Post on 14-Nov-2020
47
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 GAMBARAN RESPONDEN PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas se-Kota Salatiga
yaitu sebanyak 6 Puskesmas pada tahun 2013, dengan jumlah
responden sebanyak 46 perawat di Puskesmas. Data
demografi responden penelitian dijabarkan menurut umur, jenis
kelamin, pendidikan, masa kerja di Puskesmas.
A. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Berdasarkan Usia
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation 46 25.00 50.00 36.0217 7.11021
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia
Usia Frekuensi Persentase 25-30 tahun 13 28.3 % 31-35 tahun 11 23.9 % 36-40 tahun 10 21.7 % 41-45 tahun 6 13.0 % 46-50 tahun 6 13.0 % Total tahun 46 100 %
Dari tabel 4.1 dan 4.2 menunjukan bahwa rata-rata usia
responden yaitu 36,1 tahun dengan frekuensi usia terbanyak
yaitu 25-30 tahun 28,3% (13).
48
B. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin Frekuensi Persentase L 10 21.7 % P 36 78.3 %
Total 46 100 %
Berdasarkan tabel 4.3 terlihat bahwa sebagian besar
responden berjenis kelamin perempuan, yaitu sebanyak 36
orang (78,3%).
C. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan Frekuensi Persentase D3 37 80.4 % S1 9 19.6 %
Total 46 100 %
Berdasarkan tabel 4.4 terlihat bahwa sebagian besar
responden berpendidikan D3 yaitu sebanyak 37 orang
(80,4%).
D. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja
Tabel 4.5 Statistik Deskriptif Berdasarkan Masa Kerja
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation 46 2.00 27.00 9.7826 7.19541
49
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Masa Kerja
Masa kerja Frekuensi Persentase 2-7 25 54.3 % 8-12 7 15.2 %
13-17 5 10.9 % 18-22 6 13.0 % 23-27 3 6.5 % Total 46 100 %
Dari tabel 4.5 dan 4.6 menunjukan bahwa rata-rata masa
kerja responden yaitu 9,79 tahun dengan frekuensi masa
kerja terbanyak yaitu 2-7 tahun 54,3% (25).
4.2 PELAKSANAAN PENELITIAN
A. Perijinan
Syarat untuk melakukan penelitian adalah surat ijin
penelitian. Peneliti meminta surat pengantar dari Dekan
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kristen Satya
Wacana yang ditujukan kepeda Badan Kesatuan Bangsa
dan Politik, dan Dinas Kesehatan Kota Salatiga.
Selanjutnya memberikan surat ijin tersebut ke
Puskesmas-Puskesmas untuk memperoleh ijin dalam
melakukan penelitian ditempat yang dimaksud.
B. Pengumpulan data
Peneliti melakukan penelitian di Puskesmas se-Kota
Salatiga yaitu sebanyak 6 Puskesmas. Kuesioner dibagikan
kepeda 46 perawat Puskesmas pada tanggal15 Agustus-14
50
September 2013. Peneliti dapat menerima semua
kuesioner kembali karena peneliti menunggu responden
penelitian mengisi kuesioner tersebut dan semua angket
dapat diperoleh.
4.3 HASIL PENELITIAN
A. Peran Perawat
1. Gambaran Peran Perawat Sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Peran Perawat Sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan
Range Frekuensi Persentase 2.51-3.25 22 47.8 % 3.26-4.00 24 52.2 %
Total 46 100 %
Tabel 4.8 Statistik Deskriptif Peran Perawat Sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation 46 2.60 4.00 3.2826 .39682
Dari tabel 4.7 dan 4.8 menunjukan bahwa responden
yang menjalankan perannya sebagai pemberi asuhan
keperawatan dengan kategori optimal sebanyak 22 orang
(47,8%) dan sangat optimal sebanyak 24 orang (52,2%).
Nilai mean sebesar 3,28 menunjukan bahwa rata-rata
peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan
masuk dalam kategori sangat optimal.
51
2. Gambaran Peran Perawat Sebagai Penemu Kasus
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Peran Perawat Sebagai Penemu Kasus
Range Frekuensi Persentase 1.76-2.50 16 34.8 % 2.51-3.25 25 54.3 % 3.26-4.00 5 10.9 %
Total 46 100 %
Tabel 4.10 Statistik Deskriptif Peran Perawat Sebagai Penemu Kasus
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation 46 1.60 3.40 2.6783 .41415
Dari tabel 4.9 dan 4.10 menunjukan bahwa responden
yang menjalankan perannya sebagai penemu kasus
dengan kategori tidak optimal sebanyak 16 orang (34,8%),
optimal sebanyak 25 orang (54,3%) dan sangat optimal
sebanyak 5 orang (10,9%). Nilai mean sebesar 2,68
menunjukan bahwa rata-rata peran perawat sebagai
penemu kasus masuk dalam kategori optimal.
3. Gambaran Peran Perawat Sebagai Pendidik
kesehatan
Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Peran Perawat Sebagai Pendidik Kesehatan
Range Frekuensi Persentase 1.76-2.50 4 8.7 % 2.51-3.25 26 56.5 % 3.26-4.00 16 34.8 %
Total 46 100 %
52
Tabel 4.12 Statistik Deskriptif Peran Perawat Sebagai Pendidik Kesehatan
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation 46 2.00 4.00 3.1174 .48365
Dari tabel 4.11 dan 4.12 menunjukan bahwa
responden yang menjalankan perannya sebagai pendidik
kesehatan dengan kategori tidak optimal sebanyak 4
orang (8,7%), optimal sebanyak 26 orang (56,5%) dan
sangat optimal sebanyak 16 orang (34,8%). Nilai mean
sebesar 3,12 menunjukan bahwa rata-rata peran perawat
sebagai pendidik kesehatan masuk dalam kategori
optimal.
4. Gambaran Peran perawat Sebagai Koordinator dan
Kolabolator
Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Peran Perawat Sebagai Koordinator dan Kolabolator
Range Frekuensi Persentase 1.00-1.75 1 2.2 % 1.76-2.50 10 21.7 % 2.51-3.25 24 52.2 % 3.26-4.00 11 23.9 %
Total 46 100 %
Tabel 4.14 Statistik Deskriptif Peran Perawat Sebagai Koordinator dan Kolabolator
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation 46 1.75 4.00 3.0054 .46094
53
Dari tabel 4.13 dan 4.14 menunjukan bahwa
responden yang menjalankan perannya sebagai
koordinator dan kolabolator dengan kategori sangat tidak
optimal sebanyak 1 orang (2,2%) tidak optimal sebanyak
10 orang (21,7%), optimal sebanyak 24 orang (52,2%) dan
sangat optimal sebanyak 11 orang (23,9%). Nilai mean
sebesar 3,01 menunjukan bahwa rata-rata peran perawat
sebagai koordinator dan kolabolator masuk dalam kategori
optimal.
5. Gambaran Peran Perawat Sebagai Konselor
Tabel 4.15 Distribusi Frekuensi Peran Perawat Sebagai Konselor
Range Frekuensi Persentase 1.00-1.75 2 4.3 % 1.76-2.50 2 4.3 % 2.51-3.25 15 32.6 % 3.26-4.00 27 58.7 %
Total 46 100 %
Tabel 4.16 Statistik Deskriptif Peran Perawat Sebagai Konselor
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation 46 1.00 4.00 3.3478 .73499
Dari tabel 4.15 dan 4.16 menunjukan bahwa
responden yang menjalankan perannya sebagai konselor
dengan kategori sangat tidak optimal sebanyak 2 orang
(4.3%) tidak optimal sebanyak 2 orang (4,3%), optimal
54
sebanyak 15 orang (32,6%) dan sangat optimal sebanyak
27 orang (58,7%). Nilai mean sebesar 3,35 menunjukan
bahwa rata-rata peran perawat sebagai konselor masuk
dalam kategori sangat optimal.
6. Gambaran Peran Perawat Sebagai Panutan
Tabel 4.17 Distribusi Frekuensi Peran Perawat Sebagai Panutan
Range Frekuensi Persentase 1.76-2.50 6 13.0 % 2.51-3.25 12 26.1 % 3.26-4.00 28 60.9 %
Total 46 100 %
Tabel 4.18 Statistik Deskriptif Peran Perawat Sebagai Panutan
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation 46 2.25 4.00 3.4293 .57654
Dari tabel 4.17 dan 4.18 menunjukan bahwa
responden yang menjalankan perannya sebagai panutan
dengan kategori tidak optimal sebanyak 6 orang (13,0%),
optimal sebanyak 12 orang (26,1%) dan sangat optimal
sebanyak 28 orang (60,9%). Nilai mean sebesar 3,43
menunjukan bahwa rata-rata peran perawat sebagai
panutan masuk dalam kategori sangat optimal.
55
Diagram 4.1 Distribusi Peran Perawat
Keterangan:
PAK : Pemberi Asuhan Keperawatan
PK : Penemu Kasus
PS : Pendidik Kesehatan
KK : Koordinator dan Kolabolator
K : Konselor
P : Panutan
0
10
20
30
40
50
60
70
PAK PK PS KK K P
Sangat tidak optimal
Tidak optimal
Optimal
Sangat optimal
56
B. Pelaksanaan Perkesmas
1. Gambaran Pelaksanaan (P1)
Tabel 4.19 Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Perkesmas (Pelaksanaan P1)
Range Frekuensi Persentase 1.76-2.50 7 15.2 % 2.51-3.25 28 60.9 % 3.26-4.00 11 23.9 %
Total 46 100 %
Tabel 4.20 Statistik Deskriptif Pelaksanaan Perkesmas (Pelaksanaan P1)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation 46 2.00 3.83 2.9452 .47835
Dari tabel 4.19 dan 4.20 menunjukan bahwa tahapan
pelaksanaan perkesmas (P1) dengan kategori tidak
optimal sebanyak 7 orang (15,2%), optimal sebanyak 28
orang (60,9%) dan sangat optimal sebanyak 11 orang
(23,9%). Nilai mean sebesar 2,95 menunjukan bahwa rata-
rata pelaksanaan perkesmas (P1) masuk dalam kategori
optimal.
2. Gambaran Penggerakan Pelaksanaan (P2)
Tabel 4.21 Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Perkesmas (Penggerakan Pelaksanaan P2)
Range Frekuensi Persentase 1.76-2.50 18 39.1 % 2.51-3.25 25 54.3 % 3.26-4.00 3 6.5 %
Total 46 100 %
57
Tabel 4.22 Statistik Deskriptif Pelaksanaan Perkesmas (Penggerakan Pelaksanaan P2)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation 46 1.88 4.00 2.7115 .45465
Dari tabel 4.21 dan 4.22 menunjukan bahwa tahapan
pelaksanaan perkesmas (P2) dengan kategori tidak
optimal sebanyak 18 orang (39,1%), optimal sebanyak 25
orang (54,3%) dan sangat optimal sebanyak 3 orang
(6,5%). Nilai mean sebesar 2,72 menunjukan bahwa rata-
rata pelaksanaan perkesmas (P2) masuk dalam kategori
optimal.
3. Gambaran Pengawasan, Pengendalian Dan
Penilaian (P3)
Tabel 4.23 Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Perkesmas (Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian P3)
Range Frekuensi Persentase 1.76-2.50 4 8.7 % 2.51-3.25 16 34.8 % 3.26-4.00 26 56.5 %
Total 46 100 %
Tabel 4.24 Statistik Deskriptif Pelaksanaan Perkesmas (Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian P3)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation 46 2.00 4.00 3.3337 .59222
Dari tabel 4.23 dan 4.24 menunjukan bahwa tahapan
pelaksanaan perkesmas (P3) dengan kategori tidak
optimal sebanyak 4 orang (8,7%), optimal sebanyak 16
orang (34,8%) dan sangat optimal sebanyak 26 orang
58
(56,5%). Nilai mean sebesar 3,33 menunjukan bahwa rata-
rata pelaksanaan perkesmas (P3) masuk dalam kategori
sangat optimal.
Diagram 4.2 Keterlaksanaan Perkesmas
Keterangan:
P1 : Pelaksanaan
P2 : Penggerakan Pelaksanaan
P3 : Pengawasan, Pengendalian, Penilaian
010203040506070
Sangat tidak
optimal
Tidak optimal
Optimal Sangat optimal
P1
P2
P3
59
4.4 PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Peran perawat Kesehatan Masyarakat
Perawat di Puskesmas, sebagai perawat kesehatan
minimal dapat berperan sebagai pemberi layanan
kesehatan melalui asuhan keperawatan, penemu kasus,
pendidik kesehatan, koordinator dan kolabolator, konselor
dan panutan (Depkes, 2006).
1. Pemberi asuhan keperawatan Hasil penelitian menunjukan sebagian besar
peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan
dalam kategori sangat optimal yaitu sebanyak 52,2%.
Peran sebagai care provider merupakan peran
yang sangat penting diantara peran-peran yang lain
(bukan berarti peran yang lain tidak penting). Baik atau
tidaknya kualitas pelayanan profesi keperawatan,
dirasakan langsung oleh klien. Keperawatan sebagai
profesi yang profesional bukan hanya dibuktikan
dengan jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Banyaknya ilmu dan teori keperawatan juga harus
diwujudkan ke dalam aktivitas pelayanan nyata
kepada klien agar klien mendapatkan kepuasan. Ini
merupakan langkah promosi yang sangat efektif dan
murah dalam upaya membentuk citra perawat yang
60
baik. Stigma-stigma negatif tentang perawat dapat
hilang dengan pembuktian nyata berupa layanan
keperawatan yang profesional kepada klien (Asmadi,
2008).
Hal ini sejalan dengan penelitian Muhith (2012)
tentang mutu asuhan keperawatan berdasarkan
kinerja perawat, kepuasan perawat dan pasien
menunjukan bahwa ada pengaruh kepuasan pasien
terhadap pelaksanaan standar kinerja profesional
perawat.
Agar peran ini dapat berjalan dengan efektif dan
efisien sehingga tujuan asuhan keperawatan tercapai,
maka perawat harus melakukan proses asuhan
keperawatan yang terdiri atas assessment, diagnosis,
planning, implementation dan evaluation (Potter &
Perry, 2005).
2. Penemu kasus
Hasil penelitian menunjukan sebagian besar
peran perawat sebagai penemu kasus dalam kategori
optimal yaitu sebanyak 54,3%.
Total responden yaitu 46 perawat, 21 responden
(45,7%) perawat menjawab kadang-kadang dalam
melakukan aktif case finding. Hal ini sejalan dengan
61
penelitian Fauziah (2012) tentang persepsi
masyarakat tantang peran perawat Puskesmas di
Kelurahan Bintara Kota Bekasi dimana 79,2%
menjawab tidak pernah kunjungi rumah, hanya 15,6%
responden yang dikunjungi rumah. Hal ini menunjukan
bahwa perawat masih lebih banyak menjalankan
passive case finding dari pada active case finding
karena hanya pasien kusus saja yang dikunjungi
kerumah seperti pasien dengan TB paru, dan gizi
buruk.
Penemu kasus dapat dilakukan dengan jalan
mencari langsung ke masyarakat (active case finding)
dan dapat pula didapat tidak langsung yaitu pada
kunjungan pasien ke puskesmas (passive case
finding) (Depkes, 2004).
Dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang
optimal dilakukan melalui peningkatan kesehatan
(promotif) dan pencegahan (preventif) disemua tingkat
pencegahan (levels of prevention) dengan menjamin
keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan
dan melibatkan klien sebagai mitra kerja dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan
keperawatan (Depkes, 2006).
62
3. Peran perawat sebagai pendidik kesehatan
Hasil penelitian menunjukan sebagian besar
peran perawat sebagai pendidik kesehatan dalam
kategori optimal yaitu sebanyak 56,5%.
Peran utama perawat kesehatan masyarakat
selain memberikan asuhan keperawatan juga sebagai
pendidik atau penyuluh kesehatan yang merupakan
bagian dari promosi kesehatan. Oleh sebab itu,
kemampuan dalam melakukan promosi kesehatan
dengan baik dan benar harus dimiliki oleh setiap
perawat kesehatan masyarakat (Depkes, 2006).
Banyak faktor yang mempengaruhi peningkatan
kebutuhan pembelajaran tentang kesehatan oleh
perawat. Saat ini, ada kecenderungan baru untuk
peningkatan dan penjagaan kesehatan dari pada
pelayanan. Sebagai akibatnya, masyarakat ingin dan
bisa memperoleh banyak pengetahuan di bidang
kesehatan (Mubarak & Chayatin, 2009).
Mengingat betapa pentingnya pendidikan
kesehatan bagi peningkatan kualitas pelayanan
kesehatan masyarakat, khususnya di Puskesmas,
maka dibeberapa tempat dibentuk organisasi-
organisasi yang dapat membantu peningkatan
63
pendidikan kesehatan tersebut. Sejak tahun 1918, di
Amerika serikat, National for Nursing (LNN)
mengamati arti penting pendidikan kesehatan sebagai
suatu fungsi di dalam lingkup praktik keperawatan,
termasuk tanggung jawab promosi kesehatan dan
pencegahan penyakit di lingkungan seperti rumah
sakit, sekolah dan rumah (Bastable, 2002).
Dalam penelitian Yankelovitch dkk. (1979) dalam
Friedman, Marilyn (1998) survei nasional keluarga
General Mills, dengan sampel respondensif 2181
anggota rumah tangga yang diwawancarai, ditemukan
bahwa meskipun mayoritas keluarga Amerika
mengungkapkan minat dan perhatian mereka terhadap
kesehatan meningkat, namun mereka merasa tidak
mendapat informasi dengan baik. Yankelovitch dkk.
menegaskan tingkat pengetahuan kesehatan
responden yang rendah, dan menyebutkan korelasi
antara penilaian tingkat pengetahuan diri tentang
subjek kesehatan dan perilaku yang aktual,
memerlukan program pendidikan kesehatan yang lebih
efektif. Dari uraian di atas perawat berperan penting
dalam pendidikan kesehatan, yaitu untuk memberikan
informasi yang tepat seputar kesehatan dan gaya
64
hidup agar tercapai kesehatan yang optimal baik
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
4. Peran sebagai koordinator dan kolabolator
Hasil penelitian menunjukan sebagian besar
peran perawat sebagai koordinator dan kolabolator
dalam kategori optimal yaitu sebanyak 52,2%.
Koordinator dan kolabolator merupakan peran
yang sangat penting karena pada peran inilah perawat
mampu bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain
untuk meningkatkan derajat kesehatan klien. Perawat
bisa bekerja sama dengan tim kesehatan yang terdiri
dari dokter, apoteker, ahli gizi, laboratorium dan
lainnya dalam kaitannya membantu mempercepat
proses penyembuhan klien.
Hal ini sejalan dengan Secretary of Health end
Human Services Commission on Nursing, dalam
laporannya pada tahun 1988, mengakui pentingnya
praktik kolaboratif untuk memberikan keperawatan
kesehatan dengan merekomendasikan agar para
pengguna jasa perawat dan profesi medis
meningkatkan dan memelihara kolaborasi antara tim
perawatan kesehatan. Fokus utama perawat untuk
menangani masalah kolaboratif adalah memantau
65
pasien terhadap awitan komplikasi atau perubahan
dalam setatus komplikasi yang sering terjadi.
Komplikasi biasanya berhubungan dengan proses
penyakit pasien atau tindakan pengobatan, atau
pemeriksaan diagnosik ( Smeltzer, 2001).
5. Peran perawat sebagai konselor
Hasil penelitian menunjukan sebagian besar
peran perawat sebagai konselor dalam kategori sangat
optimal yaitu sebanyak 58,7%.
Perawat sebagai konselor melakukan konseling
keperawatan sebagai usaha memecahkan masalah
secara efektif. Kegiatan yang dapat dilakukan perawat
Puskesmas antara lain menyediakan informasi,
mendengar secara objektif, memberi dukungan,
memberi asuhan dan meyakinkan klien, menolong
klien mengidentifikasi masalah dan faktor-faktor
terkait, memandu klien menggali permasalahan, dan
memilih pemecahan masalah yang dikerjakan
(Depkes, 2004).
6. Peran perawat sebagai panutan
Hasil penelitian menunjukan sebagian besar
peran perawat sebagai panutan dalam kategori sangat
optimal yaitu sebanyak 60,9%.
66
Perawat puskesmas harus dapat memberikan
contoh yang baik dalam bidang kesehatan pada
individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat tentang
bagaimana cara hidup yang sehat yang dapat ditiru
dan dicontoh oleh masyarakat (Fetaria dalam Fauziah,
2012).
B. Tingkat Pelaksanaan Perawatan Kesehatan Masyarakat
Dilihat dari masing-masing tahapan mulai dari
pelaksanaan (P1) 60,9% masuk dalam kategori optimal,
penggerakan pelaksanaan (P2) 54,3% masuk dalam
kategori optimal, dan pengawasan, pengendalian dan
penilaian (P3) 56,5% masuk dalam kategori sangat optimal.
Menurut Depkes (2006) pelaksanaan perkesmas
merupakan kegiatan keperawatan baik di dalam gedung
maupun luar gedung Puskesmas dengan indikator
pencapaian berdasarkan target yang sesuai dengan sumber
daya masing-masing Puskesmas sebesar minimal 75%.
Presentase ini berdasarkan pada cakupan kelompok binaan,
hasil deteksi kasus-kasus prioritas MGD’s seperti HIV/AIDS,
Tb paru, malaria, dan gizi kurang.
Menurut Nasution dalam Ratnasari (2012) hasil
pelaksanaan perkesmas yang didasarkan pada pembagian
67
daerah binaan, penilaian kegiatan pertahun, desimilasi
informasi, rencana tahunan dan bulanan perkesmas
terpadu, penanggung jawab binaan, pencatatan dan
pelaporan kegiatan hasil perkesmas, pemantauan kegiatan
perdesa/daerah binaan keperawatan, apabila dibawah 75%
maka dapat dikategorikan pelaksanaan perkesmas tersebut
kurang baik.
Menurut Tafwidhah (2010), pelatihan terbukti memiliki
hubungan dengan tingkat keterlaksanaan perkesmas. Bila
dihubungkan dengan hasil penelitian dan standar di atas,
maka dapat dikatakan bahwa pelaksanaan (P1) dan
pengawasan, pengendalian dan penilaian (P3) di
Puskesmas Kota Salatiga sudah baik, penggerakan
pelaksanaan (P2) kurang baik, namun dapat terus diperbaiki
dengan melakukan pelatihan kepada perawat Puskesmas.
Saptino (2007), pencapaiian pelaksanaan perkesmas dapat
ditingkatkan salah satunya adalah melalui
pengawasan/pengendalian yang terus menerus.
Upaya keperawatan kesehatan masyarakat
(perkesmas) adalah pelayanan profesional yang terintegrasi
dengan pelayanan kesehatan di Puskesmas yang
dilaksanakan oleh perawat. Perawat Puskesmas
mempunyai tugas pokok memberikan pelayanan
68
keperawatan dalam bentuk asuhan keperawatan individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat (Kepmenpan, No 94
tahun 2011).
Kegiatan perawat perkesmas dapat terwujud melalui
peningkatan kerjasama lintas program terkait. Pelaksanaan
perkesmas melalui program wajib Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA), serta Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) dapat
dilakukan melalui program imunisasi. Petugas Puskesmas
dapat mendatangi keluarga untuk melakukan pembinaan
pada bayi yang drop out (DO). Kerjasama lintas program
perkesmas dengan program gizi terwujud dalam pembinaan
yang mempunyai bayi atau anak yang memiliki berat badan
di bawah garis merah (BGM) dan ibu hamil atau nifas yang
kekurangan energi serta membantu dalam hal pelaksanaan
dalam pemberian makanan tambahan (PMT). Sedangkan
lintas program dengan program pembrantasan penyakit,
petugas Puskesmas membantu pemberian bimbingan serta
tindak lanjut untuk kasus-kasus penyakit menular ataupun
tidak menular.
Pemantauan perkesmas dilakukan secara periodik tiap
bulan oleh perawat koordinator perkesmas. Hasil
pemantauan terhadap pencapaian indikator kinerja menjadi
masukan untuk perbaikan dan peningkatan untuk kerja
69
perawat, peningkatan cakupan, dan mutu pelayanan
kesehatan. Penilaian dilaksanakan minimal akhir tahun
meliputi semua aspek baik input, proses, output, outcome,
sebagai masukan penyusunan rencana kegiatan perkesmas
tahun berikutnya. Cara yang mudah untuk memudahkan
pemantauan dan penilaian kinerja perkesmas adalah
dengan melakukan penyajian hasil dengan menggunakan
tabel, grafik blok/garis atau grafik Pemantauan Wilayah
Setempat (PWS) (Sualman, 2009).
4.5 KETERBATASAN PENELITIAN
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah hanya
membahas tentang peran perawat dan pelaksanaan perawatan
kesehatan masyarakat. Dengan demikian perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
peran perawat dan pelaksanaan perawatan kesehatan
masyarakat (perkesmas). Selain itu juga perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut tentang persepsi masyarakat tentang
kinerja perawat dalam pelaksanaan perawatan kesehatan
masyarakat (perkesmas).
Data penelitian ini diperoleh dari pengisian kuesioner yang
sangat tergantung dari kejujuran, keterbukaan, dan persepsi
responden. Pengumpulan data melalui kuesioner cenderung
70
memberikan informasi terbatas dan belum tentu
menggambarkan situasi yang dialami responden. Pada saat
pengumpulan data, peneliti telah berupaya menjelaskan tujuan
penelitian dan mengharapkan responden untuk mengisi
kuesioner sesuai dengan apa yang dilakukannya.
Instrumen Penelitian sudah diuji validitas dan
reliabilitasnya serta membutuhkan perubahan, tetapi karena
keterbatasan waktu peneliti sehingga instrumen yang telah
diperbaiki belum diuji kembali validitas dan reliabilitasnya.
Dengan demikian untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan
kembali uji validitas dan reliabilitasnya.