Post on 16-Jun-2019
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tulisan dalam penelitian ini ingin mengkaji tentang adanya konflik yang
terjadi di wilayah pertambangan migas. Tingginya kebutuhan akan energi gas
yang berhadapan dengan eksistensi lingkungan menjadi perhatian utama dalam
penelitian ini. Eksistensi lingkungan khususnya sumber daya air menjadi obyek
utama terjadinya konflik. Ruang empiris yang kami jadikan pijakan untuk
mendiskusikan kasus ini adalah adanya konstelasi konflik sumber daya air yang
terjadi di area PPGJ (Proyek Pertamina Pengembangan Gas Jawa), kawasan
pertambangan Blok Gundih, Desa Sumber, Kecamatan Kradenan, Kabupaten
Blora.
Area PPGJ di Blok Gundih merupakan ladang minyak dan gas yang
terletak di kawasan Blora bagian selatan. Selain sebagai ladang migas, wilayah ini
merupakan cekungan air Randublatung dengan lahan pertanian yang sangat subur.
Dalam satu tahun, lahan pertanian di wilayah ini bisa melakukan produksi pangan
pertanian dua hingga tiga kali masa tanam. Lahan pertanian ini tidak hanya
mengandalkan air tadah hujan dan sistem pengairan tradisional, tetapi sudah
memiliki sistem irigasi pertanian modern dan melembaga dalam wadah
organisasi Dharmatirta.
Selain berupa wilayahmigas dan area pertanian, kawasan ini juga menjadi
area pemukiman dengan peradaban yangada sejak ribuan tahun lamanya. Hal ini
diperkuat dengan ditemukannya situs Ngandong, di bantaran Sungai Bengawan
ANALISA KONFLIK DI KAWASAN PERTAMBANGAN MIGAS BLOK GUNDIH, DESA SUMBER,KECAMATAN KRADENAN, KABUPATEN BLORAM.NUR ROFIQ ADDIAN SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
2
Solo yang cukup dekat dengan area pengeboran. Bukti lain terdapat pula dermaga
kecil di Dusun Kradenan yang pernah menjadi pusat perdagangan ketika
kolonialisme Belanda berkuasa. Tidak jauh dari area pengeboran, terdapat pula
pemukiman masyarakat adat “sedulur sikep” atau yang biasa dikenal dengan
“Samin”. Kelompok Adat Samin ini memiliki kehidupan khas yang berbeda
dengan lainnya. Kelompok Samin yang ada sejak awal abad 19 ini masih bertahan
hingga sekarang. Masyarakat dan lingkungan dengan segala aktivitasnya menjadi
kesatuan biosfer yang utuh dalam ruang Blok Gundih.
Kondisi lingkungan di wilayah Blok Gundih mulai “gaduh” seiring
ditemukannya ladang migas yang cukup besar di berbagai titik. Titik-titik yang
telah terdeteksi dengan teknologi canggih ini dimungkinkan memiliki cadangan
migas yang sangat besar. Pada lokasi Blok Gundih sendiri, terdapat tiga struktur
yang menghasilkan gas sangat potensial yakni: RBT (Randublatung), KDL
(Kedunglusi) dan KTB (Kedungtuban).
Salah satu area yang kandungan migasnya cukup besar dan menarik
banyak perhatian adalah ladang migas di Desa Sumber, Kecamatan Kradenan
yang masuk dalam struktur RBT (Randublatung). Kapasitas maksimal produksi
gas di desa ini diperkirakan mencapai 65 million cubic feet tiap hari.Proyek
pertamina dan PPGJ Sumber akan dialirkan ke PLTGU (Pembangkit Listrik
Tenaga Gas dan Uap) melalui pipa dengan kontrak kerjasama selama 12 tahun. PT
Pertamina EP memperkirakan Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)
Tambaklorok Semarang memiliki potensi penghematan hingga Rp21,4 triliun
ANALISA KONFLIK DI KAWASAN PERTAMBANGAN MIGAS BLOK GUNDIH, DESA SUMBER,KECAMATAN KRADENAN, KABUPATEN BLORAM.NUR ROFIQ ADDIAN SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
3
setelah mengalihkan sumber energinya dari diesel ke gas(Tempo, 5 Desember
2003 dan Suara Banyuurip, 15 Maret 2014).
Gejolak konflik mulai terjadi tatkala terdapat penolakan dari berbagai
aktor terhadap proyekPertamina Pengembangan Gas Jawa (PPGJ) di Kecamatan
Kradenan. Aktor-aktor yang melakukan penolakan pun beragam, seperti:
masyarakat umum yang tinggal disekitar lokasi pengeboran, Serikat Petani Blora
Selatan (SPBS), Dharma Tirta, aktivis lingkungan dan berbagai elemen lainnya.
Mereka yang melakukan penolakan ini beralasan, jika PPGJ memaksakan diri
untuk melakukan pengeboran melebihi ambang batas, maka air diwilayah ini akan
semakin menghilang. Menurut hitungan Serikat Petani Blora Selatan, jika PPGJ
melakukan pengeboran selama 24 jam, dimana setiap detiknya membutuhkan 30
liter air, maka selama setahun akan ada 946.080.000 liter air yang
hilang(Dokumen SPBS, November 2014). Dharmatirta maupun PPGJ beralasan,
wilayah ini hanyalah cekungan air dan bukan merupakan sumber mata air. Jika
PPGJ memaksakan diri untuk melakukan pengeboran, maka keberlangsungan
pertanian diwilayah ini akan terancam.
Konflik yang berawal dari isu lingkungan khususnya air ini, kemudian
berkembang kearah permasalahan sosial yang lain seperti: ekonomi, sosial,
politik, budaya dan sebagainya. Dampak sosial ini muncul seiring perkembangan
secara perlahan dari desa yang sebelumnya bercorak agraris kemudian
bertransformasi menjadi desa industri. Konflik yang terjadi juga besifat multi
aktor, tidak hanya antara petani dan perusahaan konsorsiumnya, tetapi juga
ANALISA KONFLIK DI KAWASAN PERTAMBANGAN MIGAS BLOK GUNDIH, DESA SUMBER,KECAMATAN KRADENAN, KABUPATEN BLORAM.NUR ROFIQ ADDIAN SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
4
menyangkut antar lembaga pemerintah, LSM, dan kelompok kepentingan yang
lainnya.
Fokus dalam kajianini ingin mencoba menguraikan bagaimana konstelasi
konflik yang terjadi di wilayah pertambangan Migas. Penelitian ini ingin
mengkaji bagaimana proses konflik yang terjadi di kawasan pertambangan Migas
itu terjadi dan bagaimana solusi yang dilakukan untuk mengatasi konflik-konflik
tersebut. Penelitian ini ingin memotret bagaimana dinamika konflik yang terjadi
di kawasan lingkungan serta upaya-upaya untuk meminimalisir konflik yang ada.
Studi mengenai konflik yang terkait dengan isu lingkungan ketika
berhadapan dengan pembangunan dikawasan pertambangan sudah banyak
didiskusikan.Abdul Wahib Sitomerang dalam karya desertasinya memaparkan
konflik lingkungan di Indonesia. Desertasi ini menuliskan tentang dinamika protes
kolektif lingkungan hidup yang ada di Indonesia periode 1968 hingga 2011.
Untuk membaca kasus itu, ia menggunakan pisau analisa teori dinamika protes
yang dikembangkan oleh Sidney Tarrow. Penelitian ini lebih menggambarkan
bagaimana fluktuasi proses kolektif dalam periode itu bisa terjadi, kajian ini
menawarkan skenario-skenario gerakan lingkungan yang dapat dilakukan secara
kolektif (Sitomerang, 2013: 388-435).
Analisa konflik lingkungan juga dituliskan secara komprehensif oleh
Steve C. Lonergen.Dalam Water and Conflict : Rhetoric and Reality,ia
menjelaskan sebenarnyaair menjadi entitas penting dari lingkungan, tapi ia kurang
sependapat jika air selalu menjadi kambing hitam dari konflik dan kekerasan.
Bagi Lonergen air sejatinya merupakan alat maupun instrumen yang begitu
ANALISA KONFLIK DI KAWASAN PERTAMBANGAN MIGAS BLOK GUNDIH, DESA SUMBER,KECAMATAN KRADENAN, KABUPATEN BLORAM.NUR ROFIQ ADDIAN SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
5
penting dalam militer. Air menjadi medium yang sempurna dalam proses
pertempuran di medan peperangan (Lonergen, 2001: 110).
Kajian secara detail mengenai konflik lingkungan juga dilakukan oleh
Erwin Endaryanta, dalam Politik Air Di Indonesia : Penjarahan Si Gedhang Oleh
Korporasi Aqua Danone.Ia menguraikan adanya pergeseran nalar dalam
pengelolaan sumber daya alam dari public goods kearah private goods. Adanya
kuasa modal yang mendominasi dalam proses pengambilan kebijakan publik turut
mendukung pernjarahan air yang dilakukan di Si Gedhang(Endaryanta, 2007: 47-
185). Tulisan Erwin Endaryanta ini membaca polemik lingkungan khususnya air
dengan menitikberatkan governability dalam proses pengambilan kebijakan
publik.
Kajian mengenai konflik dan lingkungan juga di tulis oleh Gunter
Baechler. Ilmuan politik dari Jerman ini dalam tulisannya “Why Environmental
Transformation Causes Violence: A Syntesis” mengemukakan jika transformasi
dalam lingkungan dapat menyebabkan kekerasan. Konsep pembangunan di negara
berkembang yang mengusung jargon industrialisasi dan modernisasi telah gagal.
Secara fasih ia menjelaskan adanya transformasi lingkungan yang telah
menjangkau pada isu politik, ekonomi, etnik, agama dan kepentingan nasional
lainnya. Akan tetapi proyek-proyek industrialisasi acap kali mengesampingkan
lingkungan, Baechler menawarkan gagasannya akan pentingnya mitigasi dan
proses transformasi untuk menanggulangi konflik berbasiskan lingkungan
(Baechler, 1998: 24-38).
ANALISA KONFLIK DI KAWASAN PERTAMBANGAN MIGAS BLOK GUNDIH, DESA SUMBER,KECAMATAN KRADENAN, KABUPATEN BLORAM.NUR ROFIQ ADDIAN SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
6
Begitu problematisnya isu mengenai konflik lingkungan, mendorong
perhatian berbagai kalangan untuk mengkaji isu ini. Kajian-kajian sebelumnya
pada umumnya lebih banyak yang menguraikan bagaimana gerakan-gerakan
sosial dalam merespon isu lingkungan, bagaimana pengelolaan lingkungan yang
ideal, serta bagaimana bekerjanya korporasi dalam mendominasi proses kebijakan
publik. Maka pada penelitian ini akan melihat terjadinya konflik dengan sudut
pandang berbeda. Penelitian ini akan melihat bagaimana mereka yang berkonflik
saling mengancam antara satu dengan yang lainnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka pertanyaan dalam penelitian ini
kami rumuskan dengan pertanyaan utama sebagai berikut: Mengapa konflik
dapat terjadi di kawasan pertambangan Migas Blok Gundih, Desa Sumber,
Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora?, adapun pertanyaan turunan pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya konflik di kawasan
pertambangan Blok Gundih, Desa Sumber, Kecamatan Kradenan, Kabupaten
Blora?;
b. Bagaimanakah proses terjadinya konflik di kawasan pertambangan Blok
Gundih, Desa Sumber, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora?;
c. Bagaimanakan proses rekonsiliasi yang dilakukan untuk mengatasi konflik
atas lingkungan yang terjadi di kawasan pertambangan Migas Blok Gundih,
Desa Sumber, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora?
ANALISA KONFLIK DI KAWASAN PERTAMBANGAN MIGAS BLOK GUNDIH, DESA SUMBER,KECAMATAN KRADENAN, KABUPATEN BLORAM.NUR ROFIQ ADDIAN SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
7
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini secara empiris ingin melihat konflik berbasiskan
lingkungan yang terjadi di kawasan pertambangan Migas Blok Gundih. Adapun
tujuan berikutnya ingin mengetahui sumber yang menyebabkan terjadinya konflik
hingga proses rekonsiliasi yang sudah dilakukan untuk mengatasi konflik. Tujuan
akademis dari penelitian ini ingin menambah khazanah kajian mengenaikonflik,
khususnya mengenai konflik lingkungan yang terjadi dikawasan pertambangan
migas.
D. Kerangka Teori
Kajian ini secara spesifik ingin menjawab bagaimana konflik yang
berbasiskan lingkungan hidup dapat terjadi di kawasan Pertambangan Migas Blok
Gundih. Berikutnya ingin mengetahui sumber-sumber yang dapat menyebabkan
konflik, hingga akibat yang ditimbulkan dengan adanya konflik. Berikutnya
kajian dalam penelitian ini ingin mengetahui proses rekonsiliasi melalui mediasi
yang dapat digunakan untuk mengatasi konflik lingkungan. Untuk membantu
membaca sumber-sumber konflik kami akan menggunakan pendekatan Thomas.
F. Homer Dixon. Sedangkan untuk membaca proses rekonsiliasi melalui mediasi,
maka kami akan mencoba menggunakan pendekatan mediasi konflik lingkungan
yang ditawarkan oleh Sudharto.P Hadi.
ANALISA KONFLIK DI KAWASAN PERTAMBANGAN MIGAS BLOK GUNDIH, DESA SUMBER,KECAMATAN KRADENAN, KABUPATEN BLORAM.NUR ROFIQ ADDIAN SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
8
D.1 Mendefinisikan konflik lingkungan
Konflik pada dasarnya merupakan sesuatu hal yang tak dapat dihindari
dalam proses interaksi sosial. Gejala-gejala pada proses interaksi sosial ini
kemudian terus diamati perkembangannya, hingga akhirnya memunculkan teori
konflik. Pendekatan pada teori konflik berkembang pada dekade 1950-an hingga
1960’an, sebagai suatu kritik atas teori struktural fungsional. Pendekatan konflik
ini kemudian digunakan untuk membaca ketegangan-ketegangan yang terjadi
dalam kehidupan.
Konflik dapat dibaca juga sebagai perbedaan persepsi mengenai perbedaan
kepentingan (perceived divergence of interest). Kepentingan ini menyangkut
perasaan orang mengenai apa yang sesungguhnya ia inginkan. Perasaan itu
cenderung bersifat sentral dalam pikiran dan tindakan orang, yang membentuk
inti dari banyak sikap, tujuan, dan niat (Rubin, 1983). Simon Fisher
mendefinisikan konflik sebagai suatu hubungan antara dua belah pihak atau lebih
(individu atau kelompok) yang memiliki atau yang merasa memiliki sasaran-
sasaran yang tidak sejalan. Sedangkan secara spesifik Thomas Homer Dixon
menggambarkan bahwa konflik atas lingkungan akan muncul ketika aktor
melihat secara rasional terhadap ancaman-ancaman dari luar. Kerusuhan,
pergolakan, revolusi, akan mendapat kesempatan secara struktural (opportunity
structure) ketika kelangkaan terjadi.Dalam pemikiran Dixon ancaman-ancaman
inilah yang menjadi sumber konflik hingga terjadinya kekerasan.
Ketidaksepakatan dari konflik lingkungan ini muncul antara pihak yang
mengancam dan pihak yang merasa terancam.
ANALISA KONFLIK DI KAWASAN PERTAMBANGAN MIGAS BLOK GUNDIH, DESA SUMBER,KECAMATAN KRADENAN, KABUPATEN BLORAM.NUR ROFIQ ADDIAN SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
9
Dari penjelasan ini, dapat kita tarik suatu simpulan bahwa konflik
lingkungan merupakan adanya perbedaan kepentingan antara dua aktor atau lebih
mengenai lingkungan, dimana ada ada pihak yang yang merasa terancam dan ada
pihak yang mengancam. Pihak yang terancam dan pihak yang menjadi pengancam
ini berada pada ketidaksepakatan dan menjadi konflik dalam proses
pembangunan.
D.2 Sumber-Sumber Konflik Lingkungan
Dalam membaca konflik lingkungan ini, Homer-Dixon mengidentifikasi
dua hal utama yang menjadi penyebab konflik. Dua hal penting yang
menyebabkan terjadinya konflik lingkungan ini pertama adanya kelangkaan
lingkungan, dan faktor yang kedua adalah faktor sosial yang kemudian turut serta
dalam memunculkan konflik. Kedua faktor yang saling berhubungan ini
kemudian menjadi pemicu munculnya konflik. Berikut ini adalah faktor-faktor
yang menjadi penyebab terjadinya konflik lingkungan :
1. Kelangkaan Lingkungan Sebagai Sumber Konflik di Blok Gundih
Untuk membaca terjadinya konflik di kawasan pertambangan Blok
Gundih, kami akan menggunakan pendekatan Homer-Dixon. Dixon menarasikan
bahwa konflik lingkungan dapat terjadi karena adanya kelangkaan lingkungan
yang menjadi penyebab konflik. Kelangkaan lingkungan merupakan
penggambaran bagaimana kondisi terjadi penurunan produktivitas lingkungan
yang disebabkan oleh bencana atau eksploitasi secara berlebihan. Konflik yang
ANALISA KONFLIK DI KAWASAN PERTAMBANGAN MIGAS BLOK GUNDIH, DESA SUMBER,KECAMATAN KRADENAN, KABUPATEN BLORAM.NUR ROFIQ ADDIAN SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
10
kita rujuk dalam kasus di Blok Gundih ini merajuk pada “siapa yang terancam”
dan “apa yang menjadi sumber ancaman”. Konflik lingkungan ini dapat kita
baca sebagai adanya ketidaksepakatan antara pemangku kepentingan yakni
pertamina, pemerintah, dan perusahaan dengan masyarakat yang merasa menjadi
korban.
Dalam membaca kelangkaan lingkungan, Dixon menguraikan tiga faktor
penting yang mempengaruhi: supply-induced, demand-induced, dan structural
scarcities. Supply-induced merujuk pada keterbatasan sumber daya alam yang
tersedia semakin menyusut akibat eksploitasi yang tak terkendali. Demand-
induced mengandung argumentasi bahwa kelangkaan lingkungan terjadi akibat
jumlah permintaan akan sumber daya alam yang semakin tak terkendali.
Sedangkan structural scarcities memberi penjelasan bahwa kelangkaan
lingkungan yang dapat terjadi akibat ketidakadilan distribusi sumberdaya (Homer-
Dixon, 1999: 47-48).
Lebih jauh Homer-Dixon menjelaskan bahwa penyebab kelangkaan-
kelangkaan ini bersifat komplek. Supply-induced terjadi karena jumlah populasi
yang terdapat dalam suatu area, jumlah sumber daya yang dikonsumsi atau
penurunan kualitas sumber daya karena penggunaan teknologi. Peningkatan
populasi yang tak terkendali juga mengakibatkan kelangkaan sumber daya secara
signifikan (demand-induced). Populasi yang meningkat akan berdampak buruk
bila tak mampu memperbaharui, dan akan mengurangi masalah apabila mampu
memperbaharui dan mencapai keseimbangan.
ANALISA KONFLIK DI KAWASAN PERTAMBANGAN MIGAS BLOK GUNDIH, DESA SUMBER,KECAMATAN KRADENAN, KABUPATEN BLORAM.NUR ROFIQ ADDIAN SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
11
Structural Scarcity akan terjadi bila distribusi sumber daya yang tidak
merata dan hanya terpusat pada satu kelompok atau wilayah tertentu. Dalam
struktur analisa yang serupa dan memiliki kajian spesifik mengenai lingkungan
diperkuat oleh Lonergen melalui tiga preposisi teoritik mengenai kelangkaan air.
Pertama, permintaan akan air semakin meningkat tajam seiring dengan laju
pertambahan populasi manusia. Kedua, sama dengan asumsi supply-demand,
Lonergen menjelaskan bahwa cadangan air bersih yang tersedia saat ini mudah
sekali terkena polusi. Industrialisasi yang sangat gencar memberi efek negatif
terhadap ketersediaan air. Dampak dari polusi air ini juga akan berpengaruh
terhadapkeselamatan manusia dalam empat hal : waterborne deseases yakni
penyakit yang ditimbulkan oleh zat-zat makanan yang telah terkontaminasi air
kotor, water-washed deseases yakni limbah air cucian yang dapat menimbulkan
penyakit, water-based deseased yakni bakteri pada hewan-hewan air yang
menimbulkan penyakit, serta water-vectored deseases, yakni penyakit yang
disebabkan oleh hewan-hewan serangga (Lonergen, 2001: 114).
Ketiga, distribusi ketersediaan air yang tidak merata dipermukaan bumi ini
menimbulkan beragam masalah dari kawasan regional hingga tataran trans-
nasional. Hal ini juga serupa dengan apa yang dikatakan Homer-Dixon sebagai
faktor struktural yang menyebabkan kelangkaan (Lonergan, 2000: 110). Melalui
ketiga penyebab inilah setidaknya kita dapat mengetahui bagaimana kelangkaan
lingkungan yang ada di Blok Gundih dapat menimbulkan konflik. Ada
sumberdaya yang secara signifikan diperebutkan oleh aktor yang mengancam dan
mereka yang terancam.
ANALISA KONFLIK DI KAWASAN PERTAMBANGAN MIGAS BLOK GUNDIH, DESA SUMBER,KECAMATAN KRADENAN, KABUPATEN BLORAM.NUR ROFIQ ADDIAN SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
12
2. Faktor Sosial Yang Menyebabkan Konflik
Konflik yang bermula darikelangkaan lingkungan ini kemudian didorong
oleh faktor-faktor sosial yang turut serta dalam memunculkan konflik. Faktor-
faktor tersebut antara lain sebagai berikut : produktifitas pertanian, produktifitas
ekonomi, migrasi atau perpindahan penduduk, segmentasi sosial, serta kendala
terhadap institusi. Faktor-faktor seperti ini kemudian mendorong kemunculan
konflik diwilayah pertambangan Blok Gundih, Blora. Penjelasan dari faktor-
faktor tersebut antara lain sebagai berikut:
Produktifitas pertanian (agricultural productivity), pada umumnya terjadi
pada wilayah yang secara ekologis termarginalkan. Efek produktifitas pertanian
yang mencemaskan ini terjadi dengan adanya perubahan lingkungan. Banyak
masyarakat di negara berkembang yang mengandalkan makanannya pada hasil
pertanian harus menghadapi perubahan iklim yang tak menentu, misalnya global
warming. Perubahan lingkungan yang tak dapat diduga berpengaruh terhadap
proses produksi pangan dan ketersediaan pangan yang tersedia. Deforestasi yang
tak terkendali semakin memperparah keadaan ini, dimana akan berpengaruh
terhadap siklus hidrologi yang menimbulkan efek ganda pada proses produksi
pangan. (Homer-Dixon, 1999: 81-87). Dalam konteks di Blok Gundih,
produktivitas pertanian yang menurun secara tidak langsung mengancam
keberadaan petani. Mayarakat yang sebelumnya mayoritas sebagai petani, juga
harus beralih ke profesi yang lain.
ANALISA KONFLIK DI KAWASAN PERTAMBANGAN MIGAS BLOK GUNDIH, DESA SUMBER,KECAMATAN KRADENAN, KABUPATEN BLORAM.NUR ROFIQ ADDIAN SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
13
Produktifitas ekonomi (economic productivity), faktor ini muncul ketika
kuantitas permintaan terhadap sumberdaya lingkungan begitu tinggi. Ancaman
terhadap produktifitas ekonomi ini bisa muncul dari kelangkaan lingkungan secara
langsung, maupun mediator efek sosial yang lain misal produktifitas pertanian.
Misalnya, produktifitas pertanian yang terhambat, baik secara langsung maupun
tidak langsung akan mengancam angka pertumbuhan ekonomi. (Homer-Dixon,
1999: 88-93).
Efek sosial lain yang muncul adalah adanya migrasi (perpindahan
penduduk). Migrasi pupulasi terjadi karena adanya faktor struktural yakni
distribusi yang tidak merata. Motivasi utama migrasi adalah adanya
ketidaknyamanan yang menimbulkan kesenjangan kualitas hidup yang dirasakan
(perceived gap in quality of life) antara ditempat asal yang dirasa kurang
(perceived quality of live in sending region) dan tempat tujuan yang memiliki
sumberdaya yang dirasa lebih menjanjikan (perceived quality of live in receiving
region). Migrasi populasi akan terjadi tidak hanya adanya kelangkaan lingkungan
didaerah asal, tetapi juga adanya perkembangan ekonomi yang menjanjikan
didaerah tujuan. Migrasi ini pada akhirnya menimbulkan efek domino yakni
terbentuknya segmentasi sosial. Segmentasi sosial pada umumnya merujuk pada
pembelahan etnik, agama, dan bahasa. Pada masayarakat agraris segmentasi sosial
terjadi dengan kompetisi yang semakin sengit antara siapa yang menang dengan
penguasaan keuntungan yang maksimal dan siapa yang kalah. Segmentasi terjadi
ketika komunitas yang merasa memiliki sumberdaya berusaha untuk mengontrol
akses terhadap sumberdaya tersebut. Segmentasi sosial ini secara langsung akan
ANALISA KONFLIK DI KAWASAN PERTAMBANGAN MIGAS BLOK GUNDIH, DESA SUMBER,KECAMATAN KRADENAN, KABUPATEN BLORAM.NUR ROFIQ ADDIAN SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
14
mereduksi jejaring sosial, memperlemah norma-norma dalam komuntas, mengikis
kepercayaan, bahkan modal sosial dalam masyarakat semakin rapuh.
Efek yang lain yakni ancaman terhadap lembaga atau institusi. Penurunan
produksi pertanian akan memperlemah komunitas di pedesaan dan lembaganya,
tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah akan menimbulkan kemerosotan
pendapatan, migrasi penduduk dalam jumlah besar akan menjadi masalah
ketenagakerjaan, segmentasi sosial pun akan menimbulkan kecinderungan
pembentukan lembaga baru. Adanya kelangkaan dalam lingkungan juga akan
berpengaruh terhadap kapasitas formal kelembagaan negara. Pertama, kelangkaan
tersebut akan menimbulkan pembengkaan anggaran negara. Kedua, keterbatasan
sumberdaya tersebut akan menimbulkan kompetisi diantara elit-elit yang terlibat.
Ketiga, akan timbul perlawanan dari kaum-kaum yang lemah yang merasa
dirugikan oleh perilaku elit, serta keempat kelangkaan akan menimbulkan
penurunan pendapatan.
Dalam menjelaskan keterkaitan antara kelangkaan, efek sosial hingga
munculnya konflik dan kekerasan Homer-Dixon mengawalinya dari pendekatan
psikologis terhadap lingkungan. Masyarakat akan semakin agresif ketika mereka
merasa frustasi, merasa kehilangan akan sesuatu yang dianggap penting. Ketika
kita melihat dari pandangan struktural yang dibangun atas asumsi rasionalitas
ekonomi dan game theorymaka konflik akan muncul ketika aktor melihat secara
rasional terhadap ancaman-ancaman dari luar. Kerusuhan, pergolakan, revolusi,
akan mendapat kesempatan secara struktural (opportunity structure) ketika
kelangkaan terjadi. Dalam kasus konflik atas air, Lonergen membacanya adanya
ANALISA KONFLIK DI KAWASAN PERTAMBANGAN MIGAS BLOK GUNDIH, DESA SUMBER,KECAMATAN KRADENAN, KABUPATEN BLORAM.NUR ROFIQ ADDIAN SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
15
indikasi water strees dan water scarcity yang memicu terjadinya kompetisi. Water
strees merujuk pada kondisi air yang sangat jenuh dengan kualitas menurun,
mungkin bisa karena pengaruh polusi, sedangkan water scarcity adalah
keberadaan air yang semakin menyusut (Lonergen, 2000: 120-121).
D.4 Proses Terjadinya Konflik
Dalam menjelaskan keterkaitan antara kelangkaan, efek sosial hingga
munculnya konflik dan kekerasan, Homer-Dixon mengawalinya dari pendekatan
psikologis terhadap lingkungan. Masyarakat akan semakin agresif ketika mereka
merasa frustasi, merasa kehilangan akan sesuatu yang dianggap penting. Ketika
kita melihat dari pandangan struktural yang dibangun atas asumsi rasionalitas
ekonomi dan game theorymaka konflik akan muncul ketika aktor melihat secara
rasional terhadap ancaman-ancaman dari luar. Kerusuhan, pergolakan, revolusi,
akan mendapat kesempatan secara struktural (opportunity structure) ketika
kelangkaan terjadi.
Dalam kasus konflik atas air, Lonergen membacanya adanya indikasi
water strees dan water scarcity yang memicu terjadinya kompetisi. Water strees
merujuk pada kondisi air yang sangat jenuh dengan kualitas menurun, mungkin
bisa karena pengaruh polusi, sedangkan water scarcity adalah keberadaan air yang
semakin menyusut (Lonergen, 2000: 120-121). Water stress dan water scarcity
inilah kiranya yang dapat menjadi pemicu konflik atas Air di Blok Gundih.
Dalam konflik yang terjadi, Homer-Dixon mengklasifikasikannya menjadi
tiga tipe konflik : simple-scarcity conflict, group identity conflict, dan surgery.
ANALISA KONFLIK DI KAWASAN PERTAMBANGAN MIGAS BLOK GUNDIH, DESA SUMBER,KECAMATAN KRADENAN, KABUPATEN BLORAM.NUR ROFIQ ADDIAN SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
16
Simple-scarcity conflict konflik ini pada umumnya sederhana dan dipahami
dengan prediksi teori struktural. Negara secara rasional akan memperluas
peranannya terhadap sumberdaya alam, akan tetapi disisi yang berbeda konflik
akan muncul ketika negara gagal melakukan kebijakan untuk memperbaharui
sumber daya alam, negara mampu membangun industri canggih tetapi tak mampu
menyeimbangakan dengan proteksi terhadap lingkungan. Group identity
conflictterjadi karena adanya migrasi dan segmentasi sosial, kesenjangan antara
kaum pendatang dan mereka yang sudah lama berdiam, kesenjangan antara
pengusaha dan masyarakat yang menimbulkan konflik berbasis kelompok.
Surgery atau kekerasan akan terjadi atas dorongan perasaan menderita yang
dirasakan kelompok dan adanya kesempatan untuk melakukan tindakan
kekerasan.
Tiga tipe konflik ini juga terjadi di kawasan Blok Gundih, bagaimana antar
aktor-aktor yang berkompetisi memperebutkan sumber daya yang ada. Dari
kerangka konseptual ini tentu kita sudah bisa meraba bagaimana air bekuasa atas
konflik di wilayah pertambangan. Kita dapat melihat bagaimana air
bermetamorfosa menjadi konflik dan konflik kekerasan. Dari bagaimana
terjadinya kelangkaan, dampak sosial yang ditimbulkan, hingga munculnya
konflik dan kekerasan.
ANALISA KONFLIK DI KAWASAN PERTAMBANGAN MIGAS BLOK GUNDIH, DESA SUMBER,KECAMATAN KRADENAN, KABUPATEN BLORAM.NUR ROFIQ ADDIAN SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
17
D.5 Mediasi Sebagai Alternatif Rekonsiliasi Konflik
1. Proses Rekonsiliasi Awal
Sebelumnya kita telah mendiskusikan mengenai sumber-sumber yang
menyebabkan konflik. Sumber-sumber yang dapat menyebabkan konflik itu bisa
terjadi karena kelangkaan lingkungan, serta efek sosial yang kemudian
memunculkan konflik. Disini kemudian kita akan membaca mengenai proses
rekonsiliasi untuk mengatasi konflik. Untuk membaca proses rekonsiliasi konflik,
kami akan menggunakan pendekatan Sudharto. P.Hadi. Sudharto. P.Hadi
memaknai Rekonsiliasi sebagai upaya menyelesaikan konflik baik secara
langsung (negosiasi) maupun tidak langsung melalui mediasi secara
komprehensif, artinya kesepakatan yang dibangun bukan hanya berkaitan dengan
dampak yang muncul, tetapi juga berkaitan dengan sumber permasalahannya.
Alternatif ini dipilih karena keterbatasan alternatif yang digunakan bila
menggunakan pendekatan hukum. Proses perundingan ini diawali dengan adanya
komunikasi antara pihak-pihak yang bersengketa. Dalam komunikasi, tatap muka,
ada pesan dan isi dari pesan yang dimaksud. Dengan pesan ini, masing-masing
pihak mengetahui apa yang menjadi concern, posisi, dan kepentingan. Hanya
dengan komunikasilah proses rekonsiliasi itu bisa sama-sama di capai. Dalam
proses rekonsiliasi ini masing-masing pihak mengembangkan joint problem
solving (pemecahan masalah secara bersama) yang memuaskan kepentingan
masing-masing pihak. Solusi ini ingin memenangkan masing-masing pihak yang
berkonflik, pihak yang mengancam akomodasinya terpenuhi dan pihak yang
terancam juga merasa puas karena tak ada ganjalan.
ANALISA KONFLIK DI KAWASAN PERTAMBANGAN MIGAS BLOK GUNDIH, DESA SUMBER,KECAMATAN KRADENAN, KABUPATEN BLORAM.NUR ROFIQ ADDIAN SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
18
2. Proses Mediasi dan Pemilihan Mediator
Dalam konteks konflik di Blok Gundih, alternatif pemecahan yang dapat
digunakan salah satunya dengan mediasi. Proses mediasi sendiri merupakan
upaya penyelesaian konflik yang menggunakan mediator untuk menjajagi dan
mencapai kesepakatan (Sudharto, 2006: 105). Sifat sukarela dalam proses mediasi
juga ditentukan dalam memilih mediator, artinya bahwa pemilihan mediator
didasarkan atas kesepakatan para pihak yang berkonflik.
Dalam proses mediasi, Sudharto (2006: 103-107) membagi dalam
beberapa tipologi mediator, antara lain sebagai berikut :
a. Mediator jaringan sosial, mediator yang dipilih karena adanya jaringan
atau hubungan sosial. Jika ada konflik antara kedua belah pihak lalu
memilih pihak yang dikenal dan dipercaya oleh kedua belah pihak, maka
dikenal sebagai mediator jaringan sosial. Konflik pada masyarakat modern
maupun masyarakat tradisional banyak yang menggunakan mediator tipe
ini. Para pihak percaya jika yang memediasi tipe ini, maka akan menjamin
lancarnya perundingan. Dalam konflik lingkungan, seseorang yang
memiliki pengalaman dan integritas biasanya akan dipilih menjadi
mediator. Biasanya yang dipilih dalam mediator tipe ini berasal dari
kalangan LSM atau Perguruan Tinggi.
b. Mediator otoritatif, mediator otoritatif adalah mediator yang dipilih karena
yang bersangkutan memiliki otoritas atau kewenangan. Kewenangan ini
ANALISA KONFLIK DI KAWASAN PERTAMBANGAN MIGAS BLOK GUNDIH, DESA SUMBER,KECAMATAN KRADENAN, KABUPATEN BLORAM.NUR ROFIQ ADDIAN SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
19
mendorong tercapainya hasil akhir. Meskipun dalam menjalankan tugasnya
ia tetap harus netral dan tidak menggunakan kewenangannya dalam
mempengaruhi hasil perundingan.
c. Mediator independen, berbagai pihak memilih mediator ini karena
dianggap professional. Para pihak-pihak yang berkonflik memilihnya bukan
karena adanya hubungan sosial, hubungan pribadi maupun karena memiliki
otoritas tetapi memang semata-mata karena yang bersangkutan memang
professional dan memiliki keahlian baik karena bidangnya maupun karena
pengalamannya dalam memediasi berbagai kasus.
Dalam konteks di Blok Gundih, tipe mediator yang digunakan adalah
mediator otoritatif. Mediator otoritatif sendiri menjadi mediator yang dipilih
karena yang bersangkutan memiliki otoritas atau kewenangan. Kewenangan ini
mendorong tercapainya hasil akhir. Mediator Otoritatif terjadi dalam kasus Blok
Gundih terlihat dari beberapa hal : pihak yang menjadi mediator memiliki
hubungan otoritatif dengan pihak-pihak yang berkonflik, memiliki sumber daya
untuk membantu pemantauan dan implementasi kesepakatan, memiliki
kewenangan untuk membuat kesepakatan, serta dipandang memiliki atribut
tertentu yang mendorong tercapainya kesepakatan (Sudharto, 2006: 106). Dalam
menjalankan tugasnya mediator tetap harus netral dan tidak menggunakan
kewenangannya dalam mempengaruhi hasil perundingan
Beberapa hal penting terkait dengan proses mediasi yang perlu
diperhatikan antara lain sebagai berikut: Siapa yang akan terlibat dalam
ANALISA KONFLIK DI KAWASAN PERTAMBANGAN MIGAS BLOK GUNDIH, DESA SUMBER,KECAMATAN KRADENAN, KABUPATEN BLORAM.NUR ROFIQ ADDIAN SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
20
perundingan, dimana perundingan akan dilaksanakan, bagaimana pengaturan tata
letak perundingan akan dilaksanakan, bagaimana prosedur perundingan akan
dilaksanakan, isu-isu kepentingan dan alternatif kesepakatan, kondisi psikologis
para pihak yang berkonflik, serta kemungkinan-kemungkinan bila terjadi dead
lock (Sudharto dalam More, 2006: 71).
E. Definisi Konsep dan Operasional
1) Konflik Lingkungan merupakan adanya perbedaan kepentingan antara dua
aktor atau lebih mengenai lingkungan, dimana ada ada pihak yang yang merasa
terancam dan ada pihak yang mengancam. Indikator operasional untuk melihat ini
antara lain sebagai berikut:
a. Pihak yang mengancam, yakni mereka yang aktivitasnya dirasa mengancam
keberadaan lingkungan.
b. Pihak yang terancam, yakni mereka yang merasa terancam dengan keberadaan
aktor-aktor yang dikhawatirkan akan merusak lingkungan.
2) Sumber Konflik Lingkungan yakni faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya konflik lingkungan. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
konflik lingkungan antara lain sebagai berikut:
A. Kelangkaan Lingkungan,yakni penggambaran bagaimana kondisi terjadi
penurunan produktivitas lingkungan yang disebabkan oleh bencana atau
eksploitasi secara berlebihan. Kelangkaan lingkungan ini dapat dilihat dengan
indikator sebagai berikut:
ANALISA KONFLIK DI KAWASAN PERTAMBANGAN MIGAS BLOK GUNDIH, DESA SUMBER,KECAMATAN KRADENAN, KABUPATEN BLORAM.NUR ROFIQ ADDIAN SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
21
a. Supply-induced, yakni ketersediaan sumber daya air yang sangat terbatas
sehingga akan menimbulkan kelangkaan.
b.Demand-induced, yakni permintaan akan sumber daya air yang tak terkendali
serta populasi yang semakin meningkat.
c. Structural Scarcity, yakni distribusi sumber daya air yang tidak merata dan
hanya terpusat dalam satu kelompok atau satu wilayah tertentu.
B. Efek Sosial Yang Mempengaruhi Konflik, yakni faktor-faktor sosial
yang turut serta dalam memunculkan konflik.
a. Produktifitas pertanian (agricultural productivity), yakni berkurangnya
produk pertanian yang di sebabkan oleh keterbatasan produksi. Lahan-lahan
pertanian yang ada di wilayah Blok Gundih sebagian telah bertransformasi
menjadi lahan tambang, sehingga mengancam produksi pertanian;
b. Produktifitas ekonomi (economic productivity), ancaman terhadap
produktifitas ekonomi muncul ketika kuantitas permintaan terhadap
sumberdaya lingkungan begitu tinggi sedangkan ketersediaan produk itu
sendiri terbatas;
c. Migrasi (perpindahan penduduk), Migrasi pupulasi terjadi karena adanya
faktor struktural yakni distribusi yang tidak merata. Dalam konteks
pertambangan di Blok Gundih, migrasi terlihat dari banyaknya pendatang
yang datang di kawasan ini, sehingga menimbulkan permasalahan baru.
d. Ancaman terhadap lembaga atau institusi, lembaga atau institusi yang
melemah menjadi ancaman tersendiri ketika berhadapan dengan isu
ANALISA KONFLIK DI KAWASAN PERTAMBANGAN MIGAS BLOK GUNDIH, DESA SUMBER,KECAMATAN KRADENAN, KABUPATEN BLORAM.NUR ROFIQ ADDIAN SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
22
lingkungan. Hal ini dapat terjadi karena, pertama, kelangkaan tersebut akan
menimbulkan pembengkaan anggaran negara. Kedua, keterbatasan
sumberdaya tersebut akan menimbulkan kompetisi diantara elit-elit yang
terlibat. Ketiga, akan timbul perlawanan dari kaum-kaum yang lemah yang
merasa dirugikan oleh perilaku elit, serta keempat kelangkaan akan
menimbulkan penurunan pendapatan.
3.Konflik dan Kekerasan, konflik dan kekerasan merupakan akibat yang
ditimbulkan karena proses interaksi antara kelangkaan lingkungan dan faktor-
faktor sosial yang mempengaruhi.
a. Simple-scarcity conflict, konflik ini bersifat sederhana. Terjadi dengan aktor
yang tidak komplek. Terjadi ketika negara gagal dalam memainkan
peranannya dalam menyeimbangkan proses pembangunan dengan kebijakan
lingkungan.
b. Group identity conflict,terjadi karena adanya migrasi dan segmentasi sosial,
kesenjangan antara kaum pendatang dan mereka yang sudah lama berdiam,
kesenjangan antara pengusaha dan masyarakat akan menimbulkan
kecemburuan konflik yang berbasis kelompok.
c. Surgery atau kekerasan akan terjadi atas dorongan perasaan menderita yang
dirasakan kelompok dan adanya kesempatan untuk melakukan tindakan
kekerasan
ANALISA KONFLIK DI KAWASAN PERTAMBANGAN MIGAS BLOK GUNDIH, DESA SUMBER,KECAMATAN KRADENAN, KABUPATEN BLORAM.NUR ROFIQ ADDIAN SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
23
4). Mediasi Sebagai Alternatif Solusi Untuk Mengatasi Konflik
Proses Mediasi merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk
mengatasi konflik tanpa menggunakan mediator. Alternatif ini dapat dilihat
dengan indikator-indikator sebagai berikut:
a. Mediasi sebagai upaya rekonsiliasi setelah upaya negosiasi tidak bisa
dilaksanakan;
b. Dalam proses mediasi, keberadaan pesan merupakan instrument penting dalam
komunikasi.
c. Mediasi ini menyaratkan adanya mediator yang memiliki obyektifitas.
d. Proses mediasi dalam kasus konflik di Blok Gundih menggunakan mediator
otoritatif, dimana mediator ini dianggap memiliki sumber daya dan otoritas untuk
mempermudah mencapai kesepakatan.
e. Proses mediasi menyangkut: Siapa yang akan terlibat dalam perundingan,
dimana perundingan akan dilaksanakan, bagaimana pengaturan tata letak
perundingan akan dilaksanakan, bagaimana prosedur perundingan akan
dilaksanakan, isu-isu kepentingan dan alternative kesepakatan, kondisi psikologis
para pihak yang berkonflik, serta kemungkinan-kemungkinan bila terjadi dead
lock;
ANALISA KONFLIK DI KAWASAN PERTAMBANGAN MIGAS BLOK GUNDIH, DESA SUMBER,KECAMATAN KRADENAN, KABUPATEN BLORAM.NUR ROFIQ ADDIAN SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
24
F. Kerangka Pemikiran
G. Metode Penelitian
1. Jenis Metode Penelitian
Kasus konflik yang terjadi di kawasan pertambangan Blok Gundih akan
menjadi ruang empiris dalam penelitian ini. Lokasi penelitian akan dipusatkan di
Desa Sumber, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora. Pilihan peneliti untuk
memilih kawasan Blok Gundih, terkait beberapa alasan: Pertama,kawasan ini
merupakan kawasan pertambangan migasdi Indonesia yang belum banyak dikaji
dengan pendekatan sosial. Kedua, kawasan ini merupakan salah satu pilot
projectgas kotadi Indonesia yang sarat akan masalah-masalah sosial. Ketiga,
konflik yang terjadi di kawasan pertambangan ini bersifat fluktuatif dan terkadang
tidak nampak, berbeda dengan resistensi-resistensi masyarakat di kawasan industri
tambang yang lainnya. Keempat, Blora menjadi pemimpin atau koordinator
Kelangkaan
Lingkungan Sebagai
Sumber Penyebab
Konflik
Faktor Sosial Sebagai
Penyebab
Konflik
Konflik
Rekonsiliasi
(Mediasi)
ANALISA KONFLIK DI KAWASAN PERTAMBANGAN MIGAS BLOK GUNDIH, DESA SUMBER,KECAMATAN KRADENAN, KABUPATEN BLORAM.NUR ROFIQ ADDIAN SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
25
forum kepala-kepala daerah penghasil migas, dimana peranannya dalam isu
keamanan lingkungan di kawasan pertambangan sangat representatif.
Metode penelitian yang kami gunakan dalam penelitian ini adalah metode
studi kasus. Metode ini kami pilih terkait dengan beberapa argumentasi mendasar,
pertama untuk mempermudah dalam menjawab pertanyaan mengapa lingkungan
khususnya sumber daya air menjadi isu penting dalam konflik yang terjadi di
kawasan Blok Gundih, Blora Selatan. Kedua metode ini kami pilih untuk
mengamati peristiwa kekinian secara lebih dalam mengenai dinamika konflik
yang terhadi di kawasan Blok Gundih, Blora Selatan. Ketiga, sebagai bentuk
‘sample’ bahwa proyek industrialisasi energi masih mengandung permasalahan
besar ketika dihadapkan dengan isu lingkungan. Keempat, Penelitian ini ingin
membidik sasaran berupa periode waktu kapan konflik itu terjadi, sehingga model
studi kasus ini kami rasa cukup relevan.
2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam proses pengumpulan data studi ini akan menggunakan pada proses
pengumpulan data yang cukup standar, yaitu mengkombinasikan antara metode
pengumpulan data primer dan data sekunder. Untuk mendapatkan data primer,
sumber data akan kami peroleh dengan melakukan wawancara mendalam yang
melibatkan beberapa informan yang cukup signifikan. Sumber-sumber informan
tersebut antara lain:
a. Masyarakat lokal, masyarakat lokal ini mereka yang berada di sekitar lokasi
pertambangan dan terkena dampak dari pertambangan;
ANALISA KONFLIK DI KAWASAN PERTAMBANGAN MIGAS BLOK GUNDIH, DESA SUMBER,KECAMATAN KRADENAN, KABUPATEN BLORAM.NUR ROFIQ ADDIAN SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
26
b. Petani, petani yang akan kami wawancarai adalah mereka yang memiliki
lahan di area PPGJ, baik yang lahan pertaniannya masih bertahan maupun
yang sudah terjual dan menjadi area pertambangan;
c. Kementrian ESDM, Pertamina, PPGJ dan SKK Migas dan aktor-aktor
perusahaan yang terlibat dalam proses pengeboran.
d. Asosiasi petani, kelompok petani yang menjadi korban pengeboran di area
PPGJ. Mereka tergabung dalam Sarikat Petani Blora Selatan (SPBS);
e. Ketua Dharmatirta, Ketua Dharmatirta yang menjadi narasumber utama
adalah Ketua Dharmatirta Desa Sumber, Ketua Dharmatirta Desa
Mojorembun, Ketua Dharmatirta Desa Wado dan beberapa ketua Dharmatirta
lain yang berlokasi di wilayah cekungan Randublatung;
f. Kepala Desa Sumber dan Mantan Kepala Desa Sumber serta beberapa
perangkat desa yang mengetahui kronologis pertambangan gas di Desa
Sumber;
g. Badan Permusyawaratan Desa, lembaga legislatif di tingkat Desa yang
berperan dalam mengawasi mekanisme pemerintahan di tingkat desa;
h. Pejabat Dinas Energi Sumberdaya Mineral dan Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Blora;
i. DPRD Kabupaten Blora, khususnya yang membidangi isu pertambangan dan
lingkungan;
j. NGO yang telah melakukan advokasi terhadap konflik diarea Pertambangan;
Informan-informan ini kami pilih karena mereka pada umumnya include dalam
dinamika konflik yang terjadi, sehingga kami harapkan dapat memberikan uraian
ANALISA KONFLIK DI KAWASAN PERTAMBANGAN MIGAS BLOK GUNDIH, DESA SUMBER,KECAMATAN KRADENAN, KABUPATEN BLORAM.NUR ROFIQ ADDIAN SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
27
mengenai keamanan dikawasan pertambangan secara komprehensif. Teknik
wawancara secara mendalam kami pilih untuk mengetahui proses pembuatan
keputusan serta alasan-alasan dalam pembuatan keputusan.
Dalam mengumpulkan data kami juga memanfaatkan sumber-sumber
dokumentasi. Dokumentasi akan kami lacak melalui arsip-arsip yang dimiliki
perusahaan, pemerintah maupun NGO. Arsip-arsip baik berupa surat perijinan
proyek, nota kerjasama, dan kajian-kajian yang sudah dilakukan sangatlah
penting. Alternatif lain untuk mengumpulkan data saya gunakan melalui sumber-
sumber data dari media massa. Untuk suratkabar harian kami akan mengandalkan
harian lokal yang ada di Blora, seperti: Diva, Suara Muria, Blok Cepu, Suara
Banyu urip, dan sebagainya.
3. Struktur Analisis
Proses analisis data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
Creswell (2007) yakni : pertama, peneliti mengorganisir informasi yang
ditemukan di lapangan, dalam hal ini peneliti bertindak sebagai pengumpul
informasi melalui pembacaan terhadap berbagai literatur dan wawancara dengan
informan. Setelah data yang dibutuhkan terkumpul maka langkah kedua membaca
keseluruhan informasi yang telah diperoleh dan memberi kode pada setiap hasil
amatan untuk memudahkan ketika melakukan analisis. Adapun tahapan ketiga
adalah membuat suatu uraian terperinci mengenai kasus yang terjadi beserta
konteks terjadinya suatu peristiwa. Keempat, peneliti menentukan pola relasi yang
terjadi melalui pembacaan terhadap aktor-aktor yang saling berinteraksi di lokasi
penelitian. Kelima, peneliti melakukan interpretasi terhadap fenomena yang
ANALISA KONFLIK DI KAWASAN PERTAMBANGAN MIGAS BLOK GUNDIH, DESA SUMBER,KECAMATAN KRADENAN, KABUPATEN BLORAM.NUR ROFIQ ADDIAN SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
28
terjadi dan selanjutnya menyajikan hasil intrepetasi atas data yang diperoleh
secara naratif di dalam bentuk tulisan.
4. Sistematika Bab
Dalam upaya memberikan pemahaman terhadap isi dari penelitian, maka
thesis ini dibagi dalam beberapa bagian yang terkait antara satu dengan yang lain.
Sistematika penulisan dalam tesis ini adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Bagian ini merupakan bagian pengantar atas penelitian yang akan dilakukan.
Bagian ini menujukkan latar belakang permasalahan, signifikansi penelitian,
kerangkan pemikiran, serta metode yang akan digunakan.
Bab II Lingkungan Blok Gundih : Satu Arena Ruangan Beragam
Kepentingan
Bab ini merupakan gambaran umum atas penelitian yang dilakukan. Bab ini akan
akan menjelaskan beberapa hal diantaranya: Pertama, Identitas Blok Gundih
dalam seting alam, seting sosial politik dan setting ekonomi.Kedua,sejarah
perkembangan industri pertambangan migas di Blora. Ketiga ingin melihat proses
atau pentahapan dalam produksi migas di PPGJ.
Bab III Sumber-Sumber dan Proses Terjadinya Konflik
Bab ini akan menguraiakan tentang pemetaan aktor-aktor yang terlibat dalam
konflik, kepentingan dan sumber daya yang dimiliki aktor-aktor serta faktor-
faktor yang yang menyebabkan terjadinya konflik.
ANALISA KONFLIK DI KAWASAN PERTAMBANGAN MIGAS BLOK GUNDIH, DESA SUMBER,KECAMATAN KRADENAN, KABUPATEN BLORAM.NUR ROFIQ ADDIAN SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
29
BAB IV Proses dan Bentuk-Bentuk Konflik Yang Terjadi
Bab ini akan menggambarkan mengenai proses terjadinya konflik dan tipe-tipe
konflik yang terjadi dalam kasus konflik Lingkungan di Blok Gundih. Tipi-tipe
dari konflik digambarkan dari yang sederhana hingga komplek.
BAB V Mediasi Sebagai Alternatif Dalam Proses Rekonsiliasi Atas Konflik
Bab ini akan menggambarkan mengenai proses rekonsiliasi yang terjadi di Blok
Gundih. Proses rekonsiliasi ini secara spesifik menjelaskan mengenai mediasi
yang menjadi alternatif dalam proses rekonsiliasi. Bagaimana proses mediasi
dijalankan dan bagaimana memeilih mediator untuk mengatasi konflik di Blok
Gundih, akan diuraikan dalam bab ini.
Bab V Penutup
Peneliti menuliskan simpulan atas penelitian yang sudah dilakukan serta
melakukan refleksi teoritis atas hasil penelitian serta melakukan elaborasi lebih
lanjut tentang kajian yang dapat dilakukan dalam penelitian kedepan.
ANALISA KONFLIK DI KAWASAN PERTAMBANGAN MIGAS BLOK GUNDIH, DESA SUMBER,KECAMATAN KRADENAN, KABUPATEN BLORAM.NUR ROFIQ ADDIAN SUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/