Post on 15-Mar-2019
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Gagal Ginjal Kronik adalah suatu sindrom klinis yang di sebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan
cukup lanjut. (Suharjono, 2001)
Menurut Doenges (1999: 626), Chronic Kidney Disease biasanya
akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap, yang terjadi
bila ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan internal yang
konsisten (Long C Barbara, 1996: 368). Penyakit ini termasuk penyakit renal
tahap akhir (End Stadium Renal Disease) yang merupakan gangguan fungsi
renal yang progresif dan irreversible (tidak dapat kembali) dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit (Smeltzer, 2001: 1448).
Kegagalan ginjal berlangsung progresif yang dibagi menjadi tiga
stadium, antara lain : stadium 1 (penurunan cadangan ginjal) yaitu ditandai
dengan kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrogen normal dan penderita
asimtomatik; stadium 2 (insufiensi ginjal) yaitu lebih dari 75 % jaringan yang
berfungsi telah rusak(glomerulo filtration rate besarnya 25 % dari normal)
kadar kreatinin mulai meningkat melebihi kadar normal, azotemia ringan,
timbul nokturi dan poliuri ; stadium 3 ( gagal ginjal stadium akhir atau
uremia) yaitu timbul apabila 90 % massa nefron telah hancur. (Price, 1992)
1
B. Anatomi Fisiologi
Tiap ginjal manusia terdiri dari kurang lebih 1 juta nefron, semua
berfungsi sama. Tiap nefron terbentuk dari 2 komponen utama : (1)
glomerolus dan kapsula Bowman's, tempat air dan larutan difiltrasi dari darah,
dan (2) tubulus, yang mereabsorbsi material penting dari filtrat dan
memungkinkan bahan-bahan sampah dan material yang tidak dibutuhkan
untuk tetap dalam filtrate dan mengalir ke pelvis renalis sebagai urine (Hudak
dan Gallo, 1994, hal.4)
Menurut Brunner dan Suddarth (1996, hal. 1364), ginjal merupakan
organ yang berpasangan dan setiap ginjal memiliki berat kurang lebih 125 g,
terletak pada posisi di sebelah lateral vertebra torakalis bawah, beberapa
centimeter di sebelah kanan dan kiri garis tengah. Organ ini terbungkus oleh.
jaringan ikat tipis yang dikenal dengan sebagai Kapsula renalis. Di sebelah
anterior, ginjal dipisahkan oleh kavum abdomen dan isinya oleh lapisan
peritoneum. Di sebelah posterior, organ tersebut dilindungi oleh dinding
torakalis bawah. Darah dialirkan ke dalam ginjal melalui arteri renalis dan
keluar dari dalam ginjal melalui vena renalis. Arteri renalis berasal dari aorta
abdominalis dan vena renalis membawa darah kembali ke dalam vena kava
inferior.
2
Gambar 1. anatomi saluran perkemihan.
Ginjal terletak di luar rongga peritoneum di bagian posterior, sebelah
atas dinding abdomen, masing-masing satu di setiap sisi. Setiap ginjal terdiri
dari sekitar satu juta unit fungsional yang disebut nefron. Setiap nefron
berawal sebagai suatu berkas kapiler, yang disebut glomerulus, yang berubah
3
rnenjadi tubulus panjang yang melengkung dan berkelok-kelok (Corwin,
1996, hal.442).
Menurut Hartono (1991, hal. 2), ginjal terdiri atas unit-unit fungsional
yang dinamakan nefron dan pada setiap ginjal terdapat 1 hingga 1,5 juta
nefron. Nefron merupakan tubulus (pipa) yang panjangnya kurang lebih 6 cm
dan tersusun dari bagian komponen yang dirancang menurut ciri anatomi serta
fungsional yang khas. Kelima komponen nefron tersebut adalah simpai
Bowman, tubulus kontortus proksimal, ansa Henle, tubulus kontortus distal
dan saluran pengumpul (collecting duct). Sesungguhnya collecting duct bukan
bagian dari tiap nefron, tetapi berfungsi untuk mengumpulkan cairan dari
beberapa nefron. Pangkal tubulus (nefron) merupakan ujung huntu yang
melebar (simpai Bowman) dan ke dalam ujung tersebut masuk jalinan kapiler
sebanyak kurang lebih 50 buah yang dikenal sebagai glomerulus.
4
Gambar 2 Ginjal
Menurut Cambridge (1997, hal, 4), ginjal terletak dalam rongga
sepanjang kolumna vertebralis, dan tepat dibawah. iga yang paling bawah.
Ginjal dikelilingi oleh pelindung lemak dan terletak di luar rongga peritoneal.
Ginjal terdiri atas massa tubulus mikroskopis yang disebut nefron, yang
menyaring darah dan mengontrol komposisinya. Terdapat sekitar 1 juta nefron
pada setiap ginjal. Setiap nefron berawal dari berkas kapiler yang disebut
5
glomerulus yang terletak di dalam kortek bagian terluar dari ginjal.
Glomerulus di kelilingi hamper secara keseluruhan oleh membran yang
disebut kapsula Bowman's.
Menurut Syaifuddin (1997, hal. 108)
1. Fungsi ginjal terdiri dari:
a. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau
racun.
b. Mempertahankan suasana keseimbangan cairan.
c. Mempertahankan keseimbangan kadar asam basa dan cairan tubuh.
d. Mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam
tubuh.
e. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme hasil akhir dari protein, ureum,
kreatinin dan amoniak.
2. Proses pembentukan urine
Glomerulus berfungsi sebagai filtrasi, pada sirnpai Bowman berfungsi
untuk menampung hasil filtrasi dari glomerulus. Pada tubulus ginjal akan
terjadi penyerapan kembali dari zat-zat yang sudah disaring pada
glomerulus, sisa cairan akan diteraskan ke piala ginjal terus berlanjut ke
ureter. Urin berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk ke dalam
ginjal, darah ini terdiri dari bagian yang padat yaitu sel darah dan bagian
plasma darah. Ada 3 tahap pembentukan urin :
6
a. Proses filtrasi
Terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena permukaan
aferent lebih besar dari permukaan eferent maka terjadi penyerapan
darah, sedangkan sebagian yang disaring adalah bagian cairan darah
kecuali protein, cairan yang tersaring ditampung oleh simpai Bowman
yang terdiri dari glukosa, air, sodiumklorida, sulfat, bikarbonat, dan
lain-lain. diteraskan ke tubulus ginjal.
b. Proses reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari
glukosa, sodium, klorida, fosfat dan beberapa ion bikarbonat.
Prosesnya terjadi secara pasif yang dikenal dengan obligator reabsorbsi
terjadi pada tubulus atas. Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah
terjadi kembali penyerapan dari sodium dan ion bikarbonat, bila
diperlukan akan diserap kembali ke dalam tubulus bagian bawah,
penyerapannya terjadi secara aktif dikenal dengan reabsorbsi fakultatif
dan sisanya dialirkan pada papilla renalis.
c. Proses sekresi
Sisanya penyerapan kembali yang terjadi pada tubulus dan
ditemskan ke piala ginjal selanjutnya diteruskan keluar.
Menurut Long (1989, hal. 272), fungsi-fungsi utama dari kedua
ginjal, antara lain :
1) Ultrafikasi yaitu membuang volume cairan dari darah sirkulasi,
bahan-bahan yang terlarut dalam cairan juga turut terbuang.
7
2) Pengendalian yaitu mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit-elektrolit yang tepat dalam batas ekskresi yang normal,
dalam sekresi dan reabsorbsi.
3) Keseimbangan yaitu mempertahankan pH dan basa normal dengan
ekskresi ion H dan pembentukan bicarbonas untuk bufer /
penyangga
4) Ekskresi yaitu pembuangan langsung produk metabolisme yang
terdapat pada filtrate glomeruler.
5) Mengatur yaitu mengatur tekanan darah dengan mengendalikan
volume sirkulasi dan sekresi renin, erythropoietin yang disekresi
oleh ginjal
6) Memproduksi eritrosit yaitu merangsang sumsum tulang agar
membuat sel-sel eritrosit
7) Mengatur metabolisme yaitu mengaktifkan vitamin D yang diatur
oleh kalsium fosfat ginjal.
C. Etiologi
Pada dasarnya, penyebab kegagalan ginjal kronik adalah penurunan
laju filtrasi glomerulus atau yang disebut juga penurunan Glomerulus
Filtration Rate (GFR). Berikut ini akan diuraikan penyebab Chronic Kidney
Disease; menurat Doenges (1999: 626).
Penyebabnya yaitu termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis,
penyakit vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit
kolagen (Juris sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin
8
(diabetes). Penyebab GGK menurut Price (1992: 817) dibagi menjadi delapan
kelus, antaralain:
1. Infeksi misalnya pielonefritis kronik
2. Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
3. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
4. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif
5. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubulus ginjal
6. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
7. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal
8. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli
neoplasma, fibrosis retroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung
kemih dan uretra.
D. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron yang termasuk
glomerulus dan tubulus diduga utuh, sedangkan yang lain rusak. Hipotesa ini
disebut juga sebagai hipotesa nefron utuh. Nefron-nefron yang utuh menjadi
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan Glomerulo Filtration Rate atau kecepatan
daya saring glomerulus yang disebut juga metode adaptif. Metode ini
9
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron-nefron rusak.
Beban bahan yang harus dilarutkan menjadi lebih besar daripada yang bisa
direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya
karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai
retensi produk sisa. Gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas hingga
muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fiingsi ginjal yang
hilang mencapai 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi bersihan kreatinin ginjal
akan mengalami penurunan sampai 15 ml/menit atau lebih rendah dari itu
(Long, 1996: 368).
Bersihan kreatinin ginjal yang menurun menyebabkan protein ikut
diekskresikan dalam urin. Produk akhir metabolisme protein berupa urea yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah, selanjutnya
terjadi uremia yang mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak
timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala
uremia membaik setelah dialisis (Smeltzer, 2001 : 1448).
Seseorang mengalami kegagalan fungsi ginjal melalui beberapa tahap.
Menurut Price (1992: 813-814), kegagalan ginjal berlangsung progresif yang
dibagi menjadi tiga stadium, yaitu:
1. Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Ditandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen normal
dan penderita asimtomatik.
2. Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
10
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo Filtration
Rate .besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen
mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningkat
melebihi kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
3. Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir atau uremia)
Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai Glomerulo Filtration
Rate 10% dari normal, bersihan kreatinin 5-10 ml per menit atau kurang.
Pada tahap ini kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen
meningkat sangat mencolok dan timbul oliguri.
E. Manifestasi Klinik
Sebagaimana diketahui bahwa kegagalan ginjal kronik akan terjadi
peningkatan ureum dan kreatinin. Hal ini akan mengganggu fungsi sistem
tubuh. Menurut Long (1996: 369), manifestasi klinik pada pasien dengan
Chronic Kidney Disease pada gejala dini ditemukan adanya letargi, sakit
kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung,
depresi. Pada gejala yang lebih lanjut, pada pasien dengan Chronic Kidney
Diseas ditemukan adanya anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau
sesak nafas baik saat beraktivitas maupun tidak, edema yang disertai
keterlambatan akan ditemukan adanya anoreksia, mual disertai muntah, nafas
dangkal atau sesak, butuh waktu untuk kembali seperti bentuk semula setelah
dilakukan penekanan menggunakan jari (edema), pruritis mungkin tidak ada
tapi mungkin juga sangat parah.
11
Disamping itu, pada Chronic Kidney Disease akan terjadi hipertensi
akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sistem renin-angiotensin-
aldosteron, gagal jantung kongestif dan edema pulmoner akibat cairan
berlebihan, dan perikarditis akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh toksik,
pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang,
perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi (Smeltzer, 2001:
1449).
Suyono (2001) menguraikan bahwa manifestasi klinik Chronic Kidney
Disease pada sistem kardiovaskuler adalah adanya hipertensi, pitting edema,
edema periorbital, pembesaran vena leher, dan friction sub pericardial, Selain
itu, pada sistem pulmoner ditemukan adanya nafas dangkal, kusmaull, sputum
kental dan Hat. Pada sistem gastrointestinal ditemukan adanya anoreksia, mual
dan muntah, perdarahan saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan
mulut, nafas berbau ammonia. Pada sistem integumen ditemukan adanya
warna kulit abu-abu mengkilat, pruritis (gatal-gatal), kulit kering bersisik,
ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar
F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan media konservatif dengan pengaturan diit:
a. GFR 1 ml / mg atau kurang protein yang di berikan 20 gram,
b. Diit natrium GFR 10 ml / mg atau kurang protein 25 sampai 30 gram
dan GFR 3 ml yaitu jumlah yang dianjurkan adalah 40 sampai 90 meg/
c. Diit kalium yaitu jumlah yang dianjurkan adalah 40 sampai 80 meg/ hr
12
d. Diit cairan yaitu aturan umum yang dapat digunakan untuk
menentukan banyak asupan cairan adalah jumlah air yang keluar air
kemih adalah 24 jam ditambah 500 ml.
2. Penatalaksanaan konservatif dengan pemberian obat
Obat anti hipertensi yang sering digunakan adalah metil dopa,
propano'lol, dan klonidin, bila terjadi hiperkalemi maka diberikan glukosa
dan insulin intravena yaitu glukonat 10%, multivitamin dan asam folat
diberikan tlap hari. Diuretik diberikan tiap hari karena bertujuan untuk
mengurangi kelebihan cairan dan juga diberi antibiotik non nefrotoksin
karena kllen dengan gagal ginjal kronik mempunyai kerentanan yang lebih
tinggi terhadap serangan infeksi.
3. Penatalaksanaan definitive
a. Dialise
Adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi
secara pasif melalui membrane berpori dan kompartemen cair menuju
kompartemen lainnya, ada dua macam dialisis yaitu hemodialisis (HD)
dan peritonial dialisis (PD)
Hemodialisa (HD) mencakup shunting / pengalihan arus darah
dari tubuh pasien kedialisator dimana terjadi disfusi dan ultra filtrasi
dan kemudian kembali kesirkulasi pasien. Suatu mekanisme yang
mentranspor darah ke dan dari dialisator dan dialisator (daerah di mana
terjadi pertukaran larutan elektrolit dan produk - produk sisa
berlangsung). Pengobatan dialise berlangsung 3 sampai 5 tergantung
13
kepada tipe dialisator yang dipakai dan jumlah waktu yang diperlukan
demi koreksi cairan, elektrolit, asam basa, dan masalah sisa produk
yang ada. Dialise untuk masalah yang akut hams dilaksanakan tiap hari
atau lebih sering berdasarkan kondisi pasien yang masih menjamin.
Haemodialise bagi orang dengan kegagalan ginjal kronik biasanya di
kerjakan dalam dua / tiga kali seminggu.
Asuhan keperawatan pasien selama haemodialise harus di
pusatkan kepada:
1) Pemantauan status fisik sebelum dan pada saat dialise
2) Kebutuhan keamanan dan kenyamanan
3) Membantu pasien untuk menyesuaikan diri kepada perawatan dan
perubahan cara hidup
b. Peritonium Dialise ( PD )
Yaitu cairan dialise dimasukkan kerongga peritoneum dan
peritoneum menjadi membran dialise. Dibandingkan dengan
pengobatan hemodialise yang bisa berlangsung 3 sampai 6 jam.
Keuntungan pertama dari peritoneal dialise terdiri dari:
1) Prosedur mensajikan kimiawi darah yang tetap
2) Bisa dipasang pada tiap lokasi dan mesin tidak diperlukan
3) Proses mudah diajarkan kepada pasien dan keluarga
4) Banyak pantangan diet karena banyak kehilangan protein lewat
membran peritoneum. Kedialisat, pasien biasanya mendapat diet
tinggi protein (C. long 1996 : 389)
14
c. Transplantasi ginjal .
Transplantasi ginjal dilakukan untuk memperpanjang masa
hidup klien dengan gagal ginjal kronik
G. Komplikasi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), komplikasi yang muncul pada
penyakit ginjal kronik adalah sebagai berikut:
1. Hiperkalemi
2. Perikarditis
3. Hipertensi
4. Anemia
H. Pengkajian Fokus
Menurut Long (1989, hal. 362): ;
Data subyektif
Pengkajian hampir memuat pertanyaan-pertanyaan yang bisa
meyakinkan antara lain, seperti pola berkemih, termasuk perubahan yang
sedang terjadi, kenaikan BB yang tidak diketahui sebabnya, terjadinya mual
dan anoreksia, riwayat keluarga mengenai penyakit ginjal, riwayat akhir
mengenai gejala-gejala yang serupa pilek, terdapat nefrotoksin, termasuk yang
ada dalam lingkungan di tempat pekerjaan dan dalam obat-obatan.
Data obyektif
Data obyektif harus mencakup takaran intake cairan dan output urin
dalam periode 24 jam. Timbangan BB harian penting karena dapat menyajikan
15
data status cairan yang tepat. TD termasuk pada perubahan postural harus
diperiksa dan dicatat. Status cairan dikaji melalui pemantauan kulit, edema
perifer dan auskultasi bunyi nafas. Pasien haras dikaji mengenai halitosis yang
bisa timbul akibat acidosis dan sekresi amoniak. Yang harus diperhatikan
apakah terjadi perubahan sikap mental. Menurut Doengoes (1993, hal 612),
antara lain :
1. Aktifitas/istirahat.
Di dalam beraktifitas/beristirahat gejala yang sering muncul biasanya letih,
lemah, malaise. Sedangkan untuk tandanya yaitu : kelemahan otot,
kehilangan tonus.
2. Sirkulasi.
Biasanya dalam sirkulasi darah untuk tandanya seperti hipotehsi/hipertensi
(termasuk hipertensi malignan, eklampsia akibat kehamilan), disritmia
jantung, nadi lemah/halus, hipotensi ortostatik (hipovolemia), nadi kuat
(hipervolemia), edema jaringan umum (termasuk area periorbital, mata
kaki, sacrum), pucat, kecenderungan perdarahan.
3. Eliminasi.
Untuk gejala eliminasi antara lain : perubahan pola berkemih biasanya :
peningkatan frekuensi, poliuria (kegagalan dini), atau penurunan
frekuensi/oliguria (fase akhir), disuria, ragu-ragu, dorongan, dan retensi
(inflamasi/obstruksi, infeksi), abdomen kembung, diare/konstipasi, riwayat
batu/kalkuli. Sedangkan tandanya seperti : perubahan warna urin, oliguria
(biasanya 12-21 hari), poliuria (2-6 L/hari).
16
4. Makanan/cairan.
Untuk makanan dan cairan gejalanya seperti : peningkatan BB (edema),
penurunan BB (dehidrasi), mual, muntah, anoreksia, nyeri ulu hati.
Tandanya seperti : perubahan turgor kulit/kelembaban, edema (umum,
bagian bawah).
5. Neurosensori.
Dalam neurosensori gejalanya antara lain : sakit kepala, penglihatan kabur.
kram otot/kejang. Sedangkan tandanya seperti : gangguan status mental,
kejang, faskikulasi otot, akti vitas kejang.
6. Nyeri/kenyamanan.
Untuk pengkajian dalam nyeri/kenyamanan gejala yang muncul
seperti : nyeri tubuh, sakit kepala. Sedangkan tandanya : perilaku berhati-
hati/distraksi, gelisah.
17
7. Pernafasan.
Pada pernafasannya gejala yang muncul seperti: nafas pendek. Untuk
tandanya antara lain : takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi, kedalaman
(pernafasan kussmaul), nafas ammonia, batuk produktif dengan sputum
kental merah muda (edema paru).
8. Keamanan.
Gejalanya seperti : adanya reaksi confuse. Sedangkan tandanya antara
lain : demam (sepsis, dehidrasi), petekie, area kulit ekimosis, pruritus,
kiilit kering. Menurut Talbot dan Marquardt (1993, hal. 202):
a. Faktor pencetus antara lain : seperti riwayat DM, gagal jantung, gagal
hati, septicemia, obat nefrotoksik atau bahan kimia, syok, hipovolemia,
cedera iskemik, luka bakar, glomerulus akut, nefritis tubulointersisial
akut, glomerullonefritis pascastreptokokal akut, nekrosis ginjal akut,
batu ginjal, obstruksi vaskuler ginjal, obstruksi traktus urinaria akut.
b. Riwayat, seperti; perubahan status mental : kekacauan mental, letargi,
stupor, mual, muntah, anoreksia, pruritus, sakit nyeri tumpul pada
sudut kostovertebral, hipertensi, perubahan dalarn harapan keluaran
urin : oliguria, anuria, atau polituria (dapat mengalami pengeluaran
urin normal), kesulitan BAK, atelektasis, kejang.
c. Hasil Pemeriksaan Diagnostik :
1) Tes radiology : film K 1.113 : ginjal akan normal atau mungkin
membesar, pielogafi dapat menunjukkan obstruksi jika penyebab
kegagalan postrenal.
18
2) Prosedur khusus : uttrasonografi ginjal dan scanning ginjal akan
membuktikan hasil dari KUB dan pemeriksaan pielografi.
3) Gas darah arteri: asidosis
4) Pengawasan di tempat tidur : peningkatan CVP, peningkatan
PCWP dengan kegagalan diakibatkan oleh penyebab intrarenal,
penurunan CVP, penurunan PCWP bila kegagalan sehubungan
dengan penyebab prerenal.
5) Pemeriksaan laboratorium : kadar BUN dan kreatinin meningkat,
konsentrasi natrium, kalsium dun bikarbinat rnungkin menurun,
kadar kalium, klorida, fosfat dan magnesium serum meningkat,
rasio BUN terhadap kreatinin lebih besar dan 10:1 pada kegagalan
prerenal.
6) Urinalisa : natrium kurang dari 10 mEq/L pada kegagalan prerenal,
lebih dan 20 mEq/L pada. kegagalan intrarenal, dan lebih dari 20
tetapi kurang dan 40 mEq/L pada kegagalan postrenal, berat jenis
lebih dari 1,020 pada tahap prerenal, 1,010 pada kegagalan
intrarenal dan postrenal, pada kegagalan internal terdapat
proteinuria dan sedimen normal, pada kegagalan intrarenal terdapat
hematuria, proeinuria, serpihan sel darah. merah dan sel darah
putih.
7) EKG : takikardia, disritmia dan perubahan tersebut terlihat pada
hiperkalemia (contoh ; peregangan gelombang T, pelebaran QRS,
depresi ST).
19
d. Pengakajian fisik
1) Inspeksi.
Pernafasan kussmaul's (dengan asidosis metabolik), takipnea, kulit
kering, pembesaran vena-vena leher, twitching pada
neuromuskuler, distensi abdomen, bau uremik.
2) Palpasi
Penurunan turgor kulit, pembesaran ginjal dan kandung kemih
dapat diraba (pada obstruksi bagian luar kandung kemih), edema
(pada kelebihan cairan)
3) Perkusi
Resonansi perkusi di atas pembesaran ginjal, garis perkusi distensi
kandung kemih.
4) Auskultasi.
Desiran (pada oklusi arteri ginjal), pernafasan (perubahan bunyi
nafas), kardiovaskuler (takikardia, disritmia, friksi gesekan
mengindikasikan perikarditis uremik)
e. Pemeriksaan penunjang
Untuk menegakkan diagnosa Chronic Kidney Disease
diperlukan beberapa pemeriksaan untuk menunjang tegaknya diagnosa.
Menurut Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada Chronic
Kidney Disease dapat dilakukan cara sebagai berikut:
20
21
1) Pemeriksaan laboratorium
Menentukan derajat kegawatan CKD, menentukan gangguan
sistem dan membantu menetapkan etiologi.
2) Pemeriksaan USG .
Untuk mencari apakah ada batu, atau massa tumor, juga untuk
mengetahui seberapa pembesaran ginjal.
3) Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit
22
I. Pathway
J. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi sekunder
kompensasi adanya asidosis metabolik
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake tidak adekuat sekunder terhadap muntah, mual, anoreksia.
4. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan uremia
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum sekunder
terhadap anemia.
K. Intervensi
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi gunjal.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan keseimbangan
cairan tercapai.
Kriteria Hasil : Nilai elektrolit serum dalam rentang normal.
Bunyi nafas bersih. Tak ada oedema
TD sistolik diantara 90-140 mmHg.
Intervensi : Pantau kreatinin BUN serum.
Rujuk pasien ke ahli diet untuk penyuluhan diet dalam
bantuan dalam merencanakan makanan untuk kebutuhan
Modifikasi dalam protein, kalium, natrium, dan
kalori.Jangan memberi obat – obatan, sampai setelah
dialysis.Pantau tanda-tanda vital dan balance cairan.
23
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi sekunder,
kompensasi melalui alkalosis respiratorik.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pola nafas
efektif.
Kriteria Hasil : Pola nafas efektif.
Tidak hipoksia
Intervensi : Kaji status pernafasan.
Observasi pola nafas, catat frekuensi pernafasan.
Auskultasi bunyi nafas.
Catat pengembangan dada dan posisi trakea.
Pertahankan posisi nyarnan.
Beri periode istirahat dan lingkungan yang tenang.
Dorong penggunaan nafas bibir bila perlu.
Kolaborasi beri 02 tambahan bila perlu.
3. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake tidak adekuat sekunder terhadap muntah, mual, anoreksia.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien
mempunyai BB yang stabil
Kriteria Hasil : BB dalam batas normal
Nafsu makan meningkat
Intervensi : Berikan makanan sedikit dan sering
Berikan antiemetik jika perlu
Kaji pemasukan diit
24
Timbang BB setiap hari
Tawarkan oral hygiene
4. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan uremia
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien tidak
terjadi infeksi
Kriteria Hasil : Urine jernih dan berbau normal, bunyi nafas normal, tidak
ada eritema
Intervensi : Pantau suhu dan sekresi terhadap indikator infeksi,
gunakan teknik aseptik dengan hati-hati bila mengganti
saluran, hindari penggunaan kateter uniral inwelling,
berikan hygiene oral dan perawatan kulit pada interval
yang kering.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum sekunder
terhadap anemia
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien toleran
terhadap aktivitas
Kriteria Hasil : Berkurangnya keluhan lelah.
Peningkatan keterlibatan pada aktifitas sosial.
Frekuensi pernafasan dan frekuensi jantung kembali
dalam rentang normal
Intervensi : Pantau pasien selama aktifitas terhadap tanda-tanda
intoleransi aktifitas dan minta klien untuk merentang
pengerahan tenaga yang dirasakan.
25
Konsul dokter bila keluhan kelelahan menetap.
Mungkinkan periode istirahat.sepanjang hari.
Bantu pasien dalam merencanakan periode istirahat
Berikan obat antiemetik yang diprogramkan dan evaluasi
efektivitasnya
26