Post on 08-Dec-2015
description
HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DAN PERSONAL
HIGIENE IBU DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS 23 ILIR KOTA
PALEMBANG TAHUN 2014
MANUSKRIF SKRIPSI
OLEH :
NURFADHILA MELINA
NIM. 10101001069
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014
Hubungan Sanitasi Lingkungan dan Personal Higiene Ibu dengan Kejadian Diare
pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas 23 Ilir Kota Palembang Tahun 2014
The Association of Environmental Sanitation and Mother Personal Hygiene And The
Incidence Of Diarrhea on Children Under Five Years Old In The Working Area Of 23
Ilir Health Centre Palembang City 2014
Nurfadhila Melina1, Anita Camelia
2, Najmah
3
1 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya
2Bagian K3KL,
3Bagian Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya
E-mail : nurfadhilamelina@yahoo.com
ABSTRAK Background : Diarrheal disease is still a public health problem in District of Bukit Kecil especially in 23
Ilir health centre with 279 cases of diarrhea in children under five in 2013. Based on the Health Profile of
Palembang City in 2012 found that District Bukit Kecil is a region with the worst sanitary conditions is
wastewater treatment coverage healthy lowest (43.48%) and lowest healthy latrine coverage (62.07%). In
addition, the proportion of the population in South Sumatra which behaves in terms of hygienic hand
washing is only 45.3%. The purpose of this study was to determine the relationship of environmental
sanitation and personal hygiene of mothers with diarrhea incidence.
Method : This research used cross sectinonal design. Sample for this research were mothers who have
children under five years-old, totally 123. Sampling was conducted by purposive sampling method. Data
analysis was performed with univariate, bivariate, and multivariate analysis. Statistical test used chi-square
test for bivariate analysis and logistic regression for multivariate analysis.
Result : The results showed that there was relationship between mother's education level (p=0.002), the
physical quality of water (p=0.024), healthy latrine ownership (p= 0.047), the condition of dump (p =
0.001), waste water disposal system (p=0.003), the habit of handwashing (p=0.000), the habit of using the
bottle (p=0.031), and the habit of washing tableware (p = 0.024) with the incidence of diarrhea in toddlers,
but there is no relationship between the habit of storing food dish (p=0.682), and the habit of wash material
food (p=0.810) with the incidence of diarrhea in toddlers. The most influential variable in the incidence of
diarrhea in toddlers is mother's education level (PR=10,385; 95%CI 2,899-37,206) and the habit of
handwashing (PR=10,254; 95%CI 3,148-33,409).
Conclusion : It can be concluded that the level of education, healthy latrine ownership, the state of the trash,
waste water disposal system, handwashing, use of the bottle habit, and habit of washing tableware has a
relationship with the incidence of diarrhea in toddlers. The recommendation for this study to increase the
frequency of the provision of information about the importance of environmental sanitation and personal
hygiene to prevent the occurrence of diarrhea in infants.
Keywords : Diarrhea, Children Under Five Years Old, Environment Sanitation, Personal Hygiene
Bibliography : 81 (2000-2014)
ABSTRAK Latar Belakang : Penyakit diare pada balita masih menjadi masalah kesehatan di Kecamatan Bukit Kecil
terutama di Wilayah Kerja Puskesmas 23 Ilir dengan jumlah 279 kasus. Berdasarkan Profil Kesehatan kota
Palembang Tahun 2012 didapatkan bahwa Kecamatan Bukit Kecil merupakan wilayah dengan kondisi
sanitasi terburuk yaitu cakupan pengelolaan air limbah sehat terendah (43,48%) dan cakupan jamban sehat
terendah (62,07%). Selain itu proporsi penduduk di Sumatera Selatan yang berperilaku higienis dalam hal
mencuci tangan sebesar 45,3%. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan sanitasi lingkungan
dan personal higiene ibu dengan kejadian diare pada balita.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah ibu
yang memiliki balita berjumlah 123. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik
pengambilan sampel secara purposive sampling. Analisa data yang dilakukan adalah univariat, bivariat, dan
multivariat. Uji statistik dilakukan dengan uji chi-square untuk analisis bivariat dan uji regresi logistik untuk
analisis multivariat.
Hasil Penelitian : Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan (p=0,002),
kualitas fisik air bersih (p=0,024), kepemilikan jamban sehat (p=0,047), keadaan tempat sampah (p=0,001),
sistem pembuangan air limbah (p=0,003), kebiasaan cuci tangan (p=0,000), kebiasaan penggunaan botol susu
(p=0,031), dan kebiasaan mencuci peralatan makan (p=0,024) dengan kejadian diare pada balita, namun tidak
ada hubungan antara kebiasaan menyimpan hidangan makanan (p=0,682), dan kebiasaan mencuci bahan
makanan (p=0,810) dengan kejadian diare pada balita. Variabel yang paling berpengaruh dengan kejadian
diare pada balita adalah tingkat pendidikan ibu (PR=10,385; 95%CI 2,899-37,206) dan kebiasaan cuci tangan
(PR=10,254; 95%CI 3,148-33,409).
Kesimpulan : Dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan, kepemilikan jamban sehat, keadaan tempat
sampah, sistem pembuangan air limbah, kebiasaan mencuci tangan, kebiasaan penggunaan botol susu, dan
kebiasaan mencuci peralatan makan memiliki hubungan dengan kejadian diare pada balita. Saran pada
penelitian ini perlu adanya peningkatkan frekuensi penyuluhan tentang pentingnya penyediaan sarana sanitasi
lingkungan dan personal higiene untuk mencegah kejadian diare.
Kata Kunci: Diare, Balita, Sanitasi Lingkungan , Personal Higiene
Kepustakaan: 81 (2000 -2014)
PENDAHULUAN
Diare merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang menjadi penyebab
utama kesakitan dan kematian. Penyakit diare masih menjadi masalah global dengan
derajat kesakitan dan kematian yang tinggi di berbagai negara terutama di negara
berkembang, dan juga sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka kesakitan dan
kematian anak di dunia1.
Di Indonesia, diare merupakan penyebab kematian nomor dua pada balita (12 - 59
bulan) sebesar (25,2%) , nomor tiga bagi pada bayi (29 hari - 11 bulan) sebesar (31,4%) ,
dan nomor lima bagi semua umur2. Insidensi Diare dan Period Prevalence diare pada
balita di Sumatera Selatan yaitu 4,8% dan 4,5%3
. Di Sumatera Selatan, Palembang
merupakan kota dengan jumlah penderita diare terbanyak yaitu 51623 kasus4. Diare selalu
menjadi 10 besar penyakit yang selalu ada setiap tahun dan terdapat peningkatan jumlah
kasus diare pada balita di Palembang tahun 2012-2013 dari 8236 menjadi 16033 balita5.
Puskesmas 23 Ilir merupakan puskesmas di wilayah Kecamatan Bukit Kecil kota
Palembang yang jumlah penderita diare pada balitanya mengalami fluktuasi dari tahun ke
tahun. Namun terjadi peningkatan yang cukup tinggi pada tahun 2012 – 2013 dari 135
balita meningkat menjadi 279 balita5. Kecamatan Bukit Kecil merupakan kecamatan yang
kondisi sanitasi lingkungannya rendah, cakupan pengelolaan air limbah sehat terendah
yaitu 43,48% dari rata-rata cakupan mencapai 86,01% serta cakupan jamban sehat
terendah yaitu 62,07% dari rata -rata cakupan mencapai 90,2%4.
Penduduk di Sumatera Selatan yang berperilaku higienis dalam hal mencuci tangan
hanya 45,3% dibawah rata-rata proporsi di Indonesia yaitu 47,0%3. Selain itu 18% angka
kesakitan bayi dan balita yang terkena diare di Indonesia terjadi pada yang menggunakan
botol susu2.
Berdasarkan uraian maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai hubungan antara sanitasi lingkungan dan personal higiene ibu dengan kejadian
diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas 23 Ilir Kecamatan Bukit Kecil Tahun 2014.
BAHAN DAN CARA PENELITIAN
Metode penelitian menggunakan desain cross sectional. Lokasi penelitian berada di
sekitar wilayah kerja Puskesmas 23 Ilir Palembang. Populasi pada penelitian ini adalah
seluruh seluruh balita yang berumur 12-59 bulan dengan jumlah sampel sebanyak 123
orang. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan teknik pengambilan sampel secara
purposive (purposive sampling). Uji statistik dilakukan dengan uji chi-square untuk
analisis bivariat dan uji regresi logistik untuk analisis multivariat.
HASIL PENELITIAN
Tabel 1.
Analisis Univariat
Variabel
Kejadian Diare
Total Ya Tidak
Tingkat Pendidikan
Rendah
Tinggi
37 (54,5)
14 (25,5)
31 (44,5)
41 (74,5)
68
55
Kualitas Fisik Air
Tidak Memenuhi syarat
Memenuhi Syarat
38 (50,0)
13 (27,7)
38 (50,0)
34 (72,3)
76
47
Kepemilikan Jamban Sehat
Tidak Memenuhi syarat
Memenuhi Syarat
40 (48,2)
11 (27,5)
43 (51,2)
29 (72,5)
83
40
Keadaan Tempat Sampah
Tidak Memenuhi syarat
Memenuhi Syarat
34 (57,6)
17 (26,6)
25 (42,4)
47 (73,4)
59
64
Sistem Pembuangan Air Limbah
Tidak Memenuhi syarat
Memenuhi Syarat
39 (52,7)
12 (24,5)
35 (47,3)
37 (75,5)
74
49
Kebiasaan Cuci Tangan Tidak Baik
Baik
Kebiasaan penggunaan botol susu
Tidak Baik
Baik
Kebiasaan menyimpan hidangan makanan
Tidak Baik
Baik
Kebiasaan mencuci peralatan makan
Tidak Baik
Baik
Kebiasaan mencuci bahan makanan
Tidak Baik
Baik
37 (67,3)
14 (20,6)
30 (52,6)
21 (31,8)
27 (39,1)
24 (44,4)
17 (29,8)
34 (51,5)
20 (59,2)
31 (43,1)
18 (32,7)
54 (79,4)
27 (47,4)
45 (68,2)
42 (60,9)
30 (55,6)
40 (70,2)
32 (48,5)
31 (60,8)
41 (56,9)
55
68
57
66
69
54
57
66
51
62
Berdasarkan tabel 1. didapatkan bahwa mayoritas tingkat pendidikan ibu yang
rendah memiliki balita yang mengalami diare sebesar 54,5%. Untuk faktor sanitasi
lingkungan, kejadian diare dialami pada balita dengan kualitas fisik air yang tidak
memenuhi syarat sebesar 50,0%, tidak memiliki jamban sehat sebesar 48,2% , tidak
memiliki tempat sampah yang tidak memenuhi syarat sebesar 57,6% dan sistem
pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat sebesar 52,7%. Pada faktor personal
higiene, kejadian diare dialami pada balita dengan ibu yang memiliki kebisaan cuci tangan
tidak baik sebesar 67,3%, kebiasaan penggunaan botol susu tidak baik sebesar 52,6%,
kebiasaan menyimpan hidangan makan tidak baik sebesar 39,1%, kebiasaan mencuci
peralatan makan tidak baik sebesar 29,8% dan kebiasaan mencuci bahan makanan yang
tidak baik sebesar 59,2%.
Tabel 2.
Analisis Bivariat
Variabel P-value PR CI
Tingkat Pendidikan
Kualitas Fisik Air
Kepemilikan Jamban Sehat
Keadaan Tempat Sampah
Sistem Pembuangan Air Limbah
Kebiasaan Cuci Tangan
Kebiasaan Penggunaan Botol Susu
Kebiasaan Menyimpan Hidangan Makanan
Kebiasaan Mencuci Peralatan Makan
Kebiasaan Mencuci Bahan Makanan
0,002
0,024
0,047
0,001
0,003
0,000
0,031
0,682
0,024
0,810
2,138
1,808
1,752
2,169
2,152
3,268
1,654
0,880
0,579
0,911
1,294-3,531
1,081-3,023
1,011-3,039
1,366-3,445
1,258-3,682
1,978-5,397
1,075-2,544
0,579-1,339
0,365-0.919
0,591-1,404
Analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat delapan variabel yang memiliki
hubungan yang bermakna secara statistik, yaitu tingkat pendidikan (0,002); kualitas fisik
air (0,024); kepemilikan jamban sehat (0,047); keadaan tempat sampah (0,001); sistem
pembuangan air limbah (0,003); kebiasaan cuci tangan (0,000); kebiasaan penggunaan
botol susu (0,031); dan kebiasaan mencuci peralatan makan (0,024).
Tabel 3. Analisis Multivariat Variabel
yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada Balita
Variabel P-value PR Cl
Tingkat Pendidikan
Kebiasaan Cuci Tangan
0,000
0,000
10,385
10,254
2,899-37,206
3,148-33,409
Hasil analisis multivariat dengan model prediksi diperoleh bahwa variabel tingkat
pendidikan dan kebiasaan cuci tangan merupakan variabel yang paling mempengaruhi
kejadian diare pada balita dengan nilai p=0,000. Ini berarti Ibu dengan pendidikan rendah
dapat meningkatkan 10,385 kali lebih tinggi untuk memiliki balita yang diare
dibandingkan dengan ibu dengan tingkat pendidikan tinggi dan ibu dengan kebiasaan cuci
tangan yang tidak baik dapat meningkatkan 10,254 kali lebih tinggi untuk memiliki balita
yang diare dibandingkan dengan ibu dengan kebiasaan cuci tangan yang baik.
PEMBAHASAN
Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Diare pada Balita
Penelitian ini mendapatkan bahwa tingkat pendidikan ibu memiliki hubungan yang
signifikan terhadap kejadian diare pada balita (p=0,002). Hal ini sejalan dengan penelitian
Santosa (2009)6, Sukanda (2009)
7, dan Yulisa (2008)
8 yang menunjukkan ada pengaruh
tingkat pendidikan ibu terhadap kejadian diare pada balita
Tingkat pendidikan seseorang dapat meningkatkan pengetahuannya tentang
kesehatan. Pendidikan akan memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku
positif yang meningkat9. Pendidikan masyarakat yang rendah menjadikan mereka sulit
diberi tahu mengenai pentingnya kebersihan perorangan dan sanitasi lingkungan untuk
mencegah terjangkitnya penyakit menular, yang salah satunya diare10
.
Didapatkan responden memiliki tingkat pendidikan yang rendah sebesar 53,7%,
Rendahnya pendidikan membuat responden memiliki keterbatasan untuk menyerap
informasi sehingga belum mengerti tentang pencegahan dan penangan diare pada anak.
Hubungan Kualitas Fisik Air dengan Kejadian Diare pada Balita
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara
statistik antara kualitas fisik air dengan kejadian diare pada balita dimana nilai (p = 0,024).
Penelitian ini serupa dengan penelitian Suhardiman (2007)11
dan Fitriatun (2011)12
yang
menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara kualitas fisik air dengan kejadian diare
pada balita
Diare dapat terjadi bila seseorang menggunakan air minum yang sudah tercemar,
baik tercemar dari sumbernya, tercemar selama perjalanan sampai ke rumah-rumah atau
tercemar pada saat disimpan di rumah. Pencemaran dirumah terjadi bila tempat
penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh air pada saat
mengambil air ataupun makanan dari tempatnya13
.
Kondisi fisik air tidak memenuhi syarat biasa dikonsumsi oleh responden sebagai
sumber air minum mereka. Sarana air yang tidak memenuhi syarat ini juga biasa digunakan
untuk mencuci alat makan. Jika sumber air yang digunakan terkontaminasi bakteri patogen
seperti E.Coli maka peralatan makan dan minum berisiko untuk terkontaminasi, terlebih
jika perilaku mencucinya kurang baik. Akibatnya terjadi rantai penularan penyakit diare.
Hubungan Kepemilikan Jamban Sehat dengan Kejadian Diare pada Balita
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara
statistik antara kepemilikan jamban sehat dengan kejadian diare pada balita (p=0,047).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Olivia (2012)14
(OR=4,048) serta Kamila, dkk
(2012)15
yang menunjukkan bahwa variabel yang menjadi faktor risiko kejadian diare
adalah kepemilikan jamban sehat dengan probabilitas 94%.
Jamban yang tidak saniter menjadi sumber penyebaran E.coli, bakteri penyebab
diare16
. Berdasarkan pengamatan, sebagian responden mempunyai kategori jamban yang
tidak sehat yaitu 67,5%, didapatkan banyak kondisi jamban kotor dan tidak terawat,
responden jarang membersihkan jamban mereka lebih dari seminggu sekali karena tidak
terdapatnya alat pembersih didalam jamban sehingga kemungkinan untuk terkontaminasi
dengan bakteri penyebab diare sangat besar.
Hubungan Keadaan Tempat Sampah dengan Kejadian Diare pada Balita
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara
statistik antara keadaan tempat sampah dengan kejadian diare pada balita (p=0,001).
Penelitian ini serupa dengan Lailatul (2013)17
dan Riki (2013)18
dimana terdapat hubungan
antara kondisi tempat sampah dengan kejadian diare pada balita
Tempat sampah harus memenuhi syarat kesehatan agar tidak menjadi sarang atau
berkembangbiaknya serangga ataupun binatang penular penyakit (vector)17
. Berdasarkan
hasil, 48% responden belum memiliki tempat sampah memenuhi syarat, yaitu tempat
sampah terbuka. Sebagian responden yang tidak memiliki tempat sampah dirumahnya
membuang sampah mereka secara sembarangan di sekitar lingkungan rumah mereka
maupun diparit besar/sungai yang berada disekitar wilayah 23 Ilir.
Hubungan Sistem Pembuangan Air Limbah dengan Kejadian Diare pada Balita
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna secara statistik
antara sistem pembuangan air limbah dengan kejadian diare pada balita (p=0,003).
Penelitian ini serupa dengan Lailatul (2013)17
dan Kamila, dkk (2012)15
dimana terdapat
hubungan antara kondisi SPAL dengan kejadian diare pada balita.
Sarana pembuangan air limbah dimaksudkan agar tidak ada air yang tergenang di
sekitar rumah, sehingga tidak menjadi tempat perindukan serangga atau dapat mencemari
lingkungan maupun sumber air19
. Hasil observasi, sistem pembuangan limbah responden
yang ada sebagian tidak tertutup yaitu air limbah langsung dibuang melalui got disekitar
rumahnya, sistem pembuangan air limbah yang tidak tertutup dapat menimbulkan bau dan
menjadi sarang berkembang biaknya vektor penyebar penyakit. Bahkan terdapat rumah
yang tidak memiliki penampungan sisa air limbah sehingga air limbah langsung jatuh ke
tanah tanpa penampungan sehingga mencemari lingkungan.
Hubungan Kebiasaan Cuci Tangan dengan Kejadian Diare pada Balita
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna secara statistik
antara kebiasaan cuci tangan dengan kejadian diare pada balita (p=0,000). Hasil ini sejalan
dengan penelitian Arie, dkk (2011)20
dan Desi (2012)21
yang mendapatkan hasil bahwa
perilaku cuci tangan yang buruk mempunyai risiko untuk menderita diare .
Kebiasaan mencuci tangan berpengaruh terhadap terjadinya diare pada balita. Hal
ini disebabkan karena balita sangat rentan terhadap mikroorganisme dan berbagai agen
infeksius, segala aktivitas balita dibantu oleh orang tua khususnya ibu, sehingga cuci
tangan sangat diperlukan oleh ibu sebelum dan sesudah kontak dengan balita , yang
bertujuan untuk menurunkan risiko terjadinya diare pada balita20
. Mencuci tangan yang
baik dan benar dapat menurunkan angka kejadian diare sebesar 47%3.
Berdasarkan kuisioner, sudah banyak responden yang melakukan kebiasaan cuci
tangan namun kebanyakan hanya mencuci tangan pakai sabun saat setelah BAB selebihnya
responden beranggapan bahwa mencuci tangan dengan air saja sudah cukup. Responden
masih memiliki kesadaran yang rendah untuk mencuci tangan, mereka hanya terbiasa
mencuci tangan apabila tangan mereka terlihat kotor saja. Padahal tangan yang terlihat
bersih belum tentu bebas dari kuman penyebab penyakit.
Hubungan Kebiasaan Penggunaan Botol Susu dengan Kejadian Diare pada Balita
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna secara statistik
antara kebiasaan penggunaan botol susu dengan kejadian diare pada balita (p=0,031). Hal
ini serupa dengan penelitian Defin (2012)22
dan Stefan dkk (2013)23
yang menunjukkan
ada hubungan antara penggunaan botol susu dengan kejadian diare pada balita.
Mencuci dan mensterilkan botol susu penting dilakukan untuk membunuh semua
kuman yang ada, karena kuman-kuman ini cepat sekali berkembang biak. Dalam 1 hari
kuman ini bisa mencapai jumlah jutaan dalam susu yang tidak steril sehingga dapat
membahayakan kesehatan24
. Berdasarkan hasil, masih banyak yang memiliki kebiasaan
untuk langsung menggunakan botol susu tanpa direbus/disteril terlebih dahulu. Ini
dikarenakan kebiasaan responden yang tidak mau repot dan ingin praktis langsung
memberikan botol susu terlebih ketika balitanya sudah menangis.
Hubungan Kebiasaan Menyimpan Hidangan Makan dengan Kejadian Diare pada
Balita
Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna secara
statistik antara kebiasaan menyimpan hidangan makan dengan kejadian diare pada balita
(p=0,682). Ini juga diungkapkan dalam penelitian Fiesta (2012)25
dan Retno (2012)26
menunjukkan tidak ada hubungan antara kebiasaan menutup hidangan makan dengan
kejadian diare pada balita.
Menutup makanan yang tersaji di meja makan dengan menggunakan tudung saji
adalah salah satu upaya yang dapat dilakukan upaya penyehatan makanan agar makanan
tersebut terhindar dari pengotoran yang diakibatkan oleh debu, serangga, lalat, atau
binatang-binatang lainnya27
.
Hasil ini dikarenakan responden yang telah memiliki kebiasaan menutup hidangan
makanan yang baik balitanya masih mengalami kejadian diare (44,4%) yaitu menggunakan
tudung saji atau memasukkan hidangan makanan ke dalam almari makan, sehingga
kemungkinan lalat atau verktor lainnya untuk hinggap dalam makanan untuk menyebarkan
bibit penyakit cukup kecil.
Hubungan Kebiasaan Mencuci Peralatan Makan dengan Kejadian Diare pada Balita
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna secara statistik
antara kebiasaan mencuci peralatan makan dengan kejadian diare pada balita (p=0,024).
Hal ini sejalan dengan penelitian Iskandar (2005)28
dimana terdapat hubungan antara
pencucian peralatan makan dengan kejadian diare.
Setiap peralatan makan harus dicuci dengan air yang mengalir dan menggunakan
detergen atau bila menggunakan ember harus sering diganti airnya, peralatan yang sudah
bersih disimpan ditempat yang tertutup dan tidak memungkinkan terjadinya pencemaran,
demikian pula lap yang digunakan harus sering diganti agar tidak terjadi pencemaran ulang
lap yang kotor pada peralatan yang sudah bersih29
.
Berdasarkan kuisioner 51,5% responden yang memiliki kebiasaan mencuci peralatan
makan yang baik balitanya masih mengalami diare. Sebagian responden masih memiliki
kebiasaan mencuci peralatan yang tidak baik yaitu menggunakan air yang tidak mengalir
yaitu air yang ditampung diember, alat pengering peralatan berupa lap digunakan berulang-
ulang, selain itu tidak terdapat tempat penyimpanan khusus untuk peralatan makan yang
sudah bersih dan peralatan masih disimpan di tempat terbuka. Padahal hal ini dapat
meningkatkan risiko kontaminasi debu, lalat, terhadap peralatan makan.
Hubungan Kebiasaan Mencuci Bahan Makanan dengan Kejadian Diare pada Balita
Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna secara
statistik antara kebiasaan mencuci bahan makanan dengan kejadian diare pada balita
(p=0,810). Hasil ini sesuai dengan penelitian Ningsih (2008)30
yang menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan antara praktik mencuci bahan makanan dengan kejadian diare pada
balita (p value = 0,263 dengan OR = 2,23).
Buah dan sayur dapat terkontaminasi oleh Salmonella typhi, karena buah dan sayur
kemungkinan dipupuk menggunakan kotoran manusia. Sebelum diolah bahan makanan
seperti daging, ikan, telur, sayur, dan buah, harus dicuci bersih. Lebih-lebih pada makanan
yang akan dikonsumsi langsung atau mentah. Bahan-bahan hewani seringkali mengandung
kuman patogen sedangkan buah dan sayur seringkali mengandung pestisida atau pupuk.
Oleh karena itu lakukan pencucian dengan air bersih dan mengalir31
.
Berdasarkan hasil, sebagian besar responden telah memiliki kebiasaan mencuci
bahan makanan yang baik yaitu sebesar 58,5%. Responden telah terbiasa mencuci dengan
air bersih terlebih dahulu bahan makanan seperti daging dan sayur yang akan dimasak
terutama untuk makanan yang akan dikonsumsi balitanya.
KESIMPULAN
1. Ada hubungan yang bermakna secara statistik antara tingkat pendidikan, kualitas
fisik air bersih, kepemilikan jamban sehat, keadaan tempat sampah, sistem
pembuangan air limbah, kebiasaan cuci tangan, kebiasaan penggunaan botol susu
dan kebiasaan mencuci peralatan makan dengan kejadian diare pada balita di
wilayah kerja Puskesmas 23 Ilir Palembang tahun 2014
2. Tidak ada hubungan secara statistik antara kebiasaan menyimpan hidangan makan
dan kebiasaan mencuci bahan makanan dengan kejadian diare pada balita di
wilayah kerja Puskesmas 23 Ilir Palembang tahun 2014
3. Variabel independen yang paling berpengaruh terhadap kejadian diare pada balita
di wilayah kerja Puskesmas 23 Ilir Palembang tahun 2014 adalah tingkat
pendidikan (PR=10,385; 95%CI 2,899-37,206) dan kebiasaan cuci tangan
(PR=10,254; 95%CI 3,148-33,409).
SARAN
1. Diharapkan bagi instansi kesehatan untuk mengupayakan peningkatan program
penyehatan lingkungan pemukiman dengan merancang anggaran untuk
peningkatan program kesehatan dan sanitasi lingkungan.
2. Meningkatkan frekuensi penyuluhan tentang pentingnya penyediaan sarana sanitasi
lingkungan serta higiene perorangan terhadap pencegahan terjadinya kejadian
diare.
3. Meningkatkan sarana informasi dan memberikan edukasi terkait masalah penyakit
dan pencegahan diare agar masyarakat bisa melakukan tindakan preventif untuk
mencegah penyakit diare dengan menggunakan poster/ banner yang dapat
diletakkan di tempat-tempat umum.
DAFTAR PUSTAKA
1. Destri, Magdarina. 2010. Morbiditas dan Mortalitas Diare pada Balita di
Indonesia Tahun 2000-2007.
2. Kemenkes. 2011. Buletin Jendela dan Informasi Kesehatan. Situasi Diare di
Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta. [online] http://www.depkes.go.id/
diunggah pada 13 Mei 2014.
3. Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset kesehatan dasar 2013.
http://depkes.go.id/riskesdes2013 diunggah tanggal 15 Mei 2014.
4. Dinas Kesehatan Kota Palembang. 2013. Profil Kesehatan Dan Data Dasar
Kesehatan Kota Palembang Tahun 2012.
5. Dinas Kesehatan Kota Palembang. 2013. Laporan Program P2 Diare Tahun 2013.
Bagian Pengendalian penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kota
Palembang.
6. Santosa Dodi N. 2009. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Formal Ibu Dengan
Perilaku Pencegahan Diare Pada Anak Di Kelurahan Pucangsawit Surakarta.
Universitas Negeri Semarang. http://digilib.uns.ac.id/ diunggah pada 20 Oktober
2014.
7. Sukanda. 2009. Penelitian Pengaruh Kualitas Bakteriologis (E.Coli) Air Minum
Depot Terhadap Kejadian Diare Pada Bayi Di Kecamatan Cimanggis Kota Depok
Tahun 2008. [Tesis]. Universitas Indonesia, Depok. lib.fkm.ui.ac.id/ diunggah pada
17 Oktober 2014.
8. Yulisa. 2008. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Diare Pada Balita
(Studi Pada Masyarakat Etnis Dayak Kelurahan Kasongan Baru Kalimantan
Tengah). Universitas Diponegoro, Semarang. eprints.undip.ac.id/ diunggah pada 13
Juni 2014.
9. Notoadmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan masyarakat: Ilmu dan Seni. Rineka
Cipta: Jakarta.
10. Sander. 2005. Hubungan Faktor Sosio Budaya dengan Kejadian Diare di Desa
Candinegoro Kecamatan Wonoayu Sidoarjo. Jurnal Medika. Vol 2. No.2. Juli-
Desember 2005 : 163-193. repository.usu.ac.id/ diunggah pada 15 Mei 2014.
11. Suhardiman. 2007. Hubungan Eschericia Coli (E.Coli) dalam Air Minum dengan
Kejadian Diare pada Balita di Kota Tangerang tahun 2007. [Tesis]. Universitas
Indonesia
12. Nadzifah Fitriatun. 2011. Hubungan Faktor Lingkungan Dan Perilaku Dengan
Kejadiaan Diare Pada Balita Di Wialayah Kerja Puskesmas Brebes Kabupaten
Brebes. [Skripsi]. eprints.undip.ac.id/ diunggah pada 20 Juni 2014.
13. Widoyono. 2011. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasannya (Edisi Kedua). Erlangga: Jakarta.
14. Wohangara Olivia. 2012. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Diare Pada Balita (12-48 Bulan) Di Wilayah Kerja Puskesmas Tana Rara
Kecamatan Loli Kabupaten Sumba Barat Nusa Tenggara Timur. Universitas
Respati Yogyakarta. [Online]. e-journal.respati.ac.id/ diunggah pada 17 Mei 2014.
15. Kamila L, Suhartono, Nur Endah W. 2012. Hubungan Praktek Personal Hygiene
Ibu dan Kondisi Sanitasi Lingkungan Rumah dengan Kejadian Diare pada Balita
di Puskesmas Kampung Dalam Kecamatan Pontianak Timur. Jurnal Kesehatan
Lingkungan Indonesia Vol. 11 No. 2 / Oktober 2012. ejournal.undip.ac.id/
diunggah pada 14 Juni 2014.
16. WHO. 2009. Diarrhoeal disease. [online] http://www.who.int/ diunggah pada 15
Mei 2014.
17. Mafazah Lailatul 2013. Ketersediaan Sarana Sanitasi Dasar, Personal Hygiene Ibu
Dan Kejadian Diare. Jurnal Kesehatan Masyarakat KEMAS 8 (2) (2013) 176-182.
http://journal.unnes.ac.id/ diunggah pada 17 Oktober 2014.
18. Pratama Riki. 2013. Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan Dan Personal Hygiene
Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Kelurahan Sumerojo Kecamatan
Gunungpati Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat 2013 Volume 2, Nomor
1, Tahun 2013. http://ejournals1.undip.ac.id/ diunggah pada 18 Oktober 2014.
19. Juli Soemirat Slamet, 2002, Kesehatan Lingkungan, Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
20. Kusumaningrum, Arie, dkk. 2011. Pengaruh PHBS Tatanan Rumah Tangga
Terhadap Diare Balita di Kelurahan Gandus Palembang. Universitas Sriwijaya,
Palembang. http://eprints.unsri.ac.id/ diunggah pada 20 Oktober 2014.
21. Ermaleni Desi. 2012. Hubungan Kualitas Bakteriologis Air Bersih dengan
Kejadian Diare. [Skripsi]. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.
journal.ui.ac.id/ diunggah 11 November 2014.
22. Riski Defin. 2012. Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan Dan Personal Hygiene
Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Bandarharjo
Kota Semarang. [Skripsi]. lib.unnes.ac.id/ diunggah pada 14 April 2014.
23. Anyerdy Stefen, Azizah R. 2013. Hubungan Sanitasi Dasar Rumah Dan Perilaku
Ibu Rumah Tangga Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Bena Nusa
Tenggara Timur. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 7, No. 1 Juli 2013: 1–6.
[Online]. http://journal.unair.ac.id diunggah pada 16 Juni 2014.
24. Suryabudhi, M. 2000. Cara Merawat Bayi dan Anak - anak (Buku Pertama).
Bandung : Pionir Jaya.
25. Octorina Fiesta, dkk. 2012. Hubungan Kondisi Lingkungan Perumahan Dengan
Kejadian Diare Di Desa Sialang Buah Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten
Serdang Bedagai Tahun 2012. Fakultas Kesehatan Msyarakat Universitas Sumatera
utara, Medan. jurnal.usu.ac.id/ diunggah pada 15 Juni 2014.
26. Purwaningsih, Retno. 2012. Hubungan Antara Penyediaan Air Minum Dan
Perilaku Higiene Sanitasi Dengan Kejadian Diare Di Daerah Paska Bencana
Daerah Desa Banyudono Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. [Skripsi].
Fakultas Kseshatan masyarakat. Universitas Negeri Semarang. lib.unnes.ac.id/
diunggah pada 18 Oktober 2014.
27. Manalu Merylanca. dkk. 2012. Hubungan Tingkat Kepadatan LalatDengan
Kejadian Diare Pada Anak Balita Di Pemukiman Sekitar TPA Sampah Namo
Bintang Kecamatan Bantur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012. [Online].
jurnal.usu.ac.id/ diunggah pada 16 Juni 2014.
28. Iskandar K. 2005. Hubungan Kejadian Diare pada Balita dengan Perilaku Hidup
Bersih, Sarana Air Bersih dan Jamban di Wilayah Puskesmas Kasomalang
Kecamatan Jalancagak Kabupaten Subang Bulan Maret-Juni Tahun 2005.
[Skripsi]. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. journal.ui.ac.id/
diunggah 15 November 2014.
29. Departemen Kesehatan RI. 2006. Kumpulan modul kursus hygiene sanitasi
makanan & minuman. Sub Direktorat Sanitasi Makanan dan Bahan Pangan
Direktorat Penyehatan Lingkungan. Jakarta: Ditjen PPM & PL.
30. Ningsih, Retno. 2008. Hubungan Sanitasi Lingkungan dan Praktek Kesehatan Ibu
dengan Kejadian Penyakit Diare pada Anak Balita di desa Sambeng Kecamatan
Bantarbolang Kabupaten Pemalang. Universitas Diponegoro, Semarang. [Skripsi].
eprints.undip.ac.id/ diunggah pada 20 Juni 2014.
31. James Chin. 2006. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Jakarta: C.V Info
Medika.