Post on 27-Jan-2016
description
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Bronkopneumonia merupakan satu bentuk pneumonia, yaitu pneumonia
lobularis. Bronkopneumonia didefinisikan sebagai peradangan akut dari parenkim
paru pada bagian distal bronkiolus terminalis dan meliputi bronkiolus respiratorius,
duktus alveolaris, sakus alveolaris dan alveoli.
Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru. yang
disebabkan oleh mikroorganisme, dan proses noninfeksi seperti aspirasi makanan atau
asam lambung, benda asing, hidrokarbon, bahan lipoid dan pnemonitis akibat obat.
Pneumonia digolongkan atas dasar anatomi seperti proses lobus atau lobularis,
alveoler atau interstisial
ANATOMI PARU
Struktur dasar jalan nafas telah ada sejak lahir dan berkembang selama
neonatus dan dewasa menjadi sistem bronkhopulmonal. Jalan nafas pada setiap usia
tidak simetris. Apabila dibagi menjadi dua bagian, ada perbedaan bentuk dan jumlah
cabang yang tergantung dari lokasinya. Variasi tersebut menyebabkan implikasi
fisiologi yang berbeda. Alur yang berbeda menyebabkan perbedaan resistensi
terhadap aliran udara, sehingga menyebabkan distribusi udara atau partikel yang
terhisap tidak merata. Cabang dari bronkus mengalami pengecilan ukuran dan
kehilangan kartilago, yang kemudian disebut bronkhiolus. Bronkhiolus terminalis
membuka saat pertukaran udara dalam paru-paru.
Jalan nafas dilapisi oleh membran epitel yang berganti secara bertahap dari
epitel kolumner bertingkat bersilia di bronkus menjadi epitel kubus bersilia pada area
tempat pertukaran udara. Sillia berfungsi untuk menghantarkan mukus dari pinggir
jalan nafas ke faring. Sistem transport mukosilier ini berperan penting dalam
mekanisme pertahanan paru. Sel goblet pada trakhea dan bronkhus memproduksi
musin dalam retikulum endoplasma kasar dan apparatus golgi. Sel goblet meningkat
jumlahnya pada beberapa gangguan seperti bronkhitis kronis yang hasilnya terjadi
hipersekresi mukus dan peningkatan produksi sputum.
Unit pertukaran udara (terminal respiratory) terdiri dari bronkhiolus distal
sampai terminal : bronkhiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveoli.
Gamabr 1 : anatomi respirasi
Gambar 2. Lobus pernafasan
Pulmo dekstra lebih pendek dan lebih berat dibanding pulmo sinistra. Pulmo dekstra
dan sinistra dibagi oleh alur yang disebut incissura interlobaris dalam beberapa
Lobus Pulmonis. Pulmo dekstra dibagi menjadi 3 lobi, yaitu:
1. Lobus Superior
Dibagi menjadi 3 segmen: apikal, posterior, inferior
2. Lobus Medius
Dibagi menjadi 2 segmen: lateralis dan medialis
3. Lobus Inferior
Dibagi menjadi 5 segmen: apikal, mediobasal, anterobasal, laterobasal,
posterobasal
Pulmo sinistra dibagi menjadi 2 lobi, yaitu:
1. Lobus Superior
Dibagi menjadi segmen: apikoposterior, anterior, lingularis superior, lingularis
inferior.
2. Lobus Inferior
Dibagi menjadi 4 segmen: apikal, anteromediobasal, laterobasal, dan
posterobasal
.
Gambar 3. Lobus dan segmentasi paru
EPIDEMIOLOGI
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama
pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas
dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun. Diperkirakan hampir seperlima
kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap
tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di afrika dan asia tenggara. Menurt
survei kesehatan nasional tahun 2001, 27% kematian bayi dan 22,8 % kematian balita
di indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratorius, terutama pneumonia.
Insidensi pneumonia pada anak < 5 tahun di negara maju adalah 2-4 kasus/100
anak/tahun, sedangkan dinegara berkembang 10-20 kasus/100 anak/tahun dan
biasanya disebabkan oleh streptococcus pneumonia. . Pneumonia menyebabkan lebih
dari 5 juta kematian per tahun pada balita di negara berkembang.
Pola bakteri penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai dengan distribusi
umur pasien. Di negara berkembang, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh
bakteri. Namun secara umum bakteri yang berperan penting dalam pneumonia adalah
Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae, Staphylococcus aureus,
streptokokus grup B, serta kuman atipik Chlamydia pneumoniae dan Mycoplasma
pneumonia.
KLASIFIKASI
Berdasarkan lokasi lesi di paru
bronkopneumonia Interstitial Pneumonia lobaris
Lokasi: lobularis
Roentgen: infiltrate
Ronchie selalu terdengar
Dullness -
Insterstitial
Pendataran diafragma dan
hiperinflasi
Ronki ±, wheezing +
Dullness -
Segmental/lobus
Konsolidasi
Ronki + saat kongesti dan
resolusi
Dullness +
Berdasarkan asal infeksi
- di dapat dari masyarakat
- di dapat dari rumah sakit
Berdasarkan etiologi penyebab
- pneumonia bakteri
- pneumonia virus
- pneumonia mikoplasma
- pneumonia jamur
Berdasarkan karakteristik penyakit
- pneumonia tipikal
- pneumonia atipikal
Berdasarkan lama penyakit
- pneumonia akut
- pneumonia persisten
ETIOLOGI
Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan tindakan
yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Patogen penyebab pneumonia pada
anak bervariasi tergantung :
Usia
Status lingkungan
Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)
Status imunisasi
Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi)
Faktor infeksi
Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia
anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi pengobatan.
Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus grup B dan
bakteri gram negatif seperti E.colli, pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi
yang lebih besar dan balita pneumoni sering disebabkan oleh Streptococcus
pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus, sedangkan pada anak yang
lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi
Mycoplasma pneumoniae 2. Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia
yang bersumber dari data di Negara maju dapat dilihat di tabel.
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Lahir - 20 hari
Bakteri Bakteri
E.colli Bakteri anaerob
Streptococcus grup B Streptococcus grup D
Listeria monocytogenes Haemophillus influenza
Streptococcus pneumonie
Virus
CMV
HMV
3 miggu – 3 bulan Bakteri Bakteri
Clamydia trachomatis Bordetella pertusis
Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenza tipe
B
Virus Moraxella catharalis
Adenovirus Staphylococcus aureus
Influenza Virus
Parainfluenza 1,2,3 CMV
4 bulan – 5 tahun Bakteri Bakteri
Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza tipe
B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus Neisseria meningitides
Adenovirus Virus
Rinovirus Varisela Zoster
Influenza
Parainfluenza
5 tahun – remaja Bakteri Bakteri
Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus
Adenovirus
Epstein-Barr
Rinovirus
Varisela zoster
Influenza
Parainfluenza
Tabel 1. Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia
Faktor non-infeksi
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :
Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama menelan muntah atau sonde lambung. zat
hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah, dan bensin.
Bronkopneumoni lipoid :
Terjadi akibat pemasuksn obat yang mengandung minyak secara intranasal,
termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan
seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau
pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang
menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi.
Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling
merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan
PATOGENESIS
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru.
Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan
tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya
infeksi penyakit.
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai
cara, antara lain :
1. Inhalasi langsung dari udara
2. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring.
3. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain.
4. Penyebaran secara hematogen.
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius sangat efisien untuk mencegah infeksi
yang terdiri dari :
1. Susunan anatomis rongga hidung.
2. Jaringan limfoid di nasofaring.
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret
lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.
4. Refleks batuk.
5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.
6. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.
7. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A.
8. Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja
sebagai antimikroba yang non spesifik.
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas
sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan
sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses
peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :
Algoritma 1 : Stadium bronkopneomonia
1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia
ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast
setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut
mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan
jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin
untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam
ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan
alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak
yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas
ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan
saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian
dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah
dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau
sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung
sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler
darah tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag
sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
Algoritma 2 : patofisiologi brokhopneomonia
MANIFESTASI KLINIS
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga
sedang. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam jiwa dan mungkin terdapat
komplikasi sehingga memerlukan perawatan di rumah sakit. Beberapa faktor yang
mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah inmaturitas anatomik
dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang tidak khas
terutama pada bayi.
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat ringannya
infeksi, tetapi secra umum adalah sebagai berikut:
Gambaran infeksi umum :
Demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan, keluhan
gastrointestinal seperti mual, muntah, atau diare.
Gambaran gangguan respiratorius:
Batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipneu, nafas cuping hidung, merintih,
sianosis.
PEMERIKSAAN FISIK
Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal sebagai
berikut :
Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan
pernapasan cuping hidung.
Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran
fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan
infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan
berkurang.
Pada perkusi tidak terdapat kelainan
Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles ( rhonki ) dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui
sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologi
Kelainan foto rontgen toraks tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis.
Biasanya dilakukan pemeriksaan rontgen toraks posisi AP. Foto rontgen toraks
AP dan lateral hanya dilakukan pada pasien dengan tanda dan gejala klinik
distres pernapasan seperti takipnea, batuk dan ronki, dengan atau tanpa suara
napas yang melemah.
Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari :
Infiltrat interstitial, ditandai dengan peningkatan corakan
bronkovaskular, peribronchial cuffing, dan hiperaerasi.
Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.
Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia
lobaris, atau terlibat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar,
berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas, dan menyerupai lesi
tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia.
Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua
paru, berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah
perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.
A. PNEUMOCOCCAL B. STAPHYLOCOCCUS
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Leukositosis
Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial.
Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi
20.000/mm3dengan limfosit predominan)
bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3dengan neutrofil yang
predominan.
Kadar leukosit berdasarkan umur:
Anak umur 1 bulan : 5000 - 19500
Anak umur 1-3 tahun : 6000 - 17500
Anak umur 4-7 tahun : 5500 - 15500
Anak umur 8-13 tahun: 4500 - 13500
Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseranke kiri serta peningkatan
LED.
b. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium
lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
c. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif
sehingga tidak rutin dilakukan.
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut :
1. Sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding
dada
Kriteria takipneu menurut WHO :
Anak umur < 2bulan : ≥ 60 x/menit
Anak umur 2-11 bulan : ≥ 50 x/menit
Anak umur 1-5 tahun : ≥ 40 x/menit
Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 x/menit
2. Panas badan
3. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
4. Foto thorax
Menunjukkan gambaran infiltrat difus
5. Leukositosis
Pedoman diagnosis dan tatalaksana sederhana berdasarkan WHO :
Bayi berusia di bawah 2 bulan
• Pneumonia
Bila ada napas cepat (> 60 x/menit) atau sesak napas
Harus dirawat dan diberikan antibiotik
• Bukan pneumonia
Tidak ada napas cepat atau sesak napas
Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis
Bayi dan anak usia 2 bulan – 5 tahun
• Pneumonia sangat berat
Bila ada sesak napas, sianosis sentral dan tidak sanggup minum
Harus dirawat dan diberikan antibiotik
• Pneumonia berat
Bila ada sesak napas, tanpa sianosis, dan masih sanggup minum
Harus dirawat dan diberikan antibiotic
• Pneumonia ringan
Bila tidak ada sesak napas
Ada napas cepat dengan laju napas
Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral.
• Bukan pneumonia
Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas
Tidak perlu dirawat dan antibiotik, hanya diberikan pengobatan
simptomatis.
Tanda bahaya pada anak usia 2 bulan – 5 tahun adalah tidak mau minum, kejang,
kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk.
Tanda bahaya untuk bayi usia < 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran
menurun, stridor, mengi, dan demam/badan terasa dingin.
DIAGNOSA BANDING
Diagnosis banding anak yang datang dengan keluhan batuk dan atau kesulitan
bernafas 9, yaitu :
DIAGNOSIS GEJALA YANG DITEMUKAN
Bronkiolitis
episode pertama wheezing pada anak umur
< 2 tahun
hiperinflasi dinding dada
ekspirasi memanjang
gejala pada pneumonia juga dapat dijumpai
kurang atau tidak ada respon dengan
bronkodilator
Asma
riwayat wheezing berulang, kadang tidak
berhubungan dengan batuk dan pilek
hiperinflasi dinding dada
ekspirasi memanjang
berespon baik terhadap bronkodilator
Gagal jantung
peningkatan tekanan vena jugularis
denyut apeks bergeser kekiri
irama derap
bising jantung
crackles/ronki didaerah basal paru
pembesaran hati
Penyakit jantung bawaan
sulit makan atau menyusu
sianosis
bising jantung
pembesaran hati
Efusi / empyema
bila massif terdapat tanda pendorongan
organ intra toraks
pekak pada perkusi
Tuberculosis (TB)
riwayat kontak positif dengan pasien TB
dewasa
uji tuberculin positif (≥10 mm, pada
keadaan imunosupresi ≥ 5 mm)
pertumbuhan buruk/kurus atau berat badan
menurun
demam (≥ 2 minggu) tanpa sebaba yang
jelas
batuk kronis (≥ 3 minggu)
pembengkakan kelenjar limfe leher, aksila,
inguinal yang spesifik. Pembengkakan
tulang/sendi punggung, panggul, lutut,
falang.
Pertusis
batuk paroksismal yang diikuti dengan
whoop, muntah, sianosis, atau apnu
bias tanpa demama
imunisasi DPT tidak ada atau tidak lengkap
klinis baik diantara episode batuk
Benda asing
riwayat tiba-tiba tersedak
stridor atau distress pernapasan tiba-tiba
wheeze atau suara pernapasan menurun
yang bersifat fokal
Pneumotoraks
awitan tiba-tiba
hipersonor pada perkusi disatu sisi dada
pergeseran mediastinum
Tabel 3. Diagnosis Banding Bronkhopneomoni
PENATALAKSANAAN
Sebelum memberikan obat ditentukan dahulu : Berat ringannya penyakit, riwayat
pengobatan sebelumnya dan respons terhadap pengobatan tersebut, adanya
penyakit yang mendasarinya.
Antibiotik awal (dalam 24-72 jam pertama) :
a. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
- ampicillin + aminoglikosid (gentamisin)
- amoksisillin - asam klavulanat
- amoksisillin + aminoglikosid
- sefalosporin generasi ke-3
b. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
- beta laktam amoksisillin
- amoksisillin-amoksisillin klavulanat
- golongan sefalosporin
- kotrimoksazol
- makrolid (eritromisin)
c. Anak usia sekolah (> 5 thn)
- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin,
azitromisin)
- tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka
harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali
sampai hari ketiga. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan
perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih
tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan
dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan
seolah-olah antibiotik tidak efektif)
Penderita imunodefisiensi atau ditemukan penyakit lain yang mendasari →
ampisilin + aminoglikosida (gentamisin), Hipersensitif dengan penisilin/ampisilin
: Eritromisin, sefalosporin (5-16% ada reaksi silang) atau linkomisin/klindamisin
Antibiotik selanjutnya ditentukan atas dasar pemantauan ketat terhadap respons
klinis dalam 24-72 jam pengobatan antibiotik awal Kalau penyakit menunjukkan
perbaikan → antibiotik diteruskan sampai dengan 3 hari klinis baik
(Pneumokokus biasanya cukup 5-7 hari, bayi < 2 bl biasanya 10-14 hari) Kalau
penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 72
jam → antibiotik awal dihentikan dan diganti dengan antibiotik lain yang lebih
tepat (sebelumnya perlu diyakinkan dulu tidak adanya penyulit seperti empiema,
abses, dll, yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).
Antibiotik pengganti bergantung pada kuman penyebab
Pneumokokus : 3-16% sudah resisten dengan penisilin Diganti dengan
sefuroksim, sefotaksim, linkomisin atau vankomisin
H. influenzae : Diganti dengan sefuroksim, sefazolin, sefotaksim, eritromisin,
linkomisin atau klindamisin
S. aureus : Diganti dengan kloksasilin, dikloksasilin, flukloksasilin,
sefazolin, klindamisin atau linkomisin
Batang Gram (-) : Aminoglikosida (gentamisin, amikasin, dll)
Mikoplasma : Eritomisin, tetrasiklin (untuk anak > 8 th)
Catatan : Gambaran klinis pneumonia dan dosis serta cara pemberian
antibiotik lihat tabel 34
Simtomatik (untuk panas badan dan batuk) Sebaiknya tidak diberikan terutama
pada 72 jam pertama, karena dapat mengacaukan interpretasi reaksi terhadap
antibiotik awal
Suportif O2 lembab 40% melalui kateter hidung diberikan sampai sesak nafas
hilang (analisis gas sampai dengan PaO2 ≥ 60 Torr)
Cairan, nutrisi dan kalori yang memadai : Melalui oral, intragastrik, atau infus.
Jenis cairan infus disesuaikan dengan keseimbangan elektrolit. Bila elektrolit
normal berikan larutan 1:4 (1 bagian NaCl fisiologis + 3 bagian dekstrosa 5%),
Asidosis (pH < 7,30) diatasi dengan bikarbonat i.v. Dosis awal : 0,5 x 0,3 x
defisit basa x BB (kg) → mEq, Dosis selanjutnya tergantung hasil pemeriksaan
pH dan kelebihan basa (base excess ) 4-6 jam setelah dosis awal. Apabila pH dan
kelebihan basa tidak dapat diperiksa, berikan bikarbonat i.v. = 0,5 x 2-3 mEq x
BB (kg) sebagai dosis awal, dosis selanjutnya tergantung gambaran klinis 6 jam
setelah dosis awal
Fisioterapi
OBAT CARA
PEMBERIAN
DOSIS FREK. (jam) INDIKASI
Gol. PENISILIN
Ampisilin
Amoksisilin
Tikarsilin
i.v., i.m.
p.o.
p.o.
i.v., i.m.
100-200
40-160
25-100
300-600
4-6
6
8
4-6
Pneumonia berat
disebabkan Gram
(+), Gram (-) ;
Bakteri anaerob
Fibrosis kistik
(kombinasi dengan
aminoglikosida)
Azlosilin
Neonatus <7 hr
Neonatus >7 hr
i.v. 300-600
50-150
200
4
12
4-8
Sama dengan
tikarsilin
Mezlosilin
Neonatus >2.000 g
Neonatus <2.000 g
i.v. 300
75
75
4
6-12
8-12
Sama dengan
tikarsilin
Piperasilin i.v. 300 4 Sama dengan
tikarsilin
Oksasilin i.v. 150 4-6 Pneumonia, abses
paru, empiema,
trakeitis yang
disebabkan oleh S.
aureus
Kloksasilin i.v. 50-100 4-6
Dikloksasilin i.v. 25-80 4-6
GOL. SEFALOSPORIN
Sefalotin i.v. 75-150 6 Pneumonia oleh S.
aureus
(bila alergi penisilin)
Sefuroksim i.v. 100-150 6-8 Terapi awal infeksi
oleh
Sefotaksim
Seftriakson
i.v.
i.v., i.m.
50-200
50-100
6
12-24
patogen Gram (-) :
K. pneumoniae, E.
coli
Seftazidim i.v. 100-150 8 Diduga
Pseudomonas
aeruginosa
GOL. AMINOGLIKOSIDA
Gentamisin i.v., i.m. 5 8 Terapi inisial untuk
Pneumonia dan
abses paru karena
bakteri Gram (-)
Tobramisin i.v., i.m. 8-10 8
Amikasin i.v., i.m. 15-20 6-8 Patogen Gram (-)
resisten dengan
gentamisin dan
tobramisin
Netilmisin i.v. 4-6 12 Gram (-) yang
resisten terhadap
gentamisin
GOL. MAKROLID p.o. 30-50 6 M. pneumoniae, B.
Eritromisin i.v. (infus
lambat)
40-70 6 pertussis, C.
diphtheriae, C.
trachomatis,
Legionella
pneumophila
Roksitromisin p.o. 5-8 12
Klaritromisin p.o. 2
Azitromisin p.o. 10 24
KLINDAMISIN i.v.
p.o.
15-40
10-30
6
6
S. aureus,
Streptokokus,
Pneumokokus yang
alergi penisilin dan
efalosporin Abses
paru karena bakteri
anaerob
KLORAMFENIKO
L
i.v. 75-100 6 Epiglotitis, abses
paru, pneumonia
Tabel 3. Dosis Harian Antibiotik untuk Pneumonia
KOMPLIKASI
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam
rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran
bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah
komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi.
PROGNOSIS
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi
didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang
terlambat untuk pengobatan.
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi
berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya
zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh
negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka
malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar
dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri
sendiri.
PENCEGAHAN
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan
penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan
terjadinya bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah
dengan meningkatkan daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran
nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur ,menjaga
kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll.
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi
antara lain:
Vaksinasi Pneumokokus
Vaksinasi H. Influenza diberikan pada anak sebelum anak sakit
Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh
rendah
DAFTAR PUSTAKA
1. Garna, herry, dkk. 2005. Pedoman diagnosis dan terapi. Bandung : UNPAD
2. Hegar, badriul. 2010. Pedoman pelayanan medis. Jakarta : IDAI.
3. Latief, abdul, dkk. 2009. Pelayanan kesehetan anak di rumah sakit standar WHO. Jakarta : Depkes
4. Sastroasmoro, sudigdo, dkk. 2007. Panduan pelayanan medis dept. IKA. Jakarta : RSCM
5. Rahajoe, Nastini.N.2008.Buku Ajar Respirologi,Edisi 1.Jakarta : IDAI
6. Nelson .2000.Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15,Volume 2.Jakarta :EGC.