Post on 25-Apr-2019
Efektifitas Kebijakan Hilirisasi Minerba,
dan Transparansi Tatakelola
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Indonesia
2019
Dr. Uka Wikarya
Latar Belakang dan Tujuan Kebijakan pelarangan (atau “pengendalian”) ekspor bahan mentah mineral
dimana bijih bauksit, tembaga, nikel, besi termasuk termasuk di dalamnya,
memiliki semangat membangun perekonomian domestik.
Kebijakan bukan bermaksud menghambat perdagangan tetapi semata-
mata memanfaatkan kekayaan mineral nasional untuk sebesar-besarnya
kemakmuran bangsa, yang dijalankan dengan menciptakan nilai tambah
sebesar-besarnya dalam rantai pengolahan di dalam negeri. Upaya ini
tidak dapat ditunda karena kekayaan mineral akan habis (tidak dapat
diperbaharui).
Pelarangan ekspor hanyalah salah satu sisi kebijakan, dimana sisi
kebijakan lainnya adalah upaya mendorong peningkatan pada rantai
produksi domestik berupa kewajiban pembangunan fasilitas pengolahan
dan pemurnian mineral. Peningkatan kegiatan ekonomi di sepanjang
rantai-industry berbasis mineral logam dapat membantu mempercepat
pencapaian kemakmuran dan pemangkasan kesenjangan ekonomi.
Tujuan tuylisan ini adalah mengevaluasi efektifitas implementasi UU No. 4
2009 dan implikasi kebijakan pelarangan ekspor terhadap perekonomian.
Sumberdaya Minerba
3
No. Komoditas Sumberdaya bijih
(juta ton) Cadangan bijij
(juta ton)
1 Emas 88,467.48 46,701.29
2 tembaga 12,555.53 2,857.82
3 Bauksit 3,047.26 1,604.2
4 Nikel 6,853.85 3,159.50
5 Timah 3.23 0.90
6 Besi Primer 2,534.96 967.67
7 Batubara 126,000.00 24,000.00 Sumber: Dirjen Minerba, ESDM 2019
Cadangan Sumberdaya Mineral dan Batubara
Disamping itu terdapat juga cadangan dan produksi: Mangan, Cobalt, Chromium, Titanium,
Niobium, tantalum, Vanadium, Zirconium Logam berharga lainnya.
(Sumber: Statistiks ekspor barang, BPS)
4
• Paradigma dalam pengelolaan mineral dan batubara • oder baru sumber devisa untuk pembangunan
• orde reformasi bahan baku dan sumber energy untuk pengembangan perekonomian nasional, yang ditandai dengan: UU No. 4 2009 – Mineral dan Batubara, serta PP dan Permen ikutannya
• Adanya upaya kuat melakukan koordinasi dan harmonisasi perencanaan strategis antar K/L dalam mengelola rantai-pasok (supply-chain): pertambangan, pengolahan dan pemurnian, dan pengembangan industry hilir; yang melibatkan pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan, aparat keamanan, dan dunia akademis
KONTRIBUSI DALAM PDB
NASIONAL DAN PNBP
5
Kontribusi sector minerba dalam PDB Nasional
6
PDB Sektoral 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 Growth
p.a
PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 718.13 748.96 771.56 791.05 794.49 767.33 774.59 779.68 796.51 1.30%
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi 336.17 335.74 323.63 313.33 307.16 307.33 313.74 302.65 298.42 -1.48%
Pertambangan Batubara dan Lignit 160.73 199.24 230.59 247.59 251.07 232.73 223.10 226.48 235.56 4.89%
Pertambangan Biji Logam, 109.24 95.41 91.61 98.61 98.26 87.70 89.30 95.15 103.72 -0.65%
Pertambangan dan Penggalian
Lainnya 111.98 118.56 125.73 131.52 138.00 139.57 148.45 155.40 158.80 4.46%
PRODUK DOMESTIK BRUTO 6,864.13 7,287.64 7,727.08 8,156.50 8,564.87 8,982.52 9,434.61 9,912.70 10,425.32 5.36%
Kontribusi PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 10.46 10.28 9.99 9.70 9.28 8.54 8.21 7.87 7.64
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi 4.90 4.61 4.19 3.84 3.59 3.42 3.33 3.05 2.86
Pertambangan Batubara dan Lignit 2.34 2.73 2.98 3.04 2.93 2.59 2.36 2.28 2.26
Pertambangan Biji Logam, 1.59 1.31 1.19 1.21 1.15 0.98 0.95 0.96 0.99 Pertambangan dan Penggalian
Lainnya 1.63 1.63 1.63 1.61 1.61 1.55 1.57 1.57 1.52
PDD sector pertambangan dalam Harga Konstan 2010 (Milyar Rp)
• Kontribusi terhadap PDB semakin berkurang, berkaitan dengan: mulai diberlakukan UU,
cadangan terbukti semakin sedikit dan semakin mahal dieksploitasi;
Kontribusi Fiskal: PNBP
7
Tahun REALISASI PNBP Minerba
(TRILYUN Rp)
2014 35.4
2015 29.6
2016 27.2
2017 40.6
2018 50.0
0.0
50.0
100.0
150.0
200.0
250.0
300.0
199
2
199
3
199
4
199
5
199
6
199
7
199
8
199
9
200
0
200
1
200
2
200
3
200
4
200
5
200
6
200
7
200
8
200
9
201
0
201
1
201
2
201
3
201
4
201
5
201
6
201
7
SDA BUMN LAIN
• Penerimaan Negara bukan pajak dari Sumberdaya Alam menukik sejak 2015,
penyebab utama turunnya harga minyak gas dan produksi minerba
PERKEMBANGAN EKSPOR
8
Komoditas Pertambangan Utama 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Total Persen
Copper ores and concentrates 2,642 1,471 1,124 1,454 715 1,712 1,913 1,438 12,469 0.43
Nickel ores and concentrates 17,678 40,874 48,540 64,899 4,259 104 99 5,040 181,494 6.23
Aluminium ores and concentrates 27,410 40,644 29,507 57,024 2,086 19 421 2,402 159,513 5.47
Coal 291,062 323,435 347,504 381,384 356,303 328,387 310,642 218,112 2,556,830 87.74
Copper 271 243 196 199 239 227 277 274 1,925 0.07
Nickel 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.00
Aluminium 270 266 275 253 215 188 142 168 1,777 0.06
Grand Total 339,333 406,933 427,146 505,213 363,817 330,637 313,495 227,435 2,914,009 100.00
Volume Ekspor Produksi Tambang dan Olahannya (000 ton)
• Batubara menjadi komoditas tambang terbesar dilihat dari volume ekspor
(87,7%), diikuti oleh Bijih Nikel dan konsentratnya; dan bijih aluminimum dan
konsentratnya
• Volume ekspor batubara tertinggi terjadi pada 2013, dan perlahan-lahan
berkurang hingga 2017.
• Ekspor Bijih Nikel dan Bijih Aluminium masih cukup besar pada 2014, padahal
sejak awal tahun sudah diperlakukan pembatasan ekspor barang mentah
tambang
• Ekspor tembanga sejak 2013 kembali meningkat hingga 2017.
10
Volume Ekspor Produksi Tambang dan Olahannya (000 ton)
0
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
350,000
400,000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
00
0 t
on
Copper ores and concentrates; Copper ores and concentrates;Aluminium ores and concentrates CoalCopper NickelAluminium
Komoditas Pertambangan Utama 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Total Persen
Copper ores and concentrates 6,882 4,700 2,595 3,007 1,684 3,278 3,482 3,441 29,068 13.13
Nickel ores and concentrates 1,962 2,638 2,471 2,607 1,124 790 584 785 12,961 5.85
Aluminium ores and concentrates 479 773 626 1,350 46 4 117 391 3,787 1.71
Coal 18,160 25,511 24,288 22,760 18,698 14,717 12,898 17,868 154,900 69.96
Copper 3,105 3,587 1,977 1,483 1,693 1,322 1,383 1,723 16,272 7.35
Nickel 0.29 0.08 0.26 0.37 0.38 0.44 1.99 0.27 4.08 0.00
Aluminium 674 759 665 576 540 435 314 464 4,428 2.00
Grand Total 31,262 37,969 32,622 31,783 23,785 20,547 18,781 24,671 221,420 100.00
Nilai Ekspor Produksi Tambang dan Olahannya (Juta USD)
• Batubara menjadi komoditas tambang terbesar penyumbang devisa
setidaknya dalam 8 tahun terakhir (70%), kemudian diikuti oleh konsentrat
tembaga, dan logam tembaga. Namun mengalami penurunan sejak 2013
• Devis dari konsentrat tembaga menampakann tren menurun, dengan
lembah terdalam pada 2014.
• Sejak 2014, devisi dari bijih nikel dan bijih aluminium (bauksit) mengalami
penurunan drastic, sejalan dengan kebijakan pembatasan ekspor bahan
mentah tambang.
• Devisa dari logam tembaga (copper) menunjukan pola menurun,
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Juta
US
D
Copper ores and concentrates Nickel ores and concentrates Aluminium ores and concentrates Coal Copper Nickel Aluminium
Nilai Ekspor Produksi Tambang dan Olahannya (Juta USD)
Produksi dan Ekspor Batubara
13
Sumber:
KONTRIBUSI POTENSIAL TERHADAP
PEREKONOMIAN DAN FISKAL
14
Rantai Nilai Produk Berbasis Mineral Logam
Rantai nilai produk berbasis aluminium sampai tingkat aluminium ingot adalah 13.6 kali
dari nilai bijih bauksit.
Rantai nilai produk berbasis nikel hingga tingkat ferronikel adalah 5.8 kali dari nilai bijih
nikel.
Rantai nilai produk berbasis tembaga sulit dilakukan karena penjualan konsentrat
tembaga dihargai oleh harga dunia logam tembaga (LME).
Dengan memperhatikan rantai-nilai maka potensi atau ekspektasi nilai tambah
ekonomi pengolahan mineral mentah dodomestik sangat besar.
Nikel Ore (1 ton)
US$60
FeNi (18 kg)
US$350
5.8 kali
Gambar 2. Rantai Nilai Industri Berbasis Nikel
Bauksit (1 ton)
US $40
Alumina (0.65 ton)
US $208
Alumunium (325 kg)
US $546.32
5.2 kali 2.6 kali
13.6 kali
Gambar 1. Rantai Nilai Industri Berbasis Alumunium
Benefit Ekonomi pada Berbagai Kedalaman
Hilirisasi
Pengganda Output
Pengganda Pendapatan
Pengganda Tenaga Kerja
Skenario 1: Semua Produk Diekspor multiplier ekonomi ke arah hulu (backward) dan hilir (forward)
Pengganda Output
Pengganda Pendapatan
Pengganda Tenaga Kerja
Skenario 2: 50% Produk Diekspor multiplier ekonomi ke arah hulu (backward) dan hilir (forward)
Benefit Ekonomi pada Berbagai Kedalaman Hilirisasi
Dari tiga scenario dapat disimpulkan bahwa benefit ekonomi yang
diindikasikan oleh angka pengganda output, pendapatan dan tenaga kerja
akan mencapai optimum jika semua produk mentah mineral logam diolah di
dalam negeri.
Membiarkan seluruh atau sebagian bahan mentah diekspor dapat dianggap
sebagai membuang kesempatan menciptakan pendapatan dan penciptaan
lapangan kerja dalam negeri
Pengganda Output
Pengganda Pendapatan
Pengganda Tenaga Kerja
Skenario 3: Semua Produk Diolah dalam Negeri multiplier ekonomi ke arah hulu (backward) dan hilir (forward)
Perkembangan Multiplier antar waktu
18
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
1985 1990 1995 2000 2005 2010
ke industri hilir 1.20 1.55 1.55 2.03 2.32 1.80
ke industri hulu 1.45 1.25 1.26 1.07 1.34 1.34
ke industri hilir ke industri hulu
Perkembangan antar-waktu multiplier output sector minerba
• Hilirisasi minerba, terutama mineral mengalami perkembangan secara
perlahan, yang terindikasi dari multiplier ke arah hilir yang semakin tinggi.
Sementara multiplier ke arah hulu tidak berubah
PROGRESS HILIRISASI MINERBA
19
Hilirisasi Mineral berbasis Copper
20
No. Perusahaan Keterangan
1 PT. Smelting • Lokasi Gresik, Jatim.
• Produk: Tembaga Katoda
• Kapasitas: input 1 juta ton konsentrat; produk utama: 300 ribu ton
katoide tembaga; produk sampingan:
• Asal konsentrat: PTFI dan PT. Amman Mineral Nusatenggara
2 PT. Smelting Amman
Mineral Nusatenggara
• Lokasi: Gresik, Jatim
• Produk: lumpur anoda
• On Progress: 4.8% (oktober 2018)
3 Smelter PTFI • Lokasi : Gresik, Jatim
• Produk: embaga katoda
• On Progress: 2.5%
Perkembangan Industri Bauksit di Kalimantan Barat Pasca Pelarangan Ekspor Bahan
Mentah
21
No
OPERATION
PRODUCTION
MINING LICENSE
(IUP OP) HOLDER
COMPANY NAME
INDUSTRY
LOCATION
RESOURCES
(Ton)
RESERVES
(Ton)
Manufacture
Capacity
Planning
Ton / Year
FINAL
GOOD
STATUS
1. PT. SGA
(Smelter Grade
Alumina)
ANTAM Group
MEMPAWAH
Pontianak 53.000.000 260.000.000 1.200.000 Alumina
(SGA) Planning
2. PT. NUSAPATI
PRIMA Group Toba Sub
Sanggau 3.500.000 200.000.000 600.000 Alumina Planning
3. PT.BAP
(BORNEO
ALUMINDO
PRIMA)
KENDAWANGAN
Ketapang ---- 620.049.405 2.000.000 Alumina
(CGA &
SGA)
Planning
4. PT. ICA
(Indonesia
Chemical Alumina)
ANTAM Group
TAYAN
Sanggau District 65.200.000 106.350.000 300.000 Alumina
(CGA) Production
sejak awal
2015
5. PT. WHW
(Well Harvest
Winning Alumina
Refinery)
(PMA – China)
KENDAWANGAN
Ketapang District
1.239.691.776 312.675.431 4.000.000 Alumina
(CGA &
SGA)
Mulai Produksi
September
2016
Sumber: Bappeda Kalimantan Barat, 2016
Smelter Baru yang sudah Dibangun 2012- 2016.
22
No. Perusahaan Mineral Provinsi Kabupaten
1 PT. WELL HARVEST WINNING ALUMINA Alumina KALBAR KETAPANG
2 PT. KRAKATAU STEEL UNIT BLAST FURNACE Besi BANTEN CILEGON
3 PT. KRAKATAU POSCO Besi BANTEN CILEGON
4 PT. DELTA PRIMA Besi KALSEL TANAH LAUT
5 PT. MERATUS JAYA IRON & STEEL Besi KALSEL BATULICIN
6 PT. CENTURY METALINDO Nikel BANTEN CIKANDE BANTEN
7 PT. BINTANG TIMUR STEEL Nikel BANTEN TIGARAKSA BANTEN
8 PT. HENG TAI YUAN Nikel BANTEN CILEGON
9 PT. INDOFERRO Nikel BANTEN CILEGON
10 PT. GEBE INDUSTRY NIKEL Nikel JATIM GRESIK
11 PT. MEGAH SURYA PERTIWI Nikel MALKUT P.Obi
12 PT. JINCHUAN / WANATIARA PERSADA Nikel MALKUT P. Obi
13 PT. HUADI NIKEL ALLOY INDONESIA Nikel SULSEL BANTAENG
14 PT. TITAN MINERAL Nikel SULSEL BANTAENG
15 PT. SULAWESI MINING INVESTMENT Nikel SULTENG MOROWALI
16 PT. COR INDUSTRI INDONESIA Nikel SULTENG MOROWALI UTARA
17 PT. Tsingshan STAINLESS STEEL Nikel SULTENG MOROWALI
18 PT. GUANG CHING NIKEL Nikel SULTENG Morowali
19 PT. WAN XIANG Nikel SULTENG Morowali
20 PT. TRANSON Bumindo Resources Nikel SULTENG Morowali
21 PT. KARYATAMA KONAWE UTARA Nikel SULTRA KONAWE UTARA
22 PT. MACIKA MINERAL INDUSTRI Nikel SULTRA KONAWE SELATAN
23 PT. BINTANG SMELTER INDONESIA Nikel SULTRA KONAWE SELATAN
24 PT. KINLIN NICKEL INDUSTRY INDONESIA Nikel SULTRA KONAWE SELATAN
25 PT. CAHAYA MODERN METAL INDUSTRI 1 Nikel SULTRA UNAHA KONAWE
26 PT. CAHAYA MODERN METAL INDUSTRI 2 Nikel SULTRA MOROMBO KONUT
27 PT. VIRTUE DRAGON Nikel SULTRA KENDARI
28 PT. BLACKSPACE Nikel SULTRA P. Kabaena
29 PT. FAJAR BHAKTI LINTAS NUSANTARA Nikel MALKUT P.GEBE
30 PT. KASMAJI INTI UTAMA Silica JATIM Mojokerto
31 PT. BATUTUA TEMBAGA RAYA Tembaga NTT P.WetarMalBarDa
32 PT. MONOKEM SURYA Zircon JABAR KARAWANG
Sumber: Asosiasi Pengusaha Smelter Indonesia, 2017
Produksi Nickel Smelter Lama
23
No. Perusahaan Keterangan
1 PT. Aneka Tambang • Lokasi Pomala, Kab Kolaka, Sultra.
• Produk: FeNi
• Kapasitas: 28 ribu mtpy.
2 PT. Vale Indonesia • Lokasi Sorowako, Luwuk Timur, Sulsel
• Produk: Nickel Mette
• Kapasitas: input 8 juta ton bijih, produk: 80 ribu mtpy nickel
mette
Total nickel yang diproduksi per tahun per akhir 2018:
• FeNi dan NPI: 598 ribu ton
• Nickel Matte: 80 ribu ton
PERTAMBANGAN ILEGAL,
EKSTERNALITAS LINGKUNGAN,
TRANSPARANSI TATAKELOLA
24
Batasan Pertambangan Illegal “Pertambangan Illegal” “tidak memiliki izin usaha” pertambangan. Ruang lingkup illegal
meliputi banyak aspek. Kriteria illegal meliputi kriteria dalam penerbitan sertifikasi CnC (Clean
and Clear).
Kriteria Penerbitan Sertifikat CnC (Clean and Clear) terdiri atas 5 kriteria (Permen ESDM
No.43 Tahun 2015, yaitu:
1) Kriteria Administratif meliputi perizinan, pengajuan, perpanjangan, peningkatan status
dan penciutan izin.
2) Kriteria Kewilayahan meliputi bebas dari tumpang tindih izin dan kesesuaian lokasi izin.
3) Kriteria Teknis meliputi laporan eksplorasi bagi pemegang IUP eksplorasi dan
laporan eksplorasi dan studi kelayakan bagi pemegang IUP memasuki tahapan
operasi produksi.
4) Kriteria Lingkungan meliputi kelengkapan dokumen lingkungan.
5) Kriteria Finansial meliputi pemenuhan kewajiban pembayaran iuran tetap bagi pemegang
IUP eksplorasi dan pembayaran iuran tetap dan royalti bagi pemegang IUP operasi
produksi.
Sertifikasi Clean and Clear (CnC) merupakan salah satu syarat bagi perusahaan pemegang
IUP untuk mendapatkan rekomendasi ekportir terdaftar (ET).
25
Indikator Keberadaan Pertambangan Illegal Bauksit
26
• Sangat sulit mengindentifikasi
keberadaan praktek pertambangan
bauksit illegal
• Sampai bulan Agustus 2014, jumlah
tenaga kerja pertambangan tidak
menurun dari level 2013, padahal
seharusnya menurun drastis akibat
pelarangan ekspor bauksit.
• Pada tahun 2014 masih terindikasi
adanya kegiatan operasional
pertambangan bauksit (illegal?)
• Pada Agustus 2015, baru terjadi
penurunan tenaga kerja sebanyak 47
ribu orang dibandingkan tahun 2014
Sumber: Diolah dari Data SAKERNAS (bulan Agustus), BPS
Sejak 12 Januari 2014 diberlakukan pelarangan ekspor bahan mentah, termasuk bauksit
Jumlah Kerja Sektor Pertambangan (orang)
Jejak Lingkungan Hidup dan Praktek Pertambangan Ilegal
27
Sumber: Eyes on Forest, Jaringan Kalimantan Barat, Maret-April 2016
• Bukti degradasi fungsi Lingkungan tidak hanya diwariskan oleh kegiatan pertambangan yang tidak berizin, tetapi juga bisa berasal dari kegiatan pertambangan yang memiliki izin.
• Bentuk Ilegal lainnya adalah tidak memiliki IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan) dan beroperasi di luar wilayah izin usaha pertambangan.
• Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) secara Umum mengalami
trend menurun dari 2011-2014.
• Sumber dominan penurunan IKLH adalah indeks kualitas udara
(menurun) dan indeks tutupan lahan (menurun persisten)
Indek
s K
ual
itas
Lin
gkun
gan
Hid
up
Kal
iman
tan
Bar
at
5
4
5
3
1
14
2
1
12
0
7
0
20
0
0 10 20 30 40
Kayong Utara
Ketapang
Kuburaya
Landak
Melawi
Sanggau
Sintang
Ka
bu
pa
ten
Eksplorasi
Operasi Produksi
Eksplorasi : 34 perusahan
Produksi: 40 perusahaan
Total : 74 perusahaan
Jumlah IUP di Kalimantan Barat per- Kabupaten
Pe
rse
nta
se
De
sa
ya
ng
Me
ng
ala
mi P
olu
si
Pertambangan Bauksit dan Perkembangan Pencemaran Lingkungan
Sumber: Dinas ESDM Provinsi Kalimantan Barat, 2016
- Tingkat pencemaran Air, Tanah dan Udara di Sanggau
pada 2014 lebih tinggi dibanding Kalimantan Barat.
- Terjadi perubahan tingkat pencemaran yang cenderung
memburuk dari 2008-2014 di Kabupaten Sanggau.
Sumber terkuat pencemar lingkungan adalah kegiatan di
luar rumah tangga dan industri pengolahan.
Sumber: Diolah dari Data Podes BPS, 2008, 2011
dan 2014
29
• Sejak 2015, laju perusakan lingkungan akibat pertambangan bauksit illegal
berkurang yang berkaitan dengan:
• Berkurangnya praktek pertambangan bauksit illegal, implikasi dari
larangan mengekspor barang mentah
• Monitoring dan pengawasan yang semakin membaik, setelah diterbitkan
(Permen ESDM No.43 Tahun 2015) tentang Kriteria Penerbitan
Sertifikat CnC (Clean and Clear)
• Pembuatan system pelaporan pembayaran PNBP dan perpajakan secara
on-line yang melibatkan pemerintah pusat, daerah dan pelaku
pertambangan yang semakin transparan.
• Perhatian masih terus diperlukan di pertambangan sekitar smelter, pada
aktifitas pertambangan “Legal”, meliputi:
• Transparansi tatakelola finansial pertambangan,
• Tata kelola teknis: eksplorasi, eksploitasi, produksi
• Zonasi wilayah pertambangan: tumpang tindih dan melebar ke wilayah
bukan peruntukannya
• Perizinan
KENDALA INVESTASI
SMELTER
30
Beberapa Kendala Mengembangkan Smelter di Indonesia
Produksi tambang harus jangka panjang
keterbatasan cadangan mineral dan persebaran cadangan
mineral; tidak jaminan pasokan bahan baku
Terbatasnya luas lahan dalam IUP yang dikeluarkan;
beberapa IUP hrs bergabung agar tersedia bh baku yang
cukup untuk membangun satu unit smelter
Belum tersedianya pasokan energi yang memadai dan
ekonomis di lokasi atau yang bisa diakses di lokasi
tembang; serta belum terbangunnya sinergi antar-industri;
Kurangnya infrastruktur pengangkutan bahan baku dan
hasil produksi pabrik;
Masih kecilnya daya serap produk oleh industri hilir
domestic; padahal pasar ekspor cukup jenuh.
32
Kepastian Regulasi
Grand design pengembangan industry belum jelas, yang
setidaknya mencakup
• Pemetaan rencana industry secara spasial, dikaitkan
dengan penyediaan infrastruktur transportasi, energy,
dan kesiapan SDM setempat
• Pemetaan supply – chain kebutuhan industry
• Tumpang tindih tanggung jawab di level pemda
Profitabilitas investasi dan alasan bisnis lainnya: besarnya
biaya investasi pabrik, rendahnya return on investment;
Kesimpulan
1. Jika kebijakan hilirisasi bahan mentah mineral efektif, akan berdampak
positif bagi perekonomian dalam bentuk peningkatan nilai tambah dan
kesempatan kerja domestik, ketersediaan bahan baku industri hilir
berbasis logam domestik, serta penguasaan teknologi dalam
pengolahan mineral.
2. Hingga akhir 2018, hilirisasi bahan mentah mineral, terhitung sejak
dikeluarkannya UU No.4 2009, belum sepenuhnya efektif;
Makna efektif: terbangunnya fasilitas pemurnian dan pengolahan
sebagaimana direncanakan
Taraf hilirisasi baru sampai pada pengolahan barang mentah menjadi logam
dasar; dan belum berlanjut hingga produk setengah jadi ataupun produk jadi
(final goods) berupa barang dari logam, mesin dan peralatan dari logam .
3. Smelter bijih bauksit dan nikel sudah berkembang, sebaliknya belum
tampak kemajuan signifikan pada pengolahan bijih tembaga, bijih besi,
dan bijih mineral lainnya.
Kesimpulan (2)
4. Pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral tidak selalu dapat terealisasi sebagaimana diharapkan karena kendala: • Profitabilitas investasi dan alasan bisnis lainnya; • keterbatasan cadangan mineral dan persebaran cadangan
mineral; • besarnya biaya investasi pabrik, rendahnya return on
investment; • terbatasnya luas lahan dalam IUP yang dikeluarkan; • tidak tersedianya pasokan energi yang memadai dan
ekonomis; serta belum terbangunnya sinergi antar-industri; • kurangnya infrastruktur pengangkutan bahan baku dan hasil
produksi pabrik; dan • masih kecilnya daya serap produk oleh industri hilir domestic.
Kesimpulan (3) 5. Dalam jangka menengah hingga jangka panjang keberhasilan kebijakan
hilirisasi bahan mentah mineral logam sangat bergantung dari penyiapan
rantai hilirnya.
6. Kebijakan pengendalian atau pelarangan ekspor bahan mentah, walaupun
belum terlalu efektif, tetapi dalam jangka pendek sudah menunjukkan arah
yang positif:
mendorong berdirinya beberapa unit perusahaan di industri pengolahan
dan pemurnian (bauksit, dan nikel);
membangun kesadaran pemerintah untuk melakukan perbaikan pada
sistem tatakelola pertambangan minerba; yang melibatkan pemerintah
pusat, pemda, dan pengusaha; mengurangi kesempatan melakukan
tindakan illegal;
mengurangi jumlah pertambangan illegal;
mengurangi laju degradasi fungsi lingkungan;
Rekomendasi
Kebijakan pelarangan ekspor atau hilirisasi mineral dan batubara harus
dibarengi oleh upaya mengatasi kendala-kendala, seperti: Penyediaan infrastruktur transportasi, penyediaan energi listrik, dan
jaminan kepastian usaha. Belum tersedia Dokumen Road Map Pengembangan rantai industri
mineral dan batubara dari dimensi spasial (daerah) dan dimensi
industrial (kedalaman industry), untuk dipedomani. Terbangunnya koordinasi, harmonisasi, dan kerjasama dalam
penyusunan perencanaan strategis di seluruh K/L terkait, dalam
issue pengelolaan aktifitas dalam rantai-kegiatan pertambangan,
dan rantai-kegiatan industry pengolahan berbasis produk tambang;
dalam upaya menempatkan pertambangan untuk semata-mata
memajukan industry dan bisnis dalam negeri
37
Terimakasih
37