Post on 06-Mar-2019
EVALUASI PEMEKARAN DESA DI KABUPAEN LINGGA
(Studi Pembangunan Di Desa Tajur Biru,
Kecamatan Senayang,
Kabupaten Lingga)
NASKAH PUBLIKASI
HAMIDI
NIM : 110565201120
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2017
EVALUASI PEMEKARAN DESA DI KABUPATEN LINGGA
(Studi Pembangunan Di Desa Tajur Biru, Kecamatan Senayang, Kabupaten Lingga)
HAMIDI
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, FISIP UMRAH
ABSTRAK
Desa Tajur Biru merupakan pemekaran dari Desa Temiang Kecamatan
Senayang Kabupaten Lingga yang dimekarkan pada bulan juli 2013, yang mana
dulunya Desa Tajur Biru adalah Desa Induk Dari Desa Temiang. Pemekaran wilayah
Desa Tajur Biru yang sudah berjalan lima tahun ini pada dasarnya adalah merupakan
upaya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan tetap berpedoman pada
pertumbuhan ekonomi dengan memperhatikan daya dukung wilayah, baik dari segi
aspek pelayanan masyarakat, aspek pemerintahan, aspek sosial ekonomi, dan aspek
potensi wilayah yang ada. Pemekaran wilayah Desa di Desa Tajur Biru ini
diharapkan akan bisa memberikan dampak positif bagi kemajuan masyarakat,
terutama masyarakat yang berada di pulau dari desa, seperti lebih meningkatkan dan
mendekatkan pelayanan pada masyarakat secara efektif dan efisien, mempercepat
pertumbuhan ekonomi masyarakat, mempercepat proses pelaksanaan pembangunan
disegala bidang kehidupan, mempercepat pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang
ada, meningkatkan keamanan dan ketertiban.
Tujuan penelitian ini pada dasarnya adalah untuk mengevaluasi pemekaran
pembangunan yang terjadi di Desa Tajur Biru Kecamatan Senayang Kabupaten
Lingga. Pada penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian Deskriptif
Kualitatif. Dalam penelitian ini juga melakukan wawancara kepada informan yang
dilakukan kepada 7 orang informan. Teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik analisis data deskriptif kualitatif. Setelah dilakukan
evaluasi terhadap permasalahan penelitian maka dapat dianalisa dan dapat diambil
kesimpulan bahwa Pemekaran Desa Tajur Biru Kecamatan Senayang Kabupaten
Lingga sudah baik, karena Desa Tajur Biru telah memenuhi syarat untuk dimekarkan
dan didukung oleh pemerintahan desa yang mampu terbuka dalam hal pengelolaan
keuangan dan pembangunan yang akan dilakukan di Desa Tajur Biru, namun ada
beberapa hal yang masih harus diperhatikan juga oleh pemerintah Desa, seperti
masih banyaknya jalan yang belum disemenisasi, fasilitas jalan dan yang lainnya,
agar kedepannya Desa ini bisa lebih maju.
Kata Kunci : Evaluasi Kebijakan, Pemekaran, Desa
EVALUASI PEMEKARAN DESA DI KABUPATEN LINGGA
(Studi Pembangunan Di Desa Tajur Biru, Kecamatan Senayang, Kabupaten Lingga)
HAMIDI
Student of Government Science, FISIP UMRAH
ABSTRACT
The village of Tajur Biru is an expansion of Temiang Village Senayang Sub-
district of Lingga Regency which was split in July 2013, which was formerly Blue
Tajur Village is the Parent Village Of Temiang Village. Expansion of the Tajur Biru
Village area that has been running for five years is basically an effort to improve the
welfare of the community by staying guided by economic growth by observing the
carrying capacity of the region, both in terms of public service aspects, governance
aspects, socioeconomic aspects, and potential aspects of the region which exists. The
expansion of the village area in the Tajur Biru Village is expected to have a positive
impact on the progress of the community, especially the people who are on the island
from the village, such as further improving and bringing the community closer
effectively and efficiently, accelerating the economic growth of the community, Areas
of life, accelerate the management of natural resources (SDA) that exist, improve
security and order.
The purpose of this research is basically to evaluate the expansion of
development that occurred in the Village Tajur Biru Senayang District Linga District.
In this study the authors use the type of Descriptive Qualitative research. In this study
also conducted interviews to informants conducted to 7 informants. Date analysis
technique used in this research is qualitative descriptive data analysis technique.
After the evaluation of the research problem can be analyzed and it can be concluded
that the division of Tajur Biru Village Senayang Sub-district of Lingga Regency has
been good, because the Tajur Biru Village has fulfilled the requirement to be
expanded and supported by the village government which is able to open in financial
management and development which will Conducted in Tajur Biru Village, but there
are some things that still need to be considered by the village government, such as the
number of unsettled roads, road facilities and others, so that the future of this village
can be more advanced.
Keywords: Evaluation of Policy, Expansion, Village
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara
kesatuan yang berbentuk
republik yang
dalam pelaksanaan
pemerintahannya dibagi atas
daerah-daerah propinsi dan
daerah propinsi dibagi atas
kabupaten dan kota, yang tiap-
tiap propinsi, kabupatan dan
kota mempunyai pemerintahan
daerah untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas
otonomi dan tugas
pembantuan. Pemerintah
daerah berhak menetapkan
Peraturan Daerah dan
peraturan-peraturan lain
untuk melaksanakan otonomi
daerah dan tugas pembantuan.
Dampak lain adalah
tumbuhnya kehidupan
demokrasi yang lebih semarak,
khususnya dalam pemilihan
kepala dearah. Selain itu
kebijakan-kebijakan yang
sifatnya menyangkut publik
dilakukan lebih transparan.
Dengan demikian adanya
otonomi dapat meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam
mengelola daerahnya masing-
masing, baik secara kualitas
maupun kuantitas.
Otonomi daerah dapat
diartikan sebagai kewajiban
yang diberikan kepada daerah
otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat menurut
aspirasi masyarakat
untuk meningkatkan daya guna
dan hasil guna
penyelenggaraan pemerintahan
dalam rangka pelayanan
terhadap masyarakat dan
pelaksanaan pembangunan
sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pelaksanaan otonomi
daerah selain berlandaskan
pada acuan hukum, juga
sebagai implementasi tuntutan
globalisasi yang harus
diberdayakan dengan cara
memberikan daerah
kewenangan yang lebih luas,
lebih nyata dan
bertanggung jawab, terutama
dalam mengatur,
memanfaatkan dan menggali
sumber-sumber potensi yang
ada di daerahnya masing-
masing.
Pemekaran wilayah
pemerintahan merupakan suatu
langkah strategis yang
ditempuh oleh Pemerintah
untuk meningkatkan kualitas
pelaksanaan tugas-
tugas pemerintahan baik dalam
rangka pelayanan,
pemberdayaan dan
pembangunan menuju
terwujudnya suatu tatanan
kehidupan masyarakat yang
maju,mandiri,sejahtera, adil
dan makmur. Dengan
perkataan lain, hakikat
pemekaran daerah otonom
lebih ditekankan pada aspek
mendekatkan pelayanan
pemerintahan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Oleh karena itu,
pemekaran daerah merupakan
cara atau pendekatan untuk
mempercepat
akselerasi pembangunan
daerah.
Dan Oleh karena itu
juga, maka birokrasi publik
berkewajiban dan
bertanggung jawab untuk
memberikan layanan publik
yang baik dan profesional.
Pelayanan yang diberikan oleh
pemerintah pada
masyarakatnya tentu harus
memperhatikan dinamika
perkembangan masyarakat,
terlebih di era globalisasi
dimana informasi semakin
mudah diperoleh. hal ini
membuat masyarakat semakin
cerdas dan kritis terhadap
segala perubahan yang terjadi.
Pemekaran Desa secara
intensif hingga saat ini telah
berkembang di Indonesia
sebagai salah satu jalan untuk
pemerataan pembangunan dan
meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Seperti dalam
bidang ekonomi, keuangan,
pelayanan publik dan aparatur
pemerintah desa termasuk juga
mencakup aspek sosial politik,
batas wilayah maupun
keamanan serta menjadi pilar
utama pembangunan pada
jangka panjang.
Secara historis, desa
merupakan cikal bakal
terbentuknya
masyarakat politik dan
pemerintahan di Indonesia jauh
sebelum bangsa ini terbentuk.
Dalam undang-undang no.32
tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
disebutkan bahwa desa adalah
kesatuan masyarakat hukum
yang memiliki batas-batas
wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat
setempat, berdasarkan asal-usul
dan adat istiadat setempat yang
diakui dan dihormati dalam
sistem Pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam Struktur sosial
sejenis desa, masyarakat adat
dan lain sebagainya telah
menjadi institusi sosial yang
mempunyai posisi yang sangat
penting. Desa merupakan
institusi yang otonom dengan
tradisi, adat istiadat dan
hukumnya sendiri serta relatif
mandiri. Otonomi desa
merupakan otonomi yang asli,
bulat dan utuh serta bukan
merupakan pemberian dari
pemerintah. Sebaliknya
pemerintah berkewajiban
menghormati otonomi asli
yang dimiliki oleh desa
tersebut (wijaya : 2003).
Otonomi desa dianggap
sebagai kewengan yang telah
ada, tumbuh mengakar dalam
adat istiadat desa bukan juga
berarti pemberian atau
desentralisasi. Otonomi desa
berarti juga kemampuan
masyarakat. jadi istilah
(otonomi desa) lebih tepat bila
diubah menjadi (otonomi
masyarakat desa) yang berarti
kemampuan masyarakat yang
benar-benar tumbuh
darimasyarakat (Tumpal P.
Saragi :2004).
Kabupaten Lingga terletak
di antara 0 derajat 20 menit Lintang
Utara dengan 0 derajat 40 menit
Lintang Selatan dan 104 derajat
Bujur Timur dan 105 derajat
Bujur Timur. Luas wilayah
daratan dan lautan mencapai
45.456,7162 km2 dengan luas
daratan 2.117,72 km2 dan
lautan mencapai 43.338,9962
km2. Wilayahnya terdiri dari 531
buah pulau besar dan kecil. Tidak
kurang dari 95 buah diantaranya
sudah dihuni, sedangkan
sisanya 436 buah walaupun
belum berpenghuni
sebagiannya sudah
dimanfaatkan untuk berbagai
aktifitas kegiatan pertanian,
khususnya pada usaha
perkebunan. Kabupaten Lingga
adalah salah satu kabupaten di
provinsi Kepulauan Riau,
Indonesia. Kabupaten Lingga
memiliki 9 Kecamatan, 7
kelurahan, dan 74 desa.
Adapun nama
kecamatan yang ada di
Kabupaten Lingga yaitu
Kecamatan Singkep,
Kecamatan Singkep pesisir,
Kecamatan Singkep barat,
Kecamatan Singkep selatan,
Kecamatan Selayar,
Kecamatan Lingga, Kecamatan
Lingga timur, Kecamatan
Lingga utara, dan Kecamatan
Senayang. Kecamatan Singkep
Selatan memiliki desa paling
sedikit (3 desa : Marok Kecil,
Berhala dan Resang).
Kecamatan Singkep Selatan
adalah termuda dan Kecamatan
Senayang merupakan
kecamatan dengan desa
terbanyak (18 desa) yaitu
Senayang, Penaah, Laboh,
Tanjung kelit, Mamut, Tanjung
lipat, Baran, Rejai, Cempa,
Pasir panjang, Batu belobang,
Benan, Mensanak, Pulau
duyung, Pulau Medang, Pulau
batang, Temiang, dan Tajur
biru.
Setelah dilakukan
pemecahan Desa Temiang
menjadi Desa Tajur Biru yang
diharapkan nantinya dapat
melaksanakan berbagai
pembangunan dalam rangka
meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat. atas dasar
itulah penulis mengadakan
penelitian ntuk mengetahui
apakah daerah yang
dimekarkan tersebut
mengalami perkembangan, dan
kemajuan ataupun berupa
kemunduran dari
segi pembangunan sarana dan
prasarana dalam menunjang
pelayanan yang maksimal
tersebut kepada masyarakat
dan melakukan penilaian
terhadap hasil yang telah
dicapai pembentukan desa baik
berupa potensi wilayah,
pelayanan, kepada masyarakat
dalam melaksanakan
administrasi pemerintahan, dan
sarana pendidikan serta
pembangunan lain yang
menunjang kehidupan
masyarakat khususnya di Desa
Tajur biru sebagai objek dalam
penelitian.
Desa Tajur Biru juga
pada dasarnya memiliki
wilayah yang luas, memiliki
wilayah yang strategis,
sehingga desa ini menjadi pusat
pelabuhan penghubung dari
masyarakat desa yang ada di
sekitarnya, dan juga merupakan
pusat perdagangan antar
nelayan desa untuk pengiriman
ikan ke tanjung pinang dan
batam,bahkan ke Singapore
juga, kemudian Desa Tajur
Biru juga adalah desa dengan
jumlah penduduk yang lebih
banyak dari desa yang ada di
sekitarnya, dengan
jumlah penduduk 1776 jiwa,
yang mana jumlah itu terbagi
antara laki-laki 909 orang,
wanita 867 orang, dengan
jumlah 499 kepala keluarga,
sebelum pembentukan desa ini
dibentuk masyarakatnya
sebagaian besarnya sudah
berkembang dari segi mata
pencaharian, pendidikan
ataupun lainnya, sehingga
masyarakat juga telah ikut
berpartisipasi dalam pelayanan
yang diberikan, tujuannya agar
semua bisa dapat tepat sasaran
sesuai dengan tujuan
pembangunan yang diinginkan
masyarakat desa tersebut.
Jika di tinjau dari segi
pelayanan yang telah diberikan
kepada masyarakat, Saat ini
kantor desa memang sudah ada
kantor baru, namun
pelaksanaannya tidak sebaik
seperti yang diharapkan,
pelaksanaannya masih sama
dengan sebelum adanya
pemekaran, hanya tempatnya
saja yang saat ini sudah berada
dekat. Selain itu juga
pelayanan aparatur masih jauh
dari apa yang diharapkan, itu
dapat dilihat dari kantor desa
yang tutup pada siang hari,
aparatur yang masih banyak
yang datang terlambat dan
terkesan sesuka hati mau
datang jam berapa, sehingga itu
pelayanan untuk
masyarakatpun jadi terhambat.
Tidak hanya itu, aparatur yang
ada juga belumlah sesuai
dengan tugasnya, karna
sebagian besar aparatur desa
diambil bukan berdasarkan
pendidikan dan keahlian.
Dari uraian diatas
penulis tertarik untuk menelaah
lebih dalam mengenai evaluasi
daerah baru yang merupakan
hasil pemekaran Desa Temiang
dibentukan lagi satu menjadi
Desa Tajur Biru yang ada di
kecamatan Senayang
Kabupaten Lingga. evaluasi
yang dilakukan penulis
bertujuan mengkaji
seberapa besar hasil pemekaran
dapat mencapai tujuan-tujuan
yang diharapkan serta dapat
memberi panduan kepada para
pelaksana kebijakan dalam hal
ini pemerintah desa mengenai
seberapa lancar perjalanan atau
proses pemekaran ini di
implementasikan. atas dasar
itulah penulis mengadakan
penelitian dengan judul
“EVALUASI PEMEKARAN
DESA DI KABUPATEN
LINGGA”
B. Perumusan
Masalah
Pemekaran Desa Tajur
Biru, Kecamatan Senayang,
Kabupaten Lingga ini tentu
tidak terlepas dari berbagai
faktor yang melatar
belakanginya.Dari berbagai
faktor yang ada, tentu di
dalamnya terdapat berbagai
macam perbedaan,
ketidaksepakatan, dan konflik
atau perdebatan, karena pada
dasarnya konflik, perbedaan
dan ketidaksepakatan
merupakan sebuah fenomena
yang tidak bisa dihindarkan
dari kesatuan masyarakat.
Untuk dapat
menjelaskan adanya
perbedaan, ketidakpuasan dan
apa yang di rasakan masyarakat
Desa Tajur Biru setelah
pemekaran di desa
mereka, maka penulis dapat
merumuskan suatu masalah
dalam usulan penelitian ini.
adapun perumusan masalah
dalam usulan penelitian ini
adalah
“ Apa Yang Dirasakan
Masyarakat Dari Evaluasi
Pemekaran Desa Di
Kabupaten Lingga (Studi
Pembangunan Di Desa Tajur
Biru Kecamatan Senayang
Kabupaten Lingga”?
C. Tujuan dan
Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitien
ini adalah untuk
mengetahui dampak
Pemekaran Desa di
Kabupaten Lingga
terkait dengan maslah
Pembangunan (Studi di
Desa Tajur Biru
Kecamatan Senayang
Kabupaten Lingga).
2. Kegunaan Penelitian
a. Akademis :
Diharapkan akan
mampu menyumbang
khasanah ilmiah dan
kepustakaan di dalam
penelitian ilmu-ilmu
sosial dan
politik khususnya bagi
Universitas Maritim
Raja Ali Haji serta
diharapkan sebagai
referensi atau masukan
bagi instansi terkait.
b. Praktis : Diharapkan
penelitian ini dapat
memberikan kontribusi
bagi mahasiswa dalam
melengkapi kajian yang
mengarah
pada pengembangan
ilmu pengetahuan serta
menjadi bahan referensi
bagi peneliti
selanjutnya.
D. Kerangka Teoristis
Sebelum membahas
lebih jauh, terlebih dahulu
diperlukan suatu kerangka
pemikiran yang kebenarannya
tidak diragukan lagi. Sesuai
dengan masalah yang dibahas
di sini akan dikemukakan
beberapa kerangka pemikiran
dari para ahli:
1. Evaluasi Kebijakan
Proses evaluasi
kebijakan dimaksudkan untuk
menguraikan dan memahami
dinamika internal berjalannya
suatu program atau kebijakan,
dimana proses evaluasi selalu
memerlukan deskripsi rinci
tentang berjalannya suatu
program.
Evaluasi menurut
Hanafi dan Guntur dalam
Nurharjadmo (2008:215)
adalah penilaian terhadap suatu
permasalahan atau persoalan
yang umumnya menuju baik
buruknya persoalan tersebut.
Dalam kaitannya dalam
program biasanya evaluasi
dilakukan dalam rangka
mengukur kinerja dan efek atau
program dalam mencapai
tujuan tertentu.
Menurut Mahmudi (2015:107)
apabila evaluasi dikaitkan
terhadap pengukuran kinerja
dan efek suatu program dalam
mencapai tujuan yang
ditetapkan maka sangat erat
kaitannya dengan tercapainya
outcame dan adanya impact
dari suatu program. Outcame
adalah hasil yang diharapkan
atau diingginkan dicapai dari
suatu program atau aktifitas
yang dibandingkan dengan
hasil yang diharapakan atau
tujuan awal dari pelaksanaan
program tersebut. Sedangkan
impact dalam dampak berupa
efek langsung dan tidak
langsung atau konsekwensi
yang diakibatkan dari
pencapaian tujuan program,
yang diukur dengan
membandingkan antara hasil
program dengan perkiraan
keadaan yang akan terjadi
apabila program atau kebijakan
tersebut tidak ada.
Abidin (2002:186)
menyatakan bahwa “evaluasi
atau pelaksanaan kebijakan
terkait dengan identifikasi
permasalahan dan tujuan serta
formulasi kebijakan sebagai
langkah awal dan monitoring
serta evaluasi sebagai langkah
akhir”.
Menurut Winarno
(2007:144) evaluasi dipandang
secara luas mempunyai makna
pelaksanaan undang-undang
dimana berbagai aktor,
organisasi, prosedur dan teknik
bekerja bersama-sama
menjalankan kebijakan dalam
upaya untuk meraih tujuan-
tujuan kebijakan. Evaluasi pada
sisi yang lain merupakan
fenomena yang kompleks yang
mungkin dapat dipahami
sebagai suatu proses, suatu
keluaran (output) maupun
sebagai suatu dampak
(outcome). Ripley dan Franklin
(dalam Winarno, (2007:145)
berpendapat bahwa evaluasi
adalah apa yang terjadi setelah
undang-undang ditetapkan
yang memberikan otoritas
program, kebijakan,
keuntungan dan benefit.
Sementara itu, Grindle (dalam
Winarno 2007:146) juga
memberikan pandangannya
tentang evaluasi dengan
mengatakan bahwa secara
umum, tugas evaluasi adalah
membentuk suatu kaitan yang
memudahkan tujuan-tujuan
kebijakan bisa direalisasikan
sebagai dampak dari suatu
kegiatan pemerintah.
Dari beberapa
pengertian diatas dapat
dikatakan pada dasarnya,
evaluasi kebijakan bertujuan
untuk menilai apakah tujuan
dari kebijakan yang dibuat dan
dilaksanakan tersebut telah
tercapai atau tidak. Dan dari
beberapa pendapat di atas dapat
kita ketahui bahwa Evaluasi
menunjuk pada sebuah
kegiatan yang mengikuti
pernyataan maksud tentang
tujuan-tujuan program dan
hasil-hasil yang diinginkan
oleh para pejabat pemerintah.
Evaluasi mencangkup
tindakan-tindakan oleh
berbagai actor, khususnya para
birokrat yang dimaksud untuk
membuat program berjalan.
Wibawa dkk yang di kutip
Nugroho (2004:186)
mengatakan Evaluasi kebijakan
publik memiliki empat fungsi,
yaitu:
1. Eksplanasi. Melalui
evaluasi dapat dipotret
realitas pelaksanaan
program dan dapat di
buat suatu generalisasi
tentang pola-pola
hubungan antar
berbagai dimensi
realitas yang
diamatinya. Dari
evaluasi ini evaluator
dapat mengidentifikasi
masalah, kondisi, dan
aktor yang mendukung
keberhasilan atau
kegagalan kebijakan.
2. Kepatuhan. Melalui
evaluasi dapat diketahui
apakah tindakan yang
dilakukan oleh para
pelaku, baik birokrasi
maupun pelaku lainnya
sesuai dengan standart
dan prosedur yang di
tetapkan oleh
kebijakan.
3. Audit. Melalui
evalusi dapat diketahui,
apakah output benar-
benar sampai ketangan
kelompok sasaran
kebijakan, atau justru
ada kebocoran atau
penyimpangan.
4. Akunting. Melalui
evaluasi dapat di
ketahui apa akibat
social ekonomi dari
kebijakan tersebut.
Evaluasi member
informasi yang valid dan dapat
di percaya, evaluasi juga sangat
berperan dalam nilai-nilai suatu
tujuan dan target yang telah
ditetapkan. Menurut Nawawi
(2006:73) “ Evaluasi kinerja di
artikan juga sebagai kegiatan
mengukur/menilai pelaksanaan
pekerjaan untuk menetapkan
sukses atau gagalnya seorang
pekerja dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawab
dibidang kerjanya masing-
masing.
Menurut Agustino
(2006:188) kinerja kebijakan
yang di nilai dalam evaluasi
kebijakan melingkupi :
a. Seberapa jauh
kebutuhan, nilai dan
kesempatan telah di
capai melalui
tindakan
kebijakan/program.
b. Tindakan yang
ditempuh oleh
Implementing
Agencie sudah
benar-benar efektif,
Responsive,
akuntabel dan adil.
c. Efek dan dampak
dari kebijakan itu
sendiri.
Evaluasi merupakan
suatu hal yang sangat penting
dalam suatu proses pekerjaan,
karna dengan adanya evaluasi
maka hal tersebut akan
mempermudah jalannya suatu
proses kerja dalam sebuah
organisasi. Dunn (2003:610)
menggambarkan kriteria-
kriteria evaluasi kebijakan
bahwa:
1. Efektivitas : Berkenaan
dengan program/kebijakan
tersebut mencapai hasil
(akibat) yang di harapkan, atau
mencapai tujuan dari
diadakannya kegiatan-kegiatan
yang dilakukan. Efektifitas,
yang secara dekat berhubungan
dengan rasionalitas teknis,
selalu diukur dari unit produk
atau layanan atau nilai
moneternya.
2. Efisiensi : Berkenaan dengan
jumlah usaha yang diperlukan
untuk menghasilkan tingkat
efektifitas tertentu. Efisiensi
yang merupakan sinonim dari
rasionalitas ekonomi adalah
merupakan hubungan antara
efektifitas dan usaha, yang
terakhir umumnya diukur dari
ongkos moneter.
3. Perataan :
Kebijakan/program tersebut
dilaksanakan merata serta
terpenuhinya seluruh
kebutuhan.
4. Ketepatan : Suatu hasil
pelaksanaan yang di lihat dari
kesesuaian biaya dengan
standar dan bentuk surat
pertanggung jawaban yang
sesuai dengan ketentuan.
Untuk dapat
mengusahakan agar pekerjaan
sesuai dengan rencana atau
maksud yang telah di tetapkan,
maka pemimpin harus
melakukan kegiatan-kegiatan
pemeriksaan, pengecekan,
pencocokan, inspeksi,
pengendalian dan berbagai
tindakan yang sejenis dengan
itu, Apabila kemudian ternyata
ada penyimpangan,
penyelewengan atau ketidak
cocokan maka pemimpin
dihadapkan kepada keharusan
menempuh langkah-langkah
perbaikan atau
penyempurnaan.
Berdasarkan teori-teori
yang dikemukakan oleh para
ahli maka diketahui bahwa
dengan adanya evaluasi baik
yang dilakukan oleh intern
ataupun ekstern dari suatu
kebijakan/program, diharapkan
kebijakan-kebijakan kedepan
akan lebih baik dan tidak
mengulangi kesalahan-
kesalahan yang sama.
Studi ini akan
melakukan evaluasi
berdasarkan tujuan pemekaran
yang telah diuraikan
sebelumnya. Dalam Peraturan
Pemerintah No 39 Tahun 2006
secara khusus membahas
mengenai tata cara
pengendalian dan evaluasi
pelaksanaan rencana
pembangunan, definisi evaluasi
adalah rangkaian kegiatan
membandingkan realisasi
masukan (input), keluaran
(output), dan hasil (outcome)
terhadap rencana dan standar.
Evaluasi „output‟ akan
difokuskan kepada aspek
kepentingan utama masyarakat
dalam mempertahankan
hidupnya, yakni sisi ekonomi.
Apabila kondisi ekonomi
masyarakat semakin membaik,
maka secara tidak langsung hal
ini berpengaruh kepada akses
masyarakat terhadap pelayanan
publik, baik dibidang
pendidikan maupun dibidang
kesehatan. Disisi lain,
pelayanan publik juga
mencerminkan sejauh mana
pemerintah daerah mampu
meningkatkan kualitas hidup
masyarakat serta kondisi umum
daerah itu sendiri.
Berdasarkan pemikiran diatas,
maka evaluasi difokuskan pada
:
a. Perekonomian Daerah:
b. Keuangan Daerah:
c. Pelayanan Publik: serta
d. Aparatur Pemerintah
Daerah.
Keempat aspek tersebut
saling terkait satu sama lain.
Secara teoritis, pemekaran
daerah mendorong lahirnya
pemerintah baru, yang pada
gilirannya membutuhkan
aparatur untuk
menjalankannya. Dalam
menjalankan tugas fungsi
kepemerintahan, aparatur
berwenang untuk mengelola
keuangan yang ada, agar
dimanfaatkan semaksimal
mungkin bagi pelayanan publik
serta mendorong perekonomian
daerah.
E. Konsep operasional
Untuk menghindari
salah penafsiran terhadap
beberapa pengertian,
maka penulis membuat
beberapa batasan pengertian
yang digunakan dalam analisis
lebih lanjut. Dalam konsep
teori yang telah dijelaskan oleh
Dunn (2003:610) yang
menyatakan bahwa ada
beberapa kriteria-kriteria
evaluasi kebijakan publik,
yakni efektifitas, effisiensi,
perataan, dan ketepatan. Dari
beberapa pengertian diatas
dapat dikatakan pada
dasarnya,evaluasi kebijakan
bertujuan untuk menilai apakah
tujuan dari kebijakan yang
dibuat dan dilaksanakan
tersebut telah tercapai atau
tidak. untuk melihat kriteria-
kriteria dalam evaluasi
Pemekaran Desa Tajur Biru,
maka konsep dan
pengukurannya dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Efektivitas adalah
pengukuran dalam arti
tercapainya sasaran atau tujuan
yang telah ditentukan. jadi
apabila tujuan tersebut telah
dicapai, baru dapat dikatakan
efektif. hal ini dapat dilihat dari
indikator sebagai berikut:
a. Pemerataan
Pembangunan
b. Pelayanan Kepada
Masyarakat
2. Efisiensi, yaitu mengandung
arti pembangunan yang hanya
dibatasi pada hal-hal yang
berkaitan langsung dengan
pencapaian sasaran
pembangunan dengan
memperhatikan keterpaduan
antara persyaratan dengan
produk pembangunan yang
berkaitan. Efisiensi dapat
dilihat dari:
a. bagaimana usaha
mencapai pembangunan yang
merata
b. bagaimana usaha
yang dilakukan untuk
meningkatkan
pembangunan kepada
masyarakat.
3. Pemerataan, merupakan
pembangunan yang
dilaksanakan dapat semakin
merata dan masyarakat dapat
menikmati hasil pembangunan.
Sampai sejauh mana biaya
manfaat yang dapat dirasakan
semua lapisan masyarakat dan
dapat dilihat dari indikator:
a. bagaimana manfaat
hasil pembangunan yang
dirasakan masyarakat
b. bagaimana
pemerataan
pembangunan yang
diberikan terhadap
masyarakat.
4. Ketepatan, ketepatan suatu
hasil yang diinginkan dapat
ditemukan dan dikembangkan
sehingga benar-benar berguna
dalam memberikan pemecahan
persoalan. hal ini dapat dilihat
dari: pencapaian tujuan yang
dihasilkan dapat memberikan
manfaat untuk warga
masyarakat.
F. Metode Penelitian.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang
digunakan dalam penulisan ini
adalah penelitian bersifat
Deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Menurut Sugiyono
(2010:29) metode deskriptif
adalah metode yang
digunakanuntuk
menggambarkan atau
menganalisis suatu hasil
penelitian tetapi
tidak digunakan untuk
membuat kesimpulan yang
lebih luas.
2. Lokasi Penelitianan
Lokasi yang menjadi
tempat penelitian yaitu di Desa
Tajur Biru kecamatan senayang
kabupaten Lingga. adapun
alasan pemilihan lokasi
penelitian ini adalah bahwa
Desa Tajur Biru merupakan
salah satu daerah atau desa
baru hasil pemekaran dari desa
lain dalam kecamatan
senayang. hal ini sangat
berpengaruh sekali dengan
peran pemerintah desa dalam
pembangunan masyarakat di
desa.
3. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian
ini adalah Desa Tajur Biru dan
Kepala Desa sebagai informasi
kunci (Key informan) Dan
Sekretaris Desa, yang menjadi
Informan lainnya juga dalam
penelitian ini adalah BPD dan
Masyarakat Desa Tajur Biru.
Tabel 1.
Jumlah Informan
No Jabatan Jumlah
1 Kepala
Desa
1
Orang
2 Sekretaris
Desa
1
Orang
3 BPD 1
Orang
4 Masyarakat 4
Orang
Jumlah 7
Orang
4. Sumber dan jenis Data.
a. Data primer.
Data yang dikumpul
dan diolah oleh
perorangan (peneliti)
langsung dari informan.
Data yang diperoleh
atau dikumpulkan oleh
peneliti secara langsung
dari sumber datanya.
Data primer disebut
juga sebagai data asli
atau data baru yang
memiliki sifat up to
date.
b. Data sekunder.
Data yang diperoleh
dari pihak kedua, yang
telah dikumpulkan dan
diolah. data yang
diperoleh atau
dikumpulkan peneliti
dari berbagai sumber
yang telah ada.
5. Teknik dan Alat
Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini
untuk melakukan pengumpulan
data, fakta dan informasi di
lapangan digunakan:
a. wawancara
Yaitu proses
percakapan dengan maksud
tertentu dan
untuk mengkonstruksi
mengenai orang, kejadian,
kegiatan, organisasi,motivasi,
perasaan dan sebagainya, yang
dilakukan secara dua pihak
yaitu pewawancara ( interview
) yang mengajukan pertanyaan
dengan yang diwawancarai.
adapun alat pengumpulan data
yang digunakan adalah
Pedoman wawancara yaitu
suatu catatan mengenai hal-hal
yang akan ditanyakan kepada
informan kunci agar dapat
menegaskan atas variasi
jawaban responden.
b. Observasi
Yaitu suatu teknik
dengan melakukan peninjauan
secara langsung ke lokasi
penelitian. Pengamatan ini
dilakukan terhadap kegiatan
lapangan. adapun alat yang
digunakan dengan
menggunakan daftar cheek list.
G. Teknik Analisa Data
Dalam Penelitian ini
peneliti menggunakan teknik
triangulasi, yaitu teknik
pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu
yang lain di luar data itu untuk
keperluan pengecekan atau
sebagai pembanding terhadap
data itu. Peneliti melakukan
triangulasi dengan
membandingkan dan mengecek
balik derajat kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh
melalui waktu dan alat yang
berbeda dalam metode
kualitatif.
Pada metode triangulasi
ini dapat diperoleh dengan
berbagai cara yaitu:
a. membandingkan data
hasil pengamatan dengan data
hasil wawancara.
b. membandingkan apa
yang dikatakan orang tentang
situasi terbuka dan tertutup.
c. membandingkan
keadaan dan perspektif
seseorang
dengan berbagai
pendapat dan
pandangan orang.
d. membandingkan
hasil wawancara dengan isi
suatu dokumen yang berkaitan.
LANDASAN TEORITIS
1. Evaluasi Kebijakan
Proses evaluasi
kebijakan dimaksudkan untuk
menguraikan dan memahami
dinamika internal berjalannya
suatu program atau kebijakan,
dimana proses evaluasi selalu
memerlukan deskripsi rinci
tentang berjalannya suatu
program.
Evaluasi menurut
Hanafi dan Guntur dalam
Nurharjadmo (2008:215)
adalah penilaian terhadap suatu
permasalahan atau persoalan
yang umumnya menuju baik
buruknya persoalan tersebut.
Dalam kaitannya dalam
program biasanya evaluasi
dilakukan dalam rangka
mengukur kinerja dan efek atau
program dalam mencapai
tujuan tertentu.
Menurut Mahmudi
(2015:107) apabila evaluasi
dikaitkan terhadap pengukuran
kinerja dan efek suatu program
dalam mencapai tujuan yang
ditetapkan maka sangat erat
kaitannya dengan tercapainya
outcame dan adanya impact
dari suatu program. Outcame
adalah hasil yang diharapkan
atau diingginkan dicapai
darisuatu program atau aktifitas
yang dibandingkan dengan
hasil yang diharapakan atau
tujuan awal dari pelaksanaan
program tersebut. Sedangkan
impact dalam dampak berupa
efek langsung dan tidak
langsung atau konsekwensi
yang diakibatkan dari
pencapaian tujuan program,
yang diukur dengan
membandingkan antara hasil
program dengan perkiraan
keadaan yang akan terjadi
apabila program atau kebijakan
tersebut tidak ada.
Abidin (2002:186)
menyatakan bahwa “evaluasi
atau pelaksanaan kebijakan
terkait dengan identifikasi
permasalahan dan tujuan serta
formulasi kebijakan sebagai
langkah awal dan monitoring
serta evaluasi sebagai langkah
akhir”.
Menurut Winarno
(2007:144) evaluasi dipandang
secara luas mempunyai makna
pelaksanaan undang-undang
dimana berbagai aktor,
organisasi, prosedur dan teknik
bekerja bersama-sama
menjalankan kebijakan dalam
upaya untuk meraih tujuan-
tujuan kebijakan. Evaluasi pada
sisi yang lain merupakan
fenomena yang kompleks yang
mungkin dapat dipahami
sebagai suatu proses, suatu
keluaran (output) maupun
sebagai suatu dampak
(outcome). Ripley dan Franklin
(dalam Winarno, (2007:145)
berpendapat bahwa evaluasi
adalah apa yang terjadi setelah
undang-undang ditetapkan
yang memberikan otoritas
program, kebijakan,
keuntungan dan benefit.
Sementara itu, Grindle (dalam
Winarno 2007:146) juga
memberikan pandangannya
tentang evaluasi dengan
mengatakan bahwa secara
umum, tugas evaluasi adalah
membentuk suatu kaitan yang
memudahkan tujuan-tujuan
kebijakan bisa direalisasikan
sebagai dampak dari suatu
kegiatan pemerintah.
Dari beberapa
pengertian diatas dapat
dikatakan pada dasarnya,
evaluasi kebijakan bertujuan
untuk menilai apakah tujuan
dari kebijakan yang dibuat dan
dilaksanakan tersebut telah
tercapai atau tidak. Dan dari
beberapa pendapat di atas dapat
kita ketahui bahwa Evaluasi
menunjuk pada sebuah
kegiatan yang mengikuti
pernyataan maksud tentang
tujuan-tujuan program dan
hasil-hasil yang diinginkan
oleh para pejabat pemerintah.
Evaluasi mencangkup
tindakan-tindakan oleh
berbagai actor, khususnya para
birokrat yang dimaksud untuk
membuat program berjalan.
Wibawa dkk yang di kutip
Nugroho (2004:186)
mengatakan Evaluasi kebijakan
publik memiliki empat fungsi,
yaitu :
1. Eksplanasi. Melalui
evaluasi dapat dipotret
realitas pelaksanaan
program dan dapat di
buat suatu generalisasi
tentang pola-pola
hubungan antar
berbagai dimensi
realitas yang
diamatinya. Dari
evaluasi ini evaluator
dapat mengidentifikasi
masalah, kondisi, dan
actor yang mendukung
keberhasilan atau
kegagalan kebijakan.
2. Kepatuhan. Melalui
evaluasi dapat diketahui
apakah tindakan yang
dilakukan oleh para
pelaku, baik birokrasi
maupun pelaku lainnya
sesuai dengan standart
dan prosedur yang di
tetapkan oleh
kebijakan.
3. Audit. Melalui
evalusi dapat diketahui,
apakah output benar-
benar sampai ketangan
kelompok sasaran
kebijakan, atau justru
ada kebocoran atau
penyimpangan.
4. Akunting. Melalui
evaluasi dapat di
ketahui apa akibat
social ekonomi dari
kebijakan tersebut.
Evaluasi member
informasi yang valid dan dapat
di percaya, evaluasi juga sangat
berperan dalam nilai-nilai suatu
tujuan dan target yang telah
ditetapkan. Menurut Nawawi
(2006:73) “ Evaluasi kinerja di
artikan juga sebagai kegiatan
mengukur/menilai pelaksanaan
pekerjaan untuk menetapkan
sukses atau gagalnya seorang
pekerja dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawab
dibidang kerjanya masing-
masing.
Menurut Agustino
(2006:188) kinerja kebijakan
yang di nilai dalam evaluasi
kebijakan melingkupi :
a. Seberapa jauh
kebutuhan, nilai dan
kesempatan telah di
capai melalui
tindakan
kebijakan/program.
b. Tindakan yang
ditempuh oleh
Implementing
Agencie sudah
benar-benar efektif,
Responsive,
akuntabel dan adil.
c. Efek dan dampak
dari kebijakan itu
sendiri.
Evaluasi merupakan
suatu hal yang sangat penting
dalam suatu proses pekerjaan,
karna dengan adanya evaluasi
maka hal tersebut akan
mempermudah jalannya suatu
proses kerja dalam sebuah
organisasi. Dunn (2003:610)
menggambarkan kriteria-
kriteria evaluasi kebijakan
bahwa:
1. Efektivitas : Berkenaan
dengan program/kebijakan
tersebut mencapai hasil
(akibat) yang di harapkan, atau
mencapai tujuan dari
diadakannya kegiatan-kegiatan
yang dilakukan. Efektifitas,
yang secara dekat berhubungan
dengan rasionalitas teknis,
selalu diukur dari unit produk
atau layanan atau nilai
moneternya.
2. Efisiensi : Berkenaan dengan
jumlah usaha yang diperlukan
untuk menghasilkan tingkat
efektifitas tertentu. Efisiensi
yang merupakan sinonim dari
rasionalitas ekonomi adalah
merupakan hubungan antara
efektifitas dan usaha, yang
terakhir umumnya diukur dari
ongkos moneter.
3. Perataan :
Kebijakan/program tersebut
dilaksanakan merata serta
terpenuhinya seluruh
kebutuhan.
4. Ketepatan : Suatu hasil
pelaksanaan yang di lihat dari
kesesuaian biaya dengan
standar dan bentuk surat
pertanggung jawaban yang
sesuai dengan ketentuan.
Untuk dapat
mengusahakan agar pekerjaan
sesuai dengan rencana atau
maksud yang telah di tetapkan,
maka pemimpin harus
melakukan kegiatan-kegiatan
pemeriksaan, pengecekan,
pencocokan, inspeksi,
pengendalian dan berbagai
tindakan yang sejenis dengan
itu, Apabila kemudian ternyata
ada penyimpangan,
penyelewengan atau ketidak
cocokan maka pemimpin
dihadapkan kepada keharusan
menempuh langkah-langkah
perbaikan atau
penyempurnaan.
Berdasarkan teori-teori
yang dikemukakan oleh para
ahli maka diketahui bahwa
dengan adanya evaluasi baik
yang dilakukan oleh intern
ataupun ekstern dari suatu
kebijakan/program, diharapkan
kebijakan-kebijakan kedepan
akan lebih baik dan tidak
mengulangi kesalahan-
kesalahan yang sama.
Studi ini akan
melakukan evaluasi
berdasarkan tujuan pemekaran
yang telah diuraikan
sebelumnya. Dalam Peraturan
Pemerintah No 39 Tahun 2006
secara khusus membahas
mengenai tata cara
pengendalian dan evaluasi
pelaksanaan rencana
pembangunan, definisi evaluasi
adalah rangkaian kegiatan
membandingkan realisasi
masukan (input), keluaran
(output), dan hasil (outcome)
terhadap rencana dan standar.
Evaluasi „output‟ akan
difokuskan kepada aspek
kepentingan utama masyarakat
dalam mempertahankan
hidupnya, yakni sisi ekonomi.
Apabila kondisi ekonomi
masyarakat semakin membaik,
maka secara tidak langsung hal
ini berpengaruh kepada akses
masyarakat terhadap pelayanan
publik, baik dibidang
pendidikan maupun dibidang
kesehatan. Disisi lain,
pelayanan publik juga
mencerminkan sejauh mana
pemerintah daerah mampu
meningkatkan kualitas hidup
masyarakat serta kondisi umum
daerah itu sendiri.
2. Pemerintahan
Pemerintah adalah
organisasi yang memiliki
kekuasaan untuk membuat dan
menerapkan hukum serta
undang-undang di wilayah
tertentu. Ada beberapa definisi
mengenai sistem pemerintahan.
Pemerintahan dalam pengertian
yang sempit ialah segala
aktivitas, tugas, fungsi, dan
kewajiban yang dijalankan
oleh lembaga yang berwenang
serta mengelola dan mengatur
jalannya sistem pemerintahan
negara untuk mencapai tujuan
negara. Sedangkan dalam arti
yang luas, pemerintahan
merupakan sebuah bentuk
organisasi yang tugasnya
menjalankan suatu sistem
pemerintahan dan segala
bentuk aktivitas yang
terorganisasi & terstruktur
dengan baik berlandaskan pada
dasar negara, rakyat dan
wilayah negaranya dalam
mencapai tujuan sebuah
negara. Adapun struktur
pemerintah terdiri dari badan
eksekutif, legislatif dan
yudikatif.
3. Pemekaran Desa
Menurut Rasyid dalam
pambudi (2003:61)
menjelaskan bahwa jika
pemekaran wilayah dilakukan,
maka kebijakan itu harus
memberi jaminan bahwa
aparatur pemerintah yang ada
harus memiliki kemampuan
yang cukup untuk
memaksimalkan fungsi-fungsi
pemerintahan. Asumsi yang
menyertainya adalah
pemekaran pemerintahan yang
memperluas jangkauan
pelayanan, itu akan
menciptakan dorongan-
dorongan baru dalam
masyarakat bagi lahirnya
prakarsa yang mandiri menuju
kemandirian yang bersama.
Lebih lanjutnya
dikatakan oleh Rasyid dalam
pambudi (2003:62) Politik
Pemberdayaan, Dalam
Mewujudkan Otonomi Desa
ada tiga pola dalam
pembentukan wilayah
pemerintahan daerah selama
ini, yaitu :
1. Pembentukan
wilayah-wilayah
pemerintahan
sekaligus menjadi
daerah otonom
(propinsi,
kabupaten/kota)
dengan persyaratan
yang cukup objektif
seperti jumlah
penduduk dan
potensi ekonomi.
2. Pembentukan
wilayah-wilayah
administrasi dan
daerah otonom
berdasarkan
pertimbangan
politis dengan
jumlah penduduk
relatif kecil tetapi
memiliki potensi
ekonomi yang besar
(seperti papua) serta
potensi ekonomi
dan penduduk yang
sedikit tetapi secara
historis dipandang
khas.
3. Pembentukan
wilayah
administrasi
pemerintahan tanpa
disertai
pembentukan
daerah otonom
seperti lazim terjadi
untuk pembentukan
wilayah. Disamping
itu pemekaran
wilayah juga harus
mengoptimalkan
jangkauan
pelayanan kepada
masyarakat.
Sebagaimana dikatakan
koswara (2002:25) dalam
rangka mengoptimalkan
pelayanan kepada masyarakat,
pelayanan harus didasarkan
pada :
1. Pengembangan
wilayah
pemerintahan atau
pemekaran daerah
harus selaras dan
sesuai, sehingga
efektivitas
penyelenggaraan
pemerintahan tetap
dengan konsep
lingkungan kerja
yang ideal, dengan
ukuran organisasi
dan jumlah instansi
yang terjamin.
2. Pengembangan
wilayah
pemerintahan atau
pemekaran daerah
bertolak dari
pertimbangan atas
prospek
pengembangan
ekonomi yang layak
di lakukan
berdasarkan
kewenangan yang
akan diletakan pada
pemerintahan yang
baru.
3. Kebijakan
pengembangan
wilayah harus
menjamin bahwa
aparatur
pemerintahan
didaerah yang
dibentuk memiliki
kemampuan yang
cukup untuk
melaksanakan
fungsi pemerintahan
dan mendorong
lahirnya kebijakan
yang konsisten
mendukung kualitas
pelayanan publik.
Dari segi
pengembangan wilayah, calon
daerah baru yang akan
dibentuk perlu memiliki basis
sumberdaya harus seimbang
antara satu dengan yang lain,
hal ini perlu diupayakan agar
tidak terjadi disparitas yang
mencolok dimasa yang akan
dating. Pemekaran daerah tidak
lain bertujuan untuk
memperpendek rentang kendali
pemerintahan, membuka
ketimpangan-ketimpangan
pembangunan wilayah dan
menciptakan perekonomian
wilayah yang kuat demi
tercapainya kesejahteraan
masyarakat, sehingga
pemekaran wilayah diharapkan
dapat mendekatkan pelayanan
kepada masyarakat, membuka
peluang baru bagi terciptanya
pemberdayaan masyarakat dan
meningkatnya intensitas
pembangunan guna
mensejahterakan masyarakat.
Tugas utama
pemerintah dalam rangka
otonomi desa adalah
menciptakan kehidupan
demokratis, member pelayanan
publik dan sipil yang cepat dan
membangun kepercayaan
masyarakat menuju
kemandirian desa. Untuk itu
desa tidak di kelola secara
teknokratis tetapi harus mampu
memadukan relita kemajuan
teknologi yang berbasis pada
sistem nilai lokal yang
mengandung tata aturan, nilai,
norma, kaidah dan pranata-
pranata sosial lainnya. Potensi-
potensi desa berupa hak tanah
(tanah bengkok, titisari dan
tanah-tanah khas desa lainnya),
potensi penduduk, sentra-sentra
ekonomi dan dinamikasosial-
politik yang dinamis itu
menuntut kearifan dan
propesionalisme dalam
pengelolaan desa menuju
optimalisasi pelayanan,
pemberdayaan, dan dinamisasi
pembangunan masyarakat desa.
Sejalan dengan itu, Sutoro Eko
(2005:15) menjelaskan bahwa :
„tujuan yang subtansial dari
desentralisasi dan otonomi desa
itu adalah :
1. Mendekatkan
perencanaan
pembangunan ke
masyarakat.
2. Memperbaiki
pelayanan publik
dan pemerataan
pembangunan.
3. Menciptakan
efisiensi
pembiayaan
pembangunan yang
sesuai dengan
kebutuhan lokal.
4. Mendongkrak
kesejahteraan
perangkat desa.
5. Menggairahkan
ekonomi lokal dan
penghidupan
masyarakat desa.
6. Memberikan
kepercayaan,
tanggung jawab dan
tantangan bagi desa
untuk
membangkitkan
prakarsa dan potensi
desa.
7. Menempa kapasitas
desa dalam
mengelola
pemerintahan dan
pembangunan.
8. Membuka arena
pembelajaran bagi
pemerintah desa,
BPD dan
masyarakat.
9. Merangsang
tumbuhnya
partisipasi
masyarakat lokal.
Esensi dan subtansi
rujukan tersebut diatas yaitu
kesejahteraan masyarakat,
partisipasi aktif dan upaya
membangun kepercayaan
bersama yang di bingkai
dengan sinergitas antara
pemerintah dengan yang
diperintah. Upaya mengawal
tujuan desentralisasi dan
otonomi desa itu memerlukan
komitmen politik dan
keberpihakan kepada desa
menuju kemandirian desa. Dan
tuntutan kemandirian desa pada
hakekatnya adalah
terbentuknya daerah otonomi
tingkat tiga yang disebut
otonomi desa. Pokok-pokok
pikiran tersebut diatas
berdampak langsung pada
kegiatan pemerintahan pada
level desa sebagai subsistem
pemerintahan nasional yang
dalam kondisi empirik
cenderung tidak proporsional.
Sesuai dengan
peraturan pemerintah No 78
Tahun 2007 Tentang Tata Cara
Pembentukan Penghapusan,
dan Penggabungan Daerah,
maka syarat yang harus
dipenuhi dalam pemekaran
kabupaten meliputi syarat
administrative, teknis, dan fisik
kewilayahan. Adapun syarat
administrative tersebut meliputi
:
1. Keputusan DPRD
Kabupaten/kota
induk tentang
persetujuan
pembentukan calon
Kabupaten/kota.
2. Keputusan
Bupati/walikota
induk tentang
persetujuan
pembentukan calon
Kabupaten/kota.
3. Keputusan
Gubernur tentang
persetujuan
pembentukan calon
Kabupaten/kota.
4. Rekomendasi
Menteri.
Kemudian syarat
teknisnya meliputi faktor
kemampuan ekonomi, potensi
daerah, sosial budaya, sosial
politik, kependudukan, luas
daerah, pertahanan, keamanan,
kemampuan keuangan, tingkat
kesejahteraan masyarakat, dan
rentang kendali
penyelenggaraan pemerintahan
daerah.
Sedangkan sayarat fisik
kewilayahan meliputi cakupan
wilayah, lokasi calon ibukota,
sarana dan prasarana
pemerintahan. Persetujuan
DPRD dalam hal ini
diwujudkan dalam bentuk
Keputusan DPRD, yang
diproses berdasarkan
pernyataan aspirasi sebagian
besar masyarakat setempat,
sedangkan persetujuan
gubernur didasarkan pada hasil
kajian tim yang khusus
dibentuk oleh pemerintah
provinsi yang bersangkutan.
Tim dimaksud
mengikutsertakan tenaga ahli
sesuai kebutuhan (Rozali
Abdullah, 2005:11).
Faktor-faktor yang
menentukan perkembangan
desa induk dan desa pemekaran
menurut Khasan Effendy
(2009:103-140) dalam buku
Pengembangan Organisasi :
Moratorium dan Morbitarium
Pemekaran yaitu :
1. Kondisi lingkungan.
Suasana kehidupan
individu dan
masyarakat yang
berjalan sesuai
ritme kondisi
lingkungan fisik,
sosial, budaya
maupun ekonomi
tegambar melalui
aktivitas seseorang
maupun kelompok
dalam masyarakat
desa.
2. Hubungan Inter-
organisasi. Adanya
kontak dalam
melaksanakan
kegiatan antar
organisasi dengan
organisasi atau
badan lainnya.
3. Ketersediaan
sumber daya.
Analisis sumber
daya dalam konteks
kondisi dana,
fasilitas, birokrasi
lokal dan nasional
dan yang dapat
mendungkung
proses maupun hasil
dari pemekaran
desa.
4. Karakteristik
implementor.
Watak, sikap,
pengetahuan para
pelaksana.
5. Isi kebijakan
pemekaran desa.
Adanya penyuluhan
kepada infra desa
dan lembaga-
lembaga desa.
6. Kontrol sosial.
Kontrol sosial pasca
pemekaran dapat
dicermati melalui
pelaksanaan, sifat
dan tujuan control.
Berbagai syarat dan
criteria tersebut menunjukan
bahwa optimalisasi dalam
bentuk komulatif pendapatan
asli daerah menjadi salah satu
syarat dalam memekarkan
kabupaten, kemampuan
tersebut berimbas dengan
potensi daerah baik dalam
bentuk material maupun bentuk
non material termasuk
pengembangan infra struktur
lainnya, (Khasan Effendy,
2009:75).
Menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 72 tahun
2005 tentang desa,disebut
bahwa desa adalah kesatuan
masyarakat hukum yang
memiliki batas- batas wilayah
yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat
setempat, berdasarkan asal-usul
adat istiadat setempat yang
diakuidan dihormati dalam
sistem Pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Desa bukanlah bawahan
kecamatan, karena kecamatan
merupakan bagian dari
perangkat daerah. berbeda
dengan kelurahan. Desa
memiliki hak mengatur
wilayahnya lebih luas. namun
dalam perkembangannya,
sebuah desa dapat diubah
statusnya menjadi kelurahan.
kewenangan desa adalah :
a. Menyelenggarakan
urusan pemerintahan
yang sudah ada
berdasarkan hak asal
usul desa.
b. Menyelenggarakan
urusan pemerintahan
yang menjadi
kewenangan
kabupaten/kota yang
diserahkan
pengaturannya kepada
desa, yakni urusan
pemerintahan yang
secara langsung dapat
meningkatkan
pelayanan masyarakat.
c. Tugas pembantuan
dari Pemerintah,
Pemerintah Provinsi,
dan Pemerintah
kabupaten/kota.
Dari pengertian tersebut
dapat disimpulkan bahwa Desa
adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas-
batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat
setempat, berdasarkan asal-usul
dan adat istiadat setempat
diakui dan dihormati dalam
sistem pemerintahan, Desa
bukanlah bawahan kecamatan,
karena kecamatan merupakan
bagian dari perangkat daerah
kabupaten/kota, dan Desa
bukan merupakan bagian dari
perangkat daerah.
BAB III
GAMBARAN UMUM
LOKASI
PENELITIAN
A. Gambaran Umum
Desa Tajur Biru
Desa Tajur biru adalah
salah satu Desa pemekaran dari
Desa Temiang, dan terdiri dari
beberapa pulau. Desa Tajur
Biru juga pada dasarnya
memiliki wilayah yang luas,
memiliki wilayah yang
strategis, sehingga desa ini
menjadi pusat pelabuhan
penghubung dari masyarakat
desa yang ada di sekitarnya,
dan juga merupakan pusat
perdagangan antar nelayan
desa untuk pengiriman ikan ke
tanjung pinang dan
batam,bahkan ke Singapore
juga, sebelum pembentukan
desa ini dibentuk
masyarakatnya sebagaian
besarnya sudah berkembang
dari segi mata pencaharian,
pendidikan ataupun lainnya.
Desa tajur Biru mulai terbentuk
pada tahun 2013 dengan
jumlah penduduk 1776 jiwa,
yang mana jumlah itu terbagi
antara laki-laki 909 orang,
wanita 867 orang, dengan
jumlah 499 kepala keluarga,
mata pencaharian penduduk
90% adalah rata-rata sebagai
nelayan. Sebelum dipilihnya
Kepala Desa, Posisi Kepala
Desa sementara dijabat oleh
Pejabat Sementara (PJS) dari
kantor Camat Senayang (Ikin
Kurniawan). Dan Pada tanggal
25 Juli 2015 barulah diadakan
pemilihan kepala desa dan
yang mendapat kepercayaan
atau yang dipilih oleh
masyarakat untuk menjabat
menjadi kepala desa adalah
Muhamad Herman Efendi
penduduk tajur biru. Dan pada
tanggal 28 Agustus barulah
saudara Zamri diangkat
menjadi sekdes oleh kades.
Letak geografi Desa Tajur
Biru, Terletak diantara :
Sebelah Utara : Desa
Temiang
Sebelah Selatan : Desa
Rejai
Sebelah Barat : Desa
Pulau Batang
Sebelah Timur : Desa
Pulau Medang
B. Perencanaan
Pembanguan Desa
1. Perencanaan
Dalam pelaksanaan
pembangunan perencanaan
merupakan proses penting
untuk mecapai hasil yang
diinginkan, perencanaan
pembangunan desa merupakan
hal penting yang harus
dilakukan oleh pemerintahan
desa. Perencanaan
pembangunan desa merupakan
wujud dari visi misi kepala
desa terpilih yang dituangkan
dalam rencana pembangunan
jangka menenagh desa.
Dalam pelaksanaan
proses perencanaan tersebut
kepala desa harus melibatkan
masyarakat sebagai subyek
pembangunan, proses yang
melibatkan masyarakat ini,
mencakup dengar pendapt
terbukasecara eksstensif
dengan sejumalah besar
warganegara yang mempunyai
kepedulian, dimana dengar
pendapt ini disusun dalam
suatu cata untuk mempercepat
para individu, kelompok
kelompok kepentingan dan
para pejabat agensi
memberikan kontribusi mereka
kepada pembuatan desain dan
redesain kebijakan dengan
tujuan mengumpulkan
informasi sehingga pembuat
kebijakan bisa membuat
kebijakan lebih baik. (winarso,
2007:64).
Dengan pelibatan
tersebut maka perencanaan
menjadi semakin baik, aspirasi
masyarakat semakin
tertampung sehingga tujuan
dan langkah langkah yang
diambil oleh pmerintah desa
semakin baik dan sesuai
dengan tujuan yang
diharapkan. Senada dengan apa
yang disampaiakan oleh
Robinson Tarigan,
Perencanaan adalah
menetapkan suatu tujuan dan
memilih langkah langkah yang
diperlukan untuk mencapai
tujuan tersebut. (Tarigan,
2009:1)
Dalam ketentuan umum
permendagri lebih jelas
dikatakan pada pasal 1 ayat 10,
Perencanaan pembangunan
desa adalah proses tahapan
kegiatan yang diselenggarakan
oleh pemerintah Desa dengan
melibatkan Badan
Permusyawaratan Desa dan
unsur masyarakat secara
partisipatif guna pemanfaatan
dan pengalokasian sumber
daya desa dalam
rangkamencapai tujuan
pembangunan desa.
Pemaparan diatas
sangatlah jelas bahwa
perencanaan adalah proses
penting dalam pelaksanaan
pembangunan dan pelibatan
masyarakat merupakan upaya
untuk mendekatkan kebutuhan
masyarakat dalam kerangka
pilihan keputusan dalam
perencanaan.
2. Pembangunan
Pembangunan
merupakan sebuah proses
kegiatan yang sebelumya tidak
ada menjadi ada, atau yang
sebelumnya sudah ada dan
dikembangkan menjadi lebih
baik, menurut Myrdal (1971)
pembangunan adalah sebagai
pergerakan ke atas dari seluruh
sistem sosial. Artinya bahwa
pembangunan bukan melulu
pembangunan ekonomi,
melainkan pembangunan
seutuhnya yaitu semua bidang
kehidupan
dimasyarakat.(dalam Kuncoro.
Mudrajad, 2013:5)
Dalam pelaksanaan
pembangunan pelibatan
masyarakat sangatlah perlu
untuk dilakukan karena dengan
partisipasi masyarakat maka
proses perencanaan dan hasil
perencanaan sesuai dengan
kebutuhan. Hal ini sebagaimana
pendapat Arif (2006 : 149-150)
tujuan pembangunan adalah
untuk kesejahteraan
masyarakat, jadi sudah
selayaknya masyarakat terlibat
dalam proses pembangunan,
atau dengan kata lain partisipasi
masyarakat (dalam Suwandi
dan Dewi Rostyaningsih)
Dengan peningkatan
pelibatan masyarakat dalam
proses pembangunan maka
diharapkan hasil pembangunan
sesuai dengan kebutuhan dan
sesuai dengan tujuan
pembangunan itu sendiri
sebagaimana disebutkan dalam
Permendagri 114 Pasal 1
ayat 9. Pembangunan Desa
adalah upaya peningkatan
kualitas hidup dan kehidupan
untuk sebesar-besarnya
kesejahteraan masyarakat Desa.
Dari uaran tersebut sangatlah
jelas bahwa pembangunan yang
melibatkan masyarakat secara
aktif akan mampu mencapai
tujuan yang diharapkan.
C. Pembangunan
Desa Tajur Biru
Program Desa diawali
dari adanya musyawarah Desa
yang dihadiri oleh tokoh-
tokoh masyarakat, tokoh
agama, RT / RW, Pemerintah
Desa beserta BPD dalam
rangka penggalian gagasan
untuk dibahas dan disepakati.
Dari penggalian gagasan
tersebut dapat diketahui
permasalahan apa yang ada di
desa dan kebutuhan apa yang
diperlukan oleh masyarakat
sehingga apa yang menjadi
aspirasi dari masyarakat bisa
tertampung.
Sebagai tim penyusun,
tentunya sangat berperan aktif
untuk membantu desa dalam
membahas dan menyepakati
proses pembangunan di desa,
penyelenggaran pemerintahan
di desa, pemberdayaan
masyarakat di desa, partisipasi
masyarakat, sikap Kepala desa
dan perangkat desa,
operasional pemerintahan
desa, tunjangan operasional
BPD, dan insentif RT/RW.
Dalam hal ini penyusunannya
yang bersipat mendesak dan
harus dilakukan denagan
segera dalam arti menyusun
skala prioritas.
Program Pembangunan Desa
1. Belanja Kepala Desa dan
Perangkat Desa
2. Insentif RT dan RW
3. Operasional Lembaga
Kemasyarakatan Desa
4. Tunjangan operasional
BPD
5. Program operasional
Pemerintahan Desa
6. Program pelayanan dasar
7. Program pelayanan dasar
infrastruktur
8. Program kebutuhan primer
pangan
9. Program pelayanan dasar
Pendidikan
10. Program pelayanan
kesehatan
11. Program kebutuhan primer
Sandang
12. Program penyelenggaraan
pemerintah Desa
13. Program ekonomi produktif
14. Program peningkatan
kapasitas sumberdaya
aparatur Desa
15. Program penunjang
peringatan hari-hari besar
16. Program dana bergulir
D. Indikator Program
Pemekaran yang
dijalankan
Agar pemekaran daerah
dapat memenuhi visi dan
tujuannya, ada beberapa
indikator yang menjadi faktor
pemekaran yang dapat
dijadikan pedoman, yaitu
1. Faktor Ekonomi
Pemekaran harus
memberikan dampak pada
peningkatan perkapita dan
PDRB. Peningkatan itu bisa
dilakukan secara bertahap
dengan parameter yang bisa
dibuat secara cermat dengan
memperhitungkan potensi
ekonomi daerah. Prioritas
pembangunan harus disusun
secara cermat mulai dari
pembangunan infrastruktur
dasar dan seterusnya.
2. Faktor Sosial Politik
Pemekaran daerah
harus mendorong semakin
kuatnya kohesi sosial dan
politik masyarakat.
Pemekaran tidak boleh
menyebabkan perpecahan
apalagi sampai berujung
konflik horizontal. Karna
dibeberapa daerah pemekaran
seringkali menimbulkan
konflik sosial politik.
Pemekaran juga harus dapat
meningkatkan partisipasi
politik masyarakat dalam
pemerintahan dan
pembangunan. Aspirasi
pemekaran harus muncul
sebagai kesadaran sosial
politik seluruh warga dalam
rangka membangun dan
mensejahterakan daerah,
Bukan sekedar kepentingan
politik kekuasaan.
3. Faktor Organisasi dan
Manajemen
Pemekaran daerah
harus berdampak pada
peningkatan dan pertumbuhan
organisasi dan menajmen
daerah yang berdampak
langsung pada kualitas
pembangunan. Hal ini
meliputi perbaikan dalam
Sumber Daya Aparatur,
Sumber Daya Masyarakat,
Sumber Daya Organisasi
Perangkat, Sarana dan
Prasarana Dasar, Dibeberapa
daerah pemekaran,
Keterbatasan SDN Aparatur,
Finansial, Organisasi
Perangkat, Dan Sarana-
Prasarana dasar sering kali
menjadi masalah besar dan
tidak menunjukan adanya
perbaikan dari waktu ke
waktu.
4. Jangkauan Pelayanan
Dengan pemekaran
seharusnya jangkauan
pelayanan kepada masyarakat
harus semakin efesien dan
efektif karena masyarakat
dapat langsung mendapatkan
layanan oleh aparat/aparatur
setempat di daerahnya sendiri.
Inilah maknanya
Desentralisasi dalam perpektif
pelayanan publik, dimana ada
otonomi daerah untuk
mengadakan dan memenuhi
kebutuhan warganya.
5. Faktor Kualitas Pelayanan
Publik
Setelah jangkauan
pelayanan semakin dekat,
maka kualitas pelayanan harus
semakin meningkat dengan
penguatan hak otonomi yang
dimiliki oleh daerah otonomi
baru. Ketersediaan pelayanan
dasar seperti sandang, pangan,
kesehatan, pendidikan,
peningkatan daya beli
masyarakat, transportasi dan
komunikasi kependudukan
dan lainnya harus secara
kualitatif dan kuantitatif
mengalami peningkatan.
Pemekaran yang tidak
memberikan peningkatan
kualitas pelayanan publik
kepada masyarakat harus
menjadi tanda tanya besar
bagi indikator keberhasilan
pemekaran.
6. Faktor tata pemerintahan
yang baik (good
govermance)
Pemekaran harus
membawa efek pada
perwujudan tata pemerintahan
yang bersih dan baik, bukan
sebaliknya jusrtu
menyebabkan semakin
suburnya korupsi. Good local
govermance terbentuk jika
akuntabilitas pemerintahan
semakin baik, transparasi
semakin tinggi, prinsip rule of
law semakin dapat ditegakkan,
partisipasi masyarakat
semakin meningkat,
pemerintahan yang semakin
efisien dan efektif, konflik
kepentingan dalam birokrasi
dapat dikurangi, pengisian
jabatan-jabatan karir tidak
dipenuhi dengan praktek
KKN.
7. Faktor Resvonsiveness
Pemekaran daerah
harus mendorong
pemerintahan daerah yang
memiliki daya tanggap dalam
merumuskan kebutuhan dan
potensi daerah. Hal ini dapat
dilihat dari rencana strategis,
program dan implementasi
program-program
pembangunan. Jika tidak
terdapat rencana strategis,
program dan implementasi
program yang inovatif, maka
pemekaran daerah tidak
menumbuhkan daya tanggap
daerah terhadap potensi dan
kebutuhan daerah.
8. Peningkatan pengelolaan
pelayanan pemerintahan
dan pembangunan daerah
Salah satu tujuan utama
dari pemekaran wilayah
adalah untuk mendekatkan
pemerintahan kepada
masyarakat, sehingga
diharapkan pengelolaan
pemerintahan dapat berjalan
lebih efektif dan efisien,
pelayanan kepada masyarakat
lebih baik dan pembangunan
daerah dapat berjalan lancar.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Pemekaran Desa adalah
tindakan membentuk lebih dari satu
desa dari desa yang telah ada. Batas
Desa adalah batas wilayah yuridiksi
pemisah wilayah penyelenggaraan
urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan suatu desa dengan desa
lain. Kekayaan Desa adalah segala
kekayaan dan sumber penghasilan bagi
desa yang bersangkutan. Dusun adalah
bagian wilayah dalam desa yang
merupakan lingkungan kerja
pelaksanaan pemerintahan desa.
Oleh karna desa merupakan
kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas-batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan asal usul dan
adat istiadat setempat, maka sesuai
dengan aspirasi serta perkembangan
situasi dan kondisi masyarakat yang
lebih dinamis, telah menuntut adanya
peningkatan pelayanan publik
dibidang pemerintahan, pembangunan
dan kemasyarakatan guna
mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat.
Pemekaran memiliki dampak
positif bagi desa dan masyarakatnya.
Dalam pemaparan ini akan lebih
ditekankan tentang dampak positif
yang ditimbulkan dari adanya
pemekaran wilayah desa menuju pada
pemekaran kecamatan dan juga
pembentukan kabupaten baru.
Pemekaran wilayah Desa di
desa Tajur Biru pada dasarnya
merupakan upaya untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat dengan tetap
berpedoman pada pertumbuhan
ekonomi dengan memperhatikan daya
dukung wilayah, baik dari segi aspek
pelayanan masyarakat, aspek
pemerintahan, aspek sosial ekonomi,
dan aspek potensi wilayah yang ada.
Kabupaten Lingga memiliki 9
Kecamatan, 7 Kelurahan dan 74 Desa.
Pemerintah Kabupaten Lingga terdiri
dari 9 kecamatan, Di antaranya :
Kecamatan Singkep yaitu
Dabo, Dabo Lama, Tanjung Harapan,
Pasir Kuning, Batu Berdaun, Batu
Kacang, dan Batu Ampar. Kecamatan
Lingga yaitu Daik, Panggak Laut,
Panggak Darat, Merawang, Mentuda,
Kelumu, Mepar, Kelombok, Pekajang,
dan Musai. Kecamatan Lingga Utara
yaitu Pancur, Sungai Besar, Linau,
Teluk Sekanah, Resun, Limbung,
Duara, Bukit Harapan, Rantau
Panjang, dan Keton. Kecamatan
Singkep Barat yaitu Raya, Langkap,
Tinjul, Suak Buaya, Busung Panjang,
Jagoh, Sungai Harapan, Sungai Raya,
Sungai Buluh, Posek, Marok Tua,
Kuala Raya, Bakong, dan Tanjung Irat.
Singkep Pesisir yaitu Berindat, Kote,
Lanjut, dan Sedamai. Kecamatan
Lingga Timur yaitu Kerandin, Pekaka,
Keton, Sei Pinang, Kudung, dan Bukit
Langkap. Kecamatan Selayar Penuba,
dan Selayar. Kecamatan Singkep
Selatan yaitu Marok Kecil, Berhala,
dan Resang. Kecamatan Senayang
yaitu Senayang, Baran, Cempa,
Penaah, Laboh, Batu Belubang, Benan,
Pulau Batang, Tanjung Kelit,
Mensanak, Pulau Medang, Rejai, Pasir
Panjang, Mamut, Pulau Duyung,
Tanjung lipat, Temiang, dan Tajur biru
Dan Pada Tahun 2012 Desa
Tajur Biru dimekarkan menjadi desa
sendiri dari desa induk sebelumnya
yaitu desa Temiang, Dan pada tahun
2012 dengan secara bersamaan pada
tahun itu ada 25 Desa yang
dimekarkan di Kabupaten Lingga.
Desa Tajur Biru dimekarkan
oleh Pemerintah Kabupaten Lingga
menurut Peraturan Daerah (perda) No
36 Tahun 2012 atas dasar dari
perubahan Peraturan Daerah (perda)
Kabupaten Lingga No 3 Tahun 2011
tentang pembentukan desa.
Pemekaran wilayah desa Tajur
Biru diharapkan akan memberikan
dampak positif bagi kemajuan
masyarakat, karena dengan setelah
adanya pemekaran, didesa Tajur Biru
sudah sedikit terlihat pembangunan-
pembangunan dari dana ADD maupun
dari dana APBDes dan APBN. Dan
dana yang didapatkan desa pada awal
pemekaran pada tahun 2012 yang
mana jabatan Kepala Desa masih PJS
dari Kecamatan Senayang yaitu Cuma
kisaran Rp. 229.907.227. Setelah
berjalannya pemekaran, barulah ada
perubahan dari tahun ketahunnya, pada
tahun 2013 desa mendapatkan dana
sebesar Rp. 530.832.335, dan pada
tahun 2014 desa mendapatkan dana
sebesar Rp. 854.442.767, dan pada
tahun 2015 desa mendapatkan dana
sebesar Rp. 1.347.097.887, pada tahun
2016 desa mendapatkan sebesar Rp.
1.542.170.427.42, dan pada tahun
2017 ini desa mendapatkan dana
sebesar Rp. 1.710.644.707.65.
Terlihat jelas bahwa semenjak
dimekarkan memang banyak sekali
anggaran perubahan dana yang
didapatkan, dari tahun ke tahun dana
yang didapatkan semakin bertambah,
sehingga desa sangat mempunyai
kesempatan untuk bisa lebih
membangun desanya sendiri.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan, pemekaran desa
Tajur Biru ini sudah bisa dikatakan
berjalan baik hingga saat ini, namun
akan tetapi belum begitu banyak juga
membawa dampak yang baik bagi
masyarakat, karna masih ada yang
harus diperbaiki berkaitan dengan
pemekaran desa Tajur Biru ini. Ada
beberapa hal yang ditemukan saat
penelitian yaitu : Selama dalam
pemekaran ini banyak pembangunan
yang belum merata, dan belum begitu
nampak kemajuan, masih banyak
jalan yang belum disemenisasi.
Kemudian masalah transportasi juga
masih kurang, pemekaran masih
belum berdampak signifikan kepada
masyarakat dan itu dapat dilihat dari
tidak adanya fasilitas jalan yang baik,
fasilitas air yang tidak sebanding
dengan tingkat penggunaan
masyarakat, Aspek-aspek dalam
pembangunan meliputi antara lain
salah satunya adalah aspek fisik,
Dimana seharusnya pembangunan
memberikan hasil-hasil yang nyata
bagi masyarakat. Kegiatan
pembangunan adalah suatu kegiatan
yang memiliki dua sifat, yaitu sifat
akademis dan sifat birokratis dalam
prosesnya, dengan demikian
pendekatan geografi sangat
diperlukan dalam kegiatan
pembangunan.
Dari hasil observasi juga
ditemukan bahwa minimnya
pengetahuan aparatur desa dalam
bidang teknologi informasi seperti
laptop atau komputer, kurangnya
minat aparatur desa untuk belajar
mengoprasikan teknologi tersebut,
kemudian kualitas sumber daya
aparatur yang dimiliki desa masih
sangat rendah, hal ini disebabkan
karna tingkat pendidikan aparatur
pada umumnya hanya (SMA) dan
mengikuti Paket C, Nampak juga oleh
peneliti bahwa aparatur desa selalu
pulang lebih awal dari jam pulang
kerja yang telah ditentukan, dengan
alas an bahwa sudah tidak ada lagi
masyarakat yang ingin berurusan.
B. Saran
Adapun saran yang dapat
disampaikan oleh penulis adalah :
1. Sebaiknya pembangunan yang
akan dilakukan, terlebih dahulu
harus direncanakan dengan baik
dan melibatkan masyarakat agar
tepat dengan sasaran dan sesuai
dengan harapan dan tujuan.
2. Perlu adanya pembangunan yang
merata dalam pemekaran ini,
karna dari pembangunan yang
merata nanti bisa dilihat sejauh
mana keberhasilan yang telah
dilakukan oleh pemerintah desa.
3. Sebaiknya aparatur pemerintah
desa juga diberikan pemahaman
agar bisa membangun Desa Tajur
Biru dengan baik dan bisa
memberikan pembangunan serta
pelayanan yang lebih baik dan
maksimal kepada masyarakat.
4. Hendaknya seluruh masyarakat
Desa Tajur Biru untuk ikut
berpartisipasi dalam pembangunan
yang akan dibangun di desa,
tujuannya agar manfaat dari
pemekaran desa ini seperti
pembangunan-pembangunan yang
dilakukan dapat dirasakan secara
merata oleh semua masyarakat
desa.
5. Seharusnya Camat berserta
pemerintah terkait harus selalu
mengawasi pelaksanaan dari
pemekaran desa ini, agar
kedepannya bisa semakin lebih
baik.
DAFTAR PUSTAKA
Dunn, W, 2003, Pengantar Analisis
Kebijakan
Publik,Yogyakarta : Gajah
Mada Universitas Press.
Dunn, W, 2003, Analisa kebijakan. Jakarta
: PT. Bumi Aksara
Mahmudi, 2005, Manajemen Kinerja
sektor Publik , Yogyakarta:
UPP AMP YKPN
Nurharjadmo, W, 2008, Evaluasi
Implementasi Kebijakan
Pendidikan system Ganda
di Sekolah Kejuruan, Jurnal
Spirit Publik, 4 (2) 215.
Parson, Wayne, 2006. Publik Policy,
Pengantar Teori dan Praktik
Analisis Kebijakan.
Jakarta : Kencana Prenada Media
Group.
Nugroho, Riant D. 2004. Kebijakan
Publik Formulasi
implementasi dan
Evaluasi.Jakarta : PT.Elex
Media Komputindo
Saragi, Tumpal P, 2004, Mewujudkan
Otonomi Masyarakat Desa,
Jakarta : CV Cipruy
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian
Administrasi, Bandung :
Alfabeta
Syafiie, Inu Kencana, 2015. Pengantar
Ilmu Pemerintahan,
Bandung : PT Refika
Aditama.
http://www.kompasiana.com/poetoetego/p
emerataan-pembangunan-
indonesia_55109f1a813311d63
8bc6981
Soetardjo. 1984. Desa. Jakarta: Balai
Pustaka.
Solekhan, 2012, Penyelenggaraan
Pemerintah Desa. Setara,
Malang.
Bappenas dan UNDP, 2008, Studi
Evaluasi Dampak Pemekaran
Daerah 2001-2007, Jakarta :
Bridge
Wijaya, Adi, 2003, Kebijakan
Pembanguan daerah dalam
era Otonomi, Jakarta : P2E-
LIPI.
http://administrasidanmanajemen.blogspot
.co.id/2009/01/pengertian-
tujuan-dan-manfaat-
Jurnal :
Jnanuarsyah, Dedi and Retno, Agustiana
EkaPutri and Benardin,
Benardin. 2014. Evaluasi
pelaksanaan pemekaran desa
dalam kabupaten Musi Rawas.
Thesis, Universitas Bengkulu
Dokumen :
Undang-undang Otonomi Daerah No 32
Tahun 2004 Pemerintah
Daerah
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No.72 Tahun 2005 Tentang
Desa
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No 6 Tahun 2008 Tentang
Pedoman Evaluasi
Penyelenggaraan Pemerintah
Daerah
Permendagri No 21 Tahun 2010 Tentang
Pedoman Evaluasi Daerah
Otonom Hasil Pemekaran
Undang-undang No 23 Tahun
2014 Tentang Pemerintahan
Daerah
Undang-undang No 6 Tahun
2014 Tentang Desa
R
I
W
A
Y
A
T
H
I
D
U
P