Post on 17-Oct-2021
i
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIKAP
DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP
KEPATUHAN MINUM OBAT ANTI FILARIA DI RW
II KELURAHAN PONDOK AREN
SKRIPSI
Diajukan sebagai syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Keperawatan (S.Kep)
RUSMANTO
109104000034
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013 M
STJRAT PERTIYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan sebenar-berurnya
bahwa semua pemyataan dalam skripsi ini:
Nama
NIM
Fakultas
Program Studi
Judul Slaipsi
Rusmanto
109104000034
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Ilmu Keperawatan
:Faktor-faktot yang meolpengaruhi sikap dan peflaku
masyarakat dalarn kepatuhan minum obat anti filaria di
RW 2 KelurahanPondok Aren
Merupakan hasil studi pustaka, penelitian lapangan, dan karya sendiri dengan
bimbingan dengan dosen pembimbing. Skripsi ini belum pernah diajukan unhrk
memperoleh gelar dari berbagai jenjang perguruan tinggi manapun dan semua
inforrrasi, datq dan hasil pengolahannya yang diajukan telah dinyatakan secara
jelas sumbernya dan dapat diperiksa kebenmannya.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya
LEMBAR PERSETUJUAI\
Skripsi denganjudul
F'AKTOR FAKTPR YATTG MEMPENGARUHI SIKAP DANPERILAKU MASYARAKA"T DALAM KEPATUIIAN MINUM
OBAT AI\ITI FILARIA DI RW U KELTIRATIAN POI\II}OK ARENTelah disgtujui dan diperiksa oleh pembimbing skripsi
Program Studi IImu Keperawatan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatutlah Jakarta
Disusun oleh:
RUSMANTO
1.09104000034
Jakart:- Jartuai2Dl4
Pembirnbins I
tuTien Gartinah. M.N
-
Pembimbing II
ryNia Damiati. SKp, M.SN
NIP: 19790114 200501 2007
PROGBAM STTIDI ILMU KEPERAWATAI\ITAKULTAS KEDOKTERAN DAFI ILMU KESEHATAI\I
T]NIYERSITAS TSLAM NEGERI SYARIF IIIDAYATULLAIIJAKARTA
1434Ht 2014
ilt
LEMBA,R PENGESAHAN
Skripsi denganjudul
FAKTOR TAKTPR YAI\G MEMPENGART'Iil SIKAP DAIY
PERILAKU MASYARAKA'T DALAM KEPATI'HAN MINUM
OBAT ANTI TILARIA DI RW II KELT]RAIIAN POI\IDOK AREN
Telah disuspn dan dipertahankan dihadapan penguji oleh:
RUSMANTO
109104000034
Jakartab Januari 2014
Pembimbing I Pembimbing II
Tien Gartinah. M.N
-
Nia Damiati. SKp. M.SN
MP: 19790114 200501 2007
Penguji Ii
Penguji II
.g@\Nia Damiati. SKp. M.SN
It[P: 19790114 200501 2007
WPenguji III
,r.*fu:.
IV
NIP. 19801119
M.N
vi
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
Skripsi, Desember 2013
Rusmanto, NIM : 109104000034
Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat dalam
kepatuhan minum obat anti filaria di RW 2 Kelurahan Pondok Aren
ixx + 86 halaman, 20 tabel, 2 bagan, 5 lampiran
ABSTRAK
Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang disebabkan
cacing filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat
kronis (menahun) dan bila tidak mendapatkan pengobatan menimbulkan cacat
menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin. Salah satu cara untuk
mencegah filariasis adalah dengan mengkonsumsi obat DEC 3 butir dan 1 butir
albendazol setiap tahun. Keefektifan program sangat tergantung pada sikap dan
perilaku yang menunjukkan kepatuhan masyarakat dalam minum obat tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
masyarakat RW 2 Kelurahan Pondok Aren dalam kepatuhan mengkonsumsi obat
Anti Filaria, sedangkan tujuan khususnya adalah untuk mengetahui faktor
demografi masyarakat RW 2 serta diketahuinya faktor jenis kelamin, umur,
pendidikan, pendapatan, dan pengetahuan. Penelitian ini menggunakan desain
cross sectional dengan pendekatan kuantitatif dan bersifat retrospektif. Jumlah
sampel 65 orang (19 laki-laki dan 46 perempuan). Teknik pengambilan sampel
dengan menggunakan proportionate clustering sampling. Analisis data yang
dilakukan adalah univariat, dan bivariat menggunakan Pearson correlation,
Spearman correlation, dan chi square. Berdasarkan hasil univariat diketahui
bahwa responden perempuan (70,8%), dewasa (61,5%), berpendidikan menengah
(60%), berpendapatan cukup (41,5%), dan berpengetahuan cukup (43,1%). Hasil
bivariat menunjukkan bahwa tidak ada faktor yang berpengaruh terhadap sikap
dan perilaku. Berdasarkan hasil penelitian, maka disarankan untuk Puskesmas
Pondok Aren agar mengubah waktu dan metode pelaksanaan program, serta lebih
memperluas pendidikan kesehatan ke semua kelompok umur.
Kata kunci : Filariasis, Sikap, Perilaku
Daftar Pustaka : 40 (2000-2013)
vii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
Skripsi , Desember 2013
Rusmanto , NIM : 109104000034
Factors that influence the attitudes and behavior of people in the anti- filarial
drug compliance in RW 2 Village Pondok Aren
ixx + 86 pages , 20 tables , 2 charts , 5 appendices
ABSTRACT
Filariasis (elephantiasis) is an infectious disease caused by filarial worms
which transmitted by various species of mosquitos. This disease is chronic
(chronic) and if not treated lead to permanent disability in the form of
enlargement of the legs, arms and genitals. One way to prevent filariasis is by
taking medication DEC 3 tablets and 1 tablet albendazole each year. The
effectiveness of the program is highly dependent on the attitudes and behaviors
that demonstrate compliance of the community in taking the drugs. This study
aims to determine the factors that affect the public in RW 2 Village Pondok Aren
in compliance Anti- filarial drugs, while the particular goal to determine the
demographic factors of RW 2 and to know factors sex, age, education, income,
and knowledge. This study used a cross sectional design and retrospective
quantitative approach. The number of samples of 65 persons (19 mens and 46
womens). Sampling technique using clustering proportionate sampling. Data
analysis was performed univariate and bivariate using Pearson correlation,
Spearman correlation, and chi square. Based on the results of the univariate
known for sex factors was female respondents (70.8%), for age factor was adults
(61.5%), for education factor was secondary education (60%), income factor was
sufficient income (41.5%), and for knowledge factor was knowledgeable enough
(43.1%). Bivariate results indicate there is no significant difference that influence
attitudes and behavior. Based on the research results , it is advisable to Pondok
Aren health centers in order to change the timing and method of implementation
of the program , as well as further expand health education to all age groups.
Keywords : filariasis , Attitude , Behaviour
References: 40 (2000-2013)
x
LEMBAR PERSEMBAHAN
Skripsi bagaikan kumpulan ilmu, keringat, jerih payah, dan suka duka selama 4 tahun
menjalani bangku perkuliahan. Lembar ini saya dedikasikan untuk mereka yang
selalu sedia membantu dan menyemangati. Terima kasih sedalam-dalamnya saya
ucapkan kepada:
Allah SWT yang senantiasa telah melimpahkan rahmat serta karuniaNya.
Kedua orang tua tercinta (bapak Ahmad dan ibu Tumisah)yang telah senantiasa
memberikan cinta, kasih sayang, bantuan secara langsung maupun tidak langsung dan
selalu mendoakan untuk keberhasilan saya.
Kakak dan kakak ipar saya tersayang (Turmudi dan Pujiyati) yang selalu memberi
memotivasi kepada saya untuk segara menyelesaikan tugas akhir saya ini.
Keponakan kecil saya (Ahmad Uwais Al Qoroni) yang selalu memberikan celotehan-
celotehan yang menghibur dan memberikan semangat.
Kakek-kakek dan Nenek-nenek saya (Alm. Bp Sudiran, Alm. Ibu Mu’inah, Bapak
Sukadi, dan Ibu Karjan) yang telah mendoakan saya sampai akhir hayatnya.
Keluarga besar yang tak bisa disebut satu persatu.
Rafita Octavia yang telah membantu dan menyemangati saya, adikku Ummi
Zulaikhah yang membantu dan berjuang bersama.
Sahabat group ONE (Adelia Nining Qoys Rusmanto dan Ummi) yang telah
bersama-sama untuk saling membantu medukung memotivasi dan bertukar pikiran
dalam menyelasaikan tugas akhir ini.
Teman-teman calon Ners angkatan 7 UIN Jakarta yang telah berjuang bersama.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap dan Perilaku Masyarakat
Dalam Kepatuhan Minum Obat Anti Filaria di RW II Kelurahan Pondok
Aren” yang disusun dan diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk
memperoleh gelar Sarjana Keperawatan.
Selama proses pendidikan dan penyusunan skripsi ini, penulis banyak
menerima bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih dan
penghargaan sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada yang terhormat :
1. Prof. DR (hc). Dr. M. K. Tadjudin, Sp. And. Selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.
2. Ns. Waras Budi Utomo, S. Kep, MKM Selaku Ketua Program Studi IImu
Keperawatan (PSIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Tien Gartinah, M.N Selaku dosen pembimbing I yang telah membimbing
dan banyak memberi saran demi terselesaikannya penulisan penelitian ini.
4. Ibu Nia Damiati, SKp, M.SN selaku pembimbing II yang telah membimbing
dan memberikan masukan dalam penulisan penelitian ini.
5. Ibu Ernawati, S.Kp., M.Kep., Sp. KMB selaku pembimbing akademik yang
selalu memberikan masukan selama proses perkuliahan.
6. Seluruh dosen PSIK yang telah memberikan ilmunya dan segala
pengalamannya yang tak ternilai sehingga dapat menjadi pembelajaran bagi
kami selaku mahasiswa.
7. Seluruh staff bidang akademik FKIK dan PSIK yang telah membantu
kelancaran hal-hal administratif.
8. Kedua Orang Tua saya (Bapak Ahmad dan ibu Tumisah) tercinta yang selalu
memberi kasih sayang, dukungan, do’a dan semangat selama hidup ini dan
demi terselesaikannya penelitian ini. Kakakku Turmudi yang selalu
mendukung dalam setiap langkah saya.
9. Puskesmas Pondok Aren khususnya ibu Sri Rejeki selaku TU dan ibu Bidan
Menik selaku Kepala Bidang Filariasis yang telah membantu saya dalam
mengumpulkan data.
10. Masyarakat RW 2 kelurahan Pondok Aren khususnya bapak ketua RW yang
telah membantu saya dalam mengumpulkan data penduduk.
11. Teman-teman satu bimbingan dan seluruh angkatan 2009 yang telah berjuang
bersama dalam menggapai mimpi dan cita-cita.
Dengan memanjatkan doa kepada Allah SWT, penulis berharap semua
kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT dan semua
kesalahan diampuni oleh Allah. Amin.
Jakarta, Januari 2014
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL HAL
HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................ iv
ABSTRAK ........................................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR .............................................................................................viii
LEMBAR PERSEMBAHAN ..................................................................................x
DAFTAR ISI ............................................................................................................xi
DAFTAR TABEL ....................................................................................................xiv
DAFTAR BAGAN ..................................................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................xvi
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1 A. Latar Belakang ...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..........................................................................................6
C. Pertanyaan Penelitian .....................................................................................8
D. Tujuan Penelitian ............................................................................................9
E. Manfaat Penelitian ..........................................................................................9
F. Ruang Lingkup Penelitian ..............................................................................10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................11 A. Filariasis .........................................................................................................11
1. Pengertian Filariasis...................................................................................11
2. Etiologi dan penularan ...............................................................................12
3. Tanda dan gejala filariasis .........................................................................16
4. Penatalaksanaan filariasis ..........................................................................17
5. Pencegahan ................................................................................................18
B. Sikap ...............................................................................................................20
1. Pengertian sikap ......................................................................................20
2. Komponen sikap .....................................................................................21
3. Karakteristik sikap ..................................................................................22
4. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sikap seseorang ......................23
C. Perilaku ...........................................................................................................25
1. Pengertian perilaku ..................................................................................25
2. Ciri-ciri perilaku manusia ........................................................................25
3. Proses pembentukan perilaku ..................................................................27
4. Faktor pembentuk perilaku ......................................................................28
5. Gambaran Kepatuhan dalam Berperilaku ...............................................31
E. Kerangka teori ................................................................................................33
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ...............34 A. Kerangka Konsep ...........................................................................................34
B. Hipotesis .........................................................................................................35
C. Definisi Operasional .......................................................................................36
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ............................................................41
A. Desain Penelitian ............................................................................................41
B. Tempat dan waktu ..........................................................................................41
C. Populasi dan Sampel ......................................................................................42
D. Instrumen penelitian .......................................................................................46
E. Pengujian instrumen .......................................................................................47
1. Uji validitas ................................................................................................47
2. Uji reliabilitas ............................................................................................48
G. Metode pengumpulan data .............................................................................49
H. Teknik analisa data .........................................................................................50
1. Analisis univariat .......................................................................................50
2. Analisis bivariat .........................................................................................50
3. Pengolahan data .........................................................................................51
F. Etika penelitian ...............................................................................................52
BAB V HASIL PENELITIAN ..............................................................................54
A. Profil RW 2 Kelurahan Pondok Aren .............................................................54
B. Hasil analisa univariat ....................................................................................55
1. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin ..................................55
2. Karakteristik responden berdasarkan umur ...............................................55
3. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan ......................................56
4. Karakteristik responden berdasarkan pendapatan .....................................56
5. Karakteristik responden berdasarkan pengetahuan ...................................57
6. Karakteristik responden berdasarkan sikap ...............................................58
7. Karakteristik responden berdasarkan perilaku...........................................58
C. Hasil analisa bivariat ......................................................................................59
1. Hubungan antara jenis kelamin terhadap sikap .........................................59
2. Hubungan antara umur dengan sikap ........................................................60
3. Hubungan antara pendidikan dengan sikap ...............................................61
4. Hubungan antara pendapatan dengan sikap ...............................................62
5. Hubungan antara pengetahuan dengan sikap .............................................63
6. Hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku .......................................64
7. Hubungan antara umur dengan perilaku ....................................................65
8. Hubungan antara pendidikan dengan perilaku ..........................................66
9. Hubungan antara pendapatan dengan perilaku ..........................................67
10. Hubungan antara pengetahuan dengan perilaku ........................................68
BAB VI PEMBAHASAN ......................................................................................69
A. Analisa univariat .............................................................................................69
1. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin ..................................69
2. Karakteristik responden berdasarkan umur ...............................................69
3. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan ......................................70
4. Karakteristik responden berdasarkan pendapatan .....................................70
5. Karakteristik responden berdasarkan pengetahuan ...................................71
6. Karakteristik responden berdasarkan sikap ...............................................72
7. Karakteristik responden berdasarkan perilaku...........................................72
B. Analisa bivariat ...............................................................................................73
1. Hubungan antara jenis kelamin terhadap sikap .........................................73
2. Hubungan antara umur dengan sikap ........................................................74
3. Hubungan antara pendidikan dengan sikap ...............................................75
4. Hubungan antara pendapatan dengan sikap ...............................................76
5. Hubungan antara pengetahuan dengan sikap .............................................77
6. Hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku .......................................78
7. Hubungan antara umur dengan perilaku ....................................................79
8. Hubungan antara pendidikan dengan perilaku ..........................................80
9. Hubungan antara pendapatan dengan perilaku ..........................................81
10. Hubungan antara pengetahuan dengan perilaku ........................................82
C. Keterbatasan penelitian ..................................................................................83
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................84
A. Kesimpulan .....................................................................................................84
B. Saran ...............................................................................................................85
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
1. Tabel 3.1 Definisi operasional ..................................................................... 36
2. Tabel 4.1 Jumlah masyarakat RW 2 Kelurahan Pondok Aren yang
mendapatkan obat anti filaria tahun 2012 .................................................... 43
3. Tabel 4.2 Hasil uji reliabilitas instrumen ..................................................... 48
4. Tabel 5.1 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin ....................55
5. Tabel 5.2 Karakteristik responden berdasarkan umur .................................55
6. Tabel 5.3 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan ........................56
7. Tabel 5.4 Karakteristik responden berdasarkan pendapatan ........................57
8. Tabel 5.5 Karakteristik responden berdasarkan pengetahuan ......................57
9. Tabel 5.6 Karakteristik responden berdasarkan sikap .................................58
10. Tabel 5.7 Karakteristik responden berdasarkan perilaku .............................58
11. Tabel 5.8 Hubungan antara jenis kelamin terhadap sikap ...........................59
12. Tabel 5.9 Hubungan antara umur dengan sikap ...........................................60
13. Tabel 5.10 Hubungan antara pendidikan dengan sikap ...............................61
14. Tabel 5.11 Hubungan antara pendapatan dengan sikap ...............................62
15. Tabel 5.12 Hubungan antara pengetahuan dengan sikap .............................63
16. Tabel 5.13 Hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku .......................64
17. Tabel 5.14 Hubungan antara umur dengan perilaku ....................................65
18. Tabel 5.15 Hubungan antara pendidikan dengan perilaku ...........................66
19. Tabel 5.16 Hubungan antara pendapatan dengan perilaku ..........................67
20. Tabel 5.17 Hubungan antara pengetahuan dengan perilaku ........................68
DAFTAR BAGAN
1. Bagan 2.2 Kerangka Teori ..................................................................... 33
2. Bagan 3.1 Kerangka Konsep .................................................................. 34
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup
2. Lampiran 2 Lembar Persetujuan Responden
3. Lampiran 3 Kuesioner Penelitian
4. Lampiran 4 Surat Ijin Studi Pendahuluan
5. Lampiran 5 Surat ijin penelitian
6. Lampiran 6 Hasil analisa software statisik
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang
disebabkan cacing filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.
Penyakit ini bersifat kronis (menahun) dan bila tidak mendapatkan
pengobatan menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan
alat kelamin. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan
hidupnya tergantung kepada orang lain sehingga menjadi beban keluarga,
masyarakat dan negara (Depkes RI,2009).
Filariasis limfatik sekarang telah menginfeksi sekitar 120 juta manusia
di Afrika, Amerika Latin, Pulau-pulau Pasifik, dan Asia; lebih dari 75% dari
kasus ini terpusat di Asia (Ryan and Ray, 2004). Diperkirakan sekitar 120
juta orang di daerah tropis dan subtropis di dunia terinfeksi filariasis limfatik
ini. Hampir 25 juta orang laki-laki memiliki penyakit filariasis pada bagian
kelamin (paling sering hidrokel) dan hampir 15 juta, sebagian besar wanita,
memiliki lymphoedema atau elephantiasis dari kaki (WHO, 2012).
Penyakit filariasis dilaporkan bahwa terdapat lebih dari 200 spesies
filaria. Dari 200 spesies tersebut hanya sedikit yang menyerang manusia.
Masyarakat yang beresiko terserang adalah mereka yang bekerja pada daerah
2
yang terkena paparan menahun oleh nyamuk yang mengandung larva. Di
seluruh dunia, angka perkiraan infeksi filaria mencapai 250 juta orang. Di
Asia, filaria endemik terjadi di Indonesia, Myanmar, India, dan Sri Lanka
(Widoyono, 2008).
Sebanyak 851 juta penderita filariasis berada di Asia Tenggara dengan
Indonesia menjadi negara dengan kasus filariasis yang paling tinggi, dan
Myanmar menjadi peringkat kedua. Pada tahun 2001 hingga 2004 berturut-
turut jumlah kasus filariasis yang terjadi di Indonesia, yaitu sebanyak 6.181
orang, 6.217 orang, 6.635 orang, dan 6.430 orang. Pada tahun 2005 terjadi
peningkatan kasus sebanyak 10.239 orang. Pada tahun 2006, sekitar 66%
wilayah Indonesia dinyatakan endemis filariasis (Puji dkk,2010).
Sampai saat ini filariasis merupakan masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia. Sampai tahun 2008, dilaporkan jumlah kasus kronis filariasis
secara kumulatif sebanyak 11.699 kasus di 378 kabupaten/kota. Sebanyak
316 kabupaten/kota dari 471 kabupaten/kota telah terpetakan secara
epidemiologis endemis filariasis sampai dengan tahun 2008. Berdasarkan
hasil pemetaan didapat prevalensi mikrofilaria di Indonesia 19% (40 juta) dari
seluruh populasi 220 juta. Bila tidak dilakukan pengobatan massal maka akan
ada 40 juta penderita filariasis di masa mendatang. Di samping itu, mereka
menjadi sumber penularan bagi 125 juta penduduk yang tinggal di 316
kabupaten/kota endemis tersebut (Depkes RI, 2008).
Di Provinsi Banten sendiri, Filariasis masih menjadi masalah serius
yang membutuhkan penanganan ekstra. Provinsi yang mempunyai luas
3
wilayah 9.160,70 km² ini tercatat masih terdapat penderita filariasis sampai
saat ini. Pada tahun 2006 tercatat sebanyak 67 penderita filariasis. Pada tahun
2008 jumlah penderita meningkat menjadi 91 penderita (Depkes RI, 2009).
Filariasis masih menjadi salah satu masalah serius di kota Tangerang
Selatan. Kota yang memulai awal otonomi pada tahun 2008 ini, masih
menjadi salah satu endemi filariasis di Propinsi Banten. Jumlah penderita
filariasis di Kota Tangerang Selatan mencapai 2,4% dari seluruh jumlah
penduduk Tangerang Selatan (Dadang, Oktober 2012). Lidya (2009)
mengatakan bahwa jumlah penderita positif filariasis dan sudah mengalami
pembengkakan adalah 30 orang sedangkan penderita mikrofilaria adalah 800
ribu orang (Republika, 2009).
Pengobatan massal sudah dijalankan di Kota Tangerang Selatan dan
mencapai 80% dari seluruh penduduk kota yang berbatasan langsung dengan
Jakarta di sebelah utara wilayah ini. Program pemberantasan filariasis ini
akan dijalankan setiap tahun selama 5 tahun. Dari dijalankannya program ini,
diharapkan agar penderita filariasis di Kota Tangerang Selatan dapat ditekan
bahkan dihilangkan.
Kecamatan Pondok Aren merupakan satu daerah di bawah
pemerintahan kota Tangerang Selatan. Sama seperti wilayah yang lain di
Tangerang Selatan, Pondok Aren juga menjalankan program pencegahan
filariasis, mengingat Pondok Aren adalah wilayah dengan jumlah penderita
Filariasis terbesar kedua setelah Kampung Sawah di Kota Tangerang Selatan.
Di Kampung Sawah sendiri tercatat sekitar 2% dari seluruh penduduknya
4
terinfeksi mikrofilaria (Dinkes Tangsel, 2013). Pada tes darah tahun 2009,
didapatkan lebih dari 1% penduduk Pondok Aren positif filariasis. Dari hasil
ini, maka Program pemberantasan filariasis juga dijalankan di Pondok Aren.
Kepala bidang pembinaan filariasis puskesmas Pondok Aren
mengatakan, bahwa kasus terbanyak filariasis di Pondok Aren adalah RW 2.
Pada tahun 2010 terdapat 48 orang atau sebesar 3% penduduk positif
mikrofilaria pada apusan darah tepi. Hal ini yang menyebabkan RW 2
kelurahan Pondok Aren sebagai penyumbang terbesar kasus filariasis di
Pondok Aren. Filariasis bila dibiarkan dapat menimbulkan beberapa dampak.
Dampak pada tubuh individu penderita adalah terjadinya kecacatan permanen
yang terjadi pada tangan, kaki, buah zakar, dan bagian-bagian tubuh lainnya.
Dampak secara psikologis adalah perasaan kurang indah dan tidak berdaya
karena kecacatan tersebut. Dampak secara ekonomi adalah dengan keadaan
yang demikian, akan terjadi penurunan kemampuan dalam bekerja sehingga
menurunkan produktifitas yang berpengaruh terhadap pendapatan ekonomi.
Dampak secara politik adalah menurunnya angka kesehatan di daerah tersebut
(Depkes, 2010).
Puskesmas Pondok Aren telah menjalankan program pemberantasan
filariasis dengan membagikan obat pencegahan filariasis kepada penduduk di
wilayah kerja Puskesmas Pondok Aren termasuk RW 2. Puskesmas
memberikan obat melalui kader-kader yang telah dilatih. Obat yang dibagikan
berjumlah 5 tablet per kemasan. 3 tablet DEC (Diethylcarbamazine), 1 tablet
Albendazole, dan 1 tablet Parasetamol.
5
Salah satu kelemahan program yang telah dijalankan puskesmas
Pondok Aren dalam mencegah filariasis ini adalah tidak adanya pemantauan
secara langsung respon masyarakat terhadap obat yang diberikan. Sehingga,
masih banyak masyarakat yang takut mengkonsumsi obat yang telah
dibagikan. Dari 15 orang yang telah diwawancarai, 11 orang mengatakan
tidak mengkonsumsi obat anti filaria yang telah dibagikan. “Saya takut
minum obat yang bukan dari dokter”, kata salah satu warga RW 2 Pondok
Aren. “Karena takut, jadi tidak saya minum obat tadi”. Ibu yang berumur 38
tahun ini menambahkan. Sedangkan warga lainnya mengatakan tidak mau
minum obat karena merasa tidak sakit dan tidak akan terkena filariasis. Beliau
meyakini jika hidup bersih dan sistem imun bagus, maka tidak akan terkena
filariasis.
Dalam hal pemberian obat untuk upaya pencegahan filariasis ini,
perawat mempunyai peran dalam mendidik masyarakat dari tidak tahu
menjadi tahu termasuk pemberian obat anti filariasis. Dalam hal memberikan
obat ini, perawat harus menguasai tekhnik serta aturan dalam menggunakan
obat tersebut. Di dalam memberikan obat kepada pasien, perawat harus
mengetahui beberapa hal yang akan terjadi pada pasien setelah pemberian
obat ini, diantaranya interaksi obat, efek samping obat, waktu kerja obat, dan
lain-lain. Dalam hal ini, perawat kesehatan masyarakat (PERKESMAS)
mempunyai andil yang sangat besar dalam keberhasilan program pemerintah
dalam membina kesehatan (Brooker, 2009). Hal tersebut sesuai juga dengan
ajaran dalam Islam bahwa kita harus selalu menjaga kesehatan dan tidak
6
melakukan hal-hal yang dapat menularkan atau tertular suatu penyakit.
Sebagaimana hadits Rosulullah di bawah ini :
اعون رجس، أرسل على طائفة “قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : حديث أسامة بن زيد قال الط
وإذا وقع بأرض وأنتم بها . م، فإذا سمعتم به بأرض فل تقدموا عليه من بنى إسرائيل، أو على من كان قبلك
ل يخرجكم إل فرارا منه ( و فى رواية . )فل تخرجوا فرارا منه ”
Usamah bin Zaid r.a. berkata: “Rasulullah saw. Bersabda: “Tha’un
(wabah cacar) itu suatu siksa yang diturunkan Allah kepada sebagian Bani
Isra’il atau atas umat yang sebelummu. Maka bila kamu mendengar bahwa
penyakit itu berjangkit di suatu tempat, janganlah kalian masuk ke tempat itu,
dan jika di daerah di mana kamu telah ada di sana maka janganlah kamu
keluar dari daerah itu karena melarikan diri dari padanya”.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut, seyogyanya sebagai
perawat mempunyai perhatian terhadap kondisi ini. Oleh karena itu peneliti
ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku
masyarakat terhadap minum obat anti filaria di RW 2 Kelurahan Pondok
Aren.
B. Rumusan Masalah
Pemerintah kota Tangerang Selatan (2012) telah mengeluarkan
kebijakan dan program untuk menekan angka kejadian filariasis. Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan sudah menjalankan program sesuai yang
telah diputuskan, namun belum adanya pemantauan secara langsung respon
dan sikap serta perilaku masyarakat terhadap obat ini, maka efektifitas
7
pencegahan dari sikap dan perilaku dalam hal menerima dan mengkonsumsi
obat belum dapat teridentifikasi secara jelas.
Terdapat beberapa penelitian terkait mengenai filariasis diantaranya,
Supali (2010) mengungkapkan hasil penelitiannya mengenai keberhasilan
program eliminasi filariasis di kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur
didapatkan bahwa salah satu penunjang tingkat keberhasilan program
eliminasi filariasis adalah faktor pengetahuan, dimana peningkatan
pengetahuan dari 54% menjadi 89% ternyata dapat meningkatkan cakupan
konsumsi obat anti filariasis sebanyak 80%.
Training in Tropical Disease Research (TDR, 2000) dalam risetnya
tentang Community Directed Treatment of Lymphatic Filariasis in Africa
mengatakan bahwa wanita lebih cenderung mengikuti dan patuh terhadap
program eliminasi filariasis, dimana 52,8% dari total responden yang patuh
terhadap program adalah wanita.
Widayati (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan Tingkat
Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Polio Dengan Status Kelengkapan
Imunisasi Polio di Wilayah Kerja Puskesmas Tanon 1 Sragen melaporkan
bahwa pada umumnya ibu dengan pengetahuan baik 27% akan lebih
memberikan imunisasi polio secara lengkap dibandingkan dengan ibu dengan
pengetahuan sedang 53%. Hal ini dikarenakan bahwa pengetahuan dapat
mempengaruhi sikap dan tindakan orang tua dalam menjaga kesehatan
anaknya. Sedangkan pada variabel pendidikan, ibu dengan pendidikan tinggi
(SLTA dan PT) 50% memberikan imunisasi polio secara lebih lengkap
8
dibandingkan ibu dengan pendidikan dasar (SD dan SLTP) 41%. Hal ini
dikarenakan bahwa pendidikan tinggi lebih mudah menerima suatu inovasi
dengan manfaat yang besar dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan
rendah.
Peneliti memilih judul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap dan
Perilaku Masyarakat terhadap Kepatuhan Minum Obat Anti Filaria di RW 2
Kelurahan Pondok Aren karena dilihat dari tingkat kepentingan program yang
sangat tinggi. Program pencegahan filariasis tidak akan berjalan lancar, jika
masyarakat tidak mau menjalankan program yang berupa minum obat anti
filaria yang dibagikan. Penelitian ini dilakukan agar didapatkan faktor yang
dominan dalam mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat, sehingga
petugas dapat melakukan pendekatan-pendekatan kepada masyarakat sesuai
dengan kebutuhan masyarakat agar program yang dijalankan dapat berjalan
dengan tanpa kendala.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran faktor predisposisi (usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, sosial ekonomi, pengetahuan) yang menjadi penyebab
penularan filariasis di RW 2?
2. Apakah faktor yang mempengaruhi sikap masyarakat RW 2 kelurahan
Pondok Aren dalam minum obat anti filaria?
3. Apakah faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat RW 2 Kelurahan
Pondok Aren dalam minum obat anti filaria?
9
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi masyarakat RW 2 Kelurahan Pondok Aren dalam
kepatuhan mengkonsumsi obat Anti Filaria
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui gambaran demografi masyarakat RW 2 Kelurahan Pondok
Aren.
b. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi sikap masyarakat
RW 2 kelurahan Pondok Aren terhadap minum obat anti filariasis.
c. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
masyarakat RW 2 Kelurahan Pondok Aren terhadap minum obat anti
filariasis.
E. Manfaat Penelitian
a. Instansi Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data-data yang
menjadi gambaran efektifitas program yang dilaksanakan oleh Puskesmas.
Selain manfaat tersebut, penelitian ini juga diharapkan agar dapat
memberikan satu gambaran pentingnya perkesmas di Indonesia.
10
b. Bagi institusi pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan
keperawatan di komunitas dalam mengembangkan program pembelajaran
keperawatan medikal bedah dan komunitas serta dapat dijadikan sebagai
rujukan tambahan untuk melakukan pengabdian kepada masyarakat.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bersifat analitik, dengan tujuan untuk mengetahui
faktor apa saja yang mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat
terhadap minum obat anti filaria, sehingga selanjutnya dapat menentukan
intervensi yang cocok untuk diberikan ke masyarakat agar pencegahan
filariasis bisa efektif.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. FILARIASIS
1. Pengertian Filariasis
Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit
nematoda yang tersebar di Indonesia. Walaupun penyakit ini jarang
menyebabkan kematian, tetapi dapat menurunkan produktivitas
penderitanya karena timbulnya gangguan fisik. Penyakit ini jarang terjadi
pada anak karena manifestasi klinisnya timbul bertahun-tahun kemudian
setelah infeksi. Gejala pembengkakan kaki muncul karena sumbatan
microfilaria pada pembuluh limfe yang biasanya terjadi pada usia di atas
30 tahun setelah terpapar parasit selama bertahun-tahun. Oleh karena itu,
filariasis sering juga disebut penyakit kaki gajah. Akibat paling fatal bagi
penderita adalah kecacatan permanen yang sangat mengganggu
produktivitas (Widoyono, 2008).
Penyakit filariasis limfatik merupakan penyebab kecacatan menetap
dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental
(Depkes RI, 2008). Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
filariasis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh mikrofilaria yang
menyebabkan kecacatan secara permanen, namun tidak menyebabkan
kematian.
12
2. Etiologi dan penularan
a) Agen penyebab Filariasis
Beberapa spesies filaria yang menyerang manusia diantaranya
adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori, dan
Onchocerca volvulus. W. bancrofti dan B. Timori banyak ditemukan di
Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Afrika, sedangkan O. Volvulus
banyak terdapat di Afrika (Widoyono, 2008)
1) Wuchereria bancrofti
Wuchereria bancrofti adalah salah satu spesies yang paling
sering menyebabkan filariasis limfatik. Spesies ini berbentuk
seperti benang-benang halus berwarna putih yang terletak
melingkar di pembuluh limfatik, cacing jantan dan betina dapat
menimbulkan gejala. Mikrofilaria W. bancrofti mempunyai ciri
yang membedakan dengan mikrofilaria lainnya yaitu terdapat
dalam darah, mempunyai selubung, ukurannya sekitar 360 m, dan
periode aktifnya biasanya adalah nocturnal atau malam hari (Ryan
& Ray, 2004).
Periodesitas nokturna menunjukkan bahwa pada siang hari
mikrofilaria berkumpul dalam darah kecil paru-paru, sedangkan
pada malam hari mikrofilaria dilepaskan ke dalam pembuluh darah
tepi. Diduga periodisitas berkaitan dengan perbedaan tekanan
oksigen antara darah vena dan arteri pada waktu siang dan malam
13
hari (Hawking dalam Djaenudin & Ridad, 2009). Dari periode
inilah dapat ditentukan waktu pengambilan darah tepi untuk
pemeriksaan agar lebih akurat.
2) Brugia malayi
Brugia malayi dewasa memiliki ukuran tubuh setengah dari
W. bancrofti. Perbedaan mendasar dari keduanya adalah dari
panjangnya, karakteristik pewarnaan dan struktur internal cacing.
Brugia malayi mempunyai ciri berada di darah, mempunyai
selubung, ukurannya sekitar 220 m dan periodenya nokturnal.
Mikrofilaria Brugia malayi akan berada di pembuluh darah paru-
paru pada siang hari dan akan berpindah ke pembuluh darah perifer
pada malam hari, dimana mereka akan banyak ditemukan antara
jam 9 malam sampai jam 2 pagi (Ryan & Ray, 2004). Hospes dari
cacing ini adalah manusia, kera, kucing, anjing. Sedangkan vektor
nya adalah nyamuk Anopheles barbirostris (Juni, dkk, 2006)
Parasit B. malayi ditularkan oleh berbagai spesies dari genus
Mansonia, di beberapa daerah, nyamuk Anopheles dapat juga
menjadi tempat untuk transmisi infeksi. Parasit Brugian terbatas
pada wilayah Asia selatan dan tenggara, terutama India, Indonesia,
Malaysia dan Filipina (WHO, 2012).
3) Brugia timori
Habitat cacing dewasa Brugia timori biasa ditemukan pada
kelenjar limfe, tetapi pada binatang percobaan ditemukan pada
14
paru-paru, jantung dan pembuluh besar seperti limphatik dan testis.
Persebaran B. Timori ini ada di Timor timur, Bagian timur pulau
Flores, dan sedikit di kepulauan Sunda kecil. Vektor dari B. Timori
yaitu Anopheles barbirostris (Djaenudin & Ridad, 2009).
4) Onchocerca volvulus
Onchocerca volvulus adalah parasit yang menyebabkan
onchocerciasis yang ditularkan dari manusia ke manusia melalui
gigitan vektor lalat. Cacing Onchocerca volvulus dewasa bisa
hidup selama lima belas tahun dalam tubuh manusia. Cacing jantan
dan betina membelitkan di nodul dalam jaringan subkutan kulit.
Setelah kawin, cacing betina melepaskan sekitar 1000 larva
mikrofilaria hari ke jaringan sekitarnya. Mikrofilaria hidup selama
1-2 tahun, bergerak di sekitar tubuh dalam jaringan subkutan.
Ketika mereka mati, mereka menyebabkan respons peradangan
yang mengarah ke ruam kulit, lesi, rasa gatal dan depigmentasi
kulit. Mikrofilaria juga bermigrasi ke mata, di mana mereka
menyebabkan inflamasi dan komplikasi lain yang dapat
menyebabkan kebutaan. Onchocerciasis ditularkan melalui gigitan
dari lalat hitam Simulium. Lalat hitam ini berkembang biak dengan
cepat di aliran air dan sungai, meningkatkan risiko infeksi kepada
orang-orang yang tinggal di dekatnya. Ketika lalat hitam Simulium
betina menggigit orang yang terinfeksi dan menghisap darah,
mikrofilaria akan ditransfer ke dari orang ke lalat. Selama satu
15
sampai tiga minggu, mikrofilaria berkembang dalam lalat
membentuk larva infektif. Kemudian larva infektif akan
ditransmisikan kepada orang lain ketika lalat mengambil makanan
yang berupa darah. Di dalam tubuh manusia, larva bermigrasi
dalam jaringan subkutan, membentuk nodul dan perlahan-lahan
tumbuh menjadi cacing dewasa, kemudian menyelesaikan siklus
(WHO, 2013).
b) Vektor
Filariasis ditularkan oleh gigitan nyamuk. Ketika nyamuk dengan
larva tahap infektif menghisap darah, parasit disimpan pada kulit
seseorang, dari mana mereka masuk ke dalam tubuh melalui kulit.
Larva ini kemudian bermigrasi ke pembuluh limfatik dan berkembang
menjadi cacing dewasa selama 6-12 bulan, menyebabkan kerusakan dan
dilatasi pembuluh limfatik. Filaria dewasa hidup selama beberapa
tahun dalam tubuh manusia. Selama waktu ini, mereka menghasilkan
jutaan mikrofilaria dewasa yang beredar dalam darah perifer dan
dicerna oleh nyamuk yang menggigit manusia yang terinfeksi. Bentuk
larva lebih berkembang dalam nyamuk sebelum ditularkan kepada
manusia. Dengan demikian, siklus penularan dapat berlangsung (CDC,
2010).
c) Penularan Filariasis
Siklus hidup W. bancrofti dan B. malayi dimulai dari saat filaria
betina dewasa dalam pembuluh limfe manusia memproduksi sekitar
16
50.000 mikrofilaria per hari ke dalam darah. Nyamuk kemudian
menghisap mikrofilaria pada saat menggigit manusia, selanjutnya larva
tersebut akan berkembang dalam tubuh nyamuk, dan ketika nyamuk
menggigit manusia, larva infektif akan masuk ke dalam tubuh manusia.
Larva akan bermigrasi ke saluran limfe dan berkembang menjadi
bentuk dewasa. Mikrofilaria dapat ditemukan dalam darah tepi setelah 6
bulan-1 tahun setelah terinfeksi dan bisa bertahan 5-10 tahun. Vektor
utama filaria adalah nyamuk Anopheles, Culex, Mansonia, dan
Aedes(Widoyono, 2008).
3. Tanda dan Gejala Filariasis
Penderita filariasis bisa tidak menunjukkan gejala klinis
(asimtomatis). Hal ini disebabkan oleh kadar mikrofilaria yang terlalu
sedikit dan tidak terdeteksi oleh pemeriksaan laboratorium atau karena
memang tidak terdapat mikrofilaria dalam darah. Apabila menunjukkan
gejala, maka yang sering ditemukan adalah gejala akibat manifestasi
perjalanan kronik penyakit. Gejala penyakit pada tahap awal (fase akut)
bersifat tidak khas seperti demam selama 3-4 hari yang dapat hilang tanpa
diobati, demam berulang, lagi 1-2 bulan kemudian, atau gejala lebih sering
timbul bila pasien bekerja terlalu berat. Tahap kedua (fase kronis) dapat
timbul benjolan dan terasa nyeri pada lipat paha atau ketiak dengan tidak
ada luka di badan. Dapat teraba garis seperti urat dan berwarna merah,
serta terasa sakit dari benjolan menuju ke arah ujung kaki atau tangan.
17
Gejala terjadi berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, mulai dari yang
ringan sampai yang berat. Cacing akan menyebabkan fibrosis dan
penyumbatan pembuluh limfe. Penyumbatan ini akan mengakibatkan
pembengkakan pada daerah yang bersangkutan. Tanda klinis yang sering
ditemukan adalah pembengkakan skrotum (hidrokel) dan pembengkakan
anggota gerak terutama kaki (elefantiasis). Diagnosa ditegakkan melalui
pemeriksaan laboratorium dengan ditemukannya mikrofilaria dalam darah
(Widoyono, 2008).
4. Penatalaksanaan filariasis
Depkes RI melalui Direktorat Jenderal PP dan PL (2007)
menentukan jenis obat yang dipakai buat pengobatan filariasis di Indonesia
yaitu:
1. Dietilkarbamazin (DEC)
DEC merupakan obat filariasis terpilih terhadap mikrofilaria dan
makrofilaria. DEC bersama Albendazol digunakan untuk mengontrol
limfatik filariasis, dapat menurunkan mikrofilaria dengan baik selama
setahun. Pemberian sekali setahun selama 4-6 tahun bertujuan untuk
mempertahankan kadar mikrofilaria dalam darah tetap rendah, sehingga
tidak memungkinkan terjadinya penularan. Periode pengobatan ini
diperhitungkan dengan masa subur cacing dewasa.
18
2. Albendazol
Albendazole adalah obat yang dapat meningkatkan efek DEC
dalam melemahkan dan membunuh mikrofilaria. Albendazole adalah
obat yang telah digunakan secara luas sebagai obat cacing usus (cacing
gelang, kremi, cambuk, dan tambang). Dalam penggunaannya,
albendazole jarang menimbulkan efek samping pada pemakaian jangka
pendek. Namun jika albendazol digunakan dalam jangka panjang dapat
menimbulkan efek samping berupa mual, nyeri ulu hati, pusing, sakit
kepala, diare, keluar cacing, demam, lemas, dan asma.
5. Pencegahan
Menurut Widoyono (2008), angka kejadian filariasis dapat dicegah
dengan beberapa cara yaitu:
1. Pengobatan massal
Cara pencegahan penyakit yang paling efektif adalah mencegah
gigitan nyamuk pembawa mikrofilaria. Apabila suatu daerah sebagian
besar sudah terkena penyakit ini, maka pengobatan massal dengan
DEC, Ivermectin, atau albendazol dapat diberikan setahun sekali
dengan sebaiknya dilakukan paling sedikit selama lima tahun.
WHO (2010) melaporkan bahwa pengobatan secara massal sangat
efektif untuk memberantas filariasis. Di Amerika, terdapat 3,4 juta
penduduk yang terinfeksi mikrofilaria dan 2,7 juta diantaranya dapat
sembuh karena menjalani pengobatan secara massal. Tidak jauh
19
berbeda dengan di kawasan Timur Tengah, filariasis telah menginfeksi
sebanyak 550.000 penduduk di Mesir, Sudan, dan Yaman. Dengan
adanya pengobatan massal ini, 510.000 penduduk dapat sembuh.
Sedangkan di Asia Tenggara, 587 juta penduduk terinfeksi filariasis di
tahun 2008. Pengobatan massal di tahun tersebut hanya efektif pada 426
juta penduduk saja. Dari gambaran hasil di atas, pengobatan massal
adalah salah satu cara yang efektif untuk memberantas filariasis di
dunia apabila semua lapisan masyarakat sadar dan ikut dalam program
tersebut.
2. Pengendalian vektor
Kegiatan pengendalian vektor adalah pemberantasan tempat
perkembangbiakan nyamuk melalui pembersihan got atau saluran
pembuangan air, pengaliran air tergenang, dan penebaran bibit ikan
pemakan jentik. Kegiatan lainnya adalah menghindari gigitan nyamuk
dengan memasang kelambu, menggunakan obat nyamuk oles,
memasang kasa pada ventilasi udara, dan menggunakan obat nyamuk
bakar atau obat nyamuk semprot (Widoyono, 2008).
3. Peran serta masyarakat
Warga masyarakat diharapkan bersedia datang dan mau diperiksa
darahnya pada malam hari saat ada kegiatan pemeriksaan darah,
bersedia minum obat anti-penyakit kaki gajah secara teratur sesuai
dengan ketentuan yang diberitahukan oleh petugas, memberitahukan
kepada kader atau petugas kesehatan bila menemukan penderita
20
filariasis, dan bersedia bergotong royong membersihkan sarang nyamuk
atau tempat perkembangbiakan nyamuk.
B. SIKAP
1. Pengertian Sikap
Sikap adalah suatu disposisi atau keadaan mental di dalam jiwa dan
diri seseorang individu untuk bereaksi terhadap lingkungannya (baik
lingkungan manusia atau masyarakatnya, baik lingkungan alamiahnya,
maupun lingkungan fisiknya). Walaupun berada dalam diri seorang
individu, sikap biasanya juga dipengaruhi oleh nilai-budaya, dan sering
juga bersumber kepada sistem nilai-budaya.(Koentjaraningrat, 2004).
Sikap adalah cara kita melihat dengan pikiran kita. Seringkali kita
melihat atau menilai sesuatu berdasarkan “apa yang biasa kita lihat”atau
“apa yang ingin kita lihat”(Sugiarto, 2004). Alport (1935) dalam Rusmi
(2009) mengatakan bahwa sikap adalah kesiapan seseorang untuk
bertindak.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap
adalah suatu respon atau reaksi seseorang dari suatu stimulus yang
diberikan dan akan mendasari seseorang tersebut untuk melakukan sesuatu
atau menimbulkan perilaku.
21
2. Komponen sikap
Notoatmodjo (2010) dalam buku Ilmu Perilaku Kesehatan
menyebutkan bahwa sikap mempunyai 3 komponen yaitu:
a) Komponen kognitif
Komponen kognitif adalah aspek intelektual yang berkaitan
dengan apa yang diketahui manusia. Komponen kognitif ini adalah
olahan pikiran manusia atau seseorang terhadap kondisi eksternal atau
stimulus yang menghasilkan pengetahuan. Komponen kognitif ini bisa
didapatkan dari tempat-tempat yang memberikan informasi pendidikan
seperti sekolah, media massa, dan kelompok atau komunitas pengendali
suatu penyakit. Sebagai contoh, seseorang dengan pendidikan sekolah
dasar akan sangat berbeda dalam mengambil sikap jika dibandingkan
dengan seseorang dengan pendidikan tinggi.
b) Komponen afektif
Adalah aspek emosional yang berkaitan dengan penilaian
terhadap apa yang diketahui manusia. Setelah seseorang mempunyai
pemahaman atau pengetahuan terhadap stimulus atau kondisi
eksternalnya, maka selanjutnya akan mengolahnya lagi dengan
melibatkan emosionalnya. Komponen ini dapat didapatkan ketika
seseorang terpapar dengan suatu lembaga pemberantas suatu penyakit
atau suatu penyakit telah menimpanya. Sebagai contoh adalah, jika
seseorang terkena suatu penyakit, maka dia akan terpengaruh secara
emosional seperti sedih, kurang berguna, dan tekat untuk sembuh.
22
c) Komponen konatif
Adalah aspek visional yang berhubungan dengan kecenderungan
atau kemauan bertindak. Komponen ini biasanya didapatkan jika
seseorang telah bergabung dengan suatu lembaga kesehatan, salah satu
keluarga terkena suatu penyakit, atau terdapat suatu wabah suatu
penyakit di tempatnya.
3. Karakteristik sikap
Allport (1924) dalam Notoatmodjo (2010) mengatakan bahwa
sikap memiliki 4 karakter, yaitu:
a) Sikap merupakan kecenderungan berpikir, berpersepsi, dan
bertindak. Dalam hal ini, sikap adalah perputaran dan pengembangan
pemikiran manusia terhadap suatu masalah yang menjadi dasar
orang tersebut untuk bertindak.
b) Sikap mempunyai daya pendorong (motivasi). Dari sikap inilah
manusia memiliki motivasi untuk bertindak dan berubah. Sebagai
contoh, jika seseorang tidak setuju terhadap suatu hal, maka dia akan
mengambil tindakan untuk menolak hal tersebut.
c) Sikap relatif lebih menetap, dibanding emosi dan pikiran. Dalam hal
ini, sikap dapat digambarkan sebagai karakter manusia yang tidak
mudah berubah.
d) Sikap mengandung aspek penilaian atau evaluatif terhadap objek.
Sikap sangat terpengaruh terhadap penilaian seseorang terhadap
sesuatu. Jika seseorang pernah mendapatkan suatu masalah yang
23
sama sebelumnya, maka dia akan menjadikan masalah terdahulu
sebagai acuan dalam mengambil sikap terhadap masalah sekarang.
4. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sikap seseorang
Azwar (2013) menuliskan bahwa sikap seseorang dapat
dipengaruhi oleh beberapa hal berikut:
a) Lingkungan
1) Rumah
Tingkah laku anak dan sikap anak tidak hanya dipengaruhi
oleh bagaimana sikap-sikap orang yang berada di dalam rumah
itu, melainkan juga bagaimana sikap-sikap mereka dan bagaimana
mereka mengadakan atau melakukan hubungan-hubungan dengan
orang-orang di luar rumah. Dalam hal ini, peranan orang tua
penting sekali untuk mengetahui apa-apa yang dibutuhkan si anak
dalam rangka perkembangan nilai-nilai moral si anak, serta
bagaimana orang tua dapat memenuhinya (Singgih, 2004). Dalam
hal ini, orang tua dan orang sekitar berperan dalam membentuk
pengetahuan anak yang akan membentuk sikap anak tersebut.
2) Sekolah
Peran pranata pendidikan adalah untuk membentuk
kepribadian anggota masyarakat agar menjadi warga yang baik
dan unggul secara intelektual. Peran guru sejak pendidikan dasar
sangat besar mempengaruhi pola pikir, perilaku, sikap anak dalam
24
membentuk kepribadiannya. Guru senantiasa memberikan
dorongan dan motivasi terhadap keberhasilan anak dalam
membentuk kepribadian anak. Ketika anak memasuki sekolah
lanjutan, peran guru dalam mempengaruhi kepribadian anak
mulai dibatasi oleh peran anak itu sendiri. Pada tahap ini, anak
sudah mempunyai sikap, kepribadian, dan kemandirian (Wigati,
2008).
5. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan sangatlah berpengaruh terhadap
sikap seseorang, kondisi lingkungan pekerjaan yang nyaman,
akan membentuk sikap positif pada pekerjanya, begitu sebaliknya
lingkungan kerja yang tidak nyaman akan membentuk sikap
negatif pada pekerjanya (Heni, 2011). Dari gambaran tersebut,
dapat disimpulkan bahwa lingkungan pekerjaan sangat berperan
dalam mekanisme pembentukan sikap. Kenyamanan pada
lingkungan kerja, akan membawa sikap positif pada kehidupan
orang tersebut.
b) Pengalaman
Apa yang telah dan sedang dialami seseorang, akan ikut
membentuk dan mempengaruhi penghayatan seseorang terhadap
stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar
terbentuknya sikap (Azwar, 2013). Pengalaman dapat didapatkan
dari pendidikan dari suatu instansi, pernah mengalami suatu
25
kejadian, dan pernah melihat dari orang lain. Pengalaman sangat
mempengaruhi seseorang dalam bersikap.
c) Pendidikan
Pendidikan bisa berupa pendidikan formal, yaitu dari sekolah,
maupun pendidikan nonformal, seperti pendidikan dari orang tua.
(Sugiarto, 2004). Rusmi (2009) mengatakan bahwa pembentukan
sikap dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan
sikap seseorang sangat ditentukan oleh kepribadian, intelegensia, dan
minat.
C. PERILAKU
1. Pengertian Perilaku
Dari sudut biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas
organisme yang bersangkutan, yang dapat diamati secara langsung
maupun tidak langsung. Secara operasional, perilaku dapat diartikan suatu
respons organisme atau seseorang terhadap rangsangan dari luar subjek
tersebut. Perilaku manusia adalah suatu aktivitas manusia itu sendiri.
(Soekidjo, 1993 dalam Sunaryo, 2004)
2. Ciri-ciri Perilaku manusia
Sunaryo (2004) mengatakan bahwa manusia memiliki perilaku yang
khusus yang membedakan dengan makhluk lain. Ciri-cirinya adalah:
26
a) Kepekaan Sosial
Artinya kemampuan manusia untuk dapat menyesuaikan
perilakunya sesuai pandangan dan harapan orang lain. Manusia adalah
makhluk sosial yang dalam hidupnya perlu kawan dan bekerja sama
dengan orang lain. Perilaku manusia adalah situasional, artinya perilaku
manusia akan berbeda pada situasi yang berbeda.
b) Kelangsungan perilaku
Artinya, antara perilaku yang satu ada kaitannya dengan perilaku
yang lain, perilaku sekarang adalah kelanjutan perilaku yang baru lalu,
dan seterusnya. Dalam kata lain bahwa perilaku manusia terjadi secara
berkesinambungan bukan secara serta merta.
Jadi, sebenarnya perilaku manusia tidak pernah berhenti pada
suatu saat. Perilaku pada masa lalu merupakan persiapan bagi perilaku
kemudian dan perilaku kemudian merupakan kelanjutan perilaku
sebelumnya.
c) Orientasi pada tugas
Artinya bahwa setiap perilaku manusia selalu memiliki orientasi
pada suatu tugas tertentu. Perilaku seseorang akan sangat sesuai dengan
peran orang tersebut kepada masyarakat atau kelompoknya. Jika dalam
kelompok dia berperan sebagai pemimpin, maka perilakunya akan
sangat berbeda dengan yang dipimpin. Inilah yang membedakan
perilaku seseorang menurut tugas sesuai peran masing-masing.
27
d) Usaha dan perjuangan
Usaha dan perjuangan pada manusia telah dipilih dan ditentukan
sendiri, serta tidak akan memperjuangkan sesuatu yang memang tidak
ingin diperjuangkan. Jadi, sebenarnya manusia memiliki cita-cita
(aspiration) yang ingin diperjuangkannya, sedangkan hewan hanya
berjuang untuk mendapatkan sesuatu yang sudah tersedia di alam.
e) Tiap-tiap manusia adalah individu yang unik
Unik di sini mengandung arti bahwa manusia satu berbeda
dengan manusia yang lain dan tidak ada dua manusia yang sama persis
di muka bumi ini, walaupun ia dilahirkan kembar. Manusia mempunyai
ciri-ciri, sifat, watak, tabiat, kepribadian, motivasi tersendiri yang
membedakannya dari manusia lainnya. Perbedaan pengalaman yang
dialami individu pada masa silam dan cita-citanya kelak dikemudian
hari, menentukan perilaku individu di masa kini yang berbeda-beda
pula.
3. Proses pembentukan perilaku
Perilaku manusia dibentuk karena ada kebutuhan yang harus
dipenuhi oleh manusia tersebut. Dalam Notoatmodjo (2010) teori Mayo
yang disempurnakan oleh Maslow mengatakan bahwa manusia memiliki
lima kebutuhan dasar, yaitu:
28
a) Kebutuhan fisiologis/biologis, yang merupakan kebutuhan pokok
utama, yaitu O2, H2O, cairan elektrolit, makanan, dan seks. Apabila
kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi ketidakseimbangan fisiologis.
b) Kebutuhan rasa aman, misalnya rasa aman terhindar dari pencurian,
penodongan, perampokan, dan kejahatan lain, rasa aman terhindar dari
konflik, tawuran, kerusuhan, peperangan, dan lain-lain, rasa aman
terhindar dari sakit dan penyakit, rasa aman memperoleh perlindungan
hukum
c) Kebutuhan mencintai dan dicintai, misalnya mendambakan kasih
sayang/cinta kasih orang lain baik dari orang tua, saudara, teman,
kekasih, dan lain-lain, ingin dicintai/mencintai orang lain, ingin
diterima oleh kelompok tempat ia berada
d) Kebutuhan harga diri, misalnya, ingin dihargai dan menghargai orang
lain adanya respek atau perhatian dari orang lain, toleransi atau saling
menghargai dalam hidup berdampingan
e) Kebutuhan aktualisasi diri, misalnya, ingin dipuja atau disanjung oleh
orang lain, ingin sukses atau berhasil dalam mencapai cita-cita, ingin
menonjol dan lebih dari orang lain, baik dalam karier usaha, kekayaan,
dan lain-lain
4. Faktor pembentuk perilaku
Green (1991) dalam Notoatmodjo (2010) mengatakan bahwa
perilaku itu sendiri ditentukan dan terbentuk dari 3 faktor, yaitu:
29
a) Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan
sebagainya. Dalam penelitian ini, peneliti akan meneliti pengaruh
pengetahuan terhadap sikap dan perilaku. Kepercayaan , keyakinan,
serta nilai-nilai tidak diteliti karena kurangnya keberagaman dari faktor
tersebut.
b) Faktor-faktor pemungkin (enabling factor), yang terwujud dalam
lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau
sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat
kontrasepsi, jamban, dan sebagainya. Dalam penelitian ini, peneliti
tidak mengambil faktor pemungkin dikarenakan sudah tersedianya
faktor-faktor pemungkin tersebut. Faktor pemungkin yang sudah
tercukupi secara keseluruhan adalah tercukupinya obat pencegah
filariasis untuk seluruh masyarakat.
c) Faktor-faktor pendorong atau penguat (reinforcing factor), yang
terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain,
yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Dalam
penelitian ini, peneliti tidak meneliti faktor penguat karena faktor ini
dianggap sama pada seluruh penduduk. Hal ini digambarkan dengan
petugas kesehatan mendatangi seluruh masyarakat sebagai upaya
jemput bola, tidak menunggu kedatangan masyarakat.
30
Lewin dalam Notoatmodjo (2010) mengemukakan bahwa
pengambilan tindakan tepat untuk perilaku sehat dipengaruhi oleh 3
variabel, yaitu:
a) Variabel demografis, yang terwujud dalam umur, jenis kelamin, suku
bangsa atau kelompok etnis. Dalam penelitian ini, peneliti akan
mengambil umur dan jenis kelamin sebagai faktor yang mempengaruhi
sikap dan perilaku. Suku bangsa dan etnis tidak peneliti ambil
dikarenakan di daerah tersebut hanya ada suku Jawa, Sunda, dan
Betawi sehingga dinilai kurang ada keragaman.
b) Variabel sosial psikologis yang dapat dilihat dari peer dan reference
group, kepribadian, pengalaman sebelumnya. Dalam penelitian ini,
peneliti akan mengambil satu komponen pengalaman yaitu pengetahuan
sebagai faktor yang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku.
c) Variabel struktur yang dapat dilihat dari kelas sosial ekonomi, akses ke
pelayanan kesehatan dan sebagainya. Variabel yang akan diteliti dalam
penelitian ini adalah sosial ekonomi yang dilihat dari pendapatan.
Sedangkan untuk akses ke pelayanan kesehatan tidak diteliti
dikarenakan sudah terdapat keseragaman pada semua masyarakat yaitu,
petugas kesehatan mendatangi seluruh penduduk.
Harapan dari teori Health Belief Model dari Lewin adalah dapat
terjadi perubahan perilaku masyarakat menjadi lebih baik dalam tindakan
kesehatan yang disokong pada pendekatan faktor-faktor pembentuk sikap.
31
Selain itu, dapat pula dilakukan pendekatan-pendekatan pada faktor lain
jikalau pendekatan pada satu faktor terjadi kegagalan.
5. Gambaran Kepatuhan dalam Berperilaku
a. Definisi kepatuhan
Kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin (KBBI,
2007). Kepatuhan adalah tingkat penderita melaksanakan cara pengobatan
dan perilaku yang disarankan oleh dokter atau orang lain (Kamus
Kesehatan, 2007).
Kepatuhan seseorang dapat dilihat dari kesesuaian antara sikap dan
perilaku terhadap perintah atau instruksi dari orang lain (Notoatmodjo,
2010). Seseorang dengan sikap yang baik dan menerima instruksi atau
perintah dari orang lain belum dapat dikatakan patuh sebelum dia
melaksanakan perintah tersebut secara perilaku atau tindakan. Pengukuran
kepatuhan hanya dapat dilihat setelah seseorang melakukan tindakan yang
sesuai dengan perintah atau tidak.
b. Jenis-jenis Kepatuhan
Cramer (1991) dalam Pubmed (2013) mengatakan bahwa
kepatuhan dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Kepatuhan penuh (Total compliance)
Pada keadaan ini seseorang tidak hanya berobat secara teratur, tetapi
juga menggunakan obat sesuai yang dianjurkan. Dalam hal ini, jika
32
masyarakat patuh dan minum obat yang dibagikan oleh petugas,
maka mereka termasuk ke dalam total compliance. Kepatuhan penuh
pada penelitian ini dapat dilihat dari bagaimana penerimaan dan
perilaku masyarakat dalam minum obat anti filaria yang telah
dibagikan oleh petugas.
2) Sama sekali tidak patuh (Not Compliance)
Yaitu penderita yang putus obat atau tidak menggunakan obat sama
sekali. Dalam hal ini, masyarakat yang tidak patuh dan tidak
mengkonsumsi obat yang dibagikan, maka mereka termasuk ke
dalam not compliance. Ketidak patuhan pada penelitian ini dapat
dilihat dari bagaimana masyarakat menerima dan minum obat yang
telah dibagikan. Jikalau masyarakat tidak menerima obat yang
dibagikan, maka sudah termasuk dalam kategori tidak patuh. Jikalau
masyarakat menerima obat tersebut, tapi tidak diminum, maka dapat
dikategorikan tidak patuh pula. Begitu juga dengan masyarakat yang
minum obatnya tidak sesuai dengan anjuran petugas dapat
dikategorikan sebagai tidak patuh.
33
D. KERANGKA TEORI
Health Belief Model
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Dimodifikasi dari Health Belief Model (Lewin, 1970) dan Green
(1991) dalam Notoatmodjo (2010)
Variabel demografis (umur, jenis
kelamin, suku bangsa atau kelompok
etnis). Variabel sosial psikologis
(peer dan reference group,
kepribadian, pengalaman
sebelumnya) Variabel struktur (kelas
ekonomi, akses ke pelayanan
kesehatan dan sebagainya)
Kecenderungan yang
dilihat (preceived)
mengenai gejala/penyakit.
Syaratnya yang dilihat
mengenai gejala dan
penyakit
Manfaat yang dilihat
dari pengambilan
tindakan dikurangi
biaya (rintangan)
yang dilihat dari
pengambilan
Kemungkinan
mengambil
tindakan tepat
untuk perilaku
sehat/sakit
Ancaman yang
dilihat mengenai
gejala dan penyakit
Pendorong (cues) untuk
bertindak (kampanye
media massa, peringatan
dari dokter, tulisan
dalam surat kabar dan
majalah)
Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam
pengetahuan, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya
Faktor-faktor pemungkin (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan
fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana
kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban,
dan sebagainya
Faktor-faktor pendorong atau penguat (reinforcing factor), yang terwujud
dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan
kelompok referensi dari perilaku masyarakat
Sikap
Perilaku
34
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Sesuai dengan tujuan penelitian yang bersifat analitik atau mencari
hubungan variabel yang akan diteliti yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi
sikap dan perilaku masyarakat terhadap minum obat anti filaria di RW 2
Kelurahan Pondok aren, maka kerangka konsep pada penelitian ini adalah:
Gambar 3.1 Kerangka konsep
Berdasarkan kerangka konsep tersebut, setiap konsep mempunyai
variabel sebagai indikasi pengukuran yang digambarkan oleh variabel bebas
atau independen yang terdiri dari umur, jenis kelamin, pengetahuan, sosial
ekonomi, dan pendidikan. Sedangkan variabel terikat atau dependen terdiri dari
sikap dan perilaku masyarakat terhadap minum obat anti filaria.
Variabel independen
Umur
Jenis Kelamin
Pengetahuan
Sosial ekonomi
Pendidikan
Variabel dependen
Sikap masyarakat terhadap
obat anti filaria
Perilaku masyarakat
terhadap kepatuhan minum
obat anti filaria
35
B. HIPOTESIS
1. Ada hubungan antara umur dengan sikap masyarakat terhadap obat anti
filaria di RW 2 kelurahan Pondok Aren
2. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan sikap masyarakat terhadap obat
anti filaria di RW 2 kelurahan Pondok Aren
3. Ada hubungan antara pengetahuan dengan sikap masyarakat terhadap obat
anti filaria di RW 2 kelurahan Pondok Aren
4. Ada hubungan antara sosial ekonomi dengan sikap masyarakat terhadap
obat anti filaria di RW 2 kelurahan Pondok Aren
5. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan sikap masyarakat terhadap
obat anti filaria di RW 2 kelurahan Pondok Aren
6. Ada hubungan antara umur dengan perilaku masyarakat terhadap kepatuhan
minum obat anti filaria di RW 2 kelurahan Pondok Aren
7. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku masyarakat terhadap
kepatuhan minum obat anti filaria di RW 2 kelurahan Pondok Aren
8. Ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku masyarakat terhadap
kepatuhan minum obat anti filaria di RW 2 kelurahan Pondok Aren
9. Ada hubungan antara sosial ekonomi dengan perilaku masyarakat terhadap
kepatuhan minum obat anti filaria di RW 2 kelurahan Pondok Aren
10. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan perilaku masyarakat
terhadap kepatuhan minum obat anti filaria di RW 2 kelurahan Pondok Aren
36
C. Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala ukur
Umur Banyaknya angka dalam
tahun yang dihitung sejak
responden lahir sampai
dilakukan penelitian
angket Kuisioner
C1
1. Remaja = 12-25 th
2. Dewasa = 26-45 th
3. Lansia = > 45 th
(Depkes, 2009)
Ordinal
Jenis
Kelamin
Aplikasi gender yang
disandang oleh responden
angket Kuesioner
C1
1. Laki-laki
2. perempuan
Nominal
Pengetahuan Tingkat pengetahuan
responden tentang pengertian,
vektor, tanda gejala, dan
pencegahan filariasis
angket Kuesioner
C2
1. Kurang = bila didapat
skor ≤ 55%
2. Cukup = bila didapat
skor 56-75%
3. Baik = bila didapat
Ordinal
37
skor 76-100 %
(Arikunto, 2010)
Sosial
Ekonomi
suatu keadaan atau
kedudukan yang diatur secara
sosial dan menetapkan
seseorang dalam posisi
tertentu dalam struktur
masyarakat
angket Kuesioner
C1
1. Ekonomi menengah ke
bawah (< Rp
1.500.000)
2. Ekonomi menengah
tengah (Rp 1.500.000 –
Rp 2.600.000)
3. Ekonomi menengah ke
atas (> Rp 2.600.000)
(BPS, 2011)
Ordinal
Pendidikan Pendidikan adalah tingkat
pendidikan formal yang telah
diselesaikan oleh responden.
angket Kuesioner
C1
1. Pendidikan dasar (SD
dan SMP atau
sederajat)
Ordinal
38
2. Pendidikan menengah
(SMA atau sederajat)
3. Pendidikan tinggi (PT)
(UU Nomor 20 Tahun
2001) Pasal 17 dalam
Kemdikbud (2012)
Sikap Afek atau penilaian positif
atau negatif terhadap
pencegahan filariasis dan obat
anti filaria. (Azwar, 2013)
angket Kuesioner
Akan dilakukan
skoring dengan
ketentuan sebagai
berikut:
1. Pada pertanyaan
positif diberikan
nilai 1 pada
Akan dikategorikan
menjadi:
1. Kurang = bila didapat
skor ≤ 55%
2. Cukup = bila didapat
skor 56-75%
3. Baik = didapat skor
76-100 %
Ordinal
39
sangat tidak
setuju (STS)
sampai 4 pada
sangat setuju
(SS)
2. Pada pertanyaan
negatif
diberikan nilai 4
pada sangat
tidak setuju
(STS) sampai 1
pada sangat
setuju (SS).
C3
(Arikunto, 2010)
40
Perilaku Tindakan yang dilakukan
seseorang berupa minum obat
anti filaria atau tidak minum
obat anti filaria sesuai aturan
(Notoatmodjo, 2010)
angket Kuesioner
C4
1. Tidak Minum obat
2. Minum obat
Nominal
41
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang akan digunakan
dalam melakukan prosedur penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan
studi analitik kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Desain penelitian
cross sectional adalah penelitian pada beberapa variabel yang diamati pada
waktu yang sama (Hidayat, 2008). Tujuannya untuk mengetahui faktor-faktor
apa saja yang mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat RW 2 kelurahan
Pondok Aren terhadap minum obat anti filaria dengan cara memberikan
pertanyaan tertutup melalui kuesioner yang akan diisi oleh responden
penelitian.
B. Tempat dan waktu
Lokasi penelitian dilakukan di RW 2 kelurahan Pondok Aren. Penelitian
dilakukan pada tanggal 15-17 November 2013. Penentuan masyarakat RW 2
kelurahan Pondok Aren sebagai lokasi penelitian adalah karena menurut data
yang diperoleh penulis, RW 2 kelurahan Pondok Aren merupakan penyumbang
terbesar kasus filariasis di kelurahan Pondok Aren (KaBid Filariasis Pondok
Aren, 2013). Penulis juga menemukan fenomena bahwa ada beberapa
masyarakat yang tidak mengkonsumsi obat anti filaria yang dibagikan oleh
42
kader dengan alasan takut, serta tidak ada program dari puskesmas yang
memantau langsung minum atau tidaknya masyarakat terhadap obat yang
dibagikan. Penulis juga mempunyai tujuan untuk mengetahui faktor apa
sajakah yang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku masyarakat terhadap
minum obat anti filaria sehingga bisa dipilih pendekatan yang berbeda agar
obat anti filariasis bisa dikonsumsi masyarakat RW 2 pada khususnya dan
Pondok Aren pada umumnya.
C. Populasi dan Sampel
Sugiono (2004) dalam Hidayat (2008) menyebutkan bahwa populasi
adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi penelitian ini
adalah seluruh masyarakat di RW 2 Kelurahan Pondok Aren Kota Tangerang
Selatan.
Daftar jumlah masyarakat RW 2 Kelurahan Pondok Aren yang
mendapatkan obat anti filaria tahun 2012 tercantum dalam tabel 4.1.
43
Tabel 4.1 Jumlah masyarakat RW 2 Kelurahan Pondok Aren yang
mendapatkan obat anti filaria tahun 2012
No RT Jumlah
1. 01 300
2. 02 415
3. 03 190
4. 04 172
5. 05 147
6. 06 115
Jumlah 1339
Sumber: PKM Pondok Aren 2012
Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah
dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2008). Sampel dari
penelitian ini ditentukan oleh beberapa kriteria inklusi dan eksklusi di bawah
ini.
Kriteria inklusi:
1. Warga masyarakat yang terdaftar di RW 2 kelurahan Pondok Aren
Kota Tangerang Selatan.
2. Usia lebih dari 12 tahun
3. Bisa membaca dan menulis
4. Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini
Kriteria eksklusi:
1. Sedang hamil waktu pembagian obat
2. Sedang menyusui waktu pembagian obat
44
3. Warga yang sedang sakit dan tidak diperkenankan mengkonsumsi
obat anti filaria saat dibagikan obat anti filaria
4. Lansia yang telah mengalami kepikunan
Tekhnik pengambilan sampel menggunakan proporsionate clustering
sampling yaitu suatu cara pengambilan bila objek yang diteliti atau sumber data
sangat luas atau besar, yakni populasinya heterogen dan terdiri atas kelompok
yang masing-masing heterogen dan disesuaikan dengan jumlah pada masing-
masing kelompok (Hidayat, 2008).
Setelah didapatkan cluster atau kelompok, akan dilanjutkan dengan sistem
systematic random sampling pada tiap-tiap kelompok atau cluster. Besar sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sesuai dengan ketentuan rumus besar
sampel yang sesuai dengan rancangan penelitian yaitu rumus sampel uji beda dua
proporsi dengan presisi mutlak ditentukan.
Rumus :
45
Keterangan:
n = jumlah sampel
1-α = (derajat kemaknaan 95% CI/Confidence Interval dengan α sebesar 5%)
1-β = Kekuatan uji 90%
P1 = 0.27 (proporsi pengetahuan baik dalam Hubungan Tingkat Pengetahuan
Ibu Tentang Imunisasi Polio Dengan Status Kelengkapan Imunisasi Polio di
Wilayah Kerja Puskesmas Tanon 1 Sragen(2012))
P2 = 0.53 (proporsi pengetahuan sedang dalam Hubungan Tingkat
Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Polio Dengan Status Kelengkapan Imunisasi
Polio di Wilayah Kerja Puskesmas Tanon 1 Sragen(2012))
P = (P1+P2) /2 = (0.27+0.53)/2 = 0.4
1 - P = 1 – 0.4 = 0.6
Pada penghitungan dengan menggunakan software Sample size
determination in health studies didapatkan hasil:
n = 59+ 10% (antisipasi drop out)
n = 65 sampel
Penghitungan sample dalam masing-masing cluster dilakukan dengan
perbandingan jumlah masing-masing RT.
RT 1 =
RT 2 =
RT 3 =
46
RT 4 =
RT 5 =
RT 6 =
D. Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan
lembaran kuesioner yang disusun secara terstruktur berdasarkan teori dan
berisikan pertanyaan yang harus dijawab responden. Instrumen ini terdiri dari
empat bagian yaitu data demografi meliputi inisial nama, usia, jenis kelamin,
alamat, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan kebutuhan sehari-hari. Bagian
kedua berisi pertanyaan pengetahuan. Bagian ketiga berisikan pertanyaan
sikap, dan bagian keempat berisikan lembar pertanyaan perilaku tanda
responden minum obat sesuai aturan atau tidak.
Cara pengukuran dilakukan dengan angket menggunakan kuesioner
dengan skala Thrustone untuk variabel bebas dan skala Likert untuk variabel
terikat. Dengan skala Thrustone dan Likert, variabel yang akan diukur
dijabarkan menjadi indikator variabel, kemudian indikator tersebut dijadikan
sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang berupa
pernyataan.
Jawaban-jawaban responden pada variabel bebas maupun terikat
kemudian diberi nilai. Nilai-nilainya adalah sebagai berikut:
47
a. Pernyataan pada variabel bebas dibuat menjadi dua penilaian yaitu, skor
secara langsung oleh peneliti sesuai dengan nilai yang sudah ditentukan
peneliti dan penilaian pertanyaan tertutup dengan skor 1 untuk jawaban
benar dan skor 0 untuk jawaban salah.
b. Pernyataan pada variabel terikat dinilai dengan memberikan skala Likert
yang kemudian akan diberi skor pada pernyataannya. Pada pertanyaan
positif, jawaban sangat tidak setuju (STS) akandiberi skor 1. Pada jawaban
sangat setuju (SS) akan diberi skor 4. Sedangkan pada pertanyaan negatif,
akan diperlakukan sebaliknya.
c. Peneliti membagi skor tersebut menjadi 3 kategori yaitu baik, cukup, dan
kurang
E. Pengujian instrumen
1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur itu benar-
benar mengukur apa yang diukur. Suatu kuesioner dikatakan valid jika
pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang
akan diukur oleh kuesioner tersebut. Dalam hal ini, beberapa item
pertanyaan dapat digunakan untuk mengungkapkan variabel yang diukur
tersebut. Apabila aturan-aturan uji validitas dapat dipenuhi, maka
diharapkan validitas yang dikehendaki peneliti akan tercapai (Arikunto,
2010).
48
Uji validitas pada penelitian ini telah dilakukan di Kampung Sawah
kepada 30 orang. Kampung Sawah dipilih karena Kampung Sawah adalah
daerah dengan kasus filariasis tertinggi di Kota Tangerang Selatan. Uji yang
dilakukan adalah dengan menggunakan factor analysis dengan ketentuan
valid jika nilai r hitung > r tabel (0,5) pada N = 30 dengan nilai signifikansi
< 0,05. Hasil uji validitas pada instrumen pengetahuan didapatkan 10 dari
10 pertanyaan valid, sehingga semua pertanyaan dalam instrumen
pengetahuan dapat dipakai. Pada instrumen sikap didapatkan 8 dari 9
pertanyaan valid. Pertanyaan yang tidak valid adalah pertanyaan no 1,
sehingga pertanyaan tersebut dihapus atau ditiadakan.
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah uji kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan
bila fakta atau kenyataan tadi diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu
yang berlainan (Nursalam, 2009). Uji reliabilitas instrumen yang dipakai
adalah dengan Alpha Cronbach, yaitu menganalisis reliabilitas instrumen
dari satu kali pengukuran (Ridwan, 2007). Hasil uji dinyatakan reliabel jika
nilai Alpha Cronbach > 0,6 (Hidayat, 2008). Hasil pengujian reliabilitas
instrumen dapat dilihat pada tabel 4.2
Tabel 4.2 Hasil uji reliabilitas instrumen
Variabel Alpha Cronbach Keputusan
Pengetahuan 0,612 Reliabel
Sikap 0,717 Reliabel
49
F. Metode Pengumpulan Data
1. Tahap pertama yaitu persiapan. Peneliti menentukan subjek penelitian,
tujuan penelitian, dan tempat penelitian. Peneliti mengajukan surat izin dari
Fakultas untuk diserahkan ke Kelurahan Pondok Aren dengan tembusan
Ketua RW 2. Peneliti mengumpulkan data masyarakat dari ketua RW 2 dan
membuat cluster tiap RT. Peneliti melakukan pengacakan responden di
ketua RT setempat.
2. Tahap kedua pelaksanaan. Peneliti dibantu oleh 2 orang numerator yang
telah dilatih sebelumnya membagikan kuesioner kepada orang-orang yang
telah terpilih secara acak dari cluster masing-masing. Peneliti
memperkenalkan diri, menyampaikan maksud dan tujuan serta meminta ijin
secara lisan dan tertulis (informed consent). Peneliti dan numerator
memberikan kuesioner serta menjelaskan cara mengisi kuesioner tersebut.
3. Tahap ketiga pengolahan data. Peneliti dibantu numerator mengecek
kembali kelengkapan kuesioner dan memulai pengolahan dengan
memberikan kode pada masing-masing kuesioner untuk mempermudah
pengolahan data. Peneliti memberikan skor atau nilai pada masing-masing
pertanyaan. Tahap selanjutnya adalah memasukkan data ke dalam software
statistik (SPSS 18) dan melakukan analisis. Tahap terakhir adalah
memeriksa kembali apakah ada kesalahan pada data atau pada proses input
dan analysis.
50
G. Teknik Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisis univariat adalah Analisis yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil
penelitian, pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan
persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2005). Data univariat pada penelitian
ini adalah data-data yang terdapat pada variabel independen yaitu; umur, jenis
kelamin, pengetahuan, sosial ekonomi, dan pendidikan.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga ada
hubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2005). Pada penelitian ini, Analisis
bivariat akan dilakukan ketika menilai korelasi antara variabel independen
dengan variabel dependen yaitu sikap dan perilaku masyarakat dalam minum
obat anti filaria. Dalam mengolah data, peneliti akan melakukan skoring, yaitu
sajian data akan diubah ke dalam data angka agar lebih mudah dianalisis.
Setelah proses skoring selesai, peneliti akan membagi variabel untuk di
analisis. Untuk variabel Jenis Kelamin, peneliti akan menggunakan uji Pearson
correlation. Ketentuan dari analisis ini adalah P > 0,000 maka Ho diterima
yang menunjukan bahwa tidak ada hubungan dari kedua variabel (Dahlan,
2009).
Sedangkan untuk variabel umur, sosial ekonomi, pengetahuan dan
pendidikan, peneliti akan menggunakan Uji Chi Square (X2) untuk mencari
adakah hubungan dengan variabel dependen (Hidayat, 2008). Ketentuan dari
51
analisis ini adalah P > 0,05 maka Ho diterima yang menunjukan bahwa tidak
ada hubungan dari kedua variabel.
3. Pengolahan Data
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan dua tahap utama pengolahan
data yaitu pengolahan data manual dan pengolahan data menggunakan
software statistik (SPSS 18). Secara keseluruhan, tahapan pengolahan data
terdiri dari:
a) Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang
diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada saat pengumpulan
data atu setelah data terkumpul
b) Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka)
terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini akan
mempermudah peneliti saat pengolahan dan analisis data menggunakan
komputer.
c) Data entry
Entri data merupakan kegiatan memasukkan data yang telah
dikumpulkan ke dalam master tabel atau database komputer, kemudian
membuat distribusi frekuensi sederhana.
52
d) Cleaning
Cleaning yaitu proses pengecekan kembali data-data yang telah
dimasukkan untuk melihat ada tidaknya kesalahan, terutama kesesuaian
pengkodean yang dilakukan. Apabila terjadinya kesalahan, maka data tersebut
akan segera diperbaiki sehingga sesuai dengan hasil pengumpulan data yang
dilakukan (Hidayat, 2008).
H. Etika Penelitian
Notoatmodjo (2010) mengungkapkan masalah etika yang harus
diperhatikan dalam melakukan penelitian antara lain, sebagai berikut:
1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity).
Peneliti telah menjelaskan maksud, tujuan dan manfaat penelitian ini
kepada partisipan dan melakukan informed consent, setelah partisipan
bersedia maka partisipan harus menandatangani lembar persetujuan
sebagai bukti kesediaan menjadi partisipan. Namun, untuk partisipan yang
menolak untuk di teliti maka peneliti tidak memaksa dan tetap
menghormati hak partisipan untuk menolak.
2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for
privacy and confidentiality)
Untuk menjaga kerahasiaan identitas partisipan, peneliti tidak akan
mencantumkan nama partisipan pada lembar pedoman wawancara atau
hasil penelitian yang akan disajikan. Peneliti hanya akan menggunakan
kode pada lembar pedoman wawancara dan mengunakan inisial dalam
53
penyajian hasil penelitian serta akan membuat password ketika data
dimasukan ke dalam file tersendiri dan yang boleh mengetahui password
tersebut hanya peneliti dan para pembimbing.
3. Keadilan dan inklusivitas (respect for justice/inclusiveness)
Peneliti menjaga prinsip keadilan dengan memberikan perlakuan
yang sama pada setiap partisipan dan tidak membeda-bedakan ras, agama,
dan sebagainya.
4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing
harm and benefits).
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang optimal
bagi masyarakat maupun partisipan sendiri. Peneliti juga perlu berusaha
untuk meminimalkan dampak yang merugikan.
54
BAB V
HASIL PENELITIAN
Bab ini peneliti akan menjabarkan beberapa temuan selama melakukan
penelitian yang dibahas dengan menggunakan analisis univariat dan bivariat.
Hasil penelitian ini telah menjawab permasalahan yang telah dihipotesiskan.
A. Profil RW 2 kelurahan Pondok Aren
RW 2 kelurahan Pondok Aren merupakan satu wilayah bagian selatan di
kelurahan Pondok Aren. Jumlah penduduk pada wilayah ini adalah 2.157 jiwa
yang mendiami wilayah seluas 5,48 Km2. Dari jumlah tersebut dapat dilihat
bahwa wilayah RW 2 mempunyai kepadatan 393,61 jiwa/Km2 yang merupakan
daerah yang sangat padat. Wilayah ini memiliki pembagian berdasarkan Rukun
Tetangga yang ada yaitu 6 RT, yang dimulai dari RT 1 sampai RT 6. Batas
wilayah sebelah utara adalah RW 1, sebelah selatan adalah Kelurahan Pondok
Jaya, sebelah timur adalah kelurahan Pondok Jaya, dan sebelah barat adalah
perumahan elit Bintaro Jaya.
Masyarakat RW 2 Kelurahan Pondok Aren merupakan masyarakat yang
paling banyak adalah masyarakat Betawi dan Sunda yang mayoritas bekerja
sebagai wiraswasta. Dengan berbagai kesibukan dan pekerjaan, banyak
masyarakat yang masih kurang perhatian terhadap kesehatan.
55
B. Hasil Analisis Univariat
1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)
Laki-laki
Perempuan
19
46
29,2%
70,8%
Total 65 100%
Data yang ada pada Tabel 5.1 di atas terlihat bahwa dari 65 responden,
mayoritas responden adalah perempuan yaitu berjumlah 46 responden atau
sebanyak 70,8%, sedangkan responden laki-laki berjumlah 19 responden atau
sebanyak 29,2%.
2. Karakter Responden Berdasarkan Umur
Karakteristik responden berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel 5.2
Tabel 5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Umur Frekuensi (n) Persentase (%)
Remaja
Dewasa
Lansia
17
40
8
26,2%
61,5%
12,3%
Total 65 100%
Dari data pada tabel 5.2 di atas dapat dilihat bahwa responden dengan
jumlah tertinggi adalah responden dewasa dengan jumlah 40 responden (61,5%)
dengan diikuti oleh responden remaja sebanyak 17 responden (26,2%) dan
responden yang paling sedikit adalah lansia yaitu 8 responden (12,3%).
56
3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Karakteristik responden berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada
tabel 5.3
Tabel 5.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Pendidikan Frekuensi (n) Persentase (%)
SD,SMP atau sederajat
SMA atau sederajat
PT atau sederajat
22
39
4
33,8%
60%
6,2%
Total 65 100%
Dari tabel 5.3 di atas, dapat dilihat bahwa responden dengan prevalensi
tertinggi adalah responden dengan pendidikan menengah (SMA / sederajat)
berjumlah 39 responden (60%), diikuti oleh responden dengan pendidikan rendah
(SD,SMP / sederajat) berjumlah 22 responden (33,8%), sedangkan responden
dengan pendidikan tinggi hanya 4 orang (6,2%).
4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan Per Bulan
Karakteristik responden berdasarkan pendapatan dapat dilihat pada
tabel 5.4
Tabel 5.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan Per Bulan
Pendapatan/bulan Frekuensi (n) Persentase (%)
< 1.500.000
1.500.000-2.500.000
> 2.500.000
25
27
13
38,5%
41,5%
20%
Total 65 100%
Dari tabel 5.4 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden
mempunyai pendapatan cukup, yaitu sebanyak 27 orang (41,5%) dan dengan
57
selisih yang kecil adalah pendapatan rendah, yaitu sebanyak 25 orang (38,5%).
Dilanjutkan oleh responden dengan pendapatan tinggi sebanyak 13 orang (20%).
5. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengetahuan
Karakteristik responden berdasarkan pengetahuan dapat dilihat pada
tabel 5.5
Tabel 5.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Pengetahuan
Pengetahuan Frekuensi (n) Persentase (%)
Kurang
Cukup
Baik
21
28
16
32,3%
43,1%
24,6%
Total 65 100%
Dari tabel 5.5 di atas, dapat dilihat bahwa responden dengan pengetahuan cukup
berjumlah 28 orang (43,1%), dilanjutkan dengan responden dengan pengetahuan
kurang berjumlah 21 orang (32,3%), dan pengetahuan baik berjumlah 16 orang
(24,6%).
6. Karakteristik Responden Berdasarkan Sikap
Gambaran sikap masyarakat terhadap pencegahan filariasis dapat
dilihat pada tabel 5.6
Tabel 5.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Sikap
Sikap Frekuensi (n) Persentase (%)
Kurang
Cukup
Baik
3
32
30
4,6%
49,2%
46,2%
Total 65 100%
58
Dari tabel 5.6 dapat dilihat bahwa sikap masyarakat di RW 2 sudah
cukup baik, hal ini digambarkan bahwa masyarakat dengan sikap yang cukup
berjumlah 32 orang (49,2%), dan sikap baik sebanyak 30 orang (46,2%).
Sedangkan sebagian kecil responden yang memiliki sikap kurang yaitu
sebanyak 3 orang (4,6%).
7. Karakteristik Responden Berdasarkan Perilaku
Gambaran perilaku masyarakat dalam mengkonsumsi obat anti filaria
dapat dilihat pada tabel 5.7
Tabel 5.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Perilaku
Peilaku Frekuensi (n) Persentase (%)
Tidak minum obat
Minum obat
20
45
30,8%
69,2%
Total 65 100%
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa responden yang minum obat sudah banyak
yaitu berjumlah 45 orang (69,2%). Sedangkan responden yang tidak minum obat
berjumlah 20 orang (30,8%).
59
C. ANALISIS BIVARIAT
1. Hubungan Jenis Kelamin dengan Sikap
Hubungan antara jenis kelamin dan sikap dapat dilihat pada tabel 5.8
Tabel 5.8 Hubungan Jenis Kelamin dengan Sikap
Jenis
Kelamin
Sikap Total P Value
P
tabel Kurang Cukup Baik
Laki-laki
Perempuan
1
(1,5%)
2
(3%)
8
(12,3%)
24
(37%)
10
(15,4%)
20
(30,8%)
19
(29,2%)
46
(70,8)
0,05 0,609
Total 3
(4,6%)
32
(49,2%)
30
(46,2%)
65
(100%)
Hasil yang diperoleh dari tabel 5.8 menunjukkan bahwa responden
perempuan yang bersikap cukup sebanyak 24 orang (37%), dan bersikap baik
sebanyak 20 orang (30,8%), sedangkan yang bersikap kurang adalah sebanyak 2
orang (3%). Berbeda dengan responden perempuan, responden laki-laki dengan
sikap yang baik cukup banyak yaitu berjumlah 10 orang ( 15,4%), disusul dengan
sikap cukup berjumlah 8 orang (12,3%), sedangkan sikap yang kurang hanya 1
responden (1,5%). Hasil analisis menggunakan Pearson correlation didapatkan
P= 0,609 (Sig = 0,05), maka Ho diterima yang menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara jenis kelamin dan sikap.
60
2. Hubungan Umur dengan Sikap
Hubungan antara umur dan sikap dapat dilihat pada tabel 5.9
Tabel 5.9 Hubungan Umur dengan Sikap
Umur Sikap
Total P Value P
tabel Kurang Cukup Baik
Remaja
Dewasa
Lansia
0
(0%)
2
(3%)
1
(1,5%)
11
(17%)
17
(26,1%)
4
(6,1%)
6
(9,2%)
21
(32,3%)
3
(4,7%)
17
(26,1%)
40
(61,5%)
8
(12,4%)
0,05 0,835
Total 3
(4,6%)
32
(49,2%)
30
(46,2%)
65
(100%)
Tabel 5.9 menunjukkan bahwa responden dengan usia dewasalah yang
mempunyai sikap baik terbanyak yaitu 21 orang (32,3%), disusul dengan usia
dewasa yang mempunyai sikap cukup sebanyak 17 orang (26,1%), dan dewasa
dengan sikap kurang sebanyak 2 orang (3%). Sedangkan remaja cenderung
memiliki sikap yang cukup sebanyak 11 orang (17%) dan bersikap baik sebanyak
6 orang (9,2%). Untuk usia remaja, tidak terdapat remaja yang mempunyai sikap
kurang. Pada lansia didapatkan bahwa sikap lansia cenderung cukup yaitu
sebanyak 4 orang (6,1%), dan baik berjumlah 3 orang (4,7%), sedangkan lansia
dengan sikap kurang hanya terdapat 1 orang (1,5%). Hasil analisis menggunakan
Spearman correlation didapatkan P tabel 0,835 dengan ketentuan P value 0,05
yang menunjukkan bahwa Ho diterima atau dapat dijelaskan bahwa tidak ada
hubungan antara variabel umur dengan sikap.
61
3. Hubungan Pendidikan dengan Sikap
Hubungan antara pendidikan dengan sikap dapat dilihat pada tabel 5.10
Tabel 5.10 Hubungan Pendidikan dengan Sikap
Pendidikan Sikap
Total P Value P
tabel Kurang Cukup Baik
SD,SMP /
sederajat
SMA /
sederajat
PT/
sederajat
1
(1,5%)
2
(3%)
0
(0%)
11
(17%)
19
(29,2%)
2
(3%)
10
(15,3%)
18
(27,7%)
2
(3%)
22
(34%)
39
(60%)
4
(6%)
0,05 0,889
Total 3
(4,6%)
32
(49,2%)
30
(46,2%)
65
(100%)
Hasil pada tabel 5.10 menggambarkan bahwa responden terbanyak
adalah responden dengan pendidikan menengah dengan sikap cukup sebanyak 19
orang (29,2%) disusul oleh responden berpendidikan menengah dengan sikap baik
sebanyak 18 orang (27,7%) dan responden berpendidikan menengah dengan sikap
kurang sebanyak 2 orang (3%). Pada responden berpendidikan dasar terdapat
responden dengan sikap cukup sebanyak 11 orang (17%), sikap baik sebanyak 10
orang (15,3%), dan bersikap kurang sebanyak 1 orang (1,5%). Berbeda dengan
responden dengan pendidikan tinggi, responden cenderung memiliki sikap yang
cukup dan baik yaitu sebanyak 2 orang (3%). Hasil analisis menggunakan
Spearman correlation didapatkan P tabel 0,889 dengan P values 0,05 yang
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan dengan sikap.
62
4. Hubungan Pendapatan dengan Sikap
Hubungan antara pendapatan ekonomi dengan sikap dapat dilihat pada tabel 5.11
Tabel 5.11 Hubungan Pendapatan dengan Sikap
Pendapatan Sikap
Total P Value P
tabel Kurang Cukup Baik
< 1.500.000
1.500.000-
2.500.000
> 2.500.000
2
(3%)
0
(0%)
1
(1,5%)
12
(18,5%)
15
(23%)
5
(7,7%)
11
(17%)
12
(18,5%)
7
(10,8%)
25
(38,5%)
27
(41,5%)
13
(20%)
0,05 0,574
Total 3
(4,6%)
32
(49,2%)
30
(46,2%)
65
(100%)
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa prevalensi tertinggi adalah
responden dengan pendapatan cukup dengan sikap cukup yaitu berjumlah 15
orang (23%) dan disusul oleh responden dengan pendapatan cukup dengan sikap
baik serta pendapatan kurang dengan sikap cukup sebanyak 12 orang (18,5%).
Responden dengan pendapatan kurang dengan sikap baik berjumlah 11 orang
(17%) dan bersikap kurang sebanyak 2 orang (3%). Pada responden dengan
pendapatan tinggi dengan sikap baik berjumlah 7 orang (10,8%) dan bersikap
cukup sebanyak 5 orang (7,7%), dan yang terakhir adalah bersikap kurang
sebanyak 1 orang (1,5%). Hasil analisis dengan menggunakan Pearson
correlation didapatkan P tabel 0,574 dengan P Value 0,05 yang menunjukkan
bahwa Ho diterima atau tidak adanya hubungan antara pendapatan dengan sikap.
63
5. Hubungan Pengetahuan dengan Sikap
Hubungan antara pengetahuan dan sikap dapat dilihat pada tabel 5.12
Tabel 5.12 Hubungan Pengetahuan dengan Sikap
Pengetahuan Sikap
Total P Value P
tabel Kurang Cukup Baik
Kurang
Cukup
Baik
1
(1,5%)
0
(0%)
2
(3%)
10
(15,3%)
13
(20%)
9
(13,8%)
10
(15,3%)
15
(23%)
5
(8,1%)
21
(32,1%)
28
(43%)
16
(24,9%)
0,05 0,270
Total 3
(4,6%)
32
(49,2%)
30
(46,2%)
65
(100%)
Pada tabel 5.12 dapat dilihat bahwa responden terbanyak adalah
responden dengan pengetahuan cukup dengan sikap baik sebanyak 15 orang
(23%), disusul dengan pengetahuan cukup dengan sikap cukup sebanyak 13 orang
(20%). Pada responden dengan pengetahuan kurang dimiliki oleh responden yang
bersikap baik dan cukup dengan jumlah 10 orang (15,3%) dan dilanjutkan oleh
responden dengan sikap kurang sebanyak 1 orang (1,5%). Responden dengan
pengetahuan baik terbanyak adalah dengan sikap cukup berjumlah 9 orang
(13,8%) dan bersikap baik berjumlah 5 orang (8,1%), sedangkan yang mempunyai
sikap kurang berjumlah 2 orang (3%). Hasil analisis menggunakan Pearson
correlation didapatkan P tabel 0,270 dengan P Value 0,05, hal ini menunjukkan
bahwa Ho diterima atau tidak adanya hubungan pengetahuan dengan sikap.
64
6. Hubungan Jenis Kelamin dengan Perilaku
Hubungn antara jenis kelamin dengan perilaku dapat dilihat pada tabel 5.13
Tabel 5.13 Hubungan Jenis Kelamin dengan Perilaku
Jenis
Kelamin
Perilaku
Total P Value P tabel Tidak
minum
Minum
Laki-laki
Perempuan
5
(7,7%0
15
(23%)
14
(21,5%)
31
(47,7%)
19
(29,2%)
46
(70,7%)
0,05 0,617
Total 20
(30,8%)
45
(69,2%)
65
(100%)
Pada tabel 5.13 dapat dilihat bahwa responden yang minum obat terbanyak adalah
responden perempuan sebanyak 31 orang (47,7%), sedangkan yang tidak minum
obat terdapat 15 responden (23%). Pada responden laki-laki, terdapak 14 orang
(21,5%) yang minum obat dan 5 orang responden (7,7%) yang tidak minum obat
anti filaria. Hasil analisis menggunakan Chi square didapatkan bahwa P tabel
adalah 0,617 dengan P value 0,05 yang menunjukkan bahwa Ho diterima atau
tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku minum obat anti filaria.
7. Hubungan Umur dengan Perilaku
Hubungan antara umur dan perilaku dapat dilihat pada tabel 5.14
65
Tabel 5.14 Hubungan Umur dengan Perilaku
Umur
Perilaku
Total P Value P tabel Tidak
minum
Minum
Remaja
Dewasa
Lansia
8
(12,3%)
8
(12,3%)
4
(6,2%)
9
(13,8%)
32
(49,2%)
4
(6,2%)
17
(26,1%)
40
(61,5%)
8
(12,4%)
0,05 0,494
Total 20
(30,8%)
45
(69,2%)
65
(100%)
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang mengkonsumsi
obat dengan jumlah terbanyak adalah responden dewasa dengan jumlah 32 orang
(49,2%) disusul dengan responden remaja sebanyak 9 orang (13,8%) dan
responden lansia dengan jumlah 4 orang (6,2%). Sedangkan responden yang tidak
minum obat terdapat pada responden remaja dan dewasa yaitu masing-masing
dengan jumlah 8 orang (12,3%), dan disusul responden lansia dengan jumlah 4
orang (6,2%). Hasil analisis dengan menggunakan Spearman correlation
didapatkan P tabel 0,494 dengan P value 0,05 yang menunjukkan bahwa Ho
diterima atau tidak ada hubungan antara umur dengan perilaku minum obat anti
filaria.
66
8. Hubungan Pendidikan dengan Perilaku
Hubungan antara pendidikan dengan perilaku dapat dilihat pada tabel 5.15
Tabel 5.15 Hubungan Pendidikan dengan Perilaku
Pendidikan
Perilaku
Total P Value P tabel Tidak
minum
Minum
SD,SMP/
sederajat
SMA/
sederajat
PT/ sederajat
7
(10,8%)
12
(18,5%)
1
(1,5%)
15
(23%)
27
(41,5%)
3
(4,7%)
22
(33,8%)
39
(60%)
4
(6,2%)
0,05 0,845
Total 20
(30,8%)
45
(69,2%)
65
(100%)
Pada tabel 5.15 dapat dilihat bahwa mayoritas responden yang minum
obat anti filaria adalah responden dengan pendidikan menengah dengan jumlah 27
orang (41,5%) disusul oleh responden dengan pendidikan dasar yang berjumlah
15 orang (23%) dan responden dengan pendidikan tinggi berjumlah 3 orang
(4,7%). Sedangkan responden yang tidak minum obat sebagian besar adalah
responden dengan pendidikan menengah sebesar 12 orang (18,5%) disusul dengan
responden dengan pendidikan dasar sebanyak 7 orang (10,8%) dan responden
dengan pendidikan tinggi sejumlah 1 orang (1,5%). Hasil analisis dengan
menggunakan Spearman correlation didapatkan P tabel 0,845 dengan P Value
0,05 yang menunjukkan bahwa Ho diterima atau tidak ada hubungan antara
pendidikan dengan perilaku minum obat anti filaria.
67
9. Hubungan Pendapatan dengan Perilaku
Hubungan antara pendapatan dan perilaku dapat dilihat pada tabel 5.16
Tabel 5.16 Hubungan Pendapatan dengan Perilaku
Pendapatan
Perilaku
Total P Value P tabel Tidak
minum
Minum
< 1.500.000
1.500.000-
2.500.000
> 2.500.000
9
(13,8%)
8
(12,4%)
3
(4,6%)
16
(24,6%)
19
(29,2%)
10
(15,4%)
15
(38,4%)
27
(41,6%)
13
(20%) 0,05 0,413
Total 20
(30,8%)
45
(69,2%)
65
(100%)
Dari tabel 5.16 dapat dilihat bahwa responden yang minum obat anti
filaria paling banyak adalah responden dengan pendapatan cukup yaitu 19 orang
(29,2%) dan dilanjutkan dengan responden dengan pendapatan kurang sebanyak
16 orang (24,6%) dan responden dengan pendapatan tinggi sebanyak 10 orang
(15,4%). Sedangkan responden yang tidak minum obat anti filaria paling banyak
adalah responden dengan pendapatan kurang sebanyak 9 orang (13,8%), dan
disusul oleh responden dengan pendapatan cukup sebanyak 8 orang (12,4%) dan
responden berpendidikan tinggi sebesar 3 orang (4,6%). Hasil analisis dengan
menggunakan Spearman correlation didapatkan P tabel 0,413 dengan P Value
68
0,05 yang menunjukan bahwa Ho diterima atau tidak ada hubungan antara
pendapatan dengan perilaku minum obat anti filaria.
10. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku
Hubungan pengetahuan dan perilaku dapat dilihat pada tabel 5.17
Tabel 5.17 Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku
Pengetahuan
Perilaku
Total P Value P tabel Tidak
minum
Minum
Kurang
Cukup
Baik
7
(10,8%)
6
(9,2%)
7
(10,8%)
14
(21,6%)
22
(33,8%)
9
(13,8%)
21
(32,4%)
28
(43%)
16
(24,6%)
0,05 0,589
Total 20
(30,8%)
45
(69,2%)
65
(100%)
Tabel 5.17 menunjukkan bahwa mayoritas responden yang mengkonsumsi
obat anti filaria adalah responden dengan pengetahuan cukup sebanyak 22 orang
(33,8%) disusul oleh responden dengan pengetahuan kurang sebanyak 14 orang
(21,6%) dan responden dengan pengetahuan baik sebanyak 9 orang (13,8%).
Sedangkan responden yang tidak minum obat anti filaria paling banyak adalah
responden dengan pengetahuan kurang dan tinggi yaitu berjumlah 7 orang
(10,8%) dan disusul oleh responden dengan pengatahuan cukup sebesar 6 orang
(9,2%). Hasil analisis dengan menggunakan Pearson correlation didapatkan P
tabel 0,589 dengan P Value 0,05 yang menunjukkan bahwa Ho diterima atau tidak
ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku minum obat anti filaria.
69
BAB VI
PEMBAHASAN
Bab ini akan menjelaskan interpretasi hasil penelitian dan keterbatasan
penelitian. Interpretasi hasil akan membahas mengenai hasil penelitian yang
dikaitkan dengan teori yang ada pada tinjauan pustaka, sedangkan keterbatasan
penelitian akan memaparkan keterbatasan yang terjadi selama pelaksanaan
penelitian.
A. Analisa Univariat
1. Karakteristik responden berdasarkan Jenis Kelamin
Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat RW 2 kelurahan
Pondok Aren Kota Tangerang Selatan. Jumlah responden yang diambil
adalah 65 responden dengan jumlah responden laki-laki 19 orang (29,2%),
dan responden perempuan 46 orang (70,8%). Mayoritas responden adalah
perempuan sesuai dengan jumlah penduduk di RW 2 Kelurahan Pondok
Aren. Dari 1339 penduduk, perempuan menjadi yang terbanyak dengan
jumlah 871 orang (65%) dan laki-laki sebanyak 468 orang (35%).
2. Karakteristik responden berdasarkan umur
Responden dalam penelitian ini terbagi menjadi 3 kelompok umur,
yaitu remaja dengan rentang umur 12-25 tahun, dewasa dengan rentang
umur 26-45 tahun, dan lansia dengan rentang umur lebih dari 45 tahun. Dari
hasil penelitian ini didapatkan bahwa responden yang terbanyak adalah
responden dewasa dengan jumlah 40 orang (61,5%), responden remaja
70
sebanyak 17 orang (26,2%) dan responden lansia sebanyak 8 responden
(12,3%). Dari hasil di atas, dapat dilihat bahwa mayoritas penduduk RW 2
Kelurahan Pondok Aren adalah dewasa yang menunjukkan bahwa sebagian
besar penduduknya adalah berada pada usia produktif.
3. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden
mempunyai pendidikan menengah (SMA atau sederajat) sebanyak 39 orang
(60%), diikuti dengan pendidikan rendah sebanyak 22 orang (33,8%), dan
pendidikan tinggi sebanyak 4 orang (6,2%). Hal ini menunjukkan bahwa
jenjang pendidikan penduduk rata-rata sudah barada pada level menengah
yang menggambarkan bahwa setiap tindakan dan perilaku penduduk tidak
hanya sebatas perilaku tanpa pemikiran yang matang.
4. Karakteristik responden berdasarkan pendapatan / ekonomi
Hasil yang didapatkan pada penelitian ini menunjukkan bahwa
mayoritas responden mempunyai pendapatan yang cukup yaitu berkisar
antara 1.500.000-2.500.000 berjumlah 27 orang (41,5%), diikuti oleh
responden dengan pendapatan rendah sebanyak 25 orang (38,5%), dan
responden dengan pendapatan tinggi sebanyak 13 orang (20%). Hal ini
memberikan gambaran bahwa kehidupan masyarakat di RW 2 Kelurahan
Pondok Aren sebagian besar berada pada garis ekonomi menengah. Hal ini
terjadi karena sebagian besar penduduk RW 2 Kelurahan Pondok Aren
memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta dengan presentase 70%. Sedangkan
71
yang bekerja sebagai aparatur negara (PNS) hanya 1% dari seluruh jumlah
penduduk.
5. Karakteristik responden berdasarkan pengetahuan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan responden
mayoritas berada pada kelompok cukup yang berjumlah 28 orang (43,1%),
diikuti oleh pengetahuan kurang sebanyak 21 orang (32,3%), dan
pengetahuan baik berjumlah 16 orang (24,6%). Dari hasil tersebut dapat
digambarkan bahwa masih sedikitnya responden yang memiliki
pengetahuan yang baik secara teori tentang program pencegahan filariasis.
Pengetahuan dianggap baik jika faktor pengetahuan terhadap pengertian
filariasis, tanda gejala filariasis, vektor atau agen penular, dan pencegahan
filariasis mendapatkan nilai lebih dari 75% dari semua total nilai. Pada
pengetahuan cukup kebanyakan responden hanya mengetahui sampai faktor
vektor, sedangkan pada faktor pencegahan masih belum sesuai dengan
harapan. Sedangkan pada responden berpengetahuan kurang kebanyakan
hanya faham pada faktor pengertian dan tanda gejala.
Banyaknya responden dengan pengetahuan kurang disebabkan oleh
kurangnya sosialisasi program kepada warga. Sosialisasi hanya dilakukan
melalui kegiatan-kegiatan terbatas usia seperti pengajian atau perkumpulan
warga. Hal ini menyebabkan bahwa masyarakat dengan usia remaja kurang
mendapatkan porsi dalam sosialisasi tersebut.
72
6. Karakteristik responden berdasarkan sikap terhadap program
pencegahan filariasis
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap masyarakat terhadap
program pencegahan filariasis cukup baik. Hal ini dapat dilihat bahwa
responden yang mempunyai sikap cukup berjumlah 32 orang (49,2%),
responden dengan sikap baik berjumlah 30 orang (46,2%), dan responden
dengan sikap kurang hanya berjumlah 3 orang (4,6%). Sikap yang diukur
adalah sikap terhadap penyakit filariasis, sikap terhadap penderita filariasis,
dan sikap terhadap program pencegahan filariasis. Sikap masuk kedalam
kategori baik jika sikap responden terhadap ketiga hal tersebut mendapatkan
nilai lebih dari 75%. Sikap cukup adalah responden dengan nilai 56-75%,
yang jika ditarik nilai sama dengan sikap yang baik hanya pada dua
variabel. Sedangkan sikap kurang adalah responden dengan nilai kurang
dari 56% yang jika diambil dari garis sikap hanya memiliki sikap baik
terhadap satu variabel.
7. Karakteristik responden berdasarkan perilaku minum obat anti filaria
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden
minum obat anti filaria yang telah dibagikan yaitu sejumlah 45 orang
(69,2%), sedangkan responden yang tidak minum obat sebanyak 20 orang
(30,8%). Hal ini tidak sesuai dengan harapan Pemerintah Kota Tangerang
Selatan yang memiliki target bebas kaki gajah 2014. Harapan pemerintah
Kota Tangerang Selatan adalah 100% penduduk mengkonsumsi obat yang
73
dibagikan, sehingga dapat menghapus filariasis secara menyeluruh di Kota
Tangerang Selatan. dari hasil ini dapat dilihat bahwa keberhasilan program
adalah 69,2%.
B. Analisa Bivariat
1. Hubungan antara jenis kelamin dengan sikap masyarakat
Hasil analisis menggunakan Pearson correlation didapatkan P= 0,609
(Sig = 0,05), maka Ho diterima yang menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara jenis kelamin dan sikap masyarakat. Hal ini tidak sesuai
dengan teori Lewin (1970) dan Green (1991) yang mengatakan bahwa jenis
kelamin adalah salah satu faktor pembentuk sikap. Penyebab
ketidaksesuaian ini dimungkinkan karena perbandingan jumlah responden
yang tidak sama, yaitu laki-laki 19 orang, sedangkan perempuan berjumlah
46 orang. Dari jumlah yang tidak seimbang inilah yang menyebabkan
ketidaksesuaian jumlah pada laki-laki dan perempuan yang menyebabkan
laki-laki mendapatkan sedikit gambaran sikap dibandingkan perempuan
yang berjumlah 46 sikap.
Hasil observasi dan wawancara terhadap responden, didapatkan
bahwa sebagian besar sikap penduduk dipengaruhi oleh budaya masyarakat
dalam memperoleh pengobatan. Masyarakat cenderung meminta
pengobatan kepada orang-orang di luar tenaga kesehatan profesional seperti
dokter, namun mereka menggunakan jasa pengobatan alternatif dalam
mendapatkan penyembuhan. Keadaan inilah yang sangat mempengaruhi
74
sikap masyarakat terhadap program pencegahan filariasis. Jikalau dalam
keadaan sakitpun masyarakat enggan dalam mengkonsumsi obat, maka saat
keadaan sehat masyarakat cenderung menolak untuk mengkonsumsi obat.
Penyebab dari tidak ada hubungan yang signifikan adalah komponen
afektif dan konatif (Kothandapani (1974) dalam Azwar (2013)). Komponen
afektif dapat dilihat dari emosi seseorang terhadap suatu objek, sedangkan
komponen konatif dapat dilihat dari perilaku dan sikap seseorang sehari-
hari. Sebagai contoh, seseorang yang memiliki sikap negatif terhadap
minum obat (tidak mementingkan obat dalam penyembuhan), akan
cenderung menolak jika diberikan obat.
Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Yetti (2007) di Jakarta, yang
menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan
kepatuhaan perilaku kesehatan. Sampel yang diteliti berjumlah 94 orang
didapatkan nilai P 0,245.
2. Hubungan antara umur dengan sikap
Hasil analisis menggunakan Spearman correlation didapatkan P tabel
0,835 dengan ketentuan P value 0,05 yang menunjukkan bahwa Ho diterima
atau dapat dijelaskan bahwa tidak ada hubungan antara variabel umur
dengan sikap. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang dipakai pada penelitian
ini yakni Teori Lewin (1970) dan Green (1991) yang menunjukkan bahwa
umur merupakan salah satu faktor pembentuk sikap.
75
Tidak adanya hubungan ini dimungkinkan karena faktor afektif dari
responden. Komponen afektif dapat dilihat dari kecenderungan sikap
responden selama hidupnya. Jika orang yang memiliki sikap selalu menolak
dengan pengobatan atau program pemberian obat, maka meskipun umur
semakin bertambah, sikap akan tetap cenderung sama karena sikap dan
persepsi seseorang akan cenderung stabil dan menetap. Hal ini dapat dilihat
dari terdapatnya lansia yang memiliki sikap kurang terhadap program
pencegahan filariasis (1,5%).
Hasil penelitian serupa yang dilakukan oleh Joni (2008) di Tangerang,
didapatkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia
dengan kepatuhan responden dalam mengkonsumsi obat anti tuberkulosis
paru di Pusksesmas Panunggangan Kota Tangerang.
3. Hubungan antara pendidikan dengan sikap
Hasil analisis menggunakan Spearman correlation didapatkan P tabel
0,889 dengan P values 0,05 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
antara pendidikan dengan sikap. Hasil ini tidak sesuai dengan teori Lewin
(1970) dan Green (1991) yang mengatakan bahwa pendidikan adalah salah
satu komponen pembentuk sikap.
Ketidaksesuaian ini dimungkinkan karena belum adanya gejala atau
tanda penyakit yang dilihat (preceived) ( Lewin (1954) dalam Notoatmodjo
(2010)). Dalam teori Health Belief Model, Lewin mengungkapkan bahwa
pendidikan bisa menjadi komponen sikap jika telah mendapatkan suatu
76
gejala yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Seseorang dengan level
pendidikan tinggi, akan cenderung melihat bahwa jika sakit, baru minum
obat.
Hal ini tidak sejalan dengan teori Azwar (2013) yang mengatakan
bahwa salah satu komponen pembentuk sikap adalah lembaga pendidikan
dan lembaga agama. Teori Azwar menjelaskan bahwa ada enam komponen
pembentuk sikap, dan pendidikan adalah komponen kelima dalam
pembentukan sikap.
4. Hubungan antara pendapatan dengan sikap
Hasil analisis dengan menggunakan Pearson correlation didapatkan P
tabel 0,574 dengan P Value 0,05 yang menunjukkan bahwa Ho diterima atau
tidak adanya hubungan antara pendapatan dengan sikap. Hasil ini tidak
sesuai dengan teori Lewin dan Green yang dipakai pada penelitian ini.
Lewin mengatakan bahwa kelas ekonomi adalah salah satu faktor
pembentuk sikap.
Ketidaksesuaian ini dimungkinkan karena tidak adanya biaya yang
dikeluarkan saat responden menerima atau menolak program ini. Lewin
(1954) dalam Notoatmodjo (2010) mengatakan bahwa masyarakat akan
memiliki sikap yang baik jika dapat melihat manfaat yang dikurangi biaya
dalam pengambilan keputusan. Biaya disini memiliki peran yang penting
dalam menentukan sikap selanjutnya karena cenderung orang akan merasa
rugi jika telah membayar sesuatu tapi tidak dimanfaatkan. Dalam penelitian
77
ini, masyarakat tidak akan ada kerugian secara material ketika masyarakat
menerima obat atau tidak dan minum obat atau tidak, dikarenakan program
ini telah ditanggung pemerintah.
Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Yuliarti (2007) yang
mengatakan bahwa dari sampel sebanyak 104 menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan yang signifikan antara penghasilan keluarga dengan
penerimaan obat.
5. Hubungan antara pengetahuan dengan sikap
Hasil analisis menggunakan Pearson correlation didapatkan P tabel
0,270 dengan P Value 0,05, hal ini menunjukkan bahwa Ho diterima atau
tidak adanya hubungan pengetahuan dengan sikap. Hasil ini tidak sesuai
dengan teori Lewin (1970) dan Green (1991) yang menjadi dasar penelitian
ini.
Penyebab yang signifikan dari tidak adanya hubungan ini adalah
dalam memberikan pendidikan kesehatan, petugas tidak memberikan
menyeluruh kepada semua kelompok umur, melainkan hanya kepada ibu-
ibu pengajian dan perkumpulan warga. Sedangkan masyarakat dengan
kelompok remaja tidak mendapatkan pendidikan kesehatan dari petugas,
melainkan dari sekolah atau media massa. Hal inilah yang membuat tidak
sama dan tidak setaranya pengetahuan yang didapatkan oleh masyarakat
tentang filariasis dan program pencegahan filariasis ini.
78
6. Hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku minum obat
Hasil analisis menggunakan Chi square didapatkan bahwa P tabel
adalah 0,617 dengan P value 0,05 yang menunjukkan bahwa Ho diterima
atau tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku minum obat
anti filaria. Hasil ini tidak sesuai dengan teori yang mendasari penelitian ini,
yakni teori Lewin (1970) dan Green (1991). Lewin mengatakan bahwa jenis
kelamin adalah salah satu faktor pembentuk perilaku masyarakat.
Becker (1974) dalam Notoatmodjo (2010) memperkirakan bahwa
teori Lewin yang menyebutkan bahwa jenis kelamin mempunyai pengaruh
terhadap perilaku adalah karena dalam kesehariannya, perempuan lebih
tunduk dan patuh kepada laki-laki. Laki-laki adalah kepala keluarga yang
mempunyai kekuatan, sehingga mempunyai rasa bahwa keputusannya
adalah keputusan mutlak. Namun, setelah kemajuan jaman dan terbukanya
seluruh aspek pengetahuan terhadap perempuan, hal tersebut semakin
berubah. Pada saat ini, perempuan mendapatkan pendidikan yang sama
dengan laki-laki, mempunyai pengetahuan yang sama, dan mempunyai
pengaruh yang sama terhadap masyarakat. Hal inilah yang menjadi
penyebab ketidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku yang
dilakukan. Mechanics (1988) dalam Notoatmodjo (2010) mengatakan
bahwa dalam keadaan sakit atau dalam memenuhi kebutuhannya, laki-laki
dan perempuan akan melakukan tindakan dan tahapan-tahapan yang sama.
79
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Joni (2008).
Dalam penelitiannya yang berjudul faktor-faktor yang berhubungan dengan
kepatuhan pasien tuberkulosis dalam mengkonsumsi obat anti tuberkulosis
di Puskesmas Panunggangan kota Tanggerang tahun 2008. Penderita wanita
biasanya akan lebih patuh minum obat karena sesuai kodrat wanita yang
ingin tampak terlihat cantik dan tidak ingin ada cacat pada tubuhnya.
7. Hubungan antara umur dengan perilaku minum obat
Hasil analisis dengan menggunakan Sperman correlation didapatkan
P tabel 0,494 dengan P value 0,05 yang menunjukkan bahwa Ho diterima
atau tidak ada hubungan antara umur dengan perilaku minum obat anti
filaria. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori Lewin (1970) dan
Green (1991) yang menyatakan bahwa umur adalah salah satu faktor
pembentuk perilaku masyarakat.
Erik Erikson dalam teori perkembangannya mengatakan bahwa pada
tahap Integrity atau Despair manusia akan mengalami beberapa
kemunduran dalam mengambil keputusan. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian yang menunjukkan bahwa masih ada 6,2% lansia yang tidak
minum obat yang diberikan. Hal inilah yang memperkuat ketidak ada
hubungan antara umur denga perilaku masyarakat dalam minum obat.
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Randika (2011) yang berjudul
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat anti
Filariasis pada penduduk usia 15-65 tahun di RW 09 Kelurahan Pondok
80
Petir Kecamatan Bojongsari Kota Depok Tahun 2011. Hasil penelitian
tersebut adalah didapatkan p=0,450 sehingga disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan antara umur dengan perilaku minum obat.
8. Hubungan antara pendidikan dengan perilaku minum obat
Hasil analisis dengan menggunakan Spearman correlation didapatkan
P tabel 0,845 dengan P Value 0,05 yang menunjukkan bahwa Ho diterima
atau tidak ada hubungan antara pendidikan dengan perilaku minum obat anti
filaria. Hasil ini tidak sesuai dengan teori Lewin (1970) dan Green (1991)
yang mengatakan bahwa pendidikan adalah salah satu faktor pembentuk
perilaku manusia.
Lewin (1970) dalam Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa faktor
pembentuk perilaku akan sangat kuat jika terdapat faktor pendorong (cues)
dalam diri dan lingkungan yang ditempati. Dalam penelitian ini, faktor
pendorong dapat dilihat dari jurusan atau ranah masyarakat dalam
mengambil pendidikan. Pendidikan sangat erat kaitannya dengan
pengetahuan, namun jika pendidikan yang diambil tidak menjurus pada
jurusan kesehatan, maka perilaku kesehatanpun akan menurun. Seseorang
dengan pendidikan tinggi belum tentu mengetahui dengan detail tentang
filariasis, sehingga perilaku terhadap pencegahan filariasis akan cenderung
kurang. Hal inilah yang menyebabkan pendidikan tidak selalu berhubungan
dengan perilaku kesehatan.
81
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Randika (2011) yang
mendapatkan P pada variabel pendidikan 0,976, sehingga disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan
kepatuhan minum obat filariasis.
9. Hubungan antara pendapatan dengan perilaku minum obat
Hasil analisis dengan menggunakan Spearman correlation didapatkan
P tabel 0,413 dengan P Value 0,05 yang menunjukan bahwa Ho diterima
atau tidak ada hubungan antara pendapatan dengan perilaku minum obat
anti filaria. Hasil ini tidak sesuai dengan teori Lewin (1970) yang
menyatakan bahwa pendapatan atau kelas ekonomi adalah salah satu faktor
pembentuk perilaku kesehatan.
Masih dalam teori yang sama, Lewin memberikan penguatan bahwa
pendapatan atau ekonomi tidak secara langsung membentuk perilaku.
Masyarakat akan cenderung memanfaatkan sesuatu yang didapatkan jika dia
telah mengeluarkan biaya dalam mendapatkannya. Rasa rugi adalah salah
satu faktor penguat untuk melakukan suatu tindakan atau perilaku sehat.
Masyarakat akan merasa terdorong untuk mengambil manfaat jikalau dia
akan merasa rugi atau membuang uang jika tidak dimanfaatkan. Sedangkan
pada program pencegahan filariasis ini, pemerintah menjalankan program
dengan gratis, sehingga menurunkan dorongan untuk bertindak.
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Jaya (2009) yang
mengemukakan bahwa hasil uji statistik antara pendapatan dengan
82
kepatuhan minum obat adalah P= 0,757 sehingga disimpulkan bahwa tidak
ada hubungan antara pendapatan dengan kepatuhan minum obat.
10. Hubungan antara pengetahuan dengan perilaku minum obat
Hasil analisis dengan menggunakan Pearson correlation didapatkan P
tabel 0,589 dengan P Value 0,05 yang menunjukkan bahwa Ho diterima atau
tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku minum obat anti
filaria. Hasil ini tidak sesuai dengan teori Lewin (1970) dan Green (1991)
yang menyatakan bahwa pengetahuan adalah salah satu faktor pembentuk
perilaku manusia.
Penyebab utama ketidaksesuaian ini adalah bahwa petugas kesehatan
tidak memberikan pendidikan kesehatan secara merata kepada semua
kelompok umur. Petugas hanya memberikan pendidikan kesehatan kepada
ibu-ibu pengajian dan pertemuan warga. Sedangkan kelompok remaja tidak
mendapatkan pendidikan kesehatan dari petugas. Selain itu, petugas tidak
memberikan obat secara langsung kepada masyarakat pada waktu obat akan
diminum (malam hari). Waktu pemberian obat juga menentukan bagaimana
sikap dan perilaku masyarakat terhadap obat tersebut, karena jikalau ada
sesuatu yang akan ditanyakan, masyarakat bisa langsung bertanya dan
petugas bisa langsung memberikan pengarahan. Selain itu, petugas bisa
melihat secara langsung ketika masyarakat minum obat yang dibagikan.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori Bahavior Intention yang
dikemukakan oleh Snehedu Kar (1988) dalam Notoatmodjo (2010) yang
83
mengatakan bahwa perilaku dalam kesehatan dipengaruhi oleh niat,
dukungan sosial, pengetahuan, otonomi pribadi, dan situasi yang
memungkinkan.
C. Keterbatasan Penelitian
1. Penelitian ini bersifat Retrospektif yaitu mengingat sesuatu yang telah
berlalu. Kelemahan dari penelitian ini adalah faktor daya ingat responden
yang lemah dan peneliti tidak bisa observasi secara langsung sehingga
kemungkinan bias sangat tinggi.
2. Instrumen penelitian: belum adanya standar instrumen terkait pengetahuan
dan sikap terhadap filariasis, sehingga kuisioner yang dibuat peneliti
memungkinkan banyak ditemukan kelemahan. Instrumen perilaku tidak bisa
dilakukan dengan menggunakan lembar observasi, sehingga sangat
dimungkinkan hasil bias.
3. Peneliti kurang mendalam dalam mengkaji variabel sikap petugas
kesehatan yang seharusnya heterogen, dimasukkan ke dalam homogen
sehingga tidak ikut ke dalam variabel yang diteliti.
4. Tidak adanya data dasar dari Puskesmas ataupun dinas kesehatan tentang
pencapaian program pencegahan filariasis di RW 2 Kelurahan Pondok Aren,
sehingga data yang dipakai adalah data hasil penelitian ini.
84
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Masyarakat RW 2 Kelurahan Pondok Aren adalah suatu komunitas
dengan keadaan demografi rata-rata berada pada tingkat yang cukup. Data
demografi yang didapatkan dari responden adalah responden berjenis kelamin
perempuan sebanyak 70,8%, responden berusia dewasa sebanyak 61,5%,
responden berpendidikan rendah sebanyak 60%, responden dengan pendapatan
menengah sebanyak 41,5%, responden dengan pengetahuan cukup sebanyak
43,1%, responden dengan sikap cukup sebanyak 49,2%, dan responden dengan
perilaku minum obat anti filaria sebanyak 69,2%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap dan perilaku masyarakat tidak
dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin, umur, pendidikan, pendapatan, dan
pengetahuan seperti yang telah dipaparkan pada teori Health Belief Model
(Lewin, 1970) dan Green (1991). Sikap dan perilaku masyarakat RW 2
Kelurahan Pondok Aren cenderung dipengaruhi oleh budaya masyarakat dalam
berperilaku kesehatan. Budaya masyarakat di RW 2 menunjukkan bahwa
masyarakat cenderung memilih pengobatan alternatif dalam mendapatkan
pengobatan, sehingga telah membentuk suatu sikap anti terhadap obat.
Kejadian inilah yang menyebabkan ketidaklancaran program yang dijalankan.
Target pencapaian program adalah 100%, namun hasil penelitian menunjukkan
85
bahwa pencapaian program baru 69,2%.Hal ini menunjukkan bahwa
pencapaian program masih jauh dari target dan harapan.
B. SARAN
1. Puskesmas Pondok Aren
Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai landasan promosi
kesehatan pada masyarakat di Wilayah RW 2 Kelurahan Pondok Aren
mengenai pentingnya program pencegahan filariasis melalui minum obat
anti filaria sehingga diharapkan perilaku sehat masyarakat dapat meningkat.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran suatu
intervensi agar program lebih efektif, petugas hendaknya membuat jadwal
dalam pemberian obat sesuai masing-masing RT, sehingga tidak
membagikan obat dalam satu hari. Waktu pemberiannyapun harus
disesuaikan kapan kira-kira waktu yang tepat untuk minum obat, sehingga
petugas bisa meminta agar obat langsung diminum dan pemantauan obat
secara langsung dapat dilakukan.
2. Institusi pendidikan
Hasil penelitian ini bagi pendidikan keperawatan diharapkan dapat
menjadi landasan dalam mengembangkan program kurikulum pendidikan
keperawatan terkait dengan mata ajar Keperawatan Medikal Bedah dan
dapat mengembangkan kompetensi pembelajaran pada mahasiswa mengenai
Penyakit Infeksi Parasit dan Penyakit Tropis.
86
3. Peneliti lain
a. Melakukan penelitian serupa dengan desain kualitatif untuk mengkaji
lebih dalam tentang faktor-faktor, dan alasan-alasan masyarakat dalam
menanggapi program pencegahan filariasis.
b. Melakukan penelitian pada aspek petugas kesehatan di daerah kerja
Puskesmas Pondok Aren
c. Melakukan penelitian lanjutan dengan metode yang berbeda dan
tambahan variabel seperti sikap petugas kesehatan yang mungkin belum
ada pada penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,Suharsimi. PROSEDUR PENELITIAN: Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: PT Rineka Cipta. 2006
Arikunto,Suharsimi. Manajemen Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2010
Azwar,Saifuddin. SIKAP MANUSIA: Teori dan Pengukurannya edisi ke 2.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2013
Brooker, Chris. Ensiklopedia Keperawatan (Churchill Livingstone’s Mini
Encyclopaedia Of Nursing, 1st Edition). Jakarta: EGC. 2009
Dahlan, Muhamad Sopiyudin. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan edisi ke
4. Jakarta: Salemba Medika. 2009
George, C Ray and Ryan J Kenneth. Sherris Medical Microbiology, Fourth
Edition. United States of America: McGraw-Hill. 2004
Gunarsa,Singgih. Psikologi Perkembangan.Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2004
Heni,Yusri. IMPROVING OUR SAFETY CULTURE: Cara Cerdas Membangun
Budaya Keselamatan yang Kokoh. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
2011
Hidayat, Aziz Alimul. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa
Data. Jakarta: Salemba Medika. 2008
Jaya, Nandang Tisna Ali Ami. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tingkat
Kepatuhan Pasien dalam Minum Obat Antihipertensi di Puskesmas
Pamulang Kota Tangerang Selatan Propinsi Banten Tahun 2009. Skripsi
PSIK UIN.2009
Koentjaraningrat. KEBUDAYAAN, MENTALITAS DAN PEMBANGUNAN.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2004
Notoatmodjo, Soekidjo. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2010
Puji, dkk. Faktor Risiko Kejadian Filariasis di Kelurahan Jati Sampurna.
MAKARA, KESEHATAN, VOL. 14, NO. 1, JUNI 2010: 31-36
Randika. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Minum Obat Anti
Filariasis pada Penduduk Usia 15-65 Tahun di RW 09 Kelurahan Pondok
Petir Kecamatan Bojong Sari Kota Depok Tahun 2011. UPNVJ. 2011
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) (2007). Laporan Provinsi Banten. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI: Jakarta. 2008
Rusmi,Tri Widayatun. Ilmu Perilaku M.A. 104.Jakarta: CV Sagung Seto. 2009
Sugiarto, Happy Tjandra. MOTIV-8: Koleksi Motivasi untuk Karier dan
Kehidupan yang Lebih Baik. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. 2004
Sunaryo, Drs. M.Kes. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2004
Supali, Taniawati. Keberhasilan Program Eliminasi Filariasis di Kabupaten Alor,
Nusa Tenggara Timur. Buletin Jendela Epidemiologi Filariasis di Indonesia.
Volume 1, Juli 2010
TDR. Community Directed Treatment of Lymphatic Filariasis in Africa. Report of
A Multi Centre study in Ghana and Kenya: 2000
Wahyono, Tri Yunis Miko. Analisis Epidemiologi Deskriptif Filariasis di
Indonesia. Buletin Jendela Epidemiologi Filariasis di Indonesia. Volume 1,
Juli 2010
Widayati, Siti Nur. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Polio
dengan Status Kelengkapan Imunisasi Polio di Wilayah Kerja Puskesmas
Tanon 1 Sragen. Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah
Surakarta: Surakarta. 2012
Widoyono. PENYAKIT TROPIS; Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &
Pemberantasannya. Erlangga: Jakarta. 2008
Wigati, Mulat Abdullah. Sosiologi VIII. Jakarta: Grasindo. 2008
Yetti, Hilda. Hubungan Karakteristik Dukungan Keluarga dan Hasil Pendidikan
Kesehatan dengan Kepatuhan Diit Hipertensi pada Lansia di Kelurahan
Paseban Kecamatan Senen Jakarta Pusat. Tesis Pasca FIK UI. 2007
Yuliarti, Dwiretno. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Hipertensi pada
Usia Lanjut di Posbindu Kota Bogor Tahun 2007. Tesis Pasca FKM UI.
2007
BPS. Geliat Ekonomi Kelas Menengah. Diupload pada 12 Mei 2011 dan diakses
pada 12 Juli 2013 dari
http://kalsel.bps.go.id/?set=viewArtikel&flag_template2=1&page=1&id=71
CDC. Biology-Life Cycle of Wuchereria Bancrofti. diupload pada 2 November
2010 dan diakses pada tanggal 8 Januari 2013
http://www.cdc.gov/parasites/lymphaticfilariasis/biology w bancrofti.html
CDC. Vectors of Lymphatic Filariasis. diupload pada 2 November 2010 dan
diakses pada tanggal 8 Januari 2013 dari
http://www.cdc.gov/parasites/lymphaticfilariasis/gen_info/vectors.html
Depkes RI. Kejadian Pasca Pengobatan Massal Filariasis Telah Ditangani
Serius. Jakarta 2008. Diambil pada tanggal 7 Januari 2013 dari
http://www.depkes.go.id/
Depkes RI. Menkes Canangkan Pengobatan Filariasis di Jawa Barat.
Jakarta.2009. Diambil pada tanggal 19 Desember 2012 dari
http://depkes.go.id/
Kemdikbud. Sekolah Dasar. Jakarta 2012 diakses pada 1 Juli 2013 dari
http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/peserta-didik-sekolah-dasar
Natadisastra, Djaenudin dan Agoes, Ridad. PARASITOLOGI KEDOKTERAN:
Ditinjau Dari Organ Tubuh Yang Diserang. Jakarta: EGC. 2009. Diambil
pada tanggal 7 Januari 2013 dari http://books.google.co.id/
Prianto,L.A Juni, Tjahaya, Darwanto. ATLAS PARASITOLOGI KEDOKTERAN.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2006. Diambil pada tanggal 7
Januari 2013 dari http://books.google.co.id/
Republika Online. Separuh Warga Tangsel Terjangkit Kaki Gajah.
diupload pada 23 Oktober jam 2009 diakses pada 19 Maret 2013 dari
http://www.republika.co.id
WHO. Lymphatic Filariasis, 2012. Diambil pada 19 Desember 2012 dari
http://who.int/lymphatic_filariasis/en/
WHO. Lymphatic Filariasis; Epidemiology. 2012. Diambil pada 19 Desember
2012 jam 19.08 WIB dari
http://www.who.int/lymphatic_filariasis/epidemiology/en/
WHO. Life-Cycle of Onchocerca Volvulus,2013. Diambil pada tanggal 7 Januari
2013 dari http://www.who.int/apoc/onchocerciasis/lifecycle/en/
WHO. LYMPHATIC FILARIASIS: Eliminating One of Humanity’s Most
Devastating Disease. Diambil pada tanggal 1 Mei 2013 dari
http://www.who.int/entity/neglected_diseases/preventive_chemotherapy/Ne
wsletter14_En.pdf
Kuisioner Penelitian
Bagian 1 (Demografi)
Petunjuk:
1. Bacalah setiap pertanyaan dibawah ini dengan baik.
2. Pertanyaan dibawah ini mohon diisi semuanya
3. Isilah titik-titik dibawah ini
4. Lingkarilah jawaban yang sesuai
Nomor responden (diisi oleh peneliti):………
A. Faktor demografi :
1. Nama (inisial) : …………..
2. Usia : …………..
3. Jenis kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan
4. Alamat Lengkap : ……………………Rt…….Rw……No…...
Kelurahan………..
5. Pendidikan terakhir :
1. SD dan SMP atau sederajat
2. SMA atau sederajat
3. Perguruan Tinggi
6. Pekerjaan :
1. Tidak bekerja
2. Petani/Buruh
3. Pedagang/Wiraswasta
4. PNS/Peg. Swasta/TNI
5. Lain-lain sebutkan…………
7. Pendapatan :
1. < 1.500.000/bulan
2. 1.500.000 – 2.600.000/ bulan
3. > 2.600.000/ bulan
Bagian 2 pengetahuan
Petunjuk 2
Berilah tanda cheklis () pada jawaban yang anda anggap paling benar.
No Pertanyaan BENAR SALAH
1. Penyakit filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit yang
disebabkan oleh cacing filaria
2. Penyakit kaki gajah menyebabkan kecacatan seumur hidup
3. Penyakit kaki gajah adalah penyakit yang mematikan
4. Penyakit kaki gajah ditularkan oleh nyamuk yang membawa
cacing filaria
5. Penyakit kaki gajah dapat disebabkan oleh cacing tanah
6. Penyakit kaki gajah dapat ditularkan dari penderita ke orang lain
saat berdekatan
7. Pembengkakan pada penderita kaki gajah hanya di kaki saja
8. Penyakit kaki gajah juga dapat menyerang kemaluan, tangan, dan
organ-organ dalam
9. Anak penderita kaki gajah sudah pasti terkena kaki gajah
10. Minum Dietilkarbamazin (DEC) yang dibagikan petugas
puskesmas dapat mencegah penyakit kaki gajah
Bagian 3 (Sikap)
Berilah tanda ceklis () pada jawaban anda.
No Pernyataan Sangat
Tidak
Setuju
Tidak
Setuju
Setuju Sangat
Setuju
1. Filariasis (kaki gajah) adalah salah satu
penyakit yang butuh perhatian serius
dari masyarakat
2. Upaya pencegahan filariasis (kaki
gajah) dapat dilakukan dengan minum
obat anti filaria
3. Kita harus menjauhi orang yang
terkena penyakit kaki gajah
4. Orang yang tidak minum obat
pencegahan kaki gajah, akan sangat
mudah terkena penyakit kaki gajah
5. Lingkungan yang kotor dan kumuh
tidak menularkan penyakit kaki gajah
6. Pembengkakan kaki tangan pada
penderita kaki gajah sangat
mengganggu aktivitas dan pekerjaan
saya
7. Penyakit kaki gajah dapat mengurangi
keindahan dan memperburuk bentuk
tubuh
8. Obat pencegahan kaki gajah (filariasis)
yang diberikan petugas puskesmas
harus dihabiskan
Bagian 4 (Perilaku)
Petunjuk 4:
Berilah tanda ceklis () pada angka yang sesuai dengan jawaban anda.
Pertanyaan
1. Saya mendapatkan obat anti filariasis (kaki gajah) dari petugas puskesmas atau kader:
a. Ya
b. Tidak
2. Obat anti filariasis (kaki gajah) yang diberikan petugas puskesmas atau kader saya minum pada
waktu:
a. Pagi
b. Siang
c. Malam
3. Obat anti filariasis (kaki gajah) yang diberikan petugas puskesmas atau kader saya minum secara
teratur sesuai anjuran:
a. Ya
b. Tidak
4. Obat anti filariasis (kaki gajah) yang diberikan petugas puskesmas atau kader telah saya minum:
a. Habis
b. Tidak habis
5. Obat anti filariasis (kaki gajah) yang diberikan petugas puskesmas atau kader yang disebut
Dietilkarbamazin (DEC) yang berjumlah 3 tablet diminum:
a. 1 hari 1 tablet berturut-turut selama 3 hari
b. Diminum sekaligus 3 butir
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT
DALAM KEPATUHAN MINUM OBAT ANTI FILARIA DI RW II KELURAHAN PONDOK
AREN
Kepada Yth,
Bapak/ibu
di, RW 2 Pondok Aren, Tangerang Selatan
Bapak/Ibu yang saya Hormati
Sehubungan dengan tugas akhir saya dalam menyusun Skripsi dengan judul penelitian: Faktor-faktor
Yang Mempengaruhi Sikap dan Perilaku Masyarakat dalam Kepatuhan Minum Obat Anti Filaria
di RW II Kelurahan Pondok Aren. Sudilah kiranya Bapak/Ibu menjadi Responden.
Sebagai responden, informasi yang Bapak/Ibu berikan sangat berharga dalam penelitian ini. Dalam
pengisian kuesioner ini, Bapak/Ibu tidak perlu ragu karena saya akan menjaga kerahasiaan informasi yang
Bapak/Ibu berikan.
Apabila Bapak/Ibu setuju berpartisipasi dalam mengisi lembaran kuesioner ini, saya mohon kesediaannya
untuk menandatangani di bawah ini untuk menjadi responden dan menjawab semua pertanyaan sesuai
petunjuk yang ada.
Saya ucapkan terima kasih. Jika bapak/ibu ada yang ingin ditanyakan terkait dengan proses penelitian,
dapat ditanyakan langsung kepada peneliti.
Pondok Aren, November 2013
Hormat saya, Responden
Rusmanto ..................................................
I IT-,\III I
KEMENTERIAN AGAMAUNIVERSITAS ISLAM NEGERI ( UIN )SYARIF HIDAYATT]LLAII JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
Jl. Kertamukti No. 5 Pisangan Ciputat 15419Telp. : (62-21) 74716718 Fax : (62-21) 7404985Website : www.uinjkt.ac.id; E-mail : flrik@uinjkt.ac.id
Ciputat, Desember 2012NomorLampiranHal
: Un.0l/F104(M.01 .2llBo /zAD
: Permohonan Izin Studi Pendahuluan
Kepada Yang TerhormatKepala Dinas Kesehatan Tangerang SelatanJI. Witanahada Komp. Sasmita Jaya Pamulangdi
Tangerang Selatan
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Dalam rangka penyelesaian tugas akhirdiperlukan penyusunan Skripsi yang berjudulMempengaruhi Penerimaan Masyarakat TerhadapWilayah Kerja Puskesmas Pondok Aren"
Sehubungan dengan itu kami mohon diberikanpendahuluan atas nama :
perkuliahan mahasiswa"Faktor-faktor Yang
Obat Anti Filariasis di
izin melaksanakan studi
Nama
NIMSemester
Program Studi
Fakultas
Rusmanto
109104000034
vIIIlmu Keperawatan
Kedokteran dan llmu Kesehatan UIN SyarifHidayatullah lakarta
. Demikian atas perhatian dan bantuan saudara kami ucapkan terimakasih.
\ffassalamu'alaikum Wr. Wb.
Widjajakusumah, AIF., PFKTembusan:Dekan FKIK
PEMERII{TAH KOTA TANGERANG SEIAIANDINAS KESEHAIAN
Jl. Witana Harja Komp. Sasmita Jaya No. 27Telp. 021 - 7441557, Fax. 021 - 744t236 - Pamulang
Nomor
Lampiran
Perihal
Tembusan:Ythl. Wali Kota Tangerang Selatan, (sebagai laporan) ;2, Kepala UPT Puskesmas pondok Aren di Kok Tangerang Selatan;3. Yang Fcrsangkutran,
Sehubungan dengan adanya surat dari LJIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas
Kedokteran dan IImu Kesehatan, Nomor : un.0l/ FI0/KM 0l.zl 3lgo lz0l2, perihal :
Pcrmohonan lzin Studi Pendahuluan atas nama :
Rusmanto
10e104000034
Ilrtru Kepcrawatan
" Faktor-fahor -vang mempen garuh i peneri nraan masyarakat
Terhadap Obat Anti Filariasis diWilayah Kerja puskesmas
Pondok Aren"
Pada dasarnya kami tidak keberatan untuk memberikan lzin Studi pendahuluan
yang dilakukan oleh Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakara, adapun dalam hal
pelaksanaannya harap untuk berkoordinasi kephda Kepala UPT Puskesmas yang akandikunjungi.
Demikian atas perhatian dan kerja
INAS
Pamulang, l9 Desember 2012
Kepada Yth,
Dekan
tlIN Syarif Hidayatullah Jakara
Fakulus Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
di-TEMPAT
'. 800 lortltlDinkes /Xll I 20tz
:-: Pemberian Izin Studi PendahuluaE
Nama
NIM
Prograrn Studi
Tema
GESEHATAN IG ISELATAN
NIP.
ffiil:ii;iixirir,i:l "'
19690204 199003r 906
KEMENTERIAN AGAMATINIYERSITAS ISLAM NEGERI ( UIN )SYARIF HMAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANTelp. : (62-21)'14716718 Fax : (62-21) 7404985Website : www.uinjkt.ac.id; E-mail : flcik@uinjkt.ac.id
Nomor : Un.0l/Fl0iKM.01 .2/ry$ 12013
Hal : Permohonan Izin Penelitian
Ciputat, t2November 2013
tugas akhir perkuliahan mahasiswayang berjudul "Faktor-faktor yangMasyarakat dalam Kepatuhan MinumPondok Aren".
mohon diberikan izin melaksanakan
Widjajakusumah, AIF., PFl
Kepada Yang Terhormat,Lurah Pondok Arendi
Pondok Aren Tangerang Selatan
Assalamu'alaikum \ff r. \#b.
Dalam rangka penyelesaian
diperlukan penyusunan SkripsiMempengaruhi Sikap dan PerilakuObat Anti Filaria di RW 2 Kelurahan
Sehubungan dengan itu kamipenelitian atas nama :
Nama
NIM
Semester
Program Studi
Fakultas
Rusmanto
r 091 04000034
IX
Ilmu Keperawatan
Kedokteran dan IImu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Demikian atas perhatian dan bantuan saudara kami ucapkan terimakasih.
Wassalamu'alaikum Wn Wb.
A.n
Tembusan:1. Ketua RW 2 Pondok Aren
Lampirang Software Statistik
1. Univariat
Statistics
Jenis Kelamin Umur Pendidikan Pendapatan Pengetahuan
N Valid 65 65 65 65 65
Missing 0 0 0 0 0
Mean 1.71 1.86 1.72 1.82 1.92
Median 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
Mode 2 2 2 2 2
Std. Deviation .458 .609 .573 .748 .756
Variance .210 .371 .328 .559 .572
Sum 111 121 112 118 125
Statistics
Sikap
Perilaku minum
obat
N Valid 65 65
Missing 0 0
Mean 2.42 .69
Median 2.00 1.00
Mode 2 1
Std. Deviation .583 .465
Variance .340 .216
Sum 157 45
Frequency Table
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Laki-laki 19 29.2 29.2 29.2
Perempuan 46 70.8 70.8 100.0
Total 65 100.0 100.0
Umur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Remaja 17 26.2 26.2 26.2
Dewasa 40 61.5 61.5 87.7
Lansia 8 12.3 12.3 100.0
Total 65 100.0 100.0
Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid SD, SMP atau sederajat 22 33.8 33.8 33.8
SMA atau sederajat 39 60.0 60.0 93.8
PT atau sederajat 4 6.2 6.2 100.0
Total 65 100.0 100.0
Pendapatan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid < 1.500.000 25 38.5 38.5 38.5
1.500.000-2.500.000 27 41.5 41.5 80.0
> 2.500.000 13 20.0 20.0 100.0
Total 65 100.0 100.0
Pengetahuan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Kurang 21 32.3 32.3 32.3
Cukup 28 43.1 43.1 75.4
Baik 16 24.6 24.6 100.0
Total 65 100.0 100.0
Sikap
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Kurang 3 4.6 4.6 4.6
Cukup 32 49.2 49.2 53.8
Baik 30 46.2 46.2 100.0
Total 65 100.0 100.0
Perilaku minum obat
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak minum obat 20 30.8 30.8 30.8
Minum obat 45 69.2 69.2 100.0
Total 65 100.0 100.0
2. Bivariat
Correlations
Jenis Kelamin Sikap
Jenis Kelamin Pearson Correlation 1 -.065
Sig. (2-tailed) .609
N 65 65
Sikap Pearson Correlation -.065 1
Sig. (2-tailed) .609
N 65 65
Correlations
Umur Sikap
Spearman's rho Umur Correlation Coefficient 1.000 .026
Sig. (2-tailed) . .835
N 65 65
Sikap Correlation Coefficient .026 1.000
Sig. (2-tailed) .835 .
N 65 65
Correlations
Sikap Pendidikan
Spearman's rho Sikap Correlation Coefficient 1.000 .018
Sig. (2-tailed) . .889
N 65 65
Pendidikan Correlation Coefficient .018 1.000
Sig. (2-tailed) .889 .
N 65 65
Correlations
Sikap Pendapatan
Sikap Pearson Correlation 1 .071
Sig. (2-tailed) .574
N 65 65
Pendapatan Pearson Correlation .071 1
Sig. (2-tailed) .574
N 65 65
Correlations
Sikap Pengetahuan
Sikap Pearson Correlation 1 -.139
Sig. (2-tailed) .270
N 65 65
Pengetahuan Pearson Correlation -.139 1
Sig. (2-tailed) .270
N 65 65
Jenis Kelamin * Perilaku minum obat Crosstabulation
Perilaku minum obat
Total
Tidak minum
obat Minum obat
Jenis Kelamin Laki-laki Count 5 14 19
Expected Count 5.8 13.2 19.0
Perempuan Count 15 31 46
Expected Count 14.2 31.8 46.0
Total Count 20 45 65
Expected Count 20.0 45.0 65.0
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square .250a 1 .617
Continuity Correctionb .042 1 .838
Likelihood Ratio .254 1 .614
Fisher's Exact Test .770 .425
Linear-by-Linear
Association
.246 1 .620
N of Valid Cases 65
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,85.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Jenis
Kelamin (Laki-laki /
Perempuan)
.738 .224 2.433
For cohort Perilaku minum
obat = Tidak minum obat
.807 .342 1.906
For cohort Perilaku minum
obat = Minum obat
1.093 .782 1.529
N of Valid Cases 65
Correlations
Umur
Perilaku minum
obat
Spearman's rho Umur Correlation Coefficient 1.000 .086
Sig. (2-tailed) . .494
N 65 65
Perilaku minum obat Correlation Coefficient .086 1.000
Sig. (2-tailed) .494 .
N 65 65
Correlations
Perilaku minum
obat Pendidikan
Spearman's rho Perilaku minum obat Correlation Coefficient 1.000 .025
Sig. (2-tailed) . .845
N 65 65
Pendidikan Correlation Coefficient .025 1.000
Sig. (2-tailed) .845 .
N 65 65
Correlations
Perilaku minum
obat Pendapatan
Spearman's rho Perilaku minum obat Correlation Coefficient 1.000 .103
Sig. (2-tailed) . .413
N 65 65
Pendapatan Correlation Coefficient .103 1.000
Sig. (2-tailed) .413 .
N 65 65
Correlations
Perilaku minum
obat Pengetahuan
Perilaku minum obat Pearson Correlation 1 -.068
Sig. (2-tailed) .589
N 65 65
Pengetahuan Pearson Correlation -.068 1
Sig. (2-tailed) .589
N 65 65