Post on 17-Mar-2019
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Kajian Pustaka
2.1.1. Manajemen Operasi
Manajemen operasi merupakan area bisnis yang berfokus pada
proses produksi barang atau jasa, serta memastikan operasi bisnis
berlangsung secara efektif dan efisien. Seorang manajer operasi
bertanggung jawab mengelola proses pengubahan input menjadi output.
Heizer, Render dan Chuck Munson (2017) MO adalah serangkaian kegiatan
yang menciptakan nilai dalam bentuk barang dan jasa dengan mengubah
input menjadi output. Kemudian menurut Chase, Jacobs dan Aquilano
(2018) Manajemen Operasi didefinisikan sebagai desain, operasional dan
peningkatan sebuah sistem yang dapat menciptakan dan menghantarkan
barang dan jasa.
Jika ditarik kesimpulan berdasarkan pendapat para ahli tersebut
bahwa manajemen operasi merupakan proses transformasi suatu barang dan
jasa yang sebelumnya melewati beberapa aktivitas perencanaan,
pengaturan, pengoordinasian dalam sistem produksi perusahaan secara
efektif dan efisien.
Dalam bukunya Heizer, Render dan Chuck Munson (2017)
menyebutkan bahwa terdapat sepuluh keputusan strategis dalam fungsi
seorang manajer operasi, yaitu
9
1. Desain Produk. Produk seperti apa akan ditawarkan dan bagaimana
mendesain produk tersebut meliputi biaya, kualitas dan sumber daya
manusia yang dibutuhkan.
2. Manajemen Kualitas. Menentukan kualitas berdasarkan ekpektasi
customer dan menyusun kebijakan mengenai prosedur untuk
mengidentifikasi kualitas yang ingin diraih.
3. Desain Proses dan Desain Kapasitas. Menentukan Proses dan kapasitas
yang dibutuhkan suatu produk terkait teknologi, kualitas, sumber daya
manusia dan investasi berdasarkan struktur biaya.
4. Strategi Lokasi. Penentuan lokasi strategis terkait kedekatan dengan
pelanggan, pemasok, dan sumber daya manusia dengan mempertimbangkan
biaya, infrastruktur, logistik, dan regulasi pemerintah.
5. Desain Tata Letak. Mengintegrasikan kapasitas yang dibutuhkan, tingkat
personalia, teknologi dan persediaan untuk menentukan aliran bahan baku,
orang-orang dan informasi yang efisien.
6. Sumber Daya Manusia dan Desain Pekerjaan. Menentukan cara
merekrut, memotivasi dan mempertahankan pegawai dengan kemampuan
yang dibutuhkan karena sumber daya manusia merupakan sesuatu yang
bernilai tinggi dalam perencanaan sistem operasional perusahaan.
7. Manajemen Rantai Pasok. Keputusan dalam melakukan pengintegrasian
rantai pasok ke dalam strategi perusahaan, keputusan tersebut terkait barang
apa yang akan dibeli, diperoleh melalui siapa serta dalam kondisi seperti
apa.
10
8. Manajemen Persediaan. Menentukan keputusan dalam pemesanan dan
penyimpanan serta bagaimana mengoptimalkan jadwal produksi, pemasok,
dan kepuasan pelanggan.
9. Penjadwalan. Menentukan dan mengimplementasikan jadwal jangka
menengah dan jangka pendek secara efektif dan efisien, memanfaatkan
sumber daya manusia dan fasilitas dalam memenuhi permintaan pelanggan.
10. Pemeliharaan. Keputusan dalam pemeliharaan terkait dengan kapasitas
pada fasilitas yang dimiliki organisasi, permintaan untuk kegiatan produksi,
dan sumber daya manusia untuk menjaga kedanalan dan kestabilan proses
produksi.
2.1.2. Supply Chain Management
Bowersox (2013) mendefinisikan manajemen supply chain sebagai
keterkaitan antarorganisasi yang saling berkolaborasi demi menciptakan
sebuah hubungan yang berkelanjutan untuk mencapai tujuan secara
bersama. Dalam hal ini manajer terlibat dalam meningkatkan dan
mengintegrasikan aktivitas marketing tradisional, manufaktur, pembelian
dan logistik secara menyeluruh. Sementara menurut Chase, Jacob dan
Aquilano (2018) Supply Chain Management adalah desain, operasional dan
peningkatan sistem yang menciptakan sebuah produk atau jasa utama
perusahaan kepada pelanggan. Supply chain management berfokus pada
keterlibatan seluruh manajemen dengan sebuah sistem yang ada di sebuah
11
perusahaan. Sedangkan Chopra dan Meindl (2015) dalam bukunya
menjelaskan bahwa seluruh manajemen perusahaan yang terlibat secara
langsung maupun tidak langsung demi memenuhi permintaan pelanggan
merupakan supply chain management. Fungsi-fungsi yang terlibat dalam
SCM tidak hanya manufacturer dan supplier, tetapi juga transportasi,
gudang, ritel bahkan hingga pelanggan.
Menurut Christopher (2016) manajemen hubungan dari hulu
hingga ke hilir dengan pemasok dan pelanggan untuk memberikan nilai
produk atau jasa yang unggul dengan biaya yang rendah serta berdampak
kepada supply chain perusahaan secara menyeluruh merupakan supply
chain management. Selain itu Heizer, Render dan Chuck Munson (2017)
mendefinisikan SCM sebagai koordinasi manajemen dengan seluruh
aktivitas supply chain perusahaan, dimulai dari bahan baku hingga kepuasan
yang diperoleh pelanggan. Supply chain melibatkan pemasok, produsen
produk atau jasa, distributor, wholesaler dan ritel yang akan dihantarkan
kepada konsumen
The Council of Supply Chain Management Professional (CSCM)
Supply Chain Managementadalah Perencanaan dan pengelolaan dari semua
kegiatan yang terlibat dalam pengadaan bahan baku, sumber daya
perusahaan, konversi dan seluruh kegiatan logistik. Terdapat hal penting
dalam supply chain, yaitu kolaborasi dan koordinasi dengan pihak ketiga
seperti, para pemasok, mitra dan penyedia layanan perantara.
12
Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas, dapat disimpulkan
bahwa Supply Chain Management merupakan aktivitas pengoordinasian,
kolaborasi dan pengintegrasian seluruh fungsi-fungsi manajemen yang
terdapat di sebuah perusahaan. Hal tersebut meliputi pemasok, produsen,
distributor, gudang, ritel hingga pelanggan. Manajemen supply chain yang
baik akan berdampak pada tingkat efisiensi, daya saing, dan kepuasan
pelanggan sehingga tujuan perusahaan akan dapat tercapai.
2.1.3. Manajemen Logistik
Menurut Bowersox (2013) Logistik adalah sebuah tanggung jawab
dalam merancang dan mengelola sistem yang mengendalikan pergerakan
dan posisi lokasi bahan mentah, work-in process, dan barang jadi dengan
total biaya yang rendah. Sedangkan Christopher (2016) mendifinisikan
logistik sebagai serangkaian aktivitas mengenai pengelolaan, pengadaan,
pergerakan, dan penyimpanan bahan baku serta arus informasi terkait secara
strategis melalui fungsi organisasi dan saluran pemasaran. Hal tersebut
dapat memaksimalkan profit di masa yang akan datang dengan biaya yang
efisien ketika memenuhi permintaan pelanggan. Sementara menurut Chase,
Jacob dan Aquilano (2018) logistik adalah seni dan ilmu untuk memeroleh,
memproduksi, dan mendistribusikan bahan baku dan produk di tempat yang
sesuai dalam jumlah yang tepat.
13
Dikutip dari laman The Council of Supply Chain Management
Professional (CSCM) logistik adalah bagian dari Supply Chain
Management berupa perencanaan, pengimplementasian dan pengendalian
aliran barang, penyimpanan, layanan, dan informasi secara efektif dan
efisien terkait antara titik asal dan titik konsumsi dalam memenuhi
kebutuhan pelanggan.
Jika ditarik kesimpulan dari beberapa pendapat ahli di atas, logistik
dapat didefinisikan sebagai pendekatan dalam merancang dan mengelola
sistem organisasi untuk mengendalikan pergerakan bahan baku, barang
setengah jadi, barang jadi, penyimpanan, serta arus informasi terkait antara
titik asal hingga titik konsumen dalam memenuhi permintaan pelanggan
dengan biaya yang efisien untuk memaksimalkan profit di masa akan datang
secara maksimal.
2.1.3.1. Transportasi
Bowersox (2013) dalam bukunya menjelaskan transportasi
adalah wilayah operasional logistik yang mengendalikan pergerakan dan
posisi persediaan yang dimiliki perusahaan. Sementara Chopra dan Meindl
(2015) mendefinisikan transportasi sebagai pergerakan produk dari satu
lokasi ke lokasi lainnya sehingga membuat supply chain pada perusahaan
dapat berjalan. Transportasi merupakan penghantar supply chain yang
penting karena produk yang diproduksi jarang dikonsumsi di lokasi yang
14
sama. Transportasi juga menentukan tingkat biaya supply chain yang harus
dikeluarkan oleh perusahaan dalam memenuhi permintaan pelanggan.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas jika ditarik
kesimpulan bahwa transportasi merupakan pendekatan dalam wilayah
operasional logistik yang mengacu pada pergerakan produk dari satu
lokasi ke lokasi yang lainnya sehingga supply chain pada perusahaan dapat
berjalan. Transportasi juga merupakan salah satu komponen penentu
tingkat biaya arus supply chain yang harus dikeluarkan ketika memenuhi
harus memenuhi sebuah permintaan.
2.1.4. Pelabuhan
Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 152 Tahun 2016
Pasal 1 ayat 2, tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat
Barang dari dan ke Kapal, dijelaskan bahwa pelabuhan adalah tempat yang
terdiri dari dataran dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu
sebagai tempat kegiatan pemerintah dan kegiatan ekonomi yang
dipergunakan sebagai tempat kapal bersadar, berlabuh, naik turun
penumpang dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas
keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai
tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi. Menurut Lasse (2014)
pelabuhan adalah tempat kapal berlabuh (anchorage), mengolah gerak
(manouvire), dan bertambat (berthing) untuk melakukan kegiatan
15
menaikkan dan/atau menurunkan penumpang dan barang secara aman
(securely) dan selamat (safe). Sementara menurut Hlali dan Hamammi
(2017) pada era globalisasi pelabuhan merupakan tempat untuk melayani
pelanggan demi meraih keunggulan yang kompetitif. Fokus pada pelabuhan
sekarang bukan sekadar tempat kapal berlabuh untuk melakukan
perpindahan penumpang/barang dari suatu daerah ke daerah tertentu, namun
sekarang pelabuhan berorientasi kepada kualitas dan pelanggan.
Pelabuhan didefinisikan sebagai aktivitas dalam memberikan
layanan untuk tempat kapal berlabuh dan melakukan kegiatan menaikkan
dan/atau menurunkan penumpang dan/atau barang dalam keadaan aman dan
selamat serta memiliki daya saing yang tinggi.
2.1.4.1. Pelayanan di Pelabuhan
Hlali dan Hamammi (2017) dalam penelitiannya, membahas
mengenai perubahan fungsi/perananan pelabuhan dari masa ke masa.
Konsep pelabuhan di masa ini cenderung lebih berfokus pada pelayanan
pelanggan untuk meraih keunggulan kompetitif. Dalam hal ini teknologi
menjadi salah satu faktor yang sangat penting untuk memenuhi segala
kebutuhan pelanggan secara efektif. Pada akhirnya akan berdampak secara
menyeluruh terhadap Supply Chain Logistiks pada sebuah organisasi.
Tabel 2.1 menunjukkan berbagai pelayanan yang ada di pelabuhan
menurut Hlali dan Hamami (2017).
16
Tabel 2. 1 Pelayanan di Pelabuhan
Seaport
services
Ship services
Layanan kapal selama berlabuh ke dermaga,
contohnya seperti operator, pemdanu kapal,
agen penerima barang, pengisian bahan bakar,
perbaikan kapal dan penanganan limbah.
Goods services
Layanan perantara untuk membantu logistik
terkait informasi, keuangan, ekspedisi barang,
pabean, pemeriksaan dan penyimpanan serta
keamanan.
Administrative
services
Otoritas pelabuhan yang bertanggung jawab
atas pengelolaan pelabuhan yang mewakili
administrasi, bea cukai, perbatasan, kesehatan
pelabuhan, bantuan kecelakaan dan keamanan.
Handling services
Layanan berupa penanganan terhadap kapal
dagang yang ingin melakukan bongkar muat
seperti penerimaan dan penjagaan.
Terrestrial transport
services
Penyediaan layanan untuk barang melalui jalur
darat menggunakan jalan atau kereta api.
Sumber: Hlali dan Hmami (2017)
17
2.1.4.2. Alur Pelayanan Bongkar dan Muat Barang di Pelabuhan
Pelayanan bongkar muat barang merupakan salah satu bentuk
layanan di pelabuhan kepada pengguna jasa yang akan melakukan proses
bongkar barang atau muat barang ke kapal. Lasse (2014) dalam bukunya
menjelaskan proses kapal mulai dari kapal bertambat hingga akhirnya
petikemas siap dikirimkan ke penerima barang (consignee). Proses
tersebut bisa dilihat pada Gambar 2.1
Gambar 2. 1 Rangkaian Operasi Bongkar/Muat Petikemas
Sumber: Lasse (2014)
1. Ship operation adalah proses menurunkan petikemas dari kapal
langsung ke truk yang kemudian nantinya akan diletakkan di
gudang/lapangan atau diteruskan menggunakan kereta api.
2. Quay transfer operation adalah pemindahan petikemas yang telah
diturunkan dari kapal dan diangkut truk yang kemudian diletakkan di
gudang atau lapangan;
18
3. Storage atau shed & yard operation adalah penyusunan petikemas
secara teratur di gudang/lapangan; dan
4. Receiving dan delivery operation adalah serah terima petikemas yang
berlangsung di lokasi dermaga (ke truk), dan gudang/lapangan
penumpukan.
Pada Gambar 2.2 ditunjukkan aktivitas pelayanan bongkar barang yang
harus dilakukan oleh importir dimulai dari pengurusan berkas-berkas
pembayaran hingga pengangkutan petikemas yang selanjutnya dikirimkan
ke penerima.
Gambar 2. 2 Aktivitas Pendistribusian Barang Keluar Peti Kemas (TPK)
Sumber: Lasse (2014)
19
Importir harus melakukan Delivery Order (DO) pada bagian unit
pelayaran di pelabuhan yang bertugas dan menyelesaikan pembayaran
kemudian memeroleh Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) yang
dikeluarkan oleh pihak bea cukai. Maka urusan selanjutnya adalah ke
terminal petikemas.
Setelah melakukan pembayaran di Terminal Peti Kemas (TPK)
dan menerima nota lunas pembayaran jasa gudang/lapangan, importir
harus menyerahkan Surat Penyerahan Petikemas (SP2) kepada petugas
lapangan agar dilakukan pemerikasaan terkait segel, kecocokan, posisi dan
identitas petikemas. Petugas lapangan selanjutnya akan memerintahkan
operator Rubber Tyred Gantry (RTG) untuk mengangkut petikemas ke
atas truk yang telah disediakan importir. Setelah dilakukan pengangkutan,
petugas lapangan melakukan pembaharuan data petikemas terkait surat
yang telah diberikan oleh importir dan memeriksa truk pengangkut
petikemas yang akan keluar melalui Gate Out (GATO).
2.1.5. Perdagangan Internasional
Aktivitas perekonomian yang dilakukan antarpenduduk suatu
negara dengan negara lain disebut sebagai Perdagangan Internasional.
Dalam sebuah perdagangan aktivitas yang dilakukan, yaitu jual-beli barang
dan jasa dari/ke luar negeri. Apabila suatu negara menjual barang dan jasa
20
ke negara luar disebut sebagai Ekspor, sedangkan apabila suatu negara
membeli barang dan jasa dari negara luar maka disebut sebagai Impor.
2.1.5.1. Pengertian Importasi
Tandjung (2011) mendefinisikan importasi sebagai aktivitas
memasukkan barang ke dalam daerah pabean. Transaksi impor merupakan
perdagangan internasional dengan memasukkan barang dari luar negeri ke
dalam daerah pabean Indonesia dengan mematuhi peraturan perundang-
undangan dan ketentuan yang berlaku. Sedangkan menurut Purnawati dan
Fatmawati (2013) aktivitas impor merupakan aktivitas pembelian barang-
barang dari negara luar sesuai dengan peraturan pemerintah menggunakan
mata uang asing pada negara tersebut. Kemudian Bea Cukai juga memiliki
definisi tersendiri terkait dengan impor. Importasi menurut bea cukai
adalah Kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean. Barang
yang dimasukkan ke dalam Daerah Pabean diperlakukan sebagai barang
impor dan terutang Bea masuk.
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi
wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat
tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya
berlaku undang-undang.
Jadi dapat disimpulkan berdasarkan penjelasan para ahli tersebut
importasi adalah aktivitas dalam perdagangan internasional, yaitu
21
membeli barang dari negara luar lalu kemudian dibawa masuk ke wilayah
Republik Indonesia dengan memenuhi persyaratan dan perundang-
undangan yang berlaku. Barang tersebut berstatus terutang Bea Masuk saat
dibawa masuk ke wilayah Republik Indonesia.
2.1.5.2. Dokumen-dokumen Perdagangan Internasional
Dalam perdagangan internasional terdapat dokumen yang dapat
menunjang aktivitas ekspor-impor yang dilakukan. Dokumen tersebut
terbagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu Dokumen Induk dan Dokumen
Penunjang. Menurut Ahmad dan Firmansyah (2018) yang digolongkan
sebagai Dokumen Induk adalah:
a. Bill of Lading (B/L)
b. Letter of Credit (L/C)
c. Dokumen Asuransi (Polis)
d. Faktur (Invoice)
Sedangkan yang termasuk ke dalam Dokumen Penunjang adalah
e. Daftar Pengemasan (Packing List)
f. Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin)
g. Surat Keterangan Pemeriksaan (Certificate of Inspection)
h. Keterangan Timbangan (Weight Note)
i. Daftar Ukuran (Measurement List)
j. Analisis Kimia (Chemical Analysis)
22
k. Wesel (Bill of Exchange)
2.1.5.3. Freight Forwarding
Menurut Suyono (2005) dalam Ahmad dan Firmansyah (2018)
Freight forwarding adalah badan usaha yang bertujuan untuk memberikan
jasa pengurusan dokumen administrasi yang diperlukan dalam kegiatan
perdagangan internasional dan berperan utama sebagai perantara shipper
(eksportir) dan consignee (importir). Sedangkan menurut Ahmad dan
Firmansyah (2018) freight forwarding merupakan badan usaha atau
perusahaan jasa yang memberikan pelayanan dalam kegiatan perdagangan
internasional dalam pengiriman, pengangkutan dan penerimaan barang
dengan menggunakan multi modal transport melalui darat, laut maupun
udara. Freight forwarding dalam pelaksananaannya membagi aktivitasnya
menjadi 4 (empat) bagian, yaitu
a. Prinsipal
b. Perencanaan pengelolaan pengangkutan
c. Pemasaran sebuah perusahaan
d. Pengurusan prosedur dan formalitas dokumentasi
23
2.1.6. Dwelling Time
Dalam sudut pandang ekonomi nasional, transportasi laut
merupakan fasilitator yang memiliki peran yang signifikan dalam lalu lintas
perdagangan internasional. Suatu pelabuhan dengan kapasitas yang tidak
memenuhi standar pengelolaan tentunya akan berdampak langsung pada
daya saing dalam layanan pergerakan barang. Pada praktiknya penggunaan
area penumpukan terminal sebagai sorotan utamanya. Dalam kasus seperti
ini dwelling time disepakati sebagai tolak ukur pencapaian suatu pelabuhan.
Menurut World Bank (2011) Dwelling time pada dasarnya adalah
waktu yang dihitung dari sejak kontainer dibongkar dan kemudian diangkut
(unloading) dari kapal sampai kontainer tersebut meninggalkan lapangan
penumpukan/pelabuhan. Sedangkan menurut Nicoll (2007) dwelling time
adalah lama dari waktu kontainer yang berada di pelabuhan sebelum
melakukan perjalanan melalui darat menggunakan kereta api atau truk.
Dalam aktivitas tersebut terdapat beberapa tahapan yang menjadi komponen
dari dwelling time ini, Sanjaya, Saptono, dan Njatrijani (2017) di dalam
jurnal menjelaskannya sebagai berikut
1. Pengurusan Dokumen pada Tahap Pre-Clearance
Tahap Pre Clearance merupakan waktu yang dihitung sejak
kapal sandar ke dermaga dan melakukan bongkar muatan di pelabuhan
sampai dengan importir melakukan pengajuan pemberitahuan impor
barang (PIB) secara online. PIB tersebut dibuat oleh importir dengan
menggunakan draft yang telah ditentukan oleh bea cukai dengan
24
melengkapi informasinya berdasarkan dokumen pelengkap pabean.
Bea masuk yang dikenakan terhadap barang dihitung sendiri oleh
importir berdasarkan dokumen Pelengkap Pabean. Kemudian dokumen
tersebut disampaikan secara langsung ke kantor bea cukai. Dalam
praktiknya dapat menunjuk Perusahaan Pengurus Jasa Kepabeanan
(PPJK) sebagai kuasanya. Dokumen yang harus dipersiapkan oleh
importir sebagai Dokumen Pelengkap Pabean dalam aktivitas tersebut
adalah
1) Airway Bill (AWB) atau Bill of lading (B/L);
2) Packing list;
3) Invoice;
4) Bukti Pembayaran Setoran Pabean Cukai dan Pajak (SSPCP);
5) Surat Kuasa untuk penyelesaian oleh PPJK apabila menunjuk
PPJK sebagai pemberitahu;
6) Angka Pengenal Impor (API)/Angka Pengenal Impor Terbatas
(APIT) yang berlaku;
7) Keputusan pembebasan/keringanan atau rekomendasi dari instansi
terkait dan atau izin fasilitas;
8) Surat Tanda Terima Jaminan (STTJ) untuk importir mendapat
fasilitas Badan Pelayanan Kemudahan Ekspor dan Pengolahan
Data Keuangan (Bapeksta) dan;
9) Copy NPWP dalam hal Pelayanan PIB dilakukan secara manual
atau impor dilakukan tanpa API/APIT
25
4. PIB
Importir
PORTAL INSW
Bank
Bea Cukai
Pertukaran Data Elektronik
(PDE)
3. Credit Advice
5.
2. D
eb
it Ad
vice(P
ayme
nt R
eceip
t)1. P
aym
en
t o
f D
uty
Gambar 2. 3 Alur Pre Clearance
Sumber: Jurnal Pelaksanaan Pengurusan Dokumen Tentang Impor Barang Terkait
Dengan Dwelling time di Pelabuhan Panjang Bandar Lampung (2017)
Setelah importir menyelesaikan kewajibannya dalam
melakukan pembayaran pungutan bea masuk pada bank devisa, maka
importir selanjutnya akan menerima full set dokumen impor yang
diberikan oleh pihak bank devisa. Dokumen tersebut adalah sebagai
berikut:
1) PIB full set yang telah ditandaskan oleh pejabat bank devisa.
2) Kuitansi pembayaran Surat Setoran Bea Cukai (SSBC), PPn dan
PPh
26
3) Dokumen Laporan Pemeriksaan Surveyor Impor (LPS-I) asli
yang dilapisi (amplop) untuk bea cukai dan lembar copy asli LPS-
I untuk importir
4) Invoice, packing list asli berangkap tiga
5) B/L asli yang sudah ditandatangani/dicap supplier luar negeri
(eksportir)
6) Copy API dan NPWP
Dokumen-dokumen tersebut diberikan kepada importir dalam bentuk
hardcopy, untuk kemudian dikirimkan dan dikonfirmasikan bentuk
softcopy-nya kepada kantor bea cukai melalui Pertukaran Data
Elektronik (PDE) atau online.
2. Pengurusan Dokumen pada Tahap Custom-Clearance
Tahap custom clearance merupakan waktu yang dihitung
dimulai dari sejak PIB diterima oleh pihak bea cukai sampai penerbitan
Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).
27
PIB Status Check Mandatory Check Content Check
Selectivity Processing
Analyzing Point
Prioritas Non-Prioritas Hijau Kuning Merah
Scan X-Ray Examination
Pemeriksaan Fisik
Penelitian Dokumen
Penerbitan SPPB
Scan X-Ray Examination
Penelitian Dokumen Penelitian Dokumen
Penerbitan Surat Perintah Pemeriksaan Fisik* (SPPF)
*) Pemeriksaan Fisik di Gudang Importir
Gambar 2. 4 Alur Custom Clearance
Sumber: Bea Cukai
Pada tahap custom clearance ini proses pengurusan dokumen
impor seluruhnya ditangani oleh Bea Cukai. Mulai dari Data Pelengkap
Pabean, PIB, dan bukti pembayaran bea masuk. Pihak Bea Cukai akan
melakukan penyesuaian kesamaan data yang telah diterima pada sistem
PDE. Apabila terdapat kesalahan atau ketidaklengkapan maka bea
cukai akan mengembalikannya lagi kepada importir untuk diperbaiki
dan dilengkapi, jika terdapat jumlah pembayaran biaya pungutan bea
28
masuk yang masih kurang, maka importir akan dipersilakan melunasi
kekurangan biaya tersebut. Setelah segala dokumen dirasa telah
lengkap kemudian akan diproses oleh bea cukai dan akan ditentukan
jalur pengeluaran pada barang-barang impor tertentu.
Proses custom clearance dibagi menjadi 3 (tiga) jalur, yaitu
jalur hijau, jalur kuning, dan jalur merah. Selain ketiga jalur tersebut
terdapat lagi jalur Mitra Utama (MITA) dan MITA nonprioritas.
1) Jalur Hijau
Barang yang melalui jalur hijau hanya dilakukan pemindaian
kontainer dan penelitian dokumen kemudian langsung
memeroleh persetujuan untuk melakukan pengeluaran barang
2) Jalur Kuning
Barang yang melalui jalur kuning hanya dilakukan penelitian
dokumen secara rinci. Pada jalur ini tidak akan dilakukan
pemeriksaan fisik kontainer (pindai). Setelah melalui proses
tersebut selanjutnya memeroleh persetujuan untuk melakukan
pengeluaran barang.
3) Jalur Merah
Barang yang melalui jalur merah dilakukan pemeriksaan fisik
barang dan penelitian dokumen secara rinci kemudian memeroleh
persetetujuan untuk melakukan pengeluaran barang.
4) Jalur Mitra Utama (MITA)
29
Barang yang melalui jalur MITA tidak dilakukan pemeriksaan
(pindai) seperti jalur merah dan hijau.
5) Jalur MITA nonprioritas
Pada umumnya tidak dilakukan pemeriksaan fisik barang, hanya
dalam keadaan tertentu dilakukan pengawasan dan pemeriksaan
fisik barang. Pengawasan dan pemeriksaan tersebut dilakukan di
gudang importir.
Dalam hal ini pemeriksaan dokumen dan fisik barang sangat
menentukan suatu barang bisa atau tidak keluar dari daerah Pabean.
Apabila terdapat ketidaksesuaian dokumen terhadap barang yang telah
disampaikan maka akan dilakukan penyitaan oleh pihak bea cukai atau
dipulangkan ke negara asal.
Jika barang yang diperiksa dianggap telah sesuai dengan
dokumen yang diterima maka selanjutnya pihak Bea Cukai akan
menerbitkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) sebagai
surat persetujuan untuk melakukan pengeluaran barang dari daerah
pabean.
3. Pengurusan Dokumen pada Tahap Post-Clearance
Tahap post-clearance merupakan waktu yang dihitung sejak
diterbitkannya SPPB sampai dengan barang impor keluar dari lapangan
penumpukan. Suatu barang dilapangan penumpukan agar bisa keluar
dari pelabuhan merupakan tanggung jawab importir, sehingga importir
30
memiliki kewajiban untuk melakukan pengeluaran barang di
pelabuhan.
Pelayaran/
Forwarder
1. Bill of Lading (B/L)
2. Delivery Order (DO)
3. SP
PB
da
n D
O
4. S
ura
t P
enye
rah
an P
eti
kem
as (
SP2
)
5. Check Document SP2
PELINDO
Gate-out
Importir
Gambar 2. 5 Alur Post Clearance
Sumber: Jurnal Pelaksanaan Pengurusan Dokumen Tentang Impor Barang Terkait
Dengan Dwelling time di Pelabuhan Panjang Bandar Lampung (2017)
31
Pada tahap Post Clearance proses pengeluaran kontainer impor untuk
keluar dari pelabuhan dikendalikan sepenuhnya oleh PT Pelabuhan
Indonesia II. Dalam praktiknya importir harus menebus/menukar
Delivery Order (DO) yang sebelumnya telah diperoleh dari pihak
Pelayaran atau Forwarder menggunakan Bill of Lading (B/L).
Kemudian importir melakukan pembayaran biaya angkut yang telah
dilakukan oleh pihak Pelindo dan juga menyerahkan SPPB dan DO.
Setelah seluruh dokumen dianggap lengkap maka pihak Pelindo
nantinya akan menerbitkan Surat Penyerahan Petikemas (SP2) sebagai
surat izin dan syarat untuk melakukan pengambilan barang di lapangan
penumpukan dan membawa keluar dari daerah pelabuhan.
2.1.6.1. Peraturan Pemerintah Terkait Penumpukan Barang di Pelabuhan Tanjung
Priok
Pemerintah dalam mengatasi dwelling time telah mengupayakan
berbagai cara khususnya dengan menerbitkan kebijakan yang tertuang
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 117 Tahun 2015 tentang Pemindahan
Barang yang Melewati Batas Waktu Penumpukan (Long Stay) di
Pelabuhan Tanjung Priok. Kebijakan tersebut disusun dalam rangka
menjamin kelancaran arus barang yang terjadi di Pelabuhan Tanjung Priok
dengan menimbang beberapa keputusan yang telah ditetapkan sebelumnya
serta mengingat Undang-Undang, Peraturan Presiden, Keputusan Presiden
dan Peraturan Menteri Perhubungan.
32
Peraturan Menteri tersebut menjelaskan beberapa definisi terkait
dengan segala aktivitas pemilik barang/kuasanya dalam memenuhi
kewajibannya untuk memindahkan barang yang ada di pelabuhan Tanjung
Priok. Secara rinci Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 117 Tahun
2015 adalah sebagai berikut:
Pasal 1
(1) Untuk Menjamin kelancaran arus barang di Pelabuhan Tanjung Priok,
perlu dilakukan upaya menjaga tingkat penggunaan lapangan
penumpukan (Yard Occupancy Ratio/YOR) agar tidak melebihi dari
batas standar utilisasi fasilitas yang telah ditetapkan sebesar 65% (enam
puluh lima per seratus)
(2) Lapangan penumpukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan
merupakan tempat penimbunan barang tetapi sebagai area transit untuk
pemeriksaan barang yang bersifat sementara.
Pasal 2
(1) Setiap pemilik barang/kuasanya wajib memindahkan barang yang
melewati batas waktu penumpukan keluar dari lini 1 (dalam Pelabuhan)
dengan biaya dari pemilik barang dan berkoordinasi dengan Otoritas
Pelabuhan Utama Tanjung Priok dan Bea Cukai.
(2) Pemilik barang wajib memindahkan barang-barang yang ditumpuk yang
melewati batas waktu penumpukan di lini 1 (dalam pelabuhan) ke
lapangan penumpukan di luar pelabuhan.
33
(3) Batas waktu penumpukan barang di lapangan penumpukan paling lama
3 (tiga) hari sejak barang ditumpuk di lapangan penumpukan di dalam
pelabuhan.
34
2.2. Ringkasan Jurnal dari Penelitian Sebelumnya
Tabel 2. 2 Ringkasan Jurnal dari Penelitian Sebelumnya
No. Penulis, Judul
dan Tahun
Metode & Variabel Hasil Persamaan dan
Perbedaan
1 “DWELLING
TIME
MANAGEMENT
(ANTARA
HARAPAN DAN
KENYATAAN
DI
INDONESIA)”
Sumber:
http://library.stmt-
trisakti.ac.id/
Variabel:
Transportation
Metodologi: research
dan development.
Dengan memadukan
banyak artikel serta
perkembangan pokok
masalahnya pada
multiple case dan
multiple dekade,
mengembangkan
keterkaitan antar case
dimaksud dan
menjadi rangkaian
perkembangan
masalah atau
gagasan.
Dwelling time berpengaruh
besar terhadap ekonomi
secara luas. Pola
Manajemen perubahan
adalah upaya tepat untuk
perbaikan. Dwelling time
Dengan memberikan
reward dan punishment
akan memberikan
perbaikan Dwelling time
yang terjadi. Sinkronisasi
antarinstansi dan tatakelola
sistem dengan
komputerisasi jaringan
(internet) serta peremajaan
teknologi sebagai alat
pendukung dalam
perbaikan dwelling time di
pelabuhan.
Persamaan:
Jurnal ini menunjukkan
informasi dwelling time
yang seharusnya ideal
terjadi di pelabuhan di
Indonesia.
Perbedaan:
pada jurnal ini
informasi mengenai
dwelling time dari
sebab hingga akibat
serta solusinya
diperoleh melalui data
sekunder dengan
memadukan artikel dan
kasus-kasus yang
terjadi.
2 Dr. USMAN
GIDADO (2015)
“Consequences of
Port Congestion
on Logistiks dan
Supply Chain in
African Ports”
Sumber:
www.iiste.org
Variabel: Kemacetan
di Pelabuhan
Metodologi:
Metode yang
digunakan pada
penelitian ini adalah
analisis sederhana
mengenai sebab-
akibat. Data yang
diteliti berasal dari
pengematan beberapa
pelabuhan di Afrika,
yaitu Port Said,
Durban, Douala,
Lagos dan Mombasa
Hasil dari penelitian ini
adalah dapat disimpulkan
bahwa permasalahan yang
terjadi pada ke-5
pelabuhan tersebut
bervariasi dan
penangangan yang harus
dilakukan juga berbeda-
beda. Namun
permasalahan yang sangat
sering terjadi adalah
peningkatan kapasitas
petikemas, regulasi dan
ketersediaan fasilitas untuk
melakukan proses bongkar
muat.
Persamaan:
Penilitian ini
menjelaskan kendala
dwelling time impor
yang terjadi di
pelabuhan negara
berkembang.
Perbedaan: Metode
yang digunakan pada
penelitian ini adalah
analisis sederhana
sebab-akibat mengenai
kemacetan yang terjadi
di pelabuhan.
3 Ilham Mardena
Ruwanto, Susatyo
N. W. P (2016)
ANALISIS
PENYEBAB
TIDAK
Variabel: Penyebab
tidak tercapai
Metodologi:
Menggunakan
metode Fault Tree
Analysis untuk
Hasil dari penelitian ini
menggunakan metode
Fault Tree Analysis maka
perumusan strateginya
difokuskan pada Pre-
Clearance karena menurut
Persamaan: jurnal ini
menjelaskan secara
rinci mengenai proses
dari Top Event hingga
Basic Event pada
aktivitas bongkar muat
35
No. Penulis, Judul
dan Tahun
Metode & Variabel Hasil Persamaan dan
Perbedaan
TERCAPAINYA
TARGET
DWELLING
TIME
MENGGUNAKA
N METODE
FAULT TREE
ANALYSIS, Studi
Kasus:
PELABUHAN
TANJUNG
PRIOK
(PELINDO II)
Sumber:
https://ejournal3.u
ndip.ac.id/
menganalisis risiko
kegagalan serta
mengetahui penyebab
terjadinya suatu
permasalahan.
pakar angka mean yg
diukur menggunakan
metode Delphi berada di
atas nilai 4 yang artinya
merupakan terjadi masalah
yang dominan pada
aktivitas tersebut.
petikemas sehingga
dapat diidentifikasi
permasalahan yang
sedang terjadi pada
kegiatan tersebut.
Perbedaan: Pada
penelitian ini metode
yang digunakan adalah
Fault Tree Analysis
dan hasilnya
dirumuskan
menggunakan metode
Delphi.
4 Sherly Luthfi
Anita, Indra
Asmadewa (2017)
ANALISIS
DWELLING
TIME IMPOR
PADA
PELABUHAN
TANJUNG
PRIOK
MELALUI
PENERAPAN
THEORY OF
CONSTRAINTS
Sumber:
www.jurnal.stan.a
c.id/
Variabel: Dwelling
time impor
Metodologi:
Theory of Constraints
(teori kendala) yang
merinci segala
kendala dengan lima
tahap, yaitu
1. Mengidentifikasi
kendala pada sistem
2. Memutuskan
bagaimana untuk
mengeksploitasi
kendala tersebut
3. Mensubordinasikan
semua bagian lain
dari sistem pada
keputusan
sebelumnya
4. Mengangkat
kendala pada sistem
5. Kembali ke langkah
satu, sambil
berusaha untuk
mencegah adanya
kecenderungan
sistem tidak
menginginkan
perubahan.
Hasil dari penlitian ini
kendala yang ditemukan
adalah pada tahap Pre-
clearance karena lamanya
waktu proses dan
penerbitan izin impor
barang larangan dan/atau
pembatasan (lartas).
Usulan yangdiberikan atas
kendala tersebut adalah
Single Submission dan
Indonesia Single Risk
Management untuk
mengatasi kendala
dwelling time yang terjadi.
Persamaan:
Jurnal ini membahas
mengenai dwelling
time impor di
pelabuhan Tanjung
Priok, namun hanya
pada jalur hijau dan
kuning
Perbedaan:
Pada jurnal ini
menjelaskan metode
analisis kendala
dwelling time impor
pada jalur hijau dan
kuning secara rinci
dengan melakukan
lima langkah utama
(five-focusing steps)
untuk mencari solusi
atas kendala yang
ditemukan
5. Akhwan Caesar
Sanjaya, Rinitami
Njatrijani, Hendro
Variabel: Document
flow
Metode Penelitian:
Hasil dari penelitian ini
adalah pengurusan
dokumen di pelabuhan
Persamaan: Jurnal ini
memiliki persamaan
dalam metode
36
No. Penulis, Judul
dan Tahun
Metode & Variabel Hasil Persamaan dan
Perbedaan
Saptono (2017)
PELAKSANAAN
PENGURUSAN
DOKUMEN
TENTANG
IMPOR
BARANG
TERKAIT
DENGAN
DWELLING
TIME DI
PELABUHAN
PANJANG
BANDAR
LAMPUNG
Sumber:
http://www.ejourn
al-s1.undip.ac.id
Deskriptif-Analitis,
dengan pendekatan
Yuridis-Empiris yang
mengacu pada
prosedur, konsep, tata
kerja yang
berdasarkan pada
perundang-undangan
serta melakukan
observasi langsung di
lapangan.
harus melalui tiga tahap,
yaitu pre-clearance,
custom clearance, post-
clearance dan apabila
terdapat kesalahan atau
ketidaklengkapan
dokumen barang yang
masuk ke daerah pabean
akan disita atau
dipulangkan ke daerah asal
oleh Bea Cukai. Dalam
arus dokumen pengurusan
barang impor ini terdapat 2
dua) hambatan yang
berasal dari internal dan
eksternal, seperti dwelling
time itu sendiri bisa
disebabkan oleh importir
itu sendiri atau instansi
terkait pelaksana tugas.
Dari sisi eksternal, bisa
berupa sarana dan
prasarana di pelabuhan.
Usulan yang diberikan
terkait penelitian ini
pengurusan perizinan
barang dipersingkat dan
dijadikan satu tempat serta
banyak menggolongkan
importir pada jalur
prioritas.
penelitiannya, yaitu
Deskriptif-Analitis
seperti yang akan
dilakukan oleh peneliti.
Dengan teknik
pengumpulan data
observasi langsung di
lapangan.
Perbedaan:
Jurnal ini hanya
membahas terkait
document flow yang
harus dilakukan apabila
ingin melaksanakan
pengurusan impor
barang di pelabuhan.
6. Nafis Hafiyyan
Ahmad, Egi
Arvian
Firmansyah
(2018) SUATU
TINJAUAN
ATAS
PROSEDUR
PENERIMAAN
BARANG
IMPOR DARI
PELABUHAN
MUAT DENGAN
STATUS PETI
KEMAS FULL
Variabel: Prosedur
Penerimaan Barang
Impor
Metode Penelitian:
Studi Kasus dengan
menggambarkan
kejadian proses dan
kegiatan melalui
observasi partisipan
dengan datang
langsung pada objek
yang diteliti.
Prosedur penerimaan
barang impor dari
pelabuhan muat pada PT
Glorius Interbuana dimulai
setelah pihak Importir
membayar Pajak Dalam
Rangka Impor (PDRI).
Selanjutnya sistem CEISA
(customs-excise
information system and
automation) Bea cukai
akan menerbitkan
penjaluran impor dan
menerbitkan Surat
Persetujuan Pengeluaran
Persamaan: Jurnal ini
membahas mengenai
prosedur penerimaan
barang impor yang
sama dengan dilakukan
peneliti sehingga
segala informasi dari
jurnal ini akan menjadi
referensi yang sangat
bermanfaat.
Perbedaan: Jurnal ini
hanya membahas
mengenai prosedur,
namun tidak membahas
mengenai waktu yang
37
No. Penulis, Judul
dan Tahun
Metode & Variabel Hasil Persamaan dan
Perbedaan
CONTAINER
LOAD (FCL)
Sumber:
https://ejournal.un
srat.ac.id
Barang), kemudian PT
Glorious Interbuana akan
melakukan proses
pembuatan Surat
Penyerahan Petikemas
(SP2) pada bagian
pelabuhan dan kemudian
SP2 diserahkan ke divisi
trucking untuk dilakukan
pengiriman ke gudang
importir.
Usulan terkait dengan
penelitian ini adalah
transparansi informasi
peraturan dan juga
sosialisasi dari pihak bea
cukai kepada masyarakat
koordinasi antarinstansi
pemerintah dengan pelaku
usaha harus jelas sehingga
urusan birokrasi dapat
dipermudah dan tidak
mengalami hambatan.
dibutuhkan dalam
menyelesaikan
prosedur penerimaan
barang impor di
pelabuhan.
2.3. Kerangka Pemikiran
Manajemen Operasi merupakan ilmu yang menjelaskan proses
transformasi dari input menjadi output yang memiliki nilai guna. Proses
tersebut dilakukan setelah melalui beberapa aktivitas manajemen seperti
perencanaan, pengaturan, pengoordinasian pada sistem produksi perusahaan
secara efektif dan efisien. Dalam ilmu manajemen operasi menjelaskan
permasalahan yang terjadi dalam kegiatan operasi salah satunya, yaitu Supply
Chain Management. Supply Chain Management adalah topik bahasan dari
manajemen operasi mengenai hubungan timbal balik yang diperoleh antara
pemasok dan konsumen. Dalam hal ini hubungan tersebut merupakan
38
penyampaian nilai-nilai ataupun informasi yang memberikan dampak kepada
kedua belah pihak. Dengan begitu melalui pengelolaan supply chain yang
baik dapat mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.
Terdapat beberapa aktivitas pada Supply Chain Management yang
dapat menunjang keberhasilan suatu hubungan pada perusahaan dengan
pemasoknya, salah satunya, yaitu logistik. Logistik adalah kegiatan yang
mencakup pengangkutan dan penyimpanan pada suatu produk dengan
melibatkan seluruh sumber daya milik perusahaan sehingga barang tersebut
dapat tersalurkan dari pemasok ke produsen atau dari produsen ke konsumen.
Kegiatan logistik meliputi berbagai jenis transportasi seperti udara,
air dan darat. Khususnya pada transportasi perairan menggunakan kapal
sebagai alat yang dapat memuat barang yang ingin didistribusikan. Kapal
tersebut mengantarkan barang dari pelabuhan awal ke pelabuhan yang dituju.
Sehingga pelayanan pada pelabuhan yang baik dapat menciptakan suatu
jaringan antarwilayah atau antarnegara karena pelabuhan merupakan gerbang
utama sebagai pintu perdagangan yang memiliki peranan penting dalam
menyalurkan barang maupun orang untuk mempermudah mobilitas. Di
Indonesia terdapat beberapa pelabuhan yang melakukan aktivitas tersebut, di
antaranya, yaitu pelabuhan Tanjung Priok yang terletak di Provinsi DKI
Jakarta. Pelabuhan Tanjung Priok melayani berbagai fasilitas dalam
melakukan proses bongkar muat petikemas yang datang dari berbagai
daerah/negara. Petikemas tersebut memuat berbagai jenis barang yang
39
nantinya akan diangkut kembali ke daerah yangg dituju menggunakan
transportasi darat berupa truk atau kereta api.
Saat ini waktu tunggu (dwelling time) yang terjadi di pelabuhan
Tanjung Priok merupakan salah satu yang terburuk. Waktu tunggu (dwelling
time) tersebut dihitung sejak petikemas yang diangkut dari kapal masuk ke
pelabuhan hingga petikemas keluar dari pelabuhan. Keterlambatan yang
terjadi tersebut karena lamanya waktu proses pemeriksaan sehingga
menyebabkan penumpukkan petikemas di pelabuhan.
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil
yang akurat mengenai status waktu tunggu (dwelling time) yang terjadi dan
dapat memberikan rekomendasi langkah yang dilakukan agar dapat
memerbaiki sistem pelabuhan di Tanjung Priok sehingga tujuan pemerintah
untuk mempersingkat waktu tunggu ini dapat dicapai.