Post on 02-Sep-2019
33
BAB IV
SUNTINGAN TEKS
A. Inventarisasi Naskah
Langkah kerja awal dalam penyuntingan teks adalah inventarisasi naskah.
Inventarisasi naskah adalah kegiatan mengumpulkan informasi mengenai naskah
yang akan dijadikan sumber penelitian. Inventarisasi naskah penelitian ini
dilakukan dengan dua cara, yaitu studi katalog dan studi lapangan.
Studi katalog adalah kegiatan mengumpulkan informasi mengenai naskah
yang akan diteliti melalui katalog naskah, baik katalog terbitan maupun katalog
digital. Dari hasil studi katalog, ditemukan sebanyak 17 koleksi teks HDT,
sebagai berikut.
1. Katalog Maleische en Minangkabausche Handscriften in de Leidsche
Universiteits – Bibliotheek yang disusun oleh Van Ronkel pada 1921
memuat 3 teks HDT, yaitu OPH. 54. A.; Cod.Or. 6078 D. ; dan Sn. H.
97. D.
2. Katalog Malay Manuscripts: a Bibliography Guide yang disusun oleh
Joseph H. Howard pada 1966 memuat 7 teks HDT, yaitu Bat.Gen 42 B;
Bat.Gen 198 B; Bat.Gen 421 E; Bat.Gen 124 B; Microfilm 196 Cod. Or.
6078 D.; Microfilm 392 Cod. Or. 7324; serta Microfiche 1 Oph. 54 A
34
3. Katalog Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat Departemen
P & K yang disusun oleh Amir Sutaarga, dkk. pada 1972 memuat 5 teks
HDT, yaitu Ml. 42 B; Ml. 198 B, Ml. 576 B (dari Br. 421); Ml. 578 (dari
W. 124 B); dan Ml.496.
4. Katalog Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 4: Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia yang disusun oleh T. E. Behrend pada
1998 memuat 3 teks HDT, yaitu Ml. 198 B; W. 124 B; dan Ml. 496.
5. Katalog Catalouge of Malay and Minangkabau Manuscripts in the
Library of Leiden University and Other Collections in the Netherlands,
Volume One yang disusun oleh Wieringa pada 1998, memuat 1 teks
HDT, yaitu Cod.Or. 1953 (dari Ml. 42 B. dari Bat.Gen. 42).
6. Katalog digital Open Collections Program at Harvard University.
Islamic Heritage Project memuat 1 teks HDT, yaitu MS Indo 26 (dari
Miss 881) dalam bentuk digital yang dapat diunduh pada laman
http://iiif.lib.harvard.edu/manifests/view/drs:10637441$7i.
Berdasarkan hasil studi katalog diketahui bahwa ada 13 teks HDT dalam
bentuk naskah, dan 4 teks dalam bentuk digital (2 teks dalam bentuk mikrofilm,
1 teks dalam bentuk mikrofis, dan 1 teks dalam bentuk softfile). Penyebaran
masing-masing teks meliputi:
1. Houghton Library, Harvard University, Amerika Serikat, menyimpan 1
teks HDT;
2. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia menyimpan 2 teks HDT. Pada
pertengahan 1980, 4 perpustakaan (Perpustakaan Museum Nasional,
35
Perpustakaan Sejarah, Politik dan Sosial (SPS), Perpustakaan wilayah DKI
Jakarta, dan Bidang Bibliografi dan Deposit, Pusat Pembinaan
Perpustakaan) dilebur menjadi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia,
sebagai bentuk perwujudan dari penerapan dan pengembangan sistem
nasional perpustakaan secara menyeluruh dan terpadu. Pada saat
pemindahan naskah, terjadi beberapa kesalahan dan kelalaian yang
menyebabkan naskah hilang atau rusak. Hal ini menyebabkan perbedaan
jumlah koleksi teks HDT di Museum Pusat dan di Perpusnas. Setelah
dilakukan studi katalog, ditemukan sebanyak 3 teks HDT di Perpusnas.
Jadi, sebanyak 2 teks koleksi Museum Pusat, yaitu Ml. 42 B, Ml. 578, dan
Ml. 576 B tidak ditemukan di Perpusnas;
3. Leidsche Universiteits, Leiden, Belanda, menyimpan 3 teks HDT;
4. University of Malaya Library, Kuala Lumpur, Malaysia, menyimpan 7
teks; dan
5. Library of Leiden University and other collections in the Netherlands,
Belanda, menyimpan 1 teks.
Studi lapangan adalah kegiatan mengumpulkan informasi mengenai naskah
yang akan diteliti dengan cara mendatangi tempat-tempat yang diperkirakan
menyimpan informasi mengenai naskah ataupun orang-orang yang berhubungan
langsung dengan naskah yang akan diteliti. Adapun studi lapangan yang dilakukan
adalah mengunjungi Perpustakaan Program Studi Sastra Indonesia UNS,
Perpustakaan FIB UNS, Perpustakaan Pusat UNS, Perpustakaan FIB UGM,
Perpustakaan Pusat UGM, Perpustakaan Pascasarjana UNPAD, dan Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia. Di samping itu, juga dilakukan pencarian informasi
36
mengenai teks HDT pada Direktori Edisi Naskah Nusantara serta pada laman
http://tiim.ppim.or.id (Thesaurus of Indonesian Islamic Manuscripts) dan laman
http://onesearch.id untuk mengetahui penelitian terdahulu yang mengkaji naskah
dengan judul yang sama.
B. Deskripsi Naskah
Deskripsi adalah pemaparan atau penggambaran dengan kata-kata secara
jelas dan terperinci (Sugono, 2008:320). Jadi, deskripsi naskah adalah gambaran
mengenai seluk beluk keadaan naskah secara terperinci. Deskripsi naskah
penelitian ini meliputi: judul naskah, nomor naskah, tempat penyimpanan naskah,
keadaan atau kondisi naskah, ukuran dan tebal halaman naskah, jumlah baris pada
setiap halaman, bahasa naskah, huruf, aksara, dan jenis tulisan, cara penulisan
naskah, bahan naskah, bentuk teks, usia naskah, sejarah teks, yang meliputi
pengarang atau penyalin naskah, tanggal dan tempat penulisan, waktu
pemerolehan naskah oleh lembaga tempat penyimpanan, serta semua publikasi
yang mengacu pada naskah, dan catatan-catatan lainnya.
Teks HDT tersimpan dalam sejumlah naskah Melayu. Penelitian ini telah
menjangkau 2 naskah HDT, yang masing-masing tersimpan di Houghton Library,
Harvard University, Amerika Serikat dengan kode naskah MS Indo 26 (dari Miss
881) dan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan kode naskah W
124 B. Naskah MS Indo 26 yang berangka tahun 1838 M, dengan ketebalan
naskah 40 halaman, disebut naskah A. Adapun naskah W 124 B yang berangka
tahun1856 M, dengan ketebalan naskah 14 halaman, disebut naskah B.
37
Penyebutan naskah dengan urutan abjad tersebut didasarkan pada dua
pertimbangan menurut Asep Yudha Wirajaya (2014:29), yaitu:
1. Umur naskah
Naskah yang diperkirakan paling tua diurutkan lebih dulu daripada
naskah yang lebih muda.
2. Jumlah halaman naskah
Naskah yang memiliki jumlah halaman lebih banyak ditempatkan lebih
dulu daripada naskah dengan jumlah halaman lebih sedikit. Perhatikan
tabel berikut.
Tabel 1Klasifikasi Data
No KodeNaskah
Koleksi Tahun UmurNaskah
ΣHalaman
Disebut
Hijriah Masehi
1. MS Indo 26 Houghton Library,HarvardUniversity,Amerika Serikat
1253 1838 178tahun
40halaman
A
2. W 124 B PerpustakaanNasional RepublikIndonesia
1272 1856 160tahun
14halaman
B
Selanjutnya, naskah-naskah tersebut akan diidentifikasi berdasarkan hasil
pengamatan pada naskah melalui metadata, deskripsi pada katalog, dan hasil
kajian terdahulu. Deskripsi naskah Hikayat Darma Taʻsiya secara terperinci
sebagai berikut.
38
1. Deskripsi Naskah A
1) Judul Naskah
Dalam katalog naskah online Houghton Library, Harvard University,
naskah ini berjudul Hikayat Darma Taʻsia, dan judul naskah setelah
dilakukan penyuntingan teks adalah Hikayat Darma Taʻsiya. Terlihat dalam
kutipan berikut:
Ini hikayat ada seorang perempuan yang bernama Darma Taʻsiya yangamat budiman lagi bijaksana kepada hal berbuat bakti kepada suaminyaserta dengan sabar hatinya dan takut akan seksa Allah Taala. (HDT : 1)
2) Nomor Naskah
Naskah HDT yang tersimpan di Houghton Library, Harvard University,
Amerika Serikat (laman:
http://iiif.lib.harvard.edu/manifests/view/drs:10637441$7i) memiliki nomor
naskah MS Indo 26 (dari Miss 881).
3) Tempat Penyimpanan Naskah
Naskah ini tersimpan di Houghton Library, Harvard University,
Cambridge, MA 02138, Amerika Serikat, telepon: +1 617-495-1000.
4) Keadaan Naskah
Kondisi fisik naskah dalam keadaan baik. Artinya, naskah masih utuh dan
berjilid, tulisannya dapat dibaca, dan tidak ditemukan kerusakan di dalam
naskah.
5) Ukuran Naskah
Ukuran naskah yang sesungguhnya tidak diketahui karena naskah
diperoleh dengan cara mengunduh dari internet pada laman
http://iiif.lib.harvard.edu/manifests/view/drs:10637441$7i milik Houghton
39
Library, Harvard University, Amerika Serikat. Akan tetapi, di dalam
metadata terdapat informasi mengenai ukuran lebar naskah, yaitu 22 cm.
Penulis telah melakukan simulasi pengukuran naskas HDT koleksi Houghton
Library, Harvard University pada kertas A4, dan diketahui bahwa ukurannya
adalah sebagai berikut.
Ukuran naskah
Lebar naskah : 22 cm
Panjang naskah : 29,8 cm
Ukuran teks
Lebar teks : 16,3 cm
Panjang teks : 22,4 cm
Jarak pias naskah
Jarak pusat ke atas : 3,6 cm
Jarak pusat ke bawah : 3,8 cm
Jarak pusat ke kiri : 1,6 cm
Jarak pusat ke kanan : 4,1 cm
6) Tebal Halaman
Di dalam naskah terdapat 3 teks, yaitu teks Hikayat Darma Taʻsiya, teks
Hikayat Putri Jauhar Mahaligai, dan teks Sabil al-Muhtadin lil-Tafaqquh fi
Amr Al-Din. Tebal keseluruhan naskah adalah 194 halaman. Dengan rincian
sebagai berikut:
40
Halaman 1—5 : halaman pelindung
Halaman 6—45 : teks Hikayat Darma Taʻsiya
Halaman 46—141 : teks Hikayat Putri Jauhar Mahaligai
Halaman 142—189 : teks Sabīl Al Muhtaddin Lil Tafaqquh Fi
Amr Ad-Din
Halaman 190—194 : halaman pelindung
Teks Hikayat Darma Taʻsiya terdiri atas 50 halaman. Dengan
rincian sebagai berikut:
Halaman 1—5 : halaman pelindung depan
Halaman 6—45 : halaman teks Hikayat Darma Taʻsiya
Halaman 46—50 : halaman pelindung belakang
7) Jumlah Baris pada Setiap Halaman
Halaman Pelindung Depan
Halaman1—5 : kosong
Teks Hikayat Darma Taʻsiya
Halaman 6 : 8 baris
Halaman 7—45 : 10 baris
Teks Hikayat Putri Jauhar Mahaligai
Halaman 46—138 : 10 baris
Halaman 139—140 : kosong
41
Teks Sabīl Al Muhtaddin Lil Tafaqquh Fi Amr Ad-Din
Halaman 141 : kosong
Halaman 142—144 : 17 baris
Halaman 145—189 : 18 baris
Halaman Pelindung Belakang
Halaman 190—194 : kosong
8) Bahasa Naskah
Bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu. Selain itu, juga
digunakan beberapa istilah bahasa Arab, seperti zhan, Fathimah Az-Zahra
Radliya `l-Lāhu ‘anha, fiʻil dan lain-lain. Terdapat beberapa kosakata arkais
yang menjadi ciri khas kebahasaan teks ini, seperti batil, kadam, derhaka,
khabar, dan makhdum, serta penambahan fonem h seperti pada kata bundah,
adindah, dan kakandah.
9) Jumlah Susunan Kuras
Jumlah susunan kuras tidak diketahui karena naskah diperoleh dengan cara
mengunduh file dari internet pada laman
http://iiif.lib.harvard.edu/manifests/view/drs:10637441$7i milik Houghton
Library, Harvard University, Amerika Serikat.
42
10) Huruf, Aksara, dan Tulisan
Gambar 1Halaman 2 HDT Koleksi Houghton Library, Harvard University
Gambar 2Halaman 7 naskah HDT koleksi PNRI
43
a. Bentuk Huruf
Huruf yang digunakan dalam Hikayat Darma Taʻsiya adalah huruf
Arab-Melayu atau huruf Jawi.
b. Ukuran Huruf
Huruf yang digunakan di dalam teks berukuran besar, dibandingkan
dengan ukuran huruf dalam teks HDT koleksi PNRI.
c. Jenis Tulisan
Jenis tulisan yang digunakan dalam Hikayat Darma Taʻsiya adalah
Khat Naskhi. Naskhi adalah tulisan yang sangat lentur dengan banyak
putaran dan hanya memiliki sedikit sudut yang tajam.
d. Keadaan Tulisan
Keadaan tulisan baik dan mudah dibaca karena tidak ada halaman
yang rusak.
e. Jarak Antarhuruf
Jarak antarhuruf termasuk renggang.
f. Goresan Pena
Goresan pena terlihat tebal.
g. Warna Tinta
Secara umum penulisan teks HDT menggunakan tinta warna hitam.
Namun pada bagian tertentu, seperti petunjuk awal paragraf dan beberapa
doa serta kosakata bahasa Arab, ditulis menggunakan tinta warna merah.
Penulisan awal paragraf dengan tinta merah, di antaranya adalah
bermula 1 kali, syahdan 7 kali, hatta 12 kali, adapun 2 kali, dan
kemudian 1 kali.
44
Adapun penulisan kosakata Arab dan doa dengan tinta warna merah,
di antaranya adalah Insya Allah, Nabi Muhammad Rasulullah shallā `l-
Lāhu ’alaihi wa sallam, dan Alhamdu lil-Lāhi Rabbi`l-ʻālamīn ar–
Rahmāni `r–Rahīm.
h. Pemakaian Tanda Baca
Naskah ini tidak menggunakan tanda baca standar, tetapi di
dalamnya terdapat kata-kata tumpuan yang berfungsi sebagai pembatas
antarkalimat, antaralinea, misalnya maka, syahdan, hatta, adapun, setelah
sudah, bermula, dan lain-lain.
Ditemukan tanda ^ untuk menunjukkan sisipan kata di dalam teks.
Seperti pada gambar berikut.
Gambar 3Tanda baca
Tanda lain yang terdapat pada teks dalah tanda coret pada teks untuk
menunjukkan adanya koreksi penulisan. Seperti pada gambar berikut.
Gambar 4Tanda Baca
45
11) Cara Penulisan
a. Penempatan tulisan pada lembar naskah
Tulisan pada lembar naskah ditulis penuh dari kanan ke kiri
mengikuti cara penulisan huruf Arab. Teks pada lembaran naskah ditulis
secara bolak-balik. Kedua sisi halaman pada setiap lembar naskah
ditulisi semua. Cara penulisan seperti ini, biasanya disebut dengan
istilah rekto15 dan verso16.
b. Pengaturan ruang tulisan
Ruang tulisan terbentuk secara bebas, tidak ada pembatas, seperti
garis yang mengatur ruang tulisan. Teks ditulis rapi dengan kedua sisi
yang rata.
c. Penomoran naskah
Penomoran naskah dilakukan dengan cara memberi nomor pada
halaman muka (rekto) saja sehingga halaman belakang (verso) mengikuti
nomor halaman rekto. Misalnya, penomoran untuk halaman 1 dan 2,
maka penomoran naskah ditulis pada halaman 1 saja dan halaman 2 tidak
diberi nomor halaman, jadi nomor untuk halaman 1 adalah 1 dan untuk
halaman 2 adalah 1v, dan seterusnya. Penomoran naskah menggunakan
angka Arab, dan ditulis menggunakan pensil.
15 Rekto /rékto/ n 1 halaman sebelah kanan pd buku atau naskah terbuka, biasanya bernomorhalaman ganjil; 2 sisi pertama pd kertas cetak atau bergaris jika dilipat dan dijilid; bagiandepan atau bagian muka lembaran kertas cetakan (Sugono, 2008: 1158).
16 Verso /vérso/ n 1 halaman sebelah kiri buku atau naskah yg terbuka, biasanya bernomorhalaman genap; 2 bagian belakang atau bagian kedua lembaran kertas yg akan dicetak (Sugono,2008:1546).
46
Tabel 2Halaman Naskah dan Penomoran Halaman Naskah
Halaman Naskah Penomoran Halaman
1 2
2 2v
3 3
4 3v
5 4
6 4v
7 5
8 5v
9 6
10 6v
11 7
12 7v
13 8
14 8v
15 9
16 9v
17 10
18 10v
19 11
20 11v
21 12
22 12v
23 13
24 13v
25 14
26 14v
27 15
28 15v
47
29 16
30 16v
31 17
32 17v
33 18
34 18v
35 19
36 19v
37 20
38 20v
39 21
40 21v
12) Bahan Naskah
Bahan naskah yang digunakan dalah kertas Eropa, tetapi tidak terdapat
watermark di dalamnya.
13) Bentuk Teks
Bentuk teks adalah hikayat. Hikayat adalah karya sastra lama Melayu
berbentuk prosa yang berisi cerita, undang-undang, dan silsilah bersifat
rekaan, keagamaan, historis, biografis, atau gabungan sifat-sifat itu, dibaca
untuk pelipur lara, pembangkit semangat juang, atau sekadar untuk
meramaikan pesta.
48
14) Umur Naskah
Tamatlah hikayat Darma Taʻsiya orang yang budiman itu, dalamnegeri Singapura kepada empat hari bulan Zulkaidah tarikh Sanat1253. Wa kātibuhu Muhammad Ali bin Abdu `l- Lathif Munsyi(HDT:40).
Berdasarkan kolofon naskah diketahui bahwa Teks Hikayat Darma
Taʻsiya diselesaikan pada tanggal 4 Zulkaidah 1253 H setelah dikonversikan
ke dalam tahun Masehi menjadi 30 Januari 1838 M. Dengan demikian dapat
disimpulkan usia teks ini adalah 178 tahun.
Adapun cara menghitung manual untuk konversi tahun Hijriah ke Masehi
berdasarkan materi mata kuliah Kapita Selekta Filologi oleh Asep Yudha
Wirajaya (2015:14), adalah sebagai berikut.
Tahun Masehi = ( 32/33 x H ) + 622
= ( 32/33 x 1253 ) + 622
= 1215,03 + 622
= 1837,03
= 1837 M
15) Sejarah Teks
Teks Hikayat Darma Taʻsiya ditulis/disalin di Singapura oleh Muhammad
Ali bin Abdul Latif Munsyi pada tahun 1838 M. Seperti yang terkandung di
dalam kutipan berikut:
Tamatlah Hikayat Darma Taʻsiya orang yang budiman itu dalamnegeri Singapura kepada empat hari bulan Zulkaidah tarikh Sanat1253. Wa kātibuhu Ali bin Abdul Latif Munsyi (HDT:40).
49
Naskah HDT ini disimpan di Houghton Library, Harvard University,
Amerika Serikat, sekitar tahun 1942 bersamaan dengan dibukanya Houghton
Library. Pada saat itu perpustakaan ABCFM17 juga menyimpan dokumen-
dokumennya di Houghton Library. Naskah ini memiliki label nama Samuel P.
Robbins, Bangkok, Siam, serta sebuah catatan “sebuah sumbangan untuk
perpustakaan ABCFM” (i.e. di Singapura). Naskah ini juga memiliki label
nama perpustakaan ABCFM di Boston, dengan nomor naskah 2781.
17 American Board of Commissioners for Foreign Missions
50
Gambar 5Lembar pelindung naskah bagian belakang
naskah HDT koleksi Houghton Library, Harvard University
51
2. Deskripsi Naskah B
Deskripsi naskah B sebagai berikut.
1) Judul Naskah
Dalam Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 4: Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia, naskah ini berjudul Hikayat Darma Tahsiyah.
2) Nomor Naskah
Naskah HDT yang tersimpan di Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia ini memiliki nomor naskah W 124 B.
3) Tempat Penyimpanan Naskah
Naskah ini tersimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Jl.
Salemba Raya 28 A, Jakarta 10430. Telepon (021) 3154863 – 3154864, (021)
3154870 Faksimile (021) 3103554.
4) Kondisi Naskah
Naskah HDT koleksi PNRI masih utuh dan lengkap serta berjilid. Kondisi
fisik naskah dalam keadaan kurang baik karena naskah mulai rapuh, serta
tulisan di beberapa bagian mulai memudar.
Gambar 6Halaman 7 naskah HDT koleksi PNRI
52
5) Ukuran Naskah
Ukuran naskah HDT koleksi PNRI adalah sebagai berikut.
Ukuran Naskah
Lebar naskah : 20 cm
Panjang naskah : 32 cm
Ukuran teks
Lebar teks : 12,5 cm
Panjang teks : 22,5 cm
Jarak pias naskah
Jarak pusat ke atas : 4,1 cm
Jarak pusat ke bawah : 5,4 cm
Jarak pusat ke kiri : 2,1 cm
Jarak pusat ke kanan : 5,4 cm
6) Tebal Halaman
Naskah ini terdiri atas dua teks, yaitu teks Hikayat Abu Nawas, dan teks
Hikayat Darma Tahsiyah. Secara keseluruhan tebal naskah ini adalah 84
halaman, dengan rincian sebagai berikut.
a. Hikayat Abu Nawas : halaman 1—65 (65 halaman)
b. Hikayat Darma Tahsiyah : halaman 67—81 (14 halaman)
7) Jumlah Baris pada Setiap Halaman
a. Halaman 1 : 13 baris
b. Halaman 2—13 : 19 baris
c. Halaman 14 : 12 baris
53
8) Bahasa Naskah
Bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu. Selain itu, juga digunakan
beberapa istilah bahasa Arab, seperti shallā `l-Lāhu ’alaihi wa sallam.
Terdapat beberapa ketidakkonsistenan penulisan, seperti penulisan kata
kakanda ditulis kakanda (tanpa penambahan fonem h) dan kakandah (dengan
fonem h), adinda ditulis adinda (tanpa penambahan fonem h) dan adindah
(dengan fonem h), begitu pun dengan penulisan kosakata mendengar ditulis
menengar dan mendengar.
9) Huruf, aksara, dan Tulisan
Gambar 7Halaman 7 naskah HDT koleksi PNRI
Gambar 8Halaman 2 HDT Koleksi Houghton Library, Harvard University
54
a. Bentuk huruf
Huruf yang digunakan adalah huruf Arab Melayu atau huruf Jawi,
dengan tulisan sedikit miring.
b. Ukuran Huruf
Huruf yang digunakan di dalam teks berukuran sedang,
dibandingkan dengan ukuran huruf dalam teks HDT Koleksi
Houghton Library, Harvard University.
c. Jenis Tulisan
Jenis tulisan yang digunakan adalah Khat Naskhi. Naskhi adalah
tulisan yang sangat lentur dengan banyak putaran dan hanya memiliki
sedikit sudut yang tajam.
d. Keadaan Tulisan
Terdapat tulisan yang memudar di beberapa bagian, tetapi secara
keseluruhan naskah ini masih dapat dibaca.
e. Jarak Antarhuruf
Jarak antarhuruf termasuk rapat, apabila dibandingkan dengan
naskah HDT koleksi Houghton Library, Harvard Universiry, Amerika
Serikat.
f. Goresan Pena
Goresan pena terlihat tebal.
g. Warna Tinta
Warna tinta yang digunakan adalah hitam.
55
h. Pemakaian Tanda Baca
Dalam naskah ini tidak digunakan tanda baca standar, tetapi
terdapat kata-kata tumpuan yang berfungsi sebagai pembatas
antarkalimat, antaralinea, misalnya maka, syahdan, hatta, adapun,
setelah sudah, dan lain-lain.
10) Cara Penulisan Naskah
a. Penempatan tulisan pada lembar naskah
Tulisan pada lembar naskah ditulis penuh dari kanan ke kiri
mengikuti cara penulisan huruf Arab. Teks pada lembaran naskah
ditulis secara bolak-balik. Kedua sisi halaman pada setiap lembar
naskah ditulisi semua. Cara penulisan seperti ini, biasanya disebut
dengan istilah rekto dan verso.
b. Pengaturan ruang tulisan
Ruang tulisan terbentuk secara bebas, tidak ada pembatas seperti
garis yang mengatur ruang tulisan. Teks ditulis rapi dengan kedua sisi
yang rata.
c. Penomoran naskah
Tidak terdapat sistem penomoran dalam naskah ini.
Penulis/penyalin memberikan catchword (kata alihan) pada ujung
bawah pias kiri halaman ganjil yang menggantikan fungsi nomor
halaman.
56
Tabel 3Kata Alihan
No Halaman Kata Alihan Latin1. 1 - -2. 3 انقث anaknya3. 5 شیخ syeikh4. 7 شھدان syahdan5. 9 ساكتث sakitnya6. 11 ھمباموفون hambamu pun7. 13 كسالھن kesalahan
11) Bahan Naskah
Bahan naskah yang digunakan adalah kertas Eropa, dengan watermark
bertuliskan Erve Wijsmuller pada halaman 1 sampai dengan halaman 13.
Sementara itu, pada halaman 14 menggunakan kertas dengan watermark
gambar singa bermahkota yang berdiri menghadap ke kanan sambil membawa
pedang di dalam lingkaran bertuliskan PROPATRIA EENDRAGT MAAKT
MAGT.
Gambar 9Watermark pada halaman 14
57
Kertas Eropa dengan watermark bertuliskan Erve Wijsmuller dibuat oleh
John Paul Wijsmuller. Kertas ini diproduksi di Belanda pada tahun 1828—
1913M. Informasi ini diperoleh dari laman
http://www.hetoudekinderboek.nl/Centsprenten/UitgeversInd/Wijsmuller.htm.
Adapun kertas Eropa dengan watermark PROPATRIA EENDRAGT
MAAKT MAGT merupakan watermark yang diproduksi di Belanda pada
tahun 1704—1810 M. Terdapat beberapa karya sastra Melayu klasik yang
menggunakan kertas dengan watermark sejenis, di antaranya.
Hikayat Syekh Muhammad Samman kode W 127 koleksi Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia ditulis/disalin pada 1196 H atau 1782 M
Siyar As-salikin ila Ibadah kode W 4G koleksi Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia ditulis/disalin pada 1273 H atau 1857 M
Hikayat Amir Hamzah kode Ml. 23 A koleksi Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia ditulis/disalin pada 1281 H atau 1864 M
12) Bentuk Teks
Bentuk teks adalah hikayat. Hikayat adalah karya sastra lama Melayu
berbentuk prosa yang berisi cerita, undang-undang, dan silsilah bersifat
rekaan, keagamaan, historis, biografis, atau gabungan sifat-sifat itu, dibaca
untuk pelipur lara, pembangkit semangat juang, atau sekadar untuk
meramaikan pesta.
13) Usia Naskah
Naskah ini tidak memiliki kolofon atau keterangan lainnya. Yayah
Chanafiah mengasumsikan bahwa teks HDT ini ditulis/disalin pada tahun
58
1856. Pendapat Yayah ini berdasarkan pada keterangan Hollander yang
mengatakan, dua cerita meskipun satu dengan lainnya tidak bersangkutan,
telah diterbitkan bersama secara litografi18 di Singapura pada tahun 1856.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dan sesuai dengan keadaan naskah W 124 B,
maka Yayah mengasumsikan bahwa naskah HDT ini berangka tahun 1856-an
(Chanafiah, 1999:97). Jadi, dapat diketahui bahwa usia naskah ini adalah
sekitar 160 tahun.
18 Litografi n Graf cetak batu; (arti sekarang: cetak ofset) (Sugono, 2008: 836)
59
C. Perbandingan Naskah
Perbandingan naskah dilakukan untuk membantu menjelaskan alasan
pemilihan naskah yang akan digunakan dalam suntingan teks. Perbandingan
naskah dilakukan pada aspek umur, kelengkapan isi naskah, dan keterbacaannya.
1. Umur Naskah
Berdasarkan keterangan yang terdapat pada kolofon, dapat
diperkirakan bahwa umur naskah MS Indo 26 adalah 2016-1838 = + 178
tahun. Pada kolofon disebutkan bahwa naskah tersebut ditulis dan
diselesaikan “dalam negeri Singapura kepada empat hari bulan Zulkaidah
tarikh Sanat19 1253”. Diketahui bahwa empat hari bulan Zulkaidah tarikh
Sanat 1253 sama dengan 30 Januari 1838 M.
Adapun umur naskah W 124 B tidak dapat diketahui karena naskah ini
tidak memiliki kolofon atau keterangan lainnya. Yayah Chanafiah dalam
tesisnya mengasumsikan bahwa umur naskah ini adalah 2016-1856 = + 160
tahun. Asumsi Yayah ini berdasarkan pada keterangan Hollander yang
mengatakan bahwa dua cerita, meskipun satu dengan lainnya tidak
bersangkutan (Hikayat Abu Nawas dan Hikayat Darma Tahsiyah), telah
diterbitkan bersama secara litografi di Singapura pada tahun 1856.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dan sesuai dengan keadaan naskah W 124,
maka Yayah mengasumsikan bahwa naskah HDT ini berangka tahun 1856-an
(Chanafiah, 1999:97). Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada tabel berikut.
19 Tahun (Sugono, 2008:1218)
60
Tabel 4Umur Naskah
No KodeNaskah
Interne Evidentie ExterneEvidentie
PerkiraanUmur
Naskah
Disebut
Kolofon Watermark KeteranganLain
1. MS Indo26
4Zulkaidah1253 H =30 Januari1838 M
- - + 188tahun
A
2. W 124 B - 1. ErveWijsmuller(1828—1913)2. PROPATRIAEENDRAGTMAAKTMAGT (1704—1810)
1856 + 160tahun
B
2. Kelengkapan Isi Naskah
Secara umum, isi dari masing-masing teks menceritakan tentang sosok
seorang istri bernama Darma Taʻsiya yang begitu berbakti kepada suaminya,
hal ini sesuai dengan judulnya yaitu Hikayat Darma Taʻsiya. Isi kedua teks
tersebut sama, tetapi keduanya memiliki beberapa perbedaan, baik dalam hal
jumlah episode, variasi kata, maupun cara penyampaian. Untuk lebih jelas,
dapat dilihat pada tabel berikut.
61
Tabel 5Perbandingan Kandungan Isi Teks HDT
Bagian Halaman TeksA B
I. Pendahuluan
a. Bacaan Basmalah 1 -
b. Bacaan doa 1 1
c. Pengenalan hikayat dan tokoh-tokoh 1 1
II. Isi
a. Perilaku Darma Taʻsiya sehari-hari dalam
melayani suami
2-4 1-2
b. Darma Taʻsiya hamil
c. Amanat Syeikh Bi`l-Maʻruf kepada Darma
Taʻsiya mengenai nama untuk anaknya yang
akan lahir. Apabila perempuan diberi nama
Candra Dewi dan laki-laki diberi nama
Ahmad.
d. Darma Taʻsiya melahirkan seorang anak
perempuan yang diberi nama Candra Dewi,
sesuai dengan amanat suami.
3
4
5
2
2
2
e. Cobaan yang menimpa Darma Taʻsiya. Dia
diusir dari rumah karena mengerat tujuh helai
rambut untuk dijadikan sumbu pelita tanpa
sepengetahuan dan izin suaminya.
7-10 4
f. Syeikh Bi`l-Maʻruf mengusir Darma Taʻsiya.
Syeikh Bi`l-Maʻruf begitu marah hingga
memukul Darma Taʻsiya sampai pingsan.
g. Sebelum meninggalkan rumah, Darma
Taʻsiya menasehati Candra Dewi agar selalu
berbakti kepada Syeikh Bi`l-Maʻruf.
h. Darma Taʻsiya meninggalkan rumah Syeikh
Bi`l-Maʻruf menuju rumah orang tuanya.
11
13-14
15
5
-
6
62
Bagian Halaman TeksA B
i. Darma Taʻsiya memohon pertolongan dan
menyerahkan diri kepada Allah.
j. Doa Darma Taʻsiya dikabulkan oleh Allah
Subhanahu wa Taala dengan mengutus
Malaikat Jibrail.
k. Ucapan syukur Darma Taʻsiya
18
19
21
7
8
8
l. Darma Taʻsiya menyamar sebagai
suruhannya dan mengunjungi rumah Syeikh
Bi`l-Maʻruf.
m. Syeikh Bi`l-Maʻruf tidak mengenalinya, dan
seketika itu juga jatuh cinta kepada Darma
Taʻsiya yang baru.
n. Alasan Syeikh Bi`l-Maʻruf mengusir Darma
Taʻsiya.
o. Berahi Syeikh Bi`l-Maʻruf terhadap Darma
Taʻsiya.
p. Darma Taʻsiya berterus terang.
q. Silsilah keluarga Darma Taʻsiya.
22-24
23-25
26
27-31
32-33
34
9-10
9
10
10
11
-
r. Cerita Darma Taʻsiya selama pergi dari
rumah.
s. Rasa syukur Syeikh Bi`l-Maʻruf atas
kembalinya Darma Taʻsiya.
t. Mereka berkumpul kembali dan hidup
harmonis.
35-38
39
39
11-13
13
14
III. Penutup
a. Amanat penyalin untuk pembaca 40 -
b. Tamat 40 14
c. Kolofon 40 -
63
Tabel 6Perbandingan Sekuen Teks HDT
No Episode Sekuen Teks A Sekuen Teks B
1. Bacaan Basmalah Bismi `l-Lāhi `r-Rahmāni `r-
Rahīm.
Bismi `l-Lāhi `r-Rahmāni `r-
Rahīm.
2. Bacaan doa Wa bihī nasta īnu bi `l-Lāhi ʻala
3. Pengenalan hikayat dan tokoh-
tokoh
a. Memperkenalkan sosok
Darma Taʻsiya
b. Memperkenalkan sosok
Syeikh Bi`l-Maʻruf
a. Memperkenalkan sosok
Darma Tahsiyah
b. Memperkenalkan sosok
Syekh al-Makruf
4. Perilaku Darma Taʻsiya sehari-
hari dalam melayani suami
a. Syeikh Bi`l-Maʻruf pulang dari
khalwat
b. Darma Taʻsiya membasuh kaki
Syeikh Bi`l-Maʻruf, dan
mengeringkannya dengan
rambut
c. Darma Taʻsiya memohon
ampunan kepada Syeikh Bi`l-
Maʻruf
d. Darma Taʻsiya menyiapkan
makanan
e. Darma Taʻsiya menemani
Syeikh Bi`l-Maʻruf makan
a. Syekh al-Makruf pulang
dari khalwat
b. Darma Tahsiyah
memohon ampunan
kepada Syekh al-Makruf
c. Darma Tahsiyah
membasuh kaki Syekh al-
Makruf, dan
mengeringkannya dengan
rambut
d. Darma Tahsiyah
menyiapkan makanan
e. Darma Tahsiyah
menemani Syekh al-
Makruf makan
5. Darma Taʻsiya hamil Darma Taʻsiya hamil Darma Tahsiyah hamil
6. Amanat Syeikh Bi`l-Maʻruf
kepada Darma Taʻsiya
mengenai nama untuk anaknya
yang akan lahir.
a. Syeikh Bi`l-Maʻruf pamit
untuk berkhalwat
b. Syeikh Bi`l-Maʻrufmemberikan pesan untukmemberi nama anaknyaCandra Dewi apabilaperempuan dan Ahmad apabilalaki-laki
a. Syekh al-Makruf pamit
untuk berkhalwat
b. Syekh al-Makrufmemberikan pesan untukmemberi nama anaknyaCandra Dewi apabilaperempuan dan Ahmadapabila laki-laki
64
No Episode Sekuen Teks A Sekuen Teks B
7. Darma Taʻsiya melahirkan
seorang anak perempuan yang
diberi nama Candra Dewi,
sesuai dengan amanat suami.
a. Darma Taʻsiya melahirkan
seorang anak perempuan
b. Darma Taʻsiya memenuhi
pesan Syeikh Bi`l-Maʻruf
yakni memberi nama Candra
Dewi
c. Mendengar Darma Taʻsiya
telah melahirkan, Syeikh Bi`l-
Maʻruf segera pulang ke
rumah
d. Darma Taʻsiya menyambutnya
dengan membawa air untuk
membasuh kaki Syeikh Bi`l-
Maʻruf
e. Darma Taʻsiya mengeringkan
kaki Syeikh Bi`l-Maʻruf
dengan rambut
f. Darma Taʻsiya memohon
ampunan kepada suaminya
g. Syeikh Bi`l-Maʻruf
mengatakan bahwa kebaktian
Darma Taʻsiya sama seperti
kebaktian Fathimah
h. Syeikh Bi`l-Maʻruf meriba
anaknya
i. Darma Taʻsiya menyiapkan
makanan
j. Syeikh Bi`l-Maʻruf membaca
doa selamat
k. Syeikh Bi`l-Maʻruf makan
a. Darma Tahsiyah
melahirkan seorang anak
perempuan
b. Darma Tahsiyah memberi
nama Candra dewi, sesuai
dengan pesan Syekh al-
Makruf
c. Syekh al-Makruf pulang
ke rumah setelah
mendengar Darma
Tahsiyah sudah
melahirkan
d. Darma Tahsiyah
menyiapkan air untuk
membasuh kaki suaminya
e. Darma Tahsiyah
mengeringkan kaki Syekh
al-Makruf dengan
rambutnya
f. Darma Tahsiyah sujud
pada kaki Syekh al-
Makruf sambil memohon
ampunan
g. Syekh al-Makruf
menggendong Candra
Dewi
h. Darma Tahsiyah
menyiapkan makanan
65
No Episode Sekuen teks A Sekuen Teks B
8. Cobaan yang menimpa Darma
Taʻsiya. Dia diusir dari rumah
karena mengerat tujuh helai
rambut untuk dijadikan sumbu
pelita tanpa sepengetahuan dan
izin suaminya.
a. Syeikh Bi`l-Maʻruf sedang
makan, sedangkan Darma
Taʻsiya sedang meriba
anaknya ketika sumbu pelita
hampir padam
b. Darma Taʻsiya berpikir apabila
meninggalkan Syeikh Bi`l-
Maʻruf yang sedang makan
maka akan mendapatkan dosa
dan Candra Dewi pasti
menangis
c. Darma Taʻsiya memutuskan
untuk mengerat tujuh helai
rambutnya untuk dijadikan
sumbu pelita
d. Syeikh Bi`l-Maʻruf melihat
Darma Taʻsiya mengerat
rambut untuk dijadikan sumbu
e. Syeikh Bi`l-Maʻruf bertanya
kepada Darma Taʻsiya
mengenai alasan mengerat
rambut
f. Darma Taʻsiya menjelaskan
alasannya mengerat rambut
g. Syeikh Bi`l-Maʻruf marah
karena Darma Taʻsiya telah
mengerat rambut tanpa
meminta izin terlebih dahulu
h. Darma Taʻsiya memohon
ampunan atas perbuatannya
a. Syekh al-Makruf pulang
dari khlawatnya
b. Darma Tahsiyah
menyiapkan air untuk
membasuh kaki suaminya
c. Darma Tahsiyah
mengeringkan kaki Syekh
al-Makruf dengan
rambutnya
d. Darma Tahsiyah
menyiapkan makanan
e. Syekh al-Makruf makan,
sedangkan Darma
Tahsiyah meriba anaknya
ketika sumbu pelita
hampir padam
f. Darma Tahsiyah berpikir
apabila meninggalkan
Syekh al-Makruf yang
sedang makan maka akan
mendapatkan dosa dan
Candra Dewi pasti
menangis
g. Darma Tahsiyah mengerat
tujuh helai rambutnya
untuk dijadikan sumbu
pelita
h. Syekh al-Makruf marah
karena Darma Tahsiyah
mengerat rambu tanpa
meminta izin kepadanya
66
No Episode Sekuen Teks A Sekuen Teks B
i. Darma Tahsiyah
memohon ampunan atas
perbuatannya
9. Syeikh Bi`l-Maʻruf mengusir
Darma Taʻsiya. Syeikh Bi`l-
Maʻruf begitu marah hingga
memukul Darma Taʻsiya
sampai pingsan.
a. Syeikh Bi`l-Maʻruf mengusir
Darma Taʻsiya
b. Darma Taʻsiya memohon
ampunan kepada Syeikh Bi`l-
Maʻruf dan memohon agar
tidak diusir
c. Syeikh Bi`l-Maʻruf semakin
marah dan tetap mengusir
Darma Taʻsiya
d. Darma Taʻsiya kembali
memohon agar Syeikh Bi`l-
Maʻruf tidak mengusirnya
e. Syeikh Bi`l-Maʻruf tetap
mengusir Darma Taʻsiya
f. Darma Taʻsiya memohon agar
tidak diusir dan bersedia
menjadi pembantu di rumah
tersebut
g. Syeikh Bi`l-Maʻruf marah dan
memukul Darma Taʻsiya
hingga pingsan
h. Darma Taʻsiya memohon
ampunan atas segala perbuatan
dan dosanya
i. Syeikh Bi`l-Maʻruf mengejar
Darma Taʻsiya untuk
memukulnya kembali
a. Syekh al-Makruf
mengusir Darma Tahsiyah
b. Darma Tahsiyah
memohon agar tidak diusir
oleh Syekh al-Makruf
c. Syekh al-Makruf tetap
mengusir Darma Tahsiyah
d. Darma Tahsiyah
memohon agar tidak diusir
dan bersedia menjadi
pembantu di rumah
tersebut
e. Syekh al-Makruf
memukul Darma Tahsiyah
hingga pingsan
f. Setelah sadar, Darma
Tahsiyah memohon
ampunan
g. Syekh al-Makruf tetap
mengusir Darma Tahsiyah
67
No Episode Sekuen Teks A Sekuen Teks B
j. Darma Taʻsiya lari
menghindari pukulan
suaminya
k. Darma Taʻsiya menangis
10. Sebelum meninggalkan rumah,
Darma Taʻsiya menasehati
Candra Dewi agar selalu
berbakti kepada Syeikh Bi`l-
Maʻruf.
a. Syeikh Bi`l-Maʻruf mengusir
Darma Taʻsiya
b. Darma Taʻsiya menyusui
anaknya
c. Darma Taʻsiya begitu sedih
karena tidak tega
meninggalkan Candra Dewi
d. Darma Taʻsiya memberi
nasihat kepada Candra Dewi
agar selalu berbakti dan
menjaga Syeikh Bi`l-Maʻruf
e. Darma Taʻsiya sujud pada kaki
Syeikh Bi`l-Maʻruf dan
memohon ampunan
11. Darma Taʻsiya meninggalkan
rumah Syeikh Bi`l-Maʻruf
menuju rumah orang tuanya.
a. Darma Taʻsiya berjalan
menuju rumah orang tuanya
b. Darma Taʻsiya menceritakan
bahwa telah diusir oleh
suaminya
c. Ayah dan bundanya tidak mau
menerima Darma Taʻsiya
d. Darma Taʻsiya meminta air
minum
e. Ayah dan bundanya tidak mau
memberikan air minum kepada
Darma Taʻsiya
a. Orang tua Darma
Tahsiyah tidak mau
membukakan pintu rumah
b. Darma Tahsiyah
menceritakan bahwa telah
diusir oleh suaminya
c. Orang tuanya menolak
kedatangan Darma
Tahsiyah
d. Darma Tahsiyah
menceritakan penyebab
pengusiran atas dirinya
68
No Episode Sekuen Teks A Sekuen Teks B
f. Darma Taʻsiya menangis
hingga kain yang dipakainya
basah
g. Darma Taʻsiya memohon
ampunan sambil sujud pada
kaki ayah dan bundanya
h. Darma Taʻsiya pamit kepada
ayah dan bundanya
e. Ayah bundanya melarang
Darma Tahsiyah masuk ke
dalam rumah
f. Darma Tahsiyah meminta
air minum
g. Ayah dan bundanya tidak
mau memberikan air
minum
h. Ayah dan bundanya
mengusir Darma Tahsiyah
i. Darma Tahsiyah pamit
kepada ayah dan
bundanya
12. Darma Taʻsiya memohon
pertolongan dan menyerahkan
diri kepada Allah.
a. Darma Taʻsiya berjalan masuk
ke dalam hutan rimba dengan
tangisnya yang tiada henti
b. Darma Taʻsiya berdoa
meminta air untuk minum dan
berwudu karena sudah
memasuki waktu salat asar
c. Doa Darma Taʻsiya
dikabulkan Allah dan air pun
mengalir pada sebuah mahligai
d. Darma Taʻsiya berucap syukur
dan memuji-muji Allah
e. Darma Taʻsiya mengambil air
wudu
f. Ketika akan salat, Darma
Taʻsiya mengingat bahwa kain
yang digunakannya telah
terkena kencing Candra Dewi
a. Darma Tahsiyah berjalan
menuju padang rimba
belantara
b. Darma Tahsiyah berdoa
meminta pertolongan
Allah
c. Darma Tahsiyah berdoa
meminta air untuk minum
dan berwudu karena sudah
memasuki waktu salat asar
d. Allah mengabulkan doa
Darma Tahsiyah dan
mengirimkan air
69
No Episode Sekuen Teks A Sekuen Teks B
13. Doa Darma Taʻsiya dikabulkan
oleh Allah Subhanahu wa
Taala dengan mengutus
Malaikat Jibrail.
a. Allah memerintahkan Malaikat
Jibrail untuk menemui dan
memberikan kain dari surga
kepada Darma Taʻsiya
b. Malaikat Jibrail mengambil
kain ke dalam surga
c. Malaikat Jibrail memberikan
kain tersebut kepada Darma
Taʻsiya
a. Allah mengutus Malaikat
Jibrail untuk memberikan
kain dari surga kepada
Darma Tahsiyah
b. Malaikat Jibrail
mengambil kain ke dalam
surga
c. Malaikat Jibrail
memberikan kain tersebut
kepada Darma Tahsiyah
14. Ucapan syukur Darma Taʻsiya Darma Taʻsiya berucap syukur
Alhamdu lil-Lāhi Rabbi`l-ʻālamīn
ar–Rahmāni `r–Rahīm
a. Darma Tahsiyah memakai
kain tersebut
b. Darma Tahsiyah
mengucap syukur
Alhamdu lil-Lāhi Rabbi`l-
ʻālamīn
15. Darma Taʻsiya melaksanakan
sembahyang asar dan
sembahyang dua rakaat salam
sesuai perintah Malaikat Jibrail
a. Darma Taʻsiya memakai kain
tersebut
b. Malaikat Jibrail
memerintahkan agar Darma
Taʻsiya melaksanakan salat
dua rakaat salam
a. Malaikat Jibrail
memerintahkan agar
Darma Tahsiyah
melaksanakan salat dua
rakaat salam
b. Darma Tahsiyah
melaksakan perintah
Malaikat Jibrail
16. Malaikat Jibrail menyapu
muka Darma Taʻsiya,
membuatnya menjadi lebih
cantik.
a. Malaikat Jibrail menyapu
muka Darma Taʻsiya dengan
sayapnya
b. Muka Darma Taʻsiya berubah
menjadi lebih cantik seperti
rupa bulan purnama empat
belas hari bulan
a. Malaikat Jibrail menyapu
muka Darma Tahsiyah
dengan sayapnya
b. Wajah Darma Tahsiyah
berubah seperti bulan
purnama empat belas hari
bulan
70
No Episode Sekuen Teks A Sekuen Teks B
c. Malaikat Jibrail
memerintahkan agar Darma
Taʻsiya kembali kepada
Syeikh Bi`l-Maʻruf
c. Malaikat Jibrail mengajak
Darma Tahsiyah untuk
pulang ke rumah Syekh al-
Makruf
17. Darma Taʻsiya kembali ke
rumah orang tuanya, tetapi
keduanya tidak mengenali
Darma Taʻsiya.
a. Darma Taʻsiya berjalan ke
rumah orang tuanya
b. Darma Taʻsiya menanyakan
rumah Syeikh Bi`l-Maʻruf
kepada ayah bundanya
c. Ayah dan bundannya tidak
mengenali Darma Taʻsiya
a. Darma Tahsiyah dan
Malaikat Jibrail berjalan
menuju rumah orang tua
Darma Tahsiyah
b. Ketika sampai di rumah
orang tua Darma
Tahsiyah, Malaikat Jibrail
gaib
c. Darma Tahsiyah mengaku
sebagai suruhan kepada
ayah dan bundanya
d. Darma Tahsiyah
menanyakan rumah Syekh
al-Makruf
e. Darma Tahsiyah
menjelaskan keperluannya
untuk menemui Syekh al-
Makruf
f. Ayah dan bunda Darma
Tahsiyah memberi tahu
alamat Syekh al-Makruf
18. Darma Taʻsiya menyamar
sebagai suruhannya dan
mengunjungi rumah Syeikh
Bi`l-Maʻruf.
a. Darma Taʻsiya berjalan
menuju rumah Syeikh Bi`l-
Maʻruf
b. Darma Taʻsiya menyamarmenjadi suruhannya untukmenyampaikan pesan DarmaTaʻsiya kepada anaknya
a. Darma Tahsiyah berjalan
menuju rumah Syekh al-
Makruf
b. Melihat wajah DarmaTahsiyah, muncul berahipada hati Syekh al-Makruf
71
No Episode Sekuen Teks A Sekuen Teks B
c. Syeikh Bi`l-Maʻruf mengajak
Darma Taʻsiya untuk masuk
ke dalam rumah
c. Darma Tahsiyah mengaku
sebagai suruhannya untuk
menyampaikan pesan
kepada Syekh al-Makruf.
19. Syeikh Bi`l-Maʻruf tidak
mengenalinya, dan seketika itu
juga jatuh cinta kepada Darma
Taʻsiya yang baru.
a. Syeikh Bi`l-Maʻruf tertarik
dengan kecantikan Darma
Taʻsiya
b. Syeikh Bi`l-Maʻruf mengajak
Darma Taʻsiya untuk masuk
ke dalam rumah
c. Darma Taʻsiya masuk ke
dalam rumah
d. Darma Taʻsiya menyampaikan
tujuannya mengunjungi rumah
Syeikh Bi`l-Maʻruf
e. Darma Taʻsiya (samaran)
menyampaikan sembah sujud
Darma Taʻsiya kepada Syeikh
Bi`l-Maʻruf
f. Syeikh Bi`l-Maʻruf menyesal
karena telah mengusir Darma
Taʻsiya, tetapi juga tertarik
kepada Darma Taʻsiya
(samaran)
20. Alasan Syeikh Bi`l-Maʻruf
mengusir Darma Taʻsiya.
a. Darma Taʻsiya (samaran)
menanyakan mengenai alasan
Syeikh Bi`l-Maʻruf mengusir
Darma Taʻsiya
a. Syekh al-Makruf
menceritakan peristiwa
yang mengakibatkan
Darma Tahsiyah diusir
dari rumah
72
No Episode Sekuen Teks A Sekuen Teks B
b. Syeikh Bi`l-Maʻruf
menceritakan alasannya
mengusir Darma Taʻsiya
karena telah mengerat rambut
untuk dijadikan sumbu pelita
tanpa izin dirinya
c. Darma Taʻsiya (samaran)
menganggap jika perbuatan
Darma Taʻsiya mengerat
rambut merupakan bentuk
kebaktiannya kepada Syeikh
Bi`l-Maʻruf
d. Darma Taʻsiya (samaran)
pamit untuk pulang
e. Syeikh Bi`l-Maʻruf
mencegahnya dan meminta
agar Darma Taʻsiya (samaran)
untuk makan dulu
b. Darma Tahsiyah
menganggap jika
perbuatan mengerat
rambut merupakan bentuk
kebaktiannya kepada
Syekh al-Makruf
c. Darma Tahsiyah pamit
untuk pulang
d. Syekh al-Makruf meminta
agar Darma Tahsiyah
makan terlebih dahulu
21. Berahi Syeikh Bi`l-Maʻruf
terhadap Darma Taʻsiya.
a. Syeikh Bi`l-Maʻruf pergi ke
dapur menyiapkan makanan
b. Syeikh Bi`l-Maʻruf meniup
api, tetapi pandangannya tidak
bisa lepas dari Darma Taʻsiya
c. Darma Taʻsiya meminta
Syeikh Bi`l-Maʻruf untuk
keluar dapur
d. Darma Taʻsiya mulai
memasak, sedangkan Syeikh
Bi`l-Maʻruf memotong kayu
a. Syekh al-Makruf meniup
api, tetapi pandangannya
tidak lepas dari Darma
Tahsiyah
b. Darma Tahsiyah
tersenyum melihat
perilaku Syekh al-Makruf
c. Darma Tahsiyah
menghidangkan nasi dan
gulai
d. Syekh al-Makrufmengajak DarmaTahsiyah untuk makanbersama
73
No Episode Sekuen Teks A Sekuen Teks B
e. Ketika memotong kayu,
padangan Syeikh Bi`l-Maʻruf
tidak bisa lepas dari Darma
Taʻsiya
f. Darma Taʻsiya mengambil
kapak dari tangan Syeikh Bi`l-
Maʻruf dan mengusirnya untuk
meninggalkan dapur
g. Darma Taʻsiya memasak nasi
dan gulai
h. Darma Taʻsiya
menghidangkan makanan
untuk Syeikh Bi`l-Maʻruf
i. Syeikh Bi`l-Maʻruf mengajak
Darma Taʻsiya untuk makan
bersama-sama
j. Darma Taʻsiya menolaknya
dan menemani Syeikh Bi`l-
Maʻruf hingga selesai makan
k. Syeikh Bi`l-Maʻruf terus
memandang wajah Darma
Taʻsiya
l. Sebab berahinya kepada
Darma Taʻsiya, makanan
tersebut langsung ditelan oleh
Syeikh Bi`l-Maʻruf
m. Syeikh Bi`l-Maʻruf merasa
bahwa masakan yang dibuat
oleh Darma Taʻsiya sama
dengan rasa yang dibuat
istrinya
74
No Episode Sekuen Teks A Sekuen Teks B
22. Darma Taʻsiya berterus terang. a. Syeikh Bi`l-Maʻruf curiga, dan
menanyakan mengenai asal-
usul Darma Taʻsiya
b. Darma Taʻsiya membuka
penyamarannnya, dan berkata
jujur mengenai jati dirinya
c. Syeikh Bi`l-Maʻruf menyuruh
Darma Taʻsiya untuk
menghampiri Candra Dewi
d. Dengan sayangnya, Darma
Taʻsiya memeluk dan
mencium Candra Dewi serta
tidak ingin berpisah lagi
Lompatan cerita (halaman 4
baris 4-6):
a. Syekh al-Makruf
mengajak Darma
Tahsiyah untuk makan
bersama-sama,
b. Darma Tahsiyah
menjawab: “Ya Tuanku
Syekh, adapun hamba ini
dengan anak hamba dan
ayahandah dan bunda
hamba sama juga
namanya”
c. Syekh al-Makruf meminta
Darma Tahsiyah untuk
menghampiri Candra
Dewi dan menganggapnya
seperti anak sendiri
d. Darma Tahsiyah
menegaskan bahwa
Candra Dewi adalah
anaknya
23. Silsilah keluarga Darma
Ta’siya.
a. Syeikh Bi`l-Maʻruf
menanyakan nama orang tua
Darma Taʻsiya
b. Darma Taʻsiya menjawab
bahwa nama ayahnya adalah
Ahmad dan nama ibunya
adalah Arbaʻa
75
No Episode Sekuen Teks A Sekuen Teks B
24. Cerita Darma Taʻsiya selama
pergi dari rumah.
a. Syeikh Bi`l-Maʻruf
menanyakan penyebab rupa
Darma Taʻsiya berubah
menjadi lebih baik
b. Darma Taʻsiya menceritakan
perjalannya:
Darma Taʻsiya pergi ke
rumah orang tuanya
Darma Taʻsiya
menceritakan bahwa telah
diusir oleh Syeikh Bi`l-
Maʻruf
Ayah dan bundanya tidak
mau menerima Darma
Taʻsiya
Darma Taʻsiya meminta
air minum pun, keduanya
tidak mau memberinya
Darma Taʻsiya
menyerahkan diri kepada
Allah dan berjalan masuk
ke dalam hutan rimba
dengan tangisnya yang
tiada henti
Darma Taʻsiya berdoa
meminta air untuk minum
dan berwudu karena sudah
memasuki waktu salat asar
a. Darma Tahsiyah
menceritakan bahwa
karena mengerat tujuh
helai rambut tanpa seizin
Syekh al-Makruf,
menyebabkannya harus
pergi dari rumah
b. Selama pergi dari rumah,
Darma Tahsiyah
mengalami berbagai
macam cobaan, di
antaranya:
Darma Tahsiyah
pulang ke rumah orang
tuanya
Ayah dan bunda Darma
Tahsiyah tidak mau
menerimanya
Darma Tahsiyah
meminta air minum
pun, orang tuanya tidak
mau memberinya
Darma Tahsiyahmembuangkan diri kedalam hutan
Darma Tahsiyahbermunajat kepadaAllah
c. Syekh al-Makruf
menanyakan mengenai
perubahan pada wajah
Darma Tahsiyah
76
No Episode Sekuen Teks A Sekuen Teks B
Doa Darma Taʻsiya
dikabulkan Allah dan air
pun mengalir pada sebuah
mahligai
Malaikat Jibrail
memberikan kain tersebut
kepada Darma Taʻsiya
Darma Taʻsiya memakai
kain tersebut
Darma Taʻsiya
melaksanakan salat asar
Malaikat Jibrail
memerintahkan agar
Darma Taʻsiya
melaksanakan salat dua
rakaat salam
Darma Taʻsiya
melaksanakan salat dua
rakaat salam
Malaikat Jibrail menyapu
muka Darma Taʻsiya
dengan sayapnya
Muka Darma Taʻsiya
berubah menjadi lebih
cantik seperti rupa bulan
purnama empat belas hari
bulan
d. Jawaban Darma Tahsiyah:
Darma Tahsiyah pergi
ke rumah orang tuanya
Orang tuanya tidak
mau menerima, bahkan
ketika Darma Tahsiyah
meminta air minum
pun, keduanya tidak
mau memberi air untuk
minum
Darma Tahsiyah
menangis
Darma Tahsiyah
membuangkan diri ke
hutan
Darma Tahsiyah akan
melaksanakan salat
asar, tetapi tidak ada air
untuk wudu
Darma Tahsiyah
bermunajat kepada
Allah
Allah mengirimkan air
untuk Darma Tahsiyah
Malaikat Jibrail datang
kepada Darma
Tahsiyah membawa
kain dari dalam surga
Darma Tahsiyah
memakai kain itu
77
No Episode Sekuen Teks A Sekuen Teks B
Darma Tahsiyah
melaksanakan salat
asar
Malaikat Jibrail
menyapu muka Darma
Tahsiyah dengan
sayapnya
Muka Darma Tahsiyah
menjadi lebih
bercahaya
Malaikat Jibrail
memerintahkan agar
Darma Tahsiyah
pulang ke rumah Syekh
al-Makruf
Darma Tahsiyah dan
Malaikat Jibrail
berjalan menuju rumah
ayah bunda
Sampai di rumah ayah
bunda Darma
Tahsiyah, Malaikat
Jibrail pun gaib
25. Rasa syukur Syeikh Bi`l-
Maʻruf atas kembalinya Darma
Taʻsiya.
a. Syeikh Bi`l-Maʻruf begitu
bersyukur atas anugerah yang
telah diterima Darma Taʻsiya
b. Syeikh Bi`l-Maʻruf
menganggap kebaktian Darma
Taʻsiya sama dengan
kebaktian Fathimah
a. Syekh al-Makruf
memeluk dan mencium
Darma Tahsiyah
b. Darma Tahsiyah meriba
Candra Dewi
78
No Episode Sekuen Teks A Sekuen Teks B
c. Syekh al-Makruf bercerita
bahwa Candra Dewi selalu
menangis mencari Darma
Tahsiyah
d. Syekh al-Makruf
menganggap kebaktian
Darma Tahsiyah sama
dengan kebaktian
Fathimah
26. Mereka berkumpul kembali
dan hidup harmonis.
Syeikh Bi`l-Maʻruf bersukacita
karena dapat berkumpul dengan
istri dan anaknya
a. Syekh al-Makruf meminta
Darma Tahsiyah berdoa
agar keduanya tidak
berpisah lagi kecuali maut
yang memisahkan
b. Syekh al-Makruf dan
Darma Tahsiyah hidup
sejahtera dan sentosa
c. Syekh al-Makruf selalu
berdoa agar segala amal
dan taatnya diterima Allah
27. Amanat penyalin untuk
pembaca
a. Penyalin menganjurkan para
perempuan mengikuti
kebaktian Darma Taʻsiya agar
selamat dunia dan akhirat
b. Penyalin menganjurkan agar
para perempuan tidak
mengikuti perbuatan setan dan
iblis karena akan membawa
ke dalam neraka
79
No Episode Sekuen Teks A Sekuen Teks B
28. Tamat Tamatlah Hikayat Darma Taʻsiya
orang yang budiman itu
Dan demikian adanya Tuan
Syekh al-Makruf dan Darma
Tahsiyah istrinya itu,
WalLahu aʻlam bish-shawaf
29. Kolofon Tamatlah Hikayat Darma Taʻsiya
orang yang budiman itu dalam
negeri Singapura kepada empat
hari bulan Zulkaidah tarikh Sanat
1253. Wa kātibuhu Muhammad
Ali bin Abdu `l- Lathif Munsyi
77
Bagan 2Klasifikasi Sekuen Teks A
a. Teks A (HDT Koleksi Houghton Library, Harvard University
b.
c.
d.
1
4.1–
4.5
3 4
3.1–3.2
6.1–
6.2
2 6 7
7.1–
7.11
8.1–
8.8
9.1–
9.11
10.1–
10.5
11.1–
11.8
12.1–
12.6
15.1–
15.2
16.1–
16.3
17.1–
17.3
18.1–
18..3
19.1–
19.6
20.1
–
20.5
21.1
–
21.13
22.1
–
22.4
23.1
–
23.224.1 24.2
24.2.1– 23.2.14
25.1–
25.2
27.1–
27.2
5 8 9 10 11 12 13
13.1–
13.3
14 15 16 17 18
19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
78
Bagan 3Klasifikasi Sekuen Teks B
a. Teks B (HDT Koleksi PNRI)
b.
c.
d.
3.1–
3.5
2.1–2.2
5.1–
5.2
6.1–
6.8
7.1–
7.9
8.1–
8.7
9.1–
9.9
10.1–
10.4
12.1–
12.2
13.1–
13.2
14.1–
14.3
15.1–
15.6
16.1–
16.3
17.1–
17.4
18.1–
18.4
19.1–
19.4 20.1 20.2
20.2.1–
20.2.5
22.1–
22.3
21.1–
21.4
11.1–
11.3
20.3 20.4
20.4.1–
20.4.15
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
17 18 19 20 21 22 23
79
Keterangan:
a Teks secara keseluruhan (Hikayat Darma Taʻsiya)
b Sekuen tingkat pertama
c Sekuen tingkat kedua
d Sekuen tingkat ketiga
82
82
Dari perbandingan di atas, diperoleh simpulan bahwa teks A diketahui
lebih lengkap daripada teks B. Hal ini dibuktikan dengan beberapa hal sebagai
berikut.
a. Sekuen
Hikayat Darma Taʻsiya terdiri atas 3 tingkatan sekuen, yaitu sekuen
tingkatan pertama, sekuen tingkatan kedua, dan sekuen tingkatan
ketiga.
Jumlah sekuen teks HDT A sebanyak 151 sekuen, terdiri atas 29
sekuen besar, 108 sekuen sedang, dan 14 sekuen kecil.
Jumlah sekuen teks HDT B sebanyak 131 sekuen, terdiri atas 23
sekuen besar, 88 sekuen sedang, dan 20 sekuen kecil.
Perbedaan jumlah sekuen ini disebabkan oleh: (1) teks A memuat
bacaan doa, sedangkan teks B tidak memuat bacaan doa; (2) teks A
memuat episode ketika Darma Taʻsiya menasihati Candra Dewi,
sedangkan teks B tidak memuat episode tersebut; (3) teks A memuat
cerita mengenai Syekh Bi`l-Maʻruf jatuh cinta kepada Darma Taʻsiya
yang sedang menyamar, sedangkan teks B tidak memuai cerita
tersebut; (4) teks A memuat silsilah Darma Taʻsiya, sedangkan teks
B tidak memuat silsilah Darma Taʻsiya; (5) teks A dilengkapi dengan
amanat penyalin untuk pembaca, sedangkan teks B tidak memuat
amanat penyalin; serta (6) teks A dilengkapi dengan kolofon,
sedangkan teks B tidak memuat kolofon.
83
b. Kronologis
Berdasarkan urutan peristiwanya secara kronologis, maka urutan
peristiwa dalam teks Hikayat Darma Taʻsiya ini bergerak lurus dan
tidak ada pengulangan.
Urutan peristiwa (disingkat P) teks A
Berdasarkan sekuen Teks A, maka P1 (sekuen 1), diikuti P2 (sekuen
2), diikuti P3 (sekuen 3: 3.1 – 3.2), diikuti P4 (sekuen 4: 4.1 – 4.5 ),
diikuti P5 (sekuen 5), diikuti P6 (sekuen 6: 6.1 – 6.2), diikuti P7
(sekuen 7: 7.1 – 7.11), diikuti P8 (sekuen 8: 8.1 – 8.8), diikuti P9
(sekuen 9: 9.1 – 9.11), diikuti P10 (sekuen 10: 10.1 – 10.5), diikuti
P11 (sekuen 11: 11.1 – 11.8), diikuti P12 (sekuen 12: 12.1 – 12.6),
diikuti P13 (sekuen 13: 13.1 – 13.3), diikuti P14 (sekuen 14), diikuti
P15 (sekuen 15: 15.1 – 15.2), diikuti P16 (sekuen 16: 16.1 – 16.3),
diikuti P17 (sekuen 17: 17.1 – 17.3), diikuti P18 (sekuen 18: 18.1 –
18.3), diikuti P19 (sekuen 19: 19.1 – 19.6), diikuti P20 (sekuen 20:
20.1 – 20.5), diikuti P21 (sekuen 21: 21.1 – 21.13), diikuti P22
(sekuen 22: 22.1 – 22.4), diikuti P23 (sekuen 23: 23.1 – 23.2), diikuti
P24 (sekuen 24: 24.1 – 24.2.14), diikuti P25 (sekuen 25: 25.1 –
25.2), diikuti P26 (sekuen 26), diikuti P27 (sekuen 27: 27.1 – 27.2),
diikuti P28 (sekuen 28), diikuti P29 (sekuen 29).
Urutan peristiwa (disingkat P) teks B
Berdasarkan sekuen Teks B, maka P1 (sekuen 1), diikuti P2 (sekuen
2: 2.1 – 2.2), diikuti P3 (sekuen 3: 3.1 – 3.5), diikuti P4 (sekuen 4),
diikuti P5 (sekuen 5: 5.1 – 5.2), diikuti P6 (sekuen 6: 6.1 – 6.8),
84
diikuti P7 (sekuen 7: 7.1 – 7.9), diikuti P8 (sekuen 8: 8.1 – 8.7),
diikuti P9 (sekuen 9: 9.1 – 9.9), diikuti P10 (sekuen 10: 10.1 – 10.4),
diikuti P11 (sekuen 11: 11.1 – 11.3), diikuti P12 (sekuen 12: 12.1 –
12.2), diikuti P13 (sekuen 13: 13.1 – 13.2), diikuti P14 (sekuen 14:
14.1 – 14.3), diikuti P15 (sekuen 15: 15.1 – 15.6), diikuti P16
(sekuen 16: 16.1 – 16.3), diikuti P17 (sekuen 17: 17.1 – 17.4), diikuti
P18 (sekuen 18: 18.1 – 18.4), diikuti P19 (sekuen 19: 19.1 – 19.4),
diikuti P20 (sekuen 20: 20.1 – 20.4.15), diikuti P21 (sekuen 21: 21.1
– 21.4), diikuti P22 (sekuen 22: 22.1 – 22.3), diikuti P23 (sekuen
23).
c. Logis
Urutan alur cerita teks Hikayat Darma Taʻsiya mempunyai
hubungan sebab-akibat (kausalitas). Seperti pada sekuen 4 (4.1 – 4.5)
Adapun Syeikh Bi`l-Maʻruf itu pagi-pagi hari masuk ke dalam
khalwatnya tempat ia berbuat ibadah setelah sudah magrib, maka ia
pulang ke rumahnya. Syahdan apabila datanglah Syeikh Bi`l-Maʻruf
itu, maka datanglah isterinya membawa air membasuh kakinya.
Setelah sudah dibasuhnya, maka disapunya dengan rambutnya serta ia
sujud kepada kaki suaminya, serta katanya, “Ya makhdumku, ampun
kiranya barang dosa dan salah hambamu”. Maka ujar Syeikh Bi`l-
Maʻruf, “Apakah dosa diri? Karena diri orang berbakti dan lagi
dikasihankan Allah Taala”. Setelah itu, maka Syeikh Bi`l-Maʻruf pun
duduklah pada hamparan. Darma Taʻsiya pun mengangkatkan
hidangan ke hadapan Syeikh itu, maka Syeikh itu pun makanlah. Hatta
85
beberapa lamanya dengan hal yang demikian Darma Taʻsiya berbuat
kebaktian kepada suaminya, maka apabila pagi-pagi Syeikh itu masuk
khalwatnya dan petang hari ia kembali ke rumahnya.
Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 5.
Sekuen 5 Syahdan maka dalam hal yang demikian itu, maka Darma
Taʻsiya pun hamillah.
Hal ini mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 6, dan
seterusnya.
3. Keterbacaan Naskah
Berdasarkan keterangan pada subdeskripsi naskah, secara umum
diketahui bahwa kondisi fisik naskah A dalam keadaan baik. Naskah A masih
utuh dan berjilid, tulisannya jelas dan mudah dibaca, serta tidak ditemukan
kerusakan di dalam naskah.
Adapun kondisi fisik naskah B dalam keadaan kurang baik. Kondisi
naskah B mulai rapuh. Kertas yang digunakan mulai berubah warna menjadi
kecokelat-cokelatan, dan tulisan pada beberapa bagian sudah mulai pudar.
4. Pemilihan Teks yang akan Disunting
Untuk menentukan naskah dasar suntingan, terdapat beberapa hal yang
dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan, yaitu (1) isinya lengkap dan
tidak menyimpang dari naskah kebanyakan; (2) keadaan naskahnya baik dan
utuh; (3) tulisannya jelas dan mudah dibaca; (4) bahasanya lancar dan
mudah dipahami; dan (5) usia naskah lebih tua (Djamaris, 2002:18).
Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat dibandingkan sebagai berikut.
86
Pertama, dari segi kelengkapan dan kesesuaian isi cerita naskah A
lebih lengkap daripada naskah B. Kedua, dari segi kondisi fisik naskah,
diketahui bahwa naskah A lebih baik kondisinya daripada naskah B. Ketiga,
dari segi keterbacaan tulisan, naskah A lebih mudah dibaca daripada naskah
B karena di beberapa bagian naskah B terdapat tulisan yang telah memudar.
Keempat, dari segi bahasanya yang lancar dan mudah dipahami, kedua
naskah ini sama-sama menggunakan bahasa yang lancar dan mudah
dipahami. Kelima, dilihat dari umur naskah, naskah A diketahui lebih tua
daripada naskah B. Oleh sebab itu, naskah A dipilih sebagai teks dasar
suntingan, sedangkan naskah B digunakan sebagai teks pembanding apabila
terdapat kesalahan atau kekurangan pada teks dasar.
87
D. Kritik Teks
Kritik teks adalah kegiatan kritik terhadap kandungan teks untuk
mendapatkan teks yang paling mendekati aslinya (Sudardi, 2003:55). Kegiatan
kritik teks dilakukan karena dilatarbelakangi oleh adanya tradisi salin-menyalin
teks yang memungkinkan timbulnya kesalahan salin tulis. Kritik teks dapat
membantu tersedianya sebuah suntingan teks yang baik dan benar, sehingga teks
menjadi mudah dibaca dan dipahami oleh pembaca dari berbagai kalangan.
Secara keseluruhan, di dalam teks Hikayat Darma Taʻsiya ditemukan lima
bentuk kesalahan salin tulis dan ketidakkonsistenan. Berikut penjelasan
mengenenai lima bentuk kesalahan salin tulis.
1. Lakuna, yaitu pengurangan huruf, suku kata, kata, frasa, klausa,
kalimat, dan paragraf.
2. Adisi, yaitu penambahan huruf, suku kata, kata, frasa, klausa, kalimat,
dan paragraf.
3. Substitusi, yaitu penggantian huruf, suku kata, kata, frasa, klausa,
kalimat, dan paragraf.
4. Ditografi, yaitu bagian yang terdapat perangkapan kata pada teks.
5. Transposisi, yaitu bagian yang terdapat pemindahan letak kata, frasa, atau
kalimat dalam teks.
6. Ketidakkonsistenan, yaitu bagian yang terdapat ketidakselarasan
penulisan kata pada teks.
88
Bentuk kesalahan salin tulis dan ketidakkonsistenan penulisan dalam teks
Hikayat Darma Taʻsiya, meliputi: 16 lakuna, 9 adisi, 8 substitusi, 2 ditografi, 1
transposisi dan 17 ketidakkonsistenan. Perincian kesalahan salin tulis dari
masing- masing kasus tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 7Lakuna
No Teks A Teks B Edisi Ket.Hal./Baris
Teks Latin Hal./Baris
Teks Sun.Yayah
1. 1/2, 4/3,4/5, 5/2,11/8,11/9,27/3,34/1,39/6,40/3
فرمفون perempun
2/1,2/10,2/13,2/16,2/17
فرمفوان perempuan
perempuan didasarkan pada:1. teks
bandingan2. DERJ
halaman 132yang menulisفرمفوان(perempuan)
2. 2/3, 2/6,5/8, 14/4,15/7,15/8,21/5,22/7,32/6,37/2,37/6
سده sdah 1/12,2/5,2/17,2/19,3/13,4/8, 4/8,4/9, 6/1,6/16,8/15,10/5,11/2
سوده sudah sudah didasarkan pada:1. teks
bandingan2. DERJ
halaman 169yang menulisسوده (sudah)
3. 3/9, 3/10,5/1
حامل haml 2/8 حامیل hamil hamil didasarkan pada:1. teks
bandingan2. DERJ
halaman 56yang menulisحامیل (hamil)
4. 3/10,6/10, 8/8,8/10,
سواة suat 3/8, 4/10 سواتو suatu suatu didasarkan pada:1. teks
bandingan
89
12/6,12/6,8/10,26/1,36/318/10
2. DERJhalaman 169yang menulis
سواتو (suatu)
5. 5/1 براف berapa beberapa disesuaikandengan kontekskalimat: “Hattabeberapa lamanyaDarma Taʻsiyahamil itu, maka iapun beranaklahseorangperempuan”(HDT:5)
6. 12/1 سین sin sini didasarkan pada:1. teks
bandingan2. DERJ
halaman 166yang menulisسیني (sini)
7. 13/4 dicimnya
3/6 یوم cium diciumnya didasarkan pada:1. teks
bandingan2. DERJ
halaman 31yang menulisیوم (cium)
8. 13/5 مشغل masyghl
masygul didasarkan padaDERJ halaman110 yang menulisمشغول (masygul)
9. 13/6 سامفما sampama
seumpama didasarkan padaDERJ halaman190 yang menulisاومفام (umpama)
10. 26/10 جو ju jua didasarkan padaDERJ halaman69 yang menulisجوا (jua)
11. 17/4 antang didasarkan padaDERJ halaman191 yang menulis
ݞاونتو (untung)
90
12. 27/9 منیف menip 10/16 منیوف meniup meniup didasarkan pada:1. teks
bandingan2. DERJ
halaman 185yang menulisتیوف (tiup)
13. 28/5,29/8
اندر andar undur didasarkan padaDERJ halaman191 yang menulisاوندور (undur)
14. 33/6 مثد dicimnya
13/4 یوم cium diciumnya didasarkan pada:1. teks
bandingan2. DERJ
halaman 31yang menulisیوم (cium)
15 36/4-5
ببراف نعمت دان مكانن دالمث
bebera-panikmatdanmakan-andalam-nya
beberapanikmat danmakanan didalamnya
kelengkapankalimat
16. 39/8 جمھ Jmah Jumaat didasarkan padaDERJ halaman70 yang menulisجمعة (Jumaat)
91
Tabel 8Adisi
No Teks A Teks B Edisi Ket.Hal.
/Bar.
Teks Latin Hal./
Bar.
Teks Sun.Yayah
1. 6/3 فاطتمة Fathtimah 13/13
فاطیمة Fathtimah
Fathimah frekuensikemunculanpada naskahA dan B:Fathimah 2xsedangkanFathtimah 1x
3. 15/2 kerangannya kerangnya karenamengikuti
kata“mutiara”
4. 18/10,36/4
مھالیكي mahaligai مھالیكي mahligai mahligai didasarkanpada:1. suntingan
teksbandingan
2. DERJhalaman106 yangmenulisمھلیكاي(mahligai)
5. 21/3 مك او maka o 1/12 مك maka maka
6. 23/3 فسانن pesanan 9/8 فسن pesan pesan disesuaikandengankontekskalimat,“Hambahendakmenyampaikan pesanDarmaTaʻsiyakepadaanaknya.”
7. 28/2,29/1,31/4
ترسنثم tersennyum 10/19,
11/1
ترسنثم tersenyum
tersenyum didasarkanpada:1. suntingan
teksbandingan
92
2. DERJhalaman162 yangmenulisسثوم(senyum)
8. 28/7-10
دمكینلھجوك الكوث
كایو ایت دوا ٢كالي ممندݞ
درماكاموسیاتع
ایتتوجھانم
كاليموكا٢ممندݞ
درماتعسیا سفرة اورݞ كیال الكوث
demikianlahjuga lakunya,sekalimengapakkayu itu duakalimemandang-mandangmuka DarmaTaʻsiya ituhingga enamtujuh kalimemandang-mandangmuka DarmaTaʻsiya sepertiorang gilalakunya
demikianlahjuga lakunya,sekalimengapakkayu ituhingga enamtujuh kalimemandang-mandangmuka DarmaTaʻsiyaseperti oranggila lakunya
9. 31/2 kennyang kenyang didasarkanpada: DERJhalaman 81yang menulisكث
(kenyang)
Tabel 9Substitusi
No. Hal./Baris
Teks Latin Edisi Keterangan
1. 2/8 مقدمكو Makdumku makhdumku berdasarkan kamus Al-Munawwir halaman327, kata dasar خدم(melayani)
موالمخد (tuan,majikan)
93
Tabel 10Ditografi
No Hal./Baris
Teks Latin Edisi Keterangan
1. 21/8 ^كات مكاؤجر جبرائیل
maka^kata ujarJibrail
maka ujarJibrail
“kata” dan “ujar” memiliki kesamaanarti (sinonim), berdasarkanpengamatan pada teks diketahuibahwa “ujar” untuk percakapanJibrail dengan Darma Taʻsiya munculsebanyak 2 kali dari 3 kalipercakapan, yaitu pada 20/6 dan 21/3.Adapun “kata” muncul sebanyak 27kali, digunakan untuk percakapanantarmanusia.Kalimat ini merupakan percakapanketiga Jibrail dengan Darma Taʻsiya,oleh sebab itu maka dipilih ”ujar”untuk melengkapinya.
2. 39/7 سفیاي supayaya supaya
2. 6/9 فرجوباءن perjobaan percobaan
3. 7/4 فریكو piriku diriku
4. 10/1 cangan jangan
5. 26/7,26/10
كبقتیث kebaktinya kebaktian frekuensi kemunculankebaktian pada tekssebanyak 7 kali, yaitu3/5, 14/5, 25/5, 25/6,25/8, 38/7, dan 39/7.
6. 36/7 سھالي sehalai sehelai
7. 36/10 كنجی kenjing kencing
8. 39/9 ھجم Jmah Jumaat
94
Tabel 11Transposisi
No Hal./Baris
Teks Latin Edisi Ket.
1. 28/8-10
دمكینلھ جوك الكوث
٢ایت دوا كالي ممندݞایتسیادرما تعكامو
كاليتوجھانمموكا درما ٢ممندݞ
تعسیا سفرة اورݞ كیال الكوث
demikianlah juga lakunya,sekali mengapak kayu itudua kali memandang-mandang muka DarmaTaʻsiya itu hingga enamtujuh kali memandang-mandang muka DarmaTaʻsiya seperti orang gilalakunya
demikianlah jugalakunya, sekalimengapak kayu ituhingga enam tujuhkali memandang-mandang muka DarmaTaʻsiya seperti oranggila lakunya
Tabel 12Ketidakkonsistenan
No Bacaan Naskah Edisi KeteranganTeks A Teks B
Teks Fr Latin Teks Fr Suntingan Yayah
1. نما 6 nama nama
نام 6 nama نام 6 nama2. درم تعسیا 2 Darma
Taʻsiyaدرمھ تاسیھ 67 Darma
TahsiyahDarmaTaʻsiya
درماتعسیا 80 DarmaTaʻsiya
درمھ 2 Darma
تاسیھ 1 Tahsiyah
3. دوس 7 dosa اذوس 1 dosa dosa
دوسا 2 dosa دوسا 14 dosa
دسا 1 dosa
4. ندرادیوي
2 CandraDewi
ندرادیوا 6 CandraDewi
CandraDewi
ندردیوي 5 CandraDewi
5. ھمبام 11 hambamu hambamu
ھمبامو 1 hambamu ھمبامو 47 hambamu
6. شقسا 2 seksa seksa
سقسا 1 seksa
95
7. در 6 dari dari
دري 2 dari دري 9 dari
8. ھي 15 hai ھي 7 hai hai
واھي 1 wahai wahai
9. دیر 1 diri diri
دیري 19 diri دیري 11 diri
10. توان 51 tuan توان 59 tuan tuan
تون 12 tuan
11. ربا 1 riba riba
ریبا 3 riba ریبا 3 riba
12. ماھو 1 mahu ماھو 3 mahu mahu
ماو 3 mau mau
13. بھوا 3 bahwa بھوا 2 bahwa bahwa
بھو 2 bahwa
14. دھولو 6 dahulu دھولو 4 dahulu dahulu
دھول 1 dahulu
15. فلق 1 peluk peluk
فلوق 1 peluk فلوق 2 peluk
16. ایبو 1 ibu ایبو 5 ibu ibu Teks A:kata bunda (tanpafonem h)digunakan apabiladiikuti kata ganti–nya, sepertibundanya.Apabila diikutidengan selainkata ganti –nya,maka ditulisbundah (denganfonem h).
بنده 5 bundah بند 17 bunda bundah
بندا 11 bunda bunda
96
17. بفا 5 bapa بفا 6 bapa bapa bapa pada naskahA digunakanuntuk menyebutSyeikh Bi`l-Maʻruf,sedangkan bapapada naskah Bdigunakan untukmenyebut bapaatau ayah DarmaTaʻsiya.
ایھ 14 ayah ایھ 7 ayah ayah
ایھنده 2 ayahandah ایھنده 9 ayahandah ayahandah
97
B. Suntingan Teks
1. Pedoman Suntingan
Salah satu tujuan penelitian ini adalah menyajikan suntingan teks Hikayat
Darma Taʻsiya yang mudah dibaca dan dipahami, serta isi teks dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka
diperlukan pedoman suntingan. Pedoman suntingan tersebut sebagai berikut.
a. Tanda dan angka yang digunakan dalam penyuntingan.
1) Tanda garis miring satu, ( / ), menunjukkan pergantian baris.
2) Tanda garis miring dua, ( // ), menunjukkan pergantian halaman.
3) Kata, frase, atau kalimat yang diberi angka, (1,2,3,…), di kanan atas
dapat dilihat di dalam catatan kaki.
4) Angka, (1,2,3,…), yang terdapat pada sisi pias kanan teks,
menunjukkan halaman naskah.
5) Tanda kurung, ( ... ), menunjukkan adisi, yaitu bagian yang
mendapatkan penambahan huruf, kata, atau frasa pada teks.
6) Tanda kurung siku, [ ... ], menunjukkan lakuna, yaitu bagian yang
terdapat penghilangan huruf, kata, atau frasa pada teks.
7) Tanda backslash atau garis miring terbalik, \ ... \, menunjukkan
substitusi, yaitu bagian yang terdapat pergantian huruf, suku kata, atau
frasa oleh penyunting.
8) Tanda kurung sudut, < … >, menunjukkan ditografi, yaitu bagian yang
terdapat perangkapan kata pada teks.
9) Tanda kurung kurawal, { ... }, menunjukkan transposisi, yaitu bagian
yang terdapat pemindahan letak kata, frasa, atau kalimat dalam teks.
98
10) Tanda hubung, --- , digunakan untuk menunjukkan huruf, suku kata,
kata, atau frasa yang tidak terbaca.
b. Ketentuan dalam pedoman ejaan.
1) Ejaan dalam suntingan ini disesuaikan dengan kaidah-kaidah yang
terdapat pada Ejaan Bahasa Indonesia (EBI).
2) Kosakata yang berasal dari bahasa Arab yang sudah diserap dalam
bahasa Indonesia disesuaikan dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI).
3) Kosakata bahasa Melayu yang dianggap arkais (tidak lazim digunakan)
ditransliterasikan sebagaimana adanya dan diberi garis bawah.
4) Istilah-istilah dan kosakata dalam bahasa Arab yang belum diserap ke
dalam bahasa Indonesia ditulis sesuai dengan asal kata dan dicetak
miring.
5) Penulisan kata ulang disesuaikan dengan Ejaan Bahasa Indonesia
(EBI) yakni, ditulis lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
6) Apabila di dalam teks terdapat angka yang ditulis menggunakan huruf,
maka ditulis menggunakan huruf pula. Apabila di dalam teks terdapat
angka yang ditulis menggunakan angka, maka ditulis menggunakan
angka pula.
7) Frase dan kata-kata yang berasal dari bahasa Arab yang belum terserap
ke dalam bahasa Indonesia ditransliterasikan dengan ketentuan
sebagai berikut.
a) Huruf ain ( ع ) yang terletak di tengah dan disukunkan,
diedisikan dengan /k/ pada kosakata yang telah diserap dalam
99
bahasa Indonesia, dan diedisikan dengan tanda apostrof ( ‘ ) jika
terdapat pada kosakata yang belum diserap. Misalnya ni‘mat
ditulis menjadi nikmat, Ta‘siya tetap ditulis Ta‘siya.
b) Tanda tasydid ( ◌ ) dilambangkan dengan huruf rangkap.
Misalnya Innallāha (huruf n dan l ditulis rangkap).
c) Tanda fatah tanwin ( ◌ ) ditransliterasikan dengan /an/, tanda
kasrah tanwin ( ◌ ) ditransliterasikan dengan /in/, dan tanda
damah tanwin ( ◌ ) ditransliterasikan dengan /un/ apabila
terletak di awal atau di tengah kalimat. Apabila fatah tanwin
( ◌) terletak di akhir kalimat selain huruf ta` marbuthah ( ة ),
maka ditransliterasikan dengan /ā/.
d) Tanda madah alif ( ا ), wawu ( و ), dan ya ( LJ ) sebagai
penanda vokal panjang diedisikan dengan memberi garis datar
di atasnya. Misalnya huruf /ā/ pada kata Rahmān, huruf /ī/ pada
kata Rahīm , huruf /ū/ pada kata ghafūru.
e) Huruf-huruf pendiftong, yaitu ( و ا ) ditulis dengan vokal /au/
dan ( يا ) ditulis dengan vokal /ai/. Misalnya vokal /ai/ pada kata
alaihi.
f) Kata sandang ( ل ا ) yang diikuti huruf kamariah
,ب,ا) ,ح ,خ ,ج ,ع ,غ ,ف ,ق ,ك ,م ,و ,ي (ه diedisikan dengan /al-/
apabila terletak di awal kata atau di awal kalimat. Apabila terletak
di tengah kata, frasa, atau kalimat, maka diedisikan dengan /`l-/.
Misalnya pada huruf kamariah ditulis Bismi `l-Lāhi.
100
g) Kata sandang ( لا ) yang diikuti huruf syamsyiah
,ت) ,ث ,د ,ذ ,ر ,ز ,س ,ش ,ص ,ض ,ط ,ظ ,ل (ن diedisikan menjadi
huruf syamsiah yang mengikutinya. Misalnya pada huruf
syamsyiah ditulis Az-Zahra.
h) Huruf-huruf yang hidup atau mendapat harakat fatah ( ◌ ),
kasrah ( ◌ ), dan damah ( ◌ ) pada awal atau tengah kata, frasa,
atau kalimat ditransliterasikan sesuai bacaan tersebut. Apabila
huruf-huruf tersebut terletak pada akhir kalimat, maka
ditransliterasikan dengan huruf mati/diwakafkan, kecuali
kosakata yang berhubungan dengan sifat Allah.
i) Huruf hamzah ( ء ) dilambangkan dengan tanda aksen ( ` ) jika
terletak di tengah atau di akhir kata.
j) Huruf ta` marbuthah ( ة ) yang terletak di awal atau di tengah
kata, frasa, atau kalimat ditransliterasikan dengan /t/ apabila huruf
tersebut mendapat harakat fatah ( ◌), kasrah ( ◌), dan damah ( ◌).
Apabila huruf tersebut tidak mendapat harakat atau menunjukkan
kosakata khusus yang berhubungan dengan sifat Allah, maka
ditransliterasikan dengan /t/ atau /h/ mengikuti ketentuan yang
berlaku pada kata-kata yang bersangkutan.
k) Penulisan huruf besar atau huruf kapital disesuaikan dengan
penggunaan huruf Latin dalam bahasa Indonesia. Contoh: Allah,
nama orang, nama tempat, huruf awal pada sebuah kalimat, dan
sebagainya.
101
l) Pedoman transliterasi yang digunakan dalam penyuntingan teks
Hikayat Darma Ta‘siya adalah sistem yang digunakan oleh
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Namun,
tidak semua fonem tercakup dalam sistem ini sehingga terdapat
penambahan beberapa fonem untuk melengkapi fonem-fonem
bahasa Melayu.
102
Tabel 13Pedoman Transliterasi Arab-Latin
Berdasarkan Sistem yang Dipakai di UIN Syarif Hidayatullah
Huruf Latin Huruf Latin
ا a ط th
ب b ظ zh
ت t ع ‘
ث s غ gh
ج j ف f/p
ح h ق q/k
خ kh ك k
د d ل l
ذ z م m
ر r ن n
ز z و w
س s ھ h
ش sy ي y
ص sh ء `
ض dl ة t/h
103
Tabel 14Tambahan Huruf Arab Melayu dan Angka Arab
Huruf Latin Angka Latin
ك k/g ٠ 0
ݘ c ١ 1
ݞ ng ٢ 2
ڽ/ݒ y ٣ 3
٤ 4
٥ 5
٦ 6
٧ 7
٨ 8
٩ 9
104
2. Suntingan Teks Hikayat Darma Taʻsiya
Bismi `l-Lāhi `r-Rahmāni `r-Rahīm. / Wa bihī nasta īnu bi `l-Lāhi ʻala
ini hikayat ada seorang / perempu[a]n1 yang bernama Darma Taʻsiya yang
amat budiman / lagi bijaksana kepada hal berbuat bakti kepada / suaminya
serta dengan sabar hatinya dan takut / akan seksa Allah Taala.
Bermula suaminya bernama / Syeikh2 Bi`l-Maʻruf terlalu baik rupanya
lagi / pertapa kepada Allah Taala dan mukmin dan lagi // suci hatinya pada
segala hamba Allah.
Adapun Syeikh / Bi`l-Maʻruf itu pagi-pagi hari masuk ke dalam
khalwatnya / tempat ia berbuat ibadah setelah s[u]dah3 magrib, maka / ia
pulang ke rumahnya.
Syahdan apabila datanglah / Syeikh Bi`l-Maʻruf itu, maka datanglah
isterinya4 membawa / air membasuh kakinya. Setelah s[u]dah5 dibasuhnya,
maka disapunya / dengan rambutnya serta ia sujud kepada kaki suaminya, /
serta katanya, “Ya ma\kh\dumku6, ampun kiranya barang dosa / dan salah
hambamu”. Maka ujar Syeikh Bi`l-Maʻruf, “Apakah / dosa diri? Karena diri
orang berbakti dan // lagi dikasihankan Allah Taala”.
1
2
3
1 Tertulis فرمفون –perempun (lakuna)2 Penulisan berdasarkan Daftar Ejaan Rumi Jawi halaman 172 dan Kamus Dewan Edisi Ketiga
(1994:1334) syeikh (syéikh) 1. sebutan kepada orang yang beketurunan sahabat-sahabat Nabi;2. sebutan kepada orang Arab; 3. sebutan kepada alim ulama; 4. haji atau orang-orang yangmengurus orang naik haji.
3 Tertulis سده –sdah (lakuna)4 Penulisan berdasarkan Daftar Ejaan Rumi Jawi halaman 63 dan Kamus Dewan Edisi Ketiga
(1994:501) isteri 1. perempuan yang menjadi pasangan hidup kepada seorang lelaki, bini; 2.perempuan yang sudah berkahwin, wanita.
5 Tertulis سده –sdah (lakuna)6 Tertulis مقدمكو - makdumku (substitusi)
105
Setelah itu, maka Syeikh / Bi`l-Maʻruf pun duduklah pada hamparan.
Darma / Taʻsiya pun mengangkatkan hidangan ke hadapan Syeikh / itu maka
Syeikh itu pun makanlah.
Hatta beberapa lamanya / dengan hal yang demikian Darma Taʻsiya
berbuat kebaktian / kepada suaminya, maka apabila pagi-pagi Syeikh itu
masuk / khalwatnya dan petang hari ia kembali ke rumahnya./
Syahdan maka dalam hal yang demikian itu, maka / Darma Taʻsiya
pun ham[i]llah7. Setelah beberapa lamanya / ia ham[i]l8 itu, maka pada
suat[u]9 hari tuan Syeikh // itu hendak masuk ke dalam khalwatnya, maka
katanya, “Hai / dayang orang yang berbakti, jika diri beranak /
peremp[u]an10 namai Candra Dewi dan jika laki-laki namai / akan dia
Ahmad”. Maka jawab Darma Taʻsiya, “Mana titah / tuanku tiadalah hamba
lalui karena peremp[u]an11 itu / di bawah perintah suaminya”. Seperti
firman Allah Taala, / “Al-ʻabad lā ‘abda tariba lithūlin12, artinya bahwa
hamba / itu di bawah perintah Tuhannya”. Setelah itu, maka Syeikh /
Bi`l-Maʻruf pun masuklah ke dalam khalwatnya dengan / sukacitanya dari
sebab menengar kata-kata isterinya. //
4
5
7 Tertulis حامللھ –hamllah (lakuna)8 Tertulis حامل –haml (lakuna)9 Tertulis ةسوا –suat (lakuna)10 Tertulis فرمفون –perempun (lakuna)11 Tertulis فرمفون –perempun (lakuna)12 Tertulis االعبد العبد ترب لطول - Al-ʻabad lā ‘abda tariba lithūlin artinya adalah bahwa hamba
tercipta dari tanah.Kalimat dalam bahasa Arab yang sesuai untuk “bahwa hamba itu di bawah perintah Tuhannya”adalah ان العبد تحت امر ربھ – inna`l-ʻabda tahta amri rabbihi
106
Hatta [be]berapa13 lamanya Darma Taʻsiya ham[i]l14 itu, maka / ia pun
beranaklah seorang peremp[u]an15 terlalu indah-indah / rupanya. Maka
dinamainya kanak-kanak itu Candra Dewi. /
Syahdan maka diketahuilah oleh tuan Syeikh / itu akan isterinya telah
beranak, maka kembalilah ia / ke rumahnya. Setelah Darma Taʻsiya melihat
suaminya / datang itu, maka ia pun segeralah berdiri mengambil air / di
batil16 akan membasuh kaki suaminya. Setelah s[u]dah17 , / maka disapunya
dengan rambutnya sambil sujud kepada kaki / suaminya serta katanya,
“Ampun barang dosa dan // salah bebal hambamu”. Maka kata tuan Syeikh,
“BārakalLāh / HafizhalLāh”. Maka katanya, “Apakah dosa diri? Karena
diri / mengikut Fath(t)imah18 Az-Zahra Radliya `l-Lāhu ʻanha”.
Kemudian / maka Syeikh Bi`l-Maʻruf pun duduklah hampir kepada
isterinya / serta mengambil anaknya lalu diribanya. Maka Darma Taʻsiya /
pun mengangkatkan hidangan ke hadapan tuan Syeikh. / Maka tuan Syeikh
itu pun membaca doa selamat.
Hatta beberapa / lamanya tuan Syeikh itu berkasih-kasihan dua laki
isteri. / Maka dengan takdir Allah Taala, maka datanglah per\c\obaan19 /
setan pada hati tuan Syeikh itu. Maka suat[u]20 malam Syeikh // Bi`l-Maʻruf
6
7
13 Tertulis براف –berapa (lakuna)14 Tertulis حامل –haml (lakuna)15 Tertulis فرمفون –perempun (lakuna)16 batil I bekas (daripada tempurung, perak, tembaga, dll) yang berbentuk tempurung (KD,
1994:113).batil I n 1 pencedok air, dibuat dari tempurung; 2 wadah (bekas) yang dibuat dari tempurung(tembaga, kuningan, dsb yang bentuknya seperti tempurung), ada yang bertutup ada yangtidak; (KBBI, 2008: )
17 Tertulis سده –sdah (lakuna)18 Tertulis فاطتمة - Fathtimah (adisi)19 Tertulis فرجوباءن - perjobaan (substitusi)20 Tertulis سواة –suat (lakuna)
107
itu makan nasi. Maka pada masa itu Darma Taʻsiya / ada hadir mengadap
suaminya makan itu dan anaknya diribanya, / maka sumbu pelita pun hendak
padam. Maka Darma Taʻsiya pun / pikirlah dalam hatinya, “Apa \d\iriku21
akan meninggalkan suamiku / tengah makan lagi pun anakku ini akan
menangis. Karena / terlalulah besar dosanya orang meninggalkan suaminya
itu / makan kepada Allah Taala dan derhaka22 kepada Rasulullah”. /
Hatta maka Darma Taʻsiya pun mengambil pisau seraya / ia mengerat
rambutnya itu tujuh helai, dibuatnya sumbu pelita. / Maka tatkala ia
mengerat rambutnya itu ada dilihat oleh // suaminya. Maka bertanyalah ia
kepada isterinya. Katanya, “Hai / Darma Taʻsiya, apakah engkau buat sumbu
pelita itu terlalu / amat terangnya?”. Maka sahut Darma Ta’siya, “Ya
Tuanku, tatkala / tuan hamba santap tadi, maka pelita hendak padam. Maka /
sebab pun hamba tiada boleh bangkit karena takut meninggalkan / tuan
hamba lagi santap dan kalau anak hamba itu pun / menangis. Maka hamba
keratlah rambut hamba tujuh helai, hamba / buatkan sumbu pelita”. Maka
kata Syeikh itu, “Jika barang suat[u]23 / pekerjaan diri, baik memandikan
anak atau barang / suat[u]24 semuanya memberi tahu kepada hamba. Maka
diri mengerat // rambut tiada memberi tahu hamba”. Maka kata Darma /
Taʻsiya, “Ya Tuan junjunganku, adapun salah bebal hambamu / sekali ini,
melainkan ampun tuanku juga banyak-banyak / akan hambamu”. Maka kata
8
9
21 Tertulis فریكو - piriku (substitusi)22 Penulisan berdasarkan Daftar Ejaan Rumi Jawi halaman 37 dan Kamus Dewan Edisi Ketiga
(1994:295) derhaka tidak taat atau khianat kepada negara (Tuhan, orang tua, dll), menentangkekuasaan yang sah.
23 Tertulis ةسوا –suat (lakuna)24 Tertulis سوات –suat (lakuna)
108
Syeikh, “Hai Darma Taʻsiya, janganlah / banyak lagi katamu nyahlah25
engkau dari rumahku ini”. / Maka kata Darma Taʻsiya, “Ya Tuanku ke mana
lagi hamba / pergi? Jikalau hambamu mati sekali pun di bawah kadam26 /
tuanku juga karena harap hambamu kepada tuan / juga”. Maka Syeikh itu
pun terlalu sangat gusarnya / akan isterinya itu.
Syahdan maka kata Syeikh // Bi`l-Maʻruf , “Nyahlah engkau dari sini
\j\angan27 lagi duduk / dalam rumahku ini”. Maka kata Darma Taʻsiya, “Ke
mana lagi / hambamu membawa diri? Dan biarlah hambamu akan menjadi /
pengasuh tuanku”. Maka kata Syeikh, “Aku pun tahu juga / mengasuh akan
anakku. Insya Allah Taala dengan berkat / Nabi Muhammad Rasulullah
shallā `l-Lāhu ’alaihi wa sallam, tetapi / nyahlah engkau dari sini sekali-kali
jangan engkau duduk / di sini”. Maka kata Darma Taʻsiya, “Ya Tuanku,
akan / barang-barang gunanya biarlah hamba menjadi penunggu / pintu dan
menjadi penyapu sampah di bawah rumah // tuanku”. Setelah Syeikh itu
menengar kata Darma Taʻsiya itu, / maka terlalu sangat marahnya seperti api
bernyala rupanya. / Maka Tuan Syeikh itu pun pergilah mengambil rotan
lalu / dipukulnya Darma Taʻsiya itu. Maka pengsanlah28 ia tiada /
khabarkan29 dirinya. Setelah ia ingat akan dirinya, maka / ia pun berkata,
“Ya Tuanku, ampunilah kiranya dosa / hamba yang hina dan bebal ini
bertambah-tambah daif / lagi bangsa perempu[a]n30 niscaya dikata orang, /
10
11
25 Penulisan berdasarkan Daftar Ejaan Rumi Jawi halaman 121 dan Kamus Dewan Edisi Ketiga(1994:935) nyah pergi, berhambus, lari.
26 kadam Ar tapak kaki; duli (KD, 1994:556)27 Tertulis –cangan (substitusi)28 Penulisan berdasarkan Daftar Ejaan Rumi Jawi halaman 130 dan Kamus Dewan Edisi Ketiga
(1994:1007) pengsan (péngsan) dalam keadaan tidak sedarkan diri.29 Penulisan berdasarkan Daftar Ejaan Rumi Jawi halaman 85 dan Kamus Dewan Edisi Ketiga
(1994:671) khabar Ar 1. laporan tentang sesuatu hal atau kejadian; 2. sedar.30 Tertulis فرمفون –perempun (lakuna)
109
lihatlah perempu[a]n31 itu sebab dimarah lakinya, maka ditinggalkannya /
rumah serta anak lakinya, dan berhanyutlah ke sana- // sin[i]32 dengan tiada
berketahu[a]n33 tempatnya duduk”. Maka / apabila didengar oleh Syeikh itu
makinlah bertambah-tambah marahnya. / Maka dihambatnya bergelang tiang
rumahnya. Maka Darma Taʻsiya / pun menangislah dan air matanya turun
umpama hujan. / Maka dipalunya juga. Maka larilah Darma Taʻsiya
membawa / dirinya daripada suat[u]34 tiang datang kepada suat[u]35 tiang, /
itu pun dipalunya juga. Maka larilah ia ke serambi / serta dengan ratap tangis
sebab terkenangkan suaminya / dan anaknya tengah menyusu lagi kecil.
Maka kata Syeikh / Bi`l-Maʻruf, “Janganlah banyak lagi tangismu, baiklah //
engkau nyah dari sini sementara engkau belum berhal36”. Maka / Darma
Taʻsiya pun mendapatkan anaknya. Maka diambilnya / lalu diribanya, serta
dengan tangisnya menyusui anaknya / itu, serta dengan sayangnya maka
dipeluknya dan dici[u]mnya37 / akan dia. Maka sangatlah sedih dan
masyg[u]l38 tiada / dapat dikatakan lagi, se[u]mpama39 air laut dipukul ribut,
/ maka [o]mbaknya40 naik ke darat serta dengan bunyinya demikianlah / rasa
hatinya. Maka Darma Taʻsiya pun berkata, “Hai / anakku Candra Dewi, dan
buah hatiku, dan biji / mataku, dan cahaya wajah bundah, tinggallah engkau
12
13
31 Tertulis فرمفون –perempun (lakuna)32 Tertulis سین –sin (lakuna)33 Tertulis بركتھون –berketahun (lakuna)34 Tertulis ةسوا –suat (lakuna)35 Tertulis ةسوا –suat (lakuna)36 berhal ada sesuatu hal (halangan, kesulitan, urusan, dll) (KD, 1994:429)37 Tertulis –dicimnya (lakuna)38 Tertulis مشغل –masyghl (lakuna)
Penulisan berdasarkan Daftar Ejaan Rumi Jawi halaman 110 dan Kamus Dewan Edisi Ketiga(1994:866) masyghul Ar 1. merasa dukacita karena sesuatu, susah hati, murung, sedih; 2. kesalhati, sebal hati.
39 Tertulis سامفما –sampama (lakuna)40 Tertulis امبق –ambak (lakuna)
110
baik-baik // memeliharakan bapamu. Jangan lupa daripada berbuat bakti /
akan bapamu. Hai anakku, jikalau datang bapamu dari dalam khalwatnya /
hadirkan olehmu air pembasuh kakinya. Adapun aku ini / sudah dibuangkan
oleh bapamu bukannya dengan dosaku, maka / dengan sebenar-benarnya
dalam kebaktian juga. Hai anakku, dan / batu kepalaku, dan nyawa badanku,
maka kasih ibu / tiadalah sampai kepada anakku, tinggallah engkau baik-
baik menyimpan / dirimu dan peliharakan bapamu”. Setelah disusuinya
anaknya / itu, maka Darma Taʻsiya pun sujud pada kaki suaminya. / Maka
katanya, “Ya Tuanku, ampun beribu-ribu ampun.” Serta // dengan air
matanya cemerlang seperti mutiara yang terhambur daripada /
kerang(an)nya41, demikianlah rupanya.
Hatta maka Darma Ta’siya / pun berjalanlah ke rumah ayah bundanya.
Setelah sampai ia / ke pintu ayah bundanya, maka ujar Darma Taʻsiya, “Ya
Ayahandah, / Bundah, bahwa hamba ini telah dibuangkan oleh suami /
hamba”. Maka kata ayah bundanya, “Bahwa aku pun tiada mau / menerima
engkau, karena engkau s[u]dah42 lepas daripada tanganku. / Akan sekarang,
mengapa juga kemari? Karena engkau s[u]dah43 / kuserahkan kepada anakku
Syeikh Bi`l-Maʻruf. Karena takut / aku kepada Allah Taala dan malu aku
akan Nabi Muhammad shallā // `l-Lāhu ’alaihi wa sallam”. Maka kata
Darma Taʻsiya , “Ya Ayahandah, / Bundah, jikalau hambamu tiada diterima
sekali pun, mintalah / hambamu air barang setitik karena hamba terlalu amat
dahaga / tiada makan dan minum hingga menyusui Candra Dewi”. / Maka
14
15
16
41 Tertulis –kerangannya (adisi)42 Tertulis سده –sdah (lakuna)43 Tertulis سده –sdah (lakuna)
111
kata ayah bundanya, “Jikalau aku memberi engkau air, / nescaya44
berkenanlah aku akan kejahatanmu itu. Pada bicara / aku, sebab jahat
perangaimu dan kelakuanmu itu / dan apa sebabnya engkau dibuangkan
lakimu itu? Maka ada juga / kelakukanmu itu yang tiada patut, maka
digusari oleh / suamimu. Dan janganlah lagi engkau hampir lagi kepada //
aku karena tiada aku mahu memandang muka orang yang derhaka / kepada
suaminya, dan Allah Taala pun tiada berkenan akan orang / yang demikian
itu”. Maka Darma Taʻsiya pun menangislah / terlalu sangat sebab
terkenangkan [u]nt[u]ng45 badan yang malang / hendak merasa yang
demikian ini. Maka basahlah kain / dipakainya itu sebab kena air matanya
itu. Maka Darma Taʻsiya / pun bermohon kepada ayah bundanya serta
memohonkan / ampun beribu-ribu ampun dengan khidmatnya serta / sujud
pada kaki ayah bundanya dengan takutnya akan / ayah bundanya. Maka
lalulah ia berjalan masuk ke dalam // hutan rimba tiada berketahuan dengan
ratap tangisnya / sepanjang hutan itu, serta menyerahkan dirinya kepada /
Allah Taala, serta ia meminta doa kepada Allah hingga / waktu asar
demikian bunyinya, “Yā Ilāhī yā / Rabbī yā Sayyidi yā Maulā yā Ilāhil
ʻālamīn wa yā khairun nāshirīn, / engkau anugerahi kiranya hambamu air
karena hambamu hendak / sembahyang”.
Hatta dengan takdir Allah Taala, maka / dikabulkan Allah doa Darma
Taʻsiya itu karena ia orang / benar lagi orang yang berbakti kepada
suaminya.
17
18
44 Penulisan berdasarkan Daftar Ejaan Rumi Jawi halaman 119 dan Kamus Dewan Edisi Ketiga(1994:926) nescaya tidak boleh tida, sudah tentu.
45 Tertulis -antang (lakuna)
112
Hatta maka / air pun terhantarlah dengan suat[u]46 mah(a)ligai47 serta //
dengan perhiasannya di hadapan Darma Taʻsiya. Setelah dilihatnya / akan
hal yang demikian itu, maka ia pun memuji-muji Allah / dengan puji yang
tiada berkeputusan daripada lidahnya serta / dengan hatinya, serta takut dan
ngerinya akan Tuhan / kita. Setelah selesailah daripada itu, maka Darma
Taʻsiya pun / mengambil air sembahyang. Setelah itu, maka ia pun berpikir/
seketika itu juga akan kainnya zhan48 pada hatinya / karena bekas kena
kencing anaknya. Maka firman Allah, “Hai / Jibrail49, pergilah engkau
kepada hambaku Darma Taʻsiya / itu karena ia orang yang berbakti
kepadaku dan kepada // suaminya. Bawakan olehmu kain dari dalam
syurga50 dan / berikan kepada hambaku Darma Taʻsiya itu. Maka engkau
sapukan / mukanya dan suruhkan ia pulang kepada suaminya”.
Hatta / maka Jibrail ʻAlaihi `s-salām pun pergilah mengambil / kain ke
dalam syurga, lalu dibawa oleh Jibrail kepada / Darma Taʻsiya. Maka ujar
Jibrail, “Hai Darma Taʻsiya, / inilah kain dari dalam syurga dianugerahi
Allah Taala / kepada tuan hamba disuruh pakai kain ini”. Maka / kata Darma
Taʻsiya, “Hamba menjunjung anugerah Tuhan / Yang Mahamulia lagi
Mahatinggi”. Serta dengan beberapa puji-puji // -an serta mengucap beribu-
ribu syukur dengan mengatakan, “Alhamdu / li`l-Lāhi Rabbi`l-ʻālamīn ar–
Rahmāni `r–Rahīm”. Maka Darma Taʻsiya / pun memakailah kain dari
19
20
21
46 Tertulis سواة –suat (lakuna)47 Tertulis مھالیكي –mahaligai (adisi)48 zhan prasangka, keraguan, kebimbangan (Al-Munawwir, 1984:883)49 Penulisan berdasarkan Kamus Dewan Edisi Ketiga (1994:537) Jibrail malaikat yang
menyanpaikan wahyu kepada rasul atau nabi.50 Penulisan berdasarkan Daftar Ejaan Rumi Jawi halaman 172 dan Kamus Dewan Edisi Ketiga
(1994:1335) syurga = ~ jannah = ~jannat alam akhirat, tempat balasan pahala dan tempatmengecap nikmat Tuhan.
113
dalam syurga. Maka ujar Jibrail, / “Hai Darma Ta’siya, sembahyanglah tuan
hamba dua rakaat / salam”. Setelah s[u]dah51 sembahyang maka(o)52 Jibrail
pun / menyapu muka Darma Taʻsiya dengan sayapnya.
Hatta maka / rupa Darma Taʻsiya pun sucilah seperti rupa bulan /
purnama empat belas hari bulan. Maka <kata> ujar Jibrail53, / “Hai Darma
Taʻsiya, kembalilah tuan hamba kepada suami / tuan hamba dengan firman
Allah Taala”.
Syahdan // maka Darma Taʻsiya pun berjalanlah ke rumah ayah
bundanya. / Setelah sampailah ia ke rumah ayah bundanya, maka Darma
Taʻsiya / pun bertanya kepada ayah bundanya, “Ya Tuanku, di manakah
rumah / Syeikh Bi`l-Maʻruf itu?”. Maka oleh ayah bundanya, “Hai / dayang,
apakah pekerjaan tuan hamba akan dia?”. Maka kata / Darma Taʻsiya,
“Hamba hendak bertemu dengan dia, akan / menyampaikan pesan Darma
Taʻsiya”.
Setelah s[u]dah54 berkata-kata / itu, maka berjalanlah ia ke rumah
Syeikh Bi`l-Maʻruf. Maka / apabila sampailah ia, maka kata Darma Taʻsiya,
“Ya Tuanku / Syeikh, di manakah rumah Syeikh Bi`l-Maʻruf ?”. Maka
ujarnya, // “Hambalah Syeikh Bi`l-Maʻruf. Apakah pekerjaan tuan hamba /
kemari ini?”. Maka kata Darma Taʻsiya, “Hamba hendak / menyampaikan
pesan(an)55 Darma Taʻsiya kepada anaknya”. Maka kata / tuan Syeikh itu,
“Jikalau demikian, baiklah tuan naiklah / ke rumah hamba karena hamba
22
23
51 Tertulis سده –sdah (lakuna)52 Tertulis مك او - makao (adisi)53 Tertulis اؤجر جبرائیل ^كات مك –maka ^kata ujar Jibrail (ditografi)54 Tertulis سده –sdah (lakuna)55 Tertulis فسانن –pesanan (adisi)
114
pun seorang fakir dan / miskin lagi daif kepada tempat ini”. Maka ujar /
Darma Taʻsiya, “Ya Tuanku, bahwa rumah hamba pun terlalu / jauh, dan
lagi hamba pun seorang diri, maka bertambah-tambah / takut hamba hendak
segera kembali”. Maka Syeikh Bi`l-Maʻruf / pun memandang-mandang
muka Darma Taʻsiya. Maka dilihatnya // seperti bulan purnama empat belas
hari bulan gilang- / gemilang cahayanya tiada dapat ditentang nyata. Maka /
ujarnya, “Ya Adindah, naiklah ke rumah hamba dahulu / barang seketika
juga”. Maka Darma Taʻsiya itu pun naiklah / ke rumah tuan Syeikh itu, serta
katanya, “Ya Tuanku, adapun / akan Darma Taʻsiya itu berkirim sembah ke
bawah kaki tuan / Syeikh.
Adapun seperti hukuman tuan Syeikh / itu telah terjunjunglah ke atas
batu kepala adindah / itu . Maka barang salah dan bebal, maka sebab
kurang / budi adindah itu, ia meminta ampun banyak-banyak // ke bawah
kadam”. Tuan Syeikh pun berlinang-linang air matanya / menengarkan
pesan Darma Taʻsiya itu, serta menyesallah / rasa hatinya. Akan tetapi
matanya tiada lepas daripada / memandang Darma Taʻsiya juga, serta
katanya, “Adindah / inilah ganti Darma Taʻsiya karena kebaktian adindah /
ini seperti kebaktian Darma Taʻsiya juga”. Maka ujarnya, / “Apakah
sebabnya maka tuan hamba nyahkan adindah itu? / Sebab derhakanyakah
atau sebab ia tiada tahukah / berbuat kebaktian kepada tuanku, maka tuanku
buangkan / itu?”. Maka ujar tuan Syeikh Bi`l-Maʻruf, “Bukannya sebab //
demikian itu, sekali peristiwa pada suat[u]56 hari hamba / makan. Maka ada
Darma Taʻsiya meriba anaknya. Maka pelita / pun hendak padam. Maka ia
24
25
26
56 Tertulis سواة –suat (lakuna)
115
hendak berbangkit / takut anaknya menangis. Maka lalu diambilnya pisau
dikeratnya / rambutnya tujuh helai, maka diperbuatnya sumbu pelita. / Itulah
sebabnya hamba gusar akan dia”. Maka jawab / Darma Taʻsiya, “Jikalau
demikian itu dengan kebakti\an\57 juga, / serta takut akan Allah Taala juga.
Jikalau demikian itu, / tuan hamba salah dan bukan ia berdosa sebenar-
benarnya / dosanya, itu dalam kebakti\an\58 ju[a]59 akan tuan hamba”. Maka
tuan // Syeikh pun berdiam dirinya. Maka kata Darma Taʻsiya, / “Hamba
hendak bermohon kembali pulang karena rumah / hamba pun terlalu
jauhnya, karena hamba pun perempu[a]n60 / takut pada jalan”. Maka kata
Syeikh Bi`l-Maʻruf, “Ya Adindah, / santaplah dahulu di rumah hamba ini
orang yang / miskin dan duduk dengan seorang diri ini”. Maka ujar / Darma
Taʻsiya, “Ya Tuanku Syeikh, janganlah tuan berkata / demikian itu karena
hamba pun seorang fakir juga”./ Maka tuan Syeikh pun pergilah ke dapur,
meni[u]p61 api / itu sekali memandang muka Darma Taʻsiya (se)hingga62
tujuh // kali. Maka api itu pun padam pula. Maka Darma Taʻsiya / pun
terse(n)nyum63 sebab melihat laku tuan Syeikh / itu demikian. Maka Darma
Taʻsiya pun belaslah hatinya / serta kasihan melihat hal itu, lalu pergilah ia /
ke dapur. Maka ujarnya, “Ya Tuan Syeikh [u]nd[u]rlah64 dari / dapur ini”.
Lalu ia pergi mengambil kapak, maka Syeikh / itu pun membelah kayu api.
{Demikianlah juga lakunya, / sekali mengapak kayu itu hingga enam tujuh
27
28
57 Tertulis كبقتیث –kebaktinya (substitusi)58 Tertulis كبقتیث –kebaktinya (substitusi)59 Tertulis جو –ju (lakuna)60 Tertulis فرمفون –perempun (lakuna)61 Tertulis منیف –menip (lakuna)62 Tertulis ك سھ sehingga (adisi)63 Tertulis ترسنثم –tersennyum (adisi)64 Tertulis اندرلھ –andarlah (lakuna)
116
kali memandang-mandang / muka Darma Taʻsiya seperti orang gila
lakunya}65. Maka Darma Ta’siya // pun terse(n)nyum-se(n)nyum66 melihat
laku tuan Syeikh itu. Maka / pikir Darma Taʻsiya, “Jikalau demikian,
niscaya putuslah / kaki Syeikh ini dimakan kapak”. Maka pikirnya sekian /
lamanya, tiada ia sendiri membelah kayu. Terlalu amat / ia menaruh kasih
sayang suci putih hatinya / kepada suaminya. Maka segeralah ia berbangkit
mengambil / kapak daripada tangan tuan Syeikh itu. Maka katanya, /
“[U]nd[u]rlah67 tuan dari sini. Biarlah hamba sendiri / juga mengapak kayu
itu”.
Setelah itu maka Darma Taʻsiya / pun memasak nasi dan gulai. Maka
diangkatkannya ke hadapan // tuan Syeikh itu. Maka kata Syeikh itu,
“Marilah Adindah, kita / makan bersama-sama”. Maka kata Darma Taʻsiya,
“Santaplah tuan hamba / dahulu”. Maka tuan Syeikh pun makanlah sesuap
nasi / itu, disuapnya sekali memandang muka Darma Taʻsiya.
Hatta / maka tiadalah lepas matanya memandang itu sehari-harian /
dengan terlalu sukacitanya, dengan kasih sayang yang tiada dapat /
dikatakan rasa hatinya. Maka jikalau buah-buahan atau makan-makanan, /
seketika itu juga ditelannya ke dalam perutnya sebab berahi / hatinya
memandang muka yang amat elok itu, gilang- / gemilang cahaya mukanya
seperti bulan purnama empat belas // hari bulan. Maka nasi itu pun tiadalah
29
30
31
65 Tertulis موكا درما تعسیا سفرة اورݞ كیال الكوث ٢ دمكینلھ جوك الكوث ٢ -Demikianlah juga lakunya, sekali mengapak kayu itu dua kalimemandang-mandang muka Darma Taʻsiya itu hingga enam tujuh kali memandang-mandangmuka Darma Taʻsiya seperti orang gila lakunya (transposisi) (adisi)
66 Tertulis ٢ترسنثم –tersennyum-tersennyum(adisi)67 Tertulis اندرلھ –andarlah (lakuna)
117
tertelan olehnya / dan tiada ketahuan lapar dan ke(n)nyang68 itu lagi, dar(i)69
sebab / berahinya itu akan Darma Taʻsiya. Maka tuan Syeikh itu pun /
terse(n)nyum-se(n)nyum70 seraya berpikir, “Adapun rasanya nasi dan /
gulai ini bersamaan rasanya seperti perbuatnya isteriku / yang dahulu itu.
Sedikit pun tiada bersalahan rasanya. / Maka makin pula lazat71 rasanya”.
Maka dalam hati Syeikh itu, / hendak kukatakan isteriku karena rupanya
terlalu eloknya / daripada isteriku dahulu. Maka kata tuan Syeikh itu, / “Ya
Adindah, siapakah nama adindah?”. Maka ujar Darma Taʻsiya, // “Nama
hamba Darma Ta’siya, dan suami hamba Syeikh / Bi`l-Maʻruf, dan nama
anak hamba Candra Dewi”. / Maka ujar Syeikh itu, “Adapun nama suami
adindah itu / senama dengan hamba, dan nama adindah itu pun senama /
dengan isteri hamba, dan nama anak adindah itu / senama dengan nama anak
hamba”. Setelah s[u]dah72 berkata-kata / itu, maka tuan Syeikh itu pun
berpikir seketika dalam / hatinya, hendak kukatakan ya ini isteriku, kalau-
kalau / bukan karena rupanya ini terlalulah baiknya daripada / rupa Darma
Taʻsiya”. Maka ujar Syeikh Bi`l-Maʻruf, “Hai // Adindah, ambillah oleh
Adindah akan anak hamba ini”. / Maka Candra Dewi pun menangis. Setelah
didengar / oleh Darma Taʻsiya anaknya menangis itu, maka ia pun /
segeralah berbangkit dan menyusui anaknya serta / dipeluk dan
dici[u]mnya73 tiadalah ia mau bercerai / barang seketika juga pun. Maka
32
33
68 Tertulis -kennyang (adisi)69 Tertulis در –dar (lakuna)70 Tertulis ٢ترسنثم –tersennyum-sennyum (adisi)71 Penulisan berdasarkan Daftar Ejaan Rumi Jawi halaman 97 dan Kamus Dewan Edisi Ketiga
(1994: ) lazat 1. sedap, enak; 2. seronok72 Tertulis سده –sdah (lakuna)73 Tertulis مثد –dicimnya (lakuna)
118
segala perbuatannya itu / pun dilihatlah oleh Syeikh itu. Maka kata tuan
Syeikh / itu, “Ya adindah, wahai cahaya mataku dan buah hatiku, / hai rupa
yang elok serta dengan perangai dan budi / bahasa terlalu permai dan lagi
bijaksana, dan // perempu[a]n74 yang dikasihi Allah dan Rasul, dan yang
mendapat / sentosa dunia akhirat, maka hendaklah tuan berkata / benar
kepada kakandah. Siapa nama ayah dan bundah tuan?”. / Maka ujar Darma
Taʻsiya, “Bahwa nama ayah hamba Syeikh Al-Akbar / dan nama bundah
hamba Arbaʻa”. Maka ujar Syeikh itu, / “Jikalau demikian hambalah suami
adindah. Apakah sebabnya maka / rupa adindah ini terlalu elok daripada
dahulu / dan bercahaya-cahaya dan gilang-gemilang seperti empat belas /
hari bulan rupa tuan hamba? Sehingga hamba menjadi / hairan75 dan ajaib”.
Syahdan maka jawab // Darma Taʻsiya, “Tatkala tuan gusarkan hamba
itu, maka / hamba pun pergilah kepada ayah bundah hamba. Maka hamba
pun / tiada diterimanya karena ia takut akan Allah / dan Rasul. Dan hamba
minta air pun tiada diberinya. / Maka beberapalah hamba bujuk dan puji
sekali-kali / tiada ia memberi, dan memandang muka hamba pun / ia tiada
mau. Maka hamba pun menyerahkan diri / kepada Allah dan Rasul. Maka
hamba pun masuklah ke dalam / hutan rimba belantara.
Hatta hari pun asarlah, / maka hamba hendak sembahyang asar
tiadalah hamba // beroleh air. Maka hamba minta doa kepada Allah
Subhanahu / wa Taala. Maka doa hamba pun dikabulkan Allah. Maka air /
34
35
36
74 Tertulis رمفونف –perempun (lakuna)75 Penulisan berdasarkan Daftar Ejaan Rumi Jawi halaman 55 dan Kamus Dewan Edisi Ketiga
(1994:427) hairan 1. berasa pelik atau ganjil ketika melihat atau mendengar sesuatu, takjub,kagum; 2. aneh, ajaib, pelik, ganjil.
119
pun terhantarlah di hadapan hamba. Dan lagi suat[u]76 / mah(a)ligai77 yang
amat indah-indah rupanya dengan beberapa / nikmat dan makanan [di]78
dalamnya hamba lihat. Maka / datanglah pula seorang malaikat dengan
firman Allah / Taala membawa seh\e\lai79 kain dari dalam syurga. Lalu /
diberikannya kepada hamba, disuruhnya pakai kepada hamba / karena kain
yang hamba pakai itu zhan pada hati / hamba barang kali kena ken\c\ing80
anak hamba Candra // Dewi. Lalu hamba pakailah kain itu. Lalu hamba /
sembahyanglah. Setelah s[u]dah81 maka kata malaikat itu, / “Hai Darma
Taʻsiya sembahyanglah diri dua rakaat / salam karena hamba hendak
menyapu muka tuan hamba / dengan firman Allah Taala”. Maka hamba pun
segeralah / sembahyang dua rakaat salam. Setelah s[u]dah82 maka muka /
hamba pun disapu oleh malaikat dengan sayapnya / yang berkilat-kilat dan
bercahaya-cahaya gilang-gemilang itu. / Maka katanya kepada hamba,
“Kembalilah diri kepada suami / diri dengan firman Allah Taala. Maka
sebab itulah // rupa hamba ini berubah daripada dahulu”.
Hatta / maka kata Syeikh Bi`l-Maʻruf, “Dengan sukacita yang tiada /
dapat diperikan lagi, serta dengan puji-pujian / yang amat tinggi kepada
Allah dan Rasul, bahw[a]83 adindahlah / yang berbahagia dunia akhirat, lagi
beroleh kurnia Allah / Taala menurut perangai dan perbuatan dan / kebaktian
Fathimah Az- Zahra Radliya `l-Lāhu ʻanha, / dan barang diampuni Allah”.
37
38
76 Tertulis سواة –suat (lakuna)77 Tertulis مھالیكي –mahaligai (adisi)78 Tertulis –ببراف نعمت دان مكانن دالمث beberapa nikmat dan makanan dalamnya (lakuna)79 Tertulis سھالي -sehalai (substitusi)80 Tertulis كنجی -kenjing (substitusi)81 Tertulis سده –sdah (lakuna)82 Tertulis سده –sdah (lakuna)83 Tertulis بھو –bahw (lakuna)
120
Apalah kiranya adindah / seperti firman Allah Taala demikian, “Innallāha
ghafūru`r–Rahīm artinya Allah Taala itu mengampuni dan // mengasihani
hambanya yang menurut firmannya”.
Syahdan / adindahlah yang beroleh rahmat Allah dan syukurlah kita /
beribu-ribu syukur akan Allah Taala”. Maka Syeikh Bi`l-Maʻruf pun /
sukacitalah hatinya. Dan berkasih-kasihanlah ia dua laki / isteri, selamat
sejahteralah ia dunia akhirat.
Hai / segala perempu[a]n84 yang budiman dan bijaksana, ikutilah /
seperti kebaktian Darma Taʻsiya supaya<ya>85 kamu pun / selamat dunia
akhirat lepas daripada seksa hari / kiamat J[u]ma[a]\t\86 mahabesar
pahalanya. Barang siapa / tiada menurut Darma Taʻsiya itu seperti binatang
// dan setan hukumnya. Karena binatang itu tiada tahu / ia akan pekerjaan
baik dan jahat. Adapun setan itu / tempatnya dalam neraka kekallah ia dalam
seksa itu. Hai / perempu[a]n87 yang budiman dan baik pekerjaannya,
janganlah menurut / fi’il setan dan iblis itu / karena iblis itu membawa kita
ke dalam neraka jahanam adanya.
Tamatlah / hikayat Darma Taʻsiya orang yang budiman itu, / dalam
negeri Singapura kepada empat hari bulan / Zulkaidah tarikh Sanat 1253./
Wa kātibuhu Muhammad Ali bin Abdu `l- Lathif Munsyi.
39
40
84 Tertulis فرمفون –perempun (lakuna)85 Tertulis سفیاي -supayaya (ditografi)86 Tertulis جمھ –jmah (lakuna) (substitusi)
Penulisan berdasarkan Daftar Ejaan Rumi Jawi halaman 70 dan Kamus Dewan Edisi Ketiga(1994:547) Jumaat Ar 1. hari keenam dalam seminggu; 2. minggu, pekan.
87 Tertulis فرمفون –perempun (lakuna)
121
A. Daftar Kata Sukar
Tabel 15Kosakata Arkais
No. Kosakata Arkais Arti
1. menengar mendengar
2. nyah pergi
3. mahaligai istana tempat kediaman raja
4. mengadap menghadap
5. khabar laporan tentang sesuatu hal atau kejadian; sedar
6. makhdum tuan (gelar untuk ahli agama); orang yang dilayani
7. batil pencedok air, dibuat dari tempurung
8. kadam telapak kaki; duli
9. kurnia anugerah, pemberian
10. derhaka durhaka; tidak taat atau khianat kepada negara
(Tuhan, orang tua, dll), menentang kekuasaan
yang sah
11. isteri perempuan yang menjadi pasangan hidup kepad
seseorang lelaki
12. hairan berasa pelik atau ganjil ketika melihat atau
mendengar sesuatu,
takjub, kagum
13. pengsan dalam keadaan tidak sedar akan diri
14. nescaya tidak boleh tidak, sudah tentu
15. syurga alam akhirat (tempat roh manusia yg baik-baik
dan banyak membuat pahala ketika di dunia),
tempat balasan pahaladan tempat mengecap
nikmat Tuhan yg kekal
16. masyghul merasa dukacita karena sesuatu, susah hati,
murung, sedih
17. Jumaat Jumat
18. lazat enak, sedap
122
19. seksa kesengsaraan (kesusahan, kesakitan, dll) yang
dideritai sebagai hukuman, hukuman yang
menyakitkan (menyusahkan dll), aniaya, azab
Tabel 16Kosakata dan Istilah Basaha Arab yang Belum Diserap
ke dalam Bahasa Indonesia
No. Kosakata dan istilah Bahasa Arab Arti
1. radliya `l-Lāhu ‘anha semoga Allah meridainya (perempuan)
2. shallā `l-Lāhu ’alaihi wa sallam semoga salawat dan salam tetap padanya
3. alaihi `s-salām semoga atasnya keselamatan
4. zhan prasangka, keraguan, kebimbangan
5. fiʻil perbuatan
Tabel 17Kosakata Bahasa Arab yang Sudah Diserap ke dalam Bahasa Indonesia
No. Kosakata Arti
1. magrib waktu salat wajib menjelang matahari terbenam sampai
lenyapnya sinar merah di ufuk barat (Sugono, 2008:855)
2. insya Allah ungkapan yang digunakan untuk menyatakan harapan atau
janji yang belum tentu dipenuhi (maknanya 'jika Allah
mengizinkan') (DSugono, 2008:540)
3. taala Mahatinggi (Mahamulia) (biasa disebutkan sesudah
menyebut nama Allah) (Sugono, 2008:1370)
123
4. setan roh jahat (yang selalu menggoda manusia supaya berlaku
jahat) (Sugono, 2008:1294)
5. sabar tahan menghadapi cobaan (tidak lekas marah, tidak lekas
putus asa, tidak lekas patah hati); tabah; tenang; tidak
tergesa-gesa; tidak terburu nafsu (Sugono, 2008:1196)
6. mukmin orang yang beriman (percaya) kepada Allah (Sugono, 2008:
936)
7. khalwat pengasingan diri (untuk menenangkan pikiran dan
sebagainya) (Sugono, 2008:936)
8. daif lemah; tidak kuasa; tidak berdaya; tidak berguna; tidak ada
artinya; hina; (Sugono, 2008:287)
9. asar waktu salat wajib pada petang hari antara habis waktu zuhur
dan terbenam matahari (Sugono, 2008:91)
10. rakaat bagian dari salat (satu kali berdiri, satu kali rukuk, dan dua
kali sujud) (Sugono, 2008:1134)
11. fakir orang yang sangat berkekurangan; orang yang terlalu
miskin; orang yang dengan sengaja membuat dirinya
menderita kekurangan untuk mencapai kesempurnaan batin
(Sugono, 2008:386)
12. miskin tidak berharta; serba kekurangan (berpenghasilan sangat
rendah) (Sugono, 2008:921)
13. kiamat hari kebangkitan sesudah mati (orang yang telah meninggaldihidupkan kembali untuk diadili perbuatannya); hari akhirzaman (dunia seisinya rusak binasa dan lenyap) (Sugono,2008:694)
124
14. jahanam laut api tempat menyiksa di akhirat (Sugono, 2008:556)
15. Zulkaidah bulan ke-11 tahun Hijriah (30 hari) (Sugono, 2008:1573)
16. tarikh perhitungan tahun; angka (bilangan) tahun; tanggal (hari,
bulan, dan tahun) (Sugono, 2008:1406)
17. sanat tahun (Sugono, 2008:1218)
125
BAB V
ANALISIS
Hikayat Darma Taʻsiya berkisah tentang perjuangan seorang anak, istri,
sekaligus ibu yang sangat berbakti, yaitu Darma Taʻsiya yang mendapatkan
penolakan dari suami dan kedua orangtuanya. Hal ini disebabkan oleh kelalaian
Darma Taʻsiya ketika memotong tujuh helai rambut, untuk dijadikan sumbu pelita
yang hampir padam, tanpa sepengetahuan Syeikh Bi`l-Maʻruf. Dia diusir dari
rumah dan harus meninggalkan suami serta anaknya. Dia hendak pulang ke rumah
orangtuanya, tetapi ditolak. Atas kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi
cobaan, dia mendapatkan pertolongan dari Allah dan dapat kembali kepada orang-
orang yang dikasihinya.
Kritik sastra feminis lahir karena keinginan para feminis untuk mengkaji
karya penulis-penulis di masa silam. Tujuan para feminis adalah menunjukkan
citra perempuan sebagai makhluk yang dengan berbagai cara ditekan,
disalahtafsirkan, serta disepelekan oleh tradisi patriarkat yang dominan
(Djajanegara, 2000:27).
Soenardjajati Dajanegara (2000:51-54) mengemukakan hal-hal penting
yang layak diteliti dengan pendekatan feminis. Pertama, mengidentifikasi tokoh-
tokoh perempuan kemudian mencari kedudukannya dalam masyarakat. Bagian ini
berusaha mengungkap tujuan hidup tokoh perempuan serta mencari tahu perilaku
serta watak tokoh perempuan dari gambaran yang langsung diberikan penulis.
Kedua, meneliti tokoh lain terutama tokoh laki-laki yang memiliki keterkaitan
126
dengan tokoh perempuan yang diamati. Ketiga, mengamati sikap pengarang
terutama nada atau suasana cerita yang dihadirkan dalam karya sastra.
A. Identifikasi Tokoh Perempuan dan Analisis Citra Perempuan
1. Identifikasi Tokoh Perempuan
a. Darma Taʻsiya
Darma Taʻsiya adalah seorang ibu rumah tangga yang menjadi tokoh utama
cerita. Darma Taʻsiya merupakan sosok istri yang setia dan berbakti kepada
suami. Kehadiran tokoh Syeikh Bi`l-Maʻruf sebagai suami Darma Taʻsiya,
semakin menguatkan sikap taat dan bakti dirinya. Berikut bentuk ketaatan Darma
Taʻsiya kepada suaminya.
Maka datanglah istrinya membawa air membasuh kakinya. Setelahsudah dibasuhnya, maka disapunya dengan rambutnya serta ia sujudkepada kaki suaminya serta katanya “Ya makhdumku, ampun kiranyabarang dosa dan salah hambamu” (HDT:2).
Membasuh kaki suami diartikan sebagai bentuk pengabdian, penyerahan diri,
dan kesediaan seorang istri untuk melayani suami. Rambut merupakan mahkota
dan kehormatan setiap wanita. Darma Taʻsiya membasuh kaki suami dan
mengeringkannya dengan rambut merupakan bentuk penghormatan dan
penyerahan diri, serta pengabdian hidup untuk taat dan berbakti kepada suami.
Darma Taʻsiya menyerahkan segenap jiwa dan raga untuk melayani suami.
Darma Taʻsiya selalu memohon ampunan kepada Syeikh Bi`l-Maʻruf. Hal ini
dilakukan Darma Taʻsiya untuk mendapatkan rida dari suami. Perilaku Darma
Taʻsiya ini sesuai dengan sabda Rasulullah.
ا ذ أ ي لت ا ا ھ ج و ى ز ل ع ود ؤ ع ال د و ل و ال د و د و ل ا ؟ة ن ج ال ل ھ أ ن م م ك ائ س ن ...ب م ك ر ب خ أ ال أ
ا حتى ترض وق غمض ا، وتقول : الأذ ھ ج و ز د ي ی ا ف ھ د ی ع ض ى ت ت ح ت اء ج ب ذ غ
127
Alā ukhbirakum ... binisāikum min ahli`l-jannati? Al-wadūdu`l-
walūdu al-ʻa`ūdu ʻala zaujihā`l-latī izā ghaziba jā`at hatta tadlaʻa
yadahā fī yadi zaujihā, wa waqūlu : lā azūqu ghumdlan hatta tardla
“Maukah aku kabarkan kepada kalian ... tentang wanita-wanita kalianpenduduk surga? Yaitu wanita yang penyayang (kepada suaminya),yang subur, yang selalu memberikan manfaat kepada suaminya, yangjika suaminya marah maka ia pun mendatangi suaminya lantasmeletakkan tangannya di tangan suaminya seraya berkata, “Aku tidakbisa tenteram tidur hingga engkau rida kepadaku” (HR. An-Nasaʻi).
Bentuk ketaatan Darma Taʻsiya yang lain adalah menjalankan segala perintah
dan memenuhi amanat suami. Hal ini dijelaskan pada kutipan berikut.
“jika diri beranak perempuan namai Candra Dewi dan jika laki-lakinamai akan dia Ahmad” (HDT:4).
Pada saat Darma Taʻsiya mengandung, Syeikh Bi`l-Maʻruf memberikan
pesan apabila melahirkan anak perempuan diberi nama Candra Dewi dan apabila
melahirkan anak laki-laki diberi nama Ahmad. Di dalam teks HDT, dikisahkan
bahwa Darma Taʻsiya melahirkan seorang anak perempuan dan diberi nama
Candra Dewi, sesuai dengan amanah Syeikh Bi`l-Maʻruf. Sikap bakti Darma
Taʻsiya ini sesuai dengan firman Allah, sebagai berikut.
ت للغیب بما حفظ هللا فظ ت ح نت ت ق لح فالص Fa`sh-shālihāti qānitātun hāfizhātu`l-lilghaibi bimā hāfizha`l-Lāhu
Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah dan menjagadiri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka)(QS. An-Nisā [4]: 34).
Tugas seorang istri dalam berumah tangga salah satunya adalah melayani
suami. Salah satu bentuk pelayanan Darma Taʻsiya kepada Syeikh Bi`l-Maʻruf
adalah menemani makan. Seperti yang terkandung dalam kutipan berikut.
Darma Taʻsiya pun mengangkatkan hidangan ke hadapan Syeikh itu.Maka Syeikh itu pun makanlah (HDT:3).
128
Maka kata Syeikh itu, “Marilah Adindah, kita makan bersama-sama”.Maka kata Darma Taʻsiya, “Santaplah tuan hamba dahulu” (HDT:30)
Kutipan di atas, menjelaskan bentuk kebaktian Darma Taʻsiya ketika
menghidangkan makanan dan menemani Syeikh Bi`l-Maʻruf hingga selesai
makan. Darma Taʻsiya hanya menemani Syeikh Bi`l-Maʻruf makan hingga
selesai, tanpa ikut makan bersama-sama. Hal inilah yang menyebabkan Syeikh
Bi`l-Maʻruf begitu bersyukur memiliki istri seorang Darma Taʻsiya. Perilaku
Darma Taʻsiya dalam HDT diibaratkan seperti tokoh Fathimah21 Az-Zahra
Radhiya 'l-Lāhu ‘anha (HDT:6).
Sebagai seorang ibu, Darma Taʻsiya memiliki perasaan kasih sayang tulus
terhadap anaknya. Bentuk kasih sayang Darma Taʻsiya terlihat ketika bersama
Candra Dewi. Candra Dewi adalah putri Darma Taʻsiya dengan Syeikh Bi`l-
Maʻruf. Sebagai seorang ibu, Darma Taʻsiya sangat menyayangi Candra Dewi dan
tidak mau berpisah dengannya. Namun, kebersamaan tersebut tidak berlangsung
lama karena Darma Taʻsiya diusir oleh Syeikh Bi`l-Maʻruf. Hal tersebut
dibuktikan pada kutipan berikut.
21 Fathimah adalah putri keempat Nabi Muhammad saw dan istri dari Ali bin Abi Thalib. Iaadalah ibu dan perempuan mulia sepanjang zaman. Pejuang yang tangguh dan berwibawa, sertaseorang perempuan ahli surga yang paling mulia. Fathimah dikenal sebagai Ummu Abihā (ibudari ayahnya), Az-Zahrā (yang cemerlang), At-Thāhirah (yang suci), Al-Mutaʻābidah (yangahli ibadah), Az-Zāhidah (yang zuhud), yang apabila ia lapar segera bersujud dan apabila letihia berzikir. Ia merupakan anggota keluarga yang paling dicintai Rasulullah sehingga beliaupernah mengatakan, “Fathimah adalah bagian dariku. Aku merasa susah jika ia bersedih, danaku merasa terganggu bila ia diganggu” (Ibnu Abdil-Bar, dalam kitab Al-Istiʻab) (Suhandjati,2009: 86).
Dalam kehidupan rumah tangga bersama Ali bin Abi Thalib, Fathimah melakukan semuakebutuhan hidup tanpa bantuan pembantu. Ali bin Abi Thalib menuturkan, “Aku telahmenikahi Fathimah binti Rasulullah. Aku dan dia tidak mempunyai alas tidur selain kulitkambing yang kami tempati pada malam hari untuk tidur, dan kami letakkan di atas untapengangkut air pada siang hari. Kami juga tidak mempunyai pembantu. Ketika Rasulullahmenikahkan Fathimah denganku, beliau melepaskan aku bersamanya dengan dibekali selembarbeludru, bantal kulit yang berisi sabut, dua buah penggiling gandum, dan dua tempayan air.Fathimahlah yang menarik penggiling gandum, hingga membekas di tangannya. Ia yangmengambil air dengan qirbah (tempat air terbuat dari kulit biri-biri). Ia yang menyapu rumahhingga badannya terkena debu. Ia pula yang memasak di dapur hingga pakaiannya dikotoriasap api.” (Suhandjati, 2009: 87).
129
Maka diambilnya lalu diribanya, serta dengan tangisnya menyusuianaknya itu, serta dengan sayangnya, maka dipeluknya dan diciumnyaakan dia (HDT:13).
Darma Taʻsiya begitu sedih. Kesedihannya diumpamakan seperti air laut
dipukul ribut, artinya bahwa Darma Taʻsiya merasa sedih dan berat hati untuk
meninggalkan Candra Dewi. Darma Taʻsiya rela menjadi penunggu pintu dan
menjadi penyapu sampah demi mengurus Candra Dewi yang masih menyusu.
Darma Taʻsiya memiliki naluri keibuan. Ia memiliki naluri untuk melindungi
dan menyayangi Candra Dewi di dalam segala kondisi. Musdah Mulia (2014: 62)
mengatakan bahwa ibu memiliki tanggung jawab untuk memelihara keselamatan
dan kesehatan anak, sejak berupa janin dalam kandungan sampai anak tumbuh
dan berkembang menjadi seorang manusia dewasa.
Darma Taʻsiya memiliki sifat pemalu. Hal ini diketahui ketika Darma Taʻsiya
diusir oleh Syeikh Bi`l-Maʻruf. Dia merasa malu atas gunjingan tetangga.
Kesalahpahaman dalam rumah tangga Darma Taʻsiya dan Syeikh Bi`l-Maʻruf
yang tidak dapat diselesaikan secara kekeluargaan, mengakibatkan diusir dari
rumah. Hal ini diperjelas dalam kutipan berikut.
“Bertambah-tambah daif lagi bangsa perempuan niscaya dikata orang,lihatlah perempuan itu sebab dimarahi lakinya, maka ditinggalkannyarumah serta anak lakinya dan berhanyutlah kesana-sini dengan tiadaberketahuan tempatnya duduk” (HDT:11-12).
Darma Taʻsiya merasa malu apabila tetangga beranggapan bahwa dirinya
telah melalaikan kewajiban sebagai seorang istri dan ibu. Darma Taʻsiya
berasumsi jika seorang istri telah diusir dari rumah, maka hidupnya menjadi tidak
tentu karena tidak memiliki arah dan tujuan hidup lagi.
Meskipun demikian, Darma Taʻsiya tetap sabar menjalani setiap perjalanan
hidupnya. Darma Taʻsiya dengan berat hati menuruti permintaan Syeikh
130
Bi`l-Maʻruf untuk meninggalkan rumah. Cobaan yang menimpa Darma Taʻsiya
begitu berat. Hal ini terbukti pada saat Darma Taʻsiya memutuskan untuk pulang
ke rumah orang tuanya. Orang tua Darma Taʻsiya tidak mau menerimanya.
Bahkan, ketika Darma Taʻsiya merasa haus dan meminta air minum, orang
tuanya tidak memberikan setetes pun.
Setelah melewati berbagai cobaan berat tersebut, Darma Taʻsiya
menyerahkan diri kepada Allah. Darma Taʻsiya berdoa agar mendapatkan
pertolongan Allah supaya diberi kemudahan untuk melewati cobaan yang sedang
menimpa kehidupannya. Kesabaran Darma Taʻsiya ini sesuai dengan firman
Allah, sebagai berikut.
صیبة قالوا الذین اذا ت ئك علیھم صلو ول ا ١٥٦جعون االیھ ر اصابتھم م
بھم ورحمة واول ن ر ١٥٧ئك ھم المھتدون مAl-lazīna izā ashābathum mushībatun qālū innā li`l-Lāhi wa innāilaihi rājiʻūna (156) Ulā`ika ʻalaihim shalātum mirrabbihim warahmatun wa ulā`ika humu`l-muhtadūn (157)
(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata:sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali.Mereka itulah yang memperoleh ampunan dari Tuhannya, dan merekaitulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-Baqarah [2]:156-157)
Darma Taʻsiya memutuskan untuk menenangkan diri di hutan. Sepanjang
perjalanan menuju hutan, dia terus memohon pertolongan Allah agar diberikan
jalan keluar atas permasalahannya. Dengan rida Allah, Malaikat Jibrail turun ke
bumi untuk membantu Darma Taʻsiya.
Maka Darma Taʻsiya pun memakailah kain dari dalam surga. Makaujar Jibrail “Hai Darma Taʻsiya sembahyanglah tuan hamba duarakaat salam”. Setelah sudah sembahyang maka Jibrail pun menyapumuka Darma Taʻsiya dengan sayapnya (HDT:21).
131
Atas perintah Allah, Malaikat Jibrail turun ke bumi dengan membawa kain
dari surga. Malaikat Jibrail menyerahkan kain tersebut kepada Darma Taʻsiya.
Sebelumnya, ketika akan melaksanakan salat asar, Darma Taʻsiya teringat bahwa
kain yang dikenakan telah terkena kencing Candra Dewi. Darma Taʻsiya memakai
kain surga itu, kemudian melaksanakan salat asar dan salat dua rakaat salam22
sesuai dengan perintah Malaikat Jibrail.
Karakter tokoh Darma Taʻsiya yang terakhir adalah memiliki sifat pemaaf.
Sifat pemaaf Darma Taʻsiya terlihat ketika mendapatkan perintah dari Allah untuk
kembali kepada Syeikh Bi`l-Maʻruf.
Hatta maka rupa Darma Taʻsiya pun sucilah seperti rupa bulanpurnama empat belas hari bulan. Maka ujar Jibrail, “Hai DarmaTaʻsiya, kembalilah tuan hamba kepada suami tuan hamba denganfirman Allah Taala” (HDT:21).
Di dalam teks diceritakan bahwa wajah Darma Taʻsiya menjadi semakin
cantik dan berseri-seri karena telah disapu dengan sayap Malaikat Jibrail.
Malaikat Jibrail memerintahkan agar Darma Taʻsiya pulang kepada suaminya.
Darma Taʻsiya kembali pulang ke rumah Syeikh Bi`l-Maʻruf untuk menjelaskan
kesalahpahaman yang telah terjadi. Syeikh Bi`l-Maʻruf menyesali perbutannya
yang telah menyia-nyiakan kebaikan Darma Taʻsiya. Darma Taʻsiya memaafkan
22 Di dalam teks HDT tidak dijelaskan secara rinci mengenai salat dua rakaat salam yangdiperintahkan oleh Malaikat Jibrail. Abu Ihsan al-Atsari (Al-Atsari: 2011) mengatakan bahwasalat sunah dua rakaat salam setelah salat asar boleh dikerjakan selama matahari masih tinggidan cahayanya masih putih belum menguning. Hal ini berdasarkan hadis Ali Radhiya 'l-Lāhu‘anhu: الة بعدالعصر أالوالشم س مرتفعة نھى عن الص (naha ʻani`sh-shalāti baʻda`l-ʻashri illawa`sy-syamsu murtafiʻatun) Artinya bahwa Rasulullah Shallallahu ʻalaihi wasallam melarangsalat sesudah asar kecuali matahari ketika masih tinggi (Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Daud,An-Nasai, dan Ahmad).
132
kesalahan Syeikh Bi`l-Maʻruf yang telah mengusirnya. Sifat pemaaf Darma
Taʻsiya ini sesuai dengan firman Allah, sebagai berikut.
٤٣لك لمن عزم االموري ذ ولمن صبر وغفر ان Wa laman shabara wa ghafara inna zālika lamin ʻazmi`l-umūrī (43)Tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikianitu termasuk perbuatan yang mulia. (QS. Asy-Syura [42]: 43)
Dari uraian mengenai perilaku dan watak di atas, dapat diketahui bahwa
tujuan hidup tokoh Darma Taʻsiya adalah untuk berbakti kepada suami. Pada
sekuen 8.1—8.7, dikisahkan bahwa Darma Taʻsiya mengerat tujuh helai rambut
untuk dijadikan sumbu pelita tanpa izin dari Syeikh Bi`l-Maʻruf, hal ini
dilakukannya semata-mata karena berbakti kepada suami. Keputusan ini
dilatarbelakangi oleh asumsi Darma Taʻsiya yang meyakini bahwa sebuah dosa
besar apabila seorang istri meninggalkan suami yang sedang makan. Namun,
Syeikh Bi`l-Maʻruf memiliki pemahaman lain terhadap kejadian ini. Dia
mengasumsikan bahwa perbuatan Darma Taʻsiya merupakan suatu kesalahan
besar yang tidak dapat dimaafkan. Ia mengusir Darma Taʻsiya dari rumah.
Darma Taʻsiya meyakini bahwa tindakannya benar dan Allah mengutus
Malaikat Jibrail untuk membantu Darma Taʻsiya kembali kepada Syeikh
Bi`l-Maʻruf (lihat episode 12–16). Dan pada episode 22—26 bercerita mengenai
kelapangan hati Darma Taʻsiya yang memaafkan Syeikh Bi`l-Maʻruf dan kembali
melaksanakan kewajibannya sebagai istri yang berbakti kepada suami.
Melalui tokoh Darma Taʻsiya, pengarang ingin menyampaikan pesan bahwa
kewajiban utama seorang istri adalah berbakti kepada suami. Allah telah
berfirman, sebagai berikut.
جال امون على النس ار ل هللا بعضھم عل قو بما اء بمافض انفقومن ى بعض و
٣٤ت للغیب بما حفظ هللا ... فظ ت ح نت ت ق لح اموالھم فالص
133
Ar-rijālu qawwāmūna ʻala`n-nisā`i bimā fadl-dlala`l-Lāhubaʻdlahum ʻalā baʻdliw wa bimā anfaqū min amwālihim, Fa`sh-shālihāti qānitātun hāfizhātu`l-lilghaibi bimā hāfizha`l-Lāhu
Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karenaAllah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagianyang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telahmemberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuanyang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjagadiri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjagamereka. (QS. An-Nisa [4]: 34)
Hal ini dapat diaplikasikan dalam kehidupan perempuan zaman sekarang.
Dewasa ini, perempuan (istri) berlomba-lomba untuk menjadi wanita karir dan
mengesampingkan tugas utamanya sebagai seorang istri dan ibu rumah tangga.
Oleh sebab itu, suami dan anak kurang terurus karena waktu kerja yang tidak
memberikan kesempatan untuk mengurus keluarga. Padahal, Alquran surat An-
Nisa [4] ayat 34 serta pesan pengarang melalui tokoh Darma Taʻsiya
menyampaikan bahwa tugas utama seorang istri adalah berbakti kepada suami.
b. Arba’a
Arba’a adalah istri Syeikh Al-Akbar dan ibu Darma Taʻsiya. Ibu memiliki
kedudukan yang sangat mulia dan terhormat. Surga terletak di bawah kaki ibu,
artinya keridaan ibu menentukan keselamatan dan kebahagiaan seorang anak
(Mulia, 2014:61).
Arba’a sangat patuh kepada Syekh Al-Akbar. Arba’a selalu mematuhi
perintah suaminya selama tidak menyimpang dari ajaran Allah. Hal ini terbukti
ketika Darma Taʻsiya diusir oleh Syeikh Bi`l-Maʻruf dan kembali ke rumah orang
tuanya. Syekh Al-Akbar tidak mau menerima kepulangan Darma Taʻsiya, dan
Arba’a pun menyepakati keputusan suaminya. Arba’a menolak kedatangan Darma
Taʻsiya dengan tegas. Seperti dalam kutipan berikut.
134
Maka kata ayah bundanya “Bahwa aku pun tiada mau menerimaengkau karena engkau sudah lepas daripada tanganku. Akansekarang, mengapa juga kemari karena engkau sudah kuserahkankepada anakku Syeikh Bi`l-Maʻruf . Karena takut aku kepada AllahTaala dan malu aku akan nabi Muhammad Shalla 'l-Lāhu ‘alaihiwa sallam” (HDT:15).
“Jikalau aku memberi engkau air niscaya berkenanlah aku akankejahatanmu itu. Pada bicara aku, sebab jahat perangaimu dankelakuanmu itu .. Dan janganlah lagi engkau hampiri lagi kepadaaku, karena tiada aku mahu memandang muka orang yang durhakakepada suaminya, dan Allah Taala pun tiada berkenan akan orangyang demikian itu” (HDT:16).
Di dalam teks HDT pada episode 11 dikisahkan bahwa ayah dan bunda
Darma Taʻsiya tidak mau menerima, juga mengusirnya dari rumah. Orang tua
Darma Taʻsiya tidak mau mendapatkan dosa karena mendukung kesalahan Darma
Taʻsiya yang telah berbuat durhaka kepada Syeikh Bi`l-Maʻruf. Alasan lain adalah
bahwa orang tua Darma Taʻsiya sudah menyerahkan tanggung jawab atasnya
kepada Syeikh Bi`l-Maʻruf. Ibnu Taimiyah (dalam AlʻAdawiyi, 2011:137)
berpendapat bahwa apabila perempuan sudah menikah maka suaminya lebih
memiliki ia daripada orang tuanya.
Hal inilah yang melatarbelakangi keputusan Arbaʻa dan Syeikh Al-Akbar
menolak kepulangan Darma Taʻsiya. Darma Taʻsiya sudah menjadi tanggung
jawab Syeikh Bi`l-Maʻruf. Apabila Darma Taʻsiya melakukan kesalahan yang
menyebabkannya diusir dari rumah Syeikh Bi`l-Maʻruf, maka Arba’a sebagai
orang tua tidak memiliki kewajiban untuk menerima Darma Taʻsiya kembali.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa tujuan hidup tokoh Arbaʻa
adalah untuk taat kepada Allah. Sesuai dengan tujuan hidup Arba’a, pengarang
ingin menyampaikan pesan bahwa setiap orang tua harus memberikan pendidikan
sekaligus kasih sayang kepada anak-anaknya sesuai dengan perintah Allah. Orang
135
tua mengajarkan berbagai hal, mulai dari berbicara, berjalan, menanamkan ajaran
agama, budi pekerti, dan lain sebagainya.
Salah satu pendidikan sekaligus kasih sayang yang diberikan Arba’a adalah
menolak kepulangan Darma Taʻsiya setelah diusir oleh Syeikh Bi`l-Maʻruf.
Penolakan ini merupakan bentuk kasih sayang dan pendidikan yang diberikan
Arba’a agar Darma Taʻsiya mandiri dan dapat menyelesaikan permasalahannya
tanpa campur tangan orang tua. Hal ini berdasar pada firman Allah, sebagai
berikut.
جل مام راع ومسئول عن رعیتھ والر كلكم راع وكلكم مسئول عن رعیتھ األ
نیت زوجھا راع في أھلھ وھو مسئول عن رعیتھ والمرأة راعیة في
رعیتھاومسئولة عن
Kullukum rāʻin wa kullukum mas`ūlun ʻan raʻiyyatihi`l-imāmurāʻin wa mas`ulūn ʻan raʻiyyatihi wa`r-rajulu rāʻin fī ahlihi wahuwa mas`ulūn ʻan raʻiyyatihi wa`l-mar`atu rāʻiyyatun fī baitizaujihā wa mas`ulatun ʻan raʻiyyatihā (HR. Al-Bukhari)
Setiap kamu adalah pemimpin, dan akan dimintaipertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang pemimpin(kepala negara) yang memimpin manusia (masyarakat), akandimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seoranglaki-laki juga pemimpin dalam keluarganya, akan dimintaipertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Dan seorangperempuan adalah pemimpin dalam rumah suaminya, akan dimintaipertanggungjawaban atas kepemimpinannya. (HR. Al- Bukhari).
Sesuai dengan firman Allah di atas, para orang tua dapat meneladani sikap
Arbaʻa dalam memberikan pendidikan serta kasih sayang kepada anaknya. Hal ini
diharapkan dapat membuat hubungan antara orang tua dengan anak menjadi
harmonis. Anak dapat berbakti kepada orang tua dan menjadi mandiri, serta dapat
menyelesaikan permasalahannya dengan penuh tanggung jawab.
136
c. Candra Dewi
Candra Dewi adalah putri Darma Taʻsiya dengan Syeikh Bi`l-Maʻruf. Di
dalam teks, tidak diceritakan lebih lanjut mengenai usia Candra Dewi. Diketahui
bahwa Candra Dewi masih diriba oleh Darma Taʻsiya, maka diasumsikan bahwa
usianya di bawah tiga tahun. Candra Dewi merupakan anak yang cerdas. Hal ini
terlihat pada kutipan berikut.
“Hai anakku Candra Dewi, dan buah hatiku, dan biji mataku, dancahaya wajah bunda, tinggallah engkau baik-baik memeliharakanbapamu. Jangan lupa daripada berbuat bakti akan bapamu. Haianakku, jikalau datang bapamu dari dalam khalwatnya hadirkanolehmu air pembasuh kakinya. Adapun aku ini sudah dibuangkanoleh bapamu bukannya dengan dosaku, maka dengan sebenar-benarnya dalam kebaktian juga. Hai anakku, dan batu kepalaku,dan nyawa badanku, maka kasih ibu tiadalah sampai kepadaanakku, tinggallah engkau baik-baik menyimpan dirimu danpeliharakan bapamu” (HDT:13-14).
Kutipan di atas diucapkan ketika Darma Taʻsiya akan meninggalkan rumah
karena telah diusir oleh Syeikh Bi`l-Maʻruf. Meskipun Candra Dewi masih
berusia di bawah tiga tahun, tetapi Darma Taʻsiya meyakini bahwa anaknya akan
mengerti dengan pesan untuk menjaga dan berbakti kepada Syeikh Bi`l-Maʻruf.
Candra Dewi adalah anak yang cerdas dan patuh. Hal ini dibuktikan dengan
tidak merajuk selama ditinggalkan, dan baru menangis ketika Darma Taʻsiya
kembali ke rumah, seperti dalam kutipan berikut.
Maka Darma Taʻsiya pun mendapatkan anaknya. Maka diambilnyalalu diribanya, serta dengan tangisnya menyusui anaknya itu, sertadengan sayangnya maka dipeluknya dan diciumnya akan dia.(HDT:13)
Maka Candra Dewi pun menangis. Setelah didengar oleh DarmaTaʻsiya anaknya menangis itu, maka ia pun segeralah berbangkitdan menyusui anaknya serta dipeluk dan diciumnya tiadalah ia maubercerai barang seketika juga pun. (HDT:33)
137
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa tujuan hidup tokoh Candra
Dewi adalah untuk berbakti kepada orang tua. Hal ini terlihat ketika Darma
Taʻsiya menyampaikan pesan agar Candra Dewi selalu bebakti kepada ayahnya,
yaitu Syeikh Bi`l-Maʻruf, padahal pada saat itu usianya masih balita. Hal ini
menunjukkan bahwa pentingnya memberikan pendidikan kepada anak untuk
berbakti kepada orang tua sedini mungkin.
Sesuai dengan tujuan hidup tokoh Candra Dewi, pengarang ingin
memberikan pesan bahwa setiap anak wajib berbakti kepada orang tua, dan orang
tua wajib memberikan pendidikan mengenai hal tersebut sedini mungkin kepada
anak. Musthafa Bin AlʻAdawiyi (2011:1) berpendapat bahwa berbuat baik kepada
orang tua memiliki kedudukan yang amat tinggi dan mulia. Hal ini sesuai dengan
firman Allah, sebagai berikut.
م ربكم علیكم االتشركواب بالوالدین احسانا ... شیئا ھ قل تعالوا اتل ماحر ١٥١و
Qul taʻālau atlu mā harrama rabbukum ʻalaikum allā tusyrikū bihīsyai`an wa bil-wālidaini ihsāna ... (151)
Katakanlah (Muhammad), “Marilah aku bacakan apa yangdiharamkan Tuhan kepadamu. Jangan mempersekutukan-Nya denganapa pun, berbuat baiklah kepada orang tua ... (QS. Al-anʻam [6]: 151).
Hal ini dapat diaplikasikan dalam kehidupan orang tua dan anak zaman
sekarang. Orang tua sedini mungkin harus menanamkan pemahaman bahwa
kewajiban seorang anak adalah berbakti kepada orang tua. Hal ini akan
berdampak ketika orang tua sudah lanjut usia, maka anak tidak akan
menelantarkan orang tuanya.
138
2. Citra Perempuan
Citra adalah gambaran, kesan mental atau bayangan visual yang ditimbulkan
oleh sebuah kata, frasa, atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yang khas dalam
karya prosa dan puisi (Sugono, 2008:270). Jadi, citra perempuan adalah gambaran
atau kesan mental mengenai perempuan yang terkadung di dalam karya sastra.
Citra perempuan dalam teks HDT tercermin pada tokoh Darma Taʻsiya.
Terdapat empat ruang lingkup citra perempuan dalam perjalanan hidup tokoh
Darma Taʻsiya, yaitu citra Darma Taʻsiya sebagai anak, citra Darma Taʻsiya
sebagai istri, citra Darma Taʻsiya sebagai ibu, dan citra Darma Taʻsiya sebagai
hamba Allah. Keempat ruang lingkup citra Darma Taʻsiya tersebut akan
dijabarkan sebagai berikut.
a. Citra Darma Taʻsiya sebagai Anak
Darma Taʻsiya adalah putri Syeikh Al-Akbar dengan Arbaʻa. Citra
Darma Taʻsiya sebagai anak muncul ketika diusir oleh Syeikh Bi`l-Maʻruf
dan memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuanya. Meskipun Darma
Taʻsiya telah menjadi seorang istri dan seorang ibu, tetapi hubungan dengan
orang tuanya tidak bisa terputus begitu saja. Citra Darma Taʻsiya sebagai
seorang anak yang dapat menjadi teladan bagi setiap anak adalah sebagai
berikut.
1) Berbakti kepada orang tua
Musthafa Bin AlʻAdawiyi (2011:1) berpendapat bahwa berbuat baik
kepada orang tua memiliki kedudukan yang amat tinggi dan mulia.
Berbuat baik kepada orang tua merupakan perintah Allah yang utama
setelah perintah untuk menyembah kepada-Nya. Berbuat baik kepada
139
orang tua dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah
dengan cara berbakti.
Bentuk kebaktian Darma Taʻsiya kepada orang tua adalah
menghormati dan menaati perintah orang tua selama tidak melanggar
syariat. Di dalam teks HDT dijelaskan bahwa Darma Taʻsiya tidak pernah
membantah perintah orang tuanya, seperti dalam kutipan berikut.
Maka kata ayah bundanya “Bahwa aku pun tiada mau menerimaengkau, karena engkau sudah lepas daripada tanganku. Akansekarang, mengapa juga kemari karena engkau sudah kuserahkankepada anakku Syeikh Bi`l-Maʻruf . Karena takut aku kepada AllahTaala dan malu aku akan nabi Muhammad Shalla 'l-Lāhu ‘alaihiwa sallam” (HDT:15).
Maka Darma Taʻsiya pun bermohon kepada ayah bundanya sertamemohonkan ampun beribu-ribu ampun dengan khidmatnya sertasujud pada kaki ayah bundanya dengan takutnya akan ayahbundanya (HDT:17).
Kutipan di atas terjadi ketika Darma Taʻsiya memutuskan untuk
pulang ke rumah orang tuanya setelah diusir oleh Syeikh Bi`l-Maʻruf.
Darma Taʻsiya menghormati dan menaati keputusan mereka yang tidak
mau menerimanya. Darma Taʻsiya memohon ampunan kepada orang
tuanya, dan pamit untuk meninggalkan rumah. Kebaktian Darma Taʻsiya
kepada orang tuanya telah sesuai dengan firman Allah, sebagai berikut.
م ربكم علیكم االتشركوابھ بالوالدین احسانا ... شیئا قل تعالوا اتل ماحر ١٥١وQul taʻālau atlu mā harrama rabbukum ʻalaikum allā tusyrikū bihī
syai`an wa bil-wālidaini ihsāna ... (151)
Katakanlah (Muhammad), “Marilah aku bacakan apa yangdiharamkan Tuhan kepadamu. Jangan mempersekutukan-Nyadengan apa pun, berbuat baiklah kepada orang tua ... (QS. Al-anʻam [6]: 151).
140
b. Citra Darma Taʻsiya sebagai Istri
Istri adalah seorang perempuan yang menjadi pasangan hidup laki-laki
dalam mengarungi hidup. Istri diperintahkan agar saling tolong-menolong
bersama suaminya guna mewujudkan kebaikan dan menghindarkan diri dari
kemungkaran. Keduanya diperintahkan oleh Allah untuk menjauhkan diri dan
keluarga dari dosa serta perkara-perkara yang menyebabkan masuk neraka.
Kewajiban istri di antaranya adalah patuh kepada suami sepanjang tidak
menyimpang dari jalan yang diridai Allah, hamil, melahirkan keturunan, dan
menjaga kehormatan dirinya. Hak istri di antaranya adalah mendapatkan
nafkah, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, hak mengeluarkan
pendapat, dan ikut memutuskan persoalan yang menyangkut diri maupun
rumah tangga (Sukri, 2009:141).
Darma Taʻsiya adalah pasangan hidup Syeikh Bi`l-Maʻruf. Dia
merupakan sosok istri yang hampir sempurna karena kepatuhannya kepada
suami. Sebagai istri yang begitu mencintai suami, Darma Taʻsiya dapat
menjadi sosok istri yang tegar dan mandiri ketika menghadapi berbagai
cobaan dalam kehidupan rumah tangganya bersama Syeikh Bi`l-Maʻruf. Citra
Darma Taʻsiya sebagai seorang istri yang dapat dijadikan teladan oleh setiap
istri adalah sebagai berikut.
1) Patuh dan hormat kepada suami
Istri memiliki kewajiban untuk patuh kepada suami, sepanjang tidak
menyimpang dari jalan yang diridai Allah. Darma Taʻsiya sebagai istri
memiliki kewajiban untuk patuh kepada Syeikh Bi`l-Maʻruf. Bentuk
141
kepatuhan Darma Taʻsiya kepada Syeikh Bi`l-Maʻruf, adalah sebagai
berikut.
Maka datanglah istrinya membawa air membasuh kakinya. Setelahsudah dibasuhnya maka disapunya dengan rambutnya serta ia sujudkepada kaki suaminya serta katanya “Ya makhdumku ampunkiranya barang dosa dan salah hambamu” (HDT:2).
Membasuh kaki suami diartikan sebagai bentuk pengabdian,
penyerahan diri, dan kesediaan seorang istri untuk melayani suami.
Rambut merupakan mahkota dan kehormatan setiap wanita. Darma
Taʻsiya membasuh kaki suami dan mengeringkannya dengan rambut
merupakan bentuk penghormatan dan penyerahan diri, serta pengabdian
hidup untuk taat dan berbakti kepada suami. Kaki merupakan bagian tubuh
paling bawah digunakan untuk berjalan, sedangkan rambut adalah bagian
tubuh paling atas yang menjadi simbol kehormatan perempuan. Dilihat
dari kedudukan bagian tubuh, maka posisi kaki terletak jauh di bawah
rambut. Darma Taʻsiya menggunakan bagian tubuhnya yang berharga
untuk mengeringkan kaki Syeikh Bi`l-Maʻruf. Darma Taʻsiya
menyerahkan segenap jiwa dan raga untuk melayani suami. Kepatuhan
istri kepada suami telah dibahas dalam Alquran, sebagai berikut.
امون على النس جال قو ل هللا بعضھم عل ار بما اء بمافض انفقومن ى بعض و
٣٤ت للغیب بما حفظ هللا ... فظ ت ح نت ت ق لح اموالھم فالص Ar-rijālu qawwāmūna ʻala`n-nisā`i bimā fadl-dlala`l-Lāhubaʻdlahum ʻalā baʻdliw wa bimā anfaqū min amwālihim, Fa`sh-shālihāti qānitātun hāfizhātu`l-lilghaibi bimā hāfizha`l-Lāhu
Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karenaAllah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagianyang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telahmemberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuanyang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga
142
diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjagamereka. (QS. An-Nisa [4]: 34)
Setelah membasuh kaki, Darma Taʻsiya selalu memohon ampunan
kepada Syeikh Bi`l-Maʻruf. Hal ini dilakukan Darma Taʻsiya untuk
mendapatkan rida dari suami. Perilaku Darma Taʻsiya ini sesuai dengan
sabda Rasulullah.
ي لت ا ا ھ ج و ى ز ل ع ود ؤ ع ال د و ل و ال د و د و ل ا ؟ة ن ج ال ل ھ أ ن م م ك ائ س ن ...ب م ك ر ب خ أ ال أ
ا، وتقول : الأذوق غمضا حتى ھ ج و ز د ي ی ا ف ھ د ی ع ض ى ت ت ح ت اء ج ب ذ ا غ ذ أ
ترض Alā ukhbirakum ... binisāikum min ahli`l-jannati? Al-wadūdu`l-walūdu al-ʻa`ūdu ʻala zaujihā`l-latī izā ghaziba jā`at hatta tadlaʻayadahā fī yadi zaujihā, wa waqūlu : lā azūqu ghumdlan hattatardla
“Maukah aku kabarkan kepada kalian ... tentang wanita-wanitakalian penduduk surga? Yaitu wanita yang penyayang (kepadasuaminya), yang subur, yang selalu memberikan manfaat kepadasuaminya, yang jika suaminya marah maka ia pun mendatangisuaminya lantas meletakan tangannya di tangan suaminya serayaberkata, “Aku tidak bisa tenteram tidur hingga engkau ridakepadaku” (HR. An-Nasaʻi).
Kepatuhan Darma Taʻsiya juga tercermin ketika melayani Syeikh
Bi`l-Maʻruf. Darma Taʻsiya melayani Syeikh Bi`l-Maʻruf mulai dari
menyiapkan makanan hingga menemani makan seperti yang terkandung
dalam kutipan berikut.
Darma Taʻsiya pun mengangkatkan hidangan ke hadapan Syeikhitu. Maka Syeikh itu pun makanlah (HDT:3).
Maka kata Syeikh itu, “Marilah Adindah, kita makan bersama-sama”. Maka kata Darma Taʻsiya, “Santaplah tuan hamba dahulu”(HDT:30)
Kutipan di atas menjelaskan bentuk kepatuhan Darma Taʻsiya ketika
menghidangkan makanan dan menemani Syeikh Bi`l-Maʻruf hingga
143
selesai makan. Darma Taʻsiya akan makan setelah Syeikh Bi`l-Maʻruf
selesai makan.
Bentuk kepatuhan Darma Taʻsiya yang lainnya adalah menjalankan
amanat Syeikh Bi`l-Maʻruf. Hal ini dijelaskan pada kutipan berikut.
“jika diri beranak perempuan namai Candra Dewi dan jika laki-lakinamai akan dia Ahmad” (HDT:4).
Pada saat Darma Taʻsiya mengandung, Syeikh Bi`l-Maʻruf
memberikan pesan apabila melahirkan anak perempuan diberi nama
Candra Dewi dan apabila melahirkan anak laki-laki diberi nama Ahmad.
Di dalam teks HDT episode 7, dikisahkan bahwa Darma Taʻsiya
melahirkan seorang anak perempuan dan diberi nama Candra Dewi, sesuai
dengan amanat Syeikh Bi`l-Maʻruf. Sikap bakti Darma Taʻsiya ini sesuai
dengan firman Allah, sebagai berikut.
ت للغیب بما حفظ هللا فظ ت ح نت ت ق لح فالص Fa`sh-shālihāti qānitātun hāfizhātu`l-lilghaibi bimā hāfizha`l-Lāhu
Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah dan menjagadiri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga(mereka) (QS. An-Nisā [4]: 34).
2) Sabar dalam menghadapi cobaan rumah tangga
Kehidupan rumah tangga tidak selamanya harmonis, terkadang
muncul cobaan untuk menguji kesetiaan dan ketabahan pasangan suami
istri. Hal ini, juga berlaku pada pasangan Darma Taʻsiya dan Syeikh Bi`l-
Maʻruf. Cobaan yang menimpa kehidupan rumah tangga mereka berupa
kesalahpahaman, seperti dalam kutipan berikut.
Maka suatu malam Syeikh Bi`l-Maʻruf itu makan nasi. Maka padamasa itu Darma Taʻsiya ada hadir mengadap suaminya makan itudan anaknya diribanya, maka sumbu pelita pun hendak padam.Maka Darma Taʻsiya pun pikirlah dalam hatinya, “Apa diriku akan
144
meninggalkan suamiku tengah makan lagi pun anakku ini akanmenangis. Karena terlalulah besar dosanya orang meninggalkansuaminya itu makan kepada Allah Taala dan derhaka kepadaRasulullah”.Hatta maka Darma Taʻsiya pun mengambil pisau seraya iamengerat rambutnya itu tujuh helai, dibuatnya sumbu pelita.(HDT:7).
Di dalam teks HDT episode 8, dikisahkan mengenai Darma Taʻsiya
yang sedang melayani Syeikh Bi`l-Maʻruf. Syeikh Bi`l-Maʻruf sedang
makan, sedangkan Darma Taʻsiya menemaninya sambil meriba Candra
Dewi ketika pelita hampir padam. Darma Taʻsiya mengalami dilema
karena takut mendapatkan dosa apabila meninggalkan Syeikh Bi`l-Maʻruf
yang masih makan, dan Candra dewi pun akan menangis apabila
ditinggalkan. Pada akhirnya Darma Taʻsiya memutuskan untuk mengerat
tujuh helai rambut untuk dijadikan sumbu pelita.
Syeikh Bi`l-Maʻruf melihat kejadian tersebut dan memarahi Darma
Taʻsiya. Syeikh Bi`l-Maʻruf marah karena Darma Taʻsiya tidak meminta
izin terlebih dahulu ketika memutuskan untuk mengerat rambut. Hal ini
mengakibatkan Syeikh Bi`l-Maʻruf mengusir Darma Taʻsiya.
Cobaan lain yang menimpa Darma Taʻsiya adalah perlakuan kasar
Syeikh Bi`l-Maʻruf kepadanya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.
“rotan lalu dipukulnya Darma Taʻsiya itu. Maka pingsanlah iatiada khabarkan dirinya (HDT:11)”
Maka dipalunya juga. Maka larilah Darma Taʻsiya membawadirinya daripada suatu tiang datang kepada suatu tiang, itupundipalunya juga. Maka larilah ia ke serambi serta dengan rataptangis sebab terkenangkan suaminya dan anaknya tengah menyusulagi kecil (HDT:12).
Berdasarkan kutipan di atas, Syeikh Bi`l-Maʻruf memukul Darma
Taʻsiya hingga pingsan. Sikap Syeikh Bi`l-Maʻruf yang demikian tidak
145
sesuai dengan pendapat Abu Malik Kamal dalam Fiqhus Sunnah lin-Nisāʻ
Fiqih Sunnah Wanita (Kamal, 2007:154) yang menyebutkan bahwa
bersikap lemah-lembut kepada istri merupakan salah satu sifat yang harus
dimiliki oleh seorang suami.
Darma Taʻsiya memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuanya.
Namun, cobaan yang lain datang menghampirinya. Syeikh Al-Akbar dan
Arbaʻa tidak mau menerima dan mengusir Darma Taʻsiya. Hal ini dapat
dilihat pada kutipan berikut.
Maka kata ayah bundanya “Bahwa akupun tiada mau menerimaengkau, karena engkau sudah lepas daripada tanganku. Akansekarang, mengapa juga kemari karena engkau sudah kuserahkankepada anakku Syeikh Bi`l-Maʻruf. Karena takut aku kepada AllahTaala dan malu aku akan nabi Muhammad Shalla 'l-Lāhu ‘alaihiwa sallam” (HDT:15).
Darma Taʻsiya tetap sabar menghadapi cobaan yang menimpanya.
Kesabaran Darma Taʻsiya sesuai dengan firman Allah swt.
والخیرفتنة والیناترجعون ئقة الموت ونب كل نفس ذا ٣٥لوكم بالشرQullu nafsin zā`iqatu`l-mauti wa nablūkum bi`sy-syarri wa`l-khairi
fitnatan wa ilainā turjaʻūna (35)
Setiap orang yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akanmenguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan.Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami (QS. Al-Anbiya[21]: 35).
٣١اركم برین ونبلوااخب ھدین منكم والص ى نعلم المج ولنبلونكم حت Wa labluwannakum hattā naʻlama`l-mujāhidīna minkum wa`sh-
shābirīna wa nabluwā akhbārakum (31)
Dan sungguh, kami benar-benar akan menguji kamu sehingga kamimengetahui orang-orang yang benar-benar berjihad dan bersabar diantara kamu, dan akan kami uji perihal kamu (QS. Muhammad[47]: 31)
146
3) Menyayangi suami sepenuh hati
Citra Darma Taʻsiya sebagai seorang istri selanjutnya adalah
menyayangi suami dengan sepenuh hati. Darma Taʻsiya memiliki perasaan
tulus dalam menyayangi Syeikh Bi`l-Maʻruf, Rasulullah saw bersabda.
بل صالح ن خیرنساء ركبن ساء قریش، أحناه على ولد فى صغره، وأرعاه األ
على زوج فى ذات یده
Khairu nisā`in rakibna`l-ibila shālihu nisā`i quraisyin, ahnāhu ʻala
waladin fī shigharihi wa arʻāhu ʻala zaujin fī zāti yadihi
“Sebaik-baik kaum perempuan yang menunggang unta adalahperempuan-perempuan saleh dari golongan Quraisy, tiap-tiapmereka adalah ibu yang paling sayang terhadap anaknya yangmasih kecil, serta istri yang paling baik melayani suaminya dalamsegala urusan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hal ini terlihat ketika Darma Taʻsiya kembali ke rumah setelah diusir
Syeikh Bi`l-Maʻruf. Darma Taʻsiya yang pada saat itu menyamar sebagai
suruhannya, tetap menghormati Syeikh Bi`l-Maʻruf. Tujuan Darma
Taʻsiya adalah meminta penjelasan mengenai alasan Syeikh Bi`l-Maʻruf
mengusirnya.
“Ya Tuanku adapun akan Darma Taʻsiya itu berkirim sembah kebawah kaki tuan Syekh. Adapun seperti hukuman tuan Syekh itutelah terjunjunglah ke atas batu kepala adinda itu. Maka barangsalah dan bebal, maka sebab kurang budi adinda itu ia memintaampun banyak-banyak ke bawah kadam” (HDT:23)
Di dalam teks HDT episode 18—19, dikisahkan bahwa Syeikh Bi`l-
Maʻruf tidak mengetahui bahwa perempuan yang berkunjung ke rumahnya
adalah Darma Taʻsiya. Syeikh Bi`l-Maʻruf tertarik kepada Darma Taʻsiya
yang sedang menyamar. Darma Taʻsiya mengetahui bahwa Syeikh Bi`l-
147
Maʻruf sudah tergila-gila kepadanya, seperti yang terlihat pada kutipan
berikut.
Demikianlah juga lakunya, sekali mengapak kayu itu hingga enamtujuh kali memandang-mandang muka Darma Taʻsiya seperti oranggila lakunya (HDT:28)
Darma Taʻsiya menjadi tidak tega untuk meneruskan penyamarannya
karena perilaku Syeikh Bi`l-Maʻruf yang demikian. Dikisahkan bahwa
Darma Taʻsiya berterus terang kepada Syeikh Bi`l-Maʻruf dan
menceritakan perjalanannya selepas diusir dari rumah.
Syeikh Bi`l-Maʻruf menyesali keputusannya yang telah mengusir
Darma Taʻsiya, seperti yang terlihat dalam kutipan berikut.
berlinang-linang air matanya menengar pesan Darma Taʻsiya itu,serta menyesallah rasa hatinya (HDT:25).
Darma Taʻsiya memaafkan kesalahan Syeikh Bi`l-Maʻruf. Keduanya
dapat kembali harmonis dan sejahtera. Sifat Darma Taʻsiya ini sesuai
dengan firman Allah.
٤٣لك لمن عزم االموري ولمن صبر وغفر ان ذ Wa laman shabara wa ghafara inna zālika lamin ʻazmi`l-umūriTetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yangdemikian itu termasuk perbuatan yang mulia (QS. Asy-Syura [42]:43)
c. Citra Darma Taʻsiya sebagai Ibu
Ibu memiliki kedudukan yang sangat mulia dan terhormat. Surga terletak
di bawah kaki ibu, artinya keridaan ibu menentukan keselamatan dan
kebahagiaan seorang anak (Mulia, 2014:61). Citra Darma Taʻsiya sebagai
seorang ibu yang dapat diteladani oleh setiap ibu zaman sekarang adalah
sebagai berikut.
148
1) Menyayangi dan melindungi anak
Sudah menjadi kewajiban seorang ibu untuk menyayangi dan
melindungi anak meskipun nyawa menjadi taruhannya. Perjuangan ibu
untuk anaknya begitu besar. Dimulai dari proses hamil, kemudian seorang
ibu berjuang antara hidup dan mati untuk melahirkan anaknya ke dunia.
Musdah Mulia (Mulia, 2014:63) berpendapat bahwa ibu bertanggung
jawab memelihara keselamatan dan kesehatan anak, sejak berupa janin
dalam kandungan sampai anak tumbuh dan berkembang menjadi seorang
manusia dewasa. Perjuang seorang ibu berlanjut, ibu harus memberikan
kasing sayang dan pendidikan agar menjadi anak yang berbakti kepada
orang tua.
Di dalam teks HDT, dikisahkan bahwa Darma Taʻsiya sangat
menyayangi Candra Dewi, seperti dalam kutipan berikut.
Darma Taʻsiya ada hadir mengadap suaminya makan itu dananaknya diribanya (HDT:7).
Maka diambilnya lalu diribanya, serta dengan tangisnya menyusuianaknya itu, serta dengan sayangnya, maka dipeluknya dandiciumnya akan dia (HDT:13)
Maka ia pun segeralah berbangkit dan menyusui anaknya sertadipeluk dan diciumnya tiadalah ia mau bercerai barang seketikajuga pun (HDT:33).
Kutipan di atas menunjukkan kasih sayang Darma Taʻsiya kepada
Candra Dewi yang begitu besar. Kasih sayang tersebut juga tergambar
pada saat Darma Taʻsiya diusir oleh Syeikh Bi`l-Maʻruf. Darma Taʻsiya
harus meninggalkan Candra Dewi yang masih menyusu. Berbagai cara
telah dilakukannya agar dapat tetap tinggal di rumah untuk mengurus
149
Candra Dewi. Darma Taʻsiya rela menjadi penunggu pintu dan menjadi
penyapu sampah demi mengurus Candra Dewi.
Selanjutnya pada episode 9—10, dikisahkan bahwa Darma Taʻsiya
pergi dari rumah menuruti perintah Syeikh Bi`l-Maʻruf. Darma Taʻsiya
dengan berat hati harus meninggal Candra Dewi. Kesedihan Darma
Taʻsiya karena meninggalkan Candra Dewi diibaratkan dengan air laut
yang dipukul ribut maka ombaknya naik ke darat. Sebelum pergi dari
rumah, Darma Taʻsiya melakukan hal berikut.
Maka Darma Taʻsiya pun mendapatkan anaknya. Maka diambilnyalalu direbanya, serta dengan tangisnya menyusui anaknya itu, sertadengan sayangnya, maka dipeluknya dan diciumnya akan dia(HDT:13).
“... mintalah hambamu air barang setitik karena hamba terlalu amatdahaga tiada makan dan minum hingga menyusui Candra Dewi”(HDT:16).
Darma Taʻsiya masih menjalankan kewajibannya sebagai seorang ibu
yaitu menyusui anaknya, meskipun dalam keadaan yang tidak
menguntungkan.
Ketika kembali ke rumah dan membuka penyamarannya, Darma
Taʻsiya langsung menghampiri Candra Dewi untuk meluapkan segala
perasaan rindunya selama meninggalkan rumah.
Setelah didengar oleh Darma Taʻsiya anaknya menangis itu, makaia pun segeralah berbangkit dan menyusui anaknya serta dipelukdan diciumnya tiadalah ia mau bercerai barang seketika juga pun(HDT:33).
Darma Taʻsiya kembali kepada suami dan putrinya, serta menjalani
kehidupan yang harmonis bersama Syeikh Bi`l-Maʻruf dan Candra Dewi.
150
Kasih sayang Darma Taʻsiya kepada Candra dewi sesuai dengan firman
Allah berikut.
ضاعة وعلى یرضعن اوالدھن حولین كاملین لمن ارادان یتم ت والوالد الر
ر والدة ضا رزقھن وكسوتھن بالمعروف التكلف نفس االوسعھا الت المولودلھ
لك فان ارادا فصاال عن تراض وعلى الوارث مثل ذ بولده بولدھا والمولودلھ
نھما وتشا ورفالجناح علیھما وان اردتم ان تسترضعوا اوالدكم فالجناح م
ا ان هللا بماتعملون تیتم بالمعروف واتقوا هللا واعلموا ا علیكم اذا سلمتم م
٢٣٣بصیر Wa`l-wālidātu yurdliʻna aulādahunna haulaini kāmilaini limanarāda ayyutimmu`r-radlaʻatun, wa ʻala`l-maulūdi lahū rizquhunnawa kiswatuhunna bi`l-Maʻrūfi, lā tukallafu nafsun illā wusʻahā, lātudlārra wālidatun, biwaladihā wa lā maulūdun Lahū biwaladihīwa ʻala`l-wārisi mislu zālika, fa in arādā fishālan ʻan tarādlimminhumā wa tasyāwurin falā junāha ʻalaihimā, wa in aradttum antastardliʻū aulādakum falā junāha ʻalaikum izā sallamtum māātaitum bi`l-Maʻruf, wattaqu`l-Lāha waʻlamū anna`l-Lāha bimātaʻmalūna bashīrun (233)
Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahunpenuh, bagi yang ingin menyusui sempurna. Dan kewajiban ayahmenanggung nafkah dan pakaian mereka. Seseorang tidak dibebanilebih dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderitakarena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karenaanaknya. Ahli waris pun (berkewajiban) seperti itu pula. Apabilakeduanya ingin menyapih dengan persetujuan danpermusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa ataskeduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada oranglain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran dengancara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwaAllah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Baqarah [2]:233)
2) Mendidik anak
Setiap orang tua memiliki kewajiban untuk mendidik anaknya. Orang
tua terutama ibu, merupakan guru pertama bagi putra-putrinya. Ibu
mengajarkan berbagai hal, seperti menanamkan ajaran agama, budi
pekerti, dan lain sebagainya.
151
Dikisahkan bahwa Darma Taʻsiya memberikan nasihat kepada Candra
Dewi sebelum meninggalkan rumah. Nasihat Darma Taʻsiya kepada
Candra Dewi adalah supaya berbakti dan menjaga Syeikh Bi`l-Maʻruf.
Darma Taʻsiya memberikan pendidikan budi pekerti kepada Candra Dewi
yang masih bayi, supaya menjadi anak yang berbakti kepada orang tua.
Nasihat Darma Taʻsiya kepada Candra Dewi adalah sebagai berikut.
“Hai anakku Candra Dewi dan buah hatiku dan biji mataku dancahaya wajah bunda tinggallah engkau baik-baik memeliharakanbapamu. Jangan lupa daripada berbuat bakti akan bapamu. Haianakku jikalau datang bapamu dari dalam khalwatnya hadirkanolehmu air pembasuh kakinya. Adapun aku ini sudah dibuangkanoleh bapamu bukannya dengan dosaku, maka dengan sebenar-benarnya dalam kebaktian juga. Hai anakku dan batu kepalaku dannyawa badanku, maka kasih ibu tiadalah sampai kepada anakku,tinggallah engkau baik-baik menyimpan dirimu dan peliharakanbapamu” (HDT:13-14).
Citra Darma Taʻsiya sebagai seorang ibu sesuai dengan firman Allah,
sebagai berikut.
ھ ووصینا نسان بوالدیھ حملتھ ام فص وھنا عل اال في عامین ان لھ ى وھن و
١٤المصیر ي ولوالدیك الي اشكرل Wa washshaina`l-insāna bi wālidaihi, hamalathu ummuhū wahnanʻalā wahniw wa fishāluhū fī ʻāmaini anisykurlī wa liwālidaika,ilayya`l-mashīra (14)
Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepadakedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaanlemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia duatahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.Hanya kepada Aku kembalimu. (QS. Luqman [31]: 14)
d. Citra Darma Taʻsiya sebagai Hamba Allah
Hikayat Darma Taʻsiya oleh Edwar Djamaris (1985:109) dikategorikan
sebagai sastra Indonesia lama pengaruh Islam. Penggolongan ini didasarkan
pada isi teks HDT yang menceritakan kehidupan tokoh Darma Taʻsiya,
152
seorang istri yang sangat taat dan berbakti kepada suaminya sesuai dengan
perintah Allah. Citra Darma Taʻsiya sebagai hamba yang bertakwa kepada
Allah swt dapat menjadi pengajaran bagi setiap orang yang beriman, adalah
sebagai berikut.
1) Taat kepada Allah
Ketakwaan Darma Taʻsiya diuji ketika dirinya diusir dari rumah dan
melarikan diri ke hutan. Sepanjang perjalanan ke dalam hutan dia terus
berdoa untuk meminta pertolongan Allah. Darma Taʻsiya kelaparan dan
kehausan, serta pakaian yang dikenakannnya telah terkena air kencing
Candra Dewi sehingga merasa ragu untuk melaksanakan salat Asar. Dia
memohon kepada Allah untuk mendapatkan pertolongan dan jalan keluar.
Allah mendengar segala doa yang dipanjatkannya dan mengetahui bahwa
Darma Taʻsiya tidaklah bersalah. Allah mengutus Malaikat Jibrail untuk
membantu Darma Taʻsiya, seperti dalam kutipan berikut.
Maka firman Allah “Hai Jibrail, pergilah engkau kepada hambakuDarma Taʻsiya itu, karena ia orang yang berbakti kepadaku dankepada suaminya. Bawakan olehmu kain dari dalam surga danberikan kepada hambaku Darma Taʻsiya itu. Maka engkau sapukanmukanya dan suruhkan ia pulang kepada suaminya” (HDT:19)
Hatta maka rupa Darma Taʻsiya pun sucilah seperti rupa bulanpurnama empat belas hari bulan (HDT:21).
Berkat ketakwaannya, Darma Taʻsiya mendapatkan pertolongan
Allah. Darma Taʻsiya mendapatkan makanan dan minuman, air untuk
bersuci, serta pakaian dari surga. Darma Taʻsiya juga mendapatkan
perubahan pada parasnya menjadi semakin cantik setelah disapu oleh
sayap Malaikat Jibrail. Darma Taʻsiya dapat membuktikan bahwa dirinya
tidak bersalah berkat pertolongan Allah. Hal ini menunjukkan bahwa
153
Darma Taʻsiya merupakan hamba yang taat kepada Allah juga kepada
suaminya. Ketakwaan Darma Taʻsiya sesuai dengan firman Allah berikut.
٨واتقواهللا ان هللا خبیربماتعملون ...
... wattaqu`l-Lāha, innalLāaha khabīrun bimā taʻmalūna (8)
Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti terhadapapa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Maidah [5]: 8)
٢مخرجا ق هللا یجعل لھ ومن یت ... ... wa mayyattaqi`l-Lāha yajʻal Lahū makhrajan (2)
... Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akanmembukakan jalan keluar baginya. (QS. Ath-Thalaq [65]: 2)
Darma Taʻsiya adalah seorang yang taat kepada Allah. Hal ini
berdasarkan pada ketaatannya untuk melaksanakan salat. Di dalam HDT
dikisahkan ketika Darma Taʻsiya melarikan diri ke dalam hutan dan
hendak melaksanakan salat asar, tetapi tidak ada air untuk wudu dan
pakaiannya pun terkena air kencing Candra Dewi. Darma Taʻsiya
memohon pertolongan kepada Allah. Berkat kuasa Allah, air pun mangalir
mendekati Darma Taʻsiya. Allah mengutus Malaikat Jibrail untuk
menolong Darma Taʻsiya dan mengantarkan kain surga. Darma Taʻsiya
mengenakan kain surga dan melaksanakan salat asar.
Darma Taʻsiya dapat melaksakan kewajibannya sebagai seorang
hamba Allah yang taat di segala kondisi. Berkat ketaatannya kepada Allah,
Darma Taʻsiya dapat kembali kepada suami dan anaknya dan hidup
harmonis. Ketaatan Darma Taʻsiya sesuai dengan firman Allah berikut.
ل وعلیك سول فان تولوافانما علیھ ما حم لتم قل اطیعوا هللا واطیعوا الر احم م م
سول االالبل وان تطیعوه تھتدوا وما ٥٤غ المبین على الر
154
Qul athīʻu`l-Lāha wa athīʻur-Rasūla, fa in tawallau fainnamāʻalaihi mā hummila wa ʻalaikum mā hummiltu, wa in tuthīʻūhutahtadū, wa mā ʻala`r-Rasūli illā`l-balāghu`l-mubīnu (54)
Katakanlah, “Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul, jikakamu berpaling, maka sesungguhnya kewajiban Rasul(Muhammad) itu hanyalah apa yang dibebankan kepadanya, dankewajiban kamu hanyalah apa yang dibebankan kepadamu. Jikakamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. KewajibanRasul hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan jelas. (QS.An-Nur [24]: 54)
2) Bersyukur
Sebagai seorang hamba, manusia diwajibkan untuk bersyukur untuk
mengungkapkan rasa terima kasih atas nikmat dan rezeki yang
dianugerahkan oleh Allah, seperti dalam firman Allah berikut.
١٥٢ي والتكفرون اذكركم واشكروال فادكروني Fadkurūnī azkurkum wasykurūlī wa lā takfurūni
Maka ingatlah kepadaKu, Aku pun akan ingat kepadamu.Bersyukurlah kepadaKu, dan janganlah kamu ingkar kepadaKu.(QS. Al-Baqarah [2]: 152)
Hal demikian juga diamalkan oleh Darma Taʻsiya. Dia pandai
bersyukur atas segala hal yang dianugerahkan Allah kepadanya, seperti
dalam kutipan berikut.
Maka ia pun memuji-muji Allah dengan puji yang tiadaberkeputusan daripada lidahnya ... (HDT:19).
“Hamba menjunjung anugerah Tuhan Yang Mahamulia lagiMahatinggi”. Serta dengan beberapa puji-pujian serta mengucapberibu-ribu syukur dengan mengatakan “Alhamduli`l-Lāhi Rabbi `l-‘ālamīn ar –Rahmāni `r –Rahīm” (HDT:20-21).
3) Tawakal kepada Allah
Tawakal adalah memasrahkan diri kepada kehendak Allah. Firman
Allah mengenai tawakal adalah sebagai berikut.
155
٣... ... ومن یتوكل على هللا فھو حسبھ
... wa mayyatawakkal ʻala`l-Lāhi fahuwa hasbuhū ...
... Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akanmencukupkan (keperluan)nya... (QS. Ath-Thalaq [65]: 3)
Ketawakalan Darma Taʻsiya tergambar ketika diusir oleh suami dan
orang tuanya. Di dalam teks HDT diceritakan bahwa Darma Taʻsiya
menenangkan diri di hutan. Darma Taʻsiya menyerahkan diri kepada
Allah, seperti dalam kutipan berikut.
... dengan ratap tangisnya sepanjang hutan itu, serta menyerahkandirinya kepada Allah Taala (HDT:18).
... serta menyerahkan dirinya kepada Allah Taala, serta ia memintadoa kepada Allah hingga waktu asar ... Engkau anugerahi kiranyahambamu air karena hambamu hendak sembahyang” (HDT:18).
156
A. Identifikasi Tokoh Laki-Laki
1. Syeikh Bi`l-Maʻruf
Syeikh Bi`l-Maʻruf adalah suami Darma Taʻsiya dan ayah Candra Dewi. Di
dalam teks dikisahkan bahwa Syeikh Bi`l-Maʻruf begitu taat kepada Allah. Dia
mengisi waktunya dengan terus beribadah. Setiap pagi Syeikh Bi`l-Maʻruf pergi
ke khalwat dan pulang ketika sore hari. Hal ini terangkum dalam kutipan.
Bermula suaminya bernama Syeikh Bi`l-Maʻruf terlalu baikrupanya lagi pertapa kepada Allah Taala dan mukmin dan lagi sucihatinya pada segala hamba Allah. (HDT:1)
Adapun Syeikh Bi`l-Maʻruf itu pagi-pagi hari masuk ke dalamkhalwatnya tempat ia berbuat ibadah setelah sudah magrib, maka iapulang ke rumahnya. (HDT:2)
Sebagai seorang suami dan ayah, Syeikh Bi`l-Maʻruf merupakan laki-laki
yang menyayangi keluarga. Syeikh Bi`l-Maʻruf sangat menyayangi Darma
Taʻsiya dengan segala kebaktiannya. Hal ini tergambar dalam kutipan berikut.
Setelah itu, maka Syeikh Bi`l-Maʻruf pun masuklah ke dalamkhalwatnya dengan sukacitanya dari sebab menengar kata-kataisterinya. (HDT:2)
Maka katanya, “Apakah dosa diri? Karena diri mengikut FathimahAz-Zahra Radliya `l-Lāhu ʻanha”. (HDT:6)
Sri Suhandjati Sukri (Sukri, 2009:383-384) berpendapat bahwa suami adalah
teman bagi istrinya. suami dan istri mempunyai kedudukan yang seimbang dan
setara di hadapan Allah. Agar tercipta keharmonisan dalam rumah tangga, maka
suami dan istri perlu memperlakukan pasangan dengan hormat, baik, dan pantas.
Keharmonisan rumah tangga Syeikh Bi`l-Maʻruf dengan Darma Taʻsiya
mengalami cobaan, seperti dalam kutipan berikut.
157
Maka dengan takdir Allah Taala, maka datanglah percobaan setanpada hati tuan Syeikh itu (HDT:6)
Maka suatu malam Syeikh Bi`l-Maʻruf itu makan nasi. Maka padamasa itu Darma Taʻsiya ada hadir mengadap suaminya makan itudan anaknya diribanya, maka sumbu pelita pun hendak padam.Maka Darma Taʻsiya pun pikirlah dalam hatinya, “Apa diriku akanmeninggalkan suamiku tengah makan lagi pun anakku ini akanmenangis. Karena terlalulah besar dosanya orang meninggalkansuaminya itu makan kepada Allah Taala dan derhaka kepadaRasulullah”.Hatta maka Darma Taʻsiya pun mengambil pisau seraya iamengerat rambutnya itu tujuh helai, dibuatnya sumbu pelita.(HDT:7).
Di dalam teks HDT pada episode 8, dikisahkan mengenai Darma Taʻsiya
yang sedang melayani Syeikh Bi`l-Maʻruf. Syeikh Bi`l-Maʻruf sedang makan,
sedangkan Darma Taʻsiya menemaninya sambil meriba Candra Dewi ketika pelita
hampir padam. Darma Taʻsiya mengalami dilema karena takut mendapatkan dosa
apabila meninggalkan Syeikh Bi`l-Maʻruf yang masih makan, dan Candra dewi
pun akan menangis apabila ditinggalkan. Pada akhirnya Darma Taʻsiya
memutuskan untuk mengerat tujuh helai rambut untuk dijadikan sumbu pelita.
Syeikh Bi`l-Maʻruf melihat kejadian tersebut dan memarahi Darma Taʻsiya
karena tidak meminta izin terlebih dahulu ketika memutuskan untuk mengerat
rambut. Hal ini menyebabkan Syeikh Bi`l-Maʻruf mengusir Darma Taʻsiya.
Kemarahan Syeikh Bi`l-Maʻruf dapat dilihat pada kutipan berikut.
Setelah Syeikh itu menengar kata Darma Taʻsiya itu, maka terlalusangat marahnya seperti api bernyala rupanya. Maka Tuan Syeikhitu pun pergilah mengambil rotan lalu dipukulnya Darma Taʻsiyaitu. Maka pengsanlah ia tiada khabarkan dirinya. (HDT:11)
Maka apabila didengar oleh Syeikh itu makinlah bertambah-tambah marahnya. Maka dihambatnya bergelang tiang rumahnya.Maka Darma Taʻsiya pun menangislah dan air matanya turunumpama hujan. Maka dipalunya juga. Maka larilah Darma Taʻsiyamembawa dirinya daripada suatu tiang datang kepada suatu tiang,itu pun dipalunya juga. (HDT:12)
158
Syeikh Bi`l-Maʻruf tidak mau mendengar penjelasan Darma Taʻsiya. Dia
semakin marah ketika Darma Taʻsiya memohon ampunan. Syeikh Bi`l-Maʻruf
tidak dapat menahan amarahnya sehingga memukul Darma Taʻsiya
(menggunakan rotan) hingga pingsan.
Hal ini bertentangan dengan makna nama Syeikh Bi`l-Maʻruf. Berdasarkan
arti kata secara leksikal Syeikh berarti sebutan untuk alim ulama (Kamus Dewan,
1994:1334). Berdasarkan arti kata secara etimologi Bi`l-Maʻruf berasal dari kata
عرف (ʻarafa) yang berarti mengenal atau mengetahui, menjadi ( المعروف) al-
maʻrūfu yang berarti yang diketahui, menjadi بالمعروف (bi`l-Maʻruf) yang berarti
dengan secara baik atau ramah (Munawwir, 1984:919—921). Berdasarkan
pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa makna nama Syeikh Bi`l-
Maʻruf adalah seorang alim ulama yang baik.
Sikap Syeikh Bi`l-Maʻruf yang tidak dapat menahan amarah dan melakukan
kekerasan terhadap Darma Taʻsiya tidak mencerminkan seorang suami yang baik.
Abu Malik Kamal dalam Fiqhus Sunnah lin-Nisāʻ Fiqih Sunnah Wanita (Kamal,
2007:154) menyebutkan bahwa sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang suami
di antaranya adalah beragama dengan baik, hafal beberapa bagian dari Alquran,
memiliki kemampuan, bersikap lemah-lembut, menyenangkan untuk dilihat,
setara dengan istri, dan tidak mandul. Sebagai ulama yang sepanjang hidupnya
dihabiskan untuk beribadah kepada Allah, seharusnya Syeikh Bi`l-Maʻruf dapat
mengendalikan amarahnya. Dalam Alquran, Allah telah berfirman bahwa suami
merupakan pelindung bagi istrinya. Namun, tindakan Syeikh Bi`l-Maʻruf
bertentangan dengan firman Allah berikut.
159
امون على النس جال قو ل هللا ار بما بعضھم عل اء بمافض انفقومن ى بعض و
تي تخافون نشوزھن لغیب بما حفظ هللا وال ت ل فظ ت ح نت ت ق لح اموالھم فالص
بغوا علیھن فعظوھن واھجروھن فى المضاجع واضربوھن فان اطعنكم فال ت
٣٤كبیراسبیال ان هللا كان علیا Ar-rijālu qawwāmūna ʻala`n-nisā`i bimā fadl-dlala`l-Lāhubaʻdlahum ʻalā baʻdliw wa bimā anfaqū min amwālihim, Fa`sh-shālihāti qānitātun hāfizhātu`l-lilghaibi bimā hāfizha`l-Lāhu, wa`l-lātī takhāfūna nusyūzahunna faʻizhūhunna wahjurūhunna fi`l-madlājiʻi wadlribūhunna, fa in athaʻnakum falā tabghū ʻalaihinnasabīlan, inna`l-Lāha kāna ʻaliyyan kabīrā (34)
Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karenaAllah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagianyang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telahmemberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuanyang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjagadiri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjagamereka. Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akannusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlahmereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullahmereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamumencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, AllahMahatinggi, Mahabesar. (QS. An-Nisa [4]: 34)
Pada saat Darma Taʻsiya pulang ke rumah dan menyamar sebagai
suruhannya, Syeikh Bi`l-Maʻruf tidak mengenalinya. Syeikh Bi`l-Maʻruf begitu
tergila-gila kepada Darma Taʻsiya yang sedang menyamar, seperti pada kutipan
berikut.
Tuan Syeikh pun berlinang-linang air matanya menengarkan pesanDarma Taʻsiya itu, serta menyesallah rasa hatinya. Akan tetapi,matanya tiada lepas daripada memandang Darma Taʻsiya juga.(HDT:25)
Maka tuan Syeikh pun pergilah ke dapur, meniup api itu sekalimemandang muka Darma Taʻsiya hingga tujuh kali. Maka api itupun padam pula. (HDT:27-28)
Demikianlah juga lakunya, sekali mengapak kayu itu hingga enamtujuh kali memandang-mandang muka Darma Taʻsiya seperti oranggila lakunya. (HDT:28)
160
Syeikh Bi`l-Maʻruf menyesali keputusannya yang telah mengusir Darma
Taʻsiya. Dikisahkan pada episode 22—25 bahwa Darma Taʻsiya berterus terang
dan menceritakan perjalanan hidupnya selama meninggalkan rumah. Syeikh
Bi`l-Maʻruf bersyukur karena istrinya merupakan perempuan yang berbakti
kepada suami sehingga mendapatkan rida-Nya. Darma Taʻsiya kembali kepada
Syeikh Bi`l-Maʻruf dan hidup sejahtera, seperti dalam kutipan berikut.
Syahdan adindahlah yang beroleh rahmat Allah dan syukurlah kitaberibu-ribu syukur akan Allah Taala”. Maka Syeikh Bi`l-Maʻrufpun sukacitalah hatinya. Dan berkasih-kasihanlah ia dua laki isteri,selamat sejahteralah ia dunia akhirat. (HDT:39)
Melalui tokoh Syeikh Bi`l-Maʻruf, pengarang ingin menyampaikan pesan
bahwa setiap manusia yang beriman harus sabar serta dapat mengendalikan hawa
nafsu. Di dalam teks, dicontohkan bahwa Syeikh Bi`l-Maʻruf tidak dapat menahan
hawa nafsu berupa amarah sehingga menimbulkan penyesalan di dalam dirinya
karena ditinggalkan oleh Darma Taʻsiya. Berbicara mengenai sabar, Allah swt
telah berfirman sebagai berikut.
نسان لفي خسر ١والعصر ت وتوا صوا لح منواوعملواالص االالذین ا ٢ان اال
بر بالحق ٣وتواصوابالصWa`l-ʻashri (1) inna`l-insāna lafī khusrin (2) ill a`l-lazīna āmanū waamilu`sh-shālihāti wa tawā shaubilhaqqi wa tawā shaubi`sh-shabri(3)1. Demi masa, 2. Sungguh, manusia berada dalam kerugian, 3.Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan mengerjakankebajikan serta saling menasihati untuk kebenaram dan salingmenasihati untuk kesabaran. (QS. Al-Ashr [103]: 1—3)
Berdasarkan ayat di atas, pada dasarnya manusia berada dalam kerugian
kecuali orang yang beriman. Orang yang beriman adalah orang yang mengerjakan
kebajikan dan saling menasihati dalam kebenaran serta bersabar. Syeikh Bi`l-
Maʻruf sebagai seorang suami dan sebagai seorang ulama yang baik, telah
161
termasuk ke dalam golongan orang yang berada dalam kerugian karena tidak
dapat mengendalikan hawa nafsunya.
Di dalam Alquran, suami diperbolehkan memarahi istri untuk memberikan
pelajaran agar istri berbakti kepada suami, tetapi melalui beberapa tahapan,
sebagai berikut.
تي تخافون نشوزھن فعظوھن ظ هللا وال لغیب بما حف ت ل فظ ت ح نت ت ق لح فالص
واھجروھن فى المضاجع واضربوھن فان اطعنكم فال تبغوا علیھن سبیال ان هللا
٣٤كان علیا كبیراFa`sh-shālihāti qānitātun hāfizhātu`l-lilghaibi bimā hāfizha`l-Lāhu,wa`l-lātī takhāfūna nusyūzahunna faʻizhūhunna wahjurūhunna fi`l-madlājiʻi wadlribūhunna, fa in athaʻnakum falā tabghū ʻalaihinnasabīlan, inna`l-Lāha kāna ʻaliyyan kabīrā (34)
Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz,hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka ditempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka.Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-carialasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi,Mahabesar. (QS. An-Nisa [4]: 34)
Seperti yang telah diuraikan di atas, makna nama Syeikh Bi`l-Maʻruf adalah
seorang ulama yang baik. Namun, perilaku memukuli Darma Taʻsiya hingga
pingsan dan mengusirnya secara semena-mena tanpa mendengarkan penjelasan
Darma Taʻsiya terlebih dahulu, serta lebih mengutamakan hawa nafsu
dibandingkan logika, begitu bertentangan dengan makna yang tersemat pada
namanya dan telah melenceng dari perintah Allah swt.
Hal ini dapat menjadi pengajaran bagi setiap manusia terutama laki-laki
(suami) agar dapat mengendalikan hawa nafsu. Pengendalian hawa nafsu dapat
menjaga manusia agar tidak termasuk ke dalam golongan yang berada dalam
kerugian seperti yang disampaikan dalam Alquran surat Al-Ashr [103]: 1—3.
162
2. Syeikh Al-Akbar
Syeikh Al-Akbar adalah ayah Darma Taʻsiya. Pada saat Darma Taʻsiya diusir
oleh Syeikh Bi`l-Maʻruf dan memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuanya,
Syekh Al-Akbar menolak kedatangan Darma Taʻsiya dengan tegas. Seperti dalam
kutipan berikut.
Maka kata ayah bundanya “Bahwa akupun tiada mau menerimaengkau, karena engkau sudah lepas daripada tanganku. Akansekarang, mengapa juga kemari karena engkau sudah kuserahkankepada anakku Syeikh Bi`l-Maʻruf . Karena takut aku kepada AllahTaala dan malu aku akan nabi Muhammad Shalla 'l-Lāhu ‘alaihiwa sallam” (HDT:15).
“Jikalau aku memberi engkau air niscaya berkenanlah aku akankejahatanmu itu. Pada bicara aku, sebab jahat perangaimu dankelakuanmu itu .. Dan janganlah lagi engkau hampiri lagi kepadaaku, karena tiada aku mahu memandang muka orang yang durhakakepada suaminya, dan Allah Taala pun tiada berkenan akan orangyang demikian itu” (HDT:16).
Di dalam teks HDT sekuen 11c—11g, dikisahkan bahwa Syeikh Al-Akbar
tidak mau menerima Darma Taʻsiya. Syeikh Al-Akbar tidak mau ikut campur
dalam kehidupan rumah tangga putrinya. Syeikh Al-Akbar memberikan pelajaran
mengenai kemandirian dan tanggung jawab kepada Darma Taʻsiya melalui
penolakan ini. Di samping itu, Darma Taʻsiya telah menjadi tanggung jawab
suaminya sehingga apabila melakukan kesalahan, maka Syeikh Al-Akbar sebagai
orang tua tidak memiliki kewajiban untuk membantu.
Melalui tokoh Syeikh Al-Akbar, pengarang ingin menyampaikan pesan
bahwa setiap orang tua harus memberikan pendidikan sekaligus kasih sayang
kepada anak-anaknya. Salah satu pendidikan sekaligus kasih sayang yang
diberikan Syeikh Al-Akbar adalah menolak kepulangan Darma Taʻsiya setelah
diusir oleh Syeikh Bi`l-Maʻruf. Penolakan ini merupakan bentuk kasih sayang
163
Syeikh Al-Akbar agar Darma Taʻsiya mandiri dan dapat menyelesaikan
permasalahannya tanpa campur tangan orang tua. Hal ini sesuai dengan firman
Allah, sebagai berikut.
مام راع ومس جل كلكم راع وكلكم مسئول عن رعیتھ األ ئول عن رعیتھ والر
سئول عن رعیتھ والمرأة راعیة في نیت زوجھا راع في أھلھ وھو م
عیتھار ومسئولة عن
Kullukum rāʻin wa kullukum mas`ūlun ʻan raʻiyyatihi`l-imāmurāʻin wa mas`ulūn ʻan raʻiyyatihi wa`r-rajulu rāʻin fī ahlihi wahuwa mas`ulūn ʻan raʻiyyatihi wa`l-mar`atu rāʻiyyatun fī baitizaujihā wa mas`ulatun ʻan raʻiyyatihā (HR. Al-Bukhari)
Setiap kamu adalah pemimpin, dan akan dimintaipertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang pemimpin(kepala negara) yang memimpin manusia (masyarakat), akandimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seoranglaki-laki juga pemimpin dalam keluarganya, akan dimintaipertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Dan seorangperempuan adalah pemimpin dalam rumah suaminya, akan dimintaipertanggungjawaban atas kepemimpinannya. (HR. Al- Bukhari).
Sesuai dengan firman Allah di atas, para orang tua dapat meneladani sikap
Syeikh Al-Akbar dalam memberikan pendidikan serta kasih sayang kepada
anaknya sehingga hubungan orang tua dan anak menjadi harmonis. Orang tua
tidak mencampuri urusan rumah tangga anak sehingga anak menjadi mandiri,
serta dapat menyelesaikan permasalahannya dengan penuh tanggung jawab.
164
B. Nada dan Suasana Cerita
Langkah terakhir dalam meneliti karya sastra dengan pendekatan feminis
menurut Soenardjajati Dajanegara adalah mengamati sikap penulis. Sikap penulis
dapat terlihat nada dan suasana cerita yang dihadirkan (Dajanegara, 2000:53—
54).
Nada dan suasana cerita yang tergambar dalam teks HDT terbagi dalam dua
golongan, yaitu nada dan suasana cerita positif serta nada dan suasana cerita
negatif. Nada dan suasana cerita positif menggambar baik nada dan suasana cerita,
tokoh, maupun alur yang dihadirkan pengarang dapat memberikan efek positif
kepada pembaca, seperti perasaan senang. Sebaliknya, nada dan suasana cerita
negatif menggambarkan baik nada dan suasana cerita, tokoh, maupun alur yang
dihadirkan pengarang dapat memberikan efek negatif kepada pembaca, seperti
perasaan marah, dan sebagainya.
Nada dan suasana cerita positif terjadi pada episode 12—episode 16. Pada
episode ini, pengarang menggambarkan keteguhan hati dan kemandirian tokoh
Darma Taʻsiya setelah diusir oleh Syeikh Bi`l-Maʻruf. Pengarang
menggambarkan Darma Taʻsiya sebagai sosok perempuan yang tangguh dan
mandiri. Ketika cobaan bertubi-tubi (lihat episode 8—11) menimpanya, Darma
Taʻsiya tidak putus asa bahkan semakin mendekatkan diri kepada Allah. Allah
menolong Darma Taʻsiya (episode 12—16). Kemudian, pada episode 18—25
Darma Taʻsiya dapat membuktikan kepada Syeikh Bi`l-Maʻruf bahwa dirinya
tidak bersalah. Meskipun Darma Taʻsiya digambarkan sebagai sosok yang
mandiri dan tangguh, dia tetaplah seorang istri yang memiliki kewajiban untuk
165
berbakti kepada suami. Melalui tokoh Darma Taʻsiya, pengarang menyampaikan
pesan bahwa kewajiban utama seorang istri adalah berbakti kepada suami.
Nada dan suasana cerita negatif terjadi pada episode 8—11 yang
mengisahkan bahwa Syeikh Bi`l-Maʻruf hilang kendali dan mengusir Darma
Taʻsiya. Sikap Syeikh Bi`l-Maʻruf yang tidak dapat menahan amarah dan
melakukan kekerasan terhadap Darma Taʻsiya tidak mencerminkan seorang suami
yang baik. Abu Malik Kamal dalam Fiqhus Sunnah lin-Nisāʻ Fiqih Sunnah
Wanita (Kamal, 2007:154) menyebutkan bahwa sifat-sifat yang harus dimiliki
oleh seorang suami di antaranya adalah beragama dengan baik, hafal beberapa
bagian dari Alquran, memiliki kemampuan, bersikap lemah-lembut,
menyenangkan untuk dilihat, setara dengan istri, dan tidak mandul. Sebagai ulama
yang sepanjang hidupnya dihabiskan untuk beribadah kepada Allah, seharusnya
Syeikh Bi`l-Maʻruf dapat mengendalikan hawa nafsunya.
Melalui tokoh Syeikh Bi`l-Maʻruf, pengarang ingin menyampaikan pesan
bahwa setiap manusia yang beriman harus sabar serta dapat mengendalikan hawa
nafsu. Di dalam teks, dicontohkan bahwa Syeikh Bi`l-Maʻruf tidak dapat menahan
hawa nafsu berupa amarah sehingga menimbulkan penyesalan di dalam dirinya
karena ditinggalkan oleh Darma Taʻsiya. Berbicara mengenai sabar, Allah swt
telah berfirman sebagai berikut.
نسان لفي خسر ١والعصر ت وتوا صوا لح منواوعملواالص الذین ا اال ٢ان اال
بر ٣بالحق وتواصوابالصWa`l-ʻashri (1) inna`l-insāna lafī khusrin (2) ill a`l-lazīna āmanū waamilu`sh-shālihāti wa tawā shaubilhaqqi wa tawā shaubi`sh-shabri(3)1. Demi masa, 2. Sungguh, manusia berada dalam kerugian, 3.Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan mengerjakan
166
kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaram dan salingmenasihati untuk kesabaran. (QS. Al-Ashr [482]: 1—3)
Berdasarkan ayat di atas, pada dasarnya manusia berada dalam kerugian
kecuali orang yang beriman. Orang yang beriman adalah orang yang mengerjakan
kebajikan dan saling menasihati dalam kebenaran serta bersabar. Syeikh Bi`l-
Maʻruf sebagai seorang suami dan sebagai seorang ulama yang baik, telah
termasuk ke dalam golongan orang yang berada dalam kerugian karena tidak
dapat menahan amarahnya.
Di dalam teks HDT, pengarang menggambarkan bahwa laki-laki begitu
lemah terhadap perempuan. Selain tidak dapat mengendalikan emosi karena
perempuan, kelemahannya yang lain dapat terlihat pada episode 19 dan episode
21, yang bercerita bahwa Syeikh Bi`l-Maʻruf langsung jatuh cinta kepada Darma
Taʻsiya yang sedang menyamar. Dari episode tersebut, juga diketahui bahwa
kesetiaan cinta Syeikh Bi`l-Maʻruf kepada Darma Taʻsiya begitu kurang. Syeikh
Bi`l-Maʻruf dengan mudah dapat jatuh cinta kepada Darma Taʻsiya yang sedang
menyamar dan melupakan statusnya sebagai seorang suami.
Gaya pengarang dalam menyampaikan cerita menggunakan cara menyindir.
Terdapat beberapa hal yang merupakan sindiran pengarang. Pertama, Syeikh Bi`l-
Maʻruf mengahabiskan seluruh waktunya untuk berkhalwat dan beribadah kepada
Allah. Dia menelantarkan anak dan istrinya serta meninggalkan urusan dunia.
Kedua, kebaktian seorang istri yang berlebihan pada episode 4, Darma Taʻsiya
selalu mengeringkan kaki Syeikh Bi`l-Maʻruf dengan rambutnya. Ketiga, Syeikh
Bi`l-Maʻruf pada sekuen 9g tidak dapat menahan amarahnya sehingga memukul
Darma Taʻsiya hingga pingsan. Keempat, Syeikh Al-Akbar dan Arbaʻa pada
sekuen 11d—11e yang tidak mau menerima kepulangan Darma Taʻsiya, bahkan
167
tidak mau memberikan air minum. Kelima, Syeikh Bi`l-Maʻruf pada episode 21
seketika jatuh cinta kepada Darma Taʻsiya yang sedang menyamar dan melupakan
statusnya sebagai seorang suami.
168
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap teks Hikayat Darma Ta’siya dapat
disimpulkan sebagai berikut.
1. Suntingan teks HDT menggunakan metode landasan. Naskah yang digunakan
menjadi landasan adalah naskah HDT kode MS Indo 26 koleksi Houghton
Library, Harvard University, Amerika Serikat. Setelah dilakukan kritik
terhadap teks ini, maka secara keseluruhan di dalam teks HDT terdapat
beberapa kesalahan salin tulis dan ketidakkonsistenan penulisan, meliputi 16
lakuna, 9 adisi, 8 substitusi, 2 ditografi, 1 transposisi dan 17
ketidakkonsistenan.
2. Berdasarkan analisis feminis terhadap teks HDT terdapat tiga pokok bahasan
yaitu identifikasi tokoh perempuan dan analisis citra perempuan, identifikasi
tokoh laki-laki, serta nada dan suasana cerita.
a. Identifikasi tokoh perempuan dalam teks HDT meliputi, identifikasi tokoh
Darma Ta’siya, Arba’, dan Candra Dewi. Terdapat empat ruang lingkup
citra perempuan dalam teks HDT, yaitu sebagai berikut.
(1) Citra Darma Ta’siya sebagai seorang anak yaitu berbakti kepada
orang tua.
169
(2) Citra Darma Ta’siya sebagai seorang istri meliputi: patuh dan hormat
kepada suami, sabar dalam menghadapi cobaan rumah tangga, dan
menyayangi suami sepenuh hati.
(3) Citra Darma Ta’siya sebagai seorang ibu meliputi: menyayangi dan
melindungi anak, sera mendidik anak.
(4) Citra Darma Ta’siya sebagai hamba Allah meliputi: taat kepada Allah,
bersyukur, dan bertawakal kepada Allah.
b. Identifikasi tokoh laki-laki dalam teks HDT meliputi, identifikasi tokoh
Syeikh Bi`l-Maʻruf, dan Syeikh Al-Akbar.
c. Nada dan suasana cerita yang tergambar dalam teks HDT terbagi dalam
dua golongan, yaitu nada dan suasana cerita positif serta nada dan suasana
cerita negatif. Nada dan suasana cerita positif menggambarkan baik nada
dan suasana cerita, tokoh, maupun alur yang dihadirkan pengarang dapat
memberikan efek positif kepada pembaca, seperti perasaan senang.
Sebaliknya, nada dan suasana cerita negatif menggambarkan baik nada
dan suasana cerita, tokoh, maupun alur yang dihadirkan pengarang dapat
memberikan efek negatif kepada pembaca, seperti perasaan marah, dan
sebagainya.
170
B. Saran
Penelitian terhadap teks Hikayat Darma Taʻsiya merupakan tahap awal dalam
sebuah penelitian filologi. Penulis merasa masih banyak dijumpai kekurangan
dalam penyuntingan maupun pengkajian. Penulis berharap penelitian ini dapat
menjadi pembuka jalan dan bahan pertimbangan bagi penulis lain untuk meneliti
lebih lanjut teks Hikayat Darma Taʻsiya. Selain itu, penulis juga berharap dengan
adanya suntingan teks disertai analisis citra perempuan dalam teks Hikayat Darma
Taʻsiya mampu memperkenalkan keberadaan teks Hikayat Darma Taʻsiya sebagai
salah satu hasil karya sastra lama yang mampu melampaui zamannya.
171
DAFTAR PUSTAKA
Alʻadawiyi, Musthafa bin. 2011. Fikih Berbakti kepada Orang Tua (edisiditerjemahkan oleh Dadang Sobar). Bandung: Remaja Rosdakarya.
Baroroh-Baried, Siti dkk. 1994. Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta: BadanPenelitian dan Publikasi Fakultas Seksi Filologi Fakultas SastraUniversitas Gadjah Mada.
Behrend, T.E.. 1998. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 4:Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Jakarta: Yayasan OborIndonesia.
Chanafiah, Yayah. 1999. “Hikayat Darma Tahsiyah Sebuah Telaah Filologis”.Tidak Dipublikasikan. Tesis. Tidak Dipublikasikan. Bandung: ProgramPascasarjana Universitas Padjadjaran.
Dasuki, Sholeh. 1996. “Metode Penyuntingan Teks dalam Filologi”. DalamHaluan Sastra Budaya No. 27 Th. XV Maret 1996. Surakarta: FakultasSastra UNS.
Djajanegara, Soenarjati. 2000. Kritik Sastra Feminis Sebuah Pengantar. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.
Djamaris, Edwar. 1985. Antologi Sastra Indonesia Lama Pengaruh Islam. Jakarta:Pusat Pembinaan dan Pengenbangan Bahasa Departemen Pendidikan danKebudayaan.
----------. 2002. Metode Penelitian Filologi. Jakarta: CV Monasco.
Ekadjati, Edi Suhardi. 2000. Direktori Edisi Naskah Nusantara. Jakarta: YayasanObor Indonesia.
Fakhriati. 2015. “Jatidiri Wanita Aceh dalam Manuskrip”. Dalam JUMANTARAvol. 6 No. 1 Tahun 2015: 129-148. Jakarta.
Fakih, Mansour. 1997. Analisis Gender & Transformasi Sosial. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Herdiansyah, Haris. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: SalembaHumanika.
Howard, Joseph H.. 1966. Malay Manuscripts: a Bibliography Guide. KualaLumpur: University of Malaya Library.
172
Kamal, Abu Malik. 2007. Fiqih Sunnah Wanita 2 (edisi diterjemahkan oleh GozyM, dkk.). Jakarta: Pena Pundi Aksara.
Mulia, Musdah. 2014. Kemuliaan Perempuan dalam Islam. Jakarta: MegawatiInstitute.
------. 2014. Indahnya Islam Menyuarakan Kesetaraan & Keadilan Gender.Yogyakarta: Nauvan Pustaka.
Munandar, Agus Aris. 2015. “Kedudukan dan Peran Perempuan dalam Masa JawaKuno: Era Majapahit”. Dalam JUMANTARA vol. 6 No. 1 Tahun 2015: 1-18. Jakarta.
Munawwir, Ahmad Warson. 1984. Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia.Surabaya: Pustaka Progresif.
Ratna, Nyoman Khuta. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ronkel, Van. 1921. Maleische en Minangkabausche Handscriften in de LeidscheUniversiteits – Bibloptheek. Leiden: Voorheen E. J. BRILL.
Ruhaliah. 2015. “Ningrumkusumah: Gambaran Kesempurnaan seorang Wanita”.Dalam JUMANTARA vol. 6 No. 1 Tahun 2015: 241-260. Jakarta.
Sarwanta, Dwi. 1992. “Hikayat Darmatasiyah Tinjauan Struktur dan Fungsi”.Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Surakarta: Fakultas Sastra UniversitasSebelas Maret.
Sudardi, Bani. 2003. Penggarapan Naskah. Surakarta: Badan Penerbit SastraIndonesia.
Sugono, Dendy dkk. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat.Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Sukri, Sri Suhandjati. 2009. Ensiklopedi Islam & Perempuan. Bandung: Nuansa.
Sutaarga, Amir dkk. 1972. Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum PusatDepartemen P & K. Jakarta: Direktorat Jendral Kebudayaan.
Suud, Wiyanto. 2011. Buku Pintar, Wanita-Wanita dalam Al-Qurʻan. Jakarta:Belanoor.
Wieringa, E.P.. 1998. Catalouge of Malay and Minangkabau Manuscripts in theLibrary of Leiden University and Other Collections in the Netherlands,Volume One. Leiden: Leiden University Library.
173
Wirajaya, Asep Yudha. 2014. “Syair Nasihat: Suntingan Teks Disertai AnalisisStruktural-Semiotik”. Tesis. Tidak Dipublikasikan. Yogyakarta: ProgramPascasarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada.
Sumber Internet
Akbar, Ali. 2014. “Shadow pada Kertas Eropa”. Dengan laman <http://quran-nusantara.blogspot.co.id/2014/12/shadow-pada-cap-kertas.html#more>(diakses pada 24 Oktober 2016 pukul 15.45 WIB).
Wirajaya, Asep Yudha. 2009. “Memperkirakan Usia Naskah: Sebuah BagianKodikologi yang Perlu Dicermati”. Dengan laman<http://asepyudha.staff.uns.ac.id/2009/05/30/memperkirakan-usia-naskah-sebuah-bagian-kodikologi-yang-perlu-dicermati/> (diakses pada 20April 2016 pukul 14.50 WIB).
Katalog online Harvard University dengan laman <http://ocp.hul.harvard.edu/ihp><http://iiif.lib.harvard.edu/manifests/view/drs:10637441$7i> (diakses pada15 April 2016 pukul 08.45 WIB).
Katalog online Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan laman<opac.pnri.go.id> (diakses pada 24 Oktober 2016 pukul 15.15 WIB).
One search dengan laman <http://onesearch.id> (diakses pada 15 April 2016pukul 09.00 WIB).
Thesaurus of Indonesian Islamic Manuscripts dengan laman<http://tiim.ppim.or.id> (diakses pada 15 Maret 2016 pukul 10.16 WIB).
Watermark Erve Wijsmuller dengan laman<http://www.hetoudekinderboek.nl/Centsprenten/UitgeversInd/Wijsmuller.htm> (diaskses pada 24 Oktober 2016 pukul 15.50 WIB).
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Metadata Hikayat Darma Taʻsiya
TitleHikayat Darma Taʻsia : manuscript, 18381838Hikayat Sultan Harun Rasyid
Romance of Darma TaʻsiaRomance of Harun Al-Rashid
Name/CreatorMunsyi, Muhammad Ali bin Abdul Latif, copyist.
،, copyist.Robbins, Samuel Prince, d. 1823, former owner.
HOLLIS ID008260927
Digital Object[Provides access to page images of entire work] http://nrs.harvard.edu/urn-3:FHCL.HOUGH:2033951
LocationHoughtonNetworked Resource
LanguageMalay
Description68 leaves, bound ; 22 cm.
Form/Genretextprint
SubjectHārūn al-Rashīd , Caliph , ca. 763-809 ; Malay literature
Categorymanuscript
NoteAccording to the colophon (f. 68r), copy completed in Dhū al-Ḥijjah 1253[February 1838] in the hand of Muhammad Ali bin Abdul Latif Munsyi.Written in one column, 10 lines per page, in red and black.With: Sabil al-Muhtadin li ʼl-Tafaqquh fi Amr al-Din (ff. 70v-93v).MS Indo 26. Houghton Library, Harvard University.In Malay in the Jawi-Arabic script.
Other TitleOpen Collections Program at Harvard University. Islamic Heritage Project
Lampiran Email
Pertanyaan peneliti kepada pihak Houghton Library
Jawaban email dari pihak Houghton Library
Pertanyaan peneliti kepada Annabel Gallop
Jawaban email dari Annabel Gallop
Sumber Inetrnet:http://quran-nusantara.blogspot.co.id/2014/12/shadow-pada-cap-kertas.html#more
'Shadow' pada kertas Eropa
Apa itu shadow pada kertas abad ke-18?
Dalam pos tentang cap kertas sebelum ini (lihat: http://quran-nusantara.blogspot.com/2014/11/cap-kertas.html#more), kita melihatbetapa pentingnya melihat 'shadow' (semacam bayangan) pada chain line(garis tebal) suatu kertas Eropa. Itu 'teori' sederhana dari Dr Russell Jonesuntuk membedakan antara kertas abad ke-17-18 (ber-shadow) dan kertasabad ke-19 (tanpa shadow). Nah, apa itu 'shadow' yang dimaksud olehPak Russell?
Bayangan (shadow) di sepanjang garis tebal.
Sebuah Qur'an abad ke-18 dari Kesultanan Sumbawa adalah buktinya.Qur'an itu ditulis di atas kertas Eropa pada 1785. Lihatlah garis tebal putihdi bawah ini (di sini vertikal). Di sebelah kiri dan kanan sepanjang garisputih itu terdapat shadow, yaitu semacam bayangan tipis yang agaksamar, mengikuti garis putih itu. Mungkin selanjutnya ada pertanyaan,kenapa terjadi perbedaan antara kertas abad ke-18 dan abad ke-19?Agaknya, itu karena adanya perbedaan pada proses produksi kertas.Nah, jika kita mendapati suatu naskah tanpa kolofon, namun jelas ditulisdi atas kertas ber-shadow, maka teori sederhana Pak Russell ini bisa kitagunakan. Shadow pada kertas tersebut dapat dijadikan dasar untukmemperkirakan usia naskah. Pak Russell menyarankan antara abad ke-18hingga awal abad ke-19, atau paling akhir, 1820-an. Ya, memang hanyasuatu perkiraan. Tetapi, jika ada ancar-ancar periode waktu, itu cukupmelegakan, dan itu penting untuk suatu kajian - karena menjadi dasaruntuk meletakkan suatu naskah dalam konteks sejarahnya.
Bayangan (shadow) garis tebal tampak jelas di sebelah kanan.
Dua foto di atas adalah Qur'an abad ke-18, selesai disalin pada 2 Oktober1785 (28 Zulqa'dah 1199 H) oleh Muhammad bin Abdullah al-Jawi al-
Bugisi, di Kesultanan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
Contoh 'shadow' yang lebih jelas dari sebuah Qur'an asal Tuban, JawaTimur (lihat http://quran-nusantara.blogspot.com/2012/10/2-
kertas.html).
Ini contoh lain, dengan foto hitam-putih, dari Pak Russell Jones:
(Foto: Russell Jones)
Bandingkanlah dengan kertas Eropa TANPA 'shadow' di bawah ini!
(Foto: Russell Jones)
Garis tebal TANPA bayangan (shadow), berarti kertas Eropa abad ke-19.
Garis tebal TANPA bayangan (shadow).
Catatan: Atas pos ini Pak Russell Jones berkomentar via email (21-12-2014): "Well done Pak Ali, exactly right. This is very importantguidance." Terima kasih, dan terima kasih juga atas tambahan dua fotokertas dengan dan tanpa shadow di atas, sehingga gambar contohmenjadi lebih jelas.
Informasi Watermark Erve WijsmullerSumber:http://www.hetoudekinderboek.nl/Centsprenten/UitgeversInd/Wijsmuller.htm
Metadata Siyar As-salikin ila Ibadah Ikode W 4G koleksi PerpustakaanNasional Republik Indonesia
Metadata Hikayat Syekh Muhammad kode W 127 koleksi PerpustakaanNasional Republik Indonesia
Metadata Hikayat Amir Hamzah kode Ml. 23 A koleksi PerpustakaanNasional Republik Indonesia