Post on 24-Nov-2020
36
BAB III
STRUKTUR FRAMING PEMBERITAAN AKSI MASSA 22
MEI 2019 PADA HARIAN KOMPAS, JAWA POS, REPUBLIKA
DAN TEMPO
Seperti yang sudah dijelaskan pada Bab 1 Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan analisis framing. Redaksi berita yang sudah dipilih maka diuraikan
menurut kode-kode analisis sesuai indikator dalam model framing oleh Robert N
Entman. Indikator framing model Robert N Entman untuk menganalisis berita ada
empat sebagaimana berikut:
Pertama, Define Problems ialah merupakan langkah utama untuk
mengidentifikasi sebuah peristiwa atau isu untuk dilihat dari sudut pandang yang
ditampakkan oleh media, terhadap posisi media dalam pemberitaan isu tertentu.
Pada tahap ini peneliti akan melakukan identifikasi masalah dari artikel
pemberitaan yang ditampilkan oleh media.
Kedua, Diagnose Cause adalah tahapan untuk melihat perkiraan masalah
atau sumber masalah (dapat berupa masalah atau aktor utama masalah) bagaimana
jurnalis dalam mendiagnosa penyebab masalah dan menghadirkan dalam paragraf
terhadap penjelasan inti berita. Pada bagian ini penelitian akan mengkaji pada
naras-narasi inti yang sudah disajikan oleh media dalam pemberitaan yang terkait
dengan adanya aksi massa 22 Mei tersebut.
Ketiga, Make Moral Judgement merupakan proses menyusun penilaian
moral dari peristiwa yang diberitakan. Setelah masalah teridentifikasi dan
penyebabnya diketahui, maka selanjutnya yang akan dilakukan peneliti adalah
membuat penilaian moral. Maksud dari membuat nilai moral ialah penambahan
substansi yang dapat memperkuat ide-ide yang telah diutarakan dalam narasi
pemberitaan tersebut.
37
Keempat, Treatment rekomendation tahap ini adalah untuk meneliti
bagaimana media memberikan saran perbaikan terhadap masalah yang diberitakan.
Masalah yang diberitakan dalam isu tertentu apakah diberi saran atau alternatif
penyelesaian didalam redaksi oleh jurnalis dalam media bersangkutan.
Penyelesaian yang diberikan akan tergantung kepada sudut pandang masalah yang
diambil. Tidak menutup kemungkinan sebuah artikel nantinya tidak meyajikan
penyelesaian masalah dan indikator ini tidak terpenuhi.
3.1 Analisis Framing Model Robert N Entman
3.1.1 Analisis Artikel 1
Tabel.3.1 Analisis pembingkaian artikel berita “Dugaan
Penyelundupan Senjata Didalami” (Kompas, 22 Mei 2019)
Indikator Pengamatan Hasil pengamatan
Difine Problems Dugaan Penyelundupan Senjata
Diagnose Cause Dugaan Makar, Soenarko
Make Moral Judgment Ilegal, Provokatif
Treatment Recommendation Ditangkap
Analisis Penelitian:
1. Difine Problems
Sebuah peristiwa yang dinarasikan oleh Kompas tentang
penyelundupan senjata yang dilakukan oleh Soenarko. Peristiwa ini
menjadi terkesan lebih penting mengingat Soenarko merupakan
Komandan Jendral Komando Pasukan khusus (Purn). Sedangkan duduk
perkara utamanya kasus ialah dugaan makar yang dilakukan oleh
Soenarko, terbukti dengan narasi yang menyatakan penangkapannya
berikut ini :
“… Sebelumnya Soenarko ditangkap dan ditetapkan sebagai
tersangka karena dugaan makar.”
38
Pada paragraf berikutnya dijelaskan proses lanjutan setelah
penangkapanya berikut narasinya:
“Dia kemudian di tahan di Rumah Tahanan Militer, Guntur
Jakarta, Untuk pemeriksaan lebih Lanjut”.
Selanjutnya dinarasikan penyebab ditangkapnya Soenarko ialah
sebagai berikut:
“Soenarko dijerat Pasal 110 Juneto Pasal 108 ayat 1 tentang
Kejahatan teradap ketertiban Umum Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1946 dan pasal 163 bis Juneto Pasal 146.”
Artinya Soenarko ditangkap karena kasus dugaan makar yang
dilakukanya. Namun pada artikel pemberitaan ini jurnalis berusaha
menonjolkan dengan narasi peristiwa dari sudut pandang lain,
bagaimana sebuah peristiwa makar dibumbui kasus baru yang
menyerang Soenarko yaitu dengan dugaan penyelundupan senjata.
Berikut potongan narasi terkait:
“… dari Soenarko Petigas juga mengamankan satu pucuk senjata
api yang diduga illegal…”.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto
mengatakan sebagaimana dalam potongan narasi kompas berikut ini:
“Menguasai Senjata api illegal itu memang tidak diizinkan dan
jelas melanggar hukum,...”.
Sehingga dengan demikian kesan dari artikel pemberitaan ini terlihat
menonjolkan sikap memojokkan tersangka dengan mengaitkan antara
kasus satu dengan kasus yang dilakukan oleh seorang tersangka.
2. Diagnose Cause
Penyebab utama peristiwa pada artikel ini ialah jurnalis menarasikan
kasus dugaan makar yang dilakukan oleh Soenarko. Hal ini dibuktikan
dengan narasi yang menyatakan berikut ini:
39
“Laporan terhadap Soenarko diterima Bareskrim Polri Pada Senin
(20/05/2019). Hal ini terkait seruan melalui Video untuk mengepung
KPU dan Istana pada 22 Mei 2019 yang diduga dilakukan Soenarko.
Video itu disebar di media sosial.”
Artinya Kompas menarasikan adanya pelanggaran hukum yang
dilakukan oleh Soenarko terkait dugaan makar. Meskipun pada
kenyataanya artikel ini ingin lebih menonjolkan pada isu dugaan
penyelundupan senjata api yang dilakukan Soenarko secara ilegal
dibanding dengan kasus dugaan makar. Terkait penyelundupan senjata
api simak kutipan artilkel berikut:
“Menguasai senjata api illegal itu memang tidak diizikan dan jelas
melanggar hukum. Soal mau digunakan untuk apa itu nanti
diketahui saat pendalaman…” kata Wiranto.
Disisi lain dalam narasi Kompas jurnalis menarasikan Wiranto yang
menganggap bahwa upaya ini merupakan upaya menjaga keamanan
negara. Simak pada potongan narasi berikut ini:
“Wiranto juga menegaskan, penangkapan Soenarko demu menjaga
keamanan nasional.”
3. Make Moral Judgment
Nilai moral pada artikel pemberitaan ini ialah segala bentuk tindakan
yang dilakukan tanpa perijinan hukum yang sah (ilegal), maka
merupakan sebuah pelanggaran hukum. Pada peristiwa ini ilegal terjadi
pada dugaan penyelundupan senjata api yang dilakukan oleh tersangka
Soenarko. Selain itu nilai moral lain yang ditonjolkan dari peristiwa ini
yaitu untuk tidak melakukan upaya provokatif di media sosial maupun
lisan.
40
Sebagaimana kasus makar yang dilakukan oleh Soenarko. Sehingga
pada artikel berita ini juga menarasikan sebuah keterangan tertulis yang
dilakukan oleh Komandan Jendral Komando Pasukan Khusus Mayor
Jendal I Nyoman Cantiasa untuk perintah menjaga persatuan kepada
seluruh jajaran dan pasukanya. Dengan bukti narasi sebagai berikut:
“Tidak boleh ada satu pun prajurit Kopassus yang bertindak
karena inisiatif pribadi, kelompok, atau pihak-pihak lain diluar
garis komando. Tidak boleh ada prajurit Kopassus yang
mengeluarkan komentar, apalagi bernada provokatif dalam media
sosial ataupun secara lisan.” Tutur Cantiasa.
4. Treatment Recommendation
Upaya penyelesaian dari peristiwa ini yang berhasil dinarasikan
jurnalis pada pemberitaan tersebut yaitu dengan penangkapan Soenarko
dan menjadikan Soenarko sebagai tersangka dalam kasus dugaan makar,
sedangkan pada kasus dugaan penyelundupan senjata api masih dalam
proses pendalaman.
Dari hasil pengamatan peneliti bahwa Kompas mengkonstruksi
pemberitaan pada artiel ini dengan isu makar, secara tidak langsung
media dalam upaya mengkonstruksi isu dalam narasinya berusaha
menonjolkan bahwa kasus tersebut menyalahi aturan hukum seperti
illegal dan makar. Selain itu juga pada indikator make moral judgement
media berusaha untuk menekan pada pembaca agar tidak melakukan
tindakan provokatif di media maupun melalui lisan, terlebih yang
diberitakan merupakan seorang anggota Kopassus yang mana dalam
sudut pandang Kompas merupakan representasi pasukan elit negeri
dalam menjaga persatuan bangsa telah melakukan tindakan yang salah.
41
3.1.2 Analisis Artikel 2
Tabel.3.2 Analisis pembingkaian artikel berita “Malam-malam
Panjang bagi Penjaga Ibu Kota” (Kompas, 23 Mei 2019)
Indikator Pengamatan Hasil pengamatan
Difine Problems Bentrokan, serangan massa
Diagnose Cause Massa, 257 Tersangka
Make Moral Judgment Upaya kondusif oleh Polri dan TNI
Treatment Recommendation Ditagkap
Analisis Penelitian:
1. Difine Problems
Sebuah upaya menghadirkan fakta yang berhasil dinarasikan oleh
jurnalis Kompas dari peristiwa unjuk rasa menyikapi hasil pemilu yang
akhirnya fakta ini dimanfaatkan oleh kelompok yang tidak bertanggung
jawab sehingga menyebabkan kegaduhan dibeberapa jalan Jakarta
berikut potongan narasi terkait;
“…, bentrokan yang terjadi bermula dari munculnya kelompok
massa tak dikenal diseputar Gedung Bawaslu, sekitar selasa pukul
23.00,..”
Pada kenyataanya unjukrasa itu diatur oleh batasan waktu tertentu.
Namun artikel ini menginformasikan fakta lain yang diakibatkan oleh
tindakan serangan massa, serangan terjadi berlarut-larut membutuhkan
waktu 2-3 hari untuk mengembalikan keadaan. Setidaknya
membutuhkan 15 jam pertama aparat gabungan Polri dan TNI untuk
mengembalikan situasi membaik. Namun massa kembali berkumpul
pada Rabu malam dengan senjata busur dan bahan bakar, jika
sebelumnya senjata mereka batu dan bom molotov.
Kompas dalam menggambarkan peristiwa tersebut terkesan
mengerikan, kejam, sikap anarkisme cukup menojol pada pemberitaan
42
ini, hal tersebut dibuktikan dengan diksi yang digunakan untuk
menggambarkan peristiwa serangan tersebut contohnya; bentrokan,
sistuasi mencekam, polisi menghalau massa, massa menerikai polisi,
Massa yang telah diurai tak membubarkan diri, komandan lapangan
terus memersuasi massa, Polisi lantas memukul mundur massa, dari
mulut mereka tercium aroma alkohol.
2. Diagnose Cause
Pada indikator ini penyebab utama masalah pada peristiwa yang
telah dinarasikan tersebut adalah massa yang muncul dari kelompok
massa yang tidak dikenal, bermula dari menyerang Gedung Bawaslu
kemudian menyerang Polisi, dan terjadi aksi saling serang antara massa
dan Polisi, hal ini dibuktikan dengan narasai berikut:
“… Seakan tak menghiraukan gas air mata dari polisi, mereka
terus melempar batu, bom Molotov dan petasan ke polisi.”
Setidaknya ada 257 tersangka pada kasus ini yang ditangkap di
lokasi bentrokan. Sehingga dapat dinyatakan aktor dari peristiwa ini
ialah, Massa, Polisi dan Aparat gabungan TNI.
3. Make Moral Judgment
Nilai moral yang dapat diambil pada peristiwa ini dari hasil narasi
jurnalis ialah upaya Polisi dan TNI bergabung dan bekerjasama untuk
mengembalikan suasana membaik dalam kondisi yang kondusif untuk
tetap terjaga. Hal ini dibuktikan dengan beberapa narasi sebagai berikut:
“…, Perjuangan Aparat gabungan Polri dan TNI untuk memulihkan
kondisi akhirnya berhasil...”
“..., sekitar 15 jam sejan bentrokan, situasi berangsur pulih.
Kendaraan bermitor diperbolehkan kembali melintas. Masyarakat yang
biasa melitas jalan itu jelas terbantu.”
43
4. Treatment Recommendation
Sebagai solusi yang dinarasikan oleh artikel ini pada peristiwa
tersebut ialah para tersangka ditangkap setidaknya ada 257 tersangka.
Upaya ini tentunya dilakukan untuk memberikan efek jera kepada
pelaku sebuah peristiwa yang menyebabkan kerugian banyak pihak.
Hasil pengamatan peneliti artikel 2 ini Kompas menonjolkan isu
anarkisme terjadi pada pemberitaan tersebut dengan adanya
penggambaran Diagnose Causenya yang terkesan berlebihan.
Contohnya narasi yang menggambarkan serangan-serangan massa yang
terjadi, baik kepada perusakan fasilitas publik maupun serangan
terhadap aparat keamanan. Wartawa terus menonjolkan sisi tindakan
anrakisme tersebut. Fakta di lapangan yang dibangun dalam narasi
Kompas oleh jurnalis dapat memberikan kesan baru pada pembaca
terhadap isu yang terjadi.
3.1.3 Analisis Artikel 3
Tabel.3.3 Analisis pembingkaian artikel berita “Masyarakat
Paling dirugikan” (Kompas, 23 Mei 2019)
Indikator Pengamatan Hasil pengamatan
Difine Problems Dampak Unjuk Rasa
Diagnose Cause Kerugian Masyarakat Ibu Kota
Make Moral Judgment Kewaspadaan
Treatment Recommendation Menutup toko, Membatalkan Pesanan,
Tetap Tinggal di Rumah, Meliburkan
Karyawan dan Harapan Suasana
Kondusif
44
Analisis Penelitian:
1. Difine Problems
Kompas menarasikan sebuah peristiwa dimaknai sebagi isu baru
yaitu anarkisme dari tindakan unjuk rasa yang terjadi pada beberapa
tempat di Ibu Kota. Kompas berupaya menginformasikan bahwa
terjadinya peristiwa unjuk rasa ini berlangsung panjang. Pada hemat
peneliti unjuk rasa yang dimaksudkan tidak memenuhi aturan unjuk rasa
pada umunya, hal ini dibuktikan dengan narasi sebagai berikut:
“Unjuk rasa terus menerus dalam dua hari terakhir…”
Idealnya unjuk rasa dibatasi oleh aturan termasuk aturan waktu yang
ditentukan, aturan ini biasanya tertulis pada surat perijinan unjuk rasa
yang dikeluarkan oleh pihak kepolisian.
Sehingga pada narasi pemberitaan tersebut munculah sumber
masalah baru yang ditonjolkan oleh Kompas yaitu dampak buruk akibat
unjuk rasa. Berikut potongan narasinya:
“…. Ibu Kota nyaris lumpuh, sebagian pusat perekonomian dan
perkantoran tutup. Layanan transportasi publik terganggu
sepanjang hari.”
Narasi tersebut cukup untuk menggambarkan suasana yang terjadi di Ibu
Kota akibat unjuk rasa.
Dalam hal ini Kompas berhasil membangun stigma baru secara
general tetang suasana Ibu kota sedang pada kondisi tidak baik secara
keseluruhan. Meskipun pada kenyataanya unjuk rasa hanya terjadi di
beberapa titik di Ibu Kota. Simak narasi berikut:
“… Bentrokan, misalnya terpusat di depan Kantor Badan Pengawas
Pemilu di Jalan MH Thamrin dan di Pertamburan di Jakarta Pusat
serta di kawasan Slipi, perbatasan Jakarta Pusat dan Jakarta
Barat.”
45
2. Diagnose Cause
Aktor utama pada pemberitaan ini jurnalis berusaha menonjolkan
masyarakat berdampak seperti pedagang di Tanah abang, pemilik Lapak
di Tanah Abang, Tukang Ojek di Tanah Abang, Pedagang di Thamrin
City, Warga Rangkasbitung, Penumpang KRL, Pengelaola perkantoran,
karyawan, perkantoran pemerintah di Sudirman-Thamrin dan Jatibaru,
Tanah Abang, Pengguna Terminal Blok M, pengguna layanan bus
pariwisata, dan bus gratis dll. Hanya saja jurnalis dalam menarasikanya
juga memunculkan aktor lain misalnya pihak pengunjuk rasa dan aparat,
hal ini dibuktikan dengan narasi sebagai berikut:
“Ujuk rasa dan bentrokan antara sebagian pengunjuk rasa dan
aparat keamanan….”
Pada paragraf yang lain juga ada potongan narasi yang bernada sama
berikut:
“Ia mengaku kecewa dengan massa yang berkerumun sehingga
orang takut berbelanja…”
3. Make Moral Judgment
Nilai moral yang ditonjolkan pada narasi ini ialah kesadaran
masyarakat untuk tetap waspada, meskipun akhirnya kerugian yang
didapatkan. Hal ini dibuktikan dengan narasi berikut:
“Saya Pilih aman saja.” Kata Diyon Chandra. Pedagang yang
memutuskan tidak berjualan.
“ …. Namun kekhawatiran terlanjur merebak. Sebagian warga
memilih berada di rumah. Jakarta pun lenggang sepanjang Rabu
kemarin.”
Narasi ini muncul setelah jurnalis menarasikan kondisi aman dan
kondusif pada wilayah Jakarta yang lain (wilayah yang tidak menjadi
titik bentrokan) sumber pernyataan oleh Polda metro Jaya.
46
“Waspada Saja. Lagi pula kalau buka juga tidak ada yang beli”
ujar Hasan, pemilik lapak di wilayah Pasar Blok A yang
mengatakan dirinya menutup lapaknya karena takut dirusak dan
dijarah massa.
4. Treatment Recommendation
Penekanan penyelesaian masalah pada peristiwa ini jurnalis
menarasikan sebuah harapan setiap masyarakat untuk kondisi pulih pada
situasi yang kondusif berikut narasi pendukungnya:
“Semua pihak pun berharap bentrokan segera diakhiri. Ada
kehidupan warga yang mesti tetap bergulir.”
Meskipun demikan masyarakat juga memiliki upaya penyelesaian
masalah untuk menghadapi situasi tersebut, diantaranya ada yang
melakukan penutupan toko, pembatalan pesanan, tetap tinggal di rumah
sesuai kapasitas dan profesi masing-masing yang berhasil dinarasikan
pada artikel ini simak narasi-narasi berikut;
“…pemilik lapak di wilayah Pasar Blok A yang mengatakan
dirinya menutup lapaknya karena takut dirusak dan dijarah massa.”
Pada paragraf yang lain:
“….sebagian pedagang di Thamrin City pun memutuskan tak
berjualan.”
Pada paragraf yang lain:
“Sebagian pengelola perkantoran juga memilih meliburkan
karyawan…”
Pada paragraf yang lain:
“…Sebagian warga memilih berada di rumah. Jakarta pun
lenggang sepanjang Rabu kemarin.”
Pada Paragraf yang lain:
“Memesan ojek daring tak mudah karena pengojek memilih
membatalkan pesanan ke arah pusat Jakarta.”
47
Dari hasil analisis dan pengamatan peneliti Kompas kembali
mengulang pemberintaan tersebut dari sudut pandang framing berita
dengan isu anarkisme. Meskipun faktanya ialah pemberitaan pasca aksi
massa tentang kerugian materiil dan dampak yang diakibatkan dari
kejadian tersebut. Namun Kompas mengframing pemberitaan ini
dengan isu anarkisme banyak narasinya yang masih pengulangan terjait
kejadian yang dinilai anarkis.
3.1.4 Analisis Artikel 4
Tabel.3.4 Analisis pembingkaian artikel berita “Aksi di
Sejumlah Daerah Berlangsung Aman” (Kompas, 23 Mei 2019)
Indikator Pengamatan Hasil pengamatan
Difine Problems Aksi massa
Diagnose Cause Aksi massa di beberapa daerah
Make Moral Judgment Tertib menyampaikan aspirasi
Treatment Recommendation Menjaga suasana aman dan kondusif
Analisis Penelitian:
1. Difine Problems
Definisi masalah pada artikel ini adalah sebuah aksi massa. Kompas
berusaha mengframing sebuah berita Aksi massa yang berlangsung
aman. Meskipun faktanya di beberapa daerah yang terjadi adalah aksi
massa yang menimbulkan keributan, bentrokan dan situasi tidak aman.
Aksi massa ini yang digelar pada beberapa daerah di Indonesia ialah
dimaksudkan untuk menyikapi hasil pemilu 2019. Hal ini dibuktikan
dengan narasi sebagai berikut:
“Aksi massa setelah penetapan hasil rekapitulasi nasional
perolehan suara pada pemilu 2019 di sejumlah daerah berlangsung
aman….”
48
Meskipun pada kenyataanya dalam satu pemberitaan ini juga tidak
100% aman. Faktanya jurnalis juga menarasikan disalah satu daerah
terjadinya aski pembakaran, hal ini dibuktikan dengan narasi pada
paragraf ke tujuh pada pemberitaan ini sebagaimana berikut:
“Aksi pembakaran pos polisi oleh sekelompok massa terjadi di
Pontianak Kalimantan Barat.”
Selain itu pada paragraf ke delapan wartwan kembali menarasikan juga
adanya aksi pelemparan batu, simak narasi berikut:
“Terjadi aksi pelemparan batu dan kayu dari massa kepada aparat
yang berjaga. Akibatnya satu anggota TNI, dua angggota Polisi,
dan tiga warga peserta aksi terluka.”
2. Diagnose Cause
Peristiwa ini dilihat dalam narasi Kompas sumber penyebab berita
adalah sejumlah aski massa yang dilakukan oleh berbagai kelompok di
beberapa daerah di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan narasi sebagai
berikut:
“Unjuk rasa sekelompok massa terpantau di sejumlah daerah,
seperti Surabaya, Jawa Timur; Medan, Sumatra Utara; Balikpapan,
Kalimantan Timur; Kendari, Sulawesi Tenggara; dan Yogyakarta.”
Framing berita yang dinarasikan jurnalis ialah anggapan aksi massa
berjalan secara damai di sejumlah daerah simak narasi berikut:
“…. Mereka menyampaikan aspirasinya dengan tertib dibawah
penjagaan ketat aparat kepolisian.”
Menurut keteranganya Ini terjadi di Surabaya aksi dilakukan oleh dua
kelompok massa pada tempat yang berbeda.
Di Balikpapan dalam narasinya suasana aksi massa sebagai berikut:
“…. Aksi bubar dengan tertib sekitar pukul 17.00.”
Pada paragraf yang lain:
49
“Aksi mahasiswa terpantau terjadi di Yogyakarta dan Kendari.”
3. Make Moral Judgment
Nilai moral yang berusaha ditonjolkan jurnalis Kompas dalam narasi
pemberitaan ini ialah apreasi jurnalis kepada masyarakat yang
melakukan aksi massa di sejumlah daerah yang berlangsung secara
tertib, aman dan terpantau baik. Hal ini tentunya dapat berdampak baik
bagi berbagai elemen masyarakat.
4. Treatment Recommendation
Ada sebuah narasi yang berguna untuk menumbuhkan kesadaran
masyarakat agar tetap berupaya bersama untuk menjaga ketertiban dan
keamanan dikutip langsung oleh jurnalis sebagai berikut:
“situasi yang aman kebutuhan bersama. Marilah kita bersama-
sama mengamankan situasi. Aparat juga bersama-sama akan
menjaga situasi kondusif yang sudah terjaga di Kalbar selama ini”.
Kata Didi Haryono Kapolda Kalimantan barat.
Pada paragraf yang lain juga menarasikan hal yang sama:
“Dari Lampung dilaporkan, pasca bentrok di Jakarta pada Selasa
hingga Rabu lalu, situasi kota tersebut tetap kondusif….”
Dari hasil analisis peneliti framing yang dibangun oleh jurnalis
Kompas pada teks narasi artikel pemberitaan tersebut dalam pegamatan
peneliti Kompas berupaya melakukan framing positif pada pemberitaan
konflik tersebut, dengan menojolkan sisi pemberitaan yang aman pada
aksi massa di berbagai daerah meskipun didalamnya tetap
menginformasikan adanya pembakaran pos polisi, dan pelemparan batu
juga kayu di salah satu daerah.
50
3.1.5 Analisis Artikel 5
Tabel.3.5 Analisis pembingkaian artikel berita “Tatapan Sendu
dari Tanah Abang” (Kompas, 24 Mei 2019)
Indikator Pengamatan Hasil pengamatan
Difine Problems Siklus perdagangan berhenti
Diagnose Cause Kuli dan pedagang pasar Tasik Tanah
Abang
Make Moral Judgment Kerugian ekonomi
Treatment Recommendation Tidak ada dalam narasi
Analisis Penelitian:
1. Difine Problems
Definisi masalah utama yang Kompas narasikan dalam pemberitaan
kali ini ialah berhentinya siklus perdagangan akibat demonstrasi massa
yang anarkis di sekitar Tanah Abang. Hal ini dapat dibuktikan dengan
narasi kutipan langsung sebagai berikut:
“Pasar tutup karena pengelola tidak mau mengambil resiko. Tahu
sendiri, kan, aksi massa jadi anarkistis. Kasihan pedagang dan
pembeli kalau terjadi apa-apa” kata Jamaludin (40). Petugas
keamanan pasar Tasik.
Sehingga dengan adanya penutupan pasar Tasik di Tanah Abang ini
maka siklus perdagangan berhenti, dan tentunya mengakibatkan banyak
kerugian. Hal ini Kompas narasikan dalam bentuk reaksi dari
masyarakat yang berdampak simak kutipan-kutipan langsung pada dua
potongan narasi Kompas berikut:
“Gimana lagi? Bingung enggak kerja. Stres enggak bisa dapat
uang. Gara-gara demo, kami rakyat kecil yang susah.” Kata Heri
(pekerja kuli disekitar pasar Tasik Tanah Abang).
“stok baju di kios sudah habis dan saya tidak bisa jualan. Sudah
dua hari berhenti jualan. Tadinya ingin dapat barang walau sedikit
tidak masalah, asal bisa diputar uangnya untuk berdagang.” Kata
51
M Agus pedagang yang rencana akan berbelanja di pasar Tasik
untuk stok kiosnya di Pasar Grogol.
2. Diagnose Cause
Adapun sumber utama masalah yang menyebabkan berhentinya
siklus perdagangan di area pasar Tasik Tanah Abang ialah akibat aksi
massa yang anarkis. Namun pada pemberitaan ini jurnalis menarasikan
masyarakat berdampak seperti para kuli angkut, dan pedagang pasar
Tasik, kemudian para pelanggan atau konsumen pasar Tasik sebagai
tokoh utama dirilisnya pemberitaan tersebut. Simak narasi-narasi yang
dibangun oleh Kompas:
“Sendunya Kuli Panggul di Pasar Tasik ini amat beralasan. Uang
Saku Heri tersisa Rp 50.000, hanya cukup untuk makan sehari.
Padahal, istri dan dua anaknya menunggu di rumah.”
Pada paragraf yang lain ada narasi demikian:
“Selain Heri ada ribuan orang yang menggantungkan hidup di
Pasar Tasik, mulai dari pedagang, pembeli, kuli panggul, sampai
tukang ojek.”
“Selain dari Jakarta, Banyak Pembeli datang dari Sulawesi,
Kalimanta, dan Sumatra.”
Dalam hemat peneliti, narasi ini dibangun untuk mencitrakan
sebetapa penting peran pasar Tasik ini.Kemudian pernyataan ini
diperkuat dengan narasi berikut:
“Ada pula konsumen asal Filipina dan Malaysia yang rutin ke
kawasan Tanah Abang ini.”
Pada paragraf lain juga menarasikan hal yang sama, jurnalis berusaha
menonjolkan sisi keluhan masyarakat:
“Seorang warga negara asing menyayangkan pentupan
sememntara pasar Tasik. Padahal garmen di pasar Tasik disukai
banyak orang di negaranya.”
52
Meskipun dalam upaya membangun narasi Kompas masih terkesan
berlebihan misalnya dalam mengframing judul “Tatapan Sendu dari
Tanah Abang”, dan seperti penggunaan kata “Sendu” namun secara
garis besar tidak keluar dari fakta yang ada. Hal ini dibuktikan dengan
kutipan-kutipan langsung dari masyarakat berdampak dalam hal ini
sebagai aktor utama pada pemberitaan tersebut.
3. Make Moral Judgment
Nilai moral yang dinarasikan oleh Kompas pada pemberitaan ini
adalah kerugian-kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh kericuhan
demonstrasi massa. Kerugian ini baik bagi wilayah Tanah Abang
maupun secara keseluruhan di Jakarta. Hal ini dibuktikan dengan narasi
sebagai berikut:
“....sebanyak 14.000 pedagang tidak berjualan. Saban hari,
transaksi sekitar Rp.200 miliar lebih sehingga kerugian akibat
pasar tutup dua hari lebih dari Rp 400 miliar.” Informasi ini
bersumber dari Direktur Utama Perumda Pasar Jaya Arief
Nasrudin.
Sedangkan pada paragraf lain Kompas menarasikan kerugian-kerugian
yang lain:
“Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat mengatakan,
tutupnya Pasar Tanah Abang membuat pedagang kehilangan
potensi pendapatan Rp 360 miliar.”
Selanjutnya, “Wakil ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Provinsi
DKI Jakarta Sarman Simanjorang memprediksi kerugian akibat
lumpuhnya aktivitas perdagangan di Jakarta berkisar Rp 1 triliun- Rp
1,5 triliun.
53
4. Treatment Recommendation
Treatment Recommendation pada pemberitaan ini tidak ada solusi
yang ditawarkan, jurnalis hanya fokus pada upaya membangun narasi
sebab dan akibat masalah pada pemberitaan tersebut.
Hasil pengamatan penelitian pada pemberitaan dengan judul
“Tatapan Sendu dari Tanah Abang” ini secara garis besar
menggambarkan pengulangan sudut pandang isu anarkisme yang
terjadi. Meskipun fakta didalamnya Kompas menginformasikan
dampak dari aksi massa dengan menonjolkan sudut pandang bersumber
dari masyarakat berdampak.
3.1.6 Analisis Artikel 6
Tabel.3.6 Analisis pembingkaian artikel berita “Kelompok
Radikal Susupi Perusuh” (Kompas, 24 Mei 2019)
Indikator Pengamatan Hasil pengamatan
Difine Problems Penyelidikan dalang kerusuhan 21-22
Mei
Diagnose Cause Kelompok radikal dan massa perusuh
Make Moral Judgment Pengunjuk rasa damai berbaur dengan
aparat.
Treatment
Recommendation
Ditangkap 22 Mei
Analisis Penelitian:
1. Difine Problems
Definisi masalah pada pemberitaan dengan judul “Kelompok
Radikal Diduga Susupi Perusuh” Kompas menarisakan peristiwa
kericuhan yang terjadi pada aksi massa 22-21 mei ini dengan
54
menonjolkan isu baru yaitu kelompok radikal sebagai masalah. Hal ini
dalam narasi kompas menyebutkan dugaan adanya perusuh yang
memanfaatkan agenda aksi massa tersebut. Simak narasi kompas
berikut:
“Kepolisian Negara RI menyelidiki dalang kerusuhan 21-22 Mei
yang memanfaatkan aksi damai menyikapi penetapan hasil pemilu
2019. Diantara perusuh yang ditangkap, ada dua orang yang
diduga anggota organisasi yang terafiliasi dengan Negara Islam di
Irak dan Suriah atau NIIS.”
Maka paragraf yang dinarasikan Kompas tersebut menegaskan
adanya tersangka dan isu baru dalam kerusuhan yang dijadikan sebagai
penyebab utama kerusuhan pada peristiwa ini. Kompas mengframing
kelompok tersebut sebagai kelompok radikal.
2. Diagnose Cause
Perkiraan sumber masalah pada kasus ini menurut narasi Kompas
ialah massa perusuh yang disebut sebagai kelompok radikal dalam
framingnya. Adapun massa tersebut bukan massa unjuk rassa damai hal
ini dibuktikan dengan adanya kutipan langsung yang dinarasi berikut:
“Kami tegaskan, yang meninggal adalah massa perusuh, bukan
massa unjuk rasa damai….” kata Kepala Devisi Humas Polri
Inspektur Jendral Mohammad Iqbal.
“Namun, ada kelompok massa lain yang rusuh dan punya agenda
tersendiri.”
Menurut narasi Kompas yang bersumber dari dugaan sementara
Iqbal adanya kelompok massa tersebut ada yang memobilisasi. berikut
potongan narasi terkait:
“Dua kelompok yang ditangkap ada yang merupakan anggota
sebuah ormas dari Cianjur Jawa Barat, yang telah merencanakan
aksi terror.”
55
Sedangkan pada paragraf yang lain dalam narasinya kompas
menyebutkan ada tiga orang membawa senjata api. Simak narasi
berikut:
“…Ini kelompok berbeda dari anggota ormas itu. Kelompok
pembawa senjata api ini bertujuan memancing kerusuhan.…”
Kemudian pada paragraf yang lain juga Kompas menarasikan
adanya penyelidikan oleh Polda Metro Jaya pada kelompok lain. Simak
narasi berikut:
“.... Polda Metro Jaya menyelidiki asal batu yang batu yang
ditemukan di ambulans berlogo Dewan Pimpinan Cabang Partai
Gerindra Kota Tasikmalaya, Jabar, saat kerusuhan di depan
Gedung Bawaslu, 22 Mei.”
3. Make Moral Judgment
Kompas yang menarasikan kerusuhan yang menewaskan korban
jiwa itu masih juga meng faraming adanya nilai moral yang lain. Simak
narasi yang kaitanya dengan korban jiwa:
“….Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meyampaikan, selama
dua hari kerusuhan ada delapan orang yang tewas.”
Diparagraf yang lain ada narasi yang dapat dipetik sebagai niral
moral yang baik yaitu:
“Iqbal menuturkan, pengunjuk rasa damai berbaur dengan aparat
keamanan dalam berbagai kesempatan.”
Artinya jika pengunjuk rasa damai dapat berbaur dengan aparat
maka hemat peneliti mengatakan narasi ini menjadi narasi penegas
adanya pihak lain yang menyebabkan kerusuhan.
56
4. Treatment Recommendation
Solusi yang disebutkan dalam narasi kompas tersebut ialah adanya
penangkapan-penangkapan pelaku perusuhan setidaknya ada 257
pelaku kerusuhan pada hari selasa da nada 185 untuk penangkapan yang
terlibat pada kerusuhan rabu malam. Hal ini dibuktikan dengan narasi
berikut,
“Polisi menangkap 257 orang pada selasa (21/5) malam hingga
Rabu (22/5) dini hari. Selain itu 185 orang ditangkap karena terlibat
kerusuhan pada Rabu malam.”
Hasil analisis peneliti pada pemberitaan ini isu radikal terkesan
ditonjolkan oleh Kompas. Sebab Kompas menarasikan adanya pihak
lain yang menjadi sumber kerusuhan 21-22 Mei yaitu Kompas
mengframing adanya kelompok radikal. Meskipun pada faktanya
banyak kelompok-kelompok lain yang menjadi penyebab, bahkan isi
dalam narasi tersebut juga menyangkut informasi yang mendiskripsikan
korban jiwa. Isu ini disebut-sebut menjadi faktor terjadinya aksi massa.
3.1.7 Analisis Artikel 7
Tabel 3.7 Analisis pembingkaian artikel berita “Polisi Urungkan
SPDP Untuk Prabowo” (Jawa Pos 22 Mei 2019)
Indikator Pengamatan Hasil pengamatan
Difine Problems Pelaporan Prabowo Subianto
Diagnose Cause Kasus makar Eggi Sudjajna
Make Moral Judgment Polri tidak professional
Treatment Recommendation -Dijadikan tersangka,
-Pembatalan penyidikan,
-Mengharap Dimaklumi
57
Analisis Penelitian:
1. Difine Problems
Dari indikator pendefinisian masalah Jawa Pos berusaha
menginformasikan kejadian tetang pihak kepolisian yang
mengurungkan SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan)
terhadap Prabowo Subianto atas kasus dugaan makar yang dilakukan
Eggi Sudjana. Hanya saja dalam artikel ini peristiwa atau isu makar
yang dibangun untuk terkesan lebih menonjol maka hal ini dilihat
sebagai masalah baru dimana media lebih banyak menampilkan kesan
Pro dengan dibatalkannya SPDP terhadap Prabowo Subianto, ada kesan
memihak kepada Prabowo Subianto dan kesan memojokkan pihak
kepolisian. Hal ini dengan dibuktikan media mengangkat beberapa
sumber dan pendapat yang melakukan pembelaan terhadap Prabowo
Subianto. Pendapat pertama, Juru bicara BPN, Andre Rosiade. Berikut
potongan narasi terkait:
“Tidak benar telah terbit SPDP terhadap Pak Prabowo terkait
kasus makar. Yang ada adalah SPDP terhadap pak Eggi Sudjana”.
Pendapat kedua oleh pakar hukum pidana Universitas Trisakti,
Abdul Fickar Hadjar, menilai SPDP untuk Prabowo merupakan
tindakan yang berlebihan.
Pendapat ketiga dari Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengkritik
langkah Polri. Dia menyebut ditariknya SPDP kasus makar yang
melibatkan Prabowo menunjukkan inkonsistensi dan ketidak
profesionalan Porli.
2. Diagnose Cause
Hasil perkiraan masalah pada peristiwa ini disebabkan oleh adanya
dugaan kasus makar yang dilakukan oleh Eggi Sudjana. Sehingga dalam
hal ini aktor atau orang yang dianggap sebagai penyebab utama masalah
adalah Eggi Sudjana. Hanya saja artikel ini menyebutkan SPDP itu juga
mencantumkan nama terlapor lainya, diantaranya Prabowo Subianto
58
dan seorang pensiunan TNI yang beralamat di Bojong koneng. Kejadian
dibatalkanya SPDP terhadap Prabowo Subianto menjadikan Polri dalam
hal ini sebagai salah satu aktor penyebab masalah terjadinya
pemberitaan ini. Hal ini ditunjukkan dengan penulisan pendapat dari
politikus Gerindra, Fadli Zon, berikut potongan narasinya:
“Apa namanya kalau tidak Profesional kelihatan sekali menjadi alat
kekuasaan.”
ia juga menyinggung sejumlah inkonsistensi yang telah dilakukan Polri.
3. Make Moral Judgment
Nilai moral yang disajikan pada masalah ini ialah tentang
profesionalitas Polri yang dianggap tidak professional dalam
melaksanakan tugasnya. Artinya kedepan Polri untuk bersikap lebih
teliti dalam menangani kasus atau masalah hukum semestinya tidak
tebang pilih. Pada akhir paragraf kesepuluh dalam artikel ini media
menuliskan berikut;
“Polisi tidak adil dalam menindak lanjuti pelaporan”
Pernyataan pendapat dari loyatitas Prabowo. Ini dapat menjadi kalimat
penegas tetang profesionalitas Porli pada peristiwa tersebut.
4. Treatment Recommendation
Jalan yang ditempuh untuk mengatasi masalah ataumisu ini hasil
analisisnya ada tiga Treatment Recommendation, media menuliskan
bahwa Eggi Sudjana sebagai tersangka kasus dugaan makar. Kemudian
membatalkan SPDP terhadap Prabowo, berikut porongan narasinya:
“Dari hasil analisis penyidikan bahwa belum waktunya diterbitkan
SPDP karena nama Pak Prabowo hanya disebut Namanya oleh
tersangka Eggi Sudjana dan Lieus (sungkharrisma),” kata Kabid
Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono.
Selanjutnya, kuasa hukum tersangka Hermawan Susanto pengancam
Presiden Jokowi menyampaikan surat permohonan maaf yang ditujukan
kepada Presiden Jokowi. Berikut narasi terkait:
59
“Saya Sugiarto dan Sugiarman adalah penasihat hukum
dari HS yang melontarkan ucapan yang tidak sepantasnya, tidak
sepatutnya, sehingga pada kesempatan yang baik ini kita akan
menyampaikan surat kepada Bapak Haji Presiden Joko Widodo
selaku presiden Republik Indonesia untuk memohon maaf.” Kata
sugiarto. Sebab pihaknya menganggap bahwa kasus yang menimpa
klienya belum memenuhi syarat hukum perkara.
Hasil analisis peneliti menyebutkan bahwa artikel ini dibangun
untuk menonjolkan isu makar yang terjadi dalam pemberitaan tersebut.
Fakta yang terjadi ada sudutpandang beberpihakan media terhadap salah
satu pihak dalam pemberitaan ini yaitu pada pihak pro-prabowo. Namun
secara umum jurnalis mencoba mengkonstruksi pemberitaan dengan
menampilkan kesan memihak kepada Prabowo Subianto tersebut
sebagai upaya mengkritik terhadap kinerja Polri meskipun terkesan
memojokkan Polri.
3.1.8 Analisis Artikel 8
Tabel.3.8 Analisis pembingkaian artikel berita “Enam Warga
Masih Diperiksa” (Jawa Pos, 22 Mei 2019)
Indikator Pengamatan Hasil pengamatan
Difine Problems -Rombongan-Rombongan aksi massa 22
Mei dicegah keberangkatanya dari wilayah
Jawa Timur.
-Anarkisme
Diagnose Cause -Rombongan-rombngan warga dari
beberapa wilayah di jawa timur
-Adanya botol bersumbu
-Akun Tur Jihad
Make Moral Judgment -Untuk tidak menjadi sumber kericuhan
-Untuk tidak provokatif didunia Cyber
60
Treatment
Recommendation
-Penghadangan, Pemeriksaan dan
Pemulangan Rombongan yang akan
menuju aksi 22 Mei.
-Akun di dunia siber dinonaktifkan
Analisis Penelitian:
1. Difine Problems
Jawa Pos menarasikan sebuah berita yang berisikan informasi
mengenai upaya pencegahan rombongan peserta Aski 22 Mei yang akan
menuju ke Jakarta. Peristiwa ini dimaknai sebgaai isu baru dimana Jawa
Pos menonjolkan isu anarkisme yang terjadi meski dalam bingkaian
berita dengan menginformasikan upaya-upaya yang dilakukan oleh
Polda Jawa Timur kepada warga Jawa Timur dan sekitarnya. Hal ini
dibuktikan dengan adanya narasi-narasi sebagai berikut:
“Surabaya-Sebagian besar warga yang terkena razia anggota
Ditreskrimsus Polda Jatim saat melintah dijemabatan suramadu
dipulangkan.”
Pada paragraf kedua menarasikan maksud dari romongan yang
terkena razia simak narasi berikut:
“Diberitakan sebelumnya, rombongan warga itu dihentikan karena
hendak ke Jakarta mengikuti aksi 22 Mei….”
Pada paragraf yang lain jurnalis juga menarasikan upaya
pencegahan rombongan aksi massa 22 Mei dari jawa timur ke Jakarta.
Berikut narasi terkait:
“Anggota melakukan patrol di beberapa titik untuk mencegah
adanya warga Jawa Timur yang berangkat Ke Jakarta.”
Secara umum peristiwa ini menjadi masalah baru yang muncul dengan
beberapa penyebab diadakanya upaya pencegahan massa tersebut. yang
nantinya akan lebih rinci dijelaskan pada devinisi selanjutnya. Kali ini
61
Jawa Pos terkesan memihak pada agenda-agenda yang diselenggarakan
Polda.
2. Diagnose Cause
Penenkanan narasi Jawa Pos pada pihak yang menjadi penyebab
peristiwa ini ialah adanya rombongan-rombongan dari berbagai wilayah
di Jawa Timur sebagai aktor utamanya pada kasus ini. Sedangkan isu
yang ditonjolkan yaitu adanya temuan botol bersumbu yang didalamnya
sudah terisi minyak bahan bakar yang telah dibawa oleh beberapa warga
dalam rombongan-rombongan tersebut. Dugaan baru yang muncul ialah
adanya bom Molotov yang nantinya akan dipergunakan dalam aksi
massa 22 Mei di Jakarta tersebut. Hal ini dapat dibuktikan pada narasi-
narasi berikut,
“….Dari 60 Orang, 54 telah diizinkan pulang. Sisanya masih
menjalani pemeriksaan di Mapolda Jatim”.
“…. Yang membuat mereka berurusan dengan polisi adalah adanya
temuan benda mencurigakan. Benda tersebut berbentuk botol.
Terdapat sumbu dan berisi minyak tanah. Polisi sempat mencurigai
benda itu sebagai bom Molotov.”
Pada paragraf berikutnya Jawa Pos menarasikan adanya keterangan
dari pihak kepolisian yang tidak mau merilis siapa pemilik botol tersebut
simak narasi berikut:
“Barung tak mau menyebut siapa yang diduga membawa atau
memiliki empat botol berisi minyak tanah dipasangi sumbu itu.”
Pada paragraf yang lain ada narasi yang menyatakan adanya
rombongan yang berhasil dihadang pihak kepolisian berikut narasi
tersebut:
“…. Senin malam ada lima bus yang dihadang petugas. Lima bus
tersebut berangkat dari kota Malang, Kabupaten Trenggalek,
Tulungagung, dan Madura.” Adapun keterangan lain yang ditulis
62
bahwasanya yang dari Madura ada satu bus besar dan dua bus
sedang yang berbeda dari razia sebelumnya.
Banyaknya rombongan-rombongan ini secara implisit terus dinarasikan
oleh Jawa Pos. Berikut ini dalam hemat peneliti yang menjadi narasi
penegas hal tersebut:
“Ada puluhan bus yang dihadang dan diminta kembali. Sebab,
merekan akan pergi ke Jakarta tanpa tujuan yang jelas.”
Narasi-narasi yang bersifat praduga-praduga dan agenda kepolisian
untuk pencegahan warga datang ke aksi massa 22 Mei terus dinarasikan
oleh Jawa Pos. Meskipun demikian Jawa Pos dalam mengframing
rombongan yang akan ke Jakarta namun ternyata pada pemberitaan ini
juga menarasikan adanya razia di dunia siber yang dilakukan oleh
kepolisian. Berikut keteranganya dalam narasi Jawa Pos:
“Razia oleh polisi tak hanya dilakukan di jalaan tetapi juga di dunia
siber....”
Adapun hasil temuan dari tim siber Jawa Pos menarasikanya
sebagaimana demikian:
“…. Saat ini tim siber terus mendeteksi unggahan-unggahan berisi
provokasi terkait people power yang berkeliaran di media sosial.”
Pada paragraf yang lain Jawa Pos menjelaskan adanya tokoh lain
sebagai penyebab masalah ini berikut keteranganya dalam narasi
pemberitaan tersebut:
“Terkait Akun Tur Jihad yang mengajak warganet berangkat ke
Jakarta, Kapolda Jatim memastikan akun itu sudah dinonnaktifkan.
Empat orang yang diduga terlibat dalam kegiatan tur tersebut juga
sudah diamankan.”
Maka dengan hal ini dalam definisi diagnose cause pada
pemberitaan tersebut ialah mereka para rombongan yang berhasi di
cegah, dan pemilik akun Tur Jihad. Adapun isu yang menonjol tentunya
temuan botol bersumbu dan sikap provokatif di dunia siber.
63
3. Make Moral Judgment
Adapun nilai moral yang secara implisit jurnalis narasikan dalam
pengamatan penelit ialah agar masyarakat tidak menambah kerusuhan
dengan adanya rombongan-rombongan yang akan berbondong-bondong
memenuhi Jakarta. Apalagi dengan catatan membawa benda-benda
yang mencurigakan dan menimbukan dugaan-dugaan baru yang
nantinya dapat membahayakan masyarakat secara umum.
Kemudian upaya masyarakat untuk sadar terhadap tindakan
provokasi di media sosial semestinya tidak pantas dilakukan oleh pihak
manapun. Sehingga pemberitaan ini bermanfaat memberikan nilai moral
kepada seluruh elemen masyarakat, baik yang secara fisik berbondong-
bondong untuk ikut serta aksi massa 22 Mei di Jakarta maupun bagi
masyarakat yang ada didunia maya atau media sosial. Kesadaran diri
masyarakat untuk menahan tidak kerusuhan.
4. Treatment Recommendation
Adapun langkah penyelesaian yang dinarasikan oleh Jawa Pos para
tokoh pada peristiwa tersebut sebagaiamana diantaranya dipulangkan
dan masih menjalani pemeriksaan hal ini dapat dibuktikan dengan
beberapa narasi berikut,
“Warga yang dipulangkan kemarin dini hari harus menandatangi
surat pernyatan. Isinya, mereka tidak akan berangkat ke Jakarta
untuk mengikuti aksi 22 Mei.”
“Yang lain masih menjalani pemeriksaan. Untuk apa mereka
membawa bom Molotov ini.” Dikutip langsung dari Kabidhumas
Polda Jatim.
Untuk yang berurusan dengan bagian siber sebagai berikut:
“Saat ini empat orang tersebut masih menjalani pemerikasaan di
Subdit V Siber Ditreskrimss Polda Jatim.”
64
Dari hasil pengamatan keseluruhan artikel berita tersebut, adanya
framing isu anarkisme dalam narasi Jawa Pos yang isi narasinya justru
didominasi dengan informasi agenda pihak kepolisian, sehingga jurnalis
dalam hal ini menurut pengamatan peneliti terkesan memihak kepada
pihak kepolisian.
3.1.9 Analisis Artikel 9
Tabel.3.9 Analisis pembingkaian artikel berita “Tanah Abang
Lumpuh KA-Busway Ubah Rute” (Jawa Pos, 23 Mei 2019)
Indikator Pengamatan Hasil pengamatan
Difine Problems - Ditiadakanya aktifitas di Tanah Abang
akiat kerusuhan yang terjadi
- Anarkisme
Diagnose Cause Dirubahnya rute-rute transportasi umum
yang biasa melewati Tanah Abang
Make Moral Judgment Publik agar tidak melakukan kerusuhan
yang mengakibatkan kerugian bagi banyak
pihak.
Treatment Recommendation Ditutup, diberhentikan, pindah rute,
Analisis Penelitian:
1. Difine Problems
Definisi masalah utama pada pemeberitaan ini Jawa Pos
menarasikan adany peristiwa yang menjadi isu baru yaitu anarkisme
yang diakibatkan oleh sebuah kerusuhan yang dibingkai dalam
informasi-informasi terkait aktifitas Pasar Tanah Abang yang ditutup,
hal ini diakibatkan adanya kerusuhan yang terjadi. Berikut bukti narasi-
narasi pendukung adanya peristiwa tersebut:
65
“Hiruk pikuk kawasan Pasar Tanah Abang tak terlihat kemarin
(22/5). Jalan raya yang biasanya padat tampak lenggang.
Pertokoan pun kompak ditutup. Tumpukan sampah dan puing-puing
kebakaran terlihat di sepanjang Jalan Tanah Abang.”
Dilain paragraf kompas juga menarasikan hal yangsama:
“Direktur Utama Perumda Pasar Jaya Arief Nasrudin
membenarkan bahwa kasawan perbelanjaan Pasar Tanah Abang
Blok A-G ditutup Sementara. Selain akibat bentrokan massa,
penutipan dilakukan karena Akses Menuju Pasar Tanag Abang
masing ditutup.”
Kemudian Jawa Pos menarasikan juga akibat dari peristiwa tersebut
maka menimbulkan kerugian ekonomi simak narasi berikut:
“….Akibat penutupan sementara itu, perputaran uang mandek.”
Adapun penjelasan lain yang menerangkan dampak kerugian akibat
ditiadakanya aktifitas pada Pasar Tanah Abang dikutip langsung oleh
Jawa Pos dari pihak pengelola pasar ialah demikian:
“Perputara uang di Tanah Abang itu kurang lebih Rp200 miliar per
hari. Apalagi dengan kondisi maulebaran begini potensinya lebih
besar.”
Selain kerugian perekonomian pada paragraf yang lain Jawa Pos
terus menarasikan akibat kerusuhan di Kawasan Tanah Abang tersebut,
demikian narasinya:
“Akibat kerusuhan juga terlihat di Stasiun Tanah Abang, Jakarta
Pusat. Sebab, beberapa Massa pendemo yang berada di flyover
melempari stasiun itu dengan batu.”
Adanya peristiwa tersebut kemudian Jawa Pos membangun narasi baru
yang berisi akibat kejadian tersebut maka ada kerugian fasilitas di
stasiun kereta api.
Maka dengan ini dalam hemat peneliti permasalahan pokok yang
diutarakan jurnalis pada narasi pemberitaan tersebut adalah adanya
penutupan aktifitas Pasar Tanah Abang sementara yang diakibatkan
oleh bentrokan massa, selain karena akibat rusaknya beberapa fasilita
66
sekitar juga adanya penutupan akses jalan menuju Pasar Tanah Abang.
Sehingga akibat daripada kejadian ini Jawa Pos menarasikan adanya
kerugian perekonomian yang mencapai ratusan miliar per harinya.
2. Diagnose Cause
Pada Indikator utama penyebab permasalahan yang dinarasikan
dalam berita ini ialah adanya rute yang ditutup menuju Pasar Tanah
Abang berikut narasi yang dibangun Jawa Pos:
“…..Akses menuju Pasar Tanah Abang ditutup….”
Dilain paragraf Jawa Pos menarasikan hal yang sama:
“….Untuk sementara Transjakarta alias busway tidak melayani rute
menuju kawasan Tanag Abang.” Informasi ini bersumber dari Dirut
Transjakarta.
Selain Transjakarta bus wisata dan bus gratis juga diberhentikan
sementara, demikian narasi terkait:
“Layanan bus wisata dan bus gratis juga semetara berhenti.”
kutipan langsung ini bersumber dari Dirut Transjakarta.
Dilain paragraf Jawa Pos menarasikan adanya perubahan rute dan
rekayasa pola operasi keberangkatan, dikutip langsung dari Senior
Manager Humas PT KAI:
“Biasanya KA yang berangkat dari Stasiun Gambir tidak berhenti
di Stasiun Jatinegara. Namun khusus Hari ini (kemarin,Red) akan
berhenti juga di Stasiun Jatinegara untuk naik turun penumpang.”.
akibat darikejadian terseut jurnalis menarasikan adanya
keterlambatan KA di skeitar Jakarta selama 1 jam.
Selain kesemua transportasi umum yang sudah disebut diatas Jawa Pos
juga menarasikan adanya transportasi umum lain yang mengalami
perubahan pemberhentian berikut narasinya:
67
“Commuter line pun tak bisa berhenti di Dtasiun Tanah Abang dan
Stasiun Palmerah. Ada Pengalihan dari Stasiun Tanah Abang ke
Stasiun Karet.”
Maka pada indikator diagnose cause pada pemberitaan yang di
narasikan ole Jawa Pos ini ialah pemberhentian, perubahan rute, dan
perubahan pemberhentian pada fasilitas transportasi umum terutama
pada transportasi yang biasanya melintas di area pasar Tanah Abang.
Diantaranya yang mengalami dampak ini ialah Busway, bus pariwisata,
bus grastis, KAI, Commuter line. Hal ini dapat terjadi akibat adanya
kerusuhan di sekitar area tersebut.
3. Make Moral Judgment
Secara implisit Jawa Pos dalam hemat peneliti memiliki maksud
nilai moral yang ditujukan kepada publik, untuk tidak melakukan tindak
kerusuhan hal ini dapat berdampak pada kerugian perekonomian,
kerugian fasilitas, dan adanya aktifitas yang terhambat terlebih paling
utamanya dari kejadian tersebut adalah membahayakan bagi masyarakat
umum.
4. Treatment Recommendation
Upaya pemberian solusi dari kejadian tersebut maka narasi Jawa Pos
menuliskan adanya penutupan Pasar, Layanan transportasi yang
dirubah, hal ini guna mengantisipasi bahaya yang dapat mengancam
publik, meskipun secara umum adanya penutupan dan perubahan rute
transportasi umum tersebut dikarenakan adanya akses jalan yang
tertutup oleh puing-puing pasca kerusuhan, adanya fasilitas kereta api
yang rusak, adanya pelemparan batu yang terjadi ke stasiun berikut
narasi terkait.
68
“Tumpukan sampah dan puing kebakaran terlihat di Sepanjang
Jalan Tanah Abang.”
“.... beberapa massa pendemo di flyover melempari stasiun itu
dengan batu….”
“….Pelemparan batu kea rah stasiun tidak hanya merusak fasilitas
stasiun dan kereta, tapi juga dapat melukai penumpang di area
setasiun.”
Dari hasil analisis peneliti Jawa Pos dalam menarasikan peristiwa
tersebut dengan menonjolkan bentuk anarkisme. Meskipun framing
anarkisme diulang-ulang oleh Jawa Pos fakta didalam pemberitaan
tersebut menginformasikan adanya informasi terkait upaya-upaya
jurnalis yang menginformasikan sepertihalnya menutup Pasar Tanah
Abang, rute busway yang diubah, dan merubah akses naik turun
penumpang di stasiun, hal ini hemat peneliti dimaksudkan untuk
menjaga keselamatan dan keamanan masyarakat semestinya sudah tidak
tepat apabila framing pemberitaan tersebut masih pada framing
anarkisme.
3.1.10 Analisis Artikel 10
Tabel.3.10 Analisis pembingkaian artikel berita “Jakarta Mulai
Pulih” (Jawa Pos, 24 Mei 2019)
Indikator Pengamatan Hasil pengamatan
Difine Problems -Pasar Tanah Abang kembali dibuka
- Anarkisme di Sampang
- Isu Kecurangan TSM (Terstrutur,
sistematis, massif )
Diagnose Cause -Paska kerusuhan Tanah Abang
-Pemicu kerusuhan di Sampang
69
-Adik Prabowo pimpin Tim Gugatan Ke
MK
Make Moral Judgment -Bahu-membahu PSSU membersihkan
kawasan Tanah Abang
-Masyarakat untuk tidak melakukan
anarkisme
-TimJokowi-Amin mempersiapkan diri
Treatment Recommendation -Sisa-sisa kerusuhan dibersihkan, untuk
pasar Tanah Abang dibuka kembali
-Koordinasi antara Kepolisian dengan
pihak tokoh masyarakat di Sampang
Analisis Penelitian:
1. Difine Problems
Masalah utama pada pemberitaan ini cukup kompleks, Jawa Pos
memberitakan sebuah peristiwa dalam satu framing ada tiga isu yang
ditonjolkan diantaranya, menyudahi isu di Tanah Abang, anarkisme
yang terjadi di Sampang, dan isu Kecurangan yang dinarasikan dalam
bentuk gugatan yang akan diajukan pihak Prabowo-Sandi Uno ke MK.
Adapun narasi-narasi yang terkait berikut ini;
Pertama narasi tentang kembalinya pasar Tanah Abang pasca
Kerusuhan:
“Aktivitas di kawasan Tanah Abang juga mulai pulih. Bahkan hari
ini dipastikan beroperasi lagi” narasi tersebut bersumber dari
keterangan Dirut Perumda Pasar Jaya.
Kedua narasi yang berkaitan dengan anarkisme yang terjadi di
Sampang:
“…. Ratusan orang awalnya berkumpul di jalan raya depan Polsek
Tambalangan. Lalu, ada yang melempar bom Molotov ke dalam
polsek dan mengenai mobil patroli. Disitulah api berawal dan
merembet ke kendaraan lain. Massa semakin beringas setelah
70
mengetahui bahwa ada seorang diantara mereka yang tereka
tembak di bagian lengan kanan.”
Pada paragraf berikunya Jawa Pos menambahkan keterangan terkait
dalam narasinya:
“Dugaan sementara, aksi ini dipicu gejolak yang terjadi di Jakaeta.
Ada informasi yang sampai ke masyarakat bahwa salah satu tokoh
Madura di Jakarta ditahan. Padaha itu tidak benar” pernyataan ini
dikutip langsung dari keterangan pihak Kepolisian.
Ketiga narasi tentang gugatan yang akan diajukan pihak paslon 02 ke
MK,
“Aksi pengerahan massa diprediksi masih terjadi di Jakarta hari
ini. Sebab, siang ini kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno
dijadwalkan memasukkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi(MK).
Meski demikian kemarin tidak ada lagi bentrokan dan kerusuhan.
Situasi Jakarta berangsur pulih”
Dari narasi-narasi yang dibangun oleh Jawa Pos dalam satu Framing
menggambarkan tiga isu utama yang sangat menonjol, adanya suasana
kembali pulihnya Jakarta degan ditandai pasar Tanah Abang mulai
beraktifitas kembali, sementara disisi lain masih terjadi anarkisme pada
suatu daerah yang dipicu oleh isu kerusuhan di Jakarta dan kemudian
ada upaya pengajuan gugatan ke MK oleh Tim Prabowo-Sandi pasca
kerusuhan tersebut. Secara implisit tentunya isu kecurangan dalam
pemilu tidak luput dari isi materi gugatan. Mengingat adanya massa
yang demonstrasi dari tim Prabowo-Sandi adalah menyikapi hasil
pemilu yang belum dapat diterima sepenuhnya oleh pihaknya tersebut.
2. Diagnose Cause
Adapun tokoh utama yang dinarasikan dalam pemberitan ini ialah
Petugas Penanganan Prasarana dan Saranan Umum (PSSU), berikut
potongan narasi terkait:
71
“Puing sisa kerusuhan bertebaran di sepanjang jalan. Namun,
kemarin jalanan sudah bersih. Tah ada lagi sampah, oasr ambruk,
dan tog-tong berserakan di sekitar Tanah Abang”.
Dalam hemat peneliti Jawa Pos menarasikan sebuah informasi atas
peran penting PSSU yang mana atas upaya kerja kerasnya tentu
berperan penting sehingga kawasan tersebut dapat beraktifitas kembali.
Berikut kelanjutan narasi yang menerangkan hal tersebut diatas:
“Lalu lalang kendaraan dan aktivitas warga mulai tampak meski
belum seperti hari-hari sebelum kerusuhan. Aktivitas di jembatan
penyeberangan muliguna (JPM) atau sky bridge juga mulai rame.”
Selanjutnya pada isu yang lain narasi kerusuhan yang terjadi di
Sampang maka yang menjadi penyebab utama masalah ini terjadi ialah
penyebab adanya kericuhan demikian narasi Jawa Pos:
“Menurut dia, polisi suah mengantongi nama-nama pemicu aksi
tersebut” dari sumber pihak kepolisian tersebut kemudian Jawa Pos
memberikan narasi yang menjelaskan terkait dugaan pemicu
kerusuhan berikut kutipanya,
“Dugaan sementara, aksi ini dipicu oleh gejolak yang terjadi di
Jakarta.”
Berikutnya pada isu dugaan kecurangan yang dinarasikan sebagai
gugatan yang diajukan ke MK oleh rim Prabowo. Narasi Jawa Pos
menonjolkan tokoh utama lain sebagai pusat terjadinya peristiwa
tersebut:
“Adik Prabowo itu akan memimpin tim yang akan mengajukan
gugatan ke MK.”
Maka dengan demikian tokoh-tokoh yang dimaksud sebagai sumber
utama yang berperan penting dalam tersusunya pemberitaan terseut,
tentu jawa Pos menarasikanya pihak PSSU atas peranya penting untuk
ditonjolkan sebab berhasil menjadi perantara dibukanya kembali
aktivitas. Kemudian adanya nama-nama massa yang menjadi penyebab
kerusuhan, dan pemicu kerusuhan di Sampang yang sudah menjadi
72
catatan kepolisian. Selanjutnya, sebutan Adik Prabowo menjadi tokoh
lain yang ditonjolkan oleh Jawa Pos dalam isu ini.
3. Make Moral Judgment
Nilai moral yang dibangun oleh narasi Jawa Pos yaitu berikut;
pertama, adanya upaya gotong royong dan kerja keras dari pihak PSSU,
dibuktikan dengan narasi yang menjelaskan hal tersebut:
“Petugas Penanganan prasarana dan sarana umum (PSSU) bahu
membahu membersigkan kawasan tersebut.”
Kedua, informasi yang bermaksud untuk mengedukasi masyarakat
agar tidak melakukan tindak anarkisme. Dengan dibuktikan adanya
pemberitaan yang dinarasikan terkait kerusuhan di Sampang Madura.
Berikut narasinya:
“Sementara itu, kericuhan pilpres juga terjadi di Sampang,
Madura.”
Ketiga, narasi yang menginformasikan mengenai Tim Jokowi-Amin
yang telah mempersiapkan diri untuk menghadapi gugatan paslon 02
berikut ini:
“Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf Amin juga menyiapkan
diri menghadapi gugatan yang akan diajukan paslon 02.”
4. Treatment Recommendation
Solusi dari peristiwa yang diberitakan oleh Jawa Pos menarasikan
adanya tindak kebersihan dilakukan untuk kembalinya aktifitas di
kawasan Tanah Abang. Jawa Pos juga menarasikan informasi yang
berisi pihak pengelola pasar bahwa dipastikan hari ini kembali dibuka.
Solusi yang dinarasikan terkain pemberitaan kerusuhan di Sampang
Jawa Pos menarasikanya demikian:
73
“Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Luki Himawan mengatakan,
penanganan kasus itu akan ditarik ke Polda. Pihanya sudah
berkoordinasi dengan sejumlah tokoh di Kabupaten Sampang,
termasuk Tokoh Tambelangan.”
Hasil analisis penelitian Jawa Pos dalam mengframing satu berita
dengan judul “Kondisi Jakarta Mulai Pulih” ini memunculkan tiga isu,
menghentikan isu Tanah Abang, Isu anarkisme di Sampang dan Isu
kecurangan dengan narasi gugatan Tim Prabowo-Sandi diajukan MK.
Hal ini dapat dibuktikan pada hasil analisis pemberitaan dalam
indikator-indikator analisis dengan adanya narasi pada penonjolan isu
anarkisme dengan diksi dan kalimat yang dalam membangun narasi
berita secara berlebihan. Tentunya dapat memunculkan kesan baru yang
negatif bagi pembaca berita tersebut.
3.1.8 Analisis Artikel 11
Tabel.3.11 Analisis pembingkaian artikel berita “Ingatkan
Dampak Kerusuhan Politis” (Jawa Pos, 24 Mei 2019)
Indikator Pengamatan Hasil pengamatan
Difine Problems -Isu Anarkisme
Diagnose Cause -Sekelompok Masyarakat yang
mengingatkan dampak Kerusuhan
Make Moral Judgment -Masyarakat tidak melakukan kerusuhan
Treatment Recommendation -Aksi Teatrikal Mahasiswa
Analisis Penelitian:
1. Difine Problems
Sebuah peristiwa yang diberitakan dalam lembar Jawa Pos kali ini
tidak mengandung banyak narasi hanya dengan satu buah gambar yang
74
terlihat foto sebuah aksi didalamnya terdapat beberapa orang berdiri
dengan menonjolkan tulisan besar yang terlutis dibawah benda yang
terletak didekat kaki-kaki mereka sekilas semacam replika kerenda
dengan tulisan “Jum’at Kelabu 23 Mei” kemudian angka dibelakangnya
tidak begitu sempurna dapat dilihat dalam hemat peneliti ialah angka 97.
Sedikit narasi Jawa Pos dibawahnya yang menjelaskan situasi yang
terjadi.
Masalah pada peristiwa ini menjadi isu baru sebab adanya sebuah
aksi treatitikal ini guna untuk mengingatkan anarkisme yang terus
terjadi di tanah air. Berikut yang Jawa Pos narasikan:
“Beragam cara dilakukan untuk mengingatkan agar agenda politik
tidak disertai aksi-aksi yang memicu kerusuhan.”
Selanjutnya Jawa Pos dalam narasinya menerangkan aksi mereka:
“….Mereka menggelar aksi bertajuk Menolak Lupa di bundaran
Jalan Lambung Mangkurat, Banjarmasin. Aksi itu mengingatkan
bahwa Banjarmasin pernah dilanda amuk politik pada 23 Mei
1997”.
Dalam hemat peneliti berita ini menginformasikan upaya
masyarakat melakukan tindakan untuk saling mengingatkan satu
samalain, untuk tidak melakukan tindak kerusuhan yang berkelanjutan
di tanah air. Apalagi penyebab kerusuhan ialah aksi-aksi politik. Jawa
Pos kali ini dalam narasinya tidak banyak beragumentasi hanya
menginformasikan fakta yang terjadi yang berkaitan dengan isu
anarkisme.
2. Diagnose Cause
Tokoh utama yang ditonjolkan oleh Jawa Pos sebagai sumber
peristiwa adalah aksi mahasiswa, berikut narasi jawa pos:
“…., aksi treatrkal mahasiswa Universitas Islam Kalimantan
(Uniska) kemarin 23/5.”
75
Mereka melakukan hal ini untuk mengingatkan masyarakat dampak dari
sebuah kerusuhan pada 23 mei 1997 silam sedikitnya ada ratusan korban
jiwa atas kejadian tersebut. berikut narasi Jawa POs terkait.:
“Kerusuhan pecah pada hari putaran terakhir massa kampanye era
Orde Baru. YLBHI mencatat sedikitnya 123 korban tewas.
Ditambah 179 orang dinyatan hilang.”
3. Make Moral Judgment
Nilai moral yang dinarasikan oleh Jawa Pos dari pemberitaan
tersebut, Sebagaimana dalam judul “Ingatkan Dampak Kerusuhan
Politis.” Tentunya aksi mahasiswa ini dialakukan guna mengingatkan
masyarakat agar tidak melakukan tindak anarkisme yang menyebabkan
kerusuhan berkelanjutan dan terjadi diamana-mana (di bergagai daerah
di Indonesia). Belajar dari sejarah massalalu 23 Mei 1997 akbat dari
kerusuhan politis maka selain kerugian materill juga memakan korban
jiwa yang jumlahnya ratusan orang.
4. Treatment Recommendation
Treatment Recommendation berbentuk harapan yang dinarasikan
oleh Jawa Pos pada pemberitaan tersebut, agar kerusuhan politis yang
terjadi di Jakarta tidak akan meluas ke daerah lain, hal ini dapat
dibuktikan dengan narasi pamungkas berikut:
“Aksi itu juga membawa harapan agar kerusuhan yang terjadi di
Jakarta 22 Mei tidak menyebar ke daerah lain.”
Hasil pengamatan peneliti dalam artikel ini ada nada Framing terkait
anarkisme yang dinarasikan dengan sudut pandang positif dimana fakta
pada pemberitaan tersebut meliputi informasi adanya aksi teatrikal oleh
mahasiswa Uniska sebagai langkah mengingatkan massa bahwa
76
anarkisme massa telah banyak merugikan dan memakan korban jiwa
pada sejarah yang pernah terjadi.
3.1.12 Analisis Artikel 12
Tabel.3.12 Analisis pembingkaian artikel berita “Saya Main
Sulap Agar Teman-Teman Tidak Jenuh Tugas” (Jawa Pos, Mei 2019)
Indikator Pengamatan Hasil pengamatan
Difine Problems -Anarkisme
Diagnose Cause -Sosok-sosok Berjasa
Make Moral Judgment -Kerja cerdas,
-Saling support (menghibur),
-Tetap professional.
Treatment Recommendation -Mengkondisikan massa untuk tenang,
-Upaya mengusir kejenuhan dalam
tugas
-Membersihan kawasan pasca
kerusuhan
Analisis Penelitian:
1. Difine Problems
Sebuah peristiwa yang di beritakan oleh Jawa Pos mengenai
demonstrasi yang terjadi di Jakarta. Dalam narasinya Jawa Pos
menyebutkan beberapa fakta yang terjadi, isu anarkisme yang tersirat
dapat dibaca pada tulisan-tulisan yang dikemas dalam satu framing yang
semula ingin menonjolkan isu lain berupa sikap atau upaya saling
menghibur yang dilakukan petugas keamanan yang menjaga
demonstrasi. Berikut narasi terkait:
77
“Ada yang menenangkan demonstran, ada yang menghibur kawan-
kawan yang kelelahan, ada pula yang membersihkan jalan.” Hal ini
tentunya tejadi akibat dari fakta kerusuhan yang ada.
Kondisi anarkime ini cukup dijelaskan dengan adanya narasi yang
jurnalis bangun sebagaimana berikut:
“Malam kian larut, di Tengah getegangan di depan kantor Bawaslu,
Jakarta…..”
Selanjutnya disusul kutipan langsung terkait:
“Pak Ustad, bantu kami. Kami bertahan, tolong para korlap bantu
kami. Tolong jangan lakukan ini” kata Kapolres Metro Jakarta.
Dalam paragraf yang berbeda kalimat yang bernada sama diulang
kembali oleh Kapolres Metro Jakarta tersebut, berikut kutipanya:
“Jangan lakukan itu teman, kami bertahan Pak Ustad, jangan
disusupi orang-orang yang tak ingin aksi damai ini. Pal ustad bantu
kami, korlap bantu kami” kata Harry lagi.
Pada paragraf selanjutnya Jawa Pos menarasikan upaya
mendinginkan massa yang dilakukan kapolres tersebut memberi berhasi
memberi efek yang baik:
“Massa menjadi lebih tenang. Ketegangan pun mereda.”
Maka dengan adanya narasi-narasi demikian peristiwa ini dilihat
sebagai isu baru yaitu anarkisme yang ditonjolkan meskipun dalam
balutan framing yang lain oleh wartawa Jawa Pos.
2. Diagnose Cause
Memperkirakan penyebab utama dari sumber masalah yang
diberitakan akibat adanya demonstrasi massa di Jakarta yang
menyebabkan kerusuhan. Hanya saja Jawa Pos memunculkan toko-
tokoh lain atau aktor utama yang menjadi penyebab dimunculkannya
pemberitaan tersebut. Diantaranya sang Kapolres yang berulang kali
78
dinarasikan oleh Jawa Pos termasuk upaya jurnalis memasukkan
informasi berupa perjalanan kinerjanya seperti halnya demikian,
“Saat ribuan orang yang menolak hasil pemilu 2019 turun ke
jalanan Jakarta sejak selasa malam (21/5). Ada banyak sosok
seperti Harry yang bertebaran dimana-mana.”
Pada paragraf yang lain masing tentang Harry,
“Harry kebetulan memang dikenal dekat dengan kalangan ulama
pesantren. Selama dua tahun bertugas sebagai Kapolres Metro
Tangerang sebelum pindah ke Jakarta, dia menjalankan program
bedah rumah marbot masjid dan program polsantren (polisi
sambaing pesantren.”
Kemudian dikutip langsung dari Harry.
“Upaya ini merupakan wujud semboyan saya yang selalu
ditanamkan pada anak buah agar menjadi polisi yang pandai
‘menembak’ hati rakyat.”
Dalam paragraf berikutnya Jawa Pos masih terus menarasikan sosok
Harry meskipun disusul dengan aktor baru yang semula semestinya
menjadi aktor utama pada pemberitaan tersebut, tetapi cara
memberitakannya tidak lebih banyak dari sosok Harry. Berikut
narasinya:
“Selain harry ada Ridho Vernando. Ditengah rasa lelahnya, Brimob
berpangkat bharatu asal Padang, Sumatra Barat, itu masih
menyempatkan diri menghibur pada kolega dan awak media.
Dengan cara bermain sulap”
Meskipun faktanya ada peran-peran yang lain juga sebagaimana
dinarasikan oleh Jawa Po situ sendiri:
“Mereka yang dengan peran masing-masing ikut menjaga ibu kota
sehingga keadaan yang lebih buruk terhindarkan.”
Dalam paragraf lain mereka menarasikan hal yang sama, berikut
narasinya:
“Para unsung heroes, sosok-sosok berjasa yang mungkin hanya
beberapa yang disorot kamera. Yang disebut disini pun Cuma
sebagian diantara mereka.”
79
Jawa Pos dalam mengframing aktor utama pada pemberitaan ini
didominasi sosok Kapolres Metro Jakarta, meskipun branding atau judul
besar dari pemberitaan ini ialah “Saya Bermain Sulam Agar Teman-
Teman Tak Jenuh Saat Bertugas”. Saya yang dimaksud disini adalah
Ridho Vernando bukan Harry Kurniawan.
3. Make Moral Judgment
Nilai moral yang ditawarkan dari narasi pemberitaan tersebut ialah
bagaimana upaya kerja cerdas yang dicontohkan oleh Harry Kurniawan
sang Kapolres Metro Jakarta sebagaimana hal ini dibuktikan kutipan
langsung darinya:
“….menjadi polisi yang pandai ‘menembak’ hati masyarakat”.
Harry membuat program Polisi sambang pesantren. Cukup cerdas
dilakuan dan representatifnya berdampak baik pada situasi dan kondisi
yang dibutuhkan saat kerusuhan kemarin.
Selanjutnya nilai moral untuk saling support satu samalain antar
anggota tim, misalnya dengan menghibur. Upaya sulap yang dilakukan
Ridho Vernando ini sangat baik dilakukan pada massa yang cukup
dibutuhkan karena kondisi kerusuhan. Hal ini dibuktikan oleh Ridho
saat unjuk kebolehan dengan narasi kutipan langsung berikut:
“inisiatif saya untuk menghibur rekan-rekan yang kecapekan dan
mencoba berinteraksi agar tidak terjadi kejenuhan disela-sela
tugas. Saya bahagia melihat sema terhibur.” Ucap Ridho yang
menurut narasi Jawa Pos Ridho telah menekuni sulap sejak tahun
2008.
Nilai moral yang berikutnya ialah profesionalitas kerja yang wajib
dimiliki setiap orang sesuai dengan profesi dan keahlian masing-
masing. Hal ini teradapat pada narasi pemberitaan tersebut:
“Demi turut menjaga Jakarta, dia harus meninggalkan keluarga di
Padang Sejak 17 Mei. Namun, dia mengaku bisa berangkat dengan
80
tenang.” Dia yang dimaksud dalam narasi Jawa Pos ini ialah Ridho
Vernandho anggota polisi yang ahli main sulap.
Selain itu pada paragraf yang lain jurnalis juga membangun narasi
yang bernada sama dari sumber yang berbeda kali ini dari Aiman Abdul
yang dinarasikan oleh Jawa Pos sebagai seorang Lurah Kebon Kacang.
Kelurahan yang dia pimpin bertetangga dengan Kelurahan Gondangdia
tempat kantor Bawaslu berada. Narasi yang menggambarkan
profesionalitas kerja Aiman Abdul,
“Sejak Senin malam, pria yang berdomisili di Bekasi, Jawa Barat,
itu memilih meginap di kantor tempat bekerja. Agar busa terus
memantau kondiksi wilayah.”
Setelah Aiman ada Syaiful Makmur yang harus bertugas
mebersihkan jalan. Berikut narasi terkait:
“Seperti keluarga Aiman, istri dan anak-anak Syaiful Makmur
Barus sejatinya juga berat melepas kepergian sang kepala keluarga.
Yang harus bertugas membersihkan Jalan Jati Baru yang
terdampak aksi kerusakan pada 22 Mei.”
4. Treatment Recommendation
Adapun upaya-upaya yang menekankan pada penyelesaian dari
peristiwa tersebut dalam narasi Jawa Pos diantaranya, mengkondisikan
massa demonstran untuk tidak melakukan tindak kerusuhan
sebagaimana yang dilakukan oleh Kapolres Metro Jakarta. Selanjutnya,
upaya mengusir kejenuhan yang dilakukan Ridho vernando dengan
menunjukkan aksi sulap. Saling support antar petugas ini dirasa penting
adanya. Terakhir, membersihkan kawasan pasca kerusuhan seperti
halnya yang dilakukan pak Syaiful Makmur Barus dan tim tentunya
ialah ujung tombak dari segala aktifitas dapat berjalan kembali.
Dari hasil analisis peneliti sejauh yang diamati Jawa Pos dengan
nilai moral yang berusaha ditunjukkan kepada publik sepertihalnya
membuat informasi agar suasana tetap kondusif dengan berbagai cara
81
dalam massa konflik tersebut. Meskipun demikian Jawa Pos dalam
memberitakan sebuah peristiwa dengan satu framing memunculkan
lebih dari satu isu. Saling mengaitkan antar isu tersebut sebagai faktor
penyebab terjadinya aksi massa tersebut.
3.1.13 Analisis Artikel 13
Tabel.3.13 Analisis pembingkaian artikel berita “Eks Danjen
Kopassus Ditangkap” (Republika, 22 Mei 2019)
Indikator Pengamatan Hasil pengamatan
Difine Problems -Penangkapan Soenarko Eks Danjen
Kopassus
-Isu Makar
Diagnose Cause - Penyelundupan Senjata
- Dugaan makar
Make Moral Judgment Upaya Penegakan Hukum
Treatment Recommendation -Ditangkap
-Ditahan
-Dijadikan tersangka
Analisis Penelitian:
1. Difine Problems
Definisi masalah pada artikel diatas ialah peristiwa atau isu dilihat
sebagai fakta yang berhasil dikonstruksi oleh media massa. Dimana
sebuah kejadian yang diinformasikan atas penangkapan seorang eks
Danjen Kopassus Mayjen TNI (purn) Soenarko. Cara menarasikan
pemberitaan dengan penekanan penangkapan “eks Danjen Kopassus
Mayjen TNI (purn) Soenarko” dan penyebutan gelar secara lengkap ini
yang akhirnya Republika melakukan penonjolan isu. Artinya yang
82
melakukan sebuah peristiwa atau masalah ini, bukan orang biasa
melaikan eks Danjen Kopassus maka dalam analisa peneliti hal ini dapat
memunculkan banyak stigma baru oleh pembacanya.
2. Diagnose Cause
Perkiraan masalah pada peristiwa ini ialah adanya penangkapan
seorang Danjen Kopassus berkaitan dengan dugaan penyelundupan
senjata. Juga pelaporan dugaan kasus makar yang dilakukan oleh
Soenarko eks Danjen Kopassus tersebut, bukti narasi pada artikel ini
sebagaimana demikian,
“Adanya Senjata gelap yang dari Aceh yang kemudian diindikasian
diduga diminta oleh yang bersangkutan untuk sesuatu maksud
tertentu yang tidak tahu. Tapi itu melanggar hukum” kata Wiranto.
Maka dalam indikator analisa penelitian ini seseorang didalam
artikel tersebut semestinya terlihat menjadi satu-satunya tokoh sebagai
sumber masalah atau tokoh utama penyebab masalah yaitu eks Danjen
Kopassus Soenarko. Namun faktanya Republika juga terlihat
mengkonstruksi dan memunculkan tokoh lain dalam artikel ini yaitu
Menko Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (polhukam) Wiranto,
nama tersebut dinarasikan hampir sebanding dengan jumlah penyebutan
nama Soenarko. Setidaknya ada 7 (tujuh) kali penyebutan nama Wiranto
dengan rincian sebagai berikut, ada 1 (satu) di paragraf pertama
“…Wiranto mengatakan...” Ada dua di paragraf kedua “Wiranto
mengatakan…” dan “….menurut Wiranto”. Pada paragraf ke tiga ada
satu “…kata Wiranto…” Pada paragraf ke empat ada satu kali
penyebutan nama Wiranto “….,menurut Wiranto,”. Sedangkan di
paragraf delapan ada satu “Wiranto menegaskan…” terakhir di paragraf
ke Sembilan “…kata Wiranto…”
Sehingga hasi analisis pada indikator ini ada dua tokoh utama pada
sebuah pemberitaan dengan peristiwa penangkapan dengan kasus
83
dugaan penyelundupan senjata dan kasus dugaan makar yang berhasil
dikonstruksi pada artikel berita ini. Satunya sebagai pelaku dugaan
penyelundupan dan dugaan makar, sedangkan satunya sebagai tokoh
yang berperan dalam penangkapan. Keduanya terlihat menonjol dalam
pemberitaan peristiwa tersebut.
3. Make Moral Judgment
Secara moral peristiwa ini terkesan untuk mempublikasi bahwa
pemerintah telah melakukan upaya penegakkan hukum tanpa pandang
bulu maksudnya karena Soenarko adalah eks Danjen Kopassus, hal ini
dibuktikan dengan narasi oleh Republika pada artikel tersebut;
“Aparat penegak Hukum menangkap eks Danjen Kopassus Mayjen
TNI (Purn) Soenarko.”
Bukti lainya paragraf keempat hal ini terlihat sangat jelas dinarasi
Republika,
“Penangkapan terhadap Soenarko, menurut Wiranto, menunjukkan
keseriusan pemerintah dalam menunjukkan keseriusan pemerintah
dalam menindak pelanggaran hukum tanpa pandang bulu.”
Selanjutnya pada paragraf kelima Wiranto juga mengatakan dalam
artikel ini yang berhasil dinarasikan dengan demikian:
“Siapa pun yang melanggar hukum, ada hukum yang kita tegakkan.
Aparat penegak hukum pasti menindak tegas.”
pada paragraf kedelapan, menurut narasi Republika Wiranto kembali
menegaskan sebagaimana dalam potongan narasi berikut:
“Aparat penegak hukum tetap melanjutkan pengusutan terhadap
tokoh-tokoh yang terindikasi melanggar hukum.”
Dilanjutkan dengan kutipan langsung dari Wiranto,
“Bukan sesuatu kesewenangan, bukan langkah diktaktor. Tapi agar
kita dapam menjamin kehidupan negeri ini aman.”
84
4. Treatment Recommendation
Jalan yang ditempuh untuk mengatasi masalah ini dengan
dilaporkannya Soenarko dan ditangkap karena masalah yang ia
sebabkan. Maka Soenarko ditahan dan dijadikan tersangka dengan bukti
pelanggaran hukum yang telah dilakukan, semestinya kesemua hal
tersebut berjalan sebagaimana mestinya dengan aturan hukum yang
dipatuhi. Seperti telah disebutkkan oleh Kepala Penerangan Masyarakat
Mabes Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo menegaskan penahanan dan
penersangkaan sejumla tokoh terkait aksi 22 Mei sudah sesuai hukum.
“Kami pasti tidak akan keluar dari jalur prosedur dan fakta hukum”
katanya. Kalimat ini dinarasikan pada paragraf terakhir terkesan
sebagai penegas atas peristiwa tersebut.
Dari analisis teks diatas menunjukkan bahwa narasi yang dibangun
oleh jurnalis pada artikel ini berusaha menginformasikan kepada
khalayak adanya sebuah peristiwa penangkapan atas kasus dugaan
penyelundupan senjata dan kasus dugaan makar. Setelahnya artikel ini
berusaha untuk menampilkan dari dua sisi dengan menonjolkan dua
pelaku utama pada pemberitaan tersebut, meski faktanya lebih banyak
mengeskpose peryataan, pendapat dan rencana dari pihak pemerintah
dalam hal ini oleh Polhukam Wiranto dalam isu makar tersebut.
Misalnya kutipan langsung dari Wiranto,
“Bukan sesuatu kesewenangan, bukan langkah diktaktor. Tapi agar
kita dapam menjamin kehidupan negeri ini aman.”
3.1.14 Analisis Artikel 14
Tabel.3.14 Analisis pembingkaian artikel berita “Bawaslu Bukti
Laporan Curang Tak Kuat” (Republika, 21 Mei 2019)
Indikator Pengamatan Hasil pengamatan
85
Difine Problems Isu kecurangan TSM (Terstrutur,
sistematis, massif )
Diagnose Cause -Bawaslu tidak memproses laporan
dugaan kecurangan
-Aktornya BPN
Make Moral Judgment Laporan aduan harus disertai bukti
yang kuat
Treatment Recommendation -Putusan bawaslu membuktikan bahwa
pemilu 2019 berjalan lancar
Analisis Penelitian:
1. Difine Problems
Republika menarasikan sebuah peristiwa tentang laporan ke
Bawaslu oleh BPN tim pemenangan Prawobo Subianto atas dugaan
kecurangan yang lakukan pasangan calon presiden no 01 dalam pemilu
2019. Adapun isu yang ditonjolkan ialah kecurangan yang dilakukan
secara terstruktur, sistematis, dan massif (TSM) yang dilakukan oleh
pasangan calon preseiden dan calon presiden nomor urut satu. Hal ini
dibuktikan dengan narasi Republika sebagaimana berikut:
“BPN siapkan tuiga laporan lagi ke Bawaslu.”
Pada paragraf yang lain juga menarasikan hal yangsama:
“....Keduanya melaporkan pasangan calon nomor urut 01 Joko
Widodo-Ma’ruf Amin karena menduga ada kecurangan dalam
pilpres 2019.”
Peristiwa dalam isu kecurangan TSM Ini menjadi masalah baru
sebabnya adanya tindakan yang dilakukan oleh pihak Bawaslu tidak
memproses laporan dugaan kecurangan tersebut. Berikut narasi terkait:
“JAKARTA-Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memutuskan tidak
memproses dua laporan dugaan kecurangan terstruktur, sistematis,
dan massif (TSM) yang dilakukan Badan Pemenangan Nasional
86
(BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno seta politikus PAN Dian
Fatwa.”
Pada paragraf selanjutnya bawaslu menjelaskan dalam narasi
Republika tentang alasan tidak diprosesnya laporan tersebut. Demikian
narasi-narasi terkait:
“Bawaslu menilai, laporan atas dugaan tersebut dinyatakan tak
menyertakan bukti yang memadai.”
Selanjutnya narasi berikut,
“….Menurut Bawaslu, laporan yang dimasukkan oleh terlapor
hanya berupa hasil cetakan berita dari media daring.”
Kemudian narasi berikut,
“Bukti tidak didukung degan bukti lainya baik berupa bukti
dokumen, surat, maupun video yang menunjukkan adanya
perbuatan terlapor yang dilakukan secara terstruktur sistematis dan
massif” kutipan langsung dari anggota Bawaslu.
Maka diagnose masalah peristiwa tersebut ialah adanya isu
kecurangan TSM yang dilakukan oleh pasangan jokowi ma’ruf. Namun
masalah terlihat menjadi masalah baru disebabkan oleh laporan dugaan
kecurangan tersebut tidak diterima Bawaslu.
2. Diagnose Cause
Pada narasi Republika adapun penyebab utama masalah ini ialah
adanya laporan dugaan kecurangan TSM yang dilaporkan oleh pihak
BPN Prabowo-Sandi dan politkus PAN Dian Fatwa yang tidak diproses
oleh Bawaslu. Hal ini dapat dibuktikan dengan narasi oleh Republika
berikut:
“Bawaslu menolak memproses dua laporan dengan tuduhan yang
sama tersebut. Laporan pertama dibuat BPN Prabowo-Sandi
atasnama Ketua BPN Djoko Santoso dengan nomor 01/LP/-
PP/ADM/TSM/RI/00.00/V/2019. Laporan kedua dibuat oleh
Politikus PAN Dian Fatwa dengan nomor 02/LP/-
PP/ADM/TSM/RI/00.00/V/2019.”
87
Pada paragraf berikutnya, Republika menarasikan alasan Bawaslu
menolak laporan tersebut. Berikut narasinya,
“Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo menjelaskan, kedua
laporan tersebut tidak diproses karena tidak menyertakan bukti
yang cukup kuat….”
Selanjutnya narasi Republika menginformasikan bahwa laporan
tersebut belum memenuhi kriteria yang diatur dalam peraturan Bawaslu,
demikian narasi terkait:
“Sehingga bukti yang dimasukkan oleh pelapor belum memenuhi
kriteria bukti sebagaimana diatur dalam peraturan Bawaslu Nomor
8 Tahun 2018 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administratif
Pemilihan Umum…”
Dari narasi tersebut Republika terus menginformasikan bahwasanya,
baik laporan BPN maupun Dian Fatwa juga tidak memasukkan bukti
yang menunjukkan dugaan kecurangan TSM tersebut kedalam
laporanya.
Adapun pihak pelapor mengaku kecewa atas sikap Bawaslu dalam
menangani laporanya. Berikut narasi Republika terkait hal tersebut:
“Dian mengaku kecewa laporanya ditolak untuk di proses Bawaslu.
Dian menilai Bawaslu berlaku tidak fair….”
Dilain pihak BPN juga menunjukkan sikap kecewa terhadap
Bawaslu, namun dengan narasi yang dibangun secara berbeda oleh
jurnalis Republika:
“Sementara, Direktur Advokasi dan Hukum BPN Sufmi Dasco
Ahmad Mengatakan, saat ini masih mencari formulasi yang tepat
terkait laporan TSM.”
Disertaka juga kutipan langsung dari Sufi Dasco Ahmad,
“Memang tidak mudah mengait-ngaitkan antara peristiwa dengan
realitas lapangan.” Ujarnya.
Maka dengan ini peramsalahan yang timbul akibat ditolaknya
laporan kecurangan TSM oleh pihak Bawaslu tentunya membuat
88
kecewa bagi aktor-aktor utama pada peristiwa dalam pemberitaan
tersebut yang berhasil jurnalis Republika bangun dalam narasinya.
3. Make Moral Judgment
Secara implisit nilai moral yang terlihat ingin ditampilkan oleh
jurnalis Republika melalui narasi yang dibangun dalam hemat peneliti
ialah sebagai berikut, Publik, Masyarakat luas secara umum dalam
membuat laporan apapun harus disertai dengan data, dan bukti yang
lengkap. Terlebih kasus ini ialah peristiwa besar dalam lingkup nasional,
tentunya pihak pelapor lebih lazim lagi apabila dalam pembuatan
laporanya rinci, juga disertai bukti yang kuat. Demi diterima dan
diprosesnya laporan yang diajukan. Jika benar dilakukan untuk
menunjukkan sebuah fakta kecurangan TSM ini setidaknya terlihat dan
terukur. Tidak hanya melakukan tindak pelaporan berdasarkan isu pada
media daring saja. Agar nantinya tidak menimbulkan rasa kecewa bagi
pihak pelapor. Hal ini dabat dibuktikan dengan narasi-narasi yang sudah
dianalisa pada dua definisi sebelumnya.
4. Treatment Recommendation
Ada dua solusi yang ditekankan sebagai penyelesaian dari peristiwa
ini yang Republika bangun dalam narasinya, BPN akan mengupayakan
laporan baru, berikut narasinya:
“Dasco menambahka, BPN akan mengomplikasikan laporan
keterlibatan aparatur sipil negara (ASN) daam satu laporan baru
yang duperkaya dengan unsur lain untuk menemukan unsur TSM-
nya. Ia pun membenarkan bahwa BPN akan kembali melaporkan
pasangan calon 01 ke Bawaslu.”
Sedangkan dilain pihak Republika menarasikan Tim Kampanye
Nasional (TKN) Jowoki-Ma’ruf, memberikan penegasan bahwa apa
89
yang diputuskan Bawaslu menegaskan bahwa pemilu 2019 berjalan
lancar. Hal ini dapat dibuktikan dengan narasi berikut:
“Terpisah, Wakil ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jowoki-
Ma’ruf, Johnny G Plate, menegaskan, putusan Bawaslu
membuktikan Pemilu 2019 berlangsung secara jujur dan adil.”
Hasil analisis peneliti Republika dalam membangun berita pada
narasi-narasinya menujukkan bahwa sebuah peristiwa dengan
penggambaran masalah baru didalam sebuah masalah. Dari isu
kecurangan TSM kemudian laporan ini tidak diterima oleh Bawaslu ini
yang menjadikan masalah baru dalam sebuah peristiwa yang
diberitakan. Nada-nada narasi Republika terkesan sangat memihak
kepada bawaslu seolah-oleh membenarkan bahwa laporan tersebut
memang pantas di tolak. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya narasi
berulang tentang laporan yang tidak memenuhi undang-undang bawaslu
no 8 tahun 2018. Meskipun Republika dalam menginformasikan sebuah
peristiwa isu nasional ini tidak menggunakan kata-kata dalam kalimat
yang berlebihan, yang dapat menimbulkan konflik baru. Namun dengan
pengulangan-pengulangan informasi yang ditekankan jurnalis disini
menjadikan narasi pemberitaan terkesan memihak kepada Bawaslu.
3.1.15 Analisis Artikel 15
Tabel.3.15 Analisis pembingkaian artikel berita “Hentikan
Kekerasan” (Republika,23 Mei 2019)
Indikator Pengamatan Hasil pengamatan
Difine Problems -Kerusuhan 21-22 Mei 2019
-Anarkisme
Diagnose Cause -Kerusuhan memakan korban jiwa
-Provokator bayaran
90
Make Moral Judgment Semua masyarakat untuk
menghargai bulan suci.
Treatment Recommendation -pembatasan akses sejumlah
platform
-menangkap provokator
Analisis Penelitian:
1. Difine Problems
Republika menarasikan Sebuah peristiwa kerusuhan yang terjadi di
depan Kantor bawaslu. Semula berawal dari adanya aksi massa dengan
isu penolakan hasil pemilu 2019. Hal ini akhirnya dilihat sebagai
masalah baru dimana anarkisme terjadi pada wilayah tersebut.
Meskipun demikian kerusuhan terjadi diluar dari massa yang
memprotes hasil pemilu 2019 sudah membubarkan diri. Berikut narasi
Republika yang terkait hal tersebut:
“Pihak kepolisian melansir, kericuhan terjadi didepan Kantor
Bawaslu. Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, sekitar pukul 22.30
WIB. Saat itu ribuan massa, yang sebelumnya mengikuti aksi
memprotes hasil pemilu 2019 di depan gedung Bawaslu, sudah
membubarkan diri.”
Selanjutnya Republika menarasikan kronologi kerusuhan tersebyt
dalam beberapa paragraf, berikut narasi terkait:
“Massa yang datang tiba-tiba itu disebut melakukan provokasi
dengan mencoba membongkar barikade kawat duri yang didirikan
aparat kepolisian. Tindakan itu kemudian dibalas aparat kepolisian
dengan tembakan gas air mata, pengerahan kendaraan kendaraan
meriam air dan penagkapan sejumlah orang yang disebut sebagai
provokator.”
Paragraf selanjutnya masih menuliskan narasi terkait kerusuhan
tersebut:
“Menjelang tengah malam, massa didorong menjauh dari Bawaslu
dan kericuhan berpindah ke di kawasan Tana Abang. Kepolisian
terus melontarkan gas air mata, sementara massa membalas dengan
melempar batu dan mercon.”
91
Kemudian Republika juga terus menarasikan tentang kejadian terkait,
adanya pengejaran Massa sampai ke area pertamburan, Jakarta Barat.
Berikut potongan narasi terkait:
“…. Saksi mata yang di temui Republika menuturkan, penindakan
kepolisian terhadap perusuh memicu balasan juga dari sebagian
warga setempat.”
Pada paragraf selanjutya Republika menarasikan adanya
pembakaran mobil di Asrama brimob yang terjadi secara tiba-tiba,
berikut potongan narasinya:
“….pada Rabu (22/5) sekitar pukul 03.30 WIB, belasan mobil di
Sekitar Asrama Brimob, Pertamburan, hangus dibakar,”
Selanjutnya pada paragraf lain jurnalis menuliskan kerusuhan tidak
kunjung mereda, berikut narasinya:
“Kericuhan Tanah Abang dan Pertamburan belum mereda hingga
matarahi naik….”
Sehingga Republika menarasikan adanya penambahan jumlah penjaga
keamanan guna menangani hal tersebut, berikut narasinya:
“Aparat TNI dari berbagai matra mulai lebih banyak dikerahkan
pada pagi hari tersebut. Mereka berhasil mencegah upaya
pembakaran Mapolsek Gambir di Tanah Abang…..”
Meskipun demikan fakta lain menyebutkan dalam narasi Republika
bahwa peserta aksi massa terus memenuhi ruas jalan, berikut narasi
terkait:
“Sepanjang Rabu (22/5) ribuan peserta aksi kembali memenuhi
ruas jalan di depan kantor Bawaslu.”
Ada paragraf Republika yang menarasikan argument kepolisian yang
meyakini adanya perencanaan atas kerusuhan yang terjadi:
“Pihak kepolisian meyakini, kerusuhan kemarin terencana, salah
satu indikasinya polisi mengklaim menemukan batu-batu di dalam
satu ambulans milik parpol dilokasi kericuhan.”
92
Maka hemat peneliti mengatakan adanya sebuah peristiwa yang
terjadi dalam narasi Republika cukup menonjolkan isu anarkisme yang
ada. Dimana kerusuhan yang dipimpin oleh pihak lain diluar ribuan
massa aksi yang memprotes hasil pemilu 2019 menyebabkan saling
serang antara kelompok tersebut dan aparat kepolisian. Adanya
pembakaran mobil, pelemparan batu, dan serangan gas air mata, Pun
demikian judul yang ditulis oleh jurnalis Republika ialah “Hentikan
kekerasan” maka sejalan dengan adanya penonjolan isu anarkisme yang
terjadi.
2. Diagnose Cause
Perkiraan sumber masalah yang ada dalam peristiwa tersebut ialah
adanya narasi Republika yang menginformasikan sebuah kerusuhan
yang memakan korban jiwa. Selain itu akor penting penyebab masalah
ialah adanya provokator penyebab kerusuhan terjadi Berikut naras-
narasi terkait;
Pertama, “JAKARTA- Kericuhan yang menimbulkan korban jiwa
dan luka-luka terjadi di sejumlah lokasi di Jakarta sejak Selasa
(21/5) higga Rabu (22/5)….”
Kedua, “Sementara, Prabowo Subianto menyampaikan dukacita
atas timbulnya korban meninggal dalam keruusuhan kemarin.”
Pada paragraf berikutnya menjelaskan keterangan singkat dalam narasi
Republika mengenai kronologi kejadian kerusuhan tersebut. Demikian
narasi terkait:
“Peristwa pada jam 23.00 WIB sampai dengan pagi itu bakan lagi
peserta aksi yang tadi tapi pelaku yang sengaja. Kelompok yang
sengaja langsung menyerang dan tujuan untuk membuat
kerusuhan.” Kata Kapolri Jendral Tito Karnavian.
Sementara itu dalam narasi Republika ini adaya kerusuhan yang sudah
terencana, dibuktikan dengan temuan-temuan pihak kepolisian selain
batu yang ada diambulan salah satu parpol dilokasi kericuhan juga
93
adanya uang pada amplop-amplop yang dibawa oleh terduga provokator
aksi massa berikut narasinya:
“Kapolri menjelaskan, dari para terduga provokator yang
diamankan kepolisian didapatkan berbagai amplop berisi uang.”
Selanjutnya diikut dengan kutipan langsung dari Kapolri,
“Karena mereka mengaku ada yang membayar, dan kita melihat
juga, mohon maaf , sebagian pelaku yang melakukan aksi anarkisme
ini juga memiliki tato.” Ujarnya
Dalam hemat peneliti narasi Republika dalam meggambarkan
peristiwa kerisuhan yang telah memakan korban jiwa ini, lebih
menekankan pada peristiwa terjadi akibat provokator dari sebagian
orang yang terduga aksi ini sudah terencana dan adanya pengakuan kuat
yang menyatakan, pembayaran terjadinya kerusuhan dari pihak pelaku
kerusuhan ini. Dengan ini korban jiwa yang ada diakibatkan oleh
perusuh berbayar yang keberadanya sudah terencana. Seperti
pembunuhan yang sudah dijadwalkan. Sayangnya Republika tidak
menyebutkan berapa julmah korban jiwa, dan pada sesi kejadian mana
yang memakan korban jiwa, ini tidak dinarasikan secara detail.
3. Make Moral Judgment
Nilai moral yang dinarasikan oleh Republika ialah masyarakat untuk
menghormato bulan Ramadhan dan untuk menghentikan kekerasan
demikian narasi-narasi terkait;
Pertama, “Semua elemen diminta menghargai bulan suci
ramadhan”
Kedua, “…..Jokowi juga memintta segenap warrga Indonesia
menghormati bulan suci Ramadhan dengan menjaga kedamaian.”
Ketiga, diambil dari kutipan langsung oleh Prabowo Subianto,
“Termasuk kepada seluruh pejabat publik, pejabat kepolisian,
politisi, tokoh masyarakat, tokoh agama, netizen, dan seluruh anak
bangsa untuk menghindari kekerasan verbal pun yang dapat
94
memprokoasi, apalagi di bulan Ramadhan yang baik dan suci ini.”
Ujarnya.
Menurut pengamatan peneliti dalam narasi-narasi Republika ini
diinformasikan berdasarkan maksud dan tujuan paling utama dengan
menghormati bulan Ramadhan melalui cara menahan diri, dan
mencegah tindak kekerasan adalah demi ngedepankan kepentingan
persatuan bangsa.
4. Treatment Recommendation
Penekanan penyelesaian masalah ini berdasarkan beberapa
himbauan yang di lakukan oleh tokoh negeri ini dari Presiden Jokowi
misalnya:
“Masyarakat tidak perlu khawatir dan saya mengajak mari kita
merajut kembali persatuan kita, merajut kembali kerukunan kita
karena Indonesia adlah rumah kita bersama.”
Pada paragraf selanjutnya Jokowi selaku presiden tetap akan menindak
tegas bagi pelaku kerusuhan. Berikut narasinya:
“Mekipun begitu, Jokowi sebagai presiden juga menegaskan tak
akan memberikan ruang bagi para perusuh yang akan merusak
negara kita.”
Pada Paragraf yang lain dari pihak Prabowo juga mengharapkan situasai
damai, berikut narasi Republika terkait:
“Prabowo juga meminta peristiwa kerusuhan tidak terjadi lagi. Ia
khawatir bila peristiwa itu terjadi lagi, hal tersebut akan
mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.”
Selain itu narasi Republika juga menginformasikan adanya
pembatasan konten untuk mencegah terjadinya provokasi, “Dengan
dalih mencegah beredarnya konten negative terkait kericuhan,
pemerintah juga memutuskan membatasi akses sejumlah platform
media sosial dan aplikasi percakapan”
95
Agaknya dengan pilihan kata “dengan dalih” kali ini Republika
terkesan tidak sepakat dari keputusan yang dilakukan pemerintah.
Dari hasil analisis peneliti Republika menarasikan pemberitaan
terkait aksi massa kedalam frame anarkisme. Meskipun fakta yang
dinarasikan dalam isi pemberitaan tekait keputusan pemerintah dan
upaya pemberintah dalam hal membatasi akses komunikasi virtual
secara nasional. Ada informasi yang disampaikan secara tidak terbuka
kaitanya dengan korban jiwa yang informasinya disampaikan secara
tidak detail.
3.1.16 Analisis Artikel 16
Tabel.3.16 Analisis pembingkaian artikel berita “Jangan
Memecah Belah Bangsa” (Republika, 23 Mei 2019)
Indikator Pengamatan Hasil pengamatan
Difine Problems -Kerusuhan 22 Mei 2019
-Anarkisme
Diagnose Cause -Provokator
-Tokoh Publik
Make Moral Judgment -Menjaga Persatuan Bangsa
Treatment Recommendation -Konstitusional
-Dialog & Silaturahmi
-Tindak tegas provokator
Analisis Penelitian:
1. Difine Problems
Republika menarasikan sebuah peristiwa unjuk rasa oleh massa
yang tidak menerima hasil pemilu 2019, menjadi masalah baru dengan
upaya narasi-narasi yang dibangun Republika lebih menonjolkan isu
96
anarkisme yang terjadi pada peristiwa tersebut. Adapun hal ini dapat
dibuktikan dengan narasi-narasi yang telah dibangun terkait peristiwa
tersebut dibawah ini;
Pertama, Republika menarasikan kutipan langsung yang bersumber
dari tokoh agama Aa Gym berikut kutipanya:
“Hentikan, mohon hentikan segala kekerasan dari pihak manapun.
Kekerasan-kerusuhan hanya akan menimbulkan masalah yang lebih
buruk, keruskan, dan kehancuran bagi negeri ini.”
Kedua, masih tentang narasi Republika yang mengutip langsung
dari Aa Gym:
“Sungguh memilukan telah terjadi kerusuhan diantara kita, di
negeri yang kita cintai, di bulan suci.” Kata Aa Gym.
Ketiga, narasi Republika membangun sebuah informasi yang
bersumber dari ketua MPR tentang tanggapanya atas kerusuhan yang
terjadi, berikut narasi terkait:
“Situasi panas, Zulifli juga meminta pemerintah meredam
perkembangan situasi dengan cara-cara damai dan
mengedepankan dialog….”
Keempat, adanya narasi Republika bersumber dari Tuan Guru
Bajang (TGB) tentang adanya aksi kerusuhan yang mengakibatkan
adanya korban jiwa di peristiwa kerusuhan ini, adapun potongan kutipan
langsungnya sebagaimana berikut:
“Terbukti pada dini hari bukan bagian dari aksi damai. Ada aksi
liar provokator yang memancing keributan dan itu menimbulkan
korban. Kita jauhi hal seperti itu….” Kata TGB.
Pada paragraf yang lain Republika juga menarasikan harapan dari
Aa Gym, berikut narasinya:
“Kemudian, untuk tokoh-tokoh masyarakat ia berharap mereka
bisa sepakat meredam ketegangan sebelum menelan korban jiwa
lebih banyak lagi….”
97
Pada paragraf yang lain republika juga menariskan gagasa berupa ajakan
untuk tidak melakukan tindak anarkisme, oleh TGB:
“Ia mengajak massa pendukungnya tidak melakukan tindak
anarkis.”
Selain dengan narasi-narasi Republika juga dalam pemberitaan ini
menampilkan gambar-gambar yang berkaitan dengan peristiwa
kerusuhan tersebut, adanya gambar-gambar tesebut, jurnalis republika
memberikan keterangan-keterangan yang menarasikan situasi dalam
Gambar berikut diantaranya. Pertama, keterangan gambar dengan narasi
Republika berikut:
“Massa pengunjuk rasa mencoba menghindari dari tembakan gas
air mata saat terjadi bentrokan antara polisi dengan massa di
kawasan Tanah Abang. Jakarta Pusat, Rabu (22/5) dini hari.”
Kedua, keterangan gambar dengan narasi Republika berikut:
“Sejumlah Anggota TNI melaksanakan Shalat ashar disela
mengamankan kerusuhan di kawasan MH Thamrin. Jakarta, Rabu
(22/5).”
Ketiga, keterangan gambar dengan narasi Republika berikut:
“Pemakaman korban kerusuhan Tanah Abang, WIdodo R
Ramadhan yang tewas tertembak di bagian leher, di pemakaman
Karet Bivak, Jakarta Pusat, Rabu (22/5).”
Keempat, keterangan gambar dengan narasi Republika berikut:
“Pusat pertokoan Tanah Abang tutup sebagai dampak dari aksi
unjuk rasa di depan gedung Bawaslu, Jakarta, Rabu (22/5).”
Kelima, keterangan gambar dengan narasi Republika berikut:
“Beberapa petugas Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta
membersihkan bangkai mobil yang terakar di depan aasrama
Brimob, Pertamburan, Jakarta, Rabu (22/5).”
Pemberitaan yang dinarasikan dengan dominasi pencantuman
gambar-gambar situasi aksi massa dan kawasan situasi aksi massa juga
dampak dari peristiwa tersebut. Republika dalam Pemilihan kutipan
98
langsung yang diterbitkan dalam narasi Republika, dan penggunaan
pilihan kata dalam narasi sebagai berikut;
“Situasi panas di Ibu Kota”,
“Pemakaman korban kerusuhan…”
“Massa pengunjuk rasa mencoba mengindari dari tembakan
gas air mata…”
“Pusat Pertokoan Tanah Abang Tutup sebagai dampak dari aksi
unjuk rasa…”
Maka menunjukkan bahwa aksi massa tersebut menimbulkan konflik
dan dalam satu kutipan yang bersumber dari TGB bahwa kerusuhan
tersebut memakan korban jiwa, maka isu yang mditonjolkan Republika
ialah anarkisme terjadi pada peristiwa tersebut.
2. Diagnose Cause
Penekanan masalah pada peristiwa tersebut yang Republika
tampilkan pada narasi beritanya ialah, adanya penyebab utama masalah
kerusuhan yang terjadi di Jakarta karena adanya pihak provokator,
berikut narasi terkait:
“Aa Gym juga berpesan masyarakat jangan terprovokasi informasi
yang belum tentu kebenaranya ‘Jangan pernah terprovokasi dari
orang-orang yang tidak bertanggung jawab, yang menginginkan
negeri ini hancur-hancuran” kata Aa Gym berpesan.
Selanjutnya narasi yang terkait adanya provokator berikut
Republika mengutip langsung dari Tuan Guru Bajang:
“Terbukti pada dini hari bukan bagian dari aksi damai. Ada aksi
liar provokator yang memancing keributan dan itu menimbulkan
korban jiwa. Kita jauhi hal seperti itu. Kita minta penegak hukum
untuk menindak tegas provokator.” kata TGB.
Berikutnya narsi Republika pada paragraf yang lain tentang tokoh-
tokoh yang berperan dalam pemberitaan ini untuk mengupayakan
masyarakat tetap damai sebagaimana dalam potongan narasi berikut:
99
“Meskipun berada di Bandung, Jawa Barat, Aa Gym tak bisa
tinggal diam melihat kericuhan terkait pemilihan presiden (pilpres)
2019. Ia meminta kepada seluruh pihak menghentikan tindakan
yang bisa memecah belah bangsa.”
Pada paragraf yang lain Republika kembali menarasikan gagasan dari
TGB:
“Menurut dia, Provokator ingin menodai hak kedaimaian pada
bulan ramdhan dengan menimbulkan kerusuhan…”
Selanjutnya tokoh lain ynag dimunculkan dalam pemberitaan
tersebut ialah Ketua MPR Zulkifli Hasan, dalam narasi Republika
terkait tokoh publik sebagaimana tersebut:
“….Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan
meminta masyarakat kembali melakukan konsolidasi setelah sempat
terpolarisasi oleh pilpres 2019…..”
Maka sumber masalah utama pada peristiwa tersebut Republika
menarasikan adanya provokator yang menyebabkan kerusuhan yang
terjadi di Jakarta. Selain Provokator tokoh-tokoh publik seperti Aa Gym,
Zulkifli Hasan, dan Tuan Guru Bajang, juga menjadi aktor utama
diterbitkannya narasi pemberitaan tersebut.
3. Make Moral Judgment
Nilai moral yang dibangun dalam narasi Republika ialah upaya
untuk saling memngingatkan yang diutarakan oleh sumber Tokoh-
tokoh publik. Hal ini guna mempertahankan kesatuan dan persatuan
bangsa. Hal ini dapat dibuktikan dengan narasi berikut:
“Kewajiban moral untuk menyelamatkan bangsa juga diucapkan
mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Tuan Guru Bajang
(TGB) Zainul Madji.”
Pada paragraf yang lain juga menarasikan hal yang sama bersumber dari
ketua MPR, berikut narasi dengan kutipan langsungnya:
100
“Indonesia menang kalau mampu menjahit merah putih kembali,
yang menang siapa? Menang kalau kita bisa menjahit kembali
persatuan….” Ujar Zulkifli.
Secara garis besar narasi Republika membangun nilai moral melalui
harapan, ajakan dan gagasan tokoh-tokoh publik untuk meredam
kerusuhan dan saling menjaga persatuan bangsa.
4. Treatment Recommendation
Adapun penyelesaian masalah yang dinarasikan Republika salah
satunya ialah, dialog, silaturahmi, dan penyelesaian yang sesuai koridor
konstitusional adapun narasi-narasi terkait sebagai berikut,
Pendapat Aa Gym mengenai penyelesaian dari peristiwa tersebut
debagaimana dinarasikan Republika dalam bentuk kutipan langsung
berikut:
“Saudaraku, kita selesaikan bersama. Insya Allah dengan cara-
cara yang benar, dalam koridor benar, Konstitusional,” Kata Aa
Gym.
Selanjutnya Republika menarasikan gagasan penyelesaian masalah
yang bersumber dari Tokoh publik ketua MPR, sebagaimana dalam
narasi berikut:
“Zulkifli juga meminta pemerintah meredam perkembangan situasi
dengan cara-cara damai dan mengedepankan dialog. Menurut dia,
silaturahim merupakan kunci bagi permasalahan bangsa saat ini.”
Pada paragraf yang lain Republika menarasikan gagasan TGB
mengenai penyelesaian peristiwa tersebut:
“Setiap elit pasangan calon harus menyerukan perdamaian….”
Juga pada paragraf lain menyarankan penyelesaian bagi aktor utama
penyebab masalah kerusuhan:
“….Kita minta penegak hukum untuk menindak tegas provokator.”
101
Hasil analisis penelitian, Republika berusaha mengframig
pemberitaan secara positif dengan menghadirkan tokoh-tokoh pemuka
agama dengan informasi yang disampaikan berupa himbauan dan ajakan
agar tidak melakukan tindak kerusuhan, kekerasan. Alasan tersebut
dinarasikan secara jelas bahwa kekerasan untuk tidak dilakukan
terutama pada bulan Ramadhan yang dianggap bahwa suatu kesalahan
dan sikap tidak etis apabila kerusuhan yang berdampak merusak
persatuan dan kesatuan bangsa ini dilakukan pada bulan khusus bagi
umat islam. Framing pemberitaan ini dibungkus berdasarkan
kepentingan agama. Meskipun fakta yang disampaikan ialah kaitanya
dengan Persatuan dan Kesatuan Bangsa.
3.1.17 Analisis Artikel 17
Tabel.3.17 Analisis pembingkaian artikel berita “Usut Tuntas
Kericuhan” (Republika, 24 Mei 2019)
Indikator Pengamatan Hasil pengamatan
Difine Problems -Kerusuhan 21-22 Mei 2019
-8 korban jiwa
-Anarkisme
Diagnose Cause -737 Korban luka-luka
-442 perusuh ditangkap
Make Moral Judgment -tindakan merusak juga disebut merusak
sendi-sendi kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Treatment Recommendation -3 orang ditangkap
-Penangkapan Provokator oleh polri
102
Analisis Penelitian:
1. Difine Problems
Republika kembali meberitakan tentang kerusuhan yang terjadi di
Jakarta, dalam narasinya menginformasikan bahwa Mabes Polri
membentuk tim investigasi khusus guna menghadapi kerusuhan yang
terjadi. Adapun kerusuhan tersebut telah memakan korban jiwa, dan
adanya penangkapan tersangka provokator kerusuhan yang terjadi.
Sejauh pengamatan peneliti, narasi- narasi yang dibangun oleh
Republika menonjolkan isu anarkisme yang terjadi. Hal ini dapat
dibuktikan melalui narasi-narasi berikut:
Pertama, “Jakarta-Kerusuhan yang terjadi pada sejumlah lokasi di
Jakarta sejak selasa (21/5) hingga kamis (23/5) mengakibatkan
delapan korban jiwa meninggal dan ratusan korban lainnya luka-
luka…..”
Kedua, “Muhammadiyah mengecam kerusuhan yang terjadi pada
21-22 Mei 2019 di Jakarta. Tragedi ini harus di usut dan
diselesaikan tuntas melalui jalur hukum yang berlaku.”
Ketiga, “…. Muhammadiyah melihat kericuhan tersebut menodai
demokrasi Indonesia yang dilandasi jiwa hikmah kebijaksanaan dan
permusyawaratan.”
Keempat, “….PBNU menyatakan mendukung aparat keamanan
menindak tegas para perusuh dan pembuat onar demi menjaga
ketentraman dan ketenangan bulan Ramadhan.”
Kelima, “Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan
mengatakan, delapan orang meninggal akibat kerusuhan sejak
selasa (21/5) hingga kamis (23/5)….”
Keenam, “…..Ia menekankan, oknum yang terlibat dengan kejadian
itu harus dibuat jelas.” Sumber Sekertari Umum PP
Muhammadiyah.
Ketujuh, “….Pada Kamis (23/5), sejumlah toko dan restoran
dirusak massa serta satu pos polisi dibakar.”
Diksi-diksi yang ditulis dalam narasi Republika menggambarkan
bagaimana kerusuhan terjadi secara anarkis. Selain itu narasi yang
dibangun juga terlihat sangat menyudutkan pelaku kerusuhan.
103
2. Diagnose Cause
Penyebab utama dari permasalahan pada peristiwa kerusuhan ini,
Republika menarasikan adanya, korban jiwa, korban luka, dan
penangkapan sejumlah tersangka pelaku kerusuhan. Adapun narasi
publikasi yang dibangun oleh Republika sebagai berikut:
“…. Delapan orang meninggal akibat kerusuhan sejak selasa (21/5)
hingga kamis (23/5). Diantaranya adalah Farhan Syafero (31tahun)
asal Depo. M Reyhan Fajari (16) asal Pertamburan. Abdul Ajiz (27)
asal Pandeglang. Bachtiar ALamsyah asal Tangerang, Adam
Nooryan (19) asal Tambora, dan Widianto Rizky Ramadan (17) asal
Slipi. Satu korban lainya belum diketauhi identitasnya, sedangkan
satu lagi bernama Sandro (31) belum diketahui asalnya.”
Pada paragraf yang lain republika mempublikasi jumlah korban luka-
luka, berikut narasinya:
“Anies juga menyebutkan, jumlah koraban luka-luka dalam
kerusuhan mencapai 737 orang.”
Disusul dengan penjelasanan dari Gubernur DKI tersebut mengenai
penanganan korban, sebagaimana dalam narasi kutipan langsung
berikut:
“Sebanyak 737 korban kini mendapatkan penanganan kesehatan di
berbagai rumah sakit diwilayah Jakarta dengan beragam
diagnosis.” Ujar Anies. Dari jumlah itu 79 orang terluka berat.
Berikut dilain paragraf narasi Republika menjelaskan tentang
perusuh yang ditangkap:
“Sebanyak 442 perusuh ditangkap terkait kerusuhan tiga hari
belakangan. Sebagian ditangkap, menurut pihak kepolisian
merupakan massa bayaran yang bergerak dengan agenda membuat
kekacauan.”
Pada narasi selanjutnya kepolisian adan kelompok gerakan lain yang
terkait, berikut narasi Republika:
“Sementara itu, pada Kamis (23/5). Tiga orang ditangkap karena
membawa senjata api. Kepolisian menyatakan tiga orang ini
104
berkaitan dengan kelompok Gerakan Reformis Islam (Garis)
pimpinan Abu Bakar Baasyir.”
Narasi Republika sangat menekankan pada penyebab utama
peristiwa kerusuhan tersebut yaitu adanya kelompok berbayar yang
telah memiliki agenda membuat kekacauan. Adapun siapa pembayarnya
tidak ada dalam narasi. Selain ada kelompok berbayar tiga orang yang
ditangkap karena memiliki senjata api tersebut juga dinarasikan sebagai
kelompok Garis dalam pernyataan pihak kepolisian.
3. Make Moral Judgment
Nilai moral dalam peristiwa tersebut menurut narasi Republika
sebagaimana bersumber dari PP Muhammadiyah, bahwa kerusuhan,
perusakan ialah bentuk menodai bangsa, berikut narasi terkait:
“Setiap tindakan kerusuhan dengan merusak, itu juga disebut
merusak sendi-sendi kehidupanb bernergara dan berbangsa.”
Secara Implisit dalam hemat peneliti, narasi yang dibangun Republika,
berharap masyarakat untuk menegakkan nilai moral dimaa setiap
individu tentunya memiliki kewajiban asas bermoral. Dalam hal ini
dengan tidak melakukan tindak kerusuhan, perusakan yang berdampak
bagi keberlangsungan bangsa.
4. Treatment Recommendation
Penenkanan masalah pada peristiwa kerusuhan tersebut didalam
narasi Republika diantaranya, penyelesaian kasus dengan tegas, sesuai
koridor hukum , juga adanya penangkapan-penangkapan pelaku
kerusuhan, provokator kerusuhan dan adanya konfirmasi pihak
kepolisian terhadap publik mengenai isu penyebab salah satu tewasnya
korban jiwa. Adapun narasi-narasi terkait dengan penekanan solusi dari
peristiwa tersebut sebagaimana berikut;
105
Bersumber dari gagasan penyelesaian masalah dari Ketua PBNU,
“Ketua PBNU Robikin Emhas juga menghimbau kepada aparat
kepolisian dan aparat negara lainya untuk bertindak dalam koridor
hukum dan perundang-undangan dalam menjaga keamanan dan
ketertiban”
Penyelsaian masalah berdasarkan pernyataan pihak Kepolisian
mengenai penanganan bagi pelaku kerusuhan,
“….perusuh ditangkap terkait kerusuhan tiga hari belakangan….”
Upaya mengusut pelaku dari jatuhnya korban jiwa Kepolisian
membentuk Tim khusus:
“Kadiv Humas Polri Irjen M Iqbal menyatakan, pihak Polri
membentuk tim untuk mengusut kerusuhan. Tim ini dibentuk karena
jatuhnya korban jiwa dan luka dari pihak massa ataupun dari
kepolisian”
Penjelasan dari Kepolisian berdasarkan isu yang beredar mengenai
salah satu korban meninggal:
“….Mengenai penyebab tewasnya salah satu korban yang diduga
karena peluru tajam, Iqbal menegaskan. Personel Polri tidak
dibekali peluru tajam.”
Dari hasil analisis peneliti Republika mengframing pemberitaan
tersebut kedalam aksi anarkisme yang terjadi pada aksi massa 22 Mei
2019 namun dalam narasinya terkesan sangat memojokkan pelaku
kerusuhan, kesan lain yang ditampilkan ialah keberpihakan media
terhadap kepolisian dari narasi yang telah dibangun. Misalnya
prosentase pemberitaan narasi sangat didominasi denga pihak
kepolisian dan rangkuman “Mabes Polri membentuk tim investigasi
kerusuhan” yang ditulis secara bold sebagai intisari pemberitaan.
106
3.1.18 Analisis Artikel 18
Tabel.3.18 Analisis pembingkaian artikel berita “Gugatan
Diajukan Jum’at” (Republika, 24 Mei 2019)
Indikator Pengamatan Hasil pengamatan
Difine Problems -Gugatan Sengketa pemilu
Diagnose Cause -Penanganan PHPU
Make Moral Judgment -Independensi MK
Treatment
Recommendation
-MK menjamin tepat waktu
-KPU menyiapkan Tim pengacara
Analisis Penelitian:
1. Difine Problems
Peristiwa pengajuan gugatan pemilu 2019 yang dilakukan oleh salah
satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Kepada
Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam framing narasi pemberitaan yang
dibangun oleh Republika berdasarkan realitas yang terjadi adanya
pengakuan dari pihak penggugat. Hal ini dapat dibuktikan dengan
narasi-narsi berikut;
“Jakarta-Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 02 Sandiaga
Salahuddin Uno memastikan gugatan sengketa pemilu ke
Mahkamah Konstitusi (MK) akan disampaikan Jumat (24/5)”
Pada paragraf selanjutnya narasi Republika menginformasikan
adanya alasan gugatan sengketa pemilu yang diajukan ke MK, berikut
narasinya:
“Sandiaga menuturkan, gugatan sengketa pemilu ke MK merupakan
bentuk komintmen Prabowo-Sandiaga dalam menempuh jalur
konstitusional.”
Hanya saja dalam artikel berita ini materi dalam gugatan tidak
dipublikasi oleh pihak penggugat, berikut narasi Republika,
107
“Selain itu, Sandiaga juga enggan mengungkapkan terkait materi
gugatan apa yang akan disampaikan ke MK besok.”
Berangkat dari pernyataan diatas maka munculah sebuah peristiwa
dimaknasi sebagai masalah baru dimana ketidak terbukaanya materi
gugatan dan ketidak pastian dari pihak penggungat, Republika
menarasikan keterlibatan media terkesan menggantung atas informasi
tersebut, berikut narasi terkait:
“Ia juga belum memastikan apakah media dan Prabowo juga akan
ikut hadir ke MK besok. Ia meminta Awak media untuk menunggu
perkembangan terbaru besok.”
Peletakan narasi yang dibangun Republika berikut terkesan
mendialogkan antara pihak penggugat dengan MK, sebab setelah
paragraf diatas yang secara garis besar waktu, materi gugatan belum
jelas tepatnya kapan dan persoalan apa yang akan diajukan. Maka
jurnalis menarasikan adanya reaksi dari MK dengan narasi berikut:
“MK sendiri mengingatkan, pendaftaran gugatan sengketa hasil
pemilu (PHPU) untuk pemilihan presiden adalah Jumat (24/5)
pukul 24.00 WIB.”
Maka dengan ini pokok permasalahan dalam pemberitaan tersebut
ialah adanya gugatan sengketa pemilu, tentunya hal ini tidak terlepas
dari isu kecurangan dalam pemilu 2019. Hanya saja peristiwa ini
dimaknai sebagai masalah baru ketika materi gugatan yang akan
diajukan tidak dibuka kepublik jaga ketidak pastian waktu yang
mengharuskan jurnalis menunggu perkembangan mereka. Seolah-olah
dari narasi narasi yang dibangun Republika tersebut menunjukkan kesan
tidak terbukanya kepada bulik dari pihak penggugat
2. Diagnose Cause
Perkiraan penyebab masalah pada peristiwa yang dinarasikan oleh
Republika ini terkait gugatan sengketa pemilu 2019 tentu adanya pihak
yang merasa tidak sepakat dengan hasil pemilu 2019 sehingga
108
mengajukan gugatan ke MK. Adapun hal tersebut dapat dibuktikan
secara implisit pada narasi-narsi berikut,
Pertama, “MK memastikan akan menerima seluruh bukti perkara
PHPU.”
Penggunaan Diksi ‘Perkara’ ini tentunya bermakna adanya
permasalahan dari pemilu 2019.
Kedua, berasal dari kutipan langsung pihak MK “kita lihat saja
nanti bukti apapun yang diajukan, kami akan menerima dan kami
akan memriksa semua bukti yang ada satu persatu akan
diteliti.”Ujar anwara kepada jurnalis di gedung MK.
Ada hal yang ditutupi dari pihak penggugat terhadap publik namun
upaya membangun narasi oleh wartwan ini yang bersumber dari pihak
MK, tentu masalah utama dari peristiwa tersebut adanya permasalahan
dalam menyikapi hasil pemilu 2019 dari pihak penggugat.
3. Make Moral Judgment
Nilai moral yang ditawarkan dalam narasi Republika ini ialah
jaminan independensi MK dalam menangani kasus sengketa pemilu
tersebut, hal ini dinarasikan sebagaimana berikut:
“MK juga menjamin independensi para hakim konstitusi yang akan
menangani perkara sengketa PHPU Anwar menegaskan, para
hakim mahkamah tetap independen meski ada yang mencoba-coba
menguji independensi para hakim. Dia menegaskan, bisa tetap
menjaga profesionalisme.”
Narasi diatas dibangun oleh jurnalis untuk meyakinkan publik
bahwa MK tetap akan bersikap professional berdasarkan penjelasan
pihak MK, adapun penguat dari narasi yang dibangun berikut narasi
kutipan langsung yang bersumber dari pihak MK:
“Yang jelas independensi itu dijamin 100 persen. Dari 9 hakim
tersebut semuanya independensinya bisa dijamin. Sekali lagi,
meskipun ada ya yang mencoba insyaAllah, kami tidak terganggu.”
109
Dari kalimat demi kalimat diatas tentunya ada pihak yang meragukan
independensi MK, tetapi narasi yang dibangun ini berusaha
menginformasikan MK bersikap professional dan hakim-hakim MK
independensinya terjamin. Tentunya upaya penegasan dari MK ini
menjadi nilai moral yang sangat penting bagi publik.
4. Treatment Recommendation
Jalan penyelesaian dari peristiwa tersebut yang ditekankan dalam
narasi Republika ialah MK menjamin tepat waktu penyelesaian PHPU
dalam waktu siding yang telah ditentukan dan KPU sebagai pihak
tergugat telah menyiapkan tim-timnya untuk menghadpi massa
persidangan gugatan sengketa pemilu 2019 di MK ini.
Adapun narasi-narasi pendukung terkait pernyataan diatas
sebagaimana berikut ini, dari pihak MK:
“…., persidangan sengketa PHPU akan disaksikan oleh masyarakat
melalui media ‘nanti rekan-rekan media semua bisa menyaksikan
persidangan mulai dari awal sampai akhir putusa dan itu disaksikan
secara terbuka.”
Selanjutnya narasi optimism MK yang dapat menyelesaikan
permasalahan terjadi sesuai jadwal, berikut narasinya:
“….. penanganan sengketa PHPU, Anwar menyatakan pihaknya
optimistis bisa menyelesaikan sesuai jadwal. Untuk sengketa PHPU
pilpres akan ditangani dalam waktu 14 hari. Semetara untuk PHPU
pileg, ditangani dalam waktu 30 hari.”
Sedangkan dari pihak KPU sudah mempersiapkan diri untuk
menghadapi persidangan tersebut, demikan narasi yang dibangun oleh
Republika:
“….Sekertaris Jendral (Sekjen) Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Arif Rahman Hakim mengatakan pihaknya sudah menyiapkan enam
tim pengacara untuk mengahadapi sengketa PHPU.”
110
Selanjutnya narasi Republika menginformasikan upaya-upaya lain
untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi sengketa pemilu 2019
oleh pihak KPU, berikut narasi yang berhasil dibangun,
“….KPU pun melakukan pemantauan pengajuan permohonan
sengketa PHPU di MK pada 22 Mei-27 Mei. KPU menggelar bedah
permohonan PHPU bersama tim pengacara yang telah disiapkan.”
Penggunaan diksi yang dipilih dalam narasi Republika terkesan ada
upaya penyampaian informasi positif dari pihak MK dan KPU.
Penggunaan diksi MK “optimistis”, dan “KPU pun melakukan
pemantaun”. Ini menunjukkan keberpihakan media terhadap dua
institusi tersebut. Meskipun demikian hasil analisis pengamatan peneliti
menyatakan artikel ini masih tergolong Peace Journalism, hal ini
dibuktikan dengan adanya penginformasian berdasarkan data, dan fakta
misalnya:
“Juru Bicara MK Fajar Laksono mengatakan, adanya perbedaan
waktu pengajuan permohonan sengketa PHPU pilpres dan pileg.
Perbedaan tersebut telah diatur dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun
2007”
Maka dengan data tersebut menunjukkan bahwa jurnalis Republika
dalam membangun narasi pemberitaan tidak hanya berdasarkan
argument pribadi, melaikan ada fakta yang dapat diukur kebenaranya.
Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa framing media
terhadap isu sangat diperpengaruhi oleh sudut pandang yang dilakukan
jurnalis media. Ada kebenaran yang tidak dapat diukur dalam narasi ini,
dan ada sikap media yang tidak seimbang oleh republika.
111
3.1.19 Analisis Artikel 19
Tabel.3.19 Analisis pembingkaian artikel berita “Detik-Detik
yang Menentukan” (Tempo, edisi 20-26 Mei 2019)
Indikator Pengamatan Hasil pengamatan
Difine Problems Penumpang gelap
Diagnose Cause Kelompok-kelompok Radikal
Make Moral Judgment Upaya menggagalkan kelompok yang
mengambil keuntungan di 22 Mei
Treatment Recommendation Melarang Mobilisasi Massa
Analisis Penelitian:
1. Difine Problems
Permasalah utama pada peristiwa yang dinarasikan Tempo ialah
tentang isu penembak jitu yang akan berlangsung pada terselenggaranya
aksi massa pada 22 Mei mendatang. Hal ini dapat dibuktikan dengan
narasi-narasi yang Tempo bangun sebagaimana berikut:
“Pemerintah mendeteksi ancaman dari kelompok ‘terlatih’ pada
hari ditetapkan hasil pemilihan umum.”
Namun hal tersebut dalam narasi Tempo tidak dapat dijelaskan secara
terbuka kepada publik, demikian narasi yang dibangun oleh Tempo
berikut:
“Kepala Staf Keprisidenan Moeldoko beberapa kali mengubah
posisi duduknya sebelum menjelaskan perkembangan situasi
menjelang hari penetapan hasil pemilihan umum 2019 pada Mei.”
Dalam hemat peneliti ada nada kegusaran, dari Moeldoko dalam
narasi Tempo terkait perkembangan situasi mendatang.Hal ini juga
senada dengan kelanjutan narasi berikut:
“Belum tuntas mengutarakan maksudnya, ia meminta permisi ke
jamban, lalu kembali dan meneruskan cerita dengan hati-hati. ‘Saya
112
ingin mengatakan ke publik namun tidak bisa vulgar.” Ujar
Moeldoko.
Dari potongan narasi diatas ada sikap kehati-hatian. Meskipun
bermaksud terbuka kepada publik, hal ini dapat disinambungkan dengan
narasi Tempo berikut dimana Moeldoko berusaha menginformasikan
adanya kemungkinan pada situasi mendatang namun tidak dijelaskan
secara rinci atau ada batasanya:
“….mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia itu mengatakan
pemerintah mendeteksi kemungkinan adanya satu kelompok yang
mengambil keuntungan 22 Mei.”
Meskipun demikian tidak dapat mempublikasi informasi secara
terbuka total tetapi Moeldoko terus memberi petunjuk, berikut narasi
kutipan langsung darinya:
“Kelompok tertentu yang terlatih.” Ia memberikan petunjuk.
Selanjutnya menyikapi isu yang beredar adanya penembak Jitu yang aka
nada di 22 Mei, narasi Tempo menjelaskan demikian:
“Moeldoko juga menerima Informasi ada pihak yang menyebarkan
isu bahwa penembak jitu disebarkan pemerintah pada hari itu. Ia
menegarai kabar itu sengaja diembuskan pihak tertentu untuk
menciptakan situasi tak kondusif.”
Dilain paragraf Tempo menarasikan hal yang sama mengenai adanya
kelompok yang akan menggunakan keuntungan pada aksi 22 Mei
mendatang, berikut narasi terkait:
“Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto
mencium indikasi serupa. Mantan Panglima Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia itu menyebut ada ‘penumpang gelap’ yang
mencoba mengambil keuntungan bila jadi kekacauan….”
Selanjutnya Wiranto menghimbau untuk waspada, berikut narasi
kutipan langsung terkait:
“Waspadai unsur penumpang gelap yang akan mendominasi
langkah berikutnya dan kendalikan republic ini.” Ujar Wiranto pada
Jumat, 17 Mei lalu.
113
Jurnalis dalam menarasikan sebuah informasi pada artikel berita
tersebut membangun sisi publikasi dari isu yang beredar dimasyarakat
adanya penembak jitu yang akan ada di aksi massa 22 Mei. Adapun istu
tersebut secara terkonfirmasi lebih ditekankan pada kelompok yang
akan mengambil kesempatan pada aksi massa tersebut, hal itu yang
kemudian disebut ‘Penumpang Gelap’ oleh Wiranto, tentunya indikasi
ini akan mengarah kepada kemungkinan kerusuhan yang akan terjadi
pada 22 Mei.
2. Diagnose Cause
Pokok permasalahan pada peristiwa yang dinarasikan Tempo ialah
adanya kelompok-kelompok radikal yang terindikasi akan menjadi
penumpang gelap yang memanfaatkan kesempatan aksi 22 Mei, adapun
narasi-narasi yang dibangun Tempo sebagaimana berikut:
“Salah satu kelompok yang ditengarai bakal membuat kekacauan
adalah jaringan Jamaah Ansharud Daulah, yang berbaiat ke
kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS/IS).”
Hal ini tidak terlepas dari alasan indikasi kepolisian karena ada
keterangan sebagaimana dalam temuan Densus 88. Berikut narasi
terkait:
“Dalam beberapa hari akhir, Detasemen Khusus 88 Antiteror
menggulung 29 terduga teroris di sejumlah wilayah. Menurut polisi,
mereka berencana akan melaksanakan ‘amaliah’ pada 22 Mei.”
Pada paragraf yang lain Tempo menarasikan tentang penjelasan
rencana dugaan aksi teror dari kelompok JAD, dengan isu radikalisme
agama tersebut. Berikut narasinya:
“Dede Yusuf alias Jundi alias Bondan, yang ditangkap di Jepara,
Jawa Tengah, pada Selasa, 14 Mei, meracik bom lain. Ia
mengatakan rekapitulasi suara tingkat nasional pada 22 Mei adalah
bagian dari demokrasi yang tak sesuai dengan Syariat Islam”
114
Selain itu, dalam kutipan langsung yang dinarasikan Tempo, Dede
Yusuf berujar sebagaimana demikian,
“Pesta demokrasi menurut keyakinan saya adalah syirik akbar yang
membatalkan keislaman.”
Selanjutnya, narasi Tempo mengatakan selain ada teorisme juga aka
nada pergerakan massa menurut indikasi kepolisian, berikut narasinya:
“Di luar terorisme, polisi mendeteksi ada massa yang bakal
bergerak pada 22 Mei. Salah satunya simpatisan Hizbut Tahrir
Indonesia, organisasi yang telah dinyatakan terlarang…..”
Dalam narasi yang dibangun tersebut juga menjelaskan adanya
persiapan dari HTI yang sudah menyiapkan logistik dan kebutuhan
maretial untuk ke Ibu Kota.
“Salah seorang pejabat pemerintahan mengatakan kelompok ini
telah menyiapkan logistik demonstrasi, seperti sepanduk.”
Pada paragraf selanjutnya Tempo menarasikan adanya bantahan dari
juru bicara HTI terkait bahwa kelompoknya akan turun ke jalan pada 22
Mei. Berikut narasi terkait:
“Bila ada simpatisan HTI yang turut berunnjuk rasa, hal itu
merupakan ‘bagian dari umat yang melawan kecurangan
terstruktur, sistematis, dan massif’. Maka, kata dia, ‘kemungkaran
harus dilawan’.”
Disisi lain kelompok JAD, simpatisan HTI yang akan turut serta dalam
aksi 22 Mei dalam narasi Tempo ialah adanya kelompok FPI, berikut
narasi yang dibangun Tempo:
“Kelompok lain yang berniat mengikuti aksi pada 22 Mei adalah
Front Pembela Islam dan Persaudaraan Alumni 212. Mereka akan
menyelenggarakan gerakan ‘ifthor Akbar 212’ di depan kantor KPU
pada 21-22 Mei.”
Adapun narasi Tempo selanjutnya menjelaskan tujuan gerakan tersebut
dalam aksinya:
115
“Tujuan unjuk rasa yang dilanjutkan buka puasa bersama itu
adalah menuntut KPU menghentikan penghitungan dan
mendiskualifikasi pasangan nomor urut 01.”
Sehingga dalam narasi-narasi Tempo ini menunjukkan bahwa
adanya kelompok-kelompok yang akan ikut serta dalam aksi 22 Mei
namun juga ditunggangi isu bernada radikalisme agama, dengan bukti
mengaitkan agama dengan demokrasi, dan jastifikasi kelompok
terhadap keputusan KPU menurut keyakinan agama yang mereka anut.
3. Make Moral Judgment
Nilai moral yang ada dalam pemberitaan Tempo ialah adanya
pembatasan keterbukaan narasumber terhadap publik demi menjaga
keamanan bersama, berikut narasi terkait,
“….Ditanya siapa kelompok yang dimaksud, Moeldoko mengaku
tak bisa memebeberkannya karena alasan keamanan.”
Hal ini tentunya dilakukan dengan berbagai alasan, jika dalam narasi
Tempo itu beralasan karena keamanan. Namun nilai moral yang dapat
diambil, meskipun terbuka terhadap publik ada informasi-informasi
yang memiliki batasan publikasi dengan pertimbangan jangka panjang.
“Salah seorang pejabat pemerintahan mengatakan kelompok ini
telah menyiapkan logistik demokrasi.”
Narasi jurnalis terlihat mengupayakan tidak terbuka siapa pejabat
pemerintahan tersebut, barangkali guna menjaga keamanan narasumber.
Ini penting dilakukan sebagai media yang menjaga nilai moral.
Meskipun publik terkadang merasa tidak cukup apabila media tidak
gamblang dalam menginformasikan, baik identitas narasumber,
maupunpersoalan.
116
4. Treatment Recommendation
Penekanan penyelesaian masalah pada peristiwa tersebut, narasi
Tempo menginformasikan adanya larangan yang diberikan oleh
Wiranto kepada masyarakat Indonesia demi tidak tejadinya konflik
sosial oleh massa, berikut narasi terkait:
“Wiranto juga melarang mobilisasi massa ke Jakarta. Ia
mengatakan upaya membendung warga dari daerah masuk ke Ibu
Kota dilakukan untuk mencegah terjadinya konflik sosial akibat
massa pendukung calon presiden menumpuk di Jakarta.”
Hasil analisis peneliti, Tempo menarasikan prediksi adanya penumpang
gelap yang akan menunggangi aksi massa 22 Mei 2019 ini kedalam
framing isu yang dibungkus dengan radikalisme agama.
3.1.20 Analisis Artikel 20
Tabel.3.20 Analisis pembingkaian artikel berita “Ada Kelompok
Terlatih Membonceng Unjuk Rasa” (Tempo, edisi 20-26 Mei 2019)
Indikator Pengamatan Hasil pengamatan
Difine Problems Kelompok Terlatih
Diagnose Cause Isu Teror
Make Moral Judgment Kelompok megambil kesempatan di 22
Mei
Treatment Recommendation Membangun komunikasi dengan
Prabowo
Analisis Penelitian:
1. Difine Problems
Permasalahan utama dalam pemberitaan ini yang dinarasikan oleh
Tempo ialah adanya kelompok terlatih yang nantinya akan
memanfaatkan unjuk rasa, sejak adanya penolakan hasil pemilu 2019
117
dari piak pasangan calon presiden Prabowo Subianto-dan Sandiaga uno.
Berikut narasi terkait:
“…..Polutikus Partai Berkarya yang juga mantan istri Prabowo,
Siti Hediati Haryadi alias Titiek Soeharto, misalnya, mengatakan
massa pro-Prabowo akan berunjuk rasa sejak sebelum hari
penetapan. Menurut Titiek, kubunya tak akan membawa hasil
penetapan tersebut ke Mahkamah Konstitusi, tapi menyuarakannya
di Jalan.”
Informasi pada narasi Tempo diatas cukup mengesankan indikasi
ancaman turun aksi kejalan, penyelsaian masalah melalui unjuk rasa
dijalan dengan adanya pernyataan tak akan membawa hasil penetapan
tersebut ke MK tapi menyuarakan di jalanan. Ini tentunya akan
berdampak bagi banyak pihak.
Selanjutnya, ada upaya siaga pemerintah untuk menghadapi potensi
gangguan keamanan, berikut narasi yang dibangun oleh Tempo sebagai
berikut:
“Pemerintah memerintahkan polisi dan Tentara Nasional Indonesia
bersiaga menjaga Ibu Kota. Kepa Staf Kepresidenan Moeldoko
mengatakan ada sejumlah potensi gangguan keamanan yang
diantisipasi pemerintah dan aparat keamanan.…”
Adapun pemerintah melalui Moeldoko, dalam narasi Tempo pihaknya
tidak merasa keberatan saat Tempo mengajukan pertanyaan tentang
bagaimana pemerintah menyikapi unjuk rasa 22 Mei, maka berikut
narasinya:
“Pada prinsipnya, kami tidak keberatan. Kita sudah sangat dewasa
betapa besar aski 212, (unjuk rasa 2 Desember 2016….) dan semua
berlangsung aman.”
2. Diagnose Cause
Sumber utama masalah pada pemberitaan tersebut ialah adanya
narasi Tempo yang dibangun setelah pengajuan pertanyataan Tempo
118
terkait potensi ancaman keamanan dalam unjuk rasa itu, berikut
narasinya:
“Ada kekhawatiran, sekelompok teroris akan meledakkan bom. Ada
keinginan dari mereka untuk menyempurnakan jihadnya apalagi di
bulan Ramadhan.…”
Selain itu dalam paragraf ini juga menarasikan adanya pihak kepolisian
yang sudah berusaha menangani kelompok itu mesikpun belum
dipastikan keterjaringanya, berikut narasinya,
“Memang banyak terduga teroris yang diringkus polisi meskipun
belum bisa dipastikan semua sudah terjaring. Yang jelas, polsisi
sudah berusaha mengamputasi kelompok itu.”
Nada narasi yang dibangun Tempo diatas ada kesan terburu-buru
dari pihak kepolisian namun hal itu ditutup dengan adanya alasan
berusaha mengamputasi kelompok tersebut. Upaya ini dilanjutkan guna
mengabulkan permintaan presiden semua yang berpotensi pemecahan
bangsa untuk dicegah, berikut narasi terkait:
“Beliau menyadari ada embrio perpecahan bangsa. Presiden
meminta semua itu dicegah, jangan sampai ada gejolak.
Masyarakat juga perlu paham situasi ini.”
3. Make Moral Judgment
Nilai moral yang dinarasikan oleh Tempo pada pemberitaan tersebut
adalah adanya kelompok tertentu yang akan memanfaatkan aksi 22 Mei
sehingga demontrasi itu akan berjalan tidak hanya untuk menolak hasil
pemilu, dimana hal itulah yang sebenarnya bagian utama dari 22 Mei.
Berikut narasi terkait:
“Kami melihat pengunjuk rasa belum memiliki niat buruk. Tapi
sudah ada indikasi ada kelompok tertentu yang terlatih dan ingin
mengambil kesempatan pada 22 Mei. Mereka membonceng aksi
unjuk rasa. Kami sudah mencoba menggalkan upaya kelompok ini.”
119
Narasi Tempo diatas secara implisit menjelaskan, adanya indikasi tahap
praduga oleh pemerintah namun langsung ada tindakan pencegahan
pada kelompok dalam kriteria tersebut oleh pemerintah. Tentu aka nada
pihak yang menilai ini baik, namun ada pihak yang akan menilai ini
buruk karena gegabah. Tetapi dalam narasi ini jurnalis lebih
menonjolkan ke arah yang didominasi menuai reaksi baik.
4. Treatment Recommendation
Adapun penekanan penyelesaian masalah dalam peristiwa tersebut,
narasi Tempo mengatakan adanya upaya membangun komunikasi dari
pihak pemerintah dengan pihak Prabowo, sebagaimana diketahui
Prabowo dengan timnya sebagai pihak yang akan melakukan aksi massa
karena menolak hasil pemilu 2019. Berikut narasi terkait langkah
pemerintah dalam menyikapi kasus tersebut:
“Yang menjadi prioritas teratas adalah membangun komunikasi
dengan Pak Prabowo. Sejak awal, inisiasi menjalin komunikasi itu
berasal dari Pak Jokowi. Kalau sudah ada kesamaan tentu konflik
bisa dihindari.”
Selain itu upaya menjalin komunikasi tersebut juga berdasarkan
keyakinan baik terhadap Prabowo, adapun hal itu dapat dilihat dalam
narasi Tempo berikut:
“Kami percaya bahwa beliau itu patriot sejati yang bersikap
layaknya kesatria. Yang mengkhawatirkan itu kalau ada kelompok
lain yang bergerak tanpa setahu Pak Prabowo, seperti saya
sebutkan tadi.”
Penekanan solusi dengan menjalin komunikasi ini guna harapan
tidak ada korban menurut narasi yang dibangun oleh Tempo, berikut
narasinya.:
“Kami tidak ingin ada korban. Kita perlu belajar dari massalalu.”
120
Pada narasi ini menjelaskan adanya korban pada peristiwa massalalu
yaitu penembakan pada mahasiwa unjuk rasa yang memakan korban
jiwa dan luka-luka pada tragedy Trisakti.
Dari hasil analisi penelitian artikel Tempo Framing terhadap aksi
teros yang dibungkus kedalam narasi yang bersifat positif kaitanya
dalam indikator treatment recommendation yang ditawarkan oleh
Tempo dalam narasinya sebagai solusi yang baik dalam narasi Tempo
untuk upaya pencegahan pencegahan konflik agar tidak ada korban
dalam unjuk rasa.
3.1.21 Analisis Artikel 21
Tabel.3.21 Analisis pembingkaian artikel berita “Satu Pemilu
Dua Sikap” (Tempo, edisi 20-26 Mei 2019)
Indikator
Pengamatan Hasil pengamatan
Difine Problems Prabowo Menolak Hasil Pemilu
Diagnose Cause -Dua Sikap Prabowo
Make Moral Judgment -Mulai ditinggal partai kolasi
Treatment
Recommendation
-Prabowo menolak Meragukan Kredibilitas
KPU
Analisis Penelitian:
1. Difine Problems
Narasi Tempo tentang peristiwa yang diberitakan, Tempo
menginformasikan adanya penolakan hasil pemilu oleh Prabowo,
adapun narasi yang dibangun terkesan sikap Prabowo yang mengarah
kepada pesan negative, berikut narasi-narasi terkait:
“Prabowo Subianto ngotot menolak hasil pemilihan presiden….”
121
Selanjutnya kesan ngotot yang dinarasikan Tempo dipertegas dengan
potongan narasi berikut:
“Menurut Arief, Prabowo saat itu menyatakan tetap tak akan
menerima hasil pemilu presiden yang memenangkan Joko Widodo-
Ma’ruf Amin.”
Upaya ngotot yang lain juga dinarasikan dalam paragraf berikut, jurnalis
menonjolkan kesan tidak patuh lembaga konstitusional hukum dari
Prabowo, namun justru Prabowo menggunakan cara lain untuk
mengusahakan kemauanya berikut narasinya:
“Prabowo, kata Arief, tak akan menggugat hasil pemilu ke
Mahkamah Konstitusi karena tak percaya terhadap keputusan
lembaga tersebut. Satu-satunya cara adalah dengan tekan massa’”
Selanjutnya dalam narasi Tempo Arief sang wakil ketua partai
Gerakan Indonesia Raya itu mengaku sudah melakukan komunikasi
dengan sejumlah buruh untuk mengupayakan kemauan ngotot Prabowo,
berikut narasinya:
“Arief mengaku sudah berbicara dengan sejumlah pengurus
organisasi buruh untuk ikut menggerakkan anggotanya dalam aksi
menolak penetapan pemilu yang akan diselenggarakan pada Rabu
pecan ini, 22 Mei.”
Dilain paragraf penekanan pada pernyataan penolakan hasil pemilu oleh
Prabowo juga terus dinarasikan Tempo sebagaimana berikut:
“Saat berpidato, Prabowo pun menyataan tak akan menerima hasil
pemilu. Saya menolak hasil penghitungan yang curang.” Ujarnya.
Selain akan turun kejalan, untuk menolak hasil pemilu yang dianggap
curang, dan adanya dugaan aparat yang tidak netral dari Sandiaga Uno
ini dalam narasi Tempo juga menarasikan adanya strategi lain yang
ditempuh kubu Prabowo-Sandi, adapun langkah itu ialah pengajuan hak
angket DPR , berikut narasi terkait:
“Strategi lain yang ditempu kubu Prabowo-Sandiaga adalah
menggulirkan hak angket kecuranga pemilu di Dewan Perwakilan
Rakyat.”
122
Maka dengan adanya narasi-narasi yang dibangun Tempo, kesan
ngotot Prabowo terus ditampakkan dengan cara-cara menginformasikan
kemauan Prabowo tentang langkah-langkah yang akan dilakukan untuk
berusaha keras menolak hasil pemilu 2019. Maka dalam hemat peneliti
Tempo menarasikan kesan negative dari Prabowo. Adapun hal ini
merupakan fakta yang telah dibangun Tempo dengan sumber yang
mereka dapatkan dari pihak Prabowo (Arief Poyuono, wakil ketua Partai
Gerakan Indonesia Raya).
2. Diagnose Cause
Pokok utama sumber permassalasahan dalam pemberitaan ini ialah
adanya dua sikap dari Prabowo mengenai keputusan yang ditetapkan
oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) terhadap hasil pemilu. Sekiranya
narasi Tempo menginformasikan dua sikap tersebut ialah pertama,
Prabowo akan menolak hasil pemilu dan meminta pemilu ulang bisa
terselengara. Kedua, Jika KPU memenangkan dirinya tidak akan
menggugat hasil pemilu ke Mahkamah. Artinya dua sikap Prabowo ini
dinarasikan tergantung bagaimana hasil pemenangan pemilu, jika
Prabowo menang akan mendukung KPU, jika Prabowo kalah akan
menggugat KPU. Adapun hal ini dapat dibuktikan dengan adanya narasi
Tempo berikut;
Pertama, narasi berkaitan dengan sikap menolak hasil pemilu oleh
Prabowo karena pemilu presiden memenangkan Jokow-Amin dalam
narasi berikut:
“Menurut Arief, Prabowo saat itu menyatakan tetap tak akan
menerima hasil pemilu presiden yang memenangkan Joko Widodo-
Ma’ruf Amin. Mantan Komandan Jendral Pasukan Khusus itu, kata
Arief berharap pemilu ulang bisa terselenggara. ‘sudah nangung,
kita harus melawan. Now or Never.” Ujar Arief menirukan ucapan
Prabowo.”
123
Kedua, Narasi tentang langkah Prabowo jika KPU memenangkan
dirinya maka Prabowo tidak akan menggugat KPU,
“Keduanya lantas membicarakan langkah selanjutnya jika Komisi
Pemilihan Umum tak memenangkan mereka. Prabowo, kata Arief,
tak akan menggugat hasil pemilu ke Mahkamah Konstitusi karena
tak percaya terhadap keputusan lembaga tersebut.”
Penggambaran sikap Prabowo ini dalam narasi Tempo dapat diartikan
sebagai bentuk reaksi terhadap hasil pemilu, sikapnya ditentukan oleh
hasil penetapan pemilihan umum. Cukup terkesan ironi dalam hemat
peneliti, jiwa Kesatria Prabowo yang banyak di narasikan dalam media,
justru melakukan tindakan tersebut, sebagaimana ia merupakan calon
wakil presiden. Selayaknya bersikap siap mendukung dan menerika
apapun hasil pemilu presiden yang ditetapkan oleh KPU.
3. Make Moral Judgment
Nilai moral yang upaya jurnalis membangun sebuah narasi adanya
isu partai pendukung prabowo yang mulai meninggalkan tim koalisi,
sebagai reaksi atas sikap Prabowo. Meskipun pada faktanya berdasarkan
keterangan-keterangan narasumber masih belum ada keputusan dari
masing-masing partai terduga yang mengundurkan diri dari Koalisi
Prabowo. Namun Tempo membangun narasi dengan isu ini cukup
menonjol. Berikut narasinya:
“Menurut Bara, saat ini di partainya sudah ada pembicaraan
mengenai arah politik PAN selanjutnya,”
Dilain pihak dalam narasi Tempo jurnalis membangun sebuah
informasi mengenai reaski dari Ketua Dewan Kehormatan PAN
mengenai isu partainya meninggalkan koalisi, berikut narsinya:
“Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais membantah kabar
bahwa partainya meninggalkan koalisi. ‘omong kosong’ ujarnya.”
124
Selanjutnya, Tempo kembali membangun narasi yang berkaitan
dengan partai-partai yang akan meninggalkan koalisi Prabowo, berikut
narasinya:
“Bukan hanya PAN yang memikirkan kemungkinan menyeberang ke
kubu Jokowi. Demokrat pun mulai berancang-ancang
meninggalkan Prabowo-Sandiaga.”
Jurnalis membangun isu mundurnya partai Demokrat ini
berdasarkan asumsi pribadi jurnalis berikut narasi terkait:
“….Setelah pencoblosan 17 April lalu, Ketua Umum Demokrat
Susilo Bambang Yudhoyono menarik kadernya yang ‘berdinas’ di
BPN Prabowo-Sandiaga.”
Faktanya menurut narasinya juga Bahwa Demokrat masih bergabung
dalam koalisi Prabowo-Sandiaga, berikut narasinya:
“Wakil Sekertaris Jendral Demokrat Renanda Bachtar mengatakan
partainya masih bergabung dalam koalisi pendukung Prabowo-
Sandiaga hingga penetapan pemilu. ‘Koalisi berakhir setelah
tanggal 22 Mei 2019.” Tuturnya.
4. Treatment Recommendation
Penenakan penyelesaian masalah pada peristiwa tersebut dalam
narasi Tempo adanya sikap Prabowo yang tidak akan menerima saran
Arief, untuk menolak hasil pemilu presiden juga legislatife Gerindra
yang diselenggarakan serentak oleh KPU yang mereka ragukan
kredibilitasnya. Hal tersebut diatas dapat dibuktikan dengan narasi
berikut:
“Tapi Prabowo menolak. ‘Nanti siapa yang mengawasi
pemerintah?” Ujar Arief, menirukan Prabowo.
Hasil analisis peneliti dalam pemberitaan yang dibangun oleh
Tempo pada kasus Sikap Prabowo ini, jurnalis Tempo teksesan
berlebihan pada asumsi pribadinya, sehingga narasi yang dibangun
125
memunculkan masalah dalam masalah berupa isu baru dalam
permasalahan peristiwa tersebut. Misalnya, dengan adanya isu yang
dibangun wartawn Tempo partai koalisi yang mulai meninggalkan
Prabowo-Sandi. Fakta Setelah dikonfirmasi kepada sumber lain ternyata
belum ada keputusan. Dalam kasus ini Tempo mengframing kecurangan
pemilu yang dianggap secara terstruktur, sistematis dan massif oleh
pasangan Prabowo-SandiUno kedalam teks-teks yang berkesan bahwa
Tempo kontra terhadap sikap-sikap Prabowo-SandiUno. Dengan
asumsi-asumsi dari sudut pandang jurnalis Tempo. Hingga pada ranah
kebenaran pemberitaan yang tidak dapat diuji kebenaranya. Ada
konstruksi pemberitaan secara berlebihan yang dilakukan oleh Tempo.
3.1.22 Analisis Artikel 22
Tabel.3.22 Analisis pembingkaian artikel berita “Klaim Minim
Bukti” (Tempo, edisi 20-26 Mei 2019)
Indikator Pengamatan Hasil pengamatan
Difine Problems Menuding Kecurangan TSM
Diagnose Cause Prabowo-Sandi, Klaim-Klaim
Kecurangan
Make Moral Judgment Minim Bukti
Treatment Recommendation Menyajikan Realitas
Analisis Penelitian:
1. Difine Problems
Definisi masalah yang terjadi ialah Prabowo-Sandi menuding
kecurangan yang tersruktur, sistematis, dan massif pada peristiwa
pemilu 2019 yang berhasil dinarasikan oleh Tempo. Adapun hal ini
dapat dibuktikan dengan narasi Tempo demikian:
126
“Pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno dan tim
pemenanganya menuding terjadi kecurangan yang terstruktur,
sistematis dan massif dalam pemilihan umum presiden. …”
Selanjutnya dalam sajian pemberitaan tersebut Tempo banyak
menyajikan tuduhan-tuduhan kecurangan yang dimaksudkan oleh
Prabowo-Sandi. Seperti misalnya Klaim Angka Kemenangan. Namun
menurut jurnalis Tempo dalam narasinya mengatakan bahwa Prabowo
masih menganggap dirinya sebagai pemennag dalam pemilu presiden.
Sementara itu menurut narasi Tempo klaim yang ditudingkan oleh
Prabowo sebagian minim bukti. Berikut bukti narasinya:
“Prabowo bahkan masih mengklaim menang. Sebagian tudingan
itu minim bukti.”
Sementara itu Tempo menarasikan adanya Klaim Angka
Kemenangan oleh Prabowo dengan perbandingan suara perolehan 62%
milik diirnya dan 54,24% milik tim lawan Prabowo. Hal ini berbanding
terbalik dengan keyakinan yang dibangun oleh Prabowo dalam
narasinya Tempo. Faktanya Tempo menuliskan sebuah data yang
bersumber dari Sistem Informasi Penghitungan Suara Pemilihan Umum
bahwa angka kemenangan 55,85% milik Jokowi –Ma’ruf dan angka
44,15% milik Prabowo-Sandiaga. Hal ini dinarasikan Tempo dari
jumlah 87,88 persen data suara yang masuk.
Sehingga dalam hal ini masalah utama pada peberitaan yang
berjudul Klaim minim bukti tersebut ialah adanya tudingan kecurangan
yang diajukan oleh Prabowo-Sandi dalam pemilu presiden menurut
Tempo, sebab Prabowo masih menggap dirinya menang dalam pemilu.
Ada fakta yang dibangun dalam realitas pemberitaan pada kasus ini.
127
2. Diagnose Cause
Adapun sumber masalah dalam peristiwa tersebut adalah adanya
klaim-klaim yang ditudingkan oleh pihak Prabowo-Sandiaga. Diantara
klaim yang ditudingkan oleh Prabowo atas kecurangan pemilu persiden
dalam narasi Tempo ialah; Klaim terhadap angka kemenangan, tudingan
terhadap kotak suara yang berbahan dari kardus, tudingan pada jumlah
data pemilih tetap, tudingan tentang penyebab meninggalnya petugas-
petugas PPS, tudingan atas tindakan tidak netral oleh aparatur sipil dan
aparat keamanan, tudingan adanya keberpihakan kepala daerah,
tudingan adanya politk uang, tudingan C1 bermasalah,dan tudingan
terhadap sistem penghitugan suara KPU.
Menurut narasi Tempo, tudingan-tudingan yang dilayangkan pihak
Prabowo-Sandiaga ialah klaim yang minim bukti, hal ini dapat
dibuktikan dengan narasi-narsi berikut:
Pertama, Daftar Pemilih Tetap, Prabowo mengaku mendengar ada
17,5 juta pemilih bermasalah dalam DPT. Di antaranya pemilih
ganda, invalid, dan bertanggal lahir sama.”
Adapun fakta yang dibangun oleh Tempo mengenai hal tersebut diatas
ialah dalam narasi berikut:
“KPU menyatakan banyak pemilih lupa tanggal lahirnya saat
didata dinas kependudukan dan pencatatan sipil. KPU menyebutkan
potensi data ganda sebanyak 775 ribu dari 192 juta pemilih.”
Kedua, “Aparat sipil dan keamanan tidak netral. Kubu Prabowo
menuding aparat sipil, polisi dan BUMN tidak netral.”
Selanjutnya dalam narasi Tempo menyatakan sikap Prabowo
sebelum pencoblosan pemilu presiden dilaksanakan, berikut narasi
terkait:
“Sepekan sebelum pencoblosan, Prabowo menyatakan percaya
kepada janji Kepala Kepolisian RI Jendral Tito Karnavian bahwa
Polisi netral.”
128
Ketiga, “Dukungan Kepala Daerah. Kubu Prabowo menuding
kepala daerah ikut memenangkan Joko Widodo-Ma’ruf Amin.”
Dalam narasi Tempo selanjutnya menyatakan bahwa kepala daerah
yang mendeklarasi memenangkan Jokowi-Ma’ruf, fakta di provinsinya
Jokowi hanya mendapatkan perolehan suara jauh lebih sedikit dari
Prabowo, berikut narasinya:
“Pada 9 April 2019, 12 Kepala daerah di Sumatra Barat
mendeklarasikan dukungan untuk Jokowi. Tapi suara Jokowi-
Ma’ruf di Provinsi itu tak sampai 15 persen.”
Keempat, “Petugas KPPS meninggal. Prabowo meminta tes visum
dan pemeriksaan medis trehadap ratusan petugas kelompok
penyelenggara pemungutan suara yang meninggal.”
Kemudian dalam narasi Tempo menyatakan data penyebab
meninggalnya petugas KPPS yang bersumber dari Kemenkes berikut:
“Kementrian Kesehatan menyatakan, dari 527 petugas KPPS yang
meninggal sebagian besar karena serangan jantung, stroke, asma
dan tuberculosis.”
Kelima, “Kotak suara kardus, kubu Prabowo-Sandiaga menuding
kotak suara berbahan kardus mudah rusak dan gampang dibuka.”
Sementara itu dalam narasi Tempo menyatakan tentang alasan kotak
kardus tersebut menurut penjelasan KPU sebagai berikut:
“Kotak suara kardus sudah digunakan sejak Pemilu 2014.
Penggunaan kotak kardus disetujui semua fraksi di Dewan
Perwakilan Rakyat, termasuk Gerindra. KPU beralasan kotak
kardus menghemat anggaran hingga Rp 663 miliar.”
Keenam, narasi Tempo mengatakan adanya tudingan politik uang
yang dilayangkan oleh Sandiaga, politik uang yang dimaksud dari pihak
mana tidak dijelaskan, berikut narasinya,
“Politik Uang. Sandiaga menuding terjadi politik uang.”
Namun pada narasi Tempo selanjutnya, menyatakan kebenaran adanya
politik uang yang diakui oleh beberapa sumber partai politik salah
129
satunya Gerindra yang merupakan partai pendukung Prabowo-
Sandiaga, berikut narasinya:
“Di Yogyakarta, Badan Pengawas Pemilu menemukan calon
legislator Gerindra terlibat politik uang sehari sebelum
pencoblosan.”
Adanya narasi-narasi diatas merupakan sumber dari penyebab
peristiwa ini terjadi, masalah dari fakta tentang tudingan dan klaim
kecurangan yang dibangun dan realitas yang dibangun oleh jurnalis.
3. Make Moral Judgment
Adapun nilai moral dalam peristiwa tersebut menurut narasi Tempo
ialah klaim-klaim kecurangan minim bukti yang ditudingkan oleh
Prabowo. Sehingga dengan ini nilai moral negative yang dicitrakan
Tempo dari sosok Prabowo yang diakibatkan oleh tudingan-tudingan
kecurangan dari peristiwa pemilu presiden 2019. Anggapan dirinya
sebagai pemenang Prabowo terkesan memaksakan fakta, realitasnya:
“Prabowo bahkan masih mengklaim menang. Sebagian tudinganya
itu minim bukti.”
4. Treatment Recommendation
Adapun penekanan penyelesaian masalah dari narasi Tempo
mengenai fakta dan realitas yang telah dibangun ialah dengan
menyajikan data-data realitasnya. Misalnya dari Klaim angka
kemenangan yang dimaksudkan Prabowo dirinya unggul 62% dari
lawanya. Maka Tempo menyajikan data yang bersumber dari sistem
resmi penghitungan suara oleh KPU dimana unggul Jokowi-Ma’ruf
55,85% atas Prabowo-Sandiaga dari data yang masuk 87.88 persen.
Dari hasil analisis pengamatan peneliti Tempo melakukan framing
pemberitaan terkait kecurangan pemilu yang dianggap minim bukti,
130
adapun narasi-narasi yang dibangun ialah menyandingkan perbandingan
data terkait kecurangan yang dinarasikan Tempo oleh pihak Prabowo-
SandiagaUno dengan fakta lain berdasarkan data dengan sumber-
sumber yang diangkat oleh Tempo. Akibat dari proses ini Tempo
terkesan condong dan memojokkan pihak Prabowo-SandiUno bahwa
dugaan kecurangan yang ditudingkan tidak ada bukti yang meyakinkan.
Sedangkan sajian datanya cenderung melakukan pembernaran terhadap
pasangan Jokowi-Ma’ruf
3.1.23 Analisis Artikel 23
Tabel.3.23 Analisis pembingkaian artikel berita “Detik-Detik
yang Menentukan” (Tempo, edisi 20-26 Mei 2019)
Indikator Pengamatan Hasil pengamatan
Difine Problems Makar
Diagnose Cause Video-video bernada Menghasut oleh
para Tokoh
Make Moral Judgment Mengantisipasi Ancaman
Treatment Recommendation Diproses hukum, Ditetapkan sebagai
tersangka
Analisis Penelitian:
1. Difine Problems
Permasalah utama yang terjadi dalam pemberitaan dengan judul
“Detik-Detik yang Menentukan” yang dinarasi oleh Tempo selain
adanya isuradikalisme agama dan terorisme dalam analisis yang
berbeda, maka pada bagian ini juga adanya isu makar yang terjadi. Isu
makar yang dilakukan oleh beberapa tokoh dalam tim dukungan
terhadap pemenangan calon pasangan presiden dan wakil presiden
131
Prabowo-Sandiaga. Dalam narasi Tempo analisa terjadinya makar ialah
melui video yang sempat beredar di media sosial secara viral.
Kekhawatiran dengan adanya video yang mengandung unsur makar jika
menyebar luas akan mengakibatkan konflik sosial tidak terlepas dari
narasi Tempo. Sehingga akhirnya tempo juga membangun narasi
tentang upaya pemerintah dalam menanggulangi terjadinya hal tersebut.
Adapun hal ini dapat dibuktikan dengan narasi-narasi berikut;
Pertama, narasi yang dibangun Tempo berkaitan dengan adanya isu
makar yang terjadi dengan adanya video yang viral berikut ini:
“Seruan ‘makar’ dalam video yang menampakkan mantan
Komandan Jendral Komando Pasukan Khusus, Soenarko , sempat
Viral di Sosial media. Kepada lawan bicaranya di video, Soenarko
mengatakan, jika Jokowi diumumkan sebagai pemenang pada 22
Mei, Kantor KPU akan ditutup….”
Kedua, narasi yang dibangun oleh jurnalis Tempo berkaitan dengan
adanya upaya antisipasi isu makar oleh pihak pemerintah, berikut
narasinya:
“MENGANTISIPASI seruan ‘makar’ pada 22 Mei pemerintah dan
polisi bergerak cepat. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan
Keamanan Wiranto membentuk Tim Asisten Hukum, yang berisi
sejumlah pakar, yang diberi tugas memberikan masukan kepada
Wiranto soal ujaran yang membahayakan keamanan negara,
penghinaan terhadap Presiden dan penyebaran disinformasi.”
Penekanan pada sikap yang diambil pemerintah terhadap isu yang
dibangun oleh narasi Tempo terkesan ada sikap tindak cepat pemerintah,
dimana ujaran yang dianggap membahayakan keamanan negara,
penghinaan Presiden dan penyebaran disinformasi patut untuk
dikonsultasikan secara hukum, sehingga dalam proses ini hingga
pembentukan tim khusus yang dilakukan oleh menteri Polhukam.
132
2. Diagnose Cause
Adapun penyebab utama atau aktor sumber masalah dalam peristiwa
tersebut menurut narasi yang dibangun jurnalis tempo ialah adanya
sejumlah video-video yang bernada makar, penyebaran ujaran yang
dianggap sebagai ujaran negative yang membahayakan keamanan
negara dan presiden yang telah dilakukan oleh beberapa tokoh.
Sebagaimana tokoh-tokoh tersebut merupakan bagian individu yang ada
dipihak pemenangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo-
Sandiaga.
Berikut narasi-narasi terkait video-video oleh para tokoh yang
dimaksud, narasi tentang Soenarko dalam narasi Tempo melakukan
kasus makar, dengan adanya video yang sempat viral adapun Soenarko
dianggap tokoh karena dalam narasi Tempokarena ia merupakan mantan
Komandan Jendral Komando Pasukan Khusus, Soenarko. Simak
potongan narasi berikut
“Ketika dikonfirmasi mengenai video tersebut, Soenarko
mengatakan rekaman diambil secara diam-diam oleh seseorang.
‘masak, orang seperti saya mau makar?’”ujarnya ….”
Kemudian narasi lain yang berkaitan dengan tokoh Eggi Sudjana, \
sebagai berikut:
“Adi Wahab mencontohkan dugaan makar Eggi Sudjana. Saat
pidato dihalam rumah peninggalan orang tua Prabowo di Jalan
Kertanegara 4, Jakarta Selatan, pada 17 April lalu, Eggi
menyerukan gerakan people power. ‘Kalau people power itu terjadi,
kita tidak perlu lagi menngikuti tahapan-tahapan karena ini sudah
kedaulatan rakyat.”
Selanjutnya kasus video bernada sama yang dilakukan oleh Kivlan
Zen menurut arasi Tempo Kivlan Zen ialah merupakan mantan Kepala
Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat, dalam narasinya
Kivlan dianggap melakukan statement, simak narasi berikut:
“Dalam kasus Kivlan Zen, videonya ketika menghadiri acara
Gerakan ‘We Don’t Trust’ di Rumah Rakyat, salah satu markas
133
pendukung Prabowo-Sandiaga, di Jalan Tebet Timur Dalam Raya
133, Jakarta Selatan, pada Mei 2019, dinilai menghasut orang
melakukan makar. Waktu itu, Kivlan menghimbau orang
berbondong-bondong bergabung dalam unjuk rasa di Kantor KPU
dan Bawaslu pada 9 Mei. ‘Kita akan merdeka disana,’ ujarnya…..”
3. Make Moral Judgment
Nilai moral yang dinarasikan dalam berita ini oleh jurnalis Tempo
ialah adanya sikap-sika pemeritah dalam melakkan tindakan
penyusunan Tim Asisten Hukum Polhukam merupakan solusi yang baik
untuk mengantisipasi anggapan adanya ancaman yang terjadi. Adapun
hal ini dapat dibuktikan dengan narasi-narasi terkait. Adanya narasi
yang dibangun oleh jurnalis misalnya yang bersumber dari Wiranto
setelah adanya penemuan terhadap tokoh-tokoh yang dianggap
melakukan upaya penghasutan dalam video-video yang viral disosial
media, dimana hal tersebut dianggap dapat berpotensi mengundang
masyarakat untuk turun ke jalan, sehingga posisinya sebagai Menteri
menurut narasi Tempo penting untuk melakukan tindakan
mengantisipasi ancaman. Berikut narasinya:
“Sebagai menteri yang bertanggung jawab dibidang keamanan, ia
merasa perlu mengantisipasi ancaman tersebut. ‘ada indikasi yang
perlu dinetralisir,’ ujarnya.”
Selanjutnya jurnalis Tempo masih menarasikan dari asumsi Wiranto
yang sangat optimis dengan adanya Tim Asisten Hukum yang dirinya
cetuskan dalam narasi Tempo merasa sangat membantu memperjelas
menyikapi tindakan hukum pemerintah yang dapat dilakukan pasca
pencoblosan 17 April lalu. Adapun narasi berikut merupakan asumsi
Wiranto dalam menyikapi peristiwa yang terjadi. Berikut narasi terkait:
“Wiranto berhitung, Apabila situasi dibiarkan bisa terjadi koflik
sosial di masyarakat. Apalagi, kata dia, ada tokoh yang menyebut
hukum sudah bobrok sehingga negara tak bisa diselamatkan dengan
‘cara-cara konstitusional’.”
134
4. Treatment Recommendation
Penekanan penyelesaian masalah yang dinarasikan oleh jurnalis
Tempo ialah adanya proses hukum yang berlangsung terhadap tokoh-
tokoh yang terkait dalam video-video viral mengenai kasus makar.
Diantaranya ada yang masih dalam proses hukum ada tokoh yang
ditahap pemeriksaan sebagai saksi, dan ada yang yang sudah dijadikan
sebagai tersangka dalam kasus ini. Berikut narasi terkait, dengan proses
hukum Kivlan Zen:
“…. Polisi menyerahkan surat pemanggilan untuk diperiksa sebagai
saksi pada 13 Mei 2019 di kantor Badan Reserse Kriminal Polri.”
Selanjutnya narasi berkaitan dengan proses hukum Eggi Sudjana:
“…,polisi menetapkan Eggi Sudjana sebagai tersangka.”
Adapun proses hukum ini dalam narasi Tempo dianggap sebagai
upaya menindak sebelum terjadinya kekacauan, hal ini dapat dibuktkan
dalam narasi berikut bersumber dari pihak kepolisian:
“….Dedi menyebutkan polisi memiliki bebagai video berisi ajakan
sejumlah tokoh kepada masyarakat agar tak mengakui hasil pemilu.
Karena itu polisi menindak mereka sebelum terjadi kekacauan.
‘Proses hukum yang kami terapkan untuk mencegah terjadinya
Chaos,’ tutur Dedi.”
Dari hasil analisis peneliti framing Tempo terhadap pemberitaan
yang didalamnya terdapat ancaman-ancaman tersebut kedalam isu
makar. Meski demikian Tempo banyak melakukan upaya yang terkesan
tegas menarasikan penyelesaian masalah yang terjadi pada peristiwa
tersebut mengenai informasi terhadap status hukum para tokoh yang
dianggap melakukan makar.
135
3.1.24 Analisis Artikel 24
Tabel.3.24 Analisis pembingkaian artikel berita “Perlawanan
Tim Jokowi” (Tempo, 20-26 Mei 2019)
Indikator Pengamatan Hasil pengamatan
Difine Problems Tim Jokowi-Ma’ruf Melakukan Reaksi
Diagnose Cause Klaim-klaim yang diajukan Tim
Jokowi-Ma’ruf
Make Moral Judgment Diunggulkan
Treatment Recommendation Menunggu Hasil Rekapitulasi manual
Analisis Penelitian:
1. Difine Problems
Permasalahan utama pada pemberitaan dalam narasi Tempo kali ini
ialah tentang reaski dari Tim Jokowi-Ma’ruf terhadap hasil pemilu
2019. Adapun reaksi yang dinarasikan oleh Tempo berupa narasi atas
pelawanan Jokowi. Namun nadanya terkesan positif dan
membandingkan dari lawan Jokowi, berikut narasinya:
“Dua hari setelah pencoblosan, Ketua Harian TKN Jokowi-Ma’ruf,
Moeldoko, mendeklarasikan kemenangan. Ini setelah Prabowo tiga
kali mengklaim kemenagan. Jokowi menyatakan hasil hitung cepat
menunjukkan dia mendapat 54.5 persen suara.”
Selanjutnya narasi lain yang terkait ialah;
“DIUNGGULKAN dalam Sistem Informasi Penghitungan Suara
KPU. Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf juga mengajukan
sejumlah klaim. Jokowi tetap menunggu rekapitulasi manual.”
Penulisan dan pemilihan diksi “diunggulkan” dengan huruf kapital
menjadi kata pertama dalam paragraf narasi pemberitaan tersebut, dalam
hemat peneliti merupakan penekanan terhadap pemberitaan positif
kepada pasangan capres dan cawapres Jokowi-Ma’ruf. Terlebih cara
menarasikan dengan membandingkan kalimat dalam narasi klaim
136
kemenangan Jokowi-Ma’ruf, “ini setelah Prabowo tiga kali mengklaim
kemenangan.” Tentu ada sikap jurnalis dalam menarasikan hal tersebut
ingin menunjukkan kesan tertentu, ada upaya memunculkan isu baru
dalam masalah.
2. Diagnose Cause
Adapun sumber permasalahan utama dalam narasi pemberitaan
tersebut ialah oleh Tempo, dinarasikan bentuk perlawanan Tim Jokowi
sebagaimana mengajukan klaim-klaim diantaranya, Deklarasi
Kemenangan, Menunjukkan War Room, Menantang C1 dan Merasa
Dicurangi. Adapun narasi-narasi terkait ialah sebagai berikut;
Pertama, Deklarasi Kemenangan “Dua hari setelah pencoblosan
Ketua Harian TKN Jokowi-Ma’ruf, Moeldoko, mendeklarasikan
kemenangan….”
Kedua, menunjukkan War Room, “Tim Jokowi-Ma’ruf membuka
War Room yang menjadi pusat tabulasi nasional pasangan tersebut.
mereka menantang tim Prabowo-Sandiaga menunjukkan ruang
penghitungan yang dirahasiakan dari publik.”
Ketiga, Menantang C1 terhadap tim lawan yang disertai tudingan
bahwa tim lawa tidak memiliki C1 lengkap. Berikut narasi yang
dibangun jurnalis Tempo:
“Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf menantang lawanya
beradu data C1 dalam rekapitulasi nasional di KPU ini dilakukan
setelah kubu Prabowo-Sandiaga menyatakan terjadinya
kecurangan dalam rekapitulasi suara. TKN menuding lawanya tak
memiliki C1 lengkap.”
Keempat, Merasa dicurangi namun dalam narasi Tempo hal tersebut
sudah dikirim pada alamat yang tepat atau kepada pihak yang sesuai
untuk menangani hal tersebut yaitu Bawaslu, berikut narasinya:
“Tim Jokowi menyatakan menerima 25 ribu pengaduan soal
kecurangan dari dalam dan luar neggeri. Wakil Direktur Saksi TKN
137
LUkman Edy mengatakan dugaan kecurangan itu sudah
dilayangkan kepada Bawaslu.”
Kesan pemberitaan yang positif cukup jelas dinarasikan jurnalis
Tempo dalam kasus ini, dimana narasi membandingkan, narasi dengan
kalimat menantang, dan melawan kepada pihak Prabowo-Sandiaga
terkesan bahwa Jokowi-Ma’ruf melaui klaim-klaimnya tersebut secara
tersirat menyatakan bahwa Jokowi-Ma’ruf lebih unggul dari Prabowo-
sandiaga, seperti misalnya dalam narasi menantang C1 “TKN menuding
lawanya tak memiliki C1 lengkap,” hal ini tanpa adanya konfirmasi pada
pihak “lawanya” tersebut merupakan bentuk dari klaim narasi yang
dibangun oleh jurnalis.
3. Make Moral Judgment
Nilai moral yang di tonjolkan dalam narasi tersebut ialah Jokowi-
Ma’ruf kesan Unggul. Adapun hal tersebut dapat dibuktikan dengan
adanya War Room oleh tim TKN yang terpublikasi oleh jurnalis Tempo.
Jurnalis Tempo mencantukan gambar pada pemberitaan tersebut dengan
narasi keterangan gambar sebagai demikian:
“War Room real count tim 01 Jokowi-Ma’ruf di Gedung High End,
Jakarta, 8 Mei 2019.”
4. Treatment Recommendation
Adapun penenkanan penyelesaian yang dinarasikan dalam
pemberitaan tersebut ialah sikap yang diambil tim TKN Jokowi-Ma’ruf
ialah dengan tetap menunggu hasil rekalipulasi manual meskipun sudah
diunggulkan oleh KPU dan mengklaim kemenangan dirinya berikut
narasi terkait:
“…. Jokowi tetap menunggu rekapitulasi manual.”
138
Adapun sikap lain yang dinarasikan dari tim TKN mengenai narasi
merasa dicurangi tim tersebut sudah menyerahkan kepada Bawaslu,
berikut narasi terkait:
“Wakil Direktur Saksi TKN Lukman Edy mengatakan dugaan
kecurangan itu sudah diteruskan kepada Bawaslu.”
Dari hasil analisis pada narasi pemberitaan tersebut Tempo
menunjukkan memberitakan narasi positif terhadap Jokowi-Ma’ruf
yang dibandingkan dengan Prabowo-Sandiaga yang cenderung negatif.
Pemberitaan ini dibingkai kedalam isu kecurangan pemilu secara
terstruktur sistematis dan massif.
139