Post on 16-Oct-2021
SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN (SNHP‐V) ISBN 978‐602‐0960‐29‐6 LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS PGRI SEMARANG Semarang, 21 November 2015
506
Evaluasi Fitoremediasi Pencemaran Logam Berat di Tanah TPA
Maria Ulfah1, Endah Rita Sulistya Dewi2 1 FPMIPATI, Universitas PGRI Semarang (Maria Ulfah)
ulfahartono@gmail.com 2 FPMIPATI, Universitas PGRI Semarang (Endah Rita Sulistya Dewi)
ABSTRAK
TPA sampah Jatibarang merupakan salah satu sumber limbah di Semarang yang lokasinya dekat dengan pemukiman penduduk. Komposisi sampah yang masuk ke TPA, terdiri dari sampah organik dan anorganik. Proses dekomposisi anaerobik di dalam lokasi TPA menghasilkan lindi. Tumpukan sampah yang menghasilkan lindi berpotensi menyebabkan pencemaran tanah bahkan merembes hingga jarak tertentu. Karakteristik logam berat dikarenakan banyaknya mineral yang dilarutkan oleh lindi. Oleh karena itu perlu dilakukan pemulihan lahan terkontaminasi pada tanah TPA. Strategi fitoremediasi yang mengandalkan pada peranan tumbuhan untuk menyerap, mendegradasi, mentransformasi dan mengimobilisasi logam berat, diharapkan dapat dijadikan alternatif untuk pemulihan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode survey. Objek penelitian yang diamati adalah konsentrasi logam berat pada tanah TPA sampah Jatibarang dan tumbuhan yang berpotensi sebagai hiperakumulator logam berat. Analisis logam berat dilakukan menggunakan ICP‐MS di Laboratorium Kimia Univeritas Negeri Semarang. Hasil penelitian menunjukkan lindi TPA yang mengandung logam berat berpotensi menyebabkan pencemaran tanah dan telah merembes sehingga pencemaran logam berat di tanah TPA Sampah Jatibarang perlu pemantauan dan strategi fitoremediasi pada tanah tercemar logam berat di TPA dapat dijadikan sebagai alternatif pengendalian pencemaran logam berat di tanah TPA.
Kata Kunci: Fitoremediasi, Logam Berat, Tanah TPA
Phytoremediation Evaluation of Heavy Metal Contamination in Soil Landfill
ABSTRACT
Jatibarang landfill is one source of waste in Semarang, which are located close to residential areas. The composition of waste that goes to landfill, consisting of organic and inorganic waste. The process of anaerobic decomposition in landfill sites produce leachate. Scrapheap produce potentially cause contamination of soil leachate seeping even at a certain distance. Characteristics of heavy metals due to the many minerals dissolved by leachate. Therefore it is necessary for the recovery of contaminated soil in landfill soil. Phytoremediation strategy that relies on the role of plants to absorb, degrade, transform and immobilize heavy metals, is expected to be an alternative to recovery. This research is a qualitative descriptive study using a survey method. The object of research is the observed concentration of heavy metals in soil and plants landfill Jatibarang potentially hyperaccumulator heavy metals. Heavy metal analysis was performed using ICP‐MS in Chemical Laboratory to the State University of Semarang. The results showed a landfill leachate containing heavy metals and potentially cause soil contamination has seeped so that heavy metal pollution in soil landfill waste Jatibarang need monitoring and phytoremediation strategy on soil contaminated with heavy metals in landfill can be used as an alternative control of heavy metal pollution in soil landfill.
Keywords: Phytoremediation, Heavy Metal, Soil Landfill
SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN (SNHP‐V) ISBN 978‐602‐0960‐29‐6 LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS PGRI SEMARANG Semarang, 21 November 2015
507
PENDAHULUAN
TPA Sampah Jatibarang merupakan salah satu sumber limbah di Semarang yang lokasinya dekat dengan pemukiman penduduk. TPA Sampah Jatibarang Semarang terletak di Kelurahan Kedungpane Kecamatan Mijen Kota Semarang dengan luas lahan 46,183 Ha, 27.7098 Ha (60% ) untuk lahan buang dan 18.4732 Ha (40%) untuk infrastruktur kolam lindi (Leachate) sabuk hijau dan lahan cover. Komposisi sampah yang masuk ke TPA Sampah Jatibarang, terdiri dari sampah organik dan sampah anorganik.
Proses dekomposisi anaerobik di dalam lokasi TPA Sampah Jatibarang menghasilkan lindi. Tumpukan sampah yang menghasilkan lindi berpotensi menyebabkan pencemaran tanah bahkan merembes hingga jarak tertentu. Lindi dihasilkan dari infiltrasi air hujan yang masuk dalam tumpukan sampah di TPA serta cairan yang ada dalam sampah itu sendiri. Lindi yang dihasilkan oleh tumpukan sampah di TPA Sampah Jatibarang disalurkan ke bak‐bak penampungan untuk diolah lebih lanjut, namun cara ini juga memiliki beberapa kelemahan, yang paling menonjol adalah potensi pencemaran tanah oleh lindi. Lindi yang masuk di tanah akan menimbulkan pencemaran. Hal ini berbahaya bagi pemukiman disekitarnya yang berjarak ± 300 meter dan pemukiman disekitar sungai Cebong, sungai Kreo, dan sungai Kaligarang. Bila hal ini dibiarkan akan timbul masalah yang lebih luas bagi penduduk kota Semarang.
Karakteristik logam berat dikarenakan banyaknya mineral yang dilarutkan oleh lindi. pH lindi yang netral sampai asam dapat melarutkan logam berat yang tercampur sampah di TPA, dan warna yang sulit dihilangkan dari coklat muda sampai berwarna hitam.Logam berat merupakan trace element yang mempunyai potensi toksin bagi tumbuhan atau makhluk hidup lainnya. Trace element didefinisikan sebagai elemen yang keberadaannya di alam sangat sedikit, yang bila terdapat dalam konsentrasi yang cukup memiliki potensi mengganggu atau
beracun pada makhluk hidup. Komposisi logam berat pada lindi dari TPA secara umum adalah kadmium (Cd) dengan kisaran <0,005‐0,01 mg/l, timbal (Pb) dengan kisaran <0,05‐0,22 mg/l, dan kromium (Cr) dengan kisaran <0,05‐0,14 mg/l (Damanhuri, 2008).
Salah satu pendekatan untuk memulihkan polutan logam berat adalah phytoextraction menggunakan tanaman hiperakumulator. Tanaman mempunyai toleransi terhadap logam berat yang bersifat esensial untuk pertumbuhan dan perkembangan (Hardiani, 2009). Tanaman yang mempunyai kemampuan menyerap logam berat melalui akar dan mengakumulasinya dalam berbagai organnya, dikenal sebagai tanaman hiperakumulator. Hiperakumulator adalah tanaman yang dapat menyerap logam berat sekitar 1% dari berat keringnya (Fahrudin, 2010). Jenis tanaman ini mampu mengakumulasi konsentrasi tinggi ion logam tanpa mengalami penurunan hasil akibat keracunan logam. Tanaman hiperakumulator mampu mengakumulasi logam dengan konsentrasi lebih dari 100 kali melebihi tanaman normal. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan serangkaian proses fisiologis dan biokimiawi serta ekspresi gen‐gen yang mengendalikan penyerapan, akumulasi dan toleransi tanaman terhadap logam. Tumbuhan hiperakumulator merupakan tumbuhan yang dapat digunakan dalam proses fitoremediasi.
Fitoremediasi merupakan salah satu cara pembersihan polutan menggunakan tumbuhan, umumnya terdefinisi seperti pembersihan kontaminan dari lingkungan dengan menggunakan tumbuhan hiperakumulator. Fitoremediasi berasal dari dua kata yaitu Phyto dalam bahasa Yunani yang berarti tumbuhan dan remediare yang berasal dari bahasa Latin yaitu memperbaiki atau membersihkan sesuatu.Fitoremediasi merupakan salah satu metode remediasi dengan mengandalkan peran tumbuhan untuk menyerap, mendegradasi, mentransformasi
SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN (SNHP‐V) ISBN 978‐602‐0960‐29‐6 LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS PGRI SEMARANG Semarang, 21 November 2015
508
dan mengimobilisasi bahan pencemar logam berat atau polutan.
Beberapa peneliti mengusulkan selain tanaman hiperakumulator, jenis tanaman hipertoleransi yang mempunyai biomassa tinggi bisa juga digunakan sebagai tanaman alternatif dalam fitoremediasi. Beberapa jenis tanaman tingkat tinggi memiliki kemampuan untuk mengakumulasi logam berat dalam kisaran yang tinggi sehingga disebut sebagai tanaman yang toleran terhadap logam berat. Lokasi akumulasi logam berat pada tanaman terdistribusi hampir di seluruh bagian tanaman, yaitu akar, daun, dan bunga (Krause dkk dalam Azidi dkk, 2008).
Sejumlah tumbuhan terbukti memiliki sifat hipertoleran, yakni dapat mentolelir logam dengan konsentrasi tinggi dan sifat hiperakumulator, yang berarti dapat mengakumulasi logam tertentu dengan konsentrasi tinggi pada jaringan akar dan tajuknya.
Banyak jenis tumbuhan berpembuluh ditemukan mempunyai kemampuan untuk mengakumulasikan logam berat. Lebih dari 400 jenis tumbuhan telah ditemukan mempunyai kemampuan hiperakumulator termasuk anggota famili Asteraceae, Brassicaceae, Caryophyllaceae, Cyperaceae, Cunouniaceae, Fabaceae,Flacourtiaceae, Lamiaceae, Poaceae, Violaceae, dan Euphorbiaceae. Famili yang paling banyak dijumpai sebagai hiperakumulator adalah Brassicaceae, spesies dari famili ini mampu mengakumulasikan lebih dari satu jenis logam.Salah satu contoh adalah Brassica juncea mampu mengakumulasikan Se, As, Cd, Cu, Hg dan Zn. Thlaspi caerulescens merupakan akumulator Cd sedangkan Alyssum sp merupakan akumulator dari Ni. Contoh lainnya, Pistia stratiotes dapat mengakumulasikan Ag, Cd, Cr, Cu, Hg, Ni, Pb dan Zn dengan konsentrasi mencapai 5 mM per kg biomas. Tumbuhan Pistia stratiotes mengakumulasikan logam pada jaringan akar. Tembakau (Nicotiana tabaccum) juga dikenal mempunyai kemampuan untuk
mengakumulasikan Hg. Beberapa jenis tumbuhan paku seperti Pteris vittata dapat mengakumulasikan As. Jenis Pteris yang lain misalnya Pteris cretica, Pteris longifolia dan Pteris umbrosa juga mampu mengakumulasikan As. Tumbuhan paku air Azolla caroliniana (Azollaceae) dapat digunakan untuk membersihkan Hg dan Cr dalam air dan mengakumulasikannya dalam jaringan sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pemurni air.
Pemanfaatan tumbuhan untuk remediasi lingkungan ditentukan oleh pemahaman tentang penyerapan logam serta penyerapan dan atau degradasi senyawa organik oleh tumbuhan. Tumbuhan harus bersifat hipertoleran agar dapat mengakumulasi sejumlah besar logam berat di dalam batang serta daun. Tumbuhan harus mampu menyerap logam berat dari dalam larutan tanah dengan laju penyerapan yang tinggi.Tumbuhan harus mempunyai kemampuan untuk mentranslokasi logam berat yang diserap akar ke bagian batang serta daun.
Tujuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan data konsentrasi logam berat pada tanah TPA Sampah Jatibarang dan gambaran mengenai fitoremediasi pencemaran logam berat pada tanah TPA Sampah Jatibarang, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam penggunaan dan pemanfaatan tanaman sebagai fitoremediator lahan yang tercemar logam berat. Data ini dapat digunakan sebagai landasan pengembangan strategi pengendalian logam berat di tanah pada lingkungan TPA Sampah Jatibarang.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di TPA Sampah Jatibarang yang terletak di Kelurahan Kedungpane Kecamatan Mijen Kota Semarang pada bulan Agustus 2015. Tahapan penelitian meliputi survei lokasi, pengumpulan data dan analisis data.Tujuan survei adalah untuk
SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN (SNHP‐V) ISBN 978‐602‐0960‐29‐6 LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS PGRI SEMARANG Semarang, 21 November 2015
509
menentukan titik sampling. Survei lokasi dilakukan dengan cara pengamatan di lokasi penelitian.Subjek penelitian adalah konsentrasi logam berat dalam tanah pada tempat yang berbeda di TPA dan tanaman yang berpotensi sebagai hiperakumulator logam berat di kawasan TPA Sampah Jatibarang.
Pengambilan data dilakukan dengan observasi lapangan dan penelusuran data primer dan sekunder. Observasi lapangan dilakukan di TPA Sampah Jatibarang dengan tujuan untuk mengetahui kondisi lingkungan yang ada. Observasi lapangan untuk mengetahui kondisi tanaman yang berpotensi sebagai hiperakumulator logam berat yang ada. Data penelitian berupa konsentrasi logam berat pada tanah TPA Jatibarang diolah di laboratorium. Sampel tanah diolah lebih lanjut untuk dianalisis konsentrasi logam berat. Strategi yang diterapkan untuk pengambilan tanah di TPA Sampah Jatibarang adalah dengan cara acak. Pengambilan contoh pada tanah di TPA Sampah Jatibarang dilakukan pada kedalaman 20 cm. Berat tiap contoh tanah yang diambil 100 g tanah per contoh. Sebagian sampel tanah yang telah diambil dari lokasi pengambilan sampel dianalisis di Laboratorium Kimia Universitas Negeri Semarang untuk mengetahui konsentrasi logam berat dengan menggunakan metode ICP‐MS. Data yang diperoleh berupa konsentrasi logam berat pada tanah dan kondisi tanaman yang berpotensi sebagai hiperakumulator logam berat di TPA Sampah Jatibarang secara lengkap kemudian disusun dalam bentuk tabel dan narasi. Data‐data tersebut selanjutnya dianalisis secara deskriptif kualitatif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsentrasi Logam Berat pada Tanah di TPA Sampah Jatibarang
Konsentrasi logam berat dalam tanah di TPA Sampah Jatibarang bervariasi di tiap lokasi. Hasil pengujian logam berat pada
sampel tanah di dua lokasi berbeda di TPA Sampah Jatibarang dengan menggunakan ICP‐MS Laboratorium Kimia Universitas Negeri Semarang disajikan pada Tabel 1 :
Tabel 1. Konsentrasi Logam Berat dalam Tanah TPA
Logam Konsentrasi (mg/L)
Lokasi 1
Konsentrasi (mg/L)
Lokasi 2
Ag ‐ 0,017
Al ‐ ‐
As ‐ ‐
Ba ‐ ‐
Be 0,027 0,034
Bi ‐ 0,004
Ca 194,3 ‐
Cd 0,037 0,032
Co ‐ ‐
Cr 0,375 0,23
Cs ‐ ‐
Cu 1,084 1,325
Fe 267,4 285
Ga 0,401 0,442
Hg 2,2 2,587
In ‐ ‐
K ‐ ‐
Li ‐ ‐
Mg 46,33 92,46
Mn 14,69 44,7
Na 20,61 4,747
Ni 0,214 0,195
Pb ‐ ‐
Rb 24,43 23,31
Se 0,114 1,11
Sr ‐ ‐
SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN (SNHP‐V) ISBN 978‐602‐0960‐29‐6 LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS PGRI SEMARANG Semarang, 21 November 2015
510
Tl ‐ ‐
U 192,6 188,1
V 1,488 0,993
Zn ‐ ‐
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi konsentrasi logam berat di dalam tanah adalah kontinuitas masukan sampah di TPA Sampah Jatibarang. Masukan sampah di TPA menyebabkan semakin banyak sampah yang berpotensi mengandung logam berat masuk ke dalam TPA, terjadinya mobilisasi logam berat yang masuk ke dalam air tanah dan mengalir ke lokasi yang lebih rendah sehingga berpotensi meningkatkan konsentrasi logam berat dalam tanah.
Keberadaan logam berat di dalam tanah tidak dapat dipisahkan dari faktor‐faktor lingkungan yang mempengaruhi peresapan logam berat ke dalam tanah antara lain pH tanah dan bahan organik tanah. Konsentrasi logam berat di dalam tanah dengan pH rendah cenderung lebih kecil bila dibanding pada tanah dengan pH tinggi. Pada kondisi tanah dengan pH rendah, unsur logam berat akan larut dalam air tanah sehingga lebih mudah tercuci ke lapisan bawah tanah. Pada kondisi tanah dengan pH tinggi, logam berat akan terikat oleh koloid tanah dan bahan organik atau diendapkan dalam bentuk hidroksida, sehingga terhindar dari proses pencucian dan penyerapan oleh akar tanaman (Atmojo, 2003). Bahan organik tanah turut mempengaruhi konsentrasi logam berat dalam tanah. Bahan organik akan berikatan dengan logam berat membentuk kelat. (Alloway dan Ayres, 1997).
Menurut Darmono (1995), konsentrasi logam berat dalam tanah secara alami dengan kisaran non pencemaran antara lain As (5‐3000 ppm, rerata 100 ppm), Co (1‐40 ppm, rerata 8 ppm), Cu (1‐300 ppm, rerata 20 ppm), Pb (2‐ 200 ppm, rerata 10 ppm), Zn (10‐300 ppm, rerata 50 ppm), Cd (0,05‐ 0,7 ppm,
rerata 0,06 ppm), dan Hg (0,01 ‐ 0,3 ppm, rerata 0,03 ppm).
Ferguson (1990) mengemukakan batas beberapa konsentrasi logam berat yaitu :
1. Cadmium (Cd), nilai rerata pada tanah yang tidak terkontaminasi adalah 0,62 μg/g. Batas minimum : 0,1 μg/g dan batas maksimumnya : 1,0 μg/g.
2. Mercury (Hg), nilai rerata pada tanah yang tidak terkontaminasi adalah 0,098 μg/g. Batas minimum : 0,01 μg/g dan batas maksimumnya : 0,06 μg/g.
3. Arsenic (As), nilai rerata pada tanah yang tidak terkontaminasi adalah 6,03 μg/g. Batas minimum : 5 μg/g dan batas maksimumnya : 10 μg/g.
4. Lead (Pb), nilai rerata adalah 29,2 μg/g, tetapi konsentrasi pada tanah yang tidak terkontaminasi adalah 10 – 20 μg/g, bila konsentrasi lebih dari 100 μg/g, maka sudah terkontaminasi. Karena itu batas maksimum Pb adalah 20 μg/g atau 50 μg/g.
5. Selenium (Se) mempunyai nilai rerata 0,4 μg/g. Angka ini akan meningkat pada daerah asam.
Keanekaragaman Jenis Tanaman yang berada di TPA Sampah Jatibarang
Hasil observasi pada dua tempat yang berbeda di TPA Sampah Jatibarang terdapat beberapa jenis‐jenis tanaman yang disajikan pada Tabel 2 :
Tabel 2. Jenis‐Jenis Tanaman yang Berada di TPA
Lokasi Jenis Tanaman Jumlah pohon
1 Markisa 1
Pare 1
Pisang 43
Lombok 7
SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN (SNHP‐V) ISBN 978‐602‐0960‐29‐6 LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS PGRI SEMARANG Semarang, 21 November 2015
511
Terong 4
Kemangi 1
Jarak Pagar 18
2 Talas 36
Pisang 25
Ketela Pohon 1
Cabai 2
Terong 1
Bayam 1
Jarak Pagar 23
Karakteristik tumbuhan hiperakumulator adalah: (i) Tahan terhadap unsur logam dalam konsentrasi tinggi pada jaringan akar dan tajuk; (ii) Tingkat laju penyerapan unsur dari tanah yang tinggi dibanding tanaman lain; (iii) Memiliki kemampuan mentranslokasi dan mengakumulasi unsur logam dari akar ke tajuk dengan laju yang tinggi. Translokasi ini merupakan komponen yang harus diperhatikan dalam penentuan tumbuhan hiperakumulator.
Lasat (1996), menyatakan bahwa untuk acuan tanaman yang bersifat hiperakumulator sebagai berikut:
1. Dapat mengakumulasi logam Hg sebesar 10 mg/kg berat kering.
2. Dapat mengakumulasi logam Cd sebesar 100 mg/kg berat kering.
3. Dapat mengakumulasi logam Co, Cr, Cu, dan Pb sebesar 1000 mg/kg berat kering.
4. Dapat mengakumulasi logam Ni dan Zn sebesar 10000 mg/kg berat kering.
Suatu jenis tumbuhan dikategorikan sebagai spesies hiperakumulator apabila:
1. Bersifat toleran terhadap kandungan logam yang tinggi sehingga pertumbuhan akar dan pucuk tidak
mengalami hambatan. Tanaman yang toleran tidak akan terganggu pertumbuhannya walaupun tumbuh pada tanah dengan toksisitas yang tinggi. Toleransi ini diduga berasal dari kemampuan tanaman untuk menyimpan logam dalam vakuola sel atau mampu mengkelat logam‐logam.
2. Mampu menyerap logam (uptake) yang terdapat dalam larutan tanah dengan cepat. Kecepatan uptake ditentukan oleh jenis tumbuhan dan macam logam yang di‐uptake. Mampu mentranslokasikan suatu unsur logam dari akar ke bagian pucuk tanaman dengan kecepatan tinggi..
3. Mampu mentranslokasikan suatu unsur logam dari akar ke bagian pucuk tanaman dengan kecepatan tinggi.
4. Harus mampu menghasilkan biomasa yang tinggi dalam waktu yang cepat (cepat tumbuh), mudah dibudidayakan dan mudah dipanen (Chaney et al.,1995).
Dalam hubungannya dengan pemanfaatan tumbuhan sebagai agen fitoremediator, Baker (1999) mengemukakan ciri,yaitu :
1. Laju akumulasi harus tinggi.
2. Mempunyai kemampuan mengakumulasi beberapa macam logam.
3. Mempunyai kemampuan tumbuh cepat dengan produksi biomassa tinggi
4. Tanaman harus tahan hama dan penyakit
Keanekaragaman jenis tanaman yang berada di TPA Sampah Jatibarang lebih banyak termasuk tanaman konsumsi yang
SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN (SNHP‐V) ISBN 978‐602‐0960‐29‐6 LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS PGRI SEMARANG Semarang, 21 November 2015
512
berupa buah dan sayur antara lain markisa, pare, pisang, lombok, terong, kemangi, talas, ketela pohon, cabai dan bayam. Walaupun tumbuhan tersebut toleran terhadap lingkungan tanah TPA Sampah Jatibarang, dan kemungkinan mempunyai kemampuan mengakumulasi logam berat, namun sangat berbahaya untuk dijadikan sebagai agen fitoremediator pada tanah TPA Sampah Jatibarang yang tercemar logam berat. Akumulasi logam berat pada tanaman konsumsi sangat berbahaya bila terakumulasi pada tubuh manusia.
Dari hasil observasi di TPA Sampah Jatibarang, tanaman yang dapat dikembangkan sebagai agen fitoremediator adalah jarak pagar. Berdasarkan hasil penelitian Rismawati tentang fitoremediasi tanah tercemar logam berat Zn menggunakan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas), tanaman Jarak pagar (Jatropha curcas) berpotensi sebagai akumulator Zn, (nilai Faktor Transfer < 20) untuk diaplikasikan sebagai agen fitoremediator Zn pada 28 hari perlakuan. Logam berat Zn berpengaruh terhadap tinggi tanaman, luas daun, dan biomassa. Tanaman Jarak pagar (Jatropha curcas) mampu tumbuh pada tanah tercemar logam berat.
Semua tumbuhan memiliki kemampuan menyerap logam tetapi dalam jumlah yang bervariasi. Sejumlah tumbuhan dari banyak famili terbukti memiliki sifat hipertoleran, yakni mampu mengakumulasi logam dengan konsentrasi tinggi pada jaringan akar dan tajuknya, sehingga bersifat hiperakumulator. Sifat hiperakumulator berarti dapat mengakumulasi unsur logam tertentu dengan konsentrasi tinggi pada tajuknya dan dapat digunakan untuk tujuan fitoekstraksi. Dalam proses fitoekstraksi ini logam berat diserap oleh akar tanaman dan ditranslokasikan ke tajuk untuk diolah kembali atau dibuang pada saat tanaman dipanen (Chaney et al. 1995).
Tabel 3. Jenis tumbuhan berpotensi sebagai hiperakumulator
Jenis Kontaminan
Tumbuhan
Zn (zink)
Cd (kadmium)
Pb (plumbum)
Co (kobalt)
Cu (kuprum)
Mn (mangan)
Ni (nikel)
Cs (sesium)
As (arsenik)
Se (selenium)
Fe (ferum)
Hg (merkurium)
Salinitas
Minyak bumi
Thlaspi caerulescens, T. calaminare, Sambucus,
Rumex
Thlaspi caerulescens, Sambucus, Rumex, Mimulus
guttatus, Lolium miscanthus
Lolium miscanthus, Thlaspi rotundifolium
Agrostis gigantea, Haumaniastrum robertii, Mimulus
guttatus
Aeolanthus biformifolius, Lolium miscanthus
Alyxia rubricaulis
Alyssum bertolonii, A. lesbiacum, Berkheya coddii,
Hybanthus floribundus, Thlaspi goesingense,
T. montanum, Senesio coronatus, Lolium
miscanthus, Phyllanthus serpentinus
Amaranthus retroflexus
SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN (SNHP‐V) ISBN 978‐602‐0960‐29‐6 LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS PGRI SEMARANG Semarang, 21 November 2015
513
Reynoutria sachalinensis, Chlamidomonas sp.
Astragalus racemosus
Poaceae
Arabidopsis thaliana
Attriplex spp., Halosarcia spp., Enneapogon spp.
Euphorbia, Cetraria, Amaranthus retroflexus
Sumber : (Baker & Brooks, 1989)
Morfologi Tanaman Jarak Pagar yang Berpotensi sebagai Hiperakumulator Logam Berat di TPA Jatibarang
Jarak Pagar merupakan tanaman pionir yang dapat beradaptasi dengan berbagai iklim dan tanah (Sukmarayu P. Gedoan, et al., 2011; Mariam, 2006). Jarak Pagar juga dapat tumbuh dengan baik sebagai tanaman agroforestri pada lahan tandus dan marjinal (Heller, 1996). Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada dataran rendah sampai pada ketinggian 500 m dpl. Curah hujan yang sesuai untuk tanaman jarak pagar adalah 625 mm/th, namun masih dapat tumbuh pada kisaran curah hujan 300 mm – 2.380 mm/tahun. Sedang kisaran suhu yang diperlukan adalah antara 20ºC ‐ 26ºC, pada suhu ekstrim (dibawah 15ºC atau diatas 35ºC) akan menghambat pertumbuhan serta mengurangi kadar minyak dalam biji dan mengubah komposisinya. Tanaman jarak pagar mempunyai sistem perakaran yang mampu menahan air dan tanah sehingga tahan terhadap kekeringan serta berfungsi menahan erosi. Jarak pagar dapat tumbuh pada berbagai ragam tekstur dan jenis tanah dan mampu beradaptasi pada tanah yang kurang subur atau tanah bergaram, memiliki drainase yang baik, tidak tergenang dan pH tanah 5,0‐6,5.
Tanaman jarak pagar memiliki beberapa nama daerah (lokal) antara lain
jarak budeg, jarak gundul, jarak cina (Jawa); baklawah, nawaih (NAD); dulang (Batak); jarak kosta (Sunda); jarak kare (Timor); peleng kaliki (Bugis); kalekhe paghar (Madura); jarak pager (Bali); lulu mau, paku kase, jarak pageh (Nusa Tenggara); kuman nema (Alor); jarak kosta, jarak wolanda, bindalo, bintalo, tondo utomene (Sulawesi); dan ai huwa kamala, balacai, kadoto (Maluku). Tanaman jarak pagar termasuk perdu dengan tinggi 1 – 7 m, bercabang tidak teratur. Batangnya berkayu, silindris dan bila terluka akan mengeluarkan getah.
Gambar 1. Jarak Pagar (Koleksi Pribadi)
Dalam taksonomi tumbuhan, kedudukan tanaman ini diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Magnoliophyta
Classis : Magnoliopsida
Ordo : Euphorbiales
Familia : Euphorbiaceae
Genus : Jatropha
(Nurcholis dan Sumarsih, 2007).
Daun jarak pagar berupa daun tunggal, berlekuk, bersudut 3 atau 5,tulang daun menjari dengan 5‐7 tulang utama, daunnya berwarna hijau dimana warna permukaan bagian bawah daun lebih pucat dibandingkan bagian atasnya. Panjang dan
SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN (SNHP‐V) ISBN 978‐602‐0960‐29‐6 LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS PGRI SEMARANG Semarang, 21 November 2015
514
lebar daun 6‐15 cm yang tersusun secara selang‐seling. Panjang tangkai daun sekitar 4‐15 cm (Prihandana dan Hendroko, 2006). Pada musim kemarau yang panjang, tanaman ini menggugurkan daunnya. (Syah, 2006).
Bunga tanaman jarak pagar adalah bunga majemuk berbentuk malai, berwarna kuning kehijauan, berkelamin tunggal dan berumah satu (putik dan benang sari dalam satu tanaman). Bunga betina 4 – 5 kali lebih banyak dari bunga jantan. Bunga betina dan bunga jantan tersusun dalam rangkaian berbentuk cawan yang tumbuh di ujang batang atau ketiak daun. Bunga memiliki 5 kelopak berbentuk bulat telur dengan panjang kurang lebih 4 mm. Benang sari mengumpul pada pangkal dan berwarna kuning. Tangkai putik pendek berwarna hijau dan kepala putik melengkung keluar berwarna kuning. Bunganya mempunyai 5 mahkota berwarna keunguan. Setiap tandan terdapat lebih dari 15 bunga. Tanaman jarak pagar termasuk tanaman monoecious dan bunganya uniseksual. Kadangkala muncul hermaprodit yang berbentuk cawan berwarna hijau kekuningan.
Buah jarak pagar berupa buah kotak berbentuk bulat telur dengan diameter 2 – 4 cm. Panjang buah 2 cm dengan ketebalan sekitar 1 cm. Buah berwarna hijau ketika muda serta abu‐abu kecoklatan atau kehitaman ketika masak. Buah jarak pagar yang disebut kapsul akan masak 40‐50 hari setelah pembuahan; buah sedikit berdaging (fleshy) waktu muda, berwarna hijau kemudian menjadi kuning dan mengering lalu pecah waktu masak; biasanya berisi tiga biji berwarna hitam. Pembentukan buah membutuhkan waktu selama 90 hari dari pembungaan sampai matang. Buah Jatropha curcas matang tidak serentak. Di satu rangkaian akan terdapat bunga, buah muda, serta buah yang sudah kering. Buah jarak pagar terbagi menjadi tiga ruang yang masing‐masing ruang berisi 3‐4 biji (Prihandana dan Hendroko, 2006). Tanaman jarak pagar mulai berbuah pada umur 5 bulan, dan mencapai
produktifitas penuh pada umur 5 tahun. Panjang buah sekitar 1 inchi (sekitar 2,5 cm), dan mengandung 2‐3 biji (Syah, 2006).Buah jarak terbagi menjadi 3‐5 ruang, masing‐masing berisi satu biji sehingga tiap buah terdapat 3‐5 biji.
Biji berbentuk bulat lonjong dan berwarna coklat kehitaman. Biji inilah yang banyak mengandung minyak dengan rendemen mencapai 30% ‐ 50% dan mengandung toksin sehingga tidak dapat dimakan. Biji jarak pagar berbentuk bulat lonjong, berwarna cokelat kehitaman dengan ukuran panjang 2 cm, tebal 1 cm, dan berat 0,4‐0,6 gram/biji (Prihandana dan Hendroko, 2006). Biji masak bila kapsul berubah warna dari hijau menjadi kuning (3 bulan setelah berbunga). Kulit kapsul tetap segar sampai biji masak dan berwarna hitam (Mahmud, 2005).
Gambar 2. Jarak Pagar di TPA Sampah Jatibarang Semarang
Proses Fisiologis dan Biokimia Tanaman Hiperakumulator Logam Berat
Riset‐riset fisiologi, biokimia dan genetika molekuler mengungkap bahwa adanya perbedaan yang besar dalam kemampuan mengakumulasi dan mentolelir logam pada tanaman hiperakumulator dengan tanaman normal adalah karena adanya
SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN (SNHP‐V) ISBN 978‐602‐0960‐29‐6 LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS PGRI SEMARANG Semarang, 21 November 2015
515
perbedaan dari serangkaian proses fisiologis biokimia dan serangkaian ekspresi gen‐gen yang berperan dalam proses penyerapan, akumulasi dan toleransi tanaman terhadap logam (Salt. DE, 2006). Terdapat serangkaian proses fisiologis yang berperan dalam akumulasi logam sepanjang siklus hidup tumbuhan. Proses pertama adalah interaksi rizosferik pada zona perakaran, dimana terjadi proses pengolahan unsur‐unsur di dalam tanah dari bentuk yang tidak dapat diserap menjadi bentuk yang dapat diserap dengan melibatkan sejumlah eksudat yang diproduksi akar.
Tumbuhan hiperakumulator memiliki kemampuan lebih tinggi dalam merubah logam pada zona perakaran menjadi bentuk yang tersedia. Hiperakumulator memiliki kemampuan mempercepat terlarutnya logam pada risosfer. Hal ini teramati pada hiperakumulator Zn. Hiperakumulator juga diperkirakan melepaskan kelat untuk logam yang spesifik ke risosfer oleh akar. Hal ini teramati pada penyerapan Fe (Salt. DE, 2000). Akar tumbuhan hiperakumulator memiliki daya selektifitas yang tinggi terhadap unsur logam tertentu (Gabbrielli. R, et all, 1991). Penyerapan logam oleh akar yang antara lain ditentukan oleh permeabilitas, transpirasi dan tekanan akar serta kehadiran dari sistem pemacu penyerap logam, yang diperkirakan hanya dimiliki oleh tumbuhan hiperakumulator. Proses selanjutnya yang menentukan tumbuhan menjadi hiperakumulator adalah translokasi logam dari akar ke tajuk yang terbukti memiliki laju jauh melebihi tumbuhan normal. Translokasi ini dikendalikan oleh dua proses utama yakni pergerakan ion ke xilem dan volume fluks dalam silem yang dimediasi oleh tekanan akar dan transpirasi (Gabbrielli. R, et all, 1991). Hal ini juga mengindikasikan adanya sistem translokasi logam dari akar ke tajuk yang efisien. Sekuertrasi dan kompleksasi adalah proses yang dilalui untuk menentukan bentuk ikatan logam yang akan diakumulasi dan di bagian jaringan mana akan disimpan. Akumulasi logam terjadi lebih efisien pada
tumbuhan hiperakumulator. Disamping itu hiperakumulator memiliki derajat seleksi yang tinggi terhadap logam (Salt.DE, 2000). Respon fisiologis yang terjadi bila tanaman mengalami stres logam adalah terjadinya pembentukan phytochelatins karena adanya ion‐ion logam yang memicu terjadinya reaksi ini (Salt.DE, 2000). Respons lain adalah adanya perubahan aktivitas enzimatik. Respon terhadap logam juga terjadi pada terhambatnya pertumbuhan akar dan tajuk serta menurunnya laju transpirasi (Gerth A, 2000). Tanaman hiperakumulator menunjukkan respon yang berbeda dengan tanaman normal terhadap stress keracunan logam dengan mengadakan perubahan pada serangkaian proses fisiologis biokimia tertentu. Dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara tanaman hiperakumulator dan non hiperakumulator yang terjadi karena adanya perubahan proses fisiologis‐biokimia diantaranya: adanya serangkaian ekspresi gen yang berbeda yang mengontrol penyerapan, akumulasi dan toleransi terhadap logam , terdapat perbedaan mekanisme transport jarak jauh dari akar ke tajuk seperti asam amino bebas, histidin, perbedaan pada nilai kinetik laju akumulasi logam pada hiperakumulator yang dideteksi 5‐10 kali lebih besar dari tanaman normal (Zhao FJ,et al, 2002), pada tanaman hiperakumulator terdapat mekanisme hipertoleransi untuk menghindari keracunan logam, hiperakumulator memiliki potensi terhadap kerusakan oksidatif terhadap jaringan yang terkena pengaruh keracunan logam seperti glutathione (Salt.DE, 2000).
SIMPULAN
Pencemaran logam berat di tanah TPA Sampah Jatibarang perlu pemantauan. Strategi fitoremediasi pada tanah tercemar logam berat di TPA dapat dijadikan alternatif pengendalian pencemaran logam berat di tanah TPA. Tumbuhan yang berpotensi sebagai hiperakumulator logam berat di TPA Jatibarang Semarang adalah jarak pagar.
SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN (SNHP‐V) ISBN 978‐602‐0960‐29‐6 LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS PGRI SEMARANG Semarang, 21 November 2015
516
DAFTAR PUSTAKA
Alloway, B.J., dan Ayres, D.C., 1997. Chemical Principles of Environmental Pollution.Blackie Academic and Professional. London.
Atmojo, S.W., 2003. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya Pengelolaannya.Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta
Azidi, I., Noer, K., dan E. N. Yenny. 2008. Kajian penyerapan logam Cd, Ni, dan Pb dengan Varietas Konsentrasi Pada Akar, Batang dan Daun tanaman Bayam (Amaranthus tricolor L). Program Studi Kimia Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat, Kalimantan Selatan.
Baker AJM, Brooks RR. 1989. Terrestrial higher plants which hyperaccumulate metal elements‐ a reveiew of their distribution, ecology and phytochemistry. Biorecovery 1:81‐126.
Baker, A.J.M. 1999. Metal hyperaccumulator plants: a biological resource for exploitation in the phytoextraction of metal‐polluted soils.
Chaney RL et al. 1995. Potential use of metal hyperaccumulators. Mining Environ Manag 3:9‐11.
Damanhuri. 2008. Lanfiling. FTSL ITB Bandung.
Darmono. 1995. Logam Berat dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. UI Press. Jakarta
Ferguson, J.E.1990. The Heavy Elements : Chemistry, Environmental Impact and Health Effects, Pergamon Press, Oxford.
Gabbrielli R, Mattioni C, Vergnano O. 1991. Acumulation mechanisms and heavy metal tolerance of a nickel hyperaccumulator. J Plant Nutr 14:1067‐1080.
Gerth, A. 2000. Phytoremediation of soil and sludge with special examination of heavy metal contamination In: Wise DL, Trantolo DJ, Cichon EJ, Inyang HI, Stottmeister U (ed). : Bioremediation of Contaminated Soils. Marcek Dekker Inc. New York. Basel. P. 787‐809.
Hardiani, H. 2008. Pemulihan Lahan Terkontaminasi Limbah B3 dari Proses Deinking Industri Kertas Secara Fitoremediasi. Jurnal Riset Industri
Heller, J., 1996. Physic Nut. Jatropha curcas L. Promoting the Conservation and Use of Underulitized and Neglected Crops. 1. Institute of Plant Genetics and Crop Plant Research. Roma
Lasat MM, Baker AJM, Kochian LV. 1996. Physiological characterization of root Zn2+ absorption and translocation to shoot in Zn hyperaccumulator and nonaccumulator species of Thlaspi. Plant Physiol 112:1715‐1722.
Mahmud, Z., A. A. Rivale, dan D. Allorerong. 2005. Petunjuk Teknis Budidaya Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor.
Nurcholis, M. dan S. Sumarsih. 2007. Jarak pagar dan pembuatan biodiesel. Kanisius. Yogyakarta.
SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN (SNHP‐V) ISBN 978‐602‐0960‐29‐6 LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS PGRI SEMARANG Semarang, 21 November 2015
517
Prihandana, R. dan R. Hendroko, 2006. Petunjuk Budidaya Jarak Pagar. Agromedia Pustaka.
Salt DE. 2000. Phytoextraction: Present applications and future promise. In: Wise DL, Trantolo DJ, Cichon EJ., Inyang HI, dan Stottmeister U (Ed). Bioremediation of Cotaminated Soils Marcek Dekker Inc. New York; Basel. hlm 729‐743.
Salt DE. 2006. An Extreme Plant Lifestyle: Metal Hyperaccumulation. Plant Physiology. Fourth Edition by Taiz L & E Zeiger. Chapter 26. Sinauer Assoc.Inc.
Sukmarayu P. Gedoan, Alex Hartana, Hamim, Utut Widyastuti, Nampiah Sukarno. 2011. Pertumbuhan Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) pada Lahan Pasca tambang Timah di Bangka yang Diberi Pupuk Organik. Jurnal Ilmiah Sains 11(2): 181‐190.
Syah, A. N. A. 2006. Biodiesel Jarak Pagar : Bahan Bakar Alternatif yang Ramah Lingkungan. AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Zhao FJ, Hamon ER, Lombi E, Mclaughlin MJ, Garth SP. (2002). Characteristic of cadmium uptake into two contrusting ecotype of the hyperaccumulator Thlaspi caelulescence.Journal of Environ. Bot. 53(368) 535‐543