Post on 13-Aug-2021
Unit PembelajaranPROGRAM PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN (PKB)MELALUI PENINGKATAN KOMPETENSI PEMBELAJARAN (PKP)BERBASIS ZONASI
MATA PELAJARAN AUTISSEKOLAH LUAR BIASA (SLB)
Melakukan Komunikasi Dua Arah
Penulis:dr. Ana Lisdiana, M.Pd
Penyunting:Drs. Haryana, M.Si
Desainer Grafis dan Ilustrator:TIM Desain Grafis
Copyright © 2019Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Menengah dan Pendidikan KhususDirektorat Jenderal Guru dan Tenaga KependidikanKementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Hak Cipta Dilindungi Undang-UndangDilarang mengopi sebagian atau keseluruhan isi buku ini untuk kepentingan komersial tanpa izin tertulis dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
3
Unit PembelajaranMelakukan Komunikasi Dua Arah
DAFTAR ISI
Hal
DAFTAR ISI_____________________________________________________3DAFTAR GAMBAR______________________________________________4DAFTAR TABEL________________________________________________4PENDAHULUAN________________________________________________5KOMPETENSI DASAR DAN PERUMUSAN IPK_________________6
A. Kompetensi Dasar dan Target Kompetensi_________________________________6
B. Indikator Pencapaian Kompetensi___________________________________________6
APLIKASI DI DUNIA NYATA____________________________________7A. Berkomunikasi dengan Anak Autis__________________________________________7
B. Kesulitan Mengungkapkan Keinginan Menyebabkan Tantrum___________8
BAHAN PEMBELAJARAN______________________________________10A. Aktivitas Pembelajaran_____________________________________________________10
Aktivitas 1: Mengucapkan Berbagai Kata Benda, Kata Kerja , dan Kata Sifat___12
Aktivitas 2: Mengucapkan Berbagai Kata Preposisi______________________________14
Aktivitas 3: Mengungkapkan Keinginan__________________________________________17
Aktivitas 4: Menjawab Pertanyaan________________________________________________19
Aktivitas 5: Memberi Komentar___________________________________________________21
B. Bahan Bacaan________________________________________________________________22
Tahapan Perkembangan Komunikasi Anak Autis________________________________22
Menetapkan Tujuan Komunikasi__________________________________________________23
Beri Anak Alasan untuk Berkomunikasi__________________________________________38
Mengajarkan Anak Menjawab Pertanyaan________________________________________42
PENGEMBANGAN PENILAIAN________________________________45KESIMPULAN_________________________________________________47UMPAN BALIK________________________________________________48DAFTAR PUSTAKA____________________________________________50
4
Program PKB melalui PKP berbasis ZonasiDirektorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 1 Fase I PECS______________________________________________________________18
Gambar 2 Contoh Papan Komunikasi____________________________________________19
Gambar 3 Contoh Buku Komunikasi______________________________________________19
Gambar 4 Contoh Kartu Tanya (5W+1H Question)______________________________19
Gambar 5 Mengembangkan Keterampilan Berkomunikasi_____________________25
Gambar 6 Enam Fase PECS________________________________________________________27
Gambar 7 Berkomunikasi dengan Menunjuk____________________________________36
Gambar 8 Isyarat Tangan “lagi”___________________________________________________37
Gambar 9 Respon Penolakan Anak_______________________________________________39
Gambar 10 Latihan Menyapa_____________________________________________________40
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1. Kompetensi dan Target Kompetensi_____________________________________6
Tabel 2. Indikator Pencapaian Kompetensi_______________________________________6
Tabel 3. Disain Aktivitas Pembelajaran__________________________________________11
5
Unit PembelajaranMelakukan Komunikasi Dua Arah
PENDAHULUAN
Program kebutuhan khusus merupakan bentuk layanan yang diberikan
kepada Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) untuk mereduksi
hambatan yang diakibatkan oleh kekhususannya sehingga mereka dapat
mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Program kebutuhan khusus bagi
peserta didik autis adalah pengembangan interaksi, komunikasi dan perilaku.
Hal tersebut sesuai dengan hambatan yang pada umumnya dimiliki oleh
peserta didik autis.
Unit ini disusun sebagai salah satu alternatif sumber bahan ajar bagi guru untuk
memahami unit pengembangan komunikasi peserta didik autis. Melalui
pembahasan materi yang terdapat pada unit ini, guru dapat memiliki dasar
pengetahuan untuk mengajarkan materi yang sama ke peserta didiknya yang
disesuaikan dengan indikator yang telah disusun, dan terutama dalam
memfasilitasi kemampuan peserta didik. Selain itu unit ini juga aplikatif untuk
guru sendiri sehingga mereka dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-
hari.
Dalam rangka memudahkan guru mempelajari konten dan cara
mengerjakannya, di dalam unit dimuat kompetensi dan indikator pencapaian
kompetensi, bahan bacaan tentang pentingnya komunikasi pada kehidupan
sehari-hari, deskripsi alternatif aktivitas pembelajaran, bahan bacaan yang
dapat dipelajari untuk memperkaya wawasan guru, serta prosedur
pengembangan penilaian.
Komponen-komponen di dalam unit ini dikembangkan dengan tujuan agar
guru dapat dengan mudah memfasilitasi pembelajaran pengembangan
komunikasi peserta didik autis agar dapat mencapai kemampuan
berkomunikasi seoptimal mungkin.
6
Program PKB melalui PKP berbasis ZonasiDirektorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
KOMPETENSI DASAR DAN PERUMUSAN IPK
A. Kompetensi Dasar dan Target Kompetensi
Subunit pembelajaran ini dikembangkan berdasarkan kompetensi yang
ditetapkan dalam Pedoman Program Pengembangan Kekhususan: Program
Pengembangan Interaksi, Komunikasi dan Perilaku Peserta Didik yang
dikeluarkan oleh Direktorat Pembinaan PKLK, Ditjen Dikdasmen,
Kemendikbud. Kompetensi dasar dan target kompetensi yang menjadi
sasaran dalam subunit pembelajaran ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kompetensi Dasar dan Target Kompetensi
No. Kompetensi Dasar Target KD
KD Keterampilan
4.1
2
Melakukan komunikasi dua arah
dengan benar.
Melakukan komunikasi dua arah
dengan benar.
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
Tabel 2. Indikator Pencapaian Kompetensi
INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI (IPK) KETERAMPILAN
4.12 Melakukan komunikasi dua arah dengan benar.
IPK Pendukung:
4.12.1 Mengucapkan berbagai kata benda, kata kerja, dan kata sifat.
4.12.2 Mengucapkan berbagai kata preposisi.
IPK Kunci:
4.12.3 Mengungkapkan keinginan
4.12.4 Menjawab pertanyaan (apa, siapa, di mana, sedang apa, bagaimana)
4.12.5 Mengomentari situasi atau kejadian
7
Unit PembelajaranMelakukan Komunikasi Dua Arah
APLIKASI DI DUNIA NYATA
A. Berkomunikasi dengan Anak Autis
Setiap manusia terlahir dengan kelebihan dan kekurangan yang setiap
individunya pasti berbeda. Dalam hal ini, kelebihan dan kekurangan itu juga
terdapat dalam diri seorang anak autis. Saat ini anak-anak autis masih saja
dipandang sebelah mata oleh khalayak. Cara pandang khalayak kepada anak-
anak autis memang tidak selalu buruk, namun masyarakat pada umumnya
merasa bahwa untuk berinteraksi dan berkomunikasi langsung dengan
mereka tidaklah mudah.
Hal ini disebabkan karena sedikitnya pengetahuan akan pentingnya cara
berkomunikasi yang tepat dengan anak-anak autis. "Menurut saya cara
berkomunikasi yang paling efektif terhadap anak-anak autis adalah
memahami bagaimana cara pertama kali mereka mengajak kita untuk
berinteraksi terlebih dahulu." ujar Ibu L seorang pengajar di SLB Negeri 5,
Jakarta.
Anak-anak autis biasanya dilihat dari dua segi permasalahan yang dialami
anak tersebut; segi verbal dan segi performa. Jika dilihat dari segi verbal
maka anak tersebut mengalami kesulitan di bidang interaksi sosial dan
komunikasi. Sedangkan jika dilihat dari segi performa maka anak tersebut
sulit memproses gambaran visualisasi atau menyelesaikan suatu
permasalahan.
“Pengunaan kalimat kiasan, abstrak, atau memiliki makna ganda harus
dihindari ketika berbicara dengan anak autis. Penyederhanaan kalimat juga
harus dilakukan agar mereka dapat mudah memahami ucapan kita. Hal ini
dapat kita lakukan dengan memberikan instruksi yang jelas terhadap
mereka. Dalam berkomunikasi dengan anak autis jangan menuntut merelka
8
Program PKB melalui PKP berbasis ZonasiDirektorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
untuk memahami kita tapi sebaiknya kita yang harus memahami mereka,”
ucap seorang psikolog.
Sebagian dari anak autis memang cukup hiperaktif, namun dalam beberapa
konteks lainnya merasa bisa saja menjadi pasif dan menjadi begitu tidak peka
terhadap lingkungannya. Karena hal tersebutlah anak-anak penyandang autis
sulit dalam berinteraksi sosial. Sifat hiperaktif juga bisa dipicu dari pola
makan mereka, semakin banyak karbohidrat yang dikonsumsi semakin
hiperaktif pula perilaku mereka.
Ketangkasan anak penyandang autis untuk bisa beradaptasi dengan keadaan
lingkungan sekitarnya juga dapat dinilai dari IQ yang dimiliki anak tersebut.
Saat ini para ilmuwan di bidang psikologi menggolongkan hal tersebut
dengan istilah Autistic Spectrum Disorder (ASD) --berdasarkan DSM – 5
(Diagnostic and Statictical Manual of Mental Disorders) fifth edition. Semakin
tinggi IQ yang dimiliki anak autis, semakin mudah dia menangkap maksud
seseorang dan belajar memahami keadaan sekelilingnya.
Dukungan dari orangtua yang bisa menerima dan memahami keadaan
anaknya akan memberi kemudahan bagi orang-orang di sekeliling si anak
untuk berkomunikasi dengannya. Karena melalui bimbingan orangtua, anak-
anak belajar untuk lebih bisa memahami dirinya dan orang-orang di
sekitarnya.
(sumber: https://m.fimela.com/beauty-health/read/3777787/tips-
berkomunikasi-dengan-anak-penyandang-autisme)
B. Kesulitan Mengungkapkan Keinginan Menyebabkan
Tantrum
Tantrum adalah ledakan amarah atau emosi akibat luapan energi yang tinggi
dan tidak sesuai dengan kecepatan berpikir saraf otak. Tantrum biasa dialami
9
Unit PembelajaranMelakukan Komunikasi Dua Arah
anak-anak. Gejalanya tidak hanya dialami anak-anak dengan kondisi normal.
Anak-anak berkebutuhan khusus (termasuk autis) juga bisa mengalami
tantrum. Biasanya, anak berkebutuhan khusus akan mengalami tantrum jika
kesal karena tidak dapat mengungkapkan keinginan atau perasaan kepada
orang lain.
Faktor lain yang memicu tantrum pada anak berkebutuhan khusus ialah
keinginan yang tidak terpenuhi, tidak sabar menunggu orang lain memahami
keinginannya, serta rasa bosan. Rutinitas yang berubah dan sakit pada bagian
tertentu juga dapat menjadi penyebab.
Risiko terbesar yang mungkin terjadi saat anak berkebutuhan khusus
mengalami tantrum ialah ia dapat membahayakan diri dan orang lain.
Beberapa perilaku yang dapat membahayakan dirinya adalah membenturkan
kepala ke dinding, loncat dari tangga, lari ke jalanan, memecahkan atau
membanting barang barang berharga, menjatuhkan diri sendiri, serta
memukul kepala sendiri.
(Sumber: https://merahputih.com/post/read/jurus-jitu-mengatasi-tantrum-
pada-anak-berkebutuhan-khusus)
Dari kedua artikel di atas dapat tergambar pentingnya anak autis memiliki
keterampilan untuk berkomunikasi. Dengan memiliki kemampuan
berkomunikasi, anak akan mudah mengungkapkan keinginannya dan
terhindar dari rasa frustrasi yang dapat menyebabkan anak autis tantrum.
Dengan memiliki kemampuan berkomunikasi, orang-orang di sekitar anak
autis juga menjadi mudah memahami apa yang diinginkan anak sehingga
dapat memberikan respon yang sesuai.
10
Program PKB melalui PKP berbasis ZonasiDirektorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
BAHAN PEMBELAJARAN
A. Aktivitas Pembelajaran
Bahan pembelajaran yang diuraikan di sini merupakan contoh panduan
pembelajaran yang dapat diimplementasikan oleh Saudara ketika akan
membelajarkan topik pengembangan komunikasi. Bahan pembelajaran
dikembangkan dengan prinsip berpusat pada peserta didik. Bahan
pembelajaran ini berisikan rincian aktivitas pembelajaran dan bahan bacaan
pendukungnya.
Peserta didik autis ada yang verbal (dapat berbicara) dan ada yang nonverbal
(tidak dapat berbicara). Kita tidak akan memaksakan peserta didik autis yang
nonverbal untuk berbicara, anak-anak ini dapat didorong untuk
menggunakan gambar, gesture atau isyarat untuk berkomunikasi. Ketika
peserta didik autis yang verbal diharapkan dapat mengucapkan kata, peserta
didik autis nonverbal diharapkan dapat memberikan kartu gambar,
melakukan gesture, atau menunjukan isyarat yang mewakili kata yang
dimaksud.
Sebelum melakukan aktivitas-aktivitas pengembangan komunikasi,
identifikasi terlebih dahulu kemampuan komunikasi anak saat ini. Aktivitas
komunikasi dua arah (aktivitas 3 dst) dapat dilakukan lebih efektif apabila
anak sudah dapat melabel objek, aktivitas, sifat, perasaan, dan memahami
preposisi. Apabila anak belum menguasai, lakukan terlebih dahulu aktivitas 1
dan atau aktivitas 2, baru melakukan aktivitas 3 dan seterusnya. Apabila
anak sudah menguasai, latihan dapat dilakukan langsung ke aktivitas 3.
Mata pelajaran program kekhususan di SDLB memiliki alokasi waktu 4 x 30
menit per minggu. Dalam pelaksanaannya dapat dibagi menjadi 2 pertemuan
per minggu @ 2 x 30 menit sesuai kebutuhan.
11
Unit PembelajaranMelakukan Komunikasi Dua Arah
Tabel 3. Disain Aktivitas Pembelajaran
Indikator Pencapaian Kompetensi
Aktivitas PembelajaranAlokasi Waktu
4.12.1 Mengucapkan
berbagai kata benda,
kata kerja, dan kata
sifat.
1. Latihan mengucapkan
berbagai kata benda,
kata kerja, dan kata sifat.
4 x 30’
4.12.2 Mengucapkan
berbagai kata
preposisi.
2. Latihan mengucapkan
berbagai kata preposisi.
4 x 30’
4.12.3 Mengungkapkan
keinginan.
3. Latihan mengungkapkan
keinginan menggunakan
gambar.
4 x 30’
4.12.4 Menjawab pertanyaan
(apa, siapa, di mana,
sedang apa,
bagaimana).
4. Latihan menjawab
pertanyaan.
4 x 30’
4.12.5 Mengomentari situasi
atau kejadian.
5. Latihan mengomentari
situasi atau kejadian.
4 x 30’
12
Program PKB melalui PKP berbasis ZonasiDirektorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Aktivitas 1: Mengucapkan Berbagai Kata Benda, Kata Kerja,
dan Kata Sifat
Tujuan
Anak mampu “mengucapkan” berbagai kata benda, kata kerja, dan kata sifat
Persiapan
Guru perlu menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan agar anak mudah
memahami arti kata yang dimaksud. Selain itu, untuk memfasilitasi anak-
anak nonverbal, siapkan pula kartu yang terdiri dari gambar dan tulisan kata
yang mewakili gambar.
Prosedur Latihan
1. Identifikasi kata-kata yang akan dikenalkan kepada anak. Prioritaskan
pada kata-kata yang kemungkinan besar akan sering digunakan oleh
anak.
2. Kelompokkan menjadi kategori tertentu, misalnya makanan, pakaian,
tempat, orang, kegiatan, perasaan, dan kata sifat.
3. Simpanlah di depan anak dua atau tiga kartu gambar yang akan
dikenalkan pada anak.
4. Salah satu tangan guru memegang objek yang akan dikenalkan sambil
menyebutkan nama objeknya dan tangan satu lagi sebagai prompt
posisinya terbuka (posisi tangan meminta sesuatu). Diharapkan anak
memberikan gambar yang sesuai dengan objek itu ke guru.
5. Ulangi sampai tiga kali. Jika anak masih tidak bereaksi sesuai yang
diharapkan maka asisten dapat memberikan bantuan/prompt dengan
cara memegang tangan anak untuk meraih gambar objek yang sesuai dan
memberikannya pada tangan guru. Mintalah anak untuk melepas gambar
itu sambil mengucapkan kata yang mewakili objek, misal: “jeruk”.
13
Unit PembelajaranMelakukan Komunikasi Dua Arah
6. Dorong anak verbal untuk mencoba mengucapkan kata tersebut, bagi
anak nonverbal cukup dengan memberikan kartu yang sesuai.
7. Ulangi langkah-langkah tersebut sambil dicoba menghilangkan prompt
dari asisten dan guru.
8. Berikan penguatan positif kepada anak setiap kali dia melakukan dengan
benar, misal dengan mengatakan “hebat!” atau memberikan isyarat
dengan jempol.
9. Latihan dapat dilanjutkan pada objek selanjutnya jika respon anak benar
dan tidak membutuhkan prompt dari guru ataupun asisten.
10. Jika anak sudah mengenal tiga atau lebih objek, lakukan latihan dengan
menempatkan tiga objek sekaligus dan kartu gambar dalam posisi acak.
11. Minta anak untuk memasangkan kartu gambar dengan objek yang sesuai.
12. Lanjutkan terus aktivitas itu hingga anak dapat mendiskriminasi semua
gambar yang ditargetkan.
Catatan:
Saat mengenalkan kata kerja atau aktivitas, guru sebaiknya memeragakan
aktivitas tersebut atau membawa anak ke tempat terjadinya aktivitas, dan
mengenalkan kartu gambar yang sesuai dengan aktivitas tersebut. Jangan
lupa untuk tetap mengucapkan nama aktivitasnya.
Demikian juga saat mengenalkan kata sifat atau perasaan, peragakan
sehingga anak memahami kondisi tersebut dan kartu gambar atau kata apa
yang tepat mewakili sifat atau perasaan tersebut. Mengenalkan sifat dan
perasaan merupakan yang paling sulit karena sifatnya abstrak. Lakukan
dengan perlahan-lahan.
14
Program PKB melalui PKP berbasis ZonasiDirektorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Aktivitas 2: Mengucapkan Berbagai Kata Preposisi
Tujuan
Anak mampu menentukan posisi benda dengan benda di sekitarnya (atas,
bawah, depan, belakang, samping) dan mengucapkannya.
Aktivitas ini merupakan salah satu aktivitas yang cukup sulit dipahami oleh
anak karena sifatnya abstrak. Dapat dikatakan abstrak karena satu benda
dapat berpindah dan dapat diletakkan di berbagai tempat dan posisi.
Yang paling penting dalam mengajarkan aktivitas ini adalah membuat latihan
ini menyenangkan. Gunakan objek yang disukai anak dan objek yang dapat
dengan jelas membedakan posisi (atas, bawah, depan, belakang, luar, dalam,
dsb). Gunakanlah satu objek terlebih dahulu saat pertama kali
memperkenalkan aktivitas ini. Apabila anak sudah menguasai dengan satu
objek, baru dapat diganti dengan objek yang lain. Apabila dengan beberapa
benda anak dapat memahami konsep preposisi ini, generalisasikan dengan
tempat yang lainnya.
Persiapan
Siapkanlah kartu gambar yang mewakili berbagai posisi benda, sebuah bola,
sebuah patung orang kecil, sebuah mobil-mobilan yang cukup besar, dan
sebuah kotak yang dapat dibuka tutup.
Prosedur Latihan
1. Perlihatkan dua buah kartu gambar yang menunjukkan satu benda pada
dua posisi yang berbeda, misal “di atas” dan “di bawah”.
2. Sambil menunjuk bendanya, sebutkan “di atas” kemudian “di bawah”.
15
Unit PembelajaranMelakukan Komunikasi Dua Arah
Ulangi berkali-kali sampai dirasa anak paham konsep “di atas” dan “di
bawah”
3. Berikan beberapa pasang gambar yang menunjukkan benda yang
berbeda pada posisi yang sama.
4. Berikan perintah kepada anak “samakan… di atas” atau “samakan… di
bawah”. Berikan intonasi yang berbeda (lebih ditekankan) ketika
menyebutkan “di atas” atau “di bawah”.
16
Program PKB melalui PKP berbasis ZonasiDirektorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
5. Berikan penguatan positif kepada anak setiap kali dia melakukan dengan
benar, misal dengan mengatakan “hebat!” atau memberikan isyarat
dengan jempol.
6. Lakukan berulang-ulang sampai anak tidak melakukan kesalahan.
7. Setelah anak menguasai konsep “di atas” dan “di bawah”, kenalkan
konsep posisi yang lain seperti “di depan”, “di belakang”, “di samping”, “di
luar”, dan “di dalam” dengan menggunakan langkah 2 s.d 5.
8. Setelah anak paham preposisi menggunakan gambar, sekarang gunakan
benda. Gunakan mobil-mobilan dan patung kecil untuk mengajarkan
konsep “di depan”, “di belakang” dan “di samping” dengan memposisikan
patung kecil di depan/belakang/samping mobil. Untuk mengenalkan
konsep “di dalam” dan “di luar”, gunakan box dan bola.
9. Setelah anak paham preposisi menggunakan gambar dan benda, gunakan
tubuh anak untuk memposisikan dirinya terhadap benda di sekitarnya.
10. Minta anak untuk melakukan berbagai posisi misalnya, “pergi ke bawah
meja”, “berdiri di atas kursi”, “lompat ke depan”, “lompat ke belakang”,
“lompat ke samping” dan sebagainya. Pada tahap awal berikan prompt
fisik kepada anak.
11. Lanjutkan latihan sampai anak dapat melakukan dengan benar tanpa
prompt.
12. Guru juga dapat mengajarkan gesture atau isyarat yang mewakili
proposisi tertentu, misal minta anak menunjuk ke atap ketika disebut
atas, atau menunjuk ke lantai ketika disebut bawah.
17
Unit PembelajaranMelakukan Komunikasi Dua Arah
Aktivitas 3: Mengungkapkan Keinginan
Tujuan
Anak mampu meminta objek yang diinginkannya dengan menggunakan
gambar secara mandiri.
Persiapan
Siapkan berbagai gambar yang dapat mewakili keinginan anak dan benda
aslinya.
Prosedur Latihan
Fase I
1. Simpanlah di depan anak dua atau tiga objek yang disukai, sering
digunakan, dan sudah dikenal oleh anak.
2. Pada saat anak memilih objek tersebut biarkanlah ia memainkannya
untuk beberapa saat, kemudian guru utama mengambil objek itu.
Simpanlah objek itu, jangan sampai terlihat oleh anak.
3. Gantilah objek itu dengan gambarnya dan simpan gambar itu di depan
anak. Sementara salah satu tangan guru memegang objek yang diinginkan
oleh anak dan tangan satu lagi sebagai bantuan/prompt posisinya terbuka
(posisi tangan meminta sesuatu). Diharapkan anak memberikan gambar
objek itu ke guru. Reaksi anak mungkin akan berusaha untuk merebut
objek yang diinginkan dari guru, oleh karena itu asisten harus menjaga
agar anak tetap duduk. Reaksi seperti itu adalah reaksi yang tidak
diinginkan.
4. Jika anak bereaksi tidak sesuai yang diharapkan maka asisten dapat
memberikan prompt dengan cara memegang tangan anak untuk meraih
gambar objek dan memberikannya pada tangan guru. Mintalah anak
untuk melepas gambar itu sambil melabel perbuatan anak itu dengan
18
Program PKB melalui PKP berbasis ZonasiDirektorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
mengatakan, misalnya: “Oh, kamu ingin main mobil-mobilan, ya!”
Kemudian segera berikanlah objek yang diinginkannya.
Gambar 1 Fase I PECS
Sumber: http://www.autismoutreach.ca/pecs_series
5. Biarkanlah anak beberapa saat memainkan objek itu. Kemudian ambil
lagi objek itu dan lakukan langkah 3) dan 4). Langkah-langkah itu terus
diulang sambil coba dihilangkan prompt dari asisten dan guru.
6. Berikan penguatan positif kepada anak setiap kali dia melakukan dengan
benar, misal dengan mengatakan “hebat!” atau memberikan isyarat
dengan jempol.
7. Latihan dapat dilanjutkan pada fase kedua jika respon anak benar dan
tidak membutuhkan prompt dari guru ataupun asisten.
(Langkah-langkah PECS fase 2 dst dapat dilihat pada Bahan Bacaan)
Pada akhir kegiatan, anak diharapkan dapat menjawab menggunakan
gambar ketika ditanya “Kamu ingin apa?” atau “Kamu mau apa?” Meskipun
demikian, yang paling penting adalah anak mampu mengungkapkan
keinginannya secara spontan tanpa harus dibantu pertanyaan lagi.
19
Unit PembelajaranMelakukan Komunikasi Dua Arah
Gambar 2 Contoh Papan KomunikasiSumber: http://www.widgit.com
Gambar 3 Contoh Buku KomunikasiSumber: http://www.ebay.com
Aktivitas 4: Menjawab Pertanyaan
Tujuan
Anak mampu menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru.
Prosedur Latihan
1. Siapkan kartu tanya.
Gambar 4 Contoh Kartu Tanya (5W+1H Question)
20
Program PKB melalui PKP berbasis ZonasiDirektorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
2. Jelaskan kaitan antara kata tanya dengan jawaban apa yang diharapkan.
Letakkan sebuah kartu tanya, misalnya “siapa” di atas meja, lalu jejerkan
kartu-kartu yang merujuk pada “orang” di bawahnya (ayah, ibu, kakak,
adik, kakek, nenek, bu guru, dsb). Pastikan anak sudah mengetahui arti
kartu-kartu tersebut.
3. Tanyakan kepada anak “siapa ini” sambil mengangkat kartu “siapa”
dengan tangan kiri sementara tangan kanan menunjuk diri sendiri (guru).
4. Berikan waktu kepada anak untuk menjawab. Apabila tidak ada reaksi,
ulangi pertanyaan sekali lagi.
5. Asisten dapat memberikan bantuan dengan mengarahkan tangan anak
untuk menunjuk gambar “bu guru” sambil mengatakan “bu guru”.
6. Ulangi sampai anak berhasil menunjukkan gambar yang benar tanpa
bantuan asisten.
7. Berikan penguatan positif kepada anak setiap kali dia melakukan dengan
benar, misal dengan mengatakan “hebat!” atau memberikan isyarat
dengan jempol.
8. Lakukan latihan dengan menunjukkan orang yang berbeda memakai
media foto keluarga untuk menanyakan anggota keluarga lainnya.
9. Lakukan latihan yang sama untuk kata tanya “apa”, “kapan”, dan “di
mana”.
10. Terakhir lakukan latihan untuk kata tanya “mengapa” dan “bagaimana”.
Pertanyaan ini cukup sulit karena dapat memiliki jawaban yang beragam.
21
Unit PembelajaranMelakukan Komunikasi Dua Arah
Aktivitas 5: Memberi Komentar
Tujuan
Anak mampu berkomentar dan mengekspresikan perasaan
Persiapan
Membuat simbol “Menurut saya”, “Saya suka”, “Saya rasa”, dan lain-lain.
Prosedur Latihan
1. Ciptakan kesempatan agar anak berkomentar dalam aktivitas secara
alami, misalnya, saat istirahat, guru dapat membuat komentar “mmm,
Saya suka kue” (menggunakan kartu gambar milik anak), “Kamu suka
apa?”
Contoh yang lain “Saya senang”, “Bagaimana perasaanmu?”
2. Pada akhir kegiatan ini, diharapkan anak siap menggunakan gambar
untuk mengungkapkan komentar dan perasaannya.
3. Konsep warna/ukuran/lokasi dapat dipelajari oleh anak bersamaan
dengan mengungkapkan komentar atau perasaan. Anak tidak hanya
mengatakan “Saya ingin bola”, anak boleh menambahkan dengan “Saya
ingin bola merah”, atau “Saya ingin bola besar”, atau “Saya ingin bola
merah yang besar”. Konsep tersebut dapat diajarkan melalui format
struktur konteks secara alamiah.
22
Program PKB melalui PKP berbasis ZonasiDirektorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
B. Bahan Bacaan
Tahapan Perkembangan Komunikasi Anak Autis
Menurut Sussman (2001) komunikasi anak autis berkembang melalui empat
tahapan:
1. The Own Agenda Stage (Tahapan Asyik dengan Dunianya Sendiri)
Pada tahapan ini anak lebih suka bemain sendiri dan tampaknya tidak
tertarik pada orang-orang di sekitarnya. Kita harus memperhatikan gerak
tubuh dan ekspresi wajah anak agar dapat mengetahui keinginannya.
Anak seringkali mengambil sendiri benda-benda yang diinginkannya.
2. The Requester Stage (Tahapan Meminta)
Pada tahapan ini anak mulai menyadari bahwa tingkah lakunya dapat
mempengaruhi orang di sekitarnya. Bila menginginkan sesuatu, anak
biasanya menarik tangan kita dan mengarahkannya ke benda yang
diinginkannya. Sebagian anak telah mampu mengulangi kata-kata atau
suara tetapi bukan untuk berkomunikasi melainkan untuk menenangkan
dirinya dan juga anak mulai bisa mengikuti perintah sederhana tapi
responnya belum konsisten.
3. The Early Communication Stage (Tahapan Komunikasi Awal)
Pada tahapan ini anak telah menyadari bahwa ia dapat menggunakan
satu bentuk komunikasi tertentu secara konsisten pada situasi khusus.
Namun demikian, inisiatif berkomunikasi masih terbatas pada
pemenuhan kebutuhannya. Anak mulai memahami isyarat visual/gambar
komunikasi dan memahami kalimat-kalimat sederhana yang kita
ucapkan. Bila terlihat perkembangan bahwa anak mulai memanggil nama,
23
Unit PembelajaranMelakukan Komunikasi Dua Arah
menunjuk sesuatu yang diinginkan, atau melakukan kontak mata untuk
menarik perhatian, maka berarti anak sudah siap untuk melakukan
komunikasi dua arah.
4. The Partner Stage (Tahapan Komunikasi Timbal Balik)
Pada tahapan ini merupakan fase yang paling efektif yakni dua arah,
tetapi biasanya anak masih terpaku pada kalimat-kalimat yang telah
dihapalkan dan sulit menemukan topik pembicaraan yang tepat pada
situasi baru. Bagi anak-anak yang masih mengalami kesulitan untuk
berbicara, komunikasi dapat dilakukan dengan menggunakan rangkaian
gambar atau menyusun kartu-kartu bertulis.
Menetapkan Tujuan Komunikasi
Agar peserta didik berhasil berkomunikasi, bantulah mereka untuk mencapai
empat tujuan berikut:
1. untuk berinteraksi dengan orang lain,
2. untuk berkomunikasi dengan cara yang baru,
3. untuk berkomunikasi karena alasan yang baru, dan
4. untuk memahami hubungan antara apa yang dikatakan dengan apa yang
terjadi di dunia ini.
Keempat tujuan ini tidak mungkin dicapai dalam sekali waktu. Pada suatu
saat, mungkin kita akan fokus pada bagaimana anak berkomunikasi dengan
membantunya beralih dari menggunakan gesture ke menggunakan kata. Di
saat lain, mungkin kita mendorong anak berkomunikasi dengan tujuan bukan
sekedar untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.
Kita dapat selalu memasukkan “interaksi” dan “pemahaman” di setiap
kegiatan yang kita lakukan bersama dengan anak. Bantu terus anak untuk
memahami hubungan antara apa yang Saudara katakan dengan apa yang
24
Program PKB melalui PKP berbasis ZonasiDirektorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
terjadi. Kita harus selalu berusaha untuk menjalin hubungan dengan anak.
Perlu selalu diingat bahwa “komunikasi dimulai dari interaksi”.
Tujuan 1: Berinteraksi dengan Orang Lain
Ketika Saudara mendorong anak untuk berinteraksi, anak akan menemukan
bahwa ada kesenangan yang didapat saat berinteraksi dengan orang lain. Di
samping itu anak akan memahami bahwa ketika dia melakukan sesuatu, hal
tersebut akan berdampak terhadap orang lain. Anak juga akan belajar bahwa
komunikasi itu adalah pemainan dua arah.
Tujuan 2: Berkomunikasi dengan Cara yang Baru
Belajar komunikasi merupakan suatu perkembangan. Meskipun anak autis
tidak mengembangkan komunikasi seperti anak-anak pada umumnya, tetapi
mereka tetap mengikuti pola pembelajaran tertentu sebagaimana
digambarkan pada gambar berikut.
Bantu anak beralih dari menarik tangan Saudara ke benda yang diinginkan….
… ke menggunakan gambar…
25
Unit PembelajaranMelakukan Komunikasi Dua Arah
… atau menggunakan gesture. Dan jika mampu, dari menggunakan gambar atau gesture …
…ke menggunakan suara, dengan atau tanpa gambar…
… dan kemudian mengatakannya sendiri
Gambar 5 Mengembangkan Keterampilan BerkomunikasiSumber: diadaptasi dari Sussman, 2004
Alasan pertama anak memulai komunikasi adalah meminta apa yang
diinginkan dengan cara menarik atau mengarahkan orang dewasa menuju
benda yang dia inginkan. Langkah selanjutnya adalah mengajarkan cara lain
yang lebih efektif untuk melakukan hal tersebut. Ada beberapa cara yang
dapat dilakukan, misalnya menggunakan gambar, menunjuk sesuatu, atau
menggunakan isyarat tangan.
26
Program PKB melalui PKP berbasis ZonasiDirektorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
a. Menggunakan Gambar
Picture Exchange Communication System (PECS) yang dikembangkan oleh
Lori Frost dan Andrew Bondy mengajarkan anak untuk meminta sesuatu
yang diinginkan dengan cara memberikan gambar objek untuk ditukar
dengan objek nyata yang diinginkan. Melalui pertukaran gambar ini, anak
mengembangkan symbolic thought, dia belajar bahwa sebuah gambar,
seperti halnya sebuah kata, mewakili sesuatu yang nyata. Keuntungan
lain dari pertukaran gambar adalah memaksa anak untuk berinteraksi.
Pada tahap awal pertukaran gambar, anak akan memerlukan bantuan
fisik untuk belajar bagaimana menukar gambar dengan apa yang dia
inginkan, misalnya kue atau mainan. Seiring waktu dia akan belajar
menukar gambar tanpa bantuan.
Berikut adalah beberapa keunggulan yang dimiliki oleh PECS:
1) Setiap pertukaran menunjukkan tujuan yang jelas dan mudah
dipahami. Pada saat tangan anak menunjukkan gambar atau kalimat,
maka dapat dengan cepat dan mudah permintaan atau pendapatnya
itu dipahami. Melalui PECS, anak telah diberikan jalan yang lancar dan
mudah untuk menemukan kebutuhannya.
2) Sejak dari awal, tujuan komunikasi ditentukan oleh anak. Anak-anak
tidak diarahkan untuk merespon kata-kata tertentu atau pengajaran
yang ditentukan oleh orang dewasa, akan tetapi anak-anak didorong
untuk secara mandiri memperoleh “jembatan” komunikasinya dan
terjadi secara alamiah. Guru atau pembimbing mencari apa yang anak
inginkan untuk dijadikan penguatan dan jembatan komunikasi dengan
anak.
3) Komunikasi menjadi sesuatu penuh makna dan tinggi motivasi bagi
anak autis.
27
Unit PembelajaranMelakukan Komunikasi Dua Arah
4) Material (bahan-bahan) yang digunakan cukup murah, mudah
disiapkan, dan bisa dipakai kapan saja dan dimana saja. Simbol PECS
dapat dibuat dengan digambar sendiri atau dengan foto.
5) PECS tidak membatasi anak untuk berkomunikasi dengan siapapun.
Setiap orang dapat dengan mudah memahami simbol PECS sehingga
anak autis dapat berkomunikasi dengan orang lain tidak hanya
dengan keluarganya sendiri.
Terdapat 6 fase dalam menerapkan PECS.
Fase 1 Fase 2 Fase 3
Fase 4 Fase 5 Fase 6
Gambar 6 Enam Fase PECSSumber: www.pecsaustralia.com
Dalam pelaksanaan PECS ini, anak dibimbing oleh dua orang guru atau
pembimbing. Salah satunya sebagai pembimbing/guru utama, satunya
lagi sebagai asisten. Posisi guru utama berhadapan dengan anak,
sedangkan asisten berada dibelakang dekat anak. Guru utama bertugas
sebagai pembimbing untuk mengajarkan dan melakukan penukaran
gambar/berkomunikasi dengan anak. Asisten bertugas untuk
28
Program PKB melalui PKP berbasis ZonasiDirektorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
memberikan bantuan (prompting) kepada anak dan membantu guru
utama menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Imandala (2009) menjelaskan fase-fase dalam PECS sebagai berikut.
1) Fase I
Tujuan: Anak mampu mengamati item/objek yang disajikan, anak
memilih salah satu gambar dari item itu, mengambil gambar itu dan
menyerahkannya pada guru atau pembimbing.
Pada fase ini tidak ada prompt verbal (misalnya: “Apa yang kamu
inginkan?” atau “Berikan gambar itu!”). Anak boleh belajar berbagai
gambar. Gambar yang bebeda boleh diajarkan jika gambar
sebelumnya sudah dikuasai.
Prosedur Latihan:
a) Simpanlah di depan anak dua atau tiga objek yang disukai, sering
digunakannya dan sudah dikenal oleh anak.
b) Pada saat anak memilih objek tersebut biarkanlah ia
memainkannya untuk beberapa saat, kemudian guru utama
mengambil objek itu. Simpanlah objek itu, jangan sampai terlihat
oleh anak.
c) Gantilah objek itu dengan gambarnya dan simpan gambar itu di
depan anak. Sementara salah satu tangan guru memegang objek
yang diinginkan oleh anak dan tangan satu lagi sebagai prompt
posisinya terbuka (posisi tangan meminta sesuatu). Diharapkan
anak memberikan gambar objek itu ke guru. Reaksi anak mungkin
akan berusaha untuk merebut objek yang diinginkan oleh guru,
oleh karena itu asisten harus menjaga agar anak tetap duduk.
Reaksi seperti itu adalah reaksi yang tidak diinginkan.
29
Unit PembelajaranMelakukan Komunikasi Dua Arah
d) Jika anak bereaksi tidak sesuai yang diharapkan maka asisten
dapat memberikan bantuan/prompt dengan cara memegang
tangan anak untuk meraih gambar objek dan memberikannya
pada tangan guru. Mintalah anak untuk melepas gambar itu sambil
melabel perbuatan anak itu dengan mengatakan, misalnya: “oh,
kamu ingin main mobil-mobilan, ya!”. Kemudian segera berikanlah
objek yang diinginkannya.
e) Biarkanlah anak beberapa saat memainkan objek itu. Kemudian
ambil lagi objek itu dan lakukan langkah 3) dan 4). langkah-
langkah itu terus diulang sambil coba dihilangkan
bantuan/prompt dari asisten dan guru.
f) Latihan dapat dilanjutkan pada fase kedua jika respon anak benar
dan tidak membutuhkan promptdari guru ataupun asisten.
2) Fase II
Tujuan: Anak berkomunikasi menggunakan buku/papan komunikasi,
menempel/menyimpan gambar, mampu berganti partner komunikasi,
dan menyerahkan gambar pada tangan partner komunikasinya.
Persiapan: Siapkanlah papan komunikasi untuk menempelkan atau
mengaitkan kartu gambar. Siapkanlah gambar ditempat yang mudah
dijangkau guru.
Tidak ada prompting verbal. Anak boleh belajar berbagai gambar.
Gambar yang bebeda boleh diajarkan jika gambar sebelumnya sudah
dikuasai. Posisi sebagai guru dan asisten bergantian, boleh juga
diganti oleh guru lain.
Prosedur Latihan:
30
Program PKB melalui PKP berbasis ZonasiDirektorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
a) Tempelkan pada papan komunikasi gambar tertentu yang
mewakili keinginan anak.
b) Anak harus mengambil gambar dari papan itu dan
memberikannya kepada guru, kemudian guru memberikan apa
yang diinginkan anak. Guru memasang kembali gambar tersebut.
c) Jika anak tidak mengambil gambar di papan atau responnya salah
maka perlu promting (bantuan) dari asisten dengan cara
memegang tangan anak untuk meraih gambar dan
menyerahkannya pada tangan guru.
d) Apabila respon anak sudah benar maka perlebarlah sedikit-sedikit
jarak guru dengan anak. Sehingga anak akan bergerak/berjalan
keluar dari kursi menuju guru untuk menyerahkan gambar.
Segeralah guru memberikan objek yang diinginkannya. Guru
memasang kembali gambar.
e) Selanjutnya perlebar juga sedikit-sedikit jarak antara anak dengan
papan komunikasi.
f) Cobalah lakukan agar anak memasang kembali gambar yang telah
diberikan kepada guru. Jangan mengatakan “Tempel kembali
gambar ini!”
g) Apabila anak sudah konsisten dan mandiri bisa mengambil
gambar dan menyerahkannya kepada guru maka lanjutkanlah
pada fase III.
3) Fase III
Tujuan: Anak mampu meminta objek yang diinginkannya dengan cara
bergerak menuju papan komunikasi kemudian memilih gambar
31
Unit PembelajaranMelakukan Komunikasi Dua Arah
tertentu yang mewakili keinginannya dan menyerahkan gambar itu ke
guru atau partner komunikasinya.
Persiapan: Tempellah dua gambar pada papan komunikasi, termasuk
gambar objek yang diinginkan oleh anak. Gambar yang tidak mewakili
keinginan anak harus benar-benar bertolak belakang dengan
keinginannya (misalnya anak ingin snack dipasang pula gambar
sepatu, atau baju, dll).
Tidak ada prompt verbal. Anak boleh belajar berbagai gambar.
Gambar yang bebeda boleh diajarkan jika gambar sebelumnya sudah
dikuasai. Posisi sebagai guru dan asisten bergantian, boleh juga
diganti oleh guru lain. Lokasi gambar yang diingankan pada papan
komunikasi harus berubah-ubah, sehingga mendorong anak untuk
mengidentifikasi dan mengamati.
Prosedur Latihan:
a) Pasanglah pada papan komunikasi satu gambar objek yang
diinginkan dan gambar objek lain yang tidak diinginkannya.
b) Awalnya pasangkan gambar objek yang diinginkan dengan objek
kongkritnya (dengan cara menempatkan gambar diantara objek
dan anak).
c) Kemudian secepatnya ambil/pindahkan objek kongkrit dan hanya
gambar objek yang ada di hadapan anak.
d) Kembali ke papan komunikasi. Jika anak memilih gambar objek
yang tidak diinginkannya, bantulah ia untuk mengambil gambar
yang sesuai dengan yang diinginkan, sambil mengatakan “Kalau
kamu mau kue, kamu minta kue”. Kalau kesalahan itu terus terjadi
berarti tidak benar-benar menginginkan objek yang diinginkan itu.
32
Program PKB melalui PKP berbasis ZonasiDirektorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
e) Untuk meyakinkan hubungan antara gambar objek dengan objek
yang diinginkan, melalui cara memberikan langsung objek yang
diinginkan ketika anak menyerahkan gambar objek yang
diinginkan. Kemudian amati apakah anak menolak atau tidak. Cara
seperti itu, dapat pula untuk melihat apakah anak sudah memiliki
atau belum, konsep hubungan antara gambar dengan objek yang
diinginkannya.
f) Langkah-langkah di atas menyebabkan anak belajar
memperhatikan gambar dan melakukan diskriminasi terhadap
gambar-gambar itu. Lalu, mulailah menambahkan gambar-gambar
lain sehingga anak belajar berbagai permintaan melalui berbagai
gambar pula.
g) Lanjutkan terus aktifitas itu hingga anak dapat mendiskriminasi 1
– 20 gambar.
h) Pada poin ini guru dapat mengembangkan tema-tema pada papan
komunikasi ini dan bisa ditempel di dinding atau buku.
i) Anak dapat melanjutkan ke fase IV bila anak sudah mampu
membedakan (mendiskriminasi) berbagai gambar dan mampu
meminta melalui gambar objek yang diinginkan diantara
sekelompok gambar lain.
4) Fase IV
Tujuan: Siswa mampu meminta objek yang diinginkan dengan atau
tanpa ada gambar objeknya disertai penggunaan frase multi-kata
sambil membuka buku kompilasi gambar, kemudian mengambil
gambar/simbol “Saya ingin” atau “Saya mau”, lalu gambar/simbol itu
diletakan pada papan kalimat, selanjutnya anak mengambil gambar
objek yang diinginkan dan diletakan disebelah kanan simbol “Saya
33
Unit PembelajaranMelakukan Komunikasi Dua Arah
ingin”. Susunan gambar tersebut diserahkan kepada guru atau
pasangan komunikasinya. Di akhir fase ini, diharapkan anak dapat
menggunakan 20 – 50 gambar dalam berkomunikasi dan
bekomunikasi dengan berbagai partner (pasangan).
Persiapan: Sediakan papan kalimat dan siapkan gambar/simbol “Saya
ingin” atau “Saya mau”.
Tidak ada prompt verbal. Teruskan menguji pemahaman anak tentang
hubungan antar gambar dengan yang diinginkannya. Lanjutkan pula
dengan berbagai aktivitas dengan berbagai partner komunikasi.
Prosedur Latihan:
a) Simpanlah simbol “Saya ingin” pada papan kalimat.
b) Bimbinglah anak untuk menempatkan gambar objek yang
diinginkan disebelah kanan simbol “Saya ingin”.
c) Mintalah anak untuk menyerahkan susunan gambar itu kepada
guru, sambil guru membacakan keinginan anak “Saya ingin ....”
(ada jeda diharapakan anak mengulangi ucapan guru atau mengisi
jeda itu).
d) Apabila siswa sudah konsisten mampu melakukan ini, pasanglah
terus simbol “Saya ingin” pada papan kalimat.
e) Pada saat siswa menginginkan sesuatu, bimbinglah ia
menempatkan simbol “Saya ingin”, kemudian bimbinglah anak
untuk menempatkan gambar objek yang diinginkannya di sebelah
kanan simbol “Saya ingin”.
f) Lanjutkan terus latihan ini hingga anak mampu melengkapi
langkah-langkah latihan secara mandiri.
34
Program PKB melalui PKP berbasis ZonasiDirektorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
g) Mulai jauhkan dari pandangan anak objek yang diinginkannya.
5) Fase V
Tujuan: Anak mampu secara spontan meminta objek yang diinginkan
melalui gambar dan dapat menjawab dengan gambar pertanyaan “Apa
yang kamu inginkan?” atau “Kamu mau apa?”
Prosedur Latihan:
a) Pada fase ini, anak dapat secara mandiri menggunakan simbol
“Saya ingin” atau “saya mau” diikuti gambar objek yang diinginkan.
b) Idealnya, untuk mengungkapkan pada yang anak inginkan, ia tidak
perlu dibantu dengan pertanyaan “Apa yang kamu inginkan?”
Namun hal itu tidak bisa dielakkan lagi, bahwa orang akan selalu
mengatakan itu. Oleh karena itu fase ini mengajarkan anak untuk
merespon pertanyaan itu.
c) Meskipun demikian yang paling penting adalah anak mampu
mengungkapkan keinginannya secara spontan tanpa harus
dibantu pertanyaan lagi.
6) Fase VI
Tujuan: Anak mampu berkomentar, mengekspresikan perasaan, suka
dan tidak suka, dll.
Persiapan: Membuat simbol “Menurut saya”, “Saya suka”, “Saya rasa”,
dan lain-lain.
35
Unit PembelajaranMelakukan Komunikasi Dua Arah
Guru juga menggunakan kartu gambar untuk berkomunikasi dengan
anak. Hal itu akan menjadi model untuk penggunaan fungsi-fungsi
komunikasi.
Prosedur Latihan:
a) Ciptakan kesempatan agar anak berkomentar dalam aktivitas secara
alami, misalnya, saat jam istirahat, guru dapat membuat komentar
“mmm, Saya suka kue” (menggunakan kartu gambar milik anak), “Apa
yang kamu sukai?” Contoh yang lain “Saya bahagia”, “Bagaimana
Perasaan mu?”
b) Akhir dari fase ini, diharapkan siswa siap menggunakan gambar untuk
mengungkapkan komentar dan perasaannya kepada siapa pun,
meskipun harus membawa buku/papan komunikasi kemana-mana.
c) Konsep warna/ukuran/lokasi dapat dipelajari oleh anak bersamaan
dengan mengungkapkan komentar atau perasaan (anak tidak hanya
mengatakan “Saya ingin bola”, anak boleh menambahkan dengan
“Saya ingin bola merah”, atau “Saya ingin bola besar”, atau “Saya ingin
bola merah yang besar”). Konsep tersebut dapat diajarkan melalui
format struktur konteks secara alamiah.
Demikianlah cara penerapan PECS untuk anak autis. Dari fase I sampai VI
selalu diawali dengan apa yang anak inginkan. Jika pembelajaran dimulai
dari yang anak suka atau inginkan maka tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai pun akan mudah dikuasai oleh anak.
Ada kemungkinan anak menolak untuk melakukan pertukaran gambar,
misalnya karena mengalami kesulitan untuk memegang kartu gambar
atau mungkin tidak tertarik dengan gambar. Pada kondisi demikian, alih-
36
Program PKB melalui PKP berbasis ZonasiDirektorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
alih menggunakan gambar, Saudara dapat mengajarkan anak untuk
menukar benda dengan sesuatu yang dia inginkan. Misalnya, ajarkan anak
memberikan gelas pada saat dia ingin minum.
b. Menunjuk Gambar
Menunjuk gambar merupakan alternatif dari pertukaran gambar jika
anak sudah mulai berkomunikasi dengan sengaja. Namun, cara ini jangan
dulu diajarkan pada anak apabila anak belum bisa mengalihkan
pandangannya dari benda yang diinginkan ke orang yang dimintai
bantuan. Beberapa anak mempelajari pertukaran gambar terlebih dahulu
baru belajar menunjuk gambar.
Gambar 7 Berkomunikasi dengan MenunjukSumber: diadaptasi dari Sussman, 2004
c. Menggunakan Isyarat Tangan
Anak juga dapat berkomunikasi dengan menggunakan isyarat tangan.
Metode komunikasi ini jarang dipakai oleh anak autis karena sulit bagi
anak autis untuk meniru gerakan isyarat terutama yang memiliki
gangguan perencanaan motorik.
37
Unit PembelajaranMelakukan Komunikasi Dua Arah
Namun, mempelajari satu atau dua isyarat tangan dapat membantu anak
memberikan pesan penting pada tahap awal komunikasi. Saudara dapat
mengajarkan beberapa isyarat khusus yang mungkin akan sering
digunakan anak, misalnya “makan” atau “minum”. Atau, Saudara dapat
mengajarkan isyarat yang lebih umum seperti “lagi” atau “berhenti” yang
dapat digunakan dalam berbagai situasi.
Gambar 8 Isyarat Tangan “lagi”Sumber: www.communicationbyhand.com
d. Menggunakan Gabungan Beberapa Metode
Ketika anak baru mulai berkomunikasi, dia bisa menggunakan gabungan
dari metode-metode di atas. Misalnya, dia bisa menggunakan gambar saat
meminta kue, atau menggunakan isyarat tangan untuk mengatakan “ingin
lagi”.
Tujuan 3: Berkomunikasi untuk alasan yang baru
Apabila anak belum mulai berkomunikasi dengan disengaja, kita dapat
mengubah kegiatan yang dia lakukan menjadi bentuk komunikasi yang
disengaja. Ketika anak berupaya untuk mengambil mainannya sendiri, ajari
dia untuk meminta bantuan. Ketika anak sudah mulai dapat meminta apa
38
Program PKB melalui PKP berbasis ZonasiDirektorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
yang dia inginkan, dorong anak untuk melakukan komunikasi lebih, bukan
sekedar meminta, misalnya untuk menjawab pertanyaaan atau untuk
sekedar mengucapkan “hai” atau “halo”. Ketika anak sudah mulai menguasai
keterampilan komunikasi ini, ciptakan situasi baru yang memungkinkan anak
untuk berlatih melakukan komunikasi tersebut.
Dengan kata lain, dorong anak untuk mengubah komunikasi yang tidak
disengaja menjadi komunikasi yang disengaja. Bantu anak untuk
berkomunikasi tidak sekedar melakukan permintaan menjadi komunikasi
sosial.
Tujuan 4: Memahami Hubungan Antara Apa yang Dikatakan Dengan Apa
yang Terjadi
Satu-satunya cara untuk membantu anak memahami apa yang kita katakan
adalah dengan membuat apa yang kita katakan berarti bagi anak. Dia harus
familiar dulu dengan orang, benda, dan tindakan dalam sebuah situasi, baru
dia dapat memahami apa yang kita katakan. Kata-kata di luar konteks tidak
akan berarti apa-apa. Agar anak dapat memahami, anak harus terlibat aktif
dalam situasi di mana kata-kata tersebut digunakan dan mendengarkan kata-
kata tersebut berulang-ulang.
Beri Anak Alasan untuk Berkomunikasi
Ada kecenderungan untuk menempatkan segala sesuatu yang dibutuhkan
anak berada dalam jangkaunnya. Misalnya, mainan favorit anak sengaja
ditempatkan di laci paling bawah atau menempatkan snack kesukaan anak di
tepi meja agar anak mudah meraihnya. Tetapi, apabila segala sesuatu yang
diinginkan anak mudah untuk dia dapat, maka dia tidak memiliki alasan
untuk memulai berkomunikasi. Oleh karena itu kita perlu menciptakan
berbagai situasi yang mendorong atau memaksa anak untuk memulai
komunikasi.
39
Unit PembelajaranMelakukan Komunikasi Dua Arah
Berikut beberapa tips dalam menciptakan situasi agar anak terdorong untuk
berinteraksi dan memulai komunikasi untuk berbagai alasan, seperti
meminta, menolak, menyapa, berkomentar, dan membuat pilihan.
1. Membantu Anak Membuat Permintaan
a. Tempatkan mainan kesukaan anak di tempat yang terlihat oleh anak
tetapi sulit untuk diraih atau tempatkan makanan kesukaan anak di
toples bening yang sulit untuk dibuka. Ketika menemui kesulitan,
anak akan terdorong untuk mendatangi Saudara dan meminta
bantuan.
b. Berikan anak mainan yang agak sulit dioperasikan atau dimainkan,
misalnya bola gelembung, kotak musik, gasing, balon, dan sebagainya.
Anak diharapkan akan meminta bantuan Saudara untuk
memainkannya.
c. Berikan sedikit demi sedikit. Misalnya, tuangkan jus ke gelasnya
dalam jumlah sedikit, dengan melakukan hal ini Saudara menciptakan
peluang agar anak mau mengomunikasikan keinginnannya untuk
meminta lebih banyak.
2. Membantu Anak Mengatakan “tidak”, “cukup”, atau “stop”
a. Tawarkan makanan, minuman, atau mainan yang tidak disukai anak
dalam rangka memberi kesempatan anak untuk mengatakan “tidak!”
40
Program PKB melalui PKP berbasis ZonasiDirektorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Gambar 9 Respon Penolakan AnakSumber: www.childrens.com
b. Biarkan anak menghentikan aktivitas sendiri. Tunggulah sampai anak
merasa bosan dan menyatakan bahwa dia merasa sudah cukup atau
ingin berhenti baik itu dengan ekspresi wajah, isyarat, ataupun kata-
kata. Misalnya, teruslah mendorong anak di ayunan sampai dia lelah
main ayunan, memainkan satu permainan berulang-ulang atau
berikan satu mainan untuk dimainkan dalam waktu yang lama, dan
goda anak dengan memperlihatkan permainan lain yang disukainya.
3. Membantu Anak Menyapa atau Mengatakan Ucapan Berpisah
a. Gunakan boneka tangan untuk mengajarkan cara menyapa atau
mengucapkan perpisahan pada anak. Pasang boneka tangan di tangan
kiri, lalu sembunyikan di bawah meja atau di balik punggung.
Panggillah nama boneka tersebut (misal, Unyil!). Keluarkan boneka
tangan, lalu lambaikan tangan padanya sambil mengatakan “Hai!”
Ulangi berkali-kali dan dorong anak untuk melambaikan tangan atau
mengatakan “Hai!” Terakhir, munculkan boneka dan tunggu sampai
anak melambaikan tangan atau berucap dengan sendirinya.
b. Ajaklah anak berdiri dekat jendela. Lambaikan tangan dan katakan
“hai” setiap ada orang yang lewat. Suatu ketika, diamlah saat ada yang
lewat dan tunggu respons anak, bantu anak untuk melambaikan
41
Unit PembelajaranMelakukan Komunikasi Dua Arah
tangan dan bimbing untuk mengucapkan “hai”. Latihkan sampai anak
dapat menyapa sendiri tanpa bantuan.
Gambar 10 Latihan Menyapa Sumber: www.masterfile.com
4. Membantu Anak Berkomentar
Ketika anak selalu melakukan sesuatu dengan cara yang sama, Saudara
sebaiknya melakukan sesuatu yang di luar dugaan. Perubahan terhadap
rutinitas mendorong anak untuk bereaksi terhadap kejutan tersebut dan
mungkin mau mengkomunikasikannya. Berikut beberapa contoh dalam
keseharian yang dapat dilakukan sebagai sebuah kejutan:
a. Tempatkan mainan baru yang merupakan kesukaan anak di laci atau
loker miliknya dan tunggu sampai anak menemukan kejutan itu. Jika
anak tidak berkomentar seperti yang diharapkan, berikan prompt
dengan mengucapkan “Kejutan…!” atau “Menemukan sesuatu?”
b. Ketika waktunya membaca buku, sebelumnya sisipkan gambar atau
foto di dalam buku. Tunggu anak bereaksi saat menemukan foto itu.
c. Berikan sesuatu yang berbeda. Ajak anak bermain dengan mainan
yang terdiri dari banyak bagian, misalnya puzzle atau blok. Berikan
42
Program PKB melalui PKP berbasis ZonasiDirektorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
beberapa sekaligus. Kemudian berikan satu yang benar-benar
berbeda, dan tunggu bagaimana anak bereaksi.
d. Pura-pura tidak tahu. Ketika Saudara bertindak seolah-olah tidak
mengetahui di mana suatu benda berada, Saudara dapat mencarinya
bersama-sama dengan anak. Anak mungkin mengatakan atau
melakukan sesuatu yang baru dalam situasi yang tidak biasa seperti
ini.
e. Lakukan sesuatu yang “bodoh”. Anak akan senang jika orang dewasa
melakukan kesalahan. Lakukan hal yang “bodoh” dan anak akan
memberi perhatian untuk itu. Misalnya, taruh kaca mata Saudara di
atas kepala, dan bertindaklah seolah-olah Saudara bingung mencari
kaca mata.
f. Ajak anak duduk di dekat jendela. Dan tunjukkan sesuatu yang
Saudara lihat dengan antusias. “Lihat, ada truk!” “Lihat, itu kucing!”
Lalu suatu saat melihat sesuatu, lakukan ekspresi akan mengatakan
sesuatu tetapi tidak, tunggu anak untuk menunjuk atau
mengomentari.
5. Membantu anak membuat pilihan
a. Mulailah dengan pilihan yang mudah. Yang paling mudah bagi anak
adalah ketika harus memilih sesuatu yang dapat dia lihat, yang satu
benda yang dia sukai dan yang lainnya yang tidak disukai. Perlihatkan
kedua benda tersebut di hadapan anak.
b. Tawarkan pilihan yang disukai anak di akhir. Pada saat awal anak
belajar membuat pilihan, anak biasanya memilih apa yang terakhir
ditawarkan. Dia melakukan ini karena itulah yang terakhir dia lihat,
sama halnya ketika anak echolali, dia akan menyebutkan apa yang
terakhir dia dengar.
43
Unit PembelajaranMelakukan Komunikasi Dua Arah
c. Selanjutnya, tawarkan pilihan yang disukai anak di awal. Hal ini
sekaligus untuk mengkonfirmasi apakah anak tersebut benar
membuat pilihan atau sekedar menyebutkan apa yang terakhir dia
dengar atau terakhir dia lihat. Perhatikan respons anak ketika
diberikan benda pilihannya, apakah dia suka atau sebaliknya.
Mengajarkan Anak Menjawab Pertanyaan
Banyak anak autis yang mengalami kesulitan untuk menjawab pertanyaan.
Orang tua sering melaporkan bahwa anak mereka "tahu jawabannya tetapi
tidak mengerti pertanyaannya." Sebagai contoh, anak mungkin dapat
menunjuk warna (reseptif) dan melabel warna (ekspresif), tetapi ketika
ditanya, "Warna apa?" anak merespons dengan menyebutkan nama objek
tersebut.
Ketika kita mengajar seorang anak untuk menjawab pertanyaan, kita harus
"menghubungkan" jenis pertanyaan dengan jawaban mereka. Kita harus
yakin bahwa anak dapat membedakan jawaban yang diperlukan untuk
pertanyaan tertentu.
Anak biasanya sudah memiliki banyak pengalaman dengan pertanyaan.
Sayangnya, riwayat belajar yang paling umum terjadi adalah bahwa anak
telah "belajar" untuk TIDAK menjawab pertanyaan! Orang tua, pengasuh
anak dan yang lainnya biasanya mulai mengajukan pertanyaan kepada anak-
anak ketika mereka masih kecil. Jika anak tidak tahu bagaimana menjawab,
pahamilah bahwa mereka memang tidak tahu!
Orang-orang yang mengajukan pertanyaan sering tidak tahu bagaimana
membantu atau mengajarkan anak untuk menjawab pertanyaan sehingga
ketika anak itu tidak menjawab, mereka tidak melakukan apa-apa. Ketika
penguatan (reinforcement) terjadi setelah anak tidak menjawab pertanyaan,
hal itu meningkatkan kemungkinan bahwa di masa depan anak tidak akan
44
Program PKB melalui PKP berbasis ZonasiDirektorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
menjawab pertanyaan saat dia ditanya! Misalnya, katakanlah seorang anak
berada di tempat penitipan anak dan gurunya bertanya, "Apa yang kamu
lakukan?" Jika anak tersebut tidak mengetahui jawabannya, ia mungkin
mengabaikan guru itu. Respons tipikal terhadap pengabaian ini adalah guru
bertanya lagi, sedikit lebih keras. Sekali lagi, anak tersebut tidak mau
menanggapi. Guru mungkin mengajukan pertanyaan lagi, dengan sedikit
nada kesal dalam suaranya. Anak tersebut mungkin akan merasa interaksi ini
sangat tidak menyenangkan! Akhirnya, guru mungkin "menyerah" dan
berjalan menjauh dari anak itu.
Ketika interaksi yang tidak menyenangkan ini "hilang" saat guru pergi,
penguatan negatif dapat terjadi. Hal ini akan mengakibatkan anak merespons
dengan cara yang sama pada saat dia ditanya. Karena dari pengalaman
sebelumnya anak menemukan "interaksi terkait pertanyaan" ini tidak
menyenangkan, ia mungkin berusaha menghindari situasi tersebut. Jadi,
ketika lain kali seseorang bertanya kepadanya, dia mungkin akan pergi.
Untuk menghindari agar kejadian seperti ini tidak terjadi, lebih baik jangan
menanyakan kepada anak-anak pertanyaan yang mereka tidak tahu
jawabannya. Ketika pertanyaan diajukan, anak tersebut harus diajari untuk
menjawab secara tepat dengan cara diberi tahu, dibantu, dan dibetulkan.
Penting untuk dipahami bahwa pertanyaan menjadi bagian dari rangkaian
kondisi stimulus yang menentukan respons mana yang tepat. Kata tanya
berkaitan erat dengan jenis jawabannya. Sebagai contoh, jika seorang anak
telah diajarkan untuk melabeli objek, dia diajarkan untuk menjawab dengan
nama objek ketika ia mendengar kata "Apa" sebagai bagian dari pertanyaan.
Kemudian, ketika diajarkan tentang tindakan atau aktivitas, anak harus
membedakan antara "Apa" dan "Sedang apa" atau “Apa yang …. lakukan”
sebagai bagian dari pertanyaan untuk menjawab dengan benar. Untuk alasan
ini, disarankan agar guru berhati-hati dalam memberikan pertanyaan untuk
memastikan anak dapat merespons stimulus yang dalam pertanyaan.
45
Unit PembelajaranMelakukan Komunikasi Dua Arah
PENGEMBANGAN PENILAIAN
Guru menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu
penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu
kompetensi tertentu. Instrumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala
penilaian.
Contoh Instrumen Observasi 1
Nama : …………………………………………………
Kelas : …………………………………………………
Tanggal : …………………………………………………
No. Aspek yang diamati 0 1 2
46
Program PKB melalui PKP berbasis ZonasiDirektorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
1. Menarik/mendorong ke arah objek yang diinginkan.
2. Mengungkapkan keinginan dengan gesture dan ekspresi wajah.
3. Menunjuk pada benda yang diinginkan tetapi tidak melihat lawan bicara.
4. Menunjuk pada benda yang diinginkan lalu melihat ke lawan bicara.
5. Dapat berkomunikasi menggunakan gambar.
6. Dapat membuat suara.
7. Dapat mengucapkan kata.
8. Dapat mengucapkan kalimat.
9. Dapat menjawab pertanyaan.
10. Dapat memberikan komentar.
Keterangan:0 : tidak dapat melakukan1 : dapat melakukan dengan bantuan2 : dapat melakukan secara mandiri
47
Unit PembelajaranMelakukan Komunikasi Dua Arah
Contoh Instrumen Observasi 2
Nama : …………………………………………………
Kelas : …………………………………………………
Tanggal : …………………………………………………
No. Aspek Pengamatan Deskripsi*
1. Pelabelan objek/benda
2. Pelabelan aktivitas/kegiatan
3. Pelabelan kata sifat
4. Memahami preposisi
*) Diisi dengan kata-kata yang sudah dikuasai anak
48
Program PKB melalui PKP berbasis ZonasiDirektorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
KESIMPULAN
Program kebutuhan khusus merupakan bentuk layanan yang diberikan
kepada Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) untuk mereduksi
hambatan yang diakibatkan oleh kekhususannya sehingga mereka dapat
mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Program kebutuhan khusus bagi
peserta didik autis adalah pengembangan interaksi, komunikasi dan perilaku.
Hal tersebut sesuai dengan hambatan yang pada umumnya dimiliki oleh
peserta didik autis.
Unit pembelajaran ini dikembangkan berdasarkan kompetensi yang
ditetapkan dalam Pedoman Program Pengembangan Kekhususan: Program
Pengembangan Interaksi, Komunikasi dan Perilaku Peserta Didik yang
dikeluarkan oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan
Khusus, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. Unit ini dikembangkan berdasarkan
Kompetensi 4.12 yaitu “Melakukan komunikasi dua arah”. Kompetensi ini
kemudian dijabarkan menjadi tiga indikator kunci yaitu 1) mengungkapkan
keinginan, 2) menjawab pertanyaan, dan 3) mengomentari situasi atau
kejadian.
Aktivitas-aktivitas dan instrumen penilaian yang disediakan dalam unit ini
hanya merupakan contoh. Saudara diharapkan dapat mengembangkan
aktivitas pembelajaran dan instrumen penilaian sesuai dengan kondisi
peserta didik autis yang Saudara hadapi di sekolah.
49
Unit PembelajaranMelakukan Komunikasi Dua Arah
UMPAN BALIK
Dalam rangka mengetahui pemahaman Saudara terhadap unit ini, isilah
lembar persepsi pemahaman di bawah ini. Berdasarkan hasil pengisian
instrumen tersebut, Saudara dapat mengetahui posisi pemahaman beserta
umpan baliknya. Isilah lembar persepsi diri ini dengan objektif dan jujur
dengan memberikan tanda silang (X) pada kriteria yang menurut Saudara
tepat.
Lembar Persepsi Pemahaman Unit
No AspekKriteria
1 2 3 4
1. Memahami semua indikator yang telah dikembangkan di unit ini dengan baik.
2 Mampu menghubungkan konten dengan fenomena kehidupan sehari-hari.
3 Memahami bahwa aktivitas pembelajaran yang disusun dapat menggambarkan kompetensi peserta didik.
4 Memahami tahapan aktivitas pembelajaran yang disajikan dengan baik.
5 Mampu mengaplikasikan aktivitas pembelajaran di dalam kelas dengan baik.
6 Mampu mengembangkan desain pembelajaran pengembangan komunikasi pada peserta didik autis.
8 Memahami konten secara menyeluruh dengan baik.
9 Memahami prosedur penyusunan instrumen penilaian pembelajaran sesuai indikator.
10. Memahami cara mengolah penilaian pengembangan komunikasi pada peserta didik autis.
Jumlah
Jumlah Total
50
Program PKB melalui PKP berbasis ZonasiDirektorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Keterangan1 = tidak menguasai2 = cukup menguasai3 = menguasai4 = sangat Menguasai
Pedoman Penskoran
Skor = Jumlah Total X 100 40
Keterangan Umpan Balik
Skor Umpan Balik
< 70 : Masih banyak yang belum dipahami, di antara konten, mengembangkan desain pembelajaran, cara membelajarkannya, mengembangkan penilaian dan melaksanakan penilaian. Saudara perlu membaca ulang unit ini dan mendiskusikannya dengan dengan guru inti di Gugus sampai Saudara memahaminya.
70-79 : Masih ada yang belum dipahami dengan baik, di antara konten, mengembangkan desain pembelajaran, cara membelajarkan, mengembangkan penilaian dan melaksanakan penilaian. Saudara perlu mendiskusikan bagian yang belum dipahami dengan guru inti atau teman lain di Gugus.
80-89 : Memahami konten, mengembangkan desain pembelajaran, cara membelajarkan, mengembangkan penilaian dan melaksanakan penilaian dengan baik.
> 90 : Memahami konten, mengembangkan desain pembelajaran, cara membelajarkan, mengembangkan penilaian dan melaksanakan penilaian dengan sangat baik. Saudara dapat menjadi fasilitator bagi teman-teman lain di Gugus untuk membelajarkan unit ini.
51
Unit PembelajaranMelakukan Komunikasi Dua Arah
DAFTAR PUSTAKA
Imandala, Iim. (2009). Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Anak Autis dengan Menggunakan PECS. Diunduh tanggal 20 Mei 2019 dari https://pendidikankhusus.wordpress.com/2008/09/29/upaya-meningkatkan-kemampuan-komunikasi-anak-autis-dengan-menggunakan-pecs-bagian-1/
Lisdiana, Ana dan Haryana. (2017). Modul Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Terintegrasi Penguatan Pendidikan Karakter Kelompok Kompetensi B. Bandung: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang Taman Kanak-kanak & Pendidikan Luar Biasa, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan.
Sussman, Fern. (2001). More Than Words. Canada:The Beacon Herald Fine Printing Division.
Tim Penyusun. 2014. Program Pengembangan Kekhususan Program Pengembangan Interaksi, Komunikasi, dan Perilaku Peserta Didik. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.