Post on 12-Jan-2016
description
A. Definisi
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal
yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Fraktur adalah
deformasi atau dekontinuitas dari tulang oleh tenaga yang melebihi kekuatan
tulang. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
dengan jenis dan luasnya.
Tulang Belakang (vertebrae) adalah tulang yang memanjang dari leher sampai
ke selangkangan. Tulang vertebrae terdri dari 33 tulang: 7 buah tulang servikal,
12 buah tulang torakal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sacral.
Fraktur vertebrae adalah terputusnya discus invertebralis yang berdekatan dan
berbagai tingkat perpindahan fragmen tulang yang disebabkan oleh kecelakaan,
jatuh, dan perilaku kekerasan.
B. Etiologi
Adapun penyebab dari fraktur menurut Brunner and Suddart, 2001 adalah
sebagai berikut :
1. Trauma langsung merupakan utama yang sering menyebabkan fraktur.
Fraktur tersebut terjadi pada saat benturan dengan benda keras.
2. Putaran dengan kekuatan yang berlebihan (hiperfleksi) pada tulang akan
dapat mengakibatkan dislokasi atau fraktur.
3. Kompresi atau tekanan pada tulang belakang akibat jatuh dari ketinggian,
kecelakaan lalu lintas dan sebagainya.
4. Gangguan spinal bawaan atau cacat sejak kecil atau kondisi patologis yang
menimbulkan penyakit tulang atau melemahnya tulang.
5. Postur Tubuh (obesitas atau kegemukan) dan “Body Mekanik” yang salah
seperti mengangkat benda berat.
Fraktur vertebra, khususnya vertebra servikalis dapat disebabkan oleh trauma
hiperekstensi, hiperfleksi, ekstensi rotasi, fleksi rotasi, atau kompresi
servikalis. Fraktur vertebra thorakal bagian atas dan tengah jarang terjadi,
kecuali bila trauma berat atau ada osteoporosis. Karena kanalis spinal di daerah
ini sempit, maka sering disertai gejala neurologis. Mekanisme trauma biasanya
bersifat kompresi atau trauma langsung. Pada kompresi terjadi fraktur
kompresi vertebra, tampak korpus vertebra berbentuk baji pada foto lateral.
Pada trauma langsung dapat timbul fraktur pada elemen posterior vertebra,
korpus vertebra dan iga di dekatnya.
Etiologi fraktur dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Fraktur patologis yaitu fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau
tanpa trauma berupa yang disebabkan oleh suatu proses., yaitu :
Osteoporosis Imperfekta, Osteoporosis dan Penyakit metabolik
2. Trauma
Dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita
terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trokhanter mayor langsung
terbentur dengan benda keras (jalanan).
b. Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur
berjauhan, misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi pada orangtua.
C. Patofisiologi
Kolumna vertebralis tersusun atas seperangkat sendi antara korpus vertebra
yang saling berdekatan. Diantaranya korpus vertebra mulai dari vertebra
sevikalis kedua sampai vertebra sakralis terdapat discus intervertebralis.
Discus-discus ini membentuk sendi fibrokartilago yang lentur antara korpus
pulposus ditengah dan annulus fibrosus di sekelilingnya. Nucleus pulposus
merupakan rongga intervertebralis yang terdiri dari lapisan tulang rawan dalam
sifatnya semigelatin, mengandung berkas-berkas serabut kolagen, sel – sel
jaringan penyambung dan sel-sel tulang rawan.
Zat-zat ini berfungsi sebagai peredam benturan antara korpus vertebra yang
berdekatan, selain itu juga memainkan peranan penting dalam pertukaran
cairan antara discus dan pembuluh-pembuluh kapiler. Apabila kontuinitas
tulang terputus, hal tersebut akan mempengaruhi berbagai bagian struktur yang
ada disekelilingnya seperti otot dan pembuluh darah. Akibat yang terjadi
sangat tergantung pada berat ringannya fraktur, tipe, dan luas fraktur. Pada
umumnya terjadi edema pada jaringan lunak, terjadi perdarahan pada otot dan
persendian, ada dislokasi atau pergeseran tulang, ruptur tendon, putus
persyarafan, kerusakan pembuluh darah dan perubahan bentuk tulang dan
deformitas. Bila terjadi patah tulang, maka sel – sel tulang mati. Perdarahan
biasanya terjadi disekitar tempat patah dan kedalaman jaringan lunak disekitar
tulang tersebut dan biasanya juga mengalami kerusakan. Reaksi peradangan
hebat timbul setelah fraktur.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur vertebrae menurut Lewis (2006) adalah sebagai
berikut:
1. Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya
spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
2. Edema
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada
daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
3. Ekimosis / Memar
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di
jaringan sekitarnya.
4. Spasme otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.
5. Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.
6. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot.
paralysis dapat terjadi karena kerusakan saraf.
7. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-baaian tulang
digerakkan.
8. Deformitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma
dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal,
akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
9. Shock hipovolemik
Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Rontgen Spinal, yang memperlihatkan adanya perubahan degeneratif
pada tulang belakang, atau tulang intervetebralis atau mengesampingkan
kecurigaan patologis lain seperti tumor, osteomielitis.
2. Elektromiografi, untuk melokalisasi lesi pada tingkat akar syaraf spinal
utama yang terkena.
3. Venogram Epidural, yang dapat dilakukan di mana keakuratan dan miogram
terbatas.
4. Fungsi Lumbal, yang dapat mengkesampingkan kondisi yang berhubungan,
infeksi adanya darah.
5. Tanda Le Seque (tes dengan mengangkat kaki lurus ke atas) untuk
mendukung diagnosa awal dari herniasi discus intervertebralis ketika
muncul nyeri pada kaki posterior.
6. CT - Scan yang dapat menunjukkan kanal spinal yang mengecil, adanya
protrusi discus intervetebralis.
7. MRI, termasuk pemeriksaan non invasif yang dapat menunjukkan adanya
perubahan tulang dan jaringan lunak dan dapat memperkuat adanya herniasi
discus.
8. Mielogram, hasilnya mungkin normal atau memperlihatkan “penyempitan”
dari ruang discus, menentukan lokasi dan ukuran herniasi secara spesifik.
F. Komplikasi
1. Syok hipovolemik akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke
jaringan yang rusak sehingga terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar
akibat trauma.
2. Mal union, gerakan ujung patahan akibat imobilisasi yang jelek
menyebabkan mal union, sebab-sebab lainnya adalah infeksi dari jaringan
lunak yang terjepit diantara fragmen tulang, akhirnya ujung patahan dapat
saling beradaptasi dan membentuk sendi palsu dengan sedikit gerakan (non
union).
3. Non union adalah jika tulang tidak menyambung dalam waktu 20 minggu.
Hal ini diakibatkan oleh reduksi yang kurang memadai.
4. Delayed union adalah penyembuhan fraktur yang terus berlangsung dalam
waktu lama dari proses penyembuhan fraktur.
5. Tromboemboli, infeksi, kaogulopati intravaskuler diseminata (KID). Infeksi
terjadi karena adanya kontaminasi kuman pada fraktur terbuka atau pada
saat pembedahan dan mungkin pula disebabkan oleh pemasangan alat
seperti plate, paku pada fraktur.
6. Emboli lemak
Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum
tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler. Globula lemak akan bergabung
dengan trombosit dan membentuk emboli yang kemudian menyumbat
pembuluh darah kecil, yang memasok ke otak, paru, ginjal, dan organ lain.
G. Penanganan
Pada penanganan pertama dilakukan imobilisasi terhadap tulang belakang
pasien. Hal ini bertujuan untuk mencegah atau memnghindari memperparah
fraktur yang sedang terjadi. Penanganan selanjutnya dibagi menjadi 2, yaitu
secara medis dan konservatif.
1. Pengobatan dan terapi medis
a. Pemberian obat antiinflamasi seperti ibuprofen dan prednisone, hal ini
mencegah untuk terjadinya inflamasi pada vertebrae setelah beberapa
saat terjadi fraktur.
b. Pemberian obat-obatan narkotik, pemberian obat-obatan narkotik ini
bertujuan untuk mengurangi nyeri dan memberika efek relaksasi pada
klien setelah klien memasuki fase akut.
c. Obat-obatan relaksan untuk mengatasi spasme otot
d. Menganjurkan pasien untuk banyak bedrest dan meminmalkan gerakan
karena berpengaruh terhadap tulang belakang pasien
e. Menganjurkan klien untuk melakukan fisioterapi
2. Konservatif atau pembedahan
Pembedahan dapat mempermudah perawatan dan fisioterapi agar mobilisasi
dapat berlangsung lebih cepat. Pembedahan yang sering dilakukan seperti
disektomi dengan peleburan yang digunakan untuk menyatukan prosessus
spinosus vertebra; tujuan peleburan spinal adalah untuk menjembatani
discus detektif, menstabilkan tulang belakang dan mengurangi angka
kekambuhan. Laminectomy mengangkat lamina untuk memanjakan elemen
neural pada kanalis spinalis, menghilangkan kompresi medulla dan radiks.
Pathway Trauma mengenai tulang belakang (vertebrae): kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olah raga, terjatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, luka tembak
Fraktur cervicalis
Diskontinuitas tulang
Pergeseran fragmen tulang
Perubahan jaringan sekitar
Laserasi kulit Spasme otot
Deformitas Nyeri akut
Kerusakan integritas kulit
Open fraktur
Perdarahan hebat
Putus vena/arteri
Shock hipovolemik
Defisit volume cairan
Kerusakan struktural
Gangguan saraf spinal dan pembuluh darah sekitar
Suplai oksigen terhambat
Iskemia jaringan
Pelepasan vasoactive agent dan cellular enzyme
Konstriksi kapiler pada grey rima
Ca intrasel ↑
Kerusakan endotel
Hipoksia
Reaksi inflamasi
Pelepasan mediator kimia: histamine,
bradikinin, prostaglandin
Peningkatan permeabilitas kapiler
Edema
Gangguan perfusi jaringan
Gangguan citra tubuh
Gangguan mobilitas fisik
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN FRAKTUR VERTEBRAE
A. Pengkajian
Pengkajian Keperawatan
Merupakan tahap awal dari pendekatan proses keperawatan dan dilakukan
secara sistematika mencakup aspek bio, psiko, sosio, dan spiritual. Langkah
awal dari pengkajian ini adalah pengumpuln data yang diperoleh dari hasil
wawancara dengan klien dan keluarga, observasi pemeriksaan fisik, konsultasi
dengan anggota tim kesehatan lainnya dan meninjau kembali catatan medis
ataupun catatan keperawatan. Pengkajian fisik dilakukan dengan cara inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi.
Adapun lingkup pengkajian yang dilakukan pada klien fraktur menurut
Brunner and Suddarth, 2002 adalah sebagai berikut :
1. Data demografi/ identitas klien
Antara lain nama, umur, jenis kelamin, agama, tempat tinggal, pekerjaan,
dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Adanya nyeri dan sakit pada daerah punggung
3. Riwayat kesehatan keluarga
Untuk menentukan hubungan genetik perlu diidentifikasi misalnya adanya
predisposisi seperti arthritis, spondilitis ankilosis, gout/ pirai (terdapat pada
fraktur psikologis).
4. Riwayat spiritual
Apakah agama yang dianut, nilai-nilai spiritual dalam keluarga dan
bagaimana dalam menjalankannya.
5. Aktivitas kegiatan sehari-hari
Identifikasi pekerjaan klien dan aktivitasnya sehari-hari, kebiasaan
membawa benda-benda berat yang dapat menimbulkan strain otot dan jenis
utama lainnya. Orang yang kurang aktivitas mengakibatkan tonus otot
menurun. Fraktur atau trauma dapat timbul pada orang yang suka berolah
raga dan hockey dapat menimbulkan nyeri sendi pada tangan.
6. Pemeriksaan fisik
a. Pengukuran tinggi badan
b. Pengukuran tanda-tanda vital
c. Integritas tulang, deformitas tulang belakang
d. Kelainan bentuk pada dada
e. Adakah kelainan bunyi pada paru-paru, seperti ronkhi basah atau kering,
sonor atau vesikuler, apakah ada dahak atau tidak, bila ada bagaimana
warna dan produktivitasnya.
f. Kardiovaskuler: sirkulasi perifer yaitu frekuensi nadi, tekanan darah,
pengisian kapiler, warna kulit dan temperatur kulit.
g. Abdomen tegang atau lemas, turgor kulit, bising usus, pembesaran hati
atau tidak, apakah limpa membesar atau tidak.
h. Eliminasi: terjadinya perubahan eliminasi fekal dan pola berkemih
karena adanya immobilisasi.
i. Aktivitas adanya keterbatasan gerak pada daerah fraktur
j. Apakah ada nyeri, kaji kekuatan otot, apakah ada kelainan bentuk tulang
dan keadaan tonus otot.
7. Tes Diagnostik
Pada klien dengan trauma tulang belakang, biasanya dilakukan beberapa tes
diagnostik untuk menunjang diagnosa medis, yaitu :
a. Foto Rontgen Spinal, yang memperlihatkan adanya perubahan
degeneratif pada tulang belakang, atau tulang intervetebralis atau
mengesampingkan kecurigaan patologis lain seperti tumor, osteomielitis.
b. Elektromiografi, untuk melokalisasi lesi pada tingkat akar syaraf spinal
utama yang terkena.
c. Venogram Epidural, yang dapat dilakukan di mana keakuratan dan
miogram terbatas.
d. Fungsi Lumbal, yang dapat mengkesampingkan kondisi yang
berhubungan, infeksi adanya darah.
e. Tanda Le Seque (tes dengan mengangkat kaki lurus ke atas) untuk
mendukung diagnosa awal dari herniasi discus intervertebralis ketika
muncul nyeri pada kaki posterior.
f. CT - Scan yang dapat menunjukkan kanal spinal yang mengecil, adanya
protrusi discus intervetebralis.
g. MRI, termasuk pemeriksaan non invasif yang dapat menunjukkan adanya
perubahan tulang dan jaringan lunak dan dapat memperkuat adanya
herniasi discus.
h. Mielogram, hasilnya mungkin normal atau memperlihatkan
“penyempitan” dari ruang discus, menentukan lokasi dan ukuran herniasi
secara spesifik.
Pengkajian pada klien dengan trauma tulang belakang meliputi:
1. Aktifitas dan istirahat: kelumpuhan otot, terjadi kelemahan selama syok
spinal
2. Sirkulasi: berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi,
Hipotensi, bradikardi, ekstremitas dingin atau pucat
3. Eliminasi: inkontenensia defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi
perut, peristaltik hilang
4. Integritas ego: menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut cemas,
gelisah dan menarik diri
5. Pola makan: mengalami distensi perut, peristaltik usus hilang
6. Pola kebersihan diri: sangat ketergantungan dalam melakukan ADL
7. Neurosensori: kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki, paralisis
flasid, hilangnya sensasi dan hilangnya tonus otot, hilangnya reflek,
perubahan reaksi pupil
8. Nyeri/kenyamanan: nyeri tekan otot, hiperestesi tepat diatas daerah trauma,
dan mengalami deformitas pada daerah trauma
9. Pernapasan: napas pendek, ada ronkhi, pucat, sianosis
10. Keamanan: suhu yang naik turun
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk
melakukan tugas-tugas umum, ketidakseimbangan mobilitas
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasa kognitif
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan imoblisasi fisik
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa
keperawatan
Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional
1 Nyeri akut
berhubungan
dengan agen
cedera fisik
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam nyeri yang
dirasakan klien akan berkurang/hilang
NOC:
1. Pain control
2. Pain level
Kriteria hasil:
a. Klien akan dapat mengontrol nyeri
dengan indikator:
1) mendemonstrasikan tentang
pengenalan nyeri secara konsisten
2) mendemonstrasikan penggunaan
analgesik secara konsisten
3) mendemonstrasikan pelaporan nyeri
secara konsisten
N I C :
Pain management
1 . Kaji ekspresi non verbal klien
yang menunjukkan
ketidaknyamanan
2 . Berikan informasi tentang
penyebab nyeri, berapa lama
nyeri akan hilang, dan cara
mengatasi nyeri
3 . Ajarkan prinsip manajemen
nyeri pada klien
4 . Hilangkan faktor resiko yang
dapat meningkatkan nyeri klien
5 . Fasilitasi waktu tidur yang
adekuat bagi klien
1. Mengkaji ekspresi non verbal
klien
2. Meningkatkan pengetahuan
klien tentang nyeri yang
dirasakan
3. Berusaha memandirikan
klien
4. Membantu meningkatkan
kenyamanan klien
5. Membantu klien
meningkatkan kualitas
b. Klien akan dapat mencapai level nyeri
rendah dengan indikator:
1) tidak melaporkan nyeri
2) tidak menunjukkan ekspresi wajah
nyeri
6 . Ajarkan teknik nafas dalam dan
distraksi bagi klien
7 . Kolaborasi pemberian analgetik
bagi klien
istirahat
6. Membantu mengalihkan
perhatian klien dari nyeri
yang dirasakan
7. Analgetik mengurangi nyeri
klien
2 Gangguan
mobilitas fisik
berhubungan
dengan gangguan
muskuloskeletal
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3x24 jam pasien mampu bergerak
bebas
NOC:
1) mobility level
Kriteria Hasil:
1) Peningkatan aktivitas pasien
2) Memperagakan penggunaan alat bantu
untuk mobilisasi
N I C:
Exercise therapy (ambulation)
1. Kaji kemampuan fungsional otot
2. Atur posisi tiap 2 jam, (supinasi,
sidelying) terutama pada bagian
yang sakit
1. Mengidentifikasi kekuatan
/kelemahan dapat membantu
memberi informasi yang
diperlukan untuk membantu
pemilihan intervensi
2. Dapat menurunkan resiko
iskemia jaringan injury. Sisi
yang sakit biasanya
kekurangan sirkulasi dan
sensasi yang buruk serta
lebih mudah terjadi
3. Mulai ROM. Aktif/pasif untuk
semua ekstremitas . Anjurkan
latihan meliputi latihan otot
quadriceps/gluteal ekstensi, jari
dan telapak tangan serta kaki.
4. Tempatkan bantal di bawah
aksila sampai lengan bawah
5. Elevasi lengan dan tangan
6. Observasi sisi yang sakit seperti
warna, edema, atau tanda lain
seperti perubahan sirkulasi.
7. Kolarobarsi dengan ahli terapi
fisik, untuk latihan aktif, latihan
dengan alat bantu dan ambulasi
kerusakan kulit/dekubitus
3. Meminimalkan atropi otot,
meningkatkan sirkulasi,
membantu mencegah
kontraktur, menurunkan
resiko hiperkalsiurea dan
osteoporosis pada pasien
dengan haemorhagic.
4. Mencegah abduksi bahu dan
fleksi siku
5. dapat meningkatkan aliran
balik vena dan mencegah
terjadinya formasi edema.
6. jaringan yang edema sangat
mudah mengalami trauma,
dan sembuh dengan lama.
7. program secara individual
akan sesuai dengan
kebutuhan pasien baik dalam
pasien. perbaikan defisit
keseimbangan , koordinasi
dan kekuatan
3 Gangguan citra
tubuh
berhubungan
dengan perubahan
kemampuan
untuk melakukan
tugas-tugas
umum,
peningkatan
penggunaan
energi,
ketidakseimbanga
n mobilitas
Tujuan: setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 x 24 jam pasien
akan beradaptasi dengan baik.
NOC: Body image
Kriteria hasil:
Klien akan mampu menerima perubahan
tubuhnya dengan indikator:
1) Pasien akan menyesuaikan perubahan
fungsi tubuhnya
2) Pasien akan dapat menyesuaikan
tubuhnya terhadap perubahan adanya
penyakit
NIC: Increasing coping
1. Bantu pasien mengidentifikasi
tujuan yang diinginkan
2. Berikan semangat pada pasien
3. Jelaskan proses penyakit pada
pasien
4. Bantu pasien untuk tidak merasa
marah dan depresi
5. Tingkatkan aktifitas sosial dan
komunitas
6. Dukung penggunaan mekanisme
pertahanan
1. Proses perawatan dan
intervensi sesuai dengan
harapan pasien
2. Motivasi dapat
mempengaruhi konsep diri
pasien
3. Meningkatkan pengetahuan
pasien tentang kondisinya
4. Pengendalian diri
meningkatkan penerimaan
terhadap keadaan diri
5. Salah satu bentuk pengalihan
terhadap kondisi pribadi
6. Meningkatkan koping dan
mempengaruhi pasien
7. Instruksikan pasien menggunakan
teknik relaksasi
mempersepsikan citra
tubuhnya
7. Menurunkan stress
4 Kurang
pengetahuan
berhubungan
dengan
keterbatasan
kognitif
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1 x 24 jam pasien mengalami
peningkatan pengetahuan
NOC:
Knowledge:disease process
Knowledge:medication
Kriteria hasil :
a. Mampu mengerti proses penyakit yang
dialami dengan indikator:
1) tahu proses penyakit secara spesifik
2) tahu efek dari penyakit yang
dialami
3) tahu tanda dan gejala dari penyakit
N I C :
Teaching: disease process
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien
tentang penyakit
2. Jelaskan patofisiologi penyakit
dan kaitanya dengan pengobatan
3. Gambarkan tanda dan gejala yang
mungkin timbul
4. Diskusikan perubahan gaya hidup
yang diperlukan untuk mencegah
komplikasi
5. Dukung pasien dalam melakukan
pemilihan pengobatanya
1. Mengetahui batasan
pengetahuan pasien
2. Mencegah kesalahan pasien
dalam interpretasi penyakit
3. Apabila tanda dan gejala
timbul pasien segera
menginformasikan
4. Pencegahan segera
komplikasi lebih lanjut
5. Memandirikan pasien
yang dialami
b. Mampu mengerti pengobatan yang
dianjurkan dengan indikator:
1) tahu efek terapeutik dari
pengobatan
2) tahu efek samping pengobatan
3) tahu strategi untuk mendapatkan
pengobatan yang dibutuhkan
Teaching: prescribed medication
1. Jelaskan tujuan dari masing-
masing pengobatan
2. Jelaskan dosis, rute, dan durasi
pengobatan
3. Periksa kembali pengetahuan
pasien tentang pengobatan
4. Jelaskan efek samping dari setiap
pengobatan
5. Jelaskan tanda dan gejala dari
overdosis atau kekurangan dosis
pengobatan
1. Meningkatkan pengetahuan
pasien
2. Mencegah kecemasan yang
mungkin timbul pada pasien
3. Mengetahui batasan
pengetahuan pasien
4. Mencegah kecemasan yang
mungkin timbul pada pasien
5. Mencegah kecemasan yang
mungkin timbul pada pasien
Daftar Pustaka
Adhim.2010. Diagnosis dan Penanganan Fraktur Servikal.http/www.fik-
unipdu.web.id.
Doengoes, M.E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, ed 3. Jakarta:
EGC.
Herdman, Heather T. 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2009-2011.Jakarta : EGC. Allih bahasa: Made Sumarwati, Dwi Widiarti,
Etsu Tiar.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, ed 3, jilid 2. Jakarta:
Aesculapius.
Price, S A & Wilson, L M. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit, jilid 2. Jakarta: EGC
Wilkinson, M. Judith. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi 7.
Jakarta :EGC.