Post on 03-Jul-2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Pada pembahasan kali ini kami mengangkat tentang penyakit yang disebabkan
nyamuk chikungunya dan diabetes militus (gula darah). Kedua penyakit tersebut
perlu kita kaji lebih lanjut untuk menambah wawasan tentang perawatan kesehatan.
Seperti telah kita ketahui sebenarnya penyakit Chikungunya merupakan
penyakit reemerging yaitu penyakit yang keberadaannya sudah ada sejak lama tetapi
sekarang muncul kembali. Bahkan sejak tahun 1779 di Batavia (Jakarta), telah
dilaporkan penyakit yang memiliki gejala mirip chikungunya yang dikenal dengan
nama penyakit knuckle fever, knee trouble di Kairo (1779), scarletina rhematica di
Calcuta, Madras, dan Gujarat (1824)
Chikungunya biasanya terjadi di daerah yang padat penduduk dan yang
beriklim tropis ataupun subtropis. Karena vektor utama penyakit ini sama dengan
DBD yaitu nyamuk Aedes aegypti, maka lokasi penyebarannya pun hampir sama. Di
daerah yang kemungkinan rawan DBD maka kemungkinan juga merupakan daerah
yang rawan terhadap chikungunya.
Di Indonesia sendiri Kejadian Luar Biasa (KLB) Chikungunya dilaporkan
pertama kali pada tahun 1979 di Bengkulu, dan sejak itu menyebar ke seluruh daerah
baik di Sumatera (Jambi, 1982) maupun di luar Sumatera yaitu pada tahun 1983 di
Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan.
Pada tahun 1984 terjadi KLB di Nusa Tenggara Timur dan Timor Timur, sedangkan
pada tahun 1985 di Maluku, Sulawesi Utara dan Irian Jaya.
Setelah hampir 20 tahun tidak ada kejadian maka mulai tahun 2001 mulai
dilaporkan adanya KLB chikungunya lagi di Indonesia yaitu di Aceh, Sumatera
Selatan, dan Jawa Barat, sedangkan pada tahun 2002 terjadi KLB di Jawa Tengah,
Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, dan Jawa Barat
Demam chikungunya tidak mengakibatkan kematian. Pada anak kecil sering
terjadi kejang demam serta dapat mengakibatkan perdarahan dan syok walaupun
tidak sering dijumpai. Pada anak yang lebih besar, demam biasanya diikuti rasa sakit
pada otot dan sendi serta terjadi pembesaran kelenjar getah bening. Pada orang
dewasa rasa nyeri pada bagian sendi dan otot sangat dominan hingga dapat
menimbulkan kelumpuhan sementara karena rasa sakit bila berjalan. Kadang-kadang
timbul rasa mual sampai muntah. Dengan kata lain seseorang yang menderita
penyakit chikungunya dapat terggangu kenyamanan serta aktivitas sehari-harinya.
Lain halnya dengan diabetus militus (DB), pnyakit yang sangat di takuti.
Karena pada dasarnya penyakit ini tidak dapat disembuhkan hanya bisa dilakukan
pencegahan saja. Penyakit ini disebut juga hyperglikemia (kadar -gula darah tinggi)
yang kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal. Akibat
gangguan hormonal tsb dapat menimbulkan komplikasi pada mata seperti katarak,
ginjal (nefropati), saraf dan pembuluh darah.
Sehingga yang menjadi latar belakang kami mengangkat isu ini adalah untuk
memberikan pemahaman tentang Definisi, Etiologi, klasifikasi, Gejala, Epidemiologi,
pencegahan juga penanggulangan.
1.2 Rumusan masalah
Rumusan masalah yang dapat kita tarik adalah
1.2.1 Chikungunya
Definisi Chikungunya, etimologi, klasfifikasi penularan, masa inkubasi, gejala
Chikungunya, Epidemiologi, Pencegahan dan penanggulangan.
1.2.2 DB
Definisi diabetus miletus, etimologi, klasfifikasi penularan, gejala diabetus miletus, ,
Epidemiologi, dampak diabetus miletus, Pencegahan dan penanggulangan /
pengobatan.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
adalah untuk memberikan informasi kepada kita semua tentang
tentang penyakit chikungunya dan DB. Sehingga kita mampu melakukan
proses keperawatan, mampu memberikan pemecahan masalah, serta mampu
melihat faktor-faktor yang menghambat dan mendukung dari setiap kasus.
1.3.2 Tujuan khusus
a. Chikungunya
Untuk mengetahui Definisi Chikungunya, etimologi, klasfifikasi penularan, masa
inkubasi, gejala Chikungunya, Epidemiologi, Pencegahan dan penanggulangan
b. DB
Untuk mengtahui Definisi diabetus miletus, etimologi, klasfifikasi penularan,
gejala diabetus miletus, Epidemiologi, dampak diabetus miletus, Pencegahan dan
penanggulangan / pengobatan.
1.4 Manfaat
Manfaat yang dapat kita ambil dari kajian Chikungunya dan DB ini adalah :
1. menambah wawasan tentang Definisi Chikungunya, etimologi, klasfifikasi
penularan, masa inkubasi, gejala Chikungunya, Epidemiologi, Pencegahan
dan penanggulangan.
2. menambah wawasan Definisi diabetus miletus, etimologi, klasfifikasi
penularan, gejala diabetus miletus, Epidemiologi, dampak diabetus miletus,
Pencegahan dan penanggulangan / pengobatan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 CHIKUNGUNYA
2.1.1 Definisi
Chikungunya berasal dari bahasa Swahili berdasarkan gejala pada
penderita, yang berarti (posisi tubuh) meliuk atau melengkung, mengacu pada
postur penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat (arthralgia).
Nyeri sendi ini menurut lembar data keselamatan (MSDS) Kantor Keamanan
Laboratorium Kanada, terutama terjadi pada lutut, pergelangan kaki serta
persendian tangan dan kaki. Selain kasus demam berdarah yang merebak di
sejumlah wilayah Indonesia, masyarakat direpotkan pula dengan kasus
Chikungunya. Gejala penyakit ini termasuk demam mendadak yang mencapai
39 derajat C, nyeri pada persendian terutama sendi lutut, pergelangan, jari
kaki dan tangan serta tulang belakang yang disertai ruam (kumpulan bintik-
bintik kemerahan) pada kulit. Terdapat juga sakit kepala, conjunctival
injection dan sedikit fotofobia.
Penyakit ini biasanya dapat membatasi diri sendiri dan akan sembuh
sendiri. Perawatan berdasarkan gejala disarankan setelah mengetepikan
penyakit-penyakit lain yang lebih berbahaya.
2.1.2 Etiologi (Penyebab)
Penyebab penyakit ini adalah sejenis virus, yaitu Alphavirus dan
ditularkan lewat nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk yang sama juga menularkan
penyakit demam berdarah dengue. Meski masih "bersaudara" dengan demam
berdarah, penyakit ini tidak mematikan. Penyakit Chikungunya disebarkan
oleh nyamuk Aedes aegypti. Apakah penyakit ini juga disebabkan virus
dengue? Lalu, apa bedanya dengan DBD dan bagaimana membedakannya?
Penyakit Chikungunya disebabkan oleh sejenis virus yang disebut virus
Chikungunya. virus Chikungunya ini masuk keluarga Togaviridae, genus
alpha virus . Sejarah Chikungunya di Indonesia Penyakit ini berasal dari
daratan Afrika dan mulai ditemukan di Indonesia tahun 1973.
Nyamuk Aedes aegypti berukuran kecil disbanding nyamuk lain:
ukuran badan 3-4 mm, berwarna hitam dengan hiasan titik-titik putih
dibadannya; dan pada kakinya warna putih melingkar. Nyamuk dapat hidup
berbulan-bulan. Nyamuk jantan tidak menggigit manusia, ia makan buah.
Hanya nyamuk betina yang menggigit; yang diperlukan untuk membuat telur.
Telur nyamuk aedes diletakkan induknya menyebar; berbeda dengan telur
nyamuk lain yang dikeluarkan berkelompok.
Nyamuk bertelur di air bersih. Telur menjadi pupa dalam beberapa
minggu. Nyamuk bila terbang hampir tidak mengeluarkan bunyi; sehingga
manusia yang diserang tidak mengetahui kehadirannya; menyerang dari
bawah atau dari belakang; terbang sangat cepat. Telur nyamuk Aedes dapat
bertahan lama dalam kekeringan (dapat lebih dari 1 tahun). Virus dapat masuk
dari nyamuk ke telur; nyamuk dapat bertahan dalam air yang chlorinated.
Nyamuk Aedes aegypti merupakan vector Chikungunya (CHIK) virus
(alpha virus). Beberapa nyamuk resisten terhadap CHIK virus namun
sebagian susceptible. Ternyata Susceptbility gene berada di kromosom 3.
Vektor Chikunguya di Asia adalah Aedes aegypti, Aedes albopticus. Di
Afrika adalah Aedes furcifer dan Aedes africanus
2.1.3 Klasifikasi Penularan
Virus Chikungunya pertama kali diidentifikasi di Afrika Timur tahun
1952. Virus ini terus menimbulkan epidemi di wilayah tropis Asia dan Afrika.
Di Indonesia Demam Chikungunya dilaporkan pertama kali di Samarinda
tahun 1973. Kemudian berjangkit di Kuala Tunkal, Jambi, tahun 1980. Tahun
1983 merebak di Martapura, Ternate dan Yogyakarta. Setelah vakum hampir
20 tahun, awal tahun 2001 kejadian luar biasa (KLB) demam Chikungunya
terjadi di Muara Enim, Sumatera Selatan dan Aceh. Disusul Bogor bulan
Oktober. Demam Chikungunya berjangkit lagi di Bekasi Jawa Barat,
Purworejo dan Klaten Jawa Tengah tahun 2002 (Judarwanto, 2006). Pada
tahun 2004 dilaporkan chikungunya merupakan KLB yang menyerang sekitar
120 orang di Semarang (Saroso, 2007).
TELUR
JENTIK
PUPA
NYAMUK DEWASA
3 – 4 hari
1 – 2 hari
1 – 2 hari
5 – 7 hari
Lokasi penyebaran penyakit ini tidak berbeda dengan jauh dengan
DBD karena vektor utamanya sama, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Di daerah
endemis DBD kemungkinan juga merupakan endemis chikungunya
Penularan penyakit dan penyebaran penyakit Penyebaran virus
Chikungunya dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk. Nyamuk dapat
menjadi berpotensi menularkan penyakit bila pernah menggigit penderita
demam chikungunya. Kera dan beberapa binatang buas lainnya juga diduga
sebagai perantara (reservoir) penyakit ini. Nyamuk yang terinfeksi akan
menularkan penyakit bila menggigit manusia yang sehat (Widoyono, 2008).
Aedes aegypti (the yellow fever mosquito) adalah vektor utama atau pembawa
virus Chikungunya. Aedes albopictus (the Asian tiger mosquito) mungkin
juga berperanan dalam penyebaran penyakit ini di kawasan Asia. Dan
beberapa jenis spesies nyamuk tertentu di daerah Afrika juga ternyata dapat
menyebarkan penyakit Chikungunya.
Masih belum diketahui secara pasti bagaimana virus tersebut
menyebar antar negara. Mengingat penyebaran virus chikungunya antar
negara relatif pelan, kemungkinan penyebaran ini terjadi seiring dengan
perpindahan nyamuk. Saat ini makin sering berbagai penyakit hewan dari
tengah hutan yang merebak (spill over) ke permukiman penduduk. Antaranya
St Louis Encephalitis dan Sungai Nil Barat (West Nile), yang telah
menimbulkan banyak korban. Peredaran virus memang tak bisa lagi dibatasi
oleh posisi geografi. Hutan yang tadinya tertutup menjadi terbuka, daerah
yang dulu terisolir kini bisa dengan mudah berhubungan ke mana saja. Cara
perpindahan virus bisa berupa apa saja
Cara Penularan (Vector Borne Desease)
2.1.4 Masa Inkubasi
Masa inkubasi chikungunya adalah 1-6 hari. Masa tunas antara 1-12
hari, pada umumnya 2-4 hari. Viremia dijumpai kebanyakan dalam 48 jam
pertama, dan dapat dijumpai sampai 4 hari pada beberapa pasien. Manifestasi
penyakit berlangsung 3-10 hari. Virus ini termasuk self limiting diseases alias
hilang dengan sendirinya. Namun rasa nyeri sendi mungkin masih tertinggal
dalam hitungan minggu sampai bulan. Gejala demam Chikungunya mirip
dengan demam berdarah dengue yaitu demam tinggi, menggigil, sakit kepala,
mual-muntah, sakit perut, nyeri sendi dan otot, serta bintik-bintik merah
dikulit terutama badan dan lengan.
Bedanya dengan demam berdarah dengue, pada Chikungunya tidak
ada perdarahan hebat, renjatan (syock) maupun kematian. Nyeri sendi ini
terutama mengenai sendi lutut, pergelangan kaki serta persendian jari tangan
dan kaki. Gejala utama Chikungunya adalah demam tinggi, sakit kepala,
punggung, sendi yang hebat, mual, muntah, nyeri mata dan timbulnya
Gigitan nyamuk Aedes aegypti
± 7 hariMasa Infektif
manusia sehat1 -12 hari
Masa inkubasi4 – 7 hari
manusia sakitviremia
rash/ruam kulit. Ruam kulit berlangsung 2-3 hari, demam berlangsung 2-5
hari dan akan sembuh dalam waktu 1 minggu sejak pasien jatuh sakit.
Sakit sendi (arthralgia atau arthritis; sendi tangan dan kaki) sering
menjadi keluhan utamapasien. Keluhan sakit sendi kadang-kadang masih
terasa dalam 1 bulan setelah demam hilang. Penyakit ini merupakan penyakit
yang bersifat self limiting (sembuh dengan sendirinya) dan tidak brakibat
kematian. Peranh dilaporkan terjadi kerusakan sendi yang dikaitkan dengan
infeksi Chikungunya.
2.1.5 Gejala
Tanda dan gejala chikungunya meliputi:
a. Demam
Biasanya demam tinggi, timbul mendadak disertai mengigil dan
muka kemerahan. Panas tinggi selama 2-4 hari kemudian kembali normal.
b. Sakit persendian
Nyeri sendi merupakan keluhan yang sering muncul sebelum
timbul demam dan dapat bermanifestasi berat, nyeri tak terperi, sehingga
kadang penderita ”merasa lumpuh” sebelum berobat. Sendi yang sering
dikeluhkan: sendi lutut, pergelangan, jari kaki dan tangan serta tulang
belakang.
c. Nyeri otot
Nyeri bisa pada seluruh otot atau pada otot bagian kepala dan
daerah bahu. Kadang terjadi pembengkakan pada pada otot sekitar mata
kaki.
d. Bercak kemerahan ( ruam ) pada kulit
Bercak kemerahan ini terjadi pada hari pertama demam, tetapi
lebih sering pada hari ke 4-5 demam. Lokasi biasanya di daerah muka,
badan, tangan, dan kaki. Kadang ditemukan perdarahan pada gusi.
e. Sakit Kepala (merupakan keluhan yang sering ditemui).
f. Kejang dan Penurunan Kesadaran Kejang biasanya pada anak karena
panas yang terlalu tinggi, jadi bukan secara langsung oleh penyakitnya.
g. Gejala lain : gejala lain yang kadang dijumpai adalah pembesaran kelenjar
getah bening di bagian leher.
2.1.6 Epidemologi
Chikungunya disebarkan / ditularkan kemanusia oleh gigitan nyamuk
aedes yang terinfeksi oleh virus Chikungunya. Nyamuk terinfeksi dengan
virus saat ia menggigit pasien sakit Chikungunya; dan setelah sekitar
seminggu, nyamuk dapat menularkan virus saat ia menggigit orang lain yang
sehat. Penyakit tidak dapat menularkan langsung dari satu orang ke orang lain.
Wabah Chikungunya dapat berjangkit dimana nyamuk Aedes aegypti atau
Aedes albocpictus hidup meliputi daerah tropis terutama daerah perkotaan.
2.1.7 Pencegahan
Satu-satunya cara menghindari gigitan nyamuk karena vaksin demam
Chikungunya belum ada, adalah dengan mencegah kita digigit nyamuk Aedes.
Selain itu bisa dilakukan pemberantasan vektor nyamuk dewasa maupun
membunuh jentik nyamuk. Pemberantasan vektor nyamuk dewasa bisa
dilakukan dengan racun serangga atau pengasapan/fogging dengan malathion
sedangkan abatisasi digunakan untuk memberantas jentik pada TPA (tempat
penampungan air). Sarang nyamuk diberantas dengan cara PSN.
1. Abatisasi
Tujuan abatisasi agar kalau sampai telur nyamuk menetas, jentik
nyamuk tidak akan menjadi nyamuk dewasa. Semua TPA yang ditemukan
jentik Aedes aegypti ditaburi bubuk abate sesuai dengan dosis satu sendok
makanan peres (10 gram) abate untuk 100 liter air. Bubuk abate juga
dituang di bak mandi.
Konsekuensinya, kita jangan menyikat bak/TPA tersebut selama
kurang lebih tiga bulan karena lapisan abate yang sudah terbentuk di
dinding, yang berpotensi membunuh jentik nyamuk mampu bertahan
sampai tiga bulan. Jika dinding TPA/bak mandi disikat sebelum tiga
bulan, lapisan abate akan terkelupas dan hilang. Meskipun abatisasi bisa
dilakukan di semua tempat penampungan air, secara bijaksana kita bisa
melakukan abatisasi di tempat-tempat yang berpotensi nyamuk bersarang
dan bertelur besar. Yaitu di tempat-tempat yang jarang digunakan atau
diganti airnya. Untuk tempat-tempat lain bisa dilakukan pengurasan setiap
tiga hingga tujuh hari.
2. Pemberantasan Sarang Nyamuk
PSN adalah kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dalam
membasmi jentik nyamuk Aedes dengan cara 3M, yaitu sebagai berikut :
a. Menguras secara teratur, terus-menerus seminggu sekali,
mengganti air secara teratur tiap kurang dari seminggu pada
vas bunga, tempat minum burung, atau menaburkan abate ke
TPA
b. Menutup rapat-rapat TPA
c. Mengubur atau menyingkirkan kaleng-kaleng bekas, plastik
dan barang-barang lainnya yang dapat menampung air hujan
sehingga tidak menjadi sarang nyamuk.
d. Proteksi diri dengan salep atau gunakan kawat nyamuk
Tidak seperti nyamuk-nyamuk yang lain, nyamuk itu menggigit
pada siang hari. Untuk mencegahnya kita bisa menggunakan salep atau
minyak yang dioles di bagian tubuh yang terbuka. Selain menggunakan
salep untuk mencegah gigitan nyamuk, kita bisa menggunakan minyak
sereh. Cara lain adalah dengan menggunakan kawat nyamuk di pintu-pintu
dan jendela rumah.
3. Bersihkan halaman dan kebun di sekitar rumah
Halaman atau kebun di sekitar rumah harus bersih dari benda-
benda yang memungkinkan menampung air bersih, terutama pada musim
hujan seperti sekarang. Pintu dan jendela rumah sebaiknya dibuka setiap
hari, mulai pagi hari sampai sore agar udara segar dan sinar matahari dapat
masuk, sehingga terjadi pertukaran udara dan pencahayaan yang sehat.
Dengan demikian, tercipta lingkungan yang tidak ideal bagi nyamuk
tersebut.
Dengan melakukan hal-hal di atas, sebenarnya kita sudah
melakukan perlindungan tidak hanya pada demam Chikungunya tetapi
juga demam berdarah yang lebih fatal dan mematikan. Tidak mustahil
penyakit Demam Chikungunya datang bersama-sama dengan penyakit
demam berdarah.
2.1.8 Penanggulangan
Demam Chikungunya termasuk ”Self Limiting Disease” atau penyakit
yang sembuh dengan sendirinya. Tak ada vaksin maupun obat khusus untuk
penyakit ini. Pengobatan yang diberikan hanyalah terapi simtomatis atau
menghilangkan gejala penyakitnya. Seperti, obat penghilang rasa sakit atau
demam seperti golongan paracetamol, sebaiknya dihindarkan penggunaan
obat sejenis asetosal. Antibiotika tidak diperlukan pada kasus ini. Penggunaan
antibiotika dengan pertimbangan mencegah infeksi sekunder tidak bermanfaat
Pemberian vitamin peningkat daya tahan tubuh mungkin bermanfaat
untuk penanganan penyakit. Selain vitamin, makanan yang mengandung
cukup banyak protein dan karbohidrat juga meningkatkan daya tahan tubuh.
Daya tahan tubuh yang bagus dan istirahat cukup bisa mempercepat
penyembuhan penyakit. Minum banyak juga disarankan untuk mengatasi
kebutuhan cairan yang meningkat saat terjadi demam.
2.2 DIABETES MELITUS
2.2.1 Definisi
Diabetes Melitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau
tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya
insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme
karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein.
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati atau
nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh
infeksi.
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman
dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar
di tungkai.
2.2.2 Etiologi (Penyebab)
a. Diabetes Melitus
Diabetes Melitus mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai
lesi dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya
memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap
sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu :
1. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai
kegagalan sel beta melepas insulin.
2. Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen
yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan
gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.
3. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas
yang disertai pembentukan sel – sel antibodi antipankreatik dan
mengakibatkan kerusakan sel - sel penyekresi insulin, kemudian
peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
4. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan
terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada
membran sel yang responsir terhadap insulin.
b. Gangren Kaki Diabetik
Faktor – faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetic
dibagi menjadi endogen dan faktor eksogen.
Faktor endogen :
1. Genetik, metabolik
2. Angiopati diabetik
3. Neuropati diabetik
Faktor eksogen :
1. Trauma
2. Infeksi
3. Obat
2.2.3 Klasifikasi
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan bentuk
diabetes mellitus berdasarkan perawatan dan simtoma:
1. Diabetes tipe 1, yang meliputi simtoma ketoasidosis hingga
rusaknya sel beta di dalam pankreas yang disebabkan atau
menyebabkan autoimunitas, dan bersifat idiopatik. Diabetes
mellitus dengan patogenesis jelas, seperti fibrosis sistik atau
defisiensi mitokondria, tidak termasuk pada penggolongan ini.
2. Diabetes tipe 2, yang diakibatkan oleh defisiensi sekresi insulin,
seringkali disertai dengan sindrom resistansi insulin
3. Diabetes gestasional, yang meliputi gestational impaired glucose
tolerance, GIGT dan gestational diabetes mellitus, GDM. dan
menurut tahap klinis tanpa pertimbangan patogenesis, dibuat
menjadi:
4. Insulin requiring for survival diabetes, seperti pada kasus
defisiensi peptida-C.
5. Insulin requiring for control diabetes. Pada tahap ini, sekresi
insulin endogenus tidak cukup untuk mencapai gejala
normoglicemia, jika tidak disertai dengan tambahan hormon dari
luar tubuh.
6. Not insulin requiring diabetes.
Kelas empat pada tahap klinis serupa dengan klasifikasi IDDM
(bahasa Inggris: insulin-dependent diabetes mellitus), sedang tahap kelima
dan keenam merupakan anggota klasifikasi NIDDM (bahasa Inggris: non
insulin-dependent diabetes mellitus). IDDM dan NIDDM merupakan
klasifikasi yang tercantum pada International Nomenclature of Diseases pada
tahun 1991 dan revisi ke-10 International Classification of Diseases pada
tahun 1992.
Klasifikasi Malnutrion-related diabetes mellitus, MRDM, tidak lagi
digunakan oleh karena, walaupun malnutrisi dapat memengaruhi ekspresi
beberapa tipe diabetes, hingga saat ini belum ditemukan bukti bahwa
malnutrisi atau defisiensi protein dapat menyebabkan diabetes. Subtipe
MRDM; Protein-deficient pancreatic diabetes mellitus, PDPDM, PDPD,
PDDM, masih dianggap sebagai bentuk malnutrisi yang diinduksi oleh
diabetes mellitus dan memerlukan penelitian lebih lanjut. Sedangkan subtipe
lain, Fibrocalculous pancreatic diabetes, FCPD, diklasifikasikan sebagai
penyakit pankreas eksokrin pada lintasan fibrocalculous pancreatopathy yang
menginduksi diabetes mellitus.
Klasifikasi Impaired Glucose Tolerance, IGT, kini didefinisikan
sebagai tahap dari cacat regulasi glukosa, sebagaimana dapat diamati pada
seluruh tipe kelainan hiperglisemis. Namun tidak lagi dianggap sebagai
diabetes.
Klasifikasi Impaired Fasting Glycaemia, IFG, diperkenalkan sebagai
simtoma rasio gula darah puasa yang lebih tinggi dari batas atas rentang
normalnya, tetapi masih di bawah rasio yang ditetapkan sebagai dasar
diagnosa diabetes.
Wagner ( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam
tingkatan , yaitu :
a. Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan
kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
b. Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
c. Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
d. Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
e. Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau
tanpa selulitis.
f. Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki
menjadi 2 (dua) golongan :
1. Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat
adanya makroangiopati ( arterosklerosis ) dari pembuluh darah
besar ditungkai, terutama di daerah betis.
Gambaran klinis KDI :
- Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
- Pada perabaan terasa dingin.
- Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
- Didapatkan ulkus sampai gangren.
2. Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN )
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada
gangguan dari sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat,
kesemutan, mati rasa, oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah
kaki teraba baik.
2.2.4 Gejala
Simtoma hiperglisemia lebih lanjut menginduksi tiga gejala klasik lainnya: poliuria : sering buang air kecil
polidipsia : selalu merasa haus
polifagia : selalu merasa lapar
penurunan berat badan, seringkali hanya pada diabetes mellitus tipe 1 dan
setelah jangka panjang tanpa perawatan memadai, dapat memicu berbagai
komplikasi kronis, seperti:
gangguan pada mata dengan potensi berakibat pada kebutaan,
gangguan pada ginjal hingga berakibat pada gagal ginjal
gangguan kardiovaskular, disertai lesi membran basalis yang dapat
diketahui dengan pemeriksaan menggunakan mikroskop elektron,
gangguan pada sistem saraf hingga disfungsi saraf autonom, foot ulcer,
amputasi, charcot joint dan disfungsi seksual, dan gejala lain seperti
dehidrasi, ketoasidosis, ketonuria dan hiperosmolar non-ketotik yang
dapat berakibat pada stupor dan koma.
rentan terhadap infeksi.
Kata diabetes mellitus itu sendiri mengacu pada simtoma yang disebut
glikosuria, atau kencing manis, yang terjadi jika penderita tidak segera
mendapatkan perawatan.
2.2.5 Dampak
Adanya penyakit gangren kaki diabetik akan mempengaruhi
kehidupan individu dan keluarga. Adapun dampak masalah yang bisa terjadi
meliputi :
2.2.5.1 Pada Individu
Pola dan gaya hidup penderita akan berubah dengan adanya penyakit
ini, Gordon telah mengembangkan 11 pola fungsi kesehatan yang dapat
digunakan untuk mengetahui perubahan tersebut.
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan
persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya
pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetuk sehingga
menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan
kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan
perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan
yang benar dan mudah dimengerti pasien.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya
defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan
sehingga menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan,
banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan
metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
3. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis
osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan
pengeluaran glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi
relatif tidak ada gangguan.
4. Pola tidur dan istirahat
Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi
rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu tidur dan
istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita
mengalami perubahan.
5. Pola aktivitas dan latihan
Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada
tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu
melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita
mudah mengalami kelelahan.
6. Pola hubungan dan peran
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau
menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
7. Pola sensori dan kognitif
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati /
mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
8. Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri.
Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya
perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami
kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).
9. Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di
organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek,
gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada
proses ejakulasi serta orgasme.
10. Pola mekanisme stres dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang
kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan
menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah,
kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat
menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme
koping yang konstruktif / adaptif.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi
tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam
melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.
2.2.5.2 Dampak pada keluarga
Dengan adanya salah satu anggota keluarga yang sakit dan dirawat di
rumah sakit akan muncul bermacam –macam reaksi psikologis dari kelurga,
karena masalah kesehatan yang dialami oleh seorang anggota keluarga akan
mempengaruhi seluruh anggota keluarga. Waktu perawatan yang lama dan
biaya yang banyak akan mempengaruhi keadaan ekonomi keluarga dan
perubahan peran pada keluarga karena salah satu anggota keluarga tidak dapat
menjalankan perannya.
2.2.6 Pencegahan
2.2.6.1 Diabetes mellitus tipe 1Diabetes mellitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa Inggris:
childhood-onset diabetes, juvenile diabetes, insulin-dependent diabetes
mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio
insulin dalam sirkulasi darah akibat hilangnya sel beta penghasil insulin pada
pulau-pulau Langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak
maupun orang dewasa.
Sampai saat ini IDDM tidak dapat dicegah dan tidak dapat
disembuhkan, bahkan dengan diet maupun olah raga. Kebanyakan penderita
diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini
mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap
insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap
awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1
adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas.
Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.
Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan
insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui
alat monitor pengujian darah. Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk
tahap paling awal sekalipun, adalah penggantian insulin. Tanpa insulin,
ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa
mengakibatkan kematian. Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya
hidup (diet dan olahraga). Terlepas dari pemberian injeksi pada umumnya,
juga dimungkinkan pemberian insulin melalui pump, yang memungkinkan
untuk pemberian masukan insulin 24 jam sehari pada tingkat dosis yang telah
ditentukan, juga dimungkinkan pemberian dosis (a bolus) dari insulin yang
dibutuhkan pada saat makan. Serta dimungkinkan juga untuk pemberian
masukan insulin melalui "inhaled powder".
Perawatan diabetes tipe 1 harus berlanjut terus. Perawatan tidak akan
memengaruhi aktivitas-aktivitas normal apabila kesadaran yang cukup,
perawatan yang tepat, dan kedisiplinan dalam pemeriksaan dan pengobatan
dijalankan. Tingkat Glukosa rata-rata untuk pasien diabetes tipe 1 harus
sedekat mungkin ke angka normal (80-120 mg/dl, 4-6 mmol/l). Beberapa
dokter menyarankan sampai ke 140-150 mg/dl (7-7.5 mmol/l) untuk mereka
yang bermasalah dengan angka yang lebih rendah, seperti "frequent
hypoglycemic events Angka di atas 200 mg/dl (10 mmol/l) seringkali diikuti
dengan rasa tidak nyaman dan buang air kecil yang terlalu sering sehingga
menyebabkan dehidrasi. Angka di atas 300 mg/dl (15 mmol/l) biasanya
membutuhkan perawatan secepatnya dan dapat mengarah ke
ketoasidosis.Tingkat glukosa darah yang rendah, yang disebut hipoglisemia,
dapat menyebabkan kehilangan kesadaran.
2.2.6.2 Diabetes mellitus tipe 2Diabetes mellitus tipe 2 (bahasa Inggris: adult-onset diabetes, obesity-
related diabetes, non-insulin-dependent diabetes mellitus, NIDDM)
merupakan tipe diabetes mellitus yang terjadi bukan disebabkan oleh rasio
insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan metabolisme
yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen, termasuk yang
mengekspresikan disfungsi sel β, gangguan sekresi hormon insulin, resistansi
sel terhadap insulin yang disebabkan oleh disfungsi GLUT10 dengan kofaktor
hormon resistin yang menyebabkan sel jaringan, terutama pada hati menjadi
kurang peka terhadap insulin serta RBP4 yang menekan penyerapan glukosa
oleh otot lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati. Mutasi gen
tersebut sering terjadi pada kromosom 19 yang merupakan kromosom
terpadat yang ditemukan pada manusia.
Pada NIDDM ditemukan ekspresi SGLT1 yang tinggi, rasio RBP4 dan
hormon resistin yang tinggi, peningkatan laju metabolisme glikogenolisis dan
glukoneogenesis pada hati, penurunan laju reaksi oksidasi dan peningkatan
laju reaksi esterifikasi pada hati.
NIDDM juga dapat disebabkan oleh dislipidemia, lipodistrofi, dan
sindrom resistansi insulin.
Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah berkurangnya
sensitifitas terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin
di dalam darah. Hiperglisemia dapat diatasi dengan obat anti diabetes yang
dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi produksi
glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun
semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan Ada
beberapa teori yang menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme terjadinya
resistensi ini, namun obesitas sentral diketahui sebagai faktor predisposisi
terjadinya resistensi terhadap insulin, dalam kaitan dengan pengeluaran dari
adipokines ( nya suatu kelompok hormon) itu merusak toleransi glukosa
Obesitas ditemukan di kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan
diagnosis dengan jenis 2 kencing manis. Faktor lain meliputi mengeram dan
sejarah keluarga, walaupun di dekade yang terakhir telah terus meningkat
mulai untuk memengaruhi anak remaja dan anak-anak.
Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil diagnosis.
Diabetes tipe 2 biasanya, awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas
fisik (olahraga), diet (umumnya pengurangan asupan karbohidrat), dan lewat
pengurangan berat badan. Ini dapat memugar kembali kepekaan hormon
insulin, bahkan ketika kerugian berat/beban adalah rendah hati,, sebagai
contoh, di sekitar 5 kg ( 10 sampai 15 lb), paling terutama ketika itu ada di
deposito abdominal yang gemuk. Langkah yang berikutnya, jika perlu,,
perawatan dengan lisan [[ antidiabetic drugs. [Sebagai/Ketika/Sebab] produksi
hormon insulin adalah pengobatan pada awalnya tak terhalang, lisan ( sering
yang digunakan di kombinasi) kaleng tetap digunakan untuk meningkatkan
produksi hormon insulin ( e.g., sulfonylureas) dan mengatur pelepasan/release
yang tidak sesuai tentang glukosa oleh hati ( dan menipis pembalasan hormon
insulin sampai taraf tertentu ( e.g., metformin), dan pada hakekatnya menipis
pembalasan hormon insulin ( e.g., thiazolidinediones). Jika ini gagal, ilmu
pengobatan hormon insulin akan jadilah diperlukan untuk memelihara normal
atau dekat tingkatan glukosa yang normal. Suatu cara hidup yang tertib
tentang cek glukosa darah direkomendasikan dalam banyak kasus, paling
terutama sekali dan perlu ketika mengambil kebanyakan pengobatan.
Sebuah zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang disebut sitagliptin,
baru-baru ini diperkenankan untuk digunakan sebagai pengobatan diabetes
mellitus tipe 2. Seperti zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang lain,
sitagliptin akan membuka peluang bagi perkembangan sel tumor maupun
kanker.
Sebuah fenotipe sangat khas ditunjukkan oleh NIDDM pada manusia
adalah defisiensi metabolisme oksidatif di dalam mitokondria pada otot lurik.
Sebaliknya, hormon tri-iodotironina menginduksi biogenesis di dalam
mitokondria dan meningkatkan sintesis ATP sintase pada kompleks V,
meningkatkan aktivitas sitokrom c oksidase pada kompleks IV, menurunkan
spesi oksigen reaktif, menurunkan stres oksidatif, sedang hormon melatonin
akan meningkatkan produksi ATP di dalam mitokondria serta meningkatkan
aktivitas respiratory chain, terutama pada kompleks I, III dan IV. Bersama
dengan insulin, ketiga hormon ini membentuk siklus yang mengatur
fosforilasi oksidatif mitokondria di dalam otot lurik. Di sisi lain, metalotionein
yang menghambat aktivitas GSK-3beta akan mengurangi risiko defisiensi otot
jantung pada penderita diabetes.
Simtoma yang terjadi pada NIDDM dapat berkurang dengan dramatis,
diikuti dengan pengurangan berat tubuh, setelah dilakukan bedah bypass usus.
Hal ini diketahui sebagai akibat dari peningkatan sekresi hormon inkretin,
namun para ahli belum dapat menentukan apakah metoda ini dapat
memberikan kesembuhan bagi NIDDM dengan perubahan homeostasis
glukosa.
Pada terapi tradisional, flavonoid yang mengandung senyawa
hesperidin dan naringin, diketahui menyebabkan: peningkatan mRNA
glukokinase, peningkatan ekspresi GLUT4 pada hati dan jaringan peningkatan
pencerap gamma proliferator peroksisom peningkatan rasio plasma hormon
insulin, protein C dan leptin penurunan ekspresi GLUT2 pada hati penurunan
rasio plasma asam lemak dan kadar trigliserida pada hati penurunan rasio
plasma dan kadar kolesterol dalam hati, antara lain dengan menekan 3-
hydroxy-3-methylglutaryl-coenzyme reductase, asil-KoA, kolesterol
asiltransferase penurunan oksidasi asam lemak di dalam hati dan aktivitas
karnitina palmitoil, antara lain dengan mengurangi sintesis glukosa-6 fosfatase
dehidrogenase dan fosfatidat fosfohidrolase meningkatkan laju lintasan
glikolisis dan/atau menurunkan laju lintasan glukoneogenesis sedang naringin
sendiri, menurunkan transkripsi mRNA fosfoenolpiruvat karboksikinase dan
glukosa-6 fosfatase di dalam hati.
Hesperidin merupakan senyawa organik yang banyak ditemukan pada
buah jenis jeruk, sedang naringin banyak ditemukan pada buah jenis anggur.
2.2.6.3 Diabetes mellitus tipe 3Diabetes mellitus gestasional (bahasa Inggris: gestational diabetes,
insulin-resistant type 1 diabetes, double diabetes, type 2 diabetes which has
progressed to require injected insulin, latent autoimmune diabetes of adults,
type 1.5" diabetes, type 3 diabetes, LADA) atau diabetes melitus yang terjadi
hanya selama kehamilan dan pulih setelah melahirkan, dengan keterlibatan
interleukin-6 dan protein reaktif C pada lintasan patogenesisnya. GDM
mungkin dapat merusak kesehatan janin atau ibu, dan sekitar 20–50% dari
wanita penderita GDM bertahan hidup.
Diabetes melitus pada kehamilan terjadi di sekitar 2–5% dari semua
kehamilan. GDM bersifat temporer dan secara penuh bisa perlakukan tetapi,
tidak diperlakukan, boleh menyebabkan permasalahan dengan kehamilan,
termasuk macrosomia (kelahiran yang tinggi menimbang), janin mengalami
kecacatan dan menderita penyakit jantung sejak lahir. Penderita memerlukan
pengawasan secara medis sepanjang kehamilan.
Resiko Fetal/Neonatal yang dihubungkan dengan GDM meliputi
keanehan sejak lahir seperti berhubungan dengan jantung, sistem nerves yang
pusat, dan [sebagai/ketika/sebab] bentuk cacad otot. Yang ditingkatkan
hormon insulin hal-hal janin boleh menghalangi sindrom kesusahan dan
produksi surfactant penyebab hal-hal janin yang berhubung pernapasan.
Hyperbilirubinemia boleh diakibatkan oleh pembinasaan sel darah yang
merah. Di kasus yang menjengkelkan, perinatal kematian boleh terjadi, paling
umum sebagai hasil kelimpahan placental yang lemah/miskin dalam kaitan
dengan perusakan/pelemahan yang vaskuler. Induksi/Pelantikan mungkin
ditandai dengan dikurangi placental fungsi. Bagian Cesarean mungkin
dilakukan jika ditandai kesusahan hal-hal janin atau suatu ditingkatkan risiko
dari luka-luka/kerugian dihubungkan dengan macrosomia, seperti bahu
dystocia.
2.2.7 Penanggulangan
Pasien yang cukup terkendali dengan pengaturan makan saja tidak mengalami
kesulitan kalau berpuasa. Pasien yang cukup terkendali dengan obat dosis tunggal
juga tidak mengalami kesulitan untuk berpuasa. Obat diberikan pada saat berbuka
puasa. Untuk yang terkendali dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dosis tinggi, obat
diberikan dengan dosis sebelum berbuka lebih besar daripada dosis sahur. Untuk
yang memakai insulin, dipakai insulin jangka menengah yang diberikan saat berbuka
saja. Sedangkan pasien yang harus menggunakan insulin (DMTI) dosis ganda,
dianjurkan untuk tidak berpuasa dalam bulan Ramadhan.
Perencanaan makan, olahraga serta usaha menurunkan berat badan adalah
dasar dari bagaimana penderita diabetes millitus menghadapi penyakitnya. Tanpa
perencanaan makan dan kedisiplinan menjalani misalnya, mustahil kiranya penderita
dapat mengatasi penyakitnya. Bahkan diabetes millitus yang masih dalam tahap
ringan dapat ditanggulangi/disembuhkan hanya dengan pola makan saja. Bila seluruh
usaha diatas telah dijalankan dengan baik tetapi kadar gula darah masih belum berada
pada batas normal, barulah penderita memerlukan obat.
Obat untuk penderita diabetes mellitus dikenal sebagai obat hipoglikemik atau
obat penurun kadar glukosa dalam darah. Walaupun efektif dan mudah dipakai,
penggunaan obat ini harus sesuai dosis atau berdasarkan petunjuk dokter. Bila dosis
terlalu rendah komplikasi kronis akan muncul lebih dini. Sedang dosis yang berlebih
atau cara pemakaian yang salah dapat menimbulkan hipoglikemia.
Obat hipoglikemik ada dua macam. Yaitu berupa suntikan dan berupa tablet.
Untuk sebagian orang, istilah obat sendiri memang sudah ditinggalkan. Karena tidak
ada obat yang dapat menyembuhkan diabetes millitus. Penyembuhan hanya bisa bila
disertai sikap hidup -perencanaan makan yang benar. Ada 2 golongan obat
hipoglikemik oral yaitu golongan sulfonilurea dan biguanid.
2.2.7.1 Pengobatan Medis
Yang dimaksud pengobatan medis adalah pengobatan dengan disiplin
kedokteran. Obat medis dapat dibagi dalam beberapa golongan:
1. SULFONILUREA
Golongan ini dapat menurunkan kadar glukosa darah yang tinggi
dengan cara merangsang keluarnya insulin dari sel b Pankreas. Dengan
demikian bila pankreas sudah rusak dan tidak dapat memproduksi insulin lagi
maka obat ini tidak dapat digunakan. Karena itu obat ini tidak berguna bagi
penderita diabetes millitus tipe I. Namun, akan berkhasiat bila diberikan pada
pasien diabetes millitus tipe II yang mempunyai berat badan
normal.Penggunaan obat golongan sulfonilurea pada yang gemuk dan obesitas
harus hati-hati. Karena mungkin kadar insulin dalam darah sudah tinggi
(hiperinsulinemia). Hanya saja insulin yang ada tidak dapat bekerja secara
efektif. Pada penderita diabetes mellitus dengan obesitas, pemberian obat
golongan ini akan memacu pankreas mengeluarkan insulin lebih banyak lagi.
Akibatnya keadaan hiperinsulmnemia menjadi lebih tinggi. Ini berbahaya
karena dapat menimbulkan berbagai macam penyakit.
2. BIGUANID
Obat golongan biguanid bekerja dengan cara meningkatkan kepekaan
tubuh terhadap insulin yang diproduksi oleh tubuh sendiri. Obat ini tidak
merangsang peningkatan produksi insulin sehingga pemakaian tunggal tidak
menyebabkan hipoglikemia.Obat golongan biguanid dianjurkan sebagai obat
tunggal pada penderita diabetes mellitus dengan obesitas (BBR> 120%).
Untuk penderita diabetes mellitus yang gemuk (BBR> 110%) pemakaiannya
dapat dikombinasikan dengan obat golongan sulfonilunea.Efek samping yang
sering terjadi dari pemakaian obat golongan biguanid adalah gangguan saluran
cerna pada hari-hari pertama pengobatan. Untuk menghindarinya, disarankan
dengan dosis rendah dan diminum saat makan atau sesaat sebelum makan.
Wanita hamil dan menyusui tidak dianjurkan memakai obat golongan ini.
3. ACARBOSE
Acarbose bekerja dengan cara memperlambat proses pencernaan
karbohidrat menjadi glukosa. Dengan demikian kadar glukosa darah setelah
makan tidak meningkat tajam. Sisa karbohidrat yang tidak tercerna akan
dimanfaatkan oleh bakteri di usus besar, dan ini menyebabkan perut menjadi
kembung, sering buang angin, diare, dan sakit perut.Pemakaian obat ini bisa
dikombinasi dengan obat golongan sulfonilurea atau insulin, tetapi bila terjadi
efek hipoglikemia hanya dapat diatasi dengan gula murni yaitu glukosa atau
dextrose. Gula pasir tidak bermanfaat.Acarbose hanya mempengaruhi kadar
gula darah sewaktu makan dan tidak mempengaruhi setelah itu. Obat ini tidak
diberikan pada penderita dengan usia kurang dan 18 tahun, gangguan
pencernaan kronis, maupun wanita hamil dan menyusui. Acarbose efektif
pada pasien yang banyak makan karbohidrat dan kadar gula darah puasa lebih
dari 180 mg/dl.
4. INSULIN
Insulin diinjeksikan sebagai obat untuk menutupi kekurangan insulin
tubuh (endogen) karena kelenjar sel b pankreas tidak dapat mencukupi
kebutuhan yang ada. Pengobatan dengan insulin berdasarkan kondisi masing-
masing penderita dan hanya dokter yang berkompeten memilih jenis serta
dosisnya. Untuk itu insulin digunakan pada pasien diabetes millitus tipe I.
Penderita golongan ini harus mampu meyuntik insulin sendiri.
Untuk sebagian penderita diabetes millitus tipe II, juga membutuhkan
pemakaian insulin. Indikasi berikut menunjukkan bahwa penderita perlu
menggunakan insulin.
Kencing manis dengan komplikasi akut seperti misalnya ganggren.
Ketoasidosis dan koma lain pada penderita. Kencing manis pada kehamilan
yang tidak terkendali dengan perencanaan makan. Berat badan penderita
menurun cepat. Penyakit diabetes mellitus yang tidak berhasil dikelola dengan
tablet hipoglikemik dosis maksimal. Penyakit disertai gangguan fungsi hati
dan ginjal yang berat.
Ada berbagai jenis insulin, yaitu Insulin Kerja Cepat (Short acting
insuline), Insulin Kerja Sedang (Intermediate acting insuline) dan Insulin
Premiks (Premixing insuline) yang merupakan campuran Short acting insuline
dan Intemediate acting insuline. Ada juga insulin yang memiliki daya kerja 24
jam (Long acting insuline).
2.2.7.2 Pengobatan Tradisional
Pengobatan tradisional, pengobatan dengan menggunakan bahan dari
tanaman berkhasiat obat sudah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu. Secara
umum paham ini disebut herbalisme, yaitu satu usaha memperbaiki fungsi
tubuh dengan menggunakan bahan tumbuh-tumbuhan, baik berasal dari satu
tumbuhan ataupun dari ramuan beberapa tumbuhan. Dalam herbalisme ada
prinsip dasar, yaitu menggunakan tumbuhan secara utuh. Jadi bukan
mengambil zat yang bermanfaat untuk penyakit tertentu saja atau bahkan
meggunakan campuran-campuran bahan sintetik. Pembuatan obat tradisional
ini cukup sederhana, sehingga siapa saja yang mau mempelajarinya tentu
dapat mengolahnya.
2.2.7.3 Antara Pengobatan Medis dan Pengobatan Tradisional
Ada perbedaan antara pengobatan tradisional dengan pengobatan
secara medis (ilmu kedokteran modern). Pengobatan medis sifatnya
menghancurkan. Untuk itu reaksi yang didapat biasanya cepat terasa.
Sedangkan obat tradisional sifatnya membangun. Reaksi yang ada cukup
lambat.
Hal di atas memang sesuai dengan prinsip dasar pengobatan medis dan
herbalisme. Pengobatan tradisional berpegang pada keseimbangan fungsi
organ tubuh secara alami. Sehingga ia tidak hanya mengobati atau
menghilangkan gejala satu penyakit, tetapi berusaha mengembalikan fungsi
tubuh hingga menjadi seimbang kembali. Pengobatan tradisional biasanya
kurang cocok untuk hal-hal yang sifatnya harus cepat penanganannya,
misalnya untuk infeksi akut. Sebaliknya pengobatan tradisional sangat bagus
untuk penyakit-penyakit kronis yang bahkan tidak sanggup lagi diobati
dengan cara medis.
Pada dasarnya tubuh kita mempunyai kemampuan yang luar biasa
untuk menyembuhkan penyakit. Timbulnya satu penyakit sendiri dimengerti
karena fungsi tubuh menjadi tidak seimbang. Ketidak seimbangan ini
disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari faktor lingkungan, fisik,
emosi/kejiwaan, juga faktor sosial misalnya perubahan kebiasaan makan, dsb.
Jadi bila terdapat satu gangguan di tingkat sel atau disfungsi di satu bagian
tubuh, maka hal ini akan menyebabkan ketidak seimbangan dibagian lain.
Apabila tubuh kita tidak dapat mengatasi hal ini, maka akan timbul satu
penyakit. Penyakit itu sendiri akhirnya menrupakan disfungsi dari satu bagian
tubuh yang akan menimbulkan ketidak seimbangan dibagian yang lain.
Demikian seterusnya. Contoh kejadian ini bisa kita lihat dengan jelas pada
komplikasi yang disebabkan oleh diabetes millitus (baca halaman
komplikasi).
Dalam herbalisme dikenal satu istilah reaksi balik atau tindak balas.
Tindak balas ini berhubungan langsung dengan sistem kekebalan tubuh.
Dalam tindak balas ini sistem kekebalan tubuh kita membuang zat-zat atau
sisa produk (racun) yang tidak dibutuhkan oleh tubuh. Jadi dalam tindak balas
terjadi satu proses detoksifikasi. Tindak balas ini sangat berbeda dengan apa
yang dalam ilmu kedokteran disebut disease crisis. Disease crisis terjadi
karena tubuh tidak sanggup menghadapi satu penyakit atau zat-zat yang
dianggap racun oleh tubuh termasuk bahan-bahan kimia dari obat-obatan
medis. Oleh sebab itulah dalam ilmu kedokteran selalu ditekankan adanya
efek sampingan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan kami dapat mengambil beberapa kesimpulan untuk masing
– masing jenis penyaki, chikungunya dan DB antara lain:.
3.1.1 Chinkungunya
Penyakit chikungunya disebabkan oleh sejenis virus yang
disebut virus Chikungunya. Virus ini termasuk keluarga Togaviridae,
genus alphavirus atau “group A” antropho borne viruses. Virus ini
telah berhasil diisolasi di berbagai daerah di Indonesia. Sejarah
Chikungunya di Indonesia Penyakit ini berasal dari daratan Afrika
dan mulai ditemukan di Indonesia tahun 1973.
Virus chikungunya termasuk kelompok virus RNA yang
mempunyai selubung, merupakan salah satu anggota grup A dari
arbovirus, yaitu alphavirus dari famili Togaviridae.
Penularan demam Chikungunya terjadi apabila penderita yang
sakit digigit oleh nyamuk penular , kemudian nyamuk penular
tersebut menggigit orang lain. Virus menyerang semua usia, baik
anak-anak maupun dewasa di daerah endemis (berlaku dengan
kerap di suatu kawasan atau populasi dan senantiasa ada).
Gejalanya adalah demam, sakit persendian, nyeri otot, bercak
kemerahan pada kulit, dan sakit kepala.
Untuk memperoleh diagnosis akurat perlu beberapa uji
serologik antara lain uji hambatan aglutinasi (HI), serum netralisasi,
dan IgM capture ELISA.
Pengobatan terhadap penderita ditujukan terhadap keluhan
dan gejala yang timbul. Perjalanan penyakit ini umumnya cukup
baik, karena bersifat “self limited disease”, yaitu akan sembuh
sendiri dalam waktu tertentu.
Chikungunya tidak menyebabkan kematian atau kelumpuhan.
Dengan istirahat cukup, obat demam, kompres, serta antisipasi
terhadap kejang demam, penyakit ini biasanya sembuh sendiri
dalam tujuh hari.
3.1.2 Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus dapat muncul diagnosa antara lain: Resiko defisit volume
cairan, Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, Kelemahan. Dari
masalah – masalah tersebut setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari
ternyata 3 masalah dapat teratasi namun secara sebagian dari 3 dignosa yang telah di
rumuskan, dan ini bisa terlaksana atas peran aktif pasien dan bantuan dari anggota
keluarga pasien.
Dalam perawatan pasien Diabetes Mellitus yang lebih penting adalah dengan
menjaga keseimbangan antara intake dan output cairan dalam tubuh. Selain itu juga
pasien Diabetes Mellitus harus menjaga nutrisi dengan baik, supaya tidak terjadi
hipoglikemi atau hiperglikemi, disamping itu juga pasien harus berlatih untuk
beraktivitas supaya tidak terjadi atau timbul masalah baru seperti masalah gangguan
perawatan diri.
3.2 Saran
3.2.1 Chikungunya
Bagi penderita sangat dianjurkan makan makanan yang
bergizi, cukup karbohidrat dan terutama protein dapat
meningkatkan daya tahan tubuh, serta minum air putih sebanyak
mungkin untuk menghilangkan gejala demam. Perbanyak
mengkonsumsi buah-buahan segar (sebaiknya minum jus buah
segar).
Cara mencegah penyakit ini adalah membasmi nyamuk
pembawa virusnya, termasuk memusnahkan sarangpembiakan
larva untuk menghentikan rantai hidup dan penularannya. Cara
sederhana yang sering dilakukan masyarakat misalnya:
- Menguras bak mandi, paling tidak seminggu sekali. Mengingat
nyamuk tersebut berkembang biak dari telur sampai dewasa dalam
kurun waktu 7-10 hari.
1. Menutup tempat penyimpanan air
2. Mengubur sampah
3. Menaburkan larvasida.
4. -Memelihara ikan pemakan jentik
5. Pengasapan
6. Pemakaian anti nyamuk
7. -Pemasangan kawat kasa di rumah.
Insektisida yang digunakan untuk membasmi nyamuk ini
adalah dari golongan malation, sedangkan themopos untuk
mematikan jentik-jentiknya. Malation dipakai dengan cara
pengasapan, bukan dengan menyemprotkan ke dinding. Hal ini
dikarenakan nyamuk Aedes aegypti tidak suka hinggap di dinding,
melainkan pada benda-benda yang menggantung.
3.2.2 Diabetes mellitus
Memberikan asuhan keperawatan pada pasien Diabetes Mellitus harus
memperhatikan apakah terjadi hipoglikemi atau hiperglikemi dan juga
memperhatikan adanya luka atau ganggren.
Berdoa saja biar ndak kena penyakit DB..
REFERENSI
http://id.wikipedia.org/wiki/Chikungunya http://marhendraputra.co.cc/info-sehat/79-chikungunya-disease Noviyus Linawati. 2009-11-17. Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap
Masyarakat dengan perilaku pencegahan penyakit Chikungnya di Desa Wringin Putih Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. http://kapukpkusolo.blogspot.com /2010/01/ chikungunya.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Diabetes_melitus#cite_note-7 Askep Klien Diabetes mellitus, Ismail, S.Kep, Ns, M.Kes, http://images.
mailmkes.multiply.com/attachment/0/R@jmiwoKCEMAAE @s4lM1/Askep%
http://naturindonesia.com/diabetes-militus/pengobatan-dm.html