Post on 16-Oct-2021
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KONSUMSI
SUPLEMEN ASAM AMINO PADA ANGGOTA FITNESS CENTRE
SYAHIDA INN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
TAHUN 2013
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
OLEH :
TIKA WIDYA SARI
NIM : 109101000088
PEMINATAN GIZI KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013 M/ 1434 H
ii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN GIZI KESEHATAN MASYARAKAT
Skripsi, 27 Agustus 2013
Tika Widya Sari, NIM: 109101000088
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino
pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2013.
xxiii + 128 halaman, 3 bagan, 24 tabel, 7 lampiran + 14 singkatan
ABSTRAK
Suplemen makanan adalah produk yang dimaksudkan untuk melengkapi
kebutuhan zat gizi makanan, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin,
mineral, asam amino atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan)
yang mempunyai nilai gizi dan atau efek fisiologis dalam jumlah terkonsentrasi.
Suplemen asam amino dapat membentuk atau membesarkan sel-sel otot (penebalan
otot) untuk orang yang memiliki aktivitas fisik berat setiap harinya, dapat
meningkatkan berat badan dengan disertai olahraga fitness, memberikan energi dan
meningkatkan daya tahan tubuh. Penelititan ini bertujuan untuk mengetahui faktor-
faktor yang berhubungan dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota
fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013.
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan kuantitatif
dengan desain cross sectional study. Sampel penelitian berjumlah 76 anggota fitness.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari instansi terkait
dan data primer yang diperoleh melalui kuesioner dan wawancara kepada responden.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis univariat dan bivariat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada anggota fitness lebih banyak
yang tidak mengkonsumsi suplemen asam amino yaitu sebesar 51,3%. Kemudian
dari hasil analisis bivariat dengan tingkat kemaknaan 5%, diperoleh 4 faktor yang
berhubungan dengan konsumsi suplemen asam amino yakni jenis kelamin dengan P
value 0,027, keterpaparan media promosi dengan P value 0,020, status merokok
dengan P value 0,034, dan asupan protein dengan P value 0,000.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka peneliti menyarankan kepada
anggota fitness sebaiknya membiasakan diri berperilaku makan seimbang setiap hari.
Jika hendak mengkonsumsi suplemen maka sebaiknya konsultasikan terlebih dahulu
dengan ahli gizi. Untuk kalangan peneliti penulis menyarankan dilakukan penelitian
lebih lanjut dalam skala yang lebih besar dan dengan desain studi yang berbeda.
Kata Kunci :suplemen makanan, asam amino, fitness
Daftar Bacaan : 69 (1980 – 2013)
iii
STATE ISLAMIC UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
DEPARTMENT STUDY OF PUBLIC HEALTH
SPECIALISATION OF NUTRITION COMMUNITY
Undergraduated, 27 August 2013
TikaWidya Sari, NIM: 109101000088
Factors Associated with the Consumption of Amino Acid Supplements in
Member of Fitness Centre Syahida Inn State Islamic University Syarif
Hidayatullah Jakarta in 2013.
xxiii + 128 pages, 3 charts, 24 tables, 7 attachments + 14abbreviation
ABSTRACT
Dietary supplements is a product that intended to complete the nutrition of
food needs, containing one or more ingredients such as vitamins, minerals, amino
acids or other materials (derived from plant or not plant) that has nutrition and or
physiological effects in concentrated amounts. Amino acid supplement may establish
or raise muscle cells (muscle thickening) for daily hard physical activity of people
that could be improve weight with fitness exercise, provide energy and increase
endurance. This study aims to know the related factors with amino acid supplements
consumption of the members fitness centerSyahida Inn UIN SyarifHidayatullah
Jakarta in 2013.
This research is a quantitative analytical with a cross-sectional study.
Design among 76 fitness members. The data were colected using secondary data
from the relevant agencies and primary data obtained through questionnaires and
interviews. The analysis using univariate and bivariate analysis.
The result of the research it shown that most of fitness members 51,3% did
not take amino acids supplements.The results of the bivariate analysis with level
significant 5 %, obtained 4 factors related to amino acid supplements consumption
that sex with P value 0.027, promotional media exposure with P value 0.020,
smoking status with P value 0.034, and protein intake with P value 0.000.
Based on these results, the researchers suggest the fitness members should
familiarize themselves to balance theirdaily meal as their habitually. Should consult
with a nutritionist before consume the supplement. The author advises for all the
researchers to conduct further research on a larger scale and with different
designsstudy.
Keywords : dietary supplements, amino acids, fitness
Reading List : 69 (1980 - 2013)
iv
v
vi
RIWAYAT HIDUP
A. Data Pribadi
Nama : Tika Widya Sari
Tempat/Tgl Lahir : Talang Kemang, 31 Januari 1992
Jenis Kelamin : Perempuan
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Status Marital : Belum Menikah
Alamat : Desa Tanjung Bulan, Kec. Rambang Kuang, Kab. Ogan
Ilir, Sumatera Selatan
Tlp/Hp : 087884486914
Email : tikawidyasari@rocketmail.com
B. Riwayat Pendidikan
Tahun 1997-1999 : TK Darul Falah Tanjung Bulan
Tahun 1999-2003 : Madrasah Ibtidaiyah Darul Falah Tanjung Bulan
Tahun 1997–2003 : SD Negeri Tanjung Bulan
Tahun 2003–2006 : MTs Pondok Pesantren Darun Najah Bangun Jaya
Tahun 2006–2009 : MAN Sakatiga Ogan Ilir
Tahun 2009–2013
: S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta
vii
LEMBAR PERSEMBAHAN
Tetes peluh yang membasahi asa, ketakutan yang memberatkan
langkah, tangis keputusasaan yang sulit dibendung, dan kekecewaan yang
pernah menghiasi hari-hari kini menjadi tangisan penuh kesyukuran dan
kebahagiaan yang tumpah dalam sujud panjang. Alhamdulillah maha besar
Allah, sembah sujud sedalam qalbu hamba haturkan atas karunia dan rizki
yang melimpah, kebutuhan yang tercukupi, dan kehidupan yang layak.
Hari takkan indah tanpa mentari dan rembulan, begitu juga hidup
takkan indah tanpa tujuan, harapan serta tantangan. Meski terasa berat,
namun manisnya hidup justru akan terasa apabila semuanya terlalui dengan
baik, meski harus memerlukan pengorbanan.
Untuk ribuan tujuan yang harus dicapai, untuk jutaan impian yang akan
dikejar, untuk sebuah pengharapan agar hidup jauh lebih bermakna, karena
tragedi terbesar dalam hidup bukanlah kematian tapi hidup tanpa tujuan.
Teruslah bermimpi untuk sebuah tujuan, pastinya juga harus diimbangi
dengan tindakan nyata, agar mimpi dan juga angan tidak hanya menjadi
sebuah bayangan semu.
Dengan hanya mengharap ridha-Mu semata, ku persembahkan karya
kecil ini, untuk cahaya hidup yang senantiasa ada saat suka maupun duka,
selalu setia mendampingi saat ku lemah tak berdaya, untuk yang terkasih Ibu
Mugiyati, Bapak Jumiono, adikku Rama dan Ridho, nenek, kakek, dan semua
keluargaku yang selalau memanjatkan doa dalam setiap sujudnya yang
senantiasa mengiringi setiap derap langkahku dalam meniti kesuksesan.
Terima kasih Keluargaku Tercinta. Mohon dimaafkan bila ikhtiar ku ini tidak
maksimal sesuai yang diharapkan, semoga Allah senantiasa menjadikan kita
keluarga sakinah hingga ke syurga.
“Ya Allah, jadikanlah Iman, Ilmu dan Amal ku sebagai lentera jalan hidupku,
keluarga dan saudara seimanku”
Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan (QS.Al-Insyirah : 6)
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmaannirrohiim
Segala puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Semesta
Alam, sumber dari segala sumber yang ada di dunia ini karena atas izin dan jalan-
Nya lah sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi dengan judul: “Faktor-faktor
yang Berhubungan dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino pada Anggota
Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”. Shalawat dan
salam selalu untuk Rasulullah SAW, Rasul mulia dan penutup para Nabi.
Skripsi ini dapat terselesaikan dengan dukungan dan bantuan pihak-pihak
terkait serta penulis juga mendapatkan banyak masukan, ilmu, spirit dan doa. Oleh
karena itu dengan penuh kerendahan hati dan cinta, saya ingin mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Kedua orang tuaku tercinta yang tiada henti-hentinya mendo’akan di setiap
waktunya, memberikan kasih sayang yang tak terhingga, semangat, motivasi,
moril, dan materil, serta senantiasa memberikan dukungan untuk pantang
menyerah dan selalu sabar dalam menyelesaikan semua tugas yang diemban
oleh penulis. Bapak Jumiono dan Ibu Mugiyati, semoga Allah SWT
memuliakan Bapak dan Ibu serta mengangkat derajat Bapak dan Ibu, karena
tanpa Bapak dan Ibu penulis tidaklah memiliki arti apa-apa. Adik-adikku
tersayang dan termanis Rama Adi Surya dan M. Ridho Prayoga, kakek,
nenek, serta keluarga besarku. Love U So Much all.. My Lovely Fams...
ix
2. Pihak Dinas Pendidikan Provinsi dan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan
yang telah memberikan beasiswa kepada penulis. Terima kasih banyak
semoga Allah senantiasa memberkahi bapak-bapak dan ibu-ibu semua.
Amin...
3. Prof. DR. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan FKIK Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Febrianti, M.Si, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat
sekaligus penanggungjawab peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat FKIK
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Catur Rosidati, SKM, MKM dan Ibu Riastuti Kusumawardani, SKM,
MKM, selaku pebimbing 1 dan 2 skripsi terimakasih atas segala bimbingan,
arahan, kesabaran dalam membimbing hingga skripsi ini selesai. Semoga
Allah membalas amal baik ibu.
6. Bu Ratri Ciptaningtyas, MHS selaku penguji seminar proposal, terimakasih
atas saran, masukan dan bimbingannya.
7. Bapak Drs. M. Farid Hamzens, M.Si, Ibu Fase Badriah, Ph.D dan Ibu Hj.
Farihah Sulasiah, MKM selaku penguji sidang skripsi, terimakasih telah
menyediakan waktu, tenaga dan pikiran serta saran dan bimbingannya.
8. Seluruh dosen dan staff Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
9. Bapak Zulfikar (Bang Thoger) selaku Coach Fitness Centre dan bang Aan
selaku administrasi Fitness Centre Syahida Inn yang telah membantu peneliti,
serta para anggota Fitness Centre yang telah bersedia mengisi kuesioner.
x
10. Buat abang Tohirin yang selalu memberikan do’a, semangat, motivasi agar
cepat lulus, makasih juga atas perhatian dan kesetiannya abang. ILU...
11. Teman-teman beasiswa Santri Jadi Dokter (SJD-Sumsel) angkatan 2009, vita,
etika, rani, rafita, nurul, ira, kiki, susi, maya, maharani, seila, ani, inti, zil,
rudi, rifqy, aan, desly, midun, putra, yang selalu memberikan do’a, dukungan
dan motivasi untuk bisa lulus bareng, serta terimakasih juga pada semua adik-
adik beasiswa SJD-Sumsel atas do’a dan dukungannya.
12. Teman-teman Peminatan Gizi (keluarga Gidza Holic 2009), yang selalu
memberikan support, semangat perjuangan serta pengalaman kebersamaan
yang tidak ternilai, anak-anak K3, Kesling dan MPK teman seperjuangan.
Buat mbak Lilik, buluk mila, nursyam, mbak heni, ana, telok fitri, dkk
makasih udah bantu turun lapangan dan menemani penulis sampai saat ini,
kita pasang toga bareng yah. Heheh^_^. Serta makasih juga buat adik kosan
Nayla dan Dona yang selalu mendo’akan dan membantu penulis.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan
dan masih jauh dari sempurna. Penulis hanya bisa berdoa semoga amal baik dari
semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelasaikan Studi di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta ini mendapat balasan terindah dari Allah SWT. Akhir kata
kesempurnaan hanya milik Allah SWT dan kesalahan datangnya dari penulis selaku
manusia biasa, dengan penuh rasa hormat dan kerendahan hati, penulis berharap
semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun bagi kita semua.
Jakarta, September 2013
Tika Widya Sari
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
Hal
LEMBAR PERNYATAAN..................................................................................... i
ABSTRAK............................................................................................................... ii
ABSTRACT............................................................................................................. iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.......................................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI.................................................................... v
RIWAYAT HIDUP.................................................................................................. vi
LEMBAR PERSEMBAHAN................................................................................... vii
KATA PENGANTAR.............................................................................................. viii
DAFTAR ISI............................................................................................................ xi
DAFTAR BAGAN................................................................................................... xviii
DAFTAR TABEL.................................................................................................... xix
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................ xxii
DAFTAR SINGKATAN.......................................................................................... xxiii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................
1
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 9
1.3 Pertanyaan Penelitian.................................................................................. 11
1.4 Tujuan Penelitian........................................................................................ 12
1.4.1 Tujuan Umum................................................................................. 12
xii
1.4.2 Tujuan Khusus................................................................................ 13
1.5 Manfaat Penelitian...................................................................................... 14
1.5.1 Bagi Peneliti.................................................................................... 14
1.5.2 Bagi Institusi Pendidikan................................................................ 15
1.5.3 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat................................... 15
1.6 Ruang Lingkup Penelitian.......................................................................... 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 16
2.1 Suplemen Makanan..................................................................................... 16
2.1.1 Definisi Suplemen Makanan........................................................... 16
2.1.2 Bentuk Sediaan Suplemen Makanan.............................................. 18
2.1.3 Penggolongan Suplemen Makanan................................................. 21
2.1.4 Kelompok yang Membutuhkan Suplemen Makanan...................... 22
2.1.5 Bahaya Suplemen Makanan............................................................ 25
2.1.6 Cara Benar Mengkonsumsi Suplemen Makanan............................ 27
2.2 Asam Amino............................................................................................... 28
2.2.1 Definisi Asam Amino..................................................................... 28
2.2.2 Fungsi dan Sumber Asam Amino................................................... 30
2.2.3 Akibat Kelebihan dan Kekurangan Asam Amino.......................... 35
2.2.4 Angka Kecukupan Asam Amino…………………….................... 36
2.2.5 Mutu Protein................................................................................... 37
2.2.5.1 Penilaian Mutu Protein..................................................... 37
2.3 Fitness......................................................................................................... 40
2.3.1 Definisi Fitness............................................................................... 40
xiii
2.3.1.1 Olahraga Teratur............................................................. 42
2.3.1.2 Nutrisi Teratur................................................................ 43
2.3.1.3 Istirahat Teratur.............................................................. 44
2.4 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Konsumsi Suplemen
Makanan...................................................................................................... 45
2.4.1 Umur............................................................................................. 45
2.4.2 Jenis Kelamin............................................................................... 46
2.4.3 Tingkat Pendidikan....................................................................... 47
2.4.4 Pendapatan.................................................................................... 48
2.4.5 Riwayata Penyakit........................................................................ 49
2.4.6 Pengetahuan Gizi tentang Suplemen............................................ 49
2.4.7 Keterpaparan terhadap Media Promosi Suplemen....................... 50
2.4.8 Aktivitas Fisik............................................................................... 53
2.4.9 Status Merokok............................................................................. 55
2.4.10 Asupan Makanan.......................................................................... 56
2.5 Kerangka Teori........................................................................................... 56
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN
HIPOTESIS.............................................................................................. 58
3.1 Kerangka Konsep........................................................................................ 58
3.2 Definisi Operasional................................................................................... 60
3.3 Hipotesis..................................................................................................... 65
xiv
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN............................................................. 67
4.1 Desain Penelitian........................................................................................ 67
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................................... 67
4.3 Populasi dan Sampel................................................................................... 67
4.3.1 Populasi........................................................................................... 67
4.3.2 Sampel............................................................................................ 67
4.4 Alat dan Cara Pengumpulan Data............................................................... 71
4.5 Pengukuran Data......................................................................................... 72
4.6 Pengolahan Data......................................................................................... 76
4.7 Analisis Data............................................................................................... 79
4.6.1 Analisis Univariat........................................................................... 79
4.6.2 Analisis Bivariat.............................................................................. 79
BAB V HASIL........................................................................................................ 81
5.1 Gambaran Umum Fitness Center Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta......................................................................................................... 81
5.1.1 Tugas dan Fungsi......................................................................... 82
5.1.2 Anggota Fitness Centre Syahida Inn........................................... 82
5.2 Analisis Univariat....................................................................................... 82
5.2.1 Gambaran Konsumsi Suplemen Asam Amino............................ 83
5.2.2 Gambaran Umur Anggota Fitness............................................... 83
5.2.3 Gambaran Jenis Kelamin Anggota Fitness.................................. 84
5.2.4 Gambaran Pendidikan Anggota Fitness....................................... 85
5.2.5 Gambaran Pendapatan Anggota Fitness...................................... 85
xv
5.2.6 Gambaran Pengetahuan Gizi tentang Suplemen Anggota
Fitness.......................................................................................... 86
5.2.7 Gambaran Keterpaparan Media Promosi Anggota Fitness......... 87
5.2.8 Gambaran Aktivitas Fisik Anggota Fitness................................. 88
5.2.9 Gambaran Status Merokok Anggota Fitness............................... 89
5.2.10 Gambaran Asupan Protein Anggota Fitness................................ 90
5.3 Analisis Bivariat......................................................................................... 90
5.3.1 Hubungan antara Umur dengan Konsumsi Suplemen Asam
Amino........................................................................................... 91
5.3.2 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Konsumsi Suplemen
Asam Amino................................................................................ 92
5.3.3 Hubungan antara Pendidikan dengan Konsumsi Suplemen
Asam Amino................................................................................ 93
5.3.4 Hubungan antara Pendapatan dengan Konsumsi Suplemen
Asam Amino................................................................................ 94
5.3.5 Hubungan antara Pengetahuan Gizi tentang Suplemen dengan
Konsumsi Suplemen Asam Amino.............................................. 95
5.3.6 Hubungan antara Keterpaparan Media Promosi dengan
Konsumsi Suplemen Asam Amino.............................................. 96
5.3.7 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Konsumsi Suplemen Asam
Amino........................................................................................... 97
5.3.8 Hubungan Status Merokok dengan Konsumsi Suplemen Asam
Amino........................................................................................... 98
xvi
5.3.9 Hubungan Asupan Protein dengan Konsumsi Suplemen Asam
Amino........................................................................................... 99
BAB VI PEMBAHASAN....................................................................................... 100
6.1 Keterbatasan Penelitian............................................................................... 100
6.2 Gambaran Konsumsi Suplemen Asam Amino........................................... 101
6.3 Faktor Internal........................................................................................... 104
6.3.1 Hubungan antara Umur dengan Konsumsi Suplemen Asam
Amino........................................................................................... 104
6.3.2 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Konsumsi Suplemen
Asam Amino................................................................................... 105
6.3.3 Hubungan antara Pendidikan dengan Konsumsi Suplemen Asam
Amino......................................................................................... 107
6.3.4 Hubungan antara Pendapatan dengan Konsumsi Suplemen Asam
Amino............................................................................................. 108
6.4 Faktor Eksternal...................................................................................... 110
6.4.1 Hubungan antara Pengetahuan Gizi tentang Suplemen dengan
Konsumsi Suplemen Asama Amino............................................... 110
6.4.2 Hubungan antara Keterpaparan Media Promosi dengan
Konsumsi Suplemen Asam Amino................................................. 113
6.4.3 Hubungan antara Aktivitas Fisik dengan Konsumsi Suplemen
Asam Amino................................................................................... 116
6.4.4 Hubungan antara Status Merokok dengan Konsumsi Suplemen
Asam Amino................................................................................... 118
xvii
6.4.5 Hubungan antara Asupan Protein dengan Konsusi Suplemen
Asam Amino................................................................................... 119
BAB VII PENUTUP............................................................................................... 125
7.1 Kesimpulan................................................................................................. 125
7.2 Saran........................................................................................................... 126
7.2.1 Bagi Anggota Fitness Center Syahida Iin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta........................................................................ 126
7.2.2 Bagi Penyelenggara Fitness............................................................ 126
7.2.3 Bagi pemerintah, khususnya Badan Pengawasan Obat dan
Makanan (BPOM)........................................................................... 126
7.2.4 Bagi Peneliti Selanjutnya................................................................
127
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 129
LAMPIRAN
xviii
DAFTAR BAGAN
Nomor Bagan Judul Bagan Hal
2.1 Gambaran Umum mengenai Fitness........................................ 41
2.2 Kerangka Teori........................................................................ 57
3.1 Kerangka Konsep..................................................................... 59
xix
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Judul Tabel Hal
2.1 Tabel Fungsi dan Sumber Asam Amino.................................. 30
2.2 Angka Kecukupan Asam Amino Pada Orang Dewasa
Berdasarkan RDA.................................................................... 36
2.3 Nilai Mutu Protein Bahan Makanan........................................ 39
3.1 Definisi Operasional Variabel................................................. 60
4.1 Perhitungan Sampel................................................................. 69
5.1 Distribusi Konsumsi Suplemen Asam Amino pada Anggota
Fitness Centre Syahida Iin UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2013.................................................................. 83
5.2 Distribusi Umur pada Anggota Fitness Centre Syahida Iin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013......................... 84
5.3 Distribusi Jenis Kelamin pada Anggota Fitness Centre
Syahida Iin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013...... 84
5.4 Distribusi Tingkat Pendidikan pada Anggota Fitness Centre
Syahida Iin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013...... 85
5.5 Distribusi Pendapatan pada Anggota Fitness Centre Syahida
Iin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013.................... 86
5.6 Distribusi Pengetahuan Gizi tentang Suplemen pada
Anggota Fitness Centre Syahida Iin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2013............................................
87
xx
5.7 Distribusi Keterpaparan Media Promosi pada Anggota
Fitness Centre Syahida Iin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013.............................................................................. 88
5.8 Distribusi Aktivitas Fisik pada Anggota Fitness Centre
Syahida Iin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013...... 89
5.9 Distribusi Status Merokok pada Anggota Fitness Centre
Syahida Iin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013...... 89
5.10 Distribusi Asupan Protein pada Anggota Fitness Centre
Syahida Iin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013...... 90
5.11 Analisis Hubungan antara Umur dengan Konsumsi
Suplemen Asam Amino pada Anggota Fitness Centre
Syahida Iin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013...... 91
5.12 Analisis Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Konsumsi
Suplemen Asam Amino pada Anggota Fitness Centre
Syahida Iin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013...... 92
5.13 Analisis Hubungan Pendidikan dengan Konsumsi Suplemen
Asam Amino pada Anggota Fitness Centre Syahida Iin UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013................................. 93
5.14 Analisis Hubungan Pendapatan dengan Konsumsi
Suplemen Asam Amino pada Anggota Fitness Centre
Syahida Iin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013...... 94
xxi
5.15 Analisis Hubungan Pengetahuan Gizi tengtang Suplemen
dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino pada Anggota
Fitness Centre Syahida Iin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013..............................................................................
95
5.16 Analisis Hubungan Keterpaparan Media Promosi dengan
Konsumsi Suplemen Asam Amino pada Anggota Fitness
Centre Syahida Iin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun
2013........................................................................................ 96
5.17 Analisis Hubungan Aktivitas Fisik dengan Konsumsi
Suplemen Asam Amino pada Anggota Fitness Centre
Syahida Iin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013..... 97
5.18 Analisis Status Merokok dengan Konsumsi Suplemen Asam
Amino pada Anggota Fitness Centre Syahida Iin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2013............................................ 98
5.19 Analisis Asupan Protein dengan Konsumsi Suplemen Asam
Amino pada Anggota Fitness Centre Syahida Iin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2013........................................... 99
xxii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran Judul Lampiran
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian
Lampiran 2 Surat Izin Telah Melakukan Penelitian
Lampiran 3 Kuesioner Penelitian
Lampiran 4 Lembar food recall 2x24 jam
Lampiran 5 Uji Normalitas
Lampiran 6 Analisis Univariat
Lampiran 7 Analisis Bivariat
xxiii
DAFTAR SINGKATAN
AKG : Angka Kecukupan Gizi
BPOM : Badan Pengawas Obat Dan Makanan
CHD : Cronic Heart Disease
FDA : Food Standars Agency
GABA : Gama Amino Butyric Acid
GMP : Good Manufacturing Process
MLM : Multi Level Marketing
NB : Nilai Biologik
NPU : Net Protein Utilization
PER : Protein Efficiency Ratio
PERSAGI : Persatuan Ahli Gizi
RDA : Recommended Dietary Allowance
SDM : Sumber Daya Manusia
YLKI : Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dewasa ini, suplemen makanan merupakan salah satu trend yang sedang
berkembang, terutama pada kalangan masyarakat menengah ke atas. Hal ini
disebabkan oleh perubahan gaya hidup masyarakat yang sadar pentingnya
kesehatan dan gencarnya iklan suplemen makanan tersebut. Pergeseran gaya
hidup di masyarakat telah berdampak pada pola makan sehingga dapat
mempengaruhi status gizi. Seiring dengan perkembangan teknologi, masyarakat
semakin dihadapkan pada gaya hidup yang kurang sehat, masyarakat cenderung
lebih memilih dan menyukai jenis-jenis makanan yang praktis dan siap saji (fast
food), minuman bersoda yang banyak beredar di pasaran, kurangnya olahraga,
pola makan yang tidak seimbang, dan masih banyak lagi (Gsianturi, 2003).
Meningkatnya perkembangan teknologi, terutama dibidang makanan
semakin memberi keleluasaan bagi kita untuk memilih cara yang lebih praktis
dalam memenuhi kebutuhan tubuh akan makanan dan zat gizi. Berbagai bahan
makanan dan zat gizi diolah kemudian dikemas dalam bentuk yang lebih
sederhana dan praktis. Salah satu produk kemajuan teknologi makanan yang kini
sedang popular adalah suplemen makanan. Faktor inilah yang melatarbelakangi
seseorang untuk mengkonsumsi suplemen makanan, yaitu suatu produk
makanan yang praktis dan dapat digunakan untuk melengkapi kebutuhan gizi
yang belum seimbang (Ramadani, 2005).
2
Industri nutraceuticals terus berkembang di tengah era globalisasi yang
semakin maju. Pabrik-pabrik suplemen makanan yang telah memenuhi syarat
Good Manufacturing Process (GMP) meningkat setiap tahunnya. Pada tahun
2009, secara keseluruhan diperkirakan penjualan suplemen makanan mencapai $
25.000.000.000. Berdasarkan laporan Nielsen Co tahun 2009, secara keseluruhan
penggunaan suplemen makanan meningkat secara pesat yakni dari 6% hingga
10% dan diperkirakan pada tahun yang sama angka tersebut meningkat dari 10%
menjadi 15%. Menurut survey yang dilakukan oleh Ipsos-Public Affairs for The
Council for Responsible Nutrition (CRN), Washington, D.C tahun 2009 pada
orang dewasa di Amerika mencapai 65% (sekitar 150 juta) telah menjadi
konsumer suplemen makanan (Dennis, 2010).
Penggunaan suplemen makanan cenderung meningkat. Berdasarkan
laporan Food Standars Agency (FDA), di Amerika Serikat 40% kaum
perempuan dewasa dan 305 laki-laki diketahui mengkonsumsi suplemen
makanan. Pada tahun 2000, puslitbang Farmasi Depkes RI telah melakukan
survey konsumen di tiga kota besar (Jakarta, Surabaya dan Bandung) tentang
konsumsi suplemen makanan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
konsumsi suplemen makanan terbanyak adalah pada perempuan sebesar 78,1%.
Kebanyakan mereka mengkonsumsi untuk menjaga kesehatan atau
meningkatkan stamina (59,4%), sebagian hanya untuk mengatasi kegemukan,
mencegah keriput (proses penuaan) serta menghaluskan kulit yang kasar. Lama
pemakaian suplemen makanan untuk menjaga kesehatan berkisar 1-3 tahun
(40,6%). (Depkes RI, 2000).
3
Menurut SK Kepala BPPOM RI Nomor HK.00.05.23.3644 tahun 2004
tentang ketentuan pokok pengawasan suplemen makanan menyebutkan bahwa
suplemen makanan adalah produk yang dimaksudkan untuk melengkapi
kebutuhan zat gizi makanan, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin,
mineral, asam amino atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan
tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi dan atau efek fisiologis dalam jumlah
terkonsentrasi (BPOM, 2004).
Di Indonesia, suplemen makanan dimasukkan dalam kategori makanan
atau didaftar sebagai obat tradisional. Produk-produk suplemen makanan, sesuai
dengan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM) No. HK 00.063.02360, semula dikenal sebagai produk yang digunakan
untuk melengkapi makanan. Menurut Soedijani (2007) dalam Yunaeni (2009)
hingga Desember 2006 setidaknya 5851 merek suplemen terdaftar di Badan
POM, rincianya 2346 produk lokal, 3491 produk impor dan 14 produk lisensi.
Jumlah tersebut meningkat sebanyak 30% dari tahun 2003 dimana hanya tercatat
3742 merek suplemen yang terdiri dari 1087 produk lokal, 2653 produk impor
dan 2 produk lisensi. Tidak sembarang produk suplemen boleh beredar di
Indonesia, hanya produk suplemen yang diproduksi oleh perusahaan farmasi
yang memenuhi syarat Good Manufacturing Process (GMP) saja yang
dibolehkan untuk beredar (BPOM, 2004).
Gaya hidup mengkonsumsi suplemen makanan tidak hanya terbatas di
negara maju. Globalisasi membuat kalangan tertentu di negara berkembang
mulai mengadopsi kecenderungan itu termasuk Indonesia. Pesatnya
4
perkembangan tersebut tidak terlepas dari gencarnya promosi oleh produsen,
baik melalui media cetak ataupun elektronik.
Menurut (Lyle et.al, 1998 dan Greger, 2001) Konsumsi suplemen
makanan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain umur, jenis kelamin,
pendapatan, pendidikan, kebiasaan makan, merokok, aktivitas fisik, gencarnya
promosi suplemen, dan pengetahuan gizi serta adanya suatu penyakit dalam
tubuh.
Berbagai penelitian mengenai konsumsi suplemen pada orang dewasa
juga menunjukkan tingkat konsumsi yang tinggi, salah satunya yang terjadi di
AS. Berdasarkan data National Health and Nutrition Examination Survey
(NHANES) tahun 1999-2000 menunjukkan sebanyak 52% orang dewasa
mengkonsumsi suplemen makanan. Menurut hasil penelitian Eldridge et.al
(1994) dalam Ramadani (2005) pada mahasiswa di Arizona menyebutkan bahwa
sebanyak 62,1% mahasiswa mengkonsusmsi suplemen makanan.
Lebih dari 50% orang dewasa mengkonsumsi minimal satu jenis
suplemen makanan (Henderson et.al, 2002 dalam Harrison et.al, 2003), di
Inggris sebanyak 40% perempuan dan 29% laki-laki mengonsumsi suplemen
makanan, sedangkan 15 tahun yang lalu tercatat hanya sebanyak 17%
perempuan dan 9% laki-laki yang mengkonsumsi suplemen makanan (Gregory
et.al, 1990; Henderson et.al, 2002 dalam Harrison et.al, 2003).
Di Indonesia penelitian yang dilakukan oleh Anggondawati (2002) juga
menunjukkan angka yang tinggi yaitu sebanyak 70,9% mahasiswa FKM UI
mengkonsumsi suplemen makanan. Penelitian pada karyawan BNI Tbk. KCU
Senayan yang dilakukan Indriana tahun 2003 menunjukkan sebanyak 63,3%
5
karyawan mengkonsumsi suplemen makanan. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh (Ramadani, 2009) pada pelajar SMUN 79 Jakarta, terdapat 75%
pelajar SMUN mengkonsumsi suplemen makanan. Sedangkan berdasarkan
penelitian Sarjono (2010) pada mahasiswa FKM dan FIK UI terdapat 72,4%
mengkonsumsi suplemen makanan berupa vitamin dan mineral.
Berdasarkan hasil penelitian Yunaeni (2009) yang dilakukan pada siswa-
siswi Ragunan (khusus olahragawan) bahwa 67,9% mengkonsumsi suplemen
makanan berupa vitamin dan mineral. Sedangkan berdasarkan hasil studi kasus
di Cilandak Sport Centre Jakarta Selatan tahun 2004 yang dilakukan oleh Putri
didapatkan bahwa 70,4% olahragawan mengkonsumsi suplemen makanan
vitamin dan mineral.
Menurut Goston dan Correia (2009) Suplemen makanan secara fisik
bertujuan untuk meningkatkan komposisi tubuh dan kinerja otot. Atlet atau
olahragawan telah menjadi konsumen terbanyak dalam mengkonsumsi suplemen
makanan, kemudian kebiasaan mereka diikuti oleh kelompok individu lainnya,
terutama bagi para anggota fitness yang melakukan fitness secara teratur.
Keinginan untuk mencapai hasil yang cepat telah membuat penggunaan zat-zat
tersebut sangat diminati. Terutama suplemen asam amino yang dipercaya dapat
membentuk otot dan meningkatkan massa otot bagi para anggota fitness.
Namun, diketahui bahwa pada umumnya, orang yang aktif secara fisik tidak
perlu nutrisi tambahan selain yang diperoleh dari diet yang seimbang.
Suplemen asam amino saat ini merupakan salah satu penggunaan diet
yang paling populer untuk para atlet dan individu yang mempunyai aktivitas
fisik berat. Suplemen protein atau suplemen asam amino telah dianjurkan untuk
6
para atlet dan individu yang mempunyai aktivitas fisik berat yang berguna untuk
meningkatkan retensi nitrogen dan meningkatkan massa otot, untuk mencegah
katabolisme protein selama latihan berkepanjangan, dan untuk mengencangkan
otot, dan mencegah anemia (Williams, 2005).
Dari beberapa sumber menyatakan bahwa orang yang aktif atau banyak
melakukan aktivitas olahraga membutuhkan suplemen makanan, karena dengan
meningkatnya aktivitas maka metabolisme tubuh meningkat. Salah satu
olahraga yang membutuhkan gizi yang baik yaitu olahraga untuk meningkatkan
massa otot seperti binaraga, instruktur-instruktur kebugaran (fitness) ataupun
anggotanya. Menurut penelitian Ishihara et.al (2003), menunjukkan bahwa
semakin sering seseorang melakukan olahraga maka kecenderungan untuk
mengkonsumsi suplemen akan semakin besar. Hal ini menurut Zeisel (2000),
karena aktivitas olahraga yang tinggi dapat menyebabkan reactive oxygen
derivatives yang dapat merusak sel, oleh karena itu diperlukan suplemen
makanan.
Vitahealth (2004) menjelaskan defisiensi/kekurangan asam amino secara
keseluruhan mungkin dikarenakan malnutrisi protein. Defisiensi ini pada
umumnya diasosiasikan dengan pola makan yang kurang baik, pencernaan yang
terganggu atau masalah penyerapan makanan, kondisi stress, infeksi, trauma,
penggunaan obat-obatan, defisiensi nutrien yang lain seperti vitamin dan
mineral, dan disfungsi yang berkaitan dengan proses penuaan. Karena asam
amino berperan sedemikian besar dalam struktur dan fungsi tubuh, serta untuk
mempertahankan kesehatan dan melawan penyakit, kondisi defisiensi asam
7
amino sebagai akibat dari hal-hal tersebut diatas bisa diperbaiki dengan
suplementasi asam amino yang tepat.
Asam amino diperoleh dari pemecahan protein dari makanan. Kelebihan
protein maka dapat menyebabkan kelebihan asam amino didalam tubuh. Protein
secara berlebihan tidak menguntungkan tubuh. Kelebihan asam amino dapat
memberatkan ginjal dan hati yang harus memetabolisme dan mengeluarkan
nitrogen (Almatsier, 2009).
Menurut Goston dan Correia (2010) mengkonsumsi suplemen asam
amino lebih dari 3 bulan dapat membahayakan kesehatan meskipun belum
terlihat dampaknya, dosis yang aman penggunaan supelemen asam amino juga
belum teridentifikasi. Namun, mengkonsumsi suplemen asam amino dengan
jumlah yang tinggi, seperti pada atlet atau anggota fitness yang ingin
meningkatkan masa otot, mengkonsumsi suplemen asam amino ini dapat
mengakibatkan kerusakan ginjal, penyakit paru, peningkatan tekanan darah,
merusak kerja insulin, dan beberapa suplemen diduga mengandung bahan
beracun.
Bagi para anggota fitness atau orang yang sering melakukan aktivitas
fisik berat, mengharuskan mereka untuk memiliki kondisi tubuh yang prima.
Salah satu cara yang dipilih untuk memenuhi tuntutan tersebut adalah dengan
mengkonsumsi suplemen makanan terutama suplemen asam amino yang
berfungsi untuk meningkatkan kinerja otot dan membentuk otot saat melakukan
latihan mengangkat beban berat (Williams, 2005).
Beberapa tahun terakhir jumlah fitness centre cenderung meningkat,
seperti yang dilaporkan dalam media massa yakni sekitar 600-3000 tempat
8
fitness (tidak termasuk fitnes centre yang besar) dan anggota atau pengguna
fitness centre mencapai sekitar 3 juta orang di Sao Paulo tahun 1998.
Peningkatan jumlah fitness centre ini bersamaan dengan peningkatan pasokan
suplemen yang beredar di pasaran. Secara umum, rata-rata orang yang
mengunjungi fitness centre adalah individu dengan tingkat pendidikan tinggi,
memiliki motivasi yang tinggi untuk berlatih fitness dan menerapkan diet
makanan seimbang atau mengkonsumsi makanan bergizi serta selalu mengetahui
informasi terbaru tentang gizi dan aktivitas fisik (Pereira et.al, 2003). Latihan
yang berat dan ketidakseimbangan asupan energi dapat meningkatkan kebutuhan
akan vitamin, mineral dan protein. Hal ini kemudian menjadi alasan atlet atau
olahragawan identik dan gemar mengkonsumsi suplemen untuk melengkapi
kebutuhan zat gizi yang tidak dapat dipenuhi dari makanan dan untuk
meningkatkan atau memperbaiki performanya (Efyu, 2010).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pereira et.al (2003) di Sao
Paulo, Brazil, dengan sampel 309 di 7 tempat fitness centre di Sao Paulo
terdapat 23,9% menggunakan beberapa jenis suplemen, 77% laki-laki dan 23%
perempuan yang mengkonsumsi suplemen. Rata-rata jenis suplemen yang
dikonsumsi oleh anggota fitness adalah suplemen asam amino atau jenis protein
lainnya (38,9%). Penelitian ini juga membuktikan bahwa terdapat efek terhadap
kesehatan jika mengkonsumsi suplemen jangka panjang dan dalam batas yang
tidak aman (Pereira et.al, 2003). Sedangkan berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Goston et.al dan Correia (2010) pada anggota fitness centre di
Kota Belo Horizonte, Brazil didapatkan bahwa 58% anggota fitness
mengkonsumsi suplemen asam amino.
9
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti
kepada 30 anggota fitness di fitness centre Syahida Inn, didapatkan sebanyak 19
(63,3%) anggota fitness mengkonsumsi suplemen asam amino dan 11 (36,7%)
anggota tidak mengkonsumsi suplemen asam amino, serta 16 (84,21%) dari 19
anggota fitness mengkonsumsi suplemen asam amino lebih dari 3 bulan. Hal ini
menunjukkan konsumsi suplemen makanan pada anggota fitness cukup tinggi.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness
centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
1.2. Rumusan Masalah
Suplemen, sesuai dengan namanya, hanya bersifat menambahkan atau
melengkapi. Maka, jelas, suplemen dirancang bukan untuk menggantikan
makanan (Yuliarti, 2009). Mengkonsumsi suplemen asam amino dengan jumlah
yang tinggi, seperti pada atlet atau anggota fitness yang ingin meningkatkan
masa otot, dapat mengakibatkan kerusakan ginjal, penyakit paru, peningkatan
tekanan darah, merusak kerja insulin, dan beberapa suplemen diduga
mengandung bahan beracun (Goston dan Correia, 2010).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti kepada
30 anggota fitness, diperoleh sebanyak 19 (63,3%) anggota fitness
mengkonsumsi suplemen asam amino, dan 11 (36,7%) anggota tidak
mengkonsumsi suplemen asam amino. Alasan dasar mengapa responden
menggunakan suplemen asam amino tersebut, salah satunya adalah suplemen
asam amino diyakini dapat mengubah prestasi mereka secara langsung, dapat
10
membentuk otot, keinginan untuk mencapai status fisik yang lebih baik, dan
perawatan sendiri terhadap penyakit serta responden merasa makanan yang
mereka makan masih kurang atau belum mencukupi.
Penentuan lokasi penelitian berdasarkan hasil studi pendahuluan, yakni
karena lokasi fitness tersebut merupakan daerah perbatasan dengan Jakarta
sehingga masih dipengaruhi oleh gaya hidup yang serba praktis dan modern,
lokasi penelitian masih dalam ruang lingkup UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
atau lingkungan kampus sehingga bisa menjadi bahan masukan tentang
konsumsi suplemen. Selain itu, mayoritas dari anggota fitness atau 80% adalah
mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sehingga dapat diketahui proporsi
dan faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi suplemen asam amino,
serta belum pernah diadakan penelitian terkait konsumsi suplemen asam amino
pada anggota fitness.
Pemilihan suplemen asam amino juga berdasarkan hasil studi
pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, pada studi pendahuluan terdapat 3
suplemen yaitu suplemen vitamin, mineral dan asam amino. Berdasarkan hal
tersebut didapatkan hasil bahwa suplemen yang banyak dikonsumsi para anggota
fitness adalah suplemen asam amino. Sehingga peneliti tertarik untuk
mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi suplemen asam
amino pada pada anggota Fitness centre Sayhida Inn UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2013.
11
1.3. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness
centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
2. Bagaimana gambaran faktor internal (umur, jenis kelamin, pendidikan, dan
pendapatan) pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2013.
3. Bagaimana gambaran faktor eksternal (pengetahuan gizi tentang suplemen,
keterpaparan media promosi, aktivitas fisik, status merokok, dan asupan
protein) pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2013.
4. Apakah ada hubungan antara umur dengan konsumsi suplemen asam amino
pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2013.
5. Apakah ada hubungan antara jenis kelamin dengan konsumsi suplemen asam
amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2013.
6. Apakah ada hubungan antara pendidikan dengan konsumsi suplemen asam
amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2013.
7. Apakah ada hubungan antara pendapatan dengan konsumsi suplemen asam
amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2013.
12
8. Apakah ada hubungan antara pengetahuan gizi tentang suplemen dengan
konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
9. Apakah ada hubungan antara keterpaparan media promosi dengan konsumsi
suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
10. Apakah ada hubungan antara aktivitas fisik dengan konsumsi suplemen asam
amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2013.
11. Apakah ada hubungan antara status merokok dengan konsumsi suplemen
asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2013.
12. Apakah ada hubungan antara asupan protein dengan konsumsi suplemen
asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2013.
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi
suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
13
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Diketahuainya gambaran konsumsi suplemen asam amino pada
anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2013.
2. Diketahuinya gambaran faktor internal (umur, jenis kelamin,
pendidikan, dan pendapatan) pada anggota fitness centre Syahida Inn
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
3. Diketahuinya gambaran faktor eksternal (pengetahuan gizi tentang
suplemen, keterpaparan media promosi, aktivitas fisik, status
merokok, dan asupan protein) pada anggota fitness centre Syahida Inn
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
4. Diketahuinya hubungan antara umur dengan konsumsi suplemen asam
amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
5. Diketahuinya hubungan antara jenis kelamin dengan konsumsi
suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
6. Diketahuinya hubungan antara pendidikan dengan konsumsi suplemen
asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
7. Diketahuinya hubungan antara pendapatan dengan konsumsi
suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
14
8. Diketahuinya hubungan antara pengetahuan gizi tentang suplemen
dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre
Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
9. Diketahuinya hubungan antara keterpaparan media promosi dengan
konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida
Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
10. Diketahuinya hubungan antara aktivitas fisik dengan konsumsi
suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
11. Diketahuinya hubungan antara status merokok dengan konsumsi
suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
12. Diketahuinya hubungan antara asupan protein dengan konsumsi
suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Bagi Peneliti
Sebagai pembelajaran dan pengalaman dalam melakukan penelitian
yang terkait dengan gizi masyarakat dan dapat mengaplikasikan teori
yang didapat saat kuliah sehingga dapat meningkatkan pengetahuan
langsung dilapangan.
15
1.5.2. Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan
informasi mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi
suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013, serta sebagai bahan referensi
yang dapat dijadikan bahan bacaan oleh peneliti selanjutnya.
1.5.3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
Salah satu wujud Tridharma Perguruan Tinggi (akademik,
penelitian dan pengabdian masyarakat) dalam bidang gizi masyarakat
dan penelitian ini diharapkan dapat melengkapi referensi ilmu yang dapat
mendukung perkembangan ilmu pengetahuan di bidang gizi.
1.6. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan oleh Mahasiswa peminatan gizi program studi
kesehatan masyarakat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan tujuan untuk
mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi suplemen asam
amino amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2013.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan desain
penelitian cross sectional. Penelitian ini menggunakan data primer dengan
menyebarkan kuesioner pada responden. Populasi dalam penelitian ini adalah
anggota fitness centre. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai
Agustus di fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam tinjauan pustaka ini akan membahas tentang definisi suplemen
makanan, bentuk sediaan suplemen makanan, penggolongan suplemen makanan,
kelompok yang membutuhkan suplemen makanan, bahaya suplemen makanan, cara
benar mengkonsumsi suplemen makanan, definisi asam amino, fungsi dan sumber
asam amino, akibat kelebihan dan kekurangan asam amino, angka kecukupan asam
amino, mutu protein, definisi fitness, serta faktor-faktor yang berhubungan dengan
konsumsi suplemen makanan.
2.1. Suplemen Makanan
2.1.1. Definisi Suplemen Makanan
Menurut surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) Nomor HK.00.05.23.3644 tahun 2004 tentang
ketentuan pokok pengawasan suplemen makanan adalah produk yang
dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi makanan, mengandung
salah satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asama amino atau
bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan) yang mempunyai
nilai gizi dan atau efek fisiologis dalam jumlah terkonsentrasi. Pada
keputusan tersebut dalam pasal 4 menyatakan persyaratan bahwa suplemen
makanan harus memiliki kriteria sebagai berikut:
17
1. Menggunakan bahan yang memenuhi standar mutu dan persyaratan
kemasan serta standar dan persyaratan lain yang ditetapkan.
2. Kemanfaatan yang dinilai dari komposisi dan atau didukung oleh data
pembuktian.
3. Diproduksi dengan menerapkan cara pembuatan yang baik.
4. Penandaan yang harus mencantumkan informasi yang lengkap,
obyektif, benar, dan tidak menyesatkan.
5. Dalam bentuk sediaan pil, tablet, kapsul, serbuk, granul, dan cairan
yang tidak dimaksud untuk pangan.
Menurut Vitahealth (2004) dan McDowall (2007) Suplemen
makanan atau disebut juga dietary supplement adalah produk kesehatan
yang mengandung satu atau lebih zat yang bersifat nutrisi atau obat.
Suplemen yang bersifat nutrisi termasuk vitamin, mineral, dan asam-asam
amino, sedangkan yang bersifat obat umumnya diambil dari tanaman atau
jaringan tubuh hewan yang memiliki khasiat sebagai obat dan pada
umumnya suplemen makanan kesehatan berasal dari bahan-bahan alami
tanpa bahan kimia (harus murni) dan merupakan saripati bahan makanan
(konsentrat).
Menurut Almuhtaram (2011) yang mengacu pada Vitahealth
(2004) Suplemen makanan atau yang biasa dikenal dengan istilah food
supplement/dietary supplement merupakan produk kesehatan yang
mengandung satu atau lebih zat yang bersifat nutrisi atau obat. Nutrisi
yang terkandung dalam suplemen makanan biasanya terdiri dari vitamin,
mineral dan asam amino yang merupakan bagian dari pembangun protein.
18
Selain itu ada juga produk suplemen yang diformulasikan untuk
pengobatan biasanya bahan-bahannya diambil dari tanaman atau bagian-
bagian tertentu pada organ tubuh hewan yang berkhasiat sebagai obat
untuk penyakit tertentu.
Suplemen makanan merupakan makanan yang mengandung zat-
zat gizi dan non gizi. Fungsinya sebagai pelengkap kekurangan zat gizi
yang dibutuhkan untuk menjaga agar vitalitas tubuh tetap prima. Suplemen
makanan umumnya berasal dari bahan-bahan alami tanpa tambahan zat-zat
kimia walaupun pada vitamin tertentu ada yang sintetis. Suplemen vitamin
seperti asam folat dalam bentuk sintetis memang lebih mudah terserap oleh
tubuh, walaupun vitamin E dari bahan alami jauh lebih baik
penyerapannya daripada yang sintetis. Suplemen makanan digolongkan
sebagai nitraceutical, sedangkan obat-obatan masuk golongan
pharmaceutical (Yuliarti, 2009).
2.1.2. Bentuk Sediaan Suplemen Makanan
Bentuk sediaan suplemen makanan adalah sesuai dengan proses
pembuatan makanan tersebut dalam bentuk seperti digunakan BPOM RI
tahun 2004. Bentuk sediaan ini antara lain:
1. Tablet
Merupakan sediaan padat yang mengandung bahan suplemen
makanan dengan atau tanpa bahan pengisi. Terdapat 4 jenis tablet,
yaitu:
19
a. Tablet Bersalut
Merupkan tablet yang disalit untuk berbagai alasan, antara lain
melindungi zat aktif dari udara, kelembapan atau cahaya menutupi
rasa dan bau yang tidak enak, membuat penampilan yang lebih
baik dan mengatur tempat pelepasan suplemen makanan dalam
saluran cerna.
b. Tablet Eferen/tablet buih
Merupakan tablet yang dibuang dengan cara dikempa. Selain zat
aktif, juga mengandung campuran asam (asam sitrat, asam tartrat)
dan natrium bikarbonat yang dilarutkan dalam air akan
menghasilkan karbondioksida.
c. Tablet Hisap
Merupakan sediaan yang mengandung satu atau lebih bahan
suplemen makanan, umumnya dengan bahan dasar beraroma
manis, yang dapat membuat tablet melarut atau hancur perlahan
dalam mulut.
d. Tablet Kunyah
Merupakan tablet yang dimaksudkan untuk dikunyah, memberikan
residu dengan rasa enak dalam rongga mulut, mudah ditelas dan
tidak meninggalkan rasa pahit atau rasa tidak enak.
2. Pil
Yaitu sediaan obat berupa massa bulat, mengandung satu atau lebih
bahan suplemen makanan.
20
3. Kapsul
Yaitu sediaan padat yang terdiri dari suplemen makanan dalam
cangkang keras atau lunak yang dapat larut.
4. Granul
Merupakan sediaan padat berupa massa bulat seperti pil dengan
ukuran yang sangat kecil, mengandung satu atau lebih bahan
suplemen makanan.
5. Serbuk
Merupakan campuran kering bahan suplemen makanan atau zat kimia
dihaluskan, ditujukan untuk pemakaian oral karena mempunyai luas
permukaan yang luas, serbuk lebih mudah terdispersi dan lebih mudah
larut daripada sediaan yang dipadatkan.
6. Pasta
Merupakan sediaan semi padat yang mengandung satu atau lebih
bahan suplemen makanan yang ditujukan untuk pemakaian oral.
7. Larutan Oral
Merupakan sediaan cair yang dibuat untuk pemberian oral,
mengandung satu atau lebih bahan suplemen makanan atau zat kimia
dengan atau tanpa bahan pengaroma, pemanis, atau pewarna yang
larut dalam air atau campuran kosolven-air.
8. Suspensi Oral
Merupakan sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut
yang terdispersi dalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang
sesuai dan ditujukan untuk pemakaian oral.
21
9. Emulsi
Merupakan sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi
dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil.
10. Gel/Jelly
Merupakan sediaan semi padat yang terdiri dari suspensi yang dibuat
dari partikel non organik yang kecil atau molekul organik yang besar,
terpenetrasi oleh suatu cairan.
2.1.3. Penggolongan Suplemen Makanan
Suplemen makanan digolongkan sebagai bahan nitraceutikal.
Suplemen makanan ini khasiatnya tidak perlu dibuktikan melalui uji klinis.
Sampai saat ini pun jenis nitraceutikal boleh dijual secara bebas tapi tidak
boleh diklaim memiliki khasiat untuk mengobati penyakit (Vitahealth,
2004).
Pada awalnya penggunaan suplemen masih terbatas untuk
mengembalikan fungsi metabolik dimana seluruh proses tersebut
dikendalikan oleh enzim sebagai katalis reaksi kimia tubuh yang membuat
sel-sel bekerja secara optimal. Pada umumnya, enzim terdiri atas protein
khusus yang dinamakan apoenzim, dan memerlukan suatu kofaktor
tertentu yang biasanya adalah suatu vitamin dan mineral. Karena itu, pada
konsep lama mikronutrient tersebut (vitamin dan mineral) disebut sebagai
zat esensial yang dibutuhkan tubuh. Jika dari makanan saja tidak cukup,
maka untuk memenuhi kekurangannya bisa ditambah dari suplemen
makanan. Namun berikutnya, penggunaan suplemen tidak lagi terbatas
22
pada vitamin dan mineral saja sekarang batasan suplemen nutrisi semakin
melebar sampai mencakup zat-zat nutrisi dan penyembuh yang terdapat
pada herbal dan bahan obat alami lainnya (Vitahealth, 2004).
Worthington (2000), membagi suplemen menjadi tiga kategori
utama, yaitu suplemen protein/asam amino, suplemen vitamin/mineral,
suplemen hormonal. Berdasarkan sumbernya, Wirakusumah (1995)
menggolongkan suplemen menjadi tiga kategori yaitu suplemen vitamin
dan mineral, suplemen asal tumbuhan atau jamu, dan suplemen khusus
yang berasal dari bahan-bahan tertentu seperti beepollen, sirip ikan paus,
dan cula badak. Sedangkan berdasarkan kandungannya Hendler (1984)
dalam (Yunaeni, 2009), membedakan suplemen makanan sebagai vitamin,
mineral, asam amino, asam nukleat, asam lemak, serta kelompok lainnya
meliputi L-Carnitine, serat makanan, garlic, gingseng, asam pangamik,
Superoxiside Dismitase, beepollen, royal jelly, dll. Sedangkan menurut
Vitahealth (2004) suplemen makanan adalah vitamin, mineral, asam
amino, enzim, hormon, antioksidan, herba, dan probiotik.
2.1.4. Kelompok yang Membutuhkan Suplemen Makanan
Suplemen, sesuai dengan namanya, hanya bersifat menambahkan
atau melengkapi. Maka, jelas, suplemen dirancang bukan untuk
menggantikan makanan. Bagaimanapun sebutir pil tidak akan dapat
memberikan semua nutrient yang kita perlukan untuk hidup sehat. Sebagai
contoh, dalam buah-buahan dan sayuran terdapat antioksidan yang
berkhasiat melindungi tubuh terhadap penyakit, tetapi antioksidan tersebut
23
termasuk ke dalam jenis yang belum berhasil diidentifikasi. Oleh karena
itu antioksidan ini tidak terdapat dalam pil (Yuliarti, 2009).
Tidak setiap orang perlu mengonsumsi suplemen makanan,
Soekatri dari PERSAGI dalam seminar profesi Kesehatan Masyarakat
pada tanggal 22 Desember 2008, menyampaikan bahwa Suplemen
diajurkan pada situasi/keadaan:
a. Ibu sedang hamil dan ibu sedang menyusui karena mereka
membutuhkan gizi yang lebih dari orang biasa terutama vitamin dan
mineral. Dokter umumnya menganjurkan asam folat dan zat besi untuk
memenuhi fisiologisnya.
b. Individu dengan penyakit tertentu atau gangguan tertentu
membutuhkan kebutuhan gizi yang juga lebih dari AKG (Angka
Kecukupan Gizi) yang dianjurkan terutama vitamin tertentu. Misalnya
mereka yang beresiko berpenyakit Cronic Heart Disease (CHD) dan
stroke yang dianjurkan menggunakan suplemen yang mengandung
vitamin B dan asam folat. Juga pada mereka yang mempunyai
gangguan penyerapan lemak akan menurunkan kemampuan menyerap
vitamin larut lemak.
c. Individu yang harus minum obat untuk mencegah beberapa penyakit
dapat kekurangan vitamin tertentu. Misalnya minum antibiotik dapat
mematikan bakteri usus dan menurunkan produksi vitamin K. Pada
keadaan demikian, kebutuhan vitamin tersebut harus dibeli dengan
resep dari dokter. Merokok dan minum alkohol juga meningkatkan
kebutuhan akan vitamin khususnya vitamin B.
24
d. Lansia yang umumnya tidak terpenuhi kebutuhan gizinya sesuai
dengan AKG, khususnya kekurangan vitamin B6 dan vitamin D juga
vitamin B12 karena keterbatasan dalam gigi, lidah yang menurun
kemampuan mengecapnya, jenis makanan yang harus lebih lembut dari
orang yang berusia muda.
e. Orang yang tidak makan daging (vegan) perlu mengkonsumsi
suplemen vitamin B12.
f. Individu yang harus berdiit dibawah 1200 Kalori agar turun berat
badannya (terutama atlet), memerlukan tambahan suplemen tertentu
untuk memenuhi AKG nya.
g. Individu yang secara fisik sangat aktif dan tidak cukup asupan gizinya
dibandingkan dengan kebutuhannya sehingga memerlukan suplemen.
h. Individu yang intoleran atau secara sengaja memang menghindari
beberapa jenis makanan/bahan makanan, seperti susu dan hasil
olahnya, dapat kekurangan vitamin khususnya B2 dan vitamin D.
i. Individu yang makan cukup energinya tetapi rendah akan zat gizi
mikro atau cara pemasakan yang dapat merusak vitamin, akan baik
kalau mendapatkan suplemen vitamin dan mineral.
j. Individu yang terpapar matahari dan kontaminan akan menimbulkan
oksidasi tubuh yang terjadi yang kemudian menghasilkan radikal bebas
di dalam tubuh. Hal ini akan dapat merusak sel terutama karena adanya
oksidasi pada asam lemak tak jenuh di tingkat sel dan membran sub
sel. Suplemen vitamin C dan vitamin E, betha carotene dapat
mengurangi keadaan ini.
25
k. Individu yang banyak kehilangan darah termasuk besi, misalnya pada
wanita saat melahirkan atau haid, memerlukan suplemen karena
mereka umumnya sulit mendapatkan zat gizi dari makanan. Karena itu
mereka perlu suplemen khususnya zat besi.
2.1.5. Bahaya Supelemen Makanan
Berikut merupakan beberapa dampak negatif penggunaan
suplemen menurut Yuliarti (2008) adalah sebagai berikut:
a. Kelebihan vitamin C mungkin bisa dibuang lewat urin. Tetapi vitamin
jenis lain (A, D, E dan K) umumnya mengendap di dalam tubuh dan
dikhawatirkan bisa mengganggu fungsi organ terutama hati dan ginjal.
b. Protein yang biasanya terdapat di suplemen bila dikonsumsi orang
tertentu bisa menimbulkan alergi.
c. Konsumsi zat besi berlebihan tidak baik untuk para penderita kelainan
darah seperti thalassemia.
d. Konsumsi suplemen vitamin K pada orang yang tengah minum obat
tertentu kadang-kadang justru memperburuk keadaan.
e. Suplemen yang mengandung hormon tambahan dikhawatirkan malah
bisa memicu gigantisme (tubuh menjadi sangat besar) dan gangguan
seksual.
f. Konsumsi berlebihan suplemen antioksidan seperti vitamin A, E dan
betakaroten justru meningkatkan risiko kematian.
g. Suplemen vitamin D berlebihan justru berbahaya bagi hati dan ginjal.
26
h. Mengkonsumsi suplemen berupa minuman berenergi dapat
meningkatkan tekanan darah.
i. Suplemen herbal dan natural pengganti viagra yang diklaim lebih aman
juga mengandung bahaya, seperti meningkatkan tekanan darah, bahkan
mengakibatkan stroke.
j. Terlalu banyak mengkonsumsi vitamin C akan mengganggu
penyerapan tembaga, yang meskipun dibutuhkan dalam jumlah sangat
kecil, namun penting untuk mengatur susunan kimia dan kinerja tubuh.
k. Terlalu banyak suplemen mengandung fosfor akan menghambat
penyerapan kalsium.
l. Kelebihan vitamin A, D, K dan zat besi yang tidak dapat dibuang tubuh
terbalik menjadi racun.
Menurut Claudio dan Lagua (1991) dalam Yunaeni (2009),
meskipun vitamin dan mineral dibutuhkan dalam jumlah sedikit tetapi
sangat esensial. Beberapa diantara zat gizi mikro ada hubungan yang
bersifat mutualistik dan ada yang bersifat kontradiktif. Hubungan tersebut
berpengaruh terhadap proses absorpsi, pengangkutan, penyimpanan,
penggunaan dan pengeluran oleh tubuh. Beberapa zat gizi mikro tidak
dapat diukur kecukupannya secara sendiri-sendiri. Bender (1993)
menyebutkan komposisi zat gizi yang esensial dalam jumlah kecil bukan
berarti bahwa intake zat gizi yang tinggi aman dilakukan. Berbagai jenis
vitamin diketahui dapat mengakibatkan keracunan bila dikonsumsi
berlebihan.
27
Vitamin C misalnya, kebutuhan manusia dewasa akan vitamin C
sebenarnya hanya 50-60 mg/hari, yang bisa tercukupi dari konsumsi rutin
buah-buahan. Tetapi di pasaran sering kita jumpai suplemen vitamin C
dalam dosis 500 mg bahkan 1.000 mg, yang dipromosikan bisa
meningkatkan daya tahan tubuh, menyembuhkan penyakit, sebagai
antioksidan pengikat radikal bebas, dan sebagainya. Kita sendiri setelah
hadirnya suplemen vitamin C megadosis itu menjadi tidak percaya diri
untuk merasa cukup dengan hanya mengkonsumsi buah, atau
mengkonsumsi vitamin C dosis 50 mg. Padahal dosis setinggi itu hanya
dibutuhkan pada kondisi tubuh tertentu, atas saran dokter tentunya.
Hasil sebuah kajian riset menunjukkan bahwa tidak semua
suplemen vitamin menguntungkan bagi kesehatan. Tinjauan dari berbagai
riset menunjukkan, beberapa suplemen vitamin tertentu tidak bermanfaat
bagi kesehatan, namun justru dapat meningkatkan risiko kematian. Peneliti
Denmark seperti diberitakan BBC, Rabu (16-4-2008) dalam (Yuliarti,
2008) melaporkan bahwa hasil tinjauan riset mereka tidak berhasil
menemukan satu pun bukti meyakinkan bahwa suplemen antioksidan
dapat menekan risiko kematian. Para ahli dari Universitas Kopenhagen ini
menyatakan bahwa vitamin A dan E memiliki potensi mengganggu
pertahanan alami yang dimiliki tubuh. Bahkan beta-karoten, vitamin A
dan E tampaknya dapat meningkatkan risiko kematian.
2.1.6. Cara Benar Mengkonsumsi Suplemen Makanan
Vitahealth (2004) mengungkapkan bahwa cara benar
mengkonsumsi suplemen makanan adalah sebagai berikut:
28
1) Memperhatikan teks yang ada pada kemasan. Hal ini berkaitan dengan
komposisi produk, dosis yang menunjukkan aturan pakai yang benar
dalam sehari, indikasi dan cara penyimpanan.
2) Komitmen pada aturan. Mengikuti aturan pakai misalnya
mengkonsumsi satu tablet dalam sehari sesuai petunjuk.
3) Memastikan bahwa suplemen yang akan dikonsumsi aman, meminta
referensi merek suplemen yang aman dikonsumsi dari dokter atau atau
ahli nutrisi jika tidak memiliki pengetahuan yang luas seputar
suplemen.
4) Disiplin pada dosis.
Selain itu Vitahealth (2004) mengatakan bahwa jangan
mengkonsumsi suplemen dalam jumlah yang berlebihan. Hal ini
menimbulkan efek yang tidak baik untuk tubuh, misalnya vitamin A jika
digunakan dalam jumlah yang banyak dapat menyebabkan kerapuhan pada
tulang, niasin dalam jumlah yang besar dapat merusak liver dan
kebanyakan mengonsumsi vitamin B6 yang oleh sebagian perempuan
digunakan untuk mencegah sindroma premenstruasi ternyata dapat
menyebabkan kerusakan saraf.
2.2.Asam Amino
2.2.1. Definisi Asam Amino
Asam amino didefinisikan sebagai kumpulan besar atau satuan
organik, yang mewakili produk akhir dari mata rantai protein. Semua
protein dari asam amino. Tidak ada kehidupan tanpa protein.
Pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi semuanya bergantung pada
29
protein, dan protein tergantung pada tersedianya asam amino dalam
jumlah yang tepat. Pada waktu tubuh menerima protein, protein tersebut
harus dipecah terlebih dahulu menjadi asam amino kemudian baru bisa
diserap tubuh. proses ini terjadi dalam perut kecil. Setelah itu, fragmen
atau pecahan-pecahan protein dibawah aliran darah ke hati, kemudian
disimpan untuk candangan. Ketika dibutuhkan oleh tubuh, fragmen
tersebut akhirnya menggabungkan kembali menjadi tipe protein yang
dibutuhkan oleh setiap jenis sel yang khusus (Vitahealth, 2004).
Beberapa asam amino termasuk esensial karena tidak diproduksi
oleh tubuh, misalnya arginin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin,
triptophan, valin, leusin, isoleusin, dan histidin. Sedangkan asam amino
penting dari kelompok non esensial adalah taurin, karnitin, sistein, sistin,
asam I. Glutamat, GABA (Gama Amino Butyric Acid), dan glutation. Ada
pula yang disebut asam amino detoksifikasi yang bekerja mengikat dan
menetralkan xenobiotik (istilah umum untuk semua jenis toksin) yaitu
arginin, glisin, taurin, glutamin, dan ornitin. Beberapa asam amino lainnya
bekerja pada pengendalian sistem syaraf pusat, misalnya I Glutamat dan
GABA (Yuliarti, 2009).
Menurut Goston dan Correia (2009) suplemen asam amino dapat
membentuk atau membesarkan sel-sel otot (penebalan otot) untuk orang
yang memiliki aktivitas fisik berat setiap harinya, dapat meningkatkan
berat badan dengan disertai olahraga fitness, memberikan energi dan
meningkatkan daya tahan tubuh. Kebanyakan suplemen asam amino
mengandung asam amino esensial lengkap (histidin, isoleusin, lisin, leusin,
30
metionin, fenilalanin, triptofan, dan valin serta branched-chain amino
acid (BCAA).
2.2.2. Fungsi dan Sumber Asam Amino
Tabel 2.1
Fungsi dan Sumber Asam Amino
No Asam Amino
Esensial Fungsi Sumber
1 Arginin Asam amino esensial yang diperlukan
tubuh untuk pembuatan cairan seminal
(air mani) dan memperkuat sistem
imun.
Daging, buah,
cokelat, kacang-
kacangan, dan biji-
bijian. Sebagai
suplemen biasanya
digunakan bersama
asam amino lain,
misalnya lisin.
2 Lisin Asam amino ini meghambat
pertumbuhan virus. Bersama dengan
vitamin C, A dan seng membantu
mencegah infeksi. Pembentukan cairan
pencernaan. Sebagai bahan pembentuk
neurotransmiter serotonin, triptophan
berfungsi dalam pengendoran saraf dan
membantu proses tidur.
Kedelai, daging,
susu, dan sayur-
sayuran.
3 Metionin Metionin adalah suatu asam amino
dengan gugusan sulfur yang diperlukan
tubuh dalam pembentukan asam nukleat
dan jaringan serta sintesa protein, juga
menjadi bahan pembentuk asam amino
lain (sistein) dan vitamin (kolin).
Metionin bekerjasama dengan vitamin
B12 dan asam folat dalam membantu
tubuh mengatur pasokan protein
berlebih dalam diet tinggi protein.
Padi-padian, daging,
susu, anggur, dan
sayur-sayuran.
31
No Asam Amino
Esensial Fungsi Sumber
4 Fenilalanin Asam amino ini bertugas mengontrol
berat badan, karena efeknya dalam
mengatur sekresi kelenjar tiroid dan
menekan nafsu makan (control of
appetite).
Beras utuh, almond,
susu, polong-
polongan, dan sayur
daun-daunan.
5 Treonin Manfaat treonin untuk mencegah dan
mengobati penyakit gangguan mental.
Sebenarnya asam amino ini bekerja
pada sistem pencernaan dan melindungi
hati.
Daging (ayam/sapi),
beras utuh, kacang-
kacangan, apel, dan
sayur daun-daunan
6 Triptophan Asam amino ini menjadi bahan untuk
sintesa niasin dalam tubuh. Fungsinya
dalam proses pembekuan darah dan
pembentukan cairan pencernaan.
Sebagai bahan pembentuk
neurotransmitter serotonin, triptophan
berfungsi dalam pengendoran saraf dan
membantu proses tidur.
Pepaya, susu, biji-
bijian, kacang-
kacangan, dan sayur-
sayuran.
7 Valin Diperlukan dalam pertumbuhan dan
penampilan, terutama berfungsi dalam
sistem saraf dan pencernaan. Valin juga
membantu mengatasi gangguan saraf
otot, mental dan emosional, insomnia,
dan keadaan gugup. Defisiensi valin
membuat mudah tersinggung.
Sayuran daun-
daunan, beras,
sereal, polong-
polongan, dan susu.
8 Leusin Asam amino yang berperan penting
dalam proses produksi energi tubuh
terutama dalam mengontrol proses
sintesa protein. Sebagai senyawa
turunan, isoleusin juga bekerja dalam
pengaturan protein bersama asama
amino lain (valin).
Beras utuh, susu,
telur, daging, dan
kedelai.
32
No Asam Amino
Esensial Fungsi Sumber
9 Isoleusin Asam amino ini diperlukan dalam
produksi dan penyimpanan protein
dalam tubuh dan pembentukan
hemoglobin. Juga berperan dalam
metabolisme dan fungsi kelenjar timus
dan kelenjar pituitari.
Telur, daging, susu,
kedelai, kacang-
kacangan, dan
sereal.
10 Histidin Asam amino ini diperlukan pada saat
pertumbuhan untuk memperbaiki
jaringan tubuh dan mengubah kelebihan
glukosa menjadi glikogen yang diproses
dalam hati. Histidin dikonversi tubuh
menjadi histamin yang merangsang
pengeluaran asam lambung. Namun,
pada usia lanjut suplementasi histidin
juga sering diperlukan karena terjadi
gangguan sintesa dan penyerapannya
oleh tubuh. Defisiensi histidin dapat
berakibat rasa nyeri pada sendi dan urin
yang mengandung histidin
menunjukkan adanya gejala arthritis
reumatoid.
Pisang, anggur,
daging (ayam/sapi),
susu, dan sayuran
hijau.
11 Taurin Taurin adalah asam amino detoksifikasi
yang memberikan efek seperti glisin
dalam menetralkan semua jenis toksin
(xenobiotik) berbahaya. Manfaat lain
taurin adalah sebagai pengendali
neurotransmitter yang dapat mencegah
kejang.
Suplementasi taurin
bersama dengan
multivitamin dapat
membantu
meningkatkan daya
tahan tubuh dan
memulihkan stamina
setelah sembuh dari
sakit. Dalam produk
minuman
pembangkit tenaga
(Energy drink),
taurin digunakan
sebagai unsur utama.
33
No Asam Amino
Esensial Fungsi Sumber
12 L karnitin Karnitin yang sering disebut vitamin
BT, adalah senyawa mirip vitamin
dengan fungsi utama melindungi hati
dari toksin, terutama alkohol. Kadar
karnitin yang tinggi dalam hati
diperlukan untuk mengatasi
peningkatan asam lemak yang terjadi
karena konsumsi alkohol, diet tinggi
lemak dan pemaparan zat kimia
beracun. Suplementasi karnitin
ditujukan untuk menghambar terjadinya
pembentukan lemak dihati akibat
konsumsi alkohol dan kegiatan fisik
yang berlebihan sehingga tubuh
kekurangan karnitin. Dalam keadaan
normal, karnitin mempermudah koversi
asam lemak menjadi energi, yaitu dari
hidrolisa ATP menjai ADP. Karenanya
karnitin digunakan pula sebagai
suplemen kebugaran tubuh yang
memberikan energi ekstra pada atlet
supaya terjadi kontraksi otot yang lebih
kuat.
Daging
13 Sistein Sistein merupakan asam amino yang
mengandung sulfur, diperlukan tubuh
untuk pembentukan sel darah putih
yang berfungsi sebagai salah satu fungsi
imun. Asam amino ini termasuk tidak
esensial, karena di dalam tubuh
diproduksi dari metionin. Namun
menjadi esensial bila tubuh
membutuhkannya dalam jumlah besar,
misalnya pada mereka yang baru
menjalani operasi.
Beras utuh, kedelai,
sayur daun-daunan,
pisang, kurma,
daging, telur, dan
susu.
14 GABA
(Gamma
Amino
Butylic Acid)
GABA adalah asam amino nonesensial,
tetapi karena kerjanya pengatur trasmisi
zat kimia pengantar rangsang
(neurotransmitter) disusunan saraf
pusat, maka asam amino ini termasuk
penting bagi metabolisme otak.
34
No Asam Amino
Esensial Fungsi Sumber
15 Asam L-
Glutamat
Adalah asam amino non esensial.
Namun dalam kondisi tertentu asam
amino ini berfungsi sebagai/kontingensi
nutrien, sehingga menjadi esensial.
Asam L-Glutamat berperan sebagai
pengendali neurotransmitter yang
berpengaruh pada kemempuan kognisi
(pengenalan mengenai sesuatu hal), dan
bermanfaat untuk mencegah demensia
(pikun) dan meningkatkan daya ingat.
16 Glutathion
(GSH)
Adalah antioksidan yang diproduksi
tubuh dan berperan dalam detoksifikasi
di hati, dengan mengikat senyawa
toksik untuk membentuk senyawa baru
(konjugat) yang larut air agar mudah
dibuang dari tubuh. Glutathion juga
berperan sangat penting untuk
kesehatan syaraf dan otak, mencegah
segala penyakit syaraf termasuk
alzheimer, parkinson dan sklerosis
ganda. Selain itu glutathion menjadi
komponen glutathion S tranferase
suatu enzim antioksidan yang dihasilkan
hati untuk mendetok alkohol.
Selain dari sumber
makanan,
gluthathion disentesa
di dalam tubuh dari
asam aminoglisin,
sistein, L-glutamin,
dan asam Glutamat
serta dapat pula
ditingkatkan dengan
suplementasi
selenium dan
vitamin C.
17 Lesitin Lesitin adalah asam amino yang
berperan mengontrol kadar kolesterol
HDL. Dengan perbaikan aliran darah,
lesitin dapat membantu meningkatkan
daya ingat pada lansia yang mengalami
penyempitan pembuluh darah akibat
kolesterol.
Kedelai, daging, dan
sumber hewani
lainnya.
18 Glisin Glisin adalah salah satu asam amino
esensial, banyak digunakan untuk
detoksifikasi senyawa racun dari dalam
tubuh. Glisin diperlukan sebagai bahan
pembentuk senyawa antioksidan
gluthation, yang akan mengikat
senyawa toksik supaya larut air dan bisa
dibuang dari tubuh.
35
No Asam Amino
Esensial Fungsi Sumber
19 Glutamin Glutamin adalah asam amino yang
banyak beredar di dalam darah
berfungsi mencegah kerusakan mukosa
dan memperbaiki kebocoran usus (leaky
gut). Walaupun glutamin mudah di
dapat dari makanan dan disentesa oleh
tubuh, tetapi pada kasus tertentu, masih
dibutuhkan sumplementasi. Misalnya
pada penyembuhan kerusakan usus
yang serius, setelah pembedahan besar,
dan luka bakar parah.
Sumber: Yuliarti, 2008
2.2.3. Akibat Kelebihan dan Kekurangan Asam Amino
Vitahealth (2004) menjelaskan defisiensi/kekurangan asam amino
secara keseluruhan mungkin dikarenakan malnutrisi protein. Defisiensi ini
pada umumnya diasosiasikan dengan pola makan yang kurang baik,
pencernaan yang terganggu atau masalah penyerapan makanan, kondisi
stress, infeksi, trauma, penggunaan obat-obatan, defisiensi nutrien yang
lain seperti vitamin dan mineral, dan disfungsi yang berkaitan dengan
proses penuaan. Karena asam amino berperan sedemikian besar dalam
struktur dan fungsi tubuh, serta untuk mempertahankan kesehatan dan
melawan penyakit, kondisi defisiensi asam amino sebagai akibat dari hal-
hal tersebut diatas bisa diperbaiki dengan suplementasi asam amino yang
tepat.
Asam amino diperoleh dari pemecahan protein dari makanan.
Kelebihan protein maka dapat menyebabkan kelebihan asam amino
didalam tubuh. Protein secara berlebihan tidak menguntungkan tubuh.
36
Kelebihan asam amino dapat memberatkan ginjal dan hati yang harus
memetabolisme dan mengeluarkan nitrogen (Almatsier, 2009).
2.2.4. Angka Kecukupan Asam Amino
Tabel 2.2
Angka Kecukupan Asam Amino yang Dianjurkan Berdasarkan RDA
Asam Amino
(mg/g protein kasar)
Pola Kecukupan yang dianjurkan
Bayi
(3-4 bln)
Anak
Dewasa
2 thn 10-12 thn
Histidin 16 (19) (19) 11
Isoleusin 40 28 28 13
Leusin 93 66 44 19
Lisin 60 58 44 16
Metionin+Sistin 33 25 22 17
Fenilalanin+tirosin 72 63 22 19
Treonin 50 34 28 9
Triftofan 10 11 (9) 5
Valin 54 35 25 13
Total tanpa histidin 412 320 222 111
Sumber: National Research Council. Recommended Dietary Allowances,
Washingthon DC: National Academy Press, 1989, hlm. 67 dalam
Almatsier (2009) hlm. 91
Keterangan:
Pola kebutuhan dihitung dari kebutuhan asam amino dibagi angka kecukupan
protein rujukan yang dianjurkan.
37
2.2.5. Mutu Protein
Mutu protein dihitung berdasarkan bahan makanan yang ditentukan
oleh jenis dan proporsi asam amino yang di kandungnya. Protein komplit
atau protein dengan nilai biologi tinggi atau bermutu tinggi adalah protein
yang mengandung semua jenis asam amino esensial dalam proporsi yang
sesuai untuk keperluan pertumbuhan, yaitu semua protein hewani kecuali
gelatin, merupakan protein komplit. Protein tidak komplit atau protein
bermutu rendah adalah protein yang tidak mengandung atau mengandung
dalam jumlah yang kurang satu atau lebih asam amino esensial, yaitu
sebagian besar protein nabati kecuali kacang kedelai dan kacang-kacang
lain merupakan protein tidak komplit.
Asam amino yang terdapat dalam jumlah terbatas untuk
memungkinkan pertumbuhan dinamakan “asam amino pembatas” (limiting
amino acid). Metionin merupakan asam amino pembatas kacang-kacangan
dan lisin dari beras. Campuran dua jenis protein nabati atau penambahan
sedikit protein hewani ke protein nabati akan menghasilkan protein
bermutu tinggi dengan harga relative rendah (Almatsier, 2009).
2.2.5.1. Penilaian Mutu Protein
Mutu protein dalam berbagai bahan makanan dapat diukur
dengan beberapa cara, yaitu sebagai berikut:
1. Nilai biologik (NB)
Nilai biologik (NB) makanan adalah jumlah nitrogen yang
ditahan tubuh untuk pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh yang
38
berasal dari jumlah nitrogen yang di absorpsi. Pengukuran ini
didasarkan pada asumsi bahwa nitrogen akan lebih banyak ditahan
tubuh bila asam amino esensial hadir dalam jumlah cukup untuk
memenuhi kebutuhan pertumbuhan. Nilai biologik dinyatakan
sebagai persen nitrogen yang diabsorpsi dan yang ditahan tubuh.
NB =
=
Makanan yang mempunyai nilai NB 70 atau lebih dianggap mampu
memberi pertumbuhan jika dimakan dalam jumlah cukup dan
konsumsi energi mencukupi.
2. Net Protein Utilization (NPU)
Net protein utilization (NPU) adalah indeks mutu yang
tidak saja memperhatikan jumlah protein yang ditahan akan tetapi
juga jumlah yang dicernakan.
NPU = NB koefisien kecernaan
NPU merupakan perbandingan antara nitrogen yang ditahan dan
nitrogen yang dikonsumsi.
3. Protein Efficiency Ratio (PER)
Protein efficiency ratio (PER) merupakan pengukuran mutu
protein makanan yang di tetapkan oleh kemampuan protein
menghasilkan pertumbuhan pada tikus muda.
39
PER =
PER digunakan sebagai criteria mutu protein dalam memberi label
makanan jadi.
4. Skor Kimia/Skor Asam Amino
Skor Kimia adalah cara menetapkan mutu protein dengan
membandingkan kandungan asam amino esensial dalam bahan
makanan dengan kandungan asam amino esensial yang sama dalam
protein patokan/ideal, misalnya protein telur. Perbandingan antara
asam amino esensial yang terdapat paling rendah dalam bahan
makanan yang dinilai dengan asam amino yang sama dalam protein
patokan merupakan skor asam amino bahan makanan tersebut.
Skor kimia =
Tabel 2.3
Nilai Mutu Protein Bahan Makanan
Bahan
Makanan NB* NPU** PER***
Skor
Kimia/Skor
Asam Amino
Telur 100 94 3.92 100
Susu Sapi 93 82 3.09 95
Ikan 76 - 3.55 71
Daging Sapi 74 67 2.30 69
Beras
Tumbuk
86 59 - 67
Beras Giling 64 57 2,18 57
Gandum Utuh 65 49 1,53 53
40
Bahan
Makanan NB* NPU** PER***
Skor
Kimia/Skor
Asam Amino
Jagung 72 36 - 49
Kacang
Kedelai
73 61 2,32 47
Biji-bijian 62 53 1,77 42
*) Nilai biologi
**) Net Protein Utilization
***) Protein Efficiency Ratio
Sumber: Wardlaw, G.M. dan P.M. Insel, Perspectives in Nutrition, 1990, hlm.
167 dalam Almatsier (2009)
Tabel diatas menunjukkan mutu protein bahan makanan hewani lebih tinggi
dari makanan nabati, dengan telur paling tinggi.
2.3. Fitness
2.3.1. Definisi Fitness
Fitness adalah kata dari bahasa inggris yang artinya “kebugaran”,
yakni suatu kondisi tubuh yang sehat dan kuat. Aktivitas fitness terdiri dari 3
(tiga) elemen dasar, yaitu olahraga teratur, nutrisi teratur dan istirahat teratur
(Rai, 2009). Fitness merupakan kegiatan olahraga pembentukan otot-otot
tubuh/fisik yang dilakukan secara rutin dan berkala, yang bertujuan untuk
menjaga vitalitas tubuh dan berlatih disiplin. Menurut Liany (2012) fitness
merupakan gaya hidup dengan tujuan sehat yang menggabungkan latihan
(beban & aerobik), pengaturan pola makan yang teratur dan istirahat.
41
Gaya hidup ini adalah landasan bagi tubuh yang sehat, kuat dan
prima yang mampu melaksanakan tugasnya secara baik dan optimal. Bukan
hanya itu, dalam wujud yang lebih disiplin dan terstruktur, fitness adalah
metode dasar dan wajib yang telah dipakai oleh atlit seluruh cabang
olahraga di dunia untuk meningkatkan performa di masing-masing
cabangnya untuk menjadi lebih besar, lebih tinggi, lebih kuat. Gambaran
umum mengenai fitness menurut Rai (2009) dapat dilihat seperti bagan
dibawah ini:
Bagan 2.1
Gambaran Umum Mengenai Fitness
Olahraga Teratur
Latihan
Pengencangan Otot
- Dengan alat
bantu
- Dengan tubuh
sendiri
Latihan
Kardiovaskular
- Indoor
- Outdoor
- Terorganisasi
Nutrisi Teratur
Sumber
Cara Penyajian
Jumlah
Jadwal/Timing
Istirahat Teratur
Kualitas
Kuantitas
Jenis
Manfaat:
Perbaikan komposisi tubuh, penampilan, dan kepercayaan diri
Peningkatan kekuatan dan stamina untuk berbagai tanggungjawab
dalam hidup
Pencegahan penuaan dini dan berbagai penyakit degeneratif
Peningkatan daya tahan tubuh, kualitas dan usia harapan hidup
Penurunan kadar stress
42
2.3.1.1. Olahraga Teratur
Dalam tubuh terdapat 3 jenis otot, dua diantaranya bisa
dilatih dan diperkuat melalui olahraga teratur. Dua otot tersebut
adalah otot rangka dan otot jantung. Sementara otot yang satu lagi
yang tidak dilatih, adalah otot halus seperti otot mata, gendang
telinga, dan otot lambung (Rai, 2009).
a. Latihan Pengencangan Otot
Latihan pengencangan otot adalah latihan yang melatih
otot rangka dengan memberikan beban secara berulang kali dan
sistematis. Otot rangka adalah otot yang menempel pada rangka
tubuh. Untuk melakukan latihan pengencangan ini, dapat
menggunakan tubuh sendiri sebagai beban, maupun
menggunakan alat bantu lainnya seperti dumbell, barbell,
maupun mesin.
b. Latihan Kardiovaskular
Latihan kardiovaskular adalah latihan yang melatih otot
jantung (cardiac) dan pru-paru yang sering juga disebut sebagai
aktivitas aerobik. Jenis olahraga kardiovaskular bisa dilakukan
secara:
Outdoor: jalan, jogging, berenang, bersepeda, dan beberapa
olahraga permainan lainnya.
Indoor: beberapa olahraga permainan, berenang, atau dengan
alat bantu seperti treadmill, sepeda statis, dan lai-lain. Kelas-
kelas aerobik, yang terbagi lagi menjadi: High Impact: dengan
43
intensitas dan impact pada persendian yang tinggi, seperti kelas-
kelas aerobik freestyle, less mills body combat, less mills body
pump, dan lain-lain. Low Impact: dengan intensitas dan impact
pada persendian yang lebih rendah seperti pilates, stretching,
yoga, les mills body balance, dan lain-lain.
2.3.1.2. Nutrisi Teratur
Menurt Rai (2009) Nutrisi teratur adalah komponen
dimana terjadinya pengaruh pola makan sehari-hari. Nutrisi
berperan sebagai bahan bakar untuk aktivitas juga sebagai bahan
dasar untuk membangun kembali apa yang telah dirusak saat
berolahraga. Beberapa hal yang diatur dalam makanan agar tubuh
menjadi lebih sehat adalah sebagai berikut:
a. Sumber
Sumber makanan dalam bentuk mentahnya. Pemilihan
ini mempertimbangkan kandungan gizi makanan. Semakin
tinggi kandungan gizi makanan dan manfaatnya untuk
kesehatan, semakin baik dipakai dalam pola nutrisi teratur.
Misalnya, dada ayam lebih baik daripada paha atau sayap, putih
telur lebih baik daripada kuning telur, dan lain-lain.
b. Cara Penyajian
Cara memasak atau mengolah sumber makanan sebelum
dimakan. Semakin kecil terjadinya penambahan kalori pada saat
pengolahan, semakin baik dalam pola nutrisi yang teratur.
Direbus, dipanggang, dikukus, dibakar/grilled tanpa tambahan
44
akan mendapatkan makanan lebih rendah kalori daripad
digoreng dengan menggunakan alat bantu seperti minyak
goreng, mentega, margarin, atau tepung-tepung.
c. Jumlah
Jumlah mengacu pada bearan porsi yang dikonsumsi dari
setiap sumber makanan.
d. Jadwal/Timing
Jadwal/Timing mengacu pada berapa sering dan kapan
waktu untuk mengkonsumsi makanan. Terutama adalah untuk
mengatur dan mematuhi jadwal makanan atau dengan kata lain
makan tepat waktu.
2.3.1.3. Istirahat Teratur
Istirahat teratur merupakan komponen waktu yang
diperlukan untuk proses pengolahan bahan bakar dan
pembangunan kembali. Agar istirahat bisa teratur, prasyaratnya
adalah;
Jenis: Tidur malam, tidur siang, peregangan (stretching),
meditasi, pijat (massage), dan lain-lain.
Kualitas: tingkat nyenyaknya tidur, faktor penunjang
nyenyaknya tidur, seperti kebersihan tubuh dan alat tidur,
kenyamanan, tingkat suara, cahaya, dan sirkulasi udara.
Kuantitas: Jatah waktu atau porsi untuk masing-masing jenis.
45
2.4. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Konsumsi Suplemen Makanan
Menurut Lyle et.al (1998) dan Greger (2001) menyatakan bahwa perilaku
konsumsi suplemen makanan dipengaruhi oleh 2 faktor utama yaitu:
1) Faktor internal yang terdiri dari: umur, jenis kelamin, pendidikan, dan
pendapatan
2) Faktor eksternal yang terdiri dari: asupan makan, aktivitas fisik, dan status
merokok.
Selain faktor-faktor diatas, faktor-faktor lain yang diduga berhubungan
dengan konsumsi suplemen makanan adalah sebagai berikut:
2.4.1. Umur
Hurlock (1980) mengatakan bahwa umur adalah lamanya hidup
seseorang dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan sampai berualang
tahun terakhir. Dimana masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun
sampai umur 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis
yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif. Masa dewasa
madya dimulai pada umur 40 tahun sampai pada umur 60 tahun, yakni saat
menurunnya kemampuan fisik dan psikologis. Sedangkan dewasa lanjut
(usia lanjut) dimulai pada umum 60 tahun sampai kematian, yakni pada
saat kemampuan fisik dan psikologis sangat cepat menurun.
Menurut hasil Third National Health and Nutrition Examination
Survey (NHANES III) tahun 1988-1994, suplemen makanan paling banyak
digunakan oleh anak-anak dan dewasa (Koplan, 1996). Sedangkan
menurut Greger (2001) umur yang lebih tua merupakan karakteristik
46
demografi yang berhubungan dengan konsumsi suplemen makanan.
Semakin tua seseorang semakin menurun fungsi organ tubuh yang
berakibat menurunnya penyerapan zat gizi sehingga diperlukan suplemen
makanan (Karyadi, 1998) dalam Sarjono (2010). Dalam penelitiannya
mengenai penggunaan suplemen makanan pada orang dewasa di Swedia,
menyatakan bahwa umur merupakan prediktor yang terbaik dalam
penelitian mengenai penggunaan suplemen makanan (Messerer et.al,
2001).
Menurut Balluz et.al (2000), rata-rata umur pengguna suplemen
makanan di United States adalah 37 tahun. Penelitian Balluz et.al (2000)
juga menunjukkan ada peningkatan konsumsi suplemen makanan pada
mereka yang kelompok umurnya lebih tinggi. Hasil penelitian di Jepang
yang dilakukan Ishihara et.al (2003) menunjukkan bahwa terdapat
peningkatan yang signifikan pada kelompok usia yang tertinggi dalam
konsumsi suplemen. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi umur
seseorang, maka kecenderungan untuk mengkonsumsi suplemen makanan
akan semakin besar.
2.4.2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin menentukan besar kecilnya kebutuhan gizi bagi
seseorang. Pertumbuhan dan perkembangan individu sangat berbeda antara
laki-laki dan perempuan (Worthington, 2000). Menurut (Greger, 2001)
salah satu karakteristik demografi yang berhubungan dengan tingginya
penggunaan suplemen (terutama suplemen multinutirition) adalah wanita.
47
Jenis suplemen yang sering dikonsumsi wanita adalah multinutrien dan
suplemen vitamin C dan E. Hasil ini tetap sama ketika disesuaikan dengan
umur. Pria yang lebih tua lebih sering mengkonsumsi suplemen, tetapi
diantara wanita, penggunaan suplemen tidak dipengaruhi umur.
Berdasarkan data Third National Health and Nutrition Examination
Survey (NHANES III) mengatakan bahwa konsumsi suplemen makanan
lebih banyak ditemukan pada responden wanita Rock (2007) hal ini
didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Foote et.al (2003), yaitu
sebanyak 56,1% wanita mengonsumsi suplemen makanan.
Utami (1998) dalam Anggondowati (2002), menyatakan bahwa
hasil penelitian Subar dan Block diketahui bahwa penggunaan suplemen
terbanyak pada wanita, sebanyak 26,8% menurut hasil survei NCHS,
wanita lebih banyak menggunakan suplemen single vitamin dan kombinasi
vitamin dan multivitamin.
2.4.3. Tingkat Pendidikan
Menurut Greger (2001) tingkat pendidikan berhubungan dengan
tingkat konsumsi suplemen makanan. Menurut Nagib (1993) dalam
Sarjono (2010) makin tinggi tingkat pendidikan seseorang diharapkan
dapat memperoleh kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik. Di sisi lain,
pendidikan meningkatkan kemampuan seseorang dalam membuat
keputusan atau menentukan pilihan dalam hidupnya.
Berdasarkan United States Health and Nutrition Examination
Survey (NHANES III), resonden dengan pendidikan lebih dari 12 tahun
48
cenderung mengonsumsi suplemen dibandingkan dengan yang
berpendidikan rendah. Dari survey tersebut diperoleh 30,7% dari
responden yang berpendidikan <9 tahun dan 49,95 dari responden yang
berpendidikan ≥ 13 tahun menggunakan suplemen (Balluz et.al, 2000).
Menurut Lyle et.al (1998), semakin tinggi pendidikan maka
penggunaan suplemen semakin meningkat. Namun, berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Zainal, dkk terhadap 209 pria dewasa di Jakarta
Selatan tahun 2001, pendidikan berhubungan nyata dengan secara negatif
dengan konsumsi suplemen. Semakin tinggi pendidikan, konsumsi
suplemen semakin menurun. Hal tersebut dapat disebabkan individu
dengan pendidikan formal lebih tinggi mempunyai wawasan berpikir yang
lebih luas sehingga menjadi dasar kehati-hatian di dalam mengonsusmsi
suplemen (Zainal dkk, 2002 dalam Putri, 2004).
2.4.4. Pendapatan
Pendapatan juga terlihat mempunyai hubungan dengan pola makan.
Konsumsi buah, jus buah, suplemen makanan, soft drinks, gula dan
makanan yang manis meningkat seiring dengan peningkatan sosial
ekonomi (Brown et.al, 2005 dalam Dilapanga, 2008). Tingginya
penggunaan suplemen makanan berada pada responden yang memiliki
pendapatan tinggi (Greger, 2001). Menurut Syahni (2002 dalam Sarjono
(2010) karakteristik ekonomi (tingkat pendapatan) pada responden sangat
penting diukur karena merupakan salah satu hal yang diduga berpengaruh
terhadap perilaku pembelian suatu produk.
49
Menurut Balluz et.al (2000) berdasarkan data Third National
Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III), responden
dengan pendapatan menengah dan tinggi lebih cenderung mengkonsumsi
suplemen makanan dibandingkan dengan yang mempunyai pendapatan
rendah. Dari hasil survey tersebut, 49,4% dari responden yang memiliki
pendapatan tinggi dan 28,6% dari responden yang memiliki pendapatan
rendah menggunakan suplemen makanan (Putri, 2004).
2.4.5. Riwayat Penyakit
Keinginan untuk mencapai status fisik yang lebih baik, dan
perawatan sendiri (self-treatment) terhadap penyakit merupakan alasan
untuk mengkonsumsi suplemen makanan (Franklin et.al, 2009) dalam
Yunaeni (2010). Menurut White et.al (2004) kondisi tubuh yang kurang
baik, atau sedang dalam kondisi sakit atau memiliki keluhan akan
kesehatan mendorong mereka untuk menggunakan suplemen. Menurut
Bender et.al (1992) mengemukakan bahwa penggunaan suplemen
berkaitan dengan individu yang memiliki satu atau lebih masalah
kesehatan.
2.4.6. Pengetahuan Gizi tentang Suplemen
Pengetahuan gizi tentang suplemen berhubungan degan konsumsi
suplemen makanan, semakin tinggi pengetahuan seseorang tentang
suplemen maka semakin kecil kemungkinan untuk mengkonsumsi
suplemen (Massad et al, 1995). Menurut Soekanto (1981) dalam Habibi
50
(2003) pengetahuan adalah kesan dalam pikiran manusia sebagai hasil
penggunaan panca inderanya, sedangkan menurut Parawansa (2000)
menyatakan bahwa munculnya kasus gizi selain disebabkan oleh
berkurangnya konsumsi pangan dan mutu gizi yang dimakan, ternyata
masih disebabkan oleh sebab lain yaitu kurangnya pengetahuan tentang
pentingnya pemeliharaan gizi kesehatan.
Berdasarkan penelitian Pertiwi (2008), menunjukkan bahwa
responden yang mengkonsumsi suplemen vitamin dan mineral lebih
banyak pada kelompok yang berpengetahuan baik yaitu 80,2%
dibandingkan dengan kelompok yang berpengetahuan kurang.
Menurut Roedjito (1989) dalam Sutriyanta (2001), menjelaskan
bahwa jika seseorang memiliki tingkat pengetahuan gizi yang lengkap
maka akan memiliki kesadaran tentang gizi yang sempurna terutama
dalam memilih jenis makanan yang tepat untuk dikonsumsi guna
memenuhi kebutuhan tubuhnya.
2.4.7. Keterpaparan terhadap Media Promosi Suplemen
Promosi adalah arus informasi atau persuasi satu arah yang dibuat
untuk mengarahkan seseorang atau organisasi kepada tindakan yang
menciptakan pertukaran dalam pemasaran. Promosi juga dapat diartikan
sebagai semua jenis kegiatan pemasaran yang ditujukan untuk mendorong
permintaan (Swastha dan Irawan, 1997 dalam Sarjono, 2010).
Saat ini maraknya iklan yang ditawarkan melalui madia cetak,
maupun media elektronik tentang food supplement secara tidak langsung
51
memberikan pengaruh. Banyaknya jumlah masyarakat terpapar dengan
iklan tersebut akan semakin memudahkan akses mereka untuk
mengkonsumsi suplemen makanan (YLKI, 2002).
Peredaran food supplement tidak hanya melalui iklan, banyaknya
suplemen makanan yang beredar melalui Multi Level Marketing (MLM)
sangat ampuh daya siarnya, seperti dari mulut ke mulut, dari tangan ke
tangan dan seterusnya, dapat menjadi alasan untuk mengkonsumsi produk
yang ditawarkan (YLKI, 2002). Berdasarkan penelitian yang dilakukan di
3 kota (Jakarta, Bandung dan Surabaya) oleh Gusmali dkk (2000), promosi
suplemen makanan terbesar berasal dari teman, saudara dan orang tua
(54,7%) dan yang berasal dari iklan sebesar 23,4%.
Menurut (Swastha dan Irawan, 1997 dalam Sarjono, 2010), Ada
empat jenis promosi yaitu :
a. Iklan
Iklan merupakan bentuk paling umum dari promosi.
Periklanan merupakan bentuk presentasi dan promosi non
pribadi mengenai ide, baran dan jasa yang dibayar oleh sponsor
tertentu. Sponsor tersebut tidak hanya oleh perusahaan saja,
tetapi juga lembaga pemerintahan dan individu-indivdu.
Menurut Kotler dalam syahni (2002) dalam Yunaeni (2009),
menyebutkan bahwa iklan merupakan salah satu alat unkuk
menimbulkan ketertarikan, perhatian, dan terntunya akan
mendorong timbulnya keinginan untuk membeli.
52
b. Personall selling
Personall selling adalah presentasi lisan dalam suatu
percakapan dengan satu calon pembeli atau lebih yang ditujukan
untuk menciptakan penjualan. Di dalam Personall selling,
terjadi interaksi langsung antara penjual dan pembeli.
Komunikasi yang dilakukan bersifat individual dan dua arah
sehingga penjual dapat langsung memperoleh tanggapan sebagai
umpan balik tentang keinginan dan kesukaan pembeli.
c. Publisitas
Publisitas adalah pendorongan permintaan secara non
pribadi untuk suatu produk, jasa, atau ide dengan menggunakan
berita komersial didalam media massa dan sponsor tidak
dibebani sejumlah bayaran langsung. Berbeda dengan
periklanan, komunikasi yang disampaikan di dalam publitas
berupa berita bukan iklan.
d. Promosi penjualan
Promosi penjualan merupan kegiatan-kegiatan yang
termasuk ke dalam promosi penjualan antara lain adalah
peragaan, pertunjukan dan pameran, demonstrasi, dan lain-lain.
biasanya kegiatan ini dilakukan bersama-sama dengan kegiatan
promosi lain dan biasanya relatif lebih murah dibandingkan
dengan periklanan dan personal selling. Selain itu, promosi
penjualan juga lebih fleksibel karena dapat dilakukan setiap saat
dengan biaya yang tersedia dan di mana saja.
53
Media massa terutama iklan-iklan perdagangan dan
promosi penjualan sangat mempengaruhi pada pemilihan
susunan makanan. Keunggulan pemakaian media massa adalah
dapat menjangkau setiap orang dalam bentuk yang sama dan
dapat menimbulkan pengalaman yang sama (Berg, 1986) dalam
Yunaeni (2009).
Menurut Zainal dkk (2002), meningkatnya konsumsi
suplemen makanan di masyarakat tidak lebih dari maraknya
promosi dan iklan yang ditawarkan oleh produsen yang saling
berlomba-lomba menawarkan produk dengan berbagai macam
klaim, mulai dari menambah kecantikan, menambah vitalitas,
sampai menyebuhkan penyakit (Putri, 2004).
2.4.8. Aktivitas Fisik
Menurut Lyle et.al, (1998) Penggunaan suplemen lebih banyak
pada individu-individu yang aktif secara fisik, individu yang berolahraga
teratur setidaknya tiga kali seminggu lebih cenderung menggunakan
suplemen makanan. Setiap aktifitas fisik memerlukan energi untuk
bergerak.
Orang-orang yang aktif membutuhkan lebih banyak makanan untuk
energinya. Dengan banyaknya metabolisme ekstra yang berlangsung,
mereka membutuhkan ekstra vitamin dan mineral. Maka untuk
meningkatkan energinya, orang yang aktif tidak hanya dapat
54
mengandalkan makanan tinggi kalori, tetapi seharusnya memilih makanan
yang kaya zat gizi (Sizer, 1998) dalam (Indriana, 2003).
Barr (1986) dalam Sarjono (2010) juga menyatakan bahwa 64%
dari orang yang mengikuti kelas fitness menggunakan suplemen dan rata-
rata mengkonsumsi suplemen lebih dari dua suplemen perhari. Menurut
Foote et al (2003), mereka yang melakukan olahraga dan menghasilkan
keringat setidaknya 3 kali/minggu memiliki kecenderungan untuk
mengkonsumsi suplemen lebih besar dibandingkan mereka yang tidak
teratur untuk berolahraga.
Menurut Baecke (1982) bahwa indeks aktivitas fisik merupakan
aktivitas sehari-hari yang meliputi indeks kegiatan waktu bekerja, indeks
kegiatan olahraga dan kegiatan waktu luang yang diukur dengan skor yang
telah ditentukan. Setiap aktivitas fisik memerlukan energi untuk bergerak.
Aktivitas fisik berupa aktivitas rutin sehari-hari, misalnya membaca, pergi
ke sekolah, bekerja sebagai karyawati kantor. Besarnya energi yang
digunakan tergantung dari jenis, intensitas dan lamanya aktivitas fisik.
Pengukuran aktivitas fisik ini dilakukan dengan menggunakan
Questionnaire Baecke (1982) yang merupakan kuesioner internasional
yang telah divalidasi untuk mengukur aktivitas fisik pada orang dewasa.
Jenis pengukuran aktivitas fisik Baecke ini mencakup aktivitas sehari-hari
yang meliputi indeks kegiatan waktu bekerja, indeks kegiatan olahraga dan
kegiatan waktu luang. Perhitungan aktivitas fisik berdasarkan Beacke
(1982) yakni dengan:
55
Indeks Aktivitas Waktu Kerja = {X1a1+(6-X1a2)+X1a3+ X1a4+
X1a5+ X1a7+ X1a8}/ 8
Indeks Aktivitas Olah Raga = {[(X2a1 x X2a2 x X2a3)x(X2b1 x
X2b2 x X2b3)] + X4+X5+X6} / 4
Indeks Aktivitas Waktu Luang = [(6 – X7a1) + X7a2 + X7a3 +
X7a4] / 4
Setelah dilakukan perhitungan kemudian diukur dengan kategori “aktivitas
ringan” jika < 5,6, “aktivitas sedang” jika 5,6 – 7,9, dan “aktivitas berat”
jika > 7,9.
2.4.9. Status Merokok
Seseorang yang merokok membutuhkan konsumsi suplemen
makanan karena merokok dapat menyebabkan penurunan absorbsi dari
vitamin dan mineral. Menurut Karyadi (1998) dalam Sarjono (2010),
kebiasaan merokok membutuhkan konsumsi suplemen makanan karena
tembakau yang merupakan bahan baku rokok dapat menurunkan absorpsi
dari vitamin dan mineral, seperti vitamin B6, vitamin C, asam folat, dan
niasin.
Menurut Frankle (1993), perokok mengabsorpsi vitamin C 10%
lebih sedikit dibandingkan dengan orang yang tidak merokok. Peningkatan
konsumsi vitamin C dibutuhkan dalam keadaan stress secara psikologis
atau fisik. Namun, berdasarkan Rock (2007) individu yang merokok lebih
sedikit mengkonsumsi suplemen makanan dibandingkan individu yang
tidak merokok.
56
2.4.10. Asupan Makanan (Konsumsi Asupan Protein)
Menurut Lyle et.al (1998) asupan makan mempengaruhi pemakaian
suplemen makanan, orang yang menggunakan suplemen makanan
cenderung mengkonsumsi lebih banyak buah-buahan dan sedikit
mengkonsumsi lemak. Kondisi yang mungkin melatarbelakangi
penggunaan suplemen makanan adalah ketidakseimbangan pola makan
seseorang yang disebabkan aktivitas yang tinggi sehingga kurang tersedia
waktu untuk menyiapkan makanan (Karyadi, 1997) dalam (Sarjono, 2010).
Berdasarkan Harrison et.al (2003) orang yang mengkonsumsi buah dan
sayuran atau minyak ikan, lebih banyak mengkonsumsi suplemen vitamin
dan mineral daripada orang yang tidak mengkonsumsi jenis makanan
tersebut.
Pada penelitian terhadap orang belanda, responden yang
mempunyai intake serat yang tinggi memiliki hubungan yang positif
dengan konsumsi suplemen multivitamin dan mineral (Jong et.al, 2003).
Responden yang mengkonsumsi buah, serat dan energi dari lemak lebih
banyak mengkonsumsi suplemen makanan (Foote et.al, 2003). Hal ini
sesuai dengan pernyataan Greger (2001) bahwa pada umumnya, gaya
hidup yang positif berhubungan dengan penggunaan suplemen makanan.
2.5. Kerangka Teori
Berdasarkan teori-teori dari Lyle et.al (1998), Greger (2001) dan teori-
teori yang telah dipaparkan dalam tinjauan pustaka serta berdasarkan hasil
penelitian yang ada pada tinjauan pustaka, maka kerangka teori dalam penelitian
57
ini disusun berdasarkan kesimpulan dari beberapa tinjauan pustaka yang ada,
bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi suplemen makanan
yaitu meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, riwayat penyakit,
pengetahuan gizi tentang suplemen, keterpaparan media promosi, aktivitas fisik,
status merokok, dan asupan makanan. Kerangka teori secara sistematik dapat
dilihat sebagai berikut dalam bagan 2.2:
Bagan 2.2
Kerangka Teori
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Konsumsi Suplemen Makanan
Modifikasi dari teori Lyle et.al (1998) dan Greger (2001)
Faktor Internal:
1. Umur
2. Jenis Kelamin
3. Pendidikan
4. Pendapatan
5. Riwayat Penyakit
Faktor Eksternal:
1. Pengetahuan Gizi
2. Keterpaparan Media
Promosi
3. Aktivitas Fisik
4. Status Merokok
5. Asupan Makan
Konsumsi
suplemen
makanan
58
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan variabel dependen yaitu
konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness. Sedangkan variabel
independennya adalah umur, jenis kelamin, pendapatan, pendidikan pengetahuan
gizi tentang suplemen, keterpaparan media promosi, aktivitas fisik, status
merokok, dan asupan protein.
Untuk faktor riwayat penyakit tidak dijadikan variabel karena seseorang
yang dalam keadaan sakit atau orang yang memiliki riwayat penyakit memang
dianjurkan untuk mengkonsumsi suplemen makanan termasuk suplemen asam
amino. Sehingga kerangka konsep dalam penelitian ini seperti terdapat pada
bagan 3.1 di bawah ini:
59
Bagan 3.1
Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
109101000088
Konsumsi Suplemen
asam amino pada
anggota fitness
Umur
Pengetahuan Gizi
tentang Suplemen
Keterpaparan Media
Promosi
Status Merokok
Jenis Kelamin
Pendapatan
Pendidikan
Asupan Protein
Aktivitas Fisik
60
3.2. Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel
No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
Variabel Dependen
1 Konsumsi
Suplemen Asam
Amino
Konsumsi suplemen asam amino
pada responden dalam satu minggu
terakhir.
Kuesioner Wawancara 0. Ya
1. Tidak
(Anggondowati,
2002)
Ordinal
Variabel Independen
2 Umur Lama hidup responden dari lahir
hingga saat penelitian (Hurlock,
1980).
Kuesioner Wawancara 0. Dewasa dini, < 24
tahun
1. Dewasa madya, ≥
24tahun
(Median populasi)
Ordinal
61
No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
3 Jenis Kelamin Perbedaan seks yang didapat sejak
lahir yang dibedakan antara laki-laki
dan perempuan
Kuesioner Wawancara 0. Laki-laki
1. Perempuan
Ordinal
4 Pendidikan Jenis pendidikan formal yang
terakhir yang diselesaikan oleh
responden
Kuesioner Wawancara 0. Dasar: SD, SMP
1. Menengah: SMA
2. Atas: Diploma,
S1, S2, S3
Ordinal
5 Pendapatan Jumlah keseluruhan pendapatan
responden/keluarga dalam satu bulan
Kuesioner Wawancara 2. Rendah, (skor <
median)
3. Tinggi, (skor ≥
median)
Ordinal
6 Pengetahuan Gizi
tentang Suplemen
Tingkat kemampuan responden
dalam menjawab pertanyaan yang
diajukan dalam kuesioner mengenai
pengetahuan gizi tentang suplemen
makanan yang dihitung berdasarkan
jumlah yang benar.
Kuesioner Wawancara 0. Rendah, (skor <
median)
1. Tinggi, (skor ≥
median)
Ordinal
62
No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
7 Keterpaparan
terhadap
Media/Informasi
Pernyataan responden mengenai
promosi suplemen asam amino,
pernah
mendengar/melihat/membaca/menon
ton mengenai produk/manfaat
suplemen asam amino melalui media
komunikasi massa (TV, Radio,
Koran dan Majalah) atau media
komunikasi personal (orang tua,
teman, guru, pelatih, dokter atau ahli
gizi) dalam satu bulan terakhir.
Kuesioner Wawancara 0. Tidak terpapar,
jika responden
menjawab tidak
pernah pada item
pertanyaan
keterpaparan
media/informasi.
1. Terpapar, jika
responden
menjawab pernah
pada item
pertanyaan
keterpaparan. dan
minimal memilih
satu item jawaban.
Ordinal
63
No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
8 Aktivitas Fisik Aktivitas sehari-hari yang meliputi
indeks kegiatan waktu bekerja,
indeks kegiatan olahraga dan
kegiatan waktu luang (Baecke,
1982).
Kuesioner Wawancara 0. Aktivitas Ringan
jika < 5,6
1. Aktivitas Sedang
jika 5,6 – 7,9
2. Aktivitas Berat
jika > 7,9.
(Baecke, 1982)
Ordinal
9 Status Merokok Status merokok responden selama
satu bulan terakhir (Utami, 1998
dalam Sarjono, 2010)
Kuesioner Wawancara 0. Merokok
1. Tidak Merokok
(Utami, 1998
dalam Sarjono,
2010)
Ordinal
64
No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
10 Asupan Protein Rata-rata asupan protein responden
selama 2 hari/ 2 kali recall 24 jam
tanpa berturut-turut (Sanjur (1997)
dalam Supariasa (2012).
Kuesioner
Food Recall
2x24 Jam
Wawancara 0. Cukup jika ≥ 111
mg
1. Kurang jika < 111
mg
(Almatsier, 2009)
Ordinal
65
a. Hipotesis
1. Ada hubungan antara umur dengan konsumsi suplemen asam amino pada
anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun
2013.
2. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan konsumsi suplemen asam amino
pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2013.
3. Ada hubungan antara pendidikan dengan konsumsi suplemen asam amino
pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2013.
4. Ada hubungan antara pendapatan dengan konsumsi suplemen asam amino
pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2013.
5. Ada hubungan antara pengetahuan gizi tentang suplemen dengan konsumsi
suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
6. Ada hubungan antara keterpaparan media promosi dengan konsumsi
suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
7. Ada hubungan antara aktivitas fisik dengan konsumsi suplemen asam amino
pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2013.
66
8. Ada hubungan antara status merokok dengan konsumsi suplemen asam amino
pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2013.
9. Ada hubungan antara asupan protein dengan konsumsi suplemen asam amino
pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2013.
67
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik melalui pendekatan
kuantitatif dengan desain cross sectional karena pengambilan data variabel
independen dan variabel dependen dilakukan pada saat yang bersamaan
(Notoatmodjo, 2010). Desain ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
hubungan antara variabel dependen (konsumsi suplemen asam amino) dengan
variabel independen (umur, jenis kelamin, pendapatan, pendidikan, pengetahuan
gizi tentang suplemen, keterpaparan media promosi, status merokok, aktivitas
fisik, dan asupan protein) pada sampel dari suatu populasi yang diteliti dalam
waktu bersamaan.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus tahun 2013 di
tempat fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4.3. Populasi dan Sampel
4.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anggota Fitness
Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
4.3.2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Adapun
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah anggota Fitness
Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
68
Sampel diperoleh dengan memperhatikan kriteria inklusi sebagai berikut:
1. Usia dewasa yang berumur sekitar 18 - 60 tahun.
Pengambilan sampel dewasa dilakukan dengan alasan karena diharapkan
responden dapat memberikan pendapatnya secara langsung.
2. Telah mengikuti fitness minimal selama 1 bulan
3. Tidak dalam keadaan sakit.
4. Bersedia menjadi responden dan dapat berkomunikasi dengan baik
Perhitungan penentuan jumlah sampel pada penelitian ini menggunakan
rumus uji hipotesis 2 proporsi yaitu sebagai berikut:
Keterangan:
n = Jumlah sampel
Z 1-α/2 = Nilai Z dari pada derajat kemaknaan (CI) 95% dengan
α = 0,05 yaitu sebesar 1,96
Z 1-β = Nilai Z pada kekuatan uji (power) 1-β = 90% yaitu
1,64
P = Rata-rata P1 dan P2 (P1+P2)/2
P1 = Proporsi kejadian pada salah satu partisipasi pada
kelompok tertentu
P2 = Proporsi kejadian pada salah satu partisipasi pada
kelompok tertentu
69
Adapun nilai P1, P2 didapatkan dari penelitian terdahulu, berkaitan dengan
konsumsi suplemen makanan:
Tabel 4.1
Perhitungan Sampel
No Variabel P1 P2 α% β% N
1 Umur
(Goston et.al,
2010)
P1: >30 tahun
P2: <30 tahun
0,47 0,289
5
90
149
10 122
1 212
5
80
112
10 88
1 167
2 Jenis Kelamin
(Indriana, 2003)
P1: Laki-laki
P2: Perempuan 0,747 0,52
5
90
93
10 36
1 132
5
80
70
10 55
1 104
3 Pendidikan
(Anggraini, 209)
P1: Tinggi
P2: Rendah
0,681 0,813
5
90
1544
10 1259
1 2187
5
80
1154
10 909
1 1717
4 Status Merokok
(White et.al
2004)
P1:Tidak
merokok
P2: Merokok
0,474 0,83
5
90
36
10 29
1 51
5
80
27
10 22
1 41
70
No Variabel P1 P2 α% β% N
5 Aktivitas Fisik
(Indriana, 2003)
P1: Berat
P2: Ringan 0,853 0,489
5
90
33
10 27
1 48
5
80
25
10 20
1 38
6 Pengetahuan
(Anggraini,
2009)
P1: Baik
P2: Kurang
0,821 0,593
5
90
61
10 50
1 87
5
80
46
10 37
1
69
7 Keterpaparan
Terhadap
Media Promosi
(Yunaeni, 2009)
P1: Terpapar
P2: Tidak
terpapar
0,798 0,475
5
90
45
10 37
1 64
5
80
34
10 27
1 51
Sumber: Hasil Perhitungan Sampel Berdasarkan Uji Hipotesis Beda Dua
Proporsi, (Goston et.al, 2010), (Indriana, 2003), (Yunaeni, 2009), (Anggraini,
2009), (Putri, 2004), (White et.al, 2004)
Berdasarkan hasil perhitungan sampel pada tabel 4.1, jumlah sampel
yang akan diambil adalah 76 orang (P1= proporsi pengetahuan baik dengan
mengkonsumsi suplemen makanan dan P2= proporsi pengetahuan buruk dengan
mengkonsumsi suplemen makanan). Dari hasil tersebut, kemudian dilakukan
penghitungan sampel minimal dengan menggunakan perbandingan dari hasil
71
penelitian Anggraini (2009) yaitu hasil dari responden yang tidak mengkonsumsi
suplemen makanan sebesar 80,4%.
61 = persentase tidak mengkonsumsi suplemen x n
n = 61 / persentase tidak mengkonsumsi suplemen
n = 61 / 0,804
n = 76 responden.
Berdasarkan perhitungan sampel di atas diperoleh jumlah sampel minimal
sebesar 76 responden. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan metode simple random sampling.
4.4. Alat dan Cara Pengumpulan Data
Pada penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder.
Instrumen atau alat penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu
sebagai berikut:
a. Data Primer
Untuk memperoleh data primer pada penelitian ini diperoleh melalui
wawancara dan pengisian kuesioner.
1) Kuesioner, yang berisi sejumlah pertanyaan mengenai umur, jenis
kelamin, pendidikan, pendapatan, pengetahuan gizi tentang suplemen,
keterpaparan terhadap promosi suplemen asam amino, aktivitas fisik,
status merokok. Pengisisan kuesioner dilakukan secara langsung oleh
peneliti dengan wawancara langsung kepada responden.
2) Formulir food recall 2x24 jam, yang digunakan untuk mengetahui
tingkat konsumsi makanan (asupan protein) pada responden.
72
Data primer digunakan untuk mengetahui gambaran masing-masing setiap
variabel dan ada atau tidaknya hubungan antara variabel dependen
(konsumsi suplemen asam amino) dengan variabel independen (umur, jenis
kelamin, pendapatan, pendidikan, pengetahuan gizi tentang suplemen,
keterpaparan media promosi, status merokok, aktivitas fisik, dan asupan
protein).
b. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini berupa profil fitness centre
Syahida Iin dan jumlah anggota fitness yang diperoleh dari pengelola fitness
centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Data profil digunakan
untuk pembahasan mengenai gambaran umum fitness centre Syahida Inn,
sedangkan data jumlah fitness digunakan untuk mengetahui jumlah populasi
dan menghitung jumlah sampel yang akan dijadikan responden dalam
penelitian.
4.5. Pengukuran Data
1. Konsumsi Suplemen Asam Amino
Untuk mengetahui perilaku konsumsi suplemen asam amino respoden,
peneliti menggunakan pertanyaan bagian B yang terdapat pada kuesioner.
Variabel ini diukur melalui satu pertanyaan tentang perilaku konsumsi
suplemen asam amino dalam satu minggu terakhir terakhir yang
dikategorikan menjadi dua yaitu “ya” jika responden menyatakan
mengkonsumsi suplemen asam amino dan “tidak” jika responden
menyatakan tidak mengkonsumsi suplemen asam amino dalam satu minggu
73
terakhir serta untuk mengetahui gambaran tentang frekuensi konsumsi
suplemen asam amino respoden.
2. Umur
Umur merupakan lama hidup responden dari lahir hingga saat
dilakukan penelitian. Variabel umur diukur dengan pertanyaan yang ada pada
kuesioner bagian A nomor 4. Dalam penelitian ini umur dikategorikan
“dewasa dini” jika umur < mean/median, “dewasa madya” jika umur ≥
mean/median.
3. Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan perbedaan seks responden yang dibedakan
antara laki-laki dan perempuan. Variabel jenis kelamin berdasarkan
pertanyaan pada kuesioner bagian A nomor 2 dikategorikan “laki-laki” dan
“perempuan”.
4. Pendapatan
Pendapatan merupakan keseluruhan pendapatan responden dalam satu
bulan. Variabel pendapatan diukur dengan pertanyaan yang ada pada
kuesioner bagian A nomor 10 dan dikategorikan “rendah” jika skor <
mean/median, “tinggi” jika skor ≥ mean/median.
5. Pendidikan
Pendidikan merupakan jenis pendidikan formal yang terakhir yang
diselesaikan oleh responden. Variabel pendidikan diukur dengan pertanyaan
pada kuesioner bagian A nomor 8 dan dikategorikan dalam 3 kategori, yakni
pendidikan “dasar” jika lulusan SD/SMP, pendidikan “menengah” jika
lulusan SMA, dan pendidikan “atas” jika lulusan Diploma, S1, S2, S3.
74
Menjadi 2 kategori yakni pendidikan “rendah” jika lulusan SD/SMP,
pendidikan “tinggi” jika lulusan ≥ SMA.
6. Pengetahuan Gizi tentang Suplemen
Dalam penelitian ini, terdapat 10 pertanyaan yang bersifat tertutup
berkaitan dengan pengetahuan responden mengenai gizi dan suplemen pada
bagian C. Setiap point pertanyaan diberi nilai 1 bila jawaban benar. Untuk
setiap pertanyaan diberikan bobot nilai yang sama, dengan asumsi setiap
pertanyaan sama pentingnya. Selanjutnya, semua nilai dijumlahkan kemudian
dikategorikan yaitu “rendah” bila skor < mean/median, “tinggi” bila skor ≥
mean/median.
7. Keterpaparan Promosi Suplemen Asam Amino
Seperti halnya yang terdapat dalam tabel definisi operasional. Hasil
ukur tentang keterpaparan promosi suplemen diukur dari jawaban responden
pada kuesioner bagian D. Dikatakan “tidak terpapar” jika responden
menjawab “tidak pernah” pada item pertanyaan keterpaparan media/informasi
(pertanyaan nomor 1) dan dikatakan “terpapar” jika responden menjawab
“pernah” pada item pertanyaan keterpaparan dan minimal memilih satu item
jawaban dari (pertanyaan 2).
8. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik dilakukan dengan kuesioner yang dikembangkan oleh
Baecke, et.al. (1982). Pertanyaan terkait aktivitas fisik pada kuesioner bagian
E. Berdasarkan riset yang dilakukan, terdapat tiga aspek yang secara
bermakna dapat menggambarkan tingkat aktivitas fisik seseorang, yaitu
aktivitas fisik waktu bekerja, olahraga dan aktivitas fisik di waktu luang. Pada
75
penelitian ini aktivitas fisik perhitungan aktivitas fisik berdasarkan Beacke
(1982) yakni dengan:
Indeks Aktivitas Waktu Kerja = {E1a1+(6-E1a2)+E1a3+ E1a4+
E1a5+ E1a7+ E1a8}/ 8
Indeks Aktivitas Olah Raga = {[(E2a1 x E2a2 x E2a3) x (E2b1 x
E2b2 x E2b3)] + E4+E5+E6} / 4
Indeks Aktivitas Waktu Luang = [(6 – E7a1) + E7a2 + E7a3 +
E7a4] / 4
Setelah dilakukan perhitungan kemudian diukur dengan kategori “aktivitas
ringan” jika < 5,6, “aktivitas sedang” jika 5,6 – 7,9, dan “aktivitas berat” jika
> 7,9.
Setelah di kategorikan menjadi aktivitas ringan, sedang dan tinggi kemudian
dijadikan 2 kategori yaitu “ringan” jika kategori aktivitas ringan, “berat” jika
kategori aktivitas sedang dan berat.
9. Status Merokok
Variabel status merokok diukur dengan pertanyaan pada kuesioner
bagian F dan dikategorikan “merokok” dan “tidak merokok”.
10. Asupan Protein
Variabel asupan makanan diukur dengan pertanyaan pada formulir food
recall 2x24 jam pada bagian G. Variabel ini dikategorikan menjadi dua
kategori yaitu “cukup” jika asupan ≥ 111 mg dan “kurang” jika < 111 mg.
Asupan makanan dihitung terlebih dahulu dengan menggunakan nutrisurvey
kemudian membandingkan hasil di nutri survey dengan asupan pada orang
dewasa yakni 111 mg, apakah asupan protein asam aminonya kurang atau
cukup.
76
4.6. Pengolahan Data
Agar analisis penelitian menghasilkan informasi yang benar, beberapa
tahapan dalam pengolahan data yang harus dilalui. Pengolahan data yang telah
dikumpulkan dilakukan dengan proses komputerisasi melalui beberapa langkah
sebagai berikut:
1. Editing
Pada langkah ini peneliti akan melakukan kegiatan pengecekan atau
melihat masing-masing jawaban kuesioner untuk memastikan isi kuesioner
yang ada sudah lengkap jawabannya (diisi semua), jelas terbaca, relevan,
konsisten dan dapat dibaca dengan baik. Hal ini dilakukan dengan meneliti
tiap lembar kuesioner, apakah jawaban yang ada di kuesioner sudah:
1. Lengkap : semua pertanyaan sudah terisi jawabannya
2. Jelas : jawaban pertanyaan apakah tulisannya cukup jelas terbaca
3. Relevan : jawaban yang tertulis apakah relevan dengan pertanyaannya
4. Konsisten : apakah antara beberapa pertanyaan yang berkaitan isi
jawaban konsisten. Misalnya antara pertanyaan mengkonsumsi suplemen
makanan ya atau tidak dan manfaat yang dirasakan setelah mengkonsumsi
suplemen. Bila pertanyaan mengkonsumsi suplemen terisi tidak dan pada
pertanyaan manfaat yang dirasakan terisi salah satu pilihan jawabannya,
berarti tidak konsisten.
Jika jawaban atau isian kuesioner belum jelas atau belum sesuai
dengan poin-poin tersebut (poin 1 sampai 4) maka peneliti akan menelpon
atau SMS responden untuk memastikan jawaban yang ada di kuesioner
dan melengkapi jawaban yang kurang atau tidak jelas. Proses
77
editing/pengecekan ini dapat peneliti lakukan sebelum meninggalkan
responden penelitian atau setelahnya.
2. Coding
Sebelum dimasukkan ke komputer, dilakukan proses pemberian kode
pada setiap jawaban yang terdiri dari variabel konsumsi suplemen makanan
(vitamin, mineral dan asam amino), umur, jenis kelamin, pendidikan,
pendapatan, riwayat penyakit, pengetahuan gizi tentang suplemen,
keterpaparan media promosi, status merokok, aktivitas fisik, dan asupan
protein. Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi
data berbentuk angka atau bilangan agar lebih mudah dalam mengentry dan
menganalisis data. Beberapa contoh pengkodingan data dalam penelitian ini
diantaranya:
a. Konsumsi suplemen makanan (0 = Ya, 1 = Tidak)
b. Umur (0 = Dewasa dini bila skor < mean/median, 1 = Dewasa madya bila
skor ≥ mean/median)
c. Jenis kelamin (0 = Laki-laki, 1 = Perempuan)
d. Pendidikan (0 = Dasar (SD/SMP), 1 = Menengah (SMA), 2 = Atas (Diploma,
S1/S2/23) menjadi (0 = Rendah (SD, SMP), 1 = Tinggi (≥ SMA))
e. Pendapatan (0 = rendah (bila skor < mean/median), 1= Tinggi (bila skor ≥
mean/median)
f. Pengetahuan gizi tentang suplemen (0 = Rendah (bila skor < mean/median), 1
= Tinggi (bila skor ≥ mean/median).
78
g. Keterpaparan media promosi (0 = Tidak Terpapar (tidak terpapar jika
responden menjawab “tidak pernah” pada item pertanyaan keterpaparan
media/informasi) 1 = Terpapar (terpapar jika responden menjawab “pernah”))
h. Status merokok (0 = Tidak merokok, 1 = Merokok)
i. Aktivitas fisik (0 = ringan, 1= Sedang, 2 = Berat) menjadi (0 = ringan, 1 =
berat)
j. Asupan Protein (0 = Cukup (jika asupan ≥ 111 mg/hari), 1 = Kurang (jika
asupan < 111 mg/hari))
3. Entry
Setelah semua isian kuesioner terisi penuh dan benar, dan juga sudah
melewati proses coding, maka selanjutnya data akan di entry ke computer
dengan menggunakan software statistics agar dapat dilakukan analisis data.
Sebelum data di entry, peneliti membuat template terlebih dahulu dengan
menggunakan program epidata, kemudian data yang telah di kode
dimasukkan dalam progran komputer untuk selanjutnya akan diolah
menggunakan aplikasi software statistics berupa Statistical Program for
Social Science (SPSS).
4. Cleaning
Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekkan
kembali, untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan pada data yang sudah
dimasukkan/entry, baik dalam pengkodean maupun kesalahan dalam
membaca kode, kemudian mencari apakah ada entry yang salah, melihat
responden serta mengcroscheck ulang di kuesioner. Untuk melihat apakah
79
terdapat kesalahan dalam mengentry maka dilakukan dengan cara membuat
distribusi frekuensi sehingga akan muncul kesalahan dalam mengentry data.
Misalnya 0 = laki-laki, 1 = perempuan, ketika dilakukan pengecekan kembali
ternyata ada kesalahan dalam mengentry misalanya ada angka 2 sedangkan
pada pengkodean tidak ada angka tersebut. Maka untuk mengeluarkan angka
2 tersebut dengan cara mengklik angka yang salah pada entry data kemudian
mereset pada tabel frekuensi lalu diganti dengan kode yang benar. Kemudian
data baru siap untuk di analisis.
4.7. Analisis Data
4.7.1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil tiap
penelitian (Notoatmodjo, 2002). Pada analisis ini akan menghasilkan
distribusi dan persentase dari masing-masing variabel. Analisa ini
digunakan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian dengan cara
membuat distribusi dan frekuensi dari setiap variabel, hasil analisis ini
disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.
4.7.2. Analisis Bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk melihat adanya hubungan
antara variabel bebas (independen) dengan variabel terikat (dependen),
dan sekaligus untuk melihat kemaknaan antara variabel. Uji statistik yang
digunakan adalah uji chi square dengan menggunakan derajat kemaknaan
α = 0,05 Bila nilai P value < 0,05 maka hasil uji statistik bermakna atau
ada hubungan antara variabel independen dan variabel dependen, dan
80
bila P value ≥ 0,05 maka hasil uji statistik tidak bermakna atau tidak
adanya hubungan antara variabel independen dan variabel dependen.
Pada analisis ini digunakan uji chi square dengan rumus:
X2 = Ʃ
dF = (k-1)(b-1)
Keterangan:
X2 = Chi square
O = Nilai observasi
E = Nilai ekspektasi
k = Jumlah kolom
b = Jumlah baris
81
BAB V
HASIL
5.1. Gambaran Umum Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
Di Indonesia kini semakin banyak bermunculan pusat-pusat kebugaran
jasmani atau fitness centre. Hal ini dikarenakan semakin meningkatnya
kesadaran masyarakat akan potensi fitness centre yang dapat dijadikan sebagai
lahan profesi. Persaingan antar perusahaan fitness centre di ciputat juga
dirasakan semakin ketat peningkatan kualitas pelayanan serta penyediaan
peralatan yang lengkap dan modern.
Syahida Fitness Centre yang berada di lingkungan kampus Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tepatnya di gedung Syahida Inn
yang dibangun dengan dana bantuan dari Islamic Development Bank (IDB),
merupakan tuntutan perkembangan kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang membutuhkan adanya tempat kebugaran yang representatif, baik bagi
kegiatan civitas akademika maupun bagi masyarakat umum.
Pada bulan juli tahun 2004 Syahida Fitness Centre mulai efektif
beroperasi berdasarkan Keputusan Tim Pengelola Wisma Syahida UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Kegiatan yang bergulir saat itu adalah fitness, senam
aerobik dan Body language. Pada saat ini berkembang dengan diadakannya
senam salsa, vilatage serta yoga.
82
5.1.1. Tugas dan Fungsi
Adapun tugas pokok Syahida fitness Centre adalah memberikan
pelayanan civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
masyarakat umum yang membutuhkan sarana kebugaran (fitness).
Adapun fungsi Syahida Inn adalah sebagai penunjang kegiatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dalam kegiatan kebugaran kepada segenap
civitas akademika UIN Syarif Hidayutullah serta masyarakat umum yang
membutuhkan.
5.1.2. Anggota Fitness Centre Syahida Inn
Pada saat dilakukan penelitian atau pada 7 juni – 14 juli 2013,
anggota fitenss center Syahida Iin berjumlah 105 anggota yang aktif, yang
terbagi atas 65 anggota berjenis kelamin laki-laki dan 40 anggota berjenis
kelamin perempuan. Bagi para anggota fitness yang aktif ini, boleh
melakukan fitness setiap hari atau kapan saja anggota ingin melakukan
fitness.
5.2. Analisis Univariat
Pada analisis univariat ini ditampilkan distribusi frekuensi dari masing-
masing variabel yang diteliti, baik variabel independen maupun variabel
dependen. Dimana variabel dependen pada penelitian ini adalah konsumsi
suplemen asam amino sedangkan variabel independen antara lain: umur, jenis
kelamin, pendidikan, pendapatan, pengetahuan, keterpaparan media promosi,
sktivitas fisik, status merokok, dan asupan protein.
83
5.2.1. Gambaran Konsumsi Suplemen Asam Amino
Dibawah ini merupakan gambaran konsumsi suplemen asam amino
pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2013. Dalam analisis data, konsumsi suplemen asam amino
dikategorikan menjadi 2 yakni ya dan tidak dari responden yang
mengkonsumsi suplemen asam amino yang disajikan pada tabel 5.1 di
bawah ini:
Tabel 5.1
Distribusi Konsumsi Suplemen Asam Amino pada Anggota Fitness
Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013
Konsumsi
Suplemen
Asam Amino
Jumlah (n) Persentase (%)
Ya 37 48,7
Tidak 39 51,3
Total 76 100
Sumber: Data Primer, 2013
Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa dari 76 responden
yang ikut dalam penelitian ini diketahui gambaran anggota fitness yang
tidak mengkonsumsi suplemen asam amino lebih banyak yaitu sebesar
51,3%.
5.2.2. Gambaran Umur Anggota Fitness
Dibawah ini merupakan gambaran umur pada Anggota Fitness
Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. Dalam
analisis data, umur dikategorikan menjadi 2 yakni dewasa dini dan
dewasa madya dari responden, yang di sajikan pada tabel 5.2 di bawah
ini:
84
Tabel 5.2
Distribusi Umur pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013
Umur Jumlah (n) Persentase (%)
Dewasa Dini 43 56,6
Dewasa Madya 33 43,4
Total 76 100
Sumber: Data Primer, 2013
Dari tabel 5.2 dapat diketahui bahwa dari 76 responden lebih
banyak responden yang ikut dalam penelitian ini berada pada rentang
umur dewasa dini atau berada pada umur < 24 tahun yaitu sebesar 56,6%.
5.2.3. Gambaran Jenis Kelamin Anggota Fitness
Dibawah ini merupakan gambaran jenis kelamin pada Anggota
Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
Dalam analisis data, jenis kelamin dikategorikan menjadi 2 yakni laki-
laki dan perempuan dari responden, yang di sajikan pada tabel 5.3 di
bawah ini:
Tabel 5.3
Distribusi Jenis Kelamin pada Anggota Fitness Centre
Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013
Jenis Kelamin Jumlah (n) Persentase (%)
Laki-laki 56 73,7
Perempuan 20 26,3
Total 76 100
Sumber: Data Primer, 2013
Dari tabel 5.3 dapat diketahui bahwa dari 76 responden yang ikut
dalam penelitian ini lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki yaitu
sebesar 73,7%.
85
5.2.4. Gambaran Pendidikan Anggota Fitness
Dibawah ini merupakan gambaran pendidikan pada Anggota
Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
Dalam analisis data, pendidikan dikategorikan menjadi 2 yakni rendah
dan tinggi, yang di sajikan pada tabel 5.4 di bawah ini:
Tabel 5.4
Distribusi Tingkat Pendidikan pada Anggota Fitness Centre
Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013
Pendidikan Jumlah (n) Persentase (%)
Rendah 3 3,9
Tinggi 73 96,1
Total 76 100
Sumber: Data Primer, 2013
Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa dari 76 responden
yang ikut dalam penelitian ini sebagian besar responden memiliki
pendidikan tinggi (≥ SMA) yaitu sebesar 96,1%.
5.2.5. Gambaran Pendapatan Anggota Fitness
Dibawah ini merupakan gambaran konsumsi suplemen asam amino
pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2013. Dalam analisis data, pendapatan dikategorikan
menjadi 2 yakni rendah dan tinggi berdasarkan nilai median (2.500.000),
berikut distribusinya pada tabel 5.6 di bawah ini:, yang di sajikan pada
tabel 5.5 di bawah ini:
86
Tabel 5.5
Distribusi Pendapatan pada Anggota Fitness Centre
Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013
Pendapatan Jumlah (n) Persentase (%)
Rendah 35 46,1
Tinggi 41 53,9
Total 76 100
Sumber: Data Primer, 2013
Dari tabel 5.5 dapat diketahui bahwa dari 76 responden yang ikut
dalam penelitian ini lebih banyak yang memiliki pendapatan tinggi (≥
Rp. 2.500.000) yaitu sebesar 53,9%.
5.2.6. Gambaran Pengetahuan Gizi tentang Suplemen Anggota Fitness
Dibawah ini merupakan gambaran pengetahuan gizi tentang
suplemen pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2013. Untuk mengetahui pengetahuan gizi
tentang suplemen pada responden, peneliti memberikan 10 pertanyaan
terkait pengetahuan gizi dan suplemen makanan. Analisis data
pengetahuan gizi tentang suplemen dikelompokkan menjadi 2 kategori
berdasarkan nilai median (7,0) yakni rendah jika mampu menjawab
pertanyaan dengan benar sebanyak 1-6 pertanyaan, tinggi jika mampu
menjawab pertanyaan dengan benar sebanyak 7-10 pertanyaan, berikut
distribusinya pada tabel 5.6 di bawah ini:
87
Tabel 5.6
Distribusi Pengetahuan Gizi tentang Suplemen
pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013
Pengetahuan Gizi
tentang Suplemen Jumlah (n) Persentase (%)
Rendah 35 46,1
Tinggi 41 53,9
Total 76 100
Sumber: Data Primer, 2013
Dari hasil analisis pada tabel 5.6 dapat diketahui bahwa dari 76
responden yang ikut dalam penelitian ini lebih banyak responden yang
memiliki pengetahuan gizi tentang suplemen tinggi yaitu sebesar 53,9%.
5.2.7. Gambaran Keterpaparan Media Promosi Anggota Fitness
Dibawah ini merupakan gambaran keterpaparan media promosi
pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2013. Dalam analisis data, keterpaparan media promosi
dikategorikan menjadi 2 yakni tidak terpapar dan terpapar, yang di
sajikan pada tabel 5.7 di bawah ini:
88
Tabel 5.7
Distribusi Keterpaparan Media Promosi pada Anggota
Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2013
Keterpaparan
Media Promosi Jumlah (n) Persentase (%)
Tidak Terpapar 34 44,7
Terpapar 42 55,3
Total 76 100
Sumber keterpaparan
media promosi
(n = 76)
Pelatih 15 35,71
Teman 28 66,67
Televisi (TV) 17 40,48
Dokter 4 9,5
Poster/Pamflet 7 16,7
Majalah 29 69
Multi Level
Marketing (MLM)
4 9,5
Sumber: Data Primer, 2013
berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa dari 76 responden
yang ikut dalam penelitian ini, proporsi responden lebih banyak yang
terpapar terhadap media promosi suplemen asam amino yaitu sebesar
55,3%. Sumber keterpaparan media promosi paling banyak yaitu berasal
dari majalah yakni sebanyak 69%.
5.2.8. Gambaran Aktivitas Fisik Anggota Fitness
Dibawah ini merupakan gambaran aktivitas fisik pada Anggota
Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
Dalam analisis data, aktivitas fisik dikategorikan menjadi 2 yakni ringan
dan berat, yang di sajikan pada tabel 5.8 di bawah ini:
89
Tabel 5.8
Distribusi Aktivitas Fisik pada Anggota Fitness Centre
Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013
Aktivitas Fisik Jumlah (n) Persentase (%)
Ringan 9 11,8
Berat 67 88,2
Total 76 100
Sumber: Data Primer, 2013
Dari tabel 5.8 dapat diketahui bahwa dari 76 responden yang ikut
dala m penelitian ini sebagian besar responden yang memiliki aktivitas
fisik berat (skor > 7,9) yaitu sebesar 88,2%.
5.2.9. Gambaran Status Merokok Anggota Fitness
Dibawah ini merupakan gambaran status merokok pada Anggota
Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
Dalam analisis data, status merokok dikategorikan menjadi 2 yakni
merokok dan tidak merokok, berikut distribusinya pada tabel 5.9:
Tabel 5.9
Distribusi Status Merokok pada Anggota Fitness Centre
Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013
Status Merokok Jumlah (n) Persentase (%)
Merokok 25 32,9
Tidak Merokok 51 67,1
Total 76 100
Sumber: Data Primer, 2013
Dari tabel 5.9 dapat diketahui bahwa dari 76 responden yang ikut
dalam penelitian ini lebih banyak responden tidak merokok yaitu sebesar
67,1%.
90
5.2.10. Gambaran Asupan Protein Anggota Fitness
Dibawah ini merupakan gambaran asupan protein pada Anggota
Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
Dalam analisis data, asupan protein dikategorikan menjadi 2 yakni cukup
dan kurang, yang di sajikan pada tabel 5.10 di bawah ini:
Tabel 5.10
Distribusi Asupan Protein pada Anggota Fitness Centre
Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013
Asupan Protein Jumlah (n) Persentase (%)
Cukup 49 64,5
kurang 27 35,5
Total 76 100
Sumber: Data Primer, 2013
Berdasarkan hasil analisis tabel 5.10 dapat diketahui bahwa dari 76
responen yang ikut dalam penelitian ini sebagian besar responden
mengkonsumsi asupan protein cukup (jumlah skor asam aino ≥ 111 mg)
yaitu sebesar 64,5%.
5.3. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen yang dikategorikan melalui uji Chi
Square. Melalui uji statistik chi square akan diperoleh nilai Pvalue, dimana
dalam penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0,05. Penelitian
antara dua variabel dikatakan bermakna jika mempunyai nilai P < 0,05 dan
dikatakan tidak bermakna jika mempunyai nilai P > 0,05.
91
5.3.1. Hubungan antara Umur dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino
Untuk mengetahui hubungan antara umur responden dengan
konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn
tahun 2013 digunakan uji chi-square yang disajikan pada tabel 5.11
dibawah ini:
Tabel 5.11
Analisis Hubungan antara Umur dengan Konsumsi Suplemen
Asam Amino pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013
Umur
Konsumsi Suplemen
Asam Amino Total P value
Ya Tidak N %
0,468 N % N %
Dewasa Dini 23 53,5 20 46,5 43 100
Dewasa Madya 14 42,4 19 57,6 33 100
Sumber: Data Primer, 2013
Dari tabel 5.11 dapat diketahui bahwa dari 43 responden pada
kelompok umur dewasa dini, sebesar 53,5% yang mengkonsumsi
suplemen asam amino. Sedangkan dari 33 responden pada kelompok
umur dewasa madya sebesar 42,4% yang mengkonsumsi suplemen asam
amino.
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value = 0,468 yang artinya
pada α = 5% dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara umur dengan konsumsi suplemen asam amino pada
anggota fitness centre Syahida Inn tahun 2013.
92
5.3.2. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Konsumsi Suplemen Asam
Amino
Untuk mengetahui hubungan antara jenis kelamin responden
dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre
Syahida Inn tahun 2013 digunakan uji chi-square yang disajikan pada
tabel 5.12 dibawah ini:
Tabel 5.12
Analisis Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Konsumsi
Suplemen Asam Amino pada Anggota Fitness Centre
Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013
Jenis Kelamin
Konsumsi Suplemen
Asam Amino Total P value
Ya Tidak N %
0,027 N % N %
Laki-laki 32 57,1 24 42,9 56 100
Perempuan 5 25 15 75 20 100
Sumber: Data Primer, 2013
Berdasarkan tabel 5.12 dapat diketahui bahwa dari 56 responden
yang berjenis kelamin laki-laki, sebesar 57,1% yang mengkonsumsi
suplemen asam amino. Sedangkan dari 20 responden yang berjenis
kelamin perempuan, sebesar 25% yang mengkonsumsi suplemen asam
amino.
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value = 0,027 yang artinya
pada α = 5% dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara jenis kelamin dengan konsumsi suplemen asam amino pada
anggota fitness centre Syahida Inn tahun 2013.
93
5.3.3. Hubungan antara Pendidikan dengan Konsumsi Suplemen Asam
Amino
Untuk mengetahui hubungan antara pendidikan responden dengan
konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn
tahun 2013 digunakan uji chi-square yang disajikan pada tabel 5.13
dibawah ini:
Tabel 5.13
Analisis Hubungan Pendidikan dengan Konsumsi Suplemen
Asam Amino pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013
Pendidikan
Konsumsi Suplemen
Asam Amino Total P value
Ya Tidak N %
1,000 N % N %
Rendah 1 33,3 2 66,7 3 100
Tinggi 36 49,3 37 50,7 73 100
Sumber: Data Primer, 2013
Berdasarkan tabel 5.13 dapat diketahui bahwa dari 3 responden
pada kelompok pendidikan rendah, sebesar 33,3% yang mengkonsumsi
suplemen asam amino. Sedangkan dari 73 responden pada kelompok
pendidikan tinggi, sebesar 49,3% yang mengkonsumsi suplemen asam
amino.
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value = 1,000 yang artinya
pada α = 5% dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara pendidikan dengan konsumsi suplemen asam amino
pada anggota fitness centre Syahida Inn tahun 2013.
94
5.3.4. Hubungan antara Pendapatan dengan Konsumsi Suplemen Asam
Amino
Untuk mengetahui hubungan antara pendapatan responden dengan
konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn
tahun 2013 digunakan uji chi-square yang disajikan pada tabel 5.14
dibawah ini:
Tabel 5.14
Analisis Hubungan Pendapatan dengan Konsumsi Suplemen
Asam Amino pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013
Pendapatan
Konsumsi Suplemen
Asam Amino Total P value
Ya Tidak N %
0,804 N % N %
Rendah 16 45,7 19 54,3 35 100
Tinggi 21 51,2 20 48,8 41 100
Sumber: Data Primer, 2013
Dari tabel 5.14 dapat diketahui bahwa dari 35 responden yang
memiliki pendapatan rendah, sebesar 45,7% yang mengkonsumsi
suplemen asama amino, sedangkan dari 41 responden yang memiliki
pendapatan tinggi, sebesar 51,2% yang mengkonsumsi suplemen asam
amino.
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value = 0,804 yang artinya
pada α = 5% dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara pendapatan dengan konsumsi suplemen asam amino
pada anggota fitness centre Syahida Inn tahun 2013.
95
5.3.5. Hubungan antara Pengetahuan Gizi tentang Suplemen dengan
Konsumsi Suplemen Asam Amino
Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan gizi tentang
suplemen dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness
centre Syahida Inn tahun 2013 digunakan uji chi-square yang disajikan
pada tabel 5.15 dibawah ini:
Tabel 5.15
Analisis Hubungan Pendapatan dengan Konsumsi Suplemen
Asam Amino pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013
Pengetahuan Gizi
tentang Suplemen
Konsumsi Suplemen
Asam Amino Total P value
Ya Tidak N %
0,257 N % N %
Rendah 20 57,1 15 42,9 35 100
Tinggi 17 41,5 24 58,5 41 100
Sumber: Data Primer, 2013
Dari tabel 5.15 dapat diketahui bahwa dari 35 responden pada
kelompok pengetahuan rendah, sebear 57,1% yang mengkonsumsi
suplemen asam amino. Sedangkan dari 41 responden pada kelompok
pengetahuan tinggi, sebesar 41,5% yang mengkonsumsi suplemen asam
amino.
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value = 0,257 yang artinya
pada α = 5% dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara pengetahuan gizi tentang suplemen dengan konsumsi
suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn tahun
2013.
96
5.3.6. Hubungan antara Keterpaparan Media Promosi dengan Konsumsi
Suplemen Asam Amino
Untuk mengetahui hubungan antara keterpaparan media promosi
dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre
Syahida Inn tahun 2013 digunakan uji chi-square yang disajikan pada
tabel 5.16 dibawah ini:
Tabel 5.16
Analisis Hubungan Keterpaparan Media Promosi dengan Konsumsi
Suplemen Asam Amino pada Anggota Fitness Centre
Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013
Keterpaparan Media
Promosi
Konsumsi Suplemen
Asam Amino Total P value
Ya Tidak N %
0,020 N % N %
Tidak Terpapar 11 32,4 23 67,6 34 100
Terpapar 26 61,9 16 38,1 42 100
Sumber: Data Primer, 2013
Dari tabel 5.16 dapat diketahui bahwa dari 34 responden yang
tidak terpapar, sebesar 32,4% yang mengkonsumsi suplemen asam
amino. Sedangkan dari 42 responden yang terpapar, sebesar 61,9% yang
mengkonsumsi suplemen asam amino.
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value = 0,020 yang artinya
pada α = 5% dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara keterpaparan media promosi dengan konsumsi suplemen asam
amino pada anggota fitness centre Syahida Inn tahun 2013.
97
5.3.7. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino
Untuk mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dengan
konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn
tahun 2013 digunakan uji chi-square yang disajikan pada tabel 5.17
dibawah ini:
Tabel 5.17
Analisis Hubungan Aktivitas Fisik dengan Konsumsi Suplemen
Asam Amino pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013
Aktivitas Fisik
Konsumsi Suplemen
Asam Amino Total P value
Ya Tidak N %
0,481 N % N %
Ringan 3 33,3 6 66,7 9 100
Berat 34 50,7 33 49,3 67 100
Sumber: Data Primer, 2013
Berdasarkan tabel 5.17 dapat diketahui bahwa dari 9 responden
yang memiliki aktivitas fisik ringan, sebesar 33,3% yang mengkonsumsi
suplemen asam amino. Sedangkan dari 67 responden yang memiliki
aktivitas fisik berat, sebesar 50,7% yang mengkonsumsi suplemen asam
amino.
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value = 0,481 yang artinya
pada α = 5% dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara aktivitas fisik dengan konsumsi suplemen asam amino
pada anggota fitness centre Syahida Inn tahun 2013.
98
5.3.8. Hubungan Status Merokok dengan Konsumsi Suplemen Asam
Amino
Untuk mengetahui hubungan antara status merokok dengan
konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn
tahun 2013 digunakan uji chi-square yang disajikan pada tabel 5.18
dibawah ini:
Tabel 5.18
Analisis Status Merokok dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino
pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013
Status Merokok
Konsumsi Suplemen
Asam Amino Total P value
Ya Tidak N %
0,034 N % N %
Merokok 17 68 8 32 25 100
Tidak Merokok 20 32,2 31 60,8 51 100
Sumber: Data Primer, 2013
Dari tabel 5.18 dapat diketahui bahwa dari 25 responden yang
merokok, sebesar 68% yang mengkonsumsi suplemen asam amino.
Sedangkan dari 51 responden yang tidak merokok, sebesar 32,2% yang
mengkonsumsi suplemen asam amino.
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value = 0,034 yang artinya
pada α = 5% dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara status merokok dengan konsumsi suplemen asam amino pada
anggota fitness centre Syahida Inn tahun 2013.
99
5.3.9. Hubungan Asupan Protein dengan Konsumsi Suplemen Asam
Amino
Untuk mengetahui hubungan antara asupan protein dengan
konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn
tahun 2013 digunakan uji chi-square yang disajikan pada tabel 5.19
dibawah ini:
Tabel 5.19
Analisis Asupan Protein dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino
pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013
Asupan Protein
Konsumsi Suplemen
Asam Amino Total P value
Ya Tidak N %
0,000 N % N %
Cukup 35 71,4 14 27,5 49 100
Kurang 2 7,4 25 92,6 27 100
Sumber: Data Primer, 2013
Dari tabel 5.18 dapat diketahui bahwa dari 49 responden yang
cukup asupan protein, sebesar 71,4% yang mengkonsumsi suplemen
asam amino. Sedangkan dari 27 responden yang kurang asupan protein,
sebesar 7,4% yang mengkonsumsi suplemen asam amino.
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value = 0,000 yang artinya
pada α = 5% dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara asupan protein dengan konsumsi suplemen asam amino pada
anggota fitness centre Syahida Inn tahun 2013.
100
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam penelitian ini diantaranya data yang di ambil dalam
penelitian ini merupakan data primer, yang diambil dengan menggunakan
angket yang diisi langsung oleh responden, sehingga memungkinkan
responden untuk bertanya atau melihat jawaban responden lain tanpa
sepengetahuan peneliti. Selain itu ada sebagian responden yang mengisi angket
sambil melakukan fitness seperti sepeda statis sehingga konsentrasinya terbagi
dua dan akhirnya angket diisi seadanya saja dan terburu-buru. Namun,
keterbatasan tersebut dapat peneliti minimalisir dengan cara berusaha
melakukan pengawasan kepada masing-masing responden agar hasil yang diisi
sesuai dengan kemampuan responden tanpa melihat jawaban atau bertanya
kepada responden yang lain, serta peneliti segera melakukan pengecekan
kembali kuesioner yang diisi kemudian jika tidak sesuai maka peneliti akan
langsung menanyakan kepada responden, sehingga tidak mempengaruhi hasil
penelitian.
101
6.2. Gambaran Konsumsi Suplemen Asam Amino
Menurut Goston dan Correia (2009) suplemen asam amino dapat
membentuk atau membesarkan sel-sel otot (penebalan otot) untuk orang yang
memiliki aktivitas fisik berat setiap harinya, dapat meningkatkan berat badan
dengan disertai olahraga fitness, memberikan energi dan meningkatkan daya
tahan tubuh. Pada dasarnya konsumsi suplemen dimaksudkan untuk memenuhi
kekurangan zat gizi yang tidak dapat terpenuhi dari makanan yang dikonsumsi,
selain itu konsumsi suplemen hanya dibutuhkan oleh orang-orang dengan
kondisi tertentu seperti sedang sakit (Whitney dan Gershoff, 1990). Selain itu,
salah satu manfaat suplemen makanan adalah untuk menghindari kekurangan
gizi akibat pola makan yang tidak teratur dan tidak sehat serta membantu
mengembalikan vitalitas tubuh (Vitahealth, 2004).
Penambahan suplemen sebenarnya tidak diperlukan jika tingkat asupan
protein yang berasal dari makanan saja sudah di atas kecukupan, tetapi dalam
praktiknya konsumsi suplemen asam amino ini merupakan sesuatu hal yang
dianggap wajib bagi para anggota fitness atau binaragawan. Penambahan dari
suplementasi protein akan dibakar menjadi energi atau disimpan dalam bentuk
lemak tubuh yang akan dijadikan cadangan energi di dalam otot sehingga dapat
mencegah terjadinya kelemahan otot sewaktu latihan beban (Husaini, 2000).
Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa lebih banyak
responden yang tidak mengkonsumsi suplemen asam amino. Sementara jenis
suplemen asam amino yang banyak dikonsumsi oleh responden yang
mengkonsumsi suplemen asam amino dalam penelitian ini yakni rata-rata
suplemen yang mengandung asam amino yang tinggi seperti amino 2000 yang
102
mengandung 2000 mg asam amino esensial lengkap (histidin, isoleusin, lisin,
leusin, metionin, fenilalanin, triptofan, dan valin serta branched-chain amino
acid (BCAA)) yang tinggi, dan enzim pencernaan alami yang membuat
penyerapannya menjadi sempurna. Suplemen asam amino ini sebenarnya mutlak
diperlukan bagi para anggota ftiness untuk mendapatkan hasil yang maksimal
(Liany, 2012).
Dalam penelitian ini, jenis suplemen yang dikonsumsi responden
minimal 1 jenis suplemen asam amino, namun banyak juga responden yang
mengkonsumsi lebih dari 1 jenis suplemen asam amino. Hal tersebut sesuai
dengan penelitian yang di lakukan National College Association Divission I
University (NCAA) menunjukkan 88% pada orang dewasa mengkonsumsi
suplemen minimal 1 jenis suplemen dan 58% mengkonsumsi lebih dari 2 jenis
suplemen makanan (McDowall, 2007). Sedangkan frekuensi responden dalam
mengkonsumsi suplemen kebanyakan responden mengkonsumsi dalam waktu 3
kali seminggu, namun ada pula yang mengkosumsi setiap kali sebelum dan
setelah melakukan latihan fitness.
Menurut Liany (2012) konsumsi suplemen asam amino dalam jumlah
yang besar secara langsung ternyata kurang efektif apabila dibandingkan dengan
mengkonsumsi suplemen asam amino dalam jumlah yang kecil namun
dikonsumsi secara rutin. Hal ini disebabkan karena efek stimulan dari konsumsi
suplemen asam amino terhadap sintesis protein otot bersifat sementara dan
hanya dapat bertahan sekitar 1-2 jam. Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan
bahwa mengkonsumsi suplemen asam amino sebaiknya dalam jumlah sedikit
atau 1 jenis saja namun dikonsumsi rutin atau setiap hari.
103
Berdasarkan aktivitas fisik, penelitian ini didasari oleh penelitian yang
dilakukan oleh Goston dan Correia (2009) pada anggota fitness centre di Kota
Belo Horizonte, Brazil didapatkan bahwa 58% anggota fitness mengkonsumsi
suplemen asam amino, dan mengkonsumsi suplemen asam amino setidaknya 1
jenis suplemen asam amino dalam seminggu, namun frekuensi konsumsi
suplemen asam amino tertinggi yakni setiap hari sebesar 90,3%. Kristiansen et al
(2005) dalam McDowall (2007) juga menyebutkan bahwa 94,3% atlet kanada
ditemukan mengkonsumsi satu atau lebih jenis suplemen sedikitnya satu kali
dalam sebulan. Hasil penelitian ini juga hampir sama dengan hasil penelitian
Putri (2004) anggota Cilandak Sport Center Jakarta Selatan yang menyatakan
bahwa 70,4% responden pernah mengkonsumsi suplemen vitamin dan mineral
dalam satu bulan terakhir.
Pada penelitian ini anggota fitness yang mengkonsumsi suplemen asam
amino beranggapan bahwa dengan mengkonsumsi suplemen asam amino dapat
membantu membentuk massa otot dan membuat tubuh lebih prima. Namun
menurut peneliti, kebanyakan responden mengkonsumsi suplemen tanpa indikasi
yang jelas atau tidak megetahui bahaya dan apakah mereka akan benar-benar
memperoleh manfaat dari suplemen yang dikonsumsi. Kaufman et.al (2002) dan
Millen et.al (2004) dalam Putri (2004) mengatakan tentang peningkatan
konsumsi suplemen seringkali tidak dilakukan pemeriksaan medis secara rutin
pada seseorang. Penggunaan suplemen yang tidak terkendali dapat merusak
bioavailabilitas zat gizi lain dan efektivitas beberapa obat bila dikonsumsi secara
berlebihan.
104
6.3. Faktor Internal
6.3.1. Hubungan antara Umur dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino
Ketika memasuki umur dewasa atau usia produktif seseorang
akan lebih memperhatikan asupan makanan yang dikonsumsinya. Umur
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi seseorang dalam
mengkonsumsi suplemen makanan (Lyle et.al, 1998). Berdasarkan hasil
penelitian diperoleh bahwa anggota fitness yang berada pada rentang usia
dini lebih banyak dari pada yang berada pada rentang umur dewasa
madya. Berdasarkan hasil analisis uji Chi-Square menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan konsumsi
suplemen asam amino. Hal tersebut dimungkinkan karena umur pada
penelitian ini kurang bervariatif atau lebih banyak yang berada pada
rentang dewasa dini.
Ketidakbermaknaan ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Anggraini (2009) yang menyatakan bahwa tidak ada
hubungan antara umur dengan konsumsi suplemen vitamin dan mineral
pada atlet renang di klub renang di wilayah Jakarta Selatan. Namun,
penelitian lain menyebutkan bahwa hal ini tidak sejalan dengan penilitian
yang dilakukan oleh Goston dan Correia (2010) yang menyatakan bahwa
ada hubungan antara umur dengan konsumsi suplemen asam amino pada
anggota fitness di fitness center Kota Belo Horzonte, Brazil tahun 2010,
hal ini dikarenakan umur dalam penelitian yang dilakukan oleh Goston
et.al lebih bervariatif dan responden dalam penelitiannya lebih banyak.
105
Selain itu peneliti berpendapat bahwa kebanyakan responden
yang mengkonsumsi suplemen asam amino adalah yang berusia masih
produktif atau dewasa dini (< 24 tahun) karena responden percaya bahwa
mengkonsumsi suplemen pada usia muda, selain dengan fitness yang
dilakukan secara rutin mengkonsumsi suplemen juga dapat membentuk
performa sejak usia muda, meningkatkan massa otot dan mengganti
energi yang dikeluarkan saat latihan. Seperti yang dijelaskan oleh Goston
dan Correia (2010) menjelaskan bahwa konsumsi suplemen asam amino
pada anggota fitness saat usia muda dapat meningkatkan stamina dan
membantu meningkatkan massa otot.
6.3.2. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Konsumsi Suplemen Asam
Amino
Jenis kelamin dianggap sebagai salah satu faktor yang penting
untuk melihat hubungannya dengan konsumsi suplemen asam amino. Hal
ini disebabkan karena biasanya laki-laki akan lebih memperhatikan
tubuhnya untuk mendapatkan hasil yang dininginkan. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Pereira et.al (2003) di Sao Paulo, Brazil,
dengan sampel 309 di 7 tempat fitness centre di Sao Paulo terdapat 77%
laki-laki dan 23% perempuan yang mengkonsumsi suplemen. Rata-rata
jenis suplemen yang dikonsumsi oleh anggota fitness adalah suplemen
asam amino atau jenis protein lainnya (38,9%).
Hasil penelitian ini diperoleh bahwa lebih banyak anggota
fitness laki-laki dibandingkan anggota perempuan. Berdasarkan hasil
analisis uji Chi-Square menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna
106
antara jenis kelamin dengan konsumsi suplemen asam amino. Proporsi
konsumsi suplemen asam amino pada kedua kelompok jenis kelamin,
laki-laki lebih banyak mengkonsumsi suplemen asam amino dari pada
perempuan. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian Pereira
(2003) yang menyebutkan bahwa pada anggota fitness center di Sao
Paulo, Brazil tahun 2003 bahwa yang mengkonsumsi suplemen asam
amino lebih banyak berjenis kelamin laki-laki (77%). Sejalan pula
dengan penelitian yang dilakukan oleh Goston dan Correia (2010) yang
menyatakan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan konsumsi
suplemen asam amino pada anggota fitness centre di Kota Belo
Horizonte, Brazil.
Menurut peneliti adanya hubungan antara jenis kelamin dengan
konsumsi suplemen asam amino dalam penelitian ini menunjukkan
bahwa laki-laki yang mengikuti fitness sangat menginginkan performa
tubuh yang lebih prima dan menarik, karena itulah laki-laki lebih banyak
dan tertarik untuk mengkonsumsi suplemen asam amino. Seperti yang
dijelaskan oleh Pereira et.al (2003) bahwa laki-laki yang mengikuti
fitness lebih gemar mengkonsumsi suplemen asam amino atau suplemen
fitness guna mendapatkan hasil yang maksimal. Berdasarkan hal tersebut
peneliti menyarankan bagi anggota ftiness yang mengkonsumsi suplemen
asam amino baik laki-laki maupun perempuan agar selalu
memperhatikan suplemen yang dikonsumsi, apakah benar-benar sesuai
dengan kebutuhan.
107
6.3.3. Hubungan antara Pendidikan dengan Konsumsi Suplemen Asam
Amino
Pendidikan adalah faktor utama dalam pembentukkan pribadi
manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau
buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Pendidikan
merupakan faktor pendukung yang memegang peranan penting di seluruh
sektor kehidupan, sebab kualitas kehidupan suatu bangsa sangat erat
dengan tingkat pendidikan (Karsidi, 2005). Suatu studi menunjukkan
bahwa pengguna dari suplemen makanan berasal dari golongan dengan
pendidikan tinggi (Williams, 2002).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar anggota
fitness memiliki pendidikan tinggi. Berdasarkan hasil analisis uji Chi-
Square menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara
pendidikan dengan konsumsi suplemen asam amino. Artinya, baik yang
memiliki pendidikan tinggi maupun pendidikan rendah dapat
mengkonsumsi atau membeli suplemen asam amino.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Putri (2004) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara
pendidikan dengan konsumsi suplemen vitamin dan mineral pada
anggota Cilandak Sport Center Jakarta Selatan. Namun hasil penelitian
ini tidak sesuai dengan penelitian Zeisel (2000) yang menunjukkan
bahwa ada hubungan antara pendidikan dengan konsumsi suplemen
makanan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan
seseorang, semakin banyak mengkonsumsi suplemen makanan. Hal
tersebut dijelaskan juga oleh Krumel (1996) menyatakan bahwa
108
seharusnya kelompok yang lebih cenderung mengkonsumsi suplemen
ialah kelompok yang lebih berpendidikan (≥ SMA).
Menurut peneliti, tidak adanya hubungan antara pendidikan
dengan konsumsi suplemen asam amino dalam penelitian ini dikarenakan
pendidikan memang tidak mutlak dapat membentuk seseorang untuk
mengambil sebuah tindakan atau mengambil keputusan untuk
mengkonsumsi suplemen asam amino.
6.3.4. Hubungan antara Pendapatan dengan Konsumsi Suplemen Asam
Amino
Pendapatan adalah penerimaan bersih seseorang, baik berupa
uang kontan maupun natura. Menurut Krumel (1996) yang menyatakan
bahwa seseorang yang cenderung mengkonsumsi suplemen adalah
kelompok yang memiliki tingkat pendapatan yang tinggi. Sama seperti
yang dijelasakan oleh Williams (2002) bahwa pengguna suplemen
makanan lebih banyak berasal dari golongan dengan pendapatan yang
tinggi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lebih banyak
responden yang memiliki pendapatan tinggi. Dari hasil analisis uji Chi-
Square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara
kelompok yang berpendapatan rendah dengan kelompok yang
berpendapatan tinggi. Artinya, responden yang memiliki pendapatan
rendah maupun tinggi tetap dapat mengkonsumsi suplemen asam amino
atau dengan kata lain pendapatan tidak menjadi jaminan seseorang untuk
mengkonsumsi suplemen asam amino.
109
Ketidakbermaknaan ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Indriana (2003) pada orang dewasa yang mengatakan
bahwa tidak ada hubungan antara pendapatan dengan konsumsi suplemen
makanan. Hal itu juga sejalan dengan penelitian dari Medeiros et.al
(1991) yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara pengguna
suplemen dengan bukan pengguna suplemen dalam hal tingkat
pendapatan. Namun, hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Pereira
et.al (2003) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pendapatan
dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre di
Sao Paulo, Brazil tahun 2003, serta tidak sejalan juga dengan penelitian
Lyle et.al (1998) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara
pendapatan dengan konsumsi suplemen makanan. Hal tersebut dapat
disebabkan karena perbedaan karakteristik dan jumlah responden.
Rata-rata anggota fitness yang memiliki pendapatan tinggi
mengkonsumsi suplemen asam amino lebih dari 1 jenis suplemen dalam
sehari serta frekuensi mengkonsumsi suplemen 1 kali dalam sehari setiap
jenisnya. Sedangkan pada anggota fitness yang memiliki pendapatan
rendah rata-rata mengkonsumsi suplemen asam amino hanya 1 jenis saja
dan frekuensinya pun hanya saat mereka melakukan latihan fitness.
Menurut peneliti, bagi anggota fitness centre Syahida Iin UIN
Jakarta pendapatan tidak menjadi acuan untuk bisa membeli suplemen
asam amino atau suplemen fitness ini, karena anggota yang memiliki
pendapatan rendah pun bisa membeli suplemen asam amino. Rata-rata
dari mereka merasa bahwa mereka memang harus mengkonsumsi
110
suplemen asam amino untuk membantu membentuk otot dan tubuhnya
meskipun hanya membeli suplemen saat latihan saja, karena memang
suplemen asam amino ini dijual langsung oleh pelatih yang bisa di beli
saat ingin latihan atau setelah latihan untuk takaran suplemen sekali
konsumsi. Hal tersebut supaya semua anggota yang ingin mengkonsumsi
suplemen bisa membeli dengan mudah tanpa mengeluarkan biaya yang
besar dalam sekali pembelian suplemen.
6.4.Faktor Eksternal
6.4.1. Hubungan antara Pengetahuan Gizi tentang Suplemen dengan
Konsumsi Suplemen Asama Amino
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang
tersebut melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan merupakan salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang dalam
bertindak atau bagaimana seseorang mengambil keputusan.
Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu hasil dari
tahu mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pengetahuan gizi
tentang suplemen. Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa lebih banyak
responden yang memiliki pengetahuan gizi tentang suplemen tinggi
dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan rendah.
Berdasarkan hasil analisis uji Chi-Square menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara pengetahuan gizi tentang suplemen
dengan konsumsi suplemen asam amino. Hal ini sesuai dengan hasil
111
penelitian yang dilakukan oleh Indriana (2003) yang menyatakan tidak
ada hubungan antara tingkat pengetahuan gizi dengan konsumsi
suplemen makanan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan yang
tinggi tentang suplemen belum tentu menjadi jaminan seseorang untuk
mengambil keputusan untuk mengkonsumsi suplemen. Penelitian ini
sejalan juga dengan penelitian Anggraini (2009) tentang konsumsi
suplemen vitamin dan mineral pada atlet renang, yang menyebutkan
bahwa responden yang paling banyak mengkonsumsi suplemen adalah
yang berpengetahuan gizi kurang (35,5%) dibandingkan yang
berpengetahuan gizi baik (11,1%) dan tidak ada hubungan antara
pengetahuan dengan konsumsi suplemen vitamin dan mineral. Namun
hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Zainal (2002) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara
pengetahuan gizi seseorang dengan konsumsi suplemen makanan. Hal ini
berarti responden yang memiliki pengetahuan gizi lebih tinggi, lebih
banyak mengkonsumsi suplemen makanan dibandingkan dengan
responden yang berpengetahuan rendah.
Peneliti berpendapat bahwa responden yang memiliki
pengetahuan rendah tentang suplemen namun tetap mengkonsumsi
suplemen disebabkan oleh keinginan yang besar untuk mengkonsumsi
suplemen dan untuk mendapatkan tampilan fisik yang diinginkannya.
Tingginya responden yang berpengetahuan rendah (57,1%) yang
mengkonsumsi suplemen asam amino dibandingkan dengan yang
112
berpengetahuan tinggi (41,5%) yang mengkonsumsi suplemen asam
amino di tempat penelitian yaitu fitness centre Syahida Iin, hal ini
dikarenakan banyak anggota fitness yang masih kurang pengetahuan
tentang kesehatan dan gizi serta mereka tidak begitu memperhatikan apa
yang harus diketahui dari suplemen, misalnya dampak jangka panjang
dan sebagainya. Selain itu, pengetahuan memang tidak ada hubungan
dengan konsumsi suplemen asam amino namun responden terpapar
terhadap media promosi baik dari majalah, teman, pelatih, televisi, dan
sebagainya sehingga walaupun pengetahuan rendah mereka tetap
mengkonsumsi suplemen asam amino atau mengambil suatu tindakan
yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang dalam bertindak atau
bagaimana seseorang mengambil keputusan (Notoatmodjo, 2007).
Rendahnya angka konsumsi suplemen pada responden yang
berpengetahuan tinggi dibandingkan dengan yang berpengetahuan
rendah, hal ini dapat dikarenakan jika seseorang memiliki tingkat
pengetahuan gizi yang tinggi maka akan memiliki kesadaran tentang gizi
yang sempurna terutama dalam memilih jenis makanan yang tepat untuk
dikonsumsi guna memenuhi kebutuhan tubuhnya, sehingga akan lebih
memilih mengkonsumsi makanan seimbang dibandingkan
mengkonsumsi suplemen (Roedjito, 1989 dalam Sutriyanta, 2001).
113
6.4.2. Hubungan antara Keterpaparan Media Promosi dengan Konsumsi
Suplemen Asam Amino
Media diduga sebagai faktor yang sangat berpengaruh terhadap
konsumsi suplemen makanan. Media massa memberikan kesan bahwa
tubuh ideal yang baik untuk seorang yang gemar melakukan fitness dapat
mengkonsumsi suplemen fitness atau suplemen asam amino. Dalam
penelitian ini anggota fitness telah terpapar oleh media terutama dari
iklan TV maupun majalah sehingga tidak sedikit responden yang
mengkonsumsi suplemen asam amino. Hal tersebut diperjelas oleh
Krumel (1996) yang menyatakan bahwa media massa, khususnya iklan
memiliki kekuatan yang besar dalam mempengaruhi standar masyarakat
atas apa itu bentuk tubuh yang ideal dan lebih prima.
Media memainkan peran yang sangat penting dalam mengambil
keputusan untuk mengkonsumsi suplemen makanan (Scofield dan Unruh,
2006). Menurut Conner (2003) menyebutkan bahwa berdasarkan
beberapa penelitian tentang kaitan keterpaparan media dengan konsumsi
suplemen, rata-rata respoden terpapar oleh media dari pada sisi keilmuan
atau tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan ahli gizi atau tenaga
kesehatan.
Berdasarkan hasil penelitian, bahwa lebih banyak responden
yang terpapar terhadap media promosi dibandingkan yang tidak terpapar
media promosi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa responden yang
terpapar terhadap media promosi akan lebih percaya untuk
mengkonsumsi suplemen asam amino dari pada yang tidak terpapar. Dari
114
analisis uji Chi-Square menunjukkan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara keterpaparan media promosi dengan konsumsi
suplemen asam amino. Dari hasil penelitian bahwa responden yang
terpapar terhadap media promosi paling banyak terpapar oleh majalah
(69%) kemudian terpapar media promosi dari teman (66,67%).
Kebermaknaan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Goston dan Correia (2010) yang menyatakan bahwa ada hubungan
asupan protein dengan keterpaparan media pada anggota fitness di fitness
center Kota Belo Horzonte, Brazil tahun 2010. Hal ini juga sejalan
dengan penelitian Yunaeni (2009), yang menyatakan bahwa ada
hubungan antara keterpaparan promosi suplemen dengan konsumsi
suplemen vitamin dan mineral. Suistriyanta (2001) menyatakan bahwa
sebagian besar respondennya yaitu sebesar 84,0% memperoleh informasi
produk suplemen berasal dari media massa seperti majalah, poster,
televisi, dan lain sebagainya. Hasil penelitian ini diperkuat juga dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh Gusmali dkk (2000) tentang konsumsi
suplemen makanan di 3 kota (Jakarta, Bandung dan Surabaya)
menyatakan bahwa promosi suplemen makanan terbesar berasal dari
teman, saudara dan orang tua (54,7%) dan berasal dari iklan (23,4%).
Menurut YLKI (2002) peredaran suplemen makanan tidak
hanya melalui iklan, banyaknya suplemen makanan yang beredar melalui
Multi Level Marketing (MLM) sangat ampuh daya siarnya, seperti dari
mulut ke mulut, dari tangan ke tangan, dan seterusnya, dapat menjadi
alasan untuk mengkonsumsi produk yang ditawarkan. Seperti yang
115
dijelaskan pula oleh Kotler dan Amstrong (1997) dalam Hardinsyah
(2002) bahwa promosi merupakan usaha yang dilakukan oleh produsen
untuk mempengaruhi konsumen agar mereka dapat kenal dengan produk
yang ditawarkan kemudian menjadi senang dan membeli produk tersebut.
Berdasarkan hal tersebut peneliti berpendapat bahwa responden
sering membaca majalah atau iklan sehingga dapat mempengaruhi
responden untuk mengkonsumsi suplemen asam amino. Selain itu teman
juga mempengaruhi keterpaparan terhadap media promosi suplemen
asam amino karena memang teman tersebut mungkin sudah
membuktikan manfaat dari suplemen sehingga teman dapat
mempengaruhi keterpaparan media promosi. Namun, ada sebagian
responden yang terpapar terhadap media promosi tetapi tidak
mengkonsumsi suplemen asam amino. Hal ini berarti responden hanya
sekedar pernah mendengar, melihat atau membaca tentang suplemen
asam amino namun tidak terpengaruh untuk mengkonsumsi suplemen
asam amino.
Menurut peneliti berdasarkan hal tersebut anggota fitness dapat
dengan mudah mendapatkan informasi mengenai suplemen asam amino
yang dapat membantu membentuk tubuh yang diinginkannya, selain itu
suplemen juga dapat dibeli dengan mudah di lokasi latihan fitness itu
sendiri.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa keterpaparan responden
dengan promosi suplemen cukup tinggi, oleh karena itu disarankan
kepada instansi yang terkait bahwa diperlukan pengawasan yang lebih
116
ketat terhadap berbagai iklan atau promosi suplemen. Memberikan
informasi mengenai suplemen yang benar kepada masyarakat seiring
dengan semakin terbukanya arus informasi dan semakin maraknya
peredaran suplemen makanan melalui berbagai media massa baik
elektronik maupun cetak untuk melindungi konsumen dari kemungkinan
promosi produk suplemen yang tidak benar dan maraknya iklan yang
menawarkan produk suplemen dengan berbagai klaim, sehingga
masyarakat dapat selektif memilih suplemen makanan yang sesuai
dengan kebutuhannya.
6.4.3. Hubungan antara Aktivitas Fisik dengan Konsumsi Suplemen Asam
Amino
Aktivitas fisik merupakan pergerakan anggota tubuh yang
menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan
kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari. Kegiatan fisik
sangat mempengaruhi semua komponen kesegaran jasmani, latihan fisik
yang bersifat aerobik dilakukan secara teratur akan mempengaruhi atau
meningkatkan daya tahan kardiovaskular dan dapat mengurangi lemak
tubuh (Departemen Kesehatan, 1997).
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa proporsi
responden dengan aktivitas fisik tinggi lebih banyak dibandingkan
dengan responden yang memiliki aktivitas fisik ringan. Dalam penelitian
ini aktivitas fisik dinilai berdasarkan aktivitas waktu luang, aktivitas
waktu bekerja dan aktivitas olahraga (Beacke, 1982).
117
Dari hasil analisis uji Chi-Square menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan konsumsi
suplemen asam amino. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Putri (2004) pada anggota Cilandak Sport Center yang mengatakan
bahwa tidak ada hubungan antara aktivitas fisik dengan konsumsi
suplemen makanan. Sejalan juga dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Indrianan (2003) pada karyawan PT. Bank BNI yang menyatakan
bahwa tidak ada hubungan antara aktivitas fisik dengan konsumsi
suplemen vitamin dan mineral. Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Goston dan Correia (2010) yang
menyatakan bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik dengan konsumsi
suplemen asam amino pada anggota fitness. Hal tersebut dimungkinkan
karena sampel dalam penelitian ini lebih sedikit dari pada penelitian yang
dilakukan oleh Gosthon dan Correia.
Peneliti berpendapat bahwa seseorang yang memiliki aktivitas
fisik berat jika energi yang dibutuhkan sudah tercukupi dari makanan
maka tidak dibutuhkan lagi untuk mengkonsumsi suplemen seperti
dijelasakan oleh Wirakusumah (2000) menyebutkan bahwa selama
makanan mampu memenuhi kebutuhan gizi yang berimbang, maka
suplemen tidak diperlukan. Tetapi dalam beberapa penelitian dinyatakan
bahwa individu yang teratur berolahraga setidaknya tiga kali seminggu
lebih cenderung untuk mengkonsusmsi suplemen makanan (Lyle et.al,
1998).
118
6.4.4. Hubungan antara Status Merokok dengan Konsumsi Suplemen
Asam Amino
Merokok merupakan salah satu faktor gaya hidup utama yang
berpengaruh pada kesehatan seseorang. Orang yang merokok dalam
waktu lama mempunyai resiko tinggi terhadap beberapa penyakit seperti
atherosclerosis dengan dampak sistemik yang signifikan. Kebiasaan
merokok terutama berpengaruh pada daya tahan kardiovaskuler (Fatmah,
2010).
Hasil penelitian ini diketahui bahwa proporsi responden yang
tidak merokok lebih banyak dibandingkan responden yang merokok. Dari
hasil analisis uji Chi-Square menunjukkan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara status merokok dengan konsumsi suplemen asam
amino. Temuan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ishihara
et.al (2003) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara status
merokok dengan konsumsi suplemen makanan dengan P value < 0,001.
Hal tersebut berarti orang yang aktif secara fisik lebih sedikit untuk
merokok serta menurut peneliti bahwa responden memiliki pengetahuan
tantang dampak merokok dan percaya jika zat yang terkandung di dalam
rokok dapat menghambat penyerapan zat-zat gizi.
Peneliti berpendapat bahwa kecenderungan responden yang
tidak memiliki kebiasaan merokok untuk mengkonsumsi suplemen
makanan, hal ini dapat disebabkan karena responden yang tidak berstatus
merokok cenderung lebih peduli dengan kesehatan. Sedangkan pada
responden yang merokok dan tidak mengkonsumsi suplemen asam amino
119
kemungkinan uang yang seharusnya digunakan untuk membeli suplemen
tidak digunakan dengan baik atau malah digunakan untuk membeli
rokok.
Berdasarkan hal tersebut disarankan bagi anggota fitness
sebaiknya untuk tidak merokok karena zat yang terkandung dalam rokok
dapat menghambat penyerapan zat gizi dan akan berdampak pada
penyakit-penyakit lain, seperti yang dijelaskan oleh Gunawan (2013)
yang menyatkan bahwa zat nikotin yang terkandung dalam rokok dapat
menghambat penyerapan zat gizi dan mengurangi nafsu makan.
6.4.5. Hubungan antara Asupan Protein dengan Konsusi Suplemen Asam
Amino
Kebutuhan akan zat gizi mutlak bagi tubuh agar dapat
melaksanakan fungsi normalnya. Pada dasarnya kebutuhan makanan bagi
atlet atau olahragawan atau orang yang sering melakukan aktivitas fisik
berat seperti fitness sangat perlu diperhatikan. Dalam hal ini makanan
yang diperlukan tubuh adalah makanan yang seimbang dengan
kebutuhan tubuh sesuai dengan umur dan jenis pekerjaan yang dilakukan
sehari-harinya (Fatmah, 2010). Makanan harus mengandung zat gizi
penghasil energi yang jumlahnya tertentu. Selain itu makanan juga harus
mampu mengganti zat gizi dalam tubuh yang berkurang akibat digunakan
untuk aktivitas olahraga (Departeman Kesehatan RI, 2000).
Protein dapat berfungsi untuk pertumbuhan dan pemeliharaan,
pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh, pembentukan antibodi,
mengangkut zat-zat gizi, dan sumber energi. Protein dapat berfungsi
120
sebagai sumber energi apabila karbohidrat yang dikonsumsi tidak
mencukupi seperti pada waktu berdiit ketat atau pada waktu latihan fisik
intensif. Agar cukup energi yang dikonsumsi untuk latihan pembentukan
otot, makanan harus mengandung 60% karbohidrat dan 15% protein dari
total energi (Fatmah, 2010).
Protein terdiri atas rantai-rantai asam amino, yang terikat satu
sama lain dalam ikatan peptida (Almatsier, 2009). Protein merupakan
salah satu kelompok bahan makronutrien. Tidak seperti bahan
makronutrien lainnya (karbohidrat, lemak), protein ini berperan lebih
penting dalam pembentukan biomolekul daripada sumber energi. Namun
demikian apabila organisme sedang kekurangan energi, maka protein ini
dapat juga di pakai sebagai sumber energi. Protein merupakan suatu zat
makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping
berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur, Protein adalah sumber
asam- asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N yang tidak
dimiliki oleh lemak atau karbohidrat (Budianto, A.K, 2009).
Menurut teori protein berfungsi sebagai pembentuk otot
sehingga dijadikan pedoman bagi para atlet, olahragawan dan para
angota fitness. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden
dengan asupan protein cukup lebih tinggi dibandingkan responden
dengan asupan protein kurang. Dalam penelitian ini asupan protein
dinilai berdasarkan mutu protein yang terkandung di dalam makanan
yang dihitung berdasarkan skor asam amino. Berdasarkan hal tersebut
121
responden dengan asupan protein cukup lebih tinggi, berarti skor asam
amino yang dikonsumsi juga tinggi.
Dari hasil analisis uji Chi-Square menunjukkan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara asupan protein dengan konsumsi
suplemen asam amino. Berdasarkan karakteristik yang sama pada
penelitian yang dilakukan oleh Goston dan Correia (2010) hasil
penelitian ini sesuai bahwa ada hubungan asupan protein dengan
konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness di fitness centre
Kota Belo Horzonte, Brazil tahun 2010.
Menurut peneliti, pada penelitian ini menunjukkan bahwa
asupan protein dinilai cukup baik, namun yang menarik berdasarkan
tabel 5.19 justru responden yang mengkonsumsi suplemen asam amino
lebih banyak bahkan semua responden yang mengkonsumsi suplemen
asam amino mempunyai tingkat asupan protein yang tergolong “cukup”
yaitu sebesar (71,4%) dibandingkan dengan responden yang mempunyai
tingkat asupan protein “kurang” (7,4%). Padahal menurut Wirakusumah
(2000) menyebutkan bahwa selama makanan mampu memenuhi
kebutuhan gizi yang berimbang, maka suplemen tidak diperlukan.
Peneliti berpendapat pula, tingginya konsumsi suplemen asam
amino pada responden yang memiliki asupan protein cukup baik,
dimungkinkan karena responden percaya bahwa asupan protein yang
tinggi dapat membentuk massa otot dan dapat membentuk performa
tubuhnya menjadi lebih maksimal. Namun, untuk penambahan suplemen
sebenarnya tidak diperlukan karena tingkat asupan protein yang berasal
122
dari makanan saja sudah di atas kecukupan, tetapi konsumsi suplemen
bagi responden memang sesuatu yang wajib. Selain itu menurut
kebanyakan responden yang mengkonsumsi suplemen asam amino
dengan mengkonsumsi tambahan suplemen asam amino ini maka dapat
meningkatkan kinerja otot, meningkatkan massa otot, dan dapat
membentuk tubuh yang lebih prima. Namun, asupan protein yang
berlebihan dan asam amino dapat mengakibatkan efek samping seperti
ketosis, asam urat, peningkatan lemak tubuh, peningkatan kerja ginjal,
dehidrasi, dan hilangnya massa tulang (Tarnopolsky, 1995).
Selain itu, di dalam Alqur’an Allah SWT juga menjelaskan
bahwa tidak boleh makan dan minum secara berlebihan. Seperti
diterangkan dalam surah AL-A’raf ayat 31, Allah SWT berfirman:
Artinya:
“Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan[535].
Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS. 7:31)”.
[535] Maksudnya: janganlah melampaui batas yang dibutuhkan oleh
tubuh dan jangan pula melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan.
Disebutkan juga dalam surah At-Thaha ayat 81, Allah SWT. Berfirman:
123
Artinya:
“Makanlah di antara rezki yang baik (bergizi) yang Telah kami berikan
kepadamu, dan janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan
kemurkaan-Ku menimpamu. dan barangsiapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku,
Maka Sesungguhnya binasalah ia. (QS. 20:81)”.
Berdasarkan ayat alqur’an diatas bahwa dalam ilmu kesehatan,
makan dan minum merupakan kebutuhan dalam pemenuhan nutrisi
sebagai penunjang hidup, yang jumlah dan macamnya harus sesuai
dengan keperluan tubuh, tidak boleh kekurangan dan tidak boleh
berlebihan. Bila kekurangan atau berlebihan akan menggangu kesehatan
tubuh. Sebagaimana dijelaskan juga dalam sabda Nabi Muhammad
SAW. Yang artinya: “Tidaklah seseorang manusia memenuhi satu wadah
yang lebih buruk daripada perutnya, cukuplah bagi anak manusia
beberapa makanan yang dapat menegakkan tulang rusuknya, jika
memang harus makan banyak, maka sepertiga untuk makanannya,
sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga lagi untuk nafasnya”. (HR.
Tirmidzi: 2302, Nasai dari Ibnu Majah).
Olahragawan atau orang yang memiliki aktivitas fisik berat
seperti fitness memang sangat identik dan gemar mengkonsumsi
124
suplemen untuk meningkatkan atau memperbaiki performanya. Latihan
yang berat dan ketidakseimbangan asupan energi dan protein dapat
meningkatkan kebutuhan akan vitamin, mineral dan asam amino. Oleh
sebab itu, suplemen dengan kandungan gizi yang esensial dalam dosis
tinggi kerap kali dikonsumsi. Menurut Departemen Kesehatan (1997),
menyebutkan bahwa ada tiga alasan dasar mengapa seorang atlet
menggunakan suplemen makanan yaitu :
1. Makanan yang mereka makan merasa masih kurang atau belum
mencukupi
2. Kebutuhan zat-zat gizi untuk atlet adalah tinggi
3. Beberapa suplemen makanan diyakini dapat mengubah prestasi
mereka secara langsung.
Berdasarkan hal tersebut di sarankan bagi anggota fitness untuk
memperhatikan asupan makanan mereka, walaupun kebutuhan akan zat-
zat gizi terutama protein pada pada orang yang memiliki aktivitas tinggi
atau aktivitas berat seperti orang-orang fitness tergolong cukup tinggi,
namun penggunaan suplemen tidaklah bijaksana. Sebaiknya responden
membiasakan diri berperilaku makan seimbang setiap hari. Jika hendak
mengkonsumsi suplemen maka sebaiknya konsultasikan terlebih dahulu
dengan dokter spesialis atau ahli gizi.
125
BAB VII
PENUTUP
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada anggota fitness centre
Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari anggota fitness yang ikut dalam penelitian ini menunujukkan bahwa
anggota fitness yang mengkonsumsi suplemen asam amino sebanyak 48,7%,
sedangkan yang tidak mengkonsumsi suplemen asam amino sebanyak 51,3%.
2. Berdasarkan hasil analisis univariat, maka dapat disimpulkan bahwa, 56,6%
anggota fitness berada pada rentang umur dewasa dini, 73,3% anggota fitness
berjenis kelamin laki-laki, 53,9% anggota fitness berpendidikan tinggi
(≥SMA), 53,9% anggota fitness memiliki pendapatan tinggi, 53,9% anggota
fitness berpengetahuan tinggi, 55,3% anggota fitness terpapar terhadap media
promosi, 88,2% anggota fitness memiliki aktivitas fisik tinggi, 67,1% anggota
fitness tidak merokok, dan 64,5% anggota fitness asupan protein cukup.
3. Berdasarkan hasil analisis bivariat menggunakan uji chi square dapat
disimpulkan bahwa, variabel jenis kelamin, keterpaparan media promosi,
status merokok, dan asupan protein memiliki hubungan yang bermakna
dengan konsumsi suplemen asam amino. Variabel umur, pendidikan,
pendapatan, pengetahuan gizi tentang suplemen, dan aktivitas fisik tidak
memiliki hubungan yang bermakna dengan konsumsi suplemen asam amino.
126
7.2. Saran
7.2.1. Bagi Anggota Fitness Center Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
Walaupun kebutuhan akan zat-zat gizi terutama protein pada pada orang
yang memiliki aktivitas tinggi atau aktivitas berat seperti orang-orang
fitness tergolong cukup tinggi, namun penggunaan suplemen tidaklah
bijaksana. Sebaiknya responden membiasakan diri berperilaku makan
seimbang setiap hari. Jika hendak mengkonsumsi suplemen maka
sebaiknya konsultasikan terlebih dahulu dengan ahli gizi.
7.2.2. Bagi Penyelenggara Fitness
Sebaiknya penyelenggara fitness meneydiakan tenaga gizi (ahli gizi) yang
bertugas memantau status gizi dan kebutuhan gizi anggota fitness serta
memberikan layanan konseling gizi atau penyuluhan untuk anggota
fitness.
7.2.3. Bagi pemerintah, khususnya Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM)
a. Dari hasil penelitian diketahui bahwa keterpaparan responden dengan
promosi suplemen cukup tinggi, oleh karena itu diperlukan pengawasan
yang lebih ketat terhadap berbagai iklan atau promosi suplemen.
Memberikan informasi mengenai suplemen yang benar kepada
masyarakat seiring dengan semakin terbukanya arus informasi dan
semakin maraknya peredaran suplemen makanan melalui berbagai media
massa baik elektronik maupun cetak untuk melindungi konsumen dari
kemungkinan promosi produk suplemen yang tidak benar dan maraknya
127
iklan yang menawarkan produk suplemen dengan berbagai klaim,
sehingga masyarakat dapat selektif memilih suplemen makanan yang
sesuai dengan kebutuhannya.
b. Melakukan pengawasan terhadap produk suplemen dengan memperluas
jaringan seperti mengadakan kerjasama dengan lembaga swadaya
masyarakat yang bergerak dibidang pelayanan dan perlindungan
konsumen seperti YLKI (Yayasan Layanan Konsumen Indonesia) dalam
rangka memperluas jaringan pengawasan terhadap berbagai produk
suplemen makanan yang beredar di Indonesia (baik produk dari dalam
negeri maupun luar negeri).
7.2.4. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan suplemen
makanan di Indonesia dengan skala yang lebih besar, agar didapatkan
gambaran yang lebih mendalam mengenai penggunaan suplemen di
Indonesia.
b. Diperlukan juga penelitian lebih lanjut menggunakan variabel-
variabel lain yang berbeda seperti indeks masa tubuh (IMT), dosis
penggunaan suplemen, efek penggunaan suplemen, dan berbagai
variabel lainnya yang dapat memberikan gambaran yang lebih
signifikan terhadap penggunaan suplemen makanan terutama
suplemen asam amino.
128
c. Diperlukan penelitian dengan desain studi yang berbeda, seperti
desain studi kasus kontrol dan kohort untuk melihat faktor penyebab
penggunaan suplemen atau pengaruh penggunaan suplemen terhadap
kesehatan.
d. Selain itu juga diperlukan penelitian lain untuk mendeteksi apakah
individu-individu yang mengkonsumsi suplemen memang benar-
benar membutuhkannya.
129
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Cetakan Keempat. Jakarta:
Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama
Almuhtaram. 2011. Suplemen Makanan – Food Supplement. Diakses melalui
http://www.metris-community.com/suplemenmakanan-foodsupplement/
pada tanggal 11 Mei 2013.
AL Qur’an dan Terjemahnya. Q.S. 7:31. Departemen Agama Republik Indonesia,
Jakarta. Bandung: Penerbit Diponegoro
AL Qur’an dan Terjemahnya. Q.S. 20:81. Departemen Agama Republik Indonesia,
Jakarta. Bandung: Penerbit Diponegoro
Anggondowati, T. 2002. Gambaran Konsumsi Suplemen Vitamin dan Faktor-Faktor
yang Berhubungan pada Mahasiswa Program S1 Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia, Depok. Skripsi, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia
Anggraini, Rian. 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Konsumsi
Suplemen Vitamin dan Mineral pada Atlet Renang di Klub Renang Wilayah
Jakarta Selatan Tahun 2009. Depok. Skripsi, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia
Baecke JAH Burema J Frijters ER. 1982. A Short Questionnaire For The
Measurement of Habitual Physical Activity in Epidemiological Studies. Am
J Clin Nutr. 1982; 36: 936-942.
Balluz et al. 2000. Vitamin and Mineral Supplement Use in The United States:
Results From The Third National Health and Nutrition Examination Survey.
American Medical Association 2000;9:258-262
Bender, et.al, 1992. Trends in Prevalence and Magnitude of Vitamins and Mineral
Supplement Usage and Correlation with Health Status. Journal of American
Dietary Association, 92 : 1096-1101
BPOM, 2004. Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.00.05.23.3644 Tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen
Makanan. Jakarta : BPOM
Budianto, A.K. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Cetakan keempat. Malang : Penerbit
UMM Press.
Conner, et.al. 2003. Environmental Influences: Factors Influencing a Woman's
Decision to Use Dietary Supplements. School of Psychology, University of
Leeds, Leeds, LS2 9JT, UK. mc@psychology.leeds.ac.uk.
Jun;133(6):1978S-1982S.
130
Dennis, Julie. 2010. Dietary Supplements, Despite Globalization Issues, Scientific
Validation Concerns, Potentially Restrictive Regulations, Rocky Economics
and An Uneasy Healthcare System, The Dietary Supplement Market
Continues To Grow. Diakses melalui
http://www.nutraceuticalsworld.com/issues/2010-04/view_features/dietary-
supplements-2010/ pada tanggal 18 Juni 2013
Departemen Kesehatan RI, 1997. Gizi olahraga untuk Prestasi Depkes RJ. Jakarta
Departeman Kesehatan RI, 2000. Pedoman pelatihan Gizi Olahraga untuk Prestasi.
Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat. Jakarta.
Dilapanga, Alfira. 2008. Faktor-faktor yang Behubungan dengan Perilaku
Konsumsi Soft Drinks Pada Siswa SMP Negeri 1 Ciputat Tahun 2008.
Skripsi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Keshatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Efyu. 2010. Pentingkah Fitness dengan Asupan Suplemen?. Diakses melalui
http://suplemen.biz pada tanggal 8 April 2013
Franklin, et.al. 2009. Factors Associated with the Use of Dietary Supplements among
African-American Adults. Californian Journal of Health Promotion 2009,
Volume 7, Issue 1, 67-75
Fatmah. 2010. Gizi Kebugaran dan Olahraga. Bandung: Penerbit Lubuk Agung
Bandung
Foote, et al. 2003. Factor Associated With Dietary Supplement Use Among Healthy
Adults of Five Ethnicities The Multiethic Cohort Study. American Journal of
Epidemiology, 157:888-897
Frankle, et.al. 1993. Nutrition in The Community, The Art of Delivering Service.
USA: Mosby Year Book. Inc
Goston, JL dan Correia, MITD. 2009. Applied Nutritional Investigation Intake of
Nutritional Supplements Among People Exercising in Gyms and Influencing
Factors. Journal Nutrition 26, 604–611
Greger, J.I. 2001. Dietary Supplement Use : Consumer Characteristics and Interest.
Journal of Nutrition, 131 ; 13395-13435
Gsianturi. 2003. Nutrisi untuk Tumbuh Kembang Anak. Diakses melalui
http://www.tempo.co.id/kliniknet/artikel/2003/index-isi.asp?file=28072003-
1 pada tanggal 30 Agustus 2013
Gunawan. 2013. Bahaya Rokok Bagi manusia. Diakses melalui http://www.pustaka-
kampar.com/index.php?option=com_content&view=article&id=145&Itemi
d=182 Pada tanggal 15 Agustus 2013
131
Gusmali, Desy dkk. 2000. Kajian Keamanan Beberapa Food Supplement yang
Beredar di 3 Kota Besar Berdasarkan Informasi dari Penandaan dan
Pengalaman Konsumen. Jakarta: Laporan Penelitian, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Farmasi dan Obat Tradisional
Habibi, YN. 2003. Perilaku Suplemen pada Anak Pra Sekolah. Bogor: Skripsi
Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Faultas Pertanian IPB
Hadits Terjemah, Hadits Riwayat Tirmidzi: 2302, Nasai dari Ibnu Majah
Hardinsyah. 2002. Alasan Wanita Mengkonsumsi Suplemen dan Manfaat yang
Dirasakan di Jakarta dan Depok dalam Gizi Seimbang untuk Semua.
Kongres Nasional dan Temu Ilmiah XII, Persatuan Ahli Gizi Indonesia,
Jakarta
Harrison, R.A. et.al. 2003. Are Those in Need Taking Dietary Supplement? A Survey
of 21.923 Adults. British Journal of Nutrition (2004) 91. 617-623
Hurlock, E.B. 1980. Psikologi Perkembangan; Suatu Pendekatna Sepanjang
Rentang Kehidupan, Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga
Husaini, MA. 2000. Kebutuhan Protein untuk Berprestasi Optimal, dalam: Pedoman
Pelatihan Gizi Olahraga untuk Prestasi. Depkes RI, Dirjen Kesehatan
Masyarakat Direktorat Gizi Masyarakat. Hal. 35-40
Indriana, Tengku Melani. 2003. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Suplemen
Makanan pada Karyawan PT.Bank Negara Indonesia (PERSERO) TBK.
KCU Senayan tahun 2003. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia, Depok
Ishihara, J. et. al. 2003. Demographics, Lifestyle, Health Characteristics and Dietary
Intake Among Dietary Supplement Users in Japan. Internasional Journal of
Epidemiology. 32 : 546 -533
Jong, Nynke de, et.al. 2003. Demographic and Lifestyle Characteristics of
Functional Food Consumers and Dietary Supplement User. British Journal
of Nutrition. 89. 273-281
Karsidi, Ravik. 2005. Sosiologi Pendidikan. Semarang: UNN Press dan LPP UNS
Koplan, et al. 1996. Nutrient Intake and Supplementation in The United States
(NHANESS III). American Journal Public Health, 76:287-289
Krumel, Debra A. 1996. Nutrition in Woman’s Health. Maryland: An Aspen
Publication, Aspen Publisher, Inc.
Liany. 2012. Doping dalam Fitness dan Binaraga. Diakses melalui
http://artikel.binaraga.net/2012/05/23/doping-steroid/ Pada tanggal 15
Agustus 2013
132
Lyle, B.J,et. Al. 1998. Supplement Users Differ from Nonusers in Demographic,
Lifestyle, Dietary and Health Characteristics. The Journal of Nutrition vol.
128 no. 12 December, pp. 2355-2362
Massad, et.al. 1995. High School Athlete and Nutritional Supplement: A Study A
Knowledge and Use. International Journal Sport Nutrition, 5: 232-245
McDowall, Jill Anne. 2007. Supplement Use by Young Athletes. Journal of Sport and
Medicine 6 ; 37-342
Medeiros, et.al. 1991. Long Term Supplemenr Users and Dossages Among Adults
Wesrerners. Journal of American Dietary Association, 91: 980-982
Messerer, et.al. 2001. Sociodemographig and Health Behavior Factor Among
Dietary Supplement and Natural Remedy Users. European Journal of
Clinical Nutrition, vol 55 No. 12, 104-110
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta:
Rineka Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Penerbit
Rineka Cipta
Pertiwi, M.A. 2008. Gambaran Konsumsi Suplemen Vitamin dan Mineral dan
Faktor-Faktor yang Berhubungan pada Model Remaja Puteri di Empat
Agensi Model di Jakarta. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia, Depok.
Pereira, et.al. 2003. Supplement Consumption Among Fitness Center Users in São
Paulo, Brazil. Journal of Nutrition, Campinas, 16(3):265-272, jul./set
Putri, Dwi Sisca Kumala. 2004. Konsumsi Suplemen Vitamin dan Mineral dan
Faktor-faktor yang Berhubungan pada Orang Dewasa (Studi Kasus di
Cilandak Sport Centre Jakarta Selatan Tahun 2004. Skripsi: UI Depok
Rai, Ade. 2009. Tingkatkan Fitness IQ Anda!: Rahasia Tuntas Bakar Lemak dan
Gaya Hidup Sehat. Jakarta: Penerbit Libri
Ramadani, Mery. 2005. Konsumsi Suplemen Vitamin dan Mineral dan Faktor-Faktor
Yang Berhubungan pada Remaja SMA Islam Al Azhar 3 Jakarta Selatan.
Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2007, I (2) Universitas Indonesia,
Depok.
Rock, Cheryl L. 2007. Multivitamin-Multimineral Supplement: Who Uses Them?
The American Journal of Clinical Nutrition 2007: 85
Scofield, D.E. and Unruh, S. 2006. Dietary Supplement Use Among Adolescent
Athletes in Central Nebraska and Their Sources Of Information. Journal of
Strength and Conditioning Research 220(2), 452-455
Sarjono, Ajeng Hadiati. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Konsumsi
Suplemen Makanan Pada Mahasiswa Rumpun Kesehatan Dan Non-
133
Kesehatan Di Ui Tahun 2010. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia, Depok
Supariasa, I Dewa, Noman, dkk. 2012. Penilaian Status Gizi. Jakarta, Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Sutriyanta. 2001. Perilaku Konsumsi Suplemen pada Wanita Dewasa di Kota
Banjarmasin. Skripsi Sarjana yang tidak Dipublikasikan. IPB Bogor
Tarnopolsky, et.al. 1995. Evaluation of Protein Requirements For Trained Strength
Athletes. J Appl Physiol 73(5): 1986-1995
Vitahealth. 2004. Seluk Beluk Food Supplement. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
White et.al, 2004. Vitamin and Lifestyle Cohort Study : Study Desaign and
Characteristics Of Supplement Users. American Journal of Epidemiology
2004; 159; 83-93
Wirakusumah. 2000. Suplemen Vitamin dan Mineral Kapan Diperlukan?. Selera,
No.9, tahun XIV, Desember.
Worthington, Robbert. 2000. Nutrition Troughout The Life Cycle. The MacGraw Hill
International Edition: USA
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). 2002. Ada Apa dengan Food
Supplement?. Jakarta: YLKI bekerjasama dengan Food Foundation. Hal 73-
78
Yuliarti, Nurheti. 2008. Food Supplemen, Panduan Mengonsumsi Makanan
Tambahan Untuk Kesehatan Anda. Yogyakarta: Penerbit Banyu Media
Yuliarti, Nurheti. 2009. A to Z Food Supplement. Yogyakarta: Penerbit ANDI
Yogyakarta
Yunaeni. 2009. Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Konsumsi Suplemen
Vitamin dan Mineral Pada Siswa-Siswi SMA Negeri Ragunan (Khusus
Olahragawan) Jakarta Selatan Tahun 2009. Skripsi Kesehatan Masyarakat,
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Keshatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Whitney, C, and Gershoff, SW. 1990. Tufft University Guide Total Nutition. Harper
and Row Publisher, New York
Williams M. 2005. Dietary Supplements and Sports Performance: Amino Acids.
Journal of The Internationl Society of Sports Nutrition, 2:63-67.
Zainal, Entos. Dkk. 2002. Jenis, Bentuk dan Konsumsi Suplemen pada Pria Dewasa
di Jakarta Selatan. Prosiding Kongres Nasional dan Temu Ilmiah XII,
Persatuan Ahli Gizi Indonesia, Jakarta
Zeisel, Steven H, 2000. Is There a Metabolic Basic for Dietary Supplementation ?.
American Journal of Clinical Nutrition, 2: 507s-511
PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Dengan hormat, perkenalkan saya Tika Widya Sari mahasiswa Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Peminatan Gizi, sedang melakukan
penelitian tentang Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Konsumsi Suplemen
Asam Amino Pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2013. Untuk itu saya memohon bantuan kepada bapak/ibu/saudara/i
untuk mengisi kuesioner penelitian ini. Kejujuran bapak/ibu/saudara/i dalam
menjawab pertanyaan sangat saya harapkan. Identitas dan jawaban
bapak/ibu/saudara/i akan saya rahasiakan. Atas perhatian, bantuan dan kejujuran
bapak/ibu/saudara/i dalam mengisi kuesioner ini, saya ucapkan terimakasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
A. Identitas Responden
A. Identitas Responden
KUESIONER PENELITIAN
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Konsumsi
Suplemen Asam Amino Pada Anggota Fitness Centre
Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013
Dengan ini saya menyatakan bersedia mengikuti penelitian ini dan bersedia
diwawancarai dalam penelitian ini.
Nama:
Tgl Diisi:
No. Responden:
(Diisi peneliti)
Tertanda,
(...............................)
A. Identitas Responden
1. Nama lengkap/panggilan
2. Jenis Kelamin (lingkari nomor) 1. Laki-laki 2. Perempuan
3. Tanggal Lahir
4. Umur (Umur ulang tahun terakhur)
5. Alamat
6. No. Hp/Telp
8. Pendidikan Terakhir 1. SD/SMP
2. SMA
3. Diploma, S1, S2, S3
9. Pekerjaan
(Mahasiswa) Loncat ke nomor 11
10. Pendapatan keseluruhan responden
dalam 1 bulan
Rp.
11. Uang saku per bulan Rp.
B. Karakteristik Produk dan Konsumsi Suplemen Asam Amino
Suplemen makanan adalah produk yang dimaksudkan untuk melengkapi
kebutuhan zat gizi makanan, mengandung salah satu atau lebih bahan berupa
vitamin, mineral, asama amino atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau
bukan tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi dan atau efek fisiologis dalam
jumlah terkonsentrasi (BPOM, 2004).
Contoh Merk Suplemen
L-Men, Ultimate Nutrition Muscle Juice 2544, Beef Aminos, Champion
Nutrition Pure Whey, Twinlab 100% Whey Protein Fuel, Twinlab Amino Fuel
Liquid Concentrate (16 oz), Twinlab Creatine Fuel Powder, BCAA (Branched
Chain Amino Acids) 4500 mg, dll.
1. Apakah saudara mengkonsumsi suplemen makanan asam amino dalam
sebulan terakhir ? (Lingkari jawaban)
a. Ya
b. Tidak
Jika ya, isilah tabel dibawah ini dengan jenis suplemen asam amino yang
biasa saudara konsumsi (suplemen boleh lebih dari satu)
No Nama/Merk
Suplemen
Frekuensi Konsumsi Lama
Mengkonsumsi .....kali/hari ....sendok/kapsul/hari
1
......bln/........thn
2
......bln/........thn
3
......bln/........thn
4
......bln/........thn
5
......bln/........thn
C. Pengetahuan Gizi tentang Suplemen
LINGKARI (B) JIKA PERNYATAAN BENAR, LINGKARI (S) JIKA
PERNYATAAN SALAH
1. B – S Konsumsi makanan bergizi sangat penting untuk meningkatkan stamina
tubuh
2. B – S Suplemen masih tetap diperlukan meskipun menu makanan sudah seimbang
3. B – S Suplemen termasuk golongan obat untuk mengobati penyakit
4. B – S Semua orang membutuhkan suplemen makanan
5. B – S Vitamin, mineral dan asam amino hanya dapat diperoleh dari produk
suplemen makanan
6. B – S Vitamin A, D, E, K termasuk vitamin larut air
7. B – S Kandungan vitamin, mineral dan asam amino pada suplemen lebih unggul
dibanding bahan makanan alami
8. B – S Kalsium, natrium dan senk merupakan golongan mineral
9. B – S Suplemen vitamin C dapat dikonsumsi melebihi anjuran
10. B – S Semakin tinggi dosis vitamin, mineral dan asam amino dalam suplemen
maka semakin bermanfaat bagi kesehatan
D. Keterpaparan Media Promosi
1. Dalam satu bulan terakhir pernahkah anda mendengar/ melihat/
membaca/menonton mengenai produk/manfaat dari suplemen asam
amino?
a. Pernah b. Tidak pernah
2. Jika pernah, dari manakah saudara mendengar/ melihat/ membaca/
menonton mengenai produk/manfaat dari suplemen asam amino
tersebut? (jawaban boleh lebih dari satu)
a. Pelatih g. Poster/pamflet
b. Teman h. Majalah
c. Televisi (TV) i. Multi Level Marketing (MLM )
d. Dokter
E. Aktivitas Fisik
Berikut adalah kuesioner yang digunakan untuk menilai level aktivitas fisik
yang Saudara lakukan setiap hari. Anda diminta untuk melingkari jawaban
yang telah disediakan sesuai kondisi yang ditanyakan.
No Pertanyaan Jawaban
Aktivitas Fisik Waktu Kerja
E1a1 Apa pekerjaan utama anda? ......................... Aktivitas ringan
Aktivitas sedang
Aktivitas berat
E1a2 Di tempat kerja saya duduk. Tidak pernah
Jarang
Kadang-kadang
Sering
Sangat sering/selalu
E1a3 Di tempat kerja saya berdiri. Tidak pernah
Jarang
Kadang-kadang
Sering
Sangat sering/selalu
E1a4 Di tempat kerja saya berjalan. Tidak pernah
Jarang
Kadang-kadang
Sering
Sangat sering/selalu
E1a5 Di tempat kerja saya mengangkat beban yang
sangat berat.
Tidak pernah
Jarang
Kadang-kadang
Sering
Sangat sering/selalu
E1a6 Setelah bekerja saya merasa lelah. Tidak pernah
Jarang
Kadang-kadang
Sering
Sangat sering/selalu
E1a7 Di tempat kerja saya berkeringat. Tidak pernah
Jarang
Kadang-kadang
Sering
Sangat sering/selalu
E1a8 Bila dibandingkan dengan orang lain yang
sebaya, saya pikir pekerjaan saya secara fisik?
Lebih berat
Berat
Sangat berat
Ringan
Sangat ringan
Aktivitas Fisik Waktu Olahraga
E2 Apakah saudara berolahraga? Ya
Tidak
(Langsung ke)
E3 Olah Raga yang Paling Sering Dilakukan
(Jika tidak ada langsung ke E4)
E3a1 Olahraga apa yang paling sering saudara
lakukan?
Intensitas Rendah
(Biliar, bowling, golf, dll)
(yang sengaja dilakukan untuk berolahraga,
bukan berjalan dari rumah/tempat kos ke
kampus)
Intensitas Sedang
(bulu tangkis, bersepeda,
menari/dansa, berenang,
tenis)
Lain-lain:............................... Intensitas Tinggi
(bola basket, fitness,
sebak bola/futsal, tinju,
dayung, aerobik)
E3a2 Berapa jam saudara melakukan olahraga
tersebut dalam satu minggu?
<1 jam
1-2 jam
2-3 jam
3-4 jam
>4 jam
E3a3 Berapa bulan saudara melakukan olahraga
tersebut dalam satu tahun?
<1 bulan
1-3 bulan
4-6 bulan
7-9 bulan
>9 bulan
E3b Olah Raga yang Kedua Paling Sering Dilakukan
(Jika tidak ada langsung ke E4)
E3b1 Olahraga yang kedua paling sering saudara
lakukan?
Intensitas Rendah
(Biliar, bowling, golf, dll)
Intensitas Sedang
(bulu tangkis, bersepeda,
menari/dansa, berenang,
tenis)
Lain-lain:........................ Intensitas Tinggi
(bola basket, fitness,
sebak bola/futsal, tinju,
dayung, aerobik)
E3b2 Berapa jam saudara melakukan olahraga
tersebut dalam satu minggu?
<1 jam
1-2 jam
2-3 jam
3-4 jam
>4 jam
E3b3 Berapa bulan saudara melakukan olahraga
tersenut dalam satu tahun?
<1 bulan
1-3 bulan
4-6 bulan
7-9 bulan
>9 bulan
E4 Dibanding orang lain seusia saya, aktivitas fisik
yang saya lakukan saat waktu
luang... .
Jauh lebih sedikit
Lebih sedikit
Sama
Lebih banyak
Jauh lebih banyak
E5 Saat waktu luang saya ........berolahraga. Tidak pernah
Jarang
Kadang-kadang
Serimg
Sangat sering
E6 Saat waktu luang, saya ....berkeringat. Tidak pernah
Jarang
Kadang-kadang
Sering
Sangat sering
Aktivitas Fisik Waktu Luang
E7a1 Pada waktu luang, saya........menonton TV. Tidak pernah
Jarang
Kadang-kadang
Sering
Sangat sering/selalu
E7a2 Pada waktu luang, saya.......berjalan. Tidak pernah
Jarang
Kadang-kadang
Sering
Sangat sering/selalu
E7a3 Pada waktu luang, saya .........bersepeda. Tidak pernah
Jarang
Kadang-kadang
Sering
Sangat sering/selalu
E7a4 Berapa menit per hari saudara berjalan atau
bersepeda selama pulang-pergi dari
kampus/tempat berbelanja ke rumah?
< 5 menit
5 – 15 menit
15 – 30 menit
30 – 45 menit
>45 menit
F. Status Merokok
1. Apakah anda pernah merokok dalam sebulan ini?
1. Ya 2. Tidak
2. Apakah anda merokok setiap hari?
1. Ya 2. Tidak
3. Berapa rata-rata jumlah rokok yang anda hisap dalam sehari?
.................batang.
G. Kebisasaan Makan Responden
LEMBAR FOOD RECALL 2X24 JAM
WAKTU
MAKAN /
JAM
NAMA BAHAN
MAKANAN
BAHAN JUMLAH
YANG
DIMAKAN JENIS BANYAKNYA
URT GRAM
PAGI Nasi Beras 1 Piring
CONTOH
Sayur Bayam Bayam 1 Mangkok
Tempe Goreng Tempe 1 Potong
Ayam Gulai Ayam 1 Potong
Snack Sukro
Susu bubuk Putih
Buah Pisang
PAGI
SIANG
MALAM
“Terimakasih atas Partisipasinya ^_^”
Hasil Uji Normalitas
1. Faktor Internal
1. Umur
Explore
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
umurresponden 76 100.0% 0 .0% 76 100.0%
Descriptives
Statistic Std. Error
umurresponden Mean 26.91 .918
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 25.08
Upper Bound 28.74
5% Trimmed Mean 26.08
Median 23.50
Variance 64.111
Std. Deviation 8.007
Minimum 19
Maximum 55
Range 36
Interquartile Range 9
Skewness 1.577 .276
Kurtosis 2.039 .545
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
umurresponden .208 76 .000 .808 76 .000
a. Lilliefors Significance Correction
2. Jenis Kelamin
Explore
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
jenisklminres 76 100.0% 0 .0% 76 100.0%
Descriptives
Statistic Std. Error
jenisklminres Mean .26 .051
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound .16
Upper Bound .36
5% Trimmed Mean .24
Median .00
Variance .196
Std. Deviation .443
Minimum 0
Maximum 1
Range 1
Interquartile Range 1
Skewness 1.097 .276
Kurtosis -.818 .545
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
jenisklminres .460 76 .000 .549 76 .000
a. Lilliefors Significance Correction
3. Pendidikan
Explore
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
penddkanres 76 100.0% 0 .0% 76 100.0%
Descriptives
Statistic Std. Error
penddkanres Mean 1.41 .065
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 1.28
Upper Bound 1.54
5% Trimmed Mean 1.44
Median 1.00
Variance .325
Std. Deviation .570
Minimum 0
Maximum 2
Range 2
Interquartile Range 1
Skewness -.293 .276
Kurtosis -.789 .545
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
penddkanres .316 76 .000 .723 76 .000
a. Lilliefors Significance Correction
4. Variabel Pendapatan
Explore
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
pendapatanbaru2 76 100.0% 0 .0% 76 100.0%
Descriptives
Statistic Std. Error
pendapatanbaru2 Mean 6.31E6 3.256E6
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound -1.79E5
Upper Bound 1.28E7
5% Trimmed Mean 2.91E6
Median 2.50E6
Variance 8.056E14
Std. Deviation 2.838E7
Minimum 1000000
Maximum 2.E8
Range 2.E8
Interquartile Range 1500000
Skewness 8.665 .276
Kurtosis 75.378 .545
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
pendapatanbaru2 .439 76 .000 .125 76 .000
a. Lilliefors Significance Correction
2. Faktor Eksternal
1. Pengetahuan Gizi tentang Suplemen
Explore
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
pengetahuanres 76 100.0% 0 .0% 76 100.0%
Descriptives
Statistic Std. Error
pengetahuanres Mean 6.41 .215
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 5.98
Upper Bound 6.84
5% Trimmed Mean 6.44
Median 7.00
Variance 3.498
Std. Deviation 1.870
Minimum 2
Maximum 10
Range 8
Interquartile Range 3
Skewness -.291 .276
Kurtosis -.690 .545
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
pengetahuanres .164 76 .000 .952 76 .006
a. Lilliefors Significance Correction
2. Keterpaparan Terhadap Media Promosi
Explore
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
ktepaparanres 76 100.0% 0 .0% 76 100.0%
Descriptives
Statistic Std. Error
ktepaparanres Mean .55 .057
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound .44
Upper Bound .67
5% Trimmed Mean .56
Median 1.00
Variance .251
Std. Deviation .501
Minimum 0
Maximum 1
Range 1
Interquartile Range 1
Skewness -.216 .276
Kurtosis -2.007 .545
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
ktepaparanres .367 76 .000 .632 76 .000
a. Lilliefors Significance Correction
3. Aktivitas Fisik
Explore
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
aktivfisres 76 100.0% 0 .0% 76 100.0%
Descriptives
Statistic Std. Error
aktivfisres Mean 1.32 .078
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 1.16
Upper Bound 1.47
5% Trimmed Mean 1.35
Median 1.00
Variance .459
Std. Deviation .677
Minimum 0
Maximum 2
Range 2
Interquartile Range 1
Skewness -.485 .276
Kurtosis -.755 .545
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
aktivfisres .278 76 .000 .773 76 .000
a. Lilliefors Significance Correction
4. Status Merokok
Explore
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
statusmrokokres 76 100.0% 0 .0% 76 100.0%
Descriptives
Statistic Std. Error
statusmrokokres Mean .67 .054
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound .56
Upper Bound .78
5% Trimmed Mean .69
Median 1.00
Variance .224
Std. Deviation .473
Minimum 0
Maximum 1
Range 1
Interquartile Range 1
Skewness -.743 .276
Kurtosis -1.488 .545
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
statusmrokokres .428 76 .000 .592 76 .000
a. Lilliefors Significance Correction
5. Asupan Protein
Explore
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
asupnprotein 76 100.0% 0 .0% 76 100.0%
Descriptives
Statistic Std. Error
asupnprotein Mean .36 .055
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound .25
Upper Bound .47
5% Trimmed Mean .34
Median .00
Variance .232
Std. Deviation .482
Minimum 0
Maximum 1
Range 1
Interquartile Range 1
Skewness .617 .276
Kurtosis -1.664 .545
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
asupnprotein .414 76 .000 .605 76 .000
a. Lilliefors Significance Correction
HASIL ANALISIS UNIVARIAT
1. Variabel Konsumsi Suplemen Asam Amino
Frequencies
Statistics
konsumsuplmen
N Valid 76
Missing 0
Mean .51
Median 1.00
Std. Deviation .503
Minimum 0
Maximum 1
konsumsuplmen
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ya 37 48.7 48.7 48.7
tidak 39 51.3 51.3 100.0
Total 76 100.0 100.0
2. Variabel Umur
Frequencies
Statistics
umurbaruresponden
N Valid 76
Missing 0
Mean .43
Median .00
Std. Deviation .499
Minimum 0
Maximum 1
umurbaruresponden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid dewasa dini 43 56.6 56.6 56.6
dewasa madya 33 43.4 43.4 100.0
Total 76 100.0 100.0
3. Variabel Jenis Kelamin
Frequencies
Statistics
jenisklminres
N Valid 76
Missing 0
Mean .26
Median .00
Std. Deviation .443
Minimum 0
Maximum 1
jenisklminres
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid laki2 56 73.7 73.7 73.7
perempuan 20 26.3 26.3 100.0
Total 76 100.0 100.0
4. Variabel Pendidikan
Frequencies
Statistics
pndidikanbaru2
N Valid 76
Missing 0
Mean .96
Median 1.00
Std. Deviation .196
Minimum 0
Maximum 1
pndidikanbaru2
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid rendah 3 3.9 3.9 3.9
tinggi 73 96.1 96.1 100.0
Total 76 100.0 100.0
5. Variabel Pendapatan
Frequencies
Statistics
pendptnres
N Valid 76
Missing 0
Mean .50
Median .50
Std. Deviation .503
Minimum 0
Maximum 1
pendptnres
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid rendah 38 50.0 50.0 50.0
tinggi 38 50.0 50.0 100.0
Total 76 100.0 100.0
6. Variabel Pengetahuan
Frequencies
Statistics
katpengetahuan
N Valid 76
Missing 0
Mean .54
Median 1.00
Std. Deviation .502
Minimum 0
Maximum 1
katpengetahuan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid rendah 35 46.1 46.1 46.1
tinggi 41 53.9 53.9 100.0
Total 76 100.0 100.0
7. Variabel Keterpaparan Media Promosi
Frequencies
Statistics
ktepaparanres
N Valid 76
Missing 0
Mean .55
Median 1.00
Std. Deviation .501
Minimum 0
Maximum 1
ktepaparanres
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tdk terpapar 34 44.7 44.7 44.7
terpapar 42 55.3 55.3 100.0
Total 76 100.0 100.0
8. Variabel Aktivitas Fisik
Frequencies
Statistics
aktivbaru2
N Valid 76
Missing 0
Mean .88
Median 1.00
Std. Deviation .325
Minimum 0
Maximum 1
aktivbaru2
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ringan 9 11.8 11.8 11.8
berat 67 88.2 88.2 100.0
Total 76 100.0 100.0
9. Variabel Status Merokok
Frequencies
Statistics
statusmrokokres
N Valid 76
Missing 0
Mean .67
Median 1.00
Std. Deviation .473
Minimum 0
Maximum 1
statusmrokokres
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid merokok 25 32.9 32.9 32.9
tdk merokok 51 67.1 67.1 100.0
Total 76 100.0 100.0
10. Variabel Asupan Protein
Frequencies
Statistics
asupnprotein
N Valid 76
Missing 0
Mean .36
Median .00
Std. Deviation .482
Minimum 0
Maximum 1
asupnprotein
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid cukup 49 64.5 64.5 64.5
kurang 27 35.5 35.5 100.0
Total 76 100.0 100.0
HASIL ANALISIS BIVARIAT
1. Hubungan Umur dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
umurbaruresponden *
konsumsuplmen 76 100.0% 0 .0% 76 100.0%
umurbaruresponden * konsumsuplmen Crosstabulation
konsumsuplmen
Total ya tidak
umurbaruresponden dewasa dini Count 23 20 43
% within
umurbaruresponden 53.5% 46.5% 100.0%
dewasa madya Count 14 19 33
% within
umurbaruresponden 42.4% 57.6% 100.0%
Total Count 37 39 76
% within
umurbaruresponden 48.7% 51.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .915a 1 .339
Continuity Correctionb .526 1 .468
Likelihood Ratio .917 1 .338
Fisher's Exact Test .364 .234
Linear-by-Linear Association .903 1 .342
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,07.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
umurbaruresponden
(dewasa dini / dewasa
madya)
1.561 .626 3.893
For cohort konsumsuplmen =
ya 1.261 .776 2.049
For cohort konsumsuplmen =
tidak .808 .523 1.247
N of Valid Cases 76
2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
jenisklminres *
konsumsuplmen 76 100.0% 0 .0% 76 100.0%
jenisklminres * konsumsuplmen Crosstabulation
konsumsuplmen
Total ya tidak
jenisklminres laki2 Count 32 24 56
% within jenisklminres 57.1% 42.9% 100.0%
perempuan Count 5 15 20
% within jenisklminres 25.0% 75.0% 100.0%
Total Count 37 39 76
% within jenisklminres 48.7% 51.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 6.094a 1 .014
Continuity Correctionb 4.876 1 .027
Likelihood Ratio 6.327 1 .012
Fisher's Exact Test .019 .013
Linear-by-Linear Association 6.014 1 .014
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,74.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for jenisklminres
(laki2 / perempuan) 4.000 1.277 12.534
For cohort konsumsuplmen =
ya 2.286 1.035 5.048
For cohort konsumsuplmen =
tidak .571 .385 .848
N of Valid Cases 76
3. Hubungan Pendidikan dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
pndidikanbaru2 *
konsumsuplmen 76 100.0% 0 .0% 76 100.0%
pndidikanbaru2 * konsumsuplmen Crosstabulation
konsumsuplmen
Total ya tidak
pndidikanbaru2 rendah Count 1 2 3
% within pndidikanbaru2 33.3% 66.7% 100.0%
tinggi Count 36 37 73
% within pndidikanbaru2 49.3% 50.7% 100.0%
Total Count 37 39 76
% within pndidikanbaru2 48.7% 51.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .295a 1 .587
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .301 1 .583
Fisher's Exact Test 1.000 .520
Linear-by-Linear Association .291 1 .590
N of Valid Casesb 76
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,46.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
pndidikanbaru2 (rendah /
tinggi)
.514 .045 5.919
For cohort konsumsuplmen =
ya .676 .134 3.406
For cohort konsumsuplmen =
tidak 1.315 .573 3.021
N of Valid Cases 76
4. Hubungan Pendapatan dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
pndapatankatebaru *
konsumsuplmen 76 100.0% 0 .0% 76 100.0%
pndapatankatebaru * konsumsuplmen Crosstabulation
konsumsuplmen
Total ya tidak
pndapatankatebaru rendah Count 16 19 35
% within pndapatankatebaru 45.7% 54.3% 100.0%
tinggi Count 21 20 41
% within pndapatankatebaru 51.2% 48.8% 100.0%
Total Count 37 39 76
% within pndapatankatebaru 48.7% 51.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .229a 1 .632
Continuity Correctionb .062 1 .804
Likelihood Ratio .229 1 .632
Fisher's Exact Test .653 .402
Linear-by-Linear Association .226 1 .634
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17,04.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
pndapatankatebaru (rendah /
tinggi)
.802 .325 1.981
For cohort konsumsuplmen =
ya .893 .559 1.426
For cohort konsumsuplmen =
tidak 1.113 .719 1.722
N of Valid Cases 76
5. Hubungan Pengetahuan dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
katpengetahuan *
konsumsuplmen 76 100.0% 0 .0% 76 100.0%
katpengetahuan * konsumsuplmen Crosstabulation
konsumsuplmen
Total ya tidak
katpengetahuan rendah Count 20 15 35
% within katpengetahuan 57.1% 42.9% 100.0%
tinggi Count 17 24 41
% within katpengetahuan 41.5% 58.5% 100.0%
Total Count 37 39 76
% within katpengetahuan 48.7% 51.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.858a 1 .173
Continuity Correctionb 1.283 1 .257
Likelihood Ratio 1.865 1 .172
Fisher's Exact Test .250 .129
Linear-by-Linear Association 1.834 1 .176
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17,04.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
katpengetahuan (rendah /
tinggi)
1.882 .755 4.692
For cohort konsumsuplmen =
ya 1.378 .867 2.190
For cohort konsumsuplmen =
tidak .732 .462 1.161
N of Valid Cases 76
6. Hubungan Keterpaparan Media Promosi dengan Konsumsi
Suplemen Asam Amino
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
ktepaparanres *
konsumsuplmen 76 100.0% 0 .0% 76 100.0%
ktepaparanres * konsumsuplmen Crosstabulation
konsumsuplmen
Total ya tidak
ktepaparanres tdk terpapar Count 11 23 34
% within ktepaparanres 32.4% 67.6% 100.0%
Terpapar Count 26 16 42
% within ktepaparanres 61.9% 38.1% 100.0%
Total Count 37 39 76
% within ktepaparanres 48.7% 51.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 6.568a 1 .010
Continuity Correctionb 5.439 1 .020
Likelihood Ratio 6.679 1 .010
Fisher's Exact Test .012 .010
Linear-by-Linear Association 6.482 1 .011
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,55.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
ktepaparanres (tdk terpapar /
terpapar)
.294 .114 .762
For cohort konsumsuplmen =
ya .523 .304 .898
For cohort konsumsuplmen =
tidak 1.776 1.132 2.785
N of Valid Cases 76
7. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
aktivbaru2 * konsumsuplmen 76 100.0% 0 .0% 76 100.0%
aktivbaru2 * konsumsuplmen Crosstabulation
konsumsuplmen
Total ya tidak
aktivbaru2 ringan Count 3 6 9
% within aktivbaru2 33.3% 66.7% 100.0%
berat Count 34 33 67
% within aktivbaru2 50.7% 49.3% 100.0%
Total Count 37 39 76
% within aktivbaru2 48.7% 51.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .963a 1 .326
Continuity Correctionb .392 1 .531
Likelihood Ratio .982 1 .322
Fisher's Exact Test .481 .267
Linear-by-Linear Association .950 1 .330
N of Valid Casesb 76
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,38.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for aktivbaru2
(ringan / berat) .485 .112 2.103
For cohort konsumsuplmen =
ya .657 .253 1.705
For cohort konsumsuplmen =
tidak 1.354 .803 2.281
N of Valid Cases 76
8. Hubungan Status Merokok dengan Konsumsi Suplemen Asam
Amino
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
statusmrokokres *
konsumsuplmen 76 100.0% 0 .0% 76 100.0%
statusmrokokres * konsumsuplmen Crosstabulation
konsumsuplmen
Total ya tidak
statusmrokokres merokok Count 17 8 25
% within statusmrokokres 68.0% 32.0% 100.0%
tdk merokok Count 20 31 51
% within statusmrokokres 39.2% 60.8% 100.0%
Total Count 37 39 76
% within statusmrokokres 48.7% 51.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 5.564a 1 .018
Continuity Correctionb 4.471 1 .034
Likelihood Ratio 5.653 1 .017
Fisher's Exact Test .028 .017
Linear-by-Linear Association 5.491 1 .019
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,17.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
statusmrokokres (merokok /
tdk merokok)
3.294 1.198 9.052
For cohort konsumsuplmen =
ya 1.734 1.123 2.678
For cohort konsumsuplmen =
tidak .526 .285 .971
N of Valid Cases 76
9. Hubungan Asupan Protein dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
asupnprotein *
konsumsuplmen 76 100.0% 0 .0% 76 100.0%
asupnprotein * konsumsuplmen Crosstabulation
konsumsuplmen
Total ya tidak
asupnprotein cukup Count 35 14 49
% within asupnprotein 71.4% 28.6% 100.0%
kurang Count 2 25 27
% within asupnprotein 7.4% 92.6% 100.0%
Total Count 37 39 76
% within asupnprotein 48.7% 51.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 28.560a 1 .000
Continuity Correctionb 26.055 1 .000
Likelihood Ratio 32.417 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 28.184 1 .000
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,14.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for asupnprotein
(cukup / kurang) 31.250 6.515 149.903
For cohort konsumsuplmen =
ya 9.643 2.512 37.022
For cohort konsumsuplmen =
tidak .309 .196 .487
N of Valid Cases 76