Post on 30-Jun-2015
LAPORAN PRAKTIKUM
DETEKTOR PARTIKEL ZAT PADAT DAN BEBERAPA
JENIS DETEKTOR LAINNYA
(Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teknik Laboratorium I
OLEH :
ARIF PRIANTO 080210192017
ULYA ZAKIYA 080210192020
YUNUS ERDAMANSYAH 080210192055
SITI HASANAH 080210192058
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2010
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia tidak memiliki sensor biologis yang cukup peka untuk mendeteksi adanya radioaktivitas
oleh radionuklida. Untuk dapat mendeteksi adanya radioaktivitas diperlukan pendeteksi (detektor) yang
dapat berinteraksi secara cukup efisien dengan sinar radioaktif. Alat untuk mendeteksi radiasi inti,
umumnya berupa detektor pulsa listrik yang dihasilkan oleh partikel-partikel di dalam detektor dan dapat
mengukur jumlah pancaran partikel/radiasi per waktu (aktivitas) dari radionuklida.
Dalam fisika partikel dan fisika nuklir eksperimental, detektor partikel, juga dikenal
sebagai detektor radiasi yaitu suatu peralatan yang digunakan untuk mendeteksi, melacak, dan
mengidentifikasi partikel-partikelberenergi tinggi yang dihasilkan dari peluruhan beta, radiasi kosmis,
ataupun reaksi dalam pemercepat partikel. Detektor modern juga digunakan sebagai kalorimeter untuk
mengukur energi radiasi yang dideteksi. Detektor ini juga dapat digunakan untuk mengukur sifat-sifat
fisika partikel seperti momentum, spin, dan muatan partikel.
1.2 Tujuan
- Mengetahui pengertian detektor.
- Mengetahui jenis-jenis detektor.
- Mengetahui struktur penyusun detektor zat padat.
- Menjelaskan prinsip kerja detektor zat padat.
1.3 Rumusan Masalah
1. Apa itu detektor?
2. Sebutkan jenis-jenis detektor!
3. Apa saja struktur penyusun detektor zat padat?
4. Jelaskan prinsip kerja detektor zat padat!
1.4 Manfaat
Selain digunakan untuk memenuhi tugas mata kuliah teknik laboratorium I, pembuatan laporan
praktikum literatur ini juga dapat bermanfaat untuk menambah wawasan kami mengenai detektor
khususnya detektor zat padat.
1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Alat untuk deteksi dan pengukuran radiasi (detektor), umumnya tersusun dari dua bagian, yaitu
(a) suatu detektor yang mengubah radiasi menjadi pulsa listrik, dan ( b ) rangkaian elektronik yang
memperbesar dan mencatat pulsa yang timbul. Detektor yang saat ini dipakai, dapat dibagi menjadi 3
jenis yang berdasarkan komponen detektor yang berinteraksi dengan radiasi inti, yaitu (a) detektor
ionisasi gas, (b) detektor sintilasi, dan (c) detektor zat padat.
Dalam keadaaan biasa, gas berupa konduktor. Namun, adanya radiasi akan menimbulkan
pasangan ion lebih kurang sepasang untuk tiap 30 eV energi radiasi. Apabila pasangan ion (elektron dan
ion positif) dikumpulkan pada dua elektrode sebelum kombinasi terjadi, akan terlihat pulsa listrik.
Detektor ionisasi gas dibedakan lagi berdasarkan besar tegangan listrik yang digunakan saat beroperasi,
yaitu detektor kamar ion, detektor proporsional, dan detektor Geiger.
Pencacah sintilasi terdiri atas media sintilasi atau fosfor, fotomultiplier, analisator, serta scaler
atau ratemeter. Fosfor adalah zat yang dapat menimbulkan kilatan sinar apabila terkena radiasi.
Fotomultiplier berfungsi merubah kilatan sinar menjadi pulsa listrik, dan pulsa ini diperbesar oleh
amplifier dan dicacah oleh scaler atau ratemeter.
Berdasarkan atas perbedaan energi pita penghantar dengan pita valensi maka daya hantar hantar
listrik zat dibedakan menjadi konduktor, semikonduktor, dan nonkonduktor. Zat ini berupa kristal
germanium dan silikon adalah semikon-duktor yang dapat ditingkatkan daya hantar listriknya dengan
penambahan zat lain (impurity), yang jumlahnya tertentu, misalnya As, Sb, Ga, dan In. Akibat
penambahan zat lain, semikonduktor dapat dibedakan menjadi semikonduktor tipe-n dan tipe-p. Detektor
zat padat tersusun oleh semikonduktor tipe-n dan tipe- p yang diberikan potensial listrik terbalik. Saat ini,
detektor zat padat atau detektor semikonduktor yang banyak dipakai berisi silikon dan germanium.
2.1 Besaran yang Diukur
Radiasi merupakan suatu cara perambatan energi dari sumber energi ke lingkungannya tanpa
membutuhkan medium atau bahan penghantar tertentu. Radiasi nuklir memiliki dua sifat yang khas:
tidak dapat dirasakan secara langsung dan
dapat menembus berbagai jenis bahan.
oleh karena itu untuk menentukan ada atau tidak adanya radiasi nuklir diperlukan suatu alat, yaitu
pengukur radiasi, yang digunakan utuk mengukur kuantitas, energi, atau dosis radiasi.
Kuantitas radiasi
Hubungan antara Aktivitas Dan Kuantitas2
Kuantitas radiasi adalah jumlah radiasi per satuan waktu per satuan luas, pada suatu titik
pengukuran. Kuantitas radiasi ini berbanding lurus dengan aktivitas sumber radiasi dan berbanding
terbalik dengan kuadrat jarak (r) antara sumber dan sistem pengukur.
Energi radiasi (E)
Energi radiasi merupakan ‘kekuatan’ dari setiap radiasi yang dipancarkan oleh sumber radiasi.
Bila sumber radiasinya berupa radionuklida maka tingkat atau nilai energi radiasi yang dipancarkan
tergantung pada jenis radionuklidanya.
Dosis radiasi
Dosis radiasi menggambarkan tingkat perubahan atau kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh
radiasi. Nilai dosis ini sangat ditentukan oleh kuantitas radiasi, jenis radiasi dan jenis bahan penyerap.
2.2 Mekanisme Pendeteksian Radiasi
Detektor radiasi bekerja dengan cara mengukur perubahan yang disebabkan oleh penyerapan
energi radiasi oleh medium penyerap. Sebenarnya terdapat banyak mekanisme yang terjadi di dalam
detektor tetapi yang sering digunakan adalah proses ionisasi dan proses sintilasi.
Proses Ionisasi
Ionisasi adalah peristiwa lepasnya elektron dari ikatannya karena menyerap energi eksternal.
Peristiwa ini dapat terjadi secara langsung oleh radiasi alpha atau beta dan secara tidak langsung oleh
radiasi sinar-X, gamma dan neutron.
Jumlah elektron lepas ( N ) sebanding dengan jumlah energi yang terserap S E dibagi dengan
daya ionisasi materi penyerap ( w ).
Dalam proses ionisasi, energi radiasi diubah menjadi pelepasan sejumlah elektron (energi listrik).
Bila terdapat medan listrik maka elektron akan bergerak menuju ke kutub positif sehingga dapat
menginduksikan arus atau tegangan listrik. Semakin besar energi radiasinya maka arus atau tegangan
listrik yang dihasilkannya juga semakin besar pula.
3
Proses Sintilasi
Proses sintilasi adalah terpancarnya percikan cahaya ketika terjadi transisi elektron dari tingkat
energi yang lebih tinggi ke tingkat energi yang lebih rendah di dalam detektor, bila terdapat kekosongan
elektron pada orbit yang lebih dalam. Kekosongan tersebut dapat disebabkan oleh lepasnya elektron
(proses ionisasi) atau loncatnya elektron ke lintasan yang lebih tinggi ketika dikenai radiasi (proses
eksitasi).
Dalam proses sintilasi ini, energi radiasi diubah menjadi pancaran cahaya tampak. Semakin besar
energi radiasi yang diserap maka semakin banyak percikan cahayanya.
4
BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Desain
Gambar 3. Proses Pada Detektor Sintilasi
(a) (b)
5
Gambar1. Konstruksi Detektor Semikonduktor Gambar 2. Konstruksi Detektor Isian Gas
(c)
a) Proses terjadinya percikan cahaya di dalam sintilator
b) Sampel dilarutkan ke dalam sintilator
c) Konstruksi tabung photomultiplier
BAB 4. PEMBAHASAN
Dalam fisika partikel dan fisika nuklir eksperimental, detektor partikel, juga dikenal sebagai
detektor radiasi adalah suatu peralatan yang digunakan untuk mendeteksi, melacak, dan mengidentifikasi
partikel-partikel berenergi tinggi yang dihasilkan dari peluruhan beta, radiasi kosmis, ataupun reaksi
dalam pemercepat partikel. Detektor modern juga digunakan sebagai kalorimeter untuk mengukur energi
radiasi yang dideteksi. Detektor ini juga dapat digunakan untuk mengukur sifat-sifat fisika partikel seperti
momentum, spin, dan muatan partikel.
Detektor yang saat ini dipakai, dapat dibagi menjadi 3 jenis yang berdasarkan komponen detektor
yang berinteraksi dengan radiasi inti, yaitu :
(a) detektor ionisasi gas, detektor kamar ion
(b) detektor sintilasi, dan detektor proporsional
(c) detektor zat padat. detektor Geiger
Detektor ionisasi gas dibedakan lagi berdasarkan besar tegangan listrik yang digunakan saat beroperasi,
yaitu detektor kamar ion, detektor proporsional, dan detektor Geiger.
4.1 Detektor Ionisasi Gas
Detektor ionisasi gas merupakan detektor yang berisi gas sebagai komponen yang berinteraksi
dengan radiasi inti. Detektor ini terdiri dari dua elektroda, positif dan negatif, serta berisi gas di antara
kedua elektrodanya. Kebanyakan detektor ini berbentuk silinder dengan sumbu yang berfungsi sebagai
anoda dan dinding silindernya sebagai katoda.
Konstruksi Detektor Isian Gas
6
Radiasi yang memasuki detektor akan mengionisasi gas dan menghasilkan ion-ion positif dan
ion-ionnegatif (elektron). Jumlah ion yang akan dihasilkan tersebut sebanding dengan energi radiasi dan
berbanding terbalik dengan daya ionisasi gas. Daya ionisasi gas berkisar dari 25 eV s.d. 40 eV. Ion-ion
yang dihasilkan di dalam detektor tersebut akan memberikan kontribusi terbentuknya pulsa listrik ataupun
arus listrik. Berikut merupakan gambar proses pembentukan ion positif dan negatif (ionisasi) dalam gas.
4.1.1 Detektor Kamar Ionisasi (ionization chamber)
Jumlah ion yang dihasilkan di daerah ini relatif sedikit sehingga tinggi pulsanya sangat
rendah. Oleh karena itu, biasanya, pengukuran yang menggunakan detektor ionisasi menerapkan cara
arus. Bila akan menggunakan detektor ini dengan cara pulsa maka dibutuhkan penguat pulsa yang sangat
baik. Keuntungan detektor ini adalah dapat membedakan energi yang memasukinya dan tegangan kerja
yang dibutuhkan tidak terlalu tinggi.
4.1.2 Detektor Proporsional
Dibandingkan dengan daerah ionisasi di atas, jumlah ion yang dihasilkan di daerah proporsional
ini lebih banyak sehingga tinggi pulsanya akan lebih tinggi. Detektor ini lebih sering digunakan untuk
pengukuran dengan cara pulsa.
Terlihat pada kurva karakteristik di atas bahwa jumlah ion yang dihasilkan sebanding dengan
energi radiasi, sehingga detektor ini dapat membedakan energi radiasi. Akan tetapi, yang merupakan
suatu kerugian, jumlah ion atau tinggi pulsa yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh tegangan kerja dan
daya tegangan untuk detektor ini harus sangat stabil.
4.1.3 Detektor Geiger Mueller (GM)
Jumlah ion yang dihasilkan di daerah ini sangat banyak, mencapai nilai saturasinya, sehingga
pulsanya relatif tinggi dan tidak memerlukan penguat pulsa lagi. Kerugian utama dari detektor ini ialah
tidak dapat membedakan energi radiasi yang memasukinya, karena berapapun energinya jumlah ion yang
dihasilkannya sama dengan nilai saturasinya. Detektor ini merupakan detektor yang paling sering
digunakan, karena dari segi elektonik sangat sederhana, tidak perlu menggunakan rangkaian penguat.
Sebagian besar peralatan ukur proteksi radiasi, yang harus bersifat portabel, terbuat dari detektor Geiger
Mueller.
4.2 Detektor Sintilasi
Detektor sintilasi selalu terdiri dari dua bagian yaitu bahan sintilator dan photomultiplier. Bahan
sintilator merupakan suatu bahan padat, cair maupun gas, yang akan menghasilkan percikan cahaya bila
dikenai radiasi pengion. Photomultiplier digunakan untuk mengubah percikan cahaya yang dihasilkan
7
bahan sintilator menjadi pulsa listrik. Mekanisme pendeteksian radiasi pada detektor sintilasi dapat dibagi
menjadi dua tahap yaitu : proses pengubahan radiasi yang mengenai detektor menjadi percikan cahaya di
dalam bahan sintilator dan proses pengubahan percikan cahaya menjadi pulsa listrik di dalam tabung
photomultiplier.
4.2.1 Bahan Sintilator
Bahan sintilator berupa fosfor, yang fosfor adalah zat yang dapat menimbulkan kilatan sinar
apabila terkena radiasi. Bahan sintilator berfungsi untuk menangkap radiasi dan mengubah energinya
menjadi percikan cahaya yang dihasilkan bahan sintilator menjadi sinyal listrik. Energi radiasi yang
mengenai bahan sintilator akan diserap oleh atomatomnya sehingga terdapat beberapa elektron yang
tereksitasi (loncat ke orbit yang lebih tinggi). Beberapa saat kemudian (orde piko detik), elektron-elektron
yang terksitasi tadi akan kembali ke keadaan dasarnya, melalui beberapa tingkat energi, dengan
memancarkan foton (percikan cahaya). Semakin tinggi energi radiasi yang mengenainya semakin banyak
elektron yang tereksitasi sehingga semakin banyak pula percikan cahaya yang dipancarkan [4]. Proses
pembentukan sinyal listrik pada detektor sintilasi.
Jumlah percikan cahaya sebanding dengan energi radiasi diserap dan dipengaruhi oleh jenis
bahan sintilatornya. Semakin besar energinya semakin banyak percikan cahayanya. Percikan-percikan
cahaya ini kemudian ‘ditangkap’ oleh photomultiplier.
4.2.2 Tabung Photomultiplier
Bila bahan sintilator berfungsi untuk mengubah energi radiasi menjadi percikan cahaya maka
tabung photomultiplier ini berfungsi untuk mengubah percikan cahaya tersebut menjadi berkas elektron,
sehingga dapat diolah lebih lanjut sebagai pulsa / arus listrik. dan pulsa ini diperbesar oleh amplifier dan
dicacah oleh scaler atau ratemeter.
Tabung photomultiplier terbuat dari tabung hampa yang kedap cahaya dengan photokatoda yang
berfungsi sebagai masukan pada salah satu ujungnya dan terdapat beberapa dinode untuk menggandakan
elektron.
8
Konstruksi Tabung Photomultiplier
Elektron-elektron sekunder yang dihasilkan dinode pertama akan menuju dinode kedua dan
dilipatgandakan kemudian ke dinode ketiga dan seterusnya sehingga elektron yang terkumpul pada
dinode terakhir berjumlah sangat banyak. Dengan sebuah kapasitor kumpulan electron tersebut akan
diubah menjadi pulsa listrik.
4.3 Detektor Zat Padat (Detektor Semikonduktor)
Berdasarkan daya hantar listriknya semua bahan dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu
konduktor, semikonduktor, dan isolator. Daya hantar listrik bahan ini dapat dijelaskan dengan suatu pita
valensi.
Pada dasarnya, bahan isolator dan bahan semikonduktor tidak dapat meneruskan arus listrik. Hal
ini disebabkan semua elektronnya berada di pita valensi sedangkan di pita konduksi kosong. Perbedaan
tingkat energi antara pita valensi dan pita konduksi di bahan isolator sangat besar sehingga tidak
memungkinkan elektron untuk berpindah ke pita konduksi ( > 5 eV ) seperti terlihat di atas. Sebaliknya,
perbedaan tersebut relatif kecil pada bahan semikonduktor ( < 3 eV ) sehingga memungkinkan elektron
untuk meloncat ke pita konduksi bila mendapat tambahan energi.
Bahan semikonduktor, yang diketemukan relatif lebih baru yang terbuat dari unsur golongan IV
pada tabel periodik yaitu silikon (Si) atau germanium (Ge). Biasanya bahan semikonduktor diberi zat lain
(yang bersifat pengotor) di dalamnya untuk mengontrol konduksi di semikonduktor. Biasanya dari
golongan III atau V yang dikenal sebagai doping misalnya As, Sb, Ga, dan In yang jumlahnya tertentu.
Ge dan Si memiliki elektron valensi 4, secara umum semuanya terikat dalam ikatan kovalen,
sehingga seluruh pita valensi terisi penuh sedang pita konduksi kosong. Apabila ke dalam struktur kristal
Ge atau silikon dimasukkan sejumlah kecil atom-atom yang mempunyai lima elektron valensi seperti
fosfor (P) maka atom pengotor ini akan menggantikan atom atom Ge atau Si. Oleh karena atom fosfor
mempunyai 5 elektron valensi, maka setelah mengikat empat atom Ge disekitarnya, masih ada kelebihan
satu elektron. Elektron ini terikat lemah dan dengan mudah dapat dipindahkan ke pita penghantar oleh
suatu tenaga. Dengan demikian atom-atom fosfor ini menaikkan kehantaran listrik Ge atau Si dan disebut
9
sebagai atom-atom donor. Semi komduktor jenis ini disebut sebagai semikonduktor tipe-n (negatif)
karena pembawa muatan adalah elektron negatif.
Apabila ke dalam kisi kristal Ge atau Si diberikan atom-atom yang mempunyai elektron valensi
tiga seperti aluminium, atau galium, maka atom-atom tersebut akan menggantikan tempat salah satu atom
Ge atau Si. Oleh karena hanya mempunyai elektron valensi tiga padahal ada empat atom Ge atau Si yang
harus diikat, maka terciptalah suatu kekosongan yang digambarkan dengan adanya tenaga kosong sedikit
di atas pita valensi yang bertindak sebagai pembawa muatan positif. Semikonduktor tipe ini disebut
semikonduktor tipe-p (positif), karena ‘lubang’ bertindak sebagai pembawa muatan positif. Atom-atom
sejenis dengan galium, aluminium ini disebut akseptor.
Apabila kedua bahan semikonduktor tersebut dihubungkan satu dengan yang lain, maka akan
terjadi aliran elektron dari bahan tipe-n ke bahan tipe-p dan sebaliknya juga terjadi aliran lowongan dari
bahan tipe-p ke bahan tipe-n, sampai terjadi keadaan seimbang.
Energi radiasi yang memasuki bahan semikonduktor akan diserap oleh bahan sehingga beberapa
elektronnya dapat berpindah dari pita valensi ke pita konduksi. Bila di antara kedua ujung bahan
semikonduktor tersebut terdapat beda potensial maka akan terjadi aliran arus listrik. Jadi pada detektor
ini, energi radiasi diubah menjadi energi listrik.
10
-
Semikonduktor dengan doping dari golongan V (menjadi semikonduktor tipe n)
Semikonduktor dengan doping dari golongan III (menjadi semikonduktor tipe p)
-
Sambungan semikonduktor dibuat dengan menyambungkan semikonduktor tipe N dengan tipe P
(PN junction). Kutub positif dari tegangan listrik eksternal dihubungkan ke tipe N sedangkan kutub
negatifnya ke tipe P. Medan listrik yang diterapkan seperti ini disebut medan listrik terbalik (reverse
biased electric field. Hal ini menyebabkan pembawa muatan positif akan tertarik ke atas (kutub negatif)
sedangkan pembawa muatan negatif akan tertarik ke bawah (kutub positif), sehingga terbentuk (depletion
layer) lapisan kosong muatan pada sambungan PN. Dengan adanya lapisan kosong muatan ini maka
tidak akan terjadi arus listrik.
Bila ada radiasi pengion yang memasuki lapisan kosong muatan ini maka akan terbentuk ion-ion
baru, elektron dan hole, yang akan bergerak ke kutub-kutub positif dan negatif. Oleh karena pengaruh
medan listrik (reverse bias), elektron akan bergerak menuju lapisan-n dan hole bergerak menuju lapisan-
p. Pada ujung-ujung elektroda elektron dan lowongan yang terjadi tersebut akan mengakibatkan
perubahan beda potensial yang menimbulkan signal pulsa. Tambahan elektron dan hole inilah yang akan
menyebabkan terbentuknya pulsa atau arus listrik. Tinggi pulsa yang terjadi sebanding dengan tenaga
foton-g dan dinyatakan dengan V = Q/C, dimana Q = muatan, dan C = kapasitas listrik. Pulsa ini besarnya
dalam orde milli volt, untuk setiap MeV energi yang hilang.
Oleh karena daya atau energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan ion-ion ini lebih rendah
dibandingkan dengan proses ionisasi di gas, maka jumlah ion yang dihasilkan oleh energi yang sama akan
lebih banyak. Hal inilah yang menyebabkan detektor semikonduktor sangat teliti dalam membedakan
energi radiasi yang mengenainya atau disebut mempunyai resolusi tinggi. Sebagai gambaran, detektor
sintilasi untuk radiasi gamma biasanya mempunyai resolusi sebesar 50 keV, artinya, detektor ini dapat
membedakan energi dari dua buah radiasi yang memasukinya bila kedua radiasi tersebut mempunyai
perbedaan energi lebih besar daripada 50 keV. Sedang detektor semikonduktor untuk radiasi gamma
biasanya mempunyai resolusi 2 keV. Jadi terlihat bahwa detektor semikonduktor jauh lebih teliti untuk
membedakan energi radiasi.
Sebenarnya, kemampuan untuk membedakan energi tidak terlalu diperlukan dalam pemakaian di
lapangan, misalnya untuk melakukan survai radiasi. Akan tetapi untuk keperluan lain, misalnya untuk
menentukan jenis radionuklida atau untuk menentukan jenis dan kadar bahan, kemampuan ini mutlak
diperlukan.
Kelemahan dari detektor semikonduktor adalah harganya lebih mahal, pemakaiannya harus
sangat hati-hati karena mudah rusak dan beberapa jenis detektor semikonduktor harus didinginkan pada
11
+
temperatur Nitrogen cair sehingga memerlukan dewar yang berukuran cukup besar. Untuk mengatasi arus
bocor (leakage current) yang dapat mengahsilkan noise (derau) dan merusakkan daya pisah
detektor,detektor ini harus dioperasikan pada suhu sangat rendah. Nitrogen cair yang mempunyai suhu
77K adalah medium pendingan yang biasa dipakai untuk mendinginkan detektor ini. Detektor ini
dimasukkan dalam suatu wadah hampa yang dimasukkan dalam dewar nitrogen cair. Sistem seperti ini
sering disebut juga sebagai cryostat.
Detektor zat padat
1.3 Keunggulan - Kelemahan Detektor
Dari pembahasan di atas terlihat bahwa setiap radiasi akan diubah menjadi sebuah pulsa listrik
dengan ketinggian yang sebanding dengan energi radiasinya. Hal tersebut merupakan fenomena yang
sangat ideal karena pada kenyataannya tidaklah demikian. Terdapat beberapa karakteristik detektor yang
membedakan satu jenis detektor dengan lainnya yaitu efisiensi, kecepatan dan resolusi.
Efisiensi detektor adalah suatu nilai yang menunjukkan perbandingan antara jumlah pulsa listrik
yang dihasilkan detektor terhadap jumlah radiasi yang diterimanya. Nilai efisiensi detektor sangat
ditentukan oleh bentuk geometri dan densitas bahan detektor. Bentuk geometri sangat menentukan jumlah
radiasi yang dapat 'ditangkap' sehingga semakin luas permukaan detektor, efisiensinya semakin tinggi.
Sedangkan densitas bahan detektor mempengaruhi jumlah radiasi yang dapat berinteraksi sehingga
menghasilkan sinyal listrik. Bahan detektor yang mempunyai densitas lebih rapat akan mempunyai
efisiensi yang lebih tinggi karena semakin banyak radiasi yang berinteraksi dengan bahan.
Kecepatan detektor menunjukkan selang waktu antara datangnya radiasi dan terbentuknya pulsa
listrik. Kecepatan detektor berinteraksi dengan radiasi juga sangat mempengaruhi pengukuran karena bila
respon detektor tidak cukup cepat sedangkan intensitas radiasinya sangat tinggi maka akan banyak radiasi
yang tidak terukur meskipun sudah mengenai detektor.
Resolusi detektor adalah kemampuan detektor untuk membedakan energi radiasi yang
berdekatan. Suatu detektor diharapkan mempunyai resolusi yang sangat kecil (high resolution) sehingga
dapat membedakan energi radiasi secara teliti. Resolusi detektor disebabkan oleh peristiwa statistik yang
terjadi dalam proses pengubahan energi radiasi, noise dari rangkaian elektronik, serta ketidak-stabilan
kondisi pengukuran.
Aspek lain yang juga menjadi pertimbangan adalah konstruksi detektor karena semakin rumit
konstruksi atau desainnya maka detektor tersebut akan semakin mudah rusak dan biasanya juga semakin
12
mahal.Tabel berikut menunjukkan karakteristik beberapa jenis detektor secara umum berdasarkan
beberapa pertimbangan di atas.
Pemilihan detektor harus mempertimbangkan spesifikasi keunggulan dan kelemahan
sebagaimana tabel di atas. Sebagai contoh, detektor yang digunakan pada alat ukur portabel (mudah
dibawa) sebaiknya adalah detektor isian gas, detektor yang digunakan pada alat ukur untuk radiasi alam
(intensitas sangat rendah) sebaiknya adalah detektor sintilasi, sedangkan detektor pada sistem
spektroskopi untuk menganalisis bahan sebaiknya detektor semikonduktor.
BAB 6. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan:
1. Detektor partikel, juga dikenal sebagai detektor radiasi adalah suatu peralatan yang
digunakan untuk mendeteksi, melacak, dan mengidentifikasi partikel-partikel berenergi
tinggi yang dihasilkan dari peluruhan beta, radiasi kosmis, ataupun reaksi dalam
pemercepat partikel.
2. Detektor yang saat ini dipakai, dapat dibagi menjadi 3 jenis yang berdasarkan komponen
detektor yang berinteraksi dengan radiasi inti, yaitu :
(a) detektor ionisasi gas, detektor kamar ion
(b) detektor sintilasi, dan detektor proporsional
(c) detektor zat padat. detektor Geiger
Detektor ionisasi gas dibedakan lagi berdasarkan besar tegangan listrik yang digunakan
saat beroperasi, yaitu detektor kamar ion, detektor proporsional, dan detektor Geiger.
3. Pada detektor zat padat menggunakan bahan semikonduktor biasanya berupa germanium
dan silikon dengan doping unsur lain dari golongan III dan V menjadi semikonduktor
tipe-p dan tipe-n.
4. Bila ada radiasi pengion yang memasuki lapisan kosong muatan ini maka akan terbentuk
ion-ion baru, elektron dan hole, yang akan bergerak ke kutub-kutub positif dan negatif.
Oleh karena pengaruh medan listrik (reverse bias), elektron akan bergerak menuju
lapisan-n dan hole bergerak menuju lapisan-p. Pada ujung-ujung elektroda elektron dan
13
lowongan yang terjadi tersebut akan mengakibatkan perubahan beda potensial yang
menimbulkan signal pulsa. Tambahan elektron dan hole inilah yang akan menyebabkan
terbentuknya pulsa atau arus listrik.
DAFTAR PUSTAKA
Akhadi,Mukhlis.1997.Dasar-dasar Proteksi Radiasi.Jakarta : Penerbit Rineka Karya
Batan.2004. Pengukuran Radiasi. http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_
Radiasi/Dasar_04.htm [04/10/2010, 15:20]
Beiser,Arthur.1999.Konsep Fisika Modern.Jakarta : Penerbit Erlangga
Knoll, F Glenn. Radiation Detection and Measurement. 1989. John Willey n Sons. www.wikipedia.org
[04/10/2010, 15:00]
Susetyo,Wisnu.1988.Spektrometri Gamma.Yogyakarta : Gajah Mada University Press
14