Post on 16-Aug-2019
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI GELATIN
KULIT KAMBING PERANAKAN ETAWAH
MENGGUNAKAN HIDROLISIS ASAM ASETAT
PADA KULIT YANG MENGALAMI PROSES BUANG
BULU SECARA PEMANASAN
SKRIPSI
ALMIRA ROSENTADEWI
1113102000029
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
AGUSTUS 2017
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI GELATIN
KULIT KAMBING PERANAKAN ETAWAH
MENGGUNAKAN HIDROLISIS ASAM ASETAT
PADA KULIT YANG MENGALAMI PROSES BUANG
BULU SECARA PEMANASAN
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
ALMIRA ROSENTADEWI
1113102000029
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
AGUSTUS 2017
ii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Almira Rosentadewi
NIM : 1113102000029
Tanda Tangan
Tanggal : 14 Agustus 2017
Nama
NIM
Judul SI<ripsi
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
: Alrrira RosentacJeu i
:111i102000029
:Elistralisi dan Karakterisasi Celatin Kulit KambingPeranakan E,talvah MenggLrnakan I-lidroiisis Asam AsetatPada I(ulit Yang Mengalanri Proses Buang Bulu SecaraPemanasan
DisetLrjui oleh:
Dr. Zilhadia, M. Fi.. Ant.
NIP. I 973082220080 r 2007
Perrbirnbing 2
Ofa Suzanti Betha. M. Si., Apt.
NIP. I 97501 0.12009 I 22001
Pembimbing I
Mengetahui.
I(epala Prograrr Studi FarnrasiFakultas Kedokteran dan llnrLr l(esehatarr
LJIN Syarif Hidayatullah .lakarta
/u4,Dr. Nurmeilis. VI. Si.. Apt.
NIP. I 97 4043020050 r 2003
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Nama
NIMPrograrr Studi
Judul Skripsi
PengLrji 2
Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana
Farmasi pada Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan IImu
Kesehatann Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
DEWAN PENGTJJI
Pembimbirrg I Dr. Zilhadia. I\4. Si.. Apt.
Penrbirnbirrg 2 O1a SLrzanti lletha. N,l. Si.. Apt.
PengLr ji I Drs. LTrrar NiansvLtr. IVl. Si..,Apt
t.ilis Febriy'arrti. N'l. Farnr. ,M,U
I-IALAMAN PENGESAHAN
: A lrrira Rosetttade'uvi
:1111102000029
: Farnrasi
:Ekstraksi dan l(arakterisasi Gelatin Kulit Karnbing
Peranalian Etawah Menggunalian Ilidrolisis Asam Asetat
Pada I(Lrlit Yarrg lVlengalanri Proses Buang BLtlLr Secara
Perlannsnn
Ciputatl4 Agustus 2017
Ditetapkan diTanggal
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
/1
, f)Wvq\JL I\
v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama : Almira Rosentadewi
Program Studi : Farmasi
Judul : Ekstraksi dan Karakterisasi Gelatin Kulit Kambing Peranakan
Etawah Menggunakan Hidrolisis Asam Asetat pada Kulit yang
Mengalami Proses Buang Bulu secara Pemanasan
Gelatin merupakan suatu biopolimer yang diperoleh dari hasil hidrolisis kolagen
yang terdapat pada kulit, tulang dan jaringan ikat hewan. Salah satu bahan yang
berpotensi besar sebagai bahan baku substitusi penghasil gelatin adalah kulit
kambing yang mengandung kolagen. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan
nilai rendemen dan sifat fisikokimia gelatin dari kulit kambing Peranakan Etawah
(PE) melalui proses buang bulu secara pemanasan dan hidrolisis menggunakan
asam asetat 6%, 9% dan 12%. Asam asetat merupakan bahan kimia yang termasuk
green chemistry. Ekstraksi dilakukan menggunakan aquadest pada suhu 65ºC dan
suhu pengeringan 60 ºC. Hasil dari penelitian ini didapatkan nilai rendemen gelatin
hidrolisis asam asetat 6%, 9%, dan 12% berturut-turut 4,62±0,76%, 4,42±0,84%
dan 4,64±0,23%. Organoleptik, kadar air, kadar abu, kadar lemak, nilai pH, dan
viskositas gelatin sudah memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI)
dan British Standard, sedangkan kadar nitrogen total dan kekuatan gel tidak.
Kejernihan dari ketiga konsentrasi, tinggi busa dan stabilitas busa menit ke-10 dan
30 pada konsentrasi 6% berbeda secara nyata terhadap gelatin standar kulit sapi
(P<0,05). Komposisi asam amino didapatkan prolin (11,75%), glisin (24,61%) dan
alanin (7,63%). Didapatkan kesimpulan kenaikan asam asetat untuk hidrolisis 6%,
9% dan 12% tidak berpengaruh secara nyata terhadap nilai rendemen (P>0,05).
Kata Kunci: Ekstraksi dan Karakterisasi, Gelatin, Kulit Kambing, Asam Asetat.
vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name : Almira Rosentadewi
Major : Pharmacy
Title : Extraction and Characterization of Etawah Breed Goat Skin
Gelatin using Acetic Acid Hydrolysis in Skin De-haired by
Heating.
Gelatin is a biopolymer obtained from the results of hydrolysis of collagen in skin,
bone, and animals’ connective tissue. One of the ingredients that could potentially
become the substitute of collagen producer is goatskin, which contains collagen.
This study aimed to compare the yield value and gelatins’ physicochemistry
character in etawah-breed goatskin de-haired by heating and hydrolyzed using
acetic acid 6%, 9%, and 12%. Acetic acid is a green chemistry chemical material.
Extraction is done using Aquadest in temperature of 65ºC and drying temperature
of 60 ºC. Results showed that the yield value of gelatin hydrolyzed with acetic
acid 6%, 9%, and 12% are 4,62±0,76%, 4,42±0,84% and 4,64±0,23%
consecutively. Organoleptic, water content, ash content, fat level, pH value, and
gelatin viscosity, all fulfilled the requirement within Indonesia National Standard
(SNI) and British Standard, while total nitrogen level, and gel strength are not.
Clarity from the three concentrations, foam height and foam stability in minute 10
and 30 within concentration of 6% have a real difference in standard cowhide
gelatin (p<0.05). The amino acid is composed of proline (11,75%), glycine
(24,61%) and alanine (7,63%). It can be concluded that the increase in acetic acid
for hydrolysis 6%, 9% and 12% have no real influences to yield value, (P>0,05).
Keyword: Extraction and Characterization, Gelatin, Goatskin, Acetic acid
vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya yang telah dilimpahkan serta
segala anugerah-Nya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Salawat serta salam senantiasa penulis curahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya. Skripsi ini berjudul
Ekstraksi dan Karakterisasi Gelatin Kulit Kambing Peranakan Etawah
Menggunakan Hidrolisis Asam Asetat pada Kulit yang Mengalami Proses
Buang Bulu Secara Pemanasan yang telah diajukan sebagai persyaratan untuk
memperoleh gelar Sarjana Farmasi Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selesainya penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Penulis akan menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus dan
sebesar-besarnya atas ilmu pengetahuan, bimbingan, bantuan materi, semangat dan
motivasi yang telah diberikan kepada penulis. Semoga Allah SWT senantiasa
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada:
1. Kedua orang tua, mama tercantik Dwi Yuni Astuti, S.H. dan ayah
terganteng Ir. Wahono Adisuranto, adik-adik tersayang Muhammad Irfan
Hanifa dan Muhammad Haafizh Mufadhol atas segala kasih sayang,
semangat, doa, dukungan moral dan materil yang selalu dicurahkan untuk
penulis, sehingga penulis dapat kuat dalam menyelesaikan studi di Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dr. Zilhadia, M. Si., Apt. selaku Dosen Pembimbing 1 dan Ibu Ofa
Suzanti Betha, M. Si., Apt. selaku Dosen Pembimbing 2 yang telah
memberikan ilmu, nasehat, waktu, tenaga, pikiran, dukungan dan
kepercayaan selama proses penelitian sampai penulisan skripsi, sehingga
penulis menjadi lebih baik.
3. Dr. H. Arif Sumantri, S. KM., M. Kes. Selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Dr. Nurmeilis, M. Si., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi,
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Ibu Nelly Suryani, Ph. D., Apt. selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan arahan selama perkuliahan.
6. Untuk tante cantikku Endang Tri, S. S. dan om Ir. Agus Setiyanto, serta
budhe dan pakdhe Dra. Tutik Benowati dan Ir. Dono Parwoto, sepupu yang
seru, pintar dan asik Nurika Setya R dan Arkhan Fadhillah yang sudah selalu
menyemangati penulis dan menemani selama ini,
7. Sahabat surga dan teman sekamar yang selalu sabar dan menyemangati
Nurul Fitria Pakpahan, serta kawan Kost Tulip Auliyani Rosdiana K.,
Fitrahtunnisah, Nasyidah Hannum, Nurul Fazriyah., Puspa Novadianti S.,
Sri Mardiah I., Sinthiya Nur S., dan Talitha A.
8. Adik yang selalu menjadi pendengar yang baik dan memberikan
pengalaman baru, teman berpetualang sejati, jiwa bebas Rana Alifah R.,
semoga studi sarjana di Universitas Gajah Mada selalu lancar. Untuk teman
berbagi cerita sekaligus teman sekelas Sagita Praja P.
9. Teman seperjuangan Dewan Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Satrio Budi P., Yudhistira Prasetyo, Nurul Muthmainnah, Citra
Lilis A., dan lain-lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.
10. Teman setim untuk gelatin dari kulit kambing, terimakasih atas masukan,
bantuan, kesabaran, dan semangat selama masa penelitian hingga
penyusunan skripsi.
11. Teman-teman farmasi khususnya Angkatan 2013 kelas BD yang telah
memberikan sebuah persahabatan, kekeluargaan, dan persaudaraan selama
ini.
12. Bapak/Ibu dosen dan staff laboran Program Studi Farmasi, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
13. Dan kepada semua pihak yang banyak membantu penulis dalam penelitian
dan penyusunan skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang
tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis berharap kepada Allah SWT agar membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Penulis menyadari dalam penelitian dan penulisan
ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
skripsi ini terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kalangan akademis, khususnya
bagi mahasiswa farmasi, masyarakat pada umumnya dan bagi perkembangan ilmu
pengetahuan.
Ciputat, 14 Agustus 2017
Almira Rosentadewi
NIM. 1113102000029
x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Almira Rosentadewi
NIM : 1113102000029
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya : Skripsi
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, Saya menyetujui skripsi/karya ilmiah
Saya, dengan judul:
EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI GELATIN KULIT KAMBING
PERANAKAN ETAWAH MENGGUNAKAN HIDROLISIS ASAM
ASETAT PADA KULIT YANG MENGALAMI PROSES BUANG BULU
SECARA PEMANASAN
Untuk dipublikasikanatau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini Saya buat dengan
sebenarnya.
Dibuat di : Ciputat
Pada Tanggal : 14 Agustus 2017
Yang menyatakan,
Almira Rosentadewi
NIM. 1113102000029
xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................................. i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................................. iv
ABSTRAK ................................................................................................................................ v
ABSTRACT ............................................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ vii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ......................................... x
DAFTAR ISI............................................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................. xiv
DAFTAR TABEL .................................................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 5
2.1 Gelatin .............................................................................................................................. 5
2.1.1 Definisi ......................................................................................................................... 5
2.1.2 Tipe Gelatin .................................................................................................................. 5
2.1.3 Komposisi Gelatin ........................................................................................................ 7
2.1.4 Mutu Gelatin ................................................................................................................ 8
2.1.5 Bahan Baku Gelatin ..................................................................................................... 8
2.1.6 Isolasi Gelatin ............................................................................................................... 9
2.1.6.1 Penyiapan Bahan Baku ........................................................................................... 9
2.1.6.2 Penyiapan Larutan Curing ...................................................................................... 9
2.1.6.3 Proses Produksi Gelatin .......................................................................................... 9
2.1.7 Sifat Fisika Kimia Gelatin .......................................................................................... 12
2.1.7.1 Pemerian Gelatin................................................................................................... 12
2.1.7.2 Kekuatan Gel Gelatin............................................................................................ 12
2.1.7.3 Viskositas Gelatin ................................................................................................. 13
2.1.7.4 Kandungan Asam Amino dan Hidroksiprolin ...................................................... 14
2.1.7.5 Sifat Busa dan Emulsifikasi .................................................................................. 15
2.1.8 Fungsi dan Manfaat Gelatin ....................................................................................... 16
2.1.8.1 Bidang Makanan ................................................................................................... 16
2.1.8.2 Bidang Farmasi ..................................................................................................... 16
2.2 Kolagen .......................................................................................................................... 17
xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3 Kambing Peranakan Etawah .......................................................................................... 19
2.3.1 Definisi ....................................................................................................................... 19
2.3.2 Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah .................................................................... 20
2.3.2 Karakteristik Kambing Peranakan Etawah ................................................................ 20
2.4 Asam Asetat ................................................................................................................... 21
2.4.1 Definisi ....................................................................................................................... 21
2.4.2 Sifat Fisika Asam Asetat ............................................................................................ 21
2.4.3 Sifat Kimia Asam Asetat ............................................................................................ 22
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................................... 23
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................................................... 23
3.2 Alat dan Bahan Penelitian .............................................................................................. 23
3.2.1 Alat ............................................................................................................................. 23
3.2.2 Bahan .......................................................................................................................... 23
3.3 Tahapan Penelitian ......................................................................................................... 24
3.3.1 Penyiapan Sampel ...................................................................................................... 24
3.3.2 Proses Buang Bulu dan Lemak .................................................................................. 24
3.3.3 Proses Hidrolisis ......................................................................................................... 24
3.3.4 Proses Penetralan ....................................................................................................... 24
3.3.5 Proses Ekstraksi Gelatin ............................................................................................. 25
3.3.6 Sifat Fisikokimia Gelatin ........................................................................................... 25
3.3.6.1 Nilai Rendemen ................................................................................................... 25
3.3.6.2 Uji Kadar Air ....................................................................................................... 25
3.3.6.3 Uji Kadar Abu ....................................................................................................... 26
3.3.6.4 Uji Kadar Lemak ................................................................................................. 26
3.3.6.5 Uji Kadar Nitrogen Total ..................................................................................... 27
3.3.6.6 Uji Nilai pH ......................................................................................................... 27
3.3.6.7 Uji Kekuatan Gel ................................................................................................. 27
3.3.6.8 Uji Kejernihan....................................................................................................... 28
3.3.6.9 Uji Viskositas ........................................................................................................ 28
3.3.6.10 Uji Sifat Busa ..................................................................................................... 28
3.3.6.11 Uji Sifat Emulsifikasi.......................................................................................... 29
3.3.6.12 Uji Komposisi Asam Amino .............................................................................. 30
3.3.6.13 Analisis Statistik ................................................................................................. 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 31
4.1 Hasil Pembuatan Gelatin Kulit Kambing Peranakan Etawah ........................................ 31
4.2 Sifat Fisikokimia Gelatin ............................................................................................... 31
4.2.1 Hasil Uji Organoleptik ............................................................................................... 31
4.2.2 Hasil Uji Kadar Air .................................................................................................... 31
4.2.3 Hasil Uji Kadar Abu ................................................................................................... 32
xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.2.4 Hasil Uji Kadar Lemak .............................................................................................. 32
4.2.5 Hasil Uji Kadar Nitrogen Total .................................................................................. 32
4.2.6 Hasil Uji Nilai pH ...................................................................................................... 33
4.2.7 Hasil Uji Kekuatan Gel .............................................................................................. 33
4.2.8 Hasil Uji Kejernihan .................................................................................................. 33
4.2.9 Hasil Uji Viskositas .................................................................................................... 34
4.2.10 Hasil Uji Sifat Busa .................................................................................................. 34
4.2.11 Hasil Uji Sifat Emulsifikasi ..................................................................................... 35
4.2.12 Hasil Uji Komposisi Asam Amino .......................................................................... 35
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................. 35
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................................... 35
5.2 Saran ............................................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 36
xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur Kimia Gelatin ...................................................................................... 7
Gambar 2.2 Diagram Alir Proses Penyiapan Bahan Baku ................................................. 10
Gambar 2.3 Diagram Alir Proses Produksi Gelatin ............................................................ 11
Gambar 2.4 Konformasi Kolagen Triple Helix .................................................................. 18
Gambar 2.5 Kambing Peranakan Etawah (PE) ................................................................... 20
xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kondisi Hidrolisis Bahan Baku ........................................................................ 6
Tabel 2.2 Komposisi Asam Amino pada Gelatin Kering Dalam Gram Per 100 Gram .... 7
Tabel 2.3 Standar Mutu Gelatin Menurut SNI No. 06-3735 Tahun 1995 dan British
Standard: 757 Tahun 1975 ................................................................................. 8
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gelatin adalah suatu produk hidrokoloid yang merupakan hasil
hidrolisis parsial komponen protein kolagen hewan atau ternak (Said dkk.,
2014). Gelatin di Indonesia merupakan barang yang diimport dari negara
Eropa dan Amerika. Menurut Badan Pusat Statistik pada tahun 2015
sebanyak 4,6 juta kg gelatin dimanfaatkan oleh industri baik makanan, non-
makanan dan farmasi. Persentase aplikasi gelatin di bidang makanan dan
farmasi mencapai 60% dari total gelatin, sisanya digunakan di bidang non-
makanan (BPS RI, 2015). Diperlukan pengembangan industri untuk
memproduksi gelatin secara komersial untuk mengurangi ketergantungan
akan produk import tersebut.
Pada industri makanan, gelatin digunakan sebagai bahan tambahan
produk susu, roti, dan minuman ringan. Peran gelatin dalam industri farmasi
di antaranya adalah sebagai bahan baku pembuatan kapsul (kapsul keras
ataupun kapsul lunak), bahan pengikat pada pembuatan tablet, pembentuk
gel, pengental atau bahan penstabil (Hastuti dkk., 2007).
Tulang sapi, kulit sapi, dan kulit babi adalah bahan yang biasa
digunakan untuk memperoleh gelatin (Martianingsih, 2009). Kontribusi
gelatin dunia dari kulit babi sebesar 46%, kulit sapi sebesar 29,4%, tulang
sapi dan babi sebesar 23,1% dan 1,5% berasal dari sumber laut seperti tulang
ayam maupun sisik ikan (Hayes dan Lafarga, 2014; Aisyah dkk., 2014).
Penggunaan babi sebagai sumber gelatin dilarang untuk dikonsumsi bagi
umat Islam dan Yahudi. Begitu pula dengan umat Hindu yang melarang
mengonsumsi produk yang berasal dari sapi (Martianingsih, 2009).
Kemudian perlunya pencarian bahan baku pensubstitusi yang
menghilangkan kekhawatiran dan keraguan karena adanya penyakit hewan
ternak seperti Bovine Spongioform Encephalopathy pada sapi dan Avian
Influenza pada unggas (Mad-Ali dkk., 2016). Salah satu bahan yang
berpotensi besar sebagai bahan baku substitusi adalah kulit kambing yang
2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kaya akan komponen utama dalam memproduksi gelatin yaitu kolagen (Said
dkk., 2014).
Jenis kambing yang dipilih pada penelitian ini adalah kambing
Peranakan Etawah (PE). Jenis ini dikenal sebagai kambing dwiguna
(penghasil susu dan daging) dan merupakan kambing bertipe tubuh besar
sehingga banyak diternakkan oleh masyarakat. Populasi kambing PE pada
bulan Mei tahun 2001 sebanyak 12,4 juta ekor. Sebanyak 55% atau 6,8 juta
ekor berada di Pulau Jawa terutama di Jawa Tengah (Sodiq dkk., 2009).
Kambing PE dengan kisaran umur 1-1,5 tahun dipilih karena hewan yang
masih muda memiliki jumlah kolagen yang banyak dan mudah untuk di
hidrolisis menjadi gelatin (Grobben dkk., 2003).
Pembuatan gelatin terdiri dari tiga tahap; Pra-perlakuan pada bahan
baku, hidrolisis dan ekstraksi gelatin dari bahan baku, kemudian pemurnian
dan pengeringan gelatin (Wolf, 2003). Untuk tahap pra-perlakuan, bulu dan
lemak yang menempel dibuang dengan cara kimia atau dengan pemanasan.
Pada cara kimia digunakan larutan 2% kapur dan 3% natrium sulfida, yang
bertujuan untuk menginduksi pembukaan struktur (Frendrup, 2000).
Departemen Perindustrian Kabupaten Garut menyebutkan bahwa
penggunaan natrium sulfida untuk proses buang bulu menjadi beban
pencemar dominan. Pertama, natrium sulfida menyebabkan penurunan nilai
pH pada air sungai, sehingga daya racunnya terhadap kehidupan air
meningkat. Kedua, gas H2S yang dihasilkan bersifat toksik dan berbahaya
bagi kesehatan (Setiyono dkk., 2014). Berdasarkan hal tersebut,
digunakanlah cara pemanasan dengan air panas dalam waktu kontak yang
singkat pada proses buang bulu kulit kambing PE. Cara ini dianggap lebih
aman, ramah lingkungan, relatif lebih murah, dan sering dilakukan oleh
masyarakat (Wortmann dkk., 2012).
Berdasarkan hidrolisis terdapat dua jenis gelatin menurut Utama
(1997) yaitu Tipe A dan Tipe B. Pada pembuatan gelatin Tipe A melalui
hidrolisis asam. Sedangkan produksi gelatin Tipe B melalui hidrolisis basa
(Huda dkk., 2013). Pada penelitian ini digunakan hidrolisis dengan
menggunakan asam yang memiliki beberapa keuntungan. Pertama,
3 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
hidrolisis asam sangat cocok untuk bahan baku seperti tulang sapi muda,
kulit babi, dan kulit hewan muda (Schrieber dkk., 2007). Kedua, waktu yang
diperlukan untuk hidrolisis asam relatif yang pendek (10-48 jam). Berbeda
dengan basa yang membutuhkan waktu panjang (2-20 minggu) (Poppe,
1992). Ketiga, asam dapat menghilangkan pengotor sehingga tidak ikut
terekstraksi dan menghindari terjadinya saponifikasi yang dapat
mengganggu hidrolisis (Schrieber dkk., 2007; Flix, 2003).
Penggunaan asam asetat untuk hidrolisis pada penelitian ini memiliki
beberapa keunggulan. Pertama, asam asetat yang merupakan asam lemah
tidak menyebabkan hidrolisis lanjutan sehingga hasil gelatin yang didapat
maksimal (Court, 1961). Kedua, harga pelarut asam lemah yang lebih murah
dibanding dengan asam kuat sehingga dapat menurunkan biaya produksi
gelatin. Ketiga, gelatin yang dihasilkan memiliki bau yang tidak menyengat
dan warna tidak gelap (Agustin dkk., 2015). Keempat, asam asetat
merupakan pelarut yang masuk kategori green chemistry sehingga tidak
merusak lingkungan (Constable, 2013).
Pada penelitian ini pemilihan konsentrasi asam asetat untuk hidrolisis
berdasarkan konsentrasi optimal asam asetat untuk hidrolisis kulit ikan sepat
yaitu 6% dan kulit kambing bligon yaitu 9% dengan lama hidrolisis 48 jam
(Yenti dkk., 2016; Said dkk., 2014). Kemudian karena belum ada penelitian
yang menggunakan asam asetat untuk hidrolisis dengan konsentrasi diatas
10% maka dipilihlah asam asetat dengan konsentrasi 12%. Dengan adanya
kenaikan konsentrasi asam asetat untuk hidrolisis dalam pembuatan gelatin,
diharapkan dapat menaikkan nilai rendemen gelatin.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap jumlah
rendemen gelatin yang dihasilkan dari kulit kambing PE yang melalui
proses buang bulu secara pemanasan?
2. Bagaimanakah pengaruh konsentasi asam asetat terhadap sifat
fisikokimia gelatin yang dihasilkan dari kulit kambing PE yang melalui
proses buang bulu secara pemanasan?
4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memproduksi gelatin dari
kulit kambing PE. Namun secara khusus bertujuan untuk:
1. Mengetahui pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap jumlah
rendemen gelatin yang dihasilkan dari kulit kambing PE yang melalui
proses buang bulu secara pemanasan.
2. Menguji sifat fisikokimia gelatin dari kulit kambing PE yang dihasilkan
menggunakan hidrolisis dengan asam asetat yang melalui proses buang
bulu secara pemanasan.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi
pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap jumlah rendemen dan sifat
fisikokimia gelatin yang dihasilkan dari kulit kambing PE sebagai sumber
gelatin yang halal untuk digunakan dalam industri makanan maupun farmasi.
5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gelatin
2.1.1 Definisi
Kata “gelatin” dalam Bahasa Inggris berasal dari Bahasa Prancis
yaitu gélatine, dalam Bahasa Italia yaitu gelatina, dan dalam Bahasa Latin
yaitu gelata, yang berarti beku, menggumpal dan kaku. Pembuatan gelatin
untuk dikonsumsi pertama kali dipatenkan oleh Arney pada tahun 1846,
dengan membuat gelatin menjadi serbuk yang dapat dicampurkan pada
makanan (Bogue, 1922).
Protein gelatin tersusun dari berbagai asam amino yang memiliki
ikatan amida dan membentuk polimer linear, memiliki berat molekul
berkisar antara 20.000-200.000 (Rowe dkk., 2009). Sifat fisik dan kimia
gelatin sangat dipengaruhi oleh jenis hewan, umur hewan, tipe kolagen,
metode pembuatan, karakteristik kolagen dan proses perlakuan (temperatur,
waktu, dan pH) (Juliasti dkk., 2015). Selain itu pengaruh lainnya seperti
panjang rantai atau distribusi berat molekul, komposisi asam amino, dan
hidrofobisitas juga menyebabkan gelatin memiliki variasi suhu, titik leleh,
sifat alir, dan kemampuan mengembang untuk membentuk gel (Shyni dkk.,
2013)
2.1.2 Tipe Gelatin
Perubahan kolagen menjadi gelatin dihasilkan dengan ektraksi
kolagen dengan air panas setelah perlakuan perendaman dalam larutan asam
atau basa kemudian menghasilkan gelatin tipe A dan gelatin tipe B (Yuliani,
2014). Gelatin dengan tipe A yaitu pembuatan dengan kondisi asam,
sedangkan dengan kondisi basa dikenal dengan tipe B (Juliasti dkk., 2015).
Pemilihan kondisi hidrolisis bergantung pada umur hewan sumber bahan
baku. Untuk hewan dengan umur yang relatif tua (<2 tahun) digunakan
kondisi basa. Dan untuk hewan yang lebih muda (1-2 tahun) kondisi asam
lebih disarankan karena memiliki proses yang cepat. Jika bahan baku berupa
6 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kulit babi yang memiliki banyak lemak digunakan kondisi asam untuk
menghindari saponifikasi (Schrieber dan Gareis, 2007).
Tabel 2.1 Kondisi Hidrolisis Bahan Baku (Schrieber dan Gareis, 2007)
Bahan Baku Kondisi Hidrolisis Bahan Baku
Asam Basa
Tulang × ×
Potongan kulit sapi × ×
Potongan kulit babi × ×
Kulit babi ×
Kulit ikan ×
Kulit unggas ×
Kaki unggas ×
Pada hidrolisis kondisi basa, dilakukan perendaman dengan kalsium
hidroksida atau kapur konsentrasi 2-5% selama waktu 20 sampai 120 hari.
Suhu yang disarankan berkisar antara 14-15°C. Jika waktu hidrolisis
diperpanjang dan suhu diatas 20°C pemecahan kolagen meningkat dan pada
suhu terlalu rendah efisiensi proses menurun. Namun gelatin yang diperoleh
akan memiliki kualitas sangat baik. Natrium hidroksida atau campuran
kapur dan natrium hidroksida dapat digunakan sebagai pengganti kapur.
Proses ini lebih cepat, tetapi lebih sulit untuk dikontrol. Selain itu, bahan
lebih membengkak dibandingkan dengan kapur. Waktu pengapuran juga
dapat dipersingkat dengan merendam ossein di 9% asam klorida sebelum
pengapuran. Durasi optimal dari proses pengapuran tergantung pada
kualitas tulang. Tulang keras akan membutuhkan waktu yang lama dan pada
tulang lunak waktu lebih singkat (Grobben dkk., 2003).
Waktu pemrosesan dari bahan baku untuk gelatin jauh lebih pendek
pada hidrolisis asam daripada basa, yaitu hanya satu atau dua hari.
Umumnya digunakan asam sulfat (<5%), asam fosfat atau asam klorida.
Setelah itu bahan dicuci dengan air untuk menghilangkan asam dan
kemudian siap diekstraksi. Tidak ada ikatan kovalen yang rusak selama
hidrolisis asam. Oleh karena itu, hidrolisis asam biasanya terbatas pada
bahan baku yang diperoleh dari hewan muda dan ossein dari tulang lunak
yang memiliki sedikit ikatan kovalen (Grobben dkk., 2003).
7 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.1.3 Komposisi Gelatin
Gelatin adalah derivat protein dari serat kolagen yang ada pada kulit,
tulang, dan tulang rawan. sangat kaya dengan asam amino glisin (Gly)
hampir sepertiga dari total asam amino, prolin (Pro) dan 4-hidroksiprolin
(4Hyd). Susunan amino berupa Gly-X-Y dimana X umumnya merupakan
prolin dan Y umumnya adalah hidroksiprolin. Struktur gelatin yang umum
adalah -Ala-Gly-Pro-Arg-Gly-Glu-4Hyp-Gly-Pro- (Jaswir, 2007).
Gambar 2.1 Struktur Kimia Gelatin (Fulanah dkk, 2012)
Tabel 2.2 Komposisi Asam Amino pada Gelatin Kering Dalam Gram Per
100 Gram (GMIA, 2012).
Asam Amino Tipe A
(Kulit Babi)
Tipe B
(Kulit Sapi)
Tipe B
(Tulang)
Alanin 8,6-10,7 9,3-11,0 10,1-14,2
Arginin 8,3-9,1 8,55-8,8 5,0-9,0
Asam aspartate 6,2-6,7 6,6-6,9 4,6-6,7
Sistin 0,1 Sangat kecil Sangat kecil
Asam glutamat 11,3-11,7 11,1-11,4 8,5-11,6
Glisin 26,4-30,5 26,9-27,5 24,5-28,8
Histidin 0,9-1,0 0,74-0,8 0,4-0,7
Hidroksilisin 1,0 0,91-1,2 0,7-0,9
Hidroksiprolin 13,5 14,0-14,5 11,9-13,4
Isoleusin 1,4 1,7-1,8 1,3-1,5
Leusin 3,1-3,3 3,1-3,4 2,8-3,5
Lisin 4,1-5,2 4,5-4,6 2,1-4,4
Methionin 0,8-0,9 0,8-0,9 0,0-0,6
Fenilalanin 2,1-2,6 2,2-2,5 1,3-2,5
Prolin 16,2-18,0 14,8-16,4 13,5-15,5
Serin 2,9-4,1 3,2-4,2 3,4-3,8
Threonin 2,2 2,2 2,0-2,4
Tirosin 0,4-0,9 0,2-1,0 0,0-0,2
Valin 2,5-2,8 2,6-3,4 2,4-3,0
8 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Meskipun mayoritas diturunkan dari hewan, gelatin sebenarnya
tergolong memiliki nilai biologis yang rendah dan sering juga dianggap
protein tidak lengkap. Karena kekurangan kandungan triptophan (Trp) yang
merupakan salah satu asam amino esensial, serta rendah dalam sistein (Cys)
dan tirosin (Tyr) (Jaswir, 2007).
2.1.4 Mutu Gelatin
Standar mutu gelatin menurut SNI No. 06-3735 Tahun 1995 dan
British Standard 757 Tahun 1975 terdapat pada table berikut:
Tabel 2.3 Standar Mutu Gelatin Menurut SNI No. 06-3735 Tahun 1995 dan
British Standard: 757 Tahun 1975 (Simpen dkk., 2016; Sompie,
dkk., 2015; Permata, dkk., 2016; GMIA, 2012)
Karakteritik SNI British Standard
Warna Tidak Berwarna,
Kekuningan
Kuning Pucat
Kadar Air Maksimum 16% -
Kadar Abu Maksimum 3,25% -
Kadar Lemak Maksimum 5% -
Kadar Nitrogen Total - Maksimum 16,2%
Nilai ph - 4,5-6,5
Kekuatan Gel - 50-300 gram Bloom
Viskositas - 15-75 mPa.s
2.1.5 Bahan Baku Gelatin
Gelatin dapat dibuat dari berbagai sumber kolagen. Tulang atau kulit
sapi, kambing, babi, dan ikan adalah sumber gelatin. (GMIA, 2012). Gelatin
yang bersumber dari mamalia berasal dari kolagen yang terdapat pada
jaringan ikat dan tulang. Dua penelitian yang berbeda terhadap gelatin
mamalia, yaitu dari sapi (tipe B) dan babi (tipe A), mengungkapkan bahwa
kedua sumber memiliki berat molekul yang berbeda dengan distribusi yang
luas mulai 10-400 kDa. Hasil penelitian juga menunjukkan korelasi yang
kuat antara berat molekul rata-rata dan kekuatan gel gelatin, dengan tinggi
isoelektrik dan titik leleh (Lim dan Mohammad, 2011).
Gelatin juga dapat diperoleh dari kulit dan tulang ikan. Limbah dari
pengolahan ikan setelah filleting 75% dari berat total tangkapan. Sekitar 30%
dari limbah tersebut terdiri kulit dan tulang dengan kandungan kolagen
9 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tinggi yang dapat digunakan untuk menghasilkan gelatin. Hasil rendemen
dan kualitas gelatin dipengaruhi tidak hanya oleh spesies atau jaringan dari
bahan baku tetapi juga oleh proses ekstraksi, yang mungkin tergantung pada
pH, suhu, dan waktu selama pra-perlakuan dan ekstraksi (Mariod dan Adam,
2013).
2.1.6 Isolasi Gelatin
2.1.6.1 Penyiapan Bahan Baku
Isolasi gelatin terdiri dari tiga tahap utama yaitu pra-perlakuan bahan
baku gelatin, ekstraksi, pemurnian dan pengeringan gelatin (Wolf, 2013).
Pada penelitian yang dilakukan Said dkk. (2011), untuk penyiapan bahan
baku gelatin dilakukan penimbangan lalu dilakukan perendaman (soaking)
dengan menggunakan air dan teepol. Selanjutnya dilakukan pembuangan
daging (fleshing) dengan mesin fleshing kemudian buang bulu (unhairing)
dengan air, 3% natriu sulfida dan 2% kapur. Terakhir dilakukan netralisasi
dengan air dan 2% HCOOH hingga pH 7-7.5, sehingga didapatkan kulit
kambing tanpa bulu. Untuk diagram alirnya dapat dilihat pada Gambar 2.1
(Said dkk., 2011).
2.1.6.2 Proses Penyiapan Larutan Curing
Larutan curing dibuat menjadi 2 jenis, yakni larutan curing asam dan
basa. Larutan curing asam menggunakan bahan dasar asam klorida atau
asam asetat (CH3COOH 0,5 M) (v/v) untuk hidrolisis asam sedangkan
larutan curing basa menggunakan kalsium hidroksida (Ca(OH)2 100 g/L)
(b/v) atau natrium hidroksida (NaOH) untuk hidrolisis basa. (Said dkk.,
2011)
2.1.6.3 Proses Produksi Gelatin
Pada produksi gelatin menggunakan metode dari Ockerman dan
Hansen (2000), ada 2 metode hidrolisis yakni hidrolisis asam dan hidrolisis
basa (Gambar 2.2). Bahan baku kulit dimasukkan ke dalam wadah yang
berisi larutan curing asam atau basa sesuai konsentrasi yang telah
10 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditentukan hingga seluruh permukaan kulit terendam dengan sempurna.
Selanjutnya disimpan selama beberapa waktu pada lemari pendingin suhu ±
5-10°C. Selama hidrolisis bahan baku kulit sesekali dilakukan pengadukan.
Setelah hidrolisis selesai, bahan baku kulit dicuci beberapa kali hingga
bersih dan kondisinya mendekati suasana netral (pH ± 6-7,5). Bahan baku
kulit ditiriskan dan ditimbang sebagai berat awal bahan baku untuk
penentuan nilai rendemen. Bahan baku kemudian dimasukkan ke dalam
erlemenyer dan ditambah dengan aquadest hingga terendam dengan
sempurna. Diberi penutup aluminium foil kemudian dimasukkan ke dalam
water bath untuk menjalani proses ekstraksi (Said dkk., 2011).
Gambar 2.2 Diagram Alir Proses Penyiapan Bahan Baku (Said dkk.,
2011)
Kulit Kambing Mentah
Pencucian I (Washing)
Perendaman (Soaking)
Pencucian II (Washing)
Buang Daging (Fleshing)
Pencucian III (Washing)
Buang Bulu (Unhairing)
Pencucian IV (Washing)
Netralisasi
Kulit Kambing Tanpa
Bulu
Bahan Baku Gelatin
Air mengalir, 30
menit
300% air+ 1% teepol
(dari berat kulit)
Air mengalir, 15
menit
Mesin
Fleshing
Air mengalir, 15
menit
300% air+ 3% Na2S+
2% kapur
Air mengalir, 15
menit
300% Air+ 2% HCOOH, pH 7-
7,5
Dipotong 3×3 cm
11 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.3 Diagram Alir Proses Produksi Gelatin (Said dkk., 2011)
Proses ekstraksi kulit secara keseluruhan berlangsung selama 9 jam
pada suhu antara 60-70°C. Kemudian dilakukan 2 kali penyaringan untuk
Bahan Baku Gelatin
Curing
Hidrolisis Asam
- Bahan: CH3COOH 0,5M
(v/v)
- Lama curing: 2-4 hari
- Konsentrasi: 3-9%
Hidrolisis Basa
- Bahan: Ca(OH)2 100g/L
(b/v)
- Lama curing: 2-4 hari
- Konsentrasi: 3-9%
Pencucian/penetralan
Penimbangan
Ekstraksi
Gelatin Cair
Pemekatan
Pendinginan
Pengeringan
Penggilingan
Penimbangan
Gelatin Padat
Pengamasan
Uji Kualitas
Suhu 5-10°C
pH 6-7,5
70°C, 2 jam
5-10°C, 30
menit
55°C, 18-20 jam
Serbuk
Penyaringan 2 kali
Blender
Produk Akhir
12 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menghasilkan fraksi gelatin cair. Dipekatkan di dalam oven suhu 70°C
selama 2 jam. Gelatin cair kemudian didinginkan dalam lemari pendingin
suhu ± 5-10°C sampai berubah menjadi gel. Selanjutnya dituang pada
loyang dan dikeringkan di dalam oven suhu 60°C selama 18-20 jam hingga
fraksi gelatin cair membentuk disebut gelatin padat. Lapisan gelatin padat
digiling dengan blender hingga membentuk serbuk dan selanjutnya
ditimbang untuk menentukan nilai rendemen. Serbuk gelatin selanjutnya
dike mas dengan plastik klip untuk dilakukan uji kualitas (Said dkk., 2011).
2.1.7 Sifat Fisika Kimia Gelatin
2.1.7.1 Pemerian Gelatin
Pemerian gelatin menurut Farmakope Indonesia V adalah lembaran,
kepingan atau potongan, atau serbuk kasar sampai halus; kuning lemah atau
coklat terang; warna bervariasi tergantung ukuran partikel. Larutannya
berbau lemah seperti kaldu. Jika kering stabil di udara, tetapi mudah terurai
oleh mikroba jika lembab atau dalam bentuk larutan. (Depkes RI, 2015)
Gelatin Tipe A menunjukkan titik isoelektrik antara pH 7 dan pH 9,
gelatin Tipe B menunjukkan titik isoelektrik antara pH 4,7 dan pH 5,2.
Kelarutan Tidak larut dalam air dingin; mengembang dan lunak bila dicelup
dalam air; menyerap air secara bertahap sebanyak 5 - 10 kali beratnya; larut
dalam air panas, asam asetat 6 N dan campuran panas gliserin dan air; tidak
larut dalam etanol, kloroform, eter, minyak lemak dan minyak menguap
(Depkes RI, 2015)
2.1.7.2 Kekuatan Gel Gelatin
Kekuatan gel adalah suatu akibat dari komposisi asam amino dan
rasio antara ikatan rantai α dan rantai β pada gelatin (Balti dkk., 2010).
Kekuatan gel pada gelatin yang dijual secara komersil biasanya berkisar
antara 100 sampai 300, tetapi gelatin yang memiliki nilai bloom antara 250
sampai 260 lebih banyak digunakan (Balti dkk., 2010).
Menurut Glicksman (1969), kekuatan gel dipengaruhi oleh asam,
alkali dan panas yang akan merusak struktur gelatin sehingga gel tidak
13 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terbentuk. Gelatin dengan molekul yang lebih besar mempunyai rantai yang
dihubungkan dengan ikatan kovalen. Ikatan kovalen antar rantai
mengurangi jumlah ikatan hidrogen (ikatan nonkovalen) sehingga jaringan
ikat antar molekul lemah (Huda dkk.,2013). Sedangkan menurut Ward dan
Courts (1977), kekuatan gel juga tergantung dari panjang rantai asam
aminonya. Jika kondisi kolagennya telah terhidrolisis secara optimal, maka
kekuatan gel dapat meningkat. Hal ini terjadi karena kolagen yang telah
terhidrolisis dapat menghasilkan rantai polipeptida yang panjang. Gel
gelatin dapat stabil dengan adanya tekanan dari luar ikatan kovalen yaitu
ikatan hidrogen, karena ikatan kovalen mempercepat gel mencair (Huda
dkk., 2013). Selain itu, Arnesen dan Gildberg (2002) mengatakan bahwa
tingginya kandungan hidroksiprolin menyebabkan kekuatan gel semakin
meningkat karena dapat menstabilkan ikatan hidrogen antara air dengan
gugus hidroksil bebas pada kelompok asam amino yang terdapat pada
gelatin (Sompie dkk., 2012). Sehingga kemampuan gelatin untuk
membentuk gel bergantung pada kandungan prolin dan hidroksiprolin pada
sumber gelatin (Nalinanon dkk., 2008)
2.1.7.3 Viskositas Gelatin
Viskositas merupakan salah satu sifat fisik gelatin yang cukup
penting. Viskositas adalah daya aliran molekul dalam suatu larutan.
Pengujian viskositas dilakukan untuk mengetahui tingkat kekentalan gelatin
sebagai larutan pada konsentrasi dan suhu tertentu. Viskositas gelatin
biasanya diukur pada suhu 60°C dengan konsentrasi 6,67% (b/b) (Leiner,
2006). Nilai viskositas gelatin terendah berkisar antara 6-8 cP (Jamilah et al.
2002). Menurut Ward dan Courts (1977), viskositas berhubungan dengan
bobot molekul rata-rata gelatin dan distribusi molekul. Sedangkan bobot
molekul gelatin berhubungan langsung dengan panjang rantai asam
aminonya. Berarti semakin panjang rantai asam amino maka nilai viskositas
akan semakin tinggi. Konsentrasi larutan asam yang berbeda berpengaruh
terhadap bobot molekul yang dihasilkan (Huda dkk., 2013).
14 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.1.7.4 Kandungan Asam Amino dan Hidroksiprolin Gelatin
Asam amino hidroksiprolin (Hyp) diketahui secara spesifik terkait
dengan struktur triple helix pada kolagen dan memiliki peran dalam
menstabilkan struktur. Sebagai contoh, kandungan kolagen dari spesies baik
tingkat rendah dan yang lebih tinggi menunjukkan adanya korelasi antara
kandungan hidroksiprolin dengan suhu lingkungan dan suhu leleh dari
kolagen. Kemudian, data dari penelitian kultur sel dimana berkurangnya
hidroksilasi karena adanya inhibitor hidroksilasi menunjukkan bahwa
kandungan hidroksiprolin yang rendah menyebabkan suhu leleh yang lebih
rendah. Telah ditunjukkan bahwa suhu leleh kolagen rekombinan yang
terhidroksilasi sebagian menjadi berkurang dan yang tidak dihidroksilasi,
yaitu gelatin rekombinan, yang dirancang khusus tidak berasal dari kolagen
triple helix berada di suhu 4°C. Studi termodinamika pada kolagen dan
fragmennya telah menunjukkan bahwa molekul air yang terkoordinasi
memainkan peran penting dalam menentukan stabilitas kolagen triple helix.
Data baru pada kolagen rekombinan yang tidak terhidroksilasi
menunjukkan peran penting hidroksiprolin dalam pembentukan fibril
(Ramshaw dkk., 2003).
Berbagai model telah membuktikan bahwa adanya hidroksiprolin
dapat menstabilkan struktur triple helix melalui ikatan hidrogen yang
mengikat molekul air. Data X-ray telah menunjukkan struktur hidrasi yang
kompleks. Sementara molekul air mungkin saja memainkan peran penting
dalam stabilitas kolagen yang terdapat pada fitur intrinsik dari triple helix
(Ramshaw dkk., 2003).
Di sisi lain, stabilitas peptida yang mengandung fluoroprolin telah
menyebabkan anggapan bahwa residu hidroksiprolin dapat menstabilkan
ikatan helix melalui reaksi induktif dan stereoelektronik dan tidak melalui
jaringan hidrasi. Dalam sebuah diskusi terbaru dalam Vitagliano et al.
(2001), telah mengusulkan bahwa pertimbangan stereokimia sederhana
berdasarkan preferensi konformasi dari prolin dan analognya memberikan
penjelasan langsung untuk efek stabilisasi dari hidroksiprolin di posisi Y.
15 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Mereka juga menjelaskan efek analog lain dan efek destabilisasi dari
hidroksiprolin di posisi X (Ramshaw dkk., 2003).
Hidroksiprolin dapat diketahui kadarnya dengan menggunakan
kromatografi pada analisis asam amino dan deteksi postcolumn. Tetapi,
analisis untuk hidroksiprolin secara luas mengunakan metode colorimetric
assay. Berdasarkan reaksi hidroksiprolin yang teroksidasi dengan p-
dimetilaminobenzaldehid (DMAB; reagen Ehrlich) (Hofman dkk., 2011).
Kandungan prolin dan hidroksiprolin sekitar 30% untuk gelatin mamalia,
22% sampai 25% untuk gelatin ikan air hangat, dan 17% untuk gelatin ikan
air dingin (See, dkk. 2010)
2.1.7.5 Sifat Busa dan Emulsifikasi Gelatin
Gelatin biasa digunakan sebagai bahan pembentuk busa, pembentuk
emulsi, dan pembasah yang diaplikasikan pada bidang pengolahan makanan,
farmasi, kedokteran dan teknik. Hal ini dikarenakan aktivitasnya sebagai
surfaktan. Gelatin bersifat hidrofilik, dapat melarut dalam air pada suhu
leleh dari ikatan heliksnya dimana terjadi pembukaan struktur konformasi
dengan kandungan prolin tinggi dan rantai peptida utama yang memiliki
ikatan hidrogen dengan molekul air. Selain itu juga memiliki banyak rantai
samping yang bersifat hidrofobik: sebanyak 22% prolin, dengan tiga grup
CH2, dan 18-19% residu hidrofobik lainnya (leusin, isoleusin, valin,
fenilalanin, dan alanine). Gelatin biasanya dipilih bukan hanya karena sifat
surfaktannya, tetapi juga karena kombinasi sifat kimia, rheologi, dan
kemampuan membentuk gel (Nijenhuis, 2003)
Pembentukan busa dikontrol oleh perpindahan, penetrasi, dan
penyusunan dari molekul protein pada antarmuka air dan udara. Protein
harus dapat berpindah secara cepat, mengembang dan menyusun kembali
pada antarmuka air dan udara untuk menghasilkan busa yang baik. Stabilitas
busa bergantung pada sifat asli dari gelatin dan interaksi protein dengan
mariks (Shyni, dkk. 2013)
16 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pada umumnya, gelatin yang memiliki kandungan rantai α tinggi
menunjukkan karakteristik kemampuan membentuk gel, sifat emulsifikasi,
dan sifat busa yang lebih baik (Sinthusamran, dkk., 2014).
2.1.8 Fungsi dan Manfaat Gelatin
2.1.8.1 Bidang Makanan
Gelatin telah banyak digunakan dalam bahan tambahan pada
makanan karena kandungan tinggi protein dan asam amino (Fu dkk., 2000).
Sifat hidrokoloid unik dari gelatin cocok untuk berbagai aplikasi dalam
industri makanan. Semuanya dapat dibagi menjadi empat kelompok utama
yaitu; permen atau kembang gula (terutama untuk kekenyalan, tekstur, dan
stabilisasi busa) dan jelly atau agar-agar, produk susu (untuk stabilisasi dan
tekstur), produk daging (untuk mengikat air), dan aplikasi gelatin
terhidrolisis (Nishimoto dkk., 2005; Karim dan Bhat, 2009). Gelatin
digunakan dalam jus sebagai penjernih, pada makanan penutup dan yoghurt
sebagai pengental. Dan juga termasuk topping buah untuk kue, saus instan
dan sup, film-film yang dimakan untuk produk permen, sebagai stabilizer
dalam es krim, krim keju, dan keju cottage, serta di busa makanan dan salad
buah (Karim dan Bhat, 2008). Gelatin juga digunakan dalam produk daging
kemasan untuk mengurangi kerusakan pada warna dan sangat efektif.
Terdapat pula dalam produk daging kalengan seperti sebagai ham, sosis, dan
daging giling untuk mengikat air dan media transfer panas yang baik selama
memasak. Digunakan juga dalam daging teremulsifikasi dan produk dibeku
dengan konsentrasi antara 3 sampai 15% (Mariod dan Adam, 2013).
2.1.8.2 Bidang Farmasi
Penggunaan gelatin pada industri farmasi digunakan untuk kapsul
keras dan kapsul lunak, tablet, penyalut tablet, granulasi, enkapsulasi dan
mikroenkapsulasi (GMIA, 2012). Dimana gelatin dapat membantu
mencegah oksidasi (Nishimoto dkk., 2005). Gelatin dengan nilai bloom 0-
140 digunakan untuk mikroenkapsulasi vitamin A, D dan E. Lapisan
lembaran gelatin sekarang umum digunakan untuk membungkus berbagai
17 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
makanan, suplemen gizi, dan obat-obatan. Penggunaan tersebut meningkat
pada industri makanan agar bahan dapat dilindungi dari kelembaban, panas
atau kondisi ekstrim. Sehingga meningkatkan stabilitas dan
mempertahankan kualitas. Gelatin juga digunakan sebagai eksipien dalam
formulasi farmasi, termasuk vaksin, dan digunakan sebagai pengikat untuk
tablet (Mariod dan Adam, 2013).
2.2 Kolagen
Bahan struktural pada tanaman yang menghasilkan turgor dan
kekakuan adalah selulosa, yaitu suatu karbohidrat yang terpolimerisasi.
Sedangkan pada hewan hal tersebut dihasilkan oleh suatu protein yang
diperkaya dengan garam anorganik. Pada hewan invertebrata yang
bercangkang keras seperti penutup sebagian besar terdiri dari protein yang
disebut kitin. Pada hewan vertebrata merupakan campuran protein dari
tulang dan beberapa jaringan ikat dengan kandungan yang paling penting
adalah kolagen (Bogue, 1922). Kolagen memiliki sifat fisik yang unik,
termasuk keseragaman, kekuatan tarik, fleksibilitas, biokompatibilitas, dan
biodegradasi. Oleh karena itu, digunakan untuk berbagai aplikasi, misalnya
sebagai perancah di teknik jaringan, untuk implantasi atau penutup luka
dalam operasi bedah, sebagai bahan matriks kapsul atau pengikat dalam
aplikasi farmasi, dan untuk produksi gel dan film dalam makanan (Oechsle
dkk., 2016).
Kolagen merupakan sekelompok struktur molekul yang beragam,
namun semuanya dihubungkan oleh beberapa susunan biokimia umum dan
elemen struktural umum, kolagen memiliki struktur triple helix. Struktur ini
ditandai dengan tiga poliproline seperti rantai heliks II tangan kiri
diperpanjang yang supercoiled menjadi triple helix tangan kanan. Tiga
rantai menyatu pada satu residu dan dihubungkan melalui ikatan hidrogen.
Konformasi triple helix dikaitkan oleh urutan khusus asam amino dengan
Glisin (Gly) pada setiap residu ketiga dan mengandung asam imino yang
tinggi (Ramshaw dkk., 2003).
18 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.4 Konformasi Kolagen Triple Helix (Ramshaw dkk., 2003).
Ketika kolagen dipanaskan dalam air pada suhu 80 atau 90°C, ikatan
hidrogen dan ikatan hidrofobik yang membantu untuk menstabilkan heliks
kolagen rusak. Sehingga menyebabkan serat-serat dan fibril kolagen
terpisah menjadi unit tropocollagen. Kemudian dalam hidrolisis kolagen
terjadi pemecahan ikatan intramolekuler antara tiga rantai heliks (Mariod
dan Adam, 2013). Perubahan ini dapat dipercepat jika suhu air ditingkatkan
di atas titik didih dan di bawah tekanan. Atau dapat juga dengan
menggunakan asam, tetapi cara tersebut akan menghasilkan hidrolisis lebih
lanjut dari gelatin dan dapat mengurangi hasil dan kualitas produk. Reaksi
19 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ini dianggap oleh Hofmeister sebagai hidrolisis, dimana unsur satu molekul
air yang ditambahkan ke kolagen diubah menjadi gelatin (Bogue, 1922).
𝐶102𝐻149𝑂38𝑁31 + 𝐻2𝑂 ↔ 𝐶102𝐻151𝑂39𝑁31
Collagen Gelatin
Reaksi tersebut dianggap Hofmeister dapat bersifat reversibel,
gelatin dapat berubah kembali menjadi kolagen saat dipanaskan pada suhu
130°C. Namun hal tersebut dibantah oleh Emmett dan Gies yang
menemukan bahwa produk kering memang kurang larut dibandingkan
dengan gelatin asli, tetapi lebih mudah dicerna oleh enzim tripsin sementara
kolagen tidak. Mereka juga menemukan bahwa ammonia berubah selama
hidrolisis kolagen menjadi gelatin dalam air panas, hal ini menunjukkan
bahwa reaksi tersebut tidak dapat berbalik. Pada gelatin mendidih tidak ada
ammonia yang berubah sehingga mereka menyimpulkan bahwa gelatin
terbentuk dari penataan ulang intramolekul kolagen dengan air mendidih.
Gelatin yang dihasilkan bukan merupakan bentuk hidrat sederhana dari
kolagen, seperti yang ditunjukkan pada pembebasan ammonia pada air
mendidih (Bogue, 1922).
2.3 Kambing Peranakan Etawah
2.3.1 Definisi
Kambing adalah hewan yang sangat penting dalam pertanian
subsistem karena kemampuannya yang unik untuk mengadaptasikan dan
mempertahankan dirinya dalam lingkungan. Asal-usul kambing masih
diperdebatkan meskipun bukti yang tersedia menunjukkan bahwa bezoar
Asia Barat daya adalah nenek moyang kambing. Ada empat cara
pengklasifikasian kambing yaitu berdasarkan asal-usulnya, kegunaannya,
besar tubuhnya, dan bentuk serta panjang telinganya (Sutama, 2011).
Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan kambing hasil
persilangan antara kambing Etawah (asal India) dengan kambing Kacang.
Kambing ini tersebar hampir di seluruh Indonesia. Penampilannya mirip
kambing Etawah, tetapi lebih kecil. Kambing PE merupakan kambing tipe
dwiguna, yaitu sebagai penghasil daging dan susu (perah). Peranakan yang
20 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
penampilannya mirip kambing Kacang disebut Bligon atau Jawa randu yang
merupakan tipe pedaging. (Prabowo, 2010).
2.3.2 Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah
Menurut Heriyadi (2004), Secara umum taksonomi kambing PE
adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Sub Kingdom : Vertebrata
Class : Mamalia
Ordo : Ungulata
Sub Ordo : Artiodactylata
Section : Pecora
Familiy : Bovidae
Sub Family : Caprinae
Genus : Capra
Spesies : Capra hircus
2.3.3 Karakteristik Kambing Peranakan Etawah
Karakteristik kambing PE adalah bentuk muka cembung, telinga
panjang dan terkulai, panjang telinga 18–30 cm. Jantan dan betina
bertanduk pendek. Warna bulu bervariasi dari coklat muda sampai hitam.
Bulu kambing jantan bagian atas leher dan pundak lebih tebal dan agak
panjang. Bulu kambing betina pada bagian paha panjang. Berat badan
kambing jantan dewasa 40-80 kg dan betina 35-50 kg, tinggi pundak 76-100
cm (Prabowo, 2010; Sutama, 2011).
Gambar 2.5 Kambing Peranakan Etawah (PE) (Sodiq dkk., 2009).
21 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.4 Asam Asetat
2.4.1 Definisi
Nama asam asetat berasal dari kata Latin asetum, “vinegar”. Asam
asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik
yang merupakan asam karboksilat yang paling penting di perdagangan,
industri, dan laboraturium dan dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma
dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus kimia CH3-COOH, CH-
3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat merupakan salah satu produk industri
yang banyak dibutuhkan di Indonesia. Saat ini di Indonesia harus
mengimpor asam asetat dalam jumlah yang besar, pada tahun 1993 jumlah
impornya sebesar 31.613.115,200 M ton dengan nilai $ 14.945.208,41
(Hasibuan, 2015).
Efek samping dari asam asetat yang tertelan dalam jumlah banyak
akan merusak mulut. Biasanya disekitar mulut penderita akan merasa
terbakar, perut terasa mual, muntah, sulit menelan dan berbicara, nafas
terasa terhambat dan bahkan pingsan. Bila zat asam mengenai mata atau
kulit penderita akan terasa terbakar, dan jika terkena lidah,gigi akan terjadi
kerusakan pada lidah dan gigi. Batas-batas penggunaan asam asetat atau
asam cuka dalam pemakaiannya harus seencer mungkin. Misalnya bila
digunakan pada pembuatan acar dapat ditambahkan cuka menurut SNI No.
01-3711-1995 dengan batasan kadarnya 4% - 12,5% (BSN, 1995).
2.4.2 Sifat Fisika Asam Asetat
Sifat fisika dari asam asetat adalah bentuk cairan jernih, tidak
berwarna, berbau menyengat, pH asam, memiliki rasa asam yang sangat
tajam. Mempunyai titik beku 16,6°C dan titik didih 118,1°C. Larut dalam
air, alkohol, dan eter. Asam asetat dibuat dengan fermentasi alkohol oleh
bakteri Acetobacter. Pembuatan dengan cara ini bisa digunakan dalam
pembuatan cuka. Asam asetat mempunyai bobot molekul 60,05 (Depkes RI,
1995).
22 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.4.3 Sifat Kimia Asam Asetat
Asam asetat tergolong polar dan dapat membentuk ikatan hidrogen
dengan sesamanya atau dengan molekul lain. Asam asetat larut di dalam air,
menghasilkan anion karboksilat dan ion hidrogen. Atom hidrogen (H) pada
gugus karboksil (−COOH) dalam asam karboksilat seperti asam asetat dapat
dilepaskan sebagai ion H+ (proton), sehingga memberikan sifat asam. Asam
asetat adalah asam lemah basa konjugasinya adalah asetat (CH3COO−).
Asam asetat bercampur dengan mudah dengan pelarut polar atau nonpolar
lainnya seperti air, kloroform dan heksana (Hart, 2003).
Asam asetat mudah menguap di udara terbuka, mudah terbakar, dan
dapat menyebabkan korosif pada logam. Asam asetat jika di reaksikan
dengan karbonat akan menghasilkan karbondioksida. Penetapan kadar asam
asetat biasanya menggunakan natrium hidroksida, dimana 1 ml natrium
hidroksida 1 N setara dengan 60,05 mg CH3COOH (Depkes RI,1995).
23 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai Juli 2017 di
Laboratorium Kimia Obat, Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia,
Laboratorium Penelitian II, dan Laboratorium Formulasi Sediaan Steril
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta dan Laboratorium Sediaan Non Steril Universitas
Indonesia Jakarta.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alumunium foil,
kantong plastik, gunting, baskom, silet, lemari pendingin, freezer, batang
pengaduk, homogenizer, magnetic stirrer, vortex, pipet tetes, cawan
porselen, tanur listrik, sokhlet, desikator, labu kjeldahl, alat FOSS, cetakan
gelatin [Lion Star], erlenmeyer [Duran], gelas beaker [Duran], corong
butchner [Iwaki], gelas ukur [Iwaki], vacuum filtration [Ulvac DTC-21],
kertas saring [Whatman No. 1], pH meter universal [Merck], labu ukur
[Pyrex], hot plate [Cimarec], water bath [Eyela], oven [Memmert],
timbangan analitik [Kern], TAXT2 Texture Analyzer Stable Micro System,
viscometer Brookfield Digital, spektrofotometer UV-Visible [Hitachi U-
2910], dan Beckman Amino Acid Analyzer Model 119 CL.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit kambing PE,
gelatin sapi standar [Sigma Aldrich], aquadest, paraffin [Brataco], n-heksan,
isopropanol, tembaga sulfat, asam borat 4%, kalium sulfat, asam asetat
glasial, asam klorida 0,2 N [Merck], asam klorida 6 N [Merck], natrium
klorida 0,3 M [Merck], natrium hidroksida 6 N [Merck], natrium hidroksida
40% [Merck], asam sulfat pekat [Merck], buffer asetat/sitrat, indikator
24 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
beomocresol green, indikator methyl red, 7% (b/v) kloramin T [Sigma
Aldrich], p-dimetilamino-benzaldehid [Merck], asam perklorat 60% (v/v),
hidroksiprolin standar, minyak kacang kedelai [Sigma Aldrich], larutan
sodium dodesil sulfat 0,1% [Merck], merkaptoetanol dan kalium hidroksida
[Merck].
3.3 Tahapan Penelitian
3.3.1 Penyiapan Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan adalah kulit kambing etawah jantan
berumur 1-1,5 tahun yang didapatkan dari Tempat Pemotongan Bang Kitul
di Jalan Masjid Al-Ahyar, jalan tembusan Gandul-Cinere, Depok, Jawa
Barat. Kulit yang diperoleh dimasukkan dalam kantong plastik dan
dimasukkan ke dalam freezer pada suhu -5°C untuk mencegah pembusukan.
3.3.2 Proses Buang Bulu dan Lemak
Digunakan proses buang bulu secara pemanasan. Kulit dicelupkan
kemudian dengan benda tumpul dikerok sampai bulu terlepas semua, untuk
bulu halus yang masih tertinggal dapat digunakan silet. Kemudian lemak
yang masih tertinggal dibersihkan dan kulit dipotong kecil-kecil
3.3.3 Proses Hidrolisis
Pada proses produksi gelatin digunakan metode dari Said dkk.
(2011). Bahan baku kulit tanpa bulu dan lemak ditimbang dan dimasukkan
ke dalam wadah yang berisi larutan curing asam sesuai konsentrasi yang
telah ditentukan (6%, 9% dan 12%). Selanjutnya disimpan selama 48 jam
pada lemari pendingin (Said dkk., 2011).
3.3.4 Proses Penetralan
Setelah hidrolisis selesai, dialirkan dengan air hingga kondisinya
pada suasana netral (pH 7). Bahan baku kulit ditiriskan. Kemudian
dimasukkan ke dalam erlemenyer dan ditambah dengan aquadest hingga
terendam dengan sempurna. Tutup dengan aluminium foil kemudian
25 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dimasukkan ke dalam water bath untuk menjalani proses ekstraksi (Said
dkk., 2011).
3.3.5 Proses Ekstraksi Gelatin
Proses ekstraksi dilalui oleh keseluruhan unit konsentrasi asam
asetat (6%, 9% dan 12%). Kemudian dilakukan penyaringan untuk
menghasilkan fraksi gelatin cair (Said dkk., 2011).
Gelatin cair dalam beker glass kemudian dipekatkan selanjutnya
didinginkan dalam lemari pendingin dan dituang pada cetakan gelatin untuk
selanjutnya dikeringkan. Selanjutnya dikemas dengan plastik klip untuk
dilakukan uji kualitas (Said dkk., 2011).
3.3.6 Sifat Fisikokimia Gelatin
3.3.6.1 Nilai Rendemen
Nilai rendemen merupakan parameter penting untuk dapat
mengetahui tingkat efisiensi dari proses pengolahan. Selain itu dapat
digunakan untuk analisis finansial dimana dapat diperkirakan jumlah bahan
baku untuk memproduksi produk dalam jumlah tertentu (Huda dkk., 2013).
Bahan baku kulit dalam keadaan bersih ditimbang untuk menentukan berat
awal bahan baku (gram) (B). Setelah gelatin yang sudah kering didapatkan
kemudian ditimbang untuk menentukan berat akhir produk (gram) (A) (Said
dkk., 2011). Nilai rendemen selanjutnya dihitung dengan persamaan AOAC
(2000):
𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 (%) =𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 (𝑔)(𝐴)
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑢 (𝑔)(𝐵)× 100%
3.3.6.2 Uji Kadar Air (FI IV, 1995)
Penetapan kadar air gelatin dilakukan dengan metode gravimetric.
Wadah cawan porselen kosong dioven pada suhu 105°C selama 30 menit,
didinginkan dalam desikator. Sampel ± 1 gram dimasukkan ke dalam cawan,
dioven pada suhu 105 ± 2°C selama 3 jam dan ditimbang. Lanjutkan
pengeringan dan timbang pada jarak 1 jam sampai perbedaan antara kedua
26 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25%. Kadar air dihitung
dengan persamaan:
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑖𝑟 (%) =𝑚1 (𝑔) − 𝑚2 (𝑔)
𝑚0 (𝑔)× 100%
Dimana:
m0 = Berat sampel (g)
m1 = Berat awal sampel dan cawan (g)
m2 = Berat akhir sampel dan cawan (g)
3.3.6.3 Uji Kadar Abu (FI IV, 1995)
Wadah cawan kosong dioven pada suhu 105°C selama 30 menit.
Kemudian gelatin ditimbang sebanyak 1 gram. Tambahkan 1,5 gram
paraffin untuk menghindari kehilangan zat akibat pengembangan.
Dipijarkan dalam tanur bersuhu 550°C. Proses tanur dilakukan selama
kurang lebih 5 jam sampai semuanya berubah warna menjadi abu-abu.
Selanjutnya ditimbang dengan memperhitungkan berat cawan dan sampel
awal. Nilai kadar abu dihitung dengan menggunakan rumus:
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢 (%) =𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑏𝑢 (𝑔)
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)× 100%
3.3.6.4 Uji Kadar Lemak (AOAC, 2000)
Kadar lemak ditentukan dengan gelatin sebanyak 1 gram yang
dibungkus dalam kertas saring whatman diekstraksi dalam sokhlet dengan
pelarut n-heksan. Ekstraksi dilakukan selama 14 jam. Selanjutya lemak
yang terekstraksi dipanaskan pada water bath untuk menghilangkan n-
heksan pada suhu 98° ± 5°C. Kemudian diletakkan di dalam desikator dan
ditimbang. Perhitungan kadar lemak dihitung dengan berdasarkan pada
pembagian berat lemak dengan berat sampel dikalikan seratus persen.
27 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 (%) =𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛 (𝑔)
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 (𝑔)× 100%
3.3.6.5 Uji Kadar Nitrogen Total (AOAC, 2000)
Penentuan kadar nitrogen total dilakukan dengan metode Kjeldahl.
Sampel sebanyak 5 gram ditambahkan pengkatalis Kjeldahl (campuran
K2SO4 dengan CuSO4 perbandingan 9:1) dan dan 15 ml larutan H2SO4 pekat.
Buat blanko berisi larutan diatas tanpa sampel. Kemudian dimasukkan ke
dalam alat FOSS pada suhu ±410°C selama 1 jam sampai larutan bening.
Hasil destruksi kemudian didinginkan dan ditambahkan aquadest 60 ml
dalam erlenmeyer. Selanjutnya ditambahkan indikator campuran
bromocresol green dan methyl red, asam borat 4% sebanyak 25 ml dan
NaOH 40%. Didestilasi dan dititrasi dengan HCl 0,2 N hingga berubah
warna menggunakan indikator campuran. Kadar nitrogen total dihitung
dengan menggunakan rumus:
((𝑚𝑙 𝐻𝐶𝑙 − 𝑚𝑙 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜) × 𝑁 𝐻𝐶𝑙 × 14,007)
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙× 100%
3.3.6.6 Uji Nilai pH (GMIA, 2013)
Larutan gelatin dengan konsentrasi 1,5% (b/v) disiapkan dengan
larutan aquades. Kemudian larutan didiamkan selama 1-3 jam. Larutan
sampel dipanaskan pada suhu 65°C dan dihomogenkan dengan magnetic
stirrer. Selanjutnya diukur derajat keasamannya pada suhu 35°C dengan pH
meter. Sebelum dilakukan pengujian, pH meter dilakukan kalibrasi asam,
netral dan basa terlebih dahulu.
3.3.6.7 Uji Kekuatan Gel (GMIA, 2013)
Dibuat larutan gelatin dengan konsentrasi 6,67% (b/v). Diaduk
menggunakan magnetic stirrer kemudian larutan tersebut dibiarkan pada
suhu ruang selama 1-3 jam agar gelatin dapat menyerap air dan
28 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengembang. Selanjutnya dipanaskan pada suhu 65°C selama 15 menit dan
sesekali diaduk. Lalu disimpan di dalam kulkas pada suhu ± 5°C selama 16-
18 jam. Pengukuran kekuatan gel dilakukan dengan alat TAXT2 Texture
Analyzer Stable Micro System.
3.3.6.8 Uji Kejernihan (GMIA, 2013)
Dibuat larutan gelatin dengan konsentrasi 6,67% (b/v). Diaduk
menggunakan magnetic stirrer kemudian larutan tersebut dibiarkan pada
suhu ruang selama 1-3 jam agar gelatin dapat menyerap air dan
mengembang. Selanjutnya dipanaskan pada suhu 65°C selama 15 menit dan
sesekali diaduk. Turunkan suhu sampel dengan dimasukkan ke dalam water
bath sampai suhu 45°C. % transmittan sampel ditentukan dengan
spektrofotometer yang sudah dikalibrasi dengan menggunakan aquadest
hingga % transmittan memiliki nilai 100% pada panjang gelombang 640 nm.
3.3.6.9 Uji Viskositas (AOAC, 2000)
Viskositas gelatin diukur dengan cara larutan gelatin dibuat pada
konsentrasi 6,67% (b/v). kemudian diaduk menggunakan magnetic stirrer
dan biarkan 1-3 jam pada suhu ruang. Selanjutnya dipanaskan pada suhu
60°C selama 30 menit agar melarut sempurna. Viskositas (mPa.s)
ditentukan dengan alat Viscometer Brookfield Digital dengan spindle nomor
1 pada suhu 30±0,50C kecepatan 90 rpm.
3.3.6.10 Uji Sifat Busa (Hafidz dkk., 2011).
Sifat busa ditentukan dengan larutan gelatin dibuat dengan
konsentrasi 2% sampai 5% (b/v) dan dihomogenkan menggunakan
homogenizer selama 1 menit pada suhu ruang dengan kecepatan 13.500 rpm.
Sampel yang sudah dihomogenkan kemudian diamati perubahannya dari
menit ke-0, 10, 30, dan 60. Tinggi busa (TB) dan stabilitas busa (SB)
dihitung dengan menggunakan persamaan (1) dan (2) dimana VT adalah
volume total, V0 adalah volume awal sebelum homogenisasi dan Vt adalah
29 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
volume total setelah dibiarkan pada suhu ruang dengan waktu berbeda yaitu
10, 30 dan 60 menit.
𝑇𝐵 (%) =𝑉𝑇
𝑉0× 100 (1)
𝑆𝐵(%) =𝑉𝑡
𝑉0× 100 (2)
Dimana:
VT = Volume total (ml)
Vt = Volume total setelah dibiarkan di suhu ruang dengan
waktu 10, 30 dan 60 menit (ml)
V0 = Volume awal sebelum homogenisasi (ml)
3.3.6.11 Uji Sifat Emulsifikasi (Nagarajan dkk., 2012)
Indeks Aktivitas Emulsi (IAE) dan Indeks Stabilitas Emulsi (ISE)
dari sampel gelatin ditentukan menggunakan minyak kacang kedelai 2 ml
dan larutan gelatin dengan kadar 1% sebanyak 6 ml dihomogenkan dengan
menggunakan homogenizer kecepatan 20.000 rpm selama 1 menit. Emulsi
dipipet pada menit ke-0 dan ke-10 kemudian diencerkan 100 kali dengan
larutan SDS 0,1%. Lalu dicampurkan dengan vortex selama 10 detik.
Sampel kemudian diukur dengan spektrofotometri pada panjang gelombang
500 nm, indeks aktivitas emulsi dan indeks stabilitas emulsi dihitung dengan
persamaan:
𝐼𝐴𝐸 (𝑚2
𝑔⁄ ) =(2 × 2.303 × 𝐴 × 𝐷𝐹)
𝑙ø𝐶⁄
Dimana:
A = A500 Ø = Fraksi minyak
DF = Faktor pengenceran (100) C = Konsentrasi gelatin
pada fase air (g/m3)
l = Path length of cuvette (m)
𝐼𝑆𝐸 (min) =𝐴0
(𝐴0 − 𝐴10)⁄ × ∆𝑡
Dimana:
30 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
A0 = A500 pada waktu 0 menit
A10 = A500 pada waktu 10 menit
Δt = 10 menit
3.3.6.12 Uji Komposisi Asam Amino (Mostafa dkk., 2015)
Komposisi asam amino ditentukan dengan menggunakan sampel
sebanyak 20-25 mg dihidrolisis dengan campuran HCl 6 M sebanyak 10 ml
dengan 0,1% mercaptoetanol. Kemudian dipanaskan didalam oven pada
suhu 110°C selama 24 jam. Sampel yang telah dihidrolisis kemudian
didinginkan dan difiltrasi menggunakan kertas saring Whatman No. 1. Lalu
filtrat yang dihasilkan digenapkan volumenya hingga 25 ml didalam labu
ukur. Sebanyak 5 ml filtrat dimasukkan ke dalam gelas beaker dan
ditepatkan didalam desikator vakum diatas kalium hidroksida. Residu yang
dihasilkan dilarutkan kedalam buffer sitrat pH 2,2 dan disimpan pada suhu
4°C. Selanjutnya dianalisa dengan menggunakan Beckman Amino Acid
Analyzer Model 119 CL.
3.3.6.13 Analisis Statistik
Dari beberapa parameter yang diujikan yaitu nilai rendemen,
kekuatan gel, viskositas, kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein,
nilai pH, kandungan hidroksiprolin, sifat busa, sifat emulsifikasi, dan
susunan asam amino gelatin dilakukan analisis statistik dengan Software
SPSS.
31 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pembuatan Gelatin Kulit Kambing Peranakan Etawah
Pembuatan gelatin pada dasarnya memiliki dua metode, yaitu
hidrolisis asam dan hidrolisis basa (Huda dkk., 2013). Pada penelitian ini
dilakukan hidrolisis asam untuk pembuatan gelatin dari kulit kambing PE
menggunakan asam asetat dengan konsentrasi 6%, 9% dan 12%. Pembuatan
gelatin terdiri dari tiga tahap:
1. Tahap pra-perlakuan bahan baku
2. Tahap hidrolisis dan ekstraksi gelatin dari bahan baku
3. Tahap pemurnian dan pengeringan gelatin (Wolf, 2003).
4.2 Sifat Fisikokimia Gelatin
4.2.1 Hasil Uji Organoleptik
Uji organoleptik mengacu pada pemerian gelatin menurut
Farmakope Indonesia V tahun 2015. Pemerian gelatin adalah lembaran,
kepingan atau potongan, atau serbuk kasar sampai halus; kuning lemah atau
coklat terang; warna bervariasi tergantung ukuran partikel. Larutannya
berbau lemah seperti kaldu (Depkes RI, 2015).
Organoleptik gelatin dari kulit kambing PE dengan hidrolisis asam
asetat 6% adalah berbentuk serbuk, berwarna coklat terang dan berbau khas
lemah. Gelatin konsentrasi 9% dan 12% memiliki bentuk serbuk, berwarna
coklat dan berbau khas lemah. Gelatin yang dihasilkan sudah memenuhi
syarat pemerian gelatin menurut Farmakope Indonesia V.
4.2.2 Hasil Uji Kadar Air
Kadar air gelatin dari kulit kambing PE dengan hidrolisis
menggunakan asam asetat 6%, 9% dan 12% berturut-turut diperoleh
8,01±0,54%, 9,06±0,38% dan 8,63±0,46%. Syarat kadar air menurut SNI
No. 06-3735 Tahun 1995 adalah maksimum 16%, sehingga kadar air pada
gelatin yang dihasilkan sudah memenuhi persyaratan.
32 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat perbedaan signifikan
kadar air dari konsenrasi 6% terhadap 9% dan 12% (P<0,05). Tinggi
rendahnya kadar air suatu bahan dapat ditentukan oleh kemampuan bahan
menarik air serta pada pengeringan yang dilakukan (Rachmania dkk., 2013).
4.2.3 Hasil Uji Kadar Abu
Kadar abu yang diperoleh dari gelatin kulit kambing PE dengan
hidrolisis menggunakan asam asetat 6%, 9% dan 12 % berturut-turut adalah
0,9±0,00%, 0,45±0,49% dan 0,45±0,49%. Persyaratan kadar abu menurut
SNI adalah maksimum 3,25%, sehingga kadar abu dari ketiga konsentrasi
tersebut masih dalam rentang yang diperbolehkan.
Untuk mengetahui pengaruh kenaikan konsentrasi asam asetat pada
hidrolisis terhadap kadar abu, dilakukan analisis statistik. Didapatkan
kesimpulan bahwa kenaikan konsentrasi asam asetat tidak menghasilkan
perbedaan signifikan pada kadar abu dari ketiga konsentrasi (P>0,05).
4.2.4 Hasil Uji Kadar Lemak
Kadar lemak yang diperoleh dari gelatin kulit kambing PE
konsentrasi hidrolisis asam asetat 6%, 9% dan 12 % berturut-turut adalah
0,99±0,01%, 1,932±0,92% dan 0,651±0,29%. Kadar lemak dari ketiga
konsentrasi sudah memenuhi persyaratan SNI yaitu berada dibawah 5%.
Selanjutnya dilakukan analisis statistik. Hasil yang didapatkan yaitu tidak
adanya perbedaan signifikan pada kadar lemak dari ketiga konsentrasi
(P>0,05).
Kadar lemak pada gelatin dapat berasal dari lemak yang terdapat
pada bagian dermis kulit kambing. Dermis terdiri atas stratum papilaris dan
stratum retikularis. Pada stratum retikularis terdapat rongga-rongga
diantaranya berisi jaringan lemak, kelenjar keringat dan sebasea, serta
folikel rambut (Kalangi, 2013).
4.2.5 Hasil Uji Kadar Nitrogen Total
Hasil kadar nitrogen total gelatin dari ketiga konsentrasi hidrolisis
asam asetat 6%, 9% dan 12% berturut-turut 20,47±0,16%, 20,09±0,22% dan
33 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20,48±0,16%. Kadar nitrogen total ketiga konsentrasi tersebut melebihi
rentang persyaratan yaitu 16,2%. Analisis statistik dilakukan dan didapatkan
hasil bahwa kenaikan konsentrasi asam asetat pada hidrolisis tidak
berpengaruh secara signifikan pada kadar nitrogen total gelatin (P>0,05).
4.2.6 Hasil Uji Nilai pH
Nilai pH gelatin kulit kambing PE konsentrasi hidroisis asam asetat
6%, 9% dan 12% berturut-turut 5,32±0,13, 5,1±0,22 dan 4,83±0,11.
Ketiganya berada dalam rentang persyaratan menurut British Standard 757
tahun 1975 yaitu 4,5-6,5. Kenaikan konsentrasi asam asetat pada hidrolisis
tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap nilai pH berdasarkan
analisis statistik (P>0,05).
4.2.7 Hasil Uji Kekuatan Gel
Kekuatan gel pada gelatin kulit kambing PE dengan hidrolisis asam
asetat konsentrasi 6%, 9% dan 12% berturut-turut 329,15±2,05 gBloom,
333,95±4,9 gBloom dan 282,475±14,6 gBloom. Berdasarkan persyaratan
menurut British Standard, kekuatan gel gelatin berada pada rentang 50-300
gBloom. Gelatin dengan konsentrasi 6% dan 9% melebihi rentang pada
persyaratan. Kekuatan gel gelatin berkaitan dengan panjang rantai asam
amino, dimana rantai asam amino yang panjang akan menghasilkan
kekuatan gel yang besar (Astawan dkk., 2003)..
Analisis statistik dilakukan untuk melihat pengaruh dari kenaikan
konsentrasi asam asetat pada hidrolisis. Didapatkan hasil bahwa kenaikan
konsentrasi asam asetat mempengaruhi kekuatan gel gelatin kulit kambing
PE secara nyata antara konsentrasi 9% dan 12% (P<0,05).
4.2.8 Hasil Uji Kejernihan
Pada gelatin dari kulit kambing PE didapatkan nilai % transmittan
untuk konsentrasi hidrolisis asam asetat 6%, 9% dan 9% berturut-turut
16,1±0,34%, 31,63±0,15% dan 27,9±0,36%. Kejernihan gelatin kulit
kambing PE jika dibandingkan dengan gelatin standar kulit sapi berbeda
34 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
secara nyata (P<0,05). Kekeruhan dan warna yang gelap dipengaruhi oleh
zat anorganik, proteinaceous, dan substansi mukus (Shyni dkk., 2013)
Data kejernihan gelatin kulit kambing PE dianalisis menggunakan
statistik untuk melihat pengaruh kenaikan konsentrasi asam asetat terhadap
kejernihan. Hasil menunjukkan bahwa kejernihan gelatin dari ketiga
konsentrasi hidrolisis asam asetat terpengaruh oleh adanya kenaikan
konsentrasi asam asetat pada hidrolisis (P<0,05).
4.2.9 Hasil Uji Viskositas
Viskositas gelatin kulit kambing PE dengan perbedaan konsentrasi
hidrolisis asam asetat 6%, 9% dan 12% berturut-turut 18,4±4,94 mPa.s,
15,46±3,94 mPa.s, dan 14,3±4,94 mPa.s. Viskositas tertinggi diperoleh dari
gelatin konsentrasi 6%. Kenaikan konsentrasi pada hidrolisis menyebabkan
penurunan viskositas. Perbedaan yang nyata didapatkan berdasarkan analisis
statistik antara viskositas konsentrasi 6% dengan 12% (P<0,05). Viskositas
konsentrasi 12% tidak masuk dalam rentang persyaratan British Standard
yaitu 15-75 mPa.s.
4.2.10 Hasil Uji Sifat Busa
Tinggi busa dari gelatin mengalami kenaikan pada saat konsentrasi
dari 6% ditingkatkan menjadi 9%. Kemudian mengalami penurunan saat
konsentrasi ditingkatkan menjadi 12%. Hal ini disebabkan pada konsentrasi
hidrolisis asam asetat 6% dan 9% menghasilkan protein panjang dan berat
molekul tinggi sehingga membentuk lapisan kuat yang mengelilingi
gelembung udara dan mempengaruhi stabilitas busa. Pada konsentrasi 12%
protein mengalami degradasi karena pengaruh konsentrasi asam yang tinggi
(Nagarajan dkk., 2012).
Data tinggi busa dan stabilitas busa masing-masing konsentrasi
dianalisa statistik untuk mengetahui kestabilan gelatin dalam membentuk
busa. Hasil menunjukkan bahwa tinggi busa dan stabilitas busa gelatin kulit
kambing PE stabil dari menit ke-0 sampai menit ke-60 (P>0,05).
35 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Selanjutnya dilakukan analisis terhadap tinggi busa dan stabilitas
busa pada menit ke-0, 10, 30, dan 60 dari ketiga konsentrasi. Hasil
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan terhadap tinggi
busa dan stabilitas busa gelatin kulit kambing PE (P>0,05). Kemudian
ditemukan adanya perbedaan yang nyata pada tinggi busa dan stabilitas busa
menit ke-10 dan 30 konsentrasi 6% terhadap konsentrasi 9% dan gelatin
standar (P<0,05)
4.2.11 Hasil Uji Sifat Emulsifikasi
Nilai IAE dapat dianggap langsung sebagai absorbansi karena nilai
Ø dan konsentrasi gelatin yang digunakan sama. Panjang gelombang
diperiksa dengan emulsi gelatin standar sapi, didapatkan panjang
gelombang 500 nm (Bueno dkk., 2009).
Analisis statistik dilakukan pada data IAE dan ISE gelatin kulit
kambing PE untuk melihat pengaruh kenaikan konsentrasi asam asetat.
Hasil menunjukkan bahwa tidak ditemukan perbedaan signifikan pada data
IAE dan ISE, sehingga dapat disimpulkan bahwa kenaikan konsentrasi tidak
berpengaruh secara nyata (P>0,05). IAE dan ISE gelatin dari ketiga
konsentrasi sampel tidak berbeda nyata terhadap IAE dan ISE gelatin
standar kulit sapi (P>0,05).
4.2.12 Hasil Uji Komposisi Asam Amino
Jumlah glisin pada gelatin kulit kambing PE sebanyak 24,61% dan
prolin sebanyak 11,75% dari 100 gram gelatin. Pada gelatin standar dari
kulit sapi didapatkan jumlah glisin 31,15% dan prolin 8,57%. Jumlah asam
amino terbanyak adalah glisin, sesuai dengan literatur yang menyatakan
kandungan terbanyak adalah glisin. Jumlah prolin pada gelatin kulit
kambing lebih banyak daripada gelatin standar, sedangkan jumlah glisin
pada gelatin standar lebih banyak daripada gelatin kambing.
36 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Nilai rendemen gelatin yang dihasilkan dengan hidrolisis asam asetat
6%, 9% dan 12% berturut-turut adalah 4,62±0,76%, 4,42±0,84% dan
4,64±0,23%.
2. Kenaikan asam asetat untuk hidrolisis 6%, 9% dan 12% tidak
berpengaruh signifikan terhadap nilai rendemen (P>0,05).
3. Organoleptik, kadar air, kadar abu, kadar lemak, nilai pH, dan viskositas
gelatin sudah memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI)
dan British Standard, sedangkan kadar nitrogen total dan kekuatan gel
tidak.
4. Kejernihan dari ketiga konsentrasi berbeda secara nyata terhadap gelatin
standar kulit sapi (P<0,05).
5. Tinggi busa dan stabilitas busa menit ke-10 dan 30 pada konsentrasi 6%
berbeda secara nyata terhadap konsentrasi 9% dan gelatin standar kulit
sapi (P<0,05).
6. Komposisi asam amino yang tertinggi adalah glisin (24,61%), kemudian
didapatkan prolin (11,75%), dan alanin (7,63%).
5.2 Saran
Perlu dilakukan optimasi terkait waktu dan suhu penyimpanan pada
saat hidrolisis, dan waktu pemanasan pada saat pengeringan gelatin dari
kulit kambing PE menjadi gelatin menggunakan asam asetat dengan
konsentrasi 6%, 9% dan 12%.
37 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, Agnes T., dkk. 2015. Kajian gelatin kulit ikan tuna (Thunnus albacares)
yang diproses menggunakan asam asetat. Sulawesi Utara: Universitas Sam
Ratulangi.
Aisyah, Nik dkk. 2014. Poultry as an Alternative Source of Gelatin. Dalam Health
and The Environment Journal Vol. 5 No. 1. Malaysia: Food Technology
Programme,School of Industrial Technology, Universiti Sains Malaysia.
Association of Official Analytical Chemists (AOAC). 2000. Official Methods of
Analysis of The Association of Official Analytical Chemists. Washington
DC: Association of Official Analytical Chemists
Association of Official Analytical Chemists (AOAC). 2005. Official Methods of
Analysis of The Association of Official Analytical Chemist 18th Edition.
Washington DC: Association of Official Analytical Chemists
Astawan, Made dkk. 2003. Pengaruh Jenis Larutan Perendam Serta Metode
Pengeringan Terhadap Sifat Fisik, Kimia dan Fungsional Gelatin dari Kulit
Cucut. Dalam Jurnal Teknologi dan Industri Pangan Vol. XIV No. 1. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS RI). 2015. Statistik Gelatin 2015.
Jakarta: Badan Pusat Statistik Republik Indonesia.
Badan Standarisasi Nasional (BSN). 1995. Cuka Makan SNI No. 01-3711-1995.
Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Bakhtra, Dwi Dinni Aulia dkk. 2016. Penentuan Kadar Protein dalam Telur
Unggas Melalui Analisis Nitrogen Menggunakan Metode Kjeldahl. Dalam
Jurnal Farmasi Higea, Volume 8, Nomor 2. Padang: Universitas Andalas.
Balti, Rafik et al. 2010. Extraction and Functional Properties of Gelatin From
The Skin of Cuttlefish (Sepia Officinalis) Using Smooth Hound Crude Acid
Protease-Aided Process. Dalam Food Hydrocolloids. Elsevier. DOI:
10.1016/j.foodhyd.2010.09.005.
Bogue, Robert Herman. 1922. The Chemistry and Technology of Gelatin and Glue,
First Edition. London: McGraw-Hill Book Company, Inc.
Bueno, Arthur Soares. 2009. Effect of Extrusion on The Emulsifiying Properties
of Soybean Proteins and Pectin Mixtures Modelled by Response Surface
Methodology. Dalam Journal of Food Engineering 90. Elsevier. DOI:
10.1016/j.jfoodeng.2008.07.028.
Constable, David J. C. 2013. Solvent Considerations in Green Chemistry. ACS
Green Chemistry Institute.
Courts, A. 1961. Structural Changes in Collagen. London: The British Gelatine
and Glue Research Association.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI). 2015. Farmakope
Indonesia Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
38 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI). 1995. Farmakope
Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2015. Statistik Peternakan
dan Kesehatan Hewan 2015. Jakarta: Direktorat Jenderal Perternakan dan
Kesehatan Hewan, Kementrian Pertanian Republik Indonesia. ISBN: 978-
979-628-031-5.
Flix, Pascal Georges. 2003. Characteristics and Correlation Analysis of
Pharaceutical Gelatin. Florida: University of South Florida.
Frendrup, Willy. 2000. Hair-Save Unhairing Methods in Leather Processing.
Jakarta: United Nations Industrial Development Organization.
US/RAS/92/120.
Fu, Junjie dkk. 2000. The Decontamination Effects of Gamma Irradiation on The
Edible Gelatin. Rad. Phys. Chem. 57, 345-348.
Fulanah, Dewi dkk. 2012. Pembuatan Gelatin dari Tulang Ikan Kakap Merah
(Lutjanus sp.). Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Gelatin Manufactures Institute of America (GMIA). 2012. Gelatin Handbook.
Amerika: Gelatin Manufactures Institute of America
Gelatin Manufactures Institute of America (GMIA). 2013. GMIA Standard
Methods for The Testing of Edible Gelatin (2013). Amerika: Gelatin
Manufactures Institute of America
Geliko. 2017 Kosher Gelatin: Functional and Nutraceutical Properties. Diakses
pada 4 Agustus 2017. (www.geliko.com/about-gelatin/functional-andr-
nutraceutical-properties-of-gelatin-ingredients)
Grobben, A. H. dkk., 2003. Industrial Production of Gelatin, Progress in
Biotechnology Volume 23, Chapter V. Di dalam W.Y. Aalbersberg dkk. (ed).
Industrial Proteins in Perspective. Elsevier. ISBN: 978-0-444-51394-6
(eBook).
Hafidz, Raja Mohd et al. 2011. Chemical and Functional Properties of Bovine
and Procine Skin Gelatin. Dalam International Food Research Journal
18:813-817. Malaysia: Halal Products Research Institute.
Hardoyo dkk. 2007. Kondisi Optimum Fermentasi Asam Asetat Menggunakan
Acetobacter Aceti B166. Pati: Balai Besar Teknologi Pati, Badan Pengkajian
dan Penerapan Teknologi.
Hart, H dan Craine, L. 2003. Kimia Organik. Edisi II. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Hasibuan, Maharani. 2015. Penentuan Kadar Asam Asetat Dalam Larutan Cuka
Makanan Dengan Metode Titrimetri Di Balai Besar Pengawas Obat Dan
Makanan Medan. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Hastuti, Dewi dkk. 2007. Pengenalan dan Proses Pembuatan Gelatin. Dalam
MEDIAGRO. VOL. 3. NO. 1: HAL 39-48.
Hayes, Maria dan Tomas Lafarga. 2014. Marine By-products: RawMaterial Use
For Functional Ingredient Development. Dublin: Teagasc Food Research
Centre.
39 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Heriyadi, Denie. 2004. Standarisasi Mutu Bibit Kambing Peranakan Ettawa.
Bandung: Fakultas Perternkan Universitas Padjajaran.
Hermanto, Sandra dkk. 2014. Karakteristik Fisikokimia Gelatin Kulit Ikan Sapu-
Sapu (Hyposarcus pardalis) Hasil Ekstraksi Asam. Dalam Jurnal Kimia
Valensi Vol. 4 No. 2. Jakarta: Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. ISSN:1978-8193.
Hofman, Kathleen dkk. 2011. High-throughput Quantification of Hydroxyproline
for Determination of Collagen. Dalam Analytical Biochemistry. Elsevier.
DOI: 10.1016/j.ab.2011.06.019.
Huda, Wahyu Nurul dkk. 2013. Kajian Karakteristik Fisik dan Kimia Gelatin
Ekstrak Tulang Kaki Ayam (Gallus gallus bankiva) Dengan Variasi Lama
Perendaman dan Konsentrasi Asam. Solo: Universitas Sebelas Maret, ISSN:
2302-0733.
Jamilah B, Harvinder KG. 2002. Properties of gelatin from skins of fish black
tilapia (Oreochromis mossambicus) and red tilapia (Oreochromis nilotica).
Dalam Journal Food Chemistry 77, 81-84.
Jaswir, Irwandi. 2007. Memahami Gelatin. Dalam artikel iptek Berit@Iptek.com.
www.beritaiptek.com
Juliasti, Radia dkk. 2015. Pemanfaatan Limbah Tulang Kaki Kambing Sebagai
Sumber Gelatin Dengan Perendaman Menggunakan Asam Klorida. Dalam
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 4. Semarang: Indonesian Food
Technologists.
Kalangi, Sonny J. R. 2013. Histofisiologi Kulit. Dalam Jurnal Biomedik (JBM),
Volume 5, Nomor 3. Manado: Universitas Sam Ratulangi.
Karim A.A., Bhat R., 2008. Gelatin Alternatives for The Food Industry: Recent
Developments, Challenges and Prospects. Trends Food Sci. Techn. 19: 644-
656.
Karim, A.A. dan R. Bhat. 2009. Review Fish Gelatin: Properties, Challenges, and
Prospects as an Alternative to Mammalian Gelatins. Food Hydrocoll. 23,
563-576.
Ktari, Naourez dkk. 2014. Characteristics and Functional Properties of Gelatin
From Zebra Blenny (Salaria basilisca) Skin. Dalam LWT-Food Science and
Technology. DOI: 10.1016/j.lwt.2014.03.036.
Leiner, P.B. 2006. The Physical and Chemical Properties of Gelatin.
www.pbgelatin.com.
Mad-Ali, Sulaiman dkk. 2016. Characteristics and Gel Properties of Gelatin
From Goat Skin as Influenced by Alkaline Pretreatment Conditions.
Thailand: Prince of Songkla University. eISSN: 1976-5517.
Mariod, A. A dan H. F. Adam. 2013. Review: gelatin, source, extraction and
industrial applications. Acta Sci. Pol., Technol. Aliment. 12(2), 135-147.
Martianingsih, Niniet dan Lukman Atmaja. 2009. Analisis Sifat Kimia, Fisik, dan
Termal Gelatin dari Ekstraksi Kulit Ikan Pari (Himantura gerrardi) Melalui
40 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Variasi Jenis Larutan Asam. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh
Nopember.
Mostafa, Aliaa G. M., dkk. 2015. Physicochemical Characteristics of Gelatin
Extracted from Catfish (Clarias gariepinus) and Carp (Cyprinus carpio)
Skins. Mesir: Middle East Journal of Agriculture Research. ISSN: 2077-
4605.
Nagarajan, Muralidharan dkk. 2012. Characteristics and Functional Properties
of Gelatin From Splendid Squid (Loligo formosana) Skin as Affected by
Extraction Temperatures. Dalam Food Hydrocolloid. Elsevier. DOI:
10.1016/j.foodhyd.2012.04.001.
Nalinanon, S. dkk. 2008. Tuna Pepsin: Characteristics and Its Use for Collagen
Extraction from The Skin of Threadfin Bream (Nemipterus spp.). Dalam
Journal of Food Science. Institute of Food Technologies. DOI:
10.1111/j.1750-3841.2008.00777.x.
Nijenhuis, K te. 2003. An Overview of The Viscoelastic Behaviour of Gelatin in
The Sol and Gel State in Dilute and Semi-Dilute Systems. Di dalam W.Y.
Aalbersberg dkk. (ed). Industrial Proteins in Perspective. Elsevier. ISBN:
978-0-444-51394-6 (eBook).
Nishimoto, M. dkk. 2005. Identification and Characterization af Molecular
Species af Collagen in Ordinary Muscle and Skin of The Japanese Flounder
(Paralichthys olivaceus). J. Food Chem. 90, 151-156.
Oechsle, Anja Maria dkk. 2016. Microstructure and Physical–Chemical
Properties of Chicken Collagen. Stuttgart: Department of Food Physics and
Meat Science, Institute of Food Science and Biotechnology, University of
Hohenheim. DOI: http://dx.doi.org/doi:10.1016/j.foostr.2016.02.001.
Permata, Yenita dkk. 2016. Gelatin dari Tulang Ikan Lele (Clarias batrachus):
Pembuatan dengan Metode Asam, Karakterisasi dan Aplikasinya Sebagai
Thickener Pada Industri Sirup. Dalam Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume
15 Nomor 2 2016. Surabaya: Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya.
ISSN 1412-7350
Poppe, J. 1992. Gelatin. Di dalam A. Imeson dkk. (ed). Thickening and Gelling
Agent for Food. London: Springer Science+Business Media Dordrecht.
ISBN: 978-1-4615-3552-2 (eBook).
Prabowo, Agung. 2010. Petunjuk Teknis Budidaya Ternak Kambing (Materi
Pelatihan Agribisnis bagi KMPH). Sumatera Selatan: Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Sumatera Selatan.
Praira, Willy. 2008. Identifikasi Gelatin dalam Beberapa Obat Bentuk Sediaan
Tablet Menggunakan Metode Spektrofotometri. Bogor: Program Studi
Biokimia, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
Rachmania, Rizky Arcinthya dkk. 2013. Ekstraksi Gelatin dari Tulang Ikan
Tenggiri Melalui Proses Hidrolisis Menggunakan Larutan Basa. Daalam
41 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Media Farmasi Vol. 10 No. 2. Jakarta: Universitas Muhammadiyah Prof. Dr.
Hamka.
Ramshaw, J. A. M. dkk. 2003. Structure and Biosynthesis of Collagen. Di dalam
W.Y. Aalbersberg dkk. (ed). Industrial Proteins in Perspective. Elsevier.
ISBN: 978-0-444-51394-6 (eBook).
Rosaini, Henni dkk. 2015. Penetapan Kadar Protein Secara Kjeldahl Beberapa
Makanan Olahan Kerang Remis (Corbiculla moltkiana Prime.) dari Danau
Singkarak. Dalam Jurnal Farmasi Higea, Volume 7, Nomor 2. Padang:
Universitas Andalas.
Rowe, R. C., P. J. Sheskey dan M. E. Quinn. 2009. Handbook of Pharmaceutical
Excipients Sixth Edition. Pharmaceutical Press and American Pharmacists
Association. USA.
Said, Muhammad Irfan dkk. 2011. Karakteristik Gelatin Kulit Kambing yang
Diproduksi Melalui Proses Asam dan Basa. Makassar: Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin.
Said, Muhammad Irfan dkk. 2014. Aplikasi Gelatin Kulit Kambing Bligon
Sebagai Bahan Dasar dalam Formula Terhadap Sifat-Sifat Cangkang
Kapsul Obat. Makassar: Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.
Said, Muhammad Irfan dkk. 2014. Pengaruh Perendaman Kulit dalam Larutan
Asam Asetat Terhadap Sifat-sifat Gelatin Berbahan Baku Kulit Kambing
Bligon. Makassar: Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.
Schrieber, Reinhard dan Herbert Gareis. 2007. Gelatine Handbook: Theory and
Industrial Practice. Jerman: WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. ISBN:
978-3-527-31548-2.
See, S. F. dkk. 2010. Physicochemical properties of gelatins extracted from skins
of different freshwater fish species. Dalam International Food Research
Journal 17: 809-816. Malaysia: Universiti Kebangsaan Malaysia.
Setiyono dkk. 2014. Daur Ulang Air Limbah Industri Penyamakan Kulit: Studi
Kasus di Lingkungan Industri Kulit, Magetan, Jawa Timur. Jakarta: BPPT
Press. ISBN: 978-602-1124-16-1.
Shyni, K dkk. 2013. Isolation and Characterization of Gelatin From The Skins of
Skipjack Tuna (Katsuwonus pelamis), Dog Shark (Scoliodon sorrakowah),
and Rohu (Labeo rohita). India: Elsevier.
Simpen, I Nengah dkk. 2016. Karakteristik Mutu Gelatin Dari Kulit Ayam Broiler
Melalui Proses Perendaman Kombinasi Asam-Basa. Dalam Jurnal Kimia
10 (2), Juli 2016: 204-211. Bali: Universitas Udayana.
Sinthusamran, Sittichoke dkk., 2014. Characteristics and Gel Properties of
Gelatin From Skin of Seabass (Lates calcarifer) as Influenced by Extraction
Condition. Dalam Food Chemistry. Elsevier. DOI:
http://dx.doi.org/10.1016/j.foodchem.2013.11.109.
Sodiq, Akhmad dkk. 2009. Meningkatkan Produksi Susu Kambing Peranakan
Etawah. Tangerang: AgroMedia Pustaka.
42 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sompie, M. dkk. 2012. The Effects of Animal Age and Acetic Acid Concentration
on Pigskin Gelatin Characteristics. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Sompie, Meity dkk. 2015. Pengaruh Perbedaan Suhu Ekstraksi Terhadap
Karakteristik Gelatin Kulit Kaki Ayam. Dalam Pros Sem Nas Masy Biodiv
Indon 1 (4): 792-795, Juli 2015. Sulawesi Utara: Universitas Sam Ratulangi.
Suptijah, Pipih dkk. 2013. Analisis Kekuatan Gel (Gel Strength) Produk Permen
Jelly dari Gelatin Kulit Ikan Cucut Dengan Penambahan Kraginan dan
Rumput Laut. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Sutama, I Ketut. 2011. Kambing Peranakan Etawah Sumberdaya Ternak Penuh
Berkah. Dalam Sinartani Edisi 19-25 Oktober 2011. Bogor: Badan Litbang
Pertanian.
Triyono, Agus. 2010. Mempelajari Pengaruh Penambahan Beberapa Asam Pada
Proses Isolasi Protein Terhadap Tepung Protein Isolat Kacang Hijau
(Phaseolus radiatus L.). Dalam Seminar Rekayasa Kimia Dan Proses, 4-5
Agustus 2010. ISSN: 1411-4216.
Wolf, F. A. de. 2003. Collagen and Gelatin, Progress in Biotechnology Volume
23, Chapter V. Di dalam W.Y. Aalbersberg dkk. (ed). Industrial Proteins in
Perspective. Elsevier. ISBN: 978-0-444-51394-6 (eBook).
Wortmann, Franz J., dkk. 2012. Thermal Denaturation And Structural Changes
of α-helical Proteins in Keratins. Manchester: Elsevier. DOI:
10.1016/j.jsb.2011.09.014.
Yenti, Revi dkk. 2016. Pengaruh Variasi Konsentrasi Asam Asetat Terhadap
Kuantitas Gelatin dari Kulit Ikan Sepat Rawa (Trichogaster trichopterus)
Kering dan Karakterisasinya. Dalam Scientia Volume 6 No. 1. Padang:
Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Yayasan Perintis.
Yuliani. 2014. Analisis Rendemen dan Sifat Fisika-Kimia Gelatin Kulit Ikan
Tenggiri (Acanthocybium solandri) Yang Diproduksi Dengan Metode Asam.
Kalimantan Timur: ISBN: 978-602-19421-0-9.
Yuniarifin, H dkk. 2006. Pengaruh Berbagai Konsentrasi Asam Fosfat Pada
Proses Perendaman Tulang Sapi Terhadap Rendemen, Kadar Abu dan
Viskositas Gelatin. Semarang: Universitas Dipenogoro.