Post on 29-Aug-2019
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Customer Service
Pelayanan adalah setiap perbuatan atau kinerja yang ditawarkan seseorang
kepada orang lain, yang pada dasarnya tidak dapat diraba, dan tidak menghasilkan
sesuatu pada pemiliknya (Kotler, 1997)
Pelayanan memiliki empat karakteristik yang sangat mempengaruhi
perancangan pada program-program pemasaran: intangibility, inseparability,
variability dan perishability (Kotler, 1997)
Maka dapat dikatakan bahwa kualitas pelayanan merupakan suatu kemampuan
usaha untuk memberikan kepuasan atau memenuhi keinginan konsumen melalui
perbuatan atau kinerja yang dihasilkan dari suatu produk atau jasa yang memiliki
manfaat bagi penggunanya.
Kepuasan konsumen adalah salah satu faktor yang sangat penting yang harus
diperhatikan, terlebih lagi dalam tingkat persaingan usaha yang semakin tinggi
dimana setiap perusahaan berlomba untuk mendapatkan konsumen sebanyak
mungkin yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan perusahaan.
Fungsi customer service terdiri dari empat macam (Turban, Lee, King, dan
Chung, 2000, P.88) yaitu:
8
9
1. Answering Customer Inquiries
Fungsi customer service dalam answering customer inquiries adalah sebagai
wadah / tempat bagi konsumen untuk mendapatkan semua detail informasi yang
dibutuhkan.
2. Providing search and Comparison Capabilities.
Fungsi customer service dalam providing search and comparison capabilities
adalah memberikan fasilitas pencarian (searching) product/service yang cepat dan
mudah.
3. Providing Technical Information
Fungsi customer service dalam Providing Technical Information adalah sebagai
penyedia informasi mengenai detail teknis suatu barang yang dibutuhkan oleh
konsumen dan informasi mengenai cara perawatan suatu produk.
4. Letting Customer Track Account and Order status
Konsumen dapat melihat dan mengetahui sampai dimana barang yang sudah
mereka pesan berada dimanapun dan kapanpun konsumen kehendaki.
5. Allowing Customer to customize and order on line
Kemampuan untuk melalukan transaksi secara on line selama 24 jam serta
kemampuan untuk menyediakan pelayanan yang memungkinkan konsumen dapat
merancang produk yang diinginkannya.
10
2.2. Pengertian Perilaku Konsumen
Dalam Perkembangan konsep pemasaran mutakhir, konsumen ditempatkan
sebagai sentral perhatian. Para praktisi maupun akademisi berusaha mengaji aspek-
aspek konsumen dalam rangka mengembangkan strategi pemasaran yang diharapkan
mampu meraih pangsa pasar yang tersedia. Setidaknya ada dua alasan mengapa
perilaku konsumen perlu dipelajari.
Pertama, seperti sudah dikatakan diatas, konsumen sebagai titik sentral
perhatian pemasaran. Mempelajari apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh
konsumen pada saat ini merupakan hal yang sangat penting. Memahami konsumen
akan menuntun pemasar pada kebijakan pemasaran yang tepat dan efisien. Misalnya
saja ketika pemasar mengetahui bahwa konsumen yang menginginkan produknya
hanya khusus, maka upaya-upaya pemasaran produk bisa diarahkan dan difokuskan
pada kelompok tersebut. Dengan memfokuskan bidikan, maka biaya yang
dikeluarkan untuk promosi akan lebih murah dan tepat sasaran. Untuk mengetahui
keinginan dan kebutuhan konsumen, maka biaya yang dikeluarkan untuk promosi
akan lebih murah dan tepat sasaran. Untuk mengetahui konsumen secara individu
seperti persepsi, cara memperoleh informasi, sikap, demografi, kepribadian dan gaya
hidup konsumen perlu dianalisis. Selain itu juga perlu dianalisis aspek lingkungan
seperti budaya, kelas sosial, kelompok rujukan, proses komunikasi, keluarga dan lain-
lain yang semuanya bisa mempengaruhi perilaku konsumen.
Kedua, perkembangan perdagangan pada saat ini menunjukkan bahwa lebih
banyak produk yang ditawarkan daripada permintaan. Kelebihan penawaran ini
11
menyebabkan banyak produk yang tidak terjual atau tidak dikonsumsi oleh
konsumen. Kelebihan penawaran tersebut bisa disebabkan oleh faktor seperti kualitas
barang tidak layak, tidak memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen, atau
mungkin juga karena konsumen tidak mengetahui keberadaan produk tersebut. Dari
tiga faktor penyebab kelebihan penawaran di atas, dua faktor pertama berhubungan
langsung dengan konsumen dan faktor yang ketiga disebabkan oleh kurangnya
produsen dalam mengkomunikasikan produk kepada konsumen. Oleh karena itu,
sudah selayaknya perilaku konsumen menjadi perhatian penting dalam pemasaran.
Selain dua alasan di atas, mempelajari perilaku konsumen dan proses konsumsi
yang dilakukan oleh konsumen memberikan beberapa manfaat. Mowen (1995)
mengemukakan manfaat yang bisa diperoleh sebagai berikut:
1. Membantu para manajer dalam pengambilan keputusannya.
2. Memberikan pengetahuan kepada para peneliti pemasaran dengan dasar
pengetahuan analisis konsumen.
3. Membantu legislator dan regulator dalam menciptakan hukum dan peraturan yang
berkaitan dengan pembelian dan penjualan barang dan jasa.
4. Membantu konsumen dalam pembuatan keputusan pembelian yang lebih baik.
2.2.1. Model Perilaku Konsumen
Berbicara mengenai perilaku konsumen, pada akhirnya akan sampai pada
bagaimana implikasinya terhadap langkah-langkah strategi pemasaran. Dengan
perkataan lain, mempelajari perilaku konsumen bertujuan untuk mengetahui dan
12
memahami berbagai aspek yang ada pada konsumen, yang akan digunakan dalam
menyusun strategi pemasaran yang berhasil. Oleh karena itu, kerangka berpikir dari
pembahasan perilaku konsumen harus didasarkan pada tujuan tersebut. (Assael, 1992)
secara jelas menggambarkan bagaimana model perilaku konsumen bisa dipelajari
seperti pada gambar 2-1.
Gambar 2.1
Model Perilaku Konsumen
KonsumenIndividu
Pengaruh-Pengaruh
Lingkungan
Penerapan dariPerilaku
Konsumen padaStrategi
Pemasaran
PembuatanKeputusanKonsumen
TanggapanKonsumen
Umpan balik bagi pemasaran
Umpan balik bagi konsumen(Evaluasi pasca pembelian)
Sumber: Sutisna (2003) “Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran”
Gambar 2-1 menunjukkan adanya interaksi antara pemasar dengan
konsumennya. Komponen pusat dari model ini adalah pembuatan keputusan
konsumen yang terdiri atas proses merasakan dan mengevaluasi informasi merek
13
produk, mempertimbangkan bagaimana alternatif merek dapat memenuhi kebutuhan
konsumen, dan pada akhirnya memutuskan merek apa yang akan dibeli.
Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi pilihan konsumen. Faktor pertama
adalah konsumen individual. Artinya, pilihan untuk membeli suatu produk dengan
merek tertentu dipengaruhi oleh hal-hal yang ada pada diri konsumen. Kebutuhan,
persepsi terhadap karakteristik merek, sikap, kondisi demografis, gaya hidup dan
karakteristik kepribadian individu akan mempengaruhi pilihan individu itu terhadap
berbagai alternatif merek yang tersedia.
Faktor yang kedua yaitu lingkungan yang mempengaruhi konsumen. Pilihan-
pilihan konsumen terhadap merek dipengaruhi oleh lingkungan yang mengitarinya.
Ketika seorang konsumen melakukan pembelian suatu merek produk, mungkin
didasari oleh banyak pertimbangan. Mungkin saja seseorang membeli suatu merek
produk karena meniru teman satu kelasnya, atau juga mungkin karena tetangganya
telah membeli terlebih dahulu. Jadi interaksi sosial yang dilakukan oleh seseorang
akan turut mempengaruhi pada pilihan-pilihan merek produk yang dibeli.
Faktor ketiga yaitu stimuli pemasaran atau juga disebut strategi pemasaran.
Strategi pemasaran yang banyak dibahas adalah satu-satunya variable dalam model
ini yang dikendalikan oleh pemasar. Dalam hal ini, pemasar berusaha mempengaruhi
konsumen dengan menggunakan stimuli-stimuli pemasaran seperti iklan dan
sejenisnya agar konsumen bersedia memilih merek produk yang ditawarkan. Strategi
pemasaran yang lazim dikembangkan oleh pemasar yaitu yang berhubungan dengan
14
produk apa yang akan ditawarkan, penentuan harga jual produknya, strategi
promosinya dan bagaimana melakukan distribusi produk kepada konsumen.
Selanjutnya, pemasar harus mengevaluasi strategi pemasaran yang dilakukan
dengan melihat respons konsumen untuk memperbaiki strategi pemasaran di masa
depan. Sementara itu konsumen individual akan mengevaluasi pembelian yang telah
dilakukannya. Jika pembelian yang dilakukan mampu memenuhi kebutuhan dan
keinginannya, atau dengan perkataan lain mampu memuaskan apa yang diinginkan
dan dibutuhkannya, maka di masa datang akan terjadi pembelian berulang. Bahkan
lebih jauh dari itu, konsumen yang merasa puas akan menyampaikan kepuasannya itu
kepada orang lain, dan inilah yang disebut sebagai pengaruh dari mulut ke mulut
(word of mouth communication).
2.2.2. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi perilaku konsumen, yaitu faktor
sosial budaya yang terdiri atas kebudayaan, budaya khusus, kelas sosial, kelompok
sosial, referensi, dan keluarga.
Faktor yang lain adalah faktor psikologis yang terdiri dari motivasi, persepsi,
proses belajar, kepercayaan, dan sikap.
Perilaku konsumen sangat menentukan dalam proses pengambilan keputusan
membeli yang tahapnya dimulai dari pengenalan masalah, yaitu berupa desakan yang
membangkitkan tindakan untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan. Tahap ini
diikuti oleh tahap mencari informasi tentang produk atau jasa yang dibutuhkan serta
15
dilanjutkan dengan tahap evaluasi alternatif yang berupa penyeleksian. Tahap
berikutnya adalah tahap pengambilan keputusan pembelian dan diakhiri dengan
perilaku sesudah pembelian: membeli lagi atau tidak, tergantung pada tingkat
kepuasan yang didapat dari produk atau jasa tersebut.
2.3. Komunikasi Pemasaran
2.3.1. Sifat dan Ruang Lingkup Pemasaran
Konsep pemasaran mulai berkembang pada awal tahun 1990. Hal ini
dikemukakan oleh Robert Bartel dalam Sheth dan Gardner (1982:211) sebagai
berikut: (1900-1910) sebagai periode penemuan; (1910-1920) periode
konseptualisasi; (1920-1930) periode integrasi; (1930-1940) periode pengembangan;
(1940-1950) periode pengujian kembali dan (1950-1960) merupakan periode
rekonseptualisasi. Dalam pengembangannya, terdapat banyak sekali pemikiran-
pemikiran mengenai konsep pemasaran yang pada awalnya bertitik tolak dari dua
aksioma yaitu pertama adalah aksioma bahwa pemasaran secara esensial merupakan
suatu aktivitas ekonomi, sehingga konsep pemasaran dibatasi pada perilaku ekonomi
dari masyarakat, dan aktivitas-aktivitas lain yang tidak berhubungan dengan aktivitas
ekonomi masyarakat adalah bukan pemasaran. Aksioma kedua yaitu bahwa yang
memulai aktivitas dan program pemasaran adalah pemasar (Sheth & Gardner:1982).
Perkembangan selanjutnya, dua aksioma tersebut mendapat berbagai kritikan
dan mengalami perubahan paradigma dalam konsep pemasaran. Aksioma yang
16
bertumpu pada aktivitas pertukaran ekonomi telah mengalami perubahan yaitu bahwa
pemasaran merupakan aktivitas pertukaran nilai, sedangkan aksioma pemasaran yang
bertumpu pada pemasar sebagai inisiator pemasaran telah berubah pada aksioma
bahwa pemasaran harus lebih berorientasi pada perilaku konsumen, karena konsumen
lebih mempunyai kekuatan dibandingkan dengan pemasar.
Perubahan aksioma itu menyebabkan munculnya beberapa aliran pemikiran
pemasaran. Aksioma pertukaran nilai telah memicu munculnya aliran pemikiran
macromarketing, consumerim dan system approach, sedangkan aksioma perilaku
konsumen menimbulkan aliran pemikiran pemasaran buyer behavior, behavioral
organization dan strategic planning (Sheth & Gardner:1982).
Dari berbagai aliran pemikiran tersebut, terdapat banyak pemikir pemasaran
yang sepakat bahwa konsep inti dari pemasaran adalah pertukaran (exchange)
(Bagozzi:1975; Alderson:1957; Hunt:1976; Kotler:1984b; Houston & Gassenheimer:
1987). Alasan yang mendasari bahwa konsep inti pemasaran adalah pertukaran, yaitu
bahwa seluruh aktivitas yang dilakukan oleh satu individu dengan individu yang
lainnya merupakan pertukaran. Tidak ada seorang individu pun yang mendapatkan
sesuatu tanpa memberikan sesuatu baik langsung maupun tidak langsung. Alasan
terjadinya pertukaran adalah untuk memuaskan kebutuhan (Houston &
Gassenheimer:1987; Bagozzi:1975). Bagozzi (1975:38) menyebutkan beberapa
asumsi yang mendasari terjadinya pertukaran yaitu: (1) Setiap orang adalah
berperilaku rasional; (2) Mereka berusaha untuk memaksimumkan kepuasan mereka
dalam pertukaran; (3) Mereka mempunyai informasi yang lengkap atas berbagai
17
alternatif yang tersedia bagi mereka dalam pertukaran dan (4) Pertukaran itu secara
relatif bebas dari pengaruh luar. Kotler (2000:12) mengajukan 5 kondisi yang harus
terpenuhi agar pertukaran dapat terjadi yaitu:
(1) Terdapat sedikitnya dua pihak; (2) Masing-masing pihak memiliki sesuatu
yang mungkin berharga bagi pihak lain; (3) Masing-masing pihak mampu
berkomunikasi dan melakukan penyerahan; (4) Masing-masing pihak bebas
menerima atau menolak tawaran pertukaran dan (5) Masing-masing pihak yakin
bahwa perundingan dengan pihak lain adalah layak dan bermanfaat.
Konsep pemasaran sebagai pertukaran merupakan konsep yang sudah lama
disetujui oleh para pemikir pemasaran. Artinya, inti dari proses pemasaran adalah
adanya pertukaran dari satu pihak dengan pihak lain, baik pertukaran yang sifatnya
terbatas maupun yang sifatnya luas dan kompleks. Pertukaran terbatas hanya terjadi
pada 2 pihak saja yaitu pembeli dan penjual dan sifatnya resiprokal (A ↔ B).
Pertukaran yang luas, bisa melibatkan lebih dari 2 pihak dan sifatnya univokal
(A→B→C→A). Sementara itu, pertukaran yang luas melibatkan lebih banyak lagi
pihak dengan hubungan yang rumit. Bagozzi (1975) menggambarkan bahwa proses
pertukaran yang kompleks melibatkan beberapa pihak yang tidak secara langsung
saling terkait, lihat gambar 2-2.
Dari gambar 2-2, nampak bahwa pertukaran yang terjadi pada dunia nyata lebih
banyak terjadi pertukaran yang kompleks. Proses pertukaran yang terjadi baik
langsung maupun tidak langsung memerlukan komunikasi yang membawa pesan.
Pembeli buku berkomunikasi langsung dengan penerbit berkaitan dengan harga, judul
18
buku, pengarang dan syarat pembelian. Tetapi penerbit berkomunikasi tidak langsung
dengan pembeli melalui media massa yang menayangkan keberadaan produk berupa
buku-buku hasil terbitannya. Pada setiap elemen diatas nampak sekali terjadi
pertukaran dari masing-masing pihak. Petukaran tidak hanya berupa pertukaran uang
dengan barang saja (pembeli buku dengan penerbit buku), tetapi juga terjadi
pertukaran yang sifatnya bukan berupa uang seperti yang terjadi antara pembeli buku
dengan penyelenggara penyiaran televisi. Diantara mereka terjadi pertukaran sosial
(transaksi sosial) yaitu ketika seseorang butuh informasi dan hiburan di perlu saluran
televisi, sedangkan pihak penyelenggara penyiaran televisi memerlukan perhatian
dari audiens.
Gambar 2.2
Proses Pertukaran
Orang
Penerbit
Televisi:Tayangan program
dan komersial
Agensi periklanan
Pemaparan produk dimedia massa
Hiburan, kenikmatan,informasi produk, dll.
Kesempatanmenempatkaniklan padaprogram TV
Perhatian, dukungan,berpotensi untuk membeli, dll.
Buku $8$10
Sumber: Sutisna (2003) “Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran”
19
2.3.2. Peran Komunikasi dalam Transaksi Pertukaran
Seperti sudah disinggung di atas, bahwa dalam proses pertukaran terjadi proses
komunikasi baik langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian, komunikasi
memegang peran yang penting dalam proses pertukaran. Pada tingkat dasar,
komunikasi dapat menginformasikan dan membuat konsumen potensial menyadari
atas keberadaan produk yang ditawarkan. Komunikasi dapat berusaha membujuk
konsumen saat ini dan konsumen potensial agar berhasrat masuk ke dalam hubungan
pertukaran (exchange relationship).
Komunikasi juga dapat dijadikan sebagai pengingat bagi konsumen mengenai
keberadaan produk, yang pada masa lalu pernah dilakukan transaksi pertukaran pada
produk itu. Konsumen diingatkan bahwa produk yang dulu itu ada, sekarang juga
masih ada dan tersedia di pasar. Seolah-olah kepada konsumen disampaikan
“silahkan anda mengkonsumsi produk yang dulu pernah anda beli, dan kualitas
produk kami masih sebaik yang dulu, bahkan telah kami tingkatkan sesuai dengan
selera anda.” Proses komunikasi yang bersifat mengingatkan ini sangat penting
artinya bagi kelangsungan hidup perusahaan. Perusahaan dapat bertahan karena
adanya konsumen, dan mencari atau memperoleh konsumen merupakan suatu hal
yang sulit. Oleh karena itu, ketika perusahaan sudah mendapatkan konsumen
kemudiaan melupakan konsumen, maka berarti perusahaan tidak berusaha menjaga
konsumen yang telah diraihnya. Peran yang penting dari komunikasi juga berkaitan
dengan membujuk konsumen yang saat ini dimiliki dan juga konsumen potensial
untuk melakukan pembelian. Pesan yang disampaikan dalam komunikasi sifatnya
20
persuasif, yaitu bagaimana membujuk konsumen agar mau melakukan tindakan
pembelian.
Peran lain dari komunikasi adalah untuk membedakan (differentiating) produk
yang ditawarkan oleh satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Upaya
membedakan produk ini dilakukan dengan mengkomunikasikan kepada konsumen
bahwa produk yang ditawarkan berbeda dengan produk lainnya yang sejenis.
Diferensiasi produk juga berkaitan erat dengan product positioning. Dalam
diferensiasi produk, produk yang ditawarkan memang betul-betul berbeda secara fisik
dan komposisi kandungan produk dari produk yang lain, tetapi dalam product
positioning, produk yang ditawarkan secara fisik sebenarnya tidak jauh berbeda,
tetapi pemasar membedakan produk itu dari yang lainnya dengan menanamkan suatu
persepsi tertentu pada konsumen, seolah-olah produk yang ditawarkan memang
berbeda dari produk lainnya yang sejenis.
Pada tingkatan yang lebih tinggi, peran komunikasi tidak hanya pada
mendukung transaksi dengan menginformasikan, membujuk, mengingatkan dan
membedakan produk, tetapi juga menawarkan sarana pertukaran itu sendiri. Proses
komunikasi yang terjadi bukan hanya sebagai alat untuk menyampaikan pesan-pesan
produk, tetapi juga sebagai sarana penghantaran nilai-nilai sosial kepada masyarakat.
Walaupun berdasarkan konsep periklanan suatu iklan akan menarik jika menampilkan
daya tarik seksual (sex appeal), namun jika penyajian itu melebihi batas-batas nilai
moralitas masyarakat yang dianut, maka bukannya perhatian yang baik yang
diperoleh, tapi hujatan dari masyarakat bahwa iklan yang ditampilkan menafikkan
21
nilai-nilai yang berkembang di masyarakat. Tidak heran jika banyak iklan yang
dihujat oleh masyarakat karena hanya memperhatikan peran-peran tingkat dasar saja
(menyadarkan keberadaan produk, mengingatkan, membujuk, dan membedakan).
Peran pada tingkatan yang lebih tinggi ini perlu sekali diperhatikan karena akan
menyangkut daya terima masyarakat terhadap produk itu sendiri. Konsumen akan
berusaha menolak produk yang diiklankan jika iklan itu menyinggung perasaan sosial
masyarakat. Perlu diperhatikan bahwa selain kepuasan terhadap materi iklan dalam
menyampaikan pesanan produk, juga ada kepuasan yang tidak nyata yang sifatnya
psikologis. Kepuasan psikologis ini berkaitan dengan keserasian antara produk yang
dikonsumsi dengan nilai-nilai yang dianut. Konsumen akan sangat sulit
mengkonsumsi produk yang bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut, bahkan jika
pertentangan itu hanya pada lambang produk atau merek produk saja. Orang-orang
yang beragama Islam akan sangat sulit mengkonsumsi produk makanan atau
minuman yang berlambangkan hewan babi, walaupun disitu dijelaskan halal dan
bahannya bukan dari babi. Hal ini juga terjadi dalam proses komunikasi.
2.3.3. Model Komunikasi Pemasaran
Komunikasi pemasaran merupakan usaha untuk menyampaikan pesan kepada
publik terutama konsumen sasaran mengenai keberadaan produk di pasar. Konsep
yang secara umum sering digunakan untuk menyampaikan pesan adalah apa yang
disebut sebagai bauran promosi (promotional mix). Disebut bauran promosi karena
biasanya pemasar sering menggunakan berbagai jenis promosi secara simultan dan
22
terintegrasi dalam suatu rencana promosi produk. Terdapat 5 jenis promosi yang
biasa disebut sebagai bauran promosi yaitu iklan (advertising), penjualan tatap muka
(personal selling), promosi penjualan (sales promotion), hubungan masyarakat dan
publisitas (publicity and public relation), serta pemasaran langsung (direct
marketing) (Kotler:2000). Berikut ini flatform komunikasi (Tabel 2.1) dari masing-
masing elemen bauran promosi:
Tabel 2.1
Flatform komunikasi
Periklanan Promosi
Penjualan
Hubungan
Masyarakat
Penjualan
tatap muka
Pemasaran
Langsung
Iklan di media cetak dan elektronik. Kemasan Gambar bergerak Brosur dan buklet Poster dan leflet Direktori Billboard Display Material Audiovisual Logo dan symbol Videotape
Kontes, permainan, undian, lotre. Hadiah Pameran Eksibisi Demonstrasi Kupon Rabat Pembiayaan bunga rendah Hiburan
Press kits Pidato Seminar Laporan Tahunan Donasi Dana amal Sponsorship Publikasi Relasi komunitas Lobi Media identitas Majalah Perusahaan Peristiwa
Presentasi penjualan Pertemuan penjualan Program insentif Contoh Pameran perdagangan
Katalog Surat Telemarketing Elektronic Shopping TV shopping Fax mail e-mail Voice mail
Sumber: Sutisna (2003) “Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran”
Komunikasi pemasaran memegang peranan yang sangat penting bagi pemasar.
Tanpa komunikasi, konsumen maupun masyarakat secara keseluruhan tidak akan
23
mengetahui keberadaan produk di pasar. Komunikasi pemasaran juga menyedot
anggaran yang sangat besar, oleh karena itu pemasar harus secara hati-hati dan penuh
perhitungan dalam menyusun rencana komunikasi pemasaran. Penentuan siapa saja
yang menjadi sasaran komunikasi akan sangat menentukan keberhasilan komunikasi.
Dengan penentuan sasaran yang tepat, proses komunikasi akan berjalan efektif dan
efisien.
Model komunikasi pemasaran yang biasa dikembangkan pada umumnya tidak
jauh berbeda. Model komunikasi pemasaran meliputi sender atau juga disebut sumber
(source). Pertama kali pesan komunikasi datang dari sumber. Dalam pemasaran
sumber berarti pihak yang mengirim pesan pemasaran kepada konsumen. Pihak yang
mengirim pesan tentu saja pemasar. Proses selanjutnya yaitu pemasar menentukan
bagaimana pesan itu disusun agar bisa dipahami dan direspons secara positif oleh
penerima dalam hal ini konsumen. Pada proses tersebut ditentukan pula jenis
komunikasi apa yang akan digunakan. Apakah pesan akan disampaikan melalui iklan,
personal selling, promosi penjualan, public relation atau dengan direct marketing.
Keseluruhan proses dari perancangan pesan sampai penentuan jenis promosi yang
akan dipakai disebut proses encoding. Proses encoding ini juga disebut sebagai proses
menerjemahkan tujuan-tujuan komunikasi ke dalam bentuk-bentuk pesan yang akan
dikirimkan kepada penerima.
Proses selanjutnya yaitu menyampaikan pesan melalui media. Jika pesan
dirancang dalam bentuk iklan, maka pesan harus disampaikan dalam bentuk media
cetak atau media elektronik. Pesan yang disampaikan dalam media cetak akan
24
berbeda bentuk dan strukturnya dengan pesan yang disampaikan dalam media
elektronik. Pesan dalam media cetak biasanya bersifat detail dan menjelaskan
karakteristik produk secara lengkap. Sedangkan pesan yang akan disampaikan dalam
media elektronik seperti radio dan televisi tidak boleh secara detail menerangkan
produk karena akan sangat memakan biaya. Proses penyampaian pesan melalui media
ini disebut sebagai proses transmisi.
Pesan yang disampaikan melalui media akan ditangkap oleh penerima. Ketika
pesan diterima, penerima akan memberikan respons terhadap pesan yang
disampaikan. Respons yang diberikan bisa positif, negatif atau netral. Respons positif
tentu saja adalah respons yang diharapkan oleh pengirim pesan. Respons positif
identik dengan terjadinya keserasian antara harapan pengirim pesan dengan
tanggapan penerima pesan. Dengan perkataan lain, pesan yang dirancang direspons
sesuai dengan keinginan perancang pesan. Kesesuaian antara harapan pengirim
dengan tanggapan penerima inilah yang diharapkan terjadi, karena hal ini akan
mempengaruhi perilaku konsumen secara positif. Hal yang tidak diharapkan terjadi
adalah respons negatif atau netral dari konsumen (penerima pesan). Respon negatif
ini terjadi karena tidak terjadi keserasian antara harapan pengirim pesan dengan
respons yang dilakukan oleh penerima. Pengirim mengharapkan A, konsumen
mengharapkan B. Jadi, ada ketidaksesuaian antara harapan pengirim pesan dengan
tanggapan konsumen. Proses memberikan respons dan menginterpretasikan pesan
yang diterima disebut dengan proses decoding. Proses decoding berarti penerima
pesan memberi interpretasi atas pesan yang diterima.
25
Proses decoding ini akan dilanjutkan dengan tindakan konsumen sebagai
penerima pesan. Jika pesan yang sampai diterima secara positif, maka hal ini akan
memberikan pengaruh positif pada sikap dan perilaku konsumen. Sikap positif
konsumen terhadap suatu produk akan mendorong konsumen untuk melakukan
tindakan pembelian. Tentu saja tidak semua sikap positif diakhiri dengan pembelian,
karena dibatasi oleh kemampuan daya beli. Misalnya seseorang bersikap positif dan
sangat menyukai mobil VW New Beattle. Namun demikian, karena dibatasi oleh
kemampuan daya beli, sikap positif tersebut tidak diakhiri dengan pembelian.
Sedangkan sikap negatif terhadap produk akan menghalangi konsumen untuk
melakukan tindakan pembelian. Jangankan sikap negatif, sikap positif pun tidak
semuanya diakhiri dengan pembelian, apalagi jika seseorang mempunyai sikap
negatif, pasti akan sangat menghalangi tindakan pembelian. Oleh karena itu,
pembentukan sikap positif terhadap produk sangat penting dilakukan oleh pemasar.
Proses terakhir yaitu umpan balik (feedback) atas pesan yang dikirimkan.
Pemasar mengevaluasi apakah pesan yang disampaikan sesuai dengan harapan,
artinya mendapat respons dan tindakan yang positif dari konsumen, atau justru pesan
tidak sampai secara efektif. Pengukuran efektifitas pesan tentu saja harus melalui
proses penelitian. Namun indikator yang dengan mudah bisa dipakai sebagai ukuran
efektifitas pesan adalah tingkat penjualan produk yang ditawarkan ke pasar. Pesan
(iklan, brosur, hubungan masyarakat, direct mail, dan lain-lain) disebut efektif
(berhasil mencapai tujuan) jika tingkat penjualan produk setelah proses penyampaian
pesan meningkat secara signifikan. Sebaliknya, pesan yang disampaikan tidak efektif
26
jika setelah pesan disampaikan penjualan produk tidak meningkat, atau bahkan justru
turun. Indikator penjualan ini seharusnya menjadi sinyal awal bagi pemasar untuk
melakukan penelitian atas pesan yang disampaikan ke konsumen. Secara keseluruhan
tahapan proses komunikasi pemasaran di atas digambarkan dalam gambar 2-3 berikut
ini:
Gambar 2.3
Model Komunikasi Pemasaran
Sumber DecodingTransmisiEncoding Tindakan
PemasaranAgency Iklan,
tenagapenjualan,
iklan,personal
selling, salespromotion
public relation
Radio, TV,surat kabar,
majalah,brosur
Respons daninterpretasi
olehpenerima
Perilakukonsumen
Umpan balik
Sumber: Sutisna (2003) “Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran”
2.3.4. Kredibilitas Sumber dalam Komunikasi Pemasaran
Keberhasilan komunikasi pemasaran dipengaruhi oleh banyak variabel seperti
kemampuan pemasar melakukan decoding tujuan komunikasi menjadi pesan yang
menarik dan efektif bagi konsumen, ketepatan memilih jenis promosi, ketepatan
penggunaan media penyampai pesan, daya tarik pesan dan kredibilitas penyampai
pesan. Pesan yang bersumber dari pihak yang kredibel biasanya lebih mudah
27
mempengaruhi penerima pesan. Informasi yang diterima dari orang tua, teman dekat
dan keluarga biasanya lebih bisa dipercaya dibandingkan dengan informasi yang
diperoleh dari pihak lain. Oleh karena itu, kredibilitas sumber seharusnya menjadi
perhatian pemasar dalam merancang pesan agar pesan lebih dapat diterima oleh
konsumen.
Kredibilitas sumber adalah tingkat keahlian dan kepercayaan konsumen pada
sumber pesan. Keahlian adalah kemampuan sumber untuk membuat pernyataan yang
sahih/valid mengenai karakteristik dan kinerja produk. Kepercayaan adalah persepsi
bahwa sumber telah membuat pernyataan yang sahih mengenai produk (Assael:
1992). Memperhatikan kredibilitas ini penting sekali, karena konsumen sering
menyatakan bahwa apa yang disampaikan dalam iklan semata-mata untuk
kepentingan pemasar saja, yaitu agar produk yang ditawarkan bisa terjual. Persepsi
seperti itu lumrah terjadi, dan oleh karena itu kreativitas pemasar diperlukan agar
klaim seperti itu hilang atau sedikitnya berkurang.
Dua cara bisa dilakukan untuk meningkatkan kredibilitas sumber dalam proses
komunikasi. Pertama, pemasar tidak hanya menampilkan sisi positif produk saja
dalam kampanye iklannya. Menampilkan sisi negatif akan membuat konsumen
merasa diberi informasi yang adil. Artinya, konsumen merasa tidak hanya dibujuk
untuk mengakui kebaikan produk, tetapi juga konsumen diperingatkan akan sisi
negatif dari produk yang ditawarkan. Misalnya saja ada produk obat sakit kepala yang
mengklaim bahwa produknya mampu menghilangkan rasa sakit lebih cepat dan
tuntas dibandingkan dengan produk lain, tapi akan mempunyai sedikit pengaruh pada
28
gangguan fungsi ginjal bagi penderita sakit ginjal. Pesan seperti itu menampilkan sisi
positif dan sisi negatif. Kedua, pemasar berusaha menampilkan informasi pada
sumber yang netral. Informasi mengenai produk ditampilkan pada majalah dengan
format bukan iklan. Misalya dalam rubrik kesehatan, atau rubrik editorial pada suatu
majalah. Menampilkan informasi produk pada sumber yang netral akan
meningkatkan kredibilitas sumber, karena konsumen menganggap bahwa sumber
tersebut (majalah) tidak mempunyai kepentingan terhadap produk yang ditawarkan.
2.3.5. Daya Tarik Sumber dalam Komunikasi Pemasaran
Selain kredibilitas sumber sebagai bahan evaluasi konsumen dalam merespons
pesan, juga daya tarik dari sumber pesan. Daya tarik sumber ditentukan oleh
kemampuan sumber pesan menyampaikan pesan secara menyenangkan dan membuat
kesamaan dengan konsumen. Pemasar harus berusaha menyampaikan pesan secara
menarik dan mencoba membuat kesamaan antara pesan yang disampaikan dengan
kondisi yang diinginkan oleh konsumen. Daya tarik pesan bisa menggunakan
beberapa pendekatan misalnya menggunakan tema cinta, pemandangan alam,
potongan kisah kehidupan sehari-hari, bahkan menggunakan tema seksual.
Satu hal yang penting adalah bahwa pemasar harus berusaha membuat
kesamaan dengan konsumen. Hal ini didasarkan atas anggapan bahwa ketika
konsumen melihat yang lain sama dengan dirinya dalam penggunaan produk, mereka
akan lebih mungkin bereaksi positif. Penggunaan opinion leader biasanya cukup
29
efektif dalam membangun perasaan kesamaan bagi konsumen. Manusia cenderung
meniru apa yang dilakukan oleh orang yang dianggap lebih dari dirinya.
2.4. Kualitas Pelayanan
Globalisasi perdagangan dan investasi dunia, yang ditunjang dengan kemajuan
di bidang pengetahuan, ilmu dan teknologi (PITEK), khususnya dalam bidang
komunikasi dan informasi, nampaknya membuat dunia ini menjadi seperti tanpa batas
teritorial. Dampak lain dari era globalisasi antara lain berbentuk meningkatnya
tuntutan masyarakat dunia, termasuk Indonesia, akan transparansi pengelolaan
(manajemen), kualitas produk dan jasa (pelayanan), serta terbentuknya badan-badan
dunia seperti World Trade Organization (WTO), International Monetary Fund (IMF)
dan ISO (International Standardization Organization) yang mengawasi dan
mengendalikan perekonomian, proses produksi dan standar kualitas produk dan
jasa/pelayanan dari negara-negara di dunia. Khusus untuk kualitas produk dan jasa
(pelayanan) yang diberikan atau ditawarkan oleh organisasi (swasta maupun
pemerintah) kepada masyarakat, saat ini, dianggap menjadi salah satu competitive
advantage (keunggulan kompetitif) yang penting bagi kelangsungan dan
perkembangan organisasi.
Peraturan tentang standar kualitas yang ditetapkan oleh badan-badan dunia
tersebut nampaknya berlaku secara global. Artinya, jika ada organisasi / perusahaan /
negara yang tidak mengindahkan standar kualitas yang ditetapkan secara bersama
oleh kelompok-kelompok kerjasama perekonomian dunia, dapat diprediksikan bahwa
30
yang bersangkutan akan memperoleh kecaman, kritikan dan tuntutan dari masyarakat,
baik lokal maupun internasional.
Pengertian kualitas itu sendiri, menurut Deming dan Juran (dalam Whiteley,
1991, hal. 8), terbagi dalam dua dimensi, yaitu: kualitas produk (product quality) dan
kualitas pelayanan (service quality). Dalam organisasi yang bergerak di bidang jasa,
misalnya bidang pendidikan tinggi (baik perguruan tinggi negeri maupun swasta),
kualitas produk dapat berbentuk antara lain: program-program studi, buku teks/modul
dan materi penunjang belajar, serta sarana-prasarana belajar yang tersedia atau yang
dapat diperoleh oleh peserta didik. Jika kualitas produk bersifat tangible (dapat
dibuktikan secara nyata) dan quantifiable (dapat dihitung), maka kualitas pelayanan
lebih bersifat intangible (tidak dapat dibuktikan secara nyata) dan relatif lebih sulit
diukur. Kualitas pelayanan merupakan pengalaman dan kualitas interaksi/hubungan
antara produsen dengan konsumennya. Jika dikaitkan dengan organisasi di bidang
jasa pendidikan, maka kualitas pelayanan perguruan tinggi dapat dilihat dari seberapa
responsif dosen/penasehat akademik/staf melayani mahasiswa dalam memenuhi
kebutuhan; seberapa mudah dihubungi pada waktu mahasiswa membutuhkan
konsultasi atau bimbingan.
Hasil kajian yang dilakukan oleh Whiteley (1991) menunjukkan bahwa
sebagian besar (hampir 70%) pelanggan meninggalkan perusahaan tertentu karena
keluhan terhadap kualitas pelayanan, bukan karena kualitas produknya. Secara umum
dapat dikatakan bahwa pelayanan umum oleh organisasi swasta lebih baik daripada
pelayanan oleh organisasi pemerintah dan nirlaba, meskipun dalam kasus-kasus
31
tertentu ada juga swasta yang memiliki standar kualitas rendah dalam pelayanan
mereka. Nampaknya, dalam menghadapi kompetisi di era globalisasi, tidak ada
pilihan lain kecuali meningkatkan daya saing komoditas dan jasa (pelayanan). Salah
satu jalan ke arah itu adalah dengan memperbaiki kualitas pelayanan, baik oleh
pemerintah maupun oleh swasta.
Jika permasalahan ini benar, yaitu adanya fenomena rendahnya kualitas
pelayanan yang diberikan oleh para public servant (pelayan masyarakat) yang di
dalamnya termasuk organisasi nirlaba, seperti lembaga pendidikan tinggi, karena
sikap mental yang tidak profesional, tidak efisien (lambat), dan tidak transparan; lalu
permasalahan berikutnya adalah bagaimana membuktikan bahwa fenomena ini benar
atau salah, bagaimana cara mengidentifikasi penyebab-penyebabnya (faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap terjadinya fenomena ini), serta bagaimana, jika mungkin,
mencari jalan pemecahan masalahnya.
Salah satu kemungkinan pemecahan masalah, atau upaya untuk meningkatkan
kualitas pelayanan organisasi nirlaba, yang dicoba untuk diidentifikasi dalam kajian
ini adalah melalui aktivitas komunikasi marketing terpadu. Dimana upayanya
meningkatkan kualitas pelayanan dilakukan secara kontekstual (competitive context
dan cultural context), yaitu melihat situasi dan kondisi dari organisasi yang menjadi
subyek dalam studi ini.
Sehingga dapat dikatakan disini bahwa pada era globalisasi ini pemikiran
ilmuwan dan praktisi tertuju pada bagaimana memberikan pelayanan yang berkualitas
baik, efektif dan efisien, serta bagaimana mengembangkan strategi pelayanan yang
32
baik kepada masyarakat umum. Pelayanan yang berkualitas, efisien dan efektif disini
dimaksudkan sebagai pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan
(masyarakat), hemat waktu, tenaga dan biaya serta tepat waktu dan tepat sasaran.
Dalam dunia usaha, organisasi/perusahaan yang memiliki pemikiran seperti
tersebut di atas sering disebut sebagai Customer Driven Company (perusahaan yang
berorientasi kepada pelanggan). Dalam hal ini, perusahaan menyadari bahwa yang
membeli produk atau jasanya adalah pelanggan, yang memiliki hak untuk memilih
produk atau jasa mana yang terbaik. Artinya, untuk mendapatkan dan
mempertahankan pelanggan dari para pesaing, maka pelanggan ditempatkan sebagai
pusat segala aktivitas perusahaan. Intinya adalah bagaimana memuaskan
pelanggannya atau masyarakat umum melalui pemberian pelayanan yang berkualitas.
Sikap mental seperti ini harus tertanam disemua kalangan dan lapisan di dalam
organisasi yang bersangkutan.
Para pimpinan dan staf organisasi harus mengetahui dan memahami dengan
sungguh-sungguh apa yang sebenarnya diinginkan/diharapkan oleh pelanggannya dan
juga persepsi pelanggannya tentang kualitas pelayanan dari organisasi/perusahaan
yang berhubungan dengan pelayanan tersebut. Jika harapan berorientasi ke masa
depan (namun berlandaskan pengalaman dan pengetahuan masa kini), maka persepsi
berdasarkan kenyataan masa kini. Sebenarnya kualitas pelayanan dapat dikendalikan
bila organisasi/perusahaan yang berkecimpung dalam bidang pelayanan mampu
menemukan keseimbangan antara harapan dan persepsi.
33
Selain itu, organisasi perlu melakukan perubahan mendasar yang difokuskan
pada proses. Disini public servants berperan menyerap informasi dari luar
organisasinya, untuk kemudian diintegrasikan dengan visi, misi, sumberdaya dan
kebijakan organisasi sehingga menghasilkan suatu model pelayanan efektif dan
efisien, yang akan diberikan kepada publik atau pelanggannya.
Kualitas pelayanan tidak terlepas dari implementasi strategi marketing mix.
Menurut Renaghan (dalam Ferrel, 1985) bila dikaitkan dengan kualitas pelayanan,
strategi marketing mix meliputi:
1. Bauran jasa, yang meliputi faktor-faktor pelayanan dan tingkat pelayanan;
2. Bauran penyajian, meliputi: fisik, gedung, lokasi, aksesibilitas, atmosfer, harga
dan karyawan; dan
3. Bauran komunikasi, meliputi iklan, promosi, merchandising, Humas dan
publisitas serta penjualan tatap muka.
Bila dikaitkan dengan kajian topik khusus ini, hal tersebut di atas menunjukkan
adanya kaitan antara komunikasi marketing dengan kualitas pelayanan. Untuk
meningkatkan kualitas pelayanan, ada tiga jenis kegiatan komunikasi marketing yang
dapat diterapkan, yaitu: 1) komunikasi marketing eksternal, 2) komunikasi marketing
internal, dan 3) komunikasi marketing interaktif (Kotler, 1994; hlm. 470). Hal ini
menunjukkan pentingnya menciptakan keterpaduan yang harmonis antara unsur-
unsur: perusahaan, karyawan dan pelanggan/konsumen.
34
2.5. Hubungan antara Pelayanan, Kualitas, dan Kepuasan
Industri keuangan yang melayani bidang jasa, pengukuran penilaian kepuasan
konsumen bersifat abstrak dan intangible, dan hanya dapat diketahui melalui opini,
persepsi, dan ekspektasi dari para nasabah maupun masyarakat.
Tidak ada definisi yang tepat mengenai kualitas layanan, bagi produk
manufaktur akan lebih mudah didefinisikan, karena secara fisik dapat dilihat, diraba
dan dirasakan, dan ada standar teknis yang digunakan dan mudah untuk diukur.
Kualitas layanan lebih bersifat subyektif daripada obyektif dan terkait dengan
perasaan dan kepuasan pribadi konsumen yang menerimanya. Lovelock
mendefinisikan kualitas layanan sebagai tingkat kesempurnaan yang diharapkan dan
kendali dari variabelitas dalam mencapai kesempurnaan tersebut, untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan (Lovelock, 1992).
Kotler dalam manajemen pemasaran mendefinisikan kualitas sebagai gambaran
dan karakteristik secara keseluruhan dari produk atau jasa yang sesuai dengan
kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang dinyatakan atau yang
diharapkan. Sedangkan kepuasan dapat diartikan tingkat perasaan yang diterima
pribadi yang dinyatakan dari hasil perbandingan kinerja produk atau layanan yang
diterima dan dirasakan dalam kaitannya dengan harapan pribadi (Kotler, 1994)
Semakin tinggi tingkat kesesuaian antara yang dirasakan dengan yang
diharapkan maka semakin tinggi kepuasan konsumen, sebaliknya makin rendah
tingkat kesesuaian antara yang dirasakan dengan yang diharapkan maka makin
rendah tingkat kepuasan konsumen.
35
8. Access, kemudahan dihubungi dan didekati.
9. Communication, menjaga pengguna selalu diinformasikan dalam bahasa yang
mudah dimengerti, dan selalu mau mendengarkan keluhan pengguna.
10. Understanding the Customer, selalu berusaha untuk mengerti pengguna dan
kebutuhannya.
Kesepuluh aspek ini dapat memberikan gambaran kualitas yang dapat
memuaskan konsumen atau pengguna.
Terdapat sepuluh aspek atau dimensi kualitas layanan secara umum (Zeithaml,
1990):
1. Tangible, penampilan fisik peralatan, personalia, dan materi komunikasi
2. Reliability, kemampuan untuk melaksanakan layanan yang dijanjikan secara
bertanggung jawab dan akurat.
3. Responsiveness, keinginan untuk membantu pengguna dan menyediakan layanan
yang tepat.
4. Competency, penguasaan kemampuan dan pengetahuan yang diperlukan untuk
melaksanakan pelayanan.
5. Courtesy, sopan santun, respek dan bersahabat dari personalia penghubung.
6. Credibility, dapat dipercaya, dan pemurah dari penyedia layanan.
7. Security, bebas dari bahaya resiko dan keraguan.