Cairan
Berilah minuman lebih banyak pada anak
Pemberian ASI
3. Kembali Segera
Mintalah ibu untuk mengamati kemungkinan timbul tanda-tanda
pneumonia, sebagai berikut :
a. Pernapasan menjadi sulit
b. Pernapasan menjadi cepat
c. Anak tidak mau minum
29
d. Sakit anak tampak lebih berat
Jika muncul tanda-tanda tsb, maka mintalah ibuuntuk kembali
membawa anaknya ke Puskesmas untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan
c. Mengajari Ibu Menggunakan Bahan Yang Aman Untuk Meredakan
Batuk Dirumah
1. Bahan yang dianjurkan
ASI eksklusif bayi sampai umur 6 bulan
Banyak minum air hangat
2. Obat yang tidak dianjurkan
Semua jenis obat batuk
Obat yang mengandung codein
Obat-obat dekongestan oral dan nasal
d. Memberitahu IBU tentang Pencegahan Pneumonia Balita
Jauhkan balita dari penderita batuk
Lakukan imunisasi lengkap di Posyandu atau Puskesmas
Berikan ASI eksklusif pada bayi sejak lahir sampai usia 6 bulan
Pemberian makanan cukup gizi dan seimbang
Jauhkan balita dari asap (rokok, asap dapur, asap kendaraan), debu,
serta bahan-bahan lain yang mengganggu pernapasan.
Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan
Rumah dengan ventilasi cukup
Rajin mencuci tangan dengan sabun atau antiseptik
30
5. Memberi pelayanan tindak lanjut
Memberi pelayanan pemantauan pengobatan berarti menentukan
tindakan dan pengobatan pada saat anak datang untuk kunjungan ulang.
Hal lain yang perlu diperhatikan oleh petugas kesehatan adalah
menanyakan apakah anak bernapas lebih lambat, apakah ada TDDK,
apakah nafsu makan membaik, melakukan pemeriksaan tanda bahaya
umum, dan melakukan penilaian lagi untuk balita batuk atau kesukaran
bernapas. Adapun tatalaksana yang dapat dilakukan dalam proses tindak
lanjut balita pneumonia, sebagai berikut :
a. Kunjungan Ulang Untuk Pneumonia Balita
1. Memburuk
Anak menjadi sulit bernapas, tak mampu minum, timbul TDDK
atau tanda bahaya yang lain. Anak harus dirujuk untuk rawat inap,
sebelum merujuk berikut :
Satu dosis antibiotik
Injeksi intramuskular ampisilin dan gentamisin
2. Tetap sama
Jika keadaan anak tetap sama seperti pemeriksaan sebelumnya,
tanyakan pemberian antibiotiknya.
Apakah antibiotik diminum sesuai anjuran, cobalah terus
dengan antibiotik yang sama. Minta agar ibu membawa anak
kembali dalam 2 hari untuk kunjungan ulang kedua.
31
Apabila antibiotik telah dimunum sesuai anjuran, berarti
antibiotik harus diganti dengan yang lain dan berikan untuk 3
hari. Misalnya amoksisilan diganti eritromisin.
3. Membaik
Beritahu ibu untuk meneruskan pemberian antibiotik sampai 3 hari.
b. Kunjungan Rumah Untuk Pneumonia Balita
1. Balita pneumonia yang tidak datang kembali untuk kunjungan
ulang, akan dilakukan kunjungan rumah.
2. Balita yang berulang kali menderita pneumonia
6. Penerapan di Puskesmas
Menjelaskan tentang persiapan yang harus dilakukan, proses
pelaksanaan, dan pencatatan pelaporan Puskesmas. Hal ini di dukung
dengan adanya persiapan SDM, persiapan faktor pelayanan
(formulir/register, logistik, biaya operasional, ruangan), dan penyesuaian
alur pelayanan. Adapun tatalaksana yang dapat dilakukan dalam proses
penerapan di Puskesmas, sebagai berikut :
a. Persiapan pnerapan di Puskesmas
1. Diseminasi informasi kepada seluruh petugas Puskesmas
Ringasan tatalaksana standar pneumonia balita
Peran dan tanggung jawab petugas dalam penerapan
tatalaksana standar ISPA
Balita di Puskesmas
2. Penyiapan Logistik
Sediaan oral
32
Sediaan injeksi
Alat
b. Penerapan di Puskesmas
1. Penghitungan perkiraan kejadian pneumonia balita pertahun
2. Pencatatan dan pelaporan hasil pelayanan
c. Pemantauan dan Evaluasi
Pemantauan dapat dilakukan setiap bulan atau triwulan.
Evaluasi dilakukan setiap tahun atau semesteran.
Pedoman tatalaksana pneumonia balita didukung dengan pemantauan yang
dilakukan dengan alat (tool) pemantauan sederhana yang disebut Pemantauan
Wilayah Setempat (PWS) berupa tabel pemantauan cakupan perbulan yang
digunakan di semua tingkat terutama Puskesmas.
2.3 Puskesmas
2.3.1 Definisi Puskesmas
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama,
dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya
(Kemenkes RI, 2014).
Puskesmas hanya bertanggung jawab untuk sebagian upaya pembangunan
kesehatan yang dibebankan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota sesuai
dengan kemampuannya. Secara nasional, standar wilayah kerja Puskesmas adalah
satu kecamatan. Tetapi apabila disatu kecamatan terdapat lebih dari satu
33
Puskesmas, maka tanggung jawab wilayah keja dibagi antar Puskesmas dengan
memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa, kelurahan, RW), dan masing-
masing Puskesmas tersebut secara operasional bertanggung jawab langsung
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota (Sulastomo, 2007).
2.3.2 Fungsi Puskesmas
Tiga fungsi pokok utama yang diemban puskesmas dalam melaksanakan
pelayanan kesehatan dasar (PKD) kepada seluruh target dan sasaran masyarakat di
wilayah kerjanya yakni, sebagai berikut :
1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan
Berupaya menggerakkan lintas sektor dan dunia usaha di wilayah
kerjanya agar menyelenggarakan pembangunan yang berwawasan
kesehatan.
Aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan untuk masyarakat
dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah
kerjanya.
2. Pusat pemberdayaan masyarakat berupaya agar perorangan, terutama
pemuka masyarakat, keluarga, dan masyarakat memiliki perilaku berikut:
Sadar, mau dan mampu melayani diri sendiri serta masyarakat untuk
hidup sehat.
Berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan
termasuk pembiayaan.
Ikut menetapkan menyelenggarakan, memantau, dan mengevaluasi
pelaksanaan program kesehatan.
34
Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka
meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat.
Merangsang masyarakat, termasuk swasta, untuk melaksanakan
kegiatan dalam rangka menolong dirinya sendiri dengan memberikan
petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana menggali dan
menggunakan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien.
3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama, yaitu menyelenggarakan
pelayanan kesehatan tingkat pertama (primer) secara menyeluruh,
terpadu dan berkesinambungan mencakup pelayanan kesehatan
perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat (Mubarak, 2011).
2.4 Logic Models
Logic models adalah cara sistematis dan visual untuk menyajikan dan
menjelaskan pemahaman dari hubungan antara sumber daya yang dimiliki untuk
mengoperasikan program yang direncanakan, dan perubahan atau hasil yang ingin
dicapai (Kellog, 2004).
Menurut Helena Clark (2004) logic models adalah suatu grafis yang
menggambarkan seluruh komponen program, dan sehingga membantu pemangku
kebijakan mengidentifikasi hasil, masukan dan kegiatan/aktivitas.
Logic models ini sering digunakan untuk menggambarkan suatu program
atau kegiatan sehingga disebut juga program logic models. Tujuan dari program
logic models ini adalah untuk menggambarkan urutan peristiwa dengan
menghubungakan kebutuhan yang program rencanakan dengan program hasil
yang diinginkan. Pemetaan program ini dibagi menjadi input, proses, output,
35
outcome, serta effect. Sehingga pendekatan ini bisa diterapkan digunakan dalam
melihat proses pelaksanaan tatalaksana pneumona balita.
Logic models merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk
menggambarkan bagaimana organisasi itu menjalankan tujuannya berdasarkan
program yang dijalani dengan melihat aktivitas/proses dan teori atas
asumsi/prinsip dari suatu program. Logic models ini sering disebut dengan
pendekatan sistem yang sering digunakan dalam pemecahan masalah dengan
melihat gambaran dari input, proses, output, outcome, serta impact dari suatu
program atau kegiatan.
Pedoman tatalaksana pneumonia balita merupakan suatu pedoman atau
kebijakan pemerintah yang diterapkan di fasilitas pelayanan kesehatan terutama di
Puskesmas, untuk melihat bagaimana gambaran dari proses tersebut bisa
digunakan logic models dengan melihat dari sistem itu sendiri. Logic models
melihat suatu sistem itu terdiri dari input, proses, output, outcome, dan effect.
36
Bagan 2.1 Logic Models
Sumberdaya
yang
diperlukan
untuk
menjalanka
n program
Menggunaka
n sumberdaya
untuk
menjalankan
rencana
Hasil
keluaran
langsung dari
rencana
kegiatan.
Manfaat yang
akan datang
dari kegiatan
yang telah
direncanakan
Jika manfaat
telah tercapai
makan akan
membuat
perubahan
bagi
organisasi
atau
masyarakat
dan instansi
Resources/i
nputs
Activities Outputs Outcomes Impact
1 2 3 4 5
Yang direncanakan Hasil yang dituju
(terjemahan dari Kellog Fondation, 2004)
Berdasarkan gambar di atas logic models mengilustrasikan komponen-
komponen saling berhubungan diantara apa yang direncanakan dan apa yang
dipunya untuk menjalankan rencana tersebut. Menjalankan suatu rencana program
diperlukan sumber daya yang akan diolah/proses menjadi keluaran sehingga
tercapainya tujuan rencana tersebut, sehingga diperlukan perhatian lebih terhadap
bagian tersebut. Berikut sistem yang dapat digunakan pada logic models terdiri
dari :
37
Resources termasuk manusia, anggaran, organisasi, dan kumpulan
sumberdaya suatu program yang bisa dugunakan untuk menjalankan
rencana. Dalam pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita
resources/inputnya adalah sumber daya manusia, sarana prasarana,
anggaran, dan sasaran.
Aktivitas program/proses adalah menjalankan sumberdaya/input.
Aktivitas juga berarti proses, alat, kejadian, teknologi, dan aksi dari
bagian program yang akan diimpelmentasikan. Dalam pelaksanaan
tatalaksana pneumonia balita aktivitas/prosesnya adalah proses
pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas Pamulang.
Output merupakan keluaran dari rencana atau program, pedoman
tatalaksana pneumonia balita ditujukan untuk petugas kesehatan yang
melaksanakan tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas sesuai
dengan pedoman sehingga memenuhi penemuan sedini mungkin
penderita pneumonia balita di Puskesmas.
o Menurut Sosaline (2015), output dari monitoring dan evaluasi pedoman
tatalaksana pneumonia balita adalah realisasi pedoman tatalaksana,
yang hasilnya adalah gambaran pelaksanaan tatalaksana pneumonia
balita di Puskesmas.
Outcome merupakan hasil atau perubahan dari program yang biasanya
tercapai 1-sampai 3 tahun untuk tujuan jangka pendek dan 4 sampai 6
tahun untuk jangka panjang.
Impact adalah dampak yang terjadi dalam waktu sekitar 7 sampai 10
tahun. Perubahan yang dituju atau yang tidak diinginkan mendasar yang
38
terjadi dalam organisasi, masyarakat atau sistem sebagai akibat dari
kegiatan program dalam waktu 7 sampai 10 tahun. Dampak dari
tatalaksana pneumonia balita berdasarkan pedoman sendiri adalah
untuk menurunkan atau menghilangkan angka kemantian balita akibat
penyakit pneumonia balita agar tercapai kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya.
2.5 Kerangka Teori
Berdasarkan pada tinjauan pustaka, penelitian ini akan menggunakan teori
logic models untuk menjawab tujuan dari penelitian. Penelitian yang diharapkan
menghasilkan gambaran pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas
Kota Tangerang Selatan dengan menggunakan teori logic models oleh W.K.
Kellogg (2004). Berikut adalah teori logic models yang digunakan dalam
penelitian :
39
Bagan 2.2 Kerangka Teori (Kellogg, 2004)
Input
1. Sumber Daya
Kesehatan
2. Sarana Prasarana
3. Anggaran
4. Sasaran
Process :
Tatalaksana Pneumonia
Balita di Puskesmas Pamulang
Output :
Kesesuaian Pelaksanaan Tatalaksana
Pneumonia Balita Dengan Pedoman
Tatalaksana Pneumonia Balita di
Puskesmas Kota Tangerang Selatan
Tahun 2017
Outcome :
Menurunnya angka
kesakitan dan kematian balita akibat penyakit
pneumonia
Impact :
Balita terbebas dari penyakit pneumonia
40
BAB III
KERANGKA PIKIR DAN DEFINI ISTILAH
3.1 Kerang Pikir
Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui gambaran pelaksanaan
tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan, maka
disusunlah sebuah kerangka pikir. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teori
logic models dengan pendekatan sistem oleh W.K. Kellogg (2004) yang sudah
diadaptasi oleh penelitian terdahulu. Peneliti hanya menggunakan 3 variabel untuk
menggambarkan pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita yaitu (1) Input; (2)
Proses; dan (3) Output.
Pada penelitian ini peneliti hanya meneliti sampai tahapan output,
dikarenakan untuk hasil dari outcome bisa terlihat 1-3 tahun dari yang
direncanakan dan impact atau dampak dari suatu rencana akan terlihat 7-10 tahun
(Kellogg, 2004). Sehingga dikarenakan waktu peneliti membatasi penelitian yang
tidak sampai ke tahapan outcome dan tahapan impact karena waktu yang
diperlukan cukup lama.
Untuk memudahkan pemahaman dalam teori pendekatan sistem menurut
Kellogg (2014) pada komponen masukan (input), peneliti melihat unsur sumber
daya manusia (SDM) kesehatan, sarana prasarana, anggaran/dana, dan sasaran.
Pada komponen proses, peneliti melihat pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita
di Puskesmas Pamulang. Sedangkan pada komponen luaran (output), peneliti
melihat dari hasil kesesuaian tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas dengan
41
pedoman tatalaksana pneumonia balita dari Kementerian Kesehatan. Maka
kerangka pikir yang digunakan dalam penelitan ini antara lain, sebagai berikut :
Bagan 3.1 Kerangka Pikir
Input:
1. Sumber Daya Manusia
2. Sarana dan Prasarana
3. Dana
4. Sasaran
Process:
Tatalaksana Pneumonia Balita di
Puskesmas Pamulang
Output:
Kesesuaian Pelaksanaan Tatalaksana
Pneumonia Balita Dengan Pedoman
Tatalaksana Pneumonia Balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan
Tahun 2017
42
3.2 Definisi Istilah
Definisi istilah dari domain yang digunakan untuk memberikan gambaran
pelaksanaana tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan
adalah, sebagai berikut :
Tabel 3.1 Definisi Istilah
No Istilah Definisi
1. Input (Masukan) Segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan
tatalaksana pneumonia balita agar dapat berjalan
dengan baik, yang terdiri dari sumber daya
manusia, sarana prasarana, anggaran/dana, dan
sasaran.
Sumber Daya
Manusia
Adalah tenaga kesehatan yang terlibat dan
mendukung dalam pelaksanaan tatalaksana
pneumonia balita.
Data diperoleh dari wawancara, telaah dokumen,
dan observasi dengan hasil berupa gambaran
tenaga kesehatan yang terlibat dalam melakukan
tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas.
Sarana dan
Prasarana
adalah fasilitas yang tersedia untuk proses
tatalaksana pneumonia balita.
Data diperoleh melalui wawancara dan observasi
dengan hasil berupa gambaran fasilitas yang
digunakan dalam pelaksanaan tatalaksana
pneumonia balita seperti obat-obatan, ARI Sound
Timer, oksigen konsentrator dan selang hidung,
alat nebulisasi, stempel, buku register, formulir
pelaporan P2 ISPA, dan buku KIA.
2. Anggaran/Dana adalah adanya materi dalam bentuk uang yang
digunakan untuk pelaksanaan tatalaksana
43
pneumonia balita.
Data yang diperoleh dari wawancara mendalam
dengan hasil gambaran jumlah dan sumber dana
untuk tatalaksana pneumonia balita yang
digunakan di Puskesmas.
Sasaran Adalah balita dan ibu balita yang mempunyai
gejala ataupun tanda menderita pneumonia balita.
Data diperoleh dari wawancara mendalam, telaah
dokumen dan observasi dengan hasil gambaran
penemuan balita pnemonia di Puskesmas.
2 Process (Proses)
tatalaksana
pneumonia
Kegiatan yang dilakukan oleh Puskesmas
Pamulang dalam tatalaksana yang terdiri dari
menilai anak batuk atau kesukaran bernapas,
klasifikasi dan menentukan tindakan sesuai untuk 2
kelompok umur balita, menentukan pengobatan
dan rujukan, memberikan konseling bagi ibu balita
pneumonia, memberikan pelayanan pemantauan
obat, dan penerapan di Puskesmas Pamulang.
Data diperoleh dari wawancara mendalam,
observasi, dan telaah dokumen dengan hasil
gambaran tatalaksana pneumonia balita.
3. Pelaksanaan
Tatalaksana
Pneumonia Balita
di Puskesmas
Seluruh tahapan menilai anak batuk atau kesukaran
bernapas, klasifikasi dan menentukan tindakan
sesuai untuk 2 kelompok umur balita, menentukan
pengobatan dan rujukan, memberikan konseling
bagi ibu balita pneumonia, memberikan pelayanan
pemantauan obat, dan penerapan di Puskesmas
untuk tatalaksana pneumonia balita dapat
dilaksanakan sesuai dengan pedoman tatalaksana
pneumonia balita dari Kementerian Kesehatan RI
Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan Tahun 2015.
44
Data diperoleh dari telaah dokumen dengan hasil
gambaran pelaksanaan tatalaksana pneumonia
balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan.
45
BAB IV
METODELOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain studi dekriptif kualitatif dengan
pendekatan studi kasus. Kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa teks, naratif, kata-kata baik secara tertulis maupun lisan dari
informan serta perilaku yang diamati (Sugiyono, 2011). Pendekatan ini dengan
menggunakan metode pengumpulan data berupa wawancara, observasi, dan telaah
dokumen.
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui gambaran
pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan
dengan pendekatan studi kasus di Puskesmas Pamulang dengan menggunakan
teori Logic Models.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas yang ada di wilayah Dinas Kesehatan
Kota Tangerang Selatan, dengan spesifikasi Puskesmas yang memiliki temuan
kasus pneumonia balita tertinggi di tahun 2014 dan 2015 yakni Puskesmas
Pamulang. Selanjutnya penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sampai
dengan September tahun 2017.
4.3 Informan Penelitian
Informan pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode
purposive sampling, dimana pemilihan informan harus memenuhi kriteria yang
46
telah ditentukan oleh peneliti. Dalam penelitian ini Informan yang dipilih adalah
subjek yang peneliti anggap mengetahui informasi dengan baik tentang
pengendalian pneumonia balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan.
Pemanfaatan informan bagi penelitian ialah agar dalam waktu yang relatif singkat
banyak mendapatkan informasi yang benar-benar terjangkau (Basrowi, 2008).
Maka informan pada penelitian ini antara lain, sebagai berikut :
a. Kepala Puskesmas Pamulang
b. Pemegang program pneumonia balita di Puskesmas Pamulang
c. Staf Koordinator P2 di Puskesmas Pamulang
d. Staf Pelaksana Pneumonia Balita di Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan
e. Tenaga kesehatan yang diobservasi di Puskesmas Pamulang (2
Dokter dan 1 Bidan)
Informan penelitian meliputi beberapa macam, yaitu informan kunci
merupakan mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok
yang diperlukan dalam penelitian, informan utama merupakan mereka yang
terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti, dan informan pendukung
merupakan mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung
terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti (Suyanto, 2005). Jika informasi yang
dibutuhkan belum cukup atau kurang maka peneliti menggunakan teknik
snowball. Snowball adalah teknik penentuan jumlah sampel yang mula-mula
jumlahnya kecil, kemudian membesar. Maka peneliti mencari informan-informan
lain yang dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data yang diberikan orang
sebelumnya (Sugiyono, 2011).
47
4.4 Instrumen Penelitian
Pada penelitian kualitatif, peneliti memiliki kedudukan khusus yaitu
perencana, pelaksana pengumpul data, analisi, penafsir data, serta hasil
penelitiannya (Moeleong, 2010). Kedudukan peneliti tersebut menjadikan peneliti
sebagai key instrument atau intrumen kunci yang mengumpulkan data berdasarkan
kriteria-kriteia yang dipahami (Sugioyono, 2009).
Instrumen penelitian dalam penelitian ini menggunakan pedoman
wawancara mendalam untuk mewawancarai informan terkait dengan pelaksanaan
tatalaksana pneumonia balita. Instrumen lain dalam penelitian ini adalah
pengumpulan data dengan menggunakan lembar observasi dan telaah dokumen.
Serta peneliti juga menggunakan alat bantu berupa alat tulis, kamera, dan perekam
suara agar dapat memperkuat akurasi data mengenai pelaksanaan tatalaksana
pneumonia balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan.
4.4 Sumber Data
Pada penelitian ini menggunakan sumber data berasal dari data primer dan
data sekunder antara lain, sebagai berikut :
1. Data Primer adalah data dalam bentuk verbal atau kata-kata yang
diucapkan secara lisan, gerak-gerik atau perilaku yang dilakukan oleh
subjek yang dapat dipercaya, yakni subjek penelitan atau informan
yang berkenaan dengan variabel yang diteliti atau data yang diperoleh
dari responden secara langsung (Arikunto, 2010). Data primer
didapatkan melalui hasil wawancara mendalam dan observasi kepada
informan, dengan proses wawancara dilakukan kepada staf pelaksana
pneumonia balita di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan,
48
pemegang program pneumonia balita, staf koordinator P2 dan kepala
Puskesmas di Puskesmas Pamulang. Kegiatan observasi tatalaksana
pneumonia balita telah dilakukan untuk memastikan bahwa hasil
wawancara informan sesuai dengan kondisi di lapangan.
2. Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari
data yang dimiliki oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan,
yaitu berupa dokumen-dokumen pendukung penelitian dan sumber
lainnya seperti undang-undang, peraturan pendukung kebijakan, serta
dokumen yang diperoleh sepanjang penelitian dari berbagai sumber
guna untuk mendukung data penelitian.
4.6 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini anatar lain
sebagai berikut :
a. Wawancara mendalam (Indepth Interview)
Wawancara mendalam bertujuan untuk mengumpulkan informasi yang
kompleks, yang sebagian besar berisi pendapat, sikap, dan pengalaman
pribadi (Sulistyo, 2006). Informan yang akan menjadi subjek antara
lain staf pelaksana pneumonia balita di Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan, kepala Puskesmas, staf koordinator P2 dan
pemegang program pneumonia balita di Puskesmas Pamulang.
Selanjutnya wawancara mendalam yang telah dilakukan dengan
memberikan pertanyaan kepada informan penelitian mengenai input
(sumber daya manusia, sarana prasarana, anggaran, dan sasaran) dan
49
proses tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas yang dapat
menghasilkan data primer.
b. Observasi
Observasi merupakan prosedur yang berencana meliputi melihat,
mendengar, dan mencatat sejumlah dan taraf aktivitas tertentu atau
situasi tertentu yang ada hubungannya dengan masalah penelitian
(Notoadmodjo, 2010). Observasi yang dimaksud dalam metode
pengumpulan data ini ialah melihat kesesuaian proses tatalaksana
pneumonia balita yang terdiri dari proses menilai anak batuk atau
kesukaran bernapas, klasifikasi dan menentukan tindakan sesuai untuk
2 kelompok umur balita, menentukan pengobatan dan rujukan,
memberikan konseling bagi ibu balita pneumonia, memberikan
pelayanan pemantauan obat, dan penerapan di Puskesmas Pamulang
dengan pedoman tatalaksana pneumonia balita dari Kementerian
Kesehatan.
c. Telaah Dokumen
Telaah dokumen adalah pengumpulan data melalui pencatatan
terhadap dokumen. Melakukan pemeriksaan terkait pelaksanaan
tatalaksana pneumonia balita melalui dokumen-dokumen yang
tersedia. Hasil observasi dan wawancara informasi dapat peneliti
bandingkan kesesuaiannya menggunakan dokumen-dokumen tersebut
agar dapat mengetahui pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita di
Puskesmas Pamulang.
50
4.7 Analisa Data
Analisis data bertujuan untuk mendeskripsikan dan menginterprestasikan
data yang telah diolah. Pendekatan ini mengidentifikasi persamaan dan perbedaan
data kualitatif, sebelum berfokus pada hubungan antara bagian-bagian yang
berbeda dari data, sehingga berusahan untuk menggambarkan peristiwa dan atau
menjelaskan kesimpulan dari berbagai arah. Proses dan prosedur analisis data
dimulai dari transkripsi, pengenalan dengan wawancara, pengkodean,
mengembangkan kerangka analisis kerja, menerapkan kerangka analisis,
memetakan data ke dalam matriks kerangka kerja, dan menafsirkan data (Gale,
2013), sebagai berikut :
1. Transkripsi
Rekaman audio dan video menjadi sangat penting dalam membantu
mengumpulkan data. Rekaman ini digunakan pada saat wawancara
mendalam bersama infroman sehingga semua informasi ketika wawancara
bisa didapatkan. Setelah dilakukan wawancara terhadap informan yang
berhubungan dengan pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita maka hasil
wawacara tersebut akan di transkrip secara manual sehingga data yang
didapat bisa dipindahkan dalam bentuk tulisan.
2. Pengenalan dengan wawancara
Setelah dilakukan transkrip dari hasil pengumpulan data oleh peneliti,
perlu juga dilakukan pengenalan data yaitu dengan cara mengulang
kembali data yang telah ditranskrip. Tujuan dilakukan pengenalan adalah
untuk mengetahui lebih dalam data yang ditranskrip sehingga bisa
mengetahui dan memahami setiap data yang ditranskrip.
51
Hasil dari wawancara terhadap informan tentang pelaksanaan tatalaksana
pneumonia balita di Puskesmas Pamulang dalam bentuk transkrip dengan
dilakukan pengulangan atau pencocokan dari data yang telah ditranskrip
tadi dengan data mentah yang berupa catatan atau rekaman sehingga data
yang di dapatkan bisa lebih akurat dalam mengurangi kesalahan dalam
menerjemahkan data.
3. Pengkodean
Setelah dilakukan pengenalan untuk memudahkan peneliti dalam
mengelola data, maka selanjutnya dilakukan pengkodean, yaitu dengan cara
mengkategorikan data yang didapat. Kategori atau coding di dalam
penelitian ini dibagi dalam pendomain yaitu SDM, sarana dan prasarana,
dana, sasaran dan proses pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita di
Puskesmas Kota Tangerang Selatan.
4. Mengembangkan Kerangka Analisis Kerja
Setelah dilakukan coding terhadap data yang dianalisis, maka setiap
substansi akan dibagi lagi menjadi kode yang lebih besar seperti SDM,
sarana dan prasarana, dana, dan sasaran akan masuk kedalam kode input,
kemudian proses tatalaksana pneumonia balita akan masuk kedalam kode
proses, serta pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita akan masuk kedalam
output.
5. Menafsirkan Data Menerapkan Kerangka Analisis
Setelah dilakukan pengkodean, maka selanjutnya data yang telah
ditranskrip sebelumnya dimasukkan kedalam setiap kode masing-masing
52
data yang telah ditentukan sebelumnya. Sehingga pada setiap kode akan
berisikan semua data yang telah ditranskrip.
6. Memetakan Data Ke Dalam Matriks Kerangka Kerja
Kemudian setelah semua data sudah dikodekan menggunakan kerangka
analisis, maka akan dilanjutkan dengan meringkas semua data dalam
matriks untuk setiap tema dari berbagai metode pengumpulan data.
Bentuk matriks tersebut berisikan semua data dari berbagai sumber data
dari informan. Kemudian dimasukkan data dari metode pengumpulannya
yaitu wawancara mendalam, observasi, dan telaah dokumen.
7. Menafsirkan Data
Langkah selanjutnya dalam analisis data adalah interprestasi data atau
penarikan kesimpulan dengan cara data yang telah dikelompokkan
sebelumnya akan dilakukan analisis terhadap data tersebut atau di
interprestasikan hasilnya baik dari komponen input proses distribusi,
komponen proses distribusi, dan output dari distribusi itu sendiri.
Selanjutnya data yang telah dianalisis, dijelaskan dan dimaknai dalam
bentuk kata-kata untuk mendiskripsikan fakta yang ada dilapangan,
pemaknaan atau untuk menjawab pertanyaan penelitian yang kemudian
diambil intisarinya saja. Sehingga bisa mendapatkan gambaran pelaksanaan
tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan.
4.8 Penyajian Data
Penelitian ini menyajikan data dalam bentuk narasi dan dilegkapi dengan
matriks hasil wawancara. Penyajian data akan didukung dengan hasil observasi
53
lapangan dan telaah dokumen untuk memperkuat hasil gambaran pelaksanaan
tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan.
4.9 Validasi Data
Untuk menjaga keabsahan dan keakuratan data yang diperoleh, peneliti
melakukan validasi data. Pada penelitian ini validasi data yang dilakukan anatara
lain, sebagai berikut :
a. Triangulasi sumber, yaitu triangulasi ini dilakukan dengan cara cross
check data dengan fakta dari sumber lainnya yang terkait untuk menggali
topik yang sama. Dilakuka dengan cara wawancara mendalam kepada
kepala Puskesmas Pamulang, pemegang program pneumonia balita, staff
koordinator P2 Puskesmas Pamulang, dan staf pelaksana pneumonia balita
di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan.
b. Triangulasi metode, yaitu triangulasi yang dilakukan dengan
menggunakan metode pengumpulan data berbeda-beda untuk
mendapatkan data, diantaranya wawancara mendalam dan telaah data
sekunder.
Pada praktiknya peneliti hanya bisa melakukan triangulasi dengan check dan
recheck (cek silang) antar informan, hal ini dikarenakan peneliti tidak memiliki
informan lain yang sesuai dengan kebutuhan data yang diinginkan. Namun,
dengan dilakukan triangulasi data pada penelitian ini, diharapkan peneliti dapat
melakukan validasi secara tepat, akurat dan terpecaya. Sehingga didapatkan hasil
data yang tepat, akurat, dan terpercaya dalam analisis pelaksanaan tatalaksana
pneumonia balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2017. Adapun
tabel triangulasi dalam penelitian ini, sebagai berikut :
54
Tabel 4.1 Triangulasi Data
Domain
Penelitian
Triangulasi Data
Triangulasi Metode Triangulasi Sumber
Wawawcara
Mendalam Observasi
Telaah
Dokumen
Inf
Kunci
Inf
Utama
Inf
Pendukung
Sumber Daya
Manusia √ √ - √
√ √
Sarana dan
Prasarana √ √ √ √
√ √
Dana √ - - √ √ √
Sasaran √ √ - √ √ √
Tatalaksana
Pneumonia
Balita di
Puskesmas
Pamulang
√ √ √ √
√ √
55
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Puskesmas Pamulang
Puskesmas Pamulang adalah Puskesmas yang membina 2 kelurahan antara
lain Pamulang Barat dan Pamulang Timur. Puskesmas merupakan sarana
pelayanan primer yang komprehensif (preventif, promotif, kuratif, dan
rehabilitatif) yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
dan menciptakan perilaku sehat yang mandiri dan berkesinambungan. Letak
Puskesmas Pamulang yang strategis mengambarkan banyaknya jumlah kunjungan
rawat jalan di Puskesmas Kota Tangerang Selatan dengan luas wilayah 514 Ha.
A. Visi Puskesmas Pamulang
Untuk visi yang diupayakan Puskesmas Pamulang yaitu “Terwujudnya
Puskesmas Pamulang Dengan Pelayanan Kesehatan Yang Bermutu,
Menyeluruh, Dan Terpadu Tahun 2018”.
B. Misi Puskesmas Pamulang
1. Memberikan pelayanan prima di semua sektor
2. Menjadi pusat pelayanan kesehatan tingkat dasar
3. Menjadi pusat pemberdayaan masyarakat dan keluarga
4. Meningkatkan kemitraan dengan berbagai sektor
C. Tujuan Umum Puskesmas Pamulang
Tujuan umum Puskesmas Pamulang yaitu mengetahui gambaran umum
pelaksanaan kegiatan program pelayanan dengan menilai sejauh mana program
dan kegiatan yang dilaksanakan berjalan dan kesesuaian antara efisiensi dan
56
efektifitas dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Serta sebagai acuan
pelaporan tahunan dan perencanaan tahun berikutnya.
5.2 Karakteristik Informan
Informan pada penelitian ini berjumlah 4 (empat) orang yang terdiri dari 1
kepala Puskesmas Pamulang, 1 pemegang program pneumonia balita di
Puskesmas Pamulang, 1 staf koordinator pneumonia balita di Puskesmas
Pamulang, dan 1 staf pelaksana pneumonia balita di Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan. Informan tersebut menjadi informan kunci, informan utama,
dan informan pendukung. Berikut informan pada penelitian ini :
Tabel 5.1 Karakteristik Informan
No. Informan
Pendidikan
Terakhir
Usia Jenis
Kode
Informan
1. Kepala
Puskesmas
Pamulang
Dokter 33 tahun Informan
Kunci
Inf 01
2. Staf
Pelaksana
Pneumonia
Balita Dinas
Kesehatan
Kota Tangesel
Bidan 28 tahun Informan
Kunci
Inf 02
3. Pemegang
program
Bidan 25 tahun Informan
Utama
Inf 03
57
Pneumonia
Balita
Puskesmas
Pamulang
4. Staf
Koordinator
P2 Puskesmas
Pamulang
Dokter 37 tahun Informan
Pendukung
Inf 04
5.3 Pelaksanaan Tatalaksana Pneumonia Balita
Tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas Pamulang Kota Tangerang
Selatan telah menggunakan pedoman tatalaksana pneumonia balita. Pedoman
telah digunakan sebagai acuan untuk melakukan tatalaksana pneumonia balita dari
tahun 2015 sampai dengan sekarang. Pedoman tatalaksana pneumonia balita ini
bertujuan untuk menemukan sedini mungkin dan mengobati sampai sembuh
sehingga tidak memperberat penyakit dan menyebabkan kematian. Terdapat
beberapa proses dalam pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita dengan
didukung oleh input dalam pelaksanaannya. Hasil penelitian di dapat dari hasil
wawancara mendalam dengan informan penelitian, observasi pada 6 balita
pneumonia di Puskesmas Pamulang, dan telaah dokumen. Berikut input, proses,
dan output pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas Pamulang :
58
5.4 Gambaran Input Pelaksanaan Tatalaksana Pneumonia Balita
Input merupakan masukan dari suatu sistem, masukan dari sistem
pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita terdiri dari sumber daya manusia,
sarana prasarana, anggaran, dan sasaran.
5.4.1 Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan salah satu input dari pelaksanaan
tatalaksana pneumonia balita. Pada sumber daya manusia ini akan dipaparkan
mengenai siapa saja SDM yang melakukan tatalaksana baik SDM yang terlibat
dan mendukung, serta peran Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan dalam
pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita yang akan dijelaskan dari hasil
wawancara mendalam dan observasi.
Berdasarkan hasil wawancara mengenai siapa saja SDM yang melakukan
tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas Pamulang, informan mengemukakan
pernyataan yang dikutip sebagai berikut :
“Semuanya ya, mau bidan, perawat, ataupun dokter. Memang yang bagus itu ada
1 dokter untuk mendiagnosa tapi tenaga medis kurang banget jadi kadang yang
ada hanya perawat saja di Poli Anak”. (Inf 03)
“Iyaa dokter, bidan, dan perawat yang bertugas di Poli Anak”. (Inf 04)
Berdasarkan kutipan hasil wawancara yang diperoleh dari informan di
Puskesmas Pamulang, dapat disimpulkan bahwa SDM yang melakukan
tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas adalah dokter, bidan, dan perawat
yang sedang bertugas di Poli Anak. Hal ini sama halnya dengan hasil wawancara
kepada informan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Berikut kutipan
wawancaranya :
59
“Yang melakukan tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas ya semua petugas
yang ada di Puskesmas, ada pemegang program, perawat, bidan, dan dokter yang
ada di BP Anak”. (Inf 02)
Diketahui dari hasil wawancara yang telah dilakukan dengan informan
kunci yang menyatakan bahwa permasalahan yang ada di Puskesmas Pamulang
adalah kurangnya SDM yang ada di Puskesmas terutama dokter. Berikut kutipan
wawancaraya :
“Kita di Puskesmas dokter cuma 2 orang jadi jika ada tanda dan gejala anak
yang pneumonia langsung dipindahkan ke Poli umum untuk di beri pelayanan
kesehatan sesuai dengan tingkat klasifikasi keparahan pneumonia pada balita,
karena yang jaga poli anak kadang bidan atau perawat aja.” (Inf 01)
Berdasarkan hasil observasi di Puskesmas Pamulang diketahui bahwa poli
anak hanya pernah melakukan pelayanan kesehatan 1 kali selama observasi dan
tindakan pelayanan kesehatan untuk anak digabung dengan Poli umum. Hal ini
dikarena kurangnya SDM yang bertugas di Poli anak untuk memberikan
pelayanan dan tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas.
Berdasarkan hasil wawancara terkait dengan keterlibatan SDM Puskesmas
Pamulang dalam implementasi program tatalaksana pneumonia balita. Sebagian
besar informan menyatakan bahwa untuk tatalaksana pneumonia balita dimulai
dari melakukan diagnosa, pengobatan dan rujukan. Berikut hasil kutipan
wawancara :
“Seluruh staf ikut terlibat dalam memberikan tatalaksana pneumonia, SDM
khusus seperti bidan Yuni yang memegang program pneumonia balita
60
memberikan tatalaksana dengan mendiagnosis balita dan memberikan
pengobatan.” (Inf 01)
“Mulai dari mendiagnosa, tatalaksana, pencatatan dan pelaporannya.” (Inf 04)
“Menghitung nafas balita baik itu bidan maupun perawat, jika ada tanda dan
gejala anak yang pneumonia langsung dipindahkan ke Poli umum untuk di beri
pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat klasifikasi keparahan pneumonia
pada balita. Kadang di kasih rujukan ke fisioterapi untuk dikasih uap. Jika parah
langsung dirujuk ke RSUD tangsel” (Inf 03)
Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh dari informan di Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan, mengenai keterlibatan SDM dalam
pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita diketahui bahwa semua SDM terlibat di
Puskesmas adalah dokter, bidan, dan perawat. Berikut kutipan wawancara yang
dilakukan :
“Semua terlibat ya, seperti dokter, bidan dan perawat. Sekarang ada program
MTBS dan belum semua Puskesmas menjalan MTBS”. (Inf 03)
Berdasarkan penjelasan dari seluruh informan, kesimpulan yang didapat
untuk keterlibatan SDM di Puskesmas Pamulang menyatakan bahwa seluruh
SDM yang bertugas di Poli anak terlibat untuk melakukan tatalaksana pneumonia
balita baik itu dokter, bidan ataupun perawat.
Di Puskesmas SDM yang mendukung tatalaksana pneumonia balita adalah
seluruh SDM kesehatan di Puskesmas. Hal tersebut diketahui dari hasil
wawancara dengan informan, sebagai berikut :
“Selain saya sebagai pemegang program pneumonia balita, yang mendukung
seperti perawat dan bidan yang ada di Poli Anak. Jarang banget ada dokter di
61
Poli Anak karena harus berbagi dengan poli umum dan poli BPJS. Saya
dibuatkan SK, namun belum menerimanya dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatan”. (Inf 03)
“Semua tenaga kesehatan di Puskesmas mendukung dalam melakukan
tatalaksana. Ya, paling ada SDM khusus ya pemegang program aja seperti bidan
Yuni yang memegang pneumonia dan diberik SK dari Dinas Kesehatan.” (Inf 04)
Hal ini sesuai dengan dengan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan
informan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Berikut hasil wawancara :
“Selain tenaga kesehatan di Dinas Kesehatan, Dinas Kesehatan provinsi dan
Kementerian Kesehatan ikut turun ke Puskesmas untuk melakukan monitoring
dan evaluasi tatalaksana pneumonia balita. Untuk SDM khusus di Dinas
Kesehatan saya yang memegang pneumonia balita.” (Inf 03)
Berdasarkan hasil wawancara terkait dengan peran Dinas Kesehatan dalam
implementasi program tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas Pamulang.
Berikut pernyataan informan yang didapat dari hasil wawancara:
“Ada acara dimana gitu dari Dinas Kesehatan dengan narasumbernya. Monev
tentang pelaporan dan pencatatan. Pernah waktu saya mengikuti rapat, jika di
dalam lokbul ada yang tidak masuk pedoman tatalaksana diletakkan diatas meja
dan tenaga kesehatan yang belum mengetahui tatalaksana terbaru saya sarankan
untuk membaca pedoman di Poli Anak. Rapatnya 2-3 kali untuk pelatihan
tatalaksana pneumonia balita di tahun 2016. Udah sering disosialisasikan
pedoman tatalaksana.” (Inf 03)
“Iya ada pelatihan yang diselenggarakan Dinas Kesehatan setiap tahunya karena
setiap tahun pemegang program ganti.” (Inf 04)
62
Peran Dinas Kesehatan dalam implementasi tatalaksana pneumonia balita
yang di dapat dari hasil wawancara dengan informan di Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa :
“Pelatihan pasti ya, karena mengingat kondisi dilapangan 1 tahun bisa ganti
beberapa kali jadi selalu update ilmu yang baru dan update juga petugas
Puskesmasnya dengan ilmu yang baru. Tahun ini kita melakukan rapat kordinasi
mengenai pelaporan 2x, workshop tatalaksana pneumonia balita 2x dalam 1
tahun yang dilakukan pada awal dan akhir tahun 2017 dari Dinas Kesehatan.”
(Inf 03)
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Dinas Kesehatan Kota
Tangerang selatan telah memberikan pelatihan kepada SDM di Puskesmas untuk
meningkatkan ilmu dan keterampilan tenaga kesehatan dalam melakukan
tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas Pamulang. Berdasarkan hasil
observasi yang telah dilakukan tidak semua SDM yang bertugas di Poli Anak
mendapatkan pelatihan pedoman tatalaksana pneumonia balita, hanya pemegang
program pneumonia balita di Puskesmas yang mendapatkan pelatihan. Selanjutya
pemegang program mensosialisasikan informasi yang didapat dari pelatihan
kepada tenaga kesehatan lain yang telah dilakukan selama 2x pada loka karya
bulanan dan staf meeting ditahun 2016 di Puskesmas Pamulang.
5.4.2 Sarana Prasarana
Saran prasarana adalah suatu fasilitas yang tersedia dan mendukung dalam
melaksanakan tatalaksana pneumonia balita yang dilakukan di Puskesmas
Pamulang. Data mengenai sarana prasarana diperoleh dari wawancara mendalam,
observasi, dan telaah dokumen.
63
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan informan di
Puskesmas Pamulang mengenai apa saja sarana prasarana yang ada di Puskesmas
untuk melakukan tatalaksana pneumonia balita. Berikut pernyataan yang
diungkapkan oleh informan terkait :
“Sudah ada sarana prasarana ya seperti untuk menghitung respiratory rate,
nebulaiser, lab dan alat lainnya untuk tatalaksana pneumonia balitanya.” (Inf 01)
“Sarana prasarananya ya ada seperti stopwatch, 1 rasi digital yakni alat yg dapat
menghitung napas cepat atau lambat dapat dari Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan, oksigen (beli sendiri anggaran Puskesmas) dan alat
tatalaksana disini semua lengkap.” (Inf 03)
“Sudah lengkap ya, seperti ada tetoskop, tensi, termometer, dan sebagainya.
Untuk pneumonia alat ukur pernapasan saya lupa itu apa nama alatnya dan
diberikan sepiro metri portable yang diletakkan di poli Anak.” (Inf 04)
Berdasarkan penjelasan yang diungkapkan diatas, dapat disimpulkan bahwa
seluruh informan mengatakan bahwa sarana prasarana di Puskesmas sudah
lengkap. Akan tetapi, berdasarkan hasil observasi masih terdapat beberapa sarana
prasarana yang tidak ada di Puskesmas. Berikut tabel hasil observasi sarana dan
prasarana tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas Pamulang :
64
Tabel 5.2 Sarana Prasarana Puskesmas Pamulang
No Sarana Prasarana Ada Tidak
Jumlah/
Ketersedian
Obat (Sedian Oral)
1. Tablet/sirup amoksisilin √ Cukup untuk tatalaksana
pneumonia balita
2. Tablet/sirup parasetamol √ Cukup untuk tatalaksana
pneumonia balita
3. Tablet salbutamol √ Cukup untuk tatalaksana
pneumonia balita
Obat (Sediaan Injeksi)
1. Suntikan ampisilin √ -
2. Suntikan gentamisin √ -
3. Aqua bides untuk pelarut, √ Cukup untuk tatalaksana
pneumonia balita
4. Dispossable spuit √ Cukup untuk tatalaksana
pneumonia balita
5. Alkohol 70%. √ Cukup untuk tatalaksana
pneumonia balita
Alat
1. ARI sound timer √ 4 buah yang diterima
Puskesmas, 1 yang
digunakan untuk tatalaksana
pnemonia balita
65
2. Oksigen konsentrator dan
selang hidung/nasalprong
√ 3 buah terdiri dari 2 gital dan
1 tidak digital, yang
digunakan 1 oksigen
konsentrator digital
3. Alat nebulisasi √ 1 Buah dan digunakan untuk
pelayanan kesehatan
4. Stempel, buku register dan
formulir pelaporan
program P2 ISPA
√ 1 buah stempel, buku register
anak dan formulir pelaporan
program P2 ISPA.
Diperbanyak sesuai
kebutuhan Puskesmas.
5. Buku KIA √ 100 Buku KIA disesuaikan
dengan jumlah kunjungan
pasien di Poli KIA
6. Formulir rekapitulasi
careseeking program P2
ISPA Tingkat Puskesmas
√ -
7. Formulir kunjungan rumah
penderita pneumonia balita
dalam rangka careseeking
program P2 ISPA
√ -
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan terhadap sarana prasarana di
Puskesmas Pamulang diketahui bahwa untuk obat yang terdiri dari sediaan oral
66
sudah lengkap, sedangkan untuk sediaan injeksi masih belum lengkap yakni
suntikan ampisilin dan gentamisin. Serta untuk alat pada sarana prasarana masih
belum lengkap yakni formulir rekapitulasi careseeking program P2 ISPA Tingkat
Puskesmas dan formulir kunjungan rumah penderita pneumonia balita dalam
rangka careseeking program P2 ISPA.
Hasil wawancara kepada informan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatan terkait dengan sarana prasarana diketahui bahwa sarana prasarana yang
diberikan kepada Puskesmas masih belum lengkap. Berikut kutipan
wawancaranya :
“Sarana prasarananya selama ini baru punya sountimer, buku pedoman
tatalaksana untuk semua Puskesmas sudah diberikan, pencatatan dan pelaporan
sudah punya semua. Namun, untuk CD tentang pneumonia, pool oksimetri dan
oksigen konsetrator baru beberapa Puskesmas. Saya hanya memberikan kepada
Puskesmas yang melakukan perawatan dan memiliki jumlah balita pneumonia
yang tinggi di 5 Puskesmas salah salah satunya Puskesmas Pamulang.” (Inf 02)
Berdasarkan hasil telaah dokumen di Dinas Kesehatan diketahui bahwa,
hanya 5 Puskesmas yang mendapatkan pool oksimetri dan salah satunya
Puskesmas Pamulang. Dapat diambil kesimpulan bahwa mengenai sarana
prasarana belum semuanya dipenuhi oleh Dinas Kesehatan seperti sediaan injeksi
untuk suntikan gentamisin dan formulir rekapitulasi careseeking program P2
ISPA Tingkat Puskesmas dan formulir kunjungan rumah penderita pneumonia
balita dalam rangka careseeking program P2 ISPA dikarena tidak diberikan dari
alat farmasi Dinas Kesehatan dan formulir yang tidak diberikan karena dapat
diperbanyak sendiri oleh Puskesmas yang melakukan kunjungan rumah. Hal ini
67
sudah disosialisasikan oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan kepada
Puskesmas Pamulang. Belum lengkapnya sarana prasarana tersebut tidak
mengganggu proses pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas.
Untuk mengetahui ketersediaan sarana prasarana, maka dilakukan
wawancara dengan informan di Puskesmas Pamulang. Berikut pernyataan yang
diungkapkan informan terkait :
“Semua sarana prasarana awalnya sudah tersedia dan disimpan di Poli Anak.
Namun, poli lain suka mengambil sarana prasarana tersebut sehingga tidak
berada di satu tempat atau ruangan. Untuk sekarang ya, sarana dan prasarana
tersebut ada di UGD Puskesmas.” (Inf 03)
“Puskesmas sudah menyediakan ya, waktu adanya poli MTBS tahun 2009.
Sarana prasarana gedung dan alat seperti senter, respiratory rate dari Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Cuma yang dari Dinas Kesehatan sudah ada
yang rusak ya jadi kita pegadaan sendiri dengan dana JKN.” (Inf 01)
Dari hasil wawancara dengan informasi di Puskesmas Pamulang dapat
diketahui bahwa Puskesmas sudah menyediakan sarana prasarana tersebut sejak
tahun 2009 dengan adanya poli MTBS. Akan tetapi, poli MTBS tidak aktif
dijalankan di Puskesmas karena kurangnya tenaga kesehatan.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan informan di
Puskesmas Pamulang mengenai peran Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
dalam memenuhi sarana prasarana di Puskesmas. Berikut wawancara bersama
informan yang telah dilakukan :
“Memberikan sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan yang telah
diajukan oleh Puskesmas ke Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan.” (Inf 03)
68
“Iya Dinas Kesehatan membantu dengan memberikan sarana dan prasarana
untuk Puskesmas.” (Inf 04)
Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara dengan informan dari Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan terkait perannya dalam memberikan sarana
prasana di Puskesmas Pamulang. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa :
“Memberikan sarana dan prasarana, update sarana dan prasarana yang di dapat
dari Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan Provinsi diberikan ke
Puskesmas.” (Inf 02)
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Dinas Kesehatan Kota
Tangerang selatan membantu menyediakan sarana dan prasana dengan
memberikan sarana prasarana sesuai dengan kebutuhan dan mengupdate sarana
prasana tersebut yang di dapat dari Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan
Provinsi Banten.
5.4.3 Anggaran atau Dana
Dana adalah materi dalam bentuk uang yang digunakan untuk mendukung
terlaksananya tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas, pelaksanaan
tatalaksana pneumonia balita akan berjalan sesuai dengan keinginan apabila
didukung dalam segi pembiayaan.
Adanya anggaran atau dana yang dimiliki oleh Puskesmas Pamulang untuk
melakukan tatalaksana pneumonia balita akan dipaparkan dalam pernyataan dari
informan terkait. Berikut kutipan wawancaranya :
“Dana untuk tatalaksana dari Puskesmas. Kalo untuk kunjungan rumah dari
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan ya untuk pneumonia balita.” (Inf 03)
69
“Peran Dinas Kesehatan kasih alat untuk menghitung respiratory rate, ada juga
oksigen konsentrator rusak baru-baru ini mau diperbaiki binggung nyari
teknisinya. Dinas Kesehatan memberikan dana untuk pelatihan tatalaksana
pneumonia balita. Untuk obat diberikan dari Dinas Kesehatan juga, dana JKN
digunakan sebagai backup jika dana dari Dinas Kesehatan lagi kosong.” (Inf 01)
“Saya kurang tau ya soal dana itu. Kayaknya dana operasional tidak khusus
untuk tatalaksana pneumonia balita.” (Inf 04)
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan informan di Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan, diketahui bahwa dana berasal dari APBD dan
dana operasional Puskesmas. Berikut pernyataan yang diungkapkan oleh informan
terkait :
“Dana yang digunakan biasanya dana operasional Puskesmas dan kunjungan
rumah ada anggaran dari APBD. Terus untuk penyediaan sarana prasana tahun
2015-2016, workshop dan rakor tenaga kesehatan itu biasanya dari kita Dinas
Kesehatan ya.” (Inf 02)
Dari keseluruhan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian
besar informan mengatakan bahwa dana untuk melakukan tatalaksana pneumonia
balita berasal dari operasional Puskesmas, APBD dan Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan, tetapi ada dana pendukung yakni dana JKN yang digunakan
jika dana dari Dinas Kesehatan belum tersedia.
5.4.4 Sasaran
Sasaran adalah balita dan ibu balita yang mempunyai tanda dan gejala
menderita pneumonia. Pada sasaran ini akan dipaparkan mengenai cara tenaga
kesehatan menetapkan sasaran pneumonia balita dan kesesuaian sasaran
70
pneumonia balita dengan pedoman tatalaksana yang akan dijelaskan dari
wawancara mendalam, observasi, dan telaah dokumen.
Berdasarkan hasil wawancara mengenai cara tenaga kesehatan menetapkan
sasaran balita pneumonia di Puskesmas Pamulang, informan mengemukakan
pernyataan yang dikutip sebagai berikut :
“Biasanya hitung napas terlebih dahulu, lalu diklasifikasikan berdasarkan usia
dengan jumlah hitung 1 rasinya. Jika mengarah ke pneumonia dirujuk ke dokter
umum, lalu ditulis diagnosanya berdasarkan klasifikasi usia.” (Inf 03)
“Sudah sesuai, sampai saat ini sasaran pneumonia balita belum memenuhi target.
Namun penemuan pneumonia balita tetap tinggi dibandingkan Puskesmas lain.
Target nasional spm terbaru 100% dan Puskesmas Pamulang ditahun 2016 sudah
mencapai target.” (Inf 01)
“Yang saya tau teman-teman sudah bisa menetapkan sasaran pneumonia karena
sudah biasa ikut pelatihan pedoman tatalaksana pneumonian balita ya, tapi tetap
yang mendiagnosa dokter ya.” (Inf 04)
Berdasarkan hasil kutipan wawancara yang diperoleh dari informan di
Puskesmas Pamulang, dapat disimpulkan bahwa seluruh informan menyatakan
bahwa tenaga kesehatan dalam menetapkan sasaran berdasarkan hasil diagnosa
dan klasifikasi usia balita tersebut untuk menentukan pengobatan. Hal ini juga
didukung dengan didapatnya pelatihan pedoman tatalaksana pneumonia balita dari
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan untuk pemegang program pneumonia
balita.
71
Hal ini sama dengan hasil wawancara pada informan di Dinas Kesehatan
Kota Tangerang Selatan terkait cara penetapan sasaran pneumonia balita di
Puskesmas, berikut kutipan wawancara yang didapat :
“Sasaran balita pneumonia mengikuti sasaran yang telah ditentukan Kementerian
Kesehatan dalam pedoman tatalaksana pneumonia balita. Setiap Puskesmas
menentukan target berbeda karena disesuaikan dengan jumlah balita di daerah
Puskesmas.” (Inf 02)
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan informan kunci,
diketahui bahwa permasalahan yang ada di Puskesmas Pamulang adalah SDM
yang memiliki penilaian sendiri dalam menetapkan balita pneumonia atau tidak,
karena dari hasil observasi didapatkan bahwa SDM yang sudah mendapatkan
tanda dan gejala anak yang mendekati pneumonia jarang dihitung napasnya.
Berdasarkan pedoman tatalaksana jika anak sudah memiliki tanda dan gejala
pneumonia dengan napas yang cepat dan harus dihitung napas untuk menentukan
klasifikasi balita pneumonia berat, pneumonia, dan batuk bukan pneumonia.
Informan menyatakan kesesuaian sasaran balita pneumonia di Puskesmas
Pamulang berdasarkan pedoman tatalaksana pneumonia balita. Hasil wawancara
yang dikutip dikutip, sebagai berikut :
“Sudah sesuai dengan pedoman ya. Untuk target kita Puskesmas sama dengan
Dinas Kesehatan.” (Inf 03)
“Sudah sesuai dengan pedoman, namun angka penemuan kasus selama ini yang
saya lihat dari tahun ketahun tidak menurun ya.” (Inf 04)
Berdasarkan hasil wawancara diatas yang diperoleh dari informan di
Puskesmasn Pamulang, dapat disimpulkan bahwa seluruh tenaga kesehatan belum
72
baik dalam menentukan sasaran balita pneumonia untuk melakukan tatalaksana
pneumonia balita berdasarkan pedoman tatalaksana di Puskesmas Pamulang.
5.5 Gambaran Proses Pelaksanaan Tatalaksana Pneumonia Balita
Terdapat beberapa proses dalam pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita,
proses tersebut terdiri dari menilai anak batuk atau kesukaran bernapas, klasifikasi
tindakan untuk anak umur 2 bulan s.d 59 bulan, klasifikasi dan tindakan untuk
bayi atau kesukaran bernapas <2 bulan, pengobatan dan rujukan, konseling ibu,
tindak lanjut pneumonia balita, dan penerapan di Puskesmas.
5.5.1 Menilai anak batuk atau kesukaran bernapas
Proses menilai anak batuk atau Kesukaran bernapas yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang sedang bertugas di Poli anak terkait dengan pelaksanaan
tatalaksana pneumonia balita yang dilakukan berdasarkan pedoman tatalaksana
pneumonia balita. Data menilai anak batuk atau kesukaran bernapas didapat
melalui wawancara mendalam dan observasi di Puskesmas Pamulang.
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa informan di Puskesmas
Pamulang melakukan 3 tahapan dalam menilai anak batuk atau kesukaran
bernapas yang terdiri dari menanyakan, melihat, dan mendengarkan keadaan
balita di Poli umum. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan, sebagai berikut :
“Menilai anak batuk sesuai dengan pedoman ya aku mulai dengan tanyain umur
anak, keluhan apa aja, dan sudah berapa lama sakitnya. Terus aku lihat keadaan
balitanya ada napas cepat atau tarikan dinding dada bagian bawah atau tidak,
dan terakhir aku dengar pernapasan balitanya apakah ada stridor ataupun
wheezing dengan stetoskop pada balita. Jadi aku tinggal ngikutin aja tindakan
73
yang ada dipedoman, terus sebelumnya juga udah pernah dapat pelatihan
pedoman tatalaksana pneumonia balita” (Inf 03)
Hasil observasi pada 6 balita pneumonia di Puskesmas Pamulang, diketahui
bahwa dalam proses menilai anak batuk atau kesukaran bernapas dilakukan di
Poli umum karena kurangnya tenaga kesehatan untuk memberikan pelayanan
kesehatan di Poli anak. Tatalaksana pneumonia balita yang dilakukan tenaga
kesehatan pada tahapan menilai anak batuk atu kesukaran bernapas yakni dengan
memberikan pertanyaan dan mendengarkan keluhan balita kepada ibu balita,
selanjutnya tenaga kesehatan melihat keadaan balita untuk memastikan keluhan
balita tersebut, dan terakhir tenaga kesehatan mendengar dengan stetoskop untuk
menilai apakah balita memiliki stridor ataupun wheezing pada pernapasannya.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan, maka
dapat disimpulkan bahwa dalam proses menilai anak batuk atau kesukaran
bernapas dilakukan dengan baik oleh tenaga kesehatan yakni dengan menanyakan
keadaan balita, melihat napas cepat dan tarikan didnding dada bagian bawah
balita, dan mendengar ada tidaknya stridor dan wheezing pada balita untuk
menentukan tindak lanjut dalam tatalaksana pneumonia balita.
5.5.2 Klasifikasi Tindakan Untuk Anak Umur 2 Bulan Sampai
Dengan 59 Bulan
Proses klasifikasi tindakan untuk anak umur 2 bulan sampai dengan 59
bulan di Puskesmas Pamulang terbagi menjadi tiga yakni pneumonia berat,
pneumonia, dan batuk bukan pneumonia dalam melakukan tatalaksana
berdasarkan pedoman tatalaksana pneumonia balita.
74
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa tenaga kesehatan
menentukan balita pneumonia pada anak umur 2 bulan sampai dengan 59 bulan
dengan menghitung napas cepat yang lebih 50x/menit untuk menentukan
klasifikasi dan tindakan tatalaksana. Tatalaksana yang dilakukan adalah
memberikan amoksisilin oral dosis tinggi 2 kali perhari untuk 3 hari, diberi pelega
tenggorokan dan pereda batuk yang aman, apabila batuk > 14 hari rujuk, apabila
wheezing berulang rujuk, nasehati ibu untuk memberikan obat sesuai anjuran
petugas kesehatan dan bawa kembali jika keadaan anak bertambah buruk serta
jelaskan cara pemberian antibiotik, kunjungan ulang dalam 3 hari, dan obati
wheezing bila ada. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan informan, sebagai
berikut :
“Biasanya aku cek dulu RR balitanya pake alat namanya respiratory rate timer,
kalo ada napas cepat lebih dari 50x/menit untuk usia anak 2 bulan sampe 59
bulan baru di klasifikasi bahwa balitanya menderita pneumonia. Terus aku kasih
amoksisilin untuk 3 hari dan aku jelasin cara kasih antibiotiknya, kasih pelega
tenggorokan dan pereda batuknya, kalo ada batuk > 14 hari rujuk, nasehatin
ibunya untuk kasih obat sesuai anjuran aku dan bawa balik ke Puskesmas kalo
keadaan anaknya bertambah buruk, dan kunjungan ulang dalam 3 hari
berikutnya.” (Inf 03)
Hasil observasi menunjukkan bahwa dalam proses pelaksanaan tatalaksana
pneumonia untuk klasifikasi dan tindakan pada anak berumur 2 bulan sampai
dengan 59 bulan dengan 6 balita pneumonia yang ditemukan saat observasi yakni
2 balita pneumonia diketahui terdapat proses tatalaksana yang pelaksanaannya
75
tidak sesuai dengan pedoman tatalaksana yakni tidak memberikan amoksisilin
oral dosis tinggi 2 kali perhari untuk 3 hari pada balita.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa dalam proses klasifikasi dan tindakan untuk anak umur 2
bulan s.d 59 bulan pelaksanaannya belum dilakukan dengan baik, hal ini
dikarenakan terdapat proses tatalaksana yang tidak dilakukan oleh tenaga
kesehatan yakni tidak memberikan amoksisilin oral dosis tinggi 2 kali perhari
untuk 3 hari pada balita tersebut. Adanya proses klasifikasi dapat memberikan
informasi yang untuk menentukan tindakan pengobatan dalam memberikan
tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas.
5.5.3 Klasifikasi Dan Tindakan Untuk Bayi Batuk Atau Kesukaran Bernapas
Umur <2 Bulan
Proses klasifikasi dan tindakan untuk bayi batuk atau kesukaran bernapas
umur <2 bulan di Puskesmas seharusnya dilakukan berdasarkan pedoman
tatalaksana pneumonia balita guna untuk menemukan sedini mungkin balita
pneumonia dan mengobati untuk mengurangi keparahan serta kematian balita
akibat pneumonia.
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa tenaga kesehatan
menentukan klasifikasi dan tindakan untuk bayi batuk atau kesukaran bernapas
umur <2 bulan dengan menghitung napas cepat yang lebih 60 x/menit dan ada
tarikan dinding dada kedalam. Klasifikasi dan tindakan yang dilakukan adalah
rujuk segera balita ke RS, sebelum meninggalkan Puskesmas beri pengobatan pra
rujukan seperti pemberian antibiotik, atasi demam, wheezing, kejang, dan
sebagainya), tulis surat rujukan ke RS dan anjurkan ibu agar membawa anak ke
76
RS sesegera mungkin, anjurkan ibunya untuk tetap memberikan ASI dan jaga bayi
tetap hangat, dan jika tidak dapat dirujuk lakukan pengobatan di Puskesmas. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan informan di Puskesmas, sebagai berikut :
“Untuk bayi <2 bulan, aku tetap menghitung napas cepat bayi menggunakan
respiratory rate timer. Untuk usia bayi napas cepat 60x/ menit atau lebih dan ada
tarikan dinding dada kedalamnya baru tau klasifikasi bahwa bayi menderita
pneumonia berat. Bayi seperti ini langsung aku rujuk, tapi biasanya kita kasih
obat dulu kalo ada demam, wheezing, ataupun kejang dulu sebelum ke RS. Sambil
ngurus surat rujukan ke RS, kita suruh ibunya untuk tetap kasih ASI dan jaga
kondisi bayinya agar tetap hangat. Kalo bayinya tidak bisa di rujuk, barulah kita
kasih rawat jalan di Puskesmas aja” (Inf 03)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa untuk
memberikan klasifikasi dan tindakan pada bayi berumur <2 bulan dilakukan
dengan baik dan tenaga kesehatan melakukan koordinasi dengan RS untuk
memberikan pelayanan rujukan untuk bayi menderita pneumonia berat. Hasil
wawancara tidak didukung dengan hasil observasi dan telaah dokumen karena
selama melakukan observasi dan telaah dokumen tidak menemukan bayi batuk
atau kesukaran bernapas berumur <2 bulan yang menderita pneumonia berat di
Puskesmas Pamulang.
5.5.4 Pengobatan dan Rujukan
Setelah dilakukan proses menilai anak batuk atau kesukaran bernapas,
klasifikasi dan tindakan untuk anak umur 2 bulan s.d 59 bulan, klasifikasi dan
tindakan untuk bayi batuk atau kesukaran bernapas umur <2 bulan, dan
77
selanjutnya proses pengobatan dan rujukan di Puskesmas Pamulang yang akan
dilakukan berdasarkan pedoman tatalaksana pneumonia balita.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan informan di
Puskesmas Pamulang mengenai pengobatan dan rujukan dalam melakukan
tatalaksana pneumonia balita. Berikut pernyataan yang diungkapkan oleh
informan terkait :
“Jika pneumonia berat kita rujuk ke RSUD, kalo masih ringan kita beri obat dan
jika 3 hari tidak ada perbaikan kita rawat inap di Puskesmas.” (Inf 01)
“Tergantung klasifikasi pneumonianya ya, jika pneumonia aja kita kasih
antibiotik, dan kalo pneumonia berat kita ada retraksi iga atau ada kejang gizi
buruk dan gejala lainnya kita rujuk ke RSUD. Alur rujukannya mengikut pedoman
tatalaksana pneumonianya.” (Inf 04)
“Pengobatan dengan memberikan antibiotik, pengobatan demam, dan
pengobatan wheezing terlebih dahulu. Jika diobati ternyata memperparah atau
sudah parah terlebih dahulu langsung diberikan rujukan. Namun, jika masih bisa
ditangani dengan menggunakan alat nebulizer dan obat kita atasi dulu sebelum
melakukan rujukan.” (Inf 03)
Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh dari informan di Puskesmas
Pamulang, dapat disimpulkan bahwa seluruh informan menyatakan bahwa tenaga
kesehatan dalam memberikan pengobatan dan rujukan pneumonia balita
berdasarkan klasifikasi dan tindakan sesuai umur balita dan selanjutnya diberikan
pengobatan yang terdiri dari pemberian antibiotik, pegobatan demam, dan
pengobatan wheezing jika ada. Serta rujukan dilakukan saat balita sudah
78
menunjukkan tanda dan gejala pneumonia berat dan sebelum rujukan tenaga
kesehatan tetap memberikan pengobatan pra rujukan di Puskesmas Pamulang.
Berbeda dengan peran Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan terhadap
pengobatan dan rujukan balita pneumonia dengan melakukan monitoring secara
berkala ke Puskesmas. Berikut kutipan wawancara dengan informan di Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan :
“Yaa saya sebagai staf pelaksana pneumonia balita dari Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan melakukan monitoring saja untuk pengobatan dan rujukan,
terus Puskesmas yang memberikan pengobatan dan rujukan yang sudah ada
alurnya sendiri kemana untuk mendapat tindak lanjut pelayanan kesehatan
pneumonia balita.” (Inf 02)
Hasil observasi pada 6 balita pneumonia yang ditemukan saat proses
pengobatan dan rujukan terdapat proses tatalaksana yang tidak dilakukan oleh
tenaga kesehatan yakni tidak memberikan pengobatan antibiotik oral yang sama
dengan pedoman tatalaksana pneumonia pada balita. Tenaga kesehatan
memberikan antibiotik oral selain amoksisilin dan eritromisin pada 2 balita
pneumonia di Puskesmas Pamulang. Selama observasi dilakukan tidak ditemukan
adanya balita pneumonia yang dirujuk ke rumah sakit, hal ini karena balita
pneumonia yang ditemukan masih bisa melakukan rawat jalan dengan pengobatan
yang diberikan oleh tenaga kesehatan dengan komitmen melakukan kunjungan
ulang setelah tiga hari mendapatkan pengobatan dari Puskesmas.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa dalam proses pengobatan dan rujukan balita pneumonia di
Puskesmas Pamulang untuk proses tatalaksana yang dilakukan belum baik yakni
79
dengan ditemukan tenaga kesehatan yang tidak memberikan antibiotik oral
amoksisilin atau eritromisin pada balita pneumonia.
5.5.5 Konseling Ibu
Pada proses selanjutnya yang sangat penting dalam menentukan
kesembuhan bagi balita adalah pengetahuan ibu dalam memberikan pengobatan
rawat jalan dirumah pada balita yang di dapat melalui konseling ibu balita yang
diberikan oleh tenaga kesehatan yang sedang bertugas di Poli Anak dengan
memberikan pelayanan kesehatan pada balita pneumonia.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan informan di
Puskesmas Pamulang mengenai proses konseling ibu dalam melakukan
tatalaksana pneumonia balita. Berikut pernyataan yang diungkapkan oleh
informan terkait :
“Setiap abis kita kasih terapi kita konseling dulu, seperti cara penggunaan obat,
cara penanganan balita saat sesak, dan pola makan anak pada bagian gizi.
Belum ada sosialisasi untuk ibu dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan.
Konseling individu dengan ibu pada kunjungan rumah untuk penderita
pneumonia, ya saya yang datang berkunjung.” (Inf 03)
“Jika saya yang jaga di Poli anak saya berikan konseling pada ibu, saya
melakukan konseling liat jika dia ada napasnya belum normal segera kembali
atau misalkan jika 2 sampai 3 hari tidak ada perbaikan napas makin sesak dan
tanda bahaya pada ada saya kasih konseling ibunya agar segera dirujuk ke
RSUD.” (Inf 04)
“Iya pasti konseling diberikan saat berobat ke Puskesmas, tatalaksana pneumonia
dan apa yang harus dilakukan saat balita di rawat dirumah seperti apa. Yang
80
memberikan konseling ke ibu balitanya ya petugas yang memberikan pelayanan
di Poli anak, seperti bidan atau dokter.” (Inf 02)
Diketahui dari hasil wawancara diatas bahwa dalam proses memberikan
konseling balita yang dilakukan tenaga kesehatan yang terdiri dari mengajari ibu
cara pemberian obat oral dirumah, menggunkana buku KIA untuk petunjuk
pemberian makanan, cairan/ASI seperti tanda-tanda untuk kembali, mengajari ibu
menggunkana bahan yang aman untuk meredakan batuk dirumah, dan memberi
tahu ibu tentang pencegahan pneumonia balita.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan di Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan terkait konseling ibu balita pneumonia di Puskesmas. Berikut
hasil kutipan wawancara :
“Kita dari Dinas Kesehatan ya memberikan sosialisasi ke Puskesmas dan
pelatihan konseling untuk petugas kesehatan yang melakukan tatalaksana
pneumonia balita.” (Inf 02)
Selanjutnya berdasarkan hasil observasi pada 6 balita di Puskesmas
Pamulang, diketahui bahwa pada proses konseling ibu terdapat proses tatalaksana
yang tidak dilakukan seperti mengajari ibu cara pemberian obat oral dirumah yang
tidak dilakukan dengan menggunakan bagan pengobatan untuk menentukan obat
dan dosis yang sesuai pada ibu balita, tidak menggunkan buku KIA untuk
petunjuk pemberian makanan, cairan/ASI seperti tanda-tanda untuk kembali, tidak
mengajari ibu menggunakan bahan yang aman untuk meredakan batuk dirumah
seperti memberitahu ibu obat yang tidak dianjurkan, dan tidak memberi tahu ibu
tentang pencegahan pneumonia balita seperti menjaga kebersihan rumah dan
81
lingkungan, rumah dengan ventilasi cukup, dan rajin mencuci tangan dengan
sabun atau antiseptik.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan, maka
dapat disimpulkan bahwa dalam proses konseling ibu oleh tenaga kesehatan
pelaksanaan tatalaksana belum dilakukan dengan baik. Hal ini terjadi pada proses
yang tidak menggunakan bagan pengobatan untuk menentukan obat dan dosis
yang sesuai pada ibu balita, tidak memberikan petunjuk pemberian makanan,
tidak menggunakan buku KIA sebagai petunjuk, dan tidak memberi tahu
pencegahan pneumonia. Adanya kekurangan pada proses ini tidak menjadi
kendala dalam proses konseling ibu balita pneumonia, tenaga kesehatan
menggunakan ilmunya yang didapat dari diseminasi ilmu untuk pelaksanaan
tatalaksana pneumonia balita dari tenaga kesehatan yang sudah mendapatkan
sosialisasi dan pelatihan pedoman tatalaksana pneumonia balita.
5.5.6 Tindak Lanjut Pneumonia Balita
Puskesmas dalam proses tindak lanjut pneumonia balita tidak dilakukan di
semua kasus pneumonia balita, hal ini disesuaikan dengan keadaan balita setelah
mendapatkan pengobatan rawat jalan di Puskesmas Pamulang. Tindak lanjut
pneumonia balita terdiri dari 2 proses yakni kunjungan ulang dan kunjungan
rumah.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan informan di
Puskesmas Pamulang mengenai proses tindak lanjut pneumonia balita dalam
melakukan tatalaksana pneumonia balita. Berikut pernyataan yang diungkapkan
oleh informan terkait :
82
“Kalo misalnya dia kita obatin dengan diagnosis pneumonia obat habis 3 hari
wajib kontrol ke Puskesmas, jika tidak kontrol Puskesmas melakukan pelacakan
kasus (kunjungan rumah) yang melakukan biasanya saya dan dr. R. Kunjungan
ulang pengobatan dia ga sembuh suruh datang lagi, ga bisa dilepas aja tunggu
sembuh baru dilepas pemantauannya.” (Inf 03)
“Tindak lanjut untuk pneumonia balita tidak ada kunjungan rumah, paling
kunjungan ulang 2-3 hari balita melakukan kontrol lagi ke Puskesmas.” (INF 04)
“Pneumonia ringan tidak ada kunjungan ulang, tapi kalo pneumonia berat kita
ada kunjungan rumah. Yang melakukannya kunjungan rumah bidan atau perawat
yang sesuai dengan wilayah penderita pneumonia balita tersebut.” (Inf 01)
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan pada informan di
Puskesmas Pamulang, maka dapat diketahui bahwa dalam proses tindak lanjut
pneumonia balita tidak semua kasus dilakukan kunjungan ulang dan kunjungan
rumah. Kunjungan ulang dilakukan jika ditemukan balita pneumonia untuk
memantau keadaan balita membaik, tetap sama, atau memburuk. Lain halnya
untuk kunjungan rumah dilakukan saat balita pneumonia yang tidak melakukan
kunjungan ulang di Puskesmas Pamulang. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara
dengan informan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Berikut kutipan
wawancaranya :
“Berdasarkan alur rujukan, melakukan kunjungan rumah balita penderita
pneumonia dari Petugas Puskesmas setempat.” (Inf 02)
Hasil observasi peneliti yang telah dilakukan di Puskesmas Pamulang,
diketahui bahwa dari 6 balita pneumonia yang ditemukan pada proses tindak
lanjut pneumonia balita sebagian balita tidak melakukan kunjungan ulang, hanya
83
1 balita yang melakukan kunjungan ulang ke Puskesmas dengan keadaan
membaik untuk meneruskan pemberian antibiotik sampai 3 hari berikutnya.
Tenaga kesehatan tidak melakukan kunjungan rumah pada 6 balita pneumonia,
hal ini berdasarkan hasil wawancara dengan informan di Puskesmas sebagai
berikut :
“....kendalanya SDM untuk melakukan kunjungan rumah ga ada selain saya dan
dr.risna jadi kadang kurang terlaksana kunjungan rumah karena kesibukan di
Puskesmas.” (Inf 03)
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan dapat
disimpulkan bahwa dalam proses tindak lanjut pneumonia balita pelaksanaan
belum dilakukan dengan baik yakni untuk kunjungan ulang dan kunjungan rumah
belum dilaksanakan pada semua balita pneumonia di Puskesmas Pamulang.
5.5.7 Penerapan di Puskesmas Pamulang
Proses terakhir yang dilakukan dalam pelaksanaan tatalaksana pneumonia
balita adalah penerapan di Puskesmas. Penerapan di Puskesmas terdiri dari
persiapan penerapan, penerapan, dan pemantauan dan evaluasi di Puskesmas.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan yang ada di Puskesmas
Pamulang terkait penerapan di Puskesmas dalam melakukan tatalaksana
pneumonia balita. Berikut pernyataan yang diungkapkan oleh informan terkait :
“Saya yang merekap dari lembaran (register anak) penderita pneumonia balita,
selanjutnya saya setiap bulan memberikan laporan LB3 ke Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan sebelum tanggal 5 setiap bulannya. Tidak ada sanksi, cuma
pihak Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan akan terus meminta laporan
tersebut.” (Inf 03)
84
“Sebulan sekali saya memberikan pencatatan dan pelaporan ke Dinas Kesehatan
Kota Tangerang Selatan sebelum tanggal 5 dalam bentuk LB3 yaa.” (Inf 04)
“Laporan diberikan setiap bulannya, ada register pneumonia balitanya sendiri
kita lapor via LB1 dan LB3. Fungsi pencatatan dan pelaporan tersebut itu lebih
informasi untuk kita aja sih.” (Inf 01)
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa dalam proses
penerapan di Puskesmas untuk pencatatan dan pelaporan, Puskesmas memberikan
laporan kepada Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan setiap bulannya sebelum
tanggal 5 dalam bentuk laporan yakni LB1 dan LB3 berdasarkan data dari register
anak dan laporan dari pelayanan kesehatan di sekitar wilayah kerja Puskesmas
Pamulang. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan
informan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan terkait penerapan di
Puskesmas. Berikut kutipan wawancaranya :
“Pencatatan dan pelaporan hasil pelayanan pneumonia balita banyak Puskesmas
yang memberikan laporan tidak sesuai format karena format diganti dari tahun
2015 pertengahan. Tidak semua Puskesmas mengerti memakai komputer
sehingga berdampak saat saya input datanya di Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan tidak valid, jadi sama saja mereka tidak melaporkan atau
tidak tepat. Pencatatan dan pelaporan diberikan setiap tanggal 5 tiap bulannya
dan tidak ada sanksi untuk Puskesmas yang terlambat dalam memberikan hasil
pencatatan dan pelaporan. Setiap rapat koordinasi selalu followup pencatatan
dan pelaporannya bagaimana, kenapa tidak bisa mengisi sesuai format padahal
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan sudah memberikan sosialisasi datang
ke Puskesmas untuk pengisian format. Namun, Puskesmas masih ada yang belum
85
paham menggunakan komputer besok-besok nanya lagi, sehinnga memberikan
pelaporan dengan format lama.” (Inf 02)
Hasil observasi dan telaah dokumen yang telah dilakukan di Puskesmas
Pamulang, diketahui bahwa penemuan balita pneumonia di Puskesmas Pamulang
dalam 1 bulan hanya ditemukan 6 balita pneumonia karena tenaga kesehatan tidak
menghitung respiratory rate balita. Hal ini dikarenakan banyaknya jumlah pasien
dan tidak adanya alat respiratory rate di Poli umum, sehingga tidak dihitung
napas cepat pada balita yang mengakibatkan tenaga kesehatan hanya memberikan
pelayanan kesehatan dengan diagnosa penyakit ISPA. Dampak dari hal tersebut
adalah sedikitnya penemuan kasus pneumonia balita, sehingga laporan yang
diberikan ke Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan setiap bulan hasilnya tidak
sesuai dengan buku register anak penemuan kasus pneumonia balita.
Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan telaah dokumen, maka dapat
disimpulkan bahwa dalam proses pencatatan dan pelaporan Puskesmas Pamulang
belum dilakukan dengan baik, yakni masih adanya tindakan tenaga kesehatan
yang memberikan laporan ke Dinas Kesehatan Tangerang Selatan yang tidak
sesuai dengan hasil data yang ada di register anak untuk penemuan balita
pneumonia.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan yang ada di Puskesmas
Pamulang terkait penerapan di Puskesmas dalam melakukan tatalaksana
pneumonia balita pada bagian pemantauan dan evaluasi. Berikut pernyataan yang
diungkapkan oleh informan terkait :
“Minimal harus kunjungan rumah, kalo ga biasanya distatus ada nomor telepon
bisa dikonseling lewat telpon dan mengetahui keadaan balita sembuh atau sampai
86
dirujuk ke RS. Di pantau lewat Binwil (bina wilayah) ada penanggung jawab RT
masing-masing dan posyandu dengan bidan dan kader setiap desa. Pelaporannya
ke TU, Kapus, dan baru ke Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan.” (Inf 03)
“Saya sebagai koordinator melakukan pemantauan dan evaluasi aja dari setiap
program P2. Kadang-kadang suka lupa di periksa RR nya untuk mengingatkan,
kendalanya form MTBS tidak di isi. Hasil pemantauan dan evaluasi diberikan ke
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan.” (Inf 04)
“Ada pertemuan dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan karena
penemuan pneumonia balita masih rendah biasanya mengevaluasi kenapa masih
rendah terus. Yang terlibat pemegang program pneumonia balita yakni bidan
Yuni.” (Inf 01)
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa dalam proses
penerapan di Puskesmas bagian pemantauan dan evaluasi yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan dengan cara menelpon orang tua balita pneumonia untuk
mengetahui kondisi setelah mendapatkan pengobatan di Puskesmas dan dibantu
oleh Binwil (bina wilayah) yang ada penanggung jawab RT masing-masing dan
posyandu dengan bidan dan kader setiap desa. Hasil dari pemantauan dan evaluasi
diberikan secara berjenjang mulai dari kepala tata usaha, kepala Puskesmas, dan
Dinas Kesehatan Kota Tangeranag Selatan. Hal ini didukung dengan hasil
wawancara dengan informan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Berikut
kutipan wawancaranya :
“Pemantauan dilihat di laporan ada kenaikan atau penurunan, melihat faktor-
faktor apa saja yang mempengaruhi setiap Puskesmas adanya pneumonia balita.
Pemantauan dan evaluasi di lakukan oleh staf pelaksana pemegang program,
87
kepala seksi, dan kepala bidang di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan.”
(Inf 02)
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan di Puskesmas dan Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan terkait penerapan di Puskesmas dalam
melakukan proses pemantauan dan evaluasi dilakukan dengan baik yakni
Puskesmas melakukan pemantauan dan evaluasi dengan melihat angka penemuan
kasus pneumonia balita setiap bulannya dan mengevaluasi hasil cakupan
pelayanan kesehatan setiap tahunnya untuk mengetahui faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi kenaikan dan penurunan penemuan balita pneumonia yang
ada di Puskesmas Kota Tangerang Selatan.
5.6 Gambaran Output Pelaksanaan Tatalaksana Pneumonia Balita
Output dari pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita bisa dilihat dari
terlaksananya tatalaksana pneumonia balita melalui wawancara mendalam dan
observasi terkait kesesuaian tatalaksana di Puskesmas dengan pedoman
tatalaksana pneumonia balita.
Berdasarkan hasil hasil wawancara, observasi, dan telaah dokumen dapat
diketahui kesesuaian tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas Pamulang
dengan pelaksanaan tatalaksana yang melakukan enam langkah tatalaksana
pneumonia balita, sebagai berikut :
1. Menilai Anak Batuk atau Kesukaran Bernapas
Berdasarkan hasil wawancara dengan pemegang program pneumonia
balita di Puskesmas Pamulang sudah sesuai dengan pedoman. Berikut
hasil wawancara dengan informan :
88
“...Menilai anak batuk sesuai dengan pedoman ya aku mulai dengan
tanyakan umur anak, keluhan apa aja, dan sudah berapa lama sakitnya.
Terus aku lihat keadaan balitanya ada napas cepat atau tarikan dinding
dada bagian bawah atau tidak, dan terakhir aku dengar pernapasan
balitanya apakah ada stridor ataupun wheezing dengan stetoskop pada
balita.” (Inf 03)
Hasil wawancara didukung dengan hasil observasi yang diketahui
bahwa 6 balita pneumonia yang mendapatkan tatalaksana pneumonia
balita di Puskesmas dalam proses menilai anak batuk atau kesukaran
bernapas yang dilakukan tenaga kesehatan yakni dengan memberikan
pertanyaan dan mendengarkan keluhan balita kepada ibu balita,
selanjutnya tenaga kesehatan melihat keadaan balita untuk memastikan
keluhan balita tersebut, dan terakhir tenaga kesehatan mendengar dengan
stetoskop unntuk menilai apakah balita memiliki stridor ataupun wheezing
pada pernapasannya.
Berdasarakan telaah dokumen menilai batuk anak atau kesukaran
bernapas dilakukan dengan menilai berarti memperoleh informasi tentang
penyakit anak dengan melakukan anamnesi melalui wawancara
(mengajukan pertanyaan kepada ibu) dan pemeriksaan fisik balita dengan
cara melihat dan mendengarkan pernapasan. Cara pemeriksaan fisik yang
digunakan adalah dengan mencari beberapa tanda klinik tertentu yang
mudah dimengerti dan diajarkan tanpa penggunaan alat-alat kedokteraan.
Tanda klinik adalah napas cepat, tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam (TDDK) dan suara napas tambahan (wheezing dan stridor).
89
Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan telaah dokumen dapat
disimpulkan bahwa tatalaksana pneumonia balita yang dilakukan di
Puskesmas Pamulang sesuai dengan pedoman tatalaksana pneumonia
balita dari Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jendral Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2015.
2. Klasifikasi dan menentukan tindakan sesuai untuk 2 kelompok umur balita
yakni umur <2 bulan dan umur 2 bulan sampai dengan 59 bulan
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan di Puskesmas
Pamulang tenaga kesehatan dalam menentukan klasifikasi tindakan untuk
anak umur 2 bulan s.d 59 bulan melakukan beberapa tindakan pelayanan
kesehatan. Berikut kutipan hasil wawancara dengan informan :
“Biasanya aku cek dulu RR balitanya pake alat namanya respiratory rate
timer, kalo ada napas cepat lebih dari 50x/menit untuk usia anak 2 bulan
sampe 59 bulan baru di klasifikasi bahwa balitanya menderita pneumonia.
Terus aku kasih amoksisilin untuk 3 hari dan aku jelasin cara kasih
antibiotiknya, kasih pelega tenggorokan dan pereda batuknya, kalo ada
batuk > 14 hari rujuk, nasehatin ibunya untuk kasih obat sesuai anjuran
aku dan bawa balik ke Puskesmas kalo keadaan anaknya bertambah
buruk, dan kunjungan ulang dalam 3 hari berikutnya.” (Inf 03)
Hasil observasi menunjukkan bahwa dalam proses pelaksanaan
tatalaksana pneumonia untuk klasifikasi dan tindakan untuk anak berumur
2 bulan s.d 59 bulan pada 6 balita pneumonia yang ditemukan saat
observasi yakni pada 2 balita menderita pneumonia balita diketahui
terdapat proses tatalaksana yang tidak dilaksanakan yakni tidak
90
memberikan amoksisilin oral dosis tinggi 2 kali perhari untuk 3 hari pada
balita pneumonia.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dapat disimpulkan
bahwa tatalaksana pneumonia balita yang dilakukan di Puskesmas
Pamulang pada 2 balita pneumonia belum sesuai dengan pedoman
tatalaksana pneumonia balita dari Kementerian Kesehatan RI Direktorat
Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2015.
3. Pengobatan Dan Rujukan
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan pemegang
program di Puskesmas Pamulang mengenai pengobatan dan rujukan dalam
melakukan tatalaksana pneumonia balita. Berikut pernyataan yang
diungkapkan oleh informan terkait :
“Pengobatan dengan memberikan antibiotik, pengobatan demam, dan
pengobatan wheezing terlebih dahulu. Jika diobati ternyata memperparah
atau sudah parah terlebih dahulu langsung diberikan rujukan. Namun,
jika masih bisa ditangani dengan menggunakan alat nebulizer dan obat
kita atasi dulu sebelum melakukan rujukan.” (Inf 03)
Hasil observasi 2 dari 6 balita pneumonia yang ditemukan di
Puskesmas Pamulang diketahui bahwa pada saat melakukan tatalaksana
pneumonia balita pada proses pengobatan dan rujukan petugas kesehatan
tidak memberikan pengobatan antibiotik oral yang sama dengan pedoman
tatalaksana pneumonia balita.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dapat disimpulkan
bahwa tatalaksana pneumonia balita yang dilakukan di Puskesmas
91
Pamulang pada 2 balita pneumonia belum sesuai dengan pedoman
tatalaksana pneumonia balita dari Kementerian Kesehatan RI Direktorat
Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2015.
4. Konseling Ibu
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan informan di
Puskesmas Pamulang mengenai proses konseling ibu dalam melakukan
tatalaksana pneumonia balita. Berikut pernyataan yang diungkapkan oleh
informan terkait :
“Setiap abis kita kasih terarapi kita konseling dulu, seperti cara
penggunaan obat, cara penanganan balita saat sesak, dan pola makan
anak pada bagian gizi. Belum ada sosialisasi untuk ibu dari Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Konseling individu dengan ibu pada
kunjungan rumah untuk penderita pneumonia, ya saya yang datang
berkunjung.” (Inf 03)
Berdasarkan hasil observasi pada 8 balita di Puskesmas Pamulang,
diketahui bahwa pada proses konseling ibu terdapat proses tatalaksana
yang tidak dilakukan seperti mengajari ibu cara pemberian obat oral
dirumah yang tidak dilakukan tatalaksana dengan menggunakan bagan
pengobatan untuk menentukan obat dan dosis yang sesuai pada ibu balita,
tidak menggunakan buku KIA untuk petunjuk pemberian makanan,
cairan/ASI seperti tanda-tanda untuk kembali, tidak mengajari ibu
menggunakan bahan yang aman untuk meredakan batuk dirumah seperti
memberitahu ibu obat yang tidak dianjurkan, dan tidak memberi tahu ibu
tentang pencegahan pneumonia balita seperti menjaga kebersihan rumah
92
dan lingkungan, rumah dengan ventilasi cukup, dan rajin mencuci tangan
dengan sabun atau antiseptik.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dapat disimpulkan
bahwa tatalaksana pneumonia balita yang dilakukan di Puskesmas
Pamulang belum sesuai dengan pedoman tatalaksana pneumonia balita
dari Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2015.
5. Tindak Lanjut Pneumonia Balita
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan informan di
Puskesmas Pamulang mengenai proses tindak lanjut pneumonia balita
dalam melakukan tatalaksana pneumonia balita. Berikut pernyataan yang
diungkapkan oleh informan terkait :
“Kalo misalnya dia kita obatin dengan diagnosis pneumonia obat habis 3
hari wajib kontrol ke Puskesmas, jika tidak kontrol Puskesmas melakukan
pelacakan kasus (kunjungan rumah) yang melakukan biasanya saya dan
dr. Risna. Kunjungan ulang pengobatan dia ga sembuh suruh datang lagi,
ga bisa dilepas aja tunggu sembuh baru dilepas pemantauannya.” (Inf 03)
Hasil observasi dari 6 balita pneumonia yang ditemukan pada
proses tindak lanjut pneumonia balita sebagian besar balita tidak
melakukan kunjungan ulang, hanya 1 balita yang melakukan kunjungan
ulang ke Puskesmas dengan keadaan membaik untuk meneruskan
pemberian antibiotik sampai 3 hari berikutnya. Tenaga kesehatan tidak
melakukan kunjungan rumah pada 5 balita pneumonia.
93
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dapat disimpulkan
bahwa tatalaksana pneumonia balita yang dilakukan di Puskesmas
Pamulang belum sesuai dengan pedoman tatalaksana pneumonia balita
dari Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2015.
6. Penerapan Di Puskesmas
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan yang ada di
Puskesmas Pamulang terkait penerapan di Puskesmas dalam melakukan
tatalaksana pneumonia balita. Berikut pernyataan yang diungkapkan oleh
informan terkait :
“Saya yang merekap dari lembaran (register anak) penderita pneumonia
balita, selanjutnya saya setiap bulan memberikan laporan LB3 ke Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan sebelum tangga l5 setiap bulannya.
Tidak ada sanksi cuma pihak Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
akan terus meminta laporan tersebut.” (Inf 03)
Hasil observasi dan telaah dokumen yang telah dilakukan di
Puskesmas Pamulang, diketahui bahwa penemuan balita pneumonia di
Puskesmas Pamulang dalam 1 bulan hanya ditemukan 6 balita pneumonia
dikarenakan tenaga kesehatan yang berada di Poli umum tidak menghitung
respiratory rate balita. Hal ini dikarenakan banyaknya jumlah pasien dan
tidak adanya alat respiratory rate mengakibatkan tenaga kesehatan hanya
memberikan pelayanan kesehatan dengan diagnosa penyakit ISPA.
Dampak dari hal tersebut adalah sedikitnya penemuan kasus pneumonia
balita, sehingga laporan yang diberikan ke Dinas Kesehatan Kota
94
Tangerang Selatan setiap bulan hasilnya tidak sesuai dengan buku register
anak penemuan kasus pneumonia balita di Puskesmas Pamulang.
Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan telaah dokumen
dapat disimpulkan bahwa tatalaksana pneumonia balita yang dilakukan di
Puskesmas Pamulang belum sesuai dengan pedoman tatalaksana
pneumonia balita dari Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jendral
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2015.
95
5.7 Penemuan Kasus Pneumonia Balita
Terdapat 6 balita pneumonia yang ditemukan di Puskesmas Pamulang. Berikut proses tatalaksana pneumonia balita yang
ditemukan saat observasi penelitian :
Tabel 5.3 Case Study Pneumonia Balita di Puskesmas Pamulang
No Nama
Balita
Umur
Balita Alamat
Tanda dan
Gejala
Tenaga
Kesehatan Tatalaksana Pneumonia Balita
1. Alin
Casiafari
1,5
Tahun
Alam
Segar RT
1/8
Pamulang
Barat
BB : 8,3 Kg
Suhu 40 ˚C
Respiraroty
Rate
52x/Menit
Napas
Cepat
Panas 1
Hari
Batuk
Kejang
sebulan
yang lalu
Terlihat
dinding
dada bagian
bawah
dr. E 28 September 2017
1. Menilai Anak Batuk atau Kesukaran Bernapas
Sebelum dokter mendiagnosa balita menderita pneumonia,
dokter terlebih dahulu menilai keadaan batuk atau
kesukaran bernapas dengan cara menanyakan beberapa
pertanyaan, sebagai berikut :
a. Berapa umur anak ?
b. Apakah anak menderita batuk atau kesukaran
bernapas?
c. Sudah berapa lama ?
d. Apakah anak demam ? sudah berapa lama ?
e. Apakah anak kejang ?
Selanjutnya dokter melihat dan menghitung napas balita,
serta melihat ada tidaknya tarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam. Untuk memastikan tanda dan gejala yang
dialami balita dokter mendengar apakah ada stridor
ataupun wheezing, namun hasil yang di dapatkan tidak ada.
96
kedalam
(TDDK)
2. Klasifikasi dan tindakan untuk anak umur 2 bulan s.d 59
bulan
Setelah dihitung jumlah respiratory rate balita berjumlah
52x/menit balita diketahui menderita pneumonia. Maka
selanjutnya dokter memberikan tatalaksana berupa
tindakan nebulaizer untuk melegakan tenggorokan balita
dan memberikan obat rhinos dan imunos sirup.
3. Pengobatan dan Rujukan
Setelah diberikan tindakan pelayanan kesehatan di ruangan
UGD Puskesmas, balita diberikan obat oleh dokter.
Namun, dokter tidak memberikan antibiotik dari
Puskesmas karena dokter menyarankan balita tersebut
menghabiskan antibiotik dari klinik swasta yang
dikunjungi balita semalam sebelum ke Puskesmas. Balita
hanya mendapatkan pengobatan rawat jalan, tidak sampai
dirujuk ke RSUD setempat.
4. Konseling Ibu
Setelah mendapatkan pengobatan ibu balita diberikan
konseling berupa cara memberikan obat sirup, antibiotik
harus dihabiskan selama 3 hari, menasehati ibu untuk
kembali ke Puskesmas jika keadaan balita memburuk dan
tetap melakukan kunjungan ulang setelah 3 hari mendapat
pengobatan dari Puskesmas, menasehati ibu dengan
memberikan minum lebih banyak pada balita, pemberian
makanan pada anak saat muntah, memberitahu ibu untuk
pencegahan pneumonia balita dengan menjauhkan balita
dari asap rokok, dan pemberian makanan cukup gizi
seimbang. Terakhir dokter memastikan kembali bahwa ibu
sudah paham akan konseling yang diberikan.
5. Tindak Lanjut Pneumonia Balita
97
Setelah 3 hari mendapatkan pengobatan rawat jalan, balita
tidak melakukan kunjungan ulang. Tenaga kesehatan tidak
melakukan pemantauan untuk balita yang tidak melakukan
kunjungan ulang ke Puskesmas.
2. Rizeki
Alfatar
11
Bulan
Pamulang
Barat RT
01/07
BB : 8,8 Kg
Suhu 38,5
˚C
Respiraroty
Rate
60x/Menit
Napas
Cepat
Panas 3
Hari
dr. E 3 Oktober 2017
1. Menilai Anak Batuk atau Kesukaran Bernapas
Tatalaksana yang dilakukan dokter terlebih dahulu adalah
menilai keadaan batuk atau kesukaran bernapas dengan
cara menanyakan beberapa pertanyaan kepada ibu, sebagai
berikut :
a. Berapa umur anak ?
b. Apakah anak menderita batuk atau kesukaran
bernapas?
c. Sudah berapa lama ?
d. Apakah anak bisa minum atau menetek ? (Jika anak
berusia 2 bulan-s.d 59 bulan ?
e. Apakah anak demam ? sudah berapa lama ?
f. Apakah anak kejang ?
Selanjutnya dokter melihat dan menghitung napas balita,
ditemukan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam. Untuk memastikan tanda dan gejala yang dialami
balita dokter mendengar apakah ada stridor ataupun
wheezing, hasil yang di dapatkan tidak ada.
2. Klasifikasi dan tindakan untuk anak umur 2 bulan s.d 59
bulan
Setelah dihitung jumlah respiratory rate balita ditemukan
sebanyak 60x/menit, balita termasuk penderita
peneumonia. Maka selanjutnya dokter memberikan
tatalaksana berupa cek laborarium sebelum memberikan
pengobatan.
98
3. Pengobatan dan Rujukan
Setelah diketahui hasil laboratorium, balita diberikan
pengobatan berupa antibiotik oral yakni amoksisilin dan
pengobatan demam yakni parasetamol. Balita hanya
mendapatkan pengobatan rawat jalan, tidak sampai dirujuk
ke RSUD setempat.
4. Konseling Ibu
Setelah mendapatkan pengobatan ibu balita diberikan
konseling berupa cara memberikan obat puyer, antibiotik
harus dihabiskan selama 3 hari, menasehati ibu untuk
kembali ke Puskesmas jika keadaan balita memburuk dan
tetap melakukan kunjungan ulang setelah 3 hari mendapat
pengobatan dari Puskesmas, menasehati ibu dengan
memberikan minum lebih banyak pada balita, pemberian
makanan selama anak sakit, memberitahu ibu untuk
pencegahan pneumonia balita dengan menjauhkan balita
dari asap rokok dan penderita batuk, pemberian makanan
cukup gizi seimbang, dan dokter memastikan kembali
bahwa ibu sudah paham akan konseling yang diberikan.
5. Tindak Lanjut Pneumonia Balita
Setelah 3 hari mendapatkan pengobatan rawat jalan, balita
kembali untuk melakukan kunjungan ulang pada tanggal 5
Oktober 2017 dengan keadaan balita membaik.
Selanjutnya dokter meneruskan pengobatan dengan
memberikan tambahan antibiotik sampai 3 hari ke depan.
3. Kotaro 4
Tahun
Pamulang
Barat RT
01/02
BB : 18 Kg
Suhu 38,5
˚C
Respiraroty
Rate
dr. R 6 Oktober 2017
1. Menilai Anak Batuk atau Kesukaran Bernapas
Sebelum dokter memberikan tindakan pelayanan
kesehatan, dokter terlebih dahulu menilai keadaan batuk
atau kesukaran bernapas dengan cara menanyakan
99
42x/Menit
Napas
Cepat
Demam 4
hari
Batuk
beberapa pertanyaan kepada ibu, sebagai berikut :
a. Berapa umur anak ?
b. Apakah anak menderita batuk atau kesukaran
bernapas?
c. Sudah berapa lama ?
d. Apakah anak bisa minum atau menetek ? (Jika anak
berusia 2 bulan-s.d 59 bulan ?
e. Apakah anak demam ? sudah berapa lama ?
f. Apakah anak kejang ?
Selanjutnya dokter melihat dan menghitung napas balita,
ditemukan adanya napas cepat dan kesadaran menurun.
Untuk memastikan tanda dan gejala yang dialami balita
dokter mendengar apakah ada stridor ataupun wheezing,
hasil yang di dapatkan tidak ada.
2. Klasifikasi dan tindakan untuk anak umur 2 bulan s.d 59
bulan
Setelah diketahui jumlah respiratory rate balita yakni
42x/menit, maka balita dinyatakan menderita pneumonia.
Untuk memastikana keadaan balita dokter memberikan
tatalaksana berupa cek laborarium sebelum memberikan
pengobatan dan rujukan di Puskesmas.
3. Pengobatan dan Rujukan
Berdasarkan hasil laboratorium, balita diberikan
pengobatan berupa antibiotik oral yakni kotri yang berbeda
merek dengan antibiotik yang ada di pedoman tatalaksana
pneumonia balita dan pengobatan demam yakni
parasetamol. Balita hanya mendapatkan pengobatan rawat
jalan, tidak sampai dirujuk ke RSUD setempat.
4. Konseling Ibu
Sebelum mendapatkan obat, ibu balita diberikan konseling
100
oleh dokter berupa cara memberikan obat tablet dan sirup,
antibiotik harus dihabiskan selama 3 hari, menasehati ibu
untuk kembali ke Puskesmas jika keadaan balita
memburuk dan tetap melakukan kunjungan ulang setelah 3
hari mendapat pengobatan dari Puskesmas, menasehati ibu
dengan memberikan minum lebih banyak pada balita,
pemberian makanan selama anak sakit, dan memberitahu
ibu untuk pencegahan pneumonia balita dengan
menjauhkan balita dari penderita batuk dan asap rokok,
dan pemberian makanan cukup gizi dan seimbang.
Terakhir dokter memastikan kembali bahwa ibu sudah
paham akan konseling yang diberikan.
5. Tindak Lanjut Pneumonia Balita
Setelah 3 hari mendapatkan pengobatan rawat jalan, balita
tidak kembali untuk melakukan kunjungan ulang sehingga
tidak mendapatkan antibiotik tambahan dari Puskesmas.
4. Dafa 9
Bulan
Pisangan
RT 2/5
BB : 6,7 Kg
Suhu 39,3
˚C
Respiraroty
Rate
55x/Menit
Napas
Cepat
Demam 2
hari
Batuk
Pilek
dr. R 11 Oktober 2017
1. Menilai Anak Batuk atau Kesukaran Bernapas
Dokter menilai keadaan batuk atau kesukaran bernapas
dengan cara menanyakan beberapa pertanyaan kepada ibu,
sebagai berikut :
a. Berapa umur anak ?
b. Apakah anak menderita batuk atau kesukaran
bernapas?
c. Sudah berapa lama ?
d. Apakah anak bisa minum atau menetek ? (Jika anak
berusia 2 bulan s.d 59 bulan ?
e. Apakah anak demam ? sudah berapa lama ?
f. Apakah anak kejang ?
Selanjutnya dokter melihat dan menghitung napas balita,
101
ditemukan adanya napas cepat dan kesadaran menurun
pada balita. Untuk memastikan tanda dan gejala yang
dialami balita dokter mendengar apakah ada stridor
ataupun wheezing, hasil yang ditemukan tidak ada stridor
ataupun wheezing pada balita.
2. Klasifikasi dan tindakan untuk anak umur 2 bulan s.d 59
bulan
Diketahui jumlah respiratory rate balita sebanyak
55x/menit, maka balita menderita pneumonia. Tatalaksana
yang dilakukan berdasarkan klasifikasi umur pada balita
adalah diberikan amoksisilin oral dosis tinggi 2 kali
perhari untuk 3 hari, pelega tenggorokan dan pereda batuk
yang aman, menasehati ibu untuk memberikan obat sesuai
anjuran dan bawa kembali jika keadaan anak bertambah
buruk, dan kunjungan ulang dalam 3 hari.
3. Pengobatan dan Rujukan
Dokter memberikan pengobatan berupa antibiotik oral
yakni amoksisilin dan pengobatan demam yakni
parasetamol. Balita hanya mendapatkan pengobatan rawat
jalan, tidak sampai dirujuk ke RSUD setempat.
4. Konseling Ibu
Melihat umur balita yang masih 9 bulan, dokter
memberikan konseling pada ibu balita berupa cara
memberikan obat sirup, antibiotik harus dihabiskan selama
3 hari, menasehati ibu untuk kembali ke Puskesmas jika
keadaan balita memburuk dan tetap melakukan kunjungan
ulang setelah 3 hari mendapat pengobatan dari Puskesmas,
menasehati ibu dengan memberikan ASI pada balita dan
pemberian makanan selama anak sakit, memberitahu ibu
untuk pencegahan pneumonia balita dengan menjauhkan
102
balita dari penderita batuk, asap rokok, dan pemberian
makanan cukup gizi seimbang.
5. Tindak Lanjut Pneumonia Balita
Setelah 3 hari mendapatkan pengobatan rawat jalan dari
Puskesmas, balita tidak kembali untuk melakukan
kunjungan ulang. Tenaga kesehatan tidak melakukan
follow up untuk balita yang tidak melakukan kunjungan
ulang ke Puskesmas.
5. Ibrahim 2
Tahun
Pamulang
Barat RT
2/4
BB : 9,9 Kg
Suhu 38,9
˚C
Respiraroty
Rate
57x/Menit
Napas
Cepat
Demam 1
hari
Batuk
Pilek
Bidan Y 6 Oktober 2017
1. Menilai Anak Batuk atau Kesukaran Bernapas
Terlebih dahulu dokter menilai keadaan batuk atau
kesukaran bernapas dengan cara menanyakan beberapa
pertanyaan kepada ibu, sebagai berikut :
a. Berapa umur anak ?
b. Apakah anak menderita batuk atau kesukaran
bernapas?
c. Sudah berapa lama ?
d. Apakah anak bisa minum atau menetek ? (Jika anak
berusia 2 bulan-s.d 59 bulan ?
e. Apakah anak demam ? sudah berapa lama ?
f. Apakah anak kejang ?
Tatalaksana dilakukan dengan melihat keadaan balita dan
menghitung napas balita, ditemukan adanya napas cepat.
Untuk memastikan tanda dan gejala yang dialami balita
dokter mendengar apakah ada stridor ataupun wheezing,
hasilnya tidak ada.
2. Klasifikasi dan tindakan untuk anak umur 2 bulan s.d 59
bulan
Berdasarkan jumlah respiratory rate balita sebanyak
57x/menit, maka balita termasuk penderita pneumonia.
103
Tatalaksana yang dilakukan berdasarkan klasifikasi umur
pada balita adalah diberikan amoksisilin oral dosis tinggi 2
kali perhari untuk 3 hari, pelega tenggorokan dan pereda
batuk yang aman, menasehati ibu untuk memberikan obat
sesuai anjuran dan bawa kembali jika keadaan anak
bertambah buruk, dan kunjungan ulang dalam 3 hari.
3. Pengobatan dan Rujukan
Dokter memberikan pengobatan berupa antibiotik oral
yakni amoksisilin dan pengobatan demam yakni
parasetamol. Balita hanya mendapatkan pengobatan rawat
jalan, tidak sampai dirujuk ke RSUD setempat.
4. Konseling Ibu
Melihat umur balita yang masih 2 tahun, dokter
memberikan konseling pada ibu balita berupa cara
memberikan obat sirup, antibiotik harus dihabiskan selama
3 hari, menasehati ibu untuk kembali ke Puskesmas jika
keadaan balita memburuk dan tetap melakukan kunjungan
ulang setelah 3 hari mendapat pengobatan dari Puskesmas,
menasehati ibu dengan memberikan banyak minum air
hangat, pemberian makanan selama anak sakit,
memberitahu ibu untuk pencegahan pneumonia balita
dengan menjauhkan balita dari penderita batuk, asap
rokok, dan pemberian makanan cukup gizi seimbang pada
balita.
5. Tindak Lanjut Pneumonia Balita
Setelah 3 hari mendapatkan pengobatan rawat jalan dari
Puskesmas, balita tidak kembali untuk melakukan
kunjungan ulang.
6. Arka 11
Bulan
Jl. Alam
Segar RT
BB : 9 Kg
Suhu 36 ˚C
Bidan Y 6 Oktober 2017
1. Menilai Anak Batuk atau Kesukaran Bernapas
104
01/08
Pamulang
Barat
Respiraroty
Rate
51x/Menit
Napas
Cepat
Demam 2
hari
Muntah
Sebelum dokter memberikan diagnosa balita menderita
pneumonia, dokter terlebih dahulu menilai keadaan batuk
atau kesukaran bernapas dengan cara menanyakan
beberapa pertanyaan sebagai berikut :
a. Berapa umur anak ?
b. Apakah anak menderita batuk atau kesukaran
bernapas?
c. Sudah berapa lama ?
d. Apakah anak demam ? sudah berapa lama ?
e. Apakah anak kejang ?
Selanjutnya dokter melihat dan menghitung napas balita,
ditemukannya ada napas cepat dan kesadaran menurun.
Untuk memastikan tanda dan gejala yang dialami balita
dokter mendengar apakah ada stridor ataupun wheezing,
hasil yang di dapatkan tidak ada.
2. Klasifikasi dan tindakan untuk anak umur 2 bulan s.d 59
bulan
Untuk menentukan tindakan tatalaksana dilakukan
perhitungan pernapasan balita dan diketahui jumlah
respiratory rate balita yakni 52x/menit, maka balita
menderita peneumonia. Selanjutnya dokter memberikan
tatalaksana berupa amoksisilin oral dosis tinggi 2 kali
perhari untuk 3 hari, pelega tenggorokan dan pereda batuk
yang aman, menasehati ibu untuk memberikan obat sesuai
anjuran dan bawa kembali jika keadaan anak bertambah
buruk, dan kunjungan ulang dalam 3 hari.
3. Pengobatan dan Rujukan
Dokter memberikan pengobatan berupa antibiotik oral
yakni amoksisilin dan pengobatan demam yakni
parasetamol. Balita hanya mendapatkan pengobatan rawat
105
jalan, tidak sampai dirujuk ke RSUD setempat.
4. Konseling Ibu
Setelah mendapatkan pengobatan ibu balita diberikan
konseling berupa cara memberikan obat sirup, antibiotik
harus dihabiskan selama 3 hari, menasehati ibu untuk
kembali ke Puskesmas jika keadaan balita memburuk dan
tetap melakukan kunjungan ulang setelah 3 hari mendapat
pengobatan dari Puskesmas, menasehati ibu dengan
memberikan ASI pada balita, pemberian makanan pada
anak saat muntah, memberitahu ibu untuk pencegahan
pneumonia balita dengan menjauhkan balita dari asap
rokok, penderita batuk, dan pemberian makanan cukup gizi
seimbang. Terakhir dokter memastikan kembali bahwa ibu
sudah paham akan konseling yang diberikan.
5. Tindak Lanjut Pneumonia Balita
Kunjungan ulang dalam tahapan tatalaksana pneumonia
balita pada tindak lanjut pneumonia tidak dilakukan balita
setelah 3 hari mendapatkan pengobatan rawat jalan dari
Puskesmas Pamulang.
106
Berdasarkan tabel di atas diketahui terdapat 6 penemuan kasus balita
pneumonia di Puskesmas Pamulang dengan penemuan kasus secara aktif yang
dilakukan melalui observasi dengan mencari kasus di Puskesmas. Adapun
gambaran penemuaan kasus yang telah dilakukan dengan mengikuti proses
tatalaksana pneumonia baita, sebagai berikut :
1. Menilai Anak Batuk atau Kesukaran Bernapas
Pada 6 balita pneumonia tenaga kesehatan terlebih dahulu menilai
keadaan batuk atau kesukaran bernapas sebelum memberikan pengobatan
dengan cara menanyakan beberapa pertanyaan kepada ibu, sebagai
berikut :
a. Berapa umur anak ?
b. Apakah anak menderita batuk atau kesukaran bernapas ?
c. Sudah berapa lama ?
d. Apakah anak bisa minum atau menetek ? (Jika anak berusia 2
bulan-s.d 59 bulan ?
e. Apakah anak demam ? sudah berapa lama ?
f. Apakah anak kejang ?
Penemuan kasus dilakukan dengan melakukan proses tatalaksana melihat
keadaan balita dan menghitung napas balita, ditemukan dari 6 balita yakni 1
balita dengan tanda dan gejala tarikan dinding bagian bawah ke dalam, 4
napas cepat dan 2 balita yang terlihat kesadarannya menurun. Untuk
memastikan tanda dan gejala yang dialami balita tenaga kesehatan mendengar
apakah ada stridor ataupun wheezing, hasilnya tidak ada.
107
2. Klasifikasi dan tindakan untuk 2 kelompok umur balita pneumonia
Setelah diketahui tanda dan gejala balita dari menilai anak batuk atau
kesukaran bernapas, tenaga kesehatan melakukan perhitungan frekuensi
napas cepat balita dengan alat respiratory rate timer. Dari hasil perhitungan
frekuensi napas alita dapat diklasifikasikan 6 balita menderita pneumonia
dan selanjutnya mendapatkan tindakan tatalaksana sesuai dengan umur
balita pneumoia. Tindakan tatalaksana yang dilakukan tenaga kesehatan
dengan memberikan amoksisilin oral dosis tinggi 2 kali perhari untuk 3 hari,
pelega tenggorokan dan pereda batuk yang aman, menasehati ibu untuk
memberikan obat sesuai anjuran dan bawa kembali jika keadaan anak
bertambah buruk, dan kunjungan ulang dalam 3 hari.
3. Pengobatan dan rujukan
Tenaga kesehata memberikan pengobatan pada 6 balita pneumonia
berupa antibiotik oral yakni amoksisilin dan pengobatan demam yakni
parasetamol. Selama penemuan kasus yang dilakukan di Puskesmas
Pamulang tidak ada dari 6 balita pneumonia yang mendapatkan rujukan ke
Rumah Sakit setempat karena balita diberikan pengobatan rawat jalan sesuai
dengan tanda dan gejala yang dialami balita dari tenaga kesehatan di
Puskesmas.
4. Konseling ibu
Pada 6 balita pneumonia, sebagian besar penemuan kasus balita
pneumonia di Puskesmas Pamulang masih dibawah umur 2 tahun sehingga
tenaga kesehatan memberikan konseling pada ibu balita berupa cara
memberikan obat sirup, antibiotik harus dihabiskan selama 3 hari,
108
menasehati ibu untuk kembali ke Puskesmas jika keadaan balita memburuk
dan tetap melakukan kunjungan ulang setelah 3 hari mendapat pengobatan
dari Puskesmas, menasehati ibu dengan memberikan banyak minum air
hangat, pemberian makanan selama anak sakit, memberitahu ibu untuk
pencegahan pneumonia balita dengan menjauhkan balita dari penderita
batuk, asap rokok, dan pemberian makanan cukup gizi seimbang pada
balita.
5. Tindak Lanjut Pneumonia
Setelah 3 hari mendapatkan pengobatan rawat jalan dari Puskesmas 6
balita pneumonia, terdapat 1 balita yang melakukan kunjungan ulang dan
mendapatkan pengobatan lanjutan berupa ditambahnya amoksisislin untuk 3
hari berikutya. Sedangkan 5 balita lainnya yang didapat dari penemuan
kasus tidak kembali untuk melakukan kunjungan ulang di Puskesmas.
Tenaga kesehatan yang bertugas memberikan tatalaksana juga tidak
melakukan follow up untuk balita yang tidak melakukan kunjungan ulang
dan kunjungan rumah pada balita pneumonia.
Gambaran penemuan kasus pada 6 balita di Puskesmas Pamulang
merupakan salah satu dari gambaran strategi yang telah dilakukan oleh pelayanan
kesehatan dalam pengendalian pneumonia. Oleh karena itu, kegiatan ini dapat
menjadi ujung tombak dari pencapaian target dari pemerintah khususnya
Kementerian Kesehatan dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian balita
akibat penyakit pneumonia di Indonesia.
109
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Pelaksanaan Tatalaksana Pneumonia Balita
Dalam pelaksanaan suatu kebijakan terdapat dua alternatif, yaitu
implementasi dalam bentuk program atau membuat kebijakan turunan (Hann,
2006). Pelaksanaan tatalaksana di Puskesmas merupakan salah satu cara yang
diterapkan pemerintah untuk memberikan pelayanan kesehatan di Puskesmas
yang sesuai dengan standar tatalaksana dalam proses mengurangi angka kematian
dan kesakitan balita akibat penyakit pneumonia balita.
Pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita telah dijalankan pihak Puskesmas
Kota Tangerang Selatan semenjak peraturan dikeluarkan yaitu pada tahun 2015
sampai dengan sekarang. Untuk melihat bagaimana pelaksanaan di Puskesmas
Kota Tangerang Selatan dilakukan studi kasus di Puskesmas Pamulang
mengunakan teori Logic Models dengan melihat dari input sampai dengan output
dari pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita.
Input dari pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita adalah sumber daya
manusia, sarana prasarana, anggaran, dan sasaran. Proses tatalaksana pneumonia
balita di Puskesmas Pamulang. Output dari pelaksanaan tatalaksana pneumonia
balita adalah kesesuaian terlaksananya tatalaksana pneumonia balita dengan
pedoman tatalaksana pneumonia balita dari Kementerian Kesehatan.
110
6.2 Gambaran Input Pelaksanaan Tatalaksana Pneumonia Balita
Pada umumnya untuk meningkatkan suatu pelayanan ada dua cara yaitu
dengan meningkatkan mutu dan kuantitas sumber daya, tenaga, biaya, peralatan,
perlengkapan, dan material yang diperlukan dengan menggunakan teknologi atau
dengan kata lain meningkatkan input atau struktur serta memperbaiki metode atau
penerapan yang dipergunakan dalam kegiatan pelayanan, hal ini memperbaiki
proses pelayanan organisasi kesehatan (Wijono, 2008).
Input merupakan masukan yang perlu disediakan atau harus tersedia untuk
melaksanakan suatu kegiatan atau proses. Input memegang peranan yang penting
dalam suatu sistem. Jika input tidak tersedia dengan baik, maka dapat
menghambat kegiatan yang terjadi dalam proses pada suatu sistem, bahkan dapat
menghambat suatu sistem dalam mencapai sebuah tujuan (Febriawati, 2013).
Dalam penelitian ini untuk pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita di
Puskesmas harus dapat menyediakan input yang menunjang proses dari kegiatan
tersebut. Input dari tatalaksana pneumonia balita dalah sumber daya manusia,
sarana prasarana, anggaran, dan sasaran.
6.2.1 Sumber Daya Manusia
Input sumber daya manusia terkait pelaksanaan tatalaksana pneumonia
balita terdiri dari dokter, bidan, dan perawat yang bertugas di Poli Anak. Semua
sumber daya manusia ini merupakan salah satu faktor input yang berhubungan
langsung dengan balita saat memberikan tatalaksana pneumonia balita di
Puskesmas. Sumber daya manusia ini bisa dilihat dari segi kuantitas dan kualitas
dalam memberikan tatalaksana pada balita pneumonia. Dalam kegiatan penemuan
penderita pneumonia balita di Puskesmas komponen input merupakan sumber
111
daya utama yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap proses maupun capaian
dari sistem surveilans sehingga lebih diprioritaskan untuk dievaluasi guna
mengetahui output (Notoatmodjo, 2011).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kuantitas SDM di Puskesmas
Pamulang sudah sepenuhnya memenuhi standar ketenagaan Puskesmas Rawat
Inap berdasarkan Permenkes Nomor 75 Tahun 2014 yaitu 6 (enam) dokter, 12
(dua belas) bidan, dan 7 (tujuh) perawat yang bertugas memberikan tatalaksana
pneumonia balita, namun berdasarkan fakta pelaksanaan atau fungsional tidak
terpenuhi karena penempatan personal tenaga kesehatan yang tidak sesuai dengan
standar yang sudah ditetapkan.
Puskesmas Pamulang selama dilakukan observasi tatalaksana pneumonia
balita Poli Anak digabung dengan Poli Umum, hal ini dikarenakan SDM memiliki
beban tugas lain untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar Puskesmas
sehingga kurangnya SDM yang tersedia untuk membuka Poli Anak. Kesibukan
dan beban kerja yang dimiliki tenaga kesehatan berdampak pada pelaksanaan
tatalaksana pneumonia balita yang membutuhkan waktu yang lama bila
menggunakan protap atau pedoman (Sabuna, 2011).
Ketidakcukupan SDM dalam pelaksanaan ini tentu akan menghambat dan
berpengaruh terhadap pelayanan yang diberikan, hal ini sejaran dengan Global
Health Workforce Alliance (2011) yang menyebutkan bahwa terpenuhinya jumlah
tenaga kerja ini juga sangat penting karena tenaga kesehatan merupakan kunci
utama dalam keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan kesehatan. Tenaga
kesehatan memberikan kontribusi hingga 80% dalam keberhasilan pembangunan
112
kesehatan. Selain itu terpenuhinya jumlah SDM sesuai kebutuhan juga menjadi
penting untuk keberhasilan suatu pelayanan kesehatan di Puskesmas.
Puskesmas Pamulang jika dilihat dari segi kualitas SDM masih kurang atau
belum sesuai dengan pedoman dalam memberikan tatalaksana pneumonia balita,
hal ini disebabkan karena masih ada beberapa aspek kualitas SDM yang belum
memadai dan terpenuhi. Salah satu aspek kualitas ini adalah frekuensi pelatihan
yang diikuti SDM, baik itu dokter, bidan, ataupun perawat di Puskesmas masih
belum terpenuhi.
Kategori SDM yang pernah mengikuti pelatihan tatalaksana pneumonia
balita adalah bidan yang memegang program pneumonia balita, hal ini dirasa
masih kurang karena belum semua SDM yang mendapat pelatihan. Bidan yang
mendapat pelatihan memberikan sosialisasi pedoman tatalaksana pneumonia
balita kepada SDM lainnya di Puskesmas pada saat ada lokbul dan staf meeting
pada tahun 2016. Ketaatan adalah salah satu sikap dan perilaku yang berniat untuk
mematuhi segala peraturan organisasi. Upaya dalam mentaati peraturan tidak
didasarkan perasaan takut atau terpaksa. Perilaku manusia adalah suatu keadaan
yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong dengan kekuatan-kekuatan
penahan. Perilaku bisa berubah jika terjadi ketidak seimbangan antara dua faktor
tersebut (Notoatmodjo, 1997). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil
sosialisasi pedoman tatalaksana pneumonia yang dilakukan oleh bidan pemegang
program diketahui belum dimengerti karena sosialisasi dilakukan tahun 2016 dan
ada yang sudah mengerti tapi belum mau mengubah sikap sesuai dengan pedoman
dalam memberikan tatalaksana pada balita pneumonia.
113
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sabuna (2011) menyatakan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara pengetahuan perawat dengan tatalaksana
pneumonia dan ada hubungan yang bermakna antara motivasi perawat dengan
tatalaksana pneumonia balita. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Mardiyoko (2008) diketahui bahwa tingkat pendidikan formal
maupun non formal sangat berpengaruhi terhadap kemampuan seseorang dalam
melaksanakan tugasnya yang menjadi tanggung jawab sesuai dengan kompetensi.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Salmah (2012) terdapat hubungan yang kuat
dan positif antara pelatihan dan pengembangan SDM terhadap kompetensi SDM.
Serta dengan adanya pelatihan yang diberikan kepada SDM di Puskesmas
diharapkan dapat meningkatkan kualitas SDM dalam segi kemampuan,
keterampilan, kapabilitas, dan kompetensi sehingga dapat mencapai tujuan dan
harapan organisasi terhadap SDM tersebut.
Maka dapat disimpulkan bahwa terjadi permasalahan pada SDM di
Puskesmas yang dapat menghambat dalam pelaksanaan tatalaksana pneumonia
balita yakni minimnya SDM yang bertugas di Poli Anak yang mengakibatkan
proses tatalaksana tidak berjalan dengan baik. Oleh karena itu, perlu adanya
bantuan tenaga kesehatan dari Poli Umum dan pelatihan terkait pedoman
tatalaksana pneumonia balita untuk dokter, bidan, ataupun perawat yang bertugas
memberikan tatalaksana pneumonia balita sehingga dapat berdampak baik dan
lebih efektif dalam pencapaian penemuan balita pneumonia di Puskesmas
Pamulang. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati
(2011) ada hubungan antara pelatihan yang diikuti petugas dengan implementasi
program di Puskesmas.
114
6.2.2 Sarana Prasarana
Fasilitas kesehatan adalah suatu alat atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif, maupun
rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, ataupun
masyarakat (Kemenkes RI, 2015). Sedangkan menurut Erniati (2012) bahwa
fasilitas adalah penyedia perlengkapan-perlengakan fisik untuk memberikan
kemudahan kepada penggunanya, sehingga kebutuhan-kebutuhan dari pengguna
fasilitas tersebut dapat terpenuhi. Kelengkapan fasilitas merupakan suatu faktor
yang harus dipenuhi oleh setiap wadah pemberian pelayanan kesehatan, dengan
terlengkapinya fasilitas yang digunakan dalam memberikan suatu pelayanan,
maka pelayanan akan dapat diberikan dengan maksimal.
Hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Pamulang diketahui bahwa
sarana prasarana untuk pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita belum lengkap
tersedia. Fasilitas-fasilitas tersebut digunakan untuk mendorong terwujudnya
penemuan sedini mungkin dan pengobatan sampai sembuh untuk balita
pneumonia yang sesuai dengan standar pedoman tatalaksana pneumonia balita.
Sarana prasana yang belum tersedia di Puskesmas Pamulang untuk obat
sediaan injeksi masih belum lengkap yakni suntikan ampisilin dan gentasimisin
dikarenakan tidak diberikan dari alat farmasi Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatan. Sedangkan untuk alat masih belum lengkap yakni formulir rekapitulasi
careseeking program P2 ISPA tingkat Puskesmas dan formulir kunjungan rumah
penderita pneumonia balita dalam rangka careseeking program P2 ISPA,
dikarenakan formulir yang tidak diberikan oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatan dan sudah diberi tahukan kepada Puskesmas untuk diperbanyak sendiri,
115
namun Puskesmas Pamulang tidak memperbanyak dan menggunakan formulir
tersebut karena jarang melakukan kunjungan rumah pada balita pneumonia.
Belum lengkapnya sarana prasarana di Puskesmas Pamulnag tidak menghambat
dalam proses tatalaksana, hal ini karena tenaga kesehatan menggunakan sarana
prasarana pendukung lainnya untu proses tatalaksana pneumonia balita.
Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Pudjiastuti (2002) yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara ketersediaan sumber daya atau
sarana dengan kepatuhan petugas dalam memberikan pelayanan kesehatan. Sarana
(alat) merupakan suatu unsur dari organisasi untuk mencapai suatu tujuan. Sarana
termasuk dalam salah satu unsur dalam pelayanan kesehatan yang dibutuhkan
untuk mencapai penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
Kecukupan dan ketersediaan sarana dan prasarana pun menjadi penting
dalam pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas yang sesuai
dengan pedoman tatalaksana pneumonia balita, hal ini dejalan dengan Permenkes
No 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas pada pasal 9 yakni pendirian Puskesmas
harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, peralatan kesehatan,
ketenagaan, kefarmasian dan laboratorium. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Rahmah (2008) yang menyatakan bahwa derajat kesehatan
masyarakat perlu ditingkatkan melalui pelayanan kesehatan yang berkualitas salah
satunya melalui upaya penyediaan alata kesehatan atau sarana prasarana yang
baik, aman, cukup jumlah dan layak di pakai.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa sarana prasarana untuk
tatalaksana pneumonia belum lengkap tersedia di Puskesmas Pamulang, namun
proses tatalaksana pneumonia dapat berjalan dengan baik karena sarana prasarana
116
yang belum tersedia masih bisa diganti dengan sarana prasarana pendukung
lainnya. Kegiatan akan terlaksana dengan baik jika segala sarana prasarana atau
fasilitas dilihat cukup baik dan lengkap untuk memberikan tatalaksana pneumonia
balita di Puskesmas.
6.2.3 Anggaran
Anggaran merupakan input dari pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita.
Anggaran berfungsi sebagai alat bantu bagi manajemen untuk mencapai tujuan
dari organisasi, karena anggaran merupakan alat perencanaan dan pengendalian
dalam aktivitasi di dalam organisasi (Sirait, 2006). Anggaran yang ada di
Puskesmas ditujukan untuk biaya operasional dalam kegiatan yang ada di
Puskesmas yang berasal dari berbagai sumber.
Hasil penelitian diketahui bahwa anggaran atau dana untuk pelaksanaan
tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas Pamulang berasal dari operasional
Puskesmas, APBD dan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Terdapat
anggaran atau dana pendukung yang membantu proses tatalaksana pneumonia
balita yakni dana JKN yang digunakan jika dana dari Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan belum tersedia. Hal ini sesuai Permenkes No 75 Tentang
Puskesmas pada pasal 42 menyatakan bahwa anggaran atau pendaan di
Puskesmas bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD),
anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), dan sumber-sumber lain yang
sah dan tidak mengikat. Pengelolaan anggaran atau dana dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penelitian yang dilakukan oleh Puspadewi (2013) yang menyatakan bahwa
keterbatasan dana dan sarana prasarana memberikan kendala dalam menjalankan
117
program kesehatan. Selain itu anggaran dana juga dapat dijadikan sebagai bahan
evaluasi dan pembanding serta kontrol antara rencana kegiatan dan pelaksaana
kegiatan yang berhubungan dengan tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas
Pamulang. Hal tersebut sesuai dengan manfaat adanya pembuatan anggaran dalam
proses manajemen organisasi menurut Haruman dan Rahayu (2007), sebagai
berikut :
1. Di bidang Perencanaan
a. Membantu manajemen meneliti dan mempelajari segala masalah
yang berkaitan dengan aktivitas yang akan dilakukan.
b. Membantu mengarahkan seluruh sumber daya yang ada dierusahaan
dalam menentukan arah tau aktivitas yang palng menguntungkan.
c. Membantu arah atau menunjang kebijaksanaan perusahaan
d. Mambantu manajemen memilih tujuan
e. Membantu menstabilkana kesempatan kerja yang tersedia
f. Membantu pemakai alat-alat fisik secara efektif fan efisien.
2. Di bidang pengendalian
a. Membantu mengawasi kegiatan dan pengeluaran
b. Membantu mencegah pemborosan
c. Membantu menentapkan standar mutu.
6.2.4 Sasaran
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan di Puskesmas Pamulang
diketahui bahwa seluruh SDM yang bertugas memberikan tatalaksana pneumonia
balita dalam menetapkan sasaran berdasarkan hasil diagnosa berupa tanda dan
gejala yang dimiliki balita, apakah termasuk pneumonia balita atau tidak dengan
118
menghitung respiratory rate terlebih dahulu. Hal ini juga didukung dengan
didapatnya pelatihan pedoman tatalaksana pneumonia balita dari Dinas Kesehatan
Kota Tangerang Selatan untuk pemegang program pneumonia balita, sehingga
SDM sudah mengetahui sasaran yang tepat dalam menentukan balita pneumonia
yang sesuai dengan pedoman.
Lain halnya dengan hasil observasi yang telah dilakukan di Puskesmas
Pamulang, ditemukannya salah satu SDM yang belum sesuai dengan dalam
menentukan sasaran balita pneumonia. Dimana SDM memiliki penilaian sendiri
dalam menetapkan balita tersebut pneumonia atau tidak, seperti SDM yang tidak
menghitung respiratory rate balita terlebih dahulu dan tidak menyakatan balita
tersebut menderita pneumonia dikarena balita tidak memiliki salah satu tanda dan
gejala pneumonia balita yakni batuk. Berdasarkan pedoman tatalaksana
pneumonia balita tahun 2015 menyatakan bahwa jika balita sudah memiliki tanda
dan gejala pneumonia dengan napas yang cepat dan jumlah respiratory rate sesuai
dengan klasifikasinya, maka balita tersebut dapat dinyatakan menderita
pneumonia balita. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Choiriyah dan Anggraini (2015) yang menyatakan bahwa sasaran pneumonia
yang didapat dari hasil pelaksanaan surveilans penemuan penderita pneumonia
balita sudah sesuai dengan pedoman hanya saja belum maksimal.
Puskesmas Pamulang menggunakan pedoman tatalaksana dalam
menentukan sasaran balita pneumonia dari Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia sebagai acuan SDM dalam memberikan tatalaksana pada balita
pneumonia yang sesuai standar. Namun, dalam pelaksanaannya masih ada SDM
yang belum menetapkan sasaran yang sesuai dengan pedoman tatalaksana
119
pneumoni balita. Hal ini sangat mempengaruhi penemuan sedini mungkin balita
pneumonia untuk mendapat pengobatan sampai sembuh di wilayah kerja
Puskesmas Pamulang.
6.3 Gambaran Proses Pelaksanaan Tatalaksana Pneumonia Balita
Berdasarkan pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita diketahui bahwa
terdapat beberapa proses dalam melakukan tatalaksana yaitu menilai anak batuk
atau kesukaran bernapas, klasifikasi dan tindakan anak umur 2 bulan s.d 59 bulan,
kalasifikasi dan tindakan untuk bayi batuk atau kesukaran bernapas umur <2
bulan, pengobatan dan rujukan, konseling ibu, tindak lanjut pneumonia balita, dan
penerapan di Puskesmas.
6.3.1 Menilai Anak Batuk atau Kesukaran Bernapas
Karakteristik terukur yang akan menunjukkan mutu layanan kesehatan
(penemuan dan penanganan Pneumonia balita) bergantung pada sifat dari proses
itu sendiri (Pohan, 2006). Menilai berarti memperoleh informasi tentang penyakit
anak dengan melakukan anamnesi melalui wawancara (mengajukan pertanyaan
kepada ibu) dan pemeriksaan fisik balita dengan cara melihat dan mendengarkan
pernapasan. Cara pemeriksaan fisik yang digunakan adalah dengan mencari
beberapa tanda klinik tertentu yang mudah dimengerti dan diajarkan tanpa
penggunaan alat-alat kedokteraan. Tanda klinik adalah napas cepat, tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam (TDDK) dan suara napas tambahan seperti
wheezing dan stridor (Kemenkes RI, 2015).
Pada proses menilai anak batuk atau kesukaran bernapas yang dilakukan
tenaga kesehatan diketahui bahwa tenaga kesehatan menanyakan, melihat, dan
120
mendengar dengan baik keluhan balita pneumonia. Dalam proses tatalaksana
pneumonia balita tenaga kesehatan tidak didukung dengan ruangan khusus,
sehingga tenaga kesehatan dan balita kurang nyaman untuk melakukan proses
menilai anak batuk atau kesukaran bernapas.
Tahap menanyakan dalam proses tatalaksana menilai anak batuk atau
kesukaran bernapas oleh tenaga kesehatan dengan menanyakan beberapa
pertanyaan kepada ibu balita, melihat, dan mendengar tanda dan gejala balita
pneumonia (Kemenkes RI, 2015). Hal tersebut dilakukan dengan baik oleh tenaga
kesehatan yang melakukan tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas Pamulang.
Saat tenaga kesehatan menanyakan keluhan balita kepada ibu balita, tenaga
kesehatan juga melihat keadaan balita tersebut seperti melihat ada napas cepat,
ada tarikan dinding dada bagian bawah kedalam (TDDK), dan kesadaran balita
menurun. Kemudian untuk memastikan keluhan yang ditanyakan dan dilihat,
tenaga kesehatan mendengar ada tidaknya stridor atau wheezing pada balita untuk
memastikan tanda dan gejala yang di alami oleh balita.
Pada proses menilai anak batuk atau kesukaran bernapas tenaga kesehatan
terlebih dahulu menanyakan keadaan balita dengan ibu balita terkait keluhan yang
dirasakan balita. Adapun pertanyaan yang ditanyakan kepada ibu balita, sebagai
berikut :
a. Berapa umur anak ?
b. Apakah anak menderita batuk atau kesukaran bernapas ?
c. Sudah berapa lama ?
d. Apakah anak bisa minum atau menetek ? (Jika anak berusia 2 bulan-s.d 59
bulan) ?
121
e. Apakah anak kurang bisa minum atau menetek ? (Jika anak berusia <2
bulan) ?
f. Apakah anak demam ? Sudah berapa lama ?
g. Apakah anak kejang ? (Kemenkes RI, 2015).
Berdasarkan hasil penelitian, pada proses menilai anak batuk atau kesukaran
bernapas pada 6 balita di Puskesmas Pamulang diketahui bahwa tenaga kesehatan
yang bertugas di Poli Umum memberikan beberapa pertanyaan pada ibu balita,
namun ada pertanyaan yang tidak ditanyakan pada ibu balita dikarenakan
pertanyaan tersebut tidak sesuai dengan umur balita. Selanjutnya tenaga kesehatan
melihat dan menghitung napas balita pada balita. Hasilnya terlihat bahwa 6 balita
memiliki napas cepat, 1 balita dengan tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam dan 6 balita dengan penurunan kesadaran. Untuk memastikan tanda dan
gejala yang di alami balita tenaga kesehatan mendengar ada tidaknya stridor dan
wheezing pada balita, dari hasil mendengarkan tidak ditemukan adanya stridor
ataupun wheezing pada 6 balita pneumonia.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anwar dan
Dharmayanti (2014) menyatakan bahwa, kejadian pneumonia pada anak balita
adalah berdasarkan diagnosis oleh petugas kesehatan maupun gejala yang
dirasakan dan diamati sebesar 4% sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan.
Maka dapat disimpulkan bahwa dengan dilakukannya proses menilai anak
batuk atau kesukaran bernapas sudah berjalan dengan baik di Puskesmas
Pamulang, hal ini dapat memberikan informasi untuk pelaksanaan tatalaksana
pneumonia balita sehingga memudahkan untuk menentukan klasifikasi dan
tindakan tatalaksana yang sesuai dengan umur balita pneumonia.
122
6.3.2 Membuat Klasifikasi Dan Menentukan Tindakan Sesuai Untuk 2
Kelompok Umur Balita
Klasifikasi adalah suatu proses memilih dan mengelompokkan atas dasar
tertentu untuk diletakkannya secara bersama-sama di suatu tmpat (Bafadal, 2009).
Sedangkan tindakan adalah mekanisme dari suatu pengamatan yang muncul dari
persepsi sehingga ada respon untuk mewujudkan tindakan (Notoatmodjo, 2007).
Pada proses klasifikasi dapat memungkinkan seseorang dengan cepat
menentukan apakah kasus yang dihadapi adalah suatu penyakit serius atau bukan,
apakah perlu dirujuk segera atau tidak. Dalam membuat klasifikasi harus
dibedakan menjadi 2 kelompok yakni umur <2 bulan dan kelompok umur 2 bulan
sampai dengan 59 bulan. Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan dalam
penanganan kasus yang terjadi. Menentukan tindakan berarti mengambil tindakan
pengobatan terhadap infeksi bakteri secara garis besar dibedakan menjadi 3 yaitu
rujuk segera ke RS, beri antibiotik dirumah, dan beri pengawasan dirumah
(Kemenkes RI, 2015 ).
Berbagai macam organisme dapat menyebabkan pneumonia sehingga perlu
adanya penerapan beberapa jenis sistem klasifikasi, setidaknya sampai ditentukan
etiologi kasus tertentu (Walker, 2012). Dalam pelaksanaannya tenaga kesehatan
melakukan proses klasifikasi agar dapat menentukan tindakan pelayanan
kesehatan dalam satu persamaan persepsi dengan melihat respiratory rate dan
umur balita. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Azzahra (2015)
menunjukkan bahwa dengan melakukan klasifikasi akan membantu mengurangi
kekecewaan pelanggan serta dapat meningkatkan kepuasan pelanggan.
123
Adapun proses tatalaksana klasifikasi dan tindakan untuk anak 2 bulan
sampai dengan 59 bulan yang dilakukan untuk pelaksanaan tatalaksana
pneumonia balita, sebagai berikut :
1. Berikan amoksisilin oral dosis tinggi 2 kali perhari untuk 3 hari
2. Beri pelega tenggorokan dan pereda batuk yang aman
3. Apabila batuk > 14 hari rujuk
4. Apabila wheezing berulang rujuk
5. Nasehati ibu untuk memberikan obat sesuai anjuran petugas kesehatan
dan bawa kembali jika keadaan anak bertambah buruk serta jelaskan cara
pemberian antibiotik
6. Kunjungan ulang dalam 3 hari
7. Obati wheezing bila ada (Kemenkes RI, 2015).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada 6 balita pneumonia yang
ditemukan di Puskesmas Pamulang, proses tatalaksana dilakukan pada balita yang
berumur 2 bulan sampai dengan 59 bulan. Tidak ditemukan balita pneumonia
yang berumur dibawah 2 bulan di Puskesmas Pamulang. Sebelum menentukan
klasifikasi dan tindakan untuk anak umur 2 bulan sampai dengan 59 bulan yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan adalah melakukan penilaian tanda dan gejala
pada balita. Jika balita memiliki napas cepat 50x/menit atau lebih pada anak umur
2 bulan s.d <12 bulan dan 40x/menit atau lebih pada umur anak 12 bulan s.d 59
bulan dapat menentukan klasifikasi dan tindakan tatalaksana pneumonia.
Pada proses klasifikasi dan tindakan balita pneumonia terdapat proses
tatalaksana yang tidak dilaksanakan dengan baik pada 2 balita yakni tidak
memberikan amoksisilin oral dosis tinggi 2 kali perhari untuk 3 hari pada balita
124
pneumonia. Hal ini karena amoksisilin sirup sedang kosong, maka tenaga
kesehatan mengantikan dengan kotrimoksazol sirup untuk mempermudah proses
meminum obat pada balita.
Anak dengan kelompok usia kurang dari 5 tahun rentan mengalami
pneumonia dengan gejala batuk dan sukar bernapas. Sistem kekebalan tubuh anak
pada usia tersebut juga sangat rentan sehingga mudah terinfeksi oleh penyakit
yang ditularkan melalui udara (Misnadiarly, 2008). Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Farida dkk (2017) yang menyatakan bahwa bahwa
sebagian besar penderita pneumonia adalah pasien usia 0-5 tahun sebesar
(27,71%) berjenis kelamin perempuan dengan lama perawatan rata-rata 11 hari.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Turner (2013) yang menyatakan bahwa usia
yang banyak ditemukan menderita pneumonia balita di pelayanan kesehatan yaitu
pada balita di bawah usia 2 tahun.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa proses klasifikasi
dan tindakan tatalaksana pneumonia balita dalam pelaksanaannya belum
dilakukan dengan baik, hal ini dikarenakan tenaga kesehatan memberikan
antibiotik yang berbeda dengan antibiotik yang ada di pedoman tatalaksana
pneumonia balita. Oleh karena itu, dapat disarankan agar tenaga kesehatan
memberikan tatalaksana pada proses klasifikasi dan tindakan untuk anak umur 2
bulan s.d 59 bulan dengan memberikan amoksisilin oral dosisi tinggi 2 kali sehari
sebagai antibiotik yang sesuai dengan pedoman tatalaksana pneumonia balita.
6.3.3 Pengobatan dan Rujukan
Menentukan petunjuk pengobatan yang tepat berarti memiliki keterampilan
untuk pemberian antibiotik, menjelaskan petunjuk perawatan di rumah bagi ibu
125
atau pengasuh, pengobatan demam dan wheezing (Kemenkes RI, 2015). Menurut
Permenkes RI Nomor 001 Tahun 2012 menyatakan bahwa rujukan adalah suatu
sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan
tanggung jawab timbal balik terhadap suatu kasus penyakit atau masalah
kesehatan secara vertical dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada
unit yang lebih mampu atau secara horizontal dalam arti antar unit-unit yang
setingkat kemampuannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam melaksanakan proses
tatalaksana pengobatan dan rujukan pada 6 balita pneumonia di Puskesmas
Pamulang, tenaga kesehatan memberikan pengobatan berupa pemberian antibiotik
oral, pengobata demam, dan pengobatan wheezing. Untuk pengobatan antibiotik
oral pelaksanaannya sudah dilakukan dengan baik karena tenaga kesehatan
memberikan antibiotik kotrimoksazol sirup saat amoksisilin sirup sedang kosong.
Hal ini sejalan dengan penelitian Wiratno (2014) yang menyatakan bahwa terapi
antibiotik yang diberikan pada pasien ISPA ada dua macam, yaitu amoksisilin
dengan persentase 79% dan kotrimoksazol dengan persentasi 21%.
Pemilihan antibiotik pada pneumonia ialah eritromisin, ampisilin,
amoksisilin dan ciprofloksasin (Dahlan, 2014). Hal ini sejalan dengan Penelitian
yang dilakukan oleh Menon dkk (2013) mendapatkan bahwa amoxicillin memiliki
sensitivitas terhadap pathogen penyebab communtity acquired pneumonia
terutama terhadap S. Pneumoniae yang merupakan bakteri penyebab tersering
ditemukan pada anak.
Balita pneumonia yang ada di Puskesmas Pamulang diberikan antibiotik
untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Hal ini sejalan dengan kajian WHO
126
menunjukkan bahwa balita penumonia di daerah perkotaan (urban) lebih banyak
menerima pengobatan dengan antibiotik (24%) dibanding balita pneumonia di
daeran pedesaan/rural (17%) (Nurjazuli, 2016).
Untuk pengobatan demam pelaksanaan proses pengobatannya sudah
berjalan baik, dimana diketahui dari hasil observasi balita yang mengalami
demam diberikan parasetamol. Untuk pengobatan wheezing pada 6 balita
pneumonia tidak diberikan karena pada balita pneumonia yang ditemukan di
Puskesmas Pamulang tidak memiliki tanda ataupun gejala balita adanya wheezing.
Serta dari semua balita pneumonia tidak mendapatkan pelayanan rujukan karena
balita masih bisa diberikan pengobatan rawat jalan sesuai dengan tanda dan gejala
pneumonia balita di Puskesmas.
Berdasarkan penjelasan diatas diketahui bahwa Puskesmas Pamulang telah
melakukan proses pengobatan dan rujukan untuk balita pneumonia. Pada
prosesnya terdapat pelaksanaan belum berjalan dengan baik yakni tenaga
kesehatan memberikan pengobatan antibiotik oral kotrimoksazol sirup pada 2
balita sebagai penganti amoksisiilin sirup yang sedang kosong di Puskesmas. Oleh
karena itu, dapat disarankan kepada Puskesmas untuk menambah jumlah
distribusi amoksisilin sirup balita pneumonia. Hal ini sejalan dengan Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang menyatakan bahwa pilihan pertama untuk
antibiotik usia dibawah lima tahun adalah amoxicillin dan untuk usia 5 tahun ke
atas adalah macrolide jika tidak ada tanda pneumonia berat (Pudjiadi, 2009).
6.3.4 Konseling Ibu
Konseling petugas kesehatan difokuskan pada pemberian nasehat yang tepat
untuk setiap ibu, penggunaan keterampilan berkomunikasi dan penggunaan Kartu
127
Nasehat Ibu (KNI) sebagai alat komunikasi (Depkes RI, 2008). Memberikan
konseling bagi ibu harus dilakukan pada balita dengan klasifikasi pneumonia
dengan tindakan rawat jalan dan diberi antibiotik. Hal ini harus dilakukan
mengingat ibu dibekali pengetahuan tentang dosis maupun frekuensi pemberian
antibiotiknya. Disamping itu dilakukan pula penilaian cara pemberian makanan
termasuk pemberian ASI, memberikan anjuran pemberian makan yang baik serta
kapan harus membawa anak kembali ke Puskesmas (Kemenkes RI, 2015).
Hasil penelitian diketahui sebagaian besar tenaga kesehatan belum
mendapatkan pelatihan konseling sehingga pada proses konseling terdapat proses
yang tidak dilakukan seperti mengajari ibu cara pemberian obat oral dirumah
dengan tidak menggunakan bagan pengobatan untuk menentukan obat dan dosis
yang sesuai pada ibu balita, tidak menggunakan buku KIA untuk petunjuk
pemberian makanan, cairan/ASI seperti tanda-tanda untuk kembali, tidak
mengajari ibu menggunakan bahan yang aman untuk meredakan batuk dirumah
seperti memberitahu ibu obat yang tidak dianjurkan, dan tidak memberi tahu ibu
tentang pencegahan pneumonia balita seperti menjaga kebersihan rumah dan
lingkungan, rumah dengan ventilasi cukup, dan rajin mencuci tangan dengan
sabun atau antiseptik. Tenaga kesehatan yang mendapatkan konseling hanya
pemegang program dan memberikan sosialisasi tentang pedoman tatalaksana
pneumonia balita di tahun 2016 sebanyak 2 kali.
Pentingnya konseling untuk ibu balita agar menambah pengetahuan ibu
akan pencegahan dan pengobatan sedini mungkin jika balita sudah memiliki tanda
dan gejala pneumonia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sutangi (2014)
menyatakan bahwa terdapat hubungan cukup kuat antara pengetahuan ibu dengan
128
kejadian pneumonia balita dan terdapat hubungan cukup kuat antara sikap ibu
dengan kejadian pneumonia balita. Pada dasarnya kejadian pneumonia pada balita
dipengaruhi oleh sistem kekebalan tubuh anak. Sistem kekebalan tubuh dapat
dipengaruhi karena beberapa faktor, yaitu pemberian ASI eksklusif, status gizi,
status imunisasi, polusi dari lingkungan, dan tempat tinggal yang terlalu padat
(Anwar, 2014). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurnajiah dkk (2016)
menunjukkan bahwa adanya hubungan bermakna antara status gizi dengan balita
penderita pneumonia.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa proses
konseling ibu dalam tatalaksana pelaksanaannya belum dilakukan dengan baik,
hal ini karena tenaga kesehatan tidak menggunakan bagan pengobatan untuk
menentukan obat dan dosis, tidak menggunakan buku KIA untuk petunjuk, tidak
mengajari ibu menggunakan bahan yang aman untuk meredakan batuk dirumah
dan tidak memberi tahu ibu tentang pencegahan pneumonia balita seperti menjaga
kebersihan rumah dan lingkungan, rumah dengan ventilasi cukup, dan rajin
mencuci tangan dengan sabun atau antiseptik.
Oleh karena itu, disarankan kepada SDM untuk menggunakan sarana
prasarana saat proses tatalaksana konseling dan memberikan informasi terkait
kebersihan rumah dan lingkungan, rumah dengan ventilasi cukup, dan rajin
mencuci tangan dengan sabun atau antiseptik. Hal ini sejalan dengan dipengaruhi
oleh faktor lingkungan yaitu sebagian besar perokok adalah laki–laki. Paparan
asap rokok yang dialami terus menerus pada orang dewasa yang sehat dapat
menambah resiko terkena penyakit paru-paru serta menjadi penyebab penyakit
bronkitis, dan pneumonia (Elfidasari, 2014).
129
6.3.5 Tindak Lanjut Pneumonia Balita
Setiap anak dengan pneumonia yang mendapatkan antibiotik di pelayanan
kesehatan harus dibawa kembali ke pelayanan kesehatan tersebut setelah 3 hari
mendapatkan pengobatan. Memberi pelayanan pemantauan pengobatan berarti
menentukan tindakan dan pengobatan pada saat anak datang untuk kunjungan
ulang. Hal lain yang perlu diperhatikan oleh tenaga kesehatan adalah menanyakan
apakah anak bernapas lebih lambat, apakah ada TDDK, apakah nafsu makan
membaik, melakukan pemeriksaan tanda bahaya umum, dan melakukan penilaian
lagi untuk balita batuk atau kesukaran bernapas (Kemenkes RI, 2015).
Hasil penelitian pada 6 balita pneumonia yang ditemukan saat observasi di
Puskesmas Pamulang proses pelaksanaan tindak lanjut pneumonia balita sebagian
besar balita tidak melakukan kunjungan ulang. Hanya 1 balita pneumonia yang
melakukan kunjungan ulang ke Puskesmas dengan keadaan membaik untuk
meneruskan pemberian antibiotik sampai 3 hari berikutnya. Pasien yang telah
membaik disarankan untuk mengganti antibiotik intravena menjadi per oral.
Antibiotik oral sudah dapat diberikan setelah 3 hari penggunaan antibiotik
intravena. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Watkins dan
Lemonovich (2011) penggantian antibiotik oral lebih awal terbukti efektif dan
dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien yang menyatakan bahwa durasi efektif
terapi antibiotik adalah 10-14 hari.
Untuk kunjungan rumah tenaga kesehatan di Puskesmas Pamulang tidak
melakukannya pada 6 balita pneumonia, hal ini dikerenakan kurangnya tenaga
kesehatan untuk melakukan kunjungan rumah untuk balita pneumonia. Penelitian
yang dilakukan oleh Triasih (2007) menyatakan bahwa kunjungan rumah oleh
130
tenaga kesehatan yang disertai penyuluhan sesuai dengan program P2 ISPA yang
mempunyai hubungan yang kuat terhadap kepatuhan minum obat balita
pneumonia.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa proses
tatalaksana tindak lanjut pneumonia balita di Puskesmas Pamulang
pelaksanaannya belum berjalan dengan baik, hal ini dikarenakan sebagian besar
balita tidak melakukan kunjungan ulang dan kurangnya tenaga kesehatan untuk
melakukan kunjungan rumah balita pneumonia. Oleh karena itu, disarankan untuk
tenaga kesehatan melakukan tindak lanjut pada balita pneumonia yang tidak
melakukan kunjungan ulang dan melakukan kunjungan rumah untuk tercapainya
upaya pengobatan yang baik di wilayah kerja Puskesmas Pamulang.
6.3.6 Penerapan di Puskesmas Pamulang
Menjelaskan tentang persiapan yang harus dilakukan, proses pelaksanaan,
dan pencatatan pelaporan Puskesmas. Hal ini di dukung dengan adanya persiapan
SDM, persiapan faktor pelayanan (formulir/register, logistik, biaya operasional,
ruangan), dan penyesuaian alur pelayanan (Kemenkes RI, 2015).
Hasil penelitian dalam proses penerapan di Puskesmas diketahui bahwa
penemuan balita pneumonia di Puskesmas Pamulang dalam 1 bulan hanya
ditemukan 6 balita pneumonia. Sebagian besar tenaga kesehatan tidak menghitung
respiratory rate balita, hal ini dikarenakan banyaknya jumlah pasien dan tidak
adanya alat respiratory rate di Poli umum sehingga tidak dihitung napas cepat
balita. Dampak dari hal tersebut adalah sedikitnya penemuan kasus pneumonia
balita, sehingga laporan yang diberikan ke Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatan setiap bulan hasilnya tidak sesuai dengan buku register anak penemuan
131
kasus pneumonia balita. Hal ini dikarenakan beban kerja petugas dan pemahaman
bahwa kegiatan penemuan kasus hanya sebagai kegiatan pencatatan dan pelaporan
dalam pengumpulan data sehingga dapat menghambat untuk melakukan
penemuan kasus (Handayaani, 2012).
Penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2012) menyatakan bahwa tidak
melakukan analisa dari hasil pengolahan data kasus pneumonia dengan persentase
100%. Hal ini dikarenakan petugas merangkap pekerjaan lain dan adanya
pemahaman bahwa kegiatan penemuan kasus hanya sebagai kegiatan pencatatan
dan pelaporan. Pelaporan dilakukan agar data yang didapatkan bisa dimanfaatkan
sebagaimana mestinya. Data hasil pelaporan selanjutnya digunakan untk
perencanaan penanggulangan khusus dan program pelaksanaannya, kegiatan
tindak lanjut, melakukan koreksi, perbaikan-perbaikan program, pelaksanaan
program, dan untuk kepentingan evaluasi atau hasil kegiatan.
Pada proses pelaporan ke Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
diketahui bahwa terdapat kendala yakni pelaporan yang belum sesuai dengan
format yang telah diberikan Dinas Kesehatan. Pelaporan program harus
memenuhi beberapa syarat, diantaranya harus disusun secara lengkap dengan
format yang sudah ditentukan, kemudian harus bersifat fakta dan dilaporkan tepat
pada waktunya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Putriarti
dkk (2015) menyatakan bahwa sebenarnya pelaporan program Puskesmas
seharusnya sudah bisa dilakukan melalui online dengan software yang sudah
disediakan oleh Dinas Kesehatan Kota, namun sistem pelaporan tersebut belum
bisa berjalan karena kebanyakan petugas Puskesmas belum dapat mengoperasikan
software tersebut.
132
Pentingnya pengawasan adalah untuk menilai hasil kegiatan program yang
telah dicapai serta mengadakan tindakan–tindakan perbaikan sedemikian rupa
apabila diperlukan, sehingga hasil dari kegiatan program tersebut sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan sebelumnya (Nursyamiah, 2009). Pemantuan
program P2 ISPA terutama pneumonia balita dapat dilakukan di semua tingkat
mulai dari tingkat Puskesmas sampai dengan Pusat. Pemantauan ini dapat
dilakukan setiap bulan atau triwulan. Dari hasil analisis dapat segera dilakukan
tindakan atau intervensi untuk memperbaikinya. Pada prinsipnya pemantauan
hampir sama dengan evaluasi, hanya evaluasi dilakukan kurun waktu yang lebih
lama yaitu tahunan atau semesteran (Depkes RI, 2010).
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa proses
penerapan di Puskesmas Pamulang belum dilakukan dengan baik, yakni masih
adanya tenaga kesehatan yang memberikan laporan ke Dinas Kesehatan
Tangerang Selatan yang belum sesuai dengan format pelaporan dan hasil data
yang ada di register anak penemuan balita pneumonia di wilayah kerja Puskesmas
Pamulang. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Isroyati (2015)
yang menyatakan bahwa fungsi manajemen yang terdiri dari fungsi perencanaan
dan fungsi penggerakkan berhubungan dengan angka cakupan pneumonia balita.
6.4 Gambaran Output Pelaksanaan Tatalaksana Pneumonia Balita
Output dari pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas
Pamulang adalah kesesuaian antara pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita di
Puskesmas dengan pedoman tatalaksana pneumonia balita. Kesesuaian ini salah
satu aspek yang sangat penting pada suatu pelayanan kesehatan pada tatalaksana
balita pneumonia karena tatalaksana yang tepat dan sesuai dengan pedoman
133
tatalaksana pneumonia memilki tujuan untuk menemukan sedini mungkin balita
pneumonia dan mengobati sampai sembuh agar menurunkan angka kesakitan dan
kematian balita akibat pneumonia di Kota Tangerang Selatan. Penemuan kasus
pneumonia merupakan salah satu strategi dalam pengendalian pneumonia
(Suparwati, 2015).
Pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas Pamulang
dilakukan dengan enam langkah, sebagai berikut :
1. Menilai Anak Batuk atau Kesukaran Bernapas
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tatalaksana menilai anak
batuk atau kesukaran bernapas pada pneumonia balita yang dilakukan di
Puskesmas Pamulang sesuai dengan pedoman tatalaksana pneumonia
balita dari Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jendral Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2015.
2. Klasifikasi dan menentukan tindakan sesuai untuk 2 kelompok umur balita
yakni umur <2 bulan dan umur 2 bulan sampai dengan 59 bulan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tatalaksana
klasifikasi dan menentukan tindakan sesuai untuk 2 kelompok umur balita
yakni umur <2 bulan dan umur 2 bulan sampai dengan 59 bulan pada
pneumonia balita yang dilakukan di Puskesmas Pamulang belum sesuai
dengan pedoman tatalaksana pneumonia balita dari Kementerian
Kesehatan RI Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Tahun 2015.
134
3. Pengobatan Dan Rujukan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tatalaksana
pengobatan dan rujukan pneumonia balita yang dilakukan di Puskesmas
Pamulang belum sesuai dengan pedoman tatalaksana pneumonia balita
dari Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2015.
4. Konseling Ibu
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tatalaksana konseling
pada ibu balita pneumonia yang dilakukan di Puskesmas Pamulang belum
sesuai dengan pedoman tatalaksana pneumonia balita dari Kementerian
Kesehatan RI Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Tahun 2015.
5. Tindak Lanjut Pneumonia Balita
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tatalaksana tindak
lanjut balita pneumonia yang dilakukan di Puskesmas Pamulang belum
sesuai dengan pedoman tatalaksana pneumonia balita dari Kementerian
Kesehatan RI Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Tahun 2015.
6. Penerapan Di Puskesmas
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tatalaksana
penerapan di Puskesmas untuk penyakit pneumonia balita yang dilakukan
di Puskesmas Pamulang belum sesuai dengan pedoman tatalaksana
pneumonia balita dari Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jendral
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2015.
135
Berdasarkan hasil diatas diketahui bahwa tatalaksana pneumonia balita
yang dilakukan di Puskesmas Pamulang belum sesuai dengan pedoman
tatalaksana pneumonia balita, hal ini dikarena dari 6 langkah tatalaksana hanya
ada 1 langkah yang sesuai dengan pedoman tatalaksana pneumonia dari
Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan Tahun 2015.
Penelitian yang dilakukan oleh Damayanti (2013) menyatakan bahwa,
terdapat hubungan antara input dan proses, serta proses dan output. Hal ini
menunjukkan bahwa input program akan mempengaruhi proses program, proses
program akan mempengaruhi output program. Salah satu cara untuk mencapai
target capaian maka Puskesmas harus memiliki input dan melaksanakan proses
sesuai petunjuk teknis. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Wahyono (2011)
menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian pneumonia adalah
tatalaksana pelayanan Puskesmas dan sarana pendukung.
Rendahnya cakupan penemuan penderita pneumonia balita salah satunya
disebabkan oleh kepatuhan petugas dalam melaksanakan prosedur pengobatan
yang belum maksimal sehingga banyak kasus pneumonia balita tidak terdeteksi
atau tidak tertangani (Ortiz, 2011). Selain itu, belum maksimalnya sosialisasi
kepada masyarakat tentang tanda-tanda pneumonia balita serta bahayanya jika
tidak segera ditangani juga berperan dalam rendahnya cakupan pneumonia balita
ditangani.
Pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita yang sesuai dengan pedoman
tatalaksana pneumonia balita akan berpengaruh pada jumlah penemuan dan angka
kesakitan balita pneumonia. Oleh karena itu, Puskesmas sudah seharusnya
136
memberikan tatalaksana pneumonia balita dengan acuan yang sesuai berdasarkan
pedoman tatalaksana pneumonia balita dari Kementerian Kesehatan, dimana
pelaksanaan tatalaksana merupakan strategi untuk mengurangi resiko yang lebih
besar akan jumlah balita pneumonia di Puskesmas Kota Tangerang Selatan.
137
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
1. Input
a. Sumber daya manusia di Puskesmas Pamulang jumlah mencukupi, namun
distribusi SDM kurang untuk membuka poli anak karena SDM memiliki
beban tugas lain di luar Puskesmas. Untuk kuliatas SDM belum memadai
karena kurangnya diseminasi pedoman tatalaksana pneumonia balita dan
pengawasan oleh pemegang program di Puskesmas.
b. Sarana prasarana yang tersedia di Puskesmas Pamulang cukup untuk
proses pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita.
c. Anggaran atau dana cukup untuk proses tatalaksana pneumonia balita
yang bersumber dari dana operasional Puskesmas, APBD, dan Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan.
d. Sasaran pneumonia balita di Puskesmas Pamulang belum sepenuhnya di
pahami oleh tenaga kesehatan sehingga mempengaruhi jumlah penemuan
balita pneumonia.
2. Proses
a. Proses menilai anak batuk atau kesukaran bernapas pada balita pneumonia
pelaksanaannya dilakukan dengan baik oleh tenaga kesehatan antara lain,
menanyakan, melihat, dan mendengar untuk pemeriksaan yang sesuai
dengan kotak penilaian pneumonia balita.
138
b. Proses klasifikasi dan tindakan untuk 2 kelompok umur balita
pelaksanaannya belum dilakukan dengan baik oleh tenaga kesehatan
antara lain, antibiotik oral yang diberikan kepada balita pneumonia
berbeda dengan antibiotik yang dianjurkan di pedoman tatalaksana
pneumonia balita dan tidak memantau kunjungan ulang balita.
c. Proses pengobatan dan rujukan pneumonia balita pelaksanaannya belum
dilakukan dengan baik oleh tenaga kesehatan antara lain, pengobatan
antibiotik oral amoksisilin dan eritromisin diganti dengan antibiotik oral
lainnya.
d. Proses konseling ibu pneumonia balita pelaksanaannya belum dilakukan
dengan baik oleh tenaga kesehatan antara lain, tidak menggunakan bagan
pengobatan, tidak menggunakan buku KIA sebagai petunjuk, dan tidak
memberi tahu ibu semua informasi tentang pencegahan pneumonia balita
yang ada dipedoman.
e. Proses tindak lanjut pneumonia balita pelaksanaannya belum dilakukan
dengan baik oleh tenaga kesehatan antara lain, tidak memantau kunjungan
ulang balita dan tidak melakukan kunjungan rumah pada balita
pneumonia.
f. Proses penerapan di Puskesmas Pamulang pelaksanaannya belum
dilakukan dengan baik oleh tenaga kesehatan antara lain, memberikan
laporan bulanan ke Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan yang tidak
sesuai dengan format dan hasil data di buku register anak di Puskesmas
Pamulang.
139
3. Output
Pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita yang dilakukan di Puskesmas
Pamulang belum sesuai dengan 6 langkah tatalaksana antara lain klasifikasi dan
menentukan tindakan sesuai untuk 2 kelompok umur balita, pengobatan dan
rujukan, konseling ibu, tindak lanjut pneumonia balita, dan penerapan di
Puskesmas dengan pedoman tatalaksana pneumonia balita dari Kementerian
Kesehatan.
7.2 Saran
1. Untuk Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
Sebaiknya Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan memberikan
pelatihan dan sosialisai tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas untuk
meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan dalam melakukan tatalaksana
dan pelaporan pneumonia balita.
2. Untuk Puskesmas Pamulang
a. Puskesmas Pamulang sebaiknya membuat jadwal tugas yang sesuai
dengan kondisi beban kerja tenaga kesehatan sehingga dapat
membuka Poli Anak untuk memberikan pelayanan kesehatan
terutama tatalaksana pneumonia balita.
b. Puskesmas Pamulang sebaiknya memberikan sosialisasi tentang
tatalaksana pneumonia balita yang sesuai dengan pedoman
tatalaksana pneumonia balita dari Kementerian Kesehatan pada
seluruh tenaga kesehatan agar mengerti, mau, dan mampu mengubah
sikap dalam memberikan tatalaksana pneumonia di Puskesmas.
140
3. Bagi Peneliti Lain
Bagi peneliti lain sebaiknya dalam melakukan penelitian selanjutnya dapat
mengikut sertakan tenaga medis atau pemegang program dalam proses
penemuan kasus pneumonia balita di Puskesmas mengenai pelaksanaan
tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan.
141
DAFTAR PUSTAKA
Agustino Leo. 2008. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta
Anwar, A. Dharmayanti, I. 2014. Pneumonia pada anak balita di Indonesia.
Kesmas: National Public Health Journal, 8(8), 359-365.
Anwar, R.Y. 2014. Hubungan Antara Higiene Perorangan Dengan Infeksi
Cacing Usus (Soil Transmitted Helminths) Pada Siswa SDN 25 Dan SDN
28 Kelurahan Purus Kota Padang Sumatera Barat. Universitas Andalas.
Padang.
Arikunto, S. 2010. Prosedur penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi
Revisi). Jakarta : Rineka Cipta
Azzahra, F. 2015. Manajemen Komplain. Universitas Respati Indonesia.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta.
Bappenas. 2016.Sustainable Development Goals (SDGs). Kementerian PPN.
Basrowi, Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta
Choiriyah, S. Anggraini, D. N. 2015. Evaluasi Input Sistem Surveilans Penemuan
Penderita Pneumonia Balita Di Puskesmas. Unnes Journal of Public
Health, 4(4).
Choiriyah, Safaatul. 2015. Evaluasi Input Sistem Surveilans Penemuan Penderita
Pneumonia Balita Di Puskesmas. Unnes Journal of Public Health.
Clark, Helena. 2004. Theories of change and Logic Models: Telling Them Apart.
Research Associate, Aspen Institute Roundatable on Community Change.
Creswell, J. 2010. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitaif, dan Mixed.
Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Dahlan,MS.2014. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan: Deskriptif, Bivariat,
dan Multivariat, Dilengkapi Aplikasi Menggunakan SPSS.Epidemiologi
Indonesia, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI.2008. Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas
2007. Jakarta.
Departemen Kesehatan, RI. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di
Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
142
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. 2015. Profil Kesehatan Kota
Tangerang Selatan Tahun 2015. Tangerang Selatan.
Dunn, William N. 2003. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Elfidasari, D, dkk. 2014. Deteksi Bakteri Klebsiella Pneumonia Pada Beberapa
Jenis Rokok Konsumsi Masyarakat. Seri Sains Dan Teknologi.
Erniati, C., Sembiring, T. 2012. Pengaruh Fasilitas Dan Pengembangan Sumbar
Daya Manusia Terhadap Produktivitas kerja Karyawan Studi Kasus
PTPN II Kebun Sampali Medan. Universitas Darma Agung. Medan.
Farida, H, dkk. 2008. Penggunaan Antibiotik Secara Bijak untuk Mengurangi
Resistensi Antibiotik, Studi Intervensi di Bagian Kesehatan Anak RS Dr.
Kariadi. Fakultas Kedokteran Undip, Semarang.
Febriawati, Henni. 2013. Manajemen Logistik Farmasi Rumah Sakit. Yogyakarta:
Gosyen.
Gale, Nicola K, dkk. 2013. Using The Framework Method For The Anaysis Of
Qualitative Data In Multidusciplinary Health Research. Jurnal BMC
Medical Research Methodology.
Global Health Workforce Alliance. (2011). Rencana Pengembangan Tenaga
Kesehatan Tahun 2011 – 2015. Diakses dari:
http://www.who.int/workforcealliance/countries.inidonesia_hrhplan_2011
_2012.pdf pada 25 Mein 2017
Handayani, R. P. 2012. Gambaran Kegiatan Penemuan Kasus Pneumonia Pada
Balita Di Puskesmas Se-Kota Semarang (Doctoral Dissertation,
Diponegoro University).
Haruman, T. Rahayu, S. 2007. Penyusunan Anggaran Perusaan. Edisi Kedua.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Ibrahim Bafadal. 2009. Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar. Bumi
Aksara. Jakarta
Ida Bagus Gede Manuaba, Prof. dr. 2013. Millenium Development Goals (MDGs)
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Jakarta : CV. Trans Info Medika
Isroyati Sri, dkk. 2015. Hubungan Fungsi Manajemen Program P2 ISPA dengan
Ketercapaian Target Angka Cakupan Pneumonia Balita di Puskesmas Kota
Semarang. Jurnal. Manajemen Kesehatan Indonesia.
Isroyati, S., Suwitri, S., & Jati, S. P. 2015. Hubungan Fungsi Manajemen
Program P2 ISPA dengan Ketercapaian Target Angka Cakupan
Pneumonia Balita di Puskesmas Kota Semarang. (Doctoral dissertation,
Universitas Diponegoro Semarang).
143
Kartasasmita B. 2010. Pneumonia pada Balita .Jakarta.
Kartasasmita, C. 2010. Pneumonia Pembunuh Balita. Kemenkes RI RI: Buletin
Jendela Epidemiologi Volume 3, September 2010. ISSN 2087-1546
Pneumonia Balita
Kemenkes RI. 2012. Pedoman Pengendalian ISPA. Jakarta. Kemenkes RI.
Kemenkes RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75
Tahun 2014 tentang Puskesmas. Jakarta
Kemenkes RI. 2014. Permenkes RI No 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas. Jakarta
Kemenkes RI. 2015. Pedoman Tatalaksana Pneumonia Balita. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015. Jakarta. Kemenkes RI
Kemenkes RI.2010. Pneumonia Balita Jendela Epidemiologi Volume 3. Jakarta:
Kemenkes RI.
Lalani, Amina., & Schneeweiss, Suzan. 2011. Kegawatdaruratan Pediatri.
Jakarta: EGC
Mardiyoko, I. 2008. Hubungan Kualifikasi Petugas Penerimaan Pasien Baru
Rawat Jalan Dalam Kualitas Pelayanan Di Rs Bethesda Yogyakarta.
(Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta)
Mardjanis. 2010. Pengendalian Pneumonia Anak Balita Dalam Rangkka
Pencapaian MDG4. Buletin Jendela Epidemiologi Volume 3. Jakarta:
Kemenkes RI
Mazmanian, Daniel H., dan Paul A. Sabatier. 1983. Implementation and Public
Policy, New York: HarperC
Menon R, George A, Menon U. 2013. Etiology and Anti-microbial Sensitivity of
Organisms Causing Community Acquired Pneumonia: A Single Hospital
Study. Journal of Family Medicine and Primary Care. 2013. 3:244-49
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak, Orang
Dewas, Usia Lanjut. Edisi 1 Jakarta, Pustaka Obor Populer.
Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi penelitian kualitatif. Remaja
Rosdakarya,Bandung
Mubarak W I. 2011. Promosi Kesehatan untuk Kebidanan. Jakarta : Penerbit
Salemba Medika
144
Ni Nyoman Kristina, dkk. 2013. Mengenal Penyakit Pneumonia (ISPA). Diakses
pada 1 Mei 2017 dari http://www.diskes.baliprov.go.id/id/MENGENAL-
PENYAKIT-PNEUMONIA--ISPA-
Notoatmodjo, Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan,
Andi Offset, Yogyakarta, 1997
Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka
Cipta
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Notoatmodjo, S.2011, Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni, Rineka Cipta,
Jakarta.
Nurhayati, Agita Maris. 2011. Faktor yang Berhubungan dengan Implementasi
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Di Puskesmas Di Kota Semarang
Tahun 2010. Universitas Negeri Semarang
Nurhayati, Agita Maris. 2011. Faktor Yang Berhubungan Dengan Implementasi
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Di Puskesmas Di Kota
Semarang Tahun 2010. Universitas Negeri Semarang.
Nurjazuli, W. R. 2006. Faktor Risiko Dominan Kejadian Pnumonia Pada Balita
(Dominant risk factors on the occurrence of pneumonia on children under
five years). J Respirologi, 1-21.
Nurnajiah, M., Rusdi, R., & Desmawati, D. 2016. Hubungan Status Gizi dengan
Derajat Pneumonia pada Balita di RS. Dr. M. Djamil Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas, 5(1).
Nursyamiah, N. 2009. Implementation Analysis of Exclusive Breastfeeding
Program at Puskesmas in Semarang City, 2009. MIKM UNDIP.
Nursyamiah. 2009. Analisis Implementasi Program Pemberian Asi Eksklusif Di
Puskesmas Wilayah Kota Semarang Tahun 2009. Thesis. Universitas
Diponegoro.2009
Ortiz, R. Rodriguez L., Cervantes E. 2011. Malnutrition and Gastrointestinal and
Respiratory Infections in Children: A Public Health Problem. Mexico
International Journal of Environmental Research and Public Health.
Pohan. 2006. Jaminan Mutu Layanan kesehatan: dasar-dasar pengertian dan
penerapan .Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Pudjiadi A, dkk. 2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Jakarta: IDAI.
145
Pudjiadi, A. H., Hegar, B., Handryastuti, S., Idris, N. S., Gandaputra, E. P., &
Harmoniati, E. D. 2009. Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak
Indonesia. Jakarta: IDAI, 47-50.
Pudjiastuti, W. 2002. Analisis Kepatuhan Petugas Puskesmas Terhadap
Manajemen Tatlaksana MTBS. Tesis. Jakarta: Program Pasca Sarjana
Universitas Indonesia
Puspadewi, Y. A., Mawarni, A., & Dharminto, D. 2013. Analisis Kinerja Bidan
Puskesmas dalam Pelayanan MTBS di Wilayah Puskesmas Kota Malang
(Doctoral dissertation, UNIVERSITAS DIPONEGORO).
Putriarti, R. T, dkk. 2015. Analisis Sistem Manajemen Program P2 Ispa Di
Puskesmas Pegandan Kota. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal)
Putriarti, Rizki Tri. 2014. Analisis Program P2 Ispa Di Puskesmas Pegandan
Kota Semarang. Diponegoro University.
Radina, D. F. Damayanti, N. A. 2013. Evaluasi Pelaksanaan Standar Pelayanan
Minimal Pada Program Penemuan Penderita Pneumonia Balita.
Rahmah, Siti. 2008. Analisis Sistem Pemeliharaan Peralatan Kesehatan
DI Rumah Sakit Kota Medan. Universitas Sumatera Utara
Medan.
Rudan I, Boschi-Pinto C, Biloglav Z, Mulholiand K, Campbell H. 2008.
Epidemiology And Etiology Of Childhood Pneumonia. Bull World Health
Organ. 2008; 86(5):408-16.
Sabuna, A. T. E. 2011. Hubungan antara Pengetahuan dan Motivasi Perawat
dengan Tatalaksana Pneumonia Balita di Puskesmas Kabupaten Timor
Tengah Selatan Nusa Tenggara Timur (Doctoral dissertation, Diponegoro
University).
Said, Mardjanis. 2010. Pengendalian Pneumonia Balita Anak-Balita dalam
Rangka Pencapaian MDG 4. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia
Salmah, N. N. A. 2012. Pengaruh Program Pelatihan Dan Pengembangan
Karyawan Terhadap Kompetensi Karyawan Pada PT. Muba Electric
Power Sekayu. Jurnal Ekonomi Dan Informasi Akuntansi (JENIUS), 2(3),
278-290.
Sirait, Justine. 2006. Memahami Aspek-aspek Pengelolaan Sumber Daya Manusia
dalam Organisasi. Jakarta: PT. Grasindo
Somantri, Irman. 2008. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada
Pasien dengan Ganggua Sistem pernapasan / Irman Somantri. Jakarta :
Salemba Medika
146
Sosialine, Engko M. 2015. Tata kelola dan perbekalan kesehatan terpadu. Rapat
koordinasi Nasional Ditjen Bina Kefarmasian & Alat Kesehatan.
Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik Konsep, Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D). Bandung: Alfabeta
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Afabeta
Sulastomo. 2007. Manajemen Kesehatan. Gramedia Pustaka, Jakarta
Sulistyo, Basuki. 2006. Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra dan
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia
Suparwati, A. Rahma, A., Arso, S. P. 2015. Implementasi Fungsi Pokok
Pelayanan Primer Puskesmas sebagai Gatekeeper dalam Program JKN
(Studi di Puskesmas Juwana Kabupaten Pati). Jurnal Kesehatan
Masyarakat (e-Journal), 3(3), 1-11.
Sutangi H. 2014. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu dengan Kejadian
Pneumonia Balita di Desa Telukagung Wilayah Kerja UPTD Puskesmas
Plumbon Kecamatan Indramayu Kabupaten Indramyu Tahun 2014. Jurnal
Kesehatan Masyarakat. 2014: 1-8
Suyanto. 2005. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Kencana Prenada.
Tahjan, H. 2008. Implementasi Kebijakan Publik. Bandung: RTH
The United Nations Children’s Fund (UNICEF). 2015. Pneumonia: Despite
Steady Progress, Pneumonia Remains One Single Largest Killer Of Young
Children Worldwid. UNICEF
Triasih, F., Istiawan, R., & Riyadi, S. 2007. Pengaruh Kunjungan Rumah oleh
Perawat terhadap Tingkat Kepatuhan Pengobatan Penderita Pneumonia
pada Balita di Wilayah Kerja Puskesma 2 Baturraden. Jurnal
Keperawatan Soedirman, 2(1), 30-40.
Turner C, Turner P, Carrara V, Burgoine K. 2013. High risks of pneumonia in
children two years of age in South East Asean refugee population. United
Kingdom: University College London..
W.K.Kellogg. 2004. Using Logic Models To Bring Together Planning,
Evaluation and Action. Michiga
Wahyono, B. 2011. Pelayanan Puskesmas Berbasis Manajemen Terpadu Balita
Sakit dengan Kejadian Pneumonia Balita. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
147
Walker, Roger. Cate, Whittlesea Ed. 2012. Clinical Pharmacy And Therapeutics
Fifth London: Elsevier.
Warsihayati, Rita. 2002. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Cakupan
Penemuan Kasus Pneumonia Pada Puskesmas di Kabupaten Bekasi.
Tesis, Pasca FKM UI.
Watkins RR, Lemonovich TL. 2011. Diagnosis and Management of Community-
Acquired Pneumonia in Adults. American Family Physician (83)
WHO. 2006. Pneumonia : The Forgetten Killer of Children. New York.
WHO. 2008. The Global Burned Of Disease: This Figure Includes Pneumonia
Deaths That Occur In The Neonatal Period, But Not Those That Are
Associated With Measles, Pertussis And HIV. Geneva. Switzerland
Wijono. 2008. Manajemen Mutu Rumah Sakit dan Kepuasan Pasien Prinsip dan
Praktik. Surabaya: CV Duta Prima Airlangga.
Winarno, B., 2016. Kebijakan Publik Era Globalisasi. CAPS, Yogyakarta
World Health Organization. 2012. Integrated Management of Childhood Illness.
WHO Press.
World Health Organizations. 2013. Epidemiology and Etiology of Childhood
Pneumonia. Who Press.
148
LAMPIRAN
LAMPIRAN
FORM INFORM CONCERN
Gambaran Pelaksanaan Tatalaksana Pneumonia Balita di Puskesmas Kota
Tangerang Selatan Tahun 2017
Bapak/Ibu/Sdr yang saya hormati,
Saya Faza Fidarani, mahasiswa Peminatan Manajemen Pelayanan
Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Saat ini, saya
sedang melakukan penelitian sebagai tugas akhir dengan judul “Gambaran
Pelaksanaan Tatalaksana Pneumonia Balita di Puskesmas Kota Tangerang
Selatan Tahun 2017”.
Saya mengucapkan terimakasih atas kesediaan Bapak/Ibu/Sdr untuk
menjadi informan dan memberikan keterangan secara luas, bebas, mendalam,
benar, dan jujur. Hasil informasi dan keterangan yang diberikan nanti akan
digunakan sebagai masukan untuk pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita.
Peneliti memohon izin untuk merekam pembicaraan selama proses wawancara
berlangsung dan peneliti menjamin kerahasiaan isi informasi yang diberikan dan
hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian.
Demikian atas segala perhatian dan bantuan Bapak/Ibu/Sdr, saya ucapkan
terima kasih karena telah berpartisipasi dalam penelitian ini.
Hormat Saya
Faza Fidarani
Daftar Pertanyaan Penelitian Untuk Staf Pelaksana Pneumonia Balita
di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
a. Sumber Daya Manusia
1. Siapa saja tenaga kesehatan yang terlibat dalam pelaksanaan pedoman
tatalaksana pneumonia balita ?
2. Bagaimana keterlibatan tenaga esehatan tersebut ? (Probing : Semua
tenaga kesehatan yang terlibat disebutkan bagaimana bentuk
keterlibatannya ?)
3. Siapa saja tenaga kesehatan yang mendukung dalam pelaksanaan pedoman
tatalaksana pneumonia balita ? (Probing: Semua tenaga kesehatan yang
mendukung disebutkan bagaimana bentuk dukungannya ? Apakah SDM
khusus ? Jika ada, berapa banyak untuk masing-masing puskesmas,
apakah dia khusus memegang program pengendalian pneumonia balita
atau memegang program lain, ada sk? siapa yang memberikan SK?)
4. Apakah Dinas Kesehatan menyeleggarakan pelatihan untuk SDM dalam
melakukan tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas ? (Probing:
Pelatihan apa saja yang diberikan? Apakah termasuk bimbingan dan
pendampingan? Kapan dilakukan pelatihan? Adakah pelatihan rutin
(bulanan atau tahunan)?)
b. Sarana dan Prasarana
5. Apa saja sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam mejalankan
tatalaksana pneumonia balita ? (Probing : bagaimana sarana dan
prasarana bisa tersedia di Puskesmas ? Fungsi sarana dan prasarana ?)
6. Bagaimana peran Dinas Kesehatan membantu Puskesmas dalam
memenuhi sarana dan prasarana kesehatan untuk tatalaksana pneumonia
balita ?
c. Dana/Anggaran
7. Bagaimanakah dan untuk pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita di
Puskesmas ? (Probing: Apa peran Dinas Kesehatan dalam menyediakan
dana untuk Puskesmas khusus pneumonia ? Sumber dan ? Penggunaan
dana ?)
d. Sasaran
8. Bagaimana Dinas Kesehatan menentukan sasaran penderita pneumonia
balita di Puskesmas ? (Probing : Berdasarkan apa ? pedoman atau
kebijakan lainnya?)
Pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita
9. Bagaimana pengobatan dan rujukan untuk balita yang memilikii penyakit
pneumonia di Kota Tangerang Selatan ? (Probing : apa peran dinas
kesehatan untuk pengobatan dan rujukan pelayanan kesehatan ?)
10. Bagaimana konseling bagi ibu balita pneumonia yang dilakukan di
Puskesmas ? (Probing : Apakah peran Dinas Kesehatan dalam konseling
ibu ? Memberikan sosialisasi dengan SDM di Puskesmas atau lainnya ?)
11. Bagaimana Bapak/Ibu melakukan tindak lanjut untuk balita yang sudah
mendapatkan pengobatan di Puskesmas ? (Probing : Apa peran Dinas
Kesehatan pada tindak lanjut balita pneumonia ?)
12. Bagaimana pencatatan dan pelaporan hasil di Dinas Kesehatan untuk
penyakit pneumonia balita ? (Probing : Apakah setiap Puskesmas
memberikan pencatatan dan pelaporan hasil ? Kapan saja diberikan ?
Jika tidak diberikan apakah setiap Puskesmas mendapatkan sanksi ?)
13. Bagaimana Dinas Kesehatan melakukan pemantauan dan Evaluasi
pneumonia balita di Kota Tangerang Selatan ? (Probing : Cara melakukan
pemantauan dan evaluasi ? Siapa saja yang terlibat ? Apakah ada
kendala saat melakukan pemantauan dan evaluasi pneumonia balita di
setiap Puskesmas ?)
Daftar Pertanyaan Penelitian Untuk Kepada Kepala Puskesmas Pamulang
a. Sumber Daya Manusia
1. Bagaimana keterlibatan SDM di Puskesmas dalam melakukan tatalaksana
pneumonia balita ? (Probing : bentuk keterlibatan seperti apa ? adakah
sdm pendukung dan SDM khusus tatalaksana pneumonia balita ? Berapa
banyak ? ada SK? Siapa yang memberikan SK?)
2. Bagaimana SDM dapat melakukan tatalaksana pneumonia balita
?(Probing: berdasarkan pedoman, SOP, alur pelayanan atau lainnya ?)
b. Sarana dan Prasarana
3. Apa saja sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam mejalankan
tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas ? (Probing : bagaimana
sarana dan prasarana tersebut bisa tersedia ?)
4. Sudahkah Puskesmas menyediakan sarana dan prasarana tersebut?
(Probing: sejak kapan sarana dan prasarana tsb ada dan siapa yg
memberikan ?)
c. Dana/Anggaran
5. Bagaimanakah dan untuk pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita di
Puskesmas ? (Probing: Apa peran Dinas Kesehatan dalam menyediakan
dana untuk Puskesmas khusus pneumonia ? Sumber dan ? Penggunaan
dana ?)
d. Sasaran
6. Bagaimana cara menetapkan sasaran pneumonia balita di Puskesmas ?
(Probing : Berdasarkan apa balita termasuk sasaran pneumonia balita?)
Pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita
7. Bagaimana pengobatan dan rujukan untuk balita yang memilikii penyakit
pneumonia di Puskesmas Pamulang ? (Probing : Pengobatan dan rujukan
seperti apa yang diberikan di Puskesmas ?)
8. Bagaimana konseling bagi ibu balita pneumonia yang dilakukan di Puskesmas
? (Probing : Konseling seperti apa yang diberikan?)
9. Bagaimana tindak lanjut untuk balita yang sudah mendapatkan pengobatan di
Puskesmas ? (Probing : Apakah dilakukan Kunjungan ulang dan Kunjungan
Rumah ? Siapa yg melakukannya ?)
10. Bagaimana pencatatan dan pelaporan hasil pneumonia balita di Puskesmas
Pamulang ? (Probing : Apakah Puskesmas memberikan pencatatan dan
pelaporan hasil ke Dinas Kesehatan ? Kapan saja diberikan ?Apa manfaat
dan fungsi pencatatan dan pelaporan tsb ?)
11. Apakah Dinas Kesehatan melakukan pemantauan dan evaluasi pneumonia
balita di Puskesmas Pamulang ? (Probing : Cara melakukan pemantauan dan
evaluasi seperti apa ? Siapa saja yang terlibat ? Apakah ada kendala saat
melakukan pemantauan dan evaluasi pneumonia balita?)
Daftar Pertanyaan Penelitian Untuk Pemegang Program Pneumonia
Balita di Puskesmas Pamulang
1. Sumber Daya Manusia
1. Siapa saja tenaga kesehatan yang terlibat dalam pelaksanaan pedoman
tatalaksana pneumonia balita ?
2. Bagaimana keterlibatan tenaga kesehatan tersebut ? (Probing : Semua
tenaga kesehatan yang terlibat disebutkan bagaimana bentuk
keterlibatannya ? Sejak kapan ?)
3. Siapa saja tenaga kesehatan yang mendukung dalam melakukan tatalaksana
pneumonia balita ? (Probling: Semua tenaga kesehatan yang mendukung
disebutkan bagaimana bentuk dukungannya ? Apakah SDM khusus ? Jika
ada, berapa banyak ? apakah dia khusus memegang program pengendalian
pneumonia balita atau memegang program lain ? Ada SK, siapa yang
memberikan SK?)
4. Apakah Dinas Kesehatan menyeleggarakan pelatihan untuk SDM dalam
melakukan tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas ? (Probing:
Pelatihan apa saja yang diberikan? Apakah termasuk bimbingan ? Kapan
dilakukan pelatihan ?)
b. Sarana dan Prasarana
1. Apa saja sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam mejalankan
tatalaksana pneumonia balita sesuai dengan pedoman ? (Probing :
bagaimana sarana dan prasarana tsb bisa tersedia ? Apa fungsi dari
sarana dan prasarana tersebut ?)
2. Sudahkah Puskesmas menyediakan sarana dan prasarana tersebut?
(Probing: sejak kapan sarana dan prasarana tsb ada dan siapa yg
memberikan ?)
3. Bagaimana Dinas Kesehatan membantu Puskesmas dalam memenuhi sarana
dan prasarana untuk tatalaksana pneumonia balita ?
c. Dana / Anggaran
1. Bagaimanakah dan untuk pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita di
Puskesmas ? (Probing: Apa peran Dinas Kesehatan dalam menyediakan
dana untuk Puskesmas khusus pneumonia ? Sumber dan ? Penggunaan
dana ?)
d. Sasaran
1. Bagaimana cara menetapkan sasaran pneumonia balita di Puskesmas ?
(Probing : Berdasarkan apa balita termasuk sasaran pneumonia balita?)
2. Bagaimana menurut Bapak/Ibu sasaran penderita pneumonia balita
Puskesmas sudah sesuai dengan pedoman ?
Pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita
1. Bagaimana Bapak/Ibu menilai anak batuk atau kesukaran bernapas ?
(Probing: Berdasarkan pedoman atau lainnya tindakkan menilai
dilakukan?)
2. Bagaimana Bapak/Ibu melakukan klasifikasi dan tindakan untuk anak
batuk atau kesukaran bernapas umur 2 bulan sampai dengan 59 bulan ?
(Probing : berdasarkan apa cara penentuan tingkat keparahan penyakit
dan tindakannya pada balita ? Sesuai dengan pedoman tatalaksana atau
tidak ?)
3. Bagaimana Bapak/Ibu melakuan klasifikasi dan tindakan untuk bayi
batuk atau kesukaran bernapas umur <2 bulan ? (Probing : berdasarkan
apa cara penentuan tingkat keparahan penyakit dan tindakannya pada
balita ? Sesuai dengan pedoman tatalaksana atau tidak ?)
4. Bagaimana pengobatan dan rujukan untuk balita pneumonia di
Puskesmas Pamulang ? (Probing : Pengobatan seperti apa dan rujukan
seperti apa yang dilakuakan saat melakukan tatalaksana pneumonia
balita? berdasarkan apa pengobatan dan rujukan dilaksanakan ?)
5. Bagaimana konseling bagi ibu penderita pneumonia balita yang
dilakukan di Puskesmas ? (Probing : Konseling seperti apa yang
dilakukan saat tatalaksana pneumonia balita ? Berdasarkan apa ?
Adakah sosialisasi sebelumya terkait konseling bagi ibu dari Dinas
Kesehatan ? Kapan saja dilakukan konseling untuk ibu?)
6. Bagaimana Bapak/Ibu melakukan tindak lanjut untuk balita yang sudah
mendapatkan pengobatan di Puskesmas ? (Probing : Apakah dilakukan
kunjungan ulang dan kunjungan rumah ? Siapa yg melakukannya ? Apa
kendala tindak lanjut penumonia balita dalam melakukan tatalaksana
pneumonia balita ?)
7. Bagaimana pencatatan dan pelaporan hasil di Puskesmas Pamulang untuk
pneumonia balita ? (Probing : Apakah Puskesmas memberikan
pencatatan dan pelaporan hasil ke Dinas Kesehatan ? Kapan saja
diberikan ? Jika tidak diberikan apakah setiap Puskesmas mendapatkan
sanksi ?)
8. Bagaimana pemantauan dan evaluasi penderita pneumonia balita di
Puskesmas Pamulang ? (Probing : Cara melakukan pemantauan dan
evaluasi ? Siapa saja yang terlibat ? Hasil pemantauan dan evaluasi
digunakan untuk apa dan diberikan kepada Dinas Kesehatan kapan
saja?)
Daftar Pertanyaan Penelitian Untuk Koordinator P2
di Puskesmas Pamulang
a. Sumber Daya Manusia
1. Siapa saja tenaga kesehatan yang terlibat dalam pelaksanaan pedoman
tatalaksana pneumonia balita ?
2. Bagaimana keterlibatan tenaga kesehatan tersebut ? (Probing : Semua
tenaga kesehatan yang terlibat disebutkan bagaimana bentuk
keterlibatannya ? Sejak kapan ?)
3. Siapa saja tenaga kesehatan yang mendukung dalam melakukan
tatalaksana pneumonia balita ? (Probing: Semua tenaga kesehatan yang
mendukung disebutkan bagaimana bentuk dukungannya ? Apakah SDM
khusus ? Jika ada, berapa banyak ? apakah dia khusus memegang
program pengendalian pneumonia balita atau memegang program lain ?
Ada SK, siapa yang memberikan SK?)
4. Apakah Dinas Kesehatan menyeleggarakan pelatihan untuk SDM dalam
melakukan tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas ? (Probing:
Pelatihan apa saja yang diberikan? Apakah termasuk bimbingan ? Kapan
dilakukan pelatihan ?)
b. Sarana dan Prasarana
5. Apa saja sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam mejalankan
tatalaksana pneumonia balita sesuai dengan pedoman ? (Probing :
bagaimana sarana dan prasarana tsb bisa tersedia ? Apa fungsi dari
sarana dan prasarana tersebut ?)
6. Bagaimana Dinas Kesehatan membantu Puskesmas dalam memenuhi
sarana dan prasarana untuk tatalaksana pneumonia balita ?
c. Dana / Anggaran
7. Bagaimanakah dan untuk pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita di
Puskesmas ? (Probing: Apa peran Dinas Kesehatan dalam menyediakan
dana untuk Puskesmas khusus pneumonia ? Sumber dan ? Penggunaan
dana ?)
d. Sasaran
8. Bagaimana cara menetapkan sasaran pneumonia balita di Puskesmas ?
(Probing : Berdasarkan apa balita termasuk sasaran pneumonia balita?)
9. Bagaimana menurut Bapak/Ibu sasaran penderita pneumonia balita
Puskesmas sudah sesuai dengan pedoman ?
Pelaksanaan tatalaksana pneumonia balita
10. Bagaimana pengobatan dan rujukan untuk balita pneumonia di Puskesmas
Pamulang ? (Probing : Pengobatan seperti apa dan rujukan seperti apa
yang dilakuakan saat melakukan tatalaksana pneumonia balita?
berdasarkan apa pengobatan dan rujukan dilaksanakan ?)
11. Bagaimana konseling bagi ibu penderita pneumonia balita yang dilakukan di
Puskesmas ? (Probing : Konseling seperti apa yang dilakukan saat
tatalaksana pneumonia balita ? Berdasarkan apa ? Adakah sosialisasi
sebelumya terkait konseling bagi ibu dari Dinas Kesehatan ? Kapan saja
dilakukan konseling untuk ibu?)
12. Bagaimana Bapak/Ibu melakukan tindak lanjut untuk balita yang sudah
mendapatkan pengobatan di Puskesmas ? (Probing : Apakah dilakukan
kunjungan ulang dan kunjungan rumah ? Siapa yg melakukannya ? Apa
kendala tindak lanjut penumonia balita dalam melakukan tatalaksana
pneumonia balita ?)
13. Bagaimana pencatatan dan pelaporan hasil di Puskesmas Pamulang untuk
pneumonia balita ? (Probing : Apakah Puskesmas memberikan pencatatan
dan pelaporan hasil ke Dinas Kesehatan ? Kapan saja diberikan ? Jika
tidak diberikan apakah setiap Puskesmas mendapatkan sanksi ?)
14. Bagaimana pemantauan dan evaluasi penderita pneumonia balita di
Puskesmas Pamulang ? (Probing : Cara melakukan pemantauan dan
evaluasi ? Siapa saja yang terlibat ? Hasil pemantauan dan evaluasi
digunakan untuk apa dan diberikan kepada Dinas Kesehatan kapan saja ?)
LEMBAR OBSERVASI
No Item Ada Tidak Keterangan
1. Oksigen Konsentrator dan
selang hidung/nasalprong
√ Terdapat di UGD Puskesmas
2. ARI Sound Timer √ -
3. Alat Nebulisasi √ -
4. Stempel dan Buku KIA √ Terdapat di Poli Anak
5. Logistik Obat Pneumonia
Balita
√ Terdapat di Gudang Farmasi
Puskesmas Pamulang
6. Buku register dan formulir
pelaporan program P2 ISPA
√ Terdapat di Poli Anak
6. Formulir rekapitulasi
careseeking program P2 ISPA
Tingkat Puskesmas
√ Tidak di perbanyak oleh
Puskesmas
7. Formulir kunjungan rumah
penderita pneumonia balita
dalam rangka careseeking
program P2 ISPA
√ Tidak di perbanyak oleh
Puskesmas
Sumber : Pedoman tatalaksana pneumonia balita (Kemenkes RI, 2015)
Lembar Observasi Pelaksanaan Tatalaksana Pneumonia Balita
(Study Kasus di Puskesmas Pamulang Tahun 2017)
No Tatalaksana Pneumonia Balita Dilakukan Tidak Keterangan
Menilai Anak Batuk Atau Kesukaran Bernapas
1. Tanyakan :
a. Berapa umur anak ?
b. Apakah anak menderita batuk atau kesukaran bernapas ?
c. Sudah berapa lama ?
d. Apakah anak bisa minum atau menetek ? (Jika anak berusia 2 bulan-s.d 59
bulan ?
e. Apakah anak kurang bisa minum atau menetek ? (Jika anak berusia <2 bulan
)
f. Apakah anak demam ? sudah berapa lama ?
g. Apakah anak kejang ?
2. Lihat :
a. Apakah napas cepat ?
b. Apakah terlihat tarikan dinding dada bagian bawah kedalah (TDDK) ?
c. Apakah terlihat kesadaran menurun ?
3. Dengar :
a. Apakah terdengar stridor ?
b. Apakah terdengar wheezing ?
Klasifikasi Dan Tindakan Untuk Anak Umur 2 Bulan S.D 59 Bulan
1. Menentukan penyakit sangat berat pada anak berumur 2 bulan- <60 bulan dengan
tanda bahaya, seperti tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor pada
waktu anak tenang, gizi buruk, tampak biru (sianosis), ujung tangan dan kaki pucat
dan dingin.
a. Rujuk segera ke Rumah Sakit
b. Beri 1 dosis antibiotik
c. Obati demam (Jika ada)
d. Bila sedang kejang beri diazepam
e. Bila ada stidor, sianosis, dan ujung tangan dan kaki pucat dan dingin berikan
oksigen
f. Cegah agar gula darah tidak menurun
g. Jaga anak tetap hangat
h. Rujuk segera ke RS
2. Pneumonia berat pada anak umur 2 bulan s.d 59 bulan dengan tanda/gejala, seperti
tarikan dinding dada ke dalam (TDDK) atau sturasi oksigen <90.
Rujuk ke Rumah Sakit
Sebelum meninggalkan Puskesmas, beri pengobatan pra rujukan seperti
pemberian antibiotik, atasi demam, wheezing, kejang, dan sebagainya).
Beri oksigen maksimal 2-3 liter permenit
Berikan satu kali dosis antibiotik yang sesuai, sebelum dirujuk ke RS
3 Pneumonia pada anak berumur 2 bulan s.d 59 bulan dengan tanda/gejala yakni
adanya napas cepat (50 x/menit atau lebih).
a. Berikan amoksisilin oral dosis tinggi 2 kali perhari untuk 3 hari
b. Beri pelega tenggorokan dan pereda batuk yang aman
c. Apabila batuk > 14 hari rujuk
d. Apabila wheezing berulang rujuk
e. Nasehati ibu untuk memberikan obat sesuai anjuran petugas kesehatan dan
bawa kembali jika keadaan anak bertambah buruk serta jelaskan cara
pemberian antibiotik
f. Kunjungan ulang dalam 3 hari
g. Obati wheezing bila ada
4. Batuk bukan pneumonia balita pada anak berumur 2 bulan s.d 59 bulan dengan
tanda/ gejala, seperti tidak ada tarikan dinding dada ke dalam dan tidak ada napas
cepat.
a. Tidak memberikan antobiotik dan pasien dirawat dirumah
b. Anjurkan ibu untuk memberikan tindakan penunjang/perawatan dirumah dan
mengamati kemungkinan adanya tanda-tanda pneumonia sesuai konseling
dari petugas kesehatan.
c. Beri pelega tenggorokan dan pereda batuk yang aman
d. Apabila batuk >14 rujuk
e. Apabila wheezing berulang rujuk
f. Nasehati kapan segera kembali
g. Kunjungan ulang dalam 5 hari bila tidak ada perbaikan
h. Obati wheezing bila ada
Klasifikasi Dan Tindakan Untuk Bayi Batuk Atau Kesukaran Bernapas Umur <2 Bulan
1. Jika ditemukan bayo diklasifikasi pneumonia berat dengan tanda, seperti TDDK kuat atau adanya napas cepat 60x/menit
atau lebih. Tindakan yang dilakukan, sebagai berikut:
a. Rujuk segera ke RS
b. Sebelum meninggalakan Puskesmas, beri pengobatan pra rujukan seperti pemberian antibiotik, atasi demam,
wheezing, kejang, dan sebagainya). Tulis surat rujukan ke RS dan anurka ibu agar membawa anak ke RS sesegera
mungkin.
c. Berikan 1 kali dosis antibiotik sebelum anak di rujuk
d. Anjurkan ibunya untuk tetap memberikan ASI.
e. Jagabayi tetap hangat.
f. Jika tidak dapat dirujuk, lakukan pengobatan di Puskesmas.
Pengobatan Dan Rujukan
1. Pemberian Antibiotik Oral
a. Pneumonia 2- 12 bulan (4- <10 Kg)
Amoksisilin Tablet (250mg) = 2 x 1 tablet/hr
Amoksisilin Sirup 125mg dalam 5ml = 2 x 10 ml
EritromisinSirup 125mg dalam 5ml = 3 x 5 ml
b. Pneumonia 12 bulan- 5 tahun (10-19 Kg)
Amoksisilin Tablet (250mg) = 2 x 2 tablet/hr
Amoksisilin Sirup 125mg dalam 5ml = 2 x 20 ml
EritromisinSirup 125mg dalam 5ml = 3 x 10 ml
c. Tindakan Pra Rujukan
Anak usia 2 – < 60 bulan dengan pneumonia berat harus ditangani dengan
ampisilin parenteral (penisilin) dan gentasimin sebagai pengobatan lini
petama.
Ampisilin : 50 mg/kg BB IM diberikan hanya 1 kali suntikan
Gentamisin : 7,5 mg/kg BB IM diberikan hanya 1 kali suntikan
Bayi berumur <2 bulan pemberian antibitik oral merupakan tindakan pra
rujukan dan diberikan jika bayi masih bisa minum atau diberikan dengan
cara injeksi intramuskular.
2. Pengobatan Demam Tinggi
a. Demam tidak tinggi ( <38,5 ˚C)
Masihati ibunya untuk memberikan cairan lebih banyak. Tidak
diperlukan pemberian parasetamol.
b. Demam Tinggi ( > 38,5 ˚C)
Berikan parasetamol setiap 6 jam dengan sesuai sampai demam
mereda. Berikan parasetamol kepada ibu untuk 3 hari.
2 bulan - <6 bulan (4-7 Kg) : Tablet 500 mg (1), Tablet 100
(1/2), dan sirup 120 mg/5 ml (2,5 ml ½ sendok takar).
6 bulan - <3 tahun (7-<14 Kg) : Tablet 500 mg (1/4), Tablet
100 (1), dan sirup 120 mg/5 ml (5ml 1 sendok)
3 tahun- 5 tahun (14-19 Kg) : Tablet 500 mg (1/2), Tablet
100 (2), dan sirup 120 mg/5 ml (7,5ml 1 1/2 sendok)
Bayi < 2 bulan kalau ada demam harus dirujuk, tidak diberikan
parasetamol untuk demamnya.
3. Pengobatan Mengi/ Wheezing
1. Inhalasi bronkodilator kerja cepat (Salbutamol nebulisasi, salbutamol
dengan MDI, atau suntikan epinefrin secara subkutan), bila belum membaik
dapat diberikan sampai 3 kali dalam 1 jam
Wheezing Tidak menghilang -> Bukan Asma -> Tatalaksana
Pneumonia
Wheezing dan sesak mereda/menghilang -> Asma -> Tatalaksana
Asma sesuai buku pedoman Asma.
4. Rujukan
a. Pengobatan pra rujukan (antibiotk dosis pertama)
Bayi muda (<2 bulan) dengan penyakit sangat berat harus ditangani dengan
obat suntikan:
Ampisilin : 50 mg/kg BB IM diberikan hanya 1 kali suntikan
Gentamisin : 7,5 mg/kg BB IM diberikan hanya 1 kali suntikan
Mencegah agar gula darah bayi tidak turun pada bayi < 2 bulan dengan cara
memberikan ASI
Rujuk Segera
b. Merujuk Anak
Menjelaskan perlunya rujukan
Hilangkan kekhawatiran ibu dan bantu mengatasi setiap masalah
Usahakan agar ibu mau membawa anaknya ke rumah sakit dan bantulan
semampu tenaga kesehatan untuk memecahkan masalahnya
Beri ibu intruksi dan peralatan yang diperlukan untuk merawat anak selama
perjalanan ke rumah sakit.
c. Menulis surat rujukan
Isi data yang ada dalam surat rujukan yang akan dibawa ibu ke RS
Beritahu ibu untuk memberikannya kepada petugas kesehatan di RS
d. Jika rujukan tidak memungkinkan
Pemberian antibiotik untuk rawat inap
Usia anak 2 s.d 59 bulan dengan batuk atau kesukaran bernapa
pertama
Batuk & pilek bukan pneumonia -> Nasehat perawatan di rumah
Naps cepat dan TTDK -> Amoxicilin oral dan nasehat perawatan
di rumah
Tanda bahaya umum -> antibiotik dosis pertama
Pneumonia berat -> rujuk kefasyankes untuk injeksi antibiotic atau
terapi penunjang.
Pemberian oksigen
Umur < 2 bulan, jumlah aliran oksigen 0,5/menit
Umur > 2 bulan, jumlah aliran oksigen 1/menit
Konseling Ibu
1. Mengajari ibu cara memberikan obat oral di rumah
a. Pemberian dosis pertama pada anak
Gunakan bagan pengobatan untuk menentukan obat dan dosis yang
sesuai
Beritahu ibu alasan pemberian obat kepada anak, termasuk mengapa
diberi obat oral dan masalah apa yang di dapati
Peragakan cara mengukur satu dosis
Memberi tablet : Tunjukkan kepada ibu jumlah obat dalam 1 dosis,
peragakan cara membagi/membelah tablet dan bila digerus
tambahkan tetes air pada obat diamkan 1-2 menit selanjutnya gerus
obat.
Memberi Sirup : peragakan cara mengukur dosis dalam mililiter
(ml) secara benar dan menggunkan sendok takar atau sendok makan
dan minta ibu untuk melakukannya.
Setelah pemberian dosis pertama, ibu diminta mengawasi anak selama
30 menit. Bila dalam 30 menit anak muntah, beri 1 dosis lagi. Bila anak
muntah lagi sampai timbul tanda dehidrasi maka atasi dehidrasi,
sebelum memberikan obat dosis berikutnya.
2. Menjelaskan cara pemberian antibiotik
Berikan antibiotik cukup untuk 3 hari dihabiskan
Cantumkan nama dan umur penderita
Cantumkan dosis yang tepat untuk penderita (jumlah tablet/sirup, berapa
sendok takar)
3. Cek pemahaman ibu sebelum meninggalkan Puskesmas
Ajukan pertanyaan sebagai berikut :
Setiap berapa kali mengobati anak, ada berapa macam obat ?
Kapan ibu memberikan obat ini ? untuk berapa lama ?
Berapa tablet setiap kali pemberian ?
Obat mana yang diberikan 2 kali setiap hari ?
Ajari petugas obat di Puskesmas untuk memberikan cara pengobatan sesuai
tatalaksana pneumonia balita
4. Nasehati ibu kapan harus kembali
Sesegera mungkin jika kondisi anak memburuk (sesak napas, TDDK)
Setelah 48 jam minum antibiotik untuk kontrol ulang
5. Menggunakan buku KIA untuk petunjuk pemberian makanan, cairan/ASI, serta
tanda-tanda untuk kembali segera
a. Nasihat pemberian makanan
Pemberian makanan pada bayi yang tidak bisa menghisap dengan baik
Pemberian makanan pada anak yang muntah
Pemberin makanan selama anak sakit
Pemberian makanan setelah anak sembuh
b. Nasihat Pemberian Cairan
Berilah minuman lebih banyak pada anak
Pemberian ASI
c. Kembali Segera
Mintalah ibu untuk mengamati kemungkinan timbul tanda-tanda
pneumonia, sebagai berikut :
e. Pernapasan menjadi sulit
f. Pernapasan menjadi cepat
g. Anak tidak mau minum
h. Sakit anak tampak lebih berat
Jika muncul tanda-tanda tsb, maka mintalah ibuuntuk kembali membawa
anaknya ke Puskesmas untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
6. Mengajari Ibu Menggunakan Bahan Yang Aman Untuk Meredakan Batuk Dirumah
a. Bahan yang dianjurkan
ASI eksklusif bayi sampai umur 6 bulan
Banyak minum air hangat
b. Obat yang tidak dianjurkan
Semua jenis obat batuk
Obat yang mengandung codein
Obat-obat dekongestan oral dan nasal
7. Memberitahu IBU tentang Pencegahan Pneumonia Balita
Jauhkan balita dari penderita batuk
Lakukan imunisasi lengkap di Posyandu atau Puskesmas
Berikan ASI eksklusif pada bayi sejak lahir sampai usia 6 bulan
Pemberian makanan cukup gizi dan seimbang
Jauhkan balita dari asap (rokok, asap dapur, asap kendaraan), debu, serta
bahan-bahan lain yang mengganggu pernapasan.
Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan
Rumah dengan ventilasi cukup
Rajin mencuci tangan dengan sabun atau antiseptik
Tinjak Lanjut Pneumonia Balita
Kunjungan Ulang Untuk Pneumonia Balita
1. Memburuk
Anak menjadi sulit bernapas, tak mampu minum, timbul TDDK atau tanda bahaya yang lain. Anak harus dirujuk untuk
rawat inap, sebelum merujuk berikut :
Satu dosis antibiotik
Injeksi intramuskular ampisilin dan gentamisin
2. Tetap sama
Jika keadaan anak tetap sama seperti pemeriksaan sebelumnya, tanyakan pemberian antibiotiknya.
Apakah antibiotik diminum sesuai anjuran, cobalah terus dengan antibiotik yang sama. Minta agar ibu
membawa anak kembali dalam 2 hari untuk kunjungan ulang kedua.
Apabila antibiotik telah dimunum sesuai anjuran, berarti antibiotik harus diganti dengan yang lain dan berikan
untuk 3 hari. Misalnya amoksisilan diganti eritromisin.
3. Membaik
Beritahu ibu untuk meneruskan pemberian antibiotik sampai 3 hari.
Kunjungan Rumah Untuk Pneumonia Balita
a. Balita pneumonia yang tidak datang kembali untuk kunjungan ulang, akan dilakukan kunjungan rumah.
b. Balita yang berulang kali menderita pneumonia
Penerapan di Puskesmas
1. Persiapan pnerapan di Puskesmas
a. Diseminasi informasi kepada seluruh petugas Puskesmas
Ringasan tatalaksana standar pneumonia balita
Peran dan tanggung jawab petugas dalam penerapan tatalaksana standar
ISPA
Balita di Puskesmas
b. Penyiapan Logistik
Sediaan oral
Sediaan injeksi
Alat
2. Penerapan di Puskesmas
a. Penghitungan perkiraan kejadian pneumonia balita pertahun
b. Pencatatan dan pelaporan hasil pelayanan
3. Pemantauan dan Evaluasi
Pemantauan dapat dilakukan setiap bulan atau triwulan.
Evaluasi dilakukan setiap tahun atau semesteran.
LEMBAR TELAAH DOKUMEN
No. Dokumen
Hasil
Keterangan Ada Tidak
1 Profil Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan Tahun 2013-2015
√
2 Profil Puskesmas Pamulang Tahun
2013-2015
√
3 Laporan Pencatatan dan Pelaporan
Hasil Pneumonia Balita
√
4 Laporan Pemantauan dan Evaluasi
Pneumonia Balita
√
5 Register Anak Pneumonia Balita √
Transkip Wawancara Pelaksanaan Tatalaksana Pneumonia Balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan
(Studi Kasus di Puskesmas Pamulang)
No Pertanyaan Jawaban
Informan 1 Informan 2 Informan 3 Informan 4
1. Apakah posisi atau
jabatan ibu saat ini
?
Staf pelaksana
P2M (Pneumonia
Balita) di Dinas
Kesehatan Kota
Tangerang Selatan
Staf pelaksana
Pneumonia Balita di
Puskesmas
Pamulang
Kepala Puskesmas
Pamulang
Staf koordinator P2
Puskesmas
Pamulang
Sumber Daya Manusia
1. Siapa saja tenaga
kesehatan yang
terlibat dalam
pelaksanaan
pedoman
tatalaksana
pneumonia balita ?
Yang melakukan
tatalaksana
pneumonia balita di
Puskesmas ya
semua petugas
yang ada di
Puskesmas, ada
pemegang
program, perawat,
bidan, dan dokter
yang ada di BP
Anak.
Semuanya, mau
perawat, bidan,
ataupun dokter.
Memang yg bagus
itu ada dokter 1
untuk mendiagnosa
tapi tenaga medis
kurang banget jadi
kadang yang ada
hanya perawat dan
bidan saja di Poli
Anak.
- Iyaa dokter, bidan,
dan perawat yang
bertugas di Poli
Anak.
2. Bagaimana
keterlibatan SDM
di Puskesmas
dalam melakukan
- - Seluruh staf ikut terlibat
dalam memberikan
tatalaksana pneumonia,
SDM khusus seperti bidan
Mulai dari
mendiagnosa,
tatalaksana,
pencatatan dan
tatalaksana
pneumonia balita ?
(Probing : bentuk
keterlibatan seperti
apa ? adakah sdm
pendukung dan
SDM khusus
tatalaksana
pneumonia balita ?
Berapa banyak ?
ada SK? Siapa
yang memberikan
SK?)
Yuni yang memegang
program pneumonia balita
memberikan tatalaksana
pneumonia balita dengan
mendiagnosis balita dan
memberikan tatalaksana
berupa pengobatan.
pelaporannya..
3. Bagaimana SDM
dapat melakukan
tatalaksana
pneumonia balita
?(Probing:
berdasarkan
pedoman, SOP,
alur pelayanan atau
lainnya ?)
- - Alur pelayanannya
mengikuti tindakan dan
pengobatan berdasarkan
pedoman tatalaksana dari
Kemenkes RI RI.
-
4. Bagaimana
keterlibatan tenaga
kesehatan tersebut
? (Probing : Semua
tenaga kesehatan
yang terlibat
disebutkan
bagaimana bentuk
Semua terlibat ya,
seperti dokter,
bidan dan perawat.
Sekarang ada
program MTBS
dan belum semua
Puskesmas
menjalan MTBS.
Menghitung nafas
balita baik itu bidan
maupun perawat,
jika ada tanda dan
gejala anak yang
pneumonia langsung
dipindahkan ke Poli
umum untuk di beri
- -
keterlibatannya ?
Sejak kapan ?)
pelayanan kesehatan
sesuai dengan
tingkat klasifikasi
keparahan
pneumonia pada
balita. Kadang di
kasih rujukan ke
fisioterapi untuk
dikasih uap. Jika
parah langsung
dirujuk ke RSUD
tangsel.
5. Siapa saja tenaga
kesehatan yang
mendukung dalam
melakukan
tatalaksana
pneumonia balita ?
(Probling: Semua
tenaga kesehatan
yang mendukung
disebutkan
bagaimana bentuk
dukungannya ?
Apakah SDM
khusus ? Jika ada,
berapa banyak ?
apakah dia khusus
memegang
program
Selain tenaga
kesehatan di Dinas
Kesehatan, Dinas
Kesehatan provinsi
dan Kemenkes RI
ikut turun ke
Puskesmas untuk
melakukan
monitoring dan
evaluasi
tatalaksana
pneumonia balita.
Untuk SDM khusus
di Dinas Kesehatan
saya yang
memegang
pneumonia balita.
Selain saya sebagai
pemegang program
pneumonia balita,
yang mendukung
seperti perawat dan
bidan yang ada di
Poli Anak. Jarang
banget ada dokter di
Poli Anak karena
harus berbagi
dengan poli umum
dan poli BPJS. Saya
dibuatkan SK,
namun saya belum
menerimanya dari
Dinas Kesehatan
Kota Tangerang
Selatan.
Semua tenaga
kesehatan di
Puskesmas
mendukung dalam
melakukan
tatalaksana. Ya,
paling ada SDM
khusus ya
pemegang program
aja seperti bidan
Yuni yang
memegang
pneumonia dan
diberik SK dari
Dinas Kesehatan.
pengendalian
pneumonia balita
atau memegang
program lain ? Ada
SK, siapa yang
memberikan SK?)
6. Apakah Dinas
Kesehatan
menyeleggarakan
pelatihan untuk
SDM dalam
melakukan
tatalaksana
pneumonia balita di
Puskesmas ?
(Probling:
Pelatihan apa saja
yang diberikan?
Apakah termasuk
bimbingan ? Kapan
dilakukan pelatihan
?)
Pelatihan pasti ya,
karena mengingat
kondisi dilapangan
1 tahun bisa ganti
beberapa kali jadi
selalu update ilmu
yang baru dan
update juga petugas
Puskesmasnya
dengan ilmu yang
baru. Tahun ini kita
melakukan rapat
kordinasi mengenai
pelaporan 2x,
workshop
tatalaksana
pneumonia balita
2x dalam 1 tahun
yang dilakukan
pada awal dan
akhir tahun 2017
dari Dinas
Kesehatan.
Ada acara dimana
gitu dari Dinas
Kesehatan dengan
narasumbernya.
Monev tentang
pelaporan dan
pencatatan. Pernah
waktu saya
mengikuti rapat, jika
di dalam lokbul ada
yang tidak masuk
pedoman tatalaksana
diletakkan diatas
meja dan tenaga
kesehatan yang
belum mengetahui
tatalaksana terbaru
saya sarankan untuk
membaca pedoman
di Poli Anak.
Rapatnya 2-3 untuk
pelatihan tatalaksana
pneumonia balita
tahun 2016. Udah
Iya ada pelatihan
yang
diselenggarakan
Dinas Kesehatan
setiap tahunya
karena setiap tahun
pemegang program
ganti.
sering
disosialisasikan
pedoman
tatalaksana.
Sarana dan Prasarana
1. Apa saja sarana dan
prasarana yang
dibutuhkan dalam
mejalankan
tatalaksana
pneumonia balita
sesuai dengan
pedoman ?
(Probing :
bagaimana sarana
dan prasarana tsb
bisa tersedia ? Apa
fungsi dari sarana
dan prasarana
tersebut ?)
Sarana
prasarananya
selama ini baru
punya sountimer,
buku pedoman
tatalaksana untuk
semua Puskesmas
sudah diberikan,
pencatatan dan
pelaporan sudah
punya semua.
Namun, untuk CD
tentang pneumonia,
pool oksimetri dan
oksigen konsetrator
baru beberapa
Puskesmas. Saya
hanya memberikan
kepada Puskesmas
yang melakukan
perawatan dan
memiliki jumlah
balita pneumonia
yang tinggi di 5
Puskesmas ya salah
Stopwatch, 1 rasi
digital yakni alat yg
dapat menghitung
napas cepat atau
lambat dapat dari
Dinas Kesehatan,
oksigen (beli sendiri
anggaran
Puskesmas) dan alat
tatalaksana disini
semua lengkap.
Sudah ada sarana dan
prasarana seperti untuk
menghitung respirator rate,
nebulaisor, lab dan alat
lainnya untuk tatalaksana
pneumonia balitanya.
Sudah lengkap ya,
seperti ada tetoskop,
tensi, termometer,
dan sebagainya.
Untuk pneumonia
alat ukur pernapasan
saya lupa itu apa
nama alatnya dan
diberikan sepiro
metri portable yang
diletakkan di poli
Anak.
salah satunya
Puskesmas
Pamulang.
2. Bagaimana peran
Dinas Kesehatan
dalam membantu
Puskesmas untuk
memenuhi sarana
dan prasarana
tatalaksana
pneumonia balita ?
Memberikan sarana
dan prasarana,
update sarana dan
prasarana yang di
dapat dari
Kemenkes RI dan
Dinas Kesehatan
Provinsi diberikan
ke Puskesmas.
Memberikan sarana
dan prasarna sesuai
dengan kebutuhan
yang telah diajukan
oleh Puskesmas Ke
Dinas Kesehatan
Kota Tangerang
Selatan.
- Iya Dinas Kesehatan
membantu dengan
meberikan sarana
dan prasarana tsb.
3. Sudahkah
Puskesmas
menyediakan
sarana dan
prasarana tersebut?
(Probing: sejak
kapan sarana dan
prasarana tsb ada
dan siapa yg
memberikan ?)
Semua sarana
prasarana awalnya
sudah tersedia dan
disimpan di Poli
Anak. Namun, poli
lain suka mengambil
sarana prasarana
tersebut sehingga
tidak berada di satu
tempat atau ruangan.
Untuk sekarang ya,
sarana dan prasarana
tersebut ada di UGD
Puskesmas.
Puskesmas sudah
menyediakan ya, waktu
adanya poli MTBS tahun
2009. Sarana prasarana
gedung dan alat seperti
senter, respiratory rate
dari Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan. Cuma
yang dari Dinas Kesehatan
sudah ada yang rusak ya
jadi kita pegadaan sendiri
dengan dana JKN.
Dana atau Anggaran
1. Bagaimanakah
dana untuk
pelaksanaan
Dana yang
digunakan biasanya
dana operasional
Dana untuk
tatalaksana dari
Puskesmas. Kalo
Peran Dinas Kesehatan
kasih alat untuk
menghitung respiratory
Saya kurang tau ya
soal dana itu.
Kayaknya dana
tatalaksana
pneumonia balita di
Puskesmas ?
(Probing: Apa
peran Dinas
Kesehatan dalam
menyediakan dana
untuk Puskesmas
khusus pneumonia
? Sumber dan ?
Penggunaan dana
?)
Puskesmas dan
Kunjungan rumah
ada anggaran dari
APBD. Terus
untuk penyediaan
sarana prasana
tahun 2015-2016,
workshop dan
rakor tenaga
kesehatan itu
biasanya dari kita
Dinas Kesehatan
ya.”
untuk kunjungan
rumah balita dari
Dinas Kesehatan
Kota Tangerang
Selatan yaa untuk
pneumonia balita.
rate, ada juga oksigen
konsentrator rusak baru-
baru ini mau diperbaiki
binggung nyari teknisinya.
Dinas Kesehatan
memberikan dana untuk
pelatihan tatalaksana
pneumonia dan obat. Dana
JKN digunakan sebagai
backup jika dana dari
Dinas Kesehatan lagi
Kosong.
operasional tidak
khusus untuk
tatalaksana
pneumonia balita.
Sasaran
1. Bagaimana cara
menetapkan
sasaran pneumonia
balita di Puskesmas
? (Probing :
Berdasarkan apa
balita termasuk
sasaran pneumonia
balita?)
Sasaran balita
pneumonia
mengikuti sasaran
yang telah
ditentukan
Kementerian
Kesehatan dalam
pedoman
tatalaksana
pneumonia balita.
Setiap Puskesmas
menentukan target
berbeda karena
disesuaikan dengan
jumlah balita di
daerah tsb.
Biasanya hitung
napas terlebih
dahulu, lalu
diklasifikasikan
berdasarkan usia
dengan jumlah
hitung 1 rasinya.
Jika mengarah ke
pneumonia dirujuk
ke dokter umum,
lalu ditulis
diagnosanya
berdasarkan
klasifikasi usia.
Sudah sesuai, ampai saat
ini sasaran pneumonia
balita belum memenuhi
targe. Namun penemuan
pneumonia balita tetap
tinggi dibandingkan
Puskesmas lain.
Yang saya tau
teman-teman sudah
bisa menetapkan
sasaran pneumonia
karena sudah biasa
ikut pelatihan
pedoman tatalaksana
pneumonian balita
ya, tapi tetap yang
mendiagnosa dokter
ya.
2. Bagaimana
menurut Bapak/Ibu
sasaran penderita
pneumonia balita
Puskesmas sudah
sesuai dengan
pedoman ?
- Sudah sesuai dengan
pedoman ya. Untuk
target kita
Puskesmas sama
dengan Dinas
Kesehatan.
- Sudah sesuai dengan
pedoman, namun
angka penemuan
kasus selama ini
yang saya lihat dari
tahun ketahun tidak
menurun ya.
Pelaksanaan Pedoman Tatalaksana Pneumonia Balita
1. Bagaimana
Bapak/Ibu menilai
anak batuk atau
kesukaran bernapas
? (Probing:
Berdasarkan
pedoman atau
lainnya tindakkan
menilai dilakukan
?)
- Menilai anak batuk
sesuai dengan
pedoman ya aku
mulai dengan
tanyakan umur anak,
keluhan apa aja, dan
sudah berapa lama
sakitnya. Terus aku
lihat keadaan
balitanya ada napas
cepat atau tarikan
dinding dada bagian
bawah atau tidak,
dan terakhir aku
dengar pernapasan
balitanya apakah ada
stridor ataupun
wheezing dengan
stetoskop pada
balita. Jadi aku
tinggal ngikutin aja
tindakan yang ada
-
dipedoman, terus
sebelumnya juga
udah pernah dapet
pelatihan pedoman
tatalaksana
pneumonia balita
2. Bagaimana
Bapak/Ibu
melakukan
klasifikasi dan
tindakan untuk
anak batuk atau
kesukaran bernapas
umur 2 bulan
sampai dengan 59
bulan ? (Probing :
berdasarkan apa
cara penentuan
tingkat keparahan
penyakit dan
tindakannya pada
balita ? Sesuai
dengan pedoman
tatalaksana atau
tidak ?)
Biasanya aku cek
dulu RR balitanya
pake alat namanya
respiratory rate
timer, kalo ada napas
cepat lebih dari
50x/menit untuk usia
anak 2 bulan sampe
59 bulan baru di
klasifikasi bahwa
balitanya menderita
pneumonia. Terus
aku kasih
amoksisilin untuk 3
hari dan aku jelasin
cara kasih
antibiotiknya, kasih
pelega tenggorokan
dan pereda batuknya,
kalo ada batuk > 14
hari rujuk, ,
nasehatin ibu untuk
kasih obat sesuai
anjuran aku dan
bawa balik ke
Puskesmas kalo
keadaan anaknya
bertambah buruk,
dan kunjungan ulang
dalam 3 hari
berikutnya.
3. Bagaimana
Bapak/Ibu
melakuan
klasifikasi dan
tindakan untuk bayi
batuk atau
kesukaran bernapas
umur <2 bulan ?
(Probing :
berdasarkan apa
cara penentuan
tingkat keparahan
penyakit dan
tindakannya pada
balita ? Sesuai
dengan pedoman
tatalaksana atau
tidak ?)
Untuk bayi <2 bulan,
aku tetap
menghitung RR bayi
menggunakan
respiratory rate
timer. Kalo lebih
dari 60x/menit untuk
usia bayi 60x/ menit
atau lebih dan ada
tarikan dinding dada
kedalamnya baru tau
klasifikasi bahwa
bayi menderita
pneumonia berat.
Bayi seperti ini
langsung aku rujuk,
tapi biasanya kita
kasih obat dulu kalo
ada demam,
wheezing, ataupun
kejang dulu sebelum
ke RS. Sambil
ngurus surat rujukan
ke RS, kita suruh
ibunya untuk tetap
kasih ASI dan jaga
kondisi bayinya agar
tetap hangat. Kalo
bayinya tidak bisa
di rujuk, barulah kita
kasih rawat jalan di
Puskesmas aja
4. Bagaimana
pengobatan dan
rujukan untuk
balita pneumonia di
Puskesmas
Pamulang ?
(Probing :
Pengobatan seperti
apa dan rujukan
seperti apa yang
dilakuakan saat
melakukan
tatalaksana
pneumonia balita?
berdasarkan apa
pengobatan dan
rujukan
dilaksanakan ?)
Yaa saya sebagai
staf pelaksana
pneumonia balita
dari Dinas
Kesehatan Kota
Tangerang Selatan
melakukan
monitoring saja
untuk pengobatan
dan rujukan, trus
Puskesmas yang
memberikan
pengobatan dan
rujukan yang
sudah ada alurnya
sendiri kemana
untuk mendapat
tindak lanjut
pelayanan
kesehatan
Pengobatan dengan
memberikan
antibiotik,
pengobatan demam,
dan pengobatan
wheezing terlebih
dahulu. Jika diobati
ternyata
memperparah atau
sudah parah terlebih
dahulu langsung
diberikan rujukan.
Namun, jika masih
bisa ditangani
dengan
menggunakan alat
nebulizer dan obat
kita atasi dulu
sebelum melakukan
rujukan.
Jika pneumonia berat kita
rujuk ke RSUD, kalo
masih ringan kita beri obat
dan jika 3 hari tidak ada
perbaikan kita rawat inap
di Puskesmas.
Tergantung
klasifikasi
pneumonianya ya,
jika pneumonia aja
kita kasih antibiotik,
dan kalo pneumonia
berat kita ada
retraksi iga atau ada
kejang gizi buruk
dan gejala lainnya
kita rujuk ke RSUD.
Alur rujukannya
mengikut pedoman
tatalaksana
pneumonianya.
pneumonia balita.
5. Bagaimana
konseling bagi ibu
penderita
pneumonia balita
yang dilakukan di
Puskesmas ?
(Probing :
Konseling seperti
apa yang dilakukan
saat tatalaksana
pneumonia balita ?
Berdasarkan apa ?
Adakah sosialisasi
sebelumya terkait
konseling bagi ibu
dari Dinas
Kesehatan ? Kapan
saja dilakukan
konseling untuk
ibu?)
Kita dari Dinas
Kesehatan ya
memberikan
Sosialisasi ke
Puskesmas dan
pelatihan konseling
untuk petugas
kesehatan yang
melakukan
tatalaksana
pneumonia balita.
Setiap abis kita kasih
terapi kita konseling
dulu, seperti
penggunaan obat ,
cara penanganan
balita saat sesak, dan
pola makan anak
pada bagian gizi.
Belum ada
sosialisasi untuk ibu
dari Dinas
Kesehatan Kota
Tangerang Selatan.
Konseling individu
dengan ibu pada
kunjungan rumah
untuk penderita
pneumonia, ya saya
yang datang
berkunjung.
Iya pasti konseling
diberikan saat berobat ke
Puskesmas, tatalaksana
pneumonia dan apa yang
harus dilakukan saat balita
di rawat dirumah seperti
apa. Yang memberikan
konseling ke ibu balitanya
ya petugas yang
memberikan pelayanan di
Poli anak, seperti bidan
atau dokter.
Jika saya yang jaga
di Poli anak saya
berikan konseling
pada ibu, saya
melakukan konseling
liat jika dia ada
napasnya belum
normal segera
kembali, atau
misalkan jika 2
sampai 3 hari tidak
ada perbaikan napas
makin sesak dan
tanda bahaya pada
ada saya kasih
konseling ibunya
agar segera dirujuk
ke RSUD.
6. Bagaimana
Bapak/Ibu
melakukan tindak
lanjut untuk balita
yang sudah
mendapatkan
pengobatan di
Berdasarkan alur
rujukan, melakukan
kunjungan rumah
balita penderita
pneumonia dari
Petugas Puskesmas
setempat.
Kalo misalnyadia
kita obatin dengan
diagnosis pneumonia
berat obat habis 3
hari wajib kontrol ke
Puskesmas, jika
tidak kontrol
Puskesmas
Pneumonia ringan tidak
ada kunjungan ulang, tapi
kalo pneumonia berat kita
ada kunjungan rumah.
Yang melakukannya
kunjungan rumah bidan
atau perawat yang sesuai
dengan wilayah penderita
Tindak lanjut untuk
pneumonia balita
tidak ada kunjungan
rumah, paling
kunjungan ulang 2-3
hari balita
melakukan kontrol
lagi ke Puskesmas.
Puskesmas ?
(Probing : Apakah
dilakukan
kunjungan ulang
dan kunjungan
rumah ? Siapa yg
melakukannya ?
Apa kendala tindak
lanjut penumonia
balita dalam
melakukan
tatalaksana
pneumonia balita ?)
melakukan
pelacakan kasus
(Kunjungan rumah).
Yang melakukan
biasanya saya dan
dr. Risna.
Kunjungan ulang
pengobatan dia ga
sembuh suruh datang
lagi, ga bisa dilepas
aja tunggu sembuh
baru dilepas
pemantauannya.
KendalanyaSDM
untuk melakukan
kunjungan rumah ga
ada selain saya dan
dr.risna jadi kadang
kurang terlaksana
karena kesibukan di
Puskesmas.
pneumonia balita tersebut
7. Bagaimana
pencatatan dan
pelaporan hasil di
Puskesmas
Pamulang untuk
pneumonia balita ?
(Probing : Apakah
Puskesmas
Pencatatan dan
pelaporan banyak
Puskesmas yang
memberikan
laporan tidak sesuai
format karena
format diganti dari
tahun 2015
pertengahan.
Saya yang merekap
dari lembaran
penderita pneumonia
balita, selanjutnya
saya setiap bulan
memberikan laporan
LB3 ke Dinas
Kesehatan Kota
Tangerang Selatan
Laporan diberikan setiap
bulannya, ada register
pneumonia balitanya
sendiri kita lapor via LB1
dan LB3. Fungsi
pencatatan dan pelaporan
tsb itu lebih informasi
untuk kita aja sih.
Sebulan sekali saya
memberikan
pencatatan dan
pelaporan ke Dinke
sebelum tanggal 5
dalam bentuk LB3
yaa.
memberikan
pencatatan dan
pelaporan hasil ke
Dinas Kesehatan ?
Kapan saja
diberikan ? Jika
tidak diberikan
apakah setiap
Puskesmas
mendapatkan
sanksi ?)
Namun, tidak
semua Puskesmas
mengerti memakai
komputer sehingga
berdampat saat
saya input datanya
di Dinas Kesehatan
tidak valid, jadi
sama saja mereka
tidak melaporkan
atau tidak tepat.
Pencatatan dan
pelaporan
diberikan setiap
tanggal 5 tiap
bulannya dantidak
ada sanksi untuk
Puskesmas yang
terlambat dalam
memberikan hasil
pencatatan dan
pelaporan
pneumonia balita
setiap bulannya.
Setiap rapat
koordinasi selalu
followup
pencatatan dan
pelaporannya
bagaimana, kenapa
sebelum tanggal 5
setiap bulannya.
Tidak ada sanksi
cuma pihak Dinas
Kesehatan akan terus
meminta laporan
tersebut..
tidak bisa mengisi
sesuai format
padahal Dinas
Kesehatan sudah
memberikan
sosialisasi datang
ke Puskesmas
untuk pengisian
format, namun
Puskesmas
adayang belum
paham
menggunakan
komputer besok-
besok nanya lagi,
sehinnga
memberikan
pelaporan dengan
format lama.
8. Bagaimana
pemantauan dan
evaluasi penderita
pneumonia balita di
Puskesmas
Pamulang ?
(Probing : Cara
melakukan
pemantauan dan
evaluasi ? Siapa
Pemantauan dilihat
di laporan ada
kenaikan atau
penurunan ,
melihat faktor-
faktor apa saja
yang
mempengaruhi
setiap Puskesmas
adanya pneumonia
balita. Pemantauan
Minimal harus
kunjungan rumah,
kalo ga biasanya
distatus ada nomor
tlpn bisa dikonseling
lwat telpon dan
mengetahui keadaan
balita sembuh atau
sampai dirujuk ke
RS. Di pantau lewat
Binwil (bina
Ada pertemuan dari Dinas
Kesehatan karena
penemuan pneumonia
balita masih rendah
biasanya mengevaluasi
kenapa masih rendah terus.
Yang terlibat pemegang
program pneumonia balita
yakni bidan Yuni.
Saya sebagai
koordinator
melakukan
pemantauan dan
evaluasi aja dari
setiap program P2.
Kadang-kadang suka
lupa di periksa RR
nya untuk
mengingatkan,
kendalanya form
saja yang terlibat ?
Hasil pemantauan
dan evaluasi
digunakan untuk
apa dan diberikan
kepada Dinas
Kesehatan kapan
saja ?)
dan evaluasi
dikakukan oleh staf
pelaksana
pemegang
program, kepala
seksi, kepala
bidang di Dinas
Kesehatan.
wilayah) ada
penanggung jawab
RT masing-masing
dan posyandu
dengan bidan dan
kader setiap desa.
Pelaporannya ke TU,
Kapus, dan baru ke
Dinas Kesehatan.
MTBS tidak di isi.
Hasil pemantauan
dan evaluasi
diberikan ke Dinas
Kesehatan.