Post on 29-Jun-2019
41
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1. Deskripsi Hasil Penelitian
1.1.1. Gambaran Umum Perusahaan
UD TIRTA AGUNG didirikan pada tahun 2006 di Kupang Nusa Tenggara
Timur, ketika pendirinya melihat adanya suatu kebutuhan yang sangat mendasar akan
ketersediaan air bersih di Kota Kupang. Perusahaan ini berdiri dengan akte pendirian
dari notaris pada tanggal 02 Februari 2007; dengan nama produknya “Kangen Water”
dan sebagai pemilik tunggal UD TIRTA AGUNG ialah Abdullah Lamib Baco
Sebagai pemegang saham tunggal; dimana yang menjabat sebagai pimpinan
sekaligus orang yang mengatur segala biaya atau bahan – bahan yang berhubungan
dengan proses produksi air minum Herbal Kangen Water adalah pemegang saham
utama UD TIRTA AGUNG dengan hak 100% . Perusahaan ini mulai melakukan uji
coba produksi pada tanggal 10 Maret 2007, dan memasarkan hasil produksinya pada
bulan Januari 2009 dengan dua jenis produk yang beredar sampai saat ini yaitu gallon
dan kemasan botol 330ml. Nama/merk Kangen Water ini mawakili suatu produk
kesehatan; dan di atas semua itu Kangen Water mewakili suatu kebersamaan, karena
dari awal mula perusahaan berkomitmen bahwa hanya air mineral Herbal alami yang
terbaik yang diproduksi untuk para pelanggan di bawah motto: “ Hidup Sehat
Bersama Kangen Water”. Sedangkan Visinya: “Menyediakan Air Minum
Berkualitas” yang menggambarkan komitmen manajemen UD. TIRTA AGUNG
42
untuk menghadirkan usaha ini bagi siapa saja yang berminat melakukan investasi di
bidang penyediaan air sehat bagi manusia, dan misinya: “Menyediakan Air Minum
Sehat Berkualitas Tinggi Dengan Harga Yang Murah” yang menggambarkan
keinginan kuat dari manajemen perusahaan untuk menyediakan air minum sehat
berkualitas tinggi dengan harga yang murah kepada masyarakat.
1.1.2. Perolehan Sumber Bahan Baku Air
Sumber bahan baku yang digunakan untuk memproduksi air minum dalam
kemasan di UD TIRTA AGUNG Kupang berasal dari satu sumber saja yaitu mata air
Desa Oeleta; dimana sumber mata air ini tergolong mata air dari alam dengan
ketinggian tertentu dari permukaan laut. Sumber mata air ini dipilih karena selain
debit airnya cukup besar dan secara terus menerus, kualitas air yang didapat pun
masih cukup baik karena belum banyak dipengaruhi oleh berbagai aktivitas manusia.
Dalam hal ini menurut beberapa ahli hidrogeologi, sumber air yang dipilih sudah
memenuhi tiga karakteristik air tanah yaitu kualitas, kuantitas dan kontinuitas.
Untuk memperlancar dan mempermudah proses penggunaan air dari sumber
utama sebagai bahan baku produksi dimaksud, selain mendapatkan ijin resmi dari
pemerintah, perusahaan juga melakukan kerjasama dengan masyarakat setempat.
Salah satu wujud kerjasamanya adalah dengan bergabungnya perusahaan ke dalam
Perkumpulan Petani Pengguna Air atau yang disingkat P3A. Tujuannya agar baik
perusahaan maupun masyarakat sama-sama melestarikan sumber mata air tersebut
sehingga dapat terus digunakan dalam jangka waktu yang panjang.
43
1.1.3. Tenaga Kerja Produksi
Jumlah tenaga kerja produksi yang ada di UD.TIRTA AGUNG Kupang
sebanyak 55 orang, terdiri dari 29 tenaga kerja langsung dan 26 tenaga kerja tidak
langsung. Tenaga kerja langsung yang dimaksud dalam proses produksi ini adalah
tenaga kerja di pabrik yang secara langsung terlibat dalam proses produksi, dan
biayanya dikaitkan langsung dengan produk yang dihasilkan. Sedangkan tenaga kerja
tidak langsung adalah tenaga kerja di pabrik yang tidak terlibat secara langsung pada
proses produksi, dan biayanya dikaitkan pada biaya overhead pabrik.
Distribusi tenaga kerja dalam kegiatan produksi pada perusahaan ini
disesuaikan dengan kemampuan dan ketrampilan dari masing-masing tenaga kerja.
Bedasarkan kemampuan dan ketrampilan tersebut kemudian perusahan
mengalokasikannya dalam tiga kelompok kerja utama perusahaan, yaitu 27 orang
bagian pabrikasi, 2 orang bagian pemasaran dan 11 orang bagian operasional pabrik.
Bagian pabrikasi terdiri dari 1 orang kepala pabrik, 1 orang administrasi pabrik, 25
orang produksi dan teknisi pabrik. Kemudian bagian pemasaran terdiri dari 1 orang
bagian lapangan dan 1 orang administrasi penjualan, sedangkan bagian operasional
pabrik terdiri dari 1 orang administrasi keuangan, 2 orang bagian administrasi kantor,
4 orang bagian gudang, 2 orang satpam dan 2 orang bagian kebersihan. Khusus
tenaga kerja langsung bagian produksi, pekerjaan yang diikuti dengan jumlah orang
dibagi dalam dua shift, yaitu shift I jam 08.00 sampai dengan jam 16.00 sore dan shift
II jam 16.00 sampai dengan jam 11.00 malam. Secara struktur organisasinya dapat
dilihat pada tampilan gambar berikut.
44
Gambar 4.1. Struktur Organisasi UD. TIRTA AGUNG KUPANG
Kepala
Pabrik
Bagian
Marketing
Teknisi
Bagian Adm.
Keuangan
Kepala ruang
produksi
Bagian
Lapangan
Admin.
Perusahaan
Kepala Gudang
Penyimpanan
Penjualan
Pembelian dan
Pengemasan
Pemimpin
UD.TIRTA AGUNG
45
1.1.4. Proses Produksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK)
Proses pengolahan terhadap air baku (raw water) pada prinsipnya meliputi
perlakuan secara fisika dan kimia sehingga pada akhirnya diperoleh AMDK (Air
Minum Dalam Kemasan) sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan aman
untuk dikonsumsi langsung. Berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan Republik Indonesia, nomor 705/MPP/Kep/11/2003; tentang persyaratan
teknis industri air minum dalam kemasan menyebutkan bahwa proses air minum
dalam kemasan harus melalui tiga tahap utama yaitu: penyaringan, desinfeksi dan
pengisian.
UD. TIRTA AGUNG KUPANG telah memproduksi air mineral dengan
merek “Kangen WATER” sejak tahun 2009 , yang berlokasi di Desa Oeleta.
Perusahaan ini memiliki fasilitas mesin produksi berteknologi modern dengan inovasi
terbaru, yang dipergunakan dalam proses produksi dan pengisian air minum dalam
kemasan; antara lain mesin pengisian gallon dan kemasan botol 330 ml. Selain mesin
produksi, perusahaan juga memiliki bagian laboratorium dan quality control yang
bertanggungjawab atas segala bentuk aktivitas yang berhubungan dengan kualitas
produk yang dihasilkan; mulai dari analisa bahan baku, proses water treatment,
proses produksi hingga sistem pengeluaran dari gudang barang jadi pabrik ke
konsumen atau pelanggan.
46
Ketersediaan bahan baku dan fasilitas yang ada pada perusahaan tersebut
kemudian menjadi dasar adanya kegiatan produksi yang dilakukan oleh perusahaan
melaui proses sebagai berikut:
1. Proses Penampungan Air
Proses penampungan air merupakan proses pemindahan air dari sumber ke
tanki penampung air baku. Bahan baku dialirkan secara langsung dari sumbernya
menggunakan sistem pipanisasi ± 35 meter dari sumbernya, dengan debit rata-rata 3-
5 liter per detik sehingga mampu mencukupi kebutuhan akan air baku yang
dibutuhkan selama proses produksi berlangsung.
2. Proses Pengolahan Air
Proses pengolahan air baku ini terjadi di unit water treatment untuk
memperoleh tread water, yaitu air bersih yang berkualitas yaitu dapat diuji secara
fisika dan kimia. Oleh sebab itu, untuk lebih menjaga bahan baku yang baik maka
dilakukan proses filterisasi dengan menggunakan catridge filter dari bahan
polyprophylene yang terjaga higienitas dan kerapatannya dalam proses filterisasi
sehingga bahan baku dapat terkondisi dengan baik. Proses filterisasi pada unit water
treatment dilakukan melalui tiga tahap penyaringan, yaitu sand filter, carbon filter
dan micron filter.
Penyaringan material non air yang berupa algae atau golongan ganggang
yang terdapat dalam air baku dalam sumber menggunakan sand filter yang terbuat
dari bahan bahan pasir kuarsa dengan diameter 1 atau 2 mili meter. Dalam sand filter
47
ini terjadi proses penyaringan partikel-partikel kotoran. Bahan koloid akan tertahan
dalam bentuk lapisan gelatin; sedangkan ion-ion yang larut dalam air akan
dinetralkan oleh ion-ion pasir (sebagian partikel pasir juga mengalami ionisasi di
dalam filter). Dengan demikian, sifat air akan berubah karena terjadi netralisasi
tersebut. Di samping itu, lapisan zooglial pasir yang mengandung organisme hidup
akan memakan bahan organis yang secara tidak langsung membersihkan air; dimana
pasir penyaring tersebut bekerja secara maknis, elektolisis dan bakterisidal, sehingga
tidak sampai mempengaruhi kualitas air pada akhir produk yang dihasilkan.
Pasir yang digunakan pada proses filtrasi harus bersih, keras dan tahan yang
ditempatkan di atas kora/kerikil secara berlapis-lapis. Besar butir pasir tersebut cukup
kasar karena berguna untuk mempengaruhi keefektifan proses filtrasi. Pada waktu
tertentu, pasir penyaring harus dicuci dengan cara back washed system, yaitu air
dialirkan secara terbalik atau berlawanan dengan aliran air selama penyaringan (dari
bawah ke atas), dengan kecepatan yang memungkinkan pasir mengalami pemuaian
(ekspansi), sehingga proses filterisasi tetap efisien.
Proses filterisasi dalam sand filter merupakan proses masuknya air ke dalam
tanki carbon filter yang merupakan carbon aktif kualitas impor. Dalam filter ini,
partikel-partikel kecil yang terlewat dari sand filter cepat diserap oleh karbon aktif
dengan kapasitas penyerapan tinggi. Proses filterisasi bertujuan untuk menghilangkan
residu, netralisasi bau, warna dan rasa serta menyaring jenis-jenis material yang
tersisa dari sand filter.
48
Karbon aktif dibuat dengan pembakaran bahan-bahan yang kaya akan unsur
karbon (C) seperti kayu (arang) dengan cara mengurangi oksigen untuk menghindari
pembentukan karbondioksida. Adanya temperatur yang tinggi juga dapat
menyebabkan terjadinya desorpsi beberapa senyawa organic. Karena itu, karbon aktif
mempunyai kapasitas penyerapan yang tinggi terhadap zat-zat organik yang ada
dalam air. Aktivitas karbon ini dipengaruhi oleh perbedaan ukuran pori-pori di
dalamnya, kemurnian unsur-unsur organik (karbon) dari bahan mentah dan cara
pembuatannya. Sedangkan pada micron filter, terjadi proses penyaringan akhir yang
mungkin masih tersisa dari karbon filter, sebelum air baku masuk ke ruang pengisian.
Proses ini memiliki tingkat efektifitas yang paling tinggi karena menggunakan ukuran
yang paling rapat yakni berkisar 0.2 mikron.
3. Proses Sterilisasi (Ozonasi dan Penyinaran Ultra Violet)
Melakukan proses sterilisasi/ozonasi melalui rangkaian peralatan otomatis
yang berfungsi untuk menghasilkan ozon atau O3, yang berguna untuk membunuh
segala bentuk makluk hidup atau mikroorganisme patogen yang berada dalam air
baku dengan menggunakan catridge dan ozon. Tujuan adanya catridge untuk
menahan mikroorganisme dan menyaring kotoran-kotoran halus yang mungkin
masuk ke dalam air. Dalam proses sterilisasi ini, air diinjeksi oleh ozon yang mudah
terurai menjadi gas O2 dan On dalam proses ozonisasi, gas tersebut akan bercampur
dengan air secara saksama; dimana gelembung-gelembung ozon menyebar ke seluruh
bagian air, dan secara aktif mengoksidasi air; termasuk bakteri dan mikroorganisme
49
lainnya. Konsentrasi ozon yang diinjeksi ke dalam kemasan tidak akan meninggalkan
residu pada produk akhir, karena ozon tersebut akan berubah menjadi oksigen.
Dengan demikian, pada proses ozonisasi, air yang dihasilkan akan lebih
bersih dan segar dibandingkan dengan hasil proses klorinasi. Kelebihan proses ini
adalah tidak meninggalkan residu dan sangat efektif menghilangkan rasa, warna serta
bau yang sukar dihilangkan dengan cara lain. Jika dibandingkan dengan klorin, ozon
lebih efektif dalam menginaktifkan virus dan kecepatan desinfeksinya lebih besar,
tidak ada limbah toksik serta tidak ada proteksi terhadap pertumbuhan kembali
mikroorganisme. Selanjutnya air yang telah diinjeksi ozon masuk ke dalam tanki
penampungan agar proses pencampuran lebih sempurna dan disinari oleh beberapa
jenis sinar infra merah (ultra violet), untuk membunuh makluk hidup dan
menyerap/menurunkan kandungan O3 yang diinjeksi pada waktu proses ozonisasi,
sehingga akhirnya air dapat dialirkan ke masing-masing mesin pengisian.
4. Proses Pengisian
Proses pengisian air produk dilakukan di masing-masing ruang pengisian
sesuai ukuran dan jenis kemasan dengan sistem perlakuan yang higienis sehingga
kualitas produknya dapat terjamin. Untuk kemasan gallon, sebelum masuk ke proses
pengisian, gallon yang digunakan diseleksi terlebih dahulu, dicuci dan dimasukan ke
washer gallon kemudian masuk filling dan capping gallon. Gallon yang digunakan
ada dua macam, yaitu gallon baru dan gallon yang berasal dari konsumen. Gallon-
gallon dari konsumen diseleksi oleh bagian seleksi gallon di ruang penampungan
gallon untuk dipisahkan sesuai dengan kondisinya. Gallon yang baik kemudian
50
masuk ke ruang pencucian untuk dicuci sebanyak 3 kali proses pencucian, yaitu
pencucian bagian luar gallon, penyemprotan larutan PC dan ringsing gallon.
Bagian luar gallon dicuci secara manual dengan air yang telah dicampur
detergen pembersih, kemudian disikat untuk menghilngkan kotoran yang terdapat di
bagian luar gallon. Selanjutnya gallon disemprot dengan larutan PC untuk
menghilangkan kotoran dan mikroorganisme yang terdapat dalam gallon. Setelah itu,
gallon dibilas dengan menggunakan air dan disanitasi atau sterilisasi dengan
menggunakan washer gallon untuk selanjutnya diisi di bagian filer gallon yang diikuti
dengan penutupan menggunakan mesin capper.
5. Proses Pengemasan dan Labeling
Tahap terakhir setelah pengisian adalah pengemasan dan pemasangan label.
Proses pengemasan dilakukan secara manual dengan prinsip rapi dan bersih agar
produk tersebut dapat dinikmati konsumen dengan tingkat kepuasan tinggi. Proses
labeling merupakan proses dimana setelah produk dimasukan ke dalam kemasan
maka pada kemasan tersebut diberikan aksesoris barupa label. Setelah itu, produk
siap didistribusi ke pelanggan dan konsumen.
Rangkaian proses produksi sebagaimana yang ada dalam penjelasan terlebih
dahulu, yang menekankan pada proses pengolahan air, sterilisasi dan pengisian, tahap
demi tahapnya dapat digambarkan melalui bagan berikut ini:
51
HARDNESS FILTER
SEDIMEN TANK
SLOWSAND FILTER
BAK PENAMPUNGAN AIR
BAKU
CARBON FILTER
Automatic Spind Down
Sediment Trapper Filter 70 µ
Stainless Steel
OZONE INJEKTOR TO
REACTION TANK
UNIT PROSES REVERSE
OSMOSIS (MESIN RO)
Automatic Spind Down
Sediment Trapper Filter 15 µ
Stainless Steel
FILTRASI 5 µ
RINSER & FILLER
OZONE INJECTOR
FILTRASI 1 µ
BUFFER TANK PRODUCT
Ultra Violet Processing
PRE TREATMENT
STAINLESS STEEL PUMP
AIR BAKU
OZONE GENERATOR
STAINLESS STEEL PUMP
OXYGEN
GENERATOR
Analytical Monitor
Controller
OZONE PRE
TREATMENT
STAINLESS
STEEL
DISTRUBUTION
PUMP
OZONE
POSTTREATMENT
JOINT OXYGEN
GENERATOR
OZONE GENERATOR
PRESSURIZED BUFFER
CHAMBER
CONDUCTIVITY
& PH
CONTROLLER
52
Selain proses produksi yang telah dijalankan, terdapat juga proses
pengawasan berupa kontrol terhadap bahan baku air yang dilaksanakan secara
periodik. Proses pengawasan tersebut antara lain berupa analisa/test laboratorium
minimal tiga hari sekali pada sampel air yang diambil, baik sebelum masuk ke ruang
produksi maupun setelah diproses yang kemudian siap dikemas. Analisa atau tes ini
dilakukan di laboratorium milik UD. TIRTA AGUNG, untuk mengetahui kelayakan
air sesuai dengan standar dan peraturan yang berlaku.
1.1.5. Data Biaya Produksi Air Minum Dalam Kemasan
Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengolah bahan baku
menjadi produk jadi; yang dikeluarkan menurut departemen produksi, terdiri dari
biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik.
Biaya produksi ini menurut Mulyadi (2004), dikelompokkan secara sistematis yang
terdiri dari: 1) biaya menurut obyek pengeluaran yaitu biaya bahan baku langsung,
tenaga kerja langsung dan overhead, 2) biaya menurut fungsi pokok perusahaan yaitu
fungsi produksi, fungsi pemasaran, fungsi administrasi dan umum, 3) biaya menurut
hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai yaitu biaya langsung dan biaya tidak
langsung, 4) biaya menurut perilaku dalm hubungannya dengan volume kegiatan
yaitu biaya tetap, biaya variabel dan biaya semivariabel, 5) biaya atas dasar jangka
waktu mafaatnya yaitu pengeluaran modal dan pengeluaran pendapatan.
Gambar 4.2. Proses Produksi AMDK “Kangen Water”
53
Berdasarkan data biaya yang diperoleh dari UD. TIRTA AGUNG,
perhitungan biaya produk pada perusahaan dapat dikategorikan ke dalam perhitungan
biaya berdasarkan fungsi yang ada dalam perusahaan tersebut melalui aktivitas-
aktivitas yang terjadi. Aktivitas-aktivitas tersebut mengkonsumsi berbagai faktor
produksi (sumber daya), yang dalam nilai uang ditunjukkan melalui struktur biaya
yang dikeluarkan/diakui oleh perusahaan sebagaimana yang ada pada tabel 4.1
berikut ini.
Tabel 4.1. Biaya Produksi UD. Tirta Agung Tahun 2016 dengan
Klasifikasi Menurut Perusahaan Uraian Jumlah (Rp)
(2) (3)
Biaya Bahan Baku
Reffil Kangen Water 122,564,283.00
Kemasan Botol 330 ml 24 343,588,310.00
Iuran Air Desa Oeleta Raya 12,000,000.00
Ongkos Kirim Bahan Pembantu 140,015,314.00
Sub Total 618,167,907.00
Biaya Produksi
Sarung Tangan, Masker, Sandal 1,669,607.00
Senar Untuk Mesin Cuci Gallon 525,000.00
Bahan Kimia Untuk Laboratorium 1,444,888.00
Sabun/Detergen Pembersih 991,638.00
Perlengkapan Ruang Produksi 1,701,700.00
Tinta Expire Date 380,842.00
Gallon Rusak 981,000.00
Produk botol Cacat/Rusak 1,312,500.00
Sub Total 9,007,175.00
Biaya Umum dan Administrasi
Administrasi Keanggotaan 262,500.00
Materai/Perangko 525,000.00
Alat Tulis Kantor 3,788,750.00
Administrasi urusan SIM/STNK Kendaraan 262,500.00
BBM Kendaraan 2,373,179.00
Service Kendaraan Tamu 455,000.00
BBM Generator 22,669,325.00
Rekening Telepon/Fax. 15,546,417.00
Rekening Listrik 27,393,993.00
Cetak-mencetak/Fotocopy 4,200,400.00
Kebutuhan Kantor 10,553,113.00
Publikasi dan Dokumentasi 15,998,326.00
Perjalanan Dinas 17,988,427.00
54
Sumbangan 6,142,500.00
Ongkos Angkut Lokal 5,302,500.00
Kirim/Paket Pos 3,393,867.00
Kebutuhan Bengkel 2,086,175.00
BBM Kendraan Lain 1,624,000.00
Lain-lain 5,501,500.00
Sub Total 146,067,472.00
Biaya Pemimpin
Service Kijang 23,390,500.00
Service inova 10,076,500.00
Perjalanan Dinas pemimpin 46,587,415.00
Kebutuhan Preskom 35,113,700.00
115,168,115.00
Biaya Pemasaran
Sponsorship dan Iklan/promosi 88,371,540.00
Bonus botol 330 ml untuk Pejabat 746,906.00
Bonus Air Untuk Kalangan Sendiri 6,938,100.00
Sub Total 96,056,546.00
Biaya Pemeliharaan dan Perawatan
Mesin Produksi 4,200,300.00
Peralatan Pabrik 1,935,000.00
Perabot dan Peralatan Kantor 2,964,150.00
Service Kendaraan Direksi 11,683,179.00
Service Generator 26,525,625.00
Bangunan Pabrik 1,887,200.00
Kendaraan Bermotor 4,627,450.00
Sub Total 53,822,904.00
Bunga Pinjaman dan Asuransi
Bunga KMK 103,192,878.00
Bunga Investasi 120,688,696.00
Asuransi Kebakaran 1,823,500.00
Sub Total 225,705,074.00
Biaya Karyawan
Honor Pemimpin 40,000,000.00
Gaji pegawai dan staf 1,120,000,000.00
Lembur 1,562,400.00
Iuran Jamsostek 43,000,000.00
Seragam Karyawan 2,423,300.00
Konsumsi Karyawan 37,733,500.00
Tunjangan Kesehatan 4,740,038.00
Tunjangan Hari Raya 87,425,000.00
Sub Total 1,336,884,238.00
Biaya Penyusutan 109,948,125.00
Biaya Lain-lain
Konsultan Pajak 4,375,000.00
Pajak Jasa Giro 208,754.00
Pajak BB 7,525,000.00
Pajak Pertambahan Nilai 13,122,750.00
Lain-lain 1,550,000.00
Sub Total 26,781,504.00
TOTAL 2,737,609,060.00
Sumber: Data Biaya UD.TIRTA AGUNG, tahun 2016
55
Berdasarkan data pada tabel 4.1 yang merupakan data keuangan perusahaan
diikuti dengan informasi melalui wawancara penelitian, diketahui bahwa perusahaan
menetapkan dua unsur biaya bahan baku, yaitu biaya rekening air dan biaya bahan
pembantu untuk masing-masing produk; dimana kedua biaya ini merupakan
unsur/komponen pembentuk harga pokok produksi. Sementara biaya-biaya lain oleh
perusahaan dinyatakan sebagai biaya operasional perusahaan. Biaya operasional ini
kemudian dikelompokkan menurut fungsi dari masing-masing kelompok biaya yang
terjadi, namun perusahaan tidak mengelompokkannya secara jelas berdasarkan
klasifikasi biaya menurut teori akuntansi yaitu kategori biaya produksi, kategori biaya
pemasaran dan kategori biaya operasional pabrik. Kesalahan dalam mengklasifikasi
biaya ini juga dengan sendirinya turut mempengaruhi kesalahan pemahaman pihak
perusahaan dalam menentukan harga pokok produksi.
1.2. Pembahasan Hasil Penelitian
Sebagaimana telah digambarkan pada bab III bahwa skala pengukuran dalam
penelitian ini adalah rupiah per unit produk, maka harga pokok produksi yang
ditentukan dalam penelitian ini adalah harga pokok produksi per unit, dengan
membebankan biaya pada obyek biaya; dalam hal ini produk air minum dalam
kemasan gallon maupun botol. Hansen & Mowen (2005) menyatakan bahwa ketika
biaya dibebankan pada obyek biaya, biaya per unit dihitung dengan membagi biaya
total yang dibebankan dengan jumlah unit dari obyek biaya tertentu.
56
Berkaitan dengan penelitian ini yang menekankan biaya per unit, Hansen &
Mowen (2005) juga menyatakan bahwa biaya per unit menekankan pada perhitungan
biaya berdasarkan fungsi dan berdasarkan aktivitas, yang kemudian biaya tersebut
dibebankan pada obyek biaya. Activity Based Costing mengakui adanya biaya
langsung dan biaya tidak langsung; dimana untuk biaya langsung dapat diperoleh
dengan membebankan biaya dari bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung ke
produk dengan menggunakan penelusuran langsung. Sedangkan biaya tidak langsung
atau overhead dibebankan dengan menggunakan penelusuran penggerak dan alokasi.
Secara spesifik, perhitungan biaya berdasarkan fungsi menggunakan penggerak
aktivitas tingkat unit untuk membebankan biaya overhead ke produk dengan asumsi
bahwa overhead yang dipakai produk berkorelasi tinggi dengan jumlah unit yang
diproduksi.
1.2.1. Perhitungan Biaya Bahan Baku Langsung - Metode ABC
Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh pihak perusahaan, biaya bahan
baku dalam hal ini air adalah biaya penggunaan air oleh perusahaan sesuai dengan
kebutuhan perusahaan, yang kemudian biaya tersebut dibayar menggunakan iuran
bulanan pada P3A (Perkumpulan Petani Pengguna Air) desa setempat. Diketahui
bahwa biaya iuran bulanan selama tahun 2016 sebesar Rp 12.000.000,_ untuk
penggunaan air kurang lebih sebanyak 5000 m3 atau 5.000.000 liter dengan jumlah
yang dikonsumsi oleh produk sebanyak 4.039.352,56 liter atau sebesar Rp
9.694.446,14 (80,790% kategori BBBL air yang telah diproses menjadi barang siap
dikemas) dan sisa 960.647,44 liter atau Rp 2.305.553,86 (19,21 % kategori BOP)
57
dialokasikan untuk kebutuhan lain produksi. Dari total volume pemakaian air ini
dapat diketahui harga per liter air yaitu sama dengan Rp 2.40,_ yang diperoleh
dengan cara membagi total rupiah yang dibayar terhadap total volume air yang
digunakan oleh perusahaan. Untuk perhitungan biaya bahan baku langsungnya maka
biaya ini dapat langsung dibebankan ke produk berdasarkan konsumsi dari masing-
masing produk yang bersangkutan dan selebihnya adalah biaya air untuk kegiatan
pendukung lainnya. Hasil perhitungan biaya bahan baku langsung ini ditampilkan
melalui tabel 4.2, dimana dari total yang dikonsumsi produk, 64,47 % dikonsumsi
oleh produk gallon dan 35,33 % dikonsumsi oleh produk botol 330 ml. Hal ini
berbanding lurus dengan jumlah unit yang diproduksi oleh masing-masing produk
dan jumlah/volume air yang dikonsumsi per unit produk
Ket; iuran bahan baku air per 1tahun ; Rp 12.000.000
Jumlah penggunaan air untuk kedua produk ; 5.000
Jadi harga pokok untuk bahan baku air =
2,40 ,ialah harga per
liter air untuk kedua produk tersebut.
a. Perhitungan biaya produksi Refill Galon
Jumlah unit yang diproduksi
Ket ; jumlah produk yang dikonsumsi = 4.039.352,56 liter
Volume per unit = 19 liter
Total yang dikonsumsi = 64,47%
Jumlah unit yang diproduksi
= 137.482,00
Kuantitas pemakaian (liter) = jumlah unit diproduksi x volume per unit
58
= 137,482,00 x 19,00
= 2,612,158,00
Total pemakaian (Rp) = harga satuan / liter x kuantitas pemakaian
= 2,40 x 2,612,158.00
= 6,269,179,20
Maka biaya per unit untuk 1 gallon 19 liter ialah
=
= 45,60
b. Perhitungan biaya produksi produk botol
Jumlah unit yang diproduksi
= 135,151,00
Kuantitas pemakaian (liter) = jumlah unit diproduksi x volume per unit
= 135,151,00 x 10,56
= 1,427,194,56
Total pemakaian (Rp) = harga satuan / liter x kuantitas pemakaian
= 2,40 x 1,427,194,56
= 3,425,266,94
Maka biaya per unit untuk produk botol ialah
=
= 25,34
Tabel 4.2. Perhitungan Biaya Bahan Baku Langsung – Metode ABC
Jenis Jumlah Unit
Harga
Satuan
Volume Per
Unit Kuantitas Total Biaya Per Unit
Produk Yang Diproduksi (Rp Per
Liter) (Liter) Pemakaian (Liter) Pemakaian
(Rp) (Rp)
a b c d (a x c) e (b x d) f (a/e)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Gallon 137,482.00 2.40 19.00 2,612,158.00 6,269,179.20 45.60
Btl 24 135,151.00 2.40 10.56 1,427,194.56 3,425,266.94 25.34
Total 272,633.00 29.56 4,039,352.56 9,694,446.14
Sumber: Data Diolah Oleh Peneliti Tahun 2017
59
1.2.2. Biaya Tenaga Kerja Langsung - Metode ABC
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa jumlah tenaga kerja langsung
produksi sebanyak 55 orang, dengan alokasi biaya selama tahun 2016 sejumlah Rp
764.634.146,34._ atau 68,27 % dari total gaji tenaga kerja, yang kemudian
dibebankan ke masing-masing produk berdasarkan jumlah jam kerja yang dikonsumsi
oleh setiap produk itu sendiri. Diketahui pula bahwa jumlah jam tenaga kerja
langsung yang dikonsumsi selama tahun 2016 adalah sebanyak 2.304 jam atau 8 jam
per hari per orang, sehingga biaya per jamnya sebesar Rp 331.872,46,_ atau 6.034,04
jam per orang. Oleh karena perusahaan ini menggunakan sistem gaji tetap untuk
tenaga kerjanya maka jumlah jam tenaga kerja baik produk gallon maupun produk
botol 330 ml diambil jam kerja normal sehingga menghasilkan jumlah jam kerja yang
sama untuk kedua produk dimaksud. Untuk mengetahui biaya per unitnya maka
jumlah pemakaian berdasarkan jam tenaga kerja dibagi dengan jumlah unit yang
diproduksi untuk masing-masing jenis produk, dimana hasil dari perhitungan tersebut
ditampilkan melalui perhitungan dan tabel 4.3 berikut ini.
a. Perhitungan BTKL produk Gallon
Ket ; jumlah unit yang diproduksi = 137,482,00
Biaya TKL periode 1 tahun = 764.634.146,34
Jumlah TKL = 55 orang
Jam TKL, Jam / unit =
jumlah tenaga kerja
Jam TKL, jam / unit =
55
60
= 0,008
Jumlah jam TKL Jam / unit = Jumlah unit yg diproduksi x JamTKL jam / unit
= 137,482,00 x 0,008
=1,152,00
Total pemakaian =
Total pemakaian produk
=
764,634,146.34
= 382,317.073.17
Biaya per unit =
=
= 2,780.85
= 2,780.85 .ialah biaya per unit TKL produk Galon
b. Perhitungan BTKL produk botol
Jam TKL, Jam / unit =
jumlah tenaga kerja
Jam TKL, jam / unit =
55
= 0,009
Jumlah jam TKL Jam / unit = Jumlah unit yg diproduksi x JamTKL jam / unit
= 135,151,00 x 0,009
=1,152,00
Total pemakaian =
Total pemakaian produk
=
764,634,146.34
= 382,317.073.17
Biaya per unit =
=
= 2,828.81
61
= 2,828,81 .ialah biaya per unit TKL produk botol
Tabel 4.3. Perhitungan Biaya Tenaga Kerja Langsung - Metode ABC Jenis Jumlah Unit Jam TKL Jumlah Jam TKL Total Pemakaian Biaya Per Unit
Produk Yang Diproduksi Jam/Unit Jam/Unit (Rp) (Rp)
a B c (a x b) d (c/tot c x 764,634,146.34) f (a x d)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Gallon 137,482.00 0.008 1,152.00 382,317,073.17 2,780.85
botol 24 135,151.00 0.009 1,152.00 382,317,073.17 2,828.81
Total 272,633.00 2,304.00 764,634,146.34
Sumber: Data Diolah Oleh Peneliti Tahun 2017
1.2.3. Perhitungan Biaya Overhead Pabrik - Metode ABC
Biaya overhead pabrik merupakan biaya tidak langsung yang mencakup
seluruh biaya produksi selain biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja
langsung. Activity based costing dikembangkan untuk memahami biaya tidak
langsung, selain manyajikan informasi yang tepat untuk mengkalkulasi biaya. Dari
data biaya yang tampak pada tabel 4.1 sebelumnya, maka setelah dikeluarkan biaya
bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung,
Total biaya pemakaian TKL : 764,634,146.34
Total pemakaian BBL : 9,694,446.14 +
774,328,529.48
(-) Data biaya UD Tirta Agung : 2,737,609,060,00 -
1.963.280.467,52
Tersisa biaya overhead sebesar Rp 1.963.280.467,52,_ atau 71,72 % dari
total biaya produksi; yang selanjutnya akan digunakan dalam perhitungan penentuan
harga pokok produksi dengan metode ABC. Untuk membebankan biaya overhead
62
dimaksud ke masing-masing produk, maka dilakukan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Mengidentifikasi biaya-biaya yang bersesuaian ke berbagai kelompok
aktivitas; dimana biaya tersebut dihubungkan dengan setiap kelompok
aktivitas.
Sistem ABC menelusuri biaya ke setiap jenis produk melalui aktivitas yang
dikonsumsi oleh produk sehingga perlu diidentifikasi aktivitas bernilai tambah bagi
produk tersebut. Terdapat empat aktivitas utama yang ditemukan dalam penelitian ini
dengan sumber daya yang dikonsumsi oleh tiap aktivitas, yaitu:
a. Aktivitas produksi; dimana yang dilakukan dalam aktivitas ini mulai dari aktivitas
persiapan, penanganan bahan, pengolahan sampai pada aktivitas pengepakan
produk. Sumber daya yang digunakan pada aktivitas ini adalah tenaga kerja,
bangunan, listrik, mesin dan peralatan pabrik.
b. Aktivitas pemasaran, merupakan aktivitas pemasaran/pendistribusian produk jadi
siap konsumsi ke pelanggan/pembeli, dengan sumber daya yang digunakan pada
aktivitas ini adalah tenaga kerja dan transportasi/kendaraan.
c. Aktivitas pemeliharaan, merupakan aktivitas pemeliharaan dan penyusutan
gedung, mesin dan peralatan pabrik, dengan sumber daya yang digunakan pada
aktivitas ini adalah tenaga kerja
d. Aktivitas pada administrasi kantor dan umum. Yang dilakukan dalam aktivitas ini
adalah pencatatan, pengamanan, pembelian/penagihan dan administrasi umum
lainnya, dengan sumber daya yang digunakan pada aktivitas ini adalah tenaga
kerja, lisrtik, bangunan, transportasi/kendaraan dan fasilitas pendukung lainnya.
63
Berdasarkan aktivitas yang terjadi, biaya overhead kemudian
dikelompokkan sesuai dengan tingkatan aktivitasnya; dimana hasil penelitian
menunjukkan adanya tiga tingkatan aktivitas produksi, yaitu: aktivitas tingkat unit,
aktivitas tingkat produk dan aktivitas tingkat fasilitas. Sedangkan aktivitas tingkat
batch tidak ditemukan dalam proses produksi air karena inspeksi mutu air dilakukan
secara periodik; mengingat aktivitas tingkat batch dilakukan ketika sekelompok
produk diproduksi dengan ukuran keluaran aktivitasnya adalah jam pemeriksaan.
Tingkatan aktivitas yang sudah dikelompokkan ini kemudian dihubungkan
dengan biaya untuk masing-masing aktivitas, yang secara jelasnya ditampilkan
melalui tabel 4.4 berikut ini.
Tabel 4.4. Identifikasi dan Pengelompokkan Aktivitas Biaya Overhead
Tahun 2016 UD. TIRTA AGUNG – Metode ABC
No. Uraian Jumlah (Rp)
(1) (2) (3)
1 Aktivitas Berlevel Unit
Bahan Pembantu Reffil Kangen water 122,564,283.00
Bahan Pembantu botol Kemasan 24 343,588,310.00
Ongkos Kirim Bahan Pembantu 140,015,314.00
Sarung Tangan, Masker, Sandal 1,669,607.00
Senar Untuk Mesin Cuci Galon 525,000.00
Bahan Kimia Untuk Laboratorium 1,444,888.00
Sabun/Detergen Pembersih 991,638.00
Perlengkapan Ruang Produksi 1,701,700.00
64
Tinta Expire Date 380,842.00
Galon Rusak 981,000.00
Produk botol Cacat/Rusak 1,312,500.00
Listrik Pabrik 19,175,795.10
Telepon Pabrik 10,882,491.90
Sub Jumlah 645,233,369.00
2 Aktivitas Berlevel Produk
Sponsorship dan Iklan/promosi 88,371,540.00
Bonus btl 330ml untuk Pejabat 746,906.00
Bonus Air Untuk Kalangan Sendiri 6,938,100.00
Sub Jumlah 96,056,546.00
3 Aktivitas Berlevel Fasilitas
Administrasi Keanggotaan 262,500.00
Materai/Perangko 525,000.00
Alat Tulis Kantor 3,788,750.00
Administrasi urusan SIM/STNK Kendaraan 262,500.00
BBM Kendaraan 2,373,179.00
Service Kendaraan Tamu 455,000.00
BBM Generator 22,669,325.00
Rekening Telepon/Fax. Kantor 4,663,925.10
Rekening Listrik Kantor 8,218,197.90
Air untuk umum 2,305,553.86
Cetak-mencetak/Fotocopy 4,200,400.00
Kebutuhan Kantor 10,553,113.00
Kebutuhan Preskom 35,113,700.00
Publikasi dan Dokumentasi 15,998,326.00
Perjalanan Dinas 17,988,427.00
Perjalanan Dinas Pemimpin 46,587,415.00
Sumbangan 6,142,500.00
Ongkos Angkut Lokal 5,302,500.00
Kirim/Paket Pos 3,393,867.00
Kebutuhan Bengkel 2,086,175.00
BBM Kendraan Lain 1,624,000.00
Lain-lain 5,501,500.00
Mesin Produksi 4,200,300.00
Peralatan Pabrik 1,935,000.00
Service Generator 26,525,625.00
Bangunan Pabrik 1,887,200.00
Perabot dan Peralatan Kantor 2,964,150.00
65
Service Kendaraan 11,683,179.00
Kendaraan Bermotor 4,627,450.00
Service Kijang 23,390,500.00
Service pick up 10,076,500.00
Service truk 40,000,000.00
Gaji Tenaga Kerja Tidak Langsung 355,365,853.66
Lembur 1,562,400.00
Iuran Jamsostek 43,000,000.00
Seragam Karyawan 2,423,300.00
Konsumsi Karyawan 37,733,500.00
Tunjangan Kesehatan 4,740,038.00
Tunjangan Hari Raya 87,425,000.00
Bunga KMK 103,192,878.00
Bunga Investasi 120,688,696.00
Asuransi Kebakaran 1,823,500.00
Biaya Penyusutan 109,948,125.00
Konsultan Pajak 4,375,000.00
Pajak Jasa Giro 208,754.00
Pajak BB 7,525,000.00
Pajak Pertambahan Nilai 13,122,750.00
Lain-lain 1,550,000.00
Sub Jumlah 1,221,990,552.52
TOTAL 1,963,280,467.52
Sumber: Data Diolah Oleh Peneliti Tahun 2017
Berdasarkan tabel 4.4, dapat dijelaskan bahwa ketiga tingkatan aktivitas
yang ditemukan dalam penelitian ini, yang menjadi ukuran keluaran dari setiap
aktivitas dapat dirincikan sebagai berikut:
a. Aktivitas tingkat unit: ukuran keluaran dari aktivitas ini berupa jumlah pemakaian
bahan baku, jumlah unit produk dan jumlah pemakaian jam mesin; dengan
persentase biaya yang diserap sebesar 32,87 % dari total biaya overhead pabrik.
66
b. Aktivitas tingkat produk: ukuran keluaran dari aktivitas ini berupa jumlah unit
produk dalam hal ini berhubungan dengan jumlah unit yang dipesan; dengan
persentase biaya yang diserap sebesar 4,89 % dari total biaya overhead pabrik.
c. Aktivitas tingkat fasilitas: ukuran keluaran dari aktivitas ini berupa jumlah unit
diproduksi, jam tenaga kerja dan jumlah pemakaian jam mesin; dengan persentase
biaya yang diserap sebesar 62,24 % dari total biaya overhead pabrik.
2. Menentukan cost driver untuk masing-masing aktivitas yang homogen,
kemudian biaya dikelompokkan berdasarkan golongan homogenitas dari
setiap aktivitasnya.
Tarif perkiraan overhead berdasarkan fungsi membutuhkan spesifikasi dari
penggerak tingkat unit, yaitu suatu perkiraan dari kapasitas yang diukur oleh
penggerak dan perkiraan dari overhead yang diharapkan. Dalam penelitian ini,
penggerak tingkat unit yang digunakan adalah penggerak tingkat unit yang umum
digunakan untuk membebankan overhead, seperti yang dikemukakan oleh Hansen &
Mowen (2005) yaitu meliputi: biaya bahan baku langsung, unit yang diproduksi, jam
tenaga kerja langsung dan pemakaian jam mesin. Pada langkah ini, biaya overhead
diklasifikasikan menjadi kelompok-kelompok biaya yang homogen (homogenous
cost pool); dimana masing-masing kelompok terdiri dari biaya-biaya yang tergantung
pada faktor pemicu timbulnya biaya (cost driver) seperti yang tampak pada tabel 4.5.
Tabel 4.5. Pemicu Biaya dan Kelompok Biaya yang Homogen No Kelompok Aktivitas yang Homogen Pemicu Biaya Kelompok Biaya (Rp)
(1) (2) (3) (4)
1 Aktivitas Tingkat Unit
67
Pool 1:
Bahan Pembantu Jumlah Pemakaian Bahan Baku 606,167,907.00
Pool 2:
Kegiatan Produksi Jumlah Unit Produksi 9,007,175.00
Telepon Pabrik Jumlah Unit Produksi 10,882,491.90
Pool 3:
Listrik Pabrik Jumlah Pemakaian Jam Mesin 19,175,795.10
Sub Total 645,233,369.00
2 Aktivitas Berlevel Produk
Pool 2:
Pemasaran Jumlah Unit Produksi 96,056,546.00
3 Aktivitas Berlevel Fasilitas
Pool 2:
Perawatan Bangunan Pabrik Jumlah Unit Produksi 1,887,200.00
Bunga KMK Jumlah Unit Produksi 103,192,878.00
Bunga Investasi Jumlah Unit Produksi 120,688,696.00
Pajak Pertambahan Nilai Jumlah Unit Produksi 13,122,750.00
Pajak Jasa Giro Jumlah Unit Produksi 208,754.00
Pajak BB Jumlah Unit Produksi 7,525,000.00
Pool 4:
Administrasi dan Umum Jumlah Jam Tenaga Kerja Langsung 200,015,853.86
Karyawan dan Rupa-rupanya Jumlah Jam Tenaga Kerja Langsung 572,250,091.66
Perawatan Peralatan Kantor Jumlah Jam Tenaga Kerja Langsung 2,964,150.00
Perawatan Kendaraan Kantor Jumlah Jam Tenaga Kerja Langsung 49,777,629.00
Penyusutan Gedung Pabrik Jumlah Jam Tenaga Kerja Langsung 76,963,687.50
Asuransi Kebakaran Jumlah Jam Tenaga Kerja Langsung 1,823,500.00
Konsultan Pajak Jumlah Jam Tenaga Kerja Langsung 4,375,000.00
Lain-lain Jumlah Jam Tenaga Kerja Langsung 1,550,000.00
Pool 3:
Perawatan Mesin dan Peralatan Pabrik Jumlah Pemakaian Jam Mesin 32,660,925.00
Penyusutan Mesin Pabrik Jumlah Pemakaian Jam Mesin 32,984,437.50
Sub Total 1,221,990,552.52
TOTAL 1,963,280,467.52
Sumber: Data Diolah Oleh Peneliti Tahun 2017
Dari hasil ini dapat digambarkan bahwa persentase biaya yang diserap oleh
masing-masing kelompok biaya terhadap total biaya overhead Rp 1.963.280.467,52
adalah: 30,88 % atau Rp 606.167.907,00 untuk kelompok pemicu biaya pemakaian
bahan baku, 18,47 % atau Rp 362.571.490,90 untuk kelompok pemicu biaya unit
yang diproduksi, 4,32 % atau Rp 84.821.157,60 untuk kelompok pemicu biaya
pemakaian jam mesin dan 46,34 % atau Rp 909.719.912,02 untuk kelompok pemicu
biaya jam tenaga kerja langsung. Persentase biaya tertinggi ada pada kelompok
68
pemicu biaya jam tenaga kerja langsung; dimana hal ini dikarenakan aktivitas yang
memicu biaya pada kelompok dimaksud lebih banyak dari pada kelompok aktivitas
lain. Artinya semakin banyak aktivitas yang menjadi pemicu pada suatu kelompok
biaya tertentu maka semakin tinggi pula biaya yang dibebankan.
3. Menentukan pool rate untuk masing-masing cost pool
Setelah biaya dikelompokkan berdasarkan faktor pemicu biaya (pada
langkah ke-2 sebelumnya), kemudian ditentukan lagi tarif per kelompok aktivitas
biaya; dengan empat kelompok biaya (cost pool) dalam penelitian ini yang terdiri
dari: jumlah pemakaian bahan baku, jumlah unit diproduksi, jumlah pemakaian jam
mesin dan jumlah jam tenaga kerja langsung. Keempat kelompok (pool) inilah yang
kemudian digunakan sebagai dasar pembebanan untuk menentukan tarif per
kelompoknya dari total cost pool, dimana hesil perhitungan tarif cost pool-nya
ditampilkan melalui tabel 4.6 berikut.
Tabel 4.6. Tarif Pool per Cost Driver Pool Cost Driver Total Cost Tarif Pool
Dasar Pembebanan Jumlah (Rp) Satuan Pool (Rp) Per Cost Driver
A B b/a
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Jumlah Pemakaian BB 4,039,352.56 Liter 606,167,907.00 150.07
2 Jumlah Unit Diproduksi 272,633.00 Unit 362,571,490.90 1,329.89
3 Jumlah Jam Mesin 1,728.00 Jam/Unit 84,821,157.60 49,086.32
4 Jumlah Jam TKL 2,304.00 Jam/Unit 909,719,912.02 394,843.71
TOTAL 1,963,280,467.52
Sumber: Data Diolah Oleh Peneliti Tahun 2017
Hasil perhitungan tarif pool per cost driver ini sebagai lanjutan dari langkah
ke dua sebelumnya; yaitu dimana setelah total cost pool diperoleh maka tarif pool per
cost driver dapat diketahui dengan cara membandingkan total cost pool untuk
69
kelompok aktivitas tertentu dengan dasar pengukur aktivitas (cost driver) yang
bersangkutan.
4. Membebankan biaya overhead dari tiap cost pool yang homogen ke produk
Biaya overhead yang telah diketahui melalui langkah-langkah sebelumnya
kemudian dibebankan ke masing-masing produk; dalam hal ini gallon dan botol
330ml berdasarkan kelompok aktivitas pemicu biaya yang dikonsumsi oleh kedua
produk dimaksud, dimana pendistribusian biaya overhead pabrik tersebut didasarkan
atas tarif menurut Activity Based Costing system dikalikan dengan volume pemicu
biayanya. Untuk mengetahui biaya overhead pabrik per unitnya maka total biaya
overhead pabrik per unit dibagi dengan jumlah unit yang diproduksi; dimana hasil
perhitungan BOP per unit ini disajikan pada tabel 4.7 berikut ini.
Tabel 4.7. Biaya Overhead Untuk Tiap Produk Tarif Pool Gallon Botol 330 ml 24
Pool (Rp) Vol Pemicu BOP Vol Pemicu BOP TOTAL BOP
A B a x b c a x c
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Jumlah Pemakaian BB 150.07 2,612,158.00 391,995,084.38 1,427,194.56 214,172,822.62 606,167,907.00
Jumlah Unit Diproduksi 1,329.89 137,482.00 182,835,730.49 135,151.00 179,735,760.41 362,571,490.90
Jumlah Jam Mesin 49,086.32 864.00 42,410,578.80 864.00 42,410,578.80 84,821,157.60
Jumlah Jam TKL 394,843.71 1,152.00 454,859,956.01 1,152.00 454,859,956.01 909,719,912.02
Total
1,072,101,349.69 891,179,117.83 1,963,280,467.52
BOP Per Unit 7,798.12 6,593.95
Sumber: Data Diolah Oleh Peneliti Tahun 2017
Hasil perhitungan yang ada pada tabel 4.7 ini menunjukkan bahwa dari total
biaya overhead pabrik yang ada, sudah dapat diketahu biaya overhead pabrik untuk
70
masing-masing produk dengan alokasi 54,61 % atau Rp 1.072.101.349,69 untuk
produk gallon dan 45,39 % atau Rp 891.179.117,83 untuk produk Botol 330 ml.
Persentase gallon menjadi lebih besar karena jumlah unit yang diproduksi serta
jumlah pemakaian bahan baku gallon lebih besar dari produk botol, sehingga dari
total BOP setiap produk jika dibagi lagi dengan jumlah unit yang diproduksi maka
BOP per unitnya adalah Rp 7.798,12 per gallon dan Rp 6.593,95 per kemasan botol
330 ml.
1.2.4. Harga Pokok Produksi Berdasarkan ABC System
Setelah mengetahui biaya overhead pabrik per/unitnya sudah diketahui
dengan melalui beberapa tahap pembebanan sebelumnya, maka langkah terakhirnya
adalah menentukan harga pokok produksi itu sendiri, yaitu dengan menjumlahkan
biaya bahan baku langsung (X1), biaya tenaga kerja langsung (X2) dan biaya
overhead pabrik (X3). Oleh karena langkah-langkah perhitungan sebelumnya untuk
ketiga komponen biaya pembentuk harga pokok produksi ini sudah langsung
diketahui harga per unitnya, maka harga pokok produksi untuk masing-masing
unit produk sudah dapat langsung dijumlahkan seperti yang tampak pada tabel 4.8
berikut ini.
Tabel 4.8. HPPr Berdasarkan ABC System
71
Komponen Harga Pokok Produksi
Gallon Botol 24
(1) (2) (3)
Biaya Bahan Baku Langsung 45.60 25.34
Biaya Tenaga Kerja Langsung 2,780.85 2,828.81
Biaya Overhead Pabrik 7,798.12 6,593.95
TOTAL 10,624.57 9,448.11
Sumber: Data Diolah Oleh Peneliti Tahun 2017
Hasil perhitungan ABC ini menunjukkan bahwa komposisi biaya untuk
masing-masing produk terdiri dari 0,43 % biaya bahan baku langsung, 26,17 % biaya
tenaga kerja langsung, 73,40 biaya overhead pabrik untuk produk gallon. Sedangkan
produk botol 330ml terdiri dari 0,27 % biaya bahan baku langsung, 29,94 % biaya
tenaga kerja langsung dan 69,74 % biaya overhead pabrik. Walalupun kedua produk
ini mengkonsumsi tiga komponen biaya ini dengan jumlah yang berbeda secara
porposional nampak bahwa biaya overhead pabrik mempunyai porsi yang dominan
dalam penentuan harga pokok produksi. Setelah diketahui harga pokok produksi air
herbal kangen water maka akan dijumlah dengan biaya bahan pembantu produk refiil
gallon dan botol 330 ml sebagai berikut :
a. Produk refill galon
HPPr air herbal kangen water = 10,624.57
Gallon = 40.000
Tisue Pembersih = 1.000
Penutup Galon = 2.000 +
54.000,00
Laba yang ditetapkan perusahaan 25% maka,
= 67.500,00 ialah harga yang
diturunkan UD Tirta Agung untuk produk refill gallon 19 liter kepada konsumen
setelah ditambahkan 25 % laba perusahaan.
72
b. Produk Botol 330 ml
HPPr air herbal Kangen water = 9,448.11
Botol 330 ml / 1 botol = 9.00
24 botol 330 ml = 21.600
Dus kemasan Botol 330 ml = 4.000 +
36.500,00
Laba yang ditetapkan perusahaan 25% maka,
= 45.625,00 ialah harga yang
diturunkan UD Tirta Agung untuk produk botol 330 ml kepada konsumen setelah
ditambahkan 25 % laba perusahaan.
4.2.5. Perbandingan HPPr Perusahaan dengan HPPr ABCS
Setelah harga pokok produksi berdasarkan metode ABC ditemukan, maka
untuk mengetahui ada-tidaknya perbedaan harga pokok produksi yang ditetapkan
perusahaan dengan harga pokok berdasarkan metode ABC adalah membandingkan
HPPr perusahaan tersebut dengan HPPr hasil penelitian menggunakan metode ABC.
Sebagaimana telah digambarkan pada bagian latar belakang; dimana hasil
wawanacara menyatakan bahwa harga produksi yang ditetapkan perusahaan adalah
harga distributor (sudah terhitung sebagai harga jual) dengan laba yang ditetapkan
sebesar 25 %, sehingga harga pokok produksi yang sebenarnya adalah Rp 7.200
untuk produk gallon dan Rp 10.000 untuk produk botol 330ml. Harga pokok produksi
inilah yang kemudian menjadi pembanding dengan harga pokok produksi
menggunakan metode ABC. Hasil perhitungan harga pokok produksi berdasarkan
metode ABC jika dibandingkan dengan harga pokok produksi yang ditetapkan oleh
73
perusahaan, terdapat perbedaan lebih tinggi dan lebih rendah untuk masing-masing
produk; dengan nilai perbedaan harga pokok produksi ini ditunjukkan pada tabel 4.10
berikut.
Tabel 4.9. Perbandingan HPPr Perusahaan dengan HPPr ABCS Komponen Galon Botol 330 ml 24
HPPr-Prs HPPr-ABC Selisih HPPr-Prs HPPr-ABC Selisih
(1) (2) (3) (4) (5) (5) (6)
Biaya Bahan Baku Langsung 56.84 45.60 11.24 30.97 25.34 5.63
Biaya Tenaga Kerja Langsung - 2,780.85 (2,780.85) - 2,828.81 (2,828.81)
Biaya Overhead Pabrik 7,143.16 7,798.12 (654.96) 9,969.03 6,593.95 3,375.08
TOTAL 7,200.00 10,624.57 (3,424.57) 10,000.00 9,448.11 551.89
Sumber: Data Diolah Oleh Peneliti Tahun 2017
Selisih HPPr perusahaan terhadap HPPr ABC sebesar -3.424,57 untuk
produk gallon dan +551,89 untuk produk botol 330 ml seperti yang tampak pada tabel
4.9 menunjukkan bahwa untuk produk gallon 32,23 % lebih rendah dari perhitungan
ABC (under cost oleh perusahaan), sedangkan untuk produk botol 330 ml berbanding
terbalik yaitu 5,84 % lebih tinggi dari hasil perhitungan ABC (over cost oleh
perusahaan). Harga pokok produksi masing-masing produk yang dinilai lebih rendah
dan lebih tinggi menurut metode perusahaan dibanding dengan metode ABC ini
terjadi karena:
1. Under cost pada produk gallon disebabkan karena perusahaan tidak
membebankan biaya tenaga kerja langsung dalam perhitungan harga pokok
produksi serta alokasi biaya overhead oleh perusahaan terlalu rendah daripada
74
alokasi biaya overhead perhitungan menurut Activity Based Costing hasil
penelitian (lebih tinggi). Begitupun sebaliknya, over cost pada produk botol 330ml
disebabkan karena perhitungan biaya bahan baku langsung dan alokasi biaya
overhead oleh perusahaan terlalu tinggi daripada perhitungan menurut Activity
Based Costing hasil penelitian (lebih rendah).
2. Adanya kesalahan yang dilakukan perusahaan dalam menghitung biaya bahan
baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung serta alokasi biaya overhead
pabrik yang keliru dengan metode penafsiran/kira-kira yang berdasarkan pada
biaya bahan baku dan biaya bahan penolong untuk masing-masing produk, yang
kemudian dijadikan acuan bagi perusahaan dalam menentukan biaya overhead
pabriknya.
3. Alokasi biaya overhead oleh perusahaan yang masih keliru karena atas dasar
penafsiran/perkiraan semata, kemudian pembebanannya masih berdasarkan unit
dan secara bersama-sama (general biaya), sehingga pada saat menentukan harga
pokok produksi, biaya overhead dimaksud dibebankan tidak mencakupi semua
biaya overhead yang ada yang sebenarnya turut mendukung proses produksi.
Sementara itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya overhead pabrik yang
dikonsumsi oleh masing-masing produk tersebut mempunyai jumlah yang cukup
banyak sehingga menimbulkan biaya yang besar pula.
1.3. Implikasi ABCS Hasil Penelitian Terhadap UD. TIRTA AGUNG
Selain untuk mambantu mengurangi distorsi biaya dan kepentingan strategis
lainnya mengenai keputusan dalam hubungannya dengan penentuan biaya yang
75
relevan sebagaimana yang telah digambarkan pada bab II (telaah pustaka)
sebelumnya, Activity Based Costing System juga penting dalam menentukan laba
perusahaan melaui penentuan harga jual yang realistis/rasional, sehingga perusahaan
mampu menghadapi persaingan harga pasar. Akan tetapi, implikasi ABCS ini lebih
mengarah pada keputusan manajemen karena ABC (menurut Charter & Usry, 2004)
didesain hanya sebagai informasi dan alat pembuat keputusan strategis jangka
panjang dan bukan digunakan sebagai laporan keuangan, karena ABC
memperlakukan semua biaya sebagai biaya variabel. Oleh karena itu, dampaknya
bagi perusahaan dari hasil penelitian ini adalah keputusan manajemen terhadap
penetapan harga jual produk; dalam hal ini menaikan harga jual produk gallon dan
menurunkan harga jual produk botol 330ml.
Tinggi rendahnya harga jual suatu produk sangat dipengaruhi oleh biaya
yang dikeluarkan; dimana laba yang ditetapkan/diperoleh perusahaan mampu
membiayai seluruh kegiatan usahanya. Telah diketahui bahwa laba per unit yang
ditetapkan perusahaan adalah 25 % dari perhitungan harga pokok produksi yang
menjadikan harga jual Rp 9,000.00 dari harga pokok Rp 7,200.00 untuk produk
gallon dan Rp 12,500.00 dari harga pokok Rp 10,000.00 untuk produk Botol 330 ml.
Hasil penelitian dengan menggunakan metode ABC, mendapatkan harga pokok
produksi yang lebih tinggi untuk produk gallon dan lebih rendah untuk produk botol
dari yang ditetapkan perusahaan. Harga pokok produksi hasil penelitian untuk produk
gallon sebesar Rp 10,624.57 dan botol 330 ml sebesar Rp 9,448.11. Informasi yang
dapat diberikan oleh ABCS sehubungan dengan pengaruhnya terhadap harga jual
76
produk dapat dibanding dengan data penjualan dan laba akhir perusahaan tahun 2016
berikut:
Tabel 4.10. Perolehan Laba Akhir Berdasarkan Harga Jual - Metode Perusahaan Produk Unit Terjual HPPr-Prs Laba 25 % Harga Jual Rupiah
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Pendapatan:
Refil Gallon 137,482.00 7,200.00 1800 9,000.00 1,237,338,000.00
Botol 330 ml 24 135,151.00 10,000.00 2500 12,500.00 1,689,387,500.00
TOTAL 2,926,725,500.00
Biaya:
Biaya Penjualan
618,167,907.00
Biaya Pemasaran
96,056,546.00
Biaya Operasional
1,996,603,103.00
TOTAL 2,710,827,556.00
Laba Usaha 215,897,944.00
Pendapatan Non Operasional
14,774,693.76
Biaya Non Operasional
26,781,504.00
Laba Bersih 203,891,133.76
Sumber: Data Sekunder UD. TIRTA AGUNG Tahun 2016
Tabel 4.10 menunjukkan bahwa jika harga pokok produksi yang ditetapkan
perusahaan pada kolom (3) dengan laba per unitnya 25 %, maka dari harga jual yang
diperoleh pada kolom (5) akan menghasilkan laba akhir perusahaan sebesar Rp
203,891,133.76 atau 6,93 % dari total pendapatan. Akan tetapi harga pokok produksi
berdasarkan metode ABC berbeda dengan yang ditetapkan perusahaan, dan hal ini
akan turut mempengaruhi laba akhir perusahaan jika persentase laba per unitnya sama
dengan 25 % seperti yang tampak pada tabel berikut.
77
Tabel 4.11. Perolehan Laba Akhir Berdasarkan Harga Jual - Metode ABC Produk Unit Terjual HPPr-ABC Laba 25 % Harga Jual Rupiah
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Pendapatan:
Refil Gallon 137,482.00 10,624.57 2,656.14 13,280.72 1,825,859,502.57
Botol 330ml 135,151.00 9,448.11 2,362.03 11,810.14 1,596,151,822.43
TOTAL 3,422,011,325.00
Biaya: merupakan biaya yang diakumulasikan dalam HPPr-ABC:
Galon, Rp 10,624.57 dikali 137,482 unit 1,460,687,602.06
Botol 330 ml 24, Rp 9,448.11 dikali
135,151 unit
1,276,921,457.94
2,737,609,060.00
Laba Usaha 684,402,265.00
Pendapatan Non Operasional
14,774,693.76
Biaya Non Operasional
26,781,504.00
Laba Bersih 672,395,454.76
Sumber: Data Diolah Oleh Peneliti Tahun 2017
Hasil perhitungan pada tabel 4.11, dapat dijelaskan bahwa jika persentase
laba per unitnya tetap sama dengan 25 % dari harga pokok produksi yang dihitung
menggunakan metode ABC maka akan mempengaruhi harga jual dan laba akhir yang
dihasilkan. Harga jual gallon naik naik dari Rp 9,000.00 manjadi Rp 13,290.72 dan
harga jual Botol 330 ml turun dari Rp 12,500.00 menjadi Rp 11,810.14. Sekalipun
harga jual botol yang dihasilkan oleh ABC menurun, tidak menyebabkan laba
akhirnya menurun; malah naik mencapai 30.32% dari yang ditetapkan perusahaan.
Hal ini disebabkan karena ABC menghasilkan harga jual gallon yang jauh lebih tinggi
dari yang ditetapkan perusahaan. Dampak paling besar yang dihasilkan dari
perhitungan ABC terletak/ada pada produk gallon, karena jika perusahaan menaikan
harga jual produk ini maka konsekuensinya adalah perusahaan kesulitan
mempertahankan pelanggan dan persaingan harga pasar dengan merek lain yang
menjualnya lebih murah.
Namun jika tetap menggunakan harga jual yang ditetapkan perusahaan (Rp
9,000.00 dan Rp 12,500.00) dan mengabaikan 25 % laba per unit tetapi dengan dasar
78
HPPr-ABC, maka laba akhir menjadi menurun 13.14 % dari yang ditetapkan
perusahaan. Hasil perhitungannya dapat disajikan dalam tabel 4.12 berikut ini.
Tabel 4.12. Perolehan Laba Akhir Metode ABC Berdasarkan Harga Jual
Perusahaan Produk Unit Terjual HPPr-ABC Laba Harga Jual Rupiah
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Pendapatan:
Refil Gallon 137,482.00 10,624.57 (1,624.57) 9,000.00 1,237,338,000.00
Botol 330 ml 24 135,151.00 9,448.11 3,051.89 12,500.00 1,689,387,500.00
TOTAL 2,926,725,500.00
Biaya: merupakan biaya yang diakumulasikan dalam HPPr-ABC:
Galon, Rp 10,624.57 dikali 137,482 unit 1,460,687,602.06
Botol 330 ml, Rp 9,448.11 dikali 135,151
unit
1,276,921,457.94
2,737,609,060.00
Laba Usaha 189,116,440.00
Pendapatan Non Operasional
14,774,693.76
Biaya Non Operasional
26,781,504.00
Laba Bersih 177,109,629.76
Sumber: Data Diolah Oleh Peneliti Tahun 2017
Laba akhir yang dihasilkan dalam data pada tabel 4.12 ini menjadi lebih
kecil karena jika mengabaikan 25 % laba per unitnya maka selisih antara HPPr – ABC
dengan harga jual perusahaan diasumsikan sebagai laba per unitnya, sehingga
menghasilkan laba akhir yang lebih kecil dari yang ditetapkan perusahaan. Sekalipun
harga jual dari produk gallon kelihatan merugi karena harga pokok produksi lebih
besar dari pada harga pokok penjualan, namun hal ini tidak membuat perusahaan
merugi karena pada produk botol menghasilkan margin kontribusi positif yang
mampu menutupi semua biaya tetap maupun biaya variabel; akan tetapi penentuan
79
harga pokok produksi oleh perusahaan sudah tidak berdasarkan kaidah-kaidah yang
sebenarnya. Dan untuk jangka panjang, manajemen perusahaan juga harus secara
serius mempertimbangkan untuk mengevaluasi kembali tentang penentuan harga
pokok produksi, karena justru produk (gallon) dengan volume yang lebih besar yang
margin kontribusinya negatif.
Implikasi stategis lainnya dari Activity Based Costing dalam penelitian ini
adalah ABC berusaha untuk menunjukkan kepada manajemen perusahaan tentang
konsumsi sumber daya dalam jangka panjang dari setiap produk. Sistem perhitungan
biaya tradisional adalah mencukupi untuk pelaporan ekternal dan pajak, sehingga
sistem baru seperti ABC harus dijustifikasi dengan manfaat yang dihasilkan. Di
perusahaan yang memiliki sejarah sukses yang panjang dengan mengandalkan pada
perhitungan biaya tradisional, akan sulit untuk meyakinkan manajemen bahwa sistem
perhitungan biaya baru dibutuhkan. Pesaing yang mengambil bisnis perusahaan
sejenis bervolume tinggi dengan cara menawarkan harga jual yang lebih rendah
mungkin pada akhirnya dapat meyakinkan manajemen bahwa sistem tradisional
mendistorsi biaya produk. Pada saat itu sayangnya, mungkin terlalu terlambat jika
perusahaan hanya memiliki produk bervolume rendah namun harga jualnya harus
dinaikan secara dramatis.
Dalam contoh kasus yang ditulis Carter & Usry (2004) menyatakan bahwa banyak
perusahaan yang telah mengimplementasikan ABC sebagai pengambilan keputusan
dan perencanaan, tetapi tidak diperhitungkan ke biaya output (laporan keuangan
eksternal) yang rutin dan berkesinambungan. Tetapi, perusahaan-perusahaan tersebut
80
masih terus menggunakan sistem tradisional yang lebih sederhana untuk pelaporan
eksternal yang rutin. Perusahaan yang menggunakan ABC untuk pelaporan rutin
umumnya memiliki sistem ABC yang sangat sederhana yang hanya terdiri dari dua
tempat penampungan aktivitas