Post on 01-May-2019
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Kedisiplinan Belajar
a. Pengertian Kedisiplinan Belajar
Kedisiplinan adalah kata sifat yang berasal dari kata dasar
“disiplin” dan mendapat imbuhan ke-an. Sedangkan kedisiplinan
belajar merupakan gabungan dua kata yakni disiplin dan belajar
dimana kedua kata tersebut memiliki arti masing-masing. Untuk
mengetahui makna kata tersebut, berikut ini akan dijelaskan
pengertian disiplin dan belajar menurut beberapa ahli.
Secara etimologis, istilah disiplin berasal dari bahasa latin
“Disciplina” yang menunjuk pada kegiatan belajar dan mengajar.
Dalam bahasa Inggris “Discipline” yang berarti: tertib, taat, atau
mengendalikan tingkah laku, penguasaan diri, kendali diri; latihan
membentuk, meluruskan, atau menyempurnakan sesuatu sebagai
kemampuan mental atau karakter moral; hukuman yang diberikan
untuk melatih atau memperbaiki; kumpulan atau sistem peraturan-
peraturan bagi tingkah laku (MacMillan Dictionary dalam Tu’u,
2004).
Soegeng Prijodarminto dalam Tu’u (2004) memberi arti
disiplin sebagai kondisi yang terbentuk melalui proses dan
serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai ketaatan, kepatuhan,
kesetiaan, keteraturan atau ketertiban. Perilaku itu tercipta melalui
proses binaan keluarga, pendidikan, dan pengalaman. Seperti yang
diungkapkan oleh Slameto (1998), disiplin merupakan suatu sikap
yang menunjukkan kesediaan untuk menepati atau mematuhi dan
mendukung ketentuan, tata tertib, peraturan, nilai serta kaidah-
kaidah yang berlaku. Dengan demikian, disiplin bukanlah sesuatu
yang diperoleh sejak lahir, melainkan dipengaruhi oleh faktor ajar
atau pendidikan. Berbeda dengan Maman Rachman dalam Tu’u
(2004) yang mengartikan disiplin sebagai upaya mengendalikan diri
dan sikap mental individu dalam mengembangkan kepatuhan dan
6
ketaatan terhadap peraturan dan tata tertib berdasarkan dorongan
dan kesadaran yang muncul dari dalam hatinya.
Menurut Arikunto (1990), disiplin dikenal dengan dua istilah
yang pengertiannya hampir sama tetapi pembentukannya secara
berurutan. Kedua istilah itu adalah disiplin dan ketertiban, ada juga
yang menggunakan istilah siasat dan ketertiban. Ketertiban
menunjuk pada kepatuhan seseorang dalam mengikuti peraturan
dan tata tertib karena didorong oleh sesuatu dari luar misalnya
ingin mendapat pujian dari atasan. Selanjutnya pengertian disiplin
atau siasat menunjuk pada kepatuhan seseorang dalam mengikuti
tata tertib karena didorong kesadaran yang ada pada kata hatinya,
sehingga ketertiban itu terjadi dahulu, kemudian berkembang
menjadi siasat.
Tu’u (2004) merumuskan disiplin sebagai sikap seseorang
dalam mengikuti dan menaati peraturan, nilai, dan hukum yang
berlaku. Pengikutan dan ketaatan tersebut muncul karena adanya
kesadaran diri bahwa hal itu berguna untuk kebaikan dan
keberhasilan seseorang. Disiplin dapat muncul karena adanya rasa
takut, tertekan, terpaksa dan adanya dorongan dari luar dirinya.
Kedisiplinan juga sebagai alat pendidikan untuk mempengaruhi,
mengubah, membina dan membentuk perilaku sesuai dengan nilai-
nilai yang ditentukan atau diajarkan dalam rangka mendidik,
melatih, mengendalikan dan memperbaiki tingkah laku.
Selanjutnya, akan dijelaskan tentang pengertian belajar
menurut beberapa ahli, seperti Gagne (dalam Dahar, 2006), belajar
dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisasi
berubah perilakunya.
Arikunto (1990), secara sederhana mengartikan belajar
sebagai suatu proses yang terjadi karena adanya usaha untuk
mengadakan perubahan terhadap diri manusia yang melakukan,
dengan maksud untuk memperoleh perubahan dalam dirinya, baik
berupa pengetahuan, keterampilan ataupun sikap. Di dalam
kegiatan belajar selalu ada usaha berupa latihan. Sedangkan
menurut Slameto (2003), belajar ialah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
7
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Berdasarkan pengertian mengenai disiplin dan belajar
diatas, Hastuti dalam Wijayanto (2011) mengungkapkan bahwa
disiplin belajar adalah keteraturan dan ketaatan siswa dalam
menggunakan dan memanfaatkan waktu belajar baik di sekolah
maupun di rumah yang meliputi mendengarkan, membaca, dan
mengamati dimana hal tersebut dapat menghasilkan perubahan
perilaku yang baru sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan.
Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan
bahwa kedisiplinan belajar merupakan usaha yang dilakukan
seseorang dengan sadar, melalui latihan hidup teratur, pengajaran,
pendidikan dan pembinaan dari keluarga dalam hal ini orang tua,
dan guru di sekolah untuk mengikuti dan menaati peraturan, nilai,
hukum atau tata tertib yang berlaku untuk memperoleh perubahan
perilaku dalam dirinya. Perilaku tersebut dapat berupa
pengetahuan, keterampilan maupun sikapnya. Disiplin tidak hanya
mengikuti dan menaati aturan, melainkan meningkat menjadi
disiplin berpikir yang mengatur serta mempengaruhi seluruh aspek
individu termasuk prestasi belajar siswa.
b. Perlunya Kedisiplinan Belajar
Kedisiplinan diperlukan oleh siapapun dan di manapun
seseorang berada, termasuk seorang siswa. Bohar Soeharto dalam
Tu’u (2004) mengatakan bahwa pada dasarnya semua orang sudah
mengerti dan sudah mengenal disiplin. Orang tua dan guru harus
mampu melihat disiplin sebagai sesuatu yang sangat penting dalam
interaksi manusia. Sikap disiplin, apabila dikembangakan dan
diterapkan dengan baik, konsisten dan konsekuen, akan
berdampak positif bagi kehidupan dan perilaku siswa. Seorang
siswa harus disiplin dalam menaati tata tertib di sekolah, disiplin
dalam belajar dan mengerjakan tugas baik di rumah maupun di
sekolah, agar mencapai hasil yang optimal. Disiplin dapat
mendorong siswa belajar secara konkret dalam praktik hidup di
sekolah serta menata perilaku seseorang dalam hubungannya di
tengah-tengah lingkungannya.
8
Maman Rachman dalam Tu’u (2004) menyebutkan bahwa
disiplin sangat penting bagi para siswa, yaitu untuk: (1) Memberi
dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang; (2)
Membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan
tuntutan lingkungan; (3) Menyelesaikan tuntutan yang ingin
ditunjukkan siswa terhadap lingkungannya; (4) Mengatur
keseimbangan keinginan siswa satu dan siswa lainnya; (5)
Menjauhi siswa yang melakukan hal-hal yang dilarang sekolah; (6)
Mendorong siswa melakukan perbuatan yang baik dan benar; (7)
Belajar hidup dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik, positif dan
bermanfaat bagi diri siswa dan lingkungannya.
Jadi, disiplin berperan penting dalam pembentukan dan
perubahan perilaku seseorang. Disiplin menjadi prasyarat bagi
pembentukan sikap, perilaku dan tata kehidupan kedisiplinan, yang
akan mengantar seorang siswa sukses dalam belajar dan bekerja
kelak.
c. Fungsi Kedisiplinan Belajar
Siswa memerlukan kedisiplinan dalam belajarnya, namun
seringkali siswa mengabaikan hal-hal mengenai kedisiplinan
belajar, akibatnya siswa gagal dalam mencapai prestasi belajar
yang optimal. Bila siswa dapat mendisiplinkan diri, maka siswa
tersebut memiliki waktu yang efisien dalam belajar. Belajar yang
efisien menuntut kedisiplinan belajar yang tinggi, terutama disiplin
diri (self discipline), yaitu kemampuan memposisikan diri, kontrol
diri dan konsistensi diri untuk bertindak (Danim, 2011).
Fungsi disiplin menurut Tu’u (2004) diantaranya: (1)
Menata kehidupan bersama, yaitu mengatur tata kehidupan
manusia dalam masyarakat tertentu, sehingga hubungan antar
individu terjalin dengan baik; (2) Membangun kepribadian
seseorang, dimana kepribadian adalah keseluruhan tingkah laku
dan pola hidup yang tercermin dalam perkataan dan perbuatan
sehari-hari. Dengan disiplin, seseorang dibiasakan untuk mengikuti,
mematuhi dan menaati aturan yang berlaku dengan penuh
kesadaran dalam dirinya, dan akhirnya menjadi bagian dalam
kehidupannya sehari-hari; (3) Melatih kepribadian seseorang,
9
dimana dalam membentuk kepribadian yang tertib, teratur, taat
dan patuh diperlukan suatu latihan, pembinaan, pembiasaan diri,
usaha yang gigih bahkan dengan tempaan keras; (4) Pemaksaan,
dimana seseorang dipaksa untuk mengikuti peraturan-peraturan
yang berlaku di lingkungan seseorang itu berada, (5) Hukuman
yang merupakan ancaman atau sanksi atas pelanggaran tata tertib.
Hukuman sangat penting karena dapat memberi dorongan siswa
untuk menaati dan mematuhi peraturan. Tanpa ancaman/sanksi,
dorongan untuk mengikuti aturan menjadi lemah; (6) Menciptakan
lingkungan yang kondusif, yakni lingkungan yang aman, tenang,
tenteram, tertib dan teratur sehingga dapat mendukung proses
kegiatan pendidikan dengan lancar.
Kedisiplinan siswa harus ditangani, dibina dan dilatih agar
siswa dapat mendisiplinkan diri dalam kehidupannya. Pemahaman
kedisiplinan dalam diri siswa, tidak akan berhasil dengan cara
pemaksaan dan pembiasaan secara mekanis. Siswa tersebut harus
dapat merasakan sendiri apakah di dalam suatu peraturan terdapat
sesuatu yang menentukan bahwa dia harus mematuhinya dengan
sukarela.
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi dan Membentuk Kedisiplinan
Kedisiplinan seseorang tidak dapat tumbuh dengan
sendirinya, melainkan perlu kesadaran diri, latihan, kebiasaan, dan
adanya hukuman. Bagi siswa, disiplin belajar tidak akan tercipta
apabila siswa tidak mempunyai kesadaran diri. Siswa akan disiplin
dalam belajar apabila siswa sadar akan pentingnya belajar dalam
kehidupannya. Penanaman disiplin perlu dimulai sedini mungkin
mulai dari dalam lingkungan keluarga. Mulai dari kebiasaan bangun
pagi, makan, tidur, dan mandi harus dilakukan secara tepat waktu
sehingga anak akan terbiasa melakukan kegiatan itu secara
berkelanjutan. Menurut Tu’u (2004) mengatakan ada beberapa
faktor yang mempengaruhi dan membentuk kedisiplinan yaitu
kesadaran diri, pengikutan dan ketaatan, alat pendidikan,
hukuman, teladan, lingkungan dan latihan berdisiplin.
Kesadaran diri menjadi motif sangat kuat bagi terwujudnya
kedisiplinan. Disiplin yang terbentuk atas kesadaran diri akan kuat
10
pengaruhnya dan akan lebih tahan lama dibandingkan dengan
disiplin yang terbentuk karena unsur paksaan atau hukuman.
Pengikutan dan ketaatan sebagai langkah penerapan dan
praktik atas peraturan-peraturan yang mengatur perilaku
individunya. Hal ini sebagai kelanjutan dari adanya kesadaran diri
yang dihasilkan oleh kemampuan dan kemauan diri yang kuat.
Kedisiplinan belajar sebagai alat pendidikan digunakan
untuk mempengaruhi, mengubah, membina, dan membentuk
perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai yang ditentukan atau
diajarkan.
Hukuman bagi seseorang cenderung disebabkan dua hal,
yang pertama karena adanya kesadaran diri, kemudian yang kedua
karena adanya hukuman. Hukuman akan menyadarkan,
mengoreksi, dan meluruskan yang salah, sehingga orang kembali
pada perilaku yang sesuai dengan harapan.
Teladan adalah contoh yang baik yang seharusnya ditiru
oleh orang lain. Dalam hal ini siswa lebih mudah meniru apa yang
mereka lihat sebagai teladan (orang yang dianggap baik dan patut
ditiru) daripada dengan apa yang mereka dengar. Karena itu
contoh dan teladan disiplin dari atasan, kepala sekolah dan guru-
guru serta penata usaha sangat berpengaruh terhadap disiplin para
siswa.
Lingkungan berdisiplin kuat pengaruhnya dalam
pembentukan disiplin dibandingkan dengan lingkungan yang belum
menerapkan disiplin. Bila berada di lingkungan yang berdisiplin,
seseorang akan terbawa oleh lingkungan tersebut.
Kedisiplinan dapat tercapai dan dibentuk melalui latihan
dan kebiasaan. Artinya mendisiplinkan diri secara berulang-ulang
dan membiasakan diri dalam praktik sehari-hari. Sedangkan
menurut Lemhanas (1997) terbentuknya disiplin karena alasan
berikut: a) Disiplin tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan harus
ditumbuhkan, dikembangkan, dan diterapkan dalam semua aspek,
menerapkan sanksi serta hukuman; b) Disiplin seseorang adalah
produk sosialisasi sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya,
terutama lingkungan sosial. Oleh karena itu, pembentukan disiplin
11
harus seturut pada kaidah-kaidah proses belajar; c) Dalam
membentuk disiplin ada pihak yang memiliki kekuasaan lebih
besar, sehingga mampu mempengaruhi tingkah laku pihak lain
karena tingkah laku yang diinginkannya.
e. Aspek dan Indikator Kedisiplinan Belajar
Aspek kedisiplinan menurut Soegeng Prijodarminto dalam
Tu’u (2004), meliputi 3 aspek yakni: 1) aspek sikap mental (mental
attitude) yang merupakan sikap taat dan tertib sebagai
pengembangan latihan, pengendalian pikiran dan pengendalian
watak; 2) aspek pemahaman mengenai aturan perilaku dan
norma, sehingga menumbuhkan pengertian dan kesadaran bahwa
ketaatan akan aturan dan norma tersebut merupakan syarat
mutlak untuk mencapai keberhasilan; 3) aspek sikap dan kelakuan
secara wajar yang menunjukkan kesungguhan hati untuk menaati
segala hal dengan cermat dan tertib. Sedangkan indikator
kedisiplinan belajar yang menunjukkan pergeseran/perubahan
hasil belajar siswa sebagai kontribusi mengikuti dan menaati
peraturan sekolah yang meliputi: a) dapat mengatur waktu belajar
di rumah; b) rajin dan teratur belajar; c) perhatian yang baik saat
belajar di kelas; d) ketertiban diri saat belajar di kelas.
Tu’u (2004) mengemukakan aspek kedisiplinan terdiri dari
3 sub aspek dengan indikator disiplin belajar meliputi: 1)
Kepatuhan mengikuti proses belajar mengajar dengan indikator, a)
mendengarkan guru saat pelajaran sedang berlangsung dan disiplin
menggunakan waktu dengan baik saat guru menjelaskan pelajaran;
b) tidak meninggalkan kelas saat pelajaran berlangsung, sampai
pelajaran berakhir; c) mengerjakan tugas dengan baik penuh
kedisiplinan dan tanggung jawab dalam mengerjakannya. 2)
kepatuhan pada tata tertib sekolah dengan indikator, a) datang ke
sekolah tepat waktu sesuai waktu yang ditentukan; b) menaati
peraturan dan tata tertib yang telah dibuat oleh pihak sekolah; c)
bersikap hormat dan santun pada semua warga sekolah. 3)
Ketaatan pada jam belajar dengan indikator meliputi, a) membuat
jadwal pelajaran secara rutin untuk dapat disiplin dalam belajar
sesuai jadwal yang dibuat; b) menggunakan waktu belajar dengan
12
semaksimal mungkin dan c) tidak menunda-nunda dalam
mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru.
Menurut Arikunto (1990), membagi tiga macam indikator
kedisiplinan, yaitu: 1) kedisiplinan di dalam kelas; 2) kedisiplinan di
luar kelas/di lingkungan sekolah, dan 3) kedisiplinan di rumah.
2. Kemandirian Belajar
a. Pengertian Kemandirian Belajar
Kemandirian berasal dari kata mandiri yang berarti dalam
keadaan dapat berdiri sendiri, tidak bergantung pada orang lain,
tapi menggunakan kekuatan sendiri. Menurut Desmita dalam
Suhendri (2012), kemandirian adalah kemampuan untuk
mengendalikan dan mengatur pikiran, perasaan, dan tindakan
sendiri secara bebas serta berusaha sendiri untuk mengatasi
perasaan-perasaan malu dan keraguan.
Dhesiana (2009), berpendapat bahwa kemandirian belajar
adalah sifat, sikap dan kemampuan yang dimiliki siswa untuk
melakukan kegiatan belajar secara sendirian maupun dengan
bantuan orang lain berdasarkan motivasinya sendiri untuk
menguasai suatu kompetensi tertentu sehingga dapat digunakan
untuk memecahkan masalah yang dijumpai di dunia nyata.
Menurut Schunk dan Zimmerman (dalam Sumarmo, 2004)
mendefinisikan kemandirian belajar sebagai self regulated learning
(SRL) yaitu sebagai proses belajar yang terjadi karena pengaruh
dari pemikiran, perasaan, strategi, dan perilaku sendiri yang
berorientasi pada pencapaian tujuan belajar yakni merancang
belajar, memantau kemajuan belajar selama menerapkan
rancangan dan mengevaluasi hasil belajarnya secara lengkap.
Dari berbagai pengertian di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa kemandirian belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan
siswa tanpa bergantung pada bantuan dari orang lain, baik teman
maupun gurunya dalam mencapai tujuan belajar yaitu menguasai
materi atau pengetahuan dengan baik, dengan kesadaran siswa
sendiri, dan dapat mengaplikasikan pengetahuannya dalam
menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari.
13
b. Faktor-faktor yang Mendorong Kemandirian Belajar
Menurut Basri dalam Rambe (2011), kemandirian belajar
siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
1) Faktor yang terdapat di dalam dirinya sendiri (faktor endogen)
Faktor endogen (internal) adalah semua pengaruh yang
bersumber dari dalam dirinya sendiri, seperti keadaan
keturunan dan konstitusi tubuhnya sejak dilahirkan dengan
segala perlengkapan yang melekat padanya. Segala sesuatu
yang dibawa sejak lahir merupakan bekal dasar bagi
pertumbuhan dan perkembangan individu selanjutnya.
Bermacam-macam sifat dasar dari ayah dan ibu mungkin akan
didapatkan didalam diri seseorang, seperti bakat, potensi
intelektual dan potensi pertumbuhan tubuhnya, serta jenis
kelamin.
2) Faktor-faktor yang terdapat di luar dirinya (faktor eksogen).
Faktor eksogen (eksternal) adalah semua keadaan atau
pengaruh yang berasal dari luar dirinya, sering pula dinamakan
dengan faktor lingkungan. Lingkungan kehidupan yang
dihadapi individu sangat mempengaruhi perkembangan
kepribadian seseorang, baik dalam segi negatif maupun positif.
Lingkungan keluarga dan masyarakat yang baik terutama
dalam bidang nilai dan kebiasaan-kebiasaan hidup akan
membentuk kepribadian, termasuk pula dalam hal
kemandiriannya.
Durkheim (1990) berpendapat bahwa kemandirian tumbuh
dan berkembang karena dua faktor, yakni disiplin yaitu adanya
aturan bertindak dan otoritas serta komitmen terhadap kelompok.
Pendapat tersebut menyatakan bahwa kemandirian itu
berkembang melalui proses keragaman manusia dalam kesamaan
dan kebersamaan, bukan dalam kevakuman.
c. Karakteristik Kemandirian Blajar
Rochester Institute of Technology (dalam Sumarmo, 2004)
mengemukakan bahwa karakteristik kemandirian belajar yang
dimiliki seorang siswa yaitu: 1) Memiliki kemandirian dalam
melaksanakan tugas yang diberikan dan membuat perencanaan
14
untuk mengatur penggunaan waktu serta sumber-sumber yang
dimiliki baik sumber dari dalam dirinya maupun dari luar pada saat
menyelesaikan tugas; 2) Memiliki need for challenge, yakni individu
memiliki kecenderungan untuk beradaptasi dengan kesulitan yang
dihadapinya pada saat mengerjakan tugas dan mengubahnya
menjadi sebuah tantangan dan suatu hal menyenangkan atau
menarik; 3) Mengetahui bagaimana cara menggunakan sumber-
sumber yang ada, baik sumber dari dalam dirinya maupun dari luar
serta melakukan evaluasi terhadap performannya dalam belajar; 4)
Memiliki kegigihan dalam bekerja dan mempunyai strategi tertentu
yang membantunya dalam belajar; 5) Mandiri pada saat
melakukan aktivitas membaca, menulis maupun berdiskusi dengan
orang lain, mempunyai kecenderungan untuk membuat suatu
pengertian atau makna dari apa yang dibaca, ditulis maupun
didiskusikannya; 6) Menyadari bahwa kemampuan yang mereka
miliki bukan satu-satunya faktor yang mendukung kesuksesan
meraih prestasi dalam belajar, melainkan juga dibutuhkan strategi
dan upaya yang gigih dalam belajar.
Menurut Thoha (1996), ciri-ciri kemandirian belajar dapat
dibagi menjadi delapan jenis, yaitu mampu berfikir secara kritis,
kreatif dan inovatif, tidak mudah terpengaruh oleh pendapat orang
lain, tidak lari dari masalah, memecahlan masalah dengan berfikir
yang mendalam, jika menjumpai masalah berusaha
menyelesaikannya tanpa meminta bantuan orang lain, tidak
merasa rendah diri, berusaha bekerja dengan penuh kedisiplinan
dan ketekunan dan bertanggungjawab atas tindakannya sendiri.
d. Aspek-aspek dan Indikator dalam Kemandirian Belajar
Piaget (http://id.shvoong.com/), menjelaskan bahwa
tujuan jangka panjang pendidikan adalah mengembangkan
kemandirian belajar siswa. Kemandirian itu mencakup tiga aspek,
yaitu kemandirian moral, kemandirian intelektual, dan kemandirian
sebagai salah satu tujuan pendidikan. Kemandirian berarti
memperhitungkan semua faktor yang relevan dalam menentukan
arah tindakan yang terbaik bagi semua yang berkepentingan.
15
Menurut Sutari (http://id.shvoong.com/), kemandirian
meliputi perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi
hambatan/masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat
melakukan sesuatu sendiri tanpa orang lain. Kemandirian
mengandung pengertian suatu keadaan dimana seseorang memiliki
hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya, mampu
mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang
dihadapi, memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-
tugasnya, dan bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukan.
Holstein (1990) mengemukakan tiga aspek kemandirian
dalam belajar yakni: 1) aspek tanggungjawab, dimana dalam hal ini
melihat adanya rasa percaya diri atas kemampuannya, tidak
bergantung terus-menerus pada orang lain dan menentukan
sendiri arah belajarnya; 2) aspek tegas dalam mengambil
keputusan, dalam hal ini terlihat adanya kebebasan & keberanian
dalam mengambil keputusan, mampu mengendalikan diri dan
mengatasi/memecahkan masalah; 3) mengejar minat baru
(inovatif), dalam hal ini bertindak kreatif, memiliki keberanian
mencoba hal-hal baru dan mampu menyatakan buah pikirnnya.
Masrun (1986), mengatakan teori kemandirian belajar
dikenal sebagai teori (locus of control), yang menyimpulkan lima
komponen atau aspek dari kemandirian, yaitu: 1) kemampuan
untuk mengambil inisiatif seperti dalam perilaku eksploratif,
kreatif, mampu menyatakan buah pikiran, mampu
mengekspresikan diri dan mampu bertindak secara spontan; 2)
berusaha mengatasi masalah yang dihadapi dalam lingkungan
dengan rasa percaya diri tanpa mengharapkan bantuan dari orang
lain serta bebas dalam mengambil keputusan; 3) melakukan
aktivitas tambahan sesuai dengan kehendak sendiri, menggunakan
sesuatu tanpa memperdulikan apa yang dipikirkan orang lain; 4)
puas terhadap hasil kerja yang dilakukan, yang perilakunya
diarahkan kepada diri sendiri; dan 5) mampu melakukan tugas rutin
sendiri dalam semua aspek kehidupan.
16
3. Prestasi Belajar Matematika
a. Pengertian Prestasi Belajar
Menurut Tu’u (2004), prestasi merupakan hasil yang
dicapai seseorang ketika mengerjakan tugas atau kegiatan
tertentu. Prestasi akademik adalah hasil belajar yang diperoleh dari
kegiatan pembelajaran di sekolah yang bersifat kognitif dan
biasanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian. Prestasi
belajar adalah penggunaan pengetahuan atau keterampilan yang
dikembangkan oleh mata pelajaran lazimnya ditunjukkan dengan
nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru, sehingga
pengertian prestasi belajar siswa adalah hasil yang dicapai siswa
ketika mengikuti dan mengerjakan tugas dan kegiatan
pembelajaran di sekolah. Prestasi belajar siswa tersebut terutama
dinilai aspek kognitifnya karena bersangkutan dengan kemampuan
siswa dalam pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintesa dan evaluasi, kemudian dibuktikan dan ditunjukkan
melalui nilai atau angka dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh guru
terhadap tes siswa dan ulangan-ulangan atau ujian yang
ditempuhnya. Hasil evaluasi tersebut didokumentasikan dalam
buku daftar nilai guru dan wali kelas serta arsip yang ada di bagian
administrasi kurikulum sekolah. Selain itu, hasil evaluasi juga
disampaikan kepada siswa dan orang tua melalui buku raport akhir
semester atau kenaikan/kelulusan.
Sunaryo dalam Rina (2011) menambahkan, prestasi belajar
sebagai kemampuan seseorang dalam menguasai sejumlah
program setelah program itu selesai, dan prestasi ini biasanya
dilambangkan dalam bentuk nilai (angka) sehingga mencerminkan
keberhasilan siswa dalam periode tertentu.
Suryabrata (1981) berpendapat bahwa prestasi belajar
adalah hasil studi yang dicapai selama mengikuti pelajaran pada
periode tertentu dalam suatu lembaga dimana hasilnya dinyatakan
dengan angka atau simbol dan merupakan cermin dari hasil proses
belajar.
Dari beberapa pengertian tersebut, maka dapat
disimpulkan prestasi belajar adalah hasil belajar yang dicapai siswa
17
dari proses pembelajaran yang diberikan oleh guru melalui
pemberian tugas, tes, ulangan atau ujian untuk mengetahui
pemahaman, keterampilan dan penguasaan materi yang diajarkan.
Prestasi tersebut dinilai ranah kognitifnya dan dinyatakan dalam
bentuk angka atau nilai sebagai hasil evaluasi (penilaian) yang
diberikan oleh guru kepada siswa.
b. Prestasi Belajar Matematika
Prestasi belajar matematika menurut Royyana (2010)
adalah prubahan-perubahan tingkah laku siswa sebagai indikator
tingkat ketercapaian tujuan belajar matematika dalam penguasaan
struktur kognitif berupa fakta atau konsep setelah mendapatkan
pengalaman belajar matematika. Prestasi belajar matematika juga
dapat dikatakan tingkat penguasaan yang dicapai siswa dalam
mengikuti proses belajar matematika sesuai tujuan yang
ditetapkan.
Prestasi belajar matematika adalah hasil yang dicapai siswa
setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar matematika yang
menunjukkan kecakapan siswa dalam penguasaan materi
matematika yang telah disampaikan guru di sekolah dalam kurun
waktu tertentu yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka,
maupun huruf. Untuk mengukur prestasi belajar matematika siswa,
guru harus memberikan penilaian kepada siswa dalam bentuk
angka dan ditulis sebagai laporan pendidikan yang biasanya
tercantum dalam rapor (Prasetya, 2012).
Prestasi belajar matematika juga dapat diartikan sebagai
keberhasilan yang dicapai siswa setelah melakukan kegiatan belajar
mengajar dalam mata pelajaran matematika, dimana dalam
keberhasilan tersebut meliputi ranah kognitif, psikomotorik dan
afektif yang dinyatakan dalam bentuk symbol, angka, huruf dalam
periode tertentu.
c. Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Ada beberapa faktor penting dan mendasar yang memberi
kontribusi bagi keberhasilan siswa dalam mencapai hasil belajar
yang baik. Faktor-faktor tersebut menurut Merson U. Sangalang
dalam Tu’u (2004) adalah faktor kecerdasan, bakat, minat dan
18
perhatian, motif, cara belajar, dan faktor lingkungan baik di sekolah
maupun di rumah.
Faktor kecerdasan menyangkut kemampuan yang luas, tidak
hanya kemampuan rasional untuk memahami, mengerti, dan
memecahkan masalah, tetapi termasuk kemampuan mengatur
belajar dari pengalamannya. Potensi kecerdasan yang dimiliki
seorang siswa sangat menentukan keberhasilannya mencapai
prestasi belajar.
Faktor bakat adalah kemampuan yang ada pada seseorang
yang dibawa sejak lahir. Bakat-bakat yang dimiliki siswa tersebut
apabila diberi kesempatan dan dikembangkan dalam
pembelajaran, akan dapat mencapai prestasi yang tinggi.
Minat dan perhatian merupakan kecenderungan yang besar
terhadap suatu perhatian untuk melihat dan mendengar dengan
baik serta teliti terhadap sesuatu. Apabila seorang siswa menaruh
minat pada satu pelajaran tertentu, biasanya cenderung untuk
memperhatikannya dengan baik. Minat dan perhatian yang tinggi
pada mata pelajaran tertentu akan memberi dampak yang baik
bagi prestasi belajar siswa.
Faktor motif merupakan dorongan yang membuat
seseorang berbuat sesuatu. Motif mendasari dan mempengaruhi
setiap usaha serta kegiatan seseorang untuk mencapai tujuan yang
diingikan. Jika siswa mempunyai motif yang baik dan kuat dalam
belajar, hal itu akan memperbesar usaha dan kegiatannya
mencapai prestasi yang tinggi.
Cara belajar juga mempengaruhi keberhasilan studi siswa.
Cara belajar siswa yang efisien memungkinkan mencapai prestasi
lebih tinggi dibandingkan dengan cara belajar yang tidak efisien.
Cara belajar yang efisien adalah berkonsentrasi ketika guru
menerangkan, mempelajari kembali pelajaran yang telah diterima,
membaca kembali materi yang telah disampaikan oleh guru, dan
latihan mengerjakan soal-soal.
Faktor lingkungan keluarga merupakan salah satu pengaruh
yang berpotensi besar dan positif pada prestasi siswa. Orang tua
sudah sepatutnya mendorong, memberi semangat, membimbing
19
dan memberi teladan yang baik kepada anaknya. Selain hal itu,
perlu suasana hubungan dan komunikasi yang lancar antara orang
tua dengan anak-anak serta keadaan keuangan keluarga yang tidak
kekurangan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup dan
kelengkapan belajar anak. Sementara faktor sekolah merupakan
lingkungan pendidikan yang sudah terstruktur memiliki sistem dan
organisasi yang baik bagi penanaman nilai-nilai etik, moral, mental,
spiritual, disiplin dan ilmu pengetahuan. Apalagi bila sekolah
berhasil menciptakan suasana kondusif, sarana penunjang cukup
memadai siswa tertib disiplin. Maka, kondisi tersebut mendorong
siswa saling berkompetisi dalam pembelajaran.
Selain faktor-faktor tersebut, Slameto (2003) secara garis
besar menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar ada
dua yakni faktor intern dan ekstern. 1) Faktor Intern, meliputi
faktor jasmani seperti kesehatan dan cacat tubuh, faktor psikologi
seperti intelegensi, perhatian, minat, bakat, kematangan, dan
kesiapan, serta faktor kelelahan; 2) Faktor ekstern meliputi: a)
Faktor keluarga seperti cara orangtua mendidik, relasi antar
anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga,
pengertian orangtua dan latar belakang kebudayaan; b) Faktor
sekolah, seperti metode mengajar guru, kurikulum, relasi guru dan
siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, metode belajar dan tugas
rumah; c) Faktor masyarakat, seperti kegiatan siswa dalam
masyarakat, mass media, teman bergul dan bentuk kehidupan
masyarakat.
d. Pengukuran Prestasi Belajar
Prestasi belajar seseorang dapat diketahui dengan menilai
hasil belajarnya. Kegiatan menilai prestasi belajar bidang akademik
di sekolah-sekolah, dicatat dalam sebuah buku laporan yang
disebut rapor. Dalam rapor dapat diketahui sejauh mana prestasi
belajar seorang siswa, apakah siswa tersebut berhasil atau gagal
dalam suatu mata pelajaran. Hal ini didukung oleh pendapat
Suryabrata (1998) bahwa rapor merupakan perumusan terakhir
yang diberikan oleh guru mengenai kemajuan atau hasil belajar
murid-muridnya selama masa tertentu.
20
Azwar (1998) menyebutkan bahwa ada beberapa fungsi
penilaian dalam pendidikan, yaitu: 1) Berfungsi selektif (fungsi
sumatif), dimana dalam penilaian ini merupakan pengukuran akhir
dalam suatu program dan hasilnya dipakai untuk menentukan
apakah siswa dapat dinyatakan lulus atau tidak dalam program
pendidikan tersebut; 2) Penilaian berfungsi diagnostik, yakni selain
untuk mengetahui hasil yang dicapai siswa, juga untuk mengetahui
kelemahan siswa, sehingga guru dapat mengetahui kelemahan dan
kelebihan masing-masing siswa; 3) Penilaian berfungsi sebagai
penempatan (placement) dimana setiap siswa memiliki
kemampuan berbeda satu sama lain. Penilaian dilakukan untuk
mengetahui di mana seharusnya siswa tersebut ditempatkan
sesuai dengan kemampuannya yang telah diperlihatkannya pada
prestasi belajar yang telah dicapainya. Sebagai contoh penggunaan
nilai rapor SMU kelas II menentukan jurusan studi di kelas III; dan
4) Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan (fungsi
formatif) yang berfungsi untuk mengetahui sejauh mana suatu
program dapat diterapkan. Sebagai contoh adalah raport di setiap
semester di sekolah-sekolah tingkat dasar dan menengah dapat
dipakai untuk mengetahui apakah program pendidikan yang telah
diterapkan berhasil diterapkan atau tidak pada siswa tersebut.
B. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang akan dikemukakan oleh penulis dalam penelitian ini
didukung oleh penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya, dan
terdapat hubungan dengan penelitian yang akan dilakukan selanjutnya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kiswanto (2011), yang berjudul
“Hubungan Antara Disiplin Belajar Dengan Prestasi Belajar Matematika
Siswa Kelas XI SMA Kristen Satya Wacana”, menunjukkan bahwa ada
hubungan yang positif dan signifikan antara disiplin belajar dengan prestasi
belajar matematika, dengan koefisien korelasi sebesar 0,532. Penelitian
lain oleh Sari (2010), yang berjudul “Hubungan Kemandirian Belajar
Matematika dengan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas XI IPA SMA
Negeri 1 Salatiga, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif
signifikan antara kemandirian belajar matematika dengan prestasi belajar
matematika. Sejalan dengan penelitian tersebut, Rina (2011), dalam
21
penelitianya yang berjudul “Hubungan Antara Disiplin Belajar dan
Kemandirian Belajar dengan Prestasi Belajar Siswa SD Kelas IV di Gugus Yos
Sudarso”, menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
disiplin belajar dan kemandirian belajar dengan prestasi belajar siswa kelas
IV SD, dimana disiplin belajar termasuk dalam kategori sedang dengan
prosentase sebesar 27,27% sedangkan tingkat kemandirian belajar sebesar
43,63% pada kategori rendah.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Royyana (2010),
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara disiplin
belajar matematika dengan prestasi belajar matematika pada siswa kelas XI
SMA Negeri 1 Suruh. Wahi (2010) dalam penelitian yang dilakukan pada
siswa kelas V SD di Gugus Tetuko Kecamatan Susukan, menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan yang signifikan antara kemandirian belajar dengan
prestasi belajar. Sejalan dengan penelitian-penelitian tersebut, Pertiwi
(2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Kontribusi Kedisiplinan Belajar,
Kemandirian Belajar, dan Kejujuran Belajar terhadap Hasil Belajar
Matematika Siswa Kelas VII Semester II SMP Muhammadiyah 1 Surakarta”,
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara kedisiplinan belajar,
kemandirian belajar dan kejujuran belajar terhadap hasil belajar
matematika melalui uji F dengan signifikansi sebesar 0,413.
Berdasarkan beberapa penelitian relevan yang telah dilakukan
sebelumnya, penulis tertarik untuk meneliti tentang hubungan kedisiplinan
belajar dan kemandirian belajar dengan prestasi belajar matematika siswa.
Subyek penelitian yang ingin diteliti adalah siswa kelas VII C dan VII D di
SMP Negeri 1 Pabelan Kabupaten Semarang, tahun ajaran 2012/2013.
C. Kerangka Berfikir
Berdasarkan tinjauan pustaka yang sudah dipaparkan sebelumnya,
tampak bahwa prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal, diantaranya adalah kedisiplinan belajar dan kemandirian belajar.
Kedisiplinan belajar juga dapat mendorong siswa untuk mengembangkan
sikap mandiri dalam belajarnya.
Variabel-variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini ada tiga,
yaitu variabel independen (variabel bebas) yaitu kedisiplinan belajar 1X
dan kemandirian belajar 2X , serta variabel dependen (variabel terikat)
22
yaitu prestasi belajar matematika Y . Sesuai dengan tujuan penelitian ini,
yaitu untuk mengetahui hubungan kedisiplinan belajar dan kemandirian
belajar dengan prestasi belajar matematika, maka disusun model
hubungannya menurut Riduwan (2005) dan tampak pada Gambar 1 berikut
ini:
Gambar 1. Bagan Korelasi Kedisiplinan Belajar dan Kemandirian Belajar
dengan Prestasi Belajar Matematika
D. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan
masalah penelitian (Sugiyono, 2009). Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
“Ada hubungan yang signifikan antara kedisiplinan belajar dan kemandirian
belajar secara bersama-sama dengan prestasi belajar matematika siswa
kelas VII SMP Negeri 1 Pabelan Kabupaten Semarang”.
Kedisiplinan Belajar (X1)
Kemandirian Belajar (X2)
Prestasi Belajar Matematika (Y)