Post on 15-Apr-2016
description
PENDAHULUAN
Masalah tumbuh kembang anak yang paling sering dijumpai salah
satunya adalah cerebral palsy. Cerebral palsy (CP) merupakan terminologi
yang digunakan untuk menunjukkan adanya gangguan fungsi motorik
akibat lesi non-progresif (statik) pada awal proses perkembangan otak.
Cerebral palsy dapat disebabkan oleh faktor genetika, metabolik, iskemik,
infeksi, serta etiologi “didapat” lainnya. Pada awalnya cerebral palsy
disebut sebagai static encephalopathy, namun terminologi ini kurang tepat
mengingat gambaran neurologis cerebral palsy biasanya berubah seiring
dengan waktu. Cerebral palsy biasanya berhubungan dengan gangguan
bicara, penglihatan, serta intelektual. Meskipun demikian, cerebral palsy
merupakan gangguan secara selektif terhadap sistem motorik otak. Banyak
anak dan dewasa dengan cerebral palsy memiliki kemampuan intelektual
yang baik dan menempuh pendidikan tinggi tanpa adanya tanda disfungsi
kemampuan kognitif. 1,2,3
Meskipun metode dan peralatan medis untuk perawatan neonatus
telah berkembang secara signifikan, insidensi cerebral palsy tidak
mengalami perubahan dalam lebih dari 4 dekade terakhir. Prevalensi
cerebral palsy di negara-negara maju adalah 2-2,5 kasus per 1000 kelahiran
hidup, dimana bayi prematur merupakan kelompok prevalensi tertinggi.
Pada negara berkembang, prevalensi cerebral palsy tidak begitu jelas
diketahui, namun diperkirakan antara 2-2.5 kasus per 1000 kelahiran hidup.
Semua kelompok ras memiliki potensi yang sama terkena cerebral palsy.
Status sosioekonomi yang rendah serta jenis kelamin laki-laki merupakan
risiko tinggi kejadian cerebral palsy. Perbandingan insiden antara laki-laki
dan perempuan adalah 1,4 : 1,0. Insiden relatif cerebral palsy yang
digolongkan berdasarkan keluhan motorik adalah sebagai berikut: spastik
65%, atetosis 25%, ataktid 10%. 1
Pentingnya multidisiplin dalam penanganan penderita cerebral
palsy, seperti disiplin anak, saraf, mata, THT, bedah tulang, bedah saraf,
psikologi, ahli wicara, fisioterapi, pekerja sosial, guru sekolah luar biasa.
Disamping itu juga harus disertakan peranan orang tua dan masyarakat. 4
DISKUSI
Cerebral palsy adalah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang
menetap dan tidak progresif, meskipun gambaran klinisnya dapat berubah
selama hidup; terjadi pada usia dini dan merintangi perkembangan otak
normal dengan menunjukkan kelainan posisi dan pergerakan disertai
kelainan neurologis berupa gangguan korteks serebri, ganglia basalis, serta
serebelum. Pada saat diagnosis ditegakkan, penyakit susunan saraf pusat
yang aktif sudah tidak ada lagi. 6
Cerebral palsy merupakan penyebab utama gangguan fungsi afeksi
dan pertumbuhan anak. Tanda-tanda yang tampak pada cerebral palsy
meliputi:
Riwayat keterlambatan perkembangan pada tahun pertama kehidupan
1
Abnormalitas tonus otot merupakan gejala yang paling sering
ditemukan, anak dapat ditemukan dalam kondisi hipotonik atau
hipertonik yang lebih sering terjadi, dapat disertai dengan penurunan
atau peningkatan resistensi terhadap gerakan pasif. Anak dengan
cerebral palsy dapat mengalami hipotonia pada awalnya yang
kemudian diikuti oleh hipertonia. Kombinasi hipotonia aksial dengan
hipertonia perifer mengindikasikan adanya proses sentral.
Gangguan fungsi lengan sebelum usia 1 tahun: Tanda kemungkinan
terjadinya hemiplegia
Merangkak secara asimetris atau tidak mampu merangkak
Gangguan pertumbuhan, khususnya kegagalan tumbuh kembang
Peningkatan refleks, mengindikasikan adanya lesi pada upper motor
neuron, kondisi ini dapat juga tampak dengan adanya refleks primitif
persisten
Gangguan atau tidak adanya refleks postural maupun refleks protektif
Etiologi cerebral palsy dibagi atas 3 bagian, yaitu pada masa
pranatal, perinatal, serta pascanatal. 1
1. Pranatal
Infeksi terjadi dalam masa kandungan, menyebabkan kelainan pada
janin, misalnya oleh lues, toksoplasma, rubela, dan penyakit inklusi
sitomegalik. Anoksia dalam kandungan, terkena radiasi sinar-X dan
keracunan kehamilan dapat menimbulkan cerebral palsy. Kelainan
yang mencolok biasanya gangguan pergerakan dan retardasi mental.
2. Perinatal
a. Anoksia/hipoksia
Anoksia atau hipoksia dapat terjadi pada bayi dengan presentasi
abnormal, disproporsi sefalo-pelvik, partus lama, plasenta previa,
infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan instrumen tertentu ,
serta lahir dengan bedah sesar.
b. Perdarahan otak
Perdarahan dan anoksi dapat bersama-sama, sehingga sukar
membedakannya. Misalnya saja perdarahan yang mengelilingi
batang otak dapat mengganggu pusat pernapasan dan peredaran
darah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Perdarahan dapat
terjadi di ruang subarakhnoid menyebabkan penyumbatan cairan
serebrospinal sehingga menyebabkan terjadinya hidrosefalus.
Perdarahan di ruang subdural dapat menekan korteks serebri
sehingga timbul kelumpuhan spastik.
c. Prematuritas
Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita perdarahan
otak lebih banyak dibandingkan bayi cukup bulan, karena pembuluh
darah, enzim, faktor pembekuan darah, dan lain-lain masih belum
sempurna.
d. Ikterus
Ikterus pada masa neonatal dapat menyebabkan kerusakan jaringan
otak yang persisten akibat perfusi bilirubin ke ganglia basal. Hal ini
menyebabkan kelainan yang disebut dengan kernikterus. Kernikterus
2
biasanya terjadi pada pasien dengan inkompatibilitas golongan
darah.
e. Meningitis purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau ditangani
secara tidak tepat akan menyisakan gejala sisa berupa cerebral
palsy.
3. Pascanatal
Setiap kerusakan pada jaringan otak yang mengganggu perkembangan
dapat menyebabkan cerebral palsy, beberapa diantaranya adalah
trauma kapitis, meningitis, ensefalitis, serta luka parut pada otak pasca
bedah.
Gambaran klinis cerebral palsy ditandai dengan adanya kelainan fungsi dan
lokalisasi serta kelainan non-motorik yang menyulitkan inspeksi gambaran
klinis pada penyakit ini.
Patologi anatomi
Kelainan tergantung dari berat ringannya asfiksia yang terjadi pada
otak. Pada keadaan yang berat tampak ensefalomalasia kistik multipel atau
iskemia yang menyeluruh. Pada keadaan yang lebih ringan terjadi patchy
necrosis didaerah paraventrikuler substansia alba dan dapat terjadi atrofi
yang difus pada substansia grisea korteks serebri. Kelainan tersebut dapat
fokal menyeluruh tergantung tempat terkena.
Gambar 1. Bagian kerusakan pada palsi serebral
Kelainan fungsi motor terdiri dari:
1. Spastisitas
Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai
dengan klonus dan refleks babinski yang positif. Tonus otot yang
meninggi itu menetap dan tidak hilang meskipun pasien dalam
keadaan tidur. Peninggian tonus ini tidak sama derajatnya pada suatu
gabungan otot karena itu tampak sikap yang khas dengan
kecenderungan terjadi kontraktur, misalnya lengan dalam aduksi,
fleksi pada sendi siku dan pergelangan tangan dalam pronasi serta
jari-jari dalam fleksi sehingga posisi ibu jari melintang di telapak
tangan. Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi pada sendi paha dan
lutut, kaki dalam fleksi plantar dan tepat waktunya. 3
Kerusakan biasanya terletak di traktus kortikospinalis.
Golongan spastisitas meliputi 2/3 – 3/4 pasien palsi serebral. Bentuk
kelumpuhan spastisitik tergantung pada letak dan luasnya
kerusakan: yaitu hemiplegia/hemiparesis kelumpuhan pada lengan
dan tungkai sisi yang sama; monoplegia /monoparesis kelumpuhan
keempat anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat
dari yang lainnya.
Diplegia/diparesis kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi
tungkai lebih hebat dari pada lengan. Tetraplegia/tetraparesis
kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi lengan lebih atau sama
hebatnya dibandingkan dengan tungkai.
2. Tonus otot yang berubah
Bayi pada golongan ini pada usia bulan pertama tampak
flaksid dan berbaring seperti kodok terlentang, tetapi bila dirangsang
atau mulai diperiksa tonus ototnya berubah menjadi spastik. Refleks
otot yang normal dan refleks babinski negatif, tetapi khas ialah
refleks neonatal dan tonic neck reflex menetap. Kerusakan biasanya
terletak di batang otak dan disebabkan oleh asfiksia perinatal atau
ikterus. Golongan ini meliputi 10-20% dari kasus palsi serebral.
3. Koreo-atetosis
Kelainan yang khas ialah sikap abnormal dengan pergerakan
yang terjadi dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6
bulan pertama tampak bayi flaksid, tapi sesudah itu barulah muncul
kelainan tersebut. Refleks neonatal menetap dan tampak adanya
perubahan tonus otot. Dapat timbul juga manifestasi spastisitas dan
ataksia. Kerusakan terletak di ganglia basal dan disebabkan oleh
asfiksia berat atau ikterus kern pada masa neonatal. Golongan ini
meliputi 5-15% dari kasus palsi serebral.
4. Ataksia
Ataksia ialah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini
biasanya flaksid dan menunjukkan perkembangan motorik yang
terlambat. Kehilangan keseimbangan tampak bila mulai belajar
duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semua pergerakan
canggung dan kaku. Kerusakan terletak di serebelum. Terdapat kira-
kira 5% dari kasus palsi serebral.
5. Gangguan pendengaran
Terdapat pada 5-10% anak dengan palsi serebral. Gangguan
berupa kelainan neurogen terutama persepsi nada tinggi, sehingga
sulit menangkap kata-kata. Terdapat pada golongan koreo-atetosis.
6. Gangguan bicara.
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retardasi mental.
Gerakan yang terjadi dengan sendirinya di bibir dan lidah
menyebabkan sukar mengontrol otot-otot tersebut sehingga anak
sulit membentuk kata-kata, sering tampak anal berliur.
7. Gangguan mata.
4
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan
kelainan refleks. Pada keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi
katarak. Hampir 25% pasien palsi serebral menderita kelainan mata.
Banyak klasifikasi yang dianjurkan oleh para ahli, salah satunya
klasifikasi berdasarkan gambaran klinis dan derajat kemampuan
fungsional : 6
a. Spastik
Sebanyak 60% penyandang palsi serebral dimungkinkan memiliki
kelainan spastik yang disebabkan oleh kerusakan dibagian otak yang
berbentuk piramid, didalamnya terdapat saraf yang saling bertautan
dengan otak bagian luar yang berperan sebagai pengatur inisiatif
gerakan cepat. Kekejangan didiagnosis sebagai peningkatan pada
gerakan otot atau siatuasi yang menyebabkan otot-otot menjadi
tegang. Secara nyata anggota tubuhnya mempunyai kelainan.
Klasifikasi paling umum dari spastisitas adalah :
1. Hemiplegia : bagian kiri atau kanan anggota tubuh terjadi
kelumpuhan, lengan lebih berkelainan daripada kaki. Anggota
tubuh yang mengalami gangguan tumbuh lebih lambat.
Prevalensinya sekitar 35-40% dari anak palsi serebral. Gambaran
pola perkembangannya : 1) keterlambatan dalam kemampuan
duduk; 2) berjalan dan berbicara berada pada tingkatan seorang
bayi; 3) mempunyai kelainan persepsi dan belajar. Ketidak
normalan perkembangan fisik diikuti salah satu kaki lebih
pendek, rotasi panggul secara induksi dan internal, gerakan
rotasi dan atropo otot yang tidak semestinya. Perkembangan
tulang pada satu sisi menjadi berkurang. Anak dengan spastik
hemiplegi mempunyai integensi rendah, kesulitan bergerak, daya
taktil yang kurang, kesulitan dalam berbicara, bermasalah dalam
melihat dan mendengar, dan sulit berkonsentrasi. Anak ini
membutuhkan banyak bantuan untuk kehidupan sehari-harinya
2. Triplegia : terjadi pada tiga anggota tubuh yang mendapat
kelainan
3. Quadriplegia : melibatkan 4 anggota tubuh yang terkena
kelainan.
4. Paraplegia : muncul jika kedua kaki memiliki kelainan tetapi
muka dan tangannya normal.
Gambar 2. Bentuk-bentuk palsi serebral spastik
5
b. Atetosis
Dikarakteristikkan dengan adanya gerakan-gerakan yang tidak
terkoordinasi dan tanpa sengaja atau diluar kemauan, gerakan bisa
pelan dan menggeliat atau secara tiba-tiba dan tersentak. Gerakan ini
terjadi sewaktu tidur atau saat anak tersebut dalam keadaan rileks.
Gerakan muka seringkali tidak normal, meliputi gerakan pada gigi,
bibir, dan pengontrolan pernapasan. Intelegensia anak atetoid
umumnya normal tetapi mempunyai kecenderungan yang sangat
tinggi untuk mendapatkan kebutaan.
Gambar 3. Bentuk atetoid
c. Ataksia
Hanya terjadi pada sebagian anak kecil dan penyebabnya kerusakan
pada serebelum yang berfungsi mengatur gerakan halus. Kondisi
terebut berpengaruh terhadap lengan, gerakan-gerakan yang
dilakukan secara tepat, dan penyebab dari kelumpuhan. Seringkali
seluruh dari empat anggota tubuh tidak berfungsi. Kelainan kaki
lebih berat dari lengan, sering kali nistagmus dan tremor.
Gambar 4. Bentuk ataksia
Pemeriksaan awal dengan melakukan skreening awal Denver II,
didapatkan keterlambatan atau penundaan tertentu seperti motor. Skreening
harus dilakukan secara bertahap bersamaan dengan terapi yang dilakukan
untuk melihat perkembangan kemampuan anak.
Cerebral palsy yang diderita oleh pasien pada kasus ini adalah tipe
spastik. Cerebral palsy tipe ini mengalami peninggian tonus otot sehingga
pasien terlihat kaku. Pasien mengeluhkan gangguan ini pertama kali pada
usia 1 tahun 3 bulan. Gangguan ini diawali oleh etiologi yang kemungkinan
besar adalah hipoksi (atau bahkan mungkin anoksia) otak karena pada masa
6
perinatal ibu pasien mengalami partus lama dan juga adanya riwayat
meningitis TB.
Mengingat dampak palsi serebral pada anak tidak saja mengenai
aspek fisik (motorik) tetapi juga menyangkut aspek lainnya seperti adaptif,
bahasa, kognitif, pendengaran, penglihatan dan sebagainya, maka
penanganannya memerlukan suatu tim yang terdiri atas berbagai kalangan
profesi seperti ahli syaraf, fisioterapis, terapi okupasi, dokter anak, ahli
THT, ahli mata dan lainnya dalam suatu senter tersendiri. Selain itu harus
melibatkan orang tua pasien, mereka harus dibangun kepercayaan dirinya
dalam kemampuannya merawat anaknya. Juga perlu diberi informasi dasar
untuk menolong mereka memecahkan masalah secara mandiri di masa
depan.
Anak palsi serebral tipe flaksid akan mengalami masalah
pernafasan, mengunyah dan menelan makanan. Oleh karena itu kepada
orang tua perlu diajarkan cara melakukan postural drainage dan perkusi
untuk membersihkan jalan napas. Anak palsi serebral yang disertai kebutaan
mengalami gangguan persepsi. Terhadap mereka perlu diberikan permainan
dengan menggunakan gerakan motorik kasar sedini mungkin untuk
menolong perkembangan kesadaran akan posisi diri di dalam ruang,
merasakan gerakan yang memberi rasa nyaman dan percaya diri. Pasien
usia bayi harus dirangsang untuk meletakkan tangan di garis tengah, meraih
objek dan meraba, meraih melalui arah suara, meraih objek bila
dipindahkan. Mereka harus diberi kesempatan berbuat walaupun salah,
sebagai bagian dari proses belajar termasuk keterampilan motorik.
Terhadap orang tua perlu diberi informasi akan kelainan yang
diderita pasien dan aspek-aspek lain yang ikut terkena. Terhadap saudara
pasien, perlu ditekankan rasa menerima keadaan pasien, gambaran klinis
pasien dan kemungkinan memakai alat bantu.
Pada usia sekolah saat anak mulai berfantasi sebagai cara untuk
melepaskan pikiran yang menakutkan tentang gambaran dirinya, dilakukan
terapi psikologis dengan latihan tingkah laku yang di dalamnya fantasi
memainkan peranan penting. Dengan terapi ini anak dapat mengembangkan
cara untuk mencapai penyelesaian masalah yang mereka hadapi. Pada usia
sekolah akibat pacu tumbuh, akan terjadi keadaan spastis yang lebih berat.
Mereka memerlukan koreksi operasi dan memerlukan perawatan yang lama
di rumah sakit. (Oka, 2000; Lewitt, 2010)
Pemeriksaan khusus
1. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah
diagnosis palsi serebral ditegakkan
2. Pungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
penyebabnya suatu proses degeneratif. Pada palsi serebral, CSS
normal
3. Pemeriksaan EEG dilakukan pada pasien kejang atau pada golongan
hemiparesis baik yang disertai kejang atau tidak.
4. Foto rontgen kepala
5. CT scan kepala
7
6. Penilaian psikologis perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang
dibutuhkan.
7. Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain dari
retardasi mental.
Penatalaksanaan
Pengobatan kausal tidak ada, hanya simptomatik. Pada keadaan ini
perlu kerja sama yang baik dan merupakan suatu tim teridiri dari dokter
anak, neurolog, psikiater, dokter mata, dokter THT, ahli ortopedi, psikolog,
fisioterapi, pekerja sosial, guru sekolah luar biasa dan orang tua pasien.
1. Fisioterapi
Tindakan ini harus segera dimulai dengan intensif. Orang tua turut
membantu program latihan di rumah. Untuk mencegah kontraktur
perlu diperhatikan posisi pasien pada waktu istirahat atau tidur. Bagi
pasien yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal dipusat
latihan. Fisioterapi ini dilakukan sepanjang pasien hidup.
2. Pembedahan
Bila tejadi hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk
dilakukan pembedahan otot, tendon atau tulang untuk reposisi
kelainan tersebut. Pembedahan stereotaktik dianjurkan pada pasien
dengan pergerakan koreoatetosis yang berlebihan.
3. Pendidikan
Pasien palsi serebral dididik sesuai dengan tingkat intelegensinya, di
sekolah luar biasa atau di sekolah biasa. Mereka sebaiknya
diperlakukan sama seperti anak normal, yaitu pulang ke rumah
dengan kendaraan bersama-sama, sehingga mereka tidak merasa
diasingkan, hidup dalam suasana normal. Orang tua sebaiknya tidak
melindungi anak secara berlebihan.
4. Obat-obatan
Pada penderita dengan kejang dapat diberikan obat antikonvulsan
yang sesuai dengan karakteristik kejangnya. Pada keadaan tonus otot
yang berlebihan, obat dari golongan benzodiazepin dapat menolong.
Pada keadaan koreoatetosis diberikan artan. Imipramin diberikan
pada pasien yang depresi.
Prognosis
Kesembuhan dalam arti regenerasi dari otak yang sesungguhnya
tidak dapat terjadi pada penderita cerebral palsy. Tetapi akan terjadi
perbaikan sesuai dengan tingkat maturitas otak yang sehat sebagai
kompensasinya. Prognosis paling baik pada derajat fungsi otak ringan,
sedangkan bertambah berat bila disertai retardasi mental, bangkitan kejang,
ganggguan penglihatan dan pendengaran.
8