Post on 24-Aug-2020
DIKTAT
JURNALISTIK ONLINE
OLEH:
ANDINI NUR BAHRI NIP. 198706 13 2018 01 2001
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
2019
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt. Alhamdulillahi Rabbil
’Aalamin, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan
modul ini. Shalawat dan salam dengan ucapan Allahumma sholli ’ala Muhammad wa ’ala ali
Muhammad penulis sampaikan untuk junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW.
Modul ini disusun untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa Fakultas Dakwah dan
Komunikasi UIN Sumatera Utara Medan dalam menempuh mata kuliah Jurnalistik Online.
Modul ini disusun dengan kualifikasi merangkum semua materi teoritis. Teknik penyajiannya
dilakukan secara pertopik pertemuan sebanyak 2 sks.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa modul ini tentu punya banyak kekurangan.
Untuk itu penulis dengan berlapang dada menerima masukan dan kritikan konstruktif dari
berbagai pihak demi kesempurnaannya di masa yang akan datang. Akhirnya kepada Allah
jualah penulis bermohon semoga semua ini menjadi amal saleh bagi penulis dan bermanfaat
bagi pembaca.
Medan, … September 2019
Penulis,
Andini Nur Bahri, M.Kom.I
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................... iii
BAB I. PENGERTIAN JURNALISTIK ............................................................................ 1
1.1. Defenisi Jurnalistik ........................................................................................................ 1
1.2. Unsur-Unsur dalam Jurnalistik ..................................................................................... 6
1.3. Ciri-Ciri Jurnalistik ....................................................................................................... 7
1.4. Produk Jurnalistik ......................................................................................................... 8
BAB II. KODE ETIK JURNALISTIK ............................................................................. 12
2.1. Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) ..................................................................... 12
2.2. Pengawasan Kode Etik Jurnalistik ............................................................................... 14
2.3. Pelanggaran Terkait Kode Etik di Kalangan Wartawan ............................................. 15
BAB III. SEMBILAN ELEMEN JURNALISTIK ............................................................ 16
3.1. Element ......................................................................................................................... 16
3.2. Fungsi Jurnalistik ......................................................................................................... 18
3.3. Prinsip Jurnalistik ........................................................................................................ 20
3.4. Perkembangan Jurnalistik Era Modern ....................................................................... 21
BAB IV. JURNALISME ONLINE .................................................................................. 23
4.1. Jurnalisme Online ........................................................................................................ 23
4.2. Pengertian Jurnalisme Online ...................................................................................... 24
4.3. Kode Etik Jurnalisme Online ....................................................................................... 26
4.4. Jenis Jurnalisme Online ............................................................................................... 27
4.5. Karakteristik Jurnalisme Online .................................................................................. 28
4.6. Keunggulan jurnalisme online ...................................................................................... 30
4.7. Kelebihan dan Kekurangan Jurnalisme Online ........................................................... 33
4.8. Kode Etik Jurnalisme Online ....................................................................................... 34
4.9. Jurnalisme Online dan Demokrasi ............................................................................... 35
4.10. Migrasi Pemberitaan Media Online Versus Surat Kabar ........................................ 38
4.11. Etika dalam Jurnalisme Online ................................................................................ 39
4.12. Etika Jurnalisme dan Tantangan Masa Kini ............................................................ 40
iv
4.13. Gaya Penulisan Naskah Media Online ..................................................................... 43
4.14. Statement Netizen Sebagai Sumber .......................................................................... 43
BAB V. MEDIA ONLINE ............................................................................................... 49
5.1. Media Online Sebagai Media Baru (The New Media) .................................................. 49
5.2. Media dalam Mengkonstruksi Realitas ........................................................................ 52
5.3. Latar Belakang Media Dalam Memproduksi Berita .................................................... 56
5.4. Organisasi Media Sebagai Pengambil Kebijakan Dalam Mengkonstruksi Berita ....... 56
5.5. Framing Sebagai Cara untuk Mengurai Makna Di Balik Berita ................................. 57
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 60
1
BAB I. PENGERTIAN JURNALISTIK
1.1. Defenisi Jurnalistik
Secara Etimologi Jurnalistik dari dua suku kata, Jurnal dan Istik. kata jurnal berasal
dari bahasa Prancis, journal yang berarti catatan harian.1 Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) edisi ketiga tahun 2005, terdapat kata jurnalisme dan jurnalistik. jurnalisme
adalah pekerjaan mengumpulkan, menulis dan mengedit, serta menerbitkan berita dalam surat
kabar atau lainnya. Sementara Jurnalistik adalah sebagai sesuatu yang menyangkut
kewartawanan dan persuratkabaran. Bersama dengan itu wartawan disepadankan dengan kata
jurnalis, yaitu orang pekerjaannya mengumpulkan dan menulis berita dalam surat kabar dan
lain sebagainya.2
Secara Istilah Jurnalis pun berasal dari bunyi istilah diurnarius atau diurnarii itu, yang
pada hakikatnya mengandung arti “orang yang mencari dan mengolah” informasi untuk
kemudian dijual kepada mereka yang membuituhkannya. Dengan demikian, istilah jurnalistik
mengandung keterampilan atau karya seni para jurnalis, dalam arti mencari, memilih atau
mengumpulkan, serta mengolah naskah berita untuk memenuhi kebutuhan khalayaknya.
Disamping itu Defenisi Jurnalistik untuk memperjelas pengertian kita mengenai
jurnalistik, kiranya perlu adanya batasan tertentu (Defenisi) yang dapat menunjukkan ciri-ciri,
dasar-dasar dan gejala-gejala utama yang dipelajarinya. Agar semua orang yang
berkepentingan terhindar dari kekacauan atau keseimbangan yang menimbulkan salah tafsir
atau pengertian. dibutuhkan suatu defenisi tentang jurnalistik yang tepat. defenisi yamg tepat
dijadikan titik tolak atau pedoman berpikir dalam memahami aspek yang berkaitan dengan apa
yang disebut jurnalistik itu.
Adapaun wujud defenisi itu sendiri memiliki ciri-ciri:
1. berbentuk pernyataan berupa kalimat yang terdiri dari anak kalimat; yaitu yang
diterangkan dan menerangkan,
1Erwan Efendi dkk. Jurnalistik Praktis Kontemporer, (Depok: Prenadamedia Group, 2017), hlm. 3. 2Azwar. 4 Pilar Junalistik Pengetahuan Dasar Belajar Jurnalistik, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2018), hlm. 1.
2
2. diantara kedua anak kalimat tersebut digunakan kata kopula (adalah atau ialah),
3. uraiannya bersifat teoritis dan abstrak.
Jurnalistik adalah seni dan keterampilamn mencari,mengumpulkan, mengolah,
menyusun, menyajikan berita tentang peristiwa yang terjadi sehari-hari secara indah, dalam
rangka memenuhi segala kebutuhan hati nurani khalayaknya, sehingga terjadi perubahan sikap,
sifat, pendapat, dan perilaku khalayak sesuai dengan kehendak para jurnalisnya.3
Adapun kita simak semua pendapat itu seacra cermat, tampak ada beberapa kesamaan
pengertian secara prinsipiel. semua defenisi yang dikemukakannya tidak terlepas dari ciri
utamanya yang hakiki bagi jurnalistik yang dimaksudkannya, yaitu keterampilan atau seni
menyusun pemberitahuan, penyampaiannya yang menarik perhatian. serta bertujuan untuk
memengaruhi khalayak atau publiknya. adapun perbedaan dalam menyatakannya tidak lain
disebabkan oleh latarbelakang pengetahuan dan sudut pandang mereka masing-masing, yang
satu sama lain tidak sama.
Istilah jurnalistik berasal dari Bahasa Belanda “jurnalistiek”. Seperti halnya dengan
istilah Bahasa Inggris “jurnalism”, merupakan terjemahan dari Bahasa Latin “diurna” yang
berarti harian atau setiap hari.4 Menurut Webster Dictionary, jurnalistik adalah kegiatan
mengumpulkan berita atau memproduksi surat kabar. Secara singkat, jurnalistik adalah
kegiatan yang dilakukan oleh wartawan. Kegitan tersebut meliputi menyiapkan, menulis,
mengolah/mengedit dan menyiarkan suatu berita.5
Definisi jurnalistik, menurut literatur memang banyak. Para tokoh komunikasi atau
tokoh jurnalistik mendefinisikannya berbeda-beda, tetapi hakikatnya sama, yakni jurnalistik
adalah proses membuat berita untuk khalayak atau publik. Jurnalistik mempunyai fungsi
sebagai pengolahan laporan harian yang menarik minat khalayak, mulai dari peliputannya
sampai penyebarannya kepada masyarakat, serta mengenai apa saja yang terjadi di dunia, yaitu
apapun yang terjadi, baik peristiwa faktual, fakta (fact), maupun pendapat seseorang (opini),
untuk menjadi berita kepada khalayak.
3 Erwan Efendi dkk. Jurnalistik Praktis Kontemporer, (Depok: Prenadamedia Group, 2017), hlm. 5-6. 4 M. Yoserizal Saragih, Diktat Jurnalistik, (Medan: IAIN Sumatera Utara, 2005), h. 1 5 Yadi Sastro dan Edi Sudrajat, Modul 1 (Teknik Mencari dan Menulis Berita), SKOM4330, h. 12
3
Adapun istik merujuk pada kata estetika yang berarti ilmu pengetahuan tentang
keindahan. Dapat disimpulkan bahwa secara etimologis jurnalistik dapat diartikan sebagai
suatu karya seni dalam hal membuat catatantentang peristiwa sehari-hari, karya yang memiliki
nilai keindahan yang dapat menarik perhatian masyarakat sehingga dapat dinikamti
dan dimanfaatkan untuk keperluan hidupnya terdiri atas dua kata, yaitu jurnal dan istik. Kata
jurnal berasala dari bahasa Perancis.Tokoh-tokoh tersebut diantaranya adalah Astrid S Susanto
yangmengartikan jurnalistik sebagai kejadian pencatatan dan pelaporan serta penyebaran
tentangkejadian sehari-hari. 6
Secara psikologis, jurnalistik memegang peranan penting dalam hubungan
antarmanusia. Dua unsur naluri atau perasaan yang dimiliki masing-masing manusia ikut
mendorong aktivitas jurnalistik tersebut, yaitu a. sense of curiousity yaitu perasaan atau naluri
ingin tau. b. sense of publicity, yaitu perasaan ingin memberi tahu dan menyebarkan sesuatu.
a) Sense of Curiousity
Setiap manusia ingin mengetahui tentang apa-apa yang menyangkut dirinya,
keluarganya, dan orang lain. Dia ingin mengetahui apa yang terjadi di sekelilingnya dan dunia
lainya. Setiap manusia bahkan ingin mengetahui kemungkinan apa yang akan terjadi dalam
hubungan antarmanusia.
Secara psikologis dan sosiologis, manusia itu tenggelam dalam lalu lintas arus peristiwa
atau informasi setiap hari, perasaan, naluri dan keingintahuan manusia mengenai dirinya, orang
lain, dan masyarakat sekelilingnya dalam lalu lintas komunikasi massa dapat dilayani dalam
aktivitas yang disebut dengan aktivitas jurnalistik.
b) Sense of Publicity
Manusia juga mempunyai perasaan ingin memberitahu orang lain, apalagi jika
pemberitahuan itu menyangkut peristiwa yang menarik dan penting, jadi hubungan timbal balik
antara rasa keingintahuan dan keinginan memberitahu pada akhirnya memunculkan aktivitas
jurnalistik.7
6 Ibid,. hal. 54 7 Helena Olii, Berita Dan Informasi, (PT Macanan Jaya Cemerlang: 2007), h, 18-19.
4
Dilihat dari segi bentuk dan pengolahannya, jurnalistik dibagi kedalam tiga bagian
besar yaitu:
• Jurnalistik media cetak (koran dan majalah)
• Jurnalistik media elektronik auditif (radio)
• Jurnalistik media audiovisual (televisi)
Undang-undang Nomor 40/1999 tentang pers menjelaskan lebih rinci. Dalam pasal 1
ayat 1, dijelaskan apa itu pers sekaligus apa itu kegiatan jurnalistik. Bunyi pasal tersebut
selengkapnya sebagai berikut:
“Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan
kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah
dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan
gambar, data, grafik, maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media
cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia”.8
Telah disebutkan, kegiatan jurnalistik itu meliputi menyiapkan, menulis,
mengolah/mengedit, dan menyiarkan berita. Orang yang menjalankan fungsi jurnalistik ini
disebut jurnalis atau wartawan. Tingkatan wartawan terbentang dari wartawan pemula sampai
pemimpin redaksi. Dari sisi fungsi, wartawan yang bekeja di sebuah media dikelompokkan
menjadi dua, yaitu yang selalu terjen ke lapangan (reporter) serta yang banyak di kantor dengan
tugas menulis akhir dan menyunting (redaktur dan editor). Ini bukan pembagian yang kaku.
Sering kali redaktur, bahkan pemimpin redaksi, juga terjun melakukan tugas lapangan, yakni
reportase dan wawancara.
c) Bentuk Jurnalistik
Dilihat dari segi bentuk dan pengelolahannya. Jurnalistik dibagi kedalamtiga bagian
besar: jurnalistik media cetak (newspaper and magazine journalism). Jurnalistik media
elektronik auditif (Radio Brocast Jurnalism). Jurnalistik media audiovisual (television
journalism). Jurnalistik media cetak meliputi jurnalistik surat kabar harian, jurnalistik surat
kabar mingguan, jurnalistik tabloid harian, jrnalistik tabloid mingguan, jurnalistik majalah.
8 Yadi Sastro dan Edi Sudrajat, Modul 1 (Teknik Mencari dan Menulis Berita), SKOM4330, h. 13
5
Jurnalistik media elektronik auditif adalah jurnalistik radio siaran. Jurnalistik media elektronik
audiovisual adalah jurnalistik televisi siaran dan jurnalistik media online (internet).9
Setiap bentuk jurnalistik memiliki cirri dan kekhasannya masing-masing. Ciri dan
kekhasannya itu anatar lain terletak pada aspek filsofi penerbitan, dinamika teknis persiapan
dan khalayak pembaca, pendengar atau pemirsa. Sebagai contoh filsofi surat kabar harian
menekankan segi kelengkapan dan kedalaman informasi serta ketajaman daya analisisnya.
1. Jurnalistik Media Cetak
Jurnalistik media cetak di pengaruhi oleh dua factor yakni factor verbal dan visual. Verbal
sangat menekankan pada kemampuan kita memilih dna menyusun kata dalam rangkaian
kalimatt dala pargraf yang efektif dan komunikatif. Visual menunjukan kemampuan kita
dalam menata, menepatkan, mendesain tata letak atau hal hal yang menyangkut segi
perwajahan.
2. Jurnalistik Media Elektronik Auditif
Jurnalistik media elektronik audit atau radio siaran, lebih banyak di pengaruhi dimensi
verbal, teknologikal, dan fisikal, verbal, berhubungan dengan kemaampuan menyusun
kata, kalimat, dan pargraf secara efektif dan komunikatif. Teknologikal, berkaitan dengan
teknologi yang memungkinkan daya pancar radio dapat ditangkap dengan jelas dan jernih
oleh pesawat radio penerima. Fisikal, erat kaitannya dengan tingkat kesehatan fisik dan
kemapuan pendengaran khalayak dalam menyerap dan mencerna setiap pesan kata atau
kalimat yang disampaikan.
3. Jurnalistik Media Elektronik Audiovisual
Jurnalistik media eletronik audiovisual, atau jurnalistik televisi siaran, merupakan
gabungan dar segi verbal, visual, teknologikal, dan dimensi dramatikal. Teknologikal
berkaitan dengan daya jangkau siaran, kualitas suara dan gambar yang dihasilkan serta
diterima oleh pesawat televisi penerima rumah-rumah. Dramatikal berati bersinggungan
dengan aspek serta nilai dramatic yang dihasilkan oleh rangkaian gambar yang dihasilkan
9 A.S Haris Sumandiria. Jurnalistik Indonesia (Simbiosa Rekatama Media,2005) hal 4-5
6
secara simultan. Dengan aspek dramatik, seluruh panca indera khalayak pemirsa bekerja
secar optimal.
1.2. Unsur-Unsur dalam Jurnalistik
Istilah jurnalistik sering kita dengar. Jurnalistik selalu hadir di tengah-tengah
masyarakat. Hal ini sejalan dengan pergaulan hidup yang dinamis, terus berkembang, terlebih
dalam kehidupan masyarakat modern saat ini. Perkembangan jurnalistik tersebut tidak lain
didukung oleh unsur-unsur yang ada dalam jurnalistik itu sendiri. Unsur-unsur pendukung
tersebut diatas :
a) Jurnalist (wartawan)
Wartawan merupakan orang-orang yang bertugas mencari, mengumpulkan, dan
mengelola bahan pemberitaannya menjadi konsep berita, komentar, dan iklan (advertensi)
yang akan disiarkan. Wartawan juga bisa dikatakan sebagai jurnalis. Berdasarkan tugas dan
karya yang dihasilkannya, wartawan dapat dibedakan menjadi tahu. Sedangkan sisi lainnya,
dengan penggunaan bahasa juga mungkin bisamencelakakan penulis. Kemungkinan ini bisa
terjadi bila pemilihan kata yang kuranghati-hati. Seperti pepatah yang sering kita dengar yaitu
”mulutmu adalah harimaumu”. Sedangkan bagi para jurnalis atau wartawan pepatah tersebut
bisadiganti dengan “penamu adalah harimaumu”.
b) Bahasa jurnalistik
Bahasa jurnalistik adalah bahasa komunikasi massa yang digunakan dalam majalah,
surat kabar, televisi, atau radio. Sebagai suatu ragam bahasa jurnalistik tentu memiliki ciri
tertentu, seperti: pertama, bahasa jurnalistik harus terpelihara. Berikut pedoman bahasa
jurnalistik :
1. Ringkas, hemat kata dengan menghilangkan bagian yang tidak penting.
2. Jelas, mudah dimengerti dan tidak mengundang pembaca untuk bertanya-tanyadan
membingungkan
3. Tertib dan patuh pada aturan atau norma yang berlaku dalam menulis berita; penggunaan
bahasa, susunan kata, prioritas dan sebagainya.
4. Singkat, harus diperhatikan titik, koma dan tanda baca lain harus diprhatikan.
7
5. Menarik, menulis berita yang menarik sangat penting yang menjadi tugaswartawan yang
ditentukan oleh kemampuannya menulis.10
1.3. Ciri-Ciri Jurnalistik
Jurnalistik menurut Luwi Ishwara, mempunyai ciri-ciri yang penting untuk kita
perhatikan yaitu diantaranya adalah sebagai berikut:
• Skeptis
Skeptis adalah sikap untuk selalu mempertanyakan segala sesuatu, meragukan apa yang
diterima dan mewaspadai segala kepastian agar tidak mudah tertipu. Inti dari skeptis
adalah keraguan. Media janganlah puas dengan permukaan sebuah peristiwa, serta
enggan untuk mengingatkan kekurangan yang ada di dalam masyarakat. Wartawan
haruslah terjun ke lapangan, berjuang, serta menggali hal-hal eksklusif.
• Bertindak (action)
Wartawan tidak menunggu sampai peristiwa itu muncul, tetapi akan mencari dan
mengamati dengan ketajaman naluri seorang wartawan.
• Berubah
Perubahan merupakan hukum utama jurnalistik. Media bukan lagi sebagai penyalur
informasi, tapi fasilitator, penyaring dan pemberi makna dari sebuah informasi.
• Seni dan profesi
Wartawan melihat dengan mata yang segar pada setiap peristiwa untuk menangkap
aspek-aspek yang unik.
• Peran pers
Peran sebagai pelapor, bertindak sebagai mata dan telinga public, melaporkan peristiwa-
peristiwa di luar pengetahuan masyarakat dengan netral dan tanpa prasangka. Selain itu,
pers juga harus berperan sebagai interpreter, wakil publik, peran jaga, pembuat
kebijaksanaan serta advokasi.11
10Assegaff, Jurnalistik Masa Kini Pengantar ke Prakter Kewartaan (Jakarta: Ghalia Indonesia,1982), hal. 111 11 Luwi Ishwara, Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2005), h. 5
8
1.4. Produk Jurnalistik
Produk Jurnalistik adalah surat kabar, tabloid, majalah, bulletin atau berkala lainnya
seperti radio, televisi dan media on line internet. Namun tidak setiap surat kabar disebut
jurnalistik. surat kabar, tabloid, majalah dan bulletin digolongkan kedalm tiga kelompok besar:
1. Berita (news),
2. Opini (views),
3. Iklan (Adversting)
Dari tiga kelompok tersebut hanya berita dan opini yang termasuk produk jurnalistik.
Iklan bukan termasuk produk jurnalistik walaupun teknik yang digunakan nya merujuk pada
teknik jurnalistik. 12
Kelompok berita (news), meliputi antara lain berita langsung (straight news), berita
menyeluruh (comprehensive news), Berita mendalam (depth news) pelaporan mendalam
(depth reporting) berita menyelidik (investigative news) berita khas becerita (feature news)
berita gambar (photo news)
Kelompok opini (views) meliputi tajuk rencana, karikatur, pojok, atrikel, kolom, esai,
dan surat pembaca. Sedangkan kelompok iklan mencakup berbagai jenis dan sifat iklan
mencakup dari iklan produk barang dan jasa, iklan keluarga seperi iklan duak cita, sampai iklan
kepada layanan masyarakat.13
1. Tajuk Rencana
Tajuk Rencana atau editorial adalah opini berisi pendapat dan sikap resmi suatu media
sebagai institusi penerbitan terhadap persoalan actual, fenomenal dan atau controversial
yang berkembang dalam masyarakat. Suara tajuk rencana bukanlah suara perorangan atau
pribad-pribad yang terdapat dijajaran redaksi atau bagian produksi dan sirkulasi,
melainkan suara kolektif seluruh karyawan dan wartawan dari suatu lemabag penerbitan
pers. Karena merupakan suara lembaga, maka tajuk rencana tidak ditulis dengan mencari
tumkan nama penulisannya.
12 Ishwara, catatan-catatan jurnalisme dasar Jakarta Kompas 2007 hal 15 13 A.S. Haris Sumandiria. Jurnalistik Indonesia (Simbiosa Rekatama Media,2005) hal 6-10
9
2. Karikatural
Karikatural berasal dari bahasa Italia. caricare yanag artinya melebih-lebihkan. kata
caricare itu sendiri dipengaruhi kata carattere juga bahasa Italia, yang berarti karkter dan
kata cara bahasa Spanyol berarti wajah. Menurut Lukman (1989:31) perkataan karikatur
mulai digunakan untuk pertama kalinya oleh Mossini, orang perancis dalam sebuah
karyanya berjudul Diverse Figure pada tahun 1646, sedangkan orang yang pertama
memperkenalkan kata caricature adalah Lorenzo Bernini untuk karya-karyanya diperancis
pada 1665.
Secara teknik jurnalistik, karikatur diartikan sebagai opini redaksi media dalam bentuk
gambar yang sarat dengan muatan kritik sosialdengan memasukan unsure kelucuan,
anekdot, atau hmorr agar siapapun yang meilhatnya bisa tersenyum, termasuk tokoh atau
objek karikaturkan itu sendiri (Sumadaria, 2004:3).
3. Pojok
Pojok adalah kutipan penyataan singkat narasumbe atau pristiwa tertentu yang dianggap
menarik atau controversial. Untuk kemudia di komentari oleh pihak redaksi dengan kata-
kata atau kalimat yang mengusik, menggelitik dan adakalanya reflektif. Tujuannya untuk
mencubit, mengingatkan atau menggugat sesuai dengan fungsi control social yang dimiliki
oleh pers. Rubrik pojok memiliki ciri-ciri yang hamper sama dengan setiap surat kabar di
Indonesia :
a. Pojok berisi dua alinea. Alinea pertama menyajikan suntingan berita atua peristiwa.
alinea kedua menyajikan opini atau pandangan-pandangan surat kabar ssebagai respons
terhadap isi yang tersaji dalam alinea pertama.
b. Isi yang disajikan baik dalam alinea pertama maupun dalam alinea kedua, biasanya
terangkai dalam kalimat-kalimat pendek.
c. Opini atau pandangan-pandangan dari lembaga surat kabar disajikan dalam kalimat
yang bersifat sinis dan humoris.
Topic topic ulasan yang disajikan pojok sangat luas; social, ekonomi, politik, militer,
olahraga, budaya, agama, kesenia, kebudayaann, kriminalitas, kemanusiaan, tragedy,
10
flora, dan fauna. Gaya penyajian pojok sangat bebas dan pojok tetap harus memenuhi
kaidah etis.14
4. Artikel
Artikel adalah tulisan lepas berisi opini seseorang yang mengupas tuntas suatu maslah
tertentu yang sifatnya actual dana tau controversial dengan tujuan yang meberitahukan
(informative). Mempengaruhi dan meyakinkan (persuasive argumentative) atau
menghibur khalayak pembaca boleh menulis artikel dengan lepas karena siapapun
pembaca boleh menulis artikel dengan topic bebas sesuai dengan minat keahlian masing-
masing.
a. Artikel Praktis
Artikel praktis lebih menekannkan pada aspek ketelitian dan keterampialan daripada
masalah pengamatan dan pengembangan pengetahuan serta analisis pristiwa. Artikel
praktis biasanya ditulis dengan menggunakan pola kronolgis. Artinya pesan disusun
berdassarkan urutan waktu atau tahapan pekerjaan.
b. Artikel Ringan
Artikel ringan lazim digunakan atau ditemukan pad rubric anak-anak, remaja, keluarga.
Artikel jenis ini ebih banyak mengangkat topic pembahsan yang ringan dengan cara
penjaian yang ringan pula dalam arti tidak mengulas pikiran kita. Untuk menerima
atapun mencernanya, kita sebagai pembaac tidak memerlukan pesiapan ataupun
perhatian khusus.
c. Artikel Halaman opini
Artikel halaman opini lazim di temukan pada halaman husus opini bersama tulisan
opini, yang lain yakin tajuk rencana, karikatur, pojok, kolom dan surat pembaca.
d. Artikel analisis ahli
Artikel jenis ini ditulis oleh ahli pakar dibidangnya dalam bidangnya dalam bahsayang
popular dan komunikatif. Artikel analisis ahli mengupas secar tajam dan mendalam
suati persoalan yang sedang menjadi sorotan dan bahan hangat pembicaraan
masyarakat. Topic yang diangakt dibahs macam-macam seprti; ekonomi, politik,
pendidikan, social, agama, budaya, industry dan iptek.15
14 Murniah. Kesalahan Bahasa Jurnalistik Seputar Indonesia (Dad 20017) hal 9 15 Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik teori dan praktik (PT. Remaja Rosdakarya 2006) hal 14-16
11
5. Kolom
Kolom adalah opini singkat yang banyak menkan aspek pengamatan dan pemaknaan
terhadap suatu persoalan atau keadaan yang tedapat dalam masyarakat kolom lebih banyak
mencerminkan cap pribadi penulis sifatnya memadat dan memakna. Kolom di tulis secara
inferensial, biasnaya dalam tulisan kolom terdapat foto penulis. Anjuran yang samastru
tidak berlaku pada artikel.
6. Surat Pembaca
Surat pembaca adalah opini singkat yang ditulis oleh pembaca dan dimuat dalam rubrika
khusus surat pembaca. Surat pembaca biasnya berisi keluhanatau komentar pembaca
tentang apa saja yang menyangkut kepentingn dirinya atau masyarakat panjang surat
pembaca rata-rata 2-4 paragraf. Rubrik surat pembaca lebih merupakan layanan publik
dari pihak redaksi terhadap masyarakat.
12
BAB II. KODE ETIK JURNALISTIK
2.1. Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI)
Kemerdekaan pers merupakan sarana terpenuhinya hak asasi manusia untuk
berkomunikasi dan memperoleh informasi. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers, wartawan
Indonesia menyadari adanya tanggung jawab sosial serta keberagaman masyarakat.
Guna menjamin tegaknya kebebasan pers serta terpenuhinya hak-hak masyarakat
diperlukan suatu landasan moral/etika profesi yang bisa menjadi pedoman operasional dalam
menegakkan integritas professionalitas wartawan. Atas dasar itu, wartawan Indonesia
menetapkan kode etik:16
• Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang
benar.
• Wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan
informasi serta memberikn identitas kepada sumber informasi.
• Wartawan Indonesia menghormati atas praduga tak bersalah, tidak mencampurkan fakta
dengan opini, berimbang dan selalu meneliti kebenaran informasi, serta tidak melakukan
plagiat.
• Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis, dan
cabul, serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila.
• Wartawan Indonesia tidak menerima suap, dan tidak menyalah gunakan profesi.
• Wartawan Indonesia memiliki hak tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi latar
belakang dan off the record sesuai kesepakatan.
• Wartawan Indonesia segera meralat dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta
melayani hak jawab.
Pengawasan dan penetapan sanksi atas pelanggaran kode etik ini sepenuhnya
diserahkan kepada jajaran pers dan dilaksanakan oleh organisasi yang dibentuk untuk itu.
Kode etik jurnalistik memegang peranan yang sangat penting dalam dunia pers dimana sebagai
16 Nurudin, Jurnalisme Masa Kini, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2009), h. 315
13
pedoman nilai-nilai profesi kewartawanan, sehingga kode etik jurnalistik wajib dipahami dan
dilaksanakan oleh wartawan. Oleh karena itu wartawan harus mematuhi kode etik jurnalistik
yang disepakati oleh Dewan pers. Mematuhi kode etik jurnalistik yang disepakati oleh Dewan
pers berarti wartawan paham dalam mencari, meliputi dan menyajikan berita tersebut, sehingga
kode etik jurnalistik perlu dipahami, dilaksanakan oleh wartawan sebagai pedoman dalam
menuliskan berita, agar berita yang disajikan akurat, berimbang, sesuai fakta di lapangan untuk
menghindari hal-hal yang dapat merugikan orang lain. Etika jurnalistik harus berdasarkan
standar aturan perilaku dan moral yang mengikat para jurnalis dalam melaksanakan
pekerjaanya. Etika jurnalistik ini tidak hanya untuk memlihara dan menjaga standar kualitas
pekerjaan jurnalis bersangkutan tetapi juga untuk melindungi atau menghindarkan khalayak
masayarakat dari kemungkinan dampak yang merugikan dari tindakan atau perilaku keliru dari
jurnalis bersangkutan.
Di jawa Timur di Kota Malang surat kabar harian Surya Malang masih digemar oleh
sebagian orang untuk mendaptkan informasi berita terbaru yang terjadi di sekitarnya baik berita
tentang ekonomi, politik, social dan budaya, adapun alas an peneliti memilih surat kabar harian
surya malang sebagai objek penelitian karena berita-berita yang diterbitkan lebih nyata dimana
menyediakan informasi yang jelas beserta dengan foto kejadian sehingga masyarakat mudah
memahami isi berita yang disampaikan. Hal ini memberi dampak positif dimana gambar yang
jelas memberikan berita yang disajikan juga jelas, namun disisi negative berita tersebut akan
memberi pandangan tidak baik apabila dilihat oleh kalangan anak kecil karena pemikiran
mereka belum mampu memahami isi berita yang disajikan apabila mengandung gambar
kekerasan atau pembunuhan sehingga bias mendorong mereka berperilaku tidak baik seperti
melakukan kekerasan kepada teman sebayanya.17
Media beresiko untuk melanggar Contempt of Court Act saat mereka mengomentari
cara kerja suatu institusi atau individu, pertimbangan-pertimbangan hakim, mengkritik
pengadilan, atau melanggar keputusan pengadilan. Walaupun banyak tulisan, ceramah atau
siaran yang secara tidak sengaja melanggar peraturan, namun bagian yang dianggap relevan
dalam pelanggaran peraturan tersebut menimbulkan resiko yang serius atau buruk sangka
terhadap cara kerja hukum. Nah bagi mereka yang sudah berpengalaman dalam dunia tabloid
tidak akan merasakan bahwa kode etik tersebut memiliki banyak pengaruh. Unsur lain dari
kode etik tersebut mendesak wartawan untuk berusaha melenyapkan distorasi dan penindasan
17 Gabriel Gawi, Akhirul Aminulloh,”penerapan kode etik jurnalistik”, vol .6. No. 1. 2017. H, 2-3.
14
berita. Memastikan bahwa informasi. Foto-foto yang disampaikan harus hanya dengan cara
yang benar, serta tidak memancing kesedian dan kerusuhan kecuali demi kepentingan umum.18
2.2. Pengawasan Kode Etik Jurnalistik
Pengawasan kode etik jurnalistik berkaitan dengan terjadinya kesalahan dan
pelanggaran dalam pelaksanaan tugas dan fungsi jurnalistik di lapangan. Untuk mengetahui
ada tidaknya pelanggaran di lapangan dalam peliputan maupun penulisan berita, perlu
dilakukan pengawasan terhadap penerapan kode etik jurnalistik. Lembaga pengawasan setiap
organisasi wartawan dapat berbeda-beda, namun memiliki tugas yang relative sama. Sebut
saja, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang memiliki lembaga bernama Dewan Pers,
sedangkan Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) memiliki lembaga bernama Majelis Kode Etik.19
1. Dewan Pers
Salah satu fungsi dewan pers adalah menetapkan dan mengawasi pelaksanaan kode etik
jurnalistik. Dewan pers memiliki tugas, antara lain sebagai berikut:
• Memberikan pernyataan penilaian dan rekomendasi dalam hal terjadinya pelanggaran
kode etik, penyalahgunaan profesi wartawan dan memelihara kemerdekaan pers.
• Membuat kebijakan pers yang bersifat mendidik insan pers dan bersifat non-yuridis.
• Mempublikasikan kebijakan atau rekomendasi yang dikeluarkan dewan pers melalui
media massa.
2. Majelis Kode Etik
Lembaga yang memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap aktivitas
jurnalistik. Majelis kode etik berada dibawah naungan AJI. Tugas-tugas yang diemban majelis
kode etik antara lain sebagai berikut:
• Melakukan pengawasan dalam pelaksanaan kode etik.
• Melakukan pemeriksaan dan penelitian yang berkaitan dengan masalah pelanggaran
kode etik oleh anggota AJI.
• Mengumpulkan dan meneliti bukti-bukti pelanggaran kode etik.
18 Michael Bland, Alison Theaker, dkk, Hubungan Media Yang Efektif, (Jakarta, Erlangga),h, 13-14. 19 Syarifudin Yunus, Juenalistik Terapan, (Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan, 2010), h. 115-117
15
• Memanggil anggota yang melakukan pelanggran.
2.3. Pelanggaran Terkait Kode Etik di Kalangan Wartawan
Suatu jurnal mengambil contoh praktik suap dalam pelanggaran terkait dengan kode
etik dikalangan wartawan ini. Dan nyatanya praktik suap ini masih banyak terjadi di kalangan
wartawan yang ada di Indonesia ini. Padahal sudah jelas dalam kode etik jurnalis hal tersebut
tidak di perkenankan untuk dilakukan. Bukanlah hal mudah untuk menghilangkan praktik suap
di kalangan jurnalis. Hal tersebut membutuhkan waktu yang lama dan keterlibatan berbagai
pihak dan aspek. Menerima atau tidak menerima sesuatu dari narasumber memang menjadi
pilihan masing-masing individu. Namun rangsangan lain, seperti pengawasan, dan sanksi tegas
sangat dibutuhkan.20
20 Olivia Lewi Pramesti, Kode Etik Dikalangan Jurnalis, Volume 11 Nomor 1, (Yogyakarta: UGM, 2014), h. 91
16
BAB III. SEMBILAN ELEMEN JURNALISTIK
3.1. Element
Wartawan merupakan sebuah profesi, dimana untuk menjadi seorang wartawan yang
professional, dia harus mematuhi yang dinamakan kode etik jurnalistik. Disebutkan oleh Bill
Kovach dan Tom Rosentiels ada 9 elemen yang menjadi standar perilaku wartawan dan
menjadi basic sebuah jurnalisme. Ke – 9 elemen ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
Semuanya mempunyai kedudukan yang sama, tidak bisa hanya salah satu saja yang dipatuhi
oleh wartawan. Kesembilan elemen ini adalah :
a. Kewajiban utama jurnalisme adalah pencarian kebenaran.
Sebagai seorang wartawan kita harus selalu menjunjung kebenaran. Dalam hal ini
kebenaran secara fungsional yang tentunya sesuai dengan tugasnya seorang wartawan.
Seorang wartawan yang tidak menjunjung faktor kebenaran dalam liputannya, tentu saja
akan merugikan banyak pihak, terutama publik yang menjadi korban dari pemberitaan itu.
Belum lagi perusahaan yang menjadi kehilangan harga diri sebagai media yang seharusnya
menyampaikan kebenaran.
b. Loyalitas utama jurnalisme adalah pada warga negara.
Loyalitas wartawan seharusnya berujung pada publik, sebagai pembaca dari apa yang kita
beritakan. Yang harus selalu diingat oleh wartawan adalah bagaimana membuat suatu
berita yang menarik bagi pembaca yang menjunjung kebenaran, dan bagaimana
bertanggung jawab pada publik jika berita yang dibuat hanya fiktif padahal sudah jelas
yang akan membaca suatu media bukan hanya sekelompok orang, tapi semua orang di
bangsa ini bahkan di seluruh dunia.
Media yang jujur, yang lebih memntingkan kepentingan publik lebih menguntungkan
perusahaan tersebut, tak hanya soal prestisius, tapi soal financial juga menjadi lebih baik.
Kepercayaan yang diberikan publik pada media jangan sampai hilang akibat satu berita
bohong dari oknum wartawan.
17
c. Esensi jurnalisme adalah disiplin verifikasi.
Dengan adanya disiplin verifikasi yang dilakukan wartawan fiktifisasi narasumber tudak
akan terjadi. Batas antara fiksi dan jurnalisme harus jelas, jurnalisme tidak bisa
digabungkan dengan fiksi. Semuanya harus fakta dan nyata.
d. Jurnalis harus menjaga independensi dari objek liputanya.
Dalam melakukan suatu peliputan, wartawan harus benar-benar independen, melakukan
peliputan secara obektif. Tidak terpengaruh pada apapun, kepentingan siapapun, kecuali
kepentingan bahwa kita adalah wartwan yang harus menyampaikan berita yang benar –
benar terjadi untuk disampaikan pada masyarakat. Tidak peduli siapapun, apapun. Bahkan
jika itu menyangkut keluarga kita, dan kita harus memberitakannya jangan anggap itu
keluarga. Wartawan harus bertanggung jawab pada publik itu penting dan harus selalu di
ingat. Semangat independensi harus dijunjung tinggi oleh setiap wartawan.
e. Jurnalis harus membuat dirinya sebagai pemantau independen dari kekuasaan.
Dalam memantau kekuasaan, bukan berarti wartawan menghancurkan kekuasaan. Namun
tugasnya wartawan sebagai pemantau kekuasaan yaitu turut seta dalam penegakkan
demokrasi. Salah satu dalam cara memantau ini adalah melakukan investigatif reporting.
Inilah yang sering menjadi masalah antar wartawan dengan penguasa. Biasanya banyak
penguasa yang enggan privasi tentang dirinya dipublikasikan.
f. Jurnalis harus memberi forum bagi publik untuk saling kritik dan menemukan kompromi.
Seorang wartawan yang bertanggung jawab pada publik harus mendengarkan apa
keinginan publik itu sendiri. Wartawan harus terbuka pada publik untuk mendengarkan
segala sesuatunya. Logikanya setiap orang boleh berpendapat dan memiliki rasa ingintahu
yang sama. Jadi jika ada anggota publik yang ingin lebih mengetahui dalam sebuah kasus
bisa menanyakannya.
g. Jurnalis harus berusaha membuat hal yang penting menjadi menarik dan relevan.
Wartawan harus tahu tentang komposisi, tentang etika, tentang naik turunnya emosi
pembaca dan sebagainya. Berita yang dibuat jangan sampai membosankan bagi pembaca.
18
Jangan sampai berita yang penting jadi tidak penting karena pembaca bosan. Berita itu
dibuat tidak membosankan dan harus memikat tetapi tetap relevan. Ironisnya, dua faktor
ini justru sering dianggap dua hal yang bertolak belakang. Laporan yang memikat
dianggap laporan yang lucu, sensasional, menghibur, dan penuh tokoh selebritas.21
h. Jurnalis harus membuat berita yang komprehensif dan proporsional.
Perlu banyak hal yang dilakukan untuk mendapatkan dan membuat berita yang
komprehensive dan proposional. Wartawan tidak hanya menerima fakta yang mudah
diraih. Harus ada sesuatu yang menantang dari pekerjaan wartawan pelaporan ivestigasi
mewakili berita yang komprehensif dan proposional ini. Wartawan harus tahu bagaimana
caranya melaporkan suatu hal yang bermutu. Berita yang komprehensif bukan berita yang
hanya punya judul sensasional. Berita sensasionalnya akan memalukan wartwan dan
media yang menerbitkannya.
i. Jurnalis harus diperbolehkan untuk mendengarkan hati nurani pribadinya.
Segala sesuatu yang berasal dari hati nurani akan lebih baik dari apapun. Dari persoalan
yang terjadi didalam kehidupan wartawan jawabnnya adalah bersumber pada hati nurani.
Wartawan yang berbohong, melakukan fiktifisasi narasumber atau apaun kejahilan
seorang.
3.2. Fungsi Jurnalistik
Aktivitas jurnalistik yang kian marak adalah fakta. Kehadiran jurnalistik di tengah
kehidupan manusia memiliki fungsi yang besar. Kita tidak dapat membayangkan apabila
kehidupan manusia tidak dilengkapi dengan informasi ataupun berita. Besar atau kecil
pengaruhnya, pasti membutuhkan informasi dan berita. Penyajian berita dalam segala bentuk
dan momentum dalam jurnalistik bertujuan untuk menyampaikan informasi kepada publik.
Jika ditinjau berdasarkan fungsinya, ada empat fungsi jurnalistik menurut F. Fraser Bond:
1. To inform = untuk menginformasikan
Jurnalistik merupakan sarana untuk penyampaian informasi berupa fakta dan peristiwa
yang terjadi di sektor kehidupan manusia dan patut diketahui publik.
21 Onong Uchana Effendi. Ilmu Komunikasi Teori Dan Praktek, Jakarta: Kencana, 2011
19
2. To interpret = untuk menginterpretasikan
Jurnalistik merupakan sarana untuk memberikan tafsiran atau interpretasi terhadap
fakta dan peristiwa yang terjadi sehingga publik dapat memahami dampak dan
konsekuensi dari berita yang disajikan.
3. To guide = untuk mengarahkan
Jurnalistik merupakan acuan untuk mengarahkan atau memberi petunjuk dalam
menyikapi suatu fakta dan peristiwa yang disajikan dalam berita sehingga dapat
menjadi pedoman bagi publik dalam memberi komentar atau pendapat dalam
mengambil keputusan.
4. To entertain = untuk menghibur
Jurnalistik merupakan sarana yang bersifat menghibur, yang menyegarkan dan
menyenangkan pembacanya dengan menyajikan berita atau informasi yang ringan dan
rileks sesuai dengan kebutuhan gaya hidup manusia.
Tak Hanya itu, fungsi jurnalistik terus mengalami perkembangan. Dalam konteks
kekinian, fungsi jurnalistik telah berkembang lebih banyak lagi seiring ekspetasi publik
terhadap jurnalistik. Berikut fungsi lain dari jurnalistik:
5. To educate = untuk mendidik
Jurnalistik sarana untuk mendidik dan menanamkan nilai-nilai dan norma sosial, di
samping budaya yang patut menjadi perhatian masyarakat.
6. To mediate = untuk mediasi
Jurnalistik merupakan alat mediasi atau penghubung dalam mempertemukan ketidak
samaan tentang fakta atau peristiwa yang menjadi berita dari berbagai sudut pandang,
di samping dapat menjadi wahana yang mempertemukan orang-orang yang berbeda
pendapat atau opini tentang suatu hal.
7. To promote = untuk mempromosikan
Jurnalistik merupakan sarana pilihan dalam mempromosikan keunggulan dan kelebihan
suatu produk dan karya agar dapat dipahami secara proporsional oleh publik.
8. To influence = untuk mempengaruhi
Jurnalistik merupakan sarana untuk memperngaruhi pendapat dan pikiran orang lain
tentang fakta dan peristiwa yang menjadi topik pembicaraan.22
22 Syarifudin Yunus, Jurnalistik Terapan, (Bandung: GHALIA INDONESIA, 2010) hal.20-21.
20
3.3. Prinsip Jurnalistik
Terkait dengan pemberitaan atau informasi yang disiarkan stasiun TV, Maka P3SPS
menyatakan bahwa stasiun penyiaran dalam menayangkan informasi harus senantiasa
mengindahkan prinsip-prinsip jurnalistik yang terdiri atas tiga prinsip yaitu:
1) Prinsip Akurasi
Dalam program faktual lembaga penyiaran bertanggung jawab menyajikan informasi
yang akurat dan sebelum menyiarkan sebuah fakta, lembaga penyiaran harus
memeriksa ulang keakuratan dan kebenaran materi siaran. Dalam hal redaksi berita.
2) Prinisip Adil
Lembaga penyiaran harus menghindaro penyajian informasi yang tidak lengkap dan
tidak adil. Penggunaan potongan gambar dan potongan suara dalam sebuah acara yang
sebenarnya berasal dari program lain harus ditempatkan dalm konteks yang tepat dan
adil serta tidak merugikan pihak-pihak yang menjadi subjek pemberitaan, dan bila
sebuah program memuat potongan gambar dan potongan suara yang berasal dari acara
lain, stasiun TV wajib menjelaskan waktu pengambilan potongan gambar atau
potongan suara tersebut.
3) Prinsip Imparsialitas
Pada saat menyajikan isu-isu kontroversial yang menyangkut kepentingan publik,
stasiun penyiaran harus menyajikan berita, fakta, dan opini secara objektif dan
berimbang. Dalam hal ini pemimpin redaksi berita TV harus memiliki independensi
untuk menyajikan berita dengan objektif, tanpa memperoleh tekanan dari pihak
pimpinan, pemodal atau pemilik stasiun penyiaran. Dan dalam acara yang
mendiskusikan isu kontroversiall atau isu yang melibatkan dua atau lebih pihak yang
saling berbeda pendapat, noderator, pemandu acara, dan pewawancara harus berusaha
agar semua partisipan dan narasumber dapat secara baik mengekspresikan
21
pandangannya serta tidak boleh memiliki kepentingan pribadi atau keterkaitan dengan
salah satu pihak atau pandangan.23
3.4. Perkembangan Jurnalistik Era Modern
Perkembangan media baru sebenarnya merujuk kepada sebuah perubahan dalam proses
produksi media, distribusi dan penggunaan. Media baru tidak terlepas dari key term seperti
digitaly, interactivity, hypertextuality, dispersal dan virtuality. Dalam konsep digitaly semua
proses media digital diubah ke dalam bilangan, sehingga keluarnya dalam bentuk sumber
online, digital disk, atau memory drives yang akan diubah dan diterima dalam layar monitor
atau dalam bentuk hard copy. Konsep interactivity merujuk kepada adanya kesempatan dimana
teks dalam media baru mampu memberika user untuk “write back into the text”. Sedangkan
konsep dispersal media baru lebih kepada proses produksi dan distribusi media menjadi
decentralized dan mengandalkan keaktifan individu. Batasan new media sering disamakan
dengan digital media yang semestinya new media lebih pada konteks budaya kontomporer dan
praktik media daripada seperangkat teknologi itu sendiri.
Pemerintah Indonesia telah memutusakan bahwa implementasi sistem TV digital
menggunakan sistem Digital Video Broadcasting Terestrial sebagai standar nasional
Indonesia. Sementara industri radio, karena teknologi FM radio dianggap sudah cukup
memiliki kualitas dan efesiensi yang baik. Teknologi radio FM tetap akan bertahan sampai
belasan tahun ke depan. Sehingga penggunaan teknologi DAB yang dikembangkan lebih
merupakan penyeimbang teknologi DVB-T sebagaimana sudah diimplementasikan di lebih
dari 40 negara, khusunya Negara-negara Eropa. Teknologi DAB bila dikembangkan
menggunakan teknologi DMB, yaitu dengan menambahkan DMB multimedia prosesor, akan
mampu menyiarkan konten gambar bergerak, seperti informasi cuaca, peta jalan, video clip,
dan film sebagaimana yang terjadi di industry televisi.24
Seorang Jurnalis TV ini sendiri juga harus memahami betul kriteria berita dan nilai
berita sebelum mencari dan menulis berita tanpa memahaminya maka berita yang akan dicari
dan disajikan belum tentu berguna dan menarik bagi pemirsa. Apalagi setiap hari dunia ini
dipenuhi dengan ragam berita. bagaimana mungkin berita yang banyak itu kita cari lalu
23 Morissan, Jurnalistik Televisi Mutakhir, (Jakarta: KENCANA, 2010) hal.249-251. 24 Ido Perjana Hadi” Perkembangan Teknologi Komunikasi Dalam Era Jurnalistik Moder”. Vol. 3 No. 1, Januari 2009, h, 69-84.
22
disajikan semuanya kepada pemirsa bukankah sebagai jurnalis kita memiliki keterbatasan?.
Nah, untuk itu kita harus memilihnya sesuai dengan nilai berita dan karakteristik pemirsa TV.
Berita TV bukan hanya sekedar melaporkan tulisan/narasi, tetapi juga gambar, baik
gambar diam seperti foto, gambar peta, grafis, maupun film berita yakni rekaman peristiwa
yang menjadi topik berita dan mampu memikat pemirsa. Bagi berita TV, gambar adalah
primadona atau paling utama daripada narasi. Jika gambar berita yang disajikan mampu
bercerita banyak, maka narasi hanya sebagai penunjang saja. Berita TV tanpa gambar tidak
ubahnya dengan berita radio.25
25 Arifin S Harahap, Jurnalistik Televisi, (Jakarta, PT Macanan Jaya Cemerlang: 2006), h, 2-4.
23
BAB IV. JURNALISME ONLINE
4.1. Jurnalisme Online
Jurnalisme online menjadi berbeda dengan jurnalisme tradisional yang sudah dikenal
sebelumnya (cetak, radio, TV) bukan semata-mata karena dia mengambil venue yang berbeda;
melainkan karena jurnalisme ini dilangsungkan di atas sebuah media baru yang mempunyai
karakteristik yang berbeda -baik dalam format, isi, maupun mekanisme dan proses hubungan
penerbit dengan pengguna atau pembacanya.
Jurnalisme online lahir pada tanggal 19 januari 1998, ketika Mark Drugle membeberkan cerita
perselingkuhan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton dengan Monica Lewinsky atau yang
sering disebut monicagate. Ketika itu Drugle berbekal sebuah laptop dan modern, menyiarkan
berita tentang monicagate melalui internet. Semua orang yang mengakses internet segera
mengetahui rincian cerita monicagate.
Sedangkan di Indonesia, Jurnalisme Online kebanyakan lahir pada saat jatuh-nya
pemerintahan Suharto di tahun 1998, dimana alternatif media dan breaking news menjadi
komoditi yang di cari banyak pembaca. Dari situlah kemudian tercetus keinginan membentuk
berbagai jurnalisme online.26
Detik.com barangkali merupakan media online Indonesia pertama yang di garap secara
serius. Tidak heran karena pendirinya kebanyakan dari media, Budiono Darsono (eks wartawan
Detik), Yayan Sopyan (eks wartawan Detik), Abdul Rahman (mantan wartawan Tempo), dan
Didi Nugraha. Server detik.com sebetulnya sudah siap diakses pada 30 Mei 1998, namun mulai
online dengan sajian lengkap pada 9 Juli 1998. Jadi tanggal 9 Juli ditetapkan sebagai hari lahir
Detik.com.
Detik.com yang update-nya tidak lagi menggunakan karakteristik media cetak yang
harian, mingguan, bulanan. Yang dijual detik.com adalah breaking news. Dengan bertumpu
26Ibid., hlm. 3
24
pada tampilan apa adanya detik.com menjadi media jurnalisme online pertama yang melesat
sebagai situs informasi digital paling populer di kalangan pengguna internet Indonesia.
Masa awal detik.com lebih banyak terfokus pada berita politik, ekonomi, dan teknologi
informasi. Baru setelah situasi politik mulai reda dan ekonomi mulai membaik, detik.com
memutuskan untuk juga melampirkan berita hiburan, dan olahraga. Media online detik.com di
Indonesia yang telah sukses menyajikan ragam berita, selain itu kantor berita Nasional Antara
juga menggunakan teknologi internet. Seiring berjalannya waktu, media online mulai
bermunculan seperti astaga.com, satunet.com, suratkabar.com, berpolitik.com, dan ok-
zone.com. Dengan lahirnya media online maka media cetakpun tidak mau kalah, dengan dua
penyajian media cetak dan media online seperti kompas.com, temporaktif.com, republika.com,
pikiran-rakyat.com, klik-galamedia.com, dan masih banyak lagi. Itu adalah langkah baru
berkembangnya teknologi yang telah melahirkan jurnalisme online.
4.2. Pengertian Jurnalisme Online
Jurnalistik Online (Online Journalism) disebut juga cyber journalism, jurnalistik
internet, dan jurnalistik web (web journalism) merupakan “generasi baru” jurnalistik setelah
jurnalistik konvensional (jurnalistik media cetak, seperti suratkabar) dan jurnalistik penyiaran
(broadcast journalism-radio dan televisi).27 Kini, jurnalistik juga berlaku di internet atau media
online sehingga melahirkan"ilmu baru" bernama jurnalistik online (online journalism ). Istilah
lainnya:
1. Internet Journalism (jurnalistik internet)
2. Website Journalism (jurnalistrik webiste)
3. Digital Journalism
4. Daring Journalism
5. Headline Journalism (jurnalistik judul)28.
Jurnalistik Online bahkan cepat berkembang dengan memunculkan "jurnalistik baru"
yang masih dalam lingkup jurnalistik online: mobile journalism ,yaitu aktivitas jurnalistik
27 M. Romli Asep Syamsul, Jurnalistik Online: Panduan MengelolaMedia Online,(Bandung. Nuansa Cendikia,2012), hal.11 28 Ermanto, Wawasan Jurnalistik Praktis,(Yogyakarta: Cinta Pena, 2005), hal.85
25
melalui mobile device, mobile phone,smarphone, tablet computer, dan sebagainya. Mobile
Journalism kian mempercepat proses penulisan dan penyebar luasan berita di media online.
Wartawan bisa melaporkan peristiwa (menulis berita) kapan dan di mana saja, bahkan saat
sebuah peristiwa sedang berlangsung. Jurnalistik Online juga memperkuat atau menumbuh
kembangkan jurnalisme warga (citizen journalism) dengan memanfaatkan blog atau media
sosial (socialmedia). Jurnalistik dipahami sebagai proses peliputan, penulisan, dan penyebar
luasan informasi (aktual) atau berita melalui media massa. Secara ringkas dan praktis,
jurnalisitk bisa diartikan sebagai “memberitakan sebuah peristiwa”. Online sebagai keadaan
konektivitas (ketersambungan) mengacu kepada internet atau world wide web (www). Online
merupakan bahasa internet yang berarti “informasi dapat diakses dimana saja dan kapan saja”
selama ada jaringan internet (konektivitas). Website atau site (situs) adalah halaman yang
mengandung konten (media), termasuk teks, video, audio, dan gambar. Website bisa diakses
melalui internet dan memiliki alamat internet yang dikenal dengan URL (Uniform Resource
Locator) yang berawalan www atau http:// (hypertext Transfer Protocol).
Dari pengertian ketiga kata tersebut, jurnalistik online dapat didefinisikan sebagai
proses penyampaian informasi melalui media internet, utamanya website. Karena merupakan
perkembangan baru dalam dunia media, website pun dikenal juga dengan sebutan “media baru”
(new media). Hal baru dalam “new media” antara lain informasi yang tersaji bisa diakses atau
dibaca kapan saja dan dimana pun, di seluruh dunia, selama ada komputer dan perangkat lain
yang memiliki koneksi internet. Kini, setiap orang bisa menjadi wartawan, dalam pengertian
meliput peristiwa dan melaporkannya melalui internet.29
Jurnalisme online adalah proses penyampaian informasi atau pesan yang menggunakan
internet sebagai medianya sehingga mempermudah jurnalis dalam melakukan tugasnya30.
Selama ini sadar atau tidak kita hanya memahami online dalam artian ditampilkan di sebuah
situs web. Padahal 'online' mencakup berbagai tempat perkara (venue): web, email, bulletin
board system (BBS), IRC, dan lainnya. Tapi tentu bukan tanpa alasan bahwa kebanyakan
jurnalisme online saat ini diselenggarakan di web.
Dari sekian venue di Internet, web merupakan venue yang memungkinkan
penyelenggara jurnalisme online untuk menyediakan isi dengan features yang sangat kaya
29 Ibid, hal.12-13 30 Jurnal Komunikasi, Aghna R. S Adzkia, Praktik Multimedia dalam jurnalisme online di Indonesia
26
dengan cara paling gampang. Namun, ini tidak berarti bahwa tak ada venue lain yang dapat
dipakai untuk menyelenggarakan jurnalisme online di Internet.
Jurnalisme online menjadi berbeda dengan jurnalisme tradisional yang sudah dikenal
sebelumnya (cetak, radio, TV) bukan semata-mata karena dia mengambil venue yang berbeda;
melainkan karena jurnalisme ini dilangsungkan di atas sebuah media baru yang mempunyai
karakteristik yang berbeda -baik dalam format, isi, maupun mekanisme dan proses hubungan
penerbit dengan pengguna atau pembacanya.
Jurnalisme online lahir pada tanggal 19 januari 1998, ketika Mark Drugle
membeberkan cerita perselingkuhan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton dengan Monica
Lewinsky atau yang sering disebut monicagate. Ketika itu Drugle berbekal sebuah laptop dan
modern, menyiarkan berita tentang monicagate melalui internet. Semua orang yang mengakses
internet segera mengetahui rincian cerita monicagate.31
4.3. Kode Etik Jurnalisme Online
Nicholas Johnson mantan Komisioner Komisi Komunikasi Amerika Serikat (AS) dan
penulis buku How to Talk Back to Your Television Set yang juga Dosen Ilmu Hukum di Iowa
College of Law (AS), memberikan catatan hal-hal mendasar tentang kode etik dalam penulisan
jurnalistik online 32:
a) Dilarang menyerang kepentingan individu, pencemaran nama baik, pembunuhan
karakter atau reputasi seseorang.
b) Dilarang menyebarkan kebencian, rasialis, dan mempertentangkan ajaran agama.
c) Larangan menyebarkan hal-hal tidak bermoral, mengabaikan kaidah kepatutan
menyangkut seksual yang menyinggung perasaan umum, dan perundungan seksual
terhadap anak-anak.
d) Dilarang menerapkan kecurangan dan tidak jujur, termasuk menyampaikan promosi
atau iklan palsu.
e) Larangan melanggar dan mengabaikan hak cipta (copyright) dan Hak Atas Karya
Intelektual (HAKI, atau Intelectual Property Right/IPR).
31 Nuruddin, Jurnalisme Masa kini 32 Riris Loisa, Eko Harry Susanto, Ahmad Junaidi. Jurnalisme Media Siber
27
Sementara itu, Cuny Graduate School of Journalism yang didukung Knight Foundation
melalui halamannya di http://www.kcnn.org mencatat 10 langkah utama bagi cyber journalist
termasuk kalangan citizen journalist dan blogger supaya terhindar dari masalah hukum, yakni:
1) Periksa dan periksa ulang fakta,
2) Jangan gunakan informasi tanpa sumber yang jelas.
3) Perhatikan kaidah hukum
4) Pertimbangkan setiap pendapat,
5) Utarakan rahasia secara selektif,
6) Hati-hati terhadap apa yang diutarakan,
7) Pelajari batas daya ingat,
8) Jangan lakukan pelecehan,
9) Hindari konflik kepentingan,
10) Peduli nasehat hukum.
4.4. Jenis Jurnalisme Online
a) Mainstream News sites
Bentuk media berita online yang paling tersebar luas adalah situs mainstream news.
Situs ini menawarkan pilihan editorial content, baik yang disediakan oleh media induk yang
terhubung (linked) dengannya atau memang sengaja diproduksi untuk versi Web. Tingkat
komunikasi partisipatorisnya adalah cenderung tertutup atau minimal. Contoh: situs CNN,
BBC, MSNBC, serta berbagai suratkabar online. Situs berita semacam ini pada dasarnya tak
punya perbedaan mendasar dengan jurnalisme yang diterapkan di media cetak atau siaran,
dalam hal penyampaian berita, nilai-nilai berita, dan hubungan dengan audiences. Di Indonesia,
yang sepadan dengan ini adalah detik.com, Astaga.com, atau Kompas Cyber Media.
b) Index dan Category sites
Jenis jurnalisme ini sering dikaitkan dengan mesin pencari (search engines) tertentu
(seperti Altavista atau Yahoo), perusahaan riset pemasaran (seperti Moreover) atau agensi
(Newsindex), dan kadang - kadang bahkan individu yang melakukan usaha (Paperboy). Di sini,
jurnalis online menawarkan links yang mendalam ke situs-situs berita yang ada di manapun di
World Wide Web. Links tersebut kadang-kadang dikategorisasi dan bahkan diberi catatan oleh
tim editorial.
28
c) Meta dan Comment sites
Ini adalah situs tentang media berita dan isu-isu media secara umum. Kadang-kadang
dimaksudkan sebagai pengawas media (misalnya: Mediachannel, Freedomforum, Poynter’s
Medianews). Kadang - kadang juga dimaksudkan sebagai situs kategori dan indeks yang
diperluas (seperti: European Journalism Center Medianews, Europemedia). Editorial
contentnya sering diproduksi oleh berbagai jurnalis dan pada dasarnya mendiskusikan content
lain, yang ditemukan di manapun di Internet. Content semacam itu didiskusikan dalam
kerangka proses produksi media. ”Jurnalisme tentang jurnalisme” atau meta-journalism
semacam ini cukup menjamur.
d) Share dan Discussion sites
Ini merupakan situs-situs yang mengeksploitasi tuntutan publik bagi konektivitas,
dengan menyediakan sebuah platform untuk mendiskusikan content yang ada di manapun di
Internet. Dan kesuksesan Internet pada dasarnya memang disebabkan karena publik ingin
berkoneksi atau berhubungan dengan orang lain, dalam tingkatan global yang tanpa batas. Situs
semacam ini bisa dibilang memanfaatkan potensi Internet, sebagai sarana untuk bertukar ide,
cerita, dan sebagainya. Kadang-kadang dipilih suatu tema spesifik, seperti: aktivitas anti-
globalisasi berskala dunia (situs Independent Media Centers, atau umumnya dikenal sebagai
Indymedia), atau berita-berita tentang komputer (situs Slashdot).33
4.5. Karakteristik Jurnalisme Online
Karakteristik jurnalistik online sekaligus menjadi keunggulannya, dikemukakan James
C. Foust :
1. Audience Control
Kendali pembaca. Jurnalistik online memungkinkan pembaca (user/visitor) leluasa
dalam memilih berita yang diinginkan. Mereka bisa pindah dengan cepat dari satu berita
ke berita lain atau darisatu portal berita ke website lain.
33 Ibid, hal.14
29
2. Nonlienarity
Jurnalistik online memungkinkan setiap berita yang disampaikan dapat berdiri sendiri
sehingga pembaca tidak harus membaca secara berurutan. Pembaca bisa memulai
dengan berita terbaru, bahkan bisa mulai dengan berita yang diposting satu-dua tahun
lalu.
3. Storage and retrieval
Online jurnalisme memungkinkan berita tersimpan, terarsipkan, atau terdokumentasikan
dan diakses kembali dengan mudah oleh pembaca.
4. Unlimited Space (Ruang tanpa batas)
Jurnalistik online relatif tanpa ada batasan jumlah berita atau informasi yang akan
dipublikasikan, juga relatif tanpa batasan jumlah huruf dan kata/kalimat. Berbeda dengan
media cetak yang dibatasi kolom/halaman atau radio/televisi yang dibatasi durasi
(waktu).
5. Immediacy (Kesegeraan, kecepatan)
Jurnalisme online memungkinkan informasi dapat disampaikan secara cepat dan
langsung kepada pembaca. Internet adalah medium tercepat untuk menyebarkan
informasi.
6. Multimedia Capability (Kemampuan multimedia)
Jurnalisme online memungkinkan berita disampaikan tidak hanya dalam format
teks, tapi juga bisa dilengkapi audio dan video.
7. Interactivity (Interaktivitas)
Jurnalisme online memungkinkan adanya peningkatan partisipasi pembaca dalam setiap
berita, dengan adanya kolom komentar dan/atau fasilitas media sosial
yang memungkinanpembaca menyebarkan/membagi (share) berita di akun media sosial34
34C. Foust James, Online Journalism. Principles and Practices of News for The Web., (Holcomb Hathaway Publisher, 2005), hal.20
30
4.6. Keunggulan jurnalisme online
Karakteristik jurnalisme online yang paling terasa meski belum tentu disadari adalah
kemudahan bagi penerbit maupun pemirsa untuk membuat peralihan waktu penerbitan dan
pengaksesan. Penerbit online bisa menerbitkan maupun mengarsip artikel-artikel untuk dapat
dilihat saat ini maupun nanti. Ini sebenarnya dapat dilakukan oleh jurnalisme tradisional,
namun jurnalisme online dimungkinkan untuk melakukannya dengan lebih mudah dan cepat.
Beberapa karakteristik dari jurnalisme online dibandingkan ”jurnalisme konvensional”
(cetak/elektronik) adalah sebagai berikut:35
1. Real Time
Karakteristik jurnalisme online yang paling popular adalah sifatnya yang real time.
Berita, kisah-kisah, peristiwa-peristiwa, bisa langsung dipublikasikan pada saat kejadian
sedang berlangsung. Ini barangkali tidak terlalu baru untuk jenis media tradisional lain
seperti TV, radio, telegraf, atau teletype.
2. Penerbit
Namun dari sisi penerbit sendiri, mekanisme publikasi real time itu lebih leluasa tanpa
dikerangkengi oleh periodisasi maupun jadwal penerbitan atau siaran: kapan saja dan
dimana saja selama dia terhubung ke jaringan Internet maka ia mampu mempublikasikan
berita, peristiwa, kisah-kisah saat itu juga. Inilah yang memungkinkan para pengguna
atau pembaca untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan sebuah peristiwa
dengan lebih sering dan terbaru.
3. Unsur-unsur Multimedia
Menyertakan unsur-unsur multimedia adalah karakteristik lain jurnalisme online, yang
membuat jurnalisme ini mampu menyajikan bentuk dan isi publikasi yang lebih kaya
ketimbang jurnalisme di media tradisional. Karakteristik ini, terutama sekali,
berlangsung pada jurnalisme yang berjalan di atas web.
35Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar, (Jakarta: Ghalia Indonesia,2011), hlm. 22
31
4. Interaktif
Selain itu, jurnalisme online dapat dengan mudah bersifat interaktif. Dengan
memanfaatkan hyperlink yang terdapat pada web, karya-karya jurnalisme online dapat
menyajikan informasi yang terhubung dengan sumber-sumber lain. Ini berarti, pengguna
atau pembaca dapat menikmati informasi secara efisien dan efektif namun tetap terjaga
dan didorong untuk mendapatkan pendalaman dan titik pandang yang lebih luas, bahkan
sama sekali berbeda.
5. Tidak membutuhkan organisasi resmi
Berikut legal formalnya sebagai lembaga pers, bahkan dalam konteks tertentu organisasi
tersebut dapat dihilangkan.
Interaktivitas jurnalisme online tentu bukan hanya didukung oleh kemampuan
teknologi Internet dalam menyediakan hyperlink. Teknologi Internet juga membuka peluang
kepada para jurnalis online untuk menyediakan features yang memungkinkan sajiannya
bersifat customized, tersaji sesuai dengan preferensi masing-masing pengguna atau
pembacanya; yang memungkinkan para pengguna atau pembaca berinteraksi dengan lebih
cepat, lebih sering, lebih intens dengan sesama pengguna atau pembaca, narasumber, bahan-
bahan berita, dan jurnalisnya sendiri. Ujung-ujungnya, jurnalisme online mampu membangun
hubungan yang partisipatif dengan pemirsanya.
Mike Ward dalam Journalism Online ( Focal Press, 2002) menyebutkan beberapa
karateristik jurnalistik online yang membedakannya dengan media konvensional (keunggulan),
yaitu :36
a. Immediacy: Kesegaran atau kecepatan penyampain Informasi
b. Multiple Pagination: bisa berupa ratusa page terkait satu sama lain, juga bisa dibuka
tersendiri (new tab/new window)
c. Multimedia: menyajikan gabungan teks, gambar, audio, video, dan grafis sekaligus.
d. Flexibility Delivery Platform: bisa menulis berita kapan saja dan dimana saja.
36 14Asep Syamsul M. Romli, Jurnalistik Online: Pamduan Praktis Mengelola Media Online (Dilengkapi Kiat Blogger, Teknik SEO dan Tips Media Sosial), Bandung: Penerbit Nuansa Cendekia 2012, hal: 14
32
e. Archieving: terarsipkan, dapat dikelompokkan berdasarkan kategori (rubrik) atau kata
kunci (keyword,tags), juga tersimpan lama yang dapat diakses kapan pun.
f. Relationship with reader: kontak atau interaksi dengan pembaca dapat ―langsungǁ saat
itu juga melalui kolom komentar dan lain-lain
Dari karakteristik-karakteristik diatas tersirat bahwa jurnalisme online membutuhkan
penanganan yang berbeda dalam penyelenggaraannya dan dinikmati dengan cara yang berbeda
oleh para pengguna atau pemirsanya ketimbang jurnalisme tradisional.
Dalam jurnalisme tradisional, tata-tutur informasi misalnya, disajikan secara linear
kepada para pembaca atau pemirsanya. Pemirsa atau pembaca jurnalisme tradisional tidak bisa
tidak harus mengikuti urut-urutan informasi yang telah ditentukan sebelumnya oleh
penerbitnya: Dari kisah satu ke kisah kedua lalu ke kisah ketiga dan seterusnya tanpa bisa
melakukan lompatan.
Tapi dalam jurnalisme online, tata-tutur informasi dapat disajikan sedemikian rupa
secara non-linear untuk mengakomodasi 'kebebasan' pengguna atau pemirsanya: Anda dapat
mulai menikmati publikasi online dari kisah terakhir lalu melompat ke kisah sebelumnya atau
ke kisah yang pernah dipublikasi sekian tahun sebelumnya, bahkan ke sumber informasi yang
sama sekali lain di tengah-tengah proses penikmatan informasi.
Apa yang disebut 'kebebasan memilih' dalam media online, sebetulnya bukanlah sebuah
kebebasan pilihan yang sejati melainkan ilusi memilih; sebab pada dasarnya jurnalis atau
penerbit online telah terlebih dahulu menentukan opsi-opsinya (dalam prakteknya dapat berupa
rujukan dengan menggunakan hyperlink). Inilah salah satu aspek yang membuat jurnalisme
online dapat menyajikan informasi lebih kaya ketimbang jurnalisme tradisional.
Sementara itu, misal yang lain, tampilan akhir dari produk jurnalisme tradisional lebih
banyak ditentukan oleh rancangan dan bahan yang disediakan oleh penerbitnya; sedangkan
pada produk jurnalisme online, perlengkapan (device) dan preferensi yang diset dan dimiliki
oleh penggunalah yang banyak menentukan tampilan akhir produk sehingga bisa jadi tampilan
produk akhir jurnalisme online berbeda-beda di depan masing-masing pengguna atau
pemirsanya.
33
Dan sampai saat ini, secara fisik, ukuran-ukuran device yang tersedia untuk mengakses
informasi ke berbagai tempat. Anda dapat menikmati novel atau koran sambil tiduran,
menonton berita TV sambil tidur-tiduran di karpet, atau mendengarkan talk show dari sebuah
stasiun radio sambil jalan-jalan dengan pesawat walkman di saku anda. Itu semua, pada saat
ini, tak dapat dilakukan ketika pemirsa karya jurnalistik online: orang harus duduk di depan
komputer atau membaca teks di layar sempit pesawat selular maupun PDA (personal Data
Assistant) yang mampu-WAP. Meski bukan tidak mungkin di masa depan akan ditemukan
device baru yang akan memberikan kenyaman yang lebih baik untuk pemirsa informasi secara
online.
Di luar device pengguna, jurnalisme online seperti halnya bentuk-bentuk komunikasi
lain yang memanfaatkan media digital online, berhadapan dengan kondisi infrastruktur yang
tersedia dalam jaringan komputer. Besarnya bandwidth, routing dan kualitas media jaringan
komputer juga merupakan variable yang menentukan kualitas komunikasi antara device
pengguna dengan device penerbit. Di samping sosiologi pengguna sasaran, faktor-faktor yang
disebut di atas merupakan beberapa variable yang harus diperhitungkan dalam mendesain
format tampilan maupun isi serta arsitektur informasi yang akan disajikan.37
4.7. Kelebihan dan Kekurangan Jurnalisme Online
Keunggulan jurnalisme online dibandingkan jurnalisme konvensional (cetak atau
elektronik) antara lain:
1. Kapasitas luas halaman web bisa menampung naskah sangat panjang.
2. Pemuatan dan editing naskah bisa kapan saja dan di mana saja.
3. Jadwal terbit bisa kapan saja bisa, setiap saat.
4. Cepat, begitu di-upload langsung bisa diakses semua orang.
5. Menjangkau seluruh dunia yang memiliki akses internet.
6. Aktual, berisi info aktual karena kemudahan dan kecepatan penyajian.
7. Update, pembaruan informasi terus dan dapat dilakukan kapan saja.
8. Interaktif, dua arah, dan ”egaliter” dengan adanya fasilitas kolom komentar, chat
room, polling, dsb.
37Ibid.,hlm. 23-24
34
9. Terdokumentasi, informasi tersimpan di ”bank data” (arsip) dan dapat ditemukan
melalui ”link”, ”artikel terkait”, dan fasilitas ”cari” (search).
10. Terhubung dengan sumber lain (hyperlink) yang berkaitan dengan informasi tersaji.
Kekurangan Jurnalisme Online:
1. Tidak ada ukuran pasti tentang siapa penerbit berita online, sehingga dapat diklaim
oleh beberapa pihak.
2. Adanya kecenderungan mudah lelah saat membaca sajian di berita-berita online
yang panjang.
3. Tidak selalu tepat, karena mengutamakan kecepatan berita yang dimuat di media
online biasanya tidak seakurat media lainnya.
4. Banyak terjadi kesalahan penulisan yang dikarenakan ketergesa-gesaan dalam
proses penulisan.
5. Berpotensi mengakibatkan cyber crime (kejahatan dunia maya) seperti penculikan,
penipuan, dan berbagai tindak criminal lainnya.
6. Menurunnya minat baca di perpustakaan akibat lebih praktisnya media online.
7. Meningkatkan plagiat akibat mudah dicurinya karya-karya yang tersaji di media
online.
4.8. Kode Etik Jurnalisme Online38
Nicholas Johnson mantan Komisioner Komisi Komunikasi Amerika Serikat (AS) dan
penulis buku How to Talk Back to Your Television Set yang juga Dosen Ilmu Hukum di Iowa
College of Law (AS), memberikan catatan hal-hal mendasar tentang kode etik dalam penulisan
jurnalistik online :
1. Dilarang menyerang kepentingan individu, pencemaran nama baik, pembunuhan
karakter atau reputasi seseorang.
2. Dilarang menyebarkan kebencian, rasialis, dan mempertentangkan ajaran agama.
3. Larangan menyebarkan hal-hal tidak bermoral, mengabaikan kaidah kepatutan
menyangkut seksual yang menyinggung perasaan umum, dan perundungan seksual
terhadap anak-anak.
38Christiany Judith, “Akurasi Berita dalam Jurnalisme Online”. Jurnal Pekomnas. Vol. 6 No.3, Desember 2013, hal. 148.
35
4. Dilarang menerapkan kecurangan dan tidak jujur, termasuk menyampaikan promosi
atau iklan palsu.
5. Larangan melanggar dan mengabaikan hak cipta (copyright) dan Hak Atas Karya
Intelektual (HAKI, atau Intelectual Property Right/IPR).
Sementara itu, Cuny Graduate School of Journalism yang didukung Knight Foundation
mencatat 10 langkah utama bagi cyber journalist termasuk kalangan citizen journalist dan
blogger supaya terhindar dari masalah hukum, yakni:
1. Periksa dan periksa ulang fakta,
2. Jangan gunakan informasi tanpa sumber yang jelas.
3. Perhatikan kaidah hukum
4. Pertimbangkan setiap pendapat,
5. Utarakan rahasia secara selektif,
6. Hati-hati terhadap apa yang diutarakan,
7. Pelajari batas daya ingat,
8. Jangan lakukan pelecehan,
9. Hindari konflik kepentingan,
10. Peduli nasehat hukum.
4.9. Jurnalisme Online dan Demokrasi39
Era new media mulai berkembang di dalam kehidupan kita. Berbagai kemudahan yang
ditawarkan oleh internet bisa kita rasakan manfaatnya. Dengan hanya duduk diam tanpa harus
mengeluarkan banyak tenaga, kita bisa menjelajah dunia melalui internet. Tak hanya itu,
informasi yang pernah ditampilkan dalam media massa, seperti televisi, radio, maupun media
cetak pun juga bisa kita temui di internet. Dibandingkan media massa yang lain, internet
memiliki kelebihan daya simpan yang tak terhingga. Segala sesuatu mengenai masa lampau
bisa kita telusuri di internet.
Sisi positif dari internet inilah yang coba dimanfaatkan oleh kebanyakan media massa
saat ini, mereka berlomba-lomba membuat versi online dari media mereka. Dengan versi
online, diharapkan audiens yang tidak sempat menikmati media massa tesebut bisa tetap
39Luwi Ishwara, Jurnalisme Dasar, (Jakarta: Kompas, 2011), hlm. 41.
36
mengaksesnya. Memang merupakan sebuah keuntungan bagi kita, namun lagi-lagi yang
ditakutkan adalah akan menggeser keberadaan media konvensional lainnya.
Konvergensi media yang saat ini banyak terjadi membuka peluang bagi masyarakat
awam untuk juga berpartisipasi dalam menjadi pewarta bagi sesamanya. Dunia jurnalisme
online selalu tidak jauh-jauh dengan citizen journalism yang juga merebak seiring
perkembangan new media itu sendiri. Walaupun demikian, menjadi seorang citizen journalist
yang tidak dinaungi oleh institusi apapun juga perlu belajar, minimal dasar-dasar jurnalisme.
Indonesia adalah negara yang demokratis. Dengan berakhirnya era Orde Baru, lalu
lintas informasi di negara kita tidak lagi dibatasi dan dikuasai oleh pemerintah semata.
Sekarang rakyat bisa bebas berpendapat. Apa lagi didukung oleh keberadaan internet yang
memiliki situs-situs tertentu dimana masyarakat bisa turut serta berpartipasi di dalamnya. Sifat
internet yang tak memiliki penyaring atau filter membuat segala bentuk informasi dan pendapat
masyarakat muncul dengan mudahnya. Mau mengkritik tentang kinerja pemerintah, bisa. Mau
berkeluh-kesah tentang maraknya korupsi, juga bisa. Mau saling bertukar pikiran juga bisa
walaupun belum saling kenal dan terpisah dengan jarak juga bisa.
Kebebasan berekspresi dan berpendapat melalui internet dalam bentuk jurnalisme
online, memiliki sisi positif dan negatifnya masing-masing. Bagi masyarakat, Informasi dari
internet dapat menembus jarak dan waktu serta menyebar ke mana pun, hal semacam ini
membuat pemerintah tidak sepenuhnya bisa mengontrol informasi yang beredar karena saking
luasnya. Nilai positifnya, Masyarakat bisa lebih open minded dengan informasi-informasi yang
ada, sedangkan hal yang ditakutkan pemerintah adalah munculnya gerakan-gerakan yang
dikhawatirkan menentang para diktator.
Sepatutnya kita bersyukur dengan sistem demokratis yang dianut oleh negara kita. Arus
informasi apa pun bisa kita nikmati, sekalipun yang menghujat pemerintah. Jika dibandingkan
dengan negara-negara di Timur Tengah, demokratisasi di Indonesia dan kebebasan
menggunakan internet jauh lebih unggul.
Bagi beberapa negara di Timur Tengah, penggunaan internet amat dibatasi. Negara
tersebut adalah Irak, Afghanistan, Syria, dan Lybia. Internet dikhawatirkan memiliki potensi
politik yang menentang pemerintah, sehingga negara-negara tersebut mengabaikan manfaat
ekonomi dari internet.
37
Arus informasi yang beredar di internet Indonesia sendiri bisa beragam. Ada yang
memang dikeluarkan oleh pemerintah itu sendiri demi keterbukaan informasi publik, ada yang
disiarkan oleh media massa yang melakukan konvergensi media, ada pula yang diciptakan oleh
masyarakat itu sendiri (citisen journlism) demi membagikan gagasannya. Ketiganya saling
berkesinambungan. Ketika informasi dari media-media mainstream dirasa kurang memuaskan,
beberapa kelompok masyarakat membuat situs mereka sendiri (misalnya tentang kebudayaan,
keagamaan, sosial-politik, dan sebagainya) atau membagi gagasan mereka melalui cara lain.
Citizen journalism yang muncul di internet juga bisa mencakup kritik terhadap
pemerintah, bahkan membuka sisi lain dari hal-hal tertentu yang orang awam tidak ketahui.
Masalah politik seperti ketidakadilan hukum bisa ditentang melalui gerakan-gerakan tertentu
yang diciptakan di dunia maya. Hal ini sangat berpengaruh. Bagaimana masyarakat bisa saling
bersatu dan sepaham dengan hal-hal tertentu merupakan kekuatan tersendiri dari internet dan
keterbukaan informasi.
Di Indonesia pun pemerintah sempat memblokir ratusan situs radikal. Tifatul
Sembiring selaku Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) menjelaskan bahwa ada
ketakutan yang muncul apabila situs-situs radikal tersebut dibiarkan akan memecah belah
persatuan Indonesia. Situs-situs radikal tersebut menyebarkan kebencian dan fitnah antar suku,
ras, bahkan agama. Dampaknya pun akan terjadi kekerasan yang membawa-bawa kepentingan
tertentu.
Demokratisasi dan jurnalisme online bisa saling bantu sekaligus saling menjatuhkan
disaat yang bersamaan. Dengan adanya jurnalisme online dan teknologi yang canggih saat ini,
masyarakat dimodernkan dan pertumbuhan demokrasi menjadi cepat. Potensi yang ditawarkan
internet untuk pertukaran informasi antar banyak orang sudah lebih maju daripada upaya-upaya
penguasa untuk menjadikannya alat represi. Menurut Leslie D. Simon dalam “Demokrasi dan
Internet: Kawan atau Lawan?” ia optimis bahwa internet dan informasi di dalamnya mampu
membawa hal positif sekalipun ada sensor. Saya sepakat akan hal ini. Jurnalisme online yang
ada dalam internet akan memberikan pengaruh positif bagi demokrasi sebuah negara.
38
4.10. Migrasi Pemberitaan Media Online Versus Surat Kabar40
Perjalanan media saat ini mulai bergeser. Dibandingkan media cetak, saat ini perjalanan
media online sudah membuktikan keperkasaannya. Terbukti, dari beberapa kali pendapatan
iklan dan pembaca, media online telah melampaui surat kabar cetak. Di Indonesia, media-
media online sudah memasuki tahap baru dalam dunia jurnalisme. Tidak seperti tahun-tahun
sebelumnya, mulai tahun 2010, media online sudah mendapat hati bagi pembaca yang
mayoritas membutuhkan percepatan informasi. Migrasi dari kertas (Koran) ke web (online)
saat ini menunjukkan peningkatan yang significant. Itu bisa jadi karena penerapan pada
komputer tablet dan penyebaran smartphone mendorong percepatan media online yang
memang dikenal sangat loyal terhadap pembaca.
Di Indonesia, ada beberapa media online yang kini mencapai tingkat perkembangan
yang cukup pesat. Sebut saja Detikcom, Kapanlagi.com, Antaranews.com, Kompas.com,
JPNN.com, Inilah.com, Rakyatmerdeka.com, Vivanews.com, Mediaindonesia.com, dan
Lensaindonesia.com Yang lebih mengejutkan, rata-rata media online tersebut merupakan
penjelmaan dari surat kabar atau bahkan media elektronik yang sebelumnya sudah ada. Seperti
Kompas.com dengan koran Kompas, Rakyatmerdeka.com dengan Koran Rakyat Merdeka,
Mediaindonesia.com dengan koran Media Indonesia dan Vivanews.com dengan jaringan
televisi TVone dan Antv.
Perkembangan online yang demikian pesatnya, menunjukkan jika surat kabar (saat ini)
sedang menderita. Tidak hanya dari krisis ekonomi, melainkan karena banyak orang yang
memilih membaca berita dan informasi melalui online dan (secara otomatis) pemasang iklan
mengikuti pola pembaca. Pada tahun 2010, koran-koran di Indonesia banyak yang melaporkan
penurunan pendapatan iklan ketika media lain seperti televisi sedang menikmati rebound dalam
penjualan iklan. Pendapatan iklan koran pada tahun 2010 turun 46 persen dalam empat tahun.
Sementara di sisi lain, pendapatan iklan online mengalami peningkatan. Ini sebuah
tantangan untuk organisasi berita bahwa banyak klien yang memilih belanja melalui iklan
online ini. Sejak itu pula, koran-koran juga telah merasakan dampak media online. Mereka
menderita. Terbukti, banyak media cetak yang memilih untuk menyusutkan staf, termasuk
reporter dan editor. Atau memintahkan mereka ke bagian lain, terutama di bagian iklan untuk
40Nora Meilinda Hadi,”Tingkat Kepatutan Berbahasa Jurnalistik pada Jurnalisme Online”. Jurnal Ilmiah Komunikasi. Vol. 4 No. 2, Desember 2015, hal. 41.
39
menguatkan posisi marketing. Karena itu tidak heran jika kemudian media-media cetak besar
saat ini sudah (latah) mulai menggunakan media online. Hal itu dikarenakan mereka tak ingin
iklan dan pembaca Koran menyusut.
Surat kabar mulai mengenakan biaya untuk akses online ke situs Web mereka. Namun
demikian, sepak terjang mereka sudah terlambat (terlanjur dibatasi). Mereka selama ini boleh
dibilang hanya mengekor media-media online yang sudah ada. Di sisi lain mereka juga
menggunakan online dengan tetap mengacu pada image (penamaan) koran yang sudah ada. Ini
tentu saja akan menjadi boomerang bagi mereka. Pasalnya, pembaca sudah bosan dengan
media tersebut. Sehingga mereka lebih memilih media-media online yang memang mengawali
dari bisnis online. Jika melihat perkembangan media online belakangan ini, baik dengan
banyaknya sistem-sistem yang berkembang maupun kualitas pemberitaan, tidak menutup
kemungkinan pada 2012 ini, media online bakal menggeser keberadaan media konvensional
seperti surat kabar.
4.11. Etika dalam Jurnalisme Online
Kemunculan digital, komputer, atau jaringan teknologi informasi dan komunikasi
sebagai media baru format digital, seringkali memiliki karakteristik dapat dimanipulasi,
bersifat jaringan, padat, mampat, interaktif dan tidak memihak. Secara sederhana media online
adalah media yang terbentuk dari interaksi antara manusia dengan komputer dan internet secara
khususnya. Termasuk di dalamnya adalah web, blog, online social network, online forum dan
lain-lain yang menggunakan komputer sebagai medianya.
Jurnalis-jurnalis yang masih punya komitmen dalam meletakan kode jurnalistik dapat
diapresiasi dengan menegakkan independensi untuk menyajikan berita kepada masyarakat.
Ketaatan pada hukum atau pada kode etik professional tidak selalu melahirkan tindakan moral.
Etika adalah persoalan individual yang berhubungan dengan kesadaran. Penggunaan berita
untuk dikumpulkan dalam sebuah portal/web jelas tidak sesuai dengan etika media karena
mereka tidak memproduksi sendiri. konten yang akan di unggah dalam portal/web.
Merujuk pada beberapa kaidah hukum, persoalan ini sebenarnya bisa di proses melalui
proses persidangan. Namum, payung hukum yang ada belum tentu bisa menjembatani antara
para pihak yang dirugikan maupun yang diuntungkan sehingga proses ini harus menjadi kajian
mendalam tentang bagaimana mengelola media online secara komperehensif. Untuk
40
membantu para penulis online dalam menyajikan tulisan ataupun beritanya, Cuny Graduate
School of Journalism yang didukung Knight Foundation mencatat 10 langkah utama bagi
jurnalis online supaya terhindar dari masalah hukum:
1) Periksa dan periksa ulang fakta.
2) Jangan gunakan informasi tanpa sumber yang jelas.
3) Perhatikan kaidah hukum.
4) Pertimbangkan setiap pendapat.
5) Utarakan rahasia secara selektif.
6) Hati-hati terhadap apa yang diutarakan.
7) Pelajari batas daya ingat.
8) Jangan lakukan pelecehan.
9) Hindari konflik kepentingan.
10) Peduli nasehat hukum. Langkah-langkah di atas setidaknya dapat menjadi acuan.41
4.12. Etika Jurnalisme dan Tantangan Masa Kini
Bagaimanakah implikasi yang timbul terhadap etika tatkala berhadapan dengan
perkembangan perubahan yang berlangsung begitu cepat di era teknologi komunikasi dan
informasi dewasa ini? Di samping itu, ada pula kenyataan bahwa tidak semua pihak sungguh-
sungguh berkehendak dan konsisten untuk menegakkan etika dalam berjurnalisme. Gejala
tersebut merupakan tantangan utama yang dihadapi oleh etika jurnalisme pada masa ini.
Menurut Wrd. Etika tradisional yang dulu dominan dan dibangun untuk jurnaslisme
professional satu abad silam, jinni dipertanyakan. Etika jurnalisme menjadi ajang dimana nilai-
nilai lama berhadapan dengan nilai-nilai baru. Di satu sisi ada nilai-nilai tradisional seperti
yang terkandung dalam kode etik organisasi jurnalis seperti Society of Proffesional Journalist
di Amerika Serikat. Di situ dicantumkan perihal suatu komitmen kepada profesionalisme,
pemisahan berita dengan opini, metode untuk memverifikasi fakta, concern mengenai akurasi,
objektivitas sebagai ideal dan meminimalisasi kecederaan. Di sisi lain. Jurnalisme masa kini
41 Aprilani, “Problem Etis Jurnalisme Online Di Indonesia”, dalam jurnal Nomosleca, volume 03, Nomor 01, April 2017, (Kediri: STAIN Kediri), hal.520-521.
41
mencerminkan adanya nilai-nilai baru seperti kemestaan media interaktif (universe interactive
media) yang “always on” dan dicirikan oleh:
1. Kesegeraan
2. Transparansi
3. Anonimitas
4. Saling erbagi konten
Kecepatan media baru dalam menyiarkan informasi telah menggoda banyak
penggunanya untuk mengabaikan metode pembatasan akurasi dan verifikasi yang merupakan
esensi dari etika jurnalisme. Di samping itu, beberapa factor lain juga ikut menjadi penyebab.
Salah satu alasan yang sering dikemukakan umumnya menyangkut situasi dan krisis finansial
yang dihadapi oleh perusahaan media sebagai imbas dari kondisi perekonomian global yang
mengalami krisis. Kata Jim Boumrlha, Presiden international Federation of Journalist, krisis
tersebut, telah menggulung media di Eropa dan Amerika, yang lantas menyulut perubahan
besar dalam jurnalisme.
Suatu generasi pemilik media telah enciutkan anggaran menghilangkan ruang berita
dan menutup biro luar negeri media, menyusutkan bukan hanya bagian redaksi, tapi juga seksi-
seksi dan berita. Banyak dari mereka yang percaya bahwa jurnalisme yang beretika dan
berstandar tinggi merupakan konsep yang ketinggalan zaman yang telah lama diambil alih oleh
tujuan finansial dan komersial.
Pemicu uatamanya adalah perkembangan teknologi komunikasi yang begitu pesat, lalu
dijadikan alasan mengapa media mengalami perubahan dalam orientasi bisnisnya. Media
konvensional mengalami kesulitan finansial karena khalayak beralih ke media baru. Ini berarti
pendapatan. Ini berarti pendapatan utama dari penjualan dan iklan menjadi berkurang drastis.
Sehingga muncul pertanyaan “Apakah etika lantas menjadi using dan ditinggalkan oleh
para pelaku jurnalisme?” yang dijawab oleh Ward “bahwa etika tidak akan pernah
ditinggalkan. Sebab, setiap orang pada hakikatnya mengharapkan sesuatu yang mengacu dan
mengandung nilai, bukan yang sembarangan yang hanya asal jadi.
Dan benarkah etika jurnalisme tidak sejalan dengan kemajuan/ industrialisasi pers?
Memang ada yang berpendapat bahwa industrialisasi pers menyebabkan kerasnya persaingan
42
sesame media dalam merebut pasar khalayak serta keuntungan komersial lainnya. Akibatnya
media lantas melakukan apa saja termasuk melanggara etika jurnalisme demi tercapainya
keuntungan dan target penghasilan perusahaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Karena itu
segala cara seolah-oleh dibenarkan dan tidak lagi sungguh-sungguh mempertimbangkan aspek-
aspek etika jurnalisme yang tadinya amat diperhatikan. Tentulah alasan ini bukanlah alasan
yang dapat diterima. Persaingan bukan pembenaran untuk berbisnis semaunya. Justru dengan
mempertahankan etika lah media syogyanya menajdi contoh yang benar baik untuk dirinya
maupun bagi bidang aktivitas lainnya.
Masih berkaitan dengan hal yang disebut diatas, benarkh seorang jurnalis menghadapi
dilema antara beretika dan tuntutan pekerjaan. Hal ini telah menimbulkan mispersepsi di
kalangan wartawan yang menyangka bahwa jika ia melakukan tugas jurnalistik dengan tetap
berpedoman pada prinsip-prinsip etika jurnalisme maka ia akan menghadapi keterbatasan dan
ruang gerak dan lahan kreativitas. Padahal bila ditilik dengan seksama, etika jurnalisme sama
sekali bukan dimaksudkan dengan rektriksi yang akan mempersempit peluang untuk berkarya
dan berkreativitas. Sejak semula etik dimaksudkan sebagai suatu panduan atau koridor yang
menuntun agar segala aktivias yang dilakukan tetap sejalan dengan nilai-nilai dan norma
masyarakat. Memang ada sebagaian wartawan yang berpandangan keliru, seakan-akan etika
jurnalisme merupakan bagian dari pengurangan kemerdekaan pers. Pandangan ini terutama
dipengaruhi oleh sikap sementara jurnalis yang ingin bebas sebebasnya. Mereka itu
mengartikan kemerdekaan pers sebagai kebebasan yang mutlak, tanpa batasan apapun. Tentu
cara seperti ini perlu ditinjau dan diluruskan.
Agar hubungan yang berlagsung dengan semua pihak tetap sehat, maka pengemban
profesi jurnalisme harus terus menerus meyakinkan masyarakat bahwa mereka telah
melaksanakan profesinya dengan tetap menaati consensus bersama tentang kepercayaan,
peran, dan hubungan etis Antara kedua belah pihak. Seberat apapun tantangan yang dihadapi,
satu hal yang pasti bahwa jurnalisme harus menjunjung tinggi dan mempraktikkan etika.
Seberat apapun tantangan yang dihadapi, satu hal yang pasti bahwa jurnalisme harus
tetap menjunjung tinggi dan mempraktikkan etika. Presiden International Federation of
Journalist, Jim Boumelha menegaskan bahwa: “Ini merupakan penyemangat (encouragement)
bagi mereka yang siap untuk menegakkan jurnalisme dan konfirmasi, di abad konvergensi ini
43
media tradisional dan media baru, bahwa jurnalisme sebagai suatu public good tidak akan
survive pada platform mana pun tanpa komitmen pada etika dan nilai-nilai.42
4.13. Gaya Penulisan Naskah Media Online
Romli dalam bukunya, Jurnalistik Online, menerangkan, naskah di media online
hendaknya ringkas dan to the point. Naskah panjang dapat dipilah dalam beberapa judul tulisan,
lalu digunakan tautan untuk menyatukannya. Sebagai acuan, naskah berita online idealnya
maksimal 400 kata dan maksimal 800 kata untuk naskah jurnalistik lainnya, seperti artikel opini
dan feature. Judul (head) dan alinea pertama (lead) harus dibuat semenarik mungkim sehingga
eyecatching (menarik perhatian dan minat baca) karena sebagaimana di media konvensional
pembaca umumnya hanya membaca judul (headline reader) atau teras berita (lead reader).
Umumnya, lead adalah aline pertama dari sebuah naskah artikel berita tersebut. Bisa pula
berupa kalimat tersendiri, misalnya menampilkan isi berita yang paling menarik sebagai
eyecatcher. 29 Body atau tubuh berita biasanya diformat dalam bentuk singkat dan padat
karena informasi terus mengalir dan berubah sewaktu-waktu. Namun, kelengkapan informasi
tetap terjaga karena antar berita yang satu dengan berita yang lain bisa dikaitkan (linkage)
hanya dengan satu klik. Pendekatan Piramida Terbalik lebih intens digunakan dalam penulisan
berita online, yaitu benar-benar mengedepankan yang paling penting dan mendesak diketahui
pembaca, apalagi jika berita itu di share ke facebook, maka yang tampil di facebook adalah
judul dan alinea pertama. Bahasa jurnalistik (langue of mass media) juga kian penting berperan
mengingat karakter bahasa jurnalistik yang lugas, ringkas, sederhana, dan mudah di pahami.
4.14. Statement Netizen Sebagai Sumber
Mengkaji konten berita pada penggunaan statement netizen sebagai sumber berita
kaitannya dengan etika jurnalistik dengan menggunakan konsep multidimensional untuk
mengukur kredibilitas, dari Flanagin dan Metzger, yaitu dapat dipercaya (believability), akurasi
(accuracy), bias, dan kelengkapan berita (completeness). Setelah mengkaji kredibilitas pada
konten berita, terlihat perspektif etika jurnalistik mengenai baik atau tidaknya produksi
pemberitaan menggunakan isi dari statement netizen untuk dijadikan sumber berita sebagai
berikut:
42Dian Muhtadiah Hamna, “Eksistensi Jurnalisme Di Era Media Sosial”, dalam jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 03, nomor 01, Mei 2017, (Makassar: Universitas Muhammadiyah Makassar), hal.118-119.
44
a) Accuracy
Bill Kovach dan Tom Resentiel dalam Sembilan Elemen Jurnalisme menjelaskan
bahwa akurasi merupakan esensi jurnalisme. Kebenaran atau akurasi dalam jurnalistik berupa
suatu proses yang dimulai dengan disiplin professional dalam mengumpulkan dan verifikasi
fakta. Namun yang terjadi pada penggunaan statement netizen sebagai sumber berita
pengumpulan fakta maupun aktivitas liputan hanya sekadar memantau keadaan di lingkup
virtual. Guna menunjang keakuratan pada penggunaan statement netizen sebagai sumber berita
tetap jurnalis harus melaksanakan tahap dalam pemilihan komentar bahwa akun itu asli dan
memilih komentar yang selektif untuk produksi berita yang memiliki kredibilitas.
Akurasi dalam pemberitaan tercantum dalam pasal 1 Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers
bahwa “Wartawan Indonesia bersikap Independen, menghasilkan berita yang akurat,
berimbang, dan tidak beritikad buruk” yang dalam penafsirannya adalah akurat berarti
dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
Selain Kode Etik Jurnalistik, media online juga berpedoman pada Pemberitaan Media
Siber yang eksistensinya merupakan bagian dari kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan
berekspresi, dan kemerdekaan pers. Dalam peraturan tersebut pada pasal 2 menjelaskan
verifikasi dan keberimbangan berita, bahwa “Pada prinsipnya setiap berita harus melalui
verifikasi” ketentuannya dalam butir tersebut adalah sumber berita harus jelas disebutkan
identitasnya, kredibel dan kompeten serta subjek berita harus dikonfirmasi tidak diketahui
keberadaannya dan atau tidak dapat diwawancarai.
Untuk menjamin akurasi pada penyampaian fakta maupun opini netizen untuk
digunakan pada isi berita, jurnalis harus memerhatikan etika jurnalistik salah satunya adalah
fakta yang akurat dari akun yang mengeluarkan statement. Selain itu akurat dalam bentuk
keaslian akun untuk menunjang kredibilitas akurasi sumber berita. Bagaimana penyampaian
netizen ketika menyampaikan opini, Susilastuti Ahli Pers di Dewan Pers menyampaikan:
“Opini dari netizen? Dari saya misalnya? Boleh. Gini, yang namanya fakta itu kana
ada dua, fakta yang sifatnya psikologis dan fakta yang sifatnya sosiologis. Fakta
psikologis itu apa yang dipikirkan orang atas sesuatu. Fakta sosiologis itu apa yang
ada dalam masyarakat. Nah opini narasumber itu bisa, nah netizen itu kan opini,
persoalanya dia siapa itu lo yang ga jelas, karena dia bisa membuat akun-akun palsu
45
itu yang jadi problem.” (Wawancara Susilastuti ahli pers di Dewan Pers pada 05
September 2018).
Ketika jurnalis jogja.tribunnews.com mengambil statement netizen untuk dijadikan
konten berita berarti langkah akurasi yang harus dilakukan adalah memastikan keaslian akun.
Hal tersebut bertujuan agar komentar-komentar yang dijadikan konten atau sumber berita
memiliki nilai kredibilitas dan tetap menjaga etika jurnalistik dalam hal akurasi. Dengan
adanya revolusi teknik jurnalisme seperti ini dari Dewan Pers sendiri atau negara tidak
melarang karena merupakan bagian dari kebebasan pers dan bentuk inovasi dalam
penyampaian informasi.
b) Believeability
Berita yang baik merupakan berita yang dapat mencerahkan dan mampu memberikan
informasi yang layak kepada masyarakat. Produksi berita yang baik dari media tentunya akan
mendapatkan kepercayaan dari pembaca. Informasi yang dapat dipercaya adalah informasi
yang mengandung fakta dan kebenaran. Memberikan informasi yang baik merupakan tugas
seorang jurnalis dalam mengemas beritanya sehingga ketika fenomena virtual hadir sehingga
kerja jurnalis menjadi lebih pragmatis dengan hanya meliput di lingkup dunia maya yang
menjadi pertanyaan adalah tentang kredibilitas sumber berita terutama jika hanya hadir dari
suara netizen. Susilastuti mengatakan:
“Wartawan itu memiliki misi idealisme. Karena idealisme tatanannya lebih tinggi
dibandingkan materi karena sifatnya mencerdaskan, memberi informasi yang benar
kemudian ada kepuasan tersendiri ketika tulisan menjadi rujukan.” (Wawancara
Susilastuti ahli pers di Dewan Pers pada 05 September 2018).
Lebih lanjut Susi Lastuti menjelaskan bahwa netizen di media sosial harusnya menjadi
sumber informasi awal untuk mengkonfirmasi dalam dunia realitas. Kurang tepat jika netizen
sebagai sumber berita, apalagi di dunia virtual netizen bisa memiliki banyak akun. Dengan
unsur believeability berita harusnya dapat memberikan informasi yang layak kepada pembaca
sehingga dapat mencerahkan bukan hanya menyajikan berita-berita dengan konten yang buruk
atau bukan informasi yang seharusnya masyarakat konsumsi.
c) Bias
46
Bias berarti konten berita yang diproduksi memiliki sisi cover both side agar tidak
terdapat kecenderungan keberpihakan. Dalam penyajian informasi secara fair terutama ketika
ada sebuah isu, jurnalis atau media melakukan peliputan atau membuat konten berita secara
berimbang. Dengan menggunakan statement netizen sebagai sumber berita, ketika ada sebuah
isu kontroversial banyak mengandung komentar negatif dari publik. Komentar negatif inilah
dijadikan celah untuk pembuatan konten berita kreatif yang sekiranya banyak mengundang
respon publik. Ruang publik pada media sosial dijadikan akses oleh masyarakat untuk
mengeluarkan aspirasi maupun gagasan dalam bentuk komentar.
Statement netizen merupakan kebebasan mengeluarkan pendapat bagian dari Hak Asasi
Manusia di ruang publik, yaitu media sosial. Namun bagaimana jika statement tersebut justru
dijadikan konten pemberitaan yang dilakukan oleh media. Kredibilitas akun yang
mengeluarkan statement perlu diuji kembali untuk mengetahui keaslian apakah benar-benar
orang yang berpendapat atau sekadar robot (akun bot). Salah satu karakteristik kredibilitas
adalah berita memiliki tingkat bias (keseimbangan). Kredibilitas, artinya taat kepada kode etik
jurnalistik. Media dan jenis berita dapat dikatakan memenuhi standar kode etik berarti harus
memiliki kredibilitas.
“Kalau kredibilitas sumber kalau berdasarkan kode etik jurnalistik ‘kan harus jelas
narasumbernya. Kalau mengambil komentar di twitter ya harus orang yang diambil
statement-nya yang benar-benar mewakili orang yang sesungguhnya seperti akun
verified. Jangan sampai mengutip pernyataan tapi dengan akun kloningan atau akun
palsu. Karena kebanyakan jurnalis terjebak di situ.” (Hasil Wawancara dengan Adib
Mutaqqin Asfar, Ketua AJI Solo pada 01 Oktober 2018).
Meskipun jenis pemberitaan pada penggunaan statement netizen sebagai sumber berita
masuk ke dalam kategori konten berita kreatif yang lingkup liputan hanya sebatas dunia virtual,
tetapi juga harus mematuhi standar jurnalistik dalam cover both side, karena selain menaati
akurasi, prinsip cepat, dan mengalir juga menyinggung prinsip jurnalistik, yaitu
keberimbangan berita. Soal keberimbangan berita tercantum dalam butir 3 KEWI: “Wartawan
Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak mencampurkan fakta dengan opini,
berimbang dan selalu meneliti kebenaran informasi, serta tidak melakukan plagiat.” Pasal 3
KEJ juga menegaskan hal yang sama; “Wartawan Indonesia selalu menguji informasi,
47
memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta
menerapkan asas praduga tak bersalah.”
Dijelaskan dalam KEJ, menguji informasi berarti melakukan cek dan ricek tentang
kebenaran informasi. Sementara berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan
kepada masing-masing pihak secara proporsional (Margianto, Hal: 42-43). Pada isi konten
berita tersebut komentar/statement netizen yang dijadikan sebagai sumber berita memiliki
konteks negatif dengan tingkat bias yang sangat rendah karena semua komentar yang dijadikan
sebagai isi berita berupa kemarahan netizen. Untuk dapat dijadikan konten berita yang layak
publish, penggunaan statement netizen sebagai sumber berita harus melalui beberapa tahapan.
“Bisa digunakan selama melakukan verifikasi dan kita bisa mengkonfirmasi dari
fakta-fakta sumber lain. Dan jangan sampai melanggar etika jurnalistik karena ada
banyak fakta yang kabur maupun tidak jelas maupun konten di media sosial yang tidak
pantas untuk diambil. Yang penting adalah taati kode etik jurnalistik, perhatikan
disiplin verifikasi dan sampai terjebak pada ambil fair-nya akun-akun di media sosial.”
(Hasil wawancara dengan Adib Mutaqqin Asfar, Ketua AJI Solo pada 01 Oktober
2018).
Setelah tahapan verifikasi sudah jelas, yang perlu dilakukan adalah
pemilihan/penyaringan komentar untuk menjaga keberimbangan, yaitu dengan memilih
komentar negatif dan juga positif dengan ketentuan tidak menimbulkan keresahan publik dan
kemarahan sosial. Bias dalam konten pemberitaan statement netizen sebagai sumber berita
berarti harus mencangkup unsur-unsur berimbang dalam pemilihan komentar untuk dijadikan
sumber pada konten berita, yaitu komentar negatif maupun positif. Hal ini dikarenakan dengan
keberimbangan tersebut konten berita tidak menimbulkan gejolak sosial maupun unsur-unsur
yang dapat menimbulkan pencemaran nama baik ataupun subjek berita yang dirugikan.
d) Completeness
Jurnalis pada media online dalam pembuatan konten berita harus memahami unsur-
unsur kelengkapan berita, yaitu 5W+1H. Unsur kelengkapan berita pada konten berita
menggunakan statement netizen sebagai sumber berita cenderung tidak lengkap karena lingkup
liputan yang dilakukan oleh jurnalis hanya sebatas dunia virtual atau bukan sebuah peristiwa
langsung. Sehingga jenis konten berita ini lebih merujuk pada unsur apa (what) dan bagaimana
48
(how). Unsur “apa” lebih merujuk pada isu dari subjek sedangkan unsur “bagaimana” lebih
tentang bagaimana respon dari netizen mengenai isu yang subjek konstruksi.
Jenis berita online seperti ini tidak lepas dari penyesuaian dengan perilaku pembaca.
Penggunaan statement netizen merupakan keikutsertaan netizen dalam pergolakan pasang
surutnya pemberitaan. ketidakengkapan unsur-unsur berita yang ada pada konten berita ini,
karena acuan pemberitaan hanya sebatas dunia virtual dan tingkah netizen. Merujuk pada
jurnalisme ideal dalam produksi pemberitaan di media online juga harus memerhatikan unsur-
unsur berita untuk menaati etika jurnalistik pada pasal 1: “Wartawan Indonesia bersikap
independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk”. Produksi
berita yang ideal merupakan tanggung jawab jurnalis kepada masyarakat selain untuk kebaikan
media itu sendiri juga untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap pemberitaan yang
dibuat. Adib Mutaqqin Ketua AJI Solo menyampaikan:
“Jurnalisme sebenarnya idealis namun kita juga berada dalam sebuah industri karena
idealisme dengan kepentingan industri itu berbeda. Itulah biasanya letak celah pelanggaran
karena media berlomba-lomba menyajikan berita yang banyak menarik pembaca.” (Hasil
Wawancara dengan Adib Mutaqqin Asfar (Ketua AJI Solo) pada 01 Oktober 2018).
Jenis berita pada penggunaan statement netizen sebagai sumber berita memang kurang
dalam menerapkan unsur kelengkapan berita karena hanya menyajikan komentar dari para
netizen dari sebuah isu. Verifikasi menjadi hal utama dalam produksi berita online karena
selain mengejar kecepatan juga harus menerapkan akurasi berita. Statement netizen merupakan
ekspresi warga terhadap suatu isu sehingga menggunakan statement netizen sebagai sumber
berita harus tetap menjaga etika jurnalistik agar publik layak untuk mengkonsumsi berita
tersebut.
49
BAB V. MEDIA ONLINE
5.1. Media Online Sebagai Media Baru (The New Media)
Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang semakin pesat dewasa ini,
telah membuat dunia terasa makin luas dan ruang seolah menjadi tak berjarak lagi. Perubahan
informasi kini tidak lagi dalam jangka minggu ataupun hari bahkan jam sudah mulai
terkalahkan dengan waktu tiap detik. Istilah ‘media baru’ (new media) telah digunakan sejak
tahun 1960-an mencakup seperangkat teknologi komunikasi yang semakin berkembang dan
beragam. Dalam bukunya Teori Komunikasi Massa, McQuail menjelaskan bahwa “Media
Baru atau New Media adalah berbagai perangkat teknologi komunikasi yang berbagi ciri yang
sama yang mana selain baru dimungkinkan dengan digitalisasi dan ketersediaannya yang luas
untuk penggunaan pribadi sebagai alat komunikasi”. Menurut Denis McQuail ciri utama media
baru adalah adanya saling keterhubungan, aksesnya terhadap khalayak individu sebagai
penerima maupun pengirim pesan, interaktivitasnya, kegunaan yang beragam sebagai karakter
yang terbuka, dan sifatnya yang ada di mana-mana.
Klaim status paling utama sebagai media baru dan mungkin juga sebagai media massa
adalah internet. Meskipun demikian, ciri-ciri massal bukanlah karasteristik utamanya. Castells
berpendapat bahwa pada awalnya, internet dimulai sebagai alat komunikasi nonkomersial dan
pertukaran data antara profesioanal, tetapi perkembangan selanjutnya adalah internet sebagai
penyedia barang dan jasa, dan sebagai alat komunikasi pribadi dan antarpribadi.43
Teori difusi dan inovasi, Everett M. Rogers, seperti yang dikutip oleh Nurudin,
dikatakan bahwa “Komunikator yang mendapatkan pesan dari media massa sangat kuat untuk
mempengaruhi orang – orang. Dengan demikian inovasi (penemuan), lalu disebarkan (difusi)
melalui media massa akan kuat mempengaruhi massa untuk mengikutinya.”44
Penjelasan diatas dapat dilihat bagaimana media memiliki pengaruh yang sangat kuat
untuk membentuk opini publik. Masyarakat akan diarahkan pada sebuah isu atau pemberitaan
yang dibawa oleh media massa.
43 McQuail, Denis. Teori komunikasi massa. (Jakarta: Salemba Humanika. 2011). h. 43 44 Nurudin. Pengantar Komunikasi Massa. (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2007). h. 188.
50
Dalam menyampaikan suatu pesan kepada khalayak tentu seorang komunikator
membutuhkan media dalam menyampaikannya. Banyak sekali media atau jenis komunikasi
massa yang digunakan dan dimanfaatkan untuk menyampaikan pesan. Perkembangan zaman
juga mempengaruhi jenis komunikasi massa yang ada.
Di era digital seperti ini ada beragam pilihan media yang bisa digunakan seperti televisi,
media cetak bahkan media online. Kebutuhan akan informasi pada saat ini, membuat manusia
lebih memilih media yang mudah dan cepat diakses untuk mendapatkan informasi. Bahkan
pada faktanya saat ini hampir semua manusia atau masyarakat yang hidup di era digital seperti
memiliki alat atau teknologi yang digunakan untuk mengakses informasi seperti smartphone,
atau sejenisnya. Maka komunikator akan sangat dimudahkan dalam hal ini untuk
menyampaikan pesan kepada orang banyak.
Dengan semakin menjamurnya penggunaan internet dan didukung dengan kemajuan di
bidang teknologi informasi dan telekomunikasi, terjadilah pemekaran (konvergensi) dari
media-media yang sudah ada sebelumnya yang dikenal dengan new media atau media baru.
Teori konvergensi seperti yang dikutip Septiawan, (2005:135) dalam bukunya yang
berjudul Jurnalisme Kontemporer, menyatakan bahwa “Berbagai perkembangan bentuk media
massa terus merentang dari sejak awal siklus penemuannya. Setiap model media terbaru
tersebut cenderung merupakan perpanjangan, atau evolusi dari model-model terdahulu. Dalam
konteks ini, internet bukanlah suatu pengecualian”.45
Menurut Romli (2012:30), Per definisi, online media (media online) disebut juga
cybermedia (media siber), internet media (media internet), dan new media (media baru) dapat
diartikan sebagai media yang tersaji secara online di situs web (website) internet. Secara teknis
atau fisik, media online adalah media berbasis telekomunikasi dan multimedia (komputer dan
internet). Termasuk kategori media online adalah portal, website (situs web, termasuk blog dan
media sosial seperti facebook dan twitter), radio online, TV online, dan email. 46
45 Septiawan Santana K. Jurnalisme Kontemporer. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2005). h. 135 46 Romli, Asep Syamsul M. Jurnalistik Online. Panduan Praktis Mengelola. Media Online. (Bandung: Nuansa Cendikia. 2012). h. 30.
51
Menurut Septiawan Internet adalah medium terbaru yang meng- konvergesikan seluruh
karakteristik dari bentuk-bentuk terdahulu. Karena itu, apa yang berubah bukanlah
substansinya, melainkan mode-mode produksi dan perangkatnya (Hilf, 2000).47
Inilah keajaiban teknologi informasi terkini. Komuterisasi, menurut Bittner (1986:314),
membuat pemberitaan dapat dikirim, disebar, dan diterima dalam kepingan data-data.
Kecepatan ruang-waktu elektronika dipakai untuk mengantarkan pesan bergambar dan
bersuara (multimedia). Teknologi digitalisasi membuat informasi dapat diakses siapa pun dan
dimana pun secara privat. 48
Publik dewasa ini tak hanya mengenal surat kabar, majalah, radio, atau televisi sebagai
media massa, tetapi juga situs-situs berita di dalam ruang cyber. Media massa bertambah
anggota dengan kelahiran situs-situs berita di ruang cyber dalam kategori yang disebut dengan
Portal Berita. Portal berita terdiri dari dua kata, yaitu portal dan berita. Portal memiliki
pengertian sebagai situs atau halaman web, sedangkan berita dapat didefinisikan sebagai
informasi terbaru mengenai sesuatu yang sedang terjadi. Jadi, secara umum portal berita dapat
diartikan sebagai situs atau halaman web yang berisi mengenai berbagai jenis berita. 49
Kehadiran media online memunculkan generasi baru jurnalistik yakni jurnalistik
online. Jurnalistik online (online journalism) disebut juga cyber jounalism, jurnalistik internet,
dan jurnalistik web (web journalism) merupakan “generasi baru” jurnalistik setelah jurnalistik
konvensional (jurnalistik media cetak, seperti surat kabar) dan jurnalistik penyiaran (broadcast
journalism – radio dan televisi). 50
Dalam jurnalistik online ini, proses penyampaian informasi dilakukan dengan
menggunakan media internet. Perkembangan internet yang pesat saat ini telah melahirkan
beragam bentuk media online seperti contohnya website dan portal yang digunakan sebagai
media untuk menyebarkan berita dan informasi.
Sejarah media massa memperlihatkan bahwa sebuah teknologi baru tidak pernah
menghilangkan teknologi yang lama, namun mensubstansinya. Jurnalisme online tidak akan
47 Septiawan Santana K. Op.Cit. h. 135 48 Ibid. h. 3. 49 Ibid. h. 133. 50 Ibid. h. 11
52
menghapuskan jurnalisme tradisional, namun meningkatkan intensitasnya dengan
menggabungkan fungsi-fungsi dari teknologi internet dengan media tradisional. 51
Di dalam media online, teknologi menjadi faktor penentu. Beda wartawan online
dengan wartawan lainnya adalah pada tantangan berita cyber yang begitu cepat, hampir tiap
menit perubahannya, dan ruang pemberitaan yang sebatas layar monitor. Pemberitaannya bisa
ditanggapi langsung khalayak, dan dapat terhubungkan dengan berbagai berita, arsip, dan
sumber lain, melalui format hyplinks. Pavlik (2001) menyebut jurnalisme ini sebagai
contextualized journalism, dikarenakan kemampuannya dalam menggabungkan kemampuan
multimedia digital, interaksi online, dan tata rupa fiturnya.52
Perbedaan utama jurnalistik online dengan jurnalistik tradisional (cetak, radio, TV)
adalah kecepatan, kemudahan akses, bisa di-update dan dihapus kapan saja, dan interaksi
dengan pembaca atau pengguna (user).53
Dimensi online memiliki kekuasaan lain, pengelola ditantang untuk menciptakan
sarana yang lebih jauh dan lebih inovatif untuk mengirimkan berita. Biggs merujuk ucapan
perancang data ulung Edward Tufte, bahwa ―Dunia online bersifat kompleks, dinamis, dan
multidimendi, sementara surat kabar bersifat statis dan datar. Media internet membuka
perluasan informasi berdasarkan jaringan yang multidimensi.54
5.2. Media dalam Mengkonstruksi Realitas
Pekerjaan media pada hakikatnya adalah mengkonstruksikan realitas. Isi media adalah
hasil para pekerja media mengkonstruksikan berbagai realitas yang dipilihnya, diantaranya
realitas politik. Disebabkan sifat dan faktanya bahwa pekerjaan media massa adalah
menceritakan peristiwa-peristiwa, maka seluruh isi media adalah realitas yang telah
dikonstruksikan (constructed reality). Pembuatan berita di media pada dasarnya tak lebih dari
penyusunan realitas-realitas hingga membentuk sebuah cerita (Tuchman, 1980).55
51 Ibid. h. 135. 52 Ibid. h. 97. 53 Romli, Asep Syamsul M. Jurnalistik Online. Panduan Praktis Mengelola. Media Online. (Bandung : Nuansa Cendikia. 2012). h. 14. 54 Septiawan Santana K. Op.Cit. h. 140 55 Sobur, Alex. Analisis Teks Media: Suara Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. (Bandung: Remaja Rosdakarya. 2006). h. 88
53
Media merupakan sarana yang tepat dalam menyampaikan sebuah pemberitaan. Akan
tetapi, keberadaannya tidak serta merta menghadirkan berita begitu saja sesuai fakta. Ada
beberapa bagian yang sebenarnya dikaburkan agar bagian yang diinginkan dapat menonjol dan
dapat mempengaruhi pemikiran masyarakat. Hal inilah yang disebut konstruksi realitas media.
Dalam mengkontruksi realitas, media secara sengaja atau tidak sedang membuat frame atau
bingkai tertentu terhadap berita tersebut agar terbentuk opini publik yang sesuai dengan
keinginan media itu sendiri. Dalam hal ini media bukanlah sekedar saluran bebas dan apa
adanya, ia juga subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangannya yang bias
dan pemihakannya akan hal tertentu. Oleh karena itu, media dipandang sebagai agen konstruksi
sosial yang mendefinisikan realitas. Berita yang selama ini disajikan bukan hanya
menggambarkan realitas dan bukan hanya menunjukan pendapat sumber berita, tetapi juga
konstruksi yang dibuat oleh media itu sendiri.
Istilah konstruksi sosial atau realitas (Social Construction of Relity), menjadi terkenal
sejak diperkenalkan oleh Peter. L Berger dari Thomas Luckmann melalui bukunya yang
berjudul, The Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociology of Knowledge
(1966).56 Dalam hal ini, mereka berusaha menggambarkan bagaimana proses sosial dilakukan
melalui tindakan dan interaksinya, dimana individu secara berkelanjutan membentuk suatu
realitas yang dimiliki atau pun yang dialami bersama secara spesifik. Oleh sebab itu, realitas
tidak dibentuk secara alamiah melainkan dibentuk dengan sengaja dan dikonstruksi. Inilah yang
saat ini terjadi pada media massa baik cetak maupun elektronik. Dengan kata lain media telah
memberikan informasi kepada masyarakat dengan mengaburkan beberapa hal bukan terjadi
begitu saja. Tetapi secara sengaja dibingkai sesuai dengan tujuan dari media tersebut. Oleh
karena itu, pemberitaan yang ada saat ini bisa dikatakan hasil dari konstruksi yang dilakukan
oleh media.
Berger dan Luckman memulai penjelasan realitas sosial dengan memisahkan
pemahaman kenyataan dan pengetahuan. Mereka mengartikan realitas sebagai kualitas yang
terdapat di dalam realitas-realitas, yang diakui memiliki keberadaan (being) yang tidak
bergantung kepada kehendak kita sendiri. Sementara, pengetahuan didefinisikan sebagai
kepastian bahwa realitas-realitas itu nyata (real) dan memiliki karakteristik secara spesifik. 57
56 Tamburaka, Apriadi. Agenda Setting Media. Massa. (Jakarta. : Rajawali Pers. 2012). h. 75 57 Sobur, Alex. Op.Cit. h. 91
54
Berger dan Luckmann juga memaparkan bahwa realitas sosial dikonstruksi melalui tiga
proses yaitu eksternalisasi, objektivasi dan dan internalisasi. Konstruksi realitas sosial dalam
pandangan mereka tidak serta merta langsung diolah dalam ruang hampa, namun sarat dengan
kepentingan-kepentingan tertentu. Eksternalisasi (penyesuaian diri) dengan dunia sosiokultural
sebagai produk manusia. Objektivasi yaitu interaksi sosial yang terjadi dalam dunia
intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami proses institusionalisasi. Internalisasi, yaitu
proses yang mana individu mengidentifikasi dirinya dengan lembaga-lembaga sosial atau
organisasi tempat individu menjadi anggotanya.
Selain itu, proses yang telah dijelaskan tidak begitu saja terjadi secara tiba- tiba
melainkan harus melalui beberapa tahap. Prinsip dasar konstruksi realitas media massa dari
National Association for Media Literacy Education (2007)58 adalah sebagai berikut:
a) Semua pesan media dibangun.
b) Setiap media memiliki karakteristik, kekuatan, dan keunikan membangun bahasa yang
berbeda.
c) Pesan media diproduksi untuk satu tujuan.
d) Semua pesan media berisi penanaman nilai dan tujuan yang ingin dicapai.
e) Manusia menggunakan kemampuan, keyakinan, dan pengalaman mereka untuk
membangun sendiri arti pesan media.
f) Media dan pesan media dapat mempengaruhi keyakinan, sikap, nilai, perilaku dan
proses demokrasi.
Terdapat dua faktor penekanan karakteristik penting pada pembuatan konstruksi
realitas. Pertama, pendekatan konstruksionis menekankan bagaimana pemaknaan atas sebuah
peristiwa dan bagaimana seseorang membuat gambaran tentang realitas peristiwa tersebut.
Makna bukanlah sesuatu yang absolute yang ditemukan dalam suatu pesan. Tetapi melainkan
suatu proses aktif yang ditafsirkan seseorang dalam suatu pesan. Kedua, pendekatan
konstruksionis memandang kegiatan konstruksi sebagai proses yang terus menerus dan
dinamis.
Disisi lain, pada dasarnya media menyusun realitas dari berbagai peristiwa yang terjadi
hingga menjadi cerita atau informasi yang bermakna bagi masyarakat. Media bertugas dalam
58 Ibid. h. 91
55
mendefinisikan bagaimana sebuah realitas seharusnya dipahami dan bagaimana realitas itu
dijelaskan dengan cara tertentu kepada khalayak. Akan tetapi, pada kenyataannya isi dari
sebuah pemberitaan pada media adalah hasil konstruksi realitas dengan bahasa sebagai
perangkat atau alat dasarnya. Dalam proses konstruksi realitas, bahasa adalah unsur utama dan
merupakan instrument pokok dalam menceritakan realitas. Hal tersebut karena melalui bahasa
yang tepat seseorang dapat diatur pola pikirnya oleh media.
Bahasa menurut Berger dan Luckmann menjadi tempat penyimpanan kumpulan besar
endapan-endapan kolektef yang bisa diperoleh secara monoterik, artinya sebagai keseluruhan
yang kohesif dan tanpa merekonstruksikan lagi proses pembentukannya semula (Bungin, 2010:
86). Dalam konteks media massa, keberadaan bahasa tidak lagi dijadikan sebagai alat semata
untuk menggambarkan sebuah realitas melainkan bisa menentukan gambaran atau makna citra
mengenai suatu realitas media yang akan muncul di benak khalayak. Oleh karena persoalan
makna itulah, maka penggunaan bahasa berpengaruh terhadap konstruksi realitas, terlebih atas
informasi yang dihasilkan dari konstruksi tersebut. Penggunaan bahasa tertentu dapat
berimplikasi pada bentuk konstruksi realitas dan makna yang dikandung dari sebuah
pemberitaan. Pilihan kata dan cara penyajian suatu realitas ikut menentukan struktur konstruksi
realitas dan makna yang muncul darinya. Pemberitaan didalam media massa tidak selalu
bersifat objektif. Sebab masing- masing media mempunyai kebijakan tersendiri dalam
penyajian isi beritanya.
Kebijakan-kebijakan tersebut terjadi pada saat proses produksi berita. Hal ini sering
dikaitkan dengan proses pembentukan berita di newsroom. Dalam hal ini, newsroom bukanlah
ruang yang netral tanpa adanya kepentingan-kepentingan tertentu. Seperti yang diungkap
Sudibyo (2006:293) bahwa newsroom dipandang bukan sebagai ruang yang hampa, netral, dan
seakan-akan hanya menyalurkan informasi yang didapat, tak lebih dan tak kurang. Akan tetapi,
proses pembentukan berita adalah proses yang rumit karena ada banyak faktor yang berpotensi
untuk mempengaruhinya. Oleh karena itu, dalam proses pembentukan berita sangat mustahil
media bersikap objektif dan menceritakan apa adanya.
Dengan adanya penjelasan-penjelasan yang sudah dipaparkan, maka dapat dipastikan
bahwa keberadaan media memang merupakan alat untuk mengkonstruksi sebuah realitas. Hal
ini disebabkan oleh banyak faktor, seperti faktor politik, orientasi keuntungan, dan lain-lain.
56
Oleh karena itu, pemberitaan dengan tema yang sama belum tentu akan tersaji sama oleh tiap
media tergantung bagaimana manajemen media itu sendiri.
5.3. Latar Belakang Media Dalam Memproduksi Berita
Berita yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh masyarakat bukan tidak mungkin
telah mengalami proses konstruksi. Hal tersebut karena banyak faktor yang memungkinkan
media untuk mengatur seperti apa berita yang akan disajikan kepada masayarakat. Faktor-
faktor tersebut bisa berasal dari dalam atau luar media.
Inilah yang juga diungkapkan oleh Shoemaker dan Reese (1996) dalam Teori hirarki
pengaruh isi media (Theories of influences on Mass Media Content) diperkenalkan oleh
Pamela J Shoemaker dan Stephen D. Reese. Asumsi dari teori hirarki pengaruh isi media adalah
bagaimana isi pesan media yang disampaikan kepada khalayak adalah hasil pengaruh dari
kebijakan internal organisasi media dan pengaruh dari eksternal media itu sendiri. Pengaruh
internal pada konten media sebenarnya berhubungan dengan kepentingan dari pemilik media,
individu wartawan sebagai pencari berita, rutinitas organisasi media. Sedangkan faktor
eksternal yang berpengaruh pada konten media berhubungan dengan para pengiklan,
pemerintah masyarakat dan faktor eksternal lainnya.
Stephen D. Reese mengemukakan bahwa isi pesan media atau agenda media
merupakan hasil tekanan yang berasal dari dalam dan luar organisasi media. Dengan kata lain,
isi atau konten media merupakan kombinasi dari program internal, keputusan manajerial dan
editorial, serta pengaruh eksternal yang berasal dari sumber-sumber nonmedia, seperti
individu-individu berpengaruh secara sosial, pejabat pemerintah, pemasang iklan dan
sebagainya.
5.4. Organisasi Media Sebagai Pengambil Kebijakan Dalam Mengkonstruksi Berita
Pada bagian ini organisasi media yang dimaksud adalah berbagai hal yang meliputi
struktur manajemen media dengan segala kebijakan yang dilakukan. Oleh karena itu, pengaruh
yang diberikan kepada sebuah pemberitaan lebih kuat daripada faktor sebelumnya. Hal tersebut
karena kebijakan bagaimana berita dikemas tergantung pada bagimana organisasi media
tersebut menanggapi realitas yang ada. Organisasi media itu sendiri terdiri dari banyak individu
yang pastinya memiliki kepentingan masing-masing. Seperti yang telah diungkapkan oleh
57
Shoemaker dan Reese (1996) bahwa rutinitas kerja media membentuk dengan segera konteks
untuk individual pekerja, mengingat organisasi terdiri dari banyak bagian dan setiap bagiannya
mempunyai rutinitas sendiri. Karena adanya kepentingan masing-masing tersebut, bagian-
bagian yang ada pada media tak selalu berjalan beriringan. Mereka memiliki target masing-
masing yang ingin dicapai. Selain itu, setiap individu juga pastinya memiliki strategi yang
berbeda untuk mewujudkan target tersebut. contohnya saja, bagian pemasaran menginginkan
berita yang bombastis saja yang ditonjolkan karena pada kenyataannya memang lebih diminati
oleh masyarakat, tapi bagian redaksi menginkan berita politik saja yang ditonjolkan. Akan
tetapi, bagian-bagaian tersebutlah yang pada akhirnya mempengaruhi sikap wartawan dalam
menyajikan berita.
Dengan pemaparan di atas maka dapat dikatakan bahwa organisasi media, dalam hal
ini manajemen keredaksian yang menentukan bagaimana wartawan harus turut serta dalam
penyajian berita yang dikonstruksi. Inilah yang disebut kebijakan redaksi dalam
mengkonstruksi berita. Kebijakan tersebut tak dapat dilepaskan dengan tujuan yang sebenarnya
ingin dicapai oleh media. Keinginan itu pun bermacam-macam yaitu profit, mempertahankan
ideologi serta filosofi media dan lain sebagainya. Hal tersebut yang akhirnya menentukan
kebijakan seperti apa yang digunakan dalam menyajikan berita. Secara otomatis fakta yang ada
tidak lagi diceritakan apa adanya tetapi dikonstruksi sedemikian rupa.
Peta ideologi juga berguna untuk menggambarkan bagaimana sebuah peristiwa
dicermati dan diletakkan dalam tempat-tempat tertentu. Ideologi yang dimaksud tidaklah selalu
harus dikaitkan dengan ide-ide besar, tetapi bisa juga bermakna politik, sosial atau pun bisa
berwujud sebuah penandaan atau pemaknaan. Dengan kata lain, bagaimana seseorang melihat
peristiwa dengan kacamata dan pandangan tertentu, berarti dalam arti luas adalah sebuah
ideologi. Hal tersebut karena dalam proses melihat dan menandakan peristiwa tersebut
seseorang menggunakan pola pikir dan titik melihat tertentu.
5.5. Framing Sebagai Cara untuk Mengurai Makna Di Balik Berita
Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955.
Mulanya frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang
mengorganisir pandangan politik, kebijakan dan wacana serta yang menyediakan kategori-
kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Tetapi akhir-akhir ini, konsep framing telah
58
digunakan secara luas dalam literatur ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses
penyeleksian dan penyorotan aspek- aspek khusus sebuah realita oleh media.59
Analisis framing bukan hanya berkaitan dengan individual pekerja media. Akan tetapi,
pembingkaian berhubungan dengan proses produksi berita, kerangka kerja dan rutinitas
organisasi media. Wartawan hidup dan bekerja dalam satu institusi yang mempunyai pola
kerja, kebiasaan, aturan, norma, etika, dan rutinitas tersendiri disetiap media. Semua elemen
produksi berita tersebut mempengaruhi bagaimana peristiwa dipahami, sehingga tiap berita
yang disajikan akan berbeda meskipun adalah berita yang sama. Menurut Fishaman)60, ada dua
kecendrungan studi bagaimana proses berita dilihat. Pandangan pertama sering disebut sebagai
pandangan seleksi berita (selectivity of news). Dalam bentuknya yang umum pandangan ini
sering kali disebut teori gatekeeper.
Intinya proses produksi berita adalah proses seleksi dari wartawan di lapangan yang
akan memilih mana yang penting mana yang tidak, peristiwa yang diberitakan dan mana yang
tidak. Setelah berita itu masuk ketangan redaktur akan diseleksi lagi dan akan disunting dengan
menekankan bagaimana yang perlu dikurangi dan bagaimana yang perlu ditambah. Pandangan
ini mengandaikan seolah-olah ada realitas yang benar-benar riil yang ada diluar diri wartawan.
Realitas ini yang akan diseleksi oleh wartawan untuk kemudian dibentuk dalam sebuah berita.
Pedekatan kedua adalah pendekatan pembentukan berita. Dalam perspektif ini,
peristiwa itu bukan diseleksi, melainkan sebaliknya. Wartawanlah yang membentuk peristiwa
mana yang akan dijadikan berita mana yang tidak. Peristiwa dan realitas bukanlah diseleksi,
melainkan dibelokkan atau dikreasi oleh. media melalui wartawan. Hal ini juga yang
diungkapkan oleh Eriyanto (2002: 101) bahwa berita dihasilkan dari pengetahuan dan pikiran,
bukan karena ada objektif yang berada diluar wartawan tersebut. Oleh karena itu, berita yang
dikonsumsi oleh masyarakat hingga saat ini dapat dikatakan bukan informasi yang berdasarkan
objektifitas media dalam menyajikannya melainkan proses pembentukan sedemikian rupa
sehingga masyarakat berpikir sama seperti apa yang dikehendaki media.61 Peneliti dapat
menarik kesimpulan bahwa inti dari framing adalah pendekatan untuk mengetahui atau melihat
bagaimana cara pandang media dalam melakukan seleksi isu dan gagasan dari pembuat berita.
59 Sobur, Alex. Analisis Teks Media: Suara Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. (Bandung: Remaja Rosdakarya. 2006). h. 161 60 Eriyanto.Analisis Framing : Konstruksi, ideology, dan Politik Media. (Yogyakarta: LkiS. 2002) h. 100 61 Ibid. h. 101
59
Entman melihat framing dalam dua dimensi besar: seleksi isu dan penekanan atau
penonjolan aspek - aspek realitas. Kedua faktor ini dapat lebih mempertajam framing berita
melalui proses seleksi isu yang layak ditampilkan dan penekanan isi beritanya. Perspektif
wartwanlah yang akan menentukan fakta yang dipilihnya, ditonjolkannya, dan dibuangnya.
Dibalik semua ini, pengambilan keputusan mengenai sisi mana yang ditonjolkan tentu
melibatkan nilai dan ideologi para wartawan yang terlibat dalam produksi sebuah berita.62
Lanjut menurut Eryanto ada dua aspek dalam Framing yang harus diketahui. Pertama,
memilih fakta/ realitas. Proses memilih fakta didasarkan pada asumsi, wartawan tidak melihat
peristiwa tanpa perspektif. Dalam memilih fakta selalu terkandung dua kemungkinan: apa yang
dipilih (included) dan apa yang dibuang (exluded) Penekanan aspek tertentu dilakukan dengan
memilih angle tertentu, memilih fakta tertentu, dan melupakan fakta lain. Kedua, menuliskan
fakta. Proses ini berhubungan dengan bagaimana fakta yang dipilih disajikan kepada khalayak.
Cara pandang tersebut yang akan menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang
ditonjolkan dan dihubungkan, dan hendak dibawa kemana berita tersebut.63
Tetapi secara umum, Konsep framing dalam studi media banyak mendapat pengaruh
dari dua tradisi yaitu psikologi dan sosiologi. Pendekatan psikologi terutama melihat
bagaimana pengaruh kognisi seseorang dalam membentuk skema tentang diri, sesuatu atau
gagasan tertentu. Individu berusaha menarik kesimpulan dari sejumlah besar informasi yang
dapat ditangkap oleh panca indera sebagai dasar hubungan sebab akibat. Atribusi tersebut
dipengaruhi baik oleh faktor personal maupun pengaruh lingkungan eksternal.
Sementara dari sosiologi, konsep framing dipengaruhi oleh pemikiran Erving Goffman.
Menurut Goffman, manusia pada dasarnya secara aktif mengklasifikasikan dan
mengkategorisasikan pengalaman hidup ini agar mempunyai arti atau makna. Setiap tindakan
manusia pada dasarnya mempunyai arti, dan manusia berusaha member penafsiran atas prilaku
tersebut agar bermakna dan berarti. Sebagai akibatnya, tindakan manusia sangat tergantung
pada frame atau skema interpretasi dari seseorang. 64
62 Ibid. h. 412 63 Ibid. h. 413 64 Ibid. h. 71
60
DAFTAR PUSTAKA
A.S. Haris Sumandiria. Jurnalistik Indonesia (Simbiosa Rekatama Media,2005) hal 6-10
Aghna R. S Adzkia. __ . Praktik Multimedia dalam jurnalisme online di Indonesia. Jurnal Komunikasi.
Aprilani. 2017. Problem Etis Jurnalisme Online Di Indonesia. Kediri: STAIN Kediri. Jurnal Nomosleca, volume 03, Nomor 01, April 2017.
Aryusmar. 2011. Karakteristik Bahasa Jurnalistik dan Penerapannya pada Media Cetak. Vol.2 No.21 Azwar. 2018. 4 Pilar Junalistik Pengetahuan Dasar Belajar Jurnalistik. Jakarta: Prenadamedia Group.
Assegaf. 1982. Jurnalistik Masa Kini Pengantar ke Prakter Kewartaan. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Atar, M. 2010. Teknik Penulisan Berita, Features, dan Artikel, Bandung: Nuansa.
Azwar. 2018. 4 Pilar Junalistik Pengetahuan Dasar Belajar Jurnalistik. Jakarta: Prenadamedia Group.
Badjuri, A. 2010. Jurnalistik Televisi. Yogjakarta: Graha Ilmu
Barus, S.W. 2010. Jurnalistik Petunjuk Teknis Menulis Berita. Penerbit Erlangga.
Bland, M., Alison Theaker., dkk. __ . Hubungan Media Yang Efektif. Jakarta, Erlangga
Efendi, E. 2017. Jurnalistik Praktis Kontemporer. Depok: Prenadamedia Group.
Effendi, O.U. 2011. Ilmu Komunikasi Teori Dan Praktek, Jakarta: Kencana.
Eriyanto. 2002. Analisis Framing : Konstruksi, ideology, dan Politik Media. Yogyakarta: LkiS.
Ermanto. 2005. Wawasan Jurnalistik Praktis. Yogyakarta: Cinta Pena.
Erwan dan Rasyid, A. 2017. Jurnalistik Praktik Kontemporer. Cimanggis: Prenadamedia Group.
Fachruddin, A. 2017. Dasar–dasar Produksi Televisi. Jakarta: Prenadamedia Group
Gawi, G., Aminulloh, A., Yasak. E.M. 2017. ”Penerapan kode etik jurnalistik”, JISIP: Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. vol .6. No. 1. 2017.
Hadi, I.P. 2009. Perkembangan Teknologi Komunikasi Dalam Era Jurnalistik Moder”. Vol. 3 No. 1.
61
Hadi, N. M. 2015. Tingkat Kepatutan Berbahasa Jurnalistik pada Jurnalisme Online. Jurnal Ilmiah Komunikasi. Vol. 4 No. 2, Desember 2015.
Hadiono, A.F. 2017. Jurnalistik Dan Minat Mahasiswa. Vol. 9.No. 1.
Hamna, D. M. 2017. Eksistensi Jurnalisme Di Era Media Sosial. Makassar: Universitas Muhammadiyah Makassar. Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 03, nomor 01.
Harahap, A. S. 2006. Jurnalistik Televisi. Jakarta, PT Macanan Jaya Cemerlang.
https://www.komunikasipraktis.com/2015/10/pengertian-feature-tulisan-jurnalistik.html
Ibrahim, I.S. 2009. Kecerdasan Komunikasi Seni Berkomunikasi Kepada Publik. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Ishwara, L. 2005. Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Ishwara, L. 2011. Jurnalisme Dasar. Jakarta: Kompas.
James, C. S. 2005. Online Journalism. Principles and Practices of News for The Web. Holcomb Hathaway Publisher.
Jelantik, AAK. 2017. Aktivis Jurnalistik Sekolah. Yogyakarta:CV Budi Utama
Judith, C. 2013. “Akurasi Berita dalam Jurnalisme Online”. Jurnal Pekomnas. Vol. 6 No.3, Desember 2013.
Juwito. 2008. Jurnal Menulis Berita Dan Feature. Uneas University Press.
Kriyantono, R. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana.
Kusumaningrat, H dan Kusumaningrat, P. 2006. Jurnalistik teori dan praktik. PT. Remaja Rosdakarya.
Loisa, R., Susanto, E.H., Junaidi, A S. __. Jurnalisme Media Siber.
Luwi, I. 2005. Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar, Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Luwi, I. 2011. Jurnalisme Dasar. Jakarta: Kompas.
McQuail, D. 2011. Teori komunikasi massa. Jakarta: Salemba Humanika.
Morissan. 2010. Jurnalistik Televisi Mutakhir. Jakarta: Kencana.
Murniah. 2017. Kesalahan Bahasa Jurnalistik Seputar Indonesia. Jakarta.
Nasution, Z. 2015. Etika Jurnalisme Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Nuruddin. __ . Jurnalisme Masa kini.
62
Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Nurudin. 2009. Jurnalisme Masa Kini. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Olii, H. 2007. Berita Dan Informasi. PT Macanan Jaya Cemerlang.
Olivia, P. L. 2014. Jurnal Kode Etik Dikalangan Jurnalis, Volume 11 Nomor 1, Yogyakarta: UGM.
Oramahi, H.A. 2012. Jurnalistik Radio Kiat Menulis Berita Radio. Penerbit Erlangga.
Pramesti, O.L. 2014. Kode Etik Dikalangan Jurnalis, Volume 11 Nomor 1. Yogyakarta: UGM.
Rahardi, K. 2011. Bahasa Jurnalistik. Bogor: Ghalia Indonesia.
Rivers, W.L. 2008. Media massa dan Masyarakat Modern. Jakarta, PT Kencana.
Romli, A. S. M. 2012. Jurnalistik Online: Panduan Mengelola Media Online. Bandung. Nuansa Cendikia.
Saragih, Y. M. 2005. Diktat Jurnalistik. Medan: IAIN Sumatera Utara
Saragih, Y. M. 2009. Diktat Jurnalistik, Medan: IAIN Sumatera Utara
Sastro, Y dan Sudrajat, E. 2016. Modul 1 (Teknik Mencari dan Menulis Berita). Universitas Terbuka, Jakarta.
Septiawan, S. K. 2005. Jurnalisme Kontemporer. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Setiani, E. 2005. Ragam Jurnalistik Baru dalam Pemberitaan. Yogyakarta: Andi Offset.
Sobur, A. 2006. Analisis Teks Media: Suara Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sumandiria, A.S. H. 2005. Jurnalistik Indonesia. Simbiosa Rekatama Media.
Suryawati, I. 2011. Jurnalistik Suatu Pengantar. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Syamsul, M.R.A. 2012. Jurnalistik Online: Panduan Mengelola Media Online. Bandung. Nuansa Cendikia.
Syarifudin, Y. 2010. Jurnalistik Terapan, Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan.
Tamburaka, A. 2012. Agenda Setting Media. Massa. Jakarta. : Rajawali Pers.
Yadi, S. Modul 1: Teknik Mencari dan Menulis Berita. SKOM4330
Yunus, S. 2010. Juenalistik Terapan. Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan.