Post on 10-Apr-2016
description
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. A DENGAN DEMAM TYPOID DI RUANG INTERNE
RSUD M. ZEIN PAINAN
Oleh
Kelompok IV (Empat) INTERNE :
1. Alpian Rodison2. Amelia Florida3. Delwisnovriaty 4. Dia Trisnawati5. Tiya Monica Baminda6. Megiko Putra
Mengetahui Mengetahui
Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik
( ) ( )
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH
2014
BAB 1
TINJAUAN TEORITIS
1. Definisi
Demam Typoid adalah penyakit infeksi otot usus halus dengan gejala demam
minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran cerna dengan atau tanpa
gangguan kesadaran.
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada
saluran cerna dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat gangguan
kesadaran.
2. Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A, B dan C.
Ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid
dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid
dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama 1
tahun.
Penyebab dari demam typoid adalah salmonella typosa, merupakan hasil
gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora.
3. Anatomi fisiologi
Traktus digestivus adalah suatu system yang mengurus tentang pemasukan
zat makanan ke dalam tubuh. Zat makanan yang dikonsumsi pada umumnya
karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin sebagian besar air. Zat tersebut
kecuali air akan mengalami saluran-saluran dari makanan itu:
1. Rongga mulut
2. Rongga pharing
3. Esophagus
4. Usus besar
5. Usus kecil
6. Rectum dan anus
Makanan akan dicerna dan disimpan dahulu di lambung sebelum diserap,
fungsi lambung adalah :
- Tempat penumpukan makanan sementara.
- Tempat proses pencernaan makanan.
- Untuk menghasilkan zat intrinsik yang berfungsi membentuk darah.
Makanan yang dari lambung akan diserap oleh usus halus terdiri dari
duodenum, jejenum dan ileum lapisan-lapisan dari usus halus :
a. Lapisan mukosa
b. Lapisan sub mukosa
c. Lapisan muskularis
d. Lapisan serosa
Fungsi usus halus adalah :
1. Tempat penumpukan sementara makanan sebelum diserap.
2. Tempat berlangsungnya pencernaan makanan.
3. Tempat terjadinya penyerapan segala macam zat makanan.
4. Patofisiologi
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman
salmonella typhi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui
perantara lalat, dimana lalat akan hinggap di makanan yang akan dikonsumsi
oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan
dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella
thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melaui mulut.
Salmonella typosa masuk melalui mulut sebagian akan dimusnahkan
dalam lambung oleh asam lambung. Sebagian lagi diserap usus halus melalui
pembuluh limfe terus masuk ke peredaran darah sampai ke organ-organ terutama
hati dan organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada abdomen.
Kemudian masuk kembali dalam darah (bakteriomia) dan menyebar ke seluruh
tubuh terutama ke dalam kelenjer limfoid usus halus, menimbulkan tukak
berbentuk lonjong pada mukosa, tukak tersebut dapat mengakibatkan
pendarahan dan perforasi pada usus, gejala demam disebabkan oleh endotoksin
yang mempunyai peranan pembantu proses peradangan lokal, salmonella typosa
dan endotoksin merangsang sintesa dan pelepasan zat progenik dan leukosit,
jaringan yang meradang mempengaruhi pusat pengatur suhu di hiphotalamus
sehingga mengakibatkan demam, jika suhu tubuh semakin meningkat lidah yang
khas akan kotor, splenomegali, gejala toksemia berat akan terjadi penurunan
kesadaran. Sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan
pada usus halus
Semula disangka demam biasa dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan
oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitan eksperimental disimpulkan bahwa
endotoksemia bukan merupakan penyebab utama pada demam typhoid.
Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses
inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan
endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada
jaringan yang meradang
WOC
Penularan melalui mulut oleh makanan dan
minuman yang terkontaminasi kuman
salmonella typhosa
Masuk ke lambung
Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung
Sebagian lagi diserap usus halus
Bakteri memasuki aliran darah (bakteriomia)
Kelenjer limfoid Endotoksin
usus halus
Merusak epitel usus Mempengaruhi
menembus mukosa usus regulator di hiphotalamus
Tukak usus
- Demam suhu tubuh meningkat
Pendarahan dan perforasi - Penurunan kesadaran
pada usus halus
MK : Gangguan rasa nyaman
Anoreksi, mual, muntah,
diare, rasa tidak enak pada
perut
MK : Gangguan Nutrisi
Pengetahuan dan informasi
yang kurang
MK : Kecemasan MK : Penularan penyakit
5. Tanda dan Gejala
1). Demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama tiga minggu
- Minggu I peningkatan suhu tubuh sore dan malam hari, dan menurun
pada pagi hari dan siang hari karena kuman salmonella typosa bekerja
pada malam hari pada individu istirahat.
- Minggu II suhu tubuh terus maningkat
- Minggu III suhu tubuh berangsur turun dan normal kembali.
2. Terjadi gangguan pada saluran cerna bibir kering dan pecah-pecah,
hepatomegali, splenomegali yang disertai nyeri abdomen.
3. Adanya bintik-bintik merah pada kulit akibat dari emboli dalam kapiler kulit.
4. Nyeri kepala, lemah, letih lesu.
5. Gangguan kesadaran, penurunan kesadaran, apatis, samnolen.
6. Manifestasi Klinik
Masa tunas typhoid 10 – 14 hari
Minggu I
Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam
hari. Dengan keluhan dan gejala demam,nyeri otot, nyeri kepala,
anorexia dan mual, batuk epitaksis, obstipasi/ diare, perasaan tidak
enal di perut.
Minggu II
Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi,
lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali,
meteorismus, penurunan kesadaran.
7. Komplikasi
a. Komplikasi intestinal
1. Perdarahan usus
2. Perporasi usus
3. Ilius paralitik
b. Komplikasi extra intestinal
1. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis),
miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
2. Komplikasi darah : anemia hermolotik, trobositopenia dan
syndroma uremia hemolitik.
3. Komplikasi paru : pneumonia, empiema dan pleuritis.
4. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis,
kolesistitis.
5. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan
perinepritis.
6. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis
dan arthritis.
7. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis,
polyneuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.
8. Penatalaksanaan
1. Pemberian antibiotik yang bertujuan untuk menghentikan dan memusnahkan
penyebaran kuman seperti kloram penikol, ampicilin.
2. Isolasi pasien.
3. Istirahatkan selama demam hingga dua minggu.
4. Diit tinggi kalori, tinggi protein, tidak mengandung banyak serat, pada
penderita akut diberi bubur saring.
5. mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya transfusi bila
ada komplikasi perdarahan. (Suryadi dan Rita Yullami: 2001 : 283)
5. Obat-obatan : klorampenikol, tiampenikol, kontrimoxazol, amoxilin dan
ampicillin.
9. Pencegahan
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typoid adalah cuci tangan
setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan,
hindari minum susu mentah yang (belum yang belum dipasteurisasi), hindari
minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari makanan pedas.
10. Pemeriksaan diagnostic
1. Pemeriksaan darah tepi
Leukopenia, limfositosis, anemia
2. Pemeriksaan sumsum tulang
Menunjukkan gambaran hiperaktif sumsum tulang.
3. Biakan empedu ditemukan kuman dalam darah, urine dan feses.
4. Tes widal positif dikatakan positif apabila aglutinin abnormal 1/200 atau
lebih.
11. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium,yang terdiri dari :
a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leucopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah
sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit
pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-
kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi
sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk
diagnosa demam typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam
typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa
faktor :
1) Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium
yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan
yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat
demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu
kambuh biakan darah dapat positif kembali.
3) Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat
menimbulkan antibody dalam darah klien, antibody ini dapat menekan
bakteremia sehingga biakan darah negatif.
4) Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti
mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil
biakan mungkin negatif.
d. Uji Widal
Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody
(aglutunin). Aglutunin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam
serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji
widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutunin dalam serum klien yang
disangka menderita typhoid. Akibat infeksi salmonella thypi, klien membuat
antibody atau aglutinin yaitu :
Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari
tubuh kuman).
Aglutunin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari
fagel kuman).
Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari
simpai kuman).
Dari ketiga kuman tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya
untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
Faktor-faktor yang mempengaruhi uji widal :
Faktor yang berhubungan dengan klien :
i. Klien umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan
antibodi.
ii. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit : aglutinin baru
dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai
puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
iii. Penyakit-penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat
menyertai demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan
antibody seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma
lanjut.
iv. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan
obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibody.
v. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat
tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi
karena supresi system retikuloendotelial.
vi. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi
dengan kotipa atau tipa, titer agglutinin O dan H dapat
meningkat. AglutininO biasanya menghilang setelah 6 bulan
sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-
lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada
orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai
diagnostic.
vii. Infeksi klien dengan klinis/ subklinis oleh salmonella sebelumnya
: keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif ,
walaupun dengan hasil titer yang rendah.
viii. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer
agglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi
dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang pernah
tertular salmonella di masa lalu.
Faktor-faktor teknis
1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat
mengandung antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi
aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi
pada spesies yang lain.
2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan
mempengaruhi hasil uji widal.
3. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada
penelitian yag berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi
antigen dari saluran strain salmonella setempat lebih baik dari
suspensi dari strain lain.
:
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Riwayat kesehatan
Riwayat Kesehatan Dahulu
Kemungkinan klien pernah menderita penyakit tifus abdominalis dan
klien pernah dirawat di rumah sakit karena menderita penyakit yang akut
atau kronis.
Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengeluh badan terasa panas terutama pada sore dan malam hari,
nyeri kepala, pusing dan lesu.
Klien Mual, nafsu makan kurang, terjadi diare, bibir pecah-pecah, lidah
kotor.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Kemungkinan salah satu keluarga pernah menderita penyakit tipus
abdomimalis, kebiasaan keluarga mengolah makanan yang kurang
mempertahankan kebersihan.
c. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala dilihat higlena kepala warna rambut apakah ada lesi atau tidak
pada kepala.
2. Mata simetris kiri dan kanan, tidak terjadi edeme, konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterik dan penglihatan tajam.
3. Hidung
Dilihat dari higiene hidung, ada lesi atau tidak apakah ada kelainan pada
hidung atau tidak.
4. Mulut
Nafas klien berbau tidak sedap
Bibir kering dan pecah-pecah.
Lidah kotor ditutupi selaput putih kotor, pinggir lidah merah saat
diperintahkan mengangkat lidah.
5. Leher dilihat terjadi peningkatan JVP atau tidak.
6. Dada atau thorax
I : Dada simetris kiri atau kanan.
P : Fremitus kiri kanan
P : Menentukan apakah terjadi konsumsi paru atau tidak.
A : Mendengarkan bunyi nafas apakah ada kelainan atau tidak.
7. Cardiovaskuler
I : Ictus cordis tampak/ tidak.
P : Ictus teraba di LMCS Ric V.
P : Menentukan batas-batas jantung.
A : Bunyi jantung normal.
8. Abdomen
I : Perut tampak membuncit/ tegang.
P : Bunyi sonor.
P : Hepar teraba, lien teraba.
A : Bising usus lemah.
9. Genito urinaria
Terpasang kateter atau tidak, apakah ada kelainan.
10. Muskuloskeletal
Lemah pada otot, kekuatan otot kurang.
Pada kulit terdapat bintik-bintik.
11. Terjadi penurunan kesadaran pada keadaan yang lebih berat.
12. Data Psikososial
Emosi klien labil, gelisah, tidak tenang.
13. Data Sosial Ekonomi
Umumnya keadaan ekonomi rendah cenderung mudah diserang
penyakit typus abdominalis karena kurang mampu memelihara
kesehatan.
14. Pola Kehidupan Sehari-hari
a. Nutrisi
Terjadinya penurunan nafsu makan dikarenakan mual dan rasa
pahit pada lidah.
b. Pola Tidur
Klien akan mengalami kesukaran untuk tidur karena mengalami
gangguan rasa nyaman karena peningkatan suhu tubuh.
c. Pola Eleminasi
Biasanya terjadi konstipasi atau diare dan sedikit aliran urine
karena pemasukan yang kurang.
d. Pola Aktifitas
Terbatas, aktifitas klien harus dibantu.
e. Higiene
Kebersihan mandi dan gosok gigi.
15. Data laboratorium
a. Pemeriksaan leukosit
Terdapat leukopinia, leukosit normal 5000-10000/mm³.
b. Tes widal positif
Tes widal positif bila tinin O bernilai 1/200 lebih.
II. Diagnosa Keperawatan
Kemungkinan Diagnosa Keperawatan :
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungana dengan adanya peradangan pada usus
halus. (Marilyn E. Doengoes : 875).
2. Pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat.
3. Gangguan dalam perawatan diri berhubungan dengan imobilasi.
4. Kecemasan tingkat sedang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang penyakit dan perawatannya.
III. Intervensi Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan pada usus
halus. Tujuan : Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh.
Intervensi :
a. Berikan kompres dingin
Rasional : Dengan kompres dingin akan terjadi pemindahan panas secara
konduksi dari tubuh klien ke alat kompres.
b. Anjurkan klien banyak minum
Rasional : Diharapkan panas tubuh klien dapat keluar melalui urine dan
keringat.
c. Anjurkan klien memakai pakaian yang longgar dan menyerap keringat.
Rasional : Pakaian yang longgar akan meyerap keringat, panas tubuh akan
dapat keluar.
d. Kontrol tanda-tanda vital
Rasional: Pengontrolan TTV dapat diketahui keadaan umum klien dan
membantu menentukan tindakan selanjutnya.
e. Jaga ventilasi yang adekuat
Rasional : Ventilasi yang adekuat akan terjadi pemindahan panas secara
konveksi.
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan :
Nutrisi terpenuhi
Intervensi :
1. Tmbang berat badan.
Rasional : Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat.
2. Beri diit sesuai dengan program diit.
Rasional : Dengan memberikan diit sesuai program yang diharapkan gula
darah terkontrol dan menghindari penyimpangan dari kebutuhan yang
berlebihan.
3. Identifikasi bersama klien makan yang disukai
Rasional : Makanan yang disukai dapat dimasukkan dalam perencanaan
makanan.
3. Kecemasan orang tua terhadap kondisi anak berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang perawatan.
Tujuan : Kecemasan berkurang, pengetahuan klien dan keluarga
bertambah.
Intervensi :
c. Berikan kesempatan pada orang tua klien untuk mengekspresikan
perasaannya.
Rasional : Ekspresi perasaan dapat menguraikan strees.
d. Libatkan keluarga dalam pengawaan klien.
Rasional : Membantu dalam perawatan klien.
e. Pantau mekanisme koping yang digunakan bila ibu cemas.
Rasional : Menentukan apakah koping yang digunakan struktif atau
tidak.
f. Jelaskan pada ibu tentang penyakit anaknya.
Rasional : Menambah pengetahuan orang tua tentang penyakit
anaknya.
IV. Implementasi
Implementasi adalah penerapan dari rencana tindakan keperawatan
yang telah ditetapkan pada tahap perencanaan. Diharapkan untuk mengatasi
masalah guna untuk tercapainya suatu tujuan atas tindakan yang telah
dilakukan perawat terhadap kliennya dan juga kolaborasi yang dilakukan
dengan tim medis dan ahli gizi.
V. Evaluasi
Evaluasi adalah hasil akhir dari proses keperawatan dan merupakan
umpan balik dari proses keperawatan itu sendiri. Di sini perawat dapat
menilai keberhasilan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan dan
sejauh mana msalah klien dapat teratasi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. K DENGAN DEMAM TYPOID
A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Nama : Tn. A
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 54 tahun
Status : Kawin
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Lumpo
No. MR : 171518
2. Identitas keluarga klien
Keluarga terdekat yang dapat dihubungi segera : (orang tua, suami/istri)
Nama : Tn. A
Umur : 47 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Nelayan
Alamat : Lumpo
3. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
Klien masuk dari IDG tanggal 27 April 2014. Klien mengatakan sakit
perut ± 10 hari yang lalu, klien mengatakan demam ± 10 hari yang
lalu. Klien mengatakan mual, klien emngatakan nafsu makannya
menurun. Klien mengatakan sakit kepala, klien mengatakan batuk ± 10
hari yang lalu. Klien mengatakan panasnya naik turun, kalau sore dan
malam hari panasnya naik.
2. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga klien mengatakan tidak ada menderita penyakit ini
sebelumnya, dan tidak memiliki riwayat penyakit keturunan.
3. Riwayat penyakit dahulu
Keluarga mengatakan belum pernah menderita penyakit ini
sebelumnya, dan ini kali pertama pasien dirawat di Rumah Sakit.
Genogram :
4. Pemeriksaan fisik
1. Tanda-tanda vital
Td :110/70 mmHg N : 79 x/i
S : 37,5ºC R : 22 x/i
2. Pemeriksaan kepala
Inspeksi kepala : Bentuk
Karakteristik rambut : hitam, lurus
Kebersihan : bersih, tidak ada ketombe
Palpasi kepala : Adanya massa/ benjolan/ lesi = (-)
3. Pemeriksaan mata
Inspeksi : sclera : (-) reflek pupil : (-)
Conjungtiva : (+) mata cekung
Tanda-tanda radang : (-)
Edema palbebra : (-)
Rasa sakit : (-)
4. Telinga :
Inspeksi : Daun telinga : simetris
Liang telinga : bersih
Perdarahan (-), adanya serumen (-)
5. Hidung
Simetris/ tidak : simetris
6. Mulut dan tenggorokan
Inspeksi : mulut : tampak sedikit kotor
lidah : (+) tonsil : (-)
Mukosa mulut : (+) gigi : (-) kesulitan menelan(-)
7. Leher
Inspeksi leher : simetris kelenjar tyroid : (-)
Palpasi : pembesaran kelenjar (-)
Adanya kaku kuduk (-)
8. Thorak
Inspeksi : simetris warna kulit : sawo matang
pola nafas : efektif
palpasi : vocal fermitus (-)
perkusi : batas paru : sonor
auskultasi : suara nafas : vesikuler
9. Kardiovaskuler
Inspeksi : ictus cordis (+)
10. Abdomen
Inspeksi : membuncit (-), simetris
Palpasi : adanya massa (-), distensi (+)
11. Neurologi
Tingkat kesadaran : compos mentis
Pemeriksaan motorik : baik
Pemeriksaan sensorik : baik
Kekuatan otot : baik
12. Ekstremitas
Nyeri : nyeri
Kekakuan : (-)
13. Kulit
Warna kulit : sawo matang
turgor kulit :baik
Ada/ tidak jaringan parut / lesi (-)
5. Pola Nutrisi
1. BB = 70 Kg
2. Frekuensi makan = 3x sehari ½ porsi habis
3. Jenis makanan = lunak
4. Nafsu makan = sedang
6. Pola Eliminasi
a. BAB
Normal
b. BAK
Normal
7. Pola tidur dan istirahat
Waktu tidur : 22. 00 wib
Lama tidur : 8 jam
Kebiasaan saat tidur : (-)
8. Aspek psikosial
1. Pola pikir dan persepsi
Alat bantu yang digunakan (-)
Kesulitan yang dialami (-)
2. Persepsi diri
- Hal yang dipikirkan saat ini : klien ingin cepat sembuh dan
menjalankan aktivitas sehari-hari
- Harapan setelah menjalani perawatan : dapat membaik dan
segera pulang
- Perubahan yang dirasa : pergerakan terbatas
3. Hubungan/ komunikasi
- Bahasa utama : bahasa minang
- Bicara : jelas dan mampu mengekspresikan
9. Pemeriksaan laboratorium
Hasil lab : Hb : 112, 3
L : 12. 600 malaria: (-)
Ht : 40 GDR: 95 mg/dl
Tr : 375.000
Widal: H: 1/320 O: 1/160
10. Informasi penunjang
- Diagnose medis : demam typoid
- Terapi pengobatan :
pasang infus = IVFD RL 20 tetes/i
PCT 3x 1 tab
Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
Inj. Ranitidin 3x1 ampul
- Pemeriksaan diagnostic : laboratorium (+)
B. ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
1 DO :
- Klien tampak gelisah
- Panas badan klien naik turun, pada
sore dan malam hari panas klien naik
- S : 37, 5ᴼC
- Akral teraba dingin
DS :
- Klien mengatakan demam ± 10 hari
yang lalu
- Klien mengatakan panas badannya
naik turun, pada sore dan malam hari
panas badan klien naik.
- Klien mengatakan telapak kakinya
dingin
Proses inflamasi
Mempengaruhi
pusat di
hipotalamus
Zat pirigen beredar
dalam darah
Meransang
pelepasan zat
pirogen oleh
leukosit
Terjadi kerusakan
sel
Masuk dalam darah
Kontaminasi
salmonella thypi
pada makanan dan
minuman
Hyperthermi
berhubungan
dengan
proses
inflamasi
2 DO :
- Klien tampak lemah dan lesu
- Diit yang diberikan habis ½ porsi
- Bb sebelum sakit: 70 kg
- Bb setelah sakit: 68 kg
DS :
- Klien mengatakan sakit perut sejak ±
10 hari yang lalu
- Klien mengatakan mual
- Klien mengatakan nafsu makannya
turun
Asupan yang tidak
adekuat
Gangguan pola
eleminasi,
anoreksia, mual,
muntah
Konstipasi, diare,
peningkatan as.
Lambung
Peristaltik usus
meningkat
Peningkatan atau
penurunan
mobilitas usus
Splenomegali,
hepatomegali
Salmonella thypi
masuk ke hati dan
Perubahan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
asupan yang
tidak adekuat
limfa
3 DO :
- Klien tampak takut
- Klien tampak gelisah
- Klien tampak cemas
- Klien tampak bingung dengan
penyakit yang dideritanya
DS :
- Klien mengatakan sakit kepala
- Klien mengatakan tidak tahu dengan
penyakit yang dideritanya
- Klien mengatakan takut dengan
penyakit yang didertitanya
kurangnya
pengetahuan
tentang penyakit
dan perawatannya
Kecemasan
berhubungan
dengan
kurangnya
pengetahuan
tentang
penyakit dan
perawatannya
C. DIAGNOSA YANG MUNCUL
1. Hyperthermi berhubungan proses inflamasi
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
asupan yang tidak adekuat
3. Kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit
dan perawatannya
D. INTERVENSI
NoDx. Kep
Rencana
Tujuan Intervensi Rasional
1. Hyperthermi
berhubungan
proses
inflamasi
Hyperthermi
berkurang
KH:
- Dalam 2x24
suhu tubuh
kembali
normal
1. Monitor TTV
2. Berikan kompres
dingin
3. Tab pct 3x3/4
4. Kolaborasi
dengan dokter
5. Berikan klien
pakaian yang
longgar
- Untuk mengetahui
perubahan TTV
pasien, untuk
keseimbangan tubuh
- Agar panas badan
klien dialirkan dan
untuk mengurangi
suhu tubuh klien
- sebagai antipireutik
- untuk memberikan
terapi lanjut
- agar panas badan
klien teralirkan dan
klien merasa nyaman
2. Perubahan
nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
berhubungan
Kebutuhan
nutrisi terpenuhi
KH:
- dalam 2x24
1. Timbang BB
2. Kontrol TTV
klien
- Untuk mengetahui
perkembangan status
gizi klien
- Untuk memnentukan
kenormalan tubuh,
dengan asupan
yang tidak
adekuat
jam nutrisi
terpenuhi
3. Berikan makanan
dalam porsi
hangat
4. Berikan makanan
sedikit tapi sering
5. Kontrol output
dan imput klien
6. Kolaborasi
dengan dokter
7. Kolaborasi
dengan tim gizi
untuk keseimbangan
tubuh
- Untuk meransang
nafsu makan klien
- Agar klien tidak
merasa mual
- Untuk mengetahui
keseimbangan status
nutrisi tubuh
- Untuk memberikan
terapi lanjut
- Untuk pemberian diit
3. Kecemasan
berhubungan
dengan
kurangnya
pengetahuan
tentang
penyakit dan
perawatannya
Rasa cemas dapat
berkurang atau
terkontrol dengan
KH:
- Dalam 2x24
jam rasa cemas
klien teratasi
1. Kaji tingkat
kecemasan klien
2. Berikan
pendidikan
kesehatan tentang
penyakit yang
diderita klien
3. Berikan
penjelasan
kepada keluarga
tentang
perawatan
penyakit klien
4. Berikan
kesempatan
kepada keluarga
untuk bertanya
5. Motivasi
keluarga dan
klien dalam hal
pengobatan
- Untuk
mengidentifikasi rasa
cemas klien
- Agar klien tahu
dengan penyakit yang
dideritanya
- Agar keluarga turut
serta dalam
perawatan klien
- Agar klien merasa
puas dengan
informasi yang
didapat
- Agar klien
termotivasi dalam
menjalani perawatan
E. CATATAN PERKEMBANGAN
Tanggal DX I, II, III Implementasi Evaluasi
29 April
2014
Hyperthermi
berhubungan
proses inflamasi
- Memonitor TTV
- Memberikan kompres
dingin
- Memberikan PCT tab
- Berkolaborasi dengan
dokter
- Menganjurkan klien
memakai pakaian
yang longgar
S :
- Klien mengatakan panas
badannya sudah mulai
turun
- Klien mengatakan
kepalanya sakit
O :
- Klien tampak mulai tenang
- Panas klien sudah mulai
turun
A : Setelah dilakukan
implementasi tujuan teratasi
sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
Perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan
dengan asupan
yang tidak
adekuat
- Menimbang BB
- Mmengotrol TTV
- Memberikan makanan
dalam porsi hangat
- Memberikan makanan
sedikit tapi sering
- Mengontrol input dan
output klien
- Berkolaborasi dengan
dokter
- Berkolaborasi dengan
ahli gizi
S :
- Klien mengatakan nafsu
makannya sudah baik
- Klien mengatakan tidak
mual lagi
O :
- Klien tampak mulai
makan
- Klien tampak tidak mual
lagi
- Klien masih terpasang
infus
- Diit yang diberikan
tampak habis
A : Setelah dilakukan
implementasi tujuan tercapai
sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
Kecemasan
berhubungan
dengan
kurangnya
pengetahuan
tentang penyakit
- Mengkaji tingkat
kecemasan klien
- Memberikan
pendidikan kesehatan
pada klien dan
keluarga
- Memnerikan
S :
- Klien mengatkan tidak
cemas lagi
- Keluarga klien mengatakan
sudah tau apa yang harus
dan
perawatannya
penjelasan kepada
keluarga tentang
perawatan penyakit
klien
- Memberikan
kesempatan kepada
klien dan keluarga
untuk bertanya
- Memotivasi keluarga
dan klien dalam hal
pengobatan
dilakukan terhadap
perawatan klien
O :
- Klien tampak tidak cemas
lagi
- Klien tampak rileks
- Klien tampak sudah mulai
tenang
A : Setelah dilakukan
implementasi tujuan tercapai
P:Intervensi dihentikan
DAFTAR PUSTAKA
1. Doenges, Marilynn E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta.
EGC
2. Price, SA, Wilson,LM. (1994). Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Buku
Pertama. Edisi 4. Jakarta. EGC