Post on 01-Jan-2016
BAB I
PENDAHULUAN
Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendiks vermicularis. Appendiks
merupakan organ tubular yang terletak pada pangkal usus besar yang berada di perut kanan
bawah dan organ ini mensekresikan IgA namun seringkali menimbulkan masalah bagi
kesehatan. Peradangan akut Appendiks atau Appendicitis acuta menyebabkan komplikasi
yang berbahaya apabila tidak segera dilakukan tindakan bedah.1
Appendicitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering ditemukan pada
anak-anak maupun dewasa, meskipun tidak umum pada anak sebelum usia sekolah.
Berdasarkan World Health Organization (2002), angka mortalitas akibat apendisitis adalah
21.000 jiwa. Terdapat sekitar 250.000 kasus appendicitis yang terjadi di Amerika Serikat
setiap tahunnya. Insidensi appendicitis di Asia dan Afrika pada tahun 2004 adalah 4,8% dan
2,6% penduduk dari total populasi. Menurut Departemen Kesehatan RI pada tahun 2006,
apendisitis menempati urutan keempat penyakit terbanyak di Indonesia setelah dispepsia,
gastritis dan duodenitis, dan penyakit sistem cerna lain dengan jumlah pasien rawat inap
sebanyak 28.040.2
Kesulitan dalam mendiagnosis apendisitis masih merupakan masalah dalam bidang
bedah. Terdapat beberapa pasien yang menunjukan gejala dan tanda apendisitis yang tidak
khas, sehingga dapat menyebabkan kesalahan dalam diagnosis dan keterlambatan dalam hal
penanganannya. Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal
yang paling penting dalam mendiagnosis Appendicitis.2
Semua kasus appendicitis memerlukan tindakan pengangkatan dari Appendiks yang
terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan laparoscopy. Apabila tidak dilakukan
tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama disebabkan karena
peritonitis dan syok. Reginald Fitz pada tahun 1886 adalah orang pertama yang menjelaskan
bahwa Appendicitis acuta merupakan salah satu penyebab utama terjadinya akut abdomen di
seluruh dunia.3
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi
Apendiks Vermiformis merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10
cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal
dan melebar di bagian distal. Namun pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada
bagian proksimal dan menyempit pada distalnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab
rendahnya insidens apendisitis pada usia itu.4
Gambar 1. Gambaran Appendiks4
Gambar 2. Anatomi Appendiks4
Secara histologi, struktur apendiks sama dengan usus besar. Kelenjar submukosa dan
mukosa dipisahkan dari lamina muskularis. Diantaranya berjalan pembuluh darah dan
2
kelenjar limfe. Bagian paling luar apendiks ditutupi oleh lamina serosa yang berjalan
pembuluh darah besar yang berlanjut ke dalam mesoapendiks.5
Gambar 3. Histologi Appendiks5
Dinding apendiks terdiri dari semua lapisan dinding usus, tiga taenia koli
membentuk lapisan luar dari lapisan muskulus longitudinal . Pertemuan ketiga taenia koli
merupakan letak basis apendiks dan merupakan petunjuk posisi apendiks. Posisi basis
apendiks dengan caecum adalah konstan, dimana sisi bebas apendiks ditemukan pada
berbagai variasi misalnya: pelvic, retrocaecal, retroileal.4
Gambar 4. Variasi Lokasi Appendiks1
3
Apendiks mendapat aliran darah dari arteri apendikularis yang merupakan cabang
langsung dari arteri ileocolica. Arteri ini merupakan arteri tanpa kolateral, sehingga Jika
arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami
gangrene. Persyarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti
arteri mesenterika superior, sedangkan persyarafan sensoris berasal dari nervus torakalis
X. Karena itu nyeri visceral pada apendisitis bermula dari umbilikus.6
2.2 Definisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis akut adalah
penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah rongga abdomen,
penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.4
Klasifikasi appendicitis terbagi menjadi dua yaitu, appendicitis akut dan appendicitis
kronik.5
Appendicitis akut
Appendicitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak
disertai rangsang peritoneum lokal. Gajala appendicitis akut ialah nyeri samar-samar
dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus.
Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan
menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri
dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik
setempat6
Appendicitis kronik
Diagnosis appendicitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya : riwayat
nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik appendiks secara
makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik appendicitis kronik adalah
fibrosis menyeluruh dinding appendiks, sumbatan parsial atau total lumen appendiks,
adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan adanya sel inflamasi kronik.
Insiden appendicitis kronik antara 1-5%.5
2.3 Insidensi
Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur. Namun jarang pada anak kurang
dari satu tahun, insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun. Insidensi pada laki-
laki dan perempuan umumnya sebanding. Insidensi Appendicitis acuta di negara maju
lebih tinggi daripada di negara berkembang, tetapi beberapa tahun terakhir angka
4
kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya
penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari.5
2.4 Etiologi
Appendicitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendiks sehingga
terjadi kongseti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi. Appendicitis
umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab obstruksi yang paling sering adalah
fecolith.. Penyebab lain dari obstruksi appendiks meliputi4:
1. Hiperplasia folikel lymphoid
2. Carcinoid atau tumor lainnya
3. Benda asing (pin, biji-bijian)
4. Parasit
Penyebab lain yang diduga menimbulkan Appendicitis adalah ulserasi mukosa
appendiks oleh parasit E. histolytica. Berbagai spesies bakteri yang dapat diisolasi pada
pasien appendicitis yaitu5:
Bakteri aerob Bakteri anaerob
Escherichia coli
Viridans streptococci
Pseudomonas aeruginosa
Enterococcus
Bacteroides fragilis
Peptostreptococcus micros
Bilophila species
Lactobacillus species
2.5 Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan
sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi
mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat
aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada
saat inilah terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.7
5
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut apendisitis supuratif
akut.7
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding
yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses diatas
berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks
hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan pada
apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, kerena
omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, maka dinding apendiks lebih tipis.
Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang sehingga
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi
karena telah ada gangguan pembuluh darah.7
Gambar 4. Appendicitis Akibat Fecolith7
2.6 Manifestasi Klinis
2.6.1 Gejala Klinis
Gejala Appendicitis acuta umumnya timbul kurang dari 36 jam. Gejala klasik
apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di
daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang
ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan
berpindah ke kanan bawah ke titik Mc. Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam
dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak
6
ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa
memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa
mempermudah terjadinya perforasi.6
Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya terlindung
oleh sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak tanda
rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul
pada saat berjalan karena kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.6
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan
gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltis meningkat,
pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks
tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing
karena rangsangan dindingnya.6
Pada appendicitis tanpa komplikasi biasanya demam ringan (37,5 -38,5 0 C).
Jika suhu tubuh diatas 38,6 0 C, menandakan terjadi perforasi. Sebagian besar pasien
mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan banyak pasien yang merasa nyeri
berkurang setelah buang air besar. Diare timbul pada beberapa pasien terutama anak-
anak. Diare dapat timbul setelah terjadinya perforasi Appendiks.5,8
Tabel 1. Gejala Appendicitis acuta8
Gejala* Frekuensi (%)
Nyeri perut 100
Anorexia 100
Mual 90
Muntah 75
Nyeri berpindah 50
Gejala sisa klasik (nyeri periumbilikal kemudian
anorexia/mual/muntah kemudian nyeri berpindah ke titik
Mc Burney kemudian demam yang tidak terlalu tinggi)
50
7
*-- Onset gejala khas terdapat dalam 24-36 jam
2.6.2 Tanda Klinis
Penderita Appendicitis umumnya lebih menyukai sikap jongkok pada paha
kanan, karena pada sikap itu Caecum tertekan sehingga isi Caecum berkurang. Hal
tersebut akan mengurangi tekanan ke arah Appendiks sehingga nyeri perut
berkurang.9
Gambar 5. Posisi yang dilakukan untuk mengurangi nyeri perut5
Appendiks umumnya terletak di sekitar McBurney. Namun perlu diingat
bahwa letak anatomis Appendiks sebenarnya dapat pada semua titik, 360o
mengelilingi pangkal Caecum. Appendicitis letak retrocaecal dapat diketahui dari
adanya nyeri di antara costa 12 dan spina iliaca posterior superior. Appendicitis letak
pelvis dapat menyebabkan nyeri rectal.9
Secara teori, peradangan akut Appendiks dapat dicurigai dengan
adanya nyeri pada pemeriksaan rektum (Rectal toucher). Namun, pemeriksaan ini
tidak spesifik untuk Appendicitis. 9
Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik: 5,6,9
Nyeri tekan Mc. Burney.
8
Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc.
Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.
Nyeri lepas karena rangsangan peritoneum.
Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen
kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya
dilakukan penekanan perlahan dan dalam di titik Mc. Burney.
Defens muskuler
Karena rangsangan m. Rektus abdominis. Defence muscular adalah nyeri
tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietale.
Rovsing’s sign
Jika abdomen kuadran kiri bawah ditekan, maka terasa nyeri di abdomen
kanan bawah. Hal ini menggambarkan iritasi peritoneum. Sering positif pada
Appendicitis namun tidak spesifik.
Psoas sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut
pasien dan tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan
pasien digerakkan dalam arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini
menggambarkan kekakuan musculus psoas kanan akibat refleks atau iritasi
langsung yang berasal dari peradangan Appendiks. Manuver ini tidak
bermanfaat bila telah terjadi rigiditas abdomen.
9
Gambar 6. Dasar anatomis terjadinya Psoas sign5
Obturator sign
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki
kanan pasien sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa
memposisikan sendi lutut pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae
dalam posisi endorotasi kemudian eksorotasi. Tes ini positif jika pasien
merasa nyeri di hipogastrium saat eksorotasi. Nyeri pada manuver ini
menunjukkan adanya perforasi Appendiks, abscess lokal, iritasi M.
Obturatorius oleh Appendicitis letak retrocaecal, atau adanya hernia
obturatoria.
Gambar 7. Cara melakukan Obturator sign5
Gambar 8. Dasar anatomis Obturator sign5
Blumberg’s sign (nyeri lepas kontralateral)
10
Pemeriksa menekan di abdomen kuadran kiri bawah kemudian
melepaskannya. Manuver ini dikatakan positif bila pada saat dilepaskan,
pasien merasakan nyeri di kuadran kanan bawah abdomen.
Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada arah jam 9 dan 12
Dunphy’s sign (nyeri ketika batuk)
2.6.3 Skor Alvarado
Skor alvarado adalah suatu sistem skoring yang digunakan untuk
mendiagnosis appendisitis akut. Skor ini mempunyai 6 komponen klinik dan 2
komponen laboratorium dengan total skor poin 10. Skor ini dikemukakan oleh
Alfredo Alvarado dalam laporannya pada tahun 1986.4
Keterangan:
0-4 : Bukan Appendicitis Akut
5-6 : Ragu-ragu Appendicitis Akut
7-8 : Appendicitis
9-10 : Appendicitis cito operasi
2.7 Pemeriksaan Penunjang
2.7.1 Laboratorium3,5,9
11
Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/ mm3, biasanya didapatkan
pada keadaan akut, Appendicitis tanpa komplikasi dan sering disertai predominan
polimorfonuklear sedang. Jika hitung jenis sel darah putih normal tidak ditemukan
shift to the left pergeseran ke kiri, diagnosis Appendicitis acuta harus
dipertimbangkan. Jarang hitung jenis sel darah putih lebih dari 18.000/ mm3 pada
Appendicitis tanpa komplikasi. Hitung jenis sel darah putih di atas jumlah tersebut
meningkatkan kemungkinan terjadinya perforasi Appendiks dengan atau tanpa
abscess.
CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis oleh hati
sebagai respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai meningkat
antara 6-12 jam inflamasi jaringan. Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan
CRP ≥ 8 mcg/mL, hitung leukosit ≥ 11000, dan persentase neutrofil ≥ 75%
memiliki sensitivitas 86%, dan spesifisitas 90.7%.
Pemeriksaan urine bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi dari saluran
kemih. Walaupun dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit dari iritasi
Urethra atau Vesica urinaria seperti yang diakibatkan oleh inflamasi Appendiks,
pada Appendicitis acuta dalam sample urine catheter tidak akan ditemukan
bakteriuria.
2.7.2 Ultrasonografi1,3,9
Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis Appendicitis.
Appendiks diidentifikasi/ dikenal sebagai suatu akhiran yang kabur, bagian usus
yang nonperistaltik yang berasal dari Caecum. Dengan penekanan yang maksimal,
Appendiks diukur dalam diameter anterior-posterior. Penilaian dikatakan positif
bila tanpa kompresi ukuran anterior-posterior Appendiks 6 mm atau lebih.
Ditemukannya appendicolith akan mendukung diagnosis. Gambaran USG dari
Appendiks normal, yang dengan tekanan ringan merupakan struktur akhiran
tubuler yang kabur berukuran 5 mm atau kurang, akan menyingkirkan diagnosis
Appendicitis acuta. Penilaian dikatakan negatif bila Appendiks tidak terlihat dan
tidak tampak adanya cairan atau massa pericaecal. Sewaktu diagnosis Appendicitis
acuta tersingkir dengan USG, pengamatan singkat dari organ lain dalam rongga
abdomen harus dilakukan untuk mencari diagnosis lain. Pada wanita-wanita usia
reproduktif, organ-organ panggul harus dilihat baik dengan pemeriksaan
transabdominal maupun endovagina agar dapat menyingkirkan penyakit ginekologi
yang mungkin menyebabkan nyeri akut abdomen. Diagnosis Appendicitis acuta
12
dengan USG telah dilaporkan sensitifitasnya sebesar 78%-96% dan spesifitasnya
sebesar 85%-98%. USG sama efektifnya pada anak-anak dan wanita hamil,
walaupun penerapannya terbatas pada kehamilan lanjut.
USG memiliki batasan-batasan tertentu dan hasilnya tergantung pada
pemakai. Penilaian positif palsu dapat terjadi dengan ditemukannya
periappendicitis dari peradangan sekitarnya, dilatasi Tuba fallopi, benda asing
(inspissated stool) yang dapat menyerupai appendicolith, dan pasien obesitas
Appendiks mungkin tidak tertekan karena proses inflamasi Appendiks yang akut
melainkan karena terlalu banyak lemak. USG negatif palsu dapat terjadi bila
Appendicitis terbatas hanya pada ujung Appendiks, letak retrocaecal, Appendiks
dinilai membesar dan dikelirukan oleh usus kecil, atau bila Appendiks mengalami
perforasi oleh karena tekanan.
Gambar 9.Ultrasonogram pada potongan longitudinal Appendicitis5
2.7.3 Pemeriksaan Radiologi1,3,9
Foto polos abdomen jarang membantu diagnosis Appendicitis acuta, tetapi
dapat sangat bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis banding. Pada pasien
Appendicitis acuta, kadang dapat terlihat gambaran abnormal udara dalam usus,
hal ini merupakan temuan yang tidak spesifik. Adanya fecalith jarang terlihat pada
foto polos, tapi bila ditemukan sangat mendukung diagnosis. Foto thorax kadang
disarankan untuk menyingkirkan adanya nyeri alih dari proses pneumoni lobus
kanan bawah.
Teknik radiografi tambahan meliputi CT Scan, barium enema, dan
radioisotop leukosit. Meskipun CT Scan telah dilaporkan sama atau lebih akurat
13
daripada USG, tapi jauh lebih mahal. Karena alasan biaya dan efek radiasinya, CT
Scan diperiksa terutama saat dicurigai adanya Abscess appendiks untuk melakukan
percutaneous drainage secara tepat.
Diagnosis berdasarkan pemeriksaan barium enema tergantung pada
penemuan yang tidak spesifik akibat dari masa ekstrinsik pada Caecum dan
Appendiks yang kosong dan dihubungkan dengan ketepatan yang berkisar antara
50-48 %. Pemeriksaan radiografi dari pasien suspek Appendicitis harus
dipersiapkan untuk pasien yang diagnosisnya diragukan dan tidak boleh ditunda
atau diganti, memerlukan operasi segera saat ada indikasi klinis.
Gambar 10. Gambaran CT Scan abdomen: Appendicitis perforata dengan abscess
dan kumpulan cairan di pelvis5
Gambar 11. Gambaran CT Scan abdomen: Penebalan Appendiks (panah) dengan
appendicolith5
14
Tabel 2. Perbandingan USG dan CT Scan Appendiks pada Appendicitis
USG CT Scan Appendiks
Sensitivitas 85% 90-100%
Spesifitas 92% 95-97%
Penggunaan Evaluasi pasien pada
pasien Appendicitis
Evaluasi pasien pada
pasien Appendicitis
Keuntungan Aman
Relatif murah
Dapat menyingkirkan
penyakit pelvis pada
wanita
Lebih baik pada anak-anak
Lebih akurat
Lebih baik dalam
mengidentifikasi
Appendiks normal,
phlegmon dan abscess
Kerugian Tergantung operator
Secara teknik tidak
adekuat dalam menilai gas
Nyeri
Mahal
Radiasi ionisasi
Kontras
2.8 Diagnosis Banding
Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis
banding, seperti 6,7:
15
Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih
ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltis sering ditemukan. Panas dan
leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan apendisitis akut.
Kelainan ovulasi
Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut kanan bawah
pada pertengahan siklus menstruasi.
Infeksi panggul
Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya lebih
tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus.
Kehamilan di luar kandungan
Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu. Jika
ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan pendarahan, akan timbul
nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik.
Kista ovarium terpuntir
Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa dalam rongga
pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal, atau colok rektal.
Endometriosis ovarium eksterna
Endometrium di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri di tempat
endometriosisberada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak ada
jalan keluar.
2.9 Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa appendicitis telah ditegakkan. Antibiotik
dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk membatasi aktivitas fisik sampai
pembedahan dilakukan. Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan.
Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat appendiks) dilakukan sesegera mungkin
untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum
umum atau spinal, secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan
metode terbaru yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak
dipilih oleh para ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya
dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan
bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila terdapat laparoskopi, tindakan
16
laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan
operasi atau tidak.7
2.10 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi
bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami perdindingan sehingga
berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan letak usus halus.6
Komplikasi Appendicitis juga dapat meliputi infeksi luka, perlengketan, obstruksi
usus, abses abdomen/pelvis, dan jarang sekali dapat menimbulkan kematian.4
Selain itu, terdapat komplikasi akibat tidakan operatif. Kebanyakan komplikasi yang
mengikuti apendiktomi adalah komplikasi prosedur intra-abdomen dan ditemukan di
tempat-tempat yang sesuai, seperti: infeksi luka, abses residual, sumbatan usus akut, ileus
paralitik, fistula tinja eksternal, fistula tinja internal, dan perdarahan dari mesenterium
apendiks.7
2.11 Prognosa
Kebanyakan pasien setelah operasi appendektomi sembuh spontan tanpa penyulit,
namun komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan tertunda atau telah terjadi peritonitis.
Cepat dan lambatnya penyembuhan setelah operasi usus buntu tergantung dari usia
pasien, kondisi, keadaan umum pasien, penyakit penyerta misalnya diabetes mellitus,
komplikasi dan keadaan lainya yang biasanya sembuh antara 10 sampai 28 hari.4
Alasan adanya kemungkinan ancaman jiwa dikarenakan peritonitis di dalam rongga
perut ini menyebabkan operasi usus buntu akut/emergensi perlu dilakukan secepatnya.
Kematian pasien dan komplikasi hebat jarang terjadi karena usus buntu akut. Namun hal
ini bisa terjadi bila peritonitis dibiarkan dan tidak diobati secara benar.4
17
BAB III
PENUTUP
Appendicitis adalah peradangan pada Appendiks vermicularis. Appendiks merupakan
organ tubular yang terletak pada pangkal usus besar yang berada di perut kanan bawah dan
organ ini mensekresikan IgA yang lokasi anatomisnya dapat berbeda tiap individu.
Appendicitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering ditemukan. Faktor-
faktor yang menjadi etiologi dan predisposisi terjadinya Appendicitis meliputi faktor
obstruksi, bakteriologi, dan diet. Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Appendicitis
acuta.
Gejala klinis Appendicitis meliputi nyeri perut, anorexia, mual, muntah, nyeri
berpindah, dan gejala sisa klasik berupa nyeri periumbilikal kemudian anorexia,mual,muntah
kemudian nyeri berpindah ke titik Mc Burney kemudian demam yang tidak terlalu tinggi.
Tanda klinis yang dapat dijumpai dan manuver diagnostik pada kasus Appendicitis adalah
nyeri tekan lepas titik Mcburney, Defans muskuler, Rovsing’s sign, Psoas sign, Obturator
sign, Blumberg’s sign, , Dunphy’s sign, nyeri pada pemeriksaan rectal toucher.
Pemeriksaan penunjang dalam diagnosis Appendicitis adalah pemeriksaan
laboratorium, Skor Alvarado, ultrasonografi, dan radiologi. Penatalaksanaan pasien
Appendicitis acuta meliputi; Pembedahan yang terdiri dari appendiktomy dan laparaskopi.
Antibiotik dan cairan IV pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala klinis dehidrasi
atau septikemia.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ, Appendix. In: Sabiston Texbook of Surgery. 17th
edition. Ed:Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Philadelphia:
Elsevier Saunders. 2004: 1381-93.
2. Nasution AP. Hubungan Antara Jumlah Leukosit Dengan Appendisitis Akut dan
Appendisitis Perforasi di RSU Soedarso Pontianak Tahun 2011. [serial online] mei 2013
[Diunduh 16 November 2013]. Tersedia dari:
jurnal.untan.ac.id/index.php/jfk/article/download/1782/1730.
3. Way LW. Appendix. In: Current Surgical Diagnosis & Treatment. 11 edition. Ed:Way
LW. Doherty GM. Boston: McGraw Hill. 2003:668-72
4. Dian S. Appendisitis Akut. [serial online] Agustus 2011 [Diunduh 16 November 2013].
Tersedia dari: http://fkunsri.wordpress.com/2011/08/09/appendisitis-akut/
5. Hamid A. Appendicitis Acute. [serial online] Agustus 2010 [Diunduh 16 November
2013]. Tersedia dari: http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/08/referat-
appendicitis-acute.html
6. Pieter J. Usus Halus, Appendiks, Kolon dan Anorektum. In: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
2. Ed: Sjamsuhidajat R, Jong WD. Jakarta: EGC. 2004:615-81
7. Syamsul M. Appendicitis. [serial online] Juni 2010 [Diunduh 16 November 2013].
Tersedia dari: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23502/5/Chapter%20I.pdf
8. Hardin DM. Acute Appendicitis: Review and Update. American Academy of Family
Physician News and Publication. [serial online] Oktober 2011 [Diunduh 16 November
2013]. Tersedia dari: http://www.aafp.org/afp/991101ap/2027.html
9. Ellis H, Nathanson LK. Appendix and Appendectomy. In : Maingot’s Abdominal
Operations Vol II. 10th edition. Ed: Zinner Mj, Schwartz SI, Ellis H, Ashley SW,
McFadden DW. Singapore: McGraw Hill Co. 2001: 1191-222
19