Post on 25-Aug-2018
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Kemenkes RI, 2014). TB saat ini masih
menjadi salah satu penyebab kematian di dunia, terutama di negara-negara yang
sedang berkembang (Prayitno et al., 2006). Menurut World Health Organization
(WHO) dalam Global Tuberculosis Report 2015, diperkirakan 9,6 juta orang
mengidap TB dan 1,5 juta orang meninggal karena TB pada tahun 2014. Selain itu,
diperkirakan sekitar 58% kasus TB di dunia terjadi di wilayah Asia Tenggara dan
Pasifik Barat.
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sampai saat ini
sedang berjuang menghadapi permasalahan global TB. WHO menyebutkan bahwa
pada tahun 2014, diperkirakan jumlah kasus TB di Indonesia yaitu mencapai 700.000
sampai 1.400.000 kasus dengan jumlah kematian akibat TB mencapai 100.000 orang.
Hal tersebut menyebabkan Indonesia saat ini menempati peringkat ke-2 sebagai
negara dengan beban TB tertinggi (high-burden countries) di dunia setelah negara
India, yang menyumbang 10% dari kasus TB di dunia dengan angka insiden
mencapai 399 per 100.000 penduduk dan angka prevalensi mencapai 647 per
100.000 penduduk (WHO, 2015).
Dalam menanggulangi tingginya angka morbitas dan mortalitas akibat TB,
maka upaya penemuan kasus TB lebih dini merupakan hal yang perlu dilakukan agar
proses pengobatan penderita semakin cepat dan penularan TB yang semakin luas
2
dapat dicegah. Namun, saat ini diperkirakan ada 1 dari setiap 3 kasus TB yang belum
terdeteksi program (Pusdatin, 2015). Selain itu, hal yang dikhawatirkan yaitu setiap
penderita TB Paru aktif dapat menularkan kuman TB kepada 5-10 orang di
sekitarnya (Rye et al., 2009). Berlakunya fenomena gunung es pada penyakit TB dan
seiring dengan munculnya epidemi HIV-AIDS di dunia, maka diperkirakan jumlah
penderita TB Paru akan terus meningkat. Selain trend meningkatnya kasus koinfeksi
HIV/TB, masalah baru yang kini menjadi perhatian para praktisi kesehatan saat ini
yaitu mulai meningkatknya infeksi TB pada pasien DM.
Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu faktor risiko terjadinya TB
(Elloriaga et al., 2014). Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa DM dan TB
memiliki hubungan yang kuat. DM diduga dapat meningkatkan frekuensi maupun
tingkat keparahan suatu infeksi. Hal tersebut disebabkan oleh adanya abnormalitas
dalam sistem imun yang menyebabkan penurunan fungsi fagitosis sehingga lebih
mudah terinfeksi TB (Cahyadi et al., 2011). Sedangkan, TB dapat menyebabkan
kenaikan gula darah dan memacu terjadinya “laten diabetes” atau menjadi faktor
dekompensasi DM (Reviono et al., 2013).
Sampai saat ini, belum ada laporan resmi mengenai jumlah kasus infeksi TB
pada pasien DM di dunia. Namun, kasus TB cenderung lebih banyak ditemukan pada
negara-negara dengan angka prevalensi DM yang cukup tinggi. Pada 22 negara yang
dinyatakan dengan beban TB tertinggi di dunia, prevalensi DM pada populasi umum
berkisar 2-9% (Baghaei et al., 2013). Selain itu, 8 dari 10 negara dengan insiden DM
tertinggi di dunia juga diklasifikasikan sebagai negara dengan beban TB tertinggi di
dunia (Restrepo, 2007). Data hasil skrining TB Paru pada pasien DM di China tahun
2012 menunjukkan bahwa Case Notification Rate (CNR) TB pada pasien DM jauh
3
lebih tinggi yaitu berkisar antara 334 sampai 804/100.000 dibandingkan CNR TB
pada populasi umum yang hanya 78/100.000 penduduk (Lin et al., 2012).
Di Indonesia, data infeksi TB pada pasien DM belum banyak dilaporkan.
Namun, diperkirakan peningkatan kasus TB pada pasien DM juga terjadi seiring
dengan peningkatan prevalensi DM di Indonesia (Cahyadi et al., 2011). Hasil
penelitian oleh Livia et al. (2015) menunjukkan bahwa dari 738 pasien DM yang
diperiksa di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, 28% diantaranya terjangkit TB
dan 9,3% memiliki riwayat pernah menderita TB. Berdasarkan hal tersebut,
mengingat adanya potensi penemuan kasus TB Paru pada pasien DM, maka
diperlukan upaya skrining TB Paru pada pasien DM dalam rangka meningkatkan
CNR TB dan pengobatan kombinasi TB-DM yang lebih dini.
Salah satu kunci keberhasilan penemuan kasus TB Paru pada pasien DM yaitu
tindakan atau keputusan pasien DM untuk melakukan skrining TB Paru. Belum ada
penelitian yang mengungkapkan faktor yang memengaruhi pasien DM melakukan
skrining TB Paru. Namun, penelitian hampir terkait yang sama-sama meneliti
tentang keputusan melakukan skrining TB Paru yaitu penelitian Kurniawan (2015)
mengenai faktor yang memengaruhi pemeriksaan kontak serumah pada penderita
TB. Hasil penelitian tersebut mendapatkan hanya 55,7% anggota keluarga penderita
TB yang melakukan skrining TB Paru. Mereka yang tidak melakukan skrining
beralasan bahwa skrining TB hanya diperlukan pada orang yang sudah tertular atau
telah menunjukkan gejala TB. Hasil penelitian tersebut mendapatkan bahwa perilaku
skrining dipengaruhi persepsi pribadi terkait risiko menderita penyakit (p=0,01).
Berdasarkan penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak semua atau 100%
yang melakukan skrining TB Paru. Tingginya risiko tertular TB pada anggota
4
keluarga penderita tentunya sebanding dengan risiko penularan TB pada pasien DM
karena pasien DM mengalami penurunan sistem kekebalan tubuh sehingga lebih
mudah terinfeksi TB. Maka dari itu, penerapan skrining TB Paru perlu juga
dilakukan pada pasien DM. Namun, jika bercermin pada hasil penelitian tersebut
yaitu tingkat partisipasi melakukan skrining hanya sebesar 55,7%, maka
kemungkinan partisipasi pasien DM melakukan skrining TB Paru juga akan rendah.
Skrining TB Paru pada pasien DM merupakan program yang mulai
dilaksanakan pada bulan Januari 2016 di sebelas puskesmas yang ada di Kota
Denpasar sebagai hasil konsensus pengendalian kasus TB-DM yang difasilitasi oleh
Kementrian Kesehatan RI. Program ini bertujuan untuk meningkatkan notifikasi
kasus mengingat rendahnya CNR TB di Provinsi Bali pada tahun 2014 yang hanya
sebesar 74/100.000 penduduk dari yang ditargetkan sebesar 78/100.000 penduduk
(Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2015). Nantinya, dalam program ini akan dilihat
pula feasibility penerapan skrining TB Paru pada pasien DM dengan melihat tingkat
partisipasi pasien DM dalam melakukan prosedur pemeriksaan TB Paru. Sejalan
dengan kemungkinan rendahnya partisipasi pasien DM melakukan skrining TB Paru,
maka penting untuk mengetahui faktor yang memengaruhi pasien DM melakukan
skrining TB Paru. Selain itu, mengingat belum ada penelitian terkait faktor yang
memengaruhi pasien DM melakukan skrining TB Paru yang pernah dilakukan di
Kota Denpasar.
Penelitian yang mempelajari hubungan beberapa variabel bebas dengan satu
variabel tergantung kategorikal dikotom tidak dapat dianalisis menggunakan uji Chi
Square. Untuk mengatasi kekurangan tersebut, maka dikembangkan suatu model
analisis multivariabel berupa Regresi Poisson (Poisson Regression). Metode regresi
5
poisson dipilih dalam penelitian ini karena dapat mengetahui pengaruh variabel
bebas secara parsial atau simultan terhadap variabel tergantung dengan memakai
ukuran asosiasi berupa prevalence ratio (PR). Berdasarkan hal tersebut, maka
peneliti tertarik untuk mengangkat judul penelitian berupa “Faktor yang
Memengaruhi Pasien Diabetes Mellitus (DM) Melakukan Skrining Tuberkulosis
(TB) Paru di Kota Denpasar” dengan memanfaatkan regresi poisson dalam
analisisnya.
1.2 Rumusan Masalah
Beberapa penelitian menunjukkan kecendrungan pasien DM terinfeksi TB Paru
sehingga perlu dilakukan skrining TB Paru pada pasien DM. Skrining TB Paru pada
pasien DM merupakan program yang mulai dilaksanakan di Kota Denpasar dalam
upaya meningkatkan notifikasi kasus yang belum mencapai target. Dalam program
ini, akan dilihat pula feasibility penerapan skrining TB Paru pada pasien DM dengan
melihat tingkat partisipasi pasien DM dalam melakukan skrining TB Paru. Penelitian
terkait tindakan skrining TB Paru menunjukkan bahwa hanya 55,7% anggota
keluarga penderita TB yang berpartisipasi melakukan skrining yang seharusnya
diikuti oleh 100% anggota keluarga. Hal tersebut cukup menjadi cerminan
kemungkinan rendahnya partisipasi saat penerapan program skrining TB Paru pada
pasien DM dilakukan di Kota Denpasar. Maka dari itu, penting untuk mengetahui
tingkat partisipasi dan faktor yang memengaruhi pasien DM melakukan skrining TB
Paru di Kota Denpasar. Hal ini mengingat belum ada penelitian sejenis yang pernah
dilakukan di Kota Denpasar. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui
tingkat partisipasi pasien DM dalam melakukan skrining TB Paru dan faktor yang
memengaruhi pasien DM melakukan skrining TB Paru di Kota Denpasar.
6
1.3 Pertanyaan Penelitian
Adapun pertanyaan penelitian berdasarkan rumusan masalah tersebut yaitu
sebagai berikut.
1. Bagaimana tingkat partisipasi pasien DM dalam melakukan skrining TB Paru?
2. Apakah karakteristik sosio-demografi seperti umur, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, status bekerja, dan pendapatan perkapita memengaruhi pasien DM
melakukan skrining TB Paru?
3. Apakah pengalaman mengenai TB seperti riwayat menderita TB dan riwayat
anggota keluarga pernah menderita TB memengaruhi pasien DM melakukan
skrining TB Paru?
4. Apakah pengetahuan mengenai TB memengaruhi pasien DM melakukan
skrining TB Paru?
5. Apakah sikap mengenai TB memengaruhi pasien DM melakukan skrining TB
Paru?
6. Apakah akses geografis yaitu jarak dan waktu tempuh ke pelayanan kesehatan
memengaruhi pasien DM melakukan skrining TB Paru?
7. Apakah akses finansial yaitu jenis pembiayaan pelayanan kesehatan
memengaruhi pasien DM melakukan skrining TB Paru?
8. Apakah dukungan petugas kesehatan memengaruhi pasien DM melakukan
skrining TB Paru?
7
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum penelitian ini yaitu untuk mengetahui tingkat partisipasi
pasien DM dalam melakukan skrining TB Paru dan mengidentifikasi faktor yang
memengaruhi pasien diabetes mellitus (DM) melakukan skrining TB Paru di Kota
Denpasar.
1.4.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penelitian ini yaitu sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui tingkat partisipasi pasien DM dalam melakukan skrining TB
Paru.
2. Untuk mengetahui pengaruh karakteristik sosio-demografi seperti umur, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, status bekerja, dan pendapatan perkapita terhadap
keputusan pasien DM melakukan skrining TB Paru.
3. Untuk mengetahui pengaruh pengalaman mengenai TB seperti riwayat
menderita TB dan riwayat anggota keluarga pernah menderita TB terhadap
keputusan pasien DM melakukan skrining TB Paru.
4. Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan mengenai TB terhadap keputusan
pasien DM melakukan skrining TB Paru.
5. Untuk mengetahui pengaruh sikap mengenai TB terhadap keputusan pasien DM
melakukan skrining TB Paru.
6. Untuk mengetahui pengaruh akses geografis yaitu jarak dan waktu tempuh ke
pelayanan kesehatan terhadap keputusan pasien DM melakukan skrining TB
Paru.
8
7. Untuk mengetahui pengaruh akses finansial yaitu pembiayaan pelayanan
kesehatan terhadap keputusan pasien DM melakukan skrining TB Paru.
8. Untuk mengetahui pengaruh dukungan petugas kesehatan terhadap keputusan
pasien DM melakukan skrining TB Paru.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmiah yang menyangkut
bidang kesehatan masyarakat khususnya mengenai infeksi TB pada pasien DM serta
faktor yang memengaruhi pasien DM melakukan skrining TB Paru. Selain itu, hasil
penelitian ini dapat dijadikan masukan awal bagi penelitian selanjutnya yang lebih
mendalam.
1.5.2 Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis penelitian ini yaitu sebagai berikut.
1. Bagi Institusi Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi Dinas Kesehatan
atau Puskesmas dalam pengembangan program skrining TB Paru pada pasien DM
sebagai upaya meningkatkan Case Notification Rate (CNR) TB Paru. Selain itu,
dapat diketahui faktor yang menyebabkan pasien DM tidak melakukan skrining
TB Paru sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam upaya
meningkatkan partisipasi pasien DM dalam melakukan skrining TB Paru.
2. Bagi Masyarakat
Sebagai sumber informasi bagi masyarakat mengenai risiko pasien DM
untuk menderita TB Paru sehingga dapat dilakukan upaya-upaya pencegahan
penularan ke orang lain.
9
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian di bidang kesehatan masyarakat untuk
mengetahui tingkat partisipasi pasien DM melakukan skrining TB Paru dan
menganalisis faktor yang memengaruhi pasien DM melakukan skrining TB Paru di
Kota Denpasar.