Post on 25-Mar-2019
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai Penerapan
Kebijakan Earmarking Tax Atas Pajak Rokok di Kota Yogyakarta Dikaitkan
Dengan Asas Kemanfaatan, dapat disusun kesimpulan sebagai berikut :
1. Earmarking tax atas pajak rokok adalah pengalokasian dana yang berasal
dari penerimaan pajak rokok sebesar 50% (persen) untuk mendanai
pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang
berwenang. Penerapan kebijakan earmarking tax atas pajak rokok Kota
Yogyakarta yang tujuan utamanya adalah untuk membatasi jumlah
perokok, tidak berpengaruh terhadap tingkat konsumsi rokok di Kota
Yogyakarta. Kebijakan earmarking tax atas pajak rokok di Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta telah diatur dalam Pasal 75 ayat (4)
Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3 Tahun
2011 tentang Pajak Daerah. Kebijakan pajak rokok yang telah
diberlakukan terbukti tidak berpengaruh karena masyarakat merasa tidak
dirugikan atau terbebani. Meskipun saat ini harga jual rokok semakin
mahal karena adanya kebijakan baru berupa pajak rokok, masyarakat
selalu akan membeli rokok.
78
2. Penerapan kebijakan earmarking tax atas pajak rokok Kota Yogyakarta
berdasarkan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Pasal 51 Peraturan Daerah
Istimewa Yogyakarta Nomor 3 Tahun tentang Pajak Daerah telah sesuai
dengan asas kemanfaatan jika ditinjau dari teori yang dikemukakan oleh
Robert Carling yang menjelaskan bahwa hasil dari earmarking tax atas
pajak rokok digunakan untuk program pengeluaran pemerintah yang
spesifik dan membiayai seperlunya, yaitu untuk pelayanan kesehatan
masyarakat. Kemanfaatan pajak rokok dalam permasalahan ini mengarah
kepada ketepatan sasaran penggunaan pajak untuk mendanai bidang
kesehatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat akan kesehatan terkait
dengan bahaya yang diakibatkan oleh rokok terhadap lingkungan
sekitarnya. Pendanaan tersebut dapat dilakukan melalui kegiatan atau
sosialisasi untuk memasyarakatkan bahaya merokok, pengadaan sarana
dan prasarana untuk kesehatan, penyediaan sarana umum khusus bagi
perokok (smoking area), dan pembuatan peraturan mengenai Kawasan
Tanpa Rokok (KTR).
B. SARAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai Penerapan
Kebijakan Earmarking Tax Atas Pajak Rokok di Kota Yogyakarta Dikaitkan
Dengan Asas Kemanfaatan, ada beberapa hal yang dapat direkomendasikan :
79
1. Rokok merupakan salah satu produk yang sangat diminati oleh
masyarakat Indonesia dari berbagai kelompok usia, jenis kelamin,
maupun strata ekonomi, sehingga angka penjualannya selalu berada di
nominal yang tinggi. Hal ini berdampak positif pada keuntungan
melimpah yang didapatkan oleh negara yang berasal dari pajak maupun
cukai rokok. Industri rokok juga mampu berkontribusi membuka
lapangan pekerjaan dalam jumlah yang sangat besar. Dari situ saja, rokok
terbukti mampu membantu pemerintah dalam mengentas kemiskinan dan
mengurangi jumlah pengangguran negara melalui lapangan pekerjaan
yang disediakan oleh industri-industri rokok di seluruh Indonesia.
Sehingga, dalam hal ini, pemasukan dari pajak rokok ini adalah sangat
potensial untuk masa mendatang yang harus dimaksimalkan dan dikelola
dengan baik oleh pemerintah. Oleh karena itu, seharusnya pemerintah
bisa memberikan harga yang lebih murah terhadap harga jual rokok.
Sehingga, meskipun nantinya masih akan dikenai pajak rokok lagi
sebesar 10% (persen), kenaikan yang terjadi tidak akan terlalu mencolok
dan tidak akan menimbulkan keresahan bagi para pihak yang terlibat.
Produsen dan importir diuntungkan dengan biaya produksi yang murah,
dan konsumen bisa membeli produk rokok tanpa harus mengeluarkan
biaya yang berlebih, terutama bagi golongan ekonomi menengah ke
bawah yang merupakan golongan perokok terbanyak di Indonesia.
Dengan bersahabatnya harga jual rokok yang beredar, maka bisa
dipastikan pemasukan dari rokok bisa dimaksimalkan.
80
2. Untuk besaran yang harus di-earmark atas pajak rokok, seharusnya porsi
50% (persen) adalah porsi yang sangat besar dan akan terkesan sebuah
pemborosan karena hanya digunakan untuk pelayanan kesehatan dan
pemberantasan rokok ilegal yang beredar. Sedangkan di Indonesia sendiri
alangkah banyak permasalahan yang membutuhkan pembiayaan selain
bidang kesehatan tersebut. Pemerintah seharusnya membagi lagi porsi
50% (persen) tersebut untuk kegiatan yang lebih penting dan
membutuhkan selain kesehatan, seperti bidang pendidikan, pengentasan
kemiskinan, dan penyediaan jutaan lapangan pekerjaan untuk mengurangi
beban negara. Adanya pengalokasian untuk berbagai bidang tersebut
tersebut akan lebih memberikan pemerataan alokasi pendanaan.
3. Kemudian, terkait dengan tujuan utama penerapan kebijakan pajak rokok
guna mengurangi jumlah perokok, seharusnya pemerintah mampu
mengakomodasi keresahan perokok yang juga sekaligus sebagai
penyumbang devisa bagi negara. Hal tersebut dapat diwujudkan dalam
penyediaan ruang khusus perokok di berbagai tempat umum agar
memberikan kenyamanan bagi perokok dan juga orang yang tidak
merokok sehingga tidak akan merugikan siapapun nantinya. Karena saat
ini, di berbagai tempat umum kebebasan merokok sudah sangat dibatasi.
Sementara di sisi lain, hal tersebut terasa sangat tidak adil karena sangat
sedikitnya fasilitas khusus perokok yang disediakan oleh pemerintah.