Post on 13-Dec-2014
BAB 3
Sifat-Sifat Volumetrik Cairan Murni
Sifat-sifat termodinamis seperti energi internal dan entalpi, yang menghitung panas dan pekerjaan
dari persyaratan proses industri, seringkali dievaluasi dari data volumetrik. Terlebih lagi, hubungan
antara tekanan/volume/suhu (PVT) sendiri penting untuk tujuan tersebut karena pengukuran cairan
dan pengukuran bejana atau saluran pipa. Oleh karena itu kita akan terlebih dahulu menjelaskan
sifat umum dari perilaku PVT dari cairan murni. Di sana terdapat perlakuan dari gas ideal, model
realistik sederhana dari perilaku cairan. Persamaan keadaan kemudian akan diperoleh, karena
memberikan dasar untuk keterangan kuantitatif dari cairan nyata. Akhirnya, korelasi umum
ditampilkan yang mengizinkan prediksi dari perilaku PVT dari cairan untuk data eksperimental yang
kurang.
3.1 PERILAKU PVT DARI SUBSTANSI MURNI
Pengukuran dari tekanan uap dari substansi murni, baik yang padat maupun cair, akan membawa ke
kurva tekanan vs suhu seperti yang ditampilkan dengan garis 1-2 dan 2-C dalam Gabr 3.1. Garis
ketiga (2-3) menunjukkan hunbungan equilibrium padat/cair. Tiga garis menampilkan kondisi P dan T
di mana dua fase dapat menja saling mendukung dan merupakan batas untuk daerah fase tunggal.
Baris 1-2, kurva sublimasi, memisahkan daerah solid dan gas; garis 2-3, kurva fusi, memisahkkan
daerah padat dan cair, baris 2-C, kurva vaporasi, meminsahkan daerah cairan dan gas. Ketiga garis
tersebut bertemu di poin triple, di mana ketiga fase saling mendukung dalam equilibrium. Sesuai
dengan aturan fase, Eq (2.7), poin tripel invarian (F=0). Apabila sistem ada bersama dengan dua garis
fase dari gambar 3.1, maka menjadi univarian (F=1), yang mana dalam daerah fase tunggal menjadi
divarian (F=2).
Kurva penguapan 2-C menghiang pada poin C, poin yang penting. Koordinat dari poin ini merupakan
tekanan kritis Pc dan Suhu kritis Tc, tekanan tertinggi dan suhu tertinggi di mana jenis bahan kimia
murni dapat bertahan dalam equilibrium uap/cair.
Cairan homogen biasa diklasifikasikan sebagai cairan atau gas. Akan tetapi perbedaan tidak
selalu digambar dengan baik, karena dua fase menjadi tidak dapat dibedakan pada poin kritis. Jalur
seperti yang ditampilkan dalam gbr 3.1 dari A ke B berasal dari daerah cairan ke daerah gas tanpa
melewati batas fase. Transisi dari cairan ke gas terjadi secara bertahap. Di sisi lain, jalur yang
melewati batas fase 2-C termasuk langkah vaporisasi, di mana perubahan yang mendadak dari cairan
menjadi gas terjadi.
Area yang berada pada suhu dan tekanan yang lebih besar dari Tc dan Pc ditandai dengan
garis putus-putus dalam gambar 3.1, yang tidak mewakili batas fase, akan tetapi lebih merupakan
batas yang ditetapkan berdasarkan arti diperolehnya kata cair dan gas. Sebuah fase pad aumumnya
dianggap cair apabila hasil penguapan dari reduksi tekanan pada suhu konstan. Fase dianggap gas
apabila hasil kondensasi dari reduksi suhu pada tekanan konstan. Karena kedua proses tersebut
tidak terjadi di area melebihi agaurs piutus-putus, maka ini disebut daerah cairan.
Daerah gas terkadang dibagi menjadi dua bagian, seperit yang ditunjukkan dengan garis
vertikal titik-titik dari Gambar 3.1. Sebuah gas di sis kiri garis, yang dapat dikondensasikan baik
dengan kompresi pada suhu konstan atau dengan mendinginkan pada suhu konstan, disebut sebagai
uap. Daerah di sebelah kanan garis di mana T.Tc, termasuk daerah cairan, dianggap sebagai
superkritis.
Gbr 3.1
Diagram PV
Gambar 3.1 tidak menyediakan informasi apa pun mengenai volume, gambar hanya menampilkan
batasan fase pada diagram PT. Di diagram PV [Gbr 3.2 9a)] batasa tersebut menjadi area, yakni
daerah di mana dua fase, padt/cair, padat/uap, dan cair/uap, saling ada dalam ekuilibrium. Untuk T
dan P yang ditentukan, jumlah relatif dari fase-fase tersebut menentukan volume molar (atau
khusus). Poin tripel dari Gbr 3.1 di sini menjadi garis horisontal, di mana tiga fase saling ada dalam
suhu dan tekanan tunggal.
Gambar 3.2 (b) menunjukkan daerah cairan, cairan/uap, dan uap dari diagram PV dengan
empat isoterma yang dilapiskan. Isoterma pada Gambar 3.1 merupakan garis yang vertikal, dan pada
suhu yang lebih besar dai Tc tidak melewati batasan fase. Pada gambar 3.2 (b) isoterma dilabeli
dengan T.Tc akan lancar.Gambar 3.2
Garis yang dilabeli dengan T1 dan T2 adalah untuk suhu sibkritikal, dan terdiri dari tiga segmen.
Segmen horisontal dari setiap isoterma mewakili semua campuran yang memungkinkan dari cairan
dan uap dalam equilibrium, yang berkisar dari 100% cairan di sisi paling kiri hingga 100% uap di
separuuh kiri dan akhir. Lokus dari poin akhir ini merupakan kurva bentuk kubah yang dilabeli
dengan BCD. Separuh kiri dari (dari B ke C) yang mewakili cairan fase tunggal (jenuh) pada suhu
penguapan (perebusan), dan separuh kanan (dari C ke D), uap fase tunggal (jenuh) pada suhu
kondensasi. Porsi horisontal dari sebuah isoterma berada pada kejenuhan tertentu atau tekanan
uap, diberikan pada poin pada Gbr 3.1 di mana isoterma melewati kurva penguapan.
Dua fase daerah cairan/uap berada di bawah kurva BCD, di mana daerah cairan sub-dingin dan uap
super panas berada di kiri dan kanan secara berurutan. Cairan sub dingin ada pada suhu di bawan
dan uap super panas pada suhu atas titik rebus untuk tekanan yang diberikan. Isoterma dalam
daerah cairan sub dingin sangat curam, karena volume berubah sedikit dengan perubahasa yang
besar dalam tekanan.
Segmen horisontal dari isoterma dalam daerah dua fase menjadi semakin pendek pada suhu yang
lebih tinggi, menjadi semakin berkurang pada poin C. Sehingga, isoterma kritis, yang dilabeli dengan
Tc, menunjukkan infleksi horisontal pada poin kritis C di puncak kubah. ID sini fase cairan dan uap
tidak dapat dibedakan satu sama lain, karena sifatnya sama.
Perilaku Kritis
Pengetahuan mengenai sifat-sifat dari poin kritis diperolehd ari penjelasan dari perubahan yang
terjadi saat substansi murni dipanaskan dalam tabung yang atasnya ditutup dari volume konstan.
Garis vertikal titik-titik dalam gambar 3.2 (b) menunjukkan proses tersebut. Sifat-sifat tersebut juga
dapat dilacak pada diagram PT dari gambar 3.3 di mana garis padat merupakan kurva caporisasi (Gbr
3.1), dan garis putus-putus merupakan jalur volume konstandalam daerah fase tunggal. Apabila
tabung diisi dengan cairan atau gas, prosedur proses pemanasan berubah yang berada pada
sepanjang garis putus-putus, misalnya dengan perubahan dari E ke F (cairan sub dingin) dan dengan
perubahan dari G ke H (uap super panas). Garis vertikal yang berkaitan dalam Gbr 3.2 (b) berada di
sebelah kiri dan kanan BCD.
Gbr 3.3: Diagram PT untuk cairan murni menunjukkan kurva tekanan uap dan garis volume konstan
daalam daerah fase tunggal.
Apabila tabung hanya diisi dengan cairan (sisa uap dalam equilibrium dengan cairan), pemanasan
pada pertama kali menyebabkan perubahan dijelaskan olhe kurva tekana uap (garis lurus) dari Gbr
3.3. Untuk proses yang ditunjukkan pada garis J Q pada gambar 3.2 (b) , menisku: dimulai di dekat
puncak tabung 9poin J) dan cairan meluas setelah pemanasan hinggga sepenuhnya mengisi tabung
(poin Q), dalam gambar 3.3 proses melacak jalur dari (J,k) ke Q dan dengan pemanasan lebih lanjut
mulai dari kurva tekanan uap sepanjang garis volume kolar konstan V 1/2
Proses ditunjukkan dengan garis KN pada gambar 3.2 (b) mulai dengan tingkat meniskus yang rendah
di dalam tabung (poin K); pemanasan menyebabkan cairan menguap dan meniskus menurun ke
bagian bawa tabung (pon N). Di gbr 3.3 proses melacak jalur dari (J,K) ke N. Dengan pemanasan lebih
lanjut jalur berlanjut sepanjang garis volume molar konstan V v/2.
Untuk pengisian unik dari tabung, dengan tngkat meniskus langsung, proses pemanasan mengikuti
garis vertikal dalam Gbr 3.2 (b) yang leweati titik kritis C. Secara fisik, pemanasan tidak
menghasilkan banyak perubahan dalam tingkat meniskus. Karena poin kritis telah didekati, makan
meniskus menjadi tidak berbeda, kemudian menjadi kabur dan akhirnya menghilang. Pada gambar
3.3 jalur terlebih daulu mengikuti kurva tekanan uap, mulai dari poin (J,K) ke poin kritis C, di mana
jalur mamsuki area cairan fase tunggal dan mengikuti Vc, garis volume molar konstan yang setara
dengan volume kirtis cairan.
Area Fase Tunggal
Untuk area dengan diagram di mana terdapat fase tunggal, Gbr 3.2 (b) menunjukkan hubungan P, V,
dan T yang dapat ditunjukkan dengan persmaan fungsional:
F (P,V,T) = 0
Hal ini berarti bahwa persamaan keadaan yang ada berkaitan dengan tekanan, molar atau volume
spesifik, dan suhu untuk cairan homogen murni apa pun dalam keadaan equilibrium. Persamaan
paling sederhana dari keadaan adalah untuk sebuah gas, PV = RT, sebuah hubungan yang memiliki
validitas yang tepat untuk area gas tekanan rendah dari Gambar 3.2 (b), dan yang didiskusikan dalam
rincian dalam Bagian 3.3.
Sebuah persamaan keadaan dapat dipecahkan untuk salah satu dari tiga kuantitas P, V, T
sebagai satu fungsi dari dua yang lain. Misalnya, apabila V dianggap sebagai fungsi dari T dan P,
maka V = V (T,P) dan
Derivatif sebagian dalam persamaan ini memiliki arti fisik tetap, dan dihubungkan dengan dua sifat,
umumnya ditabulasi untuk cairan dan ditetapkan sebagai berikut:
Penyebaran volume :
Kompresibilitas isotermal :
Kombinasi dari Persamaan (3.1) melalui (3.3) memberikan persamaan:
(3.4)
Isoterma untuk fase cairan di sisi kiri dalam Gambar 3.2 (b) sangat curam dan berjarak dekat.
Sehingga baik (θV/θT)p dan (θV/θP)T sehingga baik β dan κ menjadi kecil. Perilaku karakteristik dari
cairan ini menyarankan idealisasi, biasanya digunakan dalam mekanisme cairan dan diketahui
sebagai cairan yang tidak dapat dikompresi, akan tetapi idealisasi menjadi bermanfaat, karena
seringkali menyediakan model realistik yang mencukupi dari perilaku cairan untuk tujuan praktis.
Tidak terdapat persamaan keadaan PVT dari untuk sebuah cairan yang tidak dapat dikompresi,
karena V tidak tergantung pada T dan P.
Untuk cairan, β hampir selalu positif (cairan air antara 0°C hingga 4°C merupakan pengecualian) dan
κ menjadi secara tidak langsung positif. Dalam kondisi yang tidak dekat dengan poin kritis, β dan κ
merupakan fungsi lemah dari suhu dan tekanan. Sehingga untuk perubahan kecil dalam T dan P
kesalahan kecil diperkenalkan apabila dianggap konstan. Integrasi dari Persamaan (3.4) kemudian
dihasilkan:
(3.5)
Ini merupakan perkiraan yang lebih bebas dari asumsi cairan yang tidak dapat dikompresi.
3.2 PERSAMAAN KEADAAN VIRIAL
Gambar 3.2 menunjukkan kompleksitas dari perilaku PVT substansi murni dan menyarankan
kesulitan dari keterangannya dengan sebuah persamaan. Akan tetapi, untuk area gas saja
persamaan sederhana saja seringkali sudah cukup. Bersamaan dengan isoterma fase uap seperti T1
dalam Gbr 3.2(b), V menurun saat P naik. Produk PV untuk sebuah gas atau uap harus mendekati
konstan dari salah satu anggotanya, sehingga menjadi lebih mudah diwakili. Misalnya, PV bersamaan
dengan isoterma dapat diekspresikan sebagai fungsi P dari rangkaian daya:
PV = a + bP + cP2 + ...
If b ≡ a B’, c ≡ aC’, etc., then,
PV = a (1 + B’P + C’P2 + D’P3 + ...)
(3.6)
Di mana a, B1, C1, dlll merupakan konstan untuk suhu yang diberikan dan jenis bahan kimia yang
diberikan.
Pada prinsipnya, sisi kanan persamaan (3.6) merupakan rangkaian tidak terbatas. Akan tetapi, dalam
praktiknya sejumlah angka terbatas dari beberapa periode juga digunakan. Pada kenyataannya, data
PVT menunjukkan bahwa pemotongan tekanan rendah setelah dua periode biasa memberikan hasil
yang memuaskan.
Suhu Gas Ideal; Konstanta Gas Universal
Parameter B1, C1, dalam persamaan Eq (3.6) meruapakn persamaan yang membutuhkan jenis dan
fungsi suhu, akan tetapi parameter a adalah fungsi yang sala dari suhu semua jenis. Hal ini
ditunjukkan secara eksperimental dengan pengukuran data volumetrik sebagai fungsi dari P untuk
berbagai macam gas pada suhu konstan. Gambar 3.4 misanya, merupakan alur dari PV vs P untuk
empat gas pada suhu poin tripel dari air. Nilai yang membatasi PV sebagai P 0 sama untuk semua
gas. Dalam batas ini (didenotasi dengan tanda bintang), Persamaan 3.6 menjadi:
(PV)* = a = f (T)
Ini merupakan sifat gas yang membuatnya berharga dalam termometri, karena membatasi nilai
digunakan untuk menetapkan skala suhu yang bebas dari gas yang digunakan sebagai cairan
termometrik. Hubungan fungsional f (T) dan skala kuantitatif harus ditetapkan; kedua langkah
tersebut sepenuhnya berubah-ubah. Prosedur paling sederhana, dan yang diadaptasi secara
internasional adalah:
*Mebuat (PV)* secara langsung proporsional dengan T, dengan R sebagai konstanta
proporsionalitas:
(PV)* = a = RT (3.7)
*Menetapkan nilai 273.16K ke suhu dari poin tripel air (didenotasikan dengan tulisan di bawah garis
t):
(PV)*t = R x 273.16 K (3.8)
Divisi Persamaan (3.7) berdasarkan persamaan (3.8) memberikan:
Persamaan (3.9) menetapkan skala suhu Kelbin melalui kisaran suhu untuk nilai (PV)* yang mana
yang dapat diakses secara eksperimental.
Keadaan sebuah gas pada kondisi yang terbatas di maan P 0 membutukan beberapa
diskusi. Molekul yang membuat gas menjadi semakin luas terpisah saat tekanan menurun, dan
volume molekul sendiri menjadi fraksi lebih kecil dari volume total yang dipakai gas.. Telebih lagi,
gaya traik antara molekul menjadi semakin kecil karena jarak yang bertambah antara mereka (bag
16.1). Dalam batasannya, saat tekanan mencapai nol, molekul dipisah oleh jarak tak terbtas.
Volumen menjadi tidak dapat dibandingkan dengan total volume gas dan gaya intermolekuler
mancapai nol. Pada kondisi saat ini semua gas dianggap ideal dan skala suhu ditetapkan oleh
Persamaan (3.9) diketahui sebagai skala suhu gas ideal. Konstanta proporsionalitas R dalam
Persamaan (3.7) disebut dengan konstnnta gas universal. Nilai numerik ditentukan dengan alat
persamaan (3.8) dari data PVT eksperimental :
R =
Karena data PVT dalam kenyataannnya tidak dapat diambil pada tekanan nol, data yang diambil
pada tekanan terbatas diekstrapolasi ke keadaan tekanan nol. Ditentukan seperti yang ditunjukkan
pada Gbr 3.4, nilai yang dapat diterima dari (PV)* t adalah 22,711.8 cm3 bar mol -1, membawa ke
nilai berikut dari R:
, membawa ke nilai berikut dari R:
R =
Melalui penggunaan faktor konvensi, R dapat ditunjukkan dalam berbagai unit. Biasanya nilai yang
digunakan diberikan pada Table A.2 dari Aplikasi A.
Dua Bentuk dari Persamaan Virial
Sifat termodinamis tambahan ditentukan dengan persamaan :
(3.10)
Rasio tanpa dimensi disebut dengan faktor kompresibilitas. Dengan definisi ini dan dengan a = RT
[Persamaaan 3.7], maka Persamaan (3.6) menjadi :
(3.11)
Sebuah ekspresi alternatif untuk Z juga umumnya digunakan :
(3.12)
Kedua persamaan tersebut diketahui sebagai ekspansi virial, dan parameter B1 C1 D1 dll, dan B, C, D,
dll disebut sebagai koefisien virial. Parameter B1 dan B adalah koefisien virial kedua; C dan C adalah
koefisien virial ketiga, dll. Untuk gas yang diberikan koefisien virial merupakan fungsi suhu saja.
Dua set koefisien dalam Persamaan (3.11) dan (3.12) berkaitan seperti yang berikut ini:
Derivasi dari hubungan tersebut terlebih dahulu membutuhkan eliminasi P di kanan Persamaan
(3.11). Sebuah ekspresi untuk P muncul dari Persamaan (3.12) dengan Z diganti oleh PV/RT.
Persamaan yang dihasilkan merupakan rangkaian gaya dalam I/V yang dibandingkan istilah demi
istilah dengan Persamann (3.12) untuk memberikan persamaan yang berkaitan denagan dua set
koefisien virial. Koefisien menahan tepatnya hanya untuk dua ekspansi virial sebagai rangkaian tak
terbatas, akan tetapi perkiraan yang dapat diterima untuk bentuk yang di[otong yang diperlakukan
di Bag. 3.4.
Banyak persamaan keadaan lainnya telah diusulkan untuk gas, akan tetapi persamaan virial
merupakan satu-satunya yang memiliki basis tegas dalam teori. Metode mekanis statistik
mengizinkan derivasi dari persamaan virial dan memberikan signifikansi fisik ke koefisien virial. Oleh
karena itu, ekspansi dalam I/V, istilah B/V muncul dalam hubungannya dengan lateraksi antara
pasangan molekul (Bagian 16.2); istilah C/V2 , dalam hubungannya dengan interaksi tiga tubuh, dll.
Karena interaksi dua tubuh jauh lebih umum daripada interaksi empat tubuh, dan interaksi tiga
tubuh jauh lebih banyak dariipada interaksi empat tubuh, dll, maka kontribusi ke Z dari periode
urutan tertinggi yang berhasil menurun drastis.
3.3 GAS IDEAL
Karena istlah B/V, C/V2 dll, dari ekspansi virial [persamaan (3.12)] muncul sehubungan dengan
interaksi molekular, koefisien virial B, C, dll, akan menjadi nol apabila tidak ada interaksi yang ada.
Ekspansi virial maka akan dikurangi menjadi :
Z = 1 atau PV = RT
Untuk gas nyata, interaksi molekuler jelas ada, dan menggunakan pengaruh pada perilaku
yang damati dari gas. Karena tekanan dari gas nyata berkurang pada suhu konstan, V bertambah dan
kontribusi dari istilah B/V. C/V2, dll, menurun. Untuk tekanan yang mendekati nol, Z mendekati
kesatuan, bukan karena adanya perubahan dalam koefisisen virial, akan tetapi karena V menjadi
tidak terbatas. Sehingga batas sebagai tekanan mencapai nol, persamaan keadaan mengasumsikan
bentuk sederhana yang sama seperti kasus hipotesis dari B = C = ......... = 0; i.e
Z = 1 atau PV = RT
Kita tahu dari aturan fase bahwa energi internal dari gas nyata merupakan fungsi dari tekanan sama
seerti suhu. Ketergantungan tekanan ini merupakan hasil dari gaya antara molekul. Apabila gaya
tersebut tidak ada, tidak akan ada energo yang diperlukan untuk mengubah jark intermolekuler
rata-rata sehingga tidak ada energi yang akan diperlukan unuk mengubah perubahan tekanan rata-
rata dalam sebuah gas pada suhu konstan. Kami menyimpulkan bahwa dalam tidak adanya interaksi
molekuler, energi internal dari gas tergantung pada suhu saja. Pertimbangan perilaku dari gas
hipotetis di mana tidak ada gaya intermolekuler yang keluar dan dari gas nyata dalam batas tekanan
mendekati nol membawa pada definisi gas ideal seperti yang memiliki perilaku makroskopis
dikarakteristikkan berdasarkan:
Persamaan Keadaan (3.13)
Energi internal yang merupakan fungsi suhu saja (3.14)
Hubungan Sifat yang Diterapkan untuk Gas Ideal
Definis dari kapasitas panas pada volume konstan, Persamaan (2.16), membawa pada gas ideal ke
kesimpulan bahwa Cv merupakan fungsi suhu saja:
(3.15)
Persamaan yang menjelaskan entalpi, Persamaan (2.11), berlaku pada gas ideal, membawa pada
konklusi bahwa H juga merupakan fungsi suhu saja
(3.16)
Kapasitas panas pada tekanan konstan Cp, didefiniskan berdasarkan Persamaan (2.20), seperti Cv,
merupakan fungsi dari suhu saja
(3.17)
Hubungan yang bermanfaan antara Cp dan Cv untuk gas ideal datang dari diferensiasi dari
Persamaan (3.16)
(3.18)
Persamaan ini tidak menunjukkan bahwa Cp dan Cv konstan untuk gas ideal, akan tetapi
persamaan tersebut bervariasi sedemikian rupa sehingga perbedaannya sama dengan R.
Untuk perubahan keadaan dari gas ideal, Persamaan (3.15) dapat ditulis
Gambar 3.5
Karena kedua energi internal dan Cv dari gas ideal merupakan fungsi dari suhu saja, ΔU
untuk gas ideal selalu diberikan oleh Pers (3.19b), tanpa menganggap jenis proses yang
menyebabkan perubahan. Hal ini ditunjukkan dalam Gbr 3.5 yang menunjukkan grafik energi
internal sebagai sebuah fungsi volume moral dengan suhu sebagai parameternya. Karena U tidak
bergantung pada V, maka plot U vs V pada suhu konstan adalah garis horisontal. Dua garis tersebut
ditampilkan dalam Gbr 3.5, sat untuk suhu Ti dan satu untuk suhu yang lebih tinggi Tz. Garis putus-
putus menghubungkan poin a dan b mewakili proses volume konstan di mana suhu meningkat dari
T1 ke T2, dan energi internal berubah dari ΔU = U2 – U1. Perubahan dalam energi internal ini
diberikan berdasarkan Persamaan (3.19) sebagai ΔU = { Cv dT. Garis putus-putus yang
menghubungkan titik a dan c dan titik a dan d mewakili proses lain yang tidak terjadi pada volume
konstan akan tetapi juga dihasilkan dari suhu awal T1 ke suhu akhir T2. Grafik menunjukkan bahwa
perubahan dalam U untuk proses tersebut sama untuk proses volume konstan, sehingga diberikan
berdasarkan persamaan yang serupa, yakni ΔU = { Cv dT. Akan tetapi ΔU tidak sama dengan Q untuk
proses ini, karena Q tidak hanya tergantung pada T1 dan T2 akan tetapi juga pada jalur proses.
Diskusi analog seluruhnya yang berlaku pada entalpi H dari gas ideal. (lihat bagian 2.16)
Gas ideal merupakan model cairan yang dijelaskan berdasarkan relasi sifat, yang seringkali
merupakan perkiraan yang baik saat diterapkan pada gas sebenarnya. Dalam kalkulasi proses, gas
pada tekanan naik hingga beberapa baris seringkali dianggap ideal, dan maka persamaan sederhana
akan berlaku.
Persamaan untuk proses perhitungan : Gas Ideal
Untuk gas ideal dalam proses sistem tertutup secara mekanis, Persamaan (2.6) ditulis untuk masa
unit atau mole, dapat digabungkan dengan persamaan (3.19a):
dQ + dW = CvdT
Pekerjaan ideal dalam proses sistem tertutup secara mekanis, Persamaan (2.6) ditulis untuk masa
unit atau mole:
dW = -PdV
di mana
dQ = CvdT + PdV
Kedua persamaan lanjutan untuk gas ideal melalui proses yang dapat dibalik dalam sistem tertutup
mebutuhkan beberapa bentuk melalui eliminasi dari salah satu variabel P, V, atau T berdasarkan Eq
(3.13), sehingga dengan P = RT/V menjadi:
Lagi, dengan Persamaan (3.18) hal ini menjadi :
(3.2)
Pekerjaan menjadi :
Persamaan tersebut mungkin berlaku untuk proses yang bermacam-macam, seperti yang dijelaskan
berikut. Pembatasan umum yang terdapat pada derivasi adalah:
Persamaan valid untuk gas ideal
Proses dapat dibalik secara mekanis
Sistem tertutup
Proses Isotermal
Perhatikan bahwa Q = hasil juga akan mengikuti Eq (2.3). Sehingga,
(konst T )
Proses Isobarik
Perhatikan bahwa Q = ΔH, sebuah hasil juga diberikan berdasarkan persamaan (2.13). Oleh karena
itu,
(Konst P)
Proses Isohorik (Konstan V)
Proses Adiabatik: Kapasitas Panas Konstan
Proses adiabatik adalah salah satu di mana tidak terdapat perpindahan panas antara sistem dan
lingkungan sekitar, yaitu dQ = 0. Setiap persamaan 3.21, 3.23 dan 3.25 dapat juga setara dengan nol.
Integrasi dengan konstanta Cv dan Cp kemudian menghasilkan relasi sederhana antara variabel T, P
dan V. Misalnya, Persamaan (3.21) menajdi:
Integrasi dengan konstanta Cv kemudian memberikan:
Serupa, persamaan 3.23 dan 3.25 juga membawa ke :
Persamaan tersebut juga dapat diekspresikan sebagai :
Di mana berdasarkan definisi3,
Persamaan (3.29) berlaku pada gas ideal dengan kapasitas panas konstan yang melalui proses
adiabatik yang dapat dibalik secara mekanis.
Pekerjaan proses adiabatik dapat dipeopleh dari relasi:
dW = dU = CvdT
Apabila Cv konstan, maka integrasi memberikan :
W = ΔU = CvΔT (3.31)
Bentuk alternatif dari persamaan (3.31) diperoleh saat Cv dielminasi sehubungan dengan rasio
kapasitas panas γ :
Di mana
Oleh karena itu
Karena RT1 = P1 V1 dan RT2 = P2 V2, ekspresi ini juga dapat ditulis :
W =
Persamaan (3.31) dan (3.32) merupakan persamaan umum untuk proses adiabatik, baik yang dapat
dibalik atau tidak. Akan tetapi, V2 biasanya tidak diketahui, dan dihapus dari persamaan (3.32)
berdasarkan persamaan (3.29c), hanya valid untuk proses yang dapat dibalik secara mekanis. Hal ini
membawa pada ekspresi :
W =
(3.33)
Hasil yang sama diperoleh saat relasi antara P dan V diberikan berdasarkan Persamaan (3.29)
digunakan untuk integrasi dari ekspresi W = { PdV.
Persamaan (3.29), (3.31) dan (3.33) adalah untuk gas ideal dengan kapasitas panas konstan.
Persamaan (3.29) dan (3.33) juga membutuhkan proses untuk dapat dibalik secara mekanis; proses
yang bersifat adiabatic tetapi tidak dapat dibalik secara mekanis tidak dijelaskan berdasarkan
persamaan ini.
Saat berlaku pada gas nyata, persamaan (3.29) melalui (3.33) seringkali menghasilkan perkiraan yang
memuaskan, selama penyimpangan dari idealitas relatif kecil. Untuk gas monatomik, γ = 1.67; nilai
rata-rata γ adalah 1,4 untuk gas diatomik dan 1,3 untuk gas poliatomik seperti CO2, SO2, NH3, dan
CH4.
Proses Politropik
Karena politropik berarti “belok ke banyak arah” maka proses politropik menyarankan sebuah model
dari beberapa versalitas. Dengan θ sebagai konstanta, maka hal ini ditetapkan sebagai proses untuk
PVθ = konstanta (3.34a)
Untuk analogi persamaan gas ideal untuk Persamaan (3.29a) dan (3.29b) siap untuk dirujuk :
TV θ-1 = konstanta (3.34b)
TP (1-θ)/θ = konstanta (3.34c)
Dan
Saat hubungan antara P dan V diberikan berdasarkan Persamaan (3.34a), evaluasi hasil { PdV dengan
γ diganti dengan θ:
W = (3.35)
Terlebih lagi,untuk kapasitas panas konstan, hukum pertama yang dipecahkan untuk hasil Q :
Q = (3.36)
Beberapa proses telah dijelaskan berhubungan dengan empat jalur yang digambarkan dalam Gbr.
3.6 untuk nilai spesifik dari θ:
- Proses Isobarik: Berdasarkan Persamaan (3.34a), θ = 0.
- Proses Isotermal = Berdasarkan persamaan (3.34b) θ = 1
- Proses Adiabatik: θ = γ
- Proses Isohorik: Berdasarkan Persamaan 3.34 a, dV/dP = V/Pθ; untuk konstanta V,θ= ±~
( infinity)
Gbr 3.6: Jalur proses politropik yang dikarakteristikkan berdasarkan nilai khusus dari θ.