Post on 26-Dec-2015
description
BAB I
PENDAHULUAN
Sampai saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 5-10%.
Sejumlah 85-90% hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai
hipertensi primer (hipertensi esensial atau idiopatik). Hanya sebagian kecil
hipertensi yang dapat ditetapkan penyebabnya (hipertensi sekunder). Sampai saat
ini hipertensi masih tetap menjadi masalah karena beberapa, antara lain
meningkatnya prevalensi hipertensi, masih banyaknya pasien hipertensi yang
belum mendapatkan pengobatan maupun yang sudah diobati, tetapi tekanan
darahnya belum mencapai target, serta adanya penyakit penyerta dan komplikasi
yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Salah satu dari komplikasi
hipertensi adalah penyakit jantung hipertensi yang dapat berujung pada gagal
jantung kongestif.1
Penyakit jantung hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan
dampak sekunder pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan
berkepanjangan. Sampai saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara
5-10%.Seiring dengan pertambahan prevalensi hipertensi, kasus penyakit jantung
hipertensi makin banyak dijumpai. Penyakit ini menimbulkan dampak yang cukup
berat, seperti hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas atrium kiri, yang akhirnya
berujung pada gagal jantung.2
Gagal jantung kongestif merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi
miokardium. Jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan dan/atau kemampuannya hanya ada kalau disertai
peninggian volume diastolik secara abnormal.3
Angka kejadian gagal jantung kongestif semakin meningkat dari tahun ke
tahun tercatat 1,5% sampai 2% orang dewasa di Amerika Serikat menderita CHF
dan 700.000 diantaranya harus dirawat di rumah sakit per tahun. Faktor resiko
terjadinya gagal jantung yang paling sering adalah usia lanjut. Sekitar 75% pasien
yang dirawat dengan gagal jantung kongestif berusia antara 65-75 tahun dan
sekitar 2 juta pasien gagal jantung dirawat jalan secara rutin setiap tahun dengan
biaya yang dikeluarkan diperkirakan 10 miliar dollar per tahun.4
Dengan data perkembangan tingginya insidensi dan angka kematian pada
gagal jantung kongestif,penyakit jantung kongestif adalah kelainan jantung akan
menyebabkan permasalahan yang signifikan bagi masyarakat global dan bukan
tidak mungkin dalam kurun beberapa tahun ke depan angka statistik ini akan
bergerak naik jika para praktisi medis khususnya tidak segera memperhatikan dan
memberi perhatian khusus pada faktor risiko utama yang menjadi awal mula
penyakit ini.
Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinis yang sering dijumpai dalam
praktik sehari-hari.Diperkirakan hampir 30% kasus pada praktik umum dan 60 %
pada praktik gastroenterologis merupakan kasus dispepsia ini.Dispepsia
merupakan keluhan umum yang dapat dialami oleh seseorang.Berdasarkan
penelitian pada populasi umum didapatkan bahwa 15-30% orang dewasa pernah
mengalami hal ini dalam beberapa hari.Angka insidens dispepsia diperkirakan
antara 1-8%. Keluhan dispepsia ini sering kali mengganggu aktivitas sehari-hari
penderitanya.5
Dengan demikian, perlu adanya penanganan dari segala aspek baik secara
biomedik maupun biopsikososial.dan untuk itu kasus ini diangkat sebagai salah
satu bentuk tanggung jawab sebagai praktisi medis agar dapat mengenal penyakit
ini lebih rinci sebelum benar-benar mengaplikasikan pengobatan yang rasional.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTIFIKASI
Nama : Ny. R
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 50 tahun
Alamat : Dusun III Tanjung Raja, Muara Enim
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status perkawinan : Kawin
Agama : Islam
MRS : 6 April 2012
ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Sesak napas yang bertambah hebat sejak ± 1 hari sebelum masuk rumah sakit
(SMRS)
Keluhan Tambahan:
Nyeri ulu hati, mual, dan muntah yang bertambah hebat sejak ± 1 hari sebelum
masuk rumah sakit (SMRS)
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Sejak ± 1 bulan yang lalu, os mengeluh sesak napas. Sesak napas timbul
saat beraktivitas berat, seperti naik tangga dan berjalan jauh dan berkurang saat
beristirahat. Sesak napas tidak disertai bunyi mengi dan tidak dipengaruhi oleh
debu dan cuaca. Os masih dapat tidur dengan 1 bantal. Pasien masih bisa
mengerjakan aktivitas sehari-hari seperti mandi, makan, dan berjalan.Os juga
merasakan nyeri dada di bagian kiri yang menjalar ke lengan kiri dan bahu.Nyeri
dirasakan seperti diremas-remas. Nyeri timbul dipengaruhi oleh aktivitas berat
3
dan emosi serta berkurang saat beristirahat. Nyeri timbul hanya sekitar 5 menit,
kemudian hilang. Os juga mengeluh nyeri ulu hati disertai mual, namun muntah
dan perut penuh (-). Keluhan nyeri ulu hati dan hanya timbul sementara dan hanya
di saat-saat tertentu saja, nafsu makan baik. Buang air besar dan buang air kecil
normal. Os kemudian berobat ke puskesmas sebanyak 2 x dan diberi obat, namun
os tidak tahu nama obatnya. Keluhan nyeri dada, nyeri ulu hati, dan mual hilang,
namun sesak napas masih tetap dirasakan walaupun sesak napas berkurang.
Sejak ± 1 minggu SMRS, os mengeluh sesak nafas. Sesak napas timbul
saat beraktivitas ringan sehari-hari, seperti mandi dan berkurang saat berbaring.
Sesak makin bertambah saat malam hari dan sering muncul tiba-tiba, kadang-
kadang os terbangun dari tidur akibat sesak napas. Os susah tidur. Os hanya dapat
tidur dengan 2-3 bantal. Nyeri dada tidak dirasakan lagi. Os masih merasakan
keluhan nyeri ulu hati dan mual yang bertambah berat, namun perut kembung dan
muntah (-). BAB biasa, BAK agak terganggu, volume urin berkurang dengan
frekuensi BAK 1-2 x/hari, nafsu makan berkurang. Namun, keluhan dirasakan
berkurang dibandingkan 1 bulan yang lalu. Os berobat ke puskesmas, diberi obat,
namun os tidak tahu nama obatnya. Keluhan dirasakan tidak berkurang.
Sejak 1 hari SMRS, os mengeluh sesak makin bertambah. Sesak napas
masih tetap dirasakan saat berbaring. Os hanya dapat tidur dengan 3-4 bantal. Os
masih terbangun pada malam hari karena sesak napas. Os merasakan nyeri ulu
hati disertai mual dan muntah (+), os memuntahkan isi apa yang dimakan, BAB
biasa, volume urin saat BAK dirasakan makin berkurang dengan frekuensi 1
x/hari, nafsu makan berkurang.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat darah tinggi (+) sejak 1 tahun yang lalu, tidak kontrol rutin ke
puskesmas dan tidak minum obat rutin
Riwayat kolesterol tinggi (+) sejak 1 tahun yang lalu
Riwayat sakit maag (+), sejak muda
Riwayat penyakit jantung disangkal
4
Riwayat kencing manis disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat darah tinggi dalam keluarga ada
Riwayat penyakit jantung dalam keluarga disangkal
Riwayat kencing manis dalam keluarga disangkal
Riwayat kolesterol tinggi dalam keluarga disangkal
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal
Riwayat kebiasaan
Riwayat minum jamu-jamuan dan obat rematik (+)
Riwayat minum obat-obatan penghilang nyeri (+)
Riwayat makan tidak teratur (+)
Riwayat minum alkohol disangkal
Riwayat merokok disangkal
PEMERIKSAAN FISIK (5 September 2011)
Keadaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit
Keadaan sakit : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Dehidrasi : (-)
Tekanan Darah : 150/90 mmHg
Nadi : 82 kali per menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernafasan : 24 kali per menit, torakoabdominal, cepat dangkal.
Suhu : 36,8o C
Berat badan : 58 kg
Tinggi badan : 152cm
IMT : 58/(1,52)2 = (58/2,3104) = 25,1 kg/m
Gizi : kelebihan berat badan (overweight)
5
Keadaan Spesifik
Kulit
Warna sawo matang, efloresensi (-), scar (-), pigmentasi normal, ikterus (-),
sianosis (-), spider nevi (-), telapak tangan dan kaki pucat (-), pertumbuhan
rambut normal.
Kelenjar Getah Bening
Kelenjar getah bening di submandibula, leher, aksila, inguinal tidak teraba, nyeri
tekan (-).
Kepala
Bentuk lonjong, simetris, warna rambut hitam, rambut mudah rontok (-),
deformitas (-).
Mata
Eksophtalmus (-), endophtalmus (-), edema palpebra (-), konjungtiva palpebra
pucat (+), sklera ikterik (-), pupil isokor, reflek cahaya (+), pergerakan mata ke
segala arah baik, mata cekung (-).
Hidung
Bagian luar hidung tak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan
baik, selaput lendir dalam batas normal, epistaksis (-).
Telinga
Pendengaran baik.
Mulut
6
Pembesaran tonsil(-), gusi berdarah(-), tepi lidah hiperemis(-), stomatitis(-), bau
pernapasan khas(-).
Leher
Pembesaran kelenjar tiroid (-), JVP (5+0) cmH2O.
Dada
Bentuk dada normal, retraksi (+), nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-).
Paru
Inspeksi : statis dan dinamis kanan = kiri, pergerakan dinding dada tidak ada
yang tertinggal, dada simetris kanan dan kiri, sela iga tidak
melebar.
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor di kedua lapangan paru, batas paru hati ICS VII
Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronki(-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi : batas atas ICS II, batas kanan linea sternalis dekstra, batas kiri linea
aksilaris anterior sinistra
Auskultasi : HR 82 x/menit, reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : lemas, datar, venektasi (-)
Palpasi : lemas, nyeri tekan(-), heparteraba 1 jari di atas arcus costae, lien
tidak teraba
Perkusi : timpani, shifting dullness (-), undulasi (-), nyeri ketok (-)
7
Auskultasi : bising usus (+) normal
Genital
Tidak diperiksa
Ekstremitas
Ekstremitas atas : gerakan bebas, edema (-), jaringan parut (-), pigmentasi
normal, telapak tangan pucat (+), jari tabuh (-), turgor < 2
detik, palmar ikterus (-).
Ekstremitas bawah : gerakan bebas, jaringan parut (-),turgor kembali lambat (-)
pigmentasi normal, telapak kaki pucat (+), jari tabuh (-),
edema pretibial (+) minimal.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
1. Hematologi
7 April 2012
PEMERIKSAAN HASIL BATAS NORMAL
Hemoglobin
Laju Endap Darah
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Golongan Darah
Faktor Rhesus
Hitung Jenis
- Basofil
- Eosinofil
- Batang
- Segmen
7,1 gr/dl
105 mm/jam
22 vol%
6.800 /mm3
165.000 /mm3
B
(+) positif
0
2
4
68
12-16 gr/dl
< 15 mm/jam
37-42 vol%
5.000-10.000 /mm3
150.000-400.000/mm3
0-1
1-3
2-6
50-70
8
- Limfosit
- Monosit
21
5
20-40
2-8
2. Kimia Klinik
7 April 2012
PEMERIKSAAN HASIL BATAS NORMAL
BSS 146 mg/dl 76-110 mg/dl
12 April 2012
PEMERIKSAAN HASIL BATAS NORMAL
BSS
Cholesterol Total
Trigliserida
Cholesterol HDL
As.Urat
Ureum
Creatinin
Protein Total
Albumin
Globulin
102 mg/dl
142 mg/dl
267 mg/dl
31 mg/dl
11 mg/dl
175 mg/dl
8,0 mg/dl
4,8 mg/dl
2,5 mg/dl
2,3 mg/dl
76-110 mg/dl
< 200 mg/dl
< 200 mg/dl
35-39 mg/dl
5,7 mg/dl
10-50 mg/dl
0,6-1,1 mg/dl
6,6-8,7 mg/dl
3,8-5,8 mg/dl
1,3-2,7 mg/dl
Foto toraks PA
9
Pada pemeriksaan foto toraks PA,didapatkan:
CTR > 50% dengan apeks tertanam
Trakea di tengah. Mediastinum superior tidak melebar.
Kedua hilus tidak menebal.
Corakan bronkovaskuler tidak meningkat.
Tak tampak infiltrat maupun nodul di kedua lapangan paru.
Hemidiafragma kanan mendatar, kiritertutup bayangan opasitas jantung, sudut
costophrenicus kanan-kiritumpul.
Tulang-tulang dan jaringan lunak baik.
Kesan:
Cardiomegali dengan LVH (Left Ventricular Hypertrophy)
Diagnosis Banding
CHF fungsional NYHA IV e.c.HHD dengan sindrom kardiorenal + sindrom
dispepsia + angina pektoris stabil
CHF fungsional NYHA IV e.c. CAD dengan sindrom kardiorenal + hipertensi
stage 2 + sindrom dispepsia
Diagnosis Sementara:
10
CHF fungsional NYHA IV ec HHD dengan sindrom kardiorenal + sindrom
dispepsia + angina pektoris stabil
Penatalaksanaan :
Non Farmakologis
- Istirahat posisi ½ duduk
- Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab, dan bagaimana mengenal serta
upaya jika timbul keluhan, dan dasar pengobatan
- O22 liter/menit
- Diet Jantung II, rendah garam dan air, rendah lemak kaya serat
- Balance cairan negatif
Farmakologis
- IVFD RL gtt X/ menit (mikro)
- Furosemid 1 x 20 mg i.v.
- Spironolakton tab 1 x 25 mg p.o.
- Captopril tab 3 x 6,25 mg p.o.
- ISDN tab 1 x 20 mg sublingual(jika timbul nyeri dada)
- Aspilet tab 1 x 80 mg p.o.
- Omeprazol tab 1 x 20 mg p.o.
- Ranitidininj. 50mg i.v.
- Ondansentron inj. 4 mg i.v.
- Rencana transfusi darah
- Rencana ferrous sulfat tab 1 x 350 mg
- Rencana asam folat tab1 x 1 mg
Rencana pemeriksaan
11
- Elektrokardiografi
- Ekokardiografi
- Urinalisis
- Pemeriksaan enzim jantung (CK-MB, CK-NAK, LDH, Troponin T)
- Pemeriksaan darah rutin (Hb, Ht, trombosit, leukosit, hitung jenis, LED) dan
kimia klinik (BSS, Na, K, ureum, kreatinin, kolesterol total, kolesterol HDL,
kolesterol LDL, trigliserida, protein total, albumin, globulin).
- USG traktus urogenitalia (USG ginjal)
- Endoskopi
Prognosis
Quo ad vitam : malam
Quo ad functionam : malam
Follow Up
Tanggal 13 Maret 2012
S Sesak nafas (+), mual (+), muntah (+)
O : Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 160/100 mmHg
Nadi 89x/menit
Pernafasan 24x/menit
Temperatur 36,7 C
Keadaan Spesifik
Kepala Conjungtiva palpebra pucat (-/-)
Sklera ikterik (-/-)
Leher JVP (5+0) cmH2O
Pembesaran KGB dan tiroid (-)
Thorax :
12
Pulmo I : statis: dada simetris kanan dan kiri
dinamis : pergerakan dinding dada
sama, sela iga tidak melebar
P : stem fremitus kanan kiri sama
P : sonor pada kedua lapang paru
A : vesikuler (+) normal, ronki (-),
wheezing (-)
Jantung I : iktus kordis tidak terlihat
P : iktus kordis tidak teraba, thrill (-)
P : batas atas ICS II, batas kanan linea
parasternalis dextra, batas kiri linea
aksilaris anterior sinistra
A: HR: 89 x/menit, regular, murmur (-),
gallop(-)
Abdomen I : Datar, lemas
P : Lemas, nyeri tekan (-), hepar teraba
1 jari di bawah arcus costae, tepi
tumpul, konsistensi kenyal, lien tidak
teraba
P : Timpani
A : BU (+) N.
Ekstremitas Edema pretibial (-)
Akral dingin (-)
A CHF e.c. CAD dengan sindrom
kardiorenal akut + sindrom dispepsia
e.c. susp. gastropati NSAIDs
P - Istirahat posisi ½ duduk
- Edukasi O2 2 liter/menit
- Diet Jantung II, rendah garam dan
13
air, rendah lemak kaya serat
- IVFD RL gtt X/ menit (mikro)
- Furosemid 1 x 20 mg i.v.
- Spironolakton tab 1 x 25 mg p.o.
- Captopril tab 3 x 6,25 mg p.o.
- ISDN tab 1 x 20 mg sublingual (jika
timbul nyeri dada)
- Aspilet tab 1 x 80 mg p.o.
- Omeprazol tab 1 x 20 mg p.o.
- Ranitidin inj. 50mg i.v.
- Ondansentron inj. 4 mg i.v.
- Rencana transfusi
- Rencana ferrous sulfat tab 1 x 350
mg
- Rencana asam folat tab1 x 1 mg
Rencana Pemeriksaan - Elektrokardiografi
- Ekokardiografi
- Urinalisis
- Pemeriksaan enzim jantung
- Pemeriksaan hematologi dan kimia
klinik
- USG traktus urogenitalia (USG
ginjal)
- Endoskopi
Tanggal 14 Maret 2012
S Sesak nafas (+) berkurang, mual,
14
muntah berkurang, pusing (+)
O : Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 180/100 mmHg
Nadi 84x/menit
Pernafasan 24x/menit
Temperatur 36,5 C
Keadaan Spesifik
Kepala Conjungtiva palpebra pucat (-/-)
Sklera ikterik (-/-)
Leher JVP (5+0) cmH2O
Pembesaran KGB dan tiroid (-)
Thorax :
Pulmo I : statis: dada simetris kanan dan kiri
dinamis : pergerakan dinding dada
sama, sela iga tidak melebar
P : stem fremitus kanan kiri sama
P : sonor pada kedua lapang paru
A : vesikuler (+) normal, ronki (-),
wheezing (-)
Jantung I : iktus kordis tidak terlihat
P : iktus kordis tidak teraba, thrill (-)
P : batas atas ICS II, batas kanan linea
parasternalis dextra, batas kiri linea
aksilaris anterior sinistra
A: HR: 89 x/menit, regular, murmur (-),
gallop(-)
Abdomen I : Datar, lemas
P : Lemas, nyeri tekan (-), hepar teraba
1 jari di bawah arcus costae, tepi
15
tumpul, konsistensi kenyal, lien tidak
teraba
P : Timpani
A : BU (+) N.
Ekstremitas Edema pretibial (-)
Akral dingin (-)
A CHF e.c. CAD dengan sindrom
kardiorenal akut + sindrom dispepsia
e.c. susp. gastropati NSAIDs
P - Istirahat posisi ½ duduk
- Edukasi O2 2 liter/menit
- Diet Jantung II, rendah garam dan
air, rendah lemak kaya serat
- IVFD RL gtt X/ menit (mikro)
- Furosemid 1 x 20 mg i.v.
- Spironolakton tab 1 x 25 mg p.o.
- Captopril tab 3 x 6,25 mg p.o.
- ISDN tab 1 x 20 mg sublingual (jika
timbul nyeri dada)
- Aspilet tab 1 x 80 mg p.o.
- Omeprazol tab 1 x 20 mg p.o.
- Ranitidin inj. 50mg i.v.
- Ondansentron inj. 4 mg i.v.
- Rencana transfusi
- Rencana ferrous sulfat tab 1 x 350
mg
- Rencana asam folat tab1 x 1 mg
- Elektrokardiografi
16
- Ekokardiografi
- Urinalisis
- Pemeriksaan enzim jantung
- Pemeriksaan hematologi dan kimia
klinik
- USG traktus urogenitalia
- Endoskopi
17
BAB III
ANALISIS KASUS
Seorang perempuan berusia 50 tahun datang ke rumah sakit H.M. Rabain
dengan keluhan sesak napas yang bertambah hebat sejak satu hari sebelum masuk
rumah sakit. Sejak ± 1 bulan yang lalu, os mengeluh sesak napas. Sesak napas
timbul saat beraktivitas berat, seperti naik tangga dan berjalan jauh dan berkurang
saat beristirahat. Sesak napas tidak disertai bunyi mengi dan tidak dipengaruhi
oleh debu dan cuaca. Os masih dapat tidur dengan 1 bantal.
Secara umum, sesak napas dapat disebabkan oleh kelainan jantung, paru,
hati, ginjal, metabolik, dan anemia. Sesak napas pada pasien timbul saat
beraktivitas berat dan berkurang saat beristirahat (dispneu d’effort) ini mengarah
pada kelainan jantung dan kurang khas pada kelainan paru, hati, ginjal, metabolik,
dan anemia.6 Sesak napas tidak disertai bunyi mengi dan tidak dipengaruhi oleh
debu dan cuaca menyingkirkan adanya kemungkinan asma bronkial. Os masih
dapat tidur dengan 1 bantal menunjukkan bahwa gejala sesak napas masih ringan
dan perkembangan penyakit masih ringan.
Sejak ± 1minggu SMRS, os mengeluh sesak nafas. Sesak napas timbul
saat beraktivitas ringan sehari-hari, seperti mandi dan berkurang saat berbaring
menunjukkan bahwa perkembangan penyakit yang bertambah berat. Sesak makin
bertambah saat malam hari dan sering muncul tiba-tiba, kadang-kadang os
terbangun dari tidur akibat sesak napas menandakan adanya dispnea nokturnal
paroksismal. Os susah tidur dan hanya dapat tidur dengan 2-3 bantal menandakan
progresivitas penyakit yang makin memberat.
Sejak ± 1 hari SMRS, os mengeluh sesak makin bertambah. Sesak napas
masih tetap dirasakan saat berbaring menunjukkan adanya ortopnea. Os hanya
dapat tidur dengan 3-4 bantal menandakan progresivitas penyakit yang bertambah
18
berat. Os masih terbangun pada malam hari karena sesak napas menandakan
dispnea paroksismal yang menetap.
Pada pemeriksaan fisik, dijumpai adanya peningkatan tekanan vena
jugularis, pelebaran batas jantung kiri (kardiomegali), hepar teraba 1 jari di atas
arcus costae (hepatomegali), dan edema ekstremitas minimal. Berdasarkan gejala-
gejala di atas, dijumpai 3 gejala major kriteria Framingham berupa dispnea
nokturnal paroksismal, kardiomegali, dan peningkatan tekanan vena jugularis
serta 3 gejala minor kriteria Framingham berupa dispnea d’effort, hepatomegali,
dan edema ekstremitas. Sesuai dengan kriteria Framingham, pasien didiagnosis
menderita gagal jantung di mana diagnosis gagal jantung ditegakkan dari 2
kriteria mayor; atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor harus pada saat yang
bersamaan.4,7
Kriteria Gagal Jantung Framingham4,7
Kriteria Major Kriteria Minor
Dispnea nokturnal paroksismal Edema ekstremitas
Distensi vena leher Batuk malam hari
Ronki paru Dispneu d’effort
Kardiomegali Hepatomegali
Edema paru akut Efusi pleura
Gallop S3 (irama derap S3) Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3
maksimum
Peningkatan tekanan vena jugularis Takikardi (> 120x/menit)
Refluks hepatojugular.
Pada kasus ini, pasien menderita gagal jantung kongestif, yaitu gagal
jantung kiri dan gagal jantung kanan. Pada pasien, gagal jantung kiri ditandai
oleh dyspneu d’effort, ortopnea, dispnea nokturnal paroksismal, dan pembesaran
jantung.7Kesemua bentuk sesak disebabkan oleh kegagalan jantung kiri dengan
elemen backward failure sehingga timbul bendungan pasif sirkulasi paru dan
peningkatan tekanan hidrostatik pada pembuluh darah paru, kemudian terjadi
19
kebocoran ke paru (edema paru) yang termanifestasi dalam bentuk sesak napas
akibat penurunan compliance paru akibat edema dan kongesti paru dan oleh
peningkatan aktivitas reseptor regang otonom di dalam paru.Dispnea paling jelas
sewaktu aktivitas fisik (dyspnea d’effort)karena meningkatnya kebutuhan
konsumsi O2 yang juga meningkatkan beban kerja paru-paru yang telah
mengalami edema.Dispnea juga jelas pada saat pasien berbaring (ortopnea)
karena meningkatnya jumlah darah vena yang kembali ke toraks dari ekstremitas
bawah dan karena posisi ini diafragma terangkat. Dispnea nokturnal paroksismal
adalah bentuk dispnea yang dramatik; pada keadaan tersebut pasien terbangun
dengan sesak napas hebat mendadak disertai batuk, sensasi tercekik,dan
mengi.8Kardiomegali timbul sebagai respons adaptif jantung sehingga timbul
hipertrofi dan dilatasi ventrikel dan atrium.4Pada pasien, gagal jantung kanan
ditandai oleh edema ekstremitas, tekanan vena jugularis meningkat, dan
hepatomegali disebabkan oleh gagal jantung kanan di mana bendungan vena
sistemik dan edema jaringan lunak.8
Untuk penilaian fungsional New York Heart Association (NYHA), pasien
termasuk pada gagal jantung kongestif fungsional NYHA IV, yang berarti pasien
tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan harus tirah baring.4
Klasifikasi fungsional New York Heart Association (NYHA)4
Kelas 1 Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan
Kelas 2 Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas
sehari hari tanpa keluhan
Kelas 3 Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari hari tanpa
keluhan
Kelas 4 Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun
dan harus tirah baring
Pada kasus ini, gagal jantung disebabkan penyakit jantung hipertensi
akibat hipertensi yang tidak terkontrol dan adanya gambaran kardiomegali dengan
hipertrofi ventrikel kiri.Hipertensi telah dibuktikan meningkatkanrisiko terjadinya
gagal jantung pada beberapapenelitian.Hipertensi dapat menyebabkan
20
gagaljantung melalui beberapa mekanisme, termasukhipertrofi ventrikel kiri.
Hipertrofi ventrikel kiridikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolikdan
diastolik dan meningkatkan risiko terjadinyainfark miokard, serta memudahkan
untuk terjadinyaaritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmiaventrikel.9,10
Pada pasien ini, juga ditemukan adanya sindrom kardiorenal.Terkait gagal
jantung kongestif, pompa jantung menjadi lemah (pump failure) dan stroke
volume menurun, akibatnya terjadi kelebihan cairan dalam pembuluh darah
(volume overload). Bila fungsi ginjal masih baik, ginjal akan membantu dengan
meningkatkan diuresis dan ekskresi natrium. Tetapi, pada kondisi klinik ini telah
terjadi juga gangguan fungsi ginjal sehingga mekanisme normal tidak berjalan
sebagaimana mestinya. Akibat proses inflamasi, aterosklerosis atau
mikroangiopati terjadi gangguankeseimbangan neurohormonal dengan akibat
gangguan ekskresi cairan dan elektrolit dengankonsekuensi volume cairan tubuh
bertambah yang menyebabkan sesak nafas yang bertambah berat dan resisten
terhadap pengobatan diuretik.11,12Keadaaan ini diperberat dengan adanya
hipertensi sebelumnya. Pada kasus ini, sindrom kardiorenal termasuk sindrom
kardiorenal kronik (sindrom kardiorenal tipe 2) berat karena laju filtrasi
glomerulus pasien < 15 cc/menit/1,73 m2(9,0625 cc/menit/1,73 m2), dengan
perhitungan sebagai berikut.
GFR = (140 – umur)x berat badan 13
72 x kreatinin plasma
GFR = (140 – 50) x 58
72 x 8
GFR = 5220
576
GFR = 9,0625 cc/menit/1,73 m2
Klasifikasi Sindrom Kardiorenal12
Tipe Sindrom Patofisiologi
1 Kardiorenal akut Penurunan fungsi jantung akut (acute cardiogenic
21
shock atau ADHF) yang menyebabkan gangguan
ginjal akut
2 Kardiorenal kronik Penurunan fungsi jantung kronis (gagal
jantung kongestif) yang menyebabkan
penyakit ginjal kronik
3 Renokardiak akut Penurunan fungsi ginjal akut (iskemia atau
glomerulonefritis) menyebabkan gangguan
jantung akut (aritmia, iskemik, infark)
4 Renokardiak kronik Penurunan fungsi ginjal kronis (iskemi atau
glomerulonefritis kronik fungsi) menyebabkan
gangguan ginjal kronik (hipertrofi ventrikel kiri,
gagal jantung, penyakit kardiovaskular lainnya)
5 Kardiorenal sekunder Kondisi sistemik (diabetes mellitus, sepsis)
menyebabkan gangguan kedua organ
Derajat Keparahan Sindrom Kardiorenal14
Derajat Keparahan Keterangan
Ringan Gagal jantung + eGFR 30-59 cc/menit/1,73 m2
Sedang Gagal jantung + eGFR 15-29 cc/menit/1,73 m2
Berat Gagal jantung + eGFR < 15 cc/menit/1,73 m2
Rencana terapi pada pasien dengan gagal jantung kongestif adalah istirahat
posisi 1/2 duduk, pemberian oksigen 2 liter/menit, diet jantung II (rendah garam
dan lemak, kaya serat), pemberian captopril (golongan ACE inhibitor), furosemid
dan spironolakton (golongan diuretik), dan aspilet.
Istirahat dengan posisi ½ duduk dan pemberian oksigen 2 liter/menit
diberikan untuk mengurangi sesak napas yang dialami oleh pasien.Diet jantung II
diberikan dalam bentuk makanan saring atau lunak.Diet diberikan sebagai
perpindahan Diet Jantung I atau setelah fase akut dapat diatasi. Diet ini rendah
energi, protein, kalsium, dan tiamin.15 Pada pasien, dijumpai adanya hipertensi
22
dan dislipidemia, pasien diberikan diet rendah garam dan lemak, kaya
serat.2,16Pemberian captoril yang sangat baik untuk hipertensi dengan hipertrofi
ventrikel kiri. Captopril menghambat perubahan Angiotensin I menjadi
Angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron.
Selain itu, degradasi bradikin juga dihambat sehingga kadar bradikinin dalam
darah meningkat dan berperan dalam vasodilatasi. Vasodilatasi secara langsung
akan menurunkan tekanan, sedangkan berkurangnya aldosteron akan
menyebabkan ekskresi cairan dan natrium serta retensi kalium yang juga
bermanfaat untuk mengatasi sindrom vena kava superior. Selain itu, captopril
dapat mengurangi progresivitas proses maladaptif remodelling jantung yang
progresif dan hipertrofi ventrikel kiri. Selain itu, captopril bersifat renoprotektor
karena dapat memperbaiki fungsi glomerulus ginjal dan mengurangi proteinuria.17
Penggunaan diuretik berupa furosemid dan spironolakton ini dapat
mengurangi gejala klinis berupa retensi cairan pada pasien dengan gagal jantung
kongestif.Selain itu, diuretik dapat menurunkan tekanan vena jugular, kongesti
pulmonal, dan edema perifer.Pengukuran berat badan diperlukan untuk
mengevaluasi respon tubuh terhadap pemberian diuretik.Pemberian diuretik ini
mampu mengurangi gejala dan memperbaiki fungsi jantung maupun toleransi
aktifitas terhadap penderita gagal jantung. Pemberian kombinasi spironolakton
yang merupakan golongan diuretik hemat kalium dilakukan untuk menghindari
efek samping hipokalemia yang disebabkan oleh furosemid.18
Pemakaian aspilet diindikasikan sesuai dengan petunjuk CHADS2 pada
pasien gagal jantung kongestif, hipertensi, umur lebih dari 75 tahun, diabetes
mellitus, dan adanya riwayat stroke/mengalami stroke untuk mencegah timbulnya
aritmia, tromboemboli dan penyakit jantung koroner. Pasien ini memenuhi dua
skor CHAD, yaitu 1 poin untuk gagal jantung kongestif dan 1 poin untuk
hipertensi dengan risiko stroke 4%.19
Pada pemeriksaan laboratorium, pasien ini mengalami anemia.Anemia ini
disebabkan oleh kelainan jantung dan kelainan pada ginjal. Gagal jantung
kongestif menyebabkan disfungsi ventrikel kiri, penurunan curah jantung, dan
23
hipoperfusi renal yang menyebabkan aktivasi sistem renin-angiotensin dan sistem
saraf simpatis yang menimbulkan ekspansi volume plasma akibat retensi air dan
garam sehingga terjadi hemodilusi yang berdampak pada penurunan hematokrit
dan anemia serta peningkatan laju endap darah. Hal ini juga menimbulkan jejas
inflamasi yang meningkatkan laju endap darah dan sekresi sitokin-sitokin
proinflamasi, seperti TNF-α yang sekaligus menurunkan respons sumsum tulang
dan produksi eritropoeitinhingga berujung ke anemia.11Anemia ini diperberat oleh
adanya penurunan sekresi eriteropoeitin akibat gagal ginjal kronik yang
ditunjukkan oleh peningkatan ureum dan kreatinin dengan rasio lebih dari 20:1
(175:8) serta trias gagal ginjal, yaitu hipertensi, anemia, dan oliguria (pada
anamnesis, pasien mengeluh volume urin berkurang saat buang air kecil sejak 1
bulan yang lalu).13Untuk penanganan anemia, pasien direncanakan transfusi darah
karena Hb pasien telah turun < 8 gr/dl (7,1 gr/dl), selanjutnya direncanakan
pemberian asam folat dan ferrous sulfat.
Os juga merasakan nyeri dada di bagian kiri yang menjalar ke lengan kiri
dan bahu.Nyeri dirasakan seperti diremas-remas. Bentuk nyeri merupakan nyeri
yang khas tipikal pada angina pektoris.Nyeri timbul hanya sekitar selama 5 menit
dipengaruhi oleh aktivitas berat dan emosi serta berkurang saat beristirahat
menunjukkan angina pektoris stabil kelas I sesuai dengan gradasi dari Canadian
Cardiovascular Society. Angina pektoris ini merupakan nyeri dada yang
disebabkan oleh iskemia miokardium yang reversibel dan sementara, yang
biasanya disebabkan oleh penyempitan aterosklerostik tetap (biasanya 75% atau
lebih) satu atau lebih arteria koronia.Untuk terapi angina pektoris stabil, pasien
diedukasi untuk beristirahat dan diberi isosorbid dinitrate (ISDN) jika timbul
angina pektoris stabil serta dilakukan terapi preventif berupa simvastatin pada
pasien karena pasien mengalami dislipidemia.20
Gradasi Berat Nyeri Dada dari Canadian Cardiovascular Society20
Kelas Deskripsi
I Aktivitas sehari-hari, seperti jalan kaki, berkebun, naik tangga
1-2 lantai dan lain-lain tidak menimbulkan nyeri dada. Nyeri
24
dada baru timbul pada saat latihan yang berat, berjalan cepat
serta terburu-buru waktu kerja atau berpergian
II Aktivitas sehari-hari agak terbatas, misalnya Angina Pektoris
(AP) timbul bila melakukan aktivitas lebih berat dari biasanya,
seperti jalan kaki 2 blok, naik tangga lebih dari 1 lantai atau
terburu-buru, berjalan menanjak atau melawan angina, dan
lain-lain
III Aktivitas sehari-hari nyata terbatas. AP timbul bila berjalan 1-2
blok, naik tangga 1 lantai dengan kecepatan yang biasa.
IV AP bisa timbul waktu istirahat sekalipun. Hampir semua
aktivitas dapat menimbulkan angina, termasuk mandi,
menyapu, dan lain-lain.
Os juga merasakan nyeri ulu hati disertai mual dan muntah (+), os
memuntahkan isi apa yang dimakan, nafsu makan berkurang, perut kembung,
serta perut penuh menunjukkan kumpulan gejala yang mengarah pada sindrom
dispepsia. Sindrom dispepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang
terdiri atas nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh atau cepat kenyang
dan sendawa. Sindrom dispepsia pada pasien ini terkait dengan ketidakteraturan
pola makan pasien dan penggunaan obat-obatan, seperti obat-obatan rematik yang
umum merupakan golongan antiinflamasi non-sterois (NSAIDs) serta pemakaian
jamu-jamuan yang umumnya mengandung kortikosteroid yang menyebabkan
gastropati NSAIDs.Untuk penanganan sindrom ini, pasien diminta untuk
menghentikan konsumsi obat-obat rematik dan jamu-jamuan serta mengatur pola
makannya agar lebih teratur.5 Untuk mengatasi gejala simtomatik, pasien
diberikan ranitidin dan omeprazol untuk mengatasi keluhan nyeri ulu hati dan
mual serta ondansentron untuk mengatasi keluhan muntah. Ranitidin mengurangi
lebih dari 90% sekresi asam lambung akibat rangsangan makanan atau rangsangan
histamin pada malam hari.Omeprazol mempunyai mekanisme kerja memblok
sekresi asam lambung yang unik karena mempunyai tempat kerja dan bekerja
25
langsung menghambat pompa asam (H+/K+ ATPase) dalam membran sel
parietal.21 Ondansentron memblok stimulasi perifer (yang berasal dari perifer)
pusat muntah.22
Prognosis secara keseluruhan (quo ad vitam dan quo ad fungtionam)
adalah malam. Disfungsi ginjal merupakan faktor prognostik independen yang
kuat pada gagal jantung, baik pada penderita dengan disfungsi sistolik atau
disfungsi diastolik. Setiap penurunan 1 ml/menit klirens kreatinin akan
meningkatkan mortalitas 1%.Outcome yang lebih buruk juga tampak pada
penderita gagal jantung yang mengalami perburukan fungsi ginjal selama
perawatan di rumah sakit. Sebuah penelitian retrospektif yang mencakup lebih
dari 1000 penderita gagal jantung mendapatkan sebanyak 27% mengalami
perburukan fungsi ginjal selama perawatan. Perburukan fungsi ginjal tersebut
berhubungan dengan peningkatan 7,5 kali risiko kematian selama perawatan,
terjadinya berbagai komplikasi, dan perawatan di rumah sakit yang lebih lama.
Selain itu, pasien dengan kombinasi gagal jantung kongestif dan gagal ginjal
kronik (sindrom kardiorenal) memiliki angka harapan hidup selama 5 tahun
sekitar 10% dan angka harapan hidup selama 10 tahun sekitar 5%.11 Secara
fungsional (quo ad fungtionam), kerusakan jantung dan ginjal cenderung bersifat
irreversibel sehingga fungsi jantung dan ginjal tidak akan kembali normal dan
cenderung akan tetap menurun.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Yogiantoro, Mohammad. Ed.: Aru W. Sudoyo, dkk. 2006. Hipertensi Esensialdalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta:Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 599-603.
2. Panggabean, Marulam M. Ed. Aru W. Sudoyo. 2006. Penyakit Jantung Hipertensidalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta :Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 1639-1640.
3. Ghanie, Ali. Ed: Aru W. Sudoyo, dkk. 2006. Gagal Jantung Kronik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 1511-1514.
4. Supanto, Hariadi. 2010. Gagal Jantung Kongestif (http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=GAGAL+JANTUNG+KONGESTIF+%28ILMU+PENYAKIT+DALAM%29, diakses pada tanggal 12 April 2012).
5. Djojoningrat, Dharmika. Ed. Aru W. Sudoyo, dkk. 2006. Dispepsia Fungsional dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 352-353.
27
6. Bahar, Asril dan Aryanto Suwondo. Ed: H.M.S Markum. 2007. Pemeriksaan Fisis Paru dalam Penuntun Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis. Halaman 104-105.
7. Siregar, R. E. 2011. Gagal Jantung Kongestif. (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24518/4/Chapter%20II.pdf, diakses pada tanggal 12 April 2012)
8. Burns, Dennis K. dan Vinay Kumar. Ed. Brahm U. Pendit. 2007. Gagal Jantung Kongestif dalam Buku Ajar Patologi Edisi 7 Jilid 1. Halaman 407-408.
9. O'Brien, Terrence. Congestive Heart Failure. South Carolina: Medical University of South Carolina: 2006. Available from URL: http://www.emedicinehealth.com/congestive_heart_failure/article_em.htm. Diakses pada tanggal 12 April 2012.
10. Mariyono, Harbanu H. dan Anwar Santoso. 2007. Gagal Jantung. J Peny Dalam, Volume 8 Nomor 3 Bulan September 2007. Halaman 87.
11. Rully MA Roesli, A.Hadi Martakusumah. 2009. Sindrom Kardiorenal. (http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/10/sindroma_kardio_renal.pdf, diakses pada tanggal 17 April 2012)
12. Ronco C, A. House A, Haapio M. 2008. Cardiorenal and renocardic syndromes: the need for acomprehensive classification and consensus. Nature Publishing Group 2008.
13. Suwitra, Ketut. Ed. Aru W. Sudoyo. 2006. Penyakit Ginjal Kronik dalamBuku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 570.
14. Liang KV, Williams AW, Greene EL,et.el. Acute decompensated heart failure and the cardiorenal syndrome. Crit Care Med 2008; 36(1) S75-S86.
15. Almatsier. 2005. Penuntun Diet. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.16. Adam, John MF. Ed. Aru W. Sudoyo. 2006. Dislipidemia dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 1930.
17. Nafriadi. 2009. Antihipertensi dalam Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 345, 354-355.
18. Yodhian, Leilani F. dan Sutomo Tanzil. 2009. Diuretika dalam Kumpulan Kuliah Farmakologi Edisi 2. Jakarta: EGC. Halaman 157-158.
19. Anonim. 2011. Rivaroxaban untuk Pencegahan Stroke Sekunder pada Pasien AF. (http://www.kalbemedical.org/Portals/6/27_187Berita%20terkini_Rivaroxa%20pencegahan%20stroke%20sekunder%20pada%20pasien%20AF.pdf, diakses pada tanggal 16 April 2012)
20. Rahman, A. Muin. Ed. Aru W. Sudoyo. 2006. Angina Pektoris Stabil dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan
28
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 1611.
21. Munaf, Sjamsuir. 2009. Obat-obat yang Mempengaruhi Saluran Cerna dalam Kumpulan Kuliah Farmakologi Edisi 2. Jakarta: EGC. Halaman 88, 90.
22. .2009. Antiemetikdalam Kumpulan Kuliah Farmakologi Edisi 2. Jakarta: EGC. Halaman 114.
29