Post on 13-Dec-2020
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Beton Aspal
Menurut Sukirman (2003) beton aspal adalah jenis perkerasan jalan yang terdiri dari
campuran agregat dan aspal, dengan atau tanpa bahan tambahan. Material-material
pembentuk beton aspal dicampur dan di instalasi pencampur pada suhu tertentu,
kemudian diangkat ke lokasi, dihamparkan, dan dipadatkan. Suhu pencampuran
ditentukan berdasarkan dengan jenis aspal yang digunakan. Jika digunakan semen aspal,
maka suhu pencampuran pada umumnya 145o – 155o C, sehingga disebut beton aspal
campuran panas Hot Mixed Asphalt (HMA).
Beton aspal dapat digunakan untuk lapis aus (wearing course), perata (levelling
course), dan fondasi (base course). Lapis aus merupakan lapis perkerasan jalan paling
atas, yang menerima dampak langsung dari lalu lintas. Lapis perata berada di bawah lapis
aus, dan dibawah lapis perata merupakan lapis fondasi. Lapisan-lapisan ini harus cukup
kuat, stabil dan tetap ditempat meskipun ada goncangan-goncangan dari lalu lintas. Lapis
aus harus tahan lama dari dampak lalu lintas maupun cuaca. Lapis permukaan harus
cukup halus agar ban mobil atau kendaraan yang lewat tidak cepat rusak, tergelincir, dan
cukup nyaman bagi penumpangnya. Lapis aus merupakan lapisan yang campuran
agregatnya menggunakan agregat yang lebih halus dengan kadar aspal lebih tinggi dari
lapisan lainnya.
Sukirman (2003) mengatakan bahwa terdapat tujuh karakteristik campuran yang
harus dimiliki oleh beton aspal adalah stabilitas, keawetan, kelenturan (fleksibilitas),
ketahanan terhadap kelelahan (fatigue resistance), kekesatan permukaan atau ketahanan
geser, kedap air (impermeabilitas) dan kemudahan pelaksanaan (workability). Berikut ini
adalah penjelasan dari ketujuh karakteristik tersebut:
A Stabilitas
Stabilitas adalah kekuatan dari campuran aspal untuk menahan deformasi akibat
beban tetap dan berulang tanpa mengalami keruntuhan (plastic flow). Jalan dengan
volume lalu lintas tinggi dan sebagian besar merupakan kendaraan berat menuntut
stabilitas yang lebih besar dibandingkan jalan yang volume lalu lintasnya hanya terdiri
5
dari kendaraan penumpang saja. Stabilitas terjadi dari hasil getaran antar butir,
penguncian antar partikel dan daya ikat yang baik dari lapisan aspal. Dengan demikian
stabilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan mengusahakan penggunaan agregat
bergradasi baik, rapat, dan mempunyai rongga antar agregat (VMA) yang kecil. Namun
dengan VMA yang kecil akan menyebabkan pemakaian aspal yang lebih banyak,
sehingga dapat menyebabkan bleeding karena aspal tidak dapat menyelimuti agregat
dengan baik.
B Durabilitas
Durabilitas adalah ketahanan campuran aspal terhadap pengaruh cuaca, air,
perubahan suhu, maupun keausan akibat gesekan roda kendaraan. Durabilitas beton aspal
dipengaruhi oleh tebalnya film atau selimut aspal, banyaknya pori dalam campuran,
kepadatan dan kedap airnya campuran. Besarnya pori yang tersisa dalam campuran
setelah pemadatan, mengakibatkan durabilitas beton aspal menurun. Semakin besar pori
yang tersisa semakin tidak kedap air dan semakin banyak udara dalam beton aspal, akan
menyebabkan semakin mudahnya selimut aspal beroksidasi dengan udara menjadi gas.
C Fleksibilitas
Fleksibilitas adalah kemampuan lapisan aspal untuk dapat mengikuti deformasi yang
terjadi akibat beban lalu lintas berulang tanpa mengalami retak, ataupun penurunan akibat
berat sendiri tanah timbunan yang dibuat di atas tanah asli.
D Kekesatan
Kekesatan adalah kemampuan beton aspal untuk memberikan permukaan yang
cukup kesat sehingga kendaraan yang melaluinya tidak mengalami slip, baik diwaktu
jalan basah maupun kering. Faktor-faktor untuk mendapatkan kekesatan jalan sama
dengan untuk mendapatkan stabilitas yang tinggi, yaitu kekasaran permukaan dari butir-
butir agregat, luas bidang kontak antar butir atau bentuk butir, gradasi agregat ikut
menentukan kekesatan permukaan. Untuk mencapai kekesatan yang tinggi perlu
pemakaian kadar aspal yang tepat sehingga tidak terjadi bleeding.
6
E Kedap Air
Kedap air adalah kemampuan beton aspal utuk tidak dimasuki air ataupun udara
kedalam lapisan beton aspal. Air dan udara dapat mengakibatkan percepatan proses
penuaan aspal, dan pengelupasan film aspal dari permukaan agregat. Jumlah pori yang
tersisa setelah beton aspal dipadatkan saat menjadi indikator kekedapan air campuran.
Tingkat kedap air beton aspal berbanding terbalik dengan tingkat durabilitasnya.
F Ketahanan Leleh
Ketahanan leleh merupakan kemampuan aspal beton untuk mengalami beban
berulang tanpa terjadi kelelahan berupa retak atau kerusakan alur (rutting). Sifat ini akan
didapat jika menggunakan kadar aspal yang tinggi.
G Kemudahan Pekerjaan
Sifat ini merupakan kemudahan campuran aspal untuk diolah. Faktor yang
mempengaruhi workabilitas antara lain gradasi agregat, dimana agregat yang bergradasi
baik lebih mudah dikerjakan, dan kandungan filler, dimana filler yang banyak akan
mempersulit pelaksanaan.
Ketujuh sifat campuran beton aspal ini tidak mungkin dapat dipenuhi keseluruhannya
oleh satu jenis campuran. Maka saat perencanaan awal, ditentukan terlebih dahulu sifat
mana yang akan dominan lebih diinginkan, dan akan menentukan jenis beton aspal yang
dipilih.
2.2 Campuran Aspal Porus (Porous Asphalt)
Campuran aspal porus adalah aspal yang dicampur dengan agregat tertentu yang
setelah dipadatkan mempunyai 20% - 25% pori-pori udara. Campuran Aspal porus
umumnya memiliki nilai stabilitas Marshall yang lebih rendah dari beton aspal yang
menggunakan gradasi rapat, stabilitas Marshall akan meningkat bila gradasi terbuka yang
digunakan lebih banyak fraksi halus. Campuran aspal porus adalah jenis perkerasan jalan
yang didesain untuk meningkatkan besar koefisien gesek pada permukaan perkerasan.
Campuran aspal porus merupakan jenis perkerasan untuk lapis permukaan yang
diletakkan diatas lapisan base atau surface yang permeable dan didominasi oleh agregat
kasar, sehingga gradasinya adalah gradasi terbuka dan berfungsi sebagai drainase
dibawah permukaan jalan. Diana (2004) menyebutkan bahwa karakteristik yang
7
disyaratkan untuk campuran aspal porus adalah density, stabilitas, flow, rongga di dalam
campuran (VIM), Marshall Quotient (MQ), permeabilitas, dan keawetan.
Campuran aspal porus merupakan generasi baru dalam perkerasan lentur, yang
membolehkan air meresap ke dalam lapisan atas secara vertikal dan horizontal. Lapisan
ini menggunakan gradasi terbuka (open graded) yang dihamparkan diatas lapisan aspal
yang kedap air. Lapisan aspal porus ini secara efektif dapat memberi tingkat keselamatan
yang lebih, terutama di waktu hujan agar tidak terjadi aquaplaning sehingga
menghasilkan kekesatan permukaan yang lebih kasar, dan dapat mengurangi kebisingan.
Perbedaan permukaan antara kedua campuran ini dapat dilihat pada Gambar 2.1
2.2.1 Keuntungan Menggunakan Campuran Aspal Porus
Penggunaan campuran aspal porus pada lapisan permukaan memiliki beberapa
keuntungan, yaitu sebagai berikut:
1. dapat mengurangi aquaplaning apabila permukaan aspal basah akibat tingginya
kadar pori dalam aspal porus.
2. Permukaan campuran aspal porus sangat kasar dan kesat, oleh karena didominasi
agregat kasar sehingga permukaannya memiliki skid resistance tinggi yang dapat
mengurangi kecelakaan lalu lintas berupa slipnya ban kendaraan diatas permukaan
jalan.
3. Terjadi untaian pori yang membentuk saluran drainase, yang mampu meresap air pada
arah vertikal dan mengalirkannya kesaluran samping jalan sehingga air tidak
mempengaruhi lapisan sub base.
Gambar 2. 1 Permukaan Campuran Aspal Padat dan Campuran Aspal Porus
(a) Permukaan campuran aspal porus (b) Permukaan campuran aspal padat
8
4. Dapat meredam kebisingan 3-4 dB dimana kebisingan tersebut diredam oleh rongga-
rongga yang ada dalam aspal porus.
2.2.2 Kerugian Menggunakan Campuran Aspal Porus
Penggunaan campuran aspal porus juga memiliki kerugian yang menyebabkan
kurangnya penggunaan campuran ini pada lapisan permukaan, kerugian tersebut
diantaranya adalah:
1. tingginya kadar rongga di dalam aspal porus menyebabkan stabilitas aspal porus
menurun sehingga perlu mempertimbangkan penggunaan lebih cermat pada lalu lintas
yang tinggi.
2. Dengan besarnya rongga yang ada dalam perkerasan menyebabkan resiko terhadap
bahaya pumping oleh lalu lintas sehingga perlu mendapatkan perhatian pada proses
perencanaan.
3. Peluang terjadinya kerusakan pada perkerasan sangat tinggi, karena udara memasuki
rongga aspal porus, sehingga terjadi proses oksidasi pada aspal yang menyebabkan
aspal menjadi lapuk.
4. Kemungkinan bahaya desintegrasi perkerasan akan terjadi akibat kurangnya peristiwa
interlocking oleh karena penggunaan agregat kasar dalam jumlah yang besar dan
dibatasinya agregat halus yang digunakan.
Menurut Australian Asphalt Pavement Association (AAPA) 2004, spesifikasi
campuran aspal porus disajikan pada Tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1 Spesifikasi Campuran Aspal Porus
No Kriteria Perencanaan Nilai
Tahun 2004
1 Uji Cantabro Loss (%) < 35
2 Uji Permeabilitas (cm/det) >1 x 10-2
3 Stabilitas Marshall (Kg) ≥ 350
4 Kelelehan Plastis (mm) 2 – 6
5 Kadar Rongga Udara (%) 18 – 25
6 Jumlah Tumbukan Per-Bidang 50 Sumber: Australian Asphalt Pavement Association, (2004)
2.3 Material Campuran Beton Aspal
Campuran beton aspal adalah kombinasi material bitumen dengan agregat yang
merupakan permukaan perkerasan yang biasa dipergunakan untuk lapisan perkerasan
jalan. Karakteristik campuran diperoleh melalui analisis hasil rancangan dan pengujian
9
yang dilakukan selama pencampuran material dan pemadatan. Material aspal
dipergunakan untuk semua jenis jalan raya dan merupakan salah satu bagian dari lapisan
beton aspal jalan raya kelas satu hingga dibawahnya.
2.3.1 Agregat
Menurut Sukirman (2003), agregat adalah sekumpulan butir-butir batu pecah, kerikil,
pasir atau mineral lainnya berupa hasil alam atau batuan. Sedangkan secara umum agregat
didefinisikan sebagai formasi kulit bumi yang keras dan padat.
Menurut Wignall, (2003) seluruh lapis perkerasan jalan beraspal tersusun dari agregat,
yang diperoleh dari batu pecah, atau batu kerikil dengan pasir atau batu butiran halus.
Agregat mempunyai fungsi penting dalam mempengaruhi perilaku perkerasan jalan. Pada
umumnya agregat mempunyai kekuatan mekanik untuk pembuatan jalan, demikian pula
pada lapis permukaan yang akan langsung menahan beban lalu lintas. Agregat merupakan
komponen utama dari lapisan perkerasan jalan yang mengandung 90-95% agregat
berdasarkan persentase berat dan 70-85% agregat berdasarkan persentase volume,
sehingga daya dukung, keawetan dan mutu perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat
agregat dan dari hasil campuran dengan material lain.
Sifat dan kualitas agregat menentukan kemampuannya dalam memikul beban lalu lintas
karena dibutuhkan untuk lapisan permukaan yang langsung memikul beban di atasnya
dan menyebarkan ke lapisan di bawahnya. Kualitas suatu agregat sangat dipengaruhi oleh
sifat-sifat yang didukungnya. Diantara sifat-sifat yang ada yaitu strength atau kekuatan,
durability atau keawetan,
Pemilihan agregat untuk material perkerasan jalan meliputi juga mengenai ketersediaan
agregat, kemudahan mendapatkannya, harga dan jenis gradasi agregat yang digunakan.
Oleh karena itu pemilihan jenis agregat merupakan hal yang penting dalam campuran
beraspal karena berkaitan dengan kestabilan dari konstruksi jalan.
Sifat karakteristik agregat ditinjau dalam perencanaan perkerasan antara lain:
1. Ukuran dan Gradasi Agregat
Ukuran agregat pada suatu campuran beraspal terdistribusi dari yang berukuran besar
sampai yang berukuran kecil. Ukuran tersebut berpengaruh terhadap kemudahan
pengerjaan serta kepadatan campuran. Ukuran agregat menurut Bina Marga dibedakan
menjadi 3 jenis, yaitu:
a. agregat kasar, adalah agregat yang tertahan saringan No. 4 (4,75 mm);
10
b. agregat halus, adalah agregat yang lolos saringan No. 4 (4,75 mm);
c. bahan pengisi (filler), adalah bagian dari agregat halus yang lolos saringan No. 200
(0,075 mm).
Gradasi adalah susunan butir agregat sesuai ukurannya. Gradasi agregat atau
distribusi dari variasi ukuran agregat merupakan hal yang paling penting dalam
menentukan stabilitas perkerasan. Gradasi agregat mempengaruhi besarnya rongga dalam
campuran.
Secara umum terdapat perbedaan mendasar dari sifat campuran agregat bergradasi baik
dan buruk seperti pada Tabel 2.2
Tabel 2. 2 Perbedaan Sifat Campuran Gradasi Agregat
Sifat Bergradasi Buruk Bergradasi Baik
Permeabilitas Baik Buruk
Tingkat Kepadatan Buruk Baik
Rongga Pori Besar Sedikit
Stabilitas Buruk Baik Sumber: Sukirman, 2005.
2. Kebersihan agregat (cleanliness)
Kebersihan agregat ditentukan dari banyaknya butir-butir halus yang lolos saringan
No.200, seperti adanya lempung, lanau, ataupun adanya tumbuh-tumbuhan pada
campuran agregat. Agregat yang banyak mengandung material yang lolos saringan
No.200, jika dipergunakan sebagai bahan campuran beton aspal, akan menghasilkan
beton aspal berkualitas rendah. Hal ini disebabkan material halus membungkus partikel
agregat yang lebih kasar, sehingga ikatan antara agregat dan bahan pengikat, yaitu aspal
akan berkurang dan berakibat mudah lepasnya ikatan antara aspal dan agregat.
3. Kekuatan atau Kekerasan Agregat
Kekuatan atau kekerasan agregat adalah ketahanan agregat terhadap adanya
penurunan mutu akibat proses mekanis dan kimiawi. Agregat dapat mengalami degradasi,
yaitu perubahan gradasi, akibat pecahnya butir-butir agregat. Kehancuran agregat dapat
disebabkan oleh proses mekanis, seperti gaya-gaya yang terjadi selama proses
pelaksanaan perkerasan jalan (penimbunan, penghamparan, pemadatan), pelayanan
terhadap beban lalu lintas dan proses kimiawi, seperti pengaruh kelembaban, kepanasan
11
dan perubahan suhu sepanjang hari. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat degradasi
yang terjadi sangat ditentukan oleh jenis agregat, gradasi campuran, ukuran partikel,
bentuk agregat dan besarnya energi yang dialami oleh agregat tersebut.
4. Bentuk Agregat
Berdasarkan bentuknya, partikel atau butir agregat dapat dibedakan atas agregat
berbentuk bulat, lonjong, pipih, kubus, tak beraturan, atau mempunyai bidang pecah.
5. Tekstur Permukaan Agregat
Tekstur permukaan agregat dapat dibedakan atas licin, kasar, atau berpori. Tekstur
permukaan agregat dapat mempengaruhi kemudahan pengerjaan campuran. Campuran
yang memiliki agregat dengan tekstur kasar berlebihan akan lebih sulit untuk di kompaksi
sama halnya untuk agregat yang berbentuk bulat sangat sempit, hanya berupa titik
singgung, akan menghasilkan penguncian antar agregat yang tidak baik dan
menghasilkan kondisi kepadatan lapian perkerasan yang kurang baik. Tekstur permukaan
agregat terdiri dari dua macam, yaitu permukaan kasar dan permukaan halus.
6. Daya Lekat Aspal Terhadap Agregat (Affinity for asphalt)
Daya lekat agregat terhadap aspal adalah keadaan tarik-menarik antara agregat dan
aspal. Hal ini ditunjukkan oleh luas permukaan agregat yang tertutup aspal terhadap luas
permukaan secara keseluruhan. Daya lekat aspal terhadap agregat dipengaruhi oleh sifat
terhadap air. Menurut sifatnya terhadap air, agregat dapat dikelompokkan dalam agregat
yang bersifat hydrophilic dan agregat yang bersifat hydrophobic. Agregat yang bersifat
hydrophilic adalah agregat yang mudah terikat dengan air sehingga kurang baik sebagai
bahan campuran, karena akan mudah terjadi lepasnya lapisan aspal dari agregat akibat
pengaruh air. Sebaliknya agregat yang bersifat hydrophobic adalah agregat yang tidak
mudah terikat dengan air sehingga ikatan antara aspal dan agregat cukup baik.
7. Berat Jenis
Berat jenis agregat adalah perbandingan antara berat volume agregat dan berat
volume air. Nilai berat jenis agregat sangat penting dalam perencanaan campuran agregat
dengan aspal, karena umumnya direncanakan berdasarkan perbandingan berat dan juga
untuk menentukan banyaknya pori. Agregat dengan berat jenis yang kecil mempunyai
12
volume yang besar dengan berat yang sama membutuhkan jumlah aspal yang lebih
banyak.
Ada 4 macam berat jenis agregat, yaitu:
a. Berat jenis bulk
Berat jenis curah / Bulk Specific Gravity (Gsb), adalah berat jenis dengan
memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering dan seluruh volume agregat.
Perhitungan berat jenis bulk ada 2, yaitu:
Perhitungan berat jenis bulk untuk agregat kasar:
Gsb = Ba-Bj
Bk…..............…………………….……….(2.1)
Perhitungan berat jenis bulk untuk agregat halus:
Gsb = Bt-500B
Bk
………......................……….……….(2.2)
b. Berat jenis kering permukaan (saturated surface dry)
Berat jenis kering permukaan / Saturated Surface Dry Specific Gravity (Gssd), adalah
berat jenis dengan memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering permukaan.
Perhitungan berat jenis kering ada 2, yaitu:
Perhitungan berat jenis kering permukaan untuk agregat kasar:
Gssd = Ba-Bj
Bj……...…………..…………………….(2.3)
Perhitungan berat jenis kering permukaan untuk agregat halus:
Gssd = Bt-500B
500
……....................…....…….……….(2.4)
c. Berat jenis apparent
Berat jenis semu / apparent specific gravity (Gsa), adalah berat jenis dengan
memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering dan volume agregat yang tidak
dapat diresapi oleh air.
Perhitungan berat jenis apparent ada 2, yaitu:
Perhitungan berat jenis semu untuk agregat kasar:
13
Gsa = Ba-Bk
Bk……................……….……….……….(2.5)
Perhitungan berat jenis semu untuk agregat halus:
Gsa = Bt-BkB
Bk
….................……………….……….(2.6)
d. Berat jenis efektif
Berat jenis efektif / effective specific gravity (Gse), adalah berat jenis dengan
memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering, jadi merupakan berat agregat
kering dan volume agregat yang tidak dapat diresapi oleh aspal.
Nilai berat jenis agregat umumnya konstan untuk agregat campuran, karena hanya
dipengaruhi oleh kemampuan aspal menyerap ke dalam pori dari masing-masing butir
agregat.
Perhitungan berat jenis apparent ada 2, yaitu:
Perhitungan berat jenis semu untuk agregat kasar dan halus:
Gse= 2
GsaGsb…………………….............……..……..(2.7)
Perhitungan berat jenis untuk bahan pengisi (filler) yaitu:
Berat jenis = W3-W5
Wt….….………..................…………….(2.8)
8. Penyerapan
Penyerapan sangat mempengaruhi nilai ekonomis campuran. Agregat dengan daya
serap yang tinggi akan terus menyerap aspal pada waktu aspal dan agregat dicampur.
Akibatnya hanya tersisa sedikit lapisan aspal pada permukaan agregat. Hal ini dapat
menyebabkan terjadinya penuaan aspal, sehingga campuran menjadi getas. Agregat yang
berdaya serap rendah mengakibatkan terjadinya ikatan yang baik antar aspal dan agregat.
Penyerapan agregat dapat diperkirakan dari banyaknya air yang terabsorbsi oleh agregat.
Penyerapan agregat kasar = Bk
Bk) - (Bj × 100 % ….....……..………….(2.9)
Penyerapan agregat halus = Bk
Bk - 500 × 100 % …...…..…………..(2.10)
14
Dengan:
B = Berat piknometer berisi air penuh (gram)
Ba = Berat benda uji dalam air (gram)
Bj = Berat benda uji kering permukaan (gram)
Bk = Berat benda uji kering oven (gram)
Bt = Berat piknometer dengan agregat dan penuh air (gram)
500 = Berat benda uji dalam keadaan kering permukaan jenuh (gram)
2.3.2 Bahan Pengikat (Aspal)
Aspal merupakan campuran dari bitumen dan mineral, yang sering juga disebut
bitumen, hal tersebut disebabkan karena bahan dasar utama dari aspal adalah bitumen.
Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan yang bersifat
viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup pemanasan dan
sebaliknya. Sifat viskoelastis inilah yang membuat aspal dapat menyelimuti dan menahan
agregat tetap pada tempatnya selama proses produksi dan masa pelayanannya.
Aspal merupakan hasil terakhir dari hasil penyulingan minyak bumi yang tidak dapat
menguap lagi. Pada proses penyulingan tersebut menghasilkan aspal dengan sifat-sifat
khususnya yang cocok untuk pemakaian yang khusus pula, seperti untuk pembuatan
campuran beraspal, pelindung atap dan penggunaan khusus lainnya.
Berdasarkan tempat diperolehnya aspal dapat dibedakan atas aspal alam dan aspal
buatan. Aspal alam adalah aspal yang diambil langsung dari alam tanpa diproses terlebih
dahulu. Sedangkan yang dimaksud dengan aspal buatan adalah aspal yang diperoleh dari
hasil penyulingan minyak bumi atau batu bara.
Aspal alam dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. aspal danau, contoh aspal dari Bermudez, Trinidad;
b. aspal gunung, contoh aspal dari pulau Buton.
Aspal alam yang terdapat dan ditemukan di Indonesia adalah aspal yang berasal dari
Pulau Buton. Aspal gunung pada umumnya cukup tahan lama dan bersifat stabil jika
dipakai untuk lapisan perkerasan, namun karena biaya pengangkutan yang cukup mahal
mengakibatkan aspal ini terbatas penggunaannya.
Aspal buatan dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. aspal minyak, merupakan aspal yang dihasilkan dari penyulingan minyak bumi;
15
b. tar, merupakan aspal yang dihasilkan dari penyulingan batu bara. Aspal jenis ini tidak
umum digunakan pada perkerasan jalan karena lebih cepat mengeras, peka terhadap
perubahan temperatur, dan beracun.
Aspal minyak (Asphalt Oil) dapat dibedakan atas:
a. aspal padat (Asphalt Cement).
b. Aspal cair (Cut Back Asphalt).
c. Aspal emulsi (Emulsified Asphalt).
Aspal Padat (Asphalt Cement) adalah proses destilasi yang terkandung dalam minyak
bumi dipisahkan dengan destilasi sederhana hingga menyisakan suatu residu yang disebut
dengan aspal padat. Pada proses destilasi tersebut aspal padat baru dihasilkan melalui
proses destilasi hampa pada temperatur sekitar 480 derajat celcius. Aspal yang berbentuk
padat pada suhu ruang (25°C – 30°C). Jika aspal ini akan digunakan maka terlebih dahulu
harus dipanaskan sampai mencapai suhu tertentu agar menjadi cair. Penggunaan aspal ini
sebelumnya harus dipanaskan sampai mencapai suhu tertentu agar menjadi cair. Aspal
padat dengan penetrasi rendah digunakan di daerah bercuaca panas atau lalu lintas dengan
volume tinggi, sedangkan aspal padat dengan penetrasi tinggi digunakan untuk daerah
bercuaca dingin atau lalu lintas dengan volume rendah. Untuk penggunaan aspal jenis ini
di Indonesia biasanya menggunakan penetrasi 60/70 dan penetrasi 80/100.
Aspal merupakan unsur hidrokarbon yang sangat kompleks, sangat sukar untuk
memisahkan molekul-molekul yang membentuk aspal tersebut. Disamping itu setiap
sumber dari minyak bumi menghasilkan komposisi molekul yang beragam. Komposisi
aspal terdiri dari asphaltene dan maltene. Asphaltene sebagai filler merupakan material
berwarna hitam atau coklat tua yang tidak larut dalam heptane. Maltenes larut dalam
heptane, heptane merupakan material cairan kental yang terdiri dari resin dan oil. Resin
merupakan prapolimer yang memiliki plastisitas tinggi, berwarna kuning atau coklat yang
memberikan sifat adhesi dari aspal, merupakan bagian yang mudah hilang atau berkurang
selama masa pelayanan jalan. Sedangkan oil yang berwarna lebih muda merupakan media
dari asphaltene dan resin. Maltenes merupakan komposisi yang mudah berubah sesuai
perubahan temperatur dan umur pelayanan.
Proporsi dari asphaltene, resin, dan oil berbeda-beda tergantung dari banyak faktor
seperti kemungkinan beroksidasi, proses pembuatannya, dan ketebalan lapisan aspal
dalam campuran.
16
Aspal yang dipergunakan pada konstruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai:
1. bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan aspal itu
sendiri;
2. bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang ada dari
agregat itu sendiri.
Menurut Irianto (1988) aspal modifikasi adalah suatu material yang dihasilkan dari
modifikasi antara polimer alam atau polimer sintetis dengan aspal. Modifikasi aspal
polimer telah dikembangkan selama beberapa dekade terakhir, umumnya dengan sedikit
penambahan bahan polimer (biasanya sekitar 2-6%) sudah dapat meningkatkan hasil
ketahanan yang lebih baik, mengatasi keretakan-keretakan dan meningkatkan ketahanan
usang dari kerusakan akibat umur sehingga dihasilkan pembangunan jalan lebih tahan
lama serta juga dapat mengurangi biaya perawatan atau perbaikan jalan. Ada dua jenis
bahan polimer yang biasanya digunakan, yaitu:
1. Aspal Polimer Elastomer dan Karet
Merupakan jenis – jenis polimer elastomer yang SBS (Styrene Butadine Sterene),
SBR (Styrene Butadine Rubber), SIS (Styrene Isoprene Styrene), dan karet hádala jenis
polimer elastomer yang biasanya digunakan sebagai bahan pencampur aspal keras.
Penambahan polimer jenis ini dimaksudkan untuk memperbaiki sifat rheologi aspal,
antara lain penetrasi, kekentalan, titik lembek dan elastisitas aspal keras. Campuran
beraspal yang dibuat dengan aspal polimer elastomer akan memiliki tingkat elastisitas
yang lebih tinggi dari campuran beraspal yang dibuat dengan aspal keras. Presentase
penambahan bahan tambah (additive) pada pembuatan aspal polimer harus ditentukan
berdasarkan pengujian labolatorium, karena penambahan bahan tambah sampai dengan
batas tertentu memang dapat memperbaiki sifat-sifat rheologi aspal dan campuran tetapi
penambahan yang berlebihan justru akan memberikan pengaruh yang negatif.
2. Aspal Polimer Plastomer
Seperti halnya dengan aspal polimer elastomer, penambahan bahan polimer
plastomer pada aspal keras juga dimaksudkan untuk meningkatkan sifat rheologi baik
17
pada aspal keras dan sifat campuran beraspal. Jenis polimer plastomer yang telah banyak
digunakan antara lain adalah EVA (Ethylene Vinyle Acetate), Polypropilene, dan
Polyethilene. Persentase penambahan polimer ini kedalam aspal keras juga harus
ditentukan berdasarkan pengujian labolatorium, karena penambahan bahan tambah
sampai dengan batas tertentu penambahan ini dapat memperbaiki sifat-
sifat rheologi aspal dan campuran tetapi penambahan yang berlebihan justru akan
memberikan pengaruh yang negatif.
2.3.3 Aspal Modifikasi Bitubale
Aspal modifikasi bitubale adalah aspal modifikasi antara polimer alam dengan aspal.
Aspal bitubale menggunakan bahan aditif sebagai bahan tambahan dalam pembuatannya,
modifikasi aspal polimer (PMA) telah dikembangkan selama beberapa dekade. Bitubale
adalah aspal yang diciptakan oleh Eastern Petroleum Group yang berbasis di Singapura.
Bitubale adalah inovasi teknologi rmah lingkungan untuk rantai pasokan transportasi
aspal global. Bitubale diproduksi di pabrik yang dirancang khusus untuk pendinginan,
pengeluaranm enkapsulasi, dan pengemasan bitumen dalam bentuk dingin dengan nol
limbah di akhir rantai pasokannya.
Aspal polimer bitubale adalah aspal polimer modifikasi antara polimer alam dengan
aspal. Polimer yang digunakan pada bitubale yaitu jenis polimer SBS (styrene Butadine
Sterene). SBS merupakan jenis polimer elastomer yang biasa digunakan sebagai
pencampur aspal keras. Pada dasarnya aspal polimer bitubale menggunakan aspal atau
bitumen produksi Shell, yang dimodifikasi dengan aspal polimer jenis SBS. Penambahan
polimer jenis ini dimaksudkan untuk memperbaiki sifat rheologiaspal, antara lain
penetrasi, kekentalan, titik lembek dan elastisitas aspal keras. Campuran beraspal yang
dibuat dengan aspal polimer elastomer SBS akan memiliki tingkat elastisitas yang lebih
tinggi dari campuran beraspal yang dibuat dengan aspal padat. Aspal polimer bitubale
memiliki beberapa kelebihan diantaranya:
1. memiliki faktor kehilangan materialnya hingga 0% dibandingkan aspal
konvensional;
2. lebih ramah lingkungan karena emisi CO2 dimana hal ini disebabkan karena hasil
pembakaran yang mencapai 52%;
3. mempunyai suhu titik lembek yang tinggi sehingga mempertinggi kinerja suatu
perkerasan jalan menjadi lebih baik;
18
4. memiliki sifat kekerasan/kekesatan dan ketahanan terhadap deformasi alur yang lebih
baik sehingga cocok pada jalan yang beriklim ekstrim dan memiliki volume kendaraan
yang tinggi.
2.4 Perencanaan Campuran Beton Aspal
Sebelum melakukan pembuatan benda uji perlu dilakukan penentuan kadar aspal
yang akan digunakan. Kadar aspal acuan dalam campuran dapat ditentukan dengan
Rumus 2.11
KAA = 0,035 (%CA) + 0,045 (%FA) + 0,18 (%filler) + K .............. (2.11)
Dengan:
KAA = kadar aspal acuan, persen terhadap berat campuran
CA = persen agregat tertahan saringan No. 4
FA = persen agregat lolos saringan No. 4 dan tertahan saringan No.200
Filler = persen agregat minimal 75% lolos No. 200
K = konstanta (0,5 – 1,0 untuk lapisan aspal beton)
2.5 Spesifikasi Bina Marga 2010 Rev. 3 Divisi 6.3
Persyaratan agregat yang akan digunakan sebagai campuran beton aspal sesuai
spesifikasi Bina Marga 2010 Rev. 3.
1. Agregat Kasar
Berdasarkan spesifikasi Bina Marga, 2010 Rev. 3 menyatakan bahwa agregat kasar
untuk rancangan campuran adalah agregat dengan ukuran butir lebih besar dari ayakan
No. 4 (4,75mm) yang dilakukan secara basah dan harus bersih, keras, awet dan bebas dari
lempung atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya.
Fungsi agregat kasar dalam campuran panas aspal adalah selain memberikan
stabilitas dalam campuran juga sebagai pengisi rongga sehingga campuran menjadi
ekonomis. Agregat kasar harus mempunyai ketahanan yang cukup terhadap
keausan/abrasi, terutama untuk penggunaan agregat sebagai agregat lapis aus/permukaan
perkerasan, selain itu agregat harus bersih dan bebas dari lempung atau bahan yang tidak
dikehendaki lainnya. Maka untuk mengetahui ketahanan agregat terhadap keausan/abrasi
dilakukan pengujian menggunakan alat Los angeles.
19
Pengujian keausan/abrasi dilakukan dengan mesin Los Angeles. Pengujian ini untuk
mengetahui ketahanan agregat terhadap keausan akibat beban mekanis. Nilai
keausan/abrasi adalah perbandingan antara berat bahan aus setelah mengalami pengausan
di dalam alat Los Angeles terhadap semula, dinyatakan dalam persen sesuai dengan SNI
2417:2008. Sampel yang digunakan pada penelitian ini menggunakan agregat kasar yang
akan diperiksa. Sampel dan bola baja dimasukkan ke dalam mesin Los Angeles dan
diputar dengan kecepatan 30 rpm sebanyak 500 putaran. Setelah selesai sampel
dikeluarkan dan disaring dengan saringan dan No. 12. Butiran yang tertahan saringan
dicuci sampai bersih kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 110ºC dan akhirnya
Sampel ditimbang. Keausan agregat yang diperiksa dengan menggunakan mesin Los
Angeles harus mempunyai nilai maksimum 40%.
Persyaratan teknis agregat kasar untuk bahan campuran beraspal diberikan dalam
Tabel 2.3
Tabel 2.3 Ketentuan Agregat Kasar Spek Bina Marga 2010 Rev. 3
Sifat Ketentuan Metoda Pengujian
Kehilangan Akibat Abrasi Los
Angeles
tidak melampaui 40%
untuk 500 putaran SNI 2417 : 2008
Berat Isi Lepas min. 1200 kg/m3 SNI 03-4804-1998
Berat Jenis min 2,1 SNI 1970 : 2008
Penyerapan Oleh Air max 2,5% SNI 1970 : 2008
Bentuk Partikel Pipih dan Lonjong max 25% ASTM D-4791
Bidang Pecah (2 atau lebih) min 80% SNI 7619 : 2012 Sumber : Spesifikasi Bina Marga 2010 Rev. 3 Divisi 6.3
2. Agregat Halus
Spesifikasi Bina Marga menyatakan bahwa agregat halus untuk rancangan campuran
adalah material yang terdiri dari pasir atau hasil pengayakan batu pecah dan terdiri dari
bahan yang lolos saringan no.4 (4,75 mm). Agregat halus berfungsi untuk menambah
stabilitas dari campuran dengan memperkokoh sifat saling mengunci (interlocking) dari
agregat kasar. Selain itu agregat halus juga berfungsi untuk mengurangi rongga udara
dalam campuran dan menaikkan luas permukaan (surface area) dari agregat sehingga
akan menaikkan kadar aspal, hal ini akan membuat campuran menjadi lebih awet
(durable). Persyaratan teknis agregat halus untuk bahan campuran beraspal diberikan
dalam Tabel 2.4
20
Tabel 2.4 Ketentuan Agregat Halus
Pengujian Standar Nilai
Plasticity index ASTM D 4318 Maks. 6%
Liquid limit ASTM D 4318 Maks. 25%
Agregat Lolos Ayakan No.200 ASTM C 40-79 Maks. 3%
Berat Isi Lepas SNI 03-4804-1998 Min 1200 kg/m3
Penyerapan oleh Air SNI 1969 : 2008 Max 5% Sumber: Spesifikasi Bina Marga 2010 Rev. 3 Divisi 6.3
3. Bahan Pengikat (Aspal) Pen. 60/70
Persyaratan bahan pengikat aspal yang digunakan untuk campuran beton aspal sesuai
spesifikasi Bina Marga 2010 Rev. 3 dapat dilihat pada Tabel 2.5
Tabel 2.5 Ketentuan Bahan Pengikat Aspal Modifikasi
No Jenis Pengujian Metode Pengujian
Tipe I
Aspal
Pen.60-
70
Tipe II Aspal yang
Dimodifikasi
A¹ B
Asbuton
yang
Diproses
Elastomer
Sintesis
1 Penetrasi, 250 C (0,1 mm) SNI 06-2456-
1991 60-70 Min.50 Min 40
2 Viskositas 1350 C (cSt) SNI 06-6441-
2000 > 300 385 – 2000 < 3000
3 Titik Lembek, 0C SNI 2434:2011 > 48 > 53 > 54
4 Daktilitas pada 25 0C,
(cm) SNI 2434:2011 > 100 > 100 > 100
6 Titik nyala (0C) SNI 2434:2011 > 232 > 232 > 232
7 Kelarutan dalam
Trichloroethylene (%) AASHTO T44-03 > 99 > 99 > 99
8 Berat jenis SNI 2441:2011 > 1.0 > 1.0 > 1.0
9 Stabilitas penyimpanan
(0C)
ASTM D 5976
part 6.1 - > 2,2 > 2,2
10 Partikel yang lebih halus
dari 150 micron Min.95
Sumber: Spesifikasi Bina Marga 2010 Rev.3 Divisi 6.3
1. Berat Jenis (SNI 2441:2011)
Berat jenis adalah perbandingan antara berat aspal dan berat air suling dengan isi
yang sama dan pada temperatur yang sama. Adapun rumus yang digunakan sebagai
berikut :
21
Berat Jenis = Aspal IsiBerat
AspalBerat ....................................................... (2.12)
2. Titik Lembek (SNI 2434:2011)
Titik lembek adalah suhu pada saat bola baja dengan berat tertentu mendesak turun
suatu lapisan aspal yang bertahan dengan cincin berukuran tertentu, aspal tersebut
menyentuh pelat dasar yang terletak di bawah cincin pada tinggi 25,4 mm akibat
kecepatan pemanasan tertentu.
3. Penetrasi (SNI 06-2456-1991)
Penetrasi merupakan kedalaman yang dapat dicapai oleh suatu jarum standar
(diameter 1 mm) pada suhu 25º C, beban total 100 gram dengan berat jarum 50 gram dan
pemberat 50 gram, dan selama waktu 5 detik dinyatakan dalam 0,1 mm. Pemeriksaan
penetrasi aspal bertujuan untuk memeriksa tingkat kekerasan aspal.
4. Viskositas (SNI 06-6441-2000)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan kekentalan kinematis dari aspal,
minyak untuk jalan dan sisa destilasi aspal cair pada suhu 60°C dan aspal kekerasan pada
suhu 135°C dalam batas-batas 30 – 100.000 cst (Centistokes).
5. Titik Nyala dan Titik Bakar (SNI 2433:2011)
Titik nyala yaitu suhu pada saat terlihat menyala singkat di permukaan aspal. Titik
bakar berguna untuk menentukan suhu dimana aspal terlihat menyala singkat di
permukaan aspal (titik nyala), dan suhu pada saat terlihat nyala sekurang-kurangnya 5
detik.
6. Daktilitas (SNI 2432:2011)
Pengujian daktilitas dilakukan untuk mengetahui sifat kohesi aspal dengan mengukur
jarak terpanjang yang dapat ditarik antara dua cetakan yang terisi aspal keras sebelum
putus, pada suhu dan kecepatan tertentu.
7. Indeks Penetrasi (ASTM D5546)
Parameter pengukuran kepekaan aspal terhadap suhu adalah indeks penetrasi
(penetration index) yang dihitung dengan menggunakan Rumus 2.13 sebagai berikut :
22
25 - B&R T
logPen25 - B&logPenR50
IP 10
IP - 20
.......................................... (2.13)
Dengan:
IP = Indeks Penetrasi
TR&B = Suhu titik lembek aspal, oC
Pen 25 oC = Pen. Pada suhu 25 oC, pembebanan 100 gram
PENR&B = Pen pada suhu TR&B pembebanan 100 gram, atau asumsi 800.
2.6 Pengujian Marshall
Pengujian Marshall dilakukan untuk memeriksa kerentanan campuran terhadap
kerusakan yang disebabkan oleh air. Konsep dari percobaan Marshall dikembangkan oleh
Bruce Marshall, seorang tenaga ahli dibidang aspal pada Mississipi State Highway
Departement. Prosedur percobaan Marshall di Indonesia mengikuti SNI 06-2489. Tujuan
dari pengujian Marshall adalah untuk mendapatkan nilai stabilitas dan flow dari benda uji
dengan menggunakan parameter lainnya seperti, volume rongga dalam beton aspal padat
(VIM), volume rongga diantara butir agregat (VMA), volume rongga beton aspal yang
terisi oleh aspal (VFA), dan diperoleh kadar aspal optimum (KAO).
Gambar 2.2 Skematis Berbagai Jenis Volume Beton Aspal
Pengujian Marshall terdiri dari pembuatan benda uji berbentuk silinder berdiameter
102 mm dan tinggi 63 mm dengan menggunakan alat pemadat standar dan cetakan
berbentuk silinder. Benda uji ini akan diuji ketahanannya terhadap deformasi pada suhu
60° C dengan laju deformasi yang tetap yaitu 51 mm/menit setelah sebelumnya benda uji
23
tersebut direndam terlebih dahulu selama 24 jam dan akan didapat nilai rata-rata stabilitas
dan flow.
2.6.1 Pengujian Marshall Spesifikasi Bina Marga 2010 Rev. 3
Berdasarkan Spesifikasi Bina Marga 2010 Rev. 3, hasil dari pengujian Marshall akan
diperoleh:
1. (MQ) Quosien Marshall, adalah rasio antara nilai stabilitas dan kelelehan (flow).
2. Berat volume benda uji.
3. Berat jenis bulk aspal padat (Gmb).
Perhitungan berat jenis bulk aspal padat (Gmb), dapat dihitung dengan rumus:
Gmb = Ba-Bssd
Bk......................................................(2.14)
Dengan:
Bk = Berat kering beton aspal padat (gr)
Bssd = Berat kering permukaan dari aspal yang telah dipadatkan (gr)
Ba = Berat aspal di dalam air (gr)
4. Berat jenis efektif agregat campuran (Gse)
Perhitungan berat jenis efektif agregat campuran (Gse), dapat dihitung dengan rumus:
Gse =
en
n
e3
3
e2
2
e1
1
n3 21
G
P...
G
P
G
P
G
P
P ... P P P
.........................................( 2.15)
Dengan:
P1, P2, P3, .......…, Pn = Persentase berat masing-masing fraksi agregat terhadap berat total
aggregat campuran
Ge1, Ge2, Ge3, …, Gen = Berat jenis efektif masing-masing fraksi agregat
5. Berat jenis bulk agregat campuran (Gsb)
Perhitungan berat jenis bulk agregat campuran (Gsb), dengan rumus:
Gsb =
bn
n
b3
3
b2
2
b1
1
n321
G
P...
G
P
G
P
G
P
P ... P P P
........................................... (2.16)
24
Dengan:
P1, P2, P3, ............, Pn = Persentase berat masing-masing per saringan agregat
terhadap total agregat campuran
Gb1, Gb2, Gb3,…, Gbn = Berat jenis bulk dari masing-masing fraksi agregat
6. Berat jenis maksimum aspal yang belum dipadatkan (Gmm)
Perhitungan berat jenis maksimum aspal yang belum dipadatkan (Gmm), dapat
dihitung dengan rumus:
Gmm =
a
a
se
s
G
P
G
P
100
........................................................(2.17)
Dengan:
Pa = Kadar aspal, % terhadap berat beton aspal padat
Ps = Kadar agregat,% terhadap berat beton aspal padat
Ga = Berat jenis aspal
Gse = Berat jenis efektif dari agregat pembentuk aspal porus padat
7. Volume rongga antara agregat dalam benda uji (VMA), dapat dihitung dengan rumus:
VMA = Gsb
Ps Gmb100
.............................................…..(2.18)
Dengan:
Gmb = Berat jenis bulk dari beton aspal padat
Ps = Kadar agregat,% terhadap berat beton aspal padat
Gsb = Berat jenis bulk agregat campuran
8. Volume rongga dalam campuran benda uji (VIM), dapat dihitung dengan rumus:
VIM = 100Gmm
Gmb Gmm
.................................................(2.19)
Dengan:
Gmb = Berat jenis bulk dari beton aspal padat
Gmm = Berat jenis maksimum dari beton aspal yang dipadatkan
9. Volume rongga antara butir agregat terisi aspal (VFA), dapat dihitung dengan rumus:
VFA =
VMA
VIM -VMA 100…...........................................(2.20)
25
Dengan:
VMA = Volume pori dalam antara agregat dalam benda uji
VIM = Volume pori dalam campuran benda uji
2.6.2 Pengujian Marshall Spesifikasi (AAPA) 2004
Spesifikasi Australian Asphalt Pavement Association (AAPA) 2004 digunakan
dalam pengecekan mutu campuran aspal porus. Persyaratan hasil pengujian Marshall
menurut (AAPA) 2004 dapat dilihat pada Tabel 2.6
Tabel 2.6 Spesifikasi Penentuan KAO
No Spesifikasi Syarat
1 Cantabro Loss (%) < 35
2 Permeabilitas (cm/det) >1 x 10-2
3 VIM 18 - 25 Sumber: Australian Asphalt Pavement Association, (2004)
2.7 Metode Cantabro Loss
Cantabro loss adalah proses berkurangnya berat sampel akibat pengaruh tumbukan
yang terjadi dalam mesin Los Angeles Abration Test. Nilai Cantabro Loss meningkat
sesuai dengan peningkatan proporsi agregat kasar. Hal ini terjadi karena bertambahnya
proporsi agregat kasar akan mengakibatkan kurang kuatnya ikatan antar butiran.
Pengujian ini juga bertujuan untuk menentukan ketahanan terhadap keausan dengan
menggunakan mesin los angeles pada benda uji Marshall yang telah didiamkan selama
48 jam pada suhu ruang dalam keadaan kering udara. Sebelum benda uji dimasukkan
kedalam drum mesin Los Angeles terlebih dahulu ditimbang untuk mendapatkan berat
sebelum diabrasi (Mo). Selanjutnya benda uji dimasukkan ke drum mesin Los Angeles
tanpa bola baja. Mesin Los Angeles kemudian dijalankan dengan kecepatan antara 30-33
rpm sebanyak 300 putaran. Setelah selesai benda uji dikeluarkan dan ditimbang dengan
berat setelah abrasi (Mi).
Kehilangan berat dapat dihitung sebagai berikut :
L = 100Mo
Mi - Mo x 100% ................................................(2.21)
26
Dengan :
Mo = Berat sebelum diabrasi (gr)
Mi = Berat setelah diabrasi (gr), dan
L = Persentase kehilangan berat (%).
2.8 Permeabilitas
Permeabilitas merupakan kemampuan suatu media untuk meresapkan suatu cairan
secara bebas. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui berapa lama waktu pengaliran air
dengan tinggi tertentu pada campuran porus yang telah dipadatkan dan telah dilepaskan
dari cetakan. Alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah sebuah cetakan paralon
berbentuk silinder berdiameter 4 inch. Benda uji yang digunakan adalah benda uji yang
telah didiamkan selama 24 jam pada suhu ruang dengan kondisi SSD. Nilai permeabilitas
aspal porus dipengaruhi oleh kadar rongga di dalam campuran. Nilai permeabilitas dapat
dihitung menggunakan rumus 2.22
K = )d
d h log(
t
d3,2
xx ..............................................(2.22)
Dengan :
K = nilai permeabilitas (cm/det)
t = waktu (detik)
d = tinggi sampel (cm)
h = tinggi air dari permukaan benda uji (cm)
2.9 Kajian Terdahulu
Dalam proses menyelesaikan tugas akhir ini, dilakukan beberapa studi literatur
terhadap penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui parameter dari material dan
campuran aspal porus tersendiri.
Menurut Arlia (2018) kadar aspal optimum yang diperoleh adalah sebesar 5,56%
pada subtitusi agregat menggunakan gondorekum. Semakin sedikit penggunaan subtitusi
gondorekum, stabilitas semakin menurun, pada penggunaan 2% gondorekum didapat
stabilitas sebesar 493,9 kg, cantabro loss 19%, dan permeabilitas rata-rata 0,3 cm/dt.
Menurut Faroz (2017) polimer yang digunakan pada bitubale yaitu jenis SBS yang
merupakan jenis polimer elastomer. Penggunaan polimer bitubale ini lebih ramah
lingkungan karena emisi karbondioksida dengan hasil pembakaran hingga 52%. Polimer
27
bitubale juga mempunyai titik lembek yang tinggi dengan nilai 58,67oC sehingga
mempertinggi kinerja suatu perkerasan.
Menurut Nashir (2013) stabilitas campuran aspal poros lebih kecil jika dibandingkan
dengan nilai stabilitas pada campuran biasa, namun tetap lebih besar dari spesifikasi yaitu
765 kg. Nilai kehancuran aspal poros dari hasil uji cantabro loss didapat sebesar 12,76%,
serta nilai permeabilitas yang memenuhi spesifikasi.