Post on 12-Mar-2019
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Jalan
Jalan Raya pada umumnya dapat digolongkan dalam 5 klasifikasi, antara
lain: klasifikasi menurut fungsi jalan, klasifikasi menurut kelas jalan, dan
klasifikasi menurut wewenang pembinaan jalan.
2.1.1. Klasifikasi menurut Fungsi Jalan (menurut UU no. 38/Th. 2004)
Klasifikasi menurut fungsi jalan terdiri atas 4 kategori, antara lain:
1. Jalan Arteri
yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan
ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan
masuk dibatasi secara berdaya guna.
2. Jalan Kolektor
yaitu yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan
rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi
3. Jalan Lokal
yaitu yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah,
dan jumlah masuk tidak dibatasi.
4. Jalan Lingkungan
yaitu yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata
rendah.
6
2.1.2 Klasifikasi menurut Status Jalan (menurut UU no. 38/Th. 2004)
Klasifikasi menurut status jalan terdiri atas 5 kelompok, antara lain:
1. Jalan Nasional, merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem
jaringan jalan primer yang menghubungkan antaribukota provinsi, dan
jalan strategis nasional, serta jalan tol.
2. Jalan Provinsi, merupakan jalan lokal kolektor dalam sistem jaringan jalan
primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota
kabupaten/kota, antaribukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.
3. Jalan Kabupaten, merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan
primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota
kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota.
4. Jalan Kota, merupakan jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder
yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota.
5. Jalan Desa, merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan
dan/atau antarpemukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.
2.1.3 Klasifikasi menurut Tipe Lajur ( menurut MKJI 1997)
Klasifikasi menurut tipe lajurnya antara lain: dua lajur dua arah terbagi
(2/2UD), empat lajur dua arah (tak terbagi atau 4/2UD, dan terbagi atau 4/2D),
enam lajur 2 arah terbagi (6/2D), serta jalan satu arah (1-3/1).
2.2 Kinerja Ruas Jalan Perkotaan
Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan
didefinisikan sebagai segmen jalan yang mempunyai perkembangan secara
permanen dan menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh jalan, minimum
pada satu sisi jalan atau jalan di/dekat pusat perkotaan dengan penduduk lebih dari
100.000 jiwa. Variabel kinerja ruas jalan perkotaan antara lain: arus lalu lintas,
kapasitas, derajat kejenuhan, kecepatan arus bebas, kecepatan tempuh, dan
perilaku lalu lintas.
2.2.1 Arus dan Komposisi Lalu Lintas
Arus lalu lintas adalah jumlah kendaraan (bermotor maupun tak bermotor)
yang melewati suatu titik pada jalan per satuan waktu. Semua nilai arus lalu lintas
7
(per arah dan total) dalam satuan kendaraan per jam diubah menjadi satuan mobil
penumpang (smp) per jam dengan menggunakan ekivalensi mobil penumpang
(emp) yang diturunkan secara empiris untuk tipe kendaraan sebagai berikut:
a. Kendaraan ringan/Light Vehicle (LV), yaitu kendaraan bermotor dua as
beroda 4 dengan jarak as 2,0 – 3,0 m (termasuk mobil penumpang, opelet,
mikrobis, pick up dan truk kecil sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).
b. Kendaraan berat/Heavy Vehicle (HV), yaitu kendaran bermotor dengan
jarak as lebih dari 3,50 m, biasanya beroda lebih dari 4 (termasuk bis, truk
2 as, truk 3 as dan truk kombinasi sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).
c. Sepeda motor/Motorcycle (MC), yaitu kendaraan bermotor beroda dua
atau tiga (termasuk sepeda motor dan kendaraan beroda 3 sesuai sistem
klasifikasi Bina Marga).
d. Kendaraan tak bermotor/UnMotorized (UM), yaitu kendaraan tak
bermotor yang digerakkan oleh tenaga manusia atau hewan seperti sepeda
becak, kereta kuda, dan gerobak dorong.
Ekivalensi mobil penumpang (emp) pada masing-masing tipe kendaraan
tergantung pada tipe jalan dan arus lalu lintas total yang dinyatakan dalam
kend/jam dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel. 2.1 Nilai Ekivalen Mobil Penumpang untuk Jalan Perkotaan Tak Terbagi
Tipe jalan
Jalan tak terbagi
Arus lalu
lintas
total dua arah
(kend/jam)
Emp
HV
MC
Lebar jalur lalu lintas WC
(m)
6 6
Dua lajur tak terbagi
(2/2 UD)
0
1800
1.3
1.2
0.5
0.35
0.40
0.25
Empat lajur tak
terbagi (4/2 UD)
0
3700
1.3
1.2
0.40
0.25
Sumber: Departemen PU (1997)
8
2.2.2 Kapasitas
Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, Kapasitas
adalah jumlah maksimum kendaraan bermotor yang melintasi suatu penampang
tertentu pada suatu ruas jalan dalam satuan waktu tertentu. Sedangkan kapasitas
dasar adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat melintasi suatu penampang
pada suatu jalur atau jalan selama 1 (satu) jam, dalam keadaan jalan dan lalu lintas
yang mendekati ideal dapat dicapai. Besarnya kapasitas jalan perkotaan dapat
diformulasikan sebagai berikut :
C = CO x FCW x FCSP x FCSF x FCCS (smp/jam) (2.1)
Keterangan:
C = Kapasitas sesunguhnya (smp/jam)
Co = Kapasitas dasar (smp/jam)
FCw = Faktor penyesuaian lebar jalan
FCsp = Faktor penyesuaian pemisah arah
FCsf = Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan
FCcs = Faktor pnyesuaian ukuran kota
2.2.2.1 Kapasitas Dasar
Kapasitas dasar (base capacity) merupakan kapasitas pada kondisi ideal.
Nilai kapasitas dasar tergantung pada tipe jalan, jumlah jalur dan pemisah fisik.
Tabel 2.2 Kapasitas dasar (Co)
Tipe Jalan Kota Kapasitas dasar (Co)
(SMP/jam) Keterangan
Empat lajur tak terbagi atau Jalan
satu arah 1650 Per lajur
Empat lajur tak terbagi 1500 Per lajur
Dua lajur tak terbagi 2900 Total dua arah
Sumber : Departemen PU (1997)
9
2.2.2.2 Faktor Penyesuaian Kapasitas
Faktor penyesuaian kapasitas terdiri dari faktor penyesuaian lebar jalan,
faktor penyesuaian arah, faktor penyesuaian hambatan samping dengan bahu dan
kereb serta faktor penyesuain ukuran kota
a. Faktor penyesuaian kapasitas lebar jalan (FCw)
adalah faktor penyesuaian atau koreksi kapasitas dasar akibat lebar jalan
lalu lintas.
Tabel 2.3 Faktor Penyesuaian kapasitas untuk lebar jalan (FCw)
Tipe Jalan Kota Lebar jalan efektif (m) FCW Ket
4 lajur terbagi atau jalan
satu arah
3.00
3.25
3.50
3.75
4.00
0.92
0.96
1.00
1.04
1.08
Per lajur
4 lajur tak terbagi 3.00
3.25
3.50
3.75
4.00
0.91
0.95
1.00
1.05
1.09
Per lajur
2 lajur tak terbagi 5
6
7
8
9
10
11
0.56
0.87
1.00
1.14
1.25
1.29
1.34
Total dua arah
Sumber : Departemen PU (1997)
b. Faktor penyesuaian kapasitas pemisah arah (FCsp)
Adalah faktor penyesuaian atau koreksi untuk kapasitas dasar akibat
pemisahan arah lalu lintas. Faktor penyesuaian kapasitas pemisah arah (capacity
adjusment factor for directional split) ditentukan dengan cara memasukkan
10
persentase arus ke tabel 2.6. Tabel dibawah ini hanya mencantumkan nilai untuk
jakan dua lajur dua rah (2/2) dan empat lajur dua arah (4/2) tak terbagi. Sedangkan
untuk jalan terbagi dan satu arah, nilai faktor penyesuaiannya adalah 1,0.
Tabel 2.4 Faktor penyesuaian kapasitas pemisah arah (FCsp)
Split arah 50-50 55-45 60-40 65-45 70-30
FCSP 2/2 1.00 0.97 0.94 0.91 0.88
4/2 UD 1.00 0.985 0.97 0.955 0.94
Sumber : Departemen PU (1997)
c. Faktor penyesuaian kapasitas hambatan samping (FCSF)
Adalah faktor penyesuaian atau koreksi untuk kapasitas dasar akibat
hambatan samping sebagai fungsi lebar bahu atau jarak kereb ke penghalang.
Faktor penyesuaian hambatan samping dibagi menjadi 3 bagian, antara lain:
Faktor penyesuaian kapasitas untuk pengaruh hambatan samping dan lebar
bahu (FCSF) pada jalan perkotaan dengan bahu
Tabel 2.5 FCSF untuk pengaruh hambatan samping dan lebar bahu
Tipe jalan
Kelas
Hambatan
Samping
Faktor penyesuaian untuk hambatan
samping dan lebar bahu (FCSF)
Lebar efektif bahu jalan Ws (m)
≤ 0.5 1.0 1.5 ≥ 2.0
4/2D (Terbagi)
VL
L
M
H
VH
0.96
0.94
0.92
0.88
0.84
0.98
0.97
0.95
0.92
0.88
1.01
1.00
0.98
0.95
0.92
1.03
1.02
1.00
0.98
0.96
4/2UD (Tak Terbagi)
VL
L
M
H
VH
0.96
0.94
0.92
0.87
0.80
0.99
0.97
0.95
0.91
0.86
1.01
1.00
0.98
0.94
0.90
1.03
1.02
1.00
0.98
0.95
11
2/2UD (Tak Terbagi
atau jalan satu arah)
VL
L
M
H
VH
0.94
0.92
0.89
0.82
0.73
0.96
0.94
0.92
0.86
0.79
0.99
0.97
0.95
0.90
0.85
1.01
1.00
0.98
0.95
0.91
Sumber : Departemen PU (1997)
Faktor penyesuaian kapasitas untuk pengaruh hambatan samping dan jarak
kereb ke penghalang (FCSF) pada jalan perkotaan dengan kereb.
Tabel 2.6 FCSF untuk pengaruh hambatan samping dan jarak kereb ke penghalang
Tipe jalan
Hambatan
samping
Faktor penyesuaian untuk hambatan
samping dan jarak kereb ke penghalang
(FCSF) Jarak kereb (Wk)
≤ 0.5 1.0 1.5 ≥ 2.0
4/2D (Terbagi) VL
L
M
H
VH
0.95
0.94
0.91
0.86
0.81
0.97
0.96
0.93
0.89
0.85
0.99
0.98
0.95
0.92
0.88
1.01
1.00
0.98
0.95
0.92
4/2UD (Tak
Terbagi)
VL
L
M
H
VH
0.95
0.93
0.90
0.84
0.77
0.97
0.95
0.92
0.87
0.81
099
0.97
0.95
0.90
0.85
1.01
1.00
0.97
0.93
0.90
2/2UD (Tak
Terbagi atau jalan
satu arah)
VL
L
M
H
VH
0.93
0.90
0.86
0.78
0.68
0.95
0.92
0.88
0.81
0.72
0.97
0.95
0.91
0.84
0.77
0.99
0.97
0.94
0.88
0.82
Sumber : Departemen PU (1997)
Tabel 2.5 (lanjutan)
12
d. Faktor penyesuaian kapasitas untuk pengaruh ukuran kota (FCcs)
Adalah faktor penyesuaian atau koreksi kapasitas dasar akibat ukuran kota.
faktor penyesuaian ukuran kota (FCcs) diperoleh dengan memasukkan jumlah
penduduk ke dalam tabel.
Tabel 2.7 Faktor penyesuaian kapasitas untuk pengaruh ukuran kota (FCcs)
Penduduk kota
(juta jiwa) Faktor koreksi ukuran kota
> 3,0 1,04
1,0 – 3,0 1,00
0,5 – 1,0 0,94
0,1 – 0,5 0,90
< 0,1 0,86
Sumber : Departemen PU (1997)
Agar dapat menggunakan tabel faktor penyesuaian kapasitas untuk
pengaruh hambatan samping, maka perlu dilakukan konversi kejadian hambatan
samping pada lokasi studi yang nilainya terdapat pada tabel 2.11 dan untuk kelas
hambatan samping dapat dilihat pada tabel 2.12
Tabel 2.8 Faktor berbobot hambatan samping
Tipe kejadian hambatan samping
Simbol Bobot
Pejalan kaki yang berjalan dan menyeberang PED 0,5
Kendaraan lambat SMV 0,4
Kendaraan masuk dan keluar dari/ke lahan
samping EEV 0,7
Parkir dan kendaraan berhenti PSV 1,0
Sumber : Departemen PU (1997)
13
Tabel 2.9 Kelas hambatan samping untuk jalan perkotaan
Kelas hambatan
samping (SFC) Kode
Jumlah berbobot
kejadian per 200m
per jam (dua sisi)
Kondisi khusus
Sangat rendah VL < 100 Daerah pemukiman, jalan
dengan jalan samping
Rendah L 100 – 299
Daerah pemukiman,
beberapa kendaraan umum,
dsb
Sedang M 300 – 499
Daerah industri, beberapa
toko di sisi jalan
Tinggi H 500 – 899 Daerah komersial aktivitas
sisi jalan tinggi
Sangat tinggi VH > 900
Daerah komersial, dengan
aktivitas pasar di samping
jalan
Sumber : Departemen PU (1997)
2.2.3 Derajat Kejenuhan
Derajat Kejenuhan/Degree of Saturation (DS) merupakan rasio volume
(Q) terhadap Kapasitas (C) yang digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan
tingkat kinerja simpang dan segmen jalan serta digunakan dalam analis perilaku
lalu lintas berupa kecepatan. Persamaan dasar Derajat Kejenuhan adalah:
DS =
(2.2)
Keterangan:
DS = Derajat Kejenuhan
Q = Volume lalu lintas (smp/jam)
14
C = Kapasitas (smp/jam)
2.2.4 Kecepatan Arus Bebas
Kecepatan Arus Bebas/Free Flow Speed (FV) didefinisikan sebagai
kecepatan rata-rata teoritis (km/jam) pada tingkat arus nol, yaitu kecepatan yang
akan dipilih pengemudi jika mengendarai kendaraan bermotor tanpa dipengaruhi
oleh kendaraan bermotor lainnya di jalan. Persamaan untuk menghitung kecepatan
arus bebas adalah sebagai berikut:
FV = (FVo + FFVw) x FFVSF x FFVcs (2.3)
Keterangan:
FV = Kecepatan arus bebas kendaraan ringan sesungguhnya (km/jam)
FVo = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan (km/jam)
FFVw = Faktor Penyesuaian lebar jalur lalu lintas efektif
FFVSF = Faktor penyesuaian kondisi hambatan samping
FFVcs = Faktor penyesuian ukuran kota
2.2.4.1 Kecepatan Arus Bebas Dasar
Adalah kecepatan arus bebas segmen jalan pada kondisi ideal tertentu.
Untuk nilai kecepatan arus bebas dasar terdapat pada tabel 2.13.
Tabel 2.10 Kecepatan Arus Bebas Dasar (FVo) untuk jalan perkotaan
Tipe Jalan Kecepatan Arus Bebas Dasar (FVo)
LV HV MC Rata-rata
6/2D atau 3/1 61 52 48 57
4/2D atau 2/1 57 50 47 55
4/2UD 53 46 43 51
2/2UD 44 40 40 42
Sumber : Departemen PU (1997)
15
2.2.4.2 Penyesuaian Lebar Jalur Lalu Lintas Efektif
Penyesuaian atau koreksi akibat lebar jalur lalu lintas ditentukan
berdasarkan jenis jalan dan lebar jalur lalu lintas efektif (Wsc). Nilai penyesuaian
atau koreksi akibat lebar jalur lalu dapat dilihat pada tabel 2.13.
Tabel 2.11 Penyesuaian Lebar Jalur Lalu Lintas (FFVw) pada kecepatan arus
bebas kendaraan ringan jalan perkotaan
Tipe jalan Lebar Jalur Lalu Lintas Efektif (Wsc)
(m) FFVw
4/2D (terbagi atau
jalan satu arah)
Per Lajur
3,00
3,25
3,50
3,75
4,00
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
4/2UD
Per Lajur
3,00
3,25
3,50
3,75
4,00
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
2/2UD
Total Dua Arah
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
10,00
11,00
-9,50
-3,00
0,00
3,00
4,00
6,00
7,00
Sumber : Departemen PU (1997)
16
2.2.4.3 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas
Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas dapat dibagi menjadi dua
bagian, antara lain:
1. Faktor Penyesuaian Hambatan Samping
Adalah faktor penyesuaian untuk kecepatan arus bebas dasar akibat hambatan
samping sebagai fungsi lebar bahu atau jarak kereb ke penghalang. Dalam
menentukan faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan atau kereb
dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
Faktor penyesuain untuk pengaruh hambatan samping dan lebar bahu (FFVSF)
pada kecepatan arus bebas kendaraan ringan untuk jalan perkotaan dengan
bahu
Tabel 2.12 Faktor penyesuaian untuk pengaruh hambatan samping dan lebar bahu
(FFVSF) pada kecepatan arus bebas kendaraan ringan untuk jalan
perkotaan dengan bahu
Tipe jalan
Kelas
hambatan
samping
Faktor penyesuaian untuk hambatan
samping dan lebar bahu (FVSF)
Jarak bahu efektif (WS)
≤ 0.5 1.0 1.5 ≥ 2.0
4/2D (Terbagi)
VL
L
M
H
VH
1.02
0.98
0.94
0.89
0.84
0.97
0.96
0.93
0.89
0.85
0.99
0.98
0.95
0.92
0.88
1.01
1.00
0.98
0.95
0.92
4/2UD (Tak
Terbagi)
VL
L
M
H
VH
1.02
0.98
0.93
0.87
0.80
0.97
0.95
0.92
0.87
0.81
0.99
0.97
0.95
0.90
0.85
1.01
1.00
0.97
0.93
0.90
2/2UD (Tak
Terbagi atau jalan
VL
L
0.93
0.90
0.95
0.92
0.97
0.95
0.99
0.97
17
satu arah) M
H
VH
0.86
0.78
0.68
0.88
0.81
0.72
0.91
0.84
0.77
0.94
0.88
0.82
Sumber : Departemen PU (1997)
Faktor penyesuain untuk pengaruh hambatan samping dan jarak kereb ke
penghalang (FFVSF) pada kecepatan arus bebas kendaraan ringan untuk jalan
perkotaan dengan kereb
Tabel 2.13 Faktor penyesuain untuk pengaruh hambatan samping dan jarak kereb
ke penghalang (FFVSF) pada kecepatan arus bebas kendaraan ringan
untuk jalan perkotaan dengan kereb
Tipe jalan
Kelas
hambatan
samping
Faktor penyesuaian untuk hambatan
samping dan lebar bahu (FVSF)
Jarak bahu efektif (WS)
≤ 0.5 1.0 1.5 ≥ 2.0
4/2D (Terbagi) VL
L
M
H
VH
1.00
0.97
0.93
0.87
0.81
0.97
0.96
0.93
0.89
0.85
0.99
0.98
0.95
0.92
0.88
1.01
1.00
0.98
0.95
0.92
4/2UD (Tak
Terbagi)
VL
L
M
H
VH
1.00
0.96
0.91
0.84
0.77
1.01
0.98
0.93
0.87
0.81
1.01
0.99
0.96
0.90
0.85
1.02
1.00
0.98
0.94
0.90
2/2UD (Tak
Terbagi atau jalan
satu arah)
VL
L
M
H
VH
0.98
0.93
0.87
0.78
0.68
0.99
0.95
0.89
0.81
0.72
1.00
0.96
0.92
0.84
0.77
1.00
0.98
0.95
0.88
0.82
Sumber : Departemen PU (1997)
Tabel 2.12 (lanjutan)
18
2. Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FFVcs)
Adalah faktor penyesuaian kecepatan arus bebas akibat ukuran kota. Untuk
memperoleh faktor penyesuaian ukuran kota (FFVcs) yaitu dengan memasukkan
jumlah penduduk.
Tabel 2.14 Faktor penyesuaian untuk pengaruh ukuran kota pada kecepatan arus
bebas kendaraan ringan (FFVcs) jalan perkotaan
Penduduk kota
(juta jiwa) Faktor koreksi ukuran kota
> 3,0 1,03
1,0 – 3,0 1,00
0,5 – 1,0 0,95
0,1 – 0,5 0,93
< 0,1 0,90
Sumber : Departemen PU (1997)
2.2.5 Tingkat Pelayanan
Tingkat pelayanan adalah indikator yang dapat mencerminkan tingkat
kenyamanan ruas jalan, yaitu perbandingan antara volume lalu lintas yang ada
terhadap kapasitas jalan tersebut (Dep.PU, 1997).
Tingkat pelayanan jalan ditentukan dalam suatu skala interval yang terdiri
dari 6 (enam) tingkat. Tingkat-tingkat ini dinyatakan dengan huruf A yang
merupakan tingkat pelayanan tertinggi sampai F yang merupakan tingkat
pelayanan paling rendah. Apabila volume lalu lintas meningkat, maka tingkat
pelayanan jalan menurun karena kondisi lalu lintas yang memburuk akibat
interaksi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat pelayanan. Adapun
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat pelayanan, antara lain: volume,
kapasitas, dan kecepatan.
19
Tabel 2.15 Hubungan antara tingkat pelayanan, karakteristik arus lalu lintas dan
rasio volume terhadap kapasitas
Tingkat
Pelayanan Keterangan
Derajat
Kejenuhan
(DS)
A
Kondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi dan
volume lalu lintas rendah. Pengemudi dapat memilih
kecepatan yang diinginkan tanpa hambatan.
0,00 – 0,35
B Dalam zona arus stabil. Pengemudi memiliki
kebebasan yang cukupdalam memilih kecepatan. 0,36 – 0,54
C Dalam zona arus stabil. Pengemudi dibatasi dalam
memilih kecepatan. 0,55 – 0,77
D
Mendakati arus yang tidak stabil. Dimana hampir
seluruh pengemudi akan dibatasi (terganggu).
Volume pelayanan berkaitan dengan kapasitas yang
dapat ditolerir.
0,78 – 0,93
E
Volume lalu lintas mendekati atau berada pada
kapasitasnya. Arus tidak stabil dengan kondisi yang
sering terhenti.
0,94 – 1,00
F
Arus yang dipaksakan atau macet pada kecepatan
yang rendah. Antrean yang panjang dan terjadi
hambatan-hambatan yang besar.
>1,00
Sumber: Tamin (1998)
Tingkat pelayanan jalan tidak hanya dapat dilihat dari perbandingan rasio
Q/C, namun juga tergantung dari besarnya kecepatan operasi pada suatu ruas
jalan. Kecepatan operasi dapat diketahui dari survai langsung di lapangan.
Apabila kecepatan operasi telah didapat, maka dapat dibandingkan dengan
kecepatan optimum (kecepatan yang dipilih pengemudi pada saat kondisi
tertentu). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.2.
20
Gambar 2.1 Tingkat pelayanan berdasarkan volume dengan kapasitas yang
dibandingkan dengan kecepatan operasi
Sumber: Tamin (2000)
2.3 Zona Selamat Sekolah (ZoSS)
2.3.1 Tipe Zona Selamat Sekolah (ZoSS)
Tipe Zona Selamat Sekolah (ZoSS) menurut Dirjen Hubdat, 2006,
ditentukan berdasarkan tipe jalan jumlah lajur, kecepatan rencana jalan, dan jarak
pandangan henti yang diperlukan. Berdasarkan tipe ZoSS dapat ditentukan batas
kecepatan ZoSS, panjang ZoSS dan perlengkapan jalan yang dibutuhkan. Apabila
terdapat lebih dari 1 (satu) sekolah yang berdekatan (jarak < 80 meter) maka
ZoSS dapat digabungkan sesuai dengan kriteria panjang yang diperlukan.
21
Tabel 2.16 Kebutuhan Perlengkapan Jalan berdasarkan Tipe ZoSS
Tipe
Jalan
Jarak
Pandang
Henti
(meter)
Batas
Kecepatan
Rencana
(km/jam)
Batas
Kecepata
n ZoSS
(km/jam)
Tipe
ZoSS
Panjang
ZoSS
(meter)
Kebutuhan
Minimum
Kebutuhan
Tambahan
2 Lajur
Tak
Terbagi
(2/2UD)
50 – 85 41 - 60 25 2UD-
25 150
Marka ZoSS,
Zebra Cross,
rambu-rambu
lalu lintas,
marka jalan
zigzag warna
kuning,
pemandu
penyeberang
Pita
penggaduh,
APILL
Pelikan,
APILL
Berkedip
35 - 50 30 – 40 20 2UD-
20 80
Marka ZoSS,
Zebra Cross,
rambu-rambu
lalu lintas,
pemandu
penyeberang
kuning
Marka jalan
zigzag
warna
kuning, Pita
penggaduh,
APILL
Pelikan,
APILL
Berkedip
4 Lajur
Tak
Terbagi
(4/2UD)
50 – 85 41 - 60 25 4UD-
25 150
Marka ZoSS,
Zebra Cross,
rambu-rambu
lalu lintas,
marka jalan
zigzag warna
kuning, pita
penggaduh,
pemandu
penyeberang
APILL
Pelikan,
APILL
Berkedip
35 - 50 30 – 40 20 4UD-
20 80
Pita
penggaduh,
APILL
Pelikan,
APILL
Berkedip
4 Lajur
Terbagi
(4/2D)
50 – 85 41 - 60 25 2D-
25 200
Marka ZoSS,
Zebra Cross,
rambu-rambu
lalu lintas,
marka jalan
zigzag warna
kuning, pita
penggaduh,
APILL
Pelikan,
pemandu
penyeberang
APILL
Berkedip
22
35 - 50
30 – 40 20 4D-
20 100
Marka ZoSS,
Zebra Cross,
rambu-rambu
lalu lintas,
marka jalan
zigzag warna
kuning, pita
penggaduh,
pemandu
penyeberang
APILL
Pelikan,
APILL
Berkedip
> 4 Lajur dan/atau kecepatan >60
km/jam Perlu Penyeberangan tidak sebidang
Sumber: Ditjen Hubdat, 2006
Ada beberapa bentuk dan ukuran Zona Selamat Sekolah berdasarkan tipe
ruas jalannya, diantaranya:
Gambar 2.2 Bentuk dan Ukuran Zona Selamat Sekolah pada Ruas Jalan tipe
2/2UD
Sumber: Ditjen Hubdat (2014)
Tabel 2.16 (lanjutan)
23
Gambar 2.3 Bentuk dan Ukuran Zona Selamat Sekolah pada Ruas Jalan tipe
4/2UD
Sumber: Ditjen Hubdat (2014)
Gambar 2.4 Bentuk dan Ukuran Zona Selamat Sekolah pada Ruas Jalan tipe 2/2D
Sumber: Ditjen Hubdat (2014)
24
Gambar 2.5 Bentuk dan Ukuran Zona Selamat Sekolah pada Ruas Jalan tipe 4/2D
Sumber: Ditjen Hubdat (2014)
2.3.2 Fasilitas Perlengkapan Jalan pada Zona Selamat Sekolah
Dijelaskan mengenai fasilitas pada Zona Selamat Sekolah yang sesuai
dengan peraturan Ditjen Hubdat nomor: SK 3236/AJ.403/DRDJ/2006 dan SK
1304/AJ.403/DJPD/2014.
2.3.2.1 Marka Jalan
a. “ZONA SELAMAT SEKOLAH” merupakan marka berupa kata-kata sebagai
pelangkap rambu batas kecepatan Zona Selamat Sekolah.
25
Gambar 2.6 Ukuran Huruf “ZONA SELAMAT SEKOLAH”
Sumber: Ditjen Hubdat (2006)
b. “TENGOK KANAN-KIRI” adalah marka kata-kata yang terletak di tepi zebra
cross. Marka ini dimaksudkan agar penyeberang khususnya peneberang anak-
anak memperhatikan datangnya kendaraan sebelum menyeberang.
Gambar 2.7 Ukuran Huruf “TENGOK KANAN – KIRI”
Sumber: Ditjen Hubdat, 2006
26
c. Marka “AWAL ZoSS” dan marka “AKHIR ZoSS”
Gambar 2.8 Marka “AWAL ZoSS” dan marka “AKHIR ZoSS”
Sumber: Ditjen Hubdat, 2014
d. Tanda Pemukaan Jalan Larangan Parkir (marka zig-zag warna kuning) yang
dpasang sepanjang Zona Selamat Sekolah.
Gambar 2.9 Marka Zigzag kuning pada Zona Selamat Sekolah
Sumber: Ditjen Hubdat, 2014
27
e. Pita penggaduh dapat dipasang untuk meningkatkan kewaspadaan. Sesuai no
SK 1304/AJ.403/DJPD/2014 pasal 5, pita penggaduh dipasang pada jarak 50
meter dari garis terluar ZoSS dengan ketinggian 1 (satu) centimeter yang
berjumlah minimal 5 (lima) buah.
Gambar 2.10 Pita Penggaduh pada Zona Selamat Sekolah
Sumber: Ditjen Hubdat, 2006
2.3.2.2 Rambu Lalu Lintas
Rambu-rambu lalu lintas (selanjutnya disebut rambu) yang digunakan
pada Zona Selamat Sekolah, antara lain :
1. Rambu peringatan hati-hati.
2. Papan peringatan berupa kata-kata “KURANGI KECEPATAN ZONA
SELAMAT SEKOLAH”.
3. Rambu Peringatan Penyeberangan Orang.
4. Rambu Peringatan Lampu Pengatur Lalu Lintas.
5. Rambu Batas Kecepatan Maksimum dengan papan tambahan informasi
perioda batasan kecepatan.
28
6. Rambu Larangan Parkir sepanjang Zona Selamat Sekolah.
7. Rambu Petunjuk Tempat Penyeberangan Jalan.
8. Rambu Batas Akhir Kecepatan Maksimum.
Gambar 2.11 Rambu-rambu Lalu Lintas pada Zona Selamat Sekolah
Sumber: Ditjen Hubdat, 2006
2.3.3 Prosedur penyelenggaraan Zona Selamat Sekolah
Sesuai dengan Peraturan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Nomor
SK 3236/AJ/403/DRJD/2006 tentang Uji Coba Penerapan Zona Selamat Sekolah
di 11 (Sebelas) Kota di Pulau Jawa, maka prosedur penyelenggaraan Zona
Selamat Sekolah adalah seperti pada Gambar 2.6 Prosedur tersebut menjelaskan
urutan mulai dari analisis kebutuhan sampai evaluasi terhadap implementasi
ZoSS.
29
Gambar 2.12 Diagram Prosedur Penyelenggaraan Zona Selamat Sekolah
Sumber: Ditjen Hubdat, 2006
TAHAP I
TAHAP II
TAHAP III
TAHAP IV
30
Uraian prosedur sesuai bagan alir pada Gambar 2.7 dapat dijelaskan sebagai
berikut:
Tahap I
1. Pengajuan usulan ZoSS
Berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan ZoSS, usulan
penyelenggaraan ZoSS disusun dan diajukan oleh pihak sekolah dalam hal
ini dewan guru bersama Komite Sekolah. Usulan ZoSS diajukan kepada
Instansi yang terkait di tingkat Kabupaten/Kota (Dinas Perhubungan/LLAJ
Kabupaten/Kota).
Tahap II
2. Evaluasi teknik usulan ZoSS
Dinas Perhubungan/LLAJ Kabupaten/Kota setempat meneliti
usulan ZoSS dengan cara melakukan survai perilaku penyeberang,
kecepatan lalu lintas, volume lalu lintas, dan perilaku pengantar serta
survai inventarisasi mengenai fungsi dan tipe jalan, batas kecepatan
rencana, lokasi/posisi sekolah, dan jumlah siswa. Survai ini dilaksanakan
untuk mengetahui kondisi perilaku pemakai jalan dan kondisi lalu lintas
sebelum dilaksanakannya ZoSS.
3. Pemenuhan Kriteria ZoSS
Hasil dari analisis menjadi masukan untuk menyatakan apakah
ZoSS yang diajukan sudah memenuhi kriteria atau belum. Pemenuhan
kriteria ZoSS diindikasikan: bila dari ke-4 (empat) hasil survai
menunjukkan satu nilai dikategorikan belum selamat, maka program ZoSS
dapat diterapkan di lokasi terpilih, apabila dari hasil analisis diindikasikan
bahwa dari ke-4 (empat) hasil survai menunjukkan seluruhnya
dikategorikan sudah selamat, maka pada lokasi tersebut belum diperlukan
program ZoSS dan Dinas Perhubungan/LLAJ setempat kemudian
menyampaikannya kepada pihak sekolah.
31
Tahap III
4. Status Jalan dan Persetujuan Penyelenggaraan ZoSS
Apabila usulan memenuhi kriteria, maka Dinas Perhubungan/LLAJ
setempat kemudian melanjutkan usulan untuk mendapatkan persetujuan
penggunaan jalan sebagai lokasi ZoSS sesuai dengan status jalan
dimana sekolah berada, yaitu:
a. Jalan Nasional, persetujuan diberikan oleh Dirjen Perhubungan
Darat Departemen Perhubungan
b. Jalan Provonsi, Persetujuan diberikan oleh Gubernur
c. Jalan Kabupaten/Kota, persetujuan diberikan oleh Bupati atau
Walikota
5. Implementasi ZoSS
Implementasi ZoSS dapat dilaksanakan setelah mendapat
persetujuan penggunaan jalan untuk program ZoSS dari pejabat yang
berwenang terkait dengan status jalan (Dirjen Perhubungan Darat,
Departemen Perhubungan atau Gubernur atau Bupati/Walikota).
Tahap IV
6. Evaluasi implementasi ZoSS
Evaluasi implementasi ZoSS dilaksanakan untuk mengetahui
kondisi perilaku pemakai jalan dan lalu kondisi lintas sesudah
dilaksanakannya Zona Selamat Sekolah (ZoSS). Survai yang dilaksanakan
pada tahap ini meliputi survai karakteristik penyeberang, survai kecepatan
sesaat, survai volume lalu lintas, dan survai perilaku pengantar. Hasil
survai ini kemudian harus dibandingkan dengan hasil survai sebelum
program ZoSS dilaksanakan, untuk melihat apakah terjadi perubahan
perilaku siswa, guru, dan orang tua serta masyarakat sekitar.
Apabila terjadi penurunan, harus dilakukan perbaikan yang dapat
dilaksanakan melalui terapi perilaku berupa kampanye ataupun program
lainnya (misalnya: polisi sahabat anak, bersepeda sehat, yuk menyeberang,
pembangunan JPO, penegakan hukum dsb) dan harus dirinci penyebab
32
terjadinya penurunan tersebut. Apabila kondisi perilaku tetap sama
ataupun lebih baik, tetap harus dilakukan pemantauan dan dijaga. Evaluasi
terhadap penyelenggaraan ZoSS pada tahap pertama perlu dilakukan
setelah 3 (tiga) bulan implementasi ZoSS. Setelah itu evaluasi dapat
dilakukan setiap 6 (enam) bulan atau dapat dipercepat apabila dirasakan
perlu. Berdasarkan hasil survai evaluasi ZoSS, dapat diketahui apakah
implementasi ZoSS sesuai dengan rencana atau tidak.
7. Perbaikan Rencana ZoSS
Perbaikan Rencana ZoSS dapat berupa perbaikan tata letak ZoSS
atau peningkatan kepatuhan pengguna jalan dan siswa melalui peningkatan
sosialisasi tentang ZoSS dan manfaatnya (berupa leaflet, sosialisasi lewat
media cetak dan elektronik, ceramah ke sekolah, lomba keselamatan dan
lain-lain).
2.4 Survai Zona Selamat Sekolah
Berdasarkan peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat no SK:
3236/AJ.403/DRDJ/2006, kondisi keselamatan pengguna Zona Selamat Sekolah
disebabkan oleh 2 faktor, yaitu; perilaku pengguna ZoSS dan karakteristik lalu
lintas pada ZoSS. Oleh karena itu akan dilakukan beberapa survai untuk
mendapatkan data dari faktor-faktor tersebut.
2.4.1 Survai Perilaku Penyeberang
Metode analisis karakteristik Penyeberang Jalan yang digunakan adala
sesuai dengan Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Darat no: SK.
3236/AJ.403/DRJD/2006 tentang Uji Coba Penerapan Zona Selamat Sekolah.
Pada metode ini digunakan cara acak sederhana dengan waktu pengambilan saat
masuk dan pulang sekolah. Jumlah sampel pada masing-masing sekolah adalah
minimal 10% dari jumlah siswa di sekolah tersebut. Ada 4 (empat) kriteria atau 7
(tujuh) perilaku yang akan dinilai terhadap karakter siswa dalam menyeberang
jalan, yaitu:
a. Prosedur baku cara menyeberang (4T)
b. Cara menyeberang (berjalan atau berlari)
33
c. Fasilitas yang digunakan (dengan zebra cross atau tanpa zebra
cross)
d. Status penyeberang (mandiri atau tidak mandiri)
Seorang penyeberang dikatakan “mandiri” jika berusia diatas 10 tahun
atau jika berusia dibawah 10 tahun dengan kawalan orang dewasa.
Tiap prosedur yang ditaati akan diberi nilai 1 (satu), jika tidak ditaati akan
diberi nilai 0 (nol). Lalu nilai dari seluruh prosedur tersebut dijumlahkan menjadi
Skor. Jika Skor = 7 maka Nilai Kelompok (P) = 1, sedangkan jika Skor < 7 maka
Nilai Kelompok (P) = 0
2.4.2 Survai Perilaku Pengantar
Menurut Dirjen Perhubungan Darat no: SK. 3236/AJ.403/DRJD/2006
tentang Uji Coba Penerapan Zona Selamat Sekolah, hal-hal yang harus
diperhatikan untuk mengetahui karakteristik pengantar/penjempu meliput :
a. Posisi kendaraan pengantar (di depan sekolah/ di seberang sekolah)
b. Lokasi berhenti (pada tempatnya/ sembarang tempat)
c. Keluar/turun dan naik anak dari kendaraan (di trotoar/ di badan jalan)
Tiap prosedur yang dilakukan dengan patuh diberi nilai 1 (satu), jika tidak
dipatuhi akan diberi nilai 0 (nol). Lalu nilai dari seluruh prosedur tersebut
dijumlahkan menjadi Skor. Jika Skor = 3 maka Nilai Kelompok (P) = 1,
sedangkan jika Skor < 3 maka Nilai Kelompok (P) = 0
2.4.3 Survai Kecepatan Sesaat (Spot Speed)
Menurut Dirjen Perhubungan Darat no: SK. 3236/AJ.403/DRJD/2006
tentang Uji Coba Penerapan Zona Selamat Sekolah, kecepatan sesaat kendaraan
diperoleh sesuai kecepatan rata-rata ruang.
Dengan sampel pilot survai minimal sebanyak 30 kendaraan (untuk
masing-masing kendaraa ringan dan sepeda motor) selanjutnya akan diperoleh
jumlah sampel representatif. Data hasil survai menggunakan sampel representatif
tersebut diolah dan diperoleh rata-rata kecepatan sesaat kendaraan.
34
2.5 Efektivitas Zona Selamat Sekolah
Efektivitas berasal dari kata “efektif” yang mengandung pengertian
dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Menurut pendapat Mahmudi dalam bukunya "Manajemen Kinerja
Sektor Publik" mendefinisikan efektivitas merupakan hubungan antara output
terhadap pencapaian tujuan. Semakin besar kontribusi (sumbangan) output
terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau
kegiatan (Mahmudi, 2005:92).
Zona Selamat Sekolah bertujuan untuk mencegah terjadinya kecelakaan
guna menjamin keselamatan anak di sekolah (no SK. 1304/AJ.403/DJPD/2014
pasal 1 ayat 2). Yang mana tujuan tersebut berusaha untuk dicapai dengan output
berupa Perilaku Penyeberang, Perilaku Pengantar dan Kecepatan Sesaat
Kendaraan. Oleh karena itu, berdasarkan pengertian diatas efektivitas suatu Zona
Selamat Sekolah dapat diketahui dari seberapa besar kontribusi output dalam
pencapaian tujuan ZoSS.
Tingkat efektivitas suatu Zona Selamat Sekolah ditentukan oleh tingkat
kepatuhan yang terjadi dari tiap output atau parameter diatas yaitu Perilaku
Penyeberang, Perilaku Pengantar dan Kecepatan Sesaat Kendaraan. Semakin
tinggi tingkat kepatuhan, maka semakin tinggi pula tingkat efektivitas suatu Zona
Selamat Sekolah, begitu juga sebaliknya.
Menggunakan data survai Perilaku Penyeberang dan Perilaku Pengantar
yang sebelumnya sudah ditabulasikan dapat diketahui tingkat kepatuhan dengan
rumus:
x 100% (2.5)
Keterangan:
P = nilai Kelompok
n = jumlah sampel
35
Menggunakan data survai Kecepatan Sesaat Kendaraan, suatu kendaraan
dianggap mematuhi peraturan jika kecepatan yang digunakan saat melewati ZoSS
≤ 20 km/jam. Maka digunakan rumus:
x 100% (2.6)
Hasil dari tingkat kepatuhan tersebut selanjutya dapat diplot pada tabel 2.18 untuk
memperoleh Tingkat Efektifitas
Tabel 2.17 Hubungan Tingkat Kepatuhan terhadap Tingkat efektivitas Zona
Selamat Sekolah
Tingkat Kepatuhan Tingkat Efektivitas
80% - 100% Sangat Efektif
60% - 79,99% Efektif
40% - 59,99% Cukup Efektif
20% - 39,99% Kurang Efektif
0% - 19,99% Tidak Efektif
Sumber: Sugiyono (2012)
2.6 Penentuan Jumlah Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang ingin diteliti dengan
menggunakan prosedur tertentu yang mampu mewakili atau menggambarkan
karakteristik dan keberadaan populasi yang sesungguhnya. Kemampuan Sampel
yang diambil untuk mewakili kondisi populasi pada dasarnya dipengaruhi oleh 3
faktor utama, antara lain:
a. Tingkat variabilitas parameter yang ditinjau dari seluruh populasi yang
ada.
b. Tingkat ketelitian yang dibutuhkan untuk mengukur parameter yang
diteliti.
c. Besarnya populasi parameter yang akan disurvai.
Langkah-langkah untuk menentukan jumlah sampel yang representatif, antara
lain:
36
1. Melakukan survai pendahuluan untuk memeriksa apakah metode yang
akan digunakan sudah sesuai untuk data yang ingin dicari serta memeriksa
kelengkapan formulirnya.
2. Berdasarkan besaran parameter tersebut dapat dihitung
a. Rata-rata (mean) sampel
=
(2.7)
Dimana:
= nilai rata-rata
= nilai data sampel
n = jumlah sampel
b. Standar Deviasi
Sd =
(2.8)
Dalam pengambilan sampel, jika tingkat ketelitian yang diinginkan
sebesar 95% berarti bahwa besarnya tingkat kesalahan yang ditoleransi tidak lebih
dari 5%. Maka, besarnya standard error yang ditunjukkan pada tabel distribusi
normal adalah 1,96 dari acceptable sampling error (Se) yang mana besarnya
adalah 5% dari sample mean.
Se = 0,05 x mean parameter yang dikaji
Oleh karena itu, besarnya acceptable sampling error adalah:
Se(x) = Se/1,96 (2.9)
Secara matematis, besarnya jumlah sampel dari suatu populasi dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Untuk populasi yang besarnya tak terhingga (infinite)
n’ =
(2.10)
37
keterangan:
n’ = jumlah sampel repesentatif
Sd2
= standar deviasi kuadrat
(Se(x))2 = acceptable sampling error dikuadratkan
Untuk populasi yang jumlahnya hingga
n =
(2.11)
keterengan :
n = jumlah sampel minimal
n’ = jumlah sampel repesentatif
N = jumlah populasi
Jadi untuk analisis kecepatan kendaraan, perilaku pennyeberang dan perilaku
pengantar diperlukan pilot survey pada daerah studi dengan spesifikasi 95%.
Namun jika suatu obyek yang diteliti sudah diketahui populasinya, maka
langsung dapat menggunakan rumus Slovin dalam mencari sampel representatif
dari obyek yang akan diteliti. Berikut adalah rumus Slovin:
n =
(2.12)
keterengan :
n = jumlah sampel minimal
e = nilai toleransi tingkat kesalahan
N = jumlah populasi
2.7 Skala Likert
Menurut Sugiyono dalam bukunya ”Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D”, Skala Likert adalah suatu skala psikometrik yang umum digunakan dalam
kuesioner dan merupakan skala yang digunakan untuk mengukur persepsi, sikap
atau pendapat seseorang atau kelompok mengenai sebuah peristiwa atau fenomena
38
sosial, berdasarkan definisi operasional yang telah ditetapkan oleh peneliti yang
selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian.
Dan pada evaluasi, skala likert digunakan untuk: menilai keberhasilan
suatu kebijakan atau program; menilai manfaat pelaksanaan suatu kebijakan atau
program; dan mengetahui kepuasan stakeholder terhadap pelaksanaan suatu
kebijakan atau program.
Dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi
indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak dalam
menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan.
Jawaban dari setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert
mempunyai gradasi dari sangat positif menjadi sangat negatif. Untuk keperluan
analisis kuantitatif, maka jawaban ini dapat diberi skor. Skor tertinggi terdapat
pada jawaban yang ideal bagi suatu pertanyaan atau pernyataan tersebut.
Data yang diperoleh dengan gradasi skor tersebut adalah berupa data
interval dan data rasio. Untuk menentuan persentase efektivitas obyek yang diuji
terhadap keseluruhan pertanyaan dapat digunakan rumus sebagai berikut:
x 100% (2.13)