Post on 04-Jul-2015
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Pemasangan Patok
Pada pengukuran situasi suatu daerah maka diperlukan adanya titik-titik
kontrol horisontal (X,Y) dan titik kontrol vertikal (H). Pada pengukuran
praktikum ini dipasang patok menggunakan paku payung yang ditancapkan pada
dijalan. Pemasangan patok ini dibuat sebagai titik utama poligon tertutup terikat
koordinat dan sebagai dasar untuk pengukuran detail/situasi.
2.3 Pengukuran Sipat Datar
2.3.1 Referensi Tinggi.
Pengukuran waterpass adalah pengukuran untuk menentukan ketinggian
atau beda tinggi antara dua titik. Pengukuran waterpass sangat penting untuk
mendapatkan data untuk keperluan pemetaan, perencanaan maupun untuk
pekerjaan pelaksanaan.
Yang dimaksud dengan tinggi adalah perbedaan jarak dari bidang referensi
yang telah ditetapkan ke suatu titik tertentu sepanjang garis vertikal. Untuk sebuah
negara yang dijadikan bidang referensinya adalah muka air laut rata-rata,
sedangkan pengukuran lokal sebagai bidang referesi dipergunakan suatu bidang
menurut perjanjian setempat. Apabila muka air laut rata-rata digunakan sebagai
bidang referensi, maka perluasannya ke arah daratan disebut geoid. Dan jarak
yang diukur dari permukaan geoid ke titik tertentu sepanjang garis vertikal yang
melalui titik tersebut disebut elevasi.
2.3.2 Beda Tinggi
Yang dimaksud dengan beda tinggi antara titik A dan titik B adalah jarak
antar dua bidang nivo yang melalui titik A dan B. Umumnya bidang nivo adalah
bidang yang lengkung, tetapi bila jarak antara titik-titik A dan B kecil, maka
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah II II-1
kedua bidang nivo yang melalui titik-titik A dan B dianggap sebagai bidang yang
mendatar.
Ada beberapa macam pengukuran beda tinggi antara lain:
a.Pengukuran beda tinggi secara langsung dengan menggunakan pita ukur.
Hal ini dapat kita jumpai pada pembuatan gedung bertingkat, dimana tinggi
lantai masing-masing tingkat diukur dengan menggunakan pita ukur.
b. Pengukuran beda tinggi dengan menggunakan alat waterpass.
Pada cara ini didasarkan atas kedudukan garis bidik teropong yang dibuat
horisontal dengan menggunakan gelembung nivo.
c.Pengukuran beda tinggi dengan menggunakan alat barometer.
Pada dasarnya ada hubungannya antara ketinggian tempat dengan tekanan
udara, dimana semakin tinggi tempat maka semakin kecil tekanan udara.
Dengan alat barometer ini maka ketinggian suaru tempat dapat ditentukan.
d. Pengukuran beda tinggi dengan menggunakan cara trigonometri.
Pengukuran dengan cara ini dapat dilakukan dengan menggunakan alat yang
dilengkapi dengan pembacaan sudut vertikal (teodolit).
Adapun rumus yang digunakan:
D = 100 ( BA – BB) sin ² V
∆ h = TA + 100 (BA – BB) sin V x cos V – BT
Keterangan :
D = Jarak
∆ h =Beda tinggi antara pengukuran teodolit dengan tinggi daerah yang
diukur.
V = Sudut vertikal.
TA = Tinggi alat.
BA= Batas atas.
BB = Batas bawah.
BT = Batas tengah.
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah II II-2
2.3.3 Pengukuran Beda Tinggi Dengan Waterpass.
Sebelum dilakukan pengukuran beda tinggi dengan menggunakan alat
waterpass maka kita harus mengetahui apa saja alat yang akan digunakan untuk
pengukuran beda tinggi. Alat yang digunakan antara lain:
a. Waterpass.
Waterpass ini dipasangkan diatas kaki tiga dan pandangan dilakukan melalui
teropong.
b. Kaki tiga.
Kaki tiga digunakan untuk menyangga alat waterpass dan menjaganya tetap
stabil selama pengamatan. Kaki tiga ini mempunyai dua baut yaitu baut
pertama digunakan untuk menentukan sambungan kaki dengan kepala
sedangkan baut kedua digunakan untuk penyetelan kekerasan penggerak
engsel antara kaki tiga dengan kepalanya.
c. Mistar ukur.
Mistar ukur adalah sebuah pita ukur yang ditopang vertikal dan digunakan
untuk mengukur jarak vertikal antara garis bidik dan sebuah titik tertentu
yang berada di atas atau di bawah garis bidik tadi.
Setelah mengetahui bagian-bagian waterpass tersebut maka selanjutnya
bagaimana cara penyetelan waterpass. Pemeriksaan dan penyetelan waterpass
dilakukan dalam tiga tahap yaitu:
1. Tabung nivo.
Penyetelan tabung nivo membuat sumbu nivo tegak lurus terhadap sumbu
perputaran. Pasang alat tersebut dii atas sekrup pendatar dengan diametrikal
berlawanan dan tengahkan gelembung nivo dengan hati-hati. Putar teropong 180º
dan catat gerakan gelembung yang menjahui tengah-tengah bila alat belum baik.
Geser gelembung nivo tadi separuh jarak balik ke tengah tabung nivo dengan
memutar sekrup pengangkat pada ujung nivo.datarkan lagi dengan sekrup-sekrup
pendatar dan putar alat tersebut 180º. Ulangi tahapan sebelumnya jika gelembung
nivo belum tepat ditengah tabung nivo.
2. Benang horisontal.
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah II II-3
Salib sumbu bidik horisontal disetel agar benang horisontalnya terletak pada
bidang yang tegak lurus sumbu vertikal. Datarkan alat dengan hati-hati. Bidikkan
satu ujung dari benang horisontal ke sebuah titik yang telah diketahui. Putar
teropong perlahan-lahan terhadap sumbu vertikal. Apabila salib sumbu sudah
disetel baik, benang tersebut akan tetap berada diatas titik tadi pada seluruh
panjangnya. Kalau tidak, longgarkan kedua sekrup pengatur difragma dengan
memutar sedikit demi sedikit kedua sekrup itu secara berlawanan. Balikkan pada
titik tadi dan kalau benang tadi tidak mengikuti titik tersebut pada seluruh
panjangnya, putar lagi lingkarannya. Ulangi prosedur ini, benang salib sumbu
berada diatas titik tersebut pada seluruh panjangnya. Kemudian kencangkan
sekrup-sekrup penyetelnya.
3. Garis bidik.
Penyetelan garis bidik membuat garis bidik tersebut sejajar dengan sumbu
nivo. Cara ini dikenal sebagai uji dua patok. Alat diletakkan pada patok A dan
patok B kemudian catat pembacaan pada mistar ukur di atas patok A dan patok B
dimana selisihnya merupakan elevasi dari kedua patok.
Adapun metode pengukuran waterpass ini antara lain:
1. Jika jalur pengukuran sipat datar cukup jauh, maka jalur pengukuran dibagi
dalam berberapa seksi.
2. Setiap seksi harus dibuat slag genap.
3. Pengukuran harus dilakukan pulang-pergi dan harus selesai dalam satu hari.
4. Sebagai kontrol beda tinggi dalam setiap slag dapat dilakukan pengukuran
dua kali (double stand).
5. Untuk meminimalkan kesalahan garis bidik, diusahakan dalam tiap slag
jarak ke muka sama dengan jarak ke belakang atau jumlah jarak ke muka
sama dengan jumlah jarak ke belakang dalam tiap seksi.
6. Cara perpindahan rambu bergantian antara rambu muka dan rambu
belakang. Hal ini dimaksudkan untuk mengeliminir pengaruh kesalahan nol
rambu.
7. Pembacaan selalu didahulukan ke rambu belakang kemudian ke rambu
muka.
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah II II-4
8. Sebagai kontrol bacaan benang tengah pada rambu :
2 x BT = BA + BB
dengan :
BT = Benang Tengah.
BA = Benang Atas.
BB = Benang Bawah.
9. Pada saat pembacaan rambu, rambu dibaca setegak mungkin (sebaiknya
dilengkapi dengan nivo).
10. Pembacaan benang tengah pada rambu harus lebih besar dari 0.5 m dan
lebih kecil dari 2.7 m.
2.3.4 Perhitungan Waterpass
Setelah dilakukan pembacaan BA, BT dan BB maka dapat dilakukan
perhitungan jarak dari waterpass ke rambu ukur yaitu dengan rumus :
d = 100 ( Benang atas – benang bawah)
Atau
d = 100 ( BA – BB)
2.2 Pengukuran Poligon
2.2.1 Pengukuran Azimuth
Pengukuran Azimuth ini dengan menggunakan kompas, yang diukur
hanya Azimuth awal. Ini untuk mendapatkan Azimuth selanjutnya.
Untuk mendapatkan Azimuth ada 2 cara :
1. Dengan kompas
2. Dengan rotasi
2.2.2 Pengukuran Sudut
Pengukuran sudut berarti mengukur suatu sudut yang terbentuk antara
suatu titik dari dua titik lainnya. Pengukuran sudut ini digunakan untuk
menentukan lokasi titik-titik. Pada pengukuran ini diukur arah daripada dua titik
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah II II-5
atau lebih yang dibidik pada satu titik kontrol dan jarak antara titik-titik diabaikan.
Sudut-sudut yang diukur dalam pengukuran tanah dapat digolongkan menjadi 2
yaitu :
1. Sudut Horisontal.
Sudut horisontal ini merupakan pengukuran dasar untuk penentuan sudut
arah dan azimut. Adapun jenis sudut horisontal yang biasa diukur dalam
pengukuran tanah antara lain:
Sudut dalam. Merupakan sudut yang berada di dalam poligon tertutup.
Sudut luar. Merupakan sudut yang terletak di luar poligon tertutup.
Sudut ke kanan. Adalah sudut yang diukur searah jarum jam dari stasiun
belakang ke stasiun depan.
Sudut belokan. Adalah sudut yang dibentuk dari putaran berlawanan arah
jarum jam dari stasiun belakang.
2. Sudut Vertikal.
Sudut vertikal ini merupakan sudut yang diukur dari zenit sampai ke garis
bidik teodolit. Pengukuran sudut dalam pelaksanaan praktikum ini dengan
menggunakan alat teodolit dimana telah dapat diketahui arah horisontal dan sudut
vertikalnya.
2.2.3 Pengukuran Jarak.
Yang dimaksud dengan pengukuran jarak adalah pekerjaan pengukuran
jarak antara dua buah titik, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pengukuran jarak langsung dapat dilakukan dengan dengan menggunakan alat
ukur jarak langsung seperti pita ukur, langkah, instrumen ukur jarak elektronik
dan lain-lain. Sedangkan pengukuran jarak tidak langsung dapat dilakukan dengan
menggunakan instrumen ukur jarak seperti metode takimetri, metode trigonometri
dan lain-lain.
2.2.4 Penentuan Azimut.
Azimut adalah sudut mendatar yang dihitung dari arah utara searah jarum
jam sampai ke arah yang dimaksud. Azimut diukur dengan metode astronomis
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah II II-6
dengan menggunakan alat seperti jarum magnit / kompas, dengan pengukuran
benda langit (bintang.matahari) atau pun dengan alat teodolit gyroscompas.
Utara
φAB
B
C A φAC
Keterangan:
φAB; φAC = Azimut AB;Azimut AC.
Adapun perhitungan azimut ada 2 cara yaitu:
1. Menghitung azimut dari dua titik tetap.
Y
Xb-Xa
B(Xb,Yb)
Yb-Ya αAB
A(Xa,Ya)
X
Pada gambar diatas diketahui koordinat A (Xa,Ya) dan B (Xb,Yb)
sedangkan sudut AB adalah sudut azimut yang akan dicari besarnya.
α AB = arc Tg [(Xb-Xa) / (Yb-Ya)]
Besarnya azimut ditentukan dengan cara berikut ini:
Kuadran Xb-Xa Yb-Ya Azimut (φ)
I + + α AB
II + - 180º - | αAB |
III - - 180º + | αAB |
IV - + 360º - | αAB |
2. Menghitung azimut dari azimut awal dan sudut-sudut yang diukur.
U U φBC
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah II II-7
β
φAB B
A φBA C
φΒC = φAB ± 180º ± β
Rumus tersebut di atas berlaku umum dengan ketentuan bahwa tanda (±)
ditentukan sebagai berikut:
Untuk ± 180º dapat dipakai salah satu.
Untuk ± β dipakai tanda (+) bila sudut β berada di sebelah kiri jurusan
sedangkan tanda (-) bila β berada di sebelah kanan jurusan.
Bila hasil akhir φBC <0 º, harus ditambah 360º
Bila hasil akhir φBC ≥ 360º ,harus dikurangi dengan kelipatan dari 360º
2.2.5 Sistem Koordinat.
Sisitem koordinat adalah sekumpulan datum yang menentukan bagaimana
koordinat-koordinat yang bersangkutan mempresentasikan titik-titik.
Untuk mendefinisikan satu titik koordinat maka terlebih dahulu kita harus
menentukan :
1. Lokasi titik nol (origin).
2. Orientasi ketiga sumbu-sumbu koordinat.
3. Parameter-parameter yang digunakan untuk mendefinisikan posisi suatu
titik terhadap sistem koordinat.
4. Pada pemetaan situasi ini sistem koordinat yang digunakan adalah sistem
koordinat titik referensi yang digunakan adalah BM1 dan BM2 dengan :
XBM1 = 437994,000 XBM2 = 437900,000
YBM1 = 9220334,000 Y BM2= 9220580,000
Z / H BM1= 223
Sedangkan azimut awal BM2-P1adalah 182º 08’24”
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah II II-8
2.2.6 Poligon
Poligon merupakan serangkaian segi banyak. Besaran yang diukur dalam
poligon adalah unsur-unsur sudut di setiap titik dan jarak di setiap dua titik yang
berurutan. Pengukuran poligon adalah pekerjaan menetapkan stasiun-stasiun
poligon dan membuat pengukuran-pengukuran yang perlu.
Untuk pengukuran situasi yang arealnya luas, maka pengukuran poligon
dapat dibagi menjadi 2 tahap yaitu:
1. Pengukuran poligon utama.
Pengukuran poligon utama ini dilakukan pada batas-batas daerah yang
akan diukur. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan alat ukur teodolit.
Untuk pengukuran sudutnya dilakukan dengan double seri yaitu pengukuran yang
dilakukan dalam kedudukan teropong biasa dan luar biasa seperti yang dapat
dilihat pada gambar di bawah ini:
A Kedudukan Pembacaan Sudut
B PA
P B LB PB β= βB + βLB
B LB PA
PB
Keterangan:
βB = Sudut Biasa.
βLB..= Sudut Luar Biasa.
β = Rata-Rata Sudut
Pada pengukuran sudut ini biasanya tiap seri dilakukan dengan sudut setelan
yang berbeda. Setelah diketahui seluruh hasil ukuran sudut tersebut maka
diratakan sehingga diperoleh hasil ukuran sudut yang lebih teliti dibandingkan
bila diukur sekali.
2. Pengukuran poligon cabang.
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah II II-9
2
Setelah selesai pengukuran poligon utama, tahap berikutnya adalah dengan
pengukuran poligon cabang. Untuk dapat membedakan poligon utama dan
poligon cabang dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Keterangan:
P1;P2=Titik poligon utama.
P2 C1 C2 C3 P1 C= Titik poligon cabang.
Pengukuran poligon cabang dilakukan dengan alat ukur teodolit.
Pengukuran sudut dilakukan dengan satu double seri/lebih, sedangkan pengukuran
jarak dengan menggunakan meetband.
Ada dua bentuk dasar poligon yaitu poligon tertutup dan poligon terbuka.
a. Poligon Tertutup
Poligon tertutup apabila garis-garis kembali ke titik awal yang membentuk
segi banyak serta poligon tertutup memberikan pengecekan pada sudut-sudut dan
jarak-jarak tertentu yang merupakan suatu pertimbangan yang sangat penting.
β2 β3
φ12
β1 β4
A(Xa,Ya) d 45
β6 β5
“Poligon Tertutup Sudut Dalam”
Keterangan gambar:
β = Besarnya sudut
φ12 = Azimut awal
A(Xa,Ya) = Koordinat A
d 45 = Jarak antara titik 4 dan titik 5.
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah II II-10
b. Poligon Terbuka
Poligon terbuka terdiri atas serangkaian garis yang berhubungan tetapi
tidak kembali ke titik awal atau terikat pada sebuah titik dengan ketelitian yang
sama atau lebih tinggi ordenya.
φ 1 β1
A (Xa;Ya) 1 d12 C (Xc;Yc)
B (Xb;Yb) 2 D (Xd;Yd)
Keterangan gambar :
φ 1 = Azimut awal.
A, B, C dan D = Basarnya koordinat.
β = Besarnya sudut.
d 12 = Jarak antara titik 1 dan titik 2.
Didalam pengukuran poligon ini harus terdapat berbagai hal antara lain:
a. Sudut atau arah poligon.
Pengukuran sudut atau arah poligon ini dapat ditentukan dengan berbagai
cara yaitu:
1. Pegukuran poligon dengan sudut dalam.
2. Pengukuran poligon dengan sudut luar.
3. Pengukuran azimut.
b. Pengukuran panjang.
Pengukuran panjang dilakukan dengan menggunakan pita ukur yaitu
dengan mengukur panjang antar patok 1 dengan patok yang lainnya.
Setelah terdapat data yang diperlukan maka data itu harus dilakukan
perhitungan. Perhitungan poligon dapat dilakukan dengan beberapa tahap antara
lain:
Perataan sudut.
Langkah pertama dalam hitungan poligon adalah mengkoreksi sudut-sudut
sehingga diperoleh jumlah geometrik yang benar. Perataan sudut ini
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah II II-11
biasanya dinamakan kesalahan penutup sudut. Rumus kesalahan penutup
sudut adalah sebagai berikut:
Untuk sudut dalam.
Σ β = [(n - 2) x 180º] + fα
Untuk sudut luar.
Σ β = [(n + 2) x 180º] + fα
Keterangan:
Σ β = Jumlah sudut.
n = Jumlah titik sudut.
fα = Basarnya koreksi sudut.
Untuk polygon terbuka terikat koordinat tidak ada koreksi sudut tetapi
koreksi azimuth.
Penentuan azimut.
Penentuan azimut ini biasanya telah diketahui azimut awalnya. Pada
praktikum kali ini, azimuth awal ditentukan dengan menggunakan
kompas, tetapi dihitung juga dengan menggunakan perhitungan untuk
mendapatkan azimuth dengan cara rotasi. Antara cara menentukan azimuth
cara kompas dan rotasi terdapat perbedaan atau selisih, karena cara kmpas
menggunakan arah utara dari magnetis bumi sedangkan dengan
menggunakan cara rotasi merupakan azimuth sebenarnya. Untuk
menghitung azimut di titik-titik selanjutnya yaitu dengan rumus:
α selanjutnya = α sebelumnya ± β ± 180º
Keterangan:
α selanjutnya; α sebelumnya = Besarnya azimut.
β = Besarnya sudut yang terkoreksi.
Perhitungan koreksi fx.
Untuk mendapatkan koreksi fx kita memerlukan Dx dan Dxs.
Dxs = Σ d Sin α Dx = XBM1-X BM2
Besarnya koreksi fx dapat dihitung dengan rumus:
fx = Dxs - Dx
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah II II-12
Setelah diketahui besarnya koreksi fx maka akan didapat hasil d sin φ
terkoreksi untuk mendapatkan koordinat sb.X
Perhitungan koreksi fy.
Untuk mendapatkan koreksi fx kita memerlukan Dy dan Dys.
Dys = Σ d Cos α Dy = Y BM1-Y BM2
Fy = Dys - Dy
Setelah diketahui besarnya koreksi fy maka akan didapat hasil d sin φ
terkoreksi untuk mendapatkan koordinat sb.Y
Menghitung koordinat-koordinat per titik.
Untuk mendapatkan koordinat titik-titik lain maka digunakan rumus
sebagai berikut:
X2 = X1 + D12 sin α12 + ky12
Y2 = Y1 + D12 cos α12 + ky12
Keterangan:
X1;Y1 = Koordinat awal.
X2;Y2 = Koordinat akhir.
2.4 Pengukuran Detail
2.4.1 Pengukuran Detail cara Tachimetri
A. Pengukuran Detail
Yang dimaksud dengan detail atau titik detail adalah semua benda / titik-
titik benda dilapangan yang merupakan kelengkapan daripada sebagian
permukaan bumi. Jadi disini tidak hanya dimaksud benda-benda buatan manusia
separti bangunan-bangunan, jalan-jalan, dengan segala perlengkapannya, tetapi
juga benda-benda alam seperti gunung-gunung, bukit-bukit, sungai-sungai,
jurang, vegetasi dan lain-lain.
Jadi penggambaran kembali permukaan bumi dengan segala perlengkapan
termasuk tujuan dari pengukuran detail yang akhirnya berwujud dalam suatu peta.
Berhubung terdapat bermacam-macam tujuan dalam pemakaian peta,
maka pengukuran detail pun harus benar selektif artinya hanya detail-detail
tertentu yang diukur guna keperluan suatu macam peta.Sebagai contoh:
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah II II-13
a.Peta Kadaster.
Tujuan dari ini adalah menguraikan keadaan hak-hak atas tanah serta
menggambarkan batas-batas pemilikan dari hak-hak tanah ini. Jelas dalam peta ini
keadaan tinggi rendah medan tidak diperlukan, tetapi benda-benda seperti
bangunan, jalan, saluran, tiang listrik tegangan tinggi dan segala benda yang
diperlukan untuk dapat mengidentifisir bidang tanah itu kembali perlu diukur dan
dipeta.
Detail dari jalannya batas-batas peta tersebut lebih diperhatikan dan diukur
dengan ketelitian yang tinggi dan pelu terdapat catatan tentang jenis hak atas
tanah serta nomor pendaftarannya serta dengan menunjuk pada buku tanah dapat
diketahui nama pemiliknya serta uraian lebih lanjut tentang sebidang tanah
tersebut.
b. Peta Topografi (Topos : Tempat; Grafis : Melukis)
Yang dimaksud adalah peta yang menggambarkan semua tempat-tempat
yang ada di atas muka bumi, seperti kota, desa, jalan, sawah, gunung dan lain-lain.
Jadi peta topografi inilah yang memberikan kita gambaran tentang keadaan
sebagian permukaan bumi. Gambaran ini dilukis dengan simbol-simbol dan
kadang diberi pula warna. Keadaan tinggi rendahnya medan dilukis dengan garis-
garis tinggi atau kontur.
c.Peta Jalanan dan Peta Sungai.
Disini obyeknya lebih jelas yaitu jalanan atau sungai dengan segala
kelengkapannya.
Guna membuat peta tersebut maka diperlukan pengukuran detail dan
dilakukan setelah selesainya pengukuran rangka titik-titik dasar untuk suatu
daerah. Adapun metode untuk pengukuran detail antara lain:
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah II II-14
1. Pengukuran Detail Dengan Extrapolasi. P3
P1
10.60 G P2
P4
Y R
α X α=29º12’ KP2
KP1 15.85
Keterangan:
KP!,KP2 = Titik-titik tetap.
Garis KP1-KP2 = Garis-garis ukur.
G = Suatu bangunan.
Ada dua cara untuk menentukan titik detail terhadap garis ukur, yaitu:
a. Dengan sistem koordinat ortogonal.
Contoh: Titik P1 diproyektir pada garis ukur dan besaran x (=15.85) dan y
(=10.60) diukur dengan pegas ukur.
b. Dengan sistem koordinat polar.
Contoh: Letak titik P2 ditentukan dengan mengukur sudut (=29º12’) dan
panjang r (21.50 m)
Panjang r ini dapat diukur dengan pegas tetapi lebih praktis jika diukur
secara optis dengan teodolit dimana sudut juga sekalian diukur dengan alat
tersebut yang ditempat di titik dasar KP2 ini lebih dikenal dengan metode
Tachymetri.
2. Pengukuran Detail Dengan Interpolasi.
KP4 P2 11.25 67.16 KP5
g2
19.80P4
11.21
KP2 g3P3
g1 P1 29.28 42.10 KP3
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah II II-15
Pada metode ini tidak ada pengukuran sudut. Titik P3 ditentukan dengan
bagian garis g1 (29.28 m), g2 (11.25 m) dan g3 (11.21 m). Metode ini disebut
“Interpolasi” karena titik-titik detail seolah-olah digantungkan pada dua garis
ukur. Metode ini sering disebut “cara hubungan garis ukur”.
Pada umunya dalam praktek extrapolasi dengan sistem koordinat
ortogonal dan metode interpolasi dapat dipakai bersama-sama, bergantung pada
keadaan lapangan dan situasi titik-titik dasar. Pada kedua metode ini ada satu
kesamaan yaitu pengukuran jarak dilakukan dengan pegas ukur, sedangkan alat
lain seperti prisma, yalon dipergunakan untuk membuat sudut siku-siku atau
memancang garis lurus.
Pada metode extrapolasi dengan sistem koordinat kutub dipakai teodolit.
Cara ini dikenal dengan metode Tachymetri adalah pengukuran detail yang dapat
mencakup daerah yang luas dan dengan pekerjaan yang cepat.
B. Pengukuran Detail Dengan Cara Tacymetri.
Tachymetri adalah suatu cara pemetaan dimana kedudukan tinggi dari
tanah dinyatakan dengan garis-garis tinggi. Dahulu sebelum ada tachymetri, titik-
titik tinggi di lapangan ditentukan dengan pertolongan waterpassing dan
kemudian letak titik-titik ini diukur. Dengan tachymetri kita menentukan titik-titik
dilapangan, dimana healing diantara titik-titik tersebut dianggap berbanding lurus.
Kemudian titik-titik ini dilukis di atas peta menurut letak dan tingginya sehingga
garis tinggi dapat disisipkan diantara titik-titik yang diukur tersebut.
Tujuan dari tachymetri adalah menggambarkan kembali bentuk lapangan.
Pada tachymetri ini selain diadakan pengukuran situasinya juga sekalian
pengukuran tingginya. Untuk memuat peta lengkap, selain garis tinggi juga
diperlikan situasi dari semua bangunan-bangunan (gedung, jalan, jembatan,
saluran air, dan lain-lain).
Pada pemetaan skala besar (1: 100; 1:500) maka pengukuran bangunan
lebih teliti dari pengukuran tinggi. Berhubung terbatasnya ketelitian dari
pengukuran jarak optis maka tachymetri pun terbatas hanya pada pemetaan skala
kecil ( 1:2.000) dimana bangunan dapat diukur secara tachymetris.
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah II II-16
Adapun tahap-tahap dalam pengukuran detail ini antara lain:
3. Pelaksanaan Tachymetri.
Pengukuran tachymetri ada dua cara yaitu:
Pengukuran dan perhitungan yang perlu untuk menentukan koordinat
dan tinggi dari tiap kedudukan tachymeter.
Pengukuran dari titik detail yang dilihat dari tiap-tiap kedudukan
tachymeter.
4. Penentuan Tempat Kedudukan Tachymetri.
Semua tempat kedudukan tachymeter dapat dijadikan satu pada jaring-
jaring titik-titik dasar yang dapat berbentuk jaring-jaring segitiga atau poligon.
Pemilihan ini tergantung pada keadaan lapangan. Jika tempat kedudukan
berdekatan maka lebih baik dilakukan pengukuran optis yaitu dengan
menggunakan poligon.
Pengukuran titik tingginya dapat juga dilakukan sekalian. Kadang-kadang
unsur-unsur dari poligon diukur sendiri sedang pengukur yang lainnya mengukur
titik-titik detail dari titik-titik poligon tersebut. Tetapi ada juga titik detail diambil
sekalian dengan pengukuran unsur-unsur poligon. Sedangkan pengukuran jarak
antar titik poligon dilakukan secara optis, tetapi dapat juga secara langsung.
5. Pengukuran Titik-titik Detail.
Pengukuran detail tidak begitu ditonjolkan oleh karena itu cukup dengan
membaca tiga benang horisontal, nonius lingkaran datar dan nonius lingkaran
vertikal. Dari lapangan disekitar kedudukan dapat dibuat terlebih dahulu suatu
sket dan titik detail digambarkan pada sket tersebut dan diberi nomor urut sesuai
dengan urutan pengamatannya.
Pengukuran bergantung pada keadaan lapangan maka pengukuran dari
tiap-tiap seri titik detail harus dimulai dengan mengambil arah horisontal
kesalahan suatu titik tetap yang terdapat pada peta.
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah II II-17
6. Penggambaran Peta.
Setelah pekerjaan selesai maka mula-mula dihitung koordinat titik-titik
dasar poligon. Kalau jarak diukur dengan optis maka terlebih dahulu diredusir
manjadi jarak-jarak horisontal. Setelah diketahui titik-titik koordinat kemudian
dilukis terhadap jaring-jaring bujur sangkar. Agar semua titik dapat termasuk
dalam gambar maka terlebih dahulu ditentukan batas-batasuntuk absis dan ordinat
yang extermum dari semua titik-titik dari daerah yang hendak dipetakan
C. Rumus yang Digunakan.
Pada pengukuran tacyhmetri ini digunakan rumus sebagai berikut:
D = 100 ( BA – BB) sin ² V
∆ h = TA + 100 (BA – BB) sin V x cos V – BT
Keterangan :
D = Jarak
∆ h =Beda tinggi antara pengukuran teodolit dengan tinggi daerah yang
diukur.
V =Sudut vertikal.
TA = Tinggi alat.
BA= Batas atas.
BB = Batas bawah.
BT = Batas tengah.
2.4.1 Pengukuran Situasi cara Offset
Pengukuran untuk pembuatan peta cara offset menggunakan alat utama
pita ukur, sehingga cara ini juga biasa disebut cara rantai (chain surveying). Alat
bantu lainnya adalah: (1) alat pembuat sudut siku cermin sudut dan prisma, (2).
jalon, dan (3) pen ukur. Dari jenis peralatan yang digunakan ini, cara offset biasa
digunakan untuk daerah yang relatif datar dan tidak luas, sehingga kerangka dasar
untuk pemetaanya-pun juga dibuat dengan cara offset. Peta yang diperoleh dengan
cara offset tidak akan menyajikan informasi ketinggian rupa bumi yang dipetakan.
Cara pengukuran titik detail dengan cara offset ada tiga cara: (1) Cara siku-siku
(cara garis tegak lurus ), (2) Cara mengikat (cara interpolasi), dan (3) Cara
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah II II-18
gabungan keduanya. Dalam bahasan berikut lebih mengutamakan pembahasan
teknik cara offset, sedangkan hal teknik pembuatan garis tegak lurus,
perpanjangan garis dan penggunaan prisma yang sudah diuraikan di bab
sebelumnya tidak dibahas lagi.
A. Kerangka Dasar Cara Offset
Kerangka dasar pemetaan harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga
setiap garis ukur yang terbentuk dapat digunakan untuk mengukur titik detail
sebanyak mungkin. Garis ukur adalah garis lurus yang menghubungkan dua titik
kerangka dasar. Jadi garis ukur berfungsi sebagai "garis dasar" untuk pengikatan
ukuran offset.
a. Kerangka dasar cara offset cara siku-siku
Setiap garis ukur dibuat saling tegak lurus.
Gambar 3.1: Kerangka dasar cara offset cara siku-siku.
Titik-titik A, B, C dan D adalah titik kerangka dasar yang telah dipasang.
Andai akan digunakan garis AC sebagai garis ukur, maka dibuat garis ukur BB'
dan DD' tegak lurus garis ukur AC. Ukur jarak AC, AD', D'D, D'B', B'B dan B'C.
Sebagai kontrol, bila memungkinkan, diukur pula jarak AD, DC, CB dan BA.
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah II II-19
b. Kerangka dasar cara offset cara mengikat
Setiap garis ukur diikatkan pada salah satu garis ukur.
Gambar 3.2: Kerangka dasar cara offset cara mengikat
Titik-titik A, B, C dan D adalah titik kerangka dasar yang telah dipasang. Bila
akan digunakan garis AC sebagai garis ukur, maka ditentukan sembarang titik-
titik D', D", B' dan B" pada garis ukur AC. Ukur jarak AC, AD', D'D", D'B', B'B",
B"C, D'D, D"D, B'B dan B"B. Sebagai kontrol, bila memungkinkan, diukur pula
jarak AD, DC, CB dan BA.
c. Kerangka dasar cara offset cara segitiga
Titik A, B, C dan D adalah titik kerangka dasar yang telah dipasang seperti
ditunjukkan pada Gambar 3.2. Ukur jarak-jarak AB, BC, CD, DA dan AC yang
merupakan sisi-sisi segitiga ABC dan ADC sebagai garis ukur.
Karena garis ukur dibuat dengan membentuk segitiga-segitiga, maka cara ini juga
disebut cara trilaterasi.
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah II II-20
B. Pengukuran Detail Cara Offset
a.Pengukuran detail cara offset cara ciku-siku
Setiap titik detail diproyeksikan siku-siku terhadap garis ukur dan diukur
jaraknya.
Gambar 3.3: Pengukuran detail cara offset cara siku-siku.
A dan B adalah titik-titik kerangka dasar sehingga gari AB adalah garis
ukur. Titik-titik a, b, c dan d dadalah tittik-titik detail dan titik-titik a', b', c' dan d'
adalah proyeksi titik a, b, c dan d ke garis ukur AB.
b. Pengukuran detail cara offset cara mengikat
Setiap titik detail diikatkan dengan garis lurus ke garis ukur.
Gambar 3.4: Pengukuran detail cara offset cara mengikat.
A dan B adalah titik-titik kerangka dasar, sehingga gari AB adalah garis
ukur. Titik-titik a, b, c adalah tittik-titik detail dan titik-titik a', b', c' dan a", b", c"
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah II II-21
adalah titik ikat a, b, dan c ke garis ukur AB. Diusahakan segi-3 aa'a", bb'b" dan
cc'c" samasisi atau sama kaki.
Pengikatan titik a, b, dan c ke garis ukur AB lebih sederhana bila dibuat dengan
memperpanjang garis detail hingga memotong ke garis ukur.
Gambar 3.5: Pengukuran detail cara offset cara mengikat dengan
perpanjangan garis titik detail.
c. Pengukuran detail cara offset cara kombinasi:
Setiap titik detail diproyeksikan atau diikatkan dengan garis lurus ke garis
ukur. Dipilih cara pengukuran yang lebih mudah di antara kedua cara.
Gambar 3.6: Pengukuran detail cara offset cara kombinasi.
Titik detail penting dianjurkan diukur dengan kedua cara untuk kontrol ukuran.
C. Kesalahan pengukuran cara offset
Kesalahan arah garis offset a dengan panjang l yang tidak benar-benar
tegak lurus berakibat:
1. Kesalahan arah sejajar garis ukur = l sin a
2. Kesalahan arah tegak lurus garis ukur = l - l cos a
Bila skala peta adalah 1 : S, maka akan terjadi salah plot sebesar 1/S x kesalahan.
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah II II-22
Bila kesalahan pengukuran jarak garis ofset d l, maka gabungan pengaruh
kesalahan pengukuran jarak dan sudut menjadi: {(l sin a ) 2 + d l 2}1/2.
D. Ketelitian Pemetaan Cara Offset
Upaya peningkatan ketelitian hasil ukur cara offset bisa dilakukan dengan :
1. Titik-titik kerangka dasar dipilih atau dibuat mendekati bentuk segitiga sama
sisi
2. Garis ukur:
a. Jumlah garis ukur sesedikit mungkin
b. Garis tegtak lurus garis ukur sependek mungkin
c. Garis ukur pada bagian yang datar
3. Garis offset pada cara siku-siku harus benar-benar tegak lurusgaris ukur
4. Pita ukur harus benar-benar mendatar dan diukur seteliti mungkin
5. Gunakan kertas gambar yang stabil untuk penggambaran
E. Pencatatan Dan Penggambaran Cara Offset
Pengukuran cara offset dicatat ke dalam buku ukur yang tiap halamannya
berbentuk tiga kolom. Kolom ke 1 – paling kiri, digunakan untuk menggambar
sket pengukuran. Kolom ke 2 digunakan untuk mencatat hasil ukuran dengan
paling bawah awal garis ukur, dan kolom ke 3 digunakan untuk mencatatat
deskripsi garis offset.
Tiada bakuan untuk penggambaran cara offset. Penggambaran biasa dibuat
dengan urutan pertama penggambaran garis ukur, kedua pengeplotan garis offset
yang disertai dengan penyajian penulisan angka jarak ukur tegak lurus arah garis
ukur.Sudut disiku diberi tanda siku.
2.5 Penyajian Ketinggian
A. Titik Tinggi (Spotheight)
Penentuan titik tinggi dalam pembuatan peta situasi ini dengan
menggunakan teodolit. Dimana di dalam teodolit telah tertera arah vertikal yang
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah II II-23
dapat digunakan untuk mengghitung tinggi titik detail dari titik dasar poligon
utama. Titik tinggi tersebut merupakan ketinggian titik detail dari bangunan yang
ada yang diukur dari titik poligon utama.
B. Garis Kontur.
Pembuatan garis kontur dalam pemetaan topografi merupakan bagian
penting dalam menyatakan keadaan relief dari suatu bentuk permukaan tanah.
Adapun beberapa penggunaan teknis dari peta kontur yaitu hitungan volume
galian dan timbunan, hitungan volume air untuk perencanaan waduk serta
perencanaan jalan raya / jalan kereta api.
Garis kontur adalah suatu garis yang digambarkan diatas bidang datar
melalui titik-titik dengan ketinggian sama terhadap suatu datum tertentu. Selisih
tinggi antara kontur-kontur tersebut disebut interval kontur yang bersifat konstan
untuk masing-masing skala tertentu.
Penentuan interval kontur pada suatu peta tergantung dari:
Kondisi relief dari permukaan tanah.
Untuk kondisi tanah terjal interval kontur relatif besar agar penggambaran
kontur tidak berhimpitan.
Untuk tanah yang relatif datar interval kontur relatif kecil sehingga
penggambaran kontur tidak terlalu jarang.
Skala peta.
Interval kontur sebanding dengan skala peta.
Keperluan teknis pemetaan.
Jika pemetaan diperlukan untuk detail desain atau untuk keperluan
pekerjaan-pekerjaan tanah yang teliti maka interval kontur yang kecil
sangat diperlukan.
Jika pemetaan diperlukan untuk pelaksanaan secara menyeluruh dan luas
maka cukup digambar dengan interval kontur yang besar.
Waktu dan biaya.
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah II II-24
Jika waktu dan biaya yang disediakan kurang maka pengukuran dan
penggambaran hanya mampu untuk membuat garis-garis kontur dengan
interval besar.
Di bawah ini terdapat bagan berbagai interval kontur berdasar pada skala
peta dan kondisi tanah:
Skala Peta Kondisi Tanah Interval Kontur (m)
Skala besar Datar 0.2 - 0.5
≥ 1 :1000 Bergelombang 0.5 - 1.0
Berbukit 1.5 – 2
Skala sedang Datar 0.5, 1 atau 1.5
1:1000 s/d 1: 10.000 Bergelombang 1, 1.5 atau 2.0
Berbukit 2, 2.5 atau 3.0
Skala kecil Datar 1, 2 atau 3
≤1:10.000 Bergelombang 2 atau 5
Berbukit 5.0 - 10.0
Pegunungan 10, 25 atau 50
Di bawah ini terdapat tabel tentang harga-harga interval yang berdasarkan
untuk jenis-jenis keperluan teknis:
Keperluan Teknis Skala Interval Kontur (m)
Lokasi bangunan 1 :1000 atau lebih besar 0.2 - 0.5
Perencanaan
kota,waduk,pengembangan
wilayah. 1 : 5000 sampai 1 : 10.000 0.5 - 2
Perencanaan Umum
Daerah Luas 1 :5000 sampai 1: 20.000 3.0 - 5.0
Rumus interval kontur:
C = skala nomor
1000
Misal untuk skala 1 : 1.000 maka interval kontur 1 m.
Sifat-sifat kontur perlu diketahui untuk membantu dalam penggambaran
garis kontur diatas peta. Adapun sifat-sifat kontur yaitu:
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah II II-25
Garis kontur selalu merupakan loop kecuali pada batas peta.
Dua buah kontur dengan ketinggian yang berbeda tidak mungkin saling
berpotongan.
Garis-garis kontur dengan ketinggian berbeda tidak mungkin menjadi satu
kecuali pada bagian tanah yang vertikal akan terlihat pada
penggambarannya.
Semakin miring keadaan tanah akan semakin rapat kontur digambarkan.
Semakin landai kemiringan tanah akan semakin jarang kontur digambarkan.
Garis-garis kontur yang melalui lidah bukit atau tanjung akan cembung ke
arah turunnya tanah.
Garis-garis kontur yang melalui lembah atau teluk akan cembung ke arah
titik atau hulu lembah.
Garis kontur yang memotong sungai akan cembung ke arah hulu sungai dan
semakin cembung jika sungai bertambah dalam.
Garis-garis kontur yang memotong jalan akan berbentuk cembung sedikit ke
arah turunnya jalan.
Adapun metode yang digunakan untuk pembuatan kontur antara lain:
1. Cara pengukuran langsung.
Pada pengukuran cara langsung garis kontur yang akan digambar secara
nyata diukur dilapangan melalui titik-titik yang ketinggiannya sesuai dengan
ketinggian kontur yang dimaksud. Titik-titik tersebut selain diukur ketinggian
juga diukur dengan cara poligon untuk menentukan posisi titik-titik tersebut agar
dapat diplot dan digambar garis konturnya.
2. Cara pengukuran tak langsung.
Penentuan titik kontur yang tidak ditentukan secara langsung dengan
mengukur titik-titik tinggi dilapangan yang digunakan sebagai titik-titik dasar
untuk menggambarkan garis kontur dengan cara interpolasi.
Ada beberapa pengukuran tak langsung antara lain:
1. Cara Terestis.
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah II II-26
Dapat dibagi menjadi 4 yaitu:
a. Cara Radial
Pengukuran cara radial sering digunakan pada pemetaan situasi dengan
cara tachymetri untuk daerah datar dapat dilihat dengan cara sipat datar.
b. Cara Profil.
Dari hasil profil memanjang dan melintang sepanjang jalur poligon suatu
sumbu perencanaan jalan, jalan KA, saluran irigasi untuk
menggambarkan relief permukaan tanah pada pemetaan situasi kontur
melalui bentuan titik-titik profil yang diukur.
c. Cara Jalur.
Pengukuran cara jalur digunakan untuk suatu daerah yang relatif datar
dan berhutan dengan luas daerah yang relatif besar. Sering digunakan
untuk menggambarkan garis-garis kontur pada pemetaan fotogrametris
dari suatu daerah tertutup hutan.
d. Cara Kisi ( Grid ).
Penggambaran garis kontur dengan kisi dilakukan pada daerah datar
terbuka dengan luas relatif kecil. Pada cara tersebut suatu daerah dibagi
menjadi beberapa bagian persegi panjang sehingga merupakan kisi-kisi.
Ukuran sisi pada kisi-kisi dapat bervariasi antara 5 - 50 m tergantung
dari kondisi relief dan interval kontur yang ditentukan juga skala peta
dan keperluan teknis yang akan dipakai.
2. Cara Interpolasi Kontur
Pada penggambaran interpolasi kontur dapat di bagi menjadi 3 yaitu:
a. Cara Grafis dan Matematis. c. Cara Pendekatan
b. Cara dengan Alat Radial Interpolasi.
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah II II-27