Post on 30-Nov-2015
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI
DARI ASAP CAIR SEKAM PADI GRADE 1 TERHADAP BEBERAPA
BAKTERI PENCEMAR PANGAN
Proposal Skripsi
Oleh
Farhati Mardhiyah
3325102412
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2013
i
KATA PENGANTARPuji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Robbi Semesta Alam
atas Karunia dan Rahmat-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Uji Aktivitas Antibakteri Dari Asap Cair Sekam Padi Grade 1
Terhadap Beberapa Bakteri Pencemar Pangan tepat waktu serta selawat serta
salam semoga dihaturkan kepada Nabi dan Rasul Pilihan Muhammad SAW,
keluarga beserta sahabatnya.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu baik fisik maupun material, terutama kepada:
1. Ibu Irma Ratna. K,M.Sc. Tech. selaku Dosen Pembimbing Utama
atas bimbingan, arahan, nasehat, dan motivasi.
2. Bapak Arif Rahman, M.Sc. selaku Dosen pembimbing pendamaping.
3. Ibu Dr. Yusmaniar, M.Si. selaku ketua program studi kimia, dan
pengampu mata kuliah SPS.
4. Ibu Dr. Muktiningsih selaku ketua jurusan kimia.
5. Bapak . Dr. Agung Purwanto. M.Si selaku Dosen Pembimbing
Akademik.
6. Kedua Orang tua penulis,dan
7. Teman-teman penulis yang telah memberi bantuan dan semangat.
Penulis menyusun karya ilmiah ini dengan sebaik-baiknya, namun penulis
menyadari kemungkinan adanya kekurangan atau kesalahan yang tidak
disengaja. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca akan penulis terima
dengan rasa syukur.
Jakarta, Juni 2013
Penulis,
Farhati Mardhiyah
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
DAFTAR TABEL....................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................v
BAB I......................................................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................2
C. Tujuan Penelitian......................................................................................3
D. Manfaat Penelitian....................................................................................3
BAB II.....................................................................................................................4
A. KAJIAN TEORI..........................................................................................4
1.Tinjauan Umum Tentang Asap Cair.......................................................4
2.Tinjauan Umum Tentang Beberapa Bakteri Pencemar Makanan.......13
a. Escherichia coli................................................................................13
b. Staphylococcus aureus....................................................................14
c. Vibrio cholerae.................................................................................15
d. Bacillus cereus.................................................................................16
3.Mekanisme Kerja Bahan Antibakteri dalam Membunuh Bakteri..........17
B. KERANGKA BERPIKIR..........................................................................19
C. HIPOTESIS PENELITIAN.......................................................................20
BAB III..................................................................................................................21
A. Tujuan Operasional.................................................................................21
B. Jenis Penelitian.......................................................................................21
C. Waktu dan Tempat Penelitian.................................................................21
D. Alat dan Bahan Penelitian......................................................................21
E. Cara Kerja...............................................................................................22
1. Uji aktivitas antibakteri........................................................................22
2. Pembuatan konsentrasi larutan..........................................................24
3. Pelaksanaan Uji Aktivitas Antibakteri.................................................25
iii
F. Analisis Data...........................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................27
iv
DAFTAR TABEL Tabel 1. Perbedaan kualitas asap cair dari pembakaran batu bata.....................11
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Alat pirolisis asap cair sekam padi kelompok masyarakat “Abadi” Desa Situ Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor, Jawa Barat................................................4
Gambar 2. Struktur ikatan kimia lignin dari asap cair grade 1...................5Tabel 1. Perbedaan kualitas asap cair dari pembakaran batu bata...........9Gambar 3. Pertumbuhan Escherichia coli pada medium Nutrien Agar
dengan metode gores empat kwadran.................................12Gambar 4. Pertumbuhan Staphylococcus aureus pada medium Nutrien
Agar dengan metode gores empat kwadran.........................13Gambar 5. Pertumbuhan Vibrio cholerae pada medium TCBS dengan
metode gores empat kwadran..............................................14Gambar 6. Pertumbuhan Bacillus cereus pada medium Nutrien Agar
dengan metode gores empat kwadran.................................15Gambar 7. Kerangka berpikir...................................................................17
1
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar BelakangAsap cair merupakan dispersi asap kayu dalam air yang dibuat dengan
mengkondensasikan asap cair hasil pirolisis kayu pada suhu air 250C (Darmadji,
1999). Sedangkan menurut Girard (1992), asap cair diartikan sebagai suatu
suspensi partikel-partikel padat dan cair dalam medium gas.
Asap cair telah banyak dimanfaatkan dan diproduksi secara komersial
untuk diperdagangkan. Pemanfaatan asap cair dibedakan berdasarkan
kualitasnya. Grade 1 (satu) dengan karakteristik berwarna bening, rasa sedikit
asam, kualitasnya tinggi dan tidak mengandung senyawa yang berbahaya untuk
diaplikasikan dalam produk makanan sehingga dapat dijadikan sebagai
pengawet makanan seperti tahu dan bakso (Oramahi, 2009). Asap cair Grade 2
(dua) digunakan sebagai pengawet makanan pada makanan dengan rasa asap
seperti daging asap dan bandeng asap/ikan asap. Sedangkan Grade 3 (tiga)
tidak digunakan sebagai bahan pengawet pangan, tetapi digunakan pada
pengolahan karet penghilang bau dan pengawet kayu (Astuti, 2000). Menurut
Amritama (2007), pengawetan bahan pangan mentah dengan asap cair dapat
memperpanjang masa kesegaran buah-buahan.
Pangan sangat rentan kontaminan oleh mikroba berbahaya. Kontaminan
makanan menyebabkan penyakit yang bervariasi seperti diare akibat infeksi
Escherichia coli; Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus menyebabkan
keracunan makanan (Irianto, 2007); dan Vibrio cholerae menyebabkan kolera El
Tor (Supardi dan Sukamto, 1999). Mengingat bahaya dan tingginya tingkat
kontaminasi makanan oleh bakteri pencemar pangan menyebabkan perlunya
pemanfaatan senyawa bioaktif yang lebih efektif dan aman. Salah satu sumber
yang perlu dipertimbangkan adalah asap cair sekam padi grade 1.
Asap cair sudah digunakan di Amerika Serikat untuk pengolahan
pengawetan daging. Sedangkan di Sidoarjo asap cair digunakan untuk bandeng
asap (Tranggono, 1996). Berdasarkan penelitian Tranggono dan Darmadji
(1996), asap cair dari tempurung kelapa memiliki kemampuan untuk
mengawetkan bahan makanan, karena adanya kandungan senyawa fenolat,
asam dan karbonil.
2
Kualitas asap cair yang dihasilkan tergantung dari bahan dasar kayu yang
dipirolisis. Bahan dasar yang telah banyak digunakan untuk produksi asap cair
antara lain limbah kayu, tempurung kelapa, bongkol kelapa sawit, dan ampas
hasil penggergajian kayu (Amritama, 2007). Bahan dasar lain yang bisa
diperoleh dari limbah-limbah pertanian misalnya sekam padi, batang padi, batang
jagung, dan batang tembakau. Salah satu limbah pertanian yang banyak
ditemukan di Jawa Barat adalah sekam padi.
Di Propinsi Jawa Barat, limbah pertanian seperti sekam padi belum
banyak dimanfaatkan. Asap cair dari pembakaran sekam padi mempunyai
kandungan yang relatif sama dengan asap cair yang selama ini beredar di
pasaran seperti asap cair hasil pirolisis tempurung kelapa dan cangkang kelapa
sawit yang diaplikasikan sebagai pestisida organik, pengawet organik, dan obat
ternak. Akan tetapi, hasil yang ditunjukkan belum optimal karena belum diketahui
seberapa besar aktivitas antimikroba dalam pemanfaatannya (Ihwan, 2008).
Berdasarkan pemikiran tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
aktivitas antibakteri dari asap cair pembakaran sekam padi grade 1 sebagai
antibakteri dalam kemampuannya menghambat pertumbuhan bakteri pencemar
pangan yaitu E. coli, S. aureus, B. cereus dan V. cholerae, sehingga dapat
diketahui kemampuan antibakteri dari asap cair sekam padi grade 1 tersebut.
B. Rumusan MasalahMasalah dalam penelitian ini adalah bagaimana kemampuan antibakteri
dari asap cair sekam padi grade 1 pada berbagai konsentrasi terhadap bakteri
pencemar pangan yaitu Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Bacillus cereus
dan Vibrio cholerae?
C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan kemampuan
antibakteri dari asap cair sekam padi grade 1 pada berbagai konsentrasi
terhadap bakteri pencemar pangan yaitu Escherichia coli, Staphylococcus
aureus, Bacillus cereus dan Vibrio cholerae.
D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Diperoleh data ilmiah mengenai kemampuan asap cair sekam padi grade 1
sebagai antibakteri terhadap beberapa bakteri pencemar pangan yaitu
Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Bacillus cereus dan Vibrio cholerae.
3
2. Sebagai data awal untuk penelitian selanjutnya dalam melakukan eksplorasi
potensi asap cair sekam grade 1 padi yang dapat diaplikasikan sebagai
pengawet makanan.
4
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. KAJIAN TEORI1. Tinjauan Umum Tentang Asap Cair Asap cair merupakan suatu hasil destilasi atau pengembunan dari uap
hasil pembakaran tidak langsung maupun langsung dari bahan-bahan yang
banyak mengandung karbon serta senyawa-senyawa lain (Amritama, 2007).
Asap cair merupakan suatu campuran larutan dari dispersi koloid asap kayu
dalam air, yang dibuat dengan mengkondensasikan asap dari hasil pembakaran
kayu tersebut (Oramahi, 2007). Sedangkan menurut Kamus Webster’s
mendifinisikan asap hasil dari pembakaran sebagai suspensi dari partikel padat
dan cair dalam medium gas.
Salah satu cara untuk membuat asap cair adalah dengan
mengkondensasikan asap hasil pembakaran tidak sempurna dari kayu. Selama
pembakaran, komponen kayu seperti hemiselulosa, selulosa, dan lignin akan
mengalami pirolisis yang menghasilkan tiga kelompok senyawa yaitu senyawa
mudah menguap yang dapat dikondensasikan, gas-gas yang tidak dapat
dikondensasikan dan zat padat berupa arang (Maga, 1987).
Pirolisis adalah proses penguraian yang tidak teratur dari bahan-bahan
organik atau senyawa kompleks menjadi zat dalam tiga bentuk yaitu padatan,
cairan, dan gas yang disebabkan oleh adanya pemanasan tanpa berhubungan
dengan udara luar pada suhu yang cukup tinggi (Sulaiman, 2004). Alat produksi
dari asap cair sekam padi grade 1 dapat dilihat pada gambar 2.1.
5
Gambar 1. Alat pirolisis asap cair sekam padi kelompok masyarakat “Abadi” Desa Situ Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
a. Kandungan Asap air1. Senyawa fenol
Senyawa fenol diduga berperan sebagai antioksidan sehingga dapat
memperpanjang masa simpan produk asapan. Kandungan senyawa fenol dalam
asap sangat tergantung dari jumlah komponen lignin pada pirolisis kayu. Lignin
merupakan makromolekul dalam kayu yang strukturnya sangat berbeda jika
dibandingkan dengan polisakarida karena terdiri atas sistem aromatik yang
tersusun atas unit-unit fenilpropana (gambar 2.2).
6
Gambar 2. Struktur ikatan kimia lignin dari asap cair grade 1
Menurut Girard (1992), kuantitas fenol pada kayu sangat bervariasi yaitu
antara 10-200 mg/kg. Beberapa jenis fenol yang biasanya terdapat dalam produk
asapan adalah guaiakol dan siringol.
Senyawa fenol yang terdapat pada kayu umumnya hidrokarbon aromatik
yang tersusun dari cincin benzena dengan sejumlah hidroksil yang terikat.
Senyawa-senyawa fenol juga dapat mengikat gugus-gugus lain seperti aldehid,
keton, asam, dan ester (Maga, 1987).
2. Senyawa karbonil
Senyawa karbonil dalam asap memiliki peranan pada pewarnaan dan cita
rasa produk asapan. Golongan senyawa ini mempunyai aroma seperti aroma
karamel yang unik. Jenis senyawa karbonil yang terdapat dalam asap cair antara
lain vanilin dan siringaldehida.
3. Senyawa asam
7
Senyawa asam mempunyai peranan sebagai antibakteri dan membentuk
cita rasa produk asapan baik rasa, aroma dan daya simpan produk. Senyawa
asam ini antara lain asam asetat, propionat, butirat dan valerat.
4. Senyawa hidrokarbon pirosiklik aromatis
Menurut Girard (1992), senyawa Hidrokarbon Pirosiklik Aromatis (HPA)
dapat terbentuk pada pirolisis kayu. Senyawa hidrokarbon pirosiklik aromatis
seperti benzene(a)pyrene merupakan senyawa yang memiliki pengaruh buruk
karena bersifat karsinogen. Pembentukan berbagai senyawa HPA selama
pembuatan asap tergantung beberapa hal, seperti temperatur pirolisis, waktu dan
kelembaban udara pada proses pembuatan asap serta kandungan udara dalam
kayu. Dikatakan juga bahwa proses yang menyebabkan terpisahnya partikel-
partikel besar dari asap akan menurunkan kadar benze(a)pyrene. Proses
tersebut antara lain adalah pengendapan dan penyaringan.
b. Pemurnian Asap cair
Asap cair yang diperoleh dari tahap pirolisis atau grade 3 masih terdapat
kandungan tar dan benzene(a)pyrene tinggi sehingga tidak aman diaplikasikan
dalam pengasapan dan pengawet makanan (Pszczola, 2002). Oleh karena itu,
dilakukan proses lebih lanjut untuk meningkatkan potensi asap cair dari grade 3
menjadi grade 2 dan 1 yang aman diaplikasikan pada makanan.
Beberapa tahapan yang dilakukan dalam pemurnian asap cair adalah
destilasi, selanjutnya dilakukan penyaringan dengan karbon aktif dan zeolit
(Demarco,1998). Penyaringan dengan zeolit aktif bertujuan untuk mendapatkan
asap cair yang benar-benar bebas dari zat berbahaya seperti benze(a)pyrene.
Sedangkan filtrasi dengan karbon aktif bertujuan untuk mendapatkan filtrat asap
cair dengan bau asap yang ringan dan tidak menyengat. Asap cair grade 1 yang
diperoleh setelah penyaringan ini berwarna bening, rasa sedikit asam, beraroma
netral, kualitasnya tinggi dan tidak mengandung senyawa yang berbahaya untuk
diaplikasikan dalam produk makanan (Oramahi, 2009). Pemurnian asap cair
dilakukan dengan cara destilasi ulang pada asap cair grade 3. Destilasi satu
tingkat/satu kali akan menghasilkan grade 2. Asap cair yang keluar dari mesin
pirolisis masih memiliki kandungan tar yang sangat pekat. Oleh karena itu, cara
8
yang mudah untuk memisahkannya adalah dengan teknik settling/pengendapan
beberapa hari sampai diperoleh asap cair yang bening (Mashuri, 2008).
Menurut Demarco (1998), menyatakan bahwa beberapa tahapan
penyaringan asap cair sebagai berikut:
1. Proses pemurnian asap cair
Pemurnian asap cair bertujuan untuk meminimalisir jumlah tar pada asap
cair. Proses tersebut dapat dilakukan dengan proses destilasi. Destilasi
merupakan proses pemisahan komponen dalam campuran berdasarkan
perbedaan titik didihnya, atau pemisahan campuran berbentuk cairan atas
komponennya dengan proses penguapan dan pengembunan sehingga diperoleh
destilat dengan komponen-komponen yang hampir murni (Astuti, 2000).
Dalam pembuatan asap cair, destilasi bertujuan untuk memisahkan tar
yang bersifat karsinogenik. Suhu yang dibutuhkan pada destilasi tidak setinggi
pada pirolisis. Suhu sekitar 150oC – 200oC sudah cukup untuk menghasilkan
asap cair yang bagus. Destilasi sederhana dilakukan secara bertahap, sejumlah
campuran dimasukkan ke dalam sebuah reaktor destilasi, dipanaskan bertahap
dan dipertahankan selalu berada dalam tahap pendidihan kemudian uap yang
terbentuk dikondensasikan dan ditampung dalam derigen plastik. Produk destilat
yang pertama kali tertampung mempunyai kadar komponen yang lebih ringan
dibandingkan destilat yang lain. Komponen-komponen dominan yang
mendukung sifat-sifat fungsional dari asap cair adalah senyawa fenolat, karbonil
dan asam. Tetapi asap cair yang baru keluar dari destilasi masih belum langsung
dapat digunakan sebagai pengawet makanan. Karena masih ada proses yang
harus dilalui.
2. Filtrasi dengan zeolit aktif
Filtrasi destilat dengan zeolit aktif bertujuan untuk mendapatkan asap cair
yang benar-benar bebas dari zat berbahaya seperti benze(a)pyrene. Dilakukan
dengan mengalirkan asap cair destilat kedalam kolom zeolit aktif sehingga
diperoleh filtrat asap cair yang benar-benar aman dari zat berbahaya seperti
benze(a)pyrene.
3. Filtrasi dengan karbon aktif
9
Filtrasi dengan karbon aktif bertujuan untuk mendapatkan filtrat asap cair
dengan bau asap yang ringan dan tidak menyengat. Dilakukan dengan
mengalirkan filtrat hasil filtrasi zeolit aktif kedalam kolom yang berisi karbon aktif
sehingga diperoleh asap cair dengan bau yang ringan dan tidak menyengat dan
dapat di aplikasikan asap cair yang diperoleh sebagai pengawet makanan.
c. Keuntungan dan Sifat Fungsional Asap Cair
Asap cair mempunyai beberapa keuntungan. Adapun keuntungan asap cair
sebagai berikut :
a. Keamanan Produk Asapan
Penggunaan asap cair yang diproses dengan baik dapat mengeliminasi
komponen asap berbahaya yang berupa hidrokarbon polisiklis aromatis.
Komponen ini tidak diharapkan karena beberapa di antaranya terbukti bersifat
karsinogen pada dosis tinggi. Melalui pembakaran terkontrol, dan teknik
pengolahan yang semakin baik, tar dan fraksi minyak berat dapat dipisahkan
sehingga produk asapan yang dihasilkan mendekati bebas HPA (Pszczola,
1995).
b. Aktivitas Antioksidan
Adanya senyawa fenol dalam asap cair memberikan sifat antioksidan
terhadap fraksi minyak dalam produk asapan. Senyawa fenolat ini berperan
sebagai donor hidrogen dan efektif dalam jumlah yang sangat kecil untuk
menghambat autooksidasi lemak (Vaughn dan Gardner, 1993).
c. Aktivitas Antibakterial
Peran bakteriostatik dari asap cair semula hanya disebabkan karena
adanya formaldehid saja tetapi aktivitas dari senyawa ini saja tidak cukup
sebagai penyebab semua efek yang diamati. Kombinasi antara komponen
fungsional fenol dan asam-asam organik yang bekerja secara sinergis dapat
mencegah dan mengontrol pertumbuhan mikrobia (Pszczola,1995).
d. Potensi Pembentukan Warna Coklat
10
Menurut Ruiter (1979), karbonil mempunyai efek terbesar pada terjadinya
pembentukan warna coklat pada produk asapan. Jenis komponen karbonil yang
paling berperan adalah aldehid glioksal dan metal glioksal sedangkan
formaldehid dan hidroksiasetol memberikan peranan yang rendah. Fenol juga
memberikan kontribusi pada pembentukan warna coklat pada produk yang
diasap meskipun intensitasnya tidak sebesar karbonil.
e. Kemudahan dan Variasi Penggunaan
Asap cair bisa digunakan dalam bentuk cairan, dalam fasa pelarut minyak
dan bentuk serbuk sehingga memungkinkan penggunaan asap cair yang lebih
luas dan mudah untuk berbagai produk (Pszczola,1995).
Asap cair tempurung kelapa sawit telah diaplikasikan dalam industri
pengolahan karet alam, bermanfaat dalam mencegah pertumbuhan bakteri
dalam pengolahan karet sehingga tidak terjadi bau busuk. Selain itu, asap cair
cangkang kelapa sawit dimanfaatkan utuk mengurangi bau busuk limbah industri
atau sampah lainnya. Produk asap cair cangkang kelapa sawit ini bisa juga
digunakan sebagai pengawet makanan, pupuk organik, pestisida, fungisida,
herbisida, dan obat-obatan (Oudejans, 1991).
d. Asap Cair Hasil Pirolisis Sekam Padi Grade 1
1. Komponen asap cair sekam padi grade 1
Berdasarkan penelitian Ihwan (2008), kandungan asap cair dari proses
pembakaran batu bata menunjukkan kandungan yang sama dengan kandungan
asap cair yang selama ini beredar dipasaran. Asap cair yang diperoleh
mengandung fenol 0,18 %, asam 0,87 %, karbonil 5,19%, benzo(a)pirena 16,24
ppm dan kadar air 92,18 %. Berat jenis 1,0134 g/ml dan pH 6,00. Asap cair
sekam padi tersebut juga dimurnikan dengan destilasi sehingga didapatkan
kandungan fenol 0,10 %, asam 0,33 %, karbonil 19,45 %, benzo(a)pirena 3,15
ppm dan kadar air 80,06 % dengan berat jenis 1,01 g/ml dan pH 4,94.
Kualitas asap cair yang dihasilkan dari pembakaran batu-bata ditunjukkan
dalam table 1.
Tabel 1. Perbedaan kualitas asap cair dari pembakaran batu bata
11
Sumber : Laboratorium LPPT UGM tahun 2007 dalam Ihwan, 2008.
2. Potensi asap cair sekam padi grade 1 sebagai antimikroba
Asap cair sekam padi hasil pembakaran batu-bata berpotensi menjadi
pestisida organik, pengawet organik dan obat ternak. Penelitian Ihwan (2008),
menunjukkan bahwa hasil uji asap cair sekam padi sebagai pestisida organik
pada cabe dan tomat memperlihatkan hasil yang sama dengan hasil
penggunaan pestisida kimia di desa Pringgajurang dengan jenis hama penyakit
yang sama. Hasil uji asap cair sebagai pengawet organik dilakukan pada tomat
yang menunjukkan ada peningkatan daya simpan tomat antara yang
menggunakan asap cair dengan yang tidak, yaitu dari 5 hari menjadi 7 hari.
Sedangkan pengujian asap cair sebagai obat ternak telah dilakukan pada sapi
yang menunjukkan penyakit sapi dapat sembuh dalam waktu 1 sampai 2 minggu
dengan dioleskan asap cair.
2. Tinjauan Umum Tentang Beberapa Bakteri Pencemar Makanan Manusia memiliki flora normal yang melimpah dalam tubuhnya yang
biasanya tidak menyebabkan penyakit, tetapi mencapai keseimbangan yang
12
menjamin bakteri dan inang untuk tetap bertahan, tumbuh dan berpropagasi.
Beberapa bakteri penting yang dapat menyebabkan penyakit biasanya tumbuh
bersama dengan flora normal. Suatu bagian tubuh, dimana bakteri menempel
atau melekat pada sel inang biasanya adalah epitel. Pada bagian yang tepat
untuk menginfeksi, bakteri akan memperbanyak diri dan menyebar melalui
jaringan atau aliran darah (Jawetz dkk, 2001).
Virulensi atau derajat patogenitas yang dinyatakan dengan jumlah
mikroorganisme yang mampu menimbulkan kematian dan inangnya dipengaruhi
oleh daya invasi dan toksigenitas bakteri. Reaksi yang dihasilkan akan merespon
kerja sistem kekebalan tubuh baik yang bersifat nonspesifik maupun kekebalan
spesifik. Bila daya tahan tubuh inang menurun, organisme yang dalam keadaan
biasa tidak pathogen dapat menimbulkan penyakit. Keadaan demikian
dinamakan oportunis (Lucky dkk, 1994). Beberapa bakteri yang menjadi objek
penelitian dapat menimbulkan penyakit pada manusia sebagai inangnya. Bakteri
tersebut diantaranya :
a. Escherichia coli Escherichia coli berbentuk batang pendek (cocobasil), Gram negatif,
ukuran sel E.coli memiliki panjang sekitar 0,4 sampai 0,7 m dan lebar 1,4 m,
beberapa strain mempunyai kapsul, motil, anaerob fakultatif (Lucky, dkk, 1993).
E.coli tumbuh pada suhu antara 10oC sampai 40oC, dengan suhu optimum 37oC.
pH optimum untuk pertumbuhannya adalah 7,0 sampai 7,5; pH minimum pada
4,0 dan maksimum pada pH 9,0 (Supardi dan Sukamto, 1999).
E.coli patogen menimbulkan gastroenteritis akut yang terutama menyerang
anak-anak di bawah dua tahun dan infeksi di luar saluran pencernaan yaitu
infeksi saluran kemih, usus buntu, peritonitis, radang empedu, dan infeksi pada
luka bakar (Supardi dan Sukamto, 1999).
13
Gambar 3. Pertumbuhan Escherichia coli pada medium Nutrien Agar dengan metode gores empat kwadran (Sumber: http:// ASM MicrobeLibrary.org).
b. Staphylococcus aureusStaphylococcus aureus bersifat gram positif, umumnya membentuk pigmen
kuning keemasan, memproduksi koagulase, dapat memfermentasi glukosa dan
mannitol dengan memproduksi asam dalam keadaan anaerob, tetapi tumbuh
baik pada kondisi aerob. Selnya berbentuk bulat atau kokus, diameternya
berukuran 0,5 sampai 1,5 m, tidak menghasilkan spora, dan biasanya sel-
selnya terdapat dalam kelompok seperti buah anggur atau membentuk tetrad.
Suhu optimum untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 35oC sampai
37oC, dengan suhu minimum 6,7oC dan suhu maksimum 45,5oC. Bakteri ini dapat
tumbuh pada pH 4,0 sampai 9,8 dengan pH optimum sekitar 7,0 sampai 7,5
(Supardi dan Sukamto, 1999).
Staphylococcus aureus berwarna kuning emas, mampu menghasilkan
enterotoksin yang tahan panas. Bakteri ini biasanya terdapat di berbagai bagian
tubuh manusia, termasuk hidung, tenggorokan dan kulit. Oleh karena itu, mudah
memasuki makanan akibat adanya kontak langsung antara organ-organ tersebut
dengan makanan. Makanan-makanan yang sering menjadi sasaran
pertumbuhannya adalah yang mengandung protein tinggi, misalnya sosis, telur
dan lain sebagainya (Fardiaz, 1993).
14
Gambar 4. Pertumbuhan Staphylococcus aureus pada medium Nutrien Agar dengan metode gores empat kwadran (Sumber: http:// ASM MicrobeLibrary.org)
c. Vibrio choleraeVibrio cholerae bersifat gram negatif, bergerak dengan flagel monotrikus,
tidak membentuk spora, berukuran panjang 1-3µm, dan lebar 0,4-0,6 µm, Bentuk
batang yang melengkung seperti koma, tersusun dalam kelompok berbentuk
huruf S atau spiral atau tunggal, anaerobik fakultatif, dan tumbuh pada pH
optimum 7,8 - 8,0 (Supardi dan Sukamto, 1999).
Vibrio cholerae hidup di air laut dan menetap 0,5-1,5 bulan di dalam
saluran pencernaan hewan laut seperti kerang, kepiting, dan ranjungan. Vibrio
cholerae El Tor dapat hidup di dalam air tawar sampai 19 hari, sedangkan biotipe
klasikal hidup selama 7 hari. Di dalam makanan hasil laut yang masih mentah,
Vibrio dapat hidup 2-4 hari selama 4-9 hari pada suhu 5 - 10°C. Di dalam air laut,
biotipe El Tor hidup selama 10-13 hari pada suhu 30 - 32°C, atau 58-60 hari
pada suhu 5-10°C (Fardias, 1993).
15
Gambar 5. Pertumbuhan Vibrio cholerae pada medium TCBS dengan metode gores empat kwadran (Sumber: http:// ASM MicrobeLibrary.org)
d. Bacillus cereusBacillus cereus adalah bakteri gram positif berbentuk batang, aerob dan
membentuk rantai. Bakteri ini bersifat saprofit yang lazim terdapat di tanah, air,
udara dan tumbuh-tumbuhan (Jawetz dkk, 2001).
Bakteri ini memiliki endospora yang berbentuk oval atau silinder dan
besarnya tidak melebihi sel induknya. Bakteri ini menyebabkan keracunan
makanan karena terbentuknya endospora. Sporulasi terjadi karena makanan
yang telah dimasak dihangatkan kembali sehingga terbentuk toksin yang dapat
mengganggu kesehatan manusia. Bakteri ini juga dapat menyebabkan
pneumonia (Pelczar dan Chan, 1986).
16
Gambar 6. Pertumbuhan Bacillus cereus pada medium Nutrien Agar dengan metode gores empat kwadran (Sumber: http:// ASM MicrobeLibrary.org)
3. Mekanisme Kerja Bahan Antibakteri dalam Membunuh BakteriMenurut Muslimin (1996), mekanisme daya kerja bahan antibakteri
terhadap sel dapat dibedakan atas beberapa kelompok yaitu merusak dinding
sel, mengganggu permeabilitas sel, merusak molekul protein dan asam nukleat,
menghambat aktivitas enzim, dan menghambat sintesa asam nukleat.
a. Daya kerja antibakteri dengan merusak dinding sel
Dinding sel bakteri gram positif dan gram negatif dapat dirusak oleh enzim
lisozom yang terdapat di dalam air mata, leukosit, sekresi mukosa dan putih telur.
Enzim yang diproduksi oleh beberapa spesies bakteri dapat merusak struktur
dinding sel spesies lainnya. Kerusakan dinding sel biasanya diikuti dengan lisis
sel.
Beberapa senyawa dapat menghambat sintesa komponen-komponen
penyusun dinding sel pada kultur bakteri yang sedang tumbuh, sehingga
membentuk suatu struktur tanpa dinding sel yang disebut protoplas. Protoplas
sangat mudah mengalami lisis, kecuali jika ditempatkan pada kondisi tertentu.
Salah satu contoh senyawa yang menghambat sintesa dinding sel adalah
penicillin (Jawet dan Adelberg, 2001).
b. Daya kerja bahan antibakteri melalui gangguan permeabilitas sel
Semua sel hidup mempunyai membran semipermeabel yang mengatur
lewatnya substansi ke dalam dan keluar sel. Kerusakan pada membran ini
memungkinkan ion anorganik yang penting, nukleotida, koenzim, dan asam
amino merembes keluar sel. Kerusakan tersebut mengakibatkan pertumbuhan
sel terhambat atau menyebabkan kematian sel (Volk dan Wheeler, 1990).
Senyawa-senyawa yang mengganggu sifat permeabilitas sel misalnya
komponen fenol, deterjen sintetik, sabun dan komponen amonium quaterner.
Senyawa-senyawa tersebut merusak permeabilitas selektif dari membran
sehingga menyebabkan kebocoran (Megawati, 2002).
c. Daya kerja antibakteri melalui hambatan sintesa protein
17
Protein merupakan penyusun utama struktur sel. Semua reaksi
metabolisme dikatalisis oleh enzim yang terbuat dari protein. Reaksi metabolisme
ini merupakan reaksi biosintesis zat-zat penting dan reaksi penting lainnya yang
menghasilkan energi (Volk dan Wheeler, 1990). Suhu tinggi dan konsentrasi
yang tinggi dari suatu senyawa antibakteri dapat menyebabkan koagulasi dan
denaturasi terhadap protein dan asam nukleat.
d. Daya kerja antibakteri melalui hambatan aktivitas enzim
Berbagai enzim yang terdapat dalam sel dapat dihambat oleh senyawa-
senyawa antibakteri yang bertindak sebagai inhibitor. Senyawa-senyawa yang
potensial terutama adalah yang menghambat aktivitas enzim-enzim dalam
proses glikolisis, daur krebs dan sistem sitokroma. Sebagai contoh sianida
menghambat sitokhrom oksidase, fluorida menghambat glikolisis, komponen
arsenik menghambat daur krebs dan dinitrofenol menghambat fosforilasi
oksidatif.
e. Daya kerja antibakteri melalui hambatan sintesa asam nukleat.
Beberapa senyawa kimia sintetik dan alami merupakan inhibitor dalam
sintesa RNA dan DNA. Senyawa-senyawa yang menghambat sintesa asam
nukleat dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu senyawa-senyawa yang
menghambat pembentukan komponen penyusun asam nukleat, yaitu purin dan
pirimidin; dan senyawa yang menghambat polimerisasi nukleotida menjadi asam
nukleat. DNA dan RNA merupakan komponen penting dalam sintesa asam
nukleat karena dapat menghambat pertumbuhan sel atau menyebabkan
kematian sel.
B. KERANGKA BERPIKIRPada asap cair sekam padi grade 1 terdapat kandungan senyawa fenol,
asam, karbonil, dan benze(a)pyrene. Senyawa-senyawa tersebut dapat
menghambat pertumbuhan bakteri uji ini karena rusaknya membran sel bakteri.
Rusaknya membran sel bakteri ini akan mencegah metabolisme dari bakteri
sehingga pertumbuhan bakteri akan terhambat.
Asap cair sekam padi grade 1 Fenol, asam, karbonil, dan benze(a)pyrene
Merusak membran sel
mengandung
18
Gambar 7. Kerangka berpikir
C. HIPOTESIS PENELITIANTerdapat perbedaan rerata zona hambat dari asap cair sekam padi grade
1 dengan berbagai konsentrasi yang berbeda terhadap bakteri pencemar pangan
yaitu Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Bacillus cereus dan Vibrio
cholerae.
BAB IIIMETODE PENELITIAN
19
A. Tujuan OperasionalTujuan operasional dari penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas
antibakteri dari asap cair sekam padi grade 1dengan berbagai konsentrasi
terhadap bakteri Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Bacillus cereus dan
Vibrio cholera.
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, yaitu uji in vitro
kemampuan antibakteri dari asap cair hasil pirolisis sekam padi grade 1 terhadap
beberapa bakteri pencemar pangan yaitu Escherichia coli, Staphylococcus
aureus, Bacillus cereus dan Vibrio cholerae.
C. Waktu dan Tempat PenelitianPenelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 – Februari 2014,
bertempat di di Laboratorium Kimia dan Mikrobiologi, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Jakarta.
D. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat penelitian Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah petri disk
(pyrex), tabung reaksi (pyrex) 20 mL, erlenmeyer (pyrex) 250 mL, 500 mL, dan
1000 mL, gelas ukur (pyrex), bunsen (pyrex), neraca analitik (Tipe AB104 merek
Mettler Toledo), autoclave, Laminar Air Flow (ESCO Class II type A2), hot plate
(Thermolyne merek Cimarec 2), incubator (merek Sanyo dan Memmert), pipet
ukur, kulkas, kapas, ose, yellow tip, mikropipet, korek, pipet, Mc Farland 0,5,
beaker glass (pyrex), alat pembuat sumuran, rak tabung reaksi, magnetic stirrer,
kertas label, gunting, aluminium foil, tisu gulung, dan kertas pembungkus.
2. Bahan dan media penelitian Bahan utama yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah asap cair
hasil pirolisis sekam padi grade 1 masa simpan 3 (tiga) bulan, yang diperoleh
dari kelompok masyarakat “abadi” sentra kerajinan batu bata. Bakteri uji yang
digunakan dalam penelitian ini adalah bakteri klinis dari Laboratorium
Mikrobiologi yang terdiri dari dua bakteri gram positif (Stapylococcus aureus dan
Bacilus cereus yang diisolasi dari spesimen urin) dan dua bakteri gram negatif
(Escherchia coli dan Vibrio cholerae yang diisolasi dari spesimen urin). Bakteri
20
tersebut disimpan dalam medium cair BLH-gliserol 10% pada refigrator
bertemperatur -800C selama 3 bulan.
Media yang digunakan adalah medium Nutrien Broth (NB) untuk
meremajakan bakteri uji Escherichia coli, Stapylococcus aureus, dan Bacillus
cereus. Sedangkan medium Cholera Medium TCBS untuk remajakan isolat
Vibrio cholerae. Medium Muller Hinton Agar (MHA) untuk menguji potensi
antibakteri asap cair sekam padi grade 1 (Lampiran 4). Selain itu, digunakan juga
aquades, alkohol 70%, antibiotik (Tetrasiklin, Cloramfenikol, dan Streptomisin),
dan zat warna untuk pewarnaan gram (kristal ungu, iodin/lugol, alkohol, dan
safranin)
E. Cara Kerja
1. Uji aktivitas antibakteria. Persiapan alat dan bahan ujiPeralatan seperti cawan petri, tabung reaksi, erlenmeyer disterilisasi pada
suhu 1210C dan tekanan 2 atm selama 30 menit. Sedangkan medium yang
digunakan akan disterilisasi bersamaan dengan peralatan setiap pembuatan
media.
b. Pembuatan media 1. Pembuatan medium untuk peremajaan bakteri uji
Medium yang digunakan untuk peremajaan isolat Escherichia coli,
Bacillus cereus dan Staphylococcus aureus adalah medium Nutrient Broth (NB)
sedang isolat Vibrio cholerae adalah Cholera Medium TCBS (Alphaprint, 1990).
Sebanyak 2,8 gr medium dilarutkan dalam 100 mL aquades steril, kemudian
dipanaskan di atas hot plate. Larutan media kemudian di sterilisasi dalam autokaf
pada suhu 121oC dan tekanan 2 atm selama 30 menit.
2. Pembuatan media untuk pengujian aktivitas antibakteriMedium yang digunakan untuk pelaksanaan uji antibakteri adalah
medium MHA (Muller Hinton Agar). Sebanyak 3,4 gram MHA oxoid dilarutkan
dalam 100 mL aquades steril, kemudian dipanaskan di atas hot plate (Alphaprint,
1990). Larutan medium kemudian di sterilisasi dalam autokaf pada suhu 121oC
dan tekanan 2 atm selama 30 menit. Medium yang telah steril didinginkan
selanjutnya dituang dalam cawan petri steril yang berdiameter 9 cm sebanyak 20
mL.
21
3. Uji penegasan kemurnian isolat bakteri uji Uji ini bertujuan untuk menegaskan bahwa bakteri uji yang digunakan
telah murni. Isolat bakteri uji yang di peroleh diamati morfologi koloni dan
morfologi selnya.
a. Pengamatan morfologi koloni
Pengamatan morfologi koloni meliputi bentuk, elevasi, tepi, dan warna
dilakukan dengan terlebih dahulu menumbuhkan isolat bakteri pada medium NA
(Nutrient Agar) dan di inkubasi selama 24 jam (Benson, 2001).
b. Pengamatan morfologi sel
Pengamatan morfologi sel dilakukan dengan pengecatan Gram.
Pengecatan Gram dilakukan untuk membedakan bakteri yang bersifat Gram
positif atau Gram negatif, bentuk sel, dan susunan sel. Langkah-langkah
dalam pengecatan Gram yaitu sebanyak 1 ose koloni bakteri diambil secara
aseptik dan diletakkan pada gelas benda yang telah dibersihkan dengan alkohol
kemudian dikering anginkan di atas nyala lampu spiritus. Larutan cat crystal
violet kemudian dibubuhkan sebanyak 2-3 tetes dan didiamkan selama 20 detik.
Selanjutnya dicuci dengan air mengalir dan dikering anginkan selama 2 detik.
Setelah kering kemudian ditetesi dengan larutan iodin dan dibiarkan selama 1
menit. Setelah dicuci dengan air mengalir dan dikering anginkan, selanjutnya
dicuci dengan alkohol selama 10-20 detik kemudian dicuci kembali dengan air
mengalir dan dikering anginkan selama 2 detik. Preparat kemudian di tetesi
larutan cat safranin selama 20 detik, kemudian dicuci kembali dengan air
mengalir dan dikering anginkan selama 2 detik. Preparat diamati dengan
mikroskop setelah ditetesi minyak imersi. Bakteri Gram positif berwarna violet
dan Gram negatif berwarna merah (Benson, 2001).
4. Peremajaan biakan bakteri uji Peremajaan ini bertujuan untuk memperoleh biakan bakteri uji yang
masih aktif dalam pertumbuhan dan metabolismenya. Bakteri uji dari persediaan
induk (stok) diambil sebanyak satu ose, dimasukkan ke dalam tabung reaksi
yang berisi medium Nutrien Broth (NB) dan diinkubasi pada suhu 370C selama
24 jam.
5.Penentuan jumlah bakteri uji
22
Jumlah bakteri yang akan diuji dihitung berdasarkan perhitungan
kekeruhan yang disetarakan dengan Mc Farland 0,5 dengan jumlah bekteri 150 x
106 /mL. Sebanyak 1 ose kultur bakteri uji dalam NaCl fisiologis dikocok sampai
kekeruhanya sama dengan larutan Mc Farland 0,5 sehingga diperoleh jumlah
bakteri uji sebesar 150 juta/mL.
2. Pembuatan konsentrasi larutanKonsentrasi larutan yang digunakan adalah konsentrasi dalam persen
volume pervolume (V/V) dengan konsentrasi yaitu 100% (1 mL asap cair sekam
padi grade 1 /0 mL aquades), 75% (0,75 mL asap cair sekam padi grade 1/0,25
mL aquades), 50% (0,50 mL asap cair sekam padi grade 1/0,50 mL aquades),
25% (0,25 mL asap cair sekam padi grade 1/0,75 mL aquades), 10% (0,10 mL
asap cair sekam padi grade 1/0,90 mL aquades), dan 5% (0,5 mL asap cair
sekam padi grade 1/0,95 mL aquades). Sedangkan perlakuan konsentrasi pada
Streptomisin, Tetrasiklin, dan Kloramfenikol sebagai kontrol positif digunakan
dalam persen weight pervolume (W/V), dengan konsentrasi tiap-tiap antibiotik
yaitu sebesar 2% (2 gr antibiotik /98 mL aquades).
3. Pelaksanaan Uji Aktivitas AntibakteriPengujian aktivitas antibakteri dari asap cair dilakukan dengan metode
sumuran. Kapas swab dimasukkan ke dalam NaCl yang telah dicampur dengan
kultur bakteri dan disetarakan dengan Mc Farland 0,5, ditekan pada bagian
dinding tabung agar cairan pada kapas swab tidak terlalu banyak. Setelah itu di
goreskan secara merata pada medium MHA. Kemudian, dibuat lubang pada
media dengan diameter 0,5 cm. Setiap sumuran dipipetkan asap cair sekam padi
grade 1 sebanyak 100 L dari tiap-tiap konsentrasi yang telah dibuat. Setelah itu,
diinkubasi pada suhu 37°C selama 24-72 jam. Penghambatan pertumbuhan
bakteri uji diukur dengan mengukur zona bening disekitar sumuran dengan
menggunakan penggaris dalam satuan mm (Djafar dkk, 1996).
Dalam uji ini digunakan 2 kontrol, yaitu kontrol negatif dan kontrol positif.
Kontrol negatif bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh pelarut
aquades pada zona hambat pertumbuhan bakteri uji yang terbentuk dari
berbagai konsentrasi asap cair sekam padi grade 1. Sedangkan kontrol positif
adalah antibiotik Streptomisin, Tetrasiklin, dan Kloramfenikol dengan tujuan
untuk membandingkan pola hambatan pertumbuhan bakteri uji serta sebagai
23
pembanding kemampuan aktivitas antibakteri dari asap cair sekam padi dalam
menghambat bakteri uji.
F. Analisis Data Data hasil uji antibakteri yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk tabel,
gambar, dan grafik. Data dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam
(ANOVA) dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) berpola faktorial dengan dua
faktor (faktor pertama perlakuan konsentrasi dan faktor kedua waktu inkubasi),
dan dilanjutkan dengan uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5%.
DAFTAR PUSTAKA
24
Alphaprint, A., Hants. 1990. The Oxoid Manual 6th Edition 1990, Publish by
Unipath Limited, Wade Road, Basingstoke, Hamspire, RG 24 OPW,
England.
Amritama, D., 2007. Asap Cair (Liquid smoke). Didownload dari http://alcoconut.
Multiply.com/journal. Tanggal 5 Agustus 2009, pukul 14.15 WITA.
Astuti, 2000. Pemanfaatan Asap Cair. Didownload dari http://alcoconut.
Multiply.com/journal. Tanggal 12 Mei 2010, pukul 10.15 WITA.
Benson, 2001. Microbiological Aplication : Laboratorium Manual in General
Microbiology, Eight Edition.
Darmadji, P., 1994. Produksi Asap Cair dan Sifat-Sifat Antimikrobia,Antioksidan
serta Sensorisnya, Laporan Penelitian Mandiri, DPP-UGM, 1996, 19; 11-15.
Darmadji, P., 1996. Aktivitas Antibakteri Asap Cair yang Diproduksi dari
Bermacam-Macam Limbah Pertanian, Laporan Penelitian Mandiri, DPP-
UGM, 1996, 16: 19-22.
Darmadji, 1999. Aktivitasi Antibakteri Asap Cair Yang Diproduksi Dari
Bermacam-Macam Limbah Pertanian, Agritech, Vol 16, No 4. Fakultas
Teknologi Pertanian UGM, yogyakarta.
Demarco, 1998. Technology of Mead And Mead Products. Ellis Horwood, New
York.
Djafar, T.F., E.S., Rahayu, D. Wibowo, dan S. Sudarmaji, 1996. Antimicrobial
Substance Produce by Lactobacillus sp. TGR-2 Isolated from Growol.
Indonesiam Food and Nutrition Progress. Food and Nutrition
development and Research Center. Gadjah mada University Press,
Yogyakarta.
Fardiaz, S., 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan, Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Ihwan, M.K., 2008. Pembuatan Asap Cair dari Asap Pembakaran Batu-Bata
Menjadi Pestida dan Pengawet Organik. Laporan Kegiatan Inisiatif Lokal-
25
Proyek Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Inovasi (P4MI), Lombok
Timur.
Irianto, K. 2007. Mikrobiologi, Menguak Dunia Mikroorganisme. Yrama Widya.
Bandung.
Jawetz, E., J.C. Melnick dan E.A. Adelberg, 2001. Mikrobiologi Kedokteran,
Salemba Medika, Jakarta.
Lucky, H.M., Suharto, Karniasih, dan Mardiastuti, 1993. Batang Negatif Gram
dalam Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi, Binarupa Aksara, Jakarta.
Lucky, H.M., Suharto, Karsinah, dan Mardiastuti, H.W., 1994. Mikrobiologi
Kedokteran Edisi Revisi, Binarupa Aksara, Jakarta.
Maga, J.A., 1987. Smoke In Food Procesing, CRC press, Incorparated, Boca
Raton, Florida.
Mashuri, 2008. Pemurnian Asap Cair Dengan Destilasi. Didownload dari
http://www. Pontianakpost. Com,Tanggal 10 Januari 2010 pukul 17.45
WITA.
Megawati,Y.K., 2002. Pengaruh Pemberian Ekstrak Kunyit (Curcuma domestica
Val.) terhadap Pertumbuhan Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif.,
Skripsi S-1 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram,
Mataram.
Muslimin, L.W., 1996. Mikrobiologi Lingkungan, Unhas Press, Makasar.
Oramahi, H.A,, 2009. Asap Cair Sebagai Alternatif Pengawet Makanan,
Didownload dari http://www. Pontianakpost. Com,Tanggal 10 April 2009
pukul 08.05 WITA.
Pelczar, J.M., dan E.C.S. Chan, 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi, UI Press,
Jakarta.
Ruiter, A., 1979. Color Of Smoked Foods, Food Technology, 33, 54-63.
45
26
Sulaiman, S., 2004. Penjernihan Asap Cair Hasil Pirolisis Tempurung Kelapa
Menggunakan Kolom Kromatografi dengan Zeolit Alam Teraktivasi Sebagai
Fasa Diam, Skripsi, FMIPA, UGM, Yogyakarta.
Supardi, I., dan Sukamto, 1999. Mikrobiologi Dalam Pengolahan Dan Keamanan
Pangan, Penerbit Aumni, Bandung.
Tranggono dan Purnama D., 1996. Identifikasi Asap Cair Di Berbagai Jenis Kayu
Dan Tempurung Kelapa, Fakultas Teknologi Pertanian UGM.
Vaughn, S.F., and Gardner, H.W., 1993. Lipoxygenase-derived Aldehydes Inhibit
Fungi Pathogenic on Soybean, J. Chem. Ecol., 19 (10): 2337-2345.
Volk, A.W., dan M.F. Wheeler, 1990. Mikrobiologi Dasar Jilid 1, Erlangga,
Jakarta.