Post on 23-Feb-2020
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HUBUNGAN ANTARA PENERAPAN POLA ASUH OTORITER
ORANG TUA DENGAN DISTRES PADA REMAJA
DI SMA N 1 MUNTILAN
SKRIPSI
Dalam rangka penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat guna memperoleh
gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata I Psikologi
Pembimbing I : Dra. Salmah Lilik, Msi.
Pembimbing II : Rin Widya Agustin, M.Psi.
Disusun Oleh:
MIFTAKHUL FAIZAH
G0106066
PRODI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERNYATAAN KEASLIAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Jika terdapat hal-hal yang
tidak sesuai dengan isi pernyataan ini, maka saya bersedia derajat kesarjanaan saya
dicabut.
Surakarta, 4 April 2011
Miftakhul Faizah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
MOTTO
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang
bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras,
dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
(Qs. At Tahrim ayat 6)
Parenting is a very important professions, but no test of fitness for it is imposed in the
interest of children.
(George Bernard Shaw, Everybody’s Political About What, 1944)
It is not enough for parents to understand children. They must accord children the
previlege of understanding them.
(Milton Sapirstein, Paradoxes of Everyday Life, 1955)
Orang tua yang baik adalah orang tua yang memperlakukan anak secara bijaksana dan
mampu mengantarkan anak pada jalan yang baik.
(Penulis)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
UCAPAN TERIMA KASIH DAN PENGHARGAAN
Seiring dengan doa dan rasa syukur serta ridho ALLAH
SWT, skripsi ini penulis persembahkan kepada:
1. Bpk. Akhmad Syukri dan Ibu Siti Nafsiyah selaku orang tua
yang selalu mencurahkan perhatian, dukungan, kasih sayang,
rasa cinta, pengorbanan serta doa yang tulus tiada hentinya.
2. Kakak-kakakku yang selalu memberikan perhatian, dukungan
serta arahan-arahannya dalam setiap langkahnya.
3. Guru-guruku yang selalu memberikan ilmu dan pelajaran yang
tiada tara.
4. Almamaterku tercinta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat,
nikmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi sebagai syarat
untuk mendapatkan gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata 1 Psikologi.
Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW
beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya yang setia.
Penulis menyadari bahwa skripsi dengan judul “Hubungan antara Penerapan Pola
Asuh Otoriter Orang Tua dengan Distres pada Remaja di SMA N 1 Muntilan” dapat
diselesaikan karena tidak terlepas dari bimbingan, arahan, bantuan, dorongan dan
semangat, serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis dengan penuh
penghargaan dan kerendahan hati mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. A.A. Subiyanto, dr. M.S selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Drs. Hardjono, M.Si selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ibu Dra. Salmah Lilik, M.Si selaku dosen pembimbing utama yang telah bersedia
meluangkan waktu disela-sela kesibukannya untuk memberikan bimbingan,
pengarahan, dan saran dengan penuh kesabaran.
4. Ibu Rin Widya Agustin, M.Psi selaku dosen pembimbing pendamping yang telah
meluangkan waktu untuk mendampingi penulis dalam memperbaiki kekurangan-
kekurangan dalam penyusunan skripsi ini dengan penuh kesabaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5. Ibu Dra. Makmuroch, M.S. selaku dosen penguji utama yang telah bersedia
menguji dan mengarahkan penulis.
6. Bapak Nugraha Arif Karyanta, S.Psi. selaku penguji pendamping yang telah
bersedia menguji dan mengarahkan penulis.
7. Seluruh dosen dan staf Program Studi Psikologi yang telah banyak memberikan
ilmu, motivasi serta pengalaman yang sangat berarti selama kuliah.
8. Bapak Drs. Asep Sukendar, M.Pd, selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Muntilan
beserta staf pengajar dan TU yang telah mengijinkan penulis mengadakan
penelitian di sekolah yang Bapak bina.
9. Bapak Suraji, S.Pd selaku Wakasek Kesiswaan yang telah memberikan bimbingan
pada penulis selama penelitian berlangsung khususnya dalam mengatur jadwal
penelitian.
10. Ibu Sri Mulyani, S.Pd selaku Humas SMA N 1 Muntilan yang telah memberikan
informasi dalam melakukan ijin penelitian serta meluangkan waktu dalam
menceritakan sejarah berdirinya SMA N 1 Muntilan.
11. Siswa-siswi SMA N 1 Muntilan atas bantuan dan kerja samanya dalam
berpartisipasi menjadi sampel penelitian.
12. Ayah dan Ibu tercinta yang telah mencurahkan perhatian, dukungan, kasih sayang,
rasa cinta, pengorbanan serta doa yang tulus tiada hentinya hingga terselesaikannya
penyusunan skripsi.
13. Kakak-kakakku yang selalu memberikan perhatian, dukungan, semangat, arahan
serta kasih sayang dan do’a yang tiada hentinya hingga terselesaikannya
penyusunan sripsi.
14. Sahabat-sahabatku tercinta, Ari (nyut-nyut), Rindang (nyut), Ratih (ndut) dan Icha
(Chiwek) yang bersedia dalam berbagi canda tawa dan lara sedih dalam setiap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
permasalahan yang penulis alami. Terima kasih juga atas bantuan, semangat serta
masukan-masukan yang telah diberikan hingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Jangan sampai persahatan kita terlepas dan tetap ikhtiar menjalani hidup ini.
15. Teman-teman seperjuangan (Vina, Ulva, Fadillah, Mahardika, Chandra, arfi) yang
selalu memberikan bantuannya hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini.
16. Seluruh mahasiswa Psikologi khususnya angkatan 2006 atas semua bantuan yang
diberikan, dorongan, serta do’a untuk kelancaran dalam penyusunan skripsi ini.
17. Ibu Soelandjari Soeharto selaku ibu kos selama 4 tahun yang selalu memberi
wejangan-wejangan serta do’a dan arahan-arahan terhadap setiap tindakan yang
penulis lakukan.
18. Adik-adik kos Ria, yang selalu memberikan perhatian dalam sakit ataupun sehat,
bersedia mendengarkan keluhan-keluhan yang dirasakan penulis serta selalu
memberikan canda tawa dalam setiap langkah hidup yang penulis lalui selama
tinggal.
19. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam terselesaikannya skripsi ini.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, dengan tangan terbuka,
penulis menerima segala kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat, baik bagi penulis sendiri maupun pembaca pada umumnya.
Surakarta, 4 April 2011
Miftakhul Faizah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HUBUNGAN ANTARA PENERAPAN POLA ASUH OTORITER
ORANG TUA DENGAN DISTRES PADA REMAJA
DI SMA N 1 MUNTILAN
Miftakhul Faizah
Universitas Sebelas Maret Surakarta
ABSTRAK
Berbagai permasalahan yang dialami remaja dari waktu ke waktu
sangatlah komplek dan beraneka ragam, tentu saja dengan sumber permasalahan
yang berbeda-beda pula. Permasalahan tersebut diantaranya meliputi perilaku
merokok, penyalahgunaan obat terlarang, seks bebas, AIDS bahkan bunuh diri.
Fenomena dari berbagai bentuk permasalahan remaja di atas merupakan
manifestasi dari stres yang dialami oleh remaja. Stres merupakan kondisi sebagai
hasil interaksi individu dan lingkungan, di mana individu merasakan pertentangan
antara tuntutan situasi dan sumber biologis, psikologis, dan sistem sosial. Kondisi
ketertekanan yang semakin menumpuk akan membawa remaja pada kondisi stres.
Stres yang tidak dapat diatasi memunculkan distres dalam diri remaja. Ada
banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya distres yang meliputi faktor fisik,
faktor lingkungan, faktor emosi dan kepribadian, serta faktor sosiokultural. Pola
pengasuhan orang tua merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi distres
dalam diri remaja.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penerapan pola
asuh otoriter orang tua dengan distres pada remaja di SMA N 1 Muntilan.
Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan positif yang signifikan antara
penerapan pola asuh otoriter orang tua dengan distres pada remaja di SMA N 1
Muntilan.
Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA N 1 Muntilan.
Sampel dalam penelitian ini sebanyak 59 siswa. Teknik pengambilan sampel
menggunakan teknik purposive sampling. Data penelitian ini diperoleh dengan
menggunakan Skala Penerapan Pola Asuh Otoriter Orang Tua dan Kuesioner
Distres dengan modifikasi dari Goldberg. Skala Penerapan Pola Asuh Otoriter
Orang Tua terdiri dari 49 aitem valid dengan koefisien reliabilitas 0,922.
Kuesioner Distres terdiri dari 47 aitem valid dengan koefisien reliabilitas 0,895.
Analisis data menggunakan teknik analisis Koefisien Kontingensi
(Contingency Coefficient) yang dalam penghitungannya menggunakan analisis
Chi-Square, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,659, p-value sebesar 0,011 <
0,05 dan X2hitung lebih besar dari X
2tabel (45,187 > 38,885). Hal ini berarti ada
hubungan positif yang signifikan antara penerapan pola asuh otoriter orang tua
dengan distres pada remaja di SMA N 1 Muntilan.
Kata Kunci: Penerapan Pola Asuh Otoriter Orang tua, Distres.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
CORRELATION BETWEEN APPLICATION OF AUTHORITARIAN
PARENTING STYLE PATTERNWITH
ADOLESCENTS DISTRESS
IN SMA N 1 MUNTILAN
Miftakhul Faizah
Sebelas Maret University in Surakarta
ABSTRACT
The various problem of adolescents in over times are complicated and diverse,
and source of these problems also various. This problems include of smoke behavior,
addictive abuse, free sex and even suicide. The phenomenon of various forms of
adolescent problems mentioned above is a manifestation of stress experienced in
adolescents. Stress is a condition as a result from interaction between person and
environment, which is the person feeling disperancy between the demands of a situation
and biological, psychological, and social system resources. Pressures condition that
become congest will carry on adolescent to stress condition. Stressful that can not be
coped will cause adolescent distress. There are many factors that influence distress,
consists of physical factors, emotional and personality factors and socio-cultural factors.
Parenting style is one of many factors that influence adolescent distress.
The goal of this research is to know the correlation between application of
authoritarian parenting style pattern with adolescents distress in SMA N 1 Muntilan.
Hypothesis of the research is there was positive significant correlation between
application of authoritarian parenting style pattern with adolescents distress in SMA N 1
Muntilan.
The subject of this research are all of students first grade in SMA N 1 Muntilan.
The samples of this research as many as 59 students. This research use purposive
sampling. Application of authoritarian parenting style pattern scale and modification of
distress questionnaire by Goldberg were used to collect the data. Application of
authoritarian parenting style pattern scale had obtained 49 valid items with 0,922
reliability coefficient. Distress questionnaire had obtained 47 valid items with 0,895
reliability coefficient.
Contingency Coefficient analysis technique that use Chi-Square analysis were
used to analize the data, resulting 0,659 as the correlation coefficient value, p-value were
result 0,011 < 0,05 and X2arithmetic > X
2table (45,187 > 38,885). Conclutions of this
research is there are positive significant correlation between application of authoritarian
parenting style pattern with adolescents distress in SMA N 1 Muntilan.
Keywords: application of authoritarian parenting style pattern, distress
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii
PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................. iv
MOTTO ................................................................................................................ v
UCAPAN TERIMA KASIH DAN PENGHARGAAN ..................................... vi
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
ABSTRAK ........................................................................................................... xi
ABSTRACT.......................................................................................................... xii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xvi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................ 8
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 8
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 8
1. Manfaat Teoritis............................................................................. 8
2. Manfaat Praktis .............................................................................. 8
BAB II LANDASAN TEORI
A. Distres .................................................................................................. 10
1. Pengertian Distres ........................................................................... 11
2. Gejala-gejala Distres....................................................................... 12
3. Sumber-sumber Distres................................................................... 16
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Distres pada Remaja ............... 21
B. Pola Asuh Otoriter ............................................................................... 22
1. Pengertian Pola asuh Otoriter ......................................................... 22
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Karakteristik Pola Asuh Otoriter Berdasarkan Aspek-aspek Pola
Asuh Orang Tua ................................................................................ 24
3. Pengaruh Pola Asuh Otoriter bagi Remaja ..................................... 28
C. Hubungan antara Penerapan Pola Asuh Otoriter Orang tua dengan
Distres pada Remaja ................................................................................ 30
D. Kerangka Pemikiran............................................................................. 34
E. Hipotesis .............................................................................................. 34
BAB III METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel............................................................................. 35
B. Definisi Operasional ............................................................................ 35
C. Populasi, Sampel dan Sampling........................................................... 37
D. Metode Pengumpulan Data.................................................................. 38
E. Validitas dan Realibilitas Alat Ukur .................................................... 43
F. Analisis Data........................................................................................ 45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian ............................................................................. 46
1. Orientasi Kancah Penelitian............................................................ 46
2. Persiapan Administrasi Penelitian .................................................. 49
3. Persiapan Alat Ukur........................................................................ 50
4. Pelaksanaan Uji Coba ..................................................................... 50
5. Uji Validitas dan Reliabilitas .......................................................... 51
6. Penyusunan Alat Ukur Penelitian ................................................... 55
B. Pelaksanaan Penelitian......................................................................... 56
1. Penentuan Sampel Penelitian.......................................................... 56
2. Penelitian ........................................................................................ 57
C. Hasil Analisis Data Penelitian ............................................................. 59
1. Uji Asumsi ...................................................................................... 59
2. Uji Hipotesis ................................................................................... 61
3. Analisis Deskriptif .......................................................................... 62
D. Pembahasan.......................................................................................... 66
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .......................................................................................... 70
B. Saran .................................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 73
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Penilaian Pernyataan Favorable dan Pernyataan Unfavorable
Untuk Kuesioner Distres dari Goldberg (1972) ................................ 38
Tabel 3.2 Penilaian Pernyataan Favorable dan Pernyataan Unfavorable
Untuk Skala Penerapan Pola Asuh Otoriter ...................................... 38
Tabel 3.3 Perbandingan Validitas GHQ-60 dengan Beberapa Skala Lain ........ 41
Tabel 3.4 Hasil Perbandingan Sencitivity dan Specifisity dari ke Empat Versi
GHQ pada Pasien Praktik Umum dan Pasien Tidak Rawat Inap ...... 41
Tabel 3.5 Blue Print Kuesioner Distres dari Goldberg (1972) .......................... 42
Tabel 3.6 Blue Print Skala Pola Asuh Otoriter ................................................. 43
Tabel 4.1 Distribusi Butir Aitem Valid dan Gugur pada Skala Penerapan Pola
Asuh Otoriter Orang Tua................................................................... 53
Tabel 4.2 Distribusi Butir Aitem Valid dan Gugur pada Kuesioner Distres ..... 54
Tabel 4.3 Distribusi Aitem Skala Penerapan Pola Asuh Otoriter Orang Tua ... 55
Tabel 4.4 Distribusi Aitem Kuesioner Distres................................................... 56
Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas One Sample Kolmogorov-Smirnov .................. 59
Tabel 4.6 Hasil Uji Linearitas ........................................................................... 60
Tabel 4.7 Hasil Uji Korelasi dengan Analisis Chi-Square ................................ 61
Tabel 4.8 Hasil Uji Korelasi dengan Analisis Contingency Coefficien............. 62
Tabel 4.9 Statistik Deskriptif............................................................................. 63
Tabel 4.10 Norma Kategori Skor Subjek ............................................................ 63
Tabel 4.11 Kriteria Kategori Skala Penerapan Pola Asuh Otoriter Orang Tua
dan Distribusi Skor Subjek................................................................ 64
Tabel 4.12 Kriteria Kategori Kuesioner Distres dan Distribusi Skor Subjek...... 65
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Model yang Menunjukkan Hubungan antara Pemindahan Hak,
Otoriter, dan Ketidakadilan dengan Kedudukan Sosial dan
Distres ............................................................................................. 21
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir Hubungan antara Penerapan Pola Asuh
Otoriter Orang Tua dengan Distres pada Remaja ........................... 34
Gambar 4.1 Diagram mengenai tingkatan distres pada remaja sebagai akibat
dari penerapan pola asuh otoriter orang tua. ................................... 67
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran ........................................................................................................ 77
Lampiran A Alat Ukur Penelitian Sebelum Uji Coba ................................... 78
1. Skala Penerapan Pola Asuh otoriter
2. Kuesioner Distres dari Goldberg (1972)
Lampiran B Sebaran Data Nilai Uji Coba Alat Ukur .................................... 90
1. Skala Penerapan Pola Asuh Otoriter Orang Tua
2. Kuesioner Distres
Lampiran C Validitas Alat Ukur.................................................................... 115
1. Skala Penerapan Pola Asuh Otoriter Orang Tua
2. Kuesioner Distres
Lampiran D Reliabilitas Alat Ukur ................................................................ 127
1. Skala Penerapan Pola Asuh Otoriter Orang Tua
2. Kuesioner Distres
Lampiran E Alat Ukur Penelitian .................................................................. 129
1. Skala Penerapan Pola Asuh Otoriter Orang Tua
2. Kuesioner Distres
Lampiran F Sebaran Nilai Data Penelitian .................................................... 139
1. Skala Penerapan Pola Asuh Otoriter Orang Tua
2. Kuesioner Distres
Lampiran G ................................................................................................... 164
1. Uji Normalitas
2. Uji Linearitas
3. Analisis Deskriptif
4. Uji Hipotesis
Lampiran H Surat Ijin Penelitian dan Surat Tanda Bukti Penelitian ............. 169
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada era globalisasi ini berbagai permasalahan yang dialami remaja
sangatlah komplek dan beraneka ragam, tentu saja dengan sumber permasalahan
yang berbeda-beda pula. Permasalahan remaja yang terjadi berupa masalah
penyesuaian sosial; masalah kenakalan remaja berupa tindakan pencurian,
kekerasan dan pemerkosaan; serta masalah penyesuaian perilaku seperti perilaku
seks bebas, perilaku merokok, mengkonsumsi narkoba bahkan masalah
kriminalitas dan bunuh diri. Berdasarkan data NSA (National Survey of
Adolescent) jumlah remaja SMA yang melakukan bunuh diri mengalami
peningkatan dari 7,3% pada tahun 1991 menjadi 8,4% pada tahun 2005.
Peningkatan tersebut menandai adanya peningkatan permasalahan remaja dari
generasi ke generasi sejalan dengan berkembangnya peradaban manusia.
Badan Narkotika Nasional (BNN) melaporkan jumlah kasus
penyalahgunaan Narkoba di Indonesia dari tahun 1998-2003 adalah 20.301
orang, di mana 70% diantaranya berusia antara 15-19 tahun. Mengutip makalah
ilmiah yang ditulis Widianti (2007), yaitu berdasarkan data yang dihimpun oleh
Departemen Kesehatan sampai Juni 2003 jumlah pengidap HIV atau AIDS atau
ODHA (Orang Yang Hidup Dengan HIV atau AIDS) di Indonesia adalah 3.647
orang terdiri dari pengidap HIV 2.559 dan penderita AIDS 1.088 orang. Dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
jumlah tersebut, kelompok usia 15-19 berjumlah 151 orang (4,14%), 19-24
berjumlah 930 orang (25,50%). Hal ini berarti bahwa jumlah terbanyak penderita
HIV atau AIDS adalah remaja dan orang muda.
Fenomena dari berbagai permasalahan yang dialami oleh remaja
merupakan manifestasi dari distres. Menurut Mirowsky & Catherine (2003)
distres mengacu masalah kepribadian seperti anti sosial atau saling bermusuhan,
kemunduran kecerdasan atau penyalahgunaan obat terlarang, bentuk manik atau
emosi yang tidak stabil, atau ketergantungan terhadap alkohol atau bahan kimia
lain. Gunarsa (1985) mengemukakan bahwa masa remaja merupakan masa
peralihan antara masa anak dan masa dewasa yakni antara 12 sampai 21 tahun.
Pada masa ini remaja mengalami berbagai macam perubahan-perubahan
karakteristik dalam diri remaja. Santrock (2002) mengemukakan bahwa
perubahan-perubahan pada remaja tersebut diantaranya adalah perubahan fisik
yang meliputi perubahan pubertas; perubahan kognitif yang meliputi
berkembangnya penalaran logis, meningkatnya pemikiran abstrak, idealistis,
maupun egosentris; perubahan sosioemosional meliputi kelekatan dengan orang
tua serta pencapaian otonomi; serta perubahan hubungan sosial remaja dalam
lingkungan sekolah, teman sebaya, maupun lingkungan sekolah.
Remaja menurut perkembangannya berada dalam kondisi yang labil baik
dalam fisik, psikis, emosi maupun perilakunya. Dalam kondisi demikian, remaja
mudah dipengaruhi sehingga mempunyai potensi yang besar terhadap berbagai
macam permasalahan seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Remaja dengan
karakteristik perkembangannya mengalami berbagai perubahan fisik dan mental
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mengarahkan pada kebutuhan remaja akan perlakuan khusus dari orang tua. Di
satu sisi, remaja membutuhkan kesempatan untuk belajar meraih otonomi,
mengatur diri sendiri, membuat keputusan dan bertanggung jawab terhadap
keputusan tersebut sehingga cenderung menolak intervensi dari pihak lain, dalam
hal ini orang tua. Di sisi lain, remaja juga membutuhkan perhatian, pengawasan,
serta bimbingan dari orang tua.
Sarafino (1998) mengungkapkan bahwa stres merupakan kondisi sebagai
hasil interaksi antara individu dan lingkungan, dimana individu merasakan
pertentangan antara tuntutan situasi dan sumber biologis, psikologis, dan sosial
yang dimiliki. Kondisi ketertekanan yang semakin menumpuk akan membawa
remaja pada kondisi stres. Maramis (2005) mengungkapkan bahwa tekanan
sehari-hari walaupun kecil, tetapi bila bertumpuk-tumpuk, dapat menjadi stres
yang hebat. Stres merupakan suatu kondisi psikologis dimana seseorang merasa
tertekan karena suatu persoalan yang dihadapinya (Koentjoro, 2007).
Hubungan antara orang tua dengan remaja terbangun melalui pola
pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua. Pola pengasuhan yang pada dasarnya
mempunyai tujuan yang baik bagi perkembangan anak-anak, sehingga menjadi
individu yang dewasa secara sosial (Santrock, 2002).
Sejalan dengan tahap-tahap perkembangan yang terjadi pada remaja
berpengaruh pula terhadap kebutuhan akan perubahan pola pengasuhan pada
orang tua. Orang tua merasa khawatir remaja mereka mengalami degradasi moral
dalam masa perkembangannya. Orang tua mulai memikirkan kemungkinan-
kemungkinan munculnya perilaku menyimpang pada perkembangan remaja,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sehingga orang tua semakin memperketat ruang gerak remaja. Orang tua semakin
meningkatkan sikap keras pada pola pengasuhannya dengan mengendalian
perilaku remaja secara ketat serta menekan remaja agar mengikuti aturan-aturan
sesuai standar orang tua (Santrock, 2002). Pilihan-pilihan dalam pengambilan
keputusan ditetapkan oleh orang tua dengan batasan-batasan dan aturan yang
mereka tetapkan sendiri bahkan tanpa memberikan penjelasan pada remaja.
Sikap orang tua yang demikian merupakan bentuk dari pola asuh otoriter.
Menurut Hurlock (2002), pola asuh yang otoriter memiliki ciri-ciri sikap ortu
kaku dan keras, menuntut anak untuk patuh pada semua perintah dan kehendak
orang tua, pengontrolan terhadap tingkah laku anak yang sangat ketat serta kurang
memberikan kepercayaan pada anak dan sering memberikan hukuman pada anak
ketika anak melakukan pelanggaran terhadap aturan yang telah ditetapkan.
Berlawanan dengan kebutuhan remaja, orang tua sering tidak memahami
perubahan yang terjadi sehingga tidak menyadari anak telah tumbuh menjadi
seorang remaja, remaja yang masih berada pada tahap belajar terhadap berbagai
perubahan serta peristiwa yang mereka alami. Perubahan-perubahan kognisi
dimana remaja mengalami perkembangan penalaran logis, peningkatan dalam
berpikir abstrak, idealistis, maupun egosentris mengarahkan dan dorongan remaja
untuk mendapatkan dan meraih otonomi (Santrock, 2002). Hukum Trotzalter
mengatakan bahwa pada masa-masa remaja terjadi perubahan mencolok dalam
dirinya baik aspek fisik maupun psikis sehingga menimbulkan reaksi emosional
dan perilaku radikal. Wujud nyata perilaku seringkali ditunjukkan dengan sikap
mampu berdiri sendiri, mampu mengerjakan sesuatu secara sendiri, dan merasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tidak perlu bantuan orang lain sehingga seringkali timbul sikap menentang ketika
ada stimulus dari orang lain yang dirasa kurang sesuai (Ali & Mohammad, 2008).
Pola asuh otoriter yang diterapkan oleh orang tua sangat berlawanan
dengan perubahan karakteristik yang terjadi dalam diri remaja. Pada saat remaja
mencurahkan perhatiannya dalam mengatasi masalah yang timbul pada masa
perkembangan, remaja dituntut untuk tidak lagi bertingkah laku seperti anak-anak
akan tetapi mereka belum sepenuhnya dipercaya untuk berperan seperti orang
dewasa. Remaja dinilai belum sepenuhnya mampu memegang otonomi,
bertanggung jawab dalam menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan
sendiri. Kondisi demikian mendorong remaja melakukan penolakan maupun
pemberotakan terhadap penerapan pola pengasuhan orang tua karena tidak sesuai
dengan harapan serta kebutuhan remaja.
Sejalan dengan perubahan karakteristik yang khas pada perkembangan
remaja yang berupaya menuntut adanya kesempatan maupun kebebasan untuk
menentukan sendiri pilihan-pilihannya, orang tua mengharuskannya mengikuti
aturan dan standar-standar yang ditetapkan tanpa kompromi dengan remaja.
Kondisi demikian menjadi stressor yang menimbulkan perasaan ketertekanan
dalam diri remaja yang pada akhirnya mempengaruhi kondisi fisik, psikologi
maupun sosial pada remaja. Menurut Mirowsky & Catherine (2003) distres
merupakan salah satu konsekuensi utama dari suatu perenggangan hubungan.
Yusuf (2009) mengatakan bahwa keluarga yang hubungan antar anggota
keluarganya tidak harmonis, penuh konflik, atau gap communication dapat
mengembangkan masalah-masalah kesehatan mental (mental illness) bagi anak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Menurut WHO (2008), kesehatan mental adalah suatu keadaan kesejahteraan yang
mana tiap individu mampu mengoptimalkan kemampuannya, dapat mengatasi
stress dalam hidupnya, dapat bekerja secara produktif dan bermanfaat serta dapat
berkontribusi terhadap komunitasnya. Mirowsky & Catherine (2003) distres
secara konseptual dianggap sebagai sakit mental dilihat dari sejumlah symptom
yang ditunjukkan seperti depresi dan cemas.
Penelitian yang dilakukan oleh Nasution (2008) menyimpulkan bahwa
stres pada remaja itu disebabkan oleh berbagai faktor, tetapi faktor yang paling
banyak mempengaruhi remaja berhubungan dengan orang tua, akademik dan
teman sebaya. Hal ini berarti berbagai bentuk permasalahan pada remaja
dilatarbelakangi oleh kondisi stres yang salah satunya bersumber dari hubungan
orang tua dengan remaja.
Ghofur, dkk (2009) dalam penelitiannya mengenai “Pengaruh Pola Asuh
Orang Tua terhadap Perkembangan Karakteristik Anak” memberikan penjelasan
bahwa pengaruh pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang
penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar
norma-norma, berkepribadian lemah, cemas dan terkesan menarik diri. Analisis
dari karya ilmiah oleh Fitri, dkk (2006) menyatakan ada hubungan yang signifikan
antara sikap authoritarian oleh orang tua terhadap kesehatan mental anak.
Kesenjangan yang terjadi antara remaja dan orang tua semakin meninggi
karena masa remaja adalah periode ”badai dan stress” yang ditandai oleh
ketegangan emosi, kemurungan, kekacauan dalam diri dan pemberontakan
(Atkinson, 1981). Remaja yang tidak mampu menanggulangi kondisi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dialami akan mengalami gangguan baik dalam fungsi fisik, psikologis, intelektual
maupun interpersonal sebagai akibat dari stres yang dirasakan. Kondisi demikian
yang dinamakan sebagai kondisi distres.
Uraian latar belakang permasalahan di atas menyatakan bahwa orang tua
dengan penerapan pola asuh otoriter memberi batasan serta aturan yang tegas
tanpa adanya kompromi terhadap remaja. Hal ini menyebabkan tidak ada
kesempatan bagi remaja untuk belajar meraih otonomi, mengatur diri sendiri,
membuat keputusan dan bertanggung jawab terhadap keputusan tersebut.
Sementara itu, remaja juga membutuhkan perhatian, pengawasan, serta bimbingan
dari orang tua. Remaja pun merasa tertuntut dalam memenuhi harapan serta
keinginan orang tua. Kondisi yang dialami remaja yaitu antara keinginannya
sendiri dengan tuntutan dari orang tua mengarahkan pada situasi keterpaksaan
yang sulit dihadapi oleh remaja sehingga memungkinkan terjadinya distres pada
remaja. Inilah yang mendasari peneliti untuk mengadakan suatu penelitian dengan
tujuan untuk mengetahui apakah ada ”Hubungan antara Penerapan Pola Asuh
Otoriter Orang Tua dengan Distres pada Remaja. Hal ini untuk membuktikan
apakah pola asuh otoriter memberikan dampak buruk tersebut berupa keadaaan
distres pada remaja yang menjadi akibat dari penerapan pola asuh orang tuanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan permasalahannya
adalah:
”Apakah Ada Hubungan antara Penerapan Pola Asuh Otoriter Orang Tua
dengan Distres pada Remaja?”.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara penerapan
pola asuh otoriter orang tua dengan dampak yang dirasakan oleh remaja berupa
kondisi distres pada remaja.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis:
Hasil dari penelitian diharapkan dapat menambah dan memperkaya wawasan
keilmuan dan pengetahuan tentang penerapan pola asuh orang tua dengan
distres pada remaja.
2. Manfaat Praktis:
a) Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan bagi remaja
gambaran mengenai kondisi distres yang dialami sebagai akibat dari pola
pengasuhan orang tua yang otoriter sehingga dapat memberikan
pertimbangan dalam bertindak serta berperilaku secara lebih sehat lagi.
b) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi orang
tua bahwa penerapan pola asuh dengan sistem otoriter dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
menimbulkan atau memunculkan gangguan distres pada remaja. Dengan
demikian dapat menjadi bahan pertimbangan dalam memberikan
perlakuan terhadap remaja dengan berupaya lebih memahami,
mempertimbangkan dan menghormati kebutuhan-kebutuhan dan
harapan-harapan remaja dalam rangka menghindari distres.
c) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
masyarakat umum bahwa penerapan pola asuh orang tua yang otoriter
dapat memunculkan gangguan distres pada remaja sehingga diharapkan
dapat memberikan pola pengasuhan yang sesuai dengan perkembangan
remaja dalam rangka menghindari distres.
d) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pihak-
pihak terkait yang peduli terhadap permasalahan remaja yaitu dengan
memberikan dukungan terhadap orang tua dalam pola pengasuhannya.
Dengan demikian dapat dilakukan sosialisasi mengenai bagaimana cara
menyingkapi karakteristik remaja yang tidak sesuai dengan yang
diharapkan dalam rangka menghindari distres.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Distres
Sarafino (1998) mengungkapkan bahwa stres merupakan kondisi sebagai
hasil ketika individu dan lingkungan melakukan transaksi, individu merasakan
pertentangan, antara nyata atau tidak, antara tuntutan kondisi serta sumber
biologis, psikologis, dan sistem sosial.
Baum et al (1984 dalam Niven, 2002) menyatakan bahwa stres sudah
menjadi konsep yang popular untuk menjelaskan variasi luas dari hasil akhir, yang
kebanyakan negatif, yang sebenarnya tidak membutuhkan penjelasan. Mereka
mengatakan bahwa stres digunakan sebagai label untuk gejala psikologis yang
mendahului penyakit, reaksi ansietas, ketidaknyamanan dan banyak keadaan lain.
Dalam psikologi, stres mengacu pada keadaan individu sebagai hasil dari
beberapa interaksi dengan lingkungan. Dalam psikologi-fisiologi, stres merupakan
suatu stimulus untuk dapat mengetahui tekanan atau ketegangan yang tidak
dengan mudah disesuaikan dengan tubuh dan membuat kerusakan kesehatan atau
tingkah laku pada diri (Pestonjee, 1992).
Selama jangka waktu tertentu, kemampuan untuk bereaksi terhadap stres
dalam keadaan ini mengorbankan tubuh, yaitu sistem individu berangsur-angsur
menjadi kehabisan tenaga, mengakibatkan kerentanan terhadap penyakit
meningkat dan penurunan resistensi terhadap stres itu sendiri (Innes, 1981 dalam
Niven, 2002). Sedang menurut Thor Dahl (1980 dalam Olson & John, 2003), stres
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang tidak sehat tergabung dengan kebosanan dan motivasi rendah serta
merupakan perasaan tidak nyaman atau distres.
Dari berbagai pengertian stres yang dikemukakan oleh berbagai tokoh
diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa stres merupakan keadaan di mana
seseorang berada pada kondisi yang lemah sebagai hasil dari transaksi antara
kemampuan diri dengan kondisi lingkungan.
1. Pengertian Distres
Wheaton (dalam Mirowsky & Catherine, 2003) dalam penelitiannya
menemukan gambaran, keadaan yang penuh dengan stres tidak bisa lepas dari
kejadian yang menyertainya. Distres diasosiasikan dengan kejadian yang
tergantung pada situasi yang menyertai, yaitu kejadian pada konteks
pengalaman individu, kondisi pada saat ini dan kondisi terbaru. Distres
merupakan suatu bentuk perasaan tidak menyenangkan secara subjektif
(Mirowsky & Catherine, 2003). Sementara Mc Cubin and Patterson (dalam
Rice, 1999) mendefinisikan distres sebagai organisasi yang tidak seimbang
atau ketidakmampuan individu dalam memecahkan masalah saat menghadapi
stres yang juga bersumber dari keluarga yang tidak harmonis.
Sesuai dengan konsep distres yang dijelaskan para ahli di atas,
Hardjana (1994) mengungkapkan bahwa distres merupakan stres yang
merugikan dan merusak atau stres yang destruktif. Distres merupakan bentuk
perasaan yang ditandai dengan keadaan yang tidak baik dalam kehidupan kita
(Ashurst & Zaida, 2001).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Larsen & David (2007) menyatakan, stres yang berat menimbulkan
perasaan distres. Tubuh kita mengungkapkan distres dengan cara yang
bermacam-macam, sering dalam bentuk mudah tersinggung, marah, cemas,
depresi, capai, sakit kepala, sakit perut, hipertensi, migrain, atau perut mulas.
Bahkan, stres dapat menyebabkan sakit yang lebih serius, seperti kanker,
diabetes, atau disfungsi tiroid. Sedangkan Goldberg (1972 dalam McDowell
& Claire, 1996) mendefinisikan bahwa distres merupakan ketidakmampuan
untuk menunjukkan fungsi-fungsi kesehatan secara normal yang ditunjukkan
dengan gangguan kepribadian atau pola penyesuaian.
Berdasar berbagai pengertian mengenai distres yang telah
dikemukakan oleh berbagai ahli di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
distres merupakan suatu kondisi yang tidak menyenangkan dimana seseorang
tidak mampu menunjukkan fungsi-fungsi kesehatan secara normal serta tidak
mampu mengatasi, mengubah, melawan, maupun menanggulangi kondisi
stres yang dialami sehingga memunculkan kondisi yang lebih buruk dari
kondisi sebelumnya.
2. Gejala-Gejala Distres
Stres tidak hanya menyangkut segi lahir saja, tetapi juga batin kita.
Tidak mengherankan bila gejala (symptom) stres ditemukan dalam segala segi
diri kita yang penting. Ashurst & Zaida (2001) menyatakan bahwa distres
atau sakit mental dimanifestasikan dengan gejala fisik atau mental. Stres
ditemukan pada seluruh aspek dalam diri, termasuk didalamnya kecemasan,
murung, putus asa, benci, marah, dan cinta. Jika stres yang terjadi sangat kuat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
atau ada banyak kumpulan dari stres, serta jika identifikasi pada dasarnya
tidak kuat (yang kemungkinan berasal dari hubungan antara orang tua-anak),
maka individu merasa terancam dan tidak dapat mengatasi. Emosi yang kacau
dihasilkan oleh stres, dengan gejala mental dan fisik saat kesulitan tidur,
mudah tersinggung, menurunnya nafsu makan, berlebihan, dan lain-lain.
Perasaan yang bergejolak sering tertahan, mendesak, atau terencana dan
hanya kecemasan yang dirasakan, dengan berbagai gejala mental dan fisik
yang terbentuk dari kondisi marah dan gusar.
Menurut Hardjana (1994) gejala-gejala tersebut meliputi gejala fisikal,
gejala emosional, gejala intelektual, serta gejala interpersonal. Gejala itu tentu
saja berbeda pada setiap orang karena pengalaman stres amat pribadi sifatnya.
a. Gejala fisikal yang meliputi: Sakit kepala, pusing, pening; tidur tidak
teratur seperti insomnia, tidur terlantur, bangun terlalu awal; sakit
punggung terutama bagian bawah; mencret-mencret dan radang usus
besar; sulit buang air besar, sembelit; gatal-gatal pada kulit; urat tegang
terutama pada leher dan bahu; terganggu pencernaannya atau bisulan;
tekanan darah tinggi atau serangan jantung; keringat berlebihan; berubah
selera makan; lelah atau kehilangan daya energy; banyak melakukan
kekeliruan atau kesalahan dalam kerja dan hidup.
b. Gejala emosional yang meliputi: gelisah atau cemas; sedih, depresi, mudah
menangis; merana jiwa dan hati (mood) berubah-ubah cepat; mudah panas
dan marah; gugup; rasa harga diri menurun atau merasa tidak aman; terlalu
peka dan mudah tersinggung; marah-marah; gampang menyerang orang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dan bermusuhan; emosi mengering atau kehabisan sumber daya mental
(burn out).
c. Gejala intelektual yang meliputi: susah berkonsentrasi atau memusatkan
pikiran; sulit membuat keputusan; mudah terlupa; pikiran kacau; daya
ingat menurun; melamun secara berlebihan; pikiran dipenuhi oleh satu
pikiran saja; kehilangan rasa humor yang sehat; produktivitas atau prestasi
kerja menurun; mutu kerja rendah; dalam kerja bertambah jumlah
kekeliruan yang dibuat.
d. Gejala interpersonal yang meliputi: kehilangan kepercayaan kepada orang
lain; mudah mempersalahkan orang lain; mudah membatalkan janji atau
tidak memenuhinya; suka mencari kesalahan orang lain dan menyerang
dengan kata-kata; mengambil sikap terlalu membentengi dan
mempertahankan diri; mendiamkan orang lain.
Sementara itu Mirowsky & Catherine (2003) membagi distres menjadi
dua bentuk, yaitu depresi dan kecemasan. Penjelasannya adalah sebagai
berikut:
a. Depresi merupakan perasaan sedih, hilangnya semangat, merasa sendiri,
tidak ada harapan, tidak berharga, merasa akan mati, mempunyai kesulitan
tidur, menangis, merasa segala sesuatu adalah usaha, dan tidak bisa dalam
meraih sesuatu.
b. Ansietas adalah suatu ketegangan, kecapaian, khawatir, mudah
tersinggung, dan ketakutan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Mirowsky & Catherine (2003) juga menambahkan depresi dan
kecemasan dibentuk oleh suasana hati dan rasa tidak enak badan. Suasana
hati mengacu pada perasaan seperti sedih karena depresi atau khawatir karena
cemas. Rasa tidak enak badan mengacu pada bagian tubuh, seperti tidak
berdaya dan kekacauan karena depresi atau gelisah dan bagian yang sakit
seperti sakit kepala, sakit perut, pusing karena cemas. Bentuk distres tidak
hanya mengacu pada masalah kepribadian seperti anti sosial atau saling
bermusuhan, namun termasuk juga kemunduran kecerdasan atau
penyalahgunaan obat terlarang, bentuk manik atau emosi yang tidak stabil,
atau ketergantungan terhadap alkohol atau bahan kimia lain. Distres juga
merupakan hasil dari jenis-jenis masalah atau situasi yang dibuat, tetapi
terlihat secara nyata.
Goldberg (1972 dalam McDowell & Claire, 1996) mengidentifikasi
kondisi distres yang meliputi gejala somatik, kecemasan dan insomnia,
disfungsi sosial dan depresi umum. Selanjutnya Goldberg (1972 dalam
McDowell & Claire, 1996) merancang alat pengukuran berupa GHQ
(General Health Questionnaire) yang merupakan desain alat pengukuran
dengan model self-administration untuk melakukan skrening dalam
mendeteksi secara umum, mendiagnosis penyakit psikiatrik. Metode ini bisa
digunakan untuk melakukan survey atau gambaran klinis dalam
mengidentifikasi kasus yang potensial, menguji diagnosis penyakit untuk
tujuan psikiatrik. Alat ukur ini juga digunakan untuk menguji kemampuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
seseorang dalam aktivitas kesehatannya sehari-hari dan mengukur gejala
distres.
GHQ dirancang untuk mengidentifikasi dua masalah dasar psikiatrik,
yaitu ketidakmampuan untuk menunjukkan fungsi-fungsi kesehatan secara
normal dan menemukan fenomena baru dari kondisi distres secara alami. Hal
ini difokuskan pada kerusakan fungsi-fungsi secara normal daripada sifat
sepanjang hidup, kemudian ini hanya menampilkan personality disorder atau
pola penyesuaian di mana ada hubungannya dengan kondisi distres. GHQ
tidak cenderung mendeteksi sakit yang sangat seperti schizophrenia atau
depresi psikotik, walaupun hasil dari beberapa penelitian dapat mendeteksi
kondisi tersebut. GHQ dirancang untuk menampilkan empat elemen dalam
mengidentifikasi kondisi distres, yaitu depresi, kecemasan, gangguan sosial,
dan hypochondriasis (terutama dalam mengidentifikasi symptom organik).
Dari berbagai gejala-gejala distres yang diungkapkan oleh ahli-ahli di
atas, dapat diambil kesimpulan bahwa seseorang yang terindikasi mengalami
distres dapat dilihat dari gejala fisik, depresi, kecemasan, gangguan sosial.
Masing-masing gejala memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam
mengungkapkan kondisi distres yang terjadi.
3. Sumber-sumber Distres
Kebanyakan dari kita menganggap stres sebagai kejadian yang
merupakan akibat dari lingkungan yang menempatkan tuntutan pada diri kita.
Sampai pada tingkat tertentu, apa yang dilihat remaja sebagai sesuatu yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
menimbulkan stres tergantung pada bagaimana mereka menilai dan
menginterpretasikan suatu kejadian secara kognitif (Santrock, 2003).
Kehidupan yang menekan dan cara orang mengatasi kejadian yang
menekan berdampak pada kesehatan dan penyakit (Taylor, 2009). Taylor
(2009) menyatakan bahwa setiap kejadian yang mengharuskan seseorang
menyesuaikan diri, membuat perubahan atau mengeluarkan sumber daya,
berpotensi menimbulkan stres. Tinggal di lingkungan yang berisik, penuh
kejahatan, tidak hanya membuat hari-hari menjadi semakin stres, tetapi juga
menimbulkan efek buruk kumulatif terhadap kesehatan.
Hal yang menimbulkan stres disebut stressor. Hardjana (1994)
mengungkapkan bahwa hal, kejadian, peristiwa, orang, keadaaan dan
lingkungan yang dirasa mengancam atau merugikan itu disebut stressor.
Menurutnya stres dapat bersumber pada orang yang mengalami stres lewat
penyakit (illness) dan pertentangan (conflict). Sumber stres juga bisa ada pada
orang yang terkena stres itu sendiri (internal sources) atau luarnya (external
sources), yang bisa ada pada keluarga dan lingkungan, baik lingkungan kerja
maupun lingkungan sekeliling.
Sementara McCubbin and Patterson (1983 dalam Rice, 1999)
menentukan, stressor disebabkan karena kejadian hidup atau dampak dari
suatu perubahan dalam kesatuan keluarga yang menghasilkan atau yang
mempunyai potensi menghasilkan keadaan stres, serta perubahan pada sistem
sosial keluarga. Meninggalnya orang tua, dirawatnya anggota keluarga di
Rumah Sakit, kehilangan pemasukan, kepergian anggota keluarga dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tugas militer, atau adanya anggota keluarga yang dipenjara, semuanya
merupakan beberapa kualifikasi yang dipandang sebagai stressor.
Begitu juga dengan Sarafino (1998) yang menyatakan bahwa kejadian
atau sesuatu hal yang dirasakan sebagai ancaman atau bahaya, yang
menghasilkan perasaan tegang disebut stressor. Sarafino (1998) juga
melakukan penelitian, yaitu banyaknya kejadian yang menyebabkan suatu
stressor, yang meliputi: a). kejadian bencana, seperti topan dan gempa bumi,
b). kejadian dalam kehidupan yang besar, seperti kehilangan seseorang yang
dicintai atau kehilangan pekerjaan dan c). sesuatu hal yang terus-menerus
terjadi, seperti kehidupan sakit pada sakit tulang.
Maramis (2005) menyebutkan bahwa stres bersumber pada a).
frustrasi, timbul bila ada aral melintang antara kita dan maksud (tujuan) kita,
yang disebabkan oleh norma-norma, adat-istiadat, perubahan yang terlalu
cepat; b). konflik, terjadi bila kita tidak dapat memilih antara dua atau lebih
macam kebutuhan atau tujuan; c). Tekanan; d). krisis, yaitu keadaan
mendadak yang menimbulkan stres pada seseorang individu atau kelompok.
Ashurst & Zaida (2001) menyatakan bahwa distres merupakan kondisi
yang ditandai dengan keadaan yang tidak baik dalam kehidupan kita yang
semuanya dibentuk oleh kondisi sakit pada tubuh, dengan lingkungan kita,
dan dengan orang lain.
Menurut Mirowsky & Catherine (2003), kontrol yang berlebihan
dalam perkawinan merupakan bentuk dari ketidakadilan, kontrol yang
berlebihan pada pekerjaan dapat memicu konflik dan frustrasi, dukungan dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sesama merupakan dasar untuk bermusyawarah dan berkompromi, bukan
suatu cara untuk saling menjatuhkan. Mirowsky & Catherine (2003)
menambahkan bahwa ketidakadilan, konflik dan kurangnya dukungan
merupakan pemicu distres. Faktor yang menjadi penyebab distres meliputi
faktor sosial, diantaranya kesulitan ekonomi, pendidikan, umur, jenis
kelamin, kontrol individu, dukungan sosial dan ketidak percayaan.
Mirowsky & Catherine (2003) menyatakan ada tiga pola dari
pemahaman individu mengenai diri sendiri dan sosial sebagai penjelasan pola
sosial mengenai penyebab distres, yaitu pemindahan hak, otoriter, dan
ketidakadilan. Kedudukan atau posisi sosial dalam masyarakat yang meliputi
pendidikan, pekerjaan, pendapatan, status minoritas, umur, jenis kelamin,
status perkawinan, kedudukan sebagai orang tua akan menciptakan suatu
kondisi yang mengarah pada pola pemahaman individu dalam kehidupan
bermasyarakat
Pemindahan hak adalah lepasnya atau terpisahnya sesuatu hal dari diri
sendiri ataupun orang lain. Ketidakberdayaan merupakan terpisahnya hal
yang sangat penting dari hidup atau ketidakmampuan untuk mencapai hasil
akhir. Ketidakberdayaan merupakan kesadaran kognitif dari suatu kenyataan.
Ketidakberdayaan sebagai variabel sosio-psikologikal, berbeda dengan
kondisi secara objektif yang dihasilkan dan distres pada individu mungkin
dirasakan sebagai konsekuensinya.
Otoriter didefinisikan dan didiskripsikan sebagai konsep teoritik yang
tidak mempunyai definisi yang jelas. Dalam hal ini dapat di lihat ketika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
seseorang mempunyai sikap dan kepercayaan untuk memerintah secara
diktator. Otoriter mempuyai dua elemen penting dalam memberi kontribusi
pada distress, yaitu: 1. Infleksibiliti dalam praktek pergaulan dan masalah
interpersonal dan 2. Kecurigaaan dan ketidakpercayaan. Dua elemen tersebut,
secara luas otoriter, merupakan suatu bentuk penyebab distres.
Infleksibiliti merupakan suatu karakteristik dengan kecenderungan
cara-cara yang disukai dalam mengatasi situasi yang penuh dengan stres;
kurangnya strategi dalam memecahkan masalah; menaruh kepercayaan pada
konformitas dan kepatuhan sebagai strategi koping; menerapkan kekuasaan
tentang aturan dan standar; ketidakmampuan untuk menggambarkan
pandangan yang kontradiksi dan solusi yang kompleks; dan menggunakan
tradisi sebagai adaptasi (Kohn and Schooler 1982; Wheaton 1983; dalam
Mirowsky & Catherine, 2003). Ketidakpercayaan, hal yang berlawanan
dengan kepercayaan, adalah tidak mendukung maksud dan tingkah laku orang
lain, mementingkan diri sendiri, dan tidak tulus. Ketidakpercayaan adalah
hilangnya kepercayaan pada orang lain yaitu keluar dari prasangka baik.
Teori ketidakadilan mengatakan bahwa pengorbanan dalam hubungan
yang tidak adil merupakan distress. Ketidakadilan yang terlihat merupakan
pelanggaran terhadap norma secara umum dan mungkin merupakan
pencelaan terhadap orang lain. Teori ketidakadilan mengatakan bahwa
eksploitasi dalam suatu hubungan yang tidak adil juga merupakan ditres,
misalnya saja mengambil keuntungan orang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Berikut ini adalah pola atau model dari hubungan ketiga pola
pemahaman inidividu dengan kedudukan sosial dan kondisi distres:
Gambar 2. 1 Model yang Menunjukkan Hubungan antara Pemindahan Hak,
Otoriter, dan Ketidakadilan dengan Kedudukan Sosial dan Distres.
Sumber: Mirowsky & Catherine (2003)
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Distres pada Remaja
Menurut Mirowsky & Catherine (2003), faktor-faktor yang
mempengaruhi distres meliputi, status sosial ekonomi, jenis kelamin, umur,
kondisi perkawinan, kedudukan sebagai orang tua, dan variabel lain berupa
sosiodemografik yang menunjuk pada kondisi secara objektif dari kehidupan
Kedudukan Sosial:
Pendidikan
Pekerjaan
Pendapatan
Status minoritas
Umur & Jenis kelamin
Status perkawinan
Kedudukan sebagai
orang tua
Pemindahan Hak:
Ketidakberdayaan
Isolasi
Perenggangan diri
Tersia-sia
Tidak adanyanorma
Otoriter:
Tidak fleksibel
Ketidakpercayaan
Ketidakadilan:
Pengorbanan
Eksploitasi
Distres:
Depresi
Kecemasan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sosial; pengalaman pola-pola sosial, perkembangan kepercayaan dalam
masayarakat, hubungan antar manusia, antara diri sendiri dan hubungan satu
dengan yang lain serta hubungan dengan sosial. Tingkat distres juga
tergantung pada lingkungan yang dipercayai.
Santrock (2003) mengungkapkan mengungkapkan mengenai apa yang
membuat situasi tertentu menyebabkan stress dan situasi lainnya tidak terlalu
menyebabkan stress pada remaja Menurut Santrock (2003) ada beberapa
faktor yang menentukan pengalaman tertentu pada remaja yang menimbulkan
stres. Faktor-faktor tersebut meliputi:
a. Faktor fisik, seperti respon tubuh terhadap stres.
b. Faktor lingkungan, seperti beban yang terlalu berat, konflik, dan frustrasi,
kejadian besar yang buruk dan kesusahan, serta dan gangguan sehari-hari.
c. Faktor emosi dan kepribadian, seperti marah dan mempunyai musuh.
d. Faktor sosiokultural, seperti kemiskinan.
B. Pola Asuh Otoriter
1. Pengertian Pola Asuh Otoriter
Gunarsa (1985) mengemukakan pada pola asuh otoriter orang tua
menentukan aturan-aturan dan batasan-batasan yang mutlak harus ditaati oleh
anak. Anak harus patuh dan tunduk dan tidak ada pilihan lain yang sesuai
dengan kemauan atau pendapatnya sendiri dengan ancaman dan hukuman.
Orang tua memerintah dan memaksa tanpa kompromi. Orang tua menentukan
tanpa memperhitungkan keadaan anak, tanpa menyelami keinginan dan sifat-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sifat khusus anak yang berbeda antara anak yang satu dengan anak yang
lainnya. Anak harus patuh dan menurut saja semua peraturan dan
kebijaksanaan orang tua.
Papalia & Ruth (2009) menekankan bahwa dalam pola asuh otoriter
remaja tidak diperbolehkan menyatakan pendapat atau pertanyaan dengan
orang yang lebih dewasa dan mengajarkan bahwa mereka akan ”lebih
mengetahui ketika mereka tumbuh”. Yusuf (2009) mengemukakan adanya
karakteristik “Parenting Style” yang authoritharian yaitu dengan sikap dan
perilaku orang tua memiliki “acceptance” rendah, namun kontrolnya tinggi;
suka menghukum secara fisik; bersikap mengomando (mengharuskan atau
memerintah anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi); bersikap kaku
(keras) serta cenderung emosional dan bersikap menolak terhadap perilaku
anak.
Selanjutnya, Hurlock (2002) menyatakan bahwa peraturan dan
pengaturan yang keras untuk memaksakan perilaku yang diinginkan
menandai semua jenis disiplin yang otoriter. Tekniknya mencakup hukuman
yang berat bila terjadi kegagalan memenuhi standar dan sedikit, atau sama
sekali tidak adanya persetujuan, pujian atau tanda-tanda penghargaan lainnya
bila anak memenuhi standar yang diharapkan.
Sama halnya dengan Baumrind (1971, dalam Santrock, 2002) yang
menyatakan bahwa pengasuhan yang otoriter adalah suatu gaya membatasi
dan menghukum yang menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah
orang tua dan menghormati pekerjaan dan usaha. Orang tua yang otoriter
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
menetapkan batas-batas yang tegas dan tidak memberi peluang yang besar
kepada anak-anak untuk berbicara (bermusyawarah). Ditambahkan pula oleh
Levin (1983) yang mengatakan bahwa orang tua dengan pola asuh otoriter
adalah menggabungkan kontrol yang tinggi dengan memberikan tekanan
untuk patuh padanya. Orang tua tidak memberikan alasan pada anaknya atau
tidak mendorongnya untuk memikirkan diri mereka sendiri.
Pola Asuh Otoriter (mungkin menjadi overprotective) menurut Berger
(2004) mempunyai karakteristik, antara lain: adanya tuntutan dari orang tua,
kekuasaan dalam aturan, lingkungan yang membatasi, pengendalian dengan
memberikan hukuman serta memimpin dengan kekuatan.
Kesimpulan dari berbagai pengertian diatas adalah bahwa pola asuh
otoriter merupakan suatu bentuk pola pengasuhan orang tua dengan
menerapkan peraturan yang keras dan tegas tanpa kompromi dengan anak.
Dalam hal ini, orang tua memegang kekuasaan tertinggi dalam menetapkan
keputusan serta kontrol yang tinggi dalam tindakan anak. Seorang anak tidak
diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya sehubungan dengan
aturan yang telah ditetapkan oleh orang tua.
2. Karakteristik Pola Asuh Otoriter Berdasarkan Aspek-aspek Pola Asuh
Orang Tua
Kohn (1963) mengemukakan bahwa aspek-aspek dalam pola asuh
orang tua antara lain pemberian disiplin, komunikasi, pemenuhan kebutuhan
dan pandangan terhadap remaja. Berikut ini akan dijelaskan mengenai
karakteristik pola asuh otoriter yang didasarkan pada masing-masing aspek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dalam pola asuh pada orang tua dari berbagai sumber yaitu (Hurlock, 2002;
Musen, 1984; Yusuf, 2009; Santrock, 2003; Ali & Mohammad, 2008) yang
meliputi:
a. Pemberian disiplin
Menurut Hurlock (2002) tujuan disiplin adalah membentuk
perilaku sedemikian rupa hingga ia akan sesuai dengan peran-peran yang
ditetapkan kelompok budaya, tempat individu itu diidentifikasi. Hurlock
(2002) menambahkan fungsi pokok disiplin adalah mengajar anak
menerima pengekangan yang diperlukan dan membantu mengarahkan
energi anak ke dalam jalur yang berguna dan diterima secara sosial.
Pemberian disiplin secara otoriter menganut konsep negatif yang berarti
pengendalian dengan kekuasaan luar, yang biasanya diterapkan secara
sembarangan, merupakan bentuk pengekangan melalui cara yang tidak
disukai dan menyakitkan.
Menurut Hurlock (2002) unsur-unsur disiplin meliputi:
1) Peraturan dan hukum yang berfungsi sebagai pedoman yang baik bagi
penilaian yang baik. Hurlock (2002) mengatakan peraturan
membantu mengekang perilaku yang tidak diinginkan. Dalam disiplin
otoriter, orang tua menetapkan peraturan-peraturan dan
memberitahukan anak untuk mematuhi peraturan tersebut. Orang tua
menetapkan peraturan tanpa adanya penjelasan mengapa anak harus
patuh dan tidak adanya kesempatan bagi anak untuk megemukakan
pendapat terhadap penetapan keputusan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2) Hukuman bagi pelanggaran peraturan dan hukum. Hukuman yang
berat dapat memberikan konsekuensi lain di samping pembatasan,
serta relatif menjadi kurang efektif dalam menghasilkan pengendalian
perilaku dalam diri anak (Musen, 1984). Dalam disiplin otoriter, jika
anak tidak mengikuti peraturan maka anak akan dihukum secara
keras. Hal ini dianggap sebagai cara untuk mencegah pelanggaran
peraturan di masa mendatang.
3) Hadiah untuk perilaku yang baik atau usaha untuk berperilaku sosial
yang baik. Dalam disiplin otoriter, anak tidak perlu adanya hadiah jika
anak telah mematuhi peraturan karena dianggap sebagai kewajiban
bagi anak untuk mematuhi. Pemberian hadiah juga dipandang dapat
mendorong anak untuk mengharapkan imbalan untuk melakukan
sesuatu yang diwajibkan orang tua.
b. Komunikasi
Yusuf (2009) mengungkapkan bahwa hubungan keluarga dimaknai
sebagai proses pengalaman berinteraksi dan berkomunikasi dengan
lingkungan keluarga. Komunikasi dalam keluarga akan sangat
berpengaruh pada perkembangan anak sehingga diperlukan komunikasi
dua arah untuk . Orang tua yang bersifat authoritarian membuat batasan
dan kendali yang tegas terhadap remaja dan hanya melakukan sedikit
komunikasi verbal (Santrock, 2003). Musen (1983) mengemukakan bahwa
pola asuh otoriter mempunyai karakteristik terhalangnya komunikasi
verbal antara orang tua dan anak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c. Pemenuhan Kebutuhan
Keluarga dipandang sebagai instansi (lembaga) yang dapat
memenuhi kebutuhan insani (manusiawi), terutama kebutuhan bagi
pengembangan kepribadian dan perkembangan. Menurut Ali &
Mohammad (2008) ada sejumlah faktor dari dalam keluarga yang sangat
dibutuhkan oleh anak dalam proses perkembangan sosialnya, yaitu
kebutuhan rasa aman, dihargai, disayangi, diterima, dan kebebasan untuk
menyatakan diri. Rasa aman meliputi perasaan aman secara material dan
mental. Perasaan secara material berarti pemenuhan kebutuhan pakaian,
makanan, dan sarana lain yang diperlukan sejauh tidak berlebihan dan
tidak berada diluar kemampuan orang tua. Perasaan aman secara mental
berarti pemenuhan oleh orang tua berupa perlindungan emosional,
menjauhkan ketegangan, membantu dalam menyelesaikan masalah yang
sedang dihadapi dan memberikan bantuan dalam menstabilkan emosinya.
Pada pola asuh otoriter pemenuhan kebutuhan anak sangat jarang
terpenuhi, apalagi yang menyangkut pemenuhan secara mental. Seringkali
orang tua lebih menunjukkan sikap menekan kebutuhan mental remaja
dengan memberikan batasan-batasan tingkah laku. Musen (1983)
mengemukakan bahwa dalam pola asuh otoriter, orang tua menghalangi
harapan, permintaan serta kebutuhan anak.
d. Pandangan terhadap Remaja
Orang tua melihat remaja mereka berubah dari seorang anak yang selalu
menurut menjadi seorang yang tidak menurut, melawan, dan menentang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
standar-standar orang tua (Santrock, 2002). Orang tua pun memandang
remaja sebagai anak yang harus diatur oleh orang tua agar menjadi baik
dan harus patuh pada aturan yang telah ditetapkan oleh orang tua.
3. Pengaruh Pola Asuh Otoriter bagi Remaja
Menurut Yusuf (2009) pengaruh dari karakteristik ”Parenting Style”
dengan sistem authoritarian mengahasilkan profil perilaku anak yang mudah
tersinggung, penakut, pemurung, tidak bahagia, mudah terpengaruh, mudah
stress, tidak mempunyai arah masa depan yang jelas serta tidak bersahabat.
Latipun (2007) juga mengungkapkan hal yang sama bahwa anak yang
dibesarkan dalam keluarga yang otoriter ini biasanya akan bersifat tenang,
tidak melawan, tidak agresif dan mempunyai tingkah laku yang baik. Anak
akan selalu berusaha menyesuaikan pendiriannya dengan kehendak orang lain
(yang berkuasa orang tua). Dengan demikian kreativitas anak akan berkurang,
daya fantasinya kurang, dengan demikian mengurangi kemampuan anak
untuk berpikiran abstrak. Ditambahkan oleh Gunarsa (1985) bahwa cara
otoriter menimbulkan akibat hilangnya kebebasan pada anak. Inisiatif dan
aktivitas-aktivitasnya menjadi ”tumpul”.
Pengaruh dari sikap orang tua yang otoriter menurut Santrock (2003)
seringkali menyebabkan remaja merasa cemas akan perbandingan sosial,
tidak mampu memulai suatu kegiatan, dan memiliki kemampuan komunikasi
yang rendah. Ali & Mohammad (2008) menambahkan akibat dari pola asuh
orang tua yang penuh dengan unjuk kuasa ini adalah timbul dan
berkembangnya rasa takut yang berlebihan pada anak sehingga tidak berani
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mengambil inisiatif, tidak mengambil keputusan, dan tidak berani
memutuskan pilihan teman yang dianggap sesuai.Menurut Susilowati (2007)
mengakibatkan anak dan remaja cenderung tidak terlibat dalam masalah
perilaku dan menampilkan prestasi akademik yang baik di sekolah, tetapi
mengakibatkan tingkat depresi tinggi, rasa percaya diri dan kemampuan
sosial yang rendah.
Berbeda halnya dengan Ali & Mohammad (2008) yang menyatakan
bahwa dengan cara otoriter, ditambah dengan sikap keras, menghukum,
mengancam akan menjadikan anak patuh di hadapan orang tua tetapi
dibelakangnya ia akan memperlihatkan reaksi-reaksi menentang atau
melawan karena merasa dipaksa, misalnya saja perilaku-perilaku
menyimpang pada remaja.
Hardjana (1994) mengungkapkan dampak negatif yang mendatangkan
stres menuntut sumber daya orang yang terkena stres untuk mengatasinya.
Sumber daya yang terbatas tidak selalu mencukupi untuk mengatasi stres.
Dampak stres yang tidak mampu dihadapi dengan sumber daya yang ada, bisa
mengenai sistem biologis; sistem psikologis seperti mengganggu rasa aman,
merendahkan harga diri, dan mengurangi percaya diri; serta sistem sosial
seperti menjauhkan diri dari sesamanya. Lain halnya dengan Mirowsky &
Catherine (2003) yang menyatakan hal berbeda, bahwa distres merupakan
suatu masalah bagi seseorang yang menderita seperti perilaku antisosial,
minum-minuman keras, menggunakan narkoba. Dengan demikian, distres
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dimanifestasikan dalam berbagai bentuk sebagai dampak dari penerapan pola
asuh otoriter.
C. Hubungan antara Penerapan Pola Asuh Otoriter pada Oang Tua
dengan Distres pada Remaja
Keluarga menurut Yusuf (2009) mempunyai peranan yang sangat penting
dalam upaya pengembangan pribadi anak. Keluarga juga merupakan lingkungan
mikro yang sangat penting bagi individu dan dapat menjadi pendorong bagi
kesehatan mental para anggota keluarganya jika situasinya baik, dan menjadi
penghambat bagi perkembangan kesehatan mental jika situasinya kurang baik
(Orford, 1992 dalam Latipun, 2007). Menurut Latipun (2007) kondisi keluarga
yang sehat dapat meningkatkan kesehatan mental anak dan anggota keluarga
lainnya. Sebaliknya, kondisi keluarga yang tidak kondusif dapat berakibat
gangguan mental bagi anak.
Pola pengasuhan merupakan hal yang dipandang sangat penting dalam
mewujudkan fungsi keluarga secara optimal. Fungsi keluarga adalah memberikan
keamanan, kenyamanan, pengasuhan, pendampingan, bimbingan, arahan,
pendidikan dan stimulasi yang memberikan pondasi pada pembentukan fungsi
intelektual serta mental spiritual bagi anak. Yusuf (2009) menguraikan fungsi
dasar keluarga adalah memberikan rasa memiliki, rasa aman, kasih sayang dan
mengembangkan hubungan yang baik diantara anggota keluarga. Hubungan cinta
kasih dalam keluarga tidak sebatas perasaan, akan tetapi juga menyangkut
pemeliharaan, rasa tanggung jawab, perhatian, pemahaman, respek dan keinginan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
untuk menumbuhkembangkan anak. Keberfungsian keluarga ini sangat tergantung
pada peranan orang tua sebagai pelaku utama dalam pola pengasuhan terhadap
anak.
Menurut Rice & Kim (2002) ada tiga komponen pola pengasuhan yang
dapat diidentifikasi. Ke tiga komponen tersebut meliputi hubungan, otonomi, serta
peraturan. Pola pengasuhan yang baik adalah yang memenuhi ketiga kompenen
tersebut serta hubungan antara ketiganya berjalan dengan baik. Hubungan
berkaitan dengan kasih sayang, keseimbangan, cinta, perhatian antara orang tua
dan anak. Hubungan tersebut memberikan perasaan aman yang memberi
kesempatan pada anak untuk menjelajahi dunia luar. Dalam hal ini ada kaitannya
dengan otonomi anak yaitu kebebasan mengungkapkan pendapat, memiliki
rahasia, dan membuat keputusan untuk diri sendiri. Peraturan yang diterapkan
juga hanya sebatas memperingatkan dan mengawasi tingkah laku serta
mengurangi tingkah laku yang kurang sesuai sehingga anak tetap merasa aman
dalam hubungannya dengan orang tua dan anak juga tidak terpaksa dan takut
dalam menjalankan peraturan tersebut.
Levin (1983) mengatakan bahwa orang tua dengan pola asuh otoriter
menggabungkan kontrol yang tinggi dengan memberikan tekanan untuk patuh
padanya. Dalam hal ini, orang tua tidak membangun hubungan dengan remaja
serta mengambil kendali atas diri remaja. Dengan sikap demikian, remaja menjadi
tidak terbantu dalam pencapaian otonomi sehingga remaja mudah memiliki
permasalahan tingkah laku dan memiliki kesulitan menjadi seseorang yang
mampu berdiri sendiri. Akibat yang mungkin timbul adalah remaja tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mempunyai kesempatan untuk belajar mengambil keputusan dan bertanggung
jawab atas keputusannya tersebut. Pada penetapan peraturan, orang tua dengan
pola asuh otoriter tidak memberikan alasan pada anaknya apa yang menjadi dasar
dalam pembuatan peraturan sehingga tidak membantu serta mendorong anak
dalam perkembangan pemikirannya dan merasakan keterpaksaan menjalankannya.
Fungsi intelektual pada remaja merupakan wujud dari karakteristik
perkembangan remaja yang abstrak, logis serta idealis sehingga dapat berjalan
dengan baik serta optimal. Fungsi intelektual yang abstrak, logis serta idealis akan
mendorong remaja dalam mempertanyakan kondisi yang dialami sebagai akibat
dari pola pengasuhan orang tuanya. Di satu pihak remaja harus tunduk dan patuh
mengikuti kehendak orang tua. Di pihak lain tidak ada kesempatan dalam
mengungkapkan ide, gagasan, bahkan perasaannya. Tidak mengherankan bila
remaja seringkali terlihat membingungkan serta menjengkelkan dengan segala
tingkah lakunya yang merupakan suatu bentuk kompensasi dari ketidaknyamanan
dan ketidakmengertian remaja terhadap dirinya sendiri dengan keharusan
mewujudkan harapan orang tua (Hurlock, 2006).
Kondisi antara pola pengasuhan otoriter dan perkembangan karakteristik
pada remaja adalah berlawanan sehingga menimbulkan ketegangan perasaan
sehingga akan memicu timbulnya perasaan ketertekanan dalam diri remaja.
Menurut Hurlock (2006) keadaan tersebut membawa dampak terhadap
perkembangan emosinya dalam menanggapi perubahan-perubahan yang
dialaminya sehingga muncul tekanan dan akhirnya terbentuk menjadi stres.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kondisi stres yang tidak terkendali memunculkan kondisi yang lebih
buruk dari yang sebelumnya. Brecht (2000) menuliskan sebuah survei yang
dilakukan Better Health Commision pada akhir tahun 1980-an terhadap 10.000
orang Australia, menunjukkan bahwa lebih dari 65% penduduk tidak tahu
bagaimana menangani atau mengendalikan stres, atau merasa bahwa mereka tidak
punya kemampuan untuk itu. Jika remaja tidak mampu mengatasi kondisi stres
yang dialami, maka dapat menimbulkan dampak buruk bagi remaja, yaitu
melemahnya kondisi fisik, psikologis, emosional, maupun sosial. Kondisi
demikian dinamakan sebagai kondisi distres.
Menurut Mirowsky & Catherine (2003) distres merupakan salah satu
konsekuensi utama dari suatu perenggangan hubungan. Pola asuh otoriter
merupakan bentuk pola pengasuhan yang dapat memicu perenggangan hubungan
antara orang tua dan anak. Rowe & Walter (1993) memperkuat dengan
menyatakan pendapatnya bahwa stressor secara psikologis dicantumkan dalam
DSM-III-R yang salah satunya disebabkan karena pola pengasuhan dari orang tua.
Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa pola asuh otoriter kurang atau
bahkan tidak memenuhi ketiga komponen pengasuhan orang tua sehingga dapat
menimbulkan dampak distres bagi remaja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Distres
D. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dari penelitian ini adalah:
Gambar 2. 2 Kerangka Berpikir Hubungan antara Penerapan Pola Asuh Otoriter
Orang Tua dengan Distres pada Remaja
E. HIPOTESIS
Berdasarkan landasan teori di atas maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah “Ada Hubungan Positif antara Penerapan Pola Asuh Otoriter
Orang Tua dengan Distres pada Remaja”. Semakin tinggi penerapan pola asuh
otoriter oleh orang tua maka semakin tinggi kemungkinan remaja mengalami
distres.
Penerapan Pola
Asuh Otoriter
Orang Tua
Pada
Remaja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel
Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah :
Variabel bebas : Pola Asuh Otoriter
Variabel tergantung : Distres
B. Definisi Operasional
Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Distres
Distres merupakan suatu kondisi yang tidak menyenangkan di mana
individu tidak mampu mengatasi maupun mengubah kondisi stres yang
dialami sehingga memunculkan kondisi yang mengarah ke dalam kondisi
yang lebih buruk dari sebelumnya, meliputi gejala fisik, emosional,
intelektual, kecemasan, depresi, serta gangguan sosial.
Pengukuran tingkat distres yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan kuesioner distres, yaitu General Health Questionnaire (GHQ)
dari Goldberg (1972 dalam McDowell & Claire, 1996) versi 60 yang
dimodifikasi oleh peneliti. GHQ-60 mengungkap empat elemen dalam
mengidentifikasi kondisi dari distres yang meliputi gejala somatik, kecemasan
dan insomnia, disfungsi sosial dan depresi umum. Apabila skor yang
diperoleh tinggi, mengindikasikan bahwa subjek berada pada kondisi distres.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Sebaliknya bila skor yang diperoleh rendah mengindikasikan bahwa subjek
tidak mengalami kondisi distres atau tingkat distresnya rendah.
2. Pola Asuh Otoriter
Pola asuh otoriter merupakan suatu bentuk pola pengasuhan orang tua
dengan menerapkan peraturan serta batasan-batasan yang keras dan tegas,
adanya kontrol yang tinggi, serta tuntutan orang tua terhadap anak. Orang tua
memegang kekuasaan tertinggi dalam menetapkan suatu keputusan, sehingga
seorang anak tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya
sehubungan dengan aturan yang telah ditetapkan.
Pengukuran pola asuh otoriter yang digunakan dalam penelitian ini
dibuat sendiri oleh peneliti dengan menggunakan karakteristik pola asuh
otoriter dari (Hurlock, 2002; Musen, 1984; Yusuf, 2009; Santrock, 2003; Ali,
2008) yang didasarkan pada masing-masing aspek pola asuh dari Kohn
(1971), yaitu pemberian disiplin, komunikasi, pemenuhan kebutuhan dan
pandangan terhadap remaja. Variabel ini diungkap dengan Skala Pola Asuh
Otoriter. Apabila skor yang diperoleh tinggi mengindikasikan adanya
penerapan pola asuh otoriter, sebaliknya bila skor yang diperoleh subjek
rendah mengindikasikan rendahnya atau tidak adanya penerapan pola asuh
otoriter.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
C. Populasi, Sampel dan Sampling
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi SMA N 1
Muntilan. Sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh
siswa-siswi SMA N 1 Muntilan mulai dari kelas X.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling,
yaitu pemilihan sampel sesuai dengan yang dikehendaki (Latipun, 2004).
Pemilihan sampel didasarkan atas kriteria-kriteria yang telah ditetapkan oleh
peneliti, meliputi hal sebagai berikut:
1. Sampel mempunyai kedua orang tua yang masih lengkap,
2. Sampel mendapat penerapan pola asuh otoriter dengan kategori sedang
sampai tinggi.
Berikut ini merupakan proses sampling pada penelitian yang akan
dilakukan:
Mula-mula diberikan skala mengenai penerapan pola asuh otoriter orang
tua yang otoriter pada semua populasi. Kriteria penilaian skala mengindikasikan
adanya penerapan pola asuh otoriter orang tua dengan kategori sedang sampai
tinggi. Pengambilan sampel dilakukan pada subjek yang telah memenuhi ciri-ciri
tersebut di atas. Sampel yang telah ditetapkan kemudian diberikan kuesioner
distres.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
D. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan dua macam skala, yaitu kuesioner distres dan
skala penerapan pola asuh otoriter. Kedua skala dipisahkan menjadi pernyataan
favorable dan pernyataan unfavorable.
Penilaian yang digunakan dalam kuesioner distres menggunakan
modifikasi skala yang sifatnya dikotomus, yaitu yang terdiri atas dua alternatif
jawaban. Dalam hal ini, peneliti menggunakan alternatif jawaban ”Ya” dan
”Tidak”. Berikut di bawah ini merupakan distribusi penilaian untuk kuesioner
distres:
Tabel 3. 1
Penilaian Pernyataan Favorable dan Pernyataan Unfavorable
Untuk Kuesioner Distres dari Goldberg (1972)
Alternatif Jawaban Favourable Unfavourable
Ya 1 0
Tidak 0 1
Penilaian yang digunakan dalam skala penerapan pola asuh otoriter
menggunakan modifikasi skala Likert dengan empat kategori jawaban yaitu
sebagai berikut:
Tabel 3. 2
Penilaian Pernyataan Favorable dan Pernyataan Unfavorable
Untuk Skala Penerapan Pola Asuh Otoriter
Alternatif Jawaban Favourable Unfavourable
SS (Sangat Sesuai) 3 0
S (Sesuai) 2 1
TS (Tidak Sesuai) 1 2
STS (Sangat Tidak Sesuai) 0 3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1. Skala Distres
Skala distres yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
kuesioner distres dari Goldberg (1972 dalam McDowell & Claire, 1996) yaitu
GHQ (General Health Questionnaire) versi 60 yang telah dimodifikasi oleh
peneliti. Peneliti memutuskan untuk menggunakan skala ini karena telah
mewakili gejala-gejala distres yang diungkapkan oleh berbagai ahli seperti
Hardjana (1994), Ashurst (2001) serta Mirowsky (2003).
Menurut Goldberg (1972 dalam McDowell & Claire, 1996), GHQ
dirancang untuk digunakan dalam populasi secara umum, terutama pada
rumah sakit atau pasien yang tidak menginap dirumah sakit. Pertanyaan yang
digunakan dalam GHQ berupa simptom (seperti perasaan atau pemikiran
yang tidak normal) dan jenis-jenis tingkah laku. Tekanan merupakan
perubahan kondisi, bukan permasalahan yang sangat berat, jadi itemnya
disesuaikan dengan kondisi yang sebenarnya untuk individu pada situasi
normal dengan respon mulai dari “lebih buruk dari biasanya” sampai “lebih
baik dari biasanya”.
GHQ telah diterjemahkan ke dalam 38 bahasa sesuai dengan kultur
budaya masing-masing negara dan dideskripsikan ke lebih dari 700 artikel
dalam jurnal kesehatan yang didukung oleh The National Library of Medicine
of the United States.
Versi dasar GHQ terdiri dari 60 item dan Goldberg
merekomendasikan untuk menggunakan versi ini, di mana versi ini memiliki
validitas superior. Alternatif dari Goldberg di sortir atau dipendekkan menjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
beberapa versi, mulai dari 12, 20, 28 sampai 30 item. Item-item tersebut di
skor secara konvensional dengan model skala Likert dengan kategori respon
0-1-2-3. Ada alternatif lain, dengan skor dua poin dengan tingkatan
permasalahan masalah ada atau tidak ada. Pendekatan selanjutnya, dikenal
dengan skor GHQ, dengan menempatkan kode 0-0-1-1. Ada keuntungan pada
pendekatan Likert, korelasi antara dua metode skoring tersebut adalah 0.92
dan 0.94, jadi Goldberg merekomendasikan dengan sistem yang lebih
sederhana.
Reliabilitas GHQ ini telah diuji dengan tes-retest selama 6 bulan pada
pasien Rumah Sakit praktik umum di Ingris dengan koefisien korelasi 0.90
(N=20), yaitu ketika stabilitas kondisi pasien telah dikonfirmasi dengan
pengulangan pengujian psikiatri terstandar. Pada versi 60 item, reliabilitas
Split-half 0.95 untuk 853 responden. Nilai ini equivalen untuk GHQ-30
sebesar 0.92; untuk GHQ-20 sebesar 0.90; dan untuk GHQ-12 sebesar 0.83.
Reliabilitas Inter-rater pada 12 interviu menunjukkan disagreement
hanya 4% dari skor simptom. Estimasi konsistensi internal termasuk figure
split-half adalah 0.95 untuk GHQ-60, 0.92 untuk GHQ-30, 0.90 untuk GHQ-
20 dan 0.83 untuk GHQ-12. Koefisien alpha untuk GHQ-12 berkisar antara
0.82 sampai 0.90 pada empat penelitian.
Uji validitas dari instrument ini telah dilakukan studi di beberapa
negara yang berbeda dan dengan prosedur yang sesuai dan terarah. Goldberg
menyediakan tabel rangkuman empat penelitian yang membandingkan GHQ-
60 dengan interviu psikiatrik terstandart yang telah dikembangkan, yaitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Clinical Interview Shcedule (CIS). Penelitian di Inggris, Australia dan
Spanyol hasilnya sangat konsisten, dengan korelasi antara dua skala berkisar
antara 0.76 sampai 0.81. Hasil ditunjukkan dengan sensitivity dan specificity.
Tabel 3. 3
Perbandingan Validitas GHQ dengan Beberapa Skala Lain
Sensitivity
%
Specificity
%
Overall
Misclassification%
GHQ-60 95.7 87.8 10.3
GHQ-30 85.0 79.5 19.1
Cornell Index 73.5 81.7 17.8
HOS (Mcmillian) 75-84 56-68 22-40
22-ItemScale (Langner) 73.5 81.7 17.8
Hasil penelitian lain dilakukan oleh Benjamin, et.al, yang dikutip oleh
Goldberg (1972 dalam McDowell & Claire, 1996) dengan mengaplikasikan
GHQ-60 terhadap 92 wanita berumur 40-49 tahun. Hasil sensitifitas 54.5%
pada spesifikasi 91.5% dan korelasi Spearman bernilai 0.63. Penelitian juga
dilakukan dengan menggunakan ke empat versi GHQ yang dilakukan pada
pasien praktik umum di Sydney, Australia dan Tennant dengan hasil
sensitifitas dan spesifikasi yang disajikan dalam tabel berikut ini:
Tabel 3. 4
Hasil Perbandingan Sencitivity dan Specifisity dari ke Empat Versi GHQ
pada Pasien Praktik Umum dan Pasien Tidak Rawat Inap
Pasien Praktik Umum Pasien Tidak Rawat Inap
Sencitivity Specificity Sencitivity Specificity
GHQ-60 95.7 87.8 80.6 93.3
GHQ-30 91.4 87.0 64.5 91.6
GHQ-20 88.2 86.0 64.5 96.7
GHQ-12 93.5 78.5 74.2 95.0
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dari hasil perbandingan mengenai Sencitivity serta Specificity yang
lebih tinggi dari versi yang lainnya, maka peneliti memutuskan untuk
menggunakan GHQ-60, yaitu dengan mempertimbangkan kemungkinan
mendapatkan reliabilitas dan validitas butir-butir item yang lebih tinggi.
Kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 60 butir item
dengan 43 item pernyataan favorable dan 17 item pernyataan unfavorable.
Berikut dibawah ini adalah blue print skala dari kuisioner distres.
Tabel 3. 5
Blue Print Kuesioner Distres dari Goldberg (1972)
No. Aspek Aitem
Favorable Unfavorable
1. Gejala Somatik 2, 3, 4, 5, 6, 9, 10, 13 1, 16
2. Kecemasan 11, 12, 14, 15, 17, 18,
19, 20, 37, 44, 45, 55
7, 28
3. Gangguan Sosial 21, 22, 23, 24, 25, 26,
29, 34, 38, 48
27, 30, 31, 32, 33, 35,
36, 42, 47
4. Depresi Berat 8, 39, 40, 41, 43, 49,
50, 51, 52, 57, 58, 59,
60
46, 53, 54, 56
Jumlah 43 17
f % 73,33 26,67
2. Skala Pola Asuh Otoriter
Skala pola asuh otoriter yang digunakan dalam penelitian ini dibuat sendiri
oleh peneliti dengan menggunakan karakteristik pola asuh otoriter dari
(Hurlock, 2002; Musen, 1984; Yusuf, 2009; Santrock, 2003; Ali, 2008) yang
didasarkan pada masing-masing aspek pola asuh dari Kohn (1963) yaitu
pemberian disiplin, komunikasi, pemenuhan kebutuhan dan pandangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
terhadap remaja. Berikut dibawah ini adalah blue print Skala Penerapan Pola
Asuh Otoriter.
Tabel 3. 6
Blue Print Skala Penerapan Pola Asuh Otoriter
No Aspek Indikator Aitem
Favorable Unfavorable
1. Pemberian
Disiplin
- Pengekangan terhadap anak 3, 9 20, 52
- Pemaksaan terhadap
peraturan
11, 24 36, 58
- Pemberian hukuman berat
terhadap pelanggaran
peraturan
4, 25, 44 22, 37, 54
- Pemberian ijin 19, 46, 53 13, 48
2. Komunikasi - Pengambilan keputusan
sesuai kendali orang tua
2, 15, 45 5, 16, 21, 56
- Sedikit komunikasi verbal 43, 49 31, 38
3. Pemenuhan
Kebutuhan
- Kebutuhan rasa aman 1, 51 8, 26
- Kebutuhan dihargai 14, 23 27, 57
- Kebutuhan untuk disayangi 33, 55 30, 59
- Kebebasan menyatakan diri 41, 60 10, 32, 42
4. Pandangan
terhadap
anak
- Dianggap sebagai anak kecil 7, 28, 39 6, 12
- Penilaian yang salah
terhadap pendapat anak
18, 40 29, 35
- Keraguan terhadap
kemampuan anak
34, 47 17, 50
Jumlah 30 30
f % 50 50
E. Validitas dan Realibilitas Alat Ukur
1. Uji Validitas
Uji validitas alat ukur dalam penelitian ini, terlebih dahulu
menggunakan review professional judgment, yaitu penilaian alat ukur dengan
dibimbing oleh orang-orang yang sudah berkompeten dan ahli di bidangnya.
Dalam hal ini peneliti dibimbing oleh psikolog yang berkedudukan sebagai
dosen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Selanjutnya, dilakukan uji validitas butir-butir item yang ditunjukkan
dengan adanya korelasi terhadap skor total item. Perhitungannya dilakukan
dengan mengkorelasikan antara skor item dengan skor total item. Uji validitas
ini dimaksudkan untuk menyeleksi butir-butir item berdasarkan daya
diskriminasinya. Pengujian menggunakan uji dua sisi dengan taraf
signifikansi 0.05. Jika r hitung r tabel (uji 2 sisi dengan sig. 0.05) maka
instrumen atau aitem-aitem pernyataan berkorelasi signifikan terhadap skor
total (dinyatakan valid). Jika r hitung r tabel (uji 2 sisi dengan sig. 0.05)
maka instrumen atau aitem-aitem pernyataan berkorelasi tidak signifikan
terhadap skor total (dinyatakan tidak valid).
Penghitungan daya beda item menggunakan koefisien korelasi
Product Moment. Perhitungan koefisien korelasi dilakukan dengan bantuan
komputer menggunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS)
versi 16.0.
2. Uji Reliabilitas
Teknik yang digunakan untuk mengetahui reliabilitas alat ukur dalam
penelitian ini menggunakan koefisien Cronbach’s Alpha karena data
diperoleh lewat penyajian satu bentuk skala yang dikenakan hanya sekali saja
pada sekelompok responden (single-trial administration), sehingga problem
yang mungkin timbul pada pendekatan reliabilitas terulang dapat dihindari
(Azwar, 2003). Perhitungan reliabilitas dilakukan dengan bantuan komputer
menggunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
F. Teknik Analisis Data
Metode analisis data merupakan metode yang digunakan untuk
menganalisis data hasil penelitian untuk diuji kebenarannya, sehingga diperoleh
suatu kesimpulan. Data mengenai distres bersifat dikotomus, yaitu terdiri atas dua
alternatif jawaban maka dikhawatirkan terdapat sebaran yang tidak normal, sehingga
penelitian ini mempersiapkan dua metode analisis berdasarkan distribusi. Langkah
selanjutnya adalah melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang diajukan
dengan analisis korelasi Product Momen ( Pearson) untuk mengukur data yang
berdistribusi normal dan linier (memenuhi syarat analisis korelasi Product
Momen). Selanjutnya untuk menguji hipotesis data yang berdistribusi tidak
normal menggunakan metode statistik nonparametrik dengan analisis Contingency
Coefficient yang dalam penghitungannya menggunakan analisis Chi square
merupakan suatu metode statistika non parametrik.
Analisis data dilakukan dengan bantuan program komputasi Statistical
Product and Service Solution (SPSS) for Windows Release 16.0. Analisis data
dilakukan untuk mengetahui korelasi atau hubungan antara penerapan pola asuh
otoriter orang tua dengan distres pada remaja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. PERSIAPAN PENELITIAN
1. Orientasi Kancah Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA N 1 Muntilan yang terletak di
Jalan Ngadiretno 1 Tamanagung, Muntilan, Magelang. SMA N 1 Muntilan
ini lahir berdasarkan SK/ Ijin Pendirian Sekolah dari Kanwil Depdiknas/
Dinas Pendidikan/ Depag. No. 106/ S / B/ III/ 65/ 66. Tgl./ Thn./ Bln. 28
JULI 1966 dengan akreditasi A.
SMA Negeri 1 Muntilan dulunya bernama SMA Blabak yang pada
awal berdirinya merupakan filial SMA Negeri 1 Kota Magelang pada Januari
tahun 1965, berlokasi di Blabak, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang.
Karena filial dari SMA Negeri 1 Kota Magelang maka yang berada di Blabak
merupakan lanjutan dari kelas yang ada di Magelang (kelas 1-1 sampai 1-9)
yaitu kelas 1-10, dan pada waktu itu Kepala Sekolahnya adalah Bapak
Banidin. Pada tahun 1966 SMA Negeri 1 Muntilan dinyatakan sebagai SMA
yang mandiri dengan nama SMA Negeri Blabak di Muntilan, berlokasi di
belakang klenteng Hok An Kiong, Jalan Pemuda Muntilan. Mulai tahun 1968
hingga sekarang SMA Negeri Blabak Muntilan menempati lokasi di Jalan
Ngadiretno dusun Ponggol dengan nama SMA Negeri 1 Muntilan
(berdasarkan nomenklatur sekolah yang diterbitkan Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia). SMA N 1 Muntilan lebih dikenal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dengan nama SMA Ponggol karena letaknya bersebelahan dengan Desa
Ponggol.
SMA N 1 Muntilan merupakan sekolah favorit di Kabupaten
Magelang dan se Karisidenan Kedu, terbukti dengan banyaknya siswa yang
mendaftar yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun serta dengan
tingginya standar nilai yang ditetapkan oleh pihak sekolah. Hal tersebut
didukung juga oleh mutu sekolah dengan akreditasi A serta adanya fasilitas
sekolah yang memadai. Siswa SMA N 1 Muntilan berasal dari berbagai
macam daerah di Kabupaten Magelang dan sekitarnya.
SMA N 1 Muntilan mempunyai tujuan pendidikan di SMA N 1
Muntilan dengan mengembangkan antara lain:
a. Mengembangkan secara optimal potensi yang dimiliki peserta didik agar
menjadi manusia yang berakhlak mulia dan berilmu.
b. Membimbing peserta didik menemukan jati dirinya agar menjadi manusia
yang cakap, kreatif dan mandiri.
c. Mempersiapkan peserta didik melanjutkan ke perguruan tinggi sesuai
dengan bakat dan minatnya.
SMA N 1 Muntilan juga mempunyai Visi, Misi dan Tujuan, yang
meliputi:
a. Visi : “Unggul dalam IPTEK, Mantap dalam IMTAQ, Prima dalam
Olah Raga dan Seni serta Tangguh di Era Global”.
b. Misi :
1) Menyediakan sarana belajar yang memadai dan efektif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2) Meningkatkan kualitas pembinaan tim olimpiade sains.
3) Menumbuhkan minat belajar siswa secara optimal.
4) Mengoptimalkan pembinaan IMTAQ bagi seluruh komponen sekolah
untuk mewujudkan insan yang berakhlak mulia.
5) Menyediakan sarana dan prasarana olah raga dan seni yang memadai.
6) Melakukan pembinaan dan pengembangan apresiasi seni dan olah
raga.
7) Meningkatkan daya saing lulusan dengan kemampuan bahasa dan
ICT.
8) Menumbuhkan rasa cinta budaya nasional dan daerah.
c. Tujuan :
1) Mencapai nilai rata-rata ujian nasional 7,6.
2) Menghasilkan lulusan yang dapat diterima perguruan tinggi negeri dan
favorit sebesar 60%.
3) Memiliki siswa yang mampu meraih prestasi olimpiade tingkat
nasional.
4) Memiliki tim debat bahasa inggris yang mampu berprestasi di tingkat
propinsi.
5) Memiliki tim KIR yang mempu berprestasi di tingkat propinsi.
6) Memiliki perpustakaan sekolah yang berbasis komputer.
7) Memiliki sistem administrasi yang berbasis komputer.
8) Meraih prestasi dalam bidang olah raga dan seni di tingkat propinsi
dan nasional.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9) Mempersiapkan siswa (20%) kelas X dan XI mampu berkomunikasi
menggunakan bahasa inggris.
10)Menyelenggarakan peringatan hari besar keagamaan di sekolah.
11)Menanamkan dan mengaplikasikan nilai-nilai budi pekerti dan nilai
luhur bangsa dalam rangka character building.
2. Persiapan Administrasi Penelitian
Persiapan administrasi penelitian meliputi segala urusan perijinan
yang diajukan pada pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan penelitian.
Permohonan ijin tersebut meliputi tahap-tahap sebagai berikut:
a. Peneliti meminta surat pengantar ijin penelitian dari Program Studi
Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
ditujukan kepada Kepala Sekolah SMA N 1 Muntilan dengan nomor
8200/ H27.1.17.3/ TU/ 2010 agar bisa melakukan penelitian di SMA N 1
Muntilan.
b. Setelah mendapatkan ijin dari pihak Sekolah maka peneliti diminta untuk
membawa surat pengantar dari Program Studi Psikologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta ke Badan Kesbangpol
dan PB (Kesatuan Bangsa, Politik, dan Penanggulangan Bencana)
Kabupaten Magelang dengan nomor 070/ 004/ 14/ 2011. Selanjutnya
diteruskan ke BPPT (Badan Pelayanan Perijinan Terpadu) Kabupaten
Magelang untuk mendapatkan persetujuan terhadap ijin pelaksanaan
penelitian dan mendapat ijin dengan nomor 070/ 0013/ 59/ 2011.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c. Setelah memenuhi berbagai persyaratan ijin terhadap pelaksanaan
penelitian, peneliti melakukan koordinasi dengan pihak sekolah terkait
dengan jadwal pelaksanaan penelitian.
3. Persiapan Alat Ukur
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala psikologi.
Adapun skala psikologi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi skala
penerapan pola asuh otoriter orang tua dan modifikasi kuesioner distres dari
Goldberg.
a. Skala Penerapan Pola Asuh Otoriter Orang Tua
Skala penerapan pola asuh otoriter orang tua mengungkap sejauh mana
pola asuh otoriter tersebut diterapkan pada subjek penelitian. Skala ini
terdiri atas 60 aitem pernyataan yang terdiri dari 30 aitem pernyataan
favorable dan 30 aitem pernyataan unfavorable.
b. Kuesioner Distres dari Goldberg
Kuesioner distres dari Goldberg ini mengungkap sejauh mana subjek
penelitian mengalami keadaan distres. Kuesioner ini terdiri atas 60 aitem
pernyataan yang terdiri dari 43 aitem pernyataan favorable dan 17 aitem
pernyataan unfavorable.
4. Pelaksanaan Uji Coba
Sebelum penelitian dilakukan, perlu adanya uji coba terhadap alat
ukur yang akan digunakan. Uji coba terhadap skala dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui validitas dan realibilitas alat ukur penelitian. Pengambilan
sampel untuk uji coba penelitian dilakukan terhadap kelas X yang terdiri atas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3 kelas dari total keseluruhan terdiri atas 8 kelas, yaitu kelas X1, X2, X3.
Pengambilan sampel untuk uji coba penelitian disesuaikan dengan jadwal
salah satu mata pelajaran, yaitu PKn yang sejak awalnya telah dijanjikan
untuk dilakukannya uji coba penelitian dengan disediakan waktu pada akhir
mata pelajaran tersebut. Adapun skala yang diujicobakan terdiri atas skala
penerapan pola asuh otoriter orang tua dan skala distres.
Pelaksanaan uji coba penelitian dilakukan pada tanggal 6 Januari 2011
yang terdiri atas kelas X2 dan X3 serta tanggal 8 Januari 2011 terhadap kelas
X1 dengan keseluruhan sampel berjumlah 95 siswa. Pada saat uji coba
penelitian dilaksanakan, ada 2 siswa dari kelas X3 yang tidak mengikuti
karena berhalangan hadir. Seluruh eksemplar dibagi kepada 95 siswa dan
semuanya memenuhi syarat untuk penyekoran dan analisis data. Selanjutnya
dilakukan uji validitas dan realibilitas dari data yang diperoleh pada tiap-tiap
skala.
5. Uji Validitas dan Realibilitas
Penghitungan validitas aitem-aitem pernyataan untuk skala penerapan
pola asuh otoriter orang tua dan kuesioner distres dilakukan dengan
menggunakan teknik korelasi Product Moment dari Pearson, yaitu mencari
daya beda aitem dengan korelasi antara skor aitem dengan skor total aitem.
Sedangkan penghitungan reliabilitasnya dihitung dengan teknik analisis
reliabilitas Alpha Cronbach. Pengujian menggunakan uji dua sisi dengan taraf
signifikansi 0.05. Jika r hitung r tabel (uji 2 sisi dengan sig. 0.05) maka
instrumen atau aitem-aitem pernyataan berkorelasi signifikan terhadap skor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
total (dinyatakan valid). Jika r hitung r tabel (uji 2 sisi dengan sig. 0.05)
maka instrumen atau aitem-aitem pernyataan berkorelasi tidak signifikan
terhadap skor total (dinyatakan tidak valid). Aitem-aitem yang tidak valid
dinyatakan gugur, sedangkan aitem-aitem yang valid dinyatakan tidak gugur
(Prayitno, 2008).
Uji reliabitas menggunakan taraf signifikansi 0.05, sehingga aitem-
aitem dinyatakan reliabel bila nilai alpha lebih besar dari r kritis product
moment. Aitem-aitem yang valid kemudian dimasukkan ke dalam uji
realibilitas.
a. Uji validitas dan reliabilitas skala penerapan pola asuh otoriter orang tua
Hasil dari uji validitas skala penerapan pola asuh otoriter orang tua
dapat diketahui bahwa dari 60 aitem pernyataan yang telah diujicobakan,
diperoleh indeks korelasi aitem berkisar antara -0.139 sampai dengan
0.709. Hasilnya menunjukkan ada 11 aitem pernyataan dinyatakan gugur,
yaitu aitem nomor 7, 14, 15, 19, 24, 41, 43, 45, 46, 53, 55 dikarenakan
rhitung < rtabel dengan taraf signifikansi 0.05 dan N = 95 dengan nilai kritis
0,202. Sedangkan hasil dari analisis aitem diperoleh 49 aitem pernyataan
valid dengan indeks korelasi berkisar antara 0.293 sampai dengan 0.709.
Hasil analisis reliabilitas skala menunjukkan koefisien Alpha
dengan nilai 0.922. Hal ini menunjukkan bahwa aitem-aitem pernyataan
dalam skala penerapan pola asuh otoriter orang tua sudah reliabel sebagai
alat ukur dalam penelitian. Adapun perincian aitem yang valid dan gugur
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 4.1
Distribusi Butir Aitem Valid dan Gugur pada
Skala Penerapan Pola Asuh Otoriter Orang Tua
No Aspek Indikator
Butir Aitem
JumlahFavorable Unfavorable
Valid Gugur Valid Gugur
1. Pemberian
Disiplin
- Pengekangan
terhadap anak
3,9 - 20, 52 - 4
- Pemaksaan terhadap
peraturan
11 24 36, 58 - 4
- Pemberian hukuman
berat terhadap
pelanggaran
peraturan
4, 25,
44
- 22,
37, 54
- 6
- Pemberian ijin - 19, 46,
53
13, 48 - 5
2. Komunikasi - Pengambilan
keputusan sesuai
kendali orang tua
2 15, 45 5, 16,
21, 56
- 7
- Sedikit komunikasi
verbal
49 43 31, 38 - 4
3. Pemenuhan
Kebutuhan
- Kebutuhan rasa
aman
1, 51 - 8, 26 - 4
- Kebutuhan dihargai 23 14 27, 57 - 4
- Kebutuhan untuk
disayangi
33 55 30, 59 - 4
- Kebebasan
menyatakan diri
60 41 10,
32, 42
- 5
4. Pandangan
terhadap
anak
- Dianggap sebagai
anak kecil
28, 39 7 6, 12 - 5
- Penilaian yang salah
terhadap pendapat
anak
18, 40 - 29, 35 - 4
- Keraguan terhadap
kemampuan anak
34, 47 - 17, 50 - 4
Jumlah 60
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Uji validitas dan reliabilitas kuesioner distres
Hasil dari uji validitas kuesioner distres dapat diketahui bahwa dari
60 aitem pernyataan yang telah diujicobakan, diperoleh indeks korelasi
aitem berkisar antara 0.002 sampai dengan 0.672. Hasilnya menunjukkan
ada 13 aitem pernyataan dinyatakan gugur, yaitu aitem nomor 4, 10, 11,
15, 17, 19, 21, 26, 33, 41, 47, 57, 59 dikarenakan rhitung < rtabel dengan
taraf signifikansi 0.05 dan N = 95 dengan nilai kritis 0,202. Sedangkan
hasil dari analisis aitem diperoleh 47 aitem pernyataan valid dengan indeks
korelasi berkisar antara 0.210 sampai dengan 0.672.
Hasil analisis reliabilitas skala menunjukkan koefisien Alpha
dengan nilai 0.895. Hal ini menunjukkan bahwa aitem-aitem pernyataan
dalam kuesioner distres sudah reliabel sebagai alat ukur dalam penelitian.
Adapun perincian aitem yang valid dan gugur dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 4.2
Distribusi Butir Aitem Valid dan Gugur pada Kuesioner Distres
No Aspek
Butir Aitem
JumlahFavorable Unfavorable
Valid Gugur Valid Gugur
1. Gejala
Somatik
2, 3, 5, 6, 9, 13 4, 10 1, 16 - 10
2. Kecemasan 12, 14, 18, 20,
37, 44, 45, 55
11, 15, 17,
19
7, 28 - 14
3. Gangguan
Sosial
22, 23, 24, 25,
29, 34, 38, 48
21, 26 27, 30, 31,
32, 35, 36,
42
33, 47 19
4. Depresi Berat 8, 39, 40, 43,
49, 50, 51, 52,
58, 60
41, 57, 59 46, 53, 54,
56
- 17
Jumlah 60
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6. Penyusunan Alat Ukur Penelitian
Setelah melakukan uji validitas dan reliabilitas, langkah selanjutnya adalah
melakukan penyusunan alat ukur dalam penelitian. Penyusunan alat ukur
hanya menggunakan aitem-aitem pernyataan yang telah dinyatakan valid,
dengan nomor urut yang baru. Sedangkan aitem-aitem pernyataan yang
dinyatakan tidak valid dihilangkan. Berikut ini adalah tabel sebaran aitem
dengan penomoran baru yang digunakan dalam penelitian.
Tabel 4.3
Distribusi Aitem Skala Penerapan Pola Asuh Otoriter Orang Tua
No Aspek Indikator Aitem Jumlah
Favorable Unfavorable
1. Pemberian
Disiplin
- Pengekangan
terhadap anak
3 (1), 9 (36) 20 (14), 52
(25)
4
- Pemaksaan terhadap
peraturan
11 (16) 36 (48), 58
(29)
3
- Pemberian hukuman
berat terhadap
pelanggaran
peraturan
4 (23), 25 (47),
44 (12)
22 (34), 37 (3),
54 (9)
6
- Pemberian ijin - 13 (42), 48
(38)
2
2. Komunikasi - Pengambilan
keputusan sesuai
kendali orang tua
2 (8) 5 (15), 16 (21),
21 (27), 56
(46)
5
- Sedikit komunikasi
verbal
49 (30) 31 (17), 38
(41)
3
3. Pemenuhan
Kebutuhan
- Kebutuhan rasa
aman
1 (6), 51 (39) 8 (28), 26 (2) 4
- Kebutuhan dihargai 23 (45) 27 (31), 57
(19)
3
- Kebutuhan untuk
disayangi
33 (20) 30 (37), 59
(11)
3
- Kebebasan
menyatakan diri
60 (32) 10 (24), 32
(49), 42 (7)
4
4. Pandangan
terhadap
anak
- Dianggap sebagai
anak kecil
28 (35), 39 (10) 6 (43), 12 (18) 4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
- Penilaian yang salah
terhadap pendapat
anak
18 (40), 40 (22) 29 (5), 35 (33) 4
- Keraguan terhadap
kemampuan anak
34 (4), 47 (26) 17 (44), 50
(13)
4
Jumlah 49
Keterangan : nomor dalam tanda kurung (….) adalah nomor aitem baru untuk
penelitian.
Tabel 4.4
Distribusi Aitem Kuesioner Distres
No Aspek Aitem Jumlah
Favorable Unfavorable
1. Gejala Somatik 2 (44), 3 (8), 5 (14), 6
(27), 9 (37), 13 (33)
1 (22), 16 (30) 8
2. Kecemasan 12 (3), 14 (28), 18 (46), 20
(5), 37 (12), 44 (38), 45
(42), 55 (23)
7 ( 31), 28 (19) 10
3. Gangguan Sosial 22 (1), 23 (39), 24 (17), 25
(41), 29 (15), 34 (26), 38
(45), 48 (34)
27 (6), 30 (7), 31 (36), 32
(20), 35 (40), 36 (47), 42
(32)
15
4. Depresi Berat 8 (43), 39 (16), 40 (11), 43
(24), 49 (21), 50 (9), 51
(18), 52 (35), 58 (4), 60
(29)
46 (2), 53 (13), 54 (25),
56 (10)
14
Jumlah 47
Keterangan : nomor dalam tanda kurung (….) adalah nomor aitem baru untuk
penelitian.
B. Pelaksanaan Penelitian
A. Penentuan Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMA
N 1 Muntilan kelas X4, X5, X6, X7, X8 yang berjumlah 161 siswa, namun
dalam pelaksanaan penelitian hanya 143 siswa yang ikut dalam pelaksanaan
penelitian karena siswa yang lain sedang mengikuti pelatihan PMR (Palang
Merah Remaja) oleh PMI setempat untuk diterjunkan dalam rangka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
membantu penanganan korban lahar dingin merapi. Alasan penggunaan siswa
kelas X sebagai sampel penelitian karena dianggap mewakili populasi yang
telah ditentukan dalam penelitian ini. Siswa kelas X berada pada rentang usia
14-16 tahun sehingga sudah memasuki usia remaja dan sudah mewakili
subjek dalam penelitian.
Teknik pengambilan sampel dari populasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu pemilihan sampel didasarkan
atas kriteria-kriteria berdasarkan tujuan penelitian yang telah ditentukan
sebelumnya.
B. Penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 17 Januari 2011 dengan
menggunakan alat ukur penelitian berupa skala penerapan pola asuh otoriter
yang terdiri dari 49 aitem pernyataan. Pembagian skala dilakukan secara
bergilir kelas demi kelas selama 1 hari, yang meliputi kelas X4, X5, X6, X7
dan X8. Peneliti diberi kesempatan oleh pihak sekolah untuk menggunakan
satu jam mata pelajaran selama 45 menit untuk tiap kelasnya.
Pada awal pertemuan, peneliti melakukan perkenalan dan selajutnya
memberikan penjelasan mengenai tata cara pengisian dan pengerjaan skala.
Selama siswa melakukan pengerjaan terhadap skala penelitian, peneliti tetap
berada di dalam kelas sambil melakukan observasi sampai subjek selesai
mengerjakan kemudian peneliti mengumpulkan skala yang telah selesai
dikerjakan. Penelitian hanya berlangsung selama ±20 menit, waktu
selanjutnya peneliti gunakan untuk memberikan motivasi dengan melakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
diskusi dengan siswa. Setelah data terkumpul selanjutnya dilakukan skoring
untuk mempersiapkan penelitian selanjutnya.
Penelitian pada tahap ke dua dilaksanakan setelah dilakukan
penghitungan terhadap skala penerapan pola asuh otoriter orang tua dan
didapatkan sejumlah siswa sebanyak 59 siswa yang mendapatkan penerapan
pola asuh otoriter orang tua dengan kategori sedang hingga tinggi. Setelah
didapatkan data hasil dari penghitungan skor mengenai siswa yang akan
dijadikan sebagai subjek penetian selanjutnya, peneliti melakukan koordinasi
dengan pihak sekolah untuk dilakukan penelitian lebih lanjut. Penelitian
selanjutnya akhirnya dilaksanakan pada tanggal 20 januari 2011, yaitu dengan
memberikan kuesioner distres dari Goldberg yang terdiri dari 47 aitem
pernyataan.
Penelitian dilakukan dengan memberitahukan pada siswa yang
bersangkutan untuk berkumpul pada istirahat jam ke dua di ruang kesenian
yang kapasitasnya lebih besar dari ruangan lainnya. Penelitian dilakukan
dengan memanfaatkan waktu istirahat pada jam ke dua karena mempunyai
jeda istirahat yang lebih panjang, yaitu selama 30 menit (pukul 11.45-12.15)
sehingga setelah penelitian selesai siswa dapat beristirahat kembali untuk
beribadah dan melanjutkan pelajaran selanjutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
C. Hasil Analisis Data Penelitian
Penghitungan analisis data dilakukan setelah uji asumsi yang meliputi uji
normalitas sebaran dan uji linearitas hubungan. Perhitungan dalam analisis ini
dilakukan dengan bantuan komputer seri program statistik SPSS for MS Windows
release versi 16.0.
1. Uji Asumsi
a. Uji normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah populasi data
berdistribusi normal atau tidak. Penelitian ini menggunakan uji One Sample
Kolmogorov-Smirnov dengan taraf signifikansi 0,05. Data dinyatakan
berdistribusi normal jika signifikansi lebih besar dari 5% atau 0,05 (Prayitno,
2008). Hasil uji normalitas terhadap ketiga variabel adalah sebagai berikut:
Tabel 4.5
Hasil Uji Normalitas One Sample Kolmogorov-Smirnov
Kolmogorov-Smirnova
Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Distres.080 59 .200
*.979 59 .398
PPAO.219 59 .000 .710 59 .000
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Ket: PPAO: Penerapan Pola Asuh Otoriter Orang Tua
Berdasarkan tabel tersebut di atas dapat dilihat hasil penghitungan uji
One Sample Kolmogorov-Smirnov dengan Asym. Sig (2-tailed) berupa harga
p. Hasil uji normalitas untuk variabel penerapan pola asuh otoriter orang tua
sebesar 0,000 dengan harga p < 0,05 sehingga dapat ditarik kesimpulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
bahwa data yang diuji berdistribusi tidak normal. Sedangkan hasi uji
normalitas untuk variabel distres sebesar 0,200 dengan harga p > 0,05
sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa data yang diuji berdistribusi
normal.
b. Uji Linearitas Hubungan
Uji linearitas hubungan dilakukan bertujuan untuk mengetahui apakah
dua variabel mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara signifikan.
Uji linearitas dilakukan sebelum melakukan analisis korelasi atau regresi
linear. Penelitian ini menggunakan Test for Linearity dengan taraf
signifikansi 5% atau 0,05 (Prayitno, 2008). Menurutnya, dua variabel dapat
dikatakan mempunyai hubungan yang linier bila signifikansi (linearity)
kurang dari 0,05.
Tabel 4.6
Hasil Uji Linearitas
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
distres *
PPAO
Between
Groups
(Combined) 3002.255 25 120.090 3.045 .002
Linearity 868.121 1 868.121 22.012 .000
Deviation from
Linearity2134.134 24 88.922 2.255 .015
Within Groups 1301.474 33 39.439
Total 4303.729 58
Ket: PPAO: Penerapan Pola Asuh Otoriter Orang Tua
Dari hasil uji linearitas didapatkan nilai F sebesar 3,045 dengan nilai
signifikansi pada Linearity sebesar 0,000. Dengan demikian dapat ditarik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kesimpulan bahwa variabel penerapan pola asuh otoriter orang tua dan distres
terdapat hubungan yang linear karena 0,000 < 0,05.
2. Uji Hipotesis
a. Analisis Koefisien Kontingensi (Contingency Coefficient)
Dari hasil uji asumsi dapat diketahui sebaran data penerapan pola asuh
otoriter orang tua dan distres berdistribusi tidak normal dan linear. Dengan
demikian uji hipotesisnya menggunakan metode statistik nonparametrik.
Penelitian ini menggunakan uji hipotesis dengan analisis Koefisien
Kontingensi (Contingency Coefficient) yang dalam penghitungannya
menggunakan analisis Chi Square. Chi Square merupakan salah satu bentuk
dari statistik nonparametrik. Koefisien kontingensi (KK) digunakan untuk
mengetahui hubungan antara baris dan kolom. Dalam hal ini untuk
mengetahui keeratan hubungan antara penerapan pola asuh otoriter orang tua
dengan distres. Selanjutnya dilakukan penghitungan untuk menguji hipotesis,
untuk lebih jelasnya disajikan dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.7
Hasil Uji Korelasi dengan Analisis Chi-Square
Value Df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 45.187a
26 .011
Likelihood Ratio 19.899 26 .796
Linear-by-Linear Association 3.398 1 .065
N of Valid Cases 59
a. 52 cells (96,3%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is ,05.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 4.8
Hasil Uji Korelasi dengan Analisis Contingency Coefficient
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .659 .011
N of Valid Cases 59
Dari hasil uji hipotesis tersebut diatas, dapat dilihat bahwa nilai
signifikasi (p-value) sebesar 0,011. Dengan demikian p-value < 0,05 sehingga
hasilnya signifikan. Nilai koefisien kontingensi antara penerapan pola asuh
otoriter orang tua dengan distres sebesar 0,659. Menurut Prayitno (2008)
kriteria hubungan antar variabel adalah bahwa semakin mendekati nilai 1
maka hubungan yang terjadi semakin erat dan jika mendekati 0 maka
hubungan semakin lemah. Dalam hal ini hubungan yang terjadi antara
variabel penerapan pola asuh otoriter orang tua dengan distres adalah erat.
b. Uji Signifikansi dengan X2
Dari tabel didapatkan nilai X2hitung sebesar 45,187. Nilai dikatakan
signifikan jika X2hitung > X
2tabel. Dengan menggunakan taraf signifikansi
0,05 dan df = 26, maka X2tabel menunjukkan nilai 38,885. Dengan demikian
X2hitung > X
2tabel (45,187 > 38,885) dan p-value (0,011 < 0,05), maka
hasilnya signifikan.
3. Analisis Deskriptif
Dari hasil data penyekoran penerapan pola asuh otoriter orang tua dan
distres diperoleh hasil statistik deskriptif mengenai data penelitian. Berikut ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
akan disajikan deskripsi data penelitian dan subjek penelitian sebagai
gambaran umum hasil penelitian.
Tabel 4.9
Statistik Deskriptif
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Distres 59 5.00 40.00 22.0678 8.61407
PPAO 59 49.00 131.00 60.9831 15.14356
Valid N (listwise) 59
Berdasarkan tabel statistik di atas, kemudian dilakukan kategorisasi
terhadap skor skala hasil penelitian. Kategorisasi ini kemudian dinyatakan
sebagai acuan atau norma dalam pengelompokkan skor subjek yang dikenai
skala. Kategorisasi yang digunakan adalah kategorisasi jenjang berdasarkan
model distribusi normal. Tujuan kategorisasi ini adalah menempatkan subjek
ke dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu
kontinum berdasarkan atribut yang diukur (Azwar, 2003). Kontinum jenjang
ini akan dibagi menjadi 3 kategori diagnosis yaitu rendah, sedang, dan tinggi.
Norma kategorisasi yang digunakan adalah sebagai berikut.
Tabel 4.10
Norma Kategori Skor Subjek
Kategorisasi Norma
Rendah 1,0 )
Sedang 1,0
Tinggi
Keterangan :
X : raw score skala
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
: mean atau nilai rata-rata
: standar deviasi
a. Skala Penerapan Pola Asuh Otoriter Orang Tua
Skala penerapan pola asuh otoriter orang tua dikategorisasikan untuk
mengetahui kategori nilai yang diperoleh subjek dalam penelitian. Skor
minimal yang diperoleh subjek adalah 49 X 0 = 0 dan skor maksimal yang
diperoleh subjek adalah 49 X 3 = 147, sehingga jarak sebarannya adalah 147
– 0 = 147 setiap satuan deviasi standarnya bernilai 147 : 6,0 = 24,5 24 dan
rerata hipotetiknya adalah 49 X 1,5 = 73,5 73. Apabila subjek digolongkan
dalam 3 kategori, maka didapat kategorisasi serta distribusi skor subjek
seperti pada tabel berikut:
Tabel 4.11
Kriteria Kategori Skala Penerapan Pola Asuh Otoriter Orang Tua dan
Distribusi Skor Subjek
Variabel Kategorisasi Komposisi Rerata
empirikKategori Skor Jumlah Presentase
(%)
Penerapan
Pola Asuh
Otoriter Orang
Tua
Rendah X < 49 84 58,74 -
Sedang 49 X < 98 56 39,16 60,98
Tinggi98 X
3 2,1 -
Pada tabel kategorisasi penerapan pola asuh otoriter orang tua
diatas, dapat dilihat bahwa rerata empirik subjek sebesar 61 termasuk
dalam kategori sedang, sehingga dapat disimpulkan secara umum subjek
mendapatkan penerapan pola asuh otoriter dari orang tua dengan tingkat
sedang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Kuesioner Distres
Skala penerapan pola asuh otoriter orang tua dikategorisasikan
untuk mengetahui kategori nilai yang diperoleh subjek dalam penelitian.
Skor minimal yang diperoleh subjek adalah 47 X 0 = 0 dan skor maksimal
yang diperoleh subjek adalah 47 X 1 = 47, sehingga jarak sebarannya
adalah 47 – 0 = 47 setiap satuan deviasi standarnya bernilai 47 : 6,0 = 7,83
8 dan rerata hipotetiknya adalah 47 X 0,5 = 23,5 23. Apabila subjek
digolongkan dalam 3 kategori, maka didapat kategorisasi serta distribusi
skor subjek seperti pada tabel berikut:
Tabel 4.12
Kriteria Kategori Kuesioner Distres dan Distribusi Skor Subjek
Variabel Kategorisasi Komposisi Rerata
empirikKategori Skor Jumlah Presentase
(%)
Distres
Rendah X < 15 15 25,42 -
Sedang 15 X < 31 35 59,32 22,07
Tinggi 31 X 9 15,26 -
Pada tabel kategorisasi distres diatas, dapat dilihat bahwa rerata
empirik subjek sebesar 22,07 termasuk dalam kategori sedang, sehingga
dapat disimpulkan secara umum subjek mengalami kondisi distres dengan
tingkat sedang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
D. Pembahasan
Hasil dari analisis data penelitian mengenai hubungan antara penerapam
pola asuh otoriter orang tua dengan distres pada remaja di SMA N 1 Muntilan
didapatkan hasil koefisien kontingensi sebesar 0,659, p-value sebesar 0,011 < 0,05
dan X2hitung lebih besar dari X
2tabel (45,187 > 38,885). Berdasarkan nilai
koefisien kontingensi dapat disimpulkan bahwa faktor penerapan pola asuh
otoriter orang tua memiliki hubungan yang erat dengan distres pada remaja. Hal
ini berarti penerapan pola asuh otoriter orang tua dapat dijadikan prediktor untuk
memprediksi kondisi distres pada remaja.
Hasil dari penghitungan didapatkan koefisien korelasi yang bernilai
positif, hal ini mengindikasikan adanya hubungan yang positif. Nilai korelasi
kedua variabel terdapat hubungan yang erat, hal ini dapat dilihat dari hasil
koefisien korelasi sebesar 0,659. Perbandingan nilai X2hitung yang lebih besar
dari X2tabel menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara variabel
bebas dan tergantung sehingga hipotesis yang diajukan diterima. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara penerapan pola asuh
otoriter orang tua dengan distres pada remaja di SMA N 1 Muntilan. Nilai
koefisien korelasi yang bernilai positif mengindikasikan bahwa semakin tinggi
penerapan pola asuh otoriter orang tua maka semakin tinggi pula distres yang
dialami oleh remaja. Hasil positif yang signifikan menunjukkan bahwa penerapan
pola asuh otoriter orang tua mempunyai peran dalam menentukan kondisi distres
pada remaja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pada penelitian ini penerapan pola asuh otoriter ini lebih menekankan pada
orang tua sehingga tidak hanya terpaku pada ayah atau ibu saja. Dalam hal ini
lebih mengarah kepada otoriter dalam pemenuhan kebutuhan remaja. Pada pola
asuh otoriter pemenuhan kebutuhan anak sangat jarang terpenuhi, apalagi yang
menyangkut pemenuhan secara mental. Seringkali orang tua lebih menunjukkan
sikap menekan kebutuhan mental remaja dengan memberikan batasan-batasan
tingkah laku. Musen (1983) mengemukakan bahwa dalam pola asuh otoriter,
orang tua menghalangi harapan, permintaan serta kebutuhan anak.
Penelitian ini hanya menggunakan subjek penelitian dengan penerapan
pola asuh otoriter orang tua pada kategori sedang hingga tinggi, namun telah
menunjukkan kondisi distres pada remaja yang mengarah pada tingkat sedang dan
tinggi sehingga dapat dikatakan bahwa ke dua variabel mempunyai hubungan
yang signifikan.. Di bawah ini disajikan grafik untuk lebih menjelaskan lagi
mengenai gambaran kondisi distres, yaitu sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 4.1 Diagram mengenai tingkatan distres pada remaja sebagai akibat dari
penerapan pola asuh otoriter orang tua.
Hasil dari analisis data diatas sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Nasution (2008) menyimpulkan bahwa stres pada remaja itu disebabkan oleh
berbagai faktor, tetapi faktor yang paling banyak mempengaruhi remaja
berhubungan dengan orang tua, akademik dan teman sebaya. Begitu juga dengan
McCubbin and Patterson (1983 dalam Rice, 1999) yang menentukan bahwa
stressor disebabkan karena kejadian hidup atau dampak dari suatu perubahan
dalam kesatuan keluarga yang menghasilkan atau yang mempunyai potensi
menghasilkan keadaan stres, serta perubahan pada sistem sosial keluarga. Seperti
hanya dengan penelitian yang dilakukan oleh Ghofur, dkk (2009) mengenai
“Pengaruh Pola Asuh Orang Tua terhadap Perkembangan Karakteristik Anak”
memberikan penjelasan bahwa pengaruh pola asuh otoriter akan menghasilkan
karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar
menentang, suka melanggar norma-norma, berkepribadian lemah, cemas dan
terkesan menarik diri.
Ali & Mohammad (2008) menyatakan bahwa dengan cara otoriter,
ditambah dengan sikap keras, menghukum, mengancam akan menjadikan anak
patuh di hadapan orang tua tetapi dibelakangnya ia akan memperlihatkan reaksi-
reaksi menentang atau melawan karena merasa dipaksa, misalnya saja perilaku-
perilaku menyimpang pada remaja. Pendapat tersebut sejalan dengan Mirowsky &
Catherine (2003) yang mengungkapkan bahwa distres merupakan suatu masalah
bagi seseorang seperti perilaku antisosial, minum-minuman keras, menggunakan
narkoba.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Berbagai macam hal yang mempengaruhi munculnya distres pada remaja
selain disebabkan oleh penerapan pola asuh otoriter orang tua. Menurut Mirosky
& Catherine (2003) menyatakan ada tiga pola dari pemahaman individu mengenai
diri sendiri dan sosial sebagai penjelasan pola sosial mengenai penyebab distres,
yaitu pemindahan hak, otoriter, dan ketidakadilan. Dalam hal ini faktor dari
otoriter memberikan sumbangan terhadap munculnya kondisi distres, disamping
faktor-faktor yang lainnya. Mirosky & Catherine (2003) juga mengungkapkan
faktor-faktor yang mempengaruhi distres meliputi, status sosial ekonomi, jenis
kelamin, umur, kondisi perkawinan, kedudukan sebagai orang tua, dan variabel
lain berupa sosiodemografik yang menunjuk pada kondisi secara objektif dari
kehidupan sosial; pengalaman pola-pola sosial, perkembangan kepercayaan dalam
masayarakat, hubungan antar manusia, antara diri sendiri dan hubungan satu
dengan yang lain serta hubungan dengan sosial.
Secara umum hasil penelitian menunjukkan ada hubungan positif dan
signifikan antara penerapan pola asuh otoriter orang tua dengan distres pada
remaja di SMA N 1 Muntilan. Namun penelitian ini masih memiliki keterbatasan
dan kekurangan. Salah satu diantaranya penelitian ini hanya dapat
digeneralisasikan secara terbatas pada populasi penelitian saja. Penerapan
populasi yang lebih luas dengan karakteristik yang berbeda perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut dengan menggunakan atau menambah variabel-variabel lain
yang belum disertakan dalam penelitian ini, ataupun dengan menambah dan
memperluas ruang lingkupnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka dapat disimpulkan
bahwa:
1. Ada hubungan positif yang signifikan antara penerapan pola asuh otoriter
orang tua dengan distres pada remaja di SMA N 1 Muntilan.
2. Nilai hubungan yang erat ditunjukkan dengan koefisien korelasi yang
mendekati nilai 1 namun masih berada pada nilai tengah disebabkan karena
penerapan pola asuh otoriter orang tua terhadap subjek cenderung sedang,
namun hal ini telah menunjukkan tingkat distres yang sedang dan tinggi pada
subjek.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan, dan kesimpulan yang telah
diuraikan, diajukan beberapa saran sebagai berikut :
1. Bagi Orang Tua
Diharapkan orang tua dapat memberikan penerapan pola pengasuhan yang
lebih memperhatikan perkembangan fisik, psikis, dan sosial pada anak serta
mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan dan harapan-harapan anak. Dengan
demikian pola pengasuhan yang diterapkan pada anak dapat diterima baik
oleh anak tanpa paksaan dan tekanan. Dalam hal ini diharapkan orang tua
dapat mempertimbangkan kembali penerapan pola pengasuhan yang otoriter
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dalam rangka menghindari distres dan adanya kemungkinan perkembangan
pada anak yang mengarah pada hal-hal yang negatif. Dengan demikian akan
mendorong perkembangan fisik, psikis serta sosial yang sehat sehingga anak
akan terhindar dari kondisi distres.
2. Bagi Sekolah
Diharapkan sekolah dapat menciptakan lingkungan yang kondusif untuk
perkembangan mental siswa yang sehat, dalam hal ini adalah remaja. Jenjang
sekolah SMA merupakan fase perkembangan pada tingkat remaja, sehingga
merupakan fase yang membutuhkan perhatian ekstra. Remaja membutuhkan
arahan serta bimbingan yang baik, butuh untuk didengarkan, dihargai, serta
diperhatikan oleh perangkat sekolah. Dengan demikian diharapkan sekolah
dapat mengarahkan perangkat-perangkat sekolah untuk dapat menjalin
hubungan yang baik dengan siswa dengan mengupayakan penerapan dengan
pola pendekatan yang tidak otoriter sehingga mendukung tumbuhnya
kesehatan mental yang baik pada anak dalam rangka menghindari distres.
3. Bagi Remaja
Diharapkan remaja dapat mewaspadai pola pengasuhan otoriter orang tua,
dengan demikian remaja dapat melakukan koping ketika orang tua
menunjukkan penerapan pola asuh yang otoriter. Remaja sebagai anak juga
dapat membangun hubungan dengan orang tua seperti melakukan komunikasi
yang baik dengan orang tua dengan berupaya mempengaruhi lingkungan atau
orang tua atau sekolah untuk lebih memahami kebutuhan-kebutuhan remaja
sehingga tidak memberikan perlakuan dengan menerapkan pola asuh otoriter
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang berpengaruh terhadap munculnya distres pada remaja. Dengan demikian
akan terhindar pada munculnya distres pada remaja yang salah satunya
berasal dari faktor penerapan pola asuh orang tua yang otoriter.
4. Bagi Pihak yang Terkait yang Bertanggung Jawab terhadap Permasalahan
Remaja
Diharapkan dapat memberikan penyuluhan bagi para orang tua untuk dapat
memberikan pola pengasuhan yang sesuai dengan perkembangan anak dan
sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan serta harapan-harapan anak. Dengan
demikian, orang tua bisa mempertimbangkan pola pengasuhan otoriter dan
dapat menempatkan anak pada posisi yang sesuai dengan perkembangan yang
dialaminya sehingga anak terhindar dari permasalahan-permasalahan
kompleks sebagai wujud dari kondisi distres yang dialami oleh remaja.
5. Bagi Peneliti Lain
Penelitian ini hanya meninjau sebagian hubungan saja, sehingga bagi peneliti
selanjutnya yang tertarik untuk mengadakan penelitian dengan topik yang
sama diharapkan memperhatikan faktor lain yang turut mempengaruhi
munculnya kondisi distres pada remaja seperti faktor fisik (seperti respon
tubuh terhadap stres), faktor lingkungan (seperti beban berat, konflik, dan
frustrasi, juga kejadian yang buruk dan kesusahan), faktor emosi dan
kepribadian (seperti marah, mempunyai musuh), serta faktor sosiokultural
(seperti kemiskinan). Selanjutnya, bagi peneliti lain diharapkan dapat
menambah variabel, memperluas populasi dan memperbanyak sampel, agar
penelitian dapat digeneralisasikan dalam ruang lingkup yang lebih luas lagi.