Post on 23-Dec-2015
description
Referat Psikiatri
Pembimbing :
Prof. Dr. dr. H. A. Prayitno, Sp.KJ (K)
Disusun Oleh :
Salwito Sartafuta030.01.229
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWARUMAH SAKIT JIWA Dr. SOEHARTO HEERDJAN
PERIODE 3 SEPTEMBER 2007 – 6 OKTOBER 2007FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA2007
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan izin-Nya, maka tugas pembuatan referat dengan judul “Demensia” dapat selesai pada
waktunya. Pembuatan referat ini merupakan salah satu tugas wajib yang harus dikerjakan
dalam rangka kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Jiwa dr.
Soeharto Heerdjan Jakarta, periode 3 September 2007 – 6 Oktober 2007.
Pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. dr. H. A. Prayitno, Sp.KJ (K) selaku pembimbing referat
2. dr. Hartanto Gondhoyuwono, Sp.KJ (KAR) selaku Manajer Proyek
3. Dokter-dokter Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa FK Usakti dan pembimbing di Rumah
Sakit Jiwa Soeharto Heerdjan
4. Serta teman-teman dan pihak-pihak yang telah membantu baik secara langsung
maupun tidak langsung
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Penulis berharap agar apa yang
disajikan dalam referat ini bermanfaat bagi kita semua.
Jakarta, September 2007
Salwito Sartafuta
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................... 1
BAB II. DEMENSIA ................................................................................... 3
I. Definisi .................................................................................. 3
II. Karakteristik .......................................................................... 6
III. Jenis-jenis Demensia.............................................................. 10
A. Demensia Tipe Alzheimer................................................ 10
B. Demensia Vaskuler........................................................... 12
C. Demensia Pick.................................................................. 15
D. Demensia Creutzfeldt Jakob............................................ 16
E. Demensia Huntington...................................................... 16
F. Demensia karena hidrosefalus tekanan normal............... 16
G. Demensia karena penyakit parkinson.............................. 17
BAB III. PENUTUP ...................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 20
BAB I
PENDAHULUAN
Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi
kognitif tanpa gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang dapat dipengaruhi pada
demensia adalah intelegensi umum, belajar dan ingatan, bahasa, pemecahan masalah,
orientasi persepsi, perhatian dan konsentrasi, pertimbangan dan kemampuan sosial, serta
kepribadian pasien.
Di masa lampau, istilah demensia sering diartikan sebagai suatu perjalanan yang
progresif atau yang tidak dapat dipulihkan. Demensia dapat disebabkan oleh berbagai
sebab antara lain penyakit-penyakit yang menyangkut kesehatan umum seperti penyakit
jantung, paru, ginjal, gangguan darah, infeksi, nutrisi, berbagai keadaan keracunan serta
kelainan otak primer seperti stroke, infeksi, dan proses degeneratif. Sebagian demensia
ini bersifat reversibel atau potensial reversibel bila terdeteksi dini dan dilakukan
penatalaksanaan yang tepat walaupun sebagian besar demensia terutama yang disebabkan
proses degeneratif bersifat irreversibel.
Demensia Alzheimer merupakan salah satu bentuk demensia akibat degenerasi
otak yang paling sering ditemukan dan paling ditakuti. Menurut perkiraan, saat ini paling
sedikit terdapat 15 juta penderita Alzheimer di seluruh dunia. Pada usia di atas 65 tahun
insiden demensia mencapai 15% dan jumlah ini akan meningkat dua kali setiap kenaikan
umur 5 tahun. Penyakit ini merupakan penyebab kematian nomor 4 setelah kanker,
penyakit jantung, dan stroke di Amerika dan Eropa. Penyakit dengan masa perawatan
yang lama dan melelahkan ini telah memberikan beban kesehatan, disabilitas, dan
gangguan produktivitas bagi pasien dan keluarga di setiap negara dunia.
Butir klinis penting dari demensia adalah identifikasi sindrom dan pemeriksaan
klinis tentang penyebabnya. Gangguan mungkin progresif atau statis, permanen atau
reversibel. Suatu penyebab dasar selalu diasumsikan, walaupun pada kasus yang jarang
adalah tidak mungkin untuk menentukan penyebab spesifik. Kemungkinan pemulihan
(reversibilitas) demensia adalah berhubungan dengan patologi dasar dan ketersediaaan
serta penerapan pengobatan yang efektif. Diperkirakan 15% orang dengan demensia
mempunyai penyakit-penyakit reversibel jika dokter memulai pengobatan tepat pada
waktunya sebelum terjadi kerusakan yang irreversibel. Kondisi-kondisi itu masih dapat
ditegakkan diagnosis sebagai demensia apabila :
a. Hendaya yang terjadi adalah suatu kehilangan kemampuan intelektual yang
beraspek majemuk.
b. Tidak terdapat bukti lain untuk menetapkan diagnosis lain dari pada gangguan
mental organik.
c. Suatu penelitian yang cukup memadai tidak dapat mengungkapkan suatu faktor
etiologi organik yang spesifik
Deteksi atau pengenalan dini demensia harus ditujukan pada seseorang yang
menunjukkan karakteristik gejala dan pencetus (trigger) tertentu yang menandakan
adanya gangguan kognitif yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.
Diagnosis demensia Alzheimer yang tepat dan diikuti penatalaksanaan yang
terarah akan memberikan hasil yang optimal, mengurangi beban ekonomi, sosial, dan
emosi serta peluang yang lebih baik bagi pasien dan keluarga dalam merencanakan
kehidupan di masa mendatang.
BAB II
DEMENSIA
Definisi
Demensia adalah suatu gangguan intelektual/daya ingat yang umumnya progresif
dan irreversibel. Biasanya ini sering terjadi pada orang yang berusia di atas 65 tahun. Di
Indonesia sering dianggap bahwa demensia ini merupakan gejala yang normal pada setiap
orang tua. Namun kenyataannya bahwa anggapan atau persepsi yang salah bahwa setiap
orang tua mengalami gangguan atau penurunan daya ingat adalah suatu proses yang
normal saja. Anggapan ini harus dihilangkan dari pandangan masyarakat kita yang salah.
Menurut ICD-10 demensia adalah suatu keadaan perburukan fungsi intelektual
meliputi memori dan proses berpikir, sehingga mengganggu aktivitas kehidupan sehari-
hari. Gangguan memori khas mempengaruhi registrasi, penyimpanan dan pengambilan
kembali informasi. Dalam hal ini harus terdapat gangguan proses pikir dan reasoning di
samping memori.
Menurut DSM IV , demensia adalah suatu sindroma klinik yang ditandai dengan
terjadinya defisit kognisi multipel meliputi daya ingat dan paling sedikit satu dari kognisi
lain: afasia, apraksia, agnosia atau gangguan fungsi eksekutif yang cukup berat sehingga
mengganggu fungsi okupasi, sosial, dan harus memperlihatkan penurunan fungsi
dibanding sebelumnya.
Menurut NINCDS-ADRDA, demensia adalah kemunduran memori dan fungsi
kognitif lain dibanding tingkat fungsi sebelumnya berdasarkan riwayat kemunduran
kognisi dan gangguan yang terlihat pada pemeriksaan klinis serta tes neuropsikologis.
Diagnosis tidak dapat dibuat bila terdapat gangguan kesadaran, delirium, somnolen,
sopor, atau koma atau bila terdapat gangguan klinik lain yang mengganggu evaluasi
status mental.
Menurut PPDGJ III, demensia merupakan suatu sindroma akibat penyakit otak,
biasanya bersifat kronik atau progresif, serta terdapat gangguan fungsi luhur (fungsi
kortikal yang multipel), termasuk daya ingat, daya pikir, daya orientasi, daya
pemahaman, berhitung, kemampuan belajar, berbahasa, dan kemampuan menilai.
Kesadaran tidak berkabut. Biasanya disertai hendaya fungsi kognitif dan ada kalanya
diawali kemerosotan (deteriorasi) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau
motivasi. Syarat utama penegakan diagnosis adalah bukti adanya penurunan kemampuan,
baik dalam daya ingat maupun daya pikir seseorang sehingga mengganggu kegiatan
sehari-hari seperti yang tersebut di atas. Gejala dan hendaya harus sudah nyata untuk
sekurang-kurangnya enam bulan.
Faktor resiko yang sering menyebabkan lanjut usia terkena demensia adalah :
usia, riwayat keluarga dan jenis kelamin perempuan.
Demensia harus dapat kita bedakan dengan retardasi mental, pseudodemensia,
gangguan daya ingat atau intelektual yang akan terjadi dengan berjalannya waktu dimana
fungsi mental yang sebelumnya telah dicapai secara bertahap akan hilang atau menurun
sesuai dengan derajat yang diderita.
Pseudodemensia Demensia
Perjalanan Klinis dan Riwayat Penyakit
1. Keluarga selalu menyadari
disfungsi dan keparahannya
2. Onset dapat ditentukan dengan agak
tepat
3. Gejala terjadi singkat
4. Riwayat disfungsi psikiatri
sebelumnya sering ditemukan
1. Keluarga sering tidak menyadari
disfungsi dan keparahannnya
2. Onset hanya dapat ditentukan dalam
batas yang luas
3. Gejala berlangsung lama
4. Riwayat disfungsi psikiatri
sebelumnya jarang ditemukan
Keluhan Dan Perilaku klinis
1. Pasien biasanya mengeluh kehilangan fungsi kognitif
2. Keluhan disfungsi kognitif biasanya terperinci
3. Pasien yang menekankan ketidak-mampuannya
4. Pasien menonjolkan kegagalan5. Pasien melakukan sedikit usaha
untuk melakukan tugas sederhana6. Biasanya mengkomunikasikan
perasaan penderitaan yang kuat7. Perubahan afektif sering pervasif8. Hilangnya ketrampilan sosial9. Perilaku sering tidak sesuai dengan
keparahan disfungsi kognitif10. Perlemahan disfungsi nokturnal
1. Pasien sedikit mengeluh kehilangan fungsi kognitif
2. Keluhan disfungsi kognitif biasanya tidak terperinci
3. Pasien menyangkal akan ketidakmampuannya
4. Pasien senang akan pencapaian, tetapi menyepelekannya
5. Biasanya menggunakan catatan, kalender untuk mengingat
6. Afek labil dan dangkal7. Keterampilan sosial dipertahankan8. Perilaku sering sesuai dengan
keparahan disfungsi kognitif
Gambaran Klinis yang Berhubungan dengan Daya Ingat, Kognitif , dan Disfungsi Intelektual
1. Atensi dan konsentrasi dipertahankan dengan baik
2. “tidak tahu” adalah jawaban yang sering
3. Pada pemerikasaan orientasi, pasien sering memberikan jawaban “tidak tahu”
4. Kehilangan daya ingat untuk kejadian yang baru dan agak lama biasanya parah
5. Kehilangan daya ingat atau periode kejadian spesifik sering ditemukan
6. Variabilitas yang jelas dalam kinerja tugas dengan kesulitan sama
1. Atensi dan konsentrasi biasanya terganggu
2. sering jawaban yang hampir3. Pada pemerikasaan orientasi, pasien
sering keliru jawaban hampir dan sering
4. Kehilangan daya ingat untuk kejadian yang baru lebih parah dari agak lama
5. Kekosongan daya ingat untuk periode tertentu jarang
6. Kinerja yang buruk secara konsisten pada tugas dengan kesulitan serupa
Perubahan karakteristik dari demensia adalah :
1. Perubahan aktivitas sehari-hari
2. Gangguan kognitif ( gangguan daya ingat, bahasa, fungsi visuospasial )
3. Perubahan perilaku dan psikis ( Behavior-Psychological Changes )
Gangguan perilaku dan psikologik pada lansia yang demensia sering ditemukan sebagai
BPSD ( Behavior Psychological Symptoms of Dementia ). Perubahan tersebut bersifat
multifaktor atau biopsikososial sehingga timbul masalah seperti :
1. Perilaku agresif
2. Wondering ( suka berpergian tanpa tujuan )
3. Gelisah
4. Impulsif
5. Sering mengulang pertanyaan
6. Dll
Pada masalah psikologisnya :
1. Waham cemburu
2. Waham curiga
3. Halusinasi
4. Misidentitas ( lupa akan identitas diri )
KARAKTERISTIK
Gangguan klinis dari demensia bermacam-macam dan dikemukakan 3 pandangan
berbagai kelompok ahli dalam mendefinisikan penyakit demensia khususnya tipe
Alzheimer yaitu :
1. Pembagian klasifikasi WHO ( ICD X (R) )
2. Klasifikasi dari American Psychiatric Association ( DSM IV )
3. Klasifikasi dari National Institute and Communicative Disorders and Stroke-
Alzheimer Disease and Related Disorders ( NINCDS-ADRIDA )
Karakteristik ICD X
(R)
DSM
IV
NINCDS-
ADRIDA
Penurunan daya ingat + + +
Gangguan proses pikir + - -
Aphasia, apraxia, agnosia, sarta gangguan fungsi eksekusi - + -
Gangguan salah satu fungsi intelektual di luar daya ingat + + +
Dapat ditentukan lewat kuesioner - - +
Ditentukan lewat tes NPI - - +
Gangguan ADL + - -
Hendaya fungsi sosial/ kegiatan harian - + -
Penurunan terhadap fungsi sebelumnya + + +
Onset awal terjadi pada usia 40-90 tahun - - +
Mula perjalanan penyakit insidious + + -
Proses deteorisasi lambat + - -
Deteorisasi berkelanjutan - + +
Laboratorium / klinik tak ditemukannya adanya dementia
jenis lain
- + +
Tanpa gejala awal yang mendadak + - P
Tanpa gejala neurologik + - P
Tidak ditemukannya gejala penyalahgunaan obat - + +
Kemunduran dapat saja berupa delirium + + +
Tidak dijumpai gejala mental beserta lainnya - + -
P = Probable Alzheimer Disease Criteria
Demensia merupakan suatu penyakit degeneratif primer pada susunan sistem saraf
pusat dan merupakan penyakit vaskuler. Di sini akan dibedakan demensia berdasarkan :
Berdasarkan Etiologi
Irreversibel Reversibel
1. Primer degeneratifAlzheimerPick Huntington Parkinson Degeneratif kortiko basal ganglion
D : drugsE : emotional M : metabolicE : ear & eye N : nutrition T : tumor & trauma
2. Karena infeksia. Penyakit Creutzfeldtz-Jakobb. Subacute sclerosing panencephalitis c. Progressive multi-focal leuko encephalopathy
I : infection A : atherosclerosis
3. Metabolika. Metachromatic leukodystrophyb. Gangliosidosis
Berdasarkan Anatomi
Kortikal Subkortikal
1. Alzheimer2. Creutzfeldtz-Jakob3. Pick disease4. Afasia, agnosia, dan apraksia
1. Huntington disease2. Parkinson disease3. Hidrosefalus4. Demensia multiinfark
Karakteristik Demensiasubkortikal
DemensiaKortikal
Tes yang dianjurkan
Bahasa Tidak ada afasia Afasia awal 1. Tes FAS2. Tes Boston Naming3. Tes Perbendaharaan
WAIS-R
Daya ingat Gangguan memori (menggali) dan pengenalan (penyandian)
Pengingatan dan pengenalan terganggu
1. Skala daya ingat Wechsler
2. SPDAL(Brandt)3. Rentang Digit
WAIS
Atensi, memori, segera dan ketrampilan visouspasial
Terganggu Terganggu Menyusun gambar, benda, dan merancang bangun : subtes WAIS
Kalkulasi normal Terkena awal Mini Mental State
Kemampuan sistem
frontalis (fungsi
eksekutif)
Terganggu tidak
proporsional
Derajat gangguan
konsisten dengan
gangguan lain
Winconsin Card
Sorting task
Tes Odd Man Out
Picture absurdities
Kecepatan proses
kognitif
Melambat pada awalnya Normal Trail making A and B
Paced Auditory Serial
Addition Test (PASAT)
Kepribadian Apatetik, utuh Tidak terganggu MMPI
Suasana Perasaan Depresi Eutimik Skala Depresi Beck and
Hamilton
Bicara Disartrik Normal Kefasihan Verbal
Rosen,1980
Postur Membungkuk atau
ekstensi
Tegak
Koordinasi Terganggu Normal
Kecepatan dan
pengendallian motorik
Melambat normal Mengetuk jari
Papan bercatur
Gerakan aneh Korea,TIK, tremor,
distonia
Tidak ada
Abstraksi Tes kategori (Halstead
Battery)
Kriteria derajat demensia :
RINGAN
Walaupun terdapat gangguan berat daya kerja dan aktivitas sosial, kapasitas untuk
hidup mandiri tetap dengan higiene personal cukup dan penilaian umum yang
baik
SEDANG
Hidup mandiri berbahaya diperlukan berbagai tingkat suportivitas
BERAT
Aktivitas kehidupan sehari-hari terganggu, sehingga tidak berkesinambungan dan
inkoherensi
JENIS-JENIS DEMENSIA
Demensia Tipe Alzheimer
Dari semua pasien dengan demensia. 50-60% termasuk demensia tipe ini. Orang
yang pertama kali mendefinisikan penyakit ini adalah Alois Alzheimer sekitar tahun
1910. Demensia ini ditandai dengan gejala :
1. Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan progresif
2. Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia, apraksia,
agnosia, gangguan fungsi eksekutif
3. Tidak mampu mempelajari/mengingat informasi baru
4. Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive, kecurigaan)
5. Kehilangan inisiatif
Faktor resiko penyakit Alzheimer :
1. Riwayat demensia dalam keluarga
2. Sindrom Down
3. Umur lanjut
4. Defisiensi apolipoprotein, E4
Faktor yang memberi perlindungan terhadap Alzheimer :
1. Apolipoprotein E
2. Antioksidan
3. Penggunaan estrogen pasca menopause (pada demensia tipe ini lebih sering pada
wanita daripada laki-laki)
4. NSAID
Demensia pada penyakit Alzheimer belum diketahui secara pasti penyebabnya,
walaupun pemeriksaan neuropatologi dan biokimia post mortem telah ditemukannya lose
selective neuron kolinergik yang struktur dan bentuk fungsinya juga terjadi perubahan:
1. Pada makroskopik : penurunan volume gyrus pada lobus frontalis dan temporal
2. Pada mikroskopik : plak senilis dan serabut neurofibrilaris
Kerusakan dari neuron ini menyebabkan penurunan jumlah neurotransmiter. Hal ini
sangat mempengaruhi aktivitas fisiologis otak.
Tiga neurotransmiter yang terganggu pada Alzheimer adalah asetilkolin,
serotonin, dan norepinefrin. Pada penyakit ini diperkirakan adanya interaksi antar genetik
dan lingkungan yang merupakan faktor pencetus. Selain itu dapat berupa trauma kepala
dan rendahnya tingkat pendidikan.
Pedoman diagnostik Demensia Alzheimer menurut PPDGJ III
1. Terdapat gejala demensia secara umum
2. Onset bertahap dengan perkembangan lambat
3. Tidak ada bukti klinis dan pemeriksaan yang mendukung adanya penyakit otak/
sistemik yang dapat menyebabkan demensia
4. Tidak ada serangan/ gejala neurologik kerusakan otak fokal
Sampai saat ini belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan penyakit ini.
Pencegahan/pengobatan hanya dalam bentuk paliatif yaitu : nutrisi tepat, latihan,
pengawasan aktifitas, selain itu bisa diberikan obat Mematine (N-metil) 25 mg/hr,
Propanolol, Haloperidol dan penghambat Dopamin potensi tinggi untuk kendali
gangguan perilaku akut. selain itu dapat diberikan ”Tracine Hydrochloride” (inhibitor
asetilkolinestrose kerja sentral) untuk gangguan kognitif dan fungsi sosialnya.
B. Demensia Vaskuler
Pada demensia vaskuler, dalam arti kata luas, semua demensia yang diakibatkan
oleh penyakit pembuluh darah serebral dapat disebut sebagai demensia vaskular. Pada
tahun 1970 Tomlison dkk melalui penelitian klinis-patologis mendapatkan bahwa bila
demensia disebabkan oleh penyakit vaskular, hal ini biasanya terjadi karena adanya
infark di otak. Hal ini melahirkan konsep demensia multi-infark. Saat ini demensia
vaskular sering diidentikan dengan demensia multi-infark. Demensia vaskular ialah
sindrom demensia yang disebabkan oleh disfungsi otak yang diakibatkan oleh penyakit
serebrovaskular atau stroke. Ini merupakan penyebab kedua paling sering dari demensia
pada lansia setelah penyakit Alzheimer.
Bila menghadapi penderita ynag dicurigai menderita demensia vaskular, untuk
penegakan diagnosis demensia vaskuler dapat dilakukan hal berikut :
1. Kita pastikan bahwa memang terdapat demensia.
2. Kita telusuri berat-ringan gangguan fungsi kognitif, perilaku dan emosional.
Bagaimana perjalanan Gangguan? Apakah progresif gradual (lambat laun) atau
progresif dengan tahapan-mendadak (step-wise). Pada demensia vaskular timbulnya
gangguan mendadak dan bertahap, sedangkan pada Alzheimer secara gradual,
lambat laun.
3. Tentukan adanya stroke, periksa apakah ada gangguan lain yang berasal dari lesi
otak, yang timbulnya mendadak misalnya hemiparesis.
4. Cari faktor resiko bagi stroke untuk ditanggulangi.
Dalam menegakkan diagnosa terdapat defisit kognitif yang sama dengan tipe Alzheimer
tetapi terdapat gejala-gejala/tanda-tanda neurologis fokal seperti :
1. Peningkatan refleks tendon dalam
2. Respon ekstensor
3. Palsi pseudobulbar
4. Kelainan gaya berjalan
5. Kelemahan anggota gerak
Beberapa pakar, Hacklinski elnk dan Logb & Gondolfo mengusulkan sistem
skor untuk membedakan antara demensia vaskular dan Alzheimer. Namun, skor ini
tidak dapat menentukan adanya demensia campuran keduanya.
Perbandingan DSM IV, ICD X , dan NINCDS-ADRIDA
Karakteristik DSM IV ICD X NINCDS-
ADRIDA
Gangguan memori + + +
Aphasia,agnosia,apraxia
atau disfungsi eksekutif
- + -
Gangguan 2/lebih fungsi
kognitif
- + +
Gangguan intelektual + - -
Ketersediaan wawasan
dan pengetahuan
+ - -
Penurunan dari fungsi
sebelumnya
- + +
Gangguan sosial dan
okupasi
- + -
Riwayat stroke
Ada bukti arterosklerosis
2
1
Keluhan neurologi fokal
Tanda neurologi fokal
2
2
Penderita dengan demensia vaskuler score>7, alzheimer<4
Score Loeb san Gondolfo
Iskemik Loeb dan Gondolfo Skor
Mulainya mendadak
Ada riwayat stroke
Gejala fokal
Keluhan fokal
Pada CT scan terdapat:
Daerah hipodens tunggal
Daerah hipodens multipel
2
1
2
2
2
3
Keterangan score :
0-2 : mungkin Alzheimer
5-10 : mungkin Vaskular
Pemeriksaan penunjangnya dalam dilakukan :
1. radiologi : CT scan dan MRI
2. laboratorium
3. EEG
Strategi pencegahan pada demensia ini dapat dilakukan dengan (sachdev,1999) :
1. Obati hipertensi secara optimal
2. Obati Diabetes Mellitus
3. Tanggulangi hiperlipidemia
4. Hindari meroko dan batasi alkohol
5. Beri antikoagulan bila ada fibrilasi atrial
6. Beri antiagregasi trombosit pada yang beresiko tinggi
7. Lakukan carotic endarterectomy pada stenosis yang berat
8. Lakukan diit untuk megontrol DM, obesitas, dan hiperlipidemi
9. Anjurkan untuk mengubah gaya hidup
10. Intervensi dini pada stroke dan TIA dengan obat neuroprotektif
11. Sediakan rehabilitasi intensif setelah stroke
Pedoman diagnostik penyakit demensia vaskuler menurut PPDGJ III :
1. Terdapatnya gejala demensia
2. Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata
3. Onset mendadak dengan adanya gejala neurologis fokal
C. Demensia Pick
Penyakit Pick ditandai dengan penurunan fungsi mental dan perilaku yang terjadi
secara progresif dan lambat dapat berlangsung selama 27 tahun, bersifat herediter dan
sporadik. Terdapat penurunan fungsi memori dan bahasa yang jelas. Kelainan terdapat
pada kortikal fokal pada lobus frontalis. Gambaran patologis berupa atrofi frontal dan
temporal. Penyakit ini juga sulit dibedakan dengan Alzheimer, hanya bisa dengan otopsi,
dimana otak menujukkan inklusi intraneuronal yang disebut “badan Pick” yang
dibedakan dengan neurofibrilaris pada Alzheimer.
Gambaran klinis :
1. Awitan yang perlahan, tidak jelas, progresivitas lambat
2. Gangguan kepribadian yang berat pada fase dini, euforia, emosi tumpul,
disinhibisi, apatis, atau gelisah
3. Gangguan berbahasa meliputi penurunan kelancaran, stereotipi, dan perseverasi
4. Penurunan fungsi mental
5. Pemeriksaan fisik ditemukan reflex primitive, inkontinensia, akinesia, dan
rigiditas
6. Atrofi lobus frontal yang jelas
7. Manifestasi gangguan perilaku pada umumnya mendahului gangguan daya ingat
Kluver-Bucy syndrome dapat muncul di awal pada demensia Pick ini, ditandai
dengan emosi tumpul, aktivitas hiperseksual, hiperoralitas (bulimia, memainkan bibir)
dan visual agnosia.
D. Demensia Penyakit Creutzfeldt-Jakob
Penyakit ini disebabkan oleh degeneratif difus yang mengenai sistem piramidalis
dan ekstrapiramidal. Pada penyakit ini tidak berhubungan dengan proses penuaan.
Gejala terminal adalah :
Demensia parah
Hipertonisitas yang menyeluruh
Gangguan bicara yang berat
Penyakit ini disebabkan oleh virus infeksius yang tumbuh lambat (misalnya
transplantsi kornea). Trias yang sangat mengarah pada diagnosis penyakit ini (PPDGJ III)
1. Demensia yang progresif merusak
2. Penyakit piramidal dan ekstrapiramidal dengan mioklonus
3. EEG yang khas
E. Demensia karena penyakit Huntington (Chorea)
Demensia ini disebabkan penyakit herediter yang disertai dengan degenerasi
progresif pada ganglia basalis dan kortex serebral. Transmisi terdapat pada gen autosomal
dominan fragmen G8 dari kromosom 4. Onset terjadi pada usia lebih muda sekitar usia
35-50 tahun. Gejalanya :
1. Demensia progresif
2. Hipertonisitas muskular
3. Gerakan koreoform yang aneh
4. Adanya riwayat keluarga
Jika terdapat keraguan dalam penegakan diagnosis maka dapat dilakukan analisa genetik.
F. Demensia karena Hidrosefalus Tekanan Normal
Pada demensia ini terdapat pembesaran ventrikel dengan meningkatnya cairan
serebrospinalis, hal ini menyebabkan adanya :
1. Gangguan gaya jalan (tidak stabil, sambil menyeret)
2. Inkontinensia urin
3. Demensia
Pada pemeriksaan laboratorium didapat Tekanan CSF yang normal (150-200
mmhg) dan pada CT scan terdapat dilatasi ventrikel pendangkalan sulkus cerebral bagian
apeks pada otak dengan tidak disertai pelebaran ruang subarachnoid. Demensia ini dapat
bersifat reversibel, beberapa ahli merekomendasikan terapi dengan lumbal pungsi untuk
mengeluarkan 30 ml CSF.
G. Demensia karena penyakit Parkinson
Demensia ini disebabkan penyakit Parkinson yang menyertai, ditandai dengan
gejala:
1. Disfungsi motorik
2. Gangguan kognitif/demensia bagian dari gangguan
3. Lobus temporalis dan defisit daya ingat
4. Depresi
Terapi :
1. Neurotransmiter dopaminergik (L-DOPA)
2. Amantadine
3. Bromocriptine
Dopamin mempunyai peranan dalam timbulnya gangguan afektif. Pada depresi
terdapat kadar dopamin yang rendah dan pada maniakal terdapat hal yang sebaliknya.
Pada Parkinson dapat terlihat kadar dopamin berkurang >75%.
BAB III
PENUTUP
Gejala dini demensia sering terlewatkan, dianggap sebagai gejala usia lanjut yang
wajar atau salah diagnosis. Kegagalan mendiagnosis dini demensia dapat mengakibatkan
penanganan yang tidak tepat dan pada hakikatnya akan memberikan beban tambahan
pada penyandang dan keluarga.
Deteksi dini ditujukan pada seseorang yang memperlihatkan karakteristik dan
trigger tertentu, menandakan adanya kebutuan pemeriksaan lanjutan, bukan dengan
melakukan skrining pada segmen tertentu populasi penduduk, karena tidak ada bukti
yang menyokong kegunaan skrining pada demensia Alzheimer dan tidak ada tes yang
mempunyai sensitivitas tinggi untuk deteksi penyakit ini dalam tahap dini/ringan.
Sebuah penilaian awal harus dikombinasikan dengan riwayat penyakit termasuk
keterangan informan yang dapat dipercaya dan pemeriksaan fisik yang terarah, evaluasi
fungsi mental dan status fungsional disamping penilaian untuk delirium dan depresi.
Anamnesis yang teliti harus meliputi riwayat medik umum, riwayat neurologis,
riwayat pemakaian obat-obatan, riwayat psikiatris dan riwayat keluarga.
Pemeriksaan meliputi pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan neurologis,
pemeriksaan neuropsikologis (MMSE), pemeriksaan status fungsional (FAQ) dan
pemeriksaan psikiatris (Skala Depresi 15). Bila ada gangguan perilaku dapat diperiksa
dengan NPI.
Pemeriksaan kognisi Status Mental Mini (MMSE), CDT dan status fungsional
Functional Activities Questionnaire (FAQ) adalah tiga pemeriksaan awal yang paling
dianjurkan saat ini. Dari ketiga pemeriksaan dapat diperoleh informasi apakah pasien
mengalami gangguan kognisi multipel disertai penurunan fungsional yang menandakan
adanya demensia. pemeriksaan ini merupakan bagian integral dari penilaian awal yang
tidak dapat dipakai secara terpisah. Adalah tidak bijaksana apabila diagnosis demensia
hanya berdasarkan pemeriksaan status mental dan fungsional saja, karena kemungkinan
positif semu adalah sangat besar.
Pemeriksaan laboratorium rutin hanya dilakukan bila pada penilaian awal terdapat
tanda-tanda positif demensia. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan darah lengkap,
urinalisis, elektrolit serum, BUN, fungsi, hormon tiroid, vitamin B12 dan asam Folat.
Absorpsi antibodi treponemal fluresen untuk mendeteksi neurosifilis dan HIV hanya atas
indikasi pada pasien resiko tinggi.
Pendekatan klinik yang baik meliputi anamnesis yang lengkap dan teliti yang
diikuti oleh pemeriksaan fisik terarah dan laboratorium rutin dapat menegakkan diagnosis
klinis demensia.
Pemeriksaan pencitraan, EEG berguna terutama bila perjalanan klinis demensia
tidak tipikal untuk demensia Alzheimer atau dicurigai penyebab demensia lain.
Pemeriksaan cairan otak hanya dilakukan bila ada indikasi infeksi susunan saraf pusat
atau demensia hidrosefalus tekanan normal. Pemeriksaan marker genetik belum
dianjurkan karena masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.
Penanganan demensia Alzheimer meliputi penilaian klinik yang baik, terapi
farmakologik khusus demensia Alzheimer maupun untuk gangguan psikiatri di samping
terapi non farmakologik.
Khusus mengenai terapi farmakologik penemuan obat golongan kolinesterase
inhibitor terutama generasi kedua telah terbukti dapat memperbaiki aspek kognisi,
fungsional dan perilaku walaupun belum dapat mempengaruhi perjalanan penyakit,
terutama demensia Alzheimer tingkat lanjut.
Obat-obat golongan disease modifying agents diharapkan semakin berkembang
dengan semakin berkembangnya pengetahuan tentang patofisiologi demensia Alzheimer.
Pada masa mendatang kemungkinan gabungan obat ini dengan obat golongan
kolinesterasi inhibitor akan semakin menjadi perhatian bagi para peneliti.
Adalah tidak mungkin untuk menyusun sebuah guideline yang dapat memenuhi
semua kebutuhan pengenalan dan penatalaksanaan demensia Alzheimer karena
terdapatnya variasi individu baik dalam tampilan klinis maupun beratnya gejala pasien
demensia Alzheimer. Seorang klinikus yang baik harus bijaksana dalam menerapkan
prinsip-prinsip dasar dan pendekatan pada pasien harus bersifat individual dan tidak
kaku.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan, H.I. dan Sadock, B.J, Sinopsis Psikiatri, edisi ketujuh, Binarupa Aksara,
Jakarta 1997, hal. 515.
2. Direktorat Kesehatan Jiwa, Direktorat Jendral Pelayanan Medik, Departemen
Kesehatan R.I, Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Jiwa di Indonesia, edisi III,
Jakarta.
3. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, American
Psychiatric Association, Washington DC, hal. 142-143.
4. Maramis W.F, Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press, Surabaya 1995, hal.
189-193.
5. Dikot Y, Pengenalan dan Penatalaksanaan Demensia Alzheimer dan Demensia
Lainnya, Konsensus Nasional, edisi 1, Jakarta 2003.
6. http://www.mentalhealth.com “American and European Description about Dementia”
7. http:/www.yahoohealth.com “Dementia”