Post on 05-Feb-2018
55
BAB V
PERSEPSI KOMUNITAS NAHDATUL ULAMA TERHADAP ORMAS MTA
5.1. Gambaran masyarakat Islam Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan
Sudah menjadi rahasia umum apabila dikatakan bahwa Indonesia merupakan
Negara dengan mayoritas penduduk Islam dan terbesar di dunia. Pada tahun 2010,
penganut Islam di Indonesia sekitar 205 juta jiwa atau 88,1 persen dari jumlah
penduduk Indonesia1. Tentunya ini juga dapat dibenarkan apabila dikatakan bahwa di
Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah mayoritas penduduknya
adalah beragama Islam. Pada tahun 2012, Sebanyak 42.409 penduduk di Kecamatan
Susukan tercatat memeluk agama Islam2. Kecamatan Susukan terdiri dari 13 (tiga
belas) Desa/kelurahan yaitu Desa Ngasinan, Muncar, Kemetul, Kenteng, Koripan,
Gentan, Sidoharjo, Susukan, Ketapang, Bakal Rejo, Timpik, Tawang dan Desa
Badran.
Islam adalah salah satu agama besar yang sangat kompleks, apabila dilihat
dari sudut pandang “tentang pemahaman Islam itu sendiri”. Oleh karenanya muncul
berbagai macam organisasi massa, kelompok agama, komunitas, partai politik dan
lain sebagainya yang berbasis Islam sehingga mempunyai karakter tersendiri dan
saling membedakan satu dengan yang lainnya. Telah disinggung seperti di muka
(lihat pada Bab 1), bahwa Islam dengan cara pandang Nahdatul Ulama (NU) adalah
Ormas Islam yang mempunyai banyak pengikut dan tersebar di seluruh Indonesia.
Ketika ditanyakan kepada salah satu Ulama Wanita di Kecamatan Susukan yaitu
Ustadzah Solaehah, tentang berapa prosentase jumlah pengikut NU di Kecamatan
Susukan, Ustadzah Solaehah mengatakan bahwa:
1 http://www.anashir.com/2012/05/102159/46553/10-negara-dengan-jumlah-penduduk-muslim-
terbesar-di-dunia, (diunduh tanggal 20-01-2013) 2http://semarangkab.bps.go.id/Subyek_Statistik/Publikasi/03.%20Statda/Stada%20Kecamatan/Stada%
20Kec%202012/stada%20kec%20susukan%202012/files/search/searchtext.xml, (diunduh tanggal 20-
01-2013)
56
"Mayoritas Islam, 95%. Wilayah Susukan yang Muhammadiyah disekitar
pasar Susukan, Ahmadiyah disekitar Desa Muncar. Tetapi kalau secara prosentase,
lebih dominan NU yakni lebih dari 90%”3.
Di Kecamatan Susukan juga masih berlaku prinsip-prinsip dari Nahdatul
Ulama seperti keseimbangan, toleransi dan moderat yang selama ini, dijaga dan
dikembangkan oleh Ormas dan komunitas NU itu sendiri, Ustad Rois mengatakan:
“NU di dunia ini secara prinsip itu sama. Prinsip pokoknya antara lain;
keseimbangan, toleransi dan moderat. Implementasi dari prinsip pokok tersebut
diantaranya adalah kegiatan tahlilan atau kegiatan yang erat kedekatannya dengan
adat. Itu semua dimaksudkan untuk wadah dan sarana terjalinnya kerukunan dan
sebagai upaya pengembangan agama”4.
Bagaimana orang yang beragama Islam dapat disebut sebagai orang Islam
“berhaluan” ajaran Nahdatul Ulama (NU), itu merupakan pertanyaan mendasar dari
peneliti dan tentunya orang lain yang nantinya akan membaca penelitian ini. Indikator
yang menyebabkan sehingga orang Islam dapat disebut sebagai orang Islam NU dan
masuk kedalam ranah komunitas NU tentunya penting untuk memahami studi
khalayak dari penelitian ini. Dapat disebutkan oleh peneliti, bahwa antara anggota
Ormas NU dan komunitas NU sangat berbeda, terdapat ruang pemisahnya, perbedaan
itu dapat diketahui dengan melihat kembali dari definisi komunitas menurut Garna
(1999:147); komunitas adalah,
“suatu kelompok manusia yang menempati suatu kawasan geografis, yang
terlibat dalam aktifitas ekonomi, politik, dan juga membentuk suatu satuan sosial
yang memiliki nilai-nilai tertentu, serta rasa kebersamaan”.
Kemudian memahami kembali Definisi dari Organisasi Kemasyarakatan
menurut undang-undang nomer 8 tahun 1985, yang menyatakan bahwa Organisasi
Kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat
3 Hasil wawancara dengan Ustadzah Solaehah, Tanggal 10-12- 2012, di Kecamatan Susukan
4 Hasil wawancara dengan Ustad Rois, Tanggal 03-02-2013, di Kecamatan Susukan
57
warganegara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan,
profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk
berperanserta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam
wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Peneliti
melihat bahwa ketika seseorang yang duduk dalam struktur organisasi
kemasyarakatan seperti Ormas NU dapat dipastikan, ia akan mendapatkan pengakuan
secara struktural organisasi dengan ditandai adanya suatu jabatan, fungsi, adanya hak-
kewajiban dan tugas, serta didapatkannya kartu anggota. Disisi lain, komunitas
terbentuk tidak secara formal melainkan didasari dengan adanya persamaan, misalnya
persamaan kepentingan dan tujuan, oleh karena itu tiap-tiap individu bagian dari
komunitas NU di Kecamatan Susukan tidak mempunyai pengkuan formal/tertulis dan
kartu anggota seperti yang terjadi di lingkup Organisasi kemasyarakatan (Ormas) NU.
Peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa individu bagian dari Ormas NU dapat juga
dikategorikan masuk dalam ranah komunitas NU, namun sebaliknya tidak
sembarangan individu dapat disebut sebagai anggota atau bagian dari Ormas
Nahdatul Ulama.
“Memang tidak ada kartu anggotanya untuk dapat diakui sebagai orang NU,
tapi disisi lain terdapat kartu anggota sebagai tanda pengenal bahwa orang itu
adalah anggota Ormas NU”5.
Dari penjelasan yang diberikan oleh Ustad Rois, peneliti dapat memahami
bentuk-bentuk perkembangan Ormas Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan. Ormas
NU ini mempunyai badan otonomi (dapat disebut sebagai anak organisasi) yang
dikelompokan oleh faktor usia dan gender. Pertama, adalah Nahdatul Ulama;
organisasi ini diperuntukan kepada para tokoh agama berpengaruh seperti Ulama,
baik Pria maupun Wanita. Peneliti mencatat lebih dari 30 orang berada dalam
organisasi NU ini, mereka semua mempunyai fungsi sebagai pedakwah Islami dari
Nahdatul Ulama. Kedua, Muslimat yaitu organisasi Wanita Islam NU yang
5 Hasil wawancara dengan Ustad Rois, Tanggal 03-02-2013, di Kecamatan Susukan
58
mempunyai kegiatan rutin antara lain pengajian keliling antar Dusun/Desa. Pengisi
dakwah dari pengajian ini dapat dari Ustadzah di Muslimat itu sendiri atau dari para
Ulama NU lainnya. Ketiga, IPNU (Ikatan Pelajar Nahdatul Ulama), terdiri dari
pemuda dan pelajar NU Pria berusia antara 13 s/d 27 tahun. Keempat, IPPNU (Ikatan
Pelajar Wanita Nahdatul Ulama), terdiri dari pemuda dan pelajar NU Wanita berusia
antara 13 s/d 27 tahun. IPNU dan IPPNU pada rutinitasnya lebih sering disatukan
dalam satu kegiatan bersama, misalnya rapat rutin, latihan kepemimpinan, seminar
dan lain sebagainya. Terakhir atau kelima adalah Banser, akan tetapi
kepengurusannya di Kecamatan Susukan dapat dikatakan kurang jelas. Berikut ini
adalah pernyataan Ustad Rois tentang silsilah Ormas Nahdatul Ulama di Kecamatan
Susukan;
“Di bawah naungan NU itu ada yang namanya Badan Otonomi, kemudian
badan otonomi yang membawahi kepengurusan keorganisasian Wanita, namanya
Muslimat. Badan Otonomi yang membawahi kepengurusan keorganisasian Pria
adalah NU. Ada Ikatan Pelajar Nahdatul Ulama (IPNU), Ikatan Pelajar Wanita
Nahdatul Ulama (IPPNU), keduanya termasuk badan otonom yang membawahi
Wanita NU berusia antara 13 s/d 27 tahun. Kemudian ada lagi yaitu Fataya, Ansor
dan Banser. Tetapi yang aktif berkegiatan dan yang mempunyai struktur
keorganisasian yang jelas di Kecamatan Susukan adalah NU, Muslimat, IPNU,
IPPNU. Kalau Banser sebenarnya ada tapi kegiatan dan kepengurusannya tidak
begitu jelas”6.
Selanjutnya, “menggelitik” di benak peneliti, perihal batas-batas keimanan
dan ketaqwaan warga Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan. Informasi dari semua
nara sumber, dapat disimpulkan bahwa inti dari batasan seseorang tetap dapat
dikatakan sebagai warga Islam Nahdatul Ulama (NU) adalah faktor keimanan yaitu
percaya/meyakini Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW, serta dapat menjalankan
prinsip-prinsip pokok NU dengan baik. Apabila seseorang yang tingkat
6 Hasil wawancara dengan Ustad Rois, Tanggal 03-02-2013, di Kecamatan Susukan
59
ketaqwaannya masih rendah, namun tetap beriman kepada Allah SWT dan
menjalankan prinsip-prinsip pokok dari Nahdatul Ulama, maka orang tersebut masih
dapat dianggap sebagai warga Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan. Perbedaan
kesimpulan terjadi apabila keimanan seseorang itu telah “rusak” karena berpaling
dari Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW, misalnya; dengan mengimani tuhan
selain Allah serta benda atau wujud lainnya, maka orang tersebut tidak dapat disebut
sebagai warga Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan.
“Masalah sholat rutin atau tidak, itu masalah keyakinan dan hak pribadi,
apabila dia menjalankan tuntunan NU, ya dapat dikatakan orang NU. Kalau
masalah sholat 5 (lima) waktu itu panggilan hati, kesadaran”7.
Peneliti kemudian mengamati secara langsung untuk mengetahui pemetaan
wilayah sebagai basis dari komunitas Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan. Dari
pengamatan itu, dapat dikatakan oleh peneliti bahwa mayoritas pemeluk Islam di
Kecamatan Susukan adalah pengikut ajaran Nahdatul Ulama, ini semua dapat dilihat
dari tradisi dan bukti adanya tempat ibadah (Masjid/Mushola) dan Pondok Pesantren.
Dapat dikatakan oleh peneliti, semua Dusun atau Desa di Kecamatan Susukan
mempunyai Masjid serta Mushola, dan digunakan sebagai tempat ibadah bagi
masyarakat Islam, khususnya komunitas Nahdatul Ulama. Di Kecamatan Susukan
terdapat 8 (delapan) Pondok Pesanten yang berfungsi sebagai tempat “menimba” ilmu
agama Islam dan memiliki ribuan santri Pria maupun Wanita yang sampai saat ini
masih aktif dalam berkegiatan. Dari semua pondok pesantren yang tersebar di
wilayah Kecamatan Susukan, 7 (tujuh) pondok pesantren (Ponpes) diantaranya adalah
berhaluan Islam Nahdatul Ulama dan 1 (satu) pondok pesantren lainnya
mengidentifikasikan bukan berhaluan Islam Nahdatul Ulama.
“Yang istilahnya berasimilasi dengan NU itu, di Desa Kenteng ada 3 (tiga)
Ponpes, Desa Petak 1 (satu), Desa Jetis 1 (satu), Desa Baran 1 (satu), dan Bakarjo 1
7 Hasil wawancara dengan Ustadzah Solaehah, Tanggal 10-12-2012, di Kecamatan Susukan
60
(satu). Kalau di Desa Gentan itu ada 1 Ponpes tapi bukan NU, sedangkan di Desa
Grabakan dulunya ada Ponpes tapi sekarang sudah tidak berkegiatan lagi”8.
Tradisi yang dimaksudkan oleh peneliti dalam konteks ini adalah tradisi dari
masyarakat Jawa yang melekat dalam aktivitas komunitas Nahdatul Ulama, seperti
adanya tahlilan, dzikir, dan sholawatan. Di Kecamatan Susukan, peneliti sering
menemukan tradisi Jawa yang disisipi dengan tahlilan, dzikir atau sholawatan,
misalnya tradisi Sadranan, Slametan, Mitung Dino, Sepasaran, Ziarah Kubur dan
lain sebagainya.
“Ciri khas dari NU diantaranya itu ada; dzikir, tahlil dan sholawatan”9.
Peneliti melakukan Observasi langsung dan berbaur dengan komunitas
Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan dalam beberapa rutinitas kesehariannya.
Diantaranya, pada kegiatan atau tradisi Aqiqoh, Maulid Nabi, Jagongan Bayi,
Sadranan, Merti Deso, Nyatus/Nyewu, Ziarah Kubur, dan Slametan. Berikut ini
adalah penjelasan singkat tentang gambaran dan temuan fakta dari tradisi yang
dilakukan oleh komunitas NU di Kecamatan Susukan.
1. Jagongan Bayi dan Aqiqoh
Aqiqoh atau sering juga dari kebanyakan orang Jawa (Islam NU),
menyebutnya dengan sebutan “sepasaran bayi”. Kegiatan ini lazimnya dilakukan
pada hari ke-tujuh setelah kelahiran anak. Aqiqoh biasanya juga sebagai pertanda
berakhirnya prosesi perayaan penyambutan lahirnya seorang “bayi” (anak). Sebelum
sampai pada hari peringatan/perayaan Aqiqoh terdapat suatu tradisi yaitu “Jagongan
bayi”. Jagongan bayi dilakukan mulai malam pertama sejak kelahiran bayi, biasanya
dimulai dari pukul 19.30 s/d 20.00 Wib. Dalam lingkup masyarakat Jawa yang
beragama Islam khususnya berpedoman pada ajaran Nahdatul Ulama, tradisi
Jagongan bayi dihadiri oleh keluarga besar, kerabat, dan tetangga atau masyarakat
sekitar. Peneliti melihat isi acara pada tradisi Jagongan bayi ini, antara lain; Seni baca
8 Hasil wawancara dengan Ustad Rois, Tanggal 03-02-2013, di Kecamatan Susukan
9 Hasil wawancara dengan Ustadzah Solaehah, Tanggal 10-12-2012, di Kecamatan Susukan
61
Al-Qur’an, Tahlilan, Sholawatan serta Makan Bersama. Kesemuanya itu dipimpin
oleh para tokoh agama dan Kepala Desa/Dusun. Pada kegiatan Aqiqoh yang menjadi
inti acaranya hampir sama dengan tradisi Jagongan bayi, hal yang membedakan
adalah adanya tambahan acara yaitu dakwah (penyampaian petuah Islami) oleh
Ulama yang sengaja diundang oleh pihak tuan rumah. Pembeda lainnya terletak pada
banyaknya jumlah tamu undangan yang hadir dan diantara makanan yang disajikan,
biasanya terdapat makanan berupa olahan dari daging Kambing atau Domba. Ini
merupakan bentuk dari kewajiban dalam tradisi Islam tentang Aqiqoh yaitu
menyembelih 2 ekor Kambing/Domba Jantan untuk anak Pria, dan 1 ekor
Kambing/Domba Jantan untuk anak Wanita. Prosesi Aqiqoh biasanya dimulai dari
pukul 19.30 s/d 23.00 Wib.
2. Ziarah Kubur
Tradisi Ziarah Kubur biasanya dilakukan oleh masyarakat Islam NU
(Nahdatul Ulama) pada hari Kamis sore pada setiap minggunya. Kegiatan ini
dilakukan oleh para anak-cucu, keluarga dan kerabat untuk mendoakan orang yang
sudah meninggal dan dimakamkan pada kompleks pemakaman setempat.
Kebanyakan, orang akan mendatangi tempat pemakaman, kemudian menuju ke
kuburan. Selanjutnya mereka akan membersihkan rumput atau sampah di area
kuburan itu dan lalu membacakan doa Tahlil serta doa-doa lainnya, sebagai upaya
untuk memohonkan ampunan atas dosa-dosa orang yang sudah meninggal tadi
(anggota keluarganya).
3. Maulid Nabi
Maulid Nabi adalah tradisi Islam dalam memperingati hari kelahiran Nabi
Besar Muhammad SAW. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada tanggal 12 (dua belas)
maulud (penanggalan Jawa/Islam) atau pada hari sesudahnya itu. Terkadang di
wilayah Kecamatan Susukan terjadi perbedaan penentuan hari dilaksanakannya
peringatan Maulid Nabi, hal itu didasari karena alasan kesanggupan dari pengisi acara
inti yaitu dakwah Islami oleh Ulama. Acara yang sering dipergunakan di berbagai
Desa di Kecamatan Susukan adalah Hiburan Rebana (Musik Islami), Pidato sambutan
62
oleh panitia, Pidato Sambutan dari pemerintah Dusun/Desa, Seni baca Al-Qur’an,
Tahlilan, Sholawatan, Istirahat/Hiburan dan terakhir penutup acara yaitu dakwah dari
Ulama.
4. Sadranan
Sadranan merupakan salah satu tradisi yang dilakukan masyarakat NU
(Nahdatul Ulama) di Kecamatan Susukan pada bulan Ruwah (penanggalan
Jawa/Islam). Hari pelaksanaannya pun terkadang berbeda-beda antara daerah satu
dengan daerah lainnya. Umumnya masyarakat Islam NU baik Pria-Wanita , tua atau
muda pada suatu daerah misalnya di Desa Timpik; akan berbondong-bondong dengan
membawa segala rupa makanan, minuman dan buah-buahan ke area pemakaman
setempat. Makanan yang dibawa antaranya adalah Nasi Ingkung, makanan khas Jawa,
buah-buahan, makanan ringan dan lain sebagainya. Acara dimulai dengan pidato
sambutan oleh Panitia/Kepala Dusun, kemudian dilanjutkan dengan Seni baca ayat
suci Al-Qur’an, Tahlilan yang dipimpin oleh Ulama setempat, istirahat (makan
bersama) dan ditutup dengan dakwah dari Ulama yang telah ditunjuk oleh penitia.
Namun adakalanya juga tradisi sadaranan ini ditempatkan atau dipusatkan di Masjid
desa, seperti halnya yang ditemukan oleh peneliti yaitu di Dusun Margosari, Desa
Koripan, Kecamatan Susukan. Untuk isi acaranya tetap selaras dengan yang
digunakan di desa-desa lainnya.
5. Merti Deso
Merti Deso merupakan tradisi yang masih banyak ditemui di berbagai
Dusun/Desa di Kecamatan Susukan. Merti Deso biasanya dilaksanakan pada bulan
Agustus bertepatan dengan kegiatan penyambutan atau peringatan hari proklamasi
kemerdekaan Republik Indonesia. Merti Deso kebanyakan diikuti oleh Pria dewasa
dan kegiatan ini ditempatkan di rumah kepala Dusun atau serambi Masjid setempat.
Pada hari dan waktu yang telah ditentukan, orang akan berbondong-bondong dengan
membawa “Ambeng” (nasi beserta lauk-pauk dan makanan khas Jawa) dan nasi
Ingkung (nasi dengan lauk ayam jantan, yang berbentuk satu ekor utuh) ke tempat
yang telah ditetapkan dan disediakan oleh panitia. Dalam perkembangannya sampai
63
saat ini banyak warga yang tidak hanya membawa “nasi Ambeng” saja, melainkan
juga ada yang membawa aneka buah-buahan serta makanan ringan. Sesampainya
ditempat tujuan, kemudian acaranya dimulai dengan ditandai adanya pidato sambutan
dari penitia/Kepala Dusun, dan dilanjutkan Tahlilan serta makan bersama. Bekal yang
masing-masing dibawa oleh kebanyakan orang itu kemudian dipertukarkan dan
dinikmati bersama. Setelah itu mereka saling berpamitan kepada para tokoh agama
dan tokoh masyarakat setempat untuk pulang menuju kembali ke aktivitasnya
masing-masing. Biasanya kegiatan Merti Deso ini dilanjutkan dengan digelarnya
hiburan rakyat seperti, pegelaran Wayang Kulit dan Kuda Lumping.
6. Nyatus/Nyewu
Salah satu tradisi yang berkembang dan sampai saat ini masih dipertahankan
oleh masyarakat (komunitas) Islam Nahdatul Ulama adalah tradisi dalam rangka
penghormatan kepada anggota keluarga, kerabat atau orang yang telah meninggal
yang menjadi bagian dalam komunitas Nahdatul Ulama ini. “Penghormatan” kepada
orang yang meninggal ini dilaksanakan secara periodik (berkelanjutan), misalnya
terdapat tradisi yang disebut dengan nelung dino, matang puluh, nyatus, mendak
pisan, mendak pindo, nyewu dan khaul. Tradisi berkelanjutan ini dilakukan oleh
pihak dari orang yang telah meninggal, misalnya anak-cucu dalam upaya untuk
mendoakan dan memintakan ampunan kepada Allah SWT atas dosa dari anggota
keluarganya yang meninggal tadi. Tuan rumah mengundang keluarga, kerabat, dan
masyarakat sekitar untuk kesediannya mendoakan orang yang telah meninggal itu.
Peneliti melihat, inti acara dalam tradisi ini adalah tahlilan dan doa yang dilakukan
secara bersama-sama, kemudian masyarakat yang hadir disuguhi dengan hidangan
“ala kadarnya” (semampunya) oleh pihak tuan rumah.
7. Slametan
Slametan dalam konteks tradisi masayarakat Islam Nahdatul Ulama adalah
bentuk rasa syukur atas kemurahan Allah SWT dalam aspek yang cukup luas. Peneliti
melihat tradisi slametan ini dapat dilaksanakan oleh orang secara individu atau
kelompok pada saat mendapatkan berkah dari tuhan (Allah SWT) sehingga mereka
64
merasa kiranya perlu membalasnya dengan rasa syukur yang dikemas dalam aspek
doa dan shodakoh (beramal). Misalnya, slametan yang dilaksanakan saat atau setelah
pembangunan rumah, ini merupakan bentuk syukur dari orang yang mempunyai hajat
(tuan rumah), serta terdapat suatu pengharapan agar semuanya; apa yang telah dan
akan dikerjakan nanti berjalan dengan baik, tanpa adanya suatu permasalahan yang
berarti. Kemudian pihak tuan rumah (orang yang mempunyai hajat) menyampaikan
maksud dan tujuannya slametan yang ia lakukan itu kepada Ulama setempat untuk
kesediannya memimpin tahlilan dan doa-doa lainnya. Makanan yang identik dengan
tradisi Slametan adalah nasi Tumpeng dan Ingkung.
5.2. Gambaran proses terbentuknya persepsi dari Informan Kunci.
Terwujudnya persepsi dari para Informan kunci tak terlepas dari adanya
indikator-indikator persepsi yang mewakilinya. Menurut Bimo Walgito (1990:54-55),
persepsi memiliki indikator-indikator sebagai berikut:
1. Penyerapan terhadap rangsangan atau objek dari luar individu.
Rangsangan atau objek tersebut diserap atau diterima oleh panca indera, baik
penglihatan, pendengaran, peraba, pencium, dan pencecap secara sendiri-sendiri
maupun bersama-sama. Dari hasil penyerapan atau penerimaan oleh alat-alat indera
tersebut akan mendapatkan gambaran, tanggapan, atau kesan di dalam otak.
Gambaran tersebut dapat tunggal maupun jamak, tergantung objek persepsi yang
diamati. Di dalam otak terkumpul gambaran-gambaran atau kesan-kesan, baik yang
lama maupun yang baru saja terbentuk. Jelas tidaknya gambaran tersebut tergantung
dari jelas tidaknya rangsang, normalitas alat indera dan waktu, baru saja atau sudah
lama.
2. Pengertian atau pemahaman
Setelah terjadi gambaran-gambaran atau kesan-kesan di dalam otak, maka
gambaran tersebut diorganisir, digolong-golongkan (diklasifikasi), dibandingkan,
diinterpretasi, sehingga terbentuk pengertian atau pemahaman. Proses terjadinya
pengertian atau pemahaman tersebut sangat unik dan cepat. Pengertian yang
65
terbentuk tergantung juga pada gambaran-gambaran lama yang telah dimiliki individu
sebelumnya (disebut apersepsi).
3. Penilaian atau evaluasi
Setelah terbentuk pengertian atau pemahaman, terjadilah penilaian dari
individu. Individu membandingkan pengertian atau pemahaman yang baru diperoleh
tersebut dengan kriteria atau norma yang dimiliki individu secara subjektif. Penilaian
individu berbeda-beda meskipun objeknya sama. Oleh karena itu persepsi bersifat
individual.
5.2.1. Penyerapan, pemahaman, dan evaluasi progam acara Jihad Pagi MTA
FM oleh Ustadzah Solaehah.
5.2.1.1. Penyerapan terhadap rangsangan progam acara Jihad Pagi oleh
Ustadzah Solaehah.
Ustadzah Solaehah pada awalnya merasa senang dengan hadirnya radio siaran
MTA FM, ini dikarenakan kualitas siaran radio MTA FM dapat diterima lebih baik
dibandingkan dengan siaran radio dakwah Islam lainnya. Kebutuhan akan
informasinya tentang pengetahuan Islam seakan terpenuhi saat mendengarkan
progam acara Jihad Pagi MTA FM. Ia dapat mendengarkannya hampir setiap waktu,
karena progam acara ini selain hadir saat siaran langsung pada hari Minggu pagi, juga
disiarkan rekaman ulang disetiap harinya. Selain sebagai sarana menimba ilmu
tentang Islam, siaran progam acara Jihad Pagi oleh Ustadzah Solaehah digunakan
sebagai media pembanding antara pemahaman (ajaran) Islam menurut Nahdatul
Ulama dengan Majelis Tafsir Al-Qur’an. Melalui kegiatan mendengarkan siaran
Jihad Pagi MTA FM, Ustadzah Solaehan mendapatkan pemahaman Islam yang
sebagian besar sama dengan yang diyakininya selama ini misalnya tentang rukun
Islam (Syahadat, Sholat, Zakat, Puasa, dan Haji), namun disisi lain Ustadzah
Solaehah juga mendapatkan informasi yang menurutnya bersifat “baru”. Diantaranya
adalah Majelis Tafsir Al-Qur’an melalui Ustad Sukino mengatakan apabila ingin
beragama Islam dengan benar, maka yang dijadikan panutan itu adalah nabi
Muhammad SAW bukan para Ulama. Ustad Sukino menurut Ustadzah Solaehah
66
adalah seorang Guru Besar atau Ulama Besar dari Majelis Tafsir Al-Qur’an yang
memberikan pemahaman Islam kepada jama’ah Majelis Tafsir Al-Qur’an pada
progam acara Jihad Pagi. Dari suaranya, oleh Ustadzah Solaehah, Ustad Sukino
digambarkan orang yang “kemaki”, meremehkan Ulama dan seolah-olah “nantang”
kepada Ulama lainnya. Kemudian pada aspek masalah halal-haram, ia mendengarkan
dari penjelasan Ustad Sukino bahwa daging Anjing dan Saren adalah halal
hukumnya. Kegiatan yang bersifat tradisi dan identik dengan tahlilan seperti Maulid
Nabi, Mitung Dino, Mitoni, Nyatus dan lain sebagainya tidak ada dan tidak
dikerjakan oleh Majelis Tafsir Al-Qur’an, bahkan nasi Tumpeng dan Ingkung adalah
haram hukumnya. Bagi orang-orang yang ikut membantu memasak untuk keperluan
tradisi tersebut juga dianggap golongan orang yang sesat. Kemudian pada konteks
pembagian daging kurban, Majelis Tafsir Al-Qur’an mengajarkan, pembagiannya
sepatutnya dibagikan seadil-adilnya tetap dalam bentuk potongan tubuh dari hewan
kurban bukan berbentuk uang. Aqiqoh menurut Majelis Tafsir Al-Qur’an,
pelaksanakannya harus dilakukan pada hari ketujuh, terhitung sejak dari kelahiran
anak.
5.2.1.2. Pengertian atau pemahaman acara Jihad Pagi oleh Ustadzah Solaehah.
Ustadzah Solaehah mengklasifikasikan apa yang didapatkannya dari proses
mendengarkan progam acara Jihad Pagi MTA FM. Pertama, adalah pengetahuan
tentang rukun Islam dari Majelis Tafsir Al-Qur’an yang dianggap sama dengan
pemahamannya sendiri. Kedua, mengenai pengetahuan akan hal yang dianggap baru,
termasuk disini adalah halalnya daging Anjing, Saren, dan diharamkannya nasi
Tumpeng serta Ingkung. Tidak adanya tradisi yang identik dengan tahlilan seperti
Maulid Nabi, Mitung Dino, Mitoni, Nyatus dalam kehidupan masyarakat Majelis
Tafsir Al-Qur’an. Diwajibkannya oleh Majelis Tafsir Al-Qur’an bahwa pelaksanaan
Aqiqoh pada hari ketujuh setelah kelahiran anak dan pembanggian hasil dari hewan
kurban, yang diharuskan dibagikan dalam bentuk potongan tubuh dari hewan itu
sendiri bukan dalam bentuk barang atau uang secara seadil-adilnya. Ketiga,
pengetahuan terhadap Ustad Sukino, sebagai Ulama Besar dari Majelis Tafsir Al-
67
Qur’an yang dianggap meremehkan Ulama dari golongan Islam lain, karena
mengatakan jangan mengikuti Ulama untuk dijadikan panutan, sebagai panutan yang
pasti benar adalah nabi Muhammad SAW.
Sebagai hasil dari proses pengklasifiksian ini, Ustadzah Solaehah mengerti
bahwa pengetahuannya tentang Islam dari progam Jihad Pagi MTA FM, terdapat hal
baru yang diajarkan Ormas MTA melalui Ustad Sukino, dan itu berbeda dengan
keyakinannya yang berpedoman pada ajaran Nahdatul Ulama.
5.2.1.3. Evaluasi progam acara Jihad Pagi oleh Ustadzah Solaehah.
Pada tahap ini Ustadzah Solaehah menggunakan pemahaman Islam yang
diyakininya yaitu ajaran Islam Nahdatul Ulama sebagai alat evaluasi pemahaman
barunya tentang Islam (Majelis Tafsir Al-Qur’an) yang diperoleh dari progam acara
Jihad Pagi MTA FM.
1. Evaluasi pengertian tentang rukun Islam dari Majelis Tafsir Al-Qur’an.
Rukun Islam merupakan syarat utama yang wajib dikerjakan oleh orang yang
mengaku dirinya sebagai orang Islam. Nahdatul Ulama sebagai panutan dalam
berIslam oleh Ustadzah Solaehah, menyebutkan bahwa rukun Islam ada 5 (lima)
unsur yang diwajibkan untuk dikerjakan bagi seluruh pemeluknya tanpa adanya
pengecualian, diantaranya adalah Syahadat (meyakini bahwa Allah SWT adalah
Tuhan, dan nabi Muhammad SAW adalah utusannya), Sholat, Zakat, Puasa, dan Haji
(bagi yang telah mampu). Rukun Islam ini sama dengan apa yang diajarkan oleh
Majelis Tafsir Al-Qur’an melalui siaran progam acara Jihad Pagi, sehingga Majelis
Tafsir Al-Qur’an tergolong bukan aliran sesat, berbeda misalnya dengan Ahmadiyah
yang dianggap mengajarkan aliran sesat karena meyakini bahwa nabi Muhammad
bukan utusan Allah SWT yang terakhir kali, Ahmadiyah meyakini masih ada nabi
lain setelah nabi Muhammad SAW.
2. Evaluasi pengertian akan hal yang dianggap baru.
Pengetahuan “baru” termasuk disini adalah dihalalkannya daging Anjing,
Saren, dan diharamkannya nasi Tumpeng serta Ingkung oleh Majelis Tafsir Al-
Qur’an. Tidak adanya tradisi yang identik dengan tahlilan seperti Maulid Nabi,
68
Mitung Dino, Mitoni, Nyatus dalam kehidupan masyarakat Majelis Tafsir Al-Qur’an.
Diwajibkannya oleh Majelis Tafsir Al-Qur’an bahwa pelaksanaan Aqiqoh pada hari
ketujuh setelah kelahiran anak dan pembanggian hasil dari hewan kurban, yang
diwajibkan dibagikan dalam bentuk potongan tubuh dari hewan itu sendiri bukan
dalam bentuk barang atau uang secara seadil-adilnya.
Menurut Ustadzah Solaehah, Anjing hukumnya adalah najis, sedangkan
barang yang najis, haram hukumnya kalau dimakan atau diminum. Anjing adalah
termasuk hewan pemakan daging yang mengisyaratkan keharamannya apabila
dikonsumsi oleh orang Islam. Saren, adalah makanan yang terbuat dari darah hewan.
Darah yang mengalir hukumnya adalah haram apabila dikonsumsi, walaupun darah
tersebut sudah dikumpulkan dalam wadah dan diolah menjadi produk makanan.
Tradisi seperti Maulid Nabi, Mitung Dino, Mitoni, dan Nyatus apabila dikerjakan
tidak akan menggiring seseorang kearah perbuatan musrik, asalkan diniati karena
Allah SWT. Misalnya saja pada tradisi Nelung Dino, adanya tahlilan, adanya
tumpeng, pada dasarnya itu semua adalah hal yang baik yang tidak dapat dianggap
perbuatan dosa. Tahlilan yang dibaca juga dari Al-Qur’an, untuk masalah Tumpeng
juga nantinya akan dibagi-bagikan dan dimakan bersama. Tumpeng memang
bentuknya seperti gunungan, namanya orang Jawa pasti sarat akan pemaknaan
simbolis, yang terpenting semuanya apa yang dikerjakan tetap diniati karena Allah
SWT. Aqiqoh menurut Nahdatul Ulama dianjurkan untuk dilakukan pada hari
ketujuh setelah kelahiran anak, namun apabila belum mampu boleh dikerjakan di
waktu mendatang setelah terbilang mampu, dan itu semua tidak menggugurkan niat
dan pahala dari Aqiqoh itu sendiri. Kemudian masalah hasil dari hewan kurban,
memang diharuskan dibagikan secara adil-seadilnya, namun apabila bagian yang sulit
untuk dibagi secara adil dan nantinya dikhawatirkan mengarah ke hal yang mubazir,
seperti pada bagian kaki, kepala, atau kulit, diperbolehkan untuk dijual kemudian
uang hasil penjualan tersebut dibagikan kembali kepada orang yang berhak
mendapatkannya. Kalau kulit sapi dituntut untuk dibagi secara adil masih dalam
69
bentuk kulit, tentunya dipastikan orang hanya mendapatkan bagian yang kecil-kecil
dan tidak akan ada nilainya lagi (mubazir).
3. Evaluasi pengertian terhadap Ustad Sukino.
Ustad Sukino sebagai Ulama Besar dari Majelis Tafsir Al-Qur’an, pengampu
progam acara Jihad Pagi, dianggap gampang meremehkan Ulama lain, karena
mengatakan “jangan mengikuti Ulama untuk dijadikan panutan, sebagai panutan
yang pasti benar adalah nabi Muhammad SAW”. Ustad Sukino juga mudah
mengatakan apa yang dikerjakan orang lain adalah perbuatan yang mengarah ke
kemusrikan. Ustadzah Solaehah menilai sudah sepatutnya sesama orang Islam saling
menghormati dan menghargai karena apa yang dilakukan oleh orang dari golongan
Islam lain tentunya memiliki dasar kebenaran menurut mereka sendiri. Pada dasarnya
ilmu agama yang kita peroleh sampai saat ini, diturunkan dari generasi-kegenerasi,
dari nabi Muhammad SAW kepada para Sahabat Nabi, lalu kepada para Ulama dan
sampailah kepada kita saat ini.
Dari berbagai macam penjelasan evaluative diatas, Ustadzah Solaehah menilai
bahwa, Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an bukan termasuk aliran sesat, akan tetapi
Majelis Tafsir Al-Qur’an ini, mempunyai sebagian dari pemahaman Islam yang tidak
bisa diterapkan dalam kehidupan pribadinya dan lingkup komunitas Nahdatul Ulama.
Ustadzah Solaehah menganggap bahwa Ustad Sukino, sebagai Ulama dari Majelis
Tafsir Al-Qur’an kurang menghormati Ulama beserta ajarannya dari golongan Islam
lainnya.
5.2.1.4. Analisa persepsi Ustadzah Solaehah terhadap Ormas Majelis Tafsir Al-
Qur’an melalui progam acara Jihad Pagi MTA FM
a) Tahap penyerapan terhadap rangsangan progam acara Jihad Pagi
Dari nara sumber Ustadzah Solaehah, yang telah diwawancarai secara
mendalam oleh peneliti, melalui radio MTA FM pada progam acara Jihad Pagi,
Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA) pada dasarnya mempunyai pemahaman
tentang rukun Islam yang sama dengan apa yang diyakininya yaitu mengenai konteks
Syahadat, Sholat, Zakat, Puasa, dan Haji. Disisi lain, melalui Ustad Sukino sebagai
70
pengampu progam acara Jihad Pagi, menyebutkan bahwa daging Anjing dan Saren
(makanan terbuat dari darah) itu halal hukumnya, sedangkan Ingkung serta Tumpeng
adalah haram menurut mereka. MTA juga melarang warganya untuk melakukan
tradisi seperti Slametan, Nyatus, Nyewu, Maulid Nabi dan lain sebagainya (ragam
kegiatan tradisi Jawa yang identik dengan tahlilan), serta adapula perbedaan-
perbedaan lainnya seperti pada pemahaman tentang Aqiqoh, dan Kurban. Dari
progam acara Jihad Pagi ini setidaknya didapatkan gambaran umum tentang Ormas
MTA. Kesemuanya informasi tersebut diperoleh Ustadzah Solaehah saat
mendengarkan progam acara Jihad Pagi, baik yang secara langsung disiarkan pada
Ahad pagi atau pada jam-jam siaran ulangnya.
Teori stimulasi memandang manusia sebagai mahluk yang lapar “stimuli”,
yang senantiasa mencari pengalaman-pengalaman baru, yang selalu berusaha
memperoleh hal-hal yang memperkaya pemikirannya. Hasrat ingin tahu, kebutuhan
untuk mendapatkan rangsangan emosional, dan keinginan untuk menghindari
kebosanan merupakan kebutuhan dasar manusia (Rakhmat, 2008:212). Sebagai
seorang pemeluk agama Islam sekaligus seorang Ustadzah yang berperan
memberikan pemahaman tentang Islam kepada orang lain, Ustadzah Solaehah merasa
perlu membekali dirinya dengan pemahaman Islam secara luas. Hal ini salah satunya
dilakukan dengan cara mencari informasi Islami dari media massa radio. Radio
dirasakan memiliki keunggulan karena dapat didengarkan walaupun sedang
melakukan aktifitas keseharian lainnya. Meskipun saat ini muncul media televisi yang
bersifat audial dan visual; pesawat radio tetap tidak tergeser oleh perkembangan
media massa televisi, sebab untuk menikmati suatu acara dari pesawat televisi,
khalayak tidak dapat beranjak dari kursi di depan pesawat, sedangkan dari pesawat
radio dapat dinikmati sambil mandi dan bekerja, atau sambil mengemudikan
kendaran (Effendy 2004: 107-108). Melalui aktifitas mendengarkan radio dakwah
Islami, Ustadzah Solaehah mengharapkan mendapatkan pengetahuan luas tentang
agama Islam sehingga apa yang diketahuinya layak untuk ditularkan kepada
masyarakat luas, khusus kaum Nahdiyin (Nahdatul Ulama) di Kecamatan Susukan.
71
Selective exposure dimaksudkan bahwa orang cenderung memilih informasi
berdasarkan liputan yang disenangi. Pilihan terhadap informasi bisa menurut
ideologi, agama, suku, dan pekerjaan (Cangara, 1998:162)
Radio komunitas MTA FM, menjadi pilihan utama untuk ia dengarkan
dibandingkan dengan radio dakwah lainnya karena, radio MTA FM ini memiliki
kualitas penerimaan sinyal yang terbaik sehingga Ustadzah Solaehah merasa nyaman
ketika mendengarkan siaran dari radio tersebut. Jihad Pagi adalah Pengajian Ahad
Pagi yang diampu oleh Al-Ustadz Drs. Ahmad Sukino selaku Ketua Umum
Ormas/Yayasan Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA). Jihad Pagi (Live) adalah program
siaran pengajian Ahad pagi yang disiarkan secara langsung setiap Ahad pagi mulai
pukul 07:00 s/d 10:30 Wib. Pada pengajian Ahad pagi ini peserta diberikan materi
berupa brosur dengan tema yang berbeda-beda dan berkelanjutan setiap hari
Ahadnya. Peserta juga dapat bertanya sesuai materi yang dibahas pada kesempatan
tersebut baik melalui tertulis maupun langsung melalui microphone yang ada. Jihad
Pagi (Recorded) adalah program pengajian yang disiarkan melalui radio MTA FM
yang merupakan rekaman dari pengajian yang diselenggarakan setiap Ahad pagi.
Setiap harinya menyiarkan ulang pengajian Ahad pagi episode lalu, yang disiarkan
menjadi 3 waktu yaitu:
Jihad Pagi 1 : 06:00 s/d 07:00 Wib, siaran ulang jihad pagi bagian awal.
Jihad Pagi 2 : 14:00 s/d 15:30 Wib, siaran ulang jihad pagi bagian akhir
(lanjutan).
Jihad Pagi hari ini : 19:00 s/d 21:30 Wib, siaran ulang jihad pagi secara utuh
(gabungan 1 & 2).
Peneliti menilai, jam siar pada progam Jihad Pagi setiap harinya, baik secara
Live maupun Recorded turut menjadikan progam ini mendapatkan perhatian lebih
dari Ustadzah Solaehah dibandingkan dengan progam-progam acara radio MTA FM
lainnya. Misalnya saja, pada hari Senin s/d Sabtu progam Jihad Pagi mengudara
secara periodik dengan total waktu selama 5 (lima) jam, sedangkan pada hari Ahad
(Minggu) progam acara ini mampu mengudara dengan total waktu selama 7,5 jam.
72
Intensitas siaran dari progam acara Jihad Pagi yang sedemikian rupa (disiarkan secara
berulang-ulang) melebihi intensitas siaran progam-progam acara radio MTA FM
lainnya, mendorong Ustadzah Solaehah lebih memperhatikan progam acara Jihad
Pagi tersebut dibandingkan progam-progam lainnya. Dijelaskan oleh Rakhmat
(2008:52), faktor eksternal penarik perhatian diantaranya adalah faktor intensitas
stimuli dan perulangan. Pemahaman tentang intensitas stimuli itu sendiri adalah
sebagaimana manusia akan lebih memperhatikan stimuli yang menonjol dari stimuli
yang lain. Sedangkan apa yang disebut dengan perulangan adalah Kesemuanya hal
yang disajikan berulangkali, bila disertai dengan sedikit variasi akan menarik
perhatian. Keunggulan lainnya dari progam acara Jihad pagi MTA FM ini adalah
mampu memberikan pemahaman Islam secara luas menurut sudut pandang Majelis
Tafsir Al-Qur’an. Ini tentunya juga dimanfaatkan oleh Ustadzah Solaehah sebagai
media pembanding antara pemahaman Islam sesuai keyakinannya (Nahdatul Ulama)
dengan pemahaman Islam menurut Majelis Tafsir Al-Qur’an.
b) Tahap pengertian atau pemahaman terhadap progam acara Jihad Pagi
Ustadzah Solaehah menyatakan bahwa Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an
(MTA) melalui progam acara Jihad Pagi mengajarkan pemahaman Islam yang
adakalanya berseberangan (berbeda) dengan pemahaman Islam Nahdatul Ulama di
Kecamatan Susukan. Ustad Sukino, salah seorang tokoh kunci dalam progam acara
Jihad Pagi tersebut, memberikan pemahaman kepada khalayak luas bahwa Ormas
MTA mengembalikan kebenaran ajaran Islam sesuai tuntunan Al-Qur’an dan Al-
Hadist sesuai pemahaman MTA itu sendiri. Sebagian besar ajaran tentang Islam dari
Ustad Sukino pada progam acara Jihad Pagi selaras dengan apa yang selama ini telah
diajarkan oleh para Ulama NU, namun disisi lain terdapat juga beberapa ajaran dari
Ustad Sukino (MTA) yang dianggap sebagai pengetahuan baru. Dari hasil wawancara
dan observasi yang telah dilakukan peneliti terhadap Ustadzah Solaehah, dapat
diketahui bahwa, ia hanya mendengarkan progam acara Jihad Pagi di radio siaran
komunitas MTA FM untuk mengetahui gambaran Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an.
Melalui progam acara Jihad Pagi ini, Ustadzah Solaehah mendapatkan informasi-
73
informasi terbarukan tentang ajaran Islami dari Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an
(MTA) seperti pemahaman MTA tentang Aqiqoh, Tahlilan dan lain sebagainya yang
telah peneliti jelaskan di muka.
Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi
menonjol dalam kesadaran saat stimuli lainnya melemah (Andersen, 1972:46). Faktor
perhatian (attention) ini sangat besar pengaruhnya terhadap persepsi. Peneliti melihat
bahwa Ustadzah Solaehah lebih memperhatikan isi berupa informasi-informasi yang
bersifat terbarukan (Novelity), saat mendengarkan siaran progam acara Jihad Pagi
MTA FM. Faktor situasional kadang juga disebut sebagai determinan perhatian yang
bersifat eksternal atau penarik perhatian (attention getter). Kebaruan (Novelity) dapat
dimaknai sebagai kesemua hal yang baru yang luar biasa, yang berbeda, akan
menarik perhatian. Informasi yang terbarukan dari progam Jihad Pagi MTA FM
menurut Ustadzah Solaehah, antara lain; Majelis Tafsir Al-Qur’an menghalalkan
Anjing dan Saren, mengharamkan Tumpeng serta Ingkung, menganggap perbuatan
Syirik (menyekutukan Allah SWT) pada tradisi yang identik dengan Tahlilan seperti
tradisi Slametan, dan Nyatus. Kemudian adanya perbedaan pemahaman tentang
Aqiqoh dan Kurban, serta tidak adanya kegiatan Maulid Nabi, Kesemuanya itu
disimpulkan Ustadzah Solaehah sebagai bentuk ”inovasi berIslam” dari Majelis
Tafsir Al-Qur’an. Informasi-informasi terbarukan (inovasi berIslam dari MTA),
kemudian mendapatkan perhatian lebih dari Ustadzah Solaehah, sehingga melalui
informasi-informasi terbarukan itu dapat dikelompokan sebagai pengetahuan yang
bersifat baru. Disisi lain terdapat informasi mengenai Islam secara luas yang
dirasakan sama, dengan apa yang telah ia pahami selama ini, termasuk dalam hal ini
adalah pemahaman tentang rukun Islam (Syahadat, Sholat, Zakat, Puasa dan Haji).
Adapun konten Jihad Pagi lainnya yang menarik perhatian dari Ustadzah Solaihah
adalah pesan paralinguistik dari Ustad Sukino sebagai pengampu progam acara Jihad
Pagi. Pesan Paralinguistik adalah pesan nonverbal yang berhubungan dengan cara
mengucapkan pesan verbal (Rakhmat, 2008:292). Dari pesan paralinguistiknya Ustad
Sukino dianggap meremehkan para Ulama dari golongan Islam lainnya. Ustad Sukino
74
dalam progam acara Jihad Pagi mengatakan; apabila ingin beragama Islam dengan
benar, maka yang dijadikan panutan adalah nabi Muhammad SAW bukan para
Ulama. Dari pengelompokan informasi tersebut oleh Ustadzah Solaehah dapat
dipilah, disatu sisi pamahaman rukun Islam dari Majelis Tafsir Al-Qur’an memiliki
pengetahuan yang sama dengan keyakinannya, dan pada sisi lainnya; terdapat
perbedaan dengan keyakinanannya mengenai informasi Islam terbarukan dan
gambaran pribadi dari Ustad Sukino. Ustadzah Solaehah merupakan penggiat Islami
dari komunitas Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan. Oleh karena itu, dari
Ustadzah Solaehah terdapat pengertian bahwa pengetahuannya tentang Islam dari
progam Jihad Pagi MTA FM, terdapat hal baru yang diajarkan Ormas MTA melalui
Ustad Sukino, dan itu berbeda dengan keyakinannya yang berpedoman pada ajaran
Nahdatul Ulama.
Pada aspek lain peneliti melihat, Ustadzah Solaehah termasuk bagian dari
komunitas Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan yang terkena dengan divusi
inovasi dari Majelis Tafsir Al-Qur’an. Rogers (dalam Onong U., 2003:284)
mendefinisikan difusi sebagai suatu proses dimana inovasi dikomunikasikan melalui
saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu diantara para anggota suatu sistem sosial
(the process by which an innovation is communicated through certain channels over
time among the members of a sosial system). Informasi-informasi terbarukan dari
Majelis Tafsir Al-Qur’an yang disebarluaskan melalui radio komunitas MTA FM
berhasil dimengerti oleh Ustadzah Solaehan, namun hanya dalam batasan
pengetahuan saja. Hal ini dikarenakan inovasi berIslam dari Majelis Tafsir Al-Qur’an
tidak serta merta langsung diadopsi oleh Ustad Solaehah, namun melewati proses
evaluasi yang mendalam yang menentukan apakah inovasi tersebut layak atau tidak
untuk diadopsi.
c) Tahap evaluasi terhadap progam acara Jihad Pagi
Istilah disonansi kognitif dari teori yang ditampilkan oleh Leon Festinger ini
berarti ketidaksesuaian antara kognisi sebagai aspek sikap dengan perilaku yang
terjadi pada diri seseorang. Orang yang mengalami disonansi akan berupaya mencari
75
dalih untuk mengurangi disonansinya itu. Jika seseorang mempunyai informasi atau
opini yang tidak menuju kearah menjadi perilaku, maka informasi atau opini itu akan
menimbulkan disonansi dengan perilaku. Apabila disonansi tersebut terjadi, maka
orang akan berupaya menguranginya dengan jalan merubah perilakunya, kepercayaan
atau opininya (Effendy, 2003:262). Dari pengelompokan informasi/pengetahuannya
terhadap progam acara Jihad Pagi MTA FM, terdapat 2 (dua) kelompok informasi
yang mendapatkan perhatian lebih yaitu mengenai informasi terbarukan dari
pemahaman Islam Majelis Tafsir Al-Qur’an dan pengetahuannya terhadap pribadi
dari Ustad Sukino. Kedua kelompok informasi ini, menggiring Ustadzah kearah
adanya ketidakpastian dalam dirinya. Ketidakpastian ini muncul sebagai akibat
adannya pengetahuannya akan perbedaan pemahaman Islam menurut Majelis Tafsir
Al-Qur’an dengan pemahaman Islam menurut Nahdatul Ulama yang selama ini ia
yakini dan amalkan dikehidupan nyata. Oleh karena itu, Ustadzah Solaehah
mengingat kembali dasar-dasar tuntunan Nahdatul Ulama yang tersimpan dalam
memorinya dan kemudian membandingkannya dengan informasi Islam terbarukan
dari Majelis Tafsir Al-Qur’an yang diperolehnya dalam progam acara Jihad Pagi
MTA FM. Memori adalah sistem yang sangat berstruktur, yang menyebabkan
organisme sanggup merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya
untuk membimbing perilakunya (Rakhmat, 2008:62). Selain itu, Ustadzah Solaehah
juga mendapatkan bimbingan-bimbingan dari para Ulama lainnya saat menghadiri
pengajian-pengajian umum di Kecamatan Susukan, sehingga hal tersebut dapat
menjadi faktor untuk memperkuat kayakinannya akan kebenaran berIslam sesuai
tuntunan-tuntunan dari Nahdatul Ulama yang sejauh ini ia kerjakan. Disebutkan oleh
peneliti mengacu pada studi komunikasi, Ustadzah Solaehah dan jama’ah lainnya
dalam pengajian-pengajian umum telah mendapatkan suntikan argumentasi balasan
(counterarguments) dari para Ulama Nahdatul Ulama agar tidak terkena pengaruh
dari golongan Islam lainnya, termasuk Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an. Teori
inokulasi (suntikan) menyatakan bahwa lebih baik mempersenjatai terbujuk
(persuadee) dengan counterarguments daripada membiarkan tidak siap menyangkal
76
perspektif lawan. Orang yang tidak memiliki informasi mengenai suatu hal atau tidak
menyadari posisi mengenai hal tersebut, maka ia akan lebih mudah untuk dipersuasi
atau dibujuk, oleh karena ia tidak siap untuk menolak argumentasi si persuader atau
pembujuk. Suatu cara untuk membuatnya agar tidak terkena pengaruh adalah
menyuntiknya dengan argumentasi balasan (counterarguments) (Effendy, 2003:263).
Dari hasil pemanggilan memorinya tentang pengetahuan pemahaman Islam
Nahdatul Ulama yang dipertegas dengan adanya inokulasi terhadap dirinya, Ustadzah
Solaehah dapat menyimpulkan bahwa Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an mempunyai
sebagian dari pemahaman Islam yang tidak dapat diterapkan dalam kehidupan
pribadinya dan lingkup komunitas Nahdatul Ulama. Ustadzah Solaehah menganggap
bahwa Ustad Sukino, sebagai Ulama dari Majelis Tafsir Al-Qur’an kurang
menghormati Ulama beserta ajarannya dari golongan Islam lainnya.
Menurut Ustadzah Solaehah, Anjing hukumnya adalah najis, sedangkan
barang yang najis, haram hukumnya kalau dimakan atau diminum. Anjing adalah
termasuk hewan pemakan daging yang mengisyaratkan keharamannya apabila
dikonsumsi oleh orang Islam. Saren, adalah makanan yang terbuat dari darah hewan.
Darah yang mengalir hukumnya adalah haram apabila dikonsumsi, walaupun darah
tersebut sudah dikumpulkan dalam wadah dan diolah menjadi produk makanan.
Tradisi seperti Maulid Nabi, Mitung Dino, Mitoni, dan Nyatus apabila dikerjakan
tidak akan menggiring seseorang kearah perbuatan musrik, asalkan diniati karena
Allah SWT. Misalnya saja pada tradisi Nelung Dino, adanya tahlilan, adanya
tumpeng pada dasarnya itu semua adalah hal yang baik. Tahlilan yang dibaca juga
dari Al-Qur’an, untuk masalah Tumpeng juga nantinya akan dibagi-bagikan dan
dimakan bersama. Tumpeng memang bentuknya seperti gunungan, namanya orang
Jawa pasti sarat akan pemaknaan simbolis, yang terpenting semuanya apa yang
dikerjakan tetap diniati karena Allah SWT. Aqiqoh menurut Nahdatul Ulama
dianjurkan untuk dilakukan pada hari ketujuh setelah kelahiran anak, namun apabila
belum mampu boleh dikerjakan di waktu mendatang setelah terbilang mampu, dan itu
semua tidak menggugurkan niat dan pahala dari Aqiqoh itu sendiri. Kemudian
77
masalah hasil dari hewan kurban, memang diharuskan dibagikan secara adil-
seadilnya, namun apabila bagian yang sulit untuk dibagi secara adil dan nantinya
dikhawatirkan mengarah ke hal yang mubazir, seperti pada bagian kaki, kepala, atau
kulit, diperbolehkan untuk dijual kemudian uang hasil penjualan tersebut dibagikan
kembali kepada orang yang berhak mendapatkannya. Kalau kulit sapi dituntut untuk
dibagi secara adil masih dalam bentuk kulit, tentunya dipastikan orang hanya
mendapatkan bagian yang kecil-kecil dan tidak akan ada nilainya lagi (mubazir).
Ustad Sukino sebagai Ulama Besar dari Majelis Tafsir Al-Qur’an, pengampu
progam acara Jihad Pagi, dianggap gampang meremehkan Ulama lain, karena
mengatakan “jangan mengikuti Ulama untuk dijadikan panutan, sebagai panutan
yang pasti benar adalah nabi Muhammad SAW”. Ustad Sukino juga mudah
mengatakan apa yang dikerjakan orang lain adalah perbuatan yang mengarah ke
kemusrikan. Ustadzah Solaehah menilai sudah sepatutnya sesama orang Islam saling
menghormati dan menghargai karena apa yang dilakukan oleh orang dari golongan
Islam lain tentunya memiliki dasar kebenaran menurut mereka sendiri. Pada dasarnya
ilmu agama yang kita peroleh sampai saat ini, diturunkan dari generasi-kegenerasi,
dari nabi Muhammad SAW kepada para Sahabat Nabi, lalu kepada para Ulama dan
sampailah kepada kita saat ini.
5.2.2. Penyerapan, pemahaman, dan evaluasi progam acara Jihad Pagi oleh
Ustad Rois.
5.2.2.1. Penyerapan terhadap rangsangan progam acara Jihad Pagi oleh Ustad
Rois.
Ustad Rois pada awalnya merasa senang dengan hadirnya radio siaran MTA
FM, ini dikarenakan kualitas siaran radio MTA FM dapat diterima lebih baik
dibandingkan dengan siaran radio dakwah Islam lainnya. Kebutuhan akan
informasinya tentang pengetahuan Islam seakan terpenuhi saat mendengarkan
progam acara Jihad Pagi MTA FM. Ia dapat mendengarkannya hampir setiap waktu,
karena progam acara ini selain hadir saat siaran langsung pada hari Minggu pagi, juga
disiarkan rekaman ulang disetiap harinya. Selain sebagai sarana menimba ilmu
78
tentang Islam, siaran progam acara Jihad Pagi oleh Ustad Rois digunakan sebagai
media pembanding antara pemahaman (ajaran) Islam menurut Nahdatul Ulama
dengan Majelis Tafsir Al-Qur’an. Melalui kegiatan mendengarkan siaran Jihad Pagi
MTA FM, Ustad Rois mendapatkan pemahaman Islam yang sebagian besar sama
dengan apa yang diyakininya selama ini misalnya tentang rukun Islam (Syahadad,
Sholat, Zakat, Puasa, dan Haji), namun disisi lain Ustad Rois juga mendapatkan
informasi yang menurutnya bersifat “baru”. Ustad Sukino menurut Ustad Rois adalah
seorang Guru Besar atau Ulama Besar dari Majelis Tafsir Al-Qur’an yang
memberikan pemahaman Islam kepada jama’ah Majelis Tafsir Al-Qur’an pada
progam acara Jihad Pagi. Dari suaranya, oleh Ustad Rois, Ustad Sukino digambarkan
orang yang terlalu mudah menilai apa yang dilakukan oleh orang lain adalah
perbuatan musrik (menyekutukan Allah SWT). Kemudian pada aspek masalah halal-
haram, ia mendengarkan dari penjelasan Ustad Sukino bahwa daging Anjing adalah
halal hukumnya, namun dilain waktu pernyataan tersebut disangkal sendiri oleh
Ustad Sukino dengan mengatakan daging Anjing adalah haram hukumnya. Majelis
Tafsir Al-Qur’an menganggap Tumpeng dan Ingkungan mengidentifikasikan
perbuatan Syirik/Musrik. Kegiatan yang bersifat tradisi dan identik dengan tahlilan
seperti Maulid Nabi, Mitung Dino, Mitoni, Nyatus dan lain sebagainya tidak ada dan
tidak dikerjakan oleh Majelis Tafsir Al-Qur’an, bahkan dianggap haram hukumnya
dengan alasan tidak ada dasarnya dalam Islam. Kemudian pada konteks Tahlilan, nasi
atau makanan-minuman (berkatan) yang disajikan, juga dinilai haram karena
dianggap diniati untuk dipersembahkan kepada orang yang telah meninggal. Aqiqoh
menurut Majelis Tafsir Al-Qur’an, pelaksanakannya harus dilakukan pada hari
ketujuh, terhitung sejak dari kelahiran anak.
5.2.2.2. Pengertian atau pemahaman acara Jihad Pagi oleh Ustad Rois.
Ustad Rois mengklasifikasikan apa yang didapatkannya dari proses
mendengarkan progam acara Jihad Pagi MTA FM. Pertama, adalah pengetahuan
tentang rukun Islam dari Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA) yang dianggap sama
dengan pemahamannya sendiri. Kedua, mengenai pengetahuan akan hal yang
79
dianggap baru, termasuk disini adalah diharamkannya Tahlilan. Tidak adanya tradisi
yang identik dengan tahlilan seperti Maulid Nabi, Mitung Dino, Mitoni, Nyatus
dalam kehidupan masyarakat Majelis Tafsir Al-Qur’an. MTA menggolongkan ke
perbuatan syirik/musrik bagi orang yang menjalankan tradisi yang identik dengan
Ingkungan serta Tumpengan. Diwajibkannya oleh Majelis Tafsir Al-Qur’an bahwa
pelaksanaan Aqiqoh pada hari ketujuh setelah kelahiran anak. Ketiga, pengetahuan
terhadap Ustad Sukino, sebagai Ulama Besar dari Majelis Tafsir Al-Qur’an yang
dianggap terlalu mudah menilai orang lain mengerjakan perbuatan syirik
(menyekutukan Allah SWT).
Sebagai hasil dari proses pengklasifiksian ini, Ustad Rois mengerti bahwa
pengetahuannya tentang Islam dari progam Jihad Pagi MTA FM, terdapat hal baru
yang diajarkan Ormas MTA melalui Ustad Sukino, dan itu berbeda dengan
keyakinannya yang berpedoman pada ajaran Nahdatul Ulama.
5.2.2.3. Evaluasi progam acara Jihad Pagi oleh Ustad Rois.
Pada tahap ini Ustad Rois menggunakan pemahaman Islam yang diyakininya
yaitu ajaran Islam Nahdatul Ulama sebagai alat evaluasi pemahaman barunya tentang
Islam (Majelis Tafsir Al-Qur’an) yang diperoleh dari progam acara Jihad Pagi MTA
FM.
1. Evaluasi pengertian tentang rukun Islam dari Majelis Tafsir Al-Qur’an.
Rukun Islam merupakan syarat utama yang wajib dikerjakan oleh orang yang
mengaku dirinya sebagai orang Islam. Nahdatul Ulama sebagai panutan dalam
berIslam oleh Ustad Rois, menyebutkan bahwa rukun Islam ada 5 (lima) unsur yang
diwajibkan untuk dikerjakan bagi seluruh pemeluknya tanpa adanya pengecualian,
diantaranya adalah Syahadat (meyakini bahwa Allah SWT adalah Tuhan, dan nabi
Muhammad SAW adalah utusannya), Sholat, Zakat, Puasa, dan Haji (bagi yang telah
mampu). Rukun Islam ini sama dengan apa yang diajarkan oleh Majelis Tafsir Al-
Qur’an melalui siaran progam acara Jihad Pagi, sehingga Majelis Tafsir Al-Qur’an
tergolong bukan aliran sesat, berbeda misalnya dengan Ahmadiyah yang dianggap
80
mengajarkan aliran sesat karena meyakini bahwa nabi Muhammad bukan utusan
Allah SWT yang terakhir kali, masih ada nabi lain setelah nabi Muhammad SAW.
2. Evaluasi pengertian akan hal yang dianggap baru.
Pengetahuan “baru” termasuk disini adalah diharamkannya Tahlilan. Tidak
adanya tradisi yang identik dengan tahlilan seperti Maulid Nabi, Mitung Dino,
Mitoni, Nyatus dalam kehidupan masyarakat Majelis Tafsir Al-Qur’an. Majelis Tafsir
Al-Qur’an menggolongkan ke perbuatan syirik/musrik bagi orang yang menjalankan
tradisi yang identik dengan Ingkungan serta Tumpengan. Diwajibkannya oleh Majelis
Tafsir Al-Qur’an bahwa pelaksanaan Aqiqoh pada hari ketujuh setelah kelahiran
anak.
Menurut Ustad Rois, Tradisi seperti Maulid Nabi, Mitung Dino, Mitoni, dan
Nyatus apabila dikerjakan tidak akan menggiring seseorang kearah perbuatan musrik,
asalkan diniati karena Allah SWT. Misalnya saja pada tradisi Nelung Dino, adanya
tahlilan, adanya tumpeng pada dasarnya itu semua adalah hal yang baik. Nahdatul
Ulama melakukan kegiatan tahlilan seperti itu, pastinya punya dasar yang kuat.
Misalnya mendoakan orang tua adalah kewajiban anak, sedangkan doa dari anak
yang saleh kepada orang tua adalah amal ibadah yang tidak bisa putus. Bentuk-bentuk
makanan seperti Ingkung, Tumpeng, dan Nasi Golong tidak akan menggiring kearah
kesyirikan asalkan diniati untuk Shodakoh (beramal). Aqiqoh menurut Nahdatul
Ulama dianjurkan untuk dilakukan pada hari ketujuh setelah kelahiran anak, namun
apabila belum mampu boleh dikerjakan di waktu mendatang setelah terbilang
mampu, dan itu semua tidak menggugurkan niat dan pahala dari Aqiqoh itu sendiri.
3. Evaluasi pengertian terhadap Ustad Sukino.
Ustad Sukino sebagai Ulama Besar dari Majelis Tafsir Al-Qur’an, pengampu
progam acara Jihad Pagi, dianggap gampang menyebut orang lain berada dalam ranah
kemusrikan. Ustad Rois menilai sudah sepatutnya sesama orang Islam saling
menghormati dan menghargai karena apa yang dilakukan oleh orang dari golongan
lain tentunya memiliki dasar kebenaran menurut mereka sendiri. Pada dasarnya
81
menurut Al-Hadist, Islam nantinya akan terbagi menjadi 73 (tujuh puluh tiga)
golongan di akhir Zaman.
Dari berbagai macam penjelasan evaluative diatas, Ustad Rois menilai bahwa,
Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an bukan termasuk aliran sesat, akan tetapi Majelis
Tafsir Al-Qur’an ini, mempunyai sebagian dari pemahaman Islam yang tidak bisa
diterapkan dalam kehidupan pribadinya dan lingkup komunitas Nahdatul Ulama.
Ustad Rois menganggap bahwa Ustad Sukino, sebagai Ulama dari Majelis Tafsir Al-
Qur’an kurang menghormati pemahaman Islam dari golongan lainnya.
5.2.2.4. Analisa persepsi Ustad Rois terhadap Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an
melalui progam acara Jihad Pagi
a) Tahap penyerapan terhadap rangsangan progam acara Jihad Pagi
Dari nara sumber Ustad Rois, yang telah diwawancarai secara mendalam oleh
peneliti, melalui radio MTA FM pada progam acara Jihad Pagi, Ormas Majelis Tafsir
Al-Qur’an (MTA) pada dasarnya mempunyai pemahaman tentang rukun Islam yang
sama dengan apa yang diyakininya yaitu mengenai konteks Syahadat, Sholat, Zakat,
Puasa, dan Haji. Disisi lain, melalui Ustad Sukino sebagai pengampu progam acara
Jihad Pagi, MTA menyebutkan bahwa daging Anjing adalah halal hukumnya, namun
dilain waktu pernyataan tersebut disangkal sendiri oleh Ustad Sukino dengan
mengatakan daging Anjing adalah haram hukumnya. Majelis Tafsir Al-Qur’an
menganggap Tumpeng dan Ingkungan mengidentifikasikan perbuatan Syirik/Musrik.
Kegiatan yang bersifat tradisi dan identik dengan tahlilan seperti Maulid Nabi,
Mitung Dino, Mitoni, Nyatus dan lain sebagainya tidak ada dan tidak dikerjakan oleh
Majelis Tafsir Al-Qur’an, bahkan dianggap haram hukumnya dengan alasan tidak ada
dasarnya dalam Islam. Kemudian pada konteks Tahlilan, nasi atau makanan-minuman
(berkatan) yang disajikan, juga dinilai haram karena dianggap diniati untuk
dipersembahkan kepada orang yang telah meninggal. Aqiqoh menurut Majelis Tafsir
Al-Qur’an, pelaksanakannya harus dilakukan pada hari ketujuh, terhitung sejak dari
kelahiran anak. Dari progam acara Jihad Pagi ini setidaknya didapatkan gambaran
umum tentang Ormas MTA. Kesemuanya informasi tersebut diperoleh Ustad Rois
82
saat mendengarkan progam acara Jihad Pagi, baik yang secara langsung disiarkan
pada Ahad pagi atau pada jam-jam siaran ulangnya.
Teori stimulasi memandang manusia sebagai mahluk yang lapar “stimuli”,
yang senantiasa mencari pengalaman-pengalaman baru, yang selalu berusaha
memperoleh hal-hal yang memperkaya pemikirannya. Hasrat ingin tahu, kebutuhan
untuk mendapatkan rangsangan emosional, dan keinginan untuk menghindari
kebosanan merupakan kebutuhan dasar manusia (Rakhmat, 2008:212). Sebagai
seorang pemeluk agama Islam sekaligus seorang Ustad yang berperan memberikan
pemahaman tentang Islam kepada orang lain, Ustad Rois merasa perlu membekali
dirinya dengan pemahaman Islam secara luas. Hal ini salah satunya dilakukan dengan
cara mencari informasi Islami dari media massa radio. Radio dirasakan memiliki
keunggulan karena dapat didengarkan walaupun sedang melakukan aktifitas
keseharian lainnya. Meskipun saat ini muncul media televisi yang bersifat audial dan
visual; pesawat radio tetap tidak tergeser oleh perkembangan media massa televisi,
sebab untuk menikmati suatu acara dari pesawat televisi, khalayak tidak dapat
beranjak dari kursi di depan pesawat, sedangkan dari pesawat radio dapat dinikmati
sambil mandi dan bekerja, atau sambil mengemudikan kendaran (Effendy, 2004: 107-
108). Melalui aktifitas mendengarkan radio dakwah Islami, Ustad Rois
mengharapkan mendapatkan pengetahuan luas tentang agama Islam sehingga apa
yang diketahuinya layak untuk ditularkan kepada masyarakat luas, khusus kaum
Nahdiyin (Nahdatul Ulama) di Kecamatan Susukan. Selective exposure dimaksudkan
bahwa orang cenderung memilih informasi berdasarkan liputan yang disenangi.
Pilihan terhadap informasi bisa menurut ideologi, agama, suku, dan pekerjaan
(Cangara, 1998:162).
Radio komunitas MTA FM, menjadi pilihan untuk ia dengarkan dibandingkan
dengan radio dakwah lainnya karena, radio MTA FM ini memiliki kualitas
penerimaan sinyal yang terbaik sehingga Ustad Rois merasa nyaman ketika
mendengarkan siaran dari radio tersebut. Jihad Pagi adalah Pengajian Ahad Pagi yang
diampu oleh Al-Ustadz Drs. Ahmad Sukino selaku Ketua Umum Ormas/Yayasan
83
Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA). Jihad Pagi (Live) adalah program siaran pengajian
Ahad pagi yang disiarkan secara langsung setiap Ahad pagi mulai pukul 07:00 s/d
10:30 Wib. Pada pengajian Ahad pagi ini peserta diberikan materi berupa brosur
dengan tema yang berbeda-beda dan berkelanjutan setiap hari Ahadnya. Peserta juga
dapat bertanya sesuai materi yang dibahas pada kesempatan tersebut baik melalui
tertulis maupun langsung melalui microphone yang ada. Jihad Pagi (Recorded)
adalah program pengajian yang disiarkan melalui radio MTA FM yang merupakan
rekaman dari pengajian yang diselenggarakan setiap Ahad pagi. Setiap harinya
menyiarkan ulang pengajian Ahad pagi episode lalu, yang disiarkan menjadi 3 waktu
yaitu:
Jihad Pagi 1 : 06:00 s/d 07:00 Wib, siaran ulang jihad pagi bagian awal.
Jihad Pagi 2 : 14:00 s/d 15:30 Wib, siaran ulang jihad pagi bagian akhir
(lanjutan).
Jihad Pagi hari ini : 19:00 s/d 21:30 Wib, siaran ulang jihad pagi secara utuh
(gabungan 1 & 2).
Peneliti menilai, jam siar pada progam Jihad Pagi setiap harinya, baik secara
Live maupun Recorded turut menjadikan progam ini mendapatkan perhatian lebih
dari Ustad Rois dibandingkan dengan progam-progam acara radio MTA FM lainnya.
Misalnya saja, pada hari Senin s/d Sabtu progam Jihad Pagi mengudara secara
periodik dengan total waktu selama 5 (lima) jam, sedangkan pada hari Ahad
(Minggu) progam acara ini mampu mengudara dengan total waktu selama 7,5 jam.
Intensitas siaran dari progam acara Jihad Pagi yang sedemikian rupa (disiarkan secara
berulang-ulang) melebihi intensitas siaran progam-progam acara radio MTA FM
lainnya, mendorong Ustad Rois lebih memperhatikan progam acara Jihad Pagi
tersebut dibandingkan progam-progam lainnya. Dijelaskan oleh Rakhmat (2008:52),
faktor eksternal penarik perhatian diantaranya adalah faktor intensitas stimuli dan
perulangan. Pemahaman tentang intensitas stimuli itu sendiri adalah sebagaimana
manusia akan lebih memperhatikan stimuli yang menonjol dari stimuli yang lain.
Sedangkan apa yang disebut dengan perulangan adalah Kesemua hal yang disajikan
84
berulangkali, bila disertai dengan sedikit variasi akan menarik perhatian. Keunggulan
lainnya dari progam acara Jihad pagi MTA FM ini adalah mampu memberikan
pemahaman Islam secara luas menurut sudut pandang Majelis Tafsir Al-Qur’an. Ini
tentunya juga dimanfaatkan oleh Ustad Rois sebagai media pembanding antara
pemahaman Islam sesuai keyakinannya dengan pemahaman Islam menurut Majelis
Tafsir Al-Qur’an.
b) Tahap pengertian atau pemahaman terhadap progam acara Jihad Pagi
Ustad Rois menyatakan bahwa Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA)
melalui progam acara Jihad Pagi mengajarkan pemahaman Islam yang adakalanya
berseberangan (berbeda) dengan pemahaman Islam Nahdatul Ulama di Kecamatan
Susukan. Ustad Sukino, salah seorang tokoh kunci dalam progam acara Ahad Pagi
tersebut, memberikan pemahaman kepada khalayak luas bahwa Ormas MTA
mengembalikan kebenaran ajaran Islam sesuai tuntunan Al-Qur’an dan Al-Hadist
sesuai pemahaman MTA itu sendiri. Sebagian besar ajaran tentang Islam dari Ustad
Sukino pada progam acara Jihad Pagi selaras dengan apa yang selama ini telah
diajarkan oleh para Ulama NU, namun disisi lain terdapat juga beberapa ajaran dari
Ustad Sukino (MTA) yang dianggap sebagai pengetahuan baru. Dari hasil wawancara
dan observasi yang telah dilakukan peneliti terhadap Ustad Rois, dapat diketahui
bahwa, ia hanya mendengarkan progam acara Jihad Pagi di radio siaran komunitas
MTA FM untuk mengetahui gambaran Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an. Melalui
progam acara Jihad Pagi ini, Ustad Rois mendapatkan informasi-informasi terbarukan
tentang ajaran Islami dari Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA) seperti
pemahaman MTA tentang Aqiqoh, Tahlilan dan lain sebagainya yang telah peneliti
jelaskan di muka.
Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi
menonjol dalam kesadaran saat stimuli lainnya melemah (Andersen, 1972:46). Faktor
perhatian (attention) ini sangat besar pengaruhnya terhadap persepsi. Peneliti melihat
bahwa Ustad Rois lebih memperhatikan isi berupa informasi-informasi yang bersifat
terbarukan (Novelity), saat mendengarkan siaran progam acara Jihad Pagi MTA FM.
85
Faktor situasional kadang juga disebut sebagai determinan perhatian yang bersifat
eksternal atau penarik perhatian (attention getter). Kebaruan (Novelity) dapat
dimaknai sebagai Kesemua hal yang baru yang luar biasa, yang berbeda, akan
menarik perhatian. Informasi yang terbarukan dari progam Jihad Pagi MTA FM
menurut Ustad Rois, antara lain; Majelis Tafsir Al-Qur’an mengharamkan nasi
Tumpeng serta Ingkung, menganggap perbuatan Syirik (menyekutukan Allah SWT)
dan haram pada tradisi yang identik dengan Tahlilan seperti tradisi Slametan, Nyatus
dan lain sebagainya. Kemudian adanya perbedaan pemahaman tentang Aqiqoh,
Kesemuanya itu disimpulkan Ustad Rois sebagai bentuk ”inovasi berIslam” dari
Majelis Tafsir Al-Qur’an. Informasi-informasi terbarukan (inovasi berIslam dari
MTA), kemudian mendapatkan perhatian lebih dari Ustad Rois, sehingga melalui
informasi-informasi terbarukan dapat dikelompokan sebagai pengetahuan yang
bersifat baru. Disisi lain terdapat informasi mengenai Islam secara luas yang
dirasakan sama, dengan apa yang telah ia pahami selama ini, termasuk dalam hal ini
adalah pemahaman tentang rukun Islam (Syahadat, Sholat, Zakat, Puasa dan Haji).
Adapun konten Jihad Pagi lainnya yang menarik perhatian dari Ustad Rois adalah
pesan paralinguistik dari Ustad Sukino sebagai pengampu progam acara Jihad Pagi.
Pesan Paralinguistik adalah pesan nonverbal yang berhubungan dengan cara
mengucapkan pesan verbal (Rakhmat, 2008:292). Dari pesan paralinguistiknya, Ustad
Sukino dianggap meremehkan para Ulama dari golongan Islam lainnya. Ustad Sukino
dalam progam acara Jihad Pagi mudah mengatakan apa yang dikerjakan oleh orang
dari golongan Islam lainnya adalah perbuatan kemusrikan, misalnya ini terjadi pada
konteks tahlilan. Dari pengelompokan informasi tersebut oleh Ustad Rois dapat
dipilah, disatu sisi pamahaman rukun Islam dari Majelis Tafsir Al-Qur’an memiliki
pengetahuan yang sama dengan keyakinannya, dan pada sisi lainnya; terdapat
perbedaan dengan keyakinanannya mengenai informasi Islam terbarukan dan
gambaran pribadi dari Ustad Sukino. Ustad Rois merupakan penggiat Islami dari
komunitas Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan. Oleh karena itu, dari Ustad Rois
terdapat pengertian bahwa pengetahuannya tentang Islam dari progam Jihad Pagi
86
MTA FM, terdapat hal baru yang diajarkan Ormas MTA melalui Ustad Sukino, dan
itu berbeda dengan keyakinannya yang berpedoman pada ajaran Nahdatul Ulama.
Pada aspek lain peneliti melihat, Ustad Rois termasuk bagian dari komunitas
Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan yang terpengaruh dengan divusi inovasi dari
Majelis Tafsir Al-Qur’an. Rogers (Effendy, 2003:284) mendefinisikan difusi sebagai
suatu proses dimana inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka
waktu tertentu diantara para anggota suatu sistem sosial (the process by which an
innovation is communicated through certain channels over time among the members
of a sosial system). Informasi-informasi terbarukan dari Majelis Tafsir Al-Qur’an
yang disebarluaskan melalui radio komunitas MTA FM berhasil dimengerti oleh
Ustad Rois, namun hanya dalam batasan pengetahuan saja. Hal ini dikarenakan
inovasi berIslam dari Majelis Tafsir Al-Qur’an tidak serta merta langsung diadopsi
oleh Ustad Rois, namun melewati proses evaluasi yang mendalam yang menentukan
apakah inovasi tersebut layak atau tidak untuk diadopsi.
c) Tahap evaluasi terhadap progam acara Jihad Pagi
Istilah disonansi kognitif dari teori yang ditampilkan oleh Leon Festinger ini
berarti ketidaksesuaian antara kognisi sebagai aspek sikap dengan perilaku yang
terjadi pada diri seseorang. Orang yang mengalami disonansi akan berupaya mencari
dalih untuk mengurangi disonansinya itu. Jika seseorang mempunyai informasi atau
opini yang tidak menuju kearah menjadi perilaku, maka informasi atau opini itu akan
menimbulkan disonansi dengan perilaku. Apabila disonansi tersebut terjadi, maka
orang akan berupaya menguranginya dengan jalan merubah perilakunya, kepercayaan
atau opininya (Effendy, 2003:262). Dari pengelompokan informasi/pengetahuannya
terhadap progam acara Jihad Pagi MTA FM, terdapat 2 (dua) kelompok informasi
yang mendapatkan perhatian lebih yaitu mengenai informasi terbarukan dari
pemahaman Islam Majelis Tafsir Al-Qur’an dan pengetahuannya terhadap pribadi
dari Ustad Sukino. Kedua kelompok informasi ini, menggiring Ustad Rois kearah
adanya ketidakpastian dalam dirinya. Ketidakpastian ini muncul sebagai akibat
adannya pengetahuannya akan perbedaan pemahaman Islam menurut Majelis Tafsir
87
Al-Qur’an dengan pemahaman Islam menurut Nahdatul Ulama yang selama ini ia
yakini dan amalkan dikehidupan nyata. Oleh karena itu, Ustad Rois mengingat
kembali dasar-dasar tuntunan Nahdatul Ulama yang tersimpan dalam memorinya dan
kemudian membandingkannya dengan informasi Islam terbarukan dari Majelis Tafsir
Al-Qur’an yang diperolehnya dalam progam acara Jihad Pagi MTA FM. Memori
adalah sistem yang sangat berstruktur, yang menyebabkan organisme sanggup
merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya untuk membimbing
perilakunya (Rakhmat, 2008:62). Selain itu, Ustad Rois juga mendapatkan
bimbingan-bimbingan dari para Ulama lainnya saat menghadiri pengajian-pengajian
umum di Kecamatan Susukan, sehingga hal tersebut dapat menjadi faktor untuk
memperkuat kayakinannya akan kebenaran berIslam sesuai tuntunan-tuntunan dari
Nahdatul Ulama yang sejauh ini ia kerjakan. Disebutkan oleh peneliti mengacu pada
studi komunikasi, Ustad Rois dan jama’ah lainnya dalam pengajian-pengajian umum
telah mendapatkan suntikan argumentasi balasan (counterarguments) dari para Ulama
NU agar tidak terkena pengaruh dari golongan Islam lainnya, termasuk Ormas
Majelis Tafsir Al-Qur’an. Teori inokulasi (suntikan) menyatakan bahwa lebih baik
mempersenjatai terbujuk (persuadee) dengan counterarguments daripada
membiarkan tidak siap menyangkal perspektif lawan. Orang yang tidak memiliki
informasi mengenai suatu hal atau tidak menyadari posisi mengenai hal tersebut,
maka ia akan lebih mudah untuk dipersuasi atau dibujuk, oleh karena ia tidak siap
untuk menolak argumentasi si persuader atau pembujuk. Suatu cara untuk
membuatnya agar tidak terkena pengaruh adalah menyuntiknya dengan argumentasi
balasan (counterarguments) (Effendy, 2003:263).
Dari hasil pemanggilan memorinya tentang pengetahuan pemahaman Islam
Nahdatul Ulama yang dipertegas dengan adanya inokulasi terhadap dirinya, Ustad
Rois dapat menyimpulkan bahwa Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an mempunyai
sebagian dari pemahaman Islam yang tidak bisa diterapkan dalam kehidupan
pribadinya dan lingkup komunitas Nahdatul Ulama. Ustad Rois menganggap bahwa
88
Ustad Sukino, sebagai Ulama dari Majelis Tafsir Al-Qur’an kurang menghormati
Ulama beserta ajarannya dari golongan Islam lainnya.
Menurut Ustad Rois, Anjing hukumnya adalah najis, sedangkan barang yang
najis, haram hukumnya kalau dimakan atau diminum. Anjing adalah termasuk hewan
pemakan daging yang mengisyaratkan keharamannya apabila dikonsumsi oleh orang
Islam. Tradisi seperti Maulid Nabi, Mitung Dino, Mitoni, dan Nyatus apabila
dikerjakan tidak akan menggiring seseorang kearah perbuatan musrik, asalkan diniati
karena Allah SWT. Misalnya saja pada tradisi Slametan, adanya tahlilan, adanya
tumpeng pada dasarnya itu semua adalah hal yang baik. Tahlilan yang dibaca juga
dari Al-Qur’an, untuk masalah Tumpeng juga nantinya akan dibagi-bagikan dan
dimakan bersama. Tumpeng memang bentuknya seperti gunungan, namanya orang
Jawa pasti sarat akan pemaknaan simbolis, yang terpenting semuanya apa yang
dikerjakan tetap diniati karena Allah SWT. Aqiqoh menurut Nahdatul Ulama
dianjurkan untuk dilakukan pada hari ketujuh setelah kelahiran anak, namun apabila
belum mampu boleh dikerjakan di waktu mendatang setelah terbilang mampu, dan itu
semua tidak menggugurkan niat dan pahala dari Aqiqoh itu sendiri.
Ustad Sukino sebagai Ulama Besar dari Majelis Tafsir Al-Qur’an, pengampu
progam acara Jihad Pagi, dianggap gampang meremehkan Ulama lain, karena
mengatakan apa yang dikerjakan oleh umat Islam dari golongan lainnya, misalnya
pada tradisi Slametan adalah mengarah keperbuatan syirik (kemusrikan). Ustad Rois
menilai sudah sepatutnya sesama orang Islam saling menghormati dan menghargai
karena apa yang dilakukan oleh orang dari golongan Islam lain tentunya memiliki
dasar kebenaran menurut mereka sendiri.
5.2.3. Penyerapan, pemahaman, dan evaluasi progam acara Jihad Pagi oleh
Pramudi.
5.2.3.1. Penyerapan terhadap rangsangan progam acara Jihad Pagi oleh
Pramudi.
Pramudi pada awalnya merasa senang dengan hadirnya radio siaran MTA FM,
ini dikarenakan kualitas siaran radio MTA FM dapat diterima lebih baik
89
dibandingkan dengan siaran radio dakwah Islam lainnya. Kebutuhan akan
informasinya tentang pengetahuan Islam seakan terpenuhi saat mendengarkan
progam acara Jihad Pagi MTA FM. Ia dapat mendengarkannya hampir setiap waktu,
karena progam acara ini selain hadir saat siaran langsung pada hari Minggu pagi, juga
disiarkan rekaman ulang disetiap harinya. Selain sebagai sarana menimba ilmu
tentang Islam, siaran progam acara Jihad Pagi oleh Pramudi digunakan sebagai media
pembanding antara pemahaman (ajaran) Islam menurut Nahdatul Ulama dengan
Majelis Tafsir Al-Qur’an. Melalui kegiatan mendengarkan siaran Jihad Pagi MTA
FM, Pramudi mendapatkan pemahaman Islam yang sebagian besar sama dengan yang
diyakininya selama ini misalnya tentang rukun Islam (Syahadad, Sholat, Zakat,
Puasa, dan Haji), namun disisi lain Pramudi juga mendapatkan informasi yang
menurutnya bersifat “baru”. Ustad Sukino menurut Pramudi adalah seorang Guru
Besar atau Ulama Besar dari Majelis Tafsir Al-Qur’an yang memberikan pemahaman
Islam kepada jama’ah Majelis Tafsir Al-Qur’an pada progam acara Jihad Pagi. Dari
dakwahnya di progam acara Jihad pagi, oleh Pramudi, Ustad Sukino digambarkan
orang yang tidak terlalu paham dengan permasalahan budaya. Hal ini dikarenakan
mudah menilai apa yang dilakukan oleh orang lain adalah perbuatan musrik
(menyekutukan Allah SWT), misalnya pada tradisi Mitoni, Nelung Dino, Sepasaran
dan lain sebagainya. Kemudian pada aspek masalah halal-haram, ia mendengarkan
dari penjelasan Ustad Sukino bahwa daging Anjing adalah halal hukumnya. Kegiatan
yang bersifat tradisi dan identik dengan tahlilan seperti Maulid Nabi, Mitung Dino,
Mitoni, Nyatus dan lain sebagainya tidak ada dan tidak dikerjakan oleh Majelis Tafsir
Al-Qur’an, bahkan dianggap haram hukumnya dengan alasan tidak ada dasarnya
dalam Islam. Aqiqoh menurut Majelis Tafsir Al-Qur’an, pelaksanakannya harus
dilakukan pada hari ketujuh, terhitung sejak dari kelahiran anak dan biaya
pelaksanaan Aqiqoh tidak boleh dari hasil Utang-Piutang.
5.2.3.2. Pengertian atau pemahaman acara Jihad Pagi oleh Pramudi.
Pramudi mengklasifikasikan apa yang didapatkannya dari proses
mendengarkan progam acara Jihad Pagi MTA FM. Pertama, adalah pengetahuan
90
tentang rukun Islam dari Majelis Tafsir Al-Qur’an yang dianggap sama dengan
pemahamannya sendiri. Kedua, mengenai pengetahuan akan hal yang dianggap baru,
termasuk disini adalah dihalalkannya Anjing dan diharamkannya tradisi-tradisi Jawa
yang identik dengan Tahlilan. Majelis Tafsir Al-Qur’an menggolongkan ke perbuatan
syirik/musrik bagi orang yang menjalankan tradisi yang identik dengan tahlilan,
Ingkungan serta Tumpengan. Diwajibkannya oleh Majelis Tafsir Al-Qur’an bahwa
pelaksanaan Aqiqoh pada hari ketujuh setelah kelahiran anak dan biaya pelaksanaan
Aqiqoh tidak boleh dari hasil Utang-Piutang. Ketiga, pengetahuan terhadap Ustad
Sukino, sebagai Ulama Besar dari Majelis Tafsir Al-Qur’an, ia digambarkan sebagai
orang yang tidak terlalu paham dengan permasalahan budaya. Hal ini dikarenakan
Ustad Sukino mudah menilai apa yang dilakukan oleh orang lain adalah perbuatan
musrik (menyekutukan Allah SWT), misalnya pada tradisi Mitoni, Nelung Dino,
Sepasaran dan lain sebagainya.
Sebagai hasil dari proses pengklasifiksian ini, Pramudi mengerti bahwa
pengetahuannya tentang Islam dari progam Jihad Pagi MTA FM, terdapat hal baru
yang diajarkan Ormas MTA melalui Ustad Sukino, dan itu berbeda dengan
keyakinannya yang berpedoman pada ajaran Nahdatul Ulama.
5.2.3.3. Evaluasi progam acara Jihad Pagi oleh Pramudi.
Pada tahap ini, Pramudi menggunakan pemahaman Islam yang diyakininya
yaitu ajaran Islam Nahdatul Ulama sebagai alat evaluasi pemahaman barunya tentang
Islam (Majelis Tafsir Al-Qur’an) yang diperoleh dari progam acara Jihad Pagi MTA
FM.
1. Evaluasi pengertian tentang rukun Islam dari Majelis Tafsir Al-Qur’an.
Rukun Islam merupakan syarat utama yang wajib dikerjakan oleh orang yang
mengaku dirinya sebagai orang Islam. Nahdatul Ulama sebagai panutan dalam
berIslam oleh Pramudi, menyebutkan bahwa rukun Islam ada 5 (lima) unsur yang
diwajibkan untuk dikerjakan bagi seluruh pemeluknya tanpa adanya pengecualian,
diantaranya adalah Syahadat (meyakini bahwa Allah SWT adalah Tuhan, dan nabi
Muhammad SAW adalah utusannya), Sholat, Zakat, Puasa, dan Haji (bagi yang telah
91
mampu). Rukun Islam ini sama dengan apa yang diajarkan oleh Majelis Tafsir Al-
Qur’an melalui siaran progam acara Jihad Pagi, sehingga Majelis Tafsir Al-Qur’an
tergolong bukan aliran sesat, berbeda misalnya dengan Ahmadiyah yang dianggap
mengajarkan aliran sesat karena meyakini bahwa nabi Muhammad bukan utusan
Allah SWT yang terakhir kali, masih ada nabi lain setelah nabi Muhammad SAW.
2. Evaluasi pengertian akan hal yang dianggap baru.
Pengetahuan “baru” termasuk disini adalah dihalalkannya Anjing dan
diharamkannya Tahlilan. Tidak adanya tradisi yang identik dengan tahlilan seperti
Maulid Nabi, Mitung Dino, Mitoni, Nyatus dalam kehidupan masyarakat Majelis
Tafsir Al-Qur’an. Majelis Tafsir Al-Qur’an menggolongkan ke perbuatan
syirik/musrik bagi orang yang menjalankan tradisi yang identik dengan tahlilan,
Ingkungan serta Tumpengan. Diwajibkannya oleh Majelis Tafsir Al-Qur’an bahwa
pelaksanaan Aqiqoh pada hari ketujuh setelah kelahiran anak dan biaya pelaksanaan
Aqiqoh tidak boleh dari hasil Utang-Piutang.
Menurut Pramudi, Tradisi seperti Maulid Nabi, Mitung Dino, Mitoni, dan
Nyatus apabila dikerjakan tidak akan menggiring seseorang kearah perbuatan musrik,
asalkan diniati karena Allah SWT. Misalnya saja pada tradisi Nelung Dino, adanya
tahlilan dan adanya tumpeng pada dasarnya itu semua adalah hal yang baik. Nahdatul
Ulama melakukan kegiatan tahlilan seperti itu, pastinya punya dasar yang kuat.
Tradisi semacam itu sudah ada sejak zaman perjuangan Wali Songo dalam
mengislamkan pulau Jawa. Bentuk-bentuk makanan seperti Ingkung, Tumpeng, dan
Nasi Golong tidak akan menggiring kearah kesyirikan asalkan diniati untuk
Shodakoh (beramal). Aqiqoh menurut Nahdatul Ulama dianjurkan untuk dilakukan
pada hari ketujuh setelah kelahiran anak, namun apabila belum mampu boleh
dikerjakan di waktu mendatang setelah terbilang mampu, dan itu semua tidak
menggugurkan niat dan pahala dari Aqiqoh itu sendiri. Kemudian dijelaskan oleh
Pramudi bahwa Anjing termasuk hewan najis, apabila tersentuh dan terkena air
liurnya maka perlu disucikan sesuai syariat Islam. Sehingga daging atau bagian tubuh
92
dari anjing lainnya yang hukumnya najis tadi, apabila dikonsumsi maka haram
hukumnya.
3. Evaluasi pengertian terhadap Ustad Sukino.
Ustad Sukino sebagai Ulama Besar dari Majelis Tafsir Al-Qur’an, pengampu
progam acara Jihad Pagi, dianggap gampang menyebut orang lain berada dalam ranah
kemusrikan. Pramudi menilai sudah sepatutnya sesama orang Islam saling
menghormati dan menghargai karena apa yang dilakukan oleh orang dari golongan
lain tentunya memiliki dasar kebenaran menurut mereka sendiri, dan sejarah sudah
membuktikan dengan adanya akulturasi budaya Jawa dan Islam mampu menjadikan
Islam menjadi agama mayoritas di Indonesia. Semuanya yang terpenting adalah
niatnya untuk Allah SWT.
Dari berbagai macam penjelasan evaluative diatas, Pramudi menilai bahwa,
Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an bukan termasuk aliran sesat, akan tetapi Majelis
Tafsir Al-Qur’an ini, mempunyai sebagian dari pemahaman Islam yang tidak bisa
diterapkan dalam kehidupan pribadinya dan lingkup komunitas Nahdatul Ulama.
Pramudi menganggap bahwa Ustad Sukino, sebagai Ulama dari Majelis Tafsir Al-
Qur’an kurang menghormati pemahaman Islam dari golongan lainnya.
5.2.3.4. Analisa persepsi Pramudi terhadap Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an
melalui progam acara Jihad Pagi
a) Tahap penyerapan terhadap rangsangan progam acara Jihad Pagi
Dari nara sumber Pramudi, yang telah diwawancarai secara mendalam oleh
peneliti, melalui radio MTA FM pada progam acara Jihad Pagi, Ormas Majelis Tafsir
Al-Qur’an (MTA) pada dasarnya mempunyai pemahaman tentang rukun Islam yang
sama dengan apa yang diyakininya yaitu mengenai konteks Syahadat, Sholat, Zakat,
Puasa, dan Haji. Disisi lain, melalui Ustad Sukino sebagai pengampu progam acara
Jihad Pagi, menyebutkan bahwa dihalalkannya Anjing dan diharamkannya Tahlilan.
Tidak adanya tradisi yang identik dengan tahlilan seperti Maulid Nabi, Mitung Dino,
Mitoni, Nyatus dalam kehidupan masyarakat Majelis Tafsir Al-Qur’an. Majelis Tafsir
Al-Qur’an menggolongkan ke perbuatan syirik/musrik bagi orang yang menjalankan
93
tradisi yang identik dengan tahlilan, Ingkungan serta Tumpengan. Diwajibkannya
oleh Majelis Tafsir Al-Qur’an bahwa pelaksanaan Aqiqoh pada hari ketujuh setelah
kelahiran anak dan biaya pelaksanaan Aqiqoh tidak boleh dari hasil Utang-Piutang.
Dari progam acara Jihad Pagi ini setidaknya didapatkan gambaran umum
tentang Ormas MTA. Kesemua informasi tersebut diperoleh Pramudi saat
mendengarkan progam acara Jihad Pagi, baik yang secara langsung disiarkan pada
Ahad pagi atau pada jam-jam siaran ulangnya.
Teori stimulasi memandang manusia sebagai mahluk yang lapar “stimuli”,
yang senantiasa mencari pengalaman-pengalaman baru, yang selalu berusaha
memperoleh hal-hal yang memperkaya pemikirannya. Hasrat ingin tahu, kebutuhan
untuk mendapatkan rangsangan emosional, dan keinginan untuk menghindari
kebosanan merupakan kebutuhan dasar manusia (Rakhmat, 2008:212). Sebagai
seorang pemeluk agama Islam, Pramudi merasa perlu membekali dirinya dengan
pemahaman Islam secara luas. Hal ini salah satunya dilakukan dengan cara mencari
informasi Islami dari media massa radio. Radio dirasakan memiliki keunggulan
karena dapat didengarkan walaupun sedang melakukan aktifitas keseharian lainnya.
Meskipun saat ini muncul media televisi yang bersifat audial dan visual; pesawat
radio tetap tidak tergeser oleh perkembangan media massa televisi, sebab untuk
menikmati suatu acara dari pesawat televisi, khalayak tidak dapat beranjak dari kursi
di depan pesawat, sedangkan dari pesawat radio dapat dinikmati sambil mandi dan
bekerja, atau sambil mengemudikan kendaran (Effendy, 2004: 107-108). Melalui
aktifitas mendengarkan radio dakwah Islami, Pramudi mengharapkan mendapatkan
pengetahuan luas tentang agama Islam sehingga apa yang diketahuinya layak untuk
ditularkan kepada orang lain, misalnya keluarga, kerabat atau lingkungan
terdekatnya. Selective exposure dimaksudkan bahwa orang cenderung memilih
informasi berdasarkan liputan yang disenangi. Pilihan terhadap informasi bisa
menurut ideologi, agama, suku, dan pekerjaan (Cangara, 1998:162)
Radio komunitas MTA FM, menjadi pilihan untuk ia dengarkan dibandingkan
dengan radio dakwah lainnya karena, radio MTA FM ini memiliki kualitas
94
penerimaan sinyal yang terbaik sehingga Pramudi merasa nyaman ketika
mendengarkan siaran dari radio tersebut. Jihad Pagi adalah Pengajian Ahad Pagi yang
diampu oleh Al-Ustadz Drs. Ahmad Sukino selaku Ketua Umum Ormas/Yayasan
Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA). Jihad Pagi (Live) adalah program siaran pengajian
Ahad pagi yang disiarkan secara langsung setiap Ahad pagi mulai pukul 07:00 s/d
10:30 Wib. Pada pengajian Ahad pagi ini peserta diberikan materi berupa brosur
dengan tema yang berbeda-beda dan berkelanjutan setiap hari Ahadnya. Peserta juga
dapat bertanya sesuai materi yang dibahas pada kesempatan tersebut baik melalui
tertulis maupun langsung melalui microphone yang ada. Jihad Pagi (Recorded)
adalah program pengajian yang disiarkan melalui radio MTA FM yang merupakan
rekaman dari pengajian yang diselenggarakan setiap Ahad pagi. Setiap harinya
menyiarkan ulang pengajian Ahad pagi episode lalu, yang disiarkan menjadi 3 waktu
yaitu:
Jihad Pagi 1 : 06:00 s/d 07:00 Wib, siaran ulang jihad pagi bagian awal.
Jihad Pagi 2 : 14:00 s/d 15:30 Wib, siaran ulang jihad pagi bagian akhir
(lanjutan).
Jihad Pagi hari ini : 19:00 s/d 21:30 Wib, siaran ulang jihad pagi secara utuh
(gabungan 1 & 2).
Peneliti menilai, jam siar pada progam Jihad Pagi setiap harinya, baik secara
Live maupun Recorded turut menjadikan progam ini mendapatkan perhatian lebih
dari Pramudi dibandingkan dengan progam-progam acara radio MTA FM lainnya.
Misalnya saja, pada hari Senin s/d Sabtu progam Jihad Pagi mengudara secara
periodik dengan total waktu selama 5 (lima) jam, sedangkan pada hari Ahad
(Minggu) progam acara ini mampu mengudara dengan total waktu selama 7,5 jam.
Intensitas siaran dari progam acara Jihad Pagi yang sedemikian rupa (disiarkan secara
berulang-ulang) melebihi intensitas siaran progam-progam acara radio MTA FM
lainnya, mendorong Pramudi lebih memperhatikan progam acara Jihad Pagi tersebut
dibandingkan progam-progam lainnya. Dijelaskan oleh Rakhmat (2008:52), faktor
eksternal penarik perhatian diantaranya adalah faktor intensitas stimuli dan
95
perulangan. Pemahaman tentang intensitas stimuli itu sendiri adalah sebagaimana
manusia akan lebih memperhatikan stimuli yang menonjol dari stimuli yang lain.
Sedangkan apa yang disebut dengan perulangan adalah Kesemua hal yang disajikan
berulangkali, bila disertai dengan sedikit variasi akan menarik perhatian. Keunggulan
lainnya dari progam acara Jihad pagi MTA FM ini adalah mampu memberikan
pemahaman Islam secara luas menurut sudut pandang Majelis Tafsir Al-Qur’an. Ini
tentunya juga dimanfaatkan oleh Pramudi sebagai media pembanding antara
pemahaman Islam sesuai keyakinannya dengan pemahaman Islam menurut Majelis
Tafsir Al-Qur’an.
b) Tahap pengertian atau pemahaman terhadap progam acara Jihad Pagi
Pramudi menyatakan bahwa Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA) melalui
progam acara Jihad Pagi mengajarkan pemahaman Islam yang adakalanya
berseberangan (berbeda) dengan pemahaman Islam Nahdatul Ulama di Kecamatan
Susukan. Ustad Sukino, salah seorang tokoh kunci dalam progam acara Ahad Pagi
tersebut, memberikan pemahaman kepada khalayak luas bahwa Ormas MTA
mengembalikan kebenaran ajaran Islam sesuai tuntunan Al-Qur’an dan Al-Hadist
sesuai pemahaman MTA itu sendiri. Sebagian besar ajaran tentang Islam dari Ustad
Sukino pada progam acara Jihad Pagi selaras dengan apa yang selama ini telah
diajarkan oleh para Ulama NU, namun disisi lain terdapat juga beberapa ajaran dari
Ustad Sukino (MTA) yang dianggap sebagai pengetahuan baru. Dari hasil wawancara
dan observasi yang telah dilakukan peneliti terhadap Pramudi, dapat diketahui bahwa
ia hanya mendengarkan progam acara Jihad Pagi di radio siaran komunitas MTA FM
untuk mengetahui gambaran Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an. Melalui progam acara
Jihad Pagi ini, Pramudi mendapatkan informasi-informasi terbarukan tentang ajaran
Islami dari Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA) seperti pemahaman MTA tentang
Aqiqoh, Tahlilan dan lain sebagainya yang telah peneliti jelaskan di muka.
Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi
menonjol dalam kesadaran saat stimuli lainnya melemah (Andersen, 1972:46). Faktor
perhatian (attention) ini sangat besar pengaruhnya terhadap persepsi. Peneliti melihat
96
bahwa Pramudi lebih memperhatikan isi berupa informasi-informasi yang bersifat
terbarukan (Novelity), saat mendengarkan siaran progam acara Jihad Pagi MTA FM.
Faktor situasional kadang juga disebut sebagai determinan perhatian yang bersifat
eksternal atau penarik perhatian (attention getter). Kebaruan (Novelity) dapat
dimaknai sebagai Kesemuanya hal yang baru yang luar biasa, yang berbeda, akan
menarik perhatian. Informasi yang terbarukan dari progam Jihad Pagi MTA FM
menurut Pramudi, antara lain; Majelis Tafsir Al-Qur’an menghalalkan Anjing dan
menganggap perbuatan Syirik (menyekutukan Allah SWT) pada tradisi yang identik
dengan Tahlilan seperti tradisi Slametan, dan Nyatus. Kemudian adanya perbedaan
pemahaman tentang Aqiqoh, serta tidak adanya kegiatan-kegiatan tradisi Jawa yang
identik dengan Tahlilan, Kesemuanyanya itu disimpulkan Pramudi sebagai bentuk
”inovasi berIslam” dari Majelis Tafsir Al-Qur’an. Informasi-informasi terbarukan
(inovasi berIslam dari MTA), kemudian mendapatkan perhatian lebih dari Pramudi,
sehingga melalui informasi-informasi terbarukan dapat dikelompokan sebagai
pengetahuan yang bersifat baru. Disisi lain terdapat informasi mengenai Islam secara
luas yang dirasakan sama, dengan apa yang telah ia pahami selama ini, termasuk
dalam hal ini adalah pemahaman tentang rukun Islam (Syahadat, Sholat, Zakat, Puasa
dan Haji). Adapun konten Jihad Pagi lainnya yang menarik perhatian dari Pramudi
adalah pesan paralinguistik dari Ustad Sukino sebagai pengampu progam acara Jihad
Pagi. Pesan Paralinguistik adalah pesan nonverbal yang berhubungan dengan cara
mengucapkan pesan verbal (Rakhmat, 2008:292). Dari pesan paralinguistiknya Ustad
Sukino dianggap meremehkan para Ulama dari golongan Islam lainnya. Ustad Sukino
dalam progam acara Jihad Pagi menyebutkan tradisi-tradisi Jawa yang identik dengan
tahlilan adalah perbuatan kemusrikan. Dari pengelompokan informasi tersebut
Pramudi dapat dipilah, disatu sisi pamahaman rukun Islam dari Majelis Tafsir Al-
Qur’an memiliki pengetahuan yang sama dengan keyakinannya, dan pada sisi
lainnya; terdapat perbedaan dengan keyakinanannya mengenai informasi Islam
terbarukan dan gambaran pribadi dari Ustad Sukino. Dari Pramudi terdapat
pengertian bahwa pengetahuannya tentang Islam dari progam Jihad Pagi MTA FM,
97
terdapat hal baru yang diajarkan Ormas MTA melalui Ustad Sukino, dan itu berbeda
dengan keyakinannya yang berpedoman pada ajaran Nahdatul Ulama.
Pada aspek lain peneliti melihat, Pramudi termasuk bagian dari komunitas
Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan yang terkena divusi inovasi dari Majelis
Tafsir Al-Qur’an. Rogers (dalam Effendy, 2003:284) mendefinisikan difusi sebagai
suatu proses dimana inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka
waktu tertentu diantara para anggota suatu sistem sosial (the process by which an
innovation is communicated through certain channels over time among the members
of a sosial system). Informasi-informasi terbarukan dari Majelis Tafsir Al-Qur’an
yang disebarluaskan melalui radio komunitas MTA FM berhasil dimengerti oleh
Pramudi, namun hanya dalam batasan pengetahuan saja. Hal ini dikarenakan inovasi
berIslam dari Majelis Tafsir Al-Qur’an tidak serta merta langsung diadopsi oleh
Pramudi, namun melewati proses evaluasi yang mendalam yang menentukan apakah
inovasi tersebut layak atau tidak untuk diadopsi.
c) Tahap evaluasi terhadap progam acara Jihad Pagi
Istilah disonansi kognitif dari teori yang ditampilkan oleh Leon Festinger ini
berarti ketidaksesuaian antara kognisi sebagai aspek sikap dengan perilaku yang
terjadi pada diri seseorang. Orang yang mengalami disonansi akan berupaya mencari
dalih untuk mengurangi disonansinya itu. Jika seseorang mempunyai informasi atau
opini yang tidak menuju kearah menjadi perilaku, maka informasi atau opini itu akan
menimbulkan disonansi dengan perilaku. Apabila disonansi tersebut terjadi, maka
orang akan berupaya menguranginya dengan jalan merubah perilakunya, kepercayaan
atau opininya (Effendy, 2003:262). Dari pengelompokan informasi/pengetahuannya
terhadap progam acara Jihad Pagi MTA FM, terdapat 2 (dua) kelompok informasi
yang mendapatkan perhatian lebih yaitu mengenai informasi terbarukan dari
pemahaman Islam Majelis Tafsir Al-Qur’an dan pengetahuannya terhadap pribadi
dari Ustad Sukino. Kedua kelompok informasi ini, menggiring Pramudi kearah
adanya ketidakpastian dalam dirinya. Ketidakpastian ini muncul sebagai akibat
adannya pengetahuannya akan perbedaan pemahaman Islam menurut Majelis Tafsir
98
Al-Qur’an dengan pemahaman Islam menurut Nahdatul Ulama yang selama ini ia
yakini dan amalkan dikehidupan nyata. Oleh karena itu, Pramudi mengingat kembali
dasar-dasar tuntunan Nahdatul Ulama yang tersimpan dalam memorinya dan
kemudian membandingkannya dengan informasi Islam terbarukan dari Majelis Tafsir
Al-Qur’an yang diperolehnya dalam progam acara Jihad Pagi MTA FM. Memori
adalah sistem yang sangat berstruktur, yang menyebabkan organisme sanggup
merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya untuk membimbing
perilakunya (Rakhmat, 2008:62). Selain itu, Pramudi juga mendapatkan bimbingan-
bimbingan dari para Ulama lainnya saat menghadiri pengajian-pengajian umum di
Kecamatan Susukan, sehingga hal tersebut dapat menjadi faktor untuk memperkuat
kayakinannya akan kebenaran berIslam sesuai tuntunan-tuntunan dari Nahdatul
Ulama yang sejauh ini ia kerjakan. Disebutkan oleh peneliti mengacu pada studi
komunikasi, Pramudi dan jama’ah lainnya dalam pengajian-pengajian umum telah
mendapatkan suntikan argumentasi balasan (counterarguments) dari para Ulama NU
agar tidak terkena pengaruh dari golongan Islam lainnya, termasuk Ormas Majelis
Tafsir Al-Qur’an. Teori inokulasi (suntikan) menyatakan bahwa lebih baik
mempersenjatai terbujuk (persuadee) dengan counterarguments daripada
membiarkan tidak siap menyangkal perspektif lawan. Orang yang tidak memiliki
informasi mengenai suatu hal atau tidak menyadari posisi mengenai hal tersebut,
maka ia akan lebih mudah untuk dipersuasi atau dibujuk, oleh karena ia tidak siap
untuk menolak argumentasi si persuader atau pembujuk. Suatu cara untuk
membuatnya agar tidak terkena pengaruh adalah menyuntiknya dengan argumentasi
balasan (counterarguments) (Effendy, 2003:263).
Dari hasil pemanggilan memorinya tentang pengetahuan pemahaman Islam
Nahdatul Ulama yang dipertegas dengan adanya inokulasi terhadap dirinya, Pramudi
dapat menyimpulkan bahwa Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an mempunyai sebagian
dari pemahaman Islam yang tidak bisa diterapkan dalam kehidupan pribadinya dan
lingkup komunitas Nahdatul Ulama. Pramudi menganggap bahwa Ustad Sukino,
99
sebagai Ulama dari Majelis Tafsir Al-Qur’an kurang menghormati Ulama beserta
ajarannya dari golongan Islam lainnya.
Menurut Pramudi, Anjing hukumnya adalah najis, sedangkan barang yang
najis, haram hukumnya kalau dimakan atau diminum. Anjing adalah termasuk hewan
pemakan daging yang mengisyaratkan keharamannya apabila dikonsumsi oleh orang
Islam. Tradisi seperti Maulid Nabi, Mitung Dino, Mitoni, dan Nyatus apabila
dikerjakan tidak akan menggiring seseorang kearah perbuatan musrik, asalkan diniati
karena Allah SWT. Misalnya saja pada tradisi Nelung Dino, adanya tahlilan, adanya
tumpeng pada dasarnya itu semua adalah hal yang baik. Tahlilan yang dibaca juga
dari Al-Qur’an, untuk masalah Tumpeng juga nantinya akan dibagi-bagikan dan
dimakan bersama. Tumpeng memang bentuknya seperti gunungan, namanya orang
Jawa pasti sarat akan pemaknaan simbolis, yang terpenting semuanya apa yang
dikerjakan tetap diniati karena Allah SWT. Aqiqoh menurut Nahdatul Ulama
dianjurkan untuk dilakukan pada hari ketujuh setelah kelahiran anak, namun apabila
belum mampu boleh dikerjakan di waktu mendatang setelah terbilang mampu, dan itu
semua tidak menggugurkan niat dan pahala dari Aqiqoh itu sendiri.
Ustad Sukino sebagai Ulama Besar dari Majelis Tafsir Al-Qur’an, pengampu
progam acara Jihad Pagi, dianggap gampang meremehkan Ulama lain, karena
mengatakan tradisi-tradisi Jawa yang identik dengan adannya tahlilan mengarah
keperbuatan syirik (kemusrikan). Pramudi menilai sudah sepatutnya sesama orang
Islam saling menghormati dan menghargai karena apa yang dilakukan oleh orang dari
golongan Islam lain tentunya memiliki dasar kebenaran menurut mereka sendiri.
5.2.4. Penyerapan, pemahaman, dan evaluasi progam acara Jihad Pagi oleh
Sentot.
5.2.4.1. Penyerapan terhadap rangsangan progam acara Jihad Pagi oleh Sentot.
Sentot pada awalnya merasa senang dengan hadirnya radio siaran MTA FM,
ini dikarenakan kualitas siaran radio MTA FM dapat diterima lebih baik
dibandingkan dengan siaran radio dakwah Islam lainnya. Kebutuhan akan
informasinya tentang pengetahuan Islam seakan terpenuhi saat mendengarkan
100
progam acara Jihad Pagi MTA FM. Ia dapat mendengarkannya hampir setiap waktu,
karena progam acara ini selain hadir saat siaran langsung pada hari Minggu (Ahad)
pagi, juga disiarkan rekaman ulang disetiap harinya. Selain sebagai sarana menimba
ilmu tentang Islam, siaran progam acara Jihad Pagi oleh Sentot digunakan sebagai
media pembanding antara pemahaman (ajaran) Islam menurut Nahdatul Ulama
dengan Majelis Tafsir Al-Qur’an. Melalui kegiatan mendengarkan siaran Jihad Pagi
MTA FM, Sentot mendapatkan pemahaman Islam yang sebagian besar sama dengan
yang diyakininya selama ini misalnya tentang rukun Islam (Syahadad, Sholat, Zakat,
Puasa, dan Haji), namun disisi lain Sentot juga mendapatkan informasi yang
menurutnya bersifat “baru”. Ustad Sukino menurut Sentot adalah seorang Guru Besar
atau Ulama Besar dari Majelis Tafsir Al-Qur’an yang memberikan pemahaman Islam
kepada jama’ah Majelis Tafsir Al-Qur’an pada progam acara Jihad Pagi. Kemudian
pada aspek masalah halal-haram, ia mendengarkan dari penjelasan Ustad Sukino
bahwa daging Anjing adalah halal hukumnya. Kegiatan yang bersifat tradisi Jawa dan
identik dengan tahlilan seperti Mitung Dino, Mitoni, Nyatus dan lain sebagainya
tidak ada dan tidak dikerjakan oleh Majelis Tafsir Al-Qur’an, bahkan tradisi semacam
itu dilarang untuk dikerjakan dengan alasan tidak ada dasarnya dalam Islam. Aqiqoh
menurut Majelis Tafsir Al-Qur’an, pelaksanakannya harus dilakukan pada hari
ketujuh terhitung sejak dari kelahiran anak. Pada konteks dosa perzinahan, disebutkan
oleh Majelis Tafsir Al-Qur’an bahwa dosanya tidak akan diampuni oleh Allah SWT.
5.2.4.2. Pengertian atau pemahaman acara Jihad Pagi oleh Sentot.
Sentot mengklasifikasikan apa yang didapatkannya dari proses mendengarkan
progam acara Jihad Pagi MTA FM. Pertama, adalah pengetahuan tentang rukun
Islam dari Majelis Tafsir Al-Qur’an yang dianggap sama dengan pemahamannya
sendiri. Kedua, mengenai pengetahuan akan hal yang dianggap baru, termasuk disini
adalah dihalalkannya Anjing. Tidak adanya tradisi Jawa yang identik dengan tahlilan
seperti Mitung Dino, Mitoni, Nyatus dalam kehidupan masyarakat Majelis Tafsir Al-
Qur’an. Majelis Tafsir Al-Qur’an bahkan melarang jama’ahnya untuk tidak
melakukan tradisi-tradisi tersebut karena menurutnya, dalam Islam tidak ada
101
dasarnya. Diwajibkannya oleh Majelis Tafsir Al-Qur’an bahwa pelaksanaan Aqiqoh
pada hari ketujuh setelah kelahiran anak. Kemudian Majelis Tafsir Al-Qur’an
menganggap dosa zinah adalah termasuk dosa yang tidak terampuni oleh Allah SWT.
Ketiga, pengetahuan terhadap Ustad Sukino, sebagai Ulama Besar dari Majelis Tafsir
Al-Qur’an, ia digambarkan sebagai orang yang dominan memberikan paham Islam
menurut cara pandang Majelis Tafsir Al-Qur’an.
Sebagai hasil dari proses pengklasifiksian ini, Sentot mengerti bahwa
pengetahuannya tentang Islam dari progam Jihad Pagi MTA FM, terdapat hal baru
yang diajarkan Ormas MTA melalui Ustad Sukino, dan itu berbeda dengan
keyakinannya yang berpedoman pada ajaran Nahdatul Ulama.
5.2.4.3. Evaluasi progam acara Jihad Pagi oleh Sentot.
Pada tahap ini Sentot menggunakan pemahaman Islam yang diyakininya yaitu
ajaran Islam Nahdatul Ulama sebagai alat evaluasi pemahaman barunya tentang Islam
(Majelis Tafsir Al-Qur’an) yang diperoleh dari progam acara Jihad Pagi MTA FM.
1. Evaluasi pengertian tentang rukun Islam dari Majelis Tafsir Al-Qur’an.
Rukun Islam merupakan syarat utama yang wajib dikerjakan oleh orang yang
mengaku dirinya sebagai orang Islam. Nahdatul Ulama sebagai panutan dalam
berIslam oleh Sentot, menyebutkan bahwa rukun Islam ada 5 (lima) unsur yang
diwajibkan untuk dikerjakan bagi seluruh pemeluknya tanpa adanya pengecualian,
diantaranya adalah Syahadat (meyakini bahwa Allah SWT adalah Tuhan, dan nabi
Muhammad SAW adalah utusannya), Sholat, Zakat, Puasa, dan Haji (bagi yang telah
mampu). Rukun Islam ini sama dengan apa yang diajarkan oleh Majelis Tafsir Al-
Qur’an melalui siaran progam acara Jihad Pagi, sehingga Majelis Tafsir Al-Qur’an
tergolong bukan aliran sesat, berbeda misalnya dengan Ahmadiyah yang dianggap
mengajarkan aliran sesat karena meyakini bahwa nabi Muhammad bukan utusan
Allah SWT yang terakhir kali, masih ada nabi lain setelah nabi Muhammad SAW.
2. Evaluasi pengertian akan hal yang dianggap baru.
Pengetahuan “baru” termasuk disini adalah dihalalkannya Anjing. Tidak
adanya tradisi Jawa yang identik dengan tahlilan seperti Mitung Dino, Mitoni, Nyatus
102
dalam kehidupan masyarakat Majelis Tafsir Al-Qur’an. MTA bahkan melarang
jama’ahnya untuk tidak melakukan tradisi-tradisi tersebut karena menurutnya,
diajaran Al-Qur’an tidak ada dasarnya. Diwajibkannya oleh Majelis Tafsir Al-Qur’an
bahwa pelaksanaan Aqiqoh pada hari ketujuh setelah kelahiran anak.
Menurut Sentot, Tradisi seperti Maulid Nabi, Mitung Dino, Mitoni, dan
Nyatus apabila dikerjakan tidak akan menggiring seseorang kearah perbuatan musrik,
asalkan diniati karena Allah SWT. Misalnya saja pada tradisi Nelung Dino, adanya
tahlilan, adanya tumpeng pada dasarnya itu semua adalah hal yang baik. Nahdatul
Ulama melakukan kegiatan tahlilan seperti itu, pastinya punya dasar yang kuat.
Tradisi semacam itu sudah ada sejak zaman perjuangan Wali Songo dalam
mengislamkan pulau Jawa. Aqiqoh menurut Nahdatul Ulama dianjurkan untuk
dilakukan pada hari ketujuh setelah kelahiran anak, namun apabila belum mampu
boleh dikerjakan di waktu mendatang setelah terbilang mampu, dan itu semua tidak
menggugurkan niat dan pahala dari Aqiqoh itu sendiri. Selanjutnya, Allah SWT
memberikan tuntunan atau cara dalam melakukan pertobatan dari perbutan dosa,
diantaranya adalah dengan melakukan taubat Nasuha. Masalah hitung-hitungan dosa,
itu semua adalah rahasia Allah SWT, manusia hanya bisa menjalankan apa yang telah
menjadi tuntunan dalam Islam.
3. Evaluasi pengertian terhadap Ustad Sukino.
Ustad Sukino sebagai Ulama Besar dari Majelis Tafsir Al-Qur’an, pengampu
progam acara Jihad Pagi, dianggap sebagai pihak yang paling dominan memberikan
penjelasan pemahaman Islam menurut cara pandang Majelis Tafsir Al-Qur’an.
Terkadang penjelasan-penjelasan dari Ustad Sukino tidak bisa diterima oleh Sentot,
misalnya pada konteks tradisi dan pemahaman Aqiqoh.
Dari berbagai macam penjelasan evaluative diatas, Sentot menilai bahwa,
Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an bukan termasuk aliran sesat, akan tetapi Majelis
Tafsir Al-Qur’an ini, mempunyai sebagian dari pemahaman Islam yang tidak bisa
diterapkan dalam kehidupan pribadinya dan lingkup komunitas Nahdatul Ulama.
Sentot menganggap bahwa Ustad Sukino, sebagai Ulama dari Majelis Tafsir Al-
103
Qur’an terkadang memberikan penjelasan-penjelasan Islami yang tidak dapat
diterima olehnya.
5.2.4.4. Analisa persepsi Sentot terhadap Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an
melalui progam acara Jihad Pagi
a) Tahap penyerapan terhadap rangsangan progam acara Jihad Pagi
Dari nara sumber Sentot, yang telah diwawancarai secara mendalam oleh
peneliti, melalui radio MTA FM pada progam acara Jihad Pagi, Ormas Majelis Tafsir
Al-Qur’an (MTA) pada dasarnya mempunyai pemahaman tentang rukun Islam yang
sama dengan apa yang diyakininya yaitu mengenai konteks Syahadat, Sholat, Zakat,
Puasa, dan Haji. Disisi lain, melalui Ustad Sukino sebagai pengampu progam acara
Jihad Pagi, menyebutkan bahwa daging Anjing halal hukumnya. MTA juga melarang
warganya untuk melakukan tradisi seperti Slametan, Nyatus, Nyewu, Maulid Nabi
dan lain sebagainya (ragam kegiatan tradisi Jawa yang identik dengan tahlilan), serta
adapula perbedaan-perbedaan lainnya seperti pada pemahaman tentang Aqiqoh, dan
taubat Nasuha dalam konteks perzinahan. Dari progam acara Jihad Pagi ini
setidaknya didapatkan gambaran umum tentang Ormas MTA. Kesemua informasi
tersebut diperoleh Sentot saat mendengarkan progam acara Jihad Pagi, baik yang
secara langsung disiarkan pada Ahad pagi atau pada jam-jam siaran ulangnya.
Teori stimulasi memandang manusia sebagai mahluk yang lapar “stimuli”,
yang senantiasa mencari pengalaman-pengalaman baru, yang selalu berusaha
memperoleh hal-hal yang memperkaya pemikirannya. Hasrat ingin tahu, kebutuhan
untuk mendapatkan rangsangan emosional, dan keinginan untuk menghindari
kebosanan merupakan kebutuhan dasar manusia (Rakhmat, 2008:212). Sebagai
seorang pemeluk agama Islam, Sentot merasa perlu membekali dirinya dengan
pemahaman Islam secara luas. Hal ini salah satunya dilakukan dengan cara mencari
informasi Islami dari media massa radio. Radio dirasakan memiliki keunggulan
karena dapat didengarkan walaupun sedang melakukan aktifitas keseharian lainnya.
Meskipun saat ini muncul media televisi yang bersifat audial dan visual; pesawat
radio tetap tidak tergeser oleh perkembangan media massa televisi, sebab untuk
104
menikmati suatu acara dari pesawat televisi, khalayak tidak dapat beranjak dari kursi
di depan pesawat, sedangkan dari pesawat radio dapat dinikmati sambil mandi dan
bekerja, atau sambil mengemudikan kendaran (Effendy, 2004: 107-108). Melalui
aktifitas mendengarkan radio dakwah Islami, Sentot mengharapkan mendapatkan
pengetahuan luas tentang agama Islam sehingga apa yang diketahuinya layak untuk
ditularkan kepada orang lain di Kecamatan Susukan. Selective exposure dimaksudkan
bahwa orang cenderung memilih informasi berdasarkan liputan yang disenangi.
Pilihan terhadap informasi bisa menurut ideologi, agama, suku, dan pekerjaan
(Cangara, 1998:162).
Radio komunitas MTA FM, menjadi pilihan untuk ia dengarkan dibandingkan
dengan radio dakwah lainnya karena, radio MTA FM ini memiliki kualitas
penerimaan sinyal yang terbaik sehingga Sentot merasa nyaman ketika mendengarkan
siaran dari radio tersebut. Jihad Pagi adalah Pengajian Ahad Pagi yang diampu oleh
Al-Ustadz Drs. Ahmad Sukino selaku Ketua Umum Ormas/Yayasan Majelis Tafsir
Al-Qur’an (MTA). Jihad Pagi (Live) adalah program siaran pengajian Ahad pagi
yang disiarkan secara langsung setiap Ahad pagi mulai pukul 07:00 s/d 10:30 Wib.
Pada pengajian Ahad pagi ini peserta diberikan materi berupa brosur dengan tema
yang berbeda-beda dan berkelanjutan setiap hari Ahadnya. Peserta juga dapat
bertanya sesuai materi yang dibahas pada kesempatan tersebut baik melalui tertulis
maupun langsung melalui microphone yang ada. Jihad Pagi (Recorded) adalah
program pengajian yang disiarkan melalui radio MTA FM yang merupakan rekaman
dari pengajian yang diselenggarakan setiap Ahad pagi. Setiap harinya menyiarkan
ulang pengajian Ahad pagi episode lalu, yang disiarkan menjadi 3 waktu yaitu:
Jihad Pagi 1 : 06:00 s/d 07:00 Wib, siaran ulang jihad pagi bagian awal.
Jihad Pagi 2 : 14:00 s/d 15:30 Wib, siaran ulang jihad pagi bagian akhir
(lanjutan).
Jihad Pagi hari ini : 19:00 s/d 21:30 Wib, siaran ulang jihad pagi secara utuh
(gabungan 1 & 2).
105
Peneliti menilai, jam siar pada progam Jihad Pagi setiap harinya, baik secara
Live maupun Recorded turut menjadikan progam ini mendapatkan perhatian lebih
dari Sentot dibandingkan dengan progam-progam acara radio MTA FM lainnya.
Misalnya saja, pada hari Senin s/d Sabtu progam Jihad Pagi mengudara secara
periodik dengan total waktu selama 5 (lima) jam, sedangkan pada hari Ahad
(Minggu) progam acara ini mampu mengudara dengan total waktu selama 7,5 jam.
Intensitas siaran dari progam acara Jihad Pagi yang sedemikian rupa (disiarkan secara
berulang-ulang) melebihi intensitas siaran progam-progam acara radio MTA FM
lainnya, mendorong Sentot lebih memperhatikan progam acara Jihad Pagi tersebut
dibandingkan progam-progam lainnya. Dijelaskan oleh Rakhmat (2008:52), faktor
eksternal penarik perhatian diantaranya adalah faktor intensitas stimuli dan
perulangan. Pemahaman tentang intensitas stimuli itu sendiri adalah sebagaimana
manusia akan lebih memperhatikan stimuli yang menonjol dari stimuli yang lain.
Sedangkan apa yang disebut dengan perulangan adalah Kesemua hal yang disajikan
berulangkali, bila disertai dengan sedikit variasi akan menarik perhatian. Keunggulan
lainnya dari progam acara Jihad pagi MTA FM ini adalah mampu memberikan
pemahaman Islam secara luas menurut sudut pandang Majelis Tafsir Al-Qur’an. Ini
tentunya juga dimanfaatkan oleh Sentot sebagai media pembanding antara
pemahaman Islam sesuai keyakinannya dengan pemahaman Islam menurut Majelis
Tafsir Al-Qur’an.
b) Tahap pengertian atau pemahaman terhadap progam acara Jihad Pagi
Sentot menyatakan bahwa Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA) melalui
progam acara Jihad Pagi mengajarkan pemahaman Islam yang adakalanya
berseberangan (berbeda) dengan pemahaman Islam Nahdatul Ulama di Kecamatan
Susukan. Ustad Sukino, salah seorang tokoh kunci dalam progam acara Ahad Pagi
tersebut, memberikan pemahaman kepada khalayak luas bahwa Ormas MTA
mengembalikan kebenaran ajaran Islam sesuai tuntunan Al-Qur’an dan Al-Hadist
sesuai pemahaman MTA itu sendiri. Sebagian besar ajaran tentang Islam dari Ustad
Sukino pada progam acara Jihad Pagi selaras dengan apa yang selama ini telah
106
diajarkan oleh para Ulama NU, namun disisi lain terdapat juga beberapa ajaran dari
Ustad Sukino (MTA) yang dianggap sebagai pengetahuan baru. Dari hasil wawancara
dan observasi yang telah dilakukan peneliti terhadap Sentot, dapat diketahui bahwa,
ia hanya mendengarkan progam acara Jihad Pagi di radio siaran komunitas MTA FM
untuk mengetahui gambaran Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an. Melalui progam acara
Jihad Pagi ini, Sentot mendapatkan informasi-informasi terbarukan tentang ajaran
Islami dari Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA) seperti pemahaman MTA tentang
Aqiqoh, Tahlilan dan lain sebagainya yang telah peneliti jelaskan di muka.
Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi
menonjol dalam kesadaran saat stimuli lainnya melemah (Kenneth E. Andersen,
1972:46). Faktor perhatian (attention) ini sangat besar pengaruhnya terhadap
persepsi. Peneliti melihat bahwa Sentot lebih memperhatikan isi berupa informasi-
informasi yang bersifat terbarukan (Novelity), saat mendengarkan siaran progam
acara Jihad Pagi MTA FM. Faktor situasional kadang juga disebut sebagai
determinan perhatian yang bersifat eksternal atau penarik perhatian (attention getter).
Kebaruan (Novelity) dapat dimaknai sebagai Kesemua hal yang baru yang luar biasa,
yang berbeda, akan menarik perhatian. Informasi yang terbarukan dari progam Jihad
Pagi MTA FM menurut Sentot, antara lain; Majelis Tafsir Al-Qur’an menghalalkan
Anjing, menganggap perbuatan Syirik (menyekutukan Allah SWT) pada tradisi yang
identik dengan Tahlilan seperti tradisi Slametan, Nyatus, dan lain sebagainya.
Kemudian adanya perbedaan pemahaman tentang Aqiqoh dan taubat Nasuha pada
konteks perzinahan, Kesemuanya itu disimpulkan Sentot sebagai bentuk ”inovasi
berIslam” dari Majelis Tafsir Al-Qur’an. Informasi-informasi terbarukan (inovasi
berIslam dari MTA), kemudian mendapatkan perhatian lebih dari Sentot, sehingga
melalui informasi-informasi terbarukan dapat dikelompokan sebagai pengetahuan
yang bersifat baru. Disisi lain terdapat informasi mengenai Islam secara luas yang
dirasakan sama, dengan apa yang telah ia pahami selama ini, termasuk dalam hal ini
adalah pemahaman tentang rukun Islam (Syahadat, Sholat, Zakat, Puasa dan Haji).
Adapun konten Jihad Pagi lainnya yang menarik perhatian dari Sentot adalah pesan
107
paralinguistik dari Ustad Sukino sebagai pengampu progam acara Jihad Pagi. Pesan
Paralinguistik adalah pesan nonverbal yang berhubungan dengan cara mengucapkan
pesan verbal (Rakhmat, 2008:292). Dari pesan paralinguistiknya Ustad Sukino
dianggap meremehkan para Ulama dari golongan Islam lainnya. Ustad Sukino dalam
progam acara Jihad Pagi mengatakan; tradisi-tradisi Jawa dan identik dengan tahlilan
adalah perbuatan yang mengarah kemusrikan. Dari pengelompokan informasi
tersebut oleh Sentot dapat dipilah, disatu sisi pamahaman rukun Islam dari Majelis
Tafsir Al-Qur’an memiliki pengetahuan yang sama dengan keyakinannya, dan pada
sisi lainnya; terdapat perbedaan dengan keyakinanannya mengenai informasi Islam
terbarukan dan gambaran pribadi dari Ustad Sukino. Oleh karena itu, dari Sentot
terdapat pengertian bahwa pengetahuannya tentang Islam dari progam Jihad Pagi
MTA FM, terdapat hal baru yang diajarkan Ormas MTA melalui Ustad Sukino, dan
itu berbeda dengan keyakinannya yang berpedoman pada ajaran Nahdatul Ulama.
Pada aspek lain peneliti melihat, Sentot termasuk bagian dari komunitas
Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan yang terpengaruh dengan divusi inovasi dari
Majelis Tafsir Al-Qur’an. Rogers (dalam Effendy, 2003:284) mendefinisikan difusi
sebagai suatu proses dimana inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam
jangka waktu tertentu diantara para anggota suatu sistem sosial (the process by which
an innovation is communicated through certain channels over time among the
members of a sosial system). Informasi-informasi terbarukan dari Majelis Tafsir Al-
Qur’an yang disebarluaskan melalui radio komunitas MTA FM berhasil dimengerti
oleh Sentot, namun hanya dalam batasan pengetahuan saja. Hal ini dikarenakan
inovasi berIslam dari Majelis Tafsir Al-Qur’an tidak serta merta langsung diadopsi
oleh Sentot, namun melewati proses evaluasi yang mendalam yang menentukan
apakah inovasi tersebut layak atau tidak untuk diadopsi.
c) Tahap evaluasi terhadap progam acara Jihad Pagi
Istilah disonansi kognitif dari teori yang ditampilkan oleh Leon Festinger ini
berarti ketidaksesuaian antara kognisi sebagai aspek sikap dengan perilaku yang
terjadi pada diri seseorang. Orang yang mengalami disonansi akan berupaya mencari
108
dalih untuk mengurangi disonansinya itu. Jika seseorang mempunyai informasi atau
opini yang tidak menuju kearah menjadi perilaku, maka informasi atau opini itu akan
menimbulkan disonansi dengan perilaku. Apabila disonansi tersebut terjadi, maka
orang akan berupaya menguranginya dengan jalan merubah perilakunya, kepercayaan
atau opininya (Effendy, 2003:262). Dari pengelompokan informasi/pengetahuannya
terhadap progam acara Jihad Pagi MTA FM, terdapat 2 (dua) kelompok informasi
yang mendapatkan perhatian lebih yaitu mengenai informasi terbarukan dari
pemahaman Islam Majelis Tafsir Al-Qur’an dan pengetahuannya terhadap pribadi
dari Ustad Sukino. Kedua kelompok informasi ini, menggiring Sentot kearah adanya
ketidakpastian dalam dirinya. Ketidakpastian ini muncul sebagai akibat adanya
pengetahuannya akan perbedaan pemahaman Islam menurut Majelis Tafsir Al-Qur’an
dengan pemahaman Islam menurut Nahdatul Ulama yang selama ini ia yakini dan
amalkan dikehidupan nyata. Oleh karena itu, Sentot mengingat kembali dasar-dasar
tuntunan Nahdatul Ulama yang tersimpan dalam memorinya dan kemudian
membandingkannya dengan informasi Islam terbarukan dari Majelis Tafsir Al-Qur’an
yang diperolehnya dalam progam acara Jihad Pagi MTA FM. Memori adalah sistem
yang sangat berstruktur, yang menyebabkan organisme sanggup merekam fakta
tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya untuk membimbing perilakunya
(Rakhmat, 2008:62). Selain itu, Sentot juga mendapatkan bimbingan-bimbingan dari
para Ulama lainnya saat menghadiri pengajian-pengajian umum di Kecamatan
Susukan, sehingga hal tersebut dapat menjadi faktor untuk memperkuat kayakinannya
akan kebenaran berIslam sesuai tuntunan-tuntunan dari Nahdatul Ulama yang sejauh
ini ia kerjakan. Disebutkan oleh peneliti mengacu pada studi komunikasi, Sentot dan
jama’ah lainnya dalam pengajian-pengajian umum telah mendapatkan suntikan
argumentasi balasan (counterarguments) dari para Ulama NU agar tidak terkena
pengaruh dari golongan Islam lainnya, termasuk Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an.
Teori inokulasi (suntikan) menyatakan bahwa lebih baik mempersenjatai terbujuk
(persuadee) dengan counterarguments daripada membiarkan tidak siap menyangkal
perspektif lawan. Orang yang tidak memiliki informasi mengenai suatu hal atau tidak
109
menyadari posisi mengenai hal tersebut, maka ia akan lebih mudah untuk dipersuasi
atau dibujuk, oleh karena ia tidak siap untuk menolak argumentasi si persuader atau
pembujuk. Suatu cara untuk membuatnya agar tidak terkena pengaruh adalah
menyuntiknya dengan argumentasi balasan (counterarguments) (Effendy, 2003:263).
Dari hasil pemanggilan memorinya tentang pengetahuan pemahaman Islam
Nahdatul Ulama yang dipertegas dengan adanya inokulasi terhadap dirinya, Sentot
dapat menyimpulkan bahwa Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an mempunyai sebagian
dari pemahaman Islam yang tidak bisa diterapkan dalam kehidupan pribadinya dan
lingkup komunitas Nahdatul Ulama. Sentot menganggap bahwa Ustad Sukino,
sebagai Ulama dari Majelis Tafsir Al-Qur’an kurang menghormati Ulama beserta
ajarannya dari golongan Islam lainnya.
Menurut Sentot, Anjing hukumnya adalah najis, sedangkan barang yang najis,
haram hukumnya kalau dimakan atau diminum. Anjing adalah termasuk hewan
pemakan daging yang mengisyaratkan keharamannya apabila dikonsumsi oleh orang
Islam. Tradisi seperti Maulid Nabi, Mitung Dino, Mitoni, dan Nyatus apabila
dikerjakan tidak akan menggiring seseorang kearah perbuatan musrik, asalkan diniati
karena Allah SWT. Misalnya saja pada tradisi Nelung Dino, adanya tahlilan, adanya
tumpeng pada dasarnya itu semua adalah hal yang baik. Tahlilan yang dibaca juga
dari Al-Qur’an, untuk masalah Tumpeng juga nantinya akan dibagi-bagikan dan
dimakan bersama. Tumpeng memang bentuknya seperti gunungan, namanya orang
Jawa pasti sarat akan pemaknaan simbolis, yang terpenting semuanya apa yang
dikerjakan tetap diniati karena Allah SWT. Aqiqoh menurut Nahdatul Ulama
dianjurkan untuk dilakukan pada hari ketujuh setelah kelahiran anak, namun apabila
belum mampu boleh dikerjakan di waktu mendatang setelah terbilang mampu, dan itu
semua tidak menggugurkan niat dan pahala dari Aqiqoh itu sendiri. Kemudian, Allah
SWT sudah memberikan tuntunan atau cara dalam melakukan pertobatan dari
perbutan dosa, diantaranya adalah dengan melakukan taubat Nasuha. Masalah hitung-
hitungan dosa, itu semua adalah rahasia Allah SWT, manusia hanya bisa menjalankan
apa yang telah menjadi tuntunan dalam Islam.
110
Ustad Sukino sebagai Ulama Besar dari Majelis Tafsir Al-Qur’an, pengampu
progam acara Jihad Pagi, dianggap gampang meremehkan Ulama lain, karena Ustad
Sukino mudah mengatakan apa yang dikerjakan orang lain berkaitan dengan tradisi
adalah perbuatan yang mengarah ke kemusrikan. Sentot menilai sudah sepatutnya
sesama orang Islam saling menghormati dan menghargai karena apa yang dilakukan
oleh orang dari golongan Islam lain tentunya memiliki dasar kebenaran menurut
mereka sendiri.
5.2.5. Penyerapan, pemahaman, dan evaluasi progam acara Jihad Pagi oleh
K.H. Muslim.
5.2.5.1. Penyerapan terhadap rangsangan progam acara Jihad Pagi oleh K.H.
Muslim.
K.H. Muslim pada awalnya merasa senang dengan hadirnya radio siaran MTA
FM, ini dikarenakan kualitas siaran radio MTA FM dapat diterima lebih baik
dibandingkan dengan siaran radio dakwah Islam lainnya. Kebutuhan akan
informasinya tentang pengetahuan Islam seakan terpenuhi saat mendengarkan
progam acara Jihad Pagi MTA FM. Ia dapat mendengarkannya hampir setiap waktu,
karena progam acara ini selain hadir saat siaran langsung pada hari Minggu pagi, juga
disiarkan rekaman ulang disetiap harinya. Selain sebagai sarana menimba ilmu
tentang Islam, siaran progam acara Jihad Pagi oleh K.H. Muslim digunakan sebagai
media pembanding antara pemahaman (ajaran) Islam menurut Nahdatul Ulama
dengan Majelis Tafsir Al-Qur’an. Melalui kegiatan mendengarkan siaran Jihad Pagi
MTA FM, K.H. Muslim mendapatkan pemahaman Islam yang sebagian besar sama
dengan yang diyakininya selama ini misalnya tentang rukun Islam (Syahadad, Sholat,
Zakat, Puasa, dan Haji), namun disisi lain K.H. Muslim juga mendapatkan informasi
yang menurutnya bersifat “baru”. Ustad Sukino menurut K.H. Muslim adalah
seorang Guru Besar atau Ulama Besar dari Majelis Tafsir Al-Qur’an yang
memberikan pemahaman Islam kepada jama’ah Majelis Tafsir Al-Qur’an pada
progam acara Jihad Pagi. Dari suaranya, oleh K.H. Muslim, Ustad Sukino
digambarkan orang yang terlalu mudah menilai apa yang dilakukan oleh orang lain
111
adalah perbuatan musrik (menyekutukan Allah SWT). Kemudian pada aspek masalah
halal-haram, ia mendengarkan dari penjelasan Ustad Sukino bahwa daging Anjing
adalah halal hukumnya, namun dilain waktu pernyataan tersebut disangkal sendiri
oleh Ustad Sukino dengan mengatakan daging Anjing adalah haram hukumnya.
Majelis Tafsir Al-Qur’an menganggap Tumpeng dan Ingkungan mengidentifikasikan
perbuatan Syirik/Musrik. Kegiatan yang bersifat tradisi Jawa dan identik dengan
tahlilan seperti Slametan, Mitung Dino, Mitoni, Nyatus dan lain sebagainya tidak ada
dan tidak dikerjakan oleh Majelis Tafsir Al-Qur’an, bahkan dianggap haram
hukumnya dengan alasan tidak ada dasarnya dalam Islam. Kemudian pada konteks
Tahlilan, nasi atau makanan-minuman (berkatan) yang disajikan, juga dinilai haram
karena dianggap diniati untuk dipersembahkan kepada orang yang telah meninggal.
Aqiqoh menurut Majelis Tafsir Al-Qur’an, pelaksanakannya harus dilakukan pada
hari ketujuh, terhitung sejak dari kelahiran anak.
5.2.5.2. Pengertian atau pemahaman acara Jihad Pagi oleh K.H. Muslim.
K.H Muslim mengklasifikasikan apa yang didapatkannya dari proses
mendengarkan progam acara Jihad Pagi MTA FM. Pertama, adalah pengetahuan
tentang rukun Islam dari Majelis Tafsir Al-Qur’an yang dianggap sama dengan
pemahamannya sendiri. Kedua, mengenai pengetahuan akan hal yang dianggap baru,
termasuk disini adalah diharamkannya Tahlilan. Tidak adanya tradisi yang identik
dengan tahlilan seperti Slametan, Mitung Dino, Mitoni, Nyatus dalam kehidupan
masyarakat Majelis Tafsir Al-Qur’an. Majelis Tafsir Al-Qur’an menggolongkan ke
perbuatan syirik/musrik bagi orang yang menjalankan tradisi yang identik dengan
Ingkungan serta Tumpengan. Diwajibkannya oleh Majelis Tafsir Al-Qur’an bahwa
pelaksanaan Aqiqoh pada hari ketujuh setelah kelahiran anak. Ketiga, pengetahuan
terhadap Ustad Sukino, sebagai Ulama Besar dari Majelis Tafsir Al-Qur’an yang
dianggap terlalu mudah menilai orang lain mengerjakan perbuatan syirik
(menyekutukan Allah SWT).
Sebagai hasil dari proses pengklasifiksian ini, K.H. Muslim mengerti bahwa
pengetahuannya tentang Islam dari progam Jihad Pagi MTA FM, terdapat hal baru
112
yang diajarkan Ormas MTA melalui Ustad Sukino, dan itu berbeda dengan
keyakinannya yang berpedoman pada ajaran Nahdatul Ulama.
5.2.5.3. Evaluasi progam acara Jihad Pagi oleh K.H. Muslim.
Pada tahap ini K.H. Muslim menggunakan pemahaman Islam yang
diyakininya yaitu ajaran Islam Nahdatul Ulama sebagai alat evaluasi pemahaman
barunya tentang Islam (Majelis Tafsir Al-Qur’an) yang diperoleh dari progam acara
Jihad Pagi MTA FM.
1. Evaluasi pengertian tentang rukun Islam dari Majelis Tafsir Al-Qur’an.
Rukun Islam merupakan syarat utama yang wajib dikerjakan oleh orang yang
mengaku dirinya sebagai orang Islam. Nahdatul Ulama sebagai panutan dalam
berIslam oleh K.H. Muslim, menyebutkan bahwa rukun Islam ada 5 (lima) unsur
yang diwajibkan untuk dikerjakan bagi seluruh pemeluknya tanpa adanya
pengecualian, diantaranya adalah Syahadat (meyakini bahwa Allah SWT adalah
Tuhan, dan nabi Muhammad SAW adalah utusannya), Sholat, Zakat, Puasa, dan Haji
(bagi yang telah mampu). Rukun Islam ini sama dengan apa yang diajarkan oleh
Majelis Tafsir Al-Qur’an melalui siaran progam acara Jihad Pagi, sehingga Majelis
Tafsir Al-Qur’an tergolong bukan aliran sesat, berbeda misalnya dengan Ahmadiyah
yang dianggap mengajarkan aliran sesat karena meyakini bahwa nabi Muhammad
bukan utusan Allah SWT yang terakhir kali, masih ada nabi lain setelah nabi
Muhammad SAW.
2. Evaluasi pengertian akan hal yang dianggap baru.
Pengetahuan “baru” termasuk disini adalah diharamkannya Tahlilan. Tidak
adanya tradisi yang identik dengan tahlilan seperti Maulid Nabi, Mitung Dino,
Mitoni, Nyatus dalam kehidupan masyarakat Majelis Tafsir Al-Qur’an. Majelis Tafsir
Al-Qur’an menggolongkan ke perbuatan syirik/musrik bagi orang yang menjalankan
tradisi yang identik dengan Ingkungan serta Tumpengan. Diwajibkannya oleh Majelis
Tafsir Al-Qur’an bahwa pelaksanaan Aqiqoh pada hari ketujuh setelah kelahiran
anak.
113
Menurut K.H. Muslim, Tradisi seperti Maulid Nabi, Mitung Dino, Mitoni, dan
Nyatus apabila dikerjakan tidak akan menggiring seseorang kearah perbuatan musrik,
asalkan diniati karena Allah SWT. Misalnya saja pada tradisi Slametan yang identik
adanya nasi Tumpeng dan adanya tahlilan, pada dasarnya itu semua adalah hal yang
baik. Nahdatul Ulama melakukan kegiatan tahlilan seperti itu, pastinya punya dasar
yang kuat. Misalnya mendoakan orang tua adalah kewajiban anak, sedangkan doa
dari anak yang saleh kepada orang tua adalah amal ibadah yang tidak bisa putus.
Bentuk-bentuk makanan seperti Tumpeng tidak akan menggiring kearah kesyirikan
asalkan diniati untuk Shodakoh (beramal). Aqiqoh menurut Nahdatul Ulama
dianjurkan untuk dilakukan pada hari ketujuh setelah kelahiran anak, namun apabila
belum mampu boleh dikerjakan di waktu mendatang setelah terbilang mampu, dan itu
semua tidak menggugurkan niat dan pahala dari Aqiqoh itu sendiri.
3. Evaluasi pengertian terhadap Ustad Sukino.
Ustad Sukino sebagai Ulama Besar dari Majelis Tafsir Al-Qur’an, pengampu
progam acara Jihad Pagi, dianggap gampang menyebut orang lain berada dalam ranah
kemusrikan. K.H. Muslim menilai sudah sepatutnya sesama orang Islam saling
menghormati dan menghargai karena apa yang dilakukan oleh orang dari golongan
lain tentunya memiliki dasar kebenaran menurut mereka sendiri. Pada dasarnya
menurut Al-Hadist, Islam nantinya akan terbagi menjadi 73 (tujuh puluh tiga)
golongan di akhir zaman.
Dari berbagai macam penjelasan evaluative diatas, K.H. Muslim menilai
bahwa, Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an bukan termasuk aliran sesat, akan tetapi
Majelis Tafsir Al-Qur’an ini, mempunyai sebagian dari pemahaman Islam yang tidak
bisa diterapkan dalam kehidupan pribadinya dan lingkup komunitas Nahdatul Ulama.
K.H. Muslim menganggap bahwa Ustad Sukino, sebagai Ulama dari Majelis Tafsir
Al-Qur’an kurang menghormati pemahaman Islam dari golongan lainnya.
114
5.2.5.4. Analisa persepsi K.H. Muslim terhadap Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an
melalui progam acara Jihad Pagi
a) Tahap penyerapan terhadap rangsangan progam acara Jihad Pagi
Dari nara sumber K.H. Muslim, yang telah diwawancarai secara mendalam
oleh peneliti, melalui radio MTA FM pada progam acara Jihad Pagi, Ormas Majelis
Tafsir Al-Qur’an (MTA) pada dasarnya mempunyai pemahaman tentang rukun Islam
yang sama dengan apa yang diyakininya yaitu mengenai konteks Syahadat, Sholat,
Zakat, Puasa, dan Haji. Disisi lain, melalui Ustad Sukino sebagai pengampu progam
acara Jihad Pagi, menyebutkan bahwa diharamkannya Tahlilan. Tidak adanya tradisi
yang identik dengan tahlilan seperti Maulid Nabi, Mitung Dino, Mitoni, Nyatus
dalam kehidupan masyarakat Majelis Tafsir Al-Qur’an. Majelis Tafsir Al-Qur’an
menggolongkan ke perbuatan syirik/musrik bagi orang yang menjalankan tradisi yang
identik dengan Ingkungan serta Tumpengan. Diwajibkannya oleh Majelis Tafsir Al-
Qur’an bahwa pelaksanaan Aqiqoh pada hari ketujuh setelah kelahiran anak. Dari
progam acara Jihad Pagi ini setidaknya didapatkan gambaran umum tentang Ormas
MTA. Kesemua informasi tersebut diperoleh K.H Muslim saat mendengarkan
progam acara Jihad Pagi, baik yang secara langsung disiarkan pada Ahad pagi atau
pada jam-jam siaran ulangnya.
Teori stimulasi memandang manusia sebagai mahluk yang lapar “stimuli”,
yang senantiasa mencari pengalaman-pengalaman baru, yang selalu berusaha
memperoleh hal-hal yang memperkaya pemikirannya. Hasrat ingin tahu, kebutuhan
untuk mendapatkan rangsangan emosional, dan keinginan untuk menghindari
kebosanan merupakan kebutuhan dasar manusia (Rakhmat, 2008:212). Sebagai
seorang pemeluk agama Islam sekaligus seorang Ulama yang berperan memberikan
pemahaman tentang Islam kepada orang lain, K.H. Muslim merasa perlu membekali
dirinya dengan pemahaman Islam secara luas. Hal ini salah satunya dilakukan dengan
cara mencari informasi Islami dari media massa radio. Radio dirasakan memiliki
keunggulan karena dapat didengarkan walaupun sedang melakukan aktifitas
keseharian lainnya. Meskipun saat ini muncul media televisi yang bersifat audial dan
115
visual; pesawat radio tetap tidak tergeser oleh perkembangan media massa televisi,
sebab untuk menikmati suatu acara dari pesawat televisi, khalayak tidak dapat
beranjak dari kursi di depan pesawat, sedangkan dari pesawat radio dapat dinikmati
sambil mandi dan bekerja, atau sambil mengemudikan kendaran (Effendy, 2004: 107-
108). Melalui aktifitas mendengarkan radio dakwah Islami, K.H Muslim
mengharapkan mendapatkan pengetahuan luas tentang agama Islam sehingga apa
yang diketahuinya layak untuk ditularkan kepada masyarakat luas, khusus kaum
Nahdiyin (Nahdatul Ulama) di Kecamatan Susukan. Selective exposure dimaksudkan
bahwa orang cenderung memilih informasi berdasarkan liputan yang disenangi.
Pilihan terhadap informasi bisa menurut ideologi, agama, suku, dan pekerjaan
(Cangara, 1998:162).
Radio komunitas MTA FM, menjadi pilihan untuk ia dengarkan dibandingkan
dengan radio dakwah lainnya karena, radio MTA FM ini memiliki kualitas
penerimaan sinyal yang terbaik sehingga K.H. Muslim merasa nyaman ketika
mendengarkan siaran dari radio tersebut. Jihad Pagi adalah Pengajian Ahad Pagi yang
diampu oleh Al-Ustadz Drs. Ahmad Sukino selaku Ketua Umum Ormas/Yayasan
Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA). Jihad Pagi (Live) adalah program siaran pengajian
Ahad pagi yang disiarkan secara langsung setiap Ahad pagi mulai pukul 07:00 s/d
10:30 Wib. Pada pengajian Ahad pagi ini peserta diberikan materi berupa brosur
dengan tema yang berbeda-beda dan berkelanjutan setiap hari Ahadnya. Peserta juga
dapat bertanya sesuai materi yang dibahas pada kesempatan tersebut baik melalui
tertulis maupun langsung melalui microphone yang ada. Jihad Pagi (Recorded)
adalah program pengajian yang disiarkan melalui radio MTA FM yang merupakan
rekaman dari pengajian yang diselenggarakan setiap Ahad pagi. Setiap harinya
menyiarkan ulang pengajian Ahad pagi episode lalu, yang disiarkan menjadi 3 waktu
yaitu:
Jihad Pagi 1 : 06:00 s/d 07:00 Wib, siaran ulang jihad pagi bagian awal.
Jihad Pagi 2 : 14:00 s/d 15:30 Wib, siaran ulang jihad pagi bagian akhir
(lanjutan).
116
Jihad Pagi hari ini : 19:00 s/d 21:30 Wib, siaran ulang jihad pagi secara utuh
(gabungan 1 & 2).
Peneliti menilai, jam siar pada progam Jihad Pagi setiap harinya, baik secara
Live maupun Recorded turut menjadikan progam ini mendapatkan perhatian lebih
dari K.H Muslim dibandingkan dengan progam-progam acara radio MTA FM
lainnya. Misalnya saja, pada hari Senin s/d Sabtu progam Jihad Pagi mengudara
secara periodik dengan total waktu selama 5 (lima) jam, sedangkan pada hari Ahad
(Minggu) progam acara ini mampu mengudara dengan total waktu selama 7,5 jam.
Intensitas siaran dari progam acara Jihad Pagi yang sedemikian rupa (disiarkan secara
berulang-ulang) melebihi intensitas siaran progam-progam acara radio MTA FM
lainnya, mendorong K.H. Muslim lebih memperhatikan progam acara Jihad Pagi
tersebut dibandingkan progam-progam lainnya. Dijelaskan oleh Rakhmat (2008:52),
faktor eksternal penarik perhatian diantaranya adalah faktor intensitas stimuli dan
perulangan. Pemahaman tentang intensitas stimuli itu sendiri adalah sebagaimana
manusia akan lebih memperhatikan stimuli yang menonjol dari stimuli yang lain.
Sedangkan apa yang disebut dengan perulangan adalah Kesemua hal yang disajikan
berulangkali, bila disertai dengan sedikit variasi akan menarik perhatian. Keunggulan
lainnya dari progam acara Jihad pagi MTA FM ini adalah mampu memberikan
pemahaman Islam secara luas menurut sudut pandang Majelis Tafsir Al-Qur’an. Ini
tentunya juga dimanfaatkan oleh K.H. Muslim sebagai media pembanding antara
pemahaman Islam sesuai keyakinannya dengan pemahaman Islam menurut Majelis
Tafsir Al-Qur’an.
b) Tahap pengertian atau pemahaman terhadap progam acara Jihad Pagi
K.H. Muslim menyatakan bahwa Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA)
melalui progam acara Jihad Pagi mengajarkan pemahaman Islam yang adakalanya
berseberangan (berbeda) dengan pemahaman Islam Nahdatul Ulama di Kecamatan
Susukan. Ustad Sukino, salah seorang tokoh kunci dalam progam acara Jihad Pagi
Pagi tersebut, memberikan pemahaman kepada khalayak luas bahwa Ormas MTA
mengembalikan kebenaran ajaran Islam sesuai tuntunan Al-Qur’an dan Al-Hadist
117
sesuai pemahaman MTA itu sendiri. Sebagian besar ajaran tentang Islam dari Ustad
Sukino pada progam acara Jihad Pagi selaras dengan apa yang selama ini telah
diajarkan oleh para Ulama NU, namun disisi lain terdapat juga beberapa ajaran dari
Ustad Sukino (MTA) yang dianggap sebagai pengetahuan baru. Dari hasil wawancara
dan observasi yang telah dilakukan peneliti terhadap K.H Muslim, dapat diketahui
bahwa, ia hanya mendengarkan progam acara Jihad Pagi di radio siaran komunitas
MTA FM untuk mengetahui gambaran Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an. Melalui
progam acara Jihad Pagi ini, K.H Muslim mendapatkan informasi-informasi
terbarukan tentang ajaran Islami dari Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA) seperti
pemahaman MTA tentang Aqiqoh, Tahlilan dan lain sebagainya yang telah peneliti
jelaskan di muka.
Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi
menonjol dalam kesadaran saat stimuli lainnya melemah (Andersen, 1972:46). Faktor
perhatian (attention) ini sangat besar pengaruhnya terhadap persepsi. Peneliti melihat
bahwa K.H Muslim lebih memperhatikan isi berupa informasi-informasi yang
bersifat terbarukan (Novelity), saat mendengarkan siaran progam acara Jihad Pagi
MTA FM. Faktor situasional kadang juga disebut sebagai determinan perhatian yang
bersifat eksternal atau penarik perhatian (attention getter). Kebaruan (Novelity) dapat
dimaknai sebagai Kesemua hal yang baru yang luar biasa, yang berbeda, akan
menarik perhatian. Informasi yang terbarukan dari progam Jihad Pagi MTA FM
menurut K.H. Muslim, antara lain; Majelis Tafsir Al-Qur’an mengharamkan Tahlilan.
Tidak adanya tradisi yang identik dengan tahlilan seperti Maulid Nabi, Mitung Dino,
Mitoni, Nyatus dalam kehidupan masyarakat Majelis Tafsir Al-Qur’an. Majelis Tafsir
Al-Qur’an menggolongkan ke perbuatan syirik/musrik bagi orang yang menjalankan
tradisi yang identik dengan Ingkungan serta Tumpengan. Diwajibkannya oleh Majelis
Tafsir Al-Qur’an bahwa pelaksanaan Aqiqoh pada hari ketujuh setelah kelahiran
anak. Kesemuanya itu disimpulkan K.H Muslim sebagai bentuk ”inovasi berIslam”
dari Majelis Tafsir Al-Qur’an. Informasi-informasi terbarukan (inovasi berIslam dari
MTA), kemudian mendapatkan perhatian lebih dari K.H Muslim, sehingga melalui
118
informasi-informasi terbarukan dapat dikelompokan sebagai pengetahuan yang
bersifat baru. Disisi lain terdapat informasi mengenai Islam secara luas yang
dirasakan sama, dengan apa yang telah ia pahami selama ini, termasuk dalam hal ini
adalah pemahaman tentang rukun Islam (Syahadat, Sholat, Zakat, Puasa dan Haji).
Adapun konten Jihad Pagi lainnya yang menarik perhatian dari K.H Muslim adalah
pesan paralinguistik dari Ustad Sukino sebagai pengampu progam acara Jihad Pagi.
Pesan Paralinguistik adalah pesan nonverbal yang berhubungan dengan cara
mengucapkan pesan verbal (Rakhmat, 2008:292). Dari pesan paralinguistiknya Ustad
Sukino dianggap meremehkan para Ulama dari golongan Islam lainnya. Ustad Sukino
dalam progam acara Jihad Pagi mengatakan; orang yang mengerjakan tradisi-tadisi
seperti Slametan, Mitoni, Nyatus dan lain sebagainya tergolong orang musrik. Dari
pengelompokan informasi tersebut oleh K.H Muslim dapat dipilah, disatu sisi
pamahaman rukun Islam dari Majelis Tafsir Al-Qur’an memiliki pengetahuan yang
sama dengan keyakinannya, dan pada sisi lainnya; terdapat perbedaan dengan
keyakinanannya mengenai informasi Islam terbarukan dan gambaran pribadi dari
Ustad Sukino. K.H Muslim merupakan penggiat Islami dari komunitas Nahdatul
Ulama di Kecamatan Susukan. Oleh karena itu, dari K.H Muslim terdapat pengertian
bahwa pengetahuannya tentang Islam dari progam Jihad Pagi MTA FM, terdapat hal
baru yang diajarkan Ormas MTA melalui Ustad Sukino, dan itu berbeda dengan
keyakinannya yang berpedoman pada ajaran Nahdatul Ulama.
Pada aspek lain peneliti melihat, K.H Muslim termasuk bagian dari komunitas
Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan yang terpengaruh dengan divusi inovasi dari
Majelis Tafsir Al-Qur’an. Rogers (dalam Effendy, 2003:284) mendefinisikan difusi
sebagai suatu proses dimana inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam
jangka waktu tertentu diantara para anggota suatu sistem sosial (the process by which
an innovation is communicated through certain channels over time among the
members of a sosial system). Informasi-informasi terbarukan dari Majelis Tafsir Al-
Qur’an yang disebarluaskan melalui radio komunitas MTA FM berhasil dimengerti
oleh K.H. Muslim, namun hanya dalam batasan pengetahuan saja. Hal ini
119
dikarenakan inovasi berIslam dari Majelis Tafsir Al-Qur’an tidak serta merta
langsung diadopsi oleh K.H. Muslim, namun melewati proses evaluasi yang
mendalam yang menentukan apakah inovasi tersebut layak atau tidak untuk diadopsi.
c) Tahap evaluasi terhadap progam acara Jihad Pagi
Istilah disonansi kognitif dari teori yang ditampilkan oleh Leon Festinger ini
berarti ketidaksesuaian antara kognisi sebagai aspek sikap dengan perilaku yang
terjadi pada diri seseorang. Orang yang mengalami disonansi akan berupaya mencari
dalih untuk mengurangi disonansinya itu. Jika seseorang mempunyai informasi atau
opini yang tidak menuju kearah menjadi perilaku, maka informasi atau opini itu akan
menimbulkan disonansi dengan perilaku. Apabila disonansi tersebut terjadi, maka
orang akan berupaya menguranginya dengan jalan merubah perilakunya, kepercayaan
atau opininya (Effendy, 2003:262). Dari pengelompokan informasi/pengetahuannya
terhadap progam acara Jihad Pagi MTA FM, terdapat 2 (dua) kelompok informasi
yang mendapatkan perhatian lebih yaitu mengenai informasi terbarukan dari
pemahaman Islam Majelis Tafsir Al-Qur’an dan pengetahuannya terhadap pribadi
dari Ustad Sukino. Kedua kelompok informasi ini, menggiring K.H. Muslim kearah
adanya ketidakpastian dalam dirinya. Ketidakpastian ini muncul sebagai akibat
adannya pengetahuannya akan perbedaan pemahaman Islam menurut Majelis Tafsir
Al-Qur’an dengan pemahaman Islam menurut Nahdatul Ulama yang selama ini ia
yakini dan amalkan dikehidupan nyata. Oleh karena itu, K.H. Muslim mengingat
kembali dasar-dasar tuntunan Nahdatul Ulama yang tersimpan dalam memorinya dan
kemudian membandingkannya dengan informasi Islam terbarukan dari Majelis Tafsir
Al-Qur’an yang diperolehnya dalam progam acara Jihad Pagi MTA FM. Memori
adalah sistem yang sangat berstruktur, yang menyebabkan organisme sanggup
merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya untuk membimbing
perilakunya (Rakhmat, 2008:62). Selain itu, K.H Muslim juga mendapatkan
bimbingan-bimbingan dari para Ulama lainnya saat menghadiri pengajian-pengajian
umum di Kecamatan Susukan, sehingga hal tersebut dapat menjadi faktor untuk
memperkuat kayakinannya akan kebenaran berIslam sesuai tuntunan-tuntunan dari
120
Nahdatul Ulama yang sejauh ini ia kerjakan. Disebutkan oleh peneliti mengacu pada
studi komunikasi, K.H Muslim dan jama’ah lainnya dalam pengajian-pengajian
umum telah mendapatkan suntikan argumentasi balasan (counterarguments) dari para
Ulama NU agar tidak terkena pengaruh dari golongan Islam lainnya, termasuk Ormas
Majelis Tafsir Al-Qur’an. Teori inokulasi (suntikan) menyatakan bahwa lebih baik
mempersenjatai terbujuk (persuadee) dengan counterarguments daripada
membiarkan tidak siap menyangkal perspektif lawan. Orang yang tidak memiliki
informasi mengenai suatu hal atau tidak menyadari posisi mengenai hal tersebut,
maka ia akan lebih mudah untuk dipersuasi atau dibujuk, oleh karena ia tidak siap
untuk menolak argumentasi si persuader atau pembujuk. Suatu cara untuk
membuatnya agar tidak terkena pengaruh adalah menyuntiknya dengan argumentasi
balasan (counterarguments) (Effendy, 2003:263).
Dari hasil pemanggilan memorinya tentang pengetahuan pemahaman Islam
Nahdatul Ulama yang dipertegas dengan adanya inokulasi terhadap dirinya, K.H.
Muslim dapat menyimpulkan bahwa Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an mempunyai
sebagian dari pemahaman Islam yang tidak bisa diterapkan dalam kehidupan
pribadinya dan lingkup komunitas Nahdatul Ulama. K.H Muslim menganggap bahwa
Ustad Sukino, sebagai Ulama dari Majelis Tafsir Al-Qur’an kurang menghormati
Ulama beserta ajarannya dari golongan Islam lainnya.
Menurut K.H. Muslim, Tradisi seperti Maulid Nabi, Mitung Dino, Mitoni, dan
Nyatus apabila dikerjakan tidak akan menggiring seseorang kearah perbuatan musrik,
asalkan diniati karena Allah SWT. Misalnya saja pada tradisi Nelung Dino, adanya
tahlilan, adanya tumpeng pada dasarnya itu semua adalah hal yang baik. Tahlilan
yang dibaca juga dari Al-Qur’an, untuk masalah Tumpeng juga nantinya akan dibagi-
bagikan dan dimakan bersama. Tumpeng memang bentuknya seperti gunungan,
namanya orang Jawa pasti sarat akan pemaknaan simbolis, yang terpenting semuanya
apa yang dikerjakan tetap diniati karena Allah SWT. Aqiqoh menurut Nahdatul
Ulama dianjurkan untuk dilakukan pada hari ketujuh setelah kelahiran anak, namun
apabila belum mampu boleh dikerjakan di waktu mendatang setelah terbilang
121
mampu, dan itu semua tidak menggugurkan niat dan pahala dari Aqiqoh itu sendiri.
Ustad Sukino sebagai Ulama Besar dari Majelis Tafsir Al-Qur’an, pengampu
progam acara Jihad Pagi, dianggap gampang meremehkan Ulama lain, karena
mengatakan orang yang mengerjakan tradisi-tradisi Jawa dan identik dengan tahlilan
seperti Slametan, Mitoni dan lain sebagainya adalah perbuatan yang mengarah
kemusrikan. K.H Muslim menilai sudah sepatutnya sesama orang Islam saling
menghormati dan menghargai karena apa yang dilakukan oleh orang dari golongan
Islam lain tentunya memiliki dasar kebenaran menurut mereka sendiri.
5.3. Informasi (pesan) yang “ditangkap” oleh khalayak NU dari radio komunitas
MTA FM
Dari berbagai macam aktivitas yang telah dilakukan peneliti dengan cara
berbaur dalam komunitas Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan ini, peneliti dapat
memperkuat kesimpulan yang diperoleh dari para nara sumber bahwa ciri khas dari
komunitas Nahdatul Ulama ini adalah adanya Tahlilan (dzikir tahlil) dan Sholawatan
ditengah-tengah kegiatan yang dilaksanakannya. Disisi lain, nara Sumber peneliti
memberikan penjelasan, hampir seluruh warga Nahdatul Ulama (NU) di Kecamatan
Susukan telah mendapatkan informasi hadirnya ajaran baru tentang Islam dari
Organisasi Massa Islam Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA) di Solo. Mayoritas warga
komunitas NU di Susukan ini mendapatkan informasi tentang MTA dengan
bersumberkan dari siaran radio MTA FM pada progam acara Jihad Pagi. Kemudian
seiring berjalannya waktu, informasi tentang MTA ini berkembang menjadi sebuah
wacana yang saling dipertukarkan dari satu orang ke orang lainnya, sehingga
mendorong orang dengan sendirinya mempunyai niat untuk mendengarkan radio
MTA FM ini. Dari wacana yang berkembang di masyarakat Nahdatul Ulama di
kecamatan Susukan, oleh peneliti disimpulkan bahwa; masyarakat Nahdatul Ulama
mendapatkan informasi baru tentang ajaran Islam versi Ormas Majelis Tafsir Al-
Qur’an yaitu adanya perbedaan pemahaman Islam antara Nahdatul Ulama dan
Majelis Tafsir Al-Qur’an. Dari nara sumber yang telah diwawancarai secara
mendalam oleh peneliti, melalui radio MTA FM pada progam acara Jihad Pagi,
122
Ormas MTA ini menyebutkan bahwa daging Anjing dan Saren (makanan terbuat dari
darah) itu halal hukumnya, MTA melarang warganya untuk melakukan Ziarah
Kubur, Slametan, Nyatus, Nyewu, dan lain sebagainya (ragam kegiatan yang identik
dengan tahlilan), serta adapula perbedaan-perbedaan lainnya seperti pada pemahaman
tentang Aqiqoh, dan konteks Taubat Nasuha pada dosa Zinah. Informasi tersebut
membuat warga NU di kecamatan Susukan tidak begitu nyaman dengan kehadiran
Ormas MTA. Berikut ini adalah beberapa kutipan dari para nara sumber, menjelaskan
perihal informasi yang mereka dapatkan dari radio MTA FM :
“Ya. Saren untuk mereka adalah halal, mungkin karena katanya yang
diharamkan adalah darah yang mengalir. Padahal saren kan darah yang mengalir
dan dikumpulkan dalam wadah. Sekarang masalah Anjing, Anjing apabila tersentuh
saja najis, apalagi dagingnya”10
.
“Sering mendengarkan radio MTA FM. Saya pernah bertanya kepada orang
Islam NU yang fanatik; Apakah mereka cocok dengan ajaran MTA ?.. mereka
mengatakan, tidak cocok karena ajaran MTA berbeda atau menyimpang dari ajaran
NU, misalnya tentang Aqiqoh, di MTA harus dilakukan pada hari ketujuh kelahiran,
kalau di NU dianjurkan hari ketujuh tapi kalau tidak mampu pada saat itu, bisa
diganti pada waktu lainnya. Selanjutnya Zinah, kalau menurut ajaran NU dengan
dilakukannya tobat Nasuha maka akan dilebur dosanya, tapi kalau di MTA ditentang
alasannya karena yang namanya dosa sudah pasti tercatat dan harus
dipertanggungjawabkan”11
.
“kalau MTA adalah cara berIslam yang ringkes, bukannya bebas. Misalkan
tidak ada acara “matang puluh, nyatus, mitoni, dan lain sebagainya”. Memang
benar sebagian kegiatan itu adalah produk budaya Jawa, tapi dalam segi sudut
pandang NU yang terpenting adalah “bagaimana bisa dekat dengan Tuhan”12
.
10
Hasil wawancara dengan Ustadzah Solaehah, Tanggal 10-12-2012, di Kecamatan Susukan 11
Hasil wawancara dengan Sentot, Tanggal 06-01-2013, di Kecamatan Susukan 12
Hasil wawancara dengan Pramudi, Tanggal 06-01-2013, di Kecamatan Susukan
123
“MTA menganggap kegiatan seperti tahlilan itu haram, karena tidak ada
dasarnya dalam Islam. Kemudian Kyai atau Ulama (NU) itu menjelaskan bahwa NU
melakukan kegiatan tahlilan seperti itu, pastinya punya dasar yang kuat. Misalnya
mendoakan orang tua adalah kewajiban anak, sedangkan doa dari anak kepada
orang tua adalah amal ibadah yang tidak bisa putus. Disisi lain dikatakan oleh MTA
bahwa bentuk-bentuk makanan yang disajikan kepada jamaah itu perbuatan yang
mengidentifikasikan suatu kesyrikan (musrik), misalnya Tumpeng, Ayam ingkung,
Nasi Golong dan sebagainya yang identik dengan tahlilan, slametan, nyatus, nyewu,
mitoni dan lain-lain. Para pedakwah Kyai atau Ulama tersebut menjelaskan; tidak
apa-apa tidak akan menggiring ke arak kesyrikan (musrik) asalkan diniati oleh niat
Shodakoh/Jariyah”13
.
“yang saya ketahui dari Jihad Pagi radio (MTA FM), Ustad Sukino gampang
menilai “musrik” kepada orang melakukan slametan, tahlilan, ingkungan dan
semacamnya itu”14
.
Dari kelima informan kunci yang telah diwawancarai oleh peneliti, didapatkan
informasi yang sama tentang Ormas MTA. Pada umumnya semua informasi ini
diperoleh oleh para informan saat mendengarkan progam acara Jihad Pagi, baik yang
secara langsung disiarkan pada Ahad pagi atau pada siaran ulangnya. Kelima nara
sumber menyepakati bahwa Ormas MTA melalui progam acara Jihad Pagi
mengajarkan pemahaman Islam yang adakalanya berseberangan dengan pemahaman
Islam Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan. Ustad Sukino, salah seorang tokoh
kunci dalam progam acara Ahad Pagi tersebut, memberikan pemahaman kepada
khalayak luas bahwa Ormas MTA mengembalikan kebenaran ajaran Islam sesuai
tuntunan Al-Qur’an dan Hadist sesuai pemahaman MTA itu sendiri. Sebagian besar
ajaran tentang Islam dari Ustad Sukino pada progam acara Jihad Pagi selaras dengan
apa yang selama ini telah diajarkan oleh para Ulama NU, namun disisi lain terdapat
13
Hasil wawancara dengan Ustad Rois, Tanggal 03-02-2013, di Kecamatan Susukan 14
Hasil wawancara dengan K.H Muslim, Tanggal 03-03-2013, di Kecamatan Susukan
124
juga beberapa ajaran dari Ustad Sukino (MTA) yang dianggap tidak sesuai dengan
ajaran Nahdatul Ulama Kecamatan Susukan. Berikut ini adalah penjelasan tentang
perbedaan pemahaman tentang Islam antara Ormas MTA (Ustad Sukino) dengan
sudut pandang tentang Islam dari komunitas Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan:
1. Tadisi Jawa yang identik dengan adanya tahlilan
Dari hasil observasi peneliti tentang kegiatan atau tradisi dari masyarakat
Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan, peneliti dapat menyatakan bahwa tradisi
masyarakat Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan dipengaruhi oleh kebudayaan
Jawa dan Islam. Ajaran Islam sangat kuat pada kehidupan masyarakat Nahdatul
Ulama di Kecamatan Susukan, sehingga melahirkan sebuah tradisi Islami yang
bermartabat dan bermanfaat, misalnya tradisi Sholawatan pada bulan Maulud/Mulud
(penanggalan Jawa/Islam) yang tetap dijaga dan dilestarikan dari generasi ke genarasi
penerus. Sholawatan adalah bentuk senandung puji-pujian kepada Nabi besar umat
Islam, Muhammad SAW. Selanjutnya, peneliti menemukan bahwa terjadi
akulturalisasi antara kebudayaan Islam dengan kebudayaan lokal (Jawa). Mayarakat
Islam Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan tidak meninggalkan tradisi Jawa secara
penuh, melainkan memberikan warna baru dalam bertradisi Jawa tanpa melanggar
norma-norma agama Islam itu sendiri. Sebagai contoh, kita semua tentunya
menyepakati bahwa rangkaian prosesi penghormatan kepada orang yang telah
meninggal, seperti Nelung Dino, Mitung Dino, Mendak, Nyatus, dan Nyewu adalah
tradisi yang dilahirkan oleh kebudayaan Jawa. Kemudian seiring berkembangnya
pengaruh Islam, khususnya dari masyarakat Nahdatul Ulama; memodivikasi tradisi-
tradisi semacam itu dengan menyisipkan adanya doa Tahlil (Dzikir’Tahlil) dan
menghilangkan unsur-unsur kemusrikan sehingga kebenaran dalam ber-Islam dapat
tetap terjaga dan dilestarikan dengan baik.
Menurut informan kunci dalam penelitian ini, Ormas MTA melalui siaran
radio MTA FM pada progam acara Jihad Pagi, Ustad Sukino sebagai pimpinan
Yayasan atau Ormas MTA melarang jamaahnya melakukan tradisi seperti Nelung
Dino, Nyatus dan ragam kegiatan tradisi lain yang menyerupainya (identik dengan
125
Tahlilan). Ini semua dilandasi pemahaman MTA yang membenarkan bahwa tradisi
seperti yang telah disebutkan tadi, tidak ada dalam ajaran Islam (Al-Qur’an) atau
tidak pernah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
2. Halal-Haram tentang Anjing dan Darah (makanan yang terbuat dari
darah)
Sudah menjadi rahasia umum apabila makanan yang terdapat dari unsur
Anjing dan Babi baik daging, minyak, maupun olahan organ tubuh lain dari ke-dua
hewan ini dinyatakan haram oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia). Unsur-unsur Islam
seperti komunitas, lembaga dan Istitusi kajian Islam menyepakati bahwa Anjing dan
Babi adalah haram hukumnya. Terdapat wacana umum yang berkembang dan hangat
diperbincangkan di Kecamatan Susukan dengan mayoritas masyarakatnya beragama
Islam berhaluan Nahdatul Ulama, bahwa produk makanan dari Anjing dan darah
(hewan) tidak haram hukumnya menurut warga Islam Majelis Tafsir Al-Qur’an
(MTA). Peneliti, kemudian melakukan penelusuran kebenaran akan informasi ini
dengan proses wawancara dan observasi di kalangan komunitas Nahdatul Ulama di
Kecamatan Susukan. Melalui informan kunci yang ditetapkan oleh peneliti,
menerangkan bahwa wacana yang berkembang di masyarakat Nahdatul Ulama
perihal MTA menghalalkan daging Anjing dan Darah (produk keturunannya) adalah
benar. Mereka (informan kunci) mendapatkan informasi tersebut saat mendengarkan
radio MTA FM pada progam acara Jihad Pagi yang diampu oleh Ustad Sukino. Akan
tetapi setelah di investigasi secara mendalam oleh peneliti, terdapat pernyataan dari
salah 2 (dua) informan kunci yaitu Ustad Rois dan K.H. Muslim yang menyatakan
bahwa; MTA juga mengharamkan Anjing dan Darah (produk keturunannya), MTA
tidak menghalalkannya.
“Pernah saya temui tentang siaran pada progam acara Jihad Pagi (Ustad
Sukino), ada jamaah pengajian yang menanyakan darah itu katanya halal menurut
126
MTA, kemudian dijawab oleh Ustad Sukino kalau semua itu tidak benar, darah tetap
haram”15
.
“Saya pernah mendengarkan siaran ulang MTA FM tepatnya pogram acara
Jihad Pagi. Ada salah satu jamah yang membawa rekaman suatu pengajian di
daerahnya dan jamaah itu memperdengarkan rekamannya pada forum tersebut. Isi
rekaman tersebut adalah dakwah dari seorang Ulama yang mengatakan bahwa kalau
di Sukoharjo (MTA) banyak yang jualan sate daging Anjing karena menurut mereka
(MTA) Anjing adalah halal. Kemudian hal itu disangkal oleh Ustad Sukino, dan
mengatakan Anjing adalah haram”16
.
Ustad Rois ketika ditanya kembali oleh peneliti, dari manakah masyarakat
Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan mendapatkan informasi tentang
dihalalkannya Anjing oleh MTA, dengan Gestur seolah-olah menyembunyikan
sesuatu, ia menjawab bahwa sepertinya ia juga pernah mendengarkan informasi
tersebut dari radio MTA FM.
“Sepertinya juga saya pernah dengar dari radio MTA FM”17
.
Dengan didasari dari data hasil wawancara dan observasi diatas, peneliti dapat
menyimpulkan bahwa; perihal dihalalkannya Anjing dan Darah (serta produk
keturunannya) oleh MTA, menurut komunitas NU di kecamatan Susukan adalah
benar mereka mendapatkan informasi tersebut dari progam Jihad Pagi MTA FM.
Kemudian, setelah selang beberapa waktu, terdapat informasi kembali yang diperoleh
dari progam Jihad Pagi MTA FM, bahwa MTA mengharamkan Anjing dan Darah.
Akan tetapi informasi dari radio MTA FM yang menyatakan bahwa daging Anjing,
halal hukumnya tetap mendominasi pandangan khalayak Nahdatul Ulama di
Kecamatan Susukan.
15
Hasil wawancara dengan Ustad Rois, Tanggal 03-02-2013, di Kecamatan Susukan 16
Hasil wawancara dengan Ustad Rois, Tanggal 03-02-2013, di Kecamatan Susukan 17
Hasil wawancara dengan Ustad Rois, Tanggal 03-02-2013, di Kecamatan Susukan
127
3. Pemahaman tentang Aqiqoh
Peneliti melihat dari sudut pandang masyarakat Nahdatul Ulama (NU), bahwa
Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an melalui siaran radio komunitas MTA FM pada
progam acara Jihad Pagi, memberikan penjelasan tentang Aqiqoh. Menurut Ormas
MTA ini, Aqiqoh hanya dapat dilakukan pada hari ketujuh setelah kelahiran anak.
Selepas hari ketujuh, apabila Aqiqoh tersebut tetap dilakukan maka pahala atau
ibadah yang tercatat adalah Shodakoh/Shedekah (amal) bukan pahala Aqiqoh lagi.
Sedangkan menurut pemahaman masyarakat Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan
tentang Aqiqoh, yaitu Aqiqoh lebih baik kalanya kalau sudah mampu, dikerjakan
pada hari ketujuh setelah kelahiran anak, namun apabila dirasakan belum mampu
maka Aqiqoh boleh dilakukan dilain waktu setelah kiranya dianggap merasa mampu.
Persamaan dari pemahaman komunitas Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan dan
Ormas MTA ini tentang Aqiqoh adalah tentang syarat Aqiqoh, yaitu dengan
menyembelih 2 Kambing/Domba Jantan untuk anak Pria, dan seekor
Kambing/Domba Betina untuk anak yang dilahirkan adalah seorang Wanita.
4. Zinah (Taubat Nasuha)
Sebenarnya, yang dilihat oleh peneliti dari konteks Zinah ini adalah pada
proses Taubat Nasuha. Zinah itu sendiri dapat dipahami oleh peneliti, sebagai
tindakan yang dilarang oleh agama ketika Pria dan Wanita bukan muhrim (dihalalkan
oleh agama) berhubungan layaknya Suami-Istri. Sedangkan Taubat Nasuha adalah
Tobat sesungguh-sungguhnya dengan mawas diri akan dosa yang diperbuat,
memohon ampunan kepada Allah SWT, dan tidak akan mengulangi kembali
perbuatan dosanya, kemudian kembali ke jalan yang benar sesuai tuntunan agama.
Menurut Majelis Tafsir Al-Qur’an yang disampaikan dari informan kunci kepada
peneliti, memberikan penjelasan bahwa walaupun seseorang yang telah melakukan
dosa Zinah telah bertaubat Nasuha, tetap saja orang tersebut tercatat memiliki dosa
Zinah dan dituntut pertanggungjawabannya. Hal ini sedikit berbeda dengan apa yang
terjadi dalam pemahaman masyarakat Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan, yaitu
berkembang pemahaman bahwa dengan taubat Nasuha, maka besar harapannya dosa-
128
dosa yang telah dilakukan pada masa lampau oleh seseorang dapat diampuni oleh
Allah SWT, termasuk dalam konteks “dosa Zinah”. Masalah dihapus atau tidaknya
suatu dosa setelah melakukan tobat Nasuha adalah kewenangan (rahasia) Allah SWT.
Taubat Nasuha hanyalah tuntunan yang diberikan oleh Allah SWT untuk menjawab
suatu rasa penyesalan akan dosa yang telah diperbuat dan keinginannya untuk
kembali ke jalan agama yang benar.
5. Maulid Nabi
Secara tradisi, komunitas Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan
mengerjakan salah satu ibadah yaitu Maulid Nabi. Kegiatan ini biasanya dilakukan
pada bulan Mulud (penanggalan Jawa/Islam) yang ditujukan untuk memperingati hari
kelahiran Nabi besar umat Islam, Muhammad SAW. Kegiatan Maulid Nabi tidak
menyalahi ajaran Islam, karena diisi dengan ragam acara yang baik, misalnya Seni
Baca Al-Qur’an dan Dakwah Islami. Disisi lain, Majelis Tafsir Al-Qur’an tidak
menyarankan agar dilaksanakannya Maulid Nabi, hal ini didasari pemikiran bahwa;
hari kelahiran Nabi Muhammad adanya hanya sekali, seketika Nabi dilahirkan
pertama kalinya di dunia ini. Informasi demikian ini, diperoleh peneliti dari informan
kunci yang bersumberkan penjelasan Ustad Sukino pada progam acara Jihad Pagi,
MTA FM.
5.4. Persepsi komunitas Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan terhadap
Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an
Kecamatan Susukan terletak di Jawa Tengah, dengan kultur masyarakatnya
yang masih dipengaruhi oleh budaya Jawa dan pengaruh Islam. Peneliti melihat
bahwa antara budaya Jawa dan pengaruh Islam di Kecamatan Susukan membawa
dampak pada konteks “kepemimpinan” di Kecamatan ini. Setiap masing-masing
Dusun/Desa mempunyai alur kepemimpinan yang hampir seratus persen dapat
dikatakan sama. Alur kepemimpinan pertama, disebut oleh peneliti sebagai
kepemimpinan Islam oleh Ulama dari kalangan komunitas Nahdatul Ulama. Alur
kedua, oleh peneliti disebut dengan kepemimpinan dari “Jago”. Istilah “Jago”
terdapat di dunia sinkretisme Jawa dan lebih tepatnya dunia muslim, dan tergantung
129
pada situasi setempat, mereka bisa berada pada di kedua belah pihak. H. Schulte
Nordholt (dalam Antlov dan Sederroth, 2001:46) menyatakan bahwa Jago itu
kebanyakan melayani mereka yang dapat memberikan upah, bukan orang kebanyakan
melainkan unsur elite.
Menurut Mansurnoor (dalam Antlov dan Sederroth, 2001:56) istilah Kyai
akan dipakai disini untuk Ulama tingkat tinggi yang memiliki pengaruh regional dan
lokal. Biasanya tidak selalu yang disebut dengan Kyai itu, seorang kepala sekolah
agama, ataupun pesantren. Kemudian Ulama itu sendiri dapat diartikan sebagai segala
macam guru agama Islam dan pimpinan di berbagai tingkat, termasuk hal ini adalah
Kyai. Peran Kyai memiliki banyak aspek. Bukan seperti “Jago”, Kyai ini sering
berfungsi sebagai mediator antara penduduk pedesaan dan dunia luar, termasuk aparat
Negara. Meskipun demikian, ini bukan berarti bahwa mereka selalu memperbaiki
pengertian optimal antara pemerintah dan penduduk pedesaan setempat. Kyai selalu
menggunakan pengetahuan mereka mengenai dunia luar secara selektif dan dalam
keraguan-raguan selalu bertindak demikian, meskipun taktik semacam ini menjadi
makin sulit sekarang ini. Salah satu sifat kepemimpinan Kyai adalah keluwesannya,
baik yang berkaitan dengan kondisi setempat maupun kebijakan pemerintah, karena
itu tidak mengherankan bahwa sikap mereka terhadap birokrasi berubah-ubah
sepanjang masa.
Kembali ke dalam fokus penelitian ini, di Kecamatan Susukan peran dan
status Kyai lebih tinggi sebagai pemimpin lokal dibandingkan dengan pihak yang
disebut oleh peneliti sebagai “Jago”. Kesimpulan peneliti ini, bukan berarti
menyangkal tidak adanya pengaruh “Jago” dalam kehidupan masyarakat Islam di
Kecamatan Susukan. Secara singkat peneliti dapat gambarkan, dalam
perkembangannya sampai pada masa sekarang ini, yang dimaksudkan “Jago” di
Kecamatan Susukan adalah orang yang mempunyai kekuatan ekonomi dan/atau
supranatural yang berpengaruh pada kehidupan masyarakat di Kecamatan Susukan,
khususnya komunitas Nahdatul Ulama. Mereka yang dapat disebut oleh peneliti
dengan istilah “Jago” adalah pengusaha, pejabat, tuan tanah, orang “sakti” dan lain
130
sebagainya yang kiranya menjadi panutan kelompok-kelompok kecil lingkup
komunitas Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan. Kyai merupakan bagian dari yang
disebut dengan “Ulama” yang paling dihormati dan disegani oleh masyarakat
Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan dibandingkan Ulama lainnya seperti, Ustad,
Haji maupun Guru Ngaji/Agama. Dapat ditambahkan oleh peneliti, para Kyai
menempati kasta tertinggi dalam tatanan kehidupan sosial komunitas Nahdatul Ulama
di Kecamatan Susukan. Hal ini dikarenakan status “Kyai” diwariskan secara turun-
temurun menurut garis keturunan, sehingga belum tentu orang yang kuat dalam ilmu
agama, dapat disebut dengan istilah “Kyai”, apabila tidak mempunyai silsilah
keturunan Kyai secara pasti. Hubungan antara pemimpin/Ulama (Kyai, Haji, Ustad,
Ustadzah, Guru Agama/Ngaji) dalam komunitas Islam Nahdatul Ulama Kecamatan
Susukan dapat terjalin dengan baik, seiring dengan diadakannya forum-forum
pertemuan rutin, seperti pengajian Nahdatul Ulama (NU). Pada kesempatan itu para
Ulama dapat bertukar pikiran, ilmu dan berdiskusi mengenai masalah-masalah sosial
dan agama yang terjadi di Kecamatan Susukan.
Radio MTA FM termasuk dalam ranah radio komunitas. Siaran dari radio
MTA FM ini, dapat diterima dengan baik di seluruh wilayah Kecamatan Susukan, hal
ini tentunya telah dibuktikan sendiri oleh peneliti. Peneliti melakukan percobaan
dengan menyalakan radio di bagian Utara wilayah Kecamatan Susukan dan kemudian
mencari gelombang MTA FM. Hasilnya adalah gelombang MTA FM lebih jernih
dalam aspek penerimaan siarannya dibandingkan dengan gelombang-gelombang
radio dakwah lainnya. Oleh peneliti melalui eksperimen kecil ini, dapat disimpulkan
bahwa penerimaan kualitas siaran dari radio MTA FM yang lebih baik ini
dibandingkan dengan kualitas siaran radio dakwah lainnya di wilayah Kecamatan
Susukan, turut mendorong adanya perhatian lebih dari masyarakat Nahdatul Ulama di
Kecamatan Susukan terhadap radio MTA FM.
MTA FM mempunyai 15 (lima belas) progam acara yang disiarkan dalam
kurun waktu sepekan. Progam acara tersebut yaitu Asli Indonesia, Bargain, Blessing
Afternoon, Ekobis, Etalase MTA FM, Fajar Hidayah, Infora, Jihad Pagi, Mitra Tani,
131
Mutiara Kata Bermakna, Sifat Gita MTA, Silaturahim, SWB, Tahsin Al-Qur’an dan
TKP. Dari hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan peneliti, dapat
diketahui bahwa mayoritas masyarakat Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan hanya
mendengarkan progam acara Jihad Pagi di radio siaran komunitas MTA FM. Melalui
progam acara Jihad Pagi ini, masyarakat Nahdatul Ulama mendapatkan informasi-
informasi terbarukan ajaran Islami dari Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA)
seperti pemahaman MTA tentang Aqiqoh, Maulid Nabi, Tahlilan dan lain
sebagaimya. Salah satu informan kunci menyarankan kepada peneliti untuk
mendengarkan siaran dari progam acara Jihad Pagi MTA FM, hal ini ditujukan agar
peneliti dengan sendirinya mengetahui gambaran progam acara Jihad Pagi MTA FM.
Kemudian saran baik ini, ditindaklanjuti oleh peneliti dengan cara mendengarkan
siaran langsung progam acara Jihad Pagi. Hasilnya dapat digambarkan oleh peneliti
bahwa dalam progam acara Jihad Pagi tersebut, terdapat nara sumber yaitu Ustad
Sukino yang bertindak selaku pemberi penjelasan-penjelasan Islami kepada jamaah
pengajian Majelis Tafsir Al-Qur’an. Ustad Sukino secara meyakinkan, menjawab
segala macam pertanyaan tentang Islam dari jamaahnya dengan dilandasi dari
penjelasan-penjelasan ayat-ayat Al-Qur’an dan Al-Hadist. Peserta pengajian tersebut
juga dapat bertanya sesuai materi yang dibahas, secara tertulis maupun secara
langsung melalui microphone (pengeras suara).
Radio MTA FM merupakan sebuah radio dakwah yang mengudara di
frekuensi 107,9 MHz. Radio ini pertama kali mengudara dari awal tahun 2007 dan
jangkauan siarnya dapat diterima dengan baik di wilayah Kecamatan Susukan,
Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Dalam kurun waktu hampir 7 (tujuh) tahun
antara tahun 2007 s/d 2013, radio MTA FM mampu menjalankan salah satu
fungsinya sebagai radio dakwah berbasis komunitas yaitu Majelis Tafsir Al-Qur’an.
Walaupun radio MTA FM ini merupakan radio komunitas, akan tetapi apabila dilihat
dari aspek pendengarnya, bukan hanya dari kalangan komunitas Majelis Tafsir Al-
Qur’an saja sebagai pendengarnya, melainkan terdapat juga pendengar dari
komunitas-komunitas lainnya termasuk dari komunitas/masyarakat Nahdatul Ulama
132
di Kecamatan Susukan. Estrada (2001:15) mengemukakan bahwa fokus yang khas
dari radio komunitas adalah membuat audiens/khalayaknya sebagai protagonist
(tokoh utama), melalui keterlibatan mereka dalam seluruh aspek menejemen, dan
produksi progamnya, serta menyajikan progam yang membantu mereka dalam
pembangunan dan kemajuan sosial didalam komunitas mereka. Radio MTA FM
menghadirkan 15 (lima belas) progam acara unggulan ditengah-tengah para
pendengarnya. Akan tetapi dari kelima belas progam acara tersebut, hanya progam
acara Jihad Pagi yang menarik perhatian dan sering didengar oleh khalayak Nahdatul
Ulama di Kecamatan Susukan. Alasannya adalah melalui progam acara Jihad Pagi,
masyarakat Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan dapat belajar tentang agama
Islam dan sekaligus dapat membandingkan pemahaman agama mereka dengan
pemahaman agama dari Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA).
“Saya mendengarkan radio MTA FM, Jihad Pagi karena ingin belajar
agama dan melalui radio ini menjadi media pembanding antara ilmu agama yang
saya miliki dengan ilmu agama yang dimiliki Ustad Sukino (Ormas MTA)”18
.
Progam acara Jihad Pagi dengan tokoh sentral yaitu Ustad Sukino,
memberikan pemahaman yang dianggap baru oleh masyarakat Nahdatul Ulama di
Kecamatan Susukan dalam aspek kajian Islam. Hal ini menyangkut perbedaan
pemahaman pada konteks; halal-haramnya Anjing dan Darah (beserta produk
keturunannya), Aqiqoh, Zinah (Taubat Nasuha), Tadisi Jawa-Islam (seperti; Nyatus,
Nyewu), dan konteks pemahaman ibadah Kurban. Perbedaan pemahaman-
pemahaman tersebut telah dijelaskan secara terperinci seperti di muka, akan tetapi
peneliti menyimpulkan bahwa untuk masalah halal-haramnya Anjing dan Darah tidak
lagi menjadi suatu perbedaan, karena dari keterangan Ustad Rois dan K.H. Muslim;
Ustad Sukino melalui progam acara Jihad Pagi MTA FM mengklarifikasi
pemahaman tersebut dan menilai Anjing dan Darah adalah haram hukumnya.
Pemahaman baru pada aspek kajian Islam, yang diperoleh masyarakat Nahdatul
18
Hasil wawancara dengan K.H Muslim, Tanggal 03-03-2013, di Kecamatan Susukan
133
Ulama Kecamatan Susukan dari progam acara Jihad Pagi MTA FM, dapat
disimpulkan oleh peneliti sebagai suatu inovasi dalam lingkup pemahaman Islam
yang diajarkan atau dibawakan Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an. Rogers (dalam
Effendy, 2003:284) mendefinisikan difusi sebagai suatu proses dimana inovasi
dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu diantara para
anggota suatu sistem sosial (the process by which an innovation is communicated
through certain channels over time among the members of a sosial system). Difusi
adalah suatu jenis khusus komunikasi yang berkaitan dengan penyebaran pesan-pesan
sebagai ide baru. Sedangkan komunikasi didefinisikan sebagai proses dimana para
pelakunya menciptakan informasi dan saling bertukaran informasi tersebut untuk
mencapai pengertian bersama. Radio MTA FM merupakan media yang paling tepat
dalam penyampaian pesan-pesan dari Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an kepada
khalayak luas termasuk masyarakat Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan.
Sebagian besar dari masyarakat/komunitas Nahdatul Ulama di Kecamatan
Susukan, mendapatkan bentuk inovasi terbaru pada aspek kajian Islam yang
dibawakan oleh Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an melalui media Radio MTA FM
(Jihad Pagi) dan dari peran opinion leader yaitu para Ulama. Ulama, baik Ustad,
Ustadzah ataupun Kyai berperan dalam menyebarluaskan dan memperteguh adanya
inovasi tersebut kepada khalayak luas melalui dakwah-dakwahnya. Di Kecamatan
Susukan Ulama merupakan pemimpin tertinggi dari masyarakat Islam Nahdatul
Ulama.
“MTA menganggap kegiatan seperti tahlilan itu haram, karena tidak ada
dasarnya dalam Islam. Kemudian Kyai atau Ulama itu menjelaskan bahwa NU
melakukan kegiatan tahlilan seperti itu, pastinya punya dasar yang kuat. Misalnya
mendoakan orang tua adalah kewajiban anak, sedangkan doa dari anak kepada
orang tua adalah amal ibadah yang tidak bisa putus. Disisi lain dikatakan oleh MTA
bahwa bentuk-bentuk makanan yang disajikan kepada jamaah itu perbuatan yang
mengidentifikasikan suatu kesyrikan, misalnya Tumpeng, Ayam ingkung, Nasi
Golong dan sebagainya yang identik dengan tahlilan, slametan, nyatus, nyewu,
134
mitoni dan sebagainya. Para pedakwah Kyai atau Ulama tersebut menjelaskan tidak
apa-apa tidak akan menggiring ke arah kesyrikan asalkan diniati oleh niat
Shodakoh/Jariyah”19
.
“ya saya menyampaikan sesuai fakta, apa yang saya dengar dari radio
tentang ajaran MTA ini, saya beritahukan ke umat (masyarakat Nahdatul Ulama)”20
.
Peneliti dapat menyatakan bahwa, masyarakat Nahdatul Ulama mengetahui
adanya inovasi beragama Islam yang dibawa oleh Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an
bersumberkan pada progam Jihad Pagi MTA FM dan diperkuat oleh dakwah-dakwah
para Ulama sebagai pemimpin tertinggi komunitas Nahdatul Ulama di Kecamatan
Susukan. Menurut Rogers (dalam Effendy, 2003:284), Inovasi adalah gagasan,
tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini, kebaruan
inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika
suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu.
Konsep ”baru” dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali. Dari sudut
pandang khalayak yaitu komunitas Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan, peneliti
melihat bahwa Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA) membawa pemahaman ajaran Islam
baru, diantaranya yaitu menganggap perbuatan Syirik (menyekutukan Allah SWT)
pada tradisi yang identik dengan Tahlilan seperti tradisi Slametan, perbedaan
pemahaman tentang Aqiqoh dan kurban, tidak adanya kegiatan Maulid Nabi, dan
perbedaan pemahaman Taubat Nasuha dalam konteks dosa perzinahan. Kesemuanya
itu dianggap oleh Komunitas Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan sebagai konsep
baru (inovasi) dalam berIslam, karena pada dasarnya mereka sudah memiliki
pemahaman dan tradisi tersendiri yang diwariskan secara turun-temurun.
Disebutkan oleh Rogers (dalam Effendy, 2003:284) terdapat ciri-ciri inovasi
yang dirasakan oleh para anggota sistem sosial menentukan tingkatan adopsi. Lima
ciri inovasi adalah Relatif Advantage (keuntungan relatif), Combatibility
19
Hasil wawancara dengan Ustad Rois, Tanggal 03-02-2013, di Kecamatan Susukan 20
Hasil wawancara dengan K.H Muslim, Tanggal 03-03-2013, di Kecamatan Susukan
135
(kesesuaian), Complexity (kerumitan), Trialability (kemungkinan dicoba),
Observability (kemungkinan diamati). Peneliti melihat dalam konteks penelitian ini,
masyarakat Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan menganggap bentuk inovasi yang
dibawa oleh Majelis Tafsir Al-Qur’an yang disebarkan melalui media massa radio
MTA FM, memiliki tingkat inovasi Complexity. Menurut Rogers (Rogers, 1983:35)
Complexity adalah mutu derajat dengan mana inovasi dirasakan sukar untuk
dimengerti dan dipergunakan. Hambatan untuk mengerti dan mempergunakan inovasi
baru tentang Islam dari Ormas MTA ini, adalah dikarenakan masyarakat Nahdatul
Ulama di Kecamatan Susukan sebagai satuan sistem sosial telah mempunyai
”pondasi” yang kuat dalam pemahaman agama Islam sesuai ajaran dari Nahdatul
Ulama.
Rogers (dalam Effendy, 2003:284), menyebutkan adanya tahapan
Innovations-decision process. Innovations-decision process adalah proses mental
dimana seseorang berlalu dari pengetahuan pertama mengenai inovasi ke
pembentukan sikap terhadap inovasi, ke keputusan menerima atau menolak, ke
pelaksanaan ide baru, dan ke peneguhan keputusan itu. Ada lima langkah yang
dikonseptualisasikan dalam proses ini, yaitu :
1. Tahap Munculnya Pengetahuan (Knowledge) ketika seorang individu (atau
unit pengambil keputusan lainnya) diarahkan untuk memahami eksistensi dan
keuntungan/manfaat dan bagaimana suatu inovasi berfungsi.
2. Tahap Persuasi (Persuasion) ketika seorang individu (atau unit pengambil
keputusan lainnya) membentuk sikap baik atau tidak baik.
3. Tahap Keputusan (Decisions) muncul ketika seorang individu atau unit
pengambil keputusan lainnya terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada
pemilihan adopsi atau penolakan sebuah inovasi.
4. Tahapan Implementasi (Implementation), ketika sorang individu atau unit
pengambil keputusan lainnya menetapkan penggunaan suatu inovasi.
136
5. Tahapan Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau unit
pengambil keputusan lainnya mencari penguatan terhadap keputusan
penerimaan atau penolakan inovasi yang sudah dibuat sebelumnya.
Khalayak Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan mempunyai pengetahuan
tentang Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an ini melalui media massa radio MTA FM
pada progam acara Jihad Pagi, sebagai suatu Ormas Islam yang mengajarkan cara
berIslam secara ”ringkes”.
“Kalau MTA adalah cara berIslam yang ringkes, bukannya bebas. Misalkan
tidak ada acara “matang puluh, nyatus, mitoni, dan lain sebagainya”. Memang
benar sebagian kegiatan itu adalah produk budaya Jawa, tapi dalam segi sudut
pandang NU yang terpenting adalah “bagaimana bisa dekat dengan Tuhan”21
.
”Kalau untuk orang “irit-irit”, ya cocok (MTA). Warisannya yang luas bisa
diwarisi sendiri, nilainya sebagian tidak dipergunakan untuk Peringatan-peringatan
tadi”22
.
Pada tahap Persuasi (Persuasion), Masyarakat Nahdatul Ulama di Kecamatan
Susukan tetap membentuk sikap baik dari hadirnya Ormas MTA ini, walaupun pada
dasarnya memiliki pengetahuan/pemahaman Islam yang berbeda. Mereka
(masyarakat NU) meyakini bahwa perbedaan tentang Islam ini sudah menjadi suatu
kepastian atau takdir dari Allah SWT. Mereka berpedoman kepada AL-Hadist bahwa
Islam dalam perkembangannya kelak akan terbagi kedalam 73 golongan di akhir
zaman dan hanya ada satu golongan saja yang masuk surga.
”Tapi kalau menurut saya, seharusnya saling menghormati, NU dan MTA
secara tauhid;sama, sama-sama mengerjakan rukun Islam. Hanya MTA ini gampang
menyalahkan dan memusrikan orang Islam lainnya. Memang kalau dipikir kan
nantinya Islam akan terdiri dari puluhan golongan. Bagi saya yang terpenting, Kyai
dan Ulama tidak akan pernah menyesatkan umat”23
.
21
Hasil wawancara dengan Pramudi, Tanggal 06-01-2013, di Kecamatan Susukan 22
Hasil wawancara dengan Ustadzah Solaehah, Tanggal 10-12-2012, di Kecamatan Susukan 23
Hasil wawancara dengan Ustadzah Solaehah, Tanggal 10-12-2012, di Kecamatan Susukan
137
“Ya, kita sebagai seorang muslim harus bisa menyikapi MTA ini dengan
sebaik-baiknya. Islam kan nantinya akan terdiri dari 73 golongan, sampai di ahkir
zaman”24
.
Tahap Keputusan (Decisions), menurut peneliti lebih mengarah pada aktifitas
penolakan inovasi yang dibawa Majelis Tafsir Al-Qur’an. Hal ini mengingat adanya
suatu aktifitas yang berkaitan dengan persepsi masyarakat Nahdatul Ulama di
Kecamatan Susukan terhadap Ormas MTA, yang menganggap Ormas MTA ini
membawa ajaran Islam (inovasi) yang bertentangan dengan apa yang telah diyakini
oleh Masyarakat Nahdatul Ulama itu sendiri. Para Ulama, disetiap kesempatannya
dalam berdakwah, membentengi umat dengan memberikan pemahaman tentang
perbedaan ajaran Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan dengan pemahaman dari
Majelis Tafsir Al-Qur’an. Pada konteks ini menurut peneliti berlaku dalil teori
Inokulasi. Teori inokulasi (suntikan) menyatakan bahwa lebih baik mempersenjatai
terbujuk (persuadee) dengan counterarguments daripada membiarkan tidak siap
menyangkal perspektif lawan. Orang yang tidak memiliki informasi mengenai suatu
hal atau tidak menyadari posisi mengenai hal tersebut, maka ia akan lebih mudah
untuk dipersuasi atau dibujuk, oleh karena ia tidak siap untuk menolak argumentasi si
persuader atau pembujuk. Suatu cara untuk membuatnya agar tidak terkena pengaruh
adalah menyuntiknya dengan argumentasi balasan (counterarguments) (Effendy,
2003:263).
“MTA menganggap kegiatan seperti tahlilan itu haram, karena tidak ada
dasarnya dalam Islam. Kemudian Kyai atau Ulama itu menjelaskan bahwa NU
melakukan kegiatan tahlilan seperti itu, pastinya punya dasar yang kuat. Misalnya
mendoakan orang tua adalah kewajiban anak, sedangkan doa dari anak kepada
orang tua adalah amal ibadah yang tidak bisa putus. Disisi lain dikatakan oleh MTA
bahwa bentuk-bentuk makanan yang disajikan kepada jamaah itu perbuatan yang
mengidentifikasikan suatu kesyrikan, misalnya Tumpeng, Ayam ingkung, Nasi
24
Hasil wawancara dengan K.H Muslim, Tanggal 03-03-2013, di Kecamatan Susukan
138
Golong dan sebagainya yang identik dengan tahlilan, slametan, nyatus, nyewu,
mitoni dan sebagainya. Para pedakwah Kyai atau Ulama tersebut menjelaskan tidak
apa-apa tidak akan menggiring ke arah kesyrikan asalkan diniati oleh niat
Shodakoh/Jariyah. Lebih banyak yang mendoakan kan lebih baik, walaupun pada
dasarmya bisa saja anak atau hanya keluarga saja yang mendoakan orang tua yang
telah meninggal. Terkadang seolah-olah antara NU dan MTA mempertahankan
kebenarannya sendiri-sendiri. NU punya dasar, MTA juga punya dasar, yang
terpenting dapat mempertanggungjawabkannya, yang namanya perbedaan dari
zaman dulu sampai besok juga pastinya tetap ada”25
.
Komunitas Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan secara umum, memilih
mencari pengetahuan kembali tentang ajaran Nahdatul Ulama, hal ini dilakukannya
dengan cara mengikuti ragam kegiatan keagamaan seperti pengajian muslimatan,
pengajian umum, dan dengan cara lainnya yaitu dengan bertanya kepada orang yang
lebih tahu tentang ilmu agama (Ulama). Kegiatan ini dimaksudkan agar kebimbangan
(ketidakpastian) dalam diri individu masyarakat Nahdatul Ulama di Kecamatan
Susukan yang diakibatkan oleh adanya inovasi dalam berIslam dari Majelis Tafsir Al-
Qur’an, mendapatkan suatu kepastian untuk menolak atau menerima inovasi tersebut.
Masyarakat Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan menyadari bahwa perilakunya
dalam mengamalkan ajaran Islam berbenturan dengan pengetahuan barunya tentang
Islam yang diperoleh dari Majelis Tafsir Al-Qur’an. Misalnya, Masyarakat Nahdatul
Ulama di Kecamatan Susukan selama ini mengerjakan tradisi-tradisi Jawa yang
identik dengan tahlilan, kemudian mendapatkan pengetahuan baru dari Majelis Tafsir
Al-Qur’an bahwa kegiatan tersebut mengarah keperbuatan syirik (musrik). Dalam
studi komunikasi, peristiwa yang dialami oleh individu dalam komuntas Nahdatul
Ulama ini lazim disebut dengan disonansi kognitif. Istilah disonansi kognitif dari teori
yang ditampilkan oleh Leon Festinger ini berarti ketidaksesuaian antara kognisi
sebagai aspek sikap dengan perilaku yang terjadi pada diri seseorang. Orang yang
25
Hasil wawancara dengan Ustad Rois, Tanggal 03-02-2013, di Kecamatan Susukan
139
mengalami disonansi akan berupaya mencari dalih untuk mengurangi disonansinya
itu. Jika seseorang mempunyai informasi atau opini yang tidak menuju kearah
menjadi perilaku, maka informasi atau opini itu akan menimbulkan disonansi dengan
perilaku. Apabila disonansi tersebut terjadi, maka orang akan berupaya
menguranginya dengan jalan merubah perilakunya, kepercayaan atau opininya
(Effendy, 2003:262). Peneliti melihat bahwa mayoritas komunitas Nahdatul Ulama di
Kecamatan Susukan menolak inovasi dalam berIslam yang dibawa oleh Ormas MTA
ini. Penolakan ini diakibatkan karena bentuk inovasi berIslam dari Ormas MTA, pada
hakikatnya bertentangan dengan pemahaman Islam dari masyarakat Nahdatul Ulama
di kecamatan Susukan.
Dari perspektif lain, berkenaan dengan adanya inovasi berIslam yang dibawa
oleh Majelis Tafsir Al-Qur’an dan disampaikan ke khalayak luas termasuk
Masyarakat Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan melalui media massa radio
komunitas MTA FM atau tepatnya melalui siaran progam acara Jihad Pagi, peneliti
dapat menyimpulkan adanya persepsi umum dari Masyarakat Nahdatul Ulama di
Kecamatan Susukan terhadap Ormas MTA. Menurut Bimo Walgito (1990:54),
persepsi adalah suatu kesan terhadap suatu obyek yang diperoleh melalui proses
penginderaan, pengorganisasian, dan interpretasi terhadap obyek tersebut yang
diterima oleh individu, sehingga merupakan suatu yang berarti dan merupakan
aktivitas integrated dalam diri individu. Namun, sebelum sampai kedalam tahap
penafsiran informasi dan penilaian terhadap Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA)
dari sudut pandang khalayak Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan, peneliti akan
terlebih dahulu menggambarkan bagaimana informasi tersebut dapat mewakili jati
diri dari Ormas MTA ini.
Sudah dijelaskan oleh peneliti, bahwa radio MTA FM menjadi alat yang
efektif dalam penyampaian pesan dari Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an. Ini semua
dikarenakan MTA FM merupakan radio komunitas yang turut berperan dalam
perkembangan Ormas dan komunitas Majelis Tafsir Al-Qur’an. Kebanyakan
masyarakat Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan, memilih progam acara Jihad
140
Pagi sebagai progam favorit dari MTA FM untuk mereka dengarkan, hal ini
dikarenakan melalui progam acara tersebut, pendengar dapat menimba ilmu agama
Islam, sekaligus dapat membandingkan pemahaman Islam antara Nahdatul Ulama
dengan Majelis Tafsir Al-Qur’an.
Jihad Pagi adalah Pengajian Ahad Pagi yang diampu oleh Al-Ustadz Drs.
Ahmad Sukino selaku Ketua Umum Ormas/Yayasan Majelis Tafsir Al-Qur’an
(MTA). Jihad Pagi (Live) adalah program siaran pengajian Ahad pagi yang disiarkan
secara langsung setiap Ahad pagi mulai pukul 07:00 s/d 10:30 Wib. Pada pengajian
Ahad pagi ini peserta diberikan materi berupa brosur dengan tema yang berbeda-beda
dan berkelanjutan setiap hari Ahadnya. Peserta juga dapat bertanya sesuai materi
yang dibahas pada kesempatan tersebut baik melalui tertulis maupun langsung
melalui microphone yang ada. Jihad Pagi (Recorded) adalah program pengajian yang
disiarkan melalui radio MTA FM yang merupakan rekaman dari pengajian yang
diselenggarakan setiap Ahad pagi. Setiap harinya menyiarkan ulang pengajian Ahad
pagi episode lalu, yang disiarkan menjadi 3 waktu yaitu:
Jihad Pagi 1 : 06:00 s/d 07:00 Wib, siaran ulang jihad pagi bagian awal.
Jihad Pagi 2 : 14:00 s/d 15:30 Wib, siaran ulang jihad pagi bagian akhir
(lanjutan).
Jihad Pagi hari ini : 19:00 s/d 21:30 Wib, siaran ulang jihad pagi secara utuh
(gabungan 1 & 2).
Peneliti menilai, jam siar pada progam Jihad Pagi setiap harinya, baik secara
Live maupun Recorded turut menjadikan progam ini mendapatkan perhatian (atensi)
yang lebih dibandingkan dengan progam-progam lainnya di radio MTA FM.
Misalnya saja, pada hari Senin s/d Sabtu progam Jihad Pagi mengudara secara
periodik dengan total waktu selama 5 (lima) jam, sedangkan pada hari Ahad
(Minggu) progam acara ini mampu mengudara dengan total waktu selama 7,5 jam.
Intensitas siaran dari progam acara Jihad Pagi yang sedemikian rupa (disiarkan
berulang-ulang) melebihi intensitas siaran progam-progam acara radio MTA FM
lainnya, mendorong masyarakat Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan lebih
141
memperhatikan progam acara Jihad Pagi tersebut dibandingkan progam-progam
lainnya (motivasi). Dijelaskan oleh Rakhmat (2008:52), faktor eksternal penarik
perhatian diantaranya adalah faktor intensitas stimuli dan perulangan. Pemahaman
tentang intensitas stimuli itu sendiri adalah sebagaimana manusia akan lebih
memperhatikan stimuli yang menonjol dari stimuli yang lain. Sedangkan apa yang
disebut dengan perulangan adalah Kesemuanya hal yang disajikan berulangkali, bila
disertai dengan sedikit variasi akan menarik perhatian.
Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi
menonjol dalam kesadaran saat stimuli lainnya melemah (Andersen, 1972:46). Faktor
perhatian (attention) ini sangat besar pengaruhnya terhadap persepsi. Peneliti melihat
bahwa masyarakat Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan lebih memperhatikan isi
berupa informasi-informasi yang terbarukan (Novelity) menurut mereka sendiri, saat
mendengarkan siaran progam acara Jihad Pagi MTA FM. Faktor situasional kadang
juga disebut sebagai determinan perhatian yang bersifat eksternal atau penarik
perhatian (attention getter). Kebaruan (Novelity) dapat dimaknai sebagai kesemua hal
yang baru yang luar biasa, yang berbeda, akan menarik perhatian. Stimuli
diperhatikan karena mempunyai sifat-sifat yang menonjol, antara lain: gerakan
intensitas stimuli, kebaruan, dan perulangan (Rakhmat,2008:52).
Informasi yang terbarukan dari progam Jihad Pagi MTA FM, antara lain;
menganggap perbuatan Syirik (menyekutukan Allah SWT) pada tradisi yang identik
dengan Tahlilan seperti tradisi Slametan, perbedaan pemahaman tentang Aqiqoh,
tidak adanya kegiatan Maulid Nabi, perbedaan pemahaman dalam konteks ibadah
Kurban dan perbedaan pemahaman Taubat Nasuha dalam konteks dosa perzinahan.
Kesemuanya itu merupakan bentuk ”inovasi berIslam” dari Majelis Tafsir Al-Qur’an.
Informasi-informasi terbarukan tersebut (inovasi berIslam), kemudian mendapatkan
perhatian lebih dari khalayak Nahdatul Ulama Kecamatan Susukan, sehingga masih
melalui informasi-informasi terbarukan tadi dapat memunculkan persepsi khalayak.
Peneliti menyimpulkan, persepsi masyarakat Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan
terhadap Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an adalah Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an
142
mengajarkan cara berIslam yang tidak dapat diterapkan di kehidupan Masyarakat
Nahdatul Ulama. Peneliti juga dapat menambahkan, Ustad Sukino sebagai
komunikator dari Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA), kurang menghormati dan
menghargai tradisi dari golongan Islam lainnya termasuk komunitas Nahdatul Ulama
di Kecamatan Susukan. Penyebabnya adalah Ustad Sukino mudah sekali mengatakan
apa yang dikerjakan (tradisi) orang lain itu termasuk perbuatan musrik, dan dari pesan
paralinguistiknya dapat dipersepsikan oleh masyarakat Nahdatul Ulama Susukan
sebagai orang kemaki, seolah-olah nantang untuk beradu pemahaman Islam dengan
golongan Islam lainnya (selain Ormas MTA). Paralinguistik adalah cara bagaimana
orang mengucapkan lambang-lambang verbal. Ini meliputi tinggi rendahnya suara,
tempo bicara, gaya verbal (dialek), dan interaksi (Rakhmat, 2008:87).
“Kemaki”, semacam nantang. Dia (Ustad Sukino), seperti orang yang
meremehkan Ulama, misalnya saja kalau dipikir secara logika, dia sendiri (Ustad
Sukino) dapat “ngaji” awalnya dari siapa? Pastinya ada gurunya, yaitu Kyai atau
Ulama. Masa dengan sendirinya lansung bisa, tidak mungkin. Kenapa kok dia bisa
mengatakan jangan percaya atau gampang menurut pada Ulama dan Kyai.
Kemudian juga dia seolah-olah meremehkan apa yang yang diajarkan oleh para
Ulama, misalnya tentang “Ajaran Kitab Kuning”26
.
“MTA apabila dikatakan salah ya tidak benar karena mereka menganggap
ajarannya benar menurut mereka sendiri. Letak kesalahannya MTA ini adalah sering
menganggap salah terhadap apa yang dilakukan orang lain (pihak lain), padahal
orang yang disalahkan ini juga orang Islam yang punya pedoman sendiri”27
.
Persepsi terjadi pada ranah kognitif dari individu, bukan terjadi pada ranah
afektif ataupun perilaku dari diri individu. Oleh karena itu dengan berpedoman pada
definisi persepsi dari Bimo Walgito (1990), peneliti menyebutkan bahwa adanya
proses menyerap akan rangsangan (stimulus), mengerti dan menilai (evaluasi) adalah
bagian dari indikator-indikator persepsi itu sendiri. Indikator merupakan ukuran
26
Hasil wawancara dengan Ustadzah Solaehah, Tanggal 10-12-2012, di Kecamatan Susukan 27
Hasil wawancara dengan Ustad Rois, Tanggal 03-02-2013, di Kecamatan Susukan
143
(tanda-tanda) sehingga dapat muncul apa yang disebut dengan persepsi. Proses
pembentukan persepsi dimulai dengan penerimaan stimulus (rangsangan) dari
berbagai sumber melalui panca indera yang dimiliki, setelah itu diberikan respon
sesuai dengan penilaian dan pemberian arti terhadap stimulus lainnya. Stimulus atau
data yang ada tersebut kemudian diseleksi. Setelah diseleksi stimulus diorganisasikan
berdasarkan bentuk sesuai dengan stimulus yang telah diterima. Setelah diterima dan
diatur, proses selanjutnya individu menafsirkan data (informasi) yang diterima
dengan berbagai cara. Dapat dikatakan terjadi persepsi apabila terdapat penafsiran
dari data-data tersebut.
Berpedoman dari penjelasan-penjelasan diatas, peneliti dapat meringkasnya
ke bentuk sederhana dalam memahami persepsi komunitas Nahdatul Ulama di
Kecamatan Susukan terhadap Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an. Persepsi khalayak
dapat terwujud karena adanya persamaan persepsi antar individu dalam lingkup
komunitas Nahdatul Ulama Kecamatan Susukan. Adanya persamaan persepsi ini
dilandasi oleh, tetap dijadikannya Nahdatul Ulama sebagai kerangka rujukan oleh
individu dalam komunitas Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan ketika
menafsirkan informasi-informasi dari Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an (inovasi dari
MTA). Teori kategori sosial menyatakan adanya perkumpulan-perkumpulan,
kebersamaan-kebersamaan atau kategori sosial pada masyarakat urban-industrial
yang perilakunya ketika diterpa perangsang-perangsang tertentu hampir seragam
(Effendy, 2003:276).
Informasi-informasi mengenai Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an dapat
dimengerti oleh komunitas Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan melalui media
massa radio komunitas MTA FM dan diteguhkan kembali oleh para Ulama saat
menyampaikan dakwah-dakwahnya. Pada tahap ini peneliti melihat berlakunya dalil
sensasi atau penyerapan rangsangan terhadap obyek dari luar individu. Progam acara
Jihad Pagi MTA FM dengan tokoh sentral Ustad Sukino, menjadi sumber utama
munculnya informasi-informasi terbarukan tentang Islam, seperti menganggap
perbuatan Syirik (menyekutukan Allah SWT) pada tradisi yang identik dengan
144
Tahlilan seperti tradisi Slametan, perbedaan pemahaman tentang Aqiqoh, tidak
adanya kegiatan Maulid Nabi, dan perbedaan pemahaman tentang Kurban serta
Taubat Nasuha dalam konteks dosa perzinahan. Selain informasi terbarukan juga
terdapat informasi kesamaan pemahaman ajaran Islam, misalnya pada pemahaman
rukun Islam. Informasi terbarukan tersebut, oleh peneliti dinyatakan sebagai bentuk
divusi inovasi, yaitu penyampaian inovasi berIslam dari Ormas Majelis Tafsir Al-
Qur’an kepada satuan sosial komunitas Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan,
melalui peranan media massa radio komunitas MTA FM khususnya pada progam
acara Jihad Pagi, yang mendapatkan peneguhan kembali akan informasi-informasi
tersebut dari Ulama-Ulama NU disela-sela kegiatan dakwahnya.
Dorongan untuk belajar agama Islam lebih luas lagi, menjadikan progam
acara Jihad Pagi MTA FM mendapatkan perhatian lebih dari khalayak Nahdatul
Ulama Kecamatan Susukan. Informasi berIslam terbarukan yang diperoleh dari siaran
Jihad Pagi MTA FM tersebut memberikan pemahaman bagi khalayak Nahdatul
Ulama di Kecamatan Susukan bahwa; Majelis Tafsir Al-Qur’an dan Nahdatul Ulama
mempunyai ajaran yang tidak selalu sama, terdapat perbedaan-perbedaan mendasar
tentang pemahaman Islam antara NU dengan MTA ini. Disini peneliti melihat adanya
proses mengerti atau memahami sebagai akibat dari adanya penyerapan rangsangan
terhadap obyek dari luar individu. Kemudian beralih pada tahap menilai, khalayak
Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan setelah memahami Ormas Majelis Tafsir Al-
Qur’an memberikan evaluasi yang terjadi dalam diri masing-masing individu.
Informasi terbarukan yang disampaikan Ustad Sukino dan dipahami sebagai
perbedaan pemahaman Islam antara Nahdatul Ulama dan Majelis Tafsir Al-Qur’an
ini, dievaluasi dengan dibandingkan dengan pengetahuan Islam menurut
pemahamannya masing-masing. Karena pada dasarnya khalayak Nahdatul Ulama di
Kecamatan Susukan mempunyai pengetahuan agama yang kuat sesuai ajaran
pemahaman Nahdatul Ulama, terjadi kesamaan proses dan hasil evaluasi yang telah
dilakukan dalam diri individu. Tiap-tiap individu bagian dari komunitas Nahdatul
Ulama menganggap Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an bukan termasuk aliran sesat,
145
akan tetapi Majelis Tafsir Al-Qur’an ini, mempunyai sebagian dari pemahaman Islam
yang tidak bisa diterapkan dalam kehidupan pribadinya dan lingkup komunitas
Nahdatul Ulama.
Sebagai akibat dari divusi inovasi ini, terletak pada aspek kognitif
(pengetahuan dan persepsi) serta sikap penolakan akan inovasi dari
khalayak/komunitas Nahdatul Ulama tersebut terhadap Ormas Majelis Tafsir Al-
Qur’an beserta ajarannya. Kesimpulan persepsi tersebut adalah Ormas Majelis Tafsir
Al-Qur’an bukan termasuk aliran sesat, akan tetapi Majelis Tafsir Al-Qur’an ini,
mempunyai sebagian dari pemahaman Islam yang tidak bisa diterapkan dalam
lingkup kehidupan komunitas Nahdatul Ulama. Ustad Sukino sebagai komunikator
dari Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA), dianggap kurang menghormati dan menghargai
tradisi dari golongan Islam lainnya, termasuk komunitas Nahdatul Ulama di
Kecamatan Susukan. Persepsi demikian ini muncul, setelah khalayak Nahdatul Ulama
di Kecamatan Susukan mengingat kembali ajaran Islam Nahdatul Ulama dan
kemudian membandingkan ajaran Islam yang dipahaminya dengan pemahaman Islam
yang dimiliki Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an. Oleh peneliti, disini tahap
pemanggilan kembali memori dan adanya tahapan Inokulasi dari para Ulama terjadi.
Semangat kekitaan” (we-ness) terjadi dalam komunitas Nahdatul Ulama Kecamatan
Susukan, ketika menyikapi fenomena “inovasi berIslam” dari Majelis Tafsir Al-
Qur’an. Saling memperkuat akan kebenaran keyakinannya dalam berIslam sesuai
ajaran Nahdatul Ulama antar anggota dan para Ulama dalam lingkup komunitas NU
ini mampu menjadikan benteng kokoh menghindari pengaruh dari Ormas Majelis
Tafsir Al-Qur’an. Kesimpulan ini diperoleh peneliti dengan merujuk pada teori
ingroup-outgroup; ingroup adalah kelompok kita, dan outgroup adalah kelompok
mereka (Rakhmat, 2008:144). Ingroup dapat berupa kelompok primer dan sekunder.
Perasaan ingroup dapat diungkapkan dengan rasa kesetiaan, solidaritas, kesenangan,
dan kerjasama. Ingroup dapat dipahami dengan timbulnya perasaan “semangat
kekitaan” (we-ness), saat kita berada pada situasi dengan kelompok kita.