Post on 12-Jan-2017
EVALUASI KETELITIAN METODE SURVEI SARANG DALAM
PENDUGAAN UKURAN POPULASI ORANGUTAN (Pongo
pygmaeus wurmbii Groves, 2001) DI KAWASAN TAMAN
NASIONAL TANJUNG PUTING
(Studi Kasus di Camp Leakey, Kawasan Taman Nasional Tanjung Puting Kabupaten Kotawaringin Barat dan Seruyan Provinsi
Kalimantan Tengah)
DEDE AULIA RAHMAN
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
Halaman Persembahan
Tulisan ini Ku dedikasikan untuk kedua orang tua dan kakak ku. Atas Segala Kasih Sayang yang selalu menjadi sumber semangat dan kebanggaan.
Dan untuk Almamater, Bangsa dan Agama ku
RINGKASAN
DEDE AULIA RAHMAN Evaluasi Ketelitian Metode Survei Sarang Dalam Pendugaan Ukuran Populasi Orangutan (Pongo pygmaeus wurmbii Groves, 2001) di Taman Nasional Tanjung Puting (Studi Kasus di Camp Leakey, kawasan Taman Nasional Tanjung Puting Kabupaten Kotawaringin Barat dan Seruyan Provinsi Kalimantan Tengah) Dibimbing oleh YANTO SANTOSA
Perhitungan secara langsung terhadap individu orangutan dalam habitatnya
merupakan sesuatu hal yang sangat sulit. Orangutan dengan karakteristik kepadatan yang
rendah dalam habitatnya menyebabkan pendugaan ukuran kepadatan populasi secara akurat
terhadap jenis satwa ini dalam frame waktu tertentu menjadi tidak mungkin untuk dilakukan.
Oleh karena itu pendugaan ukuran populasi pada jenis ini lebih diarahkan pada sarang yang
merupakan indikator yang dapat dipercaya untuk mengenali keberadaan mereka di dalam
hutan. Kenyataan bahwa orangutan membangun paling tidak satu sarang setiap hari dengan
aspek penggunaan sarang sebagai satu-satunya metode dalam pendugaan ukuran kepadatan
populasi orangutan dapat menjadi pengantar untuk mengungkap besarnya tingkat ketelitian
dari penggunaan metode ini.
Penelitian dilaksanakan di Camp Leakey selama tiga bulan yaitu pada bulan April
sampai Juni 2008 dan analisis data dilaksanakan pada bulan juli 2008. Alat yang digunakan
dalam penelitian ini antara lain : binokuler; pita ukur (1,5 meter); pita gulung (50 meter);
kompas; cristenmeter; peta study area Camp Leakey (Skala 1:250); flagging tape; camera,
software Distance 5.0 dan software SPSS 14.0. Bahan yang digunakan antara lain :
Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus wurmbii, Groves 2001), habitat dan sarang.
Nilai koefisien variasi (CV) merupakan ukuran yang digunakan untuk melihat
besarnya tingkat ketelitian dari suatu pendugaan. Berdasarkan penelitian ini diperoleh nilai
CV spasial pada berbagai tipe habitat berupa hutan kerangas, dipterocarp dataran rendah, dan
rawa gambut, dimana untuk tipe hutan kerangas koefisien variasi dari pendugaan populasi
berdasarkan perhitungan sarang sebesar 22,60 %, hutan dipterocarp dataran rendah sebesar
11,20 %, hutan rawa gambut 2 = 0 < 5,991) yang
menunjukan bahwa kepadatan populasi pada masing-masing tipe habitat tidak bervariasi
menurut interval waktu pada taraf nyata 5 %
Kesimpulan dari penelitian ini adalah penggunaan metode sarang menunjukan hasil
yang reliabel dan baik digunakan dalam pendugaan kepadataan populasi orangutan.
Kata kunci : Sarang, Orangutan, Kepadatan, Ketelitian
SUMMARY
DEDE AULIA RAHMAN Evaluation Accuracy Method of Nest Survey In Estimate Orangutan Population Density (Pongo pygmaeus wurmbii, Groves 2001) in Tanjung Puting National Park (Case Study in Camp Laekey, Tanjung Puting National Park, West Kotawaringin and Seruyan Residence, Central Kalimantan) Under Supervision of YANTO SANTOSA
Direct counts of arboreal, elusive and cryptically coloured animals will always be
difficult. For orangutans, a species that additionally live at low densities, it is unlikely that
enough observations of the animals could ever be made in a reasonable time frame to predict
accurate population size. Therefore, population surveys rely on indirect counts of orangutan
nests, their most visible sign. Fact that orangutan develop at least one nest every day with
aspect usage of nest as single method in anticipation density of population orangutan become
deliverer to express some other questions related to storey level of accuracy of usage of this
method to anticipate population measure of orangutan correctly in nature.
This research was conducted at Tanjung Puting National Park on April until June
2008 and the analysis data was conducted on July 2008. This research used Binoculer,
measure ribbon (1,5 metre), measure ribbon furl (50 metre), brunton compass, Cristenmetre,
Camp Leakey map (scale 1:250), flagging tape, camera, Sotware Distance 5.0., Software
SPSS 14.0. The materials that used were Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus wurmbii,
Groves 2001), habitat and nest.
Pursuant to research result obtained the image of hitting value of CV is size to know
about storey level of accuracy, where value of coefisien spasial variation (CV) at various
habitat type in the form of forest of kerangas, lowland dipterocarp, and peat forest, for the
type of forest kerangas coefisien variation of estimation population pursuant to calculation
of equal to 22,60 %, forest of dipterocarp lowland equal to 11,20 %, peat forest equal to 2 = 0 < 5,991) which is showing that density of population at each
habitat type do not vary according to time interval at real level 5 %.
This conclusion the method of nest survey showing a result which is reliabel and
good used in estimate orangutan population density in nature, mentioned isn't it by value of
coefisien of spasial and temporal variation (CV).
Keyword : Nest, Orangutan, Density, Accuracy
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Ketelitian
Metode Survei Sarang Dalam Pendugaan Populasi Orang Utan (Pongo pygmaeus wurmbii Groves, 2001) Taman Nasional Tanjung Puting (Studi Kasus di Camp
Leakey, Kawasan Taman Nasional Tanjung Puting Kabupaten Kotawaringin Barat
dan Seruyan Provinsi Kalimantan Tengah) adalah benar-benar hasil karya saya
sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai
karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip berasal dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2008
Dede Aulia Rahman
NRP E34104037
Judul Penelitian : Evaluasi Ketelitian Metode Survei Sarang Dalam Pendugaan
Ukuran Populasi Orangutan (Pongo pygmaeus wurmbii Groves,
2001) di Taman Nasional Tanjung Puting (Studi Kasus di Camp
Leakey, kawasan Taman Nasional Tanjung Puting Kabupaten
Kotawaringin Barat dan Seruyan Provinsi Kalimantan Tengah)
Nama : Dede Aulia Rahman
NIM : E34104037
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA
NIP : 131 430 800
Mengetahui
Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr
NIP : 131 578 788
Tanggal Lulus : 20 Agustus 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 14 januari 1987 di Bogor, Jawa Barat.
Merupakan anak ke tiga dari tiga bersaudara pasangan Drs. H. Komarudin Effendi
dan Hj. Unay Yulia (Alm).
Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 5 Bogor dan pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB, Penulis
memilih program studi Konservasi Sumberdaya Hutan, Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi
kemahasiswaan yakni sebagai anggota Biro Pengembangan Sumberdaya Manusia
Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan (Himakova) tahun 2005-2006,
Anggota Kelompok Pemerhati Mamalia (KPM) Tahun 2005-2008, sekretaris Biro
Informasi dan telekomunikasi Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan
(Himakova) tahun 2006-2007, panitia Gebyar KSH tahun 2006, Koordinator
Penanaman Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
(Himakova) bersama Departemen Kehutanan tahun 2006, ketua Expo Himakova
2007. Selain itu penulis juga melakukan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di
Taman Naional Tanjung Puting (TNTP), Kabupaten Kotawaringin Barat dan Seruyan
Provinsi Kalimantan Tengah.
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul Evaluasi Ketelitian Metode Survei Sarang Dalam Pendugaan
Ukuran Populasi Orangutan (Pongo pygmaeus wurmbii Groves, 2001) di Taman
Nasional Tanjung Puting (Studi Kasus di Camp Leakey, Kawasan Taman Nasional
Tanjung Puting Kabupaten Kotawaringin Barat dan Seruyan Provinsi Kalimantan
Tengah) dibimbing oleh Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah S.W.T atas segala
curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan selama tiga bulan yaitu pada
bulan April sampai Juni 2008 ini adalah evaluasi ketelitian metode survei sarang
dengan judul Evaluasi Ketelitian Metode Survei Sarang Dalam Pendugaan Ukuran
Populasi Orangutan (Pongo pygmaeus wurmbii Groves, 2001) di Taman Nasional
Tanjung Puting (Studi Kasus di Camp Leakey, Kawasan Taman Nasional Tanjung
Puting Kabupaten Kotawaringin Barat dan Seruyan Provinsi Kalimantan Tengah)
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA
selaku pembimbing. Selain itu, penghargaan penulis disampaikan pula kepada Ibu
Prof. Dr. Birute Marija Filomena Galdikas selaku president OFI (Orangutan
Foundation International) atas dukungan moril dan finansial selama penulis
melakukan penelitian dan Bapak Ir. Yohanes Sudarto, MSc selaku Kepala Balai
Taman Nasional Tanjung Puting yang telah memberikan ijin dan dukungan dalam
penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, kakak
tercinta, serta seluruh keluarga besar KSH 41 atas segala doa dan kasih sayangnya.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu segala saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan.
Akhirnya penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi upaya
pelestariaan orangutan.
Bogor, Agustus 2008
Penulis,
UCAPAN TERIMAKASIH
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rakhmat dan
hidayah- Ketelitian
Metode Survei Sarang Dalam Pendugaan Ukuran Populasi Orangutan (Pongo
pygmaeus wurmbii Groves, 2001) di Taman Nasional Tanjung Puting (Studi Kasus
di Camp Leakey, Kawasan Taman Nasional Tanjung Puting Kabupaten
Kotawaringin Barat dan Seruyan Provinsi Kalimantan Tengah) ini dapat
diselesaikan. Karya tulis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Program Sarjana di Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan & Ekowisata, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor
Pada Kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada
Bapak Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA. Selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, motivasi dan arahan sehingga Skripsi ini dapat terselesaikan.
Penelitian Skripsi ini melibatkan banyak pihak, oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan ungkapan rasa hormat kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr. Selaku Dekan Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor atas segala fasilitas dan kesempatan belajar bagi penulis selama
menempuh studi di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni MSc.F. Selaku ketua Jurusan Program Studi
Konservasi Sumberdaya Hutan & Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor yang telah memberikan dorongan dan semangat.
3. Ibu Prof. Birute Marija Filomena Galdikas. Selaku president OFI (Orangutan
Foundation International) atas dukungan, masukan baik moril maupun finansial
selama penulis melaksanakan penelitian
4. Bapak Ir. Yohanes Sudarto, MSc. Selaku Kepala Balai Taman Nasional Tanjung
Puting yang telah memberikan ijin dan dukungan dalam penelitian ini
5. Drs. Al Zaqie, Selaku Manager Projek OFI (Orangutan Foundation International)
atas saran dan masukan selama penulis melaksanakan penelitian
6. Seluruh staf OFI (Orangutan Foundation International), Mas Fajar, Mas Ivran,
Mas Robet, Mas Adi, Mas Hendra, Mas Jikun, Mba Floren atas segala masukan
dan informasi yang diberikan selama penulis melaksanakan penelitian
7. Bang Dudin, Pak Engkot, Om Cecep, Bang Iim, Bang Kis, Bang Manto, serta
asisten lapang lainnya yang selalu siap membantu kegiatan lapang serta
memberikan masukan selama penulis melaksanakan penelitian
8. Bapak Togu, Ka Devis, Mba Isna, dan kawan-kawan Yayorin-OFUK
9. Untaian rasa syukur tiada henti kehadirat Sang Pencipta yang memberikan mama
Unay Yulia(Alm) dan papa Komaruddin Effendy sebagai orangtuaku dengan
segala kasih sayang dan pengorbanan yang tak akan dapat terbalaskan. Kakakku,
Novita Anggraeni, Dicky Rizal Samsir Alam, yang telah menjadi
teladan bagiku,
10. Semua rekan-rekan di Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan & Ekowisata
angkatan 41 atas segala kebersamaan mengejar studi, khususnya; Citra, Yandi,
Nira, Ina, Lala, Wawa, Helu, Sukma. Semoga kita dapat meraih segala cita,
sekian kali dalam kebersamaan.
11. Jalinan persahabatan di organisasi Himakova, seperti; Ucenk, Nisa, Yosi, Fahmi,
Dita dan banyak yang lainnya termasuk hal yang menyenangkan dan terus
memotivasi untuk melakukan hal yang terbaik.
12. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya Skripsi ini.
Akhir kata dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan. Sehingga segala kelemahan dan kekurangan dari
Skripsi ini adalah tanggung jawab penulis semata. Penulis mengucapkan terima kasih
atas segala saran dan kritik yang membangun guna menyempurnakan Skripsi ini.
Semoga Skripsi ini bermanfaat bagi penelitian selanjutnya dan menambah wawasan
ilmu bagi yang membacanya.
Bogor, Agustus 2008
Dede Aulia Rahman
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... viii
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................... 2
1.3 Tujuan .................................................................................................... 4
1.4 Manfaat .................................................................................................. 4
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bio-Ekologi Orangutan ....................................................................... 5
2.2 Metode Survei Sarang ............................................................................ 14
2.3 Ukuran Ketelitian .................................................................................. 17
III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu & Lokasi Penelitian .................................................................... 18
3.2 Alat & Bahan ......................................................................................... 18
3.3 Jenis Data ................................................................................................ 20
3.4 Pengumpulan Data .................................................................................. 21
3.5 Analisis Data .......................................................................................... 22
IV KEADAAN UMUM LOKASI
4.1 Sejarah & Status Kawasan .................................................................... 27
4.2 Kondisi Fisik .......................................................................................... 27
4.3 Kondisi Biotik ........................................................................................ 30
4.4 Gangguan Terhadap Orangutan & Pengelolaanya .................................. 35
V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Ketelitian Metode Survei Sarang ............................................................. 37
5.1.1 Kepadatan Sarang ...................................................................... 37
5.1.2 Estimasi Kepadatan Populasi Orangutan ..................................... 38
5.1.3 Ketelitian Hasil Pendugaan Kepadatan ..................................... 43
5.1.4 Permasalahan Dalam Penggunaan Metoda Survei Sarang ............. 45
5.2 Usulan Penyempurnaan Formulasi Perhitungan Kepadatan ................... 53
5.3 Struktur & Komposisi Vegetasi, Pakan Sebagai Peubah Ekologi ........... 54
5.3.1 Struktur & Komposisi Vegetasi ..................................................... 55
5.3.2 Tumbuhan Pakan Orangutan ......................................................... 58
5.3.3 Pohon Sarang & Sarang Orangutan ............................................... 62
5.3.4 Peubah Ekologi Penentu Preferensi Pohon Sarang ........................ 66
V KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan .............................................................................................. 71
6.2 Saran .......................................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 73
LAMPIRAN ...................................................................................................... 77
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Perbedaan bentuk morfologi dan perilaku orang utan Kalimantan (Pongo
pygmaeus wurmbii) berdasarkan kelas umur dan jenis kelamin .............. 7
2. Variasi ketahanan sarang orangutan............................................................. 13
3. Jumlah dan kepadatan sarang orangutan di areal contoh ............................ 38
4. Estimasi kepadatan populasi orangutan ...................................................... 39
5. Estimasi fluktuasi kepadatan populasi bulanan di area penelitian .............. 42
6. a. Hubungan antara ukuran populasi dengan waktu ................................... 44
b. Nilai (A-H) dan (A-H)2/H ........................................................................ 44
7. Tingkat produksi sarang orangutan ................................... 46
8. Koefisien faktor ukuran kepadatan sebenarnya ........................................ 51
9. Luas tajuk dan kerapatan pohon di tiga tipe hutan ................................. 52
10. Jumlah jenis, individu,kerapatan,frekuensi, dominansi, dan INP
pohon diketiga tipe hutan ........................................................................... 54
11. Jumlah jenis, individu,kerapatan,frekuensi, dominansi, dan INP
pohon pakan diketiga tipe hutan ................................................................. 60
12. Tinggi dan diameter pohon sarang dimasing-masing tipe hutan ................ 63
13. Tinggi sarang dimasing-masing tipe hutan .................................................. 64
14. Sumber bahan pohon sarang .................................................................... 65
15. Posisi dan kelas ketahanan sarang yang diklasifikasi
berdasar kriteria Ancrenaz et al. (,2004) .................................................. 66
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1. Peta distribusi orangutan (Maple, 1980) . ..................................................... 8
2. Ilustrasi posisi sarang orangutan dalam satu pohon ..................................... 11
3. Peta lokasi area penelitian Camp Laeakey, TNTP ....................................... 19
4. Bentuk t
...................................................................................... 20
5. Gambar umur sarang berdasarkan kriteria Ancrenaz et al. (,2004) .............. 49
6. Proporsi kelas ketahanan sarang pada ketiga tipe hutan ......................... 50
7. Indeks kekayaan jenis pada tiap tingkatan pertumbuhan ....................... 57
8. Jenis-jenis pakan orangutan (Buah, daun, akar, dan kulit) ......................... 58
9. Kerapatan antara tumbuhan pakan pada berbagai tingkat pertumbuhan ..... 60
10. Jumlah individu pohon sarang dan jumlah jenisnya ..................................... 62
11. Jumlah sarang/km pada ketiga tipe hutan ..................................................... 64
DAFTAR LAMPIRAN
No. Teks Halaman
1. Data pohon sarang di sepanjang transek pada berbagai tipe
habitat ............................................................................................................. 77
2..Data pohon sarang bulanan di sepanjang transek pada berbagai tipe
habitat .......................................................................................................... 95
3..Data pohon pakan disepanjang transek pada berbagai tipe habitat ................. 98
4..Data vegetasi beserta indeks nilai penting pada petak pengamatan
di beberapa tipe habitat .................................................................................. 106
5. Data cek plot keberadaan pohon sarang dengan pohon pakan ....... ................ 122
6. Analisis regresi terhadap preferensi pemilihan pohon sarang
terhadap berbagai faktor peubah ekologi ................................................... 123
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Parameter demografi (tingkat kelahiran, kematian, sex-ratio dan ukuran serta
kepadatan populasi) merupakan komponen penting dalam mempelajari
perkembangan populasi satwaliar dan merupakan indikator kuantitatif dari
pertumbuhan suatu populasi (Dajoz 1971; Barbault 1981; Gaillard 1988, diacu dalam
Santosa 1993). Informasi ini menjelaskan berbagai hal terkait dengan faktor intrinsik
satwa yang sangat menentukan dalam keberlanjutan kehidupan suatu satwa.
Pendugaan terhadap parameter tersebut terutama jumlah dan kepadatan populasi
dapat diperoleh melalui kegiatan inventarisasi. Berbagai metode inventarisasi terus
berkembang dengan karakteristik yang khas sesuai dengan jenis satwanya masing-
masing.
Metode pendugaan populasi menggunakan sarang merupakan salah satu
metode yang digunakan untuk menduga populasi satwa di alam terutama jenis-jenis
yang memilki perilaku membuat sarang dalam aktivitas hariannya seperti orangutan
(Harrisson 1962; Schaller 1961). Orangutan membangun paling tidak satu sarang per
hari untuk beristirahat dan tidur di malam hari (Maple 1980). Bahkan jumlah sarang
yang dibangun oleh orangutan muda jauh lebih banyak karena juga digunakan
sebagai sarana bermain. Orangutan dalam membangun sarangnya tampaknya memilih
tempat yang menguntungkan dengan mempertimbangkan letak pohon berbuah
terdekat dan topografi daerah sehingga tempat bersarang terdistribusi secara acak.
Sarang orangutan tetap terlihat 2,5 bulan dengan variasi antara 2 minggu sampai 1
tahun (Rijksen 1978).
Penelitian secara intensif tentang sarang orangutan liar masih jarang
dilakukan terutama terkait besarnya tingkat ketelitian penggunaan sarang dalam
menduga populasi orangutan liar di alam. Kegiatan membangun sarang sebagai
bentuk bagian dalam perilaku orangutan terkait dengan pemenuhan kebutuhannya
akan cover dan tempat tinggal banyak dimanfaatkan oleh para peneliti untuk
menduga berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan orangutan termasuk
didalamnya aspek pendugaan jumlah dan kepadatan populasi orangutan.
Beberapa penelitian tentang sarang antara lain dilakukan oleh MacKinnon
(1974), Rijksen (1978), dan Maple (1980), namun hanya dapat mengungkapkan
sedikit hal dari aspek sarang dan perilaku bersarang satwa tersebut, sehingga data
yang tersedia tentang sarang hanya dapat menjelaskan sedikit hal tentang kehidupan
orangutan di alam bebas tanpa dapat memberikan gambaran secara pasti mengenai
kuantifikasi salah satu faktor demografi satwa yang cukup penting yaitu jumlah dan
kepadatan orangutan. Sesungguhnya keberadaan sarang orangutan dapat memberikan
gambaran lebih jauh tentang kepadatan populasi dan struktur umur (Maple 1980).
Kenyataan bahwa orangutan membangun paling tidak satu sarang setiap hari
(Maple 1980) dengan aspek penggunaan sarang sebagai satu-satunya metode dalam
pendugaan ukuran ataupun kepadatan populasi orangutan dapat menjadi bahan
penelitian yang menarik dan menjadi pengantar untuk mengungkap beberapa
pertanyaan lain yang berhubungan dengan besarnya tingkat ketelitian dari
penggunaan metode ini untuk menduga ukuran populasi orangutan secara benar di
alam terutama mengenai jumlah dan kepadatannya.
1.2 Perumusan Masalah
Sarang sebagai bagian dalam perilaku harian orangutan merupakan obyek
yang dapat digunakan dalam pendugaan kepadatan populasi satwa ini. Parameter
dalam formulasi perhitungan pendugaan kepadatan (proporsi individu orangutan
membangun sarang, jumlah sarang yang dibangun orangutan per hari, laju peluruhan
sarang) yang bersifat spesifik jenis dan lokasi sering diterjemahkan sebagai sebuah
nilai general dan berakibat pada hasil pendugaan kepadatan dengan bias yang besar.
Berdasarkan jenis kelamin dan umur satwa, aktivitas harian orangutan
membangun paling tidak satu sarang setiap hari untuk beristirahat dan tidur di malam
hari berbeda satu sama lain antara satu individu dengan individu lainnya. Sampai saat
ini ukuran besarnya parameter jumlah sarang yang dibangun orangutan per hari (r)
hanya didasarkan pada nilai rata-rata dari total individu yang terdefinisi berdasarkan
jenis kelamin dan kelas umur yang berbeda bukan atas dasar rataan harmonik dari
masing-masing rataan jumlah sarang per jenis kelamin dan kelas umur dengan jumlah
individu yang sama, hal ini menyebabkan bias dalam pendugaan ukuran dan
kepadatan populasi orangutan menggunakan metode sarang karena bukan didasarkan
atas keterwakilan individu dengan jenis kelamin dan umur yang berbeda dalam
proporsi yang sama
Laju peluruhan sarang yang bersifat spesifik lokasi dipengaruhi oleh berbagai
peubah ekologi yang berbeda antara satu lokasi dengan lokasi lainnya dan
memberikan implikasi pada perbedaan lamanya waktu suatu sarang dapat bertahan
sampai sarang tersebut hancur. Laju peluruhan sarang yang dibagi atas nilai
ketahanan sarang A hingga E, tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
ukuran kepadatan populasi orangutan karena nilai t didasarkan pada waktu akhir
sarang sampai sarang tersebut hancur atau berada pada kelas ketahanan sarang E.
Sehingga walaupun terdapat variasi dalam kelas ketahanan sarang, hal tersebut tidak
berpengaruh terhadap nilai t yang merupakan parameter penduga kepadatan populasi
orangutan
Peubah ekologi dominan dalam suatu lokasi yang menentukan keberadaan
suatu sarang belum sepenuhnya diterjemahkan sebagai suatu kesatuan faktor yang
dapat dijadikan informasi tambahan mengenai waktu terbaik suatu survei sarang
orangutan dapat dilakukan untuk menghindari bias yang besar.
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Parameter dalam formulasi perhitungan pendugaan kepadatan populasi masih
merupakan nilai yang bersifat general dan bukan merupakan sebuah nilai yang
spesifik jenis dan lokasi
2. Adanya variasi laju peluruhan sarang yang dibagi atas nilai ketahanan sarang A
hingga E, tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap ukuran kepadatan
populasi
3. Faktor peubah ekologi dominan apa yang paling mempengaruhi ukuran kepadatan
sarang dalam suatu lokasi
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1.Mengetahui dan menganalisis tingkat ketelitian pengunaan metode sarang
dalam pendugaan ukuran populasi orangutan
2.Merumuskan alternatif penyempurnaan dalam perhitungan pendugaan populasi
orangutan dengan metode sarang terutama menyangkut jumlah dan kepadatan
populasi orangutan di alam
3.Menentukan peubah ekologi penting yang berhubungan dengan preferensi
pohon sarang sebagai dasar informasi dalam mengoptimalkan pelaksanaan
survei sarang untuk mengindari bias akibat perubahan-perubahan faktor ekologi
yang bersifat dinamis
1.4 Manfaat
Memberikan gambaran secara pasti mengenai kuantifikasi salah satu faktor
demografi satwa yang cukup penting yaitu salah satunya jumlah dan kepadatan
orangutan di Taman Nasional Tanjung Puting guna menciptakan sistem pengelolaan
yang efektif dan tepat sasaran dalam menentukan kebijaksanaan kegiatan rehabilitasi
terhadap satwa tersebut dan habitatnya
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bioekologi Orangutan
2.1.1 Klasifikasi
Primata pada awalnya dibagi secara sederhana ke dalam tiga kelompok besar
yaitu Lemur, Kera dan Monyet. Dalam perkembangannya kebutuhan untuk
mendeskripsikan secara tepat bangsa primata ini membutuhkan semacam metode
pengklasifikasian yang lebih rumit (Sanderson 1957).
Orangutan termasuk ke dalam anggota primata dan merupakan salah satu jenis
kera besar yang masih hidup saat ini. Kegiatan pengklasifikasian yang didasarkan
pada perbandingan anatomi dan imunologi memberikan petunjuk bahwa
orangutan bersama-sama dengan kera besar lainnya yaitu simpanse (Pan
traglodytes), gorila (Pan gorilla), dan banobo (Pan panisus) yang ketiganya
hidup di Afrika merupakan kerabat bangsa manusia yang paling dekat dalam
dunia hewan (Napier dan Napier 1985). Penggunaan istilah orangutan dalam
bahasa ilmiah pertama kali dilakukan oleh Tulp pada tahun 1941 dan disusul
Poirier pada tahun 1964. Linnaeus pada tahun 1760 memberi nama orangutan
dengan nama Pongo pygmaeus. Selanjutnya orangutan (Pongo pygmaeus) dibagi
ke dalam 2 sub spesies yaitu Orangutan Sumatera (Pongo pygmaeus abelii) dan
Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus wurmbii). Dalam perkembangan
terakhir, kedua orangutan dinyatakan berbeda spesies (Chemnick dan Ryder
1994).
Klasifikasi orangutan menurut F.E. Poirier (1964) dalam Groves (1972)
adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Metazoa
Pylum : Chordata
Subpylum : Vertebrata
Klas : Mamalia
Ordo : Primata
Subordo : Primata
Famili : Pongidae
Genus : Pongo
Spesies : Pongo pygmaeus Linneaus
Subspesies : Pongo pygmaeus abelii Lesson.,1872
: Pongo pygmaeus wurmbii Linneaus.,1760
Orangutan Kalimantan selanjutnya terbagi menjadi tiga unit taksonomi yang
berbeda (Groves 2001; Warren et al. 2001), sesuai dengan pendapat para ahli
lapangan dan rehabilitasi orangutan, yaitu :
1. Utara ke barat Kalimantan subspesies, mulai dari utara Kapuas sampai Sarawak
(Pongo pgymaeus pygmaeus)
2. Tengah Kalimantan subspesies, mulai dari selatan Kapuas sampai barat Barito
(Pongo pgymaeus wurmbii)
3. Utara ke timur Kalimantan subspesies, di Sabah dan Kalimantan Timur (Pongo
pgymaeus morio)
2.1.2 Morfologi
Orangutan digambarkan oleh Sanderson (1957) sebagai monyet berambut merah
dengan proporsi tubuh yang luar biasa, pundak sangat besar dan lebar, batang tubuh
agak panjang dan dada seperti tong, kepala luar biasa lebar, tangan memanjang
dengan jari tangan yang sangat panjang dan kecil, bisa ditautkan dengan ibu jari
sebagai pengait yang stabil ketika bergerak secara arboreal (branching), lengan
bawah lebih panjang dari lengan atas, kaki lebih pendek dari lengan, jari kaki sangat
panjang, besar dan berbentuk seperti jari tangan. Orangutan dewasa mempunyai
kantung suara (air sack) yang terdapat pada lehernya dan digunakan untuk membuat
suara panjang (long call) (MacKinnon 1971). Orangutan muda dapat bergelantungan
dibawah batang, berpegangan dengan kedua kakinya dan kadang-kadang dengan satu
kaki. Bentuk telapak kakinya mendatar, tetapi harus berjalan dengan sisi sebelah luar.
Tulang tempurung kaki belum berkembang dengan sempurna, demikian halnya
dengan tumit. Kulit badan orangutan sangat tebal dengan pori-pori yang rapat
sehingga tidak banyak keringat yang dikeluarkan. Kulit tubuh orangutan muda
berwarna agak pucat dan berubah menjadi hitam setelah dewasa (Sinaga 1992).
Tulang pinggul orangutan mengalami rudimentasi sehingga seolah-olah tidak
mempunyai pinggang dan ini memungkinkan orangutan dapat bergelayutan dan
memutar badannya sampai 1800. Perut sangat buncit dan leher sangat pendek
(MacKinnon 1971). Hidung sangat pesek dan tidak mempunyai parit bibir.
Kupingnya sangat kecil dan tidak ditumbuhi oleh rambut (Maple 1980). Tabel 1 Bentuk morfologi dan perilaku Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus wurmbii)
berdasarkan kelas umur dan jenis kelamin (Galdikas 1984) Kelas Umur Umur Ciri-ciri Perilaku
Bayi (infant) 0-4 tahun Warna rambut jauh lebih pucat dari hewan- tua, sangat putih di sekeliling mata dan moncong, bercak putih meliputi seluruh tubuh
Selalu berpegangan pada induknya kecuali pada waktu makan di pohon atau saat menyusu
Anak (Juvenil) 4-7 tahun Warna rambut masih lebih putih dari hewan tua, bercak-bercak putih semakin kabur
Berpindah bersama, tetapi terlepas dari pegangan induknya, menggunakan sarang bersama induknya dan masih menyusu
Remaja (Adolescent)
7-15 tahun (jantan) & 7-12 tahun (betina)
Ukuran tubuh lebih kecil dari hewan dewasa. Pada wajah jantan pra-dewasa (12-15 tahun) mulai terlihat gelap, bantalan pipi dan katong leher mulai berkembang. Ukuran tubuhnya lebih besar dari betina tetapi masih lebih kecil dari jantan dewasa
Sangat sosial, benar-benar lepas dari pegangan induknya, tetapi masih sering terlihat berpindah bersama induknya
Dewasa (Adult)
15-35 tahun (jantan)
12-35 tahun (betina)
Ukuran tubuh sangat besar, memilki bantalan pipi, kantung leher, berjanggut, kadang-kadang punggung gundul Telah beranak dan diikuti oleh anaknya
Hidup soliter, berpasangan dengan betina hanya pada saat tanggap seksual, sering mengeluarkan seruan panjang (long call). Kadang-kadang berpindah bersama betina lain, pada masa estrus berpasangan dengan jantan
Tua > 30 tahun Jantan tua
Rambut tipis dan jarang, berkeriput dalam, bantalan
Tidak mengeluarkan seruan panjang atau berpasangan
Betina tua
pipi menyusut Rambut tipis dan jarang-jarang, berkeriput
dengan betina, hidup soliter, gerakan sangat lambat Tidak lagi diikuti oleh bayi atau remaja, berpasangan tetapi tidak lagi mengandung, lebih sering bergerak di permukaan tanah di bandingkan dengan betina dewasa, gerakan lambat
2.1.3 Penyebaran & Habitat
Menurut Rijksen (1978), sekarang hanya ada 2 sub-spesies orangutan yang
terdapat di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Galdikas (1984) menyatakan bahwa dari
bukti fosil pada masa Pleistocene, orangutan tersebar relatif luas di bagian China ,
Vietnam Utara, Kalimantan, Sumatera. Dan berdasarkan penggalian yang dilakukan,
kenyataan mengindikasikan bahwa penyebaran hewan ini lebih luas dimasa lampau,
bahkan mungkin meliputi seluruh jazirah Asia Tenggara (Dataran Sunda) (Rijksen
1978). Pada saat ini orangutan hanya hidup di Sumatera dan Borneo (Gambar 1)
(Maple 1980). Di Sumatera meliputi daerah dataran rendah dan hutan rawa antara lain
terdapat di sungai Simpang Kirei, Bengkuang Utara, area Kluet di bagian selatan
gunung Leuser dan Ketambe di bagian tenggara gunung Leuser (Rijksen 1978)
Gambar 1 Peta Distribusi Orangutan (Maple 1980)
Penyebaran orangutan di Kalimantan belum diketahui secara keseluruhan,
namun Solomon Muller membuat catatan pada tahun 1836-1837 bahwa orangutan
dilaporkan tersebar luas, kecuali di wilayah yang bergunung tinggi dan dataran
rendah yang padat yang dihuni oleh manusia. Orangutan lebih mudah terlihat dalam
perjalanan ke arah barat yang lebih jauh, khususnya di sekitar sungai Kahajan dan
sepanjang sungai Sampit. Orangutan juga dilaporkan ditemukan di daerah Kajan Loet
yang tidak dihuni manusia, di Apo Kayan dan di hutan gambut sepanjang jalan antara
Mempawah dan Pemangkat, juga di wilayah bagian utara Samarinda sampai Teluk
Sangkuriang dan perbatasan antara Koeat dan Tabalong (Meijaard et al. 2001). Di
Kalimantan Timur, orangutan dilaporkan hidup di utara sungai Mahakam, di Taman
Nasional Kutai dan pada tahun 1938 di dalam artikel berbahasa Belanda yaitu
Voorkomen on Verspreiding van eenige dier-en plantensoorten dijelaskan bahwa
orangutan terdapat di hutan-hutan rawa di daerah yang sekarang ditetapkan menjadi
salah satu taman nasional yaitu Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah.
Penyebaran orangutan di Kalimantan Barat belum diketahui dengan pasti. Bahkan
sebagian besar wilayah Kalimantan Selatan tidak didiami orangutan. Orangutan juga
hidup terisolir diantara Sungai Sadong dan Sungai Lepar di Serawak, dan juga di
sebelah utara dan timur Sabah termasuk di TN Kinabalu (Ensiklopedi Indonesia
1989).
Habitat primata ini di hutan hujan tropis dibagi atas beberapa tingkatan secara
vertikal, yaitu strata atas, strata pertengahan dan strata bawah yang erat hubungannya
dengan penyediaan makanan bagi primata (Rijksen 1978). Menurut Rodman (1973),
diacu dalam Sinaga (1992), suatu jenis kera akan menunjukan spesialisasi makanan,
habitat yang tertentu sebagai relung ekologi yang membedakan mikro habitat jenis
lainnya.
Rijksen (1978) melaporkan hasil penelitiannya di Ketambe bahwa
karakteristik dari habitat orangutan di daerah tersebut adalah tidak adanya dominasi
dari satu jenis pohon atau vegetasi. Stratifikasi hutan terutama terdiri dari strata B
atau C, dan pada lantai hutan terutama ditumbuhi oleh herba. Menurut Galdikas
(1984), habitat orangutan di Tanjung Puting terdapat di hutan rawa bergambut. Untuk
lokasi pembuatan sarang, orangutan lebih suka menempatkannya di daerah rawa-rawa
dan di tepi sungai karena merasa lebih aman dari gangguan manusia ataupun hewan
lainnya. Orangutan hanya bisa beradaptasi dalam suasana hutan hujan tropis klimaks.
Suasana hutan demikian mungkin sudah merupakan kebutuhan yang harus ada sejak
nenek moyangnya.
Orangutan hidup dan tersebar pada hutan-hutan primer dataran rendah sampai
hutan dataran tinggi atau pegunungan yang banyak ditumbuhi tanaman dari famili
Dipterocarpaceae (MacKinnon 1971, diacu dalam Rijksen 1978). Dari hasil
penelitiannya, Rijksen (1978) menyatakan struktur hutan yang dihuni orangutan
terdiri atas pohon-pohon tinggi berkisar 35-50 meter dengan tidak adanya dominasi
jenis vegetasi dan lantai hutan yang ditumbuhi oleh herba. MacKinnon (1974)
menyatakan orangutan merupakan hewan arboreal, yakni hewan yang segala
aktivitasnya dilakukan di atas pohon.
2.1.4 Perilaku Bersarang
Orangutan membangun paling tidak satu sarang per hari untuk beristirahat dan
tidur di malam hari (Maple 1980) atau 1,8 sarang per hari berdasarkan perhitungan
Rijksen (1978) dengan sebaran 0-6. Umur satwa juga merupakan salah satu faktor
yang berpengaruh terhadap perilaku bersarang. Rijksen (1978) mengemukakan bahwa
o
Disamping itu sarang juga berfungsi sebagai tempat untuk kawin,
melahirkan anak, dan mengasuh anak sampai siap disapih (Galdikas 1984). Paling
tidak ada 5 kejadian kopulasi yang diamati oleh Galdikas (1984) terjadi di sarang.
Dalam membangun sarangnya, orangutan memilih tempat yang
menguntungkan dengan mempertimbangkan letak pohon berbuah terdekat dan
tofografi daerah sehingga tempat bersarang terdistribusi secara acak. Orangutan
mencari lokasi bersarang pada tempat-tempat yang dikenalinya, baik untuk digunakan
sendiri maupun untuk bersama-sama, dengan mempertimbangkan hubungan antara
posisi sarang dan keuntungan yang diperoleh (MacKinnon 1974). Menurut
MacKinnon (1974), orangutan membangun sarang pada tempat-tempat yang dapat
memberikan pandangan lebih luas ke sebagian besar areal hutan (Rijksen 1978).
Menurut MacKinnon (1974), konsentrasi sarang terutama berada pada punggung
bukit sebelah barat. Posisi ini dipilih untuk menghindari panas matahari, sebagai
pelindung dari angin malam, dan memperluas jangkauan pandangan. Faktor penentu
lainnya adalah keberadaan sarang-sarang orangutan lainnya (Rijksen 1978).
Dalam membangun sarang, orangutan selalu memilih posisi berdasarkan
struktur pohonnya, jika struktur pohon dengan cabang yang besar dan kuat orangutan
akan membangun sarang diatasnya. Posisi yang dibangun oleh orangutan antara lain :
posisi sarang yang terletak di antara batang utama (posisi I), sarang yang terletak di
tengah atau di pinggir dari cabang dahan (posisi II), sarang terletak di atas puncak
pohon (posisi III), dan sarang terletak antara 2 pohon atau lebih (posisi IV) (Gambar
2) (Van Schaik dan Idrusman 1966).
Gambar 2. Ilustrasi posisi sarang Orangutan dalam satu pohon (Van Schaik dan Idrusman 1966)
Orangutan selalu berpindah-pindah dalam membuat sarangnya untuk
memudahkannya memperoleh sumber-sumber makanan yang baru. Hal ini dilakukan
karena pohon-pohon di hutan hujan tropika memiliki spesies yang beraneka ragam,
tetapi dalam jumlah yang sedikit dengan waktu berbuah yang sulit ditentukan
(Galdikas 1984). Jika suatu pohon buah dianggap paling menguntungkan, maka
orangutan akan menggunakan kembali sarangnya selama beberapa hari berturut-turut
di tempat tersebut atau kembali ke sarang-sarang tersebut dalam 2-8 bulan kemudian
(Maple 1980). Orangutan sering membuat sarang untuk bermalam di dekat pohon
terakhir (MacKinnon 1974). Kadang-kadang sarang orangutan ditemukan di pohon
akar, tetapi hanya beberapa sarang harian (day-nest) yang digunakan untuk
beristirahat di siang hari untuk mempermudah proses pengumpulan buah atau untuk
bersosialisasi (Rijksen 1978). Sedapat mungkin orangutan menghindari membuat
sarang untuk tidur di pohon pakan karena resikonya terlalu tinggi mengingat pohon
pakan juga menarik perhatian satwa lain.
Tinggi sarang bergantung pada struktur hutan pada tempat tertentu, dan
umumnya berkisar antara 13-15 meter (Rijksen 1978)
Kegiatan pembuatan sarang membutuhkan waktu sekitar 2-3 menit
(MacKinnon 1974). Tahapan dalam pembuatan sarang diterangkan oleh MacKinnon
(1974) sebagai berikut :
a.Rimming. Dahan dilekukkan secara horizontal untuk membentuk lingkaran sarang
dan ditahan dengan cara melekukan dahan lain
b.Hanging. Dahan dilekukkan masuk kedalam sarang untuk membentuk mangkuk
sarang
c.Pilarring. Dahan dilekukkan kebawah sarang untuk menopang lingkaran sarang dan
memberikan kekuatan ekstra
d.Loose. Beberapa dahan diputuskan dari pohon dan diletakan kedalam dasar sarang
sebagai alas atau di atas sarang sebagai atap. Patahan dahan diperoleh dari vegetasi
yang ada di sekitarnya, bahkan sampai 15 meter jaraknya dari tempat bersarang
(Rijksen 1978).
Lama bertahan (ralative permanence) sarang bervariasi, paling tidak
berdasarkan variabel-variabel yang dikemukakan oleh Rijksen (1978) yaitu teknik
konstruksi, berat dan ukuran orangutan, suasana hati (mood) saat membangun
sarang, lokasi dan karakteristik pohon, cuaca, kemungkinan dihancurkan oleh
orangutan atau kera lain saat mencari serangga. Sarang orangutan tetap terlihat 2,5
bulan dengan variasi antara dua minggu sampai satu tahun (Rijksen 1978). Menurut
Van Schaik et al. (1994) hancur dan hilangnya sarang orangutan ditentukan oleh
faktor ketinggian tempat diatas permukaan laut, tipe hutan/habitat, begitu juga
faktor-faktor lain yang mempengaruhinya, seperti : temperatur, kelembaban, dan
curah hujan (Tabel 2) Tabel 2 Variasi ketahanan sarang orangutan berdasarkan ketinggian tempat dan tipe hutan/tanah, pada beberapa daerah di kawasan Ekosistem Leuser (Van Schaik et al. (1994)
Nama tempat Tipe hutan & Tanah Ketinggian tempat (m dpl)
Ketahanan Sarang (t)
Suaq Balimbing Hutan pantai + Hutan rawa 10 69.9 Sekunder Sekunder (aluvium) 10 71.6 Sekunder-2 Hutan bekas tebangan
(berbukit rendah) 40 71.6
Pucuk Lembang Hutan bekas tebangan (aluvium)
40 71.6
Manggala Aluvium-berbukit 150 77.8 Ketambe Aluvium-berbukit 375 92.4 Bukit Lawang Dipterocarpaceae berbukit 500 101.6 Bengkung Dipterocarpaceae berbukit 700 118.3 Ketambe-2 Dataran sedang 1175 170 Mamas Dataran sedang + aluvium 1325 190.5 Ketambe-3 Pegunungan 1425 205.6 Deleng Menggaro Pegunungan 1475 213.6 Lau Kawar Pegunungan 1500 217.7
Orangutan berada di sarang untuk tidur di malam hari antara jam 18.00-19.00
dan meninggalkan sarang pada pukul 05.45 (Michael dan Crook 1973). Orangutan
cenderung akan tidur lebih awal dan bangun lebih lambat pada cuaca yang buruk
(MacKinnon 1974).
Selain aktivitas membuat sarang, Rodman (1977), diacu dalam Maple (1980)
menyatakan bahwa aktivitas harian orangutan yang utama dipenuhi oleh kegiatan
makan. Selanjutnya aktivitas istirahat, bermain-main, berjalan-jalan diantara
pepohonan dan membuat sarang merupakan kegiatan yang dilakukan dalam
persentase waktu yang relatif sedikit.
Adapun aktivitas harian orangutan selain membuat sarang dapat dirincikan
sebagai berikut :
1. Perilaku makan
Rodman (1977), diacu dalam Maple (1980) mengungkapkan bahwa aktivitas
utama harian orangutan didominasi oleh aktivitas makan (45,9%) dan istirahat
(39,2%). orangutan adalah pemakan buah-buah (frugivorous) utama, terutama buah
mangga, ara, dan durian. Menurut Galdikas (1982), orangutan di Tanjung Puting
mengkonsumsi ± 200 spesies buah berbeda dan berperan sebagai agen penyebar dari
70% buah-buahan tersebut. Orangutan juga mengkonsumsi serangga (insect) seperti
semut, rayap dan lebah madu. Dimusim kemarau saat persediaan buah-buahan
menipis, orangutan memakan dedaunan, tunas, kulit kayu, kayu dan vegetasi lainnya
untuk menyeimbangkan makanannya (Napier & Napier 1985).
2. Perilaku sosial
Secara umum, orangutan bersifat semi soliter. Hal ini dipengaruhi oleh
berkurangnya predator dan distribusi makanan yang cenderung menyebar. Jantan
dewasa tidak bersikap toleran terhadap jantan dewasa lainnya. Setiap perjumpaan
antara dua jantan dewasa diakhiri dengan perkelahian atau salah satu diantaranya
menghindar. Jantan dewasa hanya berpartisipasi pada kelompok sosial terbatas dalam
kontak seksual dengan betina remaja dan dewasa (Galdikas 1985).
Sifat soliter terutama pada orangutan jantan tidak berlaku mutlak karena
berdasarkan penelitian lebih lanjut diketahui bahwa jantan dewasa menghabiskan 2%
waktunya untuk bersosialisasi dengan orangutan lainnya. Seruan panjang (long call)
yang dikeluarkan oleh orangutan jantan merupakan suatu bentuk interaksi yang
bertujuan untuk menolak orangutan jantan lainnya dan menarik orangutan betina
yang sedang birahi (Galdikas 1985).
2.2 Metode Survei Sarang
Beberapa ciri biologis ekologi orangutan (densitas relatif rendah di semua
kawasan jelajah, cenderung mengisolasi diri dan bersifat misterius atau senang
menyembunyikan dirinya), dan ciri habitat (visibilitas yang buruk di dalam hutan dan
akses darat yang sukar hampir di semua bagian jelajahnya) membuat perjumpaan
langsung dengan spesies ini amat sukar dan memakan waktu yang panjang. Akhirnya,
estimasi densitas orangutan berdasarkan pengamatan langsung sangat sulit untuk
diperoleh (tetapi lihat Blouch 1997, peneliti yang menerapkan penampakan orangutan
di sepanjang garis transek untuk mengestimasi densitas orangutan di Batang
Ai/Lanjak Entimau WS).
Namun demikian, semua spesies kera besar ini membuat tempat
beristirahat/sarang setiap hari, dan sarang-sarang semacam ini merupakan indikator
yang dapat dipercaya untuk mengenali keberadaan mereka di dalam hutan. Kesulitan
dalam menduga populasi secara pasti memberikan implikasi ketidak jelasan mengenai
jumlah populasi orangutan secara pasti di Sumatera dan Kalimantan. Adapun metode
yang sampai saat ini terus dikembangkan dalam rangka menduga populasi orangutan
secara viabel adalah dengan menggunakan metode sarang. Sarang-sarang ini lebih
mudah dijumpai dibanding dengan spesies itu sendiri sebab kelihatan lebih lama dan
distribusinya di semua habitat lebih seragam dibanding dengan distribusi orangutan
(Ghiglieri 1984; Van Schaik et al. 1985).
Survei sarang secara klasik dilakukan di sepanjang garis-garis transek karena
pendekatan ini memperbolehkan beberapa obyek tidak terdeteksi tanpa menyebabkan
bias utama di akhir dari estimasi densitas tersebut (Burnham et al. 1980). Berbagai
metodologi alternatif dikembangkan untuk mengestimasi densitas spesies kera besar
seperti repetead counts (penghitungan berulang), strip-transect methodology
(metodologi strip-transek) (van Schaik et al. 2005), recce-walks (White dan Edwards
2000) atau model spasial dan penginderaan jauh (Kuehl et al. in press).
Dua metode yang umum digunakan dalam pendugaan kepadatan ukuran
populasi orangutan adalah strip-transect methodology (metodologi strip-transek) dan
recce-walks (White dan Edwards 2000). Adapun prosedur kedua metode tersebut
dirincikan sebagai berikut :
1. Strip-transect methodology
Teori ini menekankan empat asumsi dasar (Burnham et al. 1980), yaitu :
Semua hewan atau obyek di atas garis transek dicatat
Obyek teramati sebelum bergerak menjauh
Pengamatan adalah kejadian independen
Jarak diukur secara tepat
Hanya dua asumsi pertama yang merupakan asumsi khusus untuk
penghitungan obyek tidak bergerak seperti sarang. Pada pelaksanaan survei,
penekanan khusus diberikan untuk memotong lurus secara acak transek-transek yang
dilokasikan. Transek-transek ini dijalankan hampir tegak lurus dengan sungai-sungai
utama untuk mereduksi variasi transek antara dan untuk mendapatkan estimasi
densitas yang lebih dapat dipercaya di setiap kawasan survei (Cassey & MCardle
1999)
2. Metode Recce walks (Jejak intai)
Prinsip dasar recce walks (RWs) adalah mendapatkan jalur dengan resistensi
terkecil untuk menyeberangi hutan. Kumpulan data RW sama dengan LT kecuali
bahwa jarak tegak lurus dari sarang ke transek tidak dicatat. Oleh karena itu,
menetapkan secara langsung densitas atau kerapatan sarang dengan metode RW
adalah sangat tidak mungkin meskipun pengerjaan indeks linier dari data recce walks
adalah mudah (misalnya jumlah sarang per km perjalanan). Keunggulan metode
utama metode RW adalah cocok untuk survei cepat dan dapat menginvestigasi
kawasan yang lebih luas dibandingkan LT
Dalam pendugaan kepadatan populasi orangutan digunakan sarang sebagai
dasar dalam pendugaan dengan menggunakan bentuk transect yang memanjang
(Harrisson 1961 & Kurt 1970). Penghitungan jumlah sarang sepanjang jalur telah
digunakan untuk menaksir kepadatan populasi orangutan di daerah tertentu
(Harrisson 1961; Schaller 1961; Milton 1964; Kurt 1970, diacu dalam Rijksen 1978).
Banyaknya individu perkilometer dihitung berdasarkan persamaan :
D = (Cf x N) . L x 2w x p x r x t
Dimana :
D = Kepadatan populasi orangutan (Ind/Km2) Cf = Correction factor untuk N {Cf = 1/(1-f)} N = Jumlah sarang yang ditemukan L = Panjang jalur (Km) w = Lebar jarak efektif untuk melihat sarang (Km) p = Proporsi individu dalam satu populasi yang membangun sarang (0.9) r = Rata-rata orangutan membuat sarang dalam setiap hari (1.1) t = Durasi visibialitas sarang/ketahanan sarang (284 hari)
(Van Schaik et al. 1995; Buij et al. 2003; Morrogh-Bernard et al. 2003; Husson et al.
2002)
2.3 Ukuran Ketelitian Dalam Pendugaan Populasi
Ketelitian merupakan ukuran yang menyatakan nilai viabilitas suatu hasil
pengukuran atau pengamatan. Ketelitian merupakan nilai konsistensi sebuah hasil
pengukuran baik yang dilakukan secara tunggal tanpa ulangan maupun dengan
beberapa ulangan tertentu (Davis and Winstead 1980). Tingkat ketelitian dari nilai
dugaan untuk setiap parameter di evaluasi menggunakan nilai CV, dimana semakin
besar nilai CV maka semakin rendah nilai ketelitiannya, begitu pula sebaliknya.
Beberapa peneliti (Caughley 1979; Downing 1982, Frontier 1983, diacu dalam
Santosa 1993) mengemukakan bahwa untuk penelitian-penelitian di bidang ekologi
yang dilakukan di alam, tingkat ketelitian sampai dengan 25% masih bisa ditolelir.
Nilai ketelitian mutlak di perlukan dalam pendugaan populasi orangutan
terkait kenyataan bahwa orangutan membangun paling tidak satu sarang setiap hari
(Maple, 1980) sehingga menyebabkan tingkat ketelitian dari penggunaan metode ini
masih harus dikaji lebih lanjut untuk menduga populasi aktual yang nyata di alam.
III. METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Camp Leakey, kawasan Taman Nasional Tanjung
Puting Kabupaten Kotawaringin Barat dan Seruyan Provinsi Kalimantan Tengah
(Gambar 2). Secara keseluruhan Camp Leakey memilki luas ± 5000 ha dan
didominasi oleh hutan rawa, dan hutan hujan dataran rendah
Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu pada bulan April sampai Juni
2008. Penelitian diawali dengan melakukan orientasi lapang selama 1 minggu untuk
mengenali daerah yang akan diobservasi dan membiasakan orangutan terhadap
kehadiran peneliti.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Alat Pengukuran lapangan - Peta Kerja (Skala 1:20.000) - Pita ukur biasa (1.5 meter) - Pita ukur gulung (50 meter) - Binokuler - Kompas Brunton - Alat pengukur tinggi pohon (Cristenmeter) - Peta stasiun penelitian skala 1: 250 - Flagging Tape (Kuning & Merah)
b. Kamera : untuk mendokumentasikan hasil penelitian.
c. Alat tulis
d. Tally sheet
3.2.2 Bahan
Bahan (objek) yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Orangutan
b. Sarang dan Habitatnya
Gambar 3. Peta lokasi area penelitian Camp Laeakey, TNTP (Galdikas 1984 ; Margianto 2002)
3.3 Jenis Data Yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan dalam penelitian meliputi :
1.Jumlah sarang pada jalur sepanjang 500 m yang tegak lurus transek utama
sepanjang 1000 m untuk masing-masing tipe vegetasi (hutan dipterocarp
dataran rendah, hutan rawa gambut, dan hutan kerangas) yang terdapat di lokasi
penelitian. Banyaknya transek untuk masing-masing tipe vegetasi, yaitu :
Hutan Dipterocarp dataran rendah : 5 transek utama sepanjang 1000 m
dengan jalur tegak lurus transek utama sepanjang 500 m (3 kiri dan 3
kanan)
Hutan Rawa gambut : 2 transek utama sepanjang 500 m dengan jalur
tegak lurus transek utama sepanjang 500 m (2 kiri dan 2 kanan)
Hutan Kerangas : 1 transek utama sepanjang 500 m dengan jalur tegak
lurus transek utama sepanjang 500 m (2 kiri dan 2 kanan)
2.Jumlah individu orangutan yang ditemukan pada jalur sepanjang 500 m yang
tegak lurus transek utama sepanjang 1000 m dan 500 m
3.Jumlah sarang yang dibuat per individu orangutan
Gambar 4 Bentuk t Mid Base Line Systematic Transect With Random Start
500 m 500-1000 m
Transek utama
150 m
3.4 Teknik Pengumpulan Data
1. Orientasi lapang
Sebelum memulai penelitian, terlebih dahulu dilaksanakan orientasi lapangan
selama ± 1 minggu. Tujuan dilaksanakannya observasi lapangan adalah untuk
mengetahui lokasi sarang dan penyebaran orangutan. Orientasi lapang juga
dimaksudkan sebagai pembiasaan bagi orangutan yang akan diamati sehingga
tidak merasa terganggu pada saat penelitian yang sebenarnya dilaksanakan
2. Perhitungan jumlah sarang per individu orangutan
Untuk mengetahui jumlah sarang per individu orangutan maka dilakukan
pengamatan dan pengukuran. Pengambilan data lapangan dilakukan dengan
menggunakan metode focal animal sampling, yakni mengikuti seluruh pergerakan
orangutan secara individu mulai dari bangun tidur hingga kembali membuat
sarang tidur dengan ulangan sebanyak 20 ulangan. Dengan metode ini maka bisa
mengetahui dan mengklasifikasikan sarang tidur serta jenis sarang lainnya
berdasarkan jenis kelamin dan kelas umur.
Pada saat mengikuti pergerakan orangutan, hal-hal yang dilakukan antara lain
: mengidentifikasi jenis kelamin dan kelas umur orangutan dengan menggunakan
binoculer, mengetahui arah pergerakan orangutan di dalam areal stasiun
penelitian dengan menggunakan kompas, mengukur jarak sarang tidur orangutan
dengan sumber pakan (pohon buah) yang terakhir dimakan, mengamati proses
pembuatan sarang tidur, memberi tanda terhadap pohon sarang tidur dengan
menggunakan label. Menarik hip-chain dengan menggunakan kompas dari pohon
sarang tidur menuju trail (jalur/rentes) terdekat, hal ini dilakukan untuk
mengetahui jarak pohon sarang ke trail dan untuk mengetahui letak pohon sarang
tidur dalam areal stasiun penelitian serta memasang pita berwarna di trail
(jalur/rentes) yang berisi informasi mengenai : jenis kelamin, kelas umur, jarak
pohon sarang tidur ke trail, nama trail.
Lokasi dan posisi sarang orangutan di pohon dicatat dengan teliti keesokan
harinya dilakukan pengukuran dan pengamatan secara fisik dan biologi.
orangutan target, dibedakan berdasarkan kelas umur (anak, muda, dewasa, dan
tua) dan jenis kelamin (jantan dan betina)
3.5 Analisis Data
1.Pendugaan kepadatan populasi orangutan pada setiap jalur pengamatan dengan
metode sensus sarang dari Van Schaik. Perhitungan sarang dengan metode
tersebut adalah sebagai berikut :
Dimana :
D = Kepadatan populasi orangutan (Ind/Km2) Cf = Correction factor untuk N {Cf = 1/(1-f)} N = Jumlah sarang yang ditemukan L = Panjang jalur (Km) w = Lebar jarak efektif untuk melihat sarang (Km) p = Proporsi individu dalam satu populasi yang membangun sarang (0.9) r = Rata-rata orangutan membuat sarang dalam setiap hari (1.1) t = Durasi visibialitas sarang/ketahanan sarang (284 hari)
Durasi visiabilitas sarang/ketahanan sarang didasarkan atas umur sarang,
Ancrenaz et al. (2004) membagi umur sarang berdasarkan lima kriteria,yaitu :
Kelas A :Baru; terdapat daun-daun berwarna hijau
Kelas B :Belum lama; semua dedauan kering dan berwarna cokelat
Kelas C :Lama; sebagian daun sudah hilang, yang lainnya masih
melekat, sarang masih kokoh dan utuh
Kelas D :Sangat lama; ada lubang-lubang di bangunan sarang
Kelas E :Nyaris hilang; tinggal beberapa ranting dan cabang kayu,
bentuk asli sarang tak lagi kelihatan.
Nilai proporsi populasi orangutan yang membangun sarang adalah (p=0.9)
berdasarkan komunikasi pribadi (Galdikas 2002), karena untuk
mengantisipasi keberadaan anak yang belum mampu membangun sarangnya
sendiri.
D = (Cf x N) . L x 2w x p x r x t
Nilai tingkat produksi sarang yang dibangun dalam jangka waktu satu hari
(r=1,1) berdasarkan komunikasi pribadi (Galdikas 2002). Orangutan di area
penelitian Camp Leakey, selain membangun sarang di malam hari juga pada
beberapa individu juga membangun sarang di siang hari dan sarang bermain.
Nilai durasi visibialitas sarang (t=284 hari) (Morrogh-Bernard et al. 2003),
nilai ini merupakan hasil yang didapat di daerah sungai Sebangau, Kalimantan
Tengah, karena untuk Tanjung Puting sendiri hingga sekarang masih dalam
tahap pengerjaan, dengan asumsi bahwa habitat di daerah Sebangau tidak jauh
berbeda dengan Taman Nasional Tanjung Puting yaitu sama-sama habitat
berupa dataran rendah sehingga kerusakan sarang dari mulai dibuat sampai
hancur diperkirakan kurang lebih sama.
2.Fluktuasi kepadatan populasi bulanan. Analisis ini berguna bila data
kesimpulan berpasangan dalam skala sekurang-kurangnya sama atau ordinal,
dianalisis dengan menggunakan :
Dimana :
N = Banyaknya baris K = Banyaknya kolom Rj = Jumlah rangking dalam kolom j
k
j 1 = Jumlah kuadrat ranking pada semua K kolom
2 = 12 . (RJ)2 3N (k +1) N.k (k + 1)
3.Analisis hubungan banyaknya sarang dengan faktor habitat di sekitar sarang.
Untuk mengetahui variabel penentu banyaknya jumlah sarang per individu
orangutan, digunakan analisis regresi linier berganda, Dimana Y merupakan
variabel terikat dan X merupakan variabel bebas, bentuk persamaannya adalah
sebagai berikut :
Dimana :
Y = Preferensi pohon sarang X1 = Tinggi pohon sarang (meter) X2 = Tinggi bebas cabang (meter) X3 = Keliling pohon sarang (centimeter) X4 = Luas tajuk pohon sarang (meter) X5 = Jarak antara pohon sarang (meter) X6 = Jarak pohon sarang dari transek (meter) X7 = Jarak pohon sarang dengan pohon pakan (meter) X8 = Jumlah jenis pohon pakan
X9 = keberadaan pohon pakan disekitar pohon sarang
4.Uji independen antara keberadaan sarang dan pohon pakan
Melihat hubungan antara keberadaan sarang dan pohon pakan, dianalisis
dengan menggunakan :
Hipotesis
H0 : Keberadaan sarang & pohon pakan saling bebas/independen
H1 : Terdapat asosiasi antara keberadaan sarang dan pohon pakan
Setiap tahap analisis dikerjakan dengan menggunakan program SPSS 14
Y = a + bX1 + cx2 + dX3 + ..........................................................+ kXn
2 = n{|a.d b.c | ½ n}2 . (a + b) (a+c) (b+d) (c+d)
5. Analisis vegetasi dilakukan untuk mengetahui komposisi dan dominansi suatu
jenis vegetasi, baik vegetasi secara keseluruhan maupun vegetasi berupa pohon
sarang. Persamaan yang digunakan yaitu :
Kerapatan jenis ke-i = Jumlah individu jenis ke-i Luas total petak contoh Kerapatan relatif = Kerapatan jenis ke-i x 100% Kerapatan total Frekuensi jenis ke-i = Jumlah petak contoh ditemukan jenis ke-i Jumlah total petak contoh Frekuensi relatif = Frekuensi jenis ke-i x 100% Frekuensi total Dominansi jenis ke-i = Lbds jenis ke-i Luas petak contoh Dominansi relatif = Dominansi jenis ke-i x 100% Dominansi total INP = KR+FR+DR (Soerianegara dan Indrawan, 1998) Luas tajuk D1+D2]2
2 Keterangan : D1 = Diameter tajuk terpanjang D2 = Diameter tajuk terpendek 6. Analisis nilai ketelitian hasil dugaan
Hasil inventarisasi orangutan dengan menggunakan metode sarang Van Schaik
dianalisis nilai ketelitiannya berdasarkan jumlah sarang dan jumlah individu
orangutan yang ditemui sepanjang transect
Ketidaktelitian = %100xxs%CV
Ketelitian = 1 CV
Dimana : n
iXX dan
1nn/)X(X
S2
i2i2
Keterangan : X = Nilai rata-rata dugaan µ = Nilai rata-rata sebenarnya s = Simpangan Baku Cv = Koefisien Variasi (%)
HIPOTESIS
(FORMULASI MODIFIKASI RUMUS METODE SARANG-TRANSECT)
Hipotesis : (Modifikasi Metode Transect-Sarang)
(Cf x N) .
L x 2w x p x r x T
T : Average dari total sarang yang ditemukan dalam transect
IV. KEADAAN UMUM LOKASI
4.1 Sejarah dan Status Kawasan
Taman Nasional Tanjung Puting awalnya adalah Suaka Margasatwa Tanjung
Puting, gabungan Cagar Alam Sampit dan Suaka Margasatwa
Kotawaringin, ditetapkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1936/1937
seluas 305.000 ha untuk perlindungan orangutan (Pongo pygmeus) dan bekantan
(Nasalis Larvatus).
Ditetapkan sebagai Taman Nasional berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.
096/kpts-II/84 tanggal 12 Mei 1984. Berdasarkan Surat Keputusan Direktorat
Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam No. 45/kpts/IV-Sek/84 tanggal 11
Desember 1984 wilayah kerja Taman Nasional Tanjung Puting ditetapkan meliputi
areal Suaka Margasatwa Tanjung Puting dengan luas kawasan 300.040 ha. Terakhir,
melalui SK Menteri Kehutanan No. 687/kpts-II/96 tanggal 25 Oktober 1996, luas
kawasan menjadi 415.040 ha terdiri dari Suaka Margasatwa Tanjung Puting 300.040
ha, hutan produksi 90.000 ha (ex. PT Hesubazah), dan kawasan daerah perairan
sekitar 25.000 ha.
4.2 Kondisi Fisik
Geologi
Tanjung Puting, seperti halnya kebanyakan daerah berawa-rawa dataran
pantai Kalimantan, secara relatif berumur geologi muda dan daerah berawa-rawa
datar yang meluas ke pedalaman sekitar 5-20 km dari pantai mungkin hanya berumur
beberapa ratus sampai beberapa ribu tahun saja. Sebagian besar sedimen
tanah/lumpur adalah alluvial muda. Molengraaf menyatakan bahwa dataran pantai
merupakan bagian dari dataran/dangkalan sunda yang muncul ke permukaan setelah
zaman es pleistocene dan kemudian secara bertahap dipenuhi oleh sedimen dari
formasi pre-tertiary dan teriary dari Kalimantan Tengah. Bagian utara kawasan
taman nasional yang mencuat beberapa meter di atas permukaan laut mungkin
merupakan bagian dari deposisi "sandstone" tertiary.
Sebagian besar perkembangan tanah sedimen atau latosol mungkin telah
terjadi selama sekitar 18.000 sampai 25.000 tahun yang lalu ketika permukaan laut
telah turun sekitar 12 meter lebih rendah dibanding permukaan laut sekarang dan
seluruh dangkalan Sunda, termasuk Semenanjung Malaya, Kalimantan, Sumatra dan
Jawa bersatu sebagai kesatuan pulau/benua yang besar serta hanya terbelah oleh
sungai-sungai yang panjang dan lebar yang mengalir dari gunung-gunung yang tinggi
menurun ke arah Laut Cina. Naiknya kembali permukaan air laut yang dimulai sekitar
18.000 tahun yang lalu kemudian menenggelamkan kembali sebagian besar
dangkalan sunda serta memisahkan daratan dari pulau-pulau yang ada sekarang
dengan laut-laut yang lebar.
Erosi lebih lanjut dari pegunungan dan tertahannya atau menggenangnya air
di daerah pantai telah menyebabkan berlangsungnya proses pembentukan rawa-rawa
dan kurang lebih 8.000-12.000 tahun yang lalu permukaan air laut naik mencapai
ketinggian permukaan seperti yang ada saat ini serta kemungkinan lebih tinggi
beberapa meter. Tepian sungai yang tinggi serta bukit-bukit pasir telah menahan
aliran-aliran sungai dan sedimentasi lumpur serta lumpur laut telah menyebabkan
terjadinya pertumbuhan (meluasnya) daratan dari dataran pantai Kalimantan. Di
Tanjung Puting sendiri terlihat adanya pertumbuhan (perluasan) daerah pantai, dan
dari perbandingan yang terlihat antara foto udara tahun 1949 dengan foto udara serta
citra satelit saat ini tampak perbedaan yang nyata pada arah tanjung serta posisi garis
pantai.
Tanah
Pada umumnya tanah di study area Camp Leakey adalah "miskin" (kurang
subur), "tercuci" berat serta kurang berkembang. Semua tanah bersifat sangat asam
dengan kisaran pH antara 3,8-5,0. Tanah-tanah sekitar anak-anak sungai dicirikan
oleh suatu lapisan "top soil" yang berwarna abu-abu kecoklatan serta suatu lapisan
"sub soil" yang lengket yang juga berwarna abu-abu kecoklatan.
Di rawa-rawa daerah pedalaman (daerah hulu), tanah memiliki kandungan
unsur organik yang lebih tinggi dan formasi gambut tersebar luas di banyak tempat
dengan ketebalan sampai 2 meter. Jalur-jalur tanah tinggi yang mendukung
tumbuhnya hutan tanah kering (dry land forest), meskipun banyak diantaranya telah
digarap/ditanami, memiliki kandungan pasir yang lebih tinggi, bahkan kadang-
kadang pasir kuarsa putih, namun telah tercuci sebagai akibat perubahan besi ke
senyawa-senyawa besi serta terus terlarutnya unsur-unsur ini. Secara keseluruhan
semua tanah di Taman Nasional Tanjung Puting, seperti halnya sebagian besar tanah
di Kalimantan adalah sangat tidak subur dan secara umum hanya mampu mendukung
usaha pertanian secara temporer.
Topografi
Secara umum, topografi Taman Nasional Tanjung Puting adalah datar sampai
bergelombang dengan ketinggian 0 sampai 11 meter dari permukaan laut. Di bagian
Utara, terdapat beberapa punggung pegunungan yang rendah dan bergelombang serta
umumnya mengarah ke Selatan, akan tetapi di sebelah Selatan dari Sungai Sekonyer
tidak terdapat pegunungan atau bukit. Anak-anak sungai telah terbentuk karena
terjadinya luapan air sungai pada waktu musim hujan.
Natai atau tanah tinggi banyak dijumpai di bagian tengah kawasan taman
nasional. Natai ini terisolasi oleh rawa atau danau yang besar dimana jarang dijumpai
pepohonan. Keadaan ini akan lebih tampak terutama pada musim hujan, yaitu antara
bulan Oktober sampai dengan Februari. Daerah pantai sebagian berpasir (antara
sungai Arut Tebal sampai Teluk Ranggau di bagian Barat dan Pantai Selatan) dan
sebagian berlumpur (mulai dari muara Sungai Sekonyer ke selatan sampai Sungai
Arut Tebal).
Di Tanjung Puting terjadi pendangkalan pasir dan lumpur setiap tahun dan
bergerak ke arah selatan dan barat. Beberapa daerah pantai dengan gundukan-
gundukan pasir terdapat di sekitar muara Sungai Perlu.
Hidrologi
Di dalam kawasan Taman Nasional Tanjung Puting terdapat tujuh Daerah
Aliran Sungai (DAS) dan Sub DAS yaitu DAS Sekonyer, Buluh Kecil, Buluh Besar,
Cabang, Perlu, Segintung dan DAS Pembuang. Dimana DAS dan Sub Das tersebut
mempunyai air yang berwarna hitam serta mengalir dari bagian utara dan tengah
kawasan taman nasional, untuk study area Camp Leakey berbatasan langsung dengan
DAS Sekonyer Kanan. Aliran sungai-sungai ini pelan dan di beberapa tempat
terpengaruh oleh adanya pasang surut. Banjir sering terjadi dan beberapa danau
sering terbentuk di daerah hulu sebagian besar terjadi pada musim hujan mulai bulan
Oktober sampai dengan April. Air tanah menjadi bagian penting dari semua habitat di
Tanjung Puting dan lebih dari 60 % kawasan taman nasional tergenang air paling
tidak selama 4 bulan setiap tahunnya.
Selama musim kemarau yang panjang, air payau dapat masuk ke daerah hulu
sejauh ± 10 km, sepanjang Sungai Sekonyer. Fluktuasi harian dari permukaan air
Sungai Sekonyer yang terkait dengan adanya pasang surut dapat diukur sampai ± 15
km dari muara. Fluktuasi musiman permukaan air di daerah rawa-rawa memiliki
variasi rata-rata antara 1,5 sampai 2 meter dan di beberapa tempat bisa mencapai 3
meter.
Iklim
Secara gasris besar kawasan Taman Nasional Tanjung Puting termasuk di
dalamnya study area Camp Leakey mempunyai curah hujan rata-rata mencapai 2.400
mm/tahun. Menurut Schmidt & Fergusson hal seperti ini termasuk dalam iklim selalu
basah type A.
4.3 Kondisi Biotik
Taman Nasional Tanjung Puting memiliki beberapa tipe ekosistem, yaitu :
1. Ekosistem hutan tropika dataran rendah
2. Ekosistem hutan tanah kering (hutan kerangas)
3. Ekosistem hutan rawa air tawar
4. Ekosistem hutan rawa gambut
5. Ekosistem hutan bakau
6. Ekosistem hutan pantai
7. Ekosistem hutan sekunder.
Untuk study area Camp Leakey sendiri setidak-tidaknya terdapat empat dari
tujuh tipe ekosistem yang terdapat di Taman Nasional Tanjung Puting yaitu,
ekosistem hutan tropika dataran rendah (dipterocarp dataran rendah), hutan tanah
kering (kerangas), hutan rawa gambut, dan hutan bakau.
Flora
Jenis-jenis tumbuhan yang dapat ditemui di study area Camp Leakey adalah
meranti (Shorea sp), ramin (Gonystylus bancanus), jelutung (Dyera costulata),
gaharu, kayu lanan, keruing (Dipterocarpus sp), ulin (Eusideroxylon zwageri),
tengkawang (Dracontomelas sp.), Dacrydium sp, Lithocarpus sp, Castanopsis sp,
Hopea sp,Schima sp, Melaleuca sp, Diospyros sp, Beckia sp, Jackia sp, Licuala sp,
Vatica sp, Tetramerista sp, Palaquium sp, Campnosperma sp, Casuarina sp, Ganua
sp, Mesua sp, Dactylocladus sp, Alstonia sp, Durio sp, Eugenia sp, Calophyllum sp,
Pandanus sp, Crinum sp, nipah (Nypafruticans), rotan (Calamus sp), dan Imperata
cylindrica.
Dibagian timur area terdapat hutan kerangas dan di lantai hutannya terdapat
jenis tumbuhan berupa lumut yang merupakan ciri khas dari tipe hutan ini. Hutan
rawa gambut yang tumbuhannya memiliki akar lutut, dan akar napas yang mencuat
dari permukaan air, ditemukan di bagian utara area dan di tepi sungai sekonyer kiri,
selain itu pun ditemukan jenis pemakan serangga seperli kantong semar (Nepenthes
sp). Di sepanjang tepi semua sungai di kawasan ini terdapat hutan rawa gambut
dengan jenis tumbuhan yang kompleks termasuk jenis tumbuhan merambat berkayu
yang besar dan kecil, epifit dan paku-pakuan dalam jumlah besar. Di daerah utara
menuju selatan kawasan, terdapat belukar yang luas yang merupakan areal bekas
tebangan, ladang, dan kebakaran.
Tumbuhan di daerah hulu Sungai Sekonyer terdiri atas hutan rawa yang
didominasi oleh Pandanus sp. dan bentangan (bakung) yang mengapung, seperti
Crinum sp. Hutan bakau (mangrove) yang berada di daerah pantai, dan payau yang
berada di muara sungai, tedapat nipah yang merupakan tumbuhan asli setempat.
Nipah tumbuh meluas sampai ke pedalaman sepanjang sungai. Di daerah pesisir pada
pantai-pantai berpasir, banyak ditumbuhi tumbuhan marga Casuarina, Pandanus,
Podocarpus, Scaevola dan Barringtonia.
Fauna
Mamalia; Kawasan Taman Nasional Tanjung Puting dihuni oleh sekitar 38
jenis mamalia. Jenis-jenis tersebut antara lain tupai (Tapala spp). tikus (Echinoserex
gymnurus), kumbang tando (Cycephalus variegates), kera buka (Tarsius bancanus),
kukang (Nyctycebus coucang), kera ekor panjang (Macaca fascicularis), beruk
(Macaca nemestrina), kelasi (Presbytis rubicunda), lutung (Presbytis cristata),
bekantan (Nasalis larvatus), owa-owa (Hylobates agilis), orangutan (Pongo
pygmaeus), trenggiling (Manis javanica), bajing (Ratuva affinis), landak (Hystrix
brachyura), beruang madu (Helarctos malayanus), berang-berang (Lutra sp), musang
(Matres flavigula), kucing batu (Felis bengalensis), macan dahan (Neofelis nebulosa),
babi hutan (Sus barbatus), kancil (Tragulus javanicus), kijang (Muntiacus muntjak).
Dan mamalia air tawar seperti ikan duyung (Dugong dugon)
Burung; meskipun observasi paling akhir menunjukkan hanya 3,5% dari jenis
burung yang ada di Tanjung Puting endemik, akan tetapi Tanjung Puting secara
khusus sangat penting bagi populasi ekstensif dan keanekaragaman burung yang ada
di sana, yang mendiami habitat dataran rendah yang sangat luas, serta tidak dijumpai
di tempat lain manapun. Daftar awal (preliminary list) mencatat 200 jenis burung
hidup di kawasan taman nasional ini. Beberapa jenis yang telah tercatat misalnya "the
bornean bristlehead" atau "bald headed wood shrike" (Pityariasis gymnocephala),
dinyatakan jarang ditemukan di tempat lain di Kalimantan. Beberapa jenis lainnya,
bahkan termasuk jenis yang terancam punah.
Jenis burung yang paling penting di Taman Nasional Tanjung Puting adalah
sindanglawe (storm's stork, Ciconia stormii), yang dinyatakan termasuk dari 20 jenis
burung bangau yang paling langka di dunia (Hancock, Kushlan and Kahl, 1992) serta
dimasukkan ke dalam kategori terancam kepunahan oleh IUCN. Dikenal sebagai
burung soliter di hutan primer yang lebat dan rawa-rawa, sindanglawe sering terlihat
baik "sendirian" maupun dalam kelompok, di tepian sungai-sungai yang banyak
terdapat di Tanjung Puting, bahkan pada tengah hari. Dibanding dengan kawasan lain
di Indonesia, Tanjung Puting mungkin dapat dikatakan yang memiliki densitas paling
besar. Sifat ekologis burung ini sangat mirip dengan bangau hitam (Ciconia nigra)
yang sering memadati hutan primer di Eurasia dan daerah jelajah jenis burung ini
"sympratic" dengan "wolly-necked stork" (Ciconia episcopus) yang tampaknya
berafiliasi dengan daerah-daerah terbuka. Tidak banyak diketahui mengenai makanan
sindanglawe ini, namun dikatakan bahwa cacing dan katak termasuk dalam daftar
menunya.
Beberapa jenis burung, terutama yang sebarannya luas atau yang mempunyai
habitat di hutan rawa dapat ditemukan di Danau Burung yang berlokasi di dekat
Sungai Buluh Besar. Antara lain bultok kecil (Megalaima australis), walet pantat
kelabu (Collocalia fuciphaga), tepekong kecil (Hemiprocne comata), lelayang
pasifik (Hirundo tahitica), kutilang hitam putih (Pycnonotus melanoleucos), kutilang
emas (Pycnonotus atriceps), pernah teridentifikasi di Danau Burung (Nash & Nash,
1986).
Beberapa tahun silam di Danau Burung juga tercatat keberadaan burung air,
bahkan menjadi surga bagi burung air. Tidak mengherankan jika jumlahnya dapat
mencapai ribuan dan membentuk koloni besar. Burung-burung tersebut terdiri atas
lima jenis yang berbeda, yaitu Egretta alba, Anhinga melanogaster, Ardea purpurea,
Nycticorax nycticorax, dan satu jenis "cormorant". Bahkan, menurut Nash & Nash
(1986) satu jenis burung, yaitu Egretta garzetta di Tanjung Puting hanya dapat
ditemukan di Danau Burung saja. Akan tetapi, akibat kebakaran hutan, eksploitasi
hutan, dan eksploitasi ikan yang menjadi makanan burung tersebut, saat ini sangat
sulit menemukan burung-burung air tersebut di Danau Burung.
Beberapa jenis elang juga telah teridentifikasi di kawasan Taman Nasional
Tanjung Puting seperti elang laut perut putih, elang bondol, 'black kite', elang hitam,
dan 'changeable hawk eagle'. Pada jenis elang laut perut putih (Haliaetus
leucogaster), spesies ini hanya terdapat atau teragregasi di wilayah batas-batas
terdepan pantai. Selama pemantauan di Tanjung Puting dan sekitarnya, elang laut
perut putih termasuk sarangnya terdistribusi di wilayah perifer pantai dengan laut.
Karakter pemilihan habitat disebabkan oleh pola makan spesies tersebut yang hampir
100 % diambil dari laut (ikan, kerang dan ketam) dan hanya ada satu catatan sekitar
500 m dari tepi pantai di Sungai Sinthuk, Desa Kapitan, bertengger berpasangan dan
diperkirakan terdapat sarang elang laut perut putih di kawasan tersebut. Pada elang
bondol (Haliastur indus), spesies ini terdistribusi random artinya dapat dijumpai di
wilayah pesisir pantai sampai ke dalam radius 1000 m dari pantai. Tetapi, spesies ini
juga dapat dijumpai sampai ke pelosok-pelosok hutan kecuali di wilayah
pegunungan.
Berikut berapa jenis burung di Taman Nasional Tanjung Putting, antara lain:
pecuk ular (Anhinga melanogaster), cangak besar (Ardea sumatrana), kuntul putih
besar (Ergetta alba), kuntul kecil (Ergetta garzetta), bletok rawa (Buloridos striatus),
kowak malam (Nycticorax nycticorax), tamtoma kedondong hitam (Dupeter
flapicolis), bangau tongtong (Leptoptilos javanicus), belibis pohon (Dendrocyna
arcuata), alap-alap kelelawar (Machaerthampus alcinus), alap-alap Asia (Pernis
ptylorhynchus), elang bodol (Haliastur Indus), alap-alap sisko (Accipiter trivigatus),
alap-alap Jepang kancil (Accipiter gularis), elang garuda hitam (Ictinaetus
malayanus), elang hitam kepala kerbau (Icthyophaga ichthyaetus), elang ikan kecil
(Icthyophaga nana), baca (Spilornis cheela), elang belalang (Microhierax
fringillarius), blelang sempidan (Lophura erythrophithaima), kuau bolwer (Lophura
bulweri), kuau melayu (Polypiectron malacenses), kuau besar (Argusianus argus),
trulek pasifik (Pluvialis dominica), trinil batis merah (Tringa tetanus), camar hitam
sayap putih (Chlidonias leocopterus), rangkong kode (Anorrhinus galeritus),
rangkong tahun (Rhiticeros corugatus), dan rangkong badak (Buceros rhinoceros).
Reptil; hewan yang termasuk kategori ini kurang populer di Taman Nasional
Tanjung Puting, sehingga catatan mengenai keberadaan hewan ini pun masih sangat
terbatas. Akan tetapi, paling tidak terdapat beberapa jenis reptil yang berhasil
teridentifikasi, yaitu buaya sinyong supit (Tomistoma schlegel), buaya muara
(Crocodilus porosus), bidawang (Trionyx cartilaganeus), ular sawa (Python
reticulates), ular sendok (Naja naja), kura-kura (Testuda emys) dan biawak (Varanus
salvator)
Amphibi; beberapa jenis amphibi, sebetulnya terdapat di kawasan Taman
Nasional Tanjung Puting, tetapi observasi dan identifikasi terhadap amphibi belum
pernah dilakukan.
Ikan; beberapa jenis ikan juga telah teridentifikasi, mulai dari ikan yang biasa
dikonsumsi masyarakat seperti lais, toman, seluang, bakut, dan sebagainya, sampai
jenis ikan hias, seperti ikan arowana. Ikan arwana dengan penampilannya yang begitu
indah dan mempesona telah mengundang orang-orang tertentu untuk menangkap,
kemudian menjualnya. Harganya yang tinggi di pasaran, membuat bisnis penjualan
ikan arwana menjadi sesuatu yang menjanjikan. Tidak mengherankan jika keberadaan
ikan arwana semakin terancam, bukan hanya karena eksploitasi terhadap jenis ikan
ini, melainkan juga karena pencemaran sungai oleh limbah penambangan emas yang
kerap kali terjadi.
4.4 Gangguan Terhadap Orangutan dan Pengelolaanya
Kegiatan perburuan yang telah berlangsung lama sejak dahulu sangat
mengancam keberadaan dan kelestarian orangutan di alam. Namun dewasa ini adanya
penetapan Taman Nasional Tanjung Puting sebagai kawasan konservasi yang
dilindungi memberikan kemajuan dalam upaya pelestarian orangutan dikawasan ini.
Berkurangnya kegiatan perburuan dan pembukaan lahan yang dapat mengancam
populasi orangutan akibat penetapan kawasan ternyata tidak menyelesaikan
permasalahan secara menyeluruh.
Penetapan Taman Nasional Tanjung Puting sebagai kawasan konservasi yaitu
sebagai kawasan pelestarian flora dan fauna, selain juga dikembangkan sebagai
daerah kunjungan wisata memberikan dampak yang kurang baik bagi satwa yang
terdapat didalamnya, khususnya orangutan. Banyak lokasi yang mempunyai
pemandangan alam khas hutan dataran rendah yang merupakan habitat dari jenis
satwa ini. Tanjung Putting dikenal juga sebagai lokasi rehabilitasi Orangutan
Kalimantan yang pertama dibangun. Lokasi yang dapat dikunjungi untuk melihat
orangutan dan primata lain adalah Pos Tanjung Harapan, Pondok Tanggui dan Camp
Leakey.
Adanya kegiatan pariwisata ini secara langsung memberikan dampak terhadap
perubahan perilaku orangutan. Kegiatan feeding sebagai atraksi wisata di beberapa
kawasan seperti Camp Leakey pada kenyataanya dalam skala jangka panjang
merupakan bentuk gangguan terhadap keberadaan orangutan. Meskipun tujuan dari
kegiatan ini adalah untuk membantu orangutan rehabilitasi dalam memenuhi
kebutuhan pakan, namun sesungguhnya hal tersebut mungkin dapat berakibat buruk
terhadap penyimpangan perilaku orangutan. Orangutan menjadi ketergantungan
terhaadap manusia dan kehilangan sifat liarnya sebagai akibat pemberian pakan
secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama.
Oleh karena itu sistem pengelolaan yang baik, hendaknya dipikirkan oleh
pihak Balai Taman Nasional Tanjung Puting bersama mitra Orangutan Foundation
International (OFI), agar fungsi kawasan sebagai kawasan pelestarian tetap dapat
terjaga disamping adanya kegiatan wisata yang merupakan salah satu bentuk
pemanfaatan lain dari adanya kawasan ini
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Ketelitian metode survei sarang
5.1.1 Kepadatan sarang
Jumlah sarang orangutan pada jalur 500 m dalam areal contoh 0,5 dan 1 km
disajikan pada (Tabel 3). Jumlah sarang orangutan bervariasi cukup tinggi. Laporan
menunjukkan bahwa disekitar sungai dibeberapa tipe habitat, jumlah sarang
orangutan berkisar antara 11-15 sarang/km dan di rawa gambut bervariasi antara 95-
100 sarang/km, sedangkan di daerah hutan bergelombang 15,9-17,5 sarang/km (Van
Schaik et al. 1995). Di Ketambe Sumatera Utara, jumlah sarang orangutan di dataran
rendah dalam transek 7500 m rata-rata 12,2 sarang/km. Berdasarkan hasil survei
sarang pada beberapa tipe habitat yang terdapat pada area penelitian Camp Leakey di
peroleh gambaran yang cukup berbeda terutama pada jumlah sarang yang terdapat di
tipe habitat berupa hutan rawa gambut. Hal ini dimungkinkan karena perbedaan
ketersediaan pakan. Pakan lebih banyak ditemukan, baik jenis maupun jumlahnya
pada tipe habitat berupa hutan dipterocarp dataran rendah atau hutan dataran rendah
sehingga preferensi orangutan untuk tinggal dan menetap, dalam hal ini terkait
perilaku bersarang lebih besar pada tipe habitat berupa hutan dipterocarp dataran
rendah.
Jumlah sarang orangutan yang cukup besar pada areal penelitian Camp
Leakey dipengaruhi oleh lamanya sarang dapat bertahan (diestimasi 284 hari) dan
adanya perilaku orangutan yang bersifat nomadik dan pengembara. Dalam hal ini
60% populasi orangutan adalah nomadik, 10% pengembara, dan 30% penetap.
(Meijaard et al. 2001). Perilaku ini terlihat pada transek hasil evaluasi pengamatan
setelah 2 bulan, sarang yang banyak ditemukan adalah sarang tipe C, D, Dan E,
sedangkan untuk sarang tipe A dan B hanya ditemukan dalam jumlah yang kecil,
yaitu 2 sarang untuk tipe habitat berupa hutan kerangas, 17 sarang untuk tipe habitat
berupa hutan dipterocarp dataran rendah, dan 11 sarang untuk tipe habitat berupa
hutan rawa gambut.
Keadaan ini menunjukan bahwa dalam waktu hampir 10 bulan hanya
orangutan rehabilitasi yang mendatangi areal dan membuat sarang baru karena
sebagian besar sarang baru yang diketemukan terletak tidak jauh dari camp penelitian
yang merupakan tempat tinggal sebagian besar orangutan rehabilitasi. Ada indikasi
areal ini akan dikunjungi kembali oleh orangutan liar pada saat berbagai jenis pohon
pakan memasuki musim buah. Data ini juga mengindikasikan rendahnya potensi
pakan di areal ini pada saat penelitian dilaksanakan dan luasnya daerah jelajah
orangutan yang bersifat liar. Daerah jelajah orangutan jantan dapat mencapai 5-10
km2 dan daerah jelajah betina lebih dari 3 km2 (Meijaard et al. 2001) Tabel 3 Jumlah dan kepadatan sarang orangutan di areal contoh
Tipe Habitat Jalur Ke-
Panjang transek
(km)
Total panjang
jalur (km)
Jarak dari Sungai Sekonyer Kanan
(km)
per km
jalur Hutan Kerangas 1 0.5 2 2-3.5 23 11,5 Hutan Dipterocap dataran rendah
1 1 3 1-2,5 80 26,7 2 1 3 2-3,5 79 26,3 3 1 3 2-3,5 66 22 4 1 3 4-5,5 54 18 5 1 3 6,5-8 38 12,7
Hutan Rawa gambut
1 0.5 2 0-0.6 14 7 2 0.5 2 3,5-5 36 18
5.1.2 Estimasi kepadatan populasi orangutan
Berdasarkan survei sarang orangutan di delapan transek yang mewakili areal
5,25 km2 dengan 21 km jalur pengamatan yang tersebar pada tiga tipe habitat yang
berbeda diketahui bahwa kepadatan populasi orangutan di habitat berupa hutan
kerangas 1,07 ind/km2 dengan jumlah populasi orangutan sekitar 2 individu, di
habitat berupa dipterocarp dataran rendah 2,98 ind/km2 dengan jumlah populasi
orangutan sekitar 93 individu dan di habitat berupa hutan hutan rawa gambut 1,35
ind/km2 dengan jumlah populasi orangutan sekitar 18 individu. Untuk estimasi jumlah
total populasi orangutan di study area Camp Leakey adalah 113 individu orangutan
Tabel 4 Estimasi kepadatan orangutan dengan metode perhitungan sarang sepanjang transek pada beberapa tipe habitat yang berbeda di study area Camp Leakey, Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah (Berdasarkan Program Distance 5.0)
Tipe Habitat AIC ESW (m)
Kepadatan Low CI High CI CV (%) Ind/km2 Ind
Hutan Kerangas 154,62 20,26 1,07 2 0,610 1,517 22,60 Hutan Dipterocarp dataran rendah
1985,88 12,76 2,98 93 2,147 3,330 11,20
Hutan Rawa Gambut
340,06 17,68 1,35 18 0,936 1,583 13,30
Total - - - 113 - - -
Angka estimasi kepadatan di study area menunjukkan bahwa hutan
dipterocarp dataran rendah memiki nilai kepadatan yang tertinggi dibandingkan
dengan hutan rawa gambut dan kerangas. Hal ini terjadi karena hutan dipterocarp
dataran rendah merupakan tipe hutan yang memilki kondisi yang lebih baik sebagai
habitat orangutan terutama berkaitan dengan tingginya ketersediaan pakan serta
keanekaragaman jenis pohon pakan orangutan, sehingga daya dukung lingkungan
untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan orangutan pada habitat ini cuikup
besar dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan populasi orangutan untuk
waktu selanjutnya.
Estimasi kepadatan yang paling rendah adalah hutan kerangas. Hal ini
dimungkinkan karena rendahnya ketersediaan pakan di tipe hutan ini walaupun pada
dasarnya pada hutan ini terdapat banyak jenis pohon pakan namun pada saat
penelitian tidak ditemukan sama sekali jenis pohon pakan yang sedang berbuah.
orangutan memilki preferensi pakan berupa buah walaupun ada jenis pakan lainnya
baik itu berupa daun, bunga, kulit kayu, tunas, jamur, rayap. Dalam hal ini 44.5% dari
seluruh aktivitas makan orangutan dihabiskan untuk mengkonsumsi jenis buah-
buahan (Galdikas 1978), sehingga jika tersedia pakan berupa buah-buahan pada tipe
habitat lain maka orangutan akan memiliki preferensi yang lebih besar untuk
mengunjungi dan tinggal serta bersarang pada tipe habitat tersebut. Kenyataan
tersebut didukung oleh pernyataan Rijksen (1978) bahwa orangutan biasanya
membangun sarang tidak jauh dari pohon pakan yang dikunjunginya.
Tingginya jumlah populasi orangutan pada tipe habitat berupa hutan
dipterocarp dataran rendah pada dasarnya dimungkinkan bukan karena besarnya
proporsi tipe habitat ini dibandingkan tipe habitat lainnya secara keseluruhan,
melainkan lebih pada ketersediaan walfare factor berupa cover, shelter, maupun
pakan dengan jenis yang beranekaragam dan melimpah yang menunjang
perkembangan dan pertumbuhan populasi orangutan. (Morrogh-Bernard et al. 2003),
perbedaan kepadatan orangutan dengan sub tipe hutan yang saling berbeda
kemungkinan erat kaitannya dengan perbedaan struktur hutan dan produktivitasnya.
Lebih lanjut, Djojosudharmo dan Van Schaik (1992) menyebutkan bahwa
melimpahnya produksi buah sangat berpengaruh terhadap kelimpahan orangutan
yang menunjukan korelasi positif.
Secara umum hutan kerangas relatif kurang mendukung orangutan dalam
melakukan aktivitas harian karena jarangnya pohon-pohon dengan diameter yang
besar dan tinggi, selain itu rendahnya potensi pakan yang terdapat pada tipe hutan ini
yang dapat dilihat dari rendahnya temuan buah, baik yang terdapat di pohon maupun
di lantai hutan pada saat penelitian berlangsung memungkinkan orangutan untuk
melakukan perpindahan pada tempat lain yang masih memiliki potensi pakan yaang
cukup besar. Berdasarkan komunikasi personal dengan bapak Abdulah yang
merupakan salah satu asisten lapang berpengalaman, hal tersebut dikarenakan
kenyataan bahwa musim berbuah yang terjadi di hutan yang terdapat pada area
penelitian ini telah berlangsung sebelum penelitian dilaksanakan walaupun pada
dasarnya musim buah ini terjadi secara merata pada masing-masing tipe habitat.
Menurut Sugardjito (1995), orangutan merupakan satwa yang sangat bergantung
terhadap pohon. Tidak ada hewan besar lainnya selain orangutan yang menghabiskan
sebagian besar hidupnya, baik sebagai sumber pakan, tempat bergerak dan berpindah,
istirahat dan berbagai aktivitas lain dalam hidupnya.
Menurut Galdikas (1978), kepadatan orangutan di area penelitian Camp
Leakey berkisar antara 2-3 ind/km2, selain itu pun Zarlosa (2004) dalam penelitianya
menyebutkan bahwa kepadatan orangutan di stasiun penelitian Camp Leakey berkisar
antara 1,26-2,34 ind/km2, sedangkan di dalam penelitin ini kepadatan orangutan
berkisar antara 1,07-2,98 ind/km2 (average 2,03 ind/km2). Hasil ini menunjukan
adanya perbedaan dengan nilai kepadatan populasi sebelumnya, namun angka ini di
rasa masih cukup reliable karena pada penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa
kepadatan orangutan untuk daerah di seluruh Kalimantan pada hutan dataran rendah
berkisar antara 1-2,5 ind/km2 (Marshall 2002).
Adanya perbedaan estimasi kepadatan orangutan di dalam study area di
bandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya terutama dengan nilai estimasi
kepadatan orangutan menurut Galdikas (1978), kemungkinan disebabkan oleh
terganggunya habitat orangutan akibat berbagai aktivitas manusia seperti aktivitaa
perburuan, perambahan hutan, pembakaran hutan, dan penebangan kayu secara tidak
terkendali sekurang-kurangnya sampai tahun 2001 yang berakibat langsung terhadap
menurunnya laju pertumbuhan satwa jenis ini karena pada dasarnya telah disebutkan
bahwa tidak ada hewan besar lain selain orangutan yang sangat bergantung terhadap
keberadaan hutan, dalam hal ini pepohonan yang merupakan tempat yang sebagian
besar digunakan oleh orangutan untuk menghabiskan sebagian besar hidupnya
(Sugardjito,1995).
Adanya berbagai kegiatan, seperti penebangan, perburuan, pembakaran
secara langsung berdampak terhadap adanya aktivitas perpindahan orangutan dari
area yang terganggu menuju area yang dirasakan masih cukup baik untuk dapat
mendukung kelangsungan hidupnya, baik bisa semakin menjauh dari study area atau
bahkan masuk ke dalam study area karena dianggap tidak mengalami gangguan atau
memilki sumber pakan yang berlimpah dengan kerapatan yang tinggi dan memilki
kerapatan vegetasi pendukung yang tinggi pula. Aktivitas perpindahan tersebut
mengakibatkan estimasi kepadatan orangutan berfluktuasi dan bias, terkadang dapat
tinggi, rendah, bahkan tidak ada sama sekali. Menurut Van Schaik (1995b), bahwa
jumlah populasi orangutan di suatu daerah kadang ditemukan berlimpah atau kosong
sama sekali, hal ini dipengaruhi oleh kelimpahan buah yang ada di daerah tersebut.
Kerusakan hutan akibat penebangan kayu, perambahan, dan kegiatan
pembakaran secara tidak terkendali mengakibatkan semakin berkurangnya habitat
orangutan dan berdampak negatif juga terhadap menurunnya ketersediaan pakan yang
merupakan kebutuhan dasar orangutan. Namun demikian dengan digalakkannya
program pemberantasan illegal loging dewasa ini terutama pada areal-areal
konservasi membawa dampak positif bagi pelestarian orangutan, seperti halnya pada
kawasan Taman Nasional Tanjung Puting dalam hal ini termasuk didalamnya area
stasiun penelitian Camp Leakey. Walaupun pada area ini masih dapat ditemukan area
bekas tebangan (± 1-2 km dari sungai ke arah selatan camp), tetapi dari waktu ke
waktu kondisi tersebut semakin membaik karena sudah tidak ditemukan lagi aktivitas
penebangan, perburuan, dan pembakaran khususnya pada area stasiun penelitian ini.
Fluktuasi kepadatan populasi bulanan
Hasil perhitungan fluktuasi angka kepadatan bulanan didasarkan pada temuan
sarang baru pada masing-masing tipe habitat berupa hutan kerangas, dipterocarp
dataran rendah, dan rawa gambut dalam periode bulanan. Berdasarkan hasil
perhitungan diperoleh kepadatan yang cukup bervariasi antara masing-masing tipe
habitat. Ada pun fluktuasi kepadatan orangutan pada hutan kerangas 0-0,60 ind/km2,
hutan dipterocarp dataran rendah 0,24-1,08 ind/km2, dan hutan rawa gambut 1,29-
2,03 ind/km2 (Tabel 5) Tabel 5 Estimasi fluktuasi kepadatan populasi bulanan di area penelitian Camp Leakey, Taman
Nasional Tanjung Puting berdasarkan survei sarang ( Umur maksimal sarang atau t = 30 dan 31 hari)
Habitat April 2008 Mei 2008 ind/km2 CV Sarang ind/km2 CV
Hutan Kerangas 0 0 0 2 0.60 49.60 Hutan Dipterocarp dataran rendah
5 0,24 37,70 13 1,08 24,50
Hutan Rawa Gambut 4 1,29 36,50 7 2,03 40,70
Secara keseluruhan pada seluruh tipe habitat, nilai estimasi kepadatan yang
tertinggi terjadi pada bulan Mei 2008. Hasil uji Friedman untuk melihat perbedaan
fluktuasi estimasi kepadatan bulanan antara tipe habitat (kerangas, dipterocarp
dataran rendah, dan rawa gambut); menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
bermakna (N = 2 ; Asymp.Sig = 3,437 ). Hal ini berarti bahwa pemanfaatan ketiga
tipe habitat oleh orangutan tidak tergantung oleh waktu, sehingga dapat juga
dikatakan bahwa fluktuasi kepadatan populasi orangutan pada setiap bulan antara
berbagai tipe habitat mempunyai pola yang cenderung seragam. Hasil ini
dimungkinkan karena kondisi habitat yang kurang lebih sama dan jarak yang saling
berdekatan serta berselang-seling antara satu tipe habitat dengan tipe habitat lainnya.
5.1.3 Ketelitian hasil pendugaan kepadatan populasi berdasarkan metode survei
sarang
Variasi dari ukuran kepadatan populasi (CV) digunakan untuk mengetahui
ketelitian pendugaan kepadatan populasi orangutan baik menurut tempat (spasial)
maupun waktu (temporal). Nilai ini akan menunjukkan konsistensi sebuah hasil
pengukuran baik yang dilakukan secara tunggal tanpa ulangan maupun dengan
beberapa ulangan tertentu (Davis and Winstead, 1980).
Variasi spasial pada populasi orangutan
Berdasarkan hasil perhitungan kepadatan populasi orangutan dengan metode
perhitungan sarang sepanjang transek pada beberapa tipe habitat yang berbeda di
study area Camp Leakey, Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah
dengan menggunakan program Distance 5.0 (Tabel 4) diperoleh secara langsung nilai
CV menurut tempat (spasial) pada berbagai tipe habitat berupa hutan kerangas,
dipterocarp dataran rendah, dan rawa gambut yang cukup bervariasi satu dengan yang
lain, dimana untuk tipe hutan kerangas koefisien variasi dari pendugaan populasi
berdasarkan perhitungan sarang sebesar 22,60 %, hutan dipterocarp dataran rendah
sebesar 11,20 %, dan hutan rawa gambut sebesar 13,30 %. Walaupun demikian hasil
ini masih sangat reliable dan dapat ditolelir karena beberapa peneliti (Caughley 1979;
Downing 1982, diacu dalam Frontier 1983) mengemukakan bahwa untuk penelitian-
penelitian di bidang ekologi yang dilakukan di alam, tingkat ketelitian sampai dengan
25% masih bisa ditolelir.
Variasi temporal pada populasi orangutan
Ketelitian pendugaan ukuran populasi berdasarkan waktu (temporal)
didasarkan pada tingkat koefisien variasi ukuran populasi orangutan selama interval
waktu dari satu bulan ke bulan berikutnya, dilakukan uji Khi- 2) (Tabel 6).
Tabel 6a Hubungan antara ukuran populasi dengan waktu (estimasi didasarkan atas perhitungan ulang sarang dan pertambahan sarang baru pada masing-masing tipe hutan dengan menggunakan program Distance 5.0)
Waktu Kepadatan pada masing-masing tipe habitat Total Kerangas Dipterocarp Rawa Gambut
April 2008 2 (2,40)
93 (91,84)
18 (18,75)*
113
Mei 2008 3 (2,60)
98 (99,16)
21 (20,25)*
122
Total 5 191 39 235 *) Nilai Harapan
Tabel 6b Nilai (A-H) dan (A-H)2/H Waktu Kepadatan pada masing-masing tipe habitat Total
Kerangas Dipterocarp Rawa Gambut April 2008 -0,4
(0) 1,16 (0)
-0,75 (0)
0,01
Mei 2008 0,4 (0)
-1,16 (0)
0,75 (0)
-0,01
Total 0 0 0 0
Hasil perhitungan diatas menunjukan bahwa kepadatan populasi pada masing-2 = 0 < 5,991) pada taraf
nyata 5 %. Hal ini dimungkinkan karena rendahnya ketersedian pakan sebagai akibat
dari telah lewatnya musim berbuah sehingga jumlah kunjungan orangutan pada
masing-masing tipe habitat ini menjadi berkurang dengan kecenderungan menjauhi
lokasi study area ini dan mencari habitat lain yang memilki potensi ketersediaan
pakan yang masih cukup berlimpah.
Jika kita lihat dari nilai variasi di atas, besarnya koefisien variasi baik untuk
nilai variasi spasial yang secara keseluruhan berada pada kisaran dibawah 25 %,
maupun nilai variasi temporal yang jauh berada dibawah nila 2 = 0 < 5,991 dapat
dijelaskan dengan laju temuan sarang yang cukup tinggi di dalam berbagai tipe hutan
yang berbeda pada lokasi penelitian. Hal tersebut membuktikan bahwa metode ini
merupakan suatu metode yang reliable dan baik digunakan dalam pendugaan
kepadataan populasi orangutan di alam, walaupun demikian pada dasarnya
dibutuhkan lebih banyak lagi usaha dan waktu survei sarang yang panjang untuk
memperoleh model-model kepadatan populasi dengan sensitivitas yang tinggi, dan
pendugaan nilai berbagai parameter terkait penggunaan metode ini, seperti w (lebar
jalur efektif untuk melihat sarang), p (poporsi individu dalam satu populasi yang
membangun sarang), r (rata-rata orangutan membuat sarang dalam satu hari), t (durasi
visiabilitas sarang/ketahanan sarang) yang hingga sekarang masih menjadi
permasalahan dalam pendugaan kepadatan populasi.
Rendahnya variasi spasial disebabkan keberadaan orangutan tersebar pada
seluruh tipe hutan sebagai akibat waktu musim berbuah yang terjadi secara
bersamaan dan merata pada masing-masing tipe hutan sebelum penelitian
dilaksanakan. Orangutan akan cenderung berpindah pada tipe hutan lain apabila suatu
tipe hutan ditempati oleh orangutan lainnya untuk menghindari persaingan.
Tidak bervariasinya kepadatan populasi orangutan selama interval waktu satu
bulan ini kemungkinan karena jarak berbiak orangutan yang relatif lama (5 tahun),
adanya persaingan terutama antara jantan dewasa menyebabkan ukuran kelompok
dalam suatu populasi cenderung tetap, sehingga kemungkinan masuknya
anggota/individu lain dari populasi yang berbeda atau keluarnya individu dari suatu
populasi menjadi sangat kecil
Adanya permasalahan dalam pendugaan kepadatan populasi berbagai
parameter terkait penggunaan metode ini, seperti parameter berupa w (lebar jalur
efektif untuk melihat sarang), p (poporsi individu dalam satu populasi yang
membangun sarang), r (rata-rata orangutan membuat sarang dalam satu hari), t (durasi
visiabilitas sarang/ketahanan sarang) akibat masih terbatasnya informasi mengenai
berbagai parameter tersebut pada suatu lokasi yang spesifik. Penelitian mengenai
pendugaan berbagai parameter dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya,
hendaknya dilakukan sehingga informasi yang digunakan untuk pendugaan kepadatan
populasi orangutan bukan hasil pengeneralisiran
5.1.4 Permasalahan dalam penggunaan metoda survei sarang
Terdapat berbagai permasalahan dalam menaksir kepadatan orangutan dengan
metoda survei sarang, permasalahan yang terpenting adalah mengenai hasil
penaksiran yang cenderung underestimate dari populasi sarang pada transek
pengamatan yang mempengaruhi kepadatan orangutan, dan penilaian yang tidak
akurat terhadap nilai t.
1.Penaksiran proporsi membangun sarang (p) dan tingkat produksi sarang (r)
Persoalan kecil berhubungan dengan penilaian proporsi orangutan
membangun sarang di dalam populasi (p) dan tingkat di mana sarang diproduksi (r).
Nilai dari parameter ini tidak bersifat baku dalam suatu populasi, karena parameter
tersebut tergantung pada komposisi jenis kelamin dan umur dari populasi yang
bersangkutan pada suatu wilayah. Mackinnon (1974) memperkirakan 14% individu di
dalam suatu populasi orangutan yang terdapat di Sumatra dan Populasi orangutan di
Kalimantan tidak memilki kemampuan untuk melakukan aktivitas membuat sarang,
individu tersebut adalah bayi muda yang belum mampu membangun sarang. Hasil
terakhir menyebutkan bahwa parameter p untuk seluruh orangutan adalah 10 %
untuk individu bayi muda (Van Schaik et al. 1995; Singleton 2000).
Di samping fakta bahwa komposisi populasi yang tepat tidak banyak
diketahui untuk kebanyakan lokasi, sehingga sering terjadi kesalahan dalam menaksir
nilai p seperti yang terjadi pada lokasi dilakukannya penelitian ini dan pada akhirnya
dapat menciptakan kesalahan di dalam menduga kepadatan populasi orangutan. Sama
halnya dengan nilai parameter proporsi banyaknya individu membangun sarang
dalam suatu populasi (p), tingkat produksi sarang (r) memiliki perbedaan nilai di
dalam komposisi populasi. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap orangutan dengan
jenis kelamin dan umur yang berbeda, diperoleh hasil mengenai tingkat produksi
sarang oleh orangutan dalam satu hari di stasiun penelitian Camp Leakey, yaitu ±1,2
sarang per hari (Table 7) Tabel 7 Tingkat produksi sarang orangutan dalam satu hari No Jenis kelamin & Kelas umur Tingkat Produksi Sarang (p) 1 Betina dewasa dan bayi 2 2 Betina dewasa dan bayi 2* 3 Betina dewasa dan bayi 1 4 Betina remaja 1 5 Jantan dewasa 1 6 Jantan pradewasa 1 7 Jantan remaja 1 8 Jantan muda (anak) 2
*) 1 sarang merupakan sarang re-use
Nilai tingkat produksi sarang setiap hari yang ada sekarang hanya untuk dua
populasi orangutan Kalimantan, yaitu : 1,005 di Kinabatangan (Ancrenaz et al, 2004)
dan 1,163 di Gunung Palung (Johnson et al. 2005), sedangkan berdasarkan
komunikasi pribadi (Galdikas 2002) nilai tingkat produksi sarang yang dibangun
dalam jangka waktu satu hari (r =1,1). Orangutan di area penelitian Camp Leakey,
selain membangun sarang di malam hari juga pada beberapa individu juga
membangun sarang disiang hari dan sarang bermain. Selain itu sebagai contoh pada
populasi orangutan di Ketambe, betina dewasa dengan bayi membangun sarang rata-
rata dua sarang per hari, sedangkan untuk jantan dewasa hanya 1,2 sarang per hari
(Mitra Setia, diacu dalam Van Schaik et al. 1995), dan jika dirata-ratakan maka
orangutan berdasarkan jenis kelamin dan umur dalam suatu populasi di Ketambe
mampu membangun sarangnya ± 1,7 sarang per hari (Van Schaik et al. 1995). Selain
itu adanya penggunaan sarang lama untuk digunakan kembali (re-use) sebagai sarang
tidur yang terjadi selama pengamatan berlangsung dalam penelitian akan
mempengaruhi nilai r. Dari 20 pengamatan terhadap sarang terdapat 3 kejadian
penggunaan sarang lama kembali oleh orangutan, seluruhnya dilakukan oleh
orangutan betina. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Singleton (2000) yang
menyebutkan bahwa orangutan memilki perilaku memperbaiki sarang lama dan
menggunakan sarang lama tersebut sebagai sarang tidurnya. (Van Schaik et al. 1995;
Singleton 2000) dalam hasil pengamatannya terhadap 1808 sarang dari Maret 1997 ke
Juni 1999 pada Suaq Balimbing, menyebutkan bahwa hanya 6,8% sarang dari total
sarang yang diamati yang kembali digunakan oleh orangutan (re-use), hal tersebut
menunjukan bahwa ini merupakan suatu peristiwa yang jarang, namun pada dasarnya
cukup mempengaruhi nilai kepadatan akhir yang diperoleh.
2. Penaksiran kepadatan orangutan dibawah nilai sebenarnya (underestimate)
Dalam survei sarang parameter lain yang sangat penting dalam suatu
pendugaan kepadatan orangutan yang harus ditentukan pada tiap-tiap transek terpisah
adalah lebar jarak efektif dalam transek (w) dan laju peluruhan/ketahanan sarang (t).
Permasalahan terkait kedua parameter ini dapat menghasilkan penaksiran kepadatan
yang tidak akurat. Tidak terdeteksinya sarang yang terdapat di atas transek terdekat
akan berakibat pada tingginya lebar jarak efektif (w) dan menghasilkan penaksiran
terlalu rendah, sehingga menghasilkan nilai dugaan dibawah nilai sebenarnya. Selain
itu keterbatasan pengamat untuk mengamati sarang yang terletak jauh dari transek
utama akibat rapatnya penutupan tajuk pohon yang terdapat pada lokasi penelitian ini,
dan tidak terdeteksinya sarang yang terletak dekat dengan transek menyebabkan bias
dalam menduga kepadatan populasi orangutan. Sebagai konsekwensi, nilai kepadatan
yang diperoleh akan dibawah nilai sebenarnya (underestimate).
Ketahanan/laju peluruhan sarang sebagai salah satu parameter dalam
pendugaan kepadatan populasi orangutan memiliki nilai yang bervariasi antara satu
tipe habitat dengan tipe habitat lainnya. Hal tersebut memberikan implikasi terhadap
pendugaan kepadatan populasi orangutan, nilai ketahanan sarang yang underestimate
akan menyebabkan pendugaan yang overestimate, begitupun sebaliknya. Nilai
ketahanan sarang tidak dapat digeneralisir antara tipe habitat yang berbeda, oleh
karena itu nilai ketahanan sarang yang digunakan harus merupakan nilai ketahan
sarang dari suatu lokasi yang spesifik. (Van Schaik 1994) menyebutkan bahwa
hancur dan hilangnya sarang orangutan ditentukan oleh faktor ketinggian tempat
diatas permukaan laut, tipe hutan/habitat, temperatur, kelembaban, dan curah hujan.
Pembagian nilai ketahanan sarang (t) yang dilakukan (Ancrenaz et al. 2004)
yang didasarkan atas umur sarang dan perubahan bentuk fisik sarang hendaknya
ditelaah, terkait dengan formulasi yang mencantumkan nilai t sebagai waktu akhir
dari suatu sarang sampai sarang tersebut hancur, karena pada kenyataannya dalam
pendugaan kepadatan populasi orangutan dengan menggunakan metode survei
sarang, sarang yang ditemukan secara keseluruhan bervariasi mulai dari sarang baru
(kelas A) sampai sarang lama yang hampir hancur (kelas E), sehingga umur sarang
antara satu kelas dengan kelas lainnya perlu diperhitungkan, dan dicari berapa lama
waktu yang dibutuhkan oleh sarang dengan kelas umur tertentu untuk berubah ke
kelas umur berikutnya.
a. (Kelas Ketahanan A) b. (Kelas Ketahanan B)
c. (Kelas Ketahanan D) d. (Kelas Ketahanan C)
e. (Kelas Ketahanan E) Gambar 5 Kelas durasi visiabilitas sarang: a. Kelas A; b. Kelas B; c. Kelas C; d. Kelas D; e.
Kelas E (Ancrenaz et al., 2004).
Bervariasinya kelas ketahanan sarang pada saat survei dilakukan tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap ukuran kepadatan populasi orangutan
karena nilai t didasarkan pada waktu akhir sarang sampai sarang tersebut hancur atau
berada pada kelas ketahanan sarang E. Sehingga adanya kriteria kelas ketahanan
sarang hanya merupakan informasi mengenai setiap perubahan yang terjadi pada
bentuk dan struktur sarang. Nilai parameter t pada intinya hanya merupakan ukuran
waktu dari suatu sarang mulai terbentuk sampai sarang tersebut hancur, namun
faktanya selama kegiatan penelitian berlangsung tidak hanya ditemukan sarang
dengan kelas ketahanan E, melainkan berbagai kelas ketahanan sarang lainnya mulai
dari kelas ketahanan sarang A sampai kelas ketahanan sarang E. Oleh karena hal
tersebut peneliti memilki gagasan untuk menterjemahkan nilai t sebagai ukuran rata-
rata (average) dari berbagai kelas ketahanan sarang yang ditemukan selama
penelitian.
Gambar 6. Proporsi kelas ketahanan sarang pada ketiga tipe hutan.
Dalam menduga kepadatan populasi orangutan, pengamatan harus dilakukan
secara kontinu dalam jangka waktu tertentu terkait dengan adanya parameter
ketahanan sarang, karena pengulangan mensurvei akan menghasilkan ukuran yang
dapat digunakan untuk melihat ketepatan dari hasil dugaan yang diperoleh dari
kegiatan survei sarang dan menentukan besarnya nilai Cf dari kepadatan sarang
sebenarnya. Estimasi yang terbaik untuk laju peluruhan sarang/ketahanan sarang
adalah yang diperoleh melalui monitoring langsung keberadaan sejumlah sarang (Buij
et al. 2003; Ancrenaz et al. 2004). Monitoring atau pemantauan semacam ini
membutuhkan spot-spot atau lokasi sejumlah tertentu sarang dan pengecekan pada
spot-spot tersebut mulai dari saat dibangun sampai saat dimana sarang-sarang
tersebut lenyap. Oleh karena itu dalam penelitian ini pengkalkulasian laju peluruhan
sarang secara spesifik tidak dapat dilakukan, sehingga digunakan laju peluruhan
sarang yang telah ada yaitu 284 hari. Nilai Cf ini merupakan nilai yang sangat penting
untuk memperkirakan besarnya f yang digunakan sebagai faktor pengkoreksi ukuran
kepadatan sebenarnya. Faktor koreksi diperlukan untuk menduga nilai N sebenarnya
Cf= 1/(1-f). Tabel 8 Koefisien faktor ukuran kepadatan sebenarnya
Tipe hutan Panjang transek (km)
w (m)
p r t (hari)
µ X Cf
Hutan Kerangas Hutan Dipterocarp Hutan Rawa Gambut
2 15 4
20 12.68 16.98
0,9 0.9 0.9
1.1 1.1 1.1
30 30 30
0.60 1.08 2.03
1.07 2.98 1.35
1.78 2.76 0.67
3. Permasalahan di dalam menduga laju ketahanan sarang (t)
Dari semua parameter dalam pendugaan kepadatan populasi orangutan,
parameter ketahanan sarang (t) merupakan parameter yang memiliki nilai yang
sangat bervariasi , hal ini terkait dengan berbagai faktor yang mempengaruhi
keberadaan suatu sarang untuk dapat terus bertahan sampai jangka waktu tertentu.
Adapun faktor-faktor tersebut antara lain : 1) musim, dengan berbagai macam faktor
yang mempengaruhi iklim (temperatur, kelembaban, kecepatan angin); 2) perbedaan
di dalam tujuan membangun sarang dari suatu individu orangutan; 3) kerapatan
pohon sarang (Van Schaik et al. 1995).
Oleh karena itu nilai rata-rata untuk masing-masing kelas ketahanan sarang (t)
diperlukan sehingga pendugaan kepadatan populasi orangutan tidak cenderung
underestimate atau overestimate. Parameter ketahanan sarang ini dapat diperoleh
melalui kegiatan monitoring secara berkala mulai dari sarang terlihat di bangun
sampai sarang hancur. (Kemeny et al. 1956; Van Schaik et al. 1995) memperkirakan
nilai ketahanan sarang berdasarkaan dua teknik, yaitu teknik monitoring dan teknik
acuan/matriks. Walaupun nilai ketahanan sarang yang diperoleh melalui hasil
monitoring menghasilkan nilai ketahanan sarang yang relatif lebih akurat, namun
teknik ini memerlukan periode yaang lama dalam pengumpulan datanya. Di dalam
teknik acuan/matriks tidak diperlukan survei secara kontinu, dalam teknik ini hanya
diperlukan dua kali survei untuk memperoleh nilai ketahanan sarang. Teknik matriks
ini merupakan teknik yang memiliki tingkat sensitifitas yang tinggi pada variasi
keteguhan sarang yang dibangun untuk tujuan sebagai sarang tidur, sarang istirahat,
dan sarang bermain (Van Schaik et al. 1995). Di dalam pendugaan kepadatan
populasi orangutan diberbagai lokasi pada ekosistem Leuser, Van Schaik et al. (1995)
memperkirakan nilai ketahanan sarang berdasarkan suatu hubungan yang bersifat
eksponen antara ketinggian dan nilai t.
4. Pendugaan lebar jarak efektif untuk melihat sarang (w)
Untuk meningkatkan ketelitian dalam menduga nilai w, transek dengan
distribusi yang tersebar dari berbagai tipe hutan disatukan berdasarkan jarak tegak
lurus pada masing-masing transek. Distribusi jarak sarang yang tegak lurus transek
dibandingkan untuk semua transeks atau kelompok transeks dengan pola distribusi
yang seragam pada tiga tipe hutan berupa hutan kerangas, dipterocarp dataran rendah,
dan hutan rawa gambut. Berdasarkan perhitungan dengan program Distance 4.0. Beta
3.0. diperoleh nilai w yang berbeda untuk masing-masing tipe hutan, untuk hutan
kerangas nilai (w = 20,26); hutan dipterocarp dataran rendah (w = 12,76), dan hutan
rawa gambut (w = 17,68). Hal ini berhubungan dengan penutupan tajuk pohon dan
kerapatan pohon yang terdapat pada masing-masing tipe hutan. Tabel 9 Luas tajuk dan kerapatan pohon di tiga tipe hutan
Tipe hutan Luas Tajuk (m2) Kerapatan (ind/ha) Hutan Kerangas 37.44 342.5 Hutan Dipterocarp dataran rendah 149.65 195 Hutan Rawa Gambut 47.59 175
Semakin luas tutupan tajuk dengan nilai kerapatan pohon yang tinggi
menyebabkan semakin rendahnya jarak pandang dan lebar jarak efektif untuk melihat
sarang. Rendahnya nilai w pada tipe hutan dipterocarp dataran rendah disebabkan
luasnya tutupan tajuk pohon dan nilai kerapatan pohon yang tinggi , dimana hal
tersebut menyebabkan rendahnya jarak pandang untuk melihat sarang yang terletak
cukup jauh dari transek sehingga menyebabkan rendahnya nilai w. Probabilitas
deteksi atau temuan sarang dihitung dengan beberapa model yang mengkombinasikan
probabilitas fungsi-fungsi densitas (keseragaman, tingkat bahaya, half-normal) dan
beberapa penyesuaian (kosinus, sederhana, dan polynomial hermit) (Buckland et al.
ih untuk
tiap situs survei untuk menjamin satu keseimbangan antara kompleksitas model dan
kesanggupan untuk mendeskripsikan data (Burnham & Anderson 1998)
5.2 Usulan penyempurnaan formulasi perhitungan kepadatan
Berdasarkan permasalahan berbagai parameter dalam formulasi perhitungan
pendugaan kepadatan populasi orangutan yang telah disebutkan diatas terutama
menyangkut parameter laju pembentukan sarang per hari (r) dan laju peluruhan sarang
maka dirumuskan beberapa usulan mengenai penyempurnaan formulasi perhitungan
kepadatan ini, yaitu :
1. Laju pembentukan sarang per hari
Karakteristik ekologi baik dari tipe habitat dan jenis satwa (jenis kelamin &
kelas umur) menyebabkan perbedaan laju pembentukan sarang per hari antara satu
lokasi dengan lokasi yang lain. Parameter laju pembentukan sarang per hari
merupakan nilai tengah (rataan) harmonik dari individu-individu satwa dengan jenis
kelamin dan kelas umur yang berbeda dan bukan merupakan nilai tengah gabungan
dari jumlah sarang yang dibuat oleh masing-masing individu yang berbeda jenis
kelamin dan kelas umurnya
r = k .
2. Laju peluruhan/ketahanan sarang
Pembagian nilai ketahanan sarang (t) yang dilakukan Ancrenaz et al. (2004)
yang didasarkan atas umur sarang dan perubahan bentuk fisik sarang hendaknya
ditelaah, terkait dengan formulasi yang mencantumkan nilai t sebagai waktu akhir
dari suatu sarang sampai sarang tersebut hancur, karena pada kenyataannya dalam
pendugaan kepadatan populasi orangutan dengan menggunakan metode survei
sarang, sarang yang ditemukan selama kegiatan penelitian secara keseleruhan
bervariasi mulai dari sarang baru (kelas A) sampai sarang lama yang hampir hancur
(kelas E), sehingga umur sarang antara satu kelas dengan kelas lainnya perlu
diperhitungkan, dan dicari berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh sarang dengan
kelas umur tertentu untuk berubah ke kelas umur berikutnya.
Bervariasinya kelas ketahanan sarang pada saat survei dilakukan tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap ukuran kepadatan populasi orangutan
karena nilai t didasarkan pada waktu akhir sarang sampai sarang tersebut hancur atau
berada pada kelas ketahanan sarang E. Sehingga adanya kriteria kelas ketahanan
sarang hanya merupakan informasi mengenai setiap perubahan yang terjadi pada
bentuk dan struktur sarang. Nilai parameter t pada intinya hanya merupakan ukuran
waktu dari suatu sarang mulai terbentuk sampai sarang tersebut hancur, namun
faktanya selama kegiatan penelitian berlangsung tidak hanya ditemukan sarang
dengan kelas ketahanan E, melainkan berbagai kelas ketahanan sarang lainnya mulai
dari kelas ketahanan sarang A sampai kelas ketahanan sarang E. Oleh karena hal
tersebut peneliti mengusulkan untuk mendefinisikan nilai t sebagai ukuran rata-rata
(average) dari berbagai kelas ketahanan sarang yang ditemukan selama penelitian.
(Cf x N) . L x 2w x p x r x T
T : Average dari total sarang yang ditemukan dalam transect
5.3 Struktur & komposisi vegetasi, pakan sebagai peubah ekologi
Berdasarkan hasil analisis vegetasi yang dilakukan di tiga tipe hutan yang
terdapat di stasiun penelitian Camp Leakey ditemukan 133 spesies tumbuhan dengan
jumlah keseluruhan individu 1139 individu mulai dari tingkat pertumbuhan semai,
pancang, tiang, dan pohon (lampiran 4). Hasil analisis vegetasi (Tabel 10) Tabel 10 Jumlah jenis, individu,kerapatan,frekuensi, dominansi, dan INP untuk masing-masing
tingkat semai, pancang, tiang, pohon dimasing-masing tipe hutan No Tipe Hutan Parameter Semai Pancang Tiang Pohon Total 1 Hutan Kerangas
Jenis Individu Kerapatan Frekuensi Dominansi
35 84
21000 6,2
-
53 141
5640 11,2
-
17 31
310 2,6
4,750
37 70
175 6,5
20,613
142 326
27125 26,5
25,363 2 Hutan
Dipterocarp dataran rendah
Jenis Individu Kerapatan
18 100
25000
25 134
5360
24 43
430
35 78
195
102 355
30985
Lanjutan (Tabel 10) Frekuensi
Dominansi 4,1
- 6,6
- 3,9
7,548 7,1
20,482 21,7
28,03 3 Hutan Rawa
Gambut Jenis Individu Kerapatan Frekuensi Dominansi
28 78
19500 5,5
-
45 198
7920 11,8
-
15 45
450 3,3
7,602
28 137
342,5 8,5
38,601
116 458
28212,5 29,1
46,203
5.3.1 Struktur & komposisi vegetasi
Tumbuhan tingkat semai
Pada tipe hutan kerangas lebih banyak ditemukan jenis tumbuhan (35 jenis) di
tingkat semai dibandingkan pada tipe hutan dipterocarp dataran rendah (18 jenis) dan
hutan rawa gambut yang hanya ditemukan 28 jenis. Hasil analisis vegetasi secara
keseluruhan di ketiga tipe hutan (30 petak contoh) tersebut pada tingkat semai
ditemukan sebanyak 66 jenis, dengan jenis pempisang memilki kerapatan tertinggi
yaitu 5000 individu/ha. Selanjutnya jenis ubar putih (Syzygium tawaense) sebesar
3250 individu/ha, ubar (Syzygium spp) dengan nilai kerapatan sebesar 3000
individu/ha, dan ubar merah (Syzygium leucoxylon) sebesar 2750 individu/ha
Tumbuhan tingkat pancang
Sama halnya dengan tingkat pertumbuhan semai, tingkat pertumbuhan
pancang pun lebih banyak ditemukan pada tipe hutan kerangas (53 jenis)
dibandingkan dengan tipe hutan lainnya. Untuk tipe hutan dipterocarp dataran rendah
sendiri hanya ditemukan 25 jenis, dan pada tipe hutan rawa gambut ditemukan
tingkat pertumbuhan pancang sebanyak 45 jenis tumbuhan. Hasil analisis vegetasi
dari seluruh lokasi penelitian di tingkat pancang ditemukan sebanyak 94 jenis. Hasil
penelitian menunjukan bahwa pempisang merupakan jenis tumbuhan dengan
kerapatan teringgi, yaitu 1080 individu/ha. Selanjutnya jenis ubar (Syzygium spp)
dengan kerapatan 920 individu/ha, kumpang (Knema spp) dengan nilai kerapatan
sebesar 720 individu/ha, dan kumpang sarung (Knema cinerea)
Tingginya nilai kerapatan tingkat semai dan pancang pada hutan kerangas
disebabkan karena sebagian besar areal ini didominasi oleh berbagai jenis tumbuhan
yang sebagian besar masih berada pada tingkat pertumbuhan semai daan pancang
dengan diameter pohon yang kecil yang merupakan salah satu ciri dari struktur dan
komposisi tumbuhan yang berada pada tipe hutan ini
Tumbuhan tingkat tiang
Hasil analisis vegetasi dari seluruh tipe hutan pada tingkat tiang ditemukan
sebanyak 48 jenis, dengan tingkat pertumbuhan tiang yang terbesar terdapat pada
hutan dipterocarp dataran rendah (24 jenis), selanjutnya 17 jenis pada hutan kerangas,
dan terakhir pada tipe hutan rawa dengan jumlah jenis sebanyak 15 jenis
Jenis bekapas (Vaticia oblongifolia) merupakan spesies yang memilki
kerapatan tertinggi, yaitu 140 individu/ha. Selanjutnya jenis blengsuit dan kumpang
(Knema spp) dengan nilai kerapatan 70 individu/ha, dan habu-habu (Symlecos
celastrifolia) 60 individu/ha.
Tinggi pohon antara 7-25 meter dengan rata-rata tinggi 16,36 meter. Bila
dilihat dari tinggi pohon, pada tipe hutan kerangas berkisar 9-21 meter (rata-rata
15,68 meter) lebih rendah dibandingkan tipe hutan rawa gambut 8-28 meter (rata-rata
17,60 meter) dan tipe hutan dipterocarp dataran rendah berkisar antara 7-20 meter
(rata-rata 15,81 meter)
Tumbuhan tingkat pohon
Analisis vegetasi seluruh tipe hutan pada tingkat pohon ditemukan sebanyak
86 jenis, dengan tingkat pertumbuhan pohon yang terbesar terdapat pada hutan
kerangas, yaitu ditemukan sebanyak 37 jenis, selanjutnya tipe hutan dipterocarp
dataran rendah dengan 35 jenis, dan hutan rawa gambut sebanyak 28 jenis.
Jenis rengas (Gluta rengas) merupakan jenis dengan kerapatan tertinggi, yaitu
sebesar 45 individu/ha. Selanjutnya jenis lanan (Shorea ovalis) sebanyak 42,5
individu/ha, bekapas (Vaticia oblongifolia) sebanyak 32,5 individu/ha, dan ketiau
(Ganua motleyana) sebanyak 27,5 individu/ha
Tinggi pohon di hutan kerangas berkisar antara 10-23 meter (rata-rata 15,83
meter)lebih rendah dari tipe hutan dipterocarp dataran rendah dengan kisaran tinggi
10-26 meter (rata-rata 18,97 meter), dan hutan rawa gambut dengan kisaran tinggi 15-
31 meter (rata-rata 24,84 meter)
Salah satu ukuran keanekaragaman adalah species richness (kekayaan jenis)
yaitu jumlah jenis dalam suatu komunitas (Magurran 1988, diacu dalam Santosa
1995). Dengan menghitung kekayaan jenis semua tingkatan tumbuhan berdasarkan
indeks margalef, maka hutan kerangas memiliki nilai species richness terbesar (Dmg =
12,44) lebih kaya dibandingkan hutan rawa gambut (Dmg =5,55), dan hutan dipteocarp
dataran rendah (Dmg =4,09). Berdasarkan hasil penelitian ini sarang dibangun mulai
dari tingkat pertumbuhan pancang, tiang, dan pohon, maka apabila hal tersebut
dikaitkan dengan pemilihan pohon sarang maka dengan ketersediaan jenis tumbuhan
yang ada besar kemungkinan di hutan kerangas akan lebih banyak peluang memilih
di tingkat pancang dibandingkan tipe hutan lainnya. Sama halnya dengan hutan
kerangas, tipe hutan rawa gambut tingkat pertumbuhan tumbuhan yang digunakan
sebagai pohon sarang lebih terpreferensi pada tingkat pancang, namun berbeda
dengan hutan dipterocarp peluang pemilihan sarang lebih besar pada tingkat pohon
karena dominasi pohon-pohon berdiameter besar yang menyebabkan orangutan lebih
memilih membuat sarang pada tingkat pohon.
Gambar 7 Indeks kekayaan jenis pada berbagai tingkatan pertumbuhan.
5.3.2 Tumbuhan pakan orangutan
Dari hasil penelitian di 30 petak contoh yang tersebar di tiga tipe hutan yang
terdapat di stasiun penelitian Camp Leakey telah diidentifikasi 79 spesies tumbuhan
berbeda dari berbagai tingkatan yang merupakan sumber pakan bagi orangutan. Hal
tersebut berarti 91,86 % dari 86 spesies yang ditemukan diseluruh petak contoh yang
merupakan jenis tumbuhan pakan. Jumlah ini akan lebih jauh meningkat bila
identifikasi pakan dilakukan juga pada tanaman merambat yang kecil, anggrek, efipit,
pakis, dan palma. Dari 79 jenis tumbuhan (pohon) pakan orangutan yang
teridentifikasi dan sekaligus juga digunakan sebagai pohon sarang terdapat 66 jenis
atau sekitar 83,54 %. berikut contoh beberapa jenis pakan berupa buah, daun, kulit,
akar yang ditemukan dilokasi penelitian (Gambar 8)
a. Kariwaya pisang b. Habu-habu
e. Getah merah
c. Sarang rayap d. Akar lukun
Gambar 8 Jenis-jenis pakan orangutan: a.buah; b.daun; c.rayap; d. akar; e.kulit.
Jenis pakan di hutan rawa gambut pada tingkat semai lebih beragam, hal ini
dapat dilihat dari jumlah jenisnya yang cukup besar, yaitu sebanyak 28 jenis bila
dibandingkan dengan hutan kerangas yang hanya ditemukan 19 jenis dan di hutan
dipterocarp dataran rendah sebanyak 12 jenis. Pada tingkat pancang, hutan rawa
gambut lebih tinggi jumlah jenis tumbuhan pakannya dengan masing-masing jumlah
jenis sebanyak 45 jenis, sementara di hutan dipterocarp dataran rendah ditemukan 18
jenis pakan tingkat pancang dan kerangas sebanyak 33 jenis pakan dari tingkat
pertumbuhan pancang. Untuk tingkat tiang dan pohon hutan dipterocarp dataran
rendah merupakan tipe hutan dengan kekayaan jenis tertinggi yaitu sebanyak 18 jenis
tingkat tiang dan 34 jenis tingkat pohon, selanjutnya hutan rawa gambut sebanyak 14
jenis tingkat tiang dan 16 jenis tingkat pohon, dan hutan kerangas sebanyak 13 jenis
tingkat tiang dan 23 jenis tingkat pohon. Bila dilihat dari kekayaan jenis berdasarkan
indeks margalef, secara keseluruhan hutan dipterocarp dataran rendah merupakan
hutan dengan kekayaan jenis yang paling tinggi dengan nilai indeks sebesar 10,25
dibanding pada tipe hutan lainnya, seperti hutan.kerangas sebesar 7,96, dan hutan
rawa gambut sebesar 9,21. Artinya secara keseluruhan bahwa ketersediaan pakan
lebih memadai jumlah jenisnya atau lebih banyak pilihannya pada hutan dipterocarp
dataran rendah dibandingkan dua tipe hutan lainnya, untuk lebih ringkasnya dapat
dilihat pada Tabel 11 Tabel 11 Jumlah jenis, individu, kerapatan, frekuensi, dominansi, dan INP untuk masing-masing
tingkat semai, pancang, tiang, pohon pakan dimasing-masing tipe hutan No Tipe Hutan Parameter Semai Pancang Tiang Pohon Total 1 Kerangas
Jenis Individu Kerapatan
19 50
12500
33 88
3520
18 35
350
23 43
107,5
93 216
16477,5 2 Dipterocarp
dataran rendah Jenis Individu Kerapatan
12 60
15000
18 89
3560
13 24
240
34 52
130
77 225
18930 3 Rawa Gambut Jenis
Individu Kerapatan
28 67
16750
45 180
7200
14 38
380
16 82
205
103 367
24535 Jenis pakan orangutan dari jenis buah-buahan merupakan jenis yang paling
disukai orangutan. Jenis buah-buahan yang paling disukai orangutan berasal dari
pohon jenis getah merah (Palaquium borneensis), pempaning (Luthocarpus spicatus),
nyatuh (Palaquium rostratum), luwing (Dipterocarpus grandiflorus), kemanjing
(Garcinia dioica)
a. Kerapatan vegetasi dan pakan b.Kerapatan vegetasi dan pakan
Tingkat semai Tingkat pancang
c. Kerapatan vegetasi dan pakan d.Kerapatan vegetasi dan pakan Tingkat tiang Tingkat pohon
Gambar 9 Kerapatan antara tumbuhan pakan pada berbagai tingkat pertumbuhan: a. Semai; b. pancang; c. Tiang; d. pohon
Tumbuhan pakan merupakan salah satu komponen biotik dari habitat
orangutan yang sangat penting untuk menunjang hidup dan kehidupan sebagaimana
bagi mahluk herbivora lainnya. Hal ini dikarenakan pakan bisa merupakan faktor
pembatas bagi perumbuhan populasi satwaliar termasuk orangutan. Oleh karena itu
dari hasil analisis vegetasi untuk jenis pakan, dapat dilihat bahwa hutan dipterocarp
dataran rendah dibandingkan hutan rawa gambut dan hutan kerangas merupakan tipe
hutan yang menyediakan pakan dalam jumlah dan jenis yang beranekaragam
sehingga hal tersebut berimplikasi pada besarnya tingkat preferensi orangutan untuk
hidup dan tinggal pada tipe hutan itu termasuk didalamnya aktivitas membuat sarang
yang merupakan indikator utama keberadaan orangutan dan dapat dijadikan sebagai
objek untuk menduga populasi orangutan di alam. Sehingga pada dasarnya hal
tersebut dapat menjawab mengapa kepadatan populasi orangutan pada hutan
dipterocarp dataran rendah lebih tinggi dibandingkan pada hutan lainnya, dan menjadi
informasi tambahan untuk mengetahui kapankan sebaiknya suatu survei sarang
orangutan dilakukan agar pendugaan kepadatan populasi orangutan tidak menjadi
bias, karena secara garis besar terdapat hubungan antara vegetasi secara keseluruhan,
pohon pakan, dan pohon sarang itu sendiri
5.3.3 Pohon sarang dan sarang orangutan
5.3.3.1 Pohon sarang
Pohon sarang yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pohon dimana
ditemukan sarang orangutan diatasnya. Pohon sarang yang diperoleh dapat memilki
satu sampai tiga buah sarang, baik itu sarang lama, sarang baru atau sarang lama yang
digunakan kembali (re-use) dan masih terlihat rekonstruksinya. Dalam penelitian ini
telah diidentifikasi 372 pohon sarang dari 88 jenis pohon berbeda yang menyangga
393 buah sarang. Di hutan kerangas ditemukan 23 pohon sarang (13 jenis), hutan
dipterocarp dataran rendah terdapat 298 pohon sarang (54 jenis), dan hutan rawa
gambut ditemukan 51 pohon sarang (21 jenis) (Gambar 10)
Gambar 10 Jumlah individu pohon sarang dan jumlah jenisnya.
Di hutan kerangas dari 13 jenis pohon sarang, jenis habu-habu (Symlecos
celastrifolia) dan raribu (Ligodium microphyllum) paling banyak dipilih (3 individu),
sedang pada hutan dipterocarp dataran rendah dari 54 jenis pohon sarang, jenis
pempaning buah kecil (Luthocarpus spicatus) merupakan jenis yang paling banyak
dipilih untuk digunakan sebagai pohon sarang yaitu 38 individu, jenis ubar (Syzygium
spp) yaitu sebanyak 24 individu. Sementara pada tipe hutan rawa gambut terdapat 21
jenis pohon sarang yang diidentifikasi dengan jenis puak (Artocarpus anisophyllus)
yang merupakan jenis yang paling banyak dipilih yaitu sebanyak 6 indivdu, jenis
poga punai (Santiria laevigata) sebanyak 4 individu
Secara keseluruhan dari 88 jenis pohon sarang yang diidentifikasi, jenis
pempaning buah kecil (Luthocarpus spicatus) paling banyak digunakan sebagai
pohon sarang (41 pohon) dengan jumlah sarang 56. Selanjutnya jenis ubar (Syzygium
spp) sebanyak 33 pohon dan habu-habu (Symlecos celastrifolia) sebanyak 20 pohon.
Jumlah pohon sarang berikut jumlah sarang yang ditemukan dapat dilihat pada
(Lampiran1)
Pohon sarang yang ditemukan di hutan kerangas bervariasi ketinggiannya,
yaitu antara 12-21,5 meter dengan rata-rata tinggi pohon sarang 10,17 meter,
sementara diameter bervariasi mulai dari 8,47-30,99 centimeter dengan rata-rata
diameter 11,35 centimeter. Pada hutan dipterocarp dataran rendah pohon sarang
memilki ketinggian berkisar antara 9-24 meter dengan rata-rata ketinggian 17,26
meter, sedang diameternya berkisar antara 3,50-44,62 centimeter dengan rata-rata
16,66 centimeter. Pada hutan rawa gambut ketinggian berkisar antara 10-28 meter
dengan rata-rata 17,08 meter, dan diameternya berkisar antara 5,41-81,69 centimeter
dengan rata-rata 21,70 centimeter. Secara ringkas dapat dilihat pada (Tabel 12)
berikut Tabel 12 Tinggi dan diameter pohon sarang dimasing-masing tipe hutan
Tipe hutan Tinggi pohon sarang Diameter pohon sarang Min Maks Rata2 Min Maks Rata2
Hutan Kerangas Hutan Dipterocarp Hutan Rawa Gambut
12
9
10
21,5
24
28
10,17
17,26
17,08
8,47
3,50
5,41
30,99
44,62
81,69
11,35
16,66
21,70 5.3.3.2 Sarang orangutan
Bersarang meliputi kegiatan pematahan, pelekukkan cabang-cabang dan/atau
ranting tumbuhan untuk membuat sarang tidur, istirahat, dan sarang bermain, serta
pembuatan struktur alas untuk tempat makan atau pelindung tubuh dan bagian atas
untuk melindungi kepala dari air hujan (Galdikas 1978)
Jumlah sarang yang ditemukan dalam penelitian ini adalah 393 sarang yang
tersebar di ketiga tipe hutan dengan masing-masing tipe hutan berupa hutan kerangas
sebanyak 11,5 sarang/km, hutan dipterocarp dataran rendah sebanyak 21,13
sarang/km, serta hutan rawa gambut sebanyak 12,5 sarang/km (Gambar 11)
Gambar 11 Jumlah sarang/km pada ketiga tipe hutan.
Tinggi sarang di hutan kerangas berkisar antara 6-24,5 meter dengan rata-rata
16,45 meter. Di hutan dipterocarp dataran rendah berkisar antara 0,53-24 meter
dengan rata-rata 14,83 meter dan hutan rawa gambut dengan tinggi berkisar antara 6-
26 meter dengan rata-rata tinggi, yaitu 15 meter (Tabel 13). Rata-rata tinggi sarang
pada hutan dipterocarp dataran rendah dan rawa gambut masuk dalam range yang
disebutkan dalam Rijksen (1978), bahwa tinggi sarang untuk orangutan Kalimantan
umumnya adalah 13-15 meter, namun pada dasarnya hal tersebut tergantung pada
struktur hutan itu sendiri Tabel 13. Tinggi sarang dimasing-masing tipe hutan
Tipe hutan Tinggi sarang Min Maks Rata2
Hutan Kerangas Hutan Dipterocarp Hutan Rawa Gambut
6
0,53
6
24,5
24
26
16,45
14,83
15 Dalam penelitian ini teramati 26 sarang yang material sarangnya berasal dari
pohon yang berbeda, 21 buah dari 2 pohon berbeda, 4 buah dari 3 pohon berbeda dan
1 buah sarang dari 5 pohon yang berbeda (Tabel 14)
Tabel 14 Sumber bahan pohon sarang No Jenis pohon Asal jenis pohon & bahan sarang
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Habu-habu Idur beruang Penseluangan Penseluangan Kayu gading Jane Damar batu Penseluangan Jejantik Poga punai Kumpang Pempaning Tunding damak Habu-habu Tetugal Ubar Banitan Meranti Ubar merah Ubar Semonga Jejantik Bekapas Semonga Pakit Limbuan
2 2 2 2 2 2 3 5
2 2 2 3 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2
Habu-habu, Raribu Idur beruang, habu-habu Penseluangan, meranti Penseluangan, semonga Kayu gading, raribu Jane, ketikal Damar batu, kumpang, penseluangan Penseluangan, kumpang, rurangan, kedongdong hutan, ubar minyak Jejantik, limbuan Poga punai, semonga Kumpang, keranji Pempaning, raribu, habu-habu Tunding damak, sesambil Habu-habu, bedaru Tetugal, sesambil Ubar, habu-habu Banitan, habu-habu, kumpang Meranti, daun salam, penseluangan Ubar merah, penseluangan Ubar, meranti Semonga, poga beruang Limbuan, jejantik Bekapas, penseluangan Semonga, tetugal Pakit, sintu Limbuan, bekapas
Umumnya sarang yang ditemukan sudah tidak baru lagi, ada beberapa sarang
baru yang masih memperlihatkan daun-daun yang masih berwarna hijau, namun ada
pula sarang yang pondasi dan daunnya sudah lama, berwarna cokelat kering dan
bercampur dengan daun-daun yang masih berwarna hijau diatasnya. Kualitas sarang
dikelompokan dalam kelas berdasarkan kriteria seperti ditunjukan dalam (Tabel 15)
Orangutan membangun sarang tidur baru setiap hari, disamping sarang
lainnya untuk dipergunakan sebagai sarang istirahat atau bermain khusus pada
orangutan remaja dan anak. Namun kadang ditemukan juga orangutan menggunakan
sarang lamannya dengan cara merekonstruksi bagian sarang sebelah dalam/ranting
yang bahkan diambil dari jarak 15-30 meter. Fakta juga dikuatkan dengan apa yang
disebutkan oleh Rijksen (1974) bahwa orang utan menggunakan sarang lama dan ini
biasanya setelah periode 2-8 bulan karena adanya pohon berbuah yang disukai.
Posisi sarang di pohon sarang diamati dan dibagi-bagi berdasarkan kriteria
letak sarang dalam pohon sarang. Sebagian besar letak pohon sarang berada pada
batang utama dengan percabangan sebanyak 172 sarang, sarang terletak
dipertengahan atau dipinggir percabangan sebanyak 128 sarang, sarang terletak di
puncak pohon atau top kanopi sebanyak 63 sarang, dan sarang terletak diantara dua
cabang atau lebih yang berasal dari pohon lain sebanyak 26 sarang (Tabel 15). Tabel 15. Posisi dan kelas ketahanan sarang yang diklasifikasi berdasar kriteria
Kelas ketahanan Jumlah % Posisi sarang Jumlah % A B C D E
9 45
109 124 106
2,33 11,37 27,91 31,01 27,39
I II III IV
174 130 63 26
44,22 32,90 16,20 6,68
Total 393 100 Total 393 Keterangan : Kelas ketahanan A (segar/baru, daun hijau), B (masih utuh, warna daun
berubah kecoklatan), C (daun kecoklatan dan sarang berlubang), D (sarang/daun hampir habis dan berantakan), E (sarang tinggal kerangkanya); Posisi saran I (dengan cabang utama), II (antara dua cabang pohon yang sama), III (di puncak pohon/top kanopi), IV (pertemuan cabang/tajuk dari pohon yang berbeda)
5.3.4 Peubah Ekologi Penentu Preferensi Pohon Sarang
Faktor yang diidentifikasi sebagai peubah ekologi yaang diduga
mempengaruhi frekuensi keberadaan sarang pada berbagai tipe hutan (pohon sarang)
yang dipilih dan dimasukan kedalam persamaan regresi adalah meliputi data tinggi
pohon, tinggi bebas cabang, diameter pohon sarang,luas tajuk pohon sarang, jarak
antara pohon sarang, jarak pohon sarang dari transek, jarak pohon sarang dengan
pohon pakan, jumlah jenis pohon pakan, keberadaan pohon pakan disekitar pohon
sarang
Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda dengan menggunakan
software SPSS 14.0., diperoleh persamaan untuk hutan kerangas Y = 1,29 + 0,0024
X1 - 0,0209 X2 - 0,00346 X3 + 0,00230 X4 - 0,00004 X5 + 0,00334 X6 + 0,0161 X7 +
0,0107 X8 + 0,0232 X9, hutan dipterocarp dataran rendah Y = 0,962 + 0,00302 X1 -
0,00385 X2 + 0,00165 X3 + 0,000024 X4 - 0,00802 X5 + 0,00531 X6 + 0,00177 X7 +
0,0163 X8 + 0,0229 X9, hutan rawa gambut Y = 0,942 - 0,0006 X1 + 0,0016 X2 -
0,00043 X3 + 0,00143 X4 + 0,0009 X5 - 0,00148 X6 + 0,0034 X7 + 0,0212 X8 + 0,076
X9 (Lampiran 6). Perolehan persamaan untuk tiap tipe hutan tersebut berikut
analisisnya dapat dibahas sebagai berikut.
Setelah dilakukan analisis faktor-faktor (ada sembilan faktor dari X1 sampai
dengan X9) yang digunakan dalaam penentuan preferensi pohon sarang, maka akan
dibuang faktor X yang dianggap sejenis atau tidak mempunyai hubungan kuat
dengan Y. Hanya X yang bernilai diatas 0,50 yang digunakan. Faktor-faktor yang
terpilih tersebut (langkah stepwise) dimasukkan kedalam persamaan regresi linier,
sehingga diperoleh faktor yang paling penting dan mempengaruhi keberadaan sarang
orangutan pada suatu pohon sarang yang tersurvei (p < 0,05), yaitu sebagai berikut :
1. Hutan kerangas, dari persamaan regresi yang diperoleh, yaitu Y = 1,29 + 0,0024 X1
- 0,0209 X2 - 0,00346 X3 + 0,00230 X4 - 0,00004 X5 + 0,00334 X6 + 0,0161 X7 +
0,0107 X8 + 0,0232 X9, terdapat 6 faktor dominan yang mempengaruhi frekuensi
keberadaan sarang orangutan pada suatu pohon terpilih yaitu tinggi total pohon
sarang (X1), luas tajuk pohon sarang (X4), jarak pohon sarang dari jalur (X6), jarak
pohon sarang dengan sumber pakan terdekat (X7), jumlah pohon pakan dekat sarang
(X8) keberadaan pohon pakan dekat sarang (X9), tetapi secara keseluruhan peubah-
peubah tersebut saling mempengaruhi dan mempunyai hubungan yang erat satu
dengan yang lain artinya secara keseluruhan semua peubah bebas (X) berpengaruh
secara nyata terhadap peubah tak bebas (Y).
2. Hutan dipterocarp dataran rendah, dari persamaan regresi yang diperoleh Y =
0,962 + 0,00302 X1 - 0,00385 X2 + 0,00165 X3 + 0,000024 X4 - 0,00802 X5 +
0,00531 X6 + 0,00177 X7 + 0,0163 X8 + 0,0229 X9. Terdapat beberapa peubah
dominan yang mempengaruhi frekuensi keberadaan sarang orangutan pada suatu
pohon terpilih yaitu tinggi total pohon sarang (X1), keliling/diameter pohon sarang
(X3), luas tajuk pohon sarang (X4), jarak pohon sarang dari jalur (X6), jarak pohon
sarang dengan sumber pakan terdekat (X7), jumlah pohon pakan dekat sarang (X8)
keberadaan pohon pakan dekat sarang (X9), tetapi secara keseluruhan peubah-peubah
tersebut saling mempengaruhi dan mempunyai hubungan yang erat satu dengan yang
lain artinya secara keseluruhan semua peubah bebas (X) berpengaruh secara nyata
terhadap peubah tak bebas (Y)
3. Hutan rawa gambut, faktor peubah dominan yang mempengaruhi frekuensi
keberadaan sarang orangutan pada suatu pohon sarang yaitu luas tajuk pohon sarang
(X4), jarak antar pohon sarang (X5), jarak pohon sarang dengan sumber pakan
terdekat (X7), jumlah pohon pakan dekat sarang (X8) keberadaan pohon pakan dekat
sarang (X9). Persamaan regresinya adalah Y = 0,942 - 0,0006 X1 - 0,0016 X2 -
0,00043 X3 + 0,00143 X4 + 0,0009 X5 - 0,00148 X6 + 0,0034 X7 + 0,0212 X8 + 0,076
X9, terdapat 5 peubah dominan yang mempengaruhi frekuensi keberdaan sarang
dilihat dari nilai signifikasinya,p-value kelima peubah (p < 0,05), namun secara
keseluruhan peubah-peubah tersebut saling mempengaruhi dan mempunyai hubungan
yang erat satu dengan yang lain artinya secara keseluruhan semua peubah bebas (X)
berpengaruh secara nyata terhadap peubah tak bebas (Y)
Dari ketiga tipe hutan dapat dilihat bahwa faktor tinggi total pohon sarang,
luas tajuk pohon sarang, jarak pohon sarang dengan sumber pakan terdekat, jumlah
pohon pakan dekat sarang keberadaan pohon pakan dekat sarang yang menjadi faktor
yang berpengaruh terhadap keberadaan sarang pada pohon tertentu. Pengaruh tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Faktor tinggi total pohon sarang (X1)
Pada hutan kerangas sarang dibuat lebih rendah dibandingkan pada hutan
dipterocarp dataran rendah dan rawa gambut, hal ini dikarenakan pada tipe hutan
ini tidak banyak ditemukan pohon dengan ketinggian yang besar sehingga sarang
dibuat lebih rendah jika dibandingkan pada kedua tipe hutan lainnya. Pada
dasarnya orangutan akan memanfaatkan ketinggian pohon sarang dengan membuat
sarang pada ketinggian yang lebih tinggi (berkorelasi positif) namun ketiadaan
faktor pemangsaan (predator) menyebabkan sarang orangutan yang terdapat
dilokasi penelitian tidak terlampau tinggi
b. Luas tajuk pohon (X4)
Alasan kenyamanan, yaitu untuk menghindari penetrasi cahaya yang terlalu besar
menyebabkan orangutan akan memilih pohon sarang dengan bentuk tajuk yang
besar atau luas
c. Jarak pohon sarang dari jalur (X6)
Sebagian besar orangutan yang terdapat dilokasi penelitian merupakan orangutan
rehabilitasi, adanya perilaku orangutan rehabilitasi yang terbiasa dengan kehadiran
manusia menyebabkan sarang-disarang yang dibuat oleh satwa ini cenderung
mendekati jalur (jalan treking) yang telah dibuat oleh pihak pengelola
d. Jarak pohon sarang dengan sumber pakan terdekat (X7), jumlah pohon pakan dekat
sarang (X8) keberadaan pohon pakan dekat sarang (X9)
Dari persamaan regresi yang diperoleh dari ketiga tipe hutan terlihat bahwa jarak
pohon sarang dengan sumber pakan terdekat, jumlah pohon pakan dekat sarang,
keberadaan pohon pakan dekat sarang menjadi peubah ekologi dominan yang
mempengaruhi ada atau tidak adanya sarang. Hampir sebagian besar sarang dibuat
dekat dengan pohon pakan, bahkan tidak jarang pohon yang digunakan sebagai
pohon sarang merupakan pohon pakan, dari 393 pohon sarang yang teridentifikasi
256 merupakan pohon sarang. Hasil ini diperkuat dari pengujian independensi
antara keberadaan sarang dan pohon pakan pada 30 petak contoh yaang terdapat
pada seluruh tipe hutan (Lampiran 5). Berdasarkan uji independen diperoleh hasil 2
n 2 (0,05;1) yang berarti bahwa terdapat
asosiasi antara keberadaan sarang dengan pohon pakan, sehingga dapat
disimpulkan bahwa keberadaan pohon pakan akan mempengaruhi ada tidaknya
sarang disekitar pohon pakan dan hal ini turut mempengaruhi besarnya kepadatan
populasi orangutan dalam suatu tipe hutan. Kenyataan tersebut didukung oleh
pernyataan Rijksen (1978) bahwa orangutan biasanya membangun sarang tidak
jauh dari pohon pakan yang dikunjunginya. Lebih lanjut, Djojosudharmo dan Van
Schaik (1992) menyebutkan bahwa melimpahnya produksi buah sangat
berpengaruh terhadap kelimpahan orangutan yang menunjukan korelasi positif.
Informasi mengenai faktor-faktor ekologi ini sangat diperlukan sebagai
informasi tambahan untuk mengetahui secara langsung mengenai karakteristik
bersarang orangutan yang merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk
menduga kepadatan populasi orangutan di alam secara tepat dan teliti dengan
meminimalkan faktor bias dari penggunaan metode sarang berdasarkan informasi
berbagai faktor ekologi terkait yang mempengaruhi besar atau kecilnya kepadatan
sarang pada suatu tipe hutan, sehingga adanya kemungkinan tidak ditemukannya
orangutan sama sekali pada lokasi penelitian yang dapat menyebabkan pendugaan
kepadatan populasi menjadi underestimate atau sebaliknya melimpah pada suatu
lokasi sehingga pendugaan kepadatan populasi menjadi overestimate dengan bias
yang besar dapat dihindarkan.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data mengenai besarnya tingkat
ketelitian metode survei sarang dalam pendugaan populasi orangutan (Pongo
pygmaeus wurmbii Groves, 2001) di Taman Nasional Tanjung Puting (Studi Kasus di
Camp Leakey, Kawasan Taman Nasional Tanjung Puting Kabupaten Kotawaringin
Barat dan Seruyan Provinsi Kalimantan Tengah) diperoleh kesimpulan sebagai
berikut :
1. Penggunaan metode sarang menunjukan hasil yang reliabel dan baik digunakan
dalam pendugaan kepadataan populasi orangutan di alam, hal tersebut ditunjukan
oleh nilai koefisien variasi (CV) spasial pada berbagai tipe habitat berupa hutan
kerangas, dipterocarp dataran rendah, dan rawa gambut, dimana untuk tipe hutan
kerangas koefisien variasi dari pendugaan populasi berdasarkan perhitungan
sarang sebesar 22,60 %, hutan dipterocarp dataran rendah sebesar 11,20 %, hutan
rawa gambut sebesar 13,30 % dan secara temporal ( 2 = 0 < 5,991) yang
menunjukan bahwa kepadatan populasi pada masing-masing tipe habitat tidak
bervariasi menurut interval waktu pada taraf nyata 5 % 2. Permasalahan terkait penggunaan metode sarang terletak pada berbagai parameter
yang digunakan di dalam formulasi perhitungan kepadatan orangutan yang masih
bersifat generalis bukan atas dasar spesifik jenis & lokasi yang bersifat uniq
khususnya parameter (t), adanya pembagian parameter ketahanan sarang (t)
menjadi beberapa kelas tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap ukuran
kepadatan populasi orangutan karena nilai t didasarkan pada waktu akhir sarang
sampai sarang tersebut hancur atau berada pada kelas ketahanan sarang E. Oleh
karena hal tersebut peneliti memiliki gagasan untuk menterjemahkan nilai t
sebagai ukuran rata-rata (average) dari berbagai kelas ketahanan sarang yang
ditemukan selama penelitian.
3. Preferensi pemilihan habitat dan pohon sarang dipengaruhi oleh ketersediaan
pakan, sehingga dalam melaksanakan survei sarang informasi mengenai faktor
ekologi berupa pakan dapat menjadi pertimbangan untuk menghindari terjadinya
bias dalam pendugaan populasi orangutan
6.2 Saran
Mengacu pada hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diberikan saran dan
masukan sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian lain yang berhubungan dengan
pendugaan kepadatan populasi orangutan, yaitu sebagai berikut :
1. Pendugaan kepadatan populasi orangutan harus didasarkan pada informasi
berbagai parameter sarang yang bersifat spesifik baik untuk jenis maupun lokasi
bukan atas dasar pengeneralisiran
2. Ketersedian pakan sebagai pembatas dalam kepadatan populasi orangutan
hendaknya dijadikan sebagai informasi tambahan mengenai waktu terbaik suatu
survei sarang orangutan dapat dilakukan untuk menghindari bias yang besar.
DAFTAR PUSTAKA
Ankel-Simons, F. 1983. A Survei of Living Primates and Their Anatomy. Macmillan Publishing Co. Inc (anaew York) and Collier Macmillan Publishers (London)
Aveling, R.J. 1982. Orangutan Conservation in Sumatera by Habitat Protection and
Conservation. L.E.M., De Boer (Ed). Dr. W. Junk Publisher, London Bismark M. 2003. Estimasi Populasi Orangutan dan Model Perlindungannya di
Kompleks Hutan Muara Lesan Berau, Kalimantan Timur. Fakultas Pasca Sarjana Jurusan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan. IPB. Bogor
Buckland S.T, Anderson D.R, Burnham K.P, Laake J.L. 1993. Distance Sampling :
Estimating Abundance of Biological Populations.Chapman and Hall. London
Casey P and Mc Ardle B.H. 1999. An Assessment of Distance Sampling Techniques
for Estimating Animal Abundance. Environmetries 10.261-272 Chemnick. R., M. Ryder.1994. Cytological and Moleculer Divergence of Orangutan
Sub-spesies dalam The Neglected Ape Conference Proceeding. R.D. Nadler, B.F.M. Galdikas, L.K.R. Norm (Eds) Plenum Press, New York.
Departemen Kehutanan.2007. Strategi dan Rencana AksiKonservasi Orangutan
Indonesia 2007-2017. Jakarta. Direktoral Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan
Dirjen PHPA. 1994. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Tanjung Puting 1999-
2004. Volume II:Data, Analisis dan Proyeksi. Dirjen PHPA, Bogor. Galdikas B.F.M. 1982. Orangutan as Seed Disperser at Tanjung Puting. Cental
Kalimantan:Implication foBiology and Conservation L.E.M., De Boer (Ed). Dr. W. Junk Publisher, London
Galdikas B.F.M. 1984. Adaptasi Orangutan di Suaka Tanjung Puting Kalimantan Tengah. C. Soegiarto, Penerjemah; Jakarta UI Pr. Terjemahan dari : Orangutan Adaption At Tanjung Putting Reserve, Central Borneo.
Galdikas B.F.M. 1985. Adult Male Sociality and Reproductive Tactics among
Orangutan at Tanjung Puting. Folia Primatol., 45:9-24 Galdikas B.F.M. 1988. Orangutan Diet, Range and Activity At Tanjung Putting.
American Journal of Primatology 9, 1001-119 Galdikas, B. M. F., Brend, S. Husson, S and Margianto, G. 2003. A Survei of the
Orangutan Population in Tanjung Puting National Park. Pangkalan Bun. Orangutan Foundation International
MacKinnon J.R. 1971. The Orangutan in Sabah Today:Oryx, 11:141-191 MacKinnon J.R. 1973. Orangutans In Sumatera. Oryx 12(2) : 234-242 MacKinnon J.R. 1974. The Behavior and Ecology of Wild Orangutan (Pongo
pymaeus). Animal Behavior, 22:3-74 MacKinnon J.R. 1992. Species Survival Plan for The Orangutan. Di dalam : Forest
Biology and Conservation in Borneo. Sabah Foundation. Kopta Kinabalu, 209-219
MacKinnon K, Hatta G, Haliman H. 2001. Ekologi Kalimantan. Seri Ekologi
Indonesia, Jilid III. Jakarta : Canadian International Development Agency. Prenhallindo
Maple, T.L. 1980. Orangutan Behavoir. Van Nostrad Reinhold Company, New York Margianto G. 2000. Perilaku Bersarang Induk Betina Orangutan (Pongo pygmaeus
abelii, Lesson 1827) dengan Tingkat Umur Anak yang Berbeda Di Pusat Penelitian Ketambe, Aceh Tenggara. Skripsi Sarjana. Fakultas Biologi Universitas Nasional Jakarta
Marshall A.J. 2002. Summary of Orangutan Surveis Conducted In Berau District,
East Kalimantan. Biological Consultant To The Nature Conservancy. Indonesia Program
Meijaard E, Rijksen H.D, DAN Kartikasari S.N. 2001. Di Ambang Kepunahan,
Kondisi Orangutan Liar Di Awal Abad Ke-21. Jakarta : The Gibbon Foundation
Morrogh-Bernard H, Husson S, Page S.E, et all. 2003. Population Status Of The Bornean Orangutan (Pongo pygmaeus) In The Sebangau Peat Swap Forest, Central Kalimantan, Indonesia. Biology Conservation 110.410-152
Napier, J.R., P.H. Napier. 1985. The Natural History of the Primates. The MIT Press,
Massachusetts. Nellemann C, Miles L, Kalternborn B.P,Virtue M, Ahlenius H. (EDS). 2007. The
Last Stand Of The Orangutan-State Of Emergency : Illegal Logging, Uniten Nations
Environment Programme Orangutan Foundation International (OFI). 2005. Report Ground Truth Di Taman
Nasional Tanjung Puting. Pangkalan Bun. Orangutan Foundation International
Orangutan Foundation International (OFI). 2006. Report Kegiatan Survei Sarang
Pada Usulan Batas Baru Taman Nasional Tanjung Puting. Pangkalan Bun. Orangutan Foundation International
Rijksen, H.D. 1978. A Field Study on Sumatran Orangutan (Pongo pygmaeus abelii
Lesson 1827) Ecology, Behavior and Conservation. H. Veenman & Zonen B.V., Wageningen.
Rao M, Van Schaik C.P. 1997. The Behabioural Ecology Of Sumatran Orangutans In Logged and Unlogged Forest. Tropical Biodiverity 2: 177
Rijksen H.D, Ramono W, Suigardjito J, et all. 1995. Estimates Of Orangutan
Distribution and Status In Borneo. Di Dalam : The Neglected Ape. Nadler R.D, Galdikas B.M.F, Sheeran L.K, Rosen N. (eds). New York. Plenum Press
Sapari I. 2000. Studi Kepadatan Populasi Orangutan (Pongo pygmaeus abelii, Lesson 1827) Di Stasiun Penelitian Ketambe, Aceh Tenggara. Skripsi Sarjana. Fakultas Biologi Universitas Nasional Jakarta
Sugardjito J. 1983. Selecting Nest-Sites Of Sumatran Orangutan (Pongo pygmaeus
abelii) In The Gunung Leuseur National Park, Indonesia, Primates. 4 : 470
Sugardjito J, Van Schaik C.P. 1992. Orangutan Current Population Staus, Threats
and Conservation Measures. In Proceedings Of The Great Apes In The New World. Order Of The Environment
Soepraptohardjo M, Driesen P.M. 1976. The Low Land Peats Of Indonesia. A Challenge For The Future. Di Dalam : Soil Reserch Institute. Bogor Bull.3 : 11
Supriatna J, Manansang J, Tumbelaka L, dkk (eds). 2001. Conservation Assessment
and Management Plan For The Primates Of Indonesia : Final Report. Conservation Breeding Specialist Group (SSC/IUCN). Apple Valley M.N
Syukur F.A. 2000. Estimasi Kepadatan Populasi dan Pola Bersarang Orangutan
(Pongo pygmaeus abelli, Lesson 1827) Di Stasiun Penelitian Soraya, Kawasan Ekosistem Leuseur, Aceh Selatan. Skripsi Sarjana. Fakultas Biologi Universitas Nasional Jakarta
Tilson R.L, Seal U.S, Soemarna K, dkk. (eds). 1993. Orangutan Population and
Habitat Viability Analysis Report of The Captive Breeding Specialist Group/Species Survival Commission of The IUCN. Unpublished Report For PHPA Based On Workshop Held In Medan, Sumatera, Indonesia
Tobing I.S.L. Tehnik Estimasi dan Analisis Populasi Suatau Spesies Primata. In Prep Van Schaik C.P, Poniran S, Utami S.S, dkk. 1995. Estimates Of Orangutan
Distribution and Status In Sumatra. Di Dalam : The Neglected Ape. Nadler R.D, Galdikas B.M.F, Sheeran L.K. Rosen N. (eds). New York. 1995a
Van Schaik C.P, Priatna A, Priatna D. 1995. Population Estimates and Habitat
Preferences Of Orangutan Based On Line Transect Of Nest. Di Dalam : The Neglected Ape. Nadler R.D, Galdikas B.M.F, Sheeran L.K. Rosen N. (eds). New York.1995b
Sinaga, T. 1992. Studi Habitat dan Perilaku Orangutan (Pongo pygmaeus abelii) di
Bohorok, Taman Nasional Gunung Leseur. Institut Pertanian Bogor Yoshiba K. 1964. Report Of The Preliminary Survei On The Orangutan In North
Borneo, Primates. 5 : 11
L
ampi
ran
1
Dat
a po
hon
sara
ng p
ada
berb
agai
tipe
hut
an
a. H
utan
Ker
anga
s
Tip
e V
eget
asi
: H
utan
Ker
anga
s
A
zim
uth
: 120
0 &
300
0
Mid
line
: A
ntar
a Ja
lan
4 &
5 (0
,5 K
m)
Ti
tik 1
: 3
9 m
dar
i Pus
at
A
rah
: Bar
at-T
imur
Pa
njan
g Tr
anse
k
: 500
m
No,
Je
nis P
ohon
K
ell
(cm
) Tt
(m
) TB
C
(m)
TS
JPSD
J (m
) JA
PST
(m)
Terp
anja
ng
Te
rpen
dek
JPSD
SPT
(m)
Tipe
Po
sisi
(Az,
Pjng
) (B
az,P
njng
) (A
z,Pn
jng)
(B
az,P
njng
)
1 Id
ur B
erua
ng
55,8
21
,5
15
21
0,3
3,78
26
00 ; 3,7
80
0 ; 4,1
14
00 ; 2,5
32
00 ; 3
4,81
B
I 2
Uba
r Sam
ak
26,6
14
,7
12,5
14
,5
4,08
3,
78
1050 ; 1
,2
2950 ; 1
,5
200 ; 0
,5
2000 ; 1
,3
1,08
B
III
3
Rar
ibu
38,5
12
,5
4,8
8,5
23,5
4 -
1600 ; 2
,8
3400 ; 3
30
0 ; 1
2100 ; 1
,5
2,14
D
I
4 U
bar M
erah
36
,1
19
12
17,4
6,
61
6,84
28
00 ; 3,5
10
00 ; 3,5
21
00 ; 2
300 ; 1
,5
1,90
E
II 5
Uba
r Mer
ah
39,8
18
,5
10,5
12
7,
55
6,84
11
00 ; 3
2900 ; 3
,5
350 ; 2
,7
2150 ; 1
,3
5,13
B
II
6 Pe
mpa
ning
56
,3
19,5
13
17
16
,5
20,3
0 10
,30
- 12
00 ; 5,3
30
00 ; 3,7
80
0 ; 2
2600 ; 3
,5
SP
D E
III
II 7
Hab
u-ha
bu
42,3
17
14
,5
16
14,9
3 7,
70
400 ; 2
,1
2200 ; 1
,5
1600 ; 1
34
00 ; 0,5
SP
E
II 8
Hab
u-ha
bu
Rar
ibu
41
14
,5
11
14
14,1
0 3,
05
2500 ; 4
70
0 ; 3,4
12
00 ; 1,5
30
00 ; 1,2
SP
4,
85
D
IV
9 Id
ur B
erua
ng
Hab
u-ha
bu
40,6
14
12
,5
13
17,2
0 3,
05
250 ; 3
,7
2050 ; 1
,8
2800 ; 0
,5
1000 ; 0
,7
SP
1,95
E
IV
10
Pem
pani
ng B
uah
Bes
ar
94,2
26
,5
13
12
13,2
5 35
,8
3500 ; 8
,1
1700 ; 6
,5
600 ; 2
24
00 ; 3
2,35
SP
E
I
11
Pem
pani
ng B
uah
Kec
il 38
,7
18,5
7
15,5
13
,7
35,8
10
00 ; 5,2
28
00 ; 3,3
60
0 ; 0,5
24
00 ; 1,2
SP
5
C II
12
Rar
ibu
34,2
12
6,
5 11
7,
23
- 75
0 ; 1
2550 ; 0
,7
2100 ; 0
,3
300 ; 0
,5
5,67
E
III
13
Tund
ing
Dam
ak
37,8
19
12
14
,5
14,4
0 -
450 ; 2
,8
2250 ; 1
,6
1550 ; 2
33
50 ; 0,5
5,
80
D
III
14
Jeja
ntik
35
,1
15
11,5
6
4,30
-
00 ; 3,3
18
00 ; 1
600 ; 1
24
00 ; 0,7
1,
40
D
II 15
Pe
mpa
ning
Bua
h K
ecil
113,
1 22
,5
15
17
17
24,4
-
2800 ;1
5,5
1000 ; 1
0,8
1600 ; 1
1,5
3400 ; 8
,1
SP
B B II II
16
Hab
u-ha
bu
34,5
14
8,
5 12
3,
6 -
500 ; 1
,5
2300 ; 1
,3
3600 ; 1
18
00 ; 0,6
1,
30
E I
17
Tem
bora
s 29
,6
14
13,2
13
,5
15,8
2 -
800 ;
3 26
00 , 1,2
12
00 ; 1,5
30
00 ; 1,1
1,
9 D
I
18
Hab
u-ha
bu
32,1
13
,5
12
12,5
5,
70
- 22
00 ; 2,1
40
0 ; 2
00 ; 0,7
18
00 ; 1,2
8,
50
SP
D
III
19
Get
ah M
erah
90
24
19
23
,5
6,20
-
2400 ; 1
2 60
0 ; 8,4
32
00 ; 6
1400 ; 5
,8
10,6
0 SP
E III
20
Paki
t 10
7,2
27
23
24,5
12
,70
- 10
00 ;13,
7 28
00 ; 12
1200 ; 8
30
00 ; 10,
3 5,
60
C II
21
Rur
anga
n 97
,3
19
12,5
17
4,
30
- 20
00 ;11,
3 20
0 ; 6
3300 ; 7
15
00 ; 6,1
1,
70
C II
22
Jane
42
,6
15
12
14
16,2
0 -
2600 ; 5
80
0 ; 3,4
10
0 ; 4
1900 ; 2
,2
- B
II 23
Pe
mpa
ning
77
,6
25
17
18,5
11
-
700 ; 1
1 25
00 ; 7,6
21
00 ; 5
300 ; 8
0 ,8
14,2
D
II
b, H
utan
Dip
tero
carp
dat
aran
rend
ah
Tipe
Veg
etas
i : H
utan
Dip
tero
carp
dat
aran
rend
ah
A
zim
uth
: 140
0 & 3
200
Mid
line
: Jal
an T
oges
Titik
1
: 150
m d
ari P
usat
A
rah
: S
elat
an-U
tara
Panj
ang
Tran
sek
: 5
00 m
Tr
anse
k 1
No,
Je
nis P
ohon
K
ell
(cm
) Tt
(m
) TB
C
(m)
TS
JPSD
J (m
) JA
PST
(m)
Terp
anja
ng
Te
rpen
dek
JPSD
SPT
(m)
Tipe
Po
sisi
(Az,
Pjng
) (B
az,P
njng
) (A
z,Pn
jng)
(B
az,P
njng
) 1
Pem
pani
ng B
uah
Kec
il 76
,2
21
15
17
24,3
0 -
1450 ; 8
,5
3250 ; 6
,7
2600 ; 4
,4
800 ; 6
2,
10
SP
D
I
2 A
sam
Kem
andr
au
63,8
15
7
7 8,
50
- 33
00 ; 7
1500 ; 4
,5
800 ; 3
26
00 ; 5,5
7,
60
SP
C I
3 A
man
g 54
,8
18
14
17
18,3
0 -
400 ; 8
22
00 ; 10,
3 31
00 ; 6
1300 ; 7
12
,70
C II
4 Pe
mpa
ning
Bua
h B
esar
41
,8
15
8 14
20
5,
30
1000 ; 5
28
00 ; 3,7
15
00 ; 1
2300 ; 0
,5
8,90
SP
D
I
5 Tu
ndin
g D
amak
48
,3
15
6 4,
3 9,
30
- 90
0 ; 6,2
27
00 ; 4
100 ; 3
,4
1900 ; 3
,1
1,25
E
IV
6 Li
mbu
an
37,4
15
2,
7 9
9,33
4,
20
2500 ; 5
,7
700 ; 3
,2
3400 ; 3
16
00 ; 4,3
8,
30
B I
7 Po
ga
71
24
22
23
7,65
-
800 ; 6
,2
2600 ; 5
,1
1100 ; 4
29
00 ; 3
4,80
C
I 8
Hab
u-ha
bu &
B
edar
u
58,4
20
17
19
23
-
2900 ; 5
,3
1100 ; 3
20
0 ; 3,1
20
00 , 3,5
4,
85
SP
D
IV
9 Po
ga
155
20
13
18
9,50
-
1600 ;1
0,7
3400 ; 9
,8
3000 ; 4
,3
1200 ; 8
5,
30
E III
10
Je
jant
ik
73
19
15
17
2 -
2200 ; 4
40
0 ; 2,5
11
00 ; 2
2900 ; 2
,1
SP
E I
11
Sem
onga
34
,7
10
7 9
5 9,
30
450 ; 3
,2
2150 ; 2
,3
1800 ; 1
,5
3600 ; 1
,2
SP
D
I 12
Pe
mpu
ang
43
24
15
19
8,10
4,
20
750 ; 4
25
50 ; 4,7
21
00 ; 3,3
30
0 ; 2,5
4,
20
E II
13
Kep
odu
46,6
23
15
17
0,
80
5,30
35
0 ; 4,8
21
50 ; 3,6
95
0 ; 2,2
27
50 ; 3,5
-
D
II 14
B
ekap
as
45,2
24
14
18
13
,90
- 30
0 ; 5,3
21
00 ; 2,1
70
0 ; 1,8
25
00 ; 2,7
-
D
I 15
U
bar
43,5
17
13
15
12
,40
- 80
0 ; 5,5
20
00 ; 3,8
16
00 ; 4,2
34
00 ; 2,1
SP
E
I 16
Ja
ne
47,5
15
9
13
7,20
-
2700 ; 1
,5
900 ; 6
,3
250 ; 3
,4
2050 ; 1
,6
3,50
B
III
17
Sam
pulu
mut
uaw
32
,8
12
8 11
6,
10
- 29
50 ; 3
1050 ; 3
,2
200 ; 1
,5
2000 ; 3
,1
5,50
C
I 18
K
epod
u 43
,8
15
8 12
3,
70
9,30
35
00 ; 7,1
17
00 ; 1,5
40
0 ; 2,7
22
00 ; 0,5
-
D
I 19
D
uku
Hut
an
53
15
9 10
,5
3 4,
90
200 ; 5
20
00 ; 6,2
90
0 ; 4
2700 ; 4
SP
D
II
20
Pans
i 41
,8
12
10
11,5
11
,30
4,90
60
0 ; 6
2400 ; 5
26
00 ; 3
800 ; 6
,3
4,90
E
III
21
Paki
t 94
,9
15
12
14
5,09
11
,30
1000 ; 1
0 28
00 ; 8,4
33
00 ; 5
1500 ; 5
,1
- D
II
22
Sesa
mbi
l 82
25
17
22
19
,10
8,50
24
50 ; 7
650 ; 5
,4
100 ; 4
,4
1900 ; 3
,2
- D
II
23
Sam
pulu
mut
uaw
70
,6
17
9 15
7,
80
8,50
10
0 ; 10
1900 ; 1
3,5
850 ; 7
26
50 ; 8,2
-
C IV
24
Te
tuga
l 34
10
7
9 0,
50
2,5
1600 ;1
0,7
3400 ; 9
,8
3000 ; 4
,3
1200 ; 8
-
C II
25
Rur
anga
n 66
,5
20
13
18
20
2,5
2200 ; 4
40
0 ; 2,5
11
00 ; 2
2900 ; 2
,1
SP
C I
..
....L
anju
tan
Lam
pira
n 1
(Hut
an d
ipte
roca
rp d
atar
an re
ndah
-Tra
nsek
1)
26
Duk
u H
utan
57
,5
20
11
17
2 8,
40
450 ; 3
,2
2150 ; 2
,3
1800 ; 1
,5
3600 ; 1
,2
SP
D
III
27
Idur
Ber
uang
50
,1
18
13
17
5,90
8,
40
750 ; 4
25
50 ; 4,7
21
00 ; 3,3
30
0 ; 2,5
SP
E
II
28
Uba
r Man
is
45,5
15
9
11
2 -
350 ; 4
,8
2150 ; 3
,6
950 ; 2
,2
2750 ; 3
,5
SP
E II
29
Pe
mpa
ning
Bua
h K
ecil
13
7 23
17
20
8,
50
- 30
0 ; 5,3
21
00 ; 2,1
70
0 ; 1,8
25
00 ; 2,7
SP
D
II
30
Bed
aru
74,4
25
20
22
7,
60
- 80
0 ; 5,5
20
00 ; 3,8
16
00 ; 4,2
34
00 ; 2,1
-
C II
31
Pem
pasi
r 18
0,5
22
17
18
4,30
8,
70
2700 ; 1
,5
900 ; 6
,3
250 ; 3
,4
2050 ; 1
,6
SP
D
III
32
Pans
elua
ngan
38
,8
15
9 12
4,
50
8,70
29
50 ; 3
1050 ; 3
,2
200 ; 1
,5
2000 ; 3
,1
- E
II 33
U
bar M
anis
35
,5
9 6
8 10
,75
- 35
00 ; 7,1
17
00 ; 1,5
40
0 ; 2,7
22
00 ; 0,5
SP
E
III
34
Uba
r Man
is
32,2
10
8
9 6,
70
- 20
0 ; 5
2000 ; 6
,2
900 ; 4
27
00 ; 4
1,85
SP
D
II
35
Cem
ara
Aru
46
,4
16
8 14
8,
70
- 60
0 ; 6
2400 ; 5
26
00 ; 3
800 ; 6
,3
1,35
D
III
36
Je
jant
ik
150
19
15
17
3 -
1000 ; 1
0 28
00 ; 8,4
33
00 ; 5
1500 ; 5
,1
2,30
C
II 37
Po
ga
29
15
8 14
,5
13,5
7,
40
450 ; 1
,7
2250 ; 2
,3
1100 ; 1
,1
2900 ; 1
,3
6,66
C
III
38
Kem
pas
82,1
20
15
17
20
,70
7,40
27
00 ;12,
1 90
0 ; 9,
7 18
50 ; 9,7
50 ; 8
,6
6,60
E
II 39
U
bar M
erah
13
1,5
23
19
13
7,74
-
600 ; 9
,9
2400 ; 1
0,8
3000 ; 8
,3
1200 ; 7
SP
E
II
40
Pem
pisa
ng
44
14
11
11
6,56
-
750 ; 5
,4
2550 ; 4
,2
150 ; 3
,2
1950 ; 3
,1
SP
E I
41
Uba
r 16
,2
6 1,
5 4
10,6
-
3450 ; 2
,2
1650 ; 2
,3
850 ; 1
,1
2650 ; 0
,8
SP
D
IV
42
Get
ah M
erah
15
0 19
17
18
4,
06
- 45
0 ; 7,6
22
50 ; 9,8
12
50 ; 6,3
30
50 ; 7,3
SP
C
I 43
A
rah
49,6
17
15
16
6,
03
- 65
0 ; 4,8
24
50 ; 4,6
32
50 ; 4,2
14
50 ; 3,1
-
D
III
44
Kem
pas
49,5
16
13
14
,5
1,35
-
900 ; 2
,3
1800 ; 1
,8
350 ; 1
,6
2150 ; 0
,9
4,30
SP
D
I
45
Duk
u H
utan
86
,7
20
14
18
4,70
-
1350 ; 6
,5
3150 ; 7
,7
1600 ; 4
,2
3400 ; 5
,1
SP
D
III
46
Hab
u-ha
bu
59,9
14
8
10
1,70
-
1700 ; 4
,1
3500 ; 3
,3
150 ; 4
19
50 ; 2,6
SP
D
I
47
Kem
pas
252
23
15
22
15,3
0 -
750 ; 1
1,3
2550 ; 1
0,2
100 ; 6
,7
1900 ; 7
,1
SP
B II
48
Get
ah M
erah
72
18
13
17
14
,25
- 50
0 ; 7,9
23
00 ; 8,3
11
00 ; 5,7
29
00 ; 5,5
6,
33
SP
C II
49
Pens
elua
ngan
43
,5
18
14
17
8,25
-
1200 ; 3
,5
3000 ; 4
,2
400 ; 2
,4
2200 ; 3
,4
- D
II
50
Dam
ar B
atu
103,
5 22
15
16
21
17
,10
- 16
00 ;13,
6 34
00 ; 8,5
60
0 ; 9,3
24
00 ; 7,3
-
B D
I I 51
Pe
mpa
ning
Bua
h K
ecil
167
15
8 13
5,
10
- 31
00 ;10,
7 13
00 ; 8,8
30
0 ; 7,5
21
00 ; 5,1
SP
D
I
52
Dam
ar B
atu
131
25
17
23
4,50
-
1450 ; 9
,7
3250 ; 9
,4
800 , 6
,4
2600 ; 7
,2
3,40
B
I 53
Pe
mpa
ning
Bua
h B
esar
18
7 20
12
18
11
,10
- 30
0 ; 8
2100 ; 1
0,5
900 ; 7
27
00 ; 8,2
1,
17
C II
54
Hab
u-ha
bu
53,1
17
11
16
11
,10
10
1300 ; 2
,8
3100 ; 3
,5
450 ; 2
,3
2250 ; 1
,8
SP
C I
55
Hab
u-ha
bu
51,3
15
12
13
16
,70
6,40
15
50 ; 4,9
32
50 ; 5,5
75
0 ; 3,2
25
50 ; 4,1
SP
E
I 56
U
bar
50,5
15
11
15
26
,30
5,20
60
0 ; 3,2
24
00 ; 4,3
11
00 ; 3,5
29
00 ; 3,2
SP
C
I 57
D
uku
Hut
an
26,8
15
12
14
27
1,
90
1750 ; 1
,4
3550 ; 2
,7
500 ; 0
,9
2300 ; 2
,5
SP
B I
..
......
Lanj
utan
Lam
pira
n 1
(Hut
an d
ipte
roca
rp d
atar
an re
ndah
-Tra
nsek
1)
58
Get
ah M
erah
44
,9
12
9 10
,5
0,53
-
350 ; 0
,8
2150 ; 1
,6
950 ; 0
,4
2750 ; 0
,8
SP
C I
59
Kem
pas
52,5
17
14
16
4
- 12
50 ; 8,3
30
50 ; 9,1
50
0 ; 6,8
23
00 ; 6,7
2,
10
C I
60
Kem
pas
29,4
22
17
21
4
- 70
0 ; 10,
5 25
00 ; 6,8
14
00 ; 5,2
32
00 ; 8,1
SP
D
III
61
Pe
mpa
ning
Bua
h B
esar
10
9 17
15
16
18
-
1900 ;1
1,5
100 ; 6
,3
250 ; 3
,4
2050 ; 1
,6
SP
C II
62
Pem
pisa
ng
43,2
17
10
16
1,
20
- 19
50 ; 1,3
15
0 ; 2,2
80
0 ; 1,5
26
00 ; 0,4
2,
30
C III
63
Sa
ru
51,5
15
9
14
5,80
6,
90
3300 ; 1
,1
1500 ; 1
,5
750 ; 0
,7
2550 ; 0
,6
4,30
B
III
64
Get
ah M
erah
52
15
11
13
2
- 35
0 ; 1,5
21
50 ; 2,2
90
0 ; 0,4
27
00 ; 1,4
SP
E
I 65
Sa
ru B
atu
61
19
16
16
16,5
14
,60
4,10
70
0 ; 3,6
25
00 ; 4,3
16
00 , 1,3
34
00 ; 5,7
-
C D
I II 66
D
amar
Bat
u 79
19
15
16
17
,70
14,3
4 10
00 ;10,
1 28
00 ; 7,4
32
00 ; 5
1400 ; 5
,1
- D
II
67
Pens
elua
ngan
37
15
13
14
32
,40
3,26
14
50 ; 0,7
32
50 ; 1,4
60
0 ; 0,4
24
00 ; 3,2
-
D
I 68
R
uran
gan
57
19
15
17
15,4
0 -
300 ; 8
,7
2100 ; 7
,5
950 ; 5
,7
2750 ; 6
,2
SP
E II
69
U
bar M
erah
90
,5
25
17
24
17,2
0 -
1600 ; 6
,7
3400 ; 8
,8
3000 ; 4
,3
1200 ; 5
,8
SP
C III
70
Li
mbu
an
40,2
12
6
11
9,70
-
2200 ; 2
,4
400 ; 0
,5
1100 ; 1
,2
2900 ; 0
,2
- E
I 71
-
76,4
20
17
18
8,
20
- 45
0 ; 4,2
21
50 ; 3,3
18
00 ; 3,5
36
00 ; 2,2
2,
30
E I
72
Pem
pani
ng B
uah
Kec
il 74
,5
25
15
21
5 8
1850 ; 1
,3
50 ; 1,7
70
0 ; 1,3
25
00 ; 0,5
SP
D
I
73
Ban
itan
46,6
17
11
15
11
,60
8 25
0 ; 1,7
20
50 ; 2,6
65
0 ; 2,2
24
50 ; 1,1
-
C IV
74
Je
jant
ik
79,5
20
15
18
17
18
7,70
-
800 ; 8
,3
2600 ; 6
,1
700 ; 5
,8
2500 ; 4
,7
SP
E D E
II II II 75
G
etah
Mer
ah
90
24
18
22
19
- 20
0 ; 9,5
20
00 ; 5,8
17
00 ; 6,2
35
00 ; 5,1
SP
E
II
..
......
Lanj
utan
Lam
pira
n 1
Tip
e V
eget
asi
: Hut
an D
ipte
roca
rp T
anah
Ker
ing
A
zim
uth
: 100
0 & 2
800
Mid
line
: J
alan
4
18
(1 K
m)
Titik
1
: 100
m d
ari P
usat
A
rah
: B
arat
-Tim
ur
Pa
njan
g Tr
anse
k
: 500
m
Tra
nsek
2
No,
Je
nis P
ohon
K
ell
(cm
) Tt
(m
) TB
C
(m)
TS
JPSD
J (m
) JA
PST
(m)
Terp
anja
ng
Te
rpen
dek
JPSD
SPT
(m)
Tipe
Po
sisi
(Az,
Pjng
) (B
az,P
njng
) (A
z,Pn
jng)
(B
az,P
njng
)
1 K
umpa
ng
40
10
6 8
5,20
-
1000 ; 4
,2
2800 ; 3
,6
80; 3
,2
2600 ; 2
,6
SP
C
II 2
Med
ang
46
15
11
13
3,30
-
400 ; 3
,1
2200 ; 4
,2
800 ; 3
,3
2600 ; 3
,2
4,60
C
I 3
Uba
r 29
,9
12
7 9
5,50
-
1200 ; 3
,7
3000 ; 4
,7
200 ; 2
,5
2000 ; 4
,8
4,60
SP
C
I
4 Pe
ngke
laha
ngan
25
,3
15
12
13
13,2
0 -
500 ; 1
0,4
2300 ; 9
,6
450 ; 9
,1
2250 ; 8
-
E I
5 Ja
ne
Ket
ikal
28
,5
38
15
14
9 10
13
13
12,7
0 13
,05
2,66
19
00 ; 6,2
10
0 ; 11,
6 70
0 ; 8,3
25
00 ; 5,3
SP
D
IV
6 U
bar
44,5
17
16
,5
10
9,57
3,
70
250 ; 5
,1
2050 ; 3
,7
950 ; 3
,6
2750 ; 3
,3
1,29
SP
B
III
7 Pe
mpa
ning
Bua
h B
esar
52
15
6
13
8,70
-
150 ; 4
,2
1950 ; 4
,1
800 ; 3
,3
2600 ; 3
,2
SP
4,36
C
I
8 U
bar M
anis
34
,5
17
7 9
18,1
0 -
2700 ; 5
,1
900 ; 3
,2
200 ; 3
,1
2000 ; 3
,7
SP
1,41
D
I
9 Ja
ne
41,6
15
9
14
8,20
-
1800 ; 7
,7
3600 ; 2
,1
700 ; 4
,5
2500 ; 3
,7
SP
5,40
B
II
10
Jeja
ntik
72
20
15
15
,5
9,10
-
2200 ; 6
,4
400 ; 8
,5
50 ; 7,2
18
50 ; 5,1
1,
30
SP
D
I
11
Ket
ikal
45
,2
20
15
19
4,80
-
350 ; 4
,1
2150 ; 4
,4
800 ; 3
,5
2600 ; 4
,2
0,51
SP
E
II
12
Kay
u B
atu
47
25
15
19
14
- 16
50 ;10,
1 34
50 ; 6,9
70
0 ; 7,3
25
00 ; 5,9
SP
C
II 13
Je
jant
ik
45,8
15
8
8 5,
74
- 15
0 ; 2,7
19
50 ; 1,6
80
0 ; 1,2
26
00 ; 0,7
6,
85
SP
E I
14
Pem
pani
ng B
uah
Kec
il 41
15
12
14
10
,80
5,65
80
0 ; 5,1
26
00 ; 4
400 ; 3
,7
2200 ; 3
,9
SP
1,20
D
II
15
Saru
Bat
u 63
20
14
19
5
5,65
20
00 ; 5,3
20
0 ; 3,7
12
50 ; 3,2
30
50 ; 4,8
2,
50
C I
16
Rur
anga
n 11
15
12
13
2,
40
- 20
0 ; 1,9
20
00 ; 2,3
10
00 ; 0,4
28
00 ; 1,7
SP
2,
80
E I
17
Tund
ing
Dam
ak
44,6
10
7
8 2,
13
- 21
50 ; 1,3
35
0 ; 2
800 ; 1
,1
2600 ; 0
,8
SP
C II
18
Uba
r 18
,5
15
12
13
13,2
0 -
3400 ; 4
,1
1600 ; 2
,4
700 ; 1
,8
2500 ; 3
,6
0,90
SP
C
I
.
.....L
anju
tan
Lam
pira
n 1
(Hut
an d
ipte
roca
rp d
atar
an re
ndah
-Tra
nsek
2)
19
Dam
ar B
atu
Kum
pang
Pe
nsel
uang
an
24,5
28
,3
22,8
10
12
10
8 8 6
9 9 9
0,70
0,
95
1,20
- 80
0 ; 1,9
26
00 ; 1
150 ; 2
,1
1950 ; 0
,4
SP
E IV
20
Pem
pani
ng B
uah
Bes
ar
27,2
15
9
11
9,10
-
600 ; 1
,6
2400 ; 2
,5
2950 ; 0
,3
1150 ; 1
,8
0,68
SP
C
I
21
Rur
anga
n 40
15
9
13
4,40
-
2000 ; 1
20
0 ; 1,4
33
00 ; 0,5
15
00 ; 1,1
2,
30
SP
B II
22
Pens
elua
ngan
K
umpa
ng
Rur
anga
n K
edon
dong
Ht
Uba
r Min
yak
14
13
11,7
11
17
,1
7 8 7 7 7
2,5 3 3
5,5 4
7 7 7 7 7
2 1,
2 3 1,
5 2,
5
- 35
0 ; 2,7
21
50 ; 0,9
60
0 ; 1,4
24
00 ; 0,5
SP
D
IV
23
Hab
u-ha
bu
47
15
12
14
9,10
-
300 ; 1
21
00 ;1,9
10
50 ; 0,7
29
50 ; 1,3
2,
70
SP
B I
24
Pens
elua
ngan
30
15
10
14
4,
60
- 17
00 ; 3,8
35
00 ; 5,7
34
00 ; 4,3
16
00 ; 3,8
4,
30
E II
25
Pem
pani
ng B
uah
Kec
il 26
20
14
18
10
,20
- 60
0 ; 1,3
24
00 ; 2,4
10
0 ; 2,1
19
00 ; 0,8
1,
85
SP
B I
26
Pem
pani
ng B
uah
Bes
ar
85,5
23
16
18
2
- 25
0 ; 6,1
20
50 ; 4,2
90
0 ; 3,6
27
00 ; 6,2
SP
B
I
27
Pem
pani
ng B
uah
Kec
il 92
20
14
18
19
1,
64
- 80
0 ; 6,4
26
00 ; 5,7
12
50 ; 8,3
30
50 ; 2,5
1,
64
SP
B C III
II
28
Rur
anga
n 46
,1
15
11
13,5
14
,7
- 12
00 ; 3,8
30
00 ; 4,7
65
0 ; 3,1
24
50 ; 3
4,09
SP
D
I
29
Pem
pani
ng B
uah
Kec
il 13
0,4
20
8 14
18
2,
30
- 40
0 ; 7,3
22
0; ; 3,
6 10
00 ; 5,
7 28
00 ; 2,8
1,
26
SP
C C II I
30
Uba
r Sal
in
53,2
15
11
14
4,
80
- 10
0 ; 5,4
19
00 ; 3,7
13
50 ; 4,2
31
50 ; 2,7
4,
53
E III
31
Pe
mpa
ning
12
0 20
8
12
3,30
-
1700 ; 8
,3
3500 ; 5
,4
350 ; 5
,1
2150 ; 6
,5
SP
D
II 32
G
etah
Mer
ah
40
20
16
18
0,90
-
2950 ; 2
,3
1050 ; 0
,5
1750 ; 1
,5
3550 ; 0
,4
SP
E II
33
Kaw
a H
utan
66
,2
17
15
16,5
4,
72
- 33
00 ; 4,1
15
00 ; 3,9
85
0 ; 3,7
26
50 ; 2,
7 0,
75
SP
D
III
34
Lim
buan
36
,8
12
6 9
6 -
2650 ; 3
,7
850 ; 3
,2
100 ; 2
,4
1900 ; 2
,7
1,90
D
I
35
Lim
buan
Je
jant
ik
31,1
39
12
11
6 8
9 9 1,
17
1,90
-
800 ; 3
,6
2100 ; 2
,8
2600 ; 2
,9
300 ; 1
,6
1900 ; 3
70
0 ; 0,6
10
0 ; 2,3
25
00 ; 2,6
SP
D
IV
36
Kem
pas
66,6
17
13
16
1,
09
- 10
00 ; 6
2800 ; 3
,4
3300 ; 2
,5
1500 ; 4
,1
3,23
SP
E
II
.....
.Lan
juta
n La
mpi
ran
1 (H
utan
dip
tero
carp
dat
aran
rend
ah-T
rans
ek 2
)
37
Sesa
ngau
(R
ambu
tan
Ht)
140
25
20
22
7,40
-
1350 ; 6
,2
3150 ; 9
,1
1800 ; 7
,1
3600 ; 4
,2
1,20
SP
C
II
38
Uba
r Put
ih
69,7
15
11
13
0,
39
- 22
00 ; 5,1
40
0 ; 3,7
15
50 ; 3,7
35
50 ; 3,6
4,
40
SP
D
II
39
Ket
ikal
43
,8
15
9 12
17
,40
- 50
0 ; 1,8
23
00 ; 0,9
30
00 ; 0,3
12
00 ; 0,9
4,
25
SP
C I
40
Jeja
ntik
Bua
h B
esar
11
5 23
17
22
1,
27
- 17
50 ; 5,4
35
50 ; 8,9
55
0 ; 3,2
23
50 ; 6,2
2,
20
SP
D
III
41
Poga
Pun
ai
Sem
onga
37
53
15
15
11
9 11
11
9,
10
10,3
0 -
3050 ; 1
,2
800 ; 3
,6
1250 ; 0
,8
2400 ; 3
,7
850 ; 1
10
0 ; 1,8
24
50 ; 0,3
19
00 ; 4,5
2,
60
SP
D
IV
42
Ras
ak
44,4
12
8
11
4,90
5,
63
250 ; 1
,9
2050 ; 0
,8
1450 ; 1
,3
3250 ; 0
,5
- B
I 43
Po
ga P
unai
37
15
12
14
14
,10
5,63
16
50 ; 1,8
34
50 ; 1,6
30
00 ; 0,6
12
00 ; 1,1
SP
1,
70
D
I
44
Rur
anga
n 34
17
15
16
3,
08
- 80
0 ; 1,
3 26
00 ; 1,8
25
0 ; 0,6
20
50 ; 0,9
1,
11
SP
A
II
45
Med
ang
Kab
ui
47
12
9 11
8,
90
- 11
50 ; 3,5
29
50 ; 5,2
19
00 ; 4,1
10
0 ; 2,9
7 SP
D
I
46
Kum
pang
60
18
9
16
14,1
5 -
1500 ; 4
,1
3300 ; 3
,3
850 ; 3
,2
2650 ; 2
,9
SP
1,40
B
I
47
Poga
Ber
uang
32
15
6
13
1,40
-
1750 ;1
0,2
3550 ; 7
,1
1100 ; 6
,7
2900 ; 7
,1
0,63
SP
B
I
48
Hab
u-ha
bu
61,7
17
11
16
,5
14,9
0 -
2900 ; 1
,9
1100 ; 1
,3
700 ; 0
,7
2500 ; 1
,5
2,10
SP
C
I
49
Pem
pani
ng B
uah
Bes
ar
53,6
18
14
17
15
,20
- 30
0 ; 7,5
21
00 ; 3,2
80
0 ; 3,4
26
00 ; 4,4
4,
52
SP
D
I
50
Kum
pang
50
,2
22
8 20
0
- 16
00 ; 3,6
34
00 ; 3,5
60
0 ; 4,3
24
00 ; 1,9
SP
D
II
51
Ram
buta
n H
utan
10
0,5
15
6 13
3,
40
- 27
00 ; 7,5
90
0 ; 5,8
20
0 ; 3,4
20
00 ; 6,2
1 SP
E II
52
Poga
Ber
uang
22
,3
15
11
13
2 -
350 ; 3
,6
2150 ; 2
,7
900 ; 1
,4
2700 ; 3
,2
SP
D
II 53
R
arib
u 44
15
8
12
8,20
-
1300 ; 2
,8
3100 ; 3
,5
800 ; 1
,7
2600 ; 3
,2
- E
I 54
Id
ur B
erua
ng
84,5
15
8
13
0,10
-
1300 ; 7
,6
3100 ; 3
,4
600 ; 5
,3
2400 ; 3
,8
3,60
D
II
55
Hab
u-ha
bu
60
13
9 11
9,
20
- 15
50 ; 1,8
33
50 ; 1,4
75
0 ; 1,2
25
50 ; 1,1
SP
E
I 56
K
eran
ji 59
13
10
11
7,
10
- 60
0 ; 3,2
24
00 ; 4,3
11
00 ; 3,5
29
00 ; 3,2
-
E I
57
Pem
pani
ng B
uah
Bes
ar
92
15
9 13
14
0,
66
- 25
0 ; 8,4
20
50 ; 3,7
90
0 ; 6,9
27
00 ; 3,5
SP
D
E II II
58
Med
ang
Kab
ui
54
20
15
15
19,6
0 14
,80
800 ; 5
,8
2600 ; 4
,6
150 ; 3
,4
1950 ; 3
SP
A
I
59
Gam
bir
31,2
17
11
15
35
,20
14,8
0 85
0 ; 2,2
26
50 ; 1,5
50
0 ; 0,8
23
00 ; 1,7
2,
85
E I
60
Ket
ikal
80
20
15
16
13
,10
- 12
00 ; 7,5
30
00 ; 5,1
60
0 ; 4,9
24
00 ; 4,1
0,
80
D
II 61
B
anga
n
94,4
16
8
14
21,9
0 11
,10
100 ;1
0,3
1900 ; 9
,3
800 ; 5
,1
2600 ; 6
,6
- E
III
.....
.Lan
juta
n La
mpi
ran
1 (H
utan
dip
tero
carp
dat
aran
rend
ah-T
rans
ek 2
)
62
Tund
ing
Dam
ak
80
18
9 17
33
,60
8,10
17
50 ; 9,2
35
50 ; 6,9
90
0 ; 4,7
27
00 ; 3,8
SP
D
II
63
Poga
Pun
ai
82
18
12
13
42,3
0 5,
40
400 ; 9
,5
2200 ; 5
,4
1050 ; 6
,3
2850 ; 5
,3
SP
E II
64
Ket
ikal
68
,1
17
14
14,5
33
,60
8,10
12
00 ; 7,1
30
00 ; 6
600 ; 5
,4
2400 ; 3
,7
SP
E II
65
Rur
anga
n 73
,5
15
9 14
37
,10
3,50
17
00 ; 3,8
35
00 ; 5,1
27
00 ; 3,2
90
0 ; 2,6
SP
D
I
66
Kum
pang
K
eran
ji 35
57
,6
15
16
11
13
14
14
2 2,
3 -
600 ; 1
,1
1000 ;4
,3
2400 ; 1
,3
2800 ; 3
,1
3200 ; 0
,6
200 ; 3
14
00 ; 0,5
20
00 ; 2,2
3,
14
C IV
67
Pem
pani
ng B
uah
Bes
ar
140,
1 25
10
19
11
,30
- 13
00 ; 7,8
31
00 ; 6,3
40
0 ; 4,4
22
00 ; 2,7
0,
70
SP
E D
C
I I I 68
U
bar M
inya
k 36
15
9
14
1,30
-
500 ; 1
,9
2300 ; 0
,7
950 ; 1
,3
2750 ; 0
,6
2,54
E
I 69
Ja
ne
41,2
15
12
13
11
,2
- 45
0 ; 3,9
22
50 ; 4,6
29
00 ; 2,1
11
00 ; 3,5
SP
D
I
70
Pem
pani
ng B
uah
Bes
ar
45
15
9 14
5,
10
- 21
00 ; 3,1
30
0 ; 1,4
60
0 ; 2,3
24
00 ; 0,7
1,
70
SP
E IV
71
Pem
pani
ng
90
17
11
15
8,30
-
450 ; 7
22
50 ; 4,7
17
00 ; 2,9
35
00 ; 3,7
SP
C
I 72
A
sam
Kem
andr
au
62,5
15
10
10
6,
30
- 10
50 ; 2,2
28
50 ; 3,7
70
0 ; 1,3
25
00 ; 1,5
SP
D
I
73
Pem
pani
ng
75
20
14
16
5,50
-
650 ; 6
,3
2450 ; 7
,1
100 ; 4
,5
1900 ; 7
,9
2 C
I 74
Se
mon
ga
28
15
8 14
3,
34
- 18
00 ; 3,7
36
00 ; 4,1
11
00 ; 2,8
29
00 ; 2,6
1,
20
SP
E III
...
.....L
anju
tan
Lam
pira
n 1
Tipe
Veg
etas
i : H
utan
Dip
tero
carp
Tan
ah K
erin
g
Azi
mut
h
: 1
200 &
300
0
Mid
line
: J
alan
4-B
CA
( 1
Km
)
Titik
1
: 50
m d
ari P
usat
A
rah
: B
arat
-Tim
ur
Pa
njan
g Tr
anse
k
: 500
m
Tran
sek
3
No,
Je
nis P
ohon
K
ell
(cm
) Tt
(m
) TB
C
(m)
TS
JPSD
J (m
) JA
PST
(m)
Terp
anja
ng
Te
rpen
dek
JPSD
SPT
(m)
Tipe
Po
sisi
(Az,
Pjng
) (B
az,P
njng
) (A
z,Pn
jng)
(B
az,P
njng
) 1
Ulin
60
15
9
14
10,9
1 11
,20
300 ;3
,7
2100 ; 4
,4
100;
1,1
28
00 ; 2,7
2,
30
C I
2 D
uku
Hut
an
33
13
8 10
16
,50
11,2
0 40
0 ,;3,1
22
00 ; 4,2
80
0 ; 3,3
26
00 ; 3,2
SP
B
I 3
Hab
u-ha
bu
81
20
10
17
1,90
-
1200 ; 3
,7
3000 ; 4
,7
200 ; 2
,5
2000 ; 4
,8
SP
C II
4 G
adin
g 40
,5
15
12
13
6,10
-
500 ; 1
0,4
2300 ; 9
,6
450 ; 9
,1
2250 ; 8
-
E II
5 Te
mbi
ngka
r 41
,15
16
12
13
11,6
0 -
1900 ; 6
,2
100 ; 1
1,6
700 ; 8
,3
2500 ; 5
,3
- E
I
6 U
lin
57
15
2,7
12
0,50
-
250 ; 5
,1
2050 ; 3
,7
950 ; 3
,6
2750 ; 3
,3
- E
I 7
Kat
ur P
utih
39
14
12
12
8,
80
- 15
0 ; 4,2
19
50 ; 4,1
80
0 ; 3,3
26
00 ; 3,2
SP
E
I 8
Men
dara
han
68
17
11
13
15,3
0 -
2700 ; 5
,1
900 ; 3
,2
200 ; 3
,1
2000 ; 3
,7
1,05
SP
E
III
9 M
eran
ti D
aun
Sala
m
Pens
elua
ngan
21,5
30
26
10 9 11
5 7 7
8
2,45
2,
88
3,70
- 18
00 ; 7,7
36
00 ; 2,1
70
0 ; 4,5
25
00 ; 3,7
-
E IV
10
Bed
elan
23
16
11
13
18
,60
- 22
00 ; 6,4
40
0 ; 8,5
50 ; 7
,2
1850 ; 5
,1
- D
II
11
Jeja
ntik
37
,1
14
12
13
3,60
-
350 ; 4
,1
2150 ; 4
,4
800 ; 3
,5
2600 ; 4
,2
SP
A
II 12
M
enda
raha
n 99
15
4
7 5,
10
- 16
50 ;10,
1 34
50 ; 6,9
70
0 ; 7,3
25
00 ; 5,9
SP
E
II
13
Uba
r Man
is
23,3
15
11
14
5,
20
- 15
0 ; 2,7
19
50 ; 1,6
80
0 ; 1,2
26
00 ; 0,7
2,
56
SP
D
I
14
Uba
r Mer
ah
71,1
13
10
10
,5
0,70
-
800 ; 5
,1
2600 ; 4
40
0 ; 3,7
22
00 ; 3,9
SP
D
I
15
Uba
r Mer
ah
Pens
elua
ngan
20
,4
25,2
15
14
7 10
9 Ja
lur
1,80
-
2000 ; 5
,3
200 ; 3
,7
1250 ; 3
,2
3050 ; 4
,8
E
IV
16
Duk
u H
utan
33
,6
15
7 12
0,
50
- 20
0 ; 1,9
20
00 ; 2,3
10
00 ; 0,4
28
00 ; 1,7
SP
E
I 17
M
eran
ti 91
,7
21
14
17
16,2
5 -
2150 ; 1
,3
350 ; 2
80
0 ; 1,1
26
00 ; 0,8
-
C I
18
Hab
u-ha
bu
53,4
15
9
14
2,60
-
3400 ; 4
,1
1600 ; 2
,4
700 ; 1
,8
2500 ; 3
,6
SP
C III
19
U
bar
Mer
anti
34
26,5
14
17
9 10
11
7,90
8,
78
- 80
0 ; 1,9
26
00 ; 1
150 ; 2
,1
1950 ; 0
,4
SP
3,70
C
IV
20
Hab
u-ha
bu
50
15
9 12
3,
60
- 60
0 ; 1,6
24
00 ; 2,5
29
50 ; 0,3
11
50 ; 1,8
SP
E
I 21
Pe
mpa
ning
Bua
h K
ecil
184
25
17
20
0,20
-
2000 ; 1
20
0 ; 1,4
33
00 ; 0,5
15
00 ; 1,1
SP
C
II
22
Pem
pisa
ng
71,8
18
12
15
4,
70
- 35
0 ; 2,7
21
50 ; 0,9
60
0 ; 1,4
24
00 ; 0,5
SP
E
I 23
M
ensi
ra
142
24
16
19
0,70
-
100 ; 1
0 19
00 ; 13,
5 85
0 ; 7
2650 ; 8
,2
- D
II
......
Lanj
utan
Lam
pira
n 1
(Hut
an d
ipte
roca
rp d
atar
an re
ndah
-Tra
nsek
3)
24
Poga
Pun
ai
89
18
8 15
11
,50
- 16
00 ;10,
7 34
00 ; 9,8
30
00 ; 4,3
12
00 ; 8
2,50
SP
B
II
25
Hab
u-ha
bu
59,8
14
8
10
3,80
-
2200 ; 4
40
0 ; 2,5
11
00 ; 2
2900 ; 2
,1
1,20
SP
C
I
26
Get
ah M
erah
74
,7
17
12
14
5,60
-
450 ; 3
,2
2150 ; 2
,3
1800 ; 1
,5
3600 ; 1
,2
SP
C I
27
Hab
u-ha
bu
83,6
19
15
17
11
,80
- 75
0 ; 4
2550 ; 4
,7
2100 ; 3
,3
300 ; 2
,5
SP
D
II 28
Se
mon
ga
42
16
8 14
13
,30
- 35
0 ; 4,8
21
50 ; 3,6
95
0 ; 2,2
27
50 ; 3,5
SP
D
IV
29
M
eran
ti 50
,1
25
15
19
15,3
0 -
300 ; 5
,3
2100 ; 2
,1
700 ; 1
,8
2500 ; 2
,7
- D
I
30
Saru
Bat
u 56
18
11
13
0,
50
- 80
0 ; 5,5
20
00 ; 3,8
16
00 ; 4,2
34
00 ; 2,1
-
E I
31
Tund
ing
Dam
ak
41,9
15
9
10
4,90
-
2700 ; 1
,5
900 ; 6
,3
250 ; 3
,4
2050 ; 1
,6
SP
C I
32
Ket
ikal
46
,6
15
9 9,
3 3,
95
- 29
50 ; 3
1050 ; 3
,2
200 ; 1
,5
2000 ; 3
,1
SP
E I
33
Hab
u-ha
bu
120,
3 17
11
13
6,
60
- 70
0 ; 8,4
25
00 ; 4,9
15
0 ; 3,8
19
50 ; 6,6
SP
E
II
34
Pens
elua
ngan
22
10
8
9 3,
90
- 13
00 , 1,4
31
00 ; 1
600 ; 1
,4
2400 ; 0
,6
- E
I 35
Pe
mpa
ning
Bua
h B
esar
20
0 18
11
12
,5
13
14
2,40
-
2000 ; 7
,5
200 ; 6
,1
950 ; 5
,2
2750 ; 4
,6
SP
C C B
II II I 36
Sa
ru B
atu
81,2
17
11
16
9,
40
- 24
00 ; 4,4
60
0 ; 9,3
19
00 ; 3,9
10
0 ; 7
SP
D
II 37
U
bar M
erah
44
,6
10
8 9
5,90
-
350 ; 3
,3
2150 ; 2
,6
1050 ; 1
28
50 ; 0,8
SP
E
III
38
Saru
Bat
u 29
,7
10
6 7
1,50
-
550 ; 2
,1
2350 ;
0,9
1650 ; 0
,7
3450 ; 0
,6
SP
E II
I 39
R
uran
gan
41
15
10
13
10,4
5 -
3000 ; 3
,8
1200 ; 4
,7
550 ; 2
,3
2350 ; 3
,3
SP
C III
40
Po
ga B
erua
ng
90,6
20
13
13
,5
14
14,5
23,5
0 -
1750 ; 6
,3
3550 ; 9
,1
1000 ; 4
,8
2800 ; 7
,2
SP
E A
E
II II II 41
Pe
mpa
ning
Bua
h B
esar
17
6,5
22
17
19
20
5,20
-
1250 ; 7
,4
3050 ; 6
,7
500 ; 4
,8
2300 ; 8
SP
E C
II II 42
R
upis
98
,3
25
11
13
8,68
-
1200 ; 4
,9
3000 ; 1
0,2
450 ; 6
,5
2250 ; 8
,1
0,20
SP
E
II
43
Rur
anga
n 82
,1
17
14
16
14,5
5 -
300 ; 6
,9
2100 ; 8
,8
1250 ; 4
,4
3050 ; 7
,7
SP
C II
44
Rur
anga
n 52
,9
15
12
13
17,5
6 -
800 ; 7
,1
2600 ; 6
,2
350 ; 8
,1
2150 ; 3
,9
SP
B III
45
G
etah
Mer
ah
56,5
17
14
16
4,
30
- 13
50 ; 3,4
31
50 ; 2,9
90
0 ; 1,7
27
00 ; 2,8
SP
D
III
46
G
etah
Mer
ah
68,7
20
15
18
3,
46
- 30
00 ; 8,1
12
00 ; 4,8
50
0 ; 5,1
23
00 ; 6,6
SP
C
I 47
Pe
mpa
ning
Bua
h K
ecil
89
15
8 9
10,1
0 -
1250 ;4
,2
3050 ; 2
,7
100 ; 1
,7
1900 ; 3
,1
SP
B II
48
Pem
pani
ng B
uah
Bes
ar
49,3
15
9
15
9,10
9,
08
2500 ; 2
,8
700 ; 3
,3
1600 ; 2
,1
3400 ; 2
,5
SP
C III
49
Mel
obu
36,4
11
9
11
18,3
0 9,
08
2400 ; 4
,7
600 ; 4
50 ; 2
,5
1850 ; 3
,9
- D
III
50
Tu
ndin
g D
amak
51
,8
13
8 9
1,90
-
800 ; 0
,8
2600 ; 1
,9
400 ; 0
,4
2200 ; 0
,9
SP
C I
51
Get
ah M
erah
78
,5
18
12
15
12,5
0 -
3000 ; 3
,8
1200 ; 2
,7
550 ; 1
,5
2350 ; 3
,1
SP
E I
.
.....L
anju
tan
Lam
pira
n 1
(Hut
an d
ipte
roca
rp d
atar
an re
ndah
-Tra
nsek
3)
52
Get
ah M
erah
40
15
11
14
9,
30
- 35
0 ; 2,6
21
50 ; 3,8
95
0 ; 2,1
27
50 ; 2,2
SP
5,
90
E III
53
Get
ah M
erah
45
15
11
12
,5
5 -
1400 ;
2,3
3200 ; 4
,7
650 ; 2
24
50 ; 3,1
SP
C
I 54
Pe
mpa
ning
Bua
h B
esar
11
1 20
9
16
0,80
-
800 ; 8
,6
2600 ; 6
,3
1350 ; 4
,9
3150 ; 7
,2
SP
D
II
55
Bek
apas
54
,5
20
15
18
15
- 12
50 ; 6,1
30
50 ; 8,4
65
0 ; 3,9
24
50 ; 6,5
2,
55
B I
56
Hab
u-ha
bu
46,5
15
11
14
,5
8 1,
90
1200 ; 1
,3
3000 ; 1
,7
700 ; 0
,5
2500 ; 1
,2
SP
C III
57
Li
mbu
an
Jeja
ntik
31
,2
25
10
13
4 9 9,
5 7,
75
7,85
1,
90
250 ; 1
,9
2050 ; 2
,1
1200 ; 0
,8
3000 ; 2
SP
C
IV
58
Pem
pani
ng B
uah
Bes
ar
147,
1 20
11
17
12
,53
- 34
50 ; 7,6
16
50 ; 8
950 ; 6
,6
2750 ; 6
,8
SP
C II
59
Kum
pang
30
,8
13
9 10
3
- 75
0 ; 1,6
25
50 ; 2,8
16
00 ; 1,8
34
00 ; 1,6
-
E I
60
Lim
buan
49
,4
15
8 14
,5
4,20
-
600 ; 0
,9
2400 ; 3
,9
1500 ; 2
,1
3300 ; 1
,1
- B
III
61
Get
ah M
erah
66
,5
18
10
15
3,15
-
2700 ;1
0,4
900 ; 8
,2
150 ; 6
,8
1950 ; 7
,5
SP
D
II
....
....L
anju
tan
Lam
pira
n 1
T
ipe
Veg
etas
i : H
utan
Dip
tero
carp
Tan
ah K
erin
g
Azi
mut
h
: 0
0 & 1
800
M
idlin
e : J
alan
Tog
es (J
alan
7
13)
(1 K
m)
Ti
tik 1
: 5
0 m
dar
i Pus
at
A
rah
: S
elat
an-U
tara
Panj
ang
Tran
sek
: 5
00 m
Tra
nsek
4
No,
Je
nis P
ohon
K
ell
(cm
) Tt
(m
) TB
C
(m)
TS
JPSD
J (m
) JA
PST
(m)
Terp
anja
ng
Te
rpen
dek
JPSD
SPT
(m)
Tipe
Po
sisi
(Az,
Pjng
) (B
az,P
njng
) (A
z,Pn
jng)
(B
az,P
njng
) 1
Kaw
a H
utan
66
17
8
8,5
6,70
-
1000 ; 9
,9
2800 ; 1
0,8
20; 5
,5
2000 ; 8
,7
SP
4,10
C
I
2 Id
ur B
erua
ng
35
18
12
14
8,20
-
1200 ; 2
,7
3000 ;l
3 50
0 ; 1,5
23
00 ; 2,8
2,
80
E I
3 U
bar U
bi
13
15
12
13,5
9
- 90
0 ; 6,8
27
00 ; 4,1
33
00 ; 5,2
15
00 ; 3,9
SP
7,
40
E II
4 Pa
ra
29,5
11
7
9 14
,70
- 31
00 ; 3,1
13
00 ; 2,3
80
0 ; 0,7
26
00 ; 3,6
1,
16
C III
5
Bek
apas
Pe
nsel
uang
an
35
29
15
14
12 8
13
6,40
6,
80
- 50 ; 4
30
0 ; 5,7
23
50 ; 3,3
21
00 ; 3
1900 ; 1
,5
2750 ; 4
,4
100 ; 3
,6
950 ; 2
,9
SP
E IV
6 Pe
ngku
risan
44
,3
15
3 4
12,4
0 -
1350 ; 6
,2
3150 ; 2
,9
500 ; 3
,7
2300 ; 3
,1
SP
4,10
D
I
7 Se
mon
ga
68,2
15
7
14
7,40
-
150 ; 4
,2
1950 ; 6
,5
1000 ; 2
,7
2800 ; 4
,6
SP
D
II 8
Bek
apas
46
17
8
8,5
1,13
-
1700 ; 8
,4
3500 ; 6
,9
2300 ; 4
,3
500 ; 7
1,
40
E II
9 K
etik
al
59
18
13
13
14,6
0 -
600 ; 5
24
00 ; 2,8
11
00 ; 1,9
29
00 ; 4,2
1,
50
C II
10
Uba
r 45
16
7
10
19
- 70
0 ; 4,4
25
00 ; 6,1
00 ; 3
,2
1800 ;
5,8
SP
1,65
C
I
11
Pens
elua
ngan
23
10
5
10
4,20
-
450 ; 3
,1
2250 ; 2
,8
1050 ; 0
,5
2850 ; 3
,9
SP
4,20
C
III
12
Hab
u-ha
bu
77
18
11
14
12,4
0 -
2100 ;1
1,2
300 ; 7
,6
3000 ; 5
12
00 ; 7,7
SP
B
II 13
Te
tuga
l Se
mon
ga
39
20
15
11
7 8 10
10
8,
40 6
- 95
0 ; 3,3
27
50 ; 4,5
18
00 ; 2,6
00 , 2
,7
- C
IV
14
Poga
Ber
uang
33
,9
17
6 16
15
,20
- 34
00 ; 4,8
16
00 ; 3,7
24
00 ; 1,9
60
0 ; 5
SP
C III
15
U
lin
44
15
9 12
2,
30
- 60
0 ; 3,3
24
00 ; 5,2
13
00 ; 2,6
31
00 ; 4,6
-
E I
16
Kar
anga
n Si
lu
41
13
8 13
0,
83
2,50
33
00 ; 7,2
15
00 ; 4,4
28
00 ; 4,1
10
00 ; 5
- E
III
17
Ulin
32
12
3
10
14,6
0 2,
50
3150 ; 5
,6
1350 ; 3
,8
2300 ; 4
,1
500 ; 1
,9
- C
III
18
-
- -
0,53
1,
80
- -
- -
- -
D
19
Pa
kit
Sint
u 35
42
15
16
6
6,5
8 D
ijalu
r -
1100 ; 4
,9
600 ; 3
,7
2900 ; 2
,8
2400 ; 2
35
0 ; 2,1
31
00 ; 2,9
21
50 ; 3,1
13
00 ; 1,6
0,
76
D
IV
20
Poga
Ber
uang
68
16
9
12
0,50
-
2200 ; 6
,4
400 ; 2
,7
00 ; 3,6
18
00 ; 4,4
SP
E
I 21
N
enas
i 43
15
8
9 2,
20
- 10
0 ; 5,1
19
00 ; 3,8
12
00 ; 4,2
30
00 ; 2,9
SP
1,
70
D
I
22
Bek
apas
41
14
10
10
,5
8,70
-
1250 ; 2
,8
305;
4,8
35
0 ; 2,6
21
50 ; 3
SP
1,40
E
I
...
...La
njut
an L
ampi
ran
1 (H
utan
dip
tero
carp
dat
aran
rend
ah-T
rans
ek 4
)
23
Mer
anti
52
17
11
13
3,20
16
13
00 ; 6
3100 ; 3
,3
800 ; 4
,7
2600 ; 3
,1
- C
I 24
K
umpa
ng
47
17
14
15
18,4
0 16
33
00 ; 3,8
15
00 ; 3,7
40
0 ; 2,6
22
00 ; 1,9
3,
20
C I
25
Lim
buan
B
ekap
as
41
34
10
10
4 7 9
3,70
3,
10
1 30
0 ; 5,4
31
00 ; 3
2100 ; 3
,9
1300 ; 4
,8
1200 ; 3
90
0 ; 3,2
30
00 ; 2,4
27
00 ; 2,6
SP
E
IV
26
Kum
pang
Tah
un
67
15
11
12
3,70
1
1350 ; 3
,3
3150 ; 7
,1
1900 ; 4
,3
100 ; 2
,9
- E
I 27
B
uah
Dar
a 73
21
14
18
2,
30
- 18
00 ;10,
4 00 ; 6
,7
1200 ; 5
,6
3000 ; 7
,7
SP
3,80
B
II
28
Jane
33
,1
15
9 13
7,
30
6,70
22
00 ; 4,8
40
0 ; 3,4
28
00 ; 2,7
10
00 ; 3,6
SP
1,
40
C I
29
Dau
n Sa
lam
25
12
9
11
4,30
6,
70
600 ; 1
,7
2400 ;
3,1
1200 ; 2
,8
3000 ; 1
,8
0,86
C
III
30
Sem
onga
26
12
8
10
2 2,
50
2600 ; 3
,9
800 ; 1
,6
1500 ; 0
,9
3300 ; 2
,2
SP
D
I 31
B
adel
an
51
17
8 13
2,
50
2,50
26
00 ; 3,4
80
0 ; 5,7
10
0 ; 6,1
19
00 ; 1,5
-
D
II 32
U
bar U
bi
34,1
16
12
14
14
,20
- 55
0 ; 3
2350 ; 1
,5
3000 ; 1
,7
1200 ; 0
,8
SP
C III
33
K
umpa
ng H
utan
48
18
15
15
18
15
,20
- 17
00 ; 6,1
35
00 ; 3,8
80
0 ; 3
2600 ; 5
,4
6,40
B B
II III
34
Ram
buta
n H
utan
50
16
9
13
19,7
0 -
1100 ; 5
,4
2900 ; 3
,1
1900 ; 3
,3
100 ; 3
,5
SP
D
I 35
Li
mbu
an
46
12
5 10
1,
10
- 32
00 ; 7
1400 ; 2
,8
450 ; 4
,4
2250 ; 3
SP
D
II
36
Ulin
63
20
14
16
7,
10
1,50
14
00 ; 5,8
32
00 ; 11,
2 20
00 ; 6,9
20
0 ; 8
0,73
D
II
37
Men
sira
11
9 22
12
18
8,
40
1,50
13
50 ; 8,1
31
50 ; 6,6
50
0 ; 6,1
23
00 ; 7,2
SP
C
II 38
Ja
ne
41
15
8 12
22
11
,90
3100 ; 6
,2
1300 ; 5
,3
1800 ; 4
,7
00 ; 4,1
SP
3,
45
C II
39
Lim
buan
33
,6
15
7 15
16
11
,90
250 ; 3
,9
2050 ; 5
,1
1000 ; 2
,2
2800 ; 4
,9
SP
3,70
B
III
40
Pem
pani
ng B
uah
Bes
ar
140
25
18
22
8,70
-
1500 ; 7
,6
3300 ; 1
0,4
2850 ; 4
,7
1050 ; 8
SP
C
II 41
Pe
mpa
ning
Bua
h B
esar
42
13
2,
3 11
7,
70
3,70
90
0 ; 6
2700 ; 3
,8
1500 ; 4
,8
3300 ; 3
,2
SP
D
I 42
M
eran
ti 65
17
10
15
5,
30
3,70
30
50 ; 6,6
12
50 ; 8,4
60
0 ; 4,4
24
00 ; 7,1
-
C I
43
Kem
pas
99
24
18
24
17,4
0 12
,15
2500 ; 9
,6
700 ; 7
,3
1050 ; 6
28
50 ; 7,7
SP
5,
80
A
III
44
-
- -
- 3,
10
- -
- -
- B
elal
e
D
45
H
abu-
habu
63
18
10
13
1
- 26
00 ; 5,4
80
0 ; 4,8
18
00 ; 5
00 ; 3,7
SP
E
I 46
Je
jant
ik
36
15
10
13
7,50
4,
50
400 ; 5
22
00 ; 3,9
13
00 ; 4,3
31
00 ; 3,1
SP
0,
54
C I
47
Kem
pas
77
20
12
14
12
4,50
17
50 ; 9,4
35
50 ; 6,8
23
00 ; 5,6
50
0 ; 4
SP
C II
48
Lim
buan
31
,8
15
5 11
15
,56
- 40
0 ; 3,9
22
00 ; 4,1
70
0 ; 1,8
25
00 ; 3,6
SP
1,
60
B C I I
49
Sind
ur
79
20
12
15
17,6
0 2,
75
1200 ; 7
,5
3000 ; 5
,3
300 ; 5
21
00 ; 3,8
SP
D
II
50
Peng
kela
hang
an
37,5
15
9
10
13,2
0 2,
75
1700 ; 4
,6
3500 ; 3
10
00 ; 5,1
18
00 ; 1,9
3,
50
C II
51
Pant
is
56,7
17
11
11
13
22
,30
- 75
0 ; 5
2550 ; 3
,3
1300 ; 2
,7
3100 ; 4
,8
- B C
I I
....
....L
anju
tan
Lam
pira
n 1
T
ipe
Veg
etas
i : H
utan
Dip
tero
carp
Tan
ah K
erin
g
A
zim
uth
: 00 &
180
0
M
idlin
e : J
alan
Tog
es (J
alan
13
17)
(1 K
m)
Titik
1
: 200
m d
ari P
usat
Ara
h
: Sel
atan
-Uta
ra
Panj
ang
Tran
sek
: 5
00 m
Tra
nsek
5
No,
Je
nis P
ohon
K
ell
(cm
) Tt
(m
) TB
C
(m)
TS
JPSD
J (m
) JA
PST
(m)
Terp
anja
ng
Te
rpen
dek
JPSD
SPT
(m)
Tipe
Po
sisi
(Az,
Pjng
) (B
az,P
njng
) (A
z,Pn
jng)
(B
az,P
njng
) 1
Jeja
ntik
67
,8
18
13
15
8,90
-
1200 ; 9
,8
3000 ; 7
,6
500 ; 5
,9
2300 ; 6
,6
SP
E I
2 B
ekap
as
48
15
10
10,5
17
,10
- 10
00 ; 4,2
28
00 ; 3,1
50 ; 2
,6
1850 ; 1
,9
2,86
C
I 3
Uba
r Man
is
33,5
12
8
9 6,
84
- 60
0 ; 1,8
24
00 ; 3,2
10
50 ; 2,2
28
50 ; 0,9
SP
E
III
4 Sa
ru B
atu
47,4
14
5
10
2 -
3200 ; 3
,7
1400 ; 3
,6
650 ; 2
,4
2450 ; 1
,7
0,41
D
I
5 U
bar M
anis
38
,5
15
7 10
1,
60
2,60
80
0 ; 2,8
26
00 ; 4,1
17
50 ; 2,1
35
50 ; 1,5
SP
C
I
6 Je
jant
ik
46,5
16
7
15
0,70
2,
60
750 ; 3
25
50 ; 4,4
19
00 ; 1,5
10
0 ; 2,9
SP
E
III
7 R
asak
47
,5
15
8 13
0,
70
16,1
0 14
00 ; 3,1
32
00 ; 2,7
50
0 ; 3,9
23
00 ; 0,8
4,
60
SP
D
I
8 R
uran
gan
46,5
17
12
13
5,
10
16,1
0 29
00 ; 4
1100 ; 1
,9
300 ; 3
,1
2100 ; 1
,7
SP
C I
9 K
empa
s 47
,2
15
10
12
11,2
0 -
150 ; 2
,6
1950 ; 2
,4
1250 ; 0
,7
3050 ; 1
,8
SP
D
I 10
Se
mon
ga
46,9
15
9
12
9,10
-
300 ; 7
,7
2100 ; 5
,4
1700 ; 5
35
00 ; 3,3
SP
C
II 11
Je
mai
39
16
12
12
14
,40
- 13
50 ; 1,6
31
50 ; 2,1
60
0 ; 2
2400 ; 0
,8
- C
I 12
K
erun
tuan
B
ayan
30
,9
16
12
13
7,30
-
500 ; 2
,5
2300 ; 2
,1
800 ; 1
26
00 ; 1,6
41
,8
E I
13
Med
ang
56,4
12
8
11,5
3,
40
6,30
24
50 ; 1,8
65
0 ; 2,8
18
00 ; 0,6
00 ; 2
,6
1,46
E
III
14
Tem
bora
s 31
,5
10
3 5
2,40
6,
30
1700 ; 3
,1
3500 ; 4
26
50 ; 2,3
85
0 ; 1,7
-
D
I 15
Je
jant
ik
33,2
17
12
12
14
,20
- 30
00 ; 3,3
12
00 ; 2,9
40
0 ; 1,6
22
00 ; 2,1
5,
20
SP
C I
16
Lim
buan
26
15
9
13
8,70
-
1300 ; 4
,4
3100 ; 2
,8
2100 ; 0
,8
300 ; 3
,9
1,20
C
I 17
Tu
ndin
g D
amak
26
,3
10
8 8
3,10
-
2000 ; 3
20
0 ; 2,9
28
00 ; 3,7
10
00 ; 1,5
SP
C
I
18
Pem
pani
ng
Bua
h K
ecil
33,5
15
12
14
,5
9,10
-
1600 ; 1
,7
3400 ; 1
,5
900 ; 0
,9
2700 ; 1
,6
1,40
SP
B
III
19
Mer
anti
Pens
elua
ngan
36
,3
31
15
14
12
13
14
19,3
5 17
,40
- 36
00 ; 2
1800 ; 2
,4
2250 ; 1
,6
450 ; 0
,7
SP
D
IV
20
Kum
pang
46
,9
15
12
12,5
15
,86
4,20
10
00 ; 3,9
28
00 ; 4,2
35
00 ; 2,1
17
00 ; 1,9
-
C I
21
Pens
elua
ngan
49
22
11
10
3 4
9,5
2,10
6 4,
20
2100 ; 2
,8
300 ; 3
,6
2900 ; 1
,8
1100 ; 3
,2
SP
C IV
22
Kay
u G
adin
g R
arib
u 22
,5
21,5
10
10
5 9
10
7,30
7 -
400 ; 1
,6
2200 ; 2
,8
1200 ; 1
,4
3000 ; 1
,1
6,20
D
IV
...
...La
njut
an L
ampi
ran
1 (H
utan
dip
tero
carp
dat
aran
rend
ah-T
rans
ek 5
)
23
Jeja
ntik
42
15
6
12
3,40
-
1500 ; 2
,7
3300 ; 3
,8
2350 ; 1
,9
550 ; 2
,2
SP
E I
24
Saru
Bat
u 48
,5
15
13
14,5
5,
44
4,60
75
0 ; 2
2550 ; 3
,1
3050 ; 1
,7
1250 ; 1
,8
- B
III
25
Ulin
30
,3
14
3 10
7,
80
4,60
35
00 ; 1,6
17
00 ; 2,7
90
0 ; 1
2700 ; 1
,5
- D
I
26
Saru
Bat
u 60
15
8
8 8,
40
10,6
0 32
00 ; 3,4
14
00 ; 4,8
60
0 ; 2,2
24
00 ; 3,1
-
E I
27
Ulin
77
,2
17
10
12
1,60
7,
40
1800 ; 9
,7
3600 ; 7
,7
2500 ; 6
,1
700 ; 5
,9
- D
II
28
Duk
u H
utan
41
15
6
14
3,90
3,
90
250 ; 3
20
50 ; 2,3
14
00 ; 1,5
32
00 ; 2,1
SP
D
III
29
B
ebar
ak
23
8 3
8 1,
70
- 12
00 ; 3,7
30
00 ; 1
550 ; 0
,9
2350 ; 2
,8
- D
III
30
U
lin
55
15
8 12
13
,70
- 26
00 ; 5,1
80
0 ; 2,7
16
50 ; 4
3450 ; 1
,1
3,30
D
I
31
Kum
pang
57
,3
18
8 15
1,
80
- 33
50 ; 3,2
15
50 ; 2,8
80
0 ; 1,4
26
00 ; 1,8
2,
30
C I
32
Kum
pang
35
15
12
14
1,
70
- 19
50 ; 1,7
15
0 ; 2,9
70
0 ; 0,8
25
00 ; 2
- D
III
33
Se
mon
ga
27
13
4 13
2
- 27
00 ; 1,3
90
0 ; 3,7
13
50 ; 1,8
31
50 ; 2,2
SP
D
III
34
B
uah
Dar
a 49
,3
20
15
17
4,20
3,
20
1200 ; 8
,7
3000 ; 1
0,1
500 ; 7
,3
2300 ; 5
,1
SP
B II
35
Pem
pisa
ng
47,6
23
18
20
3
3,20
80
0 ; 3,6
26
00 ; 3
1900 ; 2
,2
100 ; 1
,6
- C
II 36
K
atur
Mer
ah
29
15
11
12
15,5
0 -
2700 ; 4
,3
900 ; 2
,7
100 ; 3
,1
1900 ; 2
SP
C
I 37
M
eran
ti 12
1 23
18
20
,5
21
11,3
0 -
1850 ; 1
0 50 ; 7
,3
1150 ; 6
29
50 ; 8,7
-
C B II II
...
.....L
anju
tan
Lam
pira
n 1
c. H
utan
Raw
a ga
mbu
t
Tipe
Veg
etas
i
: Hut
an R
awa
Gam
but
Azi
mut
h
: 0
0 & 1
800
Mid
line
: J
alan
Ana
ngde
ni
Titik
1
: 50
m d
ari P
usat
A
rah
: Uta
ra-S
elat
an
Panj
ang
Tran
sek
: 5
00 m
Tr
anse
k 1
No
Jeni
s Poh
on
Kel
l (c
m)
Tt
(m)
TBC
(m
) TS
JP
SDJ
(m)
JAPS
T (m
) Te
rpan
jang
Terp
ende
k JP
SDSP
T (m
) Ti
pe
Posi
si
(Az,
Pjng
) (B
az,P
njng
) (A
z,Pn
jng)
(B
az,P
njng
) 1
Pem
pani
ng B
uah
Kec
il 42
,7
17
12
15
12
3 90
0 ; 8,9
27
00 ; 7,7
10
0 ; 6,3
19
00 ; 5,1
SP
A
II
2 Pe
mpa
ning
Bua
h K
ecil
39,7
15
10
14
9,
50
3 12
00 ; 6
3000 ; 3
,7
500 ; 4
,1
2300 ; 2
,9
SP
E I
3 B
enta
n 71
,5
18
8 12
8
- 50
0 ; 11,
3 23
00 ; 6,8
70
0 ; 5,6
25
00 ; 7,6
2,
50
E I
4 K
rand
ang
Dut
a 44
,8
15
2,8
6 12
,50
- 28
00 ; 4,6
10
00 ; 3,9
35
0 ; 2,8
21
50 ; 4
5,80
B
I 5
Kum
pang
Har
ang
55
18
14
17
13,2
3 -
1300 ;1
2,1
3100 ; 6
,6
600 ; 5
,8
2400 ; 8
,2
SP
3,40
A
I
6 Pu
ak
49,2
18
7
17,5
8,
16
- 16
00 ; 9,4
34
00 ; 7,3
85
0 ; 6,4
26
50 ; 5,9
SP
C
III
7 Pu
ak
41,2
12
7
10
5,40
-
3300 ; 6
,2
1500 ; 3
,9
1100 ; 3
,7
2900 ; 4
,6
SP
D
I 8
Bek
apas
46
,2
12
5 11
2,
07
- 32
50 ; 5,3
14
50 ; 4,1
25
00 ; 3,6
70
0 ; 2,8
SP
2,
40
D
I
9 Pe
mpa
ning
Bua
h K
ecil
54,4
17
14
16
0,
70
9,30
18
00 ; 4
3600 ; 3
,7
3000 ; 2
,9
1200 ; 3
,4
SP
E I
10
Sind
ur
61,2
21
15
18
10
9,
30
550 ; 6
,8
2350 ; 4
,7
950 ; 3
,6
2750 ; 5
,2
SP
0,45
D
II
11
Mer
anti
201
28
20
21
25
4,40
-
2650 ;1
2,5
850 ; 8
,8
100 ; 7
,4
1900 ; 6
3,
50
D
C I II
12
Bin
tang
ur
46,5
15
6
10
12
7,66
- 15
0 ; 7,3
19
50 ; 5,8
12
50 ; 3,3
30
50 ; 5
3 E D
I II
13
Kum
pang
Dar
ah
46
13
6 9
0,88
-
700 ; 2
,4
2500 ; 3
,6
1550 ; 1
,8
3350 ; 2
,9
SP 4
A
I
14
Puak
41
,5
15
8 13
6
- 33
00 ; 4,8
15
00 ; 3,7
70
0 ; 3,8
25
00 ; 1,9
-
D
I 15
Si
ntu
Law
ang
35
11
6 6
6,80
-
2200 ; 2
,6
400 ; 3
,4
1000 ; 1
,7
2800 ; 2
,2
SP
E II
16
U
bar M
anis
35
10
3,
5 8
3 -
50 ; 3,1
18
50 ; 1,7
70
0 ; 0,9
25
00 ; 2,8
SP
A
I
17
Puak
33
,6
12
4,5
6 6,
10
1,80
10
00 ; 2,4
28
00 ; 4,6
40
0 ; 3
2200 ; 2
,1
SP
C I
18
Kra
ndan
g D
uta
58,2
16
8
10
7,90
1,
80
1200 ; 3
,7
3000 ; 4
,4
1900 ; 2
10
0 ; 2,5
-
D
II 19
Po
ga P
unai
98
19
7
18
14,2
7 -
2600 ; 8
,7
800 ; 5
35
00 ; 6,3
17
00 ; 5
SP
D
I 20
Po
ga P
unai
47
,3
15
9 14
4,
30
- 30
00 ; 5,1
12
00 ; 3,9
18
50 ; 3,6
50 ; 3
,2
SP
D
III
22
Kum
pang
Dar
a 73
20
16
18
6,
10
- 25
0 ;7,6
20
50 ; 5,5
14
00 ; 5
3200 ; 4
,7
SP
C II
...
...La
njut
an L
ampi
ran1
(Hut
an ra
wa
gam
but-T
rans
ek 1
)
23
Puak
70
15
7
10
4,50
-
750 ; 4
,4
2550 ; 3
,6
1150 ; 2
29
50 ; 3,7
SP
D
II
24
Ban
gan
52
15
8 8
3,80
5,
93
2700 ; 5
,1
900 ; 3
,8
100 ; 4
19
00 ; 2,9
-
E I
25
Puak
48
16
7
8 1,
30
5,93
12
00 ; 6,3
30
00 ; 4,9
55
0 ; 4,1
23
50 ; 3,8
SP
E
II
26
Beb
arak
17
10
6
10
6 -
1700 ; 0
,9
3500 ; 2
,6
1000 ; 1
,6
2800 ; 0
,7
2,60
D
III
27
La
man
aduk
78
22
17
19
11
,05
- 45
0 ; 4,2
22
50 ; 6,6
10
00 ; 5,9
28
00 ; 3,9
SP
B
I 28
La
nan
186
28
19
19
26
18,0
6 6,
14
2050 ;1
0,3
250 ; 7
,7
800 ; 6
,3
2600 ; 8
-
E D
I III
29
Lam
anad
uk
82
22
16
18
19,3
6,
14
3100 ; 9
,6
1300 ; 6
,6
650 ; 8
,3
2450 ; 5
,9
SP
B I
30
Ken
gkob
an
46
15
9 9
5 -
1700 ; 2
,7
3500 ; 3
,6
1350 ; 1
,4
3150 ; 2
,2
SP
D
II 31
Lu
ndin
g 52
,4
18
11
14
3,30
-
50 ; 6
1850 ; 7
,2
750 ; 4
,6
2550 ; 5
,5
SP
C I
32
Uba
r Raw
a 29
15
8
12
6,70
-
3250 ; 4
,6
1450 ; 3
80
0 ; 2,9
26
00 ; 3,4
SP
D
I
33
Mam
pai
43
15
4 9
2,40
2700 ; 5
,8
900 ; 2
,7
1400 ; 3
,6
3200 ; 2
,1
0,90
C
I 34
Pu
ak
34
15
11
12
22,3
0 4,
70
2150 ; 2
,3
350 ; 1
,8
800 ; 2
,7
2600 ; 0
,9
SP
C II
35
Asa
m-a
sam
58
20
15
22
26
4,
70
1750 ; 3
,1
3550 ; 5
,7
1050 ; 2
28
50 ; 4,3
SP
D
II
36
Pene
mpa
laan
46
18
12
16
25
-
700 ; 6
,2
2500 ; 2
,9
1200 ; 3
30
00 ; 5,1
SP
E
I 37
Po
ga P
unai
94
,5
22
13
15
6,50
-
3200 ; 5
,8
1400 ; 1
0,6
650 ; 4
,1
2450 ; 6
,9
SP
D
I
...
...La
njut
an L
ampi
ran
1
Tipe
Veg
etas
i
: Hut
an R
awa
Gam
but
Azi
mut
h
: 0
0 & 1
800
Mid
line
: J
alan
14
Sun
gai R
aden
( 0,
5 K
m )
Titik
1
: 56
m d
ari P
usat
A
rah
: Uta
ra-S
elat
an
Panj
ang
Tran
sek
: 5
00 m
Tr
anse
k 2
No
Jeni
s Poh
on
Kel
l (c
m)
Tt
(m)
TBC
(m
) TS
JP
SDJ
(m)
JAPS
T (m
) Te
rpan
jang
Terp
ende
k JP
SDSP
T (m
) Ti
pe
Posi
si
(Az,
Pjng
) (B
az,P
njng
) (A
z,Pn
jng)
(B
az,P
njng
) 1
Ket
iau
57,4
18
13
14
14
,50
13,1
0 11
00 ; 4,6
29
00 ; 5,7
15
00 ; 3,1
33
00 ; 4,3
SP
C
I
2 Pu
ak
89
23
16
19
7,80
13
,10
300 ; 7
,2
2100 ; 4
,6
1200 ; 5
30
00 ; 3,8
1,
30
E II
3 R
enga
s 12
3,8
25
15
21
23
- 32
00 ; 9,6
14
00 ; 7
300 ; 5
,5
2100 ; 8
,6
SP
8,40
E
II
4 Po
ga
40,5
15
9
9 5,
20
- 30
00 ; 5,3
12
00 ; 2,8
45
0 ; 3,3
22
50 ; 4,2
SP
E
I
5 R
amin
23
5,6
27
19
23
2,70
-
800 ; 1
3,7
2600 ; 8
,9
1700 ; 6
,1
3500 ; 7
7,
70
D
I
6 Ja
ngka
ng
55
17
10
10,5
13
,80
- 13
50 ; 4
3150 ; 1
,9
850 ; 0
,9
2650 ; 3
,9
- E
I 7
Bed
aru
Raw
a 45
,6
17
9 13
21
,40
- 22
00 ; 3,6
40
0 ; 2,8
60
0 ; 2
2400 ; 1
,8
SP
1,40
E
III
8 B
ati-b
ati
75,9
20
14
20
10
,20
5,30
45
0 ; 6,5
22
50 ; 3,2
12
00 ; 4,2
30
00 ; 3
6,50
D
I
9 B
ekun
yit
130,
4 22
15
15
13
,40
5,30
60
0 ; 8,1
24
0 ; 6
50 ; 5,6
18
50 ; 3,8
SP
4,
80
D
I
10
Lana
n 25
6,5
29
18
23
25,7
0 -
1800 ;1
0,8
00 ; 9,1
60
0 ; 7,1
24
00 ; 6,2
2,
90
C II
11
Ble
ngsu
it 70
,6
19
12
17
24,6
0 -
650 ; 5
,4
2450 ; 6
,7
1000 ; 3
,7
2800 ; 5
10
,30
E II
12
Idur
Ber
uang
61
,5
19
14
14
20,1
0 -
1050 ; 3
,1
2850 ; 6
,9
450 ; 3
,1
2250 ; 3
,7
SP
1,20
D
I
13
Uba
r Mer
ah
50,6
15
9
15
1,80
-
1000 ; 3
,3
2800 ; 5
,8
300 ; 2
,2
2100 ; 4
,7
SP
8,80
D
III
14
Asa
m-a
sam
12
0,5
24
16
18
1,90
-
2600 ; 7
,6
800 ; 7
31
00 ; 4,4
13
00 ; 3,5
SP
5,
40
D
I
Ket
eran
gan
: JP
SDJ
: (
Jara
k Po
hon
Sara
ng D
ari J
alur
) JA
PST
: (
Jara
k A
ntar
Poh
on S
arng
Ter
deka
t) JP
SDSP
T : (
Jara
k Po
hon
Sarn
g D
enga
n Su
mbe
r SP
Terd
ekat
) SP
: (Po
hon
Sara
ng &
Poh
on S
P)
-
: (Ti
dak
Dite
muk
an P
ohon
SP
atau
Sar
ang
Dis
ekita
rnya
)
: (
Sara
ng D
itana
h)
L
ampi
ran
2
Dat
a po
hon
sara
ng b
ulan
an
a, H
utan
Ker
anga
s
Bul
an
: A
pril
2008
Ket
eran
gan
: T
idak
Dite
muk
an S
aran
g B
aru
Bul
an
: Mei
200
8
No
Jeni
s Poh
on
Kel
l (c
m)
Tt
(m)
TBC
(m
) TS
JP
SDJ
(m)
JAPS
T (m
) Te
rpan
jang
Terp
ende
k JP
SDSP
T (m
) Ti
pe
Posi
si
(Az,
Pjng
) (B
az,P
njng
) (A
z,Pn
jng)
(B
az,P
njng
) 1
Pem
pina
ng
75,3
20
14
17
28
,70
- 15
00 ;11,
2 33
00 ; 6,8
60
0 ; 7
2400 ; 8
,5
- A
II
2
Pem
pani
ng
Bua
h B
esar
94
,2
25
13
15
12,7
0 -
2700 ;1
0,6
900 ; 5
,7
1900 ; 5
,1
100 ; 6
,9
SP
A
I
b, H
utan
Dip
tero
carp
dat
aran
rend
ah
Bul
an
: Apr
il 20
08
No
Jeni
s Poh
on
Kel
l (c
m)
Tt
(m)
TBC
(m
) TS
JP
SDJ
(m)
JAPS
T (m
) Te
rpan
jang
Terp
ende
k JP
SDSP
T (m
) Ti
pe
Posi
si
(Az,
Pjng
) (B
az,P
njng
) (A
z,Pn
jng)
(B
az,P
njng
) 1
Rur
anga
n 34
17
15
16
3,
08
- 80
0 ; 1,3
26
00 ; 1,8
25
0 ; 0,6
20
50 ; 0,9
1,
11
SP
A
II
2 M
edan
g K
abui
54
20
15
15
19
,60
14,8
0 80
0 ; 5,8
26
00 ; 4,6
15
0 ; 3,4
19
50 ; 3
SP
A
I
3 Je
jant
ik
37,1
14
12
13
3,
60
14,8
0 35
0 ; 4,1
21
50 ; 4,4
80
0 ; 3,5
26
00 ; 4,2
SP
A
II
4
Poga
Ber
uang
90
,6
20
13
14
23,5
0 12
,15
1750 ; 6
,3
3550 ; 9
,1
1000 ; 4
,8
2800 ; 7
,2
SP
A
II
5 K
empa
s 99
24
18
24
17
,40
12,1
5 25
00 ; 9,6
70
0 ; 7,3
10
50 ; 6
2850 ; 7
,7
SP
5,80
A
II
I
Bul
an
: M
ei 2
008
No
Jeni
s Poh
on
Kel
l (c
m)
Tt
(m)
TBC
(m
) TS
JP
SDJ
(m)
JAPS
T (m
) Te
rpan
jang
Terp
ende
k JP
SDSP
T (m
) Ti
pe
Posi
si
(Az,
Pjng
) (B
az,P
njng
) (A
z,Pn
jng)
(B
az,P
njng
) 1
Sind
ur
200
23
15
20
16,2
0 -
900 ; 8
,9
2700 ; 7
,7
100 ; 6
,3
1900 ; 5
,1
1,60
A
II
I 2
Am
ang
150
25
18
23
3,20
-
1300 ;1
2,1
3100 ; 6
,6
600 ; 5
,8
2400 ; 8
,2
SP
4,60
A
I
3 Pe
mpa
ning
bua
h be
sar
89
23
14
20
1,40
-
700 ; 2
,4
2500 ; 3
,6
1550 ; 1
,8
3350 ; 2
,9
SP
3,80
A
II
4 B
elim
bing
kas
ai
60
19
13
14
2,70
1,
10
50 ; 6,1
18
50 ; 4,7
70
0 ; 4,9
25
00 ; 2,8
SP
A
I
5 K
umpa
ng
112
26
19
22
4,30
1,
10
1500 ;1
1,2
3300 ; 6
,8
600 ; 7
24
00 ; 8,5
SP
A
I
6 Pe
mpa
ning
bua
h ke
cil
58,4
17
10
14
10
,10
- 27
00 ; 7,6
90
0 ; 3,7
19
00 ; 4,1
10
0 ; 2,9
SP
A
I
7 Pe
mpa
ning
bua
h ke
cil
55,8
19
12
15
9,
30
- 55
0 ; 6,8
23
50 ; 4,7
95
0 ; 3,6
27
50 ; 5,2
2,
70
SP
A
II
8 K
empa
s 35
,7
16
11
11
4,70
-
2650 ;4
,5
850 ; 2
,8
100 ; 3
,4
1900 ; 1
,6
3,40
SP
A
I
9 Pu
du
40,8
16
9
13
8 2,
40
150 ; 7
,3
1950 ; 5
,8
1250 ; 3
,3
3050 ; 5
1,
10
SP
A
II
10
Get
ah m
erah
13
4,6
25
16
17
17,1
0 2,
40
2600 ; 8
,7
800 ; 5
35
00 ; 6,3
17
00 ; 5
SP
A
I 11
Ja
ne
80,9
22
15
15
12
,50
- 30
00 ; 5,1
12
00 ; 3,9
18
50 ; 3,6
50 ; 3
,2
5,90
SP
A
I
12
Poga
63
,4
18
13
15
3,30
-
250 ;7
,6
2050 ; 5
,5
1400 ; 5
32
00 ; 4,7
8,
70
SP
A
I
13
Get
ah M
erah
77
,3
18
11
14
2,20
-
750 ; 4
,4
2550 ; 3
,6
1150 ; 2
29
50 ; 3,7
2,
40
SP
A
I
...
.....L
anju
tan
lam
pira
n 2
c, H
utan
Raw
a G
ambu
t
Bul
an
: Apr
il 20
08
No
Jeni
s Poh
on
Kel
l (c
m)
Tt
(m)
TBC
(m
) TS
JP
SDJ
(m)
JAPS
T (m
) Te
rpan
jang
Terp
ende
k JP
SDSP
T (m
) Ti
pe
Posi
si
(Az,
Pjng
) (B
az,P
njng
) (A
z,Pn
jng)
(B
az,P
njng
) 1
Pem
pani
ng B
uah
Kec
il 42
,7
17
12
15
12
3 90
0 ; 8,9
27
00 ; 7,7
10
0 ; 6,3
19
00 ; 5,1
SP
A
II
2 K
umpa
ng H
aran
g 55
18
14
17
13
,23
3 13
00 ;9,1
31
00 ; 6,6
60
0 ; 5,8
24
00 ; 8,2
SP
3,
40
A
I
3 K
umpa
ng D
arah
46
13
6
9 0,
88
- 70
0 ; 2,4
25
00 ; 3,6
15
50 ; 1,8
33
50 ; 2,9
SP
4 A
I
4 U
bar M
anis
35
10
3,
5 8
3 -
50 ; 3,1
18
50 ; 1,7
70
0 ; 0,9
25
00 ; 2,8
SP
A
I
Bul
an
: M
ei 2
008
No
Jeni
s Poh
on
Kel
l (c
m)
Tt
(m)
TBC
(m
) TS
JP
SDJ
(m)
JAPS
T (m
) Te
rpan
jang
Terp
ende
k JP
SDSP
T (m
) Ti
pe
Posi
si
(Az,
Pjng
) (B
az,P
njng
) (A
z,Pn
jng)
(B
az,P
njng
) 1
Cul
a C
alin
g 32
12
6
12
3,60
-
700 ; 2
,4
2500 ; 3
,6
1550 ; 1
,8
3350 ; 2
,9
1,60
A
II
I 2
Pene
mpa
laan
32
10
4
9 9,
10
- 33
00 ; 4,8
15
00 ; 3,7
70
0 ; 3,8
25
00 ; 1,9
SP
4,
60
A
I
3 B
ekap
as
42
20
6 19
5,
60
- 22
00 ; 2,6
40
0 ; 3,4
10
00 ; 1,7
28
00 ; 2,2
SP
3,
80
A
II
4 La
nan
167
29
20
24
14,7
0 4,
10
3200 ; 5
,8
1400 ; 0
,6
650 ; 4
,1
2450 ; 6
,9
SP
A
I 5
Jeja
mbu
85
24
15
17
10
4,
10
250 ; 1
0,9
2050 ; 7
,2
600 ; 6
,6
2400 ; 3
,9
4,50
SP
A
I
6 B
edar
u ra
wa
60
21
13
19
6,65
-
1300 ; 6
,5
3100 ; 4
,5
300 ; 4
,3
2100 ; 2
,7
2,80
A
II
7
Puak
45
20
9
10
11,9
0 -
2500 ; 3
,3
700 ; 1
,8
100 ; 2
,6
1900 ; 0
,8
SP
A
I,
L
ampi
ran
3
Dat
a po
hon
paka
n pa
da tr
anse
k su
rvei
sara
ng
a, H
utan
ker
anga
s
NO
PO
HO
N S
AR
AN
G
POH
ON
PA
KA
N
JPSD
PPT
Nam
a Lo
kal
BD
K
ondi
si
Nam
a Lo
kal
Kel
l TT
Tb
c B
D
Kon
disi
1
Idur
Ber
uang
B
uah
TB
Sim
pur B
alam
11
7,4
20
14
Bua
h TB
4,
81
2 R
arib
u B
uah
TB
Uba
r 53
,4
18
11
Bua
h TB
2,
14
3 U
bar M
erah
B
uah
TB
Uba
r Man
is
25,7
15
7
Bua
h TB
1,
90
4 H
abu-
habu
B
uah,
Dau
n,
TB
Uba
r Man
is
162,
4 25
17
B
uah
TB
4,85
5
Idur
Ber
uang
B
uah
TB
Uba
r Man
is
162,
4 24
17
B
uah
TB
4,85
6
Pem
pani
ng B
uah
Bes
ar
Bua
h TB
Se
mon
ga
56,2
17
6
Bua
h TB
3,
80
7 Pe
mpa
ning
Bua
h K
ecil
Bua
h TB
Pe
mpa
ning
B
uah
Bes
ar
Hab
u-ha
bu
44,2
48
,1
15
15
13
9 B
uah
Bua
h, D
aun,
Kul
it TB
5
8,18
8 R
arib
u -
TB
Uba
r Man
is
103
19
12
Bua
h TB
5,
67
9 Tu
ndin
g D
amak
B
uah
TB
Hab
u-ha
bu
56
14
10
Bua
h, D
aun,
Kul
it TB
5,
80
10
Jeja
ntik
B
uah
TB
Hab
u-ha
bu
40,9
15
7
Bua
h, D
aun,
Kul
it TB
1,
40
11
Hab
u-ha
bu
Bua
h, D
aun,
K
ulit
TB
Hab
u-ha
bu
48,5
11
6
Bua
h, D
aun,
Kul
it TB
1,
30
12
Tem
bora
s Put
ih
Bua
h TB
H
abu-
habu
36
,5
17
15
Bua
h, D
aun,
Kul
it TB
1,
90
13
Hab
u-ha
bu
Bua
h, D
aun,
TB
R
uran
gan
110,
6 20
16
B
uah
B
8,50
14
G
etah
Mer
ah
Kul
it TB
R
uran
gan
110,
6 20
14
B
uah
TB
10,6
0 15
Pa
kit
Bua
h TB
Si
ndur
17
7,2
25
18
Bua
h, K
ambi
um,
Kul
it TB
5,
60
16
Rur
anga
n B
uah
TB
Kem
pas
105
22
18
Bua
h, K
ulit
TB
1,70
17
Pe
mpa
ning
Bua
h B
esar
B
uah
TB
Kay
u B
atu
144,
7 25
17
B
uah,
Kul
it TB
14
,20
......
..Lan
juta
n la
mpi
ran
3
b.
Hut
an D
ipte
roca
rp d
atar
an re
ndah
(
Hut
an D
ipte
roca
rp d
atar
an re
ndah
) - T
rans
ek 1
N
O
POH
ON
SA
RA
NG
PO
HO
N P
AK
AN
JP
SDPP
T N
ama
Loka
l B
D
Kon
disi
N
ama
Loka
l K
ell
TT
Tbc
BD
K
ondi
si
1 Pe
mpa
ning
Bua
h K
ecil
Bua
h TB
H
abu-
habu
74
,2
12
9 B
uah,
Dau
n, K
ulit
TB
2,
10
2 A
sam
Kem
andr
au
Bua
h TB
Ja
mbu
l Tut
-tut
157
21
17
Bua
h TB
7,
60
3 Pe
mpa
ning
Bua
h B
esar
B
uah
TB
Hab
u-ha
bu
55
15
9 B
uah,
Dau
n, K
ulit
TB
8,90
4
Tund
ing
Dam
ak
Bua
h TB
H
abu-
habu
Je
jant
ik
54,3
91,5
17 15
5 11
Bua
h, D
aun,
Kul
it B
uah
TB
3,70
1,
25
5 Li
mbu
an
Bua
h TB
H
abu-
habu
31
13
7
Bua
h TB
8,
30
6 Po
ga
Bua
h TB
G
etah
Mer
ah
146
25
17
Bua
h, D
aun,
Kul
it TB
4,
80
7 H
abu-
habu
B
edar
u
Bua
h, D
aun,
K
ulit
Bua
h
TB
Get
ah M
erah
11
3,2
25
20
Kul
it -
3,30
8 Po
ga
Bua
h TB
R
enga
s 19
0,1
20
18
Dau
n M
uda
- 5,
30
9 Ja
ne
Bua
h TB
G
etah
Mer
ah
252,
4 25
19
B
uah,
Dau
n M
uda
TB
3,50
10
Sa
mpu
lum
utua
w
Bua
h TB
B
ulu-
bulu
22
,7
10
2,5
Kul
it TB
5,
50
11
Bed
aru
Bua
h, D
aun,
K
ulit
TB
Hab
u-ha
bu
60,5
20
9
Dau
n M
uda
TB
6,10
12
Uba
r Man
is B
uah
TB
Bul
u-bu
lu
22,3
18
7
Bua
h, D
aun,
Kul
it TB
1,
85
13
Cem
ara
Aru
B
uah,
Dau
n,
Kul
it TB
G
etah
Mer
ah
100,
3 22
15
D
aun
Mud
a B
1,
35
14
Jeja
ntik
K
ulit
TB
Hab
u-ha
bu
68,1
17
15
,5
Kul
it TB
2,
30
15
Kem
pas
Bua
h TB
H
abu-
habu
50
15
12
B
uah,
Dau
n, K
ulit
TB
6,60
16
Pe
mpi
sang
B
uah
TB
Get
ah M
erah
11
7,4
19
14
Kul
it -
3,60
17
K
empa
s B
uah
TB
Get
ah M
erah
82
,6
20
16
Kul
it -
4,30
18
G
etah
Mer
ah
Kul
it -
Get
ah M
erah
80
,1
17
14
Kul
it -
6,33
19
D
amar
Bat
u B
uah
B
Get
ah M
erah
12
6,1
25
19
Kul
it Te
rkel
upa
s 3,
40
20
Pem
pani
ng B
uah
Bes
ar
Bua
h TB
G
etah
Mer
ah
100
23
14
Kul
it -
1,17
21
K
empa
s B
uah
TB
Get
ah M
erah
94
18
14
K
ulit
- 2,
10
22
Pem
pisa
ng
Bua
h TB
Pe
mpa
ning
B
uah
Bes
ar
122
27
20
Bua
h TB
2,
30
23
Saru
Bat
u B
uah
TB
Pem
pani
ng
Bua
h B
esar
11
6,7
20
15
Bua
h B
4,
30
24
- -
- G
etah
Mer
ah
97,5
25
17
K
ulit
- 2,
30
.....
...La
njut
an la
mpi
ran
3
(Hut
an D
ipte
roca
rp d
atar
an re
ndah
) - T
rans
ek 2
N
O
POH
ON
SA
RA
NG
PO
HO
N P
AK
AN
JP
SDPP
T (m
) N
ama
Loka
l B
D
Kon
disi
N
ama
Loka
l K
ell
TT
Tbc
BD
K
ondi
si
1
Med
ang
Bua
h TB
G
etah
Mer
ah
110
25
15
Kul
it
- 4,
60
2 U
bar
Bua
h TB
B
uluh
an
77
20
12
Bua
h TB
4,
60
3 U
bar
Bua
h TB
R
enga
s G
etah
Mer
ah
25,3
61
,5
15
14
9 9 D
aun
Mud
a K
ulit
- - 1,
29 2
4 Pe
mpa
ning
Bua
h B
esar
B
uah
TB
Sem
onu
Mel
ukan
47
11
8,3
17
20
11
14
Bua
h B
uah,
Kul
it TB
TB
4,
80
4,36
5
Uba
r Man
is B
uah
TB
Jeja
ntik
79
,5
20
17
Bua
h TB
1,
41
6 Ja
ne
Bua
h, B
iji
TB
Kem
intin
g N
atai
B
ekap
as
86,5
68
18
20
13
13
B
uah
Bua
h, K
ulit
B
TB
5,40
6,
04
7 Je
jant
ik
Bua
h TB
K
epod
u 17
6 25
20
B
uah,
Kul
it TB
1,
30
8 K
etik
al
Bua
h, K
ulit
TB
Idur
Ber
uang
59
,6
17
13
Bua
h TB
0,
51
9 Je
jant
ik
Bua
h TB
R
uran
gan
56
20
14
Bua
h TB
6,
85
10
Pem
pani
ng B
uah
Kec
il B
uah
TB
Poga
K
emin
ting
Nat
ai
44
47
13
15
11
13
Bua
h B
uah
TB
TB
1,20
3,
20
11
Saru
Bat
u B
uah
TB
Jane
19
10
6
Bua
h TB
2,
50
12
Rur
anga
n B
uah
TB
Idur
Ber
uang
Se
mon
ga
60
62,5
17
12
14
7
Bua
h B
uah
TB
TB
2,80
2,
90
13
Uba
r B
uah
TB
Bek
apas
38
17
13
B
uah,
Kul
it TB
0,
90
14
Pem
pani
ng B
uah
Bes
ar
Bua
h TB
Su
ndi
46
17
14
Bua
h, B
iji
TB
0,68
15
R
uran
gan
Bua
h B
G
etah
Mer
ah
113
25
17
Kul
it -
2,30
16
H
abu-
habu
B
uah,
Dau
n,
Kul
it TB
R
oman
ia
26,4
10
4
Bua
h, K
ulit
Terk
elu
pas
2,70
17
Pens
elua
ngan
B
uah
TB
Pem
pani
ng B
uah
Bes
ar
34,1
12
7
Bua
h TB
4,
30
18
Pem
pani
ng B
uah
Kec
il B
uah
B
Sem
onga
38
15
11
B
uah
TB
1,85
19
Pe
mpa
ning
Bua
h K
ecil
Bua
h B
Se
mon
ga
58,9
15
10
B
uah
TB
1,64
20
R
uran
gan
B
uah
TB
Get
ah M
erah
44
,9
15
13
Kul
it -
4,09
21
Pe
mpa
ning
Bua
h K
ecil
Bua
h TB
K
awa
Hut
an
17
15
8 B
uah
TB
1,26
22
U
bar S
alin
B
uah
TB
Kem
pas
114
25
17
Kul
it -
4,53
23
K
awa
Hut
an
Bua
h TB
B
ekap
as
44,2
12
9
Bua
h, K
ulit
TB
0,75
24
Li
mbu
an
Bua
h TB
H
abu-
Hab
u 55
,5
20
16
Bua
h, D
aun,
Kul
it TB
1,
90
25
Kem
pas
Kul
it -
Ren
gas
30
12
8 D
aun
Mud
a -
3,23
26
Se
sang
gau
Bua
h TB
H
abu-
habu
49
,5
15
12
Bua
h, D
aun,
Kul
it TB
1,
20
27
Uba
r Put
ih
Bua
h TB
Je
jant
ik
70
20
17
Bua
h TB
4,
40
.....
...La
njut
an la
mpi
ran
3
(H
utan
Dip
tero
carp
dat
aran
rend
ah) -
Tra
nsek
2
28
Ket
ikal
B
uah
TB
Hab
u-ha
bu
21,5
10
8
Bua
h, D
aun,
Kul
it TB
4,
50
29
Jeja
ntik
B
uah
TB
Kem
pas
72,3
17
12
K
ulit
- 2,
20
30
Poga
B
uah
TB
Hab
u-ha
bu
37
15
11
Bua
h, D
aun,
Kul
it TB
2,
60
31
Poga
Pun
ai
Bua
h TB
B
ekar
ai
Get
ah M
erah
87
,3
120,
8 20
20
14
16
B
uah
Kul
it TB
-
1,70
3 32
R
uran
gan
B
uah
TB
Jane
41
,6
15
10
Bua
h, B
iji
B
1,11
33
M
edan
g K
abui
B
uah
TB
Get
ah M
erah
70
,8
20
10
Kul
it -
7 34
K
umpa
ng
Bua
h TB
G
etah
Mer
ah
Hab
u-ha
bu
79,5
43
20
15
15
9
Kul
it B
uah,
Dau
n, K
ulit
Terk
elu
pas
TB
1,40
1,
96
35
Poga
Ber
uang
B
uah
TB
Ren
gas
86
20
14
Dau
n M
uda
- 0,
63
36
Hab
u-ha
bu
Bua
h, D
aun,
K
ulit
TB
Hab
u-ha
bu
35
15
9 B
uah,
Dau
n, K
ulit
TB
2,10
37
Pem
pani
ng B
uah
Bes
ar
Bua
h TB
Id
ur B
erua
ng
48,3
15
11
B
uah
TB
4,52
38
R
ambu
tan
Hut
an
Bua
h TB
H
abu-
habu
45
,5
16
10
Bua
h, D
aun,
Kul
it TB
1
39
Idur
Ber
uang
B
uah
TB
Bad
elan
64
,3
15
11
Bua
h TB
3,
60
40
Gam
bir
Kul
it -
Pudu
77
,2
20
17
Bua
h TB
2,
85
41
Ket
ikal
B
uah
TB
Ren
gas
Jeja
ntik
29
,5
75,6
12
17
8 14
D
aun
Mud
a B
uah
- TB
0,80
1,
80
42
Kum
pang
K
eran
ji B
uah
Bua
h TB
TB
K
emin
ting
Nat
ai
143
25
21
Bua
h TB
3,
14
43
Pem
pani
ng B
uah
Bes
ar
Bua
h TB
G
etah
Mer
ah
76
19
10
Kul
it -
0,70
44
U
bar M
inya
k B
uah
TB
Bek
apas
19
15
8
Bua
h, K
ulit
TB
2,54
45
Pe
mpa
ning
Bua
h B
esar
B
uah
TB
Idur
Ber
uang
99
17
10
B
uah
TB
1,70
46
Pe
mpa
ning
Bua
h K
ecil
Bua
h TB
H
abu-
habu
50
15
10
B
uah,
Dau
n, K
ulit
TB
2 47
Se
mon
ga
Bua
h TB
Se
mon
ga
28
15
8 B
uah
TB
1,20
..
......
Lanj
utan
lam
pira
n 3
(Hut
an D
ipte
roca
rp d
atar
an re
ndah
) - T
rans
ek 3
NO
PO
HO
N S
AR
AN
G
POH
ON
PA
KA
N
JPSD
PPT
(m)
Nam
a Lo
kal
BD
K
ondi
si
Nam
a Lo
kal
Kel
l TT
Tb
c B
D
Kon
disi
1 U
lin
- -
Nya
tuh
Mer
ah
22
15
12
Bua
h TB
2,
30
2 M
enda
raha
n
Bua
h, K
ulit
TB
Sem
onga
40
,2
15
7 B
uah
TB
1,05
3
Uba
r Man
is
Bua
h TB
Se
mon
ga
80
15
9 B
uah
TB
2,56
4
Uba
r M
eran
ti B
uah
- TB
-
Sem
onga
52
,2
15
8 B
uah
TB
3,70
5 H
abu-
habu
B
uah,
Dau
n, K
ulit
TB
Get
ah M
erah
4
15
8 K
ulit
- 1,
40
6 Po
ga P
unai
B
uah
TB
Sem
onga
38
15
8
Bua
h TB
2,
50
7 R
upis
Bua
h TB
G
etah
Mer
ah
72
20
12
Kul
it -
0,20
8
Mel
obu
Bua
h, B
iji
TB
Get
ah M
erah
80
,5
15
10
Kul
it -
3,15
9
Pem
pani
ng B
uah
Bes
ar
Bua
h TB
G
etah
Mer
ah
73,4
25
17
K
ulit
- 4,
20
10
Bek
apas
B
uah,
Kul
it B
G
etah
Mer
ah
105
23
19
Kul
it Te
rkel
upas
2,
55
11
Get
ah M
erah
K
ulit
- G
etah
Mer
ah
92
20
16
Kul
it -
5,90
H
utan
Dip
tero
carp
dat
aran
rend
ah) -
Tra
nsek
4
NO
PO
HO
N S
AR
AN
G
POH
ON
PA
KA
N
JPSD
PPT
(m)
Nam
a Lo
kal
BD
K
ondi
si
Nam
a Lo
kal
Kel
l TT
Tb
c B
D
Kon
disi
1 K
awa
Hut
an
Bua
h TB
Je
jant
ik
Saru
Bat
u 62
8
18
15
12
11
Bua
h B
uah
TB
TB
4,10
4,
80
2 Id
ur B
erua
ng
Bua
h TB
Se
mon
ga
31
16
12
Bua
h TB
2,
80
3 U
bar U
bi
Bua
h TB
R
uran
gan
87
18
13
Bua
h TB
7,
40
4 Pa
ra
Kul
it -
Mel
ukan
14
6 22
18
B
uah
TB
1,16
5
Pem
pisa
ng
Bua
h TB
U
bar P
utih
58
,7
15
11
Bua
h TB
4,
10
6 B
ekap
as
Bua
h, K
ulit
TB
Rur
anga
n 12
9 22
13
B
uah
TB
1,40
7
Ket
ikal
B
uah
TB
Bek
apas
88
20
14
B
uah,
Kul
it TB
1,
50
8 U
bar
Bua
h TB
Se
mon
ga
66
15
6 B
uah
TB
1,65
9
Pens
elua
ngan
B
uah
TB
Kum
pang
51
17
12
B
uah
TB
2,25
10
Pa
kit
Sint
u B
uah,
D
aun
Mud
a TB
-
Uba
r 38
15
12
B
uah
TB
0,76
11
Nen
asi
Bua
h TB
K
awa
Hut
an
48
15
9 B
uah
TB
1,70
12
B
ekap
as
Bua
h, K
ulit
TB
Sem
onga
67
17
15
B
uah
TB
1,40
13
K
umpa
ng
Bua
h TB
K
atur
Put
ih
116
20
12
Bua
h TB
3,
20
..
......
Lanj
utan
lam
pira
n 3
(Hut
an D
ipte
roca
rp d
atar
an re
ndah
) - T
rans
ek 4
14
Bua
h D
ara
Bua
h TB
Je
jant
ik
52
20
16
Bua
h B
3,
80
15
Jane
B
uah,
Biji
TB
K
awa
Hut
an
53,5
15
11
B
uah
TB
1,40
16
D
aun
Sala
m
Dau
n M
uda
- H
abu-
habu
21
15
10
B
uah,
Dau
n,
Kul
it TB
0,
86
17
Kum
pang
B
uah
TB
Get
ah M
erah
11
0 25
19
K
ulit
Terk
elu
pas
6,40
18
Lim
buan
B
uah
TB
Jeja
ntik
49
18
9
Bua
h TB
1,
16
19
Ulin
-
- G
etah
Mer
ah
99
25
17
Kul
it -
0,73
20
Ja
ne
Bua
h, B
iji
TB
Sind
ur
44,9
18
10
B
uah
TB
3,45
21
Li
mbu
an
Bua
h TB
Je
jant
ik
103
25
14
Bua
h B
3,
70
22
Kem
pas
Kul
it -
Sind
ur
82
18
14
Bua
h B
5,
80
22
-
- A
kar B
elal
e -
- -
Kam
bium
A
kar
- 3,
10
23
Jeja
ntik
B
uah
TB
Hab
u-ha
bu
28
15
10
Bua
h, D
aun,
K
ulit
TB
0,54
24
Lim
buan
B
uah
TB
Get
ah M
erah
93
20
13
K
ulit
Terk
elu
pas
1,60
25
Peng
kela
hang
an
- -
Sind
ur
138
25
14
Bua
h, K
ulit
TB
3,50
......
..Lan
juta
n la
mpi
ran
3
(H
utan
Dip
tero
carp
dat
aran
rend
ah) -
Tra
nsek
5
NO
PO
HO
N S
AR
AN
G
POH
ON
PA
KA
N
JPSD
PPT
(m)
Nam
a Lo
kal
BD
K
ondi
si
Nam
a Lo
kal
Kel
l TT
Tb
c B
D
Kon
disi
1 B
ekap
as
Bua
h, K
ulit
TB
Hab
u-ha
bu
42
13
11
Bua
h, D
aun,
Kul
it TB
2,
86
2 Sa
ru B
atu
Bua
h TB
Je
jant
ik
51,5
15
12
B
uah
TB
0,41
3
Rur
anga
n B
uah
TB
Men
sira
93
17
12
B
uah
TB
4,60
4
Ker
untu
an B
ayan
-
- Pe
mpa
ning
Bua
h K
ecil
81,8
20
13
B
uah
TB
4,18
5
Med
ang
Bua
h TB
B
uah
Dar
a 44
15
13
B
uah
TB
1,46
6
Jeja
ntik
B
uah
TB
Get
ah M
erah
19
3 22
15
K
ulit
- 5,
20
7 Li
mbu
an
Bua
h TB
Se
mon
ga
22
17
15
Bua
h TB
1,
20
8 Pe
mpa
ning
Bua
h K
ecil
Bua
h TB
Se
mon
ga
35
15
12
Bua
h TB
1,
40
9 K
ayu
Gad
ing
Rar
ibu
- B
uah
- TB
Sem
onga
10
3, 5 15
9
Bua
h TB
6,
20
10
Saru
Bat
u B
uah
TB
Ren
gas
45
10
7 D
aun
Mud
a -
3,50
11
U
lin
- -
Sem
onga
68
15
7
Bua
h TB
3,
30
12
Kum
pang
B
uah
TB
Idur
Put
ih
54,4
15
11
B
uah
TB
2,30
b. H
utan
Raw
a ga
mbu
t
(Hut
an R
awa
gam
but)
- Tra
nsek
1
NO
PO
HO
N S
AR
AN
G
POH
ON
PA
KA
N
JPSD
PPT
(m)
Nam
a Lo
kal
BD
K
ondi
si
Nam
a Lo
kal
Kel
l TT
Tb
c B
D
Kon
disi
1 B
inta
ngur
B
uah
TB
Ren
gas
75
20
15
Dau
n M
uda
- 3
2 Pu
ak
Bua
h TB
B
ekap
as
88,3
22
12
B
uah,
Kul
it TB
4
3 U
bar M
anis
Bua
h B
Te
ntal
ang
131,
5 26
16
B
uah
TB
1,30
4
Poga
Pun
ai
Bua
h TB
K
etia
u 34
17
8
Bua
h TB
0,
99
5 Pu
ak
Bua
h TB
Pu
ak
54,9
18
11
B
uah
TB
4,95
6
Beb
arak
B
uah
TB
Lam
anad
uk
22,8
10
6
Bua
h TB
2,
60
7 B
ekap
as
Bua
h, K
ulit
TB
Ren
gas
88,4
18
6
Dau
n M
uda
- 2,
40
8 Si
ndur
B
uah
TB
Ket
iau
34,6
15
10
B
uah
TB
0,45
9
Mer
anti
-
- R
enga
s 77
,3
19
14
Dau
n M
uda
- 3,
50
10
Bin
tang
ur
Bua
h TB
R
enga
s 45
,3
16
125
Dau
n M
uda
- 3
.....
...La
njut
an la
mpi
ran
3
(H
utan
Raw
a ga
mbu
t) - T
rans
ek 2
N
O
POH
ON
SA
RA
NG
PO
HO
N P
AK
AN
JP
SDPP
T (m
) N
ama
Loka
l B
D
Kon
disi
N
ama
Loka
l K
ell
T T Tb
c B
D
Kon
disi
1 B
enta
n B
uah
TB
Te
ntal
ang
41,8
15
6
Bua
h TB
2,
50
2 K
rand
ang
Dut
a -
- B
ekap
as
110,
5 22
13
B
uah,
Kul
it Te
rkel
upas
5,
80
3 K
umpa
ng H
aran
g B
uah
TB
Poga
Pu
ak
25
32,5
10
10
3,
4 5 B
uah
Bua
h TB
B
3,
40
4,36
4
Puak
B
uah
B
Tent
alan
g
62,7
20
14
B
uah
TB
3,50
5
Puak
B
uah
TB
Ben
tan
130,
4 25
18
B
uah
TB
3,10
6
Bek
apas
B
uah,
Kul
it TB
R
enga
s 12
2,8
27
20
Dau
n M
uda
- 2,
40
7 Si
ndur
B
uah
TB
Ket
iau
149,
8 27
19
B
uah
TB
0,45
8
Mer
anti
-
- R
enga
s 14
0,6
20
15
Dau
n M
uda
- 3,
50
9 B
inta
ngur
B
uah
TB
Ren
gas
115,
4 25
15
D
aun
Mud
a -
3 10
Pu
ak
Bua
h TB
B
ekap
as
45,7
15
12
B
uah,
Kul
it TB
4
11
Uba
r Man
is B
uah
B
Tent
alan
g 12
2 20
16
B
uah
TB
1,30
12
Po
ga P
unai
B
uah
TB
Ket
iau
30
14
6 B
uah
TB
0,99
13
Pu
ak
Bua
h TB
Pu
ak
49,2
18
8
Bua
h TB
4,
95
14
Beb
arak
B
uah
TB
Lam
anad
uk
87
20
10
Bua
h TB
2,
60
K
eter
anga
n :
TT
=
Ting
gi T
otal
Tbc
= Ti
nggi
Beb
as C
aban
g
BD
=
Bag
ian
Dim
akan
B =
Ber
buah
T
B
= Ti
dak
Ber
buah
=
Sara
ng D
itana
h
Lampiran 4
Analisis vegetasi pada berbagai tipe hutan di stasiun penelitian Camp Leakey dari tingkat semai, pancang, tiang, dan pohon a. Hutan kerangas
Tingkat pertumbuhan : Semai RH : 81 % Azimuth : 80 0 Suhu : 26 0C Ukuran Transek : (20x100) m2 Analisis Vegetasi Hutan Kerangas
INP TINGKAT PERTUMBUHAN SEMAI No Nama Jenis Jumlah K KR F FR INP 1 Jejantik 2 500 0,0238 2 0,2 0,0323 0,0561 2 Para 1 250 0,0119 1 0,1 0,0161 0,0280 3 Pempisang 3 750 0,0357 2 0,2 0,0323 0,0680 4 Ubar Merah 8 2000 0,0952 6 0,6 0,0968 0,1920 5 Sipun 7 1750 0,0833 2 0,2 0,0323 0,1156 6 Ubar Putih 3 750 0,0357 3 0,3 0,0484 0,0841 7 Saru Putih 1 250 0,0119 1 0,1 0,0161 0,0280 8 Srigunung 1 250 0,0119 1 0,1 0,0161 0,0280 9 Tembaras Putih 2 500 0,0238 2 0,2 0,0323 0,0561 10 Penseluangan 5 1250 0,0595 4 0,4 0,0645 0,1240 11 Pepagar 2 500 0,0238 1 0,1 0,0161 0,0399 12 Duku Hutan 1 250 0,0119 1 0,1 0,0161 0,0280 13 Pempaning Buah Kecil 3 750 0,0357 2 0,2 0,0323 0,0680 14 Pempaning Buah Besar 4 1000 0,0476 1 0,1 0,0161 0,0637 15 Bejungkung 2 500 0,0238 1 0,1 0,0161 0,0399 16 Kumpang Sarung 1 250 0,0119 1 0,1 0,0161 0,0280 17 Mendoking 5 1250 0,0595 2 0,2 0,0323 0,0918 18 Habu-habu 5 1250 0,0595 4 0,4 0,0645 0,1240 19 Beboti 3 750 0,0357 3 0,3 0,0484 0,0841 20 Ketikal 2 500 0,0238 2 0,2 0,0323 0,0561 21 Melobu 1 250 0,0119 1 0,1 0,0161 0,0280 22 Raribu 3 750 0,0357 3 0,3 0,0484 0,0841 23 Rukam 1 250 0,0119 1 0,1 0,0161 0,0280 24 Cempaka Piring 2 500 0,0238 2 0,2 0,0323 0,0561 25 Lunding 1 250 0,0119 1 0,1 0,0161 0,0280 26 Poga Punai 1 250 0,0119 1 0,1 0,0161 0,0280 27 Semonga 2 500 0,0238 2 0,2 0,0323 0,0561 28 Pantis 4 1000 0,0476 2 0,2 0,0323 0,0799 29 Sesambil 1 250 0,0119 1 0,1 0,0161 0,0280 30 Kumpang Tahun 2 500 0,0238 1 0,1 0,0161 0,0399 31 Temboras Hitam 1 250 0,0119 1 0,1 0,0161 0,0280 32 Kayu Gading 1 250 0,0119 1 0,1 0,0161 0,0280 33 Pempinang 1 250 0,0119 1 0,1 0,0161 0,0280 34 Buah Dara 1 250 0,0119 1 0,1 0,0161 0,0280 35 Daun Salam 1 250 0,0119 1 0,1 0,0161 0,0280
Jumlah 84 21000 1 6,2 1 2
........Lanjutan lampiran 4
Tingkat pertumbuhan : Pancang
Ukuran Transek : (20x200) m2
INP TINGKAT PERTUMBUHAN PANCANG No Nama Jenis Jumlah K KR F FR INP 1 Jejantik 8 320 0,0567 5 0,5 0,0446 0,1014 2 Cempaka Piring 3 120 0,0213 3 0,3 0,0268 0,0481 3 Pempisang 5 200 0,0355 4 0,4 0,0357 0,0712 4 Sungkup 1 40 0,0071 1 0,1 0,0089 0,0160 5 Duku Hutan 1 40 0,0071 1 0,1 0,0089 0,0160 6 Tembaras Putih 6 240 0,0426 5 0,5 0,0446 0,0872 7 Idur Beruang 4 160 0,0284 4 0,4 0,0357 0,0641 8 Lunding 5 200 0,0355 4 0,4 0,0357 0,0712 9 Jemai 2 80 0,0142 2 0,2 0,0179 0,0320
10 Penseluangan 7 280 0,0496 4 0,4 0,0357 0,0854 11 Kumpang Merah 2 80 0,0142 2 0,2 0,0179 0,0320 12 Habu-habu 7 280 0,0496 4 0,4 0,0357 0,0854 13 Beboti 2 80 0,0142 2 0,2 0,0179 0,0320 14 Jaholi 1 40 0,0071 1 0,1 0,0089 0,0160 15 Sipun 5 200 0,0355 4 0,4 0,0357 0,0712 16 Meranti 6 240 0,0426 5 0,5 0,0446 0,0872 17 Buah Dara 3 120 0,0213 2 0,2 0,0179 0,0391 18 Kumpang Sarung 2 80 0,0142 2 0,2 0,0179 0,0320 19 Kumpang Tahun 4 160 0,0284 4 0,4 0,0357 0,0641 20 Ubar Putih 1 40 0,0071 1 0,1 0,0089 0,0160 21 Pasak Bumi 2 80 0,0142 2 0,2 0,0179 0,0320 22 Para 3 120 0,0213 3 0,3 0,0268 0,0481 23 Bedaru 2 80 0,0142 2 0,2 0,0179 0,0320 24 Jambul Tut-tut 1 40 0,0071 1 0,1 0,0089 0,0160 25 Pengkerubungan 1 40 0,0071 1 0,1 0,0089 0,0160 26 Semonga 7 280 0,0496 5 0,5 0,0446 0,0943 27 Pempaning Buah Kecil 6 240 0,0426 2 0,2 0,0179 0,0604 28 Poga Beruang 2 80 0,0142 2 0,2 0,0179 0,0320 29 Poga Punai 4 160 0,0284 3 0,3 0,0268 0,0552 30 Kumpang Hitam 1 40 0,0071 1 0,1 0,0089 0,0160 31 Kayu Laki 1 40 0,0071 1 0,1 0,0089 0,0160 32 Mensira 2 80 0,0142 2 0,2 0,0179 0,0320 33 Ketikal 1 40 0,0071 1 0,1 0,0089 0,0160 34 Jerumuan 1 40 0,0071 1 0,1 0,0089 0,0160 35 Bulu-Bulu 2 80 0,0142 2 0,2 0,0179 0,0320
........Lanjutan lampiran 4
Pancang (Kerangas) 36 Sesambil 4 160 0,0284 4 0,4 0,0357 0,0641 37 Rengas 1 40 0,0071 1 0,1 0,0089 0,0160 38 Pudu 1 40 0,0071 1 0,1 0,0089 0,0160 39 Cemara Aru 8 320 0,0567 2 0,2 0,0179 0,0746 40 Raribu 1 40 0,0071 1 0,1 0,0089 0,0160 41 Bebarak 1 40 0,0071 1 0,1 0,0089 0,0160 42 Bejiing 2 80 0,0142 2 0,2 0,0179 0,0320 43 Sindur 1 40 0,0071 1 0,1 0,0089 0,0160 44 Pantis 1 40 0,0071 1 0,1 0,0089 0,0160 45 Ubar Merah 2 80 0,0142 1 0,1 0,0089 0,0231 46 Mahabai 1 40 0,0071 1 0,1 0,0089 0,0160 47 Keranji Buah Kecil 1 40 0,0071 1 0,1 0,0089 0,0160 48 Kayu Gading 1 40 0,0071 1 0,1 0,0089 0,0160 49 Jejambu 1 40 0,0071 1 0,1 0,0089 0,0160 50 Daun Salam 1 40 0,0071 1 0,1 0,0089 0,0160 51 Ramania 1 40 0,0071 1 0,1 0,0089 0,0160 52 Kratakuai 1 40 0,0071 1 0,1 0,0089 0,0160 53 Getah Merah 1 40 0,0071 1 0,1 0,0089 0,0160
Jumlah 141 5640 1 11,2 1 2
...
.....L
anju
tan
lam
pira
n 4
Ting
kat p
ertu
mbu
han
: Tia
ng
Uku
ran
Tran
sek
: (
20x2
00) m
2
INP
TIN
GK
AT
PER
TUM
BU
HA
N T
IAN
G
No
Nam
a Lo
kal
K
K
R
F
FR
LBD
S D
D
R
INP
1 Lu
ndin
g 1
10
0,03
23
1 0,
1 0,
0385
0,
0121
0,
1211
0,
0255
0,
0962
2
Kem
anjin
g 1
10
0,03
23
1 0,
1 0,
0385
0,
0175
0,
1751
0,
0369
0,
1076
3
Mem
brot
ian
4 40
0,
1290
3
0,3
0,11
54
0,08
31
0,83
13
0,17
50
0,41
94
4 H
abu-
habu
6
60
0,19
35
5 0,
5 0,
1923
0,
0841
0,
8411
0,
1771
0,
5629
5
Jeja
ntik
2
20
0,06
45
2 0,
2 0,
0769
0,
0345
0,
3454
0,
0727
0,
2142
6
Bad
elan
1
10
0,03
23
1 0,
1 0,
0385
0,
0124
0,
1242
0,
0262
0,
0969
7
Sem
onga
3
30
0,09
68
2 0,
2 0,
0769
0,
0523
0,
5234
0,
1102
0,
2839
8
Pens
elua
ngan
1
10
0,03
23
1 0,
1 0,
0385
0,
0079
0,
0790
0,
0166
0,
0874
9
Pem
pani
ng B
uah
Kec
il 3
30
0,09
68
2 0,
2 0,
0769
0,
0562
0,
5622
0,
1184
0,
2921
10
Po
ga P
unai
1
10
0,03
23
1 0,
1 0,
0385
0,
0098
0,
0975
0,
0205
0,
0913
11
D
uku
Hut
an
1 10
0,
0323
1
0,1
0,03
85
0,01
99
0,19
90
0,04
19
0,11
26
12
Kum
pang
Tah
un
1 10
0,
0323
1
0,1
0,03
85
0,01
85
0,18
50
0,03
89
0,10
97
13
Uba
r Mer
ah
1 10
0,
0323
1
0,1
0,03
85
0,01
34
0,13
38
0,02
82
0,09
89
14
Nya
tuh
Mer
ah
2 20
0,
0645
1
0,1
0,03
85
0,02
48
0,24
84
0,05
23
0,15
53
15
Pem
pisa
ng
1 10
0,
0323
1
0,1
0,03
85
0,00
83
0,08
31
0,01
75
0,08
82
16
Men
taw
a 1
10
0,03
23
1 0,
1 0,
0385
0,
0098
0,
0975
0,
0205
0,
0913
17
C
emar
a A
ru
1 10
0,
0323
1
0,1
0,03
85
0,01
03
0,10
32
0,02
17
0,09
24
Jum
lah
31
1
2,6
1
4,75
0 1
3
...
.....L
anju
tan
lam
pira
n 4
Ting
kat P
ertu
mbu
han
: Poh
on
Uku
ran
Tran
sek
: (
20x2
00) m
2
INP
TIN
GK
AT
PER
TUM
BU
HA
N P
OH
ON
N
o N
ama
Loka
l
K
KR
F FR
LB
DS
D
DR
IN
P 1
Rur
anga
n 2
5 0,
0286
2
0,2
0,03
08
0,25
65
0,64
13
0,03
11
0,09
05
2 K
umpa
ng S
arun
g 4
10
0,05
71
4 0,
4 0,
0615
0,
2837
0,
7091
0,
0344
0,
1531
3
Poga
Pun
ai
3 7,
5 0,
0429
3
0,3
0,04
62
0,17
86
0,44
65
0,02
17
0,11
07
4 K
etik
al
2 5
0,02
86
2 0,
2 0,
0308
0,
0381
0,
0953
0,
0046
0,
0640
5
Uba
r Sam
ak
1 2,
5 0,
0143
1
0,1
0,01
54
0,04
18
0,10
46
0,00
51
0,03
47
6 K
emin
ting
Nat
ai
6 15
0,
0857
5
0,5
0,07
69
0,54
21
1,35
52
0,06
57
0,22
84
7 B
ulu-
bulu
1
2,5
0,01
43
1 0,
1 0,
0154
0,
0939
0,
2348
0,
0114
0,
0411
8
Nya
tuh
Mer
ah
4 10
0,
0571
4
0,4
0,06
15
0,80
61
2,01
53
0,09
78
0,21
64
9 U
bar M
erah
3
7,5
0,04
29
2 0,
2 0,
0308
0,
1822
0,
4554
0,
0221
0,
0957
10
Pe
ngke
rubu
ngan
1
2,5
0,01
43
1 0,
1 0,
0154
0,
0531
0,
1329
0,
0064
0,
0361
11
B
ejun
gkun
g 1
2,5
0,01
43
1 0,
1 0,
0154
0,
1387
0,
3468
0,
0168
0,
0465
12
K
ayu
Bat
u 2
5 0,
0286
2
0,2
0,03
08
0,88
30
2,20
75
0,10
71
0,16
64
13
Get
ah M
erah
1
2,5
0,01
43
1 0,
1 0,
0154
0,
0352
0,
0880
0,
0043
0,
0339
14
K
ayu
Bun
ga
1 2,
5 0,
0143
1
0,1
0,01
54
0,13
52
0,33
79
0,01
64
0,04
61
15
Mer
anti
6 15
0,
0857
5
0,5
0,07
69
0,39
77
0,99
43
0,04
82
0,21
09
16
Pant
is
4 10
0,
0571
2
0,2
0,03
08
0,19
46
0,48
65
0,02
36
0,11
15
17
Kum
pang
Tah
un
1 2,
5 0,
0143
1
0,1
0,01
54
0,06
31
0,15
77
0,00
76
0,03
73
18
Cem
ara
Aru
2
5 0,
0286
2
0,2
0,03
08
1,06
42
2,66
05
0,12
91
0,18
84
19
Kep
odu
3 7,
5 0,
0429
3
0,3
0,04
62
0,06
59
0,16
48
0,00
80
0,09
70
20
Jeja
ntik
2
5 0,
0286
2
0,2
0,03
08
0,21
42
0,53
55
0,02
60
0,08
53
21
Hab
u-ha
bu
1 2,
5 0,
0143
1
0,1
0,01
54
0,11
85
0,29
63
0,01
44
0,04
40
22
Uba
r Put
ih
2 5
0,02
86
2 0,
2 0,
0308
0,
0459
0,
1147
0,
0056
0,
0649
23
Si
ndur
2
5 0,
0286
2
0,2
0,03
08
0,22
90
0,57
24
0,02
78
0,08
71
...
.....L
anju
tan
lam
pira
n 4
Poho
n 24
Pe
mpa
ning
Bua
h K
ecil
1 2,
5 0,
0143
1
0,1
0,01
54
0,03
85
0,09
61
0,00
47
0,03
43
25
Kem
pas
2 5
0,02
86
2 0,
2 0,
0308
0,
7487
1,
8717
0,
0908
0,
1501
26
K
umpa
ng H
itam
1
2,5
0,01
43
1 0,
1 0,
0154
0,
0379
0,
0948
0,
0046
0,
0343
27
K
eman
jing
1 2,
5 0,
0143
1
0,1
0,01
54
0,04
28
0,10
69
0,00
52
0,03
49
28
Bej
iing
1 2,
5 0,
0143
1
0,1
0,01
54
0,13
46
0,33
64
0,01
63
0,04
60
29
Pene
mpa
laan
1
2,5
0,01
43
1 0,
1 0,
0154
0,
2874
0,
7186
0,
0349
0,
0645
30
Te
mbo
ras H
itam
1
2,5
0,01
43
1 0,
1 0,
0154
0,
0981
0,
2452
0,
0119
0,
0416
31
K
ayu
Laki
1
2,5
0,01
43
1 0,
1 0,
0154
0,
0765
0,
1912
0,
0093
0,
0389
32
B
anga
n 1
2,5
0,01
43
1 0,
1 0,
0154
0,
0617
0,
1541
0,
0075
0,
0371
33
Id
ur B
erua
ng
1 2,
5 0,
0143
1
0,1
0,01
54
0,14
51
0,36
28
0,01
76
0,04
73
34
Sesa
mbi
l 1
2,5
0,01
43
1 0,
1 0,
0154
0,
0336
0,
0841
0,
0041
0,
0337
35
Ben
trong
1
2,5
0,01
43
1 0,
1 0,
0154
0,
3431
0,
8578
0,
0416
0,
0713
36
Sem
onga
1
2,5
0,01
43
1 0,
1 0,
0154
0,
0749
0,
1873
0,
0091
0,
0388
37
B
adel
an
1 2,
5 0,
0143
1
0,1
0,01
54
0,06
17
0,15
41
0,00
75
0,03
71
Jum
lah
17
5 1
6,
5 1
20
,614
5 1
3
........Lanjutan lampiran 4 b. Hutan dipterocarp dataran rendah
Tingkat pertumbuhan : Semai RH : 81 % Azimuth : 40 0 Suhu : 25,5 0C Ukuran Transek : (20x200) m2 Analisis Vegetasi Hutan Dipterocarpaceae Tanah Kering (Jalur 13)
INP TINGKAT PERTUMBUHAN SEMAI No Nama Lokal Jumlah K KR F FR INP 1 Bulu-bulu 5 1250 0,05 1 0,1 0,0244 0,0744 2 Rupis 10 2500 0,1 3 0,3 0,0732 0,1732 3 Ubar putih 13 3250 0,13 4 0,4 0,0976 0,2276 4 Ubar hitam 2 500 0,02 1 0,1 0,0244 0,0444 5 Pempisang 20 5000 0,2 6 0,6 0,1463 0,3463 6 Rengas 5 1250 0,05 2 0,2 0,0488 0,0988 7 Ribu-ribu 7 1750 0,07 4 0,4 0,0976 0,1676 8 Cempaka piring 4 1000 0,04 2 0,2 0,0488 0,0888 9 Kumpang 7 1750 0,07 3 0,3 0,0732 0,1432 10 Ubar merah 2 500 0,02 2 0,2 0,0488 0,0688 11 Belimbing kasai 4 1000 0,04 2 0,2 0,0488 0,0888 12 Sempulutan 1 250 0,01 1 0,1 0,0244 0,0344 13 Badelan 2 500 0,02 2 0,2 0,0488 0,0688 14 Sindur 1 250 0,01 1 0,1 0,0244 0,0344 15 Ubar 12 3000 0,12 4 0,4 0,0976 0,2176 16 Pantis 3 750 0,03 1 0,1 0,0244 0,0544 17 Tentamu 1 250 0,01 1 0,1 0,0244 0,0344 18 Pempaning buah kecil 1 250 0,01 1 0,1 0,0244 0,0344 Jumlah 100 25000 1 4,1 1 2
........Lanjutan lampiran 4 Tingkat pertumbuhan : Pancang
Ukuran Transek : (20x200) m2
INP TINGKAT PERTUMBUHAN PANCANG No Nama Lokal Jumlah K KR F FR INP 1 Pempisang 27 1080 0,2015 10 1 0,1515 0,3530 2 Cempaka piring 12 480 0,0896 5 0,5 0,0758 0,1653 3 Pudu 2 80 0,0149 2 0,2 0,0303 0,0452 4 Sindur 4 160 0,0299 2 0,2 0,0303 0,0602 5 Belimbing kasai 12 480 0,0896 5 0,5 0,0758 0,1653 6 Ubar putih 9 360 0,0672 4 0,4 0,0606 0,1278 7 Kumpang 18 720 0,1343 7 0,7 0,1061 0,2404 8 Badelan 1 40 0,0075 1 0,1 0,0152 0,0226 9 Ubar merah 2 80 0,0149 2 0,2 0,0303 0,0452
10 Idur beruang 2 80 0,0149 1 0,1 0,0152 0,0301 11 Ulin 1 40 0,0075 1 0,1 0,0152 0,0226 12 Ubar 23 920 0,1716 8 0,8 0,1212 0,2929 13 Lunding 1 40 0,0075 1 0,1 0,0152 0,0226 14 Tembaras 2 80 0,0149 1 0,1 0,0152 0,0301 15 Tentamu 5 200 0,0373 3 0,3 0,0455 0,0828 16 Rengas bulu ayam 1 40 0,0075 1 0,1 0,0152 0,0226 17 Tunding damak 1 40 0,0075 1 0,1 0,0152 0,0226 18 Jane 1 40 0,0075 1 0,1 0,0152 0,0226 19 Getah merah 1 40 0,0075 1 0,1 0,0152 0,0226 20 Poga 3 120 0,0224 3 0,3 0,0455 0,0678 21 Rengas 2 80 0,0149 2 0,2 0,0303 0,0452 22 Bulu-bulu 1 40 0,0075 1 0,1 0,0152 0,0226 23 Raribu 1 40 0,0075 1 0,1 0,0152 0,0226 24 Penseluangan 1 40 0,0075 1 0,1 0,0152 0,0226 25 Manggis hutan 1 40 0,0075 1 0,1 0,0152 0,0226
Jumlah 134 5360 1 6,6 1 2
...
.....L
anju
tan
lam
pira
n 4
Ting
kat p
ertu
mbu
han
: Tia
ng
Uku
ran
Tran
sek
: (
20x2
00) m
2
Ana
lisis
Veg
etas
i Hut
an D
ipte
roca
rpac
eae
Tana
h K
erin
g (J
alur
13)
INP
TIN
GK
AT
PER
TUM
BU
HA
N T
IAN
G
No
Nam
a Lo
kal
K
K
R
F
FR
LBD
S D
D
R
INP
1 U
bar
1 10
0,
0233
1
0,1
0,02
56
0,01
91
0,19
12
0,02
53
0,07
42
2 D
amar
bat
u 1
10
0,02
33
1 0,
1 0,
0256
0,
0310
0,
3100
0,
0411
0,
0900
3
Bek
apas
4
40
0,09
30
4 0,
4 0,
1026
0,
0740
0,
7400
0,
0980
0,
2936
4
Bed
aru
2 20
0,
0465
2
0,2
0,05
13
0,03
85
0,38
47
0,05
10
0,14
88
5 Je
jant
ik
2 20
0,
0465
2
0,2
0,05
13
0,03
84
0,38
37
0,05
08
0,14
86
6 U
bar m
erah
5
50
0,11
63
3 0,
3 0,
0769
0,
0962
0,
9618
0,
1274
0,
3206
7
Sem
onga
3
30
0,06
98
3 0,
3 0,
0769
0,
0381
0,
3808
0,
0505
0,
1971
8
Rib
u-rib
u 1
10
0,02
33
1 0,
1 0,
0256
0,
0180
0,
1796
0,
0238
0,
0727
9
Ulin
1
10
0,02
33
1 0,
1 0,
0256
0,
0263
0,
2632
0,
0349
0,
0838
10
Lu
ndin
g 1
10
0,02
33
1 0,
1 0,
0256
0,
0080
0,
0795
0,
0105
0,
0594
11
K
aran
gan
silu
1
10
0,02
33
1 0,
1 0,
0256
0,
0163
0,
1634
0,
0216
0,
0705
12
K
umpa
ng
1 10
0,
0233
1
0,1
0,02
56
0,01
99
0,19
90
0,02
64
0,07
53
13
Ren
gas
2 20
0,
0465
2
0,2
0,05
13
0,02
68
0,26
80
0,03
55
0,13
33
14
Tent
amu
1 10
0,
0233
1
0,1
0,02
56
0,01
31
0,13
06
0,01
73
0,06
62
15
Ket
ugal
1
10
0,02
33
1 0,
1 0,
0256
0,
0272
0,
2725
0,
0361
0,
0850
16
K
etik
al
1 10
0,
0233
1
0,1
0,02
56
0,02
28
0,22
79
0,03
02
0,07
91
17
Poga
4
40
0,09
30
4 0,
4 0,
1026
0,
0742
0,
7417
0,
0983
0,
2939
18
Tu
ndin
g da
mak
3
30
0,06
98
2 0,
2 0,
0513
0,
0470
0,
4705
0,
0623
0,
1834
19
Lu
rang
an
1 10
0,
0233
1
0,1
0,02
56
0,02
32
0,23
22
0,03
08
0,07
97
20
Nem
ai
1 10
0,
0233
1
0,1
0,02
56
0,01
61
0,16
12
0,02
14
0,07
03
21
Ren
gas b
ulu
ayam
3
30
0,06
98
2 0,
2 0,
0513
0,
0441
0,
4408
0,
0584
0,
1795
22
G
etah
mer
ah
1 10
0,
0233
1
0,1
0,02
56
0,01
03
0,10
32
0,01
37
0,06
26
23
Med
ang
1 10
0,
0233
1
0,1
0,02
56
0,01
47
0,14
72
0,01
95
0,06
84
24
Jeja
mbu
1
10
0,02
33
1 0,
1 0,
0256
0,
0115
0,
1150
0,
0152
0,
0641
Ju
mla
h
43
0 1
3,
9 1
7,
5477
1
3
...
.....L
anju
tan
lam
pira
n 4
Ting
kat P
ertu
mbu
han
: Poh
on
Uku
ran
Tran
sek
: (
20x2
00) m
2
Ana
lisis
Veg
etas
i Hut
an D
ipte
roca
rpac
eae
Tana
h K
erin
g (J
alur
13)
INP
TIN
GK
AT
PER
TUM
BU
HA
N P
OH
ON
N
o N
ama
Loka
l
K
KR
F FR
LB
DS
D
DR
IN
P 1
Gad
ing
1 2,
5 0,
0128
1
0,1
0,01
41
0,03
25
0,08
13
0,00
40
0,03
09
2 D
amar
bat
u 6
15
0,07
69
4 0,
4 0,
0563
1,
1112
2,
7779
0,
1356
0,
2689
3
Lund
ing
1 2,
5 0,
0128
1
0,1
0,01
41
0,16
72
0,41
79
0,02
04
0,04
73
4 Ja
ne
3 7,
5 0,
0385
3
0,3
0,04
23
0,13
26
0,33
16
0,01
62
0,09
69
5 K
umpa
ng
4 10
0,
0513
3
0,3
0,04
23
0,23
96
0,59
91
0,02
92
0,12
28
6 Je
jant
ik
10
25
0,12
82
8 0,
8 0,
1127
0,
8268
2,
0670
0,
1009
0,
3418
7
Uba
r mer
ah
2 5
0,02
56
2 0,
2 0,
0282
0,
0784
0,
1961
0,
0096
0,
0634
8
Sem
onga
3
7,5
0,03
85
3 0,
3 0,
0423
0,
1652
0,
4130
0,
0202
0,
1009
9
Uba
r put
ih
1 2,
5 0,
0128
1
0,1
0,01
41
0,04
98
0,12
45
0,00
61
0,03
30
10
Nya
tuh
2 5
0,02
56
2 0,
2 0,
0282
0,
0696
0,
1741
0,
0085
0,
0623
11
Id
ur b
erua
ng
3 7,
5 0,
0385
3
0,3
0,04
23
0,30
41
0,76
01
0,03
71
0,11
78
12
Lura
ngan
6
15
0,07
69
5 0,
5 0,
0704
0,
4734
1,
1835
0,
0578
0,
2051
13
B
angk
an b
enib
un
1 2,
5 0,
0128
1
0,1
0,01
41
0,50
40
1,26
00
0,06
15
0,08
84
14
Ket
ikal
5
12,5
0,
0641
5
0,5
0,07
04
0,24
77
0,61
93
0,03
02
0,16
48
15
Ulin
1
2,5
0,01
28
1 0,
1 0,
0141
0,
1913
0,
4782
0,
0233
0,
0503
16
B
edar
u 2
5 0,
0256
2
0,2
0,02
82
0,10
71
0,26
77
0,01
31
0,06
69
17
Bek
apas
3
7,5
0,03
85
3 0,
3 0,
0423
0,
1418
0,
3546
0,
0173
0,
0980
18
Te
ntam
u 2
5 0,
0256
2
0,2
0,02
82
0,09
02
0,22
54
0,01
10
0,06
48
19
Poga
3
7,5
0,03
85
3 0,
3 0,
0423
0,
1396
0,
3490
0,
0170
0,
0978
20
B
entro
ng
1 2,
5 0,
0128
1
0,1
0,01
41
0,16
01
0,40
02
0,01
95
0,04
64
...
.....L
anju
tan
lam
pira
n 4
Poho
n (D
ipte
roca
rp d
atar
an re
ndah
) 21
Tu
ndin
g da
mak
1
2,5
0,01
28
1 0,
1 0,
0141
0,
0548
0,
1371
0,
0067
0,
0336
23
D
uku
huta
n 1
2,5
0,01
28
1 0,
1 0,
0141
0,
0481
0,
1202
0,
0059
0,
0328
24
H
ahar
ang
1 2,
5 0,
0128
1
0,1
0,01
41
0,21
62
0,54
06
0,02
64
0,05
33
25
Uba
r 1
2,5
0,01
28
1 0,
1 0,
0141
0,
0406
0,
1015
0,
0050
0,
0319
26
Sa
ri gu
nung
1
2,5
0,01
28
1 0,
1 0,
0141
0,
1181
0,
2953
0,
0144
0,
0413
27
G
etah
mer
ah
1 2,
5 0,
0128
1
0,1
0,01
41
0,05
17
0,12
93
0,00
63
0,03
32
28
Med
ang
2 5
0,02
56
2 0,
2 0,
0282
0,
2870
0,
7174
0,
0350
0,
0888
29
Si
mpu
r bal
ang
2 5
0,02
56
2 0,
2 0,
0282
0,
2837
0,
7093
0,
0346
0,
0884
30
Pe
mpa
ning
bua
h ke
cil
1 2,
5 0,
0128
1
0,1
0,01
41
0,21
89
0,54
72
0,02
67
0,05
36
31
Pene
mpa
laan
1
2,5
0,01
28
1 0,
1 0,
0141
0,
2342
0,
5854
0,
0286
0,
0555
32
Pe
mpa
sir
3 7,
5 0,
0385
2
0,2
0,02
82
0,72
04
1,80
10
0,08
79
0,15
46
33
Tent
angi
s 1
2,5
0,01
28
1 0,
1 0,
0141
0,
2115
0,
5288
0,
0258
0,
0527
34
K
ayu
bung
a 1
2,5
0,01
28
1 0,
1 0,
0141
0,
4397
1,
0992
0,
0537
0,
0806
35
Pa
ntis
1
2,5
0,01
28
1 0,
1 0,
0141
0,
0357
0,
0894
0,
0044
0,
0313
Ju
mla
h
78
195
7,1
1
20,4
821
1 3
........Lanjutan lampiran 4 c. Hutan rawa gambut
Tingkat pertumbuhan : Semai
RH : 84 % Azimuth : 320 0 Suhu : 26 0C Ukuran Transek : (20x100) m2
Analisis Vegetasi Hutan Kerangas
INP TINGKAT PERTUMBUHAN SEMAI No Nama Lokal Jumlah K KR F FR INP
1 Ketiau 7 1750 0,0897436 3 0,3 0,05454545 0,14429 2 Rengas 3 750 0,0384615 2 0,2 0,03636364 0,07483 3 Penempalaan 3 750 0,0384615 3 0,3 0,05454545 0,09301 4 Pempaning 2 500 0,025641 2 0,2 0,03636364 0,06200 5 Kumpang 6 1500 0,0769231 5 0,5 0,09090909 0,16783 6 Ubar merah 11 2750 0,1410256 6 0,6 0,10909091 0,25012 7 Mola 2 500 0,025641 2 0,2 0,03636364 0,06200 8 Jejambu 1 250 0,0128205 1 0,1 0,01818182 0,03100 9 Poga 2 500 0,025641 2 0,2 0,03636364 0,06200
10 Bintangur 5 1250 0,0641026 4 0,4 0,07272727 0,13683 11 Banitan 3 750 0,0384615 3 0,3 0,05454545 0,09301 12 Kamanjing 2 500 0,025641 2 0,2 0,03636364 0,06200 13 Medang kaboi 1 250 0,0128205 1 0,1 0,01818182 0,03100 14 Lanan 4 1000 0,0512821 3 0,3 0,05454545 0,10583 15 Penjarang bukit 1 250 0,0128205 1 0,1 0,01818182 0,03100 16 Bekacang 1 250 0,0128205 1 0,1 0,01818182 0,03100 17 Jejantik 1 250 0,0128205 1 0,1 0,01818182 0,03100 18 Sarigunung 1 250 0,0128205 1 0,1 0,01818182 0,03100 19 Pisang-pisang 1 250 0,0128205 1 0,1 0,01818182 0,03100 20 Bekapas 3 750 0,0384615 3 0,3 0,05454545 0,09301 21 Lamanaduk 3 750 0,0384615 1 0,1 0,01818182 0,05664 22 Jangkang 1 250 0,0128205 1 0,1 0,01818182 0,03100 23 Prapat batu 1 250 0,0128205 1 0,1 0,01818182 0,03100 24 Puak 7 1750 0,0897436 1 0,1 0,01818182 0,10793 25 Jelutung 1 250 0,0128205 1 0,1 0,01818182 0,03100 26 Blengsuit 3 750 0,0384615 1 0,1 0,01818182 0,05664 27 Medang 1 250 0,0128205 1 0,1 0,01818182 0,03100 28 Merang 1 250 0,0128205 1 0,1 0,01818182 0,03100
Jumlah 19500 5,5 2
........Lanjutan lampiran 4 Tingkat pertumbuhan : Pancang Ukuran Transek : (20x200) m2 INP TINGKAT PERTUMBUHAN PANCANG
No Nama Lokal Jumlah K KR F FR INP 1 Jejambu 8 320 0,0404 3 0,3 0,02542373 0,0658 2 Ketiau 10 400 0,0505 6 0,6 0,05084746 0,1014 3 Bekapas 18 720 0,0909 7 0,7 0,05932203 0,1502 4 Poga 5 200 0,0253 4 0,4 0,03389831 0,0592 5 Penempalaan 11 440 0,0556 4 0,4 0,03389831 0,0895 6 Ramin 4 160 0,0202 4 0,4 0,03389831 0,0541 7 Banitan 11 440 0,0556 6 0,6 0,05084746 0,1064 8 Pansulan 2 80 0,0101 2 0,2 0,01694915 0,0271 9 Penseluangan 3 120 0,0152 3 0,3 0,02542373 0,0406
10 Puak 17 680 0,0859 7 0,7 0,05932203 0,1452 11 Bekacang 2 80 0,0101 2 0,2 0,01694915 0,0271 12 Ubar salin 1 40 0,0051 1 0,1 0,00847458 0,0135 13 Pempaning 11 440 0,0556 6 0,6 0,05084746 0,1064 14 Nyatuh 3 120 0,0152 2 0,2 0,01694915 0,0321 15 Tembunso 2 80 0,0101 1 0,1 0,00847458 0,0186 16 Kumpang 19 760 0,0960 8 0,8 0,06779661 0,1638 17 Rengas 7 280 0,0354 5 0,5 0,04237288 0,0777 18 Bentan 1 40 0,0051 1 0,1 0,00847458 0,0135 19 Jangkang 4 160 0,0202 3 0,3 0,02542373 0,0456 20 Pudu 2 80 0,0101 1 0,1 0,00847458 0,0186 21 Ubar merah 12 480 0,0606 8 0,8 0,06779661 0,1284 22 Tunding damak 1 40 0,0051 1 0,1 0,00847458 0,0135 23 Medang kaboi 3 120 0,0152 3 0,3 0,02542373 0,0406 24 Asam-asam 7 280 0,0354 4 0,4 0,03389831 0,0693 25 Kamanjing 1 40 0,0051 1 0,1 0,00847458 0,0135 26 Ubar putih 2 80 0,0101 2 0,2 0,01694915 0,0271 27 Mola 1 40 0,0051 1 0,1 0,00847458 0,0135 28 Salumbar 1 40 0,0051 1 0,1 0,00847458 0,0135 29 Bedaru rawa 3 120 0,0152 2 0,2 0,01694915 0,0321 30 Bulu-bulu 1 40 0,0051 1 0,1 0,00847458 0,0135 31 Idur 1 40 0,0051 1 0,1 0,00847458 0,0135 32 Lamanaduk 5 200 0,0253 3 0,3 0,02542373 0,0507 33 Memari 1 40 0,0051 1 0,1 0,00847458 0,0135 34 Medang kapur 1 40 0,0051 1 0,1 0,00847458 0,0135 35 Mansira 2 80 0,0101 2 0,2 0,01694915 0,0271 36 Badelan 1 40 0,0051 1 0,1 0,00847458 0,0135 37 Bati-bati 1 40 0,0051 1 0,1 0,00847458 0,0135 38 Blengsuit 1 40 0,0051 1 0,1 0,00847458 0,0135 39 Tembaras 1 40 0,0051 1 0,1 0,00847458 0,0135 40 Idur beruang 1 40 0,0051 1 0,1 0,00847458 0,0135 41 Lanan 1 40 0,0051 1 0,1 0,00847458 0,0135 42 Mendarahan 2 80 0,0101 1 0,1 0,00847458 0,0186 43 Merang 4 160 0,0202 1 0,1 0,00847458 0,0287 44 Idat 2 80 0,0101 1 0,1 0,00847458 0,0186 45 Mahang 1 40 0,0051 1 0,1 0,00847458 0,0135
Jumlah 198 7920 1 11,8 1 2
......
..Lan
juta
n la
mpi
ran
4
Ting
kat p
ertu
mbu
han
: Tia
ng
U
kura
n Tr
anse
k
: (20
x200
) m2
A
nalis
is V
eget
asi H
utan
Dip
tero
carp
acea
e Ta
nah
Ker
ing
(Jal
ur 1
3)
INP
TIN
GK
AT
PER
TUM
BU
HA
N T
IAN
G
No
Nam
a Lo
kal
K
K
R
Plot
F
FR
LBD
S D
D
R
INP
1 B
ekap
as
14
140
0,31
11
9 0,
9 0,
2727
0,
2098
2,
098
0,27
60
0,85
98
2 B
leng
suit
7 70
0,
1556
4
0,4
0,12
12
0,14
23
1,42
3 0,
1872
0,
4640
3
Lam
anad
uk
1 10
0,
0222
1
0,1
0,03
03
0,02
68
0,26
8 0,
0353
0,
0878
4
Asa
m-a
sam
4
40
0,08
89
3 0,
3 0,
0909
0,
0692
0,
692
0,09
10
0,27
08
5 K
umpa
ng
7 70
0,
1556
4
0,4
0,12
12
0,11
74
1,17
4 0,
1544
0,
4312
6
Ked
ongd
ong
huta
n 1
10
0,02
22
1 0,
1 0,
0303
0,
0105
0,
105
0,01
38
0,06
63
7 M
ahab
ag
1 10
0,
0222
1
0,1
0,03
03
0,01
5 0,
15
0,01
97
0,07
23
8 Ja
ngka
ng
1 10
0,
0222
1
0,1
0,03
03
0,02
45
0,24
5 0,
0322
0,
0848
9
Pem
pani
ng
1 10
0,
0222
1
0,1
0,03
03
0,02
96
0,29
6 0,
0389
0,
0915
10
Pu
ak
3 30
0,
0667
3
0,3
0,09
09
0,03
65
0,36
5 0,
0480
0,
2056
11
U
bar m
edan
g 1
10
0,02
22
1 0,
1 0,
0303
0,
0121
0,
121
0,01
59
0,06
84
12
Ren
gas
1 10
0,
0222
1
0,1
0,03
03
0,02
32
0,23
2 0,
0305
0,
0830
13
Tent
amu
1 10
0,
0222
1
0,1
0,03
03
0,00
98
0,09
8 0,
0129
0,
0654
14
K
etia
u 1
10
0,02
22
1 0,
1 0,
0303
0,
0124
0,
124
0,01
63
0,06
88
15
Poga
1
10
0,02
22
1 0,
1 0,
0303
0,
0211
0,
211
0,02
78
0,08
03
Jum
lah
450
3,3
1
7,60
2
3
...
.....L
anju
tan
lam
pira
n 4
Ting
kat P
ertu
mbu
han
: Poh
on
Uku
ran
Tran
sek
: (
20x2
00) m
2
Ana
lisis
Veg
etas
i Hut
an D
ipte
roca
rpac
eae
Tana
h K
erin
g (J
alur
13)
INP
TIN
GK
AT
PER
TUM
BU
HA
N P
OH
ON
N
o N
ama
Loka
l
K
KR
F FR
LB
DS
D
DR
IN
P 1
Ren
gas
18
45
0,13
14
9 0,
9 0,
1059
1,
4373
2 3,
5933
0,
0931
0,
3304
2
Bek
apas
13
32
,5
0,09
49
7 0,
7 0,
0824
0,
5887
8 1,
4719
0,
0381
0,
2154
3
Ban
itan
9 22
,5
0,06
57
6 0,
6 0,
0706
0,
7435
1,
8587
0,
0482
0,
1844
4
Ulu
r-ul
ur
1 2,
5 0,
0073
1
0,1
0,01
18
0,22
205
0,55
51
0,01
44
0,03
34
5 La
nan
17
42,5
0,
1241
7
0,7
0,08
24
4,04
714
10,1
179
0,26
21
0,46
86
6 R
amin
10
25
0,
0730
6
0,6
0,07
06
1,27
146
3,17
87
0,08
23
0,22
59
7 N
yatu
h 2
5 0,
0146
1
0,1
0,01
18
0,26
458
0,66
15
0,01
71
0,04
35
8 B
enta
n 2
5 0,
0146
2
0,2
0,02
35
0,09
107
0,22
77
0,00
59
0,04
40
9 Pe
nsel
uang
an
1 2,
5 0,
0073
1
0,1
0,01
18
0,05
07
0,12
68
0,00
33
0,02
23
10
Jang
kang
3
7,5
0,02
19
3 0,
3 0,
0353
0,
3309
3 0,
8273
0,
0214
0,
0786
11
Pa
pung
1
2,5
0,00
73
1 0,
1 0,
0118
0,
0373
6 0,
0934
0,
0024
0,
0215
12
K
etia
u 11
27
,5
0,08
03
6 0,
6 0,
0706
1,
0844
1 2,
7110
0,
0702
0,
2211
13
B
ekun
yit
3 7,
5 0,
0219
3
0,3
0,03
53
0,14
543
0,36
36
0,00
94
0,06
66
14
Asa
m-a
sam
5
12,5
0,
0365
3
0,3
0,03
53
0,19
764
0,49
41
0,01
28
0,08
46
15
Kum
pang
12
30
0,
0876
7
0,7
0,08
24
0,69
683
1,74
21
0,04
51
0,21
51
16
Med
ang
kabo
i 1
2,5
0,00
73
1 0,
1 0,
0118
0,
0352
1 0,
0880
0,
0023
0,
0213
17
Je
lutu
ng
12
30
0,08
76
5 0,
5 0,
0588
2,
3146
3 5,
7866
0,
1499
0,
2963
...
.....L
anju
tan
lam
pira
n 4
Poho
n (R
awa
gam
but)
18
Ben
gala
s 1
2,5
0,00
73
1 0,
1 0,
0118
0,
0723
1 0,
1808
0,
0047
19
M
entib
u 1
2,5
0,00
73
1 0,
1 0,
0118
0,
1687
8 0,
4220
0,
0109
20
Pr
apat
bat
u 1
2,5
0,00
73
1 0,
1 0,
0118
0,
2608
4 0,
6521
0,
0169
21
B
leng
suit
5 12
,5
0,03
65
5 0,
5 0,
0588
0,
5140
7 1,
2852
0,
0333
22
Pe
nem
pala
an
1 2,
5 0,
0073
1
0,1
0,01
18
0,03
66
0,09
15
0,00
24
23
Cem
ara
aru
1 2,
5 0,
0073
1
0,1
0,01
18
0,04
538
0,11
35
0,00
29
24
Man
sira
2
5 0,
0146
2
0,2
0,02
35
0,07
652
0,19
13
0,00
50
25
Lam
anad
uk
1 2,
5 0,
0073
1
0,1
0,01
18
0,10
347
0,25
87
0,00
67
26
Mer
ang
1 2,
5 0,
0073
1
0,1
0,01
18
0,24
383
0,60
96
0,01
58
27
Ben
galis
1
2,5
0,00
73
1 0,
1 0,
0118
0,
0598
5 0,
1496
0,
0039
28
R
asak
1
2,5
0,00
73
1 0,
1 0,
0118
0,
2996
5 0,
7491
0,
0194
Ju
mla
h
137
342,
5
8,
5 1
15,4
4033
38
,600
82
1
Lampiran 5
Sarang & pohon pakan Plot Keberadaan
Sarang Pohon Pakan 1 0 1 2 0 0 3 2 1 4 1 0 5 0 1 6 3 4 7 0 0 8 1 0 9 2 2 10 1 2 11 1 1 12 0 0 13 2 1 14 2 3 15 0 0 16 0 0 17 1 1 18 1 0 19 0 0 20 0 0 21 0 0 22 0 2 23 0 1 24 1 0 25 1 1 26 2 3 27 1 2 28 0 0 29 3 2 30 1 1
Ho : Keberadaan sarang & pohon pakan saling bebas (independen) H1 : Terdapat asosiasi antara keberadaan sarang dengan pohon pakan Pohon pakan Total
Ada Tidak ada
Sarang Ada 13 3 16 Tidak
ada 4 9 13
Total 17 12 29 E(a) = (16 x 17)/30 = 9,067 E(b) = (16 x 12)/30 =6,400
E(c) = (13 x 17)/30 = 7,367
E(d) = (13 x 12)/30 = 5,200 2n = [13-9,067]2+[3-6,400]2+[4-7,367]2
9,067 6,400 7,367
+[9-5,200]2 5,200 = 7,829
2 2 (0,05;1) yang berarti bahwa terdapat asosiasi antara keberadaan sarang dengan pohon pakan (Terima H1)
Lampiran 6.
Analisis regresi terhadap preferensi pemilihan pohon sarang terhadap berbagai faktor peubah ekologi
a. Hutan Kerangas
Regression Analysis: Frekuensi versus TT; Tbc; ... The regression equation is Frekuensi = 1,29 + 0,0024 TT - 0,0209 Tbc - 0,00346 Kell + 0,00230 Luas - 0,00004 JAPST + 0,00334 JPSDJ + 0,0161 JPSDSPT + 0,0107
Jumlah Jenis + 0,0232 Asosiasi Predictor Coef SE Coef T P Constant 1,2947 0,2796 4,63 0,000 TT 0,00239 0,02243 0,11 0,917 Tbc -0,02087 0,01862 -1,12 0,283 Kell -0,003456 0,003998 -0,86 0,403 Luas 0,0023024 0,0008430 2,73 0,017 JAPST -0,000038 0,005221 -0,01 0,994 JPSDJ 0,003343 0,006131 0,55 0,595 JPSDSPT 0,01606 0,01140 1,41 0,182 Jumlah Jenis 0,01066 0,04197 0,25 0,803 Asosiasi 0,02321 0,09327 0,25 0,807 Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 9 0,62213 0,06913 2,69 0,052 Residual Error 13 0,33440 0,02572 Total 22 0,95652 Source DF Seq SS TT 1 0,04283 Tbc 1 0,00061 Kell 1 0,26500 Luas 1 0,22381 JAPST 1 0,00467 JPSDJ 1 0,02770 JPSDSPT 1 0,05479 Jumlah Jenis 1 0,00112 Asosiasi 1 0,00159 Unusual Observations Obs TT Frekuensi Fit SE Fit Residual St Resid 15 22,5 2,0000 1,6656 0,1308 0,3344 3,61R 20 27,0 1,0000 1,3236 0,1123 -0,3236 -2,83R
........Lanjutan lampiran 6
b. Dipteocarp dataran rendah
Regression Analysis: Frekuensi versus TT; Tbc; ... The regression equation is Frekuensi = 0,962 + 0,00302 TT - 0,00385 Tbc + 0,00165 Kell + 0,000024 Luas-
0,00802 JAPST + 0,00531 JPSDJ + 0,00177 JPSDSPT + 0,0163 Jumlah Jenis + 0,0229 Asosiasi Predictor Coef SE Coef T P Constant 0,96173 0,08229 11,69 0,000 TT 0,003020 0,007653 0,39 0,693 Tbc -0,003854 0,007081 -0,54 0,587 Kell 0,0016468 0,0006321 2,61 0,010 Luas 0,0000243 0,0002780 0,09 0,930 JAPST -0,008021 0,004792 -1,67 0,095 JPSDJ 0,005310 0,002476 2,14 0,033 JPSDSPT 0,001770 0,005536 0,32 0,749 Jumlah Jenis 0,01626 0,02726 0,60 0,552 Asosiasi 0,02294 0,02986 0,77 0,443 Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 9 1,74168 0,19352 2,41 0,012 Residual Error 288 23,17108 0,08046 Total 297 24,91275 Source DF Seq SS TT 1 0,54740 Tbc 1 0,01498 Kell 1 0,60363 Luas 1 0,01609 JAPST 1 0,07494 JPSDJ 1 0,33931 JPSDSPT 1 0,02383 Jumlah Jenis 1 0,07401 Asosiasi 1 0,04748 Unusual Observations Obs TT Frekuensi Fit SE Fit Residual St Resid 47 23,0 1,0000 1,4364 0,1010 -0,4364 -1,65 X 50 22,0 2,0000 1,2387 0,0651 0,7613 2,76R 65 19,0 2,0000 1,1036 0,0460 0,8964 3,20R 74 20,0 3,0000 1,0999 0,0297 1,9001 6,74R 101 23,0 2,0000 1,0680 0,0480 0,9320 3,33R 103 15,0 2,0000 1,0577 0,0363 0,9423 3,35R 132 15,0 2,0000 1,1298 0,0459 0,8702 3,11R 142 25,0 3,0000 1,2511 0,0694 1,7489 6,36R 184 18,0 3,0000 1,2795 0,0820 1,7205 6,34R 189 20,0 3,0000 1,2103 0,0461 1,7897 6,39R 198 11,0 2,0000 1,0446 0,0585 0,9554 3,44R 243 18,0 2,0000 1,0691 0,0433 0,9309 3,32R 258 15,0 2,0000 1,0816 0,0466 0,9184 3,28R 261 17,0 2,0000 1,1283 0,0484 0,8717 3,12R 273 16,0 1,0000 0,9242 0,2192 0,0758 0,42 X 280 15,0 1,0000 0,9170 0,2546 0,0830 0,66 X 298 23,0 2,0000 1,2260 0,0527 0,7740 2,78R
........Lanjutan lampiran 6 c. Rawa gambut
Regression Analysis: Frekuensi versus TT; Tbc; ... The regression equation is Frekuensi = 0,942 - 0,0006 TT - 0,0016 Tbc - 0,00043 Kell + 0,00143 Luas + 0,0009 JAPST - 0,00148 JPSDJ + 0,0034 JPSDSPT + 0,0212 Jumlah Jenis + 0,076 Asosiasi Predictor Coef SE Coef T P Constant 0,9415 0,2898 3,25 0,002 TT 0,00061 0,02813 0,02 0,983 Tbc 0,00158 0,01869 0,08 0,933 Kell -0,000434 0,001668 -0,26 0,796 Luas 0,0014263 0,0009374 1,52 0,136 JAPST 0,00093 0,01203 0,08 0,939 JPSDJ -0,001476 0,005500 -0,27 0,790 JPSDSPT 0,00342 0,01496 0,23 0,820 Jumlah Jenis 0,02119 0,07839 0,27 0,788 Asosiasi 0,0757 0,1622 0,47 0,643 Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 9 0,32016 0,03557 0,57 0,814 Residual Error 40 2,49984 0,06250 Total 49 2,82000 Source DF Seq SS TT 1 0,12564 Tbc 1 0,00069 Kell 1 0,00079 Luas 1 0,17180 JAPST 1 0,00112 JPSDJ 1 0,00399 JPSDSPT 1 0,00241 Jumlah Jenis 1 0,00008 Asosiasi 1 0,01363 Unusual Observations Obs TT Frekuensi Fit SE Fit Residual St Resid 11 28,0 2,0000 1,2303 0,1208 0,7697 3,52R 12 15,0 2,0000 1,0616 0,0763 0,9384 3,94R 28 22,0 2,0000 1,2082 0,1079 0,7918 3,51R