Post on 06-Feb-2018
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Permasalahan dalam birokrasi pemerintahan pada saat ini antara lain
bahwa: birokrasi pemerintah belum efisien, kebijakan belum stabil, dan masih
ada praktek penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang. Bidang peraturan
perundang-undangan di bidang aparatur negara masih tumpang tindih,
inkonsisten, tidak jelas, multi tafsir, pertentangan antara peraturan perundang-
undangan yang satu dengan yang lain dan pelayanan publik belum dapat
mengakomodasi kepentingan seluruh lapisan masyarakat.
Dalam Grand Design dan Road Map Reformasi Birokrasi Birokrasi tahun
2010-2025, salah satu program yang menjadi prioritas nasional adalah program
Reformasi Birokrasi. Banyak tantangan yang harus dihadapi dan dicari solusinya.
Tantangan dimaksud yaitu bahwa: Reformasi Birokrasi belum mencapai sasaran
pembenahan kelembagaan, tatalaksana, manajemen SDM aparatur, akuntabilitas,
pengawasan, pelayanan publik, reward and punishment, dan perubahan mind-set
dan culture set; belum dikembangkannya sistem monitoring dan evaluasi
pelaksanaan Reformasi Birokrasi secara nasional; Reformasi Birokrasi juga belum
memiliki grand design dan road map serta dikeluarkannya arahan Presiden dan
Wakil Presiden untuk melaksanakan Reformasi Birokrasi yang menyeluruh,
mendalam, nyata serta menyentuh sendi kehidupan masyarakat
(http://perencanaan.ipdn.ac.id/reformasi-birokrasi-ipdn/konsolidasi-pelaksanaan-
kegiatan-reformasi-birokrasi-kementerian-dalam-negeri: Diakses, 13 September
2012: pukul 13.00).
2
Tujuan Reformasi Birokrasi adalah membentuk birokrasi profesional,
dengan karakteristik: adaptif, berintegritas, berkinerja tinggi, bebas dan bersih
KKN, mampu melayani publik, netral, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-
nilai dasar dan kode etik aparatur negara dan sasaran Reformasi Birokrasi yaitu
membangun birokrasi yang berorientasi pada hasil (outcomes) melalui perubahan
secara terencana, bertahap, dan terintegrasi dari berbagai aspek strategis birokrasi.
Otonomi daerah adalah perwujudan pendelegasian wewenang dan
tanggung jawab dan mempunyai hubungan yang erat dengan desentralisasi.
Mahfud M. D (2004) dalam Tangkilisan (2005:1) menyatakan desentralisasi
merupakan penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah untuk mengatur dan mengurus daerah, mulai dari kebijakan, perencanaan,
sampai pada implementasi dan pembiayaan dalam rangka desentralisasi.
Konsep desentralisasi dan otonomi daerah dilihat dari perspektif organisasi
dan manajemen yang lebih menekankan pada aspek efisiensi dan efektivitas
pelaksanaan tugas. Osborne dan Gaebler (1995) dalam Tangkilisan (2005:1)
mengemukakan empat keunggulan desentralisasi, yakni: lembaga yang
terdesentralisasi jauh lebih fleksibel daripada yang tersentralisasi, karena lembaga
tersebut dapat memberikan respon yang dengan cepat terhadap lingkungan dan
kebutuhan pelanggan yang berubah; lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih
efektif dari yang tersentralisasi; lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih inovatif
daripada lembaga yang tersentralisasi; lembaga yang terdesentralisasi
3
menghasilkan semangat kerja yang lebih tinggi, lebih banyak komitmen dan lebih
banyak pula produktifitasnya.
Berdasarkan ulasan di atas, dapat dikatakan bahwa tujuan dan sasaran dari
kebijakan otonomi daerah adalah sebagai berikut: efisiensi dan efektivitas
pemberian pelayanan kepada masyarakat; peningkatan pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan daerah; peningkatan partisipasi masyarakat dalam kehidupan
politik dan pelaksanaan pembangunan; peningkatan efektivitas pelaksanaan
koordinasi serta pengawasan pembangunan.
Pembangunan Kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan
Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan
dan dengan perilaku hidup sehat secara adil dan merata diseluruh wilayah
Republik Indonesia. Sejalan dengan tujuan pembangunan yang berwawasan
kesehatan dan kesejahteraan maka pemerintah telah menetapakan pola dasar
pembangunan yaitu pembangunan mutu sumber daya manusia di berbagai sektor
sehingga dapat mewujudkan masyarakat yang berperilaku hidup sehat, lingkungan
sehat dan memiliki kemampuan untuk menolong dirinya sendiri serta dapat
menjangkau pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Pembangunan kesehatan ke depan diarahkan pada peningkatan upaya
promotif dan preventif, di samping peningkatan akses pelayanan kesehatan bagi
4
masyarakat, utamanya penduduk rentan, antara lain: ibu, bayi, anak, lanjut usia
dan keluarga miskin. Peningkatan kesehatan masyarakat, meliputi upaya
pencegahan penyakit menular ataupun tidak menular, dengan cara memperbaiki
kesehatan lingkungan, gizi, perilaku dan kewaspadaan dini. Pembangunan
kesehatan dilaksanakan dengan peningkatan upaya kesehatan, pembiayaan
kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, sediaan farmasi,alat kesehatan dan
makanan, manajemen dan informasi kesehatan serta pemberdayaan masyarakat.
Upaya tersebut dilakukan dengan memperhatikan dinamika kependudukan,
epidemiologi penyakit, perubahan ekologi dan lingkungan, kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta globalisasi dan demokratisasi dengan
semangat kemitraan dan kerjasama lintas sektoral.
Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang
Kesehatan (RPJPK) 2005–2025 dalam tahapan ke-2 (2010-2014), kondisi
pembangunan kesehatan diharapkan telah mampu mewujudkan kesejahteraan
masyarakat yang ditunjukkan dengan membaiknya berbagai indikator
pembangunan sumber daya manusia, seperti meningkatnya derajat kesehatan dan
status gizi masyarakat, meningkatnya kesetaraan gender, meningkatnya tumbuh
kembang optimal, kesejahteraan dan perlindungan anak, terkendalinya jumlah dan
laju pertumbuhan penduduk, serta menurunnya kesenjangan antar individu, antar
kelompok masyarakat dan antar daerah.
Dalam rangka implementasi pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8
Tahun 2008, tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi
5
Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, Satuan Kerja dan Perangkat Derah
(SKPD) diwajibkan menyusun Rencana Strategis SKPD yang memuat visi, misi,
tujuan, sasaran, strategi, kebijakan, program dan kegiatan serta penganggaran
pembangunan yang bersifat indikatif sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
SKPD. Renstra Dinas Kesehatan Kota Medan merupakan dokumen perencanaan
yang bersifat indikatif yang memuat program-program pembangunan kesehatan
yang akan dilaksanakan langsung oleh Dinas Kesehatan Kota Medan maupun
dengan mendorong peran aktif masyarakat untuk kurun waktu tahun 2011-2015,
didasarkan pada perubahan struktur organisasi Dinas Kesehatan Kota Medan yang
memberikan penekanan pada pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Bidang Kesehatan Kota Medan dan Millenium Development Goals (MDG’s).
Rencana Strategis Dinas Kesehatan Kota Medan disusun berawal dari
suatu pemikiran Strategis tentang nilai-nilai luhur yang dianut / dimiliki oleh
seluruh pimpinan dan staf Dinas Kesehatan Kota Medan yang merupakan
karakteristik inti dari tugas pokok yang diemban oleh Dinas Kesehatan Kota
Medan.
Berdasarkan hal tersebut maka nilai-nilai luhur yang dianut adalah:
Berpihak Pada Rakyat, mengandung arti bahwa dalam penyelenggaraan
pembangunan kesehatan, Dinas Kesehatan akan selalu berpihak pada rakyat.
Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang adalah
salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan, agama, dan
status sosial Ekonomi. UUD 1945 juga menetapkan bahwa setiap orang berhak
6
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan;
Bertindak Cepat dan Tepat, mengandung arti bahwa masalah kesehatan yang
dihadapi makin bertambah kompleks dan berubah dengan cepat, bahkan kadang-
kadang tidak terduga, yang dapat menimbulkan masalah darurat kesehatan. Dalam
mengatasi masalah kesehatan, apalagi yang bersifat darurat, harus dilakukan
tindakan secara cepat. Tindakan yang cepat juga harus diikuti dengan
pertimbangan yang cermat, sehingga intervensi yang tepat dapat mengenai
sasaran; Kerjasama Tim, mengandung arti bahwa Dinas Kesehatan sebagai
organisasi pemerintah memiliki sumberdaya manusia yang banyak. Sumberdaya
manusia ini merupakan potensi bagi terbentuknya suatu tim besar. Oleh karena
itu, dalam mengemban tugas-tugas pembangunan kesehatan, harus dibina kerja
tim yang utuh dan kompak, dengan menerapkan prinsip koordinasi, integrasi,
sinkronisasi dan sinergisme; Integritas yang Tinggi, mengandung arti bahwa
dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, setiap anggota (staf dan
pimpinan) Dinas Kesehatan harus memiliki komitmen yang tinggi dalam upaya
mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan. Selain itu, dalam melaksanakan
tugas, semua anggota Dinas Kesehatan harus memiliki ketulusan hati, kejujuran,
kepribadian yang teguh, dan bermoral tinggi; Transparan dan Akuntabel,
mengandung arti bahwa dalam era demokrasi dan perkembangan masyarakat yang
lebih cerdas dan tanggap, tuntutan atas pelaksanaan tugas yang transparan dan
dapat dipertanggung-gugatkan (akuntabel) terus meningkat. Oleh karenanya
semua kegiatan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Dinas
7
Kesehatan, harus dilaksanaka secara transparan, dapat dipertanggung-jawabkan
dipertanggung-gugatkan kepada publik.
Di kota Medan Angka Kematian Ibu (AKI) sudah mengalami penurunan
namun angka tersebut masih jauh dari target MDG’s tahun 2015 (102/100.000
KH), diperlukan upaya yang luar biasa untuk pencapaian target. Demikian halnya
dengan Angka Kematian Bayi (AKB), masih jauh dari target MDG’s (23/1.000
KH) kalau dilihat dari potensi untuk menurunkan AKB maka masih on track
walaupun diperlukan sumber daya manusia yang kompeten (Renstra Dinas
Kesehatan Kota Medan 2010-2014).
Akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar sudah meningkat
yang ditandai dengan meningkatnya pelayanan di Puskesmas dan Puskesmas yang
memberikan pelayanan rawat inap, dan dijaminnya pelayanan kesehatan dasar
bagi masyarakat miskin di Puskesmas dan rumah sakit oleh Pemerintah Kota
Medan dengan diberikannya Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
Miskin (JPK-MS). Namun belum seluruh warga Kota Medan mendapatkan JPK-
MS. Akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan rujukan di rumah sakit
meningkat, salah satu faktor pendorongnya adalah adanya jaminan pembiayaan
kesehatan di rumah sakit bagi masyarakat miskin. Untuk meningkatkan akses
tersebut, pemerintah memiliki keterbatasan pada jumlah Bed Occupation Rate
(BOR) kelas III yang dikhususkan bagi masyarakat tak mampu. Selain itu sistem
rujukan belum berjalan dengan baik sehingga pelayanan kesehatan tidak efisien.
Kebijakan serta pembinaan dan pengawasan belum mencakup klinik dan rumah
8
sakit swasta, serta dirasakan belum terkoordinasinya pelayanan kesehatan secara
kewilayahan.
Secara umum terjadi penurunan angka kesakitan, namun penularan infeksi
penyakit menular utamanya AIDS/HIV dan TBC, masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang menonjol dan perlu upaya keras untuk dapat mencapai
target MDG’s. Disamping itu, terjadi peningkatan penyakit tidak menular yang
berkontribusi besar terhadap kesakitan dan kematian.
Target cakupan imunisasi belum tercapai, perlu peningkatan upaya
preventif dan promotif seiring dengan upaya kuratif dan rehabilitatif. Akibat dari
cakupan Universal Child Imunization (UCI) yang belum tercapai akan berpotensi
timbulnya kasus-kasus Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) di
beberapa daerah risiko tinggi yang selanjutnya dapat mengakibatkan munculnya
wabah. Untuk menekan angka kesakitan dan kematian akibat PD3I perlu upaya
imunisasi dengan cakupan yang tinggi dan merata.
Untuk anggaran pembiayaan kesehatan, permasalahannya lebih pada
alokasi yang cenderung pada upaya kuratif dan masih kurangnya anggaran untuk
biaya operasional dan kegiatan langsung untuk Puskesmas. Terhambatnya
realisasi anggaran juga terjadi karena proses anggaran yang terlambat. Akibat dari
pembiayaan kesehatan yang masih cenderung kuratif dibandingkan pada promotif
dan preventif mengakibatkan pengeluaran pembiayaan yang tidak efektif dan
efisien, sehingga berpotensi menimbulkan permasalahan pada kecukupan dan
9
optimalisasi pemanfaatan pembiayaan kesehatan. Tingginya presentase
masyarakat yang belum terlindungi oleh jaminan kesehatan mengakibatkan
rendahnya akses masyarakat dan risiko pembiayaan kesehatan yang berakibat
pada timbulnya kemiskinan.
Sistem informasi kesehatan belum tersedia dengan baik, keterbatasan data
menjadi kendala dalam pemetaan masalah dan penyusunan kebijakan.
Pemanfaatan data belum optimal dan surveilans belum dilaksanakan secara
menyeluruh dan berkesinambungan. Masyarakat masih ditempatkan sebagai
obyek dalam pembangunan kesehatan, promosi kesehatan belum banyak merubah
perilaku masyarakat menjadi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Pemanfaatan dan kualitas Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat
(UKBM), seperti Posyandu dan Poskesdes masih rendah. Upaya kesehatan juga
belum sepenuhnya mendorong peningkatan atau perubahan pada perilaku hidup
bersih dan sehat, yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan yang diderita
oleh masyarakat.
Keberhasilan pembangunan kesehatan tidak semata-mata ditentukan oleh
hasil kerja keras sektor kesehatan, tetapi sangat dipengaruhi pula oleh hasil kerja
serta kontribusi positif berbagai sektor pembangunan lainnya. Untuk optimalisasi
hasil kerja serta kontribusi positif tersebut, “wawasan kesehatan” perlu dijadikan
sebagai asas pokok program pembangunan kesehatan, dalam pelaksanaannya
seluruh unsur berperan sebagai penggerak utama pembangunan berwawasan
10
kesehatan yang diejawantahkan dalam bentuk program-program dalam RPJMD
dan Renstra Dinas Kesehatan Kota Medan
Terwujudnya keadaan sehat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang tidak
hanya menjadi tanggung jawab sektor kesehatan, melainkan juga tanggung jawab
dari berbagai sektor terkait lainnya; disamping tanggung jawab individu dan
keluarga. Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan dapat bersinergi
dengan sistem lainnya antara lain: Sistem Pendidikan, Sistem Perekonomian,
Sistem Ketahanan Pangan, Sistem Pertahanan dan Keamanan , Sistem Ketenaga-
kerjaan dan Transmigrasi, serta sistem-sistem lainnya.
Untuk mengurangi kesenjangan yang terjadi dalam pembangunan
kesehatan, diperlukan pemikiran tidak konvensional mengenai kebijakan program
kesehatan masyarakat dan sektor kesehatan pada umumnya untuk mencakup
determinan kesehatan lainnya, terutama yang berada diluar domain sektor
kesehatan. Reformasi kesehatan masyarakat yang meliputi reformasi kebijakan
SDM kesehatan, reformasi kebijakan pembiayaan kesehatan, reformasi kebijakan
pelayanan kesehatan, dan reformasi untuk kebijakan yang terkait dengan
terselenggaranya Good Governance sudah harus dilakukan. Dibutuhkan pula
perhatian pada akar masalah yang ada, diantaranya faktor sosial ekonomi yang
menentukan situasi dimana masyarakat tumbuh, belajar, hidup, bekerja dan
terpapar, serta rentan terhadap penyakit dan komplikasinya dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan mencapai target Pemerintah Kota
Medan dan target global (MDG’s 2015).
11
Hubungan antara status sosial ekonomi dan kesehatan berlaku secara
universal. Tingkat kematian dan tingkat kesakitan secara konsisten didapatkan
lebih tinggi pada kelompok dengan sosial ekonomi rendah. Perlu upaya sungguh-
sungguh dalam rangka mengurangi disparitas masyarakat terhadap akses
pendidikan, pekerjaan, partisipasi sosial, dan pelayanan publik.
Pemberdayaan masyarakat diarahkan agar masyarakat berdaya untuk ikut
aktif memelihara kesehatannya sendiri, melakukan upaya pro-aktif tidak
menunggu sampai jatuh sakit, karena ketika sakit sebenarnya telah kehilangan
nilai produktif. Upaya promotif dan preventif perlu ditingkatkan untuk
mengendalikan angka kesakitan yang muncul dan mencegah hilangnya
produktivitas serta menjadikan sehat sebagai fungsi produksi yang dapat memberi
nilai tambah.
Dalam rencana strategis (renstra) Dinas Kesehatan Pemerintah Kota
Medan, adapun yang menjadi isu pokok pembangunan kesehatan, meliputi:
terbatasnya aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas, terutama
pada kelompok rentan seperti: penduduk miskin, remaja, perempuan dan
kelompok minoritas lainnya; pelayanan kesehatan ibu dan anak yang sesuai
standar masih terbatas; belum teratasinya permasalahan gizi secara menyeluruh;
masih tingginya kesakitan dan kematian akibat penyakit menular dan tidak
menular; belum terlindunginya masyarakat secara maksimal terhadap beban
pembiayaan kesehatan; belum terpenuhinya jumlah, jenis, kualitas, serta
penyebaran sumberdaya manusia kesehatan, dan belum optimalnya dukungan
12
kerangka regulasi ketenagaan kesehatan; belum optimalnya ketersediaan,
pemerataan, dan keterjangkauan obat esensial, penggunaan obat yang tidak
rasional, dan penyelenggaraan pelayanan kefarmasian yang berkualitas; masih
terbatasnya kemampuan manajemen dan informasi kesehatan, meliputi
pengelolaan administrasi dan hukum kesehatan; permasalahan manajerial dalam
sinkronisasi perencanaan kebijakan program, dan anggaran serta masih
terbatasnya koordinasi dan integrasi lintas sektor; pemberdayaan masyarakat
dalam pembangunan kesehatan belum dilakukan secara optimal; belum tersedia
biaya operasional yang memadai di Puskesmas.
Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan peningkatan pelayanan,
pemberdayaan dan peran serta masyarakat di bidang kesehatan dibutuhkan sumber
daya manusia yang mampu bekerja secara efektif dan efisien dalam setiap
aktivitas/tugas untuk mencapai sasaran yang dimaksud oleh karena itu sumber
daya manusia perlu dikelola dengan baik karena manusia selalu berperan aktif dan
dominan dalam setiap kegiatan organisasi. Manusia adalah perencana, pelaku
sekaligus penentu terwujudnya tujuan organisasi.
Kaitan antara kinerja organisasi dengan sumber daya manusia dalam
proses penyelenggaran organisasi publik sesungguhnya bermuara pada
kemampuan daerah dalam mempersiapkan jajaran birokrasi yang ada bagi
penyelenggaraan pelayanan publik secara optimal dan berdaya guna. Hal ini
merupakan konsekuensi logis dari pelaksanaan otonomi yang berbasis pada
kemampuan daerah kabupaten atau kota dengan memberikan pelayanan secara
13
terpadu, mandiri dan efektif. Tanpa kesiapan sumber daya yang baik, maka
pelayanan publik yang baik pula akan sulit dicapai (Tangkilisan, 2005:10).
Jumlah dan jenis tenaga kesehatan terus meningkat namun kebutuhan dan
pemerataan distribusinya belum terpenuhi. Kualitas tenaga kesehatan juga masih
rendah, pengembangan karier belum berjalan, sistem penghargaan, dan sanksi
belum sebagaimana mestinya. Masalah kurangnya tenaga kesehatan, baik jumlah,
jenis dan distribusinya menimbulkan dampak terhadap rendahnya akses
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan berkualitas, di samping itu juga
menimbulkan permasalahan pada rujukan dan penanganan pasien untuk kasus
tertentu (Renstra Dinkes Pemko Medan tahun 2011-2015).
Keberadaan tenaga honorer di Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan
sedikit banyak akan memberi warna bagi kualitas pelayanan. Namun setelah
keluarnya Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2005 Tentang Pengangkatan
Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, Kementerian
Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mengingatkan
Pemerintah Daerah untuk tidak lagi merekrut tenaga honorer yang diatur pada
ketentuan pasal yang ke VIII (delapan) dengan alasan: adanya anggapan bahwa
tenaga honorer akan diangkat menjadi CPNS pada suatu saat, sehingga mereka
enggan untuk mengikuti seleksi untuk menjadi CPNS melalui jalur umum. Hal ini
dianggap berbahaya apabila suatu saat mereka akan menuntut diangkat menjadi
CPNS dengan kemampuan yang tidak terpantau. Lalu setelah dilakukan kajian
dan penelusuran ke sejumlah instansi, ternyata banyak rekrutmen yang tidak
14
didasarkan kepada kebutuhan pegawai. Ada sejumlah temuan bahwa tenaga
honorer merupakan titipan dari sanak saudara pejabat maka selain akan menuntut
diangkat, kerugian lain dari perekrutan tenaga honorer ini adalah membuat postur
birokrasi membengkak sehingga membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah/Negara (APBD/APBN). (Dikutip berdasarkan pernyataan dalam tabloid
mingguan : Loker Today Edisi 283 Tanggal 18-24 Juni 2012).
Walaupun Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi menyatakan agar pemerintah daerah tidak lagi merekrut honorer dengan
alasan rekrutmen yang dilaksanakan cenderung bermasalah sesuai dengan uraian
diatas, namun sepanjang masih dibutuhkan, rekrutmen honorer tentunya tidak
boleh dihentikan karena akan mengganggu pelayanan terhadap masyarakat. Maka
untuk menjawab tuntutan terhadap persoalan dimaksud maka diperlukan adanya
suatu mekanisme rekrutmen yang benar-benar akuntabel.
Rekrutmen adalah suatu proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi
dan induksi untuk mendapatkan karyawan atau anggota organisasi yang sesuai
dengan kebutuhan organisasi atau unit kerja. Hal ini dimaksutkan untuk menjaring
orang-orang yang benar-benar kompeten agar bisa menunjang keberhasilan
kinerja dari suatu instansi. Namun kecenderungan yang saat ini banyak ditemukan
di dalam perekrutan tenaga honorer adalah ketidak sesuaian rekrutmen dengan
kebutuhan dalam organisasi. Maka berdasarkan uraian diatas penulis tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul, “Akuntabilitas Rekrutmen Pegawai
Honorer Pada Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan”.
15
1. 2 Perumusan Masalah
Dalam penelitian kualitatif, perumusan masalah merupakan fokus
penelitian yang masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti
masuk kelapangan atau situasi sosial tertentu. Pertanyaan penelitian dimaksudkan
untuk memahami gejala yang kompleks dalam kaitannya dengan aspek-aspek lain
(in context). Peneliti yang menggunakan pendekatan kualitatif, pada tahap awal
penelitiannya, kemungkinan belum memiliki gambaran yang jelas tentang aspek-
aspek masalah yang akan ditelitinya, ia akan mengembangkan fokus penelitian
sambil mengumpulkan data. Proses ini disebut “emergent design” oleh Lincoln
dan Guba dalam Sugiyono (2008: 210).
Berdasarkan latar belakang masalah diatas adapun yang menjadi rumusan
masalah masalah dalam penelitian ini adalah, “Bagaimana penerapan akuntabilitas
dalam perekrutan Pegawai Honor di Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan?”
I. 3 Fokus Masalah
Asumsi dalam penelitian kualitatif gejala dari suatu obyek yaitu bersifat
holistik (menyeluruh dan tidak dapat dipisah-pisahkan), sehingga penelitian
kualitatif tidak akan menetapkan penelitiannya hanya berdasarkan variabel
penelitian, tetapi keseluruhan situasi sosial yang diteliti yang meliputi aspek
tempat (place), pelaku (actor) dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara
sinergis.
16
Dalam mempertajam penelitian, peneliti kualitatif menetapkan fokus.
Spradley dalam Sugiyono (2007) menyatakan bahwa, “A focused refer to a single
cultural domain or a few related domains” maksudnya adalah bahwa, fokus itu
merupakan domain tunggal atau beberapa domain yang terkait dari situasi sosial.
Dalam penelitian kualitatif, penentuan fokus dalam proposal lebih didasarkan
pada tingkat kebaruan informasi yang akan diperoleh pada situasi sosial
(lapangan).
Kebaruan informasi itu bisa berupa upaya untuk memahami secara lebih
luas dan mendalam tentang situasi sosial, tetapi juga ada keinginan untuk
menghasilkan hipotesis atau ilmu baru dari situasi sosial yang diteliti. Fokus yang
sebenarnya dalam penelitian kualitatif diperoleh setelah peneliti melakukan grand
tour observation dan grand tour question atau yang biasa disebut penjelajahan
umum, dari penjelajahan umum ini peneliti akan memperoleh gambaran umum
menyeluruh yang masih pada tahap permukaan tentang situasi sosial.
Adapun fokus masalah yang ingin peneliti lihat dalam penelitian ini
adalah, “untuk melihat kesesuaian mekanisme rekrutmen dengan peraturan yang
ada”, pemasalahan ini dipilih agar ada batasan yang jelas dalam pengerjaan skripsi
ini sehingga hal yang diteliti menjadi lebih jelas.
17
1. 4 Tujuan Penelitian
Sejauh mana penelitian yang dilakukan tentu mempunyai sasaran yang
hendak dicapai atau menjadi tujuan penelitian. Adapun yang menjadi tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Penerapan akuntabilitas dalam perekrutan Pegawai Honorer di Dinas
Kesehatan Pemerintah Kota Medan;
2. Kendala dalam penerapan akuntabilitas perekrutan Pegawai Honorer di
Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan;
3. Langkah yang ditempuh oleh pihak Dinas Kesehatan Pemerintah Kota
Medan dalam mengatasi kendala dalam perekrutan Pegawai Honorer.
1. 5 Manfaat Penelitian
Yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi penulis, penelitian ini merupakan usaha untuk meningkatkan
kemampuan berfikir melalui penelitian karya ilmiah dan untuk
menerapkan teori-teori yang penulis telah terima selama masa perkuliahan
di Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara;
2. Bagi pihak Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan, penelitian ini dapat
dijadikan sebagai bahan masukan untuk meningkatkan akuntabilitas dalam
pelaksanaan perekrutan tenaga honorer;
18
3. Bagi Program Studi Ilmu Administrasi Negara, penelitian ini akan
melengkapi ragam penelitian yang telah dibuat oleh para mahasiswa dan
dapat menambah bahan bacaan dan atau referensi bagi terciptanya suatu
karya ilmiah.
1. 6 Kerangka Teori
Teori adalah serangkaian asumsi, konsep defenisi dan proposisi untuk
menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan
hubungan antar konsep dan kerangka teori disusun sebagai landasan berfikir untuk
menunjukkan perspektif yang digunakan dalam memandang fenomena sosial yang
menjadi obyek penelitian (Singarimbun, 1991:37). Sedangkan, kerangka teori
adalah bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikan penjelasan tentang hal-
hal yang berhubungan dengan variabel pokok, sub variabel atau masalah pokok
yang ada dalam penelitian (Arikunto, 2000: 92).
Berdasarkan uraian diatas, maka dalam kerangka teori ini penulis akan
mengemukakan teori, gagasan atau pendapat yang akan dijadikan titik tolak
landasan berfikir dalam penelitian. Adapun yang menjadi kerangka teori dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
19
1. 6. 1 Akuntabilitas
Pengambilan keputusan dalam organisasi-organisasi publik melibatkan
banyak pihak. Oleh sebab itu wajar apabila rumusan kebijakan merupakan hasil
keputusan bersama antara warga pemilih (constituency,) para pemimpin politik,
teknokrat, birokrat atau administrator, serta para pelaksana dilapangan.
Pertanggungjawaban dinilai sebagai suatu akuntabilitas (accountability) jika suatu
lembaga harus bertanggung jawab atas kebijakan-kebijakan (policies) tertentu.
1. 6. 1. 1 Definisi
Akuntabilitas (accountability) adalah ukuran yang menunjukkan apakah
aktifitas birokrasi publik atau pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah sudah
sesuai dengan norma dan nilai yang dianut oleh rakyat dan apakah pelayanan
publik tersebut mampu mengakomodasi kebutuhan rakyat yang sesungguhnya.
Prof Miriam Budiardjo mendefinisikan akuntabilitas sebagai
“pertanggungjawaban pihak yang diberi mandat untuk memerintah kepada mereka
yang memberi mandat itu”. Akuntabilitas bermakna pertanggungjawaban dengan
menciptakan pengawasan melalui distribusi kekuasaan pada berbagai lembaga
pemerintah sehingga mengurangi penumpukkan kekuasaan sekaligus menciptakan
kondisi saling mengawasi (checks and balances system). Lembaga pemerintahan
yang dimaksud adalah eksekutif (presiden, wakil presiden, dan kabinetnya),
yudikatif (MA dan sistem peradilan) serta legislatif (MPR dan DPR). Peranan pers
20
yang semakin penting dalam fungsi pengawasan ini menempatkannya sebagai
pilar keempat.
Sedangkan menurut Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia
(2003), Akuntabilitas adalah kewajiban untuk menyampaikan
pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan
seseorang/badan hukum/pimpinan kolektif suatu organisasi kepada pihak yang
memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau
pertanggungjawaban.
Dengan demikian akuntabilitas terkait dengan lembaga eksekutif
pemerintah yang tugas utamanya adalah melayani rakyat harus bertanggungjawab
kepada rakyat secara langsung maupun tidak langsung. Dengan bahasa yang
sederhana Starling (1998) dalam Kumorotomo (2005:3-4) mengatakan bahwa
akuntabilitas ialah kesediaan untuk menjawab pertanyaan publik,
“ A good synonym for the term accountability is answerability. An
organization must be answerable to someone or something outside itself.
When things go wrong, someone must be held responsible. Unfortunately,
a frequently heard charge is that government is faceless and that,
consequently, affixing blame is difficult”.
1. 6. 1. 2 Prinsip-Prinsip Akuntabilitas
Prinsip akuntabilitas publik adalah suatu ukuran yang menunjukkan
seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran
nilai-nilai atau norma-norma eksternal yang dimiliki oleh para stakeholders yang
21
berkepentingan dengan pelayanan tersebut. Sehingga, berdasarkan tahapan sebuah
program, akuntabilitas dari setiap tahapan adalah :
a. Pada tahap proses pembuatan sebuah keputusan, beberapa indikator untuk
menjamin akuntabilitas publik adalah : pembuatan sebuah keputusan harus
dibuat secara tertulis dan tersedia bagi setiap warga yang membutuhkan;
pembuatan keputusan sudah memenuhi standar etika dan nilai-nilai yang
berlaku, artinya sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar
maupun nilai-nilai yang berlaku di stakeholders; adanya kejelasan dari
sasaran kebijakan yang diambil, dan sudah sesuai dengan visi dan misi
organisasi, serta standar yang berlaku; adanya mekanisme untuk menjamin
bahwa standar telah terpenuhi, dengan konsekuensi mekanisme
pertanggungjawaban jika standar tersebut tidak terpenuhi; konsistensi
maupun kelayakan dari target operasional yang telah ditetapkan maupun
prioritas dalam mencapai target tersebut.
b. Pada tahap sosialisasi kebijakan, beberapa indikator untuk menjamin
akuntabilitas publik adalah: penyebarluasan informasi mengenai suatu
keputusan, melalui media massa, media nirmassa, maupun media
komunikasi personal; akurasi dan kelengkapan informasi yang
berhubungan dengan cara-cara mencapai sasaran suatu program; akses
publik pada informasi atas suatu keputusan setelah keputusan dibuat dan
mekanisme pengaduan masyarakat ketersediaan sistem informasi
manajemen dan monitoring hasil yang telah dicapai oleh pemerintah.
22
1. 6. 1. 3 Jenis-Jenis Akuntabilitas
Ferlie Et Al (1997) dalam Kumorotomo (2005:4) membedakan beberapa
model akuntabilitas, yakni akuntabilitas ke atas (accountability up wards),
akuntabilitas kepada staff (accountability to staff) akuntabilitas ke bawah
(accountability downwards), akuntabilitas yang berbasis pasar (marked based
form accountability) dan akuntabilitas kepada diri sendiri (self accountability).
Dua model akuntabilitas yang pertama sesungguhnya tidak banyak berbeda
dengan konsep-konsep tentang kontrol, pengawasan atau pengendalian didalam
birokrasi publik. Kemudian konsep accountability downwards terkait dengan
konsep demokrasi partisipatif, bahwa aktifitas politik dan pelayanan publik harus
memiliki kaitan yang erat dengan proses konsultatif dan kerjasama antara wakil
rakyat dan masyarakat pada tingkat lokal. Sedangkan konsep market based form
of accountability mengutamakan adanya kompetisi dan mekanisme pasar yang
memungkinkan rakyat mempunyai pilihan yang lebih banyak terhadap kualitas
pelayanan yang dikehendakinya. Pemerintah harus mampu memperluas alternatif
penyedia pelayanan publik serta menunjang informasi atau menetapkan standar
yang dapat menjamin adanya akuntabilitas yang baik dalam pelayanan publik,
kemudian juga terdapat self accountability yang pada dasarnya merupakan proses
akuntabilitas internal yang sangat tergantung pada penghayatan nilai-nilai moral
etika para pejabat birokrat yang melaksanakan tugas pelayanan publik.
23
1. 6. 2 Rekrutmen
Pengadaan (procurement) adalah fungsi operasional pertama manajemen
sumber daya manusia (MSDM). Pengadaan karyawan merupakan masalah
penting, sulit dan kompleks karena untuk mendapatkan dan menempatkan orang-
orang yang kompeten, serasi, serta efektif tidaklah semudah membeli dan
menempatkan mesin karena karyawan adalah aset utama perusahaan yang menjadi
perencana dan pelaku aktif dari setiap aktifitas organisasi.
Menurut Malayu Hasugian (2005:27), Pengadaan karyawan harus
didasarkan pada prinsip apa baru siapa, apa artinya kita harus terlebih dahulu
menetapkan pekerjaan-pekerjaannya berdasarkan uraian pekerjaan (job
description). Siapa artinya kita baru mencari orang-orang yang tepat untuk
menduduki jabatan tersebut berdasarkan spesifikasi pekerjaan (job specification).
Hal ini mengisyaratkan bahwa pengadaan karyawan merupakan langkah pertama
dan yang mencerminkan berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya.
1. 6. 2. 1 Definisi rekrutmen
Menurut Musanef (1990:108), rekrutmen adalah suatu usaha untuk
mencari dan mendapatkan calon-calon pegawai yang melamar jabatan yang
lowong, guna mendapatkan sebanyak mungkin calon/pelamar yang memenuhi
syarat-syarat menurut job description dan analisa yang diminta untuk jabatan yang
lowong pada suatu organisasi. Ini berarti melalui program penarikan pegawai,
24
organisasi hanya dapat memperoleh sekelompok pelamar yang benar-benar sesuai
dengan tuntutan jabatan (job requirement), yang sebelumnya telah terurai secara
rinci dalam uraian jabatan (job description), spesifikasi jabatan (job specification),
dan penampilan jabatan (job performance standard), untuk dipilih calon-calon
yang terbaik dan cakap diantara mereka.
Menurut Hermein Nasution (2005:39), rekrutmen adalah suatu keputusan
tentang dimana dan bagaimana caranya mencari calon-calon tenaga kerja, pada
saat yang tepat agar melamar dengan posisi yang dibutuhkan organisasi, baik dari
dalam maupun dari luar organisasi, seperti ditetapkan di dalam perencanaan
sumber daya manusia.
Sedangkan Edwin B. Flippo (1990:56), mendefinisikan bahwa penarikan
calon pegawai/tenaga kerja adalah proses pencarian tenaga kerja yang dilakukan
secara seksama, sehingga dapat merangsang mereka untuk mau melamar jabatan-
jabatan tertentu yang ditawarkan oleh organisasi.
Berdasarkan defenisi-defenisi diatas, dapat ditarik suatu pandangan umum
bahwa: “Penarikan calon pegawai merupakan serangkaian kegiatan yang
dilakukan secara terencana, guna memperoleh calon-calon pegawai yang
memenuhi syarat-syarat yang dituntut oleh suatu jabatan tertentu, yang
dibutuhkan suatu organisasi”.
25
1. 6. 3 Tenaga Honorer
Menurut Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2005, Tenaga Honorer
adalah seseorang yang diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat
lain dalam pemerintahan untuk melaksanakan tugas tertentu pada instansi
pemerintah atau yang penghasilannya menjadi beban Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dalam hal ini
Pejabat Pembina Kepegawaian yang dimaksut adalah pejabat yang berwenang
mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan Pegawai Negeri Sipil di
lingkungannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan di Instansi
pemerintah pusat dan instansi pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.
1. 6. 4 Perekrutan Tenaga Honorer
Indonesia adalah negara kesatuan, dimana terdapat “the habitual exercise
of supreme legislative authority by one central power” Dicey (2009) dalam
Kumorotomo (2010). Sistem kepegawaian yang ditunjuk oleh UU no 32 tahun
2004 menghendaki adanya manajemen kepegawaaian nasional dengan
menggunakan integrated system untuk menjaga persatuan dan kesatuan nasional
dan memangkas etnosentrisme pegawai daerah.
Sesuai dengan UU No 32 Tahun 2004, sistem kepegawaian yang dipakai
di Indonesia adalah menganut integrated system dimana dalam pasal 129
dinyatakan bahwa pemerintah melaksanakan pembinaan manajemen PNS Daerah,
26
yang meliputi penetapan formasi, pengadaan, pengangkatan, pemindahan,
pemberhentian, penetapan pension, gaji, tunjangan, kesejahteraan, hak dan
kewajiban, kedudukan hukum, pengembangan kompetensi dan pengendalian
jumlah (Kumorotomo, 2010:207).
1. 6. 4. 1 Proses Formasi
Sebelum melakukan perekrutan pegawai didahului proses Formasi
Pegawai. Menurut Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 yang dimaksud formasi
adalah jumlah dan susunan pangkat pegawai Negeri Sipil yang diperlukan oleh
suatu satuan organisasi negara untuk mampu melaksanakan tugas pokok untuk
jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh menteri yang bertanggung jawab
dalam bidang penerbitan dan penyempurnaan Aparatur Negara.
Tujuan penetapan formasi sesuai dengan PP Nomor 54 Tahun 2003 ada
beberapa tahapan dan persyaratan yaitu:
1. Dasar Penyusunan Formasi Pada umumnya dasar-dasar yang digunakan untuk menetapkan formasi suatu unit organisasi adalah:
a. Jenis pekerjaan, yaitu: Macam-macam pekerjaan yang harus dilakukan oleh suatu unit organisasi dalam melaksanakan tugas pokoknya, umpamanya pekerjaan mengetik, jaga malam, mengobati penyakit, dan lain-lain. Jenis- jenis pekerjaan yang ada dalam setiap departemen dan lembaga harus dikumpulkan, dikelompokkan, dan disusun secara sistematis, sehingga mudah dicari apabila diperlukan. Pada pokoknya, jenis-jenis pekerjaan itu dapat dikelompokkan ke dalam 2 (dua) kelompok, yaitu jenis-jenis pekerjaan yang bersifat umum dan jenis-jenis pekerjaan yang bersifat khusus. Jenis-jenis pekerjaan yang bersifat umum, yaitu jenis-jenis pekerjaan yang ada di setiap departemen dan lembaga seperti mengetik, urusan kepegawaian, urusan keuangan dan lain-lain. Jenis pekerjaan yang
27
bersifat khusus, yaitu jenis-jenis pekerjaan yang hanya ada pada departemen atau lembaga tertentu, seperti pekerjaan mengobati penyakit hanya ada pada lingkungan Departemen Kesehatan, memeriksa perkara hanya ada pada lingkungan kejaksaan dan pengadilan, dan lain-lain.
b. Sesudah jenis pekerjaan yang diketahui, maka harus pula diketahui sifat dari masing-masing pekerjaan itu. Dalam menentukan sifat pekerjaan dapat ditinjau dari beberapa sudut, umpamanya dari sudut waktu kerja, sudut pemusatan perhatian, sudut resiko pribadi yang mungkin timbul dalam melaksanakan pekerjaan, dan lain-lain.
c. Perkiraan beban kerja, yaitu frekuensi kegiatan rata-rata dari masing-masing jenis pekerjaan dalam jangka waktu tertentu. Pada umumnya beban kerja itu dapat dibagi dalam beban kerja yang dapat diukur, beban kerja yang sulit diukur, dan beban kerja yang tidak mungkin diukur.
d. Perkiraan kapasitas pegawai, yaitu perkiraan kemampuan rata-rata seorang pegawai untuk menyelesaikan suatu jenis pekerjaan dalam jangka waktu tertentu. Perkiraan kapasitas pegawai perlu diketahui untuk menentukan jumlah pegawai yang diperlukan untuk masing-masing jenis pekerjaan. Walaupun jenis pekerjaan sama, tetapi beban kerja dan perkiraan kapasitas pegawai berlainan pula jumlah pegawai yang diperlukan.
e. Kebijaksanaan pelaksanaan pekerjaan, yaitu kebijakan pelaksanaan pekerjaan apakah dilakukan sendiri ataupun diborongkan (outsourcing). Kebijaksanaan pelaksanaan pekerjaan untuk suatu jenis pekerjaan sangat besar pengaruhnya terhadap penentuan jumlah pegawai.
f. Jenjang dan jumlah jabatan dan pangkat yang tersedia dalam suatu organisasi mempunyai pengaruh dalam penyusunan formasi, karena piramida jabatan dan pangkat yang serasi adalah merupakan salah satu syarat mutlak untuk dipelihara oleh suatu organisasi yang baik. Sebagaimana diketahui, bahwa semakin tinggi suatu pangkat atau jabatan semakin terbatas jumlahnya, oleh sebab itu, makin terbatas pula jumlah Pegawai yang mungkin mencapai jabatan atau pangkat yang lebih tinggi itu.
g. Alat yang tersedia atau diperkirakan dalam melaksanakan tugas. Makin tinggi mutu peralatan dan tersedia dalam jumlah yang cukup, dapat mengakibatkan makin sedikit jumlah Pegawai yang diperlukan untuk mengerjakan suatu jenis pekerjaan tertentu. Tetapi makin menghendaki kualitas yang makin tinggi.
2. Sistem Penyusunan Formasi Dalam penyusunan formasi, pada umumnya ada 2 (dua) sistem yang biasanya digunakan yaitu:
a. Sistem sama yakni sistem yang menentukan jumlah dan kualitas yang sama baik semua unit organisasi yang sama, dengan tidak memerhatikan besar kecilnya beban kerja. Sistem ini biasanya digunakan pada organisasi yang sudah distandarisasikan.
28
b. Sistem ruang lingkup yakni suatu sistem yang menentukan jumlah dan kualitas berdasarkan jenis, sifat, dan beban kerja yang dipikulkan pada unit organisasi itu. Menurut sistem ini, walaupun tingkat satuan organisasi sama, tetapi kalau beban kerjanya berlainan, maka berlainan pula jumlah pegawai yang ditentukan bagi masing-masing unit organisasi itu.
3. Analisis Kebutuhan Pegawai Untuk dapat menyusun formasi yang tepat, maka harus disusun lebih dahulu “analisis kebutuhan pegawai”. Analisis kebutuhan pegawai adalah suatu proses menganalisis secara logis dan teratur untuk dapat mengetahui jumlah dan kualitas pegawai yang diperlukan oleh suatu unit organisasi agar mampu melaksanakan tugasnya serta berdaya guna, berhasil guna, dan berkelangsungan. Tujuan dari analisis kebutuhan pegawai adalah sebagai salah satu usaha agar setiap pegawai yang ada pada setiap unit organisasi mempunyai pekerjaan. Salah satu alat untuk membuat analisis kebutuhan Pegawai adalah adanya uraian jabatan (job description) yang tersusun rapi. Dengan adanya uraian jabatan, maka dapatlah diketahui jenis jabatan, ruang lingkup tugas yang dapat dilaksanakan, sifat pekerjaan, syarat-syarat pejabat, dan dapat pula diketahui perkiraan kapasitas pegawai dalam jangka waktu tertentu.
4. Anggaran Belanja Negara yang Tersedia Anggaran Belanja yang dapat disediakan oleh negara sangat menentukan pelaksanaan pemenuhan formasi. Karena, walaupun formasi telah disusun secara tepat berdasarkan norma-norma yang rasional, tetapi akhirnya tetaplah anggaran belanja yang dapat disediakan negara yang menetukan, apakah formasi yang telah disusun itu dapat terpenuhi atau tidak.
1. 6. 4. 2 Proses Pengadaan Tenaga Honorer
Setelah melalui formasi, maka tahapan selanjutnya adalah hasil dari
formasi tersebut dijadikan dasar untuk melakukan pengadaan atau tenaga
honorer. Pengadaan tenaga honorer adalah proses kegiatan untuk mengisi formasi
yang lowong. Lowongan formasi dalam suatu satuan organisasi Negara pada
umumnya disebabkan oleh 2 (dua) yaitu, adanya tenaga honorer yang berhenti
atau adanya perluasan organisasi Karena pengadaan Pegawai Negeri Sipil ini
adalah untuk keperluan, baik dalam arti jumlah, maupun dalam arti mutu.
29
Kebijakan pengadaan PNS ini diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 98 tahun
2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri sipil.
Pengadaan pegawai dilakukan mulai dari perencanaan, pengumuman,
pelamaran, penyaringan sampai pada pengangkatan tenaga honorer. Secara
prinsip, pengadaan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan organisasi dan lebih
mengutamakan kualitas daripada kuantitas. Pendekatan pegawai menggunakan
pendekatan zero growth dimana pengadaan pegawai didasarkan untuk
mengantikan pegawai yang pensiun. Jadi, pengadaan pegawai/tidak mesti
dilakukan tiap tahun.
Proses pengadaan pada dasarnya meliputi kegiatan-kegiatan:
1. Pengidentifikasian kebutuhan untuk melakukan pengadaan;
2. Mengindentifikasi persyaratan kerja;
3. Menetapkan sumber-sumber kandidat;
4. Menyeleksi kandidat;
5. Memberitahukan hasilnya kepada para kandidat;
6. Menunjuk kandidat yang lolos seleksi
Instansi yang menetapkan jumlah pegawai yang direkrut, yaitu Badan
Kepegawaian Negara dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
(Menpan) karena terkait dengan anggaran yang masih menanggung semua gaji
PNS. Sedangkan instansi yang berwenang melakukan rekrutmen pada pemerintah
pusat adalah biro/bagian kepegawaian dari masing-masing instansi, sedang di
30
daerah yang bertanggung jawab adalah Badan Kepegawaian Derah (BKD).
Adapun beberapa aturan dalam proses pengadaan Pegawai Negeri Sipil antara
lain:
1. Persyaratan Syarat yang harus dipenuhi oleh setiap pelamar untuk menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan UU No 32 tahun 2004, yaitu:
a. Warga Negara Indonesia; b. Pada saat diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil, berusia
sekurang-kurangnya 18 tahun dan setingi-tinginya 35 tahun; c. Tidak pernah dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan
pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena melakukan suatu tindak pidana kejahatan. Dalam ketentuan ini, tidak termasuk bagi mereka yang dijatuhi hukuman percobaan;
d. Tidak pernah diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil atau diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai swasta;
e. Tidak berkedudukan sebagai Calon/Pegawai Negeri: f. Mempunyai pendidikan, kecakapan, keahlian, dan keterampilan
yang diperlukan; Berkelakuan baik; g. Sehat jasmani dan rohani; h. Bersedia ditempatkan diseluruh wilayah Republik Indonesia atau
negara lain yang ditentukan oleh pemerintah; dan i. Syarat lain yang ditentukan dalam persyaratan jabatan.
2. Pengumuman Setiap pengadaan Pegawai Negeri Sipil harus diumumkan seluas-luasnya melalui media masa yang tersedia dan/atau bentuk lain yang mungkin digunakan agar diketahui oleh umum. Dengan pengumuman tersebut, di samping untuk memberikan kesempatan yang luas kepada Warga Negara Indonesia, juga lebih memungkinkan bagi Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah untuk mencari Calon Pegawai Negeri Sipil yang cakap dalam menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya. Pengumuman penerimaan pegawai harus sudah dilakukan selambat-lambatnya 15 hari sebelum penerimaan lamaran. Dalam pengumuman dicantumkan antara lain:
a. Jumlah dan jenis jabatan yang lowong; b. Kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan; c. Syarat yang harus dipenuhi oleh pelamar; d. Alamat dan tempat lamaran ditujukan; e. Batas waktu pengajuan surat lamaran; f. Waktu dan tempat seleksi; dan Lain-lain yang dianggap perlu.
3. Pelamaran Surat lamaran ditulis tangan sendiri. Surat lamaran ditujukan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian yang bersangkutan dengan melampirkan:
a. Fotokopi STTB/Ijazah yang disahkan pejabat yang berwenang.
31
b. Kartu tanda pencari kerja dari Departemen/ Dinas Tenaga Kerja setempat.
c. Pas foto menurut ukuran dan jumlah yang ditentukan. 4. Penyaringan
Penyaringan pelamar dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu pemeriksaan administratif dan ujian penyaringan dalam pemeriksaan administratif, surat lamaran yang diterima diperiksa dan diteliti apakah sesuai dengan persyaratan yang diperlukan. Pemeriksaan surat lamaran secara fungsional oleh pejabat yang diserahi tugas urusan kepegawaian. Surat lamaran yang tidak memenuhi syarat administratif dikembalikan dan disebutkan alasan pengembaliannya. Surat lamaran yang memenuhi mengikuti ujian penyaringan. Pada umumnya materi ujian penyaringan terdiri dari:
a. Pemeriksaan/tes administrasi untuk mencocokkan pelamar data pelamar dengan formasi yang ada;
b. Tes kompetensi/ akademik. Lingkup materi tes kompetensi disesuaikan dengan tingkat kepentingannya oleh Tim Psikologis;
c. Tes kesehatan dilaksanakan oleh Tim Kesehatan yang ditunjuk; dan
d. Tes wawancara. Adapun materi tes seleksi meliputi:
a. Tes pengetahuan umum; materi tes yang diberikan meliputi: Bahasa Indonesia, falsafah/idiologi Negara, Garis-garis Besar Haluan Negara, Tata Negara Indonesia, Sejarah Indonesia, Kebijaksanaan Pemerintah.
b. Bahasa Inggris; c. Tes Pengetahuan Akademik; d. Psikotes; dan e. Wawancara.
5. Pengumuman Pelamar yang Diterima Pejabat Pembina Kepegawaian menetapkan pelamar yang diterima berdasarkan jumlah lowongan dan kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan. Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat lain yang ditunjuk mengumumkan nomor peserta ujian yang diterima melalui media masa atau dalam bentuk lainnya. Di samping pengumuman melalui media masa, kepada pelamar yang diterima disampaikan pemberitahuan secara tertulis melalui surat tercatat. Dalam pengumuman dan surat pemberitahuan tersebut diberitahukan kapan, kepada pejabat mana, dan batas waktu untuk melapor. Batas waktu melapor sekurang-kurangnya 14 hari kerja terhitung mulai tanggal dikirimkan surat pemberitahuan tersebut. Apabila pelamar yang dipanggil sampai batas waktu yang ditentukan tidak melapor, maka dianggap mengundurkan diri. Pelamar yang ditetapkan diterima wajib melengkapi dan menyerahkan kelengkapan administrasi kepada Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat lain yang ditunjuk, yaitu:
a. Foto copy ijazah/STTB yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang.
b. Daftar riwayat hidup sesuai ketentuan yang belaku. c. Pasfoto ukuran 3x4 cm sesuai kebutuhan. d. Surat keterangan catatan kriminal/berkelakuan baik dari Polri.
32
e. Surat keterangan sehat rohani dan jasmani serta tidak mengkonsumsi/menggunakan narkotika, psikotropika, prekursor, dan zat adiktif lainnya dari dokter.
f. Asli kartu pencari kerja dari Dinas Tenaga Kerja. g. Surat pernyataan tentang:
1) Tidak pernah dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukumyang tetap, karena melakukan suatu tindak pidana kejahatan;
2) Tidak pernah diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri atau diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai swasta;
3) Tidak berkedudukan sebagai Calon/ Pegawai Negeri; 4) Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Republik Indonesia
atau negara lain yang ditentukan oleh Pemerintah; 5) Tidak menjadi anggota/pengurus partai politik.
Catatan: Bagi yang sebelumnya telah menjadi pengurus dan I atau anggota partai politik harus melampirkan surat pernyataan telah melepaskan keanggotaan dan/atau kepengurusan dari partai politik yang diketahui oleh pengurus partai politik yang bersangkutan.
h. Foto copy sah surat keterangan dan bukti pengalaman kerja bagi yang telah mempunyai pengalaman bekerja.
Khusus bagi yang pada saat diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil berusia lebih dari 35 (tiga puluh lima) tahun dan tidak lebih dari 40 (empat puluh) tahun, harus melampirkan surat keputusan pengangkatan dan surat keterangan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan masih melaksanakan tugasnya pada instansi pemerintah.
1. 7 Definisi Konsep
Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan
secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat
perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 2006: 33), sehingga dengan konsep maka
peneliti akan bisa memahami unsur-unsur yang ada dalam penelitian baik
variabel, indikator, parameter maupun skala pengukuran yang dikehendaki di
33
dalam penelitian. Oleh sebab itu, untuk lebih memperjelas pemahaman dalam
tulisan ini yang menjadi definisi konsep dalam tulisan ini adalah :
1. Akuntabilitas adalah kewajiban untuk menyampaikan
pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan
tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan kolektif suatu organisasi
kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta
keterangan atau pertanggungjawaban.
2. Rekrutmen merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan secara
terencana, guna memperoleh calon-calon pegawai yang memenuhi syarat-
syarat yang dituntut oleh suatu jabatan tertentu, yang dibutuhkan suatu
organisasi yang dilaksanakan dengan pengimplementasian prinsip-prinsip
akuntabilitas didalamnya sehingga bisa dipertanggungjawabkan kepada
tingkat pemerintahan yang lebih tinggi maupun kepada masyarakat yang
dilaksanakan setelah keluarnya Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2005.
3. Tenaga honorer dalam penelitian ini adalah tenaga kesehatan yang
berstatus honor daerah pada Unit Pelayanan Kesehatan Pemerintah Kota
Medan. Seseorang yang diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau
pejabat lain dalam pemerintahan untuk melaksanakan tugas tertentu pada
instansi kesehatan pemerintah atau yang penghasilannya menjadi beban
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah.
4. Akuntabilitas rekrutmen honorer yang dimaksut untuk diteliti adalah
bagaimana kesesuaian pelaksanaan perekrutan tenaga honorer oleh Dinas
34
Kesehatan Pemerintah Kota Medan dengan peraturan yang ada yakni
Peraturan Pemerintah no. 48 tahun 2005.
35
1. 7 Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan
Bab ini memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, fokus
masalah, kerangka teori, defenisi konsep dan sistematika penulisan.
BAB II Metodologi Penelitian
Bab ini memuat metode penelitian yaitu metode penelitian
deskriptif dengan pendekatan kualitatif, teknik pengumpulan data
dan teknik analisis data.
BAB III Deskripsi Lokasi Penelitian
Bab ini menguraikan tentang gambaran dan karakteristik lokasi
penelitian.
BAB IV Penyajian data
Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan
dokumentasi yang akan dianalisis.
BAB V Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari analisa data yang didapat
dari hasil penelitian lapangan dan dokumentasi.