Post on 29-Jan-2016
description
Diskusi Kasus
OSTEOMIELITIS + NEGLECTED FRAKTUR
FEMUR DISTAL DEXTRA TERTUTUP
Oleh:
Natasha Permata Andini, S.Ked
04084821517046
Pembimbing:
dr. Primadika Rubiansyah, SpOT
DEPARTEMEN ILMU BEDAH
RUMAH SAKIT DR. MOH. HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Diskusi Kasus
Osteomielitis + Neglected fraktur femur distal dextra tertutup
Oleh:
Natasha Permata Andini, S.Ked
04084821517046
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik senior di Bagian/Departemen Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum
Pusat Dr. Mohammad Hoesin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang
periode 24 Agustus 2015 – 30 Oktober 2015.
Palembang, Oktober 2015
dr. Primadika Rubiansyah, SpOT
2
PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat dan rahmat-
Nya sehingga laporan ini bisa diselesaikan. Laporan kasus yang berjudul
“Osteomielitis + Neglected fraktur femur distal dextra tertutup” merupakan salah
satu syarat untuk mengikuti ujian kepaniteraan klinik senior di Bagian Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya (FK Unsri) / RSUP dr. Mohammad
Hoesin Palembang.
Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Primadika
Rubiansyah selaku pembimbing yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
laporan kasus ini. Penulis juga berterimakasih kepada para residen di departemen
bedah bantuannya dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Terakhir, penulis juga
berterimakasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian
laporan kasus ini.
Penulis juga menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan dan
belum sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik
guna menyempurnakan laporan kasus ini. Penulis berharap laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi teman-teman di FK Unsri sebagai bahan rujukan dan dapat
memberikan informasi mengenai topik tersebut.
Palembang, Oktober 2015
Penulis
3
DAFTAR ISI
Hal
Halaman Judul........................................................................................................ 1
Halaman Pengesahan.............................................................................................. 2
Kata Pengantar........................................................................................................ 3
Daftar Isi................................................................................................................. 4
BAB I LAPORAN KASUS................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 11
BAB III ANALISIS KASUS.................................................................................. 40
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….... . 42
4
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTIFIKASI
Nama : Yani Afriani
Tanggal Lahir : 13 April 2009 (6 tahun)
Jenis Kelamin : Perempuan
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Alamat : Dusun 4 Ujan Mas, Kab. Muara Enim, Sumsel
MRS : 28 September 2015
No. Med Rec : 0000914564
II. ANAMNESIS
Keluhan utama
Bengkak pada paha kanan
Riwayat perjalanan penyakit
± 2 bulan yang SMRS, pasien terjatuh ke dalam selokan yang memiliki
kedalaman ± 50 cm dengan paha kanan membentur benda keras. Setelah
terjatuh, penderita masih dapat berjalan seperti biasa. Nyeri pada paha kanan
(+), bengkak (-), kemerahan (-), demam (-). Penderita tidak dibawa berobat.
± 1 bulan SMRS, paha kanan penderita bengkak (+), kemerahan (+),
nyeri (+) bila digerakkan, timbul bisul besar di belakang lutut kanan, penderita
sulit berjalan, demam (+), batuk (-), pilek (-), muntah (-), BAB dan BAK tidak
ada kelainan. Pasien dibawa berobat ke Puskesmas dan diberi obat racikan.
± 3 minggu SMRS, paha kanan penderita masih bengkak (+),
kemerahan (+), nyeri (+) bila digerakkan, bisul besar di belakang lutut kanan
mengeluarkan cairan berwarna putih, penderita tidak bisa berjalan, demam
5
(+). Pasien berobat ke RSUD Muara Enim dan dirawat selama 20 hari. Untuk
eksplorasi lebih lanjut pasien kemudian dirujuk ke RSMH Palembang
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sering demam (+), batuk (+), pilek (+)
Riwayat gigi berlubang (+)
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga disangkal
III. PEMERIKSAAN FISIK (08 Oktober 2015)
A. Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : kompos mentis
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 76 kali/menit
Frekuensi Pernapasan : 22 kali/menit
Temperatur : 36,8 0C
Tinggi Badan : 132 cm
Berat Badan : 27 kg
B. Status Lokalis
Kepala
o Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), refleks
cahaya (+/+), pupil bulat, isokor, diameter = 3mm
o Hidung : sekret (-), deformitas (-), nafas cuping hidung (-)
o Mulut : sianosis (-), cheilitis (-), stomatitis (-), tonsil T1-T1
hiperemis (-), faring hiperemis (-)
Leher : JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-)
Thoraks
o Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
6
Perkusi:
- Batas atas jantung ICS II linea midclavicularis sinistra
- Batas bawah jantung ICS IV linea midclavicularis sinistra
- Batas kanan jantung ICS IV linea parasternalis sinistra
- Batas kiri jantung ICS IV linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : HR = 80 x/m, Bunyi Jantung I-II normal,
murmur (-), gallop (-)
o Pulmo
Inspeksi : statis dan dinamis simetris
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler(+)normal, ronkhi(-), wheezing(-)
Abdomen
o Inspeksi : datar
o Palpasi : lemas, hepar/lien tidak teraba
o Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen
o Auskultasi : bising usus (+) normal
Inguinal : pembesaran KGB (-)
Ekstremitas superior : akral hangat, sianosis (-), deformitas (-),
CRT < 2”
Ekstremitas inferior : akral hangat, sianosis (-), deformitas (+),
CRT < 2”
Status Lokalis
Regio femur dextra, didapatkan:
Look : deformitas (+), edema (+), luka terbuka (-), warna kulit
sama dengan sekitar, scar (+) di aspek posterior
Feel : suhu sama dengan sekitar, nyeri tekan (-), NVD baik
Move : ROM aktif dan pasif terbatas
7
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG.
1. Laboratorium (28/09/2015)
8
2. Rontgen Femur Dextra AP/Lateral (29/09/2015)
Hasil Nilai normal
Hemoglobin 12,2 g/dl 11,3 - 14,1 g/dl
Eritrosit 4,40 x 106/mm3 4,40 – 4,48 x 106/mm3
Leukosit 20.800 /mm3 4.500-13.500/mm3
Hematokrit 38 % 37-41 %
Trombosit 460 x 103 /µL 150-450 x 103 /µL
LED 2 mm/jam < 20 mm/jam
Hitung Jenis Leukosit
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 1 1-6 %
Neutrofil Batang
0 2-6 %
Neutrofil Segmen
57 50-70%
Limfosit 35 25-40 %
Monosit 7 2-8 %
CRP Kuantitatif < 5 mg/L < 5 mg/L
9
Kesan: Non union fraktur disertai osteomyelitis os femur dextra
V. DIAGNOSIS
Osteomielitis + Neglected fraktur femur distal dextra tertutup
VI. PENATALAKSANAAN
Inj. Meropenem 3 x 1 gram i.v
Pro refrakturisasi
VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Fraktur
Definisi
Fraktur didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan
sendi, tulang rawan epifisis biasanya akibat adanya ruda paksa baik yang bersifat
total maupun yang bersifat parsial
Proses Terjadinya Fraktur
Proses terjadinya fraktur tergantung pada keadaan fisik tulang dan keadaan
trauma yang dapat menyebabkan tulang patah. Tulang kortikal mempunyai
struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan memuntir. Kebanyakan
fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama tekanan
membengkok, memutar dan tarikan.
Trauma dapat bersifat:
- Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi
fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi bersifat komunitif dan
jaringan lunak ikut rusak.
- Trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih
jauh dari daerah fraktur dan biasanya jaringan lunak tetap utuh.
11
Klasifikasi Fraktur
1. Klasifikasi etiologis
a. Fraktur traumatik, terjadi karena trauma yang tiba-tiba
b. Fraktur patologis, terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya
akibat kelainan patologis di dalam tulang
c. Fraktur stres, terjadi karena trauma yang terus-menerus pada suatu
tempat tertentu
2. Klasifikasi klinis
a. Fraktur tertutup (simple fracture) tanpa hubungan dengan dunia
luar
b. Fraktur terbuka (compound fracture) berhubungan dengan
dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat
berbentuk from within dan from without sehingga memungkinkan
masuknya kuman dari luar ke dalam luka
c. Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture) disertai
dengan komplikasi misalnya malunion, delayed union, nonunion,
infeksi tulang
3. Klasifikasi radiologis
Klasifikasi ini berdasarkan atas:
1. Lokalisasi
a. Diafisial
b. Metafisial
c. Epifisis
d. Intra-artikuler
e. Fraktur dengan dislokasi
2. Konfigurasi
a. Fraktur transversal
b. Fraktur oblik
12
c. Fraktur spiral
d. Fraktur Z
e. Fraktur segmental
f. Fraktur komunitif
g. Fraktur kupu-kupu
h. Fraktur greenstick
i. Fraktur baji biasanya pada vertebra karena trauma kompresi
j. Fraktur avulsi, fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendo
k. Fraktur depresi, karena trauma langsung
l. Fraktur impaksi
m. Fraktur pecah (burst), fragmen kecil yang berpisah
3. Menurut ekstensi
a. Fraktur total
b. Fraktur tidak total (fraktur crack)
c. Fraktur buckle atau torus
d. Fraktur garis rambut
e. Fraktur green stick
4. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya
a. Tidak bergeser
b. Bergeser, dapat terjadi dalam 6 cara, yaitu bersampingan,
angulasi, rotasi, distraksi, over-riding, impaksi
Gambaran Klinis Fraktur
Anamnesis
Penderita datang dengan traumatik fraktur, baik yang hebat maupun
trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan
anggota gerak. Fraktur tidak selalu terjadi di daerah trauma dan mungkin
terjadi pada daerah lain. Trauma dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas,
jatuh dari ketinggian, jatuh di kamar mandi pada orang tua, trauma olah
raga, dll. Penderita datang karena nyeri, deformitas (angulasi, rotasi,
diskrepansi), pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, deformitas,
kelainan gerak, krepitasi atau gejala lainnya.
13
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan awal, diperhatikan adanya:
1. Syok, anemia atau perdarahan
2. Kerusakan pada organ lain
3. Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis
Pemeriksaan Lokal
1. Inspeksi (Look)
- Bandingkan dengan bagian yang sehat
- Perhatikan posisi anggota gerak
- Keadaan umum penderita
- Ekspresi wajah karena nyeri
- Lidah kering atau basah
- Tanda anemia karena perdarahan
- Luka pada kulit dan jaringan lunak (membedakan fraktur terbuka
dan tertutup)
- Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai hari
- Deformitas berupa angulasi, rotasi, kependekan
- Survey pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ lain
- Kondisi mental penderita
- Keadaan vaskularisasi
2. Palpasi (Feel)
- Temperatur setempat
- Nyeri tekan, yang bersifat superficial biasanya disebabkan oleh
kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
- Krepitasi
- Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi
arteri radialis, a. dorsalis pedis, a. tibialis posterior (sesuai dengan
angota gerak yang terkena)
- Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian
distal daerah trauma, temperatur kulit
14
- Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk
mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai
3. Pergerakan (move)
Penderita diajak untuk menggerakan secara aktif dan pasif sendi
proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma
4. Pemeriksaan neurologis
Berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta gradasi
kelainan neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau
neurotmesis
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua:
- Dua posisi proyeksi, yaitu antero-posterior dan lateral. Jika keadaan
pasien tidak mengizinkan, dibuat 2 proyeksi yang tegak lurus satu
sama lain. Ada kalanya perlu proyeksi khusus, misalnya proyeksi
aksial, bila ada fraktur pada femur proksimal atau humerus
proksimal.
- Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di atas dan
di bawah sendi yang mengalami fraktur
- Dua anggota gerak
- Dua trauma, pada trauma hebat sering menyebabkan fraktur pada
dua daerah tulang
- Dua kali dilakukan foto
Pemeriksaan radiologis selanjutnya adalah untuk kontrol:
a. Segera setelah reposisi untuk menilai kedudukan fragmen. Bila
dilakukan reposisi terbuka perlu diperhatikan kedudukan pen
intrameduler (terkadang pen menembus tulang), plate dan screw
(terkadang screw lepas)
b. Pemeriksaan periodik untuk menilai penyembuhan fraktur
15
- Pembentukan kalus
- Konsolidasi
- Remodeling
- Adanya komplikasi: osteomielitis, nekrosis avaskuler,
nonunion,
delayed union, malunion, atrofi Sudeck
Komplikasi Fraktur
1. Komplikasi segera
a. Lokal
- Kulit dan otot: berbagai vulnus, kontusio, avulsi
- Vaskular: terputus, kontusio, perdarahan
- Organ dalam: jantung, paru-paru, hepar, limpa, buli-buli
- Neurologis, otak, medulla spinalis, kerusakan saraf perifer
b. Umum
- Trauma multipel, syok
2. Komplikasi dini
a. Lokal
- Nekrosis kulit-otot, sindrom kompartemen, trombosis, infeksi
sendi, osteomielitis
b. Umum
- ARDS, emboli paru, tetanus
3. Komplikasi lama
a. Lokal
- Tulang: malunion, nonunion, delayed union, osteomielitis,
gangguan pertumbuhan, patah tulang rekuren
- Sendi: ankilosis, penyakit degeneratif sendi pascatrauma
- Miositis osifikan
- Distrofi reflex
- Kerusakan saraf
- Ulkus dekubitus akibat tirah baring lama
b. Umum
16
- Batu ginjal (akibat imobilisasi lama di tempat tidur dan
hiperkalsemia)
- Neurosis pasca trauma
2.2 Fraktur Femur
Femur merupakan tulang terpanjang pada tubuh dimana fraktur dapat terjadi
mulai dari proksimal sampai distal tulang.
Anatomi Femur
Os femur terdiri atas Caput Corpus dan collum dengan ujung distal dan
proksimal. Tulang ini bersendi dengan acetabulum dalam struktur persendian
panggul dan bersendi dengan tulang tibia pada sendi lutut. Os femur atau Tulang
paha atau tungkai atas merupakan tulang terpanjang dan terbesar pada tubuh yang
termasuk seperempat bagian dari panjang tubuh. Tulang paha terdiri dari 3 bagian,
yaitu epiphysis proximalis, diaphysis, dan epiphysis distalis.
Artikulasi kaput femoralis dengan acetabulum pada tulang panggul. Dia
terpisah dengan collum femoris dan bentuknya bulat,halus dan ditutupi
deengan tulang rawan sendi.
Corpus femur menentukan panjang tulang. Pada bagian ujung diatasnya
terdapat trochanter major dan pada bagian posteromedialnya terdapat
trochanter minor.
Ujung bawah femur teridiri dari condilus femoral, medial dan lateral
femur epicondilus medial. Bagian tersebut menunjang permukaan
persendian dengan tibia pada sendi lutut.
17
Court-Brown, Charles M. 2009. Fractures in Adults: Chapter 52 Femoral Diaphyseal Fractures. London:
Lippincots Williams and Wilkins.
Klasifikasi Fraktur Femur
Femur adalah tulang terkuat dan terpanjang pada tubuh manusia, fraktur dapat terjadi
baik dari distal sampai ke proksimal femur. Fraktur femur secara umum dibedakan atas:
fraktur leher femur, fraktur daerah trokanter, fraktur subtrokanter, fraktur diafisis femur,
dan fraktur suprakondiler femur.
a. Fraktur leher femur
Fraktur leher femur terjadi pada proksimal hingga garis intertrokanter pada regio
intrakapsular tulang panggul. Fraktur ini seirng terjadi pada wanita usia di atas 60 tahun
18
dan biasanya berhubungan dengan osteoporosis. Fraktur leher femur disebabkan oleh
trauma yang biasanya terjadi karena kecelakaan, jatuh dari ketinggian atau jatuh dari
sepeda dan biasanya disertai trauma pada tempat lain. Jatuh pada daerah trokanter baik
karena kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari tempat yang tidak terlalu tinggi seperti
terpeleset di kamar mandi di mana panggul dalam keadaan fleksi dan rotasi dapat
menyebabkan fraktur leher femur.
Berikut ini adalah klasifikasi fraktur leher femur berdasarkan Garden
Stadium I adalah fraktur yang tak sepenuhnya terimpaksi.
Stadium II adalah fraktur lengkap tetapi tidak bergeser.
Stadium III adalah fraktur lengkap dengan pergeseran sedang.
Stadium IV adalah fraktur yang bergeser secara hebat.
Klasifikasi fraktur leher femur menurut Garden
A. Stadium I C. Stadium III
B. Stadium II D. Stadium IV
b. Fraktur Intertrochanter
Fraktur intertrokanter menurut definisi bersifat ekstrakapsular. Seperti halnya
fraktur leher femur, fraktur intertrokanter sering ditemukan pada manula atau
penderita osteoporosis, bila ditemukan pada usia muda biasanya disebabkan
karena trauma yang bersifat high energy seperti kecelakaan lalu lintas.
19
Fraktur terjadi jika penderita jatuh dengan trauma lansung pada trokanter
mayor atau pada trauma yang bersifat memuntir. Fraktur intertrokanter terbagi
atas tipe yang stabil dan tak stabil. Fraktur yang tak stabil adalah fraktur yang
korteks medialnya hancur sehingga terdapat fragmen besar yang bergeser yang
mencakup trokanter minor; fraktur tersebut sangat sukar ditahan dengan fiksasi
internal.
Klasifikasi fraktur intertrochanter Müller AO
c. Fraktur batang femur
Fraktur batang femur merupakan fraktur yang sering terjadi pada orang
dewasa muda. Jika terjadi pada pasien manula, fraktur ini harus dianggap
patologik sebelum terbukti sebaliknya. Fraktur spiral biasanya disebabkan oleh
jatuh dengan posisi kaki tertambat sementara daya pemuntir ditransmisikan ke
femur. Fraktur melintang dan oblik biasanya akibat angulasi atau benturan
20
lansung. Oleh karena itu, sering ditemukan pada kecelakaan sepeda motor. Pada
benturan keras, fraktur mungkin bersifat kominutif atau tulang dapat patah lebih
dari satu tempat.
Femur diliputi oleh otot yang kuat dan merupakan proteksi untuk tulang
femur, tetapi juga dapat berakibat jelek karena dapat menarik fragmen fraktur
sehingga bergeser. Femur dapat pula mengalami fraktur patologis akibat
metastasis tumor ganas. Fraktur femur sering disertasi dengan perdarahan masif
yang harus selalu dipikirkan sebagai penyebab syok. Klasifikasi fraktur femur
dapat bersifat tertutup atau terbuka, simpel, komunitif, fraktur Z, atau segmental.
d. Fraktur suprakondiler femur
Daerah suprakondiler adalah daerah antara batas proksimal kondilus femur
dan batas metafisis dengan diafisis femur. Fraktur terjadi karena tekanan varus
atau valgus disertai kekuatan aksial dan putaran. Klasifikasi fraktur suprakondiler
femur terbagi atas: tidak bergeser, impaksi, bergeser, dan komunitif,
Klasifikasi fraktur suprakondiler
A. Fraktur tidak bergeser C&D. Fraktur bergeser
B. Fraktur impaksi E. Fraktur komunitif
21
Gambaran klinis pada pasien ditemukan riwayat trauma yang disertai
pembengkakan dan deformitas pada daerah suprakondiler. Krepitasi mungkin ditemukan.
Pengobatan dapat dilakukan secara konservatif, berupa: traksi berimbang dengan
mempergunakan bidai Thomas dan penahan lutut Pearson, Cast-bracing, dan spika
panggul. Terapi operatif dapat dilakuan pada fraktur terbuka atau adanya pergeseran
fraktur yang tidak dapat direduksi secara konservatif. Terapi dilakukan dengan
mempergunakan nail-plate dan screw dengan macam-macam tipe yang tersedia.
Komplikasi dini yang dapat terjadi berupa: penetrasi fragmen fraktur ke kulit
yang menyebabkan fraktur menjadi terbuka, trauma pembuluh darah besar, dan trauma
saraf. Komplikasi lanjut dapat berupa malunion dan kekakuan sendi lutut.
e. Fraktur subtrokanter
Fraktur ini dapat terjadi pada setiap umur dan biasanya akibat trauma yang hebat.
Gambaran klinisnya berupa anggota gerah bawah keadaan rotasi eksterna, memendek,
dan ditemukan pembengkakan pada daerah proksimal femur disertai nyeri pada
pergerakan. Pada pemeriksaan radiologis dapat menunjukkan fraktur yang terjadi di
bawah trokanter minor. Garis fraktur bisa bersifat tranversal, oblik, atau spiral dan sering
bersifat kominutif. Fragmen proksimal dalam keadaan posisi fleksi sedangkan distal
dalam keadaan posisi abduksi dan bergeser ke proksimal. Pengobatan dengan reduksi
terbuka dan fiksasi interna dengan menggunakan plate dan screw. Komplikasi yang
sering timbul adalah nonunion dan malunion. Komplikasi ini dapat dikoreksi dengan
osteotomi atau bone grafting.
Pengobatan
1. Terapi konservatif
a. Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi
definitif untuk mengurangi spasme otot
22
b. Traksi tulang berimbang dengan bagian Pearsch pada sendi lutut. Indikasi
traksi terutama fraktur yang bersifat komunitif dan segmental
c. Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah terjadi union fraktur
secara klinis
d. Latihan otot dan gerakan sendi terutama m.kuadriseps otot tungkai bawah,
lutut, dan pergelangan kaki
2. Terapi operatif
a. Pemasangan plate dan screw terutama pada fraktur proksimal dan
distal femur
b. Menggunakan K-nail,
AO-nail, atau jenis lain dengan operasi tertutup ataupun terbuka.
Indikasi K-nail dan AO-nail terutama pada fraktur diafisis
c. Fiksasi eksterna terutama pada fraktur segmental, komunitif, infected
pseudoartrosis atau fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak
yang hebat.
3.3.7 Komplikasi
1. Komplikasi dini
a. Syok
b. Emboli lemak
c. Trauma pembuluh
darah
d. Trauma saraf
e. Trombo-emboli
f. Infeksi
2. Komplikasi lanjut
a. Delayed union
b. Nonunion
c. Malunion
d. Kaku sendi lutut
e. Refraktur
23
2.3. Osteomielitis
Definisi
Osteomyelitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada
tulang dan struktur disekitarnya yang disebabkan oleh organisme pyogenik
(Randall, 2011). Dalam kepustakaan lain dinyatakan bahwa Osteomyelitis adalah
radang tulang yang disebabkan oleh organism piogenik, walaupun berbagai agen
infeksi lain juga dapat menyebabkannya. Ini dapat tetap terlokalisasi atau dapat
tersebar melalui tulang, melibatkan sumsum, korteks, jaringan kanselosa dan
periosteum. (Dorland, 2002).
Etiologi
Mikroorganisme dapat menginfeksi tulang melalui tiga cara yaitu melalui
pembuluh darah, langsung melalui area lokal infeksi (seperti selulitis) atau melalui
trauma, termasuk iatrogenik seperti dislokasi sendi atau fiksasi internal.
Pada balita, infeksi dapat menyebar ke sendi dan menyebabkan arthritis.
Pada anak-anak yang biasanya terinfeksi adalah tulang panjang. Abses
subperiosteal dapat terbentuk karena periosteum melekat longgar di permukaan
tulang, sedangkan pada orang dewasa tulang yang paling sering terinfeksi adalah
tulang belakang dan tulang panggul.
Tibia bagian distal, femur bagian distal, humerus, radius dan ulna bagian
proksimal dan distal, vertebra, maksila, dan mandibula merupakan tulang yang
paling beresiko untuk terkena Osteomyelitis karena merupakan tulang yang
banyak vaskularisasinya.
Tabel 1. Organisme penyebab Osteomyelitis
Umur Organisme
Neonatus (<4 bulan)S. aureus, Enterobacter species, and group A and B
Streptococcus species
Anak-anak (4 bulan - 4 tahun)S. aureus, group A Streptococcus species,
Haemophilus influenzae, and Enterobacter species
Anak-anak, remaja ( >4 Tahun)S. aureus (80%), group A Streptococcus species, H.
influenzae, and Enterobacter species
24
Orang dewasaS. aureus and occasionally Enterobacter or
Streptococcus species
Selain bakteri, jamur dan virus juga dapat menginfeksi langsung melalui
fraktur terbuka, operasi tulang atau terkena benda yang terkontaminasi.
Osteomyelitis kadang dapat merupakan komplikasi sekunder dari tuberkulosis
paru. Pada keadaan ini, bakteri biasa menyebar ke tulang melalui sistem sirkulasi,
pertama yang terinfeksi adalah sinovium (karena kadar oksigen yang tinggi)
sebelum menginfeksi tulang. Pada Osteomyelitis tuberkulosis, tulang panjang dan
tulang belakang merupakan satu-satunya tulang yang terinfeksi.
Osteomyelitis dapat juga disebabkan potongan besi yang mengenai tulang
pada saat pembedahan untuk memperbaiki fraktur. Spora bakteri dan jamur dapat
juga mengenai sendi tulang yang terlibat. Osteomyelitis juga dapat terjadi akibat
penyebaran infeksi jaringan lunak. Infeksi tersebut meyebar ke tulang dalam
beberapa hari sampai beberapa minggu. Tipe penyebaran ini biasa terjadi pada
orang yang lebih tua. Infeksi dapat dimulai dari kerusakan akibat trauma, terapi
radiasi, kanker, atau pada kulit yang luka yang disebabkan sedikitnya sedikit
sirkulasi darah pada tulang atau pada penyakit diabetes. Infeksi sinus, gusi atau
gigi dapat meyebar ke tulang-tulang kepala. Penyebab Osteomyelitis biasanya
adalah Staphylococcus aureus, bakteri gram positif seperti Streptococcus
pyogenes atau S. Pneumoniae. Pada anak dibawah 4 tahun bakteri gram negatif
Haemophilus influenzae (insiden bervariasi dari 5-50%). Bakteri gram negatif
lainnya : Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Proteus mirabilis dan
Bacteroides fragilis anaerobik biasanya menyebabkan infeksi tulang akut.
Penyebab Osteomyelitis pada anak-anak adalah kuman Staphylococcus
aureus (89-90%), Streptococcus (4-7%), Haemophilus influenza (2-4%),
Salmonella typhii dan Eschericia coli (1-2%). Pada anak infeksi melalui aliran
darah berasal dari abrasi kecil pada kulit, bisul, infeksi pada gigi atau pada saat
lahir dari infeksi tali pusat. Pada dewasa sumber infeksi berasal dari kateter ureter,
jarum dan semprit arteri yang tidak pada tempatnya atau kotor.
Organisme lain ditemukan pada pecandu heroin dan kelainan oportunistik
pada pasien dengan mekanisme immune defence compromised . Pasien dengan
sickle-cell disease mudah terinfeksi Salmonella.
25
Patofisiologi
Infeksi dalam sistem muskuloskeletal dapat berkembang melalui beberapa
cara. Kuman dapat masuk ke dalam tubuh melalui luka penetrasi langsung,
melalui penyebaran hematogen dari situs infeksi didekatnya ataupun dari struktur
lain yang jauh, atau selama pembedahan dimana jaringan tubuh terpapar dengan
lingkungan sekitarnya.
Osteomyelitis hematogen adalah penyakit masa kanak-kanak yang
biasanya timbul antara usia 5 dan 15 tahun. Ujung metafisis tulang panjang
merupakan tempat predileksi untuk Osteomyelitis hematogen. End-artery dari
pembuluh darah yang menutrisinya bermuara pada vena-vena sinusoidal yang
berukuran jauh lebih besar, sehingga menyebabkan terjadinya aliran darah yang
lambat dan berturbulensi pada tempat ini. Kondisi ini mempredisposisikan bakteri
untuk bermigrasi melalu celah pada endotel dan melekat pada matriks tulang.
Selain itu, rendahnya tekanan oksigen pada daerah ini juga akan menurunkan
aktivitas fagositik dari sel darah putih. Dengan maturasi, ada osifikasi total
lempeng fiseal dan ciri aliran darah yang lamban tidak ada lagi. Sehingga
Osteomyelitis hematogen pada orang dewasa merupakn suatu kejadian yang
jarang terjadi.
Infeksi hematogen ini akan menyebabkan terjadinya trombosis pembuluh
darah lokal yang pada akhirnya menciptakan suatu area nekrosis avaskular yang
kemudian berkembang menjadi abses. Akumulasi pus dan peningkatan tekanan
lokal akan menyebarkan pus hingga ke korteks melalui sistem Havers dan kanal
Volkmann hingga terkumpul dibawah periosteum menimbulkan rasa nyeri
lokalisata di atas daerah infeksi. Abses subperiosteal kemudian akan menstimulasi
pembentukan involukrum periosteal (fase kronis). Apabila pus keluar dari korteks,
pus tersebut akan dapat menembus soft tissues disekitarnya hingga ke permukaan
kulit, membentuk suatu sinus drainase. Kuman bisa masuk tulang dengan berbagai
cara, termasuk beberapa cara dibawah ini :
Melalui aliran darah.
Kuman di bagian lain dari tubuh misalnya, dari pneumonia atau infeksi
saluran kemih dapat masuk melalui aliran darah ke tempat yang melemah
26
di tulang. Pada anak-anak, Osteomyelitis paling umum terjadi di daerah
yang lebih lembut, yang disebut lempeng pertumbuhan,di kedua ujung
tulang panjang pada lengan dan kaki.
Dari infeksi di dekatnya.
Luka tusukan yang parah dapat membawa kuman jauh di dalam tubuh.
Jika luka terinfeksi, kuman dapat menyebar ke tulang di dekatnya.
Kontaminasi langsung
Hal ini dapat terjadi jika terjadi fraktur sehingga terjadi kontak langsung
tulang yang fraktur dengan dunia luar sehingga dapat terjadi kontaminasi
langsung. Selain itu juga dapat terjadi selama operasi untuk mengganti
sendi atau memperbaiki fraktur.
Beberapa penyebab utama infeksi, seperti s.aureus, menempel pada tulang
dengan mengekspresikan reseptor (adhesins) untuk komponen tulang matriks
(fibronektin, laminin, kolagen, dan sialoglycoprotein tulang); Ekspresi kolagen-
binding adhesin memungkinkan pelekatan patogen pada tulang rawan.
Fibronektin-binding adhesin dari S. Aureus berperan dalam penempelan bakteri
untuk perangkat operasi yang akan dimasukan dalam tulang, baru-baru ini telah
dijelaskan
S. Aureus yang telah dimasukan ke dalam kultur osteoblas dapat bertahan
hidup secara intraseluler. Bakteri yang dapat bertahan hidup secara intraseluler
(kadang-kadang merubah diri dalam hal metabolisme, di mana mereka muncul
sebagai apa yang disebut varian koloni kecil) dapat menunjukan adanya infeksi
tulang persisten. Ketika mikroorganisme melekat pada tulang pertama kali,
mereka akan mengekspresikan fenotip yang resiten terhadap pengobatan
antimikroba, dimana hal ini mungkin dapat menjelaskan tingginya angka
kegagalan dari terapi jangka pendek.
Remodeling ulang yang normal membutuhkan interaksi koordinasi yang
baik antara osteoblas dan osteoklas. Sitokin (seperti IL-1, IL-6, IL-15, IL 11dan
TNF) yang dihasilkan secara lokal oleh sel inflamasi dan sel tulang merupakan
factor osteolitik yang kuat. Peran dari faktor pertumbuhan tulang pada remodeling
tulang normal dan fungsinya sebagai terapi masih belum jelas. Selama terjadi
infeksi, fagosit mencoba menyerang sel yang mengandung mikroorganisme dan,
27
dalam proses pembentukan radikal oksigen toksik dan melepaskan enzim
proteolitik yang melisiskan jaringan sekitarnya. Beberapa komponen bakteri
secara langsung atau tidak langsung digunakan sebagai factor-faktor yang
memodulasi tulang (bone modulating factors).
Kehadiran metabolit asam arakidonat, seperti prostaglandin E, yang
merupakan agonis osteoklas kuat dihasilkan sebagai respon terhadap patah tulang,
menurunkan jumlah dari inokulasi bakterial yang dibutuhkan untuk menghasilkan
infeksi. (Daniel,1997).
Nanah menyebar ke dalam pembuluh darah, meningkatkan tekanan
intraosseus dan mengganggu aliran darah. Nekrosis iskemik tulang pada hasil
pemisahan fragmen yang mengalami devaskularisasi, disebut sequestra.
Mikroorganisme, infiltrasi neutrofil, dan congesti atau thrombosis pembuluh
darah merupakan temuan histologis utama dalam Osteomyelitis akut. Salah satu
penampakan yang membedakan dari Osteomyelitis kronis adalah tulang yang
mengalami nekrotik, yang dapat diketahui dengan tidak adanya osteosit yang
hidup.
Klasifikasi Osteomyelitis
Osteomyelitis secara umum dapat diklasifikasikan berdasarkan perjalanan
klinis, yaitu Osteomyelitis akut, sub akut, dan kronis. Hal tersebut tergantung dari
intensitas proses infeksi dan gejala yang terkait.
Osteomyelitis Hematogen Akut
Osteomyelitis hematogen akut merupakan infeksi tulang dan sumsum
tulang akut yang disebabkan oleh bakteri piogen dimana mikro – organisme
berasal dari fokus ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah. Kelainan
ini sering ditemukan pada anak – anak dan sangat jarang pada orang dewasa.
Diagnosis yang dini sangat penting oleh karena prognosis tergantung dari
pengobatan yang tepat dan segera
Osteomyelitis Hematogen Subakut
Osteomyelitis hematogen subakut biasanya disebabkan oleh
Stafilokokus aureus dan umumnya berlokasi dibagian distal femur dan
28
proksimal tibia. Gejala Osteomyelitis hematogen subakut lebih ringan oleh
karena organisme penyebabnya kurang purulen dan penderita lebih resisten.
Osteomyelitis Kronis
Osteomyelitis kronis umumnya merupakan lanjutan dari Osteomyelitis akut
yang tidak terdiagnosis atau tidak diobati dengan baik. Osteomyelitis kronis
juga dapat terjadi setelah fraktur terbuka atau setelah tindakan operasi pada
tulang. Bakteri penyebab Osteomyelitis kronis terutama oleh stafilokokus
aureus ( 75 %), atau E.colli, Proteus atau Pseudomonas.
2.6 Penegakan Diagnosa
Gejala hematogenous osteomyelitis biasanya berajalan lambat namun
progresif. Direct Osteomyelitis umumnya lebih terlokalisasi dan jelas. Gejala
umum pada osteomyelitis adalah:
- Demam tinggi
- Kelelahan dan Malaise
- Terbatasnya gerakan dan edema lokal yang disertai dengan erytem.
Gejala Klinis
Osteomyelitis Hematogen Akut
Osteomyelitis hematogen akut berkembang secara progresif atau cepat.
Pada keadaan ini mungkin dapat ditemukan adanya infeksi bakterial pada kulit
dan saluran napas atas. Gejala lain dapat berupa nyeri yang konstan pada
daerah infeksi, nyeri tekan dan terdapat gangguan fungsi anggota gerak yang
bersangkutan. Gejala – gejala umum timbul akibat bakterimia dan septikemia
berupa panas tinggi, malaise serta nafsu makan yang berkurang.
Osteomyelitis Hematogen Subakut
Osteomyelitis hematogen subakut biasanya ditemukan pada anak –
anak dan remaja. Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah atrofi otot,
nyeri lokal, sedikit pembengkakan dan dapat pula penderita menjadi pincang.
Terdapat rasa nyeri pada daerah sekitar sendi selama beberapa minggu atau
mungkin berbulan – bulan. Suhu tubuh biasanya normal.
Osteomyelitis Kronis
29
Penderita sering mengeluhkan adanya cairan yang keluar dari
luka/sinus setelah operasi yang bersifat menahun. Kelainan kadang – kadang
disertai demam dan nyeri lokal yang hilang timbul didaerah anggota gerak
tertentu.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
- Demam (terdapat pada 50% dari neonatus)
- Nyeri tekan
- Gangguan pergerakan sendi oleh karena pembengkakan sendi dan
gangguan akan bertambah berat bila terjadi spasme lokal.
- Ditemukan adanya sinus, fistel atau sikatriks bekas operasi dengan nyeri
tekan. (Osteomyelitis kronis)
- Edema
- Teraba hangat
- Fluktuasi
- Penurunan dalam penggunaan ekstremitas (misalnya ketidakmampuan
dalam berjalan jika tungkai bawah yang terlibat atau terdapat
pseudoparalisis anggota badan pada neonatus).
- Kegagalan pada anak-anak untuk berdiri secara normal.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah lengkap
Jumlah leukosit mungkin tinggi, tetapi sering normal. Adanya pergeseran ke
kiri biasanya disertai dengan peningkatan jumlah leukosit polimorfonuklear.
Tingkat C-reaktif protein biasanya tinggi dan nonspesifik; penelitian ini
mungkin lebih berguna daripada laju endapan darah (LED) karena
menunjukan adanya peningkatan LED pada permulaan. LED biasanya
meningkat (90%), namun, temuan ini secara klinis tidak spesifik. CRP dan
LED memiliki peran terbatas dalam menentukan Osteomyelitis kronis
seringkali didapatkan hasil yang normal.
Kultur
30
Kultur dari luka superficial atau saluran sinus sering tidak berkorelasi dengan
bakteri yang menyebabkan Osteomyelitis dan memiliki penggunaan yang
terbatas. Darah hasil kultur, positif pada sekitar 50% pasien dengan
Osteomyelitis hematogen. Bagaimanapun, kultur darah positif mungkin
menghalangi kebutuhan untuk prosedur invasif lebih lanjut untuk mengisolasi
organisme. Kultur tulang dari biopsi atau aspirasi memiliki hasil diagnostik
sekitar 77% pada semua studi.
Radiologi
- Foto polos
Pada Osteomyelitis awal, tidak ditemukan kelainan pada pemerikSosaan
radiograf. Setelah 7-10 hari, dapat ditemukan adanya area osteopeni, yang
mengawali destruksi cancellous bone.
- Ultrasound
Berguna untuk mengidentifikasi efusi sendi dan menguntungkan untuk
mengevaluasi pasien pediatrik dengan suspek infeksi sendi panggul.
Teknik sederhana dan murah telah menjanjikan, terutama pada anak
dengan Osteomyelitis akut. Ultrasonografi dapat menunjukkan perubahan
sejak 1-2 hari setelah timbulnya gejala. Kelainan termasuk abses jaringan
lunak atau kumpulan cairan dan elevasi periosteal. Ultrasonografi
memungkinkan untuk petunjuk ultrasound aspirasi. Tidak memungkinkan
untuk evaluasi korteks tulang.
- Radionuklir
Jarang dipakai untuk mendeteksi Osteomyelitis akut. Pencitraan ini sangat
sensitif namun tidak spesifik untuk mendeteksi infeksi tulang. Umumnya,
infeksi tidak bisa dibedakan dari neoplasma, infark, trauma, gout, stress
fracture, infeksi jaringan lunak, dan artritis. Namun, radionuklir dapat
membantu untuk mendeteksi adanya proses infeksi sebelum dilakukan
prosedur invasif dilakukan.
- CT Scan
31
CT scan dengan potongan koronal dan sagital berguna untuk
menidentifikasi sequestra pada Osteomyelitis kronik. Sequestra akan
tampak lebih radiodense dibanding involukrum disekelilingnya.
- MRI
MRI efektif dalam deteksi dini dan lokalisasi operasi osteomyelitis.
Penelitian telah menunjukkan keunggulannya dibandingkan dengan
radiografi polos, CT, dan scanning radionuklida dan dianggap sebagai
pencitraan pilihan. Sensitivitas berkisar antara 90-100%. Tomografi emisi
positron (PET) scanning memiliki akurasi yang mirip dengan MRI.
Osteomyelitis Hematogen Akut
Pemeriksaan foto polos dalam sepuluh hari pertama, tidak
ditemukan kelainan radiologik yang berarti dan mungkin hanya ditemukan
pembengkakan jaringan lunak.
Gambar 2. Proyeksi lateral pada tibia terlihat gambaran sklerotik di diametafisis tibia
32
Gambar 3. Proyeksi AP tibia terlihat gambaran sklerotik di lateral diametafisis tibia.
Gambaran destruksi tulang dapat terlihat setelah sepuluh hari
berupa refraksi tulang yang bersifat difus pada daerah metafisis dan
pembentukan tulang baru dibawah periosteum yang terangkat.
Gambar 4. Tampak destruksi tulang tibia dengan pembentukan tulang subperiosteal.
Osteomyelitis Hematogen Subakut
Dengan foto rontgen biasanya ditemukan kavitas berdiameter 1-2
cm terutama pada daerah metafisis dari tibia dan femur atau kadang –
kadang pada daerah diafisis tulang panjang.
33
Gambar 6. radiologik dari abses Brodie yang dapat ditemukan pada Osteomyelitis sub
akut/kronik. Pada gambar terlihat kavitas yang dikelilingi oleh daerah sclerosis.
Osteomyelitis Kronis
Pada foto rontgen dapat ditemukan adanya tanda – tanda porosis
dan sklerosis tulang, penebalan periost, elevasi periosteum dan mungkin
adanya sekuestrum.
Gambar 7. Proyeksi AP wrist terlihat gambaran lesi osteolitik dan sclerosis extensive
dibagian distal metafisis pada radius
Pada pemeriksaan CT dan MRI bermanfaat untuk membuat rencana pengobatan
serta melihat sejauh mana kerusakan tulang terjadi.
34
Diagnosis Banding
Biasanya, gambaran radiografi osteomyelitis sangat karakteristik dan
diagnosis mudah dibuat sesuai dengan riwayat klinis, dan pemeriksaan radiologis
tambahan. Namun demikian, osteomyelitis dapat juga meniru kondisi lainnya
seperti tumor tulang.
Osteosarkoma
Merupakan tumor ganas primer tulang yang paling sering dengan
prognosis yang buruk. Kebanyakan penderita berumur antara 10-25 tahun.
Paling sering ditemukan sekitar lutut, yaitu lebih dari 50 %. Tulang – tulang
yang sering terkena adalah femur distal, tibia proksimal, humerus proksimal,
dan pelvis. Pada tulang panjang, tumor biasanya mengenai bagian metafisis.
Garis epifisier merupakan barrier dan tumor jarang menembusnya.
Gambaran radiologik : tampak destruksi tulang yang berawal pada
medula dan terlihat sebagai daerah yang radiolusen dengan batas yang tidak
tegas. Pada stadium dini terlihat reaksi periosteal seperti garis – garis tegak
(Sunray appearance). Dengan membesarnya tumor, selain korteks juga tulang
subperiosteal akan dirusak oleh tumor yang meluas ke luar tulang, berbentuk
segitiga (segitiga codman). Pada stadium dini gambaran tumor ini sukar
dibedakan dengan Osteomyelitis.
Gambar 15. Gambaran Radiologik osteosarcoma
35
Gambar 14. Gambaran Radiologik osteosarkoma
Sarkoma Ewing
Tumor ganas primer ini paling sering mengenai tulang panjang.
Kebanyakan diafisis. Tulang yang juga sering terkena adalah pelvis dan tulang
iga. 75% dari penderita dibawah umur 20 tahun, paling sering antara 5-15
tahun.
Gambaran radiologik : tampak lesi destruksi yang bersifat infiltrat
yang berawal dimedula, pada foto terlihat sebagai daerah – daerah radiolusen.
Tumor cepat merusak korteks dan tampak reaksi periosteal, sebagai garis –
garis yang berlapis – lapis menyerupai kulit bawang (onion peel appearance).
Tumor membesar dengan cepat, biasanya dalam beberapa minggu tampak
destruksi tulang yang luas dan pembengkakan jaringan lunak yang besar
karena infiltrasi tumor ke jaringan sekitar tulang.
36
Osteomyelitis Tuberkulosa
Osteomyelitis tuberkulosa selalu merupakan penyebaran sekunder
dari kelainan tuberkulosa di tempat lain, terutama paru – paru. Seperti
pada osteomielitis hematogen akut, penyebaran infeksi juga terjadi secara
hematogen dan biasanya mengenai anak – anak. Perbedaannya,
osteomyelitis hematogen akut umumnya terdapat pada daerah metafisis
sementara osteomyelitis tuberkulosa mengenai tulang belakang. Gambaran
radiologis didapatkan pelebaran sendi dan penebalan jaringan lunak yang
menunjukkan proses infeksi kronis, mengarah kepada osteomyelitis TB.
Gambar 15. Gambaran radiologis sendi kaki kanan : terdapat plebaran sendi dan
penebalan jaringan lunak
Penatalaksanaan
Setelah mendiagnosa Osteomyelitis, mengklasifikasikan dan mengetahui
penyebabnya, pengobatan yang dilakukan terdiri dari antibakteri, debridement dan
jika perlu dilakukan penstabilan tulang. Kebanyakan pasien dengan Osteomyelitis
37
berhasil diobati dengan terapi antibiotik. Antibakteri harus diberikan selama
minimum 4 minggu (sebenarnya, 6 minggu) untuk mencapai penyembuhan.
Untuk mengurangi biaya pengobatan, antibiotik parenteral untuk pasien rawat
jalan dapat diganti dengan antibiotik oral.
Beberapa penelitian telah membuktikan pengobatan untuk Osteomyelitis.
Ada yang menemukan bahwa hanya 5 penelitian yang mencakup 154 pasien
dengan infeksi tulang. Perencanaan pengobatan sulit dilakukan karena beberapa
alasan: debridement tidak secara jelas mempengaruhi kerja antibiotik, keadaan
klinis dan mikroorganisme patogen yang heterogen dan evaluasi bertahun-tahun
diperlukan untuk menentukan ada atau tidak adanya remisi. Banyak penelitian
yang tidak secara acak, tidak mempunyai grup sebagai kontrol dan hanya
mencatat sejumlah kecil pasien.
Terapi Antibiotik
Osteomyelitis hematogen akut paling bagus diobati dengan evaluasi
tepat terhadap mikroorganisme penyebab dan kelemahan mikroorganisme
tersebut dan 4-6 minggu terapi antbiotik yang tepat.
Debridement tidak perlu dilakukan jika diagnosis Osteomyelitis
hematogen telah cepat diketahui. Anjuran pengobatan sekarang jarang
memerlukan debridement. Bagaimanapun, jika terapi antibiotik gagal,
debridement dan pengobatan 4-6 minggu dengan antibiotik parenteral
sangat diperlukan. Setelah kutur mikroorganisme dilakukan, regimen
antibiotik parenteral (nafcillin [Unipen] + cefotaxime lain [Claforan] atau
ceftriaxone [Rocephin]) diawali untuk menutupi gejala klinis organisme
tersangka. Jika hasil kultur telah diketahui, regimen antibiotik ditinjau
kembali. Anak-anak dengan Osteomyelitis akut harus menjalani 2 minggu
pengobatan dengan antibiotik parenteral sebelum anak-anak diberikan
antibiotik oral.
Osteomyelitis kronis pada orang dewasa lebih sulit disembuhkan dan
umumya diobati dengan antibiotik dan tindakan debridement. Terapi
antibiotik oral tidak dianjurkan untuk digunakan. Tergantung dari jenis
Osteomyelitis kronis, pasien mungkin diobati dengan antibiotik parenteral
38
selam 2-6 minggu. Bagaimanapun, tanpa debridement yang bagus,
osteomyielitis kronis tidak akan merespon terhadap kebanyakan regimen
antibiotik, berapa lama pun terapi dilakukan. Terapi intravena untuk
pasien rawat jalan menggunakan kateter intravena yang dapat dipakai
dalam jangka waktu lama (contohnya : kateter Hickman) akan
menurunkan masa rawat pasien di rumah sakit.
Terapi secara oral menggunakan antibiotik fluoroquinolone untuk
organisme gram negatif sekarang ini digunakan pada orang dewasa dengan
Osteomyelitis. Tidak ada fluoroquinolone yang tersedia digunakan sebagai
antistaphylococcus yang optimal, keuntungan yang penting dari insidensi
kebalnya infeksi nosokomial yang didapat dengan bakteri staphylococcus.
Untuk lebih lanjutnya, sekarang ini quinolone tidak menyediakan
pengobatan terhadap patogen yang anaerob.
Debridement
Debridement pada pasien dengan osteomielitis kronis dapat
dilakukan. Kualitas debridement merupakan faktor penting dalam
suksesnya pengobatan. Setelah debridement dengan eksisi tulang, adalah
hal yang perlu untuk menghapuskan/ menghilangkan dead space yang
dilakukan dengan memindahkan jaringan di atasnya. Pengobatan dead
space termasuk myoplasty lokal, pemindahan jaringan dan penggunaan
antibiotik. Pelaksanaan pada jaringan lunak telah dikembangkan untuk
meningkatkan aliran darah lokal dan pendistribusian antibiotik.
Prognosis
Setelah mendapatkan terapi, umumnya osteomyelitis akut
menunjukkan hasil yang memuaskan. Prognosis osteomyelitis kronik
umumnya buruk walaupun dengan pembedahan, abses dapat terjadi
sampai beberapa minggu, bulan atau tahun setelahnya. Amputasi mungkin
dibutuhkan, khususnya pada pasien dengan diabetes atau berkurangnya
sirkulasi darah. Pada penderita yang mendapatkan infeksi dengan
penggunaan alat bantu prostetik perlu dilakukan monitoring lebih lanjut.
Mereka perlu mendapatkan terapi antibiotik profilaksis sebelum dilakukan
39
operasi karena memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mendapatkan
osteomyelitis.
BAB III
ANALISIS KASUS
Seorang anak perempuan 6 tahun datang dengan keluhan bengkak pada
paha kanan. Pada anamnesis lebih lanjut, diketahui bahwa keluhan tersebut telah
dialami penderita sejak ± 1 bulan SMRS. Sebelumnya, ± 2 bulan SMRS, penderita
mengalami trauma. Penderita jatuh terpeleset ke dalam got yang memiliki
kedalaman ± 50 cm dengan paha kanan membentur benda keras. Nyeri (+),
bengkak (-) dan merah (-). Pasien dapat beraktivitas seperti biasa. ± 1 bulan
SMRS, kemudian timbul bengkak kemerahan di paha kanan. Nyeri tekan (+),
timbul bisul besar di belakang lutut kanan, penderita sulit berjalan, demam (+). ±
3 minggu SMRS, paha kanan penderita masih bengkak (+), kemerahan (+), nyeri
(+) bila digerakkan, bisul besar di belakang lutut kanan mengeluarkan cairan
berwarna putih, penderita tidak bisa berjalan, demam (+). Pasien berobat ke
40
RSUD Muara Enim dan dirawat selama 20 hari. Untuk eksplorasi lebih lanjut
pasien kemudian dirujuk ke RSMH Palembang. Riwayat penderita sering demam
(+), batuk (+), pilek (+) . Riwayat gigi berlubang (+). Riwayat nyeri yang hilang
timbul pada paha kanan sebelum terjatuh (+)
Dari pemeriksaan fisik, status generalis didapatkan pernafasan, nadi,
tekanan darah dan suhu berada dalam batas normal. Dari hasil pemeriksaan fisik
status lokalis pada regio femur dextra pada look terlihat deformitas (+), edema (+),
dan scar (+) di aspek posterior. Pada feel, regio femur dextra suhu sama dengan
sekitar, nyeri tekan (-), NVD baik. Pada move, ROM aktif dan pasif terbatas.
Gejala umum pada osteomielitis adalah adanya demam tinggi, kelelahan dan
malaise, serta terbatasnya gerakan dan edema lokal yang disertai dengan eritem.
Pada kasus ini, penderita memiliki riwayat sering demam, batuk-pilek, serta
memiliki gigi berlubang. Hal ini merupakan faktor yang dapat mencetuskan
terjadinya ostemielitis akut. Osteomielitis akut dapat berkelanjutan menjadi
osteomyelitis kronik bila terlambat ditangani.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa pemeriksaan laboratorium
dan radiologi (foto Röntgen). Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan jumlah
leukosit 20.800/mm3 (leukositosis). Hal ini menunjukkan adanya suatu proses
infeksi. Foto Röntgen femur dextra tampak fraktur di 1/3 distal os femur dekstra
disertai deformitas, garis fraktur masih tampak jelas, sudah terbentuk kalus,
tampak lesi litik multiple di 1/3 distal os femur dekstra dan gambaran radioopak
dengan tepi yang radiolusen di 1/3 tengah os femur dekstra, serta soft tissue
swelling. Kesannya adalah terdapat non union fraktur disertai osteomielitis pada
os femur dekstra. Hasil pemeriksaan penunjang ini sangat mendukung
ditegakkannya diagnosis osteomielitis.
Penatalaksanaan terhadap penderita ini meliputi tindakan konservatif dan
operatif. Tindakan konservatif berupa bed rest, pemberian analgetik untuk
mengurangi nyeri, dan pemberian antibiotik. Kemudian direncanakan tindakan
operatif yaitu refrakturisasi.
Prognosis penderita quo ad vitam adalah dubia ad bonam dan quo ad
functionam adalah dubia ad bonam.
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Apley, Alan Graham. Ed: Louis Solomon, David Warwick, dan Selvadurai
Nayagam. 2010. Apley’s System of Orthopedics and Fractures 9th Edition.
UK: Hodder Arnold, an Hachette UK Company.
2. Rasjad, Chairuddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi: Bab 7 Infeksi
dan Inflamasi. Makassar: Bintang Lamumpatue.
3. Syamsuhidayat, R dan de Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
Kedua. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.2004
4. Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi
V. Jakarta: Interna Publishing.
5. Griffiths dkk. 2012. Management of Femoral Fractures. London: The
Association of Anaesthetists of Great Britain and Ireland.
42
43