Post on 09-Jul-2016
description
KATA PENGANTAR
Puji tuhan kami panjatkan kehadirat tuhan yang maha kuasa. Puji syukur penulis
panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa atas semua rahmat dan hidayahnya yang berupa
kesehatan serta kesempatan, sehingga makalah tentang “ Asuhan Keperawatan Asfiksia
dan Hiperbilirubinemia Pada Bayi Baru Lahir “ ini dapat terselesaikan sesuai waktu
yang telah ditentukan.
Dalam penyusunan tugas ini masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan atau
dengan kata lain masih jauh dari kesempurnaan, namun penulis menyadari bahwa
kesempurnaan Cuma milik Allah semata.
Akhirnya semoga makalah ini bisa membawa manfaat dan berguna bagi penulis
khususnya dan semua pembaca umumnya amin.
Banjarmasin, Maret 2016
Penulis
ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA
PADA BAYI BARU LAHIR
I. KONSEP DASAR
A. Pengertian
Asfiksia adalah suatu keadaan berupa berkurangnya kadar oksigen (O2) dan
berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2) secara bersamaan dalam darah dan jaringan
tubuh akibat gangguan pertukaran antara oksigen (udara) dalam alveoli paru-paru
dengan karbon dioksida dalam darah kapiler paru-paru. Kekurangan oksigen disebut
hipoksia dan kelebihan karbon dioksida disebut hiperkapnia.
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir.
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif karena gangguan pertukaran gas serta
transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan
kesulitan mengeluarkan CO2, saat janin di uterus hipoksia. . Apgar skor yang rendah
sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka
kematian yang tinggi.
Dalam kenyataan sehari-hari, hipoksia ternyata merupakan gabungan dari empat
kelompok, dimana masing-masing kelompok tersebut memang mempunyai ciri
tersendiri. Walaupun ciri atau mekanisme yang terjadi pada masing-masing kelompok
akan menghasilkan akibat yang sama bagi tubuh. Kelompok tersebut adalah :
a. Hipoksik-hipoksia,
Dalam keadaan ini oksigen gagal untuk masuk ke dalam sirkulasi darah.
b. Anemik-hipoksia.
c. Keadaan dimana darah yang tersedia tidak dapat membawa oksigen yang
cukup untuk metabolisme dalam jaringan.
d. Stagnan-hipoksia,
Keadaan dimana oleh karena suatu sebab terjadi kegagalan sirkulasi.
e. Histotoksik-hipoksia
Suatu keadaan dimana oksigen yang terdapat dalam darah, oleh karena
suatu hal, oksigen tersebut tidak dapat dipergunakan oleh jaringan.
Asfiksia neonartum ialah suatu keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini oleh karena hipoksia janin intra uterin dan hipoksia
ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul di dalam kehamilan, persalinan atau
segera setelah lahir.
B. Etiologi
Faktor ibu, Cacat bawaan, Hipoventilasi selama anastesi, Penyakit jantung sianosis,
Gagal bernafas, Keracunan CO, Tekanan darah rendah, Gangguan kontraksi uterus, Usia ibu
kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, Sosial ekonomi rendah, Hipertensi pada
penyakit eklampsia.
Faktor janin / neonatorum, Kompresi umbilikus, Tali pusat menumbung, lilitan tali pusat,
Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, Prematur, Gemeli, Kelainan congential,
Pemakaian obat anestesi, Trauma yang terjadi akibat persalinan
Faktor plasenta, Plasenta tipis, Plasenta kecil, Plasenta tidak menempel, Solusio plasenta
Faktor persalinan, Partus lama, Partus tindakan.
C. Patofisiologi
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan /
persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila
tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau
tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai
dengan suatu periode appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan
menunjukan usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan
berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode appnoe yang kedua, dan
ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan darah.
Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan keseimbangan asam dan
basa pada neonatus.
Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi
metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh pada
hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler
menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang tidak
adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi
kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi
selanjutnya.
D. Manifestasi Klinis
Appnoe primer : Pernafasan cepat, denyut nadi menurun dan tonus neuromuscular menurun
Appnoe sekunder : Apabila asfiksia berlanjut , bayi menunjukan pernafasan megap–megap
yang dalam, denyut jantung terus menerus, bayi terlihat lemah (pasif), pernafasan makin
lama makin lemah
TANDA-
TANDA
STADIUM I STADIUM II STADIUM III
Tingkat
kesadaran
Sangat waspada Lesu (letargia) Pinsan (stupor),
koma
Tonus otot Normal Hipotonik Flasid
Postur Normal Fleksi Disorientasi
Refleks tendo /
klenus
Hyperaktif Hyperaktif Tidak ada
Mioklonus Ada Ada Tidak ada
Refleks
morrow
Kuat Lemah Tidak ada
Pupil Midriasis Miosis Tidak sama,
refleks cahaya
jelek
Kejang-kejang Tidak ada Lazim Deserebrasi
EEG Normal aktifitasVoltase
rendah kejang-
kejang
Supresi ledakan
sampai
isoelektrik
Lamanya 24 jam jika ada
kemajuan
24 jam sampai
14 hari
Beberapa hari
sampai beberapa
minggu
Hasil akhir Baik Bervariasi Kematian,
defisit berat
E. APGAR Score
Penilaian menurut score APGAR merupakan tes sederhana untuk memutuskan apakah
seorang bayi yang baru lahir membutuhkan pertolongan. Tes ini dapat dilakukan dengan
mengamati bayi segera setelah lahir (dalam menit pertama), dan setelah 5 menit. Lakukan
hal ini dengan cepat, karena jika nilainya rendah, berarti tersebut membutuhkan tindakan.
Observasi dan periksa :
A = “Appearance” (penampakan) perhatikan warna tubuh bayi.
P = “Pulse” (denyut). Dengarkan denyut jantung bayi dengan stetoskop atau palpasi denyut
jantung dengan jari.
G = “Grimace” (seringai). Gosok berulang-ulang dasar tumit ke dua tumit kaki bayi dengan
jari. Perhaitkan reaksi pada mukanya. Atau perhatikan reaksinya ketika lender pada
mukanya. Atau perhatikan reaksinya ketika lender dari mulut dan tenggorokannya dihisap.
A = “Activity”. Perhatikan cara bayi yang baru lahir menggerakkan kaki dan tangannya
atau tarik salah satu tangan/kakinya. Perhatikan bagaimana kedua tangan dan kakinya
bergerak sebagai reaksi terhadap rangsangan tersebut.
R = “Repiration” (pernapasan). Perhatikan dada dan abdomen bayi. Perhatikan
pernapasannya.
TANDA 0 1 2 JUMLAH
NILAI
Frekwensi
jantung
Tidak ada Kurang dari
100 x/menit
Lebih dari
100 x/menit
Usaha
bernafas
Tidak ada Lambat, tidak
teratur
Menangis
kuat
Tonus otot Lumpuh /
lemas
Ekstremitas
fleksi sedikit
Gerakan
aktif
Refleks Tidak ada
respon
Gerakan
sedikit
Menangis
batuk
Warna Biru /
pucat
Tubuh:
kemerahan,
ekstremitas:
biru
Tubuh dan
ekstremitas
kemerahan
Apgar Skor : 7-10; bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan
istimewa Apgar Skor 4-6; (Asfiksia Neonatorum sedang); pada pemeriksaan fisik akan terlihat
frekwensi jantung lebih dari 100 X / menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek
iritabilitas tidak ada Apgar Skor 0-3 (Asfiksia Neonatorum berat); pada pemeriksaan fisik
ditemukan frekwensi jantung kurang dari 100 X / menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan
kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada.
F. Pemeriksaan Penunjang
- Foto polos dada
- USG kepala
- Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit
G. Pemeriksaan Diagnostik
1.Analisa gas darah
2. Elektrolit darah
3. Gula darah
4. Baby gram
5. USG ( Kepala )
6. Penilaian APGAR score
7. Pemeriksaan EGC dab CT- Scan
8. Pengkajian spesifik
H. Penatalaksanaan
Tindakan dilakukan pada setiap bayi tanpa memandang nilai apgar. Segera setelah
lahir, usahakan bayi mendapat pemanasan yang baik, harus dicegah atau dikurangi kehilangan
panas pada tubuhnya, penggunaan sinar lampu untuk pemanasan luar dan untuk meringankan
tubuh bayi, mengurangi evaporasi.
Bayi diletakkan dengan kepala lebih rendah, pengisapan saluran nafas bagian atas,
segera dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari timbulnya kerusakan mukosa jalan nafas,
spasmus larink atau kolaps paru. Bila bayi belum berusaha untuk nafas, rangsangan harus
segera dikerjakan, dapat berupa rangsangan nyeri dengan cara memukul kedua telapak kaki,
menekan tendon Achilles atau pada bayi tertentu diberikan suntikan vitamin K.
I. Komplikasi
Edema otal, perdarahan otak, anusia dan oliguria, hiperbilirubinumia, enterokolitis,
nekrotikans, kejang, koma. Tindakan bag and mask berlebihan dapat menyebabkan
pneumotoraks.
1. Otak : Hipokstik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis.
2. Jantung dan paru: Hipertensi pulmonal persisten pada neonatorum, perdarahan
paru, edema paru.
3. Gastrointestinal: enterokolitis, nekrotikans.
4. Ginjal: tubular nekrosis akut.
J. Diagnosis
Diagnosis hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-
tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu diperhatikan Denyut jantung janin. Frekuensi normal
adalah antara120 dan 160 denyut/menit selama his frekuensi turun, tetapi diluar his kembali
lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak besar,
artinya frekuensi turun sampai dibawah 100 x/ menit diluar his dan lebih-lebih jika tidak
teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.
Mekonium dalam air ketuban. Mekonium pada presentasi – sungsang tidak ada, artinya
akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukan gangguan. Oksigenisasi dan harus
menimbulkan kewaspadaan. Biasanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi
kepaladapat merupakan indikasi untuk mengakhir persalinan bila hal itu dapat dilakukan
dengan mudah.
Pemeriksaan pH darah janin. Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukan lewat
serviks dibuat sayatan kecil pada kulit pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin.
Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu
sampai turun dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya.
K. Prognosis
a. Asfiksia Ringan : Tergantung pada kecepatan penatalaksanaan.
b. Asfikisia Berat : Dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama kelainan saraf.
Asfiksia dengan PH 6,9 dapat menyababkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis
permanen,misalnya retardasi mental.
L. Prinsip Dasar Resusitasi
Ada beberapa tahap: ABC resusitasi,
A= memastikan saluran nafas terbuka.
B= memulai pernafasan .
C= mempertahankan sirkulasi (peredaran darah).
Membersihkan dan menciptakan lingkungan yang baik bagi bayi serta mengusahakan
saluran pernafasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernafasan, yaitu agar oksigenisasi
dan pengeluaran CO2 berjalan lancar. Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi
yang menunjukan usaha pernafasan lemah. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi.
Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik
M. Tindakan
1. Pengawasan suhu: jangan biarkan bayi kedinginan, penurunan suhu tubuh akan
mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan oksigen meningkat.
2. Pembersihan jalan napas: saluran napas atas dibersihkan dari lendir dan cairan
amnion. Tindakan dilakukan dengan hati – hati tidak perlu tergesa – gesa.
Penghisapan yang dilakukan dengan ceroboh akan timbul penyulit seperti spasme
laring, kolap paru, kerusakan sel mukosa jalan napas. Pada Asfiksia berat dilakukan
resusitasi kardio pulmonal
3. Rangsangan untuk menimbulkan pernapasan: Bayi yang tidak menunjukkan usaha
bernapas 20 detik setelah lahir menunjukkan depresi pernapasan. Maka setelah
dilakukan penghisapan diberi O2 yang cepat kedalam mukosa hidung. Bila tidak
berhasil dilakukan rangsang nyeri dengan memukul telapak kaki. Bila tidak berhasil
pasang ET.
4. Therapi cairan pada bayi baru lahir dengan asfiksia.
II. ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA
A. Pengkajian
1. Biodata
Terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa,
jumlah saudara dan identitas orang tua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi
karena berkaitan dengan diagnosa Asfiksia Neonatorum.
2. Keluhan Utama
Pada klien dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak nafas
3. Riwayat kehamilan dan persalinan
Bagaimana proses persalinan, apakah spontan, premature, aterm, letak bayi
belakang kaki atau sungsang
4. Kebutuhan dasar
a. Pola Nutrisi
Pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral, karena organ tubuh
terutama lambung belum sempurna, selain itu juga bertujuan untuk mencegah
terjadinya aspirasi pneumonia
b. Pola Eliminasi
Umumnya klien mengalami gangguan b.a.b karena organ tubuh terutama
pencernaan belum sempurna
c. Kebersihan diri
Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan pasien, terutama saat
b.a.b dan b.a.k, saat b.a.b dan b.a.k harus diganti popoknya
d. Pola tidur
Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak nafas
5. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak nafas,
pergerakan tremor, reflek tendon hyperaktif dan ini terjadi pada stadium
pertama.
b. Tanda-tanda Vital
Pada umunya terjadi peningkatan respirasi
c. Kulit
Pada kulit biasanya terdapat sianosis
d. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung,
sutura belum menutup dan kelihatan masih bergerak
e. Mata
Pada pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya
f. Hidung
Yang paling sering didapatkan adalah didapatkan adanya pernafasan cuping
hidung.
g. Dada
Pada dada biasanya ditemukan pernafasan yang irregular dan frekwensi
pernafasan yang cepat
h. Neurology / reflek
Reflek Morrow : Kaget bila dikejutkan (tangan menggenggam)
6. Gejala dan tanda
a. Aktifitas; pergerakan hyperaktif
b. Pernafasan ; gejala sesak nafas Tanda : Sianosis
c. Tanda-tanda vital; Gejala hypertermi dan hipotermi Tanda :
ketidakefektifan termoregulasi
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 b.d ekspansi yang kurang adekuat.
2. Gangguan perfusi jaringan b.d kebutuhan Oksigen yang tidak adekuat.
C. Perencanaan Keperawatan
Dx. I : Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 b.d ekspansi yang kurang adekuat.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 X 24 jam kebutuhan O2 terpenuhi
dengan kriteria tidak ada pernafasan cuping hidung dan tidak sianosis.
Intervensi:
No. Intervensi Rasional
1. Beri penjelasan pada keluarga
tentang penyebab sesak yang
dialami oleh pasien.
Agar keluarga tahu tentang
penyebab sesak yang dialami
oleh bayinya.
2. Atur kepala bayi dengan posisi
ekstensi.
Melonggarkan jalan nafas.
3. Batasi intake per oral, bila perlu
dipuasakan.
Mencegah aspirasi.
4. Longgarkan jalan nafas. Memudahkan untuk bernafas.
5. Observasi tanda-tanda kekurangan
O2.
Mengetahui tingkat
kekurangan O2.
6. Hangatkan bayi dalam incubator. Mencegah sianosis.
7. Kolaborasi dengan tim medis
untuk pemberian O2.
Mendukung perawatan dan
penatalaksanaan medis.
No Diagnosa Tujuan / kriteria hasil
Intervensi Rasional
1 Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
Tujuan :1. Tidak menunjukkan
demam.2. Tidak menunjukkan
cemas.3. Rata-rata repirasi
dalam batas normal.4. Pengeluaran sputum
melalui jalan nafas.5. Tidak ada suara nafas
tambahan.
1. Tentukan kebutuhan oral/ suction tracheal.
2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction .
3. Beritahu keluarga tentang suction.
4. Bersihkan daerah bagian tracheal setelah suction selesai dilakukan.
5. Monitor status oksigen pasien, status hemodinamik segera sebelum, selama dan sesudah suction.
Membantu dalam proses pemenuhan kebutuhanMengidentifikasi perubahan bersihan jalan napasMembantu untuk dalam proses pemulihanMembantu dalam mempercepat kebersihan jalan napas
Mengurangi sesak dan membantu dalam pernapasan secara normal
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan
dan teratur setelah lahir. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif karena gangguan pertukaran
gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan
kesulitan mengeluarkan CO2, saat janin di uterus hipoksia.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan /
persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila
tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau
tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai
dengan suatu periode appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan
menunjukan usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan
berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode appnoe yang kedua, dan
ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan darah.
Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan keseimbangan asam dan
basa pada neonatus. Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan
berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga
glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada
kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara
alveoli yamh tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan
di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada
kehidupan bayi selanjutnya.
B. Saran
Adapun saran yang dapat kami sampaikan yaitu semoga apa yang kami buat dapat
bermamfaat bagi pembaca dan jika ada kekurangan dalam penyajian atau ada kesalahan dalam
penulisan saya minta maaf,semoga apa yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi semua
pembaca.
ASUHAN KEPERAWATAN HIPERBILIRUBINEMIA
A. Definisi Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia adalah berlebihnya akumulasi bilirubin dalam darah (level normal 5
mg/dl pada bayi normal) yang mengakibatkan jaundice, warna kuning yang terlihat jelas
pada kulit, mukosa, sklera dan urine.
.
B. Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan
oleh beberapa faktor:
1. Peningkatan produksi :
a. Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian
golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
b. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
c. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat
pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
d. Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
e. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol
(steroid).
f. Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek
meningkat misalnya pada berat lahir rendah.
g. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksion yang
dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti Infeksi , Toksoplasmosis,
Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif.
C. Patofisiologi
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin
pada streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat
peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi,
meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi
enterohepatik. Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan
protein-Y terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan
anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuronii
transferase) atau bayi menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal
atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatika.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan jaringan otak.
Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek ini yang
memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar
darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris.
Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari
tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin
indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas.
Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang
karena trauma atau infeksi. (Markum, 1991).
D. Manifestasi klinis
- Kulit berwarna kuning sampe jingga
- Pasien tampak lemah
- Nafsu makan berkurang
- Reflek hisap kurang
- Urine pekat
- Perut buncit
- Pembesaran lien dan hati
- Gangguan neurologic
- Feses seperti dempul
- Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
- Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
- Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada bayi baru
lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi.
E. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium.
- Test Coomb pada tali pusat BBL
Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-positif, anti-A,
anti-B dalam darah ibu. Hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya
sensitisasi ( Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.
- Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO.
- Bilirubin total.
Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl yang mungkin
dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5
mg/dl dalam 24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau
1,5 mg/dl pada bayi praterm tegantung pada berat badan.
- Protein serum total
Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan terutama pada
bayi praterm.
- Hitung darah lengkap
Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.
Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (< 45%) dengan
hemolisis dan anemia berlebihan.
- Glukosa
Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30 mg/dl atau test glukosa
serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir hipoglikemi dan mulai menggunakan simpanan
lemak dan melepaskan asam lemak.
- Daya ikat karbon dioksida
Penurunan kadar menunjukkan hemolisis
- Meter ikterik transkutan
Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum.
- Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari
setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.
Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7 hari
setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis
- Smear darah perifer
Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada penyakit RH atau
sperositis pada incompabilitas ABO
- Test Betke-Kleihauer
Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin.
b. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan
pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
c. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic.
d. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti untuk
membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk
memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.
F. Penatalaksanaan
Tindakan umum
a. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil, mencegah truma lahir,
pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat menimbulkan ikhterus,
infeksi dan dehidrasi.
b. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan
bayi baru lahir.
c. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan
untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai
tujuan :
a. Menghilangkan Anemia
b. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
c. Meningkatkan Badan Serum Albumin
d. Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti, Infus
Albumin dan Therapi Obat.
a. Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti
untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang
tinggi akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin
dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika
cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer
yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah
melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan
dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam
Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan
Taeusch, 1984).
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin,
tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan
Anemia. Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg /
dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi
dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk
memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan
Berat Badan Lahir Rendah.
b. Tranfusi Pengganti / Tukar
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1.Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2.Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3.Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
4.Tes Coombs Positif.
5.Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
6.Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
7.Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8.Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9.Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
1. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah
merah terhadap Antibodi Maternal.
2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
3. Menghilangkan Serum Bilirubin
4. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2 hari),
Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B
yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa
setiap hari sampai stabil.
G. Pencegahan
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
a.Pengawasan antenatal yang baik
b. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masa
kehamilan dan kelahiran, contoh :sulfaforazol, novobiosin, oksitosin.
c.Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
d. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
e.Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir
f. Pemberian makanan yang dini.
g. Pencegahan infeksi.
H. Komplikasi
- Retardasi mental - Kerusakan neurologist
- Gangguan pendengaran dan penglihatan
- Kematian.
- Kernikterus.
I. Terapi
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan
konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk
beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada
post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Colistrisin dapat
mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus
Enterohepatika.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien dan keluarga
2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang meningkatkan ikterus
ex: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat mempercepat proses konjungasi sebelum ibu
partus.
b. Riwayat Persalinan
Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan, dokter, Atau data obyektif ; lahir
prematur/kurang bulan, riwayat trauma persalinan, hipoksia dan asfiksia
c. Riwayat Post natal
Adanya kelainan darah, kadar bilirubin meningkat kulit bayi tampak kuning.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak polisitemia, gangguan saluran cerna dan hati
( hepatitis )
e. Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang tua
f. Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahan orang tua terhadap bayi yang ikterus.
Pengkajian Kebutuhan Dasar manusia
a.Aktivitas / Istirahat
Letargi, malas.
b. Sirkulasi
Mungkin pucat menandakan anemia.
c.Eliminasi
Bising usus hipoaktif.
d. Pasase mekonium mungkin lambat.
Feses mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin.
e. Urin gelap pekat; hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)
f. Makanan / Cairan
Riwayat perlambatan / makan oral buruk, mungkin lebih disusui daripada menyusu
botol. Pada umumnya bayi malas minum ( reflek menghisap dan menelan lemah
sehingga BB bayi mengalami penurunan). Palpasi abdomen dapat menunjukkan
pembesaran limfa, hepar
g. Neuro sensori
Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang parietal yang
berhubungan dengan trauma kelahiran / kelahiran ekstraksi vakum Edema umum,
hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin ada dengan inkompatibilitas Rh
berat.
h. Kehilangan refleks Moro mungkin terlihat
Opistotonus dengan kekakuan lengkung punggung, fontanel menonjol, menangis lirih,
aktivitas kejang (tahap krisis)
i. Pernafasan
Riwayat asfiksia
j. Keamanan
Riwayat positif infeksi / sepsis neonates
k.Dapat mengalami ekimosis berlebihan, ptekie, perdarahan intracranial.
Dapat tampak ikterik pada awalnya pada daerah wajah dan berlanjut pada bagian distal
tubuh; kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi Bronze) sebagai efek samping fototerapi.
k. Seksualitas
Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan retardasi
pertumbuhan intrauterus (LGA), seperti bayi dengan ibu diabetes.
l. Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin, asfiksia, hipoksia,
asidosis, hipoglikemia.
Terjadi lebih sering pada bayi pria dibandingkan perempuan.
m. Faktor keluarga; missal riwayat hiperbilirubinemia pada kehamilan sebelumnya,
penyakit hepar, fibrosis kristik, kesalahan metabolisme saat lahir (galaktosemia),
diskrasias darah (sferositosis, defisiensi gukosa-6-fosfat dehidrogenase.
n. Faktor ibu, seperti diabetes; mencerna obat-obatan (missal, salisilat, sulfonamide oral
pada kehamilan akhir atau nitrofurantoin (Furadantin); inkompatibilitas Rh/ABO;
penyakit infeksi (misal, rubella, sitomegalovirus, sifilis, toksoplamosis).
o. Faktor penunjang intrapartum, seperti persalinan praterm, kelahiran dengan ekstrasi
vakum, induksi oksitosin, perlambatan pengkleman tali pusat, atau trauma kelahiran.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar bilirubin indirek dalam
darah, ikterus pada sclera leher dan badan.
2. Kurang pengetahuan keluarga mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan tindakan
berhubungan dengan kurangnya paparan informasi
C. RENCANA KEPERAWATAN
1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar bilirubin indirek dalam
darah, ikterus pada sclera leher dan badan.
Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan integritas
kulit kembali baik/ normal dengan kriteria hasil :
- Kadar bilirubin dalam batas normal ( 0,2 – 1,0 mg/dl )
- Kulit tidak berwarna kuning/ warna kuning mulai berkurang
- Tidak timbul lecet akibat penekanan kulit yang terlalu lama
Intervensi
a. Monitor warna dan keadaan kulit setiap 4-8 jam
b. Monitor keadaan bilirubin direk dan indirek ( kolaborasi dengan dokter dan analis )
c. Ubah posisi miring atau tengkurap. Perubahan posisi setiap 2 jam berbarengan dengan
perubahan posisi lakukan massage dan monitor keadaan kulit
d. d.Jaga kebersihan kulit dan kelembaban kulit/ Memandikan dan pemijatan bayi.
Rasional
a. Warna kulit kekuningan sampai jingga yang semakin pekat menandakan konsentrasi
bilirubin indirek dalam darah tinggi.
b. Kadar bilirubin indirek merupakan indikator berat ringan joundice yang diderita.
c. Menghindari adanya penekanan pada kulit yang terlalu lama sehingga mencegah
terjadinya dekubitus atau irtasi pada kuit bayi.
d. Kulit yang bersih dan lembab membantu memberi rasa nyaman dan menghindari kulit
bayi meengelupas atau bersisik.
2. Kurang pengetahuan keluarga mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan tindakan
berhubungan dengan kurangnya paparan informasi
Tujuan dan kriteria hasil
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pengetahuan keluarga bertambah
dengan kriteria hasil :
- Mengungkapkan pemahaman tentang penyebab, tindakan, dan kemungkinan hasil
hiperbilirubinemia
Intervensi
a. Berikan informasi tentang penyebab,penanganan dan implikasi masa datang dari
hiperbilirubinemia. Tegaskan atau jelaskan informasi sesuai kebutuhan.
b. Tinjau ulang maksud dari mengkaji bayi terhadap peningkatan kadar bilirubin ( mis.,
mengobservasi pemucatan kulit di atas tonjolan tulang atau perubahan perilaku )
khususnya bila bayi pulang dini.
c. Diskusikan penatalaksanaan di rumah dari ikterik fisiologi ringan atau sedang,
termasuk peningkatan pemberian makan, pemajanan langsung pada sinar matahari
dan program tindak lanjut tes serum.
d. Berikan informasi tentang mempertahankan suplai ASI melalui penggunaan pompa
payudara dan tentang kembali menyusui ASI bila ikterik memerlukan pemutusan
menyusui.
e. Kaji situasi keluarga dan system pendukung.berikan orangtua penjelasan tertulis yang
tepat tentang fototerapi di rumah, daftarkan teknik dan potensial masalah.
f. Buat pengaturan yang tepat untuk tes tindak lanjut dari bilirubin serum pada fasilitas
laboratorium.
b. Diskusikan kemungkinan efek-efek jangka panjang dari hiperbilirubinemia dan
kebutuhan terhadap pengkajian lanjut dan intervensi dini.
Rasional
a. Memperbaiki kesalahan konsep, meningkatkan pemahaman, dan menurunkan rasa
takut dan perasaan bersalah. Ikterik neonates mungkin fisiologis, akibat ASI, atau
patologis dan protocol perawatan tergantung pada penyebab dan factor pemberat.
b. Memungkinkan orangtua mengenali tanda-tanda peningkatan kadar bilirubin dan
mencari evaluasi medis tepat waktu.
c. Pemahaman orangtua membantu mengembangkan kerja sama mereka bila bila
bayi dipulangkan. Informasi membantu orangtua melaksanakan penatalaksanaan
dengan aman dan dengan tepat serta mengenali pentingnya aspek program
penatalaksanaan.
d. Membantu ibu untuk mempertahankan pemahaman pentingnya terapi.
Mempertahankan supaya orangtua tetap mendapatkan informasi tentang keadaan
bayi. Meningkatkan keputusan berdasarkan informasi.
e. Fototerapi di rumah dianjurkan hanya untuk bayi cukup bulan setelah 48 jam
pertama kehidupan, dimana kadar bilirubin serum antara 14 – 18 mg/dl tanpa
peningkatan konsentrasi bilirubin reaksi langsung.
f. Tindakan dihentikan bila konsentrasi bilirubin serum turun di bawah 14 mg/dl,
tetapi kadar serum harus diperiksa ulang dalam 12-24 jam untuk mendeteksi
kemungkinan hiperbilirubinemia berbalik.
g. Kerusakan neurologis dihubungkan dengan kernikterus meliputi kematian, palsi
serebral, retardasi mental, kesulitan sensori, pelambatan bicara, koordinasi buruk,
kesulitan pembelajaran, dan hipoplasiaemail atau warna gigi hijau kekuningan
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mansjoer, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi. 8. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. Jakarta: EGC.
Markum. AN. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. BCS. IKA Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.